POLA DAN KEPUASAN KHALAYAK MENONTON TELEVISI KOMUNITAS GRABAG TV
LANGLANG MANDALA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Pola dan Kepuasaan Khalayak Menonton Televisi Komunitas” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, 25 September 2013
Langlang Mandala NIM I352100121
RINGKASAN LANGLANG MANDALA. Pola dan kepuasan menonton televisi komunitas Grabag TV di bawah bimbingan DJUARA P. LUBIS sebagai ketua komisi pembimbing dan HADIYANTO sebagai anggota.
Kehadiran televisi komunitas di tengah perkembangan televisi swasta dan lokal menjadi fenomena menarik dalam industri pertelevisian di negara berkembang seperti Indonesia. Televisi komunitas bisa menjadi media alternatif untuk menyeimbangkan gencarnya program dari televisi swasta komersial yang cenderung memicu kekerasan dan pengaruh buruk lainnya. Televisi komunitas juga bisa dimanfaatkan sebagai media untuk memberdayakan potensi masyarakat dan membangun di daerah pedesaan. Penelitian ini mencoba menganalisis pola dan kepuasan khalayak Grabag TV dan untuk melihat sejauh mana kepuasaan dan manfaat televisi ini dalam mendukung proses pembangunan bagi masyarakat pedesaan dengan melihat hubungan dua variabel yakni Pola menonton dan Kepuasan menonton. Penelitian dilakukan di Desa Grabag, Kecamatan Grabag Kabupaten Magelang Jawa Tengah, karena kegiatan penyiaran Grabag TV ada di desa tersebut, dengan sasaran responden berada di 15 dusun di Desa Grabag. Pengambilan data berlangsung mulai September 2012 hingga November 2012. Populasi merupakan warga desa Grabag yang menonton siaran (khalayak) Grabag TV, sebanyak 300 Jiwa. Dari jumlah khalayak tersebut diperoleh sampel sebanyak 75 responden melalui teknik Simple Random Sampling (SRS). Data yang terkumpul dianalisis melalui statistik deskriptif dan statistik nonparametrik. Analisis statistik deskriptif untuk menjabarkan data yang diperoleh dari penelitian kemudian diinterpretasikan. Korelasi antara variabel– variabel menggunakan tabel frekuensi, tabulasi silang, dan Uji Korelasi Spearman. Uji Korelasi Spearman untuk mengetahui hubungan antara usia, tingkat pendidikan, dan pekerjaan dengan pola dan kepuasan menonton, Uji Korelasi Spearman juga digunakan untuk melihat hubungan antara motif dan pola menonton serta hubungan pola menonton dan kepuasan menonton. Untuk melihat hubungan jenis kelamin dengan pola menonton dan jenis pekerjaan dengan pola menonton digunakan Uji Chi Square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik khalayak Grabag TV didominasi kaum laki-laki karena keterlibatan dan keterwakilan laki-laki lebih banyak dalam kegiatan siaran Grabag TV. Jenis pekerjaan PNS dan Swasta banyak menggunakan televisi ini sebagai media saluran informasi dan sosialisasi yang terkait program pemerintah daerah dan pendidikan, sedangkan usia khalayak adalah dewasa pertengahan antara 31 hingga 50 tahun. Motif menonton untuk aspek informasi terkategorikan tinggi, yakni (57.33 %), artinya khalayak Grabag TV cenderung menaruh harapan yang tinggi untuk memperoleh informasi melalui media massa ini. Tingginya motif informasi antara
lain disebabkan oleh faktor kedekatan (proximity) antara program yang dibuat dengan realitas sosial dalam dinamika kehidupan penduduk Grabag. Frekuensi menonton terkategorikan tinggi, rata-rata khalayak menonton 2 hingga 3 kali dalam seminggu. Tingginya frekuensi menonton karena kebutuhan atau motif yang kuat untuk menyaksikan partisipasi warga Desa Grabag yang terlibat dalam pembuatan acara televisi. Durasi menonton juga sangat tinggi, khalayak ratarata menonton antara 2 hingga 3 jam dalam satu hari. Program acara yang paling banyak dipilih adalah program informasi seputar pertanian, penyuluhan pertanian, program pendidikan seperti kegiatan belajar mengajar, kecakapan dan lomba lagu daerah. Kepuasan integrasi dan interaksi sosial terkategorikan tinggi (68 %). Khalayak terpuaskan atas program siaran yang dapat meningkatkan pergaulan, menambah hubungan di antara masyarakat dan menjadi bahan percakapan serta inspirasi mengembangkan kecapakan profesinya. Frekuensi dan kepuasan informasi berhubungan nyata, semakin tinggi frekuensi menonton maka kepuasan informasi yang dicapai semakin tinggi. Kepuasan informasi meliputi hal-hal yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan khalayak berupa informasi, pengetahuan atau pesanpesan dari aparat Balai Desa. Hubungan frekuensi dengan kepuasan identitas pribadi juga terlihat sangat nyata, sebagian besar khalayak mengaku program acara Grabag TV meningkatkan kepercayaan diri dan menambah keyakinan mereka, baik sebagai petani, PNS dan wirausaha. Hubungan frekuensi dengan kepuasan hiburan terlihat nyata. Grabag TV juga dianggap sebagai media hiburan untuk melepaskan diri dari kejenuhan. Hiburan tidak sebatas pada kesenian yang ditampilkan, tapi penampilan pembawa acara yang diperankan oleh warga juga telah memberikan perasaan senang dan bangga. Keyword: kepuasan, pola menonton, televisi komunitas
SUMMARY The existence of community television among the local and private television became an interesting phenomenon in the television industry in developing countries such as Indonesia. Community television could be an alternative to balance the onslaught of media programs on private commercial television which tends to incite violence and other negative influences. Community television could play a role as a medium to empower communities and build the potential of rural areas. This study tried to analyze the patterns and satisfaction Grabag TV audiences and to see how far the satisfaction and benefit of this television in support of the development process for rural communities by looking at the relationship between two variables patterns and satisfaction watching. Research conducted in the village of Grabag, Magelang, Central Java. It was taken place because Grabag TV broadcasting activities in that country, with the target respondents were in 15 hamlets in Grabag. Data collection took place from a September 2012 until November 2012. Population is Grabag villagers were watching Grabag TV, as many as 300 people, of the amount of the audience obtained a sample of 75 respondents through Simple Random Sampling technique. Data was analyzed through descriptive statistics and nonparametric statistics. Descriptive statistical analysis to describe the data obtained from the study and then interpreted. Correlations between variables using frequency tables, cross tabulations and Spearman correlation test. Spearman correlation test to determine the relationship between age, education, and work with patterns and satisfaction watching, Spearman correlation test was also used to look at the relationship between the motifs and patterns of viewing patterns and relationship between satisfaction and patterns of viewing. Gender relations with viewing patterns and the type of work to watch the patterns used Chi Square test. The results showed that the characteristics of Grabag TV audience dominated men because of the involvement and representation of men more in activities Grabag broadcast TV. Type of work many civil servants and private sector use this television as a media channel and dissemination of information related to local government programs and education, while the audience is adult middle age between 31 to 50 years. Motifs for information was categorized highly (57.33%), meaning Grabag TV audiences tend to put high hopes to obtain this information through the mass media. The high motif of information caused by the proximity factor between programs created with the social realities that exist in the dynamics of the population lives Grabag. Watching frequency categorized high, the average audience watching two to three times a week. High frequency was a strong motive to see participation of villagers Grabag involved in making television shows. Duration of the watch is also very high, the average audience watching between 2 to 3 hours in a day. The program is the most preferred is the program information about agriculture, agricultural extension, education programs such as teaching and learning, skills and race track area. Integration satisfaction and social interaction are categorized high above the audience sated broadcast programs that can improve relationships, increase the relationship between the public and the subject of conversation and inspiration to
develop skills profession. Between frequency and satisfaction significantly correlated, the higher the frequency of watching the satisfaction achieved the information. Satisfaction information includes matters relating to the fulfillment of the needs of the audience in the form of information, knowledge or messages from the village hall officials. Relationship with the frequency of personal identity satisfaction was also evident, most of the audience admitted Grabag TV programs increase self-confidence and increase their confidence, either as farmers, civil servants and entrepreneurs. Between frequency and hiburan satisfaction was significant. Grabag TV is also considered as our entertainment media to escape from boredom. Entertainment is not merely an art exhibition, the appearance of the host, played by citizens have also provided a sense of excitement and happy. Keyword: satisfaction, watching patterns, community television
©Hak Cipta Milik IPB, tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
POLA DAN KEPUASAN KHALAYAK MENONTON TELEVISI KOMUNITAS GRABAG TV
LANGLANG MANDALA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Penguji Luar Komisi: Dr Ir Sarwititi S. Agung, MS
Judul Tesis: Pola dan Kepuasan Khalayak Menonton Televisi Komunitas Grabag TV Langlang Mandala ~ama ~lM
1352100121
Disetujui
Komisi Pembimbing
Ir Hadiyanto, MS
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
Tanggal Ujian: 7 Juli 2013
Tanggal Lulus:
r
01
OCT .!1~P.~
Judul Tesis: Pola dan Kepuasan Khalayak Menonton Televisi Komunitas Grabag TV Nama : Langlang Mandala NIM
:
I352100121
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr Ir Djuara P. Lubis, MS
Ir Hadiyanto, MS
Ketua
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
Dr Ir Djuara P. Lubis, MS
Tanggal Ujian: 7 Juli 2013
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Lulus: 1 Oktober 2013
PRAKATA Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puja dan puji hanya milik Alloh SWT. Atas Karunia, Rahmat dan HidayaNya, penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul Pola dan Kepuasan Khalayak Menonton Televisi Komunitas Grabag TV. Tiada kata yang paling tepat, kecuali hanya bersyukur, karena di tengah kesibukan bekerja pada malam hari, penulis akhirnya dapat menyusun tugas akhir ini. Dengan ketulusan dan kerendahan hati, ucapan terimakasih, penulis sampaikan kepada segenap dosen Progam Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan IPB khususnya kepada: 1. Dr Ir Djuara P. Lubis, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Ir Hadiyanto, MS selaku anggota komisi pembimbing yang mengarahkan dan memberikan saran secara konstruktif, obyektif dengan penuh dedikasi, motivasi dan kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Semoga kebajikannya berbuah ganjaran yang berlimpah. 2. Kepada Dr Ir Sarwititi S. Agung, MS selaku penguji utama dan Dr Ir H Amiruddin Saleh, MS, penulis juga mengucapkan terimakasih atas apresiasi, masukan dan kesempatan berdiskusi sebelum dan saat ujian berlangsung. 3. Ucapan banyak terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Hartanto dan Ibu Dian serta staff Grabag yang telah membantu penulis sejak observasi hingga pelaksanaan penelitian serta mengijinkan penulis menggunakan dokumentasi, sumber referensi dan wawancara. 4. Kepada perangkat Desa Grabag dan segenap Warga Desa Grabag, penulis juga haturkan terimakasih banyak, karena telah bersedia memberikan keterangan dan tanggapan atas penelitian penulis. 5. Ucapan banyak terimakasih penulis sampaikan kepada pihak Universitas Persada Indonesia – YAI Jakarta yang telah membantu penulis dalam berbagai hal untuk mengenyam pendidikan melalui jalur Bea Siswa (BPPS). 6. Kepada seluruh teman-teman seperjuangan KMP 2009, KMP 2010, KMP 2011 tak aku sebut nama mu tapi percayalah kalian selalu dekat di hati- serta staf administrasi program KMP Pascasarjana, yang memberikan dukungan dan membantu selama dua tahun menuntut ilmu. Haturnuhun ya. 8. Rekan-rekan kerja di newsroom MNCTV, terimakasih atas kerjasama dan pengertiannya sehingga penulis bisa mengatur waktu dalam bekerja dan belajar. 9. Ucapan terimakasih yang teramat dalam, penulis ucapkan kepada ayahanda, ibunda serta istri dan anakku tercinta Lulu Alamanda dan Elang Muhammad Tzar yang senantiasa memberikan dukungan lahir-bathin dan doa yang tiada pernah putus bagi keberhasilan dan cita-cita, juga tak lupa kepada ayahanda dan ibunda mertua serta adik-adikku, penulis haturkan banyak terimakasih. Akhirul kalam, penulis sampaikan terimakasih kepada pihak-pihak lainnya yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Saran dan kritikan tentu penulis harapkan, demi kebaikan dan kesempurnaan Tesis ini. Bogor, Juli 2013 Langlang Mandala
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Media Massa dalam Pembangunan Televisi dalam Pembangunan Pedesaan Perkembangan Televisi di Indonesia Televisi Komunitas Fungsi Televisi Komunitas Tujuan Televisi Komunitas Pengertian Komunitas Khalayak Televisi Pola Menonton Karakteristik Khalayak Motif Menonton Kepuasan Menonton
vii vii vii 1 1 5 6 6 7 7 9 11 13 17 18 19 20 23 24 25 30
KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka Pemikiran Hipotesis Penelitian
33 33 34
METODE PENELITIAN Desain Penelitian Lokasi dan waktu Penelitian Populasi Sampel Data dan Instrumentasi Reliabilitas Validitas Analisis Data Definisi Operasional HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Grabag Gambara Umum Grabag TV Karakteristik Khalayak Motif Menonton Televisi Pola Menonton Televisi Kepuasan Menonton
35 35 35 35 36 36 37 37 38 38 41 41 43 53 55 57 60
Hubungan Karakteristik dengan Pola Menonton Hubungan Motif Menonton dengan Pola Menonton Hubungan Pola Menonton dengan Kepuasan Menonton KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
65 69 73 77 77 78 79 82 88
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Jumlah Lembaga Penyiaran yang memperoleh Rekomendasi Perbedaan Media Massa Konvensional dengan Media Komunitas Motif Penggunana Media (McQuail 2009) Jumlah penduduk Desa Grabag Jumlah dan jenis pekerjaan penduduk Desa Grabag TV Jumlah penduduk Desa Grabag menurut tingkat pendidikan Daftar program acara dan waktu tayang stasiun GrabagTV Jumlah dan persentase responden berdasarkan karakteristik Jumlah dan persentase responden menurut motif menonton Jumlah dan persentase responden menurut pola menonton Jumlah dan persentase responden menurut kepuasan menonton 12 Hubungan karakteristik individu dengan pola menonton 13 Hubungan motif menonton dengan pola menonton 14 Hubungan pola menonton dengan kepuasan menonton
12 19 27 41 41 42 49 53 56 58 61 66
69 73
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4
Model Teori Dependency (DeFleur & Rokeach 1976) Model Hubungan Komunikasi Antar Kelompok Hierarki Kebutuhan Abraham Maslow Kerangka Berpikir Pola Menonton dan Kepuasan Menonton
15 16 28 34
DAFTAR LAMPIRAN 1 2
Lampiran Peta Kabupaten Magelang Foto-foto Kegiatan Para Crew Grabag TV
82 83
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Kehadiran televisi komunitas di tanah air sejalan dengan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang kian pesat merupakan fenomena yang menarik untuk diteliti dalam perspektif ilmu komunikasi. Televisi komunitas hadir sebagai ungkapan keinginan masyarakat untuk memperoleh haknya sebagai warga negara dalam demokratisasi komunikasi yakni menyampaikan dan memperoleh kebebasan informasi. Berdirinya televisi komunitas yang dipelopori berbagai kalangan masyarakat lahir pasca digulirkannya UU Penyiaran No 32 tahun 2002 tentang Lembaga Penyiaran Komunitas sebagai media pelayanan bagi masyarakat dan warga sekitarnya. Undang-undang ini antara lain mengatakan: “lembaga penyiaran komunitas merupakan lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum Indonesia, didirikan komunitas tertentu, bersifat independen, dan tidak komersial, dengan daya pancar rendah, luas jangkauan wilayah terbatas, serta untuk melayani kepentingan komunitasnya” (UU Penyiaran No 32 /2002).
Di beberapa negara Eropa seperti Inggris, Belgia dan Belanda penyiaran komunitas mulai berkembang sejak pertengahan tahun 1970-an. Di Swedia, percobaan radio lingkungan dimulai tahun 1979, di Jerman Barat, tahun 1976 diluncurkan proyek televisi komunitas, dan terakhir tahun 1984, Denmark menyelesaikan program televisi komunitasnya (Mufid 2007). Penyiaran Komunitas dikenal pula dengan sebutan public acces television dan community television. Jankowski (Mufid 2007) mengatakan jaringan komunitas sebagai “locally-based, locally-driven communication and information system design to enhance community and enrich lives” (sistem informasi dan komunikasi yang berorientasi pada nilai-nilai kelokalan dengan tujuan memperkaya dan meningkatkan kehidupan lokal). Jaringan komunitas sering dikembangkan sebagai hasil kerjasama antara organisasi komunitas dan institusi seperti kampus, perpustakaan dan instansi pemerintah lokal. Negara-negara berkembang berharap teknologi komunikasi media massa ini dapat secara lebih efektif dipakai dalam pengembangan sumberdaya manusia, terutama yang ada di daerah pedesaan. Harapan tersebut telah dibuktikan secara empirik bahwa televisi memberikan berbagai pelajaran dengan cara yang cukup efisien (Jahi1988). Schramm (1971) dalam Jahi (1988) juga mengungkapkan bahwa televisi telah digunakan secara efektif untuk mengajarkan hampir segala macam subjek, baik yang teoritis maupun yang praktis, seperti matematika, IPA, bahasa, pertanian, mengetik, menjahit, memperbaiki mobil, dan sebagainya. Jenkins (1982) dalam Jahi (1988) menyebutkan televisi dapat mencapai khalayak yang besar sekali, dan mereka itu tetap dapat mengambil manfaat, sekalipun tidak bisa membaca. Bangladesh, salah satu negara berkembang yang tengah giat membangun berbagai aspek dan infrastruktur, menempatkan televisi komunitas sebagai sebuah strategi untuk mengkampanyekan program pembangunan negaranya.
2
Setelah sukses dengan radio komunitas tahun 1998, kini Bangladesh mempercayai televisi komunitas sebagai pelengkap media massa utama (mainstream television), yang fokus terhadap kebutuhan, cita-cita dan perjuangan masyarakat kecil dan membantu mereka memecahkan masalahnya sendiri (Rahman 2012). Menurut Rahman kendala yang dihadapi televisi komunitas adalah sumber daya manusia, namun bukan berarti ini sesuatu yang mustahil bila masyarakat belajar dari Nepal. “Nepal is sosio-economicallyweaker than Bangladesh but recently has start running community television successfully. Community television shoud have the potential to communicate directly with its limited audience and thereby tailor the messages effectively” (Rahman 2012).
Di Indonesia, kehadiran televisi komunitas tidak bermaksud menyaingi televisi swasta komersial, namun untuk mengisi ruang kosong yang sulit disentuh televisi komersial. Televisi komunitas lebih difokuskan pada kepentingan khalayaknya yakni untuk informasi, pendidikan, pemberdayaan, dan hiburan. Ishadi (2004) dalam makalahnya menyebutkan manfaat penyiaran komunitas bagi sistem penyiaran nasional bersifat positif yakni: (1) dapat mengisi blank spot penyiaran; (2) bisa menjadi pendukung dari penyiaran nasional; (3) dapat menjadi sumber dari acara-acara yang diangkat pada tataran lokal maupun nasional. Kondisi geografis wilayah Indonesia yang terbentang sangat luas dengan berjuta kawasan pedesaan, tentulah membutuhkan perangkat tekonologi komunikasi informasi yang bermanfaat baik bagi Negara dan penduduknya. Pakar informatika dan telekomunikasi Onno W. Purbo meyakinkan bila pemerintah memberikan sekitar lima persen gelombang yang ada untuk media komunitas, maka ratusan televisi dan radio komunitas bisa berdiri dan jutaan penduduk bisa berbicara mengemukakan pendapatnya di udara (Gazali 2002). Kehadiran televisi komunitas yang menempatkan partisipasi masyarakat sangat diapresiasi masyarakat yang berada di pelosok daerah. Penelitian yang dilakukan Rosyadi (2002) menunjukkan respons masyarakat Amuntai terhadap TV Komunitas AMTV adalah positif. Tingginya respons masyarakat Amuntai terhadap AMTV karena televisi swasta komersial tidak banyak memberikan informasi seputar dinamika masyarakat di daerah Amuntai. Kecenderungan menonton AMTV meningkat ketika penayangan acara pemilihan Bupati Hulu Sungai Utara. Melalui televisi komunitas masyarakat juga diajarkan “melek media” agar mampu bersikap bijak memilih dan memilah pilihan acara yang tepat sehingga tidak terpengaruh dengan tayangan yang provokatif, berbau kekerasan dan hanya menjual mimpi. Televisi konvensional hanya mengambil isu yang dinilai menguntungkan baik secara ekonomi ataupun politis, sehingga isu-isu sosial yang tidak ada untungnya tidak menjadi prioritas untuk ditayangkan dalam televisi mereka. Dengan dalih perolehan iklan, maka program yang ditayangkan menyesuaikan pasar dan akibatnya media massa tersebut belum mampu memberikan pencerahan bagi masyarakat. Padahal kebebasan media perlu disertai tanggungjawab sosial dan kecenderungan yang berorientasi pada kepentingan umum, baik secara individual maupun kelompok Wibowo (1997) dalam Hermanto (2007). Disamping itu dampak media massa di masyarakat pedesaan juga telah melemahkan nilai-nilai tradisional dengan memperkenalkan hal-hal yang baru seperti sinetron, musik dan paham politik (Effendy 1986). Pernyataan Effendi
3
diperkuat oleh Rogers (1985) yang menyatakan, media kurang efektif untuk memotivasi penduduk pedesaan guna mendapatkan kehidupan yang lebih layak, karena lebih banyak menawarkan hiburan dan iklan daripada berupaya meningkatkan kemampuan mereka untuk mencapai hidup yang layak. Kehidupan bermedia yang bebas di satu sisi cukup menggembirakan karena merupakan perwujudan pesatnya perkembangan media informasi dan komunikasi di Indonesia, namun di sisi lain, kepemilikan media yang dikuasai sekelompok pengusaha – konglomerasi media – dinilai tidak adil bagi masyarakat terutama masyarakat di daerah. Harapan agar televisi konvensional tersebut dapat memberikan program yang mendidik dan informasi yang berimbang bagi masyarakat pedesaan masih jauh dari kenyataan, karena alasan kepentingan para pemilik media. Derasnya gelombang globalisasi media informasi dan komunikasi telah merambah ke berbagai pelosok daerah di Indonesia (Global Village). Globalisasi media TV tidak harus dihindari atau diantipati, namun perlu disikapi atau dilawan (counter) dengan media massa pula sehingga masyarakat pedesaan tidak tertinggal tapi justru semakin maju dalam memanfaatkan teknologi media televisi. Jadi yang perlu disikapi adalah bagaimana caranya agar masyarakat tidak terprovokasi dengan acara yang ditayangkan televisi, sehinngga nilai-nilai dan budaya yang ada tidak tercabut oleh gaya hidup modern yang tidak sesuai dengan kultur bangsa Indonesia. Menyikapi realitas dinamika pertelevisian nasional tersebut, maka televisi komunitas dengan motonya dari masyarakat, untuk masyarakat dan oleh masyarakat dapat memberikan jalan keluar untuk menjawab persoalan tersebut. Salah satu caranya memberikan pemahaman kepada masyarakat melalui pendidikan media (media literacy), sehingga masyarakat mampu memilih dan memilah program acara televisi apa yang terbaik ditonton oleh orang tua dan anak-anak mereka. Selain itu mengajak masyarakat berpartisipasi merancang dan memproduksi program acara televisi yang bermutu dan bermanfaat dengan mengangkat dinamika komunitas pedesaan sehingga mereka menjadi lebih bangga terhadap identitas daerahnya sendiri. Eksistensi televisi komunitas sebagai ruang publik yang mengedepankan komunikasi partisipatori tentu akan semakin perlu dalam aspek sosial budaya. Televisi komunitas dapat berperan dalam pelestarian seni dan budaya, serta nilai-nilai utama yang dimiliki masyarakat sebagai bentuk kearifan lokal agar tidak terpinggirkan dengan masuknya budaya asing baik melalui tayangan televisi swasta komersial ataupun media lainnya. Studi tentang khalayak (audience) televisi merupakan hal yang penting bagi penyelenggara televisi atau pembuat program guna mengetahui sejauh mana program acara yang dibuat dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasan khalayaknya. Khalayak merupakan objek yang menjadi sasaran utama dalam proses komunikasi bermedia agar informasi yang disampaikan lewat program acara televisi dapat diterima dengan baik dan berdampak positif bagi mereka. Melalui penelitian tentang khalayak, pengelola televisi komunitas dapat mengevaluasi dan mengetahui lebih jauh, apa langkah-langkah yang harus dilakukan agar media rakyat ini tetap bertahan dan diminati pendukungnya. Disamping itu pengelola televisi komunitas dapat merancang strategi dan perencanaan program yang lebih bermutu.
4
Khalayak televisi komunitas tidak se-kompleks khalayak televisi komersial, karena khalayak komunitas berada dalam satu wilayah geografis, mudah dikenali dan tidak terlalu sulit untuk menjangkaunya. Namun demikian penelitian terhadap khalayak tetap sangat diperlukan karena pemahaman khalayak terhadap program siaran tidaklah sama satu dengan yang lainnya. Perbedaan yang memengaruhi terhadap penerimaan khalayak biasanya karena faktor karaktersitik individu, faktor sosial dan ekonomi. Masyarakat pedesaan merupakan khalayak terbesar yang menonton siaran televisi. Masyarakat yang hidup dalam satu komunitas pedesaan dengan kekhasan karakteristik, budaya, sistem sosial dan ekonomi itu bisa memegang peranan yang strategis dalam mewarnai kehidupan berkomunikasi yang demokratis. Melalui televisi komunitas, masyarakat pedesaan dapat memperoleh informasi yang berimbang yang sesuai dengan realitas sosial dan kebutuhan mereka. Dengan memanfaatkan peran televisi komunitas mereka dapat menjadi masyarakat modern yang mengetahui perkembangan informasi terbaru baik dalam skala lokal maupun nasional. Sejalan dengan amanat UUD 1945 pasal 28F yang berbunyi: “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan diri pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi degan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”
Hasil penelitian sebelumnya Keberadaan televisi komunitas Grabag TV sebelumnya pernah dilakukan Prasetiyowati (2010) yang meneliti respons khalayak siaran Grabag TV berdasarkan klasifikasi pekerjaan. Hasilnya menunjukkan respons masyarakat terhadap program acara cukup positif. Masyarakat dari kelompok petani menghasilkan data frekuensi menonton yang signifikan, sedangkan pada kelompok wiraswasta dan pegawai terdapat perbedaaan yang signifikan. Masyarakat menilai secara umum siaran-siaran yang ditayangkan sudah sesuai dengan apa yang dibutuhkan masyarakat, tetapi pengemasan siarannya harus dibuat lebih variatif agar masyarakat semkain tertarik menontonnya, sehingga Grabag TV akan semakin exis dalam penyiaran. Penelitian lainnya dilakukan Yulita (2010) yang menganalisis penerimaan khalayak Desa Ponggol Kecamatan Grabag terhadap program acara “GenduGendu Roso” di Grabag TV. Hasil penelitiannya menyebutkan penerimaan khalayak terhadap acara “Gendu-Gendu Roso” dalam mempertahankan kebebasan berbicara masuk kategori resepsi dominant. Khalayak sepakat acara dialog interaktif yang berisi aspirasi masyarakat itu dapat mengembangkan kebebasan berbicara. Isi program tersebut sudah sesuai dengan kebutuhan khalayak. Dalam penggunaan bahasa, khalayak dapat menerima bahasa campuran yakni Jawa dan Indonesia, namun khalayak lebih banyak yang memilih salah satu bahasa yang digunakan dalam dialog tersebut yakni bahasa Jawa. Winarto (2011) juga pernah meneliti peran televisi komunitas dalam gerakan media literasi dalam mengajarkan masyarakat cermat memilih dan memilah program acara televisi apa yang berguna bagi mereka. Hasil penelitian menyebutkan Grabag TV dapat menjadi media alternative untuk memberdayakan
5
khalayak dalam bidang literasi media. Keberadaan televisi swasta komersial belum dapat diharapkan terlalu banyak sebagai media mainstream yang konsisten menayangkan program bermutu bagi kepentingan masyarakat pedesaan. Penelitian yang dilakukan Prasetyowati, Yulita dan Winarto lebih banyak menelaah respons khalayak terhadap salah satu program acara yang dianggap paling diminati. Penelitian terhadap Grabag TV sebagai televisi komunitas yang berfungsi dalam menunjang kegiatan sosial dan saluran komunikasi komunitas pedesaan sejauh ini belum banyak dilakukan. Dengan demikian, penelitian kepuasan khalayak terhadap program acara Grabag TV yang menekankan pada aspek sosial dan komunikasi diharapkan dapat menjadi informasi yang berharga terhadap para pengelola televisi komunitas sehingga lembaga penyiaran komunitas ini dapat lebih berperan dan berfungsi sebagai media rakyat yang membangun kesejahteraan bagi masyarakat umum dan masyarakat dalam komunitasnya Perumusan Masalah Dilihat dari peran dan struktur pengelolaan lembaga penyiaran komunitas, maka televisi komunitas bisa menjadi media alternatif yang fungsional dalam memberdayakan potensi komunitas dan warga sekitarnya sehingga menjadi masyarakat yang mandiri secara sosial dan ekonomi, bila mereka sudah mampu dan kuat dengan sendirinya mereka dapat menjadi penggerak dan agen pembangunan. Rogers (1976) dalam Jahi (1988) mengingatkan bahwa pembangunan pada negara berkembang, perlu memperhatikan dua hal yaitu, pemeratan penyebaran informasi dan keuntungan sosial ekonomi. Berdasarkan karakteristik media penyiaran komunitas, televisi komunitas dapat menjadi media massa yang me-rakyat yang relevan sebagai media informasi dan pendorong program pembangunan pedesaan. Beberapa televisi komunitas yang dikelola masyarakat daerah, tidak seluruhnya mampu bertahan bersiaran selama lebih dari lima tahun. Televisi komunitas tidak sekuat televisi swasta komersial yang dibolehkan untung sebanyak-banyaknya dari iklan yang diperolehnya. Televisi yang dibangun masyarakat dalam satu wilayah geografis dan komunitas itu banyak menghadapi kendala. Faktor pengelolaan dan keuangan merupakan salah satu kendala untuk menjalankan media penyiaran televisi komunitas. Seperti yang dialami Cidoro TV di Desa Cidoro, Kabupaten Karawang, Jawa Barat yang bangkrut karena tidak dikelola dengan baik dan tidak ada dukungan masyarakat. Begitu pula yang dialami oleh televisi komunitas Kendari TV yang didirikan tahun 2003. Keberadaan TV komunitas yang didirikan para penggiat lingkungan hidup ini berguna dalam mengkampanyekan lingkungan hidup, namun persoalan utama yang dihadapinya adalah minimnya modal, karena televisi komunitas tidak dizinkan mencari sumber pemasukan keuangan bagi keberlangsungan kegiatan produksi dan siarannya. Akibatnya sebagian besar karyawan yang honornya minim, mengundurkan diri dan mencari pekerjaan lain. Manajemen di level strategis yang tidak fokus juga bisa menentukan ambruknya media penyiaran, seperti MQTV (milik Aa Gym) yang tidak fokus dalam mengelola program. Televisi yang awalnya diperuntukkan untuk memperkuat silaturahmi para jamaah
6
Darut tauhid yang tersebar di beberapa kota besar akhirnya kandas sebelum media elektronik itu mengudara. Di antara sejumlah televisi komunitas yang masih eksis adalah Grabag TV yang dikelola masyarakat desa Grabag Kabupaten Magelang, Jawa Tengah sejak didirikan tahun 2005 lalu. Partisipasi masyarakat terhadap kehadiran media televisi ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan Grabag TV masih tetap bertahan. Faktor keuangan dan teknologi bukan segala-segalanya. Keuangan yang kuat tapi tidak ditunjang oleh program yang menarik juga bisa membuat kebangkrutan pada media televisi. Selain itu peran serta masyarakat yang ikhlas dan ulet juga sangat dibutuhkan kendati mereka bukan merupakan profesional di bidang broadcasting. Grabag TV yang mengangkat program Pertanian, Pendidikan dan Kesenian bisa menjadi percontohan bagi televisi komunitas berbasis warga di daerah pedesaan lainnnya. Persoalannya, apakah Grabag TV akan terus mampu bertahan menjadi media massa yang dapat memberdayakan masyarakat sekitar, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat, mengingat merebaknya perangkat parabola dan munculnya televisi berlangganan, selain itu keberadaan televisi komunitas mendapat terpaan dari televisi lokal yang masih dianggap mengganggu frekuensi mereka. Berdasarkan kondisi dan persoalan tersebut, penelitian memfokuskan persoalan tersebut lewat pertanyaan: 1) Bagaimana motif khalayak menonton acara televisi komunitas ? 2) Bagaimana pola khalayak menonton acara televisi komunitas ? 3) Bagaimana hubungan motif dan pola menonton dengan kepuasan menonton acara televisi komunitas ? Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1) Mendeskripsikan motif khalayak dalam menonton acara televisi komunitas 2) Mendeskripsikan pola khalayak dalam menonton acara televisi komunitas 3) Menganalisis hubungan antara motif dan pola, pola dan kepuasan menonton acara televisi komunitas Manfaat Penelitian 1) Sebagai bahan masukan berupa data, informasi serta referensi bahan kajian bagi masyarakat di pelosok desa terutama Pemerintah Daerah untuk mendorong demokratisasi komunikasi di pedesaan dengan membangun media televisi komunitas 2) Memberikan masukan kepada Grabag TV dan pengelola televisi komunitas lainnya serta televisi lokal untuk meningkatkan produksi program berkualitas yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat di lingkungannya
7
3) Memberikan sumbangan terhadap ilmu komunikasi pembangunan khususnya dari aspek media komunikasi massa televisi sehingga dapat dijadikan bahan untuk penelitian lainnya
TINJAUAN PUSTAKA Media Massa dalam Pembangunan Secara paradigmatis, komunikasi mengandung arti penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau mengubah sikap, pendapat, atau perilaku baik secara lisan maupun tak langsung melalui media, dengan tujuan tertentu, ada yang dilakukan secara lisan, tatap muka atau melalui media (attitude – opinion – behavior), sedangkan komunikasi massa memiliki spesifikasi yang lebih jelas. Bittner (Rakhmat 2002) menekankan “mass communication is messages communicated through a mass medium to a large number of people.” Jadi intinya komunikasi massa harus menggunakan media massa, sekalipun komunikasi yang disampaikan kepada banyak orang seperti para pengunjuk rasa, jika tidak menggunakan media massa (koran, radio, tv dsb) maka tidak termasuk komunikasi massa. Komunikasi massa dapat dianggap sebagai fenomena ‘masyarakat’ dan ‘budaya.’ Media massa merupakan bagian dari struktur masyarakat, dan infrastruktur teknologinya adalah bagian dari dasar ekonomi dan kekuatan, sementara ide, citra, dan informasi disebarkan oleh media jelas merupakan aspek penting dari budaya (McQuail 2009). Antara media massa dan masyarakat terjadi hubungan saling mempengaruhi. Hubungan media dengan khalayaknya itu menekankan pada efek–efek individu dan kelompok sebagai hasil interaksi dengan media. Peran media dalam komunikasi massa adalah mediasi (Mugniesyah 2006), yakni menjembatani orang lain agar dapat berhubungan dan melihat lingkungan di sekitarnya. Media massa dapat menjadi penerjemah yang membantu membuat pengalaman orang menjadi bermakna. Media massa juga bisa menjadi pembawa informasi yang bersifat interaktif sehingga memunculkan umpan balik, namun media massa juga bisa menjadi hambatan yang menutupi kebenaran. Dalam komunikasi bermedia (mediated communication) komunikan yang dituju tempatnya jauh atau tidak berhadapan langsung dengan komunikator. Karena itu komunikator harus lebih matang membuat perencanaan dan persiapan agar komunikator merasa yakin komunikasinya akan berhasil. Komunikan yang dituju bisa saja sekelompok kecil orang, kelompok orang banyak atau kelompok masyarakat tertentu (komunitas). Peranannya dalam pembangunan, komunikasi massa menurut Schramm (Nasution 2002) memiliki tugas pokok sebagai suatu perubahan yakni: 1) Menyampaikan informasi kepada masyarakat tentang pembangunan nasional, agar mereka memusatkan perhatian pada kebutuhan akan perubahan, kesempatan dan cara mengadakan perubahan, sarana-sarana perubahan, serta membangkitkan aspirasi nasional.
