PERUMAHAN Dl KAWASAN RAWAN BEN CAN AT ANAH LONGSOR STUD I KASUS KOT A SEMARANG Tesis untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-2
Program Studi Magister Perencanaan Kota Dan Daerah Jurusan Ilmu-IImu Teknik
diajukan oleh: Vedya Kuncoro 8905/PS~KJJ/01
Kepada PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
2003
Tesis PERUMAHAN 01 KAWASAN RAWAN BENCANA TANAH LONGSOR STUDI KASUS KOTA SEMARANG
dipersiapkan dan disusun oleh Vedya Kuncoro 8905/PS/MPKD/01
telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal
14 November 2003
Susunan Dewan Peng~i
Anggota Dewan Penguji Lain
Pembimbing Utama
Jr...6ctkti S.e.tiawao,. M.A.., Ph.D ..
lr. Leksono Pr.obo Subanu, -Ml:JRP..,.Ph.D. · · · ~
~
.;;;ar;~
Retno Widodo Dwi Pramono, S.T.,M.Sc.
Pembimbing Pendamping II
•••
0
•••
0
0
0
••••••
'•
•••
0.
0
••
Tesis ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh oran lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Kupersembahkan kepada Istriku tercinta ..... Terima Kasih atas dukungan, kesabaran danpengorbanannya ....
IV
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Robbil 'Alamin. Puji dan Syukur Penulis panjatkan ke Hadlirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga Penulis mendapat kesempatan untuk menempuh Studi Strata 2 (S2) di Program Magister Perencanaan Kota dan Daerah Universitas Gadjah Mada, melaksanakan serta menyelesaikannya tepat waktu, sejalan dengan selesainya penulisan Tesis ini. Tesis ini berjudul "PERUMAHAN DI KAWASAN RAWAN BENCANA TANAH LONGSOR : STUD I KASUS KOT A SEMARANG", yang berusaha mengkaj i mengapa perumahan di kawasan rawan bencana tanah longsor di Kota Semarang dapat terbangun, dengan melihat dari sudut pandang pemerintah, pengembang dan penghuni. Dengan selesainya penulisan tesis ini, maka selesai pula seluruh rangkaian studi penulis dalam menempuh studi Program Pascasarjana, khsusnya Program Studi Magister Perencanaan Kota dan Daerah Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: a. Walikota Ambon beserta seluruh staf dan karyawan Pemerintah Kota Ambon, khususnya Kepala BAPPEDA beserta seluruh staf dan karyawan, yang telah mendukung dan mendorong penulis selama proses seleksi hingga terpilih untuk menempuh studi serta memberi semangat dalam menyelesaikannya. b. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) beserta seluruh staf dan karyawan, yang melalui Proyek Pelatihan dan Pendidikan Aparatur Negara (PP AN), telah membiayai dan memberikan beasiswa
y
c. Rektor Universitas Diponegoro beserta seluruh staf, dosen dan karyawan, khususnya Dekan Fakultas Perikanan dan llmu Kelautan beserta staf, dosen dan karyawan, yang telah memberikan rekomendasinya d. Rektor Universitas Gajah Mada., beserta beserta para dosen, staf dan karyawan khususnya Jr. Kawik Sugiana, M.Eng, Ph.D., Ketua Program MPKD-UGM, beserta para dosen, staf administrasi dan pengajaran, Staf perpustakaan dan laboratorium komputer, yang telah menerima penulis untuk menempuh studi di MPKD, serta membantu dan melayani penulis dengan penuh kesabaran selama menempuh studi. e. Jr. Bakti Setiawan, MA., Ph.D. dan Ir. Suryanto, MSP., selaku pembimbing utama dan pembimbing pendamping yang membantu penulis dalam
menye~esaikan
penulisan ini f. Jr. Leksono P. Subanu, MURP. Ph.D., dan Retno Widodo DP., ST., M.Sc., selaku
dewan penguji yang telah memberi masukan demi penyempumaan tesis ini. g. Pemerintah dan masyarakat Kota Semarang, yang telah dengan sukarela memberi bantuan data dan informasi yang diperlukan dalam penulisan tesis ini. h. Pengembang dan penghuni perumahan Bukit Manyaran Permai, Taman Puri Sartika., Trangkil Sejahtera, Kandri Pesona Asri, Bukit Sukorejo dan Taman Kradenan Asri, yang telah berkenan menjadi responden dan memberi data serta informasi yang diperlukan dalam penulisan tesis ini.
YI
1.
Rckan-rckan Studio Kota Sragcn, atas kcbcrsamaannya selama menempuh studi. Juga rekan-rekan Studio Kabupaten Sragen, Angkatan 18 serta PPK Angkatan 3, atas kebersamaan dan suka duka bersamanya. Semoga tetap terjaga di masa mendatang.
J. Dra. Hasanah Tuljannah Soamole
k. Keluarga besar In Isyom Syarwani dan Thaib Soamole, yang selalu memberi
semangat dan dorongan dalam menempuh dan menyelesaikan studi l. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menempuh studi hingga
menyelesaikan penulisan tesis ini. Penulis menyadari bahwa penulisan ini belumlah sempuma dan masih belum dapat memenuhi keinginan semua pihak. Selain itu, penulis juga menyadari bahwa selama menempuh studi dan penulisan tesis ini, ada hal-hal yang tidak berkenan di hati. Untuk itu, penulis mohon maaf serta mengharap dukungan, kritik, saran dan tanggapan yang konstruktif bagi penulis di kemudian hari. Akhirnya semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan dimanfaatkan.
Yogyakarta, Desember 2003 Penulis.
\'ll
INTI SARI
Perumahan merupakan suatu kebutuhan dasar yang sangat penting untuk dipenuhi. Kebutuhan akan perumahan akan meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk. Pengadaan perumahan membutuhkan lahan yang sesuai, antara lain tidak termasuk kawasan rawan bencana. Pada kenyataannya, di berbagai tempat seperti Kota Semarang, perumahan dibangun pada kawasan rawan bencana, khususnya rawan bencana tanah longsor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengetahui mengapa pembangunan perumahan di kawasan rawan bencana tanah longsor terns berlangsung dan faktorfaktor apa yang mempengaruhinya. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder hasil wawancara terstruktur dengan pelaku-pelaku yang terlibat dalam pembangunan perumahan. Penelitian ini menemukan bahwa pembangunan perumahan di kawasan rawan bencana tanah longsor, diperbolehkan dalam Rencana Induk Kota Semarang. Pemerintah Kota tidak memiliki alasan yang sah untuk tidak memberi ijin, walaupun mereka mengetahui bahwa kawasan tersebut termasuk kawasan rawan bencana. Pengembang perumahan merasa mereka tidak melanggar peraturan dan melihat potensi ekonomi dari pasar kebutuhan rumah. Penghuni tidak mengetahui kondisi perumahan yang terletak di kawasan rawan bencana tanah longsor. Studi kasus ini memperlihatkan ketidakefektifan pemerintah kota dalam mengendalikan pembangunan perumahan di kawasan tersebut. Penelitian ini merekomendasikan supaya pemerintah kota meningkatkan pengendalian terhadap pembangunan, khususnya di kawasan rawan bencana.
ABSTRACT
Housing is an important basic needs which must be fulfilled_ Housing need will increase in line with increasing urban population. Housing provision requires appropriate land, which is not considered as critical land. However, in some areas such as Semarang, housing are developed in a critical areal, particularly those which vulnerable to landslide_ This research aims to explore why housing development continue to happened in lands I ide area and what factors important in that process. This study employed both primary and secondary data including interviews with various parties involved in housing development. The research found that housing development in landslide area are allowed by the masterplan of the city. The city government has no legal backup not to give permit althought they know that the area considered as critical area. The developed felt that they did not obey the law and saw the economic potential of the market. The consumers are not well understood the situation. In brief, the case study shows the inefectiveness of the city government in managing housing development in the area. The study proposed that the city government has to increase their control toward development, particularly in critical area.
DAFTAR lSI hal am an
..
HALAMANPENGESAHAN
11
HALAMANPERNYATAAN
Ill
HALAMAN PERSEMBAHAN
IV
KATAPENGANTAR INTI SARI
Vlll
ABSTRAK
IX
DAFTAR lSI DAFT ART ABEL DAFTAR GAMBAR BAB
X
Xlll
XV
I. PENDAHULUAN A. LAT AR BELAKANG
B. PERUMUSAN MASALAH C. TUJUAN D. MANFAAT E. KEASLIAN PENELITIAN BAB
v
II. KATIANPUSTAKA A. PERUMAHAN 1. Pengertian 2. Kebutuhan Perumahan 3. Pengadaan Perumahan dan Pelakunya 4. Penentuan Lokasi Perumah:~.n B. KAWASAN RAW AN BENCANA 1. Pengertian 2. Tanah Longsor 3. Kebijakan Pemerintah dalam Pengelolaan Kawasan Rawan Bencana C. LANDASAN TEORI C. DEFINISI OPERASIONAL
4 4 4
5
7
7 7 12 21 30 30 31 37
40 43
BAB
III. METODE PENELJTlAN A BAHAN, MA TERI DAN OBYEK PENELITIAN B. METODE PENELITIAN C. LOKASI PENELITIAN D. PELAKSANAAN PENELITIAN I. Tahap Persiapan. 2. Tahap Pengumpulan Data. 3. Tahap Analisa dan Deskripsi Data. 4. Tahap Sintesa dan Pengambilan Kesimpulan
BAB IV. GAMBARAN WILA YAH PENELITIAN A KOT A SEMARANG 1. Letak Geografis dan Administrasi. 2. Kondisi Fisik B. KECAMATAN GUNUNGPATI 1. Letak Geografis dan Administrasi. 2. Kondisi Fisik C. PERKEMBANGAN PERUMAHAN KOTA SEMARANG 1. Rencana Perkembangan Kota 2. Kondisi Eksisting dan Kebutuhan Rumah 3. Penyediaan Rumah 4. Kesesuaian Lahan U ntuk Perumahan BAB
44 45 46 48 48 48 55 55
57 57 57 65 65 67 73 73 86 91 96
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A.KASUSLONGSORL AHANPERUMAHAN DI KOT A SEMARANG 1. Perumahan Yang Berlokasi di Kawasan Rawan Bencana Tanah Longsor 2. Kasus Longsor Lahan di Perumahan 3. Sejarah Longsor Lahan di Kota Semarang
XI
100 100 101 113
B. PERAN PEMERINT AH DALAM
PEMBANGUNA NPERUMAHAN 1. Proses Pembangunan Perumahan 2. Peran Pemerintah dalam Pembangunan Peru mahan di Kawasan Rawan Bencana Tanah Longsor C. PERAN PENGEMBANG PERUMAHAN. 1. Profit Perumahan 2. Harga Rumah 3. Peran Pengembang dalam Pembangunan Perumahan di Kawasan Rawan Bencana Tanah Longsor D. PERAN PENGHUNI PERUMAHAN 1. Profil Penghuni 2. Faktor Pengaruh Pemilihan Lokasi Perumahan 3. Peran Penghuni dalam Pembangunan Perumahan di Kawasan Rawan Bencana Tanah Longsor E. KETERKAIT AN ANT AR AKTOR DALAM PEMBANGUNA N PERUMAHAN DI KAWASAN BENCANATAN AHLONGSOR F. TEMUAN-TEM UAN EMPIRIS BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN REKOMENDAS I A. KESIMPULAN B. KESULIT AN DAN KENDALA PENELTIAN B. SARAN DAN REKOMENDAS I DAFTAR PUSTAKA LAMP IRAN
XII
117 117 127 133 133
146 150 155 155 161 169 177 RAW AN 188
195 197 199
DAFTAR T ABEL Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel
1.
2. 3. 4. 5. 6.
Tabel 7. Tabel 8. Tabel 9. Tabel 10. Tabel 11. Tabel 12. Tabel13. Tabel 14. Tabel 15. Tabel16. Tabel 17. Tabel 18. Tabel 19. Tabel 20. Tabel 21. Tabel 22. Tabel 23. Tabel 24. Tabel 25. Tabel 26. Tabel 27.
Beberapa Teori mengenai Makna Kebutuhan Tipologi Kebutuhan Rumah Tahun 2000 Pembagian Wilayah Pengembangan Kota Semarang ........ . Pengaturan Blok Pengembangan Kecamatan Gunungpati ........ . Perkembangan Perumahan Di Kota Semarang Kondisi Eksisting Rumah Kota Semarang Tahun 2001 dan Kebutuhan tahun 2005 Rencana Kebutuhan Fasilitas Perumahan di Wilayah BWK VIII Kecamatan Gunungpati Tahun 2005 Kesesuaian Lahan U ntuk Perrnukiman Menurut Luasnya Di Kota Semarang Peru mahan di Kawasan Rawan Bencana Tanah Longsor ........ . Peran Instansi Pemerintah Dalam Pembangunan Peru mahan. Profit Perumahan Sampel. Harga Rumah yang Ditawarkan Pengembang. Alasan Pemilihan Lokasi Perumahan. Profil Penghuni berdasarkan Jenjang Pendidikan Pengeluaran Per Bulan Penghuni Kepemilikan Rumah Penghuni Sebelum Memilih Perumahannya Pemahaman Penghuni terhadap Perumahannya Alasan Pemilihan Lokasi Perumahan oleh Penghuni Perasaan Penghuni setelah Mengetahui Kerawanan Peru mahan Hubungan antara Pengeluaran perbulan dengan Pemilihan Lokasi Hubungan antara Jenjang Pendidikan dengan Pemilihan... .. . ... Lokasi Hubungan antara Pencarian Informasi yang Lengkap......... dengan Pemilihan Lokasi Hubungan antara Pencarian Informasi dari Pemerintah dengan Pemilihan Lokasi hubungan antara Pengetahuan Kawasan Rawan Bencana dengan Pemilihan Lokasi Hubungan antara Kepemilikan Rumah dengan Pemilihan Lokasi Ska1a RelatifPrioritas Pemilihan Lokasi Alasan Pemilihan Lokasi Perumahan di Kawasan Rawan Bencana Tanah Longsor
Xlll
9 77 79 83 87 90 92 99 101 129 147 148 151 155 156 157 158 159 160 162 163 164 166 167 168 175 178
Tabel 28. Tabel 29. Tabel 30. Tabel 31.
Perbandingan Faktor Teoritis dan Empiris yang mempengaruhi Pemerintah Perbandingan Faktor Teoritis dan Empiris yang mempengaruhi Pengembang Perbandingan Faktor Teoritis dan Empiris yang mempengaruhi Penghuni Perbandingan Teoritis dan Empiris Pemahaman Pelaku
:\1\'
188 190 192 192
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar4. Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8. Gambar 9. Gambar 10. Gambar 11. Gambar 12. Gambar 13. Gambar 14. Gambar 15. Gambar 16. Gambar 17. Gambar 18. Gambar 19. Gambar20. Gambar 21. Gambar22. Gambar 23. Gambar 24. Gambar 25. Gambar 26. Gambar 27. Gambar 28. Gambar 29.
Hubungan antara Kebijaksanaan Pemerintah Dengan Pelaksanaan Pengadaan Perumahan Hubungan antara Sponsor dan User Dalam Pengadaan Perumahan Land as an T eori Alur Pelaksanaan Penelitian Peta Administrasi Kota Semarang Peta Kemiringan Lahan Kota Semarang Peta Rawan Bahaya Geologi Kota Semarang Peta Administrasi Kecamatan Gunungpati Peta Kemiringan Lahan Kecamatan Gunungpati Peta Kerawanan Longsor Laban Kecamatan Gunungpati Peta Perkembangan Perumahan Tahun 1995, 2001 dan 2003 Peta Perumahan di Kawasan Rawan Bencana Geologi Peta Perumaban Bukit Manyaran Permai Rumab yang Ditinggalkan Karena Keretakan Akibat Gerakan Tanab Rumah yang Hancur Akibat Gerakan Tanah Sisa Pondasi yang Ditumbuhi Rerumputan Sisa Pondasi Rumah yang Longsor Peta Perumaban Taman Puri Sartika Talud yang Tinggi di Kawasan Perumahan Perbedaan Ketinggian Laban di Kawasan Perumaban Kawasan Longsor di samping Kapling Perumaban Talud untuk Mengaiasi Longsor Longsor Laban di Samping Kapling Perumaban Upaya Pengendalian Longsor Lahan Sisa Kapling yang telah Mengalami Longsor Peta Perumahan Trangkil Sejabtera Rumab di samping Kawasan Longsor Talud dan Pondasi yang Tinggi Diagram Proses Pembangunan Peru mahan
X\'
12 18 42 56 58 61 63 66 69 72 88 102 104 105 105 105 105 108 107 108 109 109 109 109 110 112 111 111 128
Gambar 30. Gambar 31. Gambar 32. Gambar 33. Gambar 34. Gambar 35.
Grafik Pencarian Informasi Penghuni terhadap Perumahannya Grafik Pencarian Informasi mengenai Perumahan Dari Pemerintah Grafik Pengetahuan Penghuni mengenai Kawasan Rawan Bencana Grafik Perasaan Penghuni setelah Mengetahui Kawasan Rawan Bencana Tanah Longsor Keterkaitan Antar Pelaku Dalam Pembanguna n Perumahan di Kota Semarang Tanggapan Antar Pelaku dalam Pembangunan Perumahan di Kota Semarang
X\"1
172 173 174 174 186 187
BAB I PENDAHULUAN A. LA TAR BELAKANG
Pertambahan penduduk perkotaan akan meningkatkan kebutuhan sarana dan prasarana dasar perkotaan, seperti perumahan dan permukiman, jaringan jalan, air minum, listrik, telepon serta drainase. Namun kebutuhan akan prasarana perumahan dan permukiman dirasakan yang paling mendesak, sedangkan prasarana lainnya sebagai pendukung. Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, disamping pangan (makanan) dan sandang (pakaian). Maslow dalam Bryant dan White (1987), menjelaskan lima tahapan kebutuhan dasar manusia, yaitu fisiologis (makan, tidur dan rumah), sosial (interaksi dengan orang lain dan menjadi bagian suatu kelompok), harga diri (kepercayaan diri), approval (pengakuan dari orang lain) serta self fullfilment (pemenuhan diri). Maslow menegaskan bahwa kebutuhan tersebut bersifat hierarkis,
dengan meletakkan kebutuhan fisiologis
sebagai
kebutuhan dasar dan kebutuhan pemenuhan diri sebagai kebutuhan puncak. Lebih lanjut ditegaskan bahwa kebutuhan dasar harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum memenuhi kebutuhan kedua dan seterusnya. Kelima kebutuhan ini, dapat bersifat individu (orang perorang), keluarga, kelompok, masyarakat hingga tataran negara. Sejalan
dengan
peningkatan
urbanisasi,
maka
kebutuhan
perumahan
menunjukkan peningkatan pula. Chandler dalam Komarudin ( 1997) mengidentifikasi lima komponen penentu kebutuhan rumah, yaitu penurun kepadatan (Backlog), penggantian
(Immediate
Replacement),
perencanaan
(Normal
Replacement),
2
pertambahan penduduk barn (New Hoseholds) dan pemenuhan kekurangan sebelumnya (Fulfillment~~ Housing Deficit). Pembangunan
perumahan
tentunya
membutuhkan
lahan
yang
sangat
dipengaruhi oleh keadaan geologi dan topografinya. Secara geologi, perkembangan kota pada umumnya tidak mengarah pada lahan yang merupakan daerah patahan bumi. Daerah tersebut merupakan daerah rawan bencana berupa pergeseran tanah dan gempa bumi. Secara topografi, perkembangan kota akan lebih mudah dilakukan pada lahan dengan topografi datar (kemiringan 0-2%). Kedua jenis daerah ini sangat sedikit dimiliki oleh Kota Semarang. Kondisi geografis dan geologis Kota Semarang yang terdiri dari kawasan perbukitan dan dilalui garis patahan membuat sejumlah kawasan tergolong rawan tanah longsor. Terdapat 27 lokasi rawan longsor itu tersebar di lima dari 16 kecamatan di Kota Semarang, yakni di Kecamatan Gunungpati 16 titik, Banyumanik 7 titik, Gajahmungkur 1 titik, Semarang Barat 1 titik, dan Ngaliyan 2 titik Sedangkan lokasi berpotensi longsor terdapat 71 titik tersebar di sembilan kecamatan, yakni Gunungpati 15 titik, Mijen 10 titik, Banyumanik 10 titik, Gajahmungkur 7 titik, Semarang Selatan 2 titik, Candisari 5 titik, Tembalang 11 titik, Semarang Barat 3 titi.k, dan Ngaliyan 8 titik. Namun pada kenyataannya, daerah rawan longsor itu justru berkembang menjadi daerah pengembangan permukiman. Di Gunungpati misalnya, saat ini ada enam pengembang, di Banyumanik sekitar 12 pengembang, Ngaliyan 6 pengembang, dan Tembalang 9 pengembang. Dinas Tata Kota dan Permukiman (DTKP) Pemkot
3
Semarang mencatat, saat ini ada 51 pengembang yang telah dan sedang membangun kawasan di Semarang atas. Di Kecamatan Banyumanik, termasuk kawasan Gombel, setidaknya ada 12 pengembang perumahan. Kecamatan Gunungpati ada enam pengembang, Kecamatan Ngaliyan enam pengembang, Kecamatan Tembalang ada sembilan pengembang. Lainnya, 17 pengembang tersebar di beberapa kawasan di Semarang bagian atas. Kasus lingkungan yang berubah menjadi kasus sosial dan bergerak jadi kasus kriminal ialah longsomya dinding penahan (talut) di kawasan elite Candi. Peristiwa itu, menelan tujuh korban tewas, dan de Iapan rumah hancur. Yang mengenaskan, longsoran itu menimpa permukiman penduduk persis di bawahnya, dan tidak termasuk kawasan Candi. Selain itu, kasus longsor juga tetjadi di Perumahan Bukit lndah Regency. Longsoran tersebut secara ekonomis nyata sekali eksesnya: harga rumah jatuh, dan penghuni tidak berani lagi tinggal di situ karena takut ancaman longsoran. Pada akhirnya Warga mengajukan clash action, karena pengembangan kawasan itu temyata tanpa studi kelayakan, padahal kawasan berada di daerah patahan. Berdasarkan uraian diatas, teijadi beberapa konflik kepentingan. Di satu sisi penduduk kota Semarang membutuhkan perumahan, disisi lain terdapat keterbatasan lahan yang aman untuk pembangunan perumahan. Di sisi yang lain lagi, terdapat pemerintah Kota yang memiliki kebijakan pembangunan perumahan dan di pihak lainnya pengembang yang membangun perumahan untuk memenuhi kebutuhan
penduduk kota. Dengan memperhatikan konflik diatas, serta mencermati bencana yang telah terjadi, dirasa penting untuk mengadakan penelitian mengenai perumahan di daerah rawan bencana. B. PERUMUSAN MASALAH
Penelitian berusaha menjawab permasalahan: a. Mengapa proses pembangunan perumahan pada kawasan rawan bencana dapat berlangsung? b. Apa yang mempengaruhi proses pembangunan tersebut? C.TUJUAN
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, adalah : a. Mengetahui proses pemilihan lokasi perumahan oleh penghuni b. Mengetahui proses penetapan lokasi kawasan perumahan pada kawasan rawan bencana tanah longsor. c. Mengetahui pemahaman pelaku terhadap pembangunan kawasan perumahan pada kawasan rawan bencana tanah longsor. D.MANFAAT
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini, adalah : a. Pemerintah Kota Semarang khususnya dan pemerintah kota lainnya pada umumnya dapat mengetahui penyebab pembangunan perumahan di daerah rawan bencana, baik dari sisi penghuni, pengembang maupun pemerintah sendiri.
5
b. Dunia ilmu pengetahuan dapat bertambah wawasan dan wacana mengena1 keterbatasan dalam perkembangan kota, khususnya perumahan di daerah rawan bencana. E. KEASLIAN PENELITIAN
Sepanjang
pengetahuan
penulis,
yang
didasarkan
oleh
keterbatasan
pengetahuan, waktu dan biaya penulis, penelitian mengenai Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penghuni dalam Memilih Lokasi Perumahan dalam kaitannya dengan Kawasan Rawan Bencana Tanah Longsor, belum pemah dilakukan. Penelitian dengan fokus Perkembangan Perumahan, Kota Semarang atau Pemilihan Lokasi Perumahan, yang telah dilakukan, antara lain : a. Hudioro, 2000, meneliti tentang Faktor-faktor Pemilihan Lokasi Perumahan di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul dari Sudut Pandang Penghuni dan Pengembang Perumahan b. Shinta Dewi, 2001, meneliti Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Lokasi Perumahan di Kabupaten Slenian. c. Mulyono, 1996, meneliti
Perkembangan Kota Semarang (Kajian Pengaruh
Kegiatan Utama Kota Terhadap Tata Ruang) d. Pandapotan Hutagalung, 1996, meneliti Implikasi Pola Pergeseran Penduduk Pusat Kota Terhadap Strategi Penataan Ruang Kota. Studi Kasus Kota Semarang
6
e. Agus Bastoni, 1997, Pengaruh Faktor-Faktor Fisik Terhadap Pergeseran Guna Lahan. Studi Kasus Kota Atas Semarang. Memperhatikan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka penelitian yang akan dilakukan mengenai Perumahan di Kawasan Rawan Bencana Tanah Longsor dengan kasus di kota Semarang, belum pemah dilakukan.
BABII KAJIAN PUSTAKA A. PERUMAHAN
1. Pengertian UU No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, menerangkan bahwa terdapat perbedaan antara pengertian perumahan dan permukiman. Perumahan adalah sekelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Permukiman merupakan bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Prasarana lingkungan perumahan dapat berfungsi sebagaimana mestinya, contoh jalan, saluran air minum, saluran air limbah, saluran air hujan, pembuangan sampah dan jaringan listrik. Sedangkan sarana lingkungan adalah kelengkapan lingkungan yang berupa fasilitas penunjang, yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya, contoh fasilitas pendidikan, kesehatan, perbelanjaan dan niaga,
pemerintah dan pelayanan umum, peribadatan, rekreasi dan
kebudayaan, olah raga dan lapangan terbuka. 2. Kebutuhan Perumahan Kebutuhan akan rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Abrahams Maslow dalam Supriatna, 2000, menjelaskan bahwa kebutuhan dasar
7
merupakan kebutuhan harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum kebutuhan yang lebih tinggi dipenuhi. Lebih lanjut Maslow membagi tingkatan kebutuhan sebagai berikut: a. Pisiologis, yaitu kebutuhan badan, misalkan kebutuhan akan sandang, pangan dan papan (perumahan) yang merupakan kebutuhan prioritas pertama seseorang. b. Rasa aman (safe/secure) yaitu kebutuhan untuk merasa terbebas dari kekhawatiran akan bahaya yang bersifat fisik dan berkurangnya kepastian akan kebutuhan pisiologis c. Hubungan sosial (social affiliation) yaitu kebutuhan untuk mengadakan hubungan dengan manusia atau kelompok lain d. Pengakuan (esteem/recognation) yaitu kebutuhan akan rasa mempunyai nilai, rasa berguna, rasa dihargai dan rasa diakui oleh seseorang atau kelompok e. Pengembangan kemampuan/bakat (self actualization), yaitu kebutuhan untuk dapat mengembangkan kemampuannya menjadi lebih baik. Selain dari teori Maslow tersebut, Supriatna (2000) menjabarkan teori dari ahli lain, yang sebenarnya mengacu kepada teori Maslow, yaitu: a. Alderfer, mengelompokkan kebutuhan menjadi kebutuhan untuk keberadaan, kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain dan kebutuhan untuk pengembangan diri.
9
b. McCLELLAND, memperkenalkan kebutuhan sebagai kebutuhan akan prestasi (needs of schievment), kebutuhan untuk kekuasaan (needs of power) dan kebutuhan untuk bergabung (needs for affiliation). c. Herzberg, membagi kebutuhan menjadi kondisi ketja, gaji dan fasilitas pengawasan, rekan sekerja, pengakuan, pertanggungjawaban dan tantangan tugas. Perbandingan keempat kategori kebutuhan ini, dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Beberapa Teori mengenai Mak.na Kebutuhan Kategori-Kategori l\tiASLOW Kebutuhan Badani
Kategori-Katego ri ALDEFRER
Kebutuhan akan Pengakuan dan Kegiatankegiatan Wihlk mendapat penghargaan Kebutuhan tmhlk Pengembangan Keman1puan
Faktor-Faktor HERZBERG
I Kondisi Kelja
Kebutuhan Keberadaan Kebutuhan akan Kekuasaan
Kebutuhan Rasa Aman dan Hubtmgan antar pribadi Hubtmgan Sosial
Kebutuhan McCLELLAND
I !
