PEMBANGUNAN TRANSMIGRASI MASA DEPAN
VOLUME IV NO. 19 JANUARI - MARET 2010
DAFTAR ISI daftar
isi
ANALISA
WAWASAN
17 Peranan Mediator dalam Penyelesaian Perselisihan Apa dan bagaimana peran mediator dalam memfasilitasi perselisihan antara pekerja dan pengusaha?
19 Pengaturan Pola Penempatan Transmigrasi
4
31 Gubernur dan 41 Bupati Sepakat Tingkatkan Pembangunan Transmigrasi
Melalui Temu Nasional Transmigrasi (TUNAS-Transmigrasi) 2009 dengan tema “TRANSMIGRASI, Peluang Bisnis & Daya Saing Daerah “, 31 Gubernur dan 41 Bupati sepakat untuk tingkatkan pembangunan transmigrasi di daerah masing-masing.
7 Profesi Perencana
PEMANFAATAN DATA 12
Tinjauan DevInfo Sebagai Program Pengembangannya Aplikasi Pengolahan Data Sebagai Karir PNS Kependudukan
Jabatan fungsional perencana (JFP) dapat dikatagorikan sebagai profesi, karena menjadi seorang perencana dituntut suatu keahlian tertentu, dan dari pekerjaan ini seseorang dapat memiliki nafkah bagi kehidupannya. Hal ini berlaku sama pada pekerjaan lain, tetapi mengapa profesi perencana menjadi berbeda dari pekerjaan lain?
Pertemuan tentang pemanfaatan data sebagai landasan pengambilan keputusan yang berlangsung pada tanggal 2 Februari 2010 di Siem Reap, Kamboja. Pertemuan diselenggarakan oleh DevInfo Taskforce Interagensi untuk Asia dan Pasifik.
10 Peran Perencanaan
Dalam Organisasi
Perencanaan merupakan salah satu dari empat fungsi menejemen yang penting dan harus dilakukan oleh suatu organisasi. Dalam kenyataannya banyak perencanaan yang gagal diakibatkan oleh perencanaan yang telah ditetapkan tidak mempunyai pijakan yang relevan dengan kondisi sosial dan budaya lingkungan.
Warta PERENCANA
15 Perencanaan
Berbasis Gender
Gender bukan semata jenis kelamin, dan juga bukan identik dengan perempuan. Gender adalah peran dan fungsi antara lakilaki dan perempuan sebagai hasil produk konstruksi sosial budaya.
Pengaturan pola penempatan transmigrasi dimulai setelah permukiman transmigrasi terbangun dan dinyatakan Siap Terima Penempatan (STP), selanjutnya calon transmigran ditempatkan di permukiman baru ini.
21 Perencanaan Perlindungan Tenaga Kerja dalam Era Globalisasi Pembangunan ketenagakerjaan di era globalisasi dan era perdagangan bebas AFTA 2003 dewasa ini sangat tergantung pada kondisi perekonomian nasional dan internasional. Keadaan dunia usaha yang demikian, menuntut untuk senantiasa dilakukan secara terbuka dan menyesuaikan dengan pelaksanaan pasar bebas.
23 Pengambilan Keputusan Sebagai Sebuah Kebutuhan Pokok
INFO
25 Layanan Pengadaan Barang/Jasa Elektronik Wjud Inovasi Pelayanan Publik
Delapan
Etos Kerja Profesional
LENSA
28
diterbitkan setiap triwulan oleh Biro Perencanaan Departemen Tenaga Kerja & Transmigrasi RI (SK Sekjen No. KEP 132A/SJ/I/2010)
ISSN: 1978-3299 Pengarah Sekretaris Jenderal Depnakertrans RI Penanggung Jawab Kepala Biro Perencanaan Koordinator Conrad Hendrarto Pemimpin Redaksi Jadid Malawi Sekretariat Redaksi Yeti Yulas, Diyah N. Redaktur Musrifah Mufti, Tati Juliati, Widyantoro M., Mery Hartati, Nur Siti Balian Editor Helaria P. Candra, Tuty H. Kiman Pracetak Gatot Sutejo Pembantu Umum Sudarmanto, Asmari Alamat Redaksi: Biro Perencanaan Kementerian Tenaga Kerja & Transmigrasi RI Jl. TMP Kalibata No. 17 Jakarta Selatan Tel/fax: (021) 7973060, 7973082, 7992661 E-mail:
[email protected] Redaksi menerima kiriman karya tulis Anda. Materi seputar perencanaan di bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian baik di pusat maupun di daerah. Naskah yang dimuat akan diberi imbalan sepantasnya.
VOLUME IV NO.19
JANUARI JANUARI--MARET MARET2010 2010
Warta PERENCANA
pengantar redaksi TAHUN 2010 ini majalah Warta Perencana menginjak usia ke empat. Di usia balita ini kalau diibaratkan seorang anak memasuki masa rawan. Namun demikian tim penerbit berusaha menampilkan majalah ini lebih baik. Penerbitan di tahun ke empat ini halamannya ditambah, yang semula 24 halaman kini di volume IV ini terbit dengan 28 halaman. Agar kerawanan dan kelemahan itu tidak terjadi, maka penerbit mengharapkan bantuan dan partisipasi pembaca semua, demi eksistensi majalah yang kita cintai ini. Semoga kehadirannya dapat dirasakan manfaatnya oleh kita semua. Sebagai sajian utama yaitu rubrik Wawasan, rubrik ini memuat beberapa tulisan antara lain: mengenai Temu Nasional Transmigrasi 2009 yang diikuti oleh 31 Gubernur dan 41 Bupati, diperoleh kesepakatan meningkatkan pembangunan Transmigrasi di daerah masing-masing. JFP dipandang sebagai profesi PNS, hal ini berlaku sama pada pekerjaan lain, tetapi mengapa Profesi Perencana menjadi berbeda dari pekerjaan lain. Perencanaan, salah satu dari empat fungsi menejemen yang penting dan harus dilakukan oleh suatu organisasi adalah perencanaan. Dalam kenyataannya banyak perencanaan yang gagal diakibatkan oleh perencanaan yang telah ditetapkan tidak mempunyai pijakan yang relevan dengan kondisi sosial dan budaya lingkungan. Perencanaan berwawasan Gender, saat ini sedang digalakkan agar penyusunan kegiatan dan anggaran di kementerian/ lembaga negara pada tahun 2011 berwawasan gender.
Sajian akhir pada rubrik wawasan mengenai Pemanfaatan data. Salah satu landasan pengambilan keputusan berlangsung tanggal 2 Februari 2010 di Siem Reap, Kamboja. Pertemuan diselenggarakan oleh DevInfo Taskforce Interagensi untuk Asia dan Pasifik. Rubrik Analisa edisi kali ini memuat beberapa tulisan antara lain: Peran Mediator dalam Memfasilitasi Perselisihan antara pekerja dan pengusaha; Pengaturan Pola Penempatan Transmigrasi, dimulai setelah permukiman transmigrasi terbangun dan dinyatakan siap terima penempatan (STP), selanjutnya calon transmigran ditempatkan di permukiman baru ini; Perencanaan Pembinaan dan Perlindungan Tenaga Kerja dalam Era Globalisasi, merupakan salah satu upaya pembangunan ketenagakerjaan era perdagangan bebas AFTA 2003, sangat tergantung pada kondisi perekonomian nasional dan internasional; Pengambilan Keputusan Sebagai Sebuah Kebutuhan Pokok, boleh jadi kita membenci sesuatu, padahal apa yang kita benci itu justru mendatangkan manfaat, dan boleh jadi kita menyukai sesuatu, padahal apa yang kita sukai justru mendatangkan kerugian. Merupakan rangkaian kalimat yang sering kita dengar tetapi mungkin sering juga kita abaikan maknanya; Beberapa tulisan sebagai sajian penutup dikemas dalam rubrik Info, antara lain: e-Procurement dan 8 Etos Kerja Profesional.
editorial *) Conrad Hendrarto PELAKSANAAN pembangunan tahun 2010 telah dimulai sejak awal Januari 2010. Dokumen DIPA telah ditandatangani Sekretaris Jenderal dan siap dipergunakan. Tidak ada lagi istilah terlambat karena DIPA belum cair. Tantangan di depan mata telah menunggu. Masyarakat pekerja, pencari kerja dan warga transmigran serta calon transmigran telah menanti gerakan nyata dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Kabinet Indonesia Bersatu II telah membuat infrastruktur untuk mempercepat pelaksanaan pembangunan antara lain melalui INPRES nomor 1 tahun 2010 tentang Perecepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunana Nasional tahun 2010.
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam INPRES ini memiliki empat Rencana Aksi yaitu (1) Pengembangan dan peningkatan perluasan kesempatan kerja melalui kegiatan padat karya produktif. Targetnya adalah 24.000 orang mempunyai pekerjaan sementara; (2) Peningkatan perlindungan pekerja perempuan dan penghapusan pekerja anak. Targetnya adalah 3.000 pekerja anak ditarik dari bentuk-bentuk pekerjaan terburuk bagi anak. (3) Penyempurnaan peraturan ketenagakerjaan dan sinkronisasi kebijakan ketenagakerjaan Pusat dan Daerah. Targetnya adalah tersusunnya naskah akademis dan rancangan peraturan kompensasi & penetapan PHK, hubungan kerja (PKWT dan outsourcing), pengupahan, perlindungan pekerja, mogok kerja; Harmonisasi jaminan sosial melalui penyusunan rancangan peraturan pelaksanaan program jaminan kecelakaan kerja; Inventarisasi peraturan bidang hubungan industrial dan jaminan sosial dan tersusunnya naskah tentang ketentuan pencatatan, verifikasi dan keterwakilan SP/SB. (4) Peningkatan,
pembinaan, perlindungan dan pelayanan TKI. Targetnya adalah terlayani dan tercatatnya 100% calon TKI pada Dinas Tenaga Kerja Provinsi dan Kab/Kota; ratifikasi konvensi buruh migran dan keluarganya; persiapan amandemen UU 39/2004; dan penambahan 4 atase/staf teknis ketenagakerjaan. Pelaksanaan prioritas nasional ini dipantau secara langsung oleh Presiden RI melalui Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4). Untuk itu, jajaran Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang unit kerjanya melaksanakan rencana aksi ini harus melaksanakan tugasnya dengan sungguh-sungguh sesuai jadwal. Setiap dua bulan akan dilakukan pemantauan dan evaluasi atas hasil pencapaian sasaran. Hasil karya nyata dinanti anak bangsa
Conrad Hendrarto Koordinator Penerbitan WARTA PERENCANA
VOLUME IV NO.19
JANUARI - MARET 2010
wawasan
*) Rifmayulis
31 Gubernur dan 41 Bupati Sepakat Tingkatkan Pembangunan Transmigrasi Melalui Temu Nasional Transmigrasi (TUNAS-Transmigrasi) 2009 dengan tema “TRANSMIGRASI, Peluang Bisnis & Daya Saing Daerah “, 31 Gubernur dan 41 Bupati sepakat untuk tingkatkan pembangunan transmigrasi di daerah masing-masing.
