Pintu Aman Masa Depan Perusahaan Keluarga (Warta Ekonomi edisi Tahun XXIII 21 Februari 2011- 6 Maret 2011 oleh Fekum A.) Beberapa perusahaan keluarga papan atas di Indonesia berhasil terus tumbuh berkembang dari generasi ke generasi. Salah satu kunci suksesnya adalah adanya suksesi kepemimpinan yang mulus, dan terencana. Media Januari lalu tepatnya Rabu (12/1) pagi, kediaman pengusaha BRA Mooryati Soedibyo di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, tampak lebih ramai dari biasanya. Pasalnya, ada perhelatan penting di rumah pemilik perusahaan jamu dan kosmetik PT. Mustika Ratu Tbk. itu. Pagi itu Mooryati mengadakan acara bedah buku disertasinya tatkala mengambil program doctor di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia yang berjudul Kajian terhadap Suksesi Kepemimpinan Puncak (CEO) Perusahaan Keluarga di Indonesia (Menurut Perspektif Penerus). Usai bedah buku, Mooryatipun melanjutkan acara dengan memberikan pengumuman penting. Mooryati secara resmi mengumumkan bahwa ia melimpahkan kepemimpinan puncak PT. Mustika Ratu Tbk. yang sebelumnya disandangnya kepada anak keduanya, Putri Kuswisnu Wardhani. “Suksesi ini adalah share dream visi masa depan yang saya transferkan pada Putri agar Mustika Ratu dapat terus maju dan terus bertahan dari generasi ke generasi,” ujar Mooryati. Suksesi kepemimpinan puncak di PT. Mustika Ratu Tbk. itu jelas menegaskan hasil riset The Jakarta Consulting Group (JCG) yang mengungkapkan bahwa saat ini sejumlah perusahaan keluarga papan atas di Indonesia tengah memasuki masa transisi kepemimpinan. Persisnya, survey JCG terhadap 87 perusahaan keluarga berskala menengah ke atas yang tersebar di berbagai kota di Indonesia pada 2004 itu menjelaskan bahwa 34% perusahaan keluarga pada decade ini akan melakukan suksesi kepada generasi kedua. Menurut Patricia Susanto, CEO The Jakarta Consulting Group, berlangsungnya masa transisi kepemimpinan itu tidak lepas dari sejarah berdirinya perusahaan-perusahaan keluarga tersebut. Perusahaan-perusahaan keluarga yang aka melakukan suksesi pada decade ini umumnya adalah perusahaan keluarga yang didirikan pada kurun waktu 1956-1967 (10%) dan 1968-1979 (24%). Pertimbangannya, usia pendiri ketika itu diasumsikan berada pada kisaran 30-35 tahun. Ketika perusahaan-perusaan itu masih bertahan hingga kini, maka artinya gerak roda perusahaan telah melewati masa 3-5 dasawarsa. Dengan demikia, usia sang pendiri saat ini tentu sudah mulai menua. Oleh karena itu apabila dilihat dari siklus perusahaan, siklus umur, dan historisnya, perusahaan keluarga kita dalam 10 tahun ke depan memang akan melakukan suksesi.
Jejak Awal Perusahaan Keluarga Para entrepreneur selalu menjadi tombak bagi kemajuan ekonomi suatu negara. Tak ayal, di negaranegara yang relatif maju perekonomiannya selalu bertebaran para entrepreneur yang tangguh. Mereka inilah sebenarnya pencetak keajaiban ekonomi. Mereka tidak hanya memiliki ide-ide inovatif semata, tetapi juga kemampuan merealisasikan gagasan-gagasannya. Hal itu, jelas Patricia, biasanya ditempuh oleh entrepreneur dengan membentuk sebuah badan usaha yang berbadan hukum. “ Agar dapat merealisasikan ide sesuai keinginannya, maka perusahaan harus berada dalam kendalinya. Dan, ketika idenya terealisasi, yang muncul adalah perusahaan keluarga” ujar dia. Dalam terminologi bisnis, ada dua jenis perusahaan keluarga. Pertama adalah family oriented business (FOB). Perusahaan yang termasuk dalam kategori ini adalah perusahaan yang dimiliki oleh keluarga, tetapi dikelola oleh professional yang berasal dari luar lingkar keluarga. Dalam hal ini, keluarga berperan sebagai pemilik dan tidak melibatkan diri dalam operasional di lapangan agar pengelolaan perusahaan berjalan secara profesional. Anggota keluarga sebagai pemilik hanya menjalankan fungsi pengawasan. Jenis kedua adalah family business enterpris (FBE). Perusahaan yang tergabung dalam tipe ini adalah perusahaan yang dimiliki dan dikelola oleh anggota keluarga pendirinya. Jadi, baik kepemilikan maupun pengelolaan dipegang oleh keluarga. Perusahaan keluarga tipe ini, ungkap Patricia, biasanya bercirikan dipegangnya posisi-posisi kunci dalam perusahaan oleh anggota keluarga. Tipikal perusahaan jenis inilah, analisis Putri dari founder The Jakarta Consulting Group A.B. Susanto itu, yang mendominasi persahaan keluarga di Indonesia.