Gaji dan Fasilitas lainnya, pengawasan
I
Kebutuhan tmhlk berhubtmgaan dengan orang lain
Kebutuhan tmhlk Bergabtmg
Kebutuhan Wihlk Pengembangan Diri
Kebutuhan w1hlk Berprestasi
I
Rck"" Sekcrj•
I Pertanggtmgjawaban yang tinggi
Tantangan Tugas
Sumb.!r : Supnatna 2000
Kebutuhan akan perumahan sangat tergantung pada pertambahan serta perkembangan penduduk. Terdapat 2 kelompok faktor yang mempengaruhi pertambahan dan perkembangan penduduk, yaitu faktor perkembangan demografi,
I
10
sosial dan ekonomi serta faktor keanekaragaman dan kekhususan lingkungan alam serta sosio budaya. Kelompok pertama, sangat terkait dengan sebaran yang tidak merata dan kesenjangan pertumbuhan ekonomi, proses mengkota atau urbanisasi, industrialisasi serta menguatnya sektor ekonomi modem yang mengglobal. Kelompok kedua sangat terkait dengan lingkungan alam Indonesia yang kaya keanekaragaman, kepulauan yang luas, sifat ekologi dan kekayaan sumber daya alam yang berbeda dan khas. Namun demikian, faktor terkuat adalah demografi berupa urbanisasi serta karakter khas lingkungan alam (Daldjoeni, 1998) Definisi Urbanisasi sangatlah beragam. Urbanisasi secara harfiah berarti pengkotaan yaitu proses menjadi kota. Atau dapat pula didefinisikan sebagai proses perubahan kota-kota kecil/desa menjadi berciri kota besar atau perkotaan. Dapat pula didefinisikan sebagai berubah pangujiwa dan pola perilaku, dari petani ke yang lain. Lebih lanjut De Bruijne dalam Daldjoeni (1998) menyebutkan paling tidak 7 definisi urbanisasi, yaitu: 1. Pertumbuhan persentase penduduk yangbertempat tinggal di perkotaan, baik secara mondial, nasional maupun regional 2. Berpindahnya penduduk ke kota-kota dari pedesaan 3. Bertambahnya penduduk bermata pemcaharian non agraris di pedesaan 4. Tumbuhnya suatu pennukiman menjadi kotaa 5. Mekamya atau meluasnya struktur artefaktial - morfologis suatu kota di kawasan sekelilingnya
11
6. Meluasnya pengaruh suasana ekonomi kota di pedesaan 7. Meluasnya pengaruh suasana so sial, psikologi dan kultural kota ke pedesaan. Pada awalnya, modemisasi dan kemajuan menjadi faktor utama tetjadinya urbanisasi. Artinya, urbanisasi dan pertumbuhan kota dipandang sebagai suatu indikator kemajuan dan modemitas. Namun Hammond dalam Daldjoeni (1998) menjelaskan bahwa terdapat delapan faktor pendorong urbanisasi, yaitu kemajuan di bidang pertanian, industrialisasi, potensi pasar, peningkatan pelayanan kegiatan, kemajuan transportasi, tarikan sosial dan kultur, kemajuan pendidikan serta pertumbuhan penduduk alami. Chandler dalam Komaruddin (1997) mengidentifikasi lima komponen yang menentukan kebutuhan rumah, yaitu : a. Jumlah unit untuk menurunkan kepadatan (Backlog) b. Rumah yang harus segera dganti {Immediate Replacement) c. Rumah yang harus segera diganti sesuai perencanaan (Normal Replacement) d. Rumah yang dibutuhkan karena pertambahan penduduk (New Houssehold) e. Kebutuhan rumah untuk menutupi kekurangan tahun sebelumnya (Fulfillment of Housing Deficit). Ahli yang lain,yaitu Grimes dan Laquian dalam Komaruddin (1997) menjelaskan bahwa perhitungan kebutuhan rumah harus memperhatikan unsurunsur tersedianya bahan bangunan, komponen rumah, biaya atau harga sewa rumah serta kuantitas rumah pada harga yang tetjangkau.
12
3. Pengadaan Perumahan dan Pelakunya Pengadaan perumahan merupakan kebutuhan yang sangat mendasar bagi kesejahteraan fisik, psikologi, sosial dan ekonomi sesorang, keluarga bahkan penduduk suatu negara. Perumahan dapat dijadikan indikator kemampuan suatu negara dalam memenuhi kebutuhan pokok penduduknya. Secara garis besar, pengadaan perumahan dapat
dipengaruhi
oleh dua
aspek,
yaitu aspek
kebijaksanaan yang bersifat makro dan aspek pelaksanaan yang bersifat mikro. Sedangkan sumber atau pihak yang berpotensi untuk melaksanakan pengadaan perumahan, pada dasamya adalah sektor atau pihak pemerintah, masyarakat dan swasta. (Panudju, 1999). Keterkaitan dan peran ketiga pihak ini, dapat dilihat pada gambar I. Kebijaksanaan Pemerintah
Pelaksanaan Pengadaan Perumahan
Kebijak.sanaan dan Perencanaan
I
~ Undang-Undang
+
I
Peraturan
I
Kelembagaan
~
~
~
Pemerintah
I .. I
I
Masyarakat
~~ L.l
~~
Sentralisasi Desentralisasi
Kelompok
I
~
Perorangan
I
~
Perusahaan non Komersil
IProgram Pemerintah I
~
Swasta
~
~
Pengembang
~-~
Masyarakat dibantu Pemerintah
~
fo-r.
Masyarakat dibantu Perusahaan
f+
Masyardkat dengan Pengembang
-
~
Sumber : Panudju, 1999
.. Gambar 1. Hubungan antara KeblJaksanaan Pemenntah dengan Pelaksanaan Pengadaan Perumahan
13
Peran ketiga pelaku pengadaan perumahan tersebut sebagai berikut. a. Peran Pemerintah. Peran pemerintah dalam pembangunan perumahan tidaklah dapat diabaikan. Selaku Urban Management, pemerintah memiliki wewenang untuk terns mengintervensi publik dalam mengalokasi dan mengelola sumber daya alam kota untuk memecahkan permasalahan kota dan membawa kota ke arah yang lebih baik. Peran ini penting mengingat kenyataan bahwa mekanisme pasar pembangunan kota (perumahan) tidak selalu berjalan sempurna. Peran ini dijalankan pemerintah melalui fungsi provider (penyedia) maupun Enabler (Fasilitator). Peran sebagai Enabler, ditunjukkan dengan tugas pemerintah untuk membantu atau memberdayakan masyarakat dalam pengadaan perumahan. Tugasnya adalah menciptakan iklim yang kondusif dan memberikan berbagai bantuan kepada masyarakat untuk dapat berperan serta dalam pengadaan perumahannya. Selain itu, peran ini juga diwujudkan dengan menentukan kebijaksanaan, perencanaan, peraturan dan program-program pengadaan perumahan secara makro. Demikian pula dengan menentukan perautan dan ketentuan serta standar dalam pembangunan perumahan.secara mikro. Dalam peran ini, pemerintah hanya melaksanakan rencana, program dan bantuan untuk pengadaan perumahan, sedangkan pelaksanaan pembangunannya sehingga menghasilkan rumah yang siap huni,dilaksanakan oleh pihak lain (masyarakat
1-1-
dan swasta). Komaruddin ( 1997) memfokuskan peran pemerintah sebagai pendorong (Enabler) yaitu pendorong dan pencipta iklim yang menunjang, mendorong pertumbuhan ekonomi, pendorong pengembangan dan pembinaan usaha nasionaL Beberapa peran lain pemerintah sebagai enabler, seperti: a. Kebijakan, seperti penentuan kebijakan arah perkembangan kota, yang pada akhirnya akan menentukan lokasi perumahan. b. Perencanaan, seperti penentuan zonasi (peruntukan lahan kota) serta perencanaan infrastruktur kota. c. Regulasi, dengan mengeluarkan aturan baik berupa Perda dan retribusi dengan pola insentif dan disinsentif d. Mediator Konflik,
bila teijadi konflik antara pengembang/penghuni
perumahan dengan masyarakat disekitarnya. (BAPPEDA, 1997). Peran sebagai Provider, ditunjukkan dengan keterlibatan langsung pemerintah dalam melaksanakan pembangunan perumahan. Peran ini dijalankan pemerintah secara menyeluruh, mulai dari tahap penyusunan organisasi, pengadaan dana, lahan, rencana tapak, pematangan lahan, perancangan bangunan, perizinan hingga pelaksanaan pembangunan. Hasil akhimya adalah rumah yang siap huni dan siap dibeli oleh masyarakat. Peran ini biasanya dinyatakan sebagai program atau proyek pembangunan perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah, seperti : i. Program pembangunan perumahan oleh Perumnas
15
ii. Program peremajaan kota dan lingkungan kumuh
iii. Program perbaikan kampung b. Peran Masyarakat. Peran serta masyarakat, termasuk di dalam pengadaan perumahan, telah banyak dibicarakan. Namun pada kenyataannya seringkali masih terdapat perbedaan persepsi mengenai hal tersebut. Pada awalnya, banyak pihak terutama aparat pemerintah yang mendukung gagasan tersebut. Namun setelah menyadari bahwa peran tersebut menuntut adanya keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan, yang berarti pelimpahan sebagian kekuasaan, pihak-pihak tersebut secara tidak langsung menolaknya. Sehingga dapat dikatakan bahwa istilah tersebut hanya sebagai slogan atau alat politik saja. (Panudju, 1999) Peran serta masyarakat tidak mungkin mengambil alih sepenuhnya kegiatan yang pada dasarnya menjadi tanggung jawab pemerintah, yang menyangkut kebijaksanaan secara makro, pemupukan sumber dana, peraturan dan ketentuan, pengadaan prasarana dan infrastruktur serta kegiatan lain yang berskala makro atau nasional. Peran serta masyarakat dapat dilakukan pada tingkat mikro atau pelaksanaan dilapangan, seperti pengkaplingan lahan, pengadaan sarana dan prasarana setempat, perencanaan bangunan, pelaksanaan bangunan, pengelolaan dan pemeliharaan bangunan serta kegiatan yang lebih mendetail. (Turner dalam Panudju, 1998).
16
Empat type partisipasi masyarakat yang telah dikenal yaitu partisipasi dalam (Komaruddin, 1997): a. pembuatan keputusan, meliputi membuat beberapa pilihan dari banyak kemungkinan, menyusun rencana yang dapat atau layak dioperasionalkan b. implementasi, menyangkut kontribusi sumber daya, administrasi dan koordinasi kegiatan bidang tenaga kerja, biaya dan informasi c. kegiatan yang membrikan keuntungan material, sosial dan personal d. evaluasi, termasuk keterlibatan dalam proses yang sedang berjalan. c. Peran Swasta. Pengadaan perumahan bagi masyarakat pada dasamya pelakunya adalah masyarakat itu sendiri. Namun sulit bagi masyarakat untuk memulai kegiatannya dan memecahkan beberapa masalah yang dihadapi tanpa bantuan dari pemerintah atau pihak lain. Disisi lain, pemerintah terkadang tidak memiliki cukup dana dan sumber daya manusia untuk dapat bekerja sama dengan masyarakat. Untuk itu, peran penghubung atau intermediaries seringkali diperlukan. Perannya dapat berupa mengawali proses pengadaan perumahan, memprakarsai
dialog
antara
masyarakat
dengan
pemerintah
serta
menyampaikan informasi antar pelaku. Penghubung ini dapat pula berfungsi menerjemahkan prioritas pemerintah kepada masyarakat serta menjelaskan prioritas masyarakat kepada pemerintah. (Panudju, 1998).
16
Empat type partisipasi masyarakat yang telah dikenal yaitu partisipasi dalam (Komaruddin, 1997): a. pembuatan keputusan, meliputi membuat beberapa pilihan dari banyak kemungkinan, menyusun rencana yang dapat atau layak dioperasionalkan b. implementasi, menyangkut kontribusi sumber daya, administrasi dan koordinasi kegiatan bidang tenaga kerja, biaya dan informasi c. kegiatan yang membrikan keuntungan material, sosial dan personal d. evaluasi, termasuk keterlibatan dalam proses yang sedang berjalan. c. Peran Swasta. Pengadaan perumahan bagi masyarakat pada dasamya pelakunya adalah masyarakat itu sendiri. Namun sulit bagi masyarakat untuk memulai kegiatannya dan memecahkan beberapa masalah yang dihadapi tanpa bantuan dari pemerintah atau pihak lain. Disisi lain, pemerintah terkadang tidak memiliki cukup dana dan sumber daya manusia untuk dapat bekerja sama dengan masyarakat. Untuk itu, peran penghubung atau intermediaries seringkali diperlukan. Perannya dapat berupa mengawali proses pengadaan perumahan, memprakarsai
dialog
antara
masyarakat
dengan
pemerintah
serta
menyampaikan informasi antar pelaku. Penghubung ini dapat pula berfungsi menerjemahkan prioritas pemerintah kepada masyarakat serta menjelaskan prioritas masyarakat kepada pemerintah. (Panudju, 1998).
17
Pemerintah dikarenakan keterbatasan dana, tidak mampu untuk menyediakan perumahan bagi warganya. Untuk itu, pemerintaah mengharapkan penduduk membangun rumahnya sendiri atau dibangunkan oleh pihak lain, dalam hal ini swasta. Terdapat dua golongan pihak swasta yang berperan dalam pengadaan perumahan., yaitu perusahaan yang tidak komersial dan pengembang. Perusahaan non komersial mengadakan perumahan dikhususkan untuk memenuhi kebutuhan karyawannya. Perumahan tersebut dibangun oleh perusahaan tanpa mengharapkan keuntungan komersial langsung dari penjualan rumah. Keuntungan yang diperoleh bersifat tidak langsung yaitu peningkatan produktivitas karyawan yang telah terpenuhi kebutuhan dasarnya. Hal ini berbeda dengan pengembang yang membangun rumah dengan berharap keuntungan dari basil penjualan rumah tersebut. Pengembang menyediakan perumahan dengan berbagai type dan harga yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Peran swasta di bidang penyediaan air bersih, penyediaan perumahan dan penyedian sarana penyehatan lingkungan. Kendala yang dihadapi adalah masih lemahnya wawasan aparatur pemerintah, penafsiran yang keliru terhadap ketentuan sehingga menciptakan etatisme (anggapan) bahwa swasta hanya pelengkap serta harapan yang terlalu tinggi kepada BUMN dan BUMD, terbatasnya dana, perijinan yang masih kompleks, serta belum tumbuhnya
18
kemitraan antar dan antara pemerintah, swasta dan masyarakat. (Komaruddin, 1997) Turner dalam Panudju ( 1999) mengelompokkan pelaku pengadaan perumahan dalam 2 kelompok, yaitu Pihak yang membantu (Sponsor) dan pihak yang memakai (User), serta membedakan masing-masing tugasnya dalam Siapa yang menentukan (Who Decide) dan siapa yang menyediakan (Who Provide). Yang dimaksud dengan User adalah masyarakat pemakai perumahan, sedangkan sponsor adalah pihak yang membantu pengadaan perumahan, baik pemerintah maupun swasta. Hubungan dan peran antara kedua kelompok ini, dapat dilihat pada gambar 2.
WHO PROVIDES
SPONSOR
.--W-H_O_D_E_C_ID_E_s____,l USER
SPONSOR
USER
Sponsor Decide Sponsor Provide
Sponsor Decide User Provide
User Decides Sponsor Provide
User Decides User Provide Sumber : Panuqju, 1998
Gambar 2. Hubungan antara Sponsor dan User dalam Pengadaan Perumahan
Hubungan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Sponsor Decide, Sponsor Provide. Merupakan kondisi dimana keputusan dan penyediaan perumahan dilakukan sepenuhnya oleh Sponsor. User tidak
19
memiliki peran sama sekali. User hanya menerima dan memakai rumah yang dibangun oleh sponsor. Kondisi ini dapat menimbulkan adanya ketidaksesuaian antara rumah yang dihasilkan dengan keinginan user. b. Sponsor Decide, User Provide. Merupakan kondisi dimana sponsor menentukan keputusan mengenai perumahan, seperti lokasi, rancangan rumah, prosedur pembiayaan maupun persyaratan lain untuk membangun rumah. User harus membangun sendiri rumahnya berdasarkan ketentuan tersebut. Walaupun user sudah membangun rumah sendiri, namun karena ketentuan dan keputusannya berada di tangan sponsor, maka sering hasilnya tidak memuaskan. c. User Decide, User Provide. Merupakan kondisi dimana pengadaan perumahan, mulai dari tahap perencanaan, perancangan, pembiayaan hingga pembangunan dan pemanfaatan, ditentukan dan dilaksanakan sepenuhnya oleh user. Secara teoritis, hasilnya sangat memuaskan, karena sesuai dengan keinginan dan kemampuan user. Namun disisi lain, seringkali rumah yang dihasilkan disesuaikan dengan kondisi user, sehingga memungkinkan tidak sesuai dengan standar yang ditentukan pemerintah. d. User Decide, Sponsor Provide. Merupakan kondisi dimana user yang menentukan perencanaan dan perancangannya, hingga rumah yang dibangun akan sesuai dengan keinginan user, sedangkan sponsor dituntut menyediakan semua kebutuhan pembangunan tersebut. Kondisi ini secara teoritis sangat
20
ideal. Namun seringkali keinginan user tidak dapat dipenuhi oleh sponsor. Keinginan user juga sering tidak sejalan dengan keinginan sponsor. Panudju ( 1999) lebih lanjut menjelaskan beberapa kendala yang ditemui dalam pengadaan perumahan, yaitu: a. Kendala Pembiayaan, mengingat pendapatan masyarakat relatif kecil, sehingga setelah dipakai untuk membayar makanan, pakaian, keperluan sehari-hari dan lain-lain, hanya sedikit yang tersisa untuk keperluan perumahan. b. Kendala Ketersediaan dan Harga Lahan, mengingat lahan untuk perumahan yang semakin sulit diperoleh baik karena ketiadaan akses maupun tingginya harga tanah di perkotaan. c. Kendala Ketersediaan Prasarana untuk Perumahan, mengingat kurang terpadu dan mahalnyanya rencana, rancangan teknis dan pelaksanaan pengembangan kota. Akibatnya, pengadaan prasarana perumahan tidak dapat dilakukan sebagaimana mestinya. d. Kendala Bahan Bangunan dan Peraturan Bangumm, mengingat banyak bahan bangunan yang harus didatangkan dari luar daerah bahkan luar negeri, mengakibatkan harga produksi yang meningkat. Selain itu, banyak pula peraturan bangunan yang ditetapkan tidak sesuai dan terlalu tinggi standarnya bagi masyarakat.
21
4. Penentuan Lokasi Peru mahan Salah satu karakter khas Indonesia adalah letaknya pada jalur gempa. Pengaruh
modernisasi
dan
teknologi
mendorong
manusta
masyarakat
meninggalkan cara-cara membangun setempat dan mengambil teknologi dari luar sebatas informasi yang dapat dikuasainya. Degradasi lingkungan ini tidak saja disebabkan oleh perbuatan masyarakat, namun lebih parah dilakukan melalui proyek formal berskala besar oleh publik dan swasta yang tidak mengindahkan keberadaan masyarakat lokal. Keberadaan jalur gempa ini membuat daerah patahan yang sangat dihindari dalam pembangunan kota. (Daldjoeni, 1998) a. Penentuan Lokasi Perumahan oleh Pemerintah Sebagaimana telah diutarakan di atas, peran pemerintah dalam pengadaan perumahan lebih diarahkan pada peran enabler/fasilitator, antara lain sebagai penentu kebij akan hingga program dan rencana yang memungkinkan pengadaan perumahan dapat terlaksana. Pemerintah berwenang menentukan lokasi perumahan serta peraturan dan perijinan yang hams dipenuhi untuk pembangunannya. N amun demikian wewenang ini hams memiliki dasar hukum yang jelas, berupa Undang-Undang hingga Peraturan Daerah. Dengan demikian, dalam menentukan lokasi perumahan, pemerintah haarus berdasarkan kepada rencana dan program seta kebijakan pengelolaan kawasan perumahan dan permukiman yang telah disusun dan dilegalisasikan dalam bentuk Peraturan Daerah.
22
Pengelolaan
kawasan
kawasan
permukiman
dilakukan
untuk
menyediakan tempat bermukim yang sehat dan aman dari bencana alam serta dapat memberikan lingkungan yang sesuai untuk pengembangan masyarakat dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Dengan demikian, kriteria penetapan untuk kawasan permukiman meliputi: a) Kawasan yang secara teknis dapat digunakan untuk permukiman yang aman dari bahaya bencana alam, sehat dan mempunyai akses untuk kesempatan berusaha. b) Kawasan yang dapat memberikan manfaat : 1.
meningkatkan ketersediaan permukiman dan mendayagunakan fasilitas yang ada disekitarnya
II.
Meningkatkan perkembangan kegiatan sektor ekonomi yang ada disekitamya
111.
Tidak mengganggu fungsi lindung
IV.
Tidak mengganggu upaya kelesstarian sumber daya alam
v. Meningkatkan pendapatan masyarakat vt.
Meningkatkan pendapatan nasional dan daerah
vn. Menyediakan kesempata kerja VIII.
Mendorong perkembangan masyarakat.
23
Mirhad dalam Boedihardjo ( 1998) mengemukakan bahwa secara tata guna tanah, maka lokasi pemmahan hamslah: i. Tanah yang secara ekonomis telah sukar dikembangkan, seperti bukan daerah persawahan, kebun dan usaha lainnya ii. Tidak memsak lingkungan yang ada iii. Mempertahankan tanah yang berfungsi sebagai reservoir aur tanah, penampung air hujan dan penahan air laut. Lebih lanjut dijelaskan bahwa secara politis dan ekonomis, hams: i. menciptakan
kesempatan
kerja
dan
bemsaha
bagi
masyarakat
sekelilingnya ii. Dapat sebagai percontohan membangun mmah yang baik bagi masyarakat sekelilingnya iii. Mudah penjualannya, sehingga mendatangkan keuntungan yang waJar bagi developernya. b. Penentuan Lokasi Pemmahan oleh Pengembang (Developer) Penentuan
lokasi
mmah
termasuk
didalamnya
pemmahan
dan
permukiman, sangat tergantung pada banyak hal. Namun secara teknis, pengembang hams memperhatikan (Mirhad dalam Boedihardjo, 1998). a. Mudah pengerjaannya b. Bukan di daerah rawan bencana banjir, gempa, angin ribut, rayap c. Mudah dicapai
d. Tanahnya baik untuk dikonstruksi e. Mudah mendapatkan infrastruktur f Mudah mendapatkan bahan bangunan
g. Mudah mendapatkan tenaga keija. Menurut petunjuk perencanaan kawasan perumahan kota Departemen PU tahun 1987, lokasi perumahan harus memenuhi beberapa persyaratan dasar yaitu: a. Aksesibilitas, yaitu kemungkinan pencapaian dari kawasan dan ke kawasan. b. Kompetibilitas, yaitu keserasian dan keterpaduan antar kawasan. c. Fleksibilitas, yaitu kemungkinan pertumbuhan fisik/pemekaran kawasan peru mahan d. Ekologi, yaitu keterpaduan antara tatanan kegiatan alam yang mewadahinya. Untuk dapat memenuhi persyaratan tersebut, diperlukan informasi mengena1: a. Topografi, yaitu kondisi fisik permukaan tanah baik bentuk, karakter, tumbuhan, aliran sungai, kontur tanah dan lain-lain. b. Sumber alam, yaitu semua potensi atau kekayaan alam yang dapat mendukung penghidupan dan kehidupan. c. Kondisi fisik tanah, yaitu kondisi fisik dari tanah, dimana kawasan perumahan akan dibangun. d. Lokasi, yaitu posisi kawasan perumahan terhadap kawasan-kawasan lain.
25
e. Tata guna tanah, yaitu pola tata guna tanah di sekeliling kawasan peru mahan. f Nilai dan harga tanah, yaitu nilai potensi dan ekonomi dari tanah kawasan.
g. Iklim, yaitu keadaan cuaca. h. Bencana alam, yaitu segala macam bahaya oleh alam, seperti angin puyuh, gempa bumi dan banjir. 1.
Vegetasi, yaitu segala tumbuhan yang ada dan mungkin tumbuh di kawasan yang dimaksud. Wilkinson dan Merry dalam Haikal Ali (1996) menyebutkan bahwa
lokasi perumahan ditentukan oleh : pencapaian aksesibilitas (tempat kerja, sekolah, pertokoan), karakteristik lingkungan, hambatan alam berupa batu karang, lereng, kemungkinan adanya banjir dan pergeseran tanah. Ditambahkan oleh Dasra (1995), faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan lokasi perumahan adalah adanya perkembangan kota, kondisi fisik wilayah, harga tanah, aksesibilitas, kemudahan transportasi, utilitas dan adanya kesesuaian laban untuk perumahan. Hudioro (2000), menemukan bahwa pengembang dalam menentukan lokasi perumahannya, ditentukan oleh harga tanah, kedekatan terhadap jalan utama, suasana pegunungan, aksesibilitas, kedekatan terhadap pusat kota, ketersediaan air bersih, kedekatan terhadap fasilitas umum atau pusat kota dan tersedianya dukungan infra struktur.
26
c. Pemilihan Lokasi Perumahan oleh Penghuni Lusht ( 1970) berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pemilihan lokasi perumahan adalah kenyamanan, keamanan, daya tarik lokasi perumahan terhadap aksesibilitas dan lingkungan. Sedangkan menurut Raldi ( 1997), keputusan tersebut didasarkan pada faktor aksesibilitas atau faktor kemudahan transportasi/akses, tersedianya angkutan umum dan kedekatan jarak. Selain itu ada juga faktor-faktor yang lainnya, misalnya kaitan talikekeluargaan (kinship). Dalam teori Von Thunen ada beberapa daya tarik dari lokasi perumahan yang biasanya menjadi bahan pertimbangan dalam pemilihan perumahan yaitu, aksesibilitas atau kemudahan pencapaian ke tempat ketja, pusat perbelanjaan, kesehatan, sekolah, rekreasi, ibadah dan lokasi lainnya yang memerlukan petjalanan. Selain aksesibilitas, keadaan lingkungan fisik juga menjadi faktor yang dipertimbangkan dalam pemilihan perumahan. Faktor lingkungan yang dimaksud adalah kebersihan air, udara, kenyamanan dan keadaan lingkungan sosial perumahan. Uterman dalam Onggodipuro ( 1986) berpendapat bahwa alasan pemilihan perumahan adalah untuk rnernenuhi kebutuhan : a. Kebutuhan fungsional, yaitu kebutuhan ternpat untuk beketja, belajar, rneneruskan keturunan dan sebagainya.
27
b. Kebutuhan yang menyenangkan, misalnya tempat untuk rekreasi, keindahan, istirahat, ketenangan, keamanan, hubungan sosial dan sebagainya. c. Kebutuhan dengan alam dan lingkungan, misalnya kenyamanan, interaksi dengan luar, hubungan dengan tanaman, binatang dan sebagainya. Goodall ( 1972) menjelaskan bahwa pertimbangan suatu keluarga memilih lokasi perumahan adalah: 1. Suasana kehidupan di lingkungan tersebut. 2. Lokasi perumahan 3. Keadaan fisik perumahan. 4. Kelengkapan fasilitas perumahan. 5. Nilai prestisius. 6. Harga rumah. 7. Pendapatan keluarga Sedangkan faktor yang menentukan pemilihan lokasi oleh penghuni, meliputi: 1. Pendapatan keluarga. 2. Akses ke tempat ketja. 3. Status keluarga 4. Faktor lain Hudiono (2002) menjelaskan bahwa harga rumah, kedekatan terhadap jalan utama, suasana lingkungan, ketersediaan air bersih, kedekatan terhadap
28
fasilitas umum atau pusat kota., aksesibilitas dan tersedianya dukungan infra struktur, merupakan faktor yang menentukan penghuni ketika memilih peru mahan. Doxiadis ( 1971) dalam pendekatan ekologinya mengemukakan bahwa perumahan terdiri dari lima unsur, yaitu unsur alam, manusia, masyarakat, lindungan dan jejaringan. Unsur-unsur inilah yang menjadi bahan pertimbangan bagi seseorang dalam memilih lokasi perumahan. Secara rinci faktor-faktor dari pendekatan ekologis ini adalah sebagai berikut: a. Faktor alam, yaitu faktor-faktor yang berhubungan dengan lingkungan fisik peru mahan b. Faktor manusia, yaitu faktor-faktor yang berhubungan dengan lingkungan biotis c. Faktor masyarakat, yaitu faktor-faktor yang
berhubungan dengan
lingkungan sosial d. Faktor lingkungan, yaitu faktor-faktor yang berhubungan dengan lingkungan buatan manusia e. Faktor jejaring, yaitu faktor-faktor yang berhubungan dengan perlengkapan dari lingkungan buatan Dewi (200 1}, merujuk pada pendapat Doxiadis, menjelaskan bahwa penentuan lokasi perumahan, sangat ditentukan oleh tingkat ekonomi penghuninya. Untuk itu, penghuni dapat dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu
29
tingkat
ekonomi
rendah/brigehaders,
tingkat
sedang-
ekonomi
tinggifconsolidator, tingkat ekonomi tinggi-sangat tinggi!status skeekers.
