PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENTRANSMISIAN MUATAN PENGHINAAN (Studi Putusan Nomor: 354/Pid.Sus/2016/PN JKT.SEL)
(Jurnal Ilmiah)
Oleh ERIK BUDI DARMAWAN
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017
ABSTRAK PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENTRANSMISIAN MUATAN PENGHINAAN (Studi Putusan Nomor: 354/Pid.Sus/2016/PN JKT.SEL) Oleh Erik Budi Darmawan, Firganefi, Budi Rizki Husin Email:
[email protected] Perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat telah menimbulkan berbagai dampak positif dan negatif. Salah satu bentuk dari cyber crime yaitu penghinaan melalui internet. Seperti kasus pentransmisian muatan penghinaan melalui media sosial twitter. Permasalahan yang dikaji oleh penulis adalah (1) Bagaimanakah penegakan hukum pidana terhadap pentransmisian muatan penghinaan?(2) apa saja yang menjadi faktor-faktor penghambat dalam penegakan hukum pidana terhadap pentransmisian penghinaan? Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Metode analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, dan prosedur pengumpulan data dalam penulisan penelitian ini dengan cara studi kepustakaan dan lapangan. Hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka diperoleh kesimpulan mengenai penegakan hukum pidana terhadap pentransmisian muatan penghinaan (Studi Putusan Nomor: 354/Pid.Sus/2016/PN JKT.SEL). Upaya penegakan hukum pidana terhadap pentransmisian muatan penghinaan (Studi Putusan Nomor: 354/Pid.Sus/2016/PN JKT.SEL) dilakukan dengan diterapkannya tahap-tahap penegakan hukum yaitu tahap formulasi, aplikasi dan eksekusi. Faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam penegakan hukum pidana terhadap pentransmisian muatan penghinaan yaitu faktor UndangUndang, Faktor penegak hukum, dalam hal ini aparat penegak hukum khususnya sumber daya manusia Kepolisian masih perlu pengetahuan yang lebih dalam bidang Informasi dan Transaksi Elektronik dalam proses penyelidikan dan penyidikan. Fakor sarana dan fasilitas,kurangnya sarana dan fasilitas penunjang diantaranya adalah alat untuk menunjang proses penyidikan. Faktor masyarakat, kurangnya kesadaran masyarakat terhadap hukum. Terakhir faktor kultur atau budaya, media sosial dijadikannya sebuah wadah untuk bercerita, dan secara tidak langsung masyarakat membawa pribadinya masuk ke dalam media sosial tersebut, Dengan masuknya pribadi masyarakat ke media sosial, tidak menutup kemungkinan masyarakat akan membawa kebiasaan-kebiasaan, atau membawa perilaku yang mereka dapatkan ke media sosial.Saran yang disampaikan dalam penelitian ini adalah perlunya sikap dan tindakan yang pro-aktif dari aparat penegak hukum, khususnya aparat kepolisan dalam meningkatkan kualitasnya dengan cara lebih memahami tentang kemajuan teknologi serta dampak yang ditimbulkan. Kemudian penerapan tahap-tahap penegakan hukum secara maksimal di lapangan dan peran aktif masyarakat dalam menciptakan kultur yang baik dan memanfaatkan kemajuan teknologi dengan bijaksana. Kata Kunci: Penegakan hukum pidana, pentransmisian, penghinaan
ABSTRACT THE LAW ENFORCEMENT ON ELECTRONIC TRANSMISSION OF HATE SPEECH/INSULTS (A Study of Court Decision No. 354/Pid.Sus/2016/PN JKT.SEL) By Erik Budi Darmawan, Firganefi, Budi Rizki Husin Email:
[email protected] The rapid development of information technology has led to various impacts of positive and negative outcomes. One form of cyber crime is hate speech or insults over the internet, like the case of the electronic transmission of insults via social media twitter. The problems of the research are formulated as follows: (1) how is the law enforcement against electronical transmission of hate speech/insults? (2) what are the inhibiting factors in enforcing law against electronical transmission of the hate speech/insults?This research uses normative and empirical approaches. The data analysis used in this study was qualitative analysis, while the data collection procedures was done through literature study and observation.The results of the research and discussion, the researcher could conclude the law enforcement against the