POLA BERFIKIR DALAM METODE ILMIAH SECARA SISTEMATIS DAN PRAGMATIS ILLIA SELDON MAGFIROH KULIAH X METODE ILMIAH PROGRAM STUDI AGRIBISNIS, UNIVERSITAS JEMBER 2017
• 1. Ada unsur logis di dalamnya • Tiap bentuk berpikir mempunyai logikanya sendiri. • Berpikir secara logis mempunyai konotasi jamak (orang lain dapat menggunakan logikanya, menurut asumsi/persepsi yang lain) • 2. Ada unsur analitis • Kegiatan berpikir itu sendiri merupakan kegiatan analisis • Sifat analitis merupakan konsekuensi dari adanya pola berpikir tertentu •
Kriteria berpikir secara nalar
• 1. Melakukan kegiatan analisis dalam menggunakan logika secara ilmiah. • 2. Merupakan gabungan antara penalaran secara deduktif dan induktif.
Berpikir secara ilmiah / berpikir ilmiah, berarti
PENELITIAN
•
PROSES
ILMU
HASIL
Hubungan Ilmu dan penelitian • Almack (1960) Hubungan ilmu dan penelitian adalah seperti hasil dan proses.
PENELITIAN
•
PROSES
ILMU
PROSES
• Whitney (1960)
KEBENARAN
HASIL
• Adanya Koheren Suatu pernyataan dianggap benar jika konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Ex: Si Badu akan mati, adalah pernyataan benar, karena penryataan sebelumnya adalah semua manusia akan mati. • Adanya koresponden Suatu pernyataan dianggap benar jika materi pengetahuan yang terkandung dalam pernyataan tersebut berhubungan atau mempunyai hubungan (koresponden) dengan objek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Ex: Bandung dalah ibukota prov. Jawa Barat, adalah benar karena terkandung hubungan atau berkorespondensi dengan objek yang dituju.
• Adanya sifat pragmatis Pernyataan tersebut dianggap benar apabila mempunyai sifat fungsional dalam kehidupan praktis.
Kebenaran Ilmiah dapat diterima jika :
Ilmiah
Masalah : Apa, bgmn, mengapa, dsb
Tidak Ilmiah
Kebenaran diperoleh melalui penyelidikan ilmiah. Dengan ciri: • Objektif • Cermat • Sistematik • Berdasarkan Ilmu Pengetahuan
PENELITIAN
Kebenaran diperoleh melalui : • Trial and error • Kebetulan/spekulatif • Otoritas/wewenang/jabatan • Intuisi
Kebenaran dapat diperoleh melalui mekanisme sebagai berikut
• Ada konsistensi dengan pengetahuan berikutnya. • Ada kesesuaian antara pengetahuan yang dikembangkan dengan fakta di lapangan.
Dua Kriteria utama pengetahuan Ilmiah
METODE ILMIAH
Penyelidikan yang sistematis, terkontrol, empiris, dan kritis terhadap fenomena alam yang dipandu dengan teori dan hipotesis tentang dugaan hubungan antara variabel-variabel (fenomena). Prosedur atau cara tertentu yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan yang disebut ilmu (pengetahuan ilmiah)
Metode Ilmiah Metode Ilmiah
Kriteria
1. 2. 3. 4. 5.
Berdasarkan Fakta. Bebas dari Prasangka Menggunakan prinsip analisa Menggunakan ukuran objektif Menggunakan teknik Kuantifikasi
Langkah-langkah a. b. c. d.
e. f. g. h.
Memilih dan mendefinisikan masalah Survei thd data yg tersedia Memformulasikan hipotesa Membangun kerangka analisa serta alat-2 dlm menguji hipotesa. Mengumpulkan data primer. Mengolah, menganalisa serta membuat interpretasi. Membuat generalisasi dan kesimpulan. Membuat laporan
Karakteristik Metode Ilmiah
Kritis dan analitis, mendorong suatu kepastian dan proses penyelidikan untuk mengidentifikasi masalah dan metode untuk mendapatkan solusi.