Ketiga golongan tersebut, memiliki prioritas yang berlainan dalam pemilihan lokasi perumahan, yaitu: a. Pada golongan pertama, faktor yang paling diperhitungkan adalah faktor jejaring, yaitu ketersediaan jaringan air bersih dan jaringan listrik Pada faktor masyarakat, faktor yang dipertimbangkan adalah harga murah. Dari faktor lindungan, yang diperhitungkan adalah ketersediaan kendaraan umum dan kedekatan dengan tempat keija. b. Pada golongan kedua, faktor paling diperhitungkan adalah faktor jejaring, yaitu ketersediaan jaringan air bersih dan jaringan listrik. Pada faktor manusia, faktor yang dipertimbangkan adalah keamanan dari lokasi perumahan. Dari faktor lindungan, yang diperhitungkan adalah kedekatan jarak antara lokasi perumahan dengan fasilitas umum seperti
fasilitas
pendidikan dan fasilitas perbelanjaan. c. Pada
golongan
ketiga,
semua
faktor
dari
lingkungan
perumahan
diperhitungkan. Sedangkan faktor yang paling diperhitungkan adalah lindungan. Dari faktor lindungan ini, faktor yang diperhitungkan adalah faktor bentuk dan kualitas bangunan serta jenis fasilitas yang ada di dalam lingkungan perumahan.
30
Turner dalam Panudju (1999) menjelaskan babwa terdapat keterkaitan antara kondisi ekonomi seseorang atau suatu keluarga dengan skala prioritas kebutuban
bidup
dan
kebutuban
perumaban.
Bagi
masyarakat
yang
berpengbasilan rendab, prioritasnya berturut turut adalab lokasi yang berdekatan dengan tempat kerja, status pemilikan laban dan rumab serta bentuk dan kualitas rumab. Semakin meningkat pendapatan, maka prioritasnya berubah, menjadi status pemilikan laban dan rumab sebagai prioritas utama, diikuti lokasi serta bentuk dan kualitas rumab. Dengan mengacu pada teori Kebutuban Maslow yang dirujuk oleb Turner untuk mengaitkan antara kebutuban rumab dengan status ekonomi seseorang atau suatu keluarga, maka Panudju, 1999, menyusun kriteria perumaban yang dibutuhkan masyarakat berpengbasilan rendab, yaitu : a. Lokasi tidak terlalu jaub dari tempat kerja b. Status kepemilikan laban dan tanab jelas c. Bentuk dan kualitas bangunan tidak terlalu baik, tetapi cukup memenubi fungsi dasarnya d. Harga atau biaya pembangunan barns sesuai dengan tingkat pendapatannya
B. KAWASAN RAW AN BENCANA
1. Pengertian Keputusan Presiden Republik Indonesia, Nomor 23 Tahun 1990, tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, menjelaskan babwa Kawasan Rawan Bencana
31
Alam adalah kawasan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana alam. Sedangkan Kriteria Kawasan Rawan Bencana Alam adalah kawasan yang diidentifikasi sering dan berpotensi tinggi mengalami bencana alam seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, dan tanah longsor. Keputusan tersebut menempatkan kawasan rawan bencana sebagai suatu kawasan lindung. Ditegaskan pula bahwa Perlindungan terhadap kawasan rawan bencana alam dilakukan untuk melindungi manusia dan kegiatannya dari bencana yang disebabkan oleh alam maupun secara tidak langsung oleh perbuatan manusia. 2. Tanah Longsor a. Pengertian Permukaan tanah memiliki beberapa ragam perbedaan ketinggian. Antara permukaan tanah yang berada lebih tinggi ke permukaan yang lebih rendah, dihubungkan dengan suatu prmukaan yang disebut lereng. Pada tempat tersebut, terdapat gaya-gaya yang bekerja mendorong sehingga tanah yang lebih tinggi kedudukannya cenderung bergerak ke arah bawah. Di samping itu, terdapat pula gaya-gaya didalam tanah yang bekerja menahan/melawan sehingga kedudukan tanah tersebut stabil. Gaya pendorong tersebut berupa gaya berat dan gaya tiris/menolak. Gaya-gaya penahan meliputi gaya gesekan/gaya geser, lekatan dan kekuatan geser tanah. (Sunggono, 1982). Kekuatan kedua gaya dapat berubah dan besar kecilnya kekuatan keduanya mempengaruhi kestabilan lereng. Apabila kedua gaya sama besar atau daya
32
penaban yang lebib besar, maka lereng akan stabil. Namun bila gaya pendorong lebib besar, maka dapat tetjadi pemindaban massa tanah yang sering dikenal sebagai longsor. Secara umum, tanab longsor diartikan sebagai proses perpindahan massa tanah/batuan dengan arab miring dari kedudukan semula akibat adanya gaya gravitasi (terpisab dari massa aslinya yang relatif mantap) (PSBA, 2002). Tjojudo
(1994)
menyebutkan
babwa
pengertian
longsor
seringkali
dipergunakan untuk istilah yang umum bagi pergerakan tanah, batuan, timbunan ataupun dalam bentuk campurannya secara alamiab pada laban yang miring. Gerakan tanahlbatuan tersebut tetjadi sebagai akibat keidakmampuan lereng untuk mengatasi gaya geser pada batas antara massa yang bergerak dan massa yang stabil (Chowddhury, 1978; Skempton dan Hutchinson, 1969; dalam Karnawati 1997). b. Penyebab Tetjadinya Tanah Longsor Tanab longsor dapat tetjadi disebabkan dua unsur utama, yaitu unsur alam dan perlakuan manusia. Terjadinya tanah longsor pada dasarnya disebabkan hilangnya gaya penahan samping dan semakin besarnya gaya tekan terhadap massa tanah/batuan. (PSBA, 2002). Woro (1997) dan PSBA (2002) menjelaskan bahwa hilangnya penaban samping, disebabkan oleh : a. Erosi oleh aliran air dan sungai serta pelapukan baik bsah maupun kering dan pembekuan.
b. Runtuhnya batuan, longsoran, penurunan atau retakan dngan sakal besar yang membentuk longsoran bam c. Tindakan manusia, seperti pemotongan lereng, pembuatan sumur dan saluran serta hilangnya dinding dan tiang pancang. Tjojudo (1994), menambahkan faktor yang menyebabkan terjadinya longsoran adalah : a. Perubahan kemiringan lereng. b. Kondisi geologi, meliputi jenis tanah dan batuan, tingkat pelapukan batuan, arab dan kemiringan bidang perlapisan dan air tanah. c. Getaran dari luar. d. Penambahan beban dari luar. Karnawati ( 1997) mengemukakan bahwa bertambahnya berat massa tanah/batuan, pengaruh getaran seperi kendaraan, gempa; hilangnya peneguh dari sampng dan hilangnya tumbuhan penutup merupakan beberapa penyebab terjadinya gerakan tanah/batuan. Woro (1997) melengkapi faktor-faktor penyebab gerakan tanah longsor, meliputi: a. Surcharge Kelebihan, baik yang disebabkan oleh tindakan alam (seperti derasnya hujan, penumpukan material longsoran, runtuhnya timbunan material gunung api, tumbuh-tumbuhan dan tekanan rembesan dari air perkolasi) maupun akibat tindakan manusia (seperti urugan timbunan,
3-t.
timbunan logarnlbatuan, tiang pancang, beratnya bangunan gedung serta beratnya air yang berasal dari bocoran pipa, air kotor, saluran dan waduk. b. Tegangan tanah sementara, yang disebabkan oleh getaran akibat peledakan, mesin-mesin lalu lintas, guguran tanah yang berdekatan serta gempa. c. Kemiringan Regional, disebabkan oleh pertambahan sudut lereng yang cepat. d. Hilangnya penahan dasar, yang disebabkan oleh erost, pelapukan, pertambahan dan tindakan serupa oleh manusia, tekanan pada materian dasar plastis dan hilangnya kekuatan atau kerusakan pada material dasar. e. Hilangnya tekanan sisi, disebabkan oleh pembekuan air dalam retakan dan gua-gua, pemuaian akibat hidrasi tanah liat serta perpindahan tegangan sisa. f. Proses vulkanik.
Karnawati (2003) menceritakan mekanisme teijadinya tanah longsor berawal dari air hujan yang telah meresap ke dalam tanah lempung pada lereng akan tertahan oleh batuan yang lebih kompak dan lebih kedap air. Derasnya hujan mengakibatkan air yang tertahan semakin meningkat debit dan volumenya, dan akibatnya air dalam lereng ini semakin menekan butiran butiran tanah dan mendorong tanah lempung pasiran untuk bergerak longsor. Batuan yang kompak dan kedap air (yang umumnya mengalasi tanah yang gembur) berperan sebagai penahan air dan sekaligus sebagai bidang gelincir longsoran, sedangkan air berperan sebagai penggerak massa tanah yang
35
tergelincir di atas batuan kompak tersebut. Semakin curam kemiringan lereng maka kecepatan penggelinciran juga semakin cepat. Semakin gembur tumpukan tanah lempung ini maka semakin mudah tanah tersebut meloloskan air dan semakin cepat air meresap ke dalam tanah. Semakin tebal tumpukan tanah, maka juga semakin besar volume massa tanah yang longsor. Tanah yang longsor dengan cara demikian umumnya dapat berubah menjadi aliran lumpur. c. Kriteria Kawasan Rawan Tanah Longsor Karnawati (2003) menjelaskan bahwa tidak semua lereng berbakat longsor. Tanah yang berbakat longsor bersifat gembur, sehingga bersifat sangat lotos air. Akibatnya hujan deras sangat efektif untuk meresap masuk ke dalam lereng, dan dalam waktu beberapa jam. saja air sudah mempunyai cukup kekuatan untuk melongsorkan tanah teresebut. Namun apabila tanah penyusun lereng tersebut bersifat lebih sulit meloloskan air, , misalnya tanah-tanah lempung yang kedap air (tidak gembur), maka hujan yang deras tidak dapat efektif meresap ke dalam tanah tersebut, melainkan akan menjadi air limpasan (run-oft), yang selanjutnya akan cenderung menjadi banjir di daerah bawah lereng. Lebih lanjut dijelaskan
bahwa longsor dapat diindikasikan dengan
munculnya retakan tanah yang memanjang sejajar sisi lereng, dan retakan ini sering pula berbentuk tapal kuda. Sering pula retakan ini tidak hanya tetjadi pada tanah, tetapi juga pada bangunan dan jalan. lndikasi yang lain adalah munculnya rembesan-rembesan air pada lereng.
36
Karnawati (I 997) menjelaskan em-em adanya gerakan tanahlbatuan dapat diindikasikan dari : a. Adanya pohon-pohon yang mmng, sedangkan di daerah sekitarnya umumnya tegak. b. Adanya tebing tetjal dengan bentuk lengkung. c. Adanya alur yang berpindah tempat atau terputus tiba-tiba. d. Adanya retakan tanah yang memanjang dengan agak melengkung searah panjang lereng. Sedangkan PSBA (2002) mengindikasikan daerah-daerah
longsor
berdasarkan jenis tanah longsoran yang tetjadi, yaitu : a. Rayapan, dapat tetjadi pada lereng dengan kemiringan < 8%, kandungan lempung pada meterial lapuk tinggi ( >65%), muncul retakan di musim kemarau pada badan jalan serta terisinya retakan dengan air hujan di musim hujan. b. Jatuhan, tetjadi pada lereng tetjal ( >30°), terdapat ba~ pecah-pecah (tidak kompak) dengan ukuran besar ( >75 em), lapisan batuan miring searah lereng dan banyak retakan/kekar pada batuan. c. Longsoran, tetjadi pada lereng tetjal ( >30°), lapisan lapuk di bagian atas tipis, tetapi di bagian bawah bukit tebal ( >2 m), terdapat saluran drainase alami akibat erosi parit dari bagian atas bukit sampai bawah dan terdapat lapisan kedap air pada bagian bawah lapisan lapuk.
17
d. Nendatan, terjadi bila terdapat meterial lapuk dalam pada lereng antara 15 30°, material lapuk umumnya lempung geluhan, saluran air dari atas bukit sampai bawah akibat erosi parit dan munculnya retakan pada bagian atas atau tengah bukit. 3. Kebijakan Pemerintah dalam Pengelolaan Kawasan Rawan Bene ana Pengelolaan kawasan lindung, termasuk didalamnya kawasan rawan bencana, dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari kegiatan di daerah rawan bencana. Kriteria pengelolaannya adalah ukuran-ukuran menentukan kawasan yang perlu ditetapkan sebagai kawasan berfungsi lindung agar pelestarian lingkungan dapat terjamin. Dalam penentuannya, hams memperhatikan kondisi biota dan fissik, lokasi dan fungsi dalam melestarikan alam di dalam kawasan maupun di sekitamya. Oleh karena itu, kawasasn yang memenuhi kriteria kawasan berfungsi lindung perlu ditetapkan dan dikendalikan sebagai kawasan lindung. a. Penetapan Kawasan Rawan Bencana Pengelolaan kawasan lindung, termasuk didalamnya kawasan rawan bencana, dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari kegiatan di daerah rawan bencana. Kriteria pengelolaannya adalah ukuran-ukuran menentukan kawasan yang perlu ditetapkan sebagai kawasan berfungsi lindung agar pelestarian
lingkungan
dapat
terjamin.
Dalam
penentuannya,
harus
memperhatikan kondisi biota dan fissik, lokasi dan fungsi dalam melestarikan alam di dalam kawasan maupun di sekitamya. Oleh karena itu, kawasasn yang
38
memenuhi kriteria kawasan berfungsi lindung perlu dietapkan sebagai kawasan lindung Penetapan
suatu
kawasan
sebagai
Kawasan
Lindung,
tennasuk
didalamnya Kawasan Rawan Bencana, merupakan wewenang Pemerintah Propinsi dengan tetap memperhatikan kepentingan daerah bawahannnya. b. Pengendalian Kawasan Rawan Bencana Pengenda1ian kawasan 1indung, tennasuk dida1amnya kawasan rawan bencana, meliputi larangan, kemungkina pemanfaatan serta pengenda1ian. 1) Larangan dalam Kawasan Rawan Bencana, me1iputi : a) Dilarang melakukan kegiatan budidaya kecua1i yang tidak mengganggu fungsi lindung. b) Kegiatan budidaya yang sudah ada di kawasan rawan bencana, yang mempunyai dampak penting terhadap lingkungan hidup dikenakan ketentuan yang ber1aku sebagaimana Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 1985 tentang Ana1isa Mengenai Dampak Lingkungan. c) Apabi1a menurut Analisa Mengenai Dampak Lingkungan kegiatan budidaya
terse but
mengganggu
fungsi
1indung,
dicegah
perkembangannya dan fungsi sebagai kawasan 1indung dikembalikan secara bertahap. 2) Ha1-ha1 yang dimungkinkan da1am Kawasan Rawan Bencana, me1iputi :
39
a) Dengan tetap memperhatikan fungsi lindungnya, dalam kawasan yang bersangkutan dapat dilakukan kegiatan penelitian eksplorasi mineral, air tanah dan kegiatan lain yang berkaitan dengan pencegahan bencana alam. b) Apabila hasil penelitian mengindikasikan adanya deposit mineral, air tanah atau kekayan alam lainnya, yang bila diusahakan dinilai amat berharga bagi negara, maka kegiatan budidayanya dapat diijinkan sesuai peraturan perundangan yang berlaku. c) Pengelolaan kawasan budidaya dimaksud, dengan tetap memelihara fungsi lindungnya. d) Kegiatan
budidaya
yang
dilakukan
wajib
melaksanakan
upaya
perlindungan lingkungan hidup dan melaksanakan rehabilitasi · daerah budidayanya sehingga kawasan lindung dapat berfungsi seperti semula. e) Ketentuan selanjutnya diatur oleh menteri yang berwenang setelah mendapat pertimbangan dari Tim Koordinasi Pengelolaan Tata Ruang Nasional. Arahan kawasan lindung, termasuk didalamnya kawasan rawan bencana, dituangkan dalam arahan pengelolaan RTRW Propinsi yang dijabarkan lebih lanjut dalam RTRW Kota. Penetapan kawasan lindung, apabila dipandang perlu dapat disempumakan dalam waktu lima tahun sekali.
..H)
C. LANDASAN TEORI
Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusta yang hams dipenuhi. Kebutuhan akan perumahan meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk. Pemenuhan kebutuhan akan rumah, pada dasarnya merupakan kewaj iban dari pemerintah dan masyarakat itu sendiri. Namun melihat peluang memenuhi kebutuhan masyarakat. Maka pihak swasta ikut melibatkan diri sebagai pelaku pengadaan perumahan dengan peran sebagai pengembang. Pengadaan perumahan, sangat membutuhkan lahan yang sedapat mungkin sesuai peruntukannya. Pada kenyataan di banyak tempat, sebagaimana halnya dengan Kota Semarang, lahan yang sesuai untuk pembangunan perumahan sangat terbatas. Kondisi ini menyebabkan kawasan yang tidak sesuai untuk perumahall; seperti kawasan rawan bencana tanah longsor, terbangun sebagai perumahan. Fenomena perumahan di kawasan rawan bencana tanah longsor merupakan fenomena yang seharusnya tidak terjadi. Dengan demikian terdapat beberapa faktor yang memungkinkan fenomena ini terjadi. Pembangunan perumahan di kawasan rawan bencana tanah longsor, tidak sesuai dengan rencana pemerintah dan menyalahi peraturan dan ketentuan yang ada. Hal ini dimungkinkan karena aparat pemerintah sendiri tidak paham mengenai kerawanan suatu lahan. Selain itu, kekurangmampuan Pemerintah, baik dalam pendanaan maupun aparaturnya, menyebabkan pemerintah tidak dapat memenuhi kewajibannya dalam menyediakan perumahan bagi masyarakat serta tidak dapat mengawasi pembangunan yang dilakukan oleh swasta.
41
Pengembang tidak memahami lokasi perumahannya berada di kawasan rawan bencana tanah longsor serta merasa mampu dalam pendanaan dan teknologi pembangunan. Harga tanah yang murah, karena terletak di tanah yang tidak produktif dan rawan, namun disisi lain lokasinya potensial seperti dekat sarana prasarana umum dan sosial, kesejukan dan pemandangan yang indah, merupakan peluang ekonomi yang menarik pengembang. Harga tanah yang murah, dapat menekan biaya operasional. Potensi lokasi yang ada, dapat meningkatkan harga rumah yang akan dijual. Dari perbedaan nilai jual dan biaya operasional ini, diharapkan dapat memberi keuntungan bagi pengembang. Masyarakat/penghuni tidak mengetahui lokasi perumahan merupakan kawasan rawan bencana tanah longsor. Masyarakat juga tidak memiliki kemampuan terutama dana untuk membangun rumah sendiri, sehingga sangat membutuhkan perumahan baik yang dibangun pemerintah maupun swasta/pengembang. Selain harga rumah yang murah dan terjangkau, lokasi perumahan sangat mendukung yaitu dekat sarana prasarami umum dan sosial, menawarkankesejukan dan keindahan pemandangan. Lebih penting dari itu, penghuni merasakan kebutuhan akan rumah yang sangat mendesak, sehingga ketika ada rumah di suatu perumahan yang ditawarkan dengan harga terjangkau, penghuni langsung membelinya. Skema Landasan Teori dapat dilihat pada Gambar 3.
PERTAMBAHANJUMLAH PENDUDUK
..[} PENINGKATAN KEBUTUHAN RUMAH
D. Keterbatasan Yang Mempengaruhi Pengadaan Perumahan
0' 0
KETERBATASAN KEMAMPUAN PEMERINTAH dan MASYARAKA T KONDISI dan KETERBATASAN LAHAN KOTA SEMARANG: ../ Topograti yang berbukit ../ Laha.n yang labil dan rawa.n gerak.a.n tana.h ,/ Terdapat jalur pataha.n I sesar
..[} Faktor-Faktor Yang Mempcngaruhi Pclaku
PEMERINTAH li1l Tidak Sesuai dengan rencana li1l Menyalahi Pc:raluran dan ~c:tc:nluan li1l Aparal Tidak paham li1l Tidak ada Kemampuan (dana dan aparatur)
..[} PERUMAHAN DI KAWASAN RAWAN BENCANA TANAH LONGSOR
<>
0
MASY ARAKA T I PENGHUNI li1l li1l li1l li1l li1l
SWASTA I PENGEMBANG
T 1dak paham Lokasi Tidak mampu (dana) Harga Murah Potensi Lokasi Kebutuhan Mffidesak
li1l li1l li1l li1l li1l
Gambar 3. Landasan Teon
Tidak Paham Lokasi M:unpu (dana dan tc:knologi) Harga Tanah Mural\ Potensi Lokasi Mencari Keuntungan
43
D. DEFINISI OPERASIONAL a. Perumahan,
merupakan
sekelompok
rumah
yang
berfungsi
sebagai
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana lingkungan serta dibangun oleh pengembang atau developer. b. Tanah longsor, merupakan salah satu bencana alam berupa gerakan massa tanah dengan arah miring. c. Kota Semarang, merupakan Ibu Kota Jawa Tengah, dimana berada Kecamatan
Gunungpati
yang
merupakan
kecamatan
yang
memiliki
perumahan di kawasan rawan bencana tanah longsor. d. Pengembang atau developer, merupakan perusahaan swasta yang membangun perumahan untuk dijual dan dipasarkan kepada masyarakat umum. e. Penghuni, merupakan pemilik rumah yang dibangun oleh pengembang, yang memilih perumahan atas keinginan sendiri dan bukan karena relokasi. f
Perumahan di kawasan rawan bencana tanah longsor, merupakan perumahan yang dibangun di kawasan dengan perbedaan topografi, berada di kawasan rawan bencana tanah longsor serta dihuni oleh penghuni yang memilih lokasi perumahannya berdasarkan keinginan sendiri.
BAB Ill METODE PENELITIAN A. BAHAN, MA TERI DAN OBYEK PENELITIAN 1. Bahan Penelitian, yang dipergunakan dalam penelitian ini, antara lain: a. Peta dengan berbagai jenis tema, seperti topografi, administrasi, Janngan jalan, penggunaan lahan, rawan bencana dan sebagainya. b. Data Statistik mengenai Sosial Ekonomi, seperti data kependudukan, kesejahteraan, pertumbuhan ekonomi, dan lain-lain c. Data Kondisi Sarana Prasarana, seperti keberadaan sarana pendidikan, rumah sakit, sarana peribadatan dan sebagainya d. Data Kondisi Lingkungan, seperti curah hujan, drainase, kualitas air, udara dan sebagainya. e. Dokumen Perencanaan Kota, seperti Rencana Umum Tata Ruang Kota, Rencana Detail Tata Ruang Kota, Program Pembangunan Daerah,
Proses
Perijinan, Penetapan Kawasan dan sebagainya. · f.
Data Kuesioner, baik dengan penghuni perumahan
g. Data Wawancana Bebas terstruktur dengan penduduk sekitar lokasi perumahan, pengembang atau developer perumahan, aparat pemerintah maupunLSM. 2. Materi yang digunakan dalam penelitian ini, adalah: a. Seperangkat alat tulis, seperti buku catatan harian, pena, penghapus dan alat tulis menulis lainnya
45
b. Komputer Lengkap,
dengan program olah kata, olah data dan olah peta,
seperti MS Word, MS Excel, SPSS, Arcview, Arcinfo, Delta-9, dan lain-lain. c. Alat Bantu Rekam Data, seperti tape recorder dan kamera 3. Unit Amatan, adalah peru mahan yang berlokasi di kawasan raw an bencana, yaitu daerah lereng yang rawan longor. 4. Unit Analisis, adalah Kepala Keluarga yang tinggal di daerah obyek penelitian serta pihak yang berwenang di pemerintahan dan LSM. 5. Instrumen Penelitian, terutama adalah kuisioner yang telah diisi oleh unit analisis dalam unit amatan, maupun hasil wawancara bebas terstruktur dengan responden lainnya. B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian survay, dengan metode campuran antara kuantitatif sederhana dengan pendekatan kualitatif serta analisis data menggunakan statistik non parametrik sederhana. Penelitian survai, dilakukan karena sebagian besar data dikumpulkan dari responden dengan menggunakan kuisioner. Pengertian survai di sini dibatasi pada penelitian yang datanya dikumpulkan dari sampel untuk mewakili seluruh populasi. Dengan demikian penelitian survai adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpulan data. (Singarimbun, 1989). Kuisoner yang disajikan, selain berisi pertanyaan terstruktur yang terkait dengan variabel dan indikator yang diinginkan, juga berisikan pertanyaan terbuka yang memungkinkan terbentuknya variabel bam.
46
Data yang diperoleh dari pertanyaan terstruktur, digambarkan secara deduktif (dikelompokkan menurut parameter yang sesuai variable dan indikator yang telah dipersiapkan sebelumnya), sedangkan data dari pertanyaan terbuka, digambarkan secara
induktif
kualitatif
(dikelompokkan
menurut
tema
data,
sehingga
memungkinkan membentuk parameter barn). Data tersebut di analisa dengan menggunakan tabulasi silang secara kuantitatif sederhana dan dilakukan analisa statistik non parametrik untuk mengetahui hubungan keterkaitan antar data. Analisa kuantitatif dan kualitatif dilakukan bersamaan dengan kesetaraan dan jenjang kepercayaan yang sama dan sebanding. Untuk lebih memperdalam analisis, data didukung dengan hasil wawancara serta pengamatan. (Moleong, 1993). C. LOKASI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Kota Semarang dengan alasan: a. Kota Semarang merupakan salah satu kota yang mengalami urbanisasi cukup tinggi yang membutuhkan penyediaan sarana prasarana terutama perumahan. Disisi lain, topografi kota yang didominasi oleh dataran tinggi dengan kemiringan yang cukup besar (5-40%) serta kawasan pantai menghambat penyediaan kebutuhan tersebut. b. Kota Semarang memiliki perkembangan perumahan yang cukup pesat sehingga berakibat penggunaan lahan-lahan yang rawan bencana.. c. Kota Semarang dekat dengan lokasi tinggal peneliti, sehingga diharapkan dapat lebih menghemat biaya, mempermudah menambah kekurangan data serta mempercepat waktu pelaksanaan penelitian.
47
d. Kota Semarang sebagai ibukota Jawa Tengah, diharapkan memiliki kelengkapan data dan peta sehingga mempercepat pelaksanaan penelitian. e. Topografi kota Semarang yang khas tersebut, relatif sama dengan daerah asal peneliti, sehingga diharapkan, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan di daerah. Penelitian ini lebih difokuskan pada wilayah Kecamatan Gunungpati, dengan alasan: a. Kecamatan Gunungpati termasuk dalam Bagian Wilayah Kota (BWK VIII), yang diperuntukkan bagi pertanian dan rekreasi. Namun pada kenyataannya memiliki perkembangan perumahan yang relatif cepat. b. Sebagian besar wilayah Kecamatan Gunungpati termasuk dalam Kawasan Rawan Bencana Tanah Longsor dan berada pada jalur patahan, sehingga tidak cocok untuk pembangunan perumahan. c. Perumahan di wilayah ini sangat beragam, dari yang relatif modem hingga relatif sederhana, dari pemah mengalami kelongsoran hingga relatif stabil, dan peruntukannya yang heterogen. d. Di wilayah ini hingga saat ini terns mengadakan pembangunan perumahan baru, antara lain tercatat 3 perumahan sedang dalam proses pematangan lahan
48
E. PELAKSANAAN PENELITIAN
Pelak:sanaan penelitian dilakukan secara bertahap, dimulai dari tahap persiapan, pengumpulan data, analisa dan deskripsi data serta sintesa dan pengambilan kesimpulan. 1. Tahap Persiapan. Tahap persiapan diawali dengan survey awal ke lapangan, ke lokasi obyek penelitian. Survey ini bertujuan untuk menemukenali permasalahan-permasalahan yang ada. Hasilnya kemudian difokuskan ke satu permasalahan pokok yang kemudian dikaji lebih lanjut melalui kajian pustak:a serta konsultasi bimbingan. Kemudian dilakukan perancangan penelitian, meliputi penentuan bahan dan materi, metoda dan metodologi, jenis data dan variable data yang dibutuhkan, teknik pengumpulan data, analisa serta teknik sintesa. Perancangan penelitian dilakukan agar penelitian dapat berjalan terarah, terstruktur, terfokus yang mengarah pada pemecahan masalah serta diharapkan dapat mempermudah dan mempercepat pelaksanaan penelitian. Pada tahap ini, juga merupak:an tahap penytapan dokumen-dokumen pendukung, seperti perizinan dan surat pengantar ke instansi pemerintah. 2. Tahap Pengumpulan Data. Pengumpulan data disesuaikan dengan jenis serta variable data, populasi dan sampel yang telah ditentukan pada tahap persiapan. Data primer dan sekunder berbeda cara pengumpulannya.
49
a. Data dan Variabel Data merupakan suatu fakta yang dipercaya kebenarannya. Apabila suatu fakta belum dinyatakan kebenarannya, hanya berupa berita atau isu, maka belum dapat disebut data. Suatu penelitian akan berhasil dan dipercaya bila datanya dapat dipercaya kebenarannya. Variabel merupakan satuan terkecil dari obyek penelitian. Berdasarkan jenisnya, terdapat 3 jenis variable, yaitu variable relevan (sesuai dengan permasalahan, sehingga datanya benar), variable mungkin relevan (kebenaran datanya sangat tergantung permasalahannya) dan variable yang tidak relevan (datanya tidak
sesuai permasalahan dan tidak benar).
Berdassarkan
hubungannya, variabel dibedakan menjadi variabel pengaruh (independent variabe/) dengan variabel terpengaruh (dependent variabel) (Singarimbun,
1989). b. Populasi dan Sampel Populasi atau universe adalah jumlah keseluruhan dari unit analisa yang ciri-cirinya akan diduga. Populasi dapat dibedakan menjadi populasi sasaran dan populasi sampling (Singarimbun, 1989). Dalam populasi ini dapat diasumsikan bahwa satu rumah sama dengan satu kepala keluarga. Dengan demikian jumlah rumah yang ada dalam perumahan di atas sama dengan jumlah kepala keluarga. Sampel adalah bagian dan dapat dianggap mewakili dari populasi, Hasil pengamatan sampel dapat digeneralisasi menjadi hasil suatu populasi. Suatu
50
pengambilan sampel yang ideal mempunyai sifat-sifat seperti di bawah ini (Singarimbun, 1989). 1. Menghasilkan gambaran yang dapat dipercaya dari seluruh populasi yang diteliti. 2. Dapat menentukan presisi dari hasil penelitian dengan menentukan penyimpangan baku dari taksiran yang diperoleh. 3. Sederhana, sehingga mudah dilaksanakan. 4. Dapat memberikan keterangan sebanyak mungkin dengan biaya serendahrendahnya. Ada empat faktor yang hams dipertimbangkan dalam menentukan besamya sampel dalam suatu penelitian : 1.
Derajat keseragaman dari populasi. Makin seragam populasi, makin kecil sampel yang diambil.
2.
Presisi yang dikehendaki dari penelitian. Makin tinggi tingkat presisi yang dikehendaki, makin besar jumlah sampel yang hams diambil.
3.
Rencana analisa.
4.
Tenaga, biaya dan waktu.
c. Metode Pengumpulan Data Cara pengumpulan data merupakan tahapan yang terpenting dan paling banyak kendalanya dalam suatu penelitian, tahapan ini juga sangat menentukan kualitas data. Sedangkan kualitas data menentukan kualitas penelitian itu sendiri. Berdasarkan perumusan masalah dan kajian teori, maka
51
akan dilakukan pengidentifikasian mengenai faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi penentuan dan pemilihan lokasi perumahan baik oleh pemerintah, pengembang/developer dn calon penghuni. Maka data yang diperlukan adalah data-data yang berkaitan dengan faktor-faktor tersebut yang berupa data spasial, non spasial dan lokasi perumahan. Menurut sumber daya data dikelompokkan menjadi data primer dan data sekunder. 1. Data Primer Merupakan
informasi
yang
dikumpulkan
untuk
memenuhi
kebutuhan khusus dari penelitian yang dilakukan, misalnya data mengenai kondisi
lingkungan perumahan,
perumahan
dan
sebagainya.
data mengenai
Metode
yang
alasan pemilihan
dipergunakan
untuk
memperoleh data primer pada lokasi penelitian adalah sebagai berikut a. Penentuan populasi perumahan, dimana dipilih : 1) Perumahan
yang
telah
dan
pernah
mengalami
bencana
kelongsoran, yaitu Bukit Manyaran Permai, Taman Puri Sartika dan Trangkil Sejahtera 2) Perumahan yang berada di kawasan rawan longsor, tapi tidak longsor, yaitu Kandri Pesona Asri 3) Perumahan yang relatif di lokasi yang stabil, yaitu Taman Kradenan Asri dan Bukit Sukorejo.
52
b. Penentuan sampel penghuni, dimana dipilih 1) Setelah populasi penghuni total diketahui, maka ditentukan populasi sampel penghuni total yang harus diambil. 2) Sampel
setiap
lokasi
perumahan,
dapat
diketahui
dengan
menggunakan sistem proporsi kontribusi jumlah populasi penghuni perumahan terhadap total populasi. 3) Responden sampel setiap lokasi perumahan ditentukan dengan menggunakan metode Simple Random Sampling. c. Membagikan daftar pertanyaan (Kuesioner) kepada sampel responden yang terpilih. Kuesioner disusun terstruktur berdasarkan variabel dan indikator yang sudah dipersiapkan guna memudahkan responden dalam pengisiannya. d. Wawancara
terstruktur
dengan
pengembang/developer,
aparat
pemerintah dan REI, yang dilakukan secara bebas dan terarah. e. Observasi langsung dari obyek pengamatan f.
Membuat foto dan dokumentasi.
2. Data Sekunder Merupakan data yang tidak dikumpulkan langsung dari responden, namun informasi yang dikumpulkan tidak secara langsung dapat memecahkan permasalahan yang dihadapi. Pengumpulan Data Sekunder, dilakukan dengan pengumpulan/ permintaan data kepada instansi-instansi
53
terkait. Contoh : data kondisi topografi, data iklim, jumlah perumahan, sebaran, perumahan dan sebagainya. Data dan variabel penelitian ini meliputi :
a. Peta-peta, seperti : Peta Adminsitrasi Wilayah,
sumber: BAPPEDA
Peta Kondisi Fisik Wilayah,
sumber : BAPPEDA, PU, Tata Kota
Peta Persebaran Perumahan
sumber: BAPPEDA, Tata Kota, REI, Perumnas
Peta Kawasan Rawan Bencana
sumber : BAPPEDA, PU, Geologi
b. Proses, seperti : Perijinan,
sumber: BAPPEDA, Tata Kota
Penetapan Kawasan,
sumber : BAPPEDA, PU, Tata Kota
Pengendalian Pembangunan
sumber : BAPPEDA, Tata Kota
c. Statistika, seperti : Kependudukan,
sumber : Statistik
Kondisi Perekonomian,
sumber : Statistik
d Persepsi, seperti : Persepsi penghuni,
sumber : Penghuni Perumahan
Persepsi Pengembang,
sumber : Pengembang Perumahan
Persepsi Pemerintah
sumber: BAPPEDA, PU, Tata Kota,
lterasi
sumber : LSM, Perguruan Tinggi
54
d
Variabef dan indikator Penelitian Jenis Variabel Variabel pengaruh
Varia bel yang Diteliti Alam
Manusia
Masyarakat
Indikator
•
• • • •
• •
• • • • •
• • • •
•
Lingkungan buatan dalam kawasan pcrumahan Jejaring
Variabel dipengaruhi
Pemilihan lokasi perumahan
• • • •
•
• • • •
Kondisi iklim dari lokasi perumahan. Kondisi topografi dari lokasi perumahan Kondisi sumbcr alam di sckitar lokasi pcrumahan . Kondisi tata guna tanah di sekeliling kawasan penunahan . Nilai dan harga tanal• perumahan Faktor kenyamanan dari lingkungan perumahan. Faktor keamanan dari kawasan pel1lJ113han. Faktor keindahan dari lingkungan J)erumahan Faktor ketenangan dalam lingkungan perumahan. Faktor kebersihan dari kawasan perumahan. View dari kawasan perumahan . Faktor kekeluargaan di dalam kawasan perumahan. Status sosial ekonomi seseorang. Tingkat pendidikan seseorang. Pola kebudayaan atau adat istiadat di kawasan perumahan. Nilai prestise dari perumahan. Kemudahan dalam administrasi pembelian perumahan. Harga pcrumahan . Kondisi bangunan rumah dalam kawasan perumahan. Aksesibilitas kawasan penunahan Fasilitas yang ada dalam kawasan pemmahan Kemudahan sarana transportasi menuju kawasan perumahan. Ketersediaan jaringan infrnstruktur di dalam kawasan peru mahan. Tata letak/sistem penataan dalam kawasan perumahan. Daya tarik lokasi perumahan terhadap lingkungan sekitarnya . Alasan seseorang dalam memilih lokasi perurnahan yang mereka tempati pada saat ini.
'
Tahap Anahsa dan Dcskripsi Data Tahap ini mcnganalisa data yang terkumpul serta mendeskripsikannya. Analisa dilakukan dengan menggunakan tabulasi silang sederhana. mencari prcsentase dan dominasi antar variabel.
4
Tahap Sintcsa dan Pengambilan Kesimpulan Tahap ini merupakan tahap penafsiran dan pengungkapan tema dari tahap analisa dan deskripsi data. Data ditafsirkan dan disintesa, menjadi satu atau bcbcrapa kecenderungan sehingga dapat ditarik kesimpulannya. Pada bagian akhir, diikuti dengan rekomendasi serta saran tindak lanjut bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Alur pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada gambar 3.
---·----------·--=--=--~-
r--~-
TAHAP PERSIAPAN Survey Awal :
- Menemukenali permasalahan - Memfokuskan permasalahan - Melakukan kajian pustaka - Konsultasi bimbingan. Rancangan Penelitian :
q
TAHAP PENGUMPULAN DATA Data Primer :
- Wawancara - Pengamatan - Dokumentasi
y
I'---
\
- ----
..
,. .__
-=:-----~ ~
TAHAP SINTESA DATA
TAHAP ANALISA DATA Analisa Deskriptif : Analisa Statistik :
- Tabulasi Silang
I
--~
Penafsiran data
~
Penarikan kesimpulan
I'---
\
Rekomendasi dan Saran
I
--~
Data Sekunder :
- Permintaan data pada instansi terkait
- Penentuan Lokasi - Penentuan Bahan, Materi, Obyek dan Unit Analisa - Penentuan Metode - Penentuan Kebutuhan Data dan Variabel - Penentuan Teknis Analisa
Keterangan :
q ,l __
=
Proses Normal
=
Kekurangan Data
/1 _ _ , .J
Dokumen Pcnduktmg:
- Surat Ijin - Surat Keterangan - Surat Pcrmintaan Data
Gambar 4. Alur Pelaksanaan Penelitian
'Jt ~
HABIV GA1\18ARAN \VILA YAH PENELITIAN A. KOTA SE1\1ARANG
1. Lctak Gcogratis dan Administrasi. Kota Semarang terletak hampir di tengah bentangan panJang kepulauan Indonesia dari arah llarat ke Timur. Tcpatnya bcrada pada antara garis 6° 50' - 7° 10' Lintang Selatan dan garis 109° 35'- 110° 50' Bujur Timur. Kota Semarang berbatasan ciengan : a. Sebelah Barat
Kabupaten Kendal
b. Sebelah Timur
Kabupatcn Demak
c. Scbelah Selatan
Kabupatcn Scmarang
d. Scbclah Utara
Laut Ja,va.
Luas \vilayah Kota Scmarang adalah 373.63 Km2, tcrbagi dalam 16 \vilayah Kccamatan dan 177 Kclurahan. 2. Kondisi fisik a. Klimatologi Letak Kota Semarang scbagaimana diuraikan diatas, meengakibatkan kota ini beriklim tropis dengan 2 musim, yaitu musim hujan dan musim kcmarau yang silih berganti scpanjang tahun.
57
PETA ADMINISTRASI KOTA SEMARANG
l£GENDA: •
Kantor Oes3
=
Kantor Kecam.t;m Kantor Walil
- - Jalan ·· -
-
- - 8a13s Oe:s:a
- Bat;ss Kecamatan
--Batas Kota - - Sungai Administrasi Kota
CJ
N
+
Skala 1 200.000
59
Suhu rata-rata Kota Semarang tahun 2000 adalah 27,3 C, dengan tcmpcratur terendah sekitar 23,6 C dan tcrtinggi 31,4 C. Kelembaban udara rata-rata 78 %. Angin bertiup dengan kecepatan rata-rata 6,9 Km/Jam, dengan arah Barat Laut. b. Topografi Kota Semarang merupakan kota yang memiliki karakteristik khusus. Kota ini memiliki kawasan datar yang berbatasan dengan laut Jawa (pantailpesisir), dikenal dengan Semarang Bawah, scrta kawasan pcgunungan (Semarang Atas) dengan ketinggian mencapai 348 m. Topografi ini melintang dari Utara ke Sclatan, scdangkan topografi yang mcmbujur Timur kc Barat, merupakan kawasan yang relatif datar. Kemiringan lahan di daerah bawah berkisar 0-5% dengan luas sekitar 34% dari total luas kota, sedangkan untuk daerah atas berkisar 5-40% (66%). c. Hidrologi Kondisi hidrologi mcliputi aliran air pcrmukaan dan air tanah. Pola aliran air permukaan secara keseluruhan hampir paralel mengalir kearah taut (Laut Jawa). Pola aliran berbentuk tulang daun (Dendric), bersifat musiman (intermitten) yang mengalir kearah Utara sesuai dengan kemiringan atau kelerengannya. Terdapat bberapa aliran air (sungai) abadi, yaitu Kali Garang, Kali Kripik, Kali Kreo, kali Pamasan, Kali Pengkol, Kali Lanang, Kali Blorong dan Kali Tuntang. Selain itu terdapat Banjir Kanal Earat (yang merupakan
60
aliran sungai dari pertemuan Kali Kreo, Kali Garang dan Kali Kripik), Banjir Kanal Timur (pertemuan Kali Pengkol, Kali Dugadem dan bebcrapa saluran kota) serta Kali Semarang. Ketiganya berfungsi sebagai saluran penampung dan penyalur drainase dari Pusat Kota Semarang serta meneruskannya ke laut (Laut Jawa). Kcberadaan air tanah dapat dibcdakan atas
bagian, yaitu air tanah
dangkal (kctinggian -0,2 hingga -3 m, diatas permukaan laut) dan air tanah dalam (ketinggian 60 - 90 m, diatas pcrmukaan laut). Pengcmbangan industri dan pemenuhan kebutuhan domestik, menyebabkan kebutuhan dan penyerapan air tanah yang tinggi. Akibatnya muncul dampak negatif berupa penurunan muka air tanah. Akibat lainnya adalah ambles (turun)nya 'permukaan tanah serta interusi (masuknya) air laut. d. Gcologi I3cntangan alam Kota Semarang dibcntuk olch cndapan scdimen lcpas yang bcrupa cndapan aluvial, batuan scdimcn vulkanik, batuan lclchan bcku, batuan bek"U terobosan serta batuan klastik padu. Di dataran rcndah, struk1.ur gcoioginya berupa batuan endapan (alluvium), baik Alluvial Hodromorf yang terdiri dari endapan tanah liat, maupun Assosiasi Alluvial kclabu dan coklat kclabuan, yang terdiri dari cndapan tanah liat dan pasir. pcrbukitan, didominasi oleh batuan bcku.
Struktur geologi di
PETA KEMIRINGAN LAHAN KOTA SEMARANG
N
0 - 2~
:t
~
s-
8% 5%
1 5 - 2 5%
2 5- 4o
Jetan
+
Skala 1 : 200.000
62
Ba1 uan beku tersebut terdiri dari : 1) Kompleks Geromosol Kclabu dan Kekelabuan, yang terdiri dai batu kapur
dan napa!. 2) Geromosol Kelabu Tua yang terdiri dari abu I pas1r dan tufa vulkan intermedier 3) Mediteran Coklat Tua, yang terdiri dari tufa vulkan intermedier 4) Latosol Coklat Tua Kemerahan, yang terdiri dari tufa vulkan intermedier 5) Latosol Coklat Tua, yang terdiri dari tufa vulkan intermedier. Klasifikasi tanah tersebut memiliki karakteristik : 1) Tanah Alluvial merrupakan tanah yang tidak peka terhadap erosi
2) Tanah Vulkanik berstruktur batuan labil yang agak peka terhadap erosi. Berdasar Peta Gologi lembar Magelang-Semarang, sebagian daerah Kota Semarang,
khususnya
Kecamatan
~1ijen
dan
Kecamatan · Gunungpati,
merupakan dataran vulkanik plateu yang dikelilingi oleh patahan nomal (sesar turun). Struktur tersebut berada arah Utara - Selatan, Barat - Timur serta jalur melalui lembah sungai antar perbukitan, yaitu sebelah Barat dan Selatan dari Kecamatan Mijen. Struktur ini sangat mempengaruhi aliran dan akumulasi air tanah dan dapat meluluskan air.Struktur ini terjadi di Jangli, Tinjomoyo, Ngalian scrta sebelah
S~latan
Gunungpati dan Mijcn.
PETA RAWAN BAHAYAGEOLOGI KOTA SEMARANG
N
~n-l"'llkan
fPiliR ~'-,;
o....,.." ...,.., S..er~Un
/ ' . . / P_h.., /""... ~/ s...-.oa• ! 8Atureft .J•tan
.. n•lt
t.nJJr
+
Skala 1 : 200.000
Karakteristik tanah Kota Semarang, posisi di daerah patahan yang dikombinasikan dcngan topografi yang kcmiringannya dapat mcncapat 40%, mengakibatkan kota ini memiliki daerah-daerah yang rawan, baik banjir dan sedimentasi (Semarang Bawah) maupun longsor lahan dan erosi (Kota atas). e. Kawasan Rawan Bencana di Kota Semarang. Setyowati dan Suharini, (2002), dalam hasil penelitiannya menjelaskan bahwa teniapat 4 (empat) kawasan rawan bencana di Kota Semarang, yaitu : 1) Kawasan Longor Lahan (dikenal sebagai Gerakan mas sa tanah pada jumlah besar pada bidang geser tertentu). Bidang tersebut mempunyai kemampuan menahan tanah yang kecil, sehingga terjadi gerakan tanah. Sifat tanah yang tercermin dari nilai kembang kerut tanah menunjukkan bahwa sebagian bcsar tanah mempunyai nilai kcmbang kerut tanah kecil termasuk kategori tidak sesuai untuk kawasan permukiman, karena dapat memacu terjadinya gerakan tanah. 2) Kawasan Rawan Bencana Erosi (berpindah atau terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami). Kekuatan air dan angin dapat menyebabkan terjadi proses erosi tanah, yaitu terlepasnya partikel tanah, pengangkutan partikel tanah dan pengendapan tanah di tempat barn. Sebagian besar kawasan Semarang Atas merupakan daerah yang rawan akan erosi.
65
3) Kawasan Rawan Bencana Banjir, baik berupa banjir kiriman, banjir lokal maupun banjir karena pasang surut air laut (rob). Kawasan perkembangan permukiman di Semarang atas merupakan kawasan yang terbebas dari banjir, namun menjadi penyebab meningkatnya banjir di Scmarang bawah. 4) Kawasan Jalur Patahan, membentang dari Bulusari (timur) hingga Ngaliyan (barat) dengan kedudukan lapisan kemiringan ke arah utara. Jalur patahan selanjutnya berkembang sebagai jalur yang rawan longscr lahan, karena struktur tanahnya labil atau mudah bergerak. Kawasan paling labil atau rawan longsor tcrdapat di selatan Bukit Gombel, Bendan Duwur (Gadjah Mungk.-ur) dan Sukorejo (Gunungpati). Jalur labil yang lain di antara Kalipancur dengan Ngaliyan. Kawasan lembah Pongangan merupakan lahan basil lereng rombakan yang hampir sepanjang tahun mengalami retakan dan longsor. B. KECAMATAN GUNUNG PATI
1. Letak Geografis dan Administrasi. Kecamatan Gunungpati merupakan bagian dari wilayah administrasi Kota Semarang dengan batas wilayah administrasi sebagai berikut : • Sebelah Utara
berbatasan dengan Kecamatan Ngaliyan
• Scbelah Timur
berbatasan dengan Kecamatan Banyumanik
• Sebelah Selatan
berbatasan dengan Kabupaten Semarang
• Sebelah Barat
berbatasan dengan Kecamatan Mijen
PETA ADMINISTRASI KECAMATAN GUNUNGPATI
LEGEND A: K.iintor
Kac~m.ilt.iln
• - - ·· - ·· -
Kantor Desa B.iltas D as .ill Jalan Sungai
c:J
Batas Keca matan
N
+
Tanpa Skala
67
Kecamatan Gunungpati terletak di bagian barat daya Kota Semarang dengan jarak sekitar 10 km dari pusat kota dan tergolong dalam wilayah hinterland (pinggiran kota). Secara administratif luas wilayah Kecamatan Gunungpati meliputi 5.399,082 Ha terdiri dari 16 kelurahan. 2. Kondisi Fisik a. Klimatologi Iklim di Kecamatan Gunungpati secara umum tidak berbeda jauh dengan iklim di Kota Semarang. Iklim di Kecamatan Gunungpati dipengaruhi oleh kondisi geografisnya yang ada. Suhu rata-rata antara 23 - 33oC dan curah hujan antara 200 - 2500 mrnltahun. b. Topografi Wilayah Kccamatan Gunungpati bcrada pada kctinggian 25·9 meter dari permukaan laut. Hampir keseluruhan wilayahnya berupa perbukitan dan dataran. Kondisi topogra.fi dcmikian karena kecamatan ini mcrupakan wilayah kaki gunung Ungaran di bagian selatan, dengan klassifikasi kelerengan dibagi sebagai berikut : • 2- 15%
sebagian Kelurahan Cepoko, Nongkosawit,
Gunungpati,
Plalangan, Sumurrejo, M.angunsari dan Pakintelan •
15-25%
sebagian Kelurahan Sadeng, Sukorejo, Sekaran, Pongangan, Kandri dan Kalisegoro.
• 25-40%
sebagian Kelurahan Sadeng, Sekaran, Kalisegoro, Ngijo dan Nongkosawit.
• >40%
sebagian Kelurahan Ngijo, Nongkosawit serta di sepanJang sungai Kreo, sungai Keripik dan Kaligarang.
c. Hidrologi Terdapat beberapa sungai yang mengalir seperti Sungai Kreo, Kripik dan Kaligarang. Sungai tersebut berfungsi scbagai drainase utama yang menampung cumh hujan dari bcberapa daerah alirannya. Fluktuasi debit air sungai tersebut sangat besar temtama pada musim hujan, di beberapa tempat badan sungai tidak dapat lagi menampung sehingga menimbulkan banjir. Gabungan Kali Kreo, Kali Kripik dan Kali Garang Hulu membentuk Kali Banjir Kanal Barat. Selain sungai-sungai tersebut terdapat pula Kali Sigundu, Kali Gung, Kali Ciliwung, Kali Manggis, Kali Kandri dan saluran-saluran lainnya. Sungai utama di daerah ini adalah Sungai Kreo dan berbentuk lembah (palung), umumnya berlembah U Iebar sampai U sempit yang berarti sungai tersebut termasuk dalam stadium dewasa tua dimana proses erosi horizontal lebih kuat dari erosi vertikal. Kedalaman muka air tanah bebas berkisar antara 2,5 m - > 15 m di bawah permukaan tanah setempat. Di beberapa tempat masih banyak dijumpai adanya mata air, umumnya dijumpai di lembah-lembah baik lembah sungai besar maupun sungai kccil.
PETA KEMIRINGAN LAHAN KECAMATAN GUNUNGPATI
L£GENDA:
r::::J 2'1. -n
&it) 15'l -25'l ~251. -40 'l
-40'l <
N
+
ranpa Skala
70
d. Geologi Umum Secara umum struktur geologi Kecamatan Gunungpati terbentuk oleh batuan vulkanik berupa breksi vulkanik. Sebagai sisipan dalam batuan ini adalah lapisan marin selang-seling, batu lempung, nopal breksi, batu pasir, konglomerat dan batu gamping yang banyak terdapat di Kelurahan Sadeng dan sebagian daerah Kelurahan Sekaran. Sedangkan untuk Kelurahan Gunungpati, Cepoko, Plalangan dan Sumurrejo banyak terdapat batuan vulkanik. Sedangkan daerah Kelurahan Sadeng dan Sekaran terdapat batuan formasi damar, batu pasir, konglomerat, breksi vulkanik dan tufa. e. Kerawanan Longsor Lahan Parman (2002) membagi wilayah Kecamatan Gunungpati berdasarkan 3 tingkat Kerawanan longsor lahan, yaitu tingkat rawan longsor berat, sedang dan nngan. Daerah yang mempunyai tingkat kerawanan longsor lahan ringan berada pada bentuk lahan asal volkanis (V4). Daerah tersebut pada umumnya dipergunakan untuk sawah, tegalan dan permukiman. Kerawanan longsor lahan yang ringan disebabkan karena tingkat kemiringan lereng yang· datar serta ditumbuhi oleh vegetasi yang rapat, sehingga memungkinkan menahan material yang ada. Daerah yang mempunyai tingkat kerawanan ringan terletak di bagian tengah daerah penelitian seperti Mangunsari, Pakintelan, Kalisegoro, Ngijo, Sekaran dan Mundingan.
7\
Daerah dengan tingkat kerawanan longsor lahan sedang terletak pada kawasan dengan bentuk lahan asal volkanis (V4) dan bentuk lahan asal denudasional (03).
Penyebab utama tetjadinya longsor lahan berupa
penggunaan lahan dan sifat-sifat fisik tanah. Penggunaan lahan berupa sawah, tegalan yang kurang teratur dan pekarangan yang relatif kurang tertata. Faktor fisik tanah yang relatif kurang stabil sebagai akibat dari struktur tanah masih relatif muda, sehingga mempunyai kemampuan daya ikat tanah yang rendah. Akibatnya jika tetjadi limpahan air yang berlebihan cenderung untuk mudah longsor. Jika daerah ini berada pada daerah yang miring, maka mendorong kemudahan terjadinya kelongsoran lahan. Daerah ini seperti Gunungpati, Sumur Gunung, Karanggeneng, Pongangan. Dac:::rah yang mempunyai tingkat kerentanan tinggi atau berat terletak pada kawasan dengan bentuk lahan asal denudasional (D3) dan asal volkanis (V4) serta bentuk lahan struktural (S4). Penyebab utamanya adalah penggunaan lahan yang kurang teratur, sifat-sifat fisik tanah serta kemiringan lereng yang tetjal. Sif:tt fisik tanah terutama permeabilitas dan tekstur tanah, sehingga tidak memungkinkan air yang banyak dapat tertampung. Sedangkan kemiringan lereng yang tetjal sangat memungkinkan terjadinya longsor laban. Adanya bidang peluncuran material di daerah ini juga merupakan faktor yang mendorong tetjadi longsor. Daerah ini misalnya Pongangan, Patemon, Sidobol, Siranjang, Tatun Kacang, Sadeng dan Sukorejo.