8
2) Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengambil bagian secara aktif dalam proses pembuatan keputusan, memperluas dialog dengan melibatkan semua pihak yang akan membuat keputusan mengenai perubahan, memberi kesempatan kepada para pemimpin masyarakat untuk memimpin dan mendengarkan pendapat rakyat kecil, dan menciptakan arus informasi yang berjalan lancar dari bawah ke atas. 3) Mendidik tenaga kerja yang diperlukan, sejak orang dewasa hingga anakanak, sejak pelajaran baca tulis hingga keterampilan teknis yang mengubah hidup masyarakat. Secara singkat dan tegas, Effendy (1986) menyatakan komunikasi pembangunan merupakan “proses penyebaran pesan oleh seseorang atau sekelompok orang kepada khalayak guna mengubah sikap, pendapat, dan perilakunya dalam rangka meningkatkan kemajuan lahiriah dan kepuasan batiniah, yang dalam keselarasannya dirasakan secara merata oleh seluruh rakyat”. Sejalan dengan tujuan pembangunan nasional kita, maka penggunaan media massa harus bisa dimanfaatkan pada masyarakat atau komunitas pedesaan terutama yang bertalian dengan pembangunan pedesaan dan pertanian sehingga mampu: 1) Meningkatkan kesempatan kerja di bidang pertanian, industri kecil dan kerajinan tangan 2) Menata kembali pemukiman penduduk dan transmigrasi dan memperbaiki lahan kritis dan marginal serta 3) Mendidik penduduk agar dapat mengambil manfaat koperasi desa dan asosiasi pertanian atau masyarakat desa. Penggunaan media massa juga ditegaskan Harmoko (1985) harus ditujukan bagi kepentingan umat manusia dan diabadikan bagi kepentingan pembangunan bangsa negara, dengan kata lain dalam era pembangunan, pesan yang disampaikan kepada khalayak harus kontekstual yakni sesuai dengan karakteristik sosial budaya masyarakat, sehingga khalayak mampu: 1) Membaca atau mendengarkan berita yang isinya sesuai dengan kepentingan mereka 2) Menimbulkan dorongan bertindak bagi khalayak secara spontan dan penuh kesan Wright (McQuail 2009) mengembangkan skema dasar untuk menggambarkan banyak efek media dan menambahkan hiburan sebagai fungsi media yang keempat. Mendelsohn (McQuail 2009) hiburan mungkin merupakan bagian dari budaya yang disiarkan, tetapi juga memiliki aspek lain, yaitu menyediakan penghargaan bagi individu, relaksasi, dan mengurangi tekanan yang mempermudah seseorang untuk bertahan dari masalah hidup di dunia nyata dan bagi masyarakat untuk menghindari perpecahan. McQuail (2009) dalam teori komunikasi massa menyebutkan lima (5) fungsi penting media massa dalam masyarakat yakni: 1) Media massa merupakan industri yang berubah dan berkembang yang menciptakan lapangan kerja, barang, jasa, dan menghidupkan industri lain yang terkait
9
2) Media massa merupakan sumber kekuatan–alat kontrol, manajemen, dan inovasi dalam masyarakat yang dapat didayagunakan sebagai pengganti kekuatan atau sumber daya lainnya. 3) Media massa merupakan forum yang berperan untuk menampilkan peristiwaperistiwa kehidupan masyarakat, baik yang bertaraf nasional maupun internasional. 4) Media massa berperan sebagai wahana pengembangan kebudayaan, bukan saja pengembangan bentuk seni dan simbol, tetapi juga pengembangan tata cara, mode, gaya hidup, dan norma-norma. 5) Media massa menjadi sumber dominan bukan saja bagi individu untuk memperoleh gambaran dan citra realitas sosial, tetapi juga bagi masyarakat dan kelompok secara kolektif; media menyuguhkan nilai-nilai dan penilaian normatif yang dibaurkan dengan berita dan hiburan. Dalam sektor kegiatan masyarakat, media massa juga berperan dalam memperlihatkan penggunaan teknologi untuk pengelolaan pertanian. Schramm (Nasution 1992) menjelaskan bahwa komunikasi dapat mengajarkan keterampilan-keterampilan baru, mulai dari baca tulis, pertanian, keberhasilan lingkungan hingga reparasi mobil. Dalam aspek pendidikan, media massa dapat berperan sebagai pendidik yang mengajarkan pemirsanya lewat suara dan gambargambar yang menjelaskan berbagai aspek pendidikan. Schramm (Jahi 1988) menyebutkan bahwa media massa seperti televisi dan radio telah digunakan di berbagai negara untuk: 1) Mereformasi pendidikan nasional 2) Memberi masukan pada pengajaran di sekolah 3) Memperluas jangkauan pendidikan formal ke segmen-segmen masyarakat yang memiliki kesempatan terbatas untuk mengikuti pendidikan formal di sekolah 4) Memperluas jangkauan pendidikan non formal ke segala segmen masyarakat yang membutuhkannya. Sejumlah ahli teori komunikasi massa juga mengaitkan kapasitas media dalam hal integrasi sosial. Media massa mampu menyatukan individu yang tersebar di dalam khalayak yang lebih besar, atau menyatukan pendatang baru ke dalam komunitas urban dan imigran ke dalam negara baru dengan menyediakan seperangkat nilai, ide, dan informasi serta membantu membentuk identitas (Rogers 1993) dalam McQuail (1994). Televisi dalam Pembangunan Pedesaan Media televisi yang berkembang pesat mengikuti kemajuan teknologi informasi komunikasi juga berpengaruh terhadap aspek kehidupan masyarakat di pedesaan. Berbagai potensi dan kekhasan yang dimiliki masyarakat desa bila dikemas secara apik dengan mengedepankan sentuhan unsur budaya, seni dan tradisi dapat menjadi tayangan yang menyenangkan, tidak membosankan, sehingga mampu memberikan semangat dan inspirasi bagi anggota masyarakat dalam mewujudkan program pembangunan.
10
Hasil penelitian Sumaryo (2006) tentang peranan media massa dalam penyebaran informasi penyuluhan bagi petani di Lampung mengungkapkan, bahwa aktivitas mengikuti acara televisi di Kelurahan Sumber Agung termasuk dalam kategori tinggi dengan nilai modus 15, sedangkan di Desa Tanjung Raya termasuk ke dalam kategori sedang dengan nilai modus 12. Hal ini berarti bahwa aktivitas mengikuti acara televisi banyak dilakukan petani di Kelurahan Sumber Agung ketika mereka beristirahat makan siang untuk memperoleh informasi yang bermanfaat bagi kepentingan mereka. Lain halnya dengan hasil penelitian Lasape (2004) mengenai peran media massa dalam pembangunan nasional. Berdasarkan data hasil observasi menyatakan khalayak pemirsa yang senang mengikuti informasi pembangunan pertanian di Kecamatan Ratatotok Kabupaten Minahasa melalui televisi, ternyata 33 persen menyatakan membentuk pendapat, dan 67 persen menyatakan mempengaruhi pendapat tentang pembangunan pertanian. Ini artinya, berita/informasi pembangunan pertanian yang disampaikan melalui televisi memengaruhi pendapat kebanyakan khalayak. Khalayak merasa televisi dapat ikut berperan mewujudkan program pendidikan masyarakat Ratatotok setelah menonton program acara tersebut. Televisi berkembang menjadi media massa paling populer setelah radio. Hampir di setiap pelosok pedesaan setiap rumah tangga memiliki minimal satu perangkat televisi. Kondisi ini membuka peluang besar bahwa televisi dapat menjadi salah satu media massa yang berperan dalam sektor pertanian pedesaan. Dalam aspek pembangunan, televisi berperan sebagai agent of change atau agen perubahan. Sebagai media massa, televisi mempercepat peralihan masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern. Kebiasan-kebiasan yang menghambat pembangunan antar budaya secara berangsur-angsur akan mengubah kebiasaan dan kepercayaan (Schramm) dalam (Depari & MacAndrew 1991). Kehadiran televisi juga berdampak pada perubahan struktur atau interaksi sosial di pedesaan. Televisi bukan saja meningkatkan status sosial pemiliknya tapi juga telah membentuk jaringan-jaringan interaksi sosial yang baru dan menjadi sarana untuk menciptakan “patron-client” yang baru seperti yang disampaikan Suparlan (1979) dalam Rakhmat (2002). Para petani kini telah memiliki pola komunikasi yang terbuka. Mereka lebih mampu berkomunikasi dengan orang-orang dari luar sitem sosialnya, dan lebih mampu berkomunikasi secara impersonal melalui berbagai media massa (Slamet 2003) dalam Saleh (2006). Perilaku komunikasi petani, termasuk dalam hal ini peternak sapi potong dalam mengikuti kegiatan penyuluhan diduga telah bergeser, yang dulunya dominan memanfaatkan informasi penyuluhan melalui saluran komunikasi interpersonal lewat sistem penyuluhan “tetesan minyak” bersifat top down ke sistem penyuluhan latihan dan kunjungan, kini lebih memanfaatkan atau “terdedah” informasi penyuluhan melalui media massa (Saleh 2006). Rao (1996) dalam Nasution (1992) mengawali penelitian di dua desa di India Utara, yang menggunakan sebuah model penelitian etnografi dalam media dan pembangunan. Ia menemukan bentuk interaksi dan konflik dan peranan elit
11
yang sangat sentral memengaruhi perubahan. Televisi tidak seperti media komunikasi massa yang lain. Ada tiga karakterisitik televisi yang membuat televisi secara khusus menjadi media yang efektif memberikan pengaruh kultural. Pertama, ketersediaan yang mudah dari program-program televisi dengan biaya yang relatif rendah dan biaya perawatan yang tidak besar. Kedua, ruang lingkup televisi adalah karakteristik yang menjelaskan pengaruh budaya. Ketiga, televisi yang awalnya bersifat tradisional dan terbatas pada satu channel dan selalu dikritik karena membosankan, kini berkembang menjadi beberapa channel baru untuk menghasilkan lebih program-program olahraga, hiburan, dan berita. Chowla (1983) dalam Jahi (1988) juga melaporkan bahwa bertambahnya peningkatan pengetahuan dan kesadaran itu sejalan dengan intensitas penduduk desa itu menonton televisi. Dalam bidang pertanian, sejumlah besar inovasi diterima penduduk desa melalui program-program televisi. Selain itu, Awasthy (1978) dalam Jahi (1988) menyebutkan televisi juga dipakai untuk menawarkan pendidikan nonformal pada khalayak pedesaan di Dunia Ketiga. Pemerintah India, sebelum mengadopsi televisi instruksional, secara berhati-hati melakukan dulu eksperimen pada tahun 1975–1976 untuk mengengetahui dampak siaran televisi pada warga desanya. Proyek tersebut bertujuan untuk menentukan pengaruh siaran televisi pada modernisasi pertanian, pengendalian pupuk, integrasi nasional, memperbaiki dan memperluas pendidikan, dan memperbaiki kehidupan penduduk pedesaan di India. Televisi merupakan media massa yang paling populer dan tersebar di Amerika termasuk di Indonesia. Masyarakat yang tidak menikmati televisi telah semakin berkurang dan mungkin akan segera lenyap. Pesawat televisi rata-rata disetel sekitar tujuh jam sehari. Ini berarti lebih dari 2500 jam per tahun, atau 106 hari per tahun. Dalam seminggu, berarti 47 jam, lebih dari jumlah waktu yang digunakan orang untuk bekerja atau tidur (DeVito 1997). Tayangan yang digelar stasiun televisi telah berkontribusi pada gaya hidup yang tidak sehat, konsumtif, bahkan berpretensi akan merenggangkan hubungan antar anggota keluarga dan individu dengan lingkungan sekitarnya. Di Jakarta, rata-rata anak dalam satu pekan menghabiskan waktu menonton acara hiburan 30 sampai 35 jam (Harian Pikiran Rakyat 22 Juli 2006). Jika dibandingkan dengan jumlah jam dalam satu minggu 168 jam, tentu saja waktu menonton anak-anak Jakarta dapat dikatakan terlalu besar untuk kebutuhan hiburan yang dianggap sehat. Sebagaimana diketahui bahwa saat ini jumlah acara TV yang ditayangkan untuk anak usia prasekolah dan sekolah dasar per minggu ada sekitar 90 judul, dengan 300 kali penayangan selama 170 jam bahkan pada saat-saat libur bisa mencapai 200 jam. Besarnya potensi media televisi terhadap kehidupan masyarakat menimbulkan kontroversi. Sebagian pandangan beranggapan bahwa televisi dapat dimanfaatkan sebagai wahana pendidikan dan sosialisasi nilai-nilai positif masyarakat. Sebaliknya televisi sebagai ancaman yang dapat merusak moral dan perilaku desktruktif lainnya.
12
Perkembangan Televisi di Indonesia Televisi kini bukan lagi barang mewah. Hampir setiap rumah tangga memilki satu unit televisi, dan hampir semua anggota keluarga di berbagai daerah di Indonesia dapat menyaksikan berbagai program acara yang disiarkan masing – masing stasiun televisi. Sejalan dengan angka pertumbuhan penduduk di Indonesia diikuti dengan kepemilikan televisi pada setiap rumah. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2012 kurang lebih 257.516.167 jiwa. Jika masyarakat di perkotaan, memiliki televisi rata-rata 20 persen dari jumlah penduduk kota itu, misalnya kota Makassar dengan jumlah penduduk sekitar 1.3 Juta, maka pemilik televisi di Makassar sekitar 260 ribu televisi, sedangkan masyarakat dipedesaan atau kecamatan kira-kira mencapai 5-7 persen dari jumlah penduduk. Jika dihitung untuk seluruh NKRI (Perkotaan dan Pedesaan), maka jumlah televisi yang dimiliki mereka tidak kurang dari 35 juta TV, yang ditonton oleh 4-7 orang setiap rumah tangga. Tingginya minat masyarakat Indonesia terhadap televisi menarik perhatian seorang peneliti masalah sosial dari MIT, Olken (2007). Ia mensurvei pengaruh televisi di kalangan rumah tangga Indonesia. Dari 600 desa di Jawa Timur dan Jawa Tengah serta antara desa yang bisa menjangkau sedikit saluran televisi dan desa yang bisa menerima banyak saluran televisi. Setiap bertambah satu kanal televisi yang bisa dilihat, rata-rata mereka menonton lebih tujuh menit. Di pedesaan dengan penerimaan sinyal televisi yang lebih bagus menunjukkan adanya tingkat partisipasi kegiatan sosial yang lebih rendah. Artinya orang lebih suka menonton televisi daripada kegiatan-kegiatan kemasyarakatan serta lesunya kerjasama perekonomian dan perdagangan. Sejalan dengan perkembangan teknologi penyiaran dan perangkat telekomunikasi, maka bermunculan pula berbagai sistem penyiaran yang menggunakan satelit dan decoder seperti televisi berlangganan (Pay TV). Penyiaran televisi khusus untuk audiens yang bersedia membayar secara berkala itu, misalnya Astro TV, berpusat di Malaysia dengan program acara seperti berita, olah raga, dan dokumenter, Indovision menghadirkan tontonan internasional, antara lain ESPN, CNN, HBO, dll. Selain itu, terdapat Yes TV jaringan yang dibuat PT Telkom. Laporan rekapitulasi data dan proses perizinan penyiaran ada 68 lembaga penyiaran televisi yang dinyatakan telah memperoleh Rekomendasi Kelayakan (RK) pada bulan Januari hingga September 2012 sebanyak 68 penyiaran televisi.
No. 1. 2. 3. 4.
Tabel 1 Jumlah Lembaga Penyiaran yang memperoleh Rekomendasi Kelayakan pada Januari – September 2012 Jenis Lembaga Penyiaran Televisi Sudah Disetujui (memperoleh Rekomendasi Kelayakan ) Lembaga Penyiaran Publik (LPP) 2 Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) 38 Lembaga Penyiaran Komunitas (LPK) 1 Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB) 27 Jumlah 68 (Sumber: Data Rekapitulasi Perizinan KPI Pusat)
13
Sistem penyiaran televisi yang dipancarkan ke udara menghadapi kendala tertentu untuk wilayah seperti pegunungan, karena itu munculah Community Antenna TV yakni televisi dengan antena bersama yang disambungkan ke rumahrumah penduduk. Itulah asal mula TV Kabel. Televisi Kabel (Cable TV), merupakan sistem penyiaran televisi melalui kabel. Jadi siarannya tidak dipancarkan ke udara seperti TV biasa, melainkan langsung dihubungkan ke rumah-rumah pelanggan melalui saluran kabel. Pada mulanya konsep TV kabel tidak seperti apa yang kita saksikan saat ini. TV kabel pemula digagas Robert J. Tarlton pada 1948 yang melihat potensi media televisi jika dapat disiarkan di desa Appalachia, yang dikelilingi pegunungan. Siaran TV yang mereka terima berasal dari Philadelphia yang jaraknya sekitar 100 km. Televisi berlangganan, Videoteks, dan Teleteks. Televisi Komunitas Berdirinya televisi komunitas dibangun oleh “partisipasi dan kesadaran” untuk menjalin “silaturahmi sosial” antar komunitas guna memberdayakan potensi masyarakat dan membangun lingkungannya. Keterlibatan warga komunitas dalam mengelola dan memproduksi program acara televisi disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan mereka yang seirama dengan visi dan misi pembangunan. Potensi daerah dengan berbagai kearifan lokal dan sumber daya alam, merupakan potensi terpendam yang bisa dimanfaatkan menjadi sumber informasi dan inspirasi yang menarik. Sebagian masyarakat desa juga memiliki potensi untuk menjadi pengelola atau penggiat televisi komunitas, sehingga program acara yang dirancang dan diproduksi pun disesuaikan dengan aspirasi dan kebutuhan mereka . Sejalan dengan itu, Rogers (1976) dalam Jahi (1988) mengingatkan bahwa pembangunan pada negara berkembang, perlu memperhatikan dua hal yaitu, pemeratan penyebaran informasi dan keuntungan sosial ekonomi. Penyebaran informasi bisa dilakukan melalui media massa elektronik seperti televisi dan radio. Berdasarkan karakteristik media penyiaran komunitas, Televisi Komunitas tentunya dapat menjadi media informasi yang relevan untuk diterapkan di masyarakat pedesaan. Sifat televisi yang bukan saja dapat menjadi ajang tontonan (hiburan) tapi dapat juga menjadi media informasi yang dibutuhkan masyarakat. Manfaat yang dapat diperoleh dengan didirikannya televisi komunitas antara lain adalah adanya interaksi positif antar anggota masyarakat. Dengan berkembangnya penyiaran komunitas maka berdampak pada meningkatnya akses informasi dari dan untuk komunitas atau masyarakat, meningkatnya hubungan sosial di antara masyarakat, meningkatknya partisipasi masyarakat dan untuk menghindari konflik antar anggota maupun dengan komunitas lain. Para anggota media komunitas memiliki persamaan minat (community of interest) dalam hal budaya, sosial, ekonomi, atau politik, yang tidak dipengaruhi oleh keberadaan mereka secara geografis. Jankowski dan Prehn (2002) menyebutkan perwujudan media komunitas banyak ditemukan di dalam format inisiatif jaringan elektronik atau electronic network initiatives. Jaringan tersebut dibangun atas dasar kerjasama antara institusi komunitas dan organisasi yang
14
bertujuan untuk menyebarluaskan sumber teknologi informasi kepada masyarakat, mendukung proyek pembangunan komunitas, penyediaan informasi dan merangsang keterlibatan masyarakat dalam aktivitas sosial serta politik setempat. Menurut Jankowski dan Prehn (2002) karakter media komunitas adalah sebagai berikut: 1) Tujuan Menyajikan berita dan informasi yang dibutuhkan anggota komunitas dan mengajak anggota masyarakat berpartisipasi dalam komunitas publik melalui media komunitas 2) Pengawasan dan kepemilikan Mayoritas saham media komunitas dikuasai penduduk lokal, pemerintah setempat atau organisasi komunitas 3) Lokal konten Isi informasi memegang prinsip kedekatan (proximity) dan jurnalistik sebagai nilai berita 4) Produksi media Pembuatan atau produksi program media dan penyiarannya dilakukan para pekerja nonprofessional dan sukarelawan 5) Distribusi Pengiriman program dapat melalui jaringan “televisi kabel” atau model jaringan khusus lainnya seperti jalur independen dalam industri music dan film 6) Khalayak Ruang lingkup khalayak bersifat lokal yang jumlahnya relatif kecil 7) Keuangan Pendanaan bersifat nonkomersial, namun ada dana yang masuk bisa berasal dari sponsor, iklan dan subsisi pemerintah Televisi komunitas yang tumbuh dari lingkungan sosial masyarakat dan komunitas pendukungnya merupakan salah satu bentuk media rakyat yang menggambarkan sistem sosial, masyarakat dan budayanya. Isi pogram acara televisi komunitas merupakan refleksi dari kehidupan masyarakat dan struktur sosial yang ada. Teori Uses and Dependency (Rubin & Windahl 1981) dalam (Rachmiatie 2007) dapat menjelaskan lebih jauh tentang keterkaitan antara media massa dengan sistem sosial budaya yang ada di tengah masyarakat. Pada masyarakat yang berstruktur politik liberal, perilaku sosial dan ekonominya pun liberal. Media massa yang keberadaannya dapat diterima masyarakat dan mempertahankan
15
bisnisnya juga memiliki karakteristik yang liberal. Begitu pula sistem kelembagaan media akan diwujudkan dalam isi penyajian, struktur dan fungsi sebuah media tersebut. Karena itu lah kehadiran televisi komunitas bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan psikis komunitasnya seperti aktualisasi diri, menyalurkan hobi atau bakat, serta mempertahankan identitas, nilai dan norma budaya masyarakatnya (Rachmiatie 2007). Teori ketergantungan memiliki dasar asumsi bahwa pengaruh media ditentukan oleh hubungan antara sistem sosial yang lebih luas, peran media dalam sistem tersebut dan hubungan khalayak dengan media. Menurut DeFleur dan Rokeach (Morissan et al. 2002) ketergantungan khalayak terhadap media bersifat integral yang mencakup tiga pihak yakni media, khalayak dan sistem sosial yang melingkupinya. Derajat ketergantungan terhadap media merupakan kunci dalam memahami kapan dan mengapa pesan media massa dapat mengubah kepercayaan, perasaan dan perilaku khalayak. Dalam masyarakat modern, orang semakin tergantung pada media untuk: (a) memahami dunia sosial mereka; (b) bertindak secara bermakna dan efektif dalam masyarakat; dan (c) untuk menemukan fantasi dan pelarian. Derajat ketergantungan khalayak terhadap media ditentukan oleh: (a) tingkat kepentingan informasi yang disampaikan media dan (b) derajat perubahan dan konflik dalam masyarakat. Dua faktor yang menentukan ketergantungan seseorang terhadap media yakni: 1) Seseorang akan lebih bergantunga pada media yang dapat memenuhi sejumlah kebutuhannya sekaligus dibandingkan dengan media yang hanya mampu memenuhi beberapa kebutuhan saja 2) Perubahan sosial dan konflik yang terjadi di masyarakat dapat menyebabkan perubahan pada institusi, kepercayaan dan kegiatan yang sudah mapan. Situasi sosial yang bergejolak (perang, bencana, kerusuhan dan lain-lain) dapat menimbulkan perubahan pada konsumsi media, misalnya orang menjadi lebih bergantung pada media untuk mendapatkan informasi atau berita. Pada situasi sosial yang stabil, kebutuhan media juga akan berubah, orang lebih suka menyukai program hiburan. Dari keterangan diatas, ketergantungan pada media merupakan hasil dari dua faktor penting, yaitu motif khalayak untuk mendapatkan kepuasan dan ketersediaan alternatif tontonan. Masing-masing faktor dipengaruhi oleh sejumlah karakteristik. Kebutuhan seseorang tidak selamanya bersifat personal atau berasal dari individu tersebut, tetapi mungkin saja dibentuk dari lingkungan budaya atau kondisi sosial yang beragam. Social System (degree of stability varies)
Media System (number and centrality of information functions varies)
Audiences (degree of dependency on media informatioan varies)
16
Effects Cognitive Affective Behavioural Gambar 1 Model Teori Dependensi (DeFleur & Rokeach 1976)
Kedudukan media komunitas juga dapat ditinjau dari pendekatan teori koorientasi (McLeod & Chaffe 1973) dalam Rachmiatie (2007). Teori ini menekankan bahwa dalam komunikasi antarkelompok dalam suatu masyarakat berlangsung secara interaktif dan dua arah. Sumber informasi, komunikator, dan komunikan berada dalam suatu situasi komunikasi yang dinamis. Informasi yang dicari atau didapat anggota masyarakat (publik) bersumber pada pengalaman pribadi, tokoh masyarakat (elit), dan media massa, atau gabungan ketiganya. Sumber informasi tidak datang dari komunikator, tetapi komunikator bersama komunikan menciptakan informasi bersama yang dianggap penting, aktual dan memenuhi kebutuhan komunitasnya untuk disebarkan kepada seluruh warga komunitas tersebut. Hubungan antara elemen-elemen tersebut dituangkan dalam bagan yang menyerupai layang-layang dibawah ini
(Gambar 2 Model Hubungan Komunikasi Antar Kelompok. Sumber: Rachmiatie 2007)
Elite diartikan sebagai kekuatan politik yang ada dalam masyarakat. isu atau peristiwa adalah perbincangan/perdebatan mengenai suatu kejadian yang terjadi dalam masyarakat, di mana dari sini akan muncul berbagai informasi. Publik adalah kelompok/komunitas dalam masyarakat yang berkompeten dengan peristiwa yang diinformasikan dan sekaligus sebagai khalayak dari media,
17
sementara media mengacu pada unsur-unsur yang ada di dalam media, seperti wartawan, editor, reporter, dan sebagainya. Televisi komunitas berbasis warga Deklarasi berdirinya Asosiasi Televisi Komunitas Indonesia (ATVKI), 20 Mei 2008, di desa Grabag Kabupaten Magelang, Jawa Tengah merupakan tonggak sejarah baru lahirnya televisi-televisi komunitas di berbagai daerah. Jumlah televisi komunitas di Indonesia belum terlalu banyak, setidaknya baru ada 24 televisi komunitas dengan latar belakang pendirian yang berbeda-beda. Televisi komunitas berbasis warga. Televisi komunitas ini didirikan, dikelola dan diperuntukkan sepenuhnya bagi warga masyarakat dalam wilayah geografis tertentu. Stasiun televisi komunitas yang masuk dalam kelompok ini adalah Yogyakarta TV di DIY Yogyakarta, Grabag TV di Magelang, Rajawali TV di Bandung, TV Madani di Depok, PAL TV di Palmerah Jakarta, Depok TV di Jakarta dan MJTV di Jogokaryan. Televisi komunitas berbasis kampus Televisi komunitas berbasis kampus atau sekolah, tujuan besarnya sebagai media latih atau praktikum bagi para siswa (mahasiswa) yang memiliki program studi broadcast atau komunikasi. Secara sumberdaya, televisi komunitas yang berada di kampus/sekolah relatif lebih mapan karena ketersediaan dukungan dana yang cukup dari institusi pendidikan tersebut, bahkan dari pemerintah. Kelompok ini antara lain: Ganesha TV (ITB Bandung), UMY TV (Yogyakarta), Akindo TV (Yogyakarta), UAD TV (Yogyakarta), dan Televisi Education (TV-E) di Sekolah Menengah Kejuruan di berbagai wilayah di Indonesia (proyek Depdiknas). Isi siarannya dikelola Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan (Pustekkom Depdiknas). TV Komunitas memiliki tanggung jawab sosial terhadap masyarakatnya, karena itu seluruh program dan manajemennya harus benar-benar berpihak pada kepentingan masyarakat, sejalan dengan Slogan TV Komunitas “dari masyarakat untuk masyarakat oleh masyarakat. ”Pengelola TV Komunitas tidak bisa semaunya menayangkan program siaran yang tidak sesuai dengan nilai, aturan, maupun budaya masyarakatnya. Masyarakat bukan hanya menjadi objek, melainkan juga sebagai subjek yang terlibat dalam produksi program siaran.Melalui televisi komunitas, mereka berkesempatan untuk bisa berekspresi, memberikan nilai dan penghargaan pada entitas lokal, sekaligus menilai, menganalisis, serta memilah informasi dan hiburan yang disajikan.
