POLA PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN PADA BAY1 (0-12 BULAN)
Oleh
RO
- ISATULHUSNA A 25.1 142
-JURUSAN6lZl~MAsyARAKATDAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1994
RO-ISATULWSNA. A.25.1142. POLA PEMBERIAN HAKANAN TAldBAHAN BAY1 (0-12 BULAN DI DAgRAH PEDESAAN DAN PERKOTAAN. Dibawah bimbingan dr. Yekti Hartati Effendi dan Ir.
Yayuk Farida Baliwati, MS. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ketepatan pola pemberian makanan tambahan bayi (0-12 bulan) di daerah penelitian, mengetahui keadaan status gizi bayi dan hubungannya dengan ketepatan pemberian makanan tambahan, mempelajari faktor-faktor sosial budaya yang mempengaruhi ketepatan pola pemberian makanan tambahan bayi. Penelitian dilakukan di Desa Pagar Dalam, Kecamatan Pesisir Utara, Kabupaten Lampung Barat dan Kelurahan Gotong Royong, Kecamatan Tanjung Karang Pusat, Kodya Bandar Lampung, Propinsi Lampung, dari Januari sampai Febmari 1993. Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang diperoleh dari data potensi desa dan data primer yang meliputi pengalaman pangan ibu, pantangan pangan, penilaian terhadap pangan, tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu dan tingkat pendapatan keluarga dilihat dari tingkat pengeluaran perkapita perbulan. Data yang dikumpulkan dianalisis secara diskriptif. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar ibu (93,3 persen) di kota telah memberikan makanan tambahan dalam bentuk yang tepat dibandingkan dengan baku dari RSCM dan Persagi, sedangkan di desa makanan tambahan yang diberikan sebagian besar tidak tepat (86,7 persen) . Mutu makanan tambahan yang diberikan dilihat dari frekuensinya menunjukkan sebagian besar ibu di kota memberikan makanan tambahan dengan mutu yang tepat (86,7 persen). Makanan tambahan pada bayi di desa sebagian besar diberikan dalam mutu tidak tepat (76,7 persen) . Keadaan status gizi bayi di kota menunjukkan keadaan yang lebih baik daripada di desa, sebagian besar bayi di kota mempunyai status gizi baik (90,O persen) sedangkan di desa hanya 30,O persen bayi yang berstatus gizi baik. Bayi yang tergolong KEP di desa terdapat dalam jumlah yang cukup tinggi (70,O persen) sedangkan di kota sudah lebih rendah (10,O persen) . Sebagian besar ibu di kota mempunyai tingkat pendidikan SMP-SMA (83,3 persen), sedangkan di desa SD kebawah (86,7 persen). Peningkatan pendidikan ibu di desa _tidakmempengaruhiketepata~pemberian-makanan-tambahan, sedangkan di kota sebaliknya. Dengan meningkatnya pendidikan maka kemampuan ibu untuk memilih makanan baik jumlah maupun mutunya akan meningkat. Tingkat pengetahuan ibu di kota hampir separuhnya berada pada tingkat pengetahuan cukup (40,O persen) sedangkan pada ibu di desa semuanya mempunyai tingkat pengetahuan kurang (100,O persen) . Pada ibu di kota, dengan
meningkatnya pengetahuan tentang makanan tambahan yang tepat bentuk dan mutunya, lebih banyak yang memberikan makanan tambahan dalam bentuk dan mutu yang tepat karena kesadaran ibu untuk menerapkan pengetahuan yang diperoleh lebih tinggi, sedangkan sebagian besar ibu di desa (96,7 persen) tidak pernah menerima informasi tentang makanan tambahan sehingga kesadarannyapun sangat rendah. Tingkat pendapatan keluarga dilihat dari tingkat pengeluaran keluarga perkapita perbulan menunjukkan tingkat pendapatan yang lebih tinggi pada keluarga di kota yaitu berkisar antara Rp 46.000,- sampai Rp 110.000, -, sedangkan di desa berkisar antara Rp 9.500,- sampai Rp 17.000,-. Bila dibandingkan denyan pengeluaran rata-rata perkapita perbulan secara nasional (Rp 40.000,- sampai Rp 59.999, - di kota dan Rp 20.000,- sampai Rp 29.999, - di desa) menunjukkan pendapatan di desa masih lebih rendah sedangkan di'kota sudah lebih tinggi. Peningkatan pendapatan keluarga di desa tidak mempengaruhi ketepatan pemberian makanan tambahan baik bentuk maupun mutunya, sedangkan di kota meningkatnya pendapatan keluarga mempengaruhi pemberian makanan tambahan yang lebih tepat. Tingkat pengetahuan dalam ha1 ini di duga berpengaruh karena bila pengetahuan meningkat maka kemampuan ibu untuk memanfaatkan dan mengolah pangan yang ada sebagai makanan tambahan bayi di desa akan lebih baik. Kuatnya tradisi yang berlaku di desa terlihat dari masih diterapkannya pengalaman pangan ibu yang turun temurun dan penilaian pangan berdasarkan kebiasaan yang berlaku di desa. Kedua faktor ini sangat berperan dalam pemberian makanan yang tidak tepat pada bayi di desa, sedangkan di kota sebaliknya karena ibu di kota sudah meninggalkan kebiasaan yang turun temurun dan pemilihan pangan untuk bayi berdasarkan alasan yang tepat. Pantangan pangan tidak mempenqaruhi ketepatan pemberian makanan tambahan bayi baik di kota maupun di desa. karena tersedianya berbagai jenis pangan lain yang dapat diberikan pada bayi bila salah satu tidak boleh diberikan. Mengingat pentingnya pemberian rnakanan tambahan bayi yang tepat baik bentuk maupun mutunya, maka perlu diupayakan penyuluhan dan bimbingan yang intensif tentang cara pengolahan dan waktu pemberian makanan tambahan yang tepat sesuai dengan umurnya, dengan memanfaatkan jenis-jenis pangan yang tersedia di desa.
Judul
:
POLA PEadBERIAN MARANAN TAIblsAHAN PADA BAYI DI DAERAH PEDESAAN DAN PERKOTAAN
(Studi di Desa Pagar Dalam, Kecamatan Pesisir Utara, Kabupaten Lampung Barat dan Kelurahan Gotong Royong, Kotamadya Bandar Lampung Propinsi Lampung) Nama Mahasiswa
:
RO-ISAT[TLWSNA
Nomor Pokok
:
A. 251142
Menyetujui : Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing I1
dr. ~ekkiHartati E NIP. 140 092 953
Ir. Yayuk F Baliwati, M.S. NIP. 131 669 944
asution, M.S 33-811--
POLA PEMBERIAN h4AKANAN TAMBAHAN BAYI (0 - 12 BULAN)
DI DAERAH PEDESAAN DAN PERKOTAAN
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Pakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
JURUSAN GlZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAW KELUARGA FAKULAS PERTINSTITUT PERTANJAN BOGOR 1994