Logis, merujuk pada metode dan argumentasi ilmiah. Kesimpulan secara rasional diturunkan dari bukti-bukti yang ada
Karakteristik Metode Ilmiah
Obyektif, mengandung makna bahwa hasil yang diperoleh ilmuwan yang lain akan sama apabila studi yang sama dilakukan pada kondisi yang sama
Konseptual dan teoritis, mengandung arti pengembangan struktur konsep dan teoritis untuk menuntun dan mengarahkan upaya penelitian
Sistematis, mengandung arti suatu prosedur yang cermat dan mengikuti aturan tertentu yang baku
Karakteristik Metode Ilmiah :
Bersifat kritis, analistis, artinya metode menunjukkan adanya proses yang tepat untuk mengidentifikasi masalah dan menentukan metode untuk pemecahan masalah. Bersifat logis, artinya dapat memberikan argumentasi ilmiah. Kesimpulan yang dibuat secara rasional berdasarkan bukti-bukti yang tersedia Bersifat obyektif, artinya dapat dicontoh oleh ilmuwan lain dalam studi yang sama dengan kondisi yang sama pula. Bersifat konseptual, artinya proses penelitian dijalankan dengan pengembangan konsep dan teori agar hasilnya dapat dipertanggungjawabkan. Bersifat empiris, artinya metode yang dipakai didasarkan pada fakta di lapangan.
Hubungan Ilmu, Penelitian dan Kebenaran
“.... terdapat kesamaan yang tinggi derajatnya antara konsep ilmu dan penelitian. Keduanya adalah samasama proses” Whitney
Penelitian Penelitian
Ilmu
Kebenaran
Proses
Proses
Hasil
by: David Sukardi Kodrat
PROPOSISI > Proposisi adalah pernyataan tentang hubungan antara dua atau lebih konstruk yang dapat diuji kebenarannya (Effendi dan Singarimbun) Contoh: pengangguran terjadi karena investasi turun > Benarkah investasi turun menyebabkan pengangguran meningkat, maka secara empiris proposisi diuji Jika proposisi sudah dirumuskan sedemikian rupa dan sementara diterima untuk diuji kebenarannya maka dinamakan hipotesis. > Hipotesis adalah proposisi yang dirumuskan untuk pengujian empiris atau pernyataan dugaan (conjectural) tentang hubungan antara dua atau lebih variabel
PROPOSISI
Untuk menguji proposisi di atas, dirumuskan hipotesis “tingkat pengeluaran investasi berpengaruh negatif terhadap tingkat pengangguran” Tingkat pengeluaran dan tingkat pengangguran adalah variabel. Variabel adalah konstruk yang diberi angka atau variasi nilai.
DALIL Proposisi yang sudah mempunyai jangkauan cukup luas dan telah didukung oleh data empiris dinamakan dalil (scientific law) atau singkatan dari suatu pengetahuan tentang hubungan sifat-sifat tertentu yang bentuknya lebih umum jika dibandingkan dengan penemuanpenemuan empiris yang dari mana dalil tersebut didasarkan.
Teori > Teori adalah abstraksi dari pengertian atau hubungan dari proposisi atau dalil. > Teori adalah seperangkat konsep atau construct, definisi dan proposisi yang menyajikan suatu pandangan sistematis tentang fenomena dengan merinci hubungan-hubungan antara variabel, dengan tujuan menjelaskan dan memprediksi fenomena itu (Kerlinger) > Teori menjelaskan hubungan antarvariabel atau antar konstruk sehingga pandangan yang sistematis dari fenomena-fenomena yang diterangkan oleh variabel dengan jelas kelihatan > Teori menerangkan fenomena dengan cara menspesifikasikan variabel-variabel mana yang berhubungan dengan variabel mana.
Konstruk Istilah yang digunakan peneliti untuk mendefinisikan secara abstrak fenomena-fenomena yang sama dalam disiplin ilmu tertentu. Contoh: Inflasi adalah konstruk yang digunakan para ekonom dan peneliti makroekonomi untuk mendeskripsikan fenomena naiknya harga-harga secara umum dan terus-menerus.
Fakta
Fakta adalah pengamatan yang telah diverifikasikan secara empiris. Fakta yang dikumpulkan secara sistematis dengan beberapa sistem serta beberapa pokok pengurutan dapat menghasilkan ilmu Fakta tanpa teori tidak akan menghasilkan apa-apa Fakta dapat menjadi ilmu dan dapat juga tidak. Jika fakta hanya diperoleh saja secara random, fakta tidak dapat menjadi ilmu. Sebaliknya jika dikumpulan secara sistematis dengan beberapa sistem serta beberapa pokok-pokok pengurutan, maka fakta tersebut dapat menghasilkan ilmu. Fakta ilmiah adalah produk dari pengamatan yang bukan random dan mempunyai arti.
