Weekly Review – Market Intelligence & Analysis Group
Oil, Gas and Mining Sector Review Market Intelligence & Analysis Group Dwi Mingguan - Last Update : 11 Oktober 2013
Ringkasan - Pemerintah Indonesia sudah memiliki target energy-mix pada 2025 namun detail peta jalan (roadmap) untuk menuju pada pencapaian energy-mix tersebut belum tersedia. - Sektor energi di Indonesia mengalami masalah serius. Laju permintaan energi di dalam negeri melebihi pertumbuhan pasokan energi. Namun, upaya pengembangan energi terbarukan sebagai alternatif sumber energi dinilai masih belum optimal. - Per September 2013, rata-rata lifting minyak mencapai 829 ribu barel per hari (bph) atau 98,7% dari target produksi minyak sebesar 840 ribu bph. Belum tercapainya target tersebut karena sejumlah kontraktor mengalami berbagai kendala baik teknis operasional maupun perizinan. - Harga minyak terus melemah selama sepekan terakhir ini. Di New York Mercantile Exchange, Jumat (27/9), harga minyak jenis WTI untuk pengiriman November 2013 melemah 0,16% menjadi US$ 102,87 per barel. Dengan penurunan ini, sejak 18 September lalu harga minyak sudah turun 4,12%. - PT Pertamina (Persero), mencatat kerugian hingga US$ 223 juta dari penjualan elpiji nonsubsidi berukuran 12 kg pada periode Januari-Agustus 2013. - Total E&P Indonesie menunda pengerjaan sejumlah proyek di Blok Mahakam sampai memperoleh kepastian nasib kontrak kerja samanya di blok tersebut. - Pemerintah harus membuat kebijakan terpadu terkait pemberian insentif yang fair kepada kontraktor kontrak kerja sama yang mengelola blok minyak dan gas bumi di dalam negeri karena selama ini kebijakan insentif hulu migas belum terkoordinasi dengan baik sehingga menghambat proyek pengembangan migas di Indonesia. - PT Indika Energy Tbk (INDY) melakukan ekspansi besar di bisnis infrastruktur pertambangan. INDY telah menandatangani nota kesepahaman kerjasama dengan China Railway Group Limited (CREC) untuk mengembangkan proyek infrastruktur kereta api khusus batubara di Papua dan Kalimantan Tengah dengan nilai US$ 6 miliar. - Kebijakan pengelolaan sumber daya alam di tanah air masih kurang kondusif. Pelaku Industri banyak mengeluhkan soal ketidakpastian hukum dan regulasi yang tidak stabil sebagai hambatan utama. - Dampak negatif dari program hilirasi mineral antara lain banyak perusahaan pertambangan mineral yang kini dikuasai oleh investor asing. Untuk itu, pemerintah akan mengontrol secara ketat proses pengalihan saham atas kepemilikan izin usaha pertambangan dari perusahaan lokal ke investor asing. - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral meminta Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan tidak menagihkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) senilai luas blok lepas pantai atau offshore yang dikelola kontraktor kontrak kerja sama. - Pemerintah sedang membangun kilang mini elpiji dengan total investasi sebesar Rp 100 miliar. Pemerintah menargetkan kilang mini dengan kapasitas 17 ton per hari tersebut akan mulai beroperasi pada akhir 2014. - Harga batubara acuan (HBA) pada Oktober 2013 sebesar US$ 76,60 per ton, turun tipis dibanding HBA bulan September US$ 76,89 dan US$ 76,70 per ton pada Agustus. - Menjelang penerapan hilirisasi mineral di awal 2014, produksi bijih besi meningkat signifikan. Di sepanjang tahun 2013, produksi mineral tersebut diperkirakan mencapai 18,4 juta ton, atau meningkat 75,2% dibandingkan dengan realisasi produksi 2013 sebesar 10,5 juta ton. - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) masih mengevaluasi rencana penerapan kebijakan pipa terbuka atau open access dan pemisahan kegiatan usaha niaga (trader) dan transportasi gas (transporter) atau disebut unbundling, PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. - Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI), memproyeksikan harga timah yang ditransaksikan di BKDI akan menguat hingga US$ 26 ribu per ton pada akhir tahun. - Kebijakan relaksasi ekspor mineral tampaknya tidak berpengaruh banyak dalam meningkatkan volume ekspor sekaligus memperbesar masuknya dollar AS ke Indonesia. Dwi Mingguan Edisi VII – last Update : 11 Oktober 2013
Page 1
Weekly Review – Market Intelligence & Analysis Group -
Pemerintah diminta berperan aktif dalam membatasi produksi batubara nasional untuk mendorong perbaikan harga. Indonesia merupakan eksportir batubara thermal terbesar di dunia sehingga dapat mempengaruhi suplai dan harga. Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI), memproyeksikan harga timah yang ditransaksikan di BKDI akan menguat hingga US$ 26 ribu per ton pada akhir tahun 2013. Christilia Angelica, Head of Bussiness Development BKDI, mengatakan harga timah di BKDI terus mengalami tren penguatan menuju harga yang wajar berdasarkan penawaran dan permintaan.
Dwi Mingguan Edisi VII – last Update : 11 Oktober 2013
Page 2
Weekly Review – Market Intelligence & Analysis Group Berita Industri Minyak dan Gas Industri Pertambangan Minyak, Gas
Detail Roadmap Energi Belum Tersedia - Indonesia memiliki sumber energi yang beragam seperti minyak dan gas (migas), batu bara, panas bumi, biofuel dan energi baru serta terbarukan lainnya. Pemerintah sudah memiliki target energy-mix pada 2025 namun detail peta jalan (roadmap) untuk menuju pada pencapaian energy-mix tersebut belum tersedia. Menurut Salis S. Aprilian, Senior Vice President Gas & Power PT Pertamina (Persero), Indonesia sudah harus memperbaiki kebijakan energi Indonesia yang bertumpu pada kondisi terkini dan tren energi ke depan. Pemetaan yang benar harus digambar-ulang agar semua energi yang kita miliki dapat dimafaatkan secara optimal. Kebijakan energi nasional sebenarnya telah ada sejak Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral mengeluarkan keputusan Nomor 0983 pada 2004, yang ditindaklanjuti dengan menyusun Blueprint Pengelolaan Energi Nasional (BP PEN) 2005-2025. Kebijakan pemerintah yang terkait dengan pengelolaan energi tersebut selanjutnya dituangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional.
Perpres tersebut menargetkan pada 2025 telah tercapai elastisitas energi kurang dari satu dan energymix primer yang optimal dengan memberikan peranan yang lebih besar terhadap sumber energi alternatif untuk mengurangi ketergantungan pada minyak bumi. Pada 2025, peranan minyak bumi dalam energi primer diproyeksikan menurun menjadi maksimum 20%, peranan gas naik menjadi minimum 30%, dan batu bara meningkat menjadi 33% melalui pemanfaatan brown coal, coal liquefaction dan briket batubara. Adapun peranan panas bumi dan biofuel diharapkan meningkat masing-masing menjadi 5%, sementara energi baru dan terbarukan lainnya meningkat menjadi 5%. Menurut Statical Review of World Energy 2013 yang dirilis BP Indonesia, awal September 2013, minyak masih mendominasi penenuhan energi primer dengan 45%. Batu bara menjadi sumber energi kedua terbesar yang digunakan masyarakat sekitar 32%, disusul gas sekitar 20%. Berdasarkan Statical Review of World Energy 2013 yang dirilis BP Indonesia, awal September 2013, minyak masih menjadi bahan bakar dominan yang dikonsumsi di dalam negeri sebesar 45% atau 1,565 juta barel per hari. Tingginya konsumsi minyak akibat komoditas ini masih diberikan subsidi sehingga harganya murah. Batu bara menjadi sumber energi kedua terbesar yang digunakan masyarakat sekitar 32% atau mencapai 50,4 juta ton setara minyak, disusul gas yang konsumsinya menurun menjadi 20% mencapai 32,2 juta ton setara minyak. Peningkatan penggunaan batu bara tampaknya seiring dengan kenaikan produksi batu bara. Menurut Christof Rühl, Group Chief Economist and Vice President BP Plc, produksi batu bara Indonesia pada 2012 naik hingga 273% selama 10 tahun terakhir. Secara global, produksi batu bara di Indonesia menjadi produsen tertinggi ketiga di dunia karena menghasilkan 6,2% dari total produksi batu bara dunia.
Dwi Mingguan Edisi VII – last Update : 11 Oktober 2013
Page 3
Weekly Review – Market Intelligence & Analysis Group Herman Darnel Ibrahim, anggota Dewan Energi Nasional, sebelumnya menilai meskipun Indonesia memiliki banyak dan beragam sumber energi, tapi sebenarnya Indonesia bukan negara yang kaya akan sumber energi, terutama apabila dikaitkan dengan populasi penduduk yang sangat besar. Ketahanan energi juga masih rapuh karena batu bara dan gas sebagian besar di ekspor. (Sumber : Indonesia Finance Today, 30 September 2013).
Energi Terbarukan Masih Jauh dari Harapan - Sektor energi di Indonesia mengalami masalah serius, terutama sejak 2000 hingga saat ini. Laju permintaan energi di dalam negeri melebihi pertumbuhan pasokan energi. Impor yang tinggi atas komoditas minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM) membuat pengeluaran negara untuk subsidi BBM kian meningkat.
