“Supremasi Hukum” Volume 11 Nomor 1, Januari 2015
Fatkhul Muin
POKOK PIKIRAN GBHN DALAM PEMBANGUNAN POLITIK HUKUM DI INDONESIA Oleh Fatkhul Muin*)
Abstrak Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), merupakan dasar utama bagi implementasi nilai-nilai instrumental yaitu Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang dikonstruksikan melalui peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah dengan memperhatikan berbagai macam aspek kehidupan berbangsa dan kehidupan bernegara. GBHN yang disusun secara sistematis merupakan penjelmaan dari upaya untuk menciptakan politik hukum bangsa Indonesia melalui peraturan perundangundangan dan kebijakan pemerntah. Amandemen Ke-III UUD 1945, telah menghilangkan posisi penting MPR sebagai lembaga penyusun GBHN dan perencana pembangunan nasional. Dengan hilangnya GBHN melalui amandemen Ke-III UUD 1945, maka tidak terukur secara sistematis kembali penyusunan peraturan perundangundangan dan kebijakan negara yang disiapkan berdasarkan jangka waktu 5 (lima) tahunan. Dengan kondisi faktual tersebut, maka hilangnya batas-batas penyusunan kebijakan resmi negara, maka akan mempengaruhi pola politik hukum di Indonesia dan ketidakteraturan dalam pola pembangunan negara. Kata Kunci : Politik Hukum, GBHN dan Pembangunan Nasional A. PENDAHULUAN Paradigma ketatanegaraan di Indonesia tidak terlepas dari lembagalembaga negara yang menjalankan fungsinya masing-masing dalam rangka untuk mencapai tujuan negara yang telah diamanatkan dalam rumusanrumusan nilai-nilai instrumental Pancasila dan UUD 1945. Majlis Permusyawaratan Rakyat merupakan lembaga yang secara politis pada masa era orde baru mempunyai kekuatan untuk melakukan pemberhentian terhadap presiden dan wakil presiden serta merumuskan GBHN sebagai landasan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Eksistensi MPR sebagai lembaga tertinggi negara tentu medorong terjadinya kekuatan politik
tunggal di Indonesia, sehingga sebagai kekuatan tunggal, maka menjadikan MPR sebagai representative kekuatan rakyat semata yang terlembaga dan tersistematis. Ini telihat melalui ketentuan UUD 1945 sebelum amandemen, sebagai berikut : Pasal 2 : 1) Madjelis Permusjawaratan rakyat terdiri atas anggauta-anggauta Dewan Perwakilan rakyat, ditambah dengan utusan-utusan dari Daerah-daerah dan golongangolongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan UndangUndang. 2) Madjelis Permusjawaratan rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibukota Negara.
*) Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Serang Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang
58
“Supremasi Hukum” Volume 11 Nomor 1, Januari 2015
3)
Segala putusan Madjelis Permusjawaratan rakyat ditetapkan dengan suara yang terbanyak. Pasal 3 : Madjelis Permusjawaratan rakyat menetapkan Undang-Undang Dasar dan garis-garis besar dari pada haluan Negara. Pasal 6 : 1) Presiden ialah orang Indonesia asli. 2) Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Madjelis Permusjawaratan rakyat dengan suara yang terbanyak. Kekuatan MPR sebagai lembaga tertinggi negara mengalami perubahan dengan terjadinya amandemen UUD 1945 yang terjadi pada tahun 19992002. Amandemen tersebut telah menghantarkan perubahan kedudukan MPR yang saat ini menjadi lembaga tinggi negara. Keduduka Majlsi Permusyawaratan Rakyat diubah berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam pasal 2 dan pasal 3 UUD NRI 1945 : Pasal 2 : 1) Majlis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan Undang-Undang****) 2) Majlis Permusyawaratan rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibu-kota Negara. 3) Segala putusan Majlis Permusyawaratan rakyat ditetapkan dengan suara yang terbanyak. Pasal 3 ; 1) Majlis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar***) 2) Majlis Permusyawaratan Rakyat melatik Presidendan/atau wakil presiden***/****)
3)
Fatkhul Muin
