Weekly Review – Market Intelligence & Analysis Group
Plantation Sector Review Market Intelligence & Analysis Group
Dwi Mingguan - Last Update : 29 November 2013
Ringkasan Berita Industri CPO
Ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) ke negara-negara Asia seperti China, India dan Pakistan diproyeksikan masih tetap tumbuh, meskipun mendapat hambatan dari beberapa negara khususnya Uni Eropa (UE). Keb ijakan p em er in t ah yan g mewajibkan penggunaan 10% bahan bakar nabati (mandatori) dalam campuran bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi menjadi salah satu pemicu kenaikan harga crude palm oil (CPO). Perkebunan kelapa sawit telah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi negara. Pada 2012, total devisa ekspor yang diberikan oleh perkebunan kelapa sawit dalam bentuk ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya mencapai US$ 19,5 miliar atau sekitar Rp 200 triliun. Industri kelapa sawit harus didorong menuju industri hilir yang efisien dan berdaya saing. Sehingga diperlukan inovasi, teknologi baru, dan penelitian yang sistematis agar mempunyai nilai tambah lebih tinggi. Pembentukan klaster industri sawit dapat mendorong efisiensi dan transformasi industri karena bisa memperkuat rantai pasokan dari hulu ke hilir. Uni Eropa akan memberlakukan bea masuk antidumping terhadap produk biodiesel asal Indonesia selama lima tahun. Disamping Indonesia, Argentina juga terkena bea masuk dumping dari Uni Eropa.
Berita Industri Perkebunan Lainnya
Produktivitas tanaman karet milik petani Indonesia rata-rata saat ini hanya 1.000 kilogram per hektar per tahun. Jauh lebih rendah dibanding produsen karet lainnya di dunia, seperti Malaysia, Thailand, dan India. Produksi karet alam Indonesia masih bisa ditingkatkan kapasitas produksinya melalui replanting. Pada 2013, program replanting dilakukan pada lahan perkebunan karet seluas 10.685 hektar yang tersebar di sejumlah provinsi di Indonesia. Beberapa BUMN Perkebunan merevisi target, akibat tingginya curah hujan belakangan ini, sehingga tingkat produksi dan rendemen gula menurun. PT Perkebunan Nusantara X akan melakukan revitalisasi pabrik gula (PG) untuk mendongkrak produksi gula. Pada tahun depan, PTPN X akan melakukan revitalisasi dua pabrik gula miliknya yakni PG Watoetoelis dan PG Tjoekir. PTPN X menganggarkan dana sebesar Rp 500 miliar untuk revitalisasi PG tersebut. Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) akan memproduksi 150 juta benih tebu untuk memenuhi kebutuhan pada tahun depan. Dari total tersebut, 80% benih adalah tebu kultur jaringan dan sisanya 20% berupa tebu konvensional. Realisasi produksi biji kakao petani hingga akhir tahun ini diperkirakan hanya mencapai 460.000 ton, jauh di bawah target 1 juta ton karena anomali iklim. Produksi karet PT PP London Sumatra Indonesia Tbk diperkirakan akan meningkat hingga 30% dari ratarata produksi harian, saat memasuki musim penghujan. Produksi pabrik Karet PT PP London Sumatra Sei Rumbiya, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Sumatra Utara, yang memiliki kontribusi 40% terhadap total produksi karet Lonsum, diperkirakan akan meningkat pada musim penghujan. PT Kirana Megatara, anak perusahaan Triputra Group akan membangun pabrik karet baru yang berlokasi di Medan. Pabrik karet tersebut diharapkan akan selesai pada 2015. Pabrik dengan kapasitas produksi 4.000 hingga 6.000 ton per bulan ini diperkirakan akan menghabiskan biaya investasi hingga Rp 100 miliar.
Dwi Mingguan Edisi IX – last Update : 29 November 2013
Page 1
Weekly Review – Market Intelligence & Analysis Group Berita Industri CPO Industri CPO – Hulu - Hilir
Ekspor CPO ke Asia Tetap Tumbuh – Ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) ke negara-negara Asia seperti China, India dan Pakistan diproyeksikan masih tetap tumbuh, meskipun mendapat hambatan dari beberapa negara khususnya Uni Eropa (UE). Ekspor ke Pakistan meningkat sejak berlakunya perjanjian perdagangan di bidang tertentu alias preferential trade agreement (PTA) antara Indonesia – Pakistan mulai 1 September 2013. Sementara ekspor ke China dan India dipicu tingginya pemintaan bahan bakar nabati. Menurut Sahat Sinaga, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Sawit Nabati Indonesia (GIMNI), ekspor CPO dan turunannya dari Indonesia ke Pakistan tahun ini diperkirakan mencapai 780.000 ton, atau naik 2,2% dari realisasi ekspor tahun lalu sebanyak 762.475 ton. Selama ini, Pakistan telah mengalihkan pasar dengan mengambil CPO dari Malaysia karena lebih murah. Namun dengan berlakunya PTA Indonesia-Pakistan, tahun depan target ekspor sebesar 1,1 juta ton kemungkinan akan tercapai. Pakistan menjadi negara strategis karena dapat menjadi penghubung di negara-negara di sekitarnya, seperti Afganistan, Usbekistan, dan Kazakstan. Ada dua perusahaan eksportir CPO Indonesia yang cukup besar ke Pakistan, yakni PT Musim Mas dan Permata Hijau Group. Ekspor CPO ke India dan China juga diproyeksikan mengalami peningkatan. Menurut Wakil Menteri Perdagangan, Bayu Krisnamurthi, pertumbuhan permintaan India dan China dari