Pemerintah menyadari kondisi itu. Bahkan, pada 2006 sudah terbit Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Regulasi tersebut sejatinya memaksa bangsa Indonesia mencari sumber energi lain untuk mengatasi permintaan energi yang melonjak dari tahun ke tahun. Namun, realisasi peraturan ini masih jauh panggang dari api. Tingginya konsumsi energi fosil sejatinya memaksa kita untuk mengoptimalkan pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) dengan mengubah pola pikir. Betul ada pengembangan EBT di Tanah Air, namun implementasinya masih dilaksanakan secara parsial di beberapa tempat. Artinya, Visi 25/25 atau pada 2025 penggunaan energi baru dan terbarukan akan mencapai sedikitnya 25%, baru bersifat rencana. Pemerintah menjanjikan komposisi bauran energi pada 2025 meningkatkan peran energi baru dan terbarukan. Adapun jenis energi baru dan terbarukan yang dijanjikan untuk digunakan pada 2025 dengan pemakaian lebih dari 5% adalah bahan bakar nabati (biofuel), panas bumi lebih dari 5%, energi baru dan terbarukan lainnya lebih dari 5%, dan batubara cair 2%. Sementara energi lainnya masih tetap dipasok oleh minyak bumi lebih dari 20%, gas bumi lebih dari 30%, dan batubara lebih dari 33%. Namun, pengembangan energi terbarukan juga tak semudah membalik telapak tangan. Soritaon Siregar, Kepala Pusat Investasi Pemerintah, Kementerian Keuangan menyebutkan tiga kendala utama yang membuat investasi untuk energi terbarukan dan efisiensi energi sulit terealisasi, yaitu masalah regulasi, jaminan yang diberikan untuk pendanaan, dan Pinjaman Tetap Angsuran (PTA) untuk investasi. Hambatan lainnya adalah terkait dengan lokasi dari sumber-sumber energi terbarukan yang akan dikelola. Kalau sumber energi seperti batubara dan diesel bisa dipindahkan, sedangkan untuk energi terbarukan ini bergantung lokasia. Misalnya, energi angin berarti harus di lokasi yang anginya paling kencang. Hambatan terkait lokasi itu, ungkap Soritaon, karena sumber-sumber energi terbarukan biasanya berada di wilayah dengan kepadatan penduduk yang jarang, seperti di daerah-daerah Indonesia bagian Timur. Sedangkan investor cenderung enggan untuk proyek energi terbarukan di daerah-daerah Timur. Mereka maunya di wilayah Indonesia Barat, padahal PIP sudah berkomitmen untuk mendanai. PIP menjanjikan dukungan investasi bagi investor yang akan menggarak sektor energi terbarukan jenis tertentu, antara lain mini hydro, biomassa, panas bumi, dan tenaga surya. PIP baru saja menggelontkrkan dan auntuk ekspolorasi panas bumi. “Pokoknya, kami dari PIP akan membiaya proyekDwi Mingguan Edisi VII – last Update : 11 Oktober 2013
Page 4
Weekly Review – Market Intelligence & Analysis Group proyek energi terbarukan yang memang menjadi fokus pemerintah. Jero Wacik, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, paham betul persoalan ini, termasuk pula soal kurang berminatnya investor (terutama asing) untuk investasi pada sektor energi terbarukan. Padahal, Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang sangat besar. Indonesia memiliki berbagai potensi untuk energi terbarukan seperti energi panas bumi yang mencapai 30 ribu megawatt, namun yang baru digunakan 1.300 megawatt saja. Potensi energi angin sebanyak 9.300 megawatt, energi air 70 ribu megawatt, dan energi surya yang baru dipakai sebanyak 23 megawatt. Belum lagi energi biomassa yang mencapai 50 ribu megawatt. Pemerintah menjanjikan investif bagi investor yang akan mengembangkan EBT. Beberapa insentif yang dijanjikan Menteri Jero antara lain proses perizinan yang dipermudah, dan juga mempersiapkan feed-in tarrif seperti yang sudah dilakukan oleh Thailand dan Filipina. Feed-in tariff akan diberlakukan untuk energi baru terbarukan seperti panas bumi, matahari dan juga air, ini sedang difinalisasi. Suhery, Pengarah Program Energi Yayasan Ekosistem Lestari, meminta pemerintah sudah saatnya membuat kebijakan yang mengutamakan energi terbarukan. Selama ini pemerintah dinilai cenderung membuat kebijakan yang tidak sinkron, karena di satu sisi meminta masyarakat menghemat energi dan menggunakan energi terbarukan, namun di sisi yang lain memberikan subsidi untuk energi tidak terbarukan serta membuat kebijakan mobil murah. (Sumber: Indonesia Finance Today, 30 September 2013)
Produksi Migas Hingga Kuartal III Belum Mencapai Target - Produksi minyak dan gas (migas) nasional hingga kuartal III tahun ini belum mencapai target. Produksi minyak terangkut (lifting) rata-rata sampai September 2013 mencapai 829 ribu barel per hari (bph) atau baru 98,7% dari target produksi minyak nasional pada tahun ini sebesar 840 ribu bph. Johannes Widjonarko, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), mengatakan target produksi minyak nasional belum tercapai karena kendala teknis operasional maupun perizinan, tapi pihaknya berharap target masih bisa tercapai sampai akhir tahun. Selain minyak, produksi gas sampai kuartal III 2013 juga masih belum mencapai target. Lifting gas dari Januari-September 2013 ini mencapai 1.208 ribu barel setara minyak per hari (BOEPD) atau 98,5% dari target pada APBNP 2013 yang mencapai 1.240 ribu BOEPD. Dari sisi volume produksi, lifting gas sampai kuartal III 2013 ini setara dengan 6.766 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) dari target 6.939 MMSCFD. Ini berarti, produksi minyak Menurut Muliawan, Deputi Pengendalian Operasi SKK Migas, realisasi lifting migas nasional masih rendah sampai kuartal III 2013 karena beberapa kendala yang telah terjadi sejak awal tahun, antara lain pengadaan rig yang telat, perizinan untuk pembebasan lahan, maupun tumpang tindih lahan, sehingga kontraktor sulit melakukan pemboran sumur baru. Penurunan minyak yang signifikan dialami beberapa kontraktor, antara lain PT Pertamina EP, CNOOC, dan lainnya. Berdasarkan data SKK Migas, produksi minyak Pertamina EP sampai September 2013 mencapai 121.181 bph atau 98,01% dari target 123.644 bph, produksi CNOOC SES Ltd mencapai 35.192 bph atau 96,91% dari target 36.340 bph. Muliawan mengatakan rendahnya produksi Pertamina EP disebabkan kendala izin pembebasan lahan, sedangkan produksi CNOOC rendah karena terjadi pencurian kabel bawah laut, sehingga pompa minyak harus dimatikan dan minyak-minyak di pipa semakin mengental, sehingga saat dipompa kembali, pipa penyalur minyak tersebut juga bocor, sehingga produksi berkurang sekitar 4.000 bph. Selain itu, produksi Blok West Madura Offshore (WMO) yang dikelola PT PHE WMO juga masih lebih rendah dibandingkan target. Berdasarkan data SKK Migas, produksi Blok WMO sampai kuartal III ini mencapai 16.437 bph atau 78,46% dari target 20.701 bph. Tengah dilakukannya pengangkatan tiga anjungan di area LIMA Blok ONWJ sejak pertengahan Agustus hingga pertengahan Oktober memberikan kontribusi terhadap rendahnya produksi rata-rata minyak nasional sampai September lalu. Pengerjaan pengangkatan anjungan berdampak pada penurunan produksi minyak Blok ONWJ sekitar 5.000-7.000 bph. Jika pengangkatan anjungan ini tuntas, maka produksi diperkirakan kembali meningkat sebesar 5.000-7.000 bph. Meski tengah dilakukan pengerjaan pengangkatan anjungan, produksi minyak ratarata Blok ONWJ masih di atas dari target, yakni mencapai 38.627 bph, atau 101,8% dari target 38.000 bph. Jhonly Sinulingga, Executive Vice President&General Manager Pertamina Hulu Energi ONWJ, mengatakan pengangkatan anjungan lapangan Lima diperkirakan akan kembali normal mulai 10 Oktober 2013. Untuk proses pengangkatan anjungan Lima, pihaknya sengaja menghentikan kegiatan produksi
Dwi Mingguan Edisi VII – last Update : 11 Oktober 2013
Page 5
Weekly Review – Market Intelligence & Analysis Group migas di anjungan ini sejak 15 Agustus dan diperkirakan berlangsung hingga 10 Oktober mendatang. Produksi minyak dari anjungan ini menurutnya mencapai 4.000 bph-5.000 bph dan gas 20 MMSCFD. Pada 10 Oktober diperkirakan produksi sudah kembali normal. Jhonly mengatakan, meski produksi dari area Lima ini berhenti sejak 15 Agustus 2013, namun produksi minyak rata-rata perseroan sampai kini mencapai 38.700 bph dan gas 195 MMSCFD. Bahkan, pada akhir pertengahan September lalu produksi mencapai 39.000-40.000 bph. Hingga akhir tahun diperkirakan produksi mencapai sekitar 39.300 bph dan gas 195 MMSCFD. (Sumber: Indonesia Finance Today, 10 Oktober 2013)
