1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pemberian makanan tambahan pada bayi merupakan salah satu upaya pemenuhan kebutuhan gizi bayi sehingga bayi dapat mencapai tumbuh kembang yang optimal (Sulastri, 2004). Pemberian makanan tambahan pada balita adalah pemberian makanan atau minuman yang mengandung zat gizi pada bayi atau anak usia 6-24 bulan untuk memenuhi kebutuhan gizi setelah pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif (Depkes RI, 2007). Pemberian makanan tambahan pada bayi harus dilakukan secara bertahap untuk mengembangkan kemampuan bayi mengunyah, menelan, dan mampu menerima bermacam-macam bentuk makanan yaitu dari bentuk bubur cair ke bentuk bubur kental, sari buah, buah segar, makanan lumat, makanan lembek, dan akhirnya makanan padat (Sulistijani, 2001). Jumlah kebutuhan energi dan zat-zat gizi yang diperlukan dari makanan tambahan bayi ditinjau berdasarkan usia bayi, suhu lingkungan, aktivitas bayi sendiri, jenis kelamin, status gizi ibu, makanan tambahan pada ibu waktu hamil dan menyusui, dan stres mental (Pudjiadi, 2000). Pemberian makanan tambahan pada bayi sebaiknya diberikan setelah usia bayi lebih dari enam bulan atau setelah pemberian ASI eksklusif karena pada usia tersebut kebutuhan nutrisi masih terpenuhi
1
2
melalui ASI. Selain itu, pemberian ASI akan mengurangi faktor risiko jangka pendek seperti diare (Sembiring, 2009). Sejak tahun 2006, World Health Organization (WHO) mencatat jumlah ibu yang memberi makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) di bawah usia 2 bulan mencakup 64% total bayi yang ada, 46% pada bayi usia 2-3 bulan dan 14% pada bayi usia 4-6 bulan. Dari penelitian terhadap 900 ibu di Jakarta diperoleh fakta bahwa yang memberikan MP-ASI pada bayi umur 4 bulan sekitar 55%. Dari penelitian tersebut juga didapatkan bahwa 37,9% dari ibu-ibu tidak pernah mendapatkan informasi khusus tentang MP-ASI (Depkes RI, 2006). Bahan makanan tambahan pada bayi dibedakan atas 2 golongan yaitu hewani dan nabati. Golongan hewani terdiri dari ikan, telur, dan daging. Golongan nabati terdiri dari buah-buahan, sayur-sayuran, dan padi-padian (Baso, 2007). Makanan tambahan yang baik adalah makanan yang mengandung sejumlah kalori atau energi (karbohidrat, protein, dan lemak), vitamin, mineral, dan serat untuk pertumbuhan dan energi bayi, disukai oleh bayi, mudah disiapkan, dan harga terjangkau (Judarwanto, 2004). Makanan harus bersih dan aman, terhindar dari pencemaran mikroorganisme dan logam, serta tidak kadaluwarsa (Menkes RI, 2007). Pemberian nutrisi secara seimbang pada anak harus dimulai sejak dalam kandungan, yaitu dengan pemberian nutrisi yang cukup memadai pada ibu hamil. Setelah lahir harus diupayakan pemberian ASI secara eksklusif, yaitu pemberian ASI saja sampai anak berumur 6 bulan. Sejak berumur 6 bulan, anak diberikan tambahan atau pendamping ASI (PASI). Pemberian PASI ini penting untuk melatih kebiasaan
3
makan yang baik dan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang meningkat pada masa bayi dan prasekolah. Karena pada masa ini pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi adalah sangat pesat, terutama pertumbuhan otak (Nursalam,dkk.2005). Namun tidak selamanya nutrisi pada anak terpenuhi dengan seimbang. Kondisi ini menimbulkan perbedaan keadaan gizi antara anak yang satu dengan anak yang lain. Ada kalanya anak memiliki keadaan gizi lebih, keadaan gizi baik, dan keadaan gizi buruk. Keadaan gizi baik akan dapat dicapai dengan pemberian makanan yang seimbang bagi tubuh menurut kebutuhan. Sedangkan gizi lebih atau gizi kurang terjadi bila pemberian makanan tidak seimbang menurut kebutuhan anak, salah satu masalah gizi lebih adalah terjadinya obesitas pada bayi. Obesitas merupakan kelainan atau penyakit yang ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan (Damayanti, 2004). Secara umum, kegemukan (obesitas) disebabkan oleh tidak seimbangnya energi dari makanan dengan kalori yang dikeluarkan. Kondisi ini akibat interaksi beberapa faktor, yaitu keluarga, penggunaan energi, dan keturunan (yatim, 2005). Terdapat 3 faktor yang berpengaruh terhadap berkembangnya obesitas, yaitu genetik, lingkungan dan neuro (Juanita, 2004). Namun, berdasarkan hasil penelitian Badan International Obeysitas Task Force (ITF) dari badan WHO yang mengurusi anak yang kegemukan, 99% anak obesitas karena faktor lingkungan, sedangkan yang dianggap genetik biasanya bukan genetik tetapi akibat faktor lingkungan (Darmono, 2006). Faktor lingkungan ini dipengaruhi oleh aktifitas dan pola makan orang tua anak, misal pola makan bapak
4
dan ibunya tidak teratur menurun pada anak, karena di lingkungan itu tidak menyediakan makanan yang tinggi energi, bahkan aktifitas dalam keluarga juga mendukung (Darmono, 2006). Komplikasi dari anak-anak yang mengalami obesitas, bisa terjadi diabetes tipe 2 yang resisten terhadap insulin, sindrom metabolisme, muncul tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, dan tingkat blood lipid yang abnormal (Fauzin, 2006). Menurut Roskitt dan Clair yang dikutip oleh Subardja D, 2004, “obesitas pada anak merupakan cikal bakal terjadinya penyakit degeneratif kardiovaskuler, Diabetes mellitus dan penyakit degeneratif lainnya yang dapat timbul sebelum atau setelah masa dewasa”. Di Indonesia, angka kejadian obesitas terus meningkat, hal ini disebabkan perubahan pola makan serta pandangan masyarakat yang keliru bahwa sehat adalah identik dengan gemuk (Soetjiningsih, 1998). Kurangnya pengetahuan dan salah persepsi tentang kebutuhan makanan dan nilai makanan juga merupakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang (Budiyanto, 2004). Obesitas yang terjadi sebelum umur 5 tahun mempunyai kecenderungan tetap gemuk pada waktu dewasa, dari pada yang terjadi sesudahnya (Soetjiningsih, 1998). Peningkatan prevalensi obesitas ini terjadi di Negara maju maupun berkembang. Menurut Damayanti, 2004 prevalensi obesitas pada anak usia 6-17 tahun di Amerika Serikat dalam tiga dekade terakhir naik dari 7,6-10,8% menjadi 13-14%. Sedangkan anak sekolah di Singapura naik dari 9% menjadi 19 %.
5
Mengutip Survey Kesehatan Nasional, di Indonesia prevalensi obesitas pada balita juga naik. Prevalensi obesitas pada tahun 1992 sebanyak 1,26% dan 4,58% pada 1999. Sedangkan berdasarkan data RSU Dr.Soetomo Surabaya bagian anak menyebutkan jumlah anak kegemukan (obesitas) 8% pada tahun 2004 dan menjadi 11,5% pada tahun 2005. Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi, dari 122 anak balita didapatkan data balita yang mempunyai status gizi Lebih (obesitas) sebanyak 21 orang atau 17,2%. Melihat dari uraian di atas masalah yang terjadi adalah kejadian obesitas pada anak dan balita terus meningkat, serta kurangnya pengetahuan orang tua tentang pemberian makan kepada anak balita. Pengetahuan yang kurang ini dapat menyebabkan perilaku yang salah dalam memberikan dan mengawasi pola makan anaknya. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik ingin melakukan penelitian dengan judul hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian makanan dengan kejadian obesitas pada balita di Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi.
1.2. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah adakah hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian makanan dengan kejadian obesitas pada balita di Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi.
6
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian makanan dengan kejadian obesitas pada balita di Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian makanan di Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi. 2. Untuk mengetahui kejadian obesitas pada balita di Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi. 3. Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian makanan dengan kejadian obesitas pada balita di Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi
1.4. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a.
Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang kejadian obesitas.
b.
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai masukan pada penulisan yang akan datang tentang hal-hal yang berkaitan dengan obesitas
7
2. Manfaat Aplikatif a. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai sarana untuk menerapkan ilmu terutama yang berkaitan dengan kejadian obesitas. b. Bagi Masyarakat Khususnya pada ibu sebagai masukan yang bermanfaat untuk peningkatan respon positif dalam mencegah terjadinya kejadian obesitas pada balita.
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengetahuan 2.1.1. Pengertian Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu : indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui penglihatan dan pendengaran. Pengetahuan merupakan dasar untuk terbentuknya sikap dan tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada dan tersedia dan sementara orang lain tinggal menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru. Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika seseorang mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut.