tahun ke tahun sekitar 6%-7%. Berdasarkan data Kementerian Pertanian (Kemtan), volume ekspor CPO Indonesia ke India pada 2012 mencapai 5.407.530 ton. Sementara volume ekspor minyak sawit ke China sebesar 3.530.611 ton. Menurut Fadhil Hasan, Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), India merupakan negara pengimpor minyak sawit terbesar asal Indonesia. Pada Oktober 2013, volume impor minyak sawit India dari Indonesia mencapai 488.000 ton, atau meningkat 13% dibandingkan bulan sebelumnya yang 431.000 ton. Meningkatnya permintaan minyak sawit di India itu disebabkan karena panen kedelai di negaranya jauh lebih rendah dari perkiraan awal. Sementara, total ekspor minyak sawit pada bulan Oktober sebanyak 1,8 juta ton. Permintaan minyak sawit dari Cina juga tercatat meningkat secara signifikan pada Oktober lalu, yakni sebesar 296.000 ton naik 62% dibandingkan bulan sebelumnya 182.000 ton. Naiknya permintaan minyak sawit di China disebabkan karena produksi minyak nabati dalam negeri yang kurang. Sedangkan, pemakaian minyak nabati sebagai bahan makanan dan biofuel meningkat. Ekspor CPO Indonesia ke Eropa diprediksi menyusut pasca diberlakukannya penerapan anti dumping duties oleh Uni Eropa pada November 2013. Pada Oktober 2013, importir Eropa mengambil langkah antisipasi dengan mengimpor biodiesel dan CPO sebanyak mungkin sebelum anti dumping duties efektif diberlakukan. Hal itu terlihat dari tingginya permintaan yang mencapai 395.000 ton per Oktober 2013, naik 52% dari bulan sebelumnya sebesar 260.000 ton. (Sumber: Kontan, 25 November 2013)
Kebijakan Mandatori Dongkrak Harga CPO - Keb ijakan p em er in t ah yan g mewajibkan penggunaan 10% bahan bakar nabati (mandatori) dalam campuran bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi menjadi salah satu pemicu kenaikan harga crude palm oil (CPO). Seiring penggunaan biodiesel dari produk CPO yang semakin lancar, permintaan produk minyak sawit mentah di dalam negeri diperkirakan akan meningkat, sehingga harganya juga akan naik. Kenaikan harga CPO terjadi di pasar Rotterdam, mencapai US$ 830 per ton pada September dan menjadi US$ 925 per ton di bulan November. Sedangkan pada Desember, harga CPO diperkirakan mencapai US$ 950 per ton. Pada program mandatory yang diluncurkan Agustus lalu, campuran CPO dalam BBM yang semula 7,5% dinaikkan menjadi 10%. Namun, penggunaan CPO sebagai biodiesel masih terhambat masalah infrastruktur dan peralatan, khususnya di luar Jawa. Menurut Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), Derom Bangun, PT Pertamina telah mengundang perusahaan sawit untuk mengikuti tender pengadaan biodiesel guna memenuhi persediaan bahan bakar nabati (BBN) untuk beberapa bulan mendatang. Hal itu mendorong kenaikan harga CPO. Kenaikan harga CPO dalam minggu-minggu terakhir ini juga dipicu oleh produksi yang di bawah target. Hal itu disebabkan kondisi cuaca sejak awal tahun ini yang terlalu banyak hujan, sehingga proses penyerbukan sawit menjadi terganggu. Siklus biologis tanaman akhirnya bermasalah, sehingga produksi pun turun signifikan.
Dwi Mingguan Edisi IX – last Update : 29 November 2013
Page 2
Weekly Review – Market Intelligence & Analysis Group Pada kuartal III-2013, produksi beberapa perusahaan sawit besar di bawah target. Bahkan, ada perusahaan yang menyatakan bahwa produksinya turun antara 7% hingga 12%. Namun, meningkatnya permintaan CPO dari Tiongkok dan India, ikut mendongkrak harga. Menurut Sekretaris Jenderal Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), Riki Ibrahim, kebijakan mandatory yang diatur Permen ESDM No 25 Tahun 2013 menjadi kurang efektif, karena tidak ada pengawasan ketat dan sanksi tegas. Indonesia memiliki potensi energy terbarukan, termasuk BBN, yang sangat besar. Pada masa mendatang, Indonesia berpotensi menjadi “Arab Saudi”-nya BBN dunia karena potensi yang demikian besar tersebut. Namun, faktanya Indonesia masih mengimpor minyak bumi yang mahal dan mengekspor energi murah seperti gas dan batubara. (Sumber: Investor Daily, 19 November 2013)
CPO Sumbang Devisa Rp 200 Triliun - Perkebunan kelapa sawit telah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi negara. Pada 2012, total devisa ekspor yang diberikan oleh perkebunan kelapa sawit dalam bentuk ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya mencapai US$ 19,5 miliar atau sekitar Rp 200 triliun. Disamping itu, pungutan ekspor CPO secara akumulatif sejak aturan diberlakukan sudah mencapai lebih dari Rp 50 triliun. Pada tahun ini, produksi diperkirakan mencapai 23-25 juta ton yang akan diikuti dengan peningkatan ekspor. Dengan kondisi ini, Indonesia menjadi produsen CPO terbesar di dunia, dan memiliki modal kuat untuk lebih berperan dalam perdagangan CPO dunia. Menurut Menteri Pertanian Suswono Mentan Suswono, pemerintah akan fokus pada peningkatan produktivitas perkebunan kelapa sawit guna meningkatkan produksi CPO nasional daripada memperluas lahan. Rata-rata produktivitas perkebunan kelapa sawit di Tanah Air akan ditingkatkan menjadi 5 ton per hektare (ha) dari saat ini yang hanya 3-4 ton per hektar. Salah satu upaya mendongkrak produktivitas itu adalah dengan melakukan replanting (peremajaan) kebun sawit petani. Ditargetkan, 300 ribu ha milik petani bisa diremajakan pada tahun depan dengan kebutuhan dana Rp 15 triliun yang diharapkan bersumber dari sektor perbankan, bukan APBN. Saat ini, Kementerian Pertanian, Kementerian Keuangan, dan Perbankan tengah mencari skema pembiayaan yang tidak memberatkan petani, namun sawit tetap bisa berkontribusi besar bagi perekonomian nasional. Sekitar 300 ribu ha kebun petani harus diremajakan karena usianya sudah di atas 25 tahun. Setiap hektar membutuhkan dana sebesar Rp 50 juta. Apabila diremajakan, selama empat tahun petani tidak mendapat penghasilan. Saat ini sedang dicari skemanya, agar petani dapat mencicil biaya replanting tanaman pada saat tanaman sudah berproduksi. Total perkebunan sawit nasional saat ini mencapai 9,4 juta ha. Dari luasan tersebut, sekitar 42% atau 3,6 juta hektar di antaranya dimiliki petani/rakyat dan sisanya adalah milik swasta dan negara/BUMN. Namun, perkebunan sawit rakyat yang menyumbang 60-70% produksi CPO nasional, justru memiliki produktivitas rata-rata 3,5 ton per hektar, sedangkan swasta dan BUMN bisa sampai 6 ton per hektar. Peran petani sawit dalam mendukung produksi CPO nasional sangat besar, namun di sisi lain kemampuan permodalannya untuk mendongkrak produktivitas begitu rendah. Pemerintah sudah pernah mendukung dilakukannya peningkatan produktivitas perkebunan sawit melalui program revitalisasi perkebunan senilai Rp 8,5 triliun untuk 214 ribu ha, namun masih belum maksimal karena belum mencakup kebun rakyat seluruhnya. Produktivitas tanaman kelapa sawit Indonesia saat ini masih kalah dibanding Malaysia, meskipun produksinya lebih tinggi. Namun, besarnya produksi kelapa sawit Indonesia banyak disebabkan karena penambahan lahan. Potensi pengembangan lahan kelapa sawit di Indonesia bisa mencapai 18 juta hektar. Namun, izin pengembangan yang diberikan pemerintah baru 9,8 juta, dan yang sudah digunakan baru sekitar 9,4 juta hektar. Artinya masih ada 400 ribu hektar yang sudah mendapat ijin namun belum dikembangkan. Atas dasar itulah, pemerintah menghentikan sementara pengembangan sawit dengan penambahan lahan baru. Dalam catatan Gapki, industri sawit menjadi tempat bergantung 4 juta keluarga atau setara 16 juta orang. Kontribusi perkebunan sawit bagi Indonesia sangat besar,
Dwi Mingguan Edisi IX – last Update : 29 November 2013
Page 3
Weekly Review – Market Intelligence & Analysis Group karena industri ini sangat bergairah dan memiliki prospek yang baik untuk perekonomian, sehingga layaknya mendapat perhatian dari seluruh masyarakat, termasuk pemerintah.. (Sumber: Investor Daily, 29 November 2013)
Transformasi ke Produk Hilir Didorong - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mendorong transformasi produk hilir guna meningkatkan nilai tambah produk sawit. Investasi di sektor hilir sawit hingga 2014 diestimasi mencapai US$2,7 miliar. Menurut Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Joefly J. Bahroeny, industri kelapa sawit harus didorong menuju industri hilir yang efisien dan berdaya saing. Sehingga diperlukan inovasi, teknologi baru, dan penelitian yang sistematis agar mempunyai nilai tambah lebih tinggi. Menurut Didiek Hadjar Goenadi, Direktur Institut Riset Perkebunan Indonesia, pembentukan kluster industri sawit yang masuk MP3EI ini dapat mendorong efisiensi dan transformasi industri karena bisa memperkuat rantai pasokan dari hulu ke hilir. Sawit dapat diolah menjadi lebih dari 100 produk turunan. Namun, baru sekitar 40 produk yang diolah di dalam negeri. Produk turunan kelapa sawit Indonesia cukup tertinggal dari Malaysia. Dari lebih dari 100 produk turunan, Malaysia sudah membuat 60–70 produk, sedangkan Indonesia baru sekitar 40 produk turunan. Sebagai negara penghasil 25 juta ton CPO pada 2012, Indonesia diuntungkan dari segi bahan baku. Penghiliran harus terus didorong untuk menciptakan nilai tambah di dalam negeri, meskipun membutuhkan teknologi dan investasi yang cukup besar. Berdasarkan data Gapki, investasi di sektor hilir sawit hingga 2014 diproyeksi mencapai US$2,7 miliar. Sementara itu, Ketua Gapki bidang Lingkungan dan Riset, Daud Dharsono mengatakan perkebunan sawit memerlukan intervensi mesin demi meningkatkan efisiensi. Mekanisasi meningkatkan ketepatan, misalnya dari sisi waktu pemberian nutrisi. Ini mendukung supaya tanaman tumbuh baik dengan hasil yang ideal, sehingga yield meningkat. Namun, mekanisasi tidak serta merta meningkatkan produktivitas kebun sawit karena produktivitas sangat dipengaruhi oleh kualitas benih dan kesesuaian iklim. Indonesia dan Malaysia selaku produsen 85% CPO dunia, sepakat membentuk Indonesia–Malaysia Palm Oil Group (IMPOG) sejak 2 tahun lalu, untuk memperkuat posisi tawar di pasar CPO internasional. Disamping itu, Indonesia-Malaysia juga akan dibentuk Asean Sustainable Palm Oil untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean 2015, serta menghalau kampanye negatif yang menyerang kelapa sawit. (Sumber: Bisnis Indonesia, 29 November 2013).
