PETA D.K.I. JAKARTA
212
Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta
A. UMUM 1. Dasar Hukum Provinsi DKI Jakarta berdiri berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1961 tanggal 10 Februari 1961 2. Lambang Provinsi Lambang Daerah Khusus lbukota Jakarta Raya adalah sebagai berikut : Lukisan Perisai segi lima yang didalamnya melukiskan gerbang terbuka. Didalam gerbang terbuka itu terdapat "Tugu Nasional" yang dilingkari oleh untaian (krans) padi dan kapas. Sebuah tali melingkar pangkal tangkai-tangkai padi dan kapas. Pada bagian atas pintu gerbang tertulis sloka “Jaya Raya”, sedang di bagian bawah perisai terdapat lukisan ombak-ombak laut. Pinggiran Perisai digaris tebal dengan warna emas. Gerbang terbuka bagian atas berwarna putih, sedang huruf-huruf sloka “Jaya Raya” yang tertulis diatasnya berwarna merah. “Tugu Nasional” berwarna putih. Untaian (krans) padi berwarna kuning dan untaian (krans) kapas berwarna hijau serta putih. Ombak-ombak laut berwarna dan dinyatakan dengan garis-garis putih, kesemuanya ini dilukiskan atas dasar ysng berwarna biru. Lambang Daerah Khusus lbukota Jakarta Raya melukiskan pengertian-pengertian sebagai berikut : o Jakarta sebagai kota revolusi dan kota proklamasi kemerdekaan Indonesia : o Jakarta sebagai lbu-Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia. o Pengertian kota dilambangkan dengan gerbang (terbuka). Kekhususan kota Jakarta sebagai kota revolusi dan kota proklamasi dilambangkan dengan'Tugu Nasional" yang melambangkan kemegahan dan daya juang dan cipta Bangsa dan rakyat Indonesia yang tak kunjung padam. “Tugu Nasional” ini dilingkari oleh untaian padi dan kapas, dimana pada permulaan tangkaitangkainya melingkar sebuah tali berwarna emas, yakni lambang cita-cita daripada perjuangan Bangsa Indonesia yang bertujuan suatu masyarakat adil dan makmur dalam persatuan yang kokoh erat. Dibagian bawah terlukis ombak-ombak laut yang melambangkan suatu ciri khusus dari Kota dan negeri kepulauan Indonesia. Keseluruhan ini dilukiskan atas dasar wama biru, wama angkasa luar yang membayangkan cinta kebebasan dan cinta darnai bangsa Indonesia. Dan keseluruhan ini pula berada dalam gerbang, dan pada pintu gerbang itu terteralah dengan kemegahan yang sederhana sloka "Jaya Raya' satu sloka yang menggelorakan semangat segala kegiatan-kegiatan Jakarta Raya sebagai lbu-kota dan kota perjoangan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dan keseluruhan ini pula berada dalam kesatuan yang seimbang pada bentuk perisai segi-lima yang bergaris tebal emas, sebagai pernyataan permuliaan terhadap dasar falsafah negara “Pancasila” Tentang arti bentuk lukisan serta wama masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut: Bentuk : pintu gerbang - Lambang kota, lambang kekhususan Jakarta sebagai pintu keluar masuk kegiatan-kegiatan nasional dan hubungan intemasional. Tugu Nasional - Lambang kemegahan, daya-juang dan cipta. padi/kapas - Lambang kemakmuran. tali emas - Lambang pemersatuan dan kesatuan.
213
Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta
ombak laut - Lambang kota, negeri kepulauan. sloka “Jaya Raya” - Slogan perjuangan Jakarta Bentuk perisai segi lima - Pancasila Warna mas pada pinggir perisai - Kemuliaan Pancasila. merah sloka - Kepahlawanan putih pintu gerbang - Kesucian putih tugu nasional - Kemegahan kreasi mulya kuning padi/hijau putih kapas - Kemakmuran dan keadilan biru - Angkasa bebas dan luas ombak putih - Alam laut yang kasih. Sumber : Perda No. 6 Tahun 1963 3.
Pemerintahan Pemerintahan provinsi DKI Jakarta terdiri dari 6 Pemerintahan Kota yaitu sebagai berikut : 1. Pemerintahan Kota Jakarta Jakarta Timur 2. Pemerintahan Kota Jakarta Barat 3. Pemerintahan Kota Jakarta Selatan 4. Pemerintahan Kota Jakarta Utara 5. Pemerintahan Kota Jakarta Pusat 6. Kabupaten Kepulauan Seribu
4.
Letak Geografis dan Batas Wilayah Jakarta terletak diantara 5o19’12” – 6o23’54” Lintang Selatan dan 106o22’42” – 106o58’18” Bujur Timur, dengan batas wilayah sebagai berikut : a. Timur : Jawa Barat b. Barat : Banten c. Utara : Laut Jawa d. Selatan : Jawa Barat
5.
Komposisi Penganut Agama a. Islam : 83% b. Kristen Protestan : 6,2% c. Katolik : 5,7% d. Budha : 3,5% e. Hindu : 1.2% f. Kong hu cu : 0,4%
6.
Bahasa dan suku bangsa Bahasa khas adalah bahasa betawi yang dipakai oleh suku betawi dalam komunikasi mereka sehari-hari. Sedangkan secara umum masyarakat Jakarta yang majemuk menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasi sehari-hari.
214
Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta
7. Budaya : a. Lagu Daerah b. Tarian Tradisional c. Senjata Tradisional d. Rumah Tradisional e. Seni Musik Tradisional f. Makanan khas daerah
: Jali-jali, kicir-kicir, Surilang, Ondel-ondel : Tari Topeng, Tari Ondel-ondel, Tari sembah : Golok : Rumah Kebaya : Gambang Kromong, Keroncong Tugu, Tanjidor : kerak telor, Gado-gado, nasi uduk
8.
Bandara dan Pelabuhan Laut : a. Bandara : Soekarno Hatta International Airport b. Pelabuhan Laut : Tanjung Priok
9.
Perguruan Tinggi : Universitas Indonesia, Universitas Negeri Jakarta, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
10. Industri : pupuk TSP, Tekstil, Pemintalan Benang, Garment, Farmasi, Kayu Lapis, Perakitan Mobil, Percetakan, Logam, Industri Grosir dan retail.
B. OBYEK WISATA 1.
Wisata Sejarah a. Museum Seni Rupa dan Keramik Museum Seni Rupa dan Keramik merupakan sebuah museum yang menyimpan koleksi-koleksi seni rupa, patung, dan keramik dari daerah-daerah di Indonesia. Meseum ini bertempat di sebuah bangunan tua peninggalan zaman Belanda yang dibangun antara tahun 1866—1870 M di Kota Batavia (Jakarta). Pada awalnya, bangunan tua tersebut difungsikan oleh Pemerintah Belanda sebagai kantor peradilan atau kehakiman yang bernama Ordinaris Raad van Justitie Binnen Het Casteel Batavia (Dewan Kehakiman Benteng Batavia). Sebelum resmi menjadi Museum Seni Rupa dan Keramik, gedung antik bertiang tinggi bulat bergaya Romawi ini dalam sejarahnya pernah dipakai sebagai kantor beberapa instansi. Pada masa penjajahan Jepang, misalnya, gedung tua ini
215
Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta
digunakan oleh Pemerintah Dai Nippon sebagai asrama/barak militer dan gudang perbekalan tentara. Setelah Indonesia merdeka, pada tahun 1967, gedung ini beralih fungsi menjadi Kantor Walikota Jakarta Barat dan kemudian berganti menjadi Kantor Dinas Museum dan Sejarah Propinsi DKI Jakarta sejak tahun 1974 hingga 1975. Namun, pada tanggal 20 Agustus 1976, gedung ini ditetapkan oleh Presiden Soeharto sebagai Gedung Balai Seni Rupa Jakarta dan kemudian secara resmi berganti nama menjadi Museum Seni Rupa dan Keramik pada tahun 1990. Saat ini, Museum Seni Rupa dan Keramik ditetapkan oleh pemerintah Indonesia sebagai salah satu cagar budaya yang harus dilindungi. Museum Seni Rupa dan Keramik memiliki sekitar 400 koleksi karya seni rupa di antaranya patung, totem dari kayu, sketsa, dan batik lukis. Wisatawan yang berkunjung ke museum ini dapat melihat koleksi andalan yang sangat penting bagi sejarah seni rupa Indonesia, antara lain lukisan berjudul “Bupati Cianjur”, karya Raden Saleh, lukisan "Ibu Menyusui" karya Dullah, lukisan "Laskar Tritura" Karya S. Sudjojono, lukisan berjudul “Pengantin Cianjur” karya Hendra Gunawan, dan lukisan "Potret Diri" karya Affandi. Jenis karya seni rupa lain yang dapat disaksikan oleh wisatawan di museum ini adalah totem dari kayu yang berkesan magis karya Tjokot, dan patung berciri khas ukiran Bali, serta totem dari kayu karya seniman modern, seperti G. Sidharta dan Oesman Effendi. Selain itu, pengunjung juga dapat menyaksikan lukisan-lukisan karya seniman-seniman lulusan perguruan tinggi, seperti Achmad Sadali, Srihadi S, Fajkar Sidik, Popo Iskandar Kusnadi, Rusli, Nashar, Zaini, Amang Rahman, Amri Yahya, AS Budiman, Barli, Sudjana Kerton, Suprapto, Irsan, Mulyadi W, Abas Alibasyah, dan banyak seniman lain dari berbagai daerah di Indonesia. Selain memamerkan lukisan dan patung, Museum Seni Rupa dan Keramik juga mempunyai koleksi keramik yang beragam. Koleksi keramik yang dipamerkan di museum ini terdiri dari keramik lokal dan asing. Keramik lokal yang bisa disaksikan oleh pengunjung, antara lain berasal dari Aceh, Medan, Palembang, Lampung, Jakarta, Bandung, Purwakarta, Yogyakarta, Malang, Lombok, dan Bali. Sedangkan koleksi keramik asing di museum ini mempunyai bentuk, ciri, fungsi, karakteristik, dan gaya yang berasal dari berbagai negara, seperti Vietnam, Thailand, Belanda, Jerman, Timur Tengah, dan Cina. Khusus untuk keramik yang berasal dari Cina, koleksinya kebanyakan merupakan warisan sejarah dari masa Dinasti Ming atau Ching. Wisatawan yang berkunjung ke Museum Seni Rupa dan Keramik juga dapat mengunjungi museum-museum lain yang juga berada di Jakarta Barat, di antaranya Museum Sejarah Jakarta dan Museum Wayang. Museum Seni Rupa dan Keramik berlokasi di Jalan Pos Kota No. 2, Jakarta Barat, Propinsi DKI Jakarta, Indonesia. Museum ini mudah dijangkau oleh wisatawan, karena banyak kendaraan umum, seperti bus Transjakarta atau Mikrolet, yang sering melintas di sekitarnya. Pengunjung dapat menggunakan bus Transjakarta jurusan Blok M menuju Kota, atau menggunakan Mikrolet M-12 jurusan Senen menuju Kota, atau juga dapat menggunakan Mikrolet M-08 jurusan Tanah Abang menuju Kota. Selain menggunakan Mikrolet dan Bus Transjakarta,
216
Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta
pengunjung juga dapat menggunakan bus Patas AC dalam kota No. 79 jurusan Kampung Rambutan menuju Kota. Tarif masuk untuk wisatawan yang berkunjung ke museum ini berbeda-beda berdasarkan rombongan (minimal 20 orang) atau perorangan. Untuk pengunjung rombongan dewasa dikenai biaya masuk sebesar Rp 1.500, rombongan mahasiswa sebesar Rp 750, sedangkan rombongan anak-anak (pelajar) hanya dikenai biaya sebesar Rp 500. Berbeda dengan tarif masuk rombongan, pengunjung perorangan dewasa dikenai tarif masuk sebesar Rp 2.000, pengunjung perorangan mahasiswa sebesar Rp 1.000, sedangkan untuk anak-anak (pelajar) hanya dikenai sebesar Rp 600. Museum Seni Rupa dan Keramik dibuka untuk umum pada hari Selasa hingga Minggu, sedangkan hari Senin dan hari besar tutup. Pada hari Selasa hingga Kamis, museum ini buka pada pukul 09.00—15.00 WIB. Pada hari Jumat dan Minggu, museum ini buka dari pukul 09.00 hingga 14.00 WIB, sedangkan untuk hari Sabtu dari pukul 09.00 hingga pukul 12.30 WIB. b.
217
Masjid Istiqlal Masjid Istiqlal merupakan masjid megah yang berdiri kokoh di pusat Ibukota Republik Indonesia, Jakarta. Masjid megah ini didirikan pada tanggal 24 Agustus 1961 dan diresmikan penggunaannya pada tanggal 22 Februari 1978. Pada tahun 1970-an, masjid ini merupakan masjid termegah di kawasan Asia Tenggara. Kemegahan masjid ini merupakan simbol rasa syukur atas karunia Tuhan berupa kemerdekaan bangsa Indonesia. Nama istiqlal berasal dari bahasa Arab yang mempunyai arti sepadan dengan kata “kemerdekaan”. Ide pembangunan masjid ini awalnya muncul pada tahun 1949, yakni setelah penyerahan kedaulatan negara oleh Pemerintah Kolonial Belanda kepada rakyat Indonesia. Ide ini lahir dari para ulama dan tokoh ternama pada saat itu, di antaranya K.H. Wahid Hasyim (Menteri Agama RI pertama), H. Agus Salim, Anwar Cokroaminoto, Ir. Sofyan, dan K.H. Taufiqurrahman. Ide pembanguan masjid ini disambut hangat oleh presiden RI saat itu, Ir. Soekarno. Bahkan pada waktu itu Ir. Soekarno berusaha keras membantu realisasi pembangunan masjid. Setelah mendapat persetujuan, pada tahun 1953, dibentuklah panitia pembangunan masjid yang diketuai oleh Anwar Cokroaminoto, yang selanjutnya
Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta
ditunjuk sebagai Ketua Yayasan Masjid Istiqlal. Kepanitiaan ini bertugas untuk merealisasikan pembangunan masjid secara keseluruhan. Melalui kepanitiaan ini, pada tahun 1954, Ir. Soekarno diangkat sebagai Kepala Bagian Teknik Pembangunan Masjid Istiqlal dan juga ditetapkan sebagai juri sayembara maket pembangunannya. Pada tahun 1955, panitia ini mengadakan sayembara membuat sketsa dan maket pembangunan Masjid Istiqlal. Konon, sayembara ini diikuti oleh 30 peserta. Di antara 30 peserta tersebut terdapat 27 orang yang menyerahkan sketsa dan maketnya. Namun, dari 27 peserta hanya 22 peserta yang memenuhi persyaratan lomba. Setelah menilai dan mengevaluasi, akhirnya dewan juri menetapkan lima peserta sebagai nominator. Lima peserta tersebut adalah F. Silaban dengan tema “ketuhanan”, R. Oetoyo dengan tema “istigfar”, Hans Groenewegen dengan tema “salam”, lima mahasiswa ITB dengan tema “ilham”, dan tiga mahasiswa ITB dengan tema “khatulistiwa”. Setelah melalui proses panjang, dewan juri kemudian menetapkan F. Silaban sebagai pemenang. F. Silaban adalah seorang keturunan Batak yang beragama Nasrani. Proyek pembangunan masjid ini ternyata tidak berjalan secara mulus dan mudah. Sejak direncanakan pada tahun 1950-an hingga 1960-an masjid ini belum selesai didirikan. Tersendatnya pembangunan ini dikarenakan situasi politik pada saat itu yang memang kurang mendukung dan menguntungkan. Pada tahun-tahun itu, demokrasi parlementer diterapkan. Partai-partai politik saling bertikai dan memperebutkan kepentingannya masing-masing. Kondisi ini memuncak pada 1965— 1966 saat meletus peristiwa G30 S/PKI. Praktis pada saat itu pembangunan masjid terhenti sama sekali. Setelah situasi politik mereda, Menteri Agama pada saat itu, K.H. M. Dahlan, memelopori pembangunan kembali masjid ini. Kepengurusan Ir. Soekarno kemudian diganti oleh K.H. Idham Chalid yang bertindak sebagai Koordinator Panitia Nasional Pembangunan Masjid Istiqlal yang baru. Di bawah kepengurusan baru, proses pembangunan masjid ini akhirnya selesai pada tanggal 31 Agustus 1967 dan diresmikan pada tanggal 22 Februari 1978 oleh Presiden Soeharto. Masjid Istiqlal memang terkenal dengan kemegahan bangunannya. Luas bangunannya sekitar 2,5 hektar dan menempati area tanah seluas 9,5 hektar dengan tinggi sekitar 55,8 meter. Karena bangunan yang begitu besar dan luas, masjid ini dapat menampung sekitar 200.000 jamaah. Selain terkenal dengan kemegahannya, masjid ini juga mempunyai arsitektur yang khas. Corak bangunannya bergaya arsitektur Islam modern. Wisatawan yang berkunjung ke masjid ini dapat melihat konstruksi kokoh bangunan masjid yang didominasi oleh batuan marmer dan besi anti karat, mulai dari lantai, dinding, hingga kubahnya. Kubah masjid ini sendiri mempunyai diameter 45 meter yang terbuat dari kerangka baja stainless steel dari Jerman Barat dengan berat 86 ton. Bagian luar kubah dilapisi dengan keramik. Ukuran diameter kubah (45 meter) melambangkan penghormatan dan rasa syukur kepada Tuhan atas karunia kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945.
218
Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta
c.
219
Masjid ini mempunyai lantai berjumlah lima. Atap kubahnya ditunjang oleh 12 kolom yang berdiameter 2,5 meter. Lima lantai melambangkan shalat lima waktu yang menjadi kewajiban umat Islam, sedangkan 12 kolom melambangkan tanggal kelahiran Nabi Muhammad SAW (12 Rabiul Awal). Secara umum, bangunan masjid ini terdiri dari gedung induk, gedung pendahulu, teras raksasa, dan emper keliling. Gedung pendahulu terletak di belakang gedung utama. Fungsi utama gedung pendahulu adalah sebagai ruangan tambahan menuju gedung utama, sedangkan emper keliling adalah ruangan samping yang mengapit gedung utama yang juga disebut teras keliling. Sementara itu, bangunan teras raksasa terletak di sebelah kiri belakang gedung utama. Bangunan teras ini sengaja dibuat untuk menampung jamaah shalat dalam jumlah besar, seperti pada saat shalat Idulfitri dan Iduladha. Teras raksasa juga sering difungsikan sebagai tempat acara-acara keagamaan, seperti lomba seni baca Al-Qur‘an (MTQ) dan manasik haji. Wisatawan yang berkunjung ke masjid ini juga dapat menyaksikan bedug terbesar di Indonesia. Bedug ini bergaris tengah sekitar 2 meter dengan panjang 3 meter dan berat 2,3 ton. Konon, bedug ini terbuat dari pohon meranti yang telah berumur 300-an tahun. Selain itu, pengunjung juga dapat menyaksikan menara masjid yang terletak di sebelah timur dengan ketinggian 6.666 cm dengan diameter 5 meter. Ketinggian ini melambangkan jumlah ayat dalam Al-Qur‘an. Tidak jauh dari lokasi masjid, pengunjung juga dapat mengunjungi obyek wisata lain, seperti Monumen Nasional dan Pasar Baru. Masjid ini terletak di Jalan Pintu Air, Jakarta Pusat, Propinsi DKI Jakarta, Indonesia. Lokasi Masjid Istiqlal cukup mudah dijangkau, karena berdekatan dengan Stasiun Gambir. Untuk mencapai lokasi, dari Bandara Sukarno-Hatta menuju arah stasiun, pengunjung dapat menggunakan kendaraan umum, seperti metronimi dan bus Transjakarta. Dari Stasiun Gambir, pengunjung dapat berjalan kaki atau menggunakan ojek menuju Masjid Istiqlal. Monumen Nasional Tugu Peringatan Nasional atau yang lebih dikenal Monumen Nasional (Monas) merupakan salah satu dari monumen yang didirikan untuk mengenang perlawanan dan perjuangan rakyat pada masa revolusi kemerdekaan melawan penjajah Belanda. Monas dibangun untuk memberi inspirasi dan membangkitkan semangat patriotisme generasi saat ini dan mendatang. Monas adalah monumen sejarah sekaligus monumen nasionalisme bangsa Indonesia.
Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta
Tugu Monas yang menjulang tinggi ini melambangkan lingga (alu atau antan) yang penuh dimensi khas budaya bangsa Indonesia. Pelataran cawan melambangkan yoni (lumbung). Maksudnya, alu dan lumbung merupakan alat rumah tangga yang terdapat di hampir setiap rumah penduduk Indonesia. Monas ini mulai dibangun pada Agustus 1959 di areal seluas 80 Ha, dan diarsiteki olehSoedarsono dan Frederich Silaban, dengan konsultan Ir. Rooseno . Monumen ini diresmikan pada 17 Agustus 1961 oleh Presiden RI (Soekarno ) dan resmi dibuka untuk umum pada tanggal 12 Juli 1975 . Keistimewaan bangunan Monas adalah pada bentuk tugunya yang unik. Sebuah batu obeliks yang terbuat dari marmer yang berbentuk lingga yoni setinggi 137m. Di puncak Monas terdapat cawan yang menopang nyala oborperunggu yang beratnya mencapai 14,5 ton dan dilapisi emas 35 kg. Lidah api atau obor ini sebagai simbol perjuangan rakyat Indonesia yang ingin meraih kemerdekaan. Pelataran puncak dengan luas 11x11 dapat menampung sebanyak 50 pengunjung. Pada sekeliling badan elevator terdapat tangga darurat yang terbuat dari besi . Dari pelataran puncak Monas, pengunjung dapat menikmati pemandangan hiruk-pikuk dan keramaian suasana seluruh penjuru kota Jakarta. Arah selatan, dari kejauhan tampak Gunung Salak berdiri kokoh. Arah utara, laut lepas membentang dengan pulau-pulau kecil berserakan. Arah barat, tampak Bandara Soekarno-Hatta yang setiap waktu terlihat pesawat lepas landas. Di pelataran puncak, 17 m lagi ke atas, terdapat lidah api terbuat dari perunggu seberat 14,5 ton, berdiameter 6 m, dan terdiri dari 77 bagian yang disatukan. Monumen Nasional ini terletak di Jl. Medan Merdeka, Jakarta Pusat. Monas adalah tempat wisata di pusat kota. Oleh karena itu, akses menuju lokasi ini sangat mudah. Pengunjung bisa menuju ke lokasi dengan menggunakan bus kota atau kendaraan sendiri. Monumen dan museum ini dibuka setiap hari, mulai pukul 09.00 - 16.00 WIB . Untuk memasuki Monas, wisatawan diwajibkan membayar tiket masuk pelataran Monas sebesar Rp 2.500 per orang (tiket ini juga sudah termasuk bea masuk ke Museum Monas). Apabila ingin mencapai Puncak Monas, pengunjung harus membayar tiket lagi sebesar Rp 7.000 per orang. Dan jika ingin menikmati pemandangan Jakarta dari puncak Monas, para turis dapat membeli koin seharga Rp 2.000 untuk menggunakan teropong yang disediakan di tempat tersebut.
220
Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta
d.
221
Museum Sejarah Jakarta Museum Sejarah Jakarta merupakan museum sejarah yang diresmikan pada tanggal 4 April 1974. Nama lain dari museum ini adalah Museum Fatahillah. Sesuai dengan nama resminya, museum ini adalah museum yang didirikan untuk merekam perjalanan sejarah Kota Jakarta semenjak zaman Batavia. Bangunan museum ini terhitung merupakan bangunan kuno bergaya arsitektur kolonial abad ke-17 yang dikelilingi oleh bangunan-bangunan tua yang memesona. Museum Sejarah Jakarta dalam sejarahnya merupakan salah satu gedung peninggalan VOC. Gedung ini berfungsi sebagai Gedung Balaikota (Staadhuis) pertama di kota Batavia yang dibangun oleh Belanda pada tahun 1627 M. Namun setelah Indonesia merdeka, tepatnya pada tahun 1970, gedung ini kemudian dipugar dan pada tanggal 4 April 1974 diresmikan menjadi Museum Sejarah Jakarta. Selain berfungsi sebagai Balaikota, gedung ini dahulu juga digunakan sebagai tempat oleh Dewan Kotapraja (College van Schepen) untuk menangani masalah hukum yang terjadi di masyarakat. Seorang terdakwa yang akan diadili biasanya ditempatkan dalam penjara bawah tanah. Dalam penjara bawah tanah ini, para terdakwa diperlakukan secara tidak manusiawi. Tangan para terdakwa dirantai dan tubuhnya direndam dalam air sebatas dada yang penuh dengan lintah. Bagi para terdakwa yang telah dinyatakan bersalah dan dianggap telah melakukan kejahatan atau memberontak terhadap pemerintah Belanda akan dikenai hukuman yang sangat berat. Salah satu hukumannya adalah hukuman gantung di depan Balaikota. Pada saat proses eksekusi dijalankan, masyarakat sekitar dikumpulkan untuk menyaksikan “pertunjukan” tersebut dengan cara membunyikan lonceng yang hingga kini masih tetap terpasang di atas bangunan tersebut. Proses eksekusi merupakan simbol peringatan agar masyarakat tidak berusaha melawan atau menentang pemerintah Belanda. Peninggalan benda-benda untuk melakukan eksekusi itu masih tersimpan secara rapi di museum ini, di antaranya sebuah
Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta
pisau panjang yang dahulu sering digunakan untuk memenggal kepala orang yang dijatuhi hukuman. Museum Sejarah Jakarta mempunyai koleksi benda-benda bersejarah yang beragam, misalnya benda-benda arkeologi masa Hindu, Buddha, hingga Islam, bendabenda budaya peninggalan masyarakat Betawi, aneka mebel antik mulai abad ke-18 bergaya Cina, Eropa, dan Indonesia, gerabah, keramik, dan prasasti. Koleksi bendabenda tersebut dipamerkan di berbagai ruang, seperti Ruang Prasejarah Jakarta, Ruang Tarumanegara, Ruang Jayakarta, Ruang Sultan Agung, Ruang Fatahillah, dan Ruang M.H. Tamrin. Bagi pengunjung yang ingin menikmati koleksi museum akan dimudahkan oleh tata pamer Museum Sejarah Jakarta. Tata pamer tersebut dirancang berdasarkan kronologi sejarah, yakni dengan cara menampilkan sejarah Jakarta dalam bentuk display. Koleksi-koleksi tersebut ditunjang secara grafis oleh foto-foto, gambar-gambar dan sketsa, peta, dan label penjelasan agar mudah dipahami berdasarkan latar belakang sejarahnya. Selain itu, museum ini juga memamerkan benda-benda bersejarah lainnya seperti uang logam zaman VOC, aneka timbangan/dacinan, meriam Jagur yang dianggap mempunyai kekuatan magis, serta bendera dari zaman Fatahillah. Selain itu, pengunjung juga dapat melihat lukisan-lukisan karya Raden Saleh, peta-peta kuno, dan sebuah foto gubernur VOC bernama J.P. Coen. Museum ini terletak di Jalan Taman Fatahillah No. 2, Jakarta Barat, Propinsi DKI Jakarta. Untuk menuju lokasi Museum Sejarah Jakarta, wisatawan dapat berkunjung dengan menggunakan kendaraan pribadi ataupun kendaraan umum. Jika memilih menggunakan kendaraan umum, wisatawan dapat menggunakan sarana transportasi bus Trans Jakarta dari arah Blok M menuju arah Kota. Selain itu wisatawan dapat juga menggunakan Mikrolet M-12 dari arah Pasar Senen menuju Kota, juga dapat menggunakan Mikrolet M-08 dari jurusan Tanah Abang menuju Kota. Alternatif lain yang tersedia, pengunjung dapat juga memilih bus patas AC 79 dari arah Kampung Rambutan menuju Kota. Wisatawan yang berkunjung ke museum ini umumnya dikenai biaya masuk yang berbeda-beda berdasarkan perorangan atau rombongan. Bagi pengunjung perorangan, pengunjung dewasa (umum) dikenai biaya masuk sebesar Rp 2.000, untuk mahasiswa sebesar Rp 1.000, sedangkan untuk pelajar/anak-anak hanya dikenai biaya sebesar Rp 600. Tarif masuk untuk pengunjung berombongan (minimal 20 orang) juga dikenai biaya masuk yang bervariasi, rombongan dewasa dikenai biaya masuk sebesar Rp 1.500, untuk rombongan mahasiswa dikenai Rp 750, sementara rombongan pelajar/anak-anak hanya sebesar Rp 500.
222
Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta
e.
Museum Nasional Republik Indonesia Museum Nasional Republik Indonesia merupakan situs peninggalan bersejarah Belanda yang masih ada dan berdiri kokoh hingga sekarang di Kota Jakarta (Batavia). Awal mula berdirinya gedung ini adalah ketika Pemerintah Belanda membentuk sebuah lembaga perkumpulan intelektual dan ilmuwan Belanda yang ada di Batavia dengan nama Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen pada tanggal 24 April 1778 M. Lembaga ini bertujuan mempromosikan penelitian di bidang seni dan ilmu pengetahuan—khususnya dalam bidang sejarah, arkeologi, etnografi— dan mempublikasikan penemuan-penemuan di bidang bersangkutan. Untuk menunjang kegiatan lembaga, Pemerintah Belanda membangun sebuah perpustakaan untuk menampung koleksi buku-buku dan benda-benda budaya yang disumbangkan oleh para pendiri dan anggotanya. Karena semakin meningkatnya jumlah koleksi, sebuah gedung baru pun dibangun. Gedung baru ini diberi nama Literary Society. Literary Society digunakan oleh Pemerintah Belanda sebagai tempat menampung dan merawat koleksi-koleksi buku dan benda-benda temuan arkeologis, serta digunakan sebagai perpustakaan. Namun lambat laun, tepatnya pada tahun 1862 M, Pemerintah Hindia Belanda akhirnya mendirikan gedung baru lagi yang tidak hanya berfungsi sebagai perpustakaan maupun kantor saja, melainkan juga sebagai museum untuk merawat dan memamerkan koleksi-koleksi yang ada. Gedung baru inilah yang merupakan cikal bakal Museum Nasional Republik Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, tepatnya pada tanggal 29 Februari 1950, gedung peninggalan bersejarah Belanda tersebut kemudian beralih fungsi menjadi Lembaga Kebudayaan Indonesia (Indonesia Culture Council). Lembaga ini tak bertahan lama. Sejak tanggal 17 September 1962, Pemerintah Indonesia mengambil alih pengelolaan lembaga dan menjadikannya sebagai Museum Pusat. Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.0092/0/1979, pada tanggal 28 Mei 1979, museum ini beralih nama secara resmi dari Museum Pusat menjadi Museum Nasional Republik Indonesia.
223
Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta
Walaupun secara resmi bernama Museum Nasional Republik Indonesia, namun museum ini oleh masyarakat umum lebih dikenal dengan nama Museum Gajah. Hal ini karena di museum ini terdapat patung gajah yang terbuat dari perunggu di halaman depannya. Patung gajah ini, konon, merupakan pemberian Raja Siam (Thailand) pada bulan Maret 1871 M. Selain itu, museum ini juga sering disebut sebagai Museum Arca, karena di dalamnya terdapat berbagai jenis dan bentuk arca/patung dari periode yang berbeda-beda dalam sejarah Nusantara. Museum Nasional Republik Indonesia mempunyai gedung yang representatif dan nyaman. Museum ini terdiri dari dua unit gedung, yaitu Gedung Museum Nasional (Unit A) dan Gedung Arca (Unit B) yang dibangun sejak tahun 1996. Untuk gedung lama (Unit A), penataan pameran didasarkan pada jenis-jenis koleksi, baik berdasarkan keilmuan, bahan, maupun kedaerahan, seperti Ruang Prasejarah, Ruang Perunggu, dan lain-lain. Sedangkan penataan di Gedung Arca (Unit B), tidak lagi didasarkan pada jenis koleksi, melainkan mengarah pada tema berdasarkan aspek kebudayaan yang dibagi menjadi empat lantai. Lantai pertama bertemakan manusia dan lingkungan, lantai kedua bertema Iptek, lantai ketiga bertema organisasi sosial dan pola pemukiman, sedangkan lantai empat bertema khazanah emas dan keramik. Keseluruhan penataan ini dirangkum dalam tema “Keanekaan Budaya dalam Kesatuan”. Museum Nasional Republik Indonesia mempunyai koleksi benda bersejarah yang sangat banyak, yakni sekitar 109.342 buah pada tahun 2001. Pada tahun 2006 jumlah koleksinya sudah melebihi 140.000 buah. Namun, baru sepertiganya saja yang dapat dipamerkan kepada khalayak. Hingga saat ini, tahun 2008, jumlah koleksi museum telah mencapai 141.899 buah. Karena jumlah koleksi yang begitu besar, museum ini tercatat sebagai museum terbesar di Indonesia dan bahkan di Asia Tenggara. Wisatawan yang mengunjungi museum ini dapat menyaksikan koleksi benda-benda peninggalan sejarah dari seluruh Nusantara, di antaranya arca, prasasti, patung, artefak, senjata tradisional, alat kesenian tradisional, dan banyak lagi lainnya yang diklasifikasikan dalam tujuh kelompok, yakni koleksi prasejarah, arkeologi, keramik, numismatik (berhubungan dengan mata uang) dan heraldik (berhubungan dengan lambang kerajaan), sejarah, etnografi, dan geografi. Koleksi-koleksi tersebut dapat disaksikan dalam sembilan ruangan yang berbeda, yakni: Ruang Etnografi, Ruang Perunggu, Ruang Pra-Sejarah, Ruang Keramik, Ruang Tekstil, Ruang Numismatik & Heraldik, Ruang Relik Sejarah, Ruang Patung Batu, dan Ruang Khazanah.
224
Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta
Dalam ruangan-ruangan tersebut pengunjung dapat memilih dan melihat koleksi-koleksi museum sesuai dengan ketertarikan dan minatnya. Misalnya, bagi pengunjung yang ingin melihat koleksi benda-benda bersejarah yang terbuat dari emas dan batuan-batuan berharga peninggalan kerajaan-kerajaan yang pernah ada di Nusantara, dapat masuk ke Ruang Khazanah Emas. Ruang Khazanah Emas dibagi menjadi dua ruangan, yaitu Ruang Arkeologi dan Ruang Etnografi. Di ruangan ini wisatawan dapat melihat lebih dari 200 buah benda-benda bersejarah yang terbuat dari emas dan perak. Khusus di Ruang Etnografi terdapat benda-benda yang terbuat dari emas 14—24 karat dan banyak dihiasi oleh batu permata. Benda-benda di ruangan ini, menurut sejarahnya, banyak yang ditemukan secara tidak sengaja, bukan ditemukan lewat penggalian arkeologis. Sedangkan bagi pengujung yang mempunyai minat lain dapat menuju ruang-ruang yang sudah dibagi sesuai klasifikasiklasifikasi ruang tersebut. Secara umum, Museum ini mempunyai banyak koleksi benda-benda budaya dan benda-benda zaman prasejarah dari seluruh Nusantara, serta benda-benda peninggalan peradaban bangsa lain, seperti Asia Tenggara dan Eropa. Sumber koleksi di museum ini banyak berasal dari penggalian arkeologis, hibah kolektor, dan pembelian. Museum Nasional Republik Indonesia terletak di sebelah barat Lapangan Merdeka, tepatnya berada di Jalan Merdeka Barat No.12, Jakarta Pusat, Propinsi DKI Jakarta, Indonesia. Museum ini terletak di jantung Kota Jakarta. Akses mengunjungi museum ini tidak terlalu sulit. Dari kawasan Blok M, pengunjung dapat menggunakan bus Transjakarta menuju Kota, kemudian turun di Halte Monumen Nasional (Monas). Setelah itu, karena museum ini terletak di seberang halte, pengunjung dapat berjalan menuju lokasi. Tarif bus Transjakarta dari kawasan Blok M ke Kota sebesar Rp 3.500 (Mei 2008). Wisatawan yang berkunjung ke museum ini dikenai biaya yang berbeda-beda. Untuk pengunjung dewasa dikenai biaya sebesar Rp 1.000, sedangkan untuk pengunjung anak-anak (dibawah 17 tahun) dan pelajar dikenai biaya masuk sebesar Rp 250 (Mei 2008). Museum ini dibuka pada hari Selasa hingga Minggu, sedangkan pada hari Senin dan hari besar tutup. Untuk hari Selasa hingga Kamis, museum buka pada pukul 08.30 hingga pukul 02.30 WIB. Sementara pada hari Jumat buka dari pukul 08.30 sampai pukul 11.30 WIB, dan untuk hari Sabtu pada pukul 08.30 hingga pukul 01.30 WIB. f.