Fungsi Televisi Komunitas Televisi komunitas mempunyai fungsi yang khas antara lain berperan sebagai pelestarian budaya, nilai-nilai dan kearifan lokal, peran dalam gerakan media litreracy, peran dalam pendidikan, peran dalam pendidikan politik, dan penerapan jurnalisme warga, peran bagi perekonmian masyarakat dan sebagainya. Deklarasi Asosiasi Televisi Komunitas Indonesia (ATVKI) menyebutkan salah satu faktor utama yang melatarbelakangi berdirinya TV Komunitas adalah
18
kekecewaan atas kondisi televisi swasta di Indonesia yang berorientasi pada program hiburan yang kurang mendidik, terpengaruh arus globalisasi dunia barat dan demi kepentingan pencapaian target iklan atau penghasilan. Kehadiran TV Komunitas dirasakan perlu dan dapat menjawab kebutuhan masyarakat terhadap program acara yang sejalan dengan kondisi sosial dan kehidupan masyarakat di sekitarnya sebagai sarana berkomunikasi di antara mereka. Televisi komunitas menjembatani (mediasi) hubungan antar warga, keluarga atau pemerintah dengan rakyatnya. Fungsi televisi dalam kegunaan sosial sangat berarti. Obrolan sebuah acara televisi di sebuah warung bisa menjadi bahan perbincangan yang menarik di masyarakat. Media memberikan peluang yang luas terhadap percakapan-percakapan sosial, dan banyak orang menggunakannya dengan membaca, melihat atau mendengar sebagai topik diskusi ketika berbincang-bincang dengan orang lain (Winarso 2005). Kegunaan sosial lainnya adalah televisi komunitas bisa menjadi alat untuk mengusir kesepian, menghilangkan rasa jenuh dan memunculkan kegembiraan. Khalayak akan bereaksi terhadap orang-orang yang muncul di media dan karakter-karakter yang mereka perankan, karena orang-orang tersebut teman dan tetangganya. Kondisi ini lalu memunculkan hubungan yang lebih dekat dan hangat baik antara media atau dengan pelaku di dalamnya. Gejala ini disebut hubungan parasosial (Winarso 2005). Kehadiran televisi komunitas merupakan babak baru dalam perkembangan penyiaran di Indonesia. Media ini dapat menjadi kebanggan masyarakat karena tampilan dan program nya yang mengusung keberagaman komunitas nya (diversity of ownership) dan keberagaman isi (diversity of content). Televisi komunitas bertanggung jawab memberdayakan masyarakat, meningkatan pengetahuan tentang media (melek media), disamping memberikan hiburan yang segar sesuai dengan warna dan kearifan lokal. Televisi komunitas juga merangsang dialog sebagai bagian dari proses demokrasi dan kontrol sosial, serta memberikan akses bagi pembelajaran bagi sekolah (Kompas, 30 Mei 2007). Komunikator dalam penyiaran komunitas merupakan orang-orang yang berasal dari komunitas yang memahami dan menghayati kultur sosial komunitas dan lingkungannya. Fungsi televisi komunitas adalah menyampaikan pesan-pesan yang berkaitan dengan: 1) Kultur komunitas dalam bentuk tampilan informasi yang berfungsi menerangkan, mendidik, mempengaruhi dan menghibur anggota komunitas atau masyarakat lainnya. 2) Informasi yang berkaitan dengan penyelenggaraan prinsip-prinsip demokrasi, pemerintahan yang memperhatikan terhadap (a) kedaulatan rakyat, (b) peraturan dan perundang-undangan, (c) peranan mayoritas penduduk, (d) hak-hak minoritas, (e) rasa adil serta HAM, (f) kesetaraan hukum, (g) keadilan, (h) pemilu yang bebas, jujur dan adil, (i) konstitusi yang membatasi peranan pemerintah, (j) bidang sosial dan ekonomi, (k) nilai-nilai toleransi, (l) melibatkan seluruh komponen masyarakat, dan (m) kebebasan pers bernuansa lokal .
19
Tujuan Televisi Komunitas Para penggiat televisi komunitas yang tergabung dalam Asosiasi Televisi Komunitas Indonesia (ATVKI) di desa Grabag, Magelang, Jawa Tengah tahun 2008, mencetuskan tujuan pendirian televisi komunitas sebagai media massa alternatif demi kepentingan komunitas atau masyarakat sekitar. Tujuan pendirian televisi komunitas tersebut disebutkan dalam limaperan yakni: 1) Memelihara dan mengembangkan budaya lokal 2) Berperan sebagai jaringan informasi komunitas 3) Tujuan sosial bukan kepentingan pribadi, kelompok atau profit 4) Meningkatkan kualitas hidup anggota komunitasnya 5) Mendidik dan memajukan masyarakat dalam mencapai kesejahteraan dengan melaksanakan program budaya, pendidikan, dan informasi yang menggambarkan identitas bangsa. Dari lima peran televisi komunitas tersebut maka ada perbedaan antara televisi komunitas dan televisi swasta komersial (konvensional). Perbedaan tersebut antara lain: perbedaan skala operasi. Media penyiaran komunitas relatif beroperasi dalam wilayah yang lebih kecil. Dalam media penyiaran komunitas, baik pengirim pesan (sender-komunikator) dan penerima pesan (receiver) memiliki kesamaan kepentingan karena keduanya merupakan anggota komunitas dari latar belakang yang memiliki kebutuhan yang serupa, sedangkan dalam penyiaran konvensional, pesan yang disampaikan tidak selamanya bisa diterima pemirsanya, bahkan pengelola atau pemilik media membuat program berdasarkan kepentingan mereka (agenda setting) atau karena kebutuhan pasar, sedangkan pada televisi komunitas, pengelola atau penggiat tidak boleh melalukan intervensi baik terhadap jenis program, isi program atau memberikan kebijakan yang tidak sesuai dengan aspirasi para komunitasnya. Semua kegiatan produksi program acara televisi komunitas dibuat berdasarkan kesepakatan.
Tabel 2 Perbedaan Media Massa Konvensional dengan Media Komunitas Unsur-unsur Media Konvensional Media Komunitas
20
Kepemilikan
Kelompok, negara, perorangan
Warga komunitas
Tujuan dan sasaran
Informasi, hiburan, pendidikan, kepentingan komersial, khalayak luas, publik sasaran khusus, Klien
Informasi, pendidikan, hiburan
Isi
Aneka informasi menyentuh kepentingan berbagai khalayak
Operasional
Pengawasan dan pertanggungjawaban
Disiarkan secara luas, cenderung satu arah, feedback cenderung tertunda, sistem rumit dan mahal, peran narasumber dengan sasaran terpisah jelas Bergantung pada sistem negara, pemerintah, pasar atau komisi dewan
Informasi terpilih, isi dirancang lembaga media bersama komunitas Penyiaran terbatas, interaktif, feedback cenderung langsung, sistem mudah dan sederhana, sasaran bias, peran narasumber tak jelas Anggota komunitas dan perwakilan ditunjuk warga atau penggiat
(Sumber: Rachmiatie 2007)
Pengertian Komunitas Menurut Hollander, komunitas berasal dari kata community yang bermakna “semua orang yang hidup di suatu tempat” dan “sekelompok orang dengan kepentingan atau ketertarikan yang sama.” Dari makna tersebut dapat disimpulkan ada tiga jenis komunitas (Sudibyo 2004): 1) Komunitas yang terbentuk berdasarkan batasan-batasan geografis, misalnya komunitas masyarakat adat Banten yang ada di kawasan Banten. 2) Komunitas yang terbentuk berdasarkan kesamaan identitas (sense of identity), misalnya komunitas Betawi merujuk pada orang-orang etnis Betawi asli di Jabotabek, komunitas Minang merujuk pada kumpulan etnis Minang yang menetap di wilayah tertentu di luar daerah asalnya. 3) Komunitas yang dibentuk berdasarkan kesamaan minat, profesi, kepedulian atau kepentingan. Komunitas bisa diartikan warga negara yang mendiami geografis tertentu dan melayani komunitas dalam batasan geografis tersebut. Dalam konsep sosiologi, kata komunitas merujuk pada kumpulan orang-orang yang berinteraksi dan relasi (sosiologis), melakukan transaksi sosial di antara mereka yang bersifat personal berdasarkan kesamaan harapan, cita-cita, kebutuhan atau keinginan, tujuan, ideologi, maupun nilai-nilai bersama yang mereka anut atau yang mereka perjuangkan. Dalam arti sempit, komunitas menggambarkan etnik atau sub-etnik serta ras atau kelompok suku bangsa yang secara nominal jumlahnya paling sedikit dari suatu mayoritas masyarakat (Liliweri 2010). Komunitas (community) menurut Linton (Soekanto 2003) yang dikutip Bungin (2008) merupakan sekelompok manusia yang telah hidup dan bekerja sama cukup lama, sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menanggap
21
diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas. Pengertian manusia yang hidup bersama dalam ilmu sosial tidak mutlak jumlahnya, bisa saja dua orang atau lebih. Manusia tersebut hidup bersama dalam waktu relatif lama, dan akhirnya melahirkan manusia-manusia baru yang saling berhubungan satu dengan lainnya. Hubungan antara manusia itu kemudian melahirkan keinginan, kepentingan, perasaan, kesan, penilaian dan sebagainya. Kesemuanya itu lalu mewujudkian sistem komunikasi dan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antar manusia dalam masyarakat tersebut. Munculnya komunitas terkait adanya gagasan yang luas yang mencakup kepercayaan, kebersamaan, komitmen dan solidaritas termasuk mengatasi konflik (Smith 2001) dalam (Pyles 2009). Orang orang yang tinggal dalam kedekatan satu dengan yang lainnya dan memiliki kesamaan kesukaan dan harapan merupakan representasi dari gagasan yang kompleks ini yang dikenal sebagai komunitas. Orang cenderung mencari kesamaan dengan orang lain ketika mereka berada dalam kedekatan secara fisik seperti dalam jaringan sosial (Putnam 2001) dalam Pyles (2009). Hollander (Jankowski 2002 & Mufid 2007) menyatakan dalam konteks community communication, individu tidak dilihat sebagai elemen dari mass audience, tapi dilihat sebagai anggota dari komunitas yang spesifik. Komunitas yang dimaksud bisa berupa geographical community, community of interest atau keduanya. Dalam geographical community, individu dianggap sebagai anggota komunitas dalam kapasitasnya sebagai warga wilayah tertentu. Kapasitas itulah yang menyebabkan relevansi antara isi penyiaran media komunitas dengan individu. Dalam penelitian ini komunitas yang menjadi fokus perhatian adalah khayalak penonton Grabag TV yang merupakan warga Desa Grabag yang bekerja sebagai petani, guru, seniman, buruh dan pekerja lainnya. Mereka memiliki interest, harapan dan kebutuhan yang sama dalam memberdayakan diri, lingkungan dan pembangunan desa. Melalui televisi komunitas, apresiasi dan peran serta masyarakat diwujudkan dalam berbagai program acara televisi.
Khalayak Televisi Setiap pengelola televisi pasti membutuhkan khalayak atau penontonnya. Pengelola televisi membuat program dengan harapan adanya umpan balik positif dari khalayak, dan ingin memperoleh persetujuan dari khalayak serta sejawatnya (Burton 2000). Khalayak adalah kelompok orang yang secara sengaja ingin menonton program acara televisi dengan maksud dan tujuan tertentu. Geraghty dan Lusted (1998) dalam Burton (2000) berkomentar bahwa menonton televisi bisa dipahami dalam beragam konteks yang bisa menghubungkannya dengan tatanansosial atau hiburan dan format-format komunikasi lainnya. Sedangkan Lorimer (1994) dalam Burton (2000) mengatakan:
22
“berbicara tentang anggota khalayak, khalayak sebagai kelompok, media, dan budaya-budaya dimana semuanya itu inheren sebagai makna yang melahirkan entitas-entitas yang saling memengaruhi satu sama lain”
Burton (2000) juga mengatakan khalayak menggunakan televisi dalam rangka memenuhi kebutuhan batin untuk berhubungan dengan diri, sosial dan dengan citra-diri. Kebutuhan itu adalah sebagai berikut: 1) Kebutuhan akan informasi untuk memelihara dan memperkuat gambaran mengenai geografis dan sosial kita, misalnya melalui program berita. 2) Kebutuhan akan identitas, khususnya peran-peran tokoh dan peran-peran yang dimainkan agar mawas diri dan memahami perilaku sosial lewat tokoh-tokoh tersebut. 3) Kebutuhan akan interaksi sosial untuk mencerap pengalaman melalui interaksi dan hubungan antar sesama. 4) Kebutuhan akan pengalihan perhatian yakni mengunakan televisi sebagai hiburan. Menurut Rivers et al. (2003) setiap media massa berpengaruh terhadap khalayaknya masing-masing. Baik media maupun khalayak sama-sama melakukan seleksi. Khalayak selalu memilih media sesuai dengan keinginannya. Banyak media yang tidak terjangkau oleh khalayak (karena faktor geografis) yang jauh, meskipun khalayak ingin menikmati isi media tersebut. Selain itu, ada faktor lain yakni tingkat melek huruf, kebiasaan, usia dan biaya yang memengaruhi khalayak. Daya tarik khalayak terhadap suatu media umumnya berbeda dengan daya tarik terhadap media-media lain. Ketertarikan khalayak berbeda-beda tergantung pada profesi, minat dan selera mereka. Alasan-alasan khalayak menggunakan media tergantung pada beberapa hal. Rivers mengatakan usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan status sosioekonomi mempengaruhi alasan seseorang menggunakan media. Semakin tinggi usia seseorang, kian besar kecenderungannya menggunakan media untuk hal-hal serius, bukan sekadar hiburan. Khalayak yang usianya lebih lanjut punya kecenderungan menonton massalah-masalah sosial daripada khalayak usia muda. Khalayak muda biasanya memilih musik khas mereka, film atau drama mencekam. Tingkat pendidikan tidak banyak berhubungan dengan pemilihan media elektronik atau media siaran. Penggemar televisi kebanyakan mereka yang berpendidikan sekolah menengah. Sedangkan kecenderungan khalayak menggunakan media televisi karena tiga alasan yakni: Pertama keinginan untuk ditenangkan dengan bujukan bahwa segala sesuatunya baik baik saja. Kedua mengalihkan kesalahan atas terjadinya suatu masalah ke pihak lain. Ketiga, khalayak ingin mendengar saran-saran gampang agar merasa lebih bahagia, rasional atau tidak. Khalayak berhak menentukan program yang mereka sukai, baik dan bermanfaat. Kebutuhan dan tujuan menjadi penyebab mereka memilih program acara televisi. Partisipasi aktif dalam proses komunikasi dapat mempermudah, membatasi atau sebaliknya, mempengaruhi kepuasan dan menimbulkan berbagai efek yang terkait dengan terpaan media (Morissan et al. 2010). Blumler (1979) dalam (Morissan et al. 2010) juga mengemukakan sejumlah gagasan mengenai jenis-jenis kegiatan yang dilakukan khalayak (khalayak aktif) ketika menggunakan media, yang mencakup: kegunaan (utility), kehendak
23
(intentionality), seleksi (selectivity), dan tidak terpengaruh hingga terpengaruh (imperviousness to influence). Pilihan khalayak yang mempengaruhi penggunaan media massa menurut McQuail (2009) bisa tergantung pada motivasi pribadi, konten media dan konteks sosial. Konten media dan konteks sosial itu antara lain: 1) Menu konten harian yang spesifik dari penyajian 2) Kondisi saat itu, misalnya jumlah waktu luang, kesedian untuk memperhatikan, rangkaian aktivitas alternatif dan 3) Konteks sosial dari pilihan dan penggunaaan, misalnya pengaruh dari keluarga dan teman. Dalam dunia penyiaran, khalayak adalah “tuan” yang harus menjadi perhatian, karena itu penelitian terhadap khalayak (audience research) merupakan kegiatan yang penting dalam setiap penyelenggaraan penyiaran. Hasil riset menjadi acuan untuk membuat program acara dan menentukan jadwal siaran atau tayang. Menurut McQuail (2009) tujuan penelitian terhadap khalayak sangat beragam dan cenderung tidak konsisten. Penelitian terhadap khalayak secara garis besar dibagi dalam dua kelompok tujuan yakni: 1) Tujuan media–sentris 1.1 Mengukur jangkauan nyata dan potensial untuk tujuan pembukuan dan iklan 1.2 Mengatur perilaku khalayak 1.3 Mencari kesempatan pasar khalayak yang baru 1.4 Menguji produk dan meningkatkan efektivitas dari perspektif pengirim 2) Tujuan khalayak-sentris 2.1 Memenuhi tanggungjawab untuk melayani keluarga 2.2 Mengevaluasi kinerja media dari perspektif khalayak 2.3 Mengelompokkan motif khalayak untuk pilihan dan penggunaan 2.4 Mengungkap interprestasi dan mendalami konteks penggunaan media 2.5 Menilai efek yang sebenarnya dari khalayak Untuk mencirikan jenis-jenis khalayak yang berbeda yang muncul dengan perubahan media dan waktu, Nightingale (2003 dalam McQuail 2009) memberikan rujukan sebagai berikut: 1) Khalayak sebagai ‘kumpulan orang-orang’. Kumpulan ini diukur ketika menaruh perhatian pada tampilan media atau produk tertentu pada waktu yang ditentukan. Istilah ini disebut penonton. 2) Khalayak sebagai ‘orang-orang yang ditujukan’. Merujuk pada kelompok orang yang dibayangkan komunikator serta kepada siapa konten dibuat. 3) Khalayak sebagai ‘yang berlangsung’. Pengalaman penerimaan sendirian atau dengan orang lain sebagai peristiwa interaktif dalam kehidupan sehari-hari, berlangsung dalam konteks tempat atau fitur lain. 4) Khalayak sebagai ‘pendengar’ atau ‘audisi’. Khalayak yang berpartisipasi dalam sebuah pertunjukkan atau berpartisipasi melalui alat yang jauh, memberikan respons saat yang bersamaan. Dengan mengenali ciri-ciri khas mereka, maka media televisi dapat menyiapkan pesan-pesan yang sesuai kebutuhan khalayak tertentu. Jadi satu pesan yang tepat dapat dirancang untuk khalayak tertentu yang menerimanya. Bittner
24
memberikan cara paling mudah mengenali khalayak yakni dengan mengidentfikasi demografinya. Dari keterangan diatas dapat ditarik kesimpulan, khalayak menjadi sumber acuan dan target bagi setiap pengelola televisi dalam membuat program-program yang menarik dan dibutuhkan. Khalayak bahkan bisa menjadi kekuatan terhadap keberlangsungan sebuah stasiun televisi, kendati ada stasiun televisi yang tetap bertahan bersiaran karena tingginya motivasi pengelola yang memiliki tujuan tersendiri. Pola Menonton Pola menonton atau pola penggunaan media dapat diartikan sebagai jumlah curahan waktu atau durasi, frekuensi, dan keterlibatan orang menggunakan media. Semakin banyak waktu yang dialokasikan dan frekuensi yang digunakan menonton akan memperbesar jenis acara yang diperolehnya, demikian pula dengan tingkat perhatian pada saat menggunakan media akan membedakan persepsinya pada isi media. Menurut Sari (1993:29) untuk mencari data penggunaan media oleh khalayak dapat dilihat dari terpaan media (media exposure) yang terdidari atas jenis media, frekuensi penggunaan maupun durasi penggunaan (longevity). Frekuensi penggunaan media mengumpulkan data khalayak tentang berapa kali (hari) seseorang menggunakan media dalam satu minggu, sedangkan durasi penggunaan media menghitung berapa lama khalayak bergabung dengan suatu media (berapa jam perhari) atau berapa lama khalayak mengikuti suatu program (audience’s share on program), sementara De Fleur dan Rokeach (1983) membagi pola penggunaan atau menonton televisi dalam tiga hal yakni: 1) Frekuensi menonton acara tertentu 2) Total waktu rata-rata yang digunakan menonton dalam sehari 3) Pilihan acara yang ditonton dalam sehari Pola penggunaan televisi tersebut dapat menghasilkan pemuasan kebutuhan atau konsekuensi lain yang tidak diinginkan sebagai dampak dari perbandingan antara harapan khalayak sebelum menonton televisi dan yang sesungguhnya diperoleh khalayak setelah menonton televisi. Dalam penelitian ini, pola menonton televisi hanya dibatasi dua hal yakni Frekuensi dan Durasi, pendapat ini diperkuat oleh Rosengren dalam Morissan et al. (2010) yang menyebukan pola menonton terdiri atas Frekuensi dan Durasi. Frekuensi merupakan tingkat keseringan khalayak menonton tayangan televisi dalam seminggu dan Durasi merupakan jumlah banyaknya waktu menonton dalam sehari. Kebutuhan menonton televisi pada setiap individu berbeda-beda. Faktor yang memengaruhi pola menonton ada yang berasal dari faktor intrinsik (usia, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat pendapatan, pendidikan dan etnis) dan ada yang dipengaruhi dari luar individu atau faktor ekstrinsik (keinginan memperoleh informasi, pola pengambilan keputusan dan pilihan acara).
25
Apakah pola menonton pada setiap individu berbeda satu sama lain dan bagaimana hubungan yang memengaruhinya?. Berikut beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian Apollo dan Ancok (2003) menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal kecenderungan agresivitas antara remaja laki-laki dan remaja perempuan. Begitu pula dengan faktor pendidikan, pendidikan yang tinggi mempengaruhi pola menonton televisi. Orang yang berpendidikan rendah semakin sering menonton (Purwatiningsih 2004). Pola menonton dapat disimpulkan menjadi suatu tindakan menonton acara televisi yang dilakukan khalayak secara sadar karena dorongan sejumlah kebutuhan atau motif. Dalam penelitian ini, penulis memfokuskan pada warga Desa Grabag yang menyaksikan televisi komunitas Grabag TV secara aktif dengan maksud memperoleh sesuatu hal yang positif dari program acara yang telah ditayangkan. Pola menonton ditimbulkan karena adanya kebutuhan dan kondisi yang berbeda dari setiap individu atau khalayak. Para ahli komunikasi mengatakan karakateristik demografi atau karakteristik individu seperti usia, jenis kelamin, pekerjaan, penghasilan, pendidikan dan tempat tinggal berhubungan dengan pola menonton. Usia seseorang dapat membedakan frekuensi menonton televisi dan membedakan pilihan acaranya. Laki laki dan perempuan pada umumnya berbeda dalam memilih program acara, frekuensi menonton, dan waktu menonton begitu pula dengan pendidikan seseorang akan mempengaruhi pola menonton Pola menonton televisi, umumnya menunjukkan jumlah terbesar terjadi pada saat prime time, malam hari yakni antara jam 19.00 hingga jam 22.00, dan terus menurun hingga tengah malam dan menjelang dini hari dan kembali meningkat pada siang hari. Di Amerika Serikat jumlah khalayak televisi tertinggi terjadi antara jam 20.00 sampai 21.00 (Head & Sterling) dalam (Morissan 2009). Hasil Penelitian Hadiyanto dan Priatna (2002) tentang pengaruh media massa televisi bagi peternak di daerah rural dan urban menyebutkan frekuensi menonton televisi tidak rendah. Dari 150 peternak, 94 persen responden menyaksikan acara televisi dalam seminggu terakhir, dan 66.7 persen responden menonton televisi setiap hari. Dalam penelitian ini, variabel pola menonton khalayak Grabag TV hanya dibatasi dua dimensi yakni: frekuensi dan durasi, sedangkan pilihan acara, tidak kami masukan karena khalayak cenderung menyaksikan siaran Grabag TV dan tidak terlalu memilih program acara apa yang cocok bagi mereka. Pola menonton khalayak Grabag TV diduga berhubungan dengan karakterisitik individu. Hubungan yang kuat atau positif bisa menjadi acuan untuk melihat tingkat kepuasan khalayak menonton.
Karakteristik Khalayak
26
Pemahaman tentang karakteristik khalayak dalam kegiatan komunikasi khususnya yang menggunakan media massa adalah hal yang perlu diperhatikan. Karena karakteristik khalayak beragam, maka setiap individu juga cenderung berbeda dalam menggunakan media massa baik dalam pemilhan media, isi pesan maupun interpretasi pesan. Ciri-ciri individu (perseorangan) dari masyarakat yang ditampilkan dalam kehidupan sosialnya oleh banyak peneliti disebut karakteristik demografi. Effendy (1986) menyebutkan bahwa karakteristik demografi mencakup; umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, tempat tinggal, pekerjaan, pendidikan dan pendapatan. Karakteristik ini menampilkan kategori respons dalam penggunaan media, sementara Bittner (1981) mengemukakan bahwa khalayak dalam komunikasi massa dapat dibedakan dari khalayak demografi dan psikografi. Karakteristik demografi meliputi usia, seks, tingkat pendidikan, pendapatan, dan latar belakang suku bangsa. Keragaman latar belakang demografi tersebut diduga dapat menentukan selektivitas dalam menonton televisi. Kebutuhan, kepuasaan, kesukaan dan nilainilai kepercayaan pada kelompok usia tertentu dan pendidikan tertentu diduga akan mempengaruhi pola menonton dan kepuasaan setelah menggunakan televisi. Dengan demikian karakteristik demografi dapat dijadikan sebagai peubah untuk menganalisis adanya perbedaan pemanfaatan televisi pada masyarakat penggunanya. Menurut Head dan Sterling (Morissan 2009) sikap khalayak terhadap pola menonton televisi berhubungan dengan karakteristik demografi yang mencakup: 1) Usia: kelompok penonton diantaranya yang berusia dewasa. Waktu menonton seseorang semakin lama atau bertambah bila usianya beranjak dewasa. 2) Pendidikan: waktu menonton semakin berkurang seiring dengan pertambahan pendidikan 3) Keluarga: keluarga besar menonton lebih sedikit dibandingkan keluarga kecil 4) Pekerjaan: Pekerja rendahan menonton lebih banyak daripada kaum professional 5) Tempat tinggal: penduduk kota lebih banyak menonton dibandingkan penduduk desa 6) Jenis kelamin: wanita lebih banyak menonton dibandingkan pria Sejumlah hasil penelitian yang menyatakan faktor-faktor yang berhubungan dengan pola menonton siaran televisi antara lain: Harahap (2004) mengungkapkan bahwa faktor umur, jenis kelamin, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan, pemilikan media massa, dan keterdedahan terhadap media massa menentukan pola menonton. Penelitian Untoro (1994) juga menunjukkan hubungan antara pilihan acara televisi dengan beberapa karakteristik individu, antara lain tingkat pendapatan. Khalayak dengan golongan ekonomi atas, cenderung lebih banyak menonton acara drama. Khalayak dengan golongan ekonomi menengah lebih banyak menonton tayangan “action”. Faktor lainnya adalah tingkat pendidikan. Semakin tinggi pendidikan seseorang semakin
27
menyukai acara informasi, demikian sebaliknya. Laki-laki lebih banyak menonton acara informasi, sedangkan wanita lebih menyukai acara drama, komedi dan kuis.
Motif Menonton Motif merupakan unsur penting yanag menentukan perilaku atau pola seseorang menonton televisi. Sebagian besar perilaku manusia secara psikologis didorong adanya motif-motif tertentu (Atkinson 1983) dalam Hadiyanto dan Priatna (2002). Dorongan atau alasan setiap orang bertindak sesuatu bisa dipengaruhi oleh faktor dari dalam (internal) atau faktor dari luar (eksternal). Faktor dari dalam munculnya karena adanya karakteristik individu, sedangkan dari luar karena pengaruh pihak lain. Menurut McGuire (1974) dalam (Rakhmat 2002), sebelum membahas berbagai motif yang mendorong orang menggunakan media, ada pertanyaan terlebih dahulu yang perlu dijawab: Betulkah penggunaan media massa merupakan perilaku yang didorong oleh motif ?. Dalam teori efek behavior, perilaku yang tidak mendatangkan kesenangan tidak akan diulang. Khalayak tidak akan menggunakan media massa jika media massa tidak memberikan pemuasan pada kebutuhannya. Khalayak cenderung menyukai jenis dan isi program acara tertentu dari berbagai media massa yang dilandasi kebutuhan tertentu. Manusia mempunyai kebutuhan yang diusahakan untuk dipenuhi atau berusaha untuk dipuaskan. Kegiatan untuk memenuhi kebutuhan inilah yang menjadi dasar motivasi setiap individu. Menurut Halloran, motivasi adalah proses yang terdiri dari 3 tahap, yaitu : 1) Kebutuhan internal (internal need) 2) Kegiatan memuaskan kebutuhan (a behavioral action to satisfy that need) 3) Pelaksanaan pemuasan kebutuhan itu (the accomplishment or the satisfaction of that need) (Effendi 1996:113) Penonton televisi memiliki sejumlah alasan untuk mencapai tujuan tertentu ketika menggunakan media. Periset media massa Alan Rubin (1979) dalam DeVito (1997) menemukan enam alasan utama orang menonton televisi yakni untuk: 1) belajar 2) melewatkan waktu dan ruang 3) persahabatan 4) melupakan 5) rangsangan 6) dan relaksasi. Menurut McQuail (2009) ada empat alasan mengapa khalayak menggunakan media yakni: 1) Pengalihan (diversion); media dianggap bisa sebagai pelarian diri dari rutinitas atau masalah sehari-hari. Mereka yang sudah lelah bekerja seharian membutuhkan media sebagai pengalih perhatian dari rutinitas 2) Hubungan personal (personal relationship); media dianggap sebagai teman ketika orang merasa ada kesepahaman dengan isi media dan ketika ia merasa sendiri
28
3) Identitas personal (personal identity); media bisa dijadikan sebagai alat memperkuat nilai-nilai individu. Seperti seorang guru kesenian yang merasa lebih percaya diri dan berkeyakinan atas manfaat profesinya sebagai seorang pengajar 4) Pengawasan (surveillance); media merupakan informasi untuk membantu individu mencapai sesuatu. Misalnya orang membutuhkan informasi bencana alam, maka mereka mencoba mencari berita yang terkait dengan informasi tersebut lewat media, sehingga pesan yang disampaikan dapat memberikan pemahaman dan kewaspadaan terhadap bencana. Kebutuhan yang menyebabkan khalayak menggunakan media menurut McQuail (2009) adalah information (kebutuhan akan informasi dari lingkungan sekitar), personal identity (kebutuhan untuk menonjolkan sesuatu yang penting dalam kehidupan seseorang), integration and social interaction dorongan untuk menggunakan media dalam rangka melanggengkan hubungan dengan individu lain) dan entertainment (kebutuhan untuk melepaskan diri dari ketegangan dan menghibur diri). Tabel 3 Motif Penggunaan Media (McQuail 2009) Motif Misalnya Kebutuhan Informasi
Belajar secara otodidak. Meningkatkan kesadaran dan pengetahuan. Mencari tahu peristiwa yang terjadi di sekeliling, tingkat nasional maupun global.