P
Foto-foto: dokumentasi P4Trans
embangunan transmigrasi merupakan perwujudan dari pembangunan Nasional, dan merupakan bagian integral dari pembangunan daerah. Konstribusi pembangunan transmigrasi untuk mendukung pembangunan
VOLUME IV NO.19
JANUARI - MARET 2010
Nasional dapat dilihat dari kinerjanya selama 59 tahun belakangan ini, dimana melalui pembangunan transmigrasi, sekitar 2,2 juta Kepala Keluarga (KK) atau sekitar 8,8 juta orang miskin dan penganggur mendapat pekerjaan
dan saat ini mereka telah berhasil meningkatkan kesejahteraannya ketingkat yang lebih baik. Kalau kita lihat dari aspek pembangunan daerah, melalui pembangunan transmigrasi selama 59 tahun ini telah dapat dibangun dan dikembangkan 3.325 desa baru yang berasal dari Unit Permukiman Transmigrasi (UPT), yang tersebar di provinsi dan Kabupaten/Kota. Di antara
wawasan desa-desa atau UPT tersebut, ada 89 Desa/UPT telah berkembang menjadi Ibukota Kabupaten, dan 235 Desa/UPT lainnya berkembang menjadi Ibukota Kecamatan. Lokasi-lokasi transmigrasi ini dapat berkembang menjadi pusat-pusat pertumbuhan, setelah 25 tahun atau lebih sejak lokasi transmigrasi itu dibangun. Mengawali kepemimpinannya di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, Bapak Drs. H.A. Muhaimin Iskandar, M.Si., sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam Kabinet Indonesia Bersatu II telah memberikan arahan, bahwa ada 2 (dua) kelompok besar yang ingin diwujudkannya dalam pelaksanaan pembangunan transmigrasi ke depan : 1) Pembangunan transmigrasi harus menjadi solusi dalam penyelesaian permasalahan Bangsa; 2) Pembangunan transmigrasi hendaknya hanya dalam kurun waktu 10 s/d 15 tahun saja sudah harus bisa dapat berkembang sebagai pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru di daerah. Selanjutnya berkaitan dengan pembangunan transmigrasi sebagai solusi dalam penyelesaian permasalahan bangsa, Bapak Drs. H.A. Muhaimin Iskandar, M.Si., berharap 5 (lima) tahun ke depan (2010-2014), pembangunan transmigrasi harus memberikan sumbangsih yang nyata dalam penyelesaian permasalahan bangsa sebagai berikut : 1) Ketahanan Pangan Nasional;
2) Ketahanan Nasional; 3) Pemerataan Pertumbuhan Ekonomi dan Investasi di Daerah; dan 4) Menguragi Penggangguran dan Kemiskinan;
Transmigrasi Unik dan Kompleks
Pembangunan transmigrasi memiliki ciri tersendiri dan kompleks, dimana dalam pelaksanaannya harus melalui rekayasa ruang (lahan), orang (transmigran) dan uang (investasi swasta) serta harus melibatkan minimal 2 (dua) pemerintah daerah. Oleh sebab itu, Bapak Drs. H.A. Muhaimin Iskandar, M.Si menyatakan, Pemerintah tidak mampu sendiri melaksanaan pembangunan transmigrasi, ke depan perlu kita kembangkan kemitraan antara para stakeholders seperti, Akedemisi, Pelaku Usaha, Pimpinan Lembaga Pemerintah Pusat dan Daerah, Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut diprakarsai oleh Bapak Drs. H.A. Muhaimin Iskandar, M.Si., pada tanggal 16 Desember 2009 bertempat di Jakarta, Depnakertrans mengadakan pertemuan Nasional yang disebut “Temu Nasional Transmigrasi” (TUNAS-Transmigrasi), yang dihadiri oleh beberapa Menteri terkait antara lain Menteri Koordinator Perekonomian, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri Kehutanan (diwakili), Menteri Pertanian (diwakili), dan Kepala BPN (diwakili), 31 (tiga puluh satu) Gubernur, diantaranya hadir secara pribadi sebanyak 5 (lima) Gubernur dan 8 (delapan Wakil Gubernur) dan Bupati, Guru Besar dan Akademisi serta Tokoh Masyarakat. Menurut Bapak Drs. H.A. Muhaimin Iskandar, M.Si., Temu Nasional Transmigrasi merupakan salah satu media penting untuk menjalin komunikasi bagi seluruh stakeholders ABGC (Academics,
VOLUME IV NO.19
JANUARI - MARET 2010
wawasan
Business, Government and Civil Society), seperti, Akedemisi, Pelaku Usaha, Pimpinan Lembaga Pemerintah Pusat dan Daerah, Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat, untuk saling menyampaikan informasi, agar terbangun komitmen bersama dalam pelaksanaan pembangunan transmigrasi, dan diharapkan hasil pertemuan ini dapat memperkaya konsep-konsep pemikiran tentang ”revitalisasi transmigrasi”, yang akan dilaksanakan di masa yang akan datang.
Para Gubernur dan Bupati Sepakat Tingkatkan Pembangunan Transmigrasi
VOLUME IV NO.19
JANUARI - MARET 2010
Melalui forum Temu Nasional Transmigrasi” (TUNAS-Transmigrasi) ini, sebagaimana yang disampaikan oleh Bapak Ir. Harry Heriawan Saleh, M.Sc Dirjen P4-Trans Depnakertrans ada sebanyak 31 Gubernur dan 41 Bupati sepakat melaksanakan pembangunan transmigrasi di daerahnya masingmasing, melalui mekanisme Kerjasama Antar Daerah (KSAD). Kesepakatan ditandai dengan dilakukan penandatanganan 71 (tujuh puluh satu) Naskah Kesepakatan Bersama antar Pemerintah Provinsi Daerah Asal Transmigrasi (NTT, NTB, Bali. Jatim, DIY, Jateng, Jabar, Banten dan Lampung) dengan provinsi Daerah
tujuan/Penempatan Transmigrasi (Sumatera Utara, Jambi, Bengkulu, Babel, Sumsel, Riau Kalbar, Kalteng, Kalsel, Kaltim, Sulteng Gorontalo, Sulsel, Sultra, Sulbar, Maluku dan Maluku utara) yang terdiri atas 62 Naskah perpanjangan dan 9 Naskah baru, yang dilakukan oleh masing-masing Gubernur. Dengan ditandatangani 71 Naskah KSAD ini, maka hingga ”saat ini sudah 188 Naskah KSAD antar Gubernur” yang sepakat untuk melakukan peningkatan pembangunan transmigrasi di daerahnya masing-masing. Sebagai bukti peran dunia usaha dalam pembangunan transmigrasi, dalam acara Temu Nasional Transmigrasi 2009, juga ditandatangani 6 (enam) Pakta Integritas antara Investor dan Bupati. Dengan demikian, ditambah pakta integritas yang sudah ada sebanyak 23 buah, maka hingga saat ini jumlah pakta integritas yang telah ditandatangani oleh Investor dan Bupati dalam rangka pembangunan kawasan transmigrasi sudah mencapai 29 buah. Melalui acara Temu Nasional Transmigrasi tersebut, telah dapat dirumuskan bebarapa hal penting, salah satunya bahkan merupakan hal yang terpenting adalah ke depan perlu dilakukan segera ”revitalisasi transmigrasi” secara menyeluruh, agar pembangunan transmigrasi dapat mempercepat terwujudnya bangsa yang berdaya saing, dan terwujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan, yang pada akhirnya dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Sumber: Dialog dan pidato-pidato Menakertrans di media tv dsb.
Ir. Rifmayulis, MSi.
Kasi Promosi Dit. Promosi, Investasi dan Kemitraan Ditjen P4-Trans
wawasan *) Jadid Malawi
PROFESI PERENCANA
Tinjauan Pengembangannya Sebagai Karir PNS Jabatan fungsional perencana (JFP) dapat dikatagorikan sebagai profesi, karena menjadi seorang perencana dituntut suatu keahlian tertentu, dan dari pekerjaan ini seseorang dapat memiliki nafkah bagi kehidupannya. Hal ini berlaku sama pada pekerjaan lain, tetapi mengapa profesi perencana menjadi berbeda dari pekerjaan lain? Sipil, dan Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil. Regulasi ini merupakan bagian pembinaan jabatan fungsional yang didasarkan pada profesi, dan sistem penghargaan prestasi PNS sesuai dengan bidang tugasnya.
Sertifikasi adalah proses pengaku an resmi terhadap keabsahan produk, proses, kepemilikan, atau keterangan yang diatur dengan peraturan perundangan yang berlaku. Sertifikasi produk, misalnya diwujudkan dalam bentuk sertifikasi halal produk makanan atau sertifikasi perangkat lunak komputer, sedangkan sertifikasi yang berupa kepemilikan adalah sertifikat tanah. Sertifikasi keterangan misalnya, akte kelahiran atau adopsi anak. Sertifikasi untuk orang biasanya
Foto-foto: dokumentasi WAPER
foto-foto: dokumentasi WAPER
W
acana pengembangan JFP sebagai suatu profesi atau karir pegawai negeri sipil (PNS), sebenarnya telah dimulai di Bappenas sebagai respons terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 1980 tentang Pengangkatan dalam Pangkat Pegawai Negeri
Sertifikasi Profesi
VOLUME IV NO.19
JANUARI - MARET 2010
wawasan
diberikan karena yang bersangkutan mempunyai pengetahuan, ketrampil an, dan atau kemampuan yang diakui oleh lembaga yang memberikan sertifikat. Profesi adalah suatu bidang pe kerjaan yang untuk melakukannya diperlukan kompetensi kerja yang di persyaratkan serta memenuhi standar tertentu, di dalamnya terkandung pula nilai-nilai dan kode etik profesi. Dalam tulisan ini, istilah sertifikasi profesi yang dimaksud merupakan pengakuan resmi terhadap sese orang yang karena kepemilikan pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuannya diberikan pengakuan resmi. Pengakuan itu diberikan oleh lembaga yang memiliki wewenang memberikan sertifikasi, karena untuk memperolehnya diperlukan persyaratan tertentu dan proses tertentu yang harus dilalui. Maka sertifikasi juga diartikan sebagai proses yang harus ditempuh untuk memperoleh pengakuan resmi, antara lain berupa pengujian yang diselenggarakan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP). Sertifikat Kompetensi adalah bukti pengakuan tertulis atas penguasaan kompetensi kerja pada jenis profesi tertentu yang diberikan oleh LSP dibawah pengawasan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktifitas Kementerian Tenaga
VOLUME IV NO.19
JANUARI - MARET 2010
kerja dan Transmigrasi RI.
