POLA DAN STRATEGI KOMUNIKASI GERAKAN MAHASISWA DALAM MENGADVOKASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DI KOTA KENDARI
JURNAL
OLEH MUNAWIR NIM. G2C1 13 063
DIBIMBING OLEH : 1. BAHTIAR 2. H. SULSALMAN MOITA
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PEMBANGUNAN PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2016
1
ABSTRAK MUNAWIR (G2C1 13 063) “Pola Dan Strategi Komunikasi Gerakan Mahasiswa Dalam Mengadvokasi Kebijakan Pemerintah Di Kota Kendari”. Di bawah bimbingan Bapak Dr. Bahtiar, M.Si selaku pembimbing pertama dan Bapak Dr. H. Sulsalman Moita, S.Sos., M.Si selaku pembimbing kedua. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pola komunikasi, strategi komunikasi, serta solusi yang ditawarkan terkait dengan gerakan mahasiswa dalam mengadvokasi kebijakan pemerintah di Kota Kendari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola komunikasi, strategi komunikasi, serta solusi yang ditawarkan terkait dengan gerakan mahasiswa dalam mengadvokasi kebijakan pemerintah di Kota Kendari. Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis deskripif kualitatif dengan informan dari kalangan aktivis pergerakan mahasiswa yang terlibat sebagai tokoh utama pergerakan yakni dari kalangan pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa, Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia, dan Gerakan Sosiologi Hukum (GSH), yang ditentukan secara sengaja (purposive sampling). Dalam melakukan pengumpulan data dilakukan melalui teknik wawancara/interview. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola komunikasi yang digunakan oleh aktivis gerakan mahasiswa dalam mengadvokasi kebijakan pemerintah Kota kendari adalah pola roda atau terpusat. Maksudnya bahwa seluruh aktivitas selama demonstrasi dilaksanakan seluruh kendali terpusat kepada koordinator lapangan sebagai komunikator dan anggota gerakan sebagai komunikan yang dapat melakukan feedback pada pemimpinnya namun tidak dapat berinteraksi dengan sesama anggota kelompoknya karena yang menjadi fokus hanya pemimpin tersebut. Adapun strategi komunikasi gerakan yang dibangun mencakup perencanaan komunikasi dan manajemen komunikasi. Perencanaan mencakup pertama adalah organizational planning, yaitu terkait dengan siapa-siapa saja yang bertanggung jawab melakukan tindakan-tindakan apa saja untuk misi komunikasi. Kedua, communications planning yaitu terkait penentuan cara-cara yang digunakan untuk mengkomunikasikan pesan. Dan yang ketiga technology planning yaitu terkait alat bantu teknologis untuk menyampaikan pesan. Sedangkan solusi yang dapat ditawarkan terkait dengan pola dan strategi komunikasi gerakan mahasiswa dalam mengadvokasi kebijakan pemerintah di Kota Kendari yakni pertama, bagi pihak mahasiawa sebagai pelaku gerakan untuk merekonstruksi soliditas pergerakan, memulai gerakan yang lebih sistematis dengan menepis fragmentasi wacana, menghindari fragmentasi gerakan, menuju sinergitas bersama. Sekaligus mengawasi dan mempresure siapa pun pemimpin agar merealisasi segala bentuk kebijakan yang menjiwai kepentingan umum, bukan kepentingan pribadi. Kedua, setelah hal di atas terbentuk, maka perlu adanya insiatif pemerintah dalam hal sinkronisasi dan harmonisasi antara
2
kepentingan gerakan dengan kebijakan pemerintah dalam bentuk focus group discussion (FGD dengan menghadirkan seluruh stakeholder termasuk unsur mahasiswa. Kata Kunci: Pola Dan Strategi Komunikasi, Gerakan Mahasiswa, Kebijakan Pemeritah Kota Kendari
3
ABSTRACT MUNAWIR (G2C1 13 063 ). ‘’ The Pattern and Communication Strategies of University Student’s Movement in Advocating Government’s Policy in Kendari City.”(supervised by Dr.Bahtiar,M.Si.,as supervisor 1, and Dr. H. Sulsalman Moita, S.Sos.,as supervisor 11). The problem addressed in this study was what was the pattern of communication, the strategies for communication,and solutions that were offered in university students’ movement in their attempt to advocate government policy in Kendari city.This study aimed to determine the pattern and strategies for communication,as well as the solution offered by the university students’movement to advocate government policy in Kendari city.Method of the study was descriptive qualitative analysis,involving informants from activists of students’ movement,particularly the main figures in the movement from students’ Executive Body,Indonesian Nationalist Students ’Movement, which were selected randomly.Data were collected using an interview technique. Result of the study showed that the pattern of communication employed by student’s movement to advocate government policy in Kendari city was a whelel or centered pattern.It means that all activities during a demonstration was carried out under the control of viel coordinator hic all so kunctions as a