Identitas Pribadi
Mencari model/teladan dalam berperilaku. Mencari penguatan kepribadian. Mendalami sosok orang lain.
Integrasi dan Interaksi Sosial
Mengidentifikasi diri dan menguatkan rasa saling memiliki. Menghubungkan diri dengan keluarga, kawan maupun masyarakat. Mencari rekan berkomunikasi/bercakap-cakap dan berinteraksi.
Hiburan
Melepaskan diri dari permasalahan Mengistirahatkan tubuh dan pikiran. Mengisi waktu luang.
Dorongan psikologis atau motif menonton siaran televisi juga bisa berhubungan dengan penentuan media massa dan program acara yang sesuai dengan kebutuhannya. Rakhmat (2002) mengemukakan, bahwa penggunaan media massa didasarkan pada motif-motif tertentu, yaitu adanya berbagai kebutuhan yang dipuaskan melalui media oleh sumber-sumber lain, selain media massa. Hal ini menunjukkan, bila ingin mencari kesenangan, maka media massa dapat memberi hiburan. Semisal, orang yang tinggal di rumah sendirian dan
29
merasa bosan dengan aktifitas rutin, maka akan merasa terhibur dengan menonton televisi terlebih acaranya sesuai dengan kondisi bathinnya saat itu. Menurut Koontz (1980) motif adalah sesuatu keadaan yang memberi kekuatan, yang menggiatkan atau menggerakkan, dan mengerahkan atau menyalurkan perilaku ke dalam arah tujuan-tujuan. Berdasarkan pemahaman di atas bahwa motif merupakan dorongan yang bisa bersumber dari dalam diri manusia dan dari lingkungan atau orang lain demi memperoleh kebutuhan atau kepuasaan dirinya. Faktor intrinsik dari dalam diri manusia yang mendorong motif antara lain adalah usia, tingkat pendidikan, tingkat pengeluaran rumah tangga perkapita, tingkat keterlibatan dalam organisasi kemasyarakatan dan pengalaman terhadap acara televisi (Juariyah 1994), sedangkan faktor ekstrinsik yang mendorong motif seseorang menonton acara televisi (Untoro 1994) yakni tersedianya informasi acara yang dapat mempengaruhi motivasi seseorang. Setiap orang memiliki alasan yang berbeda dalam menonton televisi. Penelitian McQuail dan Gurevits yang dikutip Blumler (Damayanti 2004), menunjukkan bahwa: 1) Motif khalayak laki-laki menggunakan media massa terutama untuk pengawasan lingkungan dan keingintahuan, sedangkan motif wanita untuk hiburan. 2) Motif khalayak berusia lebih tua menggunakan media televisi massa terutama untuk pengawasan lingkungan dan identitas pribadi, sedangkan khalayak yang berusia muda untuk hiburan. 3) Motif khalayak berpendidikan tinggi menggunakan media massa terutama untuk pengawasan lingkungan dan keingintahuan, sedangkan motif khalayak berpendidikan rendah adalah untuk hiburan dan identitas pribadi. Pada dasarnya setiap manusia berupaya memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan hidup tersebut akan memperkuat motif dan mendorong manusia menjangkaunya. Menurut Maslow (1970) dalam Morissan (2010) orang yang berhasil mencapai satu tingkatan pada hierarki kebutuhan akan berupaya mencapai tingkatan yang lebih tinggi. Setelah mengenyam kondisi fisik yang kecukupan, ia merasa makin tidak aman karena khawatir kehilangan sesuatu karena itu ia berusaha untuk memperoleh rasa aman (keamanan) agar dapat hidup di tengah sosial dengan nyaman, hingga sampai pada titik aktualisasi.
30
Gambar 3 Hierarki Kebutuhan Abraham Maslow (Sumber: Morissan 1010)
Sebagai mahluk sosial, manusia juga berupaya mencukupi kebutuhan hidupnya. Motif yang berhubungan dengan lingkungan sosial manusia disebut Rakhmat (2002) sebagai motif sosiogenis. Penjabarannya sebagai berikut: 1) Motif ingin tahu (curiosity) Setiap orang berusaha memenuhi dan memperoleh dari dunianya. Bila informasi yang diperoleh terbatas orang akan mencari jawabannya sendiri. 2) Motif kompetensi (competence) Setiap orang ingin membuktikan bahwa ia mampu mengatasi persoalan kehidupan apa pun. Perasaan mampu bergantung pada perkembangan intelektual, sosial, dan emosional. 3) Motif Cinta (love needs) Mencintai dan dicintai adalah hal esensial bagi pertumbuhan kepribadian. Orang ingin diterima di dalam kelompoknya sebagai anggota sukarela. Kehangatan persahabatan, ketulusan kasih sayang dan penerimaan orang lain yang dibutuhkan manusia. 4) Motif harga diri dan kebutuhan untuk mencari identitas (identity) Setiap orang ingin menunjukkan eksistensi dan kehadirannya diperhitungkan orang lain. Bersama dengan kebutuhan akan harga diri, orang mencari identitias dirinya. hilangnya identitas diri akan menimbulkan perilaku yang patologis: seperti, gelisah, mudah terpengaruh dan mudah tersinggung. 5) Kebutuhan akan nilai, kedambaan dan makna kehidupan (value) Dalam menghadapi gejala kehidupan, manusia membutuhkan nilai-nilai untuk menuntunnya dalam mengambil keputusan atau memberikan makna pada
31
kehidupannya. Seperti motif keagamaan bila manusia kehilangan nilai, tidak tahu apa tujuan hidupnya, ia tidak memiliki kepastian untuk bertindak, ia akan cepat putus asa dan kehilangan pegangan. 6) Kebutuhan akan pemenuhan diri Setiap orang berupaya akan meningkatkan kualitas kehidupan; ingin memenuhi potensi-potensinya. Maslow mengatakan (Rakhmat 2007), “you what a man can be, he mustbe.” Kebutuhan akan pemenuhan diri dilakukan melalui berbagai bentuk: 1) Mengembangkan dan menggunakan potensi-potensi kita dengan cara yang kreatif konstruktif, misalnya dengan seni, musik, atau hal-hal yang mendorong ungkapan diri yang kreatif 2) Memperkaya kualitas kehidupan dengan memperluas rentangan dan kualitas perjalanan serta pemuasan wisata 3) Membentuk hubungan yang hangat dan berarti dengan orang lain di sekitar kita 4) Berusaha “memanusia” menjadi pribadi yang kita dambakan (Coleman 1976) dalam Rakhmat (2002) Secara sederhana motif diartikan sebagai dorongan yang mencakup alasanalasan dan kemauan yang timbul dalam diri seseorang yang menyebabkan ia bertindak sesuatu. Motif disebut pula sebagai kondisi intern yang mengatur dan menggalakkan tingkah laku menuju arah tertentu (Rakhmat 2002). Identitas diri juga merupakan unsur yang mendorong seseorang untuk bertindak atau mencari pemuasaan akan kebutuhannya. Identitas diri seseorang merupakan keseluruhan ciri-ciri, keyakinan dan kemampuan yang dimilikinya. Kesemuanya merupakan kekhasan yang membedakan orang tersebut dari orang lain dan sekaligus sebagai integrasi tahap-tahap perkembangan yang telah dilalui sebelumnya. Fromm (1947) dalam Syam (2009) menyebutkan identitas diri dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dari identitas sosial seseorang dalam konteks komunitasnya. Selain mahkluk individual yang membangun identitas dirinya berdasarkan konsep atau gambaran dan cita-cita diri ideal yang secara sadar dan bebas dipilih, manusia sekaligus juga mahkluk sosial yang dalam membangun identitas dirinya tidak dapat melepaskan diri dari norma yang mengikat semua warga masyarakat tempat ia hidup dan peran sosial yang diembannya dalam masyarakat tersebut (Syam 2009). Menurut Ston (1962) dalam Syam (2009) identitas adalah lokasi sosial individu atau tempatnya yang di dalamnya ada hubungan dengan orang lain, termasuk apa yang diperkenalkannya kepada orang lain. Senada dengan itu Berger (1963) dalam Syam (2009) menyatakan identitas adalah kegunaan sosial yang
32
dilakukan melalui interaksi dengan orang lain. Sebutan yang dijuluki orang lain kepada kita seperti itu pula kita menjuluki diri kita. Dari beberapa keterangan tersebut dan hasil penelitian sejumlah peneliti yang dikemukakan pada halaman sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa motif memegang peranan dalam penggunaan media massa termasuk pola menonton dan kepuasan menonton televisi. Karateristik khalayak dengan latar belakang yang berbeda dan motif menonton dapat dijadikan acuan untuk melihat kepuasaan khalayak menonton atau menggunakan televisi komunitas.
Kepuasan Menonton Kepuasan berasal dari kata “puas” yang berarti “merasa senang” karena sudah merasa cukup atau sudah terpenuhi hasrat hatinya, sedangkan “kepuasan” diartikan sebagai kondisi seseorang yang telah merasa sesuatunya tercukupi atau terpuaskan setelah melakukan sesuatu atas kebutuhan yang diharapkannya. Untuk memahami mengapa dan bagaimana perilaku seseorang dalam mencari kepuasan tertentu bisa kita pahami dari pendapat Sumantri, yakni: 1) Kebutuhan (needs): kebutuhan merupakan suatu kekurangan dalam pengertian keseimbangan, kebutuhan tercipta apabila terjadi ketidakseimbangan fisiologis, psikologis atau sosiologis 2) Dorongan (drives): berorientasi pada tindakan untuk mencapai tujuan 3) Tujuan (goals): segala sesuatu yang akan meredakan suatu kebutuhan dan akan mengurangi dorongan (Sumantri 2001:54) Televisi yang menyuguhkan program yang variatif, menarik dan enak ditonton akan menjadi incaran khalayak yang menimbulkan kepuasan. Compesi mendapatkan gambaran kepuasan berdasarkan hasil penelitiannya saat ia menonton opera dan mengamati keterangan orang menonton opera (Liliweri 1991) yakni: 1) Hiburan Penonton menjadikan program opera sebagai media untuk menghibur karena di dalamnya mengandung unsur kejenakaan 1) Kebiasaan Penonton mengakui bahwa menonton telah menjadi kebiasan rutin yang akibatnya dapat membantu mengantisipasi masa depan yang lebih baik 2) Mengisi Waktu Penonton opera yang ditonton asyik sebagai pengisi waktu 3) Kewajiban sosial Program yang ditonton dapat dijadikan sebagai sarana interaksi sosial antara seseorang dengan sesamanya. Misalnya karena didorong ingin menonton bersama-sama dan bertukar pikiran tentang tema program 4) Santai
33
Program yang ditonton dapat membantu orang untuk dapat ketegangan
menghilangkan
5) Menghilangkan kejenuhan Seseorang dapat menghilangkan kejenuhan dengan menonton program acara televisi karena tidak ada pilihan lain atau media penggantinya 6) Membantu memecahkan masalah Program tersebut sangat membantu memecahkan pelbagi masalah dalam kehidupan. Tema program dapat memberikan petunjuk bagaimana seharusnya kita memahami dan membantu orang lain sehingga dapat merefleksi kenyataan hidup orang lain Dalam teori efek komunikasi, kepuasan merupakan efek yang ditimbulkan dari pesan yang disampaikan komunikan melalui media massa. Efek media dapat dioperasionalisasikan sebagai evaluasi kemampuan media memberikan kepuasan, misalnya sejauh mana televisi menambah pengetahuan, mengubah sikap atau menggerakkan perilaku kita (Rakhmat 2002). Tiga perubahan yang ditimbulkan sebagai efek dari media massa adalah perubahan kognitif, afektif, dan behavioral. Efek kognitif terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, difahami, atau dipersepsi khalayak. Efek ini berkaitan dengan transmisi informasi, pengetahuan, keterampilan, kepercayaan. Schramm (1977) dalam Rakhmat (2002) mendefinisikan informasi sebagai segala sesuatu yang mengurangi ketidakpastian atau mengurangi jumlah kemungkinan alternatif dalam situasi. Bagaimana media massa membantu khalayak mempelajari informasi yang bermanfaat dan mengembangkan keterampilan kognitifnya. Efek afektif timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi, atau dibenci khalayak. Efek ini ada hubungannya dengan emosi, sikap, atau nilai. Efek behavioral merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati, yang meliputi pola-pola tindakan, kegiatan, atau kebiasan berperilaku (Rakhmat 2002). Dari keterangan di atas kepuasan khalayak yang merupakan efek yang ditimbulkan usai menonton siaran televisi berhubungan dengan pola khalayak menonton, yakni: frekuensi dan durasi. Kepuasan khalayak diperoleh sesuai dengan dorongan motif atau kebutuhan yang diharapkan khalayak.
34
35
KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran disusun berdasarkan teori uses and dependency yang melihat hubungan antara masyarakat, media massa dan kondisi sosial yang berada di Desa Grabag. Dalam terori ini antara media massa dan masyarakat memiliki hubungan yang erat, media televisi komunitas merupakan refleksi atau cerminan masyarakat atau komunitasnya yang berada dalam satu ikatan struktur sosial. Grabag TV selama ini menjadi salah satu media alternatif yang dapat memenuhi harapan dan kebutuhan komunitas warga Desa Grabag. Khalayak membutuhkan media ini sebagai saluran informasi dan komunikasi dalam aspek informasi, identitas pribadi, integrasi dan interaksi sosial dan hiburan dalam rangka meningkatkan potensi warga dan wilayahnya. Kondisi Desa Grabag yang tidak dapat mengakses siaran televisi swasta karena wilayahnya blank spot menjadi motivasi untuk menggunakan siaran televisi sebaik mungkin, sehingga ketergantungan khalayak terhadap media massa ini signifikan. Ketergantungan khalayak tercermin dalam kepuasan yang diperoleh khalayak setelah menyaksikan siaran Grabag TV dan pola menonton yang terdiri atas frekuensi dan durasi menonton. Pola menonton yang tinggi juga menunjukkan kebutuhan khalayak terhadap televisi ini. Keberadaan media massa elektronik Grabag TV memiliki manfaat yang dapat dirasakan masyarakat desa Grabag dan sekitaranya antara lain meningkatnya interaksi positif antar anggota masyarakat dan anggota masyarakat dengan pihak pemerintahan setempat. Selain itu meningkatnya akses informasi dari dan anggota komunitas, meningkatkannya hubungan sosial baik di antara para komunitas maupun dengan media penyiaran ini. Meningkatnya hubungan sosial dan interaksi dapat dilihat dari hubungan pola menonton dengan motif menonton. Sebagai media massa komunikasi, khalayak memanfaatkan Grabag TV sebagai saluran komunikasi yang mereflesikan kebutuhan masyarakat yang tergambar dalam empat dimensi motif menonton televisi. Motif tersebut merupakan cerminan kondisi sosial masyarakat yang berharap Grabag TV dapat berguna sebagai media informasi, pendidikan, hubungan sosial dan hiburan yang sehat dan positif bagi komunitas dan masyarakat Grabag secara umum. Adanya kebutuhan tersebut terwujud hingga mencapai kepuasaan. Pola komunikasi berjalan interaktif, dinamis dan terbuka dari komunikator atau narasumber yang mengelola pesan, kemudian disampaikan dengan pesan melalui program acara sehingga sampai kepada khalayak (komunitas) sebagai komunikan. Khalayak menonton Grabag TV karena keterwakilan mereka ada dalam siaran televisi tersebut. Program acara yang dekat dengan kehidupan komunitas warga desa (proximity) membuat masyarakat Grabag menjadi terpuaskan dengan Grabag TV. Ketergantungan pada media karena tingginya harapan atau motif dan ketersediaan alternatif media menimbulkan kepuasan pada khalayak komunitas.
36
Kebutuhan dan kepuasan khalayak menonton Grabag TV tergantung pula pada masing-masing individu karena karakteristik demografisnya berbeda beda.
4) Karakteristik Individu (X1)
(X1.1) Usia 5) (X1.2) Jenis kelamin (X1.3) Pekerjaan (X1.4) Pendidikan
Kepuasan Menonton (Y2) Pola Menonton (Y1) (Y1.1) Frekuensi (Y1.2) Durasi
(Y2.1) Aspek Informasi (Y2.2) Aspek Identitas Pribadi (Y2.3) Aspek Integrasi dan Interaksi Sosial (Y2.4) Aspek Hiburan
Motif Menonton (X2) (X2.1) Informasi (X2.2) Identitas pribadi (X2.3) Integrasi dan Interaksi sosial (X2.4) Hiburan
Gambar 4 Kerangka berpikir pola menonton dan kepuasan menonton Grabag TV
Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka berpikir di atas maka hipotesis penelitian dirumuskan sebagai berikut: 1) Terdapat hubungan nyata antara karakteristik individu (X1) dan pola menonton Grabag TV (Y1) 2) Terdapat hubungan nyata antara motif menonton (X2) dan pola menonton Grabag TV (Y1) 3) Terdapat hubungan nyata antara pola menonton (Y1) dan kepuasaan menonton Grabag TV (Y2)
37
METODE PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode survei deskriptif korelasional dengan pendekatan kuantitatif untuk melihat hubungan antar variabel, dikuatkan dengan pendekatan kualitatif untuk mendeskripsikan fenomena yang ada. Pendekatan ini digunakan karena menggambarkan atau menunjukkan adanya hubungan antara dua atau lebih variabel. Korelasi hubungan antar variabel digunakan uji Rank Spearman dan Uji Chi Square dan koefisien kontingensi (Coefficient Contingensi) . Nilai hubungan antar variabel dimasukan dalam daftar frekuensi dan tabulasi silang (cross tab). Setiap variabel diukur menggunakan skala: skala nominal (jenis kelamin, pekerjaan), skala nominal (tingkat pendidikan), skala likert (motif dan kepuasan), sedangkan pola menggunakan kategori rendah, sedang dan tinggi.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Grabag, Kecamatan Grabag Kabupaten Magelang Jawa Tengah. Lokasi penelitian dipilih karena stasiun pemancar Grabag TV berada di Desa Grabag, dan mayoritas khalayak yang menonton acaranya berada di desa tersebut. Penelitian berlangsung sejak September hingga November 2012 dengan rincian kegiatan sebagai berikut : 1) Pengumpulan data responden dari Pihak Grabag TV dan Staf Kependudukan Balai Desa Grabag TV 2) Penentuan responden untuk Uji Reliabilitas dan Validitas Instrumentasi 3) Penyebaran kuesioner dan wawancara kepada pihak Grabag TV dan Sekretaris Desa serta tokoh masyarakat 4) Analisis data kuantitatif dan kualitatif
Populasi
38
Populasi atau sasaran penelitian adalah warga desa Grabag, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah yang menonton program acara Grabag TV. Warga desa tersebut adalah kepala keluarga atau anggota keluarga yang minimal berusia 17 tahun. Pertimbangannya karena mereka diasumsikan sudah memiliki pekerjaan, secara psikologis umur tersebut sudah matang dalam memilih program acara yang sesuai dengan kebutuhan dan harapannya. Populasi diambil dari jumlah khalayak penonton Grabag TV sebanyak 300 jiwa di Desa Grabag. Mereka merupakan warga desa yang mendapat sinyal atau menonton siaran Grabag TV (Data dari Pengelola Grabag TV dan Kependudukan Kantor Kepala Desa Grabag 2012).
Sampel Sampel yang dipilih mewakili populasi dan dianggap menggambarkan ciri–ciri yang akan diteliti. Sampel adalah sebagian dari populasi yang menjadi sumber data sebenarnya dalam suatu penelitian (Rakhmat 1995:144). Untuk penarikan jumlah sampel digunakan rumus Taro Yamane (Hamidi 2007).
n = ukuran sampel N= ukuran populasi d = nilai presisi (tingkat kesalahan) 1 = angkat konstan
Penggunaan rumus Taro Yamane (Hamidi 2007: 132) menetapkan ukuran sampel dari populasi berukuran 300, dengan menetapkan tingkat kesalahan (nilai presis) 10 % atau (0.10), dan diperoleh hasil 75. Dari jumlah ini kemudian ditentukan calon responden dengan menggunakan Simple Random Sampling (SRS) dengan menggunakan sistem lotre atau arisan.
Data dan Instrumentasi Data yang digunakan yakni, data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari pertanyaan/pernyataan kepada responden melalui pengisian kuesioner, wawancara dan observasi. Data primer bersumber dari Sekretaris Desa, Kepala Dusun, Pengelola Grabag TV, Komunitas dan Warga Desa Grabag. Data sekunder untuk mendeskripsikan gambaran umum Desa Grabag, Penduduk Grabag, Karakteristik Responden, Profil Grabag TV, Program acara, dan literatur
39
yang menunjang penelitian. Setelah data terkumpul lalu dievaluasi untuk melihat kecukupan dan kualitas data guna menjawab masalah yang dirumuskan peneliti. Instrumen adalah alat bantu pada penelitian berupa kuesioner yang merupakan susunan pertanyaan dan pernyataan yang diisi responden. Kuesioner terdiri atas tiga bagian. Bagian pertama untuk memperoleh data faktor karakteristik, bagian kedua untuk memperoleh data motif dan pola menonton, dan bagian ketiga kepuasan khalayak menonton siaran Grabag TV, sedangkan untuk memperoleh data kualitatif dilakukan wawancara mendalam baik dari pengelola Grabag TV dan tokoh masyarakat dan komunitas.
Reliabilitas Reliabilitas adalah kepercayaan indeks yang menunjukkan sejauhmana alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Ancok dalam Singarimbun & Effendi, 2006). Uji reliabilitas instrumen dilakukan kepada 20 orang yang relatif memiliki karakteristik sama dengan responden yang diteliti (Lampiran 1). Hasil olah statistik diperoleh nilai alpa cronbach diatas (0.5), motif informasi (0.771), motif identitas pribadi (0.716), motif integrasi dan interaksi sosial (0.788) dan motif hiburan (0.838), pola menonton (frekuensi, 0.852), dan (durasi, 0.791), sedangkan nilai untuk kepuasaan informasi (0.846), identitas pribadi (0.977), integrasi dan interaksi sosial ( 0.743) dan hiburan (0.864). Teknik penghitungan reliabilitas menggunakan “teknik belah dua” (splithalf-procedure), yaitu dengan membagi dua item pertanyaan berdasarkan nomor ganjil dan genap. Skor total belahan dua kemudian dikorelasikan dengan rumus teknik korelasi product moment:
r N = jumlah khalayak X = Skor total belahan pertama Y = Skor total belahan kedua Nilai korelasi yang diperoleh, selanjutnya dikoreksi kembali untuk mencari nilai korelasi keseluruhan dari pernyataan, yaitu : r. tot = angka reliabilitas keseluruhan item r.tot = angka korelasi kedua belahan
Validitas Validitas adalah keabsahan yang menunjukkan sejauhmana suatu alat pengukur itu mengukur apa yang akan diukur (Ancok dalam Singarimbun & Effendi, 2006). Untuk mendapatkan validitas instrumen, dilakukan dengan
40
mendefinisikan operasionalisasi variabel berdasarkan konsep yang jelas dan akurat dan daftar pertanyaannya disusun berdasarkan (1) apa yang pernah dilakukan para peneliti sebelumnya (2) mengacu pada teori atau konsepdan kenyataan yang telah dikemukakan ahli pada kepustakaan empiris (3) menyesuaikan isi pertanyaan dengan kondisi responden (4) dan untuk memperoleh semua hal tersebut penulis berkonsultasi pada dosen pembimbing. Dengan demikian instrumen yang digunakan dapat dikatakan valid. Uji validitas menggunakan Product Moment Pearson dengan SPSS 17 for windows. Hasil olah statistik diperoleh nilai P-value > (0.05) sehingga satu pernyataan dari 21 pernyataan pada motif menonton tersebut dikatakan tidak valid (0.079). Soal yang tidak valid tersebut dibuang sehingga total item pernyataan pada motif menonton hanya 20 pernyataan (Lampiran 1). Analisis Data Data penelitian yang terkumpul dianalisis melalui analisis statistik nonparametrik dan analisis statistik inferensial. Analisis statistik nonparametrik menjabarkan data yang diperoleh dari penelitian kemudian dikelompokkan, ditabulasikan dan diinterpretasikan. Korelasi antar variabel menggunakan frekuensi dan tabulasi silang. Uji Korelasi Spearman untuk mengetahui hubungan antara usia, tingkat pendidikan, dan pekerjaan dengan pola dan kepuasan menonton, Uji Korelasi Spearman juga untuk melihat hubungan antara motif menonton dan pola menonton serta hubungan pola menonton dengan kepuasan menonton. Untuk melihat hubungan jenis kelamin dengan pola menonton dan jenis pekerjaan dengan pola menonton digunakan Uji Chi Square dan koefisien kontingensi (Coefficient Contingensi). Berdasarkan tujuan penelitian maka data yang dianalisis adalah hubungan antar peubah yakni karakteristik individu sebagai peubah bebas (X1), motif menonton sebagai peubah bebas (X2), pola menonton sebagai peubah tidak bebas (Y1) dan kepuasan menonton sebagai peubah tidak bebas (Y2).
Definisi Operasional Definisi operasional digunakan untuk mengukur berbagai peubah. Setiap peubah diberi batasan sehingga dapat ditentukan indikator pengukurannya. 1) Karakteristik Individu 1.1 Usia adalah satuan umur khalayak Grabag TV yang dihitung sejak lahir sampai penelitian ini dilakukan. Batas usia ditentukan paling rendah adalah 15 tahun. Alasannya umur 15 tahun orang telah dewasa memilih dan menentukan kebutuhan dan harapannya. Data mengenai umur khalayak ditetapkan berdasarkan kisaran umur menurut Havigurst dalam Mugniesyah (2006), yakni khalayak yang berusia 18-30 tahun termasuk ke dalam golongan muda, khalayak yang berusia 31-50 tahun termasuk ke dalam golongan pertengahan, dan khalayak yang berumur lebih dari 50 tahun termasuk dalam golongan tua.
41
1.2 Jenis Kelamin khayalak adalah struktur biologis khalayak Grabag TV yang terbagi dua dan diukur dalam skala nominal yakni : 1. Laki – laki 2. Perempuan 1.3 Jenis pekerjaan adalah kegiatan utama yang dimiliki khalayak Grabag TV yang dapat menghasilkan upah, baik dilakukan di luar rumah atau di dalam rumah. BPS (2010) mendefinisikan bekerja adalah melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh upah atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan dan lamanya bekerja paling sedikit satu jam secara kontinyu, termasuk pekerja keluarga yang membantu dalam kegiatan ekonomi. Berdasarkan definisi di atas dan pekerjaan penduduk Desa Grabag, maka jenis pekerjaan khalayak terdiri atas tujuh pekerjaan, sedangkan penghitungan jenis pekerjaan dilakukan dengan skala nominal. Mereka masing-masing adalah: 1. TNI / POLRI 2. Dosen 3. Pegawai Negeri Sipil (Guru, Aparat Desa) 4. Pegawai Swasta 5. Wiraswasta 6. Petani 7. Ibu rumah tangga / Pelajar / Mahasiswa 1.4 Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang pernah diperoleh khalayak Grabag TV. Sekolah Dasar (Madrasah Tsanawiyah), Sekolah Lanjutan (SLTP /SLTA/Madrasah Ibtidaiyah/Aliyah), Perguruan Tinggi/Akademi atau Perguruan Tinggi. Data yang diperoleh dijadikan skala ordinal dengan kategori Rendah, Sedang, dan Tinggi. 1. Tidak lulus SD dan lulus SD (kategori Rendah) 2. Lulus SLTP dan SLTA (kategori Sedang ) 3. Lulus perguruan tinggi (Diploma, SI atau S2) (kategori Tinggi) 2) Motif Motif diukur dengan membedakan kecenderungan khalayak Grabag TV menonton sesuai dengan kebutuhan psikologisnya, seperti yang telah diutarakan pada bab sebelumnya yakni: 2.1 Motif informasi: kebutuhan khalayak menonton acara Grabag TV guna mengetahui peristiwa atau hal-hal yang terjadi di desanya, memahami pengetahuan yang bersifat praktis tentang pertanian, agribisnis, kegiatan belajar mengajar di sekolah informal dan pentas kesenian. 2.2 Motif identitas pribadi: kebutuhan khalayak menonton program acara Grabag TV yang berhubungan dengan peningkatan kemampuan diri, memperkuat status dirinya dan melihat contoh tauladan dalam rangka mengembangkan potensi yang dimiliki. 2.3 Motif integrasi dan interaksi sosial: kebutuhan khalayak menonton Grabag TV guna mempererat hubungan yang telah lama terjalin,
42
menambah pertemanan dengan masyarakat dalam satu komunitas, kebutuhan berkomunikasi dengan warga atau aparat desa. 2.4 Motif hiburan: kebutuhan khalayak menonton Grabag TV untuk melepaskan diri dari kondisi psikologis yang menekan perasaan tak menyenangkan, mengisi waktu luang, dan bersantai. Data yang diperoleh dari setiap motif dijadikan skala likert dengan kategori pengukuran nilai : 1. (Kategori Sangat Tidak Setuju=1) 2. (Kategori Tidak Setuju=2) 3. (Kategori Setuju=3) 4. (Kategori Sangat Setuju=4) 3) Pola menonton Pola menonton merupakan kebiasaan khalayak menonton program acara Grabag TV dalam jangka waktu tertentu. Pola atau kebiasan menonton ini diukur dengan dua kategori yakni: Frekuensi dan Durasi 3.1 Frekuensi merupakan tingkat seringnya atau kekerapan khalayak menonton program acara Grabag TV dengan perhatian tertentu, yang diukur dalam jangka waktu seminggu. Frekuensi menonton tersebut ditentukan berdasarkan siaran tiga kali dalam seminggu yakni Senin, Rabu dan Jumat. Data yang diperoleh dijadikan pengukuran dengan kategori rendah, sedang dan tinggi. 1. Satu (1) kali dalam seminggu (Kategori Rendah) 2. Dua (2) kali dalam seminggu (Kategori Sedang) 3. Tiga (3) kali dalam seminggu (Kategori Tinggi) 3.2 Durasi merupakan curahan waktu yang diberikan khalayak untuk menonton siaran stasiun Grabag TV dengan tingkat perhatian tertentu. Durasi menonton diukur dalam hitungan jam per hari, dengan menggunakan skala interval dan kategori sebagai berikut: 1. Kurang dari satu jam per hari (Kategori Rendah) 2. Satu jam per hari (Kategori Sedang) 3. Dua hingga Tiga jam perhari (Kategori Tinggi) 4) Kepuasan menonton Kepuasan menonton adalah terpenuhinya harapan-harapan sesuai kebutuhan setelah khalayak menonton program acara Grabag TV. Pengukuran kepuasaan menggunakan dengan skala Likert untuk mengukur empat kepuasan: kepuasan informasi, identitas pribadi, integrasi dan interaksi sosial, dan kepuasan hiburan. 4.1 Kepuasan informasi: kepuasan yang terkait dengan informasi, pemahaman dan pengetahuan: 4.1.1 Terpenuhinya informasi tentang peristiwa di pedesaan 4.1.2 Terpenuhinya informasi dunia pertanian secara umum 4.1.3 Terpenuhinya pengetahuan literasi media, kegiatan sekolah 4.2 Kepuasan identitas pribadi: kepuasan yang terkait dengan nilai-nilai utama yang dimiliki masing-masing khalayak, kemampuan dirinya dan statusnya sebagai warga desa yang memiliki semangat bekerja dan bergotong royong dalam berbagai aspek:
43
4.2.1
Meningkatnya kemampuan diri, memperkuat status dirinya sebagai Petani, Guru, Pegawai Balai Desa atau warga desa biasanya
4.2.2
Meningkatnya keyakinan terhadap profesi dan pekerjaannya
4.2.3 Memperkuat nila-nilai pada dirinya dari contoh tauladan orang lain 4.3 Kepuasan integrasi dan interaksi sosial: kepuasan yang terkait dengan terpenuhinya kebutuhan khalayak dalam kegiatan sosial kemasyarakat an 4.3.1 Bertambahnya bahan pembicaraan dengan warga lain 4.3.2 Meningkatnya persahabatan dan jaringan antar warga 4.3.3 Meningkatnya komunikasi antara warga dan perangkat desa 4.4. Kepuasan hiburan 4.4.1 Melepaskan diri dari kejenuhan 4.4.2 Sebagai kegiatan mengisi waktu luang 4.4.3 Sebagai kegiatan mengistirahatkan tubuh dan fikiran Data kepuasaan tersebut dijadikan skala likert, dengan pengukuran nilai : 1. (Kategori Sangat Tidak Setuju = 1) 2. (Kategori Tidak Setuju=2) 3. (Kategori Setuju=3) 4. (Kategori Sangat Setuju=4)
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Grabag Grabag adalah desa terbesar yang berada di Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang Jawa Tengah. Grabag merupakan ibukota kecamatan yang menjadi pusat kegiatan perekonomian di tingkat kecamatan bahkan menjadi pusat bisnis penduduk Kecamatan Grabag maupun penduduk kecamatan lain, yaitu Kecamatan Secang dan Kecamatan Pringsurat (sebelah barat), Kecamatan Tegalrejo (sebelah selatan), Kecamatan Ngablak (sebelah timur). Secara administratif Desa Grabag berbatasan dengan desa lainnya : Desa Sidogede (sebelah Utara) Desa Sumurarum (sebelah Selatan) Desa Banyusari (sebelah Barat) Desa Kleteran (sebelah Timur) Desa Grabag merupakan kawasan perpaduan dataran rendah dan pegunungan. Luas Desa Grabag 426264 hektar, sebagian besar kawasan dataran berupa lahan pertanian, perkebunan, hutan negara, kolam dan padang rumput. Letak geografis Desa Grabag berada di ketinggian 680 meter di atas permukaan laut dan dikelilingi gunung-gunung yang sebagian masih aktif yakni Gunung Merapi, Gunung Sumbing, Gunung Sindoro, Gunung Telomoyo dan Gunung Merbabu.
