POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)
PRODUKSI JAMBU METE
BANK INDONESIA Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Telepon : (021) 3818043 Fax: (021) 3518951, Email :
[email protected]
DAFTAR ISI
1. Pendahuluan ................................ ................................ ............... 2 a. Latar Belakang ................................ ................................ .......... 2 b. Tujuan ................................ ................................ ..................... 3 2. Kemitraan Terpadu................................ ................................ ...... 4 a. Organisasi ................................ ................................ ................ 4 b. Pola Kerjasama................................ ................................ .......... 6 c. Penyiapan Proyek ................................ ................................ ...... 7 d. Mekanisme Proyek ................................ ................................ ..... 8 e. Perjanjian Kerjasama ................................ ................................ . 9 3. Aspek Pemasaran................................ ................................ .......11 a. Peluang Pasar ................................ ................................ .......... 11 b. Produksi ................................ ................................ ................. 13 c. Situasi Persaingan ................................ ................................ .... 14 4. Aspek Produksi ................................ ................................ ..........16 a. Persiapan Lahan ................................ ................................ ...... 16 b. Penanaman ................................ ................................ ............. 18 c. Pemupukan ................................ ................................ ............. 19 d. Pemberantasan Hama dan Penyakit Tanaman ............................... 20 e. Panen ................................ ................................ .................... 21 5. Aspek Keuangan ................................ ................................ ........27 a. Umum ................................ ................................ .................... 27 b. Kebutuhan Biaya................................ ................................ ...... 28 c. Proyeksi Laba/Rugi ................................ ................................ ... 29 d. Proyeksi Arus Kas ................................ ................................ .... 30 e. Kriteria Kelayakan ................................ ................................ .... 31 f. Analisis Sensitivitas................................ ................................ ... 31 6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Lingkungan .......................... 35 a. Aspek Sosial Ekonomi ................................ ............................... 35 b. Dampak Lingkungan ................................ ................................ . 37 7. Kesimpulan ................................ ................................ ................ 38 LAMPIRAN ................................ ................................ ..................... 40
Bank Indonesia – Produksi Jambu Mete
1
1. Pendahuluan a. Latar Belakang Sektor pertanian cukup strategis dalam pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Selama sepuluh tahun terakhir, peranan sektor ini terhadap PDB menujukkan pertumbuhan yang cukup baik, yaitu rata-rata 4% per tahun. Selain dituntut mampu menciptakan swasembada pangan, sektor ini diharapkan mampu menyediakan lapangan dan kesempatan kerja serta pengadaan bahan baku bagi industri hasil pertanian. Sektor ini juga dituntut untuk meningkatkan perolehan devisa negara dengan jalan meningkatkan volume dan nilai ekspor hasil pertanian. Salah satu sub sektor di sektor pertanian adalah sub sektor perkebunan. Sub sektor ini semakin penting dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian nasional, mengingat makin terbatasnya peranan minyak bumi yang selama ini merupakan sumber utama devisa negara. Dalam tahun 1994/1995 sub sektor perkebunan menyumbang sekitar 12,7% dari perolehan devisa yang dihasilkan dari sektor non-migas. Keunggulan komparatif sub sektor perkebunan dibandingkan dengan sub sektor lain dalam sektor non migas lainnya antara lain disebabkan tersedianya lahan yang belum dimanfaatkan secara optimal dan berada di kawasan dengan iklim menunjang, serta ketersediaan tenaga kerja, sehingga bisa secara kompetitif dimanfaatkan. Kondisi tersebut merupakan hal yang dapat memperkuat daya saing harga produk perkebunan Indonesia di pasaran dunia. Salah satu komoditas perkebunan yang cukup penting dalam menyumbang perolehan devisa negara adalah biji jambu mente (cashew nut). Pada tahun 1997, ekspor biji jambu mente dari Indonesia telah mencapai 29.666 ton dengan nilai US$ 19.152.000. Adapun luas areal tanaman jambu mente di Indonesia sekitar 499.279 ha dengan produksi 76.656 ton pertahun. Di Indonesia, biji jambu merupakan salah satu komoditas yang tidak diatur tata niaganya oleh pemerintah, sehingga harga biji jambu mente di tingkat petani ditentukan mekanisme pasar bebas. Petani juga bebas menjual hasil panennya kepada para pedagang pengumpul, baik berupa biji berkulit (gelondong) maupun biji tanpa kulit (kacang mente). Hal ini sebenarnya merupakan salah satu kendala dalam penerapan pola kemitraan terpadu untuk meningkatkan produksi komoditas biji jambu mente. Namun demikian sudah ada beberapa pengusaha (eksportir) jambu mente yang telah berhasil menerapkan kemitraan dengan petani, khususnya dalam hal pembelian hasil panen jambu mente untuk di ekspor. Kemitraan tersebut sangat diperlukan mengingat hampir seluruh produksi jambu mente di Indonesia merupakan produksi perkebunan rakyat yang memerlukan penanganan khusus
Bank Indonesia – Produksi Jambu Mete
2
(ekstensifikasi/intesifikasi) agar selain kuantitas produksi, juga kualitas produk (pengolahan) ekspornya meningkat, karena tingkat perkembangan produksi dan luas tanam dari tahun 1975 - 1992 relatif tinggi, tetapi mulai 1993 - 1997 terlihat terlambat. Peranan perbankan dalam pengembangan jambu mente masih sangat sedikit, terutama dalam sektor perdagangan dan pengolahannya, sedangkan dalam sektor perkebunannya (budidaya) belum tersentuh perbankan. Berdasarkan hal tersebut, maka untuk meningkatkan produksi dan ekspor biji jambu mente diperlukan suatu model pengembangan jambu mente, yang ditunjang dengan kredit perbankan, dalam bentuk kemitraan terpadu yang melibatkan usaha perkebunan jambu mente rakyat. Dalam penyusunan model kemitraan ini akan dibahas mengenai aspek pasar dan pemasaran, teknis budidaya, keuangan, sosial ekonomi dan lingkungan, serta pola kemitraan terpadu dalam salah satu dari 5 (lima) model yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan saat ini. b. Tujuan Tujuan penyusunan Model Kelayakan Proyek Kemitraan Terpadu (PKT) dalam peningkatan kualitas dan kuantitas produksi jambu mente adalah sebagai berikut : 1. Memberikan informasi kepada perbankan tentang model kemitraan terpadu yang tepat dan layak dibiayai dengan kredit bank untuk komoditas jambu mente; 2. Para mitra usaha (Perusahaan Inti) dan para petani plasma (misalnya : dikoordinasi oleh koperasi) yang berminat meningkatkan kuantitas dan kualitas jambu mente melalui pola kemitraan terpadu; 3. Mendorong peningkatan produksi dan ekspor jambu mente sebagai sumber devisa.
Bank Indonesia – Produksi Jambu Mete
3
2. Kemitraan Terpadu a. Organisasi Proyek Kemitraan Terpadu (PKT) adalah suatu program kemitraan terpadu yang melibatkan usaha besar (inti), usaha kecil (plasma) dengan melibatkan bank sebagai pemberi kredit dalam suatu ikatan kerja sama yang dituangkan dalam nota kesepakatan. Tujuan PKT antara lain adalah untuk meningkatkan kelayakan plasma, meningkatkan keterkaitan dan kerjasama yang saling menguntungkan antara inti dan plasma, serta membantu bank dalam meningkatkan kredit usaha kecil secara lebih aman dan efisien. Dalam melakukan kemitraan hubunga kemitraan, perusahaan inti (Industri Pengolahan atau Eksportir) dan petani plasma/usaha kecil mempunyai kedudukan hukum yang setara. Kemitraan dilaksanakan dengan disertai pembinaan oleh perusahaan inti, dimulai dari penyediaan sarana produksi, bimbingan teknis dan pemasaran hasil produksi. Proyek Kemitraan Terpadu ini merupakan kerjasama kemitraan dalam bidang usaha melibatkan tiga unsur, yaitu (1) Petani/Kelompok Tani atau usaha kecil, (2) Pengusaha Besar atau eksportir, dan (3) Bank pemberi KKPA. Masing-masing pihak memiliki peranan di dalam PKT yang sesuai dengan bidang usahanya. Hubungan kerjasama antara kelompok petani/usaha kecil dengan Pengusaha Pengolahan atau eksportir dalam PKT, dibuat seperti halnya hubungan antara Plasma dengan Inti di dalam Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR). Petani/usaha kecil merupakan plasma dan Perusahaan Pengelolaan/Eksportir sebagai Inti. Kerjasama kemitraan ini kemudian menjadi terpadu dengan keikut sertaan pihak bank yang memberi bantuan pinjaman bagi pembiayaan usaha petani plasma. Proyek ini kemudian dikenal sebagai PKT yang disiapkan dengan mendasarkan pada adanya saling berkepentingan diantara semua pihak yang bermitra. 1.Petani Plasma Sesuai keperluan, petani yang dapat ikut dalam proyek ini bisa terdiri atas (a) Petani yang akan menggunakan lahan usaha pertaniannya untuk penanaman dan perkebunan atau usaha kecil lain, (b) Petani /usaha kecil yang telah memiliki usaha tetapi dalam keadaan yang perlu ditingkatkan dalam untuk itu memerlukan bantuan modal. Untuk kelompok (a), kegiatan proyek dimulai dari penyiapan lahan dan penanaman atau penyiapan usaha, sedangkan untuk kelompok (b), kegiatan dimulai dari telah adanya kebun atau usaha yang berjalan, dalam batas masih bisa ditingkatkan produktivitasnya dengan perbaikan pada aspek usaha.