comunitator, as well as by those in volved in the demonstration who workep as comunican who coul profide vedback to the leader only. The communicaton strategis employed included communication plan and communication management. Included in the planning were, firstly, oraganizational planning, which concerned whit whoever are responsible for taking what actions to accomplish their mission. Secondly, commnucatoin planning, which was related to determining methods of communication that should be employed to get their message across. Thirdly, technology planning was related to technological media to assist in the deliverance of the message. Some solutions that were offered via the pattern and strategies for communication in the students’ movement to advocate government polcy in kendari city were, firstly, the students need to reconstruct their movement solidarity, to begin a more systematic movement by getting rid of discourse fragmentation, to avoid fragmented movement, towards a synergy of movement. At the same time, they need to supervise and put some pressures on whoever their leader is, so that the leader is working only to implement all kinds of policy that reflect public rather than personal interest. Secondly, after all those above are formed, it is necessary for the government to initiate a synchronization and harmony between the interest of students’ movement and government’s policy in the form of focus group discussion (FGD) in which all stakeholders, including university students, are sitting down together.
4
PENDAHULUAN Mahasiswa merupakan kaum intelektual muda yang berperan dalam pembangunan, perkembangan dan kemajuan suatu bangsa dan Negara yang selalu berpikir dan bergerak, sekaligus sebagai agent of change (agen perubahan) yang selalu berada di garis terdepan dalam memperjuangkan suatu perubahan untuk mencapai sesuatu yang lebih baik. Sejarah mencatat bahwa mahasiswa selalu ikut ambil bagian dalam perubahan sosial. Setidaknya ini dapat kita lihat sejak awal abad ke-20 di Indonesia dimana keterlibatan mahasiswa ini bertujuan untuk mengubah
tatanan
sosial-politik
yang
tidak
mengedepankan
nilai-nilai
kemanusiaan. Lebih jauh lagi, mahasiswa bergerak untuk mengubah penindasan (kemiskinan) menuju kehidupan yang lebih beradab. Paradigma berpikir ini di dapat mahasiswa ketika mereka mulai bersentuhan dekat dengan dunia pendidikan. Menyoal gerakan mahasiswa, paling tidak ada dua kondisi yang menyebabkan mahasiswa terlibat dalam kegiatan politik tersebut. Pertama, pemikiran yang mengatakan mahasiswa sebagai ujung tombak perubahan sistem sosial-politik. Kedua, pemikiran yang menyebutkan mahasiswa adalah komunitas sosial yang lebih cepat merespon ketimpangan sistem politik, yang akibatnya tak jarang menimbulkan krisis di masyarakat (Culla, 1999: 8-9). Tentu saja hal ini menjadi sebuah keniscayaan bagi mahasiswa sebagai kaum calon intelek, kaum perubah, dan kaum yang senantiasa dinamis (Adman, 2006). Menjadi mahasiswa adalah sebuah pilihan, dan memilih sesuatu akan meniscayakan sebuah konsekuensi yang mesti ditanggung oleh setiap orang. Oleh
5
karena itu, sesungguhnya, di samping keheroikan label mahasiswa yang begitu "gagah" di depan masyarakat, juga menuntut pembuktian atas hal itu. Tidak mengherankan jika ada sebagian masyarakat yang menganggap bahwa mahasiswa itu bagai “malaikat” yang mampu menyelesaikan apa pun, apalagi jika pergi ke daerah pedesaan yang kualitas sumber daya manusianya masih kurang. Merevolusi kesadaran; itulah sebenarnya yang mesti dibenahi jika masih meyakini bahwa merekonstrusi perubahan ke arah yang lebih progresif adalah bagian dari salah satu tugas intelektual mahasiswa. Terlepas dari keberhasilan ataupun kegagalan yang dilakukan dalam menciptakan perubahan, gerakan mahasiswa memiliki posisi yang strategis dalam mempengaruhi proses politik, dalam hal ini adalah kebijakan publik yang diterapkan oleh pemerintah, baik skala nasional maupun pemerintah lokal tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Fenomena pergerakan mahasiswa dalam mengawal kebijakan pemerintah, mewarnai perjalanan eksistensi dari mahasiswa itu sendiri, tak terkecuali bagi mahasiswa yang mengenyam pendidikan di Kota Kendari yang terbagi menjadi beberapa titik berdasarkan perguruan tinggi di mana mereka terdaftar, yakni UHO, UMK, STAIN, STIMIK Bina Bangsa, Amik Catur Sakti, Unsultra, dan beberapa Sekolah Tinggi Kesehatan lainnya. Dengan jumlah perguruan tinggi yang cukup banyak ini, memungkinkan intensitas pergerakan mahasiswa yang terjadi memberikan kesan yang sering terjadi. Hampir semua bentuk kebijakan Pemerintah Kota Kendari mendapatkan respon dari mahasiswa baik dalam bentuk kritikan lewat tulisan maupun dalam bentuk demonstrasi, bahkan tidak jarang menimbulkan demonstrasi yang berujung anarkis.