Museum Bahari Museum Bahari adalah sebuah museum yang menyimpan dan memamerkan koleksi bendabenda bersejarah yang berhubungan dengan kelautan bangsa Indonesia. Museum ini didirikan secara bertahap sejak tahun 1652 hingga 1774 M. Oleh banyak kalangan, museum ini dianggap sebagai saksi sejarah
225
Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta
awal-mula berdirinya Kota Batavia (sekarang Jakarta). Menurut sejarahnya, Museum Bahari merupakan salah satu bangunan tua peninggalan VOC yang didirikan pada tahun 1652 M. Pada masa penjajahan Belanda (VOC), bangunan ini berfungsi sebagai gudang untuk menyimpan, memilih, dan mengemas hasil bumi komoditas utama VOC (rempah-rempah dan pakaian) yang sangat laris di pasaran Eropa. Bangunan tua bersejarah ini berdiri persis di samping muara Sungai Ciliwung dan terdiri dari dua bangunan yang terletak di sisi barat dan timur. Bangunan yang terdapat di sisi barat sering dikenal dengan sebutan “gudang barat” (Westzijdsche Pakhuizen), sedangkan bangunan di sisi timur sering disebut “gudang timur” (Oostzijdsche Pakhuizen). Menurut ceritanya, bangunan ini didirikan bersamaan dengan selesainya pembangunan Kota Batavia (Jakarta) oleh Kongsi Dagang Belanda (VOC). Dulu, di kompleks bangunan ini terdapat tembok/benteng yang melingkarinya. Benteng ini dipercayai sebagai pembatas Kota Jakarta (city wall) pertama dengan daerah-daerah lama pada zaman Belanda. Semenjak Belanda hengkang dari Indonesia dan diganti oleh Jepang, tepatnya pada tahun 1942, bangunan tersebut dialihfungsikan menjadi tempat menyimpan peralatan militer tentara Jepang. Setelah Indonesia merdeka, bangunan ini kemudian dikelola oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan dijadikan sebagai gudang. Pada tahun 1976, oleh Ali Sadikin (Gubernur Jakarta pada saat itu), bangunan bersejarah ini akhirnya dipugar, dan tepat pada tanggal 7 Juli 1977 diresmikan sebagai Museum Bahari. Hingga saat ini, bangunan Museum Bahari memang telah mengalami banyak perubahan dan renovasi. Masa-masa perubahan tersebut tercatat dalam setiap pintupintu masuknya, yakni pada tahun 1718, 1719, dan 1771 M. Museum Bahari mempunyai koleksi yang terbilang banyak dan beragam. Wisatawan yang berkunjung ke museum ini dapat menyaksikan berbagai jenis perahu dari seluruh daerah di Indonesia yang dilengkapi dengan gambar dan foto-foto pelabuhan pada masa lalu. Koleksi-koleksi perahu tersebut di antaranya, Perahu Pinisi dari Bugis Makasar, Perahu Kora-kora dari Maluku, Perahu Mayang dari pantai utara Pulau Jawa, Perahu Lancang Kuning dari Riau, dan Perahu Jukung dari Kalimantan. Koleksi-koleksi lain yang bisa disaksikan oleh pengunjung museum ini adalah aneka biota laut, data-data jenis dan sebaran ikan di perairan Indonesia, aneka perlengkapan nelayan dan pelayaran tradisional (seperti alat navigasi, jangkar, teropong, model mercusuar, dan aneka meriam), teknologi pembuatan perahu tradisional, peta pelayaran, fotofoto mengenai kegiatan kebaharian sejak masa kolonial Belanda, folklor, dan adat istiadat masyarakat nelayan Nusantara. Selain itu, untuk melengkapi koleksi-koleksi kebaharian Indonesia, di museum ini sekarang telah dilengkapi dengan koleksi-koleksi tambahan, seperti matra TNI AL,
226
Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta
koleksi kartografi, tokoh-tokoh maritim Nusantara, dan perjalanan kapal KMP Batavia— Amsterdam, serta maket Pulau Onrust. Semua koleksi kebaharian tersebut dipamerkan dalam delapan ruangan, yakni Ruang Masyarakat Nelayan Indonesia, Ruang Teknologi Menangkap Ikan, Ruang Teknologi Pembuatan Kapal Tradisional, Ruang Biota Laut, Ruang Pelabuhan Jakarta 1800—2000, Ruang Navigasi, Ruang Pelayaran Kapal Uap Indonesia—Eropa, dan terakhir Ruang Angkatan Laut Indonesia. Selain dapat menikmati koleksi-koleksi kebaharian, pengujung juga dapat menyaksikan Menara Syahbandar yang masih berdiri kokoh di sekitar kompleks museum. Konon, menara yang dibangun pada tahun 1839 M ini dulu digunakan VOC untuk mengawasi hilir-mudiknya kapal dagang di Pelabuhan Sunda Kelapa yang lokasinya tidak terlalu jauh dari bangunan museum tersebut. Selain itu, wisatawan juga dapat mengunjungi peninggalan bersejarah Belanda lainnya, yaitu Pelabuhan Sunda Kelapa, yang berlokasi cukup dekat dengan museum. Museum ini berlokasi di Jalan Pasar Ikan No. 1 Sunda Kelapa, Jakarta Utara, Propinsi DKI Jakarta, Indonesia. Untuk mengunjungi Museum Bahari, wisatawan dapat dengan mudah menuju lokasi karena letaknya yang tidak terlalu sulit dijangkau. Dari Stasiun Jakarta Kota, pengunjung dapat menggunakan kendaraan umum Mikrolet 015 jurusan Kota menuju Tanjung Priok, lalu turun di Pelabuhan Sunda Kelapa. Dari pelabuhan ini wisatawan dapat berjalan kaki menuju lokasi museum, karena jaraknya hanya beberapa puluh meter saja. Sepanjang jalan, wisatawan dapat menyaksikan ataupun berbelanja aneka kerang dan barang-barang laut yang dijual di depan museum. Selain menggunakan mikrolet, pengunjung juga dapat menggunakan kendaraan umum lainnya, seperti Metromini 30 dari arah Muara Angke menuju Kota, Metromini 29 dari arah Muara Baru menuju Kota, angkutan Kopaja 86 dari arah Terminal Lebak Bulus menuju Kota, serta angkutan Kopami 02 dari arah Terminal Senen menuju daerah Pluit. Wisatawan yang berkunjung ke museum ini dikenai biaya yang bervariasi berdasarkan perorangan atau rombongan. Bagi pengunjung perorangan, pengunjung dewasa (umum) dikenai biaya sebesar Rp 2.000, untuk mahasiswa sebesar Rp 1.000, sedangkan untuk anak-anak hanya dikenai biaya sebesar Rp 600. Sementara itu, biaya masuk untuk pengunjung rombongan (minimal 20 orang) juga bervariasi. Untuk rombongan dewasa dikenai biaya masuk sebesar Rp 1.500, untuk rombongan mahasiswa dikenai Rp 750, sedangkan untuk rombongan pelajar/anak-anak hanya dikenai biaya sebesar Rp 500 (Mei 2008). Museum ini dibuka untuk umum pada hari Senin hingga Sabtu, sedangkan untuk hari Minggu dan Hari Besar tutup. Untuk hari Senin hingga Kamis, museum ini dibuka mulai pukul 08.00—14.00 WIB, sedangkan pada hari Jumat museum ini tutup pukul 11.00 WIB dan pada hari Sabtu hanya buka hingga pukul 13.00 WIB.
227
Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta
g.
Museum Tekstil Museum Tekstil merupakan sebuah cagar budaya yang secara khusus mengumpulkan, mengawetkan, serta memamerkan karya-karya seni yang berkaitan dengan pertekstilan Indonesia. Museum ini secara resmi dibuka pada tanggal 28 Juli 1976 dan berdiri di atas areal seluas 16.410 meter persegi, serta menempati gedung tua di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Dalam sejarahnya, gedung yang digunakan sebagai museum ini dahulu merupakan rumah pribadi seorang warga keturunan Perancis yang hidup di abad ke-19. Namun, gedung ini kemudian dijual pada seorang anggota konsulat Turki bernama Abdul Aziz Al Musawi Al Katiri. Pada tahun 1942, gedung ini dijual lagi kepada orang yang bernama Karel Cristian Cruq. Tidak begitu lama, gedung ini pun beralihtangan lagi dan dijadikan Markas Besar Barisan Keamanan Rakyat (BKR) pada saat menjelang kemerdekaan Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, tepatnya pada tahun 1947, kepemilikan gedung ini dipegang oleh seseorang yang bernama Lie Sion Phin. Setelah beberapa kali beralih kepemilikan dan beralih fungsi, akhirnya pada tahun 1975, gedung ini diserahkan kepada Pemerintah DKI Jakarta dan dijadikan sebagai Museum Tekstil. Peresmian Museum Tekstil dilakukan oleh Ibu Tien Soeharto pada tanggal 28 Juni 1976. Sebagai sebuah museum tekstil terbesar di Indonesia, museum ini mempunyai koleksi-koleksi yang terhitung banyak, yakni sekitar 1.000 buah. Keistimewaan museum ini terletak pada koleksi-koleksinya yang kebanyakan merupakan koleksi tekstil tradisional Indonesia. Koleksikoleksi tersebut dikelompokkan dalam empat bagian, yakni koleksi kain tenun, koleksi kain batik, koleksi peralatan, dan koleksi campuran. Wisatawan yang berkunjung ke museum ini dapat menyaksikan aneka kain batik bermotif geometris sederhana hingga yang bermotif rumit, seperti batik Yogyakarta, Solo, Pekalongan, Cirebon, Palembang, Madura, dan Riau. Selain itu, wisatawan juga dapat menyaksikan bendera Keraton Cirebon yang merupakan koleksi pilihan, karena usianya yang paling tua. Bendera itu terbuat dari bahan kapas berupa batik tulis yang berhias kaligrafi Arab. Bendera mirip plakat itu, konon, merupakan peninggalan bersejarah dari tahun 1776 M yang sangat disakralkan di Istana Cirebon. Pada saat itu, bendera tersebut sering dipakai sebagai simbol syiar Islam. Selain memamerkan koleksi pertekstilan, di museum ini juga terdapat sebuah taman di halaman belakang yang diberi nama Taman Pewarna Alam. Taman seluas 2.000 meter persegi ini berisi pohon-pohon yang dapat digunakan sebagai bahan baku pewarna alam. Penanaman pohon-pohon itu bertujuan mendidik masyarakat agar mengenal dan mengetahui pohon-pohon yang dapat digunakan sebagai bahan baku pewarna alam.
228
Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta
Keistimewaan lainnya yang terdapat di museum ini adalah kursus membatik. Kursus ini dilaksanakan bersamaan dengan hari-hari buka museum. Kursus membuat batik ini dilaksanakan di sebuah bangunan yang terletak di halaman paling belakang Museum Tekstil. Bangunan ini bergaya rumah panggung lebar yang tak mempunyai sekat di dalamnya. Semua bahan bangunannya terbuat dari kayu dengan cat berwarna coklat tua. Di ruangan ini tidak terdapat pendingin ruangan (AC), karena telah terdapat beberapa jendela yang mengelilingi ruangan untuk mengalirkan udara segar. Museum Tekstil bertempat di Jalan Aipda K.S. Tubun No.4, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Propinsi DKI Jakarta, Indonesia. Untuk mengunjungi museum ini tidaklah terlalu sulit, karena letaknya berada di Jakarta Pusat. Untuk menuju lokasi museum, pengunjung dapat menggunakan berbagai jenis angkutan, seperti bus Transjakarta, metronimi, dan kendaraan umum lainnya yang telah tersedia di dalam kota. Museum Tekstil dibuka untuk umum pada hari Selasa hingga Minggu, sedangkan pada hari Senin dan Hari Besar tutup. Pada hari Selasa hingga Kamis museum ini buka pada pukul 09.00—15.00 WIB. Untuk hari Jum’at, museum buka dari pukul 09.00— 12.30 WIB dan pada hari Sabtu dari pukul 09.00—15.00 WIB. Sedangkan untuk hari Minggu museum ini buka pada pukul 09.00 hingga pukul 15.00 WIB. Wisatawan yang mengunjungi Museum Tekstil dikenai biaya masuk yang berbeda-beda berdasarkan rombongan atau perorangan. Bagi pengunjung perorangan dewasa dikenai tarif masuk sebesar Rp 3.000, untuk mahasiswa sebesar Rp 1.000, dan untuk anak-anak/pelajar hanya sebesar Rp 650. Sedangkan untuk pengujung rombongan, rombongan dewasa dikenai biaya sebesar Rp 1.500, untuk rombongan mahasiswa sebesar Rp 750, dan untuk rombongan anak-anak hanya dikenai biaya sebesar Rp 500 (Mei 2008). h.
Museum Wayang Museum Wayang merupakan sebuah museum yang menyimpan, merawat, dan memamerkan berbagai hal yang berhubungan dengan wayang dari daerah-daerah di Indonesia dan luar negeri. Museum ini bertempat di sebuah bangunan tua yang berusia ratusan tahun dan hingga sekarang tetap berdiri kokoh dan anggun. Gedung museum yang berlantai dua ini berdiri di atas tanah seluas 935.25 meter persegi dan merupakan bangunan tua yang masih terpelihara keasliannya. Gedung bersejarah ini bahkan oleh Persatuan Bangsa-Bangsa (United Nations) dinyatakan termasuk dalam daftar 136 cagar budaya yang harus dilindungi. Dalam sejarahnya, gedung yang digunakan sebagai museum ini telah mengalami beberapa kali perubahan dan renovasi, tetapi masih tetap mempertahankan struktur keaslian arsitekturnya. Dahulu, pada awalnya gedung ini bernama Gereja Lama Belanda (De Oude Hollandsche Kerk) yang dibangun pada tahun 1640 M. Pada tahun 1732 M, gedung ini diperbaiki dan berganti nama menjadi Gereja Belanda Baru (De Nieuwe Hollandsche Kerk). Namun, sejak terjadi gempa bumi pada tahun 1808 M, sebagian bangunan gedung bersejarah ini hancur dan kemudian dibangun lagi pada tahun 1912. Setelah bangunan berdiri kembali, gedung bekas gereja ini oleh Pemerintah Hindia
229
Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta
Belanda dijual kepada sebuah perusahaan yang bernama Geo Wehry & Co dan dijadikan kantor hingga tahun 1934. Pada tahun 1936, kepemilikan gedung tua tersebut berpindah lagi setelah dibeli oleh sebuah Lembaga Ilmu Pengetahuan, Seni, dan Budaya di Batavia milik Pemerintah Belanda (Bataviaasch Genootschap van Kusten en Wetenschappen). Lembaga ini kemudian menyerahkan pengelolaannya kepada Pemerintah Belanda dan dijadikan sebagai Museum Batavia Lama (De Oude Bataviaasche Museum). Di masa penjajahan Jepang, gedung ini tidak mengalami perawatan yang maksimal dan terkesan ditelantarkan. Baru pada tahun 1957 gedung ini diserahkan pada Lembaga Kebudayaan Indonesia. Pada tanggal 17 September 1962, Museum Batavia Lama ini sepenuhnya dikelola oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia dan ditetapkan sebagai Museum Jakarta, sebelum diserahkan pada Pemerintah Daerah DKI Jakarta. Pada tanggal 23 Juni 1968, Pemda DKI kemudian menyerahkan pengelolaan gedung ini kepada Dinas Museum dan Sejarah. Semenjak dikelola oleh Dinas Museum dan Sejarah, gedung ini akhirnya dipugar dan secara resmi dijadikan Museum Wayang pada tanggal 13 Agustus 1975. Museum Wayang merupakan museum yang menyimpan koleksi berbagai jenis perlengkapan yang berhubungan dengan pembuatan dan pertunjukan wayang dari daerah-daerah di Indonesia dan beberapa negara lain. Pengunjung museum ini dapat melihat berbagai koleksi wayang asli Indonesia, seperti wayang kulit, wayang golek, wayang kardus, wayang rumput, wayang kaca, dan juga wayang-wayang langka, seperti wayang suket, wayang beber, dan wayang intan. Wayang intan yang terdapat di museum ini dahulu dibuat pada tahun 1870 M oleh Ki Guna Kerti Wanda dan merupakan salah satu koleksi tertua. Selain memamerkan koleksi wayang dari daerah-daerah di Indonesia, di Museum Wayang ini juga terdapat koleksi boneka (wayang) yang berasal dari luar negeri, seperti dari Malaysia, Kamboja, India, Cina, Pakistan, Suriname, Kanada, Amerika, Thailand, dan Inggris. Pengunjung juga dapat menyaksikan jenis koleksi lainnya, seperti topeng, patung wayang, dokumen, peta, fotofoto lama, dan alat musik wayang (gamelan). Koleksi wayang
230
Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta
yang terdapat di Museum Wayang, baik dari dalam maupun luar negeri, hingga April 2001 telah mencapai sekitar 5.147 buah. Pada bulan Juni 2006 jumlah koleksi museum terus bertambah hingga mencapai 5.500 buah. Wisatawan yang berkunjung ke Museum Wayang juga dapat mengunjungi obyek wisata sejarah lainnya yang terletak cukup dekat dengan lokasi museum ini, seperti Museum Fatahillah, Museum Keramik, dan Balai Seni Rupa. Lokasi museum ini terletak di Jalan Pintu Besar Utara No.27, Jakarta Barat, Propinsi DKI Jakarta, Indonesia. Mengunjungi Museum Wayang cukup mudah, karena letaknya yang mudah dijangkau baik dari jalur laut, darat, maupun udara. Museum ini berjarak sekitar 7 kilometer dari Bandara Udara Sukarno-Hatta dan berjarak 1 kilometer dari Pelabuhan Tanjung Priok serta berjarak 100 meter dari Stasiun Kereta Api Jakarta Barat. Untuk menuju lokasi museum, wisatawan dapat menggunakan Bus Transjakarta dari arah Blok M menuju Kota, dan dapat menggunakan Mikrolet M-12 dari Stasiun Senen menunju Kota, juga dapat menggunakan Mikrolet 08 dari arah Tanah Abang menuju Kota, serta dapat juga menggunakan Mikrolet M-15 dari Pelabuhan Tanjung Priok menuju Kota. Museum Wayang biasanya dibuka pada hari Selasa hingga Minggu, sedangkan pada hari Senin dan Hari Besar tutup. Pada hari Selasa hingga Kamis, museum ini buka pada pukul 09.00—15.00 WIB. Untuk hari Jum‘at, museum buka dari pukul 09.00— 14.30 WIB dan pada hari Sabtu dari pukul 09.00—12.30 WIB. Sedangkan untuk hari Minggu museum ini buka pada pukul 09.00 hingga pukul 15.00 WIB. Wisatawan yang mengunjungi museum ini dikenai biaya yang bervariasi berdasarkan perseorangan atau rombongan. Bagi pengunjung rombongan dewasa dikenai biaya sebesar Rp 1.500, untuk rombongan mahasiswa sebesar Rp 750, sedangkan untuk rombongan anak-anak hanya dikenai sebesar Rp 500. Sementara itu bagi pengunjung perorangan dikenai biaya masuk tersendiri. Untuk pengunjung perorangan dewasa dikenai biaya masuk sebesar Rp 3.000, untuk perorangan mahasiswa sebesar Rp 1.000, sedangkan untuk perorangan anak-anak/pelajar hanya sebesar Rp 650 (Mei 2008). i.