Bank Indonesia – Produksi Jambu Mete
4
Luas lahan atau skala usaha bisa bervariasi sesuai luasan atau skala yang dimiliki oleh masing-masing petani/usaha kecil. Pada setiap kelompok tani/kelompok usaha, ditunjuk seorang Ketua dan Sekretaris merangkap Bendahara. Tugas Ketua dan Sekretaris Kelompok adalah mengadakan koordinasi untuk pelaksanaan kegiatan yang harus dilakukan oleh para petani anggotanya, didalam mengadakan hubungan dengan pihak Koperasi dan instansi lainnya yang perlu, sesuai hasil kesepakatan anggota. Ketua kelompok wajib menyelenggarakan pertemuan kelompok secara rutin yang waktunya ditentukan berdasarkan kesepakatan kelompok. 2. Koperasi Parapetani/usaha kecil plasma sebagai peserta suatu PKT, sebaiknya menjadi anggota suata koperasi primer di tempatnya. Koperasi bisa melakukan kegiatan-kegiatan untuk membantu plasma di dalam pembangunan kebun/usaha sesuai keperluannya. Fasilitas KKPA hanya bisa diperoleh melalui keanggotaan koperasi. Koperasi yang mengusahakan KKPA harus sudah berbadan hukum dan memiliki kemampuan serta fasilitas yang cukup baik untuk keperluan pengelolaan administrasi pinjaman KKPA para anggotanya. Jika menggunakan skim Kredit Usaha Kecil (KUK), kehadiran koperasi primer tidak merupakan keharusan 3. Perusahaan Besar dan Pengelola/Eksportir Suatu Perusahaan dan Pengelola/Eksportir yang bersedia menjalin kerjasama sebagai inti dalam Proyek Kemitraan terpadu ini, harus memiliki kemampuan dan fasilitas pengolahan untuk bisa menlakukan ekspor, serta bersedia membeli seluruh produksi dari plasma untuk selanjutnya diolah di pabrik dan atau diekspor. Disamping ini, perusahaan inti perlu memberikan bimbingan teknis usaha dan membantu dalam pengadaan sarana produksi untuk keperluan petani plasma/usaha kecil. Apabila Perusahaan Mitra tidak memiliki kemampuan cukup untuk mengadakan pembinaan teknis usaha, PKT tetap akan bisa dikembangkan dengan sekurang-kurangnya pihak Inti memiliki fasilitas pengolahan untuk diekspor, hal ini penting untuk memastikan adanya pemasaran bagi produksi petani atau plasma. Meskipun demikian petani plasma/usaha kecil dimungkinkan untuk mengolah hasil panennya, yang kemudian harus dijual kepada Perusahaan Inti. Dalam hal perusahaan inti tidak bisa melakukan pembinaan teknis, kegiatan pembibingan harus dapat diadakan oleh Koperasi dengan memanfaatkan bantuan tenaga pihak Dinas Perkebunan atau lainnya yang dikoordinasikan oleh Koperasi. Apabila koperasi menggunakan tenaga Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), perlu mendapatkan persetujuan Dinas Perkebunan setempat dan koperasi memberikan bantuan biaya yang diperlukan.
Bank Indonesia – Produksi Jambu Mete
5
Koperasi juga bisa memperkerjakan langsung tenaga-tenaga teknis yang memiliki keterampilan dibidang perkebunan/usaha untuk membimbing petani/usaha kecil dengan dibiayai sendiri oleh Koperasi. Tenaga-tenaga ini bisa diberi honorarium oleh Koperasi yang bisa kemudian dibebankan kepada petani, dari hasil penjualan secara proposional menurut besarnya produksi. Sehingga makin tinggi produksi kebun petani/usaha kecil, akan semakin besar pula honor yang diterimanya. 4. Bank Bank berdasarkan adanya kelayakan usaha dalam kemitraan antara pihak Petani Plasma dengan Perusahaan Perkebunan dan Pengolahan/Eksportir sebagai inti, dapat kemudian melibatkan diri untuk biaya investasi dan modal kerja pembangunan atau perbaikan kebun. Disamping mengadakan pengamatan terhadap kelayakan aspek-aspek budidaya/produksi yang diperlukan, termasuk kelayakan keuangan. Pihak bank di dalam mengadakan evaluasi, juga harus memastikan bagaimana pengelolaan kredit dan persyaratan lainnya yang diperlukan sehingga dapat menunjang keberhasilan proyek. Skim kredit yang akan digunakan untuk pembiayaan ini, bisa dipilih berdasarkan besarnya tingkat bunga yang sesuai dengan bentuk usaha tani ini, sehingga mengarah pada perolehannya pendapatan bersih petani yang paling besar. Dalam pelaksanaanya, Bank harus dapat mengatur cara petani plasma akan mencairkan kredit dan mempergunakannya untuk keperluan operasional lapangan, dan bagaimana petani akan membayar angsuran pengembalian pokok pinjaman beserta bunganya. Untuk ini, bank agar membuat perjanjian kerjasama dengan pihak perusahaan inti, berdasarkan kesepakatan pihak petani/kelompok tani/koperasi. Perusahaan inti akan memotong uang hasil penjualan petani plasma/usaha kecil sejumlah yang disepakati bersama untuk dibayarkan langsung kepada bank. Besarnya potongan disesuaikan dengan rencana angsuran yang telah dibuat pada waktu perjanjian kredit dibuat oleh pihak petani/Kelompok tani/koperasi. Perusahaan inti akan memotong uang hasil penjualan petani plasma/usaha kecil sejumlah yang disepakati bersama untuk dibayarkan langsung kepada Bank. Besarnya potongan disesuaikan dengan rencana angsuran yang telah dibuat pada waktu perjanjian kredit dibuat oleh pihak petani plasma dengan bank. b. Pola Kerjasama Kemitraan antara petani/kelompok tani/koperasi dengan perusahaan mitra, dapat dibuat menurut dua pola yaitu : a. Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani mengadakan perjanjian kerjasama langsung kepada Perusahaan Perkebunan/ Pengolahan Eksportir.
Bank Indonesia – Produksi Jambu Mete
6
Dengan bentuk kerja sama seperti ini, pemberian kredit yang berupa KKPA kepada petani plasma dilakukan dengan kedudukan Koperasi sebagai Channeling Agent, dan pengelolaannya langsung ditangani oleh Kelompok tani. Sedangkan masalah pembinaan harus bisa diberikan oleh Perusahaan Mitra. b. Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani, melalui koperasinya mengadakan perjanjian yang dibuat antara Koperasi (mewakili anggotanya) dengan perusahaan perkebunan/pengolahan/eksportir.
Dalam bentuk kerjasama seperti ini, pemberian KKPA kepada petani plasma dilakukan dengan kedudukan koperasi sebagai Executing Agent. Masalah pembinaan teknis budidaya tanaman/pengelolaan usaha, apabila tidak dapat dilaksanakan oleh pihak Perusahaan Mitra, akan menjadi tanggung jawab koperasi. c. Penyiapan Proyek Untuk melihat bahwa PKT ini dikembangkan dengan sebaiknya dan dalam proses kegiatannya nanti memperoleh kelancaran dan keberhasilan, minimal dapat dilihat dari bagaimana PKT ini disiapkan. Kalau PKT ini akan mempergunakan KKPA untuk modal usaha plasma, perintisannya dimulai dari : a. Adanya petani/pengusaha kecil yang telah menjadi anggota koperasi dan lahan pemilikannya akan dijadikan kebun/tempat usaha atau lahan kebun/usahanya sudah ada tetapi akan ditingkatkan produktivitasnya. Petani/usaha kecil tersebut harus menghimpun diri dalam kelompok dengan anggota sekitar 25 petani/kelompok usaha. Berdasarkan persetujuan bersama, yang didapatkan melalui
Bank Indonesia – Produksi Jambu Mete
7
pertemuan anggota kelompok, mereka bersedia atau berkeinginan untuk bekerja sama dengan perusahaan perkebunan/ pengolahan/eksportir dan bersedia mengajukan permohonan kredit (KKPA) untuk keperluan peningkatan usaha; b. Adanya perusahaan perkebunan/pengolahan dan eksportir, yang bersedia menjadi mitra petani/usaha kecil, dan dapat membantu memberikan pembinaan teknik budidaya/produksi serta proses pemasarannya; c. Dipertemukannya kelompok tani/usaha kecil dan pengusaha perkebunan/pengolahan dan eksportir tersebut, untuk memperoleh kesepakatan di antara keduanya untuk bermitra. Prakarsa bisa dimulai dari salah satu pihak untuk mengadakan pendekatan, atau ada pihak yang akan membantu sebagai mediator, peran konsultan bisa dimanfaatkan untuk mengadakan identifikasi dan menghubungkan pihak kelompok tani/usaha kecil yang potensial dengan perusahaan yang dipilih memiliki kemampuan tinggi memberikan fasilitas yang diperlukan oleh pihak petani/usaha kecil; d. Diperoleh dukungan untuk kemitraan yang melibatkan para anggotanya oleh pihak koperasi. Koperasi harus memiliki kemampuan di dalam mengorganisasikan dan mengelola administrasi yang berkaitan dengan PKT ini. Apabila keterampilan koperasi kurang, untuk peningkatannya dapat diharapkan nantinya mendapat pembinaan dari perusahaan mitra. Koperasi kemudian mengadakan langkah-langkah yang berkaitan dengan formalitas PKT sesuai fungsinya. Dalam kaitannya dengan penggunaan KKPA, Koperasi harus mendapatkan persetujuan dari para anggotanya, apakah akan beritndak sebagai badan pelaksana (executing agent) atau badan penyalur (channeling agent); e. Diperolehnya rekomendasi tentang pengembangan PKT ini oleh pihak instansi pemerintah setempat yang berkaitan (Dinas Perkebunan, Dinas Koperasi, Kantor Badan Pertanahan, dan Pemda); f. Lahan yang akan digunakan untuk perkebunan/usaha dalam PKT ini, harus jelas statusnya kepemilikannya bahwa sudah/atau akan bisa diberikan sertifikat dan buka merupakan lahan yang masih belum jelas statusnya yang benar ditanami/tempat usaha. Untuk itu perlu adanya kejelasan dari pihak Kantor Badan Pertanahan dan pihak Departemen Kehutanan dan Perkebunan.