6
Dinamika gerakan mahasiswa di Kota Kendari telah melahirkan berbagai persepsi dari seluruh kalangan masyarakat mengenai eksistensi gerakan itu sendiri, utamanya mengenai konsistensinya terhadap upaya pengadvokasian kebijakan Pemerintah Kota Kendari. Hal ini tentu saja memberikan tantangan bagi aktivis gerakan untuk merekonstruksi bahkan mengevaluasi pola dan strategi komunikasi yang digunakan selama gerakan dibangun. Olehnnya itu, penulis merasa perlu mengkaji mengenai pola dan strategi komunikasi gerakan mahasiswa dalam mengadvokasi kebijakan Pemerintah Di Kota Kendari. Permasalahan dalam penulisan ini yakni bagaimana pola komunikasi, strategi komunikasi, serta solusi yang dapat ditawarkan terkait dengan gerakan mahasiswa dalam mengadvokasi kebijakan pemerintah di Kota Kendari. Sedangkan tujuan penulisan adalah untuk mengetahui pola komunikasi, strategi komunikasi, serta solusi yang dapat ditawarkan terkait dengan gerakan mahasiswa dalam mengadvokasi kebijakan pemerintah di Kota Kendari. METODE PENELITIAN Penelitan ini dilakukan di Kota Kendari Propinsi Sulawesi Tenggara. Informan diambil secara sengaja (purposive sampling) dengan indikator tertentu serta dengan pertimbangan bahwa informan tersebut mampu menjawab permasalahan dalam penelitian ini, terkait pola dan strategi komunikasi gerakan mahasiswa dalam mengadvokasi kebijakan Pemerintah di Kota Kendari. Informan kunci tersebut berasal dari kalangan aktivis pergerakan mahasiswa yang terlibat sebagai tokoh utama pergerakan seperti dari kalangan pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa, Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia, dan Gerakan Sosiologi
7
Hukum (GSH). Selain itu, terdapat pihak lain yang dianggap perlu oleh peneliti untuk mendukung informasi dalam menjawab permasalahan penelitian ini. Sumber data yang digunakan dibagi menjadi dua (2) bagian yaitu data primer berupa wawancara dan data sekunder berupa catatan-catatan dari dokumen yang terdapat di Kantor Walikota Kendari mengenai jumlah penduduk dan data yang relefan dengan permasalahan penelitian. Adapun teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan, dan penelitian lapangan yang terbagi menjadi observasi dan wawancara. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yakni untuk mendapatkan gambaran secara sistematis tentang pola dan strategi komunikasi gerakan mahasiswa dalam mengadvokasi kebijakan Pemerintah di Kota Kendari, yang mengacu pada konsep Miles dan Huberman dalam (Satori dan A’an, 2010) yaitu menggambarkan secara sistematis dan mendalam setiap masalah yang ditelaah. Analisa yang berlangsung melalui empat tahap yakni : pertama, data collection (tahap pengumpulan data) yaitu pada saat proses memasuki lingkungan penelitian dan melakukan pengumpulan data penelitian. Kedua, data reduction (tahap reduksi data) yaitu pada saat proses pemilihan data, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis dari lapangan. Ketiga, data display (tahap penyajian data) yakni penyajian informasi dalam memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Keempat, tahap penarikan kesimpulan, pada tahap ini penarikan kesimpulan dari data yang telah dianalisis, sehingga akan diharapkan penelitian benar-benar menggambarkan kenyataan.