electronic transmission of hate speech/insults (A Study of Court Decision No. 354/Pid.Sus/2016/PN JKT.SEL). The law enforcement against electronic transmission of hate speech/insults (A Study of Court Decision No. 354/Pid.Sus/2016/PN JKT.SEL) has been done through several measures; formulation, application and execution. Among the inhibiting factors of the electronic transmission of insults message were: the legal factor. The law enforcement itself, particularly the law enforcement human resources (police officers) were in need of deeper knowledge in the field of Information and Electronic Transactions during the process of inquiry and investigation. The other inhibiting factor was that the lack of facilities and tools to support the process of investigation. There was also community factors, the lack of public awareness on the law itself. The last one was culture factor, in which social media has served as a media to tell personal stories which indirectly trapped their personality into the social media. When people have immersed their personality and thoughts in the social media, it is easy for them to copy their attitudes into the social media. It is suggested that the law enforcement officers to be more proactive, especially in improving their quality to better understand the progress of technology and its impacts. Further, it is important to maximize the implementation of every measure and stage of the law enforcement and it is also expected that the society involve actively in creating the right culture and in using advanced technology wisely. Keywords: law enforcement, transmission, hate speech/ insults
1
I. PENDAHULUAN Perkembangan Teknologi Informasi (TI) dalam dasawarsa terakhir mempengaruhi segala aspek kehidupan manusia, mulai dari ekonomi, budaya, dan politik. Di beberapa negara ada yang menggunakan momen perkembangan TI ini sebagai basis dan revolusi industri dan kebangkitan ekonomi, yang pada saatnya nanti akan membawa perubahan drastis kehidupan ekonomi rakyatnya. Pemanfaatan teknologi informasi, media, dan komunikasi selain memberikan manfaat bagi kemaslahatan masyarakat juga telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung sedemikian cepat. Teknologi informasi saat ini menjadi pedang bermata dua karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan dan peradaban manusia, sekaligus juga menjadi sarana efektif bagai perbuatan melawan hukum.1 Pertumbuhan pengguna internet di Indonesia mengalami peningkatan yang sangat signifikan, setidaknya dalam lima tahun terakhir. Pada 2009, menurut data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), pengguna internet berada di kisaran angka 30 juta, angka tersebut naik tajam pada 2013 menjadi 71,19 juta pengguna. Secara
keseluruhan, sampai dengan tahun 2013, bila melihat tingkat penetrasinya, pengguna internet di Indonesia mencapai 28,29% dari total populasi. APJII memprediksi sampai tahun 2015, pengguna internet di Indonesia bisa melonjak sampai dengan angka 139 juta pengguna.2 Salah satu penyalahgunaan internet adalah penghinaan yang dilakukan seseorang terhadap pihak lain melalui media sosial atau dapat disebut sebagai (pentransmisian). Hal atau keadaan yang dikomunikasikan atau dipublikasikan lewat internet dapat dikatakan merupakan penghinaan bila hal atau keadaan itu adalah tidak benar bagi pihak yang menjadi korban, baik itu merupakan itu yang merusak reputasi ataupun yang membawa kerugian material bagi pihak korban. Kasus baru-baru ini yang terjadi adalah kasus Yulianus melalui akun Facebook dan juga Twitter miliknya menyebarkan sebuah foto Presiden Joko Widodo yang duduk bersama artis Nikita Mirzani. Di dalam foto itu terdapat tulisan (Kata-kata yang tidak pantas untuk diucapkan). Kalimat yang menjadi tagar itu kemudian dituliskan Yulianus sebanyak 200 kali. Kalimat itulah yang dianggap polisi mengandung unsur penghinaan terhadap Presiden Jokowi Dodo. Yulianus atau yang biasa dipanggil Ongen pun dijerat Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik. Aatas perbuatannya itu, Yulianus 2
1
Maskun, Kejahatan Cyber Crime, Jakarta: Kencana, 2013, hlm.29.