d. Mekanisme Proyek Mekanisme Proyek Kemitraan Terpadu dapat dilihat pada skema berikut ini :
Bank Indonesia – Produksi Jambu Mete
8
Bank pelaksana akan menilai kelayakan usaha sesuai dengan prinsip-prinsip bank teknis. Jika proyek layak untuk dikembangkan, perlu dibuat suatu nota kesepakatan (Memorandum of Understanding = MoU) yang mengikat hak dan kewajiban masing-masing pihak yang bermitra (inti, Plasma/Koperasi dan Bank). Sesuai dengan nota kesepakatan, atas kuasa koperasi atau plasma, kredit perbankan dapat dialihkan dari rekening koperasi/plasma ke rekening inti untuk selanjutnya disalurkan ke plasma dalam bentuk sarana produksi, dana pekerjaan fisik, dan lain-lain. Dengan demikian plasma tidak akan menerima uang tunai dari perbankan, tetapi yang diterima adalah sarana produksi pertanian yang penyalurannya dapat melalui inti atau koperasi. Petani plasma melaksanakan proses produksi. Hasil tanaman plasma dijual ke inti dengan harga yang telah disepakati dalam MoU. Perusahaan inti akan memotong sebagian hasil penjualan plasma untuk diserahkan kepada bank sebagai angsuran pinjaman dan sisanya dikembalikan ke petani sebagai pendapatan bersih.
e. Perjanjian Kerjasama Untuk meresmikan kerja sama kemitraan ini, perlu dikukuhkan dalam suatu surat perjanjian kerjasama yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang bekerjasama berdasarkan kesepakatan mereka. Dalam perjanjian
Bank Indonesia – Produksi Jambu Mete
9
kerjasama itu dicantumkan kesepakatan apa yang akan menjadi kewajiban dan hak dari masing-masing pihak yang menjalin kerja sama kemitraan itu. Perjanjian tersebut memuat ketentuan yang menyangkut kewajiban pihak Mitra Perusahaan (Inti) dan petani/usaha kecil (plasma) antara lain sebagai berikut : 1. Kewajiban Perusahaan Perkebunan/Pengolahan/Eksportir sebagai mitra (inti) a. Memberikan bantuan pembinaan budidaya/produksi dan penaganan hasil; b. Membantu petani di dalam menyiapkan kebun, pengadaan sarana produksi (bibit, pupuk dan obat-obatan), penanaman serta pemeliharaan kebun/usaha; c. Melakukan pengawasan terhadap cara panen dan pengelolaan pasca panen untuk mencapai mutu yang tinggi; d. Melakukan pembelian produksi petani plasma; dan e. Membantu petani plasma dan bank di dalam masalah pelunasan kredit bank (KKPA) dan bunganya, serta bertindak sebagai avalis dalam rangka pemberian kredit bank untuk petani plasma.
2. Kewajiban petani peserta sebagai plasma a. Menyediakan lahan pemilikannya untuk budidaya;; b. Menghimpun diri secara berkelompok dengan petani tetangganya yang lahan usahanya berdekatan dan sama-sama ditanami; c. Melakukan pengawasan terhadap cara panen dan pengelolaan pascapanen untuk mencapai mutu hasil yang diharapkan; d. Menggunakan sarana produksi dengan sepenuhnya seperti yang disediakan dalam rencana pada waktu mengajukan permintaan kredit; e. Menyediakan sarana produksi lainnya, sesuai rekomendasi budidaya oleh pihak Dinas Perkebunan/instansi terkait setempat yang tidak termasuk di dalam rencana waktu mengajukan permintaan kredit; f. Melaksanakan pemungutan hasil (panen) dan mengadakan perawatan sesuai petunjuk Perusahaan Mitra untuk kemudian seluruh hasil panen dijual kepada Perusahaan Mitra ; dan g. Pada saat pernjualan hasil petani akan menerima pembayaran harga produk sesuai kesepakatan dalam perjanjian dengan terlebih dahulu dipotong sejumlah kewajiban petani melunasi angsuran kredit bank dan pembayaran bunganya.
Bank Indonesia – Produksi Jambu Mete
10
3. Aspek Pemasaran a. Peluang Pasar Dalam perdagangan dunia, kacang mente termasuk salah satu produk kacang-kacangan (nuts) yang paling banyak diperdagangkan dan termasuk komoditi "mewah" (luxury) dibandingkan dengan kacang tanah atau almond. Kegunaan utama dari kacang mente adalah kudapan (snacks) dan juga sebagai campuran pada industri gula-gula (confectionary) atau industri roti (baking industry). Pasaran utama kacang mente adalah benua Amerika dan Eropa. Negara pengimpor kacang mente terbesar di dunia adalah Amerika Serikat yang pada tahun 1984, volume impornya mencapai 61.714 ton dengan nilai US$ 283,1 juta. Negara lain yang mengimpor kacang mente adalah negaranegara Eropa Barat seperti Belanda, Jerman dan Inggris. Pada tahun 1994, negeri Belanda mengimpor kacang mente sebanyak 16.901 ton dengan nilai US $ 65,4 juta, sedangkan Jerman dan Inggris masing-masing mengimpor 10.008 ton dengan nilai US $ 42,7 juta dan 7.280 dengan nilai US $ 29,3 juta. Tabel 3.1. Realisasi Impor dan Ekspor Mente Indonesia Tahun
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
Volume/Nilai
Ekspor
Impor
Gelondong
Kacang
3.278
NA
1
8.243
NA
2
14.600
NA
94
Nilai (000 US $)
26.561
NA
194
Volume
19.278
NA
75
Nilai (000 US $)
24.854
NA
147
Volume
18.155
NA
424
Nilai (000 US $)
23.144
NA
293
Volume
38.620
NA
203
Nilai (000 US $)
43.401
NA
157
Volume
28.105
NA
162
Nilai (000 US $)
21.308
NA
414
Volume
27.206
680
197
20.800
2.951
168
Volume
(ton)
Nilai (000 US $) Volume
(ton)
(ton)
(ton)
(ton)
(ton)
(ton)
Nilai (000 US $)
Bank Indonesia – Produksi Jambu Mete
11
1997
1998
Volume
(ton)
15.359
14.307
5
Nilai (000 US $)
15.386
3.766
13
Volume
28.603
1.684
NA
(ton)
Nilai (000 US $) 28.706 6.291 NA Diolah dari Dep. Kehutaman & Perkebunan : www.mofrinet.cbn.net.id, Statistik Perkebunan Indonesia 1997 - 1999, Dep kehutanan & perkebunan dan Statisitk Perdagangan LN, Ekspor, BPS.
Indonesia selain mengekspor mente juga mengimpor dari luar negeri. Pada tahun 1998, volume ekspor sampai dengan bulan Februari mencapai 27.015 ton dengan nilai US$ 25.209.000. Nilai ekspor tersebut lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang hanya US$ 19.152.000. Walaupun volumenya lebih tinggi yaitu 29.668 ton. Peningkatan nilai ekspor tersebut diduga dengan semakin banyaknya biji mente gelondongan diolah terlebih dahulu menjadi kacang mente sebelum diekspor, sehingga ekspor dalam bentuk kacang mente mempunyai nilai yang lebih tinggi dari pada mente gelondong. Pada Tabel 3.1 terlihat bahwa ekspor mente Indonesia mencapai puncaknya pada tahun 1994 yang pada waktu itu volume dan nilai ekspor masing-masing mencapai 38.620 ton dan US $ 43.401.000. Setelah tahun 1994, ekspor mente cenderung menurun dan pada tahun 1998, volume dan nilai ekspor mente terlihat mulai meningkat kembali. Sebagian besar mente gelondong Indonesia diekspor ke India, sedangkan untuk kacang mente ditujukan ke Jepang. Sementara itu Indonesia juga mengimpor mente gelondong dari luar negeri dan terbanyak dari Amerika Serikat, sedangkan impor kacang mente yang terbesar adalah dari Australia. Pada Tabel 3.2 dapat dilihat negara-negara tujuan ekspor mente gelondong dan kacang mente, serta negara asal impor mente Indonesia pada tahun 1997. Dari Tabel 3.1 terlihat bahwa Indonesia juga mengimpor mente dari luar. Jika pada tahun 1990, volume impor hanya mencapai 1 ton dengan nilai US$ 2.000 maka pada tahun 1996, volumenya meningkat cukup tajam menjadi 200 ton dengan nilai US$ 170.000. Impor tertinggi mente terjadi pada tahun 1993. Waktu itu volumenya mencapai 424 ton dengan nilai US$ 293.000 dan sejak itu volume dan nilai impor mente cenderung berkurang. Pada Tabel 3.3 dilihat nama dan alamat beberapa eksportir mente di Indonesia. Harga pasaran biji mente di Indonesia tergantung dari lokasinya. Dari catatan Indonesian Agribusiness On Line yang dapat diperoleh melalui internet dengan alamat www.fitrac.com/indoag/ didapatkan bahwa harga biji mente gelondong di beberapa daerah penghasil mente cenderung stabil, tetapi harga kacang mentenya cenderung meningkat. Hasil pantauan harga mente di beberapa lokasi penghasil mente oleh Lembaga Agribisnis Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3.4 berikut ini.
Bank Indonesia – Produksi Jambu Mete
12
Harga kacang mente di pasar luar negeri cenderung stabil sepanjang tahun 1991 - 1996, yang terlihat pada Tabel 3.5; sedangkan di pasaran dalam negeri cenderung meningkat, hal ini disebabkan antara lain oleh meningkatnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. b. Produksi Lebih dari 93% tanaman mente di Indonesia berada di Propinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara. Di propinsi-propinsi tersebut dan beberapa propinsi lain masih ada lahan sekitar 541,19 ha yang memungkinkan untuk dikembangkan sebagai perkebunan mente. Produksi mente di Indonesia cenderung meningkat setiap tahunnya. Pada Tabel 6 dapat dilihat luas lahan dan produksi perkebunan mente di Indonesia. Dari Tabel tersebut terlihat bahwa luas areal selama tahun 1990 1997 meningkat dari 275.221ha pada tahun 1990 menjadi 471.790 ha pada tahun 1997 atau dengan rata-rata pertumbuhan 6,97% per tahun, sedangkan selama kurun waktu yang sama, pertumbuhan rata-rata hanya 5,44% per tahun. Tabel 6. Luas dan Produksi Perkebunan Mente di Indonesia.