Majlis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar***/****)
Dalam ketentuan yang terdapat dalam rumusan amandemen UUD 1945, jelas terlihat adanya kewenangan yang dimiliki oleh MPR sebagai lembaga untuk menyusun Garis-Garis Besar haluan Negara. Hilangnya kewenangan tersebut melalui perubahan/amandemen UUD 1945, menjadikan makna hakiki dari negara menjadi hilang melalui penguatan 2 (dua) landasan negara yaitu landasan idiil dan landasan konstitusi, karena dalam naskah GBHN sendiri yang menjadi landasanya adalah Pancasila dan UUD 1945 yang kemudian diimplementasikan kedalam peraturan perundangundangan dan kebijakan permerintah yang secara sistematis. B. PEMBAHASAN A. GBHN Sebagai Implementasi Pancasila dan UUD 1945 Garis-garis Besar Haluan Negara adalah haluan negara tentang penyelenggaraan negara dalam garis-garis besar sebagai pernyataan kehendak rakyat secara menyeluruh dan terpadu yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk lima tahun guna mewujudkan kesejahteraan rakyat yang berkeadilan.1 Garis Besar Haluan Negara sebagai batasan-batasan dalam upaya penyelenggaraan negara, dimana yang menjadi landasan dalam GBHN adalah landasan idiil yang disebut dengan Pancasila dan landasan konstitusional yang disebut dengan UUD 1945. Rumusan pengertian GBHN menurut naskah GBHN pada masa orde baru dan masa reformasi 1
Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang
59
“Supremasi Hukum” Volume 11 Nomor 1, Januari 2015
Landasan idiil dan landasan konstitusional dapat dipahami dalam satu pemahaman melalui empat pokok pikiran dengan sekema sebagai berikut :2 EMPAT POKOK PANCASILA PIKIRAN 1. Persatuan I. Negara Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasarkan atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 2. Keadilan II. Negara hendak sosial bagi menghadirkan seluruh keadilan sosial rakyat bagi seluruh Indonesia rakyat Indonesia. 3. Kerakyatan III.Negara yang yang dipimpin berkedaulatan oleh hikmat rakyat, kebijaksanaan berdasarkan dalam atas kerakyatan permusyawara dan tan permusyawarat perwakilan. an perwakilan. 4. Ketuhanan IV. Negara yang Yang Maha berdasar atas Esa. Ketuhanan 5. Kemanusiaan Yang Maha Esa yang adil dan menurut dasar beradab kemanusiaan yang adil dan beradab. Abdul Kadir Besar, 2005, Pancasila, Refleksi Filsafati, Transformasi Ideologik, Niscaya Metode Berfikir, Jakarta : Pustaka Azhary, hal. 66 2
Fatkhul Muin
Empat pokok pikiran di atas merupakan landasan dalam penyusunan GBHN, karena dikonstruksikan melalui Pancasila dan UUD 1945. GBHN belaku selama lima tahun dan selalu akan ditinjau kembali selama lima tahun ke depan. Pada masa pemerintahan orde baru, konsep yang menjadi pokokpokok penyusunan dan penuangan GBHN adalah pola dasar pembangunan nasional, pola dasar pembangunan jangka panjang dan pola dasar pembangunan pelita yang terus ditinjau sesuai dengan kebutuhan bangsa Indonesia. Pada masa reformasi, GBHN dibentuk pada tahun 1999-2004, pada masa itu nuanasa GBHN yang dibangun adalah kondisi sosial, politik, budaya dan ekonomi saat itu, ini dapat terlihat dari kondisi umum yang digambarkan sebagai berikut dalam naskah GBHN 1999-2004 : Ketidakpekaan penyelenggara negara terhadap kondisi dan situasi tersebut telah membangkitkan gerakan reformasi di seluruh tanah air yang ditandai dengan tumbangnya rezim otoriter. Gerakan reformasi telah mendorong secara relatif terjadinya kemajuan-kemajuan di bidang politik, usaha penegakan kedaulatan rakyat, peningkatan peran masyarakat disertai dengan pengurangan dominasi peran pemerintah dalam kehidupan politik, antara lain dengan terselenggaranya Sidang Istimewa MPR 1998; Pemilu 1999 yang diikuti banyak partai, netralitas pegawai negeri, serta TNI dan Polri; peningkatan partisipasi politik, pers yang bebas serta Sidang Umum MPR 1999. Namun, perkembangan demokrasi belum terarah secara baik dan aspirasi masyarakat belum terpenuhi.
Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang
60
“Supremasi Hukum” Volume 11 Nomor 1, Januari 2015
Tentu, dengan kondisi seperti itu, maka akan mempengaruhi terhadap kondisi nasional. Selain itu, perumusan GBHN dapat terlihat dari visi dan misi yang dibangun seperti dibawah ini : VISI Terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera, dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang didukung oleh manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman, bertakwa, berakhlak mulia, cinta tanah air, berkesadaran hukum dan lingkungan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi serta berdisiplin. MISI Untuk mewujudkan visi bangsa Indonesia masa depan, ditetapkan misi sebagai berikut: 1) Pengamalan Pancasila secara konsisten dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 2) Penegakan kedaulatan rakyat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 3) Peningkatan pengamalan ajaran agama dalam kehidupan seharihari untuk mewujudkan kualitas keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam kehidupan dan mantapnya persaudaraan umat beragama yang berakhlak mulia, toleran, rukun dan damai. 4) Penjaminan kondisi aman, damai, tertib dan ketentraman masyarakat. 5) Pewujudan sistem hukum nasional, yang menjamin tegaknya supremasi hukum dan hak asasi manusia berlandaskan keadilan dan kebenaran.
Fatkhul Muin
6)
Pewujudan kehidupan sosial budaya yang berkepribadian, dinamis, kreatif dan berdaya tahan terhadap pengaruh globalisasi. 7) Pemberdayaan masyarakat dan seluruh kekuatan ekonomi nasional, terutama pengusaha kecil, menengah, dan koperasi, dengan mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan berbasis pada sumber daya alam dan sumber daya manusia yang produktif, mandiri, maju, berdaya saing, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. 8) Pewujudan otonomi daerah dalam rangka pembangunan daerah dan pemerataan pertumbuhan dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 9) Pewujudan kesejahteraan rakyat yang ditandai oleh meningkatnya kualitas kehidupan yang layak dan bermartabat serta memberi perhatian utama pada tercukupinya kebutuhan dasar yaitu pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan dan lapangan kerja. 10) Pewujudan aparatur negara yang berfungsi melayani masyarakat, profesional, berdaya guna, produktif, transparan, bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. 11) Pewujudan sistem dan iklim pendidikan nasional yang demokratis dan bermutu guna memperteguh akhlak mulia, kreatif, inovatif, berwawasan kebangsaan, cerdas, sehat, berdisiplin dan bertanggung jawab, berketrampilan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka mengembangkan kualitas manusia Indonesia. 12) Pewujudan politik luar negeri yang berdaulat, bermartabat, bebas dan pro-aktif bagi kepentingan nasional
Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang
61
“Supremasi Hukum” Volume 11 Nomor 1, Januari 2015
dalam menghadapi perkembangan global. Dalam rangka menyelenggarakan pembangunan nasional maka sejak awal tahun 2000 telah disepakati secara nasional adanya landasan penyelenggaraan pembangunan nasional yang mencakup sebagai berikut: Pertama, landasan konstitusional pembangunan adalah UUD 1945. UUD 1945 merupakan arahan yang paling dasar dalam menyusun tujuan pokok pembangunan nasional sebagai suatu visi pembangunan nasional guna dijadikan landasan dalam Keputusan/ Ketetatapan MPR. Khusus dalam Pembukaan UUD 1945 disebutkan empat pokok tujuan pembangunan nasional mencakup: mencerdaskan kehidupan bangsa, menciptakan kesejahteraan umum, melindungi seluruh tumpah darah Indonesia, dan berperan serta dalam membantu ketertiban dunia dan perdamaian abadi. Kedua, landasan idiil pembangunan adalah Pancasila. Pancasila merupakan arahan yang paling dasar guna menjiwai seluruh pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka memperkokoh perwujudan visi pembangunan yang termuat dalam UUD 1945 guna dijadikan menjiwai penyusunan Keputusan/Ketetatapan MPR. Ketiga, landasan operasional pembangunan adalah Keputusan/Ketetapan MPR. Keputusan/Ketetapan MPR terutama Ketetapan tentang Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) merupakan arahan paling dasar sebagai misi pembangunan nasional lima tahunan guna dijadikan landasan dalam penyusunan pembangunan nasionallima tahunan. GBHN disusun oleh MPR. Dasar penyusunan GBHN adalah UUD 1945.