Ekspor Biodiesel Terkena Dumping - Hambatan perdagangan internasional ke Uni Eropa untuk produk sawit dan turunannya tak pernah surut. Setelah sebelumnya dihadang dengan kampanye negatif antisawit, saat ini ekspor biodiesel ikut dihambat. Uni Eropa akan memberlakukan bea masuk antidumping terhadap produk biodiesel asal Indonesia selama lima tahun. Tentunya ini dilakukan setelah mereka bisa membuktikan perusahaan-perusahaan tersebut menjual biodiesel ke Eropa di bawah harga dalam negeri. Disamping Indonesia, Argentina juga terkena bea masuk dumping dari Uni Eropa. Bea masuk anti dumping untuk Argentina mencapai € 245,65 per ton. Sementara biodiesel asal Indonesia dikenakan bea masuk anti dumping di kisaran € 76,94 sampai € 178,85 per ton. Perusahaan asal Indonesia yang produknya terkena bea masuk antidumping antara lain: PT Musim Mas, PT Pelita Agung Agrindustri (Permata Hijau Group), PT Wilmar Nabati Indonesia, dan Wilmar Bioenergi Indonesia (Wilmar Grup). Menurutr Oke Nurwan, Direktur Pengamanan Perdagangan, Kementrian Perdagangan (Kemdag), persentase antidumpingnya berkisar antara 10% hingga 20%. Menurut hasil investigasi Uni Eropa, pemberlakuan bea masuk tambahan karena industri biodiesel di Uni Eropa dirugikan dengan impor biodiesel asal Indonesia dan Argentina. Beberapa industri yang mengalami kerugian secara material adalah Verbio AG (VBK) asal Jerman, Diester Industrie SAS asal Perancis, dan Novaol Srl asal Italia. Keputusannya akan diambil setelah Uni Eropa melakukan pembahasan di internal pada 28 November mendatang. Menurut Gita Wirjawan, Menteri Perdagangan, pemerintah akan mendukung apabila perusahaan biodiesel mengambil langkah hukum
Dwi Mingguan Edisi IX – last Update : 29 November 2013
Page 4
Weekly Review – Market Intelligence & Analysis Group untuk menolak keputusan Uni Eropa tersebut. Keputusan ini jelas akan merugikan produsen biodiesel dalam negeri. Sebab, harga biodiesel asal Indonesia tidak lagi kompetitif. Paulus Tjakrawan, Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) memprediksi ekspor biodiesel di tahun ini tidak bisa mencapai 1,5 juta kiloliter (kl) seperti tahun lalu. Menurut Bayu Khrisnamurti, Wakil Menteri Perdagangan, produsen biodiesel tak perlu khawatir karena pasar lokal akan masih terbuka. Kebijakan pencampuran biodiesel dalam bahan bakar minyak (bbm) menjadi 10% akan meningkatkan permintaan biodiesel di dalam negeri. Sudah ada pembahasan untuk pembelian biodiesel yang dilakukan oleh Pertamina sebanyak 6,5 juta ton. Tahun lalu, Pertamina hanya membeli biodiesel sebanyak 600.000 ton. Tahun ini, kebutuhan biodiesel Pertamina mencapai 900.000 ton. Dengan semakin tingginya permintaan di pasar dalam negeri tersebut, Uni Eropa akan rugi karena pasokan dari Indonesia menjadi semakin sedikit. Selama ini, jumlah pasokan biodiesel asal Indonesia dan Argentina ke Uni Eropa berkisar 2 juta hingga 2,5 juta ton per tahun. (Sumber: Kontan, 21 November 2013)
Berita Industri Perkebunan Lainnya
Produktivitas Karet Petani Harus Ditingkatkan - Produktivitas tanaman karet milik petani Indonesia rata-rata saat ini hanya 1.000 kilogram (kg) per hektare (ha) per tahun. Jauh lebih rendah dibanding produsen karet lainnya di dunia, seperti Malaysia, Thailand, dan India. Menurut Staf Ahli Dewan Karet Indonesia (DKI), Suharto Honggokusumo, produktivitas tanaman karet milik petani di Malaysia mencapai 1.500 kg per hektar per tahun, di Thailand mencapai 1.700 kg per hektar per tahun, sedangkan di India mencapai 1.900 kg per hektar per tahun. Penyebab rendahnya produktivitas tanaman karet petani di antaranya karena menggunakan bibit yang tidak unggul. Tercatat 40% bibit yang digunakan petani tidak masuk kriteria unggul. Disamping itu, petani tidak menguasai teknik dan tata cara budidaya tanaman karet yang tepat dan baik. Dalam penguasaan teknologi penyadapan, kemampuan petani juga sangat minim. Indonesia seharusnya bisa meniru Thailand, sejak 2006, sudah berhasil membantu dan memfasilitasi petani karet sehingga produktivitas meningkat. Petani juga diberi kemudahan untuk mengakses atau memperluas lahan lebih luas, sedikitnya 400 ribu hektar lahan bisa ditambah petani karet di Thailand sejak 2006. Saat ini, total luas perkebunan karet di Indonesia mencapai 3,45 juta ha. Sekitar 85% di antaranya dikuasai oleh petani, sedangkan 7,5% dikuasai oleh perusahaan perkebunan milik negara (BUMN), dan 7,5% lainnya perusahaan swasta. Produksi karet nasional pada tahun ini diprediksi mencapai 3 juta ton atau naik 3% dari tahun lalu, sedangkan harga karet saat ini hanya sekitar US$ 2,28 per kg. Penurunan harga terjadi seiring merosotnya permintaan karet alam karena faktor krisis keuangan global. Men u r u t Kepala Bagian Evaluasi dan Pelaporan Ditjen Perkebunan Kementan, Bambang Sad, realisasi penanaman ulang (replanting) komoditas karet pada 2011 terjadi peningkatan luas area 3.400 hektar menjadi 60.700 hektar. Namun pada replanting 2012 menurun menjadi hanya 50 ribu hektar. Berdasarkan evaluasi implementasi Supply Management Scheme (SMS) selama lima tahun (2007-2011), produksi Indonesia melampaui alokasi produksi sebesar 82.309 ton, namun untuk new planting area masih memiliki alokasi seluas 130.199 hektar. Menurut Sekretaris Ditjen Perkebunan Kementan, Mukti Sardjono, produksi karet alam Indonesia masih bisa ditingkatkan kapasitas produksinya melalui replanting. Pada 2013, program replanting dilakukan
Dwi Mingguan Edisi IX – last Update : 29 November 2013
Page 5
Weekly Review – Market Intelligence & Analysis Group pada lahan perkebunan karet seluas 10.685 hektar yang Volume Ekspor dan Impor Kopi Nasional Periode Ekspor (ton) Impor (ton) tersebar di sejumlah provinsi di Indonesia. Pemerintah 2009 507.968 14.400 saat ini mengeluarkan kebijakan pembatasan luas 2010 433.594 19.755 kepemilikan perkebunan karet maksimal 20 ribu ha untuk 2011 692.985 18.108 perusahaan atau grup perusahaan yang manajemen atau 2012 pemiliknya sama. Ini dituangkan pemerintah melalui 46.132 28.633 (Triwulan I) Permentan No 98 Tahun 2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan. Namun kebijakan tersebut kontradiktif Sumber: Kementan dengan kebijakan yang dilakukan International Tripartite Rubber Council (ITRC), dimana Indonesia menjadi anggotanya bersama produsen karet terbesar lain, Thailand dan Malaysia. Pemerintah sepertinya lupa adanya Deklarasi Bali tertanggal 12 Desember 2001, yang sepakat tidak membuka kebun baru. Hanya peremajaan dan peninjauan kembali harga, serta keseimbangan supply demand yang menjadi kesepakatan. Dengan kesepakatan tersebut, seharusnya pemerintah dalam hal ini Kementan, tidak perlu mengurusi perluasan karet yang dilakukan oleh perusahaan besar. Sebaliknya harus fokus pada petani karet. Apalagi, saat ini perkebunan karet rakyat adalah tulang punggung perekonomian di perdesaan. (Sumber: Investor Daily, 21 November 2013)
Produksi Gula BUMN Kebun Anjlok - Curah hujan yang tinggi belakangan ini membuat rendemen gula produksi BUMN Perkebunan turun. Dampaknya, produksi gula beberapa BUMN tidak sesuai target. PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI), kembali merevisi target. Pada awal tahun, RNI optimistis bisa memproduksi 200.000 ton gula. Pada pertengahan tahun, RNI merevisi target produksi gula menjadi 168.000 ton. Saat ini, menjelang akhir tahun, RNI pesimistis target tersebut bisa dicapai. Menurut Ismed Hasan Putro, Direktur Utama RNI, ada revisi target produksi 20% hingga 30% karena anomali cuaca. Pada akhir tahun, RNI memproyeksikan bisa memproduksi gula 117.600 ton - 134.400 ton. Sampai awal November, RNI sudah memproduksi 110.000 ton gula. BUMN kebun lainnya yang bernasib serupa adalah PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IX. Menurut Adi Prasongko, Direktur Utama PTPN IX, produksi gula turun dibandingkan tahun lalu. Pada tahun lalu, perusahaan ini berhasil memproduksi sebanyak 141.590 ton gula. Rendemen PTPN IX di tahun ini turun menjadi 5,88% dibandingkan tahun lalu yang mencapai 7,15%. Tahun ini, produksi gula turun 30% dibandingkan tahun lalu. BUMN lainnya yang kesulitan mencapai target produksi adalah PTPN XI. Pada awal tahun, PTPN XI menargetkan produksi gula sebesar 220.000 ton. Namun menurut Andi Punoko, Direktur Utama PTPN XI, target tersebut belum bisa dipenuhi. Musim giling dimulai bulan Mei, saat hujan masih turun. Pada Agustus dan Oktober, banyak turun hujan juga sehingga rendemen turun. PTPN VII yang memiliki pabrik gula di Palembang dan Lampung juga pesimistis bisa mencapai target produksi gula tahun ini sebesar 120.000 ton. PTPN VII optimistis, produksi gula miliknya hanya 115.000 ton. Menurut Kusumandaru, Direktur Utama PTPN VII, produksi tahun ini di bawah target karena rendemen rendah. Tahun lalu, rendemen gula PTPN VII sebesar 7,25%. Tahun ini, rendemen turun menjadi 7,04%. PTPN VII memiliki dua pabrik gula yakni PG Cintamanis di Palembang, dan PG Bungamayang di Lampung. Luas areal perkebunan tebu inti yang dimiliki perusahaan tersebut mencapai 20.000 hektare. Harga gula sulit untuk naik, meskipun produksi anjlok. Harga lelang gula di beberapa Pabrik Gula PTPN tahun ini berada di kisaran Rp 8.900 per kilogram (kg) hingga Rp 9.000 per kg. Menurut Aris Toharisman, Direktur Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI), produksi gula nasional tahun ini hanya akan mencapai sekitar 2,3 juta ton. Jumlah produksi tersebut di bawah taksasi produksi gula yang dilakukan Dewan Gula yang mencapai 2,55 juta ton. Menurut Arum Sabil, Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), produksi gula saat ini masih cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, meskipun tak sesuai harapan. Tahun ini, kebutuhan gula konsumsi sebesar 2,1 juta ton. Stok gula untuk konsumsi masih aman dalam enam bulan ke depan. Namun, untuk kebutuhan gula industri, pemerintah harus menghitung ulang. Impor gula untuk industri diharapkan tidak berlebih sehingga merembes ke gula konsumsi. Pada tahun ini, impor gula untuk industri mencapai 3 juta ton. Padahal, kebutuhan industri hanya sekitar 2,5 juta ton. (Sumber: Kontan, 22 November 2013)
Dwi Mingguan Edisi IX – last Update : 29 November 2013
Page 6
Weekly Review – Market Intelligence & Analysis Group
PTPN X Revitalisasi 11 Pabrik Gula - PT Perkebunan Nusantara X akan melakukan revitalisasi pabrik gula (PG) untuk mendongkrak produksi gula. Pada tahun depan, PTPN X akan melakukan revitalisasi dua pabrik gula miliknya yakni PG Watoetoelis dan PG Tjoekir. PTPN X menganggarkan dana sebesar Rp 500 miliar untuk revitalisasi PG tersebut. Menurut Mochamad Cholidi, Sekretaris Perusahaan PTPN X, tahun ini, PTPN X telah menyelesaikan revitalisasi dua pabrik gula, yakni PG Pesantren Baru, dan PG Kremboong, yang mengabiskan dana sebesar Rp 500 miliar. PG Krembong semula memiliki kapasitas giling sebesar 1.600 ton cane per day (TCD). Setelah di revitalisasi, kapasitas giling PG Kremboong naik menjadi 2.500 TCD. Sasarannya mencapai 2.750 TCD. Adapun nilai investasi untuk revitalisasi PG Kremboong ini mencapai Rp Rp145,3 miliar. Pada musim giling 2013, PG Kremboong menargetkan produksi gula 29.316,9 ton dengan rendemen rata-rata 8,36%. Jumlah tersebut meningkat dibanding produksi tahun lalu sekitar 20.039 ton gula dan rendemen 7,95%. Disamping untuk revitalisasi dua unit PG tersebut, dana investasi tersebut dipergunakan untuk perbaikan pabrik-pabrik lainnya, diantaranya untuk pemantapan kapasitas, dari rata-rata 6.000 TCD menjadi ke 6.400 TCD. Saat ini, PTPN X memiliki 11 unit PG dengan jumlah kapasitas giling sekitar 40.900 TCD. Menurut Cholidi, kesebelas PG gula tersebut, semuanya mendapatkan perbaikan. Tingkat perbaikannya, tergantung dari kebutuhan. Misalnya di PG Krembong meliputi penggantian mesin uap menjadi elektromotor, mengganti mesin boiler bertekanan rendah dengan yang tinggi, serta mesin saringan nira mentah diganti menjadi lebih modern. Pada 2014 nanti, PTPN X menargetkan, program revitalisasi PG akan selesai. Dengan demikian perusahaan akan fokus kepada produk hilir seperti bioetanol. PTPN X merencanakan untuk membangun PG baru di Madura, Jawa Timur demi menambah kapasitas giling gula. Berdasarkan perhitungan awal, PG baru ini nantinya akan memiliki kapasitas giling 3.000 TCD yang bisa ditingkatkan menjadi 7.000 TCD. Namun, PG ini baru dibangun jika PTPN X sudah memiliki jaminan bahan baku. Untuk mensuplai bahan baku, PG di Madura membutuhkan areal tebu seluas 4.000 hingga 5.000 hektare. Saat ini, kebun tebu rakyat di Madura yang bermitra dengan PTPN X baru ditanami seluas 2.000 ha. Apabila digunakan untuk 7.000 TCD setidaknya membutuhkan tebu dari lahan 10.000 ha. Kalau idle capacity terlalu besar tidak efisien. Untuk membangun pabrik tersebut, PTPN X harus berinvestasi sebesar Rp 1,5 triliun. Investasi tersebut, selain untuk membangun PG di Madura akan terintegrasi dengan pabrik pengolahan bioetanol dan pembangkit listrik. Pada awal tahun, PTPN X menargetkan bisa memproduksi gula sebesar 538.000 ton pada tahun 2013. Pada pertengahan tahun, target ini direvisi menjadi 500.000. Menjelang akhir tahun, PTPN X melakukan revisi target produksi menjadi 480.000 ton. Apabila target ini tidak meleset lagi berarti produksi gula PTPN X mengalami penurunan 2,83% dibandingkan tahun lalu yang mencapai 494.000 ton. (Sumber: Kontan, 26 November 2013)
Dwi Mingguan Edisi IX – last Update : 29 November 2013
Page 7
Weekly Review – Market Intelligence & Analysis Group
P3GI Siapkan 150 Juta Benih Tebu - Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) akan memproduksi 150 juta benih tebu untuk memenuhi kebutuhan pada tahun depan. Dari total tersebut, 80% benih adalah tebu kultur jaringan dan sisanya 20% berupa tebu konvensional. Direktur P3GI, Aristo Harisman mengatakan benih ini diproduksi untuk memenuhi kebutuhan di Pulau Jawa. Lahan perkebunan tebu di wilayah ini mencapai 75.000 hektare. Benih kultur jaringan sebanyak 120 juta mata (benih), dan benih tebu konvensional sebesar 30 juta mata (benih). Harganya tidak akan banyak perubahan. Harga benih tebu kultur jaringan tahun depan diperkirakan hanya naik 10% saja. Kenaikan tersebut dianggap wajar untuk mengimbangi kenaikan biaya produksi. Saat ini harga benih kultur jaringan Rp450 per mata, tahun depan akan ada kenaikan 10%. Sementara itu harga benih konvensional juga akan meningkat sebesar 10% dari harga sebelumnya. Tahun ini harga benih tebu konvensional dari P3GI ditetapkan sebesar Rp120 per mata (benih), sedangkan pada tahun depan diperkirakan menjadi Rp130 per mata. Sebelumnya, pada tahun ini produksi benih kultur jaringan P3GI mencapai 150 juta benih. Tetapi dari jumlah tersebut, hanya 10 juta benih yang tersalurkan. Akibatnya perusahaan menderita kerugian yang signifikan. Menurut data Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), kebutuhan gula secara nasional diperkirakan sebesar 17 kg per kapita per tahun. Dengan rincian, 9 kg per kapita per tahun adalah kebutuhan konsumsi langsung, 5 kg per kapita per tahun untuk kepentingan industri menengah dan besar, kemudian 3 kg per kapita per tahun adalah kebutuhan industri kecil dan rumahan. Apabila penduduk Indonesia diasumsikan sebanyak 250 juta jiwa, maka kebutuhan gula nasional adalah sebanyak 4,25 juta ton. Berdasarkan rincian tersebut, maka kebutuhan gula untuk konsumsi hanyalah sebesar 2,25 juta ton per tahun. Sementara itu, produksi gula nasional diperkirakan seperti tahun lalu yaitu sekitar 2,55 juta ton. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa produksi GKP berbasis tebu rakyat dapat memenuhi kebutuhan konsumsi nasional pada tahun ini. (Sumber: Bisnis Indonesia, 22 November 2013).
Anomali Cuaca Hambat Produksi Kakao - Realisasi produksi biji kakao petani hingga akhir tahun ini diperkirakan hanya mencapai 460.000 ton, jauh di bawah target 1 juta ton karena anomali iklim. Ketua Umum Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo), Zulhefi Sikumbang mengatakan anomali iklim yang terjadi sepanjang tahun ini membuat serangan hama penyakit tanaman kakao, seperti hama busuk buah dan penggerek meningkat. Pemerintah memperkirakan produksi mencapai 700.000 ton, tetapi data yang dihimpun menyebutkan produksi hanya sekitar 460.000 ton, atau stagnan seperti tahun lalu. Produksi biji kakao tahun depan diharapkan akan meningkat guna mengimbangi pertumbuhan industri pengolahan biji kakao. Rendahnya produksi kakao akan memicu impor produk ini. Kapasitas produksi pabrik kakao pada tahun ini baru mencapai 350.000 ton per tahun atau di bawah kapasitas terpasang yang mencapai 450.000 ton per tahun. Sementara itu, tahun depan diperkirakan akan ada tambahan pabrik pengolahan baru dengan kapasitas produksi mencapai 60.000 ton per tahun. Produksi kakao tahun depan diharapkan dapat mencapai 550.000 ton, sedangkan kapasitas giling pabrik pengolahan biji kakao diperkirakan mencapai 520.000 ton. Salah satu upaya yang harus dilakukan untuk mencapai target tersebut adalah dengan meningkatkan produktivitas tanaman kakao petani, dari 400 kg per hektar menjadi 500 kg per hektar. Selain rendahnya produktivitas tanaman, lahan kakao juga menyusut karena konversi ke tanaman lain. Peralihan terjadi karena harga kakao tidak menguntungkan petani. Sentra-sentra produksi seperti Sulawesi dan Sumatra banyak yang berubah menjadi perkebunan sawit, karet, dan jagung karena dianggap lebih menguntungkan. Petani kakao berharap pemerintah segera turun tangan dengan menyediakan pupuk gratis dan benih unggul. Direktur Tanaman Rempah dan Penyegar Kementerian Pertanian, Azwar Abubakar menyebutkan lahan kakao yang berhasil direvitalisasi melalui gerakan nasional ini mencapai 467.133 ha, lebih banyak dari target semula sebesar 450.000 ha. Namun, pemerintah tidak akan melanjutkan program tersebut pada tahun depan, mengingat keterbatasan anggaran membuat. (Sumber: Bisnis Indonesia, 22 November 2013).
Produksi Karet PT. PP London Sumatra Tbk, Melonjak - Produksi karet PT PP London Sumatra Indonesia Tbk diperkirakan akan meningkat hingga 30% dari rata-rata produksi harian, saat memasuki musim penghujan. Produksi pabrik Karet PT PP London Sumatra Sei Rumbiya, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Sumatra Utara, yang memiliki kontribusi 40% terhadap total produksi karet Lonsum, diperkirakan akan meningkat pada musim penghujan. Menurut Manager Pabrik Karet PT PP Lonsum Sei
Dwi Mingguan Edisi IX – last Update : 29 November 2013
Page 8
Weekly Review – Market Intelligence & Analysis Group Rumbiya, Abdul Aziz, pabrik pengolahan karet Sei Rumbiya memiliki spesifikasi untuk pengolahan latex dan lump menjadi karet lembaran dan karet remah. Getah karet yang diproduksi tersebut dihasilkan dari perkebunan milik perusahaan seluas 5.882 hektare. Dari perkebunan itu, sebanyak 80% atau sekitar 4.000 hektare merupakan tanaman karet, dan 20% atau sekitar 1.000 Ha adalah tanaman kelapa sawit. Produksi yang dihasilkan pada periode Januari-Juni 2013 mencapai 13.928 ton TBS sawit dan 1.850 ton karet kering. Karet diproduksi oleh dua pabrik pengolahan yakni pabrik pengolahan rubber dan lump. Pabrik pengolahan karet seluas 8 ha ini pada periode Januari-Juni 2013 menghasilkan 1.289 ton karet lembaran dan 1.023 ton karet remah. Hasil produksi karet di Sei Rumbiya diperuntukkan bagi ekspor 100%. Produksi di Sei Rumbiya berkontribusi sekitar 40% dari total produksi karet Lonsum. Produksi pabrik karet di Sei Rumbiya sangat dipengaruhi oleh hasil produksi perkebunan karet. Faktor pendukung dalam proses produksi pabrik karet bergantung pada faktor alam terutama tingginya curah hujan. Meskipun setiap tahun curah hujan selalu berbeda, produksi karet setiap tahun selalu berkorelasi positif dengan tingginya curah hujan. Saat memasuki musim kemarau, produksi pabrik karet Sei Rumbiya akan menurun. Sedangkan pada musim penghujan, produksi akan melonjak hingga 30% dari biasanya. Produksi karet latex saat puncak musim hujan pada Januari 2013 tercatat mencapai 243,71 ton, kemudian meningkat menjadi 247,48 ton pada Februari 2013. Penurunan produksi sudah mulai terjadi saat memasuki musim kemarau pada Maret 2013 menjadi 235,82 ton. Adapun pada April dan Mei secara berturut-turut menjadi 182,44 ton dan 183,66 ton. Rata-rata dalam setahun, pabrik karet Sei Rumbiya dapat memproduksi sekiar 5.000 ton karet. Hingga Oktober 2013, tercatat jumlah produksi telah mencapai 4.000 ton. (Sumber: Bisnis Indonesia, 27 November 2013).
Kirana Melarkan Produksi Remah Karet - Permintaan karet dunia yang sedang menurun tidak membuat PT Kirana Megatara menunda ekspansi di industri karet. Menurut Martinus S. Sinarya, Presiden Direktur PT Kirana Megatara, pada Oktober tahun ini, anak perusahaan Triputra Group tersebut tetap membangun pabrik karet baru yang berlokasi di Medan. Pabrik karet tersebut diharapkan akan selesai pada 2015. Pembangunannya akan membutuhkan waktu 1-1,5 tahun. Pabrik dengan kapasitas produksi 4.000 hingga 6.000 ton per bulan ini diperkirakan akan menghabiskan biaya investasi hingga Rp 100 miliar. Dalam dua hingga tiga tahun mendatang, Kirana Megatara berencana untuk menambah lima pabrik remah karet baru. Saat ini, Kirana Megatara memiliki 15 pabrik pengolahan crumb rubber dengan total kapasitas produksi sebanyak 720.000 ton per tahun. Dari jumlah tersebut, sebagian besar untuk pasar ekspor. Pabrik remah karet milik Kirana Megatara tersebar di sejumlah wilayah di Sumatera dan Kalimantan, yakni Jambi, Lampung, Sekayu, P. Sidempuan, Bangka, Sintang dan Pontianak. Sebagai salah satu produsen crumb rubber terbesar di Indonesia, market share Kirana Megatara terhadap total produksi karet remah Indonesia sebesar 18%. Produk yang dihasilkan berupa karet dengan spesifikasi teknis (technical specified rubber) yang dikenal dengan istilah Standard Indonesian Rubber (SIR). Saat ini, Kirana Megatara sedang fokus memproduksi dan memasarkan karet remah jenis SIR 10, SIR 20 dan SIR 20VK, untuk memenuhi permintaan dari kalangan
Dwi Mingguan Edisi IX – last Update : 29 November 2013
Page 9
Weekly Review – Market Intelligence & Analysis Group industri ban. Setidaknya ada sekitar 10 pabrik ban internasional menjadi pelanggan Kirana Megatara, diantaranya adalah Bridgestone, Michelin, dan Goodyear. Kirana Megatara masih mengandalkan pembelian dari pihak ketiga, untuk memenuhi pasokan bahan baku pabrik karetnya. Kirana Megatara saat ini sedang mengusahakan untuk membeli karet dari petani langsung dan tidak melalui tengkulak. Kirana Megatara bekerjasama dengan 200 gabungan kelompok tani (gapoktan) agar bisa membeli langsung karet mereka. Kirana Megatara juga memiliki kebun karet sendiri seluas 30.000 ha yang berlokasi di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Selain gencar berekspansi di sektor hilir, Kirana Megatara juga aktif merambah di sektor hulu dengan melakukan kegiatan penanaman baru dan replanting (peremajaan) tanaman karet. Tujuannya, agar ada juga jaminan bahan baku dari kebun sendiri untuk pabrik remah karetnya. Sampai dengan Oktober tahun ini, Kirana Megatara melakukan penanaman baru karet di atas lahan seluas 1.500 hektare (ha). Kirana Megatara juga sedang mengkaji untuk replanting seluas 2.600 hektar di Jambi. Pembukaan kebun karet baru dan kegiatan replanting ini menghabiskan biaya hingga Rp 328 miliar. Sebab, untuk setiap penanaman baru dan replanting membutuhkan biaya Rp 80 juta per hektar. Biaya tersebut mulai dari penanaman sampai bisa dipanen. Dalam tiga tahun terakhir, tren laba Kirana Megatara terus mengalami kenaikan. Pada tahun 2011, laba Kirana Megatara sebesar Rp 281,6 miliar, atau naik dibandingkan tahun 2010 yang hanya Rp 121,2 miliar. Menurut Martinus, laba Kirana Megatara pada tahun lalu mencapai Rp 367,8 miliar. (Sumber: Kontan, 19 November 2013)
Dwi Mingguan Edisi IX – last Update : 29 November 2013
Page 10
Weekly Review – Market Intelligence & Analysis Group Tabel Harga Komoditas Perkebunan
Komoditas
Pasar
Satuan
CPO Karet Kakao Kopi Gula
Tropical Oil Products Rotterdam CPO (CIF) SGX Singapore Exchange NYB- ICE Futures US Softs NYB- ICE Futures US Softs NYB- ICE Futures US Softs
USD/ton USd/kg USD/MT USD/lbs USD/lbs
Periode 15-Nov-13 18-Nov-13 19-Nov-13 20-Nov-13 21-Nov-13 22-Nov-13 25-Nov-13 26-Nov-13 27-Nov-13 920 920 920 900 902,5 927,5 922,5 910 907,5 249 249 249 249,5 248 248,5 247,3 247 246,8 2736 2780 2795 2810 2796 2800 2808 2773 2770 105,75 105,75 104,65 107,35 110,45 107,1 108,1 108,15 107,6 17,55 17,75 17,65 17,60 17,51 17,40 17,32 17,30 17,22
Sumber: Bloomberg, diolah
Harga Tandan Buah Segar (TBS) Indonesia ( Periode Oktober 2013)
Provinsi Jambi Riau Kaltim
Umur Tanaman (Tahun) ≥10 3 4 5 6 7 8 9 1.348,00 1.426,00 1.449,00 1.556,00 1.596,00 1.628,00 1.661,00 1.710,00 1.211,50 1.354,50 1.450,30 1.491,91 1.549,13 1.597,32 1.648,06 1.694,52 1.231,43 1.258,38 1.282,93 1.316,23 1.329,31 1.361,85 1.393,54 1.404,39
Dwi Mingguan Edisi IX – last Update : 29 November 2013
Harga Referensi Rata-Rata CPO CPO Palm kernel 7.839,00 3.866,00 7.791,71 3.993,89 7.100,70 3.126,23
Page 11