8
9
2.1.2. Kategori Pengetahuan Menurut Arikunto (2006), pengetahuan dibagi dalam 3 kategori, yaitu: a. Baik : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 76-100% dari seluruh petanyaan b. Cukup : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 56-75% dari seluruh pertanyaan c. Kurang : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 40-55% dari seluruh pertanyaan 2.1.3. Tingkat Pengetahuan dalam Domain Kognitif Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu: a. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengatahuan yang paling rendah b. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah faham terhadap objek atau materi harus dapat
10
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. c. Aplikasi (Aplication) Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). d. Analisis Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. e. Sintesis Menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menyambungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun suatu formulasi baru dari formulasiformulasi yang ada. f. Evaluasi Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Pengetahuan yang dimiliki seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut : 1. Faktor internal, meliputi :
11
a. Intelektual Merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. b. Psikomotor Seseorang dapat mempersepsikan, bersiap diri, membuat gerakan-gerakan sederhana dan komplek, membuat penyesuaian pola gerak dan menciptakan gerakan-gerakan baru. c. Afektif Menunjukkan pada dimensi emosional subyektif indivudu atau evaluasi terhadap obyek sikap baik yang positif maupun negatif. d. Kognitif Kepercayaan yang berhubungan dengan hal-hal tentang bagaimana individu mempersiapkan terhadap obyek sikap dengan apa yang dilihat dan diketahui berisi tentang pandangan, keyakinan, pikiran, dan pengalaman pribadi. 2. Faktor eksternal, meliputi : a. Pendidikan Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberi respon yang datang dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberi respon yang
12
lebih rasional terhadap informasi yang datang dan akan sejauh mana keuntungan yang mungkin akan mereka peroleh dari gagasan tersebut. Tingkat pendidikan dan pengetahuan yang tinggi dapat meningkatkan daya tangkap ibu dengan masalah makanan pendamping ASI pertama kali diberikan pada bayi.sebuah informasi yang di sampaikan dengan cepat dengan mudah diterima oleh seseorang lebih cepat dan di pahami oleh seseorang yang berpendidikan lebih tinggi bila di banding oleh seseorang yang berpendidikan rendah b. Paparan media massa (akses informasi) Melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik, berbagai informasi dapat diterima oleh masyarakat, sehingga seseorang yang lebih sering terpapar media massa (TV, radio, majalah, pamflet dan lain-lain) akan memperoleh informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan orang yang tidak pernah terpapar informasi media. Ini berarti paparan media massa mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dimiliki seseorang. c. Ekonomi (pendapatan) Pada keadaan ekonomi yang kurang memuaskan perlu dikenalkan makanan tambahan setempat yang terjangkau keluarga. Di negara-negara industri, hal ini terjadi terutama pada golongan ekonomi yang paling rendah. Penghasilannya
mungkin
terlalu
rendah
untuk
memungkinkannya
menggunakan menu yang disesuaikan. Dalam hal semacam ini, menu yang dibuat sendiri di rumah adalah cocok untuk pengenalan makanan tambahan.
13
Demikian pula, pada pendidikan yang kurang mampu di negara yang sedang berkembang. Jika pemberian ASI dihentikan pada saat yang dini, penggunaan makanan bayi buatan sendiri dan makanan tambahan adalah sangat penting. d. Hubungan sosial (lingkungan sosial budaya) Manusia adalah makhluk sosial dimana saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. Individu yang dapat berinteraksi secara kontinyu akan lebih besar terpapar informasi. Sementara itu faktor hubungan sosial juga mempengaruhi kemampuan individu sebagai komunikan untuk menerima pesan menurut model komunikasi media. e. Pengalaman Pengalaman seseorang tentang berbagai hal bisa diperoleh dari lingkungan kehidupan dalam proses perkembangnya, misal sering mengikuti kegiatan yang mendidik seperti seminar (Notoatmodjo, 2010).
2.2. Pemberian Makanan Tambahan Pemberian makanan tambahan (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI. MP-ASI merupakan makanan peralihan dari ASI ke makanan keluarga. Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus dilakukan secara bertahap baik bentuk maupun jumlah. Hal ini dimaksudkan untuk menyesuaikan kemampuan alat pencernaan bayi dalam menerima MP-ASI (Roesli, 2005).
14
MP-ASI merupakan peralihan asupan yang semata berbasis susu menuju ke makanan yang semi padat. Untuk proses ini juga dibutuhkan ketrampilan motorik oral. Ketrampilan motorik oral berkembang dari refleks menghisap menjadi menelan makanan yang berbentuk bukan cairan dengan memindahkan makanan dari lidah bagian depan ke lidah bagian belakang (Pudjiadi, 2005). Adapun waktu yang baik dalam memulai pemberian MP-ASI pada bayi adalah umur 6 bulan. Pemberian makanan pendamping pada bayi sebelum umur tersebut akan menimbulkan risiko sebagai berikut : 1. Rusaknya sistem pencernaan karena perkembangan usus bayi dan pembentukan
enzim yang dibutuhkan untuk pencernaan memerlukan waktu 6 bulan. Sebelum sampai usia ini, ginjal belum cukup berkembang untuk dapat menguraikan sisa yang dihasilkan oleh makanan padat. 2. Tersedak disebabkan sampai usia 6 (enam) bulan, koordinasi syaraf otot
(neuromuscular) bayi belum cukup berkembang untuk mengendalikan gerak kepala dan leher ketika duduk dikursi. Jadi, bayi masih sulit menelan makanan dengan menggerakan makanan dari bagian depan ke bagian belakang mulutnya, karena gerakan ini melibatkan susunan refleks yang berbeda dengan minum susu. 3. Meningkatkan resiko terjadinya alergi seperti asma, demam tinggi, penyakit
seliak atau alergi gluten (protein dalam gandum). 4. Batuk, penelitian bangsa Scotlandia adanya hubungan antara pengenalan
makanan pada umur 4 bulan dengan batuk yang berkesinambungan.
15
5. Obesitas, penelitian telah menghubungkan pemberian makanan yang berlebih di
awal masa perkenalan dengan obesitas dan peningkatan resiko timbulnya kanker, diabetes dan penyakit jantung di usia lanjut (Prabantini, 2010). 2.2.1. Tujuan Pemberian Makanan Tambahan Makanan pendamping ASI diberikan untuk memenuhi kebutuhan bayi terhadap zat-zat gizi untuk keperluan pertumbuhan dan perkembangan bayi yang tidak dapat dicukupi ASI, akan tetapi juga merupakan saran pendidikan untuk menanamkan kebiasaan makan yang baik dan bergizi dan mengajarkan anak mengunyah dan terbiasa dengan makanan baru, sekaligus memperkenalkan beraneka macam bahan makanan. Penting untuk diperhatikan agar pemberian ASI dilanjutkan terus selama mungkin, karena ASI memberikan sejumlah energi dan protein yang bermutu tinggi (Yuliarti, 2010). 2.2.2. Jenis Makanan Tambahan Beberapa Jenis MP-ASI yang sering diberikan adalah: 1. Buah, terutama pisang yang mengandung cukup kalori. Buah jenis lain yang
sering diberikan pada bayi adalah : pepaya, jeruk, dan tomat sebagai sumber vitamin A dan C. 2. Makanan bayi tradisional :
a. Bubur susu buatan sendiri dari satu sampai dua sendok makan tepung beras sebagai sumber kalori dan satu gelas susu sapi sebagai sumber protein. b. Nasi tim saring, yang merupakan campuran dari beberapa bahan makanan, satu sampai dua sendok beras, sepotong daging, ikan atau hati, sepotong
16
tempe atau tahu dan sayuran seperti wortel dan bayam, serta buah tomat dan air kaldu. 3. Makanan bayi kalengan, yang diperdagangkan dan dikemas dalam kaleng, karton,
karton kantong (sachet) atau botol : untuk jenis makanan seperti ini perlu dibaca dengan teliti komposisinya yang tertera dalam labelnya. Menurut WHO Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang dianggap baik adalah apabila memenuhi beberapa kriteria hal berikut : Waktu pemberian yang tepat, artinya MP-ASI mulai diperkenalkan pada bayi ketika usianya lebih dari 6 bulan dan kebutuhan bayi akan energy dan zat-zat
melebihi dari apa yang didapatkannya
melalui ASI. a. Memadai, maksudnya adalah MP-ASI yang diberikan memberikan energi, protein dan zat gizi mikro yang cukup untuk memenuhi kebutuhan zat gizi anak. b. Aman, makanan yang diberikan bebas dari kontaminasi mikroorganisme baik pada saat disiapkan, disimpan maupun saat diberikan pada anak. 2.2.3. Syarat-Syarat Makanan Tambahan 1. Makanan pendamping harus mengandung semua zat gizi yang diperlukan oleh bayi. 2. Makanan pendamping harus diberikan kepada bayi yang telah berusia 4-6 bulan. 3. Makanan bayi mudah disiapkan dengan waktu pengolahan yang singkat 4. Makanan pendamping ASI hendaknya mengandung protein 5. Susunan hidangan sesuai dengan pola menu seimbang, bahan makanan yang tersedia dan kebiasaan makan
17
6. Bentuk dan porsi disesuaikan dengan selera serta daya terima bayi 7. Makanan harus bersih dan bebas dari kuman (Roesli, 2005). 2.2.4. Cara Pemberian Makanan Tambahan Makanan pendamping ASI dapat diberikan secara efisien, untuk itu perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Berikan secara hati-hati, sedikit demi sedikit dari bentuk encer, berangsur-angsur ke bentuk yang lebih kental 2. Makanan baru diperkenalkan satu-persatu dengan memperhatikan bahwa makanan betul-betul dapat diterima dengan baik 3. Makanan yang mudah menimbulkan alergi yaitu sumber protein hewani diberikan terakhir. Untuk pemberian buah-buahan, tepung-tepungan, sayuran, daging dan lain-lain. Sedangkan telur diberikan pada usia 6 bulan 4.
Cara pemberian makanan bayi mempengeruhi perkembangan emosinya. Oleh karena itu jangan dipaksa, sebaiknya diberikan saat ia lapar (Roesli, 2005).