Idiom Perusahaan Keluarga Lebih dari enam decade negeri ini berdiri dan telah banyak bermunculan perusahaan-perusahaan keluarga yang hingga kini tidak hanya sekedar eksis, tetapi juga memiliki andil besar dalam pembangunan nasional dan bahkan memiliki reputasi di tingkat internasional. Sebut saja di antaranya seperti kelompok usaha Hadji Kalla, Sinar Mas, Djarum, Gudang Garam, Sampoerna, Mustika Ratu, Martina Berto, Rekso (Sosro), Bakrie, Salim, Kapal Api, Medco, Ny. Meneer, Sido Muncul, dan masih banak lainnya. Mereka itulah yang menjadi ikon entrepreneur andal negeri inivyang mampu merealisasikan ide-ide inovatif dalam perusahaannya. Keluarga Sosrodjojo adalah contoh menarik. Keluarga ini memulai usahanya di Slawi, Jawa Tengah, pada tahun 1940. Kemudian pada 1974 mereka mendirikan PT. Sinar Sosro yang merupakan pabrik teh siap minum dalam kemasan botol. Produk the botolan ini merupakan yang pertama di Indonesia, bahkan di dunia. Awalnya produk teh ini dipasarkan dengan cara yang unik, yakn dengan harga jual yang disandarkan pada daya beli relatif konsumen dan tidak lebih tinggi dari ongkos parker ketika itu. Meskipu kini telah banyak pesaingnya, Sosro tetap menjadi merek utama minuman teh dalam kemasan botol. Sejak 1990 bisnis ini telah dijalankan oleh generasi ketiga tersebut juga menambah usaha waralaba dengan jaringan raksasa restoran asal Negeri Paman Sam, McDonld’s. Kemudian, siapa yang tidak kenal kopi Kapal Api? Kopi ini diproduksi oleh PT. Santos Jaya Abadi yang berdiri pada tahun 1927 di Surabaya. Perusahaan yang didirikan oleh perantau asal Fujian, Cina, Goe Soe Loet ini sekarang menguasai 40% pasar kopi Tanah Air, padahal awalnya ia hanyalah produksi rumahan. Kapal api dijadikan logo karena merupakan symbol tertinggi dan kemewahan kala itu. Regenerasi kepemimpinan kepada Soedomo Mergonoto menjadi tonggak sejarah modernisasi mesin produksinya sehingga penetrasi pasarnya mencapai Arab Saudi, Hongkong, Taiwan, dan Malaysia. Peusahaan inipun mencatat perubahan berar dengan mengubah strategi pemasaran. Kala itu, Kapal Api beriklan di acara Mana Suka Siaran Niaga TVRI. Mereka mengontrak Paimo, pelawak tenar Srimulat masa itu, sebagai bintang iklan. Langkah ini mengawali diversifikasi merek untuk menyesuaikan kelas konsumennya. Ada sebuah idiom yang mengatakan bahwa dalam perusahaan keluarga, generasi pertama adalah generasi yang membangun, generasi kedua yang membesarkan dan menikamti, dan generasi ketiga yang menghancurkan. Idiom itu muncul bukan hanya di Indonesia saja, tetapi juga di luar negeri karena pandangan umum terhadap keberlangsungan perusahaan keluarga selama ini. Namun, akademisi muda FEUI Firmanzah membantah hal itu. Menurutnya, idiom tersebut itu kurang relevan karena, seiring perjalanan waktu, generasi penerus perusahaan keluarga cenderung lebih matang dalam mempelajari sekaligus mengevaluasi kekurangan dan kelebihan kinerja generasi sebelumnya. Generasi kedua belajar dari plus minus generasi pertama. Hal yang sama juga berlaku bagi generasi ketiga dari generasi kedua. Saat ini, lanjut guru besar termuda di FEUI itu, para generasi penerus perusahaan keluarga tidak hanya dituntut untuk sekedar mampu mengevaluasi plus minus generasi sebelumnya. Lebih dari itu, mereka harus juga memiliki emotional attachment bahwa yang dikelola bukan hanya profit dan profesionalitas semata, melainkan juga ada hal lain yang harus dipikirkan yaitu identitas keluarga yang harus dijaga.
“Saya rasa mereka memiliki tanggung jawab moral untuk terus menjaga. Siapa pun yang akan meneruskan,” ujarnya.
