Artikel
MEMBANGUN KELUARGA MASA DEPAN Oleh: Drs. Mardiya Sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman, tampaknya keluarga dengan banyak anak bakal makin tidak populer. Apalagi pola hidup masyarakat terus mengalami perubahan. Antara lain perubahan konsep extended family ke konsep “keluarga batih” (nuclear family). Di Indonesia, gejala ini tampak jelas pada Sensus Penduduk 1999 lalu. Perubahan komposisi dari keluarga besar ke keluarga batih (inti), telah menjadi fenomena demografis yang menarik perhatian ahli-ahli kependudukan waktu itu. bayangkan, keluarga dengan 4 atau 5 anak yang ditumpangi paman, bibi, uwak, kakek, nenek, sepupu, dan sebagainya yang mendominasi rumah tanggal pada waktu 1970-an, menjadi keluarga kecil dengan 2 anak tanpa dibebani kerabat pada saat ini. Tentu hal ini akan menarik untuk diteliti. Berkurangnya extended family dan membengkaknya keluarga batih selama kurun waktu tersebut, memberikan indikasi semakin berkurangnya rumah tangga yang ditumpangi sanak saudara. Jika kondisi ini terus berlanjut, bukan mustahil 10 atau 15 tahun mendatang, pola keluarga batih sudah menjadi gaya hidup. Yaitu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak yang masing-masing memiliki tanggung jawab karir. Dalam hal ini, nantinya pembinaan anak bukan lagi merupakan keharusan anggota keluarga sendiri. Namun sudah dialihkan kepada orang yang “profesional” di bidangnya. Misalnya, pengelola penitipan anak. Dan masyarakat dengan karakteristik demografis terbaik akan menjadi penganut terdepan sistem ini. Munculnya keluarga batih, sebenarnya hanya merupakan bentuk antisipasi terhadap pesatnya perkembangan zaman. Antara lain sebuah kenyataan gamblang, bahwa hidup makin sulit. Pemenuhan kebutuhan hidup keluarga tidak lagi hanya menjadi tanggung jawab suami (ayah). Ledakan jumlah penduduk, umpamanya, mau tidak mau mendorong orang harus bekerja ekstra keras untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Disini anggota keluarga terlibat. Tidak jarang harus tercerai berai. Suami di Jawa, isteri merantau ke Malaysia, dan anak ikut transmigrasi. Atau suami kantoran, isteri pegadang di pasar, dan anak mondok di lain kota untuk meneruskan studi. Selain faktor di atas, semain mengecilnya proporsi extended family dan meningkatnya jumlah keluarga batih, setidak-tidaknya masih dipengaruhi oleh 4 hal: 1
Pertama, Keberhasilan gerakan KB yang telah mampu menekan TFR (Total Fertility Rate) dari 4,755 pada tahun 1970, hingga mencapai below placement level 2,3 pada saat sekarang. Kondisi ini telah memberi sumbangan yang besar pada turunannya jumlah rata-rata anggota rumah tangga di Indonesia dari 4,7 orang pada tahun 1970 menjadi 2,3 pada saat ini. Kedua, Kemajuan industrialisasi yang menyebabkan keluarga menjadi lebih bersifa mobile. Mudah berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Keluarga tidak lagi terikat oleh sebidang tanah untuk menghidupnya. Melainkan mereka akan berpindah ke tempat di mana ada pekerjaan. Mobilitas keluarga ini akan memperlemah ikatan kekerabatan dalam extended family. Ketiga, Keberhasilan emansipasi wanita di Indonesia, yang memungkinkan wanita untuk mendapatkan pekerjaan di luar rumah tangga. Emansipasi ini menyebabkan lemahnya fungsifungsi extended family di satu pihak, dan memperkuat fungsi keluarga batih di lain pihak. Keempat, Berubahnya corak kehidupan ekonomi dalam masyarakat dari corak agraris yang terus bergerak ke corak industri. Dalam masyarakat agraris, semua anggota keluarga, anak-anak, wanita, dan orang yang sudah tua dapat turut serta dalam proses produksi pertanian. Sehingga dalam hal ini sebuah extended family semua memberikan keuntungan ekonomi. Sedangkan dalam masyarakat industri, anak-anak, orang