2.2.5. Waktu Pemberian Makanan Tambahan Makanan pendamping ASI diberikan kepada bayi setelah bayi berusia 4-6 bulan sampai bayi berusia 24 bulan (Krisnatuti, 2000). Adapun garis besar pemberian makanan pendamping ASI menurut kelompok umur : 1. 0-4 bulan Bayi hanya diberikan ASI, lebih sering, lebih baik segera setelah lahir, ASI yang berwarna kuning-kuningan (kolostrum) diberikan kepada bayi.
18
2. 4-6 bulan Bayi terus diberikan ASI disamping itu mulai memperkenalkan dengan makanan pendamping ASI (MP-ASI) berbentuk lumatan yang ditambah dengan air atau susu, pisang, dan pepaya yang dihaluskan. 3. 6-9 bulan Bayi terus diberikan ASI pada umur 6 bulan. Alat pencernaan pada bayi sudah lebih berfungsi oleh karena itu bayi mulai diperkenalkan dengan makanan pendamping ASI (MP-ASI). Untuk mempertinggi nilai gizi makanan, nasi tim bayi ditambah sedikit demi sedikit dengan sumber zat lemak yaitu santan atau minyak kelapa atau margarin bahan makanan ini dapat menambah kalori makanan bayi, memberi rasa enak jika mempertinggi penyerapan vitamin A dan zat gizi lain yang larut dalam lemak. 4. 9-12 bulan Bayi terus diberikan ASI disamping itu mulai diberikan makanan lunak seperti: bubur nasi, bubur kacang hijau,dan lain-lain. Pada usia 10 bulan bayi mulai diperkenalkan dengan makanan keluarga secara bertahap bentuk dan kepadatan nasi tim 5. 12-24 bulan Bayi terus diberikan ASI, pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) atau makanan keluarga sekarang 3x sehari dengan porsi separuh makanan orang dewasa setiap kali makan selain tetap di berikan makanan selingan dua kali sehari (Roesli, 2005).
19
2.2.6. Faktor yang Mempengaruhi Pemberian Makanan Tambahan Banyak kepercayaan dan sikap yang tidak mendasar terhadap makna pemberian ASI yang membuat para ibu tidak melakukan pemberian ASI secara eksklusif kepada bayi meraka dalam periode 6 bulan pertama. Alasan umum mengapa mereka memberikan MP-ASI secara dini meliputi rasa takut bahwa ASI yang mereka hasilkan tidak cukup dan kualitasnya buruk. Hal ini dikaitkan dengan pemberian ASI pertama (kolostrum) yang terlihat encer dan menyerupai air selain itu keterlambatan memulai pemberian ASI dan praktek membuang kolostrum juga mempengaruhi alasan pemberian MP-ASI dini karena banyak masyarakat di negara berkembang percaya kolostrum yang berwarna kekuningan merupakan zat beracun yang harus dibuang. Teknik pemberian ASI yang salah yang menyebabkan ibu mengalami nyeri, lecet pada puting susu, pembengkakan payudara dan mastitis dapat menyebabkan ibu menghentikan pemberian ASI. Serta kebiasaan yang keliru bahwa bayi memerlukan cairan tambahan selain itu dukungan yang kurang dari pelayanan kesehatan seperti tidak adanya fasilitas rumah sakit dan rawat gabung dan disediakannya dapur susu formula akan meningkatkan praktek pemberian MP-ASI predominan kepada bayi yang baru lahir di rumah sakit. Serta pemasaran susu formula pengganti ASI yang menimbulkan anggapan bahwa formula PASI lebih unggul daripada ASI sehingga ibu akan lebih tertarik pada iklan PASI dan memberikan MP-ASI secara dini (Prabantini, 2010).
20
2.2.7. Akibat Makanan Tambahan Terlalu Dini a. Gangguan menyusui Suatu hubungan sebab akibat antar pengenalan atau pemberian MP-ASI yang dini dan pengetahuan belum dibuktikan. Pada umumnya bayi-bayi yang menyusui mendapat makanan tambahan pada umur 6 bulan atau lebih dan dalam jumlah porsi yang kecil dari bayi-bayi yang mendapatkan susu formula. b. Beban ginjal yang berlebih dan hiperosmolaritas Makanan padat, baik yang dibuat sendiri atau pabrik cenderung mengandung kadar natrium klorida (NaCl atau garam) yang tinggi sehigga akan menambah beban bagi ginjal. Bayi yang mendapatkan makanan padat yang terlalu dini, mempunyai osmolitas plasma yang lebih tinggi dari pada bayi-bayi yang 100% mendapat ASI sehingga bayi cepat haus, karena hyperosmolar dehidrasi. Hyperosmolitas merupakan penyebab haus sehingga menyebabkan penerimaan energi yang berlebihan. c. Alergi terhadap makanan Belum matang sistem kekebalan dari usus pada umur yang dini, dapat menyebabkan adanya alergi terhadap makanan pada masa kanak-kanak. Alergi pada susu sapi dapat terjadi sebanyak 75% dan telah diingatkan, bahwa alergi terhadap makanan lainnya seperti : jeruk, tomat, telor, ikan, sereal bahkan makin sering terjadi. Meskipun ASI kadang-kadang dapat menularkan penyebab alergi dalam jumlah yang cukup banyak untuk menyebabkan gejala-gejala klinis, tetapi
21
pemberian susu sapi atau makanan pendamping dini menambah terjadinya alergi terhadap makanan. d. Gangguan pengaturan selera makanan Makanan padat telah dianggap sebagai penyebab kegemukan pada bayi terutama yang diberikan susu formula melebihi berat dari pada bayi yang mendapatkan ASI. Hal ini dikarenakan bayi yang diberi susu formula mendapatkan makanan padat lebih dini. e. Bahan makanan yang merugikan Makanan tambahan mengandung komponen-komponen alamiah yang jika diberikan pada waktu dini dapat merugikan seperti sukrosa. Gula ini dapat menyebabkan kebusukan pada gigi, penggunaan gula ini pada usia dini dapat membuat anak terbiasa akan makanan yang rasanya manis dan makanan yang mengandung glutein. Hendaknya jangan diberikan pada usia sebelumnya atau usia muda karena dapat beresiko penyakit coeliac (penyakit perut) dan sangat berbahaya (Roesli, 2005).
2.3. Obesitas 2.3.1. Pengertian Kegemukan (overweight) seringkali disamakan dengan obesitas. Padahal kedua istilah tersebut memiliki arti yang berbeda, kegemukan adalah kondisi berat tubuh melebihi berat tubuh normal, sedangkan obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbunnya lemak. Kegemukan dan obesitas bisa terjadi pada
22
berbagai kelompok usia dan jenis kelamin. Juvenil obesity adalah obesitas yang terjadi pada usia muda (anak-anak). Dikatakan pula bahwa obesitas merupakan keadaan indeks massa tubuh (IMT) anak yang berada di atas persentil ke-95 pada grafik tumbuh kembang anak sesuai jenis kelaminnya. Obesitas disebabkan oleh ketidakseimbangan antara jumlah energi yang masuk dengan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis seperti pertumbuhan fisik, perkembangan, aktivitas, pemeliharaan kesehatan. Pengukuran lemak tubuh bukanlah suatu proses yang mudah. Oleh karena itu, beberapa metode pengganti yang sederhana digunakan untuk menggolongkan berat badan berlebih dan obesitas. Metode tersebut mencakup indeks massa tubuh, lingkar pinggang dan rasio pinggang. 2.3.2 Kategori Obesitas Menurut Misnadiarly (2007) dalam (Setharyono Angga, 2008) derajat obesitas dapat digolongkan sebagai berikut : 1.
Bila berat badan tidak melebihi 20% di atas berat badan ideal dan orang tersebut tidak mempunyai latar belakang penyakit-penyakit seperti diabetes mellitus, hipertensi dan hiperlipidemia. Pada obesitas derajat ini tidak diperlukan pengobatan khusus kecuali konservatif dengan ristriksi (pembatasan) kalori sedang dan olah raga.
2.
Mild Obesity Dikatakan mild obesity bila berat badan individu antara 20-30% di atas berat badan ideal. Pada derajat ini di samping pengobatan konservatif perlu pengawasan terhadap akibat-akibat yang dapat ditimbulkan oleh obesitas.
23
3.
Moderate Obesity Apabila berat badan individu antara 30-60% di atas berat badan ideal. Pada derajat ini individu telah masuk resiko tinggi untuk mendapatkan penyakitpenyakit yang ada hubungannya dengan obesitas.
4.
Morbid Obesity Penderita-penderita obesitas yang berat badannya 60% atau lebih di atas berat badan ideal. Pada derajat ini resiko mengalami gangguan respirasi, gagal jantung dan kematian mendadak meningkat dengan tajam.
2.3.3 Jenis Obesitas Berdasarkan distribusi lemak dalam tubuh, kegemukan dibedakan menjadi dua tipe, yaitu tipe android dan ginoid 1.
Tipe Android Kegemukan tipe android ditandai dengan penumpukan lemak yang berlebihan di bagian tubuh sebelah atas, yaitu di sekitar dada, pundak, leher, dan muka hingga menyerupai buah apel. Kegemukan tipe ini lebih banyak terjadi pada pria dan wanita yang sudah mengalami menopouse. Lemak jenuh yang mengandung selsel besar banyak menumpuk pada tipe android. Keadaan ini sejalan dengan penelitian Vague, peneliti dari Perancis, yang mengemukakan bahwa tipe android ini potensial berisiko lebih tinggi terhadap serangan penyakit yang berhubungan dengan metabolisme lemak dan glukosa seperti penyakit gula, jantung koroner, stroke, pendarahan otak, dan tekanan darah tinggi. Selain itu, kemungkinan untuk terserang kanker payudara enam kali lebih besar
24
dibandingkan dengan mereka yang mempunyai berat tubuh normal. Namun, penderita kegemukan tipe ini masih memiliki segi yang menguntungkan, yaitu lebih mudah menurunkan berat tubuh dibanding tipe ginoid. Proses penurunan tersebut dapat terlihat nyata bila diikuti dengan diet dan olahraga yang tepat. Melihat hal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa seorang pria kurus dengan perut gendut lebih berisiko dibandingkan dengan pria yang lebih gemuk dengan perut lebih kecil. 2.
