POLA PENGGUNAAN RADIO KOMUNITAS UNTUK PEMENUHAN KEBUTUHAN INFORMASI PETANI
A T I K A
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Pola Penggunaan Radio Komunitas untuk Pemenuhan Kebutuhan Informasi Petani” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2013
Atika NRP. I352110071
RINGKASAN ATIKA. Pola Penggunaan Radio Komunitas untuk Pemenuhan Kebutuhan Informasi Petani. Dibimbing oleh DJUARA P LUBIS dan PARLAUNGAN ADIL RANGKUTI. Radio komunitas petani yang diselenggarakan dari, oleh, dan untuk kepentingan komunitas petani, diharapkan dapat eksis sebagai lembaga penyiaran yang mampu memenuhi kebutuhan informasi petani. Hal tersebut dapat dicapai ketika keberadaannya dimanfaatkan oleh petani selaku anggota komunitas yang turut andil dalam terbentuknya radio komunitas tersebut. Penelitian ini bertujuan menganalisis pola penggunaan radio komunitas untuk pemenuhan kebutuhan informasi petani dan menganalisis tingkat pemenuhan kebutuhan informasi petani melalui radio komunitas. Penelitian dirancang sebagai penelitian survei deskriptif korelasional, yaitu penelitian yang menggambarkan tindakan petani dalam menggunakan radio komunitas, serta menganalisis dan menjelaskan faktor-faktor yang berhubungan dengan pola penggunaan tersebut. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai Mei 2013, pada pendengar Radio Remaja dan Radio Whisnu. Ukuran sampel sebesar 25% dari tiap komunitas pendengar. Pengujian hipotesis menggunakan uji korelasi Rank Spearman dan Chi Square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 42% responden memiliki frekuensi mendengarkan yang tergolong sangat tinggi, dan 31% responden memiliki durasi mendengarkan radio komunitas yang tergolong tinggi. Partisipasi responden pada kegiatan dan program acara radio tergolong rendah. Pilihan acara terpopuler dan memiliki pendengar terbanyak adalah acara yang bersifat hiburan, dengan selingan informasi, seperti acara Selamat Pagi Petani dan acara Latar Pantura. Adapun faktor-faktor yang berhubungan dengan pola penggunaan radio komunitas adalah faktor umur, tingkat pendidikan, status usaha tani, dan kepemilikan media massa. Sebesar 98% responden memilih informasi tentang pengalaman dari sesama petani sebagai motif yang mendorong mereka untuk mendengarkan radio komunitas. Tingkat pemenuhan kebutuhan informasi petani melalui radio komunitas tergolong tinggi. Sebesar 60% responden mengungkapkan bahwa informasi yang diperoleh melalui radio komunitas sesuai dengan kebutuhan mereka. Kata kunci: informasi, komunitas, petani, radio
SUMMARY ATIKA. The Usage Pattern of Community Radio for Fulfillment the Farmer Information Needs. Supervised by DJUARA P LUBIS and PARLAUNGAN ADIL RANGKUTI. Farmer’s community radio is organized by, from, and for farmer community, expected can be exist as an institution of broadcasting that be able to fulfill their information needs. It can be achieved when its existence is utilized by community members who are joined in the establishment of the community radio. The aims of this research are to analyze the usage pattern of community radio in fulfillment the farmer information needs, and to analyze the fulfillment rate of farmer information needs through community radio. This research was designed as a correlational descriptive survey i.e. the research that was described the farmer action in using the community radio, analyzed and explain the factors related to the usage patterns. Research was conducted in December 2012 – May 2013, to Radio Remaja and Radio Whisnu listeners. The size of sample was 25 % of each listener’s community. Hypothesis test used Spearman Rank correlation and Chi Square. The results showed that 42% of respondents have listening frequency very high, and 31% of respondents have listening duration to the community radio was high, while their participation was low. The most popular program was the entertainment program and interspersed with information, such as Selamat Pagi Petani and Latar Pantura. The factors that significantly correlated with the usage pattern of community radio were age, education level, farming status, and ownership of the mass media. There was 98% of respondents selected information about the experience of fellow farmers as a motive that drive them in listening to community radio. The rate of fulfillment information farmer needs through community radio is high. There were 60% of respondents declared that the obtaining information through community radio was adapted to their needs. Keywords: information, community, farmers, radio
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
POLA PENGGUNAAN RADIO KOMUNITAS UNTUK PEMENUHAN KEBUTUHAN INFORMASI PETANI
A T I K A
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Pudji Muljono, MSi
Judul Tesis : Pola Penggunaan Radio Komunitas untuk Pemenuhan Kebutuhan Informasi Petani Nama : Atika NRP : I352110071
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Djuara P Lubis, MS Ketua
Dr Ir Parlaungan Adil Rangkuti, MSi Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Djuara P Lubis, MS
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 30 Juli 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih adalah radio komunitas petani. Sampai tahun 2013, penelitian tentang radio komunitas petani masih sedikit. Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian tentang tema tersebut, dan menyusun karya ilmiah dengan judul “Pola Penggunaan Radio Komunitas untuk Pemenuhan Kebutuhan Informasi Petani”. Terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada Dr Ir Djuara P Lubis, MS dan Dr Ir Parlaungan Adil Rangkuti, MSi selaku komisi pembimbing atas segala arahan, saran, dan bimbingannya. Penulis sampaikan penghargaan kepada anggota komunitas petani di Desa Majasari dan Desa Arjasari Kabupaten Indramayu, serta pengelola Radio Remaja dan Radio Whisnu, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua dan keluarga atas doa dan dukungannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2013 Atika NRP. I352110071
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xv
DAFTAR GAMBAR
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian
1 3 3
2 TINJAUAN PUSTAKA Komunitas Petani Radio Komunitas Kebutuhan Informasi Petani Penelitian tentang Radio Komunitas Kerangka Pemikiran Hipotesis Penelitian
5 6 8 10 13 14
3 METODE Desain Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel Data dan Instrumen Definisi Operasional Analisis Data Uji Validitas dan Reliabilitas Penyajian Data
17 17 17 18 19 21 21 21
4 GAMBARAN UMUM Lokasi Penelitian Radio Remaja FM Radio Whisnu FM Responden
25 27 28 29
5 POLA PENGGUNAAN RADIO KOMUNITAS DAN FAKTORFAKTOR YANG BERHUBUNGAN Frekuensi Mendengarkan Radio Komunitas Durasi Mendengarkan Radio Komunitas Pilihan Acara Partisipasi Hubungan Karakteristik Individu Petani dengan Pola Penggunaan Radio Komunitas Hubungan Motif Informasi dengan Pola Penggunaan Radio Komunitas
33 34 36 39 42 45
6 TINGKAT PEMENUHAN KEBUTUHAN INFORMASI PETANI MELALUI RADIO KOMUNITAS Tingkat Pemenuhan Kebutuhan Informasi Petani Hubungan Pola Penggunaan Radio Komunitas dengan Tingkat Pemenuhan Kebutuhan Informasi Petani
49 51
7 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
53 53
DAFTAR PUSTAKA
55
LAMPIRAN
59
RIWAYAT HIDUP
63
DAFTAR TABEL 1 2 3
4 5 6 7 8
9
10
11
12 13 14
15
16 17 18 19 20
Tipologi radio komunitas Hasil penelitian tentang radio komunitas tahun 2003-2012 Jumlah anggota komunitas yang memiliki dan mendengarkan radio, kesediaan menjadi responden, dan sampel penelitian di Desa Majasari dan Desa Arjasari tahun 2013 Data, jenis data, instrumen, dan teknik pengumpulan data Definisi operasional dan pengukuran variabel Skor maksimum, skor minimum, jumlah kategori, interval, dan kategori dari masing-masing variabel Jumlah pendengar radio berdasarkan karakteristik individu di Desa Majasari dan Desa Arjasari tahun 2013 Jumlah pendengar radio berdasarkan frekuensi mendengarkan radio komunitas dalam satuan hari per dua minggu di Desa Majasari dan Desa Arjasari tahun 2013 Jumlah pendengar radio berdasarkan frekuensi mendengarkan radio komunitas dalam satuan kali per dua minggu di Desa Majasari dan Desa Arjasari tahun 2013 Jumlah pendengar radio berdasarkan durasi mendengarkan radio komunitas dalam dua minggu di Desa Majasari dan Desa Arjasari tahun 2013 Jumlah pendengar radio berdasarkan durasi mendengarkan radio komunitas dalam satuan hari di Desa Majasari dan Desa Arjasari tahun 2013 Jumlah pendengar radio komunitas berdasarkan pilihan acara pada Radio Remaja tahun 2013 Jumlah pendengar radio komunitas berdasarkan pilihan acara pada Radio Whisnu tahun 2013 Jumlah pendengar radio berdasarkan tingkat partisipasi dalam program acara radio komunitas di Desa Majasari dan Desa Arjasari tahun 2013 Jumlah pendengar radio berdasarkan bentuk partisipasi dalam program acara radio komunitas di Desa Majasari dan Desa Arjasari tahun 2013 Nilai koefisien korelasi antara karakteristik individu dengan frekuensi, durasi, dan partisipasi Nilai koefisien korelasi antara frekuensi akses media massa dengan frekuensi, durasi, dan partisipasi Nilai uji Chi Square status usaha tani dengan frekuensi, durasi, dan partisipasi Jumlah pendengar radio berdasarkan tingkat motif informasi responden di Desa Majasari dan Desa Arjasari tahun 2013 Jumlah pendengar radio berdasarkan ragam informasi yang menjadi motif mendengarkan radio komunitas di Desa Majasari dan Desa Arjasari tahun 2013
9 11
18 19 20 22 30
33
34
35
35 37 38
39
40 42 43 44 45
46
21 Nilai koefisien korelasi motif informasi dengan frekuensi, durasi, dan partisipasi 22 Jumlah pendengar radio komunitas berdasarkan tingkat pemenuhan kebutuhan informasi responden di Desa Majasari dan Desa Arjasari tahun 2013 23 Jumlah pendengar radio berdasarkan ragam informasi yang telah didengarkan melalui radio komunitas di Desa Majasari dan Desa Arjasari tahun 2013 24 Nilai koefisien korelasi antara pola penggunaan radio komunitas dengan tingkat pemenuhan kebutuhan informasi responden
47
49
50 52
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5
Kerangka pemikiran hubungan pola penggunaan radio komunitas dengan tingkat pemenuhan kebutuhan informasi petani Tahapan dan alur penelitian tentang pola penggunaan radio komunitas Jumlah penduduk berdasarkan jenis pekerjaan di Desa Majasari dan Desa Arjasari tahun 2012 Jumlah penduduk berdasarkan pendidikan formal di Desa Majasari dan Desa Arjasari tahun 2012 Frekuensi responden mengakses media massa dalam seminggu pada pendengar Radio Remaja dan pendengar Radio Whisnu
15 23 26 26 31
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
Jadwal pelaksanaan penelitian Jumlah radio komunitas di Indonesia Jumlah radio komunitas yang terdaftar di KPID Jawa Barat (per Mei 2007) Daftar lembaga penyiaran radio komunitas Kabupaten Indramayu
59 59 60 61
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang Perkembangan media massa begitu cepat, ragam informasi yang disajikan juga semakin banyak, namun akses untuk memperoleh informasi yang sesuai dengan kebutuhan para petani melalui media massa masih sangat terbatas. Media massa yang diharapkan dapat menyajikan informasi untuk memenuhi kebutuhan informasi lokal para petani belum sepenuhnya dapat diandalkan. Myerson (2003) mengungkapkan bahwa sumber informasi (media massa) yang jumlah, jenis dan eskalasinya terus meningkat semakin komersial dan tidak senantiasa menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat pedesaan. Hak untuk memperoleh informasi merupakan salah satu dari perwujudan hak asasi manusia yang telah dijamin oleh undang-undang, salah satunya adalah Undang-Undang Penyiaran No. 32 yang dikeluarkan pemerintah pada tahun 2002. Melalui undang-undang tersebut dijelaskan tentang perlu dibentuknya sebuah sistem penyiaran yang menjamin terciptanya tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang. Untuk mencapai hal tersebut, telah hadir dan diakuinya sebuah lembaga penyiaran yang dianggap tepat dan relevan untuk menjadi saluran yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan informasi, yaitu lembaga penyiaran komunitas. Lahirnya lembaga penyiaran komunitas (televisi dan radio) melahirkan pula harapan bagi masyarakat yang rindu akan media penyiaran yang dapat menjadi saluran dalam memenuhi kebutuhan mereka akan informasi, karena baik televisi maupun radio komunitas berpotensi untuk menyediakan ragam informasi yang sesuai dengan kebutuhan lokal masyarakat, termasuk komunitas petani. Untuk itu dalam memenuhi kebutuhan akan informasi yang sesuai dengan kebutuhan lokal, petani dapat memanfaatkan media penyiaran komunitas yang ada di lingkungannya, khususnya radio komunitas yang dari segi kuantitas lebih besar dibandingkan dengan televisi komunitas. Di samping itu, keberadaan dan manfaat radio komunitas sebagai media komunikasi pembangunan telah dibuktikan oleh beberapa negara di dunia, salah satunya Negara Swedia yang telah memiliki lebih dari 2000 radio komunitas (Fraser dan Estrada 2001). Radio merupakan salah satu media massa yang cepat dan efisien sebagai media komunikasi pembangunan. Di Indonesia, radio sebagai salah satu lembaga penyiaran dibagi dalam tiga jenis yang masing-masing jenis memiliki sasaran, sifat, dan fungsi yang berbeda. Pertama, radio publik yang bersifat independen, netral, tidak komersial, dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat secara luas. Kedua, radio swasta yang bersifat komersial dan didirikan juga untuk tujuan komersial. Ketiga, radio komunitas yang didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat independen, dan tidak komersial, bertujuan untuk melayani kepentingan komunitasnya. Dari tiga jenis radio tersebut, radio komunitas memiliki karakteristik yang dapat menjadi sebuah keunggulan untuk memenuhi kebutuhan informasi masyarakat, karena radio komunitas didirikan dan dikelola oleh masyarakat yang berada dalam sebuah komunitas yang sama, dan ditujukan khusus untuk melayani kebutuhan dan kepentingan dari anggota komunitasnya.
2 Konsep radio komunitas sudah sejak lama lahir. Konsepnya berakar dalam aktivitas kelompok buruh tambang di Bolivia dan Columbia pada akhir 1940-an, yang memakai radio sederhana sebagai alat untuk menyatukan diri dan memperbaiki kondisi pekerjaannya. Tahun 1960 sampai 1970-an, di Eropa radio ilegal yang melawan monopoli pemerintah di dunia penyiaran mengembangkan konsep radio ke arah pengertian terkini, sebagai „radio untuk, mengenai, dan oleh masyarakat‟. Selanjutnya, radio komunitas berkembang sebagai alat demokrasi setelah jatuhnya resim apartheid di Afrika Selatan. Berikutnya di Asia, organisasi donor internasional seperti UNESCO dan juga institusi penyiaran nasional lebih banyak terlibat dalam mengintroduksikan radio komunitas pada kelompok lokal (Fraser dan Estrada 2001). McKay (2009) mengungkapkan bahwa di Afrika radio sangat efektif menjangkau petani skala kecil di seluruh pelosok. Program radio dapat mendorong komunitas merumuskan masalah dan menemukan solusi lokal. Di samping itu, radio juga memberikan informasi lain yang berguna seperti prakiraan cuaca. Ribuan radio di Afrika dapat memainkan peran penting untuk menyebarluaskan hasil-hasil penelitian yang bertujuan agar pendengar mampu memahami dan memanfaatkan hasil penelitian tersebut. Dengan mendengarkan informasi dari petani lokal, radio dapat menyampaikan kembali informasi tersebut tentang bagaimana komunitas beradaptasi terhadap kekeringan, memperbaiki kesuburan tanah, atau memilih tanaman apa yang dibudidayakan. Secara singkat, di setiap tempat atau daerah, radio komunitas mempunyai latar belakang historis dan budaya yang berbeda. Khusus di Indonesia, radio komunitas sudah hadir seiring dengan periode awal masuknya radio di Indonesia, seperti beberapa stasiun lain yang merepresentasikan kepentingan komunitas di wilayah tertentu, terutama komunitas non-Eropa. Radio SRV (Solosche Radio Vereeniging) yang didirikan oleh Mangkunegara VII, diikuti oleh pendirian Radio Siaran Radio Indonesia, Radio MAVRO Yogyakarta, Radio Etnik Tionghoa CIRVO di Surabaya, dan Radio Madiun EMRO, termasuk beberapa stasiun-stasiun radio di Jawa Tengah, khususnya di Yogyakarta yang merupakan pusat perkembangan radio komunitas sejak tahun 1998 (Jurriens 2003). Program siaran radio-radio tersebut disesuaikan dengan komunitas yang dituju, menggunakan bahasa lokal sesuai dengan bahasa anggota komunitasnya, sehingga pengelola radio komunitas dapat menyusun program siaran yang sesuai dengan kebutuhan komunitasnya. Karakteristik radio komunitas, menempatkan petani bukan hanya sebagai receiver atau penerima, namun juga sebagai source. Petani sebagai aktor utama dalam pembangunan harus aktif dalam memenuhi kebutuhannya akan informasi, dan radio komunitas bisa menjadi saluran untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Radio komunitas dapat menyediakan program acara informasi aktual di bidang pembangunan pertanian, melalui radio komunitas petani dapat mengetahui kebijakan dan program yang akan digulirkan pemerintah, sehingga kebijakan dan program yang dihasilkan dapat dimanfaatkan dengan baik oleh petani. Penelitian tentang radio komunitas di Indonesia mulai berkembang sejak tahun 2003 seiring dengan disahkannya UU Penyiaran No. 32 Tahun 2002. Salah satu penelitian tentang motivasi dan manfaat menggunakan radio komunitas telah dilakukan oleh Herawati et al. (2005). Penelitian yang dilakukan terhadap pendengar Radio Komunitas BBM FM tersebut mengungkapkan bahwa audiens
3 belum dapat merasakan manfaat dari suatu program acara karena selain intensitas mendengarkan masih rendah, juga karena acara tersebut masih belum dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan audiensnya. Penelitian ini menggali lebih dalam lagi bagaimana petani menggunakan radio komunitas dalam memenuhi kebutuhannya akan informasi. Hal tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh Rachmiatie (2007) akan perlunya kajian dan penelitian lebih lanjut tentang media komunitas karena radio komunitas merupakan bentuk komunikasi yang khas di antara komunikasi massa dan komunikasi antar persona yang belum banyak diteliti. Bentuk komunikasi yang dikembangkan melalui radio komunitas merupakan salah satu langkah dalam upaya menciptakan masyarakat informasi dan pemerataan informasi yang sehat dan berkeadilan. Dengan kekhasan karakteristiknya tersebut diharapkan petani dapat memanfaatkan keberadaan radio komunitas yang ada di daerahnya, salah satunya sebagai media memperoleh informasi yang sesuai dengan kebutuhan petani tersebut. Radio komunitas petani yang diselenggarakan dari, oleh, dan untuk kepentingan petani diharapkan dapat eksis sebagai lembaga penyiaran yang diperuntukkan kepada pemenuhan kebutuhan informasi petani. Hal tersebut dapat dicapai ketika keberadaannya betul-betul dimanfaatkan oleh petani selaku anggota komunitas yang turut andil dalam terbentuknya radio komunitas tersebut. Perumusan masalah utama dalam penelitian ini adalah bagaimana pola penggunaan radio komunitas dalam memenuhi kebutuhan informasi petani, yang selanjutnya secara rinci dirumuskan sebagai berikut: 1 Bagaimana pola penggunaan radio komunitas oleh petani dan faktor-faktor apa yang berhubungan dengan pola penggunaan tersebut? 2 Bagaimana tingkat pemenuhan kebutuhan informasi petani melalui radio komunitas dan faktor-faktor apa yang berhubungan dengan tingkat pemenuhan kebutuhan informasi tersebut?