Suksesi Perusahaan Keluarga Di dalam dissertasinya mengenai suksesi CEO perusahaan keluarga di Indonesia (menurut perspektif penerus), Mooryati menuturkan bahwa membangun perusahaan keluarga tak ubahnya mengarungi kehidupan. Perusahaan dibangun untuk terus tumbuh dan dipelihara agar terus dapat berkembang. Namun, seperti halnya kehidupan, tidak semua perusahaan mampu hidup dan bertahan dalam jangka waktu yang lama atau bertahan dari generasi ke generasi dan mencapai cita-cita pendiri. Ada banyak faktor, tambah Mooryati, yang dapat menentukan keberhasilan perusahaan untuk bisa bertahan dari waktu ke waktu. Hal itu tentunya juga berlaku bagi perusahaan keluarga yang dibangun dan dikelola oleh anggota keluarga untuk dapat bertahan selama mungkin. Salah satu kunci keberhasilan perusahaan untuk bertahan dalam jangka waktu panjang, tutur Mooryati, adalah suksesi kepemimpinan. Peraih gelar Doktor Ilmu Manajemen dari FEUI ini menambahkan banyak contoh kegagalan perusahaan keluarga untuk bertahan dalam jangka panjang. Seperti yang disarikan olehnya berdasarkan penelitian ilmuwan negeri Tiongkok Chung dan Yean tentang perusahaan keluarga di Hongkong, ditemukan bahwa banyak perusahaan keluarga sulit untuk bertahan hingga generasi
kedua. Salah satu kesimpulan yang mereka ambil untuk menjelaskan fenomena ini adalah karena dalam perusahaan keluarga di negara tersebut tidak terdapat system dan pola suksesi yang baik. Perusahaan keluarga memang memiliki permasalahan yang khas dibandingkan dengan organisasi pada umumnya, khususnya pada manajemen estafet (suksesi). JCG, seperti yang dijelaskan oleh Patricia, menganalisis bahwa suksesi di perusahaan keluarga sering kali diartikan sebagai peralihan pimpinan di tingkat puncak saja, sehingga perusahaan pun hanya berkonsentrasi di tingkat puncak. Padahal, suksesi kepemimpinan merupakan hal yang wajar dan menjangkau berbagai lapisan manajerial. Suksesi pada dasarnya berkaitan dengan berbagai kebijakan perusahaan. Di antaranya, perubahan pola pergerakan perusahaan, pengembangan perusahaan, kebijakan perencanaan karier, dan system promosi-mutasi. Oleh karena itu, suksesi tidak hanya terbatas pada alih generasi pimpinan puncak saja dan tidak hanya didasarkan pada kriteria usia, ataupun pemilik kepada generasi penerus dan para professional saja “Suksesi hendaknya direncanakan dan dilaksanakan untuk tujuan yang lebih luas,” tegas Patricia. Berbicara tentang suksesi dalam perusahaan keluarga,Patricia menilai bahwa semangat dan tongkat estafet memang harus diturunkan kepada generasi berikutnya. Ada tiga alasan, menurut dia, yang menjadi landasan kuat untuk mendorong suksesi di perusahaan keluarga. Pertama, karena keberlangsungan penting sekli disiapkan agar tidak terjadi Prince Charles Syndrome. Pangeran Charles yang sudah berusia lebih dari 50 tahun masih tetap sebagai putra mahkota dan tidak pernah tahu kapan dia akan menjadi raja. Sementara itu, ibunya, Ratu Elizabeth, sudah berumur lebih dari 70 tahun dan belum ada tanda-tanda bakal turun tahta. Pertanyaanya kemudian adalah apabila sang ibunda meninggal pada usia 100 tahun, apakah Pangeran Charles harus menunggu tiga puluh tahun lagi untuk menjadi raja? Alasan kedua pentingnya suksesi di perusahaan keluarga adalah apabila generasi pertama pensiun atau meninggal dunia, perusahaan diharapkan tetap bagus dan berjalan lancar. Alasan ketiga adalah untuk menjaga harmoni keluarga. Suksesi di Grup Hadji Kalla, dimata Patricia, sangat luar biasa. Setelah Jusuf Kalla memutuskan mundur sebagai pemimpin tertinggi, tongkat estafet kepemimpinan pun diserahkan kepada Fatimah, adik perempuannya. Saat ini, menurut Patricia, Fatimah sedang menyiapkan keponakannya yang tak lain adalah putrid kedua Jusuf Kalla untuk duduk sebagai pemuncak di perusahaan keluarga mereka. “Apa yang dilakukan JK itu luar biasa. Itu semua di luar tradisi Bugis. Biasanya perempuan tidak dianggap karena perempuan identik di rumah. Mereka benar-benar memilih berdasarkan kompetensi,” ujar Patricia, tidak dapat menyembunyikan kekagumannya.