Tipe Ginoid Gemuk tipe ginoid ditandai dengan penimbunan lemak di bagian tubuh sebelah bawah, yaitu sekitar perut, pinggul, paha, dan pantat. Kegemukan tipe ini banyak terjadi pada wanita. Lemak penyebab kegemukan ini terdiri atas lemak tidak jenuh serta sel lemak kecil dan lembek. Lemak dinyatakan tidak jenuh bila rantai karbon penyusun lemak tersebut mempunyai ikatan rangkap. Dari segi kesehatan tipe ini lebih aman bila dibandingkan dengan tipe android karena risiko kemungkinan terkena penyakit degeneratif lebih kecil. Akan tetapi, lebih sukar menurunkan kelebihan berat tubuh pada tipe ini karena lemak-lemak tersebut lebih sukar mengalami proses metabolisme.
2.3.4. Penyebab Obesitas Obesitas termasuk penyakit yang disebabkan oleh beberapa faktor. Diduga sebagian besar obesitas disebabkan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan (aktivitas, gaya hidup, sosial ekonomi dan nutrisional).
25
1.
Faktor Genetik Bila kedua orang tua obesitas maka 80% anaknya menjadi obesitas, bila salah satu orang tua obesitas kemungkinan anak obesitas menjadi 40% dan bila kedua orang tua tidak obesitas kemungkinan anak menjadi obesitas sebesar 14%.
2.
Kurangnya Aktivitas Fisik Aktivitas fisik merupakan faktor utama dari pengeluaran energi, bila aktivitas fisik rendah maka energi akan disimpan oleh tubuh dalam bentuk jaringan lemak dan bila berlangsung dalam waktu yang lama jaringan lemak akan menumpuk dan menyebabkan obesitas.
3.
Nutrisional Peranan faktor nutrisi dimulai sejak dalam kandungan dimana jumlah lemak tubuh dan pertumbuhan bayi dipengaruhi berat badan ibu. Yang mempengaruhi kenaikan berat badan dan lemak anak ialah ketika pertama kali mendapat makanan padat yang tinggi kalori, dan memungkinkan menjadi sebuah kebiasaan mengkonsumsi makanan yang tinggi kalori hingga sang anak beranjak dewasa. Biasanya makanan berlemak tinggi kalori memiliki rasa yang lezat dan dapat meningkatkan selera makan yang akhirnya terjadi konsumsi yang berlebihan.
4.
Sosial Ekonomi Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya hidup, pola makan, serta peningkatan pendapatan mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan
26
yang dikonsumsi. Perubahan ini lebih menjurus pada hal yang negatif, seperti pola hidup kurang gerak yang berkaitan dengan penurunan aktifitas fisik. 5.
Kesehatan Beberapa penyakit lain dapat menyebabkan obesitas seperti: a. Hipotiroidism yaitu proses pembakaran kalori menjadi lambat, sehingga makan sedikit pun tetap akan gemuk. b. Kelainan saraf yang menyebabkan seseorang banyak makan. c. Obat-obatan tertentu misalnya steroid, anti depresi, yang dapat menyebabkan penambahan berat badan.
6.
Psikologis Obesitas dapat merupakan dampak dari pemecahan masalah emosi yang mendalam yaitu seperti menyalurkan emosi dengan cara makan yang berlebihan dan ini merupakan suatu pelindung penting bagi yang bersangkutan. Dalam keadaan seperti ini mengatasi obesitas tanpa ada pemecahan alternatif yang tepat justru akan memperberat masalah. Stress merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi berat badan. Perlakuan lingkungan terhadap penderita obesitas seperti mengejek, menertawakan, mengganggu, mempermainkan dan lain sebagainya sehingga menyebabkan penderita obesitas semakin menarik diri dari pergaulan dan aktivitas permainan, dengan demikian makin berkurang aktivitas fisiknya.
27
2.3.5 Obesitas pada Anak Umumnya yang menyebabkan terjadinya obesitas ialah pola makan yang tidak teratur dan kurangnya aktivitas fisik, namun berdasarkan hasil penelitian dapat dikatakan pola makan yang tidak teratur dan porsi yang tidak seimbang menjadi penyebab utama timbulnya obesitas di kalangan anak-anak diantaranya : 1. Pola makan Sebagian besar anak memiliki pola makan yang tidak teratur atau tidak berdasarkan kesiapan metabolisme tubuh dalam mengolah makanan. Seperti pada malam hari yang seharusnya proses pencernaan beristirahat namun justru mendapatkan asupan makanan yang menyebabkan sebagian asupan makanan tidak dapat dicerna dengan baik. 2. Porsi makan yang tidak seimbang Pola makan yang tidak teratur berkaitan erat dengan porsi makan atau asupan gizi yang tidak seimbang. Seperti tidak membiasakan sarapan pagi yang dapat mengakibatkan makan berlebihan di siang hari dan kelebihan asupannya disimpan oleh tubuh dalam bentuk lemak ataupun makanan lain yang tinggi kalori namun rendah gizinya yang menunjang terjadinya penimbunan lemak sehingga menyebabkan obesitas. Sedangkan menurut Firmansyah Abdulah bagi orang Indonesia, yang dimaksud dengan‟makan‟ yaitu bila „makan nasi‟ Jadi walaupun sudah banyak makan berbagai jenis makanan, namun bila belum makan nasi, dipahami sebagai pengertian belum makan dan biasanya orang makan pada waktu malam dengan jumlah porsi yang besar.
28
3. Alternatif pemecahan masalah Beberapa anak makan berlebihan untuk melupakan masalah, melawan kebosanan, atau meredam emosi, seperti stres. Masalah-masalah inilah yang menyebabkan terjadinya overweight pada anak yang nantinya akan menyebabkan obesitas pada anak. 2.3.6 Ciri-Ciri Obesitas pada Anak Obesitas pada anak bisa terjadi di usia berapapun. “Obesitas pada anak sebenarnya merupakan suatu masalah gizi yang ditandai dengan kegemukan”. Masing-masing anak memiliki berat badan yang ideal sesuai dengan tinggi badan dan usia anak tersebut. Anak obesitas mempunyai ciri-ciri fisik seperti: memiliki pipi yang tembam, dagu berlipat, leher yang pendek, perut buncit, tinggi tidak sesuai dengan usia dan biasanya pada anak laki-laki kerap terjadi pembesaran payudara (Gynecomastia). Pada anak perempuan yang mengalami obesitas dapat terjadi haid pertama yang timbul lebih cepat atau dikenal dengan istilah early menarch. Sedangkan pada anak laki-laki mempunyai kecenderungan memiliki alat kelamin yang kecil, sehingga tidak sedikit orang tua membawa anak laki-lakinya ke dokter anak dan mengeluhkan hal tersebut. Dalam hal ini, alat kelamin terlihat kecil karena jaringan lemak di daerah tersebut menebal, sehingga penisnya terbenam (burried penis). 2.3.7 Dampak Obesitas pada Anak Menurut Nirmala Devi dalam bukunya yang berjudul Gizi Anak Sekolah menyatakan dulu banyak orang tua yang menyukai anak yang gemuk karena
29
dianggap lucu dan menggemaskan. Kini diketahui bahwa kegemukan pada anak merupakan faktor pencetus terjadinya penyakit dan menurunkan usia harapan hidup. Gizi lebih akan berakibat timbulnya penyakit seperti darah tinggi, diabetes, jantung dan stroke. Penyakit tersebut bisa menyerang saat usia sekolah atau saat dewasa nanti. Jika anak-anak mengalami gizi lebih, maka akan menyebabkan : 1. Memicu Depresi Anak akan depresi, karena bentuk tubuhnya tidak ideal, Anak menjadi gemuk dan beberapa penelitian menunjukkan bahwa ada pandangan buruk terhadap orang yang kegemukan. Anak sering diejek, susah berteman, dan tidak diikutsertakan dalam aktivitas tertentu misalnya olahraga, karena dipandang lamban yang akan menjadi titik lemah dalam tim. 2.
Merusak Lever (Hati) Saat lemak menumpuk dalam tubuh, maka lever bisa mengalami peradangan dan terluka. Penelitian mencatat kasus penyakit lever yang dapat menyebabkan gagal lever, atau kanker hati kini mulai banyak ditemukan pada Negara-negara maju seperti Amerika, dan bahkan di beberapa negara berkembang.