Tahun
Luas Area
Produksi Produktivitas
(ha)
(ton)
(kg/ha)
1990
275.221
29.907
108,67
1991
354.873
57.247
161,32
1992
378.289
62.217
164,47
1993
400.593
69.751
174,12
1994
418.625
72.077
172,18
1995
464.824
74.996
161,34
1996
465.758
77.663
166,75
1997
499.074
73.732
147,74
1998*
503.878
76.047
150,92
1999**
499.959
76.656
153,32
6,15%
9,87%
3, 50%
Laju Pertumbuhan Rata-rata (tahun)
Bank Indonesia – Produksi Jambu Mete
13
Diolah dari Dep. Kehutanan & Perkebunan : www.mofrinet.cbn.net.id
Rendahnya rata-rata produktivitas lahan mente di Indonesia antara lain karena pada umumnya tanaman mente adalah tanaman penghijauan yang ditanam di lahan kritis dan kurang mendapat perawatan dari pemiliknya yang lebih dari 98% adalah milik rakyat (lihat Tabel 7). Namun demikian pada dasarnya tanaman mente jika dikelola secara intensif akan mampu menghasilkan biji mente gelondongan lebih dari 2.000 kg/ha/tahun. Pada tahun 1997, produktivitas lahan mente di Indonesia rata-rata hanya 166 kg/ha/tahun . Dengan meningkatkan intensifikasi lahan, yaitu dengan pemberian pupuk, pemangkasan dan penjarangan tanaman, tanaman mente masih dapat ditingkatkan produktivitasnya. Tabel 7. Status Perusahaan Perkebunan Mente di Indonesia Status Perusahaan
Tahun
Perkebunan
Perkebunan
Perkebunan
Rakyat
Negara
Swasta
Luas (Ha)
Produksi Luas Produksi Luas Produksi
Jumlah
Luas
Produksi
(Ton)
(Ha)
(Ton)
(Ha)
(Ton)
(Ha)
(Ton)
1996 384.357
67.079
0
0
8.593
597
493
67.676
1997 490.074
73.158
0
0
9.205
574
499.276
73.732
1998* 494.676
75.445
0
0
9.204
602
503.878
76.047
1999** 490.75 76.04 0 0 9.209 616 499.959 Keterangan : * Data Sementara, ** Data Estimasi Sumber : Diolah dari Dep. Kehutanan & Perkebunan : http://www.mofrinet.cbn.net.id dan Statistik Perkebunan 1997 -1999 Dephut bun
76.656
c. Situasi Persaingan India adalah negara Penghasil dan eksportir terbesar kacang mente dunia. Pada tahun 1994, diperkirakan telah ada perkebunan mente seluas 500.000 ha dengan produksi 385.000 ton. Dari bulan April 1994 sampai dengan Maret 1995, India mengekspor kacang mente sebanyak 76.900 ton dengan nilai lebih dari US $ 400 juta. Pasaran utama produk kacang mente India adalah Amerika Serikat, Negara-negara Eropa Barat, Timur Tengah, Rusia, Eropah Timur, Australia dan Jepang. Namun demikian untuk mempertahankan kedudukannya sebagai eksportir kacang mente terbesar dunia, India juga
Bank Indonesia – Produksi Jambu Mete
14
banyak mengimpor mente gelondong dari beberapa negara seperti Mozambique, Tanzania, Nigeria, Benin, Brazil, Vietnam dan Indonesia. Negara kedua pengekspor mente terbesar dunia adalah Brazil yang pada tahun 1994 mengekspor mente sebanyak 23.079 ton dengan nilai lebih dari US $ 109 juta. Di kawasan Asia, produsen dan eksportir mente pesaing Indonesia adalah Vietnam. Ekspor kacang mente dari Vietnam setiap tahun cenderung meningkat. Hal ini disebabkan oleh kebijaksanaan pemerintah Vietnam yang memberlakukan pajak ekspor yang tinggi bagi perdagangan mente gelondong, sehingga para eksportir cenderung mengolah mente gelondongnya menjadi kacang mente. Pada tahun 1995, nilai ekspor mente Vietnam mencapai US $ 100 juta, sementara produksi mentenya mencapai 100.000 ton. Nilai tersebut cukup tinggi dibandingkan dengan Indonesia, pada tahun yang sama nilai ekspor mente Indonesia hanya US $ 21,3 juta dan produksinya hanya 28.105 ton.
Bank Indonesia – Produksi Jambu Mete
15
4. Aspek Produksi a. Persiapan Lahan Tanaman jambu mente (Anacardium occidentale Linn) berasal dari Braziliia dan termasuk dalam familia Anacardiaceasae yang meliputi 60 genus dan 400 spesies baik dalam bentuk pohon maupun perdu. Namun tanamam ini berasal dari bahasa Indian Brasil, yaitu acaju. Nama tersebut kemudian dalam bahasa Perancis disebut acajou atau anacardier, cashew (Inggeris), kajus atau jambo nirung (Malaysia), kasoy atau kachui (Filiphina), caju atau mudiri (India) dan ya-koi atau ya-ruang (Thailand). Sedangkan di Indonesia namanya berbeda di setiap daerah, yaitu jambu mente (Jawa), jambu mede (sunda), jambu monyet (Jawa/Sumatera) jambu jipang atau jambu dwipa (Bali), jambu siki, jambu erang atau gaju (Sumatera) dan boa frangsi (Maluku). Jambu mente termasuk tanaman yang cepat tumbuh dan tahan kering karena mempunyai perakaran yang dalam. Karena itu tanaman ini banyak digunakan sebagai tanaman untuk rehabilitasi lahan kritis sebagai tanaman penghijauan dan pencegah erosi. Selain itu tanaman ini mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi karena hampir semua bagian tanaman dapat dimanfaatkan. Bagian-bagian tanaman tersebut yang dapat dimanfaatkan antara lain adalah biji mente (cashew nut), buah semu (cashew apple), kulit biji, batang serta daun. Kesusuaian lahan untuk tanaman mente dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 8 Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Mente Kesesuaian Lahan
Karakteristik Kelas Lahan I. Altitude (m dpl)
S1 0 - 600
S2
S3
600 - 700 700 - 1200
N > 1200
II. Iklim 1. Bulan Kering (bln)
4-5
5-6
2. Bulan Basah (bln)
5-7
4-5
3. CH Tahunan (mm)
1000 2000
Bank Indonesia – Produksi Jambu Mete
500 - 1000 2000 3000
2-4&67 3-4&89
>7&2<
<3
3000 -
< 500
4000
< 4000
16
4. Hari hujan tahunan (hr)
100 - 150
150 - 180
80 - 100
>4000
5. Kelembaban Udara (%)
70 - 80
60 - 70
50 - 60
> 210
6. Suhu Rata2 Harian (0C)
25 - 26
24 - 25 26 - 27
23 - 24
< 50 > 27
III. Tanah Mediteran, 1. Jenis Tanah
Latosal,
Organosal
Podsolik 2. Kelas Drainase
Baik
Sedang
Agak terhambat
Terhambat
Liat Berpasir,
Liat ,
Lempung
lempung
Berdebu,
berliat,
pasir
berdebu
Berlempung
>3
2-3
1-2
<1
> 17
5 -16
<5
-
> 5,5 - 6,3
4,5 - 5,5
> 7,3
>3-5
2-4
4-6
<7
0,1 - 0,2
< 0,1
lempung 3. Tekstur Tanah
liat Berpasir, lempung
Lainnya.
pasir 4. Kedalaman Air tanah m IV.
Sifat Kimia
1. KTK 2. Ph 6,3 - 7,3 3. C Organik V.
Ketersedian Hara
1. N- total (%) 2. P2O5 (ppm)
0,51 - 0,75 0,21 - 0,5 25 - 40
16 - 25
10 - 15
< 10 & >40
3. K2 O (me/100g)
> 0,1
0,6 1,0
0,1 - 0,5
< 0,1
4. Ca O (me/100 g)
0,1 - 8,0
1,1 - 2,0
0,4 - 1,0
< 0,4
<2
2-4
4-6
>5
3-8
0-3 & 8-15
15 - 45
> 45
<3
3 - 15
15 - 40
> 40
VI. Racun 1. Salinitas (mm.hos/cm) VII. Lapangan 1. Lereng (%) 2. Batu permukaan (%)
Bank Indonesia – Produksi Jambu Mete
17
Sumber : Rosman, R dan Y Lubis, 1996 "Aspek Lahan dan Iklim Pengembangan Tanaman Jambu Mente dalam Prosiding Forum Komunikasi Jambu Mente , Balitan Rempah dan Obat
Kelas kesesuaian lahan adalah pembagian lebih lanjut dari Ordo dan menggambarkan tingkat-tingkat kesesuaian lahan dalam Ordo, yaitu :
Kelas S1 (Kelas 1). Sangat Sesuai Lahan tidak mempunyai pembatas yang berat untuk penggunaan secara lestari atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti dan tidak terpengaruh secara nyata terhadap produksinya, serta tidak akan menaikkan masukan dari apa yang telah biasa diberikan
Kelas S2 (Kelas 2). Cukup Sesuai Lahan mempunyai faktor pembatas agak berat untuk penggunaan lestari. Pembatas akan mengurangi produktivitas dan keuntungan, serta meningkatkan masukan.
