Pola Keruangan Kualitas Hidup Petani Tembakau Di Kec. Tlogomulyo, Kec. Ngadirejo, dan Kec. Tretep Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah Sri Purwati, Ratna Saraswati, Tuty Handayani Abstrak Temanggung merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah sebagai penghasil tembakau dengan kualitas baik. Kualitas tembakau tersebut berdampak pada kualitas hidup petani. Selain kualitas tembakau, faktor lain seperti aksesibilitas, luas lahan, dan jalur distribusi pemasaran tembakau juga mempengaruhi kualitas hidup petani. Masalah dalam penelitian ini yakni bagaimana pola keruangan kualitas hidup petani tembakau di tiga kecamatan ini. Kualitas hidup yakni kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang di ukur secara objektif melalui beberapa indikator seperti pendapatan, kesehatan, pendidikan, perumahan, dan kesempatan kerja. Kualitas hidup petani dibagi menjadi tiga kelas yakni rendah, sedang, dan tinggi. Hubungan antara luas lahan dan jalur distribusi pemasaran tembakau terhadap kualitas hidup petani diuji dengan menggunakan metode Chi Square dimana hasil yang diperoleh yakni saling mempengaruhi namun hubungannya sangat rendah. Hasil dari penelitian ini yaitu pola kualitas hidup petani tembakau di tiga kecamatan tersebut menunjukkan semakin tinggi wilayah, semakin tinggi kualitas tembakau, semakin mudah aksesibilitas, semakin luas luas lahan perkebunan tembakau, serta semakin singkat distribusi pemasaran tembakau, kualitas hidup petani makin tinggi. Dan sebaliknya, makin rendah wilayah, semakin rendah kualitas tembakau, semakin sulit aksesibilitas, semakin sempit luas lahan perkebunan tembakau, serta semakin panjang distribusi pemasaran tembakau, kualitas hidup petani makin rendah. Kata Kunci : Kualitas Hidup Petani, Wilayah Ketinggian, Kualitas Tembakau Pendahuluan Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di Indonesia yang berperan dalam perekonomian nasional, yaitu sebagai salah satu sumber devisa, sumber penerimaan pemerintah dan pajak (cukai), sumber pendapatan petani dan lapangan kerja masyarakat (usaha tani dan pengolahan rokok) (Rachmat dan Nuryanti, 2009). Kondisi geografis Kabupaten Temanggung yang optimal dan potensial menjadikan daerah ini sangat baik untuk tanaman tembakau. Hal tersebut digunakan petani untuk menanam tembakau, dibandingkan menanam tanaman lain yang keuntungannya tidak begitu menjanjikan. Kualitas tembakau terbaik di Kabupaten Temanggung berada di wilayah dengan ketinggian >1000 mdpl dengan jenis tembakau Lamuk, Lamsi, Paksi sedangkan untuk kualitas sedang berada di wilayah
Pola keruangan..., Sri Purwati, FMIPA UI, 2013
dengan ketinggian ≤ 1000 mdpl dengan jenis Toalo, Tionggang, dan Swanbin (Temanggungan) (Purlani dan Rachman, 2000). Harga tembakau Temanggung bisa mencapai Rp. 70.000 bahkan lebih per kilogram, tergantung pada kualitasnya (Haryono, 1997). Ketersediaan aksesibilitas memberi pengaruh yang besar pada kehidupan masyarakat, terutama dengan perkembangan perekonomian suatu daerah yang berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan mencerminkan kualitas hidup dari individu atau kelompok. Individu atau kelompok dengan tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi berarti memiliki kualitas hidup yang lebih baik, sehingga pada akhirnya mampu untuk menciptakan kondisi yang lebih baik untuk dapat meningkatkan kebutuhan hidup mereka. Kualitas hidup dilihat sebagai sejauh mana seseorang memenuhi kebutuhan hidupnya. Lahan merupakan modal dasar dalam usaha dan kegiatan pertanian
sekaligus sebagai indikator kesejahteraan petani. Semakin luas lahan
semakin besar manfaat yang dapat diraih, semakin sejahtera pula masyarakat (petani) (Frans, 2008). Selain itu, sistem tata niaga tembakau di sini masih menggunakan sistem monopsoni yaitu penjual dalam jumlah banyak dengan jumlah pembeli yang sedikit (Dian, 2012). Hasil produksi tembakau dari petani dibeli tengkulak dengan harga lebih rendah dibandingkan dengan harga yang dibeli oleh pabrik yang menyebabkan perekonomian petani menjadi tidak pasti. Perbedaan wilayah ketinggian memungkinkan perbedaan wilayah kualitas hidup petani. Selain itu, faktor lain seperti kualitas tembakau, aksesibilitas, luas lahan, dan distribusi pemasaran tembakau juga menjadi faktor yang berkaitan dengan kualitas hidup petani. Oleh karena itu, pengujian kualitas hidup dengan variabel tersebut serta pengwilayahan kualitas hidup petani menjadi fokus dalam penelitian ini. Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu ‘Bagaimana pola keruangan kualitas hidup petani tembakau di Kec. Tlogomulyo, Kec. Ngadirejo, dan Kec. Tretep Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah?’. Tinjauan Pustaka 1) Pola Keruangan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pola yakni sesuatu yang berulang sedangkan menurut kamus Bahasa Inggris, yang dimaksud dengan pola yakni : pattern can be defined as atypical distribution of objects (point, line, area), a given or detectable organization of spatial units...