yang sudah tua, orang yang cacat tubuh, tidak dapat turut serta dalam proses produksi pertanian. Sehingga, mereka secara otomatis akan menjadi beban keluarga. Akhibatnya, keluarga akan cenderung memisahkan diri dari sanak keluarga yang tidak produktif guna mengurangi beban hidup. Lebih-lebih tuntutan hidup semakin meningkat. Semakin populernya pola keluarga batih di Indonesia, akan memberikan tantangan dan masalah baru bai kita semua. Karena proses perubahan dari extended family ke keluarga batih akan memberi dampak positif dan negatif bagi seluruh anggota keluarga. Di satu pihak, perubahan ini akan memberikan kebebasan yang lebih besar bagi individu, karena dalam keluarga batih indivdu bebas dari ikatan kewajiban dan tanggung jawab dalam hubungan sosial yang lebih besar. Di pihak lain, keluarga batih menyebabkan isolasi sosial, kurangnya afeksi, dan beban psikologis menjadi lebih cepat karena individu kurang mempunyai keleluasaan untuk melepaskan tekanan-tekanan fisiknya. Akhibat-akhibatnya negatif ini tampak pada naiknya angka perceraian dan gejala-gejala disorganisasi keluarga. Disamping adanya kecenderungan meningkatnya perkawinan yang kedua (remariage), karena usia perceraian cenderung muda.
2
Selain itu, keluarga batih cukup rentan terhadap berbagai permasalahan lain. Tidak saja menyangkut pada kemampuan ekonomu, hubungan orang tua-anak, dan perlindungan terhadap anak, melainkan juga pergaulan bebas (free sex) di kalangan anak remaja. Dari sisi ekonomi, keluarga batih sering mengalami kondisi ekonomi yang kurang menyenangkan. Menurut Sofian Effendi dari Fisipol UGM, rumah-rumah tunggal kepala (single headed household) – istilah lain untuk menyangkut keluarga batih—Sehingga mereka amat memerlukan perhatian berbagai pihak. Penurunan jumlah anak dalam keluarga batih, tak lepas dari susutnya bantuan sosial ekonomi kepada orang tua. Peran anak di bidang sosial, seperti halnya membantu pekerjaan rumah tangga, akan banyak dilakukan oleh pembantu rumah tanggal. Sama halnya menjaga, menemani, merawat orang tua jika sudah masuk dalam kelompok lansia, tidak akan dilakukan oleh anaknya sendiri. Renggangnya peran anak terhadap orang tua, menyebabkan peran tersebut harus digantikan oleh orang lain bagi yang relatif mampu. Seperti perawat atau pembantu rumah tangga. Dengan demikian, lansia tersebut akan banyak dijaga atau diasuh oleh bukan anaknya sendiri. Atau lansia tidak lagi menjadi bagian dari keluarga. Fungsi sosial keluarga, dalam hal ini rasa tanggung jawab anak untuk menyantuni lansia semakin menurun. Akhibatnya beban masyarakat/ pemerintah untuk memberikan layanan kepada lansia meningkat. Misalnya pelayanan trasportasi, rekreasi dan olah raga, pelayanan kesehatan maupun pengadaan panti wreda untuk menampung lansia yang tidak diurus anak. Penurunan jumlah anak, diduga akan menyebabkan perlindungan terhadap anak yang berlebihan (over protection). Orang tua akan memberikan tindakan perlindungan yang berlebihan terhadap anaknya, karena takut terhadap resiko yang akan menimpa anak tersebut. Perasaan khawatir pada orang tua ini dilatarbelakangi oleh pikiran negatif, seperti anak menjadi nakal, sakit, kecelakaan atau meninggal. Sehingga mereka khawatir akan kehilangan anaknya. Oleh karena itu, orang tua pada keluarga batih akan memberikan perlindungan yang berlebihan pada anaknya. Namun mereka tidak menyadari, bahwa perlindungan yang berlebihan ini justru sering memicu timbulnya kenakalan anak/remaja yang menghebat. Hal ini dimanifestasikan dalam bentuk perkelahian, pencurian, perampokan dan pengrusakan, pemerkosaan, serta pergaulan bebas berupa hubungan kelamin di luar nikah (pre-marital intercourse), terutama remaja di kota yang kerawanan lingkungan sosial.