Lembaga Sertifikasi Profesi
Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) harus menetapkan kebijakan dan prosedur untuk pemberian, pemeliharaan, perpanjangan, pe nundaan atau pencabutan sertifikasi serta perluasan/pengurangan ruang lingkup sertifikasi yang diajukan (PBNSP 202 – 4.1.2). LSP harus membatasi persyaratan, evaluasi dan keputusan sertifikasinya, se suai dengan hal-hal spesifik yang berkaitan dengan ruang lingkup sertifikasi (PBNSP 202 – 4.1.3). Struktur LSP harus dibentuk sedemikian rupa sehingga memberi kan kepercayaan kepada pihak terkait atas kompetensi, ketidakberpihakan dan integritasnya. Secara khusus, lembaga sertifikasi harus: a) inde penden dan tidak memihak dalam kaitannya dengan pemohon, calon dan profesi yang disertifikasi, termasuk dengan pemilik dan pe langgannya dan harus mengambil langkah yang dapat menjamin operasi yang layak; b) bertanggung jawab atas keputusannya berkaitan dengan pemberian, pemeliharaan, perpanjangan, penundaan dan pencabutan sertifikasi serta perluasan/ pengurangan ruang lingkup yang diajukan; c) mengidentifikasi mana jemen (kelompok atau profesi) yang memiliki tanggung jawab menye luruh antara lain melakukan tindakan-
tindakan sebagai berikut: (1) evaluasi, sertifikasi dan survailen sebagaimana ditetapkan dalam pedoman ini, dalam persyaratan kompetensi dan dalam dokumen relevan lain yang berlaku; (2) perumusan kebijakan operasi LSP yang berkaitan dengan sertifikasi profesi; (3) keputusan sertifikasi; (4) penerapan kebijakan dan prosedurnya; (5) keuangan lembaga sertifikasi; dan (6) pendelegasian kewenangan kepada beberapa komite atau perorangan untuk melakukan kegiatan yang ditetapkan atas namanya, d) memiliki dokumen legalitas hukum atau bagian dari legalitas hukum (PBNSP 202 – 4.2.1). Struktur organisasi LSP harus melibatkan partisipasi semua pihak penting yang terkait dalam pengembangan kebijakan dan prinsip-prinsip tentang substansi dan fungsi sistem sertifikasi, tanpa adanya pihak yang mendominasi. Selain itu LSP harus a) memiliki sumber keuangan yang diperlukan untuk operasi sistem sertifikasi dan untuk membiayai pertanggunggugatan (liability) yang mungkin timbul; b) memiliki kebijakan dan prosedur yang membedakan antara sertifikasi profesi dan kegiatan lainnya; c) menjamin bahwa kegiatan lembaga yang terkait tidak mengkompromikan kerahasiaan objektivitas dan ketidakberpihakan dari sertifikasinya (PBNSP 202 – 4.2.4). LSP harus memperkerjakan personal permanen atau personal kontrak dalam jumlah yang memadai dengan pendidikan, pelatihan, pengetahuan teknis dan pengalaman yang diperlukan untuk melaksanakan fungsi sertifikasi sesuai dengan jenis, rentang dan volume pekerjaan yang dilakukan di bawah tanggung jawab manajemen (PBNSP 202 – 4.2.7). Pengakuan formal dan pemberian lisensi lembaga-lembaga sertifikasi profesi melalui proses akreditasi oleh BNSP, yang dinyatakan bahwa LSP telah memenuhi persyaratan untuk melakukan kegiatan sertifikasi profesi. Lembaga sertifikasi profesi dibentuk oleh asosiasi profesi, melalui proses pembahasan dan komitmen
wawasan internal, baik oleh anggota dan stakeholder. Asosiasi Pemerintah Indonesia (AP2I) selanjutnya mengajukan lisensi profesi dan pembentukan kelembagaan profesi melalui prosedur yang berlaku kepada Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).
Standar Kompetensi
Kompetensi Kerja adalah spesi fikasi dari setiap sikap, pengetahuan, keterampilan dan atau keahlian serta penerapannya secara efektif dalam pekerjaan sesuai dengan standar kinerja yang dipersyaratkan. Diakui bahwa sertifikat kompe tensi merupakan bentuk pengakuan formal terhadap kompetensi kerja, yang dimiliki oleh seseorang tenaga kerja pada jenjang kualifikasi atau klaster kompetensi tertentu. Oleh karena itu perlu adanya pengaturanpengaturan tentang bagaimana mem berikan jaminan keamanan terhadap Sertifikat Kompetensi, agar tidak dipalsukan atau disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. BNSP sebagai lembaga penanggung jawab pemberian sertifikat kompetensi, mengatur penerbitan sertifikat kompetensi dimaksud dalam bentuk Pedoman Penerbitan Sertifikat Kompetensi. Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) adalah rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan atau keahlian serta sikap kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) adalah kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi yang memungkinkan penyetaraan dan pengintegrasian antara jalur pendidikan, pelatihan kerja dan pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan dan penghargaan profesi.
Kesimpulan
Tujuan utama pengembangan
karir JFP sebagai profesional me lalui AP2I adalah memfasilitasi pengembangan karir perencana, seiring dengan tuntutan dan tantangan global serta perubahan sistem dan mekanisme pembangunan. Kualitas perencanaan pembangunan akan dicapai bila kualitas sumber daya manusia (SDM) perencana ditingkatkan, sesuai dengan tantangan pembangunan nasional di Indonesia yang sedang dicanangkan. Peningkatan kualitas SDM diarahkan tidak hanya meningkatkan keahlian dan keterampilan perencana, melainkan harus pula didasarkan pada kompetensi sesuai dengan bidang keahlian dan tugasnya.
Dengan adanya JFP ini, diharapkan perencana pemerintah yang memiliki status PNS dapat meningkatkan profesionalismenya, melalui pembinaan profesi yang berorientasi kepada pengembangan karir pegawai negeri sipil. Dalam rangka pengembangan perencana sebagai profesi, saat ini AP2I berupaya membentuk LSP. Melalui lembaga ini pengembangan profesi para anggotanya yang disesuaikan dengan basis organisasi mereka bekerja (Kementerian/ Lembaga). Semoga!
Jadid Malawi
Perencana Madya Bagian PPA I Biro Perencanaan
VOLUME IV NO.19
JANUARI - MARET 2010
wawasan *) Mery Hartati
Peran Perencanaan dalam Organisasi
P
erencanaan menurut Abe (2001,43) merupakan rumusan sistemik mengenai langkah/ tindakan yang akan dilakukan di masa yang akan datang, dan didasarkan pada berbagai pertimbangan yang seksama atas dasar potensi, faktor-faktor eksternal dan internal serta pihakpihak yang berkepentingan dalam rangka pencapaian suatu tujuan organisasi. Dalam pengertian ini terkandung prinsip-prinsip perencanaan yaitu kesatu, Apa yang akan dilakukan yang merupakan jabaran dari Visi dan Misi. Kedua, Bagaimana mencapai hal tersebut. Ketiga, Siapa yang akan melakukan. Keempat, dimana lokasi kegiatan akan dilakukan, dan kelima, kapan kegiatan tersebut akan dilaksanakan serta keenam sumber daya yang dibutuhkan seperti apa. Prinsip perencanaan ini sering disebut sebagai metode 5 W dan 1 H. Menurut Tjokroamidjojo (1992,14) terdapat 5 (lima) hal pokok yang perlu diketahui dalam perencanaan umum maupun perencanaan pembangunan yaitu, kesatu, Permasalahan pembangunan suatu Organisasi/ negara/masyarakat yang dikaitkan dengan sumber-sumber pembangunan yang dapat
10
VOLUME IV NO.19
JANUARI - MARET 2010
diusahakan, dalam hal ini sumber daya ekonomi dan sumbersumber daya lainnya yang dapat mempengaruhi. Kedua, Tujuan serta sasaran yang ingin dicapai. Ketiga, kebijakan dan cara yang akan dipakai untuk mencapai tujuan dan sasaran. Keempat, Penterjemahan Perencanaan kedalam program-program atau kegiatan-kegiatan yang konkrit, serta kelima, Jangka waktu yang ditetapkan untuk pencapaian tujuan.
Proses Perencanaan
Secara umum terdapat empat langkah dasar perencanaan yang dapat dipakai untuk semua kegiatan perencanaan pada semua jenjang organisasi, antara lain yaitu: Menetapkan Sasaran; kegiatan perencanaan dimulai dengan memutuskan apa yang ingin dicapai oleh organisasi. Tanpa sasaran yang jelas, sumber daya yang dimiliki akan menyebar terlalu luas. Melalui penetapan prioritas dan penetapan sasaran secara jelas, organisasi dapat mengarahkan sumber daya agar
internet
Perencanaan merupakan salah satu dari empat fungsi menejemen yang penting dan harus dilakukan oleh suatu organisasi. Dalam kenyataannya banyak perencanaan yang gagal diakibatkan oleh perencanaan yang telah ditetapkan tidak mempunyai pijakan yang relevan dengan kondisi sosial dan budaya lingkungan.
lebih efektif. Merumuskan posisi organisasi pada saat ini; setelah menetapkan sasaran, pimpinan organisasi harus mengetahui dimana posisi organisasi saat ini berada dan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapka tersebut, sumber daya apa yang dimiliki. Untuk itu dalam organisasi harus terdapat suasana keterbukaan agar informasi yang diperoleh memiliki tingkat akurasi yang tinggi terutama informasi mengenai keuangan dan statistik. Dengan demikian barulah perencanaan kedepan dapat ditetapkan. Mengidentifikasi faktor-faktor pendukung dan faktor penghambat; diakui jauh lebih mudah melihat keadaan pada saat ini dibandingkan meramalkan peluang yang akan terjadi di masa datang. Namun melihat kedepan/ mengukur apa yang akan terjadi adalah unsur utama yang paling sulit dalam perencanaan. Menyusun langkah-langkah untuk mencapai sasaran; mengembangkan berbagai alternatif mengenai kemungkinan
wawasan yang perlu dilaksanakan serta mengevaluasi alternatif-alternatif ini untuk selanjutnya menetapkan alternatif mana yang dianggap paling baik untuk dilaksanakan. Dalam Organisasi sebaiknya perencanaan disusun secara berjenjang sejalan dengan struktur organisasinya . Pada setiap jenjang perencanaan mempunyai fungsi ganda yaitu sebagai sasaran yang harus dicapai oleh jenjang dibawahnya dan sekaligus merupakan langkah yang harus dilakukan untuk mencapai sasaran yang ditetapkan oleh jenjang diatasnya. Terdapat 2 (dua) jenis perencanaan yang perlu ditetapkan dalam suatu organisasi, yaitu Perencanaan Strategik, merupakan rencana yang disusun untuk mencapai tujuan umum organisasi atau sebagai alat untuk melaksanakan misi organisasi. Perencanaan Strategik sering juga disebut Perencanaan Jangkah Panjang (longe range planning) adalah proses pengambilan keputusan yang menyangkut tujuan jangka panjang organisasi, kebijakan yang harus diperhatikan, serta strategi yang harus dijalankan untuk mencapai tujuan tersebut. Singkatnya perencanaan strategik adalah proses perencanaan jangka panjang yang sudah diformalkan, yang digunakan untuk merumuskan tujuan organisasi serta cara menghadapinya. Sedangkan Perencanaan Operasional, merupakan rincian tentang bagaimana rencana strategik itu dilaksanakan. Rencana Operasional biasanya berbentuk perencanaan sekali pakai (single use plan) yakni rencana yang disusun untuk mencapai tujuan tertentu dan dibubarkan segera setelah tujuan ini tercapai dan rencana permanen (standing plans), yakni pendekatan pendekatan yang sudah di standarisasi untuk menghadapi
internet
Jenis Perencanaan
situasi berulang dan dapat diramalkan sebelumnya.
Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan merupakan unsur penting dalam perencanaan. Bagi seorang pimpinan organisasi sangatlah penting untuk menyusun suatu Perencanaan bagi organisasinya serta menjadikan hal tersebut sebagai pedoman tertulis mengenai tatacara yang dibakukan untuk menyelesaikan kegiatan guna pencapaian tujuan organisasi. Secara lebih rinci perencanaan berfungsi untuk mengatur mekanisme setiap kegiatan dalam siklus perencanaan tahunan. Penyusunan Perencanaan dimaksudkan untuk memperlancar tugas bagi aparatur perencana pada setiap unit kerja perencanaan. Dengan demikian akan terwujud disiplin kerja, mengetahui hambatan yang terjadi serta menekan sekecil mungkin terjadinya penyimpangan administrasi, duplikasi pekerjaan, dan berbagai bentuk inefisiensi pekerjaan. Perencanaan akan mengefektifkan siklus perencanaan tahunan sehingga pelaksanaannya tepat sasaran, tepat waktu, efisien, efektif, dan akuntabel. Perencanaan Program disusun dengan maksud sbb : pertama digunakan sebagai acuan bagi unit perencanaan pada setiap satuan kerja dalam menyusun rencana program secara terpadu; kedua : meningkatkan keserasian dalam
perencanaan setiap unit kerja; ketiga : mewujudkan dokumen perencanaan tahunan yang realistis dan akuntabel; dan keempat : memperjelas pembagian peran tanggung jawab antar unit kerja. Memperhatikan hal tersebut diatas, harus diakui bahwa fungsi perencanaan tidak dapat ditinggalkan dalam usaha pencapaian tujuan perusahaan/ organisasi. Dari Perencanaan yang baik tersebut diharapkan dapat tersaring kebutuhan unitunit organisasi yang benar-benar perlu mendapatkan prioritas pemecahan utama dan mana yang mendapatkan prioritas berikutnya. Dari perencanaan inilah diharapkan partisipasi seluruh anggota organisasi akan muncul dan pemberdayaan sumber daya manusia dapat lebih optimal sehingga tujuan organisasi akan tercapai yang pada akhirnya akan mewujudkan suatu kondisi masyarakat/anggota organisasi yang madani (Civil Society) seperti yang di cita-citakan oleh Organisasi dan Pembangunan Nasional. Referensi : 1. Pentingnya Perencanaan 2. Prosedur penyusunan Perencanaan secara umum
Mery Hartati
Perencana Muda Bagian PPA I Biro Perencanaan
VOLUME IV NO.19
JANUARI - MARET 2010
11
wawasan *) Tati Juliati
PEMANFAATAN DATA
DevInfo sebagai Program Aplikasi Pengolahan Data Kependudukan
Pertemuan tentang pemanfaatan data sebagai landasan pengambilan keputusan yang berlangsung pada tanggal 2 Februari 2010 di Siem Reap, Kamboja. Pertemuan diselenggarakan oleh DevInfo Taskforce Inter-agensi untuk Asia dan Pasifik.
P
foto-foto: dokumentasi WAPER
ertemuan berlangsung pada tanggal 2 Februari 2010 di Siem Reap, Kamboja yaitu tentang pemanfaatan data sebagai landasan pengambilan keputusan diselenggarakan oleh DevInfo Taskforce Inter-agensi untuk Asia dan Pasifik yang dihadiri oleh delapan puluh peserta dari dua puluh negara Asia dan Pasifik yaitu Bangladesh, Buthan, China, Fiji,
12
VOLUME IV NO.19
JANUARI - MARET 2010
India, Laos, Malaysia, Maldives, Mongolia, Myanmar, Nepal, Pakistan, Philippina, Samoa, Srilanka, Thailand, Timur Leste, Vietnam, Indonesia, dan tuan rumah Kamboja yang terdiri dari wakil-wakil dari ESCAP, ILO, UNESCO, UNFPA, UNDP, WFP, WHO, Tim Negara PBB di Kamboja, dan Cambodia National Institute of Statistics (NIS) dibuka oleh Menteri
Senior dan Menteri Perencanaan, Kamboja. Pertemuan ini merupakan forum bagi para pembuat kebijakan untuk mendiskusikan hal-hal yang berhubungan dengan sistem monitoring dan evaluasi, penggunaan sistem statistik nasional dalam mendukung kebijakan dan membuat keputusan serta metode-metode inovatif dalam penggunaan data dan penyebarannya, khususnya dengan data sensus. Setelah forum diskusi, dilanjutkan dengan pelaksanaan
wawasan pelatihan selama dua hari bagi staf teknis untuk memperkenalkan perangkat lunak DevInfo rilis terbaru, versi 6.0. Pelatihan tersebut menginformasikan pola dasar dan keberagaman pengguna DevInfo dan aplikasi administrasi database. Hal itu disampaikan melalui instruksi secara bertahap bagaimana mengkreasi dan menggunakan database DevInfo. Penekanan khusus diberikan untuk memperkuat kemampuan mereka dalam menggunakan sistem database DevInfo dengan cara meningkatkan keterampilan mereka dalam menganalisa data dan diseminasi dalam membuat kebijakan untuk mendukung perencanaan dan pemantauan pembangunan manusia.
Maksud dan Tujuan
Pemanfaatan data sebagai landasan pengambilan keputusan ditinjau dari keberadaan secara strategis DevInfo di Asia dan Pasifik adalah untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam pemanfaatan penggunaan data terutama DevInfo untuk dapat menggunakan data sebagai landasan pengambilan keputusan. Adapun tujuan dari pertemuan ini adalah untuk menunjukkan pemanfaatan data sensus secara efektif untuk pembuatan keputusan di wilayah sektoral, membangun suatu jaringan landasan pengambilan keputusan yang didasarkan pada data dan melakukan pengembangan kapasitas kerjasama di wilayah yang menggunakan DevInfo
sebagai suatu alat penunjang dalam pengambilan keputusan yang didasarkan pada bukti. Beberapa hal yang disampaikan dalam pertemuan ini antara lain; Pemanfaatan Data DevInfo merupakan sistem database yang memanfaatkan kekuatan teknologi informasi yang lebih maju untuk mengumpulkan dan menyebarkan data perkembangan manusia. Software database ini untuk mengelola dan mempresentasikan datadata indikator pembangunan sosial secara terintegrasi, lintas sektor, lintas wilayah geografis dan kelompok, lintas waktu serta lintas sumber data. Melalui DevInfo, data-data indikator dapat dihubungkan dengan berbagai tujuan dan sasaran pembangunan, konvensi-konvensi dari kerangka logis program.
Awalnya software ini diluncurkan PBB untuk membantu negara-negara anggotanya dalam memantau kemajuan indikator MDGs. Meskipun demikian, DevInfo juga dapat dimanfaatkan untuk menganalisa data sebagai landasan pengambilan keputusan yang didasarkan pada bukti. Selain itu dapat juga untuk melakukan evaluasi dan monitoring program yang berdasarkan hasil pencapaian dan menghubungkan berbagai tingkat perencnaan (nasional, sub-nasional dan regional), melalui pendekatan yang tematis. DevInfo dapat mencapai berbagai pengguna yang berbeda-beda. Software ini memiliki kelebihan bila dibandingkan dengan yang lainnya karena dapat menampilkan data dengan indikator tertentu namun dengan katagori yang banyak maka tidak perlu memasukan data yang sama berulang kali untuk setiap kombinasi kategori, misalnya: waktu, area, dan katagori lainnya. Penggunaan DevInfo ini dapat membantu menyelaraskan berbagai indikator yang selama ini masih berbeda-beda untuk beberapa daerah tertentu. DevInfo menyediakan cara-cara untuk mengorganisasi, menyimpan dan menyajikan data dalam suatu
VOLUME IV NO.19
JANUARI - MARET 2010
13
wawasan cara yang seragam (sama) untuk memfasilitasi penyampaian data pada tingkat rendah sampai ke tingkat pemerintahan, Badanbadan PBB dan pengguna dalam pembangunan. DevInfo berisi gambaran yang sederhana dan gambaran yang dikenal oleh pengguna dalam menggunakan tabel-tabel, grafik-grafik dan petapeta untuk menyampaikan laporan, presentasi dan bahan-bahan pembelaan (advokasi). Software tersebut menunjang baik indikatorindikator standar (48 indikator MDGs) maupun indikator-indikator yang diinginkan oleh pengguna. DevInfo mengikuti standar statistik internasional untuk menunjang dibukanya akses dan memperluas pertukaran data. DevInfo disebar luaskan secara bebas kepada semua Negara Anggota dan Negaranegara anggota PBB dalam pengembangan web dan desktop. Pengguna sistem dan isi dari database ditunjang oleh sistem termasuk kekhususan negara tersebut dan opsi pengemasan yang telah dirancang untuk kepemilikan asing oleh kekuasaan nasional. DevInfo telah mengadopsi standar internasional dalam indikator-indikator wilayah (SDMX ISO/TS 17369:2005), sumber-sumber data (DDI/Dublin Core) dan peta-peta digital (ISO 19115:2003).
DevInfo 6.0 – Versi Baru
Satu dari prestasi utama dari rencana kerja DevInfo 2008 telah menghasilkan versi terbaru dari devInfo 6.0, dengan kemajuan yang berarti dalam pemanfaatan dan pengurangan penggunaan kurfa yang telah disampaikan pada awal tahun 2009. Masyarakat pengguna DevInfo dapat mengharap teknologi database yang disebarkan sebagai gabungan aplikasi untuk pengguna desktop, intranet dan internet yang lebih sederhana dalam penggunaan dan interaksi suara
14
VOLUME IV NO.19
JANUARI - MARET 2010
hati. Hal tersebut menawarkan beberapa akses baru yang sangat bermanfaat dan mudah pada spektrum kemampuan presentasi data dengan cara meng-klik. Versi baru ini di bangun atas dasar pengalaman dan pemahaman pada beribu-ribu pengguna DevInfo di seluruh dunia. Hal tersebut berisi kemajuan yang sangat berarti dalam pemanfaatan dengan pengurangan pemanfaatan kurva untuk para pengguna pertama kali. Teknologi tersebut telah secara optimal ditingkatkan penampilannya untuk data yang lebih luas. Hal tersebut termasuk metode-metode presentasi data animasi yang sangat berguna, meningkatkan kolaborasi web dan memperluas berbagai pemetaan. Versi baru ini menggerakan inovasi jejaring sosial dengan menggunakan teknologi Web 2.0 untuk meningkatkan komunikasi inter-pengguna dan kapasitas umpan balik. DevInfo 6.0 termasuk Tulkit Pengembangan Software untuk menunjang pengembangan kebiasaan perorangan dengan menggunakan aplikasi teknologi ini. Hal tersebut menunjang akses MS, Server MS SQL, MySQL dan Oracle. Semua bentuk tersebut termasuk mengenalkan desktop side bar dengan widget untuk penyampaian obyek, memasukan RSS dengan berita DevInfo, fakta dan gambar. Suatu instal minimal paralel dari ”DevInfo Lite” akan dimanfaatkan pengguna untuk memanfaatkan tool database secara langsung dari CD ROM tanpa membenamkannya ke dalam harddrive.
statistik yang disebar luaskan sebaiknya diperuntukkan bagi pengguna seluas mungkin. Kelompok-kelompok penting termasuk pembuat keputusan yang membutuhkan data untuk pembangunan, perencanaan, pemantauan dan mengevaluasi prioritas pembangunan nasional, peneliti utuk melakukan percobaan dan membuktikan teori atau asumsi dan media yang mempunyai peranan penting dalam menyebarkan data kepada penduduk di semua penjuru tanah air. Kegiatan yang berkelanjutan di beberapa negara yang melakukan sensus penduduk 2010 merupakan suatu kesempatan baik untuk mempromosikan pengelompokan data statistik, analisis, penyebarluasan dan pemanfaatan data. Semua ahli statistik (penghasil data) dan pembuat keputusan (pengguna data) dalam kesempatan ini membuat selangkah lebih maju dalam hubungan lebih kuat apabila isi informasi dalam sistem statistik nasional dijadikan suatu kekuatan. Laporan Perjalanan penulis menghadiri kegiatan Using Data in Evidence Based Decision Making : Launch of DevInfo version 6.0 in Asia and the Pacific, Siem Reap, Kamboja, 2 Februari 2010.