Pola keruangan..., Sri Purwati, FMIPA UI, 2013
Kalimat tersebut dapat diartikan sebagai suatu kekhasan atau keunikan dari suatu sebaran objek (berupa titik, garis, dan area) pada bagian pemukaan bumi. Dalam bahasa Indonesia, kata keruangan merupakan kata bentukan dari kata ruang, awalan ke-, dan akhiran -an, dalam hal ini memberikan makna keterkaitan. Istilah ruang merujuk pada makna keluasan yang dapat diartikan secara absolut dan relatif. Arti absolut dari ruang adalah ruang yang bersifat riil/kasat mata yang dapat diamatai secara langsung dan tidak langsung di permukaan bumi contohnya seperti daerah permukiman, daerah banjir, dan lain-lain. Arti relatif dari ruang merupakan konsep yang diciptakan oleh manusia dan bersifat persepsual semata dan tidak kasat mata contohnya seperti ruang ekonomi, ruang publik, dan lain-lain (Yunus, 2010). Jika disatukan antara definisi pola dan keruangan dapat disimpulkan bahwa pola keruangan yakni kekhasan sebaran keruangan gejala atau objek di permukaan bumi. Dalam mempelajari dan menerapkan ilmu geografi yakni ‘ruang’, dibutuhkan banyak pengetahuan dasar seperti teori lokasi. Teori lokasi menjadi dasar dalam penentuan lokasi suatu objek secara tepat dan efisien. Hal ini dilihat pada teori sektoral yang dkemumakan oleh Homner Hyot pada tahun 1930-an. Hyot berkesimpulan bahwa proses pertumbuhan kota lebih berdasarkan sektor-sektor yang sifatnya lebih bebas daripada sistem melingkar (teratur) atau konsentris seperti yang dikemukakan Burgess (lihat Gambar 1). Pengelompokan lahan kota menjadi sektoral dikarenakan kondisi geografis dan transportasi (Daldjoeni, 1988). Hoyt menemukan bahwa pajak tanah dan bangunan berbeda-beda berdasarkan sektorsektor di kota dimana pajak tertinggi tidak harus terdapat dipusat kota namun didasarkan pada fungsi-fungsi sektoral tersebut.