Proses berpikir adalah refleksi yang hatihati dan teratur Untuk berpikir kritis menggunakan silogisma Silogisma yaitu membuat kesimpulan berdasarkan premis yang ada Silogisma dibedakan menjadi pola berpikir deduktif dan induktif
Metode Berpikir Kritis
pengertian
P E N A L A R A N
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Didasari sejumlah proposisi (pernyataan/fakta) yang diketahui atau dianggap benar (pengamatan),
Proses seorang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui disebut menalar.
pengertian
P E N A L A R A N
Menurut Tim Balai Pustaka (dalam Shofiah, 2007 :14), istilah penalaran mengandung tiga pengertian, diantaranya : 1.Cara → menggunakan nalar, pemikiran atau cara berfikir logis. 2.Hal → mengembangkan atau mengendalikan sesuatu dengan nalar dan bukan dengan perasaan atau pengalaman. 3.Proses → proses mental dalam mengembangkan atau mengendalikan pikiran dari beberapa fakta atau prinsip
pengertian
P E N A L A R A N
Dua bagian dalam penalaran, yaitu : proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence). Hubungan antara premis dan konklusi disebut konsekuensi Penalaran dikelompokkan menjadi dua yaitu penalaran induktif dan deduktif
PENALARAN INDUKTIF
P E N A L A R A N
Penalaran induktif adalah cara berpikir dengan menarik kesimpulan umum dari pengamatan atas gejala-gejala yang bersifat khusus. Contoh: Jika dipanaskan, besi memuai. Jika dipanaskan, tembaga memuai. Jika dipanaskan, emas memuai. Jika dipanaskan, platina memuai. ∴ Jika dipanaskan, logam memuai.
3 (tiga) macam PENALARAN INDUKTIF
P E N A L A R A N
1. Generalisasi adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomenal individual untuk menurunkan suatu inferensi yang bersifat umum yang mencakup semua fenomena. peristiwa-peristiwa khusus untuk mengambil kesimpulan secara umum. dari segi bentuknya dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu : loncatan induktif dan yang bukan loncatan induktif. (Gorys Keraf, 1994 : 44-45).
2 (dua) macam generalisasi
P E N A L A R A N
1. Generalisasi Tanpa Loncatan Induktif (Generalisasi tidak sempurna) adalah sebuah generalisasi bila fakta-fakta yang diberikan cukup banyak dan menyakinkan, sehingga tidak terdapat peluang untuk menyerang kembali.
2. Generalisasi dengan Loncatan Induktif (Generalisasi sempurna) adalah sebuah generalisasi bila fakta-fakta yang digunakan tersebut dianggap sudah mewakili seluruh persoalan yang diajukan
3 (tiga) macam PENALARAN INDUKTIF
P E N A L A R A N
2. Analogi yaitu proses membandingkan dari dua hal yang berlainan berdasarkan kesamaannya kemudian berdasarkan kesamaannya itu ditarik suatu kesimpulan. Kesimpulan yang diambil dengan analogi, yaitu kesimpulan dari pendapat khusus dengan beberapa pendapat khusus yang lain, dengan cara membandingkan kondisinya. Tujuan analogi adalah meramalkan kesamaan, menyingkap kekeliruan dan menyusun sebuah klasifikasi.
3 (tiga) macam PENALARAN INDUKTIF
P E N A L A R A N
3. Kausal adalah paragraph yang dimulai dengan mengemukakan fakta khusus yang menjadi sebab, dan sampai pada simpulan yang menjadi akibat. Setiap kejadian memperoleh kepastian dan keharusan serta merupakan hal-hal yang diterima tanpa ragu dan tidak memerlukan sanggahan. Hubungan kausal yang berlangsung dalam tiga pola, yaitu : sebab akibat, akibat-sebab, akibat-akibat.
PENALARAN deduktif
P E N A L A R A N
Penalaran deduktif adalah suatu penalaran yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini diawali dari pebentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrumen dan operasionalisasi.
