EFEKTIFITAS EKSTRAK DAUN PEPAYA Carica papaya L. UNTUK PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN IKAN LELE DUMBO Clarias sp YANG DIINFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila
AGUNG SETIAJI
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul : EFEKTIFITAS EKSTRAK DAUN PEPAYA Carica papaya L. UNTUK PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN IKAN LELE DUMBO Clarias sp YANG DIINFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skirpsi ini.
Bogor, Januari 2009
AGUNG SETIAJI C 14104074
RINGKASAN AGUNG SETIAJI. Efektifitas Ekstrak Daun Pepaya Carica papaya L. untuk Pencegahan dan Pengobatan Ikan Lele Dumbo Clarias sp yang Diinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila. Dibimbing oleh MUNTI YUHANA dan DINAMELLA WAHJUNINGRUM. Salah satu penyakit yang menyebabkan kematian ikan lele dumbo adalah penyakit MAS (Motile Aeromonads Septicaemia) yang disebabkan oleh infeksi bakteri Aeromonas hydrophila. Pengendalian penyakit ini biasanya dilakukan dengan pencampuran pakan dan antibiotik. Penggunaan antibiotik dikhawatirkan akan menimbulkan residu dalam tubuh ikan dan membahayakan manusia yang mengkonsumsinya. Oleh karena itu, dibutuhkan obat alternatif yang aman digunakan, murah, dan tidak merugikan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui keefektifan penggunaan ekstrak daun pepaya dalam pencegahan dan pengobatan ikan lele dumbo yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila. Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu identifikasi bakteri uji, uji LD50, uji in vitro, dan uji in vivo. Uji LD50 dilakukan selama 7 hari, sedangkan uji in vivo dilakukan selama 14 hari. Bakteri yang digunakan adalah Aeromonas hydrophila strain 26. Ikan lele dumbo yang digunakan memiliki panjang rata-rata 9,71±0,21 cm dan bobot rata-rata 5,81±0,43 gram. Berdasarkan uji LD50, konsentrasi bakteri 105 cfu/ml dapat mematikan 50% populasi ikan lele dumbo dan termasuk dalam kategori bakteri virulen. Berdasarkan uji in vitro, dosis terkecil ekstrak daun pepaya yang efektif menghambat pertumbuhan Aeromonas hydrophila adalah dosis 20 mg/ml. Dosis pengobatan dua kali dari dosis pencegahan yaitu dosis 40 mg/ml. Berdasarkan uji in vivo, persentase akumulasi mortalitas harian perlakuan pencegahan dengan nilai 6,67% menunjukkan hasil berbeda nyata (P<0,05), sehingga perlakuan pencegahan efektif menekan angka mortalitas ikan lele dumbo. Skor gejala klinis perlakuan pencegahan menunjukkan hasil berbeda nyata (P<0,05), sehingga perlakuan pencegahan efektif dalam mengurangi tingkat keparahan infeksi Aeromonas hydrophila. Pertambahan bobot rata-rata ikan lele dumbo perlakuan pencegahan sebesar 55,17% dan pengobatan sebesar 51,78% menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05), sehingga perlakuan pencegahan dan pengobatan tidak efektif dalam meningkatkan bobot rata-rata ikan lele dumbo. Selama 7 hari sebelum infeksi, respon makan semua perlakuan sangat baik. Selama 7 hari pasca infeksi, respon makan kontrol positif mengalami penurunan, respon makan perlakuan pencegahan dan pengobatan mengalami penurunan tetapi kemudian meningkat kembali. Organ dalam yang diamati adalah ginjal, hati, empedu, dan limpa. Organ dalam kontrol negatif terlihat normal. Organ dalam kontrol positif mengalami perubahan warna dan membengkak. Organ dalam perlakuan pencegahan menyerupai kontrol negatif. Organ dalam perlakuan pengobatan berada diantara kontrol positif dan pencegahan. Kualitas air yang terukur berada dalam kisaran toleransi ikan lele dumbo. Hasil uji in vitro dan uji in vivo menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan dosis 20 mg/ml efektif mencegah infeksi Aeromonas hydrophila pada ikan lele dumbo. Sedangkan ekstrak daun pepaya dengan dosis 40 mg/ml tidak efektif dalam mengobati ikan lele dumbo yang terinfeksi Aeromonas hydrophila.
EFEKTIFITAS EKSTRAK DAUN PEPAYA Carica papaya L. UNTUK PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN IKAN LELE DUMBO Clarias sp YANG DIINFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila
AGUNG SETIAJI
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Judul Skripsi
: Efektifitas Ekstrak Daun Pepaya Carica papaya L. untuk Pencegahan dan Pengobatan Ikan Lele Dumbo Clarias sp yang Diinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila
Nama Mahasiswa
: Agung Setiaji
Nomor Pokok
: C 14104074
Disetujui, Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Munti Yuhana NIP. 132 092 238
Dr. Dinamella Wahjuningrum NIP. 132 234 940
Diketahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 131 578 799
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah melimpahkan berkat dan anugrah-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibu Dr. Munti Yuhana selaku pembimbing akademik dan pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dari awal masa perkuliahan, penelitian, dan sampai penyelesaian skripsi 2. Ibu Dr. Dinamella Wahjuningrum selaku pembimbing yang telah banyak membantu dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi 3. Ibu Mia Setiawati M, Si selaku dosen penguji 4. Ayah, Ibu, kakak-kakakku Kristian Pujo Handoyo, Yogo Budi Prasetyo, dan Sigit Priyo Nugroho, serta adikku Aditya Heksa Putra tercinta yang senantiasa selalu memberikan kasih sayang, dukungan, dan doa 5. Bapak dan Ibu dosen BDP, staf administrasi BDP, dan staf laboratorium BDP (Pak Ranta, Kang Adna, Kang Hadi, dan staf laboratorium BDP lainnya) 6. Teman-teman BDP’41 yang selalu memberi semangat dan bantuan selama mengerjakan penelitian sehingga skripsi ini dapat diselesaikan 7. Ima Hani Setiawati atas kesabaran, kasih sayang, waktu dan perhatianmu yang membuatku menjadi lebih semangat untuk maju Semoga karya ilmiah ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan juga semua pihak yang membutuhkan. Penulis menyadari bahwa penulisan karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna, karenanya penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak. Terima kasih.
Bogor, Januari 2009 Agung Setiaji
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta tanggal 14 Agustus 1985 dari Ayah Tugiman dan Ibu Sumarni. Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara. Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1991 di SDN Puspanegara II dan lulus pada tahun 1997, kemudian dilanjutkan ke SLTPN 1 Citeureup dan lulus pada tahun 2000. Pendidikan sekolah menengah umum penulis tempuh di SMUN 1 Cibinong dan lulus pada tahun 2003, pada tahun 2004 penulis diterima di Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah melakukan magang ikan hias di Yohanes Fish Farm Ciseeng, Parung (2005). Penulis juga pernah melakukan praktek lapang di PT. Tirtamutiara Makmur, Situbondo (2007) dan UD. Sumber Kerapu Sejati, Situbondo (2007). Penulis menjadi asisten mata kuliah Dasar-dasar Mikrobiologi semester ganjil 2007/2008 dan Manajemen Kesehatan Akuakultur semester genap 2007/2008. Selain itu penulis juga aktif menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) periode 2006/2007. Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul “Efektifitas Ekstrak Daun Pepaya Carica papaya L. untuk Pencegahan dan Pengobatan Ikan Lele Dumbo Clarias sp yang Diinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila”.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................ ix DAFTAR GAMBAR ........................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xi I. PENDAHULUAN .......................................................................................
1
I.1
Latar Belakang .....................................................................................
1
I.2
Tujuan .................................................................................................
2
II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................
3
2.1 Ikan Lele Dumbo (Clarias sp) .............................................................
3
2.2 Pepaya (Carica papaya L.) ..................................................................
4
2.3 Bakteri Aeromonas hydrophila ............................................................
7
2.4 Bahan Aktif Antimikroba Pada Daun Pepaya .....................................
9
2.5 Injeksi Aeromonas hydrophila Secara Intramuskuler .......................... 10 III. METODOLOGI ......................................................................................... 12 3.1 Waktu dan Tempat .............................................................................. 12 3.2 Alat dan Bahan .................................................................................... 12 3.3 Tahapan Pelaksanaan .......................................................................... 12 3.3.1 Penyediaan Bakteri Uji ........................................................... 12 3.3.2 Uji LD50 ................................................................................... 13 3.3.3 Persiapan Wadah dan Ikan Uji................................................. 14 3.3.3.1 3.3.3.2 3.3.3.3
Desinfeksi Wadah .................................................... 14 Pengisian Air............................................................ 14 Desinfeksi dan Pengadaptasian Ikan Uji ................. 15
3.3.4 Pembuatan Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya L.) ........... 15 3.3.5 Uji In Vitro ............................................................................... 16 3.3.6 Uji In Vivo ................................................................................ 16 3.3.6.1 3.3.6.2 3.3.6.3 3.3.6.4 3.3.6.5 3.3.6.6
Uji Respon Makan .................................................. Pertambahan Bobot Rata-rata ................................. Gejala Klinis dan Pengukuran Diameter Kelainan Klinis ........................................................................ Mortalitas ................................................................. Pengamatan Organ Dalam ....................................... Analisa Kualitas Air.................................................
18 18 18 19 19 19
3.3.7 Analisis Data ............................................................................ 19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 21 4.1 Hasil ..................................................................................................... 21 4.1.1 4.1.2 4.1.3 4.1.4
Identifikasi Bakteri Uji ............................................................ Uji LD50 .. ................................................................................. Uji In Vitro ............................................................................... Uji In Vivo ................................................................................ 4.1.4.1 4.1.4.2 4.1.4.3 4.1.4.4 4.1.4.5 4.1.4.6
Persentase Akumulasi Mortalitas Harian Pasca Infeksi ........................................................... Skor Gejala Klinis Harian Pasca Infeksi ................. Pertambahan Bobot Rata-rata Ikan Lele Dumbo ..... Respon Makan Ikan Lele Dumbo ........................... Pengamatan Terhadap Organ Dalam Ikan Lele Dumbo ............................................................. Parameter Kualitas Air ............................................
21 21 22 23 23 24 25 26 27 28
4.2 Pembahasan ......................................................................................... 29 V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 39 5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 39 5.2 Saran .................................................................................................... 39 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 40 LAMPIRAN....................................................................................................... 44
DAFTAR TABEL
No
Halaman
1. Analisis komposisi dalam 100 gram daun pepaya ....................................
7
2. Hasil identifikasi bakteri Aeromonas hydrophila ..................................... 21 3. Respon makan ikan lele dumbo tiap perlakuan ......................................... 27 4. Pengamatan terhadap organ dalam ikan lele dumbo ................................. 28 5. Kisaran kualitas air selama perlakuan ....................................................... 29