Gambar 1. Teori Sektor Hyot
Pola keruangan..., Sri Purwati, FMIPA UI, 2013
2) Kualitas Hidup Secara awam, kualitas hidup berkaitan dengan pencapaian kehidupan manusia yang ideal atau yang diinginkan (Kahneman dkk, 1999). Kualitas hidup berhubungan dengan kepuasan kebutuhan manusia untuk tumbuh, sejahtera, kebebasan, dan kenyamanan dalam hubungan dan pekerjaan (Anonim, 2004). Morris (1979) mengatakan bahwa pengukuran kualitas hidup dapat dilakukan dengan dua cara yakni pengukuran secara subjektif dan pengukuran secara objektif. Pengukuran secara subjektif yaitu pengukuran yang menyangkut bagaimana masyarakat merasakan sendiri pertumbuhan ekonomi (pembangunan) yang ada, apakah merasa puas, bahagia, aman, dan sikap-sikap lain yang ditunjukkan melalui perasaan (emosional) sedangkan pengukuran secara objektif yaitu mengukur dengan menggunakan pengukuran indeks kualitas hidup fisik. Dalam penelitian ini penulis memilih untuk menggunakan pendekatan secara objektif dalam mengukur kualitas hidup petani tembakau di Kabupaten Temanggung. Pendekatan secara objektif lebih mudah dan lebih mewakili secara nyata kualitas hidup petani secara spasial. BPS menggunakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai ukuran kualitas hidup yang mencakup tiga ukuran dasar yang berkaitan dengan pembangunan sumberdaya manusia, yaitu kesehatan, pendidikan, dan ekonomi. Organization of Economic and Culture Development (OECD) mengatakan bahwa indikator kualitas hidup adalah pendapatan, kesehatan, perumahan, lingkungan, stabilitas sosial, pendidikan, dan kesempatan kerja (Faturochman, 1990). Rahardjo (2005), mengukur kualitas hidup masyarakat berdasarkan kesehatan, kemiskinan, pendidikan dan latihan, kesempatan kerja, proporsi hasil, keamanan sosial, dan daya dukung sumberdaya alam. Allart (1990) membuat beberapa indikator kualitas hidup yaitu pendapatan, kesehatan, pendidikan, perumahan, pekerjaan, dan kondisi/lingkungan pekerjaan. Tabel 1 merupakan gabungan dari indikator-indikator kualitas hidup dari beberapa penjelasan sebelumnya. Dari Tabel 1 terdapat beberapa indikator yang sering disebutkan seperti kesehatan, pendapatan/ekonomi, pendidikan, perumahan, dan pekerjaan/kesempatan kerja. Indikator-indikator tersebut digunakan dalam penelitian ini. Masing-masing indikator memiliki parameter untuk menjelaskan indikator tersebut. Adapun pengambilan parameter tersebut dijelaskan pada Tabel 2.
Pola keruangan..., Sri Purwati, FMIPA UI, 2013
Tabel 1. Indikator-Indikator Kualitas Hidup Indikator KH BPS
OECD
Rahardjo
Allardt
Kesehatan
Pendapatan
Kesehatan
Pendapatan
Pendidikan
Kesehatan
Kemiskinan
Kesehatan
Ekonomi
Perumahan
Pendidikan dan Latihan
Pendidikan
Lingkungan
Kesempatan Kerja
Perumahan
Stabilitas Sosial
Proporsi Hasil
Pekerjaan
Pendidikan
Keamanan Sosial
Lingkungan Pekerjaan
Kesempatan Kerja
Daya Dukung Sumberdaya Alam
Tabel 2. Indikator dan Parameter Kualitas Hidup Indikator Kualitas Hidup
Parameter
Pendapatan
Modifikasi indikator Susenas dalam BPS
Kesehatan
Modifikasi indikator Susenas dalam BPS
Pendidikan
Modifikasi indikator Susenas dalam BPS
Perumahan
Modifikasi indikator Susenas dalam BPS
Kesempatan Kerja
Indikator kualitas hidup Rahardjo
3) Standar Mutu Tembakau Padilla (1965, dalam Abdallah, 1970) mendefinisikan bahwa mutu tembakau adalah
gabungan dari sifat fisik, kimia,
organoleptik dan
ekonomi yang
menyebabkan tembakau tersebut sesuai atau tidak untuk tujuan pemakaian tertentu. Mutu berdasarkan standar SNI 01-4101-1996, meliputi: warna, pegangan/body, aroma, posisi daun yang dipanen, kemurnian, dan kebersihan. Tujuan penyusunan standar mutu tembakau yaitu (1) Peningkatan mutu dan kesesuaian produksi pada tingkat harga yang layak peningkatan kesehatan, keamanan dan perlindungan lingkungan, dan pengurangan limbah. (2) Kesesuaian dan keandalan inter-operasi yang lebih baik untuk menghasilkan barang maupun jasa yang lebih baik Sedangkan manfaat dengan adanya standar mutu tembakau ini yaitu (1) Menjembatani dan mempermudah terjadinya transaksi antara penjual dan pembeli, (2) Mendorong terwujudnya saling percaya mempercayai antara penjual dan pembeli serta memberikan jaminan mutu. (3) Terwujudnya harga yang wajar sesuai dengan mutu. (4) Sebagai acuan dalam pemecahan masalah yang mungkin timbul dalam kegiatan pemasaran tembakau. (5) Sebagai acuan petani atau pedagang dalam menyiapkan produksinya agar sesuai dengan selera pasar/pabrik rokok. (6)
Pola keruangan..., Sri Purwati, FMIPA UI, 2013
Memberikan perlindungan terhadap keamanan, kesehatan, dan keselamatan konsumen. 4) Aksesibilitas Aksesibilitas merupakan suatu ukuran kenyamanan dan
kemudahan
mengenai cara lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain (Black, 1981). Kenyamanan dan kemudahan ini berpengaruh pada waktu tempuh yang dibutuhkan petani dalam menjual hasil produksi tembakau. Kondisi geografis seperti topografi atau morfologi mempengaruhi kelancaran aksesibilitas karena dapat menjadi penghalang untuk melakukan interaksi dengan daerah lain. Salah satu variabel yang dapat menyatakan tingkat aksesibilitas itu tinggi atau rendah dapat dilihat dari banyak atau tidaknya sistem jaringan jalan yang tersedia pada daerah tersebut. Semakin banyak sistem jaringan semakin mudah aksesibilitas yang didapat sehingga mudah di jangkau dari daerah lainnya dan sebaliknya semakin sedikit sistem jaringan semakin sulit aksesibilitas yang di dapat sehingga sulit di jangkau dari daerah lainnya (Bintarto, 1989). 5) Lahan Pertanian Lahan merupakan modal dasar dalam kegiatan pertanian/perkebunan. Penguasaan lahan bagi rumah tangga pertanian sangat erat kaitannya dengan kemampuan rumah tangga untuk memperoleh kesempatan menguasai lahan pertanian yang semakin sempit. Dari tahun ke tahun, lahan pertanian di Kabupaten Temanggung mengalami perubahan baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Namun dalam bahasan kali ini hanya dijelaskan mengenai kuantitas lahan pertanian dalam kurun waktu 1993-2003 (lihat Tabel 3). Tabel 3. Banyaknya Rumah Tangga Pertanian Penggunaan Lahan SP 1993 Luas Lahan Yang Dikuasai
SP 2003 Total Rumah
Luas Lahan Yang Dikuasai
Total Rumah
< 0,5 Ha
> 0,5 Ha
Tangga
< 0,5 Ha
> 0,5 Ha
Tangga
60.127 RT
37.432 RT
97.559
75.283 RT
41.454 RT
116.737
Sumber : Sensus Pertanian Tahun 1993 dan 2003
6) Tengkulak Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tengkulak merupakan pedagang perantara (yang membeli hasil bumi dari petani atau pemilik pertama). Hampir di setiap wilayah di Indonesia banyak dijumpai adanya tengkulak yang mengambil
Pola keruangan..., Sri Purwati, FMIPA UI, 2013
beberapa fungsi pengembangan sektor perekonomian secara informal. Fungsifungsi pengembangan sektor perekonomian yang dimasuki oleh tengkulak yakni:
Fungsi produksi
Fungsi pemasaran
Fungsi finansial
Fungsi sosial
Metodologi Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Tlogomulyo, Ngadirejo, dan Tretep dimana wilayah ketinggian merupakan satuan unit analisisnya. Variabel penelitian terdir dar wilayah
ketinggian, kualitas tembakau, aksesibilitas, kualitas hidup petani, luas
lahan dan distribusi pemasaran tembakau. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer berupa kualitas tembakau, aksesibilitas, luas lahan pertanian, jalur distribusi pemasaran, dan kualitas hidup petani. Sedangkan data sekunder berupa peta dan data tabular mengenai kependudukan dan informasi spasial (peta) yang mendukung penelitian ini. Data-data yang sudah di dapat kemudian di olah menjadi:
Pengolahan data berbasis spasial menggunakan software ArcGIS 9.3 seperti peta administrasi, penggunaan tanah, lereng, wilayah ketinggian, persebaran kualitas tembakau, jaringan jalan, dan kependudukan.