Plenary session
System statistik nasional merupakan komponen yang menyeluruh dari negara-negara maju. Data yang akurat dan terpercaya diperlukan untuk dikumpulkan secara beraturan, dijadikan bahan monitoring dan membuat suatu keputusan berdasarkan fakta yang ada. Data
Tati Juliati
Perencana Muda Bagian PPA I Biro Perencanaan
wawasan *) Hilaria P. Candra
Perencanaan Berbasis Gender Gender bukan semata jenis kelamin, dan juga bukan identik dengan perempuan. Gender adalah peran dan fungsi antara lakilaki dan perempuan sebagai hasil produk konstruksi sosial budaya. Oleh karena itu rencana program berwawasan gender artinya program yang disusun diharapkan mengintegrasikan kebutuhan, aspirasi, pengalaman, kesulitan sebagai perempuan dan sebagai laki-laki, termasuk lansia, anak-anak, orang-orang cacat fisik maupun mental.
S
etelah sekian tahun merdeka dan telah kita saksikan pembangunan melalui beberapa periode pemerintahan, dari Orde Lama, Orde Baru, sampai Masa Reformasi, kondisi pembangunan Indonesia secara fisik memang sudah banyak mengalami kemajuan. Kotakota besar sudah terbangun bahkan kota metropolitan. Tetapi bagaimana sesungguhnya kondisi kesejahteraan rakyat Indonesia? Dilihat dari indikator-indikator makro menunjukkan bahwa Negara Indonesia masih dikategorikan
sebagai negara yang berkembang. Jurang perbedaan antara yang kaya dan miskin tinggi, gelandangan di kota-kota besar banyak. Bahkan di Provinsi Jawa Timur masih terdapat 5 kabupaten yang dikategorikan sebagai Kabupaten yang miskin. Mengapa demikian? Menurut para peneliti, hal itu disebabkan karena kaum wanita/perempuan/ Ibu kurang diikutsertakan dalam pembangunan. Rendahnya partisipasi perempuan dalam pembangunan dapat dilihat dari perbedaan nilai antara Indeks Pembangunan Gender
(IPG) dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Makin sedikit perbedaan nilai antara IPG dan IPM, menunjukkan makin kecilnya kesenjangan Gender. Berdasarkan hasil penelitian, kesenjangan gender terjadi hampir di setiap aspek, yaitu ketimpangan gender dalam pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, dan dalam pengambilan keputusan. Di lain sisi, kaum perempuan adalah sebenarnya kaum yang kuat dan gigih dan dapat mempunyai andil dalam pembangunan bila diberi kesempatan. Kita masih ingat saat krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998, yang mana terjadi PHK yang cukup tinggi. Menurut para peneliti ternyata kaum perempuan/ ibu cukup survive dalam mempertahankan roda perekonomian rumah tangganya sehingga tidak sampai ambruk. Menyadari hal ini maka sangatlah penting dalam melaksanakan pembangunan hendaknya memperhatikan kepentingan laki-laki dan perempuan secara setara. Hal ini yang dikenal sebagai pembangunan yang berwawasan gender.
thejakartapost.com
Peran Gender dalam Penyusunan Program
Gender bukan semata jenis kelamin, dan juga bukan identik dengan perempuan. Gender adalah peran dan fungsi antara laki-laki dan perempuan sebagai hasil produk konstruksi sosial budaya. Oleh karena itu rencana program berwawasan gender VOLUME IV NO.19
JANUARI - MARET 2010
15
BINAPENTA
wawasan
artinya program yang disusun diharapkan mengintegrasikan kebutuhan, aspirasi, pengalaman, kesulitan sebagai perempuan dan sebagai laki-laki, termasuk lansia, anak-anak, orang-orang cacat fisik maupun mental. Dalam penyusunan rencana program harus benar-benar direncanakan siapakah sasaran program itu, agar anggaran yang dialokasikan sungguh-sungguh bermanfaat bagi laki-laki dan perempuan. Kebutuhan laki-laki dan kebutuhan perempuan berbeda. Program yang tidak berwawasan gender adalah program yang tidak mempertimbangkan perbedaan kebutuhan itu. Sebagai contoh, di Kabupaten X telah diprogram pelatihan Bengkel. Ternyata di Kabupaten X tersebut pencari kerja atau yang menganggur ternyata kebanyakan perempuan karena yang laki-laki kebanyakan melanjutkan pendidikannya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Hasilnya, program pelatihan bengkel tidak ada pesertanya. Contoh lain, program pembangunan penyediaan air bersih yang dibangun jauh dari lokasi pemukiman, alhasil bak penampungan tersebut tidak pernah dipakai karena pada prakteknya yang mengambil air sehari-hari adalah perempuan yang tidak punya cukup waktu dan tenaga untuk berjalan jauh naik turun bukit.
16
VOLUME IV NO.19
JANUARI - MARET 2010
Untuk merencanakan program kegiatan yang berwawasan gender, kita harus mengidentifikasi isuisu gender yang ada, sehingga dapat menentukan sasaran manfaat program. Berapa lakilaki dan berapa perempuan, walaupun penentuan kuantitas sasaran tersebut berdasarkan prediksi, namun sesungguhnya sudah melalui analisa dengan metode yang dapat dipertanggungjawabkan. Metode analisa yang sudah biasa digunakan adalah dengan menggunakan Analisa Path Way, yang dipandu melalui pertanyaan-pertanyaan yang pada prinsipnya untuk mengemukakan latar belakang permasalahan, kondisi SDA ataupun kondisi SDM. Penyebab permasalahan itu ada yang ditinjau dari sudut pandang penyebab internal dan penyebab eksternal, yang selanjutnya akan digunakan sebagai dasar untuk menentukan sasaran rencana program-kegiatan secara terpilah. Pembangunan berwawasan gender mendapat perhatian serius dari pemerintah yang mana mulai tahun 2009 sudah dimulai dengan program-kegiatan Anggaran Responsif Gender (ARG) dengan uji coba di beberapa Departemen. Khusus Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi ARG akan diterapkan untuk program-kegiatan bidang ketenagakerjaan dan
ketransmigrasian yang mendukung program prioritas nasional. ARG adalah suatu programkegiatan yang pengusulannya melalui suatu analisis, yang berarti dalam menentukan sasaran lokasi program-kegiatan maupun sasaran kuantitatifnya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang matang, misalnya dengan memperhatikan SDA, SDM, permasalahan yang dihadapi, maupun isu gender yang dijumpai. Usulan program-kegiatan yang sudah dianalisis menggunakan alat Analisis Path Way kemudian dilengkapi dengan suatu dokumen yang disebut Gender Bugdet Statement (Pernyataan Anggaran Gender).
Gender Bugdet Statement
GBS adalah suatu pernyataan program-kegiatan dari Kementerian/ Lembaga yang dilengkapi dengan informasi oup put kegiatan dan indikator outputnya, analisa situasi yang menggambarkan kondisi dan isu gender yang berhubungan rencana program-kegiatan dimaksud, rencana aksi sebagai sub kegiatan yang diperlukan dalam rangka mewujudkan output programkegiatan yang dapat terdiri dari beberapa sub kegiatan yang disebut sebagai komponen input serta sudah mencantumkan rencana anggaran biayanya. GBS ini akan digunakan sebagai dasar dalam pembuatan Kerangka Acuan untuk pengusulan rencana program-kegiatan dimaksud. Jadi usulan program-kegiatan yang responsive gender adalah usulan program yang diusulkan melalui analisis yang dilampiri dengan lampiran hasil Analisis Pathway, Gender Bugdet Statement dan Kerangka Acuan.
Hilaria Puspita Candra Perencana Muda Bagian Perencanaan Umum Biro Perencanaan
analisa *) Ade Irma Suryani
Peranan Mediator dalam Penyelesaian Perselisihan Apa dan bagaimana peran mediator dalam memfasilitasi perselisihan antara pekerja dan pengusaha? pengembangan karirnya. Kinerja (performance) dalam kontak Pegawai Perantara, merupakan sebuah proses manajemen dalam suatu organisasi/unit kerja secara keseluruhan dimana hasil kerja tersebut, dapat ditunjukkan buktinya secara konkret dan dapat diukur atau dibandingkan dengan standar unjuk kerja atau kompetisi. Pegawai mediator atau perantara, sesuai dengan Permennakertrans No. Kep.92/MEN/V/2004 mempunyai fungsi antara lain meliputi: 1. Menjalankan hubungan industrial; 2. Melaksanakan pemberdayaan hubungan industrial;
Tugas Pegawai Mediator/ Perantara
Salah satu tugas dan fungsi Perantara/Mediator Hubungan Industrial adalah sebagai penengah
Humas Depnakertrans
P
erantara/Mediator Hubungan Industrial adalah PNS yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pembinaan dan pengembangan hubungan industrial, dan penyelesaian perselisihan industrial. Jabatan Fungsional Perantara/ Mediator Hubungan Industrial merupakan jabatan karir terbuka bagi pegawai pusat maupun daerah yang menangani bidang ketenagakerjaan yang berarti untuk kepentingan dinas dan atau dalam rangka menambah pengetahuan, pengalaman dan
3. Melaksanakan pembinaan hubungan industrial; 4. Menyusun dan menganalisis data kelembagaan kerja sama bipartite, tripartite, organisasi pengusahaan dan serikat pekerja sesuai peraturan yang berlaku; 5. Ketrampilan melakukan pemerataan atau membantu membuat persetujuan bersama dan memantau kasus; dan 6. Kemampuan melakukan penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
VOLUME IV NO.19
JANUARI - MARET 2010
17
internet
analisa
antara pekerja dan pengusaha dalam hal terjadi perselisihan yang menyangkut masalah hak, kepentingan antar serikat pekerja dan perusahaan serta pemutusan hubungan kerja (PHK). Untuk mendukung fungsi tersebut, saat ini masih perlu dilakukan pembinaan, secara sistematis, vertikal, horizontal dan diagonal antara lain melalui diklat, uji kompetensi, penugasan serta pengembangan profesi yang sesuai dengan keahlian. Mediator memiliki peranan yang strategis dalam mewujudkan hubungan industrial yang kondusif dan harmonis. Bahkan mediator menjadi ujung tombak pada suatu mekanisme mediasi dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial, khususnya diluar jalur pengadilan. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan seperti negosiasi, konsiliasi, dan mediasi lebih sesuai untuk dilaksanakan, apabila kedua pihak masih mengharapkan adanya hubungan baik secara berkesinambungan. Di sisi lain, Penyelesaian Perkara melalui
18
VOLUME IV NO.19
JANUARI - MARET 2010
arbitrase dan pengadilan bersifat ajudikatif (memutus), akan menghasilkan kondisi kalah dan menang di kedua pihak. Pengadilan sengketa oleh para pihak tidak menghasilkan penyelesaian. Para pelaku bisnis cenderung lebih menyukai penyelesaian seng keta melalui lembaga penyelesaian sengketa di luar pengadilan seperti negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan arbitrasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, karena prosedurnya lebih fleksibel dan menggarah pada win-win solution. Peranan mediator dalam kasus perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja adalah sebagai pendamai, yaitu apabila ia telah dengan resmi menerima pemberitahuan dari salah satu pihak-pihak yang berselisih dan dengan resmi mempertemukan pihak-pihak yang bersangkutan dan membawa mereka kepada permusyawaratan untuk mencapai mufakat, yang kemudian akan dituangkan ke dalam suatu persetujuan bersama yang ditandatangani oleh pihak-pihak
yang berselisih. Keberadaan dan peran perantara atau mediator dalam hubungan industrial di era globalisasi sekarang ini dinilai sangat dibutuhkan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang mengarah kepada perselisihan antara pekerja dengan pengusaha. ”Mediator mempunyai tugas yang tidak ringan dalam menyelesaikan setiap perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja di perusahaan”. Melihat kondisi yang ada, dalam kaitan ini diperlukan perantara/ mediator hubungan industrial yang cakap, terampil dan profesional sebagai tuntutan akuntabilitas kinerja para mediator. Jadi dengan demikian diharapkan system pola karier dan diklat perantara/ mediator hubungan industrial yang mempunyai peranan penting dalam mempersiapkan seseorang untuk menjadi pegawai perantara yang kompeten dan kinerja yang berkualitas. Ade Irma Suryani
Perencana Muda Bagian PPA I Biro Perencanaan
analisa
Pengaturan Pola Penempatan Transmigrasi Pengaturan pola penempatan transmigrasi dimulai setelah permukiman transmigrasi terbangun dan dinyatakan Siap Terima Penempatan (STP), selanjutnya calon transmigran ditempatkan di permukiman baru ini.