Masjid Kebon Jeruk Masjid Kebon Jeruk adalah sebuah masjid tua yang terletak di daerah Kebon Jeruk, Jakarta Utara yang didirikan kira-kira pada tahun 1797 M. Masjid ini menempati area tanah seluas 1.350 meter persegi dan merupakan simbol akulturasi budaya Cina dan Islam. Masjid ini hingga sekarang telah berumur lebih dari 300 tahun dan telah mengalami beberapa kali renovasi, walaupun tetap mempertahankan unsur keaslian arsitekturnya. Kini, masjid ini oleh Dinas Kebudayaan dan Permuseuman ditetapkan sebagai salah satu cagar budaya yang harus dilestarikan. Menurut sejarah, sebelum masjid ini berdiri, di lokasi masjid ini telah berdiri sebuah masjid kecil, yang lebih tepat disebut surau atau langgar. Bangunan surau ini berbentuk bundar, beratap daun nipah, bertiang empat, dan dihiasi dengan ukiranukiran. Pendiri surau ini sendiri tidak diketahui. Tepat pada tahun 1718 M, datanglah sebuah rombongan yang dipimpin oleh seorang keturunan Cina bernama Chan Tsin Hwa bersama istrinya yang bernama Fatima Hwu ke daerah yang sekarang dikenal dengan daerah Kebon Jeruk ini. Konon, rombongan ini semuanya telah memeluk agama Islam dan terpaksa mengungsi dari negerinya karena terdesak oleh penguasa Dinasti Chien
231
Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta
yang menganut agama Buddha. Rombongan ini memutuskan untuk menetap di daerah ini dan tidak lagi berniat pulang. Setelah menetap agak lama di daerah ini, antara tahun 1780—1797 M, rombongan ini kemudian mendirikan sebuah masjid di lokasi surau sebelumnya. Masjid inilah yang sekarang dikenal sebagai Masjid Kebon Jeruk. Masjid ini, konon, merupakan saksi sejarah pembantaian Pemerintah Kolonial Belanda terhadap keturunan Cina yang ramai-ramai memeluk agama Islam. Pemerintah Belanda pada saat itu merasa tidak senang dengan perpindahan agama masyarakat Cina ini dan berusaha keras mencegah perpindahan agama tersebut. Alasan Pemerintah Belanda adalah dengan perpindahan agama tersebut menyebabkan jumlah penduduk yang dikenai pajak menjadi berkurang. Pada saat itu, penduduk pribumi tidak termasuk masyarakat yang dikenai pajak. Menjadi muslim, bagi masyarakat Cina merupakan jalur mudah untuk berbaur dengan masyarakat pribumi dan akhirnya bisa diakui sebagai pribumi. Akibatnya, terjadilah kerusuhan dan pembantaian oleh Pemerintah Belanda pada bulan September 1740 M terhadap masyarakat Tionghoa yang diperkirakan menewaskan sekitar 10 ribu orang. Masjid ini selain mempunyai nilai historis juga mempunyai karakteristik bangunan yang unik. Struktur bangunan masjid ini memiliki kemiripan dengan masjidmasjid yang ada di Jawa. Masjid ini secara umum disusun dari batu bata yang terdiri dari dua lantai yang ditopang oleh dua pilar yang terbuat dari kayu-besi yang agak lebar. Selain dapat menyaksikan bangunan antiknya, pengunjung juga dapat melihat benda-benda kuno peninggalan pendiri masjid ini, di antaranya sebuah jam kuno yang dipajang sejak masjid mengalami renovasi pada tahun 1950, sebuah kalender antik berusia 300 tahun, dan benda-benda lainnya yang rata-rata telah berusia ratusan tahun. Kalau diperhatikan secara seksama, benda-benda tersebut memilki hiasan yang berciri khas gaya Cina dan Arab (Islam). Di Masjid Kebon Jeruk juga telah dibangun menara baru sebagai ganti menara lama yang telah rubuh. Menara ini mempunyai tinggi yang sama dengan masjidnya dan masih mengikuti arsitektur asli menara lama. Selain itu, di area masjid ini terdapat makam tokoh muslim Cina yang merupakan pendakwah Islam pada saat itu dan sekaligus salah satu pendiri masjid ini. Makam tersebut adalah makam Fatimah Hwu. Dalam legendanya, pada saat Chan Tsin Hwa, suami Fatimah Hwu, pergi untuk berdakwah, istrinya ditinggal di Masjid Kebon Jeruk. Sebelum suaminya kembali, sang istri pada tahun 1792 M wafat dan dimakamkan di halaman masjid. Di makam ini pengunjung dapat menyaksikan batu nisan bergaya Cina bertuliskan “Hsienpi Men Tsu Mow” yang berarti “inilah makam Cina dari keluarga Chai”. Masjid Kebon Jeruk berlokasi di Jalan Hayam Wuruk (Kebon Jeruk), Jakarta Utara, Propinsi DKI Jakarta, Indonesia. Untuk menuju lokasinya, wisatawan dapat menggunakan kendaraan umum yang sering melintas di masjid ini, seperti angkutan kota maupun minibus. j.
Pelabuhan Sunda Kelapa Pelabuhan Sunda Kelapa merupakan salah satu pelabuhan bersejarah peninggalan Kota Jakarta. Pelabuhan tua ini sebenarnya telah dikenal sejak abad 12 Masehi dan merupakan pelabuhan penting pada masa Kerajaan Hindu Sunda terakhir yang beribu kota di Padjajaran. Kerajaan ini
232
Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta
berpusat di sekitar daerah yang dikenal dengan Kota Bogor sekarang. Para pedagang Nusantara yang dulu kerap singgah di pelabuhan tersebut di antaranya berasal dari Palembang, Tanjungpura, Malaka, Makasar, dan Madura. Selain itu, kapal-kapal asing dari Cina Selatan, Gujarat atau India Selatan, dan Arab juga kerap singgah di pelabuhan ini untuk memperdagangkan barang-barang, seperti porselin, kopi, sutera, kain, wangiwangian, kemenyan, kuda, anggur, dan zat pewarna. Para pedagang Cina sering menyebut Sunda Kelapa dengan sebutan Kota Ye-cheng yang berarti “Kota Kelapa”. Hal ini tidak lain karena banyaknya pohon kelapa yang tumbuh di sekitar pelabuhan tersebut. Pada tahun 1513 M, bangsa Portugis, di bawah kepemimpinan De Alvin tiba di Sunda Kelapa dengan armada sejumlah empat kapal setelah menaklukkan Kota Malaka. Mereka berniat mencari lahan perdagangan baru untuk keperluan rempah-rempah di dunia Barat. Setelah melihat kondisinya, pada tanggal 21 Agustus 1522 M, bangsa Portugis kemudian datang lagi ke Sunda Kelapa dengan membawa hadiah kepada Raja Sunda. Hadiah ini merupakan simbol kerjasama antara Kerajaan Sunda dengan pedagang Portugis. Kerjasama tersebut tertera dalam sebuah prasasti bernama Padrao (sekarang prasasti ini tersimpan di Museum Nasional). Waktu itu, pedagang Portugis diberi kebebasan untuk membuat pos dagang dan benteng di sekitar Pelabuhan Sunda Kelapa. Selain itu, Kerajaan Sunda juga mengharapkan bantuan Portugis menghadapi ekspansi kerajaan-kerajaan Islam, seperti Demak dan Cirebon, seiring menguatnya pengaruh Agama Islam di Pulau Jawa. Pada Tahun 1527 M, di bawah pimpinan Franscesco de Sa, armada kapal Portugis datang kembali ke Sunda Kelapa untuk persiapan membangun benteng di sana. Namun, gabungan kekuatan Kerajaan Islam Cirebon dan Demak yang berjumlah 1.452 prajurit di bawah pimpinan Fatahillah telah menguasai Sunda Kelapa. Sehingga, pada saat berlabuh, armada Portugis akhirnya dipukul mundur oleh prajurit gabungan dua kerajaan Islam tersebut. Atas kemenangannya terhadap Kerajaan Sunda dan Portugis, pada tanggal 22 Juni 1527 M, Fatahillah mengganti nama kota Pelabuhan Sunda Kelapa menjadi Jayakarta yang berarti “kemenangan yang nyata”. Kekuasan Demak di Jayakarta tidak bertahan lama. Pada akhir abad ke-16, Bangsa Belanda menjelajah ke dunia timur. Di bawah pimpinan Cornelis de Houtmen, mereka akhirnya sampai ke wilayah Nusantara. Tepat pada tanggal 30 Mei 1619 M, Belanda (VOC) berhasil merebut Jayakarta dari kekuasaan Demak di bawah pimpinan J.P. Coen. J.P. Coen kemudian mengubah nama Jayakarta menjadi Batavia. Oleh penguasa baru ini, Pelabuhan Sunda Kelapa kemudian diperbesar dan dikelola sebagai pelabuhan utama tempat lalu lintas perdagangan menuju Kota Batavia. Dalam sejarahnya, bangsa Belanda berhasil menguasai Pelabuhan Sunda Kelapa dan daerah sekitarnya selama sekitar 300 tahun. Pelabuhan ini sejak masa Kerajaan Sunda hingga Belanda telah berganti-ganti nama sesuai keinginan penguasanya. Namun, sejak Indonesia merdeka, tepatnya pada tanggal 6 Maret 1974, berdasarkan surat keputusan Gubernur DKI Jakarta No.D.IV a.4/3/74, nama Sunda Kelapa ditetapkan secara resmi sebagai nama pelabuhan ini. Pada saat ini, Pelabuhan Sunda Kelapa tidak
233
Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta
seramai dulu. Pelabuhan ini sekarang hanya digunakan tempat menampung kapal Phinisi yang membawa kayu dari daerah-daerah Indonesia menuju Jakarta. Pelabuhan Sunda Kelapa dari sisi ekonomi memang memiliki nilai strategis, karena berdekatan dengan pusat-pusat perdagangan di Jakarta, seperti Glodok, Pasar Pagi, Mangga Dua, dan lain-lain. Wisatawan yang berkunjung ke sini dapat melihat keramaian aktivitas bongkar muat barang-barang kapal antarpulau berukuran 175 BRT (500 m2) yang mengangkut barang kebutuhan sehari-hari, seperti sembako dan tekstil. Selain itu, pengunjung juga dapat melihat aktivitas bongkar muat barang-barang lainnya, seperti, besi beton, kayu gergajian, rotan, kaoliang, dan kopra. Yang menarik, bongkar muat barang di pelabuhan ini masih menggunakan cara tradisional, yakni menggunakan tenaga manusia. Ramainya aktivitas bongkar muat barang komoditas perdagangan ini sebenarnya memang ditunjang oleh kondisi fisik di pelabuhan tersebut. Menurut catatan, pelabuhan ini mempunyai luas daratan sekitar 760 hektar dan luas perairan sebesar 16.470 hektar yang terdiri dari pelabuhan utama dan Pelabuhan Kalibaru. Pelabuhan utama memiliki panjang area 3.250 meter dengan luas kolam 12.000 meter persegi, sedangkan Pelabuhan Kalibaru mempunyai panjang area 750 meter dengan luas daratan sekitar 343.339 meter persegi. Dengan ukuran tersebut, pelabuhan utama setidaknya bisa menampung sekitar 70 perayu layar motor, dan untuk Pelabuhan Kalibaru dapat menampung sekitar 65 kapal motor antarpulau. Wisatawan yang berkunjung ke Pelabuhan Sunda Kelapa juga dapat menyaksikan bangunan atau benda bersejarah lainnya yang masih terdapat dalam kompleks pelabuhan, seperti Museum Bahari, bekas galangan VOC, Menara Syah Bandar, Museum Sejarah Jakarta, dan Museum Wayang. Di samping itu, di kompleks pelabuhan ini juga terdapat pasar ikan yang menjajakan aneka jenis ikan laut. Sekitar 2 kilometer dari pelabuhan, wisatawan juga dapat mengunjungi stasiun kereta api peninggalan zaman Belanda, bernama Stasiun Kereta Api Kota atau dikenal dengan sebutan BEOS (Batavia En Om Streken). Pelabuhan Sunda Kelapa terletak di Jalan Baruna Raya No.2, Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, Propinsi DKI Jakarta, Indonesia. Pelabuhan Sunda Kelapa terletak di ujung sebelah utara Kota Jakarta. Bagi wisatawan yang ingin mengunjunginya dapat menggunakan kendaraan-kendaraan umum, seperti metromini atau mikrolet, yang sering melewati kawasan pelabuhan ini. Dari Stasiun Jakarta Kota (Jakarta Pusat), pengunjung dapat menggunakan Mikrolet M015 dari jurusan Kota menuju Tanjung Priok dan turun di depan pelabuhan. Selain itu, pengunjung juga dapat menggunakan Metromini No. 30 jurusan Muara Angke menuju Kota, atau menggunakan angkutan Kopaja 86 jurusan Terminal Lebak Bulus menuju Kota, serta Metromini No. 29 jurusan Muara Baru menuju Kota. k.
Museum Kebangkitan Nasional Museum Kebangkitan Nasional adalah sebuah museum yang memamerkan berbagai koleksi benda-benda bersejarah yang berkaitan dengan sejarah kebangkitan bangsa Indonesia dalam meraih kemerdekaannya. Museum ini menempati gedung tua bekas sekolah kedokteran yang didirikan oleh Belanda untuk orang-orang bumiputra
234
Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta
bernama STOVIA (School Tot Opleiding Van Inlandsche Arsten). Bekas gedung sekolah kedokteran ini mulai dibangun sejak tahun 1899 M dan selesai pada tahun 1901 M. Di gedung ini, para mahasiswa bumiputra dari berbagai daerah di Indonesia dididik selama 7—9 tahun dan diharuskan tinggal dalam sebuah asrama sekolah. Gedung STOVIA merupakan tempat berkumpulnya orang-orang terpelajar bumiputra dari berbagai daerah di Nusantara. Di gedung inilah bibit-bibit nasionalisme dan kebangkitan bangsa Indonesia mulai bersemai, tumbuh, dan menyebar. Pada tanggal 20 Mei 1908, di gedung ini telah lahir organisasi pergerakan nasional Budi Utomo yang dipelopori oleh beberapa mahasiswa STOVIA, antara lain dr. Sutomo, dr. Ciptomangunkusumo, dr. Wahidin Sudirohusodo, dan dr. Setiabudi (Douwes Dekker). Kemunculan organisasi ini, dalam catatan sejarah, dianggap sebagai tonggak penting dalam proses terbentuknya kesadaran nasional untuk melawan penjajah Belanda. Tanggal lahir organisasi Budi Utomo kemudian ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia sebagai hari Kebangkitan Nasional. Pada masa pendudukan Jepang, yakni tahun 1942, gedung eks STOVIA ini difungsikan sebagai penjara bagi tentara Belanda yang menjadi tawanan perang. Setelah Indonesia merdeka, gedung tua bekas sekolah STOVIA tersebut masih berdiri kokoh dan baru direnovasi oleh Pemerintah DKI Jakarta pada tanggal 6 April 1973. Setelah beberapa lama, gedung ini diresmikan oleh Presiden Soeharto menjadi Gedung Kebangkitan Nasional, dan pada tanggal 27 September 1982 pengelolaannya dialihkan dari Pemerintah DKI Jakarta kepada Pemerintah Indonesia (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan). Dengan kewenangan ini, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan melalui SK Mendikbud No. 030/0/1984 akhirnya menetapkan penyelenggaraan sebuah museum di dalam Gedung Kebangkitan Nasional dengan nama Museum Kebangkitan Nasional. Museum yang menempati areal seluas 14.625 meter persegi ini mempunyai corak arsitektur khas campuran Jawa, Toraja, Minang, dan Belanda. Kekhasan ini dapat dilihat pada corak arsitektur pada koridor-koridor panjangnya, langit-langit ruangan yang tinggi, serta pintu dan jendelanya yang berukuran lebih dari 2 meter. Secara umum, museum ini memamerkan berbagai benda-benda sejarah yang berhubungan dengan sejarah Kebangkitan Nasional, seperti dokumen, kamera, peralatan, benda, pakaian, senjata, replika, patung, foto, lukisan, diorama, vandel, dan film. Koleksi-koleksi ini tertata rapi dalam tujuh ruang pamer koleksi, yaitu Ruang Pengenalan, Ruang Awal Pergerakan Nasional, Ruang Kesadaran Nasional, Ruang Pergerakan Nasional, Ruang Propaganda Studie Fonds, Ruang Memorial Budi Utomo, dan Ruang Pers. Wisatawan yang berkunjung ke museum ini dapat mengamati detail koleksi museum dari satu ruang ke ruangan lainnya atau sekadar masuk pada beberapa ruangan yang disukai. Pengunjung yang masuk ke Ruang Memorial Budi Utomo, misalnya, dapat menikmati koleksi lukisan dr. Wahidin, kerangka manusia yang digunakan praktek mahasiswa STOVIA, kursi kuliah STOVIA, patung pendiri Budi Utomo, foto kegiatan mahasiswa STOVIA, dan lukisan situasi perkumpulan Budi Utomo. Ruangan ini dulu bernama Ruang Praktek Anatomi dan dianggap sebagai ruangan paling bersejarah di antara ruangan lainnya, karena digunakan oleh dr. Soetomo dan tokoh-tokoh pergerakan lainnya sebagai tempat perumusan dan pendirian organisasi Budi Utomo. Pengunjung juga dapat mengunjungi ruang-ruang lainnya yang memamerkan koleksi-koleksi yang tak kalah menarik, seperti meja dan kursi makan pelajar STOVIA, peralatan kedokteran, diorama dr. Wahidin, diorama berdirinya Budi Utomo, foto-foto organisasi awal Kebangkitan Nasional, foto organisasi pemuda, lukisan perjalanan dr. Wahidin, patung dr. Wahidin, patung pelajar STOVIA, dan lain-lainnya. Museum Kebangkitan Nasional berlokasi di Jalan Abdurrahman Saleh No. 26, Jakarta Pusat, Propinsi DKI Jakarta, Indonesia.
235
Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta
Akses menuju museum ini sangat mudah, karena berada di jantung Kota Jakarta. Dari Terminal Pulogadung, pengunjung dapat menggunakan bus Transjakarta jurusan Pulogadung—Harmoni dengan membayar sekitar Rp 2.000 hingga Rp 3.000 (Juni 2008) dan kemudian turun di Halte Kwitang. Dari halte ini pengunjung dapat berjalan kaki menuju museum. Jarak museum dengan terminal Pulogadung sekitar 2 kilometer Wisatawan yang berkunjung ke museum ini dikenai tarif masuk berbeda-beda, tergantung apakah perorangan atau rombongan (minimal 20 orang). Bagi pengunjung perorangan dewasa dikenai tarif masuk sebesar Rp 750, sementara untuk perorangan anak-anak (pelajar) hanya sebesar Rp 250. Untuk pengunjung rombongan dewasa dikenai tarif masuk sebesar Rp 250, sedangkan rombongan anak-anak (pelajar) hanya sebesar Rp 100 (Juni 2008) Sama seperti museum-museum pada umumnya, Museum Kebangkitan Nasional buka untuk umum pada hari Selasa hingga Minggu, sedangkan untuk hari Senin dan hari besar tutup. Pada hari Selasa hingga Kamis, museum ini buka dari pukul 08.30 hingga 15.00 WIB. Untuk hari Jumat, museum ini buka dari jam 08.30—11.30 WIB, sedangkan untuk hari Sabtu dan Minggu dari pukul 08.30 hingga pukul 14.00 WIB. l.
Museum Joang 45 Museum Joang 45 didirikan untuk mengenang, melestarikan, dan merekam jejak-jejak perjuangan bangsa Indonesia dalam meraih kemerdekaannya. Museum yang diresmikan pada tanggal 19 Agustus 1974 ini menempati gedung tua peninggalan Belanda yang dibangun pada tahun 1920. Konon, di gedung ini para bapak pendiri bangsa berkumpul untuk merumuskan gagasan nasionalisme Indonesia. Sebelum Indonesia merdeka, gedung bersejarah ini dahulu merupakan sebuah hotel yang dikelola oleh seorang berkebangsaan Belanda bernama L.C. Schomper. Hotel ini juga diberi nama L.C. Schomper, sesuai dengan nama pemiliknya. Pada masa menjelang kemerdekaan, ketika Jepang telah menguasai Batavia, para pejuang Indonesia mengambil alih gedung ini dan menjadikannya sebagai kantor yang dikelola oleh Jawatan Propaganda Jepang (Ganseikanbu Sendenbu). Di kantor inilah para pemuda Indonesia mendapatkan program pendidikan politik yang dibiayai secara penuh oleh Pemerintah Jepang untuk persiapan kemerdekaan bangsa Indonesia, seperti dijanjikan oleh Jepang. Pusat pendidikan politik di gedung ini dikenal dengan nama Asrama Angkatan Baru Indonesia. Konon, banyak tokoh-tokoh perjuangan ‘45 mendapatkan pendidikan di sini, antara lain Sukarni, Chaerul Saleh, Adam Malik, A.M. Hanafi, dan lain-lain. Selain itu, juga banyak tokoh perjuangan lainnya yang menjadi pengajar program ini, di antaranya Ir. Sukarno, Mohammad Hatta, Mohammad Yamin, Mr. Sunaryo, Mr. Syarifuddin, M.Z. Zambek, dan Mr. Ahmad Soebarjo. Seperti sudah tertulis dalam sejarah, para tokoh-tokoh tersebut, baik pengajar maupun pesertanya, merupakan tokoh-tokoh sentral dalam perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia.
