Pinky Saptandari, “Kesehatan Perempuan dalam Perspektif Antropologi Budaya” hal. 1-18.
Kesehatan Reproduksi Perempuan dalam Perspektif Antropologi Budaya Pinky Saptandari (Dosen Antropologi FISIP Unair;
[email protected])
Abstract Reproductive health of women in cultural approaches through thought-provoking cultural anthropology and feminist perspective. Results of the study show that the views, understanding and public confidence about the body, women's health and sexuality contribute to the vulnerability of the body and reproductive health of women, as well as the rise of the body as well as the medicalization of the discourse of women's bodies. In this paper created anthropological thought mapping Henrietta Moore, Sherry Ortner, and Suzane j. Kessler Wendy Mc Kenna &., Anthony Synnott, Mary Douglas, Michael Winkelman, Emily Martin, Bryan Turner, and Christiane Northrup, to study the empirical data research results in Indonesia about the body and reproductive health of women. Some results of research on women's bodies and health carried out in Indonesia, researchers showed a rise of the dominance of patriarchal culture that affect the rise of the female body as discourse of medical bodies in reproductive health policy. Can be observed through the empris data that factor in the social, cultural, economic and political medicalization against simultaneously affirming women's bodies. The affairs of the biological functions of women related to pregnancy and childbirth gives rise to the definition of the characteristic and tend to be controversial about the body, sexuality and reproductive health of women. Anthropological and feminist thought perspective shows that strong taboos about myths & body, sexuality and reproductive health of women cannot be released from the cultural construction of the role and functions, as well as the existence of women within the family structure and society is in a patriarchal ideology of domination. Keywords: reproductive, body, myth, women, feminist, anthropology
Abstrak Kesehatan reproduksi perempuan dalam pendekatan budaya melalui pemikiran antropologi budaya dan perspektif feminis. Hasil telaah menunjukkan bahwa pandangan, pemahaman serta kepercayaan masyarakat tentang tubuh, seksualitas dan kesehatan perempuan berkontribusi terhadap kerentanan tubuh dan kesehatan reproduksi perempuan, serta menguatnya wacana tubuh serta medikalisasi terhadap tubuh perempuan. Dalam makalah ini dibuat pemetaan pemikiran antropologi Henrietta Moore, Sherry Ortner, dan Suzane J. Kessler & Wendy Mc. Kenna, Anthony Synnott, Mary Douglas, Michael Winkelman, Emily Martin, Bryan Turner, dan Christiane Northrup, untuk telaah terhadap datadata empiris hasil penelitian di Indonesia tentang tubuh dan kesehatan reproduksi perempuan. Beberapa hasil penelitian tentang tubuh dan kesehatan perempuan yang dilaksanakan para peneliti di Indonesia, menunjukkan menguatnya dominasi budaya patriarki yang mempengaruhi menguatnya wacana tubuh perempuan sebagai tubuh medis dalam kebijakan kesehatan reproduksi. Dapat diamati melalui data-data empris tersebut bahwa faktor sosial, budaya, ekonomi dan politik secara bersamasama meneguhkan medikalisasi terhadap tubuh perempuan. Urusan fungsi biologis perempuan berkaitan dengan hamil dan melahirkan menimbulkan pemaknaan yang khas dan cenderung kontroversial tentang tubuh, seksualitas dan kesehatan reproduksi perempuan. Pemikiran antropologi dan perspektif feminis menunjukkan bahwa kuatnya mitos & tabu tentang tubuh, seksualitas dan kesehatan reproduksi perempuan tak dapat dilepaskan dari konstruksi budaya tentang peran dan fungsi, serta eksistensi perempuan dalam struktur keluarga dan masyarakat yang berada dalam dominasi ideologi patriarki. Kata kunci: reproduksi, tubuh, mitos, perempuan, feminisme, antropologi
BioKultur, Vol.I/No.1/Januari-Juni 2112, hal. 1
Pinky Saptandari, “Kesehatan Perempuan dalam Perspektif Antropologi Budaya” hal. 1-18.
B
eberapa kajian tentang kesehat-
untuk melakukan telaah data empiris ha-
an
sil penelitian di Indonesia tentang tubuh
reproduksi
menunjukkan
bahwa pandangan, pemahaman
dan kesehatan reproduksi perempuan.
serta kepercayaan masyarakat tentang tubuh, seksualitas
dan kesehatan per-
Metode yang digunakan adalah deskriptif antropologi dengan perspektif
empuan berkontribusi terhadap wacana
feminis yang digunakan untuk
tubuh
kesehatan
analisis dan menyingkap wacana tubuh
reproduksi. Cara pandang, pemaknaan,
perempuan dalam kebijakan kesehatan
kepercayaan dan perilaku yang berhu-
reproduksi perempuan. Melalui metode
bungan dengan tubuh, seksualitas dan
deskriptif antropologi dengan perrspektif
kesehatan perempuan dipengaruhi oleh
feminis dalam makalah ini diuraikan pe-
faktor sosial, budaya, ekonomi dan politik
metaan tentang teori dan konsep antro-
yang bekerja dalam kekuatan simbolik.
pologi
perempuan
dalam
Hasil beberapa penelitian tentang kesehatan reproduksi mengarahkan pada
meng-
dan perspektif feminis
untuk
telaah data-data empiris terkait tubuh dan kesehatan reproduksi perempuan.
kesimpulan tentang pentingnya memperdalam dan mengevaluasi kebijakan ke-
Teori dan Konsep tentang Tubuh dan
sehatan reproduksi di Indonesia dari
Kesehatan Perempuan
perspektif antropologi budaya dan per-
Bagaimana konstruksi budaya patriarki
spektif feminis, untuk mengungkap wa-
tentang perempuan? Henrietta Moore
cana tubuh perempuan dalam kesehatan
(1991:12-16),
reproduksi sekaligus menguak dominasi
Anthropology, menjelaskan tentang apa
ideologi medis dan patriarki.
yang menjadikan perempuan. Betapa pe-
Makalah ini memetakan berbagai
mahaman
dalam
kultural
Feminisme
tentang
and
kategori
pemikiran antropologi budaya dan per-
“perempuan”, sangat bervariasi menurut
spektif feminis tentang tubuh dan kese-
ruang dan waktu, dan bagaimana pema-
hatan reproduksi perempuan. Antara lain
haman-pemahaman tersebut berhubung-
melalui
Moore,
an dengan posisi perempuan pada ma-
Sherry Ortner, dan Suzane J. Kessler &
syarakat yang berbeda-beda. Moore me-
Wendy Mc. Kenna, Anthony Synnott, Mary
nyampaikan bahwa para ahli antropologi
Douglas,
Michael Winkelman, Emily
kontemporer yang mengeksplorasi posisi
Martin, Bryan Turner, dan Christiane
perempuan, baik yang di masyarakatnya
Northrup. Pemikiran para ahli digunakan
sendiri ataupun yang bukan, biasanya
pemikiran
Henrietta
BioKultur, Vol.I/No.1/Januari-Juni 2112, hal. 2
Pinky Saptandari, “Kesehatan Perempuan dalam Perspektif Antropologi Budaya” hal. 1-18.
akan terbawa pada debat yang berhu-
berbagai bentuk yang saling melawankan.