B
egitu ada penempatan, maka permukiman tersebut “diberi” notasi “T+1” atau permukiman tersebut berumur 1 (satu) tahun. Meskipun transmigran ditempatkan pada permukiman pada akhir tahun, semisal bulan November atau Desember, maka di tahun berikutnya (Januari dan seterusnya) sudah berumur 2 (dua) tahun (T +2). Jadi penyebutan umur permukiman transmigrasi ini memang tidak berkaitan dengan masa atau hari kalender. Umur suatu permukiman sangat penting karena berkaitan dengan paket atau jenis bantuan, pembinaan, pelatihan, evaluasi kinerja maupun penyerahan ke pemerintah daerah dikemudian hari.
Penyerahan Pembinaan
Dalam UU No 15/1997 Tentang Ketransmigrasian Pasal 34 (1) berbunyi, “Setelah mencapai sasaran pembangunan yang ditetapkan atau selambat-lambatnya lima tahun sejak penempatan transmigran,
pembinaan permukiman transmigrasi diserahkan kepada Pemerintah Daerah”, artinya, pembinaan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat maksimum 5 tahun. Pada tahun 2008, pada masa Depnakertrans dipimpin Bapak Erman Soeparno, permukiman yang dalam pembinaan pemerintah pusat cq. Depnakertrans sebanyak 395 unit, diantaranya 265 unit (67%) berumur lebih dari 5 tahun (T ≥5), melewati ambang batas yang “diperintahkan” Undang-Undang. Dalam menyikapi hal tersebut, melalui Permen No 275/2009 tentang Penyerahan Pembinaan Permukiman Transmigrasi Kepada Pemerintah Daerah Tahun 2009, telah diserahkan/dialihkan tanggunjawab pembinaan 156 unit permukiman transmigrasi dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah”. Pertanyaannya, kenapa hanya 156 unit permukiman transmigrasi yang diserahkan? Kenapa tidak seluruhnya (265 unit)? Kalau dilihat dari sisa permukiman yang
dokumentasi WAPER
*) Bachrudin Effendi
tidak ikut diserahkan meskipun umurnya sudah lebih dari 5 tahun (T≥5), hal ini dikarenakan ada sekelompok transmigran di permukiman tersebut yang masa pembinaannya belum genap 5 (lima) tahun. Kenapa bisa terjadi? Hal ini disebabkan penempatan transmigran tidak dilakukan serentak dalam tahun kalender yang sama. Dengan kata lain, ada unit permukiman transmigrasi yang penempatannya berkali-kali (ltidak dalam tahun yang sama). Bahkan banyak penempatan dilaksanakan tidak dalam tahun yang berurutan. Keadaan seperti ini yang menyebabkan permukiman transmigrasi yang berumur lebih dari 7 tahun (T>7) masih dalam pembinaan Depnakertrans.
Pengalihan Tanggung Jawab Pengembangan Masyarakat di Permukiman Transmigrasi
Pasal 34 (1) (UU No 15/1997) di dalam UU No 29/2009, diubah menjadi Pasal 32 (5) yang berbunyi: “Dalam pengembangan masyarakat di Permukiman Transmigrasi telah mencapai sasaran yang ditetapkan atau paling lama 5 (lima) tahun sejak penempatan, pengembangan
VOLUME IV NO.19
JANUARI - MARET 2010
19
dokumentasi WAPER
analisa
permukiman transmigrasi sepenuh nya menjadi tanggung jawab pe merintah kabupaten/kota”. Artinya, pengalihan tanggung jawab dilakukan secara “otomatis”, tidak perlu ada penyerahan lagi. Kalau perkembangan permukiman belum mencapai target (layak serah menurut PP No 2/1999) namun umurnya sudah mencapai 5 (lima) tahun “otomatis” tanggung jawabnya beralih dari pemerintah pusat ke pemerintah kabupaten/kota. Pertanyaan yang timbul kemudian, bagaimana cara menghitung sehingga dapat “angka” 5 (lima) tahun? Dari acara “diskusi” saat presentasi Ditjen P2MKT yang diwakili oleh Kabag Program di Balitfo (Puslitbangtrans), bahwa yang dimaksud 5 (lima) tahun dihitung sejak adanya penempatan, artinya lima tahun kalender dimulai dari tanggal penempatan. Hal ini bisa saja terjadi, kalau penempatan pada suatu permukiman transmigrasi terjadi sekali (dalam tahun yang sama) sesuai dengan daya tampungnya. Bagaimana dengan permukiman yang penempatannya lebih dari satu kali (dalam tahun yang berbeda)? Tidak mungkin kalau yang dialihkan hanya “sekelompok” transmigran, yang ditempatkan pada tahun pertama saja. Bukankah yang dialihkan tanggung jawabnya adalah permukiman transmigrasi secara utuh (beserta transmigran, sarana dan prasarana, termasuk manajemen di dalamnya)? Dalam Buku UPT Bina Tahun 2009 (Edisi Februari 2010) yang dikeluarkan oleh Pusdatintrans, dari 250 UPT
20
VOLUME IV NO.19
JANUARI - MARET 2010
Bina (permukiman transmigrasi yang masih dibina oleh Depnakertrans) terdapat 120 UPT bina dengan umur di atas 5 tahun. Dari 120 unit permukiman tersebut, sebanyak 41 unit berada di Provinsi Kalimantan Tengah (PLG: Proyek Lahan Gambut), yang menurut Inpres No 2/2007, akan diserahkan pada tahun 2011. Hal ini berarti dalam tahun 2010 ini, ada 79 unit permukiman yang umurnya sudah lebih dari 5 tahun kalender dan “secara otomatis” tanggung jawab pengembangan masyarakat mesti beralih ke pemerintah Kabupaten/kota.
Pengaturan Pola Penempatan
Dalam Permen No 25/2009 tentang Tingkat Perkembangan Permukiman Transmigrasi dan Kesejahteraan Transmigran, pada Kolom Keterangan di lembar Lampiran terdapat pernyataan bahwa “penempatan transmigran dalam 1 UPT paling lama 2 tahun berturutturut”. Kalau saja “pernyataan” ini dipedomani, tentu akan dapat mencegah suatu permukiman akan berumur lebih dari 7 tahun. Bilamana “aturan main” pola penempatan transmigran, berkaitan dengan “beberapa kali” penempatan boleh dilakukan dalam tahun yang berbeda seperti yang terdapat dalam lampiran Permen 25/2009 tersebut dianggap belum cukup, maka perlu segera disusun sebuah peraturan dalam bentuk Permen tersendiri atau dengan menyisipkan satu pasal dalam Rancangan
Peraturan Pemerintah yang sedang disusun dalam rangka perubahan terhadap PP No 2 tentang Penyelenggaraan Transmigrasi. Peraturan tersebut diperlukan, agar tidak ada lagi kerancuan dalam penghitungan umur permukiman transmigrasi, terutama dalam kaitan pengalihan tanggung jawab pembinaan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Hal lain yang perlu dimasukkan dalam RPP nanti adalah penjabaran tentang Pasal 32 (5) mengenai pengalihan tanggung jawab. Selanjutnya, karena pengalihan ini meliputi 2 pihak (Pemerintah Pusat, yang diwakili oleh Depnakertrans dan Pemerintah Kabupaten), maka mesti ada “payung hukum” yang mengatur mengenahi pengalihan tanggung jawab ini. Kalau saja dalam hal ini, pemerintah daerah bisa diwakili oleh Menteri Dalam Negeri, maka “payung hukum” tersebut bisa berbentuk Keputusan Bersama seperti SKB Nomor SKB 11/ MEN/1997/18 Tahun 1997 tentang Pembentukan, Pembinaan dan Penyerahan Desa Transmigrasi. Kalau Mendagri dalam hal ini tidak bisa mewakili para Bupati dan Walikota apa boleh buat, mesti dibuat SKB antara Mennakertrans dengan setiap Bupati/Walikota, kecuali ada peraturan lain yang bisa mewadahi kepentingan ini. Semoga saja dengan adanya pengaturan mengenai pola pe nempatan dan pengalihan tanggung jawab pengembangan masyarakat di permukiman transmigrasi, masalah pembinaan permukiman transmigrasi yang berumur “tua” tidak akan ada lagi.
Bachrudin Effendi
Pusat Data & Informasi Transmigrasi
analisa *) Nursiti Barlian
Perencanaan Pembinaan dan Perlindungan Tenaga Kerja dalam Era Globalisasi
Gatot M Sutejo
Pembangunan ketenagakerjaan di era globalisasi dan era perdagangan bebas AFTA 2003 dewasa ini sangat tergantung pada kondisi perekonomian nasional dan internasional. Keadaan dunia usaha yang demikian, menuntut untuk senantiasa dilakukan secara terbuka dan menyesuaikan dengan pelaksanaan pasar bebas.
F
enomena yang berkembang dewasa ini tidak hanya merupakan interkoneksi antar masyarakat dunia satu sama lain, tetapi juga telah menyebabkan terjadinya perubahan lingkungan stratejik, baik internal maupun eksternal dibidang sosial ekonomi, budaya teknologi dan lain-lain. Di Indonesia, perubahan ling kungan stratejik semakin cepat yang dipacu oleh bergulirnya reformasi dan otonomi daerah, menuntut perubahan di berbagai bidang. Selain itu dengan diratifikasinya konvensi ILO No. 87 melalui Keppres 83 Tahun 1998 tentang Kebebasan Berserikat dan Pelindungan Hak Untuk Berorganisasi telah ikut mempengaruhi kondisi hubungan
industrial di perusahaan. Sementara itu, tingkat pengangguran terakumu lasi dalam jumlah yang semakin besar dan tingkat produktivitas pekerja yang belum memadai.