Fatkhul Muin
Keempat, landasan perencanaan pembangunan nasional adalah Program Pembangunan Nasional-lima tahun (Propenas) Propenas merupakan arahan paling dasar sebagai strategi pembangunan lima tahunan guna dijadikan landasan dalam penyusunan prioritas kebijakan pembangunan sektoral nasional dan pembangunan sektoral di daerah (pembangunan daerah). Propenas disusun oleh Pemerintah bersama DPR. Dasar penyusunan Propenas adalah GBHN. Kelima, landasan pembangunan nasional tahunan adalah Rencana Pembangunan Tahunan (Repeta). Repeta merupakan arahan paling dasar sebagai pelaksanaan strategi pembangunan lima tahunan ke dalam sasaran pembangunan satu tahunan guna dijadikan landasan dalam penyusunan pembiayaan pembangunan sektoral nasional dan pembangunan sektoral di daerah (pembangunan daerah). Repeta disusun oleh Pemerintah bersama DPR. Dasar penyusunan Repeta adalah Propenas. Repeta memuat satuan anggaran pembiayaan pembangunan sektoral nasional. Dasar penyusunan Repeta adalah Propenas. Keenam, landasan pembiayaan pembangunan nasional tahunan adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). APBN merupakan arahan paling dasar sebagai acuan pembiayaan bagi pelaksanaan pembangunan nasional satu tahunan guna dijadikan sumber pembiayaan pembangunan sektoral nasional dan pembangunan sektoral di daerah (pembangunan daerah). APBN disusun oleh Pemerintah bersama DPR. Dasar penyusunan APBN adalah Repeta. APBN memuat nilai-nilai anggaran pembiayaan pembangunan sektoral nasional dan pembangunan sektoral di daerah
Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang
62
“Supremasi Hukum” Volume 11 Nomor 1, Januari 2015
(pembangunan daerah) yang tertuang dalam APBN. Ketujuh, landasan perencanaan pembangunan sektoral nasional adalah Rencana Strategis (Renstra). Renstra merupakan arahan paling dasar sebagai pelaksanaan kegiatan pembangunan jangka menengah (lima tahunan) ke dalam kegiatan pembangunan jangka pendek (satu tahunan) guna dijadikan landasan dalam penyusunan anggaran pembiayaan pembangunan sektoral nasional dan pembangunan sektoral di daerah (pembangunan daerah) selama satu tahun. Renstra disusun oleh Departemen Teknis, Lembaga Pemerintah Non-Departemen, dan Lembaga-lembaga Pemerintah lainnya, guna dijadikan landasan pelaksanaan kegiatan pembangunan. Dasar penyusunan Renstra adalah Propenas dan Repeta. Kedelapan, landasan perencanaan pembangunan nasional di daerah adalah Pola Dasar Pembangunan Daerah (Poldas). Poldas merupakan arahan paling dasar sebagai strategi pembangunan lima tahunan nasional di daerah guna dijadikan landasan dalam penyusunan prioritas kebijakan pembangunan sektoral di daerah (pembangunan daerah). Poldas disusun oleh Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Kecamatan, bersama DPRD masingmasing. Dasar penyusunan Poldas adalah GBHN. Kesembilan, landasan perencanaan pembangunan nasional di daerah adalah Program Pembangunan Nasional-lima tahun Daerah (Propeda). Propeda merupakan arahan paling dasar sebagai strategi pembangunan lima tahunan di daerah guna dijadikan landasan dalam penyusunan prioritas kebijakan pembangunan sektoral nasional di daerah (pembangunan daerah). Propeda disusun oleh Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Kecamatan, bersama
Fatkhul Muin