bungan dengan asal-usul dan universali-
Laki-laki diasosiasikan dengan: atas (up),
tas subordinasi perempuan. Suatu ke-
kanan (right), tinggi (high), kebudayaan
pentingan pada hubungan hirarki antara
(culture), dan kekuatan (strength). Se-
laki-laki dan perempuan yang telah
dangkan kaum perempuan diasosiasikan:
mengemuka sejak saat awal. Perkem-
bawah (down), alam (nature), kelemahan
bangan teori evolusi pada abad XIX mem-
(weakness). Pengasosiasian tidak terdapat
beri motivasi
pada studi tentang teori
inherent secara biologis ataupun sosial,
sosial dan politik, dan pertanyaan yang
tetapi merupakan konstruksi sosial buda-
berhubungan dengan organisasi sosial di
ya yang terbentuk dari aktivitas sosial.
masyarakat non-barat. Sangat penting
Studi Moore tentang antropologi
untuk memahami organisasi sosial ma-
feminis lebih banyak mengarahkan pada
syarakat tersebut tentang konsep kinship,
studi-studi tentang perbedaan laki-laki
family, household dan sexual mores.
dan perempuan. Perihal keberbedaan
Masih menurut Moore (1991:13),
dijelaskan oleh Gadis Arivia (2003:153)
analisis tentang subordinasi perempuan
dalam bagan “peta teori feminisme”,
adalah tergantung pada beberapa per-
dengan menjelaskan isu-isu ketertindas-
timbangan hubungan gender. Berbagai
an perempuan sebagai Liyan (otherness),
analisis antropologis mendekati studi
yang dilontarkan Simone de Beauvoir;
gender dari dua perspektif yang berbeda
yang dijelaskan sebagai sesuatu yang
tetapi tidak setara secara eksklusif.
lebih dari kondisi inferioritas dan keter-
Gender dapat dilihat sebagai konstruksi
tindasan tetapi juga merupakan cara ber-
simbolis atau sebagai relasi sosial. Salah
ada, berpikir, berbicara, keterbukaan,
satu sumbangan terbesar dari antropologi
pluralitas, diversitas dan perbedaan.
perempuan (women anthropology) adalah
Kecenderungan antropologi femin-
dipertahankannya analisis simbol-simbol
is pada studi yang mengarah perbedaan
gender dan stereotipe seksual.
laki-laki
Moore (1991:15-16), lebih lanjut
dan
perempuan
membuka
peluang untuk melakukan telaah secara
juga menjelaskan bahwa perbedaan di
lebih mendalam
antara
teori otherness Simone de Beauvoir.
kaum perempuan dan laki-laki
dapat dikonseptualisasikan
dalam kaitan dengan
seperti se-
Suzane J. Kessler dan Wendy Mc.
bentuk pasangan yang berlawanan (a set
Kenna meneliti beberapa kebudayaan,
of opposet pairs) yang beresonansi pada
dan dituliskan dalam buku yang berjudul BioKultur, Vol.I/No.1/Januari-Juni 2112, hal. 3
Pinky Saptandari, “Kesehatan Perempuan dalam Perspektif Antropologi Budaya” hal. 1-18.
Gender An Ethnomethodological Approach
dekonstruksi terhadap peran gender laki-
(1978: 21-80). Bahwa kajian perspektif
laki dan perempuan, dan ini menjadi
lintas
yang
signifikan jika taruhan-nya membangun
dilakukan oleh banyak ahli menunjukkan
struktur politik dan masyarakat yang
adanya konstruksi sosial tentang biologi
tidak patriarkis. Hal ini penting meng-
dan gender yang melahirkan konsep
ingat sebagai sebuah arena dari berbagai
tentang
penugasan
identitas
macam kepentingan bertemu dan diolah
gender,
peran
atribut
menjadi kebijakan negara, politik dides-
gender. Hasil kajian menunjukkan bahwa
kripsikan sebagai masalah publik dan
implikasi dari kesenjangan kriteria yang
didominasi laki-laki. Konsekuensinya, po-
bersifat universal membedakan perempu-
litik sebagai alat untuk membentuk kebi-
an dan laki-laki. Ada permasalahan yang
jakan, ditentukan laki-laki dan menjadi
muncul
alat mewujudkan kepentingan laki-laki.
budaya
akibat
tentang
gender
gender,
gender
serta
interpretasi
terhadap
gender maupun atribut gender. Tidak semua
kebudayaan
Konstruksi budaya patriarki ten-
mengkategorikan
tang tubuh dan kesehatan reproduksi
atribut gender dalam dikotomi laki-laki
perempuan dijelaskan melalui pemikiran
dan perempuan (male and female); ada
beberapa ahli dari ilmu antropologi yang
banyak variasi termasuk adanya trans-
memiliki konsep dan teori tentang tubuh
gender yang diakui serta memiliki iden-
dan kesehatan reproduksi perempuan
titas
konstruksi
dalam balutan budaya patriarki. Sebagai-
sosial dalam masyarakat. Suzane Kessler
mana ilmu-ilmu pengetahuan lainnya,
dan Wendy Mc. Kenna juga menguraikan
ilmu antropologi memiliki minat yang
konstruksi sosial tentang biologi dan
kuat dalam kajian tentang tubuh dalam
gender yang mengarahkan semua peris-
konteks fisik dan budaya, khususnya
tiwa biologis dimuati dan dimaknai ber-
simbolisme tubuh. Pemikiran
dasarkan konstruksi sosial budaya dalam
Synnott (1993: 7) dalam buku The Body
dominasi budaya yang berlaku.
Social: Simbolism, Self, Society mengupas
gender
berdasarkan
Moore (1991), mengatakan pada
perihal
Anthony
tubuh secara mendalam. Ide
umumnya alasan biologis atau mistis di-
tentang apa tubuh sesungguhnya, apa
gunakan untuk membenarkan superiori-
makna yang ditunjukkannya, apa nilai
tas
terhadap
moral dan nilai dari bagian-bagiannya,
perempuan. Atas dasar itu, sebagai sisi
apa batasan tubuh, apa manfaat sosial
baliknya, memang harus ada upaya
serta apa nilai simboliknya dan, sebagai
dan
kontrol
laki-laki
BioKultur, Vol.I/No.1/Januari-Juni 2112, hal. 4
Pinky Saptandari, “Kesehatan Perempuan dalam Perspektif Antropologi Budaya” hal. 1-18.
tambahan, bagaimana tubuh didefinisikan
bertahan di dalam sistem apapun yang
secara fisik maupun sosial, sangat ber-
mengikatnya. Ikatannya dapat mempre-
beda dari orang ke orang serta berubah
sentasikan ikatan yang mengancam atau
secara dramatis dari waktu ke waktu.
berbahaya bagi manusia. Tubuh adalah
Satu kata ini, tubuh, dapat menandai
struktur kompleks. Fungsi bagian dan
realitas yang sangat berbeda beserta per-
relasinya, yang berbeda-beda mengung-
sepsi mengenai realitas yang ada. Karena
kapkan
itu tugas kita adalah mengeksplorasi
struktur kompleks lain.
makna-maknanya dan menunjukkan bagaimana dan mengapa makna berubah.