Kondisi Hubungan Industrial
Kondisi ketenagakerjaan di Indonesia dihadapkan pada tingginya tingkat pengangguran yang diperkirakan sebanyak 36,02 juta orang. Sebagian besar bekerja pada sektor pertanian dan industri pengolahan terutama pada industri kecil dengan tingkat keterampilan dan produktivitas yang rendah. Dalam era globalisasi, dunia usaha harus mampu bersaing secara terbuka, untuk mendukung upaya tersebut, maka peningkatan
kualitas tenaga kerja (kompetensi yang tinggi) akan menjadi faktor penting bagi keberhasilan pengembangan dunia usaha. Peningkatan dan pengembangan sumberdaya manusia dapat dilaku kan melalui jalan pendidikan formal, pelatihan dan pengembangan di tempat kerja secara terencana, terpadu dan berkesinambungan yang selalu berorientasi pada kebutuhan pasar global. Begitu pula, masalah ketenaga kerjaan akhir-akhir ini semakin marak dengan adanya unjuk rasa dan mogok. Kondisi ini harus kita sikapi secara arif sehingga dapat ditemukan solusi yang dapat diterima berbagai pihak. Penyebab mogok kerja atau yang menjadi
VOLUME IV NO.19
JANUARI - MARET 2010
21
analisa
iklanmax.com
sesuai, revitalisasi yaitu memberikan tambahan daya agar dapat meng optimalkan kinerja organisasi atau lembaga dan refungsionalisasi yang lebih menekankan tindakan memfungsikan kembali dengan lebih menyerahkan kepada penajaman profesionalisme organisasi dalam mengubah visi dan misinya. Dengan UU Ketenagakerjaan tersebut, peranan pemerintah adalah sebagai fasilitator dan pengawas pelaksanaan peraturan perundangundangan untuk terciptanya ketenangan bekerja dan kemajuan berusaha yang berkeadilan. tuntutan pekerja, berupa tuntutan bersifat normatif yang menyangkut pelaksanaan hak-hak pekerja yang telah diatur dalam undangundang ketenagakerjaan, peraturan perusahaan, atau kesepakatan kerja bersama, seperti pelaksanaan upah minimum, JAMSOSTEK, lembur, cuti, pembentukan serikat pekerja. Perselisihan hubungan industrial yang diikuti dengan mogok kerja atau unjuk rasa pekerja membawa dampak sangat besar terhadap pelaksanaan hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha di perusahaan, dampak atau kerugian yang tidak terukur nilainya adalah terganggunya komunikasi antara pekerja dengan pengusaha. Dengan terganggunya komunikasi tersebut menghambat peningkatan produktivitas perusahaan, kesejahtera an pekerja dan keluarganya.
Perubahan Paradigma
Sebagaimana dikemukakan di atas, era globalisasi dan bergulirnya semangat reformasi telah mendorong semakin cepatnya perubahan paradigma pelaku proses produksi. Dalam pelaksanaan hubungan industrial, demokratisasi dan hak asasi telah berkembang luas di lingkungan pekerja yang akan berpengaruh dalam proses produksi. Cepatnya pertumbuhan Serikat Pekerja seiring dengan diundangkannya UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh telah ikut mewarnai dinamika
22
VOLUME IV NO.19
JANUARI - MARET 2010
hubungan kerja yang diikuti dengan berbagai keinginan dan tuntutan. Dalam kaitan ini maka peningkatan daya saing menjadi sangat penting yang diwujudkan dalam penyediaan output dengan kualitas unggul (better), dengan harga yang lebih kompetitif (cheaper) dan disampaikan tepat waktu (faster). Untuk itu, selain menerapkan pola manajemen yang sesuai dalam mencapai efektivitas dan efisiensi, maka kebutuhan mendesak yang harus dilakukan adalah peng embangan sumber daya manusia perusahaan. Sejalan dengan itu, dunia usaha dituntut untuk lebih terbuka dan peduli terhadap hukum serta dalam mengembangkan usahanya, prinsip keadilan perlu mendapat perhatian. Hal tersebut adalah seiring dengan semakin ketatnya persaingan dunia usaha, untuk mampu bersaing perlu dukungan pekerja, Oleh karena itu, komunikasi dua arah antara pengusaha dan pekerja perlu ditumbuhkembangkan melalui dialog, sehingga tujuan perusahaan dapat dicapai. Hal tersebut juga akan berdampak terhadap pelaksanaan hubungan kerja di perusahaan. Otonomi daerah sebagai salah satu bentuk desentralisasi peme rintahan pada hakekatnya dituntut untuk memenuhi kepentingan bangsa secara keseluruhan. Oleh sebab itu, tindakan perubahan dan pembaharuan mencakup: Restrukturisasi yaitu tindakan untuk mengubah struktur yang sudah tidak
Pendekatan Antisipasi
Hubungan industrial pada hake katnya adalah merupakan hubungan antara interpersonal, dimana sesuai dengan perubahan paradigma tersebut pekerja dan pengusaha dalam melaksanakan proses pro duksi tersebut harus memiliki sikap dasar antara lain: 1) Disiplin, dalam arti tidak hanya terbatas pada pelaksanaan jam kerja tetapi juga dalam arti pelaksanaan tugas seharihari; 2) Transparan, terbuka dalam melaksanakan tugas dan fungsinya masing-masing sebagai pekerja dan sebagai pengusaha; 3) Bertanggung jawab dalam pelaksanaan pekerjaan tidak sebatas tanggung jawab atas fungsinya akan tetapi juga pada diri sendiri perusahaan, masyarakat dan Tuhan; 4) Terukur (accountability), hasil pekerjaan dapat diukur serta kejujuran. Melalui sikap dasar tersebut, diharapkan tercipta suasana hu bungan industrial yang harmonis dan berkeadilan dapat dicapai di tingkat perusahaan. Hal tersebut secara makro berdampak terhadap pengembangan dunia usaha yang pada gilirannya akan menciptakan lapangan kerja baru dan akhirnya kesejahteraan pekerja dapat ditingkatkan. Nursiti Barlian
Perencana Muda Bagian PPA I Biro Perencanaan
analisa *) Dwi Wahyuni
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Sebagai Sebuah Kebutuhan Pokok Boleh jadi kita membenci sesuatu, padahal apa yang kita benci itu justru mendatangkan manfaat. Boleh jadi kita menyukai sesuatu, padahal apa yang kita sukai justru mendatangkan kerugian. Merupakan rangkaian kalimat yang sering kita dengar tetapi mungkin sering juga kita abaikan maknanya.
M
dokumentasi WAPER
asalah dapat menimpa siapa saja, kapan saja, dan tidak dapat dihindari tetapi harus dicari solusinya. Karena itu, penting bagi setiap individu dan/ atau kelompok untuk mempunyai kemampuan dalam pengambilan keputusan. Secara umum, pengambilan keputusan adalah upaya untuk menyelesaikan masalah dengan memilih alternatif solusi yang ada. Sebagai seni, pengambilan keputusan adalah proses mengambil keputusan pada
situasi dan kondisi yang berbeda (bersifat unik), dan sebagai ilmu, pengambilan keputusan merupakan suatu aktivitas yang memiliki metode, cara, dan pendekatan tertentu secara sistematis, teratur dan terarah.
Apa Itu Keputusan
Dalam suatu organisasi, masalah menunjukkan adanya kesenjangan antara tujuan dan sasaran organisasi dengan kinerja aktual. Penetapan tujuan dan sasaran akan mengarahkan pada hasil mana yang
sudah dicapai dan pengukuran mana yang menunjukkan hasil yang sesuai dengan yang diinginkan. Perlu diingat juga penetapan tujuan dan sasaran membutuhkan komunikasi antara manajer dengan bawahan agar tidak menimbulkan masalah baru. Keputusan terdiri dari 1) keputus an terstuktur yang dikembangkan untuk menangani masalah rutin dan berulang-ulang, biasanya tergantung pada kebijakan, aturan dan prosedur yang jelas, dan 2) keputusan tidak terstruktur dan bersifat baru, biasanya diperlukan pada situasi permasalahan yang unik dan komplek serta membutuhkan kreativitas, intuisi, toleransi, pemecahan masalah secara kreatif. Umumnya keputusan yang diambil didasarkan atas dorongan pencapaian tujuan dan pemenuhan dari tuntutan lingkungan. Yang tidak boleh dilupakan adalah keputusan harus berkualitas, maksudnya keputusan memiliki kontribusi terhadap peningkatan nilai organisasi dan individual serta memperhatikan akurasi antara prediksi dan realisasi terhadap kesenjangan. Pemilihan alternatif dalam pengambilan keputusan harus berdasarkan hasil (output) yang sesuai sasaran, juga perlu mempertimbangkan dampak alternatif positif dan negatif terhadap sasaran yang lain (tujuan yang satu optimal sedangkan tujuan yang lain tidak optimal). Perlu juga
VOLUME IV NO.19
JANUARI - MARET 2010
23
analisa diingat bahwa ”tidak mungkin keputusan yang diambil akan memuaskan semuanya, tetapi yang optimal adalah yang sesuai standar”. Pada pelaksanaannya, keputusan yang baik adalah yang efektif untuk implementasi dan perlu pengujian terhadap perilaku orang terhadap keputusan tersebut. Keputusan yang telah diambil juga perlu dilakukan pengendalian dan evaluasi terhadap tujuan dan sasaran yang ditetapkan, serta efektivitas manajemen terkait dengan pengukuran hasil periodik.
Pengambilan Keputusan
Apa yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan yang terstruktur maupun yang tidak terstuktur? Informasi sebagai bahan baku pengambilan keputusan, values (arahan/tuntunan dan keyakinan bahwa pembuat keputusan menggunakannya ketika pada kondisi tertentu), personality, kecenderungan terhadap resiko yang diambil. Dalam mengambil keputusan perlu mencari informasi yang mendukung keputusan, selanjutnya selektif terhadap informasi yang mendukung keputusannya serta meminimkan aspek negatif dan memperbesar aspek positif dari keputusan yang diambil. Dalam pengambilan keputusan individu, personality merupakan faktor yang paling berpengaruh, karena karakteristik tertentu terkait dengan perbedaan proses pengambilan keputusan. Biasanya individu yang mempunyai high aversion to risk akan memilih keputusan yang tingkat kepastiannya tinggi. Sementara pada keputusan kelompok, yang paling berpengaruh adalah peran manajer dengan partisipasi dan kerjasama dalam organisasi, serta kolaborasi yang melibatkan pengambilan keputusan stakeholder atas masalah yang akan datang. Bekerja dalam suatu organisasi
24
VOLUME IV NO.19
JANUARI - MARET 2010
pasti akan menemui masalah, dan seperti dikatakan sebelumnya bahwa masalah bukan untuk dihindari tetapi untuk dihadapi dan dicari solusinya agar tidak menimbulkan masalah baru. Bagaimana pengambilan keputusan manajerial dalam sebuah grup? Dalam suatu grup, keputusan manajerial diambil dengan asumsi bahwa pengambil keputusan memiliki informasi akurat dan lengkap serta paham akan adanya keterbatasan manusia sehingga bisa mengambil keputusan secara rasional. Alternatif solusi juga menjadi bagian dalam pengambilan keputusan. Untuk mencari alternatif solusi yang lebih baik perlu memperhatikan rumusan sasaran, kemungkinan hambatanhambatan, aspirasi anggota, pengalaman, pendapat pihak lain, alternatif baru yang kemudian disusun dan dievaluasi, serta yang tidak kalah penting adalah jangan pernah berhenti mencari alternatif. Pengambilan keputusan dalam sebuah grup memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya adalah dapat berbagi pengalaman dan keahlian dari beberapa individu, lebih banyak data, informasi, dan pengetahuan yang terakumulasi, masalah dipandang dari berbagai sektor, lebih banyak anggota yang mendapat kepuasan, dan lebih banyak dapat diterima dan sepakat dengan keputusan yang diambil. Sementara kekurangannya butuh waktu lebih banyak, ada dominasi minoritas dan kecenderungan kompromi, ada kecenderungan anggota grup lebih terkonsentrasi pada kepentingan individual dari tujuan kelompok, tidak terhindar dari tekanan sosial, dan ada kecenderungan lebih sebagai kelompok pemikir bukan pengambil keputusan.
