SKRIPSI
EVALUASI MUTU COOKIES GARUT YANG DIGUNAKAN PADA PROGRAM PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN (PMT) UNTUK IBU HAMIL
Oleh: STEISIANASARI MILEIVA F24102082
2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
EVALUASI MUTU COOKIES GARUT YANG DIGUNAKAN PADA PROGRAM PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN (PMT) UNTUK IBU HAMIL
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh: STEISIANASARI MILEIVA F24102082
2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
EVALUASI MUTU COOKIES GARUT YANG DIGUNAKAN PADA PROGRAM PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN (PMT) UNTUK IBU HAMIL
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh: STEISIANASARI MILEIVA F24102082
Dilahirkan pada tanggal 8 November 1984 di Jakarta Tanggal lulus : 11 Desember 2006
Menyetujui, Bogor,
Januari 2007
Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi. Dosen Pembimbing I
Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc. Dosen Pembimbing II Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Steisianasari Mileiva. F24102082. Evaluasi Mutu Cookies Garut yang Digunakan pada Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk Ibu Hamil. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi. dan Dr. Feri Kusnandar, MSc. 2006. RINGKASAN Kehidupan manusia dimulai sejak dalam kandungan ibunya. Selama kehamilan terjadi peningkatan kebutuhan zat gizi, sehingga sering terjadi defisiensi gizi. Beberapa defisiensi gizi yang sering terjadi adalah kurang energi dan protein, anemia gizi besi, kekurangan vitamin A, defisiensi iodium, seng, dan asam folat. Apabila itu terjadi, ibu beresiko melahirkan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), neural tube defects, dan kecacatan. Hal tersebut menghambat peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Salah satu cara pencegahan adalah pelaksanaan program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk ibu hamil. Pada program PMT South East Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center, diberikan makanan tambahan yang telah difortifikasi zat-zat gizi yang penting bagi ibu hamil. Salah satu makanan tambahan yang diberikan adalah cookies garut yang difortifikasi dengan zat besi (Fe), seng (Zn), iodium (I), vitamin A, vitamin C, dan asam folat. Mengingat pentingnya kecukupan gizi ibu hamil, maka dilakukan evaluasi mutu cookies. Penelitian yang dilakukan meliputi evaluasi karakteristik fungsional (kandungan gizi), organoleptik, serta umur simpan dari Cookies Non Fortifikasi (CNF) dan Cookies Fortifikasi (CF). Hasil analisis kandungan gizi Cookies Non Fortifikasi (CNF) dan Cookies Fortifikasi (CF) berturut-turut adalah: kadar protein 7.01% (CNF) dan 6.69% (CF); kadar lemak 20.49% (CNF) dan 20.54% (CF); kadar serat kasar 2.49% (CNF) dan 2.02% (CF); kadar karbohidrat 66.09% (CNF) dan 67.08% (CF); nilai energi 486.71/100 gram (CNF) dan 488.04 kkal/100 gram (CF); kadar vitamin A 114.02 RE (CNF) dan 314.33 RE (CF); kadar asam folat 23.41 μg (CNF) dan 66.72 μg (CF); kadar vitamin C 1.02 mg (CNF) dan 46.39 mg CF); kadar besi 4.41 mg (CNF) dan 15.04 mg (CF); kadar seng 1.71 mg (CNF) dan 11.17 mg (CF); dan kadar iodium 20.86 μg (CNF) dan 36.79 μg (CF). Beberapa kadar zat gizi belum sepenuhnya memenuhi persyaratan mutu Standar Nasional Indonesia (SNI) biskuit; yaitu protein (minimum 9%), karbohidrat (minimum 70%), dan serat kasar (maksimum 0.5%). Demikian pula target kadar protein dan energi yang ingin dicapai oleh program PMT, yaitu 14.06% dan 562.50 kkal/100 gram belum terpenuhi. Persentase kehilangan fortifikan dari jumlah penambahan yang seharusnya masih cukup tinggi, yaitu 73.27% (vitamin A), 93.93% (asam folat), 51.68% dan 52.18% (vitamin C), 65.35% dan 49.87% (besi), 38.29% dan 38.69% (seng), dan 84.48% (iodium). Selain analisis kandungan gizi, juga ditelaah kontribusi cookies dan paket fortifikasi (cookies dan susu) per harinya terhadap pemenuhan kebutuhan gizi tambahan ibu hamil. Konsumsi ± 56 gram cookies per hari belum mencukupi kebutuhan gizi tambahan untuk ibu hamil. Beberapa kekurangan dapat dipenuhi dan bahkan dilampaui dari konsumsi susu, tetapi kekurangan asam folat masih sangat besar. Diperlukan peningkatan jumlah fortifikasi asam folat sekitar 4.7 kali
lipat atau pemberian suplemen asam folat untuk memenuhi kebutuhan tambahan ibu hamil. Penyusunan informasi nilai gizi juga dilakukan. Penyimpangan warna dan rasa adalah suatu kekhawatiran menyangkut pangan yang difortifikasi. Namun, berdasarkan uji preferensi diketahui bahwa tidak ada preferensi yang signifikan terhadap CNF atau CF (α = 0.05). Uji segitiga memberikan hasil yang mendukung dengan menyatakan tidak ada perbedaan yang nyata antara CNF dan CF (α = 0.05). Selanjutnya, kesukaan ibu hamil berkisar antara netral sampai suka dan tidak ada perbedaan yang nyata (α = 0.05) antara skor kesukaan terhadap warna, tekstur, dan rasa CNF dan CF. Disimpulkan bahwa jumlah dan jenis fortifikan tidak menyebabkan penyimpangan sensori CF. Kesukaan terhadap ketiga perisa yang diaplikasikan (susu, keju, dan coklat) juga tidak berbeda nyata (α = 0.05). Penentuan umur simpan dilakukan dengan pendekatan kadar air kritis karena atribut utama cookies adalah tekstur (kerenyahan). CNF dan CF memiliki kadar air yang rendah, yaitu 2.73% dan 2.35%; kadar air kritis 5.66% dan 5.49%; kadar air kesetimbangan pada kelembaban relatif kesetimbangan 32.9%, 44.7%, 64.9%, 76.9%, 85.0%, dan 93.6% adalah berturut-turut (CNF, CF): (3.10% dan 3.17%), (4.98% dan 4.77%), (5.78% dan 5.26%), (8.72% dan 8.06%), (12.74% dan 11.92%), dan (19.32% dan 19.41%). Setelah itu dibuat kurva sorpsi isothermis CNF dan CF yang menghubungkan antara kadar air kesetimbangan dan aktivitas airnya. Berdasarkan perhitungan Mean Relative Determination (MRD), model matematis menggambarkan kurva sorpsi isothermis dengan tepat adalah Henderson. Nilai slope kurva sorpsi isothermis (b) ditentukan pada daerah linear yaitu diantara daerah kadar air awal dan kadar air kritis. Nilai slope yang diperoleh yaitu 0.0967 untuk CNF dan 0.0944 untuk CF. Luas permukaan kemasan yang diuji adalah sebesar 0.0523 m2. Bobot kering CNF adalah 113.42 gram, sedangkan CF sebesar 112.32. Rasio antara luas permukaan kemasan dan bobot kering produk CNF dan CF masing-masing adalah 4.61 x 10-4 dan 4.66 x 10-4. Nilai k/x kemasan cookies yang diuji adalah 0.0107 gH2O/hari/m2.mmHg. Hasil perhitungan umur simpan dengan persamaan Labuza semakin menurun seiring dengan peningkatan kelembaban relatif (RH) ruang penyimpanan. Pada RH 70%, 75%, dan 80%, umur simpan CNF berturut-turut adalah 500, 409, dan 339 hari; sedangkan CF 527, 429, dan 354 hari. Hasil umur simpan yang cukup panjang sesuai untuk produk pangan kering seperti cookies. Fortifikasi vitamin dan mineral tidak memberikan banyak perbedaan antara umur simpan CNF dan CF yang ditentukan dengan pendekatan kadar air kritis.
RIWAYAT PENULIS
Penulis dilahirkan di Jakarta, 8 November 1984 dan merupakan anak pertama dari pasangan Eduard Namaken Sembiring dan Anastasia Ninta Karina Bangun. Pendidikan formal ditempuh penulis di SD Budi Mulia Bogor, SLTP Budi Mulia Bogor, SMU Regina Pacis Bogor, dan berhasil masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Ujian Seleksi Masuk IPB). Selama masa kuliah, penulis aktif di berbagai kegiatan intra dan ekstra kampus. Penulis adalah anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Keluarga Mahasiswa Katolik IPB (KEMAKI) (2002-2006), staf Divisi Profesi di Himpunan Mahasiswa Teknologi Pangan IPB (HIMITEPA) (2004), Ketua IPB Debating Community (IDC) (2004-2005), staf Divisi Human Resources Development di UKM International Association of Students in Agriculture and Related Sciences (IAAS) (2005-2006), anggota Lektor Santo Dominikus dan Koor Santa Lucia di Gereja Katedral Bogor. Beberapa prestasi yang telah diraih penulis adalah juara pertama dalam The 3rd National Students’ Paper Competition on Food Issues (2004), mempresentasikan makalah dengan judul “Aloe vera: An Impressive Functional Food” pada 11th Tri-University International Joint Seminar and Symposium, Chiang Mai University-Thailand (2004), menerima Goodwill Leadership Development Scholarship Program (2005-2006), bersama dua sahabatnya meraih penghargaan setara emas dalam Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional XIX untuk kategori Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian (2006), meraih Juara I Mahasiswa Berprestasi IPB (2006), dan masuk dalam jajaran 15 finalis Mahasiswa Berprestasi tingkat Nasional (2006). Penulis mengakhiri masa studi di IPB dengan menyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi Mutu Cookies Garut yang Digunakan pada Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk Ibu Hamil” di bawah bimbingan Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi. dan Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc. Penelitian yang dilakukan tergabung dalam kegiatan Feeding Program SEAFAST Center IPB.
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena penyelesaian skripsi terjadi bukan atas kekuatan penulis sendiri, melainkan juga atas anugerah kekuatan-Nya. Terima kasih untuk setiap kegagalan dan keberhasilan yang terus menempa keuletan penulis. Selain itu, banyak pihak yang juga telah membantu penulis selama perjalanan hidup dan pelaksanaan tugas akhir. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang mendalam kepada: 1. Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi. sebagai dosen pembimbing akademik yang penuh kasih sayang dan selalu memacu semangat penulis untuk berprestasi dalam hard skill dan soft skill. 2. Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc. sebagai dosen pembimbing skripsi, atas ilmu dan motivasi yang diberikan selama penyusunan skripsi. 3. Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS. sebagai koordinator Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk Ibu Hamil dan dosen penguji, atas dukungan selama penelitian dan kesediannya meluangkan waktu serta memberikan masukan-masukan yang membangun selama sidang. 4. South East Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center atas kesempatan untuk terlibat dalam Program PMT Ibu Hamil dan pendanaan yang diberikan untuk penelitian ini. 5. Tim Program PMT Ibu Hamil atas bantuan teknis dan non teknis yang diberikan selama pelaksanaan penelitian sampai penyelesaian skripsi. 6. Seluruh dosen, staf, dan teknisi laboratorium di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan yang telah memperkaya pengetahuan dan memperlancar studi penulis. 7. Papa, Mama, Adik, dan seluruh keluarga atas doa, ketulusan kasih, dan ilmuilmu kehidupan yang diberikan sehingga penulis menjadi manusia yang lebih baik. 8. Karen Puspasari dan Fenni Rusli atas penerimaan yang hangat serta kebersamaan dalam suka dan duka. Memiliki sahabat yang penuh inspirasi seperti kalian adalah sebuah anugerah. Demikian pula Alexander Atmajaya atas persahabatan yang membangun.
ii
9. Octavianus Indrabowo Vidi P. atas kenangan yang selalu hidup dan menjadi bekal perjuangan penulis. 10. Herold, Inggrid, Joanna, dan Prasna atas keberadaannya sehingga penulis dapat berbagi canda tawa dan keluh kesah. Kalian telah memperindah kehidupan penulis selama kuliah. 11. Marlyna dan Yulizar. Terima kasih banyak atas bantuan dan pengertiannya selama ini. Penulis bersyukur memiliki kalian sebagai teman sebimbingan. 12. Seluruh teman-teman ITP 39 atas bantuan dan dukungan selama ini. Keunikan pribadi kalian telah mewarnai hari-hari penulis. Demikian pula kepada temanteman di Perwira 45, penulis akan merindukan hari-hari kebersamaan kita. 13. Para panelis yang telah bersedia meluangkan waktu dan pemikiran untuk memberikan penilaian organoleptik. 14. Yayasan Goodwill International atas dukungan materi, pelatihan-pelatihan kepemimpinan, dan komunitas yang memotivasi. 15. Seluruh teman-teman seperjuangan di KEMAKI, IDC, IAAS, PMKRI, HIMITEPA, Food Chat Club, Lektor Santo Dominikus; atas kerja sama, semangat, kritik dan saran yang diberikan sehingga memperkaya kepribadian penulis. 16. Setiap individu dan institusi yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas kesediaannya membantu penulis. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak dengan berbagai cara.
Bogor, Desember 2006
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ...........................................................................
i
DAFTAR ISI …………………………………………………………..
iii
DAFTAR TABEL ...................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................
viii
I.
II.
PENDAHULUAN A.
Latar Belakang ............…………………………………...
1
B.
Tujuan ....…………………………………………………
3
C.
Manfaat ......………………………………………………
3
TINJAUAN PUSTAKA A.
Periode Kehamilan ...........………………………………..
4
1. Keistimewaan Periode Kehamilan …………………….
4
2. Gizi dan Kebutuhan Gizi Ibu Hamil …………………..
5
3. Masalah Gizi Ibu Hamil dan Hubungannya dengan
B.
C.
D.
III.
Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia ……
7
Program Pemberian Makanan Tambahan ..........................
9
1. Beberapa Program PMT ……………………………….
9
2. Program PMT SEAFAST Center ……………………...
10
Cookies ................................................................................
11
1. Proses Pembuatan Cookies …........................................
12
2. Fortifikasi Cookies ........................................................
15
Mutu Cookies ...…………………………………………..
17
1. Karakteristik Fungsional ………………………………
17
2. Karakteristik Psikologi ………………………………...
17
3. Karakteristik Umur Simpan …………………………...
18
METODOLOGI PENELITIAN A.
Bahan ………….....……………………….........................
25
B.
Alat. ....................................................................................
26
C.
Metode Penelitian ...............................................................
26
iv
1. Analisis Proksimat ........................................................
IV.
26
a.
Kadar Air ...............................................................
26
b.
Kadar Abu ..............................................................
28
c.
Kadar Protein .........................................................
28
d.
Kadar Lemak ..........................................................
29
e.
Kadar Karbohidrat ..................................................
29
f.
Kadar Serat Kasar ..................................................
29
2. Analisis Fortifikan .........................................................
30
a.
Kadar Vitamin A …………………………………
30
b.
Kadar Asam Askorbat ……………………………
31
c.
Kadar Asam Folat ………………………………..
32
d.
Kadar Besi ………………………………………..
32
e.
Kadar Seng ………………………………….........
33
f.
Kadar Iodium …………………………………….
33
3. Uji Organoleptik ...........................................................
34
a.
Uji Preferensi …….………………………………
34
b.
Uji Segitiga ……….………………………………
34
c.
Uji Hedonik ……..………………………………..
35
d.
Uji Ranking ..……………………………………..
35
4. Penentuan Umur Simpan (pendekatan kadar air kritis)..
36
a.
Penentuan Atribut Utama Cookies ……….............
36
b.
Seleksi Panelis ……….…………………………...
36
c.
Penentuan Kadar Air Kritis ………………………
37
d.
Penentuan Kurva Sorpsi Isothermis ……..……….
37
e.
Penentuan Model Sorpsi Isothermis ……………...
38
f.
Uji Ketepatan Model ……………………………..
38
g.
Penentuan Permeabilitas Kemasan ………………
39
h.
Perhitungan Umur Simpan ……………………….
39
HASIL DAN PEMBAHASAN A.
Karakteristik Fungsional (Sifat Kimia) Cookies Non Fortifikasi (CNF) dan Cookies Fortifikasi (CF) ………….
41
1. Nilai Proksimat, Serat Kasar, dan Energi ……………..
41
v
B.
C.
2. Kadar Fortifikan ………………………………………
46
3. Kontribusi Konsumsi Cookies Terhadap Kebutuhan
41
Gizi Tambahan Ibu Hamil …………………………….
51
4. Informasi Nilai Gizi CNF dan CF..................................
54
Karakteristik Organoleptik CNF dan CF ………………...
56
1. Preferensi CNF dan CF .................................................
56
2. Perbedaan CNF dan CF .................................................
57
3. Hedonik CNF dan CF ....................................................
57
4. Perisa Cookies ...............................................................
60
Karakteristik Umur Simpan CNF dan CF ………………..
62
1. Atribut Utama Cookies ………………………………..
62
2. Kadar Air Awal dan Kadar Air Kritis ...........................
63
3. Kadar
V.
Air
Kesetimbangan
dan
Kurva
Sorpsi
Isothermis ......................................................................
65
4. Model Matematis yang Tepat ........................................
68
5. Variabel Umur Simpan Lainnya ....................................
70
6. Umur Simpan CNF dan CF ...........................................
71
KESIMPULAN DAN SARAN A.
Kesimpulan ........................................................................
73
B.
Saran ...................................................................................
74
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………
76
LAMPIRAN …………………………………………………………...
81
vi
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.
Angka Kecukupan Gizi (AKG) Rata-rata yang Dianjurkan untuk Ibu Hamil (19-29) tahun (per orang per hari) ...........
4
Tabel 2.
Jumlah Penambahan Fortifikan ...........................................
11
Tabel 3.
Syarat Mutu Biskuit Menurut SNI 01-2973-1992 ...............
12
Tabel 4.
Kehilangan Beberapa Mikronutrien Labil pada Biskuit ......
16
Tabel 5.
Hasil Analisis Proksimat dan Nilai Energi CNF dan CF ....
41
Tabel 6.
Hasil Analisis Kadar Fortifikan CNF, CF, dan Persentase Kehilangan Kadar CF ..........................................................
Tabel 7.
46
Kontribusi Zat Gizi Cookies dan Cookies + Susu terhadap Pemenuhan Kebutuhan Gizi Tambahan Ibu Hamil per Hari ......................................................................................
52
Tabel 8.
Informasi Nilai Gizi CNF dan CF .......................................
55
Tabel 9.
Hasil Uji Preferensi CNF dan CF ........................................
56
Tabel 10.
Hasil Pengukuran Kerenyahan Cookies dengan Texture Analyzer ...............................................................................
Tabel 11.
65
Kadar Air Kesetimbangan CNF dan CF dan Waktu Pencapaiannya di Beberapa RH Penyimpanan ...................
66
Tabel 12.
Persamaan Kurva Sorpsi Isothermis CNF ...........................
68
Tabel 13.
Persamaan Kurva Sorpsi Isothermis CF ..............................
68
Tabel 14.
Hasil Perhitungan Nilai MRD Model Persamaan ...............
69
Tabel 15.
Umur Simpan CNF dan CF di Beberapa RH Penyimpanan
71
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1.
Perkembangan Janin Selama Periode Kehamilan ............
Gambar 2.
Diagram Alir Pembuatan Promina Arrowroot Cookies di
4
Industri Mitra ....................................................................
14
Gambar 3.
Kurva Sorpsi Isothermis Secara Umum ...........................
20
Gambar 4.
Cookies Garut dan Kemasannya ......................................
25
Gambar 5.
Diagram Alir Penelitian …………………………………
27
Gambar 6.
Hasil Uji Hedonik Per Atribut CNF dan CF ....................
57
Gambar 7.
Hasil Uji Hedonik Perisa Cookies Garut ..........................
61
Gambar 8.
Hasil Uji Ranking Perisa Cookies Garut ..........................
61
Gambar 9.
Hasil Survei Atribut Utama Cookies ……………………
63
Gambar 10. Skor Rata-rata Uji Organoleptik Kerenyahan CNF dan CF .....................................................................................
64
Gambar 11. Kurva Sorpsi Isothermis CNF Hasil Percobaan ...............
67
Gambar 12. Kurva Sorpsi Isothermis CF Hasil Percobaan ..................
67
Gambar 13. Perbandingan Kurva Sorpsi Isothermis CNF Hasil Percobaan dan dari Model-model Persamaan ..................
69
Gambar 14. Perbandingan Kurva Sorpsi Isothermis CNF Hasil Percobaan dan dari Model-model Persamaan ..................
70
viii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman
Lampiran 1.
Formulir Uji Preferensi dan Uji Segitiga CNF dan CF ........
Lampiran 2.
Jumlah Minimum Penilaian yang Diperlukan untuk
81
Menyatakan Signifikansi pada Dua Level Probabilitas untuk Uji Preferensi Berpasangan (Two-Tailed, P = ½) (Lawless dan Heymann, 1999) ............................................. Lampiran 3.
82
Jumlah Minimal dari Jawaban Benar dalam Uji Segitiga (Meilgaard et al., 1999) ........................................................
83
Lampiran 4.
Kuesioner Atribut Utama dari Produk Cookies/Biskuit .......
84
Lampiran 5.
Formulir Multiple Comparison Test Kerenyahan Cookies ….…...
85
Lampiran 6.
Hasil Uji Paired-Samples T Test Kadar Air CNF dan CF ………
86
Lampiran 7.
Hasil Uji Paired-Samples T Test Kadar Abu CNF dan CF ……...
86
Lampiran 8.
Hasil Uji Paired-Samples T Test Kadar Protein CNF dan CF …..
87
Lampiran 9.
Hasil Uji Paired-Samples T Test Kadar Lemak CNF dan CF .......
87
Lampiran 10.
Hasil Uji Paired-Samples T Test Kadar Karbohidrat CNF dan CF ……..........................................................................................
Lampiran 11.
88
Hasil Uji Paired-Samples T Test Kadar Serat Kasar CNF dan CF...................................................................................................
88
Lampiran 12.
Hasil Uji Paired-Samples T Test Nilai Kalori CNF dan CF .........
89
Lampiran 13.
Perhitungan Penambahan Fortifikan yang Dilakukan Industri Mitra (dari data per kg adonan menjadi per 100 g cookies) .................................................................................
90
Lampiran 14.
Rekapitulasi Data Uji Hedonik Atribut Warna Cookies .......
92
Lampiran 15.
Rekapitulasi Data Uji Hedonik Atribut Tekstur Cookies .....
93
Lampiran 16.
Rekapitulasi Data Uji Hedonik Atribut Rasa Cookies ..........
94
Lampiran 17.
Hasil Uji Paired-Samples T Test Skor Kesukaan Atribut Warna Cookies ..........................................................................................
Lampiran 18.
Hasil Uji Paired-Samples T Test Skor Kesukaan Atribut Tekstur Cookies ..........................................................................................
Lampiran 19.
95
Hasil Uji Paired-Samples T Test Skor Kesukaan Atribut Rasa
95
ix
Cookies ..........................................................................................
Lampiran 20.
96
Hasil Uji Analisis Sidik Ragam (ANOVA) Skor Kesukaan Perisa Cookies .......................................................................
97
Lampiran 21.
Hasil Uji Friedman Perisa Cookies ………………………..
97
Lampiran 22.
Rekapitulasi Data Hasil Survei Atribut Utama Cookies .......
98
Lampiran 23.
Hasil Friedman Test Atribut Utama Cookies ………....…...
99
Lampiran 24.
Rekapitulasi Data Seleksi Panelis .........................................
100
Lampiran 25.
Rekapitulasi Data Multiple Comparison Test CNF ..............
101
Lampiran 26.
Rekapitulasi Data Multiple Comparison Test CF .................
101
Lampiran 27.
Modifikasi Model-model Sorpsi Isothermis dari Persamaan Non Linear Menjadi Persamaan Linear ................................
102
Lampiran 28.
Kadar Air Kesetimbangan dari Model-model Persamaan ....
103
Lampiran 29.
Penentuan WVTR dan k/x ....................................................
104
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan aset suatu negara yang perlu terus ditingkatkan kualitasnya. Kehidupan manusia dimulai di rahim ibunya, maka upaya peningkatan kualitas SDM seharusnya dimulai sedini mungkin yaitu sejak periode kehamilan. Menurut Jalal dan Atmojo (1998), jika kesehatan dan status gizi ibu hamil baik, maka janin yang dikandungnya juga akan baik dan keselamatan ibu sewaktu kehamilan akan terjamin. Sebaliknya, ketidakcukupan asupan zat gizi selama periode kehamilan akan menurunkan kesehatan ibu hamil dan cenderung akan melahirkan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Pada tahun 2002, sebanyak 411000 atau 9% bayi di Indonesia lahir dengan kondisi BBLR, dengan asumsi sebanyak 22% tidak terdata (UNICEF dan WHO, 2004). Dampak BBLR pada anak dapat menurunkan kecerdasan dan imunitas, mengganggu pertumbuhan, meningkatkan ancaman berbagai penyakit degeneratif, dan kematian; sehingga menghambat peningkatan kualitas SDM Indonesia (Departemen Kesehatan, 2003). Masalah gizi ibu hamil yang paling banyak dijumpai di Indonesia adalah anemia. Prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia adalah 40% pada tahun 2001 (Departemen Kesehatan, 2003). Penyebab utama anemia adalah karena defisiensi zat besi. Anemia Gizi Besi (AGB) juga disebabkan oleh rendahnya asupan vitamin C yang diperlukan untuk meningkatkan penyerapan zat besi. Kondisi AGB pada ibu hamil juga dapat mengakibatkan bayi BBLR (Almatsier, 2002). Suplementasi besi dan vitamin A secara bersama-sama telah diketahui dapat menurunkan prevalensi anemia pada ibu hamil (Tanumihardjo, 2002). Lebih lanjut, retardasi pertumbuhan pada ibu yang beresiko melahirkan bayi BBLR dapat diturunkan oleh suplementasi seng. Defisiensi iodium pada ibu hamil pun dapat mengakibatkan retardasi mental pada fetus. Selain itu, defisiensi asam folat pada awal kehamilan dapat mengakibatkan neural tube defect yang mempengaruhi perkembangan otak calon anak (Sizer dan Whitney, 2000).
