perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KAJIAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PEDOFILIA (ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI BOJONEGORO NOMOR : 600/PID.B/2009)
Penulisan Hukum ( Skripsi )
Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh Arista Wardhana NIM. E1106012
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Nama : Arista Wardhana NIM : E1106012 Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul : KAJIAN
YURIDIS
TERHADAP
TINDAK
PIDANA
PEDOFILIA
(ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI BOJONEGORO NOMOR : 600/PID.B/2009) betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditujukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, 20 Juni 2011 Yang membuat pernyataan
Arista Wardhana
commit to user iv
NIM. E1106012
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
Kita hidup untuk beribadah Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada(Q.S Adz Dzariyaat : 56) Di dunia ada 3 prinsip kebenaran Kebenaran Individu / Pribadi ebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka (Q.S Yunus : 36) Kebenaran Kelompok / Kebanyakan Orang -orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah sesat) (Q. : 116) Kebenaran Haqiqi mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya (pasti benar) (Q. : 3) Manusia harus berakal dan tahu ilmu, ikuti Quran tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan (Q.S Al Israa : 36) Kalau kita tidak paham Quran ada akibatnya jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang l (Q. : 179)
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Penulisan Hukum ini Penulis persembahkan untuk : 1. Allah SWT, atas segala nikmat rahmad, anugrah yang diberikan-Nya kepada saya. 2. Ayah, Ibu, Kakak dan seluruh keluarga besar penulis. 3. Sahabat-sahabatku: Panji, Dewi, Andri, Yusuf, Ginanjar, dan Meysa. 4. Seseorang yang selalu memberikan perhatiannya kepada penulis yakni Vera Rahwamati 5. Seluruh keluarga besar Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Arista Wardhana, E1106012, KAJIAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PEDOFILIA (ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI BOJONEGORO NOMOR: 600/PID.B/2009). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. Penulisan Hukum (Skripsi) 2011. Penelitian Hukum ini bertujuan untuk mengetahui Pertimbangan hakim dan sanksi pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur dalam UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak serta penerapan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur dalam Putusan Nomor: 600/Pid.B/2009/PN.BJN. Metode penelitian yang dipergunakan dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut : jenis penelitian doktrinal, sifat penelitian preskriptif atau terapan, pendekatan penelitian menggunakan pendekatan kasus, jenis data sekunder, sumber data adalah sumber data sekunder yang masih relevan dengan permasalahan antara lain bahan hukum primer Putusan Pengadilan Negeri Bojonegoro Nomor: 600/Pid.B/2009/PN.BJN, serta bahan hukum sekunder Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnaljurnal hukum, dan komentar atas putusan pengadilan, teknik pengumpulan data menggunakan pendekatan kasus, teknik analisis data menggunakan teknik analisis deduksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur dirumuskan dan diancam sanksi dalam Pasal 82 UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Sanksi pidana yang diancamkan dalam Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Pelindungan Anak adalah pidana penjara paling lama 15 (lima belas tahun) dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Pasal tersebut memberikan batasan maksimal dan minimal kepada hakim dalam menjatuhkan pidana kepada pelaku tindak pidana. Hakim tidak diperbolehkan menjatuhkan pidana lebih banyak dari batas maksimal dan kurang dari batas minimal yang telah ditentukan dalam Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Pelindungan Anak. Apabila dikaji dari beratnya sanksi pidana yang dijatuhkan, maka penerapan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur dalam Putusan Nomor: 600/Pid.B/2009/PN.BJN telah sesuai dengan ketentuan sanksi pidana yang disebutkan dalam Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Kata Kunci: Pencabulan, Perlindungan Anak, Pemidanaan.
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Arista Wardhana, E1106012, JURIDICAL STUDY TOWARDS DOING AN INJUSTICE PEDOFILIA (ANALYSIS TOWARDS JUGDE OF DISTRICT COURT DECISION BOJONEGORO NUMBER: 600/PID.B/2009). Law Faculty of Sebelas Maret University. Thesis 2011. This law research aims to find out the Jugde deliberation and punishment sanction of sexual violation against the underage children in the Penal Act Number 23 of 2002 about Children Protection as well as the implementation of punishment sanction for the sexual violation doer against the underage children in the verdict number: 600/PID.B/2009/PN.BJN. The research methods employed are as follows normative research type, prescriptive and applied research characteristic, case approach; the type of data used was secondary data; the data source was secondary data still relevant to the problem including primary law materials namely the Verdict of Surakarta First Instance Court Number: 600/PID.B/2009/PN.BJN, as well as secondary law material namely the law publication including textbooks, law dictionaries, collecting data used was case approach and the technique of analyzing data employed was deductive analysis technique. The result of research shows that the sexual violation criminal action against the underage children is formulated and threatened with the sanction in the Article 82 of Act Number 23 of 2002 about Children Protection.The punishment sanction in the Article 82 of Act Number 23 of 2002 about Children Protection is at least 3 (three) years and maximum 15 (fifteen) years imprisonment and at least Rp. 60,000,000.00 (sixty millions rupiahs) and maximum Rp. 300,000,000.00 (three hundreds millions rupiahs) fine. Such article imposes the maximum and minimum limitation to the judge in sentencing the punishment to the criminal action doer. The Judge is not allowed to impose the punishment more than the maximum and less than the minimum limits predefined in the Article 82 of Act Number 23 of 2002 about Children Protection. Viewed from the severity of punishment sentenced, the implementation of punishment sanction for the sexual violation doer against the underage children in the verdict number: 600/PID.B/2009/PN.BJN has been consistent with the sanction provision regulated in the Article 82 of Act Number 23 of 2002 about Children Protection. Keyword: Sexual Violation, Children Protection, Punishment.
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum (Skripsi) yang berjudul
KAJIAN YURIDIS TERHADAP
TINDAK PIDANA PEDOFILIA ( ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM
PENGADILAN
NEGERI
BOJONEGORO
NOMOR
:
600/PID.B/2009) . Penulisan hukum ini membahas tentang Pertimbangan Hakim dan sanksi pidana pedofilia (pencabulan terhadap anak di bawah umur) dalam KUHP dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak serta penerapan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pedofilia (pencabulan terhadap anak di bawah umur) dalam Putusan Nomor: 600/Pid.B/2009/PN.Bjn. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, saran, dan dorongan bagi penulis dalam menyelesaikan penulisan hukum ini. Ucapan terima kasih ini penulis sampaikan terutama kepada : 1.
Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan hukum ini.
2.
Bapak Edy Herdiyanto, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademik yang senantiasa membimbing penulis untuk lebih berprestasi.
3.
Bapak Rehnalemken ginting, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4.
Bapak Winarno Budyatmodjo, S.H., M.S., selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum ini.
5.
Bapak Sabar Slamet, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing II yang senantiasa memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan hukum ini.
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
6.
digilib.uns.ac.id
Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis sehingga dapat dijadikan bekal dalam penulisan hukum ini.
7.
Bapak dan Ibu staf karyawan Fakultas Hukum UNS yang telah membantu dan berperan dalam kelancaran kegiatan proses belajar mengajar dan segala kegiatan mahasiswa di Fakultas Hukum UNS.
8.
Bapak dan ibuku tercinta yang selalu memberikan semangat hidup kepada penulis.
9.
Kakak Ika Puspitasari dan adik Dr. Didik Rudjito. S.T., M.T., yang selalu memberi dukungan dalam segala hal.
10. Vera Rahmawati yang mampu membangkitkan semangat dengan senyum dan kasih sayangnya. 11. Sahabat-sahabatku Panji, Dewi, Adit, Andri, Agus, Puput, Adi, Ginanjar, Mas Emon. 12. Teman-teman magang di Pengadilan Negeri Karangayar yakni Firman, Bayu, Otong, Isa, Meisya, Yoga, Panji. 13. Teman-teman Volly Ball, yakni Agus, Abi, Ropan, Bambang, Hendra, Grandong, Galuh, Beni, Rian, Awan, Soesilo, Herman. 14. Semua pihak yang membantu terselesaikannya penulisan hukum ini, yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga penulisan hukum ini dapat berguna bagi kita semua, terutama untuk penulisan, kalangan akademisi, praktisi serta masyarakat umum.
Surakarta, 20 Juni 2011
ARISTA WARDHANA NIM: E 1106012
commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..........................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ....................................................
iii
HALAMAN PERNYATAAN ....................................................................
iv
HALAMAN MOTTO .................................................................................
v
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................
vi
ABSTRAK ...................................................................................................
vii
ABSTRACT ............................................................................................... .
viii
KATA PENGANTAR .................................................................................
ix
DAFTAR ISI ...............................................................................................
xi
BAB I
PENDAHULUAN ...................................................................... .
1
A. Latar Belakang Masalah .........................................................
1
B. Perumusan Masalah ................................................................
4
C. Tujuan Penelitian ....................................................................
5
D. Manfaat Penelitian ..................................................................
6
E. Metode Penelitian ...................................................................
6
F. Sistematika Penulisan Hukum ................................................
9
BAB II KAJIAN PUSTAKA
......
11
A. Kerangka Teori .......................................................................
11
1. Kajian Pidana
............................................................
11
2. Kajian Tindak Pidana ........................................................
12
3. Kajian Tujuan Pemidanaan ...............................................
16
4. Pengertian Pedofilia...........................................................
23
5. Pengertian
.........
24
6. Kajian Tindak Pidana Pencabulan terhadap Anak..............
28
7. Kajian
33
B. Kerangka Pemikiran ............................................................... BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..........................
commit to user xi
35 36
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
A. Hasil Penelitian .......................................................................
36
B. Pembahasan .............................................................................
45
1. Petimbangan Hakim Pengadilan Negeri Bojonegoro dalam Putusan Nomor: 600/Pid.B/2009 perkara Pedofilia (tindak pidana pencabulan anak di bawah umur) ..............
45
2. Analisis Putusan Hakim Pengadilan Negeri Bojonegoro dalam putusan Nomor: 600/Pid.B/2009 perkara Pedofilia (tindak pidana pencabulan anak di bawah umur) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku ................................................................................
52
BAB IV PENUTUP ...................................................................................
60
A. Simpulan ................................................................................
60
B. Saran.......................................................................................
62
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Pemikir
35
commit to user xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Putusan Nomor: 600/Pid.B/2009/PN.Bjn.
commit to user xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari generasi muda yang memiliki peranan strategis yang mempunyai ciri dan sifat khusus, selain itu anak merupakan titipan dari Tuhan yang diberikan kepada orang tua untuk dididik dan dilindungi sebagai penerus bangsa (Penjelasan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak). Oleh karena itu anak memerlukan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial secara utuh yang selaras dan seimbang. Berdasarkan fenomena yang terjadi di akhir-akhir ini ternyata memperlihatkan perilaku anak yang berada dalam berita-berita di media dan televisi di Indonesia perilaku anak banyak yang menjurus kepada tindak pidana kejahatan, seperti pemerkosaan, pencabulan, pencurian, perkelahian antar pelajar dan lain-lain, sehingga anak berhadapan dengan proses hukum yang disamakan dengan orang dewasa. Perhatian akan perlunya perlindungan khusus bagi anak berawal dari Deklarasi Jenewa tentang Hak-hak Anak Tahun 1924 yang diakui dalam Universal Declaration of Human Right Tahun 1958. Bertolak dari itu, kemudian pada tanggal 20 Nopember 1958 Majelis Umum PBB mengesahkan Declaration of The Rights of The Child (Deklarasi Hak-hak Anak). Sementara itu masalah anak terus dibicarakan dalam kongres-kongres PBB mengenai The Prevention of Crime and The Treatment of Offenders. Pada Konggres ke I di Jenewa Tahun 1955 dibicarakan topik Prevention of Juvenile Delinquency. Majelis Umum PBB di Tahun 1959 kembali mengeluarkan pernyataan mengenai hak anak yang merupakan deklarasi internasional kedua bagi hak anak. Saat dicanangkannya Tahun Anak Internasional di Tahun 1979, Pemerintah Polandia mengajukan usul bagi perumusan suatu dokumen yang meletakkan standar internasional bagi pengakuan terhadap hak-hak anak dan mengikat secara yuridis. Inilah awal perumusan Konvensi Hak Anak. Rancangan Konvensi Hak Anak diselesaikan Tahun 1989 disertai juga naskah akhir yang disahkan dengan
commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
suara bulat oleh Majelis Umum PBB tanggal 20 November. Konvensi ini kemudian diratifikasi oleh setiap bangsa kecuali oleh Somalia dan Amerika Serikat. Dalam Pasal 16 ayat (1) Konvensi Hak Anak disebutkan bahwa tidak ada seorang pun anak akan dikenai campur tangan semena-mena atau tidak sah terhadap kehidupan pribadinya, keluarga, rumah atau surat menyuratnya, atau mendapat serangan tidak sah atas harga diri dan reputasinya. Selanjutnya pada ayat (2) disebutkan bahwa anak berhak untuk memperoleh perlindungan hukum dari campur tangan atau serangan semacam itu. Mendasarkan pada ketentuan tersebut di atas, dapat ditarik pengertian bahwa anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari gangguan terhadap kehidupan pribadi, keluarga, rumah dan surat menyurat serta dari fitnah. Di Indonesia secara sosiologis perhatian terhadap anak-anak telah mulai ada sejak adanya berbagai pertemuan ilmiah yang diselenggarakan, baik oleh pemerintah maupun badan-badan sosial, seperti Yayasan Pra Yuwana dan Wisma Permadi Siwi yang pada akhirnya telah mendorong pemerintah untuk menerbitkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak yang secara khusus mengatur tentang hak-hak anak. Kesejahteraan Anak menurut ketentuan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar, baik secara rohani, jasmani maupun sosial. Adapun kesejahteraan anak itu sendiri adalah hak asasi anak yang harus diusahakan bersama. Pelaksanaan pengadaan kesejahteraan bergantung pada partisipasi yang baik antara objek dan subjek dalam usaha pengadaan kesejahteraan anak tersebut. Setiap peserta bertanggung jawab atas pengadaan kesejahteraan anak. Ini berarti bahwa setiap anggota masyarakat dan pemerintah berkewajiban ikut serta dalam pengadaan kesejahteraan anak dalam suatu masyarakat yang merata akan membawa akibat yang baik pada keamanan dan stabilitas suatu masyarakat, yang selanjutnya akan memengaruhi pembangunan yang sedang diusahakan dalam masyarakat tersebut. Oleh karena itu usaha pengadaan kesejahteraan anak sebagai segi perlindungan anak mutlak harus dikembangkan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
Dari definisi tentang kesejahteraan anak tersebut di atas, dapat ditarik pengertian bahwa kesejahteraan anak merupakan hak asasi bagi masing-masing anak dan pengadaan kesejahteraan anak merupakan kewajiban asasi setiap anggota masyarakat dan negara. Termasuk perlindungan anak dari kemungkinan menjadi korban tindak pidana. Sebagai hak asasi, kesejahteraan anak di Indonesia diatur juga dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Namun demikian melihat arti pentingnya anak bagi kelangsungan bangsa dan negara, pemerintah tetap memandang perlu adanya acuan yuridis formal yang mengatur tentang pelaksanaan perlindungan anak. Atas dasar pertimbangan tersebut, pemerintah telah menerbitkan peraturan perundangundangan yang secara khusus mengatur tentang perlindungan anak, yaitu UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Disebutkan dalam Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bahwa yang dimaksud dengan perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Seiring dengan perkembangan jaman, perlindungan terhadap anak semakin dituntut pelaksanaannya. Perkembangan teknologi dan budaya yang terjadi dewasa ini telah memunculkan beberapa efek positif dan negatif dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Efek atau dampak positif dari perkembangan teknologi dan budaya adalah semakin canggihnya teknologi yang ada pada saat ini, sedangkan efek negatifnya adalah adanya pergaulan bebas dan semakin meningkatnya kejahatan seks yang terjadi, khususnya yang menimpa anak-anak. Kekerasan dan kejahatan seksual terhadap anak yang sering dilakukan oleh orang dewasa penderita kelainan seksual adalah pedofilia. Kelainan seksual adalah cara yang ditempuh seseorang untuk mendapatkan kenikmatan seksual dengan jalan tidak sewajarnya. Cara yang digunakan oleh orang tersebut adalah dengan menggunakan objek seks yang tidak wajar, seperti Pedofilia.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
Pedofilia adalah kelainan seksual berupa hasrat ataupun fantasi dorongan seksual yang melibatkan anak di bawah umur. Orang dengan pedofilia umurnya harus di atas 16 tahun baik pria maupun wanita, sedangkan anak-anak yang menjadi korban berumur 13 tahun atau lebih muda (anak pre-pubertas). Dikatakan pedofilia jika seseorang memiliki kecenderungan dorongan seks terhadap anak dan fantasi maupun kelainan seks tersebut mengganggu si anak. Penyebab dari pedofilia belum diketahui secara pasti, namun pedofilia seringkali menandakan ketidakmampuan berhubungan dengan sesama dewasa atau adanya ketakutan wanita untuk menjalin hubungan dengan sesama dewasa. Jadi, bisa dikatakan sebagai suatu kompensasi dari penyaluran nafsu seksual yang tidak dapat disalurkan pada orang dewasa (http://hack87.blogspot.com/2010/01/mengenali-perilaku-sipedofil.html). Kasus pedofilia masih menjadi salah satu penyakit sosial yang rentan atau gampang terjadi di tengah masyarakat. Misalnya kasus Brown William Stuart alias Tony, 52, terpidana kasus pedofilia (pelecehan seks terhadap anak-anak), pada waktu yang lalu, tewas gantung diri setelah divonis 13 tahun oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Amlapura. Itulah kasus pertama pedofilia yang diputus menggunakan UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Seperti ditulis dalam harian Jawa Pos, Kasus Tony, mantan diplomat Australia, boleh dikata merupakan kasus pedofilia kedua yang paling menggegerkan di Indonesia. Kasus Tony itu hampir menyamai "kebesaran" Robot Gedek pada pertengahan tahun sembilan puluhan. Hanya, kelebihan pada kasus Robot Gedek, sejumlah korban, yakni anakanak usia belasan tahun tewas dibunuhnya (http://www. downloadskripsigratis.com/2010/03/016-tinjauan-yuridis-terhadaptindak. html). Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengkaji dalam penulisan hukum dengan judul PIDANA PEDOFILIA
(ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM
PENGADI
B. Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam suatu penulisan hukum diperlukan untuk memberi kemudahan bagi penulis dalam membatasi permasalahan yang akan diteliti sehingga dapat mencapai tujuan dan sasaran yang jelas serta memperoleh
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
jawaban sesuai dengan yang diharapkan. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas penulis merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Apakah pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Bojonegoro dalam Putusan Nomor: 600/Pid.B/2009 perkara Pedofilia (tindak pidana pencabulan anak di bawah umur)? 2. Apakah pidana yang dijatuhkan Hakim Pengadilan Negeri Bojonegoro dalam Putusan Nomor: 600/Pid.B/2009 perkara Pedofilia (tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur)
sudah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku?