3. Jantung Koroner Gizi lebih mengakibatkan kelebihan kalori dalam tubuh yang disimpan menjadi lemak. Bila lemak dalam darah tinggi, biasanya dalam bentuk kolesterol trigliserida maka akan terbentuk plak sehingga aliran darah dalam pembuluh darah tidak lancar. Akibatnya, jantung harus bekerja keras untuk memompa darah
30
dan bila kondisi ini berjalan terus, maka akan memicu terjadinya penyakit jantung koroner. 4. Diabetes Diabetes dipicu oleh tingginya kadar gula dalam darah. Konsumsi kalori yang tinggi terutama sumber karbohidrat dan gula akan menyebabkan kadar gula darah naik. Akibatnya, insulin tidak lagi mampu memetabolisme gula darah secara optimal sehingga sel kekurangan energi. Pada saat yang bersamaan simpanan gula dalam hati akan dilepas ke dalam pembuluh darah. Akibatnya, kadar gula darah semakin tinggi dan orang yang bersangkutan semakin kurus. 5. Stroke Stroke diawali oleh profil lemak seperti kolesterol dan trigliserida tinggi. WHO mendefinisikan bahwa stroke adalah gejala-gejala defisit fungsi susunan saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak. Ditandai dengan kematian jaringan otak yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dari oksigen ke otak. 6. Osteoartritis Kegemukan mengakibatkan gangguan pada sendi terutama sendi lutut karena lutut terbebani oleh badan yang berlebih. Hal ini dapat menyebabkan sendi menjadi aus dan tulang rawan pada sendi menipis. Akibatnya, pergerakan sendi menjadi terbatas dan terasa nyeri bahkan bisa menyebabkan peradangan. Gejala seperti ini dinamakan osteoartritis.
31
2.3.8. Pola Makan pada Anak Menurut Eri Yanuar dalam bukunya yang berjudul “Diet Sehat Untuk Anak” menyatakan bahwa tahapan tumbuh kembangnya anak perlu variasi nutrisi dengan porsi tertentu sesuai pedoman gizi. Akan tetapi selain nutrisi dalam menu makanannya yang perlu jadi perhatian, pola makan anak juga harus dibentuk sedini mungkin. Makanan yang biasanya dimakan anak sangat bergantung dengan apa yang disiapkan dan disajikan orangtuanya. Jika si kecil tidak pernah diperkenalkan dengan ikan dan sayuran, bukan tidak mungkin anak juga sulit menyukai makanan sehat saat dewasa nanti. "Orang tua punya peran penting untuk memberi contoh makanan bergizi cukup dan seimbang karena kebiasaan keluarga akan memengaruhi pola makan anak,". Menurut Dr.Fiastuti Witjaksono, untuk membentuk pola makan sehat untuk anak diperlukan proses yang panjang dan kegigihan orang tua. Secara umum ada tiga hal yang perlu diperhatikan para ibu untuk membentuk pola makan anak, yaitu sebagai berikut : 1. Jumlah Makanlah sesuai kebutuhan kalori, tidak kekurangan dan tidak berlebih. Anak dengan berat badan 1-10 kg, membutuhkan 100 kal/kilogram berat badan. Sementara itu anak yang bobotnya 10-20 kg membutuhkan kalori 50 kal/kg (ditambah 1000 kalori). 2. Jenis Penuhi kebutuhan gizi yang meliputi karbohidrat, protein nabati dan hewani, buah-buahan, sayuran, lemak serta susu. Agar anak cepat menyukai makanannya,
32
sebaiknya menu makan anak disamakan dengan menu keluarga agar anak tidak cepat bosan. 3. Jadwal Buatlah jadwal makan yang teratur. Waktu makan anak adalah tiga kali makan utama dan dua kali snack. Biasakan juga anak untuk sarapan sebagai persiapan energi sebelum beraktivitas. 2.3.9. Gizi Anak Gizi dibutuhkan anak untuk “pertumbuhan dan perkembangan”, energi, berpikir, beraktivitas fisik, dan daya tahan tubuh. Zat gizi yang dibutuhkan anak adalah zat gizi yang terdiri dari zat gizi makro seperti karbohidrat, protein, lemak, serta zat gizi mikro seperti vitamin dan mineral dalam (Nirmala Devi, 2012). 2.3.10. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Menurut Ade Benih Nirwana dalam bukunya yang berjudul Obesitas Anak dan Pencegahannya menyatakan bahwa pertumbuhan adalah perubahan dalam besar , jumlah, ukuran, atau dimensi tingkat sel, organ, maupun individu yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram, pon dan kilogram), ukuran panjang (sentimeter dan meter). Sedangkan perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fugsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur, sebagai hasil dari proses pematangan. Dalam perkembangan ini adanya proses perubahan pada sel- sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ tubuh serta sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya.
33
Pertumbuhan
mempunyai
dampak
terhadap
aspek
fisik,
sedangkan
perkembangan berkaitan dengan pematangan fungsi organ atau individu. Obesitas bisa dilihat langsung dari pertumbuhan anak, yaitu dilihat dari fisik anak. Pertumbuhan fisik itu bisa dilihat langsung dari berat badan anak. Berat badan anak antara usia 0 dan 6 bulan biasanya bertambah 682 gram per bulan. Berat badan bayi meningkat dua kali lipat setelah usia 5 bulan, yaitu antara 6-12 bulan. Berat bayi usia ini meningkat tiga kali lipat, ketika bayi beranjak usia 12 bulan. Berat badan bayi akan meningkat empat kali lipat dari berat lahir pada usia 2 tahun. Dan pada masa pra sekolah kenaikan berat badan rata-rata 2 kg per tahun. Untuk menghitung berat badan idel anak umur 1-10 tahun biasanya mengunakan rumus: BBI = (umur (tahun) x2) + 8 dan BMI (Body Mass Index) per umur caranya dengan rumus sebagai berikut: BMI = berat badan (kg)/ tinggi badan (meter x meter). Bila seorang anak laki-laki usia 7 tahun mempunyai berat badan 25 kg dan tinggi badan 130 (cm) maka, BMI = 25kg/1,3m x 1,3m = 14,8 kg/m. Kemudian bandingkan pada diagram BMI for age boys, maka berat badan termasuk normal. 2.3.11 Kebutuhan Zat Gizi Anak Usia 6-14 tahun Menurut Nirmala Devi dalam bukunya yang berjudul Gizi Anak Sekolah, menyebutkan bahwa tahap usia sekolah anak antara 6-14 tahun, di mana usia tersebut merupakan bagian dari suatu rangkaian panjang dari siklus hidup manusia yang dimulai sejak janin dalam kandungan sampai usia tua nanti. Ketika menginjak usia enam tahun anak sudah mulai menentukan makanannya sendiri, tidak seperti saat
34
balita lagi yang sepenuhnya tergantung pada orang tua. Periode ini merupakan periode yang cukup kritis dalam pemeliharaan makanan, karena anak baru saja belajar memilih makanan dan belum mengerti makanan yang bergizi yang dapat memenuhi kebutuhan gizinya sehingga anak memerlukan bimbingan orang tua dan guru. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan makanan anak usia 4-16 tahun adalah : 1. Pengaruh Orang Tua Orang Tua berpengaruh terhadap perilaku makan anak. Banyak penelitian menunjukkan bahwa orang tua secara sadar maupun tidak sadar telah menuruti kesukaan makanan anak dengan membiarkan anaknya jajan sembarangan sehingga membentuk gaya hidup anaknya. Orang Tua juga secara tidak sadar memberikan contoh yang kurang baik tentang bagaimana pola makan yang benar walaupun itu tidak disadari oleh mereka sehingga anak mereka pun ikut mencontoh kebiasaan mereka. 2. Jumlah Makanan Yang Dikonsumsi Bila anak sehat dengan keadaan gizi baik ditawari berbagai makanan bergizi dan mereka diizinkan makan dalam jumlah yang mereka inginkan, sehingga mereka akan mengkonsumsi maknan dalam jumlah energi yang berlebihan. 2.3.12 Waktu Yang Tepat Untuk Makan Menurut Costain, sebetulnya tubuh memiliki ritme yang bisa mengatur sendiri metabolisme, selera makan, tidur dan level energi secara alami. Pada pagi hari dan siang hari karena harus menjalani aktivitas berarti tubuh membutuhkan makanan
35
yang bisa mendongkrak energi. Di malam hari, karena aktivitas berkurang, jenis makanan yang diperlukan adalah yang bisa membuat tubuh rileks. Jenis-jenis makanan yang dikonsumsi pada waktu tertentu bisa memberikan efek tertentu pula pada tubuh. Bisa berdampak baik bisa pula sebaliknya. Tergantung pada ritme tubuh dalam memproses makanan yang berhubungan dengan daya kerja saluran pencernaan yang berbeda pada pagi, siang dan malam hari. Tubuh sebenarnya memiliki “alarm” ketika merasa lapar dan dengan mengkonsumsi jenis makanan tertentu sesuai waktu makan, Anda bisa mengendalikan rasa lapar. Berikut ini panduan makan sesuai perputaran jam selama sehari. 1. Pukul 07.00- 09.00 Sarapan sama pentingnya dengan makan siang. Hanya, jumlah atau kebutuhan makan pagi tidak sebanyak makan siang. Secara persentase, jumlah sarapan pagi cukup sekitar seperempat makanan yang seharusnya dikonsumsi sehari yaitu sekitar 400 kalori dari 1.500-1.700 kalori per hari. Banyak perempuan yang hanya makan buah di pagi hari dengan maksud ingin menurunkan bobot tubuh. Namun, jika hanya mengkonsumsi untuk sarapan pagi sebenarnya tidak tepat. Buahbuahan memang sumber vitamin C dan serat yang baik, namun bukanlah sumber karbohidrat yang baik. 2. Pukul 09.00-12.00 Pada jam-jam ini hasrat ngemil cukup tinggi. Jangan tergoda membuka bungkus coklat untuk ngemil sebelum makan siang. Bila anda ngemil cokelat dan makanan manis lainnya, energi untuk siang hari bisa terambil. Cara terbaik agar otak bisa
36
terus bekerja, perbanyaklah minum air putih. Dehidrasi bisa menurunkan kinerja beberapa organ tubuh terutama otak, ginjal dan kulit. Tambahan cairan untuk tubuh, selain dari air putih juga bisa dari jus buah, teh, kopi atau susu. 3. Pukul 12.00-18.00 Level energi tubuh tidak hanya bisa ditentukan dari jenis makanan yang dikonsumsi, tapi juga lewat bioritme tubuh. Perubahan ini juga tergantung pada kadar cortisol, yang bisa menyedot energi di sore hari. Untuk menaklukkan rasa kantuk sebaiknya jangan terlalu banyak mengkonsumsi karbohidrat saat makan siang karena bisa mendongkrak serotonin yang bisa membuat tubuh lemas. Makanan yang kaya kandungan protein seperti daging merah, daging ayam dan ikan laut seperti sarden, ditambah kacang polong, bisa menjadi pilihan makan siang. Sebab, bisa membangkitkan energi karena mengandung zat besi. disertai dengan minum jus buah, karena membantu tubuh menyerap zat besi lebih baik dan kandungan bioflavonid dalam buah juga mampu menyerap kandungan gizi lainnya 4. Pukul 18.00-21.00 Pada malam hari, daya kerja lambung melambat. Jadi sebaiknya Anda mengkonsumsi makanan nutrisi seimbang, namun dengan sedikit lemak. Misalnya, salmon yang dipadu dengan sayuran dan buah-buahan. Jumlah porsi makan juga jangan berlebihan. Karena bila kekenyangan di malam hari dapat mengakibatkan saluran pencernaan makanan bekerja keras dan perut terasa penuh
37
sekaligus kembung. Konsumsi karbohidrat dan protein yang berlebihan pada malam hari dapat menyebabkan tubuh mengalami kegemukan. 5. Pukul 21.00-hingga pagi hari Pada jam-jam ini, tubuh sedang beristirahat, namun sel-sel dalam tubuh justru sedang sibuk mengolah makanan yang sudah dicerna untuk diedarkan ke seluruh tubuh. Dengan kata lain, pada saat ini tubuh sedang mengalami proses regenerasi dan stabilisasi (penggantian sel-sel yang rusak). Agar proses tersebut berjalan lancar, janganlah mengkonsumsi makanan berat. Kalau mengkonsumsi makanan berat, hasil metabolisme tidak berjalan dengan lancar dan maksimal.