2
Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk ibu hamil adalah salah satu cara untuk meningkatkan status gizi ibu hamil. Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center bekerja sama dengan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor melaksanakan program PMT untuk ibu hamil. Melalui program ini, diberikan makanan tambahan yang telah difortifikasi zat-zat gizi yang penting bagi ibu hamil. Salah satu makanan tambahan yang diberikan adalah produk cookies garut yang telah difortifikasi dengan zat besi (Fe), seng (Zn), iodium (I), vitamin A, vitamin C, dan asam folat. Mengingat pentingnya kecukupan gizi ibu hamil, maka perlu dilakukan evaluasi mutu produk cookies tersebut. Cookies merupakan salah satu jenis produk pangan kering yang sudah populer di pasaran. Berbagai penelitian telah melakukan substitusi tepung terigu dengan bahan-bahan lokal. Pemanfaatan bahan-bahan lokal tersebut sejalan dengan program diversifikasi pangan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia. Cookies yang digunakan terbuat dari tepung terigu yang disubstitusi dengan pati garut. Proses pembuatan cookies melibatkan tahap pemanggangan dalam oven dengan suhu relatif tinggi sehingga dapat terjadi destruksi beberapa zat gizi yang labil terhadap pemanasan, terutama vitamin larut air (Manley, 2001). Oleh karena itu, diperlukan analisis kandungan zat gizi dari produk akhir untuk mengetahui retensi dari fortifikan. Produk baru yang akan dijual ke pasar memerlukan studi preferensi dan penerimaan konsumen (Meilgaard et al., 1999). Produk cookies garut fortifikasi ini tergolong produk baru untuk konsumsi ibu hamil. Oleh karena itu, diperlukan studi organoleptik berupa uji preferensi dan penerimaan dari ibu hamil. Waktu atau tanggal kadaluwarsa ditentukan berdasarkan umur simpan produk. Umur simpan produk pangan merupakan parameter ketahanan produk selama penyimpanan. Penentuan umur simpan cookies dapat dilakukan dengan metode akselerasi (Accelerated Shelf Life Testing) sebagai alternatif dari metode konvensional (Extended Storage Studies). Sebagai
3
produk pangan kering, cookies tergolong tidak mudah rusak (non perishable) dan mempunyai umur simpan yang relatif panjang (Floros, 1993). Kadar air yang rendah menyebabkan cookies rentan terhadap perubahan uap air yang dapat mempengaruhi karakteristik kerenyahan. Umur simpan berdasarkan laju perubahan kadar air dapat ditentukan dengan pendekatan kadar air kritis menggunakan persamaan Labuza (Labuza, 1982).
B. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi mutu cookies garut yang digunakan dalam program pemberian makanan tambahan untuk ibu hamil; meliputi perbedaan karakteristik fungsional, organoleptik, dan umur simpan Cookies Non Fortifikasi (CNF) dan Cookies Fortifikasi (CF). Sasaran yang ingin dicapai adalah diperolehnya hasil evaluasi mutu dari CNF dan CF.
C. Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan gambaran nyata tentang mutu cookies garut yang digunakan pada program PMT untuk ibu hamil sehingga dapat dievaluasi kontribusi produk tersebut dalam upaya peningkatan status kesehatan kelompok target.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Periode Kehamilan 1. Keistimewaan Periode Kehamilan Perkembangan janin selama kehamilan diuraikan oleh Soekardjo (1995) sebagai berikut: calon bayi disebut embrio sampai usia kehamilan 12 minggu. Pada bulan pertama sekelompok sel dengan cepat membentuk struktur yang akan menjadi bayi. Sampai minggu ke-5 dan ke-6 embrio tidak lebih besar dari sebutir padi, tetapi telah mempunyai susunan pusat syaraf yang kuat dan jantungnya telah berdenyut. Pada minggu ke-6 telah terbentuk kepala dan leher, serta otak telah mulai berdenyut. Pada minggu ke-8 usus sudah hampir terbentuk sempurna dan semua organ bagian dalam telah mulai muncul. Selanjutnya, pada akhir minggu ke-8, semua bagian dalam telah terbentuk. Pada minggu ke-9 jenis kelaminnya telah dapat dikenali; hidung, mulut, serta mata telah terlihat. Dalam minggu-minggu pertama ini embrio amat rawan terhadap alkohol, obat-obatan, dan infeksi. Pada minggu ke-10 embrio sudah berbentuk makhluk dan pada minggu ke-12 sudah bisa disebut janin. Pada minggu ke-12 semua organ dalamnya telah berfungsi dan jantungnya sudah memompa darah ke seluruh tubuh. Kini bayi telah lengkap terbentuk dan tinggal mematangkan diri menunggu saat kelahiran.
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
Keterangan: tidak dalam ukuran yang sebenarnya. (a) = 6 minggu
(d) = 9 minggu
(f) = 12 minggu
(b) = 7 minggu
(e) = 10 minggu
(g) = 14 minggu
(c) = 8 minggu
Gambar 1. Perkembangan Janin Selama Periode Kehamilan (Soekardjo, 1995)
Kebutuhan energi seseorang menurut FAO/WHO (1985) yang diacu oleh Almatsier (2002) adalah konsumsi energi berasal dari makanan yang diperlukan untuk menutupi pengeluaran energi. Pengeluaran energi tergantung dari ukuran, komposisi tubuh, dan tingkat aktivitas yang dilakukan. Pada ibu hamil, kebutuhan energi termasuk kebutuhan untuk pembentukan jaringanjaringan baru. Selama hamil, perempuan memerlukan tambahan energi untuk pertumbuhan janin, plasenta, dan jaringan tambahan lainnya. Ibu hamil memerlukan energi yang lebih dari makanan, sekitar 300 kalori lebih banyak daripada wanita yang tidak hamil. Energi lebih itu hanya diperlukan selama tiga bulan kedua dan ketiga dari kehamilan. Apabila ibu hamil berusia 19-29 tahun, maka angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan per hari adalah seperti disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Angka Kecukupan Gizi (AKG) Rata-rata yang Dianjurkan untuk Ibu Hamil (19-29 tahun) (per orang per hari)
1900 kkal
AKG Ibu Hamil (trimester 2 dan 3) 2200 kkal
Karbohidrat
300 g
330 g
Lemak
55 g
60.5 g
Protein
50 g
67 g
Vitamin A
500 RE
800 RE
Asam Folat
400 µg
600 µg
Vitamin C
75 mg
85 mg
Besi
26 mg
35 dan 39 mg
Seng
9.3 mg
13.5 dan 19.1 mg
Iodium
150 µg
200 µg
Kriteria Energi
AKG Ibu Non Hamil
(LIPI, 2004) 2. Gizi dan Kebutuhan Gizi Ibu Hamil Kata gizi berasal dari bahasa Arab ghidza, yang berarti makanan. Zat gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan (Almatsier, 2002). Zat gizi dapat diperoleh
6
melalui konsumsi makanan. Semua bahan yang dapat dijadikan makanan, umum disebut sebagai pangan. Selanjutnya, menurut Kartasapoetra dan Marsetyo (2002), status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat dari konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi dapat dibedakan menjadi status gizi buruk, kurang, baik, dan lebih. Beberapa vitamin dan mineral yang penting dalam masa kehamilan, antara lain adalah vitamin A, vitamin C, asam folat, zat besi, seng, dan iodium. Menurut Sizer dan Whitney (2000), berkaitan dengan kehamilan, vitamin A dalam bentuk retinol diperlukan untuk perkembangan janin dalam kandungan. Telah diketahui bahwa hewan betina dengan status vitamin A rendah mampu hamil akan tetapi mengalami keguguran atau kesukaran dalam melahirkan (Almatsier, 2002). Defisiensi besi terutama menyerang golongan rentan, seperti anak-anak, remaja, ibu hamil, dan menyusui serta pekerja berpenghasilan rendah. Zat besi diperlukan untuk mengikat oksigen yang diperlukan untuk energi metabolisme sel,
pembentukan
sel-sel
baru,
asam
amino,
hormon-hormon,
dan
neurotransmiter. Terbatasnya asupan oksigen akan menghambat energi metabolisme sel. Umumnya, penyerapan besi dari makanan hanya sebesar 1015%, tetapi saat kebutuhan besi meningkat seperti pada kehamilan, penyerapan besi pun meningkat (Almatsier, 2002). Vitamin C berperan dalam pembentukan kolagen, meningkatkan daya tahan terhadap infeksi, mencegah pembentukan nitrosamin yang bersifat karsinogenik, dan absorpsi besi dalam bentuk nonhaem meningkat empat kali lipat bila ada vitamin C. Kolagen adalah protein yang menjadi dasar pembentukan jaringan penghubung; pembentukan jaringan ini juga diperlukan oleh fetus (Sizer dan Whitney, 2000). Folat membantu sintesis DNA yang diperlukan untuk pembentukan selsel baru. Berkaitan dengan kehamilan, kekurangan folat dapat mengubah morfologi inti sel terutama sel-sel yang sangat cepat membelah, seperti serviks rahim. Menurut Sizer dan Whitney (2000), kekurangan asam folat pada ibu hamil terutama dapat menyebabkan neural tube defects pada anak yang dilahirkan. Neural tube defects menyebabkan kerusakan tulang belakang,
7
retardasi mental, kerusakan otak, dan kematian anak tidak lama setelah kelahiran. Kekurangan asam folat selama kehamilan dapat berakibat buruk karena peran utamanya dalam metabolisme asam nukleat dan juga akan mempengaruhi replikasi DNA dan aktivitas mitosis. Lebih lanjut, diketahui bahwa panas dari pemasakan dan proses oksidasi yang terjadi selama penyimpanan merusak sebanyak setengah dari kandungan folat dalam makanan. Defisiensi seng dapat terjadi pada ibu hamil. Kekurangan seng mengganggu fungsi tiroid, memperlambat energi metabolisme tubuh, dan menghilangkan nafsu makan. Hal tersebut sangat tidak diinginkan pada ibu hamil yang memerlukan energi metabolisme dan asupan makanan yang cukup untuk aktivitas dirinya dan janinnya. Seng adalah kofaktor enzim sehingga berperan dalam sintesis dan degradasi karbohidrat, protein, lipida, asam nukleat, dan kolagen. Kekurangan seng yang terjadi pada masa kehamilan tikus telah memberikan efek pada pertumbuhan fetus, yaitu secara umum terjadi kesalahan pembentukan pada hampir semua organ. Apabila kekurangan terjadi pada pertengahan periode kehamilan (6-14 hari) maka fetus berukuran kecil (Winick, 1976 yang dikutip oleh Dhopeshwarkar, 1983). Gejala kekurangan iodium pada ibu hamil dapat menyebabkan bayi lahir dalam keadaan cacat mental yang permanen serta hambatan pertumbuhan yang dikenal sebagai kretinisme. Menurut Almatsier (2002), hal tersebut dapat dicegah apabila kekurangan iodium tersebut terdeteksi dan diobati pada enam bulan pertama kehamilan. Apabila hal tersebut tidak berhasil dilakukan, anak yang lahir akan memiliki IQ (Intelligent Quotient) sekitar 20, sehingga kemampuan belajarnya rendah. 3. Masalah Gizi Ibu Hamil dan Hubungannya dengan Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia Masalah gizi adalah gangguan pada beberapa segi kesejahteraan perorangan dan atau masyarakat yang disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan akan zat gizi yang diperoleh dari makanan. Masalah gizi berdasarkan zat gizinya, dibedakan menjadi dua macam, yaitu masalah gizi makro dan masalah gizi mikro. Salah satu contoh masalah gizi makro yang
8
seringkali dihadapi negara berkembang adalah kombinasi kurang energi dan protein (Almatsier, 2002). Masalah gizi mikro yaitu kekurangan vitamin dan mineral, antara lain: anemia gizi besi, kekurangan vitamin A, defisiensi iodium, seng, dan asam folat. Menurut data Departemen Kesehatan (2003), prevalensi ibu hamil yang menderita kurang energi kronis adalah 16.7%, sedangkan yang menderita anemia
mencapai 40.1%. Pada beberapa daerah tertentu seperti Nusa
Tenggara Timur dan Papua, prevalensi anemia ibu hamil bahkan mencapai lebih dari 80%. Kedua kondisi ibu hamil tersebut berkontribusi terhadap tingginya angka bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) yang menurut Departemen Kesehatan (2004) mencapai 350000 bayi setiap tahunnya. BBLR adalah berat badan lahir yang kurang dari 2500 gram; kondisi tersebut dapat terjadi karena kelahiran prematur (usia kandungan belum mencapai 9 bulan) atau karena kegagalan pertumbuhan dalam uterus (Sizer dan Whitney, 2000). Bayi BBLR mempunyai risiko lebih tinggi untuk meninggal dalam lima tahun pertama kehidupan. Lebih lanjut, mereka yang dapat bertahan hidup dalam lima tahun pertama akan mempunyai risiko lebih tinggi untuk mengalami hambatan dalam kehidupan jangka panjangnya. Ibu hamil yang menderita AGB mempunyai risiko meninggal dalam proses persalinan 3.6 kali lebih besar dibandingkan ibu hamil yang tidak menderita AGB (Departemen Kesehatan, 2004) yang terutama disebabkan oleh pendarahan. Berdasarkan laporan dari Asian Development Bank (2004), angka kematian ibu hamil di Indonesia sudah mencapai 307 orang setiap 100000 kelahiran. Selanjutnya, setiap 1000 kelahiran, 35 bayi meninggal dunia. Meski dalam jumlah terminimum sekalipun, keterbatasan zat gizi sel pada saat terjadinya proses pembuahan janin dapat berakibat pada kelahiran prematur dan efek negatif jangka panjang pada kesehatan janin. Penelitian pada hewan uji membuktikan adanya korelasi antara kelahiran prematur dengan kekurangan gizi sebelum kehamilan dimulai (Challis et al., 2001 yang dikutip oleh Andonotopo dan Arifin, 2005). Apabila kehamilan terjadi
9
prematur, paru-paru dan organ-organ penting hanya memiliki kemampuan minimum untuk berkembang dalam rahim guna mempersiapkan kehidupan di luar rahim nantinya, sehingga lebih rentan terhadap kematian.
B. Program Pemberian Makanan Tambahan Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) merupakan alternatif strategi perbaikan status gizi masyarakat yang umumnya dilakukan untuk kelompok populasi tertentu, misalnya: kelompok ibu hamil, ibu menyusui, anak Bawah Lima Tahun (Balita), anak sekolah, maupun kelompok mahasiswa perguruan tinggi. Program PMT ini menggunakan pendekatan berbasis pangan (food based approach). Strategi lainnya yang juga pernah dilakukan di Indonesia adalah program suplementasi besi (supplement based approach) melalui program Upaya Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) dan program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Pada program ini, setiap ibu hamil mendapatkan 1 tablet besi yang mengandung 60 mg besi elemental dan 250 μg asam folat untuk jangka waktu 90 hari (Kodyat et al., 1998). 1. Beberapa Program PMT Beberapa program PMT sudah pernah dilakukan, diantaranya pada tahun 1995, Nutritional Intervention Research Unit of the Medical Research Council (Unit Penelitian Intervensi Gizi dari Dewan Penelitian Kesehatan) bekerjasama dengan industri pangan untuk mengembangkan biskuit yang difortifikasi dengan zat besi, iodium, dan vitamin A. Biskuit tersebut diberikan setiap hari selama satu tahun kepada anak-anak sekolah di area KwaZuluNatal untuk mengatasi defisiensi gizi mereka (Limson, 2001). World Feeding Program (WFP) telah bekerja sama dengan PT Bank Internasional Tbk. melaksanakan program pemberian biskuit bergizi (School Feeding Program). Pada tahun 2005, WFP School Feeding Program menjangkau 586000 anak sekolah dasar di Indonesia. Kepada mereka diberikan biskuit yang diperkaya dengan sembilan vitamin dan empat mineral, memenuhi sekitar 50% dari kebutuhan gizi anak per hari (Anonima, 2006). Pada tahun 1998, United Nations Children’s Fund (UNICEF) menginisiasi program PMT untuk ibu hamil di daerah pengungsian di
10
Tanzania Barat. Program tersebut bertujuan untuk mengurangi prevalensi BBLR dan meningkatkan kualitas bayi yang dilahirkan (Anonimb, 1999). Women, Infant, and Children’s program (WIC) di Amerika Serikat memberikan bantuan penyediaan makanan tambahan, pendidikan gizi, dan membuat referensi pemilihan makanan bergizi berdasarkan penyaringan dan kajian kondisi kesehatan. Program tersebut telah berhasil mereduksi kelahiran yang negatif (termasuk BBLR), mengurangi kematian bayi, dan menghemat biaya perawatan setelah kelahiran (Anonimc, 2000). Di Indonesia, program PMT bagi ibu hamil sebelumnya telah ada melalui Program Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPS-BK) pada tahun 1998. Program ini merupakan program pemulihan bagi ibu hamil dan menyusui yang menderita Kurang Energi Protein (KEP) untuk kelompok miskin akibat krisis ekonomi. PMT diberikan dalam bentuk makanan kudapan atau makanan biasa dengan porsi 600-700 kkal/hari dan 15-20 gram protein per hari selama 90 hari makan. 2. Program PMT SEAFAST Center Program PMT yang merupakan agenda dari Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center melibatkan 250 ibu hamil sebagai target dan 70 ibu hamil sebagai kontrol. Para ibu hamil tersebut dijaring dari 17 desa yang berlokasi di Kabupaten Bogor (Kecamatan Leuwiliang, Leuwisadeng, dan Ciampea). Penyaringan dilakukan terhadap ibu hamil yang memiliki status kesehatan rendah dan berekonomi lemah. Pelaksana program ini adalah tim khusus dari Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan serta Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Tujuan program adalah meningkatkan status gizi ibu dan kualitas anak yang dilahirkan. Kualitas anak tersebut berkaitan erat dengan lancarnya upaya peningkatan kualitas SDM. Pelaksanaan program PMT adalah sejak usia kehamilan sekitar 3 bulan sampai anaknya dilahirkan. Jenis makanan yang diberikan adalah susu bubuk, cookies garut, dan bihun instan. Makanan tersebut telah difortifikasi vitamin dan mineral yang diperlukan untuk kesehatan ibu hamil dan bayi yang dikandung. Selain itu, diproduksi juga produk makanan yang tidak
11
difortifikasi untuk diberikan pada kelompok placebo. Ada pula kelompok kontrol yaitu ibu hamil yang tidak diberi makanan tambahan. Hal tersebut dilakukan untuk melihat perbedaan dampak pemberian makanan tambahan. Ketiga makanan tersebut diproduksi oleh industri mitra yang telah bersedia bekerjasama, yaitu PT. Gizindo Primanusantara (cookies dan susu) dan PT. Bogasari Flour Mills (bihun instan). Setiap target (ibu hamil) diberi satu paket setiap minggu untuk dikonsumsi setiap hari. Kombinasi paket adalah susu bubuk dan cookies garut atau susu bubuk dan bihun instan. Sumbangan energi dan protein yang diharapkan dari setiap paket adalah 525 kalori dan 15 gram protein. Produk makanan tambahan dianalisis untuk mendapat konfirmasi tentang kandungan gizinya, terutama zat-zat gizi yang sengaja ditambahkan sebagai fortifikan. Selain itu, dilakukan juga analisis kesukaan dan umur simpan produk-produk tersebut. Khusus untuk cookies yang merupakan obyek penelitian ini, target energi dan protein yang ingin dicapai adalah 562.5 kkal dan 14.06 gram per 100 gram cookies. Jumlah penambahan fortifikan disajikan pada Tabel 2. Penambahan fortifikan mengacu pada Sayuti (2002) dan dibandingkan juga dengan informasi jumlah penambahan dari industri mitra. Tabel 2. Jumlah Penambahan Fortifikan Sayuti (2002) (per 100 gram cookies)
Industri mitra (per 1 kg adonan)
Vitamin A
1176 RE
0.16 g
Asam Folat
1100 μg
0.97 g
Vitamin C
96 mg
0.011 g
Besi (Fe)
43.4 mg
0.30 g
Seng (Zn)
18.1 mg
0.45 g
Iodium (I)
237 μg
0.004 g
Zat Gizi
C. Cookies Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) ‘Mutu dan Cara Uji Biskuit’ (SNI 01-2973-1992), biskuit adalah sejenis makanan yang terbuat dari tepung
12
terigu dengan penambahan bahan makanan lain, dengan proses pemanasan dan pencetakan. Biskuit terbagi menjadi biskuit keras, cracker, cookies, dan wafer. Cookies adalah jenis biskuit dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang padat (Manley, 2000). Berdasarkan pemahaman tersebut, syarat mutu cookies di Indonesia mengacu pada syarat mutu biskuit. Syarat mutu biskuit yang berlaku saat ini adalah berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2973-1992), seperti tercantum dalam Tabel 3. Ciri khas cookies adalah memiliki kandungan gula dan lemak yang tinggi serta kadar air rendah (kurang dari 5%) sehingga bertekstur renyah; apabila dikemas akan terlindung dari kelembaban dan memiliki umur simpan yang lama (Brown, 2000). Tabel 3. Syarat Mutu Biskuit Menurut SNI 01-2973-1992 Kriteria Uji
Syarat
Energi (kkal/100 gram)
Minimum 400
Air (%)
Maksimum 5
Protein (%)
Minimum 9
Lemak (%)
Minimum 9.5
Karbohidrat (%)
Minimum 70
Abu (%)
Maksimum 1.5
Serat Kasar (%)
Maksimum 0.5
Logam Berbahaya
Negatif
Bau dan Rasa
Normal dan tidak tengik
Warna
Normal
(BSN, 1992) 1. Proses Pembuatan Cookies Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan cookies terbagi dalam dua kelompok, yaitu bahan pengikat dan bahan pelembut. Bahan-bahan yang berfungsi sebagai pengikat adalah tepung, susu, dan putih telur. Sedangkan bahan-bahan yang berfungsi sebagai pelembut adalah gula, lemak, leavening agent (baking powder), dan kuning telur (Matz dan Matz, 1978).
13
Cookies garut (arrowroot cookies) yang diproduksi oleh industri mitra program PMT SEAFAST Center terbuat dari tepung terigu, pati garut, bubuk susu, sirup fruktosa, shortening nabati, mentega, ammonium bikarbonat, natrium bikarbonat, pengemulsi (lesitin kedelai), dan perisa (coklat, susu, atau keju).
Produk cookies yang
difortifikasi secara khusus
melibatkan
penambahan premix mineral, premix vitamin, dan DHA (Docosa Hexanoic Acid). Pemanfaatan garut sebagai pensubstitusi tepung terigu dalam pembuatan produk pangan akan mendukung pemberdayaan pangan lokal. Pati garut sudah pernah diaplikasikan sebagai bahan pensubstitusi dalam pembuatan mi instan (Naryanto dan Kumalaningsih, 1999). Pati garut merupakan salah satu bentuk karbohidrat alami yang paling murni dan memiliki kekentalan yang tinggi. Menurut Pudjono (1998) yang diacu oleh Indrasti (2004), pati garut mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: mudah larut dan mudah dicerna sehingga cocok untuk bahan makanan bayi dan orang sakit, suhu awal gelatinisasi 70oC, dan mudah mengembang jika terkena air panas dengan daya mengembang 54%. Proses pembuatan cookies meliputi tiga tahap, yaitu pembuatan adonan, pencetakan, dan pemanggangan adonan. Pembuatan adonan diawali dengan proses pencampuran dan pengadukan bahan-bahan. Menurut Manley (2000), metode dasar pencampuran adonan adalah metode krim (creaming method) dan metode all in. Pada metode krim, bahan baku dicampur secara bertahap. Pertama adalah pencampuran lemak dan gula, kemudian ditambah pewarna dan perisa, kemudian susu dan bahan kimia aerasi berikut garam yang sebelumnya telah dilarutkan dalam air. Penambahan tepung dilakukan pada bagian paling akhir. Metode ini baik untuk cookies karena menghasilkan adonan yang bersifat membatasi pengembangan gluten yang berlebihan (Matz dan Matz, 1978). Sesuai dengan namanya, metode all in dilakukan dengan pencampuran seluruh bahan lalu diaduk sampai membentuk adonan. Adonan yang telah dicetak selanjutnya ditata dalam loyang yang telah diolesi dengan lemak lalu dipanggang dalam oven. Pengolesan lemak berfungsi untuk mencegah lengketnya cookies pada loyang setelah
14
dipanggang. Adonan dipanggang dengan suhu ±176.7ºC (350ºF) selama ±10 menit. Suhu dan lama waktu pemanggangan mempengaruhi kadar air cookies. Matz dan Matz (1978) menerangkan bahwa semakin sedikit jumlah gula dan lemak yang digunakan, suhu pemanggangan dapat dibuat lebih tinggi (177204ºC). Setelah dipanggang, cookies harus segera didinginkan untuk mengurangi pengerasan akibat memadatnya gula dan lemak. Pembuatan cookies disajikan dalam bentuk diagram alir pada Gambar 2. Bahan – bahan cookies ↓ Penimbangan ↓ Pencampuran (secara bertahap*) ↓ Pengadonan ↓ Pengistirahatan ↓ Pencetakan ↓ Pemanggangan ↓ Pendinginan ↓ Pengemasan ↓ Cookies dalam kemasan * Tahap I Tahap II Tahap III Tahap IV
: gula, shortening nabati, mentega, lesithin kedelai : bubuk susu, ammonium bikarbonat, natrium bikarbonat, perisa : premix vitamin dan mineral : tepung terigu dan pati garut
Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Promina Arrowroot Cookies di Industri Mitra Program PMT Ibu Hamil
15
2. Fortifikasi Cookies Fortifikasi adalah penambahan satu atau lebih zat gizi pada bahan pangan atau makanan dengan level penambahan lebih tinggi daripada zat-zat gizi yang ditemukan di bahan pangan aslinya atau pangan pembandingnya (Lotfi dan Merx, 1996). Perbaikan gizi dengan fortifikasi, khususnya pada terigu didukung oleh pemerintah Indonesia dengan dikeluarkannya Surat Keputusan
Menteri
Kesehatan
No.632/MENKES/SK/VI/1998
tentang
Fortifikasi Tepung Terigu. Proses fortifikasi melibatkan pencampuran. Metode pencampuran yang dikembangkan untuk produk cookies, roti, dan pasta adalah pelarutan dalam air, dimana air tersebut digunakan dalam pembentukan adonan (Lotfi dan Merx, 1996). Cookies Fortifikasi (CF) difortifikasi dengan vitamin A, vitamin C, asam folat, besi, seng, dan iodium. Beberapa faktor penting dalam pemilihan fortifikan yaitu: (a) fortifikan tidak mempengaruhi produk akhir, dalam hal sifat sensoris; (b) tidak bereaksi dengan bahan-bahan lain; (c) tidak mengganggu selama proses; (d) layak secara ekonomi; dan (e) masih tersedia setelah proses selesai (Lachance dan Bauernfeind dalam Bauernfeind dan Lachance, 1991). Persyaratan bahan makanan yang dapat dijadikan pembawa (carrier) zat gizi tertentu yang difortifikasikan antara lain: (1) dikonsumsi secara umum oleh masyarakat sasaran, (2) dikonsumsi dalam jumlah yang relatif konstan sepanjang tahun, (3) diproduksi secara terpusat agar memudahkan proses fortifikasi dan pengawasannya (Lachance dan Bauernfeind dalam Bauernfeind dan Lachance, 1991). Pada awalnya, bahan makanan yang dipilih adalah golongan makanan pokok seperti produk-produk sereal. Selanjutnya, terjadi diversifikasi makanan pembawa yang terdiri dari bahan makanan tambahan diantaranya garam, gula, minuman, dan bumbu masakan seperti kecap dan saus. Dalam program PMT untuk ibu hamil ini alternatif makanan pembawa difortifikasi diperluas kepada makanan kudapan berupa cookies sehingga menjadi kudapan yang bergizi. Fortifikasi cookies dinilai layak dilakukan selama diperhitungkan kehilangan yang terjadi karena pemanggangan dan penyimpanan. Lebih lanjut
16
dinyatakan bahwa fortifikasi vitamin A, asam folat, besi, dan seng layak dilakukan secara teknis pada produk cookies (Bauernfeind dan Deritter dalam Bauernfeind dan Lachance, 1991). Namun, tidak seluruh vitamin yang dicampurkan dalam adonan cookies akan terdapat di produk akhir. Hal tersebut terutama karena pembuatan cookies melibatkan tahap pemanggangan dengan suhu tinggi. Mineral-mineral yang difortifikasi tidak akan mengalami kerusakan maupun pengurangan, tetapi vitamin adalah zat gizi yang umumnya bersifat labil. Menurut Manley (2001), vitamin B1 dan vitamin C adalah vitamin yang paling labil terhadap pemanasan. Kehilangan beberapa zat gizi karena pemanggangan biskuit dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Kehilangan Beberapa Mikronutrien Labil pada Biskuit Zat Gizi
Rata-rata Potensi Kehilangan (%)
Vitamin B1 (Thiamine)
32
Vitamin B3 (Niacin)
5
Vitamin A
18
Vitamin B12
10
Vitamin C
60
Vitamin E
27
Asam Folat
7
(Manley, 2001) Suatu program PMT untuk anak-anak sekolah yang dilaksanakan di negara Chile memberikan biskuit yang difortifikasi 6% konsentrat besi haem. Konsumsi biskuit tersebut berhasil meningkatkan nilai feritin dalam serum secara signifikan. Biskuit yang difortifikasi memiliki bioavailibilitas besi dan karaktersitik organoleptik yang baik sehingga menjadi alternatif yang menjanjikan untuk memerangi defisiensi besi (Limson, 2001). Fardha (2004) melakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian suplemen biskuit multigizi ibu hamil terhadap pertumbuhan linier dan perkembangan anak usia bawah tiga tahun di Kabupaten Bogor. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pemberian suplemen biskuit multigizi yang difortifikasi vitamin A, besi, seng, dan iodium mulai trimester kedua kehamilan sampai kelahiran berpengaruh
17
positif nyata terhadap pertumbuhan linier, perkembangan mental, dan perkembangan motorik anak bawah usia tiga tahun.