C. Tujuan Penelitian Suatu kegiatan penelitian pasti terdapat suatu tujuan jelas yang hendak dicapai. Tujuan penelitian ini adalah memberikan arah dalam melangkah sesuai dengan maksud penelitian ini adalah : 1. Tujuan Objektif a.
Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara Pedofilia (tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur).
b.
Untuk mengetahui pidana yang dijatuhkan hakim sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Tujuan Subjektif a.
Untuk menambah pengetahuan penulis di bidang hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan tindak pidana pencabulan terhadap anak dan mengenai pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara tindak pidana pencabulan anak.
b.
Melatih kemampuan peneliti dalam menerapkan teori ilmu hukum yang didapat
selama
perkuliahan
guna
menganalisis
permasalahan
permasalahan yang muncul dalam tindak pidana pencabulan anak dan pidana yang dijatuhkan apakah sudah sesuai dengan peraturan perundangundangan yang ada. c.
Melengkapi syarat-syarat guna memperoleh derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini tentunya sangat diharapkan adanya manfaat dan kegunaan yang dapat diambil dalam penelitian tersebut. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis a.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya dan Hukum Pidana pada khususnya.
b.
Hasil penelitian ini, diharapkan dapat memperkaya referensi dan literatur dalam dunia kepustakaan tentang hukum pidana, terutama yang berkaitan dengan tindak pidana pencabulan terhadap anak.
c.
Hasil penelitian ini, dapat dipakai sebagai acuan terhadap penelitianpenelitian sejenis untuk tahapan berikutnya.
2. Manfaat Praktis a.
Hasil penelitian ini, diharapkan dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan dan rekomendasi bagi hakim untuk merumuskan pertimbangan dan menjatuhkan pidana yang tepat bagi pelaku tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur.
b.
Hasil penelitian ini, diharapkan dapat membantu memberikan pemahaman kepada mahasiswa, dosen, dan masyarakat luas agar mengerti tentang tindak pidana pencabulan terhadap anak dan pidana yang dijatuhkan dalam tindak pidana pencabulan anak di bawah umur.
E. Metode Penelitian Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis dan kontruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis, dan konsisten. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu
atau
beberapa
gejala
hukum
menganalisisnya.
commit to user
tertentu,
dengan
jalan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
Dalam melakukan penelitian tersebut, peneliti menggunakan metode sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Dikaji dari sudut penelitian hukum itu sendiri, maka pada penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan. Penelitian hukum normatif memiliki definisi yang sama dengan penelitian doktrinal (doktrinal research) yaitu penelitian berdasarkan bahanbahan hukum (librabry based) yang fokusnya pada membaca dan mempelajari bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder (Johnny Ibrahim, 2006: 44). 2. Sifat Penelitian Sifat penelitian hukum ini tentunya sejalan dengan sifat ilmu hukum itu sendiri, ilmu hukum mempunyai sifat sebagai ilmu yang preskriptif. Artinya sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2006:22). 3. Pendekatan Penelitian Penelitian hukum doktrinal dapat dilakukan dalam berbagai pendekatan. Pendekatan dalam penelitian hukum doktrinal sesungguhnya merupakan esensi dari metode penelitian ini sendiri. Pendekatan itu yang mungkin diperoleh jawaban yang diharapkan atas permasalahan hukum yang diajukan. Pendekatan yang dipakai dalam penelitian hukum diantaranya: a. Pendekatan perundang-undangan (Statute Approach). b. Pendekatan kasus (Case Approach). c. Pendekatan historis (Historical Approach). d. Pendekatan perbandingan (Comparative Approach). e. Pendekatan konseptual (Conseptual Approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 93-94). Berdasarkan kelima pendekatan penelitian hukum tersebut, penulis di dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kasus (case approach). Menurut Peter Mahmud Marzuki dalam menggunakan pendekatan kasus yang perlu dipahami oleh peneliti adalah ratio decidendi, yaitu alasan-alasan hukum yang digunakan oleh hakim untuk sampai kepada putusannya (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 119).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum Penelitian Jenis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yaitu sejumlah bahan hukum atau fakta atau keterangan yang digunakan oleh seseorang yang secara tidak langsung dan diperoleh melalui bahan-bahan kepustakaan, terdiri dari literatur, dokumen-dokumen, peraturan perundang-undangan yang berlaku, laporan, desertasi, teori-teori dan sumber tertulis lainnya yang berkaitan dan relevan dengan masalah yang diteliti. Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumbersumber penelitian yaitu berupa: a. Bahan hukum primer, merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas yang terdiri dari perundang-undangan, catatan resmi atau risalah dalam perbuatan perundang-undangan dan putusanputusan hakim. Penelitian Hukum ini menggunakan bahan hukum dari Putusan Pengadilan Negeri Bojonegoro Nomor: 600/Pid.B/2009/PN.Bjn. b. Bahan hukum sekunder, berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar atas putusan pengadilan. Dalam hal ini penulis menggunakan bahan hukum sekunder berupa jurnal-jurnal hukum dari dalam dan luar negeri, hasil-hasil penelitian hukum serta hasil karya dari kalangan hukum termasuk artikel-artikel hukum di internet (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 141). 5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Agar bahan hukum yang terkumpul dapat dipertanggungjawabkan dan dapat menghasilkan jawaban yang tepat dari suatu permasalahan maka perlu suatu teknik analisis bahan hukum yang tepat. Analisis bahan hukum merupakan langkah selanjutnya untuk mengolah hasil penelitian menjadi suatu laporan. Di dalam penelitian studi kepustakaan, disajikan dalam penulisan yang lebih sistematis guna menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Dalam penelitian hukum ini permasalahan hukum dianalisa oleh penulis dengan metode deduksi, yaitu
manarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi
(Johnny
Ibrahim, 2006: 393). 6. Teknik Analisis Bahan Hukum Penelitian ini menggunakan teknik analisis bahan hukum dengan logika deduktif. Philipus M. Hadjon, menjelaskan metode deduksi sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh Aristoteles, penggunaan metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis mayor (pernyataan bersifat umum). Kemudian diajukan premis minor (bersifat khusus), dari kedua premis itu kemudian ditarik suatu kesimpulan atau conclusion. Akan tetapi, di dalam argumentasi hukum, silogisme hukum tidak sederhana silogisme tradisional (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 47). Jadi, dapat disimpulkan bahwa logika deduktif, yaitu menjelaskan suatu hal yang bersifat umum kemudian menariknya menjadi kesimpulan yang lebih khusus. Dalam penelitian ini, bahan hukum yang diperoleh dengan cara menginventarisasi sekaligus mengkaji penelitian dari studi kepustakaan, aturan perundang-undangan beserta dokumen-dokumen yang dapat membantu menafsirkan norma untuk menjawab permasalahan yang diteliti. Tahap terakhir adalah menarik kesimpulan bahan hukum yang diolah, sehingga pada akhirnya dapat menjawab perumusan masalah yang berkaitan dengan putusan hakim dalam tindak pidana pencabulan terhadap anak.
F. Sistematika Penulisan Hukum Adapun sistematika penulisan hukum ini terdiri dari empat bab yang tiaptiap bab terdiri dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini, maka penulis menyususun sistematika penulisan hukum ini sebagai berikut: BAB I
: PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penelitian.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
BAB II
: KAJIAN PUSTAKA Dalam bab ini diuraikan tentang Kajian Pidana, Kajian Tindak Pidana, Kajian Tujuan Pemidanaan, Pengertian Pedofilia, Pengertian Anak, Kajian Tindak Pidana Pencabulan terhadap Anak, dan Kajian Putusan Hakim.
BAB III
: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini diuraikan mengenai hasil penelitian, Pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Bojonegoro dalam Putusan Nomor: 600/Pid.B/2009 perkara pedofilia (tindak pidana pencabulan anak di bawah umur), Analisis Putusan hakim Pengadilan Negeri Bojonegoro dalam Putusan Nomor: 600/Pid.B/2009 perkara pedofilia (pencabulan anak di bawah umur) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB IV
: PENUTUP Dalam bab ini diuraikan simpulan dari jawaban permasalahan yang menjadi objek penelitian dan saran-saran.
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1.
Kajian Pidana.
berkuasa dilimpahkan kepada seorang oknum sebagai hal yang tidak enak dirasakannya dan juga hal yang tidak sehariProjdodikoro, 1989: 1).
dapat mempunyai arti yang luas dan berubah karena istilah itu dapat berkonotasi dengan bidang yang cukup luas. Istilah tersebut tidak hanya sering digunakan dalam bidang hukum, tetapi juga dalam istilah sehari-hari
merupakan istilah yang lebih khusus, maka ada perlu pembatasan pengertian atau makna sentral yang dapat menunjukkan ciri-ciri atau sifat-sifatnya yang khas. Untuk memberikan gambaran yang lebih luas, berikut ini dikemukkan beberapa pendapat atau definisi dari para sarjana sebagai berikut : 1) Sudarto Yang dimaksud dengan pidana ialah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. 2) Roeslan Saleh Pidana adalah reaksi atas delik, dan ini berujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara pada pembuatan delik itu (Muladi dan Barda Nawawi A, 1998: 2). Dari definisi di atas dapatlah disimpulkan bahwa pidana mengandung unsur-unsur atau ciri-ciri sebagai berikut: 1) Pidana itu pada hakekatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan atau nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan; 2) Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan (oleh yang berwewenang);
commit to user 11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
3) Pidana itu dikenakan kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana menurut undang-undang (Muladi dan Barda Nawawi A, 1998: 4). Berikut ini adalah jenis-jenis pidana menurut Pasal 10 KUHP, dibagi dalam dua jenis: 1) Pidana pokok, yaitu: a) Pidana mati b) Pidana penjara c) Pidana kurungan d) Pidana denda e) Pidana tutupan (ditambah berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1946) 2) Pidana tambahan, yaitu: a) Pencabutan hak-hak tertentu; b) Perampasan barang-barang tertentu; c) Pengumuman putusan hakim.
2.
Kajian Tindak Pidana. a. Pengertian Tindak Pidana Ada dua istilah yang dipakai dalam bahasa Belanda, yaitu strafbaar feit dan istilah delict yang mempunyai makna yang sama. Delict diterjemahkan dengan delik (tindak pidana) saja, sedangkan strafbaar feit dalam bahasa Indonesia mempunyai beberapa arti dan belum diperoleh kata sepakat diantara para sarjana Indonesia mengenai alih bahasa. Ada yang menggunakan terjemahan: Perbuatan pidana (Moeljatno dan Roeslan Saleh), peristiwa pidana (Konstitusi RIS, UUDS 1950, Tresna serta Utrecht), tindak pidana (Wiryono Prodjodikoro), delik (Satochid Kartanegara, A.Z Abidin dan Andi Hamzah); Perbuatan yang boleh dihukum (karni dan Van Schravendijk); pelanggaran pidana (Tirtaamidjaja). Namun dari berbagai salinan ke bahasa Indonesia tersebut yang dimaksud dengan berbagai istilah tersebut ialah strafbaar feit (Martiman Prodjohamidjojo, 1997: 15).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
Beberapa pakar hukum pidana memberikan definisi mengenai strafbaar feit antara lain: 1)
Simons Mengatakan bahwa strafbaar feit adalah kelakuan yang diancam pidana yang bersifat melawan hukum yang berhubungan dengan kesalahan dan dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab (Martiman Prodjohamidjojo, 1997: 15).