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis pola penggunaan radio komunitas dalam memenuhi kebutuhan informasi petani. Secara rinci tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah: 1 Menganalisis pola penggunaan radio komunitas oleh petani dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pola penggunaan tersebut. 2 Menganalisis tingkat pemenuhan kebutuhan informasi petani melalui radio komunitas dan faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat pemenuhan kebutuhan informasi tersebut.
Manfaat Penelitian Penelitian tentang pola penggunaan radio komunitas untuk pemenuhan kebutuhan informasi petani diharapkan bermanfaat bagi: 1 Pengelola radio komunitas. Dengan mengetahui pola penggunaan dan tingkat pemenuhan kebutuhan informasi petani melalui radio komunitas, diharapkan
4 pengelola radio komunitas dapat menyediakan dan mengembangkan program isi siarannya yang sesuai dengan kebutuhan informasi petani. 2 Komunikator pembangunan pertanian. Dengan mengetahui pola penggunaan radio komunitas oleh petani, komunikator pembangunan dapat menjadikan dan menggunakan radio komunitas sebagai salah satu media alternatif dalam mendengarkan aspirasi dan kebutuhan petani sehingga dapat melahirkan informasi, kebijakan, atau program yang berpihak kepada kepentingan petani.
5
2 TINJAUAN PUSTAKA
Komunitas Petani Komunitas tidak hanya diartikan sebagai sekumpulan orang; komunitas memiliki pengertian yang lebih luas dari itu. Masduki (2004) mengemukakan bahwa secara konseptual komunitas berasal dari suku kata bahasa Inggris yakni community, yang merujuk pada level ikatan tertentu dari hasil interaksi sosial masyarakat. Kecilnya wilayah dan kesamaan keinginan adalah ciri utama dari komunitas. Secara hirarkis, komunitas berada di level ketiga setelah individu dan keluarga. Komunitas merupakan kumpulan sejumlah orang di suatu geografis yang terikat faktor kerabat atau kepentingan primordial lain dari yang bersifat praktis sampai ideologis. Komunitas juga dikenal sebagai sekelompok manusia, seperti dikemukakan Garna (1999) yang mendefinisikan komunitas sebagai suatu kelompok manusia yang menempati suatu kawasan geografis, yang terlibat dalam aktivitas ekonomi, politik, dan juga membentuk suatu satuan yang memiliki nilainilai tertentu, serta rasa kebersamaan. Karakteristik yang membedakan komunitas dengan bentuk kelompok yang lain adalah adanya perasaan nyaman pada anggotanya untuk hidup dalam komunitas karena memiliki persamaan, baik dalam etnik, kebiasaan, bahasa maupun faktor pengikat lainnya, seperti minat (Rachmiatie 2007). Komunitas dibentuk pada dasarnya untuk menjadi media yang dapat mewadahi kepentingankepentingan komunitas tersebut. Rubin dan Rubin (1992) menjelaskan tentang tujuan dari dibangunnya sebuah komunitas (community development), yaitu: 1 Memperbaiki kualitas hidup anggota komunitas melalui resolusi dan berbagi masalah 2 Mengurangi ketidakadilan sosial seperti ras, kekerasan, gender, dan lain-lain 3 Melatih dan menyebarluaskan nilai-nilai demokratis sebagai proses menuju keberhasilan pembangunan komunitas 4 Memberi kesempatan kepada orang-orang untuk meningkatkan potensi mereka sebagai individu 5 Menciptakan kebersamaan dalam komunitas sehingga orang-orang merasa mantap hidup dalam komunitas tersebut. Petani sebagai individu dan kelompok hampir sebagian besar hidup dan berdampingan dalam sebuah lingkungan masyarakat yang memiliki kesamaan dalam hal mata pencaharian antara anggota masyarakat yang satu dengan lainnya. Secara umum petani dapat diartikan sebagai seseorang yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dari kegiatan usaha tani, baik di bidang tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, dan perikanan. Jika merujuk pada beberapa pengertian komunitas, petani merupakan sebuah komunitas atau sekelompok orang yang hidup dalam suatu wilayah tertentu, baik di perdesaan maupun di perkotaan yang memiliki kesadaran akan kesatuan dan perasaan saling memiliki karena berada dalam satu wilayah tertentu dan saling berinteraksi. Berdasarkan beberapa pengertian dan karakteristik tentang komunitas, yang dimaksud komunitas dalam penelitian ini adalah komunitas petani, yaitu suatu kelompok masyarakat yang hidup dalam suatu wilayah tertentu dengan profesi dan mata pencaharian yang sama yakni bertani.
6 Radio Komunitas Radio komunitas merupakan salah satu dari empat jenis lembaga penyiaran yang ada di Indonesia, yakni 1) lembaga penyiaran publik, 2) lembaga penyiaran swasta, 3) lembaga penyiaran komunitas, dan 4) lembaga penyiaran berlangganan. Karakteristik keempat jenis lembaga penyiaran tersebut berbeda antara satu dengan yang lainnya. Perbedaannya dapat dilihat dalam UU Penyiaran No.32 Tahun 2002 pada Pasal 14 sampai Pasal 29. Radio komunitas dalam aturan tersebut merupakan lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum Indonesia, didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat independen, dan tidak komersial, dengan daya pancar rendah, luas jangkauan wilayah terbatas, serta untuk melayani kepentingan komunitasnya (UU RI No. 32/2002 Pasal 21 ayat 1). Radio komunitas didirikan tidak untuk mencari laba atau keuntungan, tapi bertujuan untuk mendidik dan memajukan masyarakat dalam mencapai kesejahteraan, dengan melaksanakan program acara yang meliputi budaya, pendidikan, dan informasi yang menggambarkan identitas bangsa. Selain fungsi radio komunitas yang disebutkan dalam undang-undang penyiaran tersebut, Fraser dan Estrada (2001) juga mengemukakan fungsi utama dari radio komunitas, yaitu: 1 Merepresentasikan, mendukung budaya dan identitas lokal 2 Menciptakan berbagai pendapat dan opini melalui udara 3 Menyediakan varietas program acara 4 Mendorong demokrasi dan dialog terbuka 5 Mendukung pembangunan dan perubahan sosial 6 Mempromosikan civil society 7 Mengedepankan ide tentang good governance 8 Mendorong partisipasi melalui saling berbagi informasi dan inovasi 9 Memberikan kesempatan bersuara kepada mereka yang tidak memiliki kesempatan bersuara 10 Menyediakan pelayanan sosial sebagai pengganti telepon 11 Menyumbangkan keberagaman dalam kepemilikan siaran 12 Mengembangkan sumber daya manusia untuk industri siaran. Tabing (1998) merumuskan lima karakteristik dari radio komunitas. Pertama, radio komunitas berskala lokal dan terbatas pada komunitas tertentu. Kedua, radio komunitas bersifat partisipatif atau memberi kesempatan setiap inisiatif anggota komunitas tumbuh dan tampil setara sejak proses perumusan acara, manajerial hingga kepemilikan. Ketiga, radio komunitas memiliki teknologi siaran sesuai dengan kemampuan ekonomi komunitas bukan bergantung pada bantuan alat pihak luar. Keempat, radio komunitas berdiri dimotivasi oleh cita-cita tentang kebaikan bersama dalam komunitas bukan untuk mencapai tujuan komersial. Kelima, radio komunitas selain mempromosikan masalah-masalah krusial bersama, dalam proses siaran juga mendorong keterlibatan aktif komunitas dalam proses mencari solusinya. Karakteristik tersebut menjadi pembeda antara radio komunitas dengan jenis radio lainnya. Fraser dan Estrada (2001) mengemukakan bahwa perbedaan antara radio penyiaran publik, komersial, dan komunitas salah satunya dapat dilihat dari perlakuan radio terhadap pendengarnya. Lembaga penyiaran publik dan komersial termasuk kelompok yang memperlakukan pendengarnya sebagai objek,
7 sedangkan radio komunitas memperlakukan pendengarnya sebagai subjek dan pesertanya terlibat dalam penyelenggaraannya. Radio komunitas berusaha untuk membuat pendengar sebagai tokoh utama, melalui keterlibatan anggota komunitas dalam seluruh aspek dari manajemen dan produksi programnya, dan dengan menyajikan kepada pendengar program yang akan membantu dalam pembangunan dan kemajuan sosial di komunitas tersebut. Tabing (1998) menyebut stasiun radio komunitas dengan nama radio swadaya masyarakat, yaitu suatu stasiun radio yang dioperasikan di suatu lingkungan atau wilayah atau daerah tertentu, yang diperuntukan khusus bagi warga setempat, yang berisikan acara dengan ciri utama informasi daerah (local content) setempat diolah dan dikelola oleh warga setempat. Lingkungan atau wilayah yang dimaksud didasarkan atas faktor geografisnya (kota, desa, wilayah atau kepulauan), dan juga kumpulan dari masyarakat tertentu tetapi dengan tujuan yang sama dan karenanya tidak perlu dengan persyaratan harus tinggal disuatu wilayah geografis tertentu. Radio komunitas atau yang disebut sebagai radio swadaya masyarakat dimengerti sebagai suatu kumpulan dari orang-orang yang berpartisipasi secara aktif dalam mengatur dan membuat program acara. Anggota radio komunitas terdiri atas komunitas individu dan badan-badan lokal lainnya sebagai sumber daya manusia yang utama di dalam mendukung pengoperasian radio swadaya masyarakat. Ghazali (2002) mendefinisikan radio komunitas sebagai lembaga penyiaran yang memberikan pengakuan secara signifikan terhadap peran supervisi dan evaluasi oleh anggota komunitasnya melalui sebuah lembaga supervisi yang khusus didirikan untuk tujuan tersebut, dimaksudkan untuk melayani suatu komunitas tertentu saja, dan (karenanya) memiliki daerah jangkauan yang terbatas. Radio komunitas memiliki prinsip akses yang mengandung arti layanan siaran tersedia dan dapat diterima untuk seluruh masyarakat yang menjadi anggota komunitasnya. Selain itu, radio komunitas juga mengandung prinsip partisipasi yang berarti bahwa anggota komunitas secara aktif terlibat dalam perencanaan dan manajemen. Hal tersebut sebagaimana yang dikemukakan Fraser dan Estrada (2001) bahwa konsep akses dan partisipasi dalam radio komunitas mengandung makna sebagai berikut: 1 Siaran radio komunitas memiliki pola yang menjangkau seluruh anggota komunitas yang ingin dilayani. 2 Komunitas berpartisipasi dalam merumuskan rencana dan kebijakan untuk pelayanan radio tersebut dan dalam menentukan tujuannya, juga dalam dasardasar manajemen dan pembuatan programnya. 3 Komunitas berpartisipasi dalam mengambil keputusan untuk menentukan materi program, lama waktu siar, dan jadwalnya. Masyarakat memilih jenisjenis program yang mereka inginkan daripada hanya menerima apa yang telah ditentukan oleh para pembuat program. 4 Komunitas bebas memberikan komentar ataupun kritik. 5 Ada interaksi yang terus menerus antara pembuat program dan pihak yang menerima pesan. Radio komunitas bertindak sebagai saluran pertama yang mewadahi interaksi tersebut, tetapi terdapat juga suatu mekanisme yang memungkinkan kontak yang mudah antara para pembuat program dan pihak manajemen dari stasiun radio.
8 6 Ada kesepakatan yang tidak dibatasi bagi anggota komunitas, baik sebagai pribadi maupun kelompok, untuk membuat program-program dan akan dibantu oleh staf stasiun radio dengan menggunakan fasilitas teknis produksi yang tersedia. 7 Komunitas berpartisipasi dalam pembangunan, manajemen, administrasi dan pendanaan stasiun tersebut. Hasil riset lembaga Combine Resource Institution (CRI 2002), mengungkapkan bahwa khusus di Indonesia tipologi radio komunitas terdiri atas 1) Community based (radio berbasis komunitas), yaitu radio yang didirikan oleh komunitas yang menempati wilayah geografis tertentu sehingga basisnya adalah komunitas yang menempati suatu daerah dengan batas-batas tertentu, seperti kecamatan, kelurahan, dan desa. 2) Issue/sector based (radio berbasis masalah/sektor tertentu), yaitu radio yang didirikan oleh komunitas yang terikat oleh kepentingan dan minat yang sama sehingga basisnya adalah komunitas yang terikat oleh kepentingan yang sama dan terorganisasi, seperti komunitas petani, buruh, dan nelayan. 3) Personal initiative based (radio berbasis inisiatif pribadi), yaitu radio yang didirikan oleh perorangan karena hobi atau memiliki tujuan lainnya, seperti hiburan, informasi, dan tetap mengacu pada kepentingan komunitas. 4) Campus based (radio berbasis kampus), yaitu radio yang didirikan oleh warga kampus perguruan tinggi dengan berbagai tujuan, termasuk sebagai sarana laboratorium dan sarana belajar mahasiswa. Tabel 1 menguraikan secara rinci indikator dari masing-masing tipe radio komunitas (Prakoso 2005). Tipologi yang akan diteliti lebih terfokus pada jenis radio komunitas berbasis isu/sektor, yaitu radio komunitas petani. Jenis tersebut dipilih karena melihat bahwa petani selaku komunitas belum memiliki banyak alternatif media dalam memenuhi kebutuhan mereka akan informasi. Berdasarkan pengertian yang dikemukakan dari beberapa sumber, pada dasarnya pengertian radio komunitas memiliki kesamaan, yaitu radio komunitas itu didirikan oleh anggota komunitas, dikelola oleh mereka, dan program-program acaranya ditujukan untuk memenuhi kepentingan mereka juga. Sehingga dalam penelitian ini penulis menetapkan bahwa radio komunitas yang dimaksud adalah radio komunitas yang didirikan oleh sekelompok petani yang tinggal pada suatu batasan wilayah dalam lingkup yang sama, dan dikelola oleh anggota komunitas mereka yaitu petani.
Kebutuhan Informasi Petani Penelitian tentang radio komunitas di negara-negara berkembang menggambarkan tentang bagaimana petani yang ada di pedalaman desa bisa memperoleh informasi yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Kuswandi (1996) mengemukakan bahwa informasi sudah menjadi kebutuhan manusia yang esensial untuk mencapai tujuan. Melalui informasi manusia dapat mengetahui peristiwa yang tejadi di sekitarnya, memperluas cakrawala pengetahuannya, sekaligus memahami kedudukan serta peranannya dalam masyarakat. Nicholas (2000) menjelaskan bahwa kebutuhan informasi muncul ketika seseorang berkeinginan memenuhi satu atau lebih dari tiga kebutuhan dasar manusia.
9 Tabel 1 Tipologi radio komunitas Indikator
Berbasis komunitas
Inisiator
Kelompok masyarakat dalam satu satuan wilayah tertentu
Lembaga payung organisasi
Berbasis hobi
Berbasis kampus
Kelompok petani, nelayan
Individu yang memiliki ketertarikan dalam penyiaran
Mahasiswa, jurusan tertentu seperti jurusan Ilmu Teknik Komunikasi dan Elektro
Kelompok masyarakat, Dewan penyiaran komunitas
Kelompok Tani, Kelompok Nelayan
Tidak ada
Organisasi Mahasiswa di kampus/ jurusan atau fakultas/ Universitas
Prinsip penyusunan program siaran
Berdasarkan kebutuhan masyarakat setempat
Berdasarkan kebutuhan kelompok tersebut
Berdasarkan pandangan (selera) sekelompok penyiar radio
Berdasarkan bimbingan dosen, pandangan sekelompok penyiar
Lingkup wilayah
Terbatas pada wilayah komunitasnya basis geografis administratif, yang sering digunakan adalah desa, kecamatan
Ingin mencakup wilayah dimana petani (anggotanya) bertempat tinggal
Terbatas pada kemampuan jangkauan pemancar, jika mungkin semakin luas semakin diupayakan
Sekitar kampus sampai dengan ingin melayani seluruh mahasiswa (bisa seluruh wilayah kota)
Umumnya masih buruk, belum dapat membangun partisipasi masyarakat untuk keberlanjutan
Umumnya masih buruk, belum dapat membangun partisipasi masyarakat untuk keberlanjutan
Sebagai laboratorium belajar, sehingga semakin lama semakin baik
Kualitas Umumnya pengelolaan masih buruk, belum dapat membangun partisipasi masyarakat untuk keberlanjutan
Berbasis isu
Kebutuhan informasi merupakan hal penting karena keberhasilan seseorang dalam memenuhi salah satu atau semua kebutuhan dasar tersebut dipengaruhi oleh pemenuhan kebutuhan informasi. Kebutuhan informasi terdiri atas tiga macam (Nicholas 2000), yaitu: 1) Kebutuhan informasi yang tidak disadari (domand needs atau unrecognised needs). Kebutuhan ini dialami oleh seseorang yang
10 seringkali tidak mengetahui informasi apa yang mereka butuhkan, tidak menyadari ada kesenjangan informasi, dan juga tidak mengetahui bahwa informasi baru memberikan sesuatu tentang apa yang telah mereka ketahui. Seseorang akan menyadari ada kebutuhan informasi tertentu jika mengalami masalah tertentu. 2) Kebutuhan informasi yang tidak diekspresikan (unexpressed needs). Kebutuhan ini dialami oleh mereka yang sadar membutuhkan informasi tertentu, tetapi tidak dapat atau tidak mau melakukan sesuatu untuk memenuhinya. 3) Kebutuhan informasi yang diekspresikan (expresed needs), yaitu kebutuhan yang didasari dan diupayakan dipenuhi oleh mereka yang sadar akan kesenjangan antara pengetahuan dan keinginan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Mulyandari dan Ananto (2005) mengungkapkan bahwa petani memerlukan pengetahuan dan informasi mengenai berbagai topik, seperti pengelolaan usahatani dan teknologi produksi, pengalaman petani lain, perkembangan pasar dan input produksi, dan kebijakan pemerintah. Selanjutnya Tamba dan Sarma (2007) mengungkapkan bahwa baik petani maju maupun petani berkembang sama-sama membutuhkan berbagai informasi pertanian. Penelitian yang dilakukannya pada petani sayuran yang ada di Jawa Barat mengungkapkan bahwa informasi pertanian yang dibutuhkan oleh petani meliputi informasi tentang peningkatan produksi dan mutu sayuran, ketersediaan sarana produksi dan permodalan, lokasi pemasaran dan harga sayuran, teknologi pengolahan hasil sayuran dan metode analisis usaha tani sayuran. Kaniki (1992) mengemukakan bahwa kebutuhan informasi bervariasi tergantung dari pengguna (user), waktu, tujuan, tempat, alternatif yang tersedia dan sebagainya. Kebutuhan informasi petani yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kebutuhan sekelompok atau komunitas petani untuk memperoleh informasi yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
Penelitian tentang Radio Komunitas Pasca reformasi, seiring dengan dikeluarkannya Undang-Undang Penyiaran No.32 Tahun 2002, sejumlah penelitian komunikasi khususnya di bidang kajian media penyiaran mulai banyak mengarahkan kajiannya tentang sistem penyiaran Indonesia yang jenis dan fungsinya mulai beragam dibandingkan dengan era sebelum reformasi. Pada masa orde baru, jenis lembaga penyiaran yang ada hanya dua yakni lembaga penyiaran publik dan lembaga penyiaran swasta, dengan ruang ekspresi yang sangat terbatas, khususnya untuk lembaga penyiaran publik. Kini, telah dibuka ruang kepada sejumlah lapisan masyarakat untuk berperan serta dalam sistem penyiaran. Hal itu terbukti dari diakuinya secara legal keberadaan lembaga penyiaran komunitas yang lahir, tumbuh, dan berkembang dari masyarakat sendiri. Khusus untuk kajian media penyiaran komunitas sudah mulai bermunculan sejak tahun 2003. Tabel 2 menyajikan hasil penelitian tentang radio komunitas yang dihimpun sejak tahun 2003 sampai 2012.