Kelas S3 (Kelas 3). Hampi Sesuai atau Sesuai Marginal Lahan mempunyai faktor pembatas yang berat untuk penggunaan yang lestari. Pembatas akan mengurangi produktivitas atau keuntungan, dan perlu menaikkan masukan yang diperlukan.
Kelas N (Kelas 4). Tidak sesuai Pada Saat Ini. Lahan mempunyai pembatas yang sangat berat, tetapi masih mungkin diatasi, hanya tidak dapat diperbaiki dengan tingkat pengetahuan sekarang ini dengan biaya yang rasional.
Lahan yang digunakan untuk penanaman mente dapat berasal dari lahan alang-alang semak belukar, lahan primer atau lahan konversi. Pada lahan alang-alang dan semak belukar cara pembukaan lahan dilakukan dengan pembabatan secara manual atau menggunakan herbisida. Pada lahan primer dilakukan dengan cara menebang pohon-pohon, sedangkan yang dari konversi dilakukan dengan menebang atau membersihkan tanaman yang terdahulu. b. Penanaman Bibit tanaman mente harus bermutu baik, karena bibit yang bermutu, akan menghasilkan buah yang banyak dan bermutu. Perbanyakan bibit mente dapat dilakukan secara generatif (dengan biji mente) dan vegetatif (dengan cara pencangkokan, okulasi atau penyambungan). Umumnya Petani menanam dari biji-bijinya. Sebelum ditanam, biji mente harus disemaikan dulu. Penyemaian dapat dilakukan di bedengan atau di dalam kantong plastik (polybag). Setelah bibit berumur 3-4 bulan, bibit siap dipindahkan ke kebun.
Bank Indonesia – Produksi Jambu Mete
18
Sebelum bibit tanaman dipindahkan ke kebun, dibuat dahulu lubang tanaman dengan ukuran 30 x 30 x 30 cm kemudian dibiarkan selama 4 - 6 minggu, sebelum bibit tanaman di lubang tersebut. Untuk tanaman mente monokultur, jarak tanam yang dianjurkan adalan 10 x 10 m atau 8 x 8 m atau dapat juga dilakukan dengan jarak tanam yang lebih rapat 6 x 6 m untuk tanaman muda. Kemudian secara bertahap dilakukan penjarangan pohon sehingga jarak tanaman menjadi 12 x 12 m. Dengan jarak 6 x 6 m, jumlah tanaman mente adalah 272 pohon/ha. Kemudian ketika tanaman berumur 7 - 8 tahun dilakukan penjarangan pohon, sedemikian rupa sehingga jarak tanaman menjadi 6 x 12 m dan jumlah tanaman menjadi 207 pohon/ha. Ketika tanaman berumur 9 - 10 tahun dilakukan penjarangan lagi sehingga jumlah tanaman tinggal 138 pohon/ha. Penjarangan tanaman dilakukan karena tajuk tanaman pada umur tersebut sudah saling bersentuhan. c. Pemupukan Tanaman mente dapat dipupuk dengan pupuk organik dan anorganik. Pupuk organik, terutama pupuk kandang diberikan pada saat penanaman bibit dengan dosis sekitar 20 kg/pohon. Pemupukan berikutnya dilakukan dengan menggunakan pupuk anorganik. Dosis yang diberikan tergantung dari umur tanaman seperti terlihat pada Tabel berikut ini. Tabel 9. Dosis Pemupukan Tanaman Mete
Tahun I
N (Urea) P2O2 (TSP) K2O (KCl) Gram/Pohon/Tahun
KCl
Kg/Ha/Tahun 74
48
-
200 (444) 80 (174)
60 (120)
123
48
33
300 (667)
120 (261)
90 (180)
184
72
50
IV - VII 350 (778)
130 (283)
130 (260)
215
78
72
VIII - X
200 (435)
330 (660)
207
90
137
III
450
80 (174)
TSP
-
II
120 (267)
Urea
(1.000) Diolah dari Lubis dan Mansur, 1996" Penelitian Terpadu untuk Peningkatan Produktivitas Jambu Mente'" dalam Prosiding Forum Komunikasi Jambu Mente, Balitan Rempah dan Obat 1995 Keterangan : Jumlah tanaman : Tahun I -VII = 278 pohon/ha Tahun VII - X = 207 pohon/ha, Tahun XI dst = 138 pohon/ha ]
Bank Indonesia – Produksi Jambu Mete
19
d. Pemberantasan Hama dan Penyakit Tanaman Hama utama tanaman mente adalah ulat kipat (Cricula sp). Hama ini dapat menyerang tanaman dengan memakan daunnya sampai tanaman menjadi gundul dalam waktu singkat. Dengan demikian tanaman tidak dapat berproduksi sama sekali. Awalnya, ulat kipat akan memakan daun muda, kemudian ke daun tua. Bila tanaman sudah gundul, ulat tersebut akan menyerang tanaman lainnya seperti mangga, kedondong dan beringin. Pengendalian hama ini dapat dilakukan secara terpadu dengan cara mekanis dan kimiawi. Cara mekanis dilakukan jika serangan ulat masih rendah, yaitu dengan jalan mamatikan setiap ulat dan kupu-kupu yang ditemukan di pohon. Tetapi, bila serangan sudah cukup kuat berat, dilakukan cara kimiawi, yaitu dengan menggunakan insektisida, yang umumnya berbahan aktif sipermetrin seperti ripcord 5EC dengan konsentrasi 1,5 - 2 cc/ liter air atau berbahan aktif diklorvos, seperti Nogos dengan dosis 3 - 5 cc/liter air. Penyakit tanaman yang sering menyerang tanaman jambu mente adalah penyakit layu tanaman yang disebabkan oleh jamur Phytophtora palmivora, Fusarium sp dan Phylium sp, penyakit layu daun yang disebabkan oleh bakteri Phytopthora solanacearum dan penyakit yang menyebabkan bunga rontok atau buah busuk akibat serangan dari Colletotrichum sp, Botryodiplodia sp dan Pestalotipsis sp. Untuk memberantas penyakit tersebut, beberapa fungisida yang umum digunakan antara lain adalah Dithane M-45, Delsene MX 200, Difolatan 4F dan Cuporxy Chloride.
Bank Indonesia – Produksi Jambu Mete
20
Gambar 1. Musim Panen Buah Mente di Beberapa Negara Penghasil Mente
Sumber : Muljohardjo, M , 1990 Jambu Mente dan Teknologi Pengolahannya Penerbit Liberty Yogyakartan
e. Panen Tanaman mente mulai dipanen saat tanaman berumur 3-4 tahun. Buah mente menjadi masak sesudah berumur 60-70 hari sejak munculnya bunga. Di Indonesia, masa panen buah pala umumnya berlangsung dari bulan Agustus sampai dengan Desember. Di negara-negara penghasil mente lainnya, musim panen buah mente tergantung dari lokasi lihat Gambar 1 diatas. Produktivitas jambu mente sejak tahun ke - 4 sampai dengan tahun ke-24 sejak penanaman yang digunakan sebagai asumsi dalama perhitungan analisa keuangan dapat dilihat pada Tabel 10.
Bank Indonesia – Produksi Jambu Mete
21
Tabel 10. Perkiraan Produksi Mente Gelondong Dan Konversinya Menjadi Kacang Mente Berdasarkan Umur Tanaman
Umur
Jumlah
Tanaman Tanaman (tahun) 3
Produksi
Produksi
(kg mente
(kg/ha)
Tenaga Kerja *
gelondong
(pohon)
perpohon)
276
0 2
Gelondong Kacang
(HOK)
0
0
0
552
138
38
4
276
5
276
2,5
690
173
45
6
276
3
828
207
51
7
276
3,5
966
242
58
8
207
5
1.035
259
62
9
207
6
1.242
311
72
10
207
7,5
1.553
388
88
11
138
10
1.380
345
79
12
138
10,5
1.449
362
82
13
138
11
1.518
380
86
14
138
11,5
1.587
397
89
15
138
12
1.656
414
93
16
138
12,5
1.725
431
96
17
138
13
1.794
449
100
18
138
13,5
1.863
466
103
19
138
14
1.932
483
107
20
138
14,5
2.001
500
110
21
138
15
2.070
518
114
22
138
15,5
2.139
535
117
23
138
16
2.208
552
120
24
138
16,5
2.277
569
124
Rata-rata
Bank Indonesia – Produksi Jambu Mete
1.546
87
22
Keterangan : Konversi mente gelondong ke kacang mente adalah 4 :1 * Tenaga Kerja untuk pengolahan hasil .
Untuk mendapatkan biji mente yang berkualitas baik, sebaiknya buah mente dipanen pada kondisi masak penuh.Kondisi tersebut ditandai dengan jatuhnya buah. Buah semu kemudian dipisahkan dari biji mentenya. Selanjutnya biji mente gelondongan dikeringkan dengan sinar matahari sampai kadar ari mencapai 12 - 8%. Pengeringan ini akan memakan waktu selama 4-5 hari, tergantung dari kondisi cuaca. Biji mente gelondongan kering kemudian disortasi dan dipisahkan (grading) berdasarkan kualitasnya. Di Indonesia standar kualitas biji mente gelondong adalah sebagai berikut :
Tabel 11. Standar Biji Mente Gelondong di Indonesia Aspek
Kriteria
1. Syarat Mutu
Bebas hama /penyakit yang dapat menganggu kesehatan konsumen maupun yang dapat merusak bahan olah mente gelondong selama dalam pengangkutan dan penyimpanan.
Bebas bau busuk, asam, kapang dan bau asing lainnya akibat pengeringan yang kurang sempurna dan atau penyimpanan yang kurang baik.