Harga Minyak Melemah - Harga minyak terus melemah selama sepekan terakhir ini. Di New York Mercantile Exchange, Jumat (27/9), harga minyak jenis WTI untuk pengiriman November melemah 0,16% menjadi US$ 102,87 per barel. Dengan penurunan ini, sejak 18 September lalu harga minyak sudah turun 4,12%. Ketegangan geopolitik di dua negara Timur Tengah yaitu Mesir dan Suriah, beberapa waktu belakangan ini sudah mulai mengendur. Di Suriah, misalnya, ketegangan politik semakin mereda setelah akhir pekan lalu, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mensahkan resolusi yang bertujuan untuk membebaskan Suriah dari senjata kimia. Disamping itu, membaiknya hubungan salah satu negara produsen minyak terbesar di dunia yaitu Iran yang kian harmonis dengan AS, khususnya terkait dengan program nuklir di Iran, telah meredakan kekhawatiran pasar terhadap memanasnya situasi di Iran. Tekanan lain juga datang dari alotnya pembahasan anggaran dan penentuan batas utang AS yang dikhawatirkan akan mengganggu pertumbuhan ekonomi dan permintaan dari salah satu konsumen minyak terbesar di dunia tersebut. Tekanan terakhir adalah membaiknya sejumlah data ekonomi penting di AS. Perbaikan data ekonomi pasar tersebut memicu spekulasi bahwa proses pengurangan stimulus AS bakal dipercepat. Itu membuat harga komoditas termasuk minyak tertekan. Diperkirakan, tekanan harga minyak kemungkinan besar masih akan berlanjut di sepanjang pekan ini. Selain kondisi fundamental yang belum mendukung, dari sisi teknikal pun terlihat, tekanan harga minyak masih belum usai. Dalam sepekan ini, harga minyak akan tertekan di kisaran US$ 98 - US$ 106 per barel. (Sumber : Kontan, 30 September 2013)
Pertamina Rugi US$ 223 Juta Dari Penjualan Elpiji Non Subsidi - PT Pertamina (Persero), mencatat kerugian hingga US$ 223 juta dari penjualan elpiji nonsubsidi berukuran 12 kg pada periode JanuariAgustus 2013. Gigih Wahyu Hari Irianto, Vice President LPG & Gas Product Pertamina, mengatakan kerugian disebabkan harga jual elpiji nonsubsidi masih jauh di bawah harga keekonomian elpiji. Harga jual elpiji 12 kg saat ini sebesar Rp 5.750 per kg dan harga elpiji 50 kg sebesar Rp 7.255 per kg. Sementara harga keekonomian elpiji nonsubsidi mencapai Rp 10 ribu-Rp 11 ribu per kg, sesuai dengan harga minyak (CP) Aramco. Dari sisi volume, penjualan elpiji nonsubsidi sampai Agustus 2013 mencapai 0,65 juta ton, atau 71,4% dari target penjualan elpiji nonsubsidi tahun ini yang mencapai 0,91 juta ton. Perseroan telah melaporkan persoalan tersebut kepada pemerintah. Manajemen Pertamina juga sangat berharap pemerintah mengizinkan kenaikan harga elpiji nonsubsidi minimal Rp 2.500 per kg untuk mengurangi kerugian. Jika Pertamina tidak juga diizinkan menaikkan harga elpiji nonsubsidi, potensi kerugian penjualan elpiji nonsubsidi hingga akhir tahun diperkirakan mencapai Rp 6 triliun, terutama jika nilai tukar rupiah masih di atas Rp 11.000 per dolar Amerika Serikat. Pertamina berharap, setidaknya pemerintah mengizinkan kenaikan harga elpiji untuk mengubah sistem ongkos distribusinya saja karena saat ini biaya angkut dan pengisian di stasiun bahan bakar elpiji masih ditanggung oleh Pertamina. Jika harga elpiji dinaikkan sebesar Rp 2.500 per kg, berarti biaya angkut dan pengisian elpiji menjadi dibebankan kepada konsumen. (Sumber: Indonesia Finance Today, 8 Oktober 2013)
Total E&P Indonesie Tunda Sejumlah Proyek di Mahakam - Total E&P Indonesie menunda pengerjaan sejumlah proyek di Blok Mahakam sampai memperoleh kepastian nasib kontrak kerja samanya di blok tersebut. Proyek ditunda karena dinilai tidak ekonomis tanpa ada perpanjangan kontrak. Menurut Arividia Noviyanto, Vice President Human Resources, Comunication, and General Services Total, masih
Dwi Mingguan Edisi VII – last Update : 11 Oktober 2013
Page 6
Weekly Review – Market Intelligence & Analysis Group ada proyek yang beroperasi setelah 2018, namun harus tunggu kepastian kontrak. Proyek sebelum, tidak ekonomis karena kontrak habis 2017. Proyek-proyek yang terpaksa ditunda ini ada di hampir seluruh lapangan di Blok Mahakam, yakni Bekapai, Tunu, dan Sisi Nubi. Apabila proyek ini masih jalan, maka bisa menahan produksi Blok Mahakam sehingga tidak turun drastis. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memahami posisi Total yang masih menunggu kepastian nasib kontrak Blok Mahakam. Karenanya, hingga sekarang SKK Migas belum mengeluarkan persetujuan rencana pengembangan (plan of development/POD) proyek-proyek tersebut. Apabila disetujui, maka pengerjaan proyek akan terbentur keekonomian lapangan. Total juga akan mengurangi jumlah pengeboran sumur pada 2016, apabila tidak ada kepastian kontrak. Setiap tahun Total biasanya mengebor hingga 100 sumur pengembangan untuk mempertahankan produksi migas Blok Mahakam. Apabila tahun 2016 drilling, akhir tahun produksi baru sedikit. Sehingga sebagian sumur tidak akan dikerjakan (pengeborannya). Namun, produksi Blok Mahakam pada 2014-2015 dijamin masih cukup bagus. Pada periode tersebut, Total akan menggarap sejumlah proyek untuk menahan laju penurunan produksi, yakni Sisi Nubi 2B, Peciko 7B, South Mahakam Fase-3, dan Peciko 7C (platform extention). Total telah menyampaikan proposal terkait perpanjangan kontrak Blok Mahakam. Dalam proposal tersebut Total siap berinvestasi hingga US$ 7,3 miliar sebelum kontrak Blok Mahakam berakhir pada 2017. Pengembalian investasi US$ 7,3 miliar itu baru bisa dinikmati Total setelah 2017. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) belum juga memberikan kepastian kontrak Blok Mahakam hingga saat ini. Menteri ESDM Jero Wacik masih mengkaji nasib blok tersebut Setelah bertemu dengan Menteri Luar Negeri Perancis Laurent Fabius beberapa waktu lalu. Total E&P Indonesie melakukan pemboran sumur pengembangan Proyek South Mahakam Fase-3 pada 2015 untuk mempertahankan produksi. Pengembangan proyek ini untuk memastikan produksi Blok Mahakam tidak turun drastis pada 2015-2016. Fase-3 ini merupakan pengembangan penutup dari South Mahakam. Sebelumnya pada Oktober 2012, Total sudah merampungkan South Mahakam Fase 1 dan 2. Fase 1 dan 2 terdiri dari Lapangan Stupa, East Mandu, dan Jumelai. Total akan membor 19 sumur dan membangun 3 anjungan (platform), yaitu Stupa, East Stupa, dan West Stupa. Fase 3 yaitu pengembangan Lapangan Jempang dan Metulang. Investasi proyek ini mencapai US$ 932 miliar. South Mahakam Fase-3 sedang dikerjakan. Pemboran akan dimulai pada 2015. Pengerjaannya akan berlangsung pada 2013-2014. Sementara pemasangan anjungan diperkirakan pada akhir 2014 atau 2015. Pengeboran sumur pertama baru bisa dilakukan pada 2015, produksi kemungkinan dapat dilaksanakan 3 bulan setelah pengeboran. Tambahan produksi dari pengembangan South Mahakam Fase-3 ini diperkirakan sebesar 80 juta kaki kubik per hari (million standard cubic feet per day/ mmscfd). Berkat adanya pengembangan lapangan-lapangan baru, Blok Mahakam bisa pada tahap plato kedua. Saat ini, produksi Blok Mahakam sebesar 1.740 mmscfd. Tahun depan, produksi gas dipertahankan sekitar 1.600 mmscfd. Pada 2015, diperkirakan masih bisa di atas 1.500 mmscfd. Meskipun produksi menurun, namun Total mampu memenuhi komitmen pasokan gas alam cair (liquefied natural gas/ LNG) ke pembelinya. Apabila produksi membaik, dapat dijual ke spot atau akselerasi kargo. (Sumber : Investor Daily, 2 Oktober 2013).
Kontraktor Butuh Insentif yang Fair - Pemerintah harus membuat kebijakan terpadu terkait pemberian insentif yang fair kepada kontraktor kontrak kerja sama yang mengelola blok minyak dan gas bumi di dalam negeri. Darmawan Prasodjo, Presiden Komisioner Ametis Energi Nusantara, mengatakan selama ini kebijakan insentif hulu migas belum terkoordinasi dengan baik. Akibatnya, banyak proyek terhenti karena persoalan insentif yang belum dapat diberikan pemerintah.