sumber simbol bagi struktur-
Pemikiran Michael Winkelman, dalam buku Culture and Health: Applying
Beragam tabu, mitos dan keper-
Medical Anthropology, (2009:8-9) dapat
cayaan tradisional tentang tubuh dan
dipelajari pemikiran kritis antropologi
kesehatan reproduksi perempuan cende-
kesehatan (medical anthropology), ten-
rung untuk diambil oper atau digunakan
tang
pentingnya pemahaman
serta dimaknai ulang sebagai komoditi
bagi
profesional
baru yang masuk ke dalam sistem layan-
menjelaskan bahwa kompetensi budaya
an kesehatan reproduksi. Perempuan
pada profesional kesehatan merupakan
dikomoditifikasi sebagai gen, penghasil
bagian yang penting dalam memberikan
ovum atau pembawa embrio semata
layanan kesehatan, didalamnya termasuk
(Synnott, 2002:53).
kemampuan untuk memahami rentang
medis.
budaya
Winkelman
Pembahasan Mary Douglas dalam
dari faktor budaya yang mempengaruhi
Purity and Danger (1966), sebagaimana -
kesehatan, termasuk pengetahuan buda-
dikutip oleh Anthony Sinnott (1993),
ya, kesadaran dan kepekaan secara per-
memperkenalkan tubuh ke dalam arus
sonal. Winkelman juga menyampaikan
utama antropologi. Menurutnya, tubuh
bahwa kompetensi budaya pada profe-
menyediakan tema mendasar bagi semua
sional kesehatan merupakan kapasitas
simbolisme, bahwa tubuh adalah suatu
kompetensi yang penting secara indivi-
simbol alamiah. Setiap simbol alamiah
dual, kelembagaan dan kebijakan. Kom-
yang berasal dari tubuh memuat pe-
petensi budaya meliputi beberapa di-
maknaan sosial, dan setiap budaya mem-
mensi, antara lain: pengetahuan tentang
buat seleksinya sendiri dari wilayah sim-
dinamika budaya secara umum dan relasi
bolisme tubuh. Tesis utama
Douglas,
lintas budaya; ketrampilan beradaptasi
bahwa tubuh adalah model yang dapat
dan berrelasi lintas budaya; pengetahuan BioKultur, Vol.I/No.1/Januari-Juni 2112, hal. 5
Pinky Saptandari, “Kesehatan Perempuan dalam Perspektif Antropologi Budaya” hal. 1-18.
tentang perilaku
pada budaya spesifik
sangat erat terjalin dan me-rupakan
dan kepercayaan pada kelompok spesifik.
contoh yang baik terhadap diskursus
Winkleman (2009:295-298) juga
seksualitas dan pembagian keluarga di
menyampaikan tentang kecenderungan
abad 19.
dunia medis dengan biomedisin telah
terjadi medikalisasi besar terhadap tubuh
mengarah kepada medikalisasi kehidup-
perempuan yang dikonseptualisasikan
an, termasuk pada siklus kehidupan
sebagai: (i) tanggung jawab sosial karena
perempuan yang berhubungan dengan
harus merawat anak-anaknya; (ii) keber-
haid, hamil, melahirkan. Dia menguraikan
lanjutan keluarga; (iii) memelihara kese-
pendekatan political-economy dalam ke-
imbangan masyarakat. Diskursus tentang
sehatan
untuk menjelaskan bagaimana
seksualitas juga menghasilkan perempu-
kontrol biomedisin dan pengembangan
an histeria sebagai obyek diskursus medis
industri sedemikian rupa telah menga-
yang rinci dan praktik-praktik medis.
rahkan pada medikalisasi
Foucault, abad 18 dan 19
kehidupan
Turner juga menyebutkan ideologi
sebagaimana yang dialami perempuan
medis menentukan bahwa perempuan
ketika berurusan dengan Keluarga Beren-
lemah secara psikologi dan sosial yang
cana (KB), kehamilan dan kelahiran.
dengan demikian membutuhkan penga-
Bryan S. Turner melalui Medical
wasan, saran dan petunjuk dari laki-laki.
Power and Social Knowledge (1987:82-
Juga ditemukan dalam literatur medis
110), menguraikan bahwa sepanjang se-
baik menstruasi dan kehamilan dipan-
jarah manusia tubuh perempuan diperla-
dang sebagai medical problems, serta
kukan sebagai ancaman terhadap moral
munculnya logika dasar pada pandangan
dan stabilitas sosial masyarakatnya. Se-
medis bahwa perempuan
cara khusus seksualitas perempuan men-
sebagai natural patient. Adanya pan-
jadi target praktik magis dan religius yang
dangan ‘perempuan adalah sakit’,
dimobilisasi untuk mengendalikan per-
rupakan dimensi dari kontradiksi medis
empuan serta memberikan suatu penga-
tentang seksualitas perempuan.
ditempatkan me-
wasan terhadap kapasitas reproduksinya.
Lebih lanjut, Turner menunjukkan
Bahwa tubuh dan seksualitas perempuan
tentang keluhan atau tuntutan kaum per-
dipandang sebagai ancaman terhadap
empuan dalam menghadapi masalahan
moral dan jalinan sosial masyarakat.
kesehatan sebagaimana tertuang sebagai
Turner mengutip Foucault (1979) yang
judul bab 5 yaitu “Women`s complaints:
menyebutkan bahwa histeria perempuan
patriarchy and ilness”. Keluhan perempuBioKultur, Vol.I/No.1/Januari-Juni 2112, hal. 6
Pinky Saptandari, “Kesehatan Perempuan dalam Perspektif Antropologi Budaya” hal. 1-18.
an lebih dipandang
sebagai ungkapan
tuhan dan seringnya perempuan ber-
psikosomatik atas problem emosi terten-
kunjung ke tempat praktik layanan kese-
tu yang dibangun untuk membedakan
hatan. Masih berkembangnya isu tentang
kewenangan publik dan emosi, serta
status sosial yang lebih rendah dan ke-
kepekaan pribadi. Pengaturan populasi
tiadaan kekuasaan pada pasien perempu-
dan tubuh manusia banyak dikenakan
an dihadapan doktrin medis dengan nilai-
pada
nilai
perempuan
karena
konstruksi
yang dominan cenderung meng-
biologis dan konstruksi budaya. Dalam
ekspresikan dan menekankan hirarki dan
hikayat kekuatan patriarki, wacana medis
kontrol sosial. Disini dapat dilihat bahwa
selalu difokuskan pada pada konsekuensi
perkembangan profesional medis ber-
moral dan sosial dari sistem rumahtangga
kaitan erat dengan budaya patriarki di
patriarki di mana perempuan dianggap
mana seksualitas perempuan telah men-
sebagai membahayakan stabilitas sosial.
jadi isu krusial dalam pendefinisian per-
Terdapat juga kesimpulan tentang kons-
empuan juga terkait moralitas dan medis.
truksi medis atas perempuan sebagai
Emily Martin (1989:27-101) da-
pasien. Pada masyarakat industri modern
lam The Women in the Body: A Cultural
perbedaan besarnya terletak pada tingkat
Analysis of Reproduction (1989) menje-
kematian (mortality) dan tingkat penyakit
laskan tentang hasil penelitian tentang
(morbidity). Terdapat perbedaan ekspresi
tubuh perempuan. Martin telah mewa-
perempuan sebagai pasien dibanding
wancarai 165 perempuan di Baltimore
laki-laki. Ditandainya juga dengan kons-
tentang
truksi medis dan simbolisme bahasa
mengalami menstruasi, melahirkan anak,
perempuan sebagai pasien. Antara lain
membesarkan
berupa perbedaan vocabulary of illness
Martin menemukan cara perempuan me-
antara pasien perempuan dan laki-laki.
mikirkan dan merasakan tubuhnya sangat
pengalaman anak
mereka dan
ketika
menopause.
Turner menjelaskan tentang ada-
ganjil jika dibandingkan dengan berbagai
nya konstruksi sosial budaya terhadap
asumsi yang dibuat tentang perempuan
tubuh dan seksualitas perempuan yang
seperti terdapat dalam teks medis ilmu
dipenuhi berbagai mitos dan tabu, misal-
kedokteran. Asumsi-asumsi seperti ini
nya tabu tentang darah haid. Juga di-
sering kali negatif; dan ilmu kedokteran
jelaskan adanya konstruksi medis ter-
dianggap sering kali tidak ilmiah, tidak
hadap perempuan sebagai pasien, yang
bebas nilai atau obyektif, melainkan ideo-
ditandai antara lain dengan tingkat kepa-
logis dan menindas perempuan dengan BioKultur, Vol.I/No.1/Januari-Juni 2112, hal. 7
Pinky Saptandari, “Kesehatan Perempuan dalam Perspektif Antropologi Budaya” hal. 1-18.
jangkauan konsekuensi sosial yang luas.
harus berurusan dan menyerahkan segala
Ia juga menunjukkan kurangnya dukung-
urusan berkaitan dengan tubuh dan ke-
an institusional di Amerika Serikat mem-
sehatannya kepada layanan medis. Untuk
buat perempuan sukar menjadi manusia
itu, Martin mengajak untuk memahami
seutuhnya –produktif dan reproduktif
kondisi tubuh fisik perempuan dari sisi
pada waktu bersamaan. Sesungguhnya
ilmu pengetahuan kedokteran, dari sisi
struktur tempat kerja di Amerika Serikat
budaya dan sekaligus dari sisi pandangan
tidak begitu mudah mengizinkan perem-
dan pengalaman perempuan. Dikatakan
puan hidup dengan fungsi-fungsi tubuh,
Martin, bahwa perempuan, karena keta-
entah ketika mentruasi atau hamil.
kutan, ketidaktahuan, juga karena kons-
Martin menyampaikan pandang-
truksi sosial budaya yang mengkondisi-
annya, jika tubuh perempuan dipengaruhi
kan, telah menyerahkan kontrol atas
patriarki, maka baik tubuh perempuan
tubuhnya kepada profesional medis.
maupun tubuh laki-laki dipengaruhi oleh
August Burns menuliskan hasil ka-
kapitalisme. Artinya bahwa dominasi pa-
jian perspektif perempuan dalam Where
triarki dan kapitalisme secara bersama-
Women Have No Doctor (1997). Burns
sama mempengaruhi tubuh perempuan.
dan kawan-kawan menunjukkan bebera-
Hal ini dapat dijelaskan dengan fakta
pa temuan penting tentang kerentanan
yang berkembang dalam masyarakat bah-
kesehatan perempuan ditandai dengan:
wa tubuh dan kesehatan perempuan
(1) fakta rendahnya status perempuan.
adalah sasaran utama bagi berbagai pro-
Status adalah penilaian tentang seberapa
duk iklan tentang berbagai bisnis kecan-
penting
tikan, kesehatan dan kebugaran. Mulai
keluarga maupun dalam masyarakatnya.
dari pembalut untuk haid, segala macam
Status mempengaruhi bagaimana perem-
obat pelangsing dan pemutih kulit, hingga
puan diperlakukan, bagaimana perem-
bermacam-macam treatment medis. Ia
puan menilai atau menghargai dirinya
juga menguraikan metafora medis atas
sendiri, jenis kegiatan apa yang boleh
tubuh perempuan dari menstruasi hingga
dilakukan, dan jenis keputusan apa yang
menopause, juga dalam kelahiran. Meta-
boleh ia ambil. Kebanyakan masyarakat
fora medis atas tubuh perempuan di-
di seluruh dunia memberi status lebih
hubungkan dengan kondisi haid hingga
rendah kepada perempuan daripada laki-
proses kelahiran menunjukkan selama
laki. Rendahnya status perempuan me-
usia
nuntun ke diskriminasi. Diskriminasi
produktifnya,
kaum
perempuan
seseorang
dipandang
dalam
BioKultur, Vol.I/No.1/Januari-Juni 2112, hal. 8
Pinky Saptandari, “Kesehatan Perempuan dalam Perspektif Antropologi Budaya” hal. 1-18.
adalah perlakuan yang lebih buruk, atau
tindak kekerasan; (4) Perempuan ter-
tidak mau memberi sesuatu, hanya de-
paksa memiliki terlalu banyak anak, atau
ngan alasan seseorang adalah perem-
jarak kelahiran yang terlalu rapat. Bila
puan. Diskriminasi berbeda-beda bentuk-
melahirkan anak merupakan satu-satu-
nya dalam masyarakat, tetapi semuanya
nya cara bagi perempuan untuk mem-
berakibat buruk terhadap kondisi kese-
peroleh status bagi dirinya sendiri mau-
hatan perempuan; (2) Keluarga lebih
pun bagi pasangan, sebagai perwujudan
sering menginginkan anak laki-laki diban-
diskriminasi. Akibatnya, perempuan ha-
ding anak perempuan. Banyak keluarga
mil lebih sering dan kesehatan bisa ter-
yang menilai anak laki-laki lebih tinggi
ganggu. Dengan kondisi-kondisi tersebut,
daripada anak perempuan. Karena anak
maka kondisi kesehatan perempuan bu-
laki-laki bisa lebih banyak memberi
ruk dan kurang perawatan. Perempuan
sumbangan terhadap kekayaan keluarga,
pun kerap terpaksa menerima status yang
menyokong orang tuanya ketika mereka
rendah karena sejak kecil telah dididik
sudah tua, melaksanakan upacara adat
agar menghargai diri sendiri lebih rendah
dan agama yang diperlukan setelah orang
dibanding laki-laki. Mereka mungkin saja
tua meninggal, dan membawa nama
menerima keadaan itu, pasrah menjalani
keluarganya; (3) Masyarakat kerap tidak
kehidupan yang buruk dan hanya mencari
mengakui hak-hak hukum perempuan
pertolongan manakala masalah kesehatan
atau pun kekuasaan perempuan untuk
yang dihadapinya sudah sangat parah
mengambil keputusan. Dalam banyak
atau mengancam keselamatan jiwanya;
masyarakat di dunia, seorang perempuan
(5) Sistem medis tidak memenuhi kebu-
tidak bisa memiliki atau mewarisi keka-
tuhan perempuan. Kemiskinan dan dis-
yaan, tidak bisa mencari nafkah, tidak
kriminasi dalam keluarga serta masya-
bisa memperoleh pinjaman atau kredit
rakat bukan hanya menjadikan perempu-
atas namanya sendiri. Bila perempuan
an rentan terhadap bermacam-macam
dikekang, mau tidak mau kehidupannya
permasalahan
bergantung kepada laki-laki. Akibatnya,
menjadikan sistem medis tidak meme-
perempuan tidak bisa menuntut hal-hal
nuhi kebutuhan perempuan. Masalah ini
yang dapat memperbaiki kondisi kese-
bertambah berat akibat kebijakan peme-
hatannya, misalnya KB, hubungan seksual
rintah dan kondisi perekonomian dunia.
yang terlindungi, makanan yang cukup,
Di negara-negara miskin, banyak orang
layanan kesehatan, serta kebebasan dari
tidak memiliki akses ke jasa layanan
kesehatan,
tetapi
juga
BioKultur, Vol.I/No.1/Januari-Juni 2112, hal. 9
Pinky Saptandari, “Kesehatan Perempuan dalam Perspektif Antropologi Budaya” hal. 1-18.