2)
Jonkers Memberikan definisi strafbaar feit dalam dua pengertian, yakni: a) Definisi pendek memberikan definisi strafbaar feit adalah suatu kejadian yang dapat diancam pidana oleh undang-undang. b) Definisi panjang, maka strafbaar feit adalah suatu kelakuan yang melawan hukum berhubung dilakukan dengan sengaja atau alpa oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan (Martiman Prodjohamidjojo, 1997: 16).
3)
Pompe Membedakan pengertian strafbaar feit sebagai berikut: a) Strafbaar feit yaitu suatu pelanggaran terhadap norma yang dilakukan karena kesalahan si pelaku dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum (definisi menurut teori). b) Strafbaar feit adalah suatu feit (kejadian) yang oleh peraturan perundang-undangan dirumuskan sebagai perbuatan yang dihukum (definisi menurut hukum positif) (Martiman Prodjohamidjojo, 1997: 16).
4)
Moeljatno Moeljatno menggunakan istilah perbuatan pidana, yang didefinisikan sebagai perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi Barangsiapa melanggar larangan tersebut
(Moeljatno, 2000: 54).
Menurut Moejatno dalam bukunya Sudarto (1990: 41) mengemukakan dalam pidatonya memberi arti kepada perbuatan pidana sebagai perbuatan yang diancam dengan pidana, barang siapa melanggar
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
larangan tersebut . Untuk adanya perbuatan pidana harus ada unsurunsur sebagai berikut: a)
Perbuatan (manusia).
b) Yang memenuhi rumusan dalam Undang-Undang (ini merupakan syarat formil). c)
Bersifat melawan hukum (ini merupakan syarat materiil). Syarat formil itu harus ada karena adanya asas legalitas yang termuat dalam Pasal 1 KUHP. Sedangkan adanya syarat materiil karena perbuatan itu harus benar-benar dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tidak boleh atau tidak patut dilakukan, oleh karena bertentangan dengan atau menghambat akan tercapainya tata dalam pergaulan masyarakat yang dicita-citakan masyarakat. Moeljatno berpendapat bahwa kesalahan dan kemampuan bertanggung jawab dari sipembuat tidak masuk sebagai unsur perbuatan pidana, karena hal tersebut melekat pada orang yang berbuat. Jadi untuk memungkinkan adanya pemidanaan secara wajar, apabila diikuti pendiriian Moeljatno, maka tidak cukup apabila seseorang itu telah melakukan perbuatan pidana belaka. Disamping itu, orang tersebut harus ada kesalahan dan kemampuan bertanggung jawab (Sudarto, 1990: 41). Pada umumnya jika terjadi tindak pidana maka pemerintah yang dalam hal ini diwakili oleh Kepolisian, Kejaksaan, dan Kehakiman tanpa permintaan dari orang yang terkena tindak pidana segera bertindak melakukan penyidikan, pengusutan, penuntutan dan memberikan hukuman kepada orang yang bersalah atas perbuatan tindak pidana itu (Winarno Budyatmojo, 2009: 83). Delik adalah perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan
diancam dengan pidana. Perlu diperhatikan adanya asas legalitas yang menyatakan bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, jika tidak ditentukan lebih dahulu dalam perundang-undangan (Pasal 1 ayat (1) KUHP). Orang yang melakukan perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dapat dipidana, apabila mempunyai kesalahan. Untuk menjatuhkan pidana kepada seseorang, selain orang tersebut melakukan perbuatan yang dilarang, perlu diperhatikan adanya kesalahan, sesuai asas tidak ada perbuatan pidana tanpa kesalahan (Geen straft zonder schuld). Seseorang
yang
melakukan
perbuatan
commit to user
pidana
harus
dapat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
dipertanggungjawabkan. Perlu diperhatikan adanya golongan orang-orang yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, misalnya anak yang belum dewasa, orang gila. Maka dapat disimpulkan bahwa syarat-syarat adanya perbuatan pidana atau delik adalah: 1) Adanya suatu perbuatan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang. 2) Perbuatan tersebut sudah dirumuskan di dalam undang-undang dan bersifat melawan hukum. 3) Adanya kesalahan yang dapat dipertanggung jawabkan dan adanya kemampuan untuk bertanggung jawab. 4) Harus ada ancaman hukumannya. b. Aliran dalam Merumuskan Tindak Pidana Berdasarkan pengertian strafbaar feit yang telah dikemukakan oleh pakar hukum pidana, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian strafbaar feit mempunyai kesamaan dengan makna delik, perbuatan pidana, tindak pidana maupun istilah lain salinannya. Apabila ditinjau dari segi materi, strafbaar feit terdapat dua aliran, yaitu: 1) Aliran Monisme Menurut aliran ini unsur strafbaar feit meliputi unsur-unsur perbuatan (unsur objektif) yaitu unsur yang melawan hukum dan unsur tidak ada alasan pembenar maupun unsur-unsur tanggung jawab (unsur subjektif), yaitu unsur mampu bertanggung jawab, unsur kesengajaan dan/atau alpa, unsur tidak ada alasan pemaaf. Dapat ditarik kesimpulan bahwa strafbaar feit adalah sama dengan syarat-syarat pemberian pidana, sehingga seolah-olah dianggap bahwa jika terjadi strafbaar feit maka pasti pelakunya dapat dipidana. 2) Aliran Dualisme Menurut aliran ini, perbuatan pidana menurut wujudnya dan sifatnya adalah melawan hukum dan perbuatan yang merugikan dalam arti bertentangan dengan atau menghambat terlaksananya tatanan dalam pergaulan masyarakat yang dianggap baik dan adil. Karena diadakan pemisahan antara perbuatan yang meliputi unsur melawan hukum, tidak ada alasan pembenar, dan dari si pelaku (lazim disebut golongan subjektif) meliputi unsur mampu bertanggung jawab, unsur kesalahan antara lain sengaja atau alpa dan unsur tidak ada alasan pemaaf (Martiman Prodjohamidjojo, 1997: 18). Aliran dualisme menurut Moeljatno yang merumuskan
perbuatan
pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dilarang dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
diancam dengan pidana, barang siapa melanggar larangan tersebut (Moeljatno, 1983: 11). Dari aliran monisme dapat dianggap, bahwa semua unsur delik merupakan syarat bagi pemberian pidana, dari aliran dualisme dapat dianggap bahwa dua golongan, yakni golongan objektif dan golongan subjektif merupakan syarat dari pemberian pidana. Konsekuensi pandangan kedua aliran tersebut dalam amar putusan secara teori berbeda berbunyi: Dalam pandangan monisme, maka bila salah satu unsur tidak terbukti maka si pembuat harus dibebaskan. Jadi apabila yang terbukti itu unsur subjektif: mampu bertanggung jawab, kesalahan, tidak ada alasan pemaaf atau unsur objektif: perbuatan melawan hukum, tidak ada alasan pembenar maka diputus bebas. Jika semua unsur terbukti maka si pelaku dapat dipidana. c. Unsur-unsur Tindak Pidana Unsur yang terdapat dalam suatu tindak pidana pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu unsur subjektif dan unsur objektif. Unsur subjektif adalah unsur yang melekat pada diri pelaku atau yang berhubungan dengan diri pelaku dan termasuk di dalamnya, yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Unsur ini antara lain: 1) Kesengajaan atau kealpaan (dollus atau culpa). 2) Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging seperti yang dimaksud di dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP. 3) Macam-macam maksud atau oogmerk. 4) Merencanakan terlebih dahulu atau voordebuchte raad. 5) Perasaan takut atau vrees. Unsur objektif adalah unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan yang di dalam keadaan mana tindakan dari pelaku harus dilakukan. Unsur ini antara lain: 1) Sifat melawan hukum atau wederrechtlijkheheid. 2) Kausalitas dari perilaku.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
Kausalitas adalah hubungan antar tindakan sebagai penyebab dengan suatu kenyataan sebagai akibat (P.A.F. Lamintang, 1997: 194).
3.
Kajian Tujuan Pemidanaan. a.
Teori dan Tujuan Pemidanaan Pemidanaan merupakan akibat yang diterima karena seseorang telah melakukan tindak pidana maupun kelalaian melakukan suatu kewajiban. Hal ini telah dijelaskan oleh Tom Brooks dalam jurnal internasional yang An Idealist Theory of ) Punishment is not distributed arbitrarily or randomly as it is a response to an illegal action or failure to perform legal obligations. That is, punishment would not be justified if it were not a response to legal transgressions. Punishment is only a possibility when someone violates law. However, contravening a law is only a necessary, but not a sufficient, condition of punishment. Punishments are only justified insofar as they are necessary to help maintain a system of laws, laws that establish political and legal rights. Punishment is not vengeance, but instead has the aim of societal maintenance. Laws are necessary when people live in community. The community desires continuity not for its own sake, but for the satisfaction of its members. What is to be maintained is the system of rights of individuals in a community. Which rights satisfy this demand can only be determined by these individuals. . Social Sience Research Network. Department of Politics & Newcastle Law School).
Newcastle:
Hukuman tidak diberikan secara sewenang-wenang atau acak karena hal ini merupakan sebuah respon (tanggapan) terhadap sebuah tindakan illegal atau kegagalan untuk menjalankan kewajiban-kewajiban hukum. Yaitu, hukuman tidak akan dibenarkan jika hal itu bukan merupakan respon terhadap pelanggaran hukum. Hukuman hanya merupakan sebuah kemungkinan ketika seseorang melanggar hukum. Akan tetapi, melanggar hukum hanya merupakan sebuah syarat yang diperlukan tetapi tidak cukup untuk hukuman.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
Hukuman hanya dibenarkan lantaran mereka diperlukan untuk membantu memelihara sebuah sistem hukum, hukum-hukum yang menetapkan hak-hak politik dan hukum. Hukuman bukan merupakan balas dendam, melainkan memiliki tujuan pemeliharaan kemasyarakatan. Hukum diperlukan ketika orang-orang hidup didalam masyarakat. Masyarakat menginginkan keberlangsungan bukan untuk kepentingannya sendiri, melainkan untuk kepuasan para anggotanya. Apa yang harus dipertahankan adalah sistem hak diatas individu yang m
. (Tom . Jaringan Penelitian Ilmu Pengetahuan Sosial. Newcastle: Departemen Politik 7 Sekolah Hukum Newcastle). Menurut Sudarto, masalah pemberian pidana mempunyai dua arti sebagai berikut: 1) Dalam arti umum ialah yang menyangkut pembentuk undangundang, ialah yang menetapkan stelsel sanksi hukum pidana. 2) Dalam arti konkret ialah yang menyangkut berbagai badan atau jawatan yang kesemuanya mendukung dan melaksanakan stelsel sanksi hukum pidana (Sudarto, 1981: 50). Secara tradisional teori-teori pemidanaan pada umumnya dapat dibagi dalam tiga kelompok teori, yaitu 1) Teori absolut atau teori pembalasan (retributive/vergeldings theorieen). Menurut teori ini pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana (quia peccatum est). Pidana merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu pembalasan kepada orang yang melakukan kejahatan. Dasar pembenaran dari pidana terletak pada adanya atau terjadinya kejahatan itu sendiri. Menurut Johannes Andenaes, tujuan utama (primair) dari pidana menurut teori absolut ialah untuk memuaskan tuntutan keadilan (to satisfy the claims of justice) sedangkan pengaruhpengaruhnya yang menguntungkan adalah sekunder (Muladi dan Barda Nawawi, 1998: 10-11). 2) Teori relatif atau tujuan (utilitarian/doeltheorieen). Menurut teori ini memidana bukan untuk memuaskan tuntutan absolut dari keadilan. Pembalasan itu sendiri tidak mempunyai nilai tetapi hanya sebagai sarana untuk melindungi kepentingan masyarakat (Muladi dan Barda Nawawi, 1998: 16). Pidana bukanlah sekedar untuk melakukan pembalasan atau pengimbalan kepada orang yang telah melakukan suatu tindak pidana, tetapi mampunyai tujuan tertentu yang bermanfaat. Dasar pembenar adanya pidana menurut teori ini adalah terletak pada tujuannya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
Pidana dijatuhkan bukan karena orang yang membuat kejahatan (quia peccatum est) melainkan supaya orang jangan melakukan kejahatan (ne peccetur) (Muladi dan Barda Nawawi, 1998: 16). Untuk mencapai tujuan tersebut, maka pidana itu mempunyai tiga macam sifat, yaitu: a)
Bersifat menakut-nakuti (afschrikking).
b) Bersifat memperbaiki (verbetering/reclasering). c)
Bersifat membinasakan (onschadelijk maken).
Adapun sifat pencegahannya dari teori ini ada dua macam, yaitu: a)
Teori pencegahan umum (general preventie) Menurut teori pencegahan umum ini ialah pidana dijatuhkan pada penjahat ditujukan agar orang-orang umum menjadi takut untuk berbuat kejahatan. Penjahat yang dijatuhi pidana itu dijadikan contoh oleh masyarakat, agar orang-orang umum tidak meniru dan melakukan perbuatan yang serupa dengan penjahat itu (Adami Chazawi, 2002: 158-161).
b) Teori pencegahan khusus (special preventie) Tujuan pemidaaan adalah mencegah pelaku kejahatan yang telah dipidana agar ia tidak mengulangi lagi melakukan kejahatan dan mencegah agar orang yang berniat berbuat buruk untuk tidak mewujudkan niatnya itu ke dalam bentuk perbuatan nyata (Adami Chazawi, 2002: 158-161). 3) Teori gabungan (verenigings theorieen) Penulis pertama yang mengajukan teori gabungan adalah Pellegrino Rossi. Sekalipun tetap menganggap pembalasan sebagai asas pidana dan beratnya pidana tidak boleh melampaui suatu pembalasan yang adil, namun Pellegrino Rossi berpendirian bahwa pidana mempunyai berbagai pengaruh antara lain perbaikan sesuatu yang rusak dalam masyarakat dan prevensi general. Teori ini juga memperhitungkan pembalasan, prevensi general serta perbaikan sebagai tujuan pidana (Muladi dan Barda Nawawi, 1998: 19). Teori ini mendasarkan pidana sebagai pembalasan dan mempertahankan tata tertib dalam masyarakat yang diterapkan dengan cara pembinaan dengan menitikberatkan pada salah satu unsur, tanpa menghilangkan unsur yang lain maupun menitik beratkan pada semua unsur yang ada.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
b. Dasar Penjatuhan Pidana Hakim dalam melaksanakan tugasnya harus bebas dan tidak boleh terpengaruh atau berpihak kepada siapapun. Jaminan kebebasan ini juga diatur dalam berbagai peraturan, yaitu dalam Pasal 24 Undang-Undang
Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan itu ditegaskan kembali dalam pengertian kekuasaan kehakiman yang disebutkan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang berb menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Selanjutnya dalam Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 idak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah . Berdasarkan bunyi pasal tersebut sebenarnya dapat disimpulkan bahwa dalam mengambil keputusan hakim harus mendasarkan pada halhal sebagai berikut: 1) Adanya keyakinan (hakim) bahwa terdakwalah yang melakukan tindak pidana yang didakwakan oleh jaksa. 2) Minimal ada dua alat bukti yang sah, dimana keyakinan hakim tersebut harus didasarkan pada alat bukti yang sah sebagai mana diatur dalam Pasal 183 KUHAP, yaitu: a)
Keterangan saksi.
b) Keterangan ahli. c)
Surat.
d) Petunjuk.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
e)
Keterangan terdakwa.
3) Tidak adanya alasan pemaaf maupun alasan pembenar. a)
Alasan pemaaf adalah alasan yang menghapuskan kesalahan terdakwa. Perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa merupakan perbuatan pidana tetapi tidak dapat dipidana karena tidak ada kesalahan. Alasan pemaaf terdiri dari: (1) Ketidakmampuan bertanggung jawab (Pasal 44 ayat (1) KUHP) yaitu karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan dan karena terganggu jiwanya dari sebab penyakit. (2) Pembelaan terpaksa yang melampaui batas (Pasal 49 ayat (2) KUHP)
adalah
pembelaan
langsung
dengan
penyebab
kegoncangan jiwa yang hebat karena adanya suatu serangan atau ancaman serangan tersebut. (3) Menjalankan perintah jabatan yang tidak sah dengan itikad baik (Pasal 51 ayat (2) KUHP). Melaksanakan perintah jabatan yang tidak wenang dapat merupakan alasan pemaaf jika orang yang melaksanakan perintah mempunyai itikad baik dan berada dalam lingkungan pekerjaannya. b) Alasan pembenar adalah alasan
yang menghapuskan sifat
melawan hukumnya perbuatan sehingga apa yang dilakukan oleh terdakwa menjadi perbuatan yang patut dan benar. Alasan pembenar terdiri dari: (1) Adanya daya paksa (Pasal 48 KUHP) Daya paksa adalah setiap kekuatan, setiap dorongan, setiap paksaan yang tidak dapat dilawan. (2) Adanya pembelaan terpaksa (Pasal 49 ayat (1) KUHP) Melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri atau orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain karena adanya serangan atau ancaman serangan yang melawan hukum pada ketika itu juga. (3) Menjalankan perintah undang-undang (Pasal 50 KUHP).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
Walaupun memenuhi rumusan tindak pidana, seseorang yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undangundang dianggap tidak melawan hukum dan oleh karena itu tidak dipidana. (4) Menjalankan perintah jabatan yang sah (Pasal 51 ayat (1)). Perbuatan yang boleh dilakukan sepanjang kewenangan berdasarkan perintah jabatan. Contohnya seorang penyelidik mendapatkan perintah dari penyidik untuk menangkap seorang tersangka (Pasal 16 ke-1 KUHAP).
c. Faktor-Faktor yang Harus Diperhatikan dalam Penjatuhan Pidana Setiap undang-undang mencantumkan dengan tegas sanksi yang dapat diancamkan kepada pelanggarnya. Dengan demikian menjadi pertimbangan bagi warga, tidak ada jalan lain kecuali taat. Jika terjadi pelanggaran berarti warga yang bersangkutan bersedia dikenai sanksi yang cukup memberatkan atau merepotkan baginya UNS Electric Journal. Yustisia Nomor 68. Surakarta: Fakultas Hukum). Hakim menjatuhkan pidana harus dalam rangka menjamin tegaknya kebenaran, keadilan, dan kepastian hukum bagi seorang. Jadi, tidak hanya balas dendam, rutinitas pekerjaan ataupun bersifat formalitas. Apabila kembali pada tujuan hukum acara pidana, secara sederhana adalah untuk menemukan kebenaran materiil. Bahkan sebenarnya tujuannya lebih luas yaitu tujuan hukum acara pidana adalah mencari dan menemukan kebenaran materiil. Artinya ada tujuan akhir yaitu yang menjadi tujuan seluruh tertib hukum Indonesia, dalam hal itu mencapai suatu masyarakat yang tertib, tenteram, damai, adil dan sejahtera. Hakim dalam penjatuhan pidana mengemukakan dua faktor dalam penjatuhan pidana yaitu faktor yang meringankan dan faktor yang memberatkan. Faktor-faktor yang meringankan antara lain, terdakwa masih muda, berlaku sopan dan mengakui perbuatannya. Faktor-faktor yang memberatkan misalnya memberi keterangan yang berbelit-belit, tidak mengakui perbuatannya, meresahkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
masyarakat, merugikan negara, dan sebagainya (Bambang Waluyo, 2000: 89-90). Perbuatan yang meresahkan masyarakat adalah perbuatan yang berdampak terhadap kelangsungan hidup di dalam masyarakat misalnya pencurian, perkelahian, perjudian. Sedangkan perbuatan yang merugikan negara adalah perbuatan yang mengakibatkan negara yang dirugikan misalnya korupsi, illegal loging.
4.
Pengertian Pedofilia. Pedofilia adalah kelainan seksual berupa hasrat ataupun fantasi dorongan seksual yang melibatkan anak di bawah umur. Orang dengan pedofilia umurnya harus di atas 16 tahun, sedangkan anak-anak yang menjadi korban berumur 13 tahun atau lebih muda (anak pre-pubertas). Dikatakan pedofilia jika seseorang memiliki kecenderungan dorongan seks terhadap anak dan fantasi maupun kelainan seks tersebut mengganggu si anak. Pedofilia lebih banyak terjadi pada laki-laki, tetapi tidak ada informasi yang pasti tentang penyebabnya Adanya prostitusi terhadap anak-anak di beberapa negara dan maraknya penjualan materi-materi pornografi tentang anak-anak, menunjukkan bahwa tingkat ketertarikan seksual terhadap anak tidak jarang. Meskipun demikian, pedofilia sebagai salah satu bentuk perilaku seksual diperkirakan tidak secara umum terjadi ((http://hack87.blogspot.com/2010/01/mengenali-perilaku-sipedofil.html)). Penyebab dari pedofilia belum diketahui secara pasti. Namun pedofilia seringkali menandakan ketidakmampuan berhubungan dengan sesama dewasa atau adanya ketakutan wanita untuk menjalin hubungan dengan sesama dewasa. Jadi bisa dikatakan sebagai suatu kompensasi dari penyaluran nafsu seksual yang tidak dapat disalurkan pada orang dewasa. Kebanyakan penderita pedofilia menjadi korban pelecehan seksual pada masa kanak-kanak. Berdasarkan penelitian, seseorang dikatakan sebagai penderita pedofilia bila :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
a. Selama waktu sekurangnya 6 bulan, terdapat khayalan yang merangsang secara seksual, dorongan seksual, atau perilaku yang berulang dan kuat berupa aktivitas seksual dengan anak prepubertas atau anak-anak (biasanya berusia 13 tahun atau kurang). b. Khayalan, dorongan seksual atau perilaku menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lainnya. c. Orang sekurangnya berusia 16 tahun dan sekurangnya berusia 5 tahun lebih tua dari anak-anak yang menjadi korban (http://hack87.blogspot.com/2010/01/mengenali-perilaku-sipedofil.html). 5.
Pengertian Anak a. Pengertian Anak Hukum di Indonesia terdapat kemajemukan mengenai pengertian anak sebagai akibat setiap peraturan perundang-undangan memberi batas usia mengenai apa yang dimaksud dengan anak. Pengaturan tentang pengertian anak tersebut terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berbeda sesuai dengan bidang yang diaturnya. Beberapa peraturan perundang-undangan yang telah memberikan batasan pengertian tentang anak, antara lain: 1)
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pasal 330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatakan orang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 (dua puluh satu) tahun dan tidak lebih dulu telah kawin.
2)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengatakan, seseorang pria hanya diizinkan kawin apabila telah mencapai usia 19 (Sembilan belas) tahun dan pihak wanita telah mencapai umur 16 (enam belas) tahun. Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan maka yang dimaksud dengan anak adalah orang yang belum berumur 19 (sembilan belas) tahun untuk laki-laki dan belum berumur 16 (enam belas) tahun untuk wanita.
3)
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak merumuskan bahwa anak adalah orang dalam perkara Anak Nakal yang telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah. 4)
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak merumuskan bahwa anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin.
5)
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak merumuskan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang ada dalam kandungan.
6)
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal
1
Undang-Undang
Nomor
13
Tahun
2003
tentang
Ketenagakerjaan merumuskan bahwa anak adalah setiap orang yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun. Perumusan batasan usia anak dalam berbagai peraturan perundangundangan tersebut berbeda satu sama lain, hal ini karena pemberian batasan usia anak merupakan pembatasan untuk suatu perbuatan tertentu, tujuan tertentu dan untuk suatu kepentingan tertentu. Dari berbagai perbedaan pandangan tentang kriteria anak tersebut, maka dalam penulisan hukum ini, mengenai batasan usia anak penulis lebih mengacu pada Undang-Undang tentang Perlindungan Anak sebagaimana relevan dengan judul yang penulis teliti adalah orang yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun. b. Perlindungan Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Pencabulan Rasa aman dan tenteram merupakan dambaan setiap anggota masyarakat dengan harapan dapat mendorong kreatifitas dan peran aktif
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
masyarakat dalam pembangunan. Apabila kreatifitas masyarakat dapat terus berkembang dan dapat berperan aktif dalam pembangunan, maka akan terjadi suatu pembangunan yang berkesinambungan, serasi, selaras, dan seimbang dengan keadaan masyarakat. Setiap masyarakat dalam berbagai komponen memiliki potensi untuk mendukung pembangunan nasional. Ada komponen yang sangat penting yang sangat dibutuhkan agar dalam pembangunan dapat berjalan berkesinambungan akan tetapi sering diabaikan dalam masyarakat, yaitu anak. Anak merupakan bagian dari generasi penerus bangsa sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa yang memerlukan pembinaan, perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial secara utuh, serasi, selaras, seimbang dan yang utama memberi perlindungan dari segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa depan. Perwujudan sumber daya manusia yang berkualitas mulai dipersiapkan sejak dini. Anak membutuhkan perlindungan agar dapat tumbuh dan berkembang secara wajar baik jasmani, rohani maupun sosialnya sehingga kelak menjadi pewaris masa depan yang berkualitas. Hal tersebut dapat terwujud apabila anak mendapatkan jaminan perlindungan dan kesejahteraan yang memadai terutama terpenuhinya kebutuhan untuk kelangsungan hidup, tumbuh kembang, perlindungan dan peran serta (Sholeh Soeaidy dan Zulkahair, 2001: 11). Tindak pidana pencabulan merupakan salah satu tindak pidana yang meresahkan masyarakat, upaya untuk menekan tindak pidana pencabulan merupakan tanggung jawab bersama dan harus dilakukan oleh semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat. Peranan hakim dalam memberikan putusan yang tepat dan adil dalam perkara pencabulan diharapkan mampu menekan semakin meningkatnya tindak pidana pencabulan. Perlindungan hukum terhadap anak korban kekerasan pencabulan salah satunya adalah menjatuhkan sanksi pidana kepada pelaku tindak pidana pencabulan tersebut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 1 ayat (2) dijelaskan pengertian mengenai perlindungan anak yaitu segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan beradaptasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Pasal 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjelaskan bahwa penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta Prinsipprinsip Dasar Konvensi Hak-Hak Anak meliputi: Nondiskriminasi, artinya semua hak yang diakui dan terkandung dalam peraturan perundang-undangan ini harus diberlakukan kepada semua anak tanpa pembedaan apapun. 1) Kepentingan yang terbaik bagi anak (best interests of the child), artinya semua tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, badan legislatif dan badan yudikatif, maka kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama. 2) Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan, yaitu hak asasi yang paling mendasar bagi anak yang dilindungi oleh negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua. 3) Penghargaan terhadap pendapat anak (respect for the views of the child), yaitu penghormatan atas hak-hak anak untuk berpartisipasi dan menyatakan pendapat dalam mengambil keputusan, terutama jika menyangkut hal-hal yang memengaruhi kehidupannya. Efektivitas dalam mencapai tujuan perlindungan anak harus ada peran aktif dari pekerjaan badan internasional, pemerintah nasional dan organisasi non-pemerintah. Hal ini ditegaskan oleh Josep Ferrer i Riba dalam jurnal Prinsip-prinsip dan Prospek Sistem Perlindungan Anak Eropa Principles and Prospects for a European System of Child Protection yang berbunyi:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
out by the UNCRC is also fostered by the work of many international bodies, national governments and non-governmental organizations. An important step towards improving the implementation of the UN Convention in the field of child protection has been the drawing up and publication of the . (Josep Ferrer i InDret. Vol. 02
Barcelona: Universitat
Pompeu). Keefektifan hak-hak dan pencapaian standard yang ditetapkan oleh UNCRC juga dibantu oleh kerja banyak badan internasional, pemerintah nasional dan organisasi non-pemerintahan. Sebuah langkah yang penting untuk memperbaiki pelaksanaan Konvensi PBB dalam bidang perlindungan anak adalah penarikan dan -Pedoman tentang Alternatif Pengasuhan Anak-prinsip dan Barcelona: Universitat Pompeu).
6.