DPRD masing-masing. Dasar penyusunan Propeda adalah Poldas dan Propenas. Kesepuluh, landasan pembangunan nasional di daerah adalah Rencana Pembangunan Tahunan Daerah (Repetada). Repetada merupakan arahan paling dasar sebagai pelaksanaan strategi pembangunan lima tahunan di daerah ke dalam sasaran pembangunan satu tahunan guna dijadikan landasan dalam penyusunan pembiayaan pembangunan sektoral di daerah (pembangunan daerah). Repetada disusun oleh Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Kecamatan, bersama DPRD masingmasing. Dasar penyusunan Repetada adalah Propeda. Repetada memuat satuan anggaran pembiayaan pembangunan sektoral nasional yang tertuang dalam APBD. Kesebelas, landasan pembiayaan pembangunan tahunan di daerah adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). APBD merupakan arahan paling dasar sebagai acuan pembiayaan bagi pelaksanaan pembangunan daerah satu tahunan guna dijadikan sumber pembiayaan pembangunan sektoral di daerah (pembangunan daerah). APBD disusun oleh Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Kecamatan, bersama DPRD masing-masing. Dasar penyusunan APBD adalah Repetada. APBD memuat nilai-nilai anggaran pembiayaan pembangunan sektoral di daerah (pembangunan daerah). Keduabelas, landasan perencanaan pembangunan sektoral nasional di daerah (pembangunan daerah) adalah Rencana Strategis Daerah (Renstrada). Renstrada merupakan arahan paling dasar sebagai pelaksanaan kegiatan pembangunan jangka menengah (lima tahunan) ke dalam kegiatan pembangunan jangka pendek
Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang
63
“Supremasi Hukum” Volume 11 Nomor 1, Januari 2015
(satu tahunan) guna dijadikan landasan dalam penyusunan anggaran pembiayaan pembangunan sektoral nasional di daerah (pembangunan daerah) selama satu tahun. Renstrada disusun oleh Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Kecamatan, guna dijadikan landasan pelaksanaan kegiatan pembangunan. Dasar penyusunan Renstrada adalah Propenas dan Repeta, serta Propeda dan Repetada. Ketigabelas, landasan penyerasian pembangunan adalah forum Rapat Koordinasi Pembangunan Nasional (Rakorbangnas). Rakorbangnas merupakan suatu mekanisme penyerasian penyusunan rencana pembangunan dan pelaksanaan pembangunan nasional dan pembangunan nasional di daerah berdasarkan masukan dari daerah (rakyat) sesuai prinsip musyawarah dan wawasan nasional (Pancasila dan Pembukaan UUD 1945). Tujuan utama Rakorbangnas adalah menentukan prioritas pembanguan di setiap wilayah/daerah dan kawasan/regional. Jalur pelaksanaan skema Rakorbangnas dimulai dari forum pertemuan di tingkat Desa/Kelurahan dan Kecamatan (tingkat pertama), dilanjutkan ke forum pertemuan tingkat Kabupaten/ Kota serta forum Lintaskabupaten/Kota (tingkat kedua), diteruskan ke forum pertemuan di tingkat Provinsi (tingkat ketiga), kemdian diteruskan ke forum pertemuan di tingkat kawasan/ regional/pulau (tingkat keempat), dan berakhir di forum Rakorbangnas. Skema Rakorbangnas melibatkan semua unsur pelaku pembangunan, mulai unsur Pemerintah (Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah), unsur perwakilan rakyat (DPR, DPRD), dan unsur publik yang terdiri dari unsur bisnis (seperti Kadin) dan nir-laba
Fatkhul Muin