8
Selain itu, penulis juga menggunakan teknik pengabsahan data yang mencakup triangulasi, ketekunan pengamatan dan perpanjangan keikutsertaan. Teknik trianggulasi yang digunakan dalam penelitian ini ialah pemeriksaan melalui sumber lainya, dan mengacu pada Denzim (1978) yang membedakan empat macam trianggulasi sebagi teknik pemeriksaaan yang memanfaatkan sumber, metode, penyidik dan teori. Ketekunan pengamatan dimaksudkan menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. Sedangkan keikutsertaan peneliti akan memungkinkan meningkatkan derajat kepercayaan data yang dikumpulkan. PEMBAHASAN 1. Pola Komunikasi Gerakan Mahasiswa Dalam Mengadvokasi Kebijakan Pemerintah Di Kota Kendari. Dalam
prakteknya,
gerakan
mahasiswa
yang
dibangun
dalam
mengadvokasi kebijakan pemerintah Kota Kendari menjadi ciri khas tersendiri yang dimiliki oleh gerakan tersebut dan semakin menarik ketika di dalam gerakan itu terdapat pola komunikasi yang digunakan dalam mengadvokasi kebijakan tersebut. Tentu saja, pola komunikasi yang penulis temukan dalam gerakan mahasiswa dimaksud adalah pola roda. Maksudnya ada seorang pemimpin yang menjadi fokus perhatian. Ia dapat berhubungan dengan seluruh anggota kelompok, tetapi setiap anggota kelompok hanya dapat berhubungan dengan pemimpinnya. Jadi, pemimpin sebagai komunikator dan anggota kelompok sebagai komunikan yang dapat melakukan feedback pada pemimpinnya namun tidak dapat
9
berinteraksi dengan sesama anggota kelompoknya karena yang menjadi fokus hanya pemimpin tersebut. Hal ini diakui oleh La Halimin alias Asep (28) bahwa: “Menjadi hal yang penting untuk kemudian diperhatikan oleh semua anggota gerakan bahwa komunikasi yang terbangun pada saat demonstrasi berlangsung sesungguhnya adalah komunikasi yang terpusat pada koordinator lapangan. Korlap disini menjadi komando setiap tindakan demonstran dalam bertindak. Maksudnya segala sesuatu yang menjadi kemasan isu ditentukan oleh koordinator lapangan” (Wawancara, 11 Oktober 2015). Dari keterangan di atas, tergambar bahwa pimpinan gerakan dalam hal ini koordinator lapangan menjadi sentrum segala tindakan-tindakan yang bakal diambil selama proses demonstrasi berlangsung. Sekalipun diantara sesama anggota melakukan komunikasi tetapi yang menjadi penentu secara umum adalah koordonator gerakan. Dengan demikian, struktur gerakan dari model roda ini tentu saja memiliki pemimpin yang jelas, yaitu yang posisinya di pusat. Orang ini merupakan satu-satunya yang dapat mengirim dan menerima pesan dari semua anggota. Oleh karena itu, jika seorang anggota ingin berkomunikasi dengan anggota lain, maka pesannya harus disampaikan melalui pemimpinnya. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Anton Sulawesi (28) sebagai pimpinan gerakan yang pernah ia bangun, bahwa: “Sebenarnya pola komunikasi yang kami bangun pada saat kami demonstrasi adalah berusaha semaksimal mungkin agar yang menjadi pesan atau isu gerakan yang kami bangun, mesti ddengarkan dulu oleh pihak pemerintah kota Kendari misalnya sebagai sasaran demo. Sehingga dari orientasi utama ini, diperlukan komando yang terpusat antara anggota gerakan dengan koordinator lapangan” (Wawancara, 11 Oktober 2015).