http://www.apjii.or.id/v2/index.php/read/pag e/halaman-data/9/statistik.html diakses pada 22 September 2016 pukul 12.40 WIB
2
diancam pidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).3 Kronologis kasus tersebut adalah pada tanggal 12 Desember 2015 sekitar jam 19.50WIB Terdakwa Yulianus Paonganan alias @ypaonganan als Yulian Paonganan dengan menggunakan akun twitter Ongen#Jalamangkara @ypaonganan memposting 1 (satu) buah foto Joko Widodo dan 1 (satu) buah foto Nikita Mirzani dan menuliskan status dengan (kata-kata yang tidak pantas untuk diucapkan) Status ini telah dibaca / diretweets oleh 200 followers. Pada 15 Desember 2015 sekitar jam 10.53 Wib terdakwa Yulianus Paonganan Alias @Ypaonganan als Yulian Paonganan dengan menggunakan akun facebook https://www.facebook.com/ypaongan an mengupload gambar foto Joko Widodo dan Nikita Mirzani dan menuliskan status dengan (kata-kata yang tidak pantas untuk diucapkan). Atas perbuatannya tersebut Yulianus Paonganan diancam pidana melanggar Pasal 27 ayat (1) jo Pasal 45 ayat (1) UU Nomor: 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Penghinaan merupakan tindakan pidana yang telah diatur di dalam Undang-Undang Informasi dan
3
Sabrina Asril, Siapa. Yulianus Paonganan Penyebar Foto Jokowi Nikita Mirzani, http://nasional.kompas.com/read/2015/12/18 /20282941/Siapa.Yulianus.Paonganan.Penye bar.Foto.Jokowi-Nikita.Mirzani.?page=all, di akses pada tanggal 22 September pukul 13.00 WIB
Transaksi Elektronik yaitu Pasal 27 ayat (1) dan (3) yang berbunyi:4 1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. 3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Kasus yang akan dikaji dalam penulisan skripsi ini dibatasi pada 1 (satu) kasus penghinaan yang di lakukan oleh Yulianus Paonganan terhadap Joko Widodo dan Nikita Mirzani berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 354/Pid.Sus/2016/PN JKT.SEL. Alasan mengapa penulis mengangkat kasus tersebut karena kasus tersebut penulis nilai dapat mewakili berbagai kasus penghinaan yang lainnya meski tidak memiliki kesamaan pola dan perbuatan serta dalam putusan tersebut dakwaan penuntut umum batal demi hukum dan terdakwa bebas dari tahanan. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ”Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pentransmisian Muatan Penghinaan (Studi Putusan Nomor: 354/Pid.Sus/2016/PN JKT.SEL)” 4
Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
3
Berdasarkan uraian latar belakang dan memperhatikan pokok-pokok pikiran di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah penegakan hukum pidana terhadap pentransmisian muatan penghinaan (Studi Putusan Nomor: 354/Pid.Sus/2016/PN JKT.SEL)? 2. Apa saja faktor penghambat dalam penegakan hukum pidana terhadap pentransmisian muatan penginaan (Studi Putusan: Nomor 354/Pid.Sus/2016/PN JKT.SEL)? Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, pendekatan empiris. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Metode analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, dan prosedur pengumpulan data dalam penulisan penelitian ini dengan cara studi kepustakaan dan lapangan. II. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pentransmisian Muatan Penghinaan (Studi Putusan Nomor: 354/Pid.Sus/2016/PN JKT.SEL) Penegakan hukum merupakan keseluruhan rangkain kegiatan penyelenggara atau pemeliharaan keseimbangan hak dan kewajiban warga masyarakat sesuai harkat dan martabat manusia serta pertanggungjawaban masing-masing sesuai dengan fungsinya secara adil dan merata dengan aturan hukum, peraturan hukum dan perundangundangan yang merupakan
perwujudan Pancasila dan UndangUndang Republik Indonesia Tahun 1945. Penegakan hukum dapat diartikan pula keseluruhan kegiatan dari para aparat atau pelaksana penegak hukum kearah tegaknya hukum, keadilan, dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban, ketentraman dan kepastian hukum sesuai dengan Undnag-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.5 Kronologis kasus pentransmisian penghinaan adalah pada tanggal 12 Desember 2015 sekitar jam 19.50WIB Terdakwa Yulianus Paonganan alias @ypaonganan als Yulian Paonganan dengan menggunakan akun twitter Ongen#Jalamangkara @ypaonganan memposting 1 (satu) buah foto Joko Widodo dan 1 (satu) buah foto Nikita Mirzani dan menuliskan status dengan (kata-kata yang tidak pantas untuk diucapkan) Status ini telah dibaca / diretweets oleh 200 followers. Pada 15 Desember 2015 sekitar jam 10.53 Wib terdakwa Yulianus Paonganan Alias @Ypaonganan als Yulian Paonganan dengan menggunakan akun facebook https://www.facebook.com/ypaongan an mengupload gambar foto Joko Widodo dan Nikita Mirzani dan menuliskan status dengan (kata-kata yang tidak pantas untuk diucapkan). Berdasarkan Pasal 27 Ayat (1), kasus Yulianus Paonganan telah beberapa kali mengupload atau memposting, mendristribusikan, mentransmisikan foto Joko Widodo dan Nikita 5
Hasil wawancara dengan Heni Suswanto, akademisi Fakultas Hukum Bagian pidana Universitas Lampung, 10 November 2016.