(perguruan tinggi dan lembaga swadaya masyarakat).3 B. Kerangka Pokok Pikiran GBHN dan RPJM GBHN dibangun melalui gagasan besar sebagai landasan dalam pembangunan negara dari segala aspek kehidupan bangsa Indonesia. GBHN sebagai landasan oprasional dari nilainilai instrumental Pancasila dan nilainilai konstitusional UUD 1945. Pergeseran paradigma terhadap amandemen UUD 1945 telah menghantarkan perubahan pola pembangunan negara, dimana GBHN sebagai pokok dan dasar oprasional pembangunan negara dalam berbagai aspek hilang mengikuti perubahan/Amandemen terhadap UUD 1945. Kerangka pokok pikiran GBHN yang melingkupi semua aspek-aspek pembangunan negara dirubah dengan hilangnya GBHN. Ini menjadi problematika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. GBHN yang merupakan prodak pembangunan nasional dalam 5 (lima) tahunan yang dirumuskan secara garis besar oleh Majlis Permusyawaratan Rakyat/MPR tidak dimasukan dalam UUD 1945. Perubahan tersebut tentu memberikan dampak pembangunan Indonesia yang tidak terarah. RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah), yang disusun oleh pemerintah merupakan pengganti dari GBHN, tetapi dengan memposisikan RPJM sebagai pengganti landasan oprasional Pancasila dan UUD 1945, tidak memberikan arahan bagi pembangunan mayarakat Indonesia yang menyeluruh berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
http://www.bappenas.go.id/index.php/ download_file/view/10726/2442/. Diakses pada tanggal 28 Desember 2013. 3
Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang
64
“Supremasi Hukum” Volume 11 Nomor 1, Januari 2015
C. Pentingnya GBHN Sebagai Pembangunan Politik Hukum Di Indonesia GBHN dan politik hukum Indonesia merupakan bagian yang perlu dibahas dalam sub bab makalah ini. GBHN sendiri dalam naskah-naskah yang dibuat selama ini dan menjadi kewenangan MPR selalu berbeda beda isinya, karena tergantung kepada kontek atau kondisi sosial, politik, ekonomi, budaya dan lainnya di masyarakatnya. Politik hukum sebagai kebijakan resmi negara, tentu memiliki korelasi secara langsung dengan GBHN sebagai batas-batas dalam menentukan kebijakan negara sesuai kondisi negara. 4 Menurut Hartono Hadisuprapto, bahwa politik hukum kebijakan penguasa negara.5 GBHN dapat dianggap sebagai bagian dari ketentuan-ketentuan yang bersisi tentang politik hukum, karena substansi yang dikonstruksikan dalam naskah-naskah yang terdapat pada GBHN sebagai landasan dalam menen-
Apabila kita melihat kepada pendapatan Prof. Mahfud MD dalam bukunya Politik Hukum di Indonesia, bahwa politik hukum itu mencaku 3 (tiga) hal, yaitu : 1. Kebijakan negara tentang hukum yang akan diberlakukan atau hukum yang tidak akan diberlakukan dalam rangka mencapai tujuan negara. 2. Latar belakang politik, ekonomi, sosial dan budaya lahirnya prodak hukum 3. Penegakan hukum didalam kenyataan lapangan. Cakupan-cakupan yang terdapat dalam politik hukum menurut Prof Mahfud, tentu memiliki korelasi secara langsung dengan arah kebijakan yang terdapat dalam GBHN yang disusun oleh MPR dalam jangka waktu 5 (lima) tahunan. Hal tersebut menunjukan bahwa dengan adanya GBHN, maka politik hukum yang dibangun memiliki batasanbatasa/rambu-rambu yang jelas berdasarkan 5 (lima) tahunan. 5 Yulies Teana masriani, 2012, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, hal. 10. 4
Fatkhul Muin