11 Tabel 2 Hasil penelitian tentang radio komunitas tahun 2003-2012 Penulis (tahun)
Hasil penelitian
Jurriens (2003)
Radio komunitas mendorong partisipasi dan membentuk kesadaran diri pada masyarakat. Kajian banyak mengacu kepada konsep yang dibuat oleh UNESCO yang dianggap punya pengaruh besar pada perkembangan radio komunitas di Indonesia.
Masduki (2004)
Problematika radio komunitas: persoalan membentuk institusi dan manajemen radio yang berbasis pada partisipasi komunitas; implementasi regulasi siaran terkait program siaran, perizinan, standar teknologi siaran dan etika siaran; persoalan SDM; persoalan dana.
Rachmiatie (2005)
Peran dan fungsi radio komunitas di pedesaan belum optimal sebagai media percepatan dan perluasan informasi antar warga serta dalam meningkatkan intensitas komunikasi interaktif secara kolektif. Komunitas pedesaan pada wilayah tertutup lebih sebagai inisiator, sementara pada wilayah terbuka keberadaan radio komunitas sebagai akselator bagi eskalasi demokratisasi komunikasi.
Herawati et al. (2005)
Radio Komunitas BBM FM belum bisa memberikan manfaat melalui program drama radio. Audiens belum dapat merasakan manfaat dari suatu program acara karena selain intensitas mendengarkan masih rendah, juga bisa jadi karena acara tersebut masih belum dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan audiensnya.
Darmanto (2007)
Proses partisipasi warga dalam pengelolaan radio komunitas dimulai dari partsipasi yang bersifat parsial, kemudian meningkat menjadi partisipasi penuh. Bentuk partisipasi yang bersifat langsung meliputi keterlibatan secara fisik dengan menjadi pelaku siaran, memberikan iuran dana dan barang, ikut serta dalam pengambilan keputusan untuk pembuatan program siaran, dan yang lainnya. Adapun partisipasi yang sifatnya tidak langsung dalam bentuk kesediaan warga untuk mau mendengarkan siaran radio komunitas tersebut.
Winnetou dan Setiawan (2007)
Kinerja Radio Agro FM di Pangalengan Jawa Barat sudah cukup baik dan dipersepsi positif oleh komunitasnya, namun belum banyak berperan dalam pelayanan informasi pertanian yang dibutuhkan oleh komunitasnya. Permasalahan yang dihadapi radio: sumber dana yang tidak mencukupi, fasilitas yang kurang memadai, keuangan yang belum terkoordinasi dengan baik, sumber daya penyiar yang masih kurang (jumlah dan kualitas), kondisi wilayah yang berbukit-bukit dan masih lemahnya dukungan dari Pemerintah Daerah dan instansi terkait.
12 Tabel 2 Hasil penelitian tentang radio komunitas tahun 2003-2012 (lanjutan) Penulis (tahun)
Hasil penelitian
Eddyono (2008)
Dalam pendirian sebuah radio komunitas, terdapat peran penting warga komunitasnya, tapi dalam perkembangannya belum sepenuhnya mencerminkan kebutuhan komunitasnya terhadap infomasi.
Sitompul (2009)
Tiga motivasi mendengarkan radio komunitas bagi pedagag pasar, yaitu untuk memperoleh informasi, hiburan, dan mendorong pemenuhan syarat dalam berwirausaha.
Diasio (2010)
Association of Community Radio Broadcasters (AMARC) yaitu sebuah asosiasi dunia penyiaran radio komunitas yang didirikan pada tahun 1983. AMARC merupakan jaringan stasiun global, federasi dan media komunitas pemangku kepentingan yang mempromosikan penggunaan radio komunitas sebagai alat untuk pengembangan sosial dan budaya, serta advokasi untuk hak berkomunikasi di semua tingkatan, dari global ke lokal, dan penciptaan pemerataan pembangunan, demokrasi dan partisipatif.
Borger dan Bellardi (2010)
Program Radio Lora di Zurich bertujuan untuk menciptakan dialog antara kelompok usia yang berbeda, jenis kelamin, orientasi seksual, kondisi sosial ekonomi, perspektif politik dan latar belakang budaya, menyediakan kerangka kerja untuk hubungan ekuitas berdasarkan rasa hormat dari perbedaan.
Hakam (2011)
Kendala dalam pelaksanaan konvergensi media dengan penggunaan internet, baik yang bersifat internal seperti sumber daya manusia dan pendanaan, maupun kendala yang bersifat eksternal seperti ekonomi dan respon warga yang masih terbatas, begitupun dengan kendala alam, dimana kondisi wilayah tidak mendukung penggunaan internet.
Sujoko (2011)
Mengeksplorasi bagaimana Radio BBM FM melibatkan anggota masyarakat dalam musik campursari pada program lokal interaktif, Mbahtro mulur yang mempertahankan budaya Jawa tradisional. Dialog yang kaya dan kompleks melalui musik/cerita radio, mengungkapkan bagaimana perspektif lokal dan nilai-nilai masyarakat yang turut berpartisipasi pada program acara radio yang disiarkan.
Supadhiloke (2011)
Gagasan radio komunitas yang partisipatif oleh warga dan untuk warga belum terwujud di Thailand, namun bukti yang ada menunjukkan bahwa radio lokal memiliki potensi untuk mengubah masyarakat pedesaan menjadi warga negara karena kemampuan radio untuk melibatkan dan memberdayakan masyarakat akar rumput.
13 Tabel 2 Hasil penelitian tentang radio komunitas tahun 2003-2012 (lanjutan) Penulis (tahun)
Hasil penelitian
Panutra dan Hanya sedikit anggota komunitas yang berpartisipasi pada Atmojo (2012) Radio Merapi, padahal melalui musyawarah warga, telah ada pembagian tugas dalam pengelolaan radio Merapi FM, namun banyak anggota yang tidak aktif. Mereka hanya sekedar mengelolanya sesuai dengan waktu longgar yang dimiliki. Minimnya partisipasi anggota komunitas disebabkan oleh terbatasnya waktu dan kemampuan anggota komunitas. Selain itu, dana juga menjadi kendala bagi keberlangsungan radio komunitas Merapi. Eddyono (2012)
Posisi radio komunitas sebenarnya berpotensi menjadi media counter hegemony untuk melawan hegemoni media yang dimiliki pemilik modal, namun upaya tersebut menemui banyak masalah. Masalah internal: keterbatasan kru/personel, partisipasi masyarakat rendah, dana terbatas, pemancar dan alat rusak. Adapun masalah eksternalnya: alokasi frekuensi (pendengar sulit menjangkau), siaran yang tumpang tindih dengan radio lain sehingga penerimaannya tidak bersih, pencarian dana yang dibatasi, dan masalah persyaratan sertifikasi alat.
Sejumlah hasil penelitian tentang radio komunitas sejak tahun 2003 sampai 2012 dapat diklasifikasikan ke dalam 6 topik penelitian, yaitu tentang perkembangan dan problematika radio komunitas, peranan dan potensi radio komunitas, partisipasi anggota komunitas, motivasi dan manfaat radio komunitas, konvergensi radio komunitas, dan tentang radio komunitas dalam kajian budaya. Penelitian lebih lanjut tentang bagaimana pola penggunaan radio komunitas untuk memenuhi sejumlah fungsi dari radio komunitas itu masih sedikit, salah satunya fungsi untuk menyediakan ragam program acara bagi pemenuhan kebutuhan informasi lokal bagi petani.
Kerangka Pemikiran Kehadiran media massa memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap khalayaknya, telah banyak hasil riset yang mengungkapkan hal tersebut, bagaimana media massa mempengaruhi pengetahuan, sikap, dan perilaku seseorang. Pada penelitian ini, penulis mengkaji dari sisi yang berbeda, bukan melihat bagaimana media massa mempengaruhi khalayak, tapi bagaimana khalayak menggunakan media massa untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Untuk itu, teori yang dijadikan kerangka dalam penelitian ini adalah teori Uses and Gratification yang dikemukakan oleh Katz, Blumler, dan Gurevitch. Katz et al. (Perry 2002) mendefinisikan pendekatan uses and gratification berkaitan dengan latar belakang sosial dan psikologis, kebutuhan, harapan, media massa atau sumber-sumber lain yang menyebabkan pola terpaan media, sehingga
14 perlu gratifikasi dan konsekuensi lainnya, yang mungkin sebagian besar tidak diinginkan. Model uses and gratification tertarik pada apa yang dilakukan orang terhadap media, di mana anggota khalayak dianggap secara aktif menggunakan media untuk memenuhi kebutuhannya. Teori tersebut sejalan dengan tujuan dari penelitian ini, yaitu ingin melihat bagaimana khalayak yang tergabung dalam sebuah komunitas, yakni komunitas petani menggunakan radio komunitas yang didirikan dan dikelola sendiri oleh komunitasnya untuk memenuhi kebutuhan akan siaran-siaran yang dapat menjadi media informasi bagi mereka. Ada empat bagian yang digambarkan dalam model penggunaan dan gratifikasi, yaitu variabel anteseden, motif, penggunaan media, dan efek. Variabel anteseden terdiri dari variabel individual dan variabel lingkungan. Variabel individual terdiri dari data demografis seperti umur, jenis kelamin, dan faktor-faktor psikologis khalayak, sedangkan variabel lingkungan antara lain adalah menyangkut data yang berhubungan dengan organisasi atau kelompok dari khalayak. Variabel anteseden dalam penelitian ini adalah karakteristik individu anggota komunitas yang terdiri dari umur, tingkat pendidikan, jenis usaha tani, dan kepemilikan media massa. Pilihan unsur-unsur karakteristik individu anggota komunitas didasari bahwa umur, tingkat pendidikan, status usaha tani, dan kepemilikan media massa akan menjadi faktor yang dianggap dapat mempengaruhi individu dalam penggunaan radio komunitas petani. Variabel motif adalah sesuatu yang mendorong seseorang melakukan sebuah tindakan, dalam hal ini tentang motif penggunaan media massa. McQuail (1994) merumuskan motif serta motivasi seseorang dalam menggunakan media massa terdiri dari motif informasi, identitas pribadi, integrasi dan interaksi sosial, serta motif hiburan. Vivian (2008) mengungkapkan sejumlah alasan mengapa orang menggunakan media, di antaranya untuk mengawasi, sosialisasi, dan diversi. Media berfungsi sebagai pemberi informasi tentang apa yang terjadi. Semua orang membutuhkan informasi yang reliabel atau dapat diandalkan tentang lingkungan sekitar mereka. Selanjutnya fungsi sosialisasi adalah media membantu orang menyelaraskan diri dengan masyarakat, dan fungsi diversi (pengalihan) adalah fungsi hiburan, yang hasilnya bisa berupa stimulasi, relaksasi, pengenduran atau pembebasan emosi. Variabel penggunaan merujuk pada tiga alat ukur dalam melihat perilaku penggunaan yang dikemukakan De Fleur (1989), yaitu 1) total waktu rata-rata yang digunakan dalam sehari, 2) pilihan acara, 3) frekuensi. Untuk penelitian ini, selain tiga aspek pengukuran tersebut, juga ditambahkan aspek partisipasi petani. Partisipasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keterlibatan petani dalam mengkuti kegiatan yang diadakan oleh radio, keterlibatan petani pada program siaran, dan keterlibatan petani dalam mengusulkan program siaran yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan mereka. Partisipasi dalam variabel ini merujuk kepada salah satu bentuk partisipasi anggota komunitas radio yang dirumuskan Darmanto (2007) bahwa salah satu bentuk partisipasi dalam proses pengambilan keputusan pada program siaran radio komunitas adalah keterlibatan warga dalam proses mengidentifikasi keinginan dan kebutuhan program siaran, merancang program acara, dan sekaligus menjadi pengisinya. Variabel efek dari penggunaan media dapat dioperasionalkan sebagai evaluasi atas kemampuan media dalam memberikan kepuasan kepada
15 khalayaknya. Kepuasan yang ingin dilihat dalam penelitian ini adalah kepuasan anggota komunitas atas terpenuhinya kebutuhan mereka. Dominick (2002) mengklasifikasikan kebutuhan-kebutuhan (needs) terhadap penggunaan media menjadi empat, yaitu 1) congnition (dorongan untuk memperoleh informasi), 2) diversion (dorongan yang meliputi bentuk-bentuk yang berupa stimulasi, relaksasi, dan pelepasan emosi), 3) social utility (dorongan yang meliputi kebutuhan akan kontak sosial terhadap keluarga, sahabat, dan yang lainnya dalam lingkugan sosial), dan 4) withdrawal (kebutuhan untuk melepaskan diri dari aktivitas-aktivitas tertentu dan bukan hanya untuk sekedar relaksasi saja). Untuk variabel efek dalam penelitian ini adalah kepuasan anggota komunitas atas pemenuhan kebutuhan mereka akan informasi yang diperolehnya melalui radio komunitas petani. Variabel karakteristik individu anggota komunitas melatarbelakangi motif mereka dalam mendengarkan siaran radio komunitas petani. Motif tersebut mendorong anggota komunitas untuk menggunakan radio komunitas petani, yang penggunaannya dapat dilihat dari empat aspek, yaitu frekuensi, durasi, pilihan acara, dan partisipasi petani. Dari beberapa komponen dalam variabel penggunaan tersebut, dapat dilihat tingkat pemenuhan kebutuhan informasi bagi anggota komunitas. Kerangka pemikiran hubungan penggunaan radio komunitas petani dengan tingkat pemenuhan kebutuhan informasi petani dapat dilihat pada Gambar 1.
X1 Karakteristik individu X1.1 Umur X1.2 Tingkat pendidikan X1.3 Status usaha tani X1.4 Kepemilikan media massa
X3 Pola penggunaan radio komunitas
X3.1 X3.2 X3.3 X3.4
Frekuensi Durasi Pilihan acara Partisipasi
Y Tingkat pemenuhan kebutuhan informasi
X2 Motif informasi mendengarkan radio komunitas
Gambar 1 Kerangka pemikiran hubungan pola penggunaan radio komunitas dengan tingkat pemenuhan kebutuhan informasi petani
16 Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian dirumuskan sebagai berikut: 1 Karakteristik individu berhubungan nyata dengan pola penggunaan radio komunitas. 2 Motif informasi berhubungan nyata dengan pola penggunaan radio komunitas. 3 Pola penggunaan radio komunitas berhubungan nyata dengan tingkat pemenuhan kebutuhan informasi.
17
3 METODE
Desain Penelitian Penelitian tentang pola penggunaan radio komunitas ini dirancang sebagai penelitian survei deskriptif korelasional, yaitu penelitian yang menggambarkan tindakan petani dalam menggunakan radio komunitas, serta menganalisis dan menjelaskan faktor-faktor yang berhubungan dengan pola penggunaan tersebut. Penelitian menggali motif informasi yang dimiliki petani dalam menggunakan radio komunitas, dilanjutkan dengan menganalisis aspek dalam penggunaannya, yaitu frekuensi, durasi, pilihan acara, dan partisipasi petani dalam kegiatan dan program acara radio komunitas. Setelah mengetahui pola penggunaan radio komunitas oleh petani, selanjutnya dapat menganalisis tingkat pemenuhan kebutuhan petani akan informasi melalui radio komunitas. Data utama yang digunakan adalah data kuantitatif. Selain itu, juga ditambahkan data kualitatif sebagai data pendukung melalui wawancara kepada petani sebagai anggota komunitas dan pihak pengelola radio komunitas petani.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat tepatnya di Desa Majasari Kecamatan Sliyeg dan Desa Arjasari Kecamatan Patrol. Pemilihan lokasi ditentukan berdasarkan beberapa pertimbangan, yaitu: 1 Jawa Barat merupakan provinsi yang memiliki radio komunitas terbanyak di Indonesia, yaitu ada 210 radio komunitas dari 451 radio komunitas yang ada di Indonesia (Prakoso dan Masduki 2005). 2 Data Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Barat per Mei 2007 (Rachmiatie 2007), menunjukkan bahwa dari 26 Kabupaten/Kota di Jawa Barat, ada 241 radio komunitas yang mendaftarkan diri untuk mempeoleh izin penyiaran, dan Indramayu adalah kabupaten yang jumlah radio komunitasnya paling banyak, yakni sebanyak 56 radio. 3 Hasil observasi terhadap radio komunitas petani yang ada di Kabupaten Indramayu. Dari 29 radio komunitas (Dishubkominfo 2012), ditemukan 2 radio komunitas yang sesuai dengan karakteristik radio komunitas petani (didirikan dan dikelola oleh petani), yaitu Radio Remaja FM yang terletak di Desa Majasari Kecamatan Sliyeg dan Radio Whisnu FM di Desa Arjasari Kecamatan Patrol. Penelitian dilaksanakan selama lima bulan, dimulai pada bulan Desember 2012 sampai Mei 2013 (Lampiran 1).
18 Populasi dan Sampel Populasi adalah pendengar Radio Remaja dan Radio Whisnu. Penentuan ukuran sampel menggunakan teknik quota sampling, yaitu teknik yang digunakan untuk menentukan jumlah kuota sampel dalam tiap kelompok yang diteliti. Teknik tersebut digunakan karena populasi terdiri dari dua komunitas pendengar radio yang tinggal pada dua wilayah yang berbeda, dengan jumlah anggota yang berbeda pula, sehingga lebih memudahkan jika menentukan kuota dari setiap kelompok. Ukuran sampel ditetapkan 25% dari tiap komunitas pendengar. Kriyantono (2009) bahwa bila populasinya cukup banyak, agar mempermudah dapat ditentukan sampelnya dengan 50%, 25% atau minimal 10% dari seluruh populasi. Tahap penarikan sampel dilakukan sebagai berikut: 1 Mengedarkan kuesioner pendahuluan kepada seluruh petani yang menjadi anggota komunitas petani di Desa Majasari dan Desa Arjasari. Kuesioner pendahuluan diedarkan untuk menyaring dan mengidentifikasi pendengar radio dari dua komunitas tersebut. 2 Membuat kerangka sampel berdasarkan hasil dari kuesioner pendahuluan. Tabel 3 menunjukkan jumlah anggota komunitas yang memiliki dan mendengarkan radio, serta kesediaan menjadi responden. 3 Memilih responden sesuai jumlah yang telah ditentukan dengan menggunakan metode sistematis random sampling, yaitu mengurutkan sampel lalu memilih secara sistematis. Tabel 3 Jumlah anggota komunitas yang memiliki dan mendengarkan radio, serta kesediaan menjadi responden di Desa Majasari dan Desa Arjasari tahun 2013 Desa/Radio
Jumlah (orang) Anggota Memiliki radio
Mendengarkan radio
Bersedia jadi responden
Sampel (25%)
Majasari/Remaja
235
228
235
197
50
Arjasari/Whisnu
206
197
206
179
45
Jumlah
441
425
441
376
95
Tabel 3 menunjukkan bahwa semua anggota komunitas (441 orang) merupakan pendengar radio komunitas. Walaupun terlihat hanya 425 anggota yang memiliki media radio, namun selebihnya yaitu 16 orang yang tidak memiliki radio tetap dapat mendengarkan radio melalui telepon seluler. Dari 376 orang yang bersedia menjadi responden, dipilih 95 orang menjadi sampel penelitian dengan metode sistematis random sampling. Setiap sampel diberi nomor urut dari 1 sampai 376, kemudian sampel pertama dipilih, lalu sampel kedua dan seterusnya dengan menggunakan interval 4 (jumlah populasi dibagi jumlah sampel).