Dwi Mingguan Edisi VII – last Update : 11 Oktober 2013
Page 7
Weekly Review – Market Intelligence & Analysis Group Dari 128 cekungan migas yang ada di dalam negeri, baru 38 cekungan yang dieksplorasi, sedangkan 90 cekungan belum tersentuh. Untuk itu, pemerintah harus mau memberikan insentif kepada perusahaan yang mau melakukan eksplorasi di wilayah baru. Insentif yang diberikan pun harus sesuai dengan karakteristik blok migas yang akan digarap. Selain itu, pemerintah juga harus memperhitungkan kemampuan dan keekonomian sebuah proyek dalam memberikan insentif. Pemerintah harus memperbaiki kontrak bagi hasil (production sharing contract/PSC) blok yang sudah berproduksi. Dengan begitu, pemerintah dapat memaksimalkan penerimaan dari sektor hulu migas. Indonesia Petroleum Association, sebelumnya meminta pemerintah mengkaji kembali penghitungan PBB untuk KKKS yang melakukan eksplorasi offshore. PBB yang ditagihkan kepada KKKS selama ini seringkali lebih besar dibandingkan dengan dana investasi yang disiapkan untuk kegiatan mencari cadangan migas itu. Pada akhir Juni 2013, IPA mencatat Direktorat Jenderal Pajak menagihkan PBB dengan nilai mencapai Rp 2,6 triliun kepada 15 KKKS yang mengeksplorasi 20 blok migas. Jumlah tersebut ditagihkan untuk PBB pada periode 2012-2013. Lukman Mahfoedz, President IPA, mengatakan setidaknya setiap KKKS harus membayar Rp 40 miliar hingga Rp 190 miliar untuk PBB blok yang dikelolanya. Padahal, perusahaan belum tentu berhasil menemukan cadangan migas yang ekonomis untuk dikelola dalam kegiatan eksplorasi itu. Pada periode 2009-2012 saja ada 12 KKKS yang kehilangan US$ 2 miliar, karena tidak menemukan cadangan migas yang ekonomis saat melakukan eksplorasi. (Sumber: Bisnis Indonesia, 04 Oktober 2013).
INDY dan CREC Bangun Jalur Kereta Api Batubara - PT Indika Energy Tbk (INDY) melakukan ekspansi besar di bisnis infrastruktur pertambangan. INDY telah menandatangani nota kesepahaman kerjasama dengan China Railway Group Limited (CREC) untuk mengembangkan proyek infrastruktur kereta api khusus batubara di Papua dan Kalimantan Tengah dengan nilai US$ 6 miliar. Penandatanganan nota kesepahaman itu dilakukan pada Forum Bisnis Indonesia-China yang disaksikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden China Xi Jinping. Seperti diketahui, China Railway adalah perusahaan yang berpusat di Beijing, Republik Rakyat China (RRC) dengan keahlian dalam bidang infrastruktur, transportasi, properti, investasi, manufaktur, dan manajemen bisnis. Sebagai tahap awal dari kerjasama ini, INDY dan CREC bersama-sama akan melakukan feasibility study yang menunjukkan adanya ketersediaan batubara yang akan diangkut minimum sebanyak 10 juta ton batubara per tahun di masing-masing provinsi. Sekadar informasi, potensi batubara di Papua terletak di di daerah Kepala Burung Sorong dan Kabupaten Monokwari, yakni di Salawati, Taminabuan, Ayata, Bintuni, Horna, dan Dusner. Batubara itu berasal dari perusahaan-perusahaan pertambangan yang ada di wilayah tersebut dan berminat untuk menggunakan jalur kereta api yang akan dibangun. Selanjutnya, jika dari syarat itu terpenuhi, INDY dan CREC akan mengembangkan infrastruktur kereta api yang dibutuhkan untuk transportasi batubara di Kalimantan Tengah dan Papua mulai tahun 2014 nanti. Meski demikian, Imelda tidak menjelaskan kapan target penyelesaian proyek ini. Meski demikian, manajemen INDY menaksir, nilai dari keseluruhan proyek mencapai US$ 6 miliar yang meliputi kegiatan persiapan, konstruksi, operasi dan pemeliharaan. Sementara itu, Wakil Direktur Utama Indika Energi sekaligus Group Chief Financial & Operating Officer Indika Energy, M. Arsjad Rasjid mengatakan, kerjasama ini membuktikan masih ada minat investasi yang tinggi dari dunia internasional untuk Indonesia dengan menggandeng perusahaan nasional untuk menjadi mitra para investor asing itu. Sekadar catatan, di Kalimantan Tengah, INDY memiliki tambang batubara melalui anak usahanya bernama PT Multi Tambangjaya Utama (MTU). Dari tambang MTU, INDY menargetkan bisa menambah 1 juta ton-2 juta ton dari total target produksi batubara tahun ini yang sebesar 39,5 juta ton- 40 juta ton. Sementara
Dwi Mingguan Edisi VII – last Update : 11 Oktober 2013
Page 8
Weekly Review – Market Intelligence & Analysis Group itu, untuk di Papua, INDY memiliki proyek minyak dan gas di Blok Kepala Burung bersama Total EP Indonesie. Saat itu, proyek ini telah masuk tahap eksplorasi. (Kontan, 04 Oktober 2013).
Pemerintah Masih Evaluasi Kebijakan Open Access - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) masih mengevaluasi rencana penerapan kebijakan pipa terbuka atau open access dan pemisahan kegiatan usaha niaga (trader) dan transportasi gas (transporter) atau disebut unbundling, PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. Susilo Siswoutomo, Wakil Menteri ESDM, mengatakan hingga saat ini Kementerian ESDM belum menentukan kepastian penerapan kebijakan open access, meski Oktober 2013 ditargetkan sudah ada keputusannya. Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menilai kebijakan open access perlu direalisasikan agar tidak terjadi monopoli dan menjamin pengembalian investasi karena sifat gas yang memiliki karakter penurunan laju alamiah cukup cepat. Jika pemilik pipa tidak memiliki sumber gas lagi, pipa tidak lagi bisa digunakan. Sementara jika ada perusahaan lain yang juga bisa menggunakan pipa dan sumber gasnya berbeda, pipa masih bisa dimanfaatkan. Berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.19 tahun 2009 tentang Kegiatan Usaha Gas Bumi Melalui Pipa, pada Pasal 8 disebutkan pada wilayah niaga tertentu dapat dilaksanakan kegiatan usaha niaga gas bumi melalui pipa oleh lebih dari satu badan usaha pemegang izin usaha niaga gas bumi melalui pipa. Pada pasal 9 disebutkan dalam melaksanakan kegiatan usaha niaga gas bumi melalui pipa, badan usaha menggunakan pipa transmisi dan atau pipa distribusi yang tersedia untuk dapat dimanfaatkan bersama pada ruas transmisi dan atau wilayah jaringan distribusi tertentu. Berdasarkan Pasal 21 Peraturan Menteri ESDM No19 Tahun 2009, dalam jangka waktu paling lama dua tahun sejak peraturan berlaku, badan usaha yang telah melaksanakan kegiatan usaha pengangkutan gas bumi melalui pipa dan kegiatan usaha niaga gas bumi melalui pipa pada ruas transmisi dan atau wilayah jaringan distribusi, wajib membentuk badan usaha terpisah dan menyesuaikan dengan peraturan menteri ini. Namun, masih belum berlakunya kebijakan open access sampai empat tahun setelah peraturan diterbitkan disebabkan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGAS) atau PGN meminta penguluran waktu dua kali untuk pemberlakuan kebijakan tersebut. Ridha Ababil, Head of Corporate Communication PGN, menegaskan perusahaan tidak mempermasalahkan jika pemerintah memutuskan untuk pemisahan unit kegiatan bisnis perseroan. Namun, di sisi lain, pemerintah juga harus mempertimbangkan dampak dari penerapan kebijakan pemisahan kegiatan bisnis perseroan tersebut. Pasalnya, rencana pemisahan akan berdampak pada peningkatan harga gas ke konsumen akhir. Jobi Triananda, Direktur Pengusahaan PGN, sebelumnya menyebutkan tambahan biaya akibat unbundling dipicu adanya perubahan rantai bisnis gas bumi. Dengan kondisi bundling seperti saat ini, rantai bisnis hanya berasal dari produsen gas lalu ke transportasi dan niaga gas, lalu langsung ke konsumen akhir. (Sumber: Indonesia Finance Today, 7 Oktober 2013)
Kilang Mini Elpiji Mulai Beroperasi Akhir 2014 – Total investasi pembangunan mini kilang elpiji mencapai Rp 100 miliar dari dana APBN. Pemerintah menargetkan kilang mini elpiji berkapasitas 17 ton per hari tersebut akan mulai beroperasi pada akhir 2014. Mohammad Hidayat, Direktur Pembinaan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan saat ini Kementerian ESDM sudah menentukan pemenang lelang untuk pengadaan, rekayasa, dan konstruksi (EPC) kilang, yaitu PT Hokasa, sehingga mulai melakukan pengerjaan EPC. Selain itu, Kementerian ESDM juga tengah mempersiapkan lahan dan pemesanan peralatan yang diperlukan. Total investasi pembangunan mini kilang elpiji mencapai sekitar Rp 100 miliar dari dana APBN.