Tidak tercemar CNCL atau bahan kimia lain seperti sisa-sisa pupuk atau pestisida
2. Kelas Mutu
Kadar air maksimum 8%
Keterangan
Amat Baik (M1) Minimum 90% BJ gelondong
Jumlah Biji (Min) 175 biji/kg
>1 Baik (M2)
176 - 225 biji/kg Minimum 75% BJ gelondong > 1
Sumber : Saragih , YP dan Y. Haryadi 1994. Mente Penebar Swadana, Jakarta
Bank Indonesia – Produksi Jambu Mete
23
Di India, sebagai importir terbesar biji mente gelondongan dunia, kualitas biji gelondongan ditentukan seperti Tabel 12 dan 13 berikut. Tabel 12. Kualitas Biji Mente Gelondongan untuk Daerah Malabar dan Pantai Konkan, India Kualitas (grade) Ciri Khusus
Ekstra
Spesial
Baik
Cukup
-
0,25
0,25
0,25
12
12
12
12
100
150
160
180
-
1
2
3
Mente gel muda maks (%)
-
2
3
4
Mente gel rusak, maks (%)
-
2
3
4
Spesial Benda Asing Kadar air maksimum (%) Juml. Min. mente gel. Per kg Mente gel. Kosong Maks (%)
Sumber : Mujohardjo, M 1990 Jambu mente dan teknologi Pengolahannya Penerbit Liberty, Yogyakarta. Keterangan : - Benda Asing termasuk kerikil, tanah, kotoran, daun dan lain-lain - Mente gelondong kosong adalah yang tidak mengandung biji atau kernel - Mente gelondong muda adalah mente yang mengandung biji keriput - Mente gelondong rusak ialah yang mengandung biji berwarna atau sakit
Biji mente gelondong kering oleh petani kemudian diolah menjadi kacang mente dalam home industry atau langsung dijual ke pedagang pengumpul, ekspor atau industri pengolahan biji mente. Rendemen biji mente terhadap mente gelondong sekitar 25%. Jika petani mengolah sendiri biji mente gelondong menjadi kacang mente, maka mereka akan mendapatkan nilai tambah yang cukup tinggi. Peralatan yang diperlukan dalam pengolahan mente ini hanyalah suatu alat sederhana yang disebut kacip. Kapasitas kerja pengolahan biji mente dengan kacip sederhana tersebut rata-rata adalah 20 kg mente gelondong per orang per hari.
Bank Indonesia – Produksi Jambu Mete
24
Tabel 13. Kualitas Biji Mente Gelondong Untuk Daerah Lain Selain Malabar dan Pantai Konkan, India Kualitas (grade) Ciri Khusus Spesial
Baik
Cukup
0,25
0,25
0,25
12
12
12
Juml. Min. mente gel. Per kg
160
180
210
Mente gel. Kosong Maks (%)
1
2
3
Mente gel muda maks (%)
2
3
4
Mente gel rusak, maks (%)
2
3
4
Benda Asing Kadar air maksimum (%)
Sumber : Mujohardjo, M 1990 Jambu mente dan teknologi Pengolahannya Penerbit Liberty, Yogyakarta
Menurut Keadaannya, biji kacang mente dibagi atas 5 (lima) kategori, yaitu :
Biji utuh (Whole Kernels), yaitu biji-biji yang keadaannya utuh, bebas dari kerusakan mekanis; Biji Sedikit utuh (Butts), yaitu biji-biji yang utuh dengan sedikit bagian-bagian yang pecah; Biji belahan (Splits), yaitu biji-biji setengah utuh yang merupakan belahan biji utuh dan kalau dilekatkan akan membentuk biji utuh; Biji Pecah (Large pieces), yaitu biji yang pecah atau remuk yang jumlahnya tidak lebih dari 5% potongan biji yang dapat lolos ayakan ukuran 6 mesh (3,36 mm); Biji hancur (Baby bits), yaitu biji yang pecah atau remuk yang tidak lolos ayakan ukuran 10 mesh.
Kualitas kacang mente (mente kupas) di Indonesia terbagi atas 4 (empat) tingkatan, yaitu :
Grade I : biji-biji mente terdiri dari minimum 95% biji mente utuh Grade II : biji-biji mente terdiri dari minimum 95% biji mente belahan Grade III : biji-biji mente terdiri dari minimum 95% biji mente pecah Grade IV : biji-biji mente yang tidak termasuk bij-biji utuh, belahan dan pecahan
Adapun syarat mutu biji kacang mente di Indonesia adalah seperti terlihat pada Tabel 14.
Bank Indonesia – Produksi Jambu Mete
25
Tabel 14. Standar Kualitas Mutu Biji Kacang Mente di Indonesia Standar Grade Cara
Karakteristk Grade I
Grade
Grade
Grade
II
III
IV
Pengujian
Kulit Ari
Nihil
Nihil
Nihil
Nihil
Organoleptik
Biji Kena CNCL
Nihil
Nihil
Nihil
Nihil
Organoleptik
Serangga Hidup/Mati
Nihil
Nihil
Nihil
Nihil
Organoleptik
Biji Berulat
Nihil
Nihil
Nihil
Nihil
Organoleptik
Biji Busuk
Nihil
Nihil
Nihil
Nihil
Organoleptik
Biji Bercendawan
Nihil
Nihil
Nihil
Nihil
Organoleptik
Benda-benda asing
Nihil
Nihil
Nihil
Nihil
Organoleptik
Warna Kadar air Max (%)
Kuning Gading Atau Keputihan
Organoleptik
15
SP-SMP Sep-
15
15
-
75 Biji
Dengan
Grade
5
5
10
-
SP - SMP Sep-
Rendah (%) Max 75 Sumber : Mujohardjo, M 1990 Jambu mente dan teknologi Pengolahannya Penerbit Liberty, Yogyakarta
Bank Indonesia – Produksi Jambu Mete
26
5. Aspek Keuangan a. Umum Analisa ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan, apakah para petani plasma akan mendapat nilai tambah dari proyek ini, serta apakah secara finansial mampu mengembalikan kredit yang diberikan oleh bank dalam jangka waktu yang wajar. Perhitungan ini didasarkan pada kelayakan usaha setiap petani dengan luas lahan 2 (dua) hektar yang akan melakukan ekstensifikasi ataupun intensifikasi kebun mentenya.
Untuk kegiatan ekstensifikasi, Perusahaan Anti akan terlibat kegiatan sejak awal, mulai kegiatan pembukaan lahan sampai tanaman menghasilkan. Pemberian kredit, dengan demikian, meliputi semua kegiatan pembangunan tanaman dan non-tambahan, serta telah memasukkan bunga masa konstruksi (Interest During Construction, IDC) selama 3 tahun; Untuk kegiatan intensifikasi, diasumsikan petani sudah mempunyai kebun mente yang sudah berbuah (minimum 4 tahun), dan biaya penanamannya berasal dari sumber dana petani sendiri. Dengan demikian, kredit hanya digunakan untuk pembelian beberapa peralatan pertanian kecil (non-tanaman) dan asuransi kredit, sedangkan sebagian besar merupakan biaya sarana produksi dan tenaga kerja untuk Tanaman Menghasilkan Tahun ke-1
Skim kredit yang digunakan dalam analisa keuangan ini adalah Kredit Koperasi Primer untuk Anggotanya (KKPA) dengan bunga 16% per tahun pada masa produktif. Untuk ekstensifikasi, selama tanaman belum menghasilkan, plasma diberikan masa tenggang (grace period) dengan bunga pinjaman 14% per tahun. Pembayaran angsuran kredit (bunga dan pokok) untuk proyek ekstensifikasi dimulai pada waktu tanaman petani sudah menghasilkan, yaitu pada tahun ke empat, sedangkan untuk proyek intensifikasi angsuran kredit (bunga dan pokok) dilakukan pada tahun itu juga (pada saat panen) Parameter teknis untuk perhitungan analisa keuangan proyek ekstensifikasi dapat dilihat pada Lampiran A-01, dengan asumsi harga tetap pada tahun ini; sedangkan hasil perhitungannya secara rinci dapat dilihat pada Lampiran A-02 - A-11. Adapun parameter teknis untuk perhitungan analisa keuangan proyek intensifikasi dapat dilihat pada Lampiran B-01 sedangkan hasil perhitungannya secara terinci dapat dilihat pada Lampiran B-02 - B-11. 5.2.
Bank Indonesia – Produksi Jambu Mete
27
b. Kebutuhan Biaya Biaya investasi untuk ekstensifikasi maupun intensifikasi kebun jambu mente rakyat digunakan untuk biaya investasi tanaman dan non tanaman. Perincian biaya investasi untuk 2 ha kebun jambu mente dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Kebutuhan Biaya Kebun Jambu Mente Rakyat Nilai (Rp / 2 ha) Kebutuhan Biaya Ekstensifikasi A. INVESTASI TANAMAN
Intensifikasi 11.528.630
- Tahun 0 (TBM 0)
7.103.500
-
- Tahun 1 (TBM 1)
1.658.220
-
- Tahun 2 (TBM 2)
1.229.790
-
- Tahun 3 (TBM 3)
1.537.120
-
-
2.204.450
11.528.630
12.630.855
2.407.837
2.047.837
13.576.467
13.576.467
1.710.000
900.000
15.286.467
14.476.467
6.309.000
-
21.595.467
14.476.467
- Tahun Menghasilkan (TM-1) Jumlah Investasi Tanaman B. INVESTASI NON TANAMAN Total
Investasi
Tan.