19 Data dan Instrumen Data, instrumen, dan teknik pengumpulan data diuraikan pada Tabel 4. Ada 2 jenis data yang digunakan dalam penelitian, yaitu data kuantitatif sebagai data utama dan data kualitatif sebagai data pendukung atau data yang digunakan untuk memperkuat data kuantitatif. Data dikumpulkan dengan menggunakan dua instrumen penelitian, yaitu kuesioner dan wawancara. Instrumen penelitian berupa kuesioner dibuat terstruktur yang berisi daftar pertanyaan yang sesuai dengan variabel yang diteliti. Sumber datanya adalah petani sebagai anggota komunitas sekaligus pendengar Radio Remaja dan Radio Whisnu. Jenis instrumen berupa wawancara terdiri dari pertanyaan yang dapat memperkuat dan mengembangkan pertanyaan-pertanyaan yang telah diajukan melalui kuesioner. Sumber datanya adalah pengelola radio, kepala desa, ketua Gapoktan, serta beberapa petani atau pendengar radio. Tabel 4 Data, instrumen, dan teknik pengumpulan data Data 1 2 3 4 5 6 7
Instrumen
Umur Tingkat pendidikan Status usaha tani Kepemilikan media massa Motif informasi Partisipasi Tingkat pemenuhan kebutuhan informasi
Teknik pengumpulan data
Kuesioner (I)
Menemui langsung responden dan mendampinginya dalam pengisian kuesioner
1 Frekuensi 2 Durasi 3 Pilihan acara
Kuesioner (II)
Responden mengisi kuesioner selama dua minggu (14 hari) berturut-turut
1 2 3 4 5 6
Wawancara
Menemui langsung informan dan responden, dengan mengajukan beberapa pertanyaan sebagai pengembangan dari data Kuesioner I dan Kuesioner II yang telah dikumpulkan.
Motif informasi Frekuensi Durasi Pilihan acara Partisipasi Tingkat pemenuhan kebutuhan informasi
Definisi Operasional Definisi operasional dan pengkuran dari variabel-variabel penelitian disajikan pada Tabel 5.
20 Tabel 5 Definisi operasional dan pengukuran variabel Variabel
Definisi operasional
Pengukuran
Umur (X1.1)
Lamanya responden hidup sejak ia dilahirkan sampai pada saat penelitian dilakukan
Pernyataan responden tentang umur dalam hitungan tahun
Tingkat pendidikan (X1.2)
Pendidikan yang telah diikuti oleh responden, mulai tingkat dasar, menengah dan tinggi
Pernyataan responden tentang tingkat pendidikan formal yang dimiliki (tidak sekolah, SD, SLTP, SLTA, Perguruan Tinggi)
Status usaha tani (X1.3)
Status usaha yang dijalankan oleh responden di bidang pertanian
Pernyataan responden tentang status usaha tani yang dijalankan (pemilik lahan, penyewa, penggarap, pengguna, dan buruh tani)
Kepemilikan media massa (X1.4)
Jenis media massa yang dimiliki dan diakses oleh responden
Pernyataan responden tentang kepemilikan atas televisi, radio, surat kabar, majalah, dan akses internet.
Motif informasi mendengarkan radio (X2)
Tingkat dorongan dan alasan responden mendengarkan radio komunitas dalam hal memperoleh informasi atau pengetahuan
Menentukan tingkatan berdasarkan skor atas pernyataan tentang jumlah motif informasi mendengarkan radio.
Frekuensi (X3.1)
Banyaknya waktu yang digunakan responden untuk mendengarkan radio komunitas, dinyatakan dalam satuan berapa hari mendengarkan selama dua minggu, dan berapa kali mendengarkan dalam dua minggu
Menentukan tingkatan berdasarkan skor atas pernyataan tentang jumlah hari dan kali mendengarkan radio dalam dua minggu.
Durasi (X3.2)
Lamanya responden mendengarkan radio komunitas dalam dua minggu, dinyatakan dalam satuan jam per dua minggu dan jam per hari
Menentukan tingkatan berdasarkan skor atas pernyataan tentang jumlah waktu mendengarkan radio dalam dua minggu.
21 Tabel 5 Definisi operasional dan pengukuran variabel (lanjutan) Variabel
Definisi operasional
Pengukuran
Pilihan acara (X3.3)
Nama program acara siaran radio komunitas yang dipilih oleh responden untuk didengarkan selama dua minggu
Pernyataan responden tentang acara radio komunitas yang dipilih untuk didengarkan selama dua minggu
Partisipasi (X3.4)
Keterlibatan responden dalam radio komunitas. Keterlibatan yang dimaksud terdiri dari: keterlibatan dalam kegiatan yang dilaksanakan radio, keterlibatan dalam program siaran radio, dan keterlibatan mengusulkan program acara siaran yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan responden
Menentukan tingkatan berdasarkan jumlah atas pernyataan responden tentang jumlah partisipasi yang dilakukan
Tingkat pemenuhan kebutuhan informasi (Y)
Tingkat terpenuhinya kebutuhan informasi respoden melalui radio komunitas
Menentukan tingkatan berdasarkan skor atas pernyataan tentang jumlah atas terpenuhinya informasi responden melalui radio komunitas.
Analisis Data Pengolah data yang digunakan adalah software Statistical Package for Social Science (SPSS) versi 19.0. Setelah diolah, data dianalisis dengan menggunakan metode analisis statistik deskriptif dalam tabel frekuensi yang hasilnya dapat menjawab pertanyaan sebagaimana yang dinyatakan dalam perumusan masalah dan tujuan penelitian. Pengujian hipotesis menggunakan uji korelasi rank Spearman dan Chi Square. Pemilihan uji korelasi rank Spearman mengacu pada pendapat yang dikemukakan oleh Kriyantono (2009), bahwa untuk menguji antara jenis skala/data ordinal dengan ordinal, maka salah satu uji yang digunakan adalah Spearman’s. Dalam uji rank Spearman, setiap data dari variabel yang diteliti harus ditetapkan peringkatnya dari yang terkecil sampai terbesar.
Uji Validitas dan Reliabilitas Validitas berhubungan dengan ketepatan dan kecermatan sebuah pengukuran, sementara reliabilitas berhubungan dengan kekonsistensian dari
22 pengukuran. Uji validitas dan reliabilitas dilakukan terhadap 30 calon responden, dengan sebaran sebanyak 15 dari pendengar Radio Remaja dan 15 pendengar Radio Whisnu. Jumlah 30 orang untuk taraf uji coba sudah cukup memadai, sehingga hasil pengukurannya dapat mendekati distribusi normal (Ancok 1995). Kuesioner yang diberikan berisi sejumlah pertanyaan yang terdiri dari sejumlah variabel yang dapat menjawab tujuan penelitian. Uji validitas dan reliabilitas menggunakan software SPSS versi 19 dengan teknik Cronbach Alpha. Nilai validitas dari uji yang dilakukan terhadap instrumen, yaitu sebesar 0.746. Nilai tersebut dibandingkan dengan r tabel product moment dengan N=30 adalah 0.349. Karena nilai koefisiennya positif dan lebih besar dari r tabel (0.746 > 0.349), maka item pada instrumen dinyatakan valid. Nilai hasil uji reliabilitas yaitu sebesar 0.834, yang menunjukkan bahwa instrumen layak dan reliabel digunakan untuk penelitian. Menurut Sekaran (2006), bahwa reliabilitas kurang dari 0.6 adalah kurang baik, sedangkan 0.7 dapat diterima, dan di atas 0.8 adalah baik. Walaupun demikian, beberapa perbaikan tetap dilakukan berdasarkan kondisi yang ditemui pada saat uji coba.
Penyajian Data Data yang telah dikumpulkan dan telah diolah, disajikan melalui tabel frekuensi. Penyajian data dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan kategori untuk setiap variabel. Penentuan kategori menggunakan interval, yang cara memperolehnya adalah: Skor maksimum – Skor minimum Jumlah kategori Tabel 6 menunjukkan skor maksimum dan skor minimum, jumlah kategori, interval, serta kategori dari masing-masing variabel. Tabel 6 Skor maksimum, skor minimum, jumlah kategori, interval, dan kategori dari masing-masing variabel Variabel
Skor
Jumlah Interval kategori
Kategori
Maks.
Min.
Frekuensi (hari per dua minggu)
14
2
4
3
Sangat rendah (2-4); Rendah (5-7); Tinggi (8-10); Sangat tinggi (11-14)
Frekuensi (kali per dua minggu)
36
4
4
8
Sangat rendah (4-11); Rendah (12-19); Tinggi (2027); Sangat tinggi (28-36)
Durasi (jam per dua minggu)
73
7
4
16.5
Sangat rendah (7-23.5); Rendah (23.6-40); Tinggi (40.1-56.5); Sangat tinggi (56.7-73)
23 Tabel 6 Skor maksimum, skor minimum, jumlah kategori, interval, dan kategori dari masing-masing variabel (lanjutan) Variabel
Skor
Jumlah kategori
Interval
Kategori
Maks.
Min.
Durasi (jam per hari)
7.81
1.30
4
1.63
Sangat rendah (1.30-2.93); Rendah (2.94-4.56); Tinggi (4.57-6.19); Sangat tinggi (6.20-7.81)
Motif informasi
12
1
4
3
Sangat rendah (1-3); Rendah (4-6); Tinggi (7-9); Sangat tinggi (10-12)
Tingkat pemenuhan kebutuhan informasi
10
0
4
2.5
Sangat rendah (0-2.5); Rendah (2.6-5 ); Tinggi (5.1-7.75); Sangat tinggi (7.6-10)
Secara garis besar, Gambar 2 menunjukkan tahapan dan alur penelitian yang telah dilakukan.
Mulai
Identifikasi radio komunitas
Observasi dan pemilihan radio komunitas
Pra penelitian Penelitian Kuesioner pendahuluan
Pengumpulan data
Pembuatan kerangka sampel
Entri, pengolahan, dan analisis data
Penarikan sampel
Penyajian dan interpretasi data
Pengisian Kuesioner I dan II, Wawancara
Penarikan kesimpulan
Selesai
Gambar 2 Tahapan dan alur penelitian tentang pola penggunaan radio komunitas
24
25
4 GAMBARAN UMUM Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada 2 desa yang ada di Kabupaten Indramayu, yaitu Desa Majasari dan Desa Arjasari. Desa Majasari merupakan salah satu dari 14 desa yang ada di Kecamatan Sliyeg Kabupaten Indramayu Provinsi Jawa Barat. Desa yang memiliki wilayah seluas 2.94 km 2 ini berbatasan dengan Desa Majasih (sebelah utara), Desa Sliyeg (sebelah timur), Desa Sleman Lor (sebelah barat), dan Desa Tambi Lor (sebelah selatan). Jarak Desa Majasari dari ibu kota kabupaten (Kecamatan Indramayu) adalah sekitar 21 km. Desa Majasari memiliki lahan sawah seluas 202 hektar yang digunakan secara produktif untuk tanaman padi, dan 15 hektar untuk tanaman sayur. Dikenal 2 musim pada desa Majasari, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Pada musim penghujan, pola penggunaan lahan pertanian digunakan sebagai lahan sawah yang ditanami padi dan sayuran, dan pada musim kemarau terkadang ditanami palawija. Adapun lahan pekarangan, banyak dimanfaatkan dengan ditanami macam-macam tanaman kecil, pohon buah dan lain-lain. Jumlah penduduk Desa Majasari berdasarkan data BPS (2012) yaitu sebanyak 2816 jiwa yang terdiri dari 1496 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 1320 jiwa berjenis kelamin perempuan. Desa Majasari didominasi oleh penduduk yang memiliki jenis pekerjaan di bidang pertanian, yaitu sebanyak 353 orang atau sebesar 57%. Gambar 3 menunjukkan secara rinci persentase jumlah penduduk berdasarkan jenis pekerjaan. Selain itu, pada Gambar 4 dapat dilihat persentase penduduk berdasarkan pendidikan formal, yang didominasi oleh tamatan SD, yaitu sebesar 462 orang atau 50%. Desa Majasari dilintasi oleh jalan kabupaten, dan sejak tahun 1994 trayek angkutan kota mulai masuk sehingga sangat membantu dalam hal transportasi massal penduduk. Walaupun demikian, angkutan ojeg motor dan becak masih mendominasi transportasi desa, hal ini bisa terlihat dari banyaknya jumlah pengemudi ojeg dan becak di Desa Majasari. Pada bidang telekomunikasi, jaringan kabel telepon telah ditinggalkan sehubungan dengan perkembangan penggunaan teknologi komunikasi yang lain seperti handphone. Penduduk Desa Majasari dapat menjangkau siaran-siaran dari media massa elektronik, yaitu televisi dan radio. Hal tersebut didukung dengan sumber daya energi listrik yang sudah menjangkau semua daerah dalam wilayah Desa Majasari. Khusus untuk radio, banyak siaran yang masuk dan dapat dijangkau oleh penduduk Desa Majasari, dan yang paling banyak adalah siaran radio yang sifatnya komersil atau lembaga penyiaran swasta. Ada dua siaran radio komunitas yang dapat dijangkau oleh penduduk Desa Majasari, yaitu Radio Tiang Sleman (RTS) dan Radio Remaja. RTS adalah radio komunitas yang berada dalam wilayah kecamatan yang sama, yaitu Kecamatan Sliyeg, tetapi pendiriannya bukan merupakan rintisan dari penduduk dan tidak berada dalam wilayah Desa Majasari, sehingga siarannya tidak dikhususkan untuk penduduk Desa Majasari. Adapun Radio Remaja adalah radio komunitas yang digunakan untuk kebutuhan informasi lokal di Desa Majasari, yang didirikan dan dikelola oleh unit gabungan kelompok tani (gapoktan), dan merupakan satu-
26
Jumlah penduduk (%)
satunya radio komunitas yang berada dalam wilayah Desa Majasari. Pemerintah Desa Majasari juga menjadikan Radio Remaja sebagai media publikasi dan informasi kegiatan desa, serta informasi pertanian. Lokasi penelitian yang kedua adalah Desa Arjasari, yang merupakan salah satu dari 8 desa yang ada di Kecamatan Patrol Kabupaten Indramayu. Jarak Desa Arjasari dari Kecamatan Indramayu sebagai ibu kota kabupaten adalah sekitar 52 km, dengan luas desa yaitu 6.2 km2. Desa Arjasari memiliki letak geografis yang bukan pesisir dengan topografi wilayah dataran dengan ketinggian 2 m dari permukaan laut yang letak desanya di luar kawasan hutan. Desa Arjasari termasuk desa swakarya yang jumlah penduduknya sebanyak 7766 jiwa, terdiri dari 3907 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 3859 jiwa perempuan. Desa Arjasari memiliki 6 kelompok tani yang tergabung dalam Gapoktan Bareng Maju dengan 565 anggota. Adapun lahan tanam untuk padi seluas 486 hektar dan sayur seluas 39 hektar. Desa Arjasari juga di dominasi oleh penduduk yang memiliki jenis pekerjaan di bidang pertanian yaitu sebanyak 1419 orang atau 57%, sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 3. 60 50 40 30 20 10 0
Desa Majasari Desa Arjasari PNS, TNI/Polri, Pensiunan
Swasta
Perdagangan
Pertanian
Jumlah penduduk (%)
Gambar 3 Jumlah penduduk berdasarkan jenis pekerjaan di Desa Majasari dan Desa Arjasari tahun 2012
50 40
30
Desa Majasari
20
Desa Arjasari
10 0 Tamat SD
Tamat SLTP
Tamat SLTA
PT
Gambar 4 Jumlah penduduk berdasarkan pendidikan formal di Desa Majasari dan Desa Arjasari tahun 2012 Berdasarkan jenis pekerjaan, Desa Majasari dan Desa Arjasari didominasi oleh penduduk yang berkecimpung di bidang pertanian, yaitu antara 45-60%, sementara PNS, TNI/Polri, dan pensiunan termasuk sedikit dengan jumlah 1-9%. Sama halnya dengan Desa Majasari, Desa Arjasari juga didominasi oleh penduduk yang tingkat pendidikan formalnya adalah tamatan SD, yaitu sebanyak
27 1051 orang atau sebesar 50%. Gambar 4 menunjukkan persentase penduduk berdasarkan pendidikan formal di Desa Majasari dan Desa Arjasari. Transportasi umum yang digunakan oleh penduduk Desa Arjasari untuk menjangkau desa lainnya adalah dengan angkutan ojeg motor. Desa Arjasari tidak dilalui oleh angkutan antar kecamatan dalam wilayah Kabupaten Indramayu, sehingga untuk menjangkau wilayah kecamatan, terlebih dahulu menggunakan ojeg sampai di jalan raya atau jalan poros kabupaten. Penduduk Desa Arjasari dapat menjangkau siaran-siaran dari media massa elektronik, yaitu televisi dan radio. Hal tersebut didukung dengan sumber daya energi listrik yang sudah menjangkau semua daerah dalam wilayah Desa Arjasari. Khusus untuk radio, banyak siaran yang masuk dan dapat dijangkau oleh penduduk Desa Arjasari, baik siaran radio swasta, maupun siaran radio komunitas. Ada beberapa siaran radio komunitas yang dapat dijangkau oleh penduduk Desa Arjasari, yaitu Radio Ranubhaya dan Radio Gaya Swara dari Desa Sukahaji, serta Radio Fuja dari Desa Patrol Baru. Radio Ranubhaya dan Radio Gaya Swara adalah radio komunitas yang berada di luar Desa Arjasari, begitupun dengan Radio Fuja, sehingga siarannya tidak dikhususkan untuk penduduk Desa Arjasari. Adapun Radio Whisnu merupakan satu-satunya radio komunitas yang berada dalam wilayah Desa Arjasari.
Radio Remaja FM Radio Remaja merupakan lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum Indonesia, didirikan oleh komunitas petani, bersifat independen dan tidak komersial, serta untuk melayani kepentingan komunitasnya, yaitu petani. Sebagaimana radio komunitas pada umumnya, Radio Remaja juga memiliki daya pancar rendah dan luas jangkauan wilayah yang terbatas yaitu 5 km, yang jangkauannya hanya sampai pada Kecamatan Sliyeg, Kecamatan Balongan, Kecamatan Jatibarang dan sebagian Kecamatan Bangodua. Secara resmi, Radio Remaja menjadi radio komunitas petani pada tahun 2008 dengan Akta Notaris No. 32 tertanggal 4 April 2008. Awalnya, Radio Remaja mulai berdiri sejak tahun 2003 atas inisiatif salah seorang warga Desa Majasari yang dilatarbelakangi oleh hobi pribadi pada bidang penyiaran. Sejalan dengan itu, petani di Desa Majasari yang tergabung dalam Gapoktan Maja Mulya membutuhkan sebuah media informasi dan komunikasi di antara mereka. Harapan Gapoktan Maja Mulya terpenuhi dengan adanya penawaran dari pendiri sekaligus pengelola Radio Remaja yang juga merupakan anggota gapoktan tersebut untuk menjadikan Radio Remaja sebagai radio komunitas petani, dalam hal ini dikelola dan diperuntukkan untuk kepentingan petani. Sejak saat itu, Radio Remaja resmi dikelola oleh Gapoktan Maja Mulya Desa Majasari. Visi dari Radio Remaja adalah pemanfaatan media untuk kemajuan petani, yang didukung dengan misinya yaitu penyiaran informasi pertanian untuk komunitas petani. Nama Remaja diambil dari slogan Kabupaten Indramayu yaitu religius, maju, mandiri, dan sejahtera. Radio Remaja FM beralamat di Jalan PU Majasari Desa Majasari Kecamatan Sliyeg. Radio Remaja juga memiliki blog yang berisi tentang informasi seputar pertanian dan informasi tentang
28 pembangunan Desa Majasari, serta informasi seputar kegiatan kelompok tani, yang beralamat di http://radionewongtani.blogspot.com. Radio Remaja berkembang atas biaya yang diperoleh dari kontribusi pendengarnya, dengan cara mengedarkan kartu pendengar kepada anggota komunitas, yang selanjutnya dana yang terkumpul dari kartu pendengar tersebut digunakan untuk biaya operasional. Karena sifatnya yang tidak komersial, Radio Remaja tidak dapat menerima iklan niaga untuk menambah biaya operasionalnya, sehingga iklan yang disiarkan terbatas pada iklan layanan masyarakat. Radio yang memiliki motto “Radione Wong Tani” ini, memiliki target audiens sebanyak 200 pendengar pasif dan 200 pendengar aktif, yang masuk dalam wilayah jangkauan siarannya. Audiens terdiri dari 80% petani dan 20% pendengar dari berbagai latar belakang profesi. Radio Remaja berada pada frekuensi 107.7 FM dan melakukan kegiatan siaran setiap hari mulai pukul 07.00 sampai pukul 00.00, dengan isi siaran terdiri atas siaran musik, budaya dan informasi pertanian. Pengelola sekaligus penyiar Radio Remaja hanya dipegang oleh seorang anggota Gapoktan Maja Mulya. Radio Remaja memiliki sumber daya manusia yang sangat kurang dari segi kuantitas, karena hanya dilakukan oleh seorang anggota, dan terkadang dibantu oleh siswa yang sedang magang, juga dari perangkat desa. Terbatasnya SDM berpengaruh pada waktu siaran yang turut berkurang pula. Untuk isi siaran, beberapa informasi diproduksi atau dikemas sendiri oleh pengelola Radio Remaja. Misalnya petani membutuhkan informasi tentang cara pembasmian hama, maka pengelola memproduksi informasi tersebut dengan menghimpun informasi yang relevan dari sejumlah sumber, seperti majalah dan internet. Pengelola radio juga terkadang merekam informasiinformasi pertanian dari radio komunitas pertanian lainnya, lalu menyiarkan ulang melalui Radio Remaja.