Kajian Tindak Pidana Pencabulan terhadap Anak a. Pengaturan Tindak Pidana Pencabulan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pencabulan berasal dari kata cabul. Di dalam Kamus Besar Bahasa
kotor, tidak senonoh (melanggar kesopanan, kesusilaan) . Perbuatan cabul digolongkan sebagai salah satu bentuk kejahatan terhadap kesusilaan. ontuchtige handelingen tindakan yang berkenaan dengan kehidupan di bidang seksual, yang dilakukan dengan maksud-maksud untuk memperoleh kenikmatan dengan cara yang sifatnya bertentangan dengan pandangan umum untuk kesusilaan (P. A. F. Lamintang, 1997: 159). Menurut R. Sugandhi, pengertian cabul adalah: Segala perbuatan yang melanggar kesusilaan atau perbuatan keji yang berhubungan dengan nafsu kelaminnya, misalnya: berciumciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada dan sebagainya. Persetubuhan termasuk pula dalam pengertian ini tetapi dalam undang-undang disebutkan tersendiri (R. Sugandhi, 1981: 306).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
Kejahatan terhadap kesusilaan dan kesopanan diatur dalam KUHP Buku II Bab XIV Pasal 281 sampai dengan 303 bis. Menilik perumusan pasal-pasalnya, kejahatan terhadap kesusilaan yang ada dalam KUHP dapat dibedakan dalam dua kategori. Pertama perbuatan yang melanggar kesusilaan yakni seperti yang termuat dalam Pasal 281 KUHP (melanggar kesusilaan di muka umum), Pasal 282 dan 283 KUHP (pornografi), Pasal 284 KUHP (perzinahan), Pasal 285 KUHP (perkosaan), Pasal 289, 290, 293, 294, 295 dan 296 KUHP (perbuatan cabul), Pasal 292 KUHP (hubungan kelamin dengan sejenis dan belum dewasa), Pasal 296 KUHP (mucikari), Pasal 297 KUHP (perdagangan anak perempuan dan anak laki-laki) serta Pasal 299 KUHP (pengguguran kandungan/abortus). Kedua, perbuatan lain yang dianggap melanggar kesopanan seperti termuat dalam Pasal 300 KUHP (menjual minuman memabukkan dan membuat orang mabuk), Pasal 301 KUHP (menyerahkan anak untuk mengemis atau melakukan pekerjaan berbahaya), Pasal 302 KUHP (penganiayaan terhadap hewan), Pasal 303 KUHP (perjudian) (Imron Rosyid TR Trijono, 2002: 3). Tindak pidana pencabulan diatur dalam Pasal 289 sampai dengan Pasal 296 KUHP. Adapun bunyi dari pasal-pasal dalam KUHP tersebut di atas sebagai berikut: 1) Pasal 289 KUHP Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukannya perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. 2) Pasal 290 KUHP Diancam dengan pidana paling lama tujuh tahun: Ke-1: Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang padahal diketahui bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya; Ke-2: Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang padahal diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu dikawin; Ke-3: Barangsiapa membujuk seseorang yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak jelas, bahwa belum mampu dikawin, untuk melakukan atau membiarkan perbuatan cabul atau berset
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
3) Pasal 291 KUHP (1) Jika salah satu kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 286, 287, 289 dan 290 mengakibatkan luka-luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling lama dua belas tahun. (2) Jika salah satu kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 285, 286, 287, 290 itu mengakibatkan mati, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun. 4) Pasal 292 KUHP Orang yang cukup umur yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sama kelamin, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa belum cukup umur, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun . 5) Pasal 293 KUHP (1) Barangsiapa dengan memberi atau menjanjikan uang atau barang, menyalahgunakan pembawa yang timbul dari hubungan keadaaan, atau dengan menyesatkan sengaja menggerakkan seseorang belum cukup umur dan baik tingkah-lakunya, untuk melakukan atau membiarkan dilakukannya perbuatan cabul dengan dia, padahal tentang belum cukup umurnya itu diketahui atau selayaknya harus diduga, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. (2) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan orang yang terhadap dirinya dilakukan kejahatan itu. (3) Tenggang tersebut dalam Pasal 74, bagi pengaduan ini adalah masing-masing sembilan bulan dan dua belas bulan. 6) Pasal 294 KUHP (1) Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya, anak angkatnya, anak dibawah pengawasannya yang belum cukup umur, atau dengan orang yang belum cukup umur yang pemeliharaannya, pendidikannya atau penjagaannya diserahkan kepadanya, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. (2) Diancam dengan pidana yang sama: Ke-1 : Pejabat yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang karena jabatan adalah bawahannya, atau dengan orang yang penjagaanya dipercayakan atau diserahkan kepadanya; Ke-2 : Seorang pengurus, dokter, guru, pegawai, pengawas atau pesuruh dalam penjara, tempat pekerjaan negara, tempat pemudikan, rumah piatu, rumah sakit ingatan atau lembaga sosial yan melakukan perbuatan cabul dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
7) Pasal 295 KUHP (1) Diancam: Ke-1 : Dengan penjara paling lama lima tahun, Barangsiapa dengan sengaja menghubungkan atau memudahkan dilakukannya perbuatan cabul oleh anaknya, anak tirinya, anak angkatnya atau anak yang di bawah pengawasannya yang belum cukup umur atau oleh orang yang belum cukup umur pemeliharaannya, pendidikan atau penjagaannya diserahkan kepadanya ataupun bujangnya atau bawahannya yang belum cukup umur, dengan orang lain. Ke-2: Dengan pidana penjara paling lama empat tahun, Barangsiapa dengan sengaja menghubungkan atau memudahkan perbuatan cabul kecuali tersebut ke-1 diatas yang dilakukan oleh orang yang diketahui belum cukup umurnya atau yang sepatutnya harus diduga demikian, dengan orang lain. (2) Jika yang bersalah, melakukan kejahatan itu sebagai pencaharian atau kebiasaan, maka pidana dapat ditambah sepertiga. 8) Pasal 296 KUHP Barangsiapa dengan sengaja menghubungkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain dan menjadikannya sebagai pencaharian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan, atau denda paling banyak seribu rupiah . Berdasarkan bunyi pasal-pasal tersebut, maka tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur diatur dalam Pasal 290 KUHP. Adapun unsur-unsur yang terkandung di dalam Pasal 290 KUHP adalah: 1) Barangsiapa Barangsiapa individu atau perseorangan yang melakukan tindak pidana dengan ketentuan setiap orang yang sehat jasmani dan rohani, sehingga apabila perbuatannya memenuhi semua unsur dalam pasal dakwaan yang
dibuktikan
maka
kepadanya
dapat
dimintakan
pertanggungjawaban pidana. 2). Melakukan perbuatan cabul Menurut R. Sugandhi, definisi melakukan perbuatan cabul adalah:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
Segala perbuatan yang melanggar kesusilaan atau perbuatan keji yang berhubungan dengan nafsu kelaminnya, misalnya: berciumciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada dan sebagainya. Persetubuhan termasuk pula dalam pengertian ini tetapi dalam undang-undang disebutkan tersendiri (R. Sugandhi, 1981: 306). 3). Terhadap anak di bawah umur Berdasarkan bunyi pasal tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa yang disebut anak di bawah umur adalah orang yang umurnya belum 15 (lima belas) tahun atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu dikawin. b. Pengaturan Tindak Pidana Pencabulan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Tindak pidana pencabulan terhadap anak juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, ketentuan tersebut tercantum dalam Pasal 82. Adapun bunyi Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagai berikut: Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Berdasarkan rumusan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak maka dapat ditarik unsur-unsur yang harus ada dalam tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur. Unsur-unsurnya sebagai berikut: 1). Setiap orang
atau perseorangan yang melakukan tindak pidana dengan ketentuan setiap orang yang sehat jasmani dan rohani, sehingga apabila
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
perbuatannya memenuhi semua unsur dalam pasal dakwaan yang dibuktikan maka kepadanya dapat dimintakan pertanggung jawaban pidana. 2). Melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak Melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul. Kekerasan
adalah
tindakan
agresi
dan
pelanggaran
yang
menyebabkan atau dimaksudkan untuk menyebabkan penderitaan atau menyakiti orang lain, misalnya penyiksaan, pemerkosaan, pemukulan, dan lain-lain. Adapun ancaman kekerasan adalah setiap perbuatan secara melawan hukum berupa ucapan, tulisan, gambar, simbol, atau gerakan tubuh, baik dengan atau tanpa menggunakan sarana yang menimbulkan rasa takut atau mengekang kebebasan hakiki seseorang. Memaksa adalah memperlakukan, menyuruh, dan meminta kepada pihak lain dengan paksa. Tipu muslihat, kebohongan adalah suatu bujukan dengan cara memancing korban supaya korban tertarik untuk melakukan apa yang diperintahkan oleh pelaku. Anak dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang ada dalam kandungan (Pasal 1 ayat (1)). Cabul adalah segala perbuatan yang melanggar kesusilaan atau perbuatan keji yang berhubungan dengan nafsu kelaminnya, misalnya: bercium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada dan sebagainya. Persetubuhan termasuk pula dalam pengertian ini, tetapi dalam undang-undang disebutkan tersendiri (R. Sugandhi, 1981: 306). 7.
Kajian Putusan Hakim Putusan hakim dapat diartikan sebagai putusan pengadilan yang merupakan hasil akhir dari proses peradilan tersebut berupa putusan pengadilan, atau sering juga digunakan kata-kata putusan hakim. Oleh karena hakim sebagai pemimpin persidangannya. Peradilan menunjuk kepada proses mengadili, sedang pengadilan merupakan salah satu lembaga dalam proses
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
tersebut. Lembaga-lembaga lain yang terlibat dalam proses mengadili adalah kepolisian, kejaksaan, dan advokat. Putusan Hakim di pengadilan bagi terdakwa dapat berupa: a. Putusan bebas (Pasal 191 ayat (1) KUHAP), putusan bebas diambil oleh Hakim apabila hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan. b. Pelepasan dari segala tuntutan (Pasal 191 ayat (2) KUHAP), terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum apabila perbuatan yang didakwakan terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana. Putusan ini dapat diambil oleh Hakim dengan alasan sebagaimana diatur dalam Pasal 44, 48,50, dan 51 KUHAP. c. Penghukuman atau penjatuhan pidana (Pasal 193 ayat (1) KUHAP), pengadilan menjatuhkan pidana apabila terdakwa bersalah mealakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya. Terhadap putusan hakim yang bebas maupun yang lepas dari segala tuntutan hukum mempunyai akibat hukum yang sama, yaitu tidak adanya pidana sehingga terdakwa dibebaskan dalam hal ia ditahan. Biaya perkara ditanggung oleh terdakwa serta hak-hak terdakwa harus dipulihkan. Terhadap putusan bebas tidak dapat diajukan banding atau diajukan kasasi, tetapi terhadap putusan lepas dari segala tuntutan hukum dapat diajukan permohonan kasasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
B. Kerangka Pemikiran Mengenai kerangka pemikiran dalam penelitian ini dibuat dalam suatu bagan seperti berikut:
Kejahatan terhadap anak
Pencabulan
Putusan hakim
Pidana
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Keterangan: Akhir-akhir ini kejahatan terhadap anak sering terjadi. Salah satunya adalah pencabulan. Menurut teori, mengapa kejahatan terus menerus berulang adalah efek hukuman yang dijatuhkan tidak memberikan sanksi jera. Dalam penelitian akan membahas apakah sanksi pidana yang dijatuhkan telah sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Jika sudah sesuai, mengapa masih ada terus tindak pidana tersebut. Selain itu, dalam penulisan hukum nanti juga akan dibahas mengenai efektivitas sanksi pidana.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian Berikut ini disajikan putusan hakim terhadap tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur dalam perkara di Pengadilan Negeri Bojonegoro Nomor: 600/Pid.B/2009/PN.Bjn. a.
Kasus Posisi Pada hari dan tanggal serta waktu yang tidak diingat secara pasti dalam Tahun 2004 sampai dengan Tahun 2009 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu antara Tahun 2004 sampai dengan Tahun 2009 bertempat di kamar mandi SDN
1 Pungpungan
Kecamatan Kalitidu Kabupaten
Bojonegoro telah terjadi tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur oleh DJOKO WALUYANTO Bin TASRIPIN, umur 45 tahun, Warga Negara Indonesia dan beragama Islam. Terdakwa berjenis kelamin laki-laki, lahir di Bojonegoro, 06 April 1964 serta bertempat tinggal di Jl. MT. Hariyono 140 RT 06/01 Kelurahan Jetak Kabupaten Bojonegoro. Pekerjaan terdakwa adalah PNS (guru) kesenian di SDN Pungpungan 1 Kecamatan Kalitidu Kabupaten Bojonegoro. Tindak pidana pencabulan tersebut dilakukan terhadap korban anak laki-laki di bawah umur yakni ACHMAD AINUR ROSYAD Bin JUWARTO, MUHAMMAD IRFAN DWI PRADANA Bin RUSLAN, OKI Bin MATSARI, SUYONO Bin KASWI, M. HUDA Bin WARSONO, MOCH SHOLIKIN Bin ISMAIL (korban) yang berumur 14 (empat belas) tahun, yang awal perbuatan dilakukan masih duduk di bangku kelas IV SDN Pungpungan 1 Kecamatan Kalitidu Kabupaten Bojonegoro sampai bulan Agustus 2009. Adapun modus operandinya adalah terdakwa yang bekerja sebagai PNS (guru) dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan atau membujuk anak dengan menyuruh korban untuk masuk ke dalam kamar
commit to user 36
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
mandi sewaktu jam istirahat, setelah berada di kamar mandi terdakwa membuka semua pakaian yang ia kenakan, korban diperintahkan oleh terdakwa untuk melepaskan pakaian sampai sebatas lutut dan korban di suruh memegang alat kelamin terdakwa dan alat kelamin korban oleh terdakwa dengan kedua tangannya dipegang sambil dicium dimana selanjutnya terdakwa menjepitkan alat kelaminnya di sela-sela paha korban sambil digesek-gesekkan hingga keluar spermanya.
b.
Identitas Terdakwa Nama
: DJOKO WALUYANTO Bin TASRIPIN
Umur / tanggal lahir
: 45 tahun / 06 April 1964
Jenis kelamin
: Laki-laki
Kebangsaan
: Indonesia
Tempat tinggal
: Jl. MT. Hariyono 140 Rt 06/01 Kelurahan Jetak Kabupaten Bojonegoro
c.
Agama
: Islam
Pekerjaan
: PNS (Guru)
Pendidikan
: SPG
Surat Dakwaan Terdakwa diajukan ke muka persidangan oleh jaksa penuntut umum dengan dakwaan seperti yang tersebut di bawah ini : Bahwa ia terdakwa DJOKO WALUYANTO Bin TASRIPIN pada hari dan tanggal yang tidak dapat diingat lagi secara pasti dalam tahun 2004 sampai dengan tahun 2009 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu antara tahun 2004 sampai dengan tahun 2009 bertempat di kamar mandi dan ruang guru SDN 1 Pungpungan Kecamatan Kalitidu Kabupaten Bojonegoro, dan didalam kamar terdakwa Dk. Madean Kelurahan Jetak Kecamatan Kota Kabupaten Bojonegoro atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Bojonegoro, dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
sengaja melakukan kekerasan, atau ancaman kekerasan memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak yang bernama ACHMAD AINUR ROSYAD Bin JUWARTO, MUHAMMAD IRFAN DWI PRADANA Bin RUSLAN, OKI Bin MATSARI, M.SUYONO Bin KASWI, M. HUDA Bin WARSONO, MOCH SHOLIKIN Bin ISMAIL, untuk melakukan dan membiarkan dilakukan perbuatan cabul, jika ada hubungan beberapa perbuatan yang masing-masingnya harus dipandang sebagai satu perbuatan bulat dan masing-masingnya merupakan kejahatan yang terancam dengan pidana pokok yang sama, maka satu pidana saja yang dijatuhkan perbuatan mana dilakukan dengan cara sebagai berikut : Bahwa pada waktu dan tempat sebagaimana yang telah disebutkan diatas, terdakwa selaku seorang guru telah melakukan perbuatan cabul terhadap beberapa orang anak yang menjadi muridnya. Bahwa perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 82 Undang-Undang RI Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak jo pasal 65 ayat 1 KUHP.
d.
Alat Bukti Putusan
Pengadilan
Negeri
Bojonegoro
Nomor:
600/Pid.B/2009/PN.Bjn dalam tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur tersebut terdapat alat bukti berupa keterangan para saksi, surat, keterangan terdakwa dan barang bukti. Terdakwa di dalam perkara ini adalah DJOKO WALUYANTO Bin TASRIPIN. Saksi di dalam perkara ini antara lain adalah : 1. JUWARTO Bin KUSNI, 2. ACHMAD AINUR ROSYAD Bin JUWARTO, 3. ARYA HERI SUSANTO Bin RUSWANTO, 4. MUHAMMAD IRFAN DWI PRADANA Bin RUSLAN 5. HENDRA PRATAMA Bin EDI SUPARNO, 6. OKI Bin MATSARI, 7. M.SUYONO Bin KASWI, 8. M. HUDA Bin WARSONO, 9. MOCH SHOLIKIN Bin ISMAIL, 10. SRIYATUN Binti KATIJAN yang memberikan keterangan di bawah sumpah yang pada pokoknya sebagaimana tersebut dalam berita acara
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
persidangan perkara ini, yang untuk singkatnya dianggap telah termaksud dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan putusan ini. Berdasarkan keterangan dari saksi-saksi maupun dari keterangan terdakwa serta dihubungkan dengan adanya barang bukti, maka didapatlah adanya faktafakta yang pada pokoknya membenarkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum. Menyatakan barang bukti berupa: a.