Dan
Non
Tanaman Biaya Umum JUMLAH INVESTASI Bunga Masa Konstruksi (IDC JUMLAH KESELURUHAN
Biaya investasi ekstensifikasi tanaman mente pada Tahun ke-0 (TBM 0) digunakan untuk pembukaan lahan (land clearing), pembuatan lubang, penanaman tanaman pelindung dan tanaman mente, serta pembuatan teras. Adapun biaya Tahun ke-1 (TBM-1), ke-2 (TBM-2), ke-3 (TMB-3) digunakan untuk perawatan tanaman belum menghasilkan, seperti penyulaman, pemupukan dan pencegahan hama dan penyakit. Investasi non-tanaman digunakan untuk pembangunan prasarana kebun seperti jalan kebun, dan juga digunakan untuk pembayaran jaminan kredit,
Bank Indonesia – Produksi Jambu Mete
28
jika kredit ini dijaminkan ke perusahaan penjamin kredit seperti Perum PKK (Pembiayaan Kredit Koperasi), Askrindo atau PKPI (Penjamin Kredit Pengusaha Indonesia). Selain itu dimasukkan juga dalam komponen biaya tersebut adalah biaya umum (management fee) yang besarnya maksimum 5% dan harus jelas perincian penggunaannya. Untuk intensifikasi kebun mente, biaya yang diperlukan adalah untuk pembelian sarana produksi, peralatan pertanian kecil dan biaya tenaga kerja. Bantuan kredit perbankan diberikan untuk pembelian sarana produksi pertanian, peralatan pertanian dan biaya tenaga kerja pemeliharaan tanaman (misalnya untuk pemangkasan). Jumlah biaya untuk intensifikasi tersebut diperlihatkan pada Tabel 16. Tabel 16. Kebutuhan Dana Untuk Intensifikasi Kebun Mente Rakyat Sumber Dana (Rp/ha) Kebutuhan Biaya
Pembangunan Kebun
Nilai (Rp/ha)
Dana
Kredit
Sendiri
5.764.315
0
5.764.315
- Bahan Dan Alat
583.825
583.825
0
- Tenaga kerja
518.400
518.400
0
Biaya Non-tanaman
865.400
865.400
0
Biaya Umum
450.000
450.000
0
Asuransi Kredit
135.000
135.000
0
8.316.940 2.552.625
5.764.315
Pemeliharaan TM :
Jumlah
c. Proyeksi Laba/Rugi Proyeksi laba-rugi memberikan gambaran tentang keuntungan atau kerugian usaha perkebunan mente di masa mendatang. Asumsi dasar yang digunakan untuk perhitungan laba atau rugi ini adalah menyangkut kualitas kacang mente yang dijual oleh petani. Petani menjual mentenya kepada Perusahaan Inti dalam bentuk kacang mente. Produktivitas lahan (selama Tahun ke-3 hingga Tahun ke-11) diasumsikan rata-rata 1.546 kg/ha dengan kisaran antara 550 - 2.280 kg/ha. Pada pola ekstensifikasi, analisa laba-rugi dilakukan sejak tanaman mulai menghasilkan (yaitu pada Tahun ke-3) sampai akhir Tahun ke-23. Bank Indonesia – Produksi Jambu Mete
29
Sedangkan untuk pola intensifikasi tanaman menghasilkan dianggap mulai tahun ke-1 (sekalipun sebelumnya sudah menghasilkan dengan produktivitas relatif rendah) hingga Tahun ke-20.
Pada pola ekstensifikasi, pada tahun pertama mente berbuah keuntungan petani hanya Rp. 400 ribu/tahun, maka pada tahun berikutnya keuntungannya meningkat sejalan dengan peningkatan produkstivitas kebun. Pada tahun ke-11 keuntungan bersih petani sebesar Rp. 13,6 juta/tahun. Secara rinci,proyeksi laba-rugi terdapat pada lampiran A-09; Pada pola intensifikasi pada tahun pertama mente berbuah, keuntungan petani mencapai Rp. 3,1 juta/tahun, maka pada tahun ke6 keuntungan menjadi Rp 11,8 juta/tahun. Pada tahun ke-11, keuntungan bersih petani sebesar Rp. 16,5 juta/tahun. Secara rinci proyeksi laba-rugi tersebut terdapat pada lampiran B-09. Tabel 17. Proyek Laba-Rugi Kebun Mente NILAI (Rp/2HA) URAIAN
Ekstensifikasi
Intensifikasi
Th Ke-4
Th ke-11
Hasil Penjualan
8.004.000
20.010.000 8.004.000 23.011.500
Biaya Usaha Tani
7.560.422
Pajak, dll LABA BERSIH
44.358 399.220
Th ke- 1
Th ke - 11
4.823.373 4.532.697
4.675.663
1.518.663
1.833.584
347.130
13.667.965 3.124.173 16.502.253
d. Proyeksi Arus Kas Dengan mengatur seluruh dana pembiayaan dari bank dan adanya grace period selama 3 tahun (untuk proyek Ekstensifikasi), maka selama masa proyek berlangsung tidak terjadi defisit anggaran. Petani dapat mengembalikan pokok dan bunga pinjaman dalam waktu yang telah ditentukan, yaitu selama 7 tahun, dimulai pada Tahun ke-4 hingga Tahun ke10. Setelah tahun ke-11 petani sudah dapat mandiri, artinya dari tabungan mereka petani dapat membiayai sendiri usahanya. Secara rinci, proyeksi Arus Kas tersebut dapat dilihat pada Lampiran A-10. Demikian pula, untuk proyek Intensifikasi, selama masa proyek berlangsung tidak terjadi defisit anggaran. Petani dapat mengembalikan pokok dan bunga pinjaman dalam waktu yang telah ditentukan, yaitu selama 3 tahun, dimulai pada Tahun ke-1 hingga Tahun ke-3 .Setelah tahun ke-4 petani sudah dapat mandiri, artinya dari tabungan mereka, petani dapat membiayai sendiri
Bank Indonesia – Produksi Jambu Mete
30
usaha nya.Secara rinci, proyeksi Arus Kas tersebut dapat dilihat pada Lampiran B-10. 5.5. e. Kriteria Kelayakan Untuk menilai kelayakan proyek ini digunakan kriteria Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Benefit Cosh Ratio (B/C), Break Even Point (BEP) dan Pay back Period, seperti tampak pada Tabel 18. Tabel 18. Kriteria Kelayakan Usaha Kebun Mente Rakyat No
Kriteria Kelayakan Ekstensifikasi
Intensifikasi
1.
NPV (df= 16%)
Rp 28.235.669
Rp 65.257.687
2.
B/C
2,50
10,05
3.
IRR
27,96%
93,57%
4.
BEP
178,6
184,0
(Kg
kacang
mete) 5.
Payback Period
6 tahun 1 bulan 1 tahun 4 bulan
f. Analisis Sensitivitas Meskipun harga jual kacang mente tidak begitu fluktuatif dalam pasar international, namun mengingat harga-harga saat ini lebih banyak dipengaruhi depresiasi rupiah terhadap dollar Amerika, maka studi ini mencoba mengkaji sejauh mana penurunan harga jual dari asumsi yang dikemukakan mempengaruhi kelayakan proyek yang diukur dengan perubahan Internal Rate of Return (IRR), Benefit Cosh Ratio (B/C) dan Pay back Period. Hasilnya untuk proyek Ekstensifikasi dapat dilihat pada Tabel 19, sedangkan untuk proyek Intensifikasi dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 19. Analisa Sensitivitas Proyek Ekstensifikasi Kebun Mente Rakyat Dengan Perubahan Harga Jual No
Harga Jual Mente
B/C
IRR
Payback Period
1.
Normal (Sesuai Asumsi)
2,50
27,96%
6 tahun 1 bulan
2.
Harga jual Rp. 25.000/kg
2,08
25,23%
6 tahun 7 bulan
3.
Harga Jual Rp. 20.000/kg
1,57
21,34%
7 tahun 5 bulan
Bank Indonesia – Produksi Jambu Mete
31
4.
Harga jual Rp. 19.000/kg
1,47
20,47%
7 tahun 8 bulan
5.
Harga Jual Rp. 15.000/kg
1,05
16,58%
9 tahun 3 bulan
Tabel 20. Analisa Sensitivitas Proyek Intensifikasi Kebun Mente RakyatDengan Perubahan Harga Jual No
Harga Jual Mente
B/C
IRR
Payback Period
10,05
93,57%
1 tahun 4 bulan
1.
Normal (Sesuai Asumsi)
2.
Harga jual Rp. 25.000/kg
8,36
79,69%
1 tahun 8 bulan
3.
Harga
Rp.
6,26
62,26%
2 tahun 2 bulan
4.
Harga jual Rp. 15.000/kg
4,16
44,61%
3 tahun 6 bulan
5.
Harga
2,79
32,84%
6 tahun
Jual
20.000/kg
Jual
Rp.
11.750/kg
Seperti tampak pada Tabel 5.5 dan Tabel 5.6, agar usaha ini layak secara finansial maka tingkat harga jual kacang mente minimum adalah Rp. 15.000/kg untuk Proyek Ekstensifikasi dan Rp. 7.500/kg untuk Proyek Intensifikasi. Sementara itu, untuk lebih memperluas peluang pendanaan bagi proyek ini, maka dilakukan kajian analisa sensitivtas dengan perubahan besarnya suku bunga, seperti Tampak pada Tabel 21 dan Tabel 22. Tabel 21. Analisa Sensitivitas Proyek Ekstensifikasi Kebun Mente Rakyat dengan Perubahan Suku Bunga Kredit
No
Suku Bunga Kredit
B/C
IRR
Payback Period
1.
Normal (16% tahun)
2,50
27,96%
6 tahun 1 bulan
2.
Suku Bunga 20% tahun
1,79
28,05%
6 tahun 1 bulan
3.
Suku Bunga 22% tahun
1,53
28,09%
6 tahun 1 bulan
4.
Suku Bunga 23% tahun
1,42
28,12%
6 tahun 1 bulan
Bank Indonesia – Produksi Jambu Mete
32
5.
Suku Bunga 24% tahun
Bank Indonesia – Produksi Jambu Mete
1,33
28,14%
6 tahun 1 bulan
33
Tabel 22. Analisa Sensitivitas Proyek Intensifikasi Kebun Mente Rakyat dengan Perubahan Suku Bunga Kredit No
Suku Bunga Kredit
B/C
BEP
Payback Period
10,05
93,57%
2 tahun 4 bulan
1.
Normal (16% tahun)
2.