44
Desa Grabag menjadi pusat kegiatan Kecamatan Grabag. Berbagai fasilitas umum di tingkat kecamatan seperti kantor kecamatan, terminal umum kecamatan, pasar umum dan pasar hewan kecamatan, dan sekolah negeri. Situasi ini menjadikan desa sebagai lalu lintas kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat di Kecamatan Grabag. Ditunjang dengan sarana kendaraan umum, transportasi hewan dan angkutan barang membuat mobilitas masyarakat makin tinggi, sehingga desa ini mudah dijangkau dari berbagai wilayah seperti Magelang, Temanggung, Ambarawa dan Salatiga. Tidak seperti daerah lainnya yang mudah memperoleh siaran televisi, daerah Grabag termasuk dalam areal “blank spot.“ Jika daerah–daerah lain bisa menikmati paling sedikit lima siaran televisi swasta, maka masyarakat Grabag hanya bisa menikmati siaran salah satu televisi swasta saja melalui relay dari Transmisi TVRI yang berada di kantor Kecamatan Grabag, kecuali bagi warga yang berkecukupan bisa membeli seperangkat parabola sehingga bisa menerima seluruh siaran televisi. Jumlah penduduk Desa Grabag (Tabel 4) mencapai 13929 jiwa yang tersebar di 15 dusun dengan jumlah kepala keluarga 3489 KK. Sebagian besar warga Grabag adalah penduduk asli yang telah turun temurun menetap di wilayah ini, sedangkan sisanya pendatang yang berasal dari wilayah Yogyakarta, Semarang dan Wonosobo dan ada yang menetap karena status perkawinan.
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Tabel 4 Jumlah penduduk Desa Grabag menurut dusun dan jenis kelamin tahun 2012 Dusun Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah Wiyono 323 311 634 Susukan 826 794 1620 Kliwonan I 417 401 818 Kliwonan II 242 232 474 Krajan 828 796 1624 Plumbon 217 209 426 Ponggol I 441 424 865 Ponggol II 291 279 570 Sawahan 519 499 1018 Rejosari 617 592 1209 Tegalrandu 558 536 1094 Delik 433 416 849 Kalangan 319 307 626 Kaligandu 539 518 1057 Gowak 533 512 1045 Jumlah 7103 6826 13.929 (Sumber: Data Kependudukan Kantor Kepala Desa Grabag, tahun 2012)
45
Jenis pekerjaan yang mendominasi di Desa Grabag adalah sektor informal seperti wiraswasta, pekerja, buruh dan petani. Persentase pedagang merupakan yang paling tinggi di antara jenis pekerjaan lainnya. Mereka umumnya berjualan sembako, makanan ringan dan makanan siap saji, baik yang dijajakan di kios pasar atau di rumah-rumah mereka.
1. 2.
Tabel 5 Jumlah dan jenis pekerjaan penduduk Desa Grabag tahun 2012 Jenis Pekerjaan Jumlah Persentase (Jiwa) (%) Petani 941 6.76 Buruh Tani 1602 11.51
3.
Pengusaha
4.
Buruh
5.
No
127
0.92
1839
13.21
Buruh Pabrik
364
2.62
6.
Buruh Bangunan
400
2.88
7.
PNS
601
4.31
8.
TNI/Polri
182
0.13
9.
Pensiunan
801
5.75
10.
Sopir
947
6.80
11.
Pedagang
2456
17.63
12. 13.
Tukang Jasa
506 1457
3.63 10.46
14.
Lainnya
1293
9.28
(Sumber: Data Kependudukan Kantor Kepala Desa Grabag tahun 2012)
Desa Grabag memiliki areal lahan pertanian yang paling luas di antara desa lain di Kecamatan Grabag, namun persentase petani yang memiliki lahan sendiri makin berkurang dan kemudian menjadi buruh tani yang menggarap lahan orang lain. Berkurangnya lahan pertanian antara lain disebabkan oleh berkembangnya pembangunan rumah warga, sekolah, lembaga pendidikan dan rumah toko. Data jenis pekerjaan dan jumlah angkatan kerja disajikan dalam Tabel 5.
No 1.
Tabel 6 Jumlah penduduk Desa Grabag menurut tingkat pendidikan tahun 2012 Tingkat Jumlah Persentase Pendidikan (Jiwa) (%) Tidak Tamat SD 2649 19
46
2. 3. 4. 5. 6.
SD SMP SLTA Perguruan Tinggi Belum Sekolah
3068 4044 2370 1255 558
(Sumber: Data Kependudukan Kantor Kepala Desa Grabag tahun 2012)
22 29 17 9 4
Tingkat pendidikan masyarakat Desa Grabag didominasi oleh penduduk yang telah tamat dari pendidikan dasar 9 tahun, sebanyak 68 persen, yang belum sekolah 4 persen, sedangkan tamat perguruan tinggi sebanyak 9 persen. Persentase tingkat pendidiikan warga Desa Grabag ialah SMP yakni 29 persen dengan jumlah 4044 jiwa, seperti terdapat dalam Tabel 6. Gambaran Umum Grabag TV Sejarah Grabag TV Grabag TV adalah salah satu stasiun televisi komunitas yang aktif di Indonesia. Grabag TV didirikan Hartanto, seorang pengajar sinematografi dari Institut Kesenian Jakarta dan sekaligus penduduk asli Grabag. Saat itu para penduduk Grabag tidak bisa menangkap semua siaran dari stasiun televisi komersial yang ada di Jakarta, karena kondisi wilayahnya yang dikelilingi gunung-gunung sehingga tidak dapat menangkap frekuensi siaran televisi (blank spot), kecuali bila menggunakan antena transmisi di kantor Kecamatan Grabag yang awalnya diperuntukkan untuk Stasiun Pemancar Keliling (SPK) milik TVRI. Atas inisiatif beberapa tokoh masyarakat dan dukungan sekitar 300 warga Desa Grabag, dimotori Hartanto dilakukanlah sosialisasi siaran TV Komunitas “Grabag TV”. Siaran (sosialisasi) perdana dilakukan pada 8 Nopember 2004. Siaran ini menggunakan pemancar TVRI tersebut yang sehari-harinya me-relai salah satu televisi swasta, lokasinya di kantor Kecamatan Grabag. Sampai tahun 2008 siaran sosialisasi masih menggunakan pemancar ini. Setelah siaran perdana tahun 2004, Grabag TV secara terus menerus mengudara setiap hari dari pukul 06.00 hingga 07.00 ternyata banyak warga yang tertarik dan ikut bergabung dengan Grabag TV, namun karena banyaknya kesibukan, akhirnya dilakukan evaluasi bahwa siaran hanya dilakukan dua jam pada pukul 14.00 hingga pukul 17.00. Dalam jangkauannya, Grabag TV hanya mampu memancar jernih hingga radius 2,5 kilometer. Pancaran tersebut mampu menyerap sekitar 50 persen dari wilayah Kecamatan Grabag. Menurut Hartanto, tujuan didirikannya Grabag TV adalah memiliki tiga kepentingan. Pertama sebagai literasi media atau memberikan sikap kritis pada media televisi, kedua untuk memberikan hiburan dan edukasi yang bermutu pada masyarakat, dan ketiga untuk membatasi waktu menonton TV yang cenderung membuang waktu untuk hiburan yang kurang mendidik dan mengurangi waktu untuk bermasyarakat. Grabag TV yang dibangun dengan modal awal 50 juta rupiah dengan peralatan teknis sederhana dan studio di ruang terbuka, ternyata direspons masyarakat Grabag dengan semakin meningkatnya jumlah anggota masyarakat yang mau terlibat dalam kegiatan Grabag TV. Dari siaran pertama ini, TV
47
Komunitas ini sempat membuat kejutan bagi warganya. Secara tidak sengaja seorang warga yang sedang naik sepeda sambil merokok terekam oleh kamera Grabag TV, saat itu bulan puasa. Ketika disiarkan pada hari berikutnya, sang anak yang nonton siaran protes kepada ayahnya mengapa tidak berpuasa, sang ayah tidak bisa mengelak. Ini adalah satu fungsi pengawasan (sosial control) dari media massa televisi. Sesuai dengan misi TV Komunitas yaitu memberikan hak kepada masyarakat untuk menggunakan udara di wilayahnya bagi kepentingan mereka, maka diadakanlah pelatihan-pelatihan untuk mempersiapkan membuat acara yang disiarkan pada sosialisasi Grabag TV. Peserta pelatihan terdiri atas berbagai profesi, antara lain petani, guru, karyawan, penyuluh, penyanyi, dan pembaca berita. Grabag TV mulai dikenal luas, terutama karena menyiarkan kegiatan sehari-hari masyarakat Grabag. Seperti acara-acara pengajian, upacara Hari Kemerdekaan, acara ritual tradisi, penyuluhan pertanian, pendidikan dan media ajar. Pada masa itu setiap kegiatan Bupati di daerah Grabag selalu disiarkan Grabag TV. Pada tahun 2005 Grabag TV mengajukan ijin ke Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Tengah, tetapi ternyata KPID belum siap karena belum ada aturan pelaksanaannya (Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri) meskipun sudah ada Undang-Undang Penyiaran tahun 2002. KPID Jawa Tengah mempersilahkan Grabag TV melakukan siaran sosialisasi sepanjang tidak mengganggu saluran televisi lain dan tidak menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat. Pada tahun 2006 Grabag TV mencoba kembali mengajukan ijin, tetapi KPID masih sibuk mengurusi TV Swasta. Grabag TV terus melakukan siaran sosialisasi dengan menyiarkan acara yang lebih variatif, seperti acara musik Tembang Kenangan yang menambah jumlah penonton Grabag TV. Pada tahun 2007 banyak kegiatan dan siaran yang mendongkrak popularitas Grabag TV. Kegiatan Pilkades Desa Grabag (Mei 2007) disiarkan Grabag TV mulai dari persiapan sampai dengan pelantikan Kades terpilih. Grabag TV juga membuat acara “Genduk-Genduk Roso” yang mengajak masyarakat mengungkapkan aspirasi mereka, Kades seperti apa yang menjadi harapan mereka. Salah satu manfaat yang sangat nyata dari siaran langsung ini adalah tidak ada pengerahan massa pada saat kampanye, pemungutan suara dan penghitungan suara. Dengan demikian menghindari kemungkinan terjadinya bentrokan antar pendukung calon-calon Kepala Desa. Pada 30 Mei 2007 dalam seminar nasional TV Komunitas yang diselenggarakan Departemen Kominfo dan Fakultas Film dan Televisi IKJ di Hotel Borobudur Jakarta, Grabag TV diberi kesempatan untuk presentasi. Pada tahun ini pula Grabag TV mulai menerima Praktek Kerja Lapangan (PKL) mahasiswa perguruan tinggi dan swasta Sekolah Menengah Kejuruan, Akademi Komunikasi dan Politeknik dari luar kota Magelang. Grabag TV kini memiliki studio kecil, menyediakan peralatan dasar, dan menyelenggarakan acara pelatihan penulisan naskah, pembuatan film, dan penyuntingan. Dengan menggunakan antena yang sudah ada, warga desa mulai menyiarkan berbagai acara yang ditulis dan diproduksi mereka sendiri. Siaran Grabag TV dapat disaksikan sekitar 300 kepala keluarga yang tersebar di 15
48
dusun Desa Grabag. Mereka dapat mudah menonton hanya dengan bantuan antena VHF. Kanal Grabag TV ada di 5 VHF. Jangkauan untuk arah barat adalah Desa Susukan, arah selatan Desa Manggung. Untuk arah timur dan utara, jangkauannya sekitar lima km. Pihak Grabag TV membuka peluang berkreasi bagi siapa saja yang ingin terlibat pertelevisian warga ini. Setiap orang yang mempunyai ide untuk mengisi acara atau tertarik dengan bidang penyiaran boleh membantu. Para petani dan pengusaha bisa mengisi acara untuk membicarakan masalah-masalah profesi mereka, serta rencana dan strategi mereka. Beberapa acara pernah menampilkan siswa dari sekolah dasar sampai sekolah menengah atas yang membahas berbagai pengaruh positif dan negatif televisi terhadap pendidikan. Grabag TV semakin dikenal sebagai salah satu model TV Komunitas yang berbasis warga. Grabag TV kini menjadi tujuan dari para peminat TV Komunitas untuk studi banding dan para pelajar dari berbagai daerah yang berminat mendalami sinematografi dan penyiaran. Visi Grabag TV 1) Menjadi sebuah wadah pengembangan masyarakat melalui siaran televisi pedesaan 2) Menjadi media kreasi dan komunikasi “multi arah” secara berimbang dan demokratis. Misi Grabag TV 1) Melaksanakan pengembangan masyarakat melalui informasi yang langsung bersentuhan dengan kehidupan sehari-hari. Memberikan manfaat bagi kesejahteraan material dan spiritual. 2) Melaksanakan pengembangan masyarakat agar memiliki hak dan kemampuan menggunakan sarana audio visual sebagai sarana penyaluran aspirasi, sarana kontrol sosial, sarana ekspresi dan wadah kreasi. 3) Menjadi agen pendidikan Literasi Media untuk mempersiapkan masyarakat agar memiliki sikap kritis terhadap media sehingga “imun” menghadapi pengaruh negatif media 4) Meningkatkan harkat dan martabat warga masyarakat melelui pelestarian dan pengembangan nilai-nilai luhur dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pengelolaan Grabag TV Sesuai dengan semboyan televisi komunitas “dari masyarakat oleh masyarakat dan untuk masyarakat”, maka pelaksana siaran dan produksi program acara adalah warga masyarakat sendiri. Mereka mendapat pelatihan secara sederhana di bidang penyiaran dan produksi program televisi. Saat ini pelatihan sudah sampai angkatan ke-4 dan telah menghasilkan lebih dari 25 orang yang siap memproduksi acara untuk “Grabag TV”. Mereka terdiri dari berbagai profesi, antara lain: guru, petani, penyuluh pertanian, pengemudi, mantan TKI, tukang ojek, wirausaha, karyawan swasta, PNS, aparat desa, pensiunan dan kameraman video perkawinan. Pengelolaan keuangan juga berada di tangan komunitas. Biaya produksi sebuah acara dikeluarkan dari saku atau sumbangan para donatur. Keuangan untuk membiayai semua program acara memang tidak murah dan tidak mudah
49
diperoleh oleh setiap televisi komunitas karena tidak diijinkan mencari keuntungan melalui tayangan iklan. Keuangan memang menjadi salah satu persoalan yang kerap dihadapi para penggiat televisi komunitas, terkecuali televisi komunitas yang dikelola oleh institusi pendidikan atau pemerintah karena sudah ada anggaran yang telah disiapkan. Direncanakan nantinya setiap desa di Grabag, memiliki paling sedikit tiga kru, mereka akan menjadi perwakilan setiap desa sehingga dukungan komunitas akan lebih kuat dan program acara yang dibuatnya bisa mewakili warga desa di Kecamatan Grabag. Sesuai dengan peraturan Komisi Penyiaran Indonesia maka struktur Grabag TV terdiri atas Dewan Penyiaran Grabag TV dan Pelaksana Penyiaran Grabag TV. 1) Dewan Penyiaran Grabag TV 1. Hartanto, M.Sn 2. Fathurozaq 3. Suhendro 4. Eko Maryoto 5. Puswito, B.A 2) Pelaksana Penyiaran Grabag TV 1. Pemimpin Utama 2. Penanggungjawab Umum 3. Penanggungjawab Siaran 4. Penanggungjawab Teknik
: Supriyanto : Susilowati, A.Md : Drs. Maryoso : Heru Budiono
3) Seksi-Seksi 1. Seksi Pendidikan 2. Seksi Kesenian 3. Seksi Pertanian/Wirausaha 4. Seksi Pemberitaan
: Supriyanto : Muslich Aqli : Ir. Gentur Saptono : Anwar Sadat
Program acara Grabag TV Sejak mengudara tahun 2005, Grabag TV mempunyai tiga program utama: pertanian/wirausaha, pendidikan dan kesenian. Pemilihan tiga program itu berdasarkan realitas sosial di Grabag di mana warganya sebagian besar hidup dari pertanian, sebagian lainnya dengan wirausaha dan pegawai negeri sipil.Semua program acara Grabag TV disusun berdasarkan kesepakatan komunitas. Isi dan Pesan yang akan disampaikan juga dibuat oleh komunitas sesuai dengan latar belakang profesi, pekerjaan dan tema yang sejalan dengan tiga program utama Grabag TV. Format penayangan Grabag TV pada umumnya sama dengan televisi lainnya, ada program yang bersifat siaran langsung dan rekaman. Siaran langsung pernah dilakukan pada acara pemilihan Kepala Desa Grabag, sedangkan format rekaman seperti siaran pertanian yang dibuat penyuluh pertanian dan para petani.
50
Selain itu ada pula paket jadi seperti film dan dokumenter yang diperoleh dari kerjasama dengan instansi lainnya. Pada intinya program Grabag TV disesuaikan dengankondisi dan kebutuhan masyarakat Desa Grabag yakni: Bidang Pertanian dan Kewirausahaan, Pendidikan dan Kesenian. 1) Bidang Pertanian dan Kewirausahaan Materi acaranya berupa berita-berita seputar pertanian, penyuluhan, pertanian, perkebunan dan peternakan, kisah sukses petani, sosialisasi kebijakan pemerintah, dialog petani, dan motivasi sikap hidup petani 2) Bidang Pendidikan Materi siaran pendidikan di Grabag TV meliputi pendidikan formal dan non formal antara lain pelaksanaan jadwal ujian, kegiatan belajar, pendidikan keagamaan, moral dan sikap hidup, kecakapan, kesehatan dan lingkungan hidup,olah raga dan pendidikan. Pendidikan media literacy atau melek media merupakan program prioritas, karena jenisi program ini terkait dengan bidangbidang lain. Melalui pendidikan media literacy masyarakat bukan saja diajarkan mengenal produksi dan teknologi media, namun juga diberi pemahaman tentang manfaat dan keburukan yang diakibatkan oleh media televisi sehingga komunitas pedesaan dapat memilih dengan cermat acara apa yang paling baik bagi keluarganya. Dalam bidang pendidikan, Grabag TV mengajarkan khalayak untuk memiliki sikap kritis terhadap media dan menjadikan khalayak tidak hanya sebagai penonton (konsumen) dari suatu program melainkan juga sebagai pembuat (produsen) sebuah program. Para komunitas menggunakan media ini sebagai alat sosialisasi dan menyampaikan pesan ke masyarakat. Menurut Hartanto, pendiri dan penggiat Grabag TV, melalui sikap kritis terhadap media (media literacy), masyarakat terutama para orang tua diharapkan dapat memiliki kesadaran akan dampak buruk yang ditimbulkan televisi terutama bagi anak-anak mereka. 3) Bidang Kesenian Materi siaran kesenian diarahkan pada pembinaan watak dan rasa.Melalui pendekatan atau sentuhan seni, warga bisa mengungkapkan segala keinginan dan perasaan dengan arif dan santun. Jam tayang semua program acara dimulai pukul 14.00 hingga pukul 17.00. Penentuan jam tayang juga dilakukan melalui kesepakatan bersama antara komunitas warga desa dan staf produksi yang mengelola stasiun Grabag TV. Sebelumnya, pada awal-awal siaran Grabag TV pernah menyiarakan acara pada pagi hari dan malam hari, namun mayoritas komunitas warga tidak dapat menyaksikan acara pada jam tersebut karena bertabrakan dengan kegiatan kerja dan usaha mereka. Pembatasn jam siaran sebenarnya memiliki manfaat lain bagi para khalayak. Bila mereka terbiasa dengan menonton televisi pada jam-jam tertentu dengan acara yang terpilih maka mereka akan mampu menahan diri untuk tidak terus menerus berada di depan televisi. Hal ini sejalan dengan apa yang diharapkan oleh Hartanto.
51
“bahwa tujuan didirikannya Grabag TV adalah memiliki tiga kepentingan. Pertama sebagai literasi media atau memberikan sikap kritis pada media televisi, kedua untuk memberikan hiburan dan edukasi yang bermutu pada masyarakat , dan ketiga untuk membatasi waktu menonton TV yang cenderung membuang waktu untuk hiburan yang kurang mendidik dan mengurangi waktu untuk sosialisasi” (Hartanto).
Grabag TV dapat memberikan nuansa yang berbeda (diversity of content) dan komunitas yang beragam (diversity of ownership). Tayangan dan ide kreatif pembuatan acara dikemas secara sederhana, baik struktur bahasanya, isi pesan (instruksi), skenario dan proses editingnya dengan maksud agar warga (komunitas) dapat menerima pesan secara cepat dan mudah serta agar warga dapat membuat program sendiri sesuai aspirasi dan kebutuhan masyarakat Grabag. Tidak ada susunan mata acara atau rundown seperti yang televisi swasta komersial lakukan. Begitu pula dengan budgeting keuangan, anggaran produksi dikeluarkan dan dikelola komunitas sesuai program apa yang akan dibuat. Pemilihan program acara pada hakikatnya bukan semata untuk memberikan hiburan namun juga memberikan pengetahuan yang mendidik, pencerahandan pengobatan kerinduan masyarakat akan tayangan acara televisi yang bebas dari komersialisasi. Melalui tayangan film atau fiksi yang berisi kisah sukses petani, pemanfaatan budi daya sejumlah umbi-umbian, khalayak diajarkan cara-cara untuk memperoleh penghasilan tambahan dengan mengolah singkong, misalnya menjadi makan ringan “slondok”. Tayangan yang bersifat inspiratif seperti ini diharapkan dapat memberikan efek positif kepada masyarakat, sehingga mereka dapat hidup mandiri dengan memperoleh penghasilan yang cukup untuk membiaya kebutuhan keluarganya.
No
Tabel 7 Daftar program acara dan waktu tayang Grabag TV selama tahun 2012
Nama Program Acara
Waktu Tayang Hari Jam
Isi
Format
52
1
2
3
Pertanian/wirausaha
Senin
14.0017.00
Berita pertanian
Rekaman Rekaman
Profil
Penyuluhan pertanian, perkebunan dan peternakan Kisah sukses petani
Sosialisasi
Kebijakan pemerintah
Rekaman
Dialog
Aspirasi Petani
Rekaman
Cerita/fiksi
Memotivasi hidup petani
Canned
Kegiatan belajar-mengajar, jadwal ujian Moral dan sikap hidup
Rekaman
Membuat makanan ringan (slondok, kerupuk, dsb) Bersih-bersih desa
Rekaman
Informasi
Instruksional
Rabu
Pendidikan
14.0017.00
Berita Sekolah
Keagaman
Kecakapan
Kesehatan – lingkungan hidup
Olahraga
Senam
Rekaman
Kesenian
Jathilan, kubro siswo, Lomba Cipta Lagu Daerah (Golav)
Rekaman Off air
Pengenalan media, Pilkades
Live
Berita seputar kesenian daerah
Rekaman
Literasi media Kesenian
Jumat
14.0017.00
Rekaman
Rekaman
Informasi kesenian
Dialog seni
Percakapan pengetahuan seni
menambah
Rekaman
Pertunjukkan
Pentas seni tradisi (jathilan,obro siswa,kuda lumping)
Rekaman
Instruksi seni
Belajar seni (musik pop, campur sari, lagu daerah)
Rekaman
Film/Fiksi
Cerita di balik tokoh musik, pentas kesenian, pertunjukkan musik
Canned
cabang
(Sumber : Sekretariat Stasiun Grabag TV tahun 2012)
Media Literacy Pengaruh globalisasi melalui media massa seperti televisi dan film tidak semuanya dapat diterima masyarakat. Tidak semua tayangan yang disampaikan kedua media tersebut memiliki nilai-nilai kemanusian yang bermanfaat bagi masyarakat terutama masyarakat di pedesaan. Menurut Hartanto, isi film atau
53
acara tertentu di televisi bisa menyebarkan tiga hal, yakni mengandung kebaikan atau madu, kedua mengandung racun atau merusak dan ketiga mengandung candu-merusak secara perlahan-lahan. Materi yang bersifat madu dan racun mudah dikenali, namun materi candu tidak semua orang mampu membedakannya apalagi anak-anak, karena itu lah menghadapi hal tersebut maka perlu ada upaya agar masyarakat lebih cermat menyikapinya. Media literacy bisa dijadikan sebagai salah satu alternatif pendidikan agar masyarakat lebih waspada terhadap dampak buruk media. Media literacy (literasi media) yang diterapkan Grabag TV diartikan sebagai pendidikan melek media, mengajarkan masyarakat agar mampu melihat dan memanfaatkan media secara kritis. Melalui program ini, pengelola Grabag TV menggelar dialog bersama narasumber Nina Armando, dosen komunikasi dari Universitas Indonesia, dengan tema “dampak negatif televisi bagi anak”. Dialog dikemas secara sederhana di studio bambu milik Grabag TV, narasumber didampingi pembawa acara dan tiga warga Grabag. Acara dibawakan dengan santai, namun tetap mengandung pesan agar orang tua waspada dan mengawasi dampak buruk bagi perkembangan psikologis sang anak. Hal lain yang menarik dalam program dialog ini adalah, warga yang terlibat dalam dialog tidak perlu memakai make up, mereka tampil sealami mungkin. Desain artistik dan propertinya pun diperoleh dari lingkungan sekitar seperti kerajinan tangan (souvenir), kain batik dan pot bunga sehingga cukup mewarnai suasana dialog. Media literacy sebagai gerakan dan program pendidikan sudah dikembangkan di beberapa negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Kanada, Perancis, Australia dan Jepang. Di Indonesia media literacy sudah ada kelompok masyarakat yang memulai meski belum terlihat secara nasional. Melalui Grabag TV warga juga diperkenalkan dengan kegiatan laporan masyarakat dari masyarakat untuk masyarakat yakni Citizen Journalism. Media televisi dapat menjadi alat ajar yang efektif dan menyenangkan. Khalayak dapat mengambil manfaat dari program acara yang disiarkannya. Grabag TV membuka kesempatan seluas-luasnya bagi setiap kalangan untuk berkontribusi, berkreasi dan menciptakan acara yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi sosial masyarakat. Contoh nyata adalah program pertanian tentang bertanam cabe yang dibuat warga Grabag sendiri. Kesenian Rakyat Pihak sekolah juga memanfaatkan media komunitas ini untuk keperluan proses belajar mengajar. Sekolah bisa turut serta dalam pembuatan programprogram yang kemudian disiarkan. Seorang Guru Kesenian di Madrasah Tsanawiyah Negeri Grabag, Muslich Aqli memanfaatkan Grabag TV sebagai tempat pembalajaran kesenian bagi murid-muridnya. Muslich merancang Video pelajaran kesenian menyanyi dengan mengubah syair lagu dangdut dengan syair lagu yang memotivasi para siswa untuk belajar. Video berdurasi 58 menit itu, dibuat dengan melibatkan kru Grabag TV dan para siswa Madrasah tersebut. Kehadiran Grabag TV bisa menjadi media pengembangan seni tradisi dan kesenian rakyat.Tema kesenian muncul karena Grabag TV ingin menjaga kesenian-kesenian tradisional sekaligus mengajarkan kesadaran akan pentingnya nilai-nilai budaya lokal sehingga masyarakat menjadi lebih arif, memiliki
54
kecerdasan intuisi, tidak mudah terprovokasi baik oleh situasi politik nasional maupun akibat kemajuan teknologi media komunikasi massa. Siaran acara kesenian rakyatlainnya yang menarik perhatian khalayak adalah kubro siswo. Selain menjadi hiburan bagi warga, acara ini juga menjadi media apresiasi warga terhadap seni tradisi lokal, sekaligus mendidik masyarakat untuk menjaga nilainilai dan tradisi lokal. Kubro Siswo merupakan tarian missal yang turun temurun diajarkan pada warga di sekitar lereng Gunung Merapi. Tarian Kubro Siswo agak berbeda dengan tarian lainnya yang berasal dari Daerah Yogyakarta yang lemah gemulai, gerakan tarian Kubro Siswo sangat dinamis, lincah dan penuh semangat. Pertunjukan tarian Kubro yang pernah dipentaskan pelajar SMA Negeri 1 Grabag di Halaman sekolah pada awalnya selalu dipentaskan pada malam hari, dengan lama pertunjukkan sekitar 5 jam, dengan musik pengiring mirip lagu perjuangan dan qasidah. Tim produksi Grabag TV mencoba mengabadikan momen kegiatan ini untuk dijadikan program kesenian yang menarik. Bagi khalayak berusia dewasa tua dan senang menyelami filosofi arti dibalik seni tradisi, maka pentas kesenian ini memiliki manfaat tersendiri. Mengapa? selain karena sebagai hiburan, kesenian Kubro Siswo mengajarkan masyarakat untuk senantiasa menyelaraskan kehidupan dunia dan akhirat seperti makna kubro dan siswo yang merupakan singkatan dari Ubahing Badan Lan Rogo yang berarti kesenian mengenai gerak badan dan jiwa. Melalui acara pentas kesenian ini masyarakat kembali diingatkan agar bersama-sama menjaga kesenian rakyat sehingga tidak hilang ditelan gelombang budaya asing yang merambah ke berbagai pelosok desa. Siaran Langsung Pilkada Acara siaran langsung pemilihan Kepala Desa Grabag yang ditayangkan Grabag TV menjadi salah satu program acara yang digemari dan memperoleh apresiasi yang tinggi dari masyarakat. Ajang pendidikan demokrasi dalam memilih kepala desa mereka pada tahun 2007 ini terekam dalam ingatan warga Desa Grabag dan segenap aparat desa sebagai momentum langka dan mungkin sebagai pelopor acara televisi yang menyiarkan pilkada secara langsung. Semua yang terlibat dalam acara ini bukanlah kru televisi lengkap dengan peralatan yang serba modern, namun hanyalah komunitas pedesaan yang terdiri atas warga dan aparat desa. Warga bekerja sebagai tim produksi dan aparat desa sebagai narasumber. Video kamera menggunakan Handycam dengan pita cassette biasa dengan latar belakang set panggung di dalam salah satu ruangan kantor Balai Desa Grabag. Biaya operasional diperoleh dari uang saku warga, kantor aparat desa dan ada sumbangan dari beberapa donator. Meski disiarkan secara sederhana, diawali dengan suasana pencoblosan, penghitungan suara dan pemilihan hasil suara namun tayangan ini menjadi tontonan yang menarik. Selain mengajarkan pendidikan politik yang demokratis, bagaimana warga desa mengemukakan pendapatnya melalui hak pilih mereka secara bebas tanpa ada tekanan dari pihak manapun. Warga desa juga diperkenalkan dengan kegiatan penyiaran televisi dan hal-hal yang berhubungan dengan siaran langsung. Kegiatan siaran yang berlangsung mulai dari persiapan sampai dengan pelantikan Kepala Desa terpilih ini dilengkapi dengan dialog “Genuk-genuk Roso”. Acara ini mengajak masyarakat mengungkapkan harapan mereka, seperti
55
apa Kepala Desa yang mereka dambakan. Grabag TV berperan sebagai media yang menjembatani aspirasi masyarakat secara sama termasuk kampanye bagi calon kades dalam menyampaikan visi dan misinya di ruang publik. Melalui dialog terbuka maka komunikasi interpersonal pun berjalan dinamis, tidak tersekat oleh adanya kepentingan atau status sosial dalam masyarakat. Kegiatan acara Pilkada yang disiarkan langsung Grabag TV memiliki banyak manfaat. Masyarakat Grabag tidak hanya diajak memahami arti demokrasi dalam menentukan hak suara lewat pemilihan calon pemimpin desanya, tapi juga diajak mengendalikan emosi bila calon kades yang mereka harapkan tidak menjadi pemenang sehingga tidak memicu pada tindakan negatif, selain itu masyarakat juga diajak mengenal kegiatan produksi televisi; bagaimana membuat acara televisi yang disiarkan secara langsung, bagaimana menjadi moderator yang mengatur jalannya dialog dan bagaimana caranya bersinergi dengan sejumlah orang dalam merancang kegiatan produksi tv yang hanya mengandalkan dana dan fasilitas seadanya. Hampir semua orang yang terlibat dalam televisi komunitas adalah sukarelawan. Mulai dari penyiar, produser, editor, reporter, juru kamera yang bertugas tanpa ada imbalan uang atau gaji. Sebagian orang karena ingin mengembangkan keterampilan yang berhubungan dengan pembuatan program acara televisi dan meningkatkan pengetahuan untuk mengkritisi program televisi yang baik dan bermanfaat, tapi ada pula yang hanya ingin mencari kesenangan sebagai seorang pekerja penyiaran. Kegiatan dalam dunia penyiaran seperti ini mendorong masyarakat menjadi terdidik dan peka terhadap perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang merambah ke berbagai pelosok daerah. Setiap individu yang terlibat dalam kegiatan televisi komunitas bisa mengekspresikan segala rupa ide kreatifnya dan harus pula memiliki keinginan untuk serba bisa. Di Grabag TV tidak ada persyaratan khusus dalam proses produksi siaran televisi seperti layaknya yang terjadi di televisi swasta, tidak perlu camera face, tidak perlu berpenampilan dan bersuara menarik. Tayangan televisi komunitas terlihat apa adanya (natural). Keterbatasan peralatan tidak menyurutkan para pegiat televisi komunitas di Grabag untuk menyuguhkan tayangan alternatif bagi pemirsanya (Hermanto 2007). Dalam sebuah program siaran tentang pertanian misalnya, setelah juru kamera mengambil visual, ia kemudian menyampaikan narasi pembuka sebagai reporter, kemudian juru kamera yang merangkap reporter tersebut melanjutkan reportasenya dengan melakukan wawancara terhadap petani sebagai narasumber. Kesempatan menjadi Citizen Journalis dengan sendirinya akan dirasakan setiap individu dalam aktifitas produksi televisi seperti ini. Masyarakat bertindak sebagai pembuat atau penyampai pesan (communicator) yang disampaikan melalui media nya sendiri (channel) dan diterima oleh masyarakat setempat (receiver/communicant).