Tantangan Masa Depan Seiring perkembangan zaman yang ditandai dengan ekses perubahan yang begitu cepat, ditunjang oleh inovasi teknologi dan kreativitas tiada henti, maka perusahaan keluarga juga dituntat untuk tidak terlena. Pasalnya, selama ini mungkin mereka selalu berada dizona nyaman, menurut Patricia, tak ubahnya bangunan yang megah, tetapi dengan fondasi yang rapuh. Mengapa demikian? Itu karena jiwa entrepreneur yang menjadi penopang person-person dalam perusahaan keluarga biasanya memiliki hobi bekerja, tetapi mereka banyak yang lupa membangun sistem. Ibarat membangun rumah, awalnya orang membangun mungkin hingga dua lantai. Akan tetapi, karena bisnis terus bertumbuh dan kondisi ekonomi membaik, maka orang itu tentu tergerak untuk meningkatkan bangunan rumahnya hingga sepuluh lantai. Pada saat itu, fondasi rumahnya mungkin masih mampu menopang bangunan hingga sepuluh lantai. Namun, bagaimana jika orang itu lantas meningkatkan rumahnya hingga tiga puluh lantai? Pasti bangunan itu akan ambruk karena fondasinya tidak kuat dan sederhana karena memang didesain untuk menopang bangunan maksimal kurang dari lima lantai. Itulah karakteristik perusahaan keluarga di Indonesia. Sementara itu, Firmanzah, yang juga adalah Dekan FEUI, melihat bahwa tantangan perusahaan keluarga di masa depan adalah bagaimana pemimpin-pemimpin barunya dapat mengambil kebijakan yang tepat dan cepat menyangkut tiga hal. Pertama, dapat membuat garis demarkasi yang jelas antara persoalan keluarga dan persoalan perusahaan. Kedua adalah bagaimana suksesor dapat memodernisasi bisnis keluarga, dan ketiga adalah pengembangan. “Biasanya perusahaan keluarga tidak mau masuk ke dalam pasar modal karena mereka ingin 100% perusahaannya tetap menjadi perusahaan yang mereka miliki. Padahal, kalau tidak masuk pasar modal, perusahaan bisa tidak akan berkembang lagi karena tidak ada penambahan modal,” ujarnya. Rhenald Kasali, guru besar FEUI yang baru saja menulis buku berjudul Cracking Zone, menyoroti bahwa perusahaan keluarga saat ini harus melakukan cracking karena perusahaan keluarga sering kali terlena dengan cara lama. Founder mereka, menurut Rhenald, terlalu dominan di masa lalu sehingga diperlukan
sosok yang mampu memperbarui industry. “Idealnya, suksesor adalah orang-orang yang benar-benar sudah dipersiapkan dan benar-benar mempunyai panggilan di bidang itu,” saran dia. Senada dengan Rhenald, Patricia juga setuju bahwa perusahaan keluarga memerlukan gebrakangebrakan untuk berkompetisi di era digital seperti saat ini. Namun, menurut dia, untuk perusahaan keluarga, figur itu tetap penting. Figure inilah yang nantinya akan bergerak membawa figur-figur yang hebat dalam tim super untuk membuat breakthrough dan mengubah konstelasi industri. Gaya kepemimpinan perusahaan keluarga ke depan, ujar Patricia, juga akan jauh berbeda. Jadi, tidak lagi dengan gaya diktaktor, tetapi lebih pada membuat super team yang melibatkan profesional. Tim super inilah yang saat ini sedang diramu dengan sentral figurnya tetap anggota keluarga.
Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Guru Besar Ilmu Ekonomi FEUI
Keunggulan Produk Tak Boleh Hilang Salah satu pertanda utama bahwa suatu organisasi telah mampu berkelanjutan atau melalui periode pertumbuhan yang berdasawarsa adalah terlaksananya pergantian pemimpin pada tingkat tertinggi secara tertib dan dengan mengikuti aturan main baik yang bersifat formal maupun informal. Pada sebuah perusahaan yang masih merupakan perusahaan keluarga tetapi sudah diubah ke status Tbk., antara lain karena kekhasan sifat dari produk/proses/brand name, masalah pergantian pimpinan tersebut merupakan hal yang lebih sulit lagi penanganannya. Maklum, kekhasan sifat itu harus tidak terusik oleh perubahan kepemimpinan itu. Bahkan, idealnya, proses pergantian kepemimpinan itu menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari budaya/tradisi perusahaan tersebut, yang akan memperkuat kekompakan perusahaan di dalam perjalanannya lebih jauh ke depan.