Manfaat Keputusan
Apa yang dibutuhkan untuk membuat keputusan berkualitas?
Kewaspadaan dapat meningkatkan kualitas keputusan, maksudnya adalah perhatian terhadap prosedur pengambilan keputusan yang benar. Menurut Richard Denhardt, pedoman dalam pengambilan keputusan adalah menjaga komitmen dalam proses pengambilan keputusan agar data/ informasi terpercaya bukan emosi yang mengarahkan keputusan, adanya masukan dari staf sebelum membuat keputusan kunci, hindari sebisa mungkin pola pengambilan keputusan “top-down” dan yakin terhadap dukungan kelompok pengambilan keputusan dalam organisasi. Ada 4 (empat) hal yang perlu diketahui dalam teknik untuk menghasilkan “Quality in Group Decision Making” 1) Brainstorming yaitu membuka segala kemungkinan pemikiran tanpa harus dievaluasi, 2) Nominal Group Technique yaitu suatu proses rancangan struktural untuk mensimulasi secara kreatif “group decision making” jika ada kelemahan dalam pencapaian kesepakatan atau ada kelemahan penguasaan pengetahuan terhadap permasalahan yang dihadapi dari para anggota, 3) Delphi Technique yaitu teknik analisis untuk memprediksi keadaan masa depan tanpa harus tatap muka, dan 4) Devil’s Advocacy Approach yaitu seseorang atau subkelompok diutus untuk mengkritisi rumusan tindakan dan mengidentifikasi permasalahan yang perlu menjadi perhatian sebelum adanya keputusan final.
Dwi Wahyuni, SP Staf Bagian EVALAP Biro Perencanaan
info *) Edi Saputra Munthe
Layanan Pengadaan Barang/Jasa Elektronik Wujud Inovasi Pelayanan Publik Pengadaan Barang/Jasa pemerintah secara elektronik (e-Procurement) merupakan proses pengadaan barang/jasa pemerintah yang pelaksanaanya memanfaatkan fasilitas teknologi, komunikasi dan informasi dilakukan secara elektronik berbasis web/internet.
I
mplementasi e-Procurement merupakan salah satu upaya untuk meminimalisasi inefisiensi dalam pengaduan barang/jasa pemerintah, dan meningkatkan transparansi dan integritas pemerintah. Dengan e-procurement dapat dilakukan efesiensi dan efektifitas pengadaan barang/jasa pemerintah, dilaksana kan dengan transparan karena hampir seluruh proses dalam pengadaan barang/jasa dapat dipantau melalui internet (website), serta adanya akses publik untuk mengetahui informasi pengadaan barang/jasa pemerintah sehingga diharapkan intregitas pemerintah dapat diperbaiki.
Pengembangan e-Procurement
Pengembangan e-procurement dilaksanakan dengan membentuk organisasi pengelola layanan pengadaan barang/jasa elektronik (LPSE) baik di Pusat maupun Daerah. Hasil monitoring dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sampai bulan Februari 2010, bahwa telah terbentuk sejumlah
56 LPSE instansi pemerintah yang meliputi LPSE pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota dan Kementerian. Organisasi pengelola LPSE di tingkat Kementerian yang sudah terbentuk adalah Kementerian Keuangan dan Kementerian Pendidikan Nasional. Oleh karena itu diharapkan pada tahun 2010 di tingkat Kementerian sudah mulai mempersiapkan pembentukan organisasi pengelola LPSE sebagai wujud inovasi pelayanan publik melalui implementasi eProcurement. Dengan demikian, pemerintah akan menyusun kebijakan baru berupa Draft Peraturan Presiden yang berkaitan pengadaan barang/jasa pemerintah sebagai penyempurnaan Keputusan Presiden No.80 tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden No.95 tahun 2007, peraturan pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik (e- Procurement) telah diterapkan pada tahun 2012 di setiap instansi pemerintah.
Pembentukan Organisasi Pengelola LPSE
Dalam rangka pembentukan organisasi pengelola LPSE di tingkat Kementerian, maka Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah memberikan fasilitas yang mencakup: sistem eprocurement gratis, pelatihan gratis, open source, free licence, free of charge dan mendukung sepenuhnya lembaga yang mengembangkan e- Procurement serta memfasilitasi Kementerian sampai dengan Launching e-Procurement. Dalam pembentukan organisasi pengelola LPSE di lingkungan Kementerian, terlebih dahulu menyiapkan SDM yang mampu dan terampil, dukungan sarana dan prasarana yang antara lain ruangan, perangkat jaringan dan server. Dukungan sarana dan prasarana dalam mendukung implementasi e-Procurement di Kemenakertrans dapat menggunakan sarana dan prasarana yang sudah tersedia pada Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi. Implementasi e-Procurement pada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dapat diwujudkan untuk meningkatkan pelayanan publik dan keterbukaan informasi. Diharapkan Kemenakertrans dapat mempersiapkan pembentukan organisasi pengelola LPSE pada tahun 2011.
Ir. Edi Saputra Munthe, MM Kasubbag Evalap III Bagian Evalap Biro Perencanaan
VOLUME IV NO.19
JANUARI - MARET 2010
25
info *) S.R. Diyah Nuraini
Delapan Etos Ker A
internet
bad 21 dicirikan oleh globalisasi yang serba kompetitif dengan perubahan yang sangat cepat. Tidak terbayangkan lagi ada organisasi yang bisa bertahan tanpa profesionalisme. Bukan sekadar profesionalisme biasa tetapi profesionalisme kelas tinggi, world-class professionalism, yang memampukan kita sejajar dan bermitra dengan orang-orang dan organisasi-organisasi terbaik dari seluruh dunia. Jansen Sinamo adalah Sang Bapak Etos sekaligus penulis 8 ETOS KERJA PROFESIONAL: Navigator Anda menuju Sukses, mengatakan bahwa manusia itu pada dasarnya adalah pencari kesuksesan. Menurut Sinamo, etos kerja professional dapat ditempuh melalui perubahan mindset dengan pengertian sebagai berikut:
26
VOLUME IV NO.19
JANUARI - MARET 2010
Satu, Kerja adalah Rahmat: Bekerja Tulus Penuh Syukur Bekerja adalah rahmat yang turun dari Tuhan, oleh karena itu harus kita mensyukurinya. Apabila kita bekerja dengan tulus akan membuat kita merasakan rahmat lainnya sebagai berikut: Kita dapat menyediakan sandang-pangan untuk keluarga kita dengan gaji yang kita dapat; Kita diberi kesempatan untuk bisa bergaul lebih luas serta meningkatkan kualitas diri ke tingkat yang lebih tinggi hingga kita bisa tumbuh dan berkembang; Kita bisa memaksimalkan talenta kita saat bekerja; Kita bisa mendapatkan pengakuan dan identitas diri dari masyarakat dan komunitas. Dua, Kerja adalah Amanah: Bekerja Benar Penuh Tanggung Jawab Amanah melahirkan sebuah sikap tanggung jawab, dengan demikian maka tanggung jawab harus ditunaikan dengan baik dan benar, bukan hanya sekedar formalitas. Rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan yang didelegasikan kepada kita akan menumbuhkan kehendak kuat untuk melaksanakan tugas dengan benar sesuai job description untuk mencapai target yang ditetapkan.
info
internet
rja Profesional
Tiga, Kerja adalah Panggilan: Bekerja Tuntas Penuh Integritas Dalam konteks pekerjaan, panggilan umum ini memiliki arti bahwa apa saja yang kita kerjakan hendaknya memenuhi tuntutan profesi. Agar panggilan dapat diselesaikan hingga tuntas maka diperlukan integritas yang kuat karena dengan memegang teguh integritas maka kita dapat bekerja dengan sepenuh hati, segenap pikiran, segenap tenaga kita secara total, utuh dan menyeluruh. Empat, Kerja adalah Aktualisasi: Bekerja Keras Penuh Semangat
Aktualisasi adalah kekuatan yang kita pakai untuk mengubah potensi menjadi realisasi. Lima, Kerja adalah Ibadah: Bekerja Serius Penuh Kecintaan Segala pekerjaan yang diberikan Tuhan kepada kita harus kita syukuri dan melakukannya dengan sepenuh hati. Tidak ada tipe atau jenis pekerjaan yang lebih baik dan lebih rendah dari yang lain karena semua pekerjaan adalah sama di mata Tuhan. Enam, Kerja adalah Seni: Bekerja Cerdas Penuh Kreatifitas Bekerja keras itu perlu, namun bekerja dengan cerdas sangat dibutuhkan. Kecerdasan disini maksudnya adalah menggunakan strategi dan taktik dengan pintar untuk mengembangkan diri, memanfaatkan waktu bekerja agar tetap efektif dan efesien, melihat dan memanfaatkan peluang kerja yang ada, melahirkan karya dan buah pikiran yang inovatif dan kreatif. Tujuh, Kerja adalah Kehormatan: Bekerja Tekun Penuh Keunggulan Kehormatan diri bisa kita
dapatkan dengan bekerja. Melalui pekerjaan, kita akan dihormati dan dipercaya untuk memangku suatu posisi tertentu dan mengerjakan tugas yang diberikan kepada kita termasuk segala kompetensi diri yang kita miliki, kemampuan dan kesempatan dalam hidup. Delapan, Kerja adalah Pelayanan: Bekerja Paripurna Penuh Kerendahan Hati Hasil yang kita lakukan dalam bekerja bisa menjadi masukan untuk orang lain dan begitu pula sebaliknya. Sehingga dari proses tersebut kita telah memberikan kontribusi kepada orang lain agar mereka bisa hidup dan beraktivitas dengan lebih mudah. Itulah delapan etos kerja professional, apabila kita dapat menerapkannya dengan setulus hati, maka apa yang akan kita kerjakan merupakan kontribusi di dalam kehidupan ini. Semoga! Diunduh dari http://kamissore.blogspot.com/
S.R. Diyah Nuraini, ST.
Perencana Muda Bagian Evalap Biro Perencanaan
VOLUME IV NO.19
JANUARI - MARET 2010
27
dokumentasi P4Trans
LENSAlensa
Forum Temu Nasional Transmigrasi berlangsung di Jakarta pada tanggal 16 Desember 2009. Acara ini mengambil tema Transmigrasi, Sebagai Peluang Bisnis dan Daya Saing Daerah. Dihadiri oleh para pemangku kepentingan bidang ketransmigrasian, yaitu para Gubernur dan Bupati, serta menteri-menteri terkait..
dokumentasi WAPER
Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional / BAPPENAS menyelenggarakan Seminar Teknik Penulisan Naskah Dinas pada tanggal 4 Desember 2009. Melalui seminar ini, problema kebahasaan dalam penyusunan naskah dinas mendapat pemecahannya. Naskah tata dinas ternyata tidak sederhana. Banyak faktor yang mempengaruhi, diantaranya; moment, audiens, wawasan penulis dan penggunaan tata bahasa.
Rubrik LENSA berisi foto-foto aktifitas komunitas perencana. Redaksi menerima kiriman foto-foto dari seluruh komunitas perencana baik di pusat maupun di daerah untuk dimuat dalam rubrik ini.
28
VOLUME IV NO.19
JANUARI - MARET 2010
Warta PERENCANA