Karakteristik Khalayak Karakteristik merupakan kondisi atau ciri-ciri yang melekat pada seseorang yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan di lingkungan
56
sosialnya. Dalam penelitian ini ciri-ciri yang melekat pada seseorang itu merupakan karakteristik demografi yang dimiliki khalayak (responden) yang menonton siaran Grabag TV. Karakteristik khalayak yang diduga berhubungan dengan pola menonton televisi komunitas Grabag TV adalah: umur, jenis kelamin, pekerjaan dan pendidikan. Profil khalayak berdasarkan karakteristik demografi yang dijadikan responden tersebut dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Jumlah dan persentase khalayak berdasarkan karakteristik individu tahun 2012 Karakteristik Kategori Jumlah Persentase Individu (Jiwa) (%) Usia Dewasa Muda (18-30 tahun) 4 05.40 Dewasa Pertengahan (31-50 tahun) 52 69.30 DewasaTua (>50 tahun ) 19 25.30 Jenis Kelamin Laki-laki 67 89.33 Perempuan 8 10.67 Pekerjaan TNI/Polri 1 01.33 Dosen 3 04.00 PNS 5 06.67 Swasta 29 38.67 Wiraswasta 22 29.33 Petani 8 10.67 Ibu Rumah Tangga 7 09.33 Pendidikan Rendah (tidak tamat – tamat SD) 8 10.67 Menengah (SLTP – SLTA) 55 73.33 Tinggi (Akademi – Perguruan Tinggi) 12 16.00 Usia
Sebagian besar khalayak yang menjadi responden pada penelitian ini terkategorikan sebagai dewasa pertengahan yaitu khalayak dengan usia antara 3150 tahun sebanyak 69.30 persen. Jumlah khalayak Grabag TV dengan persentase terkecil berusia antara 18-30 tahun, sebanyak 5.40 persen, sementara jumlah khalayak yang terkategorikan tua (>50 Tahun) yang menonton siaran Grabag TV sebesar 25.30 persen. Khalayak Grabag TV yang terkategorikan usia dewasa pertengahan ini pada umumnya memiliki kebutuhan atau motif menonton siaran televisi yang cenderung ingin memenuhi harapan psikologisnya. Khalayak pada usia ini banyak terlibat dalam aktivitas sosial dan memiliki keinginan untuk berintegrasi di tengah masyarakat. Para komunitas yang terlibat dalam kegiatan siaran Grabag TV juga merupakan warga desa yang masuk dalam kategori usia dewasa yang telah mampu mengekspresikan pesan lewat tayangan televisi. Keterlibatan komunitas usia dewasa terlihat saat pendirian dan sosialisasi Grabag TV yang
57
bersyarat adanya tandatangan warga sebagai bentuk dukungan pendidiran Grabag TV. Jenis Kelamin Dari sebaran responden, khalayak laki-laki lebih banyak dibanding dengan responden wanita. Sebagian besar responden didominasi laki-laki sebanyak 89.33 persen atau 67 dari jumlah sampel yang dipilih. Dari hasil pengamatan di lapangan, khalayak laki-laki lebih banyak terlibat dalam kegiatan komunitas Grabag TV. Kegiatan sosial kaum pria juga cenderung lebih banyak dibandingkan dengan kaum wanita, misalnya dalam acara penyuluhan kelompok tani Gapoktan dan kegiatan kendurian desa, jumlah laki-laki lebih banyak. Selain itu ketertarikan dalam produksi acara seperti liputan pertanian, pemilihan kepala desa dan kegiatan seni di sekolah-sekolah, kelompok laki-laki jauh lebih banyak, karena itu antusiasme mereka untuk menonton acara yang dibuatnya sendiri semakin tinggi. Khalayak laki-laki cenderung menonton acara yang bersifat informasi penyuluhan, hal-hal teknis soal pertanian dan kegiatan lingkungan sosial, sedangkan wanita lebih suka pada acara yang bernuansa hiburan seperti kesenian dan film. Berdasarkan penelitian Untoro (1994) pria lebih banyak menonton acara yang bersifat informasi dan hiburan ‘action’, sementara perempuan lebih tertarik pada acara hiburan, drama, komedi, dan kuis. Pekerjaan Sebagian besar khalayak yang paling tinggi menonton Grabag TV terkategorikan pekerja swasta sebanyak 38.67 persen, sedangkan khalayak penonton dengan persentase terkecil adalah kelompok TNI/Polri. Pekerja swasta merupakan golongan pekerja yang bekerja pada instansi swasta, seperti buruh, karyawan toko, sopir dan seniman. Kesempatan menyaksikan siaran Grabag TV pada kelompok pekerja seperti ini lebih besar. Mereka dapat menonton siaran Grabag TV saat di rumah, di tempat kerja atau saat ada pertemuan di Balai Desa. Aktivitas kerja yang menghabiskan waktu lebih banyak akan semakin kecil kesempatan menontonnya, karena sebagian waktunya dimanfaatkan untuk beristirahat, bekerja atau melakukan kegiatan lainnya. Pendidikan Pada karakteristik pendidikan, sebagian besar khalayak ada pada tingkat pendidikan menengah antara SLTP hingga SLTA yang terkategorikan dalam pendidikan sedang, yakni sebanyak 73.33 persen. Khalayak dengan tingkat pendidikan rendah yakni mereka yang bersekolah hanya sampai Sekolah Dasar (SD) sebanyak 10.67 persen. Dari data ini bisa dikatakan bahwa sebagian besar warga Desa Grabag telah mengenyam pendidikan selama sembilan (9) tahun dan mereka telah mampu membaca dan menulis dengan baik serta mampu berkomunikasi dengan baik.
Motif Menonton Grabag TV
58
Grabag TV merupakan salah satu media utama yang dimiliki dan digunakan penduduk Desa Grabag dalam berkomunikasi dan bertukar komunikasi. Sifat televisi yang mampu menyampaikan informasi melalui perpaduan bahasa gambar dan suara, menjadikan media ini dapat dinikmati siapa saja dan dimana saja secara mudah, termasuk bagi penduduk di kawasan Grabag. Kondisi wilayah Grabag yang sulit mengakses siaran televisi komersial dari Jakarta, sangat memungkinkan Grabag TV dapat mewujudkan pembangunan di pedesaan Grabag. Untuk melihat sejauh mana media televisi tersebut bermanfaat, maka perlu dilihat motif khalayak menonton siaran televisi itu. Apakah Grabag TV dimanfaatkan sebagai media untuk memperoleh informasi atau pendidikan atau hanya sebagai ajang hiburan? Ada beberapa alasan yang mendorong khalayak menggunakan televisi komunitas ini. Dengan kata lain khalayak menonton televisi bukan karena dorongan satu motif saja, tapi juga beberapa motif yang mendorong khalayak menggunakan Grabag TV. Motif diukur dengan membedakan kecenderungan khalayak menonton sesuai dengan kebutuhan psikologisnya. Dalam penelitian ini, motif khalayak menonton Grabag TV dijabarkan sesuai dengan tipologi kebutuhan yakni: information (kebutuhan akan informasi dari lingkungan sekitar), personal identity (kebutuhan untuk menonjolkan sesuatu yang penting dalam kehidupan seseorang), integration and social interaction (dorongan untuk menggunakan media dalam rangka melanggengkan hubungan dengan individu lain) dan entertainment (kebutuhan untuk melepaskan diri dari ketegangan dan menghibur diri). Kondisi Desa Grabag yang tidak memperoleh sinyal televisi atau “Blankspot” menjadi salah faktor utama, yang mendorong masyarakat Grabag mencari media alternatif lain untuk memenuhi kebutuhan informasi dan komunikasinya. Kehadiran televisi komunitas Grabag TV yang didirikan komunitas warga Grabag bisa menjadi media elektronik yang diharapkan dapat memenuhi aspirasi mereka. Tabel 9 menunjukkan bahwa sebagian besar khalayak menonton Grabag TV adalah karena adanya kebutuhan memperoleh informasi, yaitu 57.33 persen. Motif informasi terkategorikan sangat tinggi. Tingginya dorongan motif informasi diduga karena berbagai alasan antara lain: khalayak memanfatkan Grabag TV sebagai media massa yang dapat memberikan informasi seputar kegiatan warga Desa Grabag. Siaran acara pertanian yang menyajikan pengetahuan praktis merupakan informasi yang disukai petani atau warga lainnya yang sehari-hari terlibat dalam kegiatan pertanian. Acara lainnya yakni pemberitaan dari aparat desa seperti kebijakan pembuatan e-ktp menjadi program informasi yang menarik dan bermanfaat, baik bagi aparat desa maupun bagi warga. Selain karena itu, siaran informasi seperti ini menarik perhatian warga, karena hanya televisi Grabag yang menyiarkan kegiatan di Desa Grabag dan melibatkan warga desanya . “Saya misalnya, berperan sebagai produser dan narasumber untuk mensosialisasikan program pemerintah.pembuatan e-ktp. Selama ini belum ada program informasi seperti itu dari televisi manapun, apalagi saya baru pertama kali saya masuk dalam televisi” (IBS).
Sesuai dengan fungsi utama televisi yakni untuk mendidik (to educate ) dan mengabarkan (to inform), maka dorongan khalayak Grabag TV menggunakan televisi sebagai media informasi dan fungsi komunikasi sangat beralasan.
59
Penelitian terdahulu yang dilakukan Hadiyanto dan Priatna (2002), tentang penggunaan televisi, masyarakat petani di desa urban dan desa rural Kabupaten Bogor, ada indikasi bahwa televisi sebagai media hiburan juga digunakan sebagai media pendidikan dan informasi. Tabel 9
Jumlah dan persentase responden menurut motif menonton Grabag TV tahun 2012 Motif Menonton Kategori Jumlah Persentase (Jiwa) (%) Informasi Sangat rendah 1 1.33 Rendah 2 2.67 Tinggi 29 38.67 Sangat tinggi 43 57.33 Identitas Pribadi
Sangat rendah Rendah Tinggi Sangat tinggi
9 15 38 13
12.00 20.00 50.67 17.33
Integrasi dan Sangat rendah Interaksi Sosial Rendah Tinggi Sangat tinggi
3 7 44 21
4.00 9.33 58.67 28.00
Hiburan
4 29 39 3
5.33 38.67 52.00 4.00
Sangat rendah Rendah Tinggi Sangat tinggi
*keterangan: kategori Sangat rendah=1–1.75, Rendah=1.76 – 2.51, Tinggi=2.52 – 3.27, Sangat tinggi=3.28– 4
Motif identitas pribadi juga terkategorikan tinggi. Khalayak yang sebagian pekerjaannya petani menyatakan acara Grabag TV yang menayangkan kehidupan petani sukses bisa menjadi contoh tauladan, dapat meningkatkan kemampuan diri, dan memperkuat status dirinya sebagai petani. Film kisah petani sukses, acara penyuluhan pertanian yang bersifat praktis dan pertunjukkan kesenian (seni musik dan tradisional) dinilai khalayak sesuai dengan kondisi sosial dan kultur di Desa Grabag. Program acara Grabag TV dinyatakan dapat memberikan kebutuhan khalayak dalam upaya meningkatkan kemampuan mereka, memperkuat status dirinya, baik sebagai aparat desa, petani, ataupun seniman. Motif integrasi dan interaksi sosial juga terkategorikan tinggi. Dari 75 responden, 44 orang menyatakan progaram acara Grabag TV dapat menimbulkan keinginan untuk berintegrasi dan berinteraksi dengan warga lainnya. Kegiatan siaran Grabag TV membantu warga meningkatkan peran sosial dan menambah pertemanan dalam satu komunitas media televisi. Bagi masyarakat desa Grabag, televisi komunitas bisa dijadikan media untuk pergaulan antar warga, bergaul
60
dengan berbagai pihak, meningkatkan hubungan sosial dengan warga lainnya. Tingginya dorongan motif integrasi dan interaksi sosial dapat dilihat dari partisipasi warga dalam mendukung program siaran Grabag TV baik dari sisi finansial ataupun pengalaman dan keterampilan yang dicurahkan. Khalayak yang memilih Grabag TV untuk motif integrasi dan interaksi sosial juga disebabkan adanya keinginan meningkatkan persahabatan, menjalin pertemanan dan meningkatkan interaksi sosial di lingkungan desa. Program siaran penyuluhan pertanian yang disiarkan Grabag TV bukan saja dapat meningkatkan keterampilan para petani tetapi juga meningkatkan hubungan sosial yang lebih erat, alasannya dengan tayangan tersebut mereka termotivasi untuk melakukan perkenalan atau bertemu langsung dengan para penyuluh dan anggota kelompok tani yang berasal dari desa lain, sehingga keberadaan media televisi ini dapat dikatakan dapat meningkatkan jaringan persahabatan di antara para petani. Demikian pula dengan khalayak yang bekerja di sektor swasta, misalnya pengajar kesenian yang berkesempatan mengekspresikan keterampilan dan hobynya pada acara lomba cipta lagu, produksi video clip campur sari dan kesenian lainnya yang memungkin dapat berinterksi dengan warga lain. Kebutuhan khalayak menonton Grabag TV untuk melepaskan diri dari kondisi psikologis yang menekan perasaan tak menyenangkan, mengisi waktu luang, dan bersantai juga terkategori tinggi. Dari 75 responden, 39 orang menyatakan Grabag TV dapat menjadi acara hiburan untuk memenuhi kebutuhan kondisi psikologis warga. Kehadiran Grabag TV menarik perhatian masyarakat Desa Grabag, karena selama ini selain kawasan ini termasuk areal blank spot – tidak memperoleh limpahan siaran televisi swasta komersial – juga televisi swasta nasional yang terpusat di Jakarta tidak sepenuhnya menyiarkan program yang mengangkat seni budaya dan potensi masyarakat Grabag. Kondisi itulah yang melatar belakangi Grabag TV mengangkat program acara berbasis masyarakat desa, sehingga diharapkan kehadiran Grabag TV dapat menjadi media alternatif utama yang bisa melepas kejenuhan, dan mengistirahatkan fisik dan fikiran. Hal yang menarik dari penelitian ini, adalah keterangan khalayak yang menyatakan bahwa mereka merasa terhibur dengan penampilan tetangganya saat memberikan penjelasan tentang pertanian atau ketika mereka tampil menjadi penyiar berita. “ lucu mas, lihat diri sendiri tampil di televisi dan membuat sendiri acaranya, sangat menyenangkan, karena di televisi lain kita belum tentu ada dan menyiarkan kampung kita “ (Msl ).
Pola Menonton Grabag TV Pola menonton Grabag TV merupakan kegiatan menonton siaran acara Grabag TV yang sudah menjadi kebiasan khalayak. Setiap khalayak memiliki kebiasan perilaku menonton yang berbeda. Perbedaan pola menonton tersebut muncul karena ada dorongan atau latar belakang keinginan yang kuat yang disebut motif. Dua hal yang dijadikan alat ukur untuk melihat pola khalayak menonton yakni tingkat kekerapan khalayak menonton dalam seminggu atau frekuensi, dan total waktu rata-rata atau banyaknya waktu (jam) yang dicurahkan khalayak dalam menonton televisi dalam sehari atau durasi.
61
Perbedaan pola menonton khalayak terhadap siaran Grabag TV disebabkan beberapa hal antara lain: selain karena ada motif seperti yang disebut di atas atau karena ada perbedaan karakteristik khalayak, juga penjadwalan jam tayang yang terbatas serta ketertarikan terhadap program acara yang dibuat para komunitas. Tabel 10 Jumlah dan persentase khalayak menurut pola menonton Grabag TV tahun 2012 Pola Menonton Kategori Jumlah Persentase (Jiwa) (%) Frekuensi Sangat rendah 2 2.67 Rendah 6 8.00 Tinggi 24 32.00 Sangat tinggi 43 57.33 Durasi
Sangat rendah Rendah Tinggi Sangat tinggi
9 14 22 30
12.00 18.67 29.33 40.00
*keterangan: kategori Sangat rendah=1–1.75, Rendah=1.76 – 2.51, Tinggi=2.52 – 3.27, Sangat tinggi=3.28– 4
Frekuensi Menonton Grabag TV Frekuensi menonton terkategorikan sangat tinggi, yakni 57.33 persen. Khalayak dengan frekuensi menonton sangat tinggi adalah khalayak yang memiliki cukup waktu luang dan berkeinginan tinggi guna menyaksikan siaran Grabag TV. Khalayak yang punya waktu luang dan berkeinginan tinggi didominasi kaum laki-laki. Laki-laki cenderung lebih sering menonton karena tema acaranya lebih banyak mengangkat kaum laki-laki, selain itu laki-laki merupakan kelompok khalayak yang banyak terlibat baik dalam kegiatan produksi acara, penyiaran atau dukungan pada saat pengajuan Grabag TV ke Komisi Penyiaran Indonesia Daerah. Dorongan terhadap tingginya frekuensi khalayak menonton bisa disebabkan oleh beberapa hal antara lain: tingginya kebutuhan khalayak terhadap informasi peristiwa, baik yang terjadi di Desa atau di luar Desa Grabag. Kaum laki-laki biasanya cenderung menononton acara yang bersifat berita atau informasi. Selain itu tayangan yang bermuatan pendidikan baik yang berasal dari masyarakat untuk masyarakat atau berasal dari pihak sekolah untuk masyarakat juga menjadi daya tarik, sehingga mereka termotivasi menonton program tersebut agar memperoleh wawasan dan pengetahuan. Kebutuhan memperoleh siaran hiburan berupa kesenian daerah yang hampir jarang disaksikan atau dipentaskan di tengah masyarakat juga dapat menjadi alasan kaum laki-laki lebih sering menonton Grabag TV. Keberadaan Grabag TV menjadi salah satu media massa alternatif yang sangat diminati warga Desa Grabag, mereka memanfaatkan televisi komunitas ini
62
sebaik mungkin, baik sebagai media yang dapat memberdayakan potensi para komunitasnya atau sebagai media penggerak pembangunan (agent of change) yang mendorong warga Desa Grabag lebih kreatif dalam memanfaatkan hasil pertanian sekaligus belajar memahami perkembangan teknologi informasi. Frekuensi menonton sebanyak tiga (3) kali yang dilakukan khalayak dalam seminggu menunjukkan tingkat kekerapan menonton yang sangat tinggi terhadap acara Grabag TV, sedangkan frekuensi rendah bila khalayak hanya menonton satu (1) hari dalam seminggu. Frekuensi rendah cenderung didominasi oleh khalayak yang karena pekerjaan kerap bertugas ke luar kota, kualitas gambar yang diterima sebagia khalayak kurang jelas dan khalayak yang umumnya tidak memiliki pesawat televisi di rumahnya. Durasi Menonton Grabag TV Durasi menonton terkategorikan sangat tinggi yakni 40.00 persen. Khalayak cenderung mencurahkan waktunya berada di depan layar kaca Grabag TV rata-rata antara dua hingga tiga jam dalam satu hari. Lamanya menonton ini terkategorikan tinggi, mengingat siaran Grabag TV hanya mengudara selama tiga jam dalam satu hari mulai pukul 14.00 hingga pukul 17.00. Khalayak dengan durasi rendah cenderung menonton Grabag TV kurang dari 1 jam perhari. Kondisi wilayah Grabag yang berada di kawasan “Blankspot” menjadi salah satu penyebab tingginya khalayak menonton siaran Grabag, selain karena program acaranya yang berorientasi pada skala lokal. Sebagian warga yang memiliki perangkat parabola di rumahnya juga tertarik melihat siaran Grabag TV, karena siaran televisi swasta terkadang membosankan juga. Curahan waktu atau durasi menonton yang tinggi menunjukkan bahwa warga Desa Grabag sangat antusias mengikuti hampir setiap tayangan secara penuh, seperti yang diungkapkan salah seorang kepala dusun. “ya, saya sekali-sekali nonton tv swasta, untuk mencari informasi nasionalnya, tapi saya dan warga di sini juga tidak lupa nonton, kalo ada siaran Grabag TV” (Smn). Kelompok khalayak yang cenderung menonton dengan durasi tinggi adalah khalayak yang punya cukup waktu dan bekerja pada pagi hingga siang hari seperti Pegawai Negeri Sipil; Aparat Balai Desa dan Guru sehinggga mereka dapat meluangkan waktunya untuk menyaksikan siaran Grabag TV dengan ratarata waktu menonton dua hingga tiga jam dalam sehari. Pilihan program acara yang paling banyak dipilih adalah program informasi yakni pemberitaan seputar pertanian, penyuluhan pertanian, program pendidikan seperti kegiatan belajar mengajar, kecakapan dan lomba lagu daerah. Bagi warga Desa Grabag yang sebagian profesinya adalah petani, kehadiran Grabag TV digunakan sebagai media penyuluhan oleh kelompok tani, seperti menyiarkan cara budi daya tanaman cabe, kopi, ketela pohon dan liputan usaha pembuatan tahu. Program Grabag TV sebagian besar dibuat oleh warga, sehingga pilihan acara disesuaikan dengan profesi komunitas dan lingkungannya. Program pendidikan dimanfaatkan para pendidik (guru) untuk menginformasikan kegiatan belajar-mengajar di sekolah serta untuk menyebarkan luaskan informasi dari dinas terkait tentang kegiatan ujian kepada orang tua
63
murid, sedangkan program kesenian dimanfaatkan para seniman dan guru seni untuk mengajarkan seni suara, kesenian tradisi dan sekaligus sebagai hiburan bagi warga. Secara teknologi, perangkat siaran Grabag TV memang masih belum sempurna baik kualitas audio atau daya pancarnya. Selain kendala teknis, program acara pertanian seperti cara menanam padi di dalam rumah, dinilai aparat desa masih sedikit, sehingga perlu ditingkatkan dan ditambah jam siarnya. “ secara teknologi belum ya, misalnya masih ada sebagai wilayah yang belum dapat menerima siaran atau terkadang hilang, karena kondisi geografisnya” (Smn). Kepuasan Menonton Grabag TV Setiap individu berharap memperoleh kepuasan dalam setiap aspek kehidupannya, termasuk dalam hal kepuasan menonton acara televisi. Kepuasan menonton adalah terpenuhinya harapan-harapan sesuai kebutuhan (gratification obtained) setelah khalayak menonton acara Grabag TV. Kepuasan khalayak mengacu pada kebutuhan atau motif mereka menonton Grabag TV yakni kepuasan informasi, identitas pribadi, integrasi dan interaksi sosial serta hiburan. Kepuasan yang diperoleh pada setiap invidu pasti berbeda-beda, kondisi psikologis dan suasana “bathin” bisa mempengaruhi tingkat kepuasan seseorang. Khalayak Grabag TV yang merupakan komunitas pedesaan yang hidup dengan berpegang pada nilai-nilai sosial dan falsafah Jawa “Nrimo” (menerima) cenderung akan lebih mudah menerima sesuatu dengan penuh rasa suka. Begitu pula dengan khalayak Grabag TV yang sebagian besar mengaku terpuaskan menyaksikan siaran Grabag TV, kendati dengan tayangan dan proses produksinya dikerjakan dengan peralatan dan SDM yang terbatas. Khalayak lebih melihat program acara Grabag TV pada sisi isi (content) ketimbang kemasannya. Berbeda dengan khalayak di sejumlah kota besar yang terbiasa menonton tayangan televisi swasta komersial, mereka akan mudah berpaling ke acara lain bila sebuah acara tidak dikemas dan disajikan secara apik dengan pembawa acara yang cantik dan tampan. Kepuasan Informasi Tabel 11 menggambarkan tingkat kepuasan informasi berada pada kategori tinggi yakni 65.33 persen dengan jumlah khalayak sebanyak 49 orang, sedangkan tingkat kepuasan yang terendah adalah 2.67 persen dengan jumlah responden sebanyak dua orang. Persentase yang melebihi dari setengah jumlah khalayak itu, dapat dikatakan bahwa khalayak Grabag TV terpuaskan dengan acara Grabag TV dalam aspek pemenuhan informasi. Khalayak memanfaatkan Grabag TV sebagai media informasi yang memberikan informasi seputar dinamika kehidupan masyrakat Grabag, seperti kegiatan penyuluhan pertanian, pemberitaan program-program kebijakan pemerintah daerah, kegiatan belajar mengajar di sekolah formal dan kegiatan kesenian yang melibatkan seniman setempat.