PETA KERAWANAN LONGSOR LAHAN KECAMATAN GUNUNGPATI
LEGEND A:
0 D -
Kerawanan Rendah Kerawanen s eclang Kerawanan Tlnggi
N
+
Tanpa Skala
C. PERKEMBANGAN PERUMAHAN KOTA SEMARANG 1. Rencana Perkembangan Kota Perkembangan Perumahan Kota Semarang tidak dapat dilepaskan dengan rencana perkembangan Kota Semarang serta sangat dipengaruhi oleh keadaan alamnya yang mempunyai ciri khas, yaitu Kota pegunungan dan pantai. Perkembangan Kota Semarang telah diarahkan dan direncanakan dalam bentuk Rencana Induk Kota (RIK) Kota Semarang tahun 1975 - 2000, Rencana Tata Ruang Wit ayah (RTRW) Kota Semarang, 1995 - 200 1, serta dirinci dalam Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK), termasuk kawasan Kecamatan Gunungpati. a) Rencana lnduk Kota Semarang 1975- 2000, diuraikan dalam Peraturan Daerah nomor 5 tahun 1981 yang kemudian diubah dengan Perda nomor 2 tahun 1990. Kota Semarang dikembangkan melalui sistem pengembangan yang bersifat terencana, terarah, efektif, efisien, luwes, terpadu dan dinamis dengan usaha menciptakan sarana dan prasarana bagi kegiatan masyarakat dalam taraf optimal. Sasaran pembangunan Kota Semarang jangka panjang, adalah : 1) Pengaturan kern bali tata ruang kota 2) Penyusunan struktur pusat-pusat permukiman sebagai sistem pengaturan dan penyaluran kegiatan perkotaam 3) Penyebaran dan distribusi kepadatan penduduk
74
4) Penentuan pengernbangan melalui model wilayah pengerribangan dan pelayanan. Rencana
Kota
Semarang
Tahun
1975
-
tahun
2000
pada
pelaksanaannya didasarkan atas Usaha mere-aransemen (mengubah kembali fungsi penggunaan tanah) dan Usaha mere-zoning (menata kembali) fungsi tata guna tanah. Pengembangan Kota Semarang dibagi atas 4 Wilayah Pe.ngembangan, 3 Struktur Pusat Permukiman dan 4 Wilayah Pelayanan, yaitu : 1) Wilayah Pengembangan : - Wilayah Pengembangan I, meliputi sebagian besar Kota Semarang lama dan sebagian Kecamatan Genuk, dengan karakteristik kegiatan kekotaan (urban) dan menjadi Pusat Kota. - Wilayah Pengembangan II, meliputi sebagian Kecamatan Tugu dan sebagian Kecamatan Genuk, dengan karakteristik kegiatan industri - Wilayah Pengembangan III, meliputi sebagian wilayah kecamatan Genuk, sebagian wilayah Kota Semarang Lama dan sebagian daerah pemekaran sebelah Selatan, dengan karakteristik kegiatan kekotaan (urban) dan daerah sub urban - Wilayah Pengembangan IV, meliputi wilayah Kecamatan Gunungpati, Mijen dan sebagian kecamatan Tugu, dengan karakteristik kegiatan agraris dan daerah Sub Urban.
75
2) Struk:tur Pusat Permukiman : - Pusat Permukiman Hierarki Pertama, adalah pusat kota - Pusat Permukiman Hierarki Kedua, adalah pusat kecamatan diluar Pusat Kota - Pusat Permukiman Hierarki Ketiga, adalah pusat Kelurahan 3) Wilayah Pelayanan: - Wilayah Pengembangan I, terbagi atas Pusat kota dan ekstensi pusat kota. Berfungsi sebagai Pusat Kegiatan pelayan Umum (CBD
=
Central
Business District) seperti perbelanjaan; transportasi, pergudangan dan perumahan dengan kepadatan tinggi. - Wilayah Pengembangan II, terbagi atas sebagian wilayah Tugu dan Genuk yang berfungsi sebagai wilayah industri, rekreasi pantai dan perumahan dengan kepadatan rendah - Wilayah Pengembangan III, terbagi atas sebagian wilayah kecamatan Genuk, dan sebagian daerah pemekaran Kecamatan Semarang Selatan, yang berfungsi sebagai wilayah pendidikan, kesehatan, pemerintahan dan perumahan dengan kepadatan rendah sampai tinggi. - Wilayah Pengembangan IV, terbagi atas wilayah Kecamatan Gunungpati, Mijen dan sebagian kecamatan Tugu, berfungsi sebagai pengembangan sektor pertanian dam industri agraris dan perumahan dengan kepadatan rendah sampai sedang.
Dalam rangka penyediaan perumahan, tcrdapat 3 masalah khusus yaitu: a) Perbaikan dan pengaturan kembali lingkungan perumahan, dalam rangka peningkatan kondisi, perlengkapan ruang fasilitas dan distribusi kepadatan perumahan dengan usaha penciptaan lingkungan yang sehat dan bersih b) Pengaturan kern bali lingkungan peru mahan yang bel urn memenuhi syarat perletakan menurut ketentuan planologi, dalam arti terletak pada wilayah kota yang tercampur fungsinya atau pada wilayah yang memiliki fungsi lain c) Mengatasi gangguan ekosistem di wilayah permukiman, seperti ketiadaan MCK, sampah, ventilasi dan pencahayaan alami dalam tiap rumah, penyediaan lapangan kerja serta sistem penyaluran air limbah hujan dan limbah perumahan. Pembangunan tipologi perumahan disesuaikan menurut kualitas ruang kota sebagai berikut : a) Perumahan di Wilayah Pusat Kota (WP I) dengan tipologi rumah yang sudah teratur dan belum teratur b) Perumahan di Wilayah Industri (WP II) c) Perumahan di Wilayah Sub Urban (WP III) dengan tipologi transisi lingkungan kedesaan menuju kekotaan (rural urbanis) d) Perumahan di Wilayah Cadangan (WP IV) dengan tipologi kedesaan (ruralis)
77
Tabel 2. Tipologi Kebutuhan Rumah Tahun 2000
Ii I
I
Wilayah
1. 2. 3. 4. 5. Kawasan 1. Industri 2. (WP II) 3. 4. Sub 1. Kekotaan 2. (WP III) 3. 4. 5. 6. Cadangan 1. (WP IV) 2. 3. 4. 5. 6. Kota (WP I)
Type Rumah
Villa Besar Menengah Sedang Kecil Besar Menengah Sedang Kecil Wisma Taman Villa Besar Menengah Sedang Kecil Wisma Taman Villa Besar Menengah Sedang Kecil
Persil (Mz)
I
501 251 101
-
1.000
-
500 250 100 500 500 250 100 5.000 2500 2000 1000 1 500 I 250 5.000 2500 2000 1000 5oo 25o I
-
251 101
-
2.501 2001 1001 5001 251
-
2.501 2001 1001 5001 251
Sumber: RIK. Kota Semarang 1975-2000
-
-
-
-
t.ooo I
I
I 1
KDB
KLB
40% 500/o 60% 70% 80% 50% 60% 70% 80% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 20% 30% 40% 50% 60% 70%
0.8 1.0 1.2 1.2 1.2 1.2 1.2 1.2 1.2 0.35 0.60 0.8 1.0 1.2 1.2 0.35 0.6 0.8 1.0 1.2 1.2
Rencana penyediaan mmah di Kota Semarang pad a akhir tahun perencanaan (tahun 2000) adalah 290.693 unit, untuk memenuhi kebutuhan 1.453.463 jiwa. Pembangunan pemmahan ditegaskan hamslah disesuaikan dengan tipologi sosiologis masyarakat yang menyangkut aspek hubungan sosial; pandangan hidup dan cara gerak serta pengembangan dari desain arsitektural yang sesuai dengan kondisi sosiologis.
7X
b) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Semarang 1995 - 2005, diuraikan dalam Peraturan Daerah nomor 1 tahun 1999. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tisik Kota Semarang, antara lain : a. Kecenderungan dan perkembangan, yang dibedakan atas : Wilayah Kota Semarang Lama, sebagai pusat permukiman dan konsentrasi kegiatan sosial ekonomi dengan pola perkembangan konsentrik. Wilayah Pemekaran, yangberbatasan langsung dengan Kota Semarang Lama, sebagai pusat pennukiman penduduk yang berpola linear. Wilayah Pemekaran yang menjadi pusat permukiman pcnduduk dan berpola konsentrik. b. Keinginanlpengarahan, untuk mengembangkan Kota Semarang yang berpola Desentralisasi dan konsentrasi dengan membangun dan menumbuhkan pusat perkembangan barn di wilayah pemekaran, sehingga wilayah tersebut menjadi pusat kegiatan dan pelayan penduduk yang berswasembada. c. Pertimbangan khusus/kendala (Constraint) seperti : Kendala tisik, meliputi keberadaan daerah kritis, tidak stabil dan mudah erosi serta kawasan perbukitan dengan kemiringan lebih dari 40%, sehingga harus dilindungi dari kegiatan budidaya. Kendala kegiatan sektoral, berupa rencana dan kebijakan dan program sektoral, seperti rencana perhubungan, rencana pembangunan Janngan intrastruktur (listrik, telepon dan air minum).
7<)
Bencana Alam, mempakan permasalahan yang hams segera dicari pemecahannya, seperti banjir, tanah bergerak, Rob dan intmsi air taut. Dalam pengembangannya, Kota Semarang te:rbagi dalam 4 Wilayah Pengembangan (WP) yang dirinci lebih lanjut dalam 10 Bagian Wilayah Kota (BWK). Tabel 3. Pembagian Wilayah Pengembangan Kota Semarang
No 1
Wilayah Pengembangan (WP) WPI
Bagian Wilayah Kota(BWK) 1. BWKI
2. BWKII 3. BWK Ill
2
WPII
l. BWKIV 2. BWKX
3
WP III
1. BWK V 2. BWKVI 3. B\VK VII
4
WPIV
l. BWK VIII 2. BWKIX
Sumber : RTRW Kota Semarang 1995 - 2005
Kecamatan
Fungsi
l.Smg.Tengah • Perkantoran 2.SmgTimur • Perdagangan 3. Smg Selatan • Jasa 4. Gajahmungkur • Pendidikan 5. Candisari • Olahraga 6. Smg Barat • T ransportasi 7. Smg Utara 8. Genuk • Industri • T ransportasi 9. Tugu • Industri 10. Ngaliyan • Rekreasi 11. Gayamsari • Campuran 12. Pedurungan • Pengembangan permukim . 13. Tembalang • Pendidikan • Pengembangan permukim . 14. Ban)uma.nik • Kawasan khusus militcr • Pengembangan pennukim . 15. Gunungpati • Pertanian • Rekreasi 16.Mijen • Permukiman • Perdagangan • Pc!"ka.ntora.n • Industri modem • Rekreasi dan OR
Rencana Tata Ruang Wilayah didasarkan pada Fungsi Utama Kawasan, yaitu Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya serta Aspek Administrasi,
I I
yaitu kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang pada wilayah diatasnya, yaitu Propinsi dan Nasional. Kawasan Lindung adalah kawasan yang berfungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan, nilai sejarah dan budaya bangsa untuk kepentingan pembangunan berkelanjutan. Kawasan ini meliputi : a.
Kawa~;an
yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya, seperti
kawasan hutan lindung, kawasan bergambut dan kawasan resapan air b. Kawasan
perlindungan
setempat,
yang
mencakupsempadan
pantai,
sempadan sungai serta kawasan sekitar danau/waduk dan mata f\ir c. Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya, mencakup suaka alam, suaka alam !aut dan perairan lainnya, pantai berhutan bakau, pelestarian alam, taman buru, eagar biosfer, pengungsian satwa, perlindungan plasma nutfah, eagar budaya dan ilmu pengetahuan. d. Kawasan Rawan Bencana Alam. Pengolahan kawasan lindung dilakukan agar kawasan tersebut terjamin kelestariannya serta scrasi dan selaras dengan kawasan lain dalam kegiatan pemanfaatan ruang. Kawasan Budidaya adalah kawasan diluar kawasan lindung yang dapat dimanfaatkan untukkcgiatanbudidaya, seperi industri, pertanian, ·perdagangan, pariwisata dan permukiman termasuk daerah penyangga (budidaya terbatas).
Dengan demikian, pengclolaan kawasan budidaya tidaklah dapat terlepas dari pengelolaan kawasan lindung. Pemanfataan kedua kawasan hams dilakukan secara optimal, selaras dan serasi. Namun demikian, pemanfaatan kawasan budidaya terbesar, adalah untuk perumahan dan permukiman. Perencanaan daerah perumahan merupakan upaya untuk mengimbangi pertambahan penduduk dan mencegah konsentrasi pemadatan
p~nduduk.
Beberapa
langkah yang dilakukan adalah : a. Pengembangan areal-areal pemukiman baru, yang diarahkan pada kecamatankecamatan Tembalang, Pedurungan, Genuk, Banyumanik dan Mijen. Pemilihan lokasi-lokasi tersebut adalah dengan mempertimbangkan : a. Tersedianya lokasi bagi pengembangan kawasan pemukiman. b. Kemudahan akses1bilitas dan pencapaian dari dan ke pusat kota. c. Kesesuaian dan kelayakan lahan bagi pengembangan kawasan pemukiman. d. Kemudahan pengembangan infrastruktur ke arah kawasan perencanaan. Selain itu, pengembangan wilayah Barat Daya Kota Semarang, akan dikembangkan satu kutub pertumbuhan barn untuk mengarahkan pemerataan penduduk kota Semarang, wilayah ini berupa Kawasan Kota Barn, yang didukung oleh fasilitas perumahan dan fasilitas pendukung lainnya. b. Perbaikan dan pengaturan kembali lingkungan pemukiman dan fisik bangunan, bermaksud mempertahankan pemukiman yang sudah ada. Penanganannya adalah dengan upaya perencanaan perbaikan dan pengaturan lingkungan pemukiman,
kawasan-kawasan yang perlu mendapat penanganan sistem ini adalah pada kawasan pusat kota, pemukiman lama dan pada kawasan-kawasan tertentu, seperti pada kawasan konservasi dan pada kawasan berlerengan 40% ke atas. c) Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) BWK VIII Gunungpati, diuraikan dalam Peraturan Daerah nomor 9 tahun 1999. Fungsi BWK VIII Gunungpati adalah sebagai berikut: 1) Fungsi
Konservasi;
pada
Kelurahan
Sukorejo,
Pongangan,
Sekaran,
Kalisegoro, Sadeng dan Kandri. 2) Fungsi Wisata/Rekreasi, Agrowisata; pada Kelurahan Kandri dan Sukorejo. 3) Fungsi Pendidikan; Pada Kelurahan Sekaran. 4) Fungsi Perdagangan dan Jasa; Pada Kelurahan Gunungpati, Cepoko, Plalangan, Pakintelan, Sekaran, Mangunsari, Nongkosari dan Kandri. 5) Fungsi Permukiman Perkotaan; Pada Kelurahan
Sadeng,
Gunungpati,
Kalisegoro, Sekaran, Cepoko, Patemon, Sukorejo, Sumurrejo, Plalangan dan Pongangan. 6) Fungsi Campuran; Pada Kelurahan Sekarang, Pakintelan, Gunungpati, Mangum;ari dan Plalangan. 7) Fungsi Perkantoran; Pada Kelurahan Gunungpati dan Nongkosawit. Rencana
penggunaan
penggunaan yang ada,
ruang
dilakukan
dengan
tidak
merubah
tetapi dimanfaatkan untuk pengembangan pola
pemanfaatan ruang yang dituju. Rencana pemanfaatan ruang lebih dirinci dalam lingkup bloknya sebagaimana tabel berikut. Tabel 4. Pengaturan Blok Pengembangan Kecamatan Gunungpati
1
BWK SUBlBWKVID l.l.
2
1.2.
3
1.3.
I
SUB l BWK VIII 2.1.
2
2.2.
3
2.3.
NO.
FUNGSI
KELURAHAN
IPlalangan Gunungpati Cepoko Jatirejo Kandri Nongkosawit Pongangan Sadeng
Sumurrejo Pakintclan Mangunsari Ngijo Patcmon Kaliscgoro Sekaran Sukorejo
Pertanian Pemukiman. Perdagangan dan jasa. Perkantoran Perhubungan. Pertanian Pemukiman Kawasan Lindung Wisata Perkebunan Pemukiman Pertanian Kawasan Lindung Pcrtanian Pcmukiman Pcrtanian Perkebunan Pcmukiman Kawasan Lindung Perkebunan Pertanian Pemukiman Kawasan Lindung Pendidikan
Sumber : RDTRK BWK VIII Tahun 1995-2005
Kondisi fisik laban yang masih luas dengan perbandingan antara lahan terbangun lebih kecil dibanding lahan non terbangun sangat memungkinkan dikembangkannya kawasan pemukiman
b~.ru.
Kendala alam berupa daerah
perbukitan dengan kelerengan yang curam, dapat dibudidaya sebagai potensi penduk-ung yang positif sebagai arahan pengembangan view kawasan pemukiman, disamping tetap dipertahankan/dikonservasi sebagai kawasan
penghijauan, yang pada akhirnya merupakan kawasan penyangga resapan air di kota Semarang. Demikian juga dengan sumber air merupakan potensi yang besar untuk dipelihara. Pemanfaatan
penggunaan
dapat
lahan,
dikendalikan
melalui
Kebijaksanaan tata bangunan, yang mencakup pengaturan intensitas penggunaan lahan, penentuan KDB (koefisien Dasar Bangunan), KLB (Koefisian Luas Bangunan)
dan
GSB
(Garis
Sempadan
Bangunan).
Secara
spesifik
kebijaksanaan pembangunan intensitas penggunaan lahan dapat diuraikan sebagai berikut : - Pengaturan
intensitas
penggunaan
lahan
dimplementasikan
berupa
penggalian distribusi kcpadatan penduduk dan bangunan. - Pengaturan kepadatan bangunan dan pengendalian kepadatan penduduk hams mempertimbangkan aspek jarak fisik dari pusat kegiatan kota serta aksesibilitas bagian wilayah kota terhadap struktur kota secara keseluruhan. - Pengaturan kualitas dan massa bangunan dengan penyesuaian terhadap kebijaksanaan mengenai KDB, KLB maupun GSB. - Pengketatan peraturan-peraturan yang
berkaitan
dengan
pelaksanaan
pembangur,an bangunan-bangunan barn, berupa : • Pengaturan KDB massal maksimal sebesar 20% dari keseluruhan luas kawasan perencanaannya di luar luasan yang diper!:,'l.makan untuk jaringan utilitas kawasannya.
85
• Pengaturan KDB pada rumah/pemukiman tunggal ditetapkan juga sebesar 20% • Pemmahan diarahkan pada konsep rumah kebun. • Kawasan konservasi yang berupa daerah bantaran sungat, kawasan dengan kelerengan 40% ke atas merupakan kawasan non terbangun. Khusus mengenai perumahan, maka kebijakan yang ditempuh adalah: - Pengendalian dan penataan pengembangan kawasan perumahan baru sehingga menjadi lingkungan perumahan yang nyaman dan teratur dengan tidak mengesampingkan perkembangan daerah belakang dan memsak lingkungan. - Mendorong pemerintah untuk memberikan arahan program penyediaan sarana dan prasarana penunjang serta utilitas umum, terutama di kawasan pemukiman lama. - Mendorong partisipasi masyarakat dan swasta dalam penyediaan perumahan sesuai dengan arahan penataan ruang dan intensitasnya. - Mengembangkan kawasan perumahan yang memiliki KDB, sedang guna menjaga fungsi BWK VIII Gunungpati sebagai kawasan recharge area. Rencana pengembangan perumahan meliputi penyediaan rumah dan lahan serta pengaturan pembangunan perumahan pada BWK VIII. Rencana perumahan pada BWK VIII diarahkan pada :
X()
1. Penyediaan perumahan, sebagai usaha pemenuhan kebutuhan perumahan bagi penduduk yang belum memiliki dan antisipasi terhadap perkembangan penduduk sampai akhir perencanaan. 2. Peningkatan kualitas rumah, melalui penataan lingkungan perumahan. Target penyediaan perumahan di Gunungpati sampai dengan akhir perencanaan (tahun 2005) adalah sebagai berikut : l. Rumah kecil
: 7.924 buah
2. Rumah sedang
: 3.962 buah
3. Rumah besar
: 1.321 buah
2. Kondisi Eksisting dan Kebutuhan Rumah Pembangunan perumahan di Kota Semarang, sebelum tahun 1974, dibangun oleh instansi pemerintah maupun perusahaan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi karyawannya. Keterlibatan pengembang/developer swasta dimulai ketika pemerintah yang telah mendirikan suatu BUMN, Perum Perumnas, untuk membangun perumahan bagi masyarakat, tidak mampu untuk memenuhi seluruh kebutuhannya. Pembangunan perumahan oleh swasta mulai bergairah sejak tahun 1976, yang dipercepat dengan dukungan pembiayaan melalui Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dari bank. Perumahan pertama yang dibangun pengembang swasta tercatat adalah Perumahan Tanah Mas, Bukit Sari, Genuk dan Ngaliyan. Pada masa tersebut, pembangunan perumahan masih dalam kawasan yang relatif sempit, dibawah 5 Ha. Pada tahun 1990-an, meningkat menjadi lebih dari 5 Ha.
87
Namun demikian, sangatlah sulit mencari data perkembangan perumahan dari tahun ke tahun. Data yang ada menunjukkan bahwa hingga tahun 1997, tercatat sebanyak 43 unit perumahan yang tersebar di 7 Kecamatan, sedangkan tahun 2001 tercatat sebanyak 110 perumahan (meningkat 26,4 7%) tersebar di 12 kecamatan. Dari tabel tersebut, terlihat bahwa perumahan terbanyak terdapat di Kecamatan Tembalang ( 22,73 %), kecamatan Banyumanik ( 20,91 %), kecamatan Ngaliyan serta kecamatan Pedurungan masing-masing 13,64% dan 12,73%. Tabel tersebut memperlihatkan pula pula bahwa perkembangan perumahan tercepat terjadi di kecamatan Gunungpati (66,66.%), diikuti kecamatan Genuk (49,53%) dan kecamatan Tembalang (29, 10 % ). Tabel 5. Perkembangan Perumahan di Kota Semarang No. I
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
NAMA KECAMATAN Mijen Gt;nungpati Banyumanik Gajah Mungkur Semarang Selatan Candisari Tembalang Pedurungan Genuk Gayamsari Semarang Timur Semarang Utara Semarang T engah St:marang Baral Tugu Ngali-yan
JUMLAH
JUMLAH 1997 *) 2001 -)
UYJ 9.00
-
4.00 7.00 23.00 2.00
LAJU (%)
62.66 26.44
-
-
25.00 14.00 5.00
29.10 15.02 49.53
-
-
8.00
5.00 1.00 7.00 2.00 15.00
-
17.02
43.00
110.00
26.47
9.00 8.00 1.00
7.00
-
-
-
Sumber : *) Profil Perumahan Kota Semarang 1997.'1998 **) Semarang.go.id, Akses 7 Mei 2003 Catatan : Pada Ha~il Pengamatan Lapangan, terdapat 3 Perumahan di Kec. Gunungpati yang tidal~ termasuk data diatas
PETA PERKEM BANGAN PERUMAHAN TAHUN 1995-2003
LEGENDA : •
1995
2001 200 0
_• .., --
..
·· B;at~"" OG~;! . B;a\a 'J. (oc a !fl ~\~ •
- Bill~,. ( ~
N
+
Skala 1 : 200.000
Perkembangan perumahan tidaklah dapat dilepaskan dari pertumbuhan penduduk. Kebutuhan penduduk akan rumah berbanding lurus dengan jumlah penduduk. Kebutuhan penduduk akan meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan jumlah keluarga. Dengan asumsi bahwa 1 rumah diperuntukkan untuk 1 keluarga yang terdiri dari 4 orang, maka kebutuhan akan rumah akan dapat diperkirakan melalui pertumbuhan penduduk dan keluarga. Hingga akhir tahun 200 1, di Kota Semarang tercatat jumlah penduduk sebanyak 1.322.320 jiwa denganjumlah keluarga sebanyak 307.941 rumah tangga. Dengan demikian, dibutuhkan sebanyak 307.941 rumah. Namun kondisi eksisting perumahan pada saat yang sama, berjumlah 285.527 unit, sehingga terjadi kekurangan sebanyak 22.414 unit rumah. (BPS, 2001 ). Sedangkan kebutuhan untuk tahun 2005, direncanakan sebanyak 293.314 unit rumah untuk memenuhi kebutuhan sebanyak 1.372.545 jiwa penduduk. Perkembangan
perumahan
di
KecamatanGunungpati,
diawali
oleh
Perumahan Bukit Manyaran Permai yang berlokasi di Kelurahan Sadeng pada tahun
1980-an.
Perkembangannya meningkat
mulai
tahun
1994
dengan
terbangunnya 7 kawasan pemmahan baru, yaitu di kelurahan Sadeng, kelurahan Kandri, dan Kelurahan Kalisegoro masing-masimg 1 kawasan Kawasan Sukorejo memiliki sebanyak 4 kawasan. Pengamatan pada tahun 2003 menunjukkan terdapat 3 kawasan perumahan yang baru dalam taraf pematangan tanah, yang semua berlokasi di Kelurahan Sekaran.
- - = = = = = = =-=====:::::;:::::======;:::;======
EKS!SITIN•G l'AHUN 2001 *)
-JUMLAH -"Jm;,LAH · - -:rniiii:'AH I~ A lVI A
KECJ!,MJI TfJ .N
PENDUDUK. (Jiwa]
KELUARGJl
- -·-------------·050. SmlL§·c1atan_ 040. Gajah \-1ungkur
77,210 18,464 19,417 81,816 78,036 17.164 12,399 57,.550 77,719 16.609 146,651 31,358 122,736 27.63.3 -·----·--14.142 62 996 -·---'--5,271 24,145 25.086 89,202 1-·------ >-----·--63,142 13,706 137,78LI 32.325 . 1-· 103,.343 25.418 1-·----- >-·---·--104,578 24,68_?.... r-· .,. .>7,48_, >-· 15,33.5 1-·-----37,927 8,927
-·------ -·---·---
RUMAH (llnlt)
14942 29303 10345 181'71 12031 305.38 27663 177.35 4903 22347 15264 115.21 31792 15911 126:g4 10377
- -·------ ---·--- ------
G:J. Smj~Jtm~- - -·-----090. Gcnuk ----------·--150. Tugu 16·~~galiy.~-1O•J. Gayamsari
080.
-
PedurLmg.~-
07·~['embalan~L__ ()}:). Banvumanik ---·-------
-TOTAL
-·
--
~-
1,321,:320
307,941
285,527
KEKURANGAN RUMAH (Unit)
(3,522) 9,886 (6,819) 5,772 (4,578) (820) 30 3,593 (368) (2,739) 1,558 (20,804) 6,374 (8,776) (2,651) 1,450 (22,414)
JUMLAH PENDIUDUK (Jiwa)
RENCANA TAHUN 2005 **) KEBUTUHAN EKSISTING RUMAH RUMAH 2001 (Unit) (Unit)
KEKURANGAN, RUMAH "*") I (Unit) i
174,535
34928
54590
19,662
134,383
26877
30202
3,325
298,491
59698
58201
(1,497)
17735
4,048
I
68,431
13,687
153,362
30672
27250
(3,422)
218,099
43620
26785
(16,835)
31792 15911 12684 10377
9,277 (3,964) (523)
112,666 <J9,667 66,031 124,266
22,515 19,875 13,207 28,235
1,449,931
293,314
285,527
(17,858) I (7,787)
Sumber : *) Kota S·emarang dalam Angka 2001 ·~*) RTRW Kota Semarang 1995 - 2005 * ''*) AnaRiS
~5
<)\
Kekurangan kebutuhan perumahan di Kecamatan Gunungpati hingga tahun 2001 sebanyak 2.651 unit. Kekurangan ini terjadi karena kebutuhan rumah mencapai 15.335, sesuai jumlah rumah tangga yang ada, sedangkan kondisi eksisting rumah adalah 12.684 unit. Pada tahun 2005, direncanakan kebutuhan rumah sebanyak 13.206 unit untuk memenuhi 66.301 jiwa penduduk. 3. Penyediaan Rumah a. Pengembangan Perumahan
Pada dasamya, pembangunan dan pengembangan permukiman barn di Kota Semarang, dapat dibagi menjadi 2 Kelompok besar. a. Pengembangan Non Komersial (non profitable), merupakan pembangunan perumahan yang dilaksanakan tanpa bermaksud mencai keuntungan, namun semata-mata untuk menyediakan perumahan dan permukiman yang layak bagi masyarakat. Pengembangan ini sebagian besar dilakukan oleh Pemerintah, yang pada umumnya ditujukan kepada masyarakat menengah ke bawah (Golongan Ekonomi Lemah), melalui Program pembangunan: 1) Peremajaan Peru mahan dan Lingkungan di Kota Semarang, melalui proyek P3KT (IUIDP) dan SUDP. Program dimaksudkan untuk meremajakan penampilan dan kinetja sarana prasarana suatu kawasan. 2) Pengembangan
Rumah
Susun,
dimaksudkan
untuk
mengganti/meremajakan suatu kawasan yang sangat padat kumuh dan tidak layak huni.