Dwi Mingguan Edisi VII – last Update : 11 Oktober 2013
Page 9
Weekly Review – Market Intelligence & Analysis Group Menurut Hidayat, meski ditargetkan baru beroperasi pada akhir 2014, pada tahun ini pembangunan ditargetkan bias rampung sampai 30%, sehingga sisanya bisa dituntaskan pada tahun depan. Namun anggaran investasi dari pembangunan mini kilang elpiji dikhawatirkan akan membesar seiring dengan melemahnya nilai tukar rupiah. Hidayat mengatakan, pembangunan mini kilang elpiji bertujuan untuk mendorong badan usaha serta daerah yang memiliki sumber daya gas bumi dalam jumlah kecil agar mau membangun kilang mini elpiji demi memenuhi kebutuhan masyarakat sekitar. Untuk pembangunan mini kilang elpiji ini, pemerintah telah membebaskan lahan seluas 3,2 hektare dan telah memperoleh izin prinsip dari Pemerintah Daerah Musi Banyuasin untuk pembangunan kilang. Pasokan gas sebesar sebesar 2,2 MMSCFD diperoleh dari PT Medco E&P Indonesia. Menurut Hidayat, kebijakan konversi minyak tanah ke elpiji membuat kebutuhan elpiji dalam negeri meningkat signifikasn dari 1,2 juta metrik ton per tahun menjadi 5,6 juta metrik ton pad 2012. Seiring peningkatan kebutuhan elpiji, pembangunan kilang menjadi hal yang penting. Namun, untuk pengelola kilang mini elpiji sampai saat ini masih belum diputuskan, apakah akan diberikan penugasan kepada PT Pertamina (Persero) atau tidak. Berdasarkan data PT Pertamina (Persero), saat ini pemerintah mengimpor elpiji sebesar 45%-50% dari target penjualan elpiji bersubsidi pada tahun ini yang sebesar 4,39 juta ton. Dengan porsi impor sekitar 45%-50%, ini berarti elpiji impor mencapai 1,97 juta-2,19 juta ton, sementara elpiji dari dalam negeri sekitar 2,19 juta-2,2 juta ton. Gigih Wahyu Hari Irianto, VP LPG & Gas Product Pertamina, sebelumnya mengatakan impor elpiji dilakukan karena pasokan dari kilang elpiji di dalam negeri masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan elpiji di dalam negeri. Pasokan elpiji dari dalam negeri berasal dari kilang Pertamina, kilang kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) migas lainnya, dan lapangan migas domestik. Sementara impor berasal dari Timur Tengah, seperti Arab Saudi. Dari target penjualan elpiji subsidi sekitar 4,4 juta ton, porsi impor mencapai 45%-50%. Gigih mengatakan target penjualan elpiji ukuran 3 kg lebih besar dari kuota semula dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2013 yang ditetapkan sebesar 3,86 juta ton. Ini berarti, ada kenaikan sekitar 14% dari perkiraan semula. Namun pada RAPBNP 2013, kuota elpiji subsidi diusulkan sesuai target baru perseroan, yakni mencapai 4,39 juta kl Sementara penjualan elpiji nonsubsidi tahun ini ditargetkan mencapai 1,1 juta ton, tumbuh 6% dari tahun lalu sekitar 1 juta ton. Pada 2012, penjualan elpiji nonsubsidi berukuran 12 kg sebesar 900 ribu ton dan elpiji. (Sumber: Indonesia Finance Today, 4 Oktober 2013).
ESDM Minta Pajak Offshore Tak Ditagihkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral meminta Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan tidak menagihkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) senilai luas blok lepas pantai atau offshore yang dikelola kontraktor kontrak kerja sama. Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo, mengatakan selama ini pelaku industri hulu migas mengeluhkan besarnya PBB yang harus dibayarkan saat kegiatan eksplorasi. Pasalnya, Direktorat Jenderal Pajak menagihkan PBB atas seluruh blok yang dikembangkan KKKS. Dari blok migas yang luas itu, sebenarnya yang dieksplorasi hanya sebagian saja, mereka [KKKS] ingin agar yang ditagihkan itu yang mereka kerjakan saja. Kalau ditagihkan seluas blok migas itu kan repot, ongkos eksplorasinya saja hanya berapa. Susilo menuturkan Ditjen Migas Kementerian ESDM akan mengusulkan agar pola penghitungan PBB untuk kegiatan eksplorasi diubah. Dengan begitu diharapkan KKKS dapat memperbanyak kegiatan eksplorasi mencari cadangan migas baru, karena tidak lagi terbebani dengan PBB. Untuk saat ini, Susilo meminta KKKS membayar PBB yang telah ditagihkan oleh Direktorat Jenderal Pajak, sampai usulannya diterima dan disah kan oleh pemerintah. Yang sudah ditagihkan diselesaikan dulu, yang jelas kami akan mengusulkan untuk menjaga iklim investasi.
Dwi Mingguan Edisi VII – last Update : 11 Oktober 2013
Page 10
Weekly Review – Market Intelligence & Analysis Group Indonesia Petroleum Association, sebelumnya meminta pemerintah mengkaji kembali penghitungan PBB untuk KKKS yang melakukan eksplorasi offshore. PBB yang ditagihkan kepada KKKS selama ini seringkali lebih besar dibandingkan dengan dana investasi yang disiapkan untuk kegiatan mencari cadangan migas itu. Pada akhir Juni 2013, IPA mencatat Direktorat Jenderal Pajak menagihkan PBB dengan nilai mencapai Rp2,6 triliun kepada 15 KKKS yang mengeksplorasi 20 blok migas. Jumlah tersebut ditagihkan untuk PBB pada periode 2012-2013. Lukman Mahfoedz, President IPA, mengatakan setidaknya setiap KKKS harus membayar Rp40 miliar hingga Rp190 miliar untuk PBB blok yang dikelolanya. Padahal, perusahaan belum tentu berhasil menemukan cadangan migas yang ekonomis untuk dikelola dalam kegiatan eksplorasi itu. GM PT Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore, Bambang Kardono mengatakan pihaknya memang cukup terbebani dengan penghitungan PBB saat ini. Untuk itu, pihaknya meminta agar pemerintah mengurangi nilai PBB berdasarkan luas wilayah yang dieksplorasi atau eksploitasi. PHE WMO sendiri harus membayar sekitar US$30 juta untuk PBB, sementara biaya eksplorasi hanya US$15 juta hingga US$20 juta. Hal itu disebabkan KKKS hanya melakukan pengeboran di beberapa titik yang memiliki cadangan ekonomis. Pada periode 2009-2012 saja ada 12 KKKS yang kehilangan US$2 miliar, karena tidak menemukan cadangan migas yang ekonomis saat melakukan eksplorasi. Reserve replacement ratio migas nasional pada 2012 sendiri hanya 52% dari yang diangkat oleh KKKS, dan realisasi pengeboran tahun lalu hanya 50% dari rencana kerja yang telah disepakati. Pengenaan PBB sektor migas diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-11/PJ/2012 tentang Tata Cara Pe ngenaan PBB, dan surat edaran Dirjen Pajak No. SE-21/PJ/2012. (Sumber: Bisnis Indonesia, 30 September 2013)
Berita Industri Pertambangan Lainnya
Meski Banyak Hambatan, Sektor Tambang Masih Menawan Nilai produksi pertambangan dapat ditingkatkan seandainya saja pemerintah mampu memperbaiki iklim investasi di sektor pertambangan. Kebijakan pengelolaan sumber daya alam di tanah air masih kurang kondusif. Pelaku Industri banyak mengeluhkan soal ketidakpastian hukum dan regulasi yang tidak stabil sebagai hambatan utama. Berdasarkan laporan API pada 2013, sedikitnya ada 17 faktor yang menghambat pertumbuhan industri sumber daya alam Indonesia. Hambatan tersebut dari tidak adanya koordinasi yang baik antara pusat dan daerah dalam hal perizinan, kurangnya jaminan keamanan investasi hingga isu tenaga kerja. Sementara itu, survei yang dirilis PricewaterhouseCoopers (PwC) Indonesia terhadap 20 perusahaan eksploitasi dan 24 perusahaan eksplorasi tambang di Indonesia mengungkapkan mayoritas responden (83%) berencana meningkatkan investasi eksplorasi dalam tiga tahun mendatang. Responden juga akan mengalokasikan sebagian besar belanja modalnya (62%) untuk eksplorasi dan pengembangan tambang existing. Sepanjang 2006-2010, belanja modal rata-rata untuk eksplorasi tambang baru naik 671,4% menjadi US$ 54 juta, tetapi hanya 32,5% dari total belanja modal rata-rata untuk eksplorasi US$ 126 juta. Adapun belanja modal 2011 tercatat US$ 97 juta, atau 29,4% dari total belanja modal untuk eksplorasi US$ 330 juta. (Sumber : Indonesia Finance Today, 30 September 2013)
Dwi Mingguan Edisi VII – last Update : 11 Oktober 2013
Page 11
Weekly Review – Market Intelligence & Analysis Group
Praktik Jual Beli IUP Mineral Dihadang - Dampak negatif dari program hilirasi mineral antara lain banyak perusahaan pertambangan mineral yang kini dikuasai oleh investor asing. Thamrin Sihite, Direktur Jenderal Mineral dqan Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) jujur mengatakan bahwa fenoma penguasaan asing ini mengejutkannya. Sekarang, porsi PMA memang masih kurang dari 50% dari IUP yang ada. Tapi, kecenderungannya makin meningkat. Ini pula yang membuat Kementerian ESDM akan mengontrol ketat pengalihan saham atas kepemilikan izin usaha pertambangan (IUP) dari perusahaan lokal ke investor asing. Untuk itu, ESDM dalam waktu dekat akan mendata ulang seluruh perusahaan mineral dan batubara (minerba) berdasarkan komposisi kepemilikan sahamnya agar sesuai aturan baru. Peraturan Menteri ESDM Nomor 27 Tahun 2013 yang terbit 13 September 2013 tentang Tata Cara dan Penetapan Harga Divestasi Saham serta Perubahan Penanaman Modal di Bidang Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara itu menyebutkan, pengusaha lokal hanya boleh maksimal menjual 75% saham pengelolaan pertambangan yang masih dalam tahap eksplorasi ke investor asing. Sementara, bagi IUP dan IUPK operasi produksi, paling banyak saham yang bisa dilepas ke asing hanya sebesar 49%. Kata Thamrin, selama ini, pelepasan saham banyak terjadi di IUP yang masuk tahap produksi. Padahal, tahap itu sudah minim risiko. Dari laporan awal, banyak kepemilikan saham PMDN (penanaman modal dalam negeri) dari IUP operasi produksi malah dijual, lalu jadi PMA. Ini banyak terjadi di Sulawesi untuk komoditas bauksit dan nikel. Bagi perusahaan yang sahamnya sudah beralih ke investor asing, otomatis, mereka terkena kewajiban divestasi saham yakni setelah 5 tahun setelah produksi wajib melakukan divestasi sahamnya bertahap hingga 10 tahun ke depan, yakni minimal 51% ke perusahaan lokal.