64
Tabel 11 Kepuasan menonton Informasi
Jumlah dan persentase khalayak menurut kepuasan menonton Grabag TV tahun 2012 Kategori Jumlah Persentase (Jiwa) (%) Sangat rendah 2 2.67 3 4.00 Rendah 49 65.33 Tinggi 21 28.00 Sangat tinggi Sangat rendah Rendah Tinggi Sangat tinggi
8 13 44 10
10.67 17.33 58.67 13.33
Integrasi dan Interaksi Sosial
Sangat rendah Rendah Tinggi Sangat tinggi
3 11 51 10
4.00 14.67 68.00 13.33
Hiburan
Sangat rendah Rendah Tinggi Sangat tinggi
4 28 41 2
5.33 37.33 4.67 2.67
Identitas Pribadi
keterangan: kategori: Sangat rendah=1 - 1.75, Rendah=1.76 – 2.51, Tinggi=2.52 – 3.27, Sangat tinggi=3.28 – 4
Hasil observasi di lapangan diperoleh, sebagian besar khalayak Grabag TV mengakui media televisi ini dapat mempermudah penyampaian pesan kepada warga Desa Grabag secara cepat. Isi pesan yang dikemas dalam tayangan berita yang disampaikan warga atau aparat Balai Desa menjadi sebuah acara yang menarik perhatian warga desa. Apalagi bila isi pesan tersebut terkait dengan kebijakan pemerintah setempat atau informasi yang terkait dengan kejadian bencana alam seperti pemberitaan Gunung Merapi yang saat itu sering mengeluarkan lava panas yang membahayakan keselamatan penduduk. Bila sebelumnya aparat desa menyampaikan pesan lewat Kepala Dusun, tapi sekarang dengan bantuan teknologi media televisi, pesan tersebut dapat lebih mudah disebarkan dan diterima sebagian besar warga desa. Kepuasan khalayak menonton Grabag TV tentu tidak terlepas dari kondisi geografis wilayah Grabag yang menjadi areal blankspot, sehingga penduduk Grabag memanfaatkan media komunitas ini sebaik mungkin sebagai saluran informasi dan komunikasi antar warga. Selain itu kepuasan yang sangat tinggi dirasakan khalayak bila acara yang dibuat disampaikan langsung oleh warga yang membuatnya. Hal ini yang tidak pernah mereka peroleh sebelumnya. Muncul di televisi komunitas Grabag TV menjadi pengalaman yang berarti dan tidak mudah dilupakan. Sebagai kegiatan komunikasi massa, maka Grabag TV berfungsi sebagai media informasi yang efektif, yang memberikan informasi berimbang, konstruktif dan sesuai dengan kondisi masyarakat setempat. Berbeda dengan konten
65
informasi yang disajikan televisi konvensional atau televisi swasta komersial yang cenderung menayangkan visual “action”, dramatis atau berbau kekerasan dan mementingkan wilayah kota besar. Siaran informasi televisi komunitas Grabag TV hanya mengangkat peristiwa lokal yang bermanfaat dan bermutu dalam perspektif komunitas pedesaan, seperti bagaimana memanfaatkan potensi alam, manajemen UKM di bidang pertanian, peternakan dan perikanan serta pemberdayaan masyarakat desa agar menjadi SDM yang mandiri. Fungsi informasi seperti ini lah yang mereka mulai rasakan dengan kehadiran Grabag TV. Sejalan dengan itu McQuail (1994) mengatakan bahwa media memiliki peran sebagai jendela cakrawala (a window on events and experiences), yang membukakan cakrawala mengenai berbagai hal di luar diri, tanpa campur tangan dari pihak lain. Kondisi realitas sosial disampaikan dengan apa adanya kepada masyarakat sehingga mereka mudah menerima pesan yang disampaikannya. Dengan demikian masyarakat akan semakin terpacu untuk belajar dari pengalaman orang lain. Ini lah manfaat yang diperoleh masyarakat bila media televisi komunitas difungsikan secara optimal pada komunitas pedesaan. Bentuk kepuasan informasi lain yang diperoleh Khalayak Grabag khsususnya dan umumnya masyarakat Grabag adalah program acara yang menayangkan siaran langsung (live event) Pemilihan Kepala Desa Grabag (Pilkada) pada Mei 2007. Banyak pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh warga saat menyelenggarakan acara tersebut. Dari aspek pengenalan pendidikan media (media literacy), warga diperkenalkan sekaligus diajarkan mengelola program acara televisi. Pengalaman yang belum pernah mereka bayangkan sebelumnya, bahwa komunitas pedesaan di Desa Grabag mampu menyiarkan siaran Pilkada secara langsung dengan mengandalkan teknologi penyiaran yang sangat minim. Dari aspek pendidikan politik, warga diarahkan berani mengutarakan aspirasi untuk mendorong suksesnya proses demokrasi, memilih kadesnya tanpa ada tekanan dari pihak atau golongan manapun. Pihak Grabag TV pun memberikan pendidikan bahwa televisi harus bisa mengabdi pada kepentingan masyarakat dan bersikap netral dalam menyampaikan realita yang ada. Siaran langsung Pilkada merupakan kali pertama dalam sejarah penyiaran yang dilakukan komunitas pedesaan Grabag TV. Warga antusias menyaksikan momen langka ini melalui televisi mereka. Siapapun yang menjadi kades harus diterima dan disambut dengan rasa bangga sebagai cerminan sifat komunitas pedesaan. Melalui siaran ini, situasi keamanan juga kondusif, karena tidak terjadi pengerahan massa di tempat penghitungan suara, sehingga proses penghitungan hingga pelantikan kades berjalan lancar dan terkendali. Kegiatan siaran pemilihan Kepala Desa menjadi salah satu kebanggaan warga Desa Grabag. “ini adalah momen yang langka, yang tidak pernah saya lupakan, karena menyiarkan siaran Pilkades lewat televisi, semua memberi perhatian, termasuk pihak pemerintah provinsi sekalipun” (Msl).
Di balik tingkat kepuasan yang tinggi ada sebagian kecil khalayak yang tidak puas dengan program siaran Grabag TV dengan persentase 2.67 persen.
66
Ketidakpuasan tersebut bisa disebabkan oleh kejenuhan khalayak terhadap sebagian acara terutama yang mengangkat kegiatan sekolah lebih banyak yang bersifat seremonial atau kegiatan semacam upacara sehingga terkesan monoton atau tidak variatif. Kegiatan belajar-mengajar dari sekolah terkesan sama, meskipun liputannya berpindah tempat ke sekolah lain, namun suasana dan pesan informasinya tidak terlalu jauh berbeda. Dalam hal ini khalayak berharap kegiatan tersebut bisa dikurangi kecuali bila diselingi dengan kegiatan lainnya yang jarang ditampilkan seperti pertunjukkan kesenian atau pameran. Kepuasan Identitas Pribadi Tingkat kepuasan khalayak untuk aspek identitas pribadi termasuk kategori tinggi yakni sebanyak 44 orang dari 75 responden atau 58.67 persen, sedangkan tingkat kepuasan paling rendah sebanyak delapan (8) responden atau 10.67 persen. Ini bisa diartikan sebanyak 44 responden merasa terpuaskan dengan siaran Grabag TV yang mengangkat nilai–nilai sosial yang dimiliki penduduk Grabag dan mengangkat identitas diri warga Desa Grabag. Program acara yang terkait dengan kepuasan identitas pribadi antara lain kisah sukses petani, pertunjukkan kesenian tradisional “kubro siswo” yang menunjukkan identitas masyarakat Grabag atau acara yang terkait dengan pelajaran moral, sehingga mereka merasa lebih percaya diri dan bangga terhadap profesi dan desanya. Kehadiran Grabag TV di tengah masyarakat dengan kondisi geografis yang tidak dapat menangkap siaran televisi swasta, tentu akan menjadi kebanggan tersendiri, apalagi Grabag TV menjadi salah satu televisi komunitas yang banyak melibatkan warga desa dalam menggarap program acaranya. Bahkan nama Desa Grabag semakin dikenal oleh berbagai masyarakat kota setelah berdirinya televisi komunitas ini. Grabag TV seolah telah menjadi ikon untuk Desa Grabag. Dari hasil wawancara terhadap sejumlah warga Desa Grabag, bahwa mereka merasa terpuaskan dan bangga dengan acara yang menayangkan kisah sukses petani dan siaran penyuluhan pertanian. Identitas diri sebagai seorang petani menjadi lebih menonjol dan diharapkan dapat menjadi kebanggan. “ya senang sekaligus bangga, sebagai pekerjaan di bidang pertanian. Apalagi saat penyuluhan kita dapat melihat langsung bagaimana sih caranya membudiayakan tanaman cabe atau ketela pohon kemudian bisa dijadikan makan ringan, slondok itu” (Gtr).
Televisi komunitas juga memiliki peran yang penting dalam pelestarian budaya. Melalui televisi komunitas, penduduk Grabag dapat melihat kembali seni tradisi yang nyaris lenyap seperti kesenian jathilan (seni tari mirip kesenian kuda lumping). Melalui pertunjukan acara kesenian itu masyarakat bisa mempertahankan simbol-simbol budaya, kearifan lokal dan bahasa. Program acara yang ditayangkan dalam Grabag TV dengan menggunakan Bahasa Jawa menjadi tayangan yang menarik dan telah membuat masyarakat semakin bangga terhadap identitas yang dimiliki daerahnya. Peran Grabag TV sebagai televisi komunitas sangat menonjol pada fungsi sosial yang menggambarkan realitas masyarakatnya. McQuail (1994) menyebutkan salah satu dari enam peran media adalah sebagai cermin (a mirror of events in society and the world implaying a faithful reflection), dari berbagai kejadian di sekitar masyarakatnya. Isi media pada hakekatnya adalah pantulan
67
dari berbagai peristiwa itu sendiri. Realitas media dipandang setara dengan realitas sebenarnya. Dari keterangan di atas dapat disimpulkan acara yang ditayangkan Grabag TV tentang dinamika komunitas pedesaan menjadi identitas masyarakat Grabag karena memantulkan ciri-ciri yang dimiliki masyarakatnya. Kepuasan Integrasi dan Interaksi Sosial Tabel 11 memperlihatkan dari 75 responden, sebanyak 51 orang atau 68 persen berada pada tingkat kepuasan tinggi terhadap tayangan Grabag TV pada aspek integrasi dan interaksi sosial. Kepuasan pada aspek integrasi dan interaksi sosial terkait dengan terpenuhinya kebutuhan khalayak untuk memperoleh kepuasan hubungan sosial seperti meningkatkan persahabatan dengan warga di luar desa, meningkatkan komunikasi di antara komunitas pedesaan, dan meningkatkan perannnya sebagai anggota masyarakat karena memiliki bahan pembicaraan yang menarik. Saat observasi terlihat bahwa penduduk Grabag adalah masyarakat yang memiliki sikap terbuka terhadap perkembangan media informasi di lingkungannya. Sebagai mahluk sosial warga Desa Grabag juga melibatkan diri dalam kegiatan kemasyarakatan di kampungnya. Kehadiran media massa Grabag TV menjadi lebih berarti karena mereka menggunakannya sebagai sarana meningkatkan hubungan antar masyarakat, baik dalam aktifitas ibadah, sosial kemasyarakatan seperti kegiatan hajatan penganten atau kendurian, syukuran atau kegiatan lainnya. Melalui televisi komunitas ini, tingkat partisipasi warga terhadap berbagai kegiatan sosial yang telah menjadi tradisi masyarakat pedesaan makin berkembang. Interaksi sosial yang dilakukan makin terlihat saat mereka bertemu di Kantor Balai Desa atau Kantor Kecamatan Grabag pada setiap hari Senin. Hari Senin merupakan jadwal bagi setiap Kepala Dusun di Desa Grabag bertemu dengan pihak Balai Desa dan Kecamatan untuk membahas hal-hal yang terkait dengan permasalahan atau program pembangunan yang sedang dihadapi. Hasil dari kegiatan pertemuan di Balai Desa ini kemudian disampaikan kembali kepada warga. Sebagian agenda kegiatan yang dianggap menarik dan penting disampaikan melalui tayangan berita Grabag TV. Dalam kegunaan sosial lainnya Grabag TV memiliki peran yang strategis dalam memediasi aspirasi yang berkembang di tengah masyarakat sehingga mereka menemukan solusi dengan caranya sendiri. Kegiatan pertanian yang dilakukan para penyuluh bagi anggota Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) menjadi lebih semarak ketika kegiatan itu ditayangkan dalam televisi. Para anggota. Baik penyuluh dan anggota kelompok tani sama-sama merasakan bahwa penayangan yang dilakukan stasiun Grabag TV dapat memecahkan persoalan yang terkait dengan cara mengatasi hama penyakit tanaman, penggunaan pupuk kompos, budi daya ternak sapi dan kelinci serta persoalan lain dalam pemasaran usaha slondok, anyaman bambu atau plastik, dan budi daya tanaman herbal. “acara televisi Grabag tentu berfungsi dalam meningkatkan pengetahuan, tukar menukar informasi pertanian, kemudian kemampuan memasarkan produk hasil pertanian seperti cabe merah, ketela pohon” (Gtr).
68
Menonton siaran Grabag TV telah memperkuat peran sosial. Media komunitas mempermudah integrasi mereka di tengah masyarakat Grabag yang sedang giat membangun berbagai aspek kehidupan. Media komunitas juga memberikan inspirasi bagi para tokoh masyarakat seperti seniman, guru seni dan penyuluh pertanian untuk mengaplikasikan keterampilan dan pengalamannya kepada para pelajar dan atau warga desa. Kepuasan Hiburan Hiburan merupakan dimensi lain yang diharapkan setiap individu dalam kehidupannya. Hiburan lebih menekankan pada kepuasan suasana bathin atau psikis seseorang terhadap apa yang dilakukannya. Dari data kepuasan dimensi hiburan (Tabel 11) terlihat tingkat kepuasan khalayak Grabag TV berada pada kategori tinggi sebanyak 41 orang atau 54.67 persen. Kondisi ini bisa diasumsikan bahwa khalayak terpuaskan dengan siaran Grabag TV karena media ini dianggap mampu memberikan hiburan bagi mereka untuk melepaskan diri dari kejenuhan, untuk mengisi waktu luang dan sebagai kegiatan mengistirahkan tubuh dan fikiran. Jam tayang siaran Grabag TV yang dimulai pukul 14.00 hingga 17.00 merupakan waktu yang telah disepakati agar khalayak dapat menyaksikan acara televisi ini. Pada jam tersebut khalayak yang mayoritas bekerja pada sektor informal memiliki cukup waktu luang untuk menyempatkan melihat tayangan siaran Grabag TV. Tayangan program kesenian memberi makna tersendiri bagi warga Desa Grabag, baik sebagai pelepas rindu atas kenangan masa lalu, misalnya terhadap tayangan seni tradisi asli Kabupaten Grabag yang nyaris terlupakan seperti tarian “Obro Siswo”, Jathilan dan Kuda Lumping. Kepuasan masyarakat terhadap aspek hiburan bukan saja pada acara atau jenis program hiburan, namun juga pada hasil tayangan yang dikerjakan sendiri oleh warga komunitas yang tidak memiliki latar belakang media, sehingga penampilan mereka saat di layar kaca yang terlihat lucu dan menggelikan memberikan kepuasan perasaan dan kebanggan. Bagi sejumlah khalayak yang berkecimpungan dalam dunia seni, menonton acara kesenian menjadi sesuatu yang bernilai dan dapat melepaskan kejenuhan dari kegiatan sehari-hari, apalagi jika keberadaan mereka dilibatkan dalam pembuatan produksi acara seni. Salah satu acara yang menarik minat masyarakat dank kalangan seniman adalah Grabag Olah Vokal (Golav), semacam ajang audisi pencarian bakat dalam mengolah vokal atau kemampuan bernyanyi. “menyaksikan acara TV Grabag itu, merupakan hal yang perlu, ada semacam kerinduan kalo kita melihat kesenian tradisional atau program yang dibuat teman-teman di Grabag, jadi meskipun ada televisi lain, kita tetap berharap Grabag TV mengudara. Banyak pekerjaan masyarakat yang terbantu dikembangkan dengan adanya televisi ini, seperti saya seniman pernah membuat Campur sari ” (Msl).
Hubungan Karakteristik Individu dengan Pola Menonton
69
Karakteristik individu yang berbeda-beda menimbulkan perbedaan pada penggunaan media. Begitu pula dengan khalayak Grabag TV yang memiliki karakteristik demografi yang berbeda cenderung memberikan perhatian yang berbeda pada pola menonton siaran Grabag TV. Dalam penelitian ini, karakteristik individu meliputi empat dimensi yakni: usia, jenis kelamin, pekerjaan dan pendidikan. Bagaimana hubungan karakteristik individu dengan frekuensi menonton dan durasi menonton, dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Nilai hubungan karakteristik individu dengan pola menonton Grabag TV tahun 2012
Karakteristik Individu Usia Jenis Kelamin Pekerjaan Pendidikan
Analisis Statistik Spearman (rs) Koef. Kontingensi (cc) Koef. Kontingensi (cc) Spearman (rs)
Keterangan: *Nyata pada p<0.05
Frekuensi 0.002 0.314*
Pola Menonton
Durasi -0.028 0.171
0.261
0.269
-0.067
-0.025
Hubungan Usia dengan Pola Menonton Tabel 12 memperlihatkan hasil uji korelasi Spearman, usia tidak berhubungan dengan frekuensi dan durasi. Ini dibuktikan dengan nilai korelasi 0.002 dan -0.028 dimana p-value > 0.05. Artinya baik khalayak dengan usia dewasa muda, dewasa pertengahan dan dewasa tua, tetap tidak menunjukkan perbedaan saat mereka menonton siaran Grabag TV. Dengan kata lain berapa pun usia responden, frekuensi menontonnya relatif sama yakni tidak kurang dan tidak lebih dari satu hingga tiga kali dalam satu minggu, begitu pula dengan durasi menonton, khalayak menonton rata-rata satu hingga tiga jam per harinya. Hubungan usia dengan durasi arahnya negatif, artinya semakin tinggi atau bertambah usia khalayak kecenderungan lama (longevity) menonton siaran televisi menurun. Semakin bertambah usia, orang biasanya semakin selektif memilih acara televisi dan cenderung mengurangi jam menontonnya. Namun demikian, jam tayang siaran Grabag TV yang dimulai pukul 14.00 hingga 17.00 dibuat berdasarkan kesepakatan komunitas diharapkan dapat disaksikan sebagian besar khalayak, baik saat mereka pulang ke rumah atau saat beristirahat di tempat mereka bekerja. Hubungan Jenis Kelamin dengan Pola menonton Tabel 12 memperlihatkan bahwa terdapat hubungan nyata antara jenis kelamin dan frekuensi menonton televisi Grabag, dengan nilai koefisien kontingensi 0.314 dengan prosedur uji Chi Square. Artinya ada perbedaan kecenderungan antara laki-laki dan perempuan dalam frekuensi menonton. Dengan kata lain terdapat perbedaan frekuensi menonton, antara laki-laki dan perempuan. Pada hipotesis dinyatakan, bahwa jenis kelamin berhubungan dengan frekuensi menonton Grabag TV, artinya hipotesis diterima atau terbukti.
70
Dari tabulasi silang pada (lampiran 2) terlihat persentase responden lakilaki lebih tinggi daripada responden perempuan, yakni 61.2 persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa khalayak laki-laki cenderung lebih banyak menyaksikan siaran Grabag TV, karena sebagian besar program acara dan kru yang berperan banyak melibatkan laki-laki, sehingga mereka sangat antusias ingin melihat tayangannya dan menyaksikan keberadaan dirinya pada acara tersebut. Alasan lainnya adalah kaum laki-laki cenderung lebih banyak terlibat dalam aktivitas sosial. Dari hasil wawancara dengan sejumlah responden, kaum laki-laki kerap menonton acara Grabag TV saat mengikuti kegiatan atau pertemuan dengan warga dusun lainnya di Balai Desa atau di Ketua Dusun mereka, sedangkan kaum wanita lebih cenderung mengurusi keperluan keluarganya di rumah, meskipun kaum perempuan juga memiliki aktivitas sosial di lingkungan sekitar namun tidak sesering kaum laki-laki. Berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya tentang hubungan karakteristik jenis kelamin dengan pola menonton audiens terhadap televisi swasta komersial (Harahap 2001). Hasi uji menyebutkan wanita cenderung menonton televisi setiap hari (57.69%) bila dibandingkan dengan pria (42.31%). Perbedaan frekuensi menonton itu karena wanita cenderung menyukai televisi swasta komersial karena unsur hiburannya seperti sinetron, film dan musik, sedangkan pada televisi komunitas, program acaranya lebih difokuskan pada kebutuhan informasi dan pendidikan serta instruksi pengajaran yang cenderung disukai kaum laki. Hasil uji Chi Square untuk menguji hipotesis hubungan antara jenis kelamin dan durasi tidak menunjukkan adanya hubungan nyata. Artinya bahwa perbedaan jenis kelamin tidak membedakan durasi menonton acara Grabag TV. Khalayak laki-laki dan perempuan tidak memperlihatkan kecenderungan lamanya mereka menonton acara Grabag TV, dengan kata lain baik laki-laki atau perempuan menonton acara Grabag TV dengan rata-rata menonton satu hingga tiga jam per harinya atau tidak kurang dari satu dan tidak lebih dari tiga jam setiap harinya. Sebagain khalayak juga mengaku menonton acara dari awal pertunjukkan hingga selesai pertunjukkan, atau terkadang menonton ketika acara telah dimulai, sehingga tidak diketahui secara pasti berapa menit atau berapa jam mereka berada di depan layar kaca. Pilihan acara bagi laki-laki cenderung menonton acara yang bersifat informasi atau berita, alasannya laki-laki memiliki keinginan yang tinggi dan berharap cepat mengetahui berita yang disampaikan seputar peristiwa yang terjadi di lingkungannya agar dapat segera menyampaikan atau meneruskan isi berita tersebut pada warga lainnya, sedangkan perempuan cenderung menonton acara hiburan atau tontonan kesenian dan acara keterampilan serta pendidikan. Hubungan Pekerjaan dengan Pola Menonton Hubungan antara jenis pekerjaan dan frekuensi menonton Grabag TV dianalisis dengan koefisien kontingensi melalui prosedur Chi Square. Dalam penelitian ini, jenis pekerjaan dibedakan berdasarkan dua kategori yakni non wirausaha (TNI, PNS, Guru dan Aparat Desa) dan wirausaha (Pedagang, Pengajar, Buruh, Petani, Ibu Rumah Tangga dan Pelajar). Pada Tabulasi Silang (Lampiran 3) menunjukkan ada perbedaan antara pekerjaan non wirausaha dan wirausaha dalam hal frekuensi menonton. Khalayak dengan pekerjaan non wirausaha lebih sering menonton dibandingkan dengan khalayak yang bekerjaa
71
pada sektor wirausaha. Frekuensi menontonnya rata-rata antara dua hingga tiga kali dalam seminggu. Khalayak dengan jenis pekerjaan ini persentase menontonnya cenderung tinggi, alasannya mereka memiliki waktu menonton yang cukup, mengingat jam kerja atau pelayanan PNS misalnya, biasanya selesai pada pukul 12.00 siang, sehingga memungkinkan mereka menyaksikan siaran Grabag TV yang tayang pukul 14.00 hingga 17.00, bahkan mereka juga mengimbau kepada tokoh masyarakat atau kepala dusun untuk menonton bersama di kantor Balai Desa. Anggota PNS yang sebagian merupakan Perangkat Desa dan Guru Sekolah Negeri memanfaatkan Grabag TV sebagai saluran informasi dan komunikasi untuk mensosialisasikan program kebijakan pemerintah dan program pendidikan dari dinas terkait, sehingga kebutuhan mereka terhadap televisi komunitas ini cukup tinggi. PNS merupakan salah satu komunitas Grabag TV yang aktif mendukung program siaran televisi. Keberadaan mereka di antara komunitas pedesaan lainnya cukup potensial, sehingga mobilitas kerja mereka cepat untuk menjangkau anggota pegawai negeri sipil lainnya. Mereka menggunakan siaran Grabag TV untuk mendukung pekerjaan mereka sebagai pelayan masyarakat yang mensosialisasikan kebijakan pemda atau sebagai pendidik yang mengajarkan keterampilan di sekolah. Informasi lewat televisi oleh aparat desa akan memperpendek jarak sehingga pesan yang disampaikan semakin mudah dipahami dan direalisasikan. “Hal yang paling menarik dan belum pernah dialami sebelumnya adalah perangkat desa menjadi produser dan crew program yang dibuatnya, perangkat desa yang akan tampil bertindak sebagai narasumber sekaligus produser yang mengatur jalannya program mulai dari awal” (Ibn).
Khalayak non wirausaha juga memiliki perbedaan dalam hal durasi menonton Grabag TV. Kelompok non wirausaha lebih banyak menonton dibandingkan dengan wirausaha. Durasi menontonnya cenderung tinggi, dengan rata-rata menonton antara dua hingga tiga jam dalam sehari. Hubungan Pendidikan dengan Pola menonton Tabel 12 menunjukkan bahwa pendidikan dengan pola menonton baik frekuensi dan durasi tidak berhubungan nyata. Arah hubungannya negatif atau melemah, ini dibuktikan dengan nilai (-0.067) dimana p-value berada >0.05, Artinya bila tingkat pendidikan yang dimiliki khalayak Grabag TV makin tinggi, maka frekuensi dan durasi menontonnya makin berkurang. Hubungan jenis pendidikan dengan frekuensi menonton televisi pernah diteliti Purwatiningsih (2004) pada motif dan pemenuhan kebutuhan informasi warga Tanah Abang. Dalam pembahasannya disebutkan bahwa tingkat pendidikan yang lebih tinggi semakin membuat individu kurang menonton televisi. Televisi merupakan media yang paling diminati di antara media massa lainnya, baik oleh masyarakat kota maupun desa. Keberadaan Grabag TV yang mengangkat entitas pedesaan, direspons warga Desa Grabag sebagai media alternatif yang dapat menggantikan peran televisi swasta komersial. Penduduk
72
Grabag didominasi dengan tingkat pendidikan menengah ke atas (SMP) sebanyak 29 persen. Sebagain besar dari mereka menaruh perhatian terhadap media komunitas ini, mereka terlibat dalam produksi dan program acara Grabag TV, sehingga frekuensi dan durasi menontonnya pun cukup tinggi. Khalayak yang berpendidikan semakin tinggi (Diploma-S1), karena kesibukannya, mereka kurang menonton Grabag TV, namun mereka tetap memberikan kontribusi ide program acara dan kontennya. Mengingat selama ini, semua program acara yang diproduksi dan ditayangkan di Grabag TV diperuntukkan bagi semua kalangan tanpa melihat perbedaan latar belakang pendidikan. Hubungan Motif Menonton dengan Pola Menonton Hubungan motif menonton dengan pola menonton dapat dilihat pada Tabel 13. Hubungan antar kedua variabel ini dianalisis dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman untuk melihat kekuatan hubungan dua variabel; positif atau negatif. Hasil uji menunjukkan adanya hubungan yang sangat nyata (sangat signifikan) dan nyata (signifikan) di antara empat dimensi motif menonton yakni: informasi, identitas pribadi, integrasi dan interaksi sosial dan hiburan dengan frekuensi dan durasi menonton. Tabel 13 Nilai hubungan motif menonton dengan pola menonton Grabag TV tahun 2012
Motif Menonton
Pola Menonton (rs)
Informasi
Frekuensi 0.346**
Durasi 0.220
Identitas Pribadi
0.380**
0.253*
Integrasi dan Interaksi Sosial
0.368**
0.364**
Hiburan Keterangan: * Nyata pada p<0.05 ; **Sangat Nyata pada p< 0.01
0.291*
0.103
Hubungan Motif Informasi dengan Pola menonton Hubungan antara motif informasi dan frekuensi menonton televisi terlihat sangat nyata, dengan nilai korelasi positif 0.346, dimana nilai tersebut berada dibawah p-value< 0.01. Artinya motif informasi bisa menimbulkan perbedaan terhadap frekuensi menonton Grabag TV. Semakin tinggi motif informasi khalayak maka akan semakin tinggi pula frekuensi menontonnya. Motif informasi menjadi salah satu dorongan khalayak untuk melakukan tindakan pencarian berita atau program acara yang berisi informasi peristiwa dan kegiatan warga desa Grabag dan sekitarnya. Kebutuhan akan informasi menjadi hal penting dan perlu dalam era informasi saat ini, termasuk dalam tataran komunitas pedesaan. Individu yang lebih dahulu mengetahui atau memiliki pengetahuan (informasi) akan lebih dihormati di lingkungannya. Dalam konteks yang lebih luas siapa yang menguasai informasi mereka akan lebih mudah menguasai dunia.
73
Khalayak Grabag TV yang membutuhkan siaran televisi sebagai saluran informasi tentu menjadi harapan komunitas pedesaan Grabag. Grabag TV diharapkan dapat menjadi media yang memberikan nilai lebih dalam penyampaian informasi seperti informasi sosialisasi kebijakan pembuatan e-ktp, akta kelahiran, informasi jadwal ujian di sekolah, informasi kegiatan warga di bidang pertanian, informasi kegiatan kesenian dan informasi lain yang mengangkat sosok orangorang sukses. Tingginya frekuensi menonton juga karena adanya kebanggan terhadap Grabag TV yang dapat berperan sebagai media rakyat yang semua proses produksi dan penyiarannya dilakukan warga atau komunitas pedesaan Grabag. Salah satu kegiatan yang menarik adalah reportase warga yang menyampaikan budi daya cabe, penggunaan pupuk bagi tanaman dan kegiatan budi daya ikan air tawar. Alasan lainnya yang memicu khalayak berhasrat menonton acara Grabag TV, sehingga frekuensi menontonnya tinggi, karena termotivasi dengan ke-ingin tahuan masyarakat terhadap program informasi yang berisi kebijakan pemerintah daerah untuk warganya, sehingga mereka dapat menyebarluaskan atau menyampaikan kembali pesan yang diperoleh kepada warga desa yang tidak menonton siaran tersebut. “masyarakat terbantu dengan penyebaran informasi, kan wilayah Desa Grabag sangat luas, penduduknya juga ribuan jadi kalo lewat Televisi akan mangkin mudah sampai, terutama bagi warga yang kebetulan tidak nonton televisi” (Gtr).
Untuk hubungan motif informasi dengan durasi menonton dinyatakan tidak ada hubungan, artinya bahwa khalayak tidak selalu dapat mencurahkan waktunya secara penuh dalam menonton tayangan informasi. Khalayak yang menyaksikan acara informasi dengan frekuensi menonton tinggi cenderung akan mengurangi jumlah atau lamanya menonton. Semua khalayak cenderung menonton rata-rata satu hingga tiga jam per hari dengan diselingi kegiatan lain atau khalayak tidak menonton tayangan informasi secara penuh. Hubungan Motif Identitas Pribadi dengan Pola menonton Motif identitas pribadi dan frekuensi menonton terdapat hubungan yang sangat nyata, dengan nilai 0.380 dimana p-value < 0.01. Hal ini menunjukkan bahwa motif identitas pribadi berhubungan positif dengan frekuensi menonton Grabag TV, sehingga dorongan untuk menyaksikan program acara yang mengangkat tema nilai-nilai utama atau identitas sosial yang dimiliki masyarakat akan semakin tinggi. Misalnya, khalayak sangat antusias terhadap tayangan atau film yang menampilkan kisah sukses seseorang yang dapat menjadi contoh tauladan. Melalui film itu masyarakat ingin belajar bagaimana perilaku yang sesuai untuk diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat saat ini. Acara televisi yang positif dan konstruktif bisa dijadikan cermin untuk mengajarkan, mendidik dan kemudian meyakinkan khalayak apa yang diperbuat adalah baik dan dapat mendorong kematangan jiwanya. Dorongan motif identitas pribadi juga akan meningkatkan frekuensi menonton manakala Grabag TV menyiarkan acara yang dibuat komunitas warga Grabag yang menampilkan kehidupan masyarakat
74
setempat, moral hidup dan budaya sehingga menjadi penunjang nilai-nilai pribadi. Motif identitas pribadi dengan durasi menonton juga berhubungan nyata, hal ini menunjukkan dorongan motif identitas pribadi membuat khalayak berhasrat mencurahkan waktunya untuk berada di depan layar kaca Grabag TV secara penuh. Grabag TV menjadi perhatian sebagian besar khalayak karena ada kebanggan terhadap berita atau acara yang dibuat sendiri oleh warga. Program Berita yang dikemas secara sederhana menggunakan Bahasa Jawa menjadi menarik dan diminati karena pesan yang disampaikannya akan lebih mudah difahami, sehinga kesadaran untuk menjunjung bahasa sebagai identitas masyarakat semakin kuat. Grabag TV juga memberi penguatan bagi identitas masyarakat. Melalui program pendidikan, wirausaha dan kesenian, sebagian besar warga yang merupakan kaum petani, guru dan profesi lainnya menjadi lebih terangkat dan dikenal masyarakat. Mereka bangga dengan pekerjaan mereka, karena peran sertanya dapat diamalkan bagi kepentingan orang lain. Keberadaan Grabag TV juga meningkatkan identitas (icon) Desa Grabag mjenjadi lebih dikenal di luar wilayah Grabag bahkan hingga tingkat nasional. Grabag TV dijadikan sebagai acuan model televisi komunitas yang berperan sebagai media edukasi agar masyarakat lebih arif dalam memilih dan menonton acara televisi sehingga tidak mudah terpengaruh dengan tayangan yang tidak sesuai dengan realitas sosial masyarakat pedesaan. Pola tayangan Grabag TV yang dibatasi hanya tiga kali dalam seminggu, secara tidak langsung mengajarkan warga agar terbiasa membatasi kegiatan menonton televisi, sehingga tidak melupakan tugas dan kewajibannya serta peran sosialnya di masyarakat. Hubungan Motif Integrasi dan Interaksi Sosial dengan Pola Menonton Sebagai mahluk sosial manusia selalu memiliki keinginan untuk berinteraksi dan peduli terhadap lingkungan sekitarnya. Kondisi ini telah menjadi ciri-ciri masyarakat di pedesaan termasuk warga Desa Grabag. Tabel 13 memperlihatkan hubungan sangat nyata antara motif integrasi dan interaksi sosial dengan frekuensi menonton Grabag TV. Hubungan keduanya positif, dengan nilai 0.368 berada dibawah p-value (<0.01), artinya semakin tinggi dorongan motif integrasi dan interaksi akan semakin tinggi frekuensi khalayak menonton Grabag TV. Begitu pula antara motif integrasi dan interaksi sosial dengan durasi berhubungan sangat nyata. Khalayak rata-rata menonton dua hingga tiga jam per hari. Bagi sebagian besar khalayak kehadiran Grabag TV berfungsi sebagai saluran informasi yang memudahkan interaksi antar warga yang tersebar di 15 dusun dengan jarak cukup jauh. Melalui siaran televisi penyebaran informasi makin mudah dan sekaligus merangsang inisiatif warga untuk bergaul dan menciptakan pertemanan di antara komunitas. Para petani yang berkecimpung dalam kegiatan Gapoktan, misalnya termotivasi untuk saling mengenal dan menambah keakraban dengan petani lain dari desa tetanggnya. Dari pengamatan di lapangan, warga Desa Grabag dan segenap aparatnya menggunakan televisi ini bukan semata sebagai media tontonan tetapi juga sebagai sarana untuk meningkatkan hubungan sosial di antara mereka. Fenomena ini menggambarkan bahwa warga Desa Grabag merupakan masyarakat yang terbuka terhadap perkembangan teknologi informasi termasuk media televisi.