kesehatan apapun. Di negara miskin, dana
tubuh perempuan yang mengarah pada
yang tersedia untuk layanan kesehatan
denigration of the female body. Suatu
sangat sedikit. Dan karena adanya dis-
proses yang membuat perempuan takut,
kriminasi, dana yang sedikit itu barang-
malu atau merasa jijik terhadap bagian
kali takkan dipakai untuk memenuhi
tertentu dari tubuhnya dalam proses yang
kebutuhan perempuan. Jadi, seorang per-
sangat alamiah seperti menstruasi, mela-
empuan mungkin tak akan memperoleh
hirkan dan menopause, menempatkan
layanan kesehatan yang baik biarpun dia
sebagai bagian dari kondisi kesehatan
mampu membayarnya. Di banyak negara,
yang membutuhkan treatment medis.
umumnya ketrampilan-ketrampilan yang diperlukan untuk merawat perempuan
Data Empiris di Indonesia
dianggap sebagai keahlian ‘khusus’ dan
Beberapa hasil penelitian tentang tubuh
hanya dipunyai para dokter. Padahal se-
dan kesehatan perempuan di Indonesia,
sungguhnya banyak ketrampilan yang
menunjukkan menguatnya patriarki yang
harus dikuasai dan diberikan oleh pekerja
mempengaruhi menguatnya wacana tu-
layanan kesehatan masyarakat yang ter-
buh perempuan sebagai
latih, dengan biaya yang lebih terjangkau.
dalam kebijakan kesehatan reproduksi.
tubuh medis
Christiane Northrup (2002), se-
Frederika Tadu Hungu (2005) me-
orang dokter yang menuliskan penga-
lakukan kajian tentang praktik Sifon di
laman pribadi dan hasil penelitiannya
Nusa Tenggara Timur yang ditulis dalam
dalam Women`s Bodies, Women`s Wisdom.
buku Sifon sebagai Pedang Bermata Dua
Northrup menjelaskan perempuan yang
bagi Perempuan. Beberapa hal penting
disadarinya telah menjadi korban akibat
dari penelitian Frederika Tadu Hungu,
sistem adiktif budaya patriarki yang me-
adalah sebagai berikut. Pertama, praktik
munculkan beberapa kepercayaan men-
sifon
dasar, salah satunya bahwa tubuh per-
seksual laki-laki. Suatu praktik budaya
empuan adalah tidak normal. Sebagian
masih ditemukan pada orang Antoni, ke-
besar dari kita termasuk para praktisi
lompok etnis yang mendiami sebagian
kesehatan mempercayai, dan bahkan
besar
mengesahkan proses medikalisasi ter-
sekarang masih mempraktikkan tradisi
hadap tubuh perempuan, bahkan sejak
sunat laki-laki yang disebut dengan futus.
merupakan
Timor
peneguh
bagian
barat
identitas
sampai
sebelum lahir. Kaum perempuan menga-
Kedua, tradisi sunat yang dila-
lami proses internalisasi tentang definisi
kukan pada laki-laki usia ideal menurut BioKultur, Vol.I/No.1/Januari-Juni 2112, hal. 10
Pinky Saptandari, “Kesehatan Perempuan dalam Perspektif Antropologi Budaya” hal. 1-18.
kepercayaan mereka yakni 30-40 tahun,
menjadi penjelasan konteks historis pe-
dilanjutkan dengan menjalani tradisi yang
laksanaan sunat perempuan pada masya-
disebut sifon. Yang dimaksud dengan sifon
rakat Madura.
adalah hubungan seksual beberapa hari
konsep sunat perempuan sebagai bagian
setelah sunat dengan 2-3 perempuan,
dari proses Islamisasi dipakai sebagai
dilakukan dalam waktu yang berbeda
wacana pelestarian tradisi sunat perem-
secara bertahap, yang masing-masing
puan. Keempat, dalam perkembanganya,
tahap mempunyai tujuan tersendiri.
beberapa praktik sunat perempuan, tidak
Ketiga, praktik sifon berhubungan dengan
mitos
tentang
Ketiga, berkembangnya
lagi sekedar melukai alat kelamin bayi
keperkasaan,
atau anak-anak perempuan, tetapi ditam-
kejantanan dan keharmonisan keluarga.
bah dengan ritual, seperti penggunaan
Laki-laki yang tidak menjalani sifon diolok
rimpang kunyit sebagai alas yang diletak-
atau disindir dalam pertemuan komunal.
kan dibawah klitoris dan bunga setaman
Keempat, dalam praktik sifon, dijumpai
sebagai syarat pelaksanaan sunat.
fakta tentang perempuan yang rentan
Kelima, persebaran sunat per-
mengalami Penyakit Menular Seksual
empuan di kalangan etnis Madura relatif
(PMS) diskriminasi dan tindak kekerasan.
masih sangat tinggi. Dari 30 informan,
Rachma Ida (2005), dalam Sunat,
hanya 2 orang informan yang mengaku
Belenggu
Adat
Perempuan
Madura,
tidak melakukan sunat, baik dirinya
menguraikan tradisi sunat perempuan di
sendiri maupun terhadap anak perem-
Madura. Beberapa temuan penting adalah
puannya. Keenam, makna sunat perempu-
sebagai berikut. Pertama, kajian dilaksa-
an sangat beragam. Umumnya dikaitkan
nakan dalam konteks historis, sosial dan
dengan ritual keagamaan, khususnya
budaya dalam praktik sunat perempuan
Islam. Perempuan yang tidak sunat
di Madura. Praktik sunat perempuan
dimaknai tidak suci, dikhawatirkan akan
terkait dengan pandangan mitologis yang
mencari laki-laki lain selain suami. Ada
berkembang seputar seksualitas pada
mitos sunat perempuan yang dihubung-
masyarakat Madura yang mempengaruhi
kan
persepsi, pola pikir, serta tindakan atau
kelamin
perilaku laki-laki maupun perempuan
seksual dalam hubungan intim.
Madura terhadap istilah seksualitas.
dengan dan
kecantikan
bentuk alat
memberi
kenikmatan
Keenam, ada perbedaan perlakuan
Kedua, alasan kesehatan dan ke-
sosial pada perempuan yang tidak di-
perempuanan dengan rujukan agama,
sunat. Ada yang tidak boleh masuk BioKultur, Vol.I/No.1/Januari-Juni 2112, hal. 11
Pinky Saptandari, “Kesehatan Perempuan dalam Perspektif Antropologi Budaya” hal. 1-18.
masjid,
mengaji
atau
sholat
karena
sendiri; (4) esensi tubuh dan seksualitas
dianggap tidak suci. Ada yang dianggap
perempuan
najis, bahkan ada yang dianggap kafir ka-
pengetahuan
rena tidak sunat dimaknai sebagai tidak
yang
menjalankan
Islam.