4
Mirzani yang duduk bersebelahan dengan kata-kata yang memiliki muatan melanggar kesusilaan melalui sosial media twitter sehigga konten tersebut dapat diakses orang lain. Berdasarkan Pasal 27 ayat (3) kasus Yulianus Paonganan yang menghina Joko Widodo dan Nikita Mirzani dengan cara mem-posting foto Joko Widodo yang duduk bersebelahan dangan Nikita Mirzani dan memberikan caption dengan katakata penghinaan yang tidak pantas melalui media sosial twitter. Terkait kasus pentransmisian muatan penghinaan yang dilakukan oleh terdakwa Yulianus Paonganan, perbuatan terdakwa diancam pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 27 Ayat (1) (3) Jo Pasal 45 UndangUndang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pentransmisian Muatan Penghinaan (Studi Putusan Nomor: 354/Pid.Sus/2016/PN JKT.SEL) dalam perkara ini yaitu Yulianus Paonganan alias Ongen yang selanjutnya disebut pelaku intelektual. Berdasarkan wawancara dengan Heni Suswanto Penegakan hukum yang dipakai adalah menggunakan sistem peradilan pidana terpadu atau sistem penegakan hukum pidana yang integral, yaitu sistem kekuasaan/ kewenangan menegakan hukum pidana yang diwujudkan/ diimplementasikan dalam 4 (empat) sub-sistem dalam proses peradilan pidana, yaitu: 1. Kekuasaan penyidikan badan/lembaga penyidik);
(oleh
2. Kekuasaan penuntutan (oleh badan/lembaga penuntut umum); 3. Kekuasaan mengadili dan menjatuhkan putusan/pidana (oleh badan/lembaga pengadilan); 4. Kekuasaan pelaksana putusan/pidana (oleh badan/aparat pelaksana/eksekusi) Berdasarkan keempat hal tersebut, penulis akan menjelaskan tiga poin di atas yang dimana merupakan kajian utama dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis, yaitu sebagai berikut: 1. Tahap Penyidikan Berdasarkan Putusan Nomor: 354/Pid.Sus/2016/PN JKT.SEL dalam proses pemeriksaan Tersangka tidak didamping oleh Penasihat Hukum. Seharusnya berdasarkan Pasal 56 ayat (1) KUHAP pemeriksaan Penyidik terhadap perkara yand diancam pidana 5 (lima) tahun wajib didampingi oleh penasihat hukum bukan berhak didampingi penasihat hukum. Dalam proses penyidikan Tersangka tidak diperkenankan mengajukan saksi ahli. Seharusnya berdasarkan pasal 65 KUHAP dengan tegas menyebutkan bahwa tersangka berhak mengajukan saksi atau orang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya. 2. Tahap Penuntutuan Terkait kasus pentransmisian muatan penghinaan yang di lakukan oleh Yulianus Paonganan alias Ongen yang di tujukan kepada Joko Widodo, berdasarkan Putusan Nomor: 354/Pid.Sus/2016/PN JKT. SEL Jaksa menuntut terdakwa Yulianus Paonganan dengan dakwaan alternatif mengingat tindak
5
pidana yang dilakukan oleh terdakwa Yulianus Paonganan diatur didalam dua Undang-Undang yang berbeda karena terdakwa melakukan tindak pidana pentransmisian muatan penghinaan terdakwa Yulianus Ongen menggunakan media elektronik yang mana UndangUndang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, kemudian Yulianus Paonganan juga melakukan tindak pidana yang mengandung muatan yang berpotensi asusila, yang diatur didalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dalam foto yang di upload di akun twitter terdakwa, Undang-Undang tersebut mengatur juga tindak pidana yang telah dilakukan oleh Yulianus Paonganan.6 3. Pemeriksaan di Sidang Pengadilan Berdasarkan penelitian yang dilakukan, penegakan hukum pidana pentrasnmisian muatan penghinaan berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Eleketronik dilakukan dengan cara full enforcement atau lebih dikenal dengan penegakan secara penuh, karena penegak hukum diharapkan mampu menegakan hukum secara maksimal. Penegakan hukum pidana terhadap pentransmisian muatan penghinaan dapat dilakukan dengan melalui dua jalur yaitu dengan jalur non penal yang lebih menitikberatkan pada sifat preventif (pencegahan sebelum terjadi kejahatan) dengan lebih mengarahkan kepada sosialisasi peraturan perundang-undangan 6
Hasil wawancara dengan M. Rama Erfan, Jaksa pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, 27 Oktober 2016
khususnya Undang-Undang yang mengatur tentang tindak pidana pentransmisian muatan penghinaan. Selanjutnya melalui jalur penal yang menitikberatkan pada sifat represif (pemberantasan setelah terjadinya kejahatan) dengan dilakukannya penyidikan untuk selanjutnya dapat di proses melalui pengadilan. Penulis berpendapat bahwa penegakan hukum pidana terhadap pentransmisian muatan penghinaan (Studi Putusan Nomor: 354/Pid.Sus/2016/PN JKT.SEL) berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dilapangan tidak sejalan dengan teori dan pendapat para sarjana hukum sebagaimana yang digunakan untuk menemukan permasalahan antar teori dengan pelaksanaan penegakan hukum tersebut baik itu terhadap Undang-undangnya, aparat penegak hukum, dan faktor kesadaran hukum masyarakat. Pada kasus tersebut hakim dalam Putusan Nomor: 354/Pid.Sus/2016/PN JKT.SEL menyatakan surat dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum batal demi hukum dan membebaskan terdakwa dari tahanan. B. Faktor Penghambat Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pentransmisian Muatan Penginaan (Studi Putusan Nomor: 354/Pid.Sus/2016/PN JKT.SEL) Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan narasumber yang menjadi penghambat penegakan hukum pidana terhadap pentransmisian muatan penghinaan adalah sebagai berikut;
6
a. Faktor Undang-Undang
c. Faktor Sarana dan Fasilitas
Menurut pendapat penulis faktor undang-undang masih menjadi persoalan mendasar dalam proses penegakan hukum pidana terhadap pentransmisian muatan penghinaan (Studi Putusan Nomor: 354/Pid.Sus/ 2016/PN JKT.SEL). Dalam UndangUndang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik khususnya Pasal 27 ayat (1) ditemukan kelemahan yaitu sama sekali tidak ada penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan “kesusilaan”. Kesusilaan dalam standar pandangan yang bagaimana dapat diartikan dengan kesusilaan. Setiap orang pasti ada perbedaan dalam mendefiniskan arti kata kesusilaan tersebut. Dengan tidak adanya penjelasan kesusilaan tersebut, tidak jelas apakah pengertian kesusilaan dimaksud sama dengan pengertian pornografi yang dimaksud di dalam Undang – Undang No. 11 Tahun 2008.
Penegakan hukum akan berjalan dengan baik jika didukung oleh sarana dan fasilitas yang lengkap dan memadai demi kepentingan tegaknya hukum agar terlaksana secara efektif. Sarana dan fasilitas tersebut mencakup sumber daya manusia yang berpendidikan, terampil, dan bertanggungjawab. Fasilitas seperti alat yang dimiliki Puslabfor, yaitu alat yang dapat mendeteksi dokumentasi elektronik yang telah dihapus, guna menghilangkan jejak oleh si pelaku tindak pidana, agar dapat dimunculkan kembali, sehingga pihak kepolisian tidak ada alasan untuk kehilangan atau tidak mendapatkan barang bukti.
b. Faktor Penegak Hukum Menurut pendapat penulis dengan terbatasnya pemahaman aparat hukum terhadap teknologi dan informatika tentu akan bermuara pada kualitas penanganan kasus penghinaan mengingat kasus jenis tersebut merupakan kasus yang memerlukan pengetahuan khusus, terlebih teknologi yang terus berkembang dengan sangat cepat. Kasus jenis ini merupakan kasus yang dapat terjadi dengan massif dan cepat, oleh karena itu jumlah aparat hukum dan unit terkait akan sangat berpengaruh terhadap kecepatan penanganan kasus.
Berdasarkan wawancara penelitian penulis dilapangan, maka faktor yang menghambat penegakan hukum pidana terhadap pentransmisian muatan penghinaan (Studi Putusan Nomor: 354/Pid.Sus/2016/PN JKT.SEL) adalah tingginya biaya yang harus dikeluarkan untuk melaksanakan kegiatan penyelidikan dan kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum pada sekolah-sekolah, perguruan tinggi, dan informasi publik tentang dampak dari penghinaan yang di lakukan melalui media internet khususnya media sosial yang diakses berbagai kalangan mulai anak-anak, remaja, dan orang dewasa. Dilihat dari jumlah personil kepolisian, sesuatu yang tidak mungkin untuk melakukan pengawasan khusus agar angka kasus pentransmisian muatan penghinaan di intenet yang di lakukan di media sosial dapat ditekan.
7
d. Faktor Masyarakat Masyarakat turut mempengaruhi dalam halnya penegakan hukum pidana di Indonesia. Dalam hal ini, masyarakat harus sadar hukum dengan cara meyakini bahwa apa yang telah dilakukannya terhadap orang lain baik di dunia real maupun di dunia maya itu sudah ada hukum yang mengaturnya. Sehingga masyarakat tidak melakukan hal-hal yang dilarang yang terdapat pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Begitu pula pada korban penghinaan untuk tidak takut melaporkan suatu tindakan yang dirasa telah mengganggu atau mengusik kehidupannya melalui media sosial kepada polisi. Dengan majunya teknologi dan lahirnya banyak media sosial, diharapkan masyarakat menggunakannya dengan bijak dan sesuai kepentingan namun tetap terkontrol. Hal ini bertujuan agar hukum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya dengan bantuan masyarakat yang dapat bekerjasama dalam menekan angka atau bahkan memberantas tindak pidana penghinaan. e. Faktor Kultur atau Budaya Kebudayaan merupakan salah satu unsur yang telah lama hidup dan berkembang ditengah masyarakat. Budaya masyarakat yang lebih mengutamakan alat-alat tradisional dalam kehidupan sehari-hari yang dikaitkan dengan pola pikir dan seni yang tradisional yang dianut dalam suatu budaya masyarakat itu sendiri. Pada era modern seperti ini, anakanak muda dapat mengakses bahkan mendominasi sebagian besar media sosial. Media sosial dijadikannya sebuah wadah untuk bercerita, dan
secara tidak langsung masyarakt membawa pribadinya masuk ke dalam media sosial tersebut. Dengan masuknya pribadi masyarakat ke media sosial, tidak menutup kemungkinan masyarakat akan membawa kebiasaan-kebiasaan, atau membawa perilaku yang mereka dapatkan ke media sosial. Misalnya pada kasus Yulianus Paonganan. Yulianus memang orang yang sangat vokal dalam mengkritisi pemerintahan Joko Widodo, dan pada akhirnya membuat Yulianus melakukan kritik yang berlebih yang membuatnya terjerat dalam kasus penghinaan. Penulis berpendapat dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap aparat penegak hukum dan akademisi bahwa faktor-faktor penghambat penegakan hukum pidana terhadap pentransmisian muatan penghinaan adalah faktor Undang-Undang, faKtor penegak hukum, serta factor sarana dan fasilitas. Faktor yang pertama adalah faktor Undang-Undang menjadi faktor penghambat dikarenakan kurangnya sosialisasi UndangUndang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik kepada masyarakat, mengakibatkan banyak masyarakat yang tidak mengetahui batasanbatasan yang dilarang dalam Undang-Undang tersebut serta masih banyak pasal karet yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Faktor kedua adalah faktor Penegak hukum itu sendiri menjadi penentu apakah penegakan hukum itu tercapai atau sebaliknya. Kurangnya sumber daya manusia yang mengetahui tentang informasi dan transkasi elektronik
8
mengakibatkan penegakan hukum menjadi terhambat. Terakhir adalah faktor sarana dan fasilitas yang kurang memadai dan bahkan tidak dimiliki oleh penegak hukum. Contohnya fasilitas seperti alat yang dimiliki Puslabfor, yaitu alat yang dapat mendeteksi dokumentasi elektronik yang telah dihapus, guna menghilangkan jejak oleh si pelaku tindak pidana, agar dapat dimunculkan kembali, sehingga pihak kepolisian tidak ada alasan untuk kehilangan atau tidak mendapatkan barang bukti. Perlu disadari, bahwa penggunaan hukum pidana dalam penanggulangan kejahatan hanya bersifat Kurieren am Symptom dan bukan sebagai faktor yang menghilangkan sebab-sebab terjadinya kejahatan. Adanya sanksi pidana hanyalah berusaha mengatasi gejala atau akibat dari penyakit dan bukan sebagai obat (ultimum remidium) untuk mengatasi sebabsebab terjadinya penyakit. Hukum pidana memiliki kemampuan yang terbatas dalam upaya penanggulangan kejahatan yang begitu beragam dan kompleks. Oleh sebab itu, perlu adanya pendekatan non penal yang berkaitan dengan kelemahan penegakan hukum pidana terhadap pentransmisian muatan penghinaan melalui internet. III. PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dan diuraikan oleh penulis, maka dapat disimpulkan yaitu:
1. Penegakan hukum pidana terhadap pentransmisian muatan penghinaan (Studi Putusan Nomor: 354/Pid. Sus/2016/PN. JKT. SEL), pentransmisian muatan penghinaan merupakan perbuatan yang melanggar peraturan, yang mana perbuatan tersebut diatur di dalam Pasal 27 Ayat (1), (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dalam Putusan Nomor: 354/Pid. Sus/2016/PN. JKT. SEL hakim menyatakan surat dakwaan penuntut umum batal demi hukum dan membebaskan terdakwa dari tahanan. Surat dakwaan Penuntut Umum tidak mencantumkan tanggal, sehingga bilamana mengacu pada ketentuan Pasal 143 ayat (3) KUHAP, maka surat dakwaan tersebut batal demi hukum karena tidak memenuhi syarat materil dari suatu surat dakwaan. Oleh sebab itu hakim menyatakan dalam Putusan Nomor: 354/Pid. Sus/2016/PN. JKT. SEL menyatakan surat dakwaan penuntut umum batal demi hukum dan membebaskan terdakwa dari tahanan. Penegakan hukum pidana terhadap pentransmisian muatan penghinaan dapat dilakukan dengan pendekatan non penal (preventif), melalui sosialisasi Undang-Undang, khususnya Undang-Undang yang berkaitan tentang penghinaan yaitu UndangUndang ITE. Pada proses tersebut termasuk pada tahap formulasi, dimana tahap formulasi merupakan tahap penetapan sanksi oleh pihak yang berwenang. Agar penegakan
9
hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana pentransmisian muatan penghinaan melalui internet lebih maksimal penerapan tahap penegakan hukum harus berlanjut hingga tahap aplikasi yang merupakan tahap pemberian sanksi oleh pihak yang berwenang serta tahap eksekusi yang merupakan tahap dimana pelasanaan sanksi dilakukan oleh pihak yang berwenang. 2. Faktor Penghambat Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pentransmisian Muatan Penginaan (Studi Putusan Nomor: 354/Pid.Sus/2016/PN JKT.SEL), antara lain: a. Undang-Undang, UndangUndang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik batasan masih sarat dengan muatan standar yang tidak jelas, misalnya pada interpretasi suatu penghinaan dan kesusilaan serta masih kurang sosialisasi sehingga masyarakat dalam menggunakan media elektronik belum mengetahui batasan-batasannya. b. Penegak Hukum, dalam hal ini aparat penegak hukum khususnya sumber daya manusia Kepolisian masih perlu pengetahuan yang lebih dalam bidang Informasi dan Transaksi Elektronik dalam proses penyelidikan dan penyidikan. c. Sarana dan Fasilitas, kurangnya sarana dan fasilitas penunjang. Dalam proses pencarian alat bukti untuk membuktikan suatu perakara tersebut, penyidik harus ke
Mabes Polri, mengingat alat yang belum tersedia di kantor mereka. Hal ini melemahkan penegakan hukum pidana tersebut dalam menanggulangi tindak pidana penghinaan mealui internet. d. Masyarakat, kurangnya kesadaran masyarakat terhadap hukum. Masyarakat harus selalu berhati-hati dalam menggunakan media elektronik khususnya mrdia sosial guna terhindar dari tindak pidana yang di atur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. e. Kultur dan Budaya, Media sosial dijadikannya sebuah wadah untuk bercerita, dan secara tidak langsung masyarakat membawa pribadinya masuk ke dalam media sosial tersebut. Dengan masuknya pribadi masyarakat ke media sosial, tidak menutup kemungkinan masyarakat akan membawa kebiasaan-kebiasaan, atau membawa perilaku yang mereka dapatkan ke media sosial. Misalnya pada kasus Yulianus Paonganan. Yulianus memang orang yang sangat vokal dalam mengkritisi pemerintahan Joko Widodo, dan pada akhirnya membuat Yulianus melakukan kritik yang berlebih yang membuatnya terjerat dalam kasus penghinaan.
10
B. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas maka dalam hal ini penulis dapat memberikan saran: 1. Perlunya penerapan teori penegakan hukum yang berlaku, yaitu tahap formulasi, aplikasi dan eksekusi oleh aparat penegak hukum guna memaksimalkan kinerja dan menciptakan rasa aman terhadap masyarakat luas. Kemudian peningkatan kualitas dari aparat penegak hukum dengan cara diberikannya pemahaman yang mendalam tentang kemajuan teknologi serta dampak yang diberikan sehingga aparat penegak hukum dapat menjalankan tugas dan kewajibannya dengan maksimal, dengan begitu tujuan akhir penegakan hukum dapat tercapai. 2. Pemerintah di harapkan mengkaji Pasal-Pasal karet dalam UndangUndang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan perlunya peran aktif pemerintah dalam proses sosialisasi terhadap UndangUndang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dikarenakan di jaman modern kini media elektronik sangat dekat penggunaannya dengan masyarakat. Hal ini dikarenakan minimnya pengetahuan sebagian besar masyarakat kita akan hukum. DAFTAR PUSTAKA Arief, Barda Nawawi 1998, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Maskun, 2013, Kejahatan Cyber Crime, Jakarta: Kencana. Sitompul, Asril, 2001, Hukum Internet Pengenalan Mengenai Masalah Hukum di Cyberspace, Bandung: Citra Aditya Bakti. Perundang-Undangan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
Negara
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHP) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Website http://www.apjii.or.id/v2/index.php/r ead/page/halamandata/9/statistik.html http://www.gresnews.com/berita/tips /1354188-aturan-hukumpencemaran-nama-baik-dijejaring-sosial/0/ Sabrina Asril, Siapa. Yulianus Paonganan Penyebar Foto Jokowi Nikita Mirzani, http://nasional.kompas.com/read /2015/12/18/20282941/Siapa.Yu lianus.Paonganan.Penyebar.Foto .JokowiNikita.Mirzani.?page=all.
Hp : 082281198494