Radio Whisnu FM Radio Whisnu secara resmi menjadi radio komunitas petani pada tahun 2006, dengan Akta Notaris No. 16 tertanggal 20 Juni 2006. Awalnya, Radio Whisnu berdiri pada tahun 2003, yang dilatar belakangi dengan harapan dari sejumlah petani yang juga tergabung dalam anggota karang taruna Desa Arjasari Kecamatan Patrol Kabupaten Indramayu untuk memiliki media silaturahmi guna mengantisipasi tawuran antar pemuda yang marak terjadi pada waktu itu. Dari niat awal sekelompok anggota karang taruna tersebut, dan dengan melihat kebutuhan masyarakat sekitar yang mayoritas petani memerlukan sebuah media informasi dan hiburan, maka Radio Whisnu FM diformat menjadi radio komunitas petani. Radio Whisnu tergabung dalam anggota Jaringan Radio Suara Petani (JRSP), yaitu sebuah asosiasi radio komunitas petani dan nelayan yang ada di Jawa Barat. Pada tahun 2006, Radio Whisnu FM memperoleh izin layak siar dari Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Barat. Radio Whisnu merupakan lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum Indonesia, didirikan oleh komunitas petani, bersifat independen dan tidak komersial, serta untuk melayani kepentingan komunitasnya, yaitu petani. Sebagaimana radio komunitas
29 pada umumnya, Radio Whisnu juga memiliki daya pancar rendah dan luas jangkauan wilayah yang terbatas yaitu 5 km. Kata “Whisnu” adalah kepanjangan dari wadah informasie sampeyan ning udara. Nama tersebut mewakili harapan petani untuk memiliki media hiburan dan informasi di tengah komunitas mereka. Radio Whisnu FM yang beralamat di Jalan Tutupan Tulang Kacang RT. 01/04 Desa Arjasari Kecamatan Patrol ini, untuk sementara mengudara pada frekuensi 93.5 FM, dengan jam siar mulai pukul 09.00 sampai pukul 03.00. Jumlah penyiar Radio Whisnu sebanyak 3 orang yang juga bekerja sebagai petani. Pada awal berdirinya, biaya operasional diperoleh dari hasil penjualan penyebaran kartu request kepada sejumlah petani sebagai pendengar radio. Kartu tersebut berisi sapaan kepada para pendengar lain dan berisi permintaan pemutaran lagu tertentu dari pendengar. Namun seiring dengan perkembangan teknologi, kartu request sudah mulai ditinggalkan dan digantikan dengan telepon, sehingga pengelola mendata ulang petani untuk menjadi member Radio Whisnu dengan memungut iuran per bulan. Iuran tersebutlah yang digunakan untuk biaya operasional radio. Sebagaimana dengan radio komunitas yang sifatnya tidak komersial, Radio Whisnu juga tidak dapat menerima iklan niaga untuk menambah biaya operasionalnya, sehingga iklan yang disiarkan terbatas pada iklan layanan masyarakat. Namun terkadang, ada permintaan dari anggota komunitas untuk menyiarkan produk-produk hasil taninya melalui radio, sehingga pengelola Radio Remaja tetap mengakomodir permintaan tersebut, dengan tidak memungut biaya. Isi siaran Radio Whisnu berisi siaran informasi dan hiburan, dalam hal ini pemutaran lagu/musik daerah. Adapun informasi-informasi pertanian diperoleh dari JRSP dalam bentuk softcopy, lalu diputar kembali melalui Radio Whisnu. Selain itu, Radio Whisnu juga menyiarkan informasi umum yang dibutuhkan pendengarnya, seperti informasi kesehatan dan pendidikan.
Responden Gambaran umum yang diuraikan pada bagian ini adalah karakteristik individu responden, terdiri atas umur, tingkat pendidikan, status usaha tani, dan kepemilikan media massa. Umur dibagi dalam tiga kategori, yaitu dewasa muda untuk responden yang berusia antara 19 sampai 30 tahun, dewasa pertengahan untuk responden yang berusia 31 sampai 50 tahun, dan dewasa tua untuk responden yang berusia di atas 50 tahun. Pendidikan formal responden dibagi dalam tiga tingkatan, yaitu responden yang tidak pernah sekolah sampai yang tamat Sekolah Dasar (SD) masuk dalam kategori rendah, responden yang telah mengikuti pendidikan tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) sampai Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) dimasukkan dalam kategori menengah, dan responden yang pendidikan formalnya sampai tingkat akademik/perguruan tinggi masuk dalam kategori tinggi. Status usaha tani terdiri atas lima kategori, yaitu pemilik lahan, penyewa, penggarap, pengguna, dan buruh tani. Pemilik lahan adalah responden yang memiliki lahan, baik menggarapnya sendiri maupun digarapkan oleh orang lain. Penyewa adalah responden yang menyewa lahan milik lain untuk digarap. Penggarap adalah responden yang menggarap lahan milik orang lain dengan
30 kesepakatan bagi hasil dengan pemilik lahan. Pengguna adalah responden yang menggunakan lahan milik orang lain dengan cuma-cuma sampai pemilik lahan memanfaatkannya. Buruh tani adalah responden yang bekerja pada lahan milik orang lain dengan memperoleh bayaran. Kepemilikan media massa terdiri dari lima kategori, yaitu televisi, radio, surat kabar, majalah, dan akses terhadap internet. Pada bagian ini juga akan diuraikan tentang seberapa sering responden menggunakan media massa tersebut, dan bagaimana cara responden untuk mengaksesnya. Tabel 7 menunjukkan secara rinci jumlah pendengar radio berdasarkan karakteristik individu. Tabel 7 Jumlah pendengar radio berdasarkan karakteristik individu di Desa Majasari dan Desa Arjasari tahun 2013 Karakteristik individu
Kategori
Pendengar radio (%) Remaja Whisnu Total (Ʃ=50) (Ʃ=45) (Ʃ=95)
Umur
Dewasa muda (19-30 tahun) Dewasa pertengahan (31-50 tahun) Dewasa tua (> 50 tahun)
6 66 28
13 65 22
10 65 25
Tingkat pendidikan
Rendah (Tamat SD) Menengah (SLTP-SLTA)
80 20
44 56
63 37
Status usaha Pemilik lahan tani Penyewa Penggarap Buruh tani
38 0 20 42
38 20 0 42
38 9 11 42
Kepemilikan Televisi media massa Radio Surat kabar Majalah Akses internet
100 96 8 8 4
98 96 22 31 31
99 96 15 19 17
Usia responden terbanyak ada pada kategori dewasa pertengahan, baik responden yang menjadi pendengar Radio Remaja maupun pendengar Radio Whisnu, sedangkan responden pada kategori dewasa muda memiliki persentasi yang cukup rendah. Hal ini menunjukkan bahwa pendengar radio pada dua komunitas didominasi oleh kategori usia dewasa pertengahan dan dewasa tua, sebagaimana data umur responden yang dikumpulkan adalah 19 tahun merupakan umur responden yang paling rendah, dan 68 tahun adalah umur responden yang paling tinggi. Tingkat pendidikan didominasi oleh responden dengan kategori rendah. Jumlah tersebut juga sesuai dengan data jumlah penduduk Desa Majasari dan Desa Arjasari berdasarkan tingkat pendidikan, yang didominasi oleh penduduk
31 dengan tingkat pendidikan sampai tamat SD sebesar 50% (Gambar 4). Tidak ada responden yang memiliki pendidikan kategori tinggi, baik responden dari pendengar Radio Remaja maupun Radio Whisnu. Status usaha tani responden yang terbanyak adalah buruh tani, yaitu sebesar 42%. Selain empat status usaha tani (pemilik lahan, penyewa, penggarap, dan buruh tani), sebagaimana yang disajikan pada Tabel 7, di dalam instrumen juga disediakan pilihan status usaha tani yang lain, yaitu sebagai pengguna lahan, namun tidak terdapat seorangpun responden, baik pendengar dari Radio Remaja maupun pendengar dari Radio Whisnu yang status usaha taninya sebagai pengguna lahan. Televisi dan radio merupakan media massa yang dimiliki oleh paling banyak responden. Khusus untuk responden yang memiliki media radio terlihat tidak mencapai 100%, padahal mereka termasuk ke dalam pendengar radio. Walaupun tidak memiliki media radio, namun mereka masih tetap dapat mengakses siaran radio melalui teknologi telepon seluler atau handphone. Gambar 5 menunjukkan frekuensi responden dalam mengakses media massa (televisi, surat kabar, majalah, internet), baik dari pendengar Radio Remaja maupun pendengar Radio Whisnu. Pendengar Radio Remaja
100 Jumlah responden (%)
Jumlah responden (%)
100 80 60 40 20 0
Pendengar Radio Whisnu
80 60 40 20 0
Televisi
Surat kabar
Majalah Internet
Televisi
Surat kabar
Majalah Internet
Gambar 5 Frekuensi responden mengakses media massa dalam seminggu pada pendengar Radio Remaja dan pendengar Radio Whisnu ( setiap hari; 4-6 kali; 1-3 kali; tidak pernah) Frekuensi responden dalam mengakses media massa selain radio, terlihat tinggi pada media televisi dibandingkan dengan media massa lainnya yaitu surat kabar, majalah, dan internet. Televisi menjadi media massa yang paling diminati, yaitu dengan frekuensi akses responden adalah setiap hari. Berbeda dengan televisi, media massa seperti surat kabar, majalah, dan internet kurang diakses oleh pendengar dari kedua radio, yaitu lebih dari 60% responden tidak pernah mengakses media massa tersebut (surat kabar, majalah, dan internet). Terlihat sedikit perbedaan pada frekuensi akses internet, khususnya pada pendengar Radio Whisnu, yang hampir 20% responden dapat mengakses internet setiap hari. Responden yang dapat mengakses internet setiap hari adalah mereka yang usianya tergolong dewasa muda. Kepemilikan telepon seluler membuat responden yang berusia dewasa muda lebih cepat dan mudah dalam mengakses internet.
32 Responden yang dapat mengakses surat kabar dan majalah adalah responden yang memiliki aktivitas lain di luar profesinya sebagai petani. Misalnya, responden tersebut sering bepergian ke tempat umum, yang membuat mereka dapat membaca surat kabar dan majalah yang telah tersedia di tempat umum tersebut (terminal, pasar, bus antar kota, stasiun, dan lain-lain). Adapun sumber responden dalam mengakses surat kabar dan majalah, yaitu dengan sekali-kali membeli atau meminjam surat kabar dan majalah milik orang lain. Tidak terdapat seorangpun responden yang mengakses surat kabar dan majalah dengan cara berlangganan. Begitupun dengan media internet, belum terdapat responden yang mengakses dengan cara berlangganan. Sebagian dari responden mengakses internet dengan menggunakan modem, handphone, dan dengan berkunjung ke warung internet.
33
5 POLA PENGGUNAAN RADIO KOMUNITAS PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMILIKI HUBUNGAN Frekuensi Mendengarkan Radio Komunitas Frekuensi mendengarkan radio komunitas adalah jumlah mendengarkan radio yang dihitung dari berapa hari dan berapa kali responden mendengarkan radio komunitas selama dua minggu. Berdasarkan hasil penelitian, skor tertinggi adalah 14, artinya responden mendengarkan radio komunitas sebanyak 14 hari atau setiap hari dalam dua minggu. Adapun skor terendah adalah 2, yang artinya responden mendengarkan radio komunitas sebanyak 2 hari selama dua minggu. Tabel 8 menunjukkan secara rinci jumlah pendengar radio berdasarkan frekuensi mendengarkan radio komunitas dalam satuan hari per dua minggu. Tabel 8 Jumlah pendengar radio berdasarkan frekuensi mendengarkan radio komunitas dalam satuan hari per dua minggu di Desa Majasari dan Desa Arjasari tahun 2013 Frekuensi mendengarkan radio (hari per dua minggu)
Pendengar radio (%) Remaja (Ʃ=50) Whisnu (Ʃ=45)
Total (Ʃ=95)
Sangat tinggi (11-14)
34
51
42
Tinggi (8-10)
42
33
38
Rendah (5-7)
22
11
17
2
5
3
100
100
100
Sangat rendah (2-4) Jumlah
Persentase jumlah pendengar radio berdasarkan frekuensi mendengarkan radio komunitas dalam satuan hari per dua minggu tergolong sangat tinggi. Lebih dari 40% responden mendengarkan radio hampir setiap hari, sementara hanya 3% responden yang sekali-kali saja mendengarkan radio komunitas. Pada dasarnya, responden mendengarkan radio komunitas hampir setiap hari, namun karena ada kesibukan tertentu dari beberapa responden pada saat penelitian dilakukan, sehingga membuat mereka tidak dapat mendengarkan radio pada saat itu. Data frekuensi mendengarkan radio komunitas, selain dalam satuan hari per dua minggu, juga diolah dalam satuan kali selama dua minggu. Tabel 9 menunjukkan jumlah pendengar radio berdasarkan frekuensi mendengarkan radio komnitas dalam satuan kali per dua minggu. Skor tertinggi adalah 36, artinya responden mendengarkan radio komunitas sebanyak 36 kali selama dua minggu, sementara skor terendah adalah 4 yang artinya responden mendengarkan radio komunitas sebanyak 4 kali dalam dua minggu. Persentase jumlah pendengar radio berdasarkan frekuensi mendengarkan radio komunitas dalam satuan kali per dua minggu tergolong tinggi, baik pendengar Radio Remaja maupun Radio Whisnu. Frekuensi tersebut merupakan akumulasi dari jumlah mendengarkan per hari selama dua minggu.
34 Tabel 9 Jumlah pendengar radio berdasarkan frekuensi mendengarkan radio komunitas dalam satuan kali per dua minggu di Desa Majasari dan Desa Arjasari tahun 2013 Frekuensi mendengarkan radio (kali per dua minggu) Sangat tinggi (28-36)
Pendengar radio (%) Remaja (Ʃ=50) Whisnu (Ʃ=45)
Total (Ʃ=95)
2
24
13
Tinggi (20-27)
50
44
47
Rendah (12-19)
24
16
20
Sangat rendah (4-11)
24
16
20
100
100
100
Jumlah
Kategori tinggi dalam mendengarkan radio komunitas, memiliki arti bahwa responden telah mendengarkan radio komunitas sebanyak 20 sampai 27 kali selama dua minggu, dan rata-rata sebanyak dua kali dalam sehari, dengan distribusi waktu yang berbeda per harinya. Tingginya frekuensi mendengarkan radio komunitas pada pendengar Radio Remaja dan Radio Whisnu dipengaruhi oleh karakteristik dari radio komunitas, yaitu media yang memiliki kedekatan dengan anggota komunitasnya, karena didirikan dan dikelola oleh mereka. Faktor kedekatan yang dimiliki radio komunitas dengan anggota komunitasnya juga diungkapkan oleh Rachmiatie (2007), bahwa adanya faktor kedekatan (proximity) baik secara fisik, dimana studio radio berada dalam lingkungan tempat tinggal mereka maupun secara psikis yang menyiarkan informasi yang lebih sesuai dengan kebutuhan mereka.
Durasi Mendengarkan Radio Komunitas Durasi adalah lamanya responden mendengarkan radio komunitas yang diukur dalam hitungan berapa jam dalam dua minggu dan berapa jam dalam sehari seorang responden mendengarkan radio komunitas. Berdasarkan hasil penelitian, skor tertinggi yang dimiliki responden adalah 73, artinya responden mendengarkan radio komunitas selama 73 jam dalam dua minggu, sementara skor terendah adalah 7 yang artinya responden mendengarkan radio komunitas selama 7 jam dalam dua minggu. Tabel 10 menunjukkan secara rinci jumlah pendengar radio berdasarkan durasi mendengarkan radio komunitas dalam dua minggu. Persentase jumlah pendengar radio berdasarkan durasi mendengarkan radio komunitas tergolong tinggi (31%). Walaupun persentase durasi tergolong tinggi, namun terlihat perbedaan antara pendengar radio yang satu dengan yang lainnya. Untuk pendengar Radio Remaja durasinya tergolong rendah dengan didominasi jumlah pendengar sebanyak 36%, sedangkan durasi mendengarkan untuk pendengar Radio Whisnu tergolong sangat tinggi dengan jumlah pendengar sebanyak 44%. Hal tersebut berarti bahwa hampir 50% pendengar Radio Whisnu telah mendengarkan radio komunitas selama 56.6 sampai 73 jam selama dua minggu, sedangkan pada pendengar Radio Remaja, terdapat 36% yang jumlah mendengarkan radionya hanya 23.6 sampai 40 jam selama dua minggu.
35 Tabel 10 Jumlah pendengar radio berdasarkan durasi mendengarkan radio komunitas dalam dua minggu di Desa Majasari dan Desa Arjasari tahun 2013 Durasi mendengarkan radio (jam per dua minggu) Sangat tinggi (56.6-73)
Pendengar radio (%) Remaja (Ʃ=50) Whisnu (Ʃ=45)
Total (Ʃ=95)
2
44
22
Tinggi (40.1-56.5)
34
27
31
Rendah (23.6-40)
36
18
27
Sangat rendah (7-23.5)
28
11
20
100
100
100
Jumlah
Jumlah pendengar radio berdasarkan durasi mendengarkan radio komunitas dalam satuan hari, secara rinci ditunjukkan pada Tabel 11. Skor tertinggi adalah 7.81, artinya responden mendengarkan radio komunitas selama 7.81 jam per hari, sementara skor terendah adalah 1.30 yang artinya responden mendengarkan radio komunitas selama 1.30 jam per hari. Tabel 11 Jumlah pendengar radio berdasarkan durasi mendengarkan radio komunitas dalam satuan hari di Desa Majasari dan Desa Arjasari tahun 2013 Durasi mendengarkan radio (jam per hari) Sangat tinggi (6.20-7.81)
Pendengar radio (%) Remaja (Ʃ=50) Whisnu (Ʃ=45)
Total (Ʃ=95)
0
7
3
Tinggi (4.57-6.19)
10
58
33
Rendah (2.94-4.56)
64
31
48
Sangat rendah (1.30-2.93)
26
4
16
100
100
100
Jumlah
Persentase jumlah pendengar radio berdasarkan durasi mendengarkan radio komunitas dalam sehari tergolong rendah, namun jika dibandingkan dengan durasi mendengarkan radio dari kedua pendengar radio, terlihat sangat berbeda. Durasi pendengar Radio Whisnu tergolong tinggi (58%), sedangkan pendengar Radio Remaja termasuk rendah (64%). Hal tersebut berarti bahwa pendengar Radio Whisnu mendengarkan radio komunitas 5 sampai 6 jam dalam sehari, sementara pendengar Radio Remaja hanya mendengarkan 2 sampai 4 jam sehari. Perbedaan dalam durasi mendengarkan radio berbeda antara kedua radio, salah satunya disebabkan oleh waktu siaran Radio Ramaja yang sering berkurang dikarenakan kurangnya penyiar tetap yang bisa mengisi acara pada waktu tertentu, sebagaimana yang diungkapkan pengelola Radio Remaja (AW).