Suku Bunga 20% tahun
7,69
93,65%
2 tahun 4 bulan
3.
Suku Bunga 40% tahun
3,08
94,07%
2 tahun 4 bulan
4.
Suku Bunga 50% tahun
2,28
94,29%
2 tahun 4 bulan
5.
Suku Bunga 60% tahun
1,79
94,51%
2 tahun 4 bulan
Bank Indonesia – Produksi Jambu Mete
34
6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Lingkungan a. Aspek Sosial Ekonomi Pengembangan perkebunan jambu mente rakyat dalam skala besar akan mampu menyerap tenaga kerja yang cukup banyak , mulai dari tahap persiapan, konsturksi sampai pasca konstruksi. Dengan demikian, pembangunan perkebunan ini akan berdampak positif terhadap penduduk di sekitar lokasi proyek maupun para petani perserta proyek. Pengembangan usaha perkebunan ini akan memberikan contoh positif bagi sistem usaha tani yang intensif dan lebih maju kepada masyarakat sekitar lokasi proyek, yang bersifat praktis yaitu melalui learning by doing dan seeing is be leaving. Sebagaimana diuraikan dalam analisis finansial, pengembangan proyek perkebunan jambu mente rakyat ini akan meningkat pendapatan petani, yang pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan petani. Untuk ekstensifikasi usaha perkebunan jambu mente seluas 2 (dua) hektar dengan kredit sebesar Rp. 20,7 juta akan meningkatkan pendapatan petani berkisar dari Rp 102,1 ribu per bulan (Tahun ke-4) hingga Rp. 1,9 juta per bulan (Tahun Ke -23). Sedangkan untuk intensifikasi usaha perkebunan jambu mente seluas 2 (dua) hektar dengan kredit sebesar Rp. 5,1 juta, akan meningkatkan pendapatan petani berkisar dari Rp. 217,4 ribu per bulan (Tahun ke-1) hingga Rp. 1,9 juta per bulan (Tahun ke-20). Selain itu, proyek ini dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja, berupa tenaga kerja buruh dan atau tenaga kerja keluarga petani di wilayah perkebunan jambu mente, baik untuk kegiatan budidaya (menghasilkan gelondongan mente) maupun pengolahannya (menghasilkan kacang mente). Meskipun demikian karena masa panen hanya berlangsung empat bulan, maka perlu dilakukan diversikasi kegiatan dengan mengembangkan komoditas lain seperti yang selama ini telah banyak dilakukan para petani. Hal ini sekaligus dapat meratakan dan meningkatkan penghasilan sepanjang waktu dari diversikasi produk tersebut. Sebelum mencapai umur tujuh tahun, tanaman sela yang bisa dikembangkan usaha ternak, seperti sapi potong dan kambing. Pada gilirannya sampah tanaman ataupun kotoran ternak, dapat digunakan sebagai pupuk organik. Selain itu, buah semunya dapat dijadikan sumber bahan makanan, antara lain diolah menjadi dodol, selai, sale dan bahan minuman. Secara lebih luas proyek perkebunan ini akan memberikan dampak positif terhadap peningkatan aktivitas perekonomian daerah setempat, bagi pengusaha hulu dan hilir serta penduduk sekitarnya, antara lain usaha angkutan barang an penumpang, pedagang pengumpul, warung atau toko
Bank Indonesia – Produksi Jambu Mete
35
bahan makanan dan pakaian. Di samping itu , juga meningkatkan devisa negara, karena komoditas ini termasuk salah satu komoditas ekspor.
Bank Indonesia – Produksi Jambu Mete
36
b. Dampak Lingkungan Pembukaan kawasan untuk proyek perkebunan dengan pola kemitraan terpadu, dimanan plasmanya berasal dari masyarakat atau petani setempat akan menimbulkan dampak positif maupun negatif terhadap lingkungan setempat, baik lingkungan fisik, hayati maupun sosial ekonomi. Secara ekologis dampak dari proyek perkebunan ini akan berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem hutan keterkaitannya dengan ekosistem atau sub ekosistem laiinya. Perubahan ini akan terus berlanjut pada komponen-komponen lingkungan lainnya, antara lain satwa liar, hama dan penyakit tanaman, air, udara, transportasi dan akhirnya berdampak pula pada komponen sosial, ekonomi, budaya serta meningkatkan kesehatan lingkungan. Secara khusus, proyek markisa ini akan meningkatkan produktivitas lahan di daerah tandus untuk penghijauan dan dapat mengubah ekosistem fisik (kesuburan tanah), hayati, maupun sosial ekonomi. Untuk itu perlu di lakukan telaah lingkungan yang berguna memberikan informasi lingkungan, mengidentifikasikan permasalahan lingkungan, kemudian mengevaluasi dampak penting yang timbul untuk kemudian disusun suatu alternatif tindakan pengelolaannya untuk penanggulangan dampak negatif dan mengoptimalkan dampak positif. Telaah Amdal yang berkaitan dengan pembangunan proyek perkebunan ini, yang harus dilakukan antara lain, identifikasi masalah lingkungan, yaitu telaah holistik terhadap seluruh komponen lingkungan yang diperkirakan akan mengalami perubahan mendasar akibat pengembangan proyek perkebunan ini, seperti perubahan tataguna lahan, iklim mikro, tanah, vegatasi, satwa, hama dan penyakit tanaman, sosial ekonomi, sosial budaya, kesehatan lingkungan dan sebagainya.
Bank Indonesia – Produksi Jambu Mete
37
7. Kesimpulan 1. Analisa permintaan dan penawaran menunjukkan bahwa sampai saat ini mente merupakan komoditas andalan ekspor non-migas 2. Mente adalah komoditas yang bebas dijual belikan sehingga dalam menerapkan pola kemitraan untuk komoditas tersebut perlu dibuta Nota Kesepakatan yang mengikat setiap pihak, serta saling menguntungkan antara petani dan mitra usaha besar. 3. Pola kemitraan yang dikembangkan adalah Proyek Kemitraan Terpadu (PKT) dengan mekanisme closed system yang dapat menguntungkan pihak-pihak yang bermitra, yaitu petani (plasma), koperasi, mitra usaha besar dan perbankan. 4. Dengan unit analisa 2 ha/petani, maebutuhan biaya untuk ekstensifikasi kebun jambu mente adalah Rp. 20.724.771 per 2 ha (termasuk IDC). Biaya tersebut digunakan untuk investasi tanaman, non-tanaman, biaya umum dan asuransi kredit. Sedangkan kebutuhan biaya untuk intensifikasi adalah Rp. 14.429.430 per 2 ha. Dengan mempertimbangkan asset petani, maka kredit yang diberikan adalah Rp. 5.105.250 per 2 ha. Kredit tersebut digunakan untuk sarana TM-1 dan beberapa kebutuhan investasi non-tanaman. 5. Sesuai dengan proyek aliran kas, untuk Proyek Ekstensifikasi kredit ini akan dapat dilunasi oleh petani dalam waktu 10 tahun, dengan grace period tiga tahun, yaitu selama tanaman mulai menghasilkan. Dari proyeksi tersebut juga terlihat bahwa sejak tanaman mulai mehasilkan petani mendapatkan keuntungan yang wajar dan aliran kas usahanya tidak pernah mengalami defisit. Untuk Proyek Intensifikasi kredit akan dapat dilunasi oleh petani dalam waktu 3 tahun, tanpa grace period. Dari proyeksi tersebut juga terlihat bahwa petani mendapatkan keuntungan yang wajar dan aliran kas usahanya tidak pernah mengalami defisit. 6. Hasil Analisa keuangan menunjukkan untuk proyek Ekstensifikasi, dengan skim KKPA yang berbunga 16% per tahun usaha ini menguntungkan. IRR 27,96% dan B/C nya sebesar 2,5. Untuk proyek Intensifikasi, IRR 93,57% dan B/C 10. Untuk Proyek Ekstensifikasi usaha perkebunan jambu mente seluas 2 hektar akan meningkatkan pendapatan petani berkisar dari Rp 29.941 per bulan (Tahun ke-4) hingga Rp. 1,78 juta per bulan (Tahun ke-23). Sedangkan untuk proyek Intensifikasi dengan luas yang sama, akan meningkatkan pendapatan petani berkisar dari Rp. 234,3 ribu per bulan (Tahun ke 1) hingga Rp. 1,8 juta per bulan (Tahun ke-20) 7. Berdasarkam analisa sensitivitas agar memenuhi kelayakan finansial untuk proyek Ekstensifikasi harga jual minimum kacang mente adalah Rp. 15.000/kg sedangkan untuk proyek Intensifikasi Rp. 7.500.
Bank Indonesia – Produksi Jambu Mete
38
8. Untuk lebih memperluas peluang pendanaan di luar skim KKPA, dilakukan analisa sensitivitas berdasarkan perubahan suku bunga. Untuk Ekstensifikasi, dengan suku bunga 24 % per tahund dan untuk Proyek Intensifikasi dapat didanai dengan suku bunga hingga 60% per tahun. 9. Pembangunan perkebunan jambu mente rakyat dalam skala besar akan mampu menyerap tenaga kerja yang cukup banyak, mulai dari tahap persiapan konstruksi sampai pasca konstruksi. Demikian pula tenaga kerja yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan lain di luar budidaya. Dengan demikian pembangunan perkebunan ini akan berdampak positif terhadap penduduk di sekitar proyek maupun para petani peserta proyek. Demikian pula memberikan dampak positif maupun negatif terhadap lingkungan setempat, baik lingkungan fisik, hayati maupun sosiak ekonomi. 10.Dilihat dari aspek pemasaran, teknis budidaya, finansial, sosial ekonomi dan lingkungan hidup, usaha pengembangan (Ekstensifikasi) Kebun Jambu Mente Rakyat ini layak dikembangkan.
Bank Indonesia – Produksi Jambu Mete
39
LAMPIRAN
Bank Indonesia – Produksi Jambu Mete
40