Tabel7. Rencana Kebutuhan Fasilitas Perumahan di Wilayah BWK VIII Gunungpati tahun 2006
No. 01 1 2 3 4 5 6 7 8
9 10 11 12 13 14 15 16
Blok
Kelurahan
03 02 SUB 1 BWK VIII Plalangan 1.1 Gunungpati 1.2 Cepoko Jatirejo Kandri Nongosawit 1.3 Pongangan Sadeng JUMLAH SUB2 BWKVIII 2.1 Sumurejo Pakintelan Mangunsari 2.2 Ngijo Patemon Kalisegoro 2.3 Sekarang Sukorejo JUMLAH JUMLAH
Jumlah Penduduk Th 2000 04
Besar Jumlah 06
Kebutuhan Sedang Jumlah 06
Kecil Jumlah
07
Total Jumlah 08
Existing Th 1993 Jumlah 09
Kekurangan Tahun 2000 Jumlah 10
Jumlah Penduduk Th.2005 11
Besar Jumlah 12
3,056 5,464 2,222 1,492 2 598 3,473 3,218 6,189 27,712
61 109 44 30 52 69 64 124 653
183 328 133 90 158 208 193 371 1,664
367 656 267 179 312 417 386 743 3,327
611 1,093 444 299 522 694 643 1,238 6,644
658 717 398 289 388 572 572 1,682 6,276
47 -376 -46 -10 -134 -122 -71 444 -268
3,338 5,808 2,377 1,537 2,778 3,918 3,406 8,127 31,289
31 56 78 68 163 627
3950 3290 2686 2 00~ 3,183 1,473 6,4S6 7547 30,626
79 66 54 40 29 130 151 613
237 197 161 120 191 88 390 1,837
474 395 322 240 382 177 780 906 3,676
790 658 537 400 637 294 1,300 1,510 6,126
728 662 592 465 552 350 1,045 1,001 6,395
-62 4 55 65 -85 56 -255 -509 -731
4,243 3,403 2,805 2,039 3,375 1,500 7,745 9,632 34,742
85 68 56 41 68 30 155 193 696
58,338
1,166
3,501
7,003
11,670
10,671
-999
66,031
1,323
64
453
67 116
48
Kebutuhan Sedang Jumlah 13
Kecil Jumlah 14
Total Jumlah 16
Kekurangan Tahun 2005 Jumlah 16
401 697 285 184 333 470 409 975 3,764
668 1 '161 476 307 556 783 681 1,626 6,258
-10 -444 -78 -18 -168 -211 -109 56 -982
578 2,085
509 408 337 245 405 180 929 1,156 4,169
849 680 561 408 676 300 1,549 1,927 6,950
-121 -18 31 57 -124 50 -504 -926 -1,565
3,962
7,923
13,208
-2,537
200 348 143 92 167 235 204
488 1,877 255 204 168 122 203 90
465
Sumber: RDTRK BWK VIII Gunungpati, 1995-2005
-..=. 1-'
3) Pembangunan Rumah Sewa, yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat yang belum mampu membeli rumah sendiri. 4) Pembangunan Permukiman Pengganti, dilaksanakan untuk mengganti perumahan penduduk yang berada pada suatu lokasi yang sudah tidak dapat dihuni lagi. 5) Pembangunan Development),
Perumahan
Oleh
merupakan
Masyarakat
(Community
Based
pembangunan
perumahan
oleh
Yayasan/Lembaga Swadaya Masyarakat, sedang pemerintah sebagai pendukung dan pengembangan infatruktumya. b. Pengembangan Komersial, merupakan pembangunan perumahan yang dilaksanakan bermaksud mencari keuntungan (Profit Orinted) yang umumnya dilakukan oleh para pengembang swasta. Tujuannya, selain untuk menyediakan perumahan dan permukiman yang layak bagi masyarakat juga untuk mengembangkan invetasi yang telah ditanamkan. (BAPPEDA, 1997) b. Proses Perijinan Pembangunan Perumahan. Pengembang sebelum melakukan pembangunan pemmahannya, harus mengajukan berbagai perijinan berupa : 1) ljin
Lokasi,
berdasarkan
Keputusan
Walikota
Semarang
Nomor
593.6.05/476/2000 tentang Pembentukan Tim Koordinasi dan Tata Cara Pemberian Izin Lokasi dalam Rangka Penanaman Modal Kota Semarang. Ijin Lokasi dapat diberikan dengan pertimbangan:
1) Kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah atau rencana lainnya 2) Kemungkinan adanya tumpang tindih 3) Kepastian lokasi dan luasnya yang dapat diberikan 4) Status tanah yang dimohon 5) Kepentingan pihak ketiga yang ada di lokasi yang dimohon; dan 6) Peryaratan yang masih diperlukan. Dalam Tim Koordinasi ini, mencakup banyak instansi terkait yaitu Kantor Pertanahan, Sekretariat Daerah (Asisten Tata Praja, Tata .Pemerintahan dan Hukum), Bappeda, Dinas Tata Kota, Bapedalda, Camat setempat serta Instansi terkait dengan peruntukan lahannya. 2) Keterangan
Rencana
Kota
(KRK),
berdasarkan
PeratUran
Daerah
Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang Nomor 14 Tahun 1998 tentang Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta. Keterangan Rencana Kota merupakan suatu Peta berikut keterangan terinci mengenai pemanfaatan suatu persil. Dalam Keterangan ini, mencakup : a) Rencana Tapak, merupakan Peta Rencana yang memuat ketentuanketentuan dan batasan-batasan dalam rangka memberi araban untuk tertib pembangunan kota b) Koefisien Dasar Bangunan, merupakan angka prosentasi berdasarkan perbandingan jumlah luas lantai dasar bangunan terhadap luas tanah daerah perencanaan yang dikuasai, sesuai dengan rencana kota
95
c) Koefisien Lantai BanhJUnan, merupakan angka perbandingan jumlah luas seluruh lantai bangunan terhadap luas tanah daerah perencanaan yang dikuasai, sesuai dengan rencana kota DTKP
Kota
dengan
memperhatikan
BAPEDALDA mengolah dan
rekomendasi
dari
BPN
dan
menganalisa Site Plan tersebut serta
mengadakan perubahan dan penyesuaian hila dirasa perlu. 3)
ljin Mendirikan Bangunan (1MB), berdasarkan Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang Nomor 17 Tahun 1998 tentang Retribusi ljin Mendirikan Bangunan. ljin ini merupakan ijin yang diberikan untuk mengatur, mengawast serta mengendalikan terhadap setiap kegiatan membangun, memperbaiki dan merombaklmerobohkan bangunan di daerah. Dalam Ijin ini, mencakup : 1) Penetapan tentang rencana tata letak bangunan 2) Konsultasi dan penetapan arsitektur bangunan 3) Konsultasi dan penetapan rancang bangun 4) Penetapan struktur bangunan 5) Pengawasan dan pengendalian kegiatan membangun 6) Pengawasan penggunaan bangunan 7) Pengaturan dan penentuan lokasi penyambungan jalan masuk dan saluran penghubung dari kapling ke fasilitas kota 8) Penataan bentuk, estetika dan titik lokasi penandaan.
Ijin Mendirikan Dangun Bangunan, diajukan kepada Dinas Tata Kota dan Permukiman Kota Semarang, dengan melampirkan dokumen terkait, seperti Keterangan Rencana Kota, Ijin Lokasi, AMDAL dengan RKL dan RPL, serta perhitungan konstruksi dan spesifikasi bangunan. 4. Kesesuaian Lahan U ntuk Peru mahan Kesesuaian
lahan
di
kota
Semarang khususnya
untuk
peruntukan
permukiman menggunakan 10 (sepuluh) parameter, meliputi kemiringan lereng, kekuatan batuan, posisi patahan, drainase permukaan tanah, daya dukung tanah, tingkat kembang kerut tanah, kedalaman air tanah, tingkat bahaya erosi, bahaya longsor dan bahaya banjir. a. Kemiringan Lereng, digunakan sebagai salah satu pertimbangan dalam pemilihan kawasan permukiman. Secara umum kawasan datar baik untuk digunakan sebagai kawasan permukiman. b. Kekuatan Batuan, digunakan untuk mengetahui seberapa besar kekuatan atau lemahnya suatu batuan. Data ini diperoleh dari hasil uji lapangan dengan menggunakan alat penetrometer dan palu geologi pada beberapa sampel batuan. c. Posisi Patahan, sangat menentukan kelayakan suatu areal permukiman, karena lokasi permukiman sangat rawan terhadap jalur patahan. d. Drainase
Permukaan
Tanah,
merupakan
pencerminan
dari
kecepatan
perpindahan air dari suatu bidang tanah, baik berupa runoff maupun sebagai
')7
daya resap air ke dalam tanab. Data ini diperoleb dari analisis kondisi topografi, kerapatan aliran dan pengamb kerapatan vegetasi penutupan laban. e. Daya Dukung Tanab, merupakan parameter pentir:g dalam perencanaan fondasi bangunan. Tanab yang memiliki daya dukung tinggi merupakan tanab yang memiliki kekuatan penyangga bangunan yang kuat.
Kriteria kekuatan
penyangga bangunan merupakan salab satu faktor penentuan layak tidaknya suatu wilayah dibangun permukiman. f Kcmbang Kerut Tanab. mempengarubi keawetan dari suatu bangunan, tanab
yang memiliki potensi kembang kerut yang sangat besar akan menyebabkan konstruksi bangunan menjadi tidak stabil. Bagi tanab yang memiliki potensi kembang kerut yang kecil berarti tanab tersebut merupakan lokasi perumaban yang baik. g. Kedalaman Air Tanab, berkaitan dengan kemudaban dalam memenuhi kebutuhan akan air bersih dan keawetan konstruksi bangunan. h. Tingkatan Babaya Erosi, merupakan satu perkiraan jumlah tanah yang bilang maksimum yang tetjadi pada sebidang tanab, bila tidak tetjadi perubaban pola pengelolaan tanaman dan konservasi tanab pada jangka waktu tertentu. 1.
Tingkat Bahaya Longsor, sangat penting untuk diperbatikan, terutama dalam pemiliban dan penentuan lokasi permukiman, supaya pengbuni tidak was-was tinggal di wilayab tersebut. Kawasan yang rawan akan babaya longsor laban terdapat pada daerah yang bertopografi miring, tetjal dan sangat tetjal. Tingkat
bahaya longsor yang ada meliputi daerah dengan resiko adanya gerakan massa batuan/tanah dengan resiko tinggi dan daerah dengan gerakan massa batuan/tanah dengan resiko sangat tinggi. J. Tingkat Bahaya Banjir, merupakan hasil dari luapan air sungai yang akibatnya sangat mengganggu aktivitas penduduk di sekitamya, karena air tersebut menggenangi jalan, rumah dan segala sarana prasarana yang dibutuhkan oleh manusia. Ancaman banjir melanda kawasan dataran. Evaluasi Kesesuaian lahan untuk permukiman, menggunakan 4 kriteria, yaitu: a. Kelas S2, menunjukkan lahan yang sesuai untuk permukiman, tapi dengan sedikit hambatan. b. Kelas S3, menunjukkan lahan yang dapat sesuai untuk permukiman, dengan beberapa faktor penghambat. c. Kelas Nl, menunjukkan lahan yang mendekati tidak sesuat untuk permukiman, dan d. Kelas N2, menunjukkan lahan yang sangat tidak sesuai untuk permukiman.
99
Setyowati dan· Subarini. 2002, telab mengindikasikan beberapa lokasi Kesesuaian laban untuk permukiman di Kota Semarang, sebagai berikut. Tabel 8. Kesesuaian Laban untuk Permukiman menurut luasnya di Kota Semarang No. 1
Kelas Kesesuaian Laban Kelas S2
Luas (Ha) 5.549
%Luas 36,86
2
Kelas S3
944
6,27
3
Kelas Nl
8.059
53,53
4
Kelas N2 Jumlah
503 15.055
3,34 100,00
Lokasi Permukiman di Kecamatan Kec.Gj.~ungkur,Se~ang. Teng~
Semarang, brt., Ngaliyan, Semarang. Selatan, Pedurungan. Kec. Gunungpati dan Kec. ~ijen, Genuk, Pedurun_g_an, Ban...i'!!_manik. Kec. ~ijen, Kec. Banyumanik, Tugu, Semarang. Utara, Kec. Tembalang Kec. Ngaliyan dan Kec. Gunungpati, Genuk. Ngaliyan, Gunu~ati dan Tembalang
Sumber : Setyowati dan Subarini, 2002 Hasil penelitian menunjukkan babwa laban permukaan di kota Semarang (terutama pada kawasan Semarang atas) termasuk kategori laban yang tidak sesuai untuk areal permukiman. Berbagai kendala dan bambatan menentukan kelas kesesuaian laban tersebut. Kondisi lereng, kekuatan batuan, kembang kerut tanab, keberadaan saluran atau drainase, babaya erosi dan babaya longsor laban sangat menentukan kelas kesesuaian laban, banyak laban di Semarang Atas yang termasuk dalam kriteria tidak sesuai (N). Kondisi ini menentukan perkembangan laban, kelestarian lingkungan dan keseimbangan lingkungan secara menyelurub.
BABV BASIL DAN PEMBAHASAN A. KASUS LONGSOR LAHAN PERUMAIIAN Dl KOTA SEMARANG 1. Perumahan yang Berlokasi di Kawasan Rawan Bencana Tanah Longsor Perkembangan perumahan di kota Semarang, mengalami laju pertumbuhan mencapai 26,4 7 % selama kurun waktu 1997 - 2001, terse bar di 12 Kecamatan dari 16 kecamatan. Pertambahan jumlah kawasan perumahan terbesar, berada di kecamatan
Banyumanik
dan
Tembalang,
namun
Kecamatan
Gunungpati
merupakan kecamatan dengan laju perkembangan yang paling tinggi, yaitu 62,66%, diikuti Genuk dan Tembalang. Di sisi lain, sebagaimana diuraikan di depan, kawasan Kecarnaatan Gunungpati, merupaka·n kawasan yang berada pada kemiringan tinggi, serta memiliki beberapa kawasan yang rawan bencana tanah longsor. Apabila dioverlay antara lokasi perumahan dengan kawasan rawan bencana yang ada di Kota semarang, maka temyata terdapat beberapa perumahan di Kota Semarang yang berlokasi di kawasan rawan bencana tanah longsor. Hasil selengkapnya pada Gambar . dan Tabel Berdasarkan tabel tersebut, sebagian besar perumahan yang berlokasi di kawasan rawan longsor, temyata berada di Kecamatan Gunungpati. Pemilihan perumahan yang dijadikan sampel penelitian, didasarkan pada bahwa perumahan itu telah dihuni serta bukan merupakan relokasi penduduk serta mendapat persetujuan dari pengembang. Perumahan Taman Bukit Hijau, menolak untuk dijadikan sampel, sedangkan Permukti Indah merupakan pcrumahan relokasi
100
10 I
penduduk akibat banjir bandang tahun 1990. Dengan demikian, perumahan yang dijadikan sampel adalah Perumahan Bukit Manyaran Permai, Taman Puri Sartika, Taman Kradenan Asri, Trangkil Sejahtera, Pesona Kandri Asri dan Bukit Sukorejo. Tabel9. Perumahan di Kawasan Rawan Bencana Tanah NO.
NAMA PERID.f;\.JUN-
1 Bukit Indah Regency Buklt Manyaran Permal
KELURAHAN Srondo1 Kulon
KECAMATAN Banyumanik
SUMBERDATA Scrnarang.Go.id.
KERAWANAN
KETERANGA."
Tanah Gcrak/Longsor
Pemah Longsor
Sadcng
Gunungpati
BAPPEDA
Tanah Gerak/Longsor
Pemah Longsor
3 Taman Bukt Hijau
Sadeng
Gwumgpati
Scmarang.Go.id
TanahGaak
Tidak Pc:mahLongsor
4 PesoDa Kaadri Asri
Kandri
Gunungpati
Scmarang.Go.id
TanahGcrak
Tidak PtmahLongsor
5 Pennulcti lndah
Pongangan
Gunungpati
Semarang.Go.id.
Tanah Geralc/Longsor
Pemah Longsor
2
6
!KIP Semarang
Sdcaran
Gunungpati
Scrnarang.Go.id.
-
7
Bukit Sekaran
Sekaran
Gunungpati
Semarang.Go.id.
-
8
Buklt Sukorejo
Sukor~Jo
Gunllii!>>pati
S~marang.Go.id.
9
Ntun1DPR
Ill Taman Kradenan Asri
Tanah Ger:1k/Longsor
-
Tidak Pernah Longsor
-
Suko1~jo
Gw11mgpati
s~marang.Go.id.
SukorcJO
Gunungpati
Pcngarnatan Lapangan Tanah GcrakiLongsor
T1dak l'emah Longsor
11 Taman Puri Sartika
Sukorejo
Gunungpati
Pcngamatan Lapangan Tanah Gerak/Longsor
Pemah Longsor
12 Traagkll ~jabtera
Sukorejo
Gunungpati
Pcngamatan Lapangan Tanah Gerak/Longsor
Pcmah Longsor
13 Permata Safn
Sekaran
Gunungpati
Pengamatan Lapangan Tanah Gerak!Longsor
Scdang Dibangun
14 Taman Sentosa
Sukorejo
Gunungpati
Pengamatan Lapangan Tanah Gerak/Longsor
Sedang Dibangun
IS Ayodya SekRrnn
SekRTlU1
Gunungpati
Pengamatan Lapangan Tanah Gerak/l.ong.'
Sedang Dihlmgun
Catatan: Ten:etak Miring, tidalc ditemukan di lapangan Teroetak Tebal adalah Lokasi Penel.itian
2. Kasus Longsor Lahan di Perumahan Sebagaimana diuraikan di
atas,
perumahan
yang telah mengalami
kelongsoran lahan adalah Perumahan Bukit Manyaran Permai, Perumahan Taman Puri Sartika dan Perumahan Trangkil Sejahtera.
PETA PERUMAHAN DI KAWASAN RAWAN BAHAYA GEOLOGI KOTA SEMARANG
LEGENDA :
/'~
!:- - ""'"' 'kiln
/ \ / Pllteh•n
..... ,
,.r. r 6unQo11 1 J S"""'.t8 n
l l k .SII"COI III-III t ll
N
+
Skala 1 : 200.000
a. Perumahan Bukit Manyaran Permai Perumahan Bukit Manyaran Permai berada pada ketinggian antara 31,4 hingga 85,3 m, dengan kemiringan 2- 25 %. Perumahan ini berbatasan dengan Kali Kreo, sehingga dapat dikatakan termasuk dalam wilayah Daerah Aliran Sungai Kreo. Perumahan ini pada awalnya diprakarsai dan dibangun oleh PT. Bangun Cipta Pratama, yang berkantor pusat di Kota Jakarta. Namun pada perkembangan selanjutnya dibangun dan dikembangkan oleh PT. Dian Semingko, yang berdomisili di Kota Semarang. Peta Perumahan dapat dilihat pada Gambar. Gambar 13 memperlihatkan bahwa terdapat 5 jalan masuk, yaitu menuju blok A, B, C, D dan E. Dari jalan masuk Blok E, baru dapat menuju blok lainnya hingga blok U. Menurut cerita penghuni, sebelumnya terdapat jalan lingkungan yang menghubungkan setiap blok perumahan, sehingga antar blok tidak terputus. Namun kelongsoran yang tetjadi telah menyebabkan jalan lingkungan dalam perumahan menjadi terputus sehingga hubungan antar blok harus melalui jalan utama (jalan Semarang-Gunungpati). Penghuni juga menceritakan bahwa pada kawasan yang diarsir sebagai kawasan longsor, (gambar 13 ), dulunya terdapat banyak rumah dan fasilitas umum serta fasilitas sosial, seperti masjid dan gedung pertemuan. Namun pada saat ini, sudah hilang terkena longsor dan menjadi perbukitan yang ditutupi pepohonan.
PETA SITE PLAN PERUMAHAN BUKIT MANYARAN PERMAI Ke Pusat Kola Semarang
Ke Pusat
Kt~cam atan
N
l£GENDA: C ] Kapling Ja Ian Lin gkun gan Jalan Be sar Kawasan Lon gsor
+
Tanpa Skala
10 5
Kondisi perumahan pada saat ini, terdapat sebagian rumah yang hancur dan ditinggalkan oleh penghuninya, baik diakibatkan keretakan dinding rumah akibat tanah gerak, maupun akibat longsor. (Gambar 14 dan Gambar 15).
Gambar 14. Rumah Yang Ditinggalkan Karena Keretakan Dinding Akibat Gerakan Tanah
Garnbar 15. Rumah Yang Hancur Akibat C'rerakan Tanah
Gambar 16. Sisa Pondasi yang Ditumbuhi Rerumputan
Gambar 17. Sisa Pondasi Rwnah yang Longsor
Gambar 14 memperlihatkan sebagian dinding penyangga atap yang retak dan terlepas dari pondasinya, padahal rumah tersebut berada di tengah kawasan perumahan (tidak di pinggir tebing dan terkena longsor). Keretakan ini diakibatkan oleh tanah pondasinya yang bergerak, sehingga memperlemah kekuatan penyangga dinding. Gambar 15 memperlihatkan sisa bangunan
106
perumahan yang hancur karena terkena longsor. Rumah ini terletak di pinggir tebing, sehingga gerakan tanah longsor membawa sebagian pondasinya. Akibatnya, dinding rumah tidak mampu menyangga atap, sehingga rumah tersebut hancur. Pada bagian terlihat sisa-sisa bangunan yang terkena longsor, gambar 16. dan gambar 17. Gambar 16 diperoleh dari lokasi gambar 15. mengarah ke tebing, berjarak sekitar 15 m. Berdasarkan informasi penghuni, pada kawasan tersebu dulunya merupakan bagian dari perumahan. Daerah yang dilingkari pada gambar tersebut menunjukkan sisa pondasi yang telah ditumbuhi tanaman. Pengamatan dari dekat, pada tempat yang diberi tanda pada gambar 16. sebagaimana terlihat pada gambar 17 memperlihatkan sisa-sisa batuan pondasi dari bangunan yang telah ada. Hal ini membuktikan bahwa wilayah tersebut sebelumnya adalah kawasan perumahan, namun telah mengalami kelongsoran. Kelongsoran lahan yang terjadi, sebagaimana diceritakan oleh penghuni yang telah menetap lama, diperkirakan selain karena kawasan tersebut rawan tanah gerak, juga karena pembangunan dan pemeliharaan Lapangan Golf Manyaran yang terletak di seberang Sungai Kreo. Kegiatan tersebut, dilakukan dengan memindahkan aliran Kali Kreo, yang pada akhirnya mengakibatkan tebing penyangga di sebelah barat perumahan mengalami erosi karena terkena terjangan arus sungai sehingga longsor.
107
Pemerintah Kota telah mengupayakan kegiatan penanggulangan longsor dengan menggunakan talud dari bronjong batu sebagai penahanan tebing. Selain itu, pada saat ini, mengemuka tuntutan masyarakat untuk normalisasi Sungai Kreo guna mencegah teijadinya longsor lahan lanjutan. b. Perumahan Taman Puri Sartika Perumahan Taman Puri Sartika memiliki ketinggian antara 110m hingga 145,2 m diatas permukaan laut dengan kemiringan 15 - 25 % . Perumahan ini diprakarsai dan dibangun oleh PT. Helatoma Aditya Ciptalaras yang berdomisili di Kota Semarang. Peta Perumahan ini dapat dilihat pada gambar 18.
Gambar 1'8. memperlihatkan bahwa perumahan ini memanJang dari Timur ke Barat. Panjangnya mencapai 2,4 km. Perumahan ini dibangun pada kawasan dengan ketinggian yang berbeda, dimana setiap bagian dipisahkan dengan talud yang cukup tinggi. Gam bar 19. diperoleh dari daerah sebelah Barat yang paling rendah, dan memperlihatkan talud yang cukup tinggi. Gam bar 20. memperlihatkan perumahan dari sebelah timur yang lebih tinggi mengarah ke barat ke kawasan yang lebih rendah.
Gambar 19. Talud yang Tinggi di Kawa..c;an n _ __ .. .
1. •.
Gambar 20. Perbedaan Ketinggian lahan di , ,
- - --- - -
T"\ .
--
• • - .... -
PETA SITE PlAN PERUMAHAN TAMAN PURl SARTIKA
. ....
......
-· ··-·~
l.EGENDA:
c::J
Ka11.1asan longsor
[=:J
Kapling Terbangun Kapling Tidl!llk Terbangun
8
Jalan Lingkungan
c:::J
Pul au Jatm hlud
Jalan BaRr
N
+
Tanpa Skala
!09
Pada bagian lain, sebagaimana gambar 21 , menunjukkan kawasan yang mengalami kelongsoran. Gambar tersebut diperoleh dari sisi jalan, sedangkan gambar 22 menunjukkan lokasi yang sama, tapi diperoleh dari sisi lahan yang longsor. Kelongsoran tersebut telah diantisipasi dengan membangun talud secara bertingkat, namun terlanjur menimbulkan kerugian yang tidak sedikit. Informasi dari penghuni menyebutkan bahwa akibat kelongsoran tersebut, beberapa kapling rumah yang seharusnya dibangun di kawasan itu, dialihkan ke kapling rumah lainnya.
Penghuni yang telah memilih lokasi tersebut
dipindahkan ke lokasi lain.
Gambar 23 . Longsor Lahan di Samping Kapling Perumahan
Gam bar 24. Upaya Pengendalian Longsor Lahan
110
Pada bagian lain, gambar 23 diatas memperlihatkan adanya lahan yang longsor
di
samping
sebuah
kapling
rumah.
Sedangkan
gambar
24
memperlihatkan usaha penanganan longsor tersebut, dengan membangun penahan dinding menggunakan pasak kayu. Upaya ini dianggap penghuni kurang meyakinkan,
mengingat kekuatan dari kayu yang digunakan.
Dikhawatirkan penahan tersebut tidak kuat sehingga dapat menyebabkan kelongsoran lanjutan. Pada kawasan lain, di sebelah barat, terdapat empat unit kapling rumah yang sudah terbangun tapi tidak dihuni. (gambar 25). Menurut cerita penghuni disekitamya, kapling rumah itu adalah sisa dari sekitar 60 kapling rumah yang telah dibangun namun mengalami longsor di kawasan tersebut. Penghuni yang semula berlokasi di kawasan tersebut dipindahkan ke lokasi lain yang relatif lebih aman dari longsor. Di sebelah Selatan kapling tersebut, saat ini terdapat talud yang tinggi.
Gambar 25. Sisa Kapling yang Telah Mengalami
lil
Pematangan tanah yang tidak baik dan cenderung 'asal-asalan' disinyalir oleh penghuni sebagai penyebab kelongsoran tersebut. Sistem Cut and Fill dengan 'memotong tebing dan mengisi lembah' yang digunakan, mengakibatkan daerah potongan relatif stabil namun daerah isian relatif rawan. Apabila daerah isian ini tidak dimatangkan dengan baik, maka dapat mengundang kerawanan longsor. Namun demikian, pengembang mensinyalir kelongsoran diakibatkan pada kesalahan perhitungan konstruksi, baik saat pematangan tanah maupun pembangunan talud. c. Perumahan Trangkil Sejahtera Perumahan Trangkil Sejahtera memiliki ketinggian antara 140 m hingga 155 m diatas permukaan laut dengan kemiringan 15 - 25 %. Perumahan ini diprakarsai oleh Pusat Koperasi Pegawai Republik Indonesia (PKPRI), dulu Pusat Koperasi Pegawai Negeri Republik Indonesia (PKPNRI) Kota Semarang, yang berdomisili di Kota Semarang. Gambar 26 memperlihatkan Peta Perumahan ini.
Gambar 27. Rumah di Samping Kawasan Longsor
Gambar 28. Talud dan Pondasi yang Tinggi
PETA SITE PLAN PERUMAHAN TRANGKIL SEJAHTERA Ke Pusat Kola Semarang
Perumahan Bukit Sukorej o
Ke UNNES/ PUS3t /( ~ C3m 3t3n
lEGEND A: OKapling Jalan Bes ar Jalan Lingkungan Sa luran Air Kawasan Longsor
N
+
Tanpa Skala
......