36 “… Akhir-akhir ini memang terkadang tidak siaran, biasanya ada yang bantu, tapi kalau pas mereka juga punya kesibukan, dan saya juga ada kerjaan lain, sehingga kadang tidak siaran”. Jumlah penyiar berpengaruh pada waktu on air siaran radio. Sebagaimana ditulis pada bagian sebelumnya tentang gambaran umum radio, bahwa penyiar tetap pada Radio Remaja adalah 1 orang, yang jumlahnya lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah penyiar tetap pada Radio Whisnu, yaitu sebanyak 3 orang, sehingga ketika penyiar yang satu berhalangan, maka dapat digantikan oleh penyiar yang lain. Berbeda halnya dengan Radio Remaja, yang jika penyiar tetapnya memiliki kesibukan lain, radio tersebut dengan terpaksa tidak dapat melakukan siaran, kecuali pada waktu-waktu tertentu ada anggota komunitas yang bersedia untuk membantu mengisi siaran. Permasalahan sumber daya penyiar juga dialami oleh sejumlah radio komunitas yang ada di Indonesia, di antaranya sebagaimana yang diungkapkan oleh Masduki (2004), bahwa salah satu masalah besar radio komunitas di Indonesia yaitu persoalan SDM, terjadinya ketergantungan pada figur informal leader sehingga mempengaruhi konsistensi siaran setiap hari.
Pilihan Acara Pilihan acara merupakan salah satu bagian dari variabel pola penggunaan radio komunitas. Pilihan acara yang dimaksud adalah acara apa saja yang dipilih oleh responden untuk didengarkan selama dua minggu. Tabel 12 dan Tabel 13 menunjukkan secara rinci jumlah pendengar radio komunitas berdasarkan pilihan acara pada Radio Remaja dan Radio Whisnu. Acara yang sifatnya informatif, seperti informasi pertanian, pendidikan, kesehatan, dan informasi umum lainnya tidak didengarkan oleh responden dalam sebuah program acara tersendiri. Jenis acara informasi dapat didengarkan di antara sajian acara yang disiarkan, dengan kata lain bahwa acara yang sifatnya informatif tidak berdiri sendiri sebagai sebuah program acara, namun diselipkan di antara program acara yang disiarkan. Program acara yang disiarkan, sebagian besar menyertakan lagu tarling, yang identik dengan nama instrumen itar (gitar) dan suling (seruling). Tarling merupakan jenis musik yang populer di wilayah pesisir pantura (pantai utara) Jawa Barat, khususnya Indramayu dan Cirebon. Acara Selamat Pagi Petani menjadi populer pada Radio Remaja dibandingkan dengan acara lainnya, yaitu dengan jumlah pendengar sebesar 94%. Acara Selamat Pagi Petani disiarkan pada pagi hari ketika petani akan memulai aktifitasnya, sehingga petani dapat mendengarkan radio tanpa mengganggu aktivitas mereka yang mempersiapkan peralatan dan perlengkapan untuk ke sawah. Acara Remaja Berkarya memiliki pendengar yang jumlahnya kecil (16%). Selain waktu siaran dari acara tersebut yang bertepatan dengan waktu istirahat sebagian responden, acara Remaja Berkarya memiliki jumlah pendengar yang kecil juga disebabkan oleh acara tersebut yang terkadang tidak siaran karena
37 penyiarnya juga memiliki kesibukan lain, sehingga tidak dapat melakukan siaran setiap hari. Sebagai pengelola radio, AW mengungkapkan: “Acara Remaja Berkarya itu berisi informasi tentang program dan kegiatan desa. Untuk acara itu kita dibantu oleh perangkat desa, hanya sudah beberapa minggu ini dia punya kesibukan lain sehingga tidak siaran lagi, jadi acaranya juga tidak ada”. Tabel 12 Jumlah pendengar radio komunitas berdasarkan pilihan acara pada Radio Remaja tahun 2013 Pilihan acara Selamat pagi petani
Isi siaran Sapaan kepada petani, diselingi informasi, musik, dan lagu
Waktu siaran Pendengar (%) 07.00-09.00
94
Ceramah agama Pemutaran kaset ceramah agama
17.30-18.30
88
Dermayu remaja Pemutaran musik tarling
09.00-11.00
82
Kreasi remaja
Pemutaran musik karaoke. Pendengar menyanyi melalui telepon
15.00-17.00; 21.00-00.00
76
Memori remaja
Obrolan pendengar melalui telepon 18.30-19.30 yang dipandu oleh penyiar, diselingi dengan musik nostalgia
76
Lelampahan
Pagelaran wayang hasil hajatan warga yang direkam dan disiarkan kembali setiap sekali seminggu.
21.00-00.00
72
Petani ngobras Hasil rekaman dari obrolan santai (ngobrol santai) petani pada radio lain
17.00-17.30
28
Remaja berkarya Informasi tentang program dan kegiatan desa, disampaikan oleh Badan Permusyawaratan Desa
13.00-15.00
16
Latar Pantura menjadi acara yang sangat digemari oleh pendengar Radio Whisnu, yaitu diputar oleh 93% pendengar. Acara Latar Pantura menjadi acara terpopuler, karena selain berisi lagu-lagu tarling, juga disiarkan ketika petani sudah kembali dari aktifitas taninya pada sore hari, sehingga sambil istrahat sejenak mereka dapat mendengarkan lagu dan obrolan sesama petani melalui telepon. Musik dan Niaga memiliki jumlah pendengar yang kecil, karena musik hanya diputar tanpa didampingi oleh penyiar, sehingga responden merasa tidak ada interaksi komunikasi, seperti yang diungkapkan oleh seorang buruh tani (NR).
38 “… Jarang dengar acara itu, soalnya kalau hanya musik yang diputar, rasanya kurang dan kadang bosan, tidak ada orang yang menyiar, jadi kurang suka”. Persentase pendengar acara On Air Karaoke juga termasuk paling kecil, disebabkan waktu siaran acara tersebut pada pukul 13.00-15.00 merupakan waktu istirahat bagi sebagian besar responden. Tabel 13 Jumlah pendengar radio komunitas berdasarkan pilihan acara pada Radio Whisnu tahun 2013 Pilihan acara
Isi siaran
Waktu siaran Pendengar (%)
Latar pantura
Musik tarling yang diputar atas permintaan pendengar, diselingi dengan informasi dan obrolan pendengar yang dipandu oleh penyiar
15.00-17.30
93
Latar whisnu
Hiburan yang berisi lagu campuran (musik tarling, lagu dangdut, lagu pop, dan lagu sunda)
21.00-00.00
89
Salam guling
Sapaan dan salam untuk petani, diiringi musik tarling dan selingan informasi
09.00-11.45
87
Ronda
Pemutaran lagu, diselingi dengan obrolan antara penyiar dan pendengar. Diperuntukkan bagi petani yang sedang menjual hasil taninya ke pasar kecamatan pada dini hari
00.00-03.00
38
Musik dan niaga Musik diselingi dengan iklan produk 12.15-13.00 milik anggota komunitas
20
On air karaoke
16
Pemutaran musik karaoke. Pendengar menyanyi melalui telepon
13.00-15.00
Fungsi radio komunitas sebagaimana yang diungkapkan Fraser dan Estrada (2001), di antaranya yaitu menyediakan varietas program acara, belum sepenuhnya terlihat pada pilihan acara dari Radio Remaja dan Radio Whisnu. Pilihan acara dari dua radio komunitas tersebut lebih banyak didominasi oleh acara musik dan lagu. Walaupun pilihan acara pada dua radio komunitas belum beragam, namun ada beberapa program acara yang sudah dapat menunjukkan salah satu fungsi dari radio komunitas yaitu merepresentasikan, mendukung budaya dan identitas lokal. Acara Lelampahan yang berisi pagelaran wayang pada
39 Radio Remaja dan pemutaran lagu tarling pada Radio Whisnu yang merupakan jenis musik populer di wilayah pesisir pantura Jawa Barat, dapat menjadi representasi dan mendukung budaya serta identitas lokal masyarakat setempat.
Partisipasi Partisipasi adalah keterlibatan responden dalam kegiatan dan program acara radio komunitas. Partisipasi dalam penelitian ini merupakan bagian dari variabel pola penggunaan radio komunitas, sehingga lebih spesifik melihat bagaimana keterlibatan petani dalam program acara. Keterlibatan tersebut terdiri dari tiga bagian, yaitu keterlibatan dalam mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh radio, keterlibatan dalam program siaran, dan keterlibatan dalam menyampaikan usulan acara. Tingkat partisipasi ditentukan berdasarkan jumlah atau banyaknya bentuk partisipasi yang diikuti oleh responden. Jika responden tidak berpartisipasi sama sekali dalam program acara radio dan hanya menjadi pendengar pasif, tingkat partisipasinya masuk kategori sangat rendah. Jika jumlah partisipasi yang dilakukan responden sebanyak 3 atau lebih, tingkat partisipasi responden termasuk sangat tinggi. Tabel 14 menunjukkan secara rinci jumlah pendengar radio berdasarkan tingkat partisipasi dalam program acara radio komunitas. Tabel 14 Jumlah pendengar radio berdasarkan tingkat partisipasi dalam program acara radio komunitas di Desa Majasari dan Desa Arjasari tahun 2013 Tingkat partisipasi
Pendengar radio (%) Remaja (Ʃ=50)
Whisnu (Ʃ=45)
Sangat tinggi (≥ 3)
4
27
15
Tinggi (2)
6
22
13
Rendah (1)
88
27
60
2
24
12
100
100
100
Sangat rendah (0) Jumlah
Total (Ʃ=95)
Persentase jumlah pendengar radio berdasarkan tingkat partisipasi dalam program acara radio komunitas tergolong rendah, namun jika dibandingkan tingkat partisipasi dari kedua pendengar radio, terlihat sangat berbeda. Terdapat 88% pendengar Radio Remaja memiliki partisipasi yang rendah dalam kegiatan dan program acara radio komunitas, namun berbeda halnya dengan jumlah partisipasi pada pendengar Radio Whisnu yang jumlahnya cukup merata, mulai dari kategori sangat rendah sampai kategori sangat tinggi, yaitu berkisar 20% per kategori. Kurangnya partisipasi dari pendengar Radio Remaja, salah satunya disebabkan oleh tidak ada atau kurangnya kegiatan yang dilakukan oleh radio, sehingga pendengar juga tidak dapat terlibat secara langsung. Alasan tersebut diperkuat dengan ungkapan pengelola Radio Remaja (AW):
40 “… Bukannya mereka tidak mau terlibat atau berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan radio, tapi memang sudah beberapa bulan ini radio tidak mengadakan kegiatan-kegiatan seperti biasanya, jadi mereka hanya bisa berpartisipasi lewat telepon saja kalau sedang ada siaran”. Kurangnya keterlibatan pendengar radio komunitas dalam kegiatan dan program acara tidak hanya terjadi pada pendengar Radio Remaja dan Radio Whisnu. Panutra dan Atmojo (2012) mengungkapkan tentang keterlibatan anggota komunitas dalam pengelolaan radio. Hasil penelitian yang dilakukannya pada Radio Merapi FM menunjukkan bahwa hanya sedikit anggota komunitas yang berpartisipasi. Walaupun melalui musyawarah warga telah ada pembagian tugas dalam pengelolaan radio, namun banyak anggota yang tidak aktif, dan hanya sekedar mengelola radio sesuai dengan waktu longgar yang dimiliki. Selain mengetahui tingkat partisipasi dalam kegiatan dan program acara radio komunitas, selanjutnya pada Tabel 15 secara rinci menunjukkan jumlah pendengar radio berdasarkan bentuk partisipasi dalam program acara radio komunitas. Tabel 15 Jumlah pendengar radio berdasarkan bentuk partisipasi dalam program acara radio komunitas di Desa Majasari dan Desa Arjasari tahun 2013 Bentuk partisipasi
Pendengar radio (%) Remaja (Ʃ=50) Whisnu (Ʃ=45) Total (Ʃ=95)
Mengikuti kegiatan radio
10
44
26
Keterlibatan dalam program acara
92
69
81
Menyampaikan usulan acara
10
33
21
Jumlah pendengar radio berdasarkan bentuk partisipasi dalam program acara radio komunitas terlihat didominasi oleh responden yang partisipasinya berupa keterlibatan dalam program acara (81%). Keterlibatan dalam program acara yang dimaksud adalah keterlibatan responden menjadi pengisi acara, penyiar, dan mengungkapkan aspirasi dan keinginan secara tidak langsung atau melalui telepon. Bentuk partisipasi yang dilakukan oleh pendengar Radio Remaja adalah mengikuti kegiatan yang dilaksanakan oleh radio, seperti rapat atau pertemuan anggota. Partisipasi kedua, dalam bentuk keterlibatan pada program siaran seperti mengirimkan Short Message Service (SMS) atau melalui telepon, baik untuk berbagi pengalaman dengan pendengar/sesama petani, atau menyampaikan pertanyaan, maupun meminta pemutaran lagu-lagu tertentu. Bentuk partisipasi ketiga yaitu menyampaikan usulan acara kepada pengelola radio komunitas. Adapun acara yang diusulkan oleh responden adalah acara diskusi pertanian, siaran langsung penyuluhan, siaran pertanian, lowongan kerja, dan ceramah agama (live). Partisipasi yang paling banyak dilakukan oleh pendengar Radio Remaja adalah dalam bentuk keterlibatan pada program siaran, dengan mengirimkan pesan singkat melalui telepon seluler. Bentuk ini sangat diminati oleh responden dibandingkan dengan bentuk partisipasi lainnya seperti mengikuti pertemuan
41 anggota, atau menyampaikan usulan acara. Responden yang aktif terlibat dalam pertemuan anggota atau aktif menyampaikan usulan acara adalah mereka yang juga aktif dalam kelompok taninya, seperti ketua gapoktan, ketua kelompok tani, pengelola radio, termasuk di dalamnya adalah penyiar. Sementara pendengar yang lain, merasa tidak perlu terlalu banyak melibatkan diri dalam pertemuan atau rapat, karena menganggap bahwa mereka sudah diwakili oleh ketua gapoktan atau ketua kelompok tani. Bentuk partisipasi pada Radio Whisnu, yang pertama adalah mengikuti kegiatan yang dilaksanakan oleh radio yaitu temu pendengar, arisan, dan rapat atau pertemuan anggota. Partisipasi kedua dalam bentuk keterlibatan pada program siaran seperti menjadi pengisi acara, penyiar, dan menyampaikan aspirasi atau keinginan melalui SMS atau telepon, baik dalam hal informasi maupun untuk kepentingan hiburan. Bentuk partisipasi ketiga yaitu menyampaikan usulan acara kepada pengelola radio komunitas. Adapun acara yang diusulkan oleh responden pada Radio Whisnu adalah acara obrolan petani, tips untuk petani, dan acara musik. Jumlah pendengar Radio Whisnu yang terlibat dalam program siaran sebanyak 31 orang. Keterlibatan tersebut bukan hanya melalui SMS, namun beberapa di antara mereka aktif mengisi acara hiburan, misalnya dengan ikut nembang (menyanyikan lagu) secara langsung (live). Tingkat partisipasi pendengar dari dua radio komunitas memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Kondisi tersebut ditunjukkan oleh rendahnya partisipasi pendengar Radio Remaja dibandingkan dengan pendengar Radio Whisnu. Selain masalah kurangnya kegiatan yang dilakukan oleh Radio Remaja, sebagaimana yang telah dituliskan pada bagian sebelumnya, perbedaan itu juga banyak dipengaruhi oleh latar belakang berdirinya kedua radio komunitas tersebut. Keberadaan Radio Remaja yang saat ini dikelola atas nama Gapoktan, namun pada awal proses pendirian merupakan inisiatif pribadi pemilik radio. Hal ini yang diduga menjadi penyebab anggota komunitas lain kurang merasa penting untuk melibatkan diri dalam pengelolaannya, sehingga mereka lebih bersifat pasif dalam mengikuti program acara radio. Sementara Radio Whisnu didirikan atas inisiatif sejumlah petani yang tergabung dalam kelompok karang taruna. Hal tersebut menjadikan petani yang tergabung dalam komunitas memiliki keterikatan dan solidaritas yang tinggi untuk bersama-sama menjaga eksistensi radio komunitasnya sebagai media informasi dan hiburan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Darmanto (2007) mengungkapkan bahwa tingkat partisipasi warga sangat menentukan eksistensi radio komunitas. Semakin tinggi partisipasi masyarakat semakin tinggi pula jaminan kelangsungan dan pengembangan radio komunitas tersebut. Sesuai fungsi dari radio komunitas sebagaimana yang diungkapkan Fraser dan Estrada (2001), bahwa salah satu fungsi radio komunitas adalah memberikan kesempatan bersuara kepada mereka yang selama ini tidak memiliki kesempatan. Bentuk partisipasi yang dilakukan oleh pendengar Radio Remaja dan Radio Whisnu sedikitnya memberikan gambaran bahwa, mereka sudah memiliki media untuk menyampaikan aspirasi dan keinginan mereka, yang selama ini belum atau tidak dapat mereka lakukan pada media massa lain.
42 Hubungan Karakteristik Individu dengan Pola Penggunaan Radio Komunitas Karakteristik individu berhubungan nyata dengan pola penggunaan radio komunitas, dalam hal ini frekuensi, durasi, dan partisipasi. Sementara pilihan acara tidak dapat disertakan dalam uji korelasi, disebabkan jenis data dari sub variabel pilihan acara adalah jenis data kualitatif. Tabel 16 menunjukkan nilai koefisien korelasi karakteristik individu dengan pola penggunaan radio komunitas. Faktor umur memiliki hubungan sangat nyata dengan frekuensi dan durasi mendengarkan, dengan nilai koefisien korelasinya yaitu 0.508 dan 0.433. Nilai tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi umur seorang responden maka semakin tinggi frekuensi dan durasinya dalam mendengarkan radio komunitas, begitupun sebaliknya. TY (68 tahun) mengungkapkan: “Ya…kalau kita yang tua-tua ini, mendengarkan radio itu enak karena bisa saling menyapa dengan teman-teman lama, seperti masa-masa waktu muda dulu. Kita juga bisa mendengar cerita dan pengalaman dengan petani yang lainnya” Tabel 16 Nilai koefisien korelasi karakteristik individu dengan frekuensi, durasi, dan partisipasi Karakteristik Individu
Nilai koefisien korelasi Frekuensi
Umur
0.508**
Durasi 0.433**
Partisipasi --0.350**
Tingkat pendidikan
--0.136
--0.117
0.396**
Kepemilikan Televisi
--0.160
--0.149
0.176
Kepemilikan Surat Kabar
--0.140
--0.097
0.375**
Kepemilikan Majalah
--0.296**
--0.250**
0.390**
Akses Internet
--0.257*
--0.192*
0.304**
*
nilai koefisien korelasi signifikan pada α=0.05; **nilai koefisien korelasi signifikan pada α=0.01
Faktor umur juga berhubungan sangat nyata dengan partisipasi, dengan nilai koefisien korelasi sebesar -0.350. Nilai tersebut berarti terdapat hubungan yang sangat nyata antara umur dengan partisipasi, tetapi hubungan yang ada sifatnya tidak searah. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tua umur seorang responden maka semakin rendah tingkat partisipasinya. Tingkat pendidikan tidak memiliki hubungan dengan frekuensi dan durasi mendengarkan radio komunitas. Tinggi atau rendahnya tingkat pendidikan responden tidak berhubungan dengan banyak dan lamanya mendengarkan radio komunitas. Tingkat pendidikan berhubungan sangat nyata dengan partisipasi. Nilai koefisien korelasi 0.396 menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan seorang responden maka semakin tinggi pula keterlibatannya dalam kegiatan dan program acara radio komunitas.
43 Kepemilikan televisi tidak memiliki hubungan dengan frekuensi, durasi, dan partisipasi. Adapun kepemilikan majalah memiliki hubungan sangat nyata, dan akses internet memiliki hubungan nyata yang bersifat tidak searah dengan frekuensi dan durasi, artinya responden yang memiliki majalah dan akses internet memiliki frekuensi dan durasi yang rendah dalam mendengarkan radio komunitas. ID (21 tahun) mengungkapkan: “Kalau sedang di sawah saya biasanya mendengarkan radio melalui handphone, tapi kalau sedang istirahat saya buka internet. Atau kalau sedang tidak ada kerjaan di sawah, saya biasanya main ke warnet, jadi sering tidak mendengarkan radio” Kepemilikan surat kabar, majalah, dan akses internet memiliki hubungan sangat nyata dengan partisipasi. Responden yang memiliki surat kabar, majalah, dan akses internet, memiliki tingkat partisipasi yang tinggi. Sebagai perbandingan hubungan kepemilikan media massa dengan frekuensi, durasi, dan partisipasi, Tabel 17 menunjukkan nilai koefisien korelasi antara frekuensi akses media massa (televisi, surat kabar, majalah, dan internet) dengan frekuensi, durasi, dan partisipasi. Tabel 16 menunjukkan bahwa kepemilikan televisi tidak berhubungan dengan frekuensi, durasi, dan partisipasi pada radio komunitas. Meskipun demikian, dari sisi frekuensi menonton televisi, terdapat hubungan sangat nyata dengan frekuensi dan durasi, sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel 17. Semakin tinggi frekuensi responden menonton televisi, maka semakin rendah frekuensi dan durasi mendengarkannya terhadap radio komunitas. Tabel 17 Nilai koefisien korelasi frekuensi akses media massa dengan frekuensi, durasi, dan partisipasi Frekuensi akses media massa
Nilai koefisien korelasi Frekuensi
Durasi
Partisipasi
Frekuensi menonton televisi
- 0.455**
- 0.432**
0.093
Frekuensi membaca surat kabar
- 0.148
- 0.106
0.381**
Frekuensi membaca majalah
- 0.302**
- 0.256*
0.398**
Frekuensi akses internet
- 0.258*
- 0.191
0.329**
nilai koefisien korelasi signifikan pada α= 0.05; ** nilai koefisien korelasi signifikan pada α= 0.01
*
Kepemilikan majalah dan internet memiliki nilai koefisien korelasi yang sama dengan frekuensi membaca majalah, dan frekuensi akses internet, yaitu sama-sama memiliki hubungan yang nyata dan sangat nyata dengan frekuensi dan durasi mendengarkan radio komunitas. Semakin tinggi frekuensi akses terhadap majalah dan internet, maka semakin rendah frekuensi responden dalam mendengarkan radio komunitas. Namun nilai koefisien korelasinya berbeda terhadap partisipasi. Semakin tinggi frekuensi akses terhadap majalah dan internet, maka semakin tinggi tingkat partisipasi seorang responden pada program acara radio komunitas.
44 Analisis terhadap status usaha tani yang jenis datanya adalah data nominal, dilakukan dengan menggunakan uji Chi Square melaui tabel silang (crosstabs). Tabel 18 menunjukkan nilai uji Chi Square status usaha tani dengan frekuensi, durasi, dan partisipasi. Tabel 18 Nilai uji Chi Square status usaha tani dengan frekuensi, durasi, dan partisipasi Uji Chi Square status usaha tani dengan Frekuensi Durasi Partisipasi
Nilai Chi Square hitung
df
Sig.
Chi Square tabel
90.290
81
0.225
103.010
193.422
186
0.339
218.820
30.199
12
0.003
21.026
Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan atau tidak antara status usaha tani dengan frekuensi, durasi, dan partisipasi, nilai Chi Square hitung dibandingkan dengan nilai Chi Square tabel pada signifikansi 0.05. Jika nilai Chi Square hitung > Chi Square tabel, dan nilai signifikansi < 0.05, maka terdapat hubungan. Jika nilai Chi Square hitung < Chi Square tabel, dan nilai signifikansi > 0.05, maka tidak terdapat hubungan. Berdasarkan nilai uji sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 18, untuk status usaha tani dengan frekuensi diperoleh nilai Chi Square hitung < Chi Square tabel (90.290 < 103.010) dengan nilai signifikansi 0.225 (> 0.05). Korelasi status usaha tani dengan durasi diperoleh nilai Chi Square hitung < Chi Square tabel (193.422 < 218.820) dengan nilai signifikansi 0.339 (> 0.05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara status usaha tani responden dengan frekuensi dan durasi mendengarkan radio komunitas. Status usaha tani apapun yang dimiliki responden, tidak menentukan pada banyak dan lamanya mereka mendengarkan radio komunitas. Status usaha tani dengan partisipasi diperoleh nilai Chi Square hitung > Chi Square tabel (30.199 > 21.026) dengan nilai signifikansi 0.003 (< 0.05). Nilai tersebut menunjukkan bahwa status usaha tani memiliki hubungan yang sangat nyata dengan partisipasi. Berdasarkan hasil uji Chi Square dengan menggunakan tabel silang antara status usaha tani dengan partisipasi, menunjukkan bahwa responden yang status usaha taninya sebagai pemilik lahan memiliki tingkat partisipasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan buruh tani. Pemilik lahan lebih banyak terlibat, baik dalam kegiatan yang diadakan oleh radio, maupun pada program acara, termasuk partisipasi dalam mengusulkan program acara tertentu pada radio komunitas. Berdasarkan nilai koefisien korelasi dan nilai uji Chi Square karakteristik individu dan pola penggunaan radio komunitas, sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel 16, Tabel 17, dan Tabel 18, maka dapat dinyatakan bahwa Hipotesis penelitian 1 diterima, yaitu karakteristik individu berhubungan nyata dengan pola penggunaan radio komunitas.
45 Hubungan Motif Informasi dengan Pola Penggunaan Radio Komunitas Bagian ini menguraikan bagaimana hubungan motif informasi dengan pola mendengarkan radio komunitas, namun terlebih dahulu akan digambarkan tentang motif informasi responden melalui radio komunitas. Untuk mengetahui motif informasi responden, dalam instrumen penelitian selain 11 motif informasi yang disediakan, juga disediakan peluang bagi responden yang memiliki motif informasi lain. Adapun motif informasi yang dimaksud adalah informasi apa saja yang mendorong responden untuk mendengarkan radio komunitas, yang pilihannya terdiri atas informasi kegiatan kelompok tani; informasi pelayanan desa; informasi program pembangunan; informasi pinjaman/kredit untuk modal usaha tani; informasi musim tanam; informasi cuaca; informasi benih; informasi pupuk; pengalaman dari sesama petani; informasi kesehatan; informasi pendidikan. Skor tertinggi adalah 12, artinya sebanyak 12 motif informasi yang dipilih atau dimiliki oleh responden dalam mendengarkan radio komunitas, sementara skor terendah adalah 1 yang artinya responden hanya memiliki 1 motif informasi dalam mendengarkan radio komunitas. Tabel 19 menunjukkan jumlah pendengar radio berdasarkan motif informasi responden. Tabel 19 Jumlah pendengar radio berdasarkan tingkat motif informasi responden di Desa Majasari dan Desa Arjasari tahun 2013 Tingkat motif informasi
Pendengar radio (%) Remaja (Ʃ=50)
Whisnu (Ʃ=45)
Total (Ʃ=95)
Sangat tinggi (10-12)
10
22
16
Tinggi (7-9)
36
33
35
Rendah (4-6)
42
31
37
Sangat rendah (1-3)
12
14
12
100
100
100
Jumlah
Tingkat motif informasi responden telihat tidak memiliki perbedaan persentase yang begitu jauh antara persentase kategori tinggi dengan kategori rendah. Rendahnya persentase motif informasi yang dimiliki responden, tidak berarti bahwa mereka tidak memiliki motif informasi sama sekali dalam mendengarkan radio komunitas, namun ada sebagian informasi yang tidak mendorong mereka untuk memperolehnya melalui radio komunitas. Tabel 20 menunjukkan secara rinci jumlah pendengar radio berdasarkan ragam informasi yang menjadi motif mendengarkan radio komunitas. Informasi terbanyak yang mendorong responden untuk mendengarkan radio komunitas adalah informasi tentang pengalaman sesama petani. Sebesar 98% yang memilih informasi tentang pengalaman sesama petani sebagai motif yang mendorong mereka untuk mendengarkan radio komunitas. Sementara informasi tentang kelompok tani, pelayanan desa, dan yang lainnya mereka dapat
46 memperolehnya ketika ada pertemuan antar anggota kelompok tani atau pada pertemuan rutin di balai desa. Tabel 20 Jumlah pendengar radio berdasarkan ragam informasi yang menjadi motif mendengarkan radio komunitas di Desa Majasari dan Desa Arjasari tahun 2013 Ragam informasi
Pendengar radio (%) Remaja (Ʃ=50)
Whisnu (Ʃ=45) Total (Ʃ=95)
Musim tanam
82
89
85
Cuaca
88
84
86
Benih
38
56
46
Pupuk
70
69
69
100
96
98
Kelompok tani
28
42
35
Modal usaha tani
56
53
55
Program pembangunan
52
64
58
Pelayanan desa
32
56
43
Pendidikan
20
24
22
Kesehatan
26
31
28
Lainnya
30
40
35
Pengalaman sesama petani
Tabel 20 menunjukkan bahwa responden dari kedua radio memiliki motif yang tinggi untuk mendengarkan informasi tentang pengalaman sesama petani. Kebutuhan informasi tentang pengalaman sesama petani, juga diungkapkan oleh Mulyandari dan Ananto (2005), bahwa petani memerlukan pengetahuan dan informasi mengenai berbagai topik, di antaranya tentang pengalaman petani lain. Hal tersebut juga sesuai dengan yang diungkapkan oleh Kepala Desa Majasari: “Petani biasanya ingin mendengar pengalaman dari petani lain. Pernah ada petani yang mengunjungi keluarganya di daerah lain, kemudian dia melihat di daerah tersebut ada varietas yang bagus, lalu dia membawanya ke desa untuk mencobanya, dan hasilnya bagus. Pengalaman ini dapat diteruskan ke petani lain melalui radio komunitas, sehingga mereka bisa berbagi pengalaman dan informasi antar sesama petani” Ragam informasi lainnya sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 20, merupakan penambahan dari responden. Mereka menambahkan jenis informasi lain yang sesuai dengan kebutuhan, sehingga mendorong mereka untuk memperoleh informasi tersebut melalui radio komunitas. Untuk pendengar Radio Remaja, responden menambahkan informasi tentang ternak sapi, sehubungan dengan adanya bantuan sapi yang kelompok tani mereka dapatkan dari program
47 pemerintah. Informasi umum lainnya yang mendorong responden untuk mendengarkan radio komunitas adalah informasi tentang lowongan pekerjaan. Informasi tersebut dibutuhkan untuk responden yang ingin mencarikan lowongan pekerjaan bagi anak mereka yang sudah tamat sekolah menengah, khususnya peluang untuk menjadi tenaga kerja yang akan dikirim luar negeri. Pendengar Radio Whisnu menambahkan informasi tentang tanaman palawija, karena selain menanam padi, mereka juga mengisi lahan dengan tanaman berupa kacang-kacangan atau umbi-umbian, sehingga informasi seputar jenis tanaman palawija juga dibutuhkan. Ragam informasi yang menjadi motif mendengarkan radio komunitas petani terdiri atas sejumlah informasi pertanian dan informasi yang bersifat umum. Tamba dan Sarma (2007) mengungkapkan bahwa baik petani maju maupun petani berkembang sama-sama membutuhkan berbagai informasi pertanian. Penelitian yang dilakukannya pada petani sayuran yang ada di Jawa Barat mengungkapkan bahwa informasi pertanian yang dibutuhkan oleh petani meliputi informasi tentang peningkatan produksi dan mutu sayuran, ketersediaan sarana produksi dan permodalan, lokasi pemasaran dan harga sayuran, teknologi pengolahan hasil sayuran dan metode analisis usaha tani sayuran. Untuk mengetahui korelasi motif informasi dengan pola pengunaan radio komunitas, Tabel 21 menunjukkan nilai koefisien korelasi motif informasi dengan frekuensi, durasi, dan partisipasi. Tabel 21 Nilai koefisien korelasi motif informasi dengan frekuensi, durasi, dan partisipasi Motif mendengarkan radio Motif informasi
Nilai koefisien korelasi Frekuensi
Durasi
Partisipasi
0.145
0.157
0.128
Motif mendengarkan radio, dalam hal ini motif informasi tidak berhubungan dengan frekuensi, durasi, dan partisipasi. Nilai koefisien korelasi menunjukkan bahwa tinggi atau rendahnya motif informasi responden dalam mendengarkan radio komunitas tidak berhubungan pada pola penggunaan mereka terhadap radio komunitas. Hal tersebut disebabkan oleh motif utama yang mereka miliki dalam mendengarkan radio adalah motif hiburan. NR (buruh tani) mengungkapkan: “.... Kami ini buruh perlu hiburan, bekerja seharian di sawah jadi tidak terasa lelah kalau sudah dengar lagu-lagu atau cerita teman-teman petani yang lain ......”. Berdasarkan hasil uji antara motif informasi dan pola penggunaan radio komunitas, sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel 21, maka dapat dinyatakan bahwa Hipotesis penelitian 2 ditolak, yaitu motif informasi tidak berhubungan nyata dengan pola penggunaan radio komunitas.
48
49
6 TINGKAT PEMENUHAN KEBUTUHAN INFORMASI PETANI MELALUI RADIO KOMUNITAS Tingkat Pemenuhan Kebutuhan Informasi Petani Tingkat pemenuhan kebutuhan informasi dapat diketahui dari seberapa banyak kebutuhan informasi responden yang telah terpenuhi. Skor tertinggi adalah 10, artinya terdapat 10 kebutuhan informasi responden yang telah terpenuhi melalui radio komunitas, sementara skor terendah adalah 0 yang artinya tidak ada kebutuhan informasi responden yang terpenuhi melalui radio komunitas. Tabel 22 menunjukkan secara rinci jumlah pendengar radio komunitas berdasarkan tingkat pemenuhan kebutuhan informasi responden. Tabel 22 Jumlah pendengar radio komunitas berdasarkan tingkat pemenuhan kebutuhan informasi responden di Desa Majasari dan Desa Arjasari tahun 2013 Tingkat pemenuhan kebutuhan informasi
Pendengar radio (%) Remaja (Ʃ=50)
Whisnu (Ʃ=45)
Total (Ʃ=95)
Sangat tinggi (7.6-10)
12
40
25
Tinggi (5.1-7.5)
38
31
35
Rendah (2.6-5)
46
22
35
4
7
5
100
100
100
Sangat rendah (0-2.5) Jumlah
Persentase jumlah pendengar radio komunitas berdasarkan tingkat pemenuhan kebutuhan informasi responden terlihat sama antara kategori tinggi dan kategori rendah. Jika kategori hanya dibagi menjadi dua (tinggi dan rendah), akan terlihat bahwa sebanyak 60% reponden yang tingkat pemenuhan informasinya melalui radio komunitas tergolong tinggi, sementara 40% responden yang tingkat pemenuhan informasinya melalui radio komunitas tergolong rendah. Tingkat pemenuhan kebutuhan informasi tersebut salah satunya dipengaruhi oleh pola penggunaan radio komunitas responden, baik dari segi frekuensi dan durasi mendengarkan radio, maupun dari segi pilihan acara. Responden yang pola penggunaan radionya tinggi akan memperoleh informasi yang sesuai dengan kebutuhannya, begitupun sebaliknya. Tingkat pemenuhan informasi juga dipengaruhi oleh ketersediaan informasi yang disiarkan melalui radio komunitas. Sebagaimana diketahui, baik informasi pertanian maupun informasi yang bersifat umum, disiarkan dengan cara diselipkan pada acara-acara hiburan yang memang sangat mendominasi program acara pada kedua radio, yaitu Radio Remaja dan Radio Whisnu. TY (ketua gapoktan) mengungkapkan;
50 “Mungkin saja informasi yang kita butuhkan itu disiarkan di radio, tapi ketika memutar radio, informasi tersebut sudah terlewat. Atau bisa jadi radio memang tidak menyiarkan informasi yang kami butuhkan” Untuk mengetahui informasi apa saja yang responden telah dengarkan melalui radio komunitas dan sesuai dengan kebutuhannya, dapat dilihat pada Tabel 23, yaitu jumlah pendengar radio berdasarkan ragam informasi yang telah didengarkan melalui radio komunitas. Tabel 23 Jumlah pendengar radio berdasarkan ragam informasi yang telah didengarkan melalui radio komunitas di Desa Majasari dan Desa Arjasari tahun 2013 Ragam informasi
Pendengar radio (%) Remaja (Ʃ=50) Whisnu (Ʃ=45)
Total (Ʃ=95)
Musim tanam
68
84
76
Cuaca
72
71
72
Benih
24
49
36
Pupuk
54
56
55
Pengalaman sesama petani
90
93
92
Kelompok tani
24
38
31
Modal usaha tani
30
42
36
Program pembangunan
28
56
41
Pelayanan desa
26
47
36
Pendidikan
14
20
17
Kesehatan
18
22
20
Lainnya
20
36
27
Lebih dari 90% responden mengungkapkan bahwa kebutuhannya akan informasi tentang pengalaman sesama petani dapat terpenuhi melalui radio komunitas, baik pendengar dari Radio Remaja maupun dari Radio Whisnu. Selain itu, lebih dari 70% responden dapat mendengarkan informasi tentang musim tanam dan cuaca melalui radio komunitas. Informasi musim tanam berisi tentang himbauan kepada anggota komunitas untuk melakukan persiapan dalam menghadapi musim tanam, terutama sebelum memasuki musim penghujan. Informasi cuaca yang responden dapatkan melalui radio komunitas, sehubungan dengan kebutuhan mereka pada masa panen dan masa pengeringan hasil panen. Adapun informasi benih/bibit dan pupuk yang responden dapat dengarkan melalui radio komunitas, seperti tentang harga, varietas, kuantitas dan kualitas, serta akses untuk memperoleh bibit dan pupuk sesuai dengan kebutuhannya, juga tentang tahapan pemupukan.
51 Informasi tentang kelompok tani diperlukan oleh responden ketika ada pengumuman atau undangan dari ketua kelompok tani, atau informasi hasil pertemuan kelompok tani. Adapun informasi tentang program pembangunan, salah satunya seperti program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP), yang menitikberatkan pada bantuan modal usaha petani melalui gapoktan. Informasi tersebut diperlukan oleh petani karena berhubungan dengan kebutuhan pemupukan dan kebutuhan produktif lainnya. Sejumlah informasi pertanian dan informasi umum lainnya yang disiarkan melalui radio komunitas dimanfaatkan dengan baik oleh petani sebagai anggota komunitas. Hasil penelitian Panutra dan Atmojo (2012) pada Radio Merapi FM juga mengungkapkan bahwa radio komunitas dimanfaatkan sebagai sumber informasi pertanian. Masyarakat sangat memerlukan informasi guna meningkatkan pengetahuannya di bidang pertanian. Walaupun demikian, ada beberapa informasi yang belum sepenuhnya dapat memenuhi kebutuhan mereka. Tabel 23 menunjukkan bahwa lebih dari 50% pendengar radio tidak terpenuhi kebutuhannya akan informasi tentang program pembangunan, khususnya yang berkaitan dengan usaha pertanian, begitupun dengan informasi benih, kelompok tani, modal usaha tani, dan informasi umum lainnya. Kurang terpenuhinya beberapa ragam informasi tersebut dipengaruhi oleh kurangnya sender yang menggunakan radio komunitas sebagai media untuk menyalurkan informasi kepada petani. Hal ini diungkapkan oleh pengelola dari Radio Remaja dan Radio Whisnu, bahwa pengelola memiliki keinginan yang besar untuk menyampaikan informasi yang sesuai dengan kebutuhan komunitasnya, namun mereka mengalami kesulitan ketika mengundang pihakpihak yang dianggap dapat menyampaikan informasi tersebut. Kesulitan yang dimaksud adalah masalah dana untuk biaya tranportasi dan honor narasumber. Sebagian narasumber menganggap bahwa ketika mereka mengisi suatu acara pada media massa, mereka akan memperoleh imbalan dari acara tersebut. Karakteristik radio komunitas yang tidak komersial membuat pengelola sering mengalami kesulitan dalam hal mencari pembiayaan untuk operasional, termasuk untuk narasumber suatu program acara.