9 (sembilan) buah kaos lengan pendek berbagai warna;
b.
Satu set sarung tangan;
c.
Satu buah jaket warna biru hitam;
d.
Satu buah robot mainan;
e.
Satu buah tas punggung;
f.
10 (sepuluh) buah guci;
g.
1 lembar foto copy surat;
h.
1 buah sarung motif garis-garis kotak warna kombinasi putih cokelat;
i.
1 (satu) buah hand body;
j.
1 (satu) buah parfumed merk AINIE;
k. 1 (satu) buah tas warna hitam berisi 37 gambar porno, 1 buah kaos singlet, 2 buah celana dalam warna abu-abu dan krem, 2 buah tempat CD, 1 bingkai foto berisi foto saksi korban ACHMAD AINUR ROSYAD, 5 lembar foto saksi korban ACHMAD AINUR ROSYAD ukuran 3 R, 3 lembar foto saksi korban ACHMAD AINUR ROSYAD ukuran 10 R, 2 lembar foto MUFID ukuran 10 R, 1 buku agenda,1 lembar kertas putih bertuliskan mantra jawa, 1 buah buku tulis, beberapa lembar surat dari ACHMAD AINUR ROSYAD dan foto copy nya, 6 (enam) keeping CD porno. Adapun alat bukti surat berupa visum et repertum Nomor: 440/412.3/XI/2009
tertanggal
06
Oktober
2009
yang
dibuat
dan
ditandatangani oleh dr. H.A Hernowo.W. sebagai dokter pemertintah dari Puskesmas Kalitidu Kabupaten Bojonegoro menerangkan bahwa dengan hasil permeriksaan terhadap Achmad Ainur Rosyad, laki-laki, umur 14 tahun
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
sebagai berikut: a. Pemeriksaan umum: baik dan kesadaran baik, b. Pemeriksaan khusus: terdapat bekas luka cakaran (mengering) pada pipi kiri sepanjang 3 cm dan memar kepala samping kiri dengan diameter ± 2 cm. Berdasarkan pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus dapat disimpulkan terdapat luka bekas cakaran (mengering) pada pipi kiri sepanjang 3 cm dan memar pada kepala samping kiri diduga akibat dari benturan benda tumpul.
e.
Tuntutan Hukum oleh Penuntut Umum 1. Menyatakan terdakwa DJOKO WALUYANTO Bin TASRIPIN telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sengaja melakukan tindak pidana pencabulan dengan anak di bawah umur
dan diancam pidana dalam Pasal 82
Undang-Undang Nomor: 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP dalam surat dakwaan Penuntut Umum. 2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa DJOKO WALUYANTO Bin TASRIPIN dengan pidana penjara selama 6 (enam) tahun dikurangi selama terdakwa dalam tahanan, dengan perintah terdakwa tetap ditahan, pidana denda sebesar Rp 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) Subsidair 6 (enam) bulan kurungan. 3. Menetapkan terdakwa dibebani biaya perkara sebesar Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah).
f.
Putusan Hakim Sebelum menjatuhkan putusan terhadap perkara ini majelis hakim melakukan pertimbangan sebagai berikut ini: 1) Menimbang, bahwa atas dakwaan tersebut terdakwa menyatakan mengerti serta tidak mengajukan eksepsi. 2) Menimbang, bahwa
telah didengar keterangan saksi-saksi di bawah
sumpah sesuai dengan agama masing-masing yang telah tercatat lengkap dalam berita acara persidangan perkara ini dan pada pokoknya sebagai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
berikut : 1. JUWARTO Bin KUSNI, 2. ACHMAD AINUR ROSYAD Bin JUWARTO, 3. ARYA HERI SUSANTO Bin RUSWANTO, 4. MUHAMMAD IRFAN DWI PRADANA Bin RUSLAN 5. HENDRA PRATAMA Bin EDI SUPARNO, 6. OKI Bin MATSARI, 7. M.SUYONO Bin KASWI, 8. M. HUDA Bin WARSONO, 9. MOCH SHOLIKIN Bin ISMAIL, 10. SRIYATUN Binti KATIJAN. 3) Menimbang, bahwa atas keterangan saksi-saksi tersebut, terdakwa membenarkannya dan tidak keberatan. 4) Menimbang,
bahwa
dari
fakta
hukum
diatas
Majelis
akan
mempertimbangkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum terhadap terdakwa yaitu Pasal 82 Undang-Undang RI Nomor : 23 Tahun 2002 jo Pasal 65 (1) KUHP. 5) Menimbang, bahwa Jaksa Penutut Umum dipersidangan mengajukan seorang sebagai terdakwa bernama Djoko Waluyanto Bin Tasripin, terdakwa telah mana mengerti isi dan maksud surat dakwaan terhadapnya serta membenarkan identitas yang dibacakan, hal tersebut juga dibenarkan oleh para saksi. 6) Menimbang, bahwa berdasar fakta hukum dipersidangan, terdakwa melakukan perbuatan tidak senonoh perbuatan yang terkait dengan organ/bagian tubuh manusia yang sifatnya sensitif yang menyangkut alatalat vital atau dengan kata lain terdakwa melakukan perbuatanperbuatanyang bertentangan dengan norma-norma agama, kesusilaan, kesopanan, sosial masyarakat, dll, seperti menyuruh korban memegang dan mencium alat kelaminnya, menggesek-gesekkan alat kelamin terdakwa ke sela-sela paha korbannya hingga keluar sperma, dll, sebagaimana telah dirinci di atas terhadap anak-anak (di bawah umur) bernama: a). Achmad Ainur Rosyad Bin Juwarto. b). Muhammad Irfan Dwi pradana Bin Ruslan. c). Oki Bin Matsari. d). M. Suyono Bin Kasuri.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
e). M. Huda Bin Warsono. f). Moch Sholikin Bin Ismail. g). Arya Hendri Susanto Bin Ruswanto. h). Juarto Bin Kusni. Saksi-saksi korban di atas diperlakukan demikian oleh terdakwa sejak kelas III SD kira-kira di bawah umur 18 Tahun hingga beberapa Tahun kemudian serta dilakukan lebih dari sekali, hal ini telah menunjukkan adanya perbuatan cabul oleh terdakwa. 7)
Menimbang, bahwa terhadap pembelaan Panasihat Hukum terdakwa yang pada intinya menyatakan bahwa penyidik Polsek Kalitidu telah membuktikan
adanya kelainan sex pada terdakwa (berupa penyakit).
Majelis berpendapat bagaimanapun bentuk kelainan seksual pada diri terdakwa dikaitkan dengan para korban dalam perkara a-quo, tetaplah dari sudut manapun dan apapun, tidak boleh dilakukan pembiaran, akibat perbuatan terdakwa terhadap korban-korbannya baik fisik maupun psikis, akan berpengaruh dalam hidup dan kehidupannya, dapat menimbulkan trauma berkepanjangan, terlebih lagi terdakwa sebagai guru, pendidik, yang seharusnya jadi panutan, jalan pikiran terdakwa masih normal dan rasional, dengan kata lain Majelis tidak sependapat dengan hal tersebut. 8)
Menimbang, bahwa apabila korban-korban tersebut menolak ajakan terdakwa, maka diancam akan disantet, dibuat stres bahkan ada yang dipukul dengan toples di kepalanya (sebagaimana Visum Et Repertum atas nama Ahcmad Ainur Rosyad) Nomor: 440/412.43/XI/2009 tanggal 06/10/2009 dari pukesmas Kalitidu Kabupaten Bojonegoro, hal tersebut menunjukkan telah terjadi kekerasan dan ancaman kekerasan terhadap saksi-saksi korban serta paksaan.
9)
Menimbang, bahwa perbuatan terdakwa terhadap korban-korban dilakukan secara sadar, sengaja, dan berulang kali, terdakwa tidak dalam keadaan mabuk, sakit, atau gangguan fisik dan psikisnya, hal ini menunjukkan adanya kesengajaan oleh terdakwa, bahkan direncanakan terlebih dahulu melalui SMS maupun lisan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
10) Menimbang, bahwa perbuatan diatas dilakukan terpisah, terhadap korban-korban yang berbeda dan berkali-kali dan sejenis, sehingga telah pula memenuhi maksud unsur-unsur dalam Pasal 65 (1) KUHP. 11) Menimbang, bahwa dengan demikian, semua unsur dari pasal-pasal yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum terhadap terdakwa telah terpenuhi. 12) Menimbang, bahwa oleh semua unsur dari pasal yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum terhadap terdakwa telah terpenuhi, maka terdakwa telah terbukti secara sah dan menyakinkan menurut hukum telah melakukan Tindak Pidana yang sesuai, diatur dan diancam Pasal 82 Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. 13) Menimbang, bahwa dengan demikian terdakwa harus dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana/hukuman yang sesuai/setimpal dengan perbuatannya serta dibebani untuk membayar biaya perkara. 14) Menimbang, bahwa selama persidangan perkara ini, Majelis tidak menemukan alasan pemaaf dan pembenar. 15) Menimbang, bahwa Majelis akan mengurangi pidana yang dijatuhkan terhadap diri terdakwa berada dalam tahanan hingga putusan ini mempunyai hukum tetap dan menetapkan supaya terdakwa tetap berada dalam tahanan. 16) Menimbang, bahwa sebelum majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa, perlulah dipertimbangakan hal-hal yang memberatkan maupun meringankan pidananya yaitu: Hal-hal yang memberatkan: a)
Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat
b) Perbuatan terdakwa menimbulkan trauma bagi korban-korbannya, baik fisik maupun psikis. c)
Perbuatan terdakwa merusak citra sebagai guru/pendidik
Hal-hal yang meringankan: a)
Terdakwa sopan dan terus terang dipersidangan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
b) Terdakwa merasa bersalah dan menyesal. c)
Terdakwa belum pernah dihukum.
d) Terdakwa sudah berupaya meminta maaf pada korban-korban dan keluarga. Mengingat akan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP, serta peraturan lain yang bersangkutan. Maka amar putusan dari Majelis Hakim adalah sebagai berikut : 1. Menyatakan terdakwa DJOKO WALUYANTO Bin TASRIPIN yang tersebut di atas terbukti sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana kejahatan:
DENGAN SENGAJA MELAKUKAN TINDAK
PIDANA PENCABULAN DENGAN ANAK DI BAWAH UMUR 2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan denda serbesar Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) dengan ketentuan jika denda tersebut tidak dibayar maka sebagai penggantinya adalah pidana kurungan selama 6 (enam) tahun. 3. Menetapkan bahwa lamanya terdakwa ditangkap dan ditahan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. 4. Menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan. 5. Membebani terdakwa untuk membayar biaya perkara ini sebesar Rp.5.000,- (lima ribu rupiah). Demikianlah
diputuskan
dalam
musyawarah
Majelis
Hakim
Pengadilan Negeri Bojonegoro pada hari Senin tanggal 29 Maret 2010, dengan PUDJI WIDODO, S.H., M.H. Sebagai Hakim Ketua Majelis, LUCIUS SUNANRNO, S.H., M.H, dan AHMAD YANI, S.H., M.H. Masing masing sebagai Hakim Anggota, dan di ucapkan didepan persidangan yang terbuka untuk umum pada hari selasa tanggal 6 April 2010 oleh Ketua Majelis tersebut dengan di dampingi oleh masing-masing Hakim Anggota dengan dibantu oleh TITIEK BUDI PUJI S, S.H. Sebagai panitera pengganti
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
Pengadilan Negeri tersebut dihadiri oleh NURAINI PRIHATIN, S.H. Jaksa Penuntut Umum, dan terdakwa serta panasihat Hukumnya.
B. Pembahasan 1.
Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Bojonegoro dalam Putusan Nomor: 600/Pid.B/2009 Perkara Pedofilia (Tindak Pidana Pencabulan Anak Di bawah Umur) Hakim memiliki kebebasan dalam menjatuhkan putusan terhadap setiap perkara yang diperiksa dan diadilinya. Seorang pelaku tindak pidana, dia dikatakan melakukan suatu tindak pidana jika semua unsur-unsur yang didakwakan kepadanya terbukti melalui fakta-fakta dalam persidangan dan hakim telah memiliki keyakinan bahwa terdakwa benar-benar telah melakukan tindak pidana tersebut. Jika unsur-unsur yang didakwakan tersebut tidak terpenuhi, maka terdakwa akan mendapatkan putusan bebas. Hal-hal yang harus dipertimbangkan hakim dalam menjatuhkan putusan antara lain : a. Pertimbangan mengenai peristiwanya, yakni apakah terdakwa telah melakukan perbuatan yang dituduhkan kepadanya b. Pertimbangan mengenai hukumnya, yakni apakah perbuatan yang dilakukan terdakwa itu merupakan suatu tindak pidana dan apakah terdakwa bersalah dan dapat dipidana c. Pertimbangan mengenai pidananya, yakni apabila terdakwa memang dapat dipidana. Seorang terdakwa yang telah dinyatakan bersalah oleh hakim karena telah terbukti bersalah dan telah terpenuhinya unsur-unsur yang didakwakan kepadanya, maka hakim juga memiliki kebebasan untuk menetapkan jenis pidana, cara pelaksanaan pidana dan tinggi rendahnya pidana. Meski demikian, hakim dalam menjalankan kebebasannya tersebut tetap harus bersikap obyektif agar pemidanaan yang dilakukan dapat memberikan keadilan bagi semua pihak dan dapat memperbaiki keadaan agar tindak pidana tersebut tidak terulang dikemudian hari. a.