1 i -'
Gambar 26 tersebut memperlihatkan terdapatnya kawasan yang longsor. Hal ini didasarkan atas cerita penghuni yang menempati perumahan ini sejak awal pendiriannya. Namun pada saat sekarang, akibat kelongsoran tidak terlihat. Gambar 27 memperlihatkan adanya rumah yang retak dan nyaris runtuh yang dikarenakan tanah gerak. Rumah ini menurut informasi penghuni merupakan sisa kapling rumah yang terkena longsor. Informasi warga juga menyebutkan bahwa banyak rumah yang terkena longsor, namun sisanya sudah tidak terlihat. Gambar 28 memperlihatkan rumah dengan talud dan pondasi yang cukup tinggi pada perumahan yang sama. Pengembangan perumahan ini dilaksanakan oleh Pusat Koperasi, sebagai wujud diversifikasi usaha. Koperasi sendiri sebelumnya tidak berpengalaman dalam pembangunan perumahan dan hanya melihat lokasi dikarenakan kesesuaian dengandana yang dimiliki. Pengurus koperasi sendiri tidak mengetahui bahwa kawasan tersebut adalah kawasan yang rawan longsor. Diakui oleh pengurus yang mengetahui kejelasan kegiatan pembangunan, tes terhadap tanah serta kegiatan pematangan tanah tidak dilakukan secara sempuma. Hal inilah yang diindikasikan sebagai penyebab kelongsoran tersebut. 3. Sejarah Longsor Lahan di Kota Semarang Kota Semarang, menurut peta geologis lembar Semarang - Magelang, dilintasi oleh patahan yang menyebabkan kota ini memiliki kawasan yang
11-\.
Kota Semarang, yang berbukit dengan topografi dapat mencapai lebih dari 40%, mempertinggi kerawanan tersebut. Pada kenyataannya, di Kota ini sering terjadi longsor lahan. Walau tidak ditemui catatan yang lengkap mengenai sejarah kelongsoran yang terjadi, namun berdasar analisa catatan surat kabar dan wawancara dengan penduduk asli, maka dapat diuraikan beberapa peristiwa kelongsoran yang teijadi, yaitu : a. Tahun 1929, jalan raya Gombel Lama yang menghubungkan Semarang Bawah dengan Semarang Atas, longsor dan putus karena gerakan tanah. b. Tahun 1980, Pemmahan Bukit Manyaran Permai mulai dibangun. Perumahan ini terletak di kawasan yang rawan bahaya geologi, dan terletak disisi sungai Kreo (Daerah Aliran Sungai/DAS Kreo). Diseberang perumahan ini dibangun Padang GolfManyaran. c. Talmo 1981, Perda no. 5 tentang Rencana Induk Kota Semarang talmn 1975 2000, diterbitkan. Perda ini tidak mengatur kawasan lindung dan kawasan budidaya. Khusus perumahan di kawasan Gunungpati, diarahkan untuk rumah kebun. d. Tahun 1983, mulai teijadi longsor di Perumahan Bukit Manyaran Permai, terutama yang berada dekat DAS Kreo, akibat pembelokan aliran sungai oleh Padang Golf Manyaran. Selain itu, di kawasan lain perumahan ini, teijadi pergeseran tanah yang menyebabkan banyak rumah yang mengalami keretakan bangunan dan sebagian lagi rubuh.
\15
e. Tahun 1990, terjadi banjir bandang Sungai (Kali) Garang, yang menyebabkan pemerintah merelokasi warga yang tinggal di bantaran sungai tersebut ke daerah Kwasenrejo, yang dikenal dengan Perumakan Permukti Sadeng. f. Tahun 1990, diterbitkan Perda nomor 2, tentang Perubahan Pertama Rencana Induk Kota Tahun 1975 - 2000. Secara substansial, perda · ini tidak berubah banyak dari Perda sebelumnya. Perda ini juga tidak mengatur kawasan lindung dan kawasan budidaya. Meskipun mengatur program penghijauan yang salah satunya dilaksanakan di lahan kritis dan rawan, namun tidak menyebutkan daerahnya. g. Tahun 1992, Warga di perumahan Permukti Sadeng mulai mengeluh terhadap adanya gerakan tanah yang menyebabkan rumah mereka retak dan bergeser dari tempatnya semula. Terdapat bebcrapa rumah yang roboh. h. Tahun 1997, Perumahan Trangkil Sejahtera mulai dibangun. Perumahan ini dibangun di kawasan yang Rawan Bahaya Geologi. Kawasan ini sebelumnya adalah hutan jati, dan sering terjadi kelongsoran. Namun karena skala longsornya kecil dan terjadi di kawasan hutan dan tegalan, maka hanya dianggap peristiwa alam biasa dan bukan bencana sehingga kurang mendapat perhatian. Dalam proses pembangunannya, kawasan ini mengalami kelongsoran yang merobohkan beberapa kapling yang telah dibangun. 1.
Tahun 1999, Perda no. 1 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Semarang tahun 1995- 2005 dan Perda No. 9 tahun 1999 tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota Bagian Wi1ayah Kota X Kecamatan Gunungpati
116
diterbitkan. Perda-perda ini mulai mengatur kawasan lindung dan kawasan budidaya. Juga telah memperlihatkan dengan peta rawan bahaya geologi. J. Tahun 2000, Perumahan Taman Puri Sartika mulai dibangun. Seperti halnya kawasan perumahan Trangkil Sejahtera, kawasan perumahan ini sebelumnya juga berupa hutan jati, miring dan labil serta pernah terjadi kelongsoran. Namun karena tcrjadi di kawasan hutan dan tegalan, maka hanya dianggap peristiwa alam biasa dan bukan bencana sehingga kurang mendapat perhatian. Dalam proses
pembangunannya,
kawasan
mt
mengalami
kelongsoran
yang
merobohkan beberapa kapling yang telah dibangun .. I. Tahun 2001, terjadi kelongsoran di Perumahan Bukit Indah Regency.
Perumahan di bangun di kawasan patahan dan sebagian merupakan daerah konservasi. Kelongsoran merusak dan merobohkan beberapa rumah yang tergolong mewah. m. Tahun 2002, terjadi kelongsoran talud rumah warga di Kelurahan Lempongsari, Kecamatan Gajah Mungkur. Kelongsoran ini mengakibatkan tujuh warga tewas dan dua luka. n. Tahun 2002, terjadi kelongsoran talud rumah warga di Kelurahan Tandang Kecamatan Tembalang. Kelongsoran ini mengakibatkan empat orang tewas.
117
B. PERAN PEMERINTAH DALAM PEMBANGUNAN PERUMAHAN
I. Proses Pembangunan Perumahan Perau pemerintah dalam pembangunan perumahan di dalam proses pembangunan perumahan menyangkut perencanaan, perijinan, pengawasan dan pengendalian serta penegakan hukum. a. Perencanaan Pembangunan Perumahan Pembangunan
perumahan
merupakan
pembangunan
fisik
yang
membutuhkan lahan yang luas. Pembangunan ini akan merubah fisik lahan secara langsung, sehingga dibutuhkan perencanaan pembangunannya yang terpadu. Perencanaan pembangunan terhadap fisik tanah, dikenal dengan istilah Rencana Tata Guna Lahan. Rencana Tata Guna Lahan ini termasuk salah satu aspek dalam Rencana Induk Kota (RIK), Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK) maupun Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK). Kota Semarang telah memiliki RJK, RTRW dan RDTRK. Didalam perencanaannya, khususnya mengenai perumahan, maka dalam : a. RIK, dijelaskan permasalahan pembangunan perumahan. RIK juga telah menentukan zonasi yang untuk kawasan permukiman, termasuk didalamnya perumahan. Walaupun telah memiliki Rencana pengelolaan Kawasan Konservasi dan penghijauan, namun tidak dijelaskan secara spesifik daerah yang termasuk kawasan tersebut. Juga tidak menjelaskan mcngenai kawasan lindung dan kawasan budidaya, serta tidak menegaskan larangan untuk budidaya lahan di wilayah tersebut. Dengan demikian, apabila suatu zona
IIX
telah ditetapkan sebagai suatu kawasan perumahan, maka harus dibangun sebagai perumahan. Pengembangan perumahan diarahkan untuk rumah kecil (kurang dari toO M 2 ) hingga berukuran villa (lebih dari 2000M\ Namun demikian, khusus kawasan Kecamatan Gunungpati, terdapat penegasan bahwa kawasan tersebut diperuntukkan bagi pemmahan dengan kepadatan rendah dan berpola rumah kebun. b. RTRW, dijelaskan permasalahan pengembangan pembangunan perumahan. RTR\V juga telah menentukan zonasi yang untuk kawasan permukiman, termasuk didalamnya perumahan. RTRW telah menjelaskan mengenai kawasan lindung dan kawasan budidaya, se1ta menegaskan larangan untuk membudidayakan di wilayah tersebut. Pengembangan perumahan diarahkan berpola 1:3:6, yaitu setiap pengembang perumahan harus membangun 6 rumah kecil (100 M 2), 3 rumah sedang (300 M 2) sebelum membangun 1 rumah besar.
(600 M 2). Semua kawasan memiliki ketentuan proporsi
perumahan yang san1a. c. RDTRK,
merupakan
penjabaran
yang
lebih
rinci
dari
RTRW.
Pengembangan Kawasan bagian Wilayah Kota VIII, yang termasuk dalam Wilayah Pengembangan lV, Pengembangan perumahan tetap berpola 1:3:6. b. Perijinan Pembangunan Perumahan. Pemerintah dalam mengendalikan pembangunan perumahan, menetapkan berbagai macam perijinan dengan ketentuan yang mengikat pengembang perumahan. Ketentuan-ketentuan tersebut diharapkan dapat meminimalisir atau
ll9
bahkan meniadakan resiko yang akan timbul Berbagai ketentuan dalam perijinan yang harus dipenuhi pengembang, antara lain sebagai berikut. 1) Ijin Lokasi, memuat ketentuan antara lain : a) Mengajukan Permohonan Hak Guna Bangunan b) Mengajukan Ijin perubahan penggunaan tanah c) Mengajukan Site Plan Perumahan d) Mengajukan permohonan Ijin Mendirikan Bangunan e) Menyediakan ruang terbuka di setiap kapling dan mempertahankan ruang tidak terbangun sebagai tanah untuk penghijauan.
f) Memperhatikan besaran Koefisien Dasar Bangunan yang ditetapkan g) Memperhatikan hasil penyelidikan tanah dalam proses pembangunan 2) Keterangan Rencana Kota, memuat keterangan dan ketentuan seperti : a) Luas dan lokasi tanah b) Peruntukan tanah c) Penggunaan tanah (per kapling) dan fasilitas umum d) Rencana jalan dan GSB e) Tinggi Bangunan Maksimal l) Koetisien Lantai Bangunan
g) Koefisien Dasar Bangunan h) Data Rencana Site Plan i) Menyesuaikan dengan topografi yang ada j) Rekomendasi ahli tanah dan pengamanan bangunan
120
3) ljin Mendirikan Bangunan (IMB), memuat ketentuan antara lain: a) Kewajiban untuk melaksanakan pembangunan sesuai dengan gambar rencana yang ditetapkan b) Wajib membuat peresapan untuk air hujan dan limbah c) Bertanggung jawab terhadap segala kerusakan lingkungan maupun gangguan lingkungan yang ditimbulkan c. Pengawasan dan Pengendalian. Pengawasan terhadap pembangunan perumahan yang dilakukan oleh developer dilaksanakan oleh DTKP. Pengawasannya dilakukan baik secara administratif maupun langsung di lapangan. Pengawasan secara administratif dilakukan persyaratan
dengan
meneliti
telah
dipenuhi,
kelengkapan maka
syarat
pembangunan
penJ mannya. dapat
Apabila
dilaksanakan.
Pengawasan langsung di lapangan dilakukan secara mendadak untuk melihat proses pembangunan fisiknya dan menilai apakah telah sesuai dengan perij inan yang diberikan atau tidak. Namun karena keterbatasan aparat pengawas, maka DTKP tidak mengawasi hari perhari dan pengawasannya hanya secara umum serta tidak sampai ke hal-hal yang sangat teknis seperti pemakaian campuran bahan bangunan, bahan bangunan yang dipakai dan sebagainya. Pengendalian dilakukan bersamaan dengan pengawasan. Apabila dalam pengawasan baik secara administratif maupun di lapangan ditemui adanya pelanggaran atau penyimpangan, maka langsung dilakukan upaya mengatasinya dan pengandaliannya. Pengendalian secara adminitratif dilakukan dengan
121
menyarankan ke!engkapan administrasi yang harus dipenuhi. Sedangkan secara langsung di lapangan dilakukan dengan saran-saran operasional. d. Penegakan Hukum. Penegakan hukum dilakukan terhadap pengembang/developer yang melakukan penyimpangan terhadap perijina.n yang diberikan. Penyimpangan dapat herupa pembangunan sebelum ijin diberikan, perubahan rencana (Site Plan) yang dilakukan sepihak serta pembangunan yang tidak sesuai dengan dokumen perencanaan struktur bangunan. Terhadap penyimpangan yang terjadi, penegakan hukum dilakukan secara bertahap, yaitu :
1) Surat Peringatan I (SP I), yang memuat peringatan bahwa pengembang telah melakukan me~jelaskan
peny1mpangan.
Pengembang
diberi
kesempatan
untuk
penyimpangan tersebut dan memperbaikinya.
2) Surat Peringatan II (SP II), diberikan bila pengembang tidak memperhatikan dan mentaati SP I. 3) Surat Perintah Pcnghentian Pelaksanaan Pembangunan (SP3), dilakukan bila pengembang tetap tidak dapat menjelaskan dan memperbaiki penyimpangan yang dilakukan. Pelaksanaan SP3 dilakukan oleh DTKP bersama denganTim Yustisi
dengan
meny1mpang.
memasang
segel
pada
lokasi
pembangunan
yang
\22
Tt:rhadap
penegakan
hukum
tersebut,
maka
pengembang
dapat
melakukan: I) Penjelasan mengenai penyirnpangan yang terjadi dan memperbaikinya. 2) Replanning (Perencanaan ulang Site Plan). Dalam proses ini, pengembang harus melakukan proses permohonan kernbali
mengenai
Keterangan
Rencana Kota dan ljin Mendirikan Bangunan. Untuk itu, pengembang harus melakukan pembayaran retribusi kembali sesuai aturan yang ditetapkan. Berdasarkan proses pembangunan perumahan sebagaimana diuraikan di alas, maka dapat dilihat bahwa terdapat 4 instansi yang berwenang dan berkaitan erat dengan pembangunan perumahan di Kota Semarang, yaitu BAPPEDA (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah), BPN (Badan Pertanahan Nasional), DYKP (Dinas Tata Kota dan Permukiman), serta BAPEDALDA (Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah), Camat dan Lurah Pandangan masing-masing instansi terhadap fenomena pembangunan perumahan di Kawasan rawan bencana, akan diuraikan 'di bawah ini. a. BAPPEDA BAPPEDA berperan sangat penting, karena melalui institusi inilah perencanaan, baik RIK, RTRW dan RDTRK disusun. Namun demikian, proses penyusunan dokumen rencana tersebut dilakukan oleh suatu Tim Ahli (dari Perguruan Tinggi), yang dikoordinir oleh Tim Teknis yang melibatkan berbagai instansi (seperti DTKP, BPN, BAPEDALDA, Sekretariat Daerah) dengan Ketua Tim dari BAPPEDA.
Pada akhirnya dokumen perencanaan tersebut
123
merupakan suatu Peraturan Daerah, dalam arti telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), yang merupakan representatif perwakilan masyarakat. lni berarti, terbitnya dokumen perencanaan tersebut, sudah tidak lagi mutlak tanggung jawab BAPPEDA atau pemerintah daerah saja, namun tdah menjadi tanggung jawab seluruh warga Kola Semarang. BAPPEDA memandang pembangunan perumahan di kawasan rawan bencana, sebenamya lebih tepat dikatakan sebagai pembangunan di daerah perbukitan. BAPPEDA menyadari bahwa pembangunan di kawasan perbukitan di sebelah Selatan Kota Semarang, sulit dihindari karena keterbatasan dan mahalnya harga tanah/lahan di daerah datar. BAPPEDA mengakui bahwa telah memperingatkan dan memberi informasi bahwa darah yang akan dibangun merupakan kawasan rawan bencana, namun kurang atau tidak ditanggapi oleh instansi teknis operasional pemberi ijin. Sehingga dapat dikatakan bahwa BAPPEDA memandang kurangnya koordinasi antara instansi perencana dengan instansi teknis operasional yang menyebabkan kawasan tersebut dapat terbangun. Namun demikian, BAPPEDA sendiri tidak dapal memastikan suatu kawasan perumahan murni merupakan kawasan rawan bencana, karena : 1. Belum adanya peta yang lengkap dan akurat. Ketersediaan peta di BAPPEDA masih merupakan peta manual, dengan skala yang relatif besar, sehingga sulit diterapkan di lapangan. 2. Belum adanya data geologi di setiap lokasi lahan.
124
b. Badan Pertanahan Nasional. Badan Pertanahan Nasional, sebagai lnstitusi yang memberikan Ijin Lokasi sebagai awal proses pembangunan perumahan, memandang perumahan di kawasan perbukitan yang rawan bencana tanah longsor, telah memenuhi persyaratan yaitu sesuai dengan Rencana Tala Guna Lahan.
Sebelum
menerbitkan ljin Lokasi, maka institusi ini telah meneliti kesesuaian antara loksi yang dimintakan ijin dengan peruntukan lahan lokasi tersebut. BPN merasa tidak ada alasan untuk tidak menerbitkan ljin Lokasi untuk perumahan pada daerah yang peruntukkannya dalam dokumen perencanaan adalah kawasan perumahan, walau BPN menyadari adanya kerawanan pada loksi dimaksud. Namun demikian, terhadap beberapa lokasi perumahan, yang 'setelah dilakukan pengamatan di lapangan, ternyata memerlukan penanganan khusus, maka BPN meminta pengembang untuk mengadakan studi geologi ( dilakukan oieh Tim Geologi dari Undip atau Universitas lainnya)
dan Dampak
Lingkungan, (yang akan dinilai oleh BAPEDALDA). lni akan dijadikan dasar untuk rekomendasi pengolahan lahan dan Site Plan kepada DTKP. c. Dinas Tata Kota dan Permukiman. Dinas ini memandang perumahan di kawasan perbukitan yang rawan bencana tanah longsor, apabila telah memiliki Ijin Lokasi, berarti telah memenuhi persyaratan yaitu sesuai dengan rencana tata guna laban. Namun demikian, DTKP menetapkan persyaratan yang ketat Lerhadap pengembang
125
sebelum mengeluarkan Surat Keterangan Rencana Kota (Site Plan) dan Ijin Mendirikan Bangun Bangunan. Penetapan Site Plan dan Ijin Mendirikan Bangun Bangunan tetap dengan memperhatikan rekomendasi dan saran yang diajukan oleh BPN dan BAPEDALDA. Bahkan telah ada komitmen bersama bahwa ijin tidak dapat diterbitkan sebelum ada rekomendasi dari BAPEDALDA. Pengetatan aturan mengenai alokasi kawasan, KDB, KLB, Klasifikasi teknis bangunan, seperti jenis dan ukuran tiang, campuran semen dan lainnya serta sarana prasarana yang harus disediakan, diharapkan dapat meredam kerawanan lahan terhadap bencana tanah longsor. Dalam hal pembangunan perumahan di kawasan perbukitan yang rawan longsor, DTKP menyaratkan berbagai
pengetatan aturan yang apabila
diterapkan memerlukan biaya dan teknologi yang relatif tinggi. Akhirnya, hanya pengembang besar dan perumahan elite yang mampu melaksanakannya. Dengan demikian, terdapat pandangan bahwa DTKP lebih mendukung pembangunan perumahan di kawasan perbukitan dilakukan pengembang besar. Namun demikian, DTKP merasa kesulitan dalam melakukan pengawasan, dikarenakan kurangnya dukungan Sumber Daya Manusia serta pelaksanaan klasifikasi dan kriteria bangunan yang sangat bersifat teknis operasional. Sehingga sangat memungkinkan terjadi bangunan yang dibangun tidak sesuai dengan klasifikasi teknis yang dituangkan dalam IMB.
Dalam berbagai kasus tanah longsor di kawasan perumahan, DTKP melihatnya
sebagai
kecerobohan
dari
pengembang
dal
memenuhi
persyaratan teknis bangunan sesuai ketentuan dan persyaratan yang telah ditetapkan. Selainitu, dapat pula disebabkan akumulasi beban lahan di kawasan perbukitan oleh pengembang-pengembang kecil, yang karena keterbatasan dana kurang memperhatikan masalah lingkungan. d. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (BAPEDALDA). Badan ini walau tidak memiliki kewenangan dalam proses penJman, namun telah menjalin kerjasama dan komitmen dengan DTKP. Artinya, setiap pemban!:,'Unan perumahan harus memiliki rekomendasi dari BAPEDALDA. Dengan komitmen ini, maka BAPEDALDA dapat memberikan rekomendasi mengenai pengeolaan lingkungannya sehingga diharapkan dapat meredam dampak
pembangunan
perumahan
terhadap
lingkungan.
BAPEDALDA
mengganggap bahwa instansi pemberi ijin dan pengembang perumahan hanya memperhatikan lingkungan secara mikro (yang terlihat) seperti sistem drainase, namun kurang memperh2tikan akibat makro (ekologi) pada lingkungan tersebut. e. Kepala Wilayah Kecamatan (Camat). Keterlibatan Camat dalam pembangunan perumahan dikarenakan camat dianggap lebih mengetahui kondisi daerahnya. Camat tennasuk dalam Tim Koordinasi yang dapat merekomendasikan pemberian Ijin Lokasi. Selain itu, keterlibatannya dapat berupa fungsinya sebagai Pejabat Pembuat Akte Tanah
128
(PP AT), dengan harapan, setelah Ijin Lokasi diterbitkan, proses pembebasan tanah dilakukan melalui PP AT. Namun pada kenyataannya, sering pengembang membebaskan tanah tanpa melalui PPAT, tetapi melalui Notaris. f Kepala Kelurahan (Lurah).
Sarna dengan keterlibatan Camat, Lurah diikutkan dalam Tim Koordinasi karena dianggap lebih mengetahui kondisi daerahnya. Namun keterlibatannya tidak terlalu
menentukan,
bahkan terkesan hanya sebagai
"Pemadam
Kebakaran". Maksudnya, Lurah tidak terlibat aktif dalam proses pembangunan, namun begitu ada masalah di lokasi perumahan tersebut, longsor misalnya, maka Lurah baru dilibatkan. 2. Peran Pemerintah dalam Pembangunan Perumahan di Kawasan Rawan Bencana Tanah Longsor Berdasarkan penjelasan di atas, maka peran instansi pemerintah dalam proses pembangunan perumahan, dapat dijelaskan dalam tabel 10.
12R
Permintaan Masyarakat!Pribadi Organisasi Masy-arakat
Penentuan Lokasi (dengan atau tanpa calon penghuni)
Pengujian Kelayakan Lokasi
D Pengajuan Ijin Lokasi
I ¢:t/
Kantor Pertanaban Pengolahan dan Penerbitan ljin Lokasi
Pembebasan Laban
engajuan Surat Keteran Rencana Kota L-----------------~
Pengajuan ljin Mendirikan Bangunan
Peran Penghuni
Peran Pengembang
~:
DTKP Pcngolahan dan Pcncrbitan Kcterangan Rencana Kota DTKP Pengolahan dan Penerbitan Ijin Mendirikan Bangunan
Peran Pemerintah
Gambar 29. Diagram Proses Pembangunan Perumahan
!29
TabellO. Peran Instansi Pemerintah dalam Pembangunan Perumahan.
1.
INSTANSI BAPPEDA
2.
BPN
3.
DTKP
No.
4. 5. 6.
BAPEDALDA Cam at Lurah Sumber : Hasil Penelitian
PERAN Penyusun rencana Koordinasi Ijin Lokasi Penyusun rencana Koordinasi dan Pemberi Ijin Lokasi Penyusun rencana Koordinasi Ijin Lokasi Pemberi Keterangan Rencana Kota Pemberi ljin Mendirikan Bangunan Pengawasan Pemberi Rekomendasi AMDAL Koordinasi ljin Lokasi Koordinasi Ijin Lokasi
OUTPUT Rencana Tata Ruang Rekomendasi Ijin Lokasi Rencana T ata Ruang Ijin Lokasi Rencana Tata Ruang Rekomendasi Ijin Lokasi Keterangan Rencana Kota ljin Mendirikan Bangunan Evaluasi Rekomendasi AMDAL, RKP, RPL Rekomendasi Ijin Lokasi Rekomendasi Ijin Lokasi
Namun demikian, instansi yang sangat berwenang dan menentukan dalam pembangunan perumahan adalah : a. Badan Pertanahan, yang menerbitkan Ijin Lokasi. Alasan utama penerbitan Ijin Lokasi ini, adalah bahwa lokasi yang diminta sudah sesuai dengan rencana peruntukannya. Bila rencana lokasi yang diminta adalah untuk perumahan, maka Badan ini tidak dapat menolak permohonan Ijin Lokasi yang ingin membangun perumahan di kawasan itu, walaupun disadari bahwa kawasan tersebut rawan bencana tanah longsor. Terlebih disaat presentasi proyek, pihak pengembang selalu memaaparkan hasil tes tanah serta penanganan terhadap tanah yang akan dilakukan untuk meredam kerawanan yang ada.
DO
b. Dinas Tata Kota, yang menerbitkan Surat Keterangan Rencana Kota serta ijin Mendirikan Bangunan. Alasan utama penerbitan kedua surat ini, adalah bahwa telah adanya Ijin Lokasi dari Badan Pertanahan, sehingga tidak dapat menolak untuk menerbitkan Surat dimaksud. Namun demikian, dinas ini berwenang dalam menganalisa dan menilai pengaturan kawasan termasuk konstruksi bangunan. Untuk kedua hal ini, dinas ini bekerja sama dengan BAPEDALDA untuk menentukan bagian kawasan mana yang boleh di bangun dan tidak. Kelemhan dinas ini terletak pada sisi pengawasan, dimana pengawasan dilakukan tidak rutin dan hanya bersifat insidental. Sebagaimana telah diuraikan dimuka, pembangunan perumahan di Kota Semarang, khususnya di kawasan rawan bencana tanah longsor di Kecamatan Gunungpati,
diawali
dari
tahap
perencanaan.
Apabila
perencanaan tcrakhir, yaitu Rencana Tata Ruang
melihat
dokumen
Wilayah (RTRW) Kota
Semarang tahun 1995 - 2005, maka pembangunan perumahan yang ada telah sesuat dengan perencanaan tersebut. Pemban!,YUnan perumahan dilakukan pada lokasi yang peruntukannya untuk permukiman. Dengan demikian, yang perlu diperhatikan adalah perencanaannya. Perencanaan untuk pembangunan perumahan di Kota Semarang dilal-ukan dengan mengkombinasikan kondisi yang ada (Eksisting) serta merencanakan perubahan haru pada lahan kosong. Artinya, pada lahan yang telah terbangun, walau peruntukannya tidak sesuai, tetap diakomodir dan pada lahan yang kosong (belum terbangun) peruntukan selanjutnya sesuai perencanaan terbaru. Hal ini
131
dapat terlihat bila membandingkan keadaan eksisting tahun 1993 dengan rencana talmn 1995. (gambar 5.19) Proses penyusunan dokumen perencanaan pembangunan di Kota Semarang, dilakukan oleh 2 tim, yaitu Tim Teknis dari lnstansi Terkait (Bappeda, BPN, Dinas Tata Kota dan sebagainya) serta Tim Ahli dari perguruan tinggi. Prosesnya dilakukan dengan sistem proyek, yang sangat terbatas waktu dan biayanya. Penyusunan dokumen perencanaan dengan pendekatan proyek, menghasilkan dokumen
perencanaan
yang
bersifat
proyek
pula.
Pendekatan
proyek
mengakibatkan penyusunannya sangat tergantung pada peraturan yang sangat bersifat sentralistik (semua mengacu pada petunjuk dari pusat), isi dokumen, tahapan penyusunan serta perihal keuangan yang harus dikeluarkan, haruslah mengikuti petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis Uuklak dan juknis) yang seragam dari pusat. Selain itu, waktu pelaksanaan proyek yang terbatas menyebabkan penyusunan harus dilakukan dengan cepat. Koordinasi antara Tim Teknis dan Tim Ahli, memang sering dilakukan, namun seringkali terkendala pada waktu yang sempit dan kesibukan dari anggota Tim masing-masing. Masukanmasukan dari Tim Teknis, seringkali hanya ditampung dan diperhatikan, namun tidak termuat pada hasil produk. Dengan demikian,
seringkali dokumen
perencanaan tersebut cenderung didominasi dengan aspek akademis dan kurang memperhatikan aspek teknis. Perencanaan
wilayah
Kecamatan
Gunungpati
tahun
1995
-
2005,
mcmperlihatkan bahwa beberapa daerah yang peruntukannya untuk permukiman,
133
C. PERAN PENGEMBANG PERUMAHAN I. Profit Perumahan a. Perumahan Bukit Manyaran Permai Perumahan Bukit Manyaran Permai dengan luas awal 20 ha terletak di Kelurahan Sadeng. Perumahan ini terletak di sepanjang jalan SemarangGunungpati melalui Giriksari. Perumahan yang dibangun sekitar tahun 1980-an ini memiliki ketinggian antara 31,4 hingga 85,3 m. Berdasarkan peta kemiringan lahan, maka perumahan ini terletak pada kemiringan 2 - 25 %.
Jarak peru mahan dari beberapa tempat penting adalah 1 Km dari Pusat Kelurahan, 7 Km dari Pusat Kecamatan dan 10 Ko dari Pusat Kota. Perumahan ini pada awalnya diprakarsai dan dibangun oleh PT. Bangun Cipta Pratama,
yang berkantor pusat di K:::>ta Jakarta.
Namun pada
perkembangan selanjutnya dibangun dan dikembangkan oleh PT. Dian Semingko, yang berdomisili di Kota Semarang. Kedua perusal)aan tersebut saat ini sudah tidak aktif, khususnya PT. Dian Semingko yang mengalihkan usahanya serta tidak mengelola perumahan dimaksud. Pengelolaan perumahan telah diserahkan kepada penghuni perumahan sendiri. Pembangunan dilakukan dengan sistem Cut and Fill, yaitu memotong bukit (Cut) untuk mendapatkan lahan datar dan mengisi Iembah disebelahnya (Fill) yang bertujuan selain untuk meratakan lahan juga untuk memperluas lahan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan bekas p1mpman
PT.
Dian
Semingko, keberanian untuk meneruskan dan mengembangkan perumahan ini, dikarenakan prospek rnasa depannya (secara ekonomi) menguntungkan serta memungkinkan secara fisik, dengan telah dilakukannya test tanah dengan metode Echo Sounding. Pembangunan Lapangan Golf Manyaran yang terletak di sebelah Utara, pada awalnya diperkirakan akan menjadi daya tarik perumahan tersebut. Perumahan dimaksudkan untuk menjadi pendukung lapangan golf, dengan menyediakan rumah yang bertype menengah ke atas. Selain itu, perumahan rencananya akan dilengkapi dengan fasilitas pariwisata dan
taman. Pembangunan
Lapangan Golf
Manyaran, yang diharapkan
menjadi daya tarik bagi perumahan, ternyata membawa akibat buruk pada peru mahan itu sendiri. Pembangunan dan pemeliharaan lapangan golf tersebut, dilakukan dengan memindahkan aliran Kali Kreo, yang pada akhirnya mengakibatkan tebing penyangga di sebelah barat perumahan mengalami erosi karena terkena terjangan arus sungai sehingga longsor. Kelongsoran ini menurut warga, telah memusnahkan banyak rumah dan fasilitas umum serta fasilitas sosial, seperti masjid dan gedung pertemuan. Demikian pula jalan lingkungan dalam perumahan menjadi terputus sehingga hubungan antar blok harus melalui jalan utama Galan Semarang-Gunungpati). Padahal sebelumnya terdapat jalan lingkungan yang menghubungkan setiap blok peru mahan.
135
Kondisi perumahan saat ini kurang terawat. Pada bagian sebelah Selatan kondisinya masih baik, dengan jalan lingkungan yang tertata dan saling berhubungan. Namun pada bagian Utara, kondisinya kurang terawat dengan jalan blok yang buntu. Secara umum, perumahan berhawa sejuk dan terkesan teduh karena banyak ditumbuhi pepohonan. Pemandangannya relatif indah, berupa gunung dan lembah yang menghijau dan lapangan golf yang tertata rapi. Fasilitas umum dan fasilitas sosial yang ada berupa masjid dan mushalla, gereja, Sekolah Dasar swasta dan lapangan olahraga berupa lapangan volley dan bulutangkis. Prasarana yang ada berupa listrik, telepon dan air bersih melalui jaringan PDA..\1 yang diusahakan sendiri pengadaannya oleh warga. Koeffisien Dasar Bangunan (KDB) setiap rumah, sudah mendekati 80-90%, dimana halaman yang tersisa sudah sangat sempit. b. Perumahan Taman Puri Sartika Perumahan Taman Puri Sartika dengan luas sekitar 16 ha terletak di Kelurahan Sukorejo. Perumahan ini terletak di Sebelah Timur jalan SemarangGunungpati melalui UNNES. Perumahan yang Ijin Lokasinya keluar tahun 2000 ini rnemiliki ketinggian antara 110 m hingga 145,2 rn diatas permukaan laut. Berdasarkan peta kernii'ingan lahan, maka perumahan ini terletak pada kemiringan 15 - 25 %. Jarak perumahan dari beberapa tempat penting adalah 4 Km dari Pusat Kelurahan, 9 Km dari Pusat Kecamatan dan 9 Km dari pusat kota.
136
Perumahan ini diprakarsai dan dibangun oleh PT. Helatoma Aditya Ciptalaras yang berdomisili di Kota Semarang. Pembangunan dilakukan dengan sistem Cut and Fill, yaitu memotong bukit (Cut) untuk mendapatkan lahan datar dan mengisi lembah disebelahnya (Fill) yang bertujuan selain untuk meratakan lahan juga untuk memperluas lahan. Kawasan ini berbentuk menyerupai persegi panjang, dimana jarak terjauh mencapai 2 km dari pintu masuk. Kemiringan yang tajam, mengakibatkan beberapa blok dipisahkan oleh talud yang cukup tinggi. Perumahan ini dikembangkan pada awalnya atas kerjasama Pengembang dengan Kanwil Departemen Kesehatan Jawa Tengah. Pihak Kanwil telah menetapkan kawasan tersebut sebagai perumahan untuk karyawannya dan meminta pengembang untuk mengurus serta membangun hampir 200 rumah. Pengembang sebelum menyetujui kerjasama tersebut, melakukan test terhadap tanah dimaksud yang dilakukan oleh Laboratorium Mekanika Tanah UNDIP. Hasilnya
menunjukkan
kelayakan
laban
untuk
perumahan,
sehingga
pengembang berani memperluas lahan yang dibutuhkan dan melaksanakan pembangunan perumahan. Perkembangan selanjut.nya ternyata Kanwil Depkes tidak mampu merealisasikan permintaannya dan hanya terealisir sekitar 25 rumah. Akhirnya pengembaog mengarahkan peruntukan perumahan kepada masyarakat umum, selain tetap mempresentasikan pemasaran kepada instansiinstansi seperti Rumah Sakit Umum Dr, Karyadi dan koperasi. Pembangunan
137
perumahan dilakukan secara bertahap, tergantung pemasarannya. Dapat dikatakan pembangunan perumahan ini lebih cepat dari perijinan yang diberikan. Perijinan belum selesai (masih diproses), namun pembangunan telah dilaksanakan, dikarenakan kesepakatan dengan pembeli/konsumen yang harus dipenuhi oleh pengembang. Kondisi perumahan saat ini kurang terlalu terawat. Pembangunan yang masih terus dilaksanakan untuk memenuhi kesepakatan dengan konsumen baru, mengakibatkan kondisi jalan yang buruk. Pintu masuk ke perumahan dibuat khusus hanya terdapat satu jalan masuk dari jalan Semarang-Gunungpati. Secara umum, perumahan masih terlihat gersang dan panas karena tanpa ditumbuhi pepohonan. Pemandangannya relatif indah, bcrupa gunung dan lembah yang menghijau dan suasana Kota Bawah. Apabila malam hari, maka terlihat lampu-lampu di Kota Bawah. Fasilitas umum dan fasilitas sosial belum ada. Prasarana yang ada baru berupa listrik, dan jaringan air bersih yang diusahakan oleh pengembang, walau belum dapat memenuhi kebutuhan penghuni. Koeffisien Dasar Bangunan (KDB) setiap rumah, sudah mendekati 80-90%, dimana halaman yang tersisa sudah sangat sempit. c. Perumahan Trangkil Sejahtera Perumahan Trangkil Sejahtera dengan luas sekitar 6 ha terletak di Kelurahan Sukorejo. Perumahan ini terletak di Sebelah Barat jalan SemarangGunungpati melalui
U~'NES.
Perumahan yang dibangun sekitar tahun 1996-an
ini memiliki ketinggian antara 140 m hingga 155 m diatas permukaan laut. Berdasarkan peta kemiringan lahan, maka perumahan ini terletak pada kemiringan 15 - 25 %. Jarak perumahan dari beberapa tempat penting adalah 4 Km dari Pusat Kelurahan, 9 Km dari Pusat Kecamatan dan 9 Km dari pusat kota. Perumahan ini hanya berjarak 200 m di sebelah Selatan Perumahan Taman Puri Sartika. Perumahan ini diprakarsai oleh
Pu~at
Koperasi Pegawai Republik
Indonesia (PKPRI), dulu Pusat Koperasi Pegawai Negeri Republik Indonesia (PKPNRI) Kota Semarang, yang berdomisili di Kota Semarang. Pembangunan dilakukan dengan sistem Cut yaitu memotong bukit untuk mendapatkan lahan datar. Kawasan ini berbentuk menyerupai persegi panjang, memanjang sepanjang jalan Semarang-Gunungpati .. Perumahan ini dikembangkan atas dasa1 keinginan pengurus PKPNRI untuk mengembangkan usaha diluar usaha pokoknya sebagai Pusat/gabungan koperasi, Pada saat bersamaan, salah seorang pengurus juga menjabat kepengurusan di sebuah yayasan yang mengelola Sekolah Me11:engah Atas. Yayasan
tersebut
bermaksud
mengembangkan
sekolahnya
dengan
memanfaatkan lahan yang dimilikinya, yang berada di kelurahan Sukorejo. Dengan pertimbangan bahwa lokasi dekat dengan IKIP Semarang/UNNES, berada di pinggir jalan utama Semarang-Gunungpati, yang menurut Walikota saat itu akan dijadikan alternatif jalan Semarang-Yogya/Solo, harga yang
139
murah
serta
bebas banjir,
maka pengurus
PKPRI
menyetujui
untuk
memanfaatkan lahan tersebut. Berhubung pada saat yang bersamaan, pihak PKPRI tidak memiliki dana, maka dibuat kesepakatan dengan pihak ketiga (PT. Rokok Jambu Bol, Kudus). Kesepakatan menyatakan bahwa PT. Jambu Bot akan menanggung dana pembangunan dan memberi keuntungan Rp. 100 juta kepada PKPRI, sedang PKPRI hanya sebagai nama pemilik. Kondisi pada saat tersebut,
dimana
pembangunan, "menjual" nama
sedang
diharapkan
menggalakkan dapat
peran
mempermudah
PKPRI. Kedekatan
serta
koperasi
pembangunan
personil pengurus
PKPRI
dalam dengan dengan
Walikota
Semarang, menyebabkan proses perijinan dipermudah. Perijinan
diberikan
tanpa
memperhatikan
uji/test
terhadap
tanah.
Pembangunan
dilakukan tanpa pematangan tanah yang baik. Pada saat proses pemilihan lokasi hingga pembangunan, pengurus mengaku tidak mengetahui bahwa kawasan tersebut termasuk kawasan rawan tanah gcrak/tanah longsor. Kondisi ini baru diketahui setelah rumah selesai dibangun, dan pada saat terjadi hujan deras, beberapa rumah mengalami longsor dan rumahnya retak akibat tanah geser. Kondisi ini diperburuk dengan ketidaksesuaian kondisi perumahan dengan hal-hal
yang dipromosikan.
Akibatnya penghuni merasa dirugikan, terutama masalah kekurangan air bersih, dan menolak membayar angsuran selama kondisi belum diperbaiki. Penundaan angsuran ini menyebabkan kerugian yang besar bagi PT. Jambu Bol, berupa
140
penumpukan hutang dan bunga hutang di bank sehingga belum dapat memberi kontribusi kepada PKPRI sebagaimana kesepakatan semula. Akhirnya melalui kedekatan
pengurus
dengan
pihak
bank
swasta
yang
memperhatikan
pengembangan koperasi (Bank Kesejahteraan Ekonomi) di Jakarta, diusahakan pembuatan sumur air bersih, sehingga penghuni bersedia mengangsur kembali. Kondisi perumahan saat ini kurang terawat. Pembangunan perumahan barn sudah tidak dilakukan. Perawatan perumahan dilakukan sendiri oleh penghuninya. Tidak ada penanda khusus (semacam Artefak). Pintu masuk ke perumahan terdapat 3 jalan masuk dari jalan Semarang-Gunungpati dan semua blok dalam perumahan terhubungkan. Secara umum, perumahan masih terlihat sejuk karena ditumbuhi pepohonan. Pemandangannya relatif indah, berupa gunung dan lembah yang menghijau dan suasana Kota Bawah. Apabila malam hari, maka terlihat lampu-lampu di Kota Bawah. Fasilitas umum dan fasilitas sosial yang ada berupa masjid dan lapangan bulutangkis. Jaringan yang ada adalah Iistrik dan jaringan air bersih, walau belum dapat memenuhi kebutuhan penghuni. Koeffisien Dasar Bangunan (KDB) setiap rumah, sudah mendekati
80-90%, dim ana halaman yang tersisa sudah san gat sempit. d. Perumahan Kandri Pesona Asri Perumahan Kandri Pesona Asri dengan luas sekitar 5 ha terletak di Kelurahan Kandri, di sebelah Selatan Kelurahan Sadeng. Penimahan ini terletak di Sebelah Barat jalan Semarang-Gunungpati melalui Giriksari. Perumahan
I-+ 1
yang berijin lokasi tahun 1997 ini memiliki ketinggian antara 153 m hingga 167 m diatas permukaan laut. Berdasarkan peta kemiringan lahan, maka perumahan ini terletak pada kemiringan 25 - 40 %. Jarak perumahan dari beberapa tempat penting adalah 1 Km dari Pusat Kelurahan, 5 Km dari Pusat Kecamatan dan 15 Km dari pusat kota. Perumahan ini hanya berjarak 1 Km di sebelah Selatan Perumahan Bukit Manyaran Permai. Perumahan ini dikcmbangkan oleh PT. Megaprima Kencana. yang berdomisili di Kota Semarang. Pembangunan dilakukan dengan sistem Cut yaitu memotong bukit untuk mendapatkan lahan datar. Kawasan ini berbentuk menyerupa1
.
persegt
.
panJang,
memanJang
sepanjang
jalan
Semarang-
Gunungpati. Pada awalnya, perumahan diprakarsai oleh keinginan Kandep Agama Kota Semarang untuk membangun perumahan bagi karyawannya, sebanyak 200 unit. Pihak Kandep kemudian meminta pengembang mencari
lokasi.
Pengembang bersama Kandep kemudian mensurvey beberapa lokasi yang memungkinkan
dan
pada akhirnya
memilih
lokasi
tersebut.
Sebelum
menentukan persetujuannya, pihak pengembang melakukan test terhadap tanah yang ada. Hasil test menunjukkan kondisi tanah yang memungkinkan untuk dibangun
sebagai
membebaskan
lahan
perumahan tersebut.
sehingga Pada
pengembang
perkembangannya,
memutuskan temyata
pihak
pengembang salah memperhitungkan kekuatan kemampuan karyawan Kandep
142
Agama, schingga akhirnya hanya terealisir sekitar 20 rumah, Dengan demikian, pengembang kemudian memasarkan perumahannya kepada masyarakat umum. Dalam proses pembangunannya, pengembang mengikuti rekomendasi yang disarankan oleh hasil test tanah, yaitu membuat rumah secara "gandeng", yaitu 8 hingga l 0 rumah menjadi satu dinding. Kondisi tanah di peru mahan inirelatif stabil, walau terdapat beberapa spot yang relatif rawan. Spot-spot terebut oleh pengembang tidak dimanfaatkan untuk perumahan. Perumahan ini tidak pernah mengalami kelongsoran. Kondisi perumahan saat ini cukup terawat. Pembangunan perumahan baru masih dilakukan sesuai pesanan pembeli yang baru. Terdapat l pintu masuk dari jalan Semarang-Gunungpati dan semua blok dalam perumahan terhubungkan. Secara umum, perumahan masih terlihat sejuk karena ditumbuhi pepohonan. Pemandangannya relatif indah, berupa gunung dan lembah serta sawah yang menghijau. Fasilitas umum dan fasilitas sosial yang ada berupa masjid dan lapangan bulutangkis. Jaringan yang ada adalah listrik dan jaringan air bersih. Koeffisien Dasar Bangunan (KDB) setiap rumah, sudah mendekati 80-90%, dimana halaman yang tersisa sudah sangat sempit.
e. Perumahan Bukit Sukorejo Perumahan Bukit Sukorejo dengan luas 4 ha terlctak di Kelurahan Sukorejo. Perumahan ini terletak di Sebelah Barat jalan Semarang-Gunungpati melalui UNNES. Perumahan yang memiliki Ijin Lokasi bertahun 1996 ini
I-n
memiliki ketinggian antara 129 m hingga 145,2 m diatas permukaan laut. Berdasarkan peta kemiringan lahan, maka perumahan ini terletak pada kemiringan 15 - 25 %. Jarak perumahan dari beberapa tempat penting adalah 4 Km dari Pusat Kelurahan, 9 Km dari Pusat Kecamatan dan 9 Km dari pusat leota. Perumahan terletak persis di depan Perumahan Trangkil Sejahtera, dan berjarak sekitar 100 m di Sebelah Selatan Peru mahan Taman Puri Sartika. Perumahan ini diprakarsai dan dibangun oleh PT. Aji Saka Wirya, yang berdomisili di Kota Semarang. Pembangunan dilakukan dengan sistem Cut yaitu memotong bukit (Cut) untuk mendapatkan lahan datar serta mengikuti bentuk kemiringan lahan. Perumahan ini dikembangkan oleh pengembang dengan pertimbangan bahwa Kawasan Gunungpati akan berkembang dengan baik dan cepat, sejalan dengan
dibangunnya
Universitas
Semarang
(dulu
lKIP
Semarang).
Pertimbangan lainnya adalah harga yang mural1, kesejukan udara serta view (pemandangan), dimana pada malam hari suasana lampu-lampu Kota Bawah terlihat sangat jelas dan indah. Dari lokasi ini pula, dapat disaksikan pesawat yang akan mendarat maupun kapal di pelabuhan dan laut lepas. Perkembangan perumahan berjalan relatif lambat, dimana pembangunan masih berlangsung dan masih ada lahan yang belum terbangun sesuai Site Plannya. Perumahan ini tidak pemah mengalami kelongsoran.
144
Koudisi perumahan saat ini terawat baik. Pembangunan yang masih terns dilaksanakan
untuk
memenuhi
kesepakatan
dengan
konsumen
baru,
dilaksanakan di bagian depan, sehingga tidak merusak sarana jalan yang ada. Pintu masuk ke perumahan dibuat khusus hanya terdapat satu jalan masuk dari jalan Semarang-Gunungpati, yang dijaga oleh pengamanan selama 24 jam. Secara umum, perumahan masih terlihat gersang dan panas karena tanpa ditumbuhi pepohonan. Fasilitas Umum dan fasilitas sosial yang ada berupa masjid. Prasarana yang ada baru berupa listrik, dan jaringan air bersih yang diusahakan oleh pengembang, walau belum dapat memenuhi kebutuhan penghuni. Koeffisien Dasar Bangunan (KDB) setiap rumah, sudah mendekati 60-70%, dimana masih ada halaman yang tersisa. f. Perumahan Taman Kradenan Asri
Perumahan Taman Kradenan Asri dengan luas awal 2,5 ha terletak di Kelurahan Sukorejo. Perumahan ini terletak di Sebelah Timur jalan SemarangGunungpati melalui UNNES. Perumahan yang memperoleh Ijin Lokasi tahun 1996 ini memiliki ketinggian antara 28 m hingga 58 m diatas permukaan laut. Berdasarkan peta kemiringan lahan, maka perumahan ini terletak pada kemiringan 2 - 15 %. Jarak perumahan dari beberapa tempat penting adalah 2 Km dari Pusat Kelurahan, 11 Km dari Pusat Kecamatan dan 7 Km dari pusat kota.
l-l5
Perumahan ini diprakarsai dan dibangun oleh PT. Nuscon Asri, yang berdomisili di Kota Yogyakarta. Pembangunan dilakukan dengan sistem Cut yaitu
memotong
bukit
(Cut)
untuk
mendapatkan
lahan
datar
serta
mempertahankan kontur kemiringan lahan yang ada. Perumahan
dikembangkan
mt
dengan
pertimbaqgan
bahwa
perkembangan kota akan mengarah ke Selatan, khususnya pada Kecamatan Gunungpati. Selain itu, pengembang mencari lokasi yang belum berkembang baik,
namun
telah
memiliki
permukiman
penduduk.
Pengembang
memperhatikan kondisi sosial masyarakat di lokasi dan berusaha tetap menjaga hubungan sosial antara penghuni dengan masyarakat sekitar. Selain itu, pertimbangan lainnya adalah harga tanah yang relatif murah, kesejukan serta pemandangan yang indah. Dukungan PDAM serta hasil test geologi oleh UNDIP, yang menyatakan bahwa lokasi memenuhi syarat, memperkuat tekad pengembang untuk membangun perumahan. Berdasarkan hasil test tersebut, disadari bahwa terdapat beberapa spot (titik) yang termasuk rawan. Oleh karena itu,
pengembang
tidak
mengusahakannya
sebagai
perumahan,
tetapi
memfungsikannya sebagai ruang publik. Kondisi perumahan saat ini sangat terawat. Pembangunan perumahan tahap berikutnya relatif lam bat. Masih terdapat lahan yang sudah terjual namun belum dibangun. Pintu masuk ke perumahan dibuat khusus hanya terdapat satu jalan masuk dari jalan Semarang-Gunungpati. Secara umum, perumahan
terlihat cukup sejuk karena ditumbuhi pepohonan. Fasilitas umum dan fasilitas sosial yang ada berupa masjid dan taman. Prasarana yang ada berupa listrik, telepon dan jaringan air bersih. Koeffisien Dasar Bangunan (KDB) setiap rumah, sudah mendekati 80-90% .. Profil perumahan selengkapnya, dapat dilihat pada tabel 5.3. 2. Harga Rumah Faktor harga rumah, akan menjadi salah satu penentu bagi penghuni untuk memilih perumahannya. Harga rumah sangat bervariasi tergantung type rumah itu sendiri, namun dapat dipahami bila semakin besar type rumah maka akan semakin tinggi pula harganya. Pengadaan type rumah dan penentuan harganya, sangat tergantung pada keinginan pei1gembang, tanpa melupakan kebutuhan masyarakat. Pada umumnya masyarakat yang membutuhkan rumah di perumahan, adalah masyarakat berpendapatan rcndah hingga menengah.
Rumah yang dapat
terja:1gkau adalah yang berharga relatif rendah. Rumah yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut adalah rumah ·yang relatif kecil hingga menengah, atau dengan type 21 hingga 60. Dengan demikian, kebanyakan pengembang membangun rumah dengan type-type tersebut dan memberi ha1-ga sesuai dengan perkiraan kemampuan pembeli dan masih dapat memberi keuntungan yang wajar bagi pengembang. Beberapa variasi type dan harga rumah, dapat dilihat pada tabel berikut.
147
Tabelll. Profil Perumahan Sampel KRITERIA
I
Kelurahan
BMP Sadeng
TPS Sukorejo
Sukorejo
1982
2000
1996
20
16
Jumlah Rumah
260
Ketinggian (m) Kemiringan (%)
1997
1996
1996
6
5
4
2,5
160
130
150
50
90
31,4- 85,3
110- 145
140- 155
153- 167
129- 145,2
28-58
2-25
15-25
15-25
25-40
15-25
2-15
Tanah gerak I Longsor laban
Jarak Kc (Km) : KeJurahan Kecarnatan Kota
Status lj in Lokasi : Nomor:
Tanah gerak I Longsor laban
4
4
7
9 9
9 9
10
Tanah gerak
I I
Tanah gerak
Tanah gerak
1
4
2
5 I5
9 9
II 7
PT. Ajisaka Wirya
PT. Nuscon Asri
I
PT. Bangun Cipta Pratarnal PT. Dian Semingko Tidak Aktif
-
Waktu
-
Kondisi Sekarang
Tidak Tcrawat ..
-
H~s1l
Tanah gerak I Longsor lahan
1
Tanggal: Uji Tanah: Penguji
Sumber:
TKA Su.korejo
Luas (Ha)
Pcngcmbang : Nama
Kandri
BS Sukorejo
Tahun
Kerawanan
PKA
TS
PenehtJan
PT.
PKPRJ
Helatoma Aditya Ciptalaras
I PT. Megaprirna Kencana
Aktif
Tidak Ak1if
Aktif
Aktif
Aktif
460.5109/ lll/2000 4-1-2000
-
460.5140/ 111197 25-7-1997
400.08/170 /IW1996 21-5-1996
400.08/211 ffil/1996 21-10-1996
-
Lab. Mekanika Tanah UNDIP
-
Lab. Mekanika Tanah UNDIP
Lab. Mekanika Tanah UNDIP
I997
-
Lab. Mekanika Tanah UNDIP
1997
1996
1995
Cukup Tcrawat
Tidak Terawat
Cukup Tcrawat
Tera\'Vat
Terawat
I
Tabel12. Harga Rumah Yang Ditawarkan Pengembang PERUMAHAN
HARGA (Rp.)
TYPE/LLAS TANAH
NAMA
UANGMUKA (Rp.)
KPR
5 Tabun
10 Tabun
15 Tabun r
IPS BS IKA KPA IPA BD
36,950,000
21160 -
-
-
-
2}160
28.800.000 -
-
2l/60
31.879,054
TYPE 21 12,950,000
639,560
-
-
-
5,300,000
363.821
13,279,054
445,020
512.597
363,452
392,800 11
-
I
313.848 -
324,686
TYPE27
-
IPS
-
RS
27n8
IKA KPA IPA BD
27'70 27i72 21l66
36.500,000 ..J8.500,000 45.793.686
TPS BS
36198 36178
57.800,000 4(>.200,000
-
-
-
-
-
-
37.200.000
-
-
-
7,500,000 17,000,000 18,693.686
TYPE36 18,800,000
-
-
533.040 746,849
456.891 459,824 506,904
473.069
l.O.N.285
723.158
638.300 1
-
394.135
TKA
-
KPA
36:91
TPA BD
36190
36/66
-17.500.000 68.500,000 62,645,396
IPS BS IKA. KPA TPA BD
45/104 45lll9 45/119
R0.1 00,000 84,400,000 94,475,000
45.'120 ,15.'112
95.000,000 104.712,799
40,000,000 41,912,799
930,705 1.730.705
802.867 1.174.671
1.096.253
lPS BS
561104
94,960,000
TYPE60 33,960,000
1.625,548
1.131,093
998,367
IKA
60/136
13.500,000 27,000,000 25,275,396
-
-
-
676.877 1.037.458
541.50 I 583,903 735.599
467.123 657,140
2R,100.000
UR5,7B
964,210
R51,067
29,842.500
1.813,718
1,145592
TYPE4~
-
-
-
KPA
-
TPA BD
69/136 I
-
Catatan: Nama Pemmahan :
125.600,000
155,000,000
I TPS BS TKA KP A TPA BD
Sumb.!r: l'cn.f!.l'lllbanf!. f'emma!JLm
-
-
-
37,680,000
2.290,052
75,000,000
1,353,753
-
-
=Taman Puri Sartika = Bukit Sukorejo
=Taman Kradenan Asri = Kandri Pesona Asri
= Tembalang Pesona Asri = Bukit Diponegoro
-
-
-
-
1,572.720
-
-
1,167,807 -
-
149
Dari tabel tersebut, ternyata type dan harga yang ditawarkan oleh pengembang berbeda-beda. Rumah yang satu type-pun, memiliki luas tanah yang berbeda. Setiap pengembang memiliki kebebasan untuk membangun rumah dengan type yang diinginkan, schingga tidak semua type rumah dibangun. Kebanyakan type rumah yang dibangun adalah type 36 dan 45, hanya perumahan TKA (type 36) dan PKA ( type 45) yang tidak membangunnya. Perumahan PKA hanya membangun rumah kecil, yaitu type 21 hingga 36. Sedangkan perumahan TKA, membangun rumah type menengah hingga besar (diatas type 36). Perumahan TPS membangun rumah untuk semua type, mulai dari type kecil