(Freud, Lacan) dan sejarah filsafat idealis.
pengucilan
Suzie Handajani (2006), menulis-
Terdapat
perintah
syariat
bentuk-bentuk
sosial bagi perempuan yang tidak disunat. Syarifah
(2006),
dalam
dipendam
phallosentris,
dihasilkan
kan
rapat
dalam
dibalik terutama
psikoanalisis
hasil penelitian melalui artikel
buku
“Female Sexuality in Indonesian Girls
Kebertubuhan Perempuan dalam Porno-
Magazines: Modern Appearance, Tradi-
grafi, menyampaikan beberapa pokok
tional Attitude”, dalam Indonesian Jurnal
pikiran penting, sebagai berikut: (1)
of
kehadiran perempuan dalam pornografi
(2006:49-61), beberapa pokok pikiran
tidak dapat dilepaskan dari representasi
penting adalah sebagai berikut: (1) per-
yang dibangun dari hubungan subjek dan
empuan di Indonesia sering digunakan
objek atas berbagai kemungkinan dan
sebagai indikator modernitas. Di dalam
kemampuan perempuan dalam menyata-
ekonomi, peran perempuan sering di-
kan keberadaannya; (2) pemikiran filo-
asosiasikan sebagai konsumen potensial
sofis tentang tubuh dan kebertubuhan
dan objek bagi penjualan produk-produk
perempuan tidak mendapat tempat dalam
atas nama modenitas; (2) dalam masya-
filsafat mainstream dan malestream yang
rakat, peran perempuan dikaitkan dengan
dihasilkan oleh para filsuf sejagat. Selama
penerus tradisi dan penjaga moralitas; (3)
ini yang sibuk mereka bicarakan adalah
konstruksi seksualitas perempuan dalam
tubuh polos, tubuh umum, tubuh uni-
majalah-majalah remaja perempuan ada-
versal dengan oposisi binernya dengan
lah untuk melanggengkan peran per-
jiwa. Tubuh yang didominasi oleh jiwa
empuan dalam ekonomi dan masyarakat.
atau pikiran, karena tubuh tak ubahnya
Satu sisi memperkenalkan budaya pop
sebuah mesin atau jam yang digerakkan
global untuk mempromosikan
oleh jiwa; (3) menjelaskan tentang para
produk
filsuf feminis seperti Simone de Beauvoir,
nilai-nilai dalam masyarakat; (3) majalah
Irigaray, Bordo dan Bartky yang secara
remaja perempuan berupaya menego-
gamblang menyatakan bagaimana tubuh-
siasikan representasi remaja yang men-
tubuh itu diberi makna oleh rejim kuasa
cakup globalisasi dan ‘tradisi’. Majalah
yang berlaku, bukan oleh perempuan itu
menampilkan globalisasi sebagai feno-
Social and Cultural Anthropology
produk-
dan yang lain adalah menjaga
BioKultur, Vol.I/No.1/Januari-Juni 2112, hal. 12
Pinky Saptandari, “Kesehatan Perempuan dalam Perspektif Antropologi Budaya” hal. 1-18.
mena yang niscaya, tetapi pada saat yang
Reproduksi di 6 Daerah di Indonesia,
sama juga menunjukkan bahwa mereka
menjelaskan temuan sebagai berikut: (1)
masih ‘melindungi’ nilai lokal. Dengan
peluang dan tantangan kesehatan repro-
demikian, seksualitas perempuan berada
duksi berdasarkan gagasan dari beberapa
pada persimpangan budaya antara going
daerah: Jambi, Jakarta, Bogor, Tangerang,
global dan menghargai tradisi lokal.
Bekasi,
Saskia
Wieringa,
Depok,
Yogyakarta,
Madura,
Nursyahbani
Makasar dan Samarinda; (2) dari Jambi
Katjasungkana & Irwan M. Hidayana
ditemukan tidak ada kebijakan khusus
(2007) dalam buku
Hegemoni Hetero-
mengenai kesehatan reproduksi remaja.
Normativitas: Membongkar Seksualitas
Fakta bahwa remaja masih mengalami
Perempuan yang Terbungkam, menyam-
kesulitan untuk memperoleh akses ter-
paikan tentang: (1) data pengalaman
hadap informasi dan layanan untuk
seksualitas perempuan Asia (Indonesia
kesehatan
dan India) yang selama ini tidak pernah
remaja akan informasi dan layanan kese-
diungkapkan, yang disebutkan sebagai
hatan reproduksi yang lengkap, tepat dan
“seksualitas perempuan yang terbung-
benar, tidak bisa dilaksanakan, karena:
kam”; (2) hasil kajian yang dilakukan
(a) nilai-nilai sosial budaya yang masih
dengan
dan
menganggap tabu untuk membicarakan,
perilaku perempuan janda, lesbian dan
menyediakan informasi dan layanan kese-
pekerja seks. Hasil kajian yang bertolak
hatan reproduksi untuk usia remaja; (b)
dari sebuah premis bahwa hegemoni
layanan kesehatan reproduksi yang ada
heteronormatif yang membentuk gagasan
terbatas pada pasangan yang sudah
tentang seksualitas
yang selama ini
menikah; (c) Undang-Undang yang ada
perlu dipertanyakan
belum menyediakan perlindungan hukum
dan diguncang; (3) pentingnya dilakukan
untuk bisa merealisasikan layanan kese-
upaya pembongkaran wacana hegemoni
hatan reproduksi yang dibutuhkan dan
hetero-normatif, karena seksualitas nor-
tidak diskriminatif, termasuk mereka
matif maupun seksualitas non-normatif
yang belum menikah dan remaja; (3)
adalah hasil sebuah konstruksi sosial.
kajian tentang pelayanan aborsi aman di
mempelajari
dianggap normal
kehidupan
Saparinah Sadli, Ninuk Widyantoro & Rita Serena Kolibonso
reproduksinya.
Kebutuhan
Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi dan
(2008),
Depok menunjukkan belum ditangani se-
dalam buku Ringkasan Studi Pemantauan
cara sungguh-sungguh program untuk
Status Kesehatan Seksual dan Kesehatan
mencegah kehamilan yang tidak diinginBioKultur, Vol.I/No.1/Januari-Juni 2112, hal. 13
Pinky Saptandari, “Kesehatan Perempuan dalam Perspektif Antropologi Budaya” hal. 1-18.
kan (KTD) maupun aborsi aman. Reko-
yang berlaku, kemauan politik negara
mendasi hasil kajian, antara lain: (a)
untuk menempatkan kesehatan perempu-
pentingnya mendengar suara perempuan.
an sebagai isu nasional. Menghapus ke-
Di mana pemberi layanan harus meng-
matian ibu memerlukan suatu pende-
hargai setiap keputusan perempuan ter-
katan multi-disiplin, mengingat bahwa
hadap tubuhnya. Perempuan yang men-
kematian ibu tidak hanya terkait dengan
jadi korban kehamilan
yang tidak di-
masalah medis, tetapi juga ekonomis dan
inginkan adalah akibat dari perilaku tidak
sosial budaya; (6) gagasan dari Makasar
bertanggung jawab laki-laki; (b) untuk
dan Samarinda tentang Otonomi Daerah
mencegah kehamilan yang tidak diingin-
dan Kebijakan Kesehatan Reproduksi
kan (KTD) program KB perlu dikembang-
menemukan bahwa reformasi di sektor
kan dalam format menjunjung tinggi hak
kesehatan masih dipandang secara sem-
asasi manusia, yaitu
menghargai hak
pit dengan hanya terfokus pada peman-
pilih perempuan dan hak kesehatan re-
tauan, penanganan, dan pengobatan pa-
produksi perempuan dan tidak semata-
ra korban malaria, demam berdarah dan
mata untuk memenuhi target Pemerin-
TBC. Sedangkan pemantauan dan pela-
tah; (4) gagasan dari Madura dalam tan-
yanan kesehatan reproduksi
tangan mengatasi kematian ibu menun-
mana kesepakatan ICPD Kairo belum
jukkan bahwa pengambilan keputusan
tertangani secara sungguh-sungguh. Im-
melahirkan dimana dan siapa yang akan
pelementasi desentralisasi
menolong
besar
ningkatkan mutu pelayanan kesehatan;
ditentukan oleh suami dan keluarga.
(7) kebijakan daerah tentang kesehatan
Hanya 10% dari seluruh pengambilan
setelah desentralisasi masih terfokus
keputusan ditentukan oleh ibu hamil.
pada kesehatan maternal (ibu dan anak),
Penyebab utama adalah karena alasan
seperti pelayanan ibu hamil, kekurangan
ekonomi: suami sebagai pencari nafkah
gizi, kekurangan yodium. Layanan kese-
dan memutuskan sedangkan isteri hanya
hatan belum menjangkau kesehatan re-
mengikuti keputusan yang diambil oleh
produksi seperti: memantau sebab-sebab
suaminya; (5) bahwa sebab-sebab dari
kematian ibu yang terkait dengan ke-
tingginya kematian ibu tidak hanya dapat
tidaksetaraan gender, nilai-nilai patriarki,
dipandang dari segi medis tetapi juga
diskriminasi, kekerasan terhadap perem-
berkaitan dengan sistem manajemen
puan dan kemiskinan struktural. Program
kesehatan perempuan, nilai-nilai budaya
KB belum diperluas ke dalam pelayanan
kelahiran
sebagian
sebagai-
belum me-
BioKultur, Vol.I/No.1/Januari-Juni 2112, hal. 14
Pinky Saptandari, “Kesehatan Perempuan dalam Perspektif Antropologi Budaya” hal. 1-18.
kesehatan seksual dan reproduksi, masih
telah melaksanakan kebijakan asuransi
fokus pada pencapaian penggunaan kon-
di tingkat daerah yang memberikan pela-
trasepsi dengan perempuan sebagai tar-
yanan kesehatan gratis bagi kaum mis-
get utama, tanpa mengindahkan hak-hak
kin, termasuk perempuan. Hal ini menun-
perempuan; (8) belum dijalankan pela-
jukkan bahwa apabila ada kemauan dari
yanan kesehatan reproduksi terpadu se-
pihak pemerintahnya, sekalipun sumber-
perti pemeriksaan dan pengobatan In-
daya terbatas, mampu memenuhi kebu-
feksi Menular Seksual termasuk HIV AIDS,
tuhan hak kesehatan perempuan.
pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja,
Kedua, sebaliknya, juga ada peme-
serta layanan aborsi aman. Termasuk
rintah
mempertimbangkan faktor non-medis se-
pelayanan publik,
bagai penyebab masalah kesehatan. Alo-
sebagai peluang untuk meningkatkan
kasi dana pelayanan kesehatan belum
pendapatan daerah. Akibatnya, semakin
merespons kebutuhan kesehatan per-
mengambil uang dari kelompok masya-
empuan dan kelompok miskin.
rakat miskin yang seharusnya mereka
Aris
Arif
Mundayat,
Edriana
daerah
yang
memperlakukan
terutama kesehatan,
layani. Seperti dijumpai pada Kabupaten
Noerdin, Erni Agustini, Sita Aripurnami
Lampung
Utara
yang
mengeluarkan
dan Sri Wahyuni (2010), dalam buku
Peraturan Daerah (Perda) No.5 tahun
Target MDGs Menurunkan Angka Kema-
2002 tentang Retribusi Pelayanan Ke-
tian Ibu Tahun 2015 Sulit Dicapai,
sehatan di Puskesmas Unit Swadana. Tarif
melakukan telaah terhadap kebijakan
yang dikenakan pada pasien Rp.4.000,-.
tentang kesehatan reproduksi. Temuan-
Selain tabu, mitos dan kepercaya-
temuan penting, antara lain sebagai
an tradisional tentang kesehatan repro-
berikut. Pertama, reformasi kebijakan
duksi yang sudah ada sejak dahulu
dengan Otonomi Daerah memunculkan
sebagai produk lokal, juga muncul mitos
beberapa contoh yang baik dari peme-
baru yang sengaja
rintah daerah yang telah membuat pro-
legitimasi
gram kesehatan yang menjawab kebu-
wacana kesehatan reproduksi. Mitos baru
tuhan kesehatan perempuan, sebagai-
diciptakan untuk memperkuat hegemoni
mana ditemukan pada Kabupaten Jem-
patriarki dan kapitalisme yang semakin
brana (Bali). Kabupaten Jembaran ter-
menguat pada bisnis kesehatan. Patut di-
masuk kabupaten miskin menurut data
duga mitos baru akan mempengaruhi ke-
kekuatan
diciptakan sebagai simbolik
dibalik
indeks kemiskinan dari SMERU. Namun, BioKultur, Vol.I/No.1/Januari-Juni 2112, hal. 15
Pinky Saptandari, “Kesehatan Perempuan dalam Perspektif Antropologi Budaya” hal. 1-18.
bijakan kesehatan reproduksi dan posisi
perempuan. Turner bahwa ideologi medis
rentan kesehatan reproduksi perempuan.
menentukan perempuan lemah secara
Beberapa ‘mitos-mitos baru’ yang
psikologi dan sosial yang membutuhkan
diciptakan untuk mendukung kekuatan
pengawasan, saran dan petunjuk dari
simbolik dalam wacana kesehatan repro-
laki-laki. Dapat juga dilihat dalam litera-
duksi, yang berhasil dikumpulkan dari
tur medis, yang menempatkan menstru-
berbagai wawancara, antara lain: Adanya
asi
anggapan proses persalinan dengan cara
problems serta logika dasar pandangan
operasi jauh lebih baik daripada persa-
medis perempuan sebagai natural patient.
linan normal dengan mengangkat mitos
Kedua, faktor sosial, budaya, eko-
rasa sakit dan kebutuhan akan “keutuhan
nomi dan politik secara bersama-sama
vagina”; Mitos keutuhan vagina, merupa-
bekerja meneguhkan wacana tubuh per-
kan pemahaman yang ditanam-kan pada
empuan dan medikalisasi terhadap tubuh
perempuan bahwa vagina yang rapat/
perempuan. Urusan fungsi biologis per-
utuh, akan memuaskan suami. Mitos ini
empuan berkaitan dengan hamil dan
membuat layanan operasi vagina me-
melahirkan
ngembalikan ‘keperawanan’, menjadi la-
yang khas dan cenderung kontroversial
yanan medis yang telah diiklankan ter-
tentang tubuh, seksualitas dan kesehatan
buka maupun dari mulut ke mulut, yang
reproduksi perempuan.
juga menyuburkan praktik gurah vagina.