75
Tayangan program pertanian memberikan dampak positif. Para penyuluh secara langsung dapat berintegrasi dan berinteraksi dengan para petani, guru atau seniman dapat berkomunikasi melalui kesenian yang diajarkannya kepada warga lewat tayangan televisi. Bagi warga Desa Grabag, keberadaan Grabag TV telah membantu mempermudah kegiatan sosial masyarakat dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan, serta menambah pertemanan dalam satu komunitas pedesaan, sehingga mereka bisa mengembangkan potensi dan menjadi mandiri. Grabag TV juga berperan sebagai saluran informasi pembangunan yang memberikan peluang kepada warga untuk membuat dan menyampaikan pesan kepada warga lainnya melalui reportase yang dibuat mereka sendiri. Mengacu keterangan diatas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar khalayak secara umum menonton program acara Grabag TV untuk tujuan atau motif informasi, mencari tahu keadaan dan lingkungan sekitar, menambah pengetahuan, membuka komunikasi yang dinamis dan interaktif antar warga. Grabag TV juga berperan menjadi mediasi, menghubungkan pemerintah desa dengan warga menjadi lebih dinamis. Hubungan Motif Hiburan dengan Pola Menonton Terdapat hubungan nyata antara motif hiburan dengan frekuensi menonton Grabag TV (Tabel 13). Hubungan keduanya searah atau positif, dengan nilai 0.291 dimana p-value berada dibawah (p-value<0.01), artinya semakin tinggi dorongan memperoleh kebutuhan hiburan akan semakin tinggi frekuensi menontonnya. Hampir sama dengan motif audiens yang berada di perkotaan dalam menggunakan televisi sebagai hiburan, warga Desa Grabag TV juga menggunakan televisi sebagai sarana melepaskan kejenuhan, mengistirahatkan fisik dan fikiran serta melupakan persoalan, namun antara motif hiburan dan durasi tidak terlihat hubungan nyata. Sebagian khalayak Grabag TV tetap menonton siaran Grabag TV, apapun acaranya, namun tidak diketahui berapa lamanya mereka menonton. Dari hasil pengamatan di lapangan, apapun acara grabag TV yang diproduksi komunitas warga desa dapat menjadi tontonan yang menyenangkan dan menghibur karena dapat melihat tetangganya yang memerankan acara tersebut. Jadi makna hiburan di sini tidak sebatas pada jenis acara yang mengandung unsur hiburan tapi karena kehadiran tetangganya pada program acara yang dibuat, telah memunculkan rasa senang dan bangga yang tidak diperoleh ketika mereka menonton televisi komersial. Peranan media televisi sebagai penguat hubungan sosial terlihat dalam kehidupan warga desa di Grabag. Melalui acara nonton bareng (nobar) di Balai Desa ternyata juga bisa menjadi ajang silaturahmi warga dengan aparat desa. Pada kesempatan ini, mereka menjadi terbuka untuk saling berbincang dan mengemukakan aspirasi warga terkait dengan persoalan yang dihadapi di wilayahnya. Peranan lainnya dari media televisi adalah memberi hiburan. Kehadiran Grabag TV bisa dijadikan sebagai media untuk melepaskan diri dari hal-hal yang menjenuhkan, perasaan tertekan, dan mengistirahatkan tubuh dan fikiran.
76
Hubungan Pola Menonton dengan Kepuasan Menonton Secara umum, pola menonton khalayak Grabag TV berhubungan dengan kepuasan menonton. Semakin tinggi dan lamanya kegiatan mereka menonton acara Grabag TV, maka kecenderungan kepuasaannya pun meningkat. Dapat dikatakan, frekuensi menonton yang tinggi, maka tingkat kepuasan (gratification obtained) khalayaknya bertambah, begitu pula dengan durasi yang bertambah lama, tingkat kepuasannya pun bertambah, karena khalayak yang memiliki ketertarikan terhadap sebuah acara biasanya frekuensi dan durasi menontonnya cenderung tinggi. Pola menonton Grabag TV yang tinggi menunjukkan adanya ketergantungan khalayak (dependency) terhadap media tersebut. Faktor geografis dan perkembangan teknologi informasi merangsang warga Desa Grabag untuk dapat mengakses dan memperoleh informasi yang dibutuhkannya. Kondisi ini lah yang membuat khalayak membutuhkan media, akibatnya bila kebutuhannya terpenuhi maka perasaaan puas pun akan terealisasi. Tabel 14 menggambarkan nilai hasil uji korelasi rank spearman untuk melihat kekuatan dan nilai hubungan antar variabel. Hubungan Frekuensi dengan Kepuasan Menonton Tabel 14 menunjukkan antara frekuensi dan kepuasan informasi memiliki hubungan nyata. Hubungan keduanya searah, artinya semakin tinggi frekuensi menontonnya maka kepuasan informasi yang dicapai akan semakin tinggi. Program acara yang menimbulkan kepuasan karena dinilai sesuai dengan selera khalayak akan kembali ditonton, setidaknya khalayak berupaya menyaksikan siaran Grabag TV minimal satu kali dalam seminggu. Tabel 14 Nilai hubungan pola menonton dengan kepuasan menonton Grabag TV tahun 2012 Pola Kepuasan Menonton (rs) Menonton Informasi Identitas Pribadi Integrasi dan Hiburan Interaksi Sosial Frekuensi Durasi
0.272* 0.303**
0.324** 0.157
0.294* 0.229*
0.271* 0.149
Keterangan: * Nyata pada p< 0.05 ; **Sangat Nyata pada p< 0.01
Frekuensi menonton dengan nilai korelasi 0.272 pada taraf nilai p<0.05 menunjukkan kepuasan informasi yang tinggi. Kepuasan tersebut meliputi hal-hal yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan psikologis khalayak berupa tayangan yang berisi informasi, pendidikan atau kebijakan dari pemerintah setempat. Selain itu di kalangan masyarakat desa, informasi atau pemberitaan yang berasal dari pamong desa, tokoh masyarakat atau pemimpin dianggap sebagai kabar penting yang perlu didengar dan dilaksanakan. Hubungan frekuensi dengan kepuasan identitas pribadi juga sangat nyata. Hal ini ditunjukkan dengan nilai korelasi 0.324 dengan p<0.01 yang bermakna bahwa tingkat frekuensi menonton yang semakin tinggi akan menimbulkan
77
kepuasan bagi khalayak dalam dimensi kepuasan identitas pribadi. Sebagai media komunitas yang mencerminkan realita sosial masyarakatnya, Grabag TV dinilai mampu menambah kepercayaan diri dan meningkatkan keyakinan. Khalayak dengan jenis pekerjaan PNS dan wirausaha merupakan khalayak yang sering menonton, karena ada kaitannya dengan program-program kebijakan pemerintah setempat, pendidikan dan kegiatan sosial ekonomi yang terkait dengan urusan perekonomian penduduk Grabag. Khalayak juga terpuaskan dengan penggunaan Bahasa Jawa dalam sejumlah acara berita karena lebih memudahkan sebagian khalayak untuk menangkap pesan informasi tersebut. Selain itu ada kebanggaan, karena Bahasa Jawa yang menjadi Bahasa Ibu digunakan dalam media komunikasi, sehingga diharapkan anak-anak dan generasi muda pada umumnya dapat lebih menghargai bahasanya sendiri sebagai identitas masyarakat. Program acara Grabag TV dengan tema-tema sosial telah menjadi alat mendekatkan dan perekat antara warga dan aparat desa, serta meningkatkan hubungan pertemanan di antara warga desa di Kecamatan Grabag dengan warga lainnya di luar wilayah Grabag. Warga Desa Grabag memandang televisi komunitas ini sebagai wahana pendidikan dan sosialisasi nilai-nilai utama yangt menjadi identitas warga. Tayangan televisi komunitas dapat menjadi penguat tatanan nilai yang telah ada dan menjadi media alternatif utama untuk mengendalikan merebakanya berbagai acara televisi konvensional yang cenderung desktruktif. Kehadiran Grabag TV dimaksudkan untuk mengembangkan rasa percaya diri setiap warga Desa Grabag terhadap perkembangan teknologi informasi agar masyarakat desa juga memperoleh kesamaan informasi dengan penduduk perkotaan. Melalui semangat gotong royong memproduksi acara televisi, masyarakat dididik untuk belajar menggali potensi diri, berkreasi dan berani mengutarakan pendapat dan pengalamannya sesuai dengan keterampilan dan latar belakang pendidikan masing-masing. Frekuensi menonton dengan kepuasan integrasi dan interaksi sosial juga berhubungannyata. Semakin tinggi frekuensi menonton, maka kepuasan khalayak untuk mencapai kepuasan dalam dimensi integrasi dan interaksi sosial makin tinggi. Saat observasi ketika ada kegiatan olah raga yang diselenggarakan di lapangan kantor Balai Desa Grabag, siaran Grabag TV menjadi pembicaran yang menarik bagi sejumlah Kepaa Dusun yang ikut dalam aktivitas tersebut. “ ada kebanggan nonton acara sendiri, seperti nguri-nguri kebudayaan sendiri, jadi kegian kesenian itu juga mengajak kita jadi lebih tahu dengan budaya sendiri dan jadi banyak kenalan, karena kita kan terlibat biasanya dalam kegiatan itu” (Jsd).
Frekuensi menonton berhubungan dengan kepuasan hiburan. Nilai korelasi dengan p<0.05 artinya ada hubungan yang nyata antara frekuensi menonton dan kepuasan hiburan. Tingkat kekerapan atau frekuensi menonton televisi meningkat bila ada tayangan yang menarik dan atraktif sehingga bisa menjadi penghibur bagi khalayak. Misalnya: acara pentas lomba cipta lagu keroncong - campur sari. Tayangan kesenian ini direspons masyarakat Grabag sehingga makin membuat Grabag TV dikenal oleh penduduk Grabag.
78
Hubungan Durasi dengan Kepuasan Menonton Durasi juga berhubungan sangat nyata dengan kepuasan motif informasi dengan nilai korelasi Rank Spearman 0.303 dimana p-value<0.01 (0.008). Nilai ini menunjukkan bahwa khalayak Grabag TV terpuaskan dengan aspek informasi. Khalayak menonton dengan durasi rata-rata antara dua hingga tiga jam per hari, terutama pada program acara yang bersifat informasi. Mereka cenderung menonton lebih lama dengan curahan waktu menonton dari awal hingga akhir tayangan. Hasil uji korelasi menyatakan, antara durasi dan kepuasan identitas pribadi tidak menunjukkan ada hubungan, artinya responden menonton siaran Grabag TV tidak dibatasi dengan durasi. Hal ini bisa disebabkan adanya kegiatan lain yang menyelingi tindakan khalayak saat menonton Grabag TV, sehingga bisa saja mereka menonton namun tidak dengan perhatian penuh. Dengan kata lain, khalayak tetap menonton untuk mencapai kepuasan identitas pribadi namun durasi menontonnya tidak lebih rendah atau lebih tinggi dari satu jam. Kondisi ini diperkuat dengan pernyataan responden yang mengatakan bahwa sebagian besar warga menonton acara Grabag TV namun tidak dapat dipastikan apakah menontonnya sampai tuntas. “warga di sini seperti tidak mau di rumah, kerjanya banyak, tidak dapat memastikan menonton, tidak tentu, tapi dalam seminggu biasanya nonton program acara apapun di Grabag TV” (Smr). Hubungan durasi dengan kepuasan integrasi dan interaksi sosial terlihat nyata. Hubungan keduanya searah, maksudnya perolehan kepuasan dalam dimensi integrasi dan interaksi sosial semakin tinggi bila durasi menontonnya semakin lama. Sejumlah acara yang bertema dinamika kehidupan masyarakat Grabag seperti kegiatan Gabungan Kelompok Petani (Gapoktan), Grabag Olah Vokal (Golav) dan Campur Sari adalah program yang menarik, selain karena mereka terhibur, juga acara tersebut mendorong komunitas lebih aktif berinteraksi dengan orang lain dalam rangka menambah pengetahuan dan pengalaman. Durasi dan kepuasan hiburan tidak memiliki hubungan yang kuat, dengan kata lain, kepuasan hiburan tidak dapat ditentukan oleh berapa lamanya khalayak menyaksikan siaran Grabag TV. Sebagian besar khalayak menyatakan senang menonton acara Grabag TV meskipun hanya sebentar. Khalayak mengaku cukup puas meskipun mereka tidak menyaksikan acara Grabag TV secara penuh; dari awal hingga akhir tayangan. Bagi sebagian besar khalayak, kepuasan hiburan tidak berarti menonton acara yang berbau hiburan seperti sinetron, lawakan atau film tapi juga adanya perasaan senang ketika menyaksikan acara tersebut karena yang berperan atau yang menjadi pembawa acaranya tetangga atau keluarganya. Khalayak dengan durasi menontonnya cenderung sebentar, diantaranya adalah tukang ojek, sopir angkot dan buruh. Kondisi pekerjaan mereka yang tergantung pada konsumen (pelanggan) tentu membuat mereka tidak dapat meluangkan waktu dengan semaunya sehingga kegiatan menontonnya pun cenderung tidak lama.
79
80
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1) Khalayak cenderung menonton Grabag TV dengan motivasi kebutuhan informasi, integrasi dan interaksi sosial. Khalayak memanfaatkan siaran Grabag TV sebagi media saluran informasi, mencari pengetahuan dan keterampilan, serta sebagai pendukung interaksi sosial antara warga atau pemerintah dengan warga. Program acara Grabag TV dengan tema-tema sosial telah menjadi alat mendekatkan dan perekat antara warga dan aparat desa, serta meningkatkan hubungan pertemanan di antara warga desa di Kecamatan Grabag dengan warga lainnya di luar wilayah Grabag. Warga Desa Grabag memandang televisi komunitas ini sebagai media pendidikan dan sosialisasi nilai-nilai utama yang menjadi identitas warga. Tayangan televisi komunitas dapat menjadi penguat tatanan nilai yang telah ada dan menjadi media alternatif utama untuk mengendalikan merebaknya berbagai acara televisi konvensional yang cenderung desktruktif. 2) Frekuensi dan durasi menonton Grabag TV cenderung tinggi. Frekuensi menonton sedikitnya dua hari dalam seminggu dan durasi menonton dua jam dalam sehari. Pilihan acara paling dominan dalam sepekan adalah program informasi, keterampilan, penyuluhan pertanian, diskusi para pakar, sedangkan acara pemilihan kepala desa, sosialisasi kebijakan pemerintah menjadi program acara yang sangat berkesan termasuk ajang lomba cipta lagu tradisional. Secara umum khalayak terpuaskan dengan semua program acara yang dibuat Grabag TV, meskipun program yang dihasilkan tidak maksimal karena keterbatasan anggaran, peralatan dan sumber daya manusia. Pada masa mendatang, khalayak berharap program acara Grabag TV lebih variatif dengan kemasan yang lebih menarik, sehingga tidak terkesan seremonial, serta perlu diupayakan menambah jam siaran agar Grabag TV tetap mengudara sebagai media alternatif yang positif bagi rakyat. 3) Kepuasan menonton Grabag TV tergolong sangat tinggi. Tingginya frekuensi dan durasi menonton menunjukkan khalayak kerap menonton program acara dan dengan durasi cukup lama. Khalayak terpuaskan dengan siaran Grabag karena televisi komunitas ini bisa memenuhi harapan khalayak sebagai saluran informasi, sebagai media yang mempertahankan budaya dan kearifan sosial, sebagai media penunjang pergaulan dan interaksi sosial serta sebagai hiburan alternatif. Aspek kedekatan (proximity) program acara yang mengangkat lokalitas menumbuhkan rasa kebersamaan dan solidaritas di antara warga. Hal yang menarik pula bahwa Grabag TV telah menjadi ikon (identitas) Desa Grabag, yang dikenal di kalangan masyarakat pertelevisian dan hingga saat ini menjadi obyek studi para pelajar, penggiat televisi komunitas dan praktisi sinematografi.
81
Saran (1) Televisi komunitas merupakan media alternatif yang dapat digunakan sebagai saluran informasi masyarakat pedesaan, karena itu segenap penggiat atau pengelola televisi komunitas perlu keberanian mempertahankan media rakyat ini, apapun kondisi dan persoalan yang dihadapinya. Salah satu caranya dengan memperkokoh hubungan dengan jaringan lembaga penyiaran komunitas baik yang ada di tingkat nasional maupun dengan lembaga penyiaran komunitas di negara-negera lain (2) Televisi komunitas merupakan bentuk demokratisasi komunikasi, karena itu lembaga penyiaran komunitas perlu didukung berbagai kalangan masyarakat, tokoh adat, tokoh masyarakat terutama pihak pemda dengan memberikan bantuan financial tanpa kompensasi apapun agar keberadaannya tetap eksis menjadi media pembangunan warga desa (3) Para komunitas Grabag TV perlu meningkatkan kembali variasi program acara dengan kemasan yang menarik dan apik, dan mengurangi kegiatan yang bersifat seremonial serta perlu adanya semangat yang istiqomah agar peran serta dalam membangun masyarakat desa yang berwawasan global, dapat terwujud. Karena itu adalah, perjuangan dan amal ibadah.
82
DAFTAR PUSTAKA Ardianto E, Komala LE. 2007. Komunikasi Massa, Suatu Pengantar. Simbiosa Rekatama Media. Bandung Arifin E. 2010. Broadcasting – to be broadcaster. Graha Ilmu. Yogyakarta Arifin H. S. 2005. Hubungan Motif dengan Karakteristik Demografi dan Perilaku Penggunaan Media Massa pada Masyarakat Desa Hegarsari Kabupaten Garut Jawa Barat [Tesis]. Jurusan Ilmu Komunikasi Pembangunan Masyarakat dan Pedesaan Fakultas Ekologi Manusia. IPB. Bogor [BPS] Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. 2010. Jakarta Batchelor S. 2005. Community Television for the poor – A Scoping Study Final Technical Report. The One to Watch-Literally?. UK Department for International Development [DFID] R8351. Gamos. London Bungin B. 2005. Metodologi Penelitan Kuantitatif, Kencana Prenada Media Group. Jakarta ________. 2008. Sosiologi Komunikasi, Kencana Prenada Media Group. Jakarta Bittner J.R. 1981. Professional Broadcasting: A Brief Introduction. Prentice-Hall, Englewood Cliffs: New Jersey. Burton G. 2000. Membincangkan Televisi. Jalasutra. Yogyakarta Cangara H. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi, RajaGrafindo Persada. Jakarta Damayanti DN. 2004. Motivasi, Perilaku, Pemenuhan Kebutuhan dan Kepuasan Khalayak Menonton Tayangan Infotainment Khalayak Pemuda Penonton Tayangan Infotainment di RW 02, Kelurahan Cipaku, Bogor Selatan [Skripsi]. Fakultas Pertanian IPB. Bogor DeFleur ML, Rokeach SB. 1982. Theories of Mass Communication. New York: Longman 4rd edition DeFleur ML, Rokeach SB. 1976. A Dependency Model of Mass Media Effects, Communication Research 3, hal: 3- 21 DeVito J. 1977. Komunikasi AntarManusia (terjemahan Agus Maulana), Hunter College. University of NewYork Depari E, MacAndrew. 1991. Peranan Komunikasi Massa dalam Pembangunan: Suatu Kumpulan Karangan. Gadjah Mada Univ Pr. Yogyakarta Effendy OU. 1990. Radio Siaran Teori dan Praktek. Mandar Maju. Bandung __________. 1986. Dinamika Komunikasi. Remaja Rosdakarya. Bandung Gazali E. 2002. Penyiaran Alternatif tapi Mutlak. Penerbit Jurusan Ilmu Komunikasi Fisip UI. Jakarta Hadiyanto, Priatna WB. 2002. Dampak Keterbukaan Informasi terhadap Perubahan Motif-Motif Penggunaan Media Televisi pada Petani/Peternak Desa Urban di Kabupaten Bogor [laporan penelitian]. Fakultas Perternakan. IPB. Bogor Hamidi. 2007. Metode Penelitian dan Teori Komunikasi. penerbit Universitas Muhammadiyah. Malang Harmoko. 1985. Komunikasi Sambung Rasa. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta
83
Hartanto. 2010. Peran Strategis Televisi Komunitas dalam Pemberdayaan Masyarakat, Jurnal Komunikasi, Vol. 6 No. 2. Institut Kesenian Jakarta. Jakarta Hermanto B. 2007. Televisi Komunitas: Media Pemberdayaan Masyarakat. Jurnal Komunikasi Vol. 2 No.1. Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta Jahi A. 1988. Komunikasi Massa dan Pembangunan Pedesaan. Gramedia. Jakarta Jankowski N, Prehn O. 2002. Community Media in the Information Age; Prospectives and Prospects. Cresskil, Hampton Pr. New Jersey Koontz H. 1980. Management Kogakusha. 7th edition. Hill McGraw [KPI] Komisi Penyiaran Indonesia. 2012. Rekapitulasi Database Perizinan KPI Pusat. Jakarta Lasape S. 2004. Peran Media Massa dalam Pembangunan Nasional. Jurnal Penelitian Komunikasi dan Opini Publik. BPPKI. Manado Liliweri A. 2010. Strategi Komunikasi Masyarakat. LKis. Yogyakarta McQuail D. 1994. Mass Communication Theory (3rd Edition). Sage. California _________. 2009. Teori Komunikasi Massa, Buku 1 Edisi 6. Salemba Humanika. Jakarta Morissan. 2009. Manajemen Media Penyiaran-Strategi Mengelola Radio dan Televisi. Kencana Prenada Media. Jakarta Morissan, Wardhani AC, Hamid F. 2010. Teori Komunikasi Massa. Ghalia Indonesia. Jakarta Mufid M. 2007. Komunikasi dan Regulasi Penyiaran. Kencana Prenada Media Group. Jakarta Mugniesyah SS. 2006. Pendidikan Orang Dewasa. Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. IPB. Bogor Nasution Z. 1992. Komunikasi Pembangunan. Pengenalan Teori dan Praktek, Rajawali Press. Jakarta _________. 1996. Komunikasi Pembangunan. Pengenalan Teori dan Pengenalannya, RajaGrafindo Persada. Jakarta _________. 2002. Perkembangan Teknologi Komunikasi. Pusat Penerbitan Universitas Terbuka. Jakarta Novarinda M.A. 2009. Motivasi, Pola, dan Kepuasan Dalam Menonton Televisi Lokal Serta Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (Kasus di RT 03 RW 05, Kelurahan Tangkerang Utara, Kecamatan Bukit Raya, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau [Skripsi]. Departemen Sains Komunikasi Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia. IPB. Bogor Olken BA. 2007. Monitoring Corruption: Evidence from a field of experiment in Indonesia. Journal of Political Economy. Vol 115. No.2. Chicago Univ. Prasetiyowati TH. 2010. Respons Masyarakat Kliwonan terhadap Program Siarandi Stasiun TV Komunitas – Grabag TV [Skripsi]). Perpustakaan Digital UIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta Purwatiningsih SD. 2004. Motif Menonton Berita Kriminal di Televisi dan Pemenuhan Kebutuhan Informasi Audiens Khalayak Penonton Televisi di
84
Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat [Tesis]. Fakultas Ekologi Manusia. IPB. Bogor [Pustekkom Depdiknas]. 2006. Laporan Studi Banding Pemerintah Media TV untuk Pendidikan. Jakarta Pyles L. 2009. Progressive Community Organizing. Rotledge. New York Rachmiatie A. 2007. Radio Komunitas Eskalasi Demokratisasi Komunikasi. Simbiosa Rekatama Media. Bandung Rahman B. 2012. Community Media for Development: Now’s the Time for Community Television in Bangladesh. http://
[email protected]. [28 Mei 2013] Rakhmat J. 2002. Metode Penelitian Komunikasi. Remaja Rosdakarya. Bandung Rosyadi A. 2002. Studi Respons Masyarakat terhadap TV Komunitas AMTV Di Desa Palampitan Kecamatan Amuntai Tengah Kabupaten Hulu Sungai Utara [Tesis]. Perpustakaan Digital ITB Rogers EM. 1985. Komunikasi Pembangunan. LP3ES. Jakarta Rivers WL, Jensen JW, Peterson T. 2003. Media Massa dan Masyarakat Modern. Prenada Media. Jakarta Saleh A. 2006. Tingkat Penggunaan Media Massa dan Peran Komunikasi Anggota Kelompok Peternak dalam Jaringan Komunikasi Penyuluhan [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor Sari ES. 1993. Audience Research. Andi Offset. Yogyakarta Singarimbun M, Effendi S. 1995. Metode Penelitian Survai. LP3ES. Jakarta Sitompul P. 2009. Potensi Radio Komunitas Epiginosko terhadap Pembangunan Pedagang Pasar Horas. Jurnal Penelitian Komunikasi dan Pembangunan, Vol 10 No. 1 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika. Medan Ishadi SK. 2004. Pengembangan Media Komunitas. Makalah Pembanding dalam Seminar Hasil Penelitian, Bappenas. Jakarta Sudibyo A. 2004. Ekonomi Politik Media Penyiaran. Lkis. Jakarta Sumantri S. 2001. Perilaku Organisasi. Bandung. Universitas Pajajaran Sumaryo. 2006. Peranan Media Massa dalam Penyebaran Informasi Pertanian di Kalangan Petani Sayuran di Lampung. Jurnal penyuluhan Vol. 2, No. 4. IPB. Bogor Syam NW. 2009. Sosiologi Komunikasi. Humaniora. Bandung [UTN] Universitas Twente Nederland. 2011. Dependency Theory, Media Depends on the Social Context. http://www.utwente.nl [10 Juni 2013] Untoro H. 1994. Pilihan Acara Televisi Oleh Pemirsa dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya di Dua Kelurahan Kotamadya Bogor [Skripsi]. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor Undang-Undang No. 32 tahun 2002. Tentang Penyiaran. Jakarta Winarso HP. 2005. Sosiologi Komunikasi Massa. Prestasi Pustaka. Jakarta Winarto. 2011. Peran Televisi Grabag dalam Gerakan Literasi Media [Skripsi]. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu komunikasi Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga Yulita RD. 2010. Analisis Penerimaan Khalayak Desa Ponggol Kecamatan Grabag Kabupaten Magelang terhadap Program Acara “Gendu-Gendu Roso” di Grabag TV. Jurnal Penelitian Capture, Fakultas Seni Rupa dan Desain. ISI. Surakarta
85
LAMPIRAN 4 PETA KABUPATEN GRABAG
(Pak Hartanto Mengarahkan Angle Visual kepada Siswa Magang)
(Kegiatan Warga Desa Anggota Gapoktan Sumber Rejeki)
(Siarang Langsung Kegiatan Pilkades Grabag tahun 2007)
(Seorang Petani membuat Liputan Budi Daya Tanaman Cabe)
(Produksi acara Kesenian Campur Sari Warga Desa Grabag)
(Kesenian tradisional Magelang Obro Siswo)
(Ir. Gentur memberikan pengarahan kepada para siswa SMA)
(Suasana Jalan di alah satu Dusun di Desa Grabag)
(Kantor dan Studio Grabag TV di Dusun Ponggol Desa Grabag)
(Kantor Kecamatan Grabag)
(Kerabat Kerja dan Komunitas Grabag TV di depan Kantor Grabag TV)
88
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 10 Agustus 1964 dari ayah RAS Elang Natakusumah dan ibu Hajah Dasiah Dewi Sri Kusniaty (alm). Penulis merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara. Dari pernikahan dengan Ana Lulu Alamanda, penulis dikarunai anak pertama Elang Muhammad Tzar. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Bahasa Inggris STBA YAI, lulus pada tahun 2005. Pada tahun 2010, penulis diterima di Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan, Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada tahun 2013. Kesempatan belajar itu diperoleh atas Beasiswa Pendidikan melalui jalur BPPS dari Departemen Pendidikan Tinggi sebagai tugas belajar dari Universitas Persada Indonesia –YAI.
Penulis bekerja sebagai Dosen Tetap di Program Broadcasting Universitas Persada Indonesia – YAI, Jakarta sejak tahun 2007. Motivasi penulis terjun ke dalam dunia pendidikan (mengajar), selain untuk berbagi (sharing) pengalaman, juga untuk membantu para mahasiswa memahami lebih jauh komunikasi media massa khususnya pertelevisian yang saat ini menjadi industri besar di tanah air, sehingga mereka akan mampu bersaing dan menjadi broadcaster yang terampil, tangguh dan jujur. Pengalaman dunia pertelevisian diperoleh penulis setelah bergabung dengan Cipta TPI (MNCTV) sejak tahun 1988 serta dari pelatihan Program Current Affairs pada Indonesia-Australia Spesialized Training di Universitas Technology of Sydney (UTS) pada tahun 2004. Disamping aktivitas sehari-hari mengajar dan mengelola program berita, penulis juga aktif pada kegiatan seminar dan diskusi pertelevisian di sejumlah perguruan tinggi di Jabodetabek dan luar Jawa. Jurnal ilmiah berjudul Pola dan Kepuasan Khalayak Menonton Televisi Komunitas Grabag TV telah disajikan pada Seminar dan Qolloquium Research and Academic Writing (RAW) 2013 di Universitas Indonesia. Karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S-2 penulis.
89