10
Pola komunikasi roda atau terpusat merupakan model dari proses komunikasi yang digunakan dalam gerakan, sehingga dengan adanya model komunikasi tersebut dapat ditemukan pola yang cocok dan mudah digunakan dalam menyampaikan isu yang dibangun oleh gerakan. Tentu saja, secara teoritik pola komunikasi identik dengan proses komunikasi, karena pola komunikasi merupakan bagian dari proses komunikasi. Proses komunikasi merupakan rangkaian
dari
aktivitas
menyampaikan
pesan
sehingga
menghasilkan feedback dari penerima pesan. Dari proses komunikasi, akan timbul pola, model, bentuk dan juga bagian-bagian kecil yang berkaitan erat dengan proses komunikasi, seperti yang diakui oleh informan di atas. Kehebatan dari pola komunikasi roda atau terpusat yang digunakan oleh pelaku gerakan sesungguhnya terletak pada kualitas gerakan yang dibangun. Aksi demonstrasi yang menggunakan pola roda ini tidak menggantungkan keberhasilan gerakannya pada jumlah anggota gerakan yang ikut. Akan tetapi terletak pada komando yang sentral dalam hal ini koordinator lapangan. Berapapun jumlahnya sepanjang pemegang komando memiliki integritas yang militan, sudah pasti orientasi gerakan akan terwujud. Hal ini diakui oleh Zulzalman (24) bahwa: “Komunikasi yang terpusat dari pimpinan gerakan menjadi item terpenting dalam membangun gerakan. Apalah artinya kami membangun gerakan demonstrasi jika anggota-anggotanya tidak dapat diarahkan atau mengikuti pikiran sendiri-sendiri” (Wawancara, 15 Oktober 2015). Keterangan informan di atas sesungguhnya memberikan warning kepada seluruh khalayak bahwa gerakan demonstrasi yang dibangun sudah pasti memiliki orientasi yang paten yang tentu saja disusun pada saat perencanaan komunikasi
11
gerakan dilakukan. Sehingga, semua anggota yang menjadi anggota pergerakan akan memiliki komando yang terpusat sekaligus hal ini akan mencegah kemungkinan orientasi gerakan yang blunder di lapangan. Selain itu, terdapat hubungan antara kelompok gerakan dengan prestasi kerja atau orientasi gerakan bergantung pada jenis tugas yang harus diselesaikan oleh kelompok, bukan pada kuantitas gerakan. Disini dapat dibedakan dua macam tugas kelompok gerakan itu yakni tugas koaktif dan tugas interaktif. Pada tugas yang pertama, masing-masing anggota bekerja sejajar dengan yang anggota yang lain, tetapi tidak berinteraksi. Maksudnya adalah masing-masing anggota gerakan melakukan tugasnya tanpa mengurangi atau menjadi penghambat orientasi gerakan yang dibangun. Pada tugas yang kedua, anggota-anggota kelompok gerakan berinteraksi secara terorganisir untuk menghasilkan produk, keputusan, atau penilaian tunggal. Tentu saja, dalam kedua tugas tersebut dikomandoi oleh satu instruksi yaitu koordinator lapangan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Andisar (27) bahwa: “Sebelum kami action mengenai gerakan kami di lapangan, terlebih dahulu para pemikir atau pencetus gerakan menyusun dan memprediksi tindakan-tindakan selanjutnya yang bakal diambil pada saat gerakan dilakukan. Tentu saja, masing-masing anggota telah diberikan tugas hubungannya dengan kepentingan kelompok gerakan tanpa ada interaksi diantara sesamanya, maksudnya interaksi yang keluar dari strategi sebelumnya. Selain itu, anggota gerakan pun melakukan komunikasi sepanjang masih konsisten dengan orientasi awal gerakan, dan yang pasti semua hal itu tetap dibawah kendali satu komando. ” (Wawancara, 15 Oktober 2015). Keterangan informan di atas menggambarkan bahwa sesungguhnya para pelaku gerakan mahasiswa dalam mengadvokasi kebijakan pemerintah, telah
12