3
Berbagai tantangan dan masalah yang dihadapi pada keluarga kita di masa depan tersebut, jika tidak segera diantisipasi dapat beakibat fatal. Karena di satu pihak akan muncul kekeluargaan batih ala barat yang individualistis dengan segala dampak negatifnya. Di lain pihak, para lansia akan semakin terlunta-lunta dalam menjalani ruas akhir hidupnya, lebih-lebih bagi mereka yang tidak memiliki dana pensiun. Kondisi ini jelas akan berpengaruh buruk pada masyarakat yang kuat rasa gotong royongnya. Oleh karenanya perlu segera dicari upaya-upaya positif, agar kelak jika pola kehidupan batih sudah menjadi gaya hidup tidak merusak budaya bangsa dan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya. Menjawab tantangan dan masalah yang bakal kita hadapi kelak jika keluarga batih sudah menjadi gaya hidup, tentu bukan hal yang mudah. Sementara untuk menolak kehadirannya, juga tidak mungkin. Jalan satu-satunya adalah perlu segera dicari strategi yang efektif untuk menemukan pola keluarga batih yang sesuai dengan kondisi masyarakat kita. Tentunya, disamping terus dilakukan upaya-upaya mengubah attitude dan keyakinan masyarakat, agar kehadiran keluarga batih diterima dengan lapang dada, tanpa kecurigaan dan syak prasangka. Hal ini penting mengingat, masyarakat kita sudah terbiasa hidup dengan konsep extended family, keluarga besar. Lebih-lebih mereka terbiasa dengan gaya hidup saling bantu dan ikatan emosional yang sangat kontal. Sehingga, perasaan, kalau ada satu keluarga yang sakit, keluarga lainnya ikut merasakan. Hanya saja, yang perlu menjadi pegangan, strategi yang ditempuh tetap harus mengacu pada meningkatnya kesejahteraan keluarga, yang ditandai dengan tingginya kualitas dan kemandirian keluarga. Sehingga dalam jangka panjang, intitusi keluarga akan biasa dikembangkan menjadi sumber daya pembangunan yang handal, dan bisa menjadi kekuatan untuk mengentaskan dirinya dari kemiskinan dalam arti luas. Oleh karena itu, untuk menuju keluarga masa depan yang lebih baik, kami mempunyai beberapa saran sebagai berikut: 1.
Siapkan mental dan fisik untuk menghadapi berbagai cobaan permasalahan hidup
berkeluargaan pada masa yang akan datang. Persiapan ini penting, agar kelak (terutama anak cucu kita) tidak shock menghadapi kesulitan hidup yang makin menggila. 2.
Pusatkan pikiran dan hati untuk menggali potensi diri yang dapat diharapkan
menjadi “dewa penolong” masa depan keluarga terutama dari sisi ekonomi. Apalagi dapat
4
dipastikan pada masa-masa mendatang permasalahan ekonomi (baik global maupun keluarga) tidaklah semakin sederhana dan ringan, melainkan semakin ruwet dan kompleks. 3.
Tingkatkan keimanan dan ketakwaan diri, sehingga menjadi tebal keyakinan kita
bahwa segala penderitaan yang kita alami adalah karunia Tuhan yang patut kita jalani dengan tulus. Kita juga akan menjadi pantang berputus asa dan menjalani hidup dengan penuh kedamaian. 4.
Laksanakan 8 fungsi keluarga yang ada dengan sebaik mungkin, secara serasi,
selaras, seimbang. Karena dengan melaksanakan 8 fungsi keluarga tersebut, maka jalan menuju keluarga kecil bahagia dan sejahtera yang mandiri akan semakin terbuka lebar. 5.