Kasus Posisi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
Pada hari dan tanggal serta waktu yang tidak diingat secara pasti dalam Tahun 2004 sampai dengan Tahun 2009 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu antara Tahun 2004 sampai dengan Tahun 2009 bertempat di kamar mandi SDN 1 Pungpungan Kecamatan Kalitidu Kabupaten Bojonegoro telah terjadi tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur oleh DJOKO WALUYANTO Bin TASRIPIN, umur 45 tahun, Warga Negara Indonesia dan beragama Islam. Terdakwa berjenis kelamin laki-laki, lahir di Bojonegoro, 06 April 1964 serta bertempat tinggal di Jl. MT. Hariyono 140 RT 06/01 Kelurahan Jetak Kabupaten Bojonegoro. Pekerjaan terdakwa adalah PNS (guru) kesenian di SDN Pungpungan 1 Kecamatan Kalitidu Kabupaten Bojonegoro. Tindak pidana pencabulan tersebut dilakukan terhadap korban anak laki-laki di bawah umur yakni ACHMAD AINUR ROSYAD Bin JUWARTO, MUHAMMAD IRFAN DWI PRADANA Bin RUSLAN, OKI Bin MATSARI, SUYONO Bin KASWI, M. HUDA Bin WARSONO, MOCH SHOLIKIN Bin ISMAIL (korban) yang berumur 14 (empat belas) tahun, yang awal perbuatan dilakukan masih duduk di bangku kelas IV SDN Pungpungan 1 Kecamatan Kalitidu Kabupaten Bojonegoro sampai bulan Agustus 2009. Adapun modus operandinya adalah terdakwa yang bekerja sebagai PNS (guru) dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan atau membujuk anak dengan menyuruh korban untuk masuk ke dalam kamar mandi sewaktu jam istirahat, setelah berada di kamar mandi terdakwa membuka semua pakaian yang ia kenakan, korban diperintahkan oleh terdakwa untuk melepaskan pakaian sampai sebatas lutut dan korban di suruh memegang alat kelamin terdakwa dan alat kelamin korban oleh terdakwa dengan kedua tangannya dipegang sambil dicium dimana selanjutnya terdakwa menjepitkan alat kelaminnya di sela-sela paha korban sambil digesekgesekkan hingga keluar spermanya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
b. Surat Dakwaan Terdakwa diajukan ke muka persidangan oleh jaksa penuntut umum dengan dakwaan seperti yang tersebut di bawah ini : Bahwa ia terdakwa DJOKO WALUYANTO Bin TASRIPIN pada hari dan tanggal yang tidak dapat diingat lagi secara pasti dalam tahun 2004 sampai dengan tahun 2009 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu antara tahun 2004 sampai dengan tahun 2009 bertempat di kamar mandi dan ruang guru SDN 1 Pungpungan Kecamatan Kalitidu Kabupaten Bojonegoro, dan didalam kamar terdakwa Dk. Madean Kelurahan Jetak Kecamatan Kota Kabupaten Bojonegoro atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Bojonegoro, dengan sengaja melakukan kekerasan, atau ancaman kekerasan memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak yang bernama ACHMAD AINUR ROSYAD Bin JUWARTO, MUHAMMAD IRFAN DWI PRADANA Bin RUSLAN, OKI Bin MATSARI, M.SUYONO Bin KASWI, M. HUDA Bin WARSONO, MOCH SHOLIKIN Bin ISMAIL, untuk melakukan dan membiarkan dilakukan perbuatan cabul, jika ada hubungan beberapa perbuatan yang masing-masingnya harus dipandang sebagai satu perbuatan bulat dan masing-masingnya merupakan kejahatan yang terancam dengan pidana pokok yang sama, maka satu pidana saja yang dijatuhkan perbuatan mana dilakukan dengan cara sebagai berikut : Bahwa pada waktu dan tempat sebagaimana yang telah disebutkan diatas, terdakwa selaku seorang guru telah melakukan perbuatan cabul terhadap beberapa orang anak yang menjadi muridnya. Bahwa perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 82 Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Majelis mempertimbangkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum terhadap terdakwa yaitu Pasal 82 Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP, untuk menjerat terdakwa DJOKO WALUYANTO Bin TASRIPIN Adapun bunyi Pasal 82 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yaitu: melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit
Unsur-unsur tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur dalam Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak adalah: a. Setiap orang tersebut adalah individu atau perorangan yang melakukan tindak pidana dengan ketentuan setiap orang yang sehat jasmani dan rohani, sehingga apabila perbuatannya memenuhi semua unsur dalam pasal dakwaan yang dibuktikan maka kepadanya dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana. b. Melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul. Kekerasan
adalah
tindakan
agresi
dan
pelanggaran
yang
menyebabkan atau dimaksudkan untuk menyebabkan penderitaan atau menyakiti orang lain, misalnya penyiksaan, pemerkosaan, pemukulan, dan lain-lain. Sedangkan yang dimaksud dengan ancaman kekerasan adalah setiap perbuatan secara melawan hukum berupa ucapan, tulisan, gambar, simbol, atau gerakan tubuh, baik dengan atau tanpa menggunakan sarana yang menimbulkan rasa takut atau mengekang kebebasan hakiki seseorang. Memaksa adalah memperlakukan, menyuruh, dan meminta kepada pihak lain dengan paksa. Tipu muslihat, kebohongan adalah suatu bujukan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
dengan cara memancing korban supaya korban tertarik untuk melakukan apa yang diperintahkan oleh pelaku. Pengertian anak dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang ada dalam kandungan (Pasal 1 ayat (1)). Kekerasan dan kejahatan seksual terhadap anak yang sering dilakukan oleh orang dewasa penderita kelainan seksual disebut pedofilia. Kelainan seksual adalah cara yang ditempuh seseorang untuk mendapatkan kenikmatan seksual dengan jalan tidak sewajarnya. Pedofilia adalah kelainan seksual berupa hasrat ataupun dorongan seksual yang melibatkan anak di bawah umur. Orang dengan pedofilia umurnya harus diatas 16 tahun baik pria maupun wanita, sedangkan anak-anak yang menjadi korban berumur 13 tahun atau lebih muda. Dikatakan pedofilia jika seseorang memiliki kecenderungan dorongan seksual terhadap anak-anak di bawah umur. Pedofilia menandakan ketidakmampuan berhubungan dengan sesama dewasa atau adanya ketakutan untuk menjalin hubungan sesama dewasa. Terdakwa menerangkan tidak pernah tertarik pada wanita/hanya tertarik pada lelaki, dari pengakuan terdakwa sudah jelas bahwa terdakwa mempunyai kelainan seksual yang disebut Pedofilia. Tindak pidana pedofilia cenderung menyukai anak-anak kecil untuk memuaskan nafsu. Terdakwa dalam kasus diatas dapat dikatagorikan sebagai orang yang mempunyai kelainan sek yang tidak wajar atau disebut pedofilia karena korbannya adalah murid-muridnya sendiri yang dijadikan korban pencabulan. Perbuatan terdakwa sangat tidak patut dan hakim harus benarbenar mengkaji perbuatan terdakwa dengan pertimbangan dari fakta-fakta yang ada. Perbuatan terdakwa sangat mempengaruhi fisik dan psikis dalam kehidupan anak. Padahal anak harus mendapat kesejahteraan, perlindungan dan hidup lebih baik sebagai generasi muda. Majelis mempertimbangkan bahwa terhadap pembelaan Panasihat Hukum terdakwa yang pada intinya menyatakan bahwa penyidik Polsek
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
Kalitidu telah membuktikan
adanya kelainan sex pada terdakwa (berupa
penyakit). Majelis berpendapat bagaimanapun bentuk kelainan seksual pada diri terdakwa dikaitkan dengan para korban dalam perkara a-quo, tetaplah dari sudut manapun dan apapun, tidak boleh dilakukan pembiaran, akibat perbuatan terdakwa terhadap korban-korbannya baik fisik maupun psikis, akan berpengaruh dalam hidup dan kehidupannya, dapat menimbulkan trauma berkepanjangan, terlebih lagi terdakwa sebagai guru, pendidik, yang seharusnya jadi panutan, jalan pikiran terdakwa masih normal dan rasional, dengan kata lain Majelis tidak sependapat dengan hal tersebut. Bunyi Pasal 65 ayat (1) KUHP yaitu : beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri-sendiri, sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis, maka hanya dijatuhkan satu pidana . Pidana yang diancamkan dalam Pasal 82 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Pelindungan Anak adalah pidana penjara paling lama 15 (lima belas tahun) dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Pasal tersebut memberikan batasan maksimal dan minimal kepada hakim dalam menjatuhkan pidana kepada pelaku tindak pidana. Hakim tidak diperbolehkan menjatuhkan pidana lebih banyak dari batas maksimal dan kurang dari batas minimal yang telah ditentukan dalam Pasal 82 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Pelindungan Anak. Oleh karena itu, sanksi pidana yang dijatuhkan hakim harus sesuai dengan batasan pidana yang ditentukan dalam Pasal 82 UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Pelindungan Anak yaitu antara 3 (tiga) sampai 15 (lima belas) tahun pidana penjara dan denda antara Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) sampai Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Bojonegoro dalam Putusan Nomor: 600/Pid.B/2009 perkara pedofilia (tindak pidana pencabulan anak di bawah umur) adalah berdasarkan pada Pasal 82 Undang-Undang Republik
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. Hakim dalam memutus perkara Pedofilia (tindak pidana pencabulan anak dibawah umur) juga mempertimbangkan dengan alat bukti berupa keterangan saksi yang didalam persidangan telah didengar keterangan di bawah sumpah sesuai dengan agama masing-masing yang telah tercatat lengkap dalam berita acara persidangan perkara ini dan pada pokoknya sebagai berikut: 1. JUWARTO Bin KUSNI, 2. ACHMAD AINUR ROSYAD Bin JUWARTO, 3. ARYA HERI SUSANTO Bin RUSWANTO, 4. MUHAMMAD IRFAN DWI PRADANA Bin RUSLAN 5. HENDRA PRATAMA Bin EDI SUPARNO, 6. OKI Bin MATSARI, 7. M.SUYONO Bin KASWI, 8. M. HUDA Bin WARSONO, 9. MOCH SHOLIKIN Bin ISMAIL, 10. SRIYATUN Binti KATIJAN. Menimbang,
bahwa
hakim
juga
memperoleh
fakta
dalam
persidangan yaitu adanya alat bukti surat berupa visum et repertum Nomor: 440/412.3/XI/2009
tertanggal
06
Oktober
2009
yang
dibuat
dan
ditandatangani oleh dr. H.A Hernowo.W. sebagai dokter pemertintah dari Puskesmas Kalitidu Kabupaten Bojonegoro menerangkan bahwa dengan hasil permeriksaan terhadap Achmad Ainur Rosyad, laki-laki, umur 14 tahun sebagai berikut: a. Pemeriksaan umum: baik dan kesadaran baik, b. Pemeriksaan khusus: terdapat bekas luka cakaran (mengering) pada pipi kiri sepanjang 3 cm dan memar kepala samping kiri dengan diameter ± 2 cm. Berdasarkan pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus dapat disimpulkan terdapat luka bekas cakaran (mengering) pada pipi kiri sepanjang 3 cm dan memar pada kepala samping kiri diduga akibat dari benturan benda tumpul. Menimbang, bahwa oleh karena semua unsur dari pasal yang didakwakan oleh Penuntut Umum terhadap terdakwa telah terpenuhi, maka terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum telah melakukan Tindak Pidana yang sesu ai , d iat ur d an d ian ca m Pasal 82 U U R I N om or 23 T ah un 2 00 2 ten tan g Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. Sebagaimana dakwaan Penuntut Umum tersebut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
M en imb an g
b ahw a
d en gan
d emiki an
ter d akw a
h aru s
d in yatak an ber salah d an d ijat uh i pidana/hukuman sesuai/setimpal dengan perbuatan salahnya serta harus pula dibebani untuk membayar biaya perkara. M eni mban g,
bahwa
terhadap
kualifikasi
delik,
lamanya
pidana/hukuman, status barang bukti dan besarnya biaya perkara, akan ditentukan dalam amar putusan ini nanti. M eni mban g, bahwa selama persidangan perkara ini, Majelis tidak menemukan adanya Alasan Pemaaf dan Alasan Pembenar. Menimbang,
bahwa Majelis
akan
mengurangi pidana yang
dijatuhkan terhadap diri terdakwa d eng an lamanya terdakwa berada dalam tahanan hingga putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap dan menetapkan supaya terdakwa tetap berada dalam tahanan ; Hal-hal yang memberatkan : a.
Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat.
b. Perbuatan terdakwa menimbulkan trauma bagi korban-korbannya, baik fisik maupun psikis. c. Perbuatan terdakwa merusak citra sebagai guru / pendidik. Hal-hal yang meringankan : a. Terdakwa sopan dan terus terang di persidangan. b. Terdakwa merasa bersalah dan menyesal. c. Terdakwa belum pernah dihukum. d. Terdakwa sudah berupaya meminta maaf pada korban-korban dan keluarganya.
2.