Membuat kelas kualitas hidup petani, persentase penduduk sebagai petani tembakau, persentase penduduk bersekolah, persentase penduduk tidak bersekolah, persentase rumah permanen, luas lahan dan distribusi pemasaran tembakau
Kelas kualitas hidup petani, luas lahan, dan distribusi pemasaran tembakau dilakukan
uji
korelasi
untuk
melihat
ada
atau
tidaknya
hubungan
antarvariabelnmenggunakan metode Chi Square melalui SPSS Statistic 17.0
Membuat peta kualitas hidup petani berdasarkan kelas kualitas hidup dari tiap sampel
Melihat hubungan antara wilayah ketinggian, aksesibilitas, luas lahan, distribusi pemasaran, dan kualitas hidup petani tembakau Analisis data dilakukan dengan cara melakukan analisis secara spasial
(keruangan). Analisis spasial akan dijelaskan secara deskriptif atau dengan
Pola keruangan..., Sri Purwati, FMIPA UI, 2013
pembuatan deskripsi, gambaran secara sistematik, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diteliti. Analisis spasial akan dilihat dari hubungan antara wilayah ketinggian, kualitas tembakau, aksesibilitas, luas lahan, dan distribusi pemasaran tembakau untuk mendapatkan pola keruangan kualitas hidup petani tembakau. Hasil dan Pembahasan 1) Kualitas dan Harga Tembakau Temanggung Kualitas tembakau Temanggung dipengaruhi oleh keadaan/kondisi fisik wilayah dan campur tangan petani selama proses penanaman sampai pemetikan hasil tembakau. Kondisi fisik wilayah tersebut meliputi hadapan lereng terhadap datangnya sinar matahari, ketinggian, jenis tanah, dan curah hujan. Sedangkan campur tangan petani meliputi teknik budidaya tanaman tembakau meliputi pembibitan, pengolahan tanah, pemupukan, penanaman, sampai pemanenan tembakau. Intervensi (campur tangan) dalam tanaman tembakau antara petani satu dengan yang lain berbeda-beda tergantung dari ketelitian dan keuletan petani. Tembakau Temanggung memiliki kualitas yang berbeda-beda dimana semakin ke selatan (Gunung Sumbing) dan semakin tinggi suatu daerah semakin baik kualitasnya, semakin ke utara (Gunung Perahu) dan semakin rendah suatu daerah maka semakin rendah kualitasnya (lihat Peta 1). Kualitas tembakau yang terbaik di Kabupaten Temanggung yakni Lamuk sering menghasilkan srintil yang menjadi primadona pada masa panen di kabupaten ini. Selain Lamuk, Lamsi juga termasuk tembakau berkualitas baik. Tionggang, Paksi, Swanbin, Swatinjang merupakan tembakau dengan kualitas sedang. Tualo dan Sawah merupakan tembakau dengan kualitas rendah.
Pola keruangan..., Sri Purwati, FMIPA UI, 2013
Peta 1. Kualitas Tembakau Kabupaten Temanggung Tabel 4. Harga Jual Tembakau Tahun 2012 Kualitas
Harga (Rupiah) Maksimal
Minimal
Rata-rata
1. Lamuk
600-700 ribu
50-80 ribu
250 ribu
2. Lamsi
200 ribu
50-80 ribu
125 ribu
3. Tionggang
150 ribu
30-50 ribu
80 ribu
4. Paksi
110 ribu
50 ribu
80 ribu
5. Swanbin
90 ribu
45 ribu
60 ribu
6. Swatinjang
80 ribu
30 ribu
60 ribu
7. Tualo
60 ribu
20 ribu
40 ribu
8. Sawah
50 ribu
20 ribu
30 ribu
Sumber : Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), 2013
Karena kualitas tembakau yang berbeda-beda maka harga jualnya pun berbeda-beda. Semakin tinggi kualitas maka semakin tinggi pula harga jualnya (lihat Tabel 4). Harga tembakau bukan ditentukan oleh petani tembakau (penjual) melainkan oleh pabrik (pembeli). Penentuan harga yang dilakukan oleh pabrik didasari oleh standarisasi tembakau rajangan Temanggung dalam SNI 01-41041996. Antara pabrik satu dengan yang lainnya pun terjadi perbedaan dalam penentuan harga tembakau karena banyaknya permintaan tembakau pada pabrik tersebut.