PENALARAN deduktif
P E N A L A R A N
Jenis penalaran deduktif yaitu: 1. Silogisme Kategorial = Silogisme yang terjadi dari tiga proposisi. 2. Silogisme Hipotesis = Silogisme yang terdiri atas premis mayor yang berproposisi konditional hipotesis. 3. Silogisme Akternatif = Silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif. 4. Entimen = Silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun lisan. Yang dikemukakan hanya premis minor dan simpulan.
PENALARAN deduktif
P E N A L A R A N
Penarikan kesimpulan deduktif dibagi menjadi dua, yaitu penarikan langsung dan tidak langsung. Simpulan secara langsung adalah penarikan simpulan yang ditarik dari satu premis simpulan secara adalah penarikan simpulan dari dua premis Premis yang pertama adalah premis yang bersifat umum dan premis yang kedua adalah premis yang bersifat khusus.
Deduksi • Deducere (de berarti ‘dari’ dan ducere berarti ‘menghantar’, ‘memimpin’) • Merupakan suatu proses berpikir (penalaran) yang bertolak dari sesuatu proposisi yang sudah ada menuju kepada suatu proposisi baru yang berbentuk suatu kesimpulan • Corak berpikir deduktif: silogisme kategorial, silogisme hipotetis, silogisme disjungtif atau silogisme alternatif, entinem, rantai deduksi. 33
Silogisme • Silogisme adalah suatu bentuk proses penalaran yang berusaha menghubungkan dua proposisi (pernyataan) yang berlainan untuk menurunkan suatu kesimpulan atau inferensi yang merupakan proposisi ketiga.
34
1. Silogisme Kategorial • Argumen deduktif yang mengandung suatu rangkaian yang terdiri dari tiga (dan hanya tiga) proposisi kategorial, yang disusun sedemikian rupa sehingga ada tiga term yang muncul dalam rangkaian pernyataan itu. • Tiap term hanya boleh muncul dalam dua pernyataan, misalnya: (1) Semua buruh adalah manusia pekerja (2) Semua tukang batu adalah buruh (3) Jadi, semua tukang batu adalah manusia pekerja. 35
Proposisi Silogisme • Dalam seluruh silogisme hanya ada 3 term: term mayor, term minor, dan term tengah • Tiap silogisme terdapat 3 proposisi: dua proposisi yang disebut premis, dan satu proposisi yang disebut konklusi • Proposisi diberi nama sesuai dengan term yang dikandungnya: premis mayor, premis minor, dan konklusi (kesimpulan). 36
Proposisi Silogisme (2) • Premis mayor: – premis yang mengandung term mayor – Proposisi yang dianggap benar bagi semua anggota kelas tertentu – Contoh: “Semua buruh adalah manusia pekerja” adalah premis mayor karena akan muncul sebagai predikat dalam konklusi
• Premis minor: – Premis yang mengandung term minor – Proposisi yang mengidentifikasi sebuah peristiwa yang khusus sebagai anggota dari kelas tertentu
• Kesimpulan: – Proposisi yang mengatakan bahwa apa yang benar tentang seluruh kelas, juga akan berlaku bagi anggota tertentu. 37
Kesahihan dan Kebenaran • Nilai sebuah silogisme: – Kesahihan (validitas; keabsahan), tergantung pada bentuk logisnya – Kebenaran (truth), tergantung dari fakta yang mendukung sebuah pernyataan
• Bentuk logis sebuah silogisme: (1) Bentuk logis dari pernyataan kategorial dalam silogisme (premis mayor harus disebut lebih dahulu, kemudian premis minor, lalu konklusinya) (2) Cara penyusunan term dalam masing-masing pernyataan (proposisi) dalam silogisme.
38
Kaidah Silogisme Kategorial (1) Sebuah silogisme harus terdiri dari tiga proposisi: premis mayor, premis minor, dan konklusi. Misalnya: Premis Mayor: Semua petani desa itu adalah orang-orang jujur. Premis Minor: Halim adalah seorang petani desa it. Konklusi: Sebab itu, Halim adalah seorang jujur.
Kalau salah satu premis tidak ada, maka sulit untuk menerima konklusi (2) Dalam ketiga proposisi itu harus ada tiga term, yaitu term mayor (term predikat dari konklusi), term minor (term subyek dari konklusi), dan term tengah (menghubungkan premis mayor dan premis minor). 39
Kaidah Silogisme Kategorial (2) (3) Setiap term yang terdapat dalam kesimpulan harus tersebar atau sudah tersebut dalam premis-premisnya. Premis Mayor: Manusia adalah mahluk yang berakal budi Premis Minor: Adi adalah seorang manusia Konklusi: Sebab it, Adi adalah mahluk berakal budi.