DAFTAR GAMBAR No
Halaman
1. Ikan lele dumbo (Clarias sp) .....................................................................
4
2. Tanaman pepaya (Carica papaya L.) ........................................................
6
3. Skema metode penelitian (uji in vivo)........................................................ 17 4. Diameter zona hambat ekstrak daun pepaya Carica papaya L. terhadap Aeromonas hydrophila ............................................................... 22 5. Akumulasi mortalitas harian ikan lele dumbo (%) pasca infeksi............... 23 6. Skor rata-rata gejala klinis ikan lele dumbo pasca infeksi......................... 24 7. Pertambahan bobot rata-rata (%) ikan lele dumbo selama perlakuan ....... 26
DAFTAR LAMPIRAN No
Halaman
1. Penyiapan media bakteri Aeromonas hydrophila ...................................... 45 2. Metode uji fasase........................................................................................ 46 3. Karakterisasi sifat biokimia bakteri ........................................................... 47 4. Pewarnaan Gram ........................................................................................ 48 5. Hasil dan perhitungan Uji Lethal Dosis 50%............................................. 49 6. Metode pembuatan bubuk daun pepaya (a) dan metode ekstrak daun pepaya (b)................................................................................................... 50 7. Metode kertas cakram ................................................................................ 51 8. Gambar zona hambat yang terbentuk......................................................... 51 9. Diameter rata-rata (mm) zona hambat pada uji in vitro............................. 52 10. Analisis statistik RAL (a) dan uji lanjut Duncan (b) diameter rata-rata zona hambat yang terbentuk pada uji in vitro ........................................... 52 11. Persentase mortalitas harian ikan lele dumbo (%) pasca infeksi ............... 53 12. Analisis statistik RAL (a) dan uji lanjut Duncan (b) akumulasi mortalitas harian ikan lele dumbo (%) pasca infeksi ................................ 53 13. Skor gejala klinis harian pasca infeksi....................................................... 54 14. Analisis statistik RAL (a) dan uji lanjut Duncan (b) skor rata-rata gejala klinis harian pasca infeksi.......................................................................... 56 15. Persentase pertambahan bobot rata-rata ikan lele dumbo selama perlakuan .................................................................................................... 57 16. Analisis statistik RAL (a) dan uji lanjut Duncan (b) persentase pertambahan bobot rata-rata ikan lele dumbo............................................ 58
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lele dumbo merupakan ikan yang populer di kalangan masyarakat luas dan menjadi kegemaran banyak orang di Indonesia. Ikan lele dumbo memiliki kelebihan diantaranya adalah pertumbuhannya cepat, memiliki kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan yang tinggi, rasanya enak, dan kandungan gizinya cukup tinggi. Di Kabupaten Badung-Bali misalnya, kendati produksinya telah mencapai 22,1 ton pertahun, tetapi sebagian permintaannya masih belum bisa terpenuhi. Demikian pula di Provinsi Banten membutuhkan pasokan lele 6-7 ton perhari. Sementara wilayah Jabotabek membutuhkan sekitar 100 ton ikan lele perhari (Anonimus, 2007a), sehingga minat masyarakat untuk membudidayakan ikan lele dumbo sangat besar. Teknologi budidaya ikan lele dumbo yang digunakan di Indonesia adalah sistem budidaya intensif dengan padat tebar yang tinggi dengan pemberian pakan tambahan yang optimal. Sama seperti usaha budidaya perikanan lainnya, masalah utama dalam budidaya ikan lele dumbo adalah serangan penyakit. Kematian ikan lele dumbo dan kegagalan panen akan dialami jika serangan penyakit tidak ditanggulangi secara dini. Untuk menghindari keadaan ini, perlu dilakukan upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit secara tepat. Salah satu penyakit yang sering menyebabkan kematian ikan lele dumbo adalah penyakit MAS (Motile Aeromonads Septicaemia) yang disebabkan oleh infeksi bakteri Aeromonas hydrophila. Penyakit MAS dapat menyebabkan kematian benih ikan lele dumbo antara 80-100% dalam waktu yang relatif singkat (Tonguthai et al., 1993 dalam Grant, 2004). Pengendalian penyakit akibat bakteri Aeromonas hydrophila biasanya dilakukan dengan pencampuran pakan dengan antibiotik seperti chloramphenicol, terramycin atau oxytetracycline. Dosisnya sebanyak 5-7,5 gram/100 kg pakan. Selain itu, penanggulangan penyakit akibat bakteri Aeromonas hydrophila juga bisa dilakukan dengan menaburkan furaltadone sebanyak 50 ppm/jam (Anonimus, 2007b). Namun, pemakaian antibiotik dapat menimbulkan resistensi bakteri Aeromonas hydrophila terhadap antibiotik tertentu. Penelitian tentang resistensi dari bakteri Aeromonas
hydrophila terhadap antibiotik telah dilakukan. Sebanyak 80 galur dari bakteri Aeromonas hydrophila resisten terhadap antibiotik bacitracin dan ampicilin serta sensitif terhadap antibiotik chloramphenicol, neomycin, streptomycin, dan kombinasi trimethoprim dengan sulfamethoxazole (Wang dan Silva, 1999). Pengaruh lain dari penggunaan antibiotik ini dikhawatirkan akan menimbulkan residu dalam ikan dan membahayakan manusia yang mengkonsumsinya. Oleh karena itu dibutuhkan obat alternatif yang aman digunakan, murah, dan tidak merugikan bagi pembudidaya dan konsumen ikan lele dumbo. Tanaman pepaya merupakan tanaman herbal yang populer di kalangan masyarakat. Tidak hanya buahnya, daun pepaya muda juga dapat dibuat sebagai bahan berbagai ragam sayuran. Dalam pengobatan tradisional, bagian-bagian tanaman pepaya banyak yang dimanfaatkan. Dalam dunia perikanan, hasil penelitian Marsul (2005) telah membuktikan potensi ekstrak daun pepaya dalam menghambat pertumbuhan cendawan pada perkembangan awal ikan gurame (Osphronemus gouramy). Di dalam ekstrak daun pepaya terkandung enzim papain yang memiliki aktivitas proteolitik dan antimikroba, sedangkan alkaloid carpain berfungsi sebagai antibakteri (Ardina, 2007). Selain itu terdapat pula tocophenol dan flavonoid (Markham, 1988) yang memiliki daya antimikroba. Dalam penelitian ini diuji keefektifan ekstrak daun pepaya sebagai bahan antibakteri serta imunostimulan, sehingga diperoleh dosis yang tepat untuk pencegahan dan pengobatan ikan lele dumbo yang telah terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila. 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan penggunaan ekstrak daun pepaya dalam pencegahan dan pengobatan ikan lele dumbo yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan lele dumbo (Clarias sp) Menurut Saanin (1984), taksonomi ikan lele dumbo adalah sebagai berikut: Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Pisces
Subkelas
: Teleostei
Ordo
: Ostariophysi
Sub ordo
: Siluroidea
Famili
: Clariidae
Genus
: Clarias
Spesies
: Clarias sp
Berbeda dengan ikan lele lokal (Clarias batrachus), ikan lele dumbo (Clarias sp) berasal dari Mozambique (Afrika). Ikan lele dumbo masuk ke Indonesia pada tahun 1985, yang diintroduksi dari Taiwan oleh sebuah perusahaan yang bergerak di bidang perikanan. Beberapa keterangan menyatakan bahwa ikan lele dumbo merupakan hasil persilangan ikan lele lokal yang berasal dari Afrika dengan ikan lele lokal dari Taiwan (Khairuman dan Khairul, 2002). Pada awalnya ikan ini dijadikan sebagai ikan hias, tetapi dalam perkembangannya menjadi salah satu ikan konsumsi unggulan pada sistem budidaya air tawar. Bentuk tubuh ikan lele dumbo memanjang, agak silindris (membulat) di bagian depan dan mengecil ke bagian ekornya. Kulitnya tidak memiliki sisik, berlendir, dan licin. Jika terkena sinar matahari, warna tubuh ikan lele dumbo berubah menjadi pucat dan jika terkejut warna tubuhnya otomatis menjadi loreng seperti mozaik hitam-putih. Mulut ikan lele dumbo relatif lebar, yaitu sekitar ¼ dari panjang total tubuhnya (Khairuman dan Khairul, 2002). Di atas rongga insang terdapat
selaput
alat
pernapasan
tambahan
(aborescent
organ)
yang
memungkinkan ikan lele dumbo dapat mengambil oksigen langsung dari udara. Kepala ikan lele dumbo berbentuk gepeng dengan batok kepala sangat keras, memiliki empat buah sungut yang berfungsi sebagai alat peraba. Ikan lele dumbo memiliki beberapa buah sirip, yakni sirip ekor, sirip dada, sirip anal, dan
sirip punggung yang memanjang dari perut belakang hingga pangkal ekor. Selain itu, ikan lele dumbo juga memiliki sepasang tulang keras di depan sirip dada. Tulang ini disebut patil, berfungsi sebagai alat pertahanan diri. Walaupun berfungsi sebagai alat pertahanan diri, patil ikan lele dumbo tidak memiliki racun. Morfologi ikan lele dumbo dapat dilihat pada Gambar 1. Ikan lele dumbo merupakan hewan nokturnal, yakni hewan yang aktif mencari makan pada malam hari dan termasuk hewan karnivora karena pakan alaminya adalah kutu air (daphnia, cladosera, copepoda, chydorus, ceriodaphnia, moina, nauplius, rotaria), cacing, krustacea kecil, rotifera, jentik-jentik (larva serangga dan siput-siput kecil).
Gambar 1. Ikan Lele Dumbo (Clarias sp) Air yang baik untuk pertumbuhan ikan lele dumbo adalah air bersih yang berasal dari sungai, air hujan, dan air sumur dengan kisaran suhu 25-32 oC (Anonimus, 2007b). Kadar oksigen air yang dibutuhkan ikan lele dumbo berkisar antara 3 ppm. Namun, ketersediaan kadar oksigen tidak banyak berpengaruh karena ikan lele dumbo bisa mengambil oksigen langsung dari udara. Sementara itu, kandungan karbon dioksida (CO2) air harus di bawah 15 ppm, kandungan NH3 harus di bawah 0,05 ppm, kandungan NO2 sekitar 0,25 ppm, kandungan NO3 sekitar 250 ppm dan pH 6,5 – 8 (Khairuman dan Khairul, 2002). 2.2 Pepaya (Carica papaya L.) Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang berasal dari Meksiko bagian selatan dan bagian utara dari Amerika Selatan. Tanaman ini menyebar ke Benua Afrika dan Asia serta negara India. Dari India, tanaman ini menyebar ke berbagai negara tropis, termasuk Indonesia di abad ke-17.
Menurut Steenis (1978), taksonomi tanaman pepaya adalah sebagai berikut: Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magholiophyta
Kelas
: Magholiopsida
Ordo
: Brassicates
Famili
: Caricaceae
Genus
: Carica
Spesies
: Carica papaya L.
Menurut Kalie (2006) famili Caricaceae memiliki empat genus, yaitu Carica, Jarilla, Jacaranta, dan Cylicomorpha. Ketiga genus pertama merupakan tanaman asli Meksiko bagian selatan serta bagian utara dari Amerika Selatan, sedangkan genus keempat merupakan tanaman yang berasal dari Afrika. Genus Carica memilki 24 spesies, salah satu diantaranya adalah papaya. Tanaman dari genus Carica (Gambar 2) banyak diusahakan petani karena buahnya enak dimakan, genus lainnya hanya lazim untuk dinikmati keindahan habitusnya. Pepaya merupakan tanaman herbal dengan batang berongga, biasanya tidak bercabang, dan tinggi mencapai 10 m. Daunnya merupakan daun tunggal dan berukuran besar dengan tangkai daun panjang dan berongga. Bunganya terdiri dari tiga jenis, yaitu bunga jantan, bunga betina, dan bunga sempurna. Batang, daun, dan buahnya mengandung getah yang memiliki daya enzimatis yaitu dapat memecah protein. Pemanfaatan tanaman pepaya cukup beragam. Bagian-bagian tanaman pepaya banyak yang digunakan dalam pengobatan tradisional. Perasan daun pepaya dapat digunakan untuk meredam atau menurunkan demam akibat penyakit malaria. Menurut Kalie (2006) rasa pahit perasan daun pepaya disebabkan oleh kandungan alkaloid carpain (C14H25NO2) yang banyak terdapat pada daun muda. Alkaloid ini dapat menurunkan tekanan darah dan membunuh amuba. Menurut Ardina (2007) di dalam ekstrak daun pepaya terkandung enzim papain yang memiliki aktivitas proteolitik dan antimikroba, sedangkan alkaloid carpain berfungsi sebagai antibakteri. Selain itu ekstrak daun pepaya dapat digunakan sebagai antifungal pada powdery mildew fungi (Erysiphe cichoracearum DC)
yang menyebabkan penyakit powdery mildew pada lada (Capsicum annum L.) (Amadioha, 1998).
Gambar 2. Tanaman Pepaya (Carica papaya L.) Batang, daun, dan buah pepaya muda mengandung getah berwarna putih. Getah ini mengandung suatu enzim pemecah protein atau enzim proteolitik yang disebut papain. Papain termasuk enzim hidrolase, yaitu enzim yang mampu mengkatalis reaksi-reaksi hidrolisis suatu substrat (protein) (Lukitasari, 2004). Sebagai enzim proteolitik, papain banyak digunakan dalam industri, di antaranya industri makanan, minuman, farmasi, kosmetik, tekstil, dan penyamak. Sementara itu, getah pepaya selain mengandung enzim papain juga mengandung kemokapain, lisosim, lipase, glutamin, dan siklotransferas. Analisis komposisi daun pepaya dapat dilihat pada Tabel 1. Selain mengandung enzim papain dan alkaloid carpain, daun pepaya juga mengandung psudo carpain, glikosid, karposid, dan saponin (Muhlisah, 2007), serta mengandung sakarosa, dektrosa, levulosa, tocophenol dan flavonoid (Rahman, 2008). Buahnya mengandung β-karoten, pectin, d-galaktosa, Iarabinosa, papain, papayotimin, dan vitokinose. Bijinya mengandung glukosida kasirin dan carpain. Dalam pengobatan herbal, tanaman pepaya dapat digunakan untuk mengobati berbagai penyakit diantaranya kulit melepuh karena panas, malaria, demam karena digigit ular berbisa, beruban sebelum waktunya, cacing gelang, dan sariawan.
Tabel 1. Analisis komposisi dalam 100 gram daun pepaya Unsur Komposisi Energi (kal) Air (g)
Daun (100 gram) 79 75,4
Protein (g)
8
Lemak (g)
2
Karbohidrat (g)
11,9
Vitamin A (IU)
18,25
Vitamin B (mg)
0,15
Vitamin C (mg)
140
Kalsium (mg)
353
Besi (mg)
0,8
Fosfor (mg)
63
Sumber : Direktorat Gizi, Depkes RI (1979) dalam Kalie (2006)
2.3 Bakteri Aeromonas hydrophila Klasifikasi bakteri Aeromonas hydrophila menurut Kried dan Holt (1984) dalam Giyarti (2000) : Filum
: Protophyta
Kelas
: Schizomycetes
Ordo
: Pseudomonadales
Famili
: Vibrionaceae
Genus
: Aeromonas
Species
: Aeromonas hydrophila
Bakteri Aeromonas hydrophila adalah bakteri penyebab sakit pada ikan. Umumnya hidup di air tawar yang mengandung bahan organik tinggi. Ciri utama bakteri Aeromonas hydrophila adalah berbentuk batang, berdiameter 0,3-1,0 µm dan panjang 1,0-3,5 µm (Aoki, 1999), bersifat Gram negatif, fakultatif aerobik (dapat hidup dengan atau tanpa oksigen), tidak berspora, dan bersifat motil (bergerak aktif) karena memiliki satu flagel (monotrichous flagella) yang keluar dari salah satu kutubnya (Ghufran dan Kordi, 2004). Bakteri Aeromonas hydrophila tumbuh pada pH 4,7-11 dengan temperatur 10-42
o
C, dapat
menghasilkan beberapa ekstraseluler enzim yang dapat menghidrolisis zat tepung,
kasein, DNA, gelatin, sel darah merah, serum dan tween-80 (Tanasupawat dan Saitanu, 1985 dalam Saitanu, 1986). Pada media nutrien agar koloni bakteri ini berwarna krem, bentuk bundar dan cembung, oksidase sitokrom dan reaksi katalase positif (Aoki, 1999). Kebanyakan dari galur Aeromonas hydrophila yang diisolasi dari ikan menghasilkan hemolisin, sitotoksin, faktor dermonekrotik, dan enterotoksin. Aktivitas dari toksin ini dapat dikurangi oleh asam, pH tinggi, dan panas. Aktifitas proteolitik, hemolitik, dan sitolitik akan sepenuhnya dihancurkan setelah pemanasan sampai 100 oC selama 10 menit (Saitanu, 1986). Menurut Amlachler (1961) dalam Snieszko dan Axelrod (1971) terdapat empat tingkatan serangan bakteri Aeromonas hydrophila, yaitu : 1. Akut
: Septisemia yang fatal, infeksi cepat dengan sedikit tandatanda penyakit yang terlihat.
2. Sub Akut
: Gejala dropsi, lepuh, abses, perdarahan pada sisik.
3. Kronis
: Gejala tukak, bisul, abses yang perkembangannya berlangsung lama.
4. Laten
: Tidak memperlihatkan gejala penyakit, namun pada organ dalam terdapat bakteri penyebab penyakit.
Tanda-tanda klinis infeksi Aeromonas hydrophila bervariasi, tetapi pada umumnya ditunjukkan dengan adanya hemoragi pada kulit, insang, rongga mulut, dan borok pada kulit yang dapat meluas ke jaringan otot. Secara histopatologis tampak terjadinya nekrosis pada limpa, hati, ginjal, dan jantung (Austin dan Austin, 1986). Beberapa hewan akuatik yang telah diserang oleh
bakteri Aeromonas
hydrophila menunjukkan gejala-gejala infeksi yang sama, yaitu : warna tubuh ikan menjadi gelap, kemampuan berenang menurun, mata ikan rusak dan agak menonjol, sisik terkuak, seluruh siripnya rusak, insang berwarna merah keputihan, ikan terlihat megap-megap di permukaan air, insangnya rusak sehingga sulit bernafas, kulit ikan menjadi kasat dan timbul perdarahan selanjutnya diikuti dengan luka borok, perut kembung (dropsi), jika dilakukan pembedahan akan terlihat perdarahan pada hati, ginjal, serta limpa (Ghufran dan Kordi, 2004). Menurut Angka et al. (1981) bakteri Aeromonas hydrophila memiliki derajat penularan penyakit (morbiditas) yang tinggi. Di kolam yang mempunyai
kepadatan tinggi, 97% ikan menunjukkan gejala klinis, sedangkan kolam yang berpopulasi rendah derajat morbiditasnya lebih rendah yaitu 45%. 2.4 Bahan Aktif Antimikroba Pada Daun Pepaya Bahan antimikroba adalah senyawa kimia atau biologi yang dapat menghambat pertumbuhan dan aktifitas mikroba (Fardiaz, 1989 dalam Marsul, 2005). Sedangkan menurut Beuchot (1976) dalam Agustian (2007) bahan antibakteri merupakan senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan atau bahkan membunuh bakteri. Daun pepaya mengandung tocophenol, flavonoid, dan enzim papain yang diduga memiliki daya antimikroba, serta alkaloid carpain yang berfungsi sebagai antibakteri (Ardina, 2007). Menurut Amadioha (1998) ekstrak daun pepaya dapat menjadi antifungal bagi powdery mildew fungi (Erysiphe cichoracearum DC). Tocophenol merupakan senyawa fenol yang khas pada tanaman pepaya. Senyawa fenol memberikan rasa dan warna pada tanaman, buah, dan sayuran, fungsinya melindungi tanaman dari serangan mikroorganisme, serangga, dan herbivora (Roller, 2003). Fenol dapat merusak membran sel bakteri dan menyebabkan lisisnya sel bakteri (Nogrady, 1992 dalam Rahman, 2008). Sisi dan jumlah gugus hidroksil pada fenol diduga memiliki hubungan dengan toksisitas relatif terhadap mikroorganisme dengan bukti bahwa hidroksilasi yang meningkat juga menyebabkan tingginya toksisitas zat ini (Naim, 2004). Kepolaran gugus hidroksil fenol mampu membentuk ikatan hidrogen yang larut dalam air sehingga efektif sebagai desinfektan (Nogrady, 1992 dalam Rahman, 2008). Sifat toksik fenol mengakibatkan struktur tiga dimensi protein bakteri terganggu dan terbuka kemudian menjadi struktur acak tanpa adanya kerusakan struktur kerangka kovalen, sehingga protein terdenaturasi. Deret asam amino protein tetap utuh setelah denaturasi, namun aktifitas biologisnya rusak sehingga protein tidak dapat melakukan fungsinya (Hasim, 2003a). Mekanisme toksisitas senyawa fenolik pada mikroorganisme adalah sebagai inhibitor enzim bakteri, kemungkinan melalui reaksi dengan grup sulfihidril atau melalui interaksi nonspesifik dengan protein. Kira-kira 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh tumbuhan (atau kira-kira 1 x 109 ton/tahun) diubah menjadi flavonoid (Smith, 1972 dalam Markham, 1988). Sebagian besar tanin berasal dari flavonoid, sehingga flavonoid
merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar. Flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan hijau sehingga selalu ditemukan pada setiap ekstrak tumbuhan (Markham, 1988). Flavonoid dan flavonol disintesis tanaman dalam responnya terhadap
infeksi
mikroba,
sehingga
secara
in
vitro
efektif
terhadap
mikroorganisme. Senyawa ini merupakan antimikroba karena kemampuannya membentuk kompleks dengan protein ekstraseluler terlarut serta dinding sel mikroba. Flavonoid yang bersifat lipofilik akan merusak membran mikroba. Flavonoid bersifat antiinflamasi sehingga dapat mengurangi peradangan serta membantu mengurangi rasa sakit bila terjadi perdarahan atau pembengkakan pada luka (Rahman, 2008). Carpain merupakan senyawa alkaloid yang khas dihasilkan oleh tanaman pepaya. Alkaloid merupakan senyawa nitrogen heterosiklik. Alkaloid bersifat toksik terhadap mikroba, sehingga efektif membunuh bakteri dan virus, sebagai antiprotozoa dan antidiare (Naim, 2004), bersifat detoksifikasi yang mampu menetralisir racun dalam tubuh. Alkaloid diketahui mampu meningkatkan daya tahan tubuh. Mekanisme kerja dari alkaloid dihubungkan dengan kemampuan berinteraksi dengan DNA (Naim, 2004). 2.5 Injeksi Aeromonas hydrophila Secara Intramuskuler Injeksi secara intramuskuler akan menunjukkan gejala serangan yang tampak dari luar berupa borok pada kulit yang menembus ke arah daging (Supriyadi dan Taufik, 1981 dalam Haliman, 1993). Selain itu pada penyuntikan secara intramuskuler, difusi antigen atau vaksin untuk merangsang antibodi dan proteksi berlangsung lambat dan konstan (Anderson, 1974 dalam Haliman, 1993). Bakteri Aeromonas hydrophila menghasilkan enzim dan toksin yang dikenal sebagai produk ekstraseluler yang merupakan racun bagi ikan. Apabila disuntikkan ke ikan, produk ekstraseluler dapat menimbulkan kematian dan perubahan jaringan. Baik galur yang virulen maupun galur yang lemah, keduanya menghasilkan hemolitik, enterotoksin, dan akivitas dermonekrotik. Hasil penelitian Haliman (1993) dan Riyanto (1993) menunjukkan hasil bahwa bakteri Aeromonas hydrophila yang disuntikkan secara intramuskuler dapat menyebabkan kematian ikan lele dumbo. Pada ikan yang mati tampak adanya tukak yang besar, ikan mengalami ascites, dan ikan yang sekarat tampak
menggantung di bawah permukaan air. Tanda-tanda ini sesuai dengan gejalagejala “bacterial haemorrhagic septicaemia” (Kabata, 1985). Hal ini diperkuat oleh penelitian Husein (1993) yang menunjukkan bahwa penyuntikan ikan lele dumbo dengan bakteri Aeromonas hydrophila galur virulen lemah yang disonifikasi (penghancuran sel secara fisik menggunakan gelombang pendek) dapat menyebabkan kematian. Penyuntikan secara intramuskuler mengakibatkan ikan tidak memiliki nafsu makan dan menyebabkan adanya perubahan patologis pada tubuh ikan. Menurut Husein (1993) penyuntikan bakteri Aeromonas hydrophila secara intramuskuler dapat menyebabkan radang pada jam ke-3 pasca infeksi hingga jam ke-12 pasca infeksi diikuti perdarahan organ hati sejak jam ke-12 hingga 120 pasca infeksi. Perdarahan pada kulit di daerah bekas penyuntikan terjadi pada jam ke-24 sampai jam ke-48 pasca infeksi, kemudian menjadi tukak pada jam ke-120 pasca infeksi. Menurut Haliman (1993) ikan-ikan yang mengalami tukak mampu bertahan hidup, karena ikan memiliki daya regenerasi yang tinggi apabila dibandingkan dengan hewan-hewan dari kelas vertebrata lainnya. Menurut Haliman (1993) dan Husein (1993) ikan-ikan yang mengalami tukak menunjukkan nilai hemoglobin, hematokrit, dan jumlah eritrosit tampak menurun. Tukak menyebabkan ikan banyak kehilangan darah, sehingga jumlah eritrosit ikan uji menjadi rendah. Rendahnya jumlah eritrosit mempengaruhi nilai hemoglobin dan hematokrit. Hal ini berbeda dengan yang dinyatakan Riyanto (1993), menurutnya gambaran darah lele dumbo ukuran fingerling yang diamati menunjukkan bahwa secara keseluruhan nilai rata-rata gambaran darah yang didapatkan tidak menggambarkan hubungan gejala klinis dengan perubahan gambaran darah ikan uji. Hal ini dikarenakan pada lele dumbo ukuran fingerling, proses pembentukan imunitas di dalam tubuhnya belum sempurna. Pada lele dumbo dewasa yang disuntik bakteri Aeromonas hydrophila sel utuh, persentase limfosit menjadi rendah ketika tukak tampak pada kulit (Haliman, 1993).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Hasil yang diperoleh berupa data identifikasi bakteri uji, data uji LD50, data uji in vitro, dan data uji in vivo. Data hasil uji in vivo antara lain persentase akumulasi mortalitas harian pasca infeksi, skor gejala klinis harian pasca infeksi, pertambahan robot rata-rata ikan lele dumbo, respon makan ikan lele dumbo, pengamatan terhadap organ dalam ikan lele dumbo, dan data tambahan berupa parameter kulitas air. 4.1.1 Identifikasi Bakteri Uji Hasil pengamatan morfologi koloni, uji karakterisasi biokimia, dan pewarnaan Gram terhadap bakteri hasil fasase (reisolasi) (Isolat 2) dari ikan lele dumbo yang telah diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila asal Balai Riset Perikanan Air Tawar (Bariskanwar) (Isolat 1) dapat dilihat pada Tabel 2. Menurut Aoki (1999) kedua bakteri tersebut merupakan bakteri Aeromonas hydrophila. Bakteri yang digunakan untuk uji LD50, uji in vitro, dan uji in vivo adalah bakteri Aeromonas hydrophila hasil fasase. Tabel 2. Hasil identifikasi bakteri Aeromonas hydrophila Isolat Bakteri 1 2
Morfologi Koloni Warna Elevasi Tepian Krem Cembung Halus Krem Cembung Halus
Uji Karakterisasi Biokimia O/F Motilitas Katalase Oksidase F + + + F + + +
Sifat Gram -
4.1.2 Uji LD50 Menurut Reed dan Muench (1938) LD50 (50 per cent lethal dose) adalah dosis yang dapat mematikan 50% dari jumlah hewan percobaan dalam waktu tertentu. Hasil dan perhitungan uji LD50 dapat dilihat pada Lampiran 5. Berdasarkan hasil uji LD50 diperoleh hasil bahwa konsentrasi bakteri Aeromonas hydrophila 108 cfu/ml dapat mematikan 4 ekor ikan lele dumbo dengan rasio kematian 100%. Konsentrasi bakteri 107 cfu/ml dapat mematikan 4 ekor ikan lele dumbo dengan rasio kematian 100%. Konsentrasi bakteri 106 cfu/ml dapat mematikan 3 ekor ikan lele dumbo dengan rasio kematian 88%. Konsentrasi bakteri 105 cfu/ml dapat mematikan 3 ekor ikan lele dumbo dengan rasio kematian
67%. Konsentrasi bakteri 104 cfu/ml dapat mematikan 1 ekor ikan lele dumbo dengan rasio kematian 17%. Berdasarkan hasil perhitungan LD50 diketahui bahwa konsentrasi yang dapat mematikan 50% dari populasi ikan lele dumbo yang ada adalah konsentrasi bakteri 104.7 cfu/ml yang dibulatkan menjadi konsentrasi 105 cfu/ml. Oleh karena itu pada perlakuan selanjutnya konsentrasi bakteri Aeromonas hydrophila yang digunakan adalah konsentrasi 105 cfu/ml. 4.1.3 Uji In Vitro Berdasarkan hasil pengujian secara in vitro terhadap ekstrak daun pepaya Carica papaya L. diketahui bahwa ekstrak daun pepaya mampu menghambat pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophila dengan kepadatan 105 cfu/ml yang disebar pada media TSA. Hal ini diketahui dengan terbentuknya zona hambat setelah media diinkubasi selama 24 jam, yang menunjukkan bahwa ekstrak daun
Diameter Rata-rata Zona Hambat (mm)
pepaya memiliki sifat antibakteri. 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
8.5 7.83
0
d
cd
7.33
bc
8.17
d
7
b
a
Kontrol
10
20
30
40
50
Dosis Ekstrak Daun Pepaya (mg/ml) Keterangan : Huruf dengan superscript yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Gambar 4. Diameter zona hambat ekstrak daun pepaya Carica papaya L. terhadap Aeromonas hydrophila Terbentuknya area bening di sekitar kertas cakram menunjukkan adanya daya kerja antibakteri (Lay, 1994). Zona hambat yang kecil menunjukkan adanya aktifitas antibakteri yang rendah, sedangkan zona hambat yang besar menunjukkan adanya aktifitas antibakteri yang tinggi. Tinggi rendahnya diameter
zona hambat yang terbentuk diduga karena adanya enzim papain, alkaloid carpain, tocophenol, dan flavonoid yang terkandung dalam ekstrak daun pepaya. Gambar 4 menunjukkan bahwa pada perlakuan PBS sebagai kontrol, diameter rata-rata zona hambat yang terbentuk adalah 0,00±0,00 mm. Ekstrak daun pepaya dosis 10 mg/ml, menghasilkan diameter rata-rata zona hambat sebesar 7,83±0,29 mm. Diameter rata-rata zona hambat yang terbentuk pada dosis 20 mg/ml adalah 8,50±0,87 mm. Diameter rata-rata zona hambat yang terbentuk pada dosis 30 mg/ml adalah 7,33±0,29 mm. Dosis 40 mg/ml menghasilkan diameter rata-rata zona hambat sebesar 8,17±0,29 mm. Dosis 50 mg/ml menghasilkan diameter rata-rata zona hambat terkecil yaitu 7,00±0,00 mm. Berdasarkan uji statistik dapat diketahui bahwa ada perlakuan yang memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap diameter rata-rata zona hambat (Lampiran 10). Hasil uji in vitro menunjukkan bahwa dosis terkecil ekstrak daun pepaya yang efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophila adalah 20 mg/ml, sehingga dosis yang digunakan untuk pencegahan adalah 20 mg/ml sedangkan pengobatan dua kali dosis pencegahan yaitu 40 mg/ml. 4.1.4 Uji In Vivo 4.1.4.1 Persentase Akumulasi Mortalitas Harian Pasca Infeksi
Akumulasi Mortalitas (%)
35 30 25 20 15 10 5 0 1
2
3
4
5
6
7
Hari Pasca Penyuntikan Aeromonas hydrophila Kontrol Negatif
Kontrol Positif
Pencegahan
Pengobatan
Gambar 5. Akumulasi mortalitas harian ikan lele dumbo (%) pasca infeksi
Gambar 5 menunjukkan persentase akumulasi mortalitas harian ikan lele dumbo pasca infeksi bakteri Aeromonas hydrophila. Akumulasi mortalitas tertinggi hari pertama terdapat pada kontrol positif dengan nilai 26,67%, lebih tinggi dari pada perlakuan pengobatan dengan nilai 13,33%, sedangkan perlakuan pencegahan dan kontrol negatif memiliki nilai mortalitas 0%. Peningkatan persentase akumulasi mortalitas terjadi pada kontrol positif menjadi 33,33%. Persentase akumulasi mortalitas perlakuan pengobatan meningkat menjadi 20%. Persentase akumulasi mortalitas perlakuan pencegahan meningkat menjadi 6,67%. Persentase akumulasi mortalitas pada kontrol negatif tetap sebesar 0%. Nilai akumulasi mortalitas ini tetap hingga akhir perlakuan (Lampiran 11). Berdasarkan uji statistik dapat diketahui bahwa perlakuan pencegahan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap persentase akumulasi mortalitas ikan (Lampiran 12), sehingga perlakuan pencegahan efektif dalam menekan angka mortalitas ikan lele dumbo selama perlakuan. 4.1.4.2 Skor Gejala Klinis Harian Pasca Infeksi
Skor Rata-rata Gejala Klinis
7 6 5 4 3 2 1 0 1
2
3
4
5
6
7
Hari Pasca Penyuntikan Aeromonas hydrophila Pencegahan
Pengobatan
Kontrol Positif
Gambar 6. Skor rata-rata gejala klinis ikan lele dumbo pasca infeksi Gambar 6 menunjukkan bahwa ikan lele dumbo pada kontrol positif setelah diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila 105 cfu/ml pada hari pertama mengalami radang yang terlihat di daerah penyuntikan sebanyak 7 ekor. Selanjutnya pada hari
ke-2 berkembang menjadi hemoragi dan pada hari ke-3 menjadi tukak. Hal ini terjadi hingga pengamatan pada hari ke-7. Ikan lele dumbo pada perlakuan pengobatan setelah diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila pada hari pertama menunjukkan adanya kelainan kilnis berupa radang sebanyak 5 ekor, sedangkan hemoragi sebanyak 8 ekor. Pada hari ke-2 ikan lele dumbo diinjeksikan ekstrak daun pepaya dengan dosis 40 mg/ml dan volume injeksi 0,1 ml/ekor. Berdasarkan Gambar 6, pada hari ke-3 pasca infeksi skor rata-rata mengalami penurunan, walaupun ikan mengalami kelainan klinis berupa tukak. Penurunan kelainan klinis terjadi hingga hari ke-7. Ada 1 ekor ikan yang mengalami penyembuhan yang cepat. Pada perlakuan pencegahan, hari pertama setelah diinfeksi oleh bakteri Aeromonas hydrophila menunjukkan adanya kelainan klinis berupa radang sebanyak 8 ekor. Selain itu, 5 ekor mengalami hemoragi dan 1 ekor normal. Sebanyak 6 ekor mengalami penyembuhan pada akhir perlakuan (Lampiran 13). Hal ini dikarenakan 7 hari sebelum diinfeksi Aeromonas hydrophila, ikan telah diinjeksikan ekstrak daun pepaya dosis pencegahan 20 mg/ml dengan volume injeksi 0,1 ml/ekor. Berdasarkan uji statistik dapat diketahui bahwa perlakuan pencegahan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap skor rata-rata kelainan klinis ikan lele dumbo (Lampiran 14). Sehingga perlakuan pencegahan efektif dalam mengurangi tingkat keparahan ikan lele dumbo selama terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila. Bahan aktif yang terdapat dalam ekstrak daun pepaya bekerja menstimulasi dan meningkatkan produksi antibodi tubuh ikan, sehingga daya tahan tubuh ikan saat diinfeksi bakteri dalam kondisi kuat. 4.1.4.3 Pertambahan Bobot Rata-rata Ikan Lele Dumbo Bobot rata-rata ikan lele dumbo pada masing-masing perlakuan pada umumnya meningkat. Pertambahan bobot rata-rata ikan lele dumbo dapat dilihat pada Gambar 7.
Pertambahan Bobot Rata-rata (%)
120 110 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
92.31
b
55.17 38.56
Kontrol Negatif
a
51.78
a
a
Kontrol Positif
Pencegahan
Pengobatan
Perlakuan
Keterangan : Huruf dengan superscript yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Gambar 7. Pertambahan bobot rata-rata (%) ikan lele dumbo selama perlakuan Gambar 7 menunjukkan bahwa ikan lele dumbo pada kontrol negatif mengalami pertambahan bobot tubuh rata-rata sebesar 92,31±23,45% dan jumlah ikan sampai akhir perlakuan adalah 15 ekor. Pertambahan bobot tubuh rata-rata pada kontrol positif sebesar 38,56±5,99% dan jumlah total ikan sampai akhir perlakuan adalah 10 ekor. Pertambahan bobot tubuh rata-rata pada perlakuan pencegahan sebesar 55,17±12,55% dan jumlah total ikan sampai akhir perlakuan adalah 14 ekor. Pertambahan bobot tubuh rata-rata pada perlakuan pengobatan sebesar 51.78±10.33% dan jumlah total ikan sampai akhir perlakuan adalah 12 ekor (Lampiran 15). Berdasarkan uji statistik dapat diketahui bahwa perlakuan pencegahan, pengobatan, dan kontrol positif memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap pertambahan bobot rata-rata ikan lele dumbo (Lampiran 16). 4.1.4.4 Respon Makan Ikan Lele Dumbo Suatu jenis bahan pengganggu seperti suhu ekstrim, tekanan osmotik, racun, infeksi bakteri, atau stimulasi lingkungan dapat menghasilkan stress (Affandi dan Usman, 2002). Stres yang dialami oleh ikan lele dumbo akibat dari infeksi bakteri Aeromonas hydrophila menimbulkan respon penolakan terhadap makanan. Respon makan pada ikan menjadi faktor yang penting dalam menunjang upaya pencegahan dan pengobatan ikan sakit. Semakin baik respon makan ikan maka
semakin cepat pula terjadi proses penyembuhan. Respon makan ikan lele dumbo tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Respon makan ikan lele dumbo tiap perlakuan Respon Makan Ikan Lele Dumbo Kontrol Negatif Kontrol Positif Pencegahan U1 U2 U3 U1 U2 U3 U1 U2 U3 -7 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ -6 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ -5 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ -4 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ -3 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ -2 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ -1 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ 0 +++ +++ +++ ++ + ++ +++ ++ ++ 1 +++ +++ +++ + + + ++ + + 2 +++ +++ +++ + + + + + + 3 +++ +++ +++ + + + 4 +++ +++ +++ ++ ++ ++ 5 +++ +++ +++ +++ +++ +++ 6 +++ +++ +++ +++ +++ +++ 7 +++ +++ +++ +++ +++ +++ Keterangan : Respon makan tidak ada =Respon makan sedikit =+ Respon makan baik = ++ Respon makan sangat baik = +++ Hari Ke-
Pengobatan U1 U2 U3 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ + + ++ + + + + + + ++ + ++ ++ ++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++
Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa pada hari ke-7 sebelum diinfeksi Aeromonas hydrophila hingga hari ke-1 sebelum diinfeksi Aeromonas hydrophila semua perlakuan menunjukkan respon makan yang sangat baik. Hari ke-0 hingga hari ke-7 pasca infeksi pada kontrol negatif tetap menunjukkan respon makan yang sangat baik, sedangkan pada hari ke-0 hingga hari ke-7 pasca infeksi pada kontrol positif ikan lele dumbo mengalami penurunan nafsu makan. Penyakit bakteria akibat bakteri Aeromonas hydrophila mengakibatkan nafsu makan ikan hilang bahkan dapat mengakibatkan kematian (Angka et al., 1981). Hari ke-0 hingga hari ke-7 pasca infeksi pada perlakuan pencegahan ikan lele dumbo mengalami penurunan nafsu makan kemudian meningkat kembali nafsu makannya hingga akhir perlakuan. 4.1.4.5 Pengamatan Terhadap Organ Dalam Ikan Lele Dumbo Pengamatan terhadap perubahan organ dilakukan dengan membedah tubuh ikan lele dumbo pada akhir perlakuan (hari ke-7 pasca infeksi Aeromonas hydrophila). Pengamatan dilakukan terhadap organ dalam antara lain ginjal, hati,
empedu, dan limpa. Organ dalam ikan lele dumbo hasil pembedahan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Pengamatan terhadap organ dalam ikan lele dumbo Perlakuan Organ Kontrol Negatif Kontrol Positif Pencegahan Pengobatan Merah tua Merah sedikit Merah kehitaman dan Merah tua Ginjal pucat kecoklatan membengkak Merah Merah Merah sedikit Hati kekuningan dan Merah gelap kecoklatan pucat membengkak Hijau Hijau Empedu Hijau kebiruan Kuning kebiruan kekuningan Merah Limpa Merah tua Merah kecoklatan Merah gelap kecoklatan Berdasarkan Tabel 4, kondisi organ dalam pada ikan lele dumbo kontrol negatif merupakan kondisi organ dalam pada ikan lele dumbo yang sehat. Kondisi organ dalam ikan lele dumbo kontrol positif mengalami infeksi bakteri Aeromonas hydrophila. Organ dalam ikan lele dumbo pada kontrol positif mengalami perubahan warna dan pembengkakan. Kondisi organ dalam pada ikan lele dumbo perlakuan pencegahan merupakan kondisi organ dalam ikan lele dumbo yang telah diberi ekstrak daun pepaya untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Kondisi organ dalam ikan lele dumbo perlakuan pencegahan sedikit menyerupai kondisi organ dalam ikan lele dumbo kontrol negatif. Kondisi organ dalam ikan lele dumbo perlakuan pengobatan merupakan kondisi organ dalam ikan lele dumbo yang telah terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila kemudian diinjeksikan ekstrak daun pepaya sebagai bahan antibakteri. Kondisi organ dalam pada ikan lele dumbo perlakuan pengobatan memiliki ciri yang berada diantara kontrol positif dan perlakuan pencegahan. 4.1.4.6 Parameter Kualitas Air Air merupakan media yang paling vital bagi kehidupan ikan lele dumbo. Kualitas air yang baik dan optimum serta didukung oleh kondisi ikan lele dumbo yang prima karena berasal dari benih-benih yang berkualitas dan diberi pakan yang bergizi, cukup dan tepat waktu, dapat meningkatkan ketahanan tubuh ikan lele dumbo (Ghufran dan Kordi, 2004). Parameter kualitas air yang diamati adalah
suhu, pH, DO (Dissolved Oksigen), dan TAN (Total Amoniak Nitrogen) yang diukur di awal dan akhir perlakuan. Kisaran kualitas air selama perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Kisaran kualitas air selama perlakuan Parameter Perlakuan Suhu (°C) pH DO (mg/ml) Kontrol Negatif 27 - 31 6.6 - 7.3 4.64 - 7.24 Kontrol Positif 28 - 31 6.6 - 7.3 5.84 - 7.24 Pencegahan 29 - 31 6.6 - 7.3 4.97 - 7.24 Pengobatan 30 - 31 6.6 - 7.3 5.16 - 7.24
TAN (mg/l) 0.014 - 1.65 0.014 - 1.22 0.014 - 1.37 0.014 - 1.66
Kualitas air selama perlakuan menunjukkan kisaran suhu antara 27-31 oC, pH antara 6,6-7,3, DO antara 4,64-7,24 mg/ml, dan TAN antara 0,014-1,66. Sehingga kualitas air selama perlakuan menunjukkan kualitas air yang layak untuk kehidupan ikan lele dumbo. 4.2 Pembahasan Identifikasi bakteri yang dilakukan terhadap bakteri hasil fasase menunjukkan bahwa bakteri tersebut adalah bakteri Aeromonas hydrophila. Hal tersebut dapat diketahui dari pengamatan morfologi koloni, uji karakterisasi biokimia, dan pewarnaan Gram yang hasilnya sesuai dengan ciri-ciri bakteri Aeromonas hydrophila seperti yang dinyatakan oleh Aoki (1999). Berdasarkan hasil uji LD50, konsentrasi bakteri yang dapat mematikan 50% populasi ikan adalah 105 cfu/ml. Isolat bakteri Aeromonas hydrophila yang digunakan termasuk dalam kategori bakteri virulen karena memiliki nilai LD50 sebesar 105 cfu/ml (Mittal et al., 1980 dalam Lallier et al.,1984). Berdasarkan penelitian Supriyadi (1986) menunjukkan bahwa ikan lele sangat rentan terinfeksi oleh bakteri Aeromonas hydrophila. Hal ini ditunjukkan dalam penelitiannya menggunakan ikan mas (Cyprinus carpio), Taiwan dan Sinyonya, ikan lele (Clarias batrachus), dan ikan gurame (Osphronemus gouramy), yang ditantang melalui injeksi peritoneal dengan tiga level dosis : 103, 105, dan 107 sel bakteri per ikan. Hasilnya menunjukkan bahwa mortalitas tertinggi berada pada konsentrasi 105 cfu/ml bakteri per ikan. Selain itu ikan gurame lebih resisten dari pada ikan lele tapi resistensinya tak sebanyak ikan mas Sinyonya dan Taiwan.
Kemampuan ekstrak daun pepaya dalam menghambat pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophila telah diuji secara in vitro. Dari uji tersebut didapatkan dosis ektrak daun pepaya yang efektif menghambat pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophila yaitu 20 mg/ml. Ekstrak daun pepaya pada dosis 20 mg/ml memiliki kekuatan antibakteri sedang karena diameter rata-rata zona hambatnya 8,5 mm. Menurut Davis Stout dalam Hasim (2003b), daerah hambatan 20 mm atau lebih berarti sangat kuat, daerah hambatan 10-20 mm berarti kuat, diameter hambat 5-10 mm berarti sedang, dan diameter hambat 5 mm atau kurang berarti lemah. Zona hambat yang terbentuk dikarenakan adanya bahan aktif yang bersifat antimikroba dan antibakteri. Bahan aktif pada ekstrak daun pepaya yang berfungsi sebagai antimikroba adalah enzim papain, sedangkan yang berfungsi sebagai antibakteri adalah carpain (Ardina, 2007) atau alkaloid carpain (C14H25NO2) yang banyak terdapat pada daun muda (Kalie, 2006). Selain itu terdapat pula senyawa aktif dari golongan fenolik, yaitu flavonoid dan tocophenol yang juga berkontribusi dalam pembentukan zona hambat disekitar kertas cakram. Cara kerja zat antimikrobial alkaloid, flavonoid, dan tocophenol terhadap bakteri Aeromonas hydrophila diduga dengan menghambat kerja enzim bakteri sehingga mengganggu reaksi biokimiawi dan mengakibatkan terganggunya metabolisme atau matinya sel bakteri Aeromonas hydrophila dan diduga pula adanya penghambatan pembentukan enzim berupa toksin ekstraseluler yang merupakan faktor virulensi bakteri Aeromonas hydrophila (Buckly et al.,1981). Menurut Katzung (1989) dalam Naiborhu (2002) menjelaskan bahwa mekanisme kerja senyawa antimikroba dimulai dengan penghambatan sintesis dinding sel, perubahan permeabilitas membran sel atau transpor aktif melalui membran sel, penghambatan sintesis protein yaitu penghambatan penerjemahan dan transkripsi material genetik dan penghambatan sintesis asam nukleat. Kerusakan membran sel menyebabkan tidak berlangsungnya transpor senyawa dan ion ke dalam sel bakteri sehingga bakteri mengalami kekurangan nutrisi yang diperlukan bagi pertumbuhannya dan akhirnya mati. Dari hasil uji in vivo, pada perlakuan pencegahan ikan lele dumbo menunjukkan respon makan yang sangat baik. Perlakuan kontrol negatif, kontrol
positif, dan pengobatan pun menunjukkan respon makan yang sangat baik. Selama 7 hari pemeliharaan, ikan lele dumbo menunjukkan kondisi kesehatan yang baik, sehingga nafsu makan ikan dalam kondisi yang normal, hal ini didukung dengan sifat ikan lele dumbo yang rakus. Setelah ikan lele dumbo diinfeksi dengan bakteri Aeromonas hydrophila dengan volume 0,1 ml/ikan secara intramuskuler, ikan lele dumbo menunjukkan respon makan yang sedikit atau tidak sama sekali kecuali pada ikan perlakuan kontrol negatif karena tidak diberi perlakuan injeksi bakteri Aeromonas hydrophila. Menurut Kabata (1985) ikan yang terserang bakteri Aeromonas hydrophila akan menolak makanan yang diberikan. Menurut Nabib dan Pasaribu (1989) menjelaskan bahwa penolakan terhadap makanan sering dialami pada ikan yang tidak sehat. Hal ini terjadi karena ikan mengalami stres pasca penyuntikan, sehingga respon makannya sangat sedikit. Stres dapat mengakibatkan ikan menjadi shock, tidak mau makan, kanibalisme, dan meningkatnya kepekaan terhadap penyakit (Ghufran dan Kordi, 2004). Stres adalah kondisi dimana pertahanan tubuh ikan menurun, dan stres merupakan salah satu kunci terjadinya infeksi yang peranannya sangat dominan (Affandi dan Usman, 2002). Kondisi stres yang dialami ikan lele dumbo setelah diinjeksikan bakteri Aeromonas hydrophila secara intramuskuler ditunjang dengan aktivitas toksin yang dihasilkan bakteri Aeromonas hydrophila dalam tubuh ikan memudahkan terjadinya infeksi dan kerusakan jaringan tubuh ikan lele dumbo. Penyuntikan bakteri Aeromonas hydrophila secara intramuskuler mengakibatkan ikan tidak memiliki nafsu makan dan menyebabkan adanya perubahan patologis pada tubuh ikan (Haliman, 1993; Riyanto, 1993; dan Husein, 1993). Persentase pertambahan bobot rata-rata ikan lele dumbo pada perlakuan pencegahan dan perlakuan pengobatan lebih tinggi dari pada kontrol positif, yaitu pada perlakuan pencegahan 55,17% dan perlakuan pengobatan 51,78%, sedangkan kontrol positif 38,56%. Energi yang diperoleh dari pakan yang dikonsumsi oleh ikan lele dumbo kontrol positif, perlakuan pencegahan, dan pengobatan digunakan ikan lele dumbo untuk pemulihan dan pembentukan jaringan yang telah rusak. Berdasarkan uji statistik dapat diketahui bahwa perlakuan pencegahan, perlakuan pengobatan, dan kontrol positif memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap persentase pertambahan bobot rata-rata ikan lele dumbo selama perlakuan.
Menurut Effendie (2002) beberapa sebab kematian terhadap populasi ikan adalah diambil oleh orang (fishing), pemangsaan, penyakit, dan kecelakaan. Jadi, penyakit merupakan bagian dari mortalitas. Persentase mortalitas tertinggi selama perlakuan terjadi pada perlakuan kontrol positif sebesar 33,33%, sedangkan persentase mortalitas terendah terjadi pada kontrol negatif yaitu 0%, pada perlakuan pencegahan persentase mortalitas akhir yaitu 6,67%, lebih kecil dari persentase mortalitas pengobatan yaitu sebesar 20%. Hal ini berarti kelangsungan hidup tertinggi secara berturut-turut terdapat pada kontrol negatif, pencegahan, pengobatan, kemudian kontrol positif. Kematian tertinggi pada perlakuan kontrol positif terjadi pada hari pertama sebanyak 4 ekor diikuti pada hari ke-5 sebanyak 1 ekor, hal ini menujukkan patogenitas bakteri Aereomonas hydrophila dapat membunuh ikan dalam waktu kurang dari 24 jam dengan gejala klinis berupa radang dan hemoragi. Bakteri Aeromonas hydrophila merupakan bakteri yang bekerja secara sistemik atau melalui peredaran darah sehingga penyebarannya dapat ke organ-organ dalam. Luka terparah dialami pada daerah sekitar injeksi karena merupakan daerah yang pertama kali kontak dengan bakteri Aeromonas hydrophila. Menurut Affandi dan Usman (2002) Adanya luka pada kulit merupakan jalan masuk utama (port of entry) untuk beberapa infeksi bakteri. Proses injeksi merupakan jalan masuk yang sangat cepat bagi bakteri Aeromonas hydrophila untuk menginfeksi. Kematian tertinggi pada perlakuan pengobatan terjadi pada hari pertama sebanyak 2 ekor dan diikuti pada hari ke-2 sebanyak 1 ekor. Gejala klinis berupa radang dan hemoragi. Injeksi ekstrak daun pepaya pada perlakuan pengobatan dilakukan pada hari ke-2 dan terdapat 1 ekor ikan yang mati. Kematian ikan lele dumbo pada perlakuan pencegahan terjadi pada hari ke-3 dengan kondisi tukak pada daerah injeksi. Ikan yang mati dalam kondisi yang parah dengan diameter tukak 1,8 cm. Hal ini diduga karena kondisi ikan yang sedang mengalami stres akibat aktifitas bakteri Aeromonas hydrophila dalam tubuhnya. Berdasarkan uji statistik dapat diketahui bahwa perlakuan pencegahan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap persentase mortalitas ikan lele dumbo, sehingga perlakuan pencegahan efektif dalam menekan persentase mortalitas ikan lele dumbo selama perlakuan. Hal ini
dikarenakan pada perlakuan pencegahan dilakukan injeksi ekstrak daun pepaya dengan dosis 20 mg/ml pada hari ke-7 sebelum dilakukan infeksi Aeromonas hydrophila. Bahan aktif yang terdapat dalam ekstrak daun pepaya bekerja menstimulasi dan meningkatkan produksi antibodi tubuh ikan, sehingga daya tahan tubuh ikan saat diinfeksi bakteri dalam kondisi kuat Gejala klinis yang terlihat selama perlakuan tampak pada ikan lele dumbo kontrol positif, pencegahan, dan pengobatan. Secara umum gejala klinis yang terjadi berupa kulit yang membengkak dan berwarna putih pada daerah bekas injeksi, lalu berkembang menjadi bintik-bintik merah, ikan mulai mengalami peradangan, kemudian berkembang menjadi hemoragi, dan berkembang menjadi tukak, dan beberapa ikan mati. Menurut Kabata (1985) penyakit yang disebabkan Aeromonas hydrophila menunjukkan tiga ciri yang nyata yaitu: (a) perut menggembung ditandai dengan rongga perut yang berisi cairan, (b) daging rusak atau borok ditandai dengan kulit dan daging yang terluka, dan (c) kehilangan banyak darah. Ikan lele dumbo memiliki sistem imunitas yang dapat melawan berbagai macam penyakit, yang meliputi sistem pertahanan spesifik dan non spesifik. Sehingga tidak semua ikan lele dumbo pada perlakuan memiliki laju gejala klinis yang sama, bahkan bisa saja ikan tidak mengalami sakit. Secara umum respon imun dapat dibedakan menjadi dua, yaitu respon imun bersifat spesifik dan non spesifik yang merupakan komponen penting sistem pertahanan tubuh (Anderson, 1974; Tizard, 1988 dalam
Affandi dan Usman, 2002).
Pertahanan tubuh non spesifik meliputi barier mekanik dan kimiawi (mukus, kulit, sisik, dan insang) dan pertahanan seluler (sel makrofag, leukosit seperti monosit, neutrofil, eosinofil, dan basofil). Mukus ikan lele dumbo yang menyelimuti permukaan tubuh, insang dan terdapat juga pada lapisan mukosa usus berperan untuk memperangkap patogen secara mekanik dan eleminasi patogen secara kimiawi dengan lisosim dan enzim proteolitik lainnya (Anderson, 1974 dalam Affandi dan Usman, 2002). Mekanisme kerja kedua respon imun tersebut saling menunjang antara satu dengan yang lainnya melalui mediator seperti limfokin dan sitokin. Sistem pertahanan tubuh ini diperlukan untuk proteksi tubuh terhadap serangan patogen seperti virus, bakteri, cendawan, dan parasit, dengan demikian
homeostasi tubuh tetap terkendali dan kondisi patosiologinya seimbang (Anderson, 1990 dalam Affandi dan Usman, 2002). Kebanyakan dari galur Aeromonas hydrophila yang diisolasi dari ikan menghasilkan toksin hemolisin, sitotoksin, faktor dermonekrotik, dan enterotoksin (Saitanu, 1986). Toksin ini apabila masuk dalam peredaran darah maka akan berinteraksi dengan sel darah. Menurut Fujaya (2004) darah membawa substansi dari tempatnya dibentuk ke semua bagian tubuh dan menjaga tubuh dapat melakukan fungsinya dengan baik. Di dalam sel darah terdapat haemoglobin yang dapat mengikat oksigen, sel darah putih menjaga serangan tubuh dari serangan organisme penyerbu, sedangkan kombinasi trombosit dan faktor pembeku, berperan menyumbat kebocoran pembuluh darah tanpa menghambat aliran. Sehingga apabila jumlah patogen berlebih dan memiliki tingkat patogenitas tinggi akan mengakibatkan kerusakan sel darah berupa lisis. Dalam Darmanto (2003) dijelaskan bahwa setelah diinjeksikan bakteri Aeromonas hydrophila ke dalam tubuh ikan maka bakteri akan langsung melalui garis sistem pertahanan pertama yang berupa lapisan mukus, baik pada permukaan tubuh maupun organ dalam seperti insang. Garis sistem pertahanan ke dua dalam melawan infeksi adalah sistem pertahanan humoral non spesifik, yaitu dapat berupa protease, lisine dan aglutinin hasil sekresi mukus yang berada di luar sel mukus. Sel-sel darah khususnya granulosit dan monosit akan menghancurkan antigen yang masuk ke dalam sirkulasi darah, dan ini merupakan garis sistem pertahanan ke tiga. Garis sistem pertahanan terakhir berupa sel-sel aktif endosithelial, yaitu sel-sel endothelial, makrofag dan granulosit dalam organ dan jaringan yang akan menangkap dan mendegradasi antigen dan produknya. Adanya patogen dalam tubuh ikan, akan direspon oleh sel B yang dibantu pula oleh sel T helpher untuk menstimulir pembentukan antibodi. Adanya antibodi maka akan terbentuk sistem pertahanan humoral (sel B) yang akan bekerja secara sinergis dengan sistem pertahanan seluler (sel T). Sistem pertahanan tersebut disamping menghancurkan patogen juga akan mengaktifkan sistem memori, sehingga apabila ada serangan kembali oleh patogen yang sama akan segera direspon lebih optimal daripada saat serangan pertama.
Bakteri Aeromonas hydrophila disamping memakan dan merusak jaringan organ tubuh, diduga juga mengeluarkan toksin yang disebarkan ke seluruh tubuh melalui aliran darah sehingga mengakibatkan warna kemerahan pada tubuh ikan. Bakteri Aeromonas hydrophila yang diinjeksikan ke dalam tubuh ikan lele dumbo akan berlipat ganda di dalam jaringan usus, menyebabkan pendarahan dan berlendir. Toksin yang dihasilkan bakteri Aeromonas hydrophila akan terserap dari usus dan menyebabkan darah tercemar racun. Pembuluh dermis dari sirip dan tubuh serta lapisan submukosa dari kulit mengalami hemoragi (perdarahan). Sel hati dan jaringan epitelia ginjal mengalami kerusakan (kemerosotan fungsional) (Aoki, 1999). Reaksi
radang
merupakan
reaksi
untuk
mencegah
masuknya
mikroorganisme di sekitar tempat infeksi. Reaksi peradangan dapat terjadi di sekitar situs masuknya patogen, dalam hal ini komponen lainnya yang berperan dalam proses pertahanan seluler seperti leukosit akan membanjiri situs untuk memfagosit patogen yang ada tersebut (Anderson, 1974 dalam Affandi dan Usman, 2002). Pandangan ini dimaksudkan untuk membatasi meluasnya penyebaran patogen dalam tubuh inang. Selain itu, pada proses peradangan juga terjadi reaksi antara fibrinogen dan faktor-faktor penggumpal lainnya dalam darah dan membentuk jaringan fibrin untuk mencegah keluarnya cairan tubuh dan mencegah masuknya benda asing ke dalam tubuh (Anderson, 1974 dalam Normalina, 2007). Luka di permukaan tubuh ikan dan bagian lainnya disebabkan karena pada Aeromonas hydrophila terdapat produk ekstraseluler yang berupa enterotoksin, sitotoksin, hemolisin, lipase dan protease (Noga, 2000). Pada reaksi peradangan terjadi penurunan jumlah sel leukosit yang dimungkinkan karena sel-sel tersebut lisis. Pelepasan enzim intraseluler merupakan suatu konsekuensi dari sel leukosit yang lisis sehingga akan merugikan patogen, dan bahkan diperkirakan neutrofil secara aktif mengeluarkan enzim ekstraselulernya sebagai mekanisme membunuh patogen. Skor rata-rata gejala klinis harian pasca infeksi menujukkan bahwa perlakuan pencegahan memiliki gejala klinis yang lebih ringan dibandingkan perlakuan pengobatan dan kontrol positif. Berdasarkan skor gejala klinis harian
pasca infeksi, penyembuhan gejala klinis pada perlakuan pencegahan mulai terjadi pada hari ke-3 dan terus mengalami peningkatan penyembuhan sampai akhirnya ada yang mengalami penyembuhan berupa penutupan luka karena tukak. Jaringan-jaringan otot tersusun kembali dan jaringan kulit terbentuk dan menutup bekas luka. Hal ini diduga karena energi yang diperoleh dari pakan yang dikonsumsi oleh ikan lele dumbo digunakan untuk pemulihan dan pembentukan jaringan baru, sehingga luka karena tukak dapat tertutup kembali. Selain itu, penyembuhan gejala klinis ini disebabkan karena adanya bahan aktif dari ekstrak daun pepaya berupa enzim papain, senyawa alkaloid carpain, flavonoid, dan tocophenol yang masuk ke dalam tubuh dan darah sehingga mampu meningkatkan ketahanan tubuh terhadap serangan patogen Aeromonas hydrophila dan mempercepat pemulihan organ dalam ikan lele dumbo. Berdasarkan uji statistik dapat diketahui bahwa perlakuan pencegahan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap skor rata-rata gejala klinis ikan lele dumbo. Sehingga perlakuan pencegahan efektif dalam mengurangi tingkat keparahan ikan lele dumbo selama terinfeksi Aeromonas hydrophila. Gejala klinis yang terjadi selama perlakuan adalah peradangan kulit dengan perdarahan, kulit ikan terlihat kasat karena lendir tubuh berkurang atau hilang sama sekali, sirip menjadi rapuh, jaringan kulit pada daerah injeksi mulai rapuh dan mengelupas sehingga mengakibatkan tubuh ikan berlubang hingga mencapai tulang membuat tubuh ikan menjadi bengkok. Kemudian ikan lele mengalami tukak (borok). Tukak yang terjadi dikarenakan kematian sel-sel luar lebih cepat dari pada regenerasi dan pergantian sel baru (Runnels et al., 1965 dalam Abdullah, 2008). Hari ke-1 pasca infeksi pada perlakuan pengobatan memiliki diameter kelainan klinis yang lebih tinggi dari perlakuan pencegahan dan kontrol positif. Ikan lele dumbo yang mengalami hemoragi berjumlah 8 ekor, lebih tinggi dari ikan perlakuan pencegahan yang berjumlah 5 ekor, dan kontrol positif berjumlah 4 ekor. Setelah diinjeksi ekstrak daun pepaya dengan dosis 40 mg/ml, ikan memperoleh pertahanan yang diperoleh dari luar. Bahan aktif yang berfungsi sebagai antibakteri dan antimikroba bekerja di dalam jaringan tubuh ikan. Membantu sel leukosit mengurangi jumlah dan patogenitas bakteri Aeromonas hydrophila.
Menurut Ghufran dan Kordi (2004) ikan yang mengalami sakit setelah dibedah akan terlihat perubahan warna pada organ hati, jantung dan limpa menjadi
warna
kekuning-kuningan,
kemerahan
atau
terjadi
perdarahan.
Patogenitas bakteri Aeromonas hydrophila mengakibatkan menurunnya fungsi organ hati, ginjal, limpa, dan empedu. Organ-organ tersebut mengalami pembengkakan dan perubahan warna. Hati merupakan organ yang penting yang mensekresikan bahan untuk proses pencernaan. Organ ini umumnya merupakan suatu kelenjar yang kompak, berwarna merah kecoklatan, tersusun oleh sel-sel hati (hepatosit). Di sekitar hati terdapat organ berbentuk kantung kecil bulat, oval atau memanjang dan berwarna hijau kebiruan, organ ini disebut kantung empedu yang berfungsi menampung cairan empedu, yakni cairan bile yang telah mengalami pemekatan (Fujaya, 2004). Karena fungsi hati terganggu akibat infeksi bakteri Aeromonas hydrophila maka kantung empedu menampung cairan bile yang kurang maksimal dalam mengalami pemekatan dan berwarna kuning. Seperti yang terlihat pada hati dan empedu ikan kontrol positif. Menurut penjelasan Affandi dan Usman (2002) ginjal merupakan suatu organ yang berperan dalam filtrasi (penyaringan) beberapa bahan buangan sisa metabolisme. Bahan-bahan yang dibuang lewat ginjal, antara lain ureum [CO(NH2)2], air, dan garam mineral. Sel yang bertanggung jawab pada filtrasi di ginjal adalah sel glomerulus. Bagian sel glomerulus yang berperan dalam proses filtrasi ini adalah kapsul bowman. Sedangkan bagian lain yang berperan dalam proses reabsorbsi ion adalah tubuli ginjal. Unit terkecil dari ginjal adalah nepron yang terdiri dari badan malphigi dan tubuli ginjal. Badan malphigi berfungsi untuk menyaring hasil buangan metabolik yang terdapat dalam darah. Darah tidak ikut tersaring dan masuk ke dalam pembuluh darah balik ginjal (vena renalis). Protein tertahan dalam darah. Cairan ekskresi ini kemudian masuk ke tubuli ginjal. Karena fungsi utamanya mensekresikan sebagian besar produk akhir metabolisme tubuh dan mengatur konsentrasi cairan tubuh (Fujaya, 2004), maka ginjal rentan untuk terserang bakteri Aeromonas hydrophila yang bersifat sistemik. Seperti yang terlihat pada ikan kontrol positif. Limpa merupakan organ yang berperan dalam pemecahan eritrosit tua dan membentuk sel darah baru (Chinabut et al., 1991 dalam Abdullah, 2008).
Perubahan warna pada organ limpa mungkin disebabkan oleh peningkatan jumlah pigmen dan hemosiderin pada organ limpa. Sedangkan Ventura et al. (1988) dalam Abdullah (2008) menyatakan bahwa peningkatan jumlah pigmen dan hemosiderin pada organ limpa disebabkan oleh aktivitas toksin bakteri dalam menghancurkan sel-sel darah. Parameter kualitas air yang diamati adalah suhu, pH, DO (Dissolved Oksigen), dan TAN (Total Amoniak Nitrogen) yang diukur di awal dan di akhir perlakuan. Jumlah oksigen tidak terlalu berpengaruh karena lele dumbo bisa mengambil oksigen langsung dari udara. Suhu air selama perlakuan mengalami fluktuasi tetapi tetap berada dalam kisaran suhu yang baik bagi ikan lele dumbo. Nilai pH air berada pada kisaran yang baik bagi kehidupan ikan lele dumbo. Menurut Ghufran dan Kordi (2004) ikan akan mengalami pertumbuhan yang optimal pada nilai pH antara 6,5-9,0. Nilai TAN berada pada kisaran yang normal, karena selama perlakuan dilakukan penyiponan sisa pakan dan feses ikan lele dumbo sehingga kualitas air tetap terjaga. Kualitas air selama perlakuan menunjukkan kualitas air yang layak untuk kehidupan ikan lele dumbo.
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) efektif dalam mencegah infeksi bakteri Aeromonas hydrophila pada ikan lele dumbo (Clarias sp) tetapi kurang efektif dalam pengobatan terhadap penyakit tersebut. Dosis efektif yang berguna dalam pencegahan adalah dosis 20 mg/ml. Sedangkan ekstrak daun pepaya dengan dosis 40 mg/ml tidak menunjukkan efektifitas dalam pengobatan ikan lele dumbo yang terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila. 5.2 Saran Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui keefektifan ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) ditinjau dari gambaran darah ikan lele dumbo. 2. Diperlukan penelitian mengenai kombinasi antara ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) dengan ekstrak bahan lain untuk melihat keefektifannya sebagai imunostimulan dan antibakteri.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Y. 2008. Efektifitas ekstrak daun paci-paci Leucas lavandulaefolia untuk pencegahan dan pengobatan infeksi penyakit MAS Motile Aeromonads Septicaemia ditinjau dari patologi makro dan hematologi ikan lele dumbo Clarias sp. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Affandi R, Usman MT. 2002. Fisiologi Hewan Air. Unri Press: Pekanbaru. Agustian R. 2007. Penggunaan ekstrak bawang putih (Allium sativum) untuk pengendalian infeksi Vibrio harveyi pada larva udang vaname Litopenaeus vannamei. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Amadioha AC. 1998. Control of powdery mildew in pepper (Capsicum annum L.) by leaf ekstracts of papaya (Carica Papaya L.). Journal of Herbs, Spices and Medicinal Plants 6: 41-46. Angka SL, Soehardjo H, Enang H, Muhammad A, Dadang S. 1981. Simtomatologi dan epizootiologi. Di dalam: Angka SL, Soehardjo H, Kusman S, dan Muhammad E (Editor). Wabah penyakit bercak merah ikan. Laporan Kelompok Kausal Team Crash Program Penanggulangan Epidemi Penyakit Ikan. Institut Pertanian Bogor. hlm. 1-17. Anonimus. 2007a. Lele Phiton: Sang bintang http://www.trobos.or.id [02 Desember 2008].
pencetak
uang.
Anonimus. 2007b. Beternak Lele Dumbo. Agromedia Pustaka: Jakarta. Aoki T. 1999. Motile Aeromonads (Aeromonas hydrophila). Journal Laboratory of Genetics and Biochemistry 11: 427-435.. Ardina Y. 2007. Development of antiacne gel formulation and minimum inhibitory concentration determination from Carica Papaya leaves extract (Carica papaya A Linn.). http://digilib.itb.ac.id/gdl.php [27 Oktober 2008]. Austin B, Austin DA. 1986. Bacterial Fish Patogens “Diseases in Farmed and Wild Fish”. Second Edition. Ellis Horwood Limited: England. Buckly JT, Halasa LN, Lund KD, Mac Intyre S. 1981. Purification and Some Properties of the Haemolytic Toxin of Aerolysin. J Biochem Can 56: 430435.
Darmanto. 2003. Respon kebal ikan mas koki (Carassius auratus L.) melalui vaksinasi dan immunostimulasi terhadap infeksi bakteri Aeromonas hydrophila. [Tesis]. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Effendie MI. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara: Yogyakarta. Fujaya Y. 2004. Fisiologi Ikan. Rineka Cipta: Jakarta. Ghufran M, H Kordi K. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. PT. Rineka Cipta dan PT. Bina Adiaksara: Jakarta. Giyarti D. 2000. Efektifitas ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.), sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.F.) Nees) dan sirih (Piper betle L.) terhadap infeksi bakteri Aeromonas hydrophila pada ikan patin (Pangasius hypophthalmus). [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Grant B. 2004. Peningkatan sistem pembelajaran melalui usaha pembenihan lele dumbo (Clarias gariepinus). http://perikanan.blog.com/1765785/ [11 Desember 2008]. Haliman RW. 1993. Gejala klinis dan gambaran darah ikan lele dumbo (Clarias sp) dewasa yang disuntik dengan bakteri Aeromonas hydrophila (sel utuh) galur virulen lemah secara intramuskuler. [Skripsi]. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Hasim
D. 2003a. Daun sirih sebagai antibakteri pasta gigi. http://www.unisosdem.org/ekopol_detail.php?aid=2675&coid=2&caid=40 [23 Desember 2008].
Hasim
D. 2003b. Menanam rumput, memanen antibiotik. http://destiutami.wordpress.com/2007/02/27/menanam-rumput-memanenantibiotik/ [11 Desember 2008].
Husein A. 1993. Gambaran darah ikan lele dumbo (Clarias sp) yang disuntik bakteri Aeromonas hydrophila galur virulen lemah (sonifikasi) secara intramuskuler. [Skripsi]. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Kabata Z. 1985. Parasites and disease of fish cultured in the tropics. Taylor and Francis: London and Philadelphia. Kalie MB. 2006. Bertanam Pepaya. Penebar Swadaya: Jakarta. Khairuman, Khairul A. 2002. Budidaya Lele Dumbo Secara Intensif. Agromedia Pustaka: Jakarta.
Lallier R, P Daigneault. 1984. Antigenic differentiation of Pilli from Non Virulen and fish pathogenic strain of Aeromonas hydrophila. Short Communication Journal Of Fish Diseases 7: 509-512. Lay BW. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta. Lukitasari D. 2004. Studi produksi papain enam genotipe pepaya. [Skripsi]. Departemen Budidaya Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Markham KR. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Kosasih Padmawinata (Penerjemah). ITB: Bandung. Marsul N. 2005. Potensi ekstrak daun pepaya Carica papaya terhadap pertumbuhan cendawan pada perkembangan awal ikan gurame Osphronemus gouramy. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Muhlisah F. 2007. Tanaman Obat Keluarga (Toga). Penebar swadaya: Jakata. Nabib R, Pasaribu FH. 1989. Patologi Dan Penyakit Ikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor, Bogor. Naiborhu PE. 2002. Ekstraksi dan manfaat ekstrak mangrove (Sonneratia alba dan Sonneratia caselaris) sebagai bahan alami antibakterial pada patogen udang windu Penaeus Monodon, Vibrio harveyi. [Tesis]. Program Studi Ilmu Perairan. Institut Pertanian Bogor. Naim
R. 2004. Senyawa Antimikroba Dari Tanaman. http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0409/15/sorotan/1265264.htm [23 Desember 2008].
Noga EJ. 2000. Fish Disease : Diagnosis and Treatment. A Blackwell Publishing Company: Iowa. Normalina I. 2007. Pemanfaatan ekstrak bawang putih Allium Sativum untuk pencegahan dan pengobatan pada ikan patin Pangasiodon hypophthalmus yang diinfeksi Aeromonas hydrophila. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Rahman MF. 2008. Potensi antibakteri ekstrak daun pepaya pada ikan gurami yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila. [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Reed LJ, H Muench.1938. A simple method of estimating fifty percent endpotants. The American Journal Of Hygiene 27: 493-497.
Riyanto TA. 1993. Patologi dan gambaran darah ikan lele dumbo (Clarias sp) ukuran fingerling yang disuntik secara intramuskuler dengan bakteri Aeromonas hydrophila (sel utuh). [Skripsi]. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Roller S. 2003. Natural Antimicrobials for the Animal Processing of Foods. CRC Press: Boca Raton Boston New York Washington DC. Saanin H.1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan I. Binacipta : Jakarta. Saitanu K. 1986. Aeromonas hydrophila infections in Thailand, p. 231-234. In J. L. Maclean, L. B. Dizon and L. V. Hosillos (eds.) The First Asian Fisheries Forum. Asian Fisheries Society, Manila, Philippines. Snieszko, HR Axelrod.1971. Desease of Fishes. TFH Publication Ltd.: Hongkong. Steenis V. 1978. Flora untuk Sekolah di Indonesia. Moeso Surjowinoto dkk. (Penerjemah). Pradnya Paramita: Jakarta. Supriyadi H. 1986. The susceptibility of various fish species to infection by the bacterium Aeromonas hydrophila, p. 241 – 242. In J. L. Maclean, L. B. Dizon and L. V. Hosillos (eds.) The First Asian Fisheries Forum. Asian Fisheries Society, Manila, Philippines. Wang C, JL Silva. 1999. Prevalence and characteristics of Aeromonas species isolated from processed channel catfish. Journal of Food Protection 62: 30-34.
Lampiran 1. Penyiapan media bakteri Aeromonas hydrophila a. Media TSA (Trypticase Soy Agar) Untuk membuat media TSA, dilarutkan 4 gram TSA dalam 100 ml akuades yang ditempatkan dalam erlenmeyer dan dipanaskan pada penangas air sambil diaduk hingga larut dan homogen. Kemudian disterilkan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121oC dengan tekanan 121 atm selama 15 menit. Setelah itu dimasukkan ke dalam tabung reaksi atau cawan yang telah steril, lalu disimpan di dalam lemari es dengan menggunakan plastik steril. b. PBS (Phospat Buffer Saline) Untuk membuat 1 liter PBS diperlukan : - 8,0 gram NaCl - 0,2 gram KH2PO4 - 1,5 gram NaH2PO4 - 0,2 gram KCl Dilarutkan dalam 1 liter akuades yang ditempatkan dalam erlenmeyer, dan dipanaskan pada penangas air sambil diaduk hingga larut dan homogen, kemudian disterilkan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121oC dengan tekanan uap 1 atm selama 15 menit. c. Media LB (Lauryl Broth) Untuk membuat 25 ml LB diperlukan : - Yeast ekstrak 0,125 gram - Triptone 0,250 gram - NaCl 0,750 gram Dilarutkan dalam 25 ml akuades yang ditempatkan dalam erlenmeyer, dan dipanaskan pada penangas air sambil diaduk hingga homogen, kemudian disterilkan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121oC dengan tekanan uap 1 atm selama 15 menit.
Lampiran 2. Metode uji fasase 4 ekor ikan lele dumbo (Clarias sp) Masing-masing ikan diinjeksi bakteri A. hydrophila
Ikan yang mati dalam waktu 24 jam diisolasi Ikan dibedah
Ginjal ikan digores menggunakan ose Hasil goresan ditumbuhkan pada media TSA dan diinkubasi di inkubator
Koloni tunggal yang terbentuk ditumbuhkan pada media agar miring kemudian diinkubasi
Dilakukan uji biokimia pada bakteri yang tumbuh, yaitu uji oksidatif/fermentative, uji motilitas, uji oksidase, uji katalase, dan pewarnaan gram
Bila positif A. hydrophila maka bakteri ditumbuhkan kembali dalam TSA agar miring dan diinkubasi 18 – 24 jam
Bakteri siap digunakan dalam perlakuan
Lampiran 3. Karakterisasi sifat biokimia bakteri 1. Uji Oksidatif/Fermentatif Untuk mengetahui kemampuan memecah karbohidrat (glukosa) dalam suasana aerobik (oksidatif) atau anaerobik (fermentatif). Media O/F terdiri dari : Bacto trypton 2,00 gram 0,30 gram K2HPO4 Natrium Chloride (NaCl) 5,00 gram Bacto agar 2,00 gram Bromtymol blue 0,08 gram Media disiapkan dengan melarutkan 9,4 gram bahan dalam 1 liter air, ditambah 10 gram glukosa, dipanaskan di penangas hingga larut sempurna. Didistribusikan ke tabung reaksi sebanyak 5 ml, disterilkan dalam autoklaf selama 15 menit suhu 121oC tekanan 1 atm. Cara melakukan uji, koloni bakteri diambil dengan jarum ose, diinokulasikan vertikal pada 1 set O/F medium, salah satu tabung diberi paraffin cair 1 ml, diinkubasi selama 24 jam, sedangkan yang satu lagi tidak diberi paraffin. Kemudian diinkubasi 24 jam. Hasil pengujian, reaksi oksidatif bila pada tabung yang tidak diberi paraffin berubah menjadi kuning; sedangkan reaksi fermentatif bila tabung yang diberi paraffin berubah warna menjadi kuning atau kedua tabung berubah warna menjadi kuning. 2. Uji Motilitas Menggunakan media SIM (Sulfida Indol Motility) yang merupakan salah satu media semi solid yang digunakan untuk pengujian fisio-metabolisme suatu bakteri yakni untuk mengetahui kemampuan membentuk indol (produk hasil degradasi protein), ikatan sulfida dan motilitas atau pergerakan bakteri. Media SIM terdiri dari : Trypton 20,0 gram Ferrous ammonium sulfat 0,2 gram Sodium thiosulfat 0,2 gram Pepton 6,1 gram Bacto agar 3,5 gram Penyiapan media, dilakukan dengan melarutkan 30 gram bahan dalam 1 liter, dipanaskan di penangas hingga larut sempurna, didistribusikan dalam kemasan tabung reaksi sebanyak 5 ml, disterilkan dengan autoklaf 15 menit suhu 121oC tekanan 1 atm. Cara melakukan uji, koloni bakteri diambil dengan menggunakan jarum inokulum, diinokulasikan secara vertikal, diinkubasi selama 24 jam. Hasil uji, motilitas bakteri diperlihatkan dengan adanya pertumbuhan pada permukaan medium dan tidak hanya pada bekas pada tusukan, bakteri non motil tumbuh sepanjang tusukan. 3. Uji Oksidase Cara melakukan uji, p-aminodimethylaniline-oxalat 1% diteteskan pada kertas saring. Kemudian satu ose penuh biakan dari media padat diulaskan diatas
tetesan p-aminodimethylaniline-oxalat. Bila koloni berubah warna menjadi merah, berarti tes positif, dan bila berwarna ungu berarti tes negatif. 4. Uji Katalase Uji ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya enzim katalase. Enzim tersebut merupakan katalisator dalam penguraian hydrogen-peroksida (H2O2) untuk menghasilkan oksigen dan air. Cara melakukan uji, sebagian koloni bakteri dari agar miring diambil dan diletakkan pada gelas objek, kemudian diberikan larutan hydrogen-peroksida pada koloni tersebut. Adanya gelembung-gelembung menunjukkan reaksi positif. Lampiran 4. Pewarnaan Gram 1
2
3
6
5
4
7
8
9
Keterangan : 1. Preparat olesan bakteri. 2. Larutan kristal violet diteteskan sebanyak 2 – 3 tetes pada olesan bakteri, dibiarkan selama 1 menit. 3. Pencucian menggunakan air mengalir dan pengeringan dengan kertas isap secara hati-hati. 4. Larutan kalium iodida diteteskan dan dibiarkan selama 1 menit. 5. Dicuci dengan air dan dikeringkan. 6. Larutan alkohol diteteskan dan dibiarkan selama 30 detik. 7. Dicuci dengan air dan dikeringkan. 8. Larutan safranin diteteskan dan didiamkan selama 30 detik. 9. Dicuci dengan air dan dikeringkan menggunakan kertas isap, kemudian diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 100x.
Lampiran 5. Hasil dan perhitungan Uji Lethal Dosis 50% Konsentrasi Bakteri
Ikan Mati
Ikan Hidup
Rasio kematian
108 107 106 105 104
4 4 3 3 1
0 0 1 1 3
4/4 4/4 3/4 3/4 1/4
Ikan Mati 15 11 7 4 1
∑ Akumulasi Ikan Rasio Hidup Kematian 0 15/15 0 11/11 1 7/8 2 4/6 5 1/6
% 100 100 88 67 17
Perhitungan : A − 50 A− B 67 − 50 = 67 − 17 17 = 50 = 0.34
Selang Proporsi =
Log negatif LD50 = Log negatif konsentrasi di atas 50% + Selang Proporsi = (-5) + 0.34 = -4.7 = 104.7 ≈ 105 cfu/ml LD50
Lampiran 6. Metode pembuatan bubuk daun pepaya (a) dan metode ekstrak daun
pepaya (b) (a)
(b)
Daun pepaya (Carica papaya L.) segar
Bubuk daun papaya ditimbang sebanyak 5 gram
Dicuci menggunakan air mengalir Dijemur dan ditutup kain putih selama 1 minggu
Pisahkan jari daun dan daun diblender hingga halus kemudian diayak
Bubuk halus menjadi stock bubuk daun pepaya
Dilarutkan dalam 100 ml akuades steril Ditempatkan di Erlenmeyer 200 ml yang ditutup alumunium foil Direbus pada suhu 50oC ± 30 menit Kemudian disaring menggunakan kain blacu dan kertas saring
Hasil saringan diencerkan menjadi 10, 20, 30, dan 40 mg/ml
Lampiran 7. Metode kertas cakram
1. Sebanyak 0,1 ml suspensi bakteri Aeromonas hydrophila diambil, diteteskan pada media TSA dan kemudian disebar merata menggunakan batang penyebar. 2. Pinset dibakar sebentar di atas nyala api, kertas saring diambil menggunakan pinset satu persatu. Kertas saring dicelupkan ke dalam larutan PBS di letakkan di atas permukaan media TSA yang telah disebari 1 biakan bakteri Aeromonas hydrophila. Kertas saring selanjutnya dicelupkan ke dalam larutan ekstrak daun pepaya dosis 10 mg/ml dan diletakkan pada cawan petri yang sama dengan jarak tetentu. Hal tersebut dilakukan hingga hingga dosis ekstrak daun pepaya 50 mg/ml. 3. Diinkubasi pada suhu kamar selama 24 jam. 4. Diamati pertumbuhan yang terjadi dan diameter daerah bening yang timbul diukur.
50
40
20 30
10
PBS
Susunan kertas cakaram Lampiran 8. Gambar zona hambat yang terbentuk
Lampiran 9. Diameter rata-rata (mm) zona hambat pada uji in vitro
Ulangan 1 2 3 Rata-rata
10 8.0 8.0 7.5 7.83
20 9.5 8.0 8.0 8.5
Perlakuan Dosis (mg/ml) 30 40 50 7.5 8.0 7.0 7.0 8.0 7.0 7.5 8.5 7.0 7.33 8.17 7.00
PBS 0 0 0 0
Lampiran 10. Analisis statistik RAL (a) dan Uji lanjut Duncan (b) diameter rata-rata zona hambat yang terbentuk pada uji in vitro
a. Analisis statistik RAL diameter rata-rata zona hambat pada uji in vitro Oneway Anova Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
155.236
5
31.047
2.000
12
.167
157.236
17
F
Sig.
186.283
.000
b. Uji lanjut Duncan diameter rata-rata zona hambat pada uji in vitro Duncan Perlakuan
N
Subset alpha = 0.05 1
2
3
4
PBS
3
Dosis 50
3
7.0000
Dosis 30
3
7.3333
Dosis 10
3
Dosis 40
3
8.1667
Dosis 20
3
8.5000
Sig.
.0000 7.3333 7.8333
1.000
.337
.159
7.8333
.081
Lampiran 11. Persentase mortalitas harian ikan lele dumbo (%) pasca infeksi
a. Mortalitas harian ikan lele dumbo (%) pasca infeksi Mortalitas Harian Ikan Lele Dumbo (%) Pasca Infeksi Hari Kontrol Positif Pencegahan Pengobatan ke- Kontrol Negatif UI UII UIII UI UII UIII UI UII UIII UI UII UIII 1 0 0 0 20 20 40 0 0 0 20 0 20 2 0 0 0 20 20 40 0 0 0 20 20 20 3 0 0 0 20 20 40 0 20 0 20 20 20 4 0 0 0 20 20 40 0 20 0 20 20 20 5 0 0 0 20 20 60 0 20 0 20 20 20 6 0 0 0 20 20 60 0 20 0 20 20 20 7 0 0 0 20 20 60 0 20 0 20 20 20 b. Rata-rata mortalitas harian ikan lele dumbo (%) pasca infeksi Rata-rata Mortalitas Harian Ikan Lele Dumbo (%) Pasca Infeksi Hari keKontrol Negatif Kontrol Positif Pencegahan Pengobatan 1 0 26.67 0 13.33 2 0 26.67 0 20 3 0 26.67 6.67 20 4 0 26.67 6.67 20 5 0 33.33 6.67 20 6 0 33.33 6.67 20 7 0 33.33 6.67 20
Lampiran 12. Analisis statistik RAL (a) dan Uji lanjut Duncan (b) akumulasi mortalitas harian ikan lele dumbo (%) pasca infeksi
a. Analisis statistik RAL akumulasi mortalitas harian ikan lele dumbo (%) pasca infeksi Oneway Anova Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
1966.667
3
655.556
Within Groups
1333.333
8
166.667
Total
3300.000
11
F
Sig.
3.933
b. Uji lanjut Duncan akumulasi mortalitas harian ikan lele dumbo (%) pasca infeksi
.054
Duncan Perlakuan
N
Subset alpha = 0.05 1
Kontrol Negatif
3
.0000
Pencegahan
3
6.6667
Pengobatan
3
20.0000
Kontrol Positif
3
Sig.
2
20.0000 33.3333
.106
.242
Lampiran 13. Skor gejala klinis harian pasca infeksi
a. Kelainan klinis dan diameter kelainan klinis ikan lele dumbo kontrol positif setelah diinfeksi Aeromonas hydrophila Hari ke1 2 3 4 5 6 7
1 1 1.1 1.1 1.1 1.1 1 0.9
2 0.5 0.5 0.5 0.5 0.45 0.4 0.4
3 1.4 1.4 1.4 1.3 1.2 1.1 1
4 0.7 0.6 0.6 0.6 0.55 0.5 0.5
Diameter kelainan klinis (cm) ikan ke5 6 7 8 9 10 11 0.9 0.8 0.7 0.6 0.9 1.1 1.4 0.9 0.8 0.7 1.4 0.7 1.4 1.4 0.9 0.8 0.7 1.4 0.7 1.4 1.4 0.9 0.8 0.6 1.4 0.7 1.4 1.4 0.9 0.8 0.6 1.4 0.6 1.3 1.4 0.9 0.8 0.5 1.3 0.5 1.2 1.4 0.9 0.8 0.5 1.2 0.5 1.1 1.4
12 0.7 0.7 0.7 0.7 0.7 0.6 0.5
13 1.5 1.5 1.5 1.5 1.4 1.3 1.2
14 1.2 1.2 1.2 1.2 1.2 1.2 1.2
15 2 2 1.8 3 3 3 3
b. Kelainan klinis dan diameter kelainan klinis ikan lele dumbo perlakuan pengobatan setelah diinfeksi Aeromonas hydrophila Hari ke1 2 3 4 5 6 7
1 1.3 1.3 1.2 1.1 0.95 0.9 0.85
2 0.9 1.3 1.2 1 0.9 0.8 0.7
3 1.2 1.3 1.2 1.2 1 1 0.9
4 1.1 1.1 1.1 1.1 1.1 1.1 1.1
Diameter kelainan klinis (cm) ikan ke5 6 7 8 9 10 11 1.1 1.3 1.5 0.8 0.2 1.8 1.3 1 1.2 1.5 0.7 0.2 2.6 1.6 0.8 1 1.3 0.6 SN 2.6 1.5 0.7 0.8 1.2 0.5 SN 2.6 1.4 0.6 0.65 1.1 0.4 SN 2.6 1.3 0.55 0.6 1 0.4 SN 2.6 1.1 0.4 0.5 0.9 0.3 SN 2.6 1
12 1.2 1.3 1.2 1.1 1 0.9 0.8
13 0.9 0.9 0.6 0.5 0.35 0.3 0.3
c. Kelainan klinis dan diameter kelainan klinis ikan lele dumbo perlakuan pencegahan setelah diinfeksi Aeromonas hydrophila
14 1.1 1.1 1.1 1.1 1.1 1.1 1.1
15 1 1.1 1 0.8 0.7 0.6 0.5
Hari ke1 2 3 4 5 6 7
1 0.6 0.7 0.5 0.4 0.4 0.3 0.2
2 0.5 0.5 SN SN SN SN SN
3 0.4 0.4 0.2 0.15 0.1 0.1 SN
Diameter kelainan klinis (cm) ikan ke5 6 7 8 9 10 11 0.3 1 0.5 1.7 N 1.2 0.6 0.1 1 0.4 1.5 N 1.2 0.6 0.1 0.9 0.4 1.8 N 1.1 0.5 SN 0.7 0.3 1.8 N 1 0.45 SN 0.6 0.2 1.8 N 1 0.4 SN 0.6 0.2 1.8 N 0.9 0.4 SN 0.5 0.2 1.8 N 0.6 0.3
4 1 1 0.9 0.7 0.6 0.55 0.5
12 1.4 1.5 1.3 1.2 1.15 1.1 0.95
13 1 0.8 0.8 0.4 SN SN SN
14 0.5 0.5 0.3 0.2 0.2 0.1 SN
15 N 0.3 SN SN SN SN SN
Keterangan : SN
= Sembuh
N
= Normal
H
= Hemoragi
R
= Radang
T
= Tukak
M
= Mati
Diameter klinis dibagi menjadi 4 kelompok : - Bila diameter kelainan klinis berada diantara (0,1 – 0,7 cm) diberi angka 1 - Bila diameter kelainan klinis berada diantara (0,8 – 1,4 cm) diberi angka 2 - Bila diameter kelainan klinis berada diantara (1,5 – 2,1 cm) diberi angka 3 - Bila diameter kelainan klinis berada diantara (2,2 – 3 cm) diberi angka 4 Taging diberikan pada ikan lele dumbo tiap perlakuan dan ulangan untuk membedakan antara ikan 1,2,3,4, dan 5 d. Skor rata-rata diameter kelainan klinis ikan lele dumbo kontrol positif Perlakuan
Hari ke-
Kontrol Positif
1 2 3 4 5 6 7
Diameter kelainan klinis (cm) ikan ke1 2 4 6 6 6 6 6
2 2 3 3 3 3 3 3
3 4 6 6 6 6 6 6
4 2 3 3 3 3 3 3
5 8 8 8 8 8 8 8
6 8 8 8 8 8 8 8
7 1 2 2 3 3 3 3
8 1 4 6 6 6 6 6
9 2 2 3 3 3 3 3
10 2 4 6 6 6 6 6
11 8 8 8 8 8 8 8
12 1 1 2 3 3 3 3
13 6 9 9 9 6 6 6
14 8 8 8 8 8 8 8
15 3 6 9 12 16 16 16
Skor Ratarata 3.87 5.07 5.80 6.13 6.20 6.20 6.20
e. Skor rata-rata diameter kelainan klinis ikan lele dumbo perlakuan pengobatan Perlakuan
Hari
Diameter kelainan klinis (cm) ikan ke-
Skor
ke-
Pengobatan
1 2 3 4 5 6 7
1 2 4 6 6 6 6 6
2 4 6 6 6 6 6 3
3 4 6 6 6 6 6 6
4 8 8 8 8 8 8 8
5 4 6 6 3 3 3 3
6 4 6 6 6 3 3 3
7 6 9 6 6 6 6 6
8 2 3 3 3 3 3 3
9 1 1 0 0 0 0 0
10 6 16 16 16 16 16 16
11 2 6 9 6 6 6 6
12 2 4 6 6 6 6 6
13 4 6 3 3 3 3 3
14 8 8 8 8 8 8 8
15 4 6 6 6 3 3 3
Ratarata 4.07 6.33 6.33 5.93 5.53 5.53 5.33
f. Skor rata-rata diameter kelainan klinis ikan lele dumbo perlakuan pencegahan Perlakuan
Hari ke-
Pencegahan
1 2 3 4 5 6 7
Diameter kelainan klinis (cm) ikan ke1 1 2 3 3 3 3 3
2 1 1 0 0 0 0 0
3 1 2 3 3 3 3 0
4 2 4 6 3 3 3 3
5 1 2 3 0 0 0 0
6 4 6 6 3 3 3 3
7 2 3 3 3 3 3 3
8 3 6 12 12 12 12 12
9 0 0 0 0 0 0 0
10 4 6 6 6 6 6 3
11 2 3 3 3 3 3 3
12 4 9 6 6 6 6 6
13 2 2 2 1 0 0 0
14 1 2 3 3 3 3 0
15 0 1 0 0 0 0 0
Contoh perhitungan skor : Bila diameter kelainan klinis radang berada diantara (0,1 – 0,7 cm) diberi angka 1, maka nilai skornya 1 x 1 = 1, kemudian nilai skor dirata-ratakan, demikian seterusnya. Lampiran 14. Analisis statistik RAL (a) dan Uji lanjut Duncan (b) skor rata-rata gejala klinis harian pasca infeksi
a. Analisis statistik RAL skor rata-rata gejala klinis harian pasca infeksi Oneway Anova Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
64.507
3
21.502
7.979
8
.997
72.486
11
F 21.559
b. Uji lanjut Duncan skor rata-rata gejala klinis harian pasca infeksi
Sig. .000
Skor Ratarata 1.87 3.27 3.73 3.07 3.00 3.00 2.40
Duncan Perlakuan
N
Subset alpha = 0.05 1
2
3
Kontrol Negatif
3
Pencegahan
3
Pengobatan
3
5.5810
Kontrol Positif
3
5.6381
Sig.
.0000 2.9048
1.000
1.000
.946
Lampiran 15. Persentase pertambahan bobot rata-rata ikan lele dumbo selama perlakuan
a. Rata-rata bobot awal dan akhir (gram) ikan lele dumbo Bobot awal dalam Perlakuan Ulangan gram (ekor ikan hidup) 1 28.4 (5) Kontrol Negatif 2 23.8 (5) 3 26.5 (5) 1 34.4 (5) Kontrol Positif 2 26.6 (5) 3 24.5 (5) 1 34.5 (5) Pencegahan 2 29.4 (5) 3 26.7 (5) 1 25.1 (5) Pengobatan 2 34.3 (5) 3 34.2 (5) b. Pertambahan bobot (%) ikan lele dumbo tiap perlakuan Bobot Rata-rata Bobot Rata-rata Perlakuan Hari H-7 (g) Hari H+7 (g) Kontrol Negatif 5.25 10.09 Kontrol Positif 5.70 7.90 Pencegahan 6.04 9.37 Pengobatan 6.24 9.47
Bobot akhir dalam gram (ekor ikan hidup) 48.68 (5) 51.92 (5) 50.75 (5) 36.11 (4) 28.85 (4) 14.02 (2) 50.69 (5) 40.11 (4) 40.41 (5) 29.71 (4) 44.74 (4) 39.20 (4)
Pertambahan Bobot (%) 92.31 38.56 55.17 51.78
Lampiran 16. Analisis statistik RAL (a) dan Uji lanjut Duncan (b) persentase
pertambahan bobot rata-rata ikan lele dumbo a. Analisis statistik RAL persentase pertambahan bobot rata-rata ikan lele dumbo Oneway Anova Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
5305.037
3
1768.346
Within Groups
1700.012
8
212.502
Total
7005.049
11
F
Sig.
8.322
.008
b. Uji lanjut Duncan persentase pertambahan bobot rata-rata ikan lele dumbo Duncan Perlakuan
N
Subset alpha = 0.05 1
Kontrol Positif
3
36.6133
Pengobatan
3
51.4267
Pencegahan
3
56.2733
Kontrol Negatif
3
Sig.
2
93.6900 .152
1.000