dan
kehamilan
sebagai
menimbulkan
medical
pemaknaan
Ketiga, dominasi ideologi medis dan patriarki dalam kesehatan repro-
Kesimpulan
duksi ditanamkan melalui proses trans-
Telaah dari teori antropologi dan per-
formasi budaya, diperkuat dengan pema-
spektif feminis terhadap data-data empi-
haman serta penafsiran dalam
ris tentang tubuh, seksual dan kesehatan
beragama. Keempat,
reproduksi
menghasilkan
tabu tentang tubuh, seksualitas dan
sebagai berikut. Pertama,
kesehatan reproduksi perempuan tak
pandangan, pemahaman serta kepercaya-
dapat dilepaskan dari konstruksi budaya
an masyarakat tentang tubuh, seksualitas
tentang peran dan fungsi, serta eksistensi
dan kesehatan perempuan berkontribusi
perempuan dalam struktur keluarga dan
terhadap kerentanan tubuh dan kesehat-
masyarakat. Kelima, mitos tubuh dan ke-
an reproduksi perempuan, menguatnya
sehatan perempuan yang dikaitkan iden-
wacana tubuh dan medikalisasi tubuh
titas tubuh dan diri diilustrasikan paling
kesimpulan
perempuan,
praktik
dominasi mitos &
BioKultur, Vol.I/No.1/Januari-Juni 2112, hal. 16
Pinky Saptandari, “Kesehatan Perempuan dalam Perspektif Antropologi Budaya” hal. 1-18.
jelas oleh perubahan tubuh saat pubertas,
perempuan ikut berkontribusi terhadap
haid, kehamilan dan menopause.
menguatnya wacana tubuh perempuan
Keenam, kuatnya mitos yang mem-
dalam rumusan teks kebijakan kesehatan
bedakan laki-laki dan perempuan dalam
reproduksi perempuan. Kesembilan, ma-
konteks budaya patriarki menyebabkan
suknya prasangka budaya dalam teks-
relasi
seimbang,
teks rumusan kebijakan kesehatan dapat
patriarki, di mana
ditunjukkan sebagai berikut: (a) tubuh
yang dibuat oleh dan
perempuan dianggap tidak normal karena
untuk kepentingan laki-laki, eksistensi
kekhususan yang dimiliki karena fungsi
perempuan yang dipertanyakan oleh laki-
biologis reproduksi sehingga membutuh-
laki maupun diragukan oleh para perem-
kan treatment medis; (b) perempuan
puan sendiri.
Ketujuh, tubuh dan ke-
bukan makhluk bebas, bukan makhluk
sehatan reproduksi perempuan menjadi
otonom, ia tergantung dan ditentukan
pusat bagi penguasaan atas tubuh per-
oleh pihak lain; (c) tubuh dan seksualitas
empuan. Inilah yang menyebabkan ber-
perempuan dianggap sebagai ancaman
bagai
kebijakan kesehatan reproduksi
moral, karenanya harus dikontrol dan
memiliki kecenderungan menjadi sarana
dibatasi secara ketat. Hal ini nampak pada
pengesahan kontrol atas tubuh perempu-
pengaturan aborsi dan sunat perempuan.
kuasa
yang
dominasi nilai-nilai aturan-aturan
tidak
an, di mana tubuh yang dimaksud adalah
Kesembilan,
dominasi
ideologi
tubuh fisik berkaitan dengan fungsi
medis dan politik patriarki dalam ke-
biologis reproduksi perempuan. Wacana
bijakan kesehatan reproduksi perempuan
medis dikaitkan konsekuensi moral dan
dapat menjelaskan kuatnya pengaruh
sosial dari sistem rumahtangga patriarki
konstruksi budaya pada tubuh dan kese-
dimana perempuan dianggap membaha-
hatan reproduksi perempuan. Di sisi lain,
yakan stabilitas sosial. Dalam konteks ini
keberagaman latar belakang sosial buda-
dapat diamati mengapa terjadi kontrol
ya, harapan, penderitaan, ketidak berda-
kuat pada tubuh, kesehatan reproduksi
yaan, dan pengalaman empiris perempu-
dan seksualitas perempuan, sebagaimana
an belum diwadahi secara utuh ke dalam
pemikiran Bryan Turner.
kebijakan kesehatan reproduksi yang
Kedelapan, yang
dikemas
konstruksi dalam
budaya
menyebabkan tidak tersedianya ruang
kepercayaan,
bagi aspirasi perempuan untuk pengatur-
prasangka/stereotipe, tabu dan mitos
an tubuh dan kesehatan reproduksinya.
tentang tubuh dan kesehatan reproduksi BioKultur, Vol.I/No.1/Januari-Juni 2112, hal. 17
Pinky Saptandari, “Kesehatan Perempuan dalam Perspektif Antropologi Budaya” hal. 1-18.
Daftar Pustaka Arif Mundayat, Aris dan Edriana Noerdin (2010) Target MDGs Menurunkan Angka Kematian Ibu Tahun 2015 Sulit Dicapai, Jakarta: Penerbit WRI. Arivia, Gadis (2003). Filsafat Berperspektif Feminis, Jakarta: Penerbit Yayasan Jurnal Perempuan. Burns, August, Ronnie Lovich, Jane Maxwell & Khatarine Shapiro (1997) Where Women Have No Doctor. Gerung, Rocky (2008) ”Feminisme versus kearifan lokal”, dalam Jurnal Perempuan Edisi ke-57 tahun 2008, Jakarta: Penerbit Yayasan Jurnal Perempuan. Haryatmoko (2010) Dominasi Penuh Muslimat, Akar Kekerasan dan Diskriminasi, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Hungu, Frederika Tadu (2005) Sifon, Pedang Bermata Dua Bagi Perempuan. Yogyakarta: Kerjasama Ford Foundation dengan Pusat Studi Kependudukan & Kebijakan UGM. Kessler, Suzane J. & Wendy Mc. Kenna, (1978) Gender An Ethnomethodological Approach, Chicago & London: the University of Chicago Press. Martin, Emily (1989) The Women in The Body: A Cultural Analysis of Reproduction, Stony Stratford: Open University Press. Moore, Henrietta L (1991) Feminisme and Anthropology, UK: Polity Press in association with basil Blackwell.
Reinharz, Shulamit (2005) Metodemetode Feminis dalam Penelitian Sosial, terjemahan, Jakarta: Women Research Insititute. Sadli, Saparinah, Ninuk Widyantoro & Rita Serena Kolibonso (2008) Ringkasan Studi Pemantauaan Status Kesehatan Seksual dan Kesehatan Reproduksi di 6 Daerah di Indonesia, Jakarta: Yayasan Kesehatan Perempuan. Suzie,
Handayani (2006) “Female sexuality in Indonesian girls` magazines: Modern appearance, traditional attitude”, dalam Antropologi Indonesia, Indonesian Jurnal of Social and Cultural Anthropology, Vol. 30 No.1. Jakarta: Departemen Antropologi FISIP Universitas Indonesia.
Syarifah (2006) Kebertubuhan Perempuan dalam Pornografi, Jakarta: Penerbit Yayasan Kota Kita. Synnott, Anthony (2007) Tubuh Sosial: Simbolisme, Diri & Masyarakat, terjemahan Pipit Maizer, Yogyakarta: PT Jalasutra, Edisi Revisi. Turner, Bryan (1987) Medical Power and Social Knowledge, London: Sage Publications. Wieringa, Saskia E, Nursyahbani Katjasungkana & Irwan M. Hidayana (2007) Membongkar Seksualitas Perempuan yang Terbungkam, Jakarta: Kartini Network. Winkelman, Michael (2009) Culture and Health: Applying Medical Anthropology, San Fransisco, USA: Jossey Bass.
Northrup, Christiane (2002) Women`s Bodies, Women`s Wisdom: Creating Physical and Emotional Health and Healing, New York: Bantam Book, New Edition.
BioKultur, Vol.I/No.1/Januari-Juni 2112, hal. 18