Pola keruangan..., Sri Purwati, FMIPA UI, 2013
2) Wilayah Ketinggian Penanaman tembakau di Kabupaten Temanggung dilakukan di tegalan dan sawah, namun lebih didominasi penanaman tembakau di tegalan. Perbedaan penanaman tembakau antara tegalan dan sawah dilihat dari waktu mulai tanam dan lamanya penanaman tembakau. Waktu mulai penanaman tembakau di tegalan biasanya lebih awal dibandingkan dengan penanaman di sawah (lihat Tabel 5). Hal ini dikarenakan kondisi tegalan yang terjal (kemiringan lereng tinggi) sehingga air mudah lolos dan tidak dapat menyimpan air dalam waktu lama. Kondisi ini berbeda dengan penanaman di sawah dimana memiliki air dalam jumlah yang cukup terutama pada sawah irigasi. Penggunaan lahan tegalan ini berada pada ketinggian diatas 1000 mdpl sedangkan untuk lahan sawah berada pada ketinggian dibawah 1000 mdpl. Tabel 5, Masa Tanam Dan Masa Panen Tanaman Tembakau Bulan
penanaman tembakau
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Tegalan Sawah Keterangan masa tanam dan masa pertumbuhan masa panen bukan tanam/panen tembakau Sumber : Pengolahan Data 2013
3) Aksesibilitas Aksesibilitas merupakan salah satu faktor penunjang dalam perkembangan perekonomian suatu daerah, semakin baik kondisi jalan semakin baik pula perekonomian wilayah tersebut. Namun, kondisi topografi suatu wilayah menjadi hambatan akan interaksi di suatu daerah. Dalam bahasan ini, ketinggian dan kondisi topografi yang bergelombang menjadi hambatan dalam pemasaran tembakau dimana makin tinggi suatu daerah maka kondisi topografi yang bergelombang makin mudah untuk di temui. Kondisi jalan di daerah seperti ini tidak memungkinkan kendaraan seperti mobil truk untuk mengangkut tembakau dapat melewatinya. Maka cara yang dapat digunakan untuk mengangkut tembakau menggunakan mobil dengan ukuran yang lebih kecil. Namun hal tersebut tidak efisien jika hasil tembakau
Pola keruangan..., Sri Purwati, FMIPA UI, 2013
sangat banyak maka dapat memperbesar biaya produksi yang berdampak pada berkurangnya pendapatan petani. Selain itu, semakin jauh suatu daerah dengan tempat penampungan hasil tembakau semakin besar pula biaya yang dikeluarkan untuk mengangkut hasil tembakau. Kecamatan Tlogomulyo merupakan kecamatan yang berdekatan dengan kota dimana terdapat banyak sistem jaringan jalan menjadikan kecamatan ini memiliki kemudahan dari segi aksesibilitas namun sayangnya perkebunan tembakau kecamatan ini berada di atas pegunungan yang memiliki kondisi jalan bergelombang dimana hanya dapat dilalui oleh mobil dengan ukuran sedang atau yang lebih kecil dari itu. Secara umum, aksesibilitas Kecamatan Ngadirejo dapat dikatakan baik dan memiliki jaringan jalan yang banyak seperti adanya jalan kolektor dan jalan lokal. Hal ini menjadikan, daerah tersebut dapat dilalui oleh kendaraan bermotor besar seperti mobil truk maka biaya pengangkutan di Kecamatan Ngadirejo tergolong rendah. Sedangkan untuk Kecamatan Tretep memiliki kondisi jalan bergelombang dan hanya memiliki kelas jalan lokal yang dilalui oleh mobil bak terbuka dan kendaraan yang berukuran lebih kecil serta kecamatan ini memiliki jarak yang jauh dari kota atau pusat pengumpul tembakau maka biaya pengangkutan tembakau besar sehingga berdampak pada pendapatan petani yang semakin berkurang. 4) Kualitas Hidup Petani Kualitas hidup petani tersebut dilihat dari pendapatan yang diperoleh dimana mempengaruhi materi petani. Selain itu, kualitas hidup petani dapat di lihat melalui kondisi bangunan rumah, kepemilikan barang elektronik dan kendaraan bermotor, kesehatan, dan pekerjaan. Indikator kualitas hidup yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari pendapatan, kesehatan, pendidikan, permukiman, dan kesempatan kerja. Secara umum Kecamatan Tlogomulyo memiliki kualitas hidup petani yang tinggi, Kecamatan Ngadirejo memiliki kualitas hidup petani yang sedang, sedangkan Kecamatan Tretep memiliki kualitas hidup petani yang rendah. Untuk melihat persebaran kualitas hidup petani tiap sampel lihat Peta 2.