236
Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta
Pada saat Pemerintah Jepang kedodoran karena semakin terdesak dalam Perang Dunia II, para pemuda Indonesia mendirikan organisasi bernama Banteng di gedung ini. Organisasi tersebut bertujuan menanamkan rasa kebangsaan dan semangat anti penjajahan yang dilakukan oleh Jepang. Sejak Indonesia merdeka, tepatnya pada tanggal 18 Agustus 1945, di gedung ini para tokoh-tokoh Indonesia mendirikan Komite van Aksi untuk mempertahankan kemerdekaan. Karena peranan yang begitu besar, gedung peninggalan Belanda tersebut akhirnya pada tanggal 19 Agustus 1974 diresmikan oleh Presiden Soeharto sebagai Museum Joang 45. Musem ini mempunyai koleksi-koleksi benda bersejarah yang sangat penting bagi perjalanan kemerdekaan Indonesia, khususnya atribut ataupun benda bersejarah dari masa perjuangan kemerdekaan hingga masa mempertahankan kemerdekaan, yakni antara tahun 1942 hingga 1950-an. Wisatawan yang berkunjung ke museum ini dapat menyaksikan foto-foto perjuangan kemerdekaan, antara lain foto-foto perjuangan pada masa Jepang, berbagai hal tentang proklamasi, peristiwa rapat akbar di lapangan IKADA, dan beberapa peristiwa perlawanan terhadap penjajah, seperti Bandung Lautan Api, Pertempuran 10 November di Surabaya, dan perjuangan lainnya. Pengunjung juga dapat menyaksikan beragam koleksi lukisan yang terkait dengan semangat perjuangan bangsa Indonesia, di antaranya lukisan pada masa revolusi fisik, lukisan tentang tokoh-tokoh nasional yang mendapat pendidikan politik Jepang, dan lukisan perjuangan Panglima Besar Jenderal Soedirman. Koleksi lain yang bernilai sejarah tinggi di museum ini adalah dua buah mobil milik presiden dan wakil presiden RI pertama yang digunakan selama menjalankan tugas kenegaraan pada masa awal kemerdekaan. Dua mobil dinas ini mempunyai nomor mobil REP 1 (dipakai oleh Ir. Soekarno) dan REP 2 (dipakai oleh Mohammad Hatta). Museum ini juga memamerkan koleksi lainnya, seperti patung pahlawan pergerakan Indonesia, panji-panji perjuangan, pakaian Barisan Keamanan Rakyat (BKR) dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR), serta pakaian para pahlawan pejuang 45. Bagi para pengunjung yang berminat mengenal lebih dalam tentang perjuangan kemerdekan Indonesia juga dapat mengikuti kegiatan bertema Sejarah Bangsa yang sering diadakan di museum. Acara-acara bertema kebangsaan dan sejarah tersebut biasanya diadakan bertepatan pada perayaan hari besar Nasional, seperti Hari Pahlawan, Hari Kebangkitan Nasional, dan Hari Kemerdekaan Indonesia. Museum ini terletak di Jalan Menteng Raya 31, Kelurahan Kebon Sirih, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat, Propinsi DKI Jakarta, Indonesia. Karena terletak di jantung Kota Jakarta, Museum Joang 45 mudah dijangkau oleh pengunjung, karena banyak kendaraan umum, seperti bajai dan metronimi, yang sering lalu lalang di sekitar museum. Dari Terminal Pasar Senen, pengunjung dapat menggunakan bajai, angkutan kota (angkot), atau metromini menuju Jalan Menteng Raya no. 31 dan turun di depan museum. Wisatawan yang berkunjung ke museum ini dikenai tarif yang berbeda-beda, berdasarkan perorangan atau rombongan (minimal 20 arang). Bagi pengunjung perorangan dewasa dikenai tarif masuk sebesar Rp 1.500, perorangan mahasiswa
237
Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta
sebesar Rp 1.000, sedangkan untuk perorangan anak-anak (pelajar) hanya sebesar Rp 650. Berbeda dengan pengunjung perorangan, pengunjung rombongan dewasa dikenai tarif masuk sebesar Rp 3.000, rombongan mahasiswa Rp. 750, sedangkan untuk rombongan anak-anak (pelajar) hanya sebesar Rp 500 (Juni 2008). Museum ini buka untuk umum pada hari Selasa hingga Minggu, sedangkan untuk hari Senin dan hari besar tutup. Pada hari Selasa hingga Kamis dan hari Minggu, museum ini buka dari pukul 09.00 hingga pukul 15.00 WIB, untuk hari Jumat buka dari pukul 09.00 hingga 14.30 WIB, dan untuk hari Sabtu dari pukul 09.00 hingga 12.30 WIB. m. Museum Bank Indonesia Museum Bank Indonesia adalah sebuah museum yang memang sengaja didirikan untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang sejarah dan peran sentral Bank Indonesia (BI) dalam dunia perbankan di negeri ini. Museum ini menempati gedung tua yang didirikan oleh Pemerintah Belanda pada tanggal 8 April 1828 M dengan luas bangunan sekitar 14.000 meter persegi. Semula, gedung ini merupakan sebuah rumah sakit dengan nama Binnen Hospital, namun kemudian dialihfungsikan menjadi sebuah bank dengan nama De Javasche Bank. Dalam sejarahnya, De Javasche Bank adalah sebuah bank sirkulasi yang didirikan Pemerintah Belanda pada tanggal 24 Januari 1882 M. Selama berpuluh-puluh tahun, bank ini beroperasi dan berkembang berdasarkan suatu oktroi (hak cipta) dari penguasa Kerajaan Belanda untuk mengatur sistem moneter di tanah jajahannya. Namun, sejak pendudukan Jepang di Nusantara, bank ini praktis tidak beroperasi lagi. Pada masa revolusi, pemerintahan baru Indonesia mengalami dualisme kepemimpinan, yakni antara Pemerintah Republik Indonesia dan NICA (Nederlandsche Indische Civil Administrative). Sejak saat itu, De Javasche Bank dikuasai oleh NICA. Kondisi ini tak bertahan lama, setelah selesainya Konferensi Meja Bundar tahun 1949, Indonesia akhirnya mendapatkan kedaulatannya secara penuh. De Javasche Bank yang sebelumnya dikuasai oleh NICA, kemudian dinasionalisasi, dan pada tahun 1953 diresmikan sebagai bank sentral dengan nama Bank Indonesia (BI). Namun, sejak tahun 1962, gedung BI ini kosong dan tidak dipakai lagi, karena telah dibangun sebuah gedung baru. Karena tidak terpakai lama, gedung ini akhirnya difungsikan sebagai museum dengan nama Museum Bank Indonesia atau sering disingkat dengan nama Museum BI. Peresmiannya dilakukan pada tanggal 15 Desember 2006 oleh Gubernur Bank Indonesia, Burhanuddin Abdullah. Museum Bank Indonesia memiliki banyak koleksi, baik dalam bentuk benda bersejarah, dokumen, informasi, dan lain-lain yang terkait dengan sistem moneter dan kebijakan yang dilakukan oleh BI dari masa berdirinya hingga sekarang. Di antara koleksi
238
Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta
benda bersejarah museum ini adalah perforator manual, pintu khazanah, mesin hitung ontel REMINGTON 77, lemari brankas, lemari besi LAMPERTZ, alat pelubang kupon/deviden, kapstok gantung, fragmen neraca, timbangan emas, mesin penghitung uang elektronik, prasasti pendirian gedung De Javasche Bank, alat press kertas, mesin hitung NATIONAL, dan sebuah meja kerja gaya Belanda lama. Selain koleksi benda-benda bersejarah, di museum ini juga terdapat ruang yang menyediakan dokumen dan informasi seputar Bank Indonesia. Ruangan ini bernama Pusat Informasi Bank Indonesia. Dalam ruangan ini, pengunjung akan disuguhi informasi tentang time series yang cukup panjang mengenai sejarah dan peran Bank Indonesia. Informasi tersebut bisa diakses melalui perangkat multimedia, sehingga bermanfaat untuk kebutuhan penelitian dan pembuatan karya tulis ilmiah. Di samping itu, di ruangan ini juga terdapat fasilitas untuk mencetak (printing) data dari komputer dan fasilitas BI Virtual Museum yang memberikan informasi tentang Museum Bank Indonesia melalui jaringan internet. Wisatawan juga dapat mengunjungi museum lainnya yang berlokasi tidak terlalu jauh dari Museum BI, seperti Museum Fatahillah dan Museum Wayang. Museum ini berlokasi di Jalan Pintu Besar Utara No. 3, Jakarta Barat, Propinsi DKI Jakarta, Indonesia. Akses menuju museum ini sangat mudah, karena terletak tepat di seberang Halte Bus Way, Stasiun Kota. Pengunjung dapat menggunakan bus Transjakarta ataupun mikrolet dari jurusan manapun menuju halte tersebut. Setelah itu, pengunjung dapat berjalan kaki menuju museum. Wisatawan yang berkunjung ke museum ini tidak dipungut biaya. Museum ini buka pada hari Selasa hingga Minggu, sedangkan untuk hari Senin dan hari besar tutup. Pada hari Selasa hingga Kamis, museum ini buka pada pukul 08.00—14.30 WIB, untuk hari Jum’at pada pukul 08.30—11.00 WIB, sedangkan pada hari Sabtu dan Minggu dari pukul 09.00 hingga pukul 16.00 WIB. n.
Gereja Portugis (Gereja Sion) Kalau Anda berwisata ke kota tua Jakarta, sempatkanlah mampir ke Gereja Sion. Gereja ini terletak di sudut Jalan Pangeran Jayakarta dan Jalan Mangga Dua, di daerah Jakarta Barat. Dulu, Gereja Sion dikenal dengan nama Gereja Portugis (Portugeesche Buitenkerk). Pada masa itu, ada dua gereja yang dikenal dengan sebutan Gereja Portugis, pertama Gereja Sion, dijuluki “Gereja Portugis Luar Kota” (berada di luar benteng Kota Batavia) dan kedua “Gereja Portugis dalam Kota” (berada di dalam benteng Kota Batavia). Namun, gereja yang terakhir telah habis terbakar pada tahun 1808 M, sementara Gereja Sion tetap berdiri tegak dengan segala kemegahannya hingga kini. Gereja Portugis atau Gereja Sion hingga saat ini masih dipakai sebagai tempat ibadah. Menurut riwayat, Gereja Sion selesai dibangun pada tahun 1695 M dan diresmikan pada hari Minggu tanggal 23 Oktober 1695 M, dengan pemberkatan oleh Pendeta Theodorus Zas. Cerita lengkap pemberkatan gereja tersebut tertulis rapi dalam bahasa Belanda pada papan pengumuman, yang hingga saat ini masih bisa dilihat di dinding gereja. Pembangunan fisik gereja yang memiliki arsitektur megah ini memakan waktu sekitar dua tahun. Peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Pieter van Hoorn pada tahun 19 Oktober 1693 M. Gereja Sion terkenal dengan kekokohan bangunannya dan
239
Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta
masih memiliki perabot yang sama sejak didirikan. Gereja ini hanya mengalami dua kali renovasi, yakni pada tahun 1920 dan tahun 1978. Bahkan, konon bangunan gereja tidak mengalami keretakan sama sekali, meski terjadi gempa bumi besar yang menjalar sampai ke Australia, Sri Langka, dan Filipina, akibat letusan Gunung Krakatau pada Agustus 1883 M. Bangunan gereja ini dilindungi oleh pemerintah sebagai bangunan bersejarah lewat SK Gubernur DKI Jakarta No. CB/11/1/12/1972. Gereja Sion dibangun di atas lahan seluas 6.725 meter persegi dengan luas bangunan 32 X 24 meter yang ditopang oleh tiang utama berjumlah enam dan dibangun dengan fondasi 10.000 batang balok bundar. Bangunan gereja ini dapat menampung setidaknya 1.000 jemaat. Namun, kini, halaman gereja menyusut setelah tergusur pelebaran Jalan Pangeran Jayakarta dan Jalan Mangga Dua, masing-masing lima meter. Sesuai namanya, Gereja Portugis merupakan gereja peninggalan bangsa Portugis yang telah mendarat di Nusantara sejak abad ke-16. Namun, penyebutan kata “portugis” sebagai nama gereja punya kisah sendiri. Konon, sebelum Gereja Sion berdiri, di tempat itu berdiri sebuah kapel (gereja kecil) Katolik pada tahun 1675 M. Kapel ini didirikan oleh bangsa Portugis untuk para budaknya yang berasal dari Bengal, Malabar, Koromandel, dan Sri Langka. Para budak itu dibawa ke Nusantara (termasuk ke Batavia) dan dipekerjakan untuk kepentingan niaga dan rumah tangga. Secara umum, mereka beragama Katolik dan berbahasa Portugis. Sejak VOC menguasai Batavia dan merebut kekuasaan Portugis, VOC membangun benteng Kota Batavia sebagai pembatas wilayah Batavia dan wilayah di luarnya. Selain itu, VOC juga membawa para budak Portugis dari seluruh wilayah Nusantara ke Kota Batavia (di dalam benteng) untuk membangun prasarana kota. Tak terkecuali para budak Portugis yang tinggal di sekitar Kapel Katholik—yang notabene berada di luar benteng Batavia—juga dibawa ke dalam Kota. Sejak saat itulah (tahun 1628 M), bekas budak-budak Portugis ini membanjiri wilayah pusat dan pinggiran Kota Batavia. Gereja Sion sebenarnya merupakan gereja yang dibangun sebagai pengganti Kapel Katolik (Portugis) sebelumnya, seiring dibebaskannya para budak Portugis yang berada di pinggir dan pusat Kota Batavia. Syarat pembebasan budak tersebut adalah mereka harus beralih agama (menjadi Protestan) dan menggunakan bahasa Belanda. Para Budak yang telah bebas inilah yang dikenal dengan sebutan kaum Mardjiker. Dalam waktu yang lama, Gereja Sion telah digunakan oleh para Mardjiker secara turun temurun, sementara para pejabat elit Batavia (VOC) beribadah di pusat Kota. Namun, ketika gereja di pusat Kota Batavia terbakar, komunitas VOC, petinggi, dan keluarganya pindah beribadah ke Gereja Sion, yang terletak di pinggir kota. Lama-kelamaan gereja ini akhirnya menjadi milik kaum elit Belanda Batavia. Kaum Mardjiker pun terusir dari gereja, namun elit Belanda/VOC sudah kadung menyebut gereja ini dengan sebutan Portugeesche Buitenkerk alias Gereja Portugis. Setelah Indonesia merdeka, gereja bekas para Mardjiker ini dikelola di bawah naungan Gereja-gereja Protestan Indonesia Barat (GPIB). Pada tahun 1957, saat persidangan Sinode GPIB, Gereja Portugis diputuskan berubah nama menjadi GPIB Jemaat Sion. Oleh masyarakat sekitar, gereja ini dikenal dengan nama Gereja Sion. Sion atau Zion berasal dari nama sebuah bukit di daerah Palestina dan merupakan lambang keselamatan bagi bangsa Israel kuno. Gereja Sion memiliki keunikan khas, jika dilihat dari corak dan bentuk arsitektur, serta perabot-perabot yang dipunyainya. Kekhasan arsitektur tampil menonjol di tiap detil bangunan. Dapat dilihat, bangunan gereja membentuk satu ruang panjang dengan tiga bagian langit-langit kayu yang sama tingginya dan melengkung seperti bentuk tong. Sejak tahun 2006, gereja yang termasuk jenis gereja bangsal (hall church) ini juga dipercantik dengan lantai gereja yang tersusun oleh ubin granit berwarna abu-abu, pintu masuk berlapis kaca, dan ruang tambahan berukuran 6x18 meter di sekitar gereja.
240
Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta
Melongok rancang bangun gereja yang diarsiteki Mr. E. Ewout Verhagen dari Rotterdam ini tentu akan menambah kesan kagum, sekaligus terpesona. Lihat saja daya tahan dan kekokohan gereja yang telah bertahan selama ratusan tahun itu. Ternyata, kekokohan ini memang didukung oleh konstruksi tembok bangunan yang disusun dari batu bata yang direkatkan dengan campuran pasir dan gula tahan panas. Selain kekhasan arsitektur, perabot-perabot gereja juga disuguhkan dengan nuansa tersendiri. Saat memasuki pintu gereja, misalnya, segera terpampang empat kandelar (kandil) lilin besar dengan reflektor (pemantul cahaya) berbentuk perisai bersimbol Kota Batavia. Keempat kandelar ini tergantung pada sudut-sudut ruangan, sejak lebih 300 tahun yang lalu. Tepat di tengah ruangan, berdiri sebuah mimbar bergaya barok karya H. Bruyn (1695 M). Mimbar ini ditopang dua tiang bergulir dan bertudung kanopi berukuran besar yang bentuknya menyerupai mahkota. Pembuatan mimbar bersegi delapan dengan paduan ukiran China, Eropa, dan India ini konon menghabiskan biaya sekitar 260 ringgit. Bandingkan dengan biaya pembangunan gereja yang menghabiskan dana sekitar 3.000 ringgit. Ornamen pada sisi bawah juga ikut memberi corak tersendiri pada mimbar ini. Wisatawan yang mengamati detil mimbar ini akan menemukan ornamen berbentuk kepala malaikat lengkap dengan sayap yang dicat serupa warna kulit manusia. Selain Mimbar, tepat di sebelah kanan (jika wisatawan menghadap ke altar dari pintu depan) terdapat beberapa deretan kursi berukir dan bangku dari kayu hitam (eboni). Kursi-kursi yang sering digunakan untuk rapat gereja ini mempunyai ukiran yang terbilang unik. Di tengah atas sandaran kursi misalnya, terukir sebuah kitab suci yang terbuka dan di kanan kirinya terdapat dua gambar malaikat kecil. Jika wisatawan mengalihkan pandangan ke salah satu dinding gereja, maka akan terpampang sebuah batu bertulis dalam bahasa Belanda yang berarti: “Batu pertama gereja ini diletakkan 19 Oktober 1693 oleh Pieter van Horn”. Selain itu, di lantai atas, bagian belakang, para pelancong juga dapat melihat alat musik organ tiup (orgel) tua yang masih terawat secara baik. Orgel tua yang merupakan hibah puteri Pendeta John Maurits Moor pada abad ke-17 ini masih bisa dipakai. Wisatawan juga dapat melihat sebuah roda besi di samping kiri orgel. Roda bersabut karet ini berfungsi mengisi angin yang meniup pipa-pipa nada ketika tuts orgel ditekan. Dulu roda ini diputar dengan tenaga manusia (dua orang), namun sejak tahun 1982 diganti dengan tenaga listrik. Organ yang disangga oleh empat tiang langsing ini terakhir digunakan pada tanggal 8 Oktober 2000. Di sekitar lingkungan gereja, tepatnya di serambi gereja, terdapat 11 makam pejabat kumpeni Belanda pada masa Batavia dulu. Di antara makam para pejabat tersebut adalah makam Gubernur Jenderal Zwaardecroon (1718—1725 M), makam ahli bedah utama Kota Batavia bernama Frederik Ribalt (meninggal tahun 1735 M) dan anaknya Francois Ribalt (1695 M), serta seorang pelaut, bernama Komisaris Jenderal SH Frijkenius. Gereja Sion terletak di sudut Jalan Pangeran Jayakarta dan Jalan Mangga Dua Raya, Jakarta Barat, Propinsi DKI Jakarta, Indonesia. Gereja Sion relatif mudah dijangkau wisatawan, karena berjarak sekitar 300 meter dengan Stasiun Kereta Api Kota (Stasiun Beos Kota) dan 200 meter dari kompleks pertokoan Mangga Dua. Dari Stasiun Beos Kota, pengunjung cukup berjalan kaki atau menyewa becak menuju arah Jalan Mangga Dua dan berhenti ujung jalan, tempat di mana gereja itu berada.