menentukan strategi-strategi secara internal yang tetap berada di bawah satu komando. Sebut saja masing-masing anggota bekerja sejajar dengan anggota lain tetapi tidak berinteraksi. Maksudnya bukan berarti sama sekali tidak ada komunikasi diantara mereka, tetapi anggota-anggota tersebut diharapkan fokus kepada tugas yang telah diberikan agar tidak keluar dari orientasi gerakan yang telah dibangun sebelumnya. Kemudian anggota-anggota kelompok berinteraksi secara terorganisir untuk menghasilkan produk, keputusan dan penilaian tunggal, maksudnya adalah selama gerakan berlangsung dapat terjalin komunikasi diantara sesama anggota sepanjang untuk kepentingan gerakan dan yang pasti sesuai dengan keputusan komando gerakan. Kondisi di atas sejalan dengan komentar dari salah seorang aktivis yang gandrung dengan demonstrasi di Kota Kendari, Rahim (26) bahwa: ”Pada dasarnya, gerakan yang kami bangun, terlebih dahulu menyoal isu yang bakal disampaikan kepada pemerintah Kota Kendari. Selanjutnya, ditentukan seberapa besar anggota gerakan yang diperlukan untuk tercapainya orientasi gerakan itu. Jika kami anggap gerakan itu hanya memerlukan anggota yang sedikit yang cukup militan, maka itulah yang kami tempuh. Karena meskipun banyak, terkadang hanya membuat tujuan gerakan menjadi blunder akibat kebanyakan anggota tidak terkontrol. Hal ini kami tempuh pada saat-saat kasus tertentu, yang kadang memerlukan anggota yang banyak dan terkadang pula hanya memerlukan anggota yang sedikit. Untuk isu gerakan yang sifatnya kasuistis, kami hanya memerlukan anggota yang sedikit sedangkan untuk isu yang sifatnya umum kami gunakan anggota yang banyak”. (Wawancara, 11 Oktober 2015). Keterangan di atas menggambarkan bahwa pada dasarnya, setiap komandan gerakan alias koordinator lapangan, cenderung mempertimbangkan antara isu yang bakal dibawakan dengan jumlah anggota gerakan yang akan
13
diikutkan. Hal ini menjadi pertimbangan bagi korlap agar efektivitas isu yang dikemas selama gerakan berlangsung menjadi tercapai karena hasil gerakan terkadang juga ditentukan oleh distribusi partisipasi anggota. Dari segi komunikasi, makin besar kelompok makin besar kemungkinan sebagian besar anggota tidak mendapat kesempatan berpartisipasi. Dalam kelompok yang besar, partisipasi akan makin memusat pada orang yang memberikan kontribusi terbanyak. Komunikasi akan leibih tersentralkan pada orang-orang tertentu. Jumlah anggota gerakan yang tidak memberikan kontribusinya, akan makin bertambah dengan bertambahnya jumlah anggota. Olehnya itu, peran seorang koordinator lapangan untuk mempertimbangkan hal tersebut menjadi penting dan tentu saja pola komunikasi yang terpusat atau pola roda menjadi item yang begitu penting dalam hal efektivitas penyampaian isu gerakan yang dibangun. 2. Strategi
Komunikasi
Gerakan
Mahasiswa
Dalam
Mengadvokasi
Kebijakan Pemerintah Di Kota Kendari. -
Perencanaan Komunikasi Dalam hal perencanaan komunikasi gerakan mahasiswa di Kota
Kendari terdapat dua pemahaman. Pertama, adanya pendapat bahwa gerakan mahasiswa hanya terfokus kepada isu yang disampaikan tanpa memperdulikan efektifitas audiens dan media yang digunakan, sehingga cenderung melahirkan gerakan yang anarkis. Dan tentu saja, jika hanya dilihat dari sisi orientasi dapat disinyalir bahwa hal ini merupakan gerakan titipan oknum tertentu yang mempunyai kepentingan terhadap gerakan tersebut karena hanya terfokus kepada penyamapaian isu atau pesan dan yang pasti yang menjalankan gerakan
14
ini adalah mahasiswa yang memiliki karakter pragmatis, dimana idealisme gerakannya dapat dikur dengan materi. Hal ini sejalan dengan yang disampaikan oleh salah seorang aktifis gerakan, Aken (28) bahwa: “Apapun bentuk komunikasinya, dan bagimanapun rumitnya konstalasi yang dihadapi di lapangan, isu demonstrasi yang dikumandangkan oleh mahasiswa mesti didengarkan dan itu sudah menjadi harga mati” (Wawancara, 11 Oktober 2015). Keterangan di atas, seolah memberikan gambaran bahwa orientasi mahasiswa dalam mengadvokasi kebijakan pemerintah, hanya berkutat kepada penyampaian isu tanpa mempertimbangkan unsur lain, dan jika hal ini menjadi tuntutan utama mahasiswa, maka menjadi sebuah hal yang wajar ketika tak jarang ditemukan demonstrasi yang anarkis dikarenakan pihak audiens dalam hal ini komunikan kurang merespons karena mahasiswa dianggap hanya mementingkan diri sendiri tanpa mengetahui posisi yang pasti dari kalangan pemerintah. Kedua, pendapat yang menyatakan bahwa