2.4. Kerangka Konsep
Pengetahuan
Kejadian Obesitas
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
2.5. Hipotesis Penelitian 1. Ada hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian makanan dengan kejadian obesitas pada balita di Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi.
38
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian makanan dengan kejadian obesitas pada balita di Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi. 3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi. 3.2.2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2015.
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki balita di Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi sebanyak jumlah 45 orang.
38
39
3.3.2. Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi dijadikan menjadi sampel (total Sampling) yaitu sebesar 45 orang.
3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Jenis Data a. Data Primer Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner. b. Data Sekunder Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengambil data-data dari dokumen atau catatan yang diperoleh dari Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi.
3.5. Definisi Operasional Tabel 3.1.
Definisi, Cara, Alat, Skala dan Hasil Ukur
Definisi Operasional
Cara dan Skala Alat Ukur Ukur 1. Pengetahuan adalah segala sesuatu Wawancara Ordinal yang diketahui oleh ibu tentang pemberian makanan tambahan. 2. Obesitas adalah kondisi berat tubuh Wawancara Ordinal melebihi berat tubuh normal atau kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbunnya lemak.
Hasil Ukur 0. Baik 1. Buruk 0. Tidak Obesitas 1. Obesitas
40
3.6. Metode Pengolahan Setelah data penelitian terkumpul maka dilakukan proses pengolahan data meliputi tahap-tahap berikut ini : 1. Editing Editing dalam penelitian ini berupa kegiatan pengecekan data apakah sudah lengkap. 2. Coding Coding adalah
mengklasifikasikan data-data yang telah
dikumpulkan menurut
macamnya. 3. Data Entry Data rntry yaitu proses memasukkan data ke dalam kategori tertentu untuk dilakukan analisis data dengan menggunakan bantuan komputer. 4. Tabulating Tabulating adalah langkah memasukkan data-data hasil penelitian ke dalam tabel sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan (Riyanto, 2009).
3.7. Analisa Data 3.7.1.
Analisis Univariat Analisis data secara univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran
distribusi frekuensi responden. Analisa ini digunakan untuk memperoleh gambaran variabel independen (pengetahuan tentang pemberian makanan tambahan) dan variabel dependen yaitu kejadian obesitas.
41
3.7.2. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk menguji ada tidaknya hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian makanan dengan kejadian obesitas pada balita di Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi.dengan menggunakan statistik uji chi-square kemudian hasilnya dinarasikan.
42
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Marihat Bayu terletak di Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi. Desa Marihat Bayu merupakan salah satu desa yang terletak di daerah dataran rendah. Secara geografis Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi mempunyai luas wilayah 13.563 km2.
4.2. Karakteristik Responden 4.2.1. Distribusi Pendidikan Formal Responden Untuk melihat pendidikan formal responden di Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 4.1. Distribusi Pendidikan Formal Responden di Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi No 1 2 3
Pendidikan
Jumlah 13 49 32 94
SD SMP SMA Total
% 13,8 52,2 34,0 100
Dari tabel diatas terlihat bahwa tingkat pendidikan formal ibu terdapat mayoritas dengan tingkat pendidikan SMP sebanyak 49 orang (52,2%), SMA sebanyak 32 orang (34,0%) dan minoritas SD sebanyak 13 orang (13,8%).
42
43
4.2.2. Status Pekerjaan Untuk melihat pekerjaan responden di Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 4.2. Distribusi Pekerjaan Responden di Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi No 1 2
Status Pekerjaan Bekerja Tidak Bekerja Total
Jumlah 52 42 94
% 55,3 44,7 100,0
Dari tabel diatas terlihat bahwa status pekerjaan responden mayoritas bekerja sebanyak 52 orang (55,3%) dan minoritas tidak bekerja sebanyak 42 orang (44,7%).
4.3. Analisis Univariat Analisis univariat digunakan untuk melihat pengetahuan ibu dan kejadian obesitas dan dapat dilihat seperti dibawah ini : 4.3.1. Pengetahuan Ibu tentang Pemberian Makanan Tambahan Untuk melihat pengetahuan ibu tentang pemberian makanan tambahan di Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 4.3. Distribusi Pengetahuan Ibu tentang Pemberian Makanan Tambahan di Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi No 1 2 3
Pengetahuan Baik Sedang Kurang Total
Jumlah 38 34 22 94
% 40,4 36,2 23,4 100,0
44
Dari tabel diatas terlihat bahwa pengetahuan ibu tentang MP-ASI mayoritas pengetahuan baik sebanyak 38 orang (40,4%), pengetahuan sedang sebanyak 34 orang (36,2%) dan minoritas pengetahuan kurang sebanyak 22 orang (23,4%). 4.3.2. Kejadian Obesitas pada Balita di Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi Untuk melihat kejadian obesitas pada balita di Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Kejadian Obesitas pada Balita di Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi No 1 2
Kejadian Obesitas Tidak Obesitas Obesitas Total
Jumlah 62 32 94
% 66,0 34,0 100,0
Dari tabel diatas terlihat bahwa kejadian obesitas mayoritas tidak mengalami obesitas sebanyak 62 orang (66,0%) dan minoritas mengalami obesitas sebanyak 32 orang (34,0%).
4.4. Analisis Bivariat Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian makanan dengan kejadian obesitas pada balita di Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi dan dapat dilihat seperti dibawah ini :
45
4.4.1. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Pemberian Makanan dengan Kejadian Obesitas pada Balita di Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi Untuk melihat hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian makanan dengan kejadian obesitas pada balita di Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 4.5. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Pemberian Makanan dengan Kejadian Obesitas pada Balita di Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi
No 1 2 3
Pengetahuan Baik Sedang Buruk
Kejadian Obesitas Tidak Obesitas Obesitas n % n % 15 39,5 23 60,5 27 79,4 7 20,6 20 90,9 2 9,1
Total N 38 34 22
% 100 100 100
p value
0,000
Dari tabel diatas terlihat bahwa dari 38 orang dengan pengetahuan baik terdapat tidak mengalami obesitas sebanyak 15 orang (39,5%) dan mengalami obesitas sebanyak 23 orang (60,5%). Kemudian dari 34 responden dengan pengetahuan sedang terdapat tidak mengalami obesitas sebanyak 27 orang (79,4%) dan mengalami obesitas sebanyak 7 orang (20,6%). Sedangkan dari 22 responden dengan pengetahuan kurang terdapat tidak mengalami obesitas sebanyak 20 orang (90,(%) dan mengalami obesitas sebanyak 2 orang (9,1%). Kemudian berdasarkan hasil analisa uji chi square diperoleh nilai prob=0,000 < α =0,05 diatas terlihat bahwa ada tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian makanan dengan kejadian obesitas pada balita di Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi.