D. Mutu Cookies Menurut Juran (1989), mutu adalah fitness for use (cocok atau layak untuk digunakan). Hal tersebut berarti suatu produk atau jasa harus dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Muhandri dan Kadarisman (2005)
menyimpulkan
bahwa
mutu
adalah
kesesuaian
serangkaian
karakteristik produk atau jasa dengan standar yang ditetapkan produsen berdasarkan
syarat,
kebutuhan,
dan
keinginan
konsumen.
Beberapa
karakteristik yang menentukan mutu cookies adalah karakteristik fungsional, psikologi, dan umur simpan. 1. Karakteristik Fungsional Karakteristik fungsional produk pangan dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu: (1) sifat fisika (morfologi, reologi, sifat termal, dan sifat spektral), (2) sifat kimia (komposisi kimia, senyawa kimia aktif, bahan kimia tambahan, dan bahan kimia pengolahan), dan (3) sifat mikrobiologi (mikroba alami, kontaminan, patogen, dan pembusuk) (Muhandri dan Kadarisman, 2005). Penelitian ini fokus pada komposisi kimia sehingga mencakup kandungan gizi cookies. Syarat kandungan gizi cookies mengacu pada SNI 01-2973-1992. Menurut Manley (2001), cookies dikenal sebagai sumber energi, dimana kontribusi terbesar berasal dari kadar karbohidrat dan lemak. 2. Karakteristik Psikologi Karakteristik psikologi yang mendasar pada produk-produk pangan adalah sifat organoleptik (visual, aroma, rasa, tekstur). Konsumen mengenal cookies sebagai produk yang renyah dan cenderung manis (Brown, 2000). Ada dua pendekatan utama untuk menguji mutu organoleptik konsumen terhadap suatu produk pangan, yaitu: pengukuran preferensi dan pengukuran penerimaan/kesukaan (Lawless dan Heymann, 1999). Tingkat kesukaan dan
18
preferensi konsumen akan tetap baik, jika produk cookies yang difortifikasi tidak mengalami perubahan mutu organoleptik ke arah yang tidak disukai. 3. Karakteristik Umur Simpan Sesuai namanya, karakteristik umur simpan merupakan masa dimana produk pangan masih memenuhi kepuasan konsumen. Floros (1993) menyatakan bahwa umur simpan adalah waktu yang diperlukan oleh produk pangan, dalam suatu kondisi penyimpanan, untuk sampai pada suatu level atau tingkatan degradasi mutu tertentu. National Food Processor Association mendefinisikan umur simpan dengan pemahaman bahwa suatu produk dianggap berada pada kisaran umur simpannya bilamana kualitas produk tersebut secara umum dapat diterima untuk tujuan seperti diinginkan oleh konsumen dan selama bahan pengemas masih memiliki integritas serta memproteksi isi kemasan. Menurut Brown (2000), cookies merupakan produk pangan yang memiliki umur simpan relatif lama. a. Kerusakan Produk Cookies Cookies memiliki kadar air rendah sehingga teksturnya menjadi renyah. Salah satu faktor yang menyebabkan kerusakan produk pangan dengan kadar air rendah adalah perubahan kadar air produk. Lebih lanjut, Arpah (2001) menyatakan bahwa pada produk makanan jenis biskuit, kerusakannya lebih sering dihubungkan dengan kerusakan tekstur. Robertson (1993) mengelompokkan produk pangan menjadi dua kelompok dalam hubungannya dengan perubahan kadar air selama penyimpanan, yaitu produk pangan yang menyerap uap air dan produk pangan yang mengalami kehilangan kandungan air. Makanan kering termasuk cookies mengalami kerusakan apabila menyerap uap air yang berlebihan. b. Aktivitas Air Istilah aktivitas air (aw) digunakan untuk menjabarkan air yang tidak terikat atau bebas dalam sistem dan dapat menunjang reaksi biologis atau kimiawi. Air dalam bahan pangan, apabila terikat kuat dengan komponen bukan air lebih sukar digunakan untuk aktivitas mikrobiologis maupun aktivitas kimia hidrolitik (Syarief dan Halid, 1993).
19
Menurut Purnomo (1995), bentuk air dapat ditemukan sebagai air bebas dan air terikat. Air bebas dapat dengan mudah hilang apabila terjadi penguapan atau pengeringan, sedangkan air terikat sulit dibebaskan dengan cara tersebut. Air dapat terikat secara fisik, yaitu ikatan menurut sistem kapiler dan air terikat secara kimia, antara lain kristal dan air yang terikat dalam sistem dispersi. Hasil penelitian Zabik (1979) yang dikutip dalam Arpah (2001) menyatakan bahwa cookies yang diuji menunjukkan penurunan sifat tekstur dengan meningkatnya aw. c. Kadar Air Kesetimbangan Kadar air kesetimbangan suatu bahan didefinisikan sebagai tingkat kadar air dari bahan tersebut setelah berada pada suatu kondisi lingkungannya dalam periode waktu yang lama (Brooker et al., 1982). Sedangkan menurut Heldman dan Singh (1981), kadar air kesetimbangan suatu bahan adalah kadar air bahan tersebut saat tekanan uap air dari bahan tersebut dalam kondisi seimbang dengan lingkungannya, sedangkan kelembaban relatif pada saat terjadinya kadar air kesetimbangan tersebut disebut kelembaban relatif kesetimbangan (RHs). Brooker et al. (1982), menyatakan bahwa kadar air kesetimbangan berguna untuk menentukan bertambah atau berkurangnya kadar air bahan pada kondisi suhu dan kelembaban tertentu. Jika kelembaban relatif udara lebih tinggi dibandingkan kelembaban relatif bahan maka bahan akan menyerap air (adsorpsi). Sebaliknya, jika kelembaban relatif udara lebih rendah dibandingkan kelembaban relatif bahan maka bahan akan menguapkan airnya (desorpsi). d. Kurva Sorpsi Isothermis Aktivitas menyerap air (adsorpsi) dan melepaskan air yang dikandung (desorpsi) pada bahan makanan dapat digambarkan dalam sebuah kurva sorpsi isothermis. Kurva ini menunjukkan hubungan antara kadar air bahan pangan dengan kelembaban relatif seimbang ruang penyimpanan (RHs) atau aktivitas air (aw) pada suhu tertentu (Syarief dan Halid, 1993). Hubungan antara besarnya RHs atau aw dan kadar air bahan pangan pada suhu konstan digambarkan seperti pada Gambar 3.
20
Gambar 3. Kurva Sorpsi Isothermis Secara Umum (deMan, 1989). Kurva sorpsi isothermis dapat dibagi menjadi beberapa bagian tergantung dari keadaan air dalam bahan pangan tersebut. Daerah A menyatakan adsorpsi bersifat satu lapis molekul air (monolayer), daerah B menyatakan terjadinya penambahan lapisan-lapisan di atas satu lapis molekul air (multilayer), dan pada daerah C mulai terjadi kondensasi air pada pori-pori bahan (kondensasi kapiler) (Syarief dan Halid, 1993). deMan (1989) menjelaskan bahwa pada umumnya kurva sorpsi isothermis bahan pangan berbentuk sigmoid (menyerupai huruf S). Keadaan tidak berhimpit antara kurva adsorpsi dan desorpsi disebut sebagai fenomena histeresis. Fenomena ini diperlihatkan oleh perbedaan nilai-nilai kadar air kesetimbangan yang diperoleh dari proses adsorpsi dan desorpsi. Besarnya histeresis dan bentuk kurva sangat beragam tergantung pada beberapa faktor seperti sifat alami bahan pangan, perubahan fisik yang terjadi selama perpindahan air, suhu, kecepatan desorpsi/adsorpsi dan tingkatan air yang dipindahkan selama desorpsi/adsorpsi (Fennema, 1996). Secara singkat oleh Winarno (2002) dikatakan bentuk kurva ini khas untuk setiap bahan pangan. e. Model Persamaan Sorpsi Isothermis Model
matematika
mengenai
sorpsi
isothermis
telah
banyak
dikemukakan oleh para ahli baik secara teoritis maupun empiris (Chirife dan Iglesias, 1978; Van den Berg dan Bruin, 1981). Namun, model-model
21
matematika yang dikembangkan pada umumnya tidak dapat mencakup keseluruhan kurva sorpsi isothermis dan hanya dapat memprediksi kurva sorpsi isothermis pada salah satu dari ketiga daerah sorpsi isothermis. Secara
empiris,
Henderson
mengemukakan
persamaan
yang
menggambarkan hubungan antara kadar air kesetimbangan bahan pangan dengan kelembaban relatif ruang simpan. Persamaan ini menurut Chirife dan Iglesias (1978) merupakan salah satu persamaan yang paling banyak digunakan pada kebanyakan bahan pangan, terutama biji-bijian. Bentuk persamaan tersebut (Chirife dan Iglesias, 1978) adalah seperti di bawah ini, dimana variabel M adalah kadar air kesetimbangan, sedangkan K dan n adalah konstanta. 1 – aw = exp (-KMen)
Selanjutnya, Caurie dari hasil percobaannya mendapatkan model yang dapat berlaku untuk kebanyakan bahan pangan pada selang aw 0.0 sampai 0.85. Persamaan tersebut adalah sebagai berikut dengan P(1) dan P(2) merupakan konstanta (Chirife dan Iglesias, 1978).
ln Me = ln P(1) – P(2)aw Hasley mengembangkan persamaan yang dapat menggambarkan proses kondensasi pada lapisan multilayer (Chirife dan Iglesias, 1978). Persamaan tersebut dapat digunakan untuk bahan makanan dengan kelembaban relatif antara 10 – 81%. Model persamaan Hasley seperti di bawah ini, dengan P(1) dan P(2) adalah konstanta.
aw = exp − P(P1()2 ) ( Me) Persamaan Oswin dapat berlaku untuk bahan pangan pada RH 0% sampai dengan 85% dan sesuai bagi kurva sorpsi isothermis yang berbentuk sigmoid (Chirife dan Iglesias, 1978). Model persamaan Oswin tersebut adalah seperti di bawah ini. P(1) dan P(2) merupakan konstanta.
22
aw Me = P(1) (1 − aw)
P ( 2)
Lebih lanjut, Chen Clayton juga telah membuat model matematika yang berlaku untuk bahan pangan pada semua nilai aktivitas air. Persamaan tersebut adalah seperti di bawah ini: (P(1) dan (2) adalah konstanta) − P(1) aw = exp exp (P(2)Me )
f. Kemasan Produk pangan kering harus dilindungi terhadap masuknya uap air. Umumnya produk-produk ini dikemas dalam kemasan yang mempunyai permeabilitas uap air yang rendah untuk mencegah produk melunak atau menjadi basah (Syarief et al., 1989). Permeabilitas uap air kemasan adalah kecepatan atau laju transmisi uap air melalui suatu unit luasan bahan dengan ketebalan tertentu sebagai akibat perbedaan unit tekanan uap air antara permukaan produk pada kondisi suhu dan kelembaban tertentu (Robertson, 1993). Penentuan permeabilitas uap air kemasan dilakukan dengan suhu yang konstan untuk menghindari peningkatan ukuran pori-pori plastik. Jenis kemasan yang digunakan untuk produk cookies garut adalah OPP25/VMPET12/CPP30. Untuk kepentingan pelabelan digunakan plastik OPP, yaitu polipropilen yang telah mengalami proses peregangan secara silang. Menurut Syarief et al., (1989), untuk memperbaiki sifat-sifatnya, polipropilen dapat dimodifikasi menjadi Oriented Polyproylene (OPP) jika dalam proses pembuatannya ditarik satu arah atau BOPP (Biaxially Oriented Polypropylene) jika ditarik dari dua arah. OPP bersifat tahan terhadap suhu tinggi, tahan terhadap asam kuat, basa, dan minyak; tetapi rapuh terhadap suhu rendah. OPP digunakan untuk produk-produk yang memerlukan sifat perintang terhadap uap air tinggi (Robertson, 1993).
23
Kemasan di atas dilaminasi dengan PET. Polietilen (PET) banyak digunakan dalam laminasi untuk meningkatkan daya tahan kemasan terhadap kikisan dan sobekan sehingga banyak digunakan sebagai kantung-kantung makanan yang memerlukan perlindungan (Syarief et al., 1989). Salah satu sifat yang paling penting dari polietilen adalah permeabilitasnya yang rendah terhadap uap air. Film plastik yang dimetalisasi adalah CPP (Cast Polypropylene). Penggunaan CPP sebagai bahan kemasan terbatas karena daya tahan sobek CPP rendah. CPP tidak disarankan untuk mengemas produk yang berat dan tajam kecuali dilapisi oleh bahan yang lebih kuat dan lebih tahan sobek (Roberston, 1993). Penggunaan plastik ini sesuai untuk mengemas kopi, makanan kering, keju, dan roti panggang karena ketahanan terhadap uap air dan gas lebih baik dan kemasan ini tidak meneruskan cahaya serta menghambat masuknya oksigen (Brown, 2000). g. Metode Akselerasi Sistem penentuan umur simpan secara konvensional (Extended Storage Studies) membutuhkan waktu yang lama karena dilakukan dengan cara menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan
pengamatan
penurunan
mutunya
sampai
mencapai
mutu
kadaluwarsa. Floros (1993) menyatakan bahwa umur simpan produk pangan dapat ditetapkan dengan metode akselerasi atau Accelerated Storage Studies (ASS). Keuntungan metode ini adalah memerlukan waktu yang relatif singkat, tetapi tetap memiliki ketepatan dan akurasi yang tinggi. ASS diterapkan pada produk pangan dengan memvariasikan kondisi kelembaban relatif (RH), suhu, atau intensitas cahaya, baik secara sendiri-sendiri maupun gabungannya (Floros, 1993). Salah satu metode akselerasi yang diterapkan pada produk pangan kering adalah pendekatan kadar air kritis. Pada metode ini kondisi lingkungan penyimpanan memiliki kelembaban relatif (relative humidity) yang ekstrim. Produk pangan kering yang disimpan akan mengalami penurunan mutu akibat penyerapan uap air. Persamaan matematika adalah alat bantu yang digunakan pada metode ini. Pada dasarnya persamaan-persamaan ini adalah deskripsi
24
kuantitatif dari sistem yang terdiri dari produk, bahan pengemas, dan lingkungan (Arpah, 2001). Dalam monograf penentuan kadaluwarsa produk pangan, Arpah (2001) menyatakan bahwa model Labuza (1982) dapat mengintegrasikan unsur permeabilitas kemasan, berat kering produk, luas pengemas, perbedaan tekanan uap air atau aw dan kurva sorpsi isothermis dengan baik. Menurut Labuza (1982), bila perubahan air mempengaruhi mutu makanan maka dengan mengetahui pola penyerapan airnya dan menetapkan nilai kadar air kritisnya,
umur
simpan dapat
menggunakan persamaan Labuza.
ditentukan
dengan pendekatan
yang
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cookies Non Fortifikasi (CNF) dan Cookies Fortifikasi (CF) yang diproduksi oleh industri mitra dari program Pemberian Makanan Tambahan (PMT). Cookies dan kemasannya terlihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Cookies Garut dan Kemasannya
Bahan-bahan untuk analisis kimia adalah HgO, K2SO4, H2SO4, NaOH, Na2S2O3, H3BO3, HCl, indikator metil merah dan metil biru, indikator fenolftalein, asam oksalat, heksana, alkohol, kertas saring, etanol, KOH, petroleum eter, dietil eter, air suling HPLC grade, Na2SO4 anhidrat, gas nitrogen, metanol, larutan standar vitamin A, K3PO3, asetonitril, KH2PO4, standar asam folat, air demineral, asam asetat, asam metafosfat, standar asam askorbat, natrium bikarbonat, 2.6-dikloroindofenol, larutan besi standar (Fe2(SO4)3(NH4)2SO4.24H2O), larutan seng standar (ZnSO4.7H2O), HNO3, Na2CO3 anhidrat, KClO4, dan standar iodium. Bahan-bahan untuk analisis organoleptik adalah sukrosa, biskuit, konsentrat flavor, dan plastik. Bahan-bahan untuk penentuan umur simpan adalah garam MgCl2.6H2O, K2CO3, NaNO2, NaCl, KCl, dan KNO3, K2SO4, silika gel, vaseline, dan akuades.
B. Alat Alat-alat yang digunakan adalah neraca analitik, cawan aluminium dan porselin, oven, tanur, pemanas Kjeldahl, alat destilasi, alat ekstraksi soxhlet, hot plate, pendingin balik, stirer, vortex, milipore, High Performance Liquid Chromatography (HPLC), sentrifuse, filter 0.45 μm, pompa vakum, buret, Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS), ruang dan peralatan pengujian organoleptik, desikator, texture analyzer, pengelim plastik, inkubator, dan peralatan gelas untuk keperluan analisis.
C. Metode Penelitian Pengujian karakteristik mutu yang dilakukan meliputi pengujian karakteristik
fungsional
(sifat
kimia),
karakteristik
psikologi
(sifat
organoleptik), dan karakteristik umur simpan. Tahap-tahap penelitian yang dilakukan meliputi: (1) analisis proksimat, (2) analisis fortifikan, (3) analisis organoleptik, dan (4) penentuan umur simpan. Diagram alir penelitian disajikan pada Gambar 5. Hasil analisis proksimat, kadar serat kasar, nilai energi, dan uji hedonik atribut cookies diuji secara statistik dengan uji t untuk mengetahui perbedaan rata-rata CNF dan CF. Uji t yang digunakan adalah Paired-Samples T Test. Menurut Budi (2004), pengujian tersebut dilakukan untuk dua sampel dengan subyek yang sama namun mengalami dua perlakuan yang berbeda. Dalam hal ini, perbedaan perlakuan adalah ada tidaknya fortifikasi. 1. Analisis Proksimat a. Kadar Air (AOAC, 1984) Kadar air ditentukan dengan menggunakan metode oven. Sampel sejumlah 3-5 gram ditimbang dan dimasukkan dalam cawan aluminium yang telah dikeringkan dalam oven dan diketahui bobotnya. Kemudian sampel dan cawan dikeringkan dalam oven bersuhu 105oC selama 6 jam. Cawan didinginkan dalam desikator dan ditimbang kemudian dikeringkan kembali
sampai diperoleh bobot tetap. Kadar air sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: a − (c − b ) ×100% a
Kadar Air (% bb) =
a − (c − b ) ×100% (c − b )
Kadar Air (% bk) =
Keterangan: a = bobot sampel (g); b = bobot cawan (g); c = bobot akhir (g)
CNF dan CF
Analisis: § Gizi makro § Energi § Serat kasar § Kadar air § Kadar abu
Analisis: § Vitamin A § Asam folat § Vitamin C § Besi § Seng § Iodium
Paired Samples T
Persentase Kehilangan
Analisis: § Preferensi § Perbedaan § Hedonik
Tabel Acuan dan ANOVA
Analisis: § Atribut Utama § Seleksi Panelis § Kadar air kritis § Kadar air keseimbangan
Kurva Sorpsi Isothermis dan Model Persamaan
Uji MRD
Kontribusi Cookies/hari Analisis: § Permeabilitas kemasan
§ Bobot produk § Luas kemasan
Informasi Nilai Gizi Persamaan Labuza
Sifat Kimia (Nilai Gizi ) Keterangan: CNF CF MRD ANOVA
Karakteristik Organoleptik = Cookies Non Fortifikasi = Cookies Fortifikasi = Mean Relative Determination = Analysis of Variance
Gambar 5. Diagram Alir Penelitian
Umur Simpan
b. Kadar Abu (AOAC, 1984) Kadar abu bahan pangan ditetapkan dengan menimbang sisa mineral hasil pembakaran bahan organik pada suhu 550oC. Sejumlah 3-5 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah dikeringkan dalam tanur dan diketahui bobotnya. Kemudian cawan dan sampel tersebut dibakar dengan pemanas listrik dalam ruang asap sampai sampel tidak berasap dan diabukan pada tanur pengabuan pada suhu 550oC sampai dihasilkan abu yang berwarna abu-abu terang atau bobotnya telah konstan. Selanjutya kembali didinginkan di desikator dan ditimbang segera setelah mencapai suhu ruang. Perhitungan kadar abu adalah sebagai berikut: (c − b ) Kadar Abu (% bb) = × 100% a Keterangan: a = bobot sampel (g); b = bobot cawan (g); c = bobot akhir (g)
c. Kadar Protein (AOAC, 1984) Kadar protein ditetapkan dengan menggunakan metode Mikro-Kjeldahl. Mula-mula sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl, kemudian ditambahkan 50 mg HgO, 2 mg K2SO4, 2 ml H2SO4, dan dididihkan selama 1-1.5 jam sampai cairan menjadi jernih. Setelah larutan didinginkan dan diencerkan dengan akuades, sampel didestilasi dengan penambahan 8-10 ml larutan NaOH-Na2S2O3. Hasil destilasi ditampung dengan erlenmeyer yang telah berisi 5 ml H3BO3 dan 2-4 tetes indikator (campuran 2 bagian metil merah 0.2% dalam alkohol dan 1 bagian metil biru 0.2% dalam alkohol). Destilat yang diperoleh kemudian dititrasi dengan larutan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi biru. Hal yang sama juga dilakukan terhadap blanko. Hasil yang diperoleh adalah dalam total N, yang kemudian dinyatakan dalam faktor konversi 6.25. Kadar protein dihitung berdasarkan rumus:
Kadar Protein (%) =
(ml HCL x ml Blanko)N HCl x 14.007 x 100 x 6.25 mg sampel
d. Kadar Lemak (AOAC, 1984) Metode yang digunakan adalah metode Soxhlet. Prinsip analisis ini adalah melarutkan lemak dengan pelarut dietil eter. Sejumlah 5 gram sampel ditimbang dan dibungkus dengan kertas saring. Kemudian dimasukkan dalam alat ekstraksi Soxhlet bersama dengan dietil eter. Selanjutnya direfluks selama 6 jam sampai pelarut yang turun kembali ke dalam labu lemak berwarna jernih. Pelarut dalam labu lemak didestilasi, labu yang berisi hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 1050C sampai pelarut menguap semua. Setelah didinginkan dalam desikator, labu lemak tersebut ditimbang sampai memperoleh bobot yang konstan. Kadar lemak dihitung dengan rumus:
Kadar Lemak (%) =
Bobot lemak (g) × 100% Bobot sampel
e. Kadar Karbohidrat (Almatsier, 2002) Kadar karbohidrat sampel dihitung secara by difference yaitu dengan mengurangi 100% kandungan gizi sampel dengan kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak. Nilainya dapat ditentukan dengan menggunakan rumus berikut: Kadar Karbohidrat (%) = 100% - (Kadar Air + Kadar Abu + Kadar Protein + Kadar Lemak)
f. Kadar Serat Kasar (AOAC, 1984) Serat kasar ditentukan dengan metode gravimetri. Sampel sebanyak 2 gram (a) (diekstraksi lemaknya dengan metode Soxhlet) dimasukkan ke dalam erlenmeyer 600 ml dan ditambahkan 200 ml H2SO4 1.25% lalu dididihkan selama 30 menit. Kemudian hasilnya disaring. Kertas saring dan residu yang tertinggal dalam erlenmeyer dicuci dengan air mendidih. Ampas yang tersisa pada kertas saring kemudian dimasukkan kembali dalam erlenmeyer dan ditambahkan 200 ml NaOH 1.25%. Kemudian dididihkan kembali selama 30 menit dan disaring kembali melalui kertas saring yang telah diketahui bobotnya (b gram). Kertas saring tersebut dicuci dengan larutan K2SO4 10%, air mendidih, dan dengan alkohol 95%. Setelah itu, kertas saring dikeringkan
dalam oven sampai bobot konstan, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang bobot akhirnya (c gram). Perhitungan kadar serat kasar adalah sebagai berikut: (c − b ) Kadar Serat Kasar (%) = × 100% a Keterangan: a = bobot sampel (g); b = bobot kertas saring (g); c = bobot akhir (g)
2. Analisis Fortifikan a. Kadar Vitamin A Metode penetapan kadar vitamin A dilakukan dengan menggunakan High Performance Lipid Chromatography (HPLC). Ditimbang 10 gram cookies dan dimasukkan dalam erlenmeyer asah. Ditambahkan 1 gram asam askorbat dan 40 ml etanol, dikocok sampai rata, dan ditambahkan 60 ml KOH 60%. Selanjutnya, distirer selama 30 menit dan ditambahkan 10 ml etanol. Setelah didiamkan semalam dalam ruangan gelap, larutan distirer lagi selama 30 menit dan ditambahkan 50 ml campuran Petroleum Eter (PE) dan Dietil Eter (DE) dengan perbandingan 1:1. Kemudian larutan dipindahkan ke corong pemisah dan dikocok selama 2 menit. Setelah didiamkan, larutan terpisah dan cairan bawah ditambahkan 30 ml PE:DE, lalu dikocok lagi selama 2 menit (tahap pemisahan ini diulangi sebanyak 3 kali dan larutan hasil pemisahan digabungkan). Selanjutnya, larutan dicuci dengan air suling HPLC grade sebanyak 5 x 50 ml sampai bebas basa. Penghilangan air dalam larutan dilakukan dengan penambahan 5 gram Na2SO4 anhidrat dan pengaliran N2 atau fresh dryer. Setelah itu ditambahakan 10 ml propanol/metanol, divortex, dan disaring dengan menggunakan milipore. Sebanyak 20 μl hasil penyaringan diinjeksikan ke HPLC dengan fase bergerak metanol:air (95:5), laju aliran 1 ml/menit, panjang gelombang 325 nm, dan detektor yang digunakan adalah Ultra Violet (UV). Kadar vitamin A dihitung dengan rumus sebagai berikut: L Sp VSp × [St ]× × Faktor IU Kadar Vitamin A (IU/100gram) = WSp L St
Keterangan:
LSp = luas area sampel LSt = luas area standar VSp = volume sampel Wsp = bobot sampel
b. Kadar Asam Askorbat (Nielsen, 2003) Kadar
asam
askorbat
ditentukan
dengan
metode
titrasi
2.6-
dikloroindofenol. Indikator yang digunakan adalah larutan indofenol (dye). Tahap pertama adalah standarisasi dye. Dye digunakan untuk menitrasi campuran 5 ml asam metafosfat asetat dan 2 ml standar asam askorbat sampai berwarna merah muda. Dicatat volume dye yang digunakan. Selanjutnya, disiapkan blanko. Dye kembali digunakan untuk menitrasi campuran 7 ml asam metafosfat asetat dan akuades (volume akuades adalah sebanyak jumlah dye yang digunakan pada standarisasi). Titik akhir titrasi adalah saat terjadi perubahan warna menjadi merah muda. Dicatat volume dye yang digunakan. Analisis sampel dilakukan dengan menitrasi campuran 5 ml asam metafosfat asetat dan 2 ml sampel dengan dye sampai muncul warna merah muda. Dicatat volume dye yang digunakan. Perhitungan kadar asam askorbat adalah sebagai berikut: Wa Vp × VSt Titer = (a − b ) (c − b ) × titer VSp × fp Asam askorbat (mg/ml) = WSp Keterangan: Wa = bobot standar asam askorbat Vp = volume pengenceran standar asam askorbat a = volume dye untuk titrasi standar b = volume dye untuk titrasi blanko
c
= volume dye untuk titrasi sampel
VSt = volume standar asam askorbat VSp = volume sampel WSp = bobot sampel
fp = faktor pengenceran
c. Kadar Asam Folat Penentuan kadar asam folat dilakukan dengan menggunakan HPLC. Sebanyak 5 gram sampel ditambahkan 20 ml buffer (campuran antara K3PO4 3M dengan KH2PO4 0.25M, lalu pH larutan diatur menjadi 4.5 dengan HCl 1N), lalu diaduk dengan stirer atau ultrasonik selama 5 menit. Selanjutnya disentrifuse dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit. Supernatan diambil dan disaring dengan filter 0.45 μm, lalu diinjeksikan ke HPLC. Kondisi HPLC adalah sebagai berikut: fase gerak yang digunakan adalah K3PO4 3M dan asetonitril 10% dengan HCl, laju aliran adalah 1 ml/menit, panjang gelombang 480 nm, dan digunakan kolom C18. Kadar asam folat dihitung dengan rumus berikut ini: L Sp VSp × [St ]× Kadar Asam Folat (μg/100g) = WSp L St Keterangan:
LSp = luas area sampel LSt = luas area standar VSp = volume sampel Wsp = bobot sampel
d. Kadar Besi (Apriyantono et al., 1989) Pengukuran kadar zat besi dilakukan dengan menggunakan Atomic Absorption Specthrophotometer (AAS). Sampel terlebih dahulu diabukan dengan metode pengabuan basah. Sampel 3-5 gram dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl. Ditambahkan 10 ml H2SO4 dan 10 ml HNO3. Setelah itu dipanaskan perlahan-lahan sampai larutan berwarna gelap, ditambahkan 1-2 ml HNO3 dan dilanjutkan pemanasan sampai larutan lebih gelap lagi. Penambahan HNO3 dilanjutkan sampai larutan jernih dan kemudian didinginkan. Selanjutnya ditambahkan 10 ml air demineral dan dipanaskan sampai berasap. Setelah didinginkan, kembali ditambahkan 5 ml akuades. Larutan abu disaring dan diencerkan dalam labu takar 100 ml. Dibuat larutan standar besi (Fe2(SO4)3(NH4)2SO4.24H2O).