241
Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta
o.
242
Stasiun Beos (Stasiun Jakarta Kota) Mengunjungi Kota Tua di Jakarta sungguh dapat mengingatkan kita pada ihwal sejarah pendirian Kota Batavia. Kalau tak percaya, datanglah ke Stasiun Jakarta Kota yang dikenal dengan sebutan Stasiun Beos. Stasiun Beos merupakan saksi bisu yang mengiringi pendirian awal Kota Batavia. Stasiun kereta api ini didirikan pada tahun 1870 M oleh seorang arsitek Belanda kelahiran Tulungagung bernama Ir. Frans Johan Louwrens Ghijsel yang dibantu oleh teman-temannya, yakni Hein Von Essen dan Ir. F. Stolts. Stolts sendiri menamatkan pendidikan arsitekturnya di Delf (Belanda) dan merupakan pendiri biro arsitektur yang bernama Algemeen Ingenieur Architectenbureu (AIA). Karya arsitektur biro ini sekarang dapat kita lihat pada bangunan/gedung Departemen Perhubungan Laut di Medan Merdeka Timur, Rumah Sakit PELNI di Petamburan (kedua bangunan ini di Jakarta), dan Rumah Sakit Panti Rapih di Yogyakarta. Sejak awal didirikan, Stasiun Beos merupakan stasiun tujuan terakhir perjalanan, seperti halnya Stasiun Surabaya Kota (Stasiun Semut) di Surabaya. Sebenarnya, penulisan nama stasiun ini bukan Beos, melainkan BOS. Namun, dalam pelafalan masyarakat Batavia, kata BOS sering dilafalkan Beos. Ada beragam versi kenapa stasiun ini dikenal dengan nama Beos atau BOS. Satu versi mengatakan bahwa kata beos diambil dari nama sebuah Maskapai Angkutan Kereta Api Batavia Timur yang bernama Bataviasche Ooster Spoorweg Maatschapij, sebuah perusahaan swasta yang mengurusi penyediaan angkutan kereta api di Kota Batavia dan Jawa. Namun, ada juga versi lain yang menyebutkan bahwa Beos berasal dari frase Batavia En Omstreken, yang berarti Batavia dan sekitarnya, tempat di mana pusat transportasi kereta api berada yang menghubungkan kota Batavia dengan kota lain, seperti Bekassie (Bekasi), Biutenzorg (Bogor), Parijs van Java (Bandung), Karavam (Karawang), dan lain-lain. Selain itu, ada juga yang mengatakan bahwa Stasiun Beos juga mempunyai nama lain, Batavia Zuid, yang berarti Stasiun Batavia Selatan. Nama ini muncul karena pada akhir abad ke-19, Kota Batavia pada saat itu telah memiliki dua stasiun kereta api. Yang Pertama adalah Batavia Zuid (Stasiun Batavia Selatan) dan yang kedua adalah Batavia Noord (Stasiun Batavia Utara). Batavia Noord terletak di sebelah selatan Museum Sejarah Jakarta sekarang.
Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta
Menurut cerita, Stasiun Beos beroperasi selama 56 tahun, yakni dari tahun 1870 M hingga tutup pada tahun 1926. Sejak penutupannya, bangunan ini direnovasi menjadi bangunan yang seperti sekarang. Selama renovasi, penggunaan stasiun dialihkan ke Stasiun Batavia Utara (Batavia Noord). Sekitar 200 meter dari Stasiun Beos yang telah ditutup, dibangunlah Stasiun Jakarta Kota yang masih berdiri hingga saat ini. Pembangunan stasiun baru ini selesai pada tanggal 19 Agustus 1929 dan digunakan secara resmi pada tanggal 8 Oktober 1929. Acara peresmiannya diadakan secara besarbesaran dengan penanaman kepala kerbau oleh Gubernur Jendral jhr. A.C.D. de Graeff yang berkuasa di tanah jajahan Hindia Belanda selama tahun 1926—1931. Meski dibangun dengan bangunan baru yang telah bergeser 200 meter, stasiun ini sudah terlanjur dikenal dengan sebutan Stasiun Beos. Sejak tahun 1993, Stasiun Jakarta Kota akhirnya ditetapkan sebagai cagar budaya melalui surat keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 475 tahun 1993. Melongok bangunan Stasiun Jakarta Kota sungguh akan membuat wisatawan terpana dengan dengan bangunan tua yang didukung rancang konstruksi profesional. Menurut cerita, rancang konstruksi yang merupakan karya besar Ghijsel ini dikenal dengan ungkapan Het Indische Bouwen, sebuah rancang bangun yang memadukan struktur dan teknik modern Barat yang dipadu dengan bentuk-bentuk tradisional setempat. Dengan balutan seni dekorasi (art deco) yang kental, rancangan arsitek Belanda ini terkesan sederhana, namun bercita rasa seni yang tinggi. Mungkin Ghijsel terilhami oleh pepatah Yunani kuno, “kesederhanaan adalah jalan terpendek menuju kecantikan” (terjemah). Meski terkesan sederhana, bangunan stasiun secara keseluruhan masih terlihat kokoh dan megah. Saat memasuki pintu utama menuju loket, misalnya, wisatawan akan merasa seolah-olah sedang berada dalam koridor panjang yang dinaungi oleh atap lengkung setengah lingkaran. Atap lengkung berbahan besi dan tembaga ini ditempatkan jauh di atas kepala para pengunjung. Mungkin hal ini sengaja dirancang oleh sang arsitek agar sirkulasi udara menjadi leluasa. Dengan rancang bangun seperti ini, selain faktor kenyamanan, wisatawan juga akan merasa berada dalam sebuah ruang megah dan istimewa. Tak hanya itu, jika wisatawan meluangkan waktu mengamati secara detil dari depan, maka akan terlihat bahwa bangunan stasiun tampak memanjang dengan pintu utama di posisi tengahnya. Di samping kanan-kiri pintu, tampak lubang-lubang berbentuk bujur sangkar-tegak yang berderet rapi memanjang-horisontal di sepanjang dinding bagian depan, sebagai rongga ventilasi udara. Konstruksi megah ini seolah mengingatkan bangunan tua peninggalan Belanda dengan konstruksi yang relatif sama, seperti Museum Sejarah Jakarta. Selain itu, saat telah memasuki ruang tunggu stasiun, wisatawan juga disuguhi tempat duduk yang berderet rapi dengan naungan atap sepanjang ratusan meter,
243
Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta
seperti layaknya atap tribun di stadion lapangan olahraga di kota-kota besar. Corak bangunan ini tentu akan membuat para pengunjung maupun calon penumpang kereta api menjadi lebih leluasa memilih tempat duduk, sembari menunggu kedatangan kereta api yang ingin ditumpangi. Di samping menyuguhkan kualitas bangunan yang representatif bagi para pengunjung maupun calon penumpang kereta api, sejak tahun 2007, Stasiun Jakarta Kota juga menyediakan sarana penunjang baru berupa ruang pamer, seperti museum mini, perpustakaan, dan lain-lain, sebagai sarana pendidikan dan wisata sejarah. Di salah satu ruang pamer ini, wisatawan dapat menonton film-film dokumenter tentang Stasiun Beos atau melihat koleksi foto-foto sejarah tentang stasiun ini. Tak hanya itu, di stasiun ini juga disediakan fasilitas pendidikan berupa model kereta api peninggalan lama dan sebuah ruangan bagi komunitas pecinta kereta api dari dalam dan luar negeri. Lokomotif listrik pertama buatan perusahaan Werkspoor Belanda yang sering dijuluki Si Bon-Bon buatan tahun 1920-an, juga dipajang di salah satu sudut Stasiun Beos. Stasiun Jakarta Kota berlokasi di Jalan Taman Stasiun Kota No. 1, Jakarta Barat, Propinsi DKI Jakarta, Indonesia. Telepon (021) 6928515. Akses menuju stasiun ini cukup mudah, karena Stasiun Beos dilalui oleh ratusan kendaraan umum, seperti mikrolet, metromini, angkutan kota, taksi, Bus Transjakarta, dan lain-lain. Kendaraan-kendaran yang bisa digunakan oleh para wisatawan antara lain, Mikrolet M-15 A jurusan Kota—Tanjungpriok, Mikrolet M-39 jurusan Kota— Pademangan, dan Metromini 02 Jurusan Muara Karang—Senen. Oleh karena kepadatan kendaraan yang melintasi Stasiun Beos, masyarakat sekitar sering menjulukinya dengan nama “terminal bayangan”. Selain akses dari Jakarta, wisatawan juga dapat menempuh perjalanan menuju Stasiun Jakarta Kota dari stasiun kota di sekitar Jakarta, seperti Bekasi, Bogor, Bandung, dan lain-lain. p.
244
Museum Taman Prasasti Museum Taman Prasasti ini pada awalnya adalah pemakaman umum yang dididirikan pada akhir pemerintahan VOC tahun 1795 dengan nama Pemakaman Kerkhoof Laan. Lahan seluas 5,5 hektar dimaksudkan untuk mengantisipasi kepadatan penduduk Kota Batavia yang sudah menjadi kota perdagangan internasional. Kerkhoof Laan dimaksudkan sebagai pengganti kuburan di samping Gereja Nieuw Hollandsche Kerk (sekarang menjadi Museum Wayang) dan Gereja Portugeesche Buitenkerk (sekarang gereja Sion) yang saat itu sudah penuh terisi dengan makam. Tahun 1808 Gubernur Jenderal Daendels melarang tradisi mengubur jenazah di gereja atau di atas tanah pribadi. Oleh karena itu, terjadi pemindahan batu nisan dari kuburan yang ada di berbagai tempat. Setelah kemerdekaan Indonesia,
Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta
Pemakaman Kerkhoof Laan diubah namanya menjadi Kebun Jahe Kober. Pada Tahun 1975, pemakaman Kebun Jahe Kober ini ditutup. Dengan alasan kebutuhan pengembangan kota, sebagian dari lahan Kebun Kober dipakai untuk Kantor Walikota Jakarta Pusat dan Gedung Auditorium Gelanggang Remaja. Lahan yang semula 5,5 hektar disusutkan menjadi 1,2 hektar. Dari 4600 batu nisan yang pernah ada di Kerkhoof Laan otomatis berkurang jumlah. Tempat pemakaman yang masih memiliki nilai artistik ini, pada tanggal 9 Juli 1977 diubah fungsinya menjadi museum dan diresmikan oleh Gubernur Jakarta waktu itu, Ali Sadikin. Museum Taman Prasasti dibuka untuk umum dengan koleksi prasasti, nisan, makam, dan patung sebanyak 1.372 yang terbuat dari bahan batu dan perunggu. Tentunya jenazah yang sudah menjadi tulang telah dipindahkan ke lokasi pemakaman lain. Saat ini hanya tinggal 1.242 buah prasasti yang masih tersimpan di dalam Museum Taman Prasasti. Sebagian prasasti bahkan telah rusak dan disimpan di gudang museum. Museum Taman Prasasti adalah satu-satunya museum dengan konsep outdoor, hampir seluruh prasastinya tidak terlindung dari pengaruh cuaca. Terdapat berbagai prasasti serta patung dengan gaya arsitektur Belanda. Saat memasuki gerbang museum kita akan mendapatkan empat pilar bulat pada setiap sudut bangunan. Biasanya pada dindingnya tergantung berbagai prasasti besar dari batu pualam, tetapi setelah pemugaran gerbang, prasasti-prasasti tersebut disimpan di gudang. Memasuki Museum Taman Prasasti, kita akan disambut oleh taman yang bersih dengan pohon tinggi yang rindang. Tidak terasa keangkeran dari bekas lokasi pemakaman umum di sana kita dapat menemukan patung-patung artistik ini, antara lain patung batu marmer “Gadis Berduka” yang menggambarkan seorang gadis sedang menangis dengan duka yang mendalam di wajahnya. Ada pula patung malaikat yang sedang berdoa. Bahkan di tengah Museum Taman Prasasti terdapat bangunan berbentuk seperti Gereja Katedral yang terbuat dari bahan perunggu berwarna kehijauan.
Patung Marmer Gadis Berduka Di tempat ini terdapat prasasti dari beberapa tokoh Belanda seperti AV. Michiels (tokoh perang Buleleng), Dr. WF Stutter Heim (Arkeolog), Dr. HF Roll (Pendiri Sekolah Kedokteran Stovia – cikal bakal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia), Mayor Jendral JHR Kohler (tokoh perang Aceh), Pieter Erbeveld (tokoh peristiwa Petjah Koelit).
245
Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta
Di samping itu, ada juga prasasti dari tokoh Inggris, yaitu Olivia Marianne Raffles (istri Thomas Stanford Raffles). Tidak ketinggalan pula ada prasasti tokoh bangsa Indonesia, antara lain tokoh sandiwara Miss Riboet alias Miss Tjitjih (1900-1965) dan tokoh Mahasiswa Soe Hok Gie (1942-1969). Selain itu, juga terdapat prasasti dari 38 tentara Kerajaan Jepang yang gugur pada saat merebut Indonesia dari kekuasaan tentara Sekutu. Setiap dua kali dalam setahun diadakan upacara ritual keagamaan oleh komunitas Jepang di Jakarta.
Prasasti 38 Tentara Jepang Selain peninggalan prasasti, terdapat pula kereta kuda pengangkut peti jenazah yang digunakan sejak tahun 1825. Selain itu, ada pula peti jenazah Presiden RI pertama Ir. Soekarno dan Wapres RI pertama Mohammad Hatta. Koleksi Museum Taman Prasasti juga memiliki miniatur makam khas dari 33 Provinsi di Indonesia.
Kereta Pengangkut Jenazah sejak 1825 Museum Taman Prasasti ini merupakan Taman Pemakaman Umum resmi tertua di dunia. Oleh karenanya, museum ini tergolong sebagai warisan budaya Indonesia. Tempat ini merupakan salah satu tempat artistik yang langka di tengah hiruk pikuk kepadatan penduduk Jakarta. Bagi penggemar fotografi, Museum Taman Prasasti ini menjadi surga di tengah hutan beton untuk menyalurkan bakat dan kreativitas seni fotografi anda. Bahkan, pembuatan beberapa video klip musik dibuat di museum ini dengan memanfaatkan nilai artistik tempat tersebut. Objek wisata Museum Taman Prasasti ini terletak di Jalan Tanah Abang 1 / 1 Kelurahan Petojo Selatan, Kecamatan Gambir Jakarta Pusat. Telp 021-3854060. Untuk menuju lokasi Museum Taman Prasasti dengan kendaraan umum, kita bisa berangkat dari Stasiun Kereta Api Kota (BEOS), menaiki Mikrolet M08, kemudian turun di jalan Tanah Abang I dilanjutkan dengan berjalan kaki sekitar 300 m. Apabila kita
246
Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta
menggunakan Busway, maka kita dapat turun di pemberhentian Monumen Nasional, kemudian berjalan kaki menuju jalan di samping Museum Nasional. Setelah sampai di perempatan Abdul Muis, kita berbelok ke kanan menuju Jl. Tanah Abang I, kemudian berbelok ke kiri. Kalau kita menggunakan kendaran pribadi, dari Jalan MH. Thamrin kita menuju ke arah gedung Bank Indonesia, kemudian mengambil arah kiri menuju Jl. Budi Kemuliaan hingga ujung Jl.Abdul Muis. Setelah perempatan lampu merah, kita mengambil arah kanan hingga menemukan Jl. Tanah Abang I, kemudian belok kiri menuju Museum Taman Prasasti. Harga tiket masuknya relatif murah yaitu Rp2.000,00 untuk dewasa, Rp. 1.000,00 untuk mahasiswa, dan Rp600,00 untuk anak-anak/pelajar. Waktu beroperasi museum ini pukul 09.00 sampai dengan pukul 15.00 pada hari Selasa s/d Minggu, sedangkan hari Senin dan hari libur museum ini tutup. Namun jika kita datang beserta rombongan, kita dapat meminta supaya museum Taman Prasasti dibuka pada hari libur, tetapi tentunya dengan biaya tambahan. Apabila kita ingin mengabadikan nilai sejarah Museum Taman Prasasti, kita dapat menggunakan kamera digital SLR atau kamera dengan kesan profesional untuk hasil terbaik. Untuk kepentingan tersebut tentunya akan dikenai pungutan tambahan.
2.
WISATA MINAT KHUSUS a.