Bila dalam kesimpulan terdapat term yang tidak pernah disebut dalam premis-premisnya, maka konklusi yang diturunkan akan tidak logis. Premis Mayor: Manusia adalah mahluk yang berakal budi Premis Minor: Adi adalah seorang manusia Konklusi: Sebab it, Anita adalah mahluk berakal budi, atau Sebab it, Adi adalah mahluk yang tidak berakal budi. 40
Kaidah Silogisme Kategorial (3) (4) Bila salah satu premis bersifat universal dan yang lain bersifat partikular, maka konklusinya harus bersifat partikular. Lihat contoh kaidah (1) dan (3). Kalau konklusi bersifat universal, maka silogisme akan ditolak karena tidak logis. Misalnya: Premis Mayor: Semua mahasiswa adalah orang yang rajin Premis Minor: Tommy adalah seorang mahasiswa Konklusi: Sebab itu, semua anak bimbingan saya adalah orang yang rajin.
41
Kaidah Silogisme Kategorial (4) (5) Dari dua premis yang bersifat universal, konklusi yang diturunkan juga harus bersifat universal. Premis Mayor: Semua buruh adalah orang yang suka bekerja Premis Minor: Semua tukang batu adalah buruh Konklusi: Sebab itu, semua tukang batu adalah orang yang suka bekerja.
Bila konklusi bersifat partikular maka silogisme it tidak logis. Premis Mayor: Semua buruh adalah orang yang suka bekerja Premis Minor: Semua tukang batu adalah buruh Konklusi: Sebab itu, Ali adalah orang yang suka bekerja.
Selain melanggar kaidah (5) silogisme di atas melanggar kaidah (3). 42
Kaidah Silogisme Kategorial (5) (6) Jika sebuah silogisme mengandung sebuah premis yang positif dan sebuah premis yang negatif, maka konklusinya harus negatif. Premis mayornya negatif: Premis Mayor: Semua calon mahasiswa yang berusia di atas 30 tahun tidak mengikuti perploncoan. Premis Minor: Nina adalah calon mahasiswa yang berusia di atas 30 tahun Konklusi: Sebab itu, Nina tidak mengikuti perploncoan.
Premis minornya negatif: Premis Mayor: Semua calon mahasiswa yang berusia di bawah 30 tahun harus mengikuti perploncoan. Premis Minor: Nina adalah calon mahasiswa yang tidak berusia di bawah 30 tahun Konklusi: Sebab itu, Nina tidak mengikuti perploncoan. 43
Kaidah Silogisme Kategorial (6) (7) Dari dua premis yang negatif tidak dapat ditarik kesimpulan. Sebab it silogisme berikut tidak sahih dan tidak logis. Premis Mayor: Semua koruptor bukan warga negara yang baik. Premis Minor: Ia bukan seorang warga negara yang baik. Konklusi: Sebab itu, ia seorang koruptor.
(8) Dari dua premis yang bersifat partikular, tidak dapat ditarik kesimpulan yang sahih. Premis Mayor: Chris John adalah seorang petinju Premis Minor: Chris John adalah warga negara Indonesia Konklusi: Sebab itu, petinju adalah warga negara Indonesia. 44
2. Silogisme Hipotetis Silogisme hipotetis atau silogisme pengandaian adalah semacam pola penalaran deduktif yang mengandung hipotese. Premis mayornya mengandung pernyataan yang bersifat hipotetis. Rumus proposisi mayor dari silogisme: Jika P, maka Q
45
Contoh: Premis Mayor: Jika tidak turun hujan, maka panen akan gagal Premis Minor: Hujan tidak turun Konklusi: Sebab itu panen akan gagal. Atau
Premis Mayor: Jika tidak turun hujan, maka panen akan gagal Premis Minor: Hujan turun Konklusi: Sebab itu panen tidak gagal.