46
BAB V PEMBAHASAN
5.1. Pengetahuan Ibu tentang Pemberian Makanan Tambahan di Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan ibu tentang MP-ASI mayoritas pengetahuan baik sebanyak 38 orang (40,4%), pengetahuan sedang sebanyak 34 orang (36,2%) dan minoritas pengetahuan kurang sebanyak 22 orang (23,4%). Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian makanan tambahan di pada balita tergolong kurang baik karena pengetahuan ibu yang baik tentang pemberian makanan tambahan hanya sebesar 40,4%. Ibu yang berpengetahuan baik terjadi karena ibu mendapat informasi tentang pemberian makanan tambahan dari berbagai sumber misalnya lingkungan sekitar, keluarga, teman dan media massa maupun internet. Sedangkan ibu yang berpengetahuan tidak baik mungkin terjadi karena mereka tidak mendapat informasi tentang pemberian makanan tambahan dari lingkungan sekitar, saudara, orang lain atau pun dari buka bacaan dan media lainnya sehingga mereka kurang memahami tentang pemberian makanan tambahan. Menurut Retno IG Kusuma kognitif sering didefinisikan sebagai kemampuan berfikir dan mengamati, suatu perilaku yang mengakibatkan seseorang memperoleh pengertian atau yang dibutuhkan untuk menggunakan pengertian. Menurut Retno kemampuan berfikir pada stadium operasional formal ditandai dengan dua sifat yang penting yaitu: a. Kemampuan deduktif-hipotesis adalah bila anak 46
47
dihadapkan pada suatu masalah yang harus diselesaikannya, maka dia akam memikirkan dulu secara teoritis, menganalisa masalahnya dengan mengembangkan penyelesaian melalui berbagai hipotesis yang mungkin ada, kedua bersifat kombinatoris adalah berhubungan dengan cara bagaimana melakukan analisisnya maka sifat kombinatoris menjadi pelengkap cara berfikir operasional formal. Sesuai dengan hasil penelitian dan didukung oleh berbagai teori, tergambarkan dengan jelas bahwa tingkat pengatahuan ibu tentang pemberian makanan tambahan tergolong rendah. Berdasarkan keadaan ini ibu perlu mendapat penyuluhan-penyuluhan tentang pemberian makanan tanmbahan. Faktor lain yang mempengaruhi tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian makanan tambahan yaitu sifat ibu yang menurut teori cenderung menggunakan prinsip logika dalam berfikir sehingga apa yang menjadi pertanyaan tentang pemberian makanan tambahan di akses sendiri. Pengetahuan ibu juga dapat didukung dengan kemajuan teknologi yang memudahkan ibu dalam mengakses informasi yang dibutuhkan terutama tentang pemberian makanan tambahan seperti internet, buku dan majalah. Faktor lingkungan juga memberikan andil yang sangat besar untuk menjadi motivator bagi peningkatan pengetahuan ibu. 5.2. Kejadian Obesitas pada Balita di Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian obesitas pada balita di Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi mayoritas tidak mengalami obesitas sebanyak 62 orang (66,0%) dan minoritas mengalami obesitas sebanyak 32
48
orang (34,0%). Kejadian obesitas pada balita di Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi tergolong tinggi, dimana yang mengalami obesitas mencapai persentase 34,0%. Keadaan ini cukup mengejutkan karena anak bali banyak yang mengalami kejadian obesitas. Menurut Etisa Adi Murbawani (2015) bahwa untuk mencegah obesitas adalah dengan cara mempromosikan gaya hidup sehat seperti membiasakan pola hidup sehat. Mulai dari mempertimbangkan setiap asupan nutrisi si anak, mengatur aktifitas fisik harian dan menyediakan makanan serta cemilan bergizi setiap hari. ajak anak melakukan aktifitas fisik, aktifitas fisik yang rutin dilakukan setiap hari sangat penting bagi perkembangan dan pertumbuhan si anak meliputi berdiri, berjalan dengan ritme lamban ke normal dan bermain ringan. Sementara, beberapa aktifitas di bawah ini termasuk pada kategori enerjik bagi anak adalaj : permainan aktif. perjalan dengan ritme cepat, bersepeda, menari. Merenang, melompat dan memanjat. Kemudian terapkan Pola Makan Teratur dengan menjaga berat badan anak. Ibu bisa menerapkan pola makan teratur yang diikuti oleh seluruh anggota keluarga. Pola makan rutin ini, terdiri atas makanan dan cemilan sehat bagi anak. Penting bagi Ibu untuk mengajak anak memiliki perilaku positif terhadap anak.
49
5.3. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Pemberian Makanan dengan Kejadian Obesitas pada Balita di Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 38 orang dengan pengetahuan baik terdapat tidak mengalami obesitas sebanyak 15 orang (39,5%) dan mengalami obesitas sebanyak 23 orang (60,5%). Kemudian dari 34 responden dengan pengetahuan sedang terdapat tidak mengalami obesitas sebanyak 27 orang (79,4%) dan mengalami obesitas sebanyak 7 orang (20,6%). Sedangkan dari 22 responden dengan pengetahuan kurang terdapat tidak mengalami obesitas sebanyak 20 orang (90,(%) dan mengalami obesitas sebanyak 2 orang (9,1%). Kemudian berdasarkan hasil analisa uji chi square diperoleh nilai prob=0,000 < α =0,05 diatas terlihat bahwa ada tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian makanan dengan kejadian obesitas pada balita di Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi. Mengacu pada hasil uji tersebut menunjukkan bahwa semakin baik pengetahuan ibu tentang pemberian makanan tambahan maka akan semakin kecil kemungkinan kejadian obesitas pada balita, dan sebaliknya semakin tidak baik pengetahuan ibu tentang pemberian makanan tambahan maka akan semakin besar balita akan mengalami obesitas. Tidak selamanya nutrisi pada anak terpenuhi dengan seimbang. Kondisi ini menimbulkan perbedaan keadaan gizi antara anak yang satu dengan anak yang lain. Ada kalanya anak memiliki keadaan gizi lebih, keadaan gizi baik, dan keadaan gizi buruk. Keadaan gizi baik akan dapat dicapai dengan pemberian makanan yang seimbang bagi tubuh menurut kebutuhan. Sedangkan gizi lebih atau gizi kurang
50
terjadi bila pemberian makanan tidak seimbang menurut kebutuhan anak, salah satu masalah gizi lebih adalah terjadinya obesitas pada bayi. Obesitas merupakan kelainan atau penyakit yang ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan (Damayanti, 2004). Secara umum, kegemukan (obesitas) disebabkan oleh tidak seimbangnya energi dari makanan dengan kalori yang dikeluarkan. Kondisi ini akibat interaksi beberapa faktor, yaitu keluarga, penggunaan energi, dan keturunan (yatim, 2005). Terdapat 3 faktor yang berpengaruh terhadap berkembangnya obesitas, yaitu genetik, lingkungan dan neuro (Juanita, 2004). Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Merisya (2015) tentang hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang gizi dengan kejadian obesitas anak di sd islam alazhar 32 padang diperoleh bahwa tingkat pengetahuan gizi ibu ditemukan hampir seluruhnya dalam kriteria cukup baik, yaitu sebesar 98%. Hasil uji statitik didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara pengetahuan gizi ibu dengan kejadian obesitas (p = 0.323).
51
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan 1.
Pengetahuan ibu tentang makanan tambahan mayoritas dengan pengetahuan baik sebanyak 38 orang (40,4%) dan minoritas pengetahuan kurang sebanyak 22 orang (23,4%).
2.
Kejadian obesitas pada balita di Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi mayoritas tidak mengalami obesitas sebanyak 62 orang (66,0%) dan minoritas mengalami obesitas sebanyak 32 orang (34,0%).
3.
Terdapat tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian makanan dengan kejadian obesitas pada balita di Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi.
6.2. Saran 1.
Perlunya penyuluhan pada calon ibu yang dapat meningkatkan pengetahuan tentang pemberian makanan tambahan.
2.
Perlunya pemberitahuan kepada calon ibu menyusui agar pemberian makanan tamabahn setelah bayi umur > 6 bulan.
51
52
DAFTAR PUSTAKA
Arif, N. 2009, Panduan Ibu Cerdas ASI dan Tumbuh Kembang, Media Pressindo, Yogyakarta. Kalanda, B.F.,Verhoeff, F.H., Brabin, B.J. (2006). Breast and Complementary Feeding Practices in Relation to Morbidity and Growth in Malawian Infants. European Journal of Clinical Nutrition & Nature Publishing Group. Diah Krisnatuti dan Rina Yenrina, 2000, Menyiapkan Makanan Pendamping ASI. Puspa Swara, Jakarta. Notoatmodjo, S. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan, PT Rineka Cipta, Jakarta. Nugroho Taufan, 2011, ASI dan Tumor Payudara, Nuha Medika, Yogyakarta. Nurmaliani, 2010, Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu dan Pemberian Makanan Pendamping Asi pada Anak Usia 6-24 Bulan di Kelurahan Kuto Batu Kotamadya Palembang. Prabantini, 2010, Makanan Pendamping ASI, Andi, Yogyakarta. Pudjiadi, S. 2005. Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. Roesli, Utami. 2005. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta: Trubus Agriwidya Soraya, L. 2008. Tips Tips Asi Lancar Banyak. Jakarta. Susanti, Nuraini, 2004. Usia Tepat Mendapat Makanan Tambahan, Jakarta. Yuliarti, N. 2010. Keajaiban ASI, Makanan Terbaik untuk Kesehatan, Kecerdasan dan Kelincahan Si Kecil. Penerbit Andi. Yogyakarta.
52
53
KUESIONER PENELITIAN
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN MAKANAN DENGAN KEJADIAN OBESITAS PADA BALITA DI DESA MARIHAT BAYU KECAMATAN HUTA BAYU RAJA BAH JAMBI
IDENTITAS RESPONDEN No. Responden : 1. Nama : 2. Alamat : 3. Umur : 4. Pekerjaan :
A. PENGETAHUAN 1.
Makanan pendamping ASI adalah … a. Makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi usia 6-24. b. Makanan peralihan dari ASI ke makanan keluarga c. Makanan pendampin ASI yang diberikan sejak umur 1 bulan
2.
Umur yang sebaiknya diberikan makanan pendamping ASI adalah …. a. 4 bulan b. 6 bulan c. 7 bulan
3.
Makanan pendamping ASI diberikan karena? a. Agar bayi tidak cengeng b. ASI tidak lagi memenuhi gizi bayi c. Agar anak dalam keadaan kenyang
4.