gerakan mahasiswa di Kota Kendari sudah mencerminkan gerakan idealis dan menyatukan prinsip perencanaan komunikasi antara audiens, kejelasan pesan, dan media yang digunakan untuk mempengaruhi komunikan. Dan tentu saja, gerakan dijalankan oleh kelompok mahasiswa yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai luhur gerakan yang tidak gampang menggadaikan idealisme pergerakan mereka. Hal ini dinyatakan oleh aktivis gerakan, Saipin (28) bahwa: “Bagi yang tidak memahami keadaan gerakan, pasti akan menyalahkan sistem yang dibangun dalam hal ini perencanaan yang disusun sebelumnya. Padahal jika kita melihat dan bahkan saya sering lakukan bahwa perencanaan komunikasi yang dibangun sebelum aksi di
15
lapangan, betul-betul kami tuntaskan agar pada saat aksi, maka pesanpesan yang kami sampaikan dapat efektif untuk diterima oleh pemerintah. Untuk jumlah saya rasa berapapun itu, tergantung dari mekanisme perencanaan apabila kita mengukur efektifitasnya. Jadi bagi saya gerakan mahasiswa adalah cara yang paling efektif untuk melancarkan kritikan dan solusi terhadap kebijakan pemerintah yang setiap kali dibuat cenderung tidak pro miskin” (Wawancara, 14 Oktober 2015). Dari keterangan di atas menunjukkan bahwa perencanaan mahasiswa dalam menyusun gerakan sudah sangat mapan jika diukur dari orientasi gerakan tersebut. Bagaimana tidak, perencanaan tersebut sebenarnya dijadikan sebagai indikator tindak tanduk yang bakal dilakukan oleh demonstran. Sehingga, jika terdapat kesan bahwa gerakan mahasiswa seolah-olah hanya terfokus kepada isu, maka bisa menjadi sebuah kecurigaan bahwa yang demikian adalah gerakan yang hanya dijadikan alat oleh oknum tertentu untuk melanggengkan kepentingannya sehingga pada gilirannya akan mencederai citra gerakan mahasiswa di Kota Kendari. Sebagaimana diketahui bahwa perencanaan komunikasi pada dasarnya berkaitan dengan hal-hal yang dilakukan sebelum menentukan strategi komunikasi yang akan dijalankan pada saat demonstrasi, sehingga yang menjadi penentu baik buruknya citra gerakan mahasiswa akan ditentukan oleh siapa yang menjalankan aksi tersebut. Jika yang menjalankan hanya berorientasi kepada hal-hal yang praktis maka akan melahirkan aktivis-aktivis pragmatis yang menggaidaikan idealisme dengan seonggok materi yang diberikan oleh yang berkepentingan dengan gerakan tersebut. Dan sebaliknya, jika gerakan dilakukan oleh aktivis yang konsisten
16
dengan idealismenya, akan melahirkan gerakan yang akan menyentak nurani mahasiswa sebagai agen pembaharu. -
Manajemen Komunikasi Tentu saja sebelum aksi di lapangan, para mahasiswa yang akan
melakukan gerakan demonstrasi sudah menyusun beberapa strategi manajemen gerakan yang dianggap efektif untuk disampaikan. Karena demonstrasi merupakan satu-satunya cara yang paling efektif untuk menyampaikan isu gerakan kepada pemerintah dalam hal ini sebagai komunikan, maka terlebih dahulu sudah ada pembagian-pembagian tugas diantara sesama mahasiswa yang melakukan gerakan tersebut. Hal ini dilakukan sebagai upaya manajemen gerakan guna keefektifan dalam hal pencapaian tujuan. Dalam pelaksanaannya, aksi massa dilakukan di bawah tanggung jawab pemimpin pergerakan mahasiswa yang biasanya dari kalangan pimpinan lembaga kemahasiswaan atau pimpinan paguyuban-paguyuban mahasiswa dengan berbagai namanya seperti ketua BEM, Presiden Mahasiswa, ketua HMJ, ketua DPM, dan sebagainya. Dalam prakteknya, pemimpin pergerakan mahasiswa harus menyusun manajemen aksi, sehingga aksi mahasiswa tetap dapat dikontrol sesuai rencana dan mengurangi potensi hal-hal yang tidak diinginkan, sebagaimana yang diungkapkan oleh mantan ketua BEM FIB UHO, Safaruni (21) bahwa: “Biasanya sebelum kami turun lapangan, tentu saya sebagai korlap mesti mempersiapkan segala sesuatunya mulai dari pernyataan sikap, termasuk konseptor dan tim aksi, persiapan ke lapangan serta manajemen strategi lainnya untuk menghindari hal-hal yang sifatnya
17