Hubungan Pola Penggunaan Radio Komunitas dengan Tingkat Pemenuhan Kebutuhan Informasi Petani Pola penggunaan radio komunitas berhubungan nyata dengan tingkat pemenuhan kebutuhan informasi petani. Persentase jumlah pendengar radio komunitas berdasarkan tingkat pemenuhan kebutuhan informasi responden tergolong tinggi, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 22. Selanjutnya Tabel 24 menunjukkan secara rinci nilai koefisien korelasi pola penggunaan radio komunitas dengan pemenuhan kebutuhan informasi responden. Frekuensi dan durasi mendengarkan radio komunitas berhubungan nyata dengan tingkat pemenuhan kebutuhan informasi. Nilai koefisien korelasi menunjukkan bahwa semakin tinggi frekuensi dan durasi mendengarkan radio seorang responden maka semakin tinggi tingkat pemenuhan responden akan informasi yang sesuai dengan kebutuhannya, begitupun sebaliknya. Semaki sering
52 dan semakin lama seorang responden dalam mendengarkan radio komunitas, maka semakin tinggi tingkat pemenuhannya akan informasi. Tabel 24 Nilai koefisien korelasi pola penggunaan radio komunitas dengan pemenuhan kebutuhan informasi responden Pola penggunaan radio komunitas Frekuensi Durasi Partisipasi
Nilai koefisien korelasi Tingkat pemenuhan kebutuhan informasi 0.214* 0.280** 0.114
nilai koefisien korelasi signifikan pada α= 0.05; ** nilai koefisien korelasi signifikan pada α= 0.01
*
Partisipasi tidak memiliki hubungan dengan tingkat pemenuhan kebutuhan informasi. Tinggi atau rendahnya partisipasi seorang responden dalam kegiatan atau program siaran radio komunitas, tidak berhubungan dengan terpenuhinya kebutuhan mereka akan informasi. Walaupun responden menjadi pendengar pasif tanpa berpartisipasi pada kegiatan atau program acara radio, kebutuhan informasi mereka tetap dapat terpenuhi dengan mendengarkan radio komunitas. Berdasarkan nilai koefisien korelasi antara pola penggunaan radio komunitas dan tingkat pemenuhan kebutuhan informasi, sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel 24, maka dapat dinyatakan bahwa Hipotesis penelitian 3 diterima, yaitu pola penggunaan radio komunitas berhubungan nyata dengan tingkat pemenuhan kebutuhan informasi. Tingkat pemenuhan kebutuhan informasi, selain berhubungan dengan pola penggunaan radio komunitas, juga memiliki hubungan dengan motif informasi. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa motif informasi berhubungan sangat nyata dengan tingkat pemenuhan kebutuhan informasi, dengan nilai koefisien korelasi 0.855. Nilai tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi motif informasi seorang responden maka semakin tinggi pula tingkat pemenuhan responden akan informasi yang sesuai dengan kebutuhannya, begitupun sebaliknya.
53
7 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Simpulan dari hasil penelitian tentang pola penggunaan radio komunitas petani adalah sebagai berikut: 1 Frekuensi dan durasi mendengarkan radio komunitas tergolong tinggi, sedangkan partisipasi responden dalam kegiatan dan program acara radio tergolong rendah. Pilihan acara terpopuler dan memiliki pendengar terbanyak adalah acara hiburan yang diselingi dengan sajian informasi, seperti acara Selamat Pagi Petani dan acara Latar Pantura. Adapun faktor-faktor yang berhubungan sangat nyata dengan frekuensi dan durasi mendengarkan radio, serta partisipasi dalam kegiatan dan program acara radio adalah umur dan kepemilikan majalah; faktor tingkat pendidikan, kepemilikan surat kabar, dan akses internet berhubungan sangat nyata dengan partisipasi dalam kegiatan dan program acara radio; akses internet berhubungan nyata dengan frekuensi dan durasi mendengarkan radio komunitas. 2 Tingkat pemenuhan kebutuhan informasi petani melalui radio komunitas tergolong tinggi, namun berbeda hasilnya pada masing-masing pendengar radio. Tingkat pemenuhan kebutuhan informasi pendengar Radio Remaja tergolong rendah, sedangkan tingkat pemenuhan kebutuhan informasi pendengar Radio Whisnu tergolong sangat tinggi. Adapun faktor yang berhubungan nyata dengan tingkat pemenuhan kebutuhan informasi melalui radio komunitas adalah frekuensi mendengarkan radio, sedangkan faktor yang berhubungan sangat nyata dengan tingkat pemenuhan kebutuhan informasi adalah durasi mendengarkan radio komunitas.
Saran Saran yang dapat disampaikan berdasarkan hasil penelitian tentang pola penggungaan radio komunitas petani adalah sebagai berikut: 1 Bagi pengelola radio komunitas untuk lebih giat lagi menghimpun informasi yang sesuai dengan kebutuhan pendengarnya, karena dengan frekuensi dan durasi mendengarkan radio komunitas oleh petani yang tergolong tinggi, maka radio komunitas memiliki potensi untuk lebih mengembangkan komunitasnya melalui informasi-informasi yang sesuai dengan kebutuhan anggota komunitas. Selanjutnya, dengan melihat tingkat partisipasi yang rendah dari anggota komunitas dalam kegiatan dan program acara radio, pengelola radio komunitas sebaiknya aktif mengadakan kegiatan-kegiatan yang bisa menarik anggota komunitas untuk terlibat dalam setiap kegiatan dan program acara radio komunitas. 2 Bagi lembaga yang memiliki wewenang di bidang pengembangan penyiaran, sebaiknya perlu diperbanyak lagi pelatihan dan pengembangan, khususnya di bidang SDM dan produksi siaran. Dengan demikian, anggota komunitas bisa lebih banyak terlibat dalam pengelolaan radio komunitas.
54 3 Bagi pihak-pihak yang menaruh perhatian pada pembangunan pertanian, dapat menggunakan radio komunitas dalam menyalurkan informasi pembangunan pertanian atau informasi umum lainnya untuk pengembangan petani, karena radio komunitas merupakan media yang dekat dengan pendengarnya atau komunitasnya.
55
DAFTAR PUSTAKA
Ancok D. 1995. Teknik Pengukuran Skala Pengukur. Yogyakarta (ID): Pusat Penelitian Kependudukan UGM. Borger A, Bellardi N. 2010. From Coexixtence to Cooperation: Experiments in Intercultural Broadcasting in Swiss Community Radios. Telematics and Informatics. 27:182-186. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Kecamatan Sliyeg dalam Angka. Indramayu (ID): BPS Kabupaten Indramayu. _____ 2012. Kecamatan Patrol dalam Angka. Indramayu (ID): BPS Kabupaten Indramayu. [CRI] Combine Resource Institution. 2002. Perkembangan Radio Komunitas di Indonesia dalam Konteks Makro. Makalah Seminar Hasil Penelitian. Jakarta (ID): CRI. Darmanto A. 2007. Partisipasi Warga dalam Pengelolaan Radio Komunitas BBM di Minomartani, Sleman, Yogyakarta. Jurnal Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Komunikasi. 9(2):117-133. De Fleur ML. 1989. Understanding Mass Communication. Boston (US): Houghton Mifflin Co. Diasio F. 2010. AMARC and More Than 25 Years of Community Media Activism. Telematics and Informatics. 27:193-195. [Dishubkominfo] Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika. 2012. Data Lembaga Penyiaran Radio Komunitas Kabupaten Indramayu. Dishubkominfo Kabupaten Indramayu [Internet]. [diunduh 2012 Des 5]. Tersedia pada: http://dishubkominfo.indramayukab.go.id/bidang-kominfo/63data-radio.html. Dominick JR. 2002. The Dynamic Mass Communiaction. Media In The Digital Age 7th Edition. New York (US): The Mc Graw-Hill Companies. Eddyono AS. 2008. Sosiologi Media. Studi Kasus Terhadap Eksistensi Sebuah Radio Komunitas di Yogyakarta. Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial (d/h Madani). 9(3):283-302. ___________ 2012. Radio Komunitas dan Kegagalannya sebagai Media Counter Hegemony (Studi Kasus Pada Radio Panagati dan Angkringan di Yogyakarta). Journal Communication Spectrum. 2(1):13-29. Garna YK. 1999. Ilmu-Ilmu Sosial Dasar. Konsep-Posisi. Bandung (ID): Primaco Akademika. Gazali E. 2002. Penyiaran Alternatif tapi Multak. Sebuah Acuan tentang Penyiaran Publik dan Komunitas. Jakarta (ID): Penerbit Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UI. Fraser C, Estrada SR. 2001. Community Radio Handbook. UNESCO.
56 Hakam U. 2011. Konvergensi Media dalam Radio Komunitas (Studi pada Radio Komunitas Angkringan di Timbulharjo, Sewon, Bantul). Jurnal Penelitian IPTEK-KOM. 13(1): 67-86. Herawati FA, Listiorini D, Manurung PH. 2005. Motivasi Bermedia dan Manfaat Menggunakan Radio Komunitas. Communique. 2(1):24-45. Jurriens E. 2003. Radio Komunitas di Indonesia: “New Brechtian Theatre‟ di Era Reformasi?. Antropologi Indonesia. 72: 116-130. Kaniki, A.M. 1992. Meeting the Needs of Agricultural Researchers in Africa: the Role of Unpublished Reports. Information Development. 8(2): 83-89. Kriyantono R. 2009. Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran. Jakarta (ID): Kencana Prenada Media Group. Kuswandi K. 1996. Komunikasi Massa. Sebuah Analisis Media Televisi. Jakarta (ID): Rineka Cipta. Masduki. 2004. Perkembangan dan Problematika Radio Komunitas di Indonesia. Jurnal Ilmu Komunikasi. 1(1):145-157. McKay B. 2009. Radio: Sarana Petani Bertukar Strategi Adaptasi. Majalah Salam edisi 26 Januari. McQuail D. 1994. Mass Communication Theory. An Introduction. California (US): Sage Publications Mulyandari RS, Ananto EE. 2005. Teknik Implementasi Pengembangan Sumber Informasi Pertanian Nasional dan Lokal P4MI. Informatika Pertanian. 14:802-817. Myerson G. 2003. Heidegger, Habermas, dan Telepon Genggam. Yogyakarta (ID): Jendela. Nicholas, D. 2000. Assessing Information Needs : Tool, Thecnique and Concepts for Internet Age. Second Edition. London (GB): Aslib (the Association for Information Management and Information Management Internasional) Panutra E, Atmojo PW. 2012. Radio Komunitas Merapi FM; Studi Tentang Keterlibatan Komunitas dalam Pengelolaan Radio Merapi FM. Transformasi. 14(22): 1-8. Perry, DK. 2002. Theory and Research in Mass Communication: Contexts and Consequences. 2nd ed. New Jersey (US): Lawrence Erlbaum Associeates, Inc. Prakoso I, Masduki. 2005. Laporan Hasil Studi Radio Komunitas, April-Juni 2005. Yogyakarta (ID): CRI. Rachmiatie A. 2005. Keberadaan Radio Komunitas sebagai Ekskalasi Demokratisasi Komunikasi pada Komunitas Pedesaan di Jawa Barat. Mediator. 6(2):215-226. ____________ 2007. Radio Komunitas: Eskalasi Demokratisasi Komunikasi. Bandung (ID): Simbiosa Rekatama Media.
57 Rubin HJ, Rubin IS. 1992. Community Organizing and Development. USA: Mcmillan Publishing Company. Sekaran U. 2006. Metode Riset Bisnis. Jakarta (ID): Penerbit Salemba Empat. Sitompul P. 2009. Potensi Radio Komunitas Epiginisko dalam Pembangunan Masyarakat Pedagang Pasar Horas Kota Pematang Siantar Sumatera Utara. Jurnal Penelitian Komunikasi dan Pembangunan. 10(1): 51-67. Sujoko A. 2011. Talking Culture: Indonesian Community Radio and The Active Audience. Social Alternatives. 30(2):16-20. Supadhiloke B. 2011. Creating Citizenship Through Community Radio in Rural Thailand. Journal of US-China Public Administration. 8(3):288-297. Tabing L. 1998. Programming for a Community Radio Stations. Manila (PH): UNESCO-DANIDA Tambuli Project. Tamba M, Sarma M. 2007. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Informasi Pertanian Bagi Petani Sayuran di Provinsi Jawa Barat. Jurnal Penyuluhan Maret. 3(1): 24-34. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Jakarta (ID): 2002.
Vivian J. 2008. Teori Komunikasi Massa. Edisi Kedelapan. Jakarta (ID): Kencana Prenada Media Group Winnetou T, Setiawan I. 2007. Peranan Radio Komunitas Agro dalam Pelayanan Informasi Pertanian di Desa Pangalengan. Mediator. 8(2):369-375.
58
59 Lampiran 1 Jadwal pelaksanaan penelitian No
Kegiatan
Waktu pelaksanaan (tahun/bulan) 2012
2013
12 1
1
Pra penelitian: a. Pengumpulan data radio komunitas b. Observasi radio komunitas petani
2
Pengumpulan Data: a. Kuesioner pendahuluan b. Kuesioner penelitian c. Wawancara
3
Pengolahan data
4
Penulisan tesis
Lampiran 2 Jumlah radio komunitas di Indonesia No
Provinsi
Jumlah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Nanggroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Sumatera Selatan Lampung Banten Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D.I. Yogyakarta Jawa Timur Nusa Tenggara Barat Sulawesi Selatan Kalimantan Timur Papua
7 0 33 0 0 0 10 210 40 36 20 0 60 5 10
Total
451
Sumber: CRI (Prakoso dan Masduki 2005)
2
3
4
5
6
60 Lampiran 3 Jumlah radio komunitas yang terdaftar di KPID Jawa Barat (per Mei 2007) Kota/Kabupaten Kota Bandung Kab. Bandung Kab. Sumedang Kab. Cianjur Kab. Purwakarta Kab. Subang Kota Sukabumi Kab. Sukabumi Kota Bekasi Kab. Bekasi Kota Bogor Kab. Bogor Kota Depok Kab. Karawang Kab. Cikampek Kota Cirebon Kab. Cirebon Kab. Kuningan Kab. Majalengka Kab. Indramayu Kota Tasikmalaya Kab. Tasikmalaya Kab. Banjar Kab. Ciamis Kab. Garut Kota Cimahi Total
Jumlah pendaftar 14 33 21 15 7 15 0 1 7 2 4 4 10 1 0 2 5 2 7 56 1 7 1 0 18 8 241
Sumber: KPID Jawa Barat (Rachmiatie 2007)
61 Lampiran 4 Daftar Lembaga Penyiaran Radio Komunitas Kabupaten Indramayu No.
Nama Radio
Alamat
1
Sera FM
Jl. Tundangan Barat Kel. Maragamulya Kec. Bongas
2
Ranubhaya FM
Gg. Panca Blok Sigrong Kel. Sukahaji Kec. Patrol
3
Whisnu FM
Jl. Tutupan Tulang Kacang Ds. Arjasari Kec. Patrol
4
Arya FM
Jl. Pamugari Blok Kebon I Kel. Eretan Kulon Kec. Kandanghaur
5
Cepe FM
Jl. Radio Patrol – Haurgeulis No. 28 Kel. Anjatan Utara Kec. Anjatan
6
RBC Darussalam FM
Jl. Keramat Blok Bojong Kel. Curug Kec. Kandanghaur
7
Fuja FM
Jl. Bypass Patrol Samping SMPN I Ds. Patrol Baru Kec. Patrol
8
Gaya Swara FM
Jl. Filma Lama Ds. Sukahaji Kel. Patrol
9
RE-K FM
Jl. Raya Kopyah Rt. 05/02 Kel. Kopyah Kec. Anjatan
10 JRSP Trydaya FM
Jl. Bypass Sumuradem Timur Kel. Sumuradem Kec. Sukra
11 Tika Swara FM
Jl. Kh. Moh. Hadi Blok Palem Kel. Lemahayu Kec. Kertaemaya
12 Terang FM
Jl. Blok Timur, Ds. Jayawingun, Kec. Kedokan Bunder
13 KISS FM
Jl. Rancajawat Ds. Rancajawat Kec. Tukdana
14 Pendidikan 22 FM
Jl. Raya Karangkerta, Ds. Karangkerta, Kec. Tukdana
15 Riska FM
Jl. Cimanuk Ds. Kenanga Kec. Sindang
16 Satria FM
Jl. Bojong Slawi Ds. Bojong Slawi Kec. Lohbener
17 Raka FM
Jl. Pancasila 2 Ds. Kenanga Gandok Kec. Sindang
62 Lampiran 4 Daftar Lembaga Penyiaran Radio Komunitas Kabupaten Indramayu (lanjutan)
No.
Nama Radio
Alamat
18 Citra FM
Jl. Dusun Sukadedel Desa. Terusan Kec. Sindang
19 Suara Kemayu FM
Jl. Bypass Santing Kec. Losarang
20 Jati Anom FM
Jl. Sumur Watu Lengek 1 Rt. 04/04, Ds. Jatimulya Kec. Terisi
21 Evita FM
Jl. Sukasari NO. 1 Rt.11 Rw. 02 Kel. Sukasari Kec. Arahan
22 Telukuagung (Liyati FM) Jl. Blok Pulo Rt. 17/06 Ds. Telukagung Kec. Indramayu 23 Teguh Jaya FM
Jl. Sukasari No. 20 Rt. 12/03 Blok C Ds. Sukasari Kec. Arahan
24 Zamilah FM
Jl. Gang H. Sayuti Rt. 02/03 Ds. Ujungaris Kec. Widasari
25 Suwer FM
Jl. Larang Tugu Kel. Nunuk Kec. Lelea
26 Rudita FM
Ds. Nunuk Kec. Lelea
27 Remaja FM
Jl. Blok Desa, Ds. Majangsari Kec. Sliyeg
28 Farra FM
Jl. Merak Kel. Lemah Mekar Kec. Indramayu
29 Tiang Sleman FM
Jl. Raya Sleman Sliyeg Indramayu
Sumber : Dishubkominfo Kabupaten Indramayu per 30 Maret 2012 (http://dishubkominfo.indramayukab.go.id/bidang-kominfo/63-dataradio.html)
63
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Barru - Sulawesi Selatan, pada tanggal 21 April 1980. Putri kedua dari pasangan Muh. Rusli dan Rostiah Tahir. Pendidikan sarjana ditempuh pada Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Haluoleo Kendari, sejak tahun 1999, dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2011, penulis diterima di Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan pada Program Pascasarjana IPB. Beasiswa Pendidikan Pascasarjana diperoleh dari dana BPPS Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Penulis bekerja sebagai tenaga pengajar di Universitas Muhammadiyah Kendari sejak tahun 2003. Penulis pernah menjadi anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulawesi Tenggara periode 2005-2007. Selama mengikuti program pascasarjana, penulis aktif dalam sebuah himpunan profesi, yaitu Forum Komunikasi Pembangunan Indonesia (Forkapi). Penulis juga aktif sebagai peserta dan panitia dalam sejumlah kegiatan, seperti pelatihan, seminar, workshop, dan kegiatan ilmiah lainnya, baik yang diadakan oleh Forkapi maupun oleh Program Pascasarjana IPB.