Analisis Putusan Hakim Pengadilan Negeri Bojonegoro dalam Putusan Nomor: 600/Pid.B/2009 Perkara Pedofilia (Pencabulan Anak di Bawah Umur) Sesuai dengan Perundang-undangan yang berlaku. Putusan
Pengadilan
Negeri
Nomor:
600/Pid.B/2009/PN.Bjn
didasarkan pada dakwaan Jaksa Penuntut Umum. Surat dakwaan adalah untuk menghindari pelaku terlepas atau terbebas dari pertanggungjawaban
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
hukum pidana dan memberi pilihan kepada hakim untuk menerapkan hukum yang lebih tepat. Jaksa menerapkan Pasal 82 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP untuk menjerat terdakwa. Hakim mempunyai kebebasan dalam hal menjatuhkan putusan. Namun, kebebasan yang dimiliki hakim tidak bersifat mutlak karena putusan harus didasarkan pada keyakinan hakim yang diperoleh dari dua alat bukti yang sah. Hakim juga mempertimbangkan apakah dengan adanya fakta-fakta hukum telah terungkap yang dapat menyebabkan terdakwa bersalah atau tidak melakukan perbuatan yang didakwakan penuntut umum. Pada hari dan tanggal serta waktu yang tidak diingat secara pasti dalam Tahun 2004 sampai dengan Tahun 2009 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu antara Tahun 2004 sampai dengan Tahun 2009 bertempat di kamar mandi SDN
1 Pungpungan
Kecamatan Kalitidu
Kabupaten
Bojonegoro telah terjadi tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur oleh DJOKO WALUYANTO Bin TASRIPIN, umur 45 tahun, Warga Negara Indonesia dan beragama Islam. Terdakwa berjenis kelamin laki-laki, lahir di Bojonegoro, 06 April 1964 serta bertempat tinggal di Jl. MT. Hariyono 140 RT 06/01 Kelurahan Jetak Kabupaten Bojonegoro. Pekerjaan terdakwa adalah PNS (guru) kesenian di SDN Pungpungan 1 Kecamatan Kalitidu Kabupaten Bojonegoro. Tindak pidana pencabulan tersebut dilakukan terhadap korban anak laki-laki di bawah umur yakni ACHMAD AINUR ROSYAD Bin JUWARTO, MUHAMMAD IRFAN DWI PRADANA Bin RUSLAN, OKI Bin MATSARI, SUYONO Bin KASWI, M. HUDA Bin WARSONO, MOCH SHOLIKIN Bin ISMAIL (korban) yang berumur 14 (empat belas) tahun, yang awal perbuatan dilakukan masih duduk di bangku kelas IV SDN Pungpungan 1 Kecamatan Kalitidu Kabupaten Bojonegoro sampai bulan Agustus 2009. Adapun modus operandinya adalah terdakwa yang bekerja sebagai PNS (guru) dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan atau
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
membujuk anak dengan menyuruh korban untuk masuk ke dalam kamar mandi sewaktu jam istirahat, setelah berada di kamar mandi terdakwa membuka semua pakaian yang ia kenakan, korban diperintahkan oleh terdakwa untuk melepaskan pakaian sampai sebatas lutut dan korban di suruh memegang alat kelamin terdakwa dan alat kelamin korban oleh terdakwa dengan kedua tangannya dipegang sambil dicium dimana selanjutnya terdakwa menjepitkan alat kelaminnya di sela-sela paha korban sambil digesek-gesekkan hingga keluar spermanya. Mengingat akan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP, serta peraturan lain yang bersangkutan. Maka amar putusan dari Majelis Hakim adalah sebagai berikut : 1. Menyatakan terdakwa DJOKO WALUYANTO Bin TASRIPIN yang tersebut di atas terbukti sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak DENGAN SENGAJA MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCABULAN DENGAN ANAK DI BAWAH UMUR 2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan denda serbesar Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) dengan ketentuan jika denda tersebut tidak dibayar maka sebagai penggantinya adalah pidana kurungan selama 6 (enam) tahun. 3. Menetapkan bahwa lamanya terdakwa ditangkap dan ditahan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. 4. Menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan. 5. Membebani terdakwa untuk membayar biaya perkara ini sebesar Rp.5.000,- (lima ribu rupiah). Dalam kasus tersebut Jaksa Penuntut Umum mengajukan tuntutan antara lain: 1. Menyatakan terdakwa DJOKO WALUYANTO Bin TASRIPIN telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana lakukan tindak pidana pencabulan dengan anak di
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
Undang-Undang Nomor: 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP dalam surat dakwaan Penuntut Umum. 2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa DJOKO WALUYANTO Bin TASRIPIN dengan pidana penjara selama 6 (enam) tahun dikurangi selama terdakwa dalam tahanan, dengan perintah terdakwa tetap ditahan, pidana denda sebesar Rp 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) Subsidair 6 (enam) bulan kurungan. 3. Menetapkan terdakwa dibebani biaya perkara sebesar Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah). Putusan Pengadilan Negeri Nomor: 600/Pid.B/2009/PN.Bjn dibuat berdasarkan keyakinan hakim. Keyakinan hakim tersebut diperoleh dari alat bukti yang terdiri dari keterangan terdakwa, keterangan saksi, surat, barang bukti berupa Sembilan buah kaos lengan pendek berbagai warna, sarung tangan, jaket warna biru hitam, robot mainan, tas punggung, sepuluh buah guci, hand body, parfumed merk AINIE tas warna hitam berisi 37 gambar porno, 1 buah kaos singlet, 2 buah celana dalam warna abu-abu dan krem, 2 buah tempat CD, 1 bingkai foto berisi foto saksi korban ACHMAD AINUR ROSYAD, 5 lembar foto saksi korban ACHMAD AINUR ROSYAD ukuran 3 R, 3 lembar foto saksi korban ACHMAD AINUR ROSYAD ukuran 10 R, 2 lembar foto MUFID ukuran 10 R, 1 buku agenda,1 lembar kertas putih bertuliskan mantra jawa, 1 buah buku tulis, beberapa lembar surat dari ACHMAD AINUR ROSYAD dan foto copynya, 6 (enam) keeping CD porno. Berdasarkan keterangan dari terdakwa maupun keterangan saksisaksi dan surat, serta dihubungkan dengan adanya barang bukti, maka didapat adanya fakta-fakta yang pada pokoknya hakim membenarkan dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum yaitu terdakwa DJOKO WALUYANTO Bin TASRIPIN telah bersalah melakukan tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur dengan korban yang bernama ACHMAD AINUR ROSYAD Bin JUWARTO, MUHAMMAD IRFAN DWI PRADANA Bin RUSLAN,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
OKI Bin MATSARI, M.SUYONO Bin KASWI, M. HUDA Bin WARSONO, MOCH SHOLIKIN Bin ISMAIL. Hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa DJOKO WALUYANTO Bin TASRIPIN dengan menerapkan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP untuk menjerat terdakwa, karena setiap unsur-unsur yang terkandung dalam pasal tersebut telah terpenuhi. Unsur tersebut antara lain: 1. Setiap orang
atau perseorangan yang melakukan tindak pidana dengan ketentuan setiap orang yang sehat jasmani dan rohani, sehingga apabila perbuatannya memenuhi semua unsur dalam pasal dakwaan yang dibuktikan maka kepadanya dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana. DJOKO WALUYANTO Bin TASRIPIN adalah subyek hukum yang melakukan tindak pidana pencabulan terhadap beberapa anak bernama ACHMAD AINUR ROSYAD Bin JUWARTO, MUHAMMAD IRFAN DWI PRADANA Bin RUSLAN, OKI Bin MATSARI, M.SUYONO Bin KASWI, M. HUDA Bin WARSONO, MOCH SHOLIKIN Bin ISMAIL yang berumur 14 (empat belas) tahun. Terdakwa DJOKO WALUYANTO Bin TASRIPIN berumur 45 (empat puluh lima) tahun, sehat jasmani dan rohani maka terdakwa mempunyai kemampuan untuk bertanggung jawab
2. Melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul. Kekerasan
adalah
tindakan
agresi
dan
pelanggaran
yang
menyebabkan atau dimaksudkan untuk menyebabkan penderitaan atau menyakiti orang lain, misalnya penyiksaan, pemerkosaan, pemukulan, dll. Sedangkan yang dimaksud dengan ancaman kekerasan adalah setiap perbuatan secara melawan hukum berupa ucapan, tulisan, gambar, simbol,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
atau gerakan tubuh, baik dengan atau tanpa menggunakan sarana yang menimbulkan rasa takut atau mengekang kebebasan hakiki seseorang. Memaksa adalah memperlakukan, menyuruh, dan meminta kepada pihak lain dengan paksa. Tipu muslihat, kebohongan adalah suatu bujukan dengan cara memancing korban supaya korban tertarik untuk melakukan apa yang diperintahkan oleh pelaku. Anak dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang ada dalam kandungan (Pasal 1 ayat (1)). Berdasarkan uraian tersebut maka dapat ditarik sebuah pemahaman bahwa terdakwa DJOKO WALUYANTO Bin TASRIPIN
melakukan
pemaksaan terhadap korban ACHMAD AINUR ROSYAD. Adapun wujud dari pemaksaan tersebut adalah terdakwa menyuruh korban masuk ke dalam kamar mandi sewaktu jam istirahat dan setelah dikamar mandi terdakwa membuka semua pakaian yang ia kenakan, dimana korban diperintahkan oleh terdakwa untuk melepaskan pakaian sampai sebatas lutut, selanjutnya korban disuruh memegang alat kelamin terdakwa, dan alat kelamin korban oleh terdakwa dengan kedua tangannya dipegang sambil dicium dimana selanjutnya terdakwa menjepitkan alat kelaminya di sela-sela paha korban sambil digesek-gesekkan hingga mengeluarkan sperma. Bahkan korban diancam akan disantet, dibuat stres bahkan ada yang dipukul dengan toples di kepalanya (sabagaimana alat bukti surat berupa visum et repertum Nomor: 440/412.3/XI/2009
tertanggal
06
Oktober
2009
yang
dibuat
dan
ditandatangani oleh dr. H.A Hernowo.W. sebagai dokter pemertintah dari Puskesmas Kalitidu Kabupaten Bojonegoro menerangkan bahwa dengan hasil permeriksaan terhadap Achmad Ainur Rosyad, laki-laki, umur 14 tahun sebagai berikut: a. Pemeriksaan umum: baik dan kesadaran baik, b. Pemeriksaan khusus: terdapat bekas luka cakaran (mengering) pada pipi kiri sepanjang 3 cm dan memar kepala samping kiri dengan diameter ± 2 cm. Berdasarkan pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus dapat disimpulkan terdapat luka bekas cakaran (mengering) pada pipi kiri sepanjang 3 cm dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
memar pada kepala samping kiri diduga akibat dari benturan benda tumpul. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka unsur ini terbukti karena terdakwa DJOKO WALUYANTO Bin TASRIPIN benar telah melakukan pencabulan terhadap ACHMAD AINUR ROSYAD Bin JUWARNO yang diketahuinya masih di bawah umur dengan cara pemaksaan. Melihat dari hasil putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bojonegoro, sangat disayangkan bahwa hakim lemah dalam memberikan sanksi pidana kepada terdakwa Djoko Waluyanto. Padahal, apabila dilihat dari akibat perbuatan terdakwa yang menyebabkan derita psikis serta psikologis yang dialami korban maka tindak pidana ini tidak bisa digolongkan sebagai tindak pidana yang ringan. Tetapi pidana yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bojonegoro disini tidak sebanding dengan akibat dari perbuatan pidana terdakwa. Seharusnya bentuk pertimbangan yang diambil oleh hakim disini bukan hanya dalam hal bentuk perbuatan pidana terdakwa, tetapi juga akibat yang ditimbulkan dari perbuatan pelaku. Sangat tidak pantas ketika seseorang yang melakukan pencabulan terhadap anak dibawah umur yang sejenis kelamin hanya dihukum dengan pidana penjara 4 (empat) Tahun penjara. Padahal, dampak yang ditimbulkan oleh perbuatan pelaku sangatlah besar bagi masa depan korban. Berdasarkan fakta hukum yang diperoleh, hakim mempunyai keyakinan bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur. Putusan yang dijatuhkan hakim terhadap terdakwa adalah hukuman penjara selama 4 (empat) Tahun dan pidana denda sebesar Rp 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah). Apabila dikaji dari beratnya pidana yang dijatuhkan, maka penerapan pidana terhadap pelaku tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur dalam Putusan Nomor: 600/Pid.B/2009/PN.Bjn telah sesuai dengan pidana yang disebutkan dalam Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yaitu pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas tahun) dan denda paling sedikit
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Hakim
dalam
menjatuhkan
pidana
dalam
Putusan
Nomor:
600/Pid.B/2009/PN.Bjn juga telah menerapkan asas Lex Temporis Delicti artinya bahwa peraturan perundang-undangan mengenai perbuatan yang dilarang dan pidananya, yang dapat digunakan untuk menuntut dan menjatuhkan pidana adalah perundang-undangan yang ada pada waktu perbuatan tersebut dilakukan. Pengaturan mengenai tindak pidana pencabulan dalam Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. Hakim dalam Putusan Nomor: 600/Pid.B/2009/PN.Bjn menjatuhkan pidana pokok yaitu Pasal 82 UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam menjatuhkan pidana. Berdasarkan pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa, maka Putusan Hakim Pengadilan Negeri Bojonegoro Nomor: 600/Pid.B/2009 cukup setimpal dengan perbuatan terdakwa yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan karena terdakwa telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana dan harus dipidana. Putusan tersebut dapat memberikan jaminan dan perlindungan anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan beradaptasi di dalam masyarakat sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Oleh karena itu, Putusan Pengadilan Negeri Bojonegoro Nomor: 600/Pid.B/2009 dapat mewujudkan suatu kepastian hukum dan terpenuhinya rasa keadilan bagi semua pihak yang bersangkutan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dalam bab ini penulis dapat menarik simpulan antara lain: 1.
Pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Bojonegoro dalam Putusan Nomor: 600/Pid.B/2009 perkara pedofilia (tindak pidana pencabulan anak di bawah umur) adalah berdasarkan pada Pasal 82 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1). Hakim dalam memutus perkara Pedofilia juga mempertimbangkan dengan alat bukti surat berupa visum et repertum Nomor: 440/412.3/XI/2009 tertanggal 06 Oktober 2009 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. H.A Hernowo.W. sebagai dokter pemertintah dari Puskesmas Kalitidu Kabupaten Bojonegoro menerangkan bahwa dengan hasil permeriksaan terhadap Achmad Ainur Rosyad, laki-laki, umur 14 tahun sebagai berikut: a. Pemeriksaan umum: baik dan kesadaran baik, b. Pemeriksaan khusus: terdapat bekas luka cakaran (mengering) pada pipi kiri sepanjang 3 cm dan memar kepala samping kiri dengan diameter ± 2 cm. Berdasarkan pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus dapat disimpulkan terdapat luka bekas cakaran (mengering) pada pipi kiri sepanjang 3 cm dan memar pada kepala samping kiri diduga akibat dari benturan benda tumpul.
2.
Pidana yang dijatuhkan hakim Pengadilan Negeri Bojonegoro dalam Putusan Nomor: 600/Pid.B/2009 perkara pedofilia (tindak pidana pencabulan anak di bawah umur) sudah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini dikarenakan telah sesuai dengan pidana yang disebutkan dalam Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yaitu pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas tahun) dan denda paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Hakim dalam menjatuhkan pidana dalam Putusan Nomor: 600/Pid.B/2009/PN.Bjn. Majelis juga telah menerapkan asas Lex Temporis Delicti artinya bahwa peraturan
commit to user 60
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
perundang-undangan mengenai perbuatan yang dilarang dan pidananya, yang dapat digunakan untuk menuntut dan menjatuhkan pidana adalah perundangundangan yang ada pada waktu perbuatan tersebut dilakukan. Pengaturan mengenai tindak pidana pencabulan dalam Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. Hakim dalam Putusan Nomor: 600/Pid.B/2009/PN.Bjn menjatuhkan pidana pokok yaitu Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam menjatuhkan pidana.
B. Saran Kepada masyarakat Indonesia umumnya dan kepada orang tua khususnya, hendaknya berperan aktif dalam rangka mengawasi, mendidik, mengasuh anak. Orang tua dalam usaha penanggulangan kejahatan dan bersikap selektif terhadap hal-hal yang berlaku serta melakukan pengawasan terhadap anak-anak serta lingkungan sehingga tidak ada kesempatan untuk terjadinya suatu tindak pidana terutama dalam hal ini adalah tindak pidana yang korbannya adalah anak di bawah umur. Adapun saran-saran dari simpulan sebagai berikut: 1. Anak adalah generasi penerus yang harus diberi perlindungan dan pendidikan yang baik dan benar, peranan orang tua sangat penting dalam mendidik anak. Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 1 ayat (2) dijelaskan pengertian mengenai perlindungan anak yaitu segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan beradaptasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Perlindungan Anak menjelaskan bahwa penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Hakim Pengadilan Negeri Bojonegoro dalam Putusan Nomor: 600/Pid.B/2009 sudah sesuai peraturan yang berlaku yaitu Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pidana yang dijatuhkan masih cukup
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
ringan apabila dikaji dari perbuatan pidana yang diperbuat terdakwa yang pekerjaannya seorang guru dan melakukan perbuatan pencabulan terhadap anak-anak dibawah umur yang mana perbuatan terdakwa mempengaruhi fisik dan psikis anak, lebih tepatnya hakim harus menjatuhkan pidana yang lebih berat agar terdakwa jera dan tidak megulangi perbuatan pencabulan terhadap anak-anak dibawah umur. Pada Era Globalisasi sekarang ini batas pengertian anak perlu di beri batasan yang lebih jelas dalam penjelasannya khususnya harus ada perundang-undangan baru yang mengatur batasan umur mengenai pengertian anak. Pada umur 16 Tahun keatas dapat dikatakan dewasa karena sudah dapat mempertanggung jawabkan perbuatan yang dilakukannya, jadi yang disebut anak adalah seorang yang berusia 15 Tahun kebawah.
commit to user