menganggu pencapaian tujuan demonstrasi” (Wawancara, 15 Oktober 2015). Dalam hal ini, pemimpin pergerakan mahasiswa memainkan beberapa fungsi yakni (1) Perencanaan (planing), bahwa pemimpin pergerakan mahasiswa melakukan kordinasi untuk menyusun rancangan aksi berupa bentuk aksi, tema aksi, target aksi dan berbagai hal yang terkait aksi massa yang akan dilakukan, (2) Pengorganisasian (organizing), yakni membentuk kepanitian aksi massa pergerakan mahasiswa yang setidaknya terdiri dari Tim Konseptor
dan
Perangkat
Aksi,
(3)
Pergerakkan
(actuating),
yakni
mengordinasikan dan memotivasi semua panitia dan semua simpul massa dalam pelaksanaan aksi massa, serta (5) Pengawasan (controlling) yakni mengontrol seluruh dinamika aksi massa, baik sebelum, ketika, dan setelah aksi massa (evaluasi). 3. Solusi Yang Dapat Ditawarkan Terkait Dengan Pola Dan Strategi Komunikasi Gerakan Mahasiswa Dalam Mengadvokasi Kebijakan Pemerintah Di Kota Kendari. -
Bagi mahasiswa sebagai aktor gerakan, yakni :
1. Membudayakan pemahaman sisi persamaan perjuangan dengan menerapkan sikap toleransi dalam perbedaan. 2. Menjalin komunikasi antar sesama kelompok mahasiswa, sebagai bentuk langkah awal dalam menarik simpati mahasiswa lainnya mengenai pergerakan. 3. Meruntuhkan sikap saling curiga, dengki serta menepis jauh-jauh sikap high egoism yang rentan menghinggapi mahasiswa. Hal ini penting mengingat 18
salah satu penentu berhasil tidaknya sebuah pergerakan adalah adanya kesamaan persepsi diantara sesama pelaku gerakan, tidak ada yang merasa hebat sendiri. 4. Mengikis infantilisme (kekanak-kanakan) mahasiswa. 5. Membangun independensi pergerakan mahasiswa. Mengingat, mahasiswa adalah kelompok sejati, abadi, dan berada di barisan terdepan dalam jajaran generasi muda. 6. Membangun sikap kritis dan arif dalam memandang suatu permasalahan. -
Bagi Pemerintah Kota Kendari Perlunya sinkronisasi dan harmonisasi antara kepentingan gerakan
mahasiswa dengan kebijakan pemerintah Kota Kendari, agar dalam implementasi kebijakan tersebut tidak terdapat resiko-resiko yang kemudian hal itu akan merugikan masyarakat secara umum. Bentuk sinkronisasi dan harmonisasi tersebut adalah berupa focus group discussion (FGD) antara pemerintah dengan stakeholder yang ada di kota Kendari, termasuk unsur mahasiswa. Apapun yang menjadi kebijakan pemerintah terkait dengan pembangunan, sebisa mungkin sebelum kebijakan tersebut diresmikan, alangkah lebih arif dan bijaksananya pemerintah jika sebelumnya hal itu dikeluarkan setelah melewati diskusi yang cukup antara pihak pemerintah dengan stakeholder dimaksud. PENUTUP Dinamika pergerakan mahasiswa di Kota Kendari, menjadikan image gerakan tersebut cukup beragam. Tentu saja hal ini menjadi tantangan bagi pelaku gerakan untuk mengembalikan cita dan marwah gerakan sejati yang diusung oleh
19
mahasiswa militan dan berintegritas. Pola dan strategi komunikasi gerakan pun menjadi pilihan untuk membuktikan bahwa gerakan mahasiswa dalam konteks kekinian masih menunjukkan jati dirinya yang konsisten dengan isu kemaslahatan rakyat. Tentu saja hal ini memerlukan sikap yang arif dan bijaksana dalam implementasi demonstrasi mahasiswa agar terhindar dari anarkisme. Dan bagi pemerintah, penting kiranya untuk menghargai gerakan mahasiswa sebagai bentuk cerminan mengenai plus minusnya sebuah kebijakan yang diambil sekaligus sebagai tolak ukur penerapan sebuah pemerintahan yang mengedepankan prinsip good governance.
20
DAFTAR PUSTAKA Adman, Arsip Organisasi Kemahasiswaan, Pergerakan Kemahasiswaan, Mengapa Mahasiswa Bergerak, @LDKM 22-10-05. Disampaikan pada Kegiatan
LDKM
Himpunan
Mahasiswa
Program
Studi
Manajemen Perkantoran, Jum’at, 13 Ramadhan 1417 H/ Oktober 2006. Culla, Adi Suryadi, 1999. Patah Tumbuh Hilang Berganti Sketsa Pergolakan Mahasiswa Dalam Politik Dan Sejarah Indonesia (1908-1998). PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Denzin, NK. 1978, The Research Act : A Theoretical Introduction In Sociologi Cal Methods. McGraw-Hills, New York. Satori, Djam’an dan Komariah A’an, 2010, Metode Penelitian kualitatif, Alfabeta, Bandung.
21