Alat AAS diset sesuai dengan instruksi dalam manual. Larutan standar dan sampel larutan abu diinjeksikan dalam alat AAS untuk diukur absorbansinya pada panjang gelombang 248.3 nm. Kemudian dibuat kurva standar (nilai absorbansi vs konsentrasi logam dalam µg/ml) dan diperoleh konsentrasi besi dari sampel larutan abu. Hasil konsentrasi besi diolah dengan perhitungan sebagai berikut: a ×100 Kadar besi (mg/100 g) = × fp b Keterangan:
a = bobot sampel (g) b = hasil konsentrasi besi (ppm) fp = faktor pengenceran
e. Kadar Seng (Apriyantono et al., 1989) Penentuan kadar seng pada produk cookies dilakukan dengan metode yang sama dengan penetapan kadar zat besi, yaitu menggunakan alat AAS. Perbedaannya terletak pada larutan standar dan panjang gelombang yang digunakan. Larutan standar seng adalah ZnSO4.7H2O dengan panjang gelombang 213.9 nm. Perhitungan pun dilakukan dengan menggunakan rumus yang sama dengan penetapan kadar zat besi. f. Kadar Iodium Kadar iodium diukur secara kromatografi ion, menggunakan HPLC. Sampel ditimbang sebanyak 10 gram dalam cawan, ditambahkan 0.5 ml larutan pengabuan (212 gram Na2CO3 anhidrat dan 20 gram KClO4 dalam 1 liter air bebas ion), dan dipanaskan dalam oven 105-110oC selama 2 jam. Kemudian diabukan dalam tanur 500oC selama 6 jam. Setelah itu didinginkan dan diencerkan demgan air sampai 50 ml. Sebanyak 2.5 ml dipipet dan dimasukkan dalam labu pisah, lalu ditambahkan 2.5 ml heksana dan dikocok. Selanjutnya ditambahkan 10 ml asam asetat 0.1M dan dikocok selama 5 menit. Setelah didiamkan, larutan terlihat memisah. Dikumpulkan bagian atas, sedangkan bagian bawah (air organik) kembali diekstrak dengan heksana
sebanyak 3 kali. Heksana yang dikumpulkan lalu ditambah 5 ml NaOH 0.1N dan dikocok. Setelah dipisahkan, diambil 5 ml fase NaOH, disaring dengan filter 0.45 μm, dan diinjeksikan 20 μl ke HPLC. Fase gerak yang digunakan adalah H2SO4 0.05N, laju aliran 1 ml/menit, dan panjang gelombang 200 nm. Perhitungan kadar iodium adalah sebagai berikut: L Sp VSp × [St ]× Kadar Iodium (μg/100g) = WSp L St Keterangan:
LSp = luas area sampel LSt = luas area standar VSp = volume sampel Wsp = bobot sampel
3. Uji Organoleptik a. Uji Preferensi (Lawless dan Heymann, 1999) Pengujian ini untuk mengetahui preferensi ibu hamil antara CNF dan CF. Panelis sebanyak 30 ibu hamil dengan usia kehamilan diatas 3 bulan. Beberapa dari mereka memiliki keterbatasan kemampuan membaca dan menulis. Oleh karena itu, pengujian dilakukan secara tatap muka dan pengisian formulir (Lampiran 1) dilakukan setelah melakukan wawancara. Dalam uji ini panelis merespon terhadap produk secara keseluruhan dan tidak menganalisis masing-masing atribut. Hasil berupa indikasi ada tidaknya preferensi yang signifikan terhadap salah satu produk. Pengambilan kesimpulan mengacu pada tabel Jumlah Minimum Penilaian yang Diperlukan untuk Menyatakan Signifikansi pada Dua Level Probabilitas untuk Uji Preferensi Berpasangan (Two-Tailed, P = ½) (Lawless dan Heymann, 1999) (Lampiran 2). b. Uji Segitiga (Meilgaard et al., 1999) Uji ini untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang nyata antara produk cookies yang difortifikasi dengan yang tidak difortifikasi. Jumlah panelis adalah 30 orang mahasiswa. Panelis disajikan sampel tiga keping cookies yang berkode. Dua sampel adalah CNF dan satu sampel adalah CF
atau sebaliknya. Penampilan sampel diupayakan tidak berbeda agar tidak terjadi bias. Panelis diminta mengidentifikasi satu sampel yang berbeda dari dua lainnya. Formulir isian dapat dilihat pada Lampiran 1. Jumlah jawaban yang benar dihitung untuk dibandingkan dengan Tabel Jumlah Minimal dari Jawaban Benar dalam Uji Segitiga (Lampiran 3). Pembacaan tabel dilakukan dengan menghubungkan jumlah panelis (n) dan nilai probabilitas (α) sehingga diperoleh angka yang menyatakan jumlah minimal jawaban benar untuk menolak asumsi tidak ada perbedaan antara kedua sampel. c. Uji Hedonik (Soekarto, 1982) Tujuan uji ini untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap atribut dan perisa cookies. Panelis adalah 30 ibu hamil dengan usia kehamilan diatas 3 bulan. Panelis diminta menyatakan tingkat kesukaannya dalam 5 skala penilaian: sangat tidak suka (1), tidak suka (2), netral (3), suka (4), dan sangat suka (5). Pengujian pertama
untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis
terhadap atribut warna, tekstur, dan rasa dari kedua jenis cookies. Panelis disajikan sampel berupa dua keping cookies berkode, yang terdiri dari CNF dan CF. Hasil diolah dengan Paired-Samples T Test. Pengujian kedua untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap tiga jenis perisa cookies secara overall, yaitu susu, keju, dan coklat. Panelis disajikan tiga keping cookies dengan perisa yang berbeda-beda. Hasil yang diperoleh diolah secara statistik dengan Analysis of Variance (ANOVA). ANOVA dilakukan untuk mengetahui perbedaan nyata rata-rata antar variasi dari tiga kelompok sampel atau lebih akibat adanya satu faktor perlakuan (Budi, 2004). d. Uji Ranking (Meilgaard et al., 1999) Uji ini dilakukan untuk mengetahui urutan kesukaan panelis terhadap tiga jenis rasa produk cookies. Panelis adalah 30 ibu hamil dengan usia kehamilan diatas 3 bulan. Panelis disajikan sampel tiga keping cookies dengan rasa coklat, susu, dan keju. Panelis diminta mengurutkan tingkat kesukaan secara overall terhadap ketiga cookies. Hasil yang diperoleh adalah rasa
produk cookies yang paling disukai. Pengolahan data dilakukan dengan uji statistik yaitu Friedman test. 4. Penentuan Umur Simpan (pendekatan kadar air kritis) a. Penentuan Atribut Utama Cookies Penentuan atribut utama cookies dilakukan melalui studi literatur dan didukung dengan survei terhadap 40 konsumen (usia bervariasi). Responden diminta untuk mengurutkan empat buah atribut cookies dari yang paling penting sampai yang paling tidak penting (uji ranking). Ranking yang diberikan adalah dari 1 (atribut paling penting) sampai 4 (atribut paling tidak penting). Keempat atribut tersebut adalah warna, tekstur, aroma, dan rasa manis. Format kuesioner disajikan pada Lampiran 4. Pengolahan data dilakukan dengan uji statistika Friedman sehingga diperoleh atribut yang paling penting menurut responden. b. Seleksi Panelis (Meilgaard et al., 1999) Seleksi panelis dilakukan dalam tiga tahapan dengan sistem eliminasi. Ketiga tahapan tersebut adalah seleksi kemampuan membedakan rasa, membedakan tekstur, dan mendeskripsikan aroma. Metode uji yang diterapkan adalah uji segitiga dan uji deskripsi. Dalam uji segitiga rasa, panelis disajikan tiga gelas larutan gula. Dua larutan gula dibuat dengan konsentrasi yang sama dan satu larutan gula dengan konsentrasi berbeda. Panelis diminta menentukan sampel larutan gula yang berbeda. Pengujian diulang sebanyak enam kali. Panelis yang menjawab benar minimal sebanyak empat kali ulangan dinyatakan lolos seleksi pembedaan rasa manis dan dilanjutkan ke uji tekstur. Pengujian tekstur dilakukan dengan metode uji segitiga. Panelis disajikan tiga buah biskuit. Dua buah biskuit memiliki tekstur atau kekerasan yang sama dan satu biskuit dengan kekerasan yang berbeda. Panelis diminta menentukan biskuit dengan tekstur yang berbeda dari dua biskuit lainnya. Seperti pada pengujian pembedaan rasa, pengujian ini diulang sebanyak enam kali. Penelis yang menjawab benar pada empat kali ulangan atau lebih
dinyatakan lolos seleksi pembedaan tekstur dan dilanjutkan ke uji deskripsi aroma. Uji deskripsi aroma dilakukan dengan menyajikan empat buah konsentrat flavor kepada masing-masing panelis. Panelis diminta menuliskan deskripsi masing-masing konsentrat flavor. Panelis yang mendeskripsikan kelimanya dengan benar (100%) dinyatakan sebagai panelis terseleksi dan selanjutnya digunakan dalam penentuan umur simpan. c. Penentuan Kadar Air Kritis (modifikasi Setiawan, 2005) Penentuan kadar air kritis sampel dilakukan dengan cara menyimpan sampel cookies pada kondisi RH 93.6% (larutan garam jenuh KNO3), RH 85.0% (larutan garam jenuh KCl), dan RH 76.9% (larutan garam jenuh NaCl) pada suhu 30oC. Setelah empat jam, sampel disajikan kepada panelis terseleksi. Metode penilaian yang digunakan adalah Multiple Comparison Test. Formulir isian dapat dilihat pada Lampiran 5. Panelis diminta untuk mengidentifikasi seberapa jauh perbedaan kerenyahan sampel dengan kontrol dalam skala 1 – 9, yaitu dari amat sangat kurang renyah sampai amat sangat lebih renyah. Sampel yang mendapat penilaian sangat kurang renyah sampai kurang renyah (2-3) diukur kadar airnya dan dinyatakan sebagai kadar air kritis sampel. Sebagai pendukung, dilakukan juga pengukuran kerenyahan secara obyektif dengan Texture Analyzer. Probe yang digunakan adalah P4. Sampel cookies diletakkan di atas meja sampel. Dilakukan pengaturan waktu tekan dan jarak tempuh probe. Sampel ditekan pada tiga titik yang berbeda. Hasil pengukuran diperoleh dengan membaca angka pada bagian puncak dari grafik yang terbentuk. Angka tersebut merupakan nilai kerenyahan cookies yang dinyatakan dalam satuan gram force (gf). d. Penentuan Kurva Sorpsi Isothermis (Arpah, 2001) Preparasi larutan garam jenuh dilakukan dengan melarutkan sejumlah garam dengan air sampai jenuh dan berlebih lalu dibiarkan selama 24 jam pada kondisi suhu 30oC. Kemudian, produk cookies diletakkan pada cawan aluminium kering kosong yang telah diketahui bobotnya dan diletakkan dalam desikator yang berisi larutan garam jenuh MgCl2 (32.9%), KCO3 (44.7%),
NaNO3 (64.9%), NaCl (76.9%), KCl (85.0%), dan KNO3 (93.6%) (Labuza, 2001). Penyimpanan di dalam inkubator dengan suhu 30oC. Sampel ditimbang bobotnya secara periodik sampai diperoleh bobot yang konstan. Sampel yang telah mencapai bobot konstan diukur kadar airnya (kadar air kesetimbangan) dengan metode oven dan dinyatakan dalam basis kering. Berdasarkan kadar air kesetimbangan dan aktivitas air, dapat dibuat kurva sorpsi isothermisnya. e. Penentuan Model Sorpsi Isothermis Model persamaan sorpsi isothermis yang digunakan ditentukan berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya. Model ini digunakan untuk memperoleh kemulusan kurva yang baik. Persamaan-persamaan yang dipilih adalah yang dapat diaplikasikan pada bahan pangan, mempunyai parameter kurang atau sama dengan tiga, serta dapat digunakan pada jangkauan kelembaban relatif yang lebar (0-95%) sehingga dapat mewakili ketiga daerah pada kurva sorpsi isothermnis (Labuza, 1982). Digunakan lima model persamaan, yaitu persamaan Hasley, Chen Clayton, Henderson, Courie, dan Oswin (Setiawan, 2005). f. Uji Ketepatan Model Uji
ketepatan
persamaan
sorpsi
isothermis
dilakukan
dengan
menggunakan perhitungan Mean Relative Determination (MRD) (Walpole, 1990). Rumus MRD adalah sebagai berikut:
MRD =
Dimana : Mi
100 n Mi - Mpi ∑ Mi n i =1
= kadar air percobaan
Mpi
= kadar air hasil perhitungan
N
= jumlah data
Jika nilai MRD < 5 maka model sorpsi isothermis tersebut dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya atau sangat tepat. Jika 5 < MRD < 10 mka model tersebut agak tepat menggambarkan keadaan yang sebenarnya, dan jika MRD > 10 maka model tersebut tidak tepat menggambarkan kondisi
yang sebenarnya (Isse et al., 1983). Selanjutnya, dari persamaan yang paling tepat ditentukan nilai b (kemiringan kurva sorpsi isothermis yang diasumsikan linier antara mi dan mc) untuk dimasukkan dalam rumus umur simpan Labuza. g. Penentuan Permeabilitas Kemasan (ASTM, 1980) Metode yang digunakan adalah metode gravimetri yang telah distandarisasi oleh ASTM E96 (1980). Kaleng pengujian dan desikan (CaCl2) pertama-tama dikeringkan dalam oven 105oC selama satu jam, kemudian didinginkan dalam desikator. Kemudian CaCl2 dimasukkan ke dalam kaleng pengujian. Bagian atas kaleng yang terbuka ditutup dengan bahan pengemas atau film plastik yang diketahui luasnya. Kaleng tersebut disimpan dalam desikator (RH 93.6%) dan diletakkan dalam inkubator dengan suhu konstan (30oC). Kaleng pengujian tersebut ditimbang setiap hari pada waktu yang sama dan dicatat perubahan bobotnya. Dibuat grafik yang menghubungkan antara bobot dengan hari dan dicari slopenya. Selanjutnya, nilai transmisi uap air (Water Vapor Transmission Rate) dan konstanta permeabilitas kemasan (k/x) dapat dihitung dengan rumus:
Dimana:
WVTR =
slope luas area kemasan plastik
k/x
WVTR [(P 2 − P1× RH desikator )]
=
P2 = tekanan uap air jenuh di luar kaleng pengujian (mmHg) P1 = tekanan uap air jenuh di dalam kaleng pengujian (mmHg)
h. Perhitungan Umur Simpan (Labuza, 1982) Umur simpan hingga produk mencapai batas kadar air kritis dihitung dengan menggunakan persamaan Labuza sebagai berikut: Me − Mi ln Me − Mc θ= k A Po x Ws b
Dimana : θ
= Waktu yang diperlukan produk dalam kemasan untuk bergerak dari kadar air awal menuju kadar air kritis atau waktu perkiraan umur simpan (hari)
Me = Kadar air kesetimbangan produk Mi = Kadar air awal produk Mc = Kadar air kritis produk k = Konstanta permeabilitas uap air kemasan (g/m2 .hari.mmHg) x A = Luas permukaan kemasan (m2) Ws = Bobot kering produk dalam kemasan (g) Po = Tekanan uap jenuh (mmHg) b = Kemiringan kurva sorpsi isothermik (yang diasumsikan linier antara mi dan mc)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Fungsional (Sifat Kimia) Cookies Non Fortifikasi (CNF) dan Cookies Fortifikasi (CF) 1. Nilai Proksimat, Serat Kasar, dan Energi Hasil analisis proksimat, serat kasar, dan nilai energi dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) produk biskuit (Tabel 5). Kandungan gizi pada cookies belum sepenuhnya mampu memenuhi persyaratan mutu SNI. Kadar gizi yang belum memenuhi standar yang ditetapkan adalah kadar protein, kadar karbohidrat, dan kadar serat kasar. Diperlukan formulasi yang dapat meningkatkan kandungan protein dan karbohidrat pada cookies serta mengurangi serat kasarnya. Selain itu, dapat juga dilakukan suplementasi gizi sehingga diperoleh komposisi gizi yang sesuai dengan standar. Tabel 5. Hasil Analisis Proksimat dan Nilai Energi CNF dan CF Parameter Kadar Air (%)
Hasil Analisis
SNI 01-2973-1992
CNF* 2.72a
CF* 2.35b
a
b
Maksimum 1.5
Kadar Abu (%)
1.18
Kadar Protein (%)
7.01a
6.69a
Minimum 9
Kadar Lemak (%)
20.49a
20.54a
Minimum 9.5
Kadar Serat Kasar (%)
2.49a
2.02a
Maksimum 0.5
Kadar Karbohidrat (%)
66.09a
67.08a
Minimum 70
487a
488a
Minimum 400
Nilai Energi (kkal)
1.31
Maksimum 5
* Ket.: CF = Cookies Fortifikasi, CNF = Cookies Non Fortifikasi Nilai dalam setiap baris dengan diikuti huruf yang sama, menyatakan tidak berbeda nyata (α = 0.05) (Paired-Samples T Test). Nilai diatas merupakan rata-rata 2 kali ulangan @ duplo
a,b
a. Kadar Air Kadar air produk pangan mempengaruhi penampakan, citarasa, dan keawetannya. Kadar air cookies merupakan karakteristik kritis yang mempengaruhi penerimaan konsumen tehadap cookies karena menentukan tekstur (kerenyahan) cookies (Brown, 2000). Kandungan air yang tinggi
42
membuat cookies tidak renyah dan teksturnya kurang disukai. Menurut Badan Standarisasi Nasional (1992), syarat mutu cookies berdasarkan SNI maksimal mempunyai kadar air 5%. Berdasarkan pengukuran kadar air dengan metode oven diketahui bahwa kadar air rata-rata CNF adalah 2.72% dan CF sebesar 2.35% (Tabel 5). Kadar air CNF dan CF memenuhi SNI. Rendahnya kadar air dikarenakan cookies melalui tahap pengeringan yaitu pemanggangan dalam oven dengan kisaran suhu 170-200oC (Matz dan Matz, 1978). Pemanggangan meliputi reaksi bersama antara transfer panas dan transfer massa dimana energi panas dipindahkan ke dalam bahan pangan melalui permukaan pemanas dan udara di dalam oven, kemudian kandungan air (massa) dipindahkan dari bahan pangan ke udara di sekelilingnya. Kadar air pada CF lebih rendah daripada CNF dan berdasarkan hasil analisis paired-samples T Test diketahui bahwa kedua ratarata kadar air berbeda nyata (α = 0.05) (Lampiran 6). Hal tersebut dapat terjadi karena adanya interaksi pengikatan molekul air bebas oleh fortifikan. b. Kadar Abu Sekitar 96% dari komposisi bahan pangan adalah bahan organik dan air, sedangkan sisanya adalah unsur mineral. Unsur mineral dikenal sebagai zat anorganik. Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar, tetapi zat anorganiknya tidak, sehingga disebut dengan abu (Winarno, 2002). Oleh karena pemahaman itu, kadar abu juga dapat diartikan sebagai kadar dari komponen yang tidak mudah menguap, tetap tertinggal dalam pembakaran dan pemijaran senyawa organik. Rata-rata kadar abu CNF adalah 1.18%, sedangkan CF memiliki kadar abu yang lebih tinggi, yaitu 1.31% (Tabel 5) dalam basis kering. Nilai ini telah sesuai dengan persyaratan SNI. Berbagai bahan berkontribusi terhadap jumlah kadar abu, diantaranya tepung terigu dengan kadar abu maksimal 0.6% (BSN, 1995) dan mineral yang difortifikasi. Hasil pengujian paired-samples T Test terhadap nilai rata-rata kadar abu kedua cookies (Lampiran 7) menunjukkan bahwa kedua nilai rata-rata tersebut berbeda nyata (α = 0.05). Fortifikasi vitamin dan mineral memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar abu cookies. Hal tersebut dikarenakan CF melibatkan fortifikasi mineral yaitu
43
besi, seng, dan iodium. Mineral tersebut berubah menjadi abu setelah cookies dibakar dalam tanur, sehingga kadar abu CF lebih besar daripada CNF. c. Kadar Protein Protein merupakan senyawa yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N. Kadar protein yang diperoleh adalah kadar protein kasar karena dihitung
berdasarkan pada nitrogen yang
terkandung dalam bahan
(Apriyantono et al., 1989). Protein pada cookies sebagian besar berasal dari susu, telur, dan terigu. Umumnya, terigu yang digunakan pada pembuatan cookies adalah terigu Kunci Biru yang merupakan terigu jenis lunak dengan kandungan protein 8-9%. Berdasarkan analisis kimia, diperoleh kadar protein pada CNF 7.01% dan pada CF 6.69% (Tabel 5). Standar mutu kadar protein untuk cookies menurut BSN (1992) adalah minimum 9%. Standar ini masih belum dapat dipenuhi. Demikian pula target kadar protein yang ingin dicapai oleh program PMT, yaitu 14.06% belum terpenuhi. Penggunaan pati garut mengurangi komposisi terigu dan kandungan protein yang dikontribusikan. Formulasi produk yang lebih tepat masih diperlukan untuk mencapai SNI tersebut. Formulasi produk cookies ini belum menggunakan telur. Umumnya, telur untuk melembutkan struktur cookies. Penggunaan telur dapat meningkatkan kadar protein karena telur adalah sumber protein yang baik (Almatsier, 2002). Hasil analisis statistik dengan paired-samples T Test pada Lampiran 8 menunjukkan bahwa fortifikasi vitamin dan mineral tidak berpengaruh nyata pada kadar protein cookies. Hal tersebut ditunjukkan dengan hasil yang tidak berbeda nyata (α = 0.05) antara rata-rata kadar protein CNF dengan CF. Hasil tersebut dikarenakan fortifikasi tidak melibatkan penambahan senyawa protein. d. Kadar Lemak Lemak berfungsi sebagai sumber citarasa dan memberi tekstur lembut pada cookies. Selain itu, lemak merupakan sumber energi yang memberikan nilai energi lebih besar daripada karbohidrat dan protein, yaitu 9 kkal per gram (Almatsier, 2002). Berdasarkan standar mutu SNI, jumlah minimal lemak pada cookies adalah sebesar 9.5%.