247
Kampung Tugu Kalau wisatawan berminat mengunjungi kampung tua, sembari menelusuri serpihserpih bangunan bersejarah yang tersisa, datanglah ke Kampung Tugu, Kecamatan Koja, Jakarta Utara. Kampung yang merupakan peninggalan sejarah Kota Batavia ini, sejak dulu, memang dikenal sebagai kampung yang dihuni oleh tawanan portugis yang telah dibebaskan oleh Pemerintah Belanda. Menurut riwayat, sejak VOC menaklukkan kekuasaan Bangsa Portugis di Malaka pada tahun 1641 M, para tawanan dan budak Portugis diboyong oleh Belanda ke pusat kota dagang baru di Batavia. Para budak dan tawanan tersebut terdiri dari orang-orang Portugis dan orang-orang dari daerah yang diduduki oleh Portugis kala itu, seperti Goa, Malabar, Bengal, dan Colomander. Rata-rata, mereka ini beragama Katolik dan menggunakan bahasa Portugis sebagai bahasa percakapan. Namun, semenjak berada di Batavia, para budak dan tawanan Portugis ini dimerdekakan oleh Belanda, dengan syarat berpindah agama menjadi Protestan dan mengganti bahasa mereka dengan bahasa Belanda. Istilah untuk menyebut para tawanan dan budak yang dimerdekakan itu dikenal dengan nama “kaum Mardjiker”, yang berarti kaum yang dimerdekakan (dekat dengan kata mardika atau merdeka). Sampai akhir abad ke-18, Pemerintah Belanda di Batavia melarang agama Katolik dipeluk oleh masyarakat Batavia. Namun, baru semenjak penaklukan Perancis atas Batavia pada masa Daendels (tahun 1808 M), Gubernur Batavia saat itu, agama Katolik diperbolehkan. Setelah memerdekakan para tahanan dan budak Portugis (kaum Mardjiker), pengurus Gereja Batavia dengan persetujuan VOC memindahkan kaum Mardjiker ke sebuah
Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta
kampung yang berjarak sekitar 20 kilometer sebelah tenggara Batavia pada tahun 1661 M. Kampung inilah yang sekarang dikenal dengan nama Kampung Tugu (Kampung Toegoe). Tidak kurang ada sekitar 22 kepala keluarga—terdiri 150 jiwa—dipindahkan ke Kampung Tugu. Sejak itu, para Mardjiker menetap di Kampung Tugu dan melakukan perkawinan dengan suku-suku lain yang beragama Kristen. Orang Belanda pada saat itu lebih suka menyebut para peranakan kaum Mardjiker ini dengan nama ‘Mustisa‘ (Mestiezen), yang berarti campuran (mestizo). Namun, oleh masyarakat sekitar, penduduk yang menempati Kampung Tugu disebut ‘orang Tugu‘, atau juga disebut ‘orang Serani‘, dengan identifikasi agama Nasrani (Kristen) yang dipeluk oleh mayoritas penduduknya. Ada beberapa versi tentang asal-usul nama Kampung Tugu. Sejarawan Belanda, De Graff, menyebut nama Tugu berasal dari kata por tugu ese (Portugis), sebutan orang Portugis yang tinggal di kampung itu. Namun, ada juga versi lain yang mengatakan nama Tugu dikaitkan dengan penemuan sebuah prasasti (tugu) batu bertuliskan huruf Pallawa dari masa kekuasaan Raja Purnawarman, Kerajaan Taruma Negara, di sekitar perkampungan tersebut. ‘Tugu‘ sendiri berarti ‘tiang‘, ‘batu bersurat‘, atau ‘batu peringatan‘. Prasasti ini dikenal dengan nama Prasasti Tugu. Sejak tahun 1911 M, Prasasti Tugu dipindahkan ke Museum Nasional (Museum Sejarah Jakarta).
Sebuah lukisan karya F. Dancx (1703 M), yang mengisahkan keluarga keturunan Portugis di Kampung Tugu yang dilatarbelakangi Gereja Tugu. Kampung Tugu dikenal oleh masyarakat Batavia, salah satunya, karena keberadaan Gereja Tugu di kampung ini. Konon, gereja ini didirikan seiring dipindahkannya para Mardjiker dari Kota Batavia. Saat di Batavia, para Mardjiker biasanya beribadah di Gereja Sion—dikenal dengan sebutan gereja Portugis Luar Kota (di luar benteng Kota Batavia) atau Gereja Portugis. Namun, semenjak pindah ke Kampung Tugu, para Mardjiker menggunakan Gereja Tugu sebagai sarana ibadahnya. Ada yang menaksir, Gereja Tugu didirikan antara tahun 1676—1678 M, bersamaan dengan pendirian sekolah rakyat pertama kali di Hindia Belanda oleh Melchior Leydekker, seorang doktor ilmu kedokteran dan teologi dari Belanda yang ditempatkan di Kota Batavia. Gereja inilah yang hingga sampai sekarang menjadi landmark Kampung Tugu. Sejak tahun 1970, daerah Kampung Tugu berusaha dijaga kelestariannya oleh pemerintah DKI Jakarta melalui SK Gubernur tahun 1970, yakni radius 600 meter dari Gereja Tugu. Menyusuri serpih-serpih sejarah di Kampung Tugu sungguh seolah membawa wisatawan ke suasana Kota Batavia jaman dulu. Saat mulai masuk perkampungan, wisatawan akan disuguhi suasana perkampungan, dengan lanskap bangunan-bagunan kuno, jalan, dan sungai/kali. Kali ini oleh masyarakat Tugu dan sekitar disebut Kali Cakung. Dulu, hingga tahun 1960, kali ini masih dipakai untuk jalur transportasi dan masih dimanfaatkan untuk mandi. Namun, sekarang sungai ini tak lagi menjadi jalan transportasi, karena telah mendangkal dan berlumpur. Meskipun begitu, tetap saja sungai ini memberi nuansa tersendiri bagi Kampung Tugu.
248
Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta
Jika telah memasuki perkampungan, wisatawan dapat melongok salah satu landmark kota yang masih tersisa, yakni Gereja Tugu. Gereja yang dapat menampung sekitar 300 jemaat ini terbilang unik. Tidak seperti bangunan lain yang biasanya menghadap jalan, gereja ini justru menghadap sungai Cakung. Hal Ini semakin mengukuhkan bahwa, dulu, Cakung merupakan jalur lalu-lintas transportasi air utama untuk menuju gereja. Saat sudah memasuki halaman gereja, pengunjung segera akan melihat bangunan gereja bergaya arsitektur Portugis, berukuran 20x12 meter dengan tinggi sekitar 8 meter. Bentuk bangunannya seperti salib, dan di depan nya terdapat teras dengan empat tiang penyangga yang dikelilingi pagar kayu berkawat berwarna cokelat. Atap gereja terbuat dari kayu bercat putih, sedangkan lantainya terbuat dari keramik yang berwarna merah polos. Di dalam ruangan, ada banyak perabot gereja yang tertata secara apik dan rapi. Wisatawan, misalnya, masih dapat melihat kursi kayu panjang yang terbuat dari kayu jati yang diplitur, atau juga mimbar gereja untuk khutbah terbuat dari kayu setinggi dua meter. Di kanan-kiri mimbar terdapat kursi-kursi yang dipagari kayu berwarna cokelat untuk tempat duduk anggota majlis gereja dan grup paduan suara. Sementara itu, di sudut bagian belakang tempat duduk para jemaat juga masih terlihat organ pengiring lagu kebaktian. Setelah menikmati arsitektur gereja, wisatawan yang berkunjung ke Kampung Tugu juga dapat menikmati peringatan Ritual Mandi-mandi. Meski bernama “mandi”, tak ada kegiatan mandi yang dilakukan dalam acara ini. Ritual Mandi-mandi lebih merujuk pada upacara saling memaafkan di antara warga Kampung Tugu, yang dibumbui kegiatan mencorengkan bedak di antara para warga. Ritual ini merupakan warisan kaum Mardjiker dan diselenggarakan setiap perayaan tahun baru. Tak hanya itu, wisatawan yang berkunjung ke Kampung Tugu juga dapat menikmati kesenian musik khas bernama Keroncong Tugu. Kesenian ini sering dipentaskan pada berbagai tempat dan kesempatan, seperti pesta perkawinan, ulang tahun, peresmian, jamuan makan, menyambut tamu asing, perayaan Natal, dan perayaan tahun baru. Konon, keroncong ini telah dimainkan sejak tahun 1661 M, tahun kedatangan para Mardjiker di Kampung Tugu. Pada saat itu, kesenian ini masih disebut keroncong asli, karena jenis irama yang masih dipengaruhi Keroncong Portugis. Namun, seiring perkembangan zaman, keroncong ini telah banyak mengadopsi beberapa elemen yang membuatnya berbeda. Hal ini misalnya dapat dilihat pada jenis iramanya yang lebih cepat dan rancak, dikarenakan suara ukulele yang dimainkan dengan cara menggaruk keseluruhan senar secara cepat.
Warisan alat-alat instrumen musik Keroncong, Masyarakat Tugu Selain itu, di Kampung Tugu wisatawan juga masih bisa melihat beberapa deretan rumah khas Batavia yang berusia ratusan tahun, atau juga beberapa kuburan kuno peninggalan zaman Belanda.
249
Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta
Kampung Tugu secara administratif termasuk Kelurahan Semper Barat, Kecamatan Koja, Jakarta Utara, Propinsi DKI Jakarta, Indonesia. Kampung ini dilalui oleh Jalan Raya Tugu Semper 20 dan Jalan Cakung-Cilincing. Untuk menuju Kampung Tugu cukup mudah. Jika berangkat dari Stasiun Tanjung Priok, Jakarta Utara, pengunjung cukup mencari angkutan kota bernomor 01 arah jalur Cakung-Cilincing. Setelah itu, wisatawan berhenti di jalan Tugu, kemudian tinggal berjalan kaki, dengan jarak sekitar 250 meter. Alternatif lain, wisatawan juga dapat memilih angkutan kota 02, dari Stasiun Tanjung Priok, lalu berhenti di belakang Toserba Ramayana. Setelah itu, wisatawan disarankan untuk naik Mikrolet 07, kemudian turun di Pasar Tugu. Dari Pasar Tugu, pengunjung dapat menggunakan angkutan mini nomer 02 (warna merah) yang akan melewati Jalan Raya Tugu. Para pelancong yang berkunjung ke Kampung Tugu tidak dikenai tarif masuk. b.
250
Kampung Cina Kampoeng China ini adalah kampung hunian dan niaga di Cibubur, Jakarta Timur. Kampoeng ini adalah salah satu dari hasil kerja sama Pemda Jakarta timur dengan perusahaan asing untuk menyulap area 300 Ha di kawasan wisata Cibubur menjadi Kota Wisata, Kota Mandiri, dan Town Center. Kampoeng China ini mulai beroperasi pada 14 September 2002. Bangunan, nuansa alam, sampai pernikpernik yang dijual di kampoeng China ini bernuansa China. Semua produk yang dijual berasal dari China dengan harga mulai ribuan sampai jutaan rupiah. Pada hari biasa, kampoeng ini ramai dikunjungi masyarakat sekitarnya. Keramaian ini akan bertambah ketika ada perayaan hari raya Imlek. Sebelum memasuki kampoeng ini, pengunjung sudah merasakan nuansa China yang tercermin pada pintu gerbang berbentuk naga berwarna merah yang disebut gerbang kemakmuran. Setelah itu, pengunjung akan melewati sebuah jembatan melengkung yang disebut Dragon Gate di atas kolam bernuansa China, kemudian sampailah di pusat keramaian yang dinamakan kota terlarang (the forbidden city). Alunan musik Mandarin yang terdengar sejak masuk pintu gerbang hingga ke dalam lokasi utama membawa pengunjung seolah berada di negeri tirai bambu. Begitu memasuki Kampoeng China ini, pengunjung akan mendapatkan deretan toko yang menjual berbagai macam dagangan khas China: kipas, payung, hiasan dinding,
Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta
meja, jepit rambut, cincin, busana, lampu redup, handuk, tas, sepatu, sandal, barang elektronik, aneka keramik, guji, Hio, ang pao, hingga obat tradisional China. Lorong-lorong yang menghubungkan antarblok dihiasi sejumlah bola-bola lampion. Jika pengunjung lelah berkeliling menikmati suasana kampoeng China atau berbelanja, pengunjung dapat bersantai di sejumlah bangku sambil menikmati pemandangan antarkios atau taman-taman yang tertata apik dengan sejumlah kolam kecil, atau mencicipi aneka makanan dan minuman yang terjajar di sebuah blok khusus. Keunikan Kampoeng China ini di antaranya adalah mayoritas bangunan, patung, dan pernik-pernik dagangan berwarna merah menyala. Keunikan lain, sebagian besar pengunjungnya ternyata bukan warga keturunan Tionghoa, melainkan warga pribumi, baik yang berasal dari daerah sekitar maupun dari kota-kota besar lain di Indonesia. Pengunjung tidak hanya bisa berwisata, tetapi juga sambil berbelanja. Keindahan arsitektur kampoeng China terwujud dalam bangunan 200 kios yang berjejer rapi menjual pernik-pernik China. Bangunan, tradisi budaya, dan kesenian yang disuguhtampilkan membawa imajinasi pengunjung ke budaya dan seni China. Pengunjung akan dibuat takjub dan heran dengan kelengkapan dan nuansa China yang dominan di kampoeng ini. Kampoeng China terletak di kawasan perumahan Kota Wisata Cibubur, tidak jauh dari bumi perkemahan Cibubur, Jakarta Timur. Kampoeng China tidak sulit dicari. Dari pusat kota Jakarta, perjalanan dapat ditempuh selama kira-kira 45 menit melalui jalan tol Jakarta, Bogor, dan Ciawi (Jagorawi). Dari Depok, perjalanan bisa ditempuh sekitar 20 menit. Dari Bogor, pengunjung bisa melalui Cileungsi atau jalan tol. Wisata kampoeng China ini dibuka setiap hari, mulai pukul 12.00 – 20.00 WIB. Khusus hari Sabtu dan Minggu dibuka mulai pukul 10.00 WIB. c.
251
Kebun Binatang Ragunan Kebun Binatang Ragunan dirancang sebagai kebun binatang terbuka. Dengan koleksi satwanya yang lebih dari 4.000 ekor, terdiri dari 295 jenis, setiap satwa ditangkarkan dalam kandang menurut habitat aslinya. Sekitar 90% satwa di Kebun Binatang Ragunan adalah satwa asli Indonesia. Sejarah kebun binatang ini dimulai dengan didirikannya kebun binatang pertama yang bernama "Planten En Dierentuin" pada tahun 1864 di Cikini, Jakarta Pusat. Kebun binatang tersebut dikelola oleh Perhimpunan Penyayang Flora dan Fauna di Jakarta (Culturule Vereniging Planten en Dierentuin at Batavia). Luas areanya sekitar 10 hektar yang dihibahkan oleh Raden Saleh, seorang pelukis Indonesia ternama. Setelah Indonesia merdeka, pada tahun 1949 namanya diubah menjadi Kebun Binatang Cikini. Akan tetapi, karena areanya terlalu kecil dan tidak cocok untuk penangkaran satwa, maka dicari tempat baru yang lebih luas. Pada tahun 1964, kebun binatang ini dipindah ke tanah seluas 30 hektar di daerah Ragunan (Pasar Minggu), tanah hibah dari Pemerintah DKI Jakarta. Kebun binatang ini kemudian dibuka secara resmi oleh Gubernur DKI Jakarta pada 22 Juni 1966 dengan nama Taman Margasatwa Ragunan. Taman Margasatwa Ragunan ini kemudian diubah lagi namanya menjadi Kebun Binatang Ragunan dengan luas areanya mencapai 140 hektar, jumlah satwa sekitar 295 spesies, dan 4040 spesimen. Keistimewaan kebun binatang ini adalah pada keberhasilan dalam program penangkaran. Beberapa jenis satwa yang berhasil ditangkarkan antara lain harimau putih, harimau Sumatera, orangutan, komodo, ular python, dan beberapa jenis burung seperti kakatua, bayan, kasuari, dan jenis satwa lainnya. Keistimewaan lainnya adalah udaranya yang
Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta
sejuk, segar, dan teduh karena dikelilingi oleh sekitar 50.000 pohon yang rindang dan telaga yang cukup luas. Selain itu, kebun binatang ini juga dilengkapi dengan atraksi-atraksi khusus untuk anak-anak, seperti kebun binatang untuk anak-anak dan tempat bermain. Pada hari Minggu atau hari libur lainnya, kebun binatang ini bertambah ramai. Pada hari-hari tersebut, anakanak dapat menunggang gajah, delman, dan perahu. Salah satu yang menyenangkan dari kebun binatang ini adalah tontonan orangutan-orangutan yang mengelilingi kebun binatang setiap hari dengan menggunakan delman. Kebun Binatang Ragunan terletak di Jl. R.M. Harsono No. 1 Ragunan, Jakarta Selatan. Jarak Kebun Binatang Ragunan dengan pusat kota Jakarta sekitar 20 km. Kebun binatang ini mudah dijangkau karena banyak dilalui kendaraan umum. Dari Tanah Abang, pengunjung bisa naik Kopaja 19 dan Kopaja 985. Dari Blok M, bisa naik Metromini 77. Dari Kampung Melayu, bisa naik Kopaja 68 dan 602. Dari Depok menggunakan Mikrolet 17 dan KWK 02. Kebun Binatang Ragunan ini dibuka setiap hari, mulai pukul 07.00 – 17.00 WIB Harga tiket masuk Rp. 4.000/orang, sedangkan anak di bawah usia 3 tahun tidak ditarik biaya (Maret 2008). Kebun Binatang Ragunan ini menyediakan fasilitas seperti pusat informasi, kereta dorong, delman, restoran, tempat piknik, kios film, dan beberapa pedagang makanan, minuman, buah-buahan, dan cinderamata. Tidak jauh dari lokasi, terdapat hotel dan penginapan. Kebun binatang ini juga menyediakan sarana bermain seperti Taman Satwa Anak, Taman Perahu, Pusat Primata Schmutzer, dan Rakit Wisata. Selain itu, ada atraksi hewan, antara lain gajah tunggang dan onta tunggang, ada juga sirkus dan akrobat hewan, misalnya burung menarik gerobak, linsang bermain bola, dan ular bercanda. d.
252
Setu Babakan , Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan adalah sebuah kawasan perkampungan yang ditetapkan Pemerintah Jakarta sebagai tempat pelestarian dan pengembangan budaya Betawi secara berkesinambungan. Perkampungan yang terletak di selatan Kota Jakarta ini merupakan salah satu objek wisata yang menarik bagi wisatawan yang ingin menikmati suasana khas pedesaan atau menyaksikan budaya Betawi asli secara langsung. Di perkampungan ini, masyarakat Setu Babakan masih mempertahankan budaya dan cara hidup khas Betawi, seperti membudidayakan ikan dalam keramba, memancing, bercocok tanam, berdagang, membuat kerajinan tangan, dan membuat makanan khas Betawi. Melalui cara hidup inilah, mereka aktif menjaga lingkungan dan meningkatkan taraf hidupnya. Perkampungan yang diapit oleh dua danau (setu atau situ) ini mempunyai luas wilayah sekitar 165 hektar dan didiami setidaknya 3.000 kepala keluarga. Sebagian besar penduduknya adalah orang asli Betawi yang sudah turun temurun tinggal di daerah tersebut. Sedangkan sebagian kecil lainnya adalah para pendatang, seperti pendatang dari Jawa Barat dan Kalimantan yang sudah tinggal lebih dari 30 tahun di daerah ini.
Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta
Setu Babakan, sebagai sebuah kawasan Cagar Budaya Betawi, sebenarnya merupakan objek wisata yang terbilang baru. Peresmiannya sebagai kawasan cagar budaya dilakukan pada tahun 2004, yakni bersamaan dengan peringatan HUT DKI Jakarta ke-474. Perkampungan ini dianggap masih mempertahankan dan melestarikan budaya khas Betawi, seperti bangunan, dialek bahasa, seni tari, seni musik, dan seni drama. Dalam sejarahnya, penetapan Setu Babakan sebagai kawasan Cagar Budaya Betawi sebenarnya sudah direncanakan sejak tahun 1996. Sebelum itu, Pemerintah DKI Jakarta juga pernah berencana menetapkan kawasan Condet, Jakarta Timur, sebagai kawasan Cagar Budaya Betawi, namun urung dilakukan karena seiring perjalanan waktu perkampungan tersebut semakin luntur dari nuansa budaya Betawi-nya. Dari pengalaman ini, Pemerintah DKI Jakarta kemudian merencanakan kawasan baru sebagai pengganti kawasan yang sudah direncanakan tersebut. Melalui SK Gubernur No. 9 tahun 2000 dipilihlah perkampungan Setu Babakan sebagai kawasan Cagar Budaya Betawi. Sejak tahun penetapan ini, pemerintah dan masyarakat mulai berusaha merintis dan mengembangkan perkampungan tersebut sebagai kawasan cagar budaya yang layak didatangi oleh para wisatawan. Setelah persiapan dirasa cukup, pada tahun 2004, Setu Babakan diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso, sebagai kawasan Cagar Budaya Betawi. Sebelum itu, perkampungan Setu Babakan juga merupakan salah satu objek yang dipilih Pacifik Asia Travel Association (PATA) sebagai tempat kunjungan wisata bagi peserta konferensi PATA di Jakarta pada bulan Oktober 2002. e.