Pemberian makanan pendamping pada bayi sebelum umur akan menimbulkan? a. Pertumbuhan dan perkembangan anak cepat b. Daya tahan tubuh bayi menurun c. Merusak sistem pencernaan
5.
Menurut ibu apabila sudah diberikan makanan pendamping ASI, apakah tetap pemberian ASI? a. Tetap b. Tidak perlu
54
c. Tidak tahu 6.
Makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang dianggap baik adalah apabila memenuhi kriteria? a. Kebutuhan bayi akan energi dan zat-zat melebihi dari apa yang didapatkannya melalui ASI. a. Aman untuk dikonsumsi b. Tidak menimbulkan mencret pada bayi
7.
Makanan pendamping ASI yang diberikan harus memenuhi? a. Energi b. Energi dan protein c. Energi, protein dan zat gizi mikro yang cukup untuk memenuhi kebutuhan zat gizi anak
8.
Makanan pendamping ASI harus aman, artinya ? a. Bebas dari kontaminasi mikroorganisme baik pada saat disiapkan, disimpan maupun saat diberikan pada anak. b. Aman untuk dikonsumsi c. Halal
9.
Syarat-syarat makanan pendamping ASI ? a. Layak untuk dikonsumsi. b. Makanan pendamping harus diberikan kepada bayi yang telah berusia 4-6 bulan. c. Makanan pendamping ASI hendaknya mengandung protein
10. Pemberian makanan pendamping ASI bertujuan untuk memenuhi kecukupan energi dan semua zat gizi sesuai dengan ? a. Umur b. Kebutuhan c. Selera 11. Makanan pendamping ASI dapat diberikan secara efisien, untuk itu perlu diperhatikan? a. Keadaan bayi b. Bentuk makanan yang diberikan c. Harga makanan pendamping ASI 12. Pemberian makanan pendamping ASI harus ? a. Bertahap dan bervariasi, mulai dari bentuk bubur cair ke bentuk bubur kental. b. Diberikan saat bayi lapar dan menangis c. Harus memiliki nilai jual yang tinggi
55
13. Susunan hidangan makanan pendamping ASI sesuai dengan a. Pola menu seimbang b. Pola menu seimbang dan bahan makanan yang tersedia c. Pola menu seimban, bahan makanan yang tersedia dan kebiasaan makan 14. Makanan pendampiung ASI pada bayi umur 4-6 bulan adalah … a. Bayi terus diberikan ASI disamping itu mulai memperkenalkan dengan makanan pendamping ASI (MP-ASI) berbentuk lumatan b. Bayi terus diberikan ASI disamping itu mulai memperkenalkan dengan makanan pendamping ASI (MP-ASI) berbentuk lumatan yang ditambah dengan air atau susu, pisang dan pepaya yang dihaluskan. c. Bayi terus diberikan ASI disamping itu mulai memperkenalkan dengan makanan pendamping ASI (MP-ASI) berbentuk lumatan yang ditambah dengan air atau susu, pisang. 15. Makanan pendamping ASI pada bayi umur 6-9 bulan adalah … a. Bayi terus diberikan ASI disamping itu mulai memperkenalkan dengan makanan pendamping ASI (MP-ASI) berbentuk lumatan yang ditambah dengan air atau susu, pisang. b. Untuk mempertinggi nilai gizi makanan, nasi tim bayi ditambah sedikit demi sedikit dengan sumber zat lemak yaitu santan atau minyak kelapa atau margarine c. Bayi terus diberikan ASI disamping itu mulai diberikan makanan lunak seperti: bubur nasi, bubur kacang hijau,dan lain-lain 16. Makanan pendamping ASI pada bayi umur 9-12 bulan adalah … a. Bayi terus diberikan ASI disamping itu mulai memperkenalkan dengan makanan pendamping ASI (MP-ASI) berbentuk lumatan yang ditambah dengan air atau susu, pisang. b. Untuk mempertinggi nilai gizi makanan, nasi tim bayi ditambah sedikit demi sedikit dengan sumber zat lemak yaitu santan atau minyak kelapa atau margarine c. Bayi terus diberikan ASI disamping itu mulai diberikan makanan lunak seperti: bubur nasi, bubur kacang hijau,dan lain-lain 17. Makanan pendamping ASI pada bayi umur 9-12 bulan adalah … a. Bayi terus diberikan ASI, pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) atau makanan keluarga sekarang 3x sehari dengan porsi separuh makanan orang dewasa setiap kali makan selain tetap di berikan makanan selingan dua kali sehari b. Untuk mempertinggi nilai gizi makanan, nasi tim bayi ditambah sedikit demi sedikit dengan sumber zat lemak yaitu santan atau minyak kelapa atau margarine
56
c. Bayi terus diberikan ASI disamping itu mulai diberikan makanan lunak seperti: bubur nasi, bubur kacang hijau dan lain-lain. 18. Akibat makanan pendamping ASI secara dini adalah …. a. Gangguan menyusui b. Gangguan menyusui dan beban ginjal yang berlebih dan hiperosmolaritas c. Gangguan menyusui dan beban ginjal yang berlebih dan hiperosmolaritas dan alergi terhadap makanan
B. KEJADIAN OBESITAS 1. Apakah anda obesitas? a. Ya b. Tidak Alasan ………………………………………………………………………… 2. Berat Badan ? …………………………………………………………………. 3. Tinggi Badan ? ………………………………………………………………...
57
MASTER DATA PENELITIAN No
Pendidikan
Pekerjaan
Pengetahuan
Obesitas
1
3
1
2
1
2 3
2 3
2 2
2 3
1 1
4
3
2
2
1
5 6
3 3
2 2
1 2
1 1
7 8 9 10 11 12
2 3 2 3 2 3
2 2 1 2 2 2
3 1 2 3 2 2
1 1 1 1 1 1
13
3
1
1
1
14 15
2 3
1 2
2 2
1 1
16 17 18 19 20 21
3 2 2 3 3 1
2 2 2 2 2 1
2 1 2 2 2 1
1 1 1 1 1 2
22
1
1
1
2
23
1
1
3
2
24 25
2 3
1 1
3 1
1 2
26 27
2 2
1 1
1 3
1 2
28 29 30 31
1 1 1 1
1 1 1 1
1 1 1 1
2 2 2 2
32 33
2 1
2 1
2 1
1 2
58
34
2
1
2
1
35
2
1
1
2
36 37
2 2
1 1
1 1
2 2
38 39 40
2 2 2
1 1 2
1 1 3
2 2 1
41 42
2 2
2 2
2 1
1 1
43 44 45 46
2 3 3 3
2 2 2 1
1 2 3 3
2 2 1 1
47 48
2 2
2 1
2 1
2 2
49 50 51 52 53 54 55 56
2 2 2 3 2 3 1 2
1 2 2 2 2 1 1 1
2 3 1 3 3 2 1 3
1 1 2 1 1 2 1 1
57
2
1
3
1
58 59
2 2
2 1
2 2
1 1
60 61
2 2
1 2
2 3
1 1
62 63 64 65
2 3 2 3
1 1 1 2
2 3 2 1
1 1 1 1
66
3
1
1
1
67 68
3 3
1 1
1 2
1 1
59
69
3
1
1
1
70
2
1
2
1
71 72
2 2
2 1
1 3
1 1
73 74 75
3 3 3
2 2 2
3 2 1
1 1 2
76 77
2 3
1 1
1 2
1 1
78 79 80 81
2 3 2 1
2 1 2 1
1 3 3 3
2 1 1 1
82 83
2 3
2 1
2 3
2 1
84 85 86 87 88 89 90 91
2 3 1 1 1 2 2 2
2 2 2 1 1 1 1 2
1 2 1 2 1 1 2 1
2 1 2 2 2 1 2 1
92
2
1
1
2
93 94
2 2
1 1
2 1
2 2
60
Frequencies Pendidikan Formal Frequency Valid
SD SMP SMA Total
Percent 13.8 52.1 34.0 100.0
13 49 32 94
Valid Percent 13.8 52.1 34.0 100.0
Cumulative Percent 13.8 66.0 100.0
Satatus Pekerjaan
Valid
Bekerja Tidak Bekerja Total
Frequency 52 42 94
Percent 55.3 44.7 100.0
Valid Percent 55.3 44.7 100.0
Cumulative Percent 55.3 100.0
Pengetahuan Frequency Valid
Baik Sedang Kurang Total
38 34 22 94
Percent 40.4 36.2 23.4 100.0
Valid Percent Cumulative Percent 40.4 40.4 36.2 76.6 23.4 100.0 100.0
Obesitas
Valid
Tidak Obesitas Obesitas Total
Frequency 62 32 94
Percent 66.0 34.0 100.0
Valid Percent 66.0 34.0 100.0
Cumulative Percent 66.0 100.0
61
Crosstabs Pengetahuan * Obesitas
Crosstab
Pengetahuan
Baik
Sedang
Kurang
Total
Obesitas Tidak Obesitas Obesitas 15 23
Count
Total 38
Expected Count % within Pengetahuan Count Expected Count % within Pengetahuan Count Expected Count % within Pengetahuan Count
25.1 39.5% 27 22.4 79.4% 20 14.5 90.9% 62
12.9 60.5% 7 11.6 20.6% 2 7.5 9.1% 32
38.0 100.0% 34 34.0 100.0% 22 22.0 100.0% 94
Expected Count % within Pengetahuan
62.0 66.0%
32.0 34.0%
94.0 100.0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value a 20.711 21.607 18.609 94
df 2 2 1
Asymp. Sig. (2-sided) .000 .000 .000
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.49.