44
Pada Tabel 5 terlihat bahwa CNF dan CF memenuhi persyaratan kadar lemak minimal berdasarkan SNI. Nilai rata-rata kadar lemak CNF adalah 20.49%, sedangkan CF sebesar 20.54%. Kadar lemak ini cukup tinggi dan memberikan nilai kalori yang tinggi pada kedua jenis cookies. Lemak yang ada pada cookies diantaranya berasal dari shortening nabati, mentega, dan susu. Hasil analisis paired-samples T Test (Lampiran 9) menunjukkan bahwa rata-rata kadar lemak CNF dan CF tidak berbeda nyata (α = 0.05). Hal itu menunjukkan bahwa fortifikasi tidak berpengaruh nyata terhadap kadar lemak CNF dan CF. Fortifikasi hanya melibatkan beberapa vitamin dan mineral tanpa penambahan lemak. e. Kadar Karbohidrat Karbohidrat adalah sumber energi utama bagi manusia dan hewan serta harganya relatif murah. Di negara-negara sedang berkembang, kurang lebih 80% energi makanan berasal dari karbohidrat (Almatsier, 2002). Komponen karbohidrat yang banyak pada produk pangan adalah pati, gula, pektin, dan selulosa. Karbohidrat juga berperan dalam pembentukan karakteristik produk pangan. Hasil perhitungan memberikan hasil yang berbeda antara kadar karbohidrat CNF dan CF, yaitu 66.09% dan 67.08% (Tabel 5). Namun, berdasarkan pengujian statistik dengan paired-samples T Test yang terlihat pada Lampiran 10, diketahui bahwa kedua nilai rata-rata tersebut tidak berbeda nyata (α = 0.05). Oleh karena itu, dikatakan bahwa fortifikasi yang dilakukan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar karbohidrat. Nilai karbohidrat tersebut berada di bawah nilai yang dipersyaratkan oleh SNI, yaitu minimum 70%. Perubahan komposisi formula dengan meningkatkan penggunaan tepung-tepungan ataupun bahan makanan lain yang kaya karbohidrat dapat meningkatkan kadar karbohidrat cookies. f. Kadar Serat Kasar Serat adalah karbohidrat kompleks dalam bahan pangan yang tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan manusia, sehingga dapat mencapai usus besar dan dicerna oleh bakteri probiotik (Winarno, 2002). Serat kasar adalah bagian pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan
45
kimia yang digunakan dalam penentuan kadar serat kasar, yaitu H2SO4 dan NaOH. Menurut Scala (1975) dalam Winarno (2002) kira-kira hanya sekitar seperlima sampai setengah dari seluruh serat kasar yang benar-benar berfungsi sebagai dietary fiber. Sumber serat kasar yang terdapat pada cookies ini dapat berasal dari tepung terigu dan pati garut. Pada Tabel 5 terlihat rata-rata hasil analisis kadar serat kasar CNF adalah 2.49% sedangkan CF sebesar 2.02%. Nilai tersebut melebihi persyaratan mutu SNI, yaitu maksimum 0.5%. Namun, hal tersebut tidak menjadi masalah mengingat manfaat konsumsi serat untuk kesehatan. Selain itu, produk cookies ini bukan makanan bayi yang tidak menghendaki kadar serat kasar yang tinggi. Analisis statistik dengan paired-samples T Test (Lampiran 11) menunjukkan bahwa kedua rata-rata kadar serat kasar tidak berbeda nyata (α = 0.05), sehingga fortifikasi tidak berpengaruh nyata terhadap kadar serat kasar. Hal tersebut dikarenakan fortifikasi tidak melibatkan penambahan serat kasar. g. Nilai Energi Nilai energi makanan dapat diperoleh dari konversi protein, lemak, dan karbohidrat menjadi energi. Satuan energi dinyatakan dalam unit panas atau kilokalori (kkal). Sumber energi terbesar adalah lemak yang menghasilkan 9 kkal energi per gram, sedangkan karbohirat dan protein menghasilkan energi sebesar 4 kkal per gram (Almatsier, 2002). Pada CNF dan CF, komponen gizi yang memberikan nilai energi terbesar adalah karbohidrat dan lemak yang kandungannya cukup tinggi. Hasil perhitungan menunjukkan rata-rata nilai energi CNF 487 kkal dan CF sebesar 488 kkal (Tabel 5). Analisis statistik dengan paired-samples T Test menunjukkan bahwa rata-rata kedua nilai energi tidak berbeda nyata (α = 0.05) (Lampiran 12), sehingga fortifikasi tidak berpengaruh nyata pada nilai energi. Hal tersebut disebabkan perhitungan nilai energi tidak melibatkan kadar vitamin dan mineral. Berdasarkan SNI, standar nilai minimum energi cookies adalah 400 kkal per 100 gram. Nilai energi di atas sudah sesuai dengan SNI. Namun, belum memenuhi target energi yang ingin dicapai program PMT, yaitu 562.5 kkal
46
per 100 gram. Salah satu penyebabnya adalah kadar protein yang masih jauh dari target program PMT karena protein termasuk faktor yang berkontribusi dalam perhitungan nilai energi. Formula produk cookies masih perlu ditinjau ulang apabila target energi tersebut ingin dipenuhi. 2. Kadar Fortifikan Fortifikan cookies telah dipersiapkan dalam bentuk premix kering. Penambahan premix dilakukan dengan melarutkan pada air pembentuk adonan. Informasi bentuk mikronutrien dan titik penambahan diperoleh dari industri mitra dan sesuai dengan teori yang berlaku untuk bahan pangan yang dipanggang (Bauernfeind dan Brooke, 1973 yang dikutip oleh Lotfi dan Merx, 1996). Hasil analisis kadar CF dibandingkan dengan jumlah penambahan fortifikan yang disampaikan program PMT ibu hamil kepada industri mitra, yaitu berdasarkan Sayuti (2002); dan juga dengan jumlah penambahan yang diinformasikan langsung oleh industri mitra. Rata-rata rendemen cookies garut adalah 82.5% (komunikasi dengan industri mitra). Penambahan fortifikan yang dilakukan industri mitra tidak jauh berbeda dengan Sayuti (2002), kecuali pada besi. Perhitungan penambahan fortifikan industri mitra disajikan pada Lampiran 13. Hasil analisis CNF, CF, dan persentase kehilangan kadar CF disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil Analisis Fortifikan CNF, CF, dan Persentase Kehilangan Kadar CF Jenis Fortifikan
Kadar CNF
Kadar CF
Penambahan Fortifikan (Sayuti, 2002)
Persentase Kehilangan CF (%)
Penambahan Fortifikan (industri mitra)
Persentase Kehilangan CF (%)
Vitamin A
114.02 RE
314.33 RE
1176 RE
73.27
(tidak dapat dikonversi)
-
Asam Folat
23.41 μg
66.72 μg
1100 μg
93.93
1100 μg
93.93
Vitamin C
1.02 mg
46.39 mg
96 mg
51.68
97 mg
52.18
Besi (Fe)
4.41 mg
15.04 mg
43.4 mg
65.35
30 mg
49.87
Seng (Zn)
1.71 mg
11.17 mg
18.1 mg
38.29
18.22 mg
38.69
Iodium (I)
20.86 μg
36.79 μg
237 μg
84.48
237 μg
84.48
47
a. Kadar Vitamin A Kadar vitamin A per 100 gram CNF adalah sebesar 114.02 RE, sedangkan per 100 gram CF sebesar 314.33 RE. Sumber vitamin A adalah hati, telur, susu (di dalam lemaknya), dan mentega (Almatsier, 2002). Kadar vitamin A CNF dapat berasal dari penggunaan susu, mentega, dan shortening nabati dalam pembuatan cookies. Lotfi dan Merx (1996) menyatakan bahwa shortening nabati dapat mengalami fortifikasi dengan vitamin A dan setelah mengalami pemanggangan terdapat retensi 80-100%. Bentuk vitamin A yang difortifikasikan kemungkinan besar telah dikonversi menjadi serbuk vitamin A palmitat sehingga dapat disatukan dalam premix mikronutrien. Data dari industri mitra tidak dapat dikonversi menjadi RE karena diberikan dalam satuan gram serbuk vitamin A, sedangkan kehilangan vitamin A yang dibandingkan dengan Sayuti (2002) sangat besar yaitu 73.27%. Hasil tersebut tidak sesuai dengan Manley (2001) yang menyatakan rata-rata kehilangan vitamin A pada biskuit adalah 18%. Proses panas, paparan cahaya, dan oksigen dapat menyebabkan kehilangan vitamin ini. CF mengalami proses panas dan terpapar oksigen selama pemanggangan. Suhu pemanggangan yang umum digunakan cukup tinggi, yaitu 170-200oC. Lotfi dan Merx (1996) menyatakan kehilangan sebesar 42% pada minyak dan 50% pada margarin yang mengalami proses panas. Sifat oksidatif dari mineral besi pada CNF dapat berkontribusi terhadap besarnya kehilangan tersebut (Bailey dalam Bauernfeind dan Lachance, 1991). Kehilangan selama penyimpanan diantisipasi oleh jenis kemasan CF, dimana metalized plastic CPP bersifat tidak meneruskan cahaya dan menghambat masuknya oksigen. b. Kadar Asam Folat Dalam 100 g cookies, hasil analisis asam folat memberikan kadar CNF sebesar 23.41 μg dan CF sebesar 66.72 μg. Asam folat terutama terdapat dalam sayuran hijau, hati, daging, kacang-kacangan, dan jeruk (Almatsier, 2002). Oleh karena itu, kandungan asam folat pada tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan cookies menjadi kontributor utama kadar asam
48
folat CNF. Tepung terigu wajib difortifikasi asam folat minimal 2 ppm (BSN, 1995). Stabilitas vitamin larut air seperti asam folat merupakan suatu masalah dalam cookies yang mengalami proses pengolahan panas (pemanggangan). Berdasarkan hasil perhitungan, kehilangan asam folat CF sangat besar (93.93%) dan sangat jauh menyimpang dari teori Manley (2001) yaitu hanya sebesar 7%. Namun, diperkirakan kehilangan 7% tersebut terjadi karena asam folat telah dienkapsulasi. Almatsier (2002) menyatakan bahwa sebanyak 5095% folat (alami) bisa hilang karena pemasakan dan pengolahan bahan pangan alami. Namun, jumlah kehilangan 93.93% terlalu besar untuk asam folat sintetis yang difortifikasikan pada bahan pangan. Kristal asam folat dapat terdegradasi oleh cahaya dan radiasi ultraviolet (Bailey dalam Bauernfeind dan Lachance, 1991). Hal tersebut dapat berkontribusi terhadap kehilangan asam folat apabila kondisi ruang produksi CF banyak memaparkan cahaya, karena kehilangan selama penyimpanan telah diantisipasi oleh kemasan metalized plastic CPP yang bersifat tidak meneruskan cahaya. c. Kadar Vitamin C Kadar vitamin C (asam askorbat) CNF adalah 1.02mg/100g. Nilai tersebut mencerminkan bahan baku CNF yang hanya sedikit sekali atau bahkan sama sekali tidak mengandung vitamin C. Menurut Almatsier (2002), vitamin C umumnya hanya terdapat di dalam pangan nabati, yaitu sayur dan buah (terutama yang asam). Selanjutnya, dalam 100 g CF terdapat 46.39 mg vitamin C. Fortifikasi vitamin C dilakukan dengan penambahan kristal asam askorbat yang telah digabungkan dalam premix mikronutrien. Kristal asam askorbat sangat rentan terhadap oksidasi, terutama jika dipicu oleh panas, alkali, ataupun tembaga dan besi yang terlarut (Bailey dalam Bauernfeind dan Lachance, 1991). Kehilangan kadar vitamin C adalah 51.68% (perbandingan dengan Sayuti (2002) dan 52.18% (perbandingan dengan penambahan industri mitra), kedua nilai tersebut tidak jauh berbeda dengan teori Manley (2001) yaitu 60%. Kehilangan terutama terjadi selama proses pemanggangan CF.
49
Fortifikasi vitamin C sangat bermanfaat; yaitu untuk meningkatkan asupan vitamin C, sebagai antioksidan yang membantu melindungi vitamin A, dan meningkatkan penyerapan besi. Keberadaan vitamin C sebagai agen pereduksi mampu meningkatkan bioavailibilitas besi. Pemilihan kombinasi fortifikan sejalan dengan Bailey dalam Bauernfeind dan Lachance (1991), yang menyatakan pangan yang mengandung vitamin C merupakan tempat yang logis untuk melakukan fortifikasi besi ataupun mineral lainnya. d. Kadar Besi Kadar besi per 100 g cookies adalah 4.41 mg untuk CNF dan 15.04 mg untuk CF. Rendahnya kadar besi CNF dikarenakan tidak melibatkan fortifikasi zat besi dan bahan pangan sumber besi tidak termasuk dalam bahan baku cookies. Sumber baik besi antara lain adalah daging, ayam, ikan, telur, dan beberapa sayuran hijau (Almatsier, 2002). Kontributor utama kandungan besi adalah dari tepung terigu yang menurut BSN (1995) wajib difortifikasi besi minimal 50 ppm. Jenis besi yang digunakan sebagai fortifikan CF adalah besi elemental. Pemilihan tersebut sesuai dengan pendapat Clydesdale dalam Bauernfeind dan Lachance (1991) bahwa sangatlah bijak untuk menggunakan besi elemental apabila bahan pangan bersifat kering dan akan mengalami penyimpanan karena bersifat lebih inert daripada garam besi. Bioavailibilitas besi elemental lebih kecil daripada fero sulfat, tetapi menurut Lotfi dan Merx (1996), penyerapan besi dapat meningkat sebanyak enam kali dengan keberadaan vitamin C. Jumlah penambahan besi oleh industri mitra (30mg/100g) masih dibawah Sayuti (2002) (43.4mg/100g). Kehilangan besi yang terjadi adalah sebesar 65.35% jika dibandingkan dengan penambahan Sayuti (2002) dan sebesar 49.87% jika dibandingkan dengan data penambahan industri mitra. Kedua hasil perhitungan tersebut tidak sesuai dengan Manley (2001) yang menyatakan bahwa biskuit yang difortifikasi tidak banyak kehilangan mineral. Namun, Ranhotra et al. dalam Bauernfeind dan Lachance (1991) menyatakan bahwa dapat terjadi kehilangan besi sebanyak 0-20% pada produk pasta yang mengalami pemasakan. Walau demikian, kehilangan besi (Tabel 6) masih
50
terlalu besar dan melebihi persentase kehilangan vitamin C (sekitar 50%) yang dikenal rentan pemanasan. Oleh karena itu, besarnya kehilangan diperkirakan karena ada interaksi tertentu antara besi dengan fortifikan lainnya selama penyimpanan. e. Kadar Seng Hasil analisis memberikan hasil kadar seng CNF 1.71mg/100g dan CF sebesar 11.17mg/100g. Makanan sumber seng adalah daging, hati, kerang, telur, dan kacang-kacangan (Almatsier, 2002). Oleh karena itu, kandungan seng pada tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan cookies menjadi kontributor utama kadar seng CNF. Menurut BSN (1995), syarat minimal fortifikasi seng pada tepung terigu adalah 30 ppm. Persentase kehilangan seng adalah 38.29% dan 38.69%. Ranhotra et al. dalam Bauernfeind dan Lachance (1991) menyatakan bahwa dapat terjadi kehilangan seng sebanyak 0-20% pada produk pasta yang mengalami pemasakan. Kehilangan seng pada CF dapat terjadi karena proses pemanggangan cookies. Selain itu, kehilangan lainnya mungkin terjadi selama distribusi ataupun penyimpanan. Produk CF melibatkan fortifikasi zat gizi lainnya, dimungkinkan terjadi interaksi antara seng dengan fortifikan lain yang belum diketahui mekanismenya. f. Kadar Iodium Diantara fortifikan lainnya, selisih CNF dan CF untuk kadar iodium adalah yang paling kecil. Kadar iodium CNF adalah 20.86μg/100g dan CF sebesar 36.79μg/100g. Ikan, udang, kerang, ganggang laut, dan garam dapur merupakan sumber iodium yang baik (Almatsier, 2002). Diperkirakan kandungan iodium pada CNF adalah kontribusi dari garam yang terdapat pada shortening nabati dan mentega. Fortifikan iodium yang biasa digunakan adalah kalium iodida (KI) dan kalium iodat (KIO3). Senyawa KIO3 lebih stabil dibandingkan KI. KIO3 lebih resisten terhadap oksidasi sehingga tidak membutuhkan penstabil seperti layaknya KI (Lotfi dan Merx, 1996). Namun, persentase kehilangan iodium pada CF cukup besar, yaitu 84.48%. Kehilangan dapat terjadi karena terekspos panas tinggi saat pemanggangan karena menurut Lotfi dan Merx
51
(1996), iodium cenderung mengalami vaporisasi saat terekspos panas tinggi selama proses. Selain itu, iodium juga berpotensi untuk tereduksi atau teroksidasi menjadi elemental iod (I2). Iod elemental dapat dengan cepat mengalami sublimasi dan kemudian berdifusi ke atmosfer. Hal tersebut dipicu juga oleh kondisi yang lembab, paparan cahaya, dan panas. Stabilitas vitamin larut air adalah suatu masalah dalam makanan yang mengalami proses pengolahan panas. Satu hal yang biasa dilakukan untuk mengatasai hal tersebut adalah menyemprotkan bentuk terlarut atau emulsi dari vitamin setelah perlakuan panas. Namun, penyebaran fortifikan akan lebih merata apabila ditambahkan pada saat pengadukan adonan. Suatu cara untuk mengatasi interaksi yang mungkin terjadi antara senyawa-senyawa fortifikan adalah dengan enkapsulai, tetapi hal tersebut akan banyak meningkatkan biaya produksi. 3. Kontribusi Zat Gizi Cookies Terhadap Kebutuhan Gizi Tambahan Ibu Hamil Ada tiga jenis produk pangan yang dijadikan makanan tambahan dalam program PMT SEAFAST Center IPB, yaitu cookies, bihun instan, dan susu bubuk. Konsumsi makanan tambahan adalah diantara ketiga waktu makan utama, yaitu diantara sarapan dan makan siang serta diantara makan siang dan makan malam. Kombinasi produk yang didistribusikan adalah susu dan cookies atau susu dan bihun. Satu jenis kombinasi diberikan selama satu minggu (7 hari). Distribusi makanan tambahan dilakukan selama 6 bulan. Susu dan cookies divariasikan lagi berdasarkan perisanya, yaitu: susu katuk dan cookies coklat, susu vanila dan cookies keju, serta susu coklat dan cookies susu. Kombinasi dan variasi tersebut bertujuan supaya para ibu hamil tidak bosan mengkonsumsi. Motivasi untuk mengkonsumsi makanan tambahan sangat penting agar peningkatan status gizi ibu hamil dapat tercapai. Satu kali konsumsi cookies adalah sebanyak 4 keping, sehingga dalam satu hari ibu hamil akan mengkonsumsi cookies sebanyak 8 keping (± 56 gram). Konsumsi makanan tambahan dalam program PMT bertujuan untuk memenuhi selisih kebutuhan Angka Kecukupan Gizi (AKG) ibu hamil dan ibu non hamil. Angka Kecukupan Gizi (AKG) merupakan taraf konsumsi zat-zat
52
gizi esensial, yang berdasarkan pengetahuan ilmiah dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan hampir semua orang sehat (Almatsier, 2002). Penentuan pemenuhan gizi yang dilakukan pada penelitian ini difokuskan energi, protein, vitamin A, asam folat, vitamin C, mineral besi, seng, dan iodium. Kontribusi konsumsi cookies dan cookies + susu per hari terhadap pemenuhan AKG ibu hamil dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Kontribusi Zat Gizi Cookies dan Cookies + Susu terhadap Pemenuhan Kebutuhan Gizi Tambahan Ibu Hamil per Hari Kontribusi Konsumsi CNF (56 g)
Kontribusi Konsumsi CF (56 g)
Kontribusi Konsumsi CNF (56 g)+SNF(50g)
Kontribusi Konsumsi CF (56 g) + SF (50g)
Kebutuhan Gizi Tambahan Ibu Hamil*
Energi
273 kkal
273 kkal
478 kkal
473 kkal
300 kkal
Protein
3.93 g
3.75 g
11.57 g
11.07 g
17 g
Vitamin A
63.85 RE
176.02 RE
141.20 RE
388.83 RE
300 RE
Asam Folat
13.11 µg
37.36 µg
27.90 µg
61.64 µg
200 µg
Vitamin C
0.57 mg
25.98 mg
36.48 mg
89.58 mg
10 mg
Besi
2.47 mg
8.42 mg
3.20 mg
19.57 mg
13 mg
Seng
0.96 mg
6.26 mg
1.93 mg
7.91 mg
9.8 mg
Iodium
11.68 µg
20.60 µg
23.86 µg
49.80 µg
50 µg
Zat Gizi
*AKG Ibu Hamil – AKG Ibu Non Hamil (usia ibu hamil adalah 19-29 tahun) SNF = Susu Non Fortifikasi SF = Susu Fortifikasi
Dalam analisis ini diasumsikan para ibu hamil mengkonsumsi makanan utama (tiga kali sehari) yang sudah memenuhi AKG ibu non hamil. Namun, kenyataan di lapangan adalah masih banyak ibu hamil target program PMT yang konsumsi hariannya belum memenuhi AKG ibu non hamil. Hal tersebut dapat disebabkan oleh kelemahan kondisi ekonomi dan pengetahuan gizi. Oleh karena itu, dalam program PMT ini juga diberikan penyuluhan gizi agar para ibu hamil dapat menyusun menu makanan utama yang dapat memenuhi AKG ibu non hamil. Kontribusi pemenuhan selisih kebutuhan dari konsumsi cookies hanya dianalisis berdasarkan jumlah kandungan gizi dan tidak berdasarkan daya cerna dan daya serap ibu hamil. Sebagai acuan digunakan Angka Kecukupan
53
Gizi (AKG) Ibu Hamil dari Widyakarya Pangan dan Gizi tahun 2004 (LIPI, 2004). Hasil perhitungan kecukupan zat gizi menunjukkan bahwa konsumsi 8 keping (± 56 gram) CNF dan CF sudah mendekati pemenuhan kebutuhan tambahan energi ibu hamil. Nilai energi cookies cukup besar karena besarnya kontribusi dari lemak. Selanjutnya, terlihat bahwa kontribusi protein masih jauh dari kebutuhan tambahan protein ibu hamil. Kontribusi CF lebih besar daripada CNF untuk pemenuhan kebutuhan tambahan vitamin dan mineral. Kecuali vitamin C, kontribusi CNF dan CF masih dibawah target kebutuhan ibu hamil. Kelebihan kontribusi vitamin C oleh CF (25.98 mg/hari) tidak menjadi masalah karena akan dikeluarkan melalui urin. Bahkan suplemen vitamin C dosis tinggi sekalipun rendah terhadap risiko batu oksalat, akan tetapi hal tersebut dapat menjadi berarti pada seseorang yang memiliki kecenderungan pembentukan batu ginjal (Almatsier, 2002). Konsumsi ± 56 gram cookies per hari memang belum mencukupi kebutuhan gizi tambahan ibu hamil. Namun, kekurangan tersebut diharapkan terpenuhi dari konsumsi susu. Jumlah susu yang dikonsumsi dalam sehari adalah 2 x 25 gram, yaitu 50 gram. Terlihat pada Tabel 7 bahwa kontribusi energi dan vitamin C dari cookies dan susu (fortifikasi dan non fortifikasi) dalam sehari sudah melampaui kebutuhan tambahan ibu hamil. Kelebihan energi tersebut dapat membantu para ibu hamil target program PMT yang konsumsi energi dan vitamin C hariannya belum memenuhi AKG ibu non hamil. Konsumsi susu telah banyak meningkatkan kontribusi protein, pada paket CNF dari 3.93 g/hari menjadi 11.57 g/hari dan pada paket CF dari 3.75 g/hari menjadi 11.07 g/hari. Namun, masih di bawah target kebutuhan ibu hamil, yaitu 17 g/hari. Kekurangan protein ini memberikan input untuk perbaikan formula cookies dan susu sehingga meningkatan kandungan proteinnya. Kontribusi vitamin A dari paket cookies dan susu fortifikasi (388.83 RE) sedikit melampaui kebutuhan tambahan vitamin A ibu hamil (300 RE). Namun, total konsumsi vitamin A sebanyak 888.83 RE dalam sehari masih jauh dari dosis minimal yang dapat memberikan efek toksik yaitu 3030.30 –
54
3636.36 RE/hari (Bailey dalam Bauernfeind dan Lachance, 1991). Kontribusi asam folat masih sangat jauh dari pemenuhan kebutuhan tambahan ibu hamil. Apabila ingin memenuhi kebutuhan 200 μg, seharusnya jumlah awal penambahan asam folat pada cookies (dengan memperhitungkan kehilangan 93.93%) adalah sekitar 4.7 kali lebih banyak dari 1100 μg (atau sebesar 5170 μg asam folat). Mengingat pentingnya asam folat untuk mencegah berbagai macam kecacatan bayi saat dilahirkan, kekurangan tersebut juga dapat ditutupi dengan konsumsi suplemen asam folat selama kehamilan. Setelah ditambah dengan asupan susu, sumbangan vitamin C menjadi sangat tinggi (36.48 mg/hari dan 89.58 g/hari) dan jauh melebihi kebutuhan tambahan ibu hamil (10
mg/hari).
Pengurangan
jumlah
fortifikan
asam askorbat
dapat
dipertimbangkan untuk mencegah konsumsi secara berlebihan setiap hari. Kontribusi besi dari paket fortifikasi (19.57 mg/hari) terlihat melebihi kebutuhan tambahan besi ibu hamil yang hanya 13 mg. Namun, kelebihan tersebut akan bermanfaat mengingat sumber besi yang baik adalah makanan hewani yang jarang dikonsumsi oleh ibu hamil yang berekonomi lemah. Kontribusi seng dari paket fortifikasi (7.91 mg/hari) masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan tambahan ibu hamil sebesar 9.8 mg/hari, maka diperlukan penambahan jumlah fortifikasi seng pada CNF. Kebutuhan tambahan iodium dapat dikatakan terpenuhi oleh paket cookies dan susu fortifikasi. Penyerapan vitamin dan mineral di atas dapat terhambat apabila waktu konsumsinya berdekatan atau bahkan bersamaan dengan makanan yang mengandung zat-zat yang dapat menghambat penyerapan. Misalnya konsumsi cookies bersama dengan teh, atau konsumsi susu bersama dengan kacangkacangan dan singkong yang masih mengandung tiosianat. Tanin (teh), fitat (kacang-kacangan dan serealia) telah diketahui dapat menghambat penyerapan besi nonhaem; goitrogen seperti tioglikosida dapat menghambat asupan iodium ke kelenjar tiroid (Lotfi dan Merx, 1996). 4. Informasi Nilai Gizi CNF dan CF Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan, pasal 30 ayat 1 menyatakan bahwa setiap orang yang memproduksi atau memasukkan ke
55
dalam wilayah Indonesia pangan yang dikemas untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label pada, di dalam, dan atau di kemasan pangan. Pada ayat 2 disebutkan bahwa label tersebut sekurang-kurangnya memuat keterangan nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat bersih, nama dan alamat produsen, keterangan halal, serta tanggal, bulan, dan tahun kadaluwarsa. Label produk cookies garut yang digunakan pada program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) ini hanya mencantumkan nama produk dan nama produsen. Namun, hal tersebut tidak melanggar undang-undang karena selama ini produk tersebut tidak diperdagangkan melainkan didistribusikan secara gratis kepada para ibu hamil yang menjadi target program PMT. Apabila produk cookies tersebut akan diperdagangkan, label pangannya perlu dilengkapi. Selanjutnya, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, pada pasal 32 menyatakan bahwa pencantuman keterangan tentang kandungan gizi pangan pada label wajib dilakukan bagi pangan yang disertai pernyataan bahwa pangan mengandung vitamin, mineral, dan atau zat gizi lainnya yang ditambahkan. Produk CNF dan CF masih dikemas tanpa adanya informasi nilai gizi. Setelah dilakukan analisis dengan metode yang sesuai, perbandingan informasi nilai gizi dari produk CNF dan CF disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Informasi Nilai Gizi CNF dan CF INFORMASI NILAI GIZI CNF Takaran saji 4 cookies Jumlah sajian per kemasan Jumlah Per Saji Energi Total Karbohidrat Lemak Protein Vitamin A Asam Folat Vitamin C Besi Seng Iodium
136 kkal 18.50 g 5.74 g 1.96 g 31.93 RE 6.56 mcg 0.29 mg 1.24 mg 0.48 mg 5.84 mcg
CF 28 g 4 AKG 6.18% 5.61% 9.49% 2.93% 3.99% 1.09% 0.34% 3.18% 2.51% 2.92%
Takaran saji 4 cookies Jumlah sajian per kemasan Jumlah Per Saji
28 g 4 AKG
Energi Total 137 kkal Karbohidrat 18.78 g Lemak 5.75 g Protein 1.87 g Vitamin A 88.01 RE Asam Folat 18.68 mcg Vitamin C 12.99 mg Besi 4.21 mg Seng 3.13 mg Iodium 10.30 mcg
6.23% 5.69% 9.50% 2.79% 11.00% 3.11% 15.28% 10.80% 16.39% 5.15%
Persen AKG berdasarkan kebutuhan energi ibu hamil 2200 kkal. Kebutuhan energi Anda mungkin lebih tinggi atau lebih rendah.
56
Pasal 21 pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan menyatakan bahwa pencantuman pernyataaan pada Label bahwa pangan telah ditambah, diperkaya, atau difortifikasi dengan vitamin dan mineral, atau penambahan gizi lain tidak dilarang, sepanjang hal tersebut benar dilakukan pada saat pengolahan pangan tersebut, dan tidak menyesatkan. Oleh karena itu, produk CNF yang digunakan pada program PMT untuk ibu hamil dapat mencantumkan pernyataan ‘difortifikasi vitamin A, vitamin C, asam folat, besi, seng, dan iodium.’ Pencantuman pernyataan pada label bahwa pangan merupakan sumber suatu zat gizi tidak dilarang sepanjang jumlah zat gizi dalam pangan tersebut sekurang-kurangnya 10-19% dari jumlah kecukupan zat gizi sehari yang dianjurkan dalam satu takaran saji bagi pangan tersebut (LIPI, 2004). Berdasarkan informasi nilai gizi pada Gambar 6, CF dapat mencantumkan pernyataan ‘merupakan sumber vitamin A, vitamin C, besi, dan seng.’
B. Karakteristik Organoleptik CNF dan CF 1. Preferensi CNF dan CF Terdapat perbedaan jumlah preferensi antara CNF dan CF, yaitu 18 panelis lebih memilih CNF daripada CF dan 12 panelis lebih memilih CF daripada CNF (Tabel 9). Tabel 9. Hasil Uji Preferensi CNF dan CF Jenis Cookies Jumlah preferensi
Cookies Non Fortifikasi
Cookies Fortifikasi
18
12
Pada tabel Jumlah Minimum Penilaian yang Diperlukan untuk Menyatakan Signifikansi pada Dua Level Probabilitas untuk Uji Preferensi Berpasangan (Two-Tailed, P = ½) (Lawless dan Heymann, 1999) (Lampiran 2) terlihat bahwa pada level probabilitas 0.05 dengan jumlah panelis sebanyak 30 orang, tolak asumsi “tidak ada preferensi yang signifikan” jika jumlah preferensi pada salah satu ≥ 21.
57
Hasil pengujian memberikan jumlah preferensi 18 dan 12 yang keduanya lebih kecil daripada 21, sehingga pada α = 0.05 disimpulkan tidak ada preferensi yang signifikan pada salah satu sampel cookies. Berdasarkan hasil pengujian terhadap 30 panelis diketahui bahwa fortifikasi vitamin dan mineral pada cookies tidak menyebabkan perbedaan atau penyimpangan karakteristik organoleptik (keseluruhan) yang nyata apabila dibandingkan dengan cookies yang tidak mengalami fortifikasi. 2. Perbedaan CNF dan CF Perbedaan CNF dan CF dinilai secara keseluruhan dan tidak per atribut. Berdasarkan hasil uji segitiga yang dilakukan terhadap CNF dan CF diperoleh 13 orang menjawab dengan benar. Berdasarkan tabel Jumlah Minimal dari Jawaban Benar dalam Uji Segitiga yang disajikan pada Lampiran 3, dengan jumlah panelis sebanyak 30 dan nilai probabilitas 0.05 maka jumlah minimal jawaban benar adalah 15. Oleh karena itu, kesimpulan yang diambil adalah tidak ada perbedaan antara CNF dan CF pada α = 0.05. Kesimpulan ini memperkuat kesimpulan yang diambil berdasarkan uji preferensi, dimana fortifikasi vitamin dan mineral tidak menyebabkan perbedaan karakteristik organoleptik yang nyata antara CNF dan CF. 3. Hedonik CNF dan CF Hasil uji hedonik dapat dilihat pada Gambar 6. Rekapitulasi data hasil penilaian hedonik per atribut cookies disajikan pada Lampiran 14 sampai Lampiran 16. Penggunaan skala membuat uji hedonik secara tidak langsung
Rata-rata Skor Organoleptik
dapat digunakan untuk mengetahui perbedaan (Soekarto, 1985). 5 3.9
4
a
a
3.4
a
3.4
a
3.4
3.5
a
a
3.8
3 2 1 Warna
CNF
CF
Tekstur Atribut
Rasa
Gambar 6. Hasil Uji Hedonik Per Atribut CNF dan CF
58
a. Warna Warna merupakan kesan pertama yang diperoleh konsumen dari produk pangan. Menurut Meilgaard et al. (1999), warna merupakan atribut penampilan pada produk pangan yang sering menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap produk tersebut secara keseluruhan. Warna cookies dipengaruhi oleh bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan cookies terutama oleh lemak, gula, dan telur. Secara visual, warna cookies yang teramati adalah kuning kecoklatan untuk cookies dengan perisa susu dan keju; dan coklat gelap untuk cookies perisa coklat. Warna kecoklatan terbentuk karena reaksi Maillard, yaitu reaksi yang terjadi antara gula pereduksi dengan asam amino yang terjadi pada saat pemanggangan, juga karamelisasi gula sederhana (Winarno, 1997). Semakin lama pemanggangan warna produk akan semakin coklat. Menurut Bauernfeind dan Lachance (1991), warna dapat berubah karena penambahan mineral. Hal tersebut dapat disebabkan oleh kereaktifan jenis fortifikan ataupun jumlah penambahan fortifikan. Berdasarkan uji hedonik, skor rata-rata kesukaan panelis terhadap warna CNF dan CF adalah 3.4 (Gambar 6) yaitu dalam kisaran netral sampai suka. Pada kedua cookies, frekuensi ‘netral’ lebih besar daripada ‘suka’. Berdasarkan analisis statistik dengan uji Paired-Samples T Test (Lampiran 17) diketahui bahwa perlakuan fortifikasi vitamin dan mineral tidak menyebabkan perbedaan nyata pada skor kesukaan atribut warna CNF dan CF dengan nilai signifikansi 0.583 (α = 0.05). Secara visual, CNF dan CF memang tidak memiliki perbedaan warna. Sebagai contoh, untuk cookies dengan perisa keju, keduanya sama-sama berwarna kuning kecoklatan. Sedangkan untuk cookies dengan perisa coklat, keduanya sama-sama berwarna coklat gelap. Hal tersebut didukung dengan penggunaan fortifikan dengan jenis dan jumlah yang tepat. Penggunaan besi elemental dan kalium iodat telah diketahui tidak menyebabkan perubahan warna dari pangan yang difortifikasi. Sebaliknya, penggunaan fero sulfat dapat teroksidasi membentuk feri oksida yang berwarna (Lotfi dan Merx, 1996).
59
b. Tekstur Tekstur merupakan parameter kritis pada penampakan, flavor, dan penerimaan keseluruhan dari produk bakery. Pada cookies, tekstur merupakan atribut produk yang penting karena cookies biasanya dinilai dari teksturnya. Tekstur cookies meliputi kerenyahan, kemudahan untuk dipatahkan, dan konsistensi pada gigitan pertamanya (Fellows, 2000). Skor rata-rata kesukaan panelis terhadap tekstur CNF dan CF berturutturut adalah 3.4 dan 3.5(Gambar 6) yaitu dalam kisaran netral sampai suka. Frekuensi ‘netral’ lebih besar daripada ‘suka’. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan Paired-Samples T Test (Lampiran 18) diketahui bahwa perlakuan fortifikasi vitamin dan mineral tidak menyebabkan perbedaan nyata pada skor kesukaan atribut tekstur CNF dan CF dengan nilai signifikansi 0.083 (α = 0.05). Kadar air adalah salah satu faktor yang mempengaruhi tekstur cookies. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa perbedaan kadar air CNF dan CF tidak memberikan perbedaan tekstur yang nyata kepada kesukaan 30 panelis ibu hamil. Perbedaan nominal kadar air CNF dan CF memang tidak besar, selain itu panelis uji hedonik tekstur ini bukanlah panelis terlatih. Penggunaan panelis yang tidak terlatih sesuai dengan persyaratan uji hedonik (kesukaan) yang dinyatakan Meilgaard et al. (1999) supaya memberikan gambaran tingkat kesukaan konsumen pada umumnya. c. Rasa Rasa merupakan faktor paling penting yang menentukan tingkat kesukaan konsumen terhadap produk pangan. Atribut rasa meliputi asin, manis, asam, dan asam. Rasa pada makanan, sangat ditentukan oleh formulasi produk tersebut (Fellows, 2000). Pada Gambar 6 terlihat skor rata-rata kesukaan panelis terhadap rasa CNF dan CF adalah 3.9 dan 3.8 yaitu dalam kisaran netral sampai suka. Pada kedua cookies, frekuensi ‘suka’ lebih besar daripada ‘netral’. Berdasarkan uji statistik Paired-Samples T Test (Lampiran 19) diketahui bahwa perlakuan fortifikasi vitamin dan mineral tidak menyebabkan perbedaan nyata pada skor kesukaan atribut rasa CNF dan CF dengan nilai signifikansi 0.326 (α = 0.05).
60
Fortifikasi mineral besi dan seng yang diduga akan memunculkan rasa seperti logam ternyata tidak terdeteksi, sehingga jumlah dan jenis penambahan besi dan seng sudah tepat ditinjau dari mutu organoleptik. Penggunaan fero sulfat dan fero glukonat dapat menyebabkan oksidasi lemak sehingga menimbulkan ketengikan (Lotfi dan Merx, 1996). Cookies termasuk pangan yang tinggi kandungan lemak, maka penggunaan besi elemental adalah tepat karena menurut Clydesdale dalam Bauernfeind dan Lachance (1991) tidak menyebabkan ketengikan. Selain itu, rasa pun dapat ditutupi dengan penggunaan perisa cookies. Perisa coklat sangat tepat digunakan untuk menutupi rasa dan warna menyimpang yang mungkin muncul. Secara umum, cookies garut memiliki rasa manis dan gurih; terutama karena tersusun dari lemak, susu, dan gula. Secara khusus, penggunaan perisa susu, keju, dan coklat mempengaruhi rasa cookies garut. Ketiga perisa tersebut sudah umum digunakan pada berbagai produk biskuit di Indonesia sehingga tingkat penerimaan panelis terhadap rasa cookies berkisar dari netral sampai suka. 4. Perisa Cookies Ketiga jenis perisa cookies tidak berbeda nyata dalam nilai α = 0.05. Pernyataan tersebut didasarkan pada hasil uji hedonik dan ranking perisa cookies. Hasil uji hedonik dapat dilihat pada Gambar 7, sedangkan hasil pengujian statistik dengan ANOVA disajikan pada Lampiran 20. Hasil uji ranking perisa cookies dapat dilihat pada Gambar 8. Rata-rata skor hedonik para ibu hamil berkisar dari netral sampai suka untuk ketiga jenis perisa. Frekuensi skala hedonik menunjukkan bahwa frekuensi ‘suka’ lebih banyak daripada ‘netral’. Ditinjau dari rata-rata skor hedonik, kesukaan terhadap ketiga perisa cookies memang tidak jauh berbeda. Meskipun terlihat rata-rata skor untuk perisa coklat adalah yang paling tinggi dan semakin mendekati nilai 4 (suka). Namun, berdasarkan hasil analisis sidik ragam diambil kesimpulan bahwa ketiga perisa tidak berbeda nyata (α = 0.05). Kesimpulan tersebut diambil karena nilai signifikansi yang diperoleh lebih besar dari 0.05, yaitu 0.775.
61
Rata-rata Skor Hedonik
5 4.5 4
3.7
a
3.7
a
a
3.9
3.5 3 2.5 2 1.5 1 Susu
Keju
Coklat
Jenis Perisa
Nilai antar jenis perisa tidak berbeda nyata dengan α = 0.05 (Paired-Samples T Test).
Rata-rata Skor Ranking
Gambar 7. Hasil Uji Hedonik Perisa Cookies Garut
2.8 2.5 a
2.2
a
1.9
2.0
a
2.1
1.9 1.6 1.3 1 Susu
Keju
Coklat
Jenis Pe risa
Nilai antar jenis perisa tidak berbeda nyata dengan α = 0.05 (Paired-Samples T Test).
Gambar 8. Hasil Uji Ranking Perisa Cookies Garut Pada Gambar 8 terlihat bahwa perisa susu memiliki nilai rata-rata terkecil (1.93) dan lebih mendekati nilai 1 (paling disukai). Namun, berdasarkan hasil uji ranking (Lampiran 21), ketiga perisa cookies tidak berbeda nyata (α = 0.05). Uji ranking merupakan uji yang paling mudah, tetapi data yang dihasilkan tidak menyajikan perbedaan yang ada antar sampel atau homogenitas antar sampel. Untuk itulah dilakukan uji hedonik untuk mendukung uji ranking tersebut (Moskowitz, 2000). Makanan tambahan yang diberikan harus memiliki rasa yang familiar bagi ibu dan dapat diterima dengan baik. Dengan kata lain citarasa
62
(organoleptik) produk harus diterima dan disukai sehingga ibu hamil berkeinginan untuk mengkonsumsinya. Hal ini disesuaikan dengan kondisi ibu hamil yang sedang mengalami perubahan, baik secara fisiologis maupun psikologis. Atas dasar tersebut, pemberian produk cookies dinilai sudah tepat mengingat produk ini sudah umum di masyarakat, praktis, punya daya simpan relatif lama, dan mudah penyajiannya. Ketiga jenis perisa cookies pun termasuk sudah umum digunakan pada berbagai produk biskuit yang ada di pasaran. Idealnya, fortifikasi mineral tidak menyebabkan perubahan warna, rasa, metode persiapan, penampakan, ataupun mengkatalisa perubahan-perubahan lainnya yang tidak diinginkan pada makanan apabila ingin sukses digunakan dalam program fortifikasi (Clydesdale dalam Bauernfeind dan Lachance, 1991). Berdasarkan hasil pengujian organoleptik, teori ideal di atas telah tercapai dalam produk CF. Fortifikasi cookies dengan vitamin A, C, asam folat, mineral besi, seng, dan iodium ternyata tidak menimbulkan mutu organoleptik yang menyimpang. Pemilihan jenis dan jumlah mineral serta vitamin yang ditambahkan telah sesuai untuk produk cookies. Hasil ini mendukung penggunaan cookies sebagai bahan pangan pembawa (food carrier) dalam fortifikasi pangan.
C. Karakteristik Umur Simpan CNF dan CF 1. Atribut Utama Cookies Penentuan umur simpan dengan metode akselerasi dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan satu parameter kerusakan. Berbagai literatur menyatakan bahwa cookies tergolong jenis biskuit. Biskuit tergolong pangan kering dengan kadar air maksimal 5% (BSN, 1992; Brown, 1992; Manley, 2001). Berdasarkan hal tersebut, dapat ditentukan parameter kerusakan cookies yaitu hilangnya kerenyahan. Dalam penelitian ini dilakukan upaya mendukung hal tersebut, yaitu dengan survei terhadap 40 responden. Hasil survei mengenai atribut utama cookies tersebut disajikan pada Gambar 9.
Rata-rata Skor Ranking
63
4.0 3.5
3.1
3.0
2.7
2.6
2.5 2.0
1.6
1.5 1.0 Warna
Aroma
Tekstur
Rasa manis
Atribut Cookies
Nilai antar atribut cookies berbeda nyata dengan α = 0.05 (Friedman test)
Gambar 9. Hasil Survei Atribut Utama Cookies Atribut warna, aroma, dan rasa manis berturut-turut memiliki rata-rata ranking 3.10, 2.70, dan 2.63. Rata-rata ranking yang paling kecil dimiliki oleh atribut tekstur (renyah dan tidak lembek) yaitu 1.58. Hasil survei ditabulasikan pada Lampiran 22 dan hasil uji Friedman disajikan pada Lampiran 23. Terlihat bahwa nilai signifikansi adalah sebesar 0.000, nilai tersebut lebih kecil dari 0.05 sehingga keempat atribut berbeda nyata (pada α = 0.05). Oleh karena itu, disimpulkan bahwa atribut tekstur adalah atribut utama cookies yang paling penting menurut 40 responden. Secara lebih spesifik, tekstur yang dimaksudkan adalah kerenyahan. 2. Kadar Air Awal dan Kadar Air Kritis Berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa kadar air awal produk CNF dan CF berturut-turut adalah 2.73% dan 2.35%. Rendahnya nilai kadar air ini karena produk cookies mendapat perlakuan pemanasan dan pengeringan pada suhu tinggi. Kadar air kritis adalah kadar air dimana kerenyahan produk sudah tidak dapat diterima lagi oleh konsumen. Data hasil pengujian kerenyahan CNF dan CF kepada 9 orang panelis terseleksi (data seleksi panelis disajikan pada Lampiran 24) dapat dilihat pada Lampiran 25 dan 26. Blind control adalah istilah yang digunakan untuk sampel yang sama dengan kontrol. Semua panelis berhasil mengidentifikasi dengan tepat persamaan kerenyahan blind
64
control dengan kontrol dan skor yang diberikan tidak berbeda jauh antar panelis. Hal tersebut dikarenakan panelis telah melalui tahap pengenalan produk, intepretasi skor, dan simulasi pengujian. Terlihat pada Gambar 10, secara umum kedua sampel (CNF dan CF) mendapat skor kerenyahan yang semakin menurun dengan meningkatnya RH penyimpanan. Rata-rata skor penilaian CNF dan CF tidak jauh berbeda. 6 Skor Organoleptik
5.0 5.0 5
4.2 4.4
4 2.8 2.9
3 2
1.2 1.3
1 0 Blind Control
76.9% (NaCl)
85.0% (KCl)
(KNO3) 93.6% (KNO 3)
RH Penyimpanan CNF
CF
Gambar 10. Skor Rata-rata Uji Organoleptik Kerenyahan CNF dan CF Sampel ditentukan telah mencapai kadar air kritis saat rata-rata skor pengujiannya telah kurang dari 3 (melewati kriteria kurang renyah), tetapi masih di atas 2 (sangat kurang renyah). Hal tersebut ditentukan berdasarkan pengujian percobaan sebelumnya bahwa saat kondisi kerenyahan seperti itu, cookies sudah mulai tidak disukai dan jika dibawah kondisi skor 2, cookies sudah sangat lembek. CNF mencapai kadar air kritis dengan rata-rata skor 2.8 dan CF dengan rata-rata skor 2.9. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kadar air kritis CNF dan CF masing-masing adalah 5.66% dan 5.49%, yaitu setelah produk disimpan terbuka di RH 85.0% selama 4 jam. Berdasarkan perhitungan dengan persamaan kurva sorpsi isothermis model Henderson, nilai aktivitas air (aw) saat tercapai kadar air kritis 5.66% dan 5.49% berturut-turut adalah 0.50 dan 0.49. Nilai aw tersebut berada pada kisaran yang aman dari pertumbuhan mikroorganisme sehingga CNF dan CF masih aman untuk dikonsumsi. Menurut Winarno (2002), kisaran aw untuk
65
pertumbuhan beberapa mikroorganisme adalah: minimum 0.90 (bakteri), 0.800.90 (khamir), dan 0.60-0.70 (kapang). Penilaian kerenyahan juga dilakukan dengan menggunakan alat Texture Analyzer. Hasil kerenyahan yang diperoleh (gram force) bervariasi meskipun dari satu produk cookies. Hal tersebut dapat disebabkan karena permukaan cookies yang tidak rata dan bahkan bergelombang. Namun, pada Tabel 10 di bawah ini terlihat kecenderungan nilai kerenyahan yang semakin kecil untuk produk cookies yang disimpan dalam kondisi yang semakin lembab. Semakin lembab tempat penyimpanannya, cookies akan semakin menyerap uap air dan mengurangi
kerenyahannya.
Kerenyahan
yang
semakin
berkurang
menyebabkan cookies semakin mudah dihancurkan oleh probe Texture Analyzer sehingga semakin kecil nilai kerenyahan yang diperoleh. Kadar air kritis cookies tercapai pada saat nilai kerenyahan berkisar antara 1599.0 – 1864.5 gf. Tabel 10. Hasil Pengukuran Kerenyahan Cookies dengan Texture Amalyzer Kondisi Penyimpanan Cookies
Rata-rata Nilai Kerenyahan (gf) CNF
CF
Blind Control
2283.7
2369.7
76.9% (NaCl)
2193.6
2318.4
85.0% (KCl)
1599.0
1864.5
93.6% (KNO3)
1348.5
1399.1
3. Kadar Air Kesetimbangan dan Kurva Sorpsi Isothermis Interaksi molekul air dengan CNF dan CF terjadi karena perbedaan RH cookies dan lingkungan (desikator). Transfer uap air dari lingkungan ke cookies atau sebaliknya terjadi selama penyimpanan sampai tercapai kondisi kesetimbangan. Selama penyimpanan, kedua jenis sampel yang disimpan menunjukkan kecenderungan penambahan bobot. Kedua sampel mengalami proses adsorpsi karena aktivitas air bahan yang lebih rendah daripada kelembaban relatif lingkungannya. Kadar air kesetimbangan yang diperoleh
66
dari hasil penelitian dan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kadar air kesetimbangannya dapat dilihat pada Tabel 11. Kadar air kesetimbangan yang diperoleh dari masing-masing sampel tercapai setelah disimpan selama 6 – 20 hari tergantung dari kelembaban relatif penyimpanan. Kadar air kesetimbangan menunjukkan nilai yang semakin meningkat dengan meningkatnya kelembaban relatif lingkungan. Peningkatan kelembaban relatif lingkungan berpengaruh terhadap waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kadar air kesetimbangan karena semakin tinggi kadar air kesetimbangan yang dapat dicapai semakin lama pula proses difusi berlangsung. Tabel 11. Kadar Air Kesetimbangan CNF dan CF dan Waktu Pencapaiannya di Beberapa RH Penyimpanan Rh Kesetimb angan (%)
CNF Ulangan 1
CF Ulangan 2
Ulangan 1
Ulangan 2
Me* (%bk)
Waktu (hari)
Me* (%bk)
Waktu (hari)
Me* (%bk)
Waktu (hari)
Me* (%bk)
Waktu (hari)
32.9
3.30
7
2.89
6
3.20
7
3.14
6
44.7
5.16
7
4.79
6
5.05
7
4.48
6
64.9
5.72
9
5.83
8
5.32
8
5.19
8
76.9
8.94
9
8.50
9
8.86
9
7.26
8
85.0
12.25
14
13.23
15
12.04
14
11.79
14
93.6
19.75
20
18.89
19
19.51
20
19.31
19
*Me = kadar air kesetimbangan
Kadar air kesetimbangan ini selanjutnya diplotkan dengan kelembaban relatifnya atau aktivitas airnya masing-masing sehingga membentuk suatu kurva yang oleh Labuza (1982) disebut sebagai kurva sorpsi isothermis. Kurva sorpsi isothermis CNF dan CF hasil percobaan dapat dilihat pada Gambar 11 dan 12. Terlihat bahwa kedua kurva mempunyai bentuk yang serupa yaitu berbentuk sigmoid (bentuk huruf S), meskipun tidak sigmoid sempurna.
67
Rata-rata Kadar Air Kesetimbangan (%bk)
25 0.94; 19.32%
20 15
0.85; 12.74%
10
0.77; 8.72% 0.45; 4.98%
5
0.65; 5.78% 0.33; 3.10%
0 0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
Aktivitas Air (Aw)
Gambar 11. Kurva Sorpsi Isothermis CNF Hasil Percobaan
Rata-rata Kadar Air Kesetimbangan (%bk)
25 0.94; 19.41%
20 15
0.85; 11.92%
10
0.77; 8.06% 0.45; 4.77%
5
0.65; 5.26%
0.33; 3.17%
0 0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
Aktivitas Air (Aw)
Gambar 12. Kurva Sorpsi Isothermis CF Hasil Percobaan Telah
banyak
model-model
persamaan
matematis
yang
telah
dikembangkan untuk menjelaskan fenomena sorpsi isothermis secara teoritis (Chirife dan Iglesias, 1978; Van den Berg dan Bruin, 1981), namun dalam penelitian ini hanya dipilih 5 model persamaan matematis, yaitu model Hasley, Chen Clayton, Henderson, Caurie, dan Oswin. Model-model persamaan ini dipilih karena berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu mampu menggambarkan kurva sorpsi isothermis pada jangkauan nilai aktivitas air yang luas (Chirife dan Iglesias, 1978; Van Den Berg dan Bruin, 1981; Isse et al., 1992). Selain itu, model-model persamaan ini mempunyai parameter kurang atau sama dengan tiga sehingga sesuai dengan pernyataan Labuza (1968) bahwa jika tujuan penggunaan kurva sorpsi isothermis tersebut
68
adalah untuk mendapatkan kemulusan kurva yang tinggi, maka model-model persamaan yang sederhana dan lebih sedikit jumlah parameternya akan lebih cocok digunakan. Guna mempermudah perhitungan maka model-model persamaan matematis yang digunakan dimodifikasi bentuknya dari persamaan non linear menjadi persamaan linear sehingga dapat ditentukan nilai-nilai tetapannya dengan menggunakan metode kuadrat terkecil. Metode kuadrat terkecil ini menurut Walpole (1990) dapat memilih suatu garis regresi terbaik diantara semua kemungkinan garis lurus yang dapat dibuat pada suatu diagram pencar. Modifikasi model-model sorpsi isothermis dari persamaan non linear menjadi persamaan linear dapat dilihat pada Lampiran 27. Hasil modifikasi tersebut disajikan pada Tabel 12 dan 13. Tabel 12. Persamaan Kurva Sorpsi Isothermis CNF Model
Persamaan Bentuk Linear (y = a + bx)
Nilai R2
Hasley
log (ln (1/aw)) = 8.55 + 8.08 log Me
0.96
Chen Clayton
ln (ln (1/aw)) = -3.74 + 28.54 Me
0.94
Henderson
log (ln (1/(1-aw))) = 1.79 + 1.56 log Me
0.95
Caurie
ln Me = 10.85 – 20.24 aw
0.56
Oswin
ln Me = 46.62 – 55.60 ln (aw/(1-aw))
0.48
Tabel 13. Persamaan Kurva Sorpsi Isothermis CF Model
Persamaan Bentuk Linear (y = a + bx)
Nilai R2
Hasley
log (ln (1/aw)) = 8.84 + 8.20 log Me
0.96
Chen Clayton
ln (ln (1/aw)) = -3.52 + 27.17 Me
0.94
Henderson
log (ln (1/(1-aw))) = 1.75 + 1.50 log Me
0.95
Caurie
ln Me = 11.14 – 20.75 aw
0.55
Oswin
ln Me = 47.95 – 57.16 ln (aw/(1-aw))
0.48
4. Model Matematis yang Tepat Selanjutnya kadar air kesetimbangan masing-masing sampel dihitung dengan menggunakan persamaan model-model kurva sorpsi isothermis di atas. Hasil perhitungan kadar air kesetimbangan CNF dan CF dengan
69
menggunakan model-model persamaan tersebut dapat dilihat pada Lampiran 28. Berdasarkan data kadar air kesetimbangan tersebut, dapat ditentukan model yang dapat menggambarkan kurva sorpsi isothermis dengan tepat, agak tepat, ataupun kurang tepat. Hasil perhitungan nilai Mean Relative Determination (MRD) disajkan pada Tabel 14. Tabel 14 menunjukkan bahwa model persamaan Henderson dapat menggambarkan kurva sorpsi isothermis dengan tepat untuk CNF dan CF, yaitu dengan nilai MRD kurang dari 5. Sedangkan model persamaan lainnya tidak dapat menggambarkan kurva sorpsi isothermis dari kedua sampel dengan tepat karena nilai MRD-nya lebih besar dari 10, bahkan nilai MRD dari model persamaan Caurie dan Oswin sangat jauh lebih besar dari 10. Tabel 14. Hasil Perhitungan Nilai MRD Model Persamaan MRD
Model Persamaan Hasley
CNF 27.52
CF 26.06
Chen Clayton
70.98
71.75
Henderson
2.18
2.18
Caurie
4
3.75 X 10
4.16 X 104
Oswin
1.54 X 1040
1.73 X 1041
Gambar 13 dan 14 menyajikan perbandingan kurva sorpsi isothermis
Kadar Air Keseimbangan (%bk)
hasil percobaan dengan hasil perhitungan model matematis. 25 20 15 10 5 0 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
Aktivitas Air
Percobaan
Hasley
Chen
Henderson
Gambar 13. Perbandingan Kurva Sorpsi Isothermis CNF Hasil Percobaan dan dari Model-model Persamaan
70
Kurva sorpsi isothermis yang terbentuk dari hasil perhitungan model Caurie dan
Oswin
tidak
ditampilkan karena
hasil
perhitungan
kadar
air
kesetimbangan (ordinat) memiliki rentang yang sangat jauh berbeda dengan hasil perhitungan kadar air keseimbangan ketiga model lainnya dan hasil
Kadar Air Keseimbangan (%bk)
percobaan. 25 20 15 10 5 0 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
Aktivitas Air
Percobaan
Hasley
Chen
Henderson
Gambar 14. Perbandingan Kurva Sorpsi Isothermis CF Hasil Percobaan dan dari Model-model Persamaan Dari keseluruhan model, model persamaan yang terpilih adalah model yang dapat dengan tepat menggambarkan keseluruhan kurva sorpsi isothermis sampel dengan nilai MRD terkecil. Oleh karena itu, model persamaan Henderson dipilih untuk menggambarkan keadaan sebenarnya dari fenomena sorpsi isothermis baik untuk CNF maupun CF. Pada Gambar 13 dan 14 juga terlihat bahwa model Henderson memperlihatkan grafik yang paling mendekati grafik hasil percobaan daripada grafik model-model lainnya. 5. Variabel Umur Simpan Lainnya Nilai slope kurva sorpsi isothermis (b) ditentukan pada daerah linear (Arpah, 1998). Menurut Labuza (1982), daerah linear untuk menentukan slope kurva sorpsi isothermis diambil diantara daerah mi dan mc. Oleh karena itu, nilai b diperoleh sebagai hasil perbandingan antara selisih nilai kadar air awal dengan kadar air kritis dengan selisih antara nilai aktivitas air awal dan aktivitas air kritis pada persamaan kurva sorpsi isothermis yang dipilih. Nilai slope kurva sorpsi isothermis yang diperoleh yaitu 0.0967 untuk CNF dan 0.0944 untuk CF.
71
Luas permukaan kemasan yang diuji adalah sebesar 0.0523 m2. Tekanan uap air jenuh lingkungan didapat dari tabel tekanan uap air jenuh (Lampiran 29) pada suhu 30oC yaitu sebesar 31.824 mmHg (Labuza, 1982). Bobot kering produk CNF adalah 113.42 gram, sedangkan bobot kering CF adalah 112.32 gram. Rasio antara luas permukaan kemasan dan bobot kering produk CNF dan CF masing-masing adalah 4.61 x 10-4 dan 4.66 x 10-4. Nilai k/x adalah konstanta permeabilitas kemasan yang dibutuhkan untuk mencari umur simpan dengan persamaan Labuza. k/x ini adalah permeabilitas tanpa pengaruh ketebalan kemasan. Nilai k/x kemasan cookies yang diuji adalah 0.0107 gH2O/hari/m2.mmHg. Penentuan Water Vapor Transmission Rate (WVTR) dan k/x dapat dilihat pada Lampiran 29. Nilai permeabilitas tersebut sudah cukup rendah, sesuai dengan karakteristik kemasan OPP yang dilaminasi. Semakin rendah permeabilitas kemasan terhadap uap air, difusi uap air ke dalam produk akan semakin sedikit dan kerenyahan tekstur dapat lebih terjaga. Oleh karena itu, hal tersebut mendukung semakin lamanya umur simpan. 6. Umur Simpan CNF dan CF Umur simpan CNF dan CF dihitung pada kondisi penyimpanan di RH 70%, 75%, dan 80%, dengan persamaan Labuza. Ketiga RH tersebut adalah RH yang umum untuk penyimpanan produk pangan. Hasil perhitungan umur simpan kedua jenis cookies dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Umur Simpan CNF dan CF di Beberapa RH Penyimpanan Umur Simpan
RH Penyimpanan
CNF
CF
(%)
Hari
Bulan
Hari
Bulan
70
500
16.7
527
17.6
75
409
13.7
429
14.3
80
339
11.3
354
11.8
Hasil perhitungan umur simpan memperlihatkan bahwa semakin besar RH lingkungan penyimpanan maka umur simpan produk semakin pendek. Produk CNF dapat memiliki umur simpan selama 500 hari jika disimpan
72
dengan kondisi RH 70%. Pada RH 75%, umur simpannya menurun menjadi 409 hari dan menjadi 339 hari pada 80%. Tidak jauh berbeda untuk CF, dapat memiliki umur simpan selama 527 hari apabila disimpan pada RH 70%. Pada RH 75%, umur simpannya akan menurun menjadi 429 hari, dan menjadi 354 hari saja pada penyimpanan RH 80%. Kelembaban relatif lingkungan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi umur simpan. Kondisi RH yang tinggi mengandung lebih banyak uap air sehingga akan terjadi penyerapan uap air ke dalam bahan pangan yang lebih banyak dibandingkan kondisi RH yang lebih rendah. Semakin tinggi RH ruang penyimpanan, semakin banyak uap air yang diserap bahan pangan, terutama yang bersifat higroskopis. Selanjutnya, semakin banyak uap air yang diserap bahan pangan maka akan mempercepat kerusakan tekstur sehingga mutu dan umur simpannya semakin rendah. Fortifikasi vitamin dan mineral tidak memberikan banyak perbedaan antara umur simpan CNF dan CF. Hal ini terutama disebabkan karena penentuan umur simpan dilakukan dengan metode pendekatan kadar air kritis. Beberapa faktor yang berpengaruh antara lain kadar air awal, kritis, dan kesetimbangan, serta jenis kemasan. Meskipun berdasarkan uji statistik kadar air CNF dan CF berbeda nyata, tetapi nominalnya tidak jauh berbeda. Selanjutnya, nilai kadar air kritis dan kadar air kesetimbangan antar CNF dan CF pun tidak jauh berbeda. Jenis kemasan CNF dan CF adalah sama. Setiawan (2005) juga melakukan penentuan umur simpan dengan pendekatan kadar air kritis. Pada RH 75%, umur simpan CNF dan CF tidak jauh berbeda dengan prediksi umur simpan biskuit marie yang dilakukan oleh Setiawan (2005), yaitu 404 hari. Biskuit tersebut juga dikemas dalam metalized plastic CPP (Cast Polypropylene) yang dilaminasi PE (Polyetylene). Cookies melalui tahap pemanggangan yang mampu mereduksi kadar air sehingga produk akhir mengandung kadar air rendah. Lebih lanjut, kemasan yang umumnya digunakan adalah yang nilai permeabilitasnya rendah untuk mencegah penyerapan uap air. Jenis pangan tersebut tergolong sebagai non perishable atau tidak mudah rusak (Robertson, 1993). Hasil penentuan umur simpan mencerminkan teori tersebut.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Pemberian produk cookies dalam program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dinilai sudah tepat jika ditinjau dari segi penerimaan konsumen, kepraktisan, nilai energi yang cukup besar, dan daya simpan relatif lama. Namun, kehilangan vitamin dan mineral yang cukup besar menjadi hambatan dalam upaya fortifikasi cookies. Kandungan gizi Cookies Non Fortifikasi (CNF) dan Cookies Fortifikasi (CF) berturut-turut adalah: kadar protein 7.01% (CNF) dan 6.69% (CF); kadar lemak 20.49% (CNF) dan 20.54% (CF); kadar serat kasar 2.49% (CNF) dan 2.02% (CF); kadar karbohidrat 66.09% (CNF) dan 67.08% (CF); nilai energi 486.71/100 gram (CNF) dan 488.04 kkal/100 gram (CF). Kandungan gizi cookies belum sepenuhnya memenuhi persyaratan mutu Standar Nasional Indonesia (SNI) biskuit. Kadar gizi yang belum memenuhi standar adalah protein (minimum 9%), karbohidrat (minimum 70%), dan serat kasar (maksimum 0.5%). Demikian pula target kadar protein dan energi yang ingin dicapai oleh program PMT, yaitu 14.06% dan 562.50 kkal/100 gram belum terpenuhi. Kadar fortifikan Cookies Non Fortifikasi (CNF) dan Cookies Fortifikasi (CF) dalam 100 gram cookies berturut-turut adalah: kadar vitamin A 114.02 RE (CNF) dan 314.33 RE (CF); kadar asam folat 23.41 μg (CNF) dan 66.72 μg (CF); kadar vitamin C 1.02 mg (CNF) dan 46.39 mg CF); kadar besi 4.41 mg (CNF) dan 15.04 mg (CF); kadar seng 1.71 mg (CNF) dan 11.17 mg (CF); dan kadar iodium 20.86 μg (CNF) dan 36.79 μg (CF). Persentase kehilangan fortifikan dari jumlah penambahan yang ditargetkan adalah 73.27% (vitamin A); 93.93% (asam folat); 51.68% dan 52.18% (vitamin C); 65.35% dan 49.87% (besi); 38.29% dan 38.69% (seng); 84.48% (iodium). Kehilangan tersebut dapat terjadi karena proses panas selama pemanggangan atau adanya interaksi antar fortifikan tertentu. Konsumsi ± 56 gram cookies per hari belum mencukupi kebutuhan gizi tambahan untuk ibu hamil. Beberapa kekurangan dapat dipenuhi dan
74
dilampaui dari konsumsi susu. Kontribusi energi dan vitamin C dari paket fortifikasi dan non fortifikasi dalam sehari sudah melampaui kebutuhan tambahan ibu hamil. Kontribusi protein paket non fortifikasi (11.57g/hari) dan fortifikasi (11.07 g/hari) masih di bawah target kebutuhan tambahan ibu hamil yaitu 17g/hari. Kontribusi vitamin A dari paket fortifikasi (388.83 RE) sedikit melampaui kebutuhan tambahan vitamin A ibu hamil (300 RE). Kontribusi asam folat (61.64 µg) masih sangat jauh dari pemenuhan kebutuhan tambahan ibu hamil (200 µg). Kontribusi besi dari paket fortifikasi (19.57 mg/hari) melebihi kebutuhan tambahan besi ibu hamil yang hanya 13 mg. Kontribusi seng dari paket fortifikasi (7.91 mg/hari) masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan tambahan ibu hamil sebesar 9.8 mg/hari. Kebutuhan tambahan iodium sudah dapat terpenuhi oleh paket (cookies dan susu) fortifikasi. Fortifikasi vitamin A, C, asam folat, mineral besi, seng, dan iodium tidak menimbulkan mutu organoleptik yang menyimpang. Antara CNF dan CF dengan α = 0.05: tidak ada preferensi yang signifikan, tidak berbeda nyata, dan kesukaan warna, tekstur, serta rasa tidak berbeda nyata. Rata-rata skor hedonik para ibu hamil berkisar dari netral sampai suka. Pemilihan jenis dan jumlah mineral serta vitamin yang ditambahkan telah sesuai untuk produk cookies. Ketiga perisa cookies (susu, keju, dan coklat) tidak berbeda nyata (α = 0.05). CNF dan CF tergolong pangan non perishable atau tidak mudah rusak. Semakin besar RH lingkungan penyimpanan maka umur simpan cookies semakin pendek. Pada RH 70%, 75%, dan 80%, umur simpan CNF berturutturut adalah 500, 409, dan 339 hari; sedangkan CF berturut-turut 527, 429, dan 354 hari. Fortifikasi vitamin dan mineral tidak memberikan banyak perbedaan antara umur simpan CNF dan CF yang ditentukan dengan pendekatan kadar air kritis.
B. Saran Berdasarkan hasil analisis kandungan gizi, masih diperlukan formulasi produk yang lebih tepat untuk mencapai kadar protein dan karbohidrat yang sesuai dengan SNI biskuit dan target program PMT. Penggunaan telur untuk
75
meningkatkan kadar protein dan energi dapat menjadi alternatif. Mengingat rendahnya kadar asam folat, perlu dipertimbangkan peningkatan jumlah fortifikasi asam folat menjadi sekitar 4.7 kali lipat atau pemberian suplemen asam folat selama program PMT. Penambahan asam askorbat sebaiknya dikurangi untuk menghindari asupan berlebih setiap hari, sebaliknya diperlukan penambahan jumlah fortifikasi seng pada CNF. Enkapsulasi dapat mengatasi interaksi yang mungkin terjadi antara senyawa-senyawa fortifikan, tetapi hal tersebut akan meningkatkan biaya produksi. Apabila produk cookies tersebut
akan diperdagangkan,
label
pangannya perlu dilengkapi. Produk CF dapat mencantumkan pernyataan ‘difortifikasi vitamin A, vitamin C, asam folat, besi, seng, dan iodium’ dan ‘merupakan sumber vitamin A, vitamin C, besi, dan seng.’ Penelitian ini belum meninjau bioavailibilitas zat-zat gizi cookies. Informasi tersebut akan bermanfaat untuk mengetahui pengaruh konsumsi CNF dan CF secara nyata terhadap status gizi para ibu hamil yang menjadi target program PMT. Selain itu, penelitian khusus mengenai interaksi antar vitamin dan mineral fortifikan dalam suatu pangan pembawa juga akan sangat bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Andonotopo, W. dan Afirin, M. T. 2005. Kurang Gizi pada Ibu Hamil: Ancaman pada Janin. http://www.infoforhealth.org. [15 Mei 2006]. Anonima. 2006. PT Bank Internasional Indonesia Tbk (BII) mendukung School Feeding Program. http://www.antara.com. [6 April 2006]. Anonimb. 1999. Feeding the Unborn Babies. http://www.ennonline.net. [6 April 2006]. Anonimc. 2000. Pregnancy. http://www.fns.usda.gov/wic. [25 April 2006]. AOAC (Association of Official Agricultural Chemist). 1984. Official Methods of Analysis. AOAC, Washington D. C. Apriyantono, A., D. Fardiaz, N. L. Puspitasari, Sedarnawati, dan S. Budiyanto. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor. Arpah, 2001. Buku dan Monograf Penentuan Kadaluwarsa Produk Pangan. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Asian
Development Bank. 2004. Indonesia: Country http://hdr.undp.org/statistics.html. [6 Januari 2006].
Fact
Sheets.
ASTM (American Society for Testing and Materials). 1980. Plastics-general Test Methods; Nomenclature. Di dalam: Annual Book of ASTM Standards, Part 36, ASTM, Easten. Bailey, L. 1991. Vitamin and Amino Acid Additives. Di dalam: Bauernfeind, J. C. dan P. A. Lachance (eds.). Nutrient Additions to Food: Nutritional, Technological, and Regulatory Aspects. Food and Nutrition Press Inc., Connecticut. Bauernfeind, J. C. dan E. DeRitter. 1991. Foods Considered for Nutrient Addition: Cereal Grain Products. Di dalam: Bauernfeind, J. C. dan P. A. Lachance (eds.). Nutrient Additions to Food: Nutritional, Technological, and Regulatory Aspects. Food and Nutrition Press Inc., Connecticut. Brooker, D. B., F. W. Bakker-Arkema, dan C. W. Hall. 1982. Drying Cereal Grains. AVI Publishing Company., Connecticut.
77
Brown, A. 2000. Understanding Food: Principles and Preparation. Wadsworth Inc., Belmont. BSN (Badan Standarisasi Nasional). 1992. Mutu dan Cara Uji Biskuit (SNI 012973-1992). BSN, Jakarta. _____________________________. 1995. Syarat Mutu Tepung Terigu (SNI3751-1995). BSN, Jakarta. Budi, T. P. 2004. Cara Cepat Menguasai SPSS 13.0: Uji Beda Nyata dan Rancangan Percobaan, Jakarta. Chirife, J. dan H. A. Iglesias, 1978. Equation for fitting water sorption isotherm of foods. Part I – a review. J. Food Tech. 13: 159-593. Clydesdale, F. M. 1991. Mineral Additives. Di dalam: Bauernfeind, J. C. dan P. A. Lachance (eds.). Nutrient Additions to Food: Nutritional, Technological, and Regulatory Aspects. Food and Nutrition Press Inc., Connecticut. deMan, J. 1989. Principles of Food Chemistry. Wadsworth, Inc., Belmont. Departemen Kesehatan. 2003. Gizi dalam Angka. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarkat, Direktorat Gizi Masyarakat, Jakarta. ___________________. 2004. Kecenderungan Masalah Gizi dan Tantangan di Masa Datang. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarkat, Direktorat Gizi Masyarakat, Jakarta. Dhopeshwarkar, G. A. 1983. Nutrition and Brain Development. Plenum Press, New York, London. Fardha, F. 2004. Pengaruh Pemberian Suplemen Biskuit Multigizi Ibu Hamil Terhadap Pertumbuhan Linier dan Perkembangan Anak Usia Bawah Tiga Tahun di Kabupaten Bogor. Thesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Fellows, P. J. 2000. Food Processing Technology: Principles and Practice. Woodhead Publishing, London. Fennema, O. R. 1996. Food Chemistry. Marcel Dekker, Inc., New York. Floros, J. D. 1993. Shelf Life Prediction of Packaged Foods. Di dalam: Shelf Life Studies of Foods and Beverages. Charalambous, G. (ed). Elsevier Publishing, New York. Heldman, D. R. dan R. P. Singh. 1981. Food Process Engineering. AVI Publishing Company, Connecticut.
78
Indrasti, D. 2004. Pemanfaatan Tepung Talas Belitung (Xanthosoma sagittifolium) dalam Pembuatan Cookies. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor. Isse, M. G., H. Schuchmann, dan H. Schubert. 1992. Divided sorption isotherm concept an alternative way to describe sorption isotherm data. J. Food Eng. 16 : 147 – 157. Jalal, F. dan S. M. Atmojo. 1998. Peranan Fortifikasi dalam Penanggulangan Kemiskinan Zat Gizi Mikro. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta. Juran, J. M. 1989. Juran on Quality by Design. Mac Miller Company, Inc., USA. Kartasapoetra, G. dan Marsetyo, H. 2002. Ilmu Gizi: Korelasi Gizi, Kesehatan, dan Produktivitas Kerja. Rineka Cipta, Jakarta. Kodyat, Kosen, dan dePee. 1998. Iron Deficiency in Indonesia: Current situation and intervention. Nutr Research, 18(12): 1953-1963. Labuza, T. P. 1982. Shelf Life Dating of Foods. Food and Nutrition Press Inc., Westport, Conneticut. ___________. 2001. Creation of Moisture Sorption Isothermis for Hygroscopic Materials. http://www.faculty.che.umn.edu. [28 Januari 2006]. Lachance, P.A. dan J. C.Bauernfeind Concepts and Practices of Nutrifying Foods. Di dalam: Bauernfeind, J. C. dan P. A. Lachance (eds.). Nutrient Additions to Food: Nutritional, Technological, and Regulatory Aspects. Food and Nutrition Press Inc., Connecticut. Lawless, H. T. dan H. Heymann. 1999. Sensory Evaluation of Food. Kluwer Academic/Plenium Publishers, New York. Limson, J. 2001. Carotino Biscuits (Munching Away at Micronutrient Deficiencies). http://www.scienceinafrica.co.za. [6 Januari 2006]. LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia). 2004. Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta. Lotfi, M. dan R. J. H. Merx. 1996. Micronutrient Fortification of Food. Micronutrient Initiative and International Agricultural Centre, Canada, Netherland. Manley, D. 2000. Technology of Biscuits, Crackers, and Cookies. Third edition. Woodhead Publishing Limited, Cambridge.
79
. 2001. Biscuit, Cracker, and Cookie Recipes for The Food Industry. Woodhead Publishing Limited, Cambridge. Matz, S. A. dan T. D. Matz. 1978. Cookies and Crackers Technology. The AVI Publishing Co. Inc., Texas. Meilgaard, M., G. V. Civille, dan B. T. Carr. 1999. Sensory Evaluation Techniques. Third edition. CRC Press, New York. Muhandri, T. dan D. Kadarisman. 2005. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Moskowitz, H. R. 2000. R&D-Driven Products Evaluation in the Early Stage of Development. Di dalam: Brody, A. L. dan J. B. Lord (eds.). Developing New Food Products for a Changing Marketplace. CRC Press, Boca Raton. Naryanto, P. dan S. Kumalaningsih. 1999. Pemanfaatan Pati Garut Termodifikasi (Starch Phosphate) Sebagai Bahan Pensubstitusi Tepung Terigu pada Pembuatan Me Instan Kering. Makalah. Disampaikan pada Seminar Nasional Teknologi Pangan, 12-13 Oktober 1999 di Jakarta. Nielsen, S. S. 2003. Food Analysis Laboratoy Manual. Kluwer Academic/Plenium Publishers, New York. Purnomo, H. 1995. Aktivitas Air dan Peranannya dalam Pengawetan Pangan. UIPress, Jakarta. Robertson, G. L. 1993. Food Packaging Principles and Practices. Marcel Dekker Inc., New York. Sayuti, K. 2002. Profil Biokimia Darah Ibu Hamil yang Diberi Cookies Difortifikasi Zat Besi, Asam Folat, Vitamin A, Vitamin C, Zat Seng, dan Zat Iodium. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Setiawan, H. A. 2005. Penentuan Umur Simpan Produk Biskuit Marie dengan Metode Accelerated Shelf-Life Testing (ASLT). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sizer, F. S. dan E. N. Whitney. 2000. Nutrition: Concepts and Controversies. Eighth Edition. Wadsworth, Stamford. Soekardjo, H. M. 1995. Pertolongan Pertama: Dokter di Rumah Anda. Terjemahan: Smith, T. (ed). Family Doctor: Home Advisor. Dian Rakyat, Jakarta.
80
Soekarto, S. T. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Penelitian. Bhratara Karya Aksara, Jakarta. Syarief, R. dan H. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Pusat Antar Universitas Rekayasa Proses Pangan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Syarief, R., S. Santausa, dan B. Isyana. 1989. Buku dan Monograf Teknologi Pengemasan Pangan. Laboratorium Rekayasan Proses Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tanumihardjo, S. A. 2002. Vitamin A and Iron Status Are Improved by Vitamin A adnd Iron Supplementation in Pregnant Women. Journal of American Society for Nutritional Sciences: 1909-1912. UNICEF (United Nations Children’s Fund) dan WHO (World Health Organization). 2004. Low Birth Weight: Country, Regional, and Global Estimates. http://www.undp.org. [3 Mei 2006]. Van den Berg. C. dan S. Bruin. 1981. Water Activity and Its Estimation in Food System. Theoritical Aspects. Academy Press, New York. Walpole, R. E. 1990. Pengantar Statistika. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Lampiran 1. Formulir Uji Preferensi dan Uji Segitiga CNF dan CF
UJI PREFERENSI (KESUKAAN) COOKIES NAMA
:
TANGGAL
:
NO. TELP
:
TIPE SAMPEL : COOKIES
Instruksi : 1. Cicipilah produk yang sebelah kiri terlebih dahulu, dan kemudian yang sebelah kanan. 2. Tersedia air minum untuk menetralkan indera perasa saat pencicipan. 3. Tentukan 1 sampel yang lebih Anda sukai dan lingkarilah kode sampel tersebut.
Kode Sampel : 862
245
Terima kasih banyak atas bantuan Anda.
UJI SEGITIGA NAMA :
TANGGAL
:
NO. HP :
TIPE SAMPEL
: COOKIES
Informasi dan Instruksi : 1. Tersedia 3 sampel cookies. 2. Tuliskan kode sampel di tempat yang telah tersedia di bawah ini. 3. Tentukan 1 sampel yang berbeda (apabila menurut anda tidak ada yang berbeda, mohon ditebak). 4. Netralkan dengan AMDK pada tahap pencicipan. Kode Sampel :
______
_____
______
Yang berbeda : ______
Komentar : _________________________________________________________________________ Terima kasih banyak atas bantuan Anda.
Lampiran 2. Jumlah Minimum Penilaian yang Diperlukan untuk Menyatakan Signifikansi pada Dua Level Probabilitas untuk Uji Preferensi Berpasangan (Two-Tailed, P = ½) (Lawless dan Heymann, 1999)
Jumlah Panelis (n) 7
Jumlah Minimum Penilaian pada Level Probabilitas: 0.05 0.01 7 -
Jumlah Panelis (n) 32
Jumlah Minimum Penilaian pada Level Probabilitas: 0.05 0.01 23 24
8
8
8
33
23
25
9
8
9
34
24
25
10
9
10
35
24
26
11
10
11
36
25
27
12
10
11
37
25
27
13
11
12
38
26
28
14
12
13
39
27
28
15
12
13
40
27
29
16
13
14
41
28
30
17
13
15
42
28
30
18
14
15
43
29
31
19
15
16
44
29
31
20
15
17
45
30
32
21
16
17
46
31
33
22
17
19
47
31
33
23
17
19
48
32
34
24
18
19
49
32
34
25
18
20
50
33
35
26
19
20
60
39
41
27
20
21
70
44
47
28
20
22
80
50
52
29
21
22
90
55
58
30
21
23
100
61
64
31
22
24
Lampiran 3. Jumlah Minimal dari Jawaban Benar dalam Uji Segitiga (Meilgaard et al., 1999)
n
α 0.40
0.30
0.20
0.10
0.05
0.01
0.001
10
5
5
6
6
7
8
9
11
5
5
6
7
7
8
10
12
5
6
6
7
8
9
10
13
6
6
7
8
8
9
11
14
6
7
7
8
9
10
11
15
6
7
8
8
9
10
12
16
7
7
8
9
9
11
12
17
7
8
8
9
10
11
13
18
7
8
9
10
10
12
13
19
8
8
9
10
11
12
14
20
8
9
9
10
11
13
14
21
8
9
10
11
12
13
15
22
9
9
10
11
12
14
15
23
9
10
11
12
12
14
16
24
10
10
11
12
13
15
16
25
10
11
11
12
13
15
17
26
10
11
12
13
14
15
17
27
11
11
12
13
14
16
18
28
11
12
12
14
15
16
18
29
11
12
13
14
15
17
19
30
12
12
13
14
15
17
19
31
12
13
14
15
16
18
20
32
12
13
14
15
16
18
20
33
13
13
14
15
17
18
21
34
13
14
15
16
17
19
21
35
13
14
15
16
17
19
22
36
14
14
15
17
18
20
22
42
16
17
18
19
20
22
25
48
18
19
20
21
22
25
27
Keterangan :
n = jumlah panelis α = nilai probabilitas = 100% – taraf kepercayaan (%)
Lampiran 4. Kuesioner Atribut Utama dari Produk Cookies / Biskuit
Kuesioner Atribut Utama dari Produk Cookies / Biskuit
Nama
: ……………………………………………………
Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan *) Usia
: ................ tahun
Pekerjaan
: Pelajar / Mahasiswa / Wiraswasta / Lain-lain *), sebutkan ............