tukan perundang-undangan dan kebijakan negara. Dialektika dalam penyusunan GBHN tentu akan memberikan rumusan-rumusan dasar dengan menerjemahkan Pancasila dan UUD 1945 secara konsisten. GBHN sebagai dasardasar rumusan kebijakan resmi negara, tentu dijelmakan kepada setiap rumusan-rumusan kebijakan negara. Hal tersebut bisa dilakukan dengan upaya mengamandemen kembali UUD 1945 yang kelima, dengan memasukan kembali pada pasal 3 yang berisi bahwa MPR harus merumuskan GBHN bersama dengan pemerintah. Dalam pandangan saya, setiap penyusunan GBHN yang dilakukan oleh MPR harus melibatkan pemerintah, karena itu tidak terlepas nantinya kebijakan negara akan dialaksanakan oleh pemerintah sebagai pelaksanaka dari kebijakan resmi negara. Ini menjadi bagian yang menarik, karena konstruksi berfikirnya tidak terlepas, bahwa MPR sebagai lembaga representative dan menjalankan kewajibannya yang tidak hanya fokus kepada perubahan/amandemen terhadap Undang-Undang Dasar, tetapi merumuskan juga GBHN yang pada akhirnya akan melahirkan politik hukum Indonesia yang berbasiskan tehadap kesejahteraan bangsa Indonesia. C. PENUTUP Garis Besar Haluan Negara sebagai batasan-batasan dalam upaya penyelenggaraan negara, dimana yang menjadi landasan dalam GBHN adalah landasan idiil yang disebut dengan Pancasila dan landasan konstitusional yang disebut dengan UUD 1945. Landasan idil dan landasan konstitusional dapat dipahami dalam satu pemahaman melalui empat pokok pikiran yang dirumuskan oleh pendiri negara. Selain itu, Politik
Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang
65
“Supremasi Hukum” Volume 11 Nomor 1, Januari 2015
hukum sebagai kebijakan resmi negara, tentu memiliki korelasi secara langsung dengan GBHN sebagai batas-batas dalam menentukan kebijakan negara, ini dapat terlihat dari cakupan politik hukum, yaitu: 1) Kebijakan negara tentang hukum yang akan diberlakukan atau hukum yang tidak akan diberlakukan dalam rangka mencapai tujuan negara. 2) Latar belakang politik, ekonomi, sosial dan budaya lahirnya prodak hukum 3) Penegakan hukum di dalam kenyataan lapanga. Ketiga hal tersebut, nantinya masuk dalam GBHN yang arah kebijakan untuk mencapai tujuan negara secara keseluruhan sebagai produk MPR. Keberadaan GBHN menjadi kebutuhan bagi bangsa Indonesia dalam rangka untuk mengimplementasikan hakikat dari nilai-nilain instrumental Pancasila, UUD 1945 dan Politik Hukum Indonesia, oleh karena itu, penulis memberikan saran sebagai berikut : 1. Perlu adanya amandemen terhadap UUD 1945, dimana secara khsusus mengamandemen Pasal 3, dengan memasukan kewenangan MPR untuk menyusun GBHN bersama dengan pemerintah/Presiden dan disahkan oleh MPR. 2. Mengkonstruksi GBHN secara sistematis dengan berlandaskan kondisi faktual masyarakat Indonesia.
Fatkhul Muin
Mahfud MD, 2012, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta : Rajagrafindo. Nurcholis Madjid, 2004, Indonesia Kita, Jakarta : Universitas Paramadina. Sudjito, Pancasila Sebagai Dasar Filsafat dan Paradigma Ilmu Hukum, disampaikan dalam Kuliah Umum di UMS Solo Pada Tanggal 29 November 2014. Yulies Teana masriani, 2012, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika PERATURAN UUD 1945. Naskah GBHN 1999-2004 http://www.bappenas.go.id/index.php/ download_file/view/10726/2442/
D. DAFTAR PUSTAKA Literatur Abdul Kadir Besar, 2005, Pancasila, Refleksi Filsafati, Transformasi Ideologik, Niscaya Metode Berfikir, Jakarta : Pustaka Azhary.
Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang
66