Taman Mini Indonesia Indah Gagasan pembangunan suatu miniatur yang memuat kelengkapan Indonesia dengan segala isinya ini dicetuskan oleh Ibu Negara, Siti Hartinah, yang lebih dikenal dengan sebutan Ibu Tien Soeharto. Gagasan ini tercetus pada suatu pertemuan di Jalan Cendana no. 8 Jakarta pada tanggal 13 Maret 1970. Melalui miniatur ini diharapkan dapat membangkitkan rasa bangga dan rasa cinta tanah air pada seluruh bangsa Indonesia. Maka dimulailah suatu proyek yang disebut Proyek Miniatur Indonesia "Indonesia Indah", yang dilaksanakan oleh Yayasan Harapan Kita. TMII mulai dibangun tahun 1972 dan diresmikan pada tanggal 20 April 1975. Berbagai aspek kekayaan alam dan budaya Indonesia sampai pemanfaatan teknologi modern diperagakan di areal seluas 150 hektar.
253
Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta
Berbagai macam fasilitas dan sarana yang disediakan di Taman Mini Indonesia Indah dapat di deskripsikan sebagai berikut : Anjungan daerah Di Indonesia, hampir setiap suku bangsa memiliki bentuk dan corak bangunan yang berbeda, bahkan tidak jarang satu suku bangsa memiliki lebih dari satu jenis bangunan tradisional. Bangunan atau arsitektur tradisional yang mereka buat selalu dilatarbetakangi oleh kondisi lingkungan dan kebudayaan yang dimiliki. Di TMII, gambaran tersebut diwujudkan melalui Anjungan Daerah, yang mewakili suku-suku bangsa yang berada di 33 propinsi Indonesia. Sarana rekreasi Di TMII juga disediakan beberapa sarana rekreasi yang dapat dinikmati oleh setiap pengunjung TMII. Sarana rekreasi tersebut adalah sebagai berikut : Istana Anak-anak Indonesia Keong Mas Istana Anak-anak Indonesia Kereta gantung Perahu Angsa Arsipel Indonesia Taman Among Putro Taman Ria Atmaja Taman Renang Ambar Tirta Teater IMAX Keong Emas Di Teater IMAX Keong Mas diputar berbagai film mulai dari film bertemakan lingkungan dan nusantara sampai film-film box office yang resolusinya diubah menjadi khusus untuk teater IMAX. Beberapa diantaranya adalah Harry Potter and the Prisoner of Azkaban , dan Spiderman 2 . Desa Wisata Teater Tanah Airku Snow Bay, kolam renang Taman Di TMII terdapat berbagai macam taman yang menunjukkan keindahan flora dan fauna Indonesia seperti taman anggrek, taman melati, kolam akuarium air tawar dan taman burung. Museum Museum yang ada diperuntukkan untuk memamerkan sejarah, budaya dan teknologi seperti Museum Indonesia, Museum Pusaka, Museum Transportasi, dan Pusat Peragaan IPTEK. f.
254
Taman Impian Jaya Ancol
Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta
Sebagai kawasan wisata, Taman Impian Jaya Ancol ternyata sudah berdiri sejak abad ke-17. Waktu itu, Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Adriaan Valckenier, memiliki rumah peristirahatan sangat indah di tepi pantai. Seiring perjalanan waktu, kawasan itu kemudian berkembang menjadi tempat wisata. Sayangnya, ketika Perang Dunia II meletus disusul perang kemerdekaan, Ancol terlupakan. Sungai Ciliwung secara leluasa menumpahkan air dan lumpurnya ke sana sehingga mengubah kawasan tersebut menjadi kotor, kumuh, dan berlumpur. Kawasan yang semula cantik, berubah menjadi menyeramkan bagaikan 'tempat jin buang anak'. Lalu, muncul usulan agar kawasan itu difungsikan menjadi daerah industri. Namun, usul itu ditolak mentah-mentah oleh Presiden Soekarno. Malah, Bung Karno ingin membangun kawasan itu sebagai daerah wisata. Lewat Keputusan Presiden pada akhir Desember 1965, Bung Karno memerintahkan kepada Gubernur DKI Jaya waktu itu, dr. Soemarno, sebagai pelaksana pembangunan proyek Taman Impian Jaya Ancol. Proyek pembangunan ini baru terlaksana di bawah pimpinan Ali Sadikin yang ketika itu menjadi Gubernur Jakarta. Pembangunan Ancol dilaksanakan oleh PD Pembangunan Jaya di bawah pimpinan Ir. Ciputra. Objek wisata di Ancol : Dunia Fantasi Gelanggang Samudra Atlantis Water Adventure - gelanggang renang terbesar di Ancol. Banyak fasilitas permainan seperti seluncur dengan ketinggian kurang lebih 15-20m. Di salah satu bagiannya, ada sebuah kolam yang pada saat-saat tertentu membuat gelombang besar sehingga semua orang di dalam kolam tersebut terasa seperti ada di laut Pasar Seni Seaworld Indonesia Marina Pantai Carnaval Pantai Festival Taman Pantai Hailai Mercure Padang Golf Ancol Kereta Gantung Gondola Ice World Pulau Bidadari
3.
WISATA BELANJA a.
255
Pasar Glodok Daerah Glodok merupakan salah satu saksi sejarah yang mengiringi pendirian Kota Batavia. Pada masa pemerintahan Belanda di Batavia, daerah Glodok memang dikenal masyarakat sebagai salah satu daerah pecinan, karena mayoritas penduduknya ketururunan Tionghoa. Nama Glodok sendiri diambil dari suara air pancuran dari sebuah gedung kecil persegi delapan di tengah-tengah halaman gedung Balai Kota Lama (Stadhuis)—pusat pemerintahan kumpeni Belanda (VOC) di Kota Batavia. Saat ini, Balai Kota Lama telah menjadi bangunan yang dikenal dengan nama Museum Sejarah Jakarta. Menurut sejarah, gedung persegi delapan ini dibangun pada tahun 1743 M dan sempat dirubuhkan, kemudian dibangun kembali pada tahun 1972. Cerita yang beredar mengatakan, di gedung persegi delapan tersebut terdapat sebuah pancuran yang mengalirkan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari. Selain untuk kebutuhan minum para serdadu Belanda, aliran air ini juga dimanfaatkan sebagai cadangan minum bagi kuda-kuda serdadu seusai mengadakan perjalanan jauh. Bunyi air pancurannya, grojok..grojok..grojok, oleh masyarakat diambil untuk menyebut kawasan tersebut dengan nama Glodok. Sedangkan kata ‘pancuran‘ dijadikan nama sebuah daerah yang kini dikenal sebagai daerah Pancoran, atau juga disebut Glodok Pancoran. Hingga saat ini kedua nama ini masih akrab di telinga masyarakat Jakarta. Pancoran dikenal sebagai daerah lokalisasi perjudian, sedangkan Glodok dikenal sebagai pusat perdagangan (pasar) barang-barang elektronik.
Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta
Daerah Glodok pada tahun 1872 M Sumber Foto: http://kamalmisran.wordpress.com Sejak masa berdirinya, Pasar Glodok telah beberapa kali mengalami perbaikan dan renovasi, karena terjadi kerusakan, kebakaran, dan kerusuhan massal. Pada masa Reformasi, tepatnya 13—14 Mei 1998, pasar ini dijadikan sasaran amuk massa yang paling parah. Banyak toko yang dijarah dan dibakar oleh massa karena faktor sentimen etnis. Selain itu, pada tanggal 13 Mei 2000, pasar ini juga kembali dirusak dan dibakar massa, setelah Mabes Polri secara paksa melakukan razia terhadap para penjual VCD porno. Konon, kerusuhan ini dimaksudkan untuk menggoyang kedudukan Presiden Abdurrahman Wahid yang berkuasa saat itu. Rentetan kerusuhan massa inilah yang menyebabkan Pasar Glodok mengalami renovasi dan pembangunan kembali. Saat ini, Pasar Glodok telah memiliki bangunan baru yang secara administratif dikelola oleh PD Pasar Jaya, dengan bentuk bangunan modern (Mall Glodok), layaknya pusat-pusat perbelanjaan modern lainnya. Berwisata belanja ke Pasar Glodok sungguh dapat memberi keuntungan tersendiri. Di Pasar ini, pengunjung dapat memilih ragam barang elektronik dengan berbagai model yang dijual dengan harga miring, seperti alat penyejuk ruangan (AC), lemari es (kulkas), personal computer, kamera digital, kamera analog, notebook, pemutar musik digital mini, VCD dan DVD player, televisi, radio, play station portable, dispenser, car music audio player, alat pembersih debu lantai, kabel listrik, kawat baja, pemotong pipa, filter air, alat pengelas, genset, dan masih banyak lainnya. Saat membeli barang-barang elektronik di sini, pengunjung disarankan untuk menawar harga yang telah ditentukan penjual. Jika pengunjung lihai, harga tawarnya bisa turun hingga Rp 5.000—10.000, dari harga yang ditetapkan. Barang-barang elektronik di pasar ini rata-rata diimpor dari Singapura, Cina, Jepang, Eropa, dan Amerika. Selain terkenal dengan pusat penjualan barang-barang elektorik, Pasar Glodok juga terkenal sebagai pusat penjualan VCD dan DVD bajakan. Di pasar ini tersedia berbagai VCD dan DVD untuk format film, lagu, mp-3, mp-4, dan lain-lain. Bahkan, sudah menjadi rahasia umum, kalau Pasar Glodok merupakan surganya VCD dan DVD porno, baik yang bajakan maupun asli. Ragam keping VCD dan DVD ini dijual dengan harga yang cukup murah dan dapat ditawar.
256
Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta
Suasana jual beli VCD dan DVD di Pasar Glodok Sumber Foto: ovancantfort Perlu diketahui, Pasar Glodok juga terkenal sebagai pasar yang mayoritas penjualnya keturunan Cina yang telah menghuni Nusantara—khususnya Batavia—selama ratusan tahun. Memang, daerah Glodok, sejak zaman Batavia, sangat terkenal sebagai daerah pecinan. Konon, Belanda sengaja mensegregasi penduduk pribumi dan asing di Nusantara menjadi beberapa lapisan, yakni pribumi, timur asing (China, Arab, India, dan lainlain), dan Eropa (Belanda, Portugis, dan lain-lain). Bahkan, penduduk pribumi dibagi lagi berdasarkan hubungan kesukuan. Pada pembagian ini, masyarakat pribumi (Hindia Belanda) ditempatkan pada strata sosial terendah. Jejak-jejak pemisahan strata sosial ini masih terasa hingga sekarang. Tak aneh misalnya, di Pasar Glodok, para penikmat wisata belanja dapat melongok keindahan arsitektur khas Cina yang telah berbaur dengan gaya lokal. Sejak mengalami renovasi terakhir, tahun 2000, bangunan Pasar Glodok masih mempertahankan arsitektur Cina, sebagai ciri utamanya. Hal ini untuk mempertahankan keserasian dengan beberapa bangunan khas Cina yang masih bertahan di daerah Glodok.
Perayaan Cap Go Meh di daerah Glodok Sumber Foto: linasari-tjioe Jika mau melanjutkan perjalanan wisatanya, wisatawan dapat mengunjungi tempattempat bersejarah lain yang lokasinya tidak jauh dari pasar ini, seperti Museum Sejarah Jakarta dan Stasiun Beos. Pasar Glodok secara administratif termasuk dalam Kelurahan Glodok, Kecamatan Taman Sari, Jakarta Barat, Propinsi DKI Jakarta, Indonesia, 11120.
257
Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta
Akses menuju Pasar ini cukup mudah, karena Glodok dilalui oleh berbagai kendaraan umum seperti, angkutan kota (angkot), metromini, tukang ojek, bus Transjakarta, dan bajai. Jika berangkat dari Stasiun Kota (Stasiun Beos), wisatawan bisa menggunakan angkutan kota menuju arah Pasar Tanah Abang. Setelah sekitar 15 menit, pengunjung akan sampai di lokasi Pasar Glodok. b.
Pasar Tanah Abang
Siapa yang tidak tahu Pasar Tanah Abang yang terletak di Jln KH Mas Mansyur Jakarta Pusat itu ? Terkenalnya Pasar Tanah Abang tidak hanya di Jakarta, tetapi juga luar kota Jakarta, Luar Pulau Jawa bahkan luar negeri mengenalnya sebagai pusat grosir kain di jaman dahulu sampai sekarang. Tapi sekarang ini Pasar Tanah Abang lebih dikenal sebagai Pusat Grosir selain kain, juga pusat grosir baju muslim atau busana muslim, grosir jilbab dewasa maupun jilbab anak-anak dan masih banyak macam produk lagi. Perkembangan beberapa tahun ini
oleh pemda Jakarta dibangunlah dan di modernisasi Pasar Tanah Abang menjadi gedung perbelanjaan bertingkat 10 yang mewah dan modern serta nyaman yang dilengkapi air conditioner yang menjadikan pelanggan semakin betah berlama-lama belanja di Tanah Abang. Dengan jumlah kios yang lebih dari 10.000 dan suasana gedung Pasar Tanah Abang sudah modern dan nyaman tetapi tidak menjadikan harga jual produk2 kain, baju muslim, busana muslimah dan jilbab2 jadi mahal, tetap saja harga masih murah, terutama yang membeli dalam partai atau grosir. semakin ramenya Pasar Tanah Abang, dimana yang berbelanja berdatangan dari pelosok Indonesia dan dari luar negeri, menjadikan jasa pengiriman barang dan cargo (courier) sangat ramai sekali. Bayangkan dengan omzet harian puluhan milyar terjadi di Pasar Tanah Abang, yang nota bene banyak berasal dari luar kota, berapa jumlah uang yang mengalir lewat jasa pengiriman barang dan cargo tersebut ?
258
Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta
4.
WISATA BUDAYA a.
259
Gedung Kesenian Jakarta Gedung Kesenian Jakarta merupakan bangunan tua peninggalan bersejarah pemerintah Belanda yang hingga sekarang masih berdiri kokoh di Jakarta Pusat. Gedung ini adalah tempat para seniman dari seluruh Nusantara mempertunjukkan hasil kreasi seninya, seperti drama, teater, film, sastra, dan lain sebagainya. Bangunan besar berwarna putih ini dibangun pada tahun 1802 M. Ide pendirian gedung ini berasal dari Gubernur Jenderal Belanda bernama Daendels, namun realisasinya baru dilakukan oleh Gubernur Jenderal Inggris, Thomas Stamford Raffles, pada tahun 1814 M. Dahulu, pada masa penjajahan Belanda, gedung ini berfungsi sebagai teater kota (stadtsschouwburg) dan dikenal dengan sebutan Gedung Komedi. Namun, sejak Pemerintah Jepang mengambil alih pengelolaannya, gedung ini kemudian dijadikan sebagai markas tentara yang dikenal dengan nama Kiritsu Gekitzyoo. Setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, tepatnya pada tanggal 29 Agustus 1945, pengelolaan gedung ini diambil alih oleh Pemerintah Indonesia. Gedung ini juga merupakan saksi sejarah penting perjalanan bangsa Indonesia menuju kemerdekaanya. gedung ini pernah dipakai oleh Ir. Sukarno sebagai tempat meresmikan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan digunakan sebagai tempat bersidang KNIP. Sebelum itu, gedung ini juga pernah digunakan untuk Konggres Pemoeda yang pertama pada tahun 1926. Setelah itu, antara tahun 1968 hingga 1984, gedung tua ini beralih fungsi menjadi gedung bioskop dan juga digunakan sebagai ruang perkuliahan malam mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Hukum, Universitas Indonesia. Baru setelah dikeluarkannya Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI Jakarta No. 24/1984, gedung tua ini kemudian dipugar dan dikembalikan kepada fungsinya semula menjadi gedung kesenian yang bernama resmi Gedung Kesenian Jakarta. Sebagai sebuah tempat pertunjukan seni, gedung Kesenian Jakarta memiliki fasilitas yang bagus dan memadai, di antaranya ruang pertunjukan berukuran 24 x 17.5 meter dengan kapasitas penonton sekitar 475 orang, panggung berukuran 10,75 x 14 x 17 meter, peralatan tata cahaya, kamera (CCTV) di setiap ruangan, TV monitor, ruang foyer berukuran 5,80 x 24 meter, serta fasilitas outdoor berupa electric billboard untuk keperluan publikasinya. Di samping itu, gedung kesenian ini juga menerbitkan media publikasi, seperti newsletter, rekaman audio, dan rekaman video. Gedung Kesenian Jakarta biasa menampilkan pertunjukan seni, baik berupa kesenian tradisional, modern, maupun kontemporer. Wisatawan yang mengunjungi gedung ini dapat menyaksikan pertunjukan-pertunjukan seni, seperti teater, film, wayang, drama, tari tradisonal, pembacaan puisi, pertunjukan musik, dan masih banyak pertunjukan lainnya. Salah satu pesta/festival yang pernah diselenggarakan di gedung ini adalah Jakarta
Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta
International Festival pada tanggal 20 Agustus—5 September 2004. Festival besar ini salah satunya menampilkan pagelaran musik jazz. Pagelaran ini dimeriahkan oleh kelompok musik jazz ternama yang berasal baik dari dalam maupun luar negeri, di antaranya adalah kelompok Chicago Jazz Quartet (CJQ) dari Amerika Serikat, Bujana-Balawan dan Batuan Ethnic Fusion, dan grup Krakatau dari Indonesia. Selain dapat menyaksikan pertunjukan-pertunjukan seni, wisatawan juga dapat berkunjung ke gedung ini untuk sekedar bersantai di akhir pekan, yakni pada hari Sabtu dan Minggu. Pada akhir pekan biasanya para seniman meluangkan waktunya untuk berkumpul di gedung kesenian ini. Gedung Kesenian Jakarta berlokasi di Jl. Gedung Kesenian No.1, Pasar Baru, Jakarta Pusat, Propinsi DKI Jakarta, Indonesia. Gedung Kesenian Jakarta terletak di jantung Kota Jakarta. Tidak sulit mengunjungi gedung ini, karena sudah banyak kendaraan umum yang tersedia menuju lokasi, seperti metromini, bus Transjakarta, bajai, dan lain-lain. Wisatawan yang ingin menonton pertunjukan-pertunjukan seni di Gedung Kesenian Jakarta dikenai biaya masuk yang bervariasi. Biaya masuk tersebut disesuaikan dengan jenis pertunjukan yang biasanya sudah ditentukan tarifnya sebelum pertunjukan dimulai.
260
Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta