Policy Brief Kesehatan Reproduksi Berbasis Konteks Budaya Lokal ©2015 Health Advocacy Penulis Agung Dwi laksono Tri Juni Angkasawati Niniek L. Pratiwi Wahyu Dwi Astuti Setia Pranata Lulut Kusumawati Weny Lestari Syarifah Nuraini Yunita Fitrianti M. Gullit Agung Astutik Supraptini Editor Tri Juni Angkasawati
Buku ini diterbitkan atas kerjasama: HEALTH ADVOCACY Yayasan Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat Jl. Bibis Karah I/41 Surabaya 60232 Email:
[email protected] dengan PUSAT HUMANIORA, KEBIJAKAN KESEHATAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Badan Penelitan dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Jl. Indrapura 17 Surabaya Telp. 031-3528748, Fax. 031-3528749
Cetakan 1, Desember 2015 Desain Cover : ADL Penata Letak : ADL ISBN 978-602-17626-8-4
Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apa pun, termasuk fotokopi, tanpa izin tertulis dari penerbit.
ii
KATA PENGANTAR
Riset Etnografi Kesehatan telah selesai dilaksanakan sebanyak tiga periode oleh Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat. Setidaknya ada 62 etnik yang telah dipelajari dan dituliskan dalam bentuk buku etnografi kesehatan, yaitu pada tahun 2012 sebanyak 12 etnik, tahun 2014 sebanyak 20 etnik, dan tahun 2015 sebanyak 30 etnik. Pada riset tersebut ditemukan berbagai unsur budaya yang unik pada setiap etnik. Keunikan spesifik lokal pada tiap etnik dan wilayah ini dengan sendirinya mempunyai value atau nilai yang mempengaruhi kehidupan, termasuk di dalamnya aneka praktek kesehatan dalam keseharian. Permasalahan kesehatan seringkali berkaitan erat dengan adat budaya setempat yang bersifat spesifik lokal. Hal ini merupakan konteks lokal yang seringkali terabaikan dalam perumusan sebuah kebijakan, yang acapkali diberlakukan secara generik sama untuk seluruh wilayah Indonesia. Konteks yang spesifik lokal ini menjadi penting apabila kita ingin mewujudkan kebijakan kesehatan yang benar-benar membumi, yang diharapkan dapat dengan mudah untuk dimengerti dan diimplementasi para pelaksana kebijakan di daerah. Policy brief yang disusun dengan basis konteks budaya lokal ini secara khusus ditujukan kepada policy maker di tingkat kabupaten. Meski demikian policy brief ini juga akan disampaikan kepada unit utama di Kementerian Kesehatan, baik ibu Menteri Kesehatan, Dirjen Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, Dirjen Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit, maupun Dirjen Bina Upaya Kesehatan. Hal ini penting untuk disampaikan agar rekomendasi yang disarankan dapat dijadikan sebagai bahan rujukan untuk berbagai daerah lain dengan etnik yang serupa. Surabaya, Desember 2015 Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Badan Litbang Kementerian Kesehatan RI.
drg. Agus Suprapto, M.Kes
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI
v vii
1.
PERSALINAN “ASAL TIDAK DI RUMAH” Rekomendasi ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Boven Digoel Agung Dwilaksono
1
2.
PARTISIPASI BIDAN KAMPUNG (BASI) PADA POSYANDU Rekomendasi ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Murung Raya Niniek Lely Pratiwi dan Syarifah Nuraini
7
3.
PENINGKATAN INTERPERSONAL SKILL BIDAN DESA Rekomendasi ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Gayp Lues Niniek Lely Pratiwi dan Yunita Fitrianti
12
4.
MENJALIN KEMITRAAN DENGAN SANDO Rekomendasi ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Tolitoli Lulut Kusumawati dan M. Gullit Agung
18
5.
MENYOAL EKSISTENSI DUKUN DALAM PERSALINAN Rekomendasi ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar Wahyu Dwi Astuti dan Astutik Supraptini
23
6.
MENGANGKAT NILAI ANAK DALAM TRADISI MASYARAKAT SA’DAN TORAJA Rekomendasi ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Toraja Utara Weny Lestari
29
7.
MENJADI LAKI-LAKI PERKASA 35 Rekomendasi ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Kaimana Setia Pranata dan Tri Juni Angkasawati
iv
v
PERSALINAN “ASAL TIDAK DI RUMAH” Peluang Menggeser Persalinan ke Fasilitas Kesehatan pada Suku Muyu (Berdasar Riset Etnografi Kesehatan Tahun 2014)
Rekomendasi ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Boven Digoel Disusun oleh: Agung Dwi Laksono
RINGKASAN EKSEKUTIF Riset berbasis etnografi ini ditujukan untuk menyikapi masih eksisnya tradisi pengasingan pada perempuan Muyu yang sedang bersalin. Hal ini dilakukan demi mendapatkan manfaat sebesar-besarnya bagi bidang kesehatan dengan tetap mempertimbangkan budaya dan kearifan lokal. Keyakinan masyarakat Muyu tentang ìptèm persalinan yang mewujud menjadi “asal persalinan tidak di dalam rumah” merupakan sebuah peluang yang harus bisa ditangkap. Hal ini perlu dimanfaatkan untuk menggeser pola persalinan “asal tidak di rumah” ke persalinan di fasilitas kesehatan oleh tenaga kesehatan.
PENGANTAR Kematian ibu saat persalinan di Indonesia masih sangat tinggi. Data resmi yang dirilis Pemerintah menyebutkan terjadi peningkatan Angka Kematian Ibu (AKI) yang sangat signifikan, dari 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007, menjadi 359 pada tahun 2012. Jika dihitung secara absolut, maka ada 16.155 ibu yang meninggal akibat kehamilan, persalinan dan nifas pada tahun 2012. Jumlah ini setara dengan jumlah korban kecelakaan 40 pesawat Boeing 777 yang jatuh dan seluruh penumpangnya …ada 1 sampai 2 ibu meninggal dunia (Kemenkes RI., 2014). Atau dalam hitungan lain, ada 44 ibu yang yang meninggal setiap meninggal setiap hari, dan bila kita konversi jam di Indonesia akibat dalam jam, ada 1 sampai 2 ibu yang kehamilan, persalinan meninggal setiap jam di Indonesia akibat kehamilan, persalinan dan nifas. dan nifas. Angka tersebut adalah AKI secara nasional,
1
padahal kita sama-sama tahu tingginya disparitas akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Hasil Riskesdas 2013 mencatat bahwa Rumah Tangga di Provinsi Bali yang mengaku mengetahui keberadaan bidan praktek di sekitar rumahnya mencapai 85,2%, sedang Rumah Tangga di Papua hanya pada kisaran 9,9% (Balitbang Kemenkes RI., 2013). Angka 9,9% ini pun masih merupakan angka rata-rata dalam satu wilayah provinsi. Bisa dibayangkan bagaimana dengan kondisi mereka yang tinggal di perifer dan sekaligus perbatasan semacam Boven Digoel?
METODE Penelitian jenis kualitatif ini dilakukan dengan pendekatan etnografi pada Suku Muyu di Distrik Mindiptana, Boven Digoel. Tiga orang peneliti (2 kesehatan & 1 sosial) tinggal dan berbaur dengan Suku Muyu selama 60 hari (Mei-Juni 2014). Pendekatan etnografi bertujuan untuk memahami sudut pandang penduduk asli, hubungannya dengan kehidupan, untuk mendapatkan pandangannya mengenai dunianya (Spradley, 1997). Pada penelitian etnografi peneliti adalah instrumen utama. Penelitian ini merupakan penelitian pilot untuk menyusun kebijakan maternal baru di tingkat kabupaten yang berbasis konteks budaya dan kearifan lokal. Penelitian ini penting untuk memperbaiki kebijakan sebelumnya yang cenderung menyamakan konteks sosial budaya setiap wilayah.
HASIL Distrik Mindiptana berada sekitar 3 jam perjalanan dari Tanah Merah (ibukota Kab. Boven Digoel), dengan kondisi jalan yang rusak berat. Fasilitas umum sangat terbatas, listrik tersedia hanya 6 jam pada waktu malam, jaringan telepon tidak ada sama sekali. Keyakinan masyarakat Suku Muyu pada ìptèm (hawa kotor) darah persalinan dan menstruasi sangat kuat. Hawa kotor ini diyakini bisa melemahkan dan bahkan menghilangkan waruk (kesaktian) laki-laki Muyu. Hal ini mendorong masyarakat untuk mengasingkan setiap perempuan
2
Muyu yang hendak melakukan persalinan. Persalinan yang dilakukan di luar rumah ini cenderung dilakukan sendiri atau kerabat di bevak (gubuk kecil; lihat gambar di bawah) yang sudah disiapkan di sekitar rumah. Ibu bersalin Muyu harus tinggal di bevak sampai 40 hari pasca persalinan. Jarak bevak antara 20-30 meter dari rumah apabila tanah berupa tebing atau jurang, dan mencapai 50 meter bila berupa dataran. Tradisi pantangan melahirkan di rumah ini juga dikuatkan dengan pemberlakuan denda adat bagi yang melanggar, meskipun misalnya, secara tidak sengaja ‘kebrojolan’ di rumah saudara. Besaran denda mencapai Rp. 10-20 juta, tergantung nilai kerugian yang dirasakan pemilik rumah. Semakin sakti, maka denda menjadi semakin besar, karena kerugian kehilangan kesaktiannya juga semakin besar. Konteks budaya lokal ini semakin diperparah dengan minimnya ketersediaan fasilitas kesehatan. Fasilitas pelayanan kesehatan yang melayani persalinan di Distrik Mindiptana saat ini hanya Rumah Sakit Bergerak, itupun hanya dengan dua tempat tidur yang tersedia. Hal ini dirasakan sangat kurang, bebannya pun semakin berat dengan tanggung jawab sebagai pusat rujukan, tidak hanya untuk wilayah Distrik Mindiptana, tetapi juga untuk Distrik Kombut, Sesnukt, dan Distrik Woropko.
Suku Muyu relatif terbuka terhadap para pendatang, termasuk di dalamnya tenaga kesehatan. Orang Muyu cenderung mau menerima perubahan dan tidak antipati terhadap perkembangan teknologi baru.
3
KESIMPULAN Di balik minimnya fasilitas pelayanan kesehatan untuk ibu bersalin, keyakinan Suku Muyu me’wajib’kan perempuan harus diasingkan pada saat melakukan persalinan. Pengasingan ini merupakan sebuah kewajiban yang harus dijalankan, yang ditandai dengan denda apabila tidak dijalankan.
IMPLIKASI DAN REKOMENDASI Bila konteks lokal pada Suku Muyu ini masih berlanjut tanpa intervensi maka bisa dipastikan kematian ibu akan tetap tinggi. Untuk itu perlu disusun kebijakan Keyakinan masyarakat kesehatan maternal yang baru oleh Dinas Muyu tentang ìptèm Kesehatan, yang berbasis pada konteks budaya lokal. persalinan yang Keyakinan masyarakat Muyu tentang ìptèm persalinan yang mewujud menjadi “asal persalinan tidak di dalam rumah” merupakan sebuah peluang yang harus bisa ditangkap. Hal ini perlu dimanfaatkan untuk menggeser pola persalinan “asal tidak di rumah” ke persalinan di fasilitas kesehatan oleh tenaga kesehatan.
mewujud menjadi “asal persalinan tidak di dalam rumah” merupakan sebuah peluang yang harus bisa ditangkap.
Sikap Suku Muyu yang relatif terbuka menyebabkan akses secara sosial bukan merupakan kendala, karena masyarakat tidak mempermasalahkan persalinan yang dilayani tenaga kesehatan. Maka langkah praktis dan strategis utama yang harus diambil oleh Dinas Kesehatan adalah menjamin ketersediaan tenaga kesehatan sekaligus dengan fasilitas pelayanan kesehatan sampai pada level kampung (desa). Daftar Pustaka Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013. Balitbangkes Kemenkes RI.; Jakarta Kementerian Kesehatan RI. (2014). Upaya Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu di Indonesia. Tersedia di www.gizikia.depkes.go.id. Diakses pada bulan Juli 2015 Laksono, A.D. (2014). Perempuan Muyu dalam Pengasingan. Jakarta; Lembaga Penerbit Balitbangkes Spradley, James P. (1997). Metode Etnografi. Jogjakarta; PT. Tiara Wacana
4
Hasil riset secara menyeluruh bisa didapatkan pada buku
“Perempuan Muyu dalam Pengasingan” Bisa diunduh pada tautan berikut: https://www.scribd.com/doc/261673624/Perempuan-Muyudalam-Pengasingan-Riset-Ethnografi-Kesehatan-2014-BovenDigoel
Info lebih lanjut bisa menghubungi Agung Dwi Laksono; HP. 081332162622 Email “
[email protected]”
5