Mag Faisal Emzita, Direktur Eksekutif Asosiasi Nikel Indonesia (ANI) mengatakan, ANI mencatat, saat ini ada 15 perusa-haan lokal yang berstatus PMA. Persoalannya, IUP yang sudah diakuisisi asing tak mungkin bisa dikembalikan lagi karena terikat perjanjian internal perusahaan. Bisa-bisa dibawa ke Badan Arbitrase. Zulnahar Usman, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Pertambangan Daerah Indonesia (Asperda) beralasan, banyak perusahaan mineral menggandeng investor asing karena butuh dana besar membangun smelter yang kini menjadi kewajiban. (Sumber : Kontan, 30 September 2013)
Harga Batubara Terpuruk - Harga batubara acuan (HBA) pada Oktober 2013 sebesar US$ 76,60 per ton menjadi level terendah sepanjang 2013 dan dalam kurun tiga tahun terakhir. Edi Prasodjo, Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan HBA Oktober 2013 turun tipis dibanding HBA bulan sebelumnya. HBA pada September US$ 76,89 dan US$ 76,70 per ton pada Agustus. Berdasarkan data Kementerian ESDM, HBA terendah pada 3 tahun terakhir pernah menyentuh US$ 77,39 per ton, yakni pada Januari 2010. HBA terus naik hingga US$ 103,41 per ton pada Desember 2010. Sepanjang 2011 HBA
Dwi Mingguan Edisi VII – last Update : 11 Oktober 2013
Page 12
Weekly Review – Market Intelligence & Analysis Group tidak pernah turun dari US$ 100 per ton. Pada 2012 HBA mulai turun, tetapi HBA terendah sepanjang tahun 2012 hanya menyentuh level US$ 81,44 per ton, yakni pada November 2012. HBA yang ditetapkan Kementerian ESDM merupakan harga batubara untuk kesetaraan nilai 6.322 kilokalori/ kilogram (Kkal/Kg) dengan basis GAR (gross as recieved). Harga acuan ditetapkan berdasarkan rata-rata harga pada indeks harga Indonesia Coal Index (ICI), Platss 59, New Cas tle Export Index, dan New Cas tle Glo bal Coal Index (GC). Formula nya, HBA = 25% ICC + 25% Platss59 + 25% NEX + 25% GC. Bob Kamandanu, Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), mengatakan harga batubara hingga akhir tahun akan bertahan pada level US$ 76 per ton. Kelebihan suplai di pasar batubara di dunia membuat harga sulit terdongkrak naik. Walau Eropa dan China mulai masuk musim dingin, suplai batubara masih tetap tinggi. Menurut Bob, diprediksi maksimal harga bisa naik ke US$ 80 per ton. Moody's Investors Service, lembaga pemeringkat, pekan lalu menurunkan perkiraan harga acuan batubara thermal-nya tahun ini. Harga batubara acuan di Newcastle diturunkan menjadi US$ 80 sampai US$ 85 per ton. Sementara batubara kokas yang biasanya digunakan untuk membuat baja, turun menjadi US$ 150 per ton. Moody's melaporkan harga batubara thermal Newcastle telah turun 15% tahun ini menjadi US$ 78,25 per ton pada 20 September lalu. Di Queensland, harga batubara kokas turun 7,3 % menjadi US$ 150,25 per ton pada 13 September, berdasarkan data dari Energy Publishing Inc dan data data yang dikompilasi dari Bloomberg. Secara geografis, Indonesia memiliki keunggulan dalam kompetisi pasar di China dan India, karena jarak yang lebih dekat dibanding Indonesia. Tidak ada negara lain yang bisa menjual batubara dengan harga murah kedua negara itu selain Indonesia. Bob berharap pemerintah sungguh-sungguh mengawasi secara ketat ekspor batubara. Pasar dunia saat ini kebanjiran batubara murah karena banyak batubara yang diekspor dari kegiatan tambang ilegal. Ekspor dari tambang illegal yang teridentifikasi mencapai 56 juta ton. Pengawasan ekspor secara ketat akan menekan suplai batubara asal Indonesia dan mampu mendongkrak harga. Menurut Edi Prasodjo, perusahaan batu bara terutama perusahaan skala besar akan meningkatkan volume produksi dan penjualan. Produksi semester I 2013 mengalami kenaikan karena saat harga batubara terus melemah perusahaan batubara terutama perusahaan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), malah menambah kapasitas produksinya untuk mendapatkan skala ekonomis dalam operasi tambangnya. Perusahaan batubara hanya akan mengurangi produksi jika mulai merugi. Meski harga masih melemah, perusahaan batubara Indonesia belum merugi. Produksi batubara nasional hingga Juni 2013 telah mencapai 211 juta ton atau naik 11,3% dari periode yang sama tahun lalu sebesar 189,5 juta ton. Produksi batubara tahun ini diperkirakan lebih dari 400 juta ton. (Sumber: Indonesia Finance Today, 3 Oktober 2013)
Anak Usaha Exploitasi Energi Mulai Produksi Batubara Awal 2014 - PT Sekti Rahayu Indah, anak usaha PT Exploitasi Energi Indonesia Tbk (CNKO), mulai produksi perdana batubara pada awal 2014. Zulfian Mirza, Direktur Exploitasi Energi Indonesia, menyatakan produksi tambang Sekti Rahayu awalnya ditargetkan pada kuartal IV 2013, namun molornya peningkatan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi, membuat produksi perdana juga ikut mundur. Dinas pertambangan setempat memang masih baru dengan hal seperti itu. Jadi perusahaan menginginkan perizinan sudah clear dan tidak bermasalah. Jadi mudur sampai 3-4 bulan ke depan. Kuartal I 2013 sudah mulai produksi. Direktur Exploitasi Energi Indonesia mengatakan target produksi awal tambang Sekti Rahayu di Sampit, Kalimantan Tengah mencapai 300 ribu ton per tahun. Batubara yang dihasilkan memiliki kandungan kalori 3.800 - 4.200 kilokalori/kilogram (kkal/kg). Perseroan telah menyiapkan berbagai peralatan yang dibutuhkan untuk produksi termasuk lokasi pelabuhan. Studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) saat ini sedang difinalisasi, disesuaikan dengan peningkatan status IUP dari ekpslorasi menjadi operasi produksi. PT Sekti Rahayu Indah memiliki cadangan batubara mencapai 116 juta ton. Perusahaan ini dimiliki Exploitasi setelah mengakuisisi 99,97% saham PT Energi Batubara Indonesia (EBI). Dana akuisisi EBI mencapai Rp 2,36 triliun yang
Dwi Mingguan Edisi VII – last Update : 11 Oktober 2013
Page 13
Weekly Review – Market Intelligence & Analysis Group diperoleh dari hasil penawaran umum terbatas II (right issue) pada Desember 2012. PT EBI memiliki cadangan batubara 204 juta ton yang tersebar di lima konsesi di Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. Saat ini produksi batu bara EBI berkisar antara 200 ribu-300 ribu ton per tahun salah satunya berasal Sekti Rahayu. Produksi batubara perseroan juga berasal dari tambang di Asam-Asam, Sumatera Selatan. Tambang ini memiliki cadangan batubara mencapai 18 juta ton. Selain menjual batubara dari anak usahanya, PT Exploitasi Energi Indonesia Tbk juga menjalankan bisnis perdagangan batubara. Exploitasi Energi melalui perusahaan afiliasi (sister company), PT Cenko Prima Ferro International, memulai mengekspor batubara ke China dan India. Batubara yang diekspor merupakan batubara kalori rendah (low rank) 4.200 kcal/kg. Batubara yang diekspor tersebut berasal dari konsesi tambang Bantuas yang terletak di Desa Bantuletak di Palaran, Kotamadya Samarinda Timur, Kalimantan Timur. Penambangan di tambang seluas 175 hektare milik PT Mutiara Etam Coal tersebut dilakukan oleh PT Multi Guna Laksana, sister company Exploitasi Energy yang bergerak dalam bidang kontraktor pertambangan dan pelabuhan khusus batubara di Kalimantan. (Sumber: Indonesia Finance Today, 7 Oktober 2013).
Pemerintah Diharapkan Aktif Kendalikan Produksi Batubara - Pemerintah diminta berperan aktif dalam membatasi produksi batubara nasional untuk mendorong perbaikan harga. Indonesia merupakan eksportir batubara thermal terbesar di dunia sehingga dapat mempengaruhi suplai dan harga. Pelemahan harga batubara membuat banyak perusahaan batubara menikmati sedikit keuntungan di tengah kenaikan berbagai biaya seperti bahan bakar minyak. Sekitar 30-40% biaya produksi batubara berasal dari komponen biaya untuk bahan bakar minyak. Beberapa perusahaan pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) yang tergabung dalam APBI secara informal telah menyatakan siap mendukung upaya pengurangan produksi dan penjualan. Pembicaraan lebih detail dengan anggota akan dilakukan dalam waktu dekat. Asosiasi akan mengajak produsen pemilik izin usaha pertambangan (IUP) di luar asosiasi. Hampir 20% produksi dan ekspor batubara nasional berasal dari pemilik IUP. Kerja sama dengan semua produsen harus dilakukan agar usaha mengendalikan harga dapat tercapai. Jika hanya perusahaan PKP2B saja yang bersedia mengendalikan produksi dan ekspor, sementara pemegang IUP tetap menggenjot produksi, maka perbaikan harga akan sulit tercapai. Produksi batubara nasional hingga hingga Juni 2013 telah mencapai 211 juta ton atau naik 11,3% dari periode yang sama tahun lalu sebesar 189,5 juta ton. Namun harga batubara terus menurun dan stagnaan. Harga batubara acuan (HBA) sepanjang tiga bulan terakhir stagnan di level US$ 76 per ton. HBA Oktober adalah US$ 76,60 per ton, sedikit turun dari HBA pada bulan September US$ 76,89 per ton, dan US$ 76,70 per ton pada Agustus. HBA Oktober merupakan yang terendah sepanjang 2013 bahkan dalam 3 tahun terakhir. Berdasarkan data Kementerian ESDM, HBA terendah pada 3 tahun terakhir pernah menyentuh US$ 77,39 per ton, yakni pada Januari 2010. Tetapi HBA terus naik hingga US$ 103,41 per ton pada Desember 2010. Sepanjang 2011 HBA tidak pernah turun dari US$ 100 per ton. Pada 2012 HBA mulai turun, tetapi HBA terendah sepanjang tahun 2012 hanya menyentuh level US$ 81,44 per ton, yakni pada November 2012. HBA yang ditetapkan Kementerian ESDM merupakan harga batubara untuk kesetaraan nilai 6.322 kilokalori/kilogram (Kkal/Kg) dengan basis GAR (gross as recieved). Harga acuan ini ditetapkan berdasarkan rata-rata harga pada indeks harga Indonesia Coal Index (ICI), Platss 59, New Castle Export Index, dan New Castle Global Coal Index (GC). Formulanya, HBA = 25% ICC + 25% Platss59 + 25% NEX + 25% (Sumber: Indonesia Finance Today, 9 Oktober 2013).
Harga Timah Diproyeksi Capai US$ 26 Ribu Per Ton - Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI), memproyeksikan harga timah yang ditransaksikan di BKDI akan menguat hingga US$ 26 ribu per ton
Dwi Mingguan Edisi VII – last Update : 11 Oktober 2013
Page 14
Weekly Review – Market Intelligence & Analysis Group pada akhir tahun. Christilia Angelica, Head of Bussiness Development BKDI, mengatakan harga timah di BKDI terus mengalami tren penguatan menuju harga yang wajar berdasarkan penawaran dan permintaan. Menurutnya, kewajiban perdagangan timah di BKDI membuat Indonesia dapat menjadi penentu harga. Hal ini mulai terlihat dari harga yang sebelumnya hanya US$ 19.470 per ton sebelum timah mulai diperdagangkan pada 30 Agustus 2013, kini bertahan di harga US$ 23 ribu per ton dan menyentuh harga US$ 23.500 untuk TINPB50 pada penutupan perdagangan Senin (7/10). Selain karena terbentuk secara wajar berdasarkan hukum penawaran dan permintaan, penguatan harga timah hingga US$ 26 ribu per ton didukung oleh langkah pengendalian harga oleh BKDI bersama komite timah. Saat harga naik pada level tertentu dan konsisten pada level tersebut, BKDI akan menjadikan harga tersebut sebagai acuan untuk transaksi. Artinya, penjual tidak boleh menjual timah di bawah harga acuan yang telah ditetapkan. Harga acuan akan diubah jika harga kemudian naik lagi dan konsisten di angka tersebut. Kontrol harga dilakukan BKDI bersama komite timah yang terdiri atas pelaku baik penjual maupun pembeli, regulator, asosiasi timah, dan otoritas BKDI. Timah yang paling banyak ditransaksikan adalah timah dengan pengotor timbel (PB) 300 atau TINPB300. Harga timah PB sejak perdagangan perdana, bergerak naik dari US$ 21.100 hingga mencapai rekor US$ 23.300 pada penutupan perdagangan Selasa. Bursa timah Indonesia kini mulai mempengaruhi harga timah dunia. Harga timah di LME bahkan sudah menembus harga US$ 24 ribu per ton, level harga yang tidak pernah tercapai sejak awal 2013. (Sumber: Indonesia Finance Today, 9 Oktober 2013)
Naik 75%, Produksi Bijih Besi Capai 18,4 Juta Ton – Menjelang penerapan hilirisasi mineral pada 12 januari 2014, rata-rata produksi mineral logam meningkat signifikan. Salah satunya adalah produksi bijih besi. Di sepanjang tahun 2013, Kementerian ESDM memperkirakan jumlah produksi mineral tersebut mencapai 18,4 juta ton, atau meningkat 75,2% dibandingkan dengan realisasi produksi tahun lalu sebesar 10,5 juta ton. Pada Januari-Juli 2013, produksi bijih besi sudah mencapai 10,73 juta ton. Menurut Ladjiman Damanik, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo), mengatakan bahwa sejumlah industri di China khawatir pasokan bijih besi dari Indonesia akan berkurang jika Indonesia mulai menerapkan program hilirisasi di tahun depan. Untuk itu, mereka melakukan pembelian yang cukup besar untuk mengamankan persediaan sehingga operasional pabrik tidak terganggu. Berdasarkan Kementerian Perdagangan, harga patokan ekspor (HPE) bijih besi per September 2013 yaitu sebesar US$ 97,93 per ton, naik 30,12% dibandingkan dengan Januari 2013 sebesar US$ 75,19 per ton. (Sumber: Kontan, 1 Oktober 2013)
Relaksasi Ekspor Mineral tak Berdampak ke Bisnis - Kebijakan relaksasi ekspor mineral tampaknya tidak berpengaruh banyak dalam meningkatkan volume ekspor sekaligus memperbesar masuknya dollar AS ke Indonesia. Pasalnya, persyaratan yang harus dilalui pemegang izin usaha pertambangan (IUP) cukup sulit, mulai rekomendasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) hingga persetujuan pemerintah daerah. Hingga sekarang ini, Kementerian ESDM baru menerima sekitar 30 proposal dari izin usaha pertambangan (IUP) mengenai program relaksasi mineral. Padahal, jumlah IUP operasi produksi yang telah memegang sertifikat clean and clear mencapai sekitar 1.900 IUP. Dede Ida Suhendra, Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM mengatakan, sejumlah 30 perusahaan yang mengajukan proposal relaksasi terdiri dari berbagai macam komoditas, seperti bauksit, nikel, bijih besi. Pada akhir Agustus silam, pemerintah mengeluarkan kebijakan berupa penghapusan kuota ekspor mineral untuk meningkatkan masuknya devisa. Sebelum itu, para pemegang IUP juga disyaratkan untuk mengajukan proposal revisi RKAB terlebih dahulu ke Kementerian ESDM. Dede mengakui, sejauh ini kebijakan relaksasi ekspor mineral tidak dapat berpengaruh banyak. Alasannya, pertama, selain harus mengantongi restu dari pemerintah pusat, perusahaan pertambangan juga mesti memperoleh persetujuan dari pemerintah daerah setempat. Sebab, untuk dapat menggenjot produksi, tentunya akan ada perizinan lainnya, terutama yang berkaitan dengan lingkungan. Kedua, relaksasi ini kurang
Dwi Mingguan Edisi VII – last Update : 11 Oktober 2013
Page 15
Weekly Review – Market Intelligence & Analysis Group direspon pengusaha karena pemerintah tetap memberlakukan pungutan bea ekspor sebesar 20%. Alhasil, pemegang IUP masih merasa terbebani karena di saat yang sama, harga mineral di pasar internasional sedang rendah. Dede bilang, pemerintah tidak mungkin menghapuskan bea ekspor lantaran berkaitan langsung dengan penerimaan negara. Hingga akhir Desember mendatang, Kementerian ESDM memproyeksikan peningkatan ekspor mineral masih dalam tahap wajar. Untuk komoditas nikel, produksinya diperkirakan mencapai 52,2 juta ton atau meningkat 27,3% dari tahun lalu. Sementara, produksi bauksit diproyeksikan akan mencapai 51,6 juta ton, atau naik 72%. Sedangkan produksi komoditas besi mencapai 18,4 juta ton, atau naik 75,2 juta ton. Dengan penurunan harga sekarang, perusahaan yang tidak punya komitmen jangka panjang yang banyak memanfaatkan masih bolehnya ekspor mentah. Sementara itu, Mag Faisal Emzita, Direktur Eksekutif Asosiasi Nikel Indonesia (ANI) mengatakan, meskipun permintaan komoditas sedang meningkat saat ini, namun hal ini tidak berpengaruh pada harga jual. Faisal menyatakan, sekarang ini sudah banyak IUP operasi produksi yang telah diakuisisi oleh pengusaha asal China, sehingga harga jual dapat dikontrol pembeli (China). Mereka membeli dengan nilai yang sama, namun volumenya bisa meningkat dua kali lipat (Sumber: Kontan, 11 Oktober 2013).
Harga Timah Diproyeksi Capai US$ 26 Ribu Per Ton - Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI), memproyeksikan harga timah yang ditransaksikan di BKDI akan menguat hingga US$ 26 ribu per ton pada akhir tahun 2013. Christilia Angelica, Head of Bussiness Development BKDI, mengatakan harga timah di BKDI terus mengalami tren penguatan menuju harga yang wajar berdasarkan penawaran dan permintaan. Menurut Christilia Angelica, kewajiban perdagangan timah di BKDI membuat Indonesia dapat menjadi penentu harga. Hal ini mulai terlihat dari harga yang sebelumnya hanya US$ 19.470 per ton sebelum timah mulai diperdagangkan pada 30 Agustus 2013, kini bertahan di harga US$ 23 ribu per ton dan menyentuh harga US$ 23.500 untuk TINPB50 pada penutupan perdagangan Senin 10 Oktober 2013. Selain karena terbentuk secara wajar berdasarkan hukum penawaran dan permintaan, penguatan harga timah hingga US$ 26 ribu per ton didukung oleh langkah pengendalian harga oleh BKDI bersama komite timah. Saat harga naik pada level tertentu dan konsisten pada level tersebut, BKDI akan menjadikan harga tersebut sebagai acuan untuk transaksi. Artinya, penjual tidak boleh menjual timah di bawah harga acuan yang telah ditetapkan. Harga acuan akan diubah jika harga kemudian naik lagi dan konsisten di angka tersebut. Kontrol harga dilakukan BKDI bersama komite timah yang terdiri atas pelaku baik penjual maupun pembeli, regulator, asosiasi timah, dan otoritas BKDI. Timah yang paling banyak ditransaksikan adalah timah dengan pengotor timbel (PB) 300 atau TINPB300. Harga timah PB sejak perdagangan perdana, bergerak naik dari US$ 21.100 hingga mencapai rekor US$ 23.300 pada penutupan perdagangan Selasa. Christilia Angelica mengatakan bursa timah di BKDI saat ini belum mencapai tujuannya yakni menjadi penentu harga timah dunia. Namun minimal, harga timah di Londol Metal Exchange (LME) terus naik, mengikuti tren yang terjadi di BKDI. Bursa timah Indonesia kini mulai "menggoncang" harga timah dunia. Harga timah di LME bahkan sudah menembus harga US$ 24 ribu per ton, level harga yang tidak pernah tercapai sejak awal 2013. Saat ini terdapat 21 anggota yang terdaftar di INATIN, kode bursa timah di BKDI. Christilia menyatakan anggota baru di bursa timah BKDI akan bertambah karena para pembeli timah Indonesia dan penjual timah tidak punya pilihan selain menjual dan membeli timah di BKDI, bursa yang ditetapkan oleh pemerintah untuk transaksi timah. Penjual timah batangan utama di BKDI saat ini adalah PT Timah Tbk, PT Refined Bangka Tin, PT Mitra Stania Prima, PT Tambang Timah, dan PT Bukit Timah. Sedangkan pembeli utama salah satunya adalah
Dwi Mingguan Edisi VII – last Update : 11 Oktober 2013
Page 16
Weekly Review – Market Intelligence & Analysis Group Toyota Tsusho Corporation dan Daewoo Inernational COrporation. Selama ini PT Timah Tbk merupakan eksportir terbesar timah asal Indonesia yakni 40% dari total ekspor nasional. Berdasarkan data yang diperoleh BKDI terdapat 41 produsen timah (smelter) skala kecil yang belum mau bergabung dengan busa. BKDI akan melakukan sosialisasi agar smelter skala kecil mau ikut bergabung. Standar mutu timah yang boleh diperdagangan di BKDI banyak yang sulit dipenuhi oleh perusahaan smelter kecil tersebut. Mereka harus menambah modal dan peralatan untuk memurnikan timah batangan yang sesuai syarat yang telah ditetapkan pemerintah. (Sumber: Kontan, 9 Oktober 2013).
Dwi Mingguan Edisi VII – last Update : 11 Oktober 2013
Page 17
Weekly Review – Market Intelligence & Analysis Group Tabel Statistik Harga Minyak, Gas dan Barang Tambang Komoditas
Pasar
Satuan
11-Oct-13 Minyak WTI New York Merchantile Exchange US$/Barrels 102.02 Minyak Brent ICE Future Europe US$/Barrels 110.42 Gas Alam New York Mercantile Exchange US$/MMBtu 3.78 Batubara - 6.000 kcal ICE Future Europe US$/Ton 80.45 Emas USA - Spot Market US$/Troy Ounce 1,272.20 Perak USA - Spot Market US$/Troy Ounce 21.34 Alumunium London Metal Exchange US$/Ton 1,881.50 Tembaga London Metal Exchange US$/Ton 7,200.00 Nikel London Metal Exchange US$/Ton 13,920.00 Timah London Metal Exchange US$/Ton 23,450.00 Sumber: Bloomberg, diolah
10-Oct-13 103.01 110.93 3.72 80.90 1,287.60 21.69 1,881.00 7,145.00 13,750.00 23,360.00
9-Oct-13 101.61 108.27 3.68 80.90 1,305.59 21.87 1,858.00 7,099.50 13,660.00 23,425.00
10/11/13, 102.02 10/11/13, 110.42
04/29/11, 115.10 04/29/11, 109.03
7.00 6.00 5.00
10/04/11, 92.49 10/03/11, 82,10
4.00
06/21/12, 91.42
3.00
06/21/12, 82,10
Periode 7-Oct-13 4-Oct-13 103.03 103.84 108.85 108.54 3.63 3.51 80.80 80.00 1,323.10 1,311.09 22.37 21.74 1,855.00 1,844.00 7,245.00 7,260.00 13,960.00 14,050.00 23,675.00 24,000.00
3-Oct-13 103.31 108.07 3.50 79.80 1,316.86 21.66 1,827.00 7,185.00 13,525.00 22,750.00
2-Oct-13 104.10 108.30 3.54 79.95 1,316.03 21.72 1,838.00 7,279.00 13,750.00 22,825.00
1-Oct-13 102.40 107.11 3.61 78.75 1,287.54 21.18 1,827.00 7,199.00 13,750.00 23,050.00
30-Sep-13 102.33 107.43 3.56 79.15 1,329.03 21.70 1,845.00 7,302.00 13,955.00 23,300.00
Grafik.2: Harga Gas Alam (US$/MMBtu) Periode 1 Jan 2010 - 11 Okt 2013
Grafik.1: Harga Minyak WTI & Brent (US$/barrels) Periode 1 Jan 2010 - 11 Okt 2013 140.00 120.00 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 -
8-Oct-13 103.49 109.41 3.72 80.50 1,319.29 22.31 1,865.00 7,239.50 13,900.00 23,600.00
01/06/10, 6.51 05/03/11, 5.41 04/19/13, 4.50 05/18/12, 3.69
01/19/12, 3.39
10/11/13, 3.78
2.00 01/04/10 02/25/10 04/20/10 06/11/10 08/04/10 09/27/10 11/18/10 01/11/11 03/04/11 04/27/11 06/20/11 08/11/11 10/04/11 11/25/11 01/18/12 03/12/12 05/03/12 06/26/12 08/17/12 10/10/12 12/03/12 01/24/13 03/19/13 05/10/13 07/03/13 08/26/13
01/04/10 02/24/10 04/16/10 06/08/10 07/29/10 09/20/10 11/10/10 12/31/10 02/22/11 04/14/11 06/06/11 07/27/11 09/16/11 11/08/11 12/29/11 02/20/12 04/11/12 06/01/12 07/24/12 09/13/12 11/05/12 12/26/12 02/15/13 04/09/13 05/30/13 07/19/13 09/10/13
1.00
Grafik.3: Harga Batubara (US$/Ton) Periode 1 Jan 2010 - 11 Okt 2013 05/03/11, 133.10
140.00
120.00
05/04/10, 114.85
04/03/12, 115.50
100.00 80.00 60.00
06/11/12, 95.35 10/11/13, 80.45
40.00 20.00 01/04/10 03/01/10 04/26/10 06/21/10 08/16/10 10/11/10 12/06/10 01/31/11 03/28/11 05/23/11 07/18/11 09/12/11 11/07/11 01/02/12 02/27/12 04/23/12 06/18/12 08/13/12 10/08/12 12/03/12 01/28/13 03/25/13 05/20/13 07/15/13 09/09/13
-
Harga Acuan Batubara Indonesia Harga (US$/Ton) Kalori Okt-2013 Sept-2013 Aug-2013 Jul-2013 Jun-2013 Mei-2013 Apr-2013 Mar-2013 4200 kcal 41.98 42.11 42.03 44.31 45.76 45.98 47.45 48.15 5000 kcal 57.06 57.23 57.11 60.29 62.31 62.6 64.66 65.63 6322 kcal 76.61 76.89 76.70 81.69 84.87 85.33 88.56 90.09 Sumber: Bloomberg, diolah Dwi Mingguan Edisi VII – last Update : 11 Oktober 2013
Page 18