Apakah yang Anda utamakan dari sebuah produk cookies / biskuit ? Urutkan atribut di bawah ini dari 1 – 4 (1 = paling penting, 4 = paling tidak penting)
(.....) Warna (.....) Tekstur (renyah; tekstur yang tidak lembek) (.....) Aroma (.....) Rasa manis
Terimakasih banyak atas kesediannya untuk meluangkan waktu, pemikiran, dan pendapat. Bantuan Anda sangat berarti bagi saya.
*) lingkarilah pilihan Anda - Steisianasari Mileiva (08128651158) Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB -
Lampiran 5. Formulir Multiple Comparison Test Kerenyahan Cookies
Multiple Comparison Test Nama/No.Hp Tanggal Instruksi
: : : Bandingkan kerenyahan produk yang disajikan terhadap produk pembanding dan berilah tanda √ pada pernyataan yang sesuai dengan penilaian Anda.
Kelompok Sampel A Penilaian
878
117
392
659
742
421
226
286
Amat sangat kurang renyah Sangat kurang renyah Kurang renyah Agak kurang renyah Sama Agak lebih renyah Lebih renyah Sangat lebih renyah Amat sangat lebih renyah
Kelompok Sampel B Penilaian Amat sangat kurang renyah Sangat kurang renyah Kurang renyah Agak kurang renyah Sama Agak lebih renyah Lebih renyah Sangat lebih renyah Amat sangat lebih renyah --Terima kasih--
Lampiran 6. Hasil Uji Paired-Samples T Test Kadar Air CNF dan CF T-Test Paired Samples Statistics
Pair 1
CNF CF
Mean 2.718675 2.351125
N
Std. Deviation .1064088 .0245880
4 4
Std. Error Mean .0532044 .0122940
Paired Samples Correlations N Pair 1
CNF & CF
Correlation -.331
4
Sig. .669
Paired Samples Test Paired Differences
Pair 1
CNF - CF
t
Sig. (2tailed)
df
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
.3675500
.1168695
.0584347 .1815846
.5535154 6.290
3
.008
Rata-rata kadar air CNF dan CF berbeda nyata pada level probabilitas (α) 0.05.
Lampiran 7. Hasil Uji Paired-Samples T Test Kadar Abu CNF dan CF T-Test Paired Samples Statistics
Pair 1
CNF CF
Mean 1.187250 1.311825
N 4 4
Std. Deviation .0382708 .0254673
Std. Error Mean .0191354 .0127336
Paired Samples Correlations N Pair 1
CNF & CF
4
Correlation -.502
Sig. .498
Paired Samples Test
Mean
Paired Differences Std. 95% Confidence Std. Error Interval of the Mean Difference Deviation Lower
Pair 1
CNF - CF
-.1245750
.0556093
.0278046 -.2130617
t
df
Sig. (2tailed)
3
.021
Upper -.0360883
-4.480
Rata-rata kadar abu CNF dan CF berbeda nyata pada level probabilitas (α) 0.05.
Lampiran 8. Hasil Uji Paired-Samples T Test Kadar Protein CNF dan CF T-Test Paired Samples Statistics
Pair 1
Mean 7.008175 6.692200
CNF CF
N
Std. Deviation .1709965 .2283156
4 4
Std. Error Mean .0854982 .1141578
Paired Samples Correlations N Pair 1
CNF & CF
Correlation -.949
4
Sig. .051
Paired Samples Test
Paired Differences
Pair 1
CNF - CF
.3159750
.3943267
.1971634
df
3
.207
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper
Std. Std. Error Deviation Mean
Mean
t
Sig. (2tailed)
-.3114868
.9434368
1.603
Rata-rata kadar protein CNF dan CF tidak berbeda nyata pada level probabilitas (α) 0.05.
Lampiran 9. Hasil Uji Paired-Samples T Test Kadar Lemak CNF dan CF T-Test Paired Samples Statistics
Pair 1
CNF CF
Mean 20.487100 20.537425
N 4 4
Std. Deviation .0689043 .2275667
Std. Error Mean .0344522 .1137833
Paired Samples Correlations N Pair 1
CNF & CF
4
Correlation .281
Sig. .719
Paired Samples Test Paired Differences
Pair CNF 1 - CF
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper
-.0503250
.2184764
.1092382
-.3979697 .2973197
t
df
-.461
3
Rata-rata kadar lemak CNF dan CF tidak berbeda nyata pada level probabilitas (α) 0.05.
Sig. (2tailed)
.676
Lampiran 10. Hasil Uji Paired-Samples T Test Kadar Karbohidrat CNF dan CF T-Test Paired Samples Statistics
Pair 1
CNF CF
Mean 66.086025 67.082675
N 4 4
Std. Deviation .1137327 .5753004
Std. Error Mean .0568664 .2876502
Paired Samples Correlations N Pair 1
CNF & CF
4
Correlation -.727
Sig. .273
Paired Samples Test Paired Differences
Mean Pair 1
CNF - CF
-.9966500
Std. Deviation .6626468
t
df
Sig. (2tailed)
3
.057
95% Confidence Interval of the Difference
Std. Error Mean .3313234
Lower
Upper
-2.0510690
.0577690
-3.008
Rata-rata kadar karbohidrat CNF dan CF tidak berbeda nyata pada level probabilitas (α) 0.05.
Lampiran 11. Hasil Uji Paired-Samples T Test Kadar Serat Kasar CNF dan CF T-Test Paired Samples Statistics
Pair 1
CNF CF
Mean 2.487775 2.024750
N
Std. Deviation .2536404 .3221004
4 4
Std. Error Mean .1268202 .1610502
Paired Samples Correlations N Pair 1
CNF & CF
4
Correlation -.810
Sig. .190
Paired Samples Test Paired Differences
Mean Pair CNF 1 - CF
.4630250
Std. Std. Error Deviation Mean .5481580
.2740790
t
df
Sig. (2tailed)
3
.190
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper -.4092167
1.3352667
1.689
Rata-rata kadar serat kasar CNF dan CF tidak berbeda nyata pada level probabilitas (α) 0.05.
Lampiran 12. Hasil Uji Paired-Samples T Test Nilai Energi CNF dan CF
T-Test Paired Samples Statistics
Pair 1
Mean 486.711800 488.035325
CNF CF
N 4 4
Std. Deviation .4032335 1.1070165
Std. Error Mean .2016168 .5535083
Paired Samples Correlations N Pair 1
CNF & CF
4
Correlation .466
Sig. .534
Paired Samples Test Paired Differences
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
t
CNF - CF
-1.3235250
.9858819
Sig. (2tailed)
3
.075
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Pair 1
df
.4929410 -2.8922831
Upper .2452331
-2.685
Rata-rata nilai kalori CNF dan CF tidak berbeda nyata pada level probabilitas (α) 0.05.
Lampiran 13. Perhitungan Penambahan Fortifikan yang Dilakukan Industri Mitra (dari data per kg adonan menjadi per 100 g cookies) Rata-rata rendemen cookies = 82.5% 82.5 × 1000 g adonan = 825 g cookies 100 Rata-rata kadar air cookies
Fortifikan per kg adonan
= 2.35%
Fortifikan per 100 g cookies (berat basah) (perhitungan rendemen)
Fortifikan per 100 g cookies (berat kering)
1. Vitamin A ditambahkan 0.16g per kg adonan. Data tersebut tidak dapat dikonversi ke dalam satuan vitamin A (RE ataupun IU). 2. Asam Folat 0.011 g asam folat 0.01 g asam folat (0.01 − 0.0002) g asam folat × 825 g ⇒ ⇒ (825 − 19.39) g cookies 1000 g adonan 825 g cookies
⇒ 1100µg / 100 g cookies 3. Vitamin C 0.97 g vit C 0.80 g vit C (0.80 − 0.02 ) g vit C × 825 g ⇒ ⇒ (825 − 19.39) g cookies 1000 g adonan 825 g cookies
⇒ 97 mg / 100 g cookies 4. Fe
(0.24 − 0.01) g Fe 0.30 g Fe 0.25 g Fe × 825 g ⇒ ⇒ (825 − 19.39) g cookies 1000 g adonan 825 g cookies ⇒ 30 mg / 100 g cookies
5. ZnSO4 Bobot Zn =
Ar Zn 65.38 × bobot ZnSO4 = × 0.45 g = 0.18 g Mr ZnSO4 161.45
(0.15 − 0.003) g Zn 0.18 g Zn 0.15 g Zn × 825 g ⇒ ⇒ (825 − 19.39) g cookies 1000 g adonan 825 g cookies ⇒ 18.22 mg / 100 g cookies
6. KIO3 Bobot I =
Ar I 126.9 × bobot KIO3 = × 0.004 g = 0.00237 g Mr KIO3 214
(1.96 − 0.05) mg Zn 1.96 mg Zn 2.37 mg Zn × 825 g ⇒ ⇒ (825 − 19.39) g cookies 825 g cookies 1000 g adonan ⇒ 237µg / 100 g cookies
Lampiran 14. Rekapitulasi Data Uji Hedonik Atribut Warna Cookies
Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rata-rata Keterangan:
Cookies Non Fortifikasi 3 4 3 3 4 5 3 3 3 4 4 3 3 3 3 4 3 3 3 3 4 4 3 5 3 3 3 3 4 3 3.4
Cookies Fortifikasi 3 3 3 3 4 5 3 3 3 4 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 4 4 3 5 3 4 3 3 4 3 3.4
1 = sangat tidak suka 2 = tidak suka 3 = netral 4 = suka 5 = sangat suka
Panelis adalah ibu hamil dengan usia kandungan di atas 3 bulan. Mereka berdomisili di berbagai daerah di Kabupaten dan Kotamadya Bogor.
Lampiran 15. Rekapitulasi Data Uji Hedonik (Rating) Atribut Tekstur Cookies
Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rata-rata Keterangan:
Cookies Non Fortifikasi 4 3 4 4 3 3 4 4 3 3 3 3 3 4 3 4 3 3 3 3 4 4 4 5 3 4 3 3 3 3 3.4
Cookies Fortifikasi 4 3 4 4 4 3 5 4 3 3 4 3 3 4 3 4 3 3 3 3 4 4 4 5 3 4 3 3 3 3 3.5
1 = sangat tidak suka 2 = tidak suka 3 = netral 4 = suka 5 = sangat suka
Panelis adalah ibu hamil dengan usia kandungan di atas 3 bulan. Mereka berdomisili di berbagai daerah di Kabupaten dan Kotamadya Bogor.
Lampiran 16. Rekapitulasi Data Uji Hedonik (Rating) Atribut Rasa Cookies Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rata-rata Keterangan:
Cookies Non Fortifikasi 4 4 2 3 4 4 5 4 5 3 4 3 4 5 4 2 4 5 4 3 3 4 5 4 3 3 5 5 5 3 3.9
Cookies Fortifikasi 4 5 2 3 3 4 5 4 5 3 3 3 4 5 4 2 3 4 5 3 3 4 5 4 3 4 4 5 4 3 3.8
1 = sangat tidak suka 2 = tidak suka 3 = netral 4 = suka 5 = sangat suka
Panelis adalah ibu hamil dengan usia kandungan di atas 3 bulan. Mereka berdomisili di berbagai daerah di Kabupaten dan Kotamadya Bogor.
Lampiran 17. Hasil Uji Paired-Samples T Test Skor Kesukaan Atribut Warna Cookies T-Test Paired Samples Statistics
Pair 1
CNF CF
Mean
N
3.40 3.37
30 30
Std. Deviation .621 .615
Std. Error Mean .113 .112
Paired Samples Correlations Pair 1
CNF & CF
N 30
Correlation .866
Sig. .000
Paired Samples Test Paired Differences Mean
Pair 1 CNF CF
.03
Std. Std. Error Deviation Mean
.320
t
df
Sig. (2tailed)
.571
29
.573
95% Confidence Interval of the Difference Lower -.09
.058
Upper .15
Rata-rata skor kesukaan atribut warna CNF dan CF tidak berbeda nyata (α = 0.05).
Lampiran 18. Hasil Uji Paired-Samples T Test Skor Kesukaan Atribut Tekstur Cookies T-Test Paired Samples Statistics
Pair 1
CNF CF
Mean
N
3.43 3.53
30 30
Std. Deviation .568 .629
Std. Error Mean .104 .115
Paired Samples Correlations Pair 1
CNF & CF
N 30
Correlation .875
Sig. .000
Paired Samples Test Paired Differences Mean
Pair 1CNF - CF
-.10
t
df
Sig. (2tailed)
Std. Std. Error 95% Confidence Interval Deviation Mean of the Difference
.305
.056
Lower -.21
Upper .01 -1.795 29
Rata-rata skor kesukaan atribut tekstur CNF dan CF tidak berbeda nyata (α = 0.05).
.083
Lampiran 19. Hasil Uji Paired-Samples T Test Skor Kesukaan Atribut Rasa Cookies T-Test Paired Samples Statistics Mean Pair 1
CNF CF
N
Std. Std. Error Deviation Mean 30 .900 .164 30 .898 .164
3.87 3.77
Paired Samples Correlations Pair 1
N 30
CNF & CF
Correlation .814
Sig. .000
Paired Samples Test Paired Differences Mean
Pair 1 CNF - CF
.10
t Std. Std. Error Deviation Mean
.548
.100
df Sig. (2tailed)
95% Confidence Interval of the Difference Lower -.10
Upper .30 1.000
29
Rata-rata skor kesukaan atribut rasa CNF dan CF tidak berbeda nyata (α = 0.05).
.326
Lampiran 20. Hasil Uji Analisis Sidik Ragam (ANOVA) Skor Kesukaan Perisa Cookies Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Type III Sum df Mean Square of Squares Model 1305.689 32 40.803 PANELIS 20.889 29 .720 SAMPEL .356 2 .178 Error 40.311 58 .695 Total 1346.000 90 a R Squared = .970 (Adjusted R Squared = .954)
F
Sig.
58.707 1.036 .256
.000 .442
.775
Nilai signifikansi sampel adalah 0.775. Nilai ini lebih besar daripada 0.05 sehingga kesimpulan yang diambil: ketiga perisa tidak berbeda nyata (α = 0.05). Lampiran 21. Hasil Uji Friedman Test Perisa Cookies NPar Tests Friedman Test Ranks SKOR_1 SKOR_2 SKOR_3
Mean Rank 1.93 2.00 2.07
Test Statistics N Chi-Square df Asymp. Sig. a Friedman Test Keterangan:
30 .267 2 .875
SKOR_1 SKOR_2 SKOR_3
= Perisa Susu = Perisa Keju = Perisa Coklat
Skala = 1 – 3 (diurutkan dari yang paling disukai sampai yang kurang disukai) Nilai Asymp. signifikansi adalah 0.875. Nilai ini lebih besar daripada 0.05 sehingga kesimpulan yang diambil: ketiga perisa tidak berbeda nyata (α = 0.05).
Lampiran 22. Rekapitulasi Data Hasil Survei Atribut Utama Cookies No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Jenis Usia Kelamin Rubiyah P 48 Abdul Rojak L 46 Sobirin L 46 Sidik L 45 Gatot Supriadi L 45 Endang L 43 Sukarna L 40 Dian Herawati P 31 Yahya L 30 Dodi Gumilar P 30 Darsih P 24 Anton L 24 Rusmianto L 23 Inggrid P 22 Yulizar L 22 Ratry P 21 Karen P 21 Fenni P 21 Yayah P 21 Vivi P 21 Aminullah L 21 Eprim L 21 Arti P 20 Kikie P 20 Apsari P 20 Ricci L 19 Yanti Suryati P 16 Febrina P 16 Clarissa P 16 Stevania P 15 Anastasia Novi P 15 Marsha L 15 Regina P 15 Kevin L 15 Andi Pratama L 15 Sella Anggraeni P 15 Mayco L 15 Hendri Anugrah P 15 Jennike L 12 Satrio Putra L 10 Rata-rata Skor Nama
Pekerjaan PNS Laboran Teknisi Teknisi PNS Karyawan Laboran Dosen Teknisi Teknisi Pegawai Lulusan S1 Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa SMA SMA SMA SMA SMA SMA SMA SMA SMA SMA SMA SMA SD SD
Warna Tekstur 3 3 3 4 4 3 1 4 4 1 3 3 3 4 4 2 1 1 3 2 2 4 3 3 2 1 4 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3.1
2 1 4 1 1 1 2 2 2 3 2 2 1 1 1 1 2 2 1 1 1 2 2 1 1 3 1 1 1 2 1 1 1 3 1 3 1 2 1 1 1.6
Aroma Rasa Manis 4 2 2 2 2 4 3 3 3 4 1 4 4 2 2 3 3 4 2 3 3 1 1 4 4 2 3 2 3 4 2 2 2 2 3 1 2 3 3 4 2.7
1 4 1 3 3 2 4 1 1 2 4 1 2 3 3 4 4 3 4 4 4 3 4 2 3 4 2 4 2 1 3 3 3 1 2 2 3 1 2 2 2.6
Lampiran 23. Hasil Friedman Test Atribut Utama Cookies
Friedman Test Ranks Mean Rank SKOR_1 SKOR_2 SKOR_3 SKOR_4 Test Statistics N Chi-Square df Asymp. Sig. a Friedman Test
3.10 1.58 2.70 2.63
40 30.510 3 .000
Keterangan: SKOR_1 : Atribut warna SKOR_2 : Atribut tekstur SKOR_3 : Atribut aroma SKOR_4 : Atribut rasa manis Skala ranking : 1 – 4 (1 = paling penting; 4 = paling tidak penting) Berdasarkan uji Friedman, diperoleh nilai Asymp.Sig adalah 0.000. Nilai ini lebih kecil daripada 0.05. Oleh karena itu, kesimpulan yang diambil adalah: keempat atribut berbeda nyata (α = 0.05).
Lampiran 24. Rekapitulasi Data Seleksi Panelis No
Nama Panelis
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Alina Primasari Aminullah Andrias Annisa Nisvianty Annisa Soraya Arief Arti Dadik Satria Eko Widayanto Elsadora Reapina Elvina Yohana Eva Handayani Evrin Fenni Rusli Hendy Herold Indach Karen Puspasari Kiki Krisnayudha Maria Dewi Muslimah Oneth Prasna Ruseno Pretty Arinigora Randy Adistya Ribka Ririn Rohana Shinta Stefanus Subekti Saputra Syarifah Zarina Widhi Widagdo Yeny Nur Putri Yoga Rahmawansah
Hasil Wawancara Uji Warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna
Hasil Uji Rasa Manis Tidak lolos (1/6) Tidak lolos (1/3) Lolos (5/6) Tidak lolos (2/6) Lolos (5/6) Tidak lolos (2/6) Tidak lolos (0/3) Tidak lolos (3/6) Tidak lolos (2/6) Tidak lolos (2/6) Tidak lolos (1/6) Lolos (4/6) Lolos (5/6) Lolos (4/6) Lolos (5/6) Lolos (5/6) Lolos (5/6) Lolos (5/6) Lolos (4/6) Tidak lolos (1/6) Lolos (4/6) Tidak lolos (1/3) Tidak lolos (0/3) Tidak lolos (3/6) Lolos (4/6) Tidak lolos (3/6) Tidak lolos (2/6) Tidak lolos (3/6) Lolos (6/6) Tidak lolos (0/3) Lolos (4/6) Lolos (5/6) Tidak lolos (1/3) Tidak lolos (1/3) Lolos (4/6)
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Panelis yang Lolos Uji Hasil Uji Tekstur Rasa Manis Andrias Lolos (5/6) Annisa Soraya Lolos (6/6) Eva Handayani Lolos (4/6) Evrin Lolos (6/6) Fenni Rusli Lolos (6/6) Hendy Lolos (6/6) Herold Lolos (6/6) Indach Lolos (5/6) Karen Puspasari Lolos (6/6) Kiki Krisnayudha Tidak lolos (0/0) Muslimah Lolos (6/6) Randy Adistya Lolos (6/6) Shinta Lolos (6/6) Subekti Saputra Lolos (6/6) Syarifah Zarina Lolos (4/6) Yoga Rahmawansah Tidak lolos (3/6)
Kondisi Cookies K2SO4 3 jam K2SO4 4 jam Baru dari kemasan Konsentrat Flavor: Kopi Coklat Pisang Susu
Kekerasan (gf) 2545.4 2326.3 2905.2
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Panelis yang Lolos Uji Tekstur Andrias Annisa Soraya Eva Handayani Evrin Fenni Rusli Hendy Herold Indach Karen Puspasari Muslimah Randy Adistya Shinta Subekti Saputra Syarifah Zarina
Hasil Uji Aroma Lolos (4/4) Tidak lolos (2/4) Tidak lolos (2/4) Tidak lolos (3/4) Lolos (4/4) Lolos (4/4) Lolos (4/4) Lolos (4/4) Lolos (4/4) Lolos (4/4) Lolos (4/4) Lolos (4/4) Tidak lolos (2/4) Tidak lolos (2/4)
Lampiran 25. Rekapitulasi Data Multiple Comparison Test CNF
Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Rata-rata
Blind Control 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
RH Penyimpanan NaCl KCl (76.9%) (85.0%) 4 3 4 3 4 2 5 3 5 3 4 3 4 3 4 3 4 2 4.2 2.8
KNO3 (93.6%) 2 1 1 2 2 1 1 1 1 1.2
Lampiran 26. Rekapitulasi Data Multiple Comparison Test CF
Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Rata-rata
Blind Control 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
RH Penyimpanan NaCl KCl (76.9%) (85.0%) 4 3 4 2 4 3 5 3 5 3 4 3 5 3 4 3 5 3 4.4 2.9
Keterangan: 1 = amat sangat kurang renyah 2 = sangat kurang renyah 3 = kurang renyah 4 = agak kurang renyah 5 = sama 6 = agak lebih renyah 7 = lebih renyah 8 = sangat lebih renyah 9 = amat sangat lebih renyah
KNO3 (93.6%) 2 1 1 2 1 1 1 1 2 1.3
Lampiran 27. Modifikasi Model-model Sorpsi Isothermis dari Persamaan Non Linear Menjadi Persamaan Linear 1. Persamaan Hasley Aw = exp[-P(1)/MeP(2)] Persamaan diubah menjadi bentuk persamaan garis lurus dengan bentuk umum y = a + bx Log]ln(1/aw)] = log P(1) – P(2) log Me Dimana:
y = log[ln(1/aw)]
x = log Me
a = log P(1)
b = -P(2)
2. Persamaan Chen Clayton Aw = exp[-P(1)/(exp(P(2)Me))] Persamaan diubah menjadi bentuk persamaan garis lurus dengan bentuk umum y = a + bx Ln[ln(1/aw)] = lnP(1) – P(2) Me Dimana:
y = ln[ln(1/aw)]
x = Me
a = lnP(1)
b = -P(2)
3. Persamaan Henderson 1 – aw = exp[-KMen] Persamaan diubah menjadi bentuk persamaan garis lurus dengan bentuk umum y = a + bx Log[ln(1/(1-aw))] = log K + n log Me Dimana:
y = Log[ln(1/(1-aw))]
x = log Me
a = log K
b=n
4. Persamaan Caurie Ln Me = lnP(1) – P(2)aw Dimana:
y = Ln Me
x = aw
a = lnP(1)
b = -P(2)
5. Persamaan Oswin Me = P(1)[aw/(1-aw)]P(2) Persamaan diubah menjadi bentuk persamaan garis lurus dengan bentuk umum y = a + bx Ln Me = lnP(1) + P(2) ln[aw/(1-aw)] Dimana:
y = ln Me
x = ln[aw/(1-aw)]
a = lnP(1)
b = P(2)
Lampiran 28. Kadar Air Kesetimbangan dari Model-model Persamaan
CNF Kadar Air Kesetimbangan (%) aw Percobaan
Hasley
0.329
3.10
8.85
Chen Clayton 13.46
0.447
4.98
8.50
0.649
5.78
0.769
Henderson
Caurie
Oswin
3.92
6599.05
2.85 x 1039
12.33
5.06
605.42
2.42 x 1027
7.87
10.15
7.30
10.14
2.54 x 107
8.72
7.40
8.40
9.06
0.89
1.61 x 10-7
0.850
12.74
6.97
6.72
10.70
0.17
2.30 x 10-20
0.936
19.32
6.24
3.57
13.58
0.03
2.94 x 10-43
CF Kadar Air Kesetimbangan (%) aw Percobaan
Hasley
0.329
3.17
8.46
Chen Clayton 13.33
0.447
4.77
8.14
0.649
5.26
0.769
Henderson
Caurie
Oswin
3.66
7499.37
3.29 x 1040
12.15
4.77
647.88
1.28 x 1028
7.54
9.86
6.99
9.79
3.71 x 107
8.06
7.10
8.03
8.75
0.81
9.39 x 10-8
0.850
11.92
6.69
6.26
10.40
0.15
5.88 x 10-21
0.936
19.41
6.00
2.95
13.32
0.03
1.72 x 10-44
Lampiran 29. Penentuan WVTR dan nilai k/x Ulangan 1 Bobot 42.9859 42.9872 42.9888 42.9905 42.9920 42.9930 42.9944 42.9959 42.9971 42.9980 42.9990
Selisih 0.0013 0.0016 0.0017 0.0015 0.0010 0.0014 0.0015 0.0012 0.0009 0.0010
Hari 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
43.0020 y = 0.0013x + 42.986 2 R = 0.9935
43.0000 42.9980 42.9960 42.9940 42.9920 42.9900 42.9880 42.9860 0
Ulangan 2 Bobot 41.0907 41.0923 41.0934 41.0949 41.0966 41.0986 41.0998 41.1013 41.1026 41.1036 41.1045
Selisih
4
6
8
10
12
8
10
12
Hari 41.1060
0.0016 0.0011 0.0015 0.0017 0.0020 0.0012 0.0015 0.0013 0.0010 0.0009
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
y = 0.0014x + 41.091 R2 = 0.992
41.1040 41.1020 41.1000 41.0980 41.0960 41.0940 41.0920 41.0900 0
Luas Kemasan (Area Transmisi) d = 7.4 cm r = 3.7 cm 42.9866 cm2 0.004299 m2
Slope
2
WVTR
0.0013 0.302420 0.0014 0.325683
Rata-rata WVTR
k/x
0.3141
0.0107
2
4
6