Pada contoh premis mayor mengandung dua pernyataan kategorial, yaitu hujan tidak turun dan panen akan gagal. Bagian pertama disebut antiseden, sedangkan bagian kedua disebut akibat. Terdapat asumsi: kebenaran antiseden akan mempengaruhi kebenaran akibat. 46
3. Silogisme Alternatif • Silogisme alternatif atau silogisme disjungtif: – proporsi mayornya merupakan sebuah proposisi alternatif, yaitu proposisi yang mengandung kemungkinan atau pilihan. – Proposisi minornya adalah proposisi kategorial yang menerima atau menolak salah satu alternatifnya. – Konklusi tergantung dari premis minornya.
• Contoh: Premis Mayor: Ayah ada di kantor atau di rumah Premis Minor: Ayah ada di kantor Konklusi: Sebab it, ayah tidak ada di rumah. Atau
Premis Mayor: Ayah ada di kantor atau di rumah Premis Minor: Ayah ada di kantor Konklusi: Sebab it, ayah tidak ada di rumah. 47
4. Entimem • Enthymeme, enthymema (Yunani) berasal dari kata kerja enthymeisthai yang berarti ‘simpan dalam ingatan’ • Silogisme muncul hanya dengan dua proposisi. • Contoh: Silogisme aslinya berbunyi: Premis Mayor: Siapa saja yang dipilih mengikuti pertandingan Thomas Cup adalah seorang pemain kawakan. Premis Minor: Taufik Hidayat terpilih mengikuti pertandingan Thomas Cup. Konklusi: Sebab it Taufik Hidayat adalah seorang pemain (bulu tangkis kawakan).
Penulis dapat menyatakan dalam bentuk entimem: “Taufik Hidayat adalah seorang pemain bulu tangkis kawakan, karena terpilih mengikuti pertandingan Thomas Cup.”
48
5. Rantai Deduksi • Penalaran yang deduktif dapat berlangsung lebih informal dari entimem. Orang tidak berhenti pada sebuah silogisme saja, tetapi dapat pula berupa merangkaikan beberapa bentuk silogisme yang tertuang dalam bentuk yang informal. Semua buah belimbing masam rasanya. (hasil generalisasi) Kali ini saya diberi lagi buah belimbing. Sebab it, buah belimbing ini juga pasti masam rasanya. (deduksi) Saya tidak suka akan buah-buahan yang masam rasanya. (induksi: generalisasi) Ini adalah buah belimbing masam. Sebab it, saya tidak suka buah belimbing ini (deduksi) Saya tidak suka makan apa saja, yang tidak saya senangi (induksi: generalisasi) Saya tidak suka buah ini. Sebab it saya tidak akan memakannya. (deduksi)
49
• Induktif Pengambilan kesimpulan dari kasus yang bersifat khusus menjadi kesimpulan yang bersifat umum • Deduktif Pengambilan kesimpulan dari hal yang umum menjadi kasus yang bersifat khusus
Kesimpulan : Pola Pikir dalam Metode Ilmiah
bersifat
Induktif : Fakta
:
Tumbuhan akan mati (khusus) Hewan akan mati (khusus) Manusia akan mati (khusus) Semua makhluk hidup akan mati
Kesimpulan : (umum) Deduktif : Fakta Kesimpulan :
:
Semua manusia akan mati (umum) Taka adalah manusia (khusus) Taka akan mati (khusus)
Contoh sederhana
Perbedaan Pendekatan Ilmiah dan Non Ilmiah : Pendekatan Ilmiah : Perumusan masalah jelas dan spesifik Masalah merupakan hal yang dapat diamati dan diukur secara empiris Jawaban permasalahan didasarkan pada data Proses pengumpulan dan analisis data, serta pengambilan keputusan berdasarkan logika yang benar Kesimpulan yang didapat siap/terbuka untuk diuji oleh orang lain
Pendekatan Non Ilmiah : Perumusan masalah yang kabur atau abstrak Masalah tidak selalu diukur secara empiris dan dapat bersifat supranatural/dogmatis Jawaban tidak diperoleh dari hasil pengamatan data di lapangan Keputusan tidak didasarkan pada hasil pengumpulan data dan analisis data secara logis Kesimpulan tidak dibuat untuk diuji ulang oleh orang lain
Contoh :
“Taka sakit perut selama seminggu”
Pendekatan Ilmiah : • Cari data di lapangan Taka makan apa ? • Periksa ke dokter • Tes laboratorium • Pengobatan • Kesimpulan : Taka Keracunan
Pendekatan Non Ilmiah : • Pergi ke dukun • Penyembuhan • Kesimpulan : Taka terkena gunaguna dari teman/musuhnya