Berusahalah sekuat tenaga agar pengaruh buruj budaya luar tidak merasuk ke
seluruh anggota keluarga. Kita sebagai orang tua harus dapat memberikan contoh yang baik, dan menjadi teladan bagi anak-anak. Agar anak-anak kita kelak jika sudah berkeluarga dapat meneladani sikap dan perilaku kita. 6.
Jauhkan keluarga dari sikap kekerasan dan hadapi setiap permasalahan dengan
musyawarah untuk mencari kata mufakat. Karena kekerasan pada dasarnya tidak akan pernah dapat menyelesaikan masalah. Dengan mengadakan musyawarah dan mendiskusikan setiap persoalan secara bersama-sama, kita akan terdidik untuk mandiri, tidak tergantung pada orang lain, dan tidak mudah dipengaruhi oleh keluarga lain. 7.
Kembangkan sikap optimisme terhadap kemampuan dan keberhasilan usaha kita.
Sebab mudah menyerah, patah semangat, atau berkecil hati. Sikap optimis juga akan menumbuhkan kemauan untuk bekerja keras yang sangat dibutuhkan untuk menghadapi tantangan masa depan. 8.
Ada gagasan baru, cepat dilaksanakan. Karena ciri manusia modern harus kreatif
dan dinamis. Bila ada ide untuk mengembangkan usaha keluarga yang dirasa baik untuk meningkatkan pendapatan keluarga kelak, sebaiknya segera dirintis dengan hati-hati, jangan gegabah dan jangan pula sembrono dalam pengelolaannya. Dengan keyakinan dan usaha keras serta doa yang terus menerus, niscaya gagasan kita akan banyak membawa manfaat bagi kaluarga kita. 9.
Tentukan tujuan hidup dengan jelas, didik anak untuk dapat segera mengerti arti
kehidupan. Dupaya kelak jika sudah berkeluarga mempunyai tanggung jawab yang besar
5
terhadap kesejahteraan dan kebahagiaan anggota-anggotanya. Dapat menentukan tujuan hidup dengan jelas jug akan memberikan sprit pada kita untuk berusaha mencapainya. 10.
Nikmati keberhasilan yang telah dicapai dengan penuh kebahagiaan. Jangan
terlalu kecewa bila masih gagal, sebaiknya berusaha lagi sampai berhasil. Sebab keberhasilan akan memberikan kenikmatan hidup yang sejati. 11.
Gunakan fasilitas dan pembinaan yang diberikan pemerintah / masyarakat sebaik
mungkin untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga. Jangan sok tidak mau memafaatka sarana prasarana pemerintah dengan alasan gengsi, malu dan lain-lain. Karena pada dasarnya -- seperti telah diuraikan di muka -- pemerintah berupaya keras ikut mensejahterakan keluarga. Demikian beberapa saran yang dapat penulis berikan untuk menuju keluarga masa depan yang sejahtera lahir dan batin serta tetap dapat mengikuti perkembangan zaman secara dinamis, tanpa harus kehilangan identitas sebagai keluarga. Keluarga yang dibangun haruslah tetap keluarga kecil yang sehat dan prospektif. Pendidikan anak perlu diutamakan, termasuk pendidikan budi pekerti, dan pemberian kehangatan serta kasih sayang kepada anak juga tidak boleh diabaikan. Sebab bagaimanapun juga, pemberian kasih sayang dan pendidikan yang baik inilah yang aka mampu sebagai senjata sekaligus perisai yang baik dalam menghadapi setiap tantangan dan permasalahan di masa yang akan datang. Akhirnya, dengan niat, keyakinan dan upaya bersama seluruh anggota keluarga untuk melaksanakan berbagai saran di atas, dapat diyakini masa depan keluarga kita tidak akan sengsara dan akan mampu mencapai kesejahteraan maupun kebahagiaan sejati di kemudian hari. Semoga.
Drs. Mardiya Kasubid Advokasi Konselng dan Pembinaan Kelembagaan KB dan Kesehatan Reproduksi pada BPMPDP dan KB Kulonprogo.
6