Pola keruangan..., Sri Purwati, FMIPA UI, 2013
Peta 2. Kualitas Hidup Petani Tembakau Perbandingan kondisi permukiman di tiap kecamatan dapat disimpulkan bahwa secara umum Kecamatan Tlogomulyo memiliki kondisi permukiman yang baik dilihat dari jenis bangunan, atap rumah, dan dinding rumah yang permanen atau baik, Kecamatan Ngadirejo memiliki kondisi permukiman yang sedang dilihat dari bangunan dan atap rumah yang cukup baik, sedangkan Kecamatan Tretep memiliki kondisi permukiman yang rendah dilihat dari bangunan rumah yang semi permanen. 5) Luas Lahan Perkebunan Dari hasil penelitian, diperoleh data mengenai luas kepemilikan lahan dari tiap responden. Rata-rata luas kepemilikan lahan di Kecamatan Tlogomulyo sebesar 1,0075 Ha, Kecamatan Ngadirejo sebesar 0,87 Ha, dan Kecamatan Tretep sebesar 0,735 Ha. Dapat disimpulkan bahwa petani di Kecamatan Tlogomulyo memiliki luas kepemilikan lahan yang lebih besar dibanding lainnya. Sedangkan petani di Kecamatan Tretep memiliki luas kepemilikan lebih kecil dari dua kecamatan lainnya. Hubungan antara luas lahan dengan kualitas hidup petani dilakukan perhitungan statistik menggunakan metode Chi Square. Dari hasil output SPSS diperoleh nilai Contingency Coefficient (CC) = 0,470 dimana nilai tersebut menunjukkan hubungan yang sangat rendah antara luas lahan dengan kualitas hidup petani.
Pola keruangan..., Sri Purwati, FMIPA UI, 2013
6) Distribusi Pemasaran Tembakau Biasanya dalam menjual tembakau, petani tidak mencari pembeli melainkan pembeli yang mencari penjual. Pembeli disini dapat berperan sebagai perantara atau disebut tengkulak (pengumpul). Harga yang ditawarkan pun berbeda antara satu tengkulak dengan tengkulak yang lain walaupun kualitas tembakau sama. Setelah itu, tengkulak akan menjual ke tengkulak besar (juragan) lalu dijual ke pabrik melalui grader (lihat Gambar 2). petani
tengkulak
tengkulak besar (juragan)
grader
pabrik
Gambar 2. Distribusi Pemasaran Tembakau Dalam pembelian tembakau, petani yang memiliki lahan cukup luas dan dikenal baik dapat menjual tembakau secara langsung ke tengkulak besar atau juragan sedangkan petani yang memiliki lahan sedikit biasanya menjual tembakau melalui tengkulak. Pabrik tidak sembarangan membeli tembakau dari tengkulak atau petani hal ini dilakukan guna mencegah buruknya kualitas tembakau yang masuk ke dalam pabrik. Untuk itu, tiap pabrik biasanya mempunyai grader yang memiliki keahlian dalam menentukan kualitas tembakau atau grade yang akan dimasukkan ke dalam pabrik berdasarkan standar yang ada. Hubungan antara distribusi pemasaran tembakau
dengan kualitas hidup
petani dilakukan perhitungan statistik menggunakan metode Chi Square. Dari hasil output SPSS diperoleh nilai Contingency Coefficient (CC) = 0,447 dimana nilai tersebut menunjukkan hubungan yang rendah antara distribusi pemasaran dengan kualitas hidup petani. 7) Pola Keruangan Kualitas Tembakau dan Kualitas Hdup Petani Tembakau Berdasarkan hasil penelitian, dapat dilihat bahwa kualitas hidup petani sangat tergantung pada kualitas tembakau yang dihasilkan yakni semakin baik kualitas tembakau semakin baik pula kualitas hidup petani. Semakin ke arah selatan (Gunung Sumbing) dan semakin tinggi, kualitas tembakau yang dihasilkan semakin baik. Selain kualitas tembakau, aksesibilitas juga mempengaruhi kualitas hidup petani yakni semakin jauh dari pusat kota semakin rendah kualitas hidup petani dan semakin banyak jaringan atau kelas jalan semakin baik kualitas hidupnya. Keberadaan tengkulak dalam distribusi pemasaran tembakau juga berpengaruh
Pola keruangan..., Sri Purwati, FMIPA UI, 2013
terhadap pendapatan yang diterima petani yang berdampak pada kualitas hidupnya dimana semakin banyak alur pendistribusian semakin sedikit pendapatan yang diperoleh. Berikut ini merupakan pola keruangan kualitas tembakau dan/atau kualitas hidup petani tembakau dimana tiap zona dari kualitas tersebut berbentuk sektoral akibat pengaruh kondisi geografis Kabupaten Temanggung (lihat Gambar 3).
Keterangan: 1. Daerah Pusat kegiatan (CBD) 2. Zona kualitas tembakau/kualitas hidup petani rendah 3. Zona kualitas tembakau/kualitas hidup petani sedang 4. Zona kualitas tembakau/kualitas hidup petani tinggi = Dataran rendah ke dataran tinggi
Gambar 3. Pola Keruangan Kualitas Tembakau / Kualitas Hidup Petani Kesimpulan Pola kualitas hidup petani tembakau di tiga kecamatan tersebut menunjukkan semakin tinggi wilayah, semakin baik kualitas tembakau, semakin mudah aksesibilitas, semakin luas luas lahan perkebunan tembakau, serta semakin singkat distribusi pemasaran tembakau, kualitas hidup petani makin tinggi. Dan sebaliknya, makin rendah wilayah, semakin rendah kualitas tembakau, semakin sulit aksesibilitas, semakin sempit luas lahan perkebunan tembakau, serta semakin panjang distribusi pemasaran tembakau, kualitas hidup petani makin rendah. Daftar Pustaka Abdallah, F. (1970). Can Tobacco Quality be Measured?. New York. Lockwood Publishing Co, Inc. Allart, Erik. (1999). The Quality Of Life : Having, Loving, Being: An Alternative to Swedish Model of Walfare Research. Oxford. Clarendon Press. Anonim. (2004). Oral Health and Quality of Life. Atlanta. Oral Health Resources. Bintarto. 1989. Interaksi Desa-Kota dan Permasalahnnya. Jakarta. Ghalia Indonesia
Pola keruangan..., Sri Purwati, FMIPA UI, 2013
Black, John. 1981. Urban Transport Planning. London. British Library Cataloguing Daldjoeni. 1988. Geografi Kota dan Desa. Bandung. Alumni Dian, Kurnia. (2012). Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Petani Tembakau Di Desa Gaden Gandu Wetan Kecamatan Ngadirejo Kabupaten Temanggung. Yogyakarta. Universitas Negeri Yogyakarta Faturochman. (1990). Kualitas Hidup Sebagai Sasaran Pembangunan. Universitas Gajah Mada. Puslit Kependudukan. Frans, Roulan Parulian. (2008). Perkembangan Landman Ratio di Kabupaten Langkat. Medan. Universitas Sumatera Utara. Haryono. (1997). Penentuan Biaya Produksi Budidaya Tembakau Rakyat Dengan Akuntansi Berbasis Kas Dan Akuntansi Berbasis Akrual. Bogor. Program Studi Manajemen Agribisnis, Institut Pertanian Bogor Kahneman, D., Diener, E., dan Scwarz, N. (1999). Well-Being : The Foundation of Hedonic Psychology. New York. Russel Sage Foundation. Morris, David. (1979). Measuring the Condition of the World’s Poor. The Physical Quality of Life Index. New York. Pergamon Press. Padilla, N, S. (1965). Factor of Quality in Tobacco; Tobacco U.S.A Purlani, E., dan A. Rachman. (2000). Budidaya Tembakau Temanggung. Malang. Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, Monograf Balittas No. 5. pp. 19-31. Rachmat, Muchjidin., dan Sri Nuryanti. (2009). Dinamika Agribisnis Tembakau Dunia dan Implikasinya Bagi Indonesia. Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol. 27, hal.73-91 Rahardjo, Sugeng. (2005). Pengaruh Penggunaan Tanah Terhadap Kualitas Hidup. Jakarta. Disertasi Program Studi Ilmu Lingkungan Fakultas Pascasarjana Universitas Indonesia. Yunus,
Hadi
Sabari.
(2010).
Metodologi
Penelitian
Wilayah
Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
Pola keruangan..., Sri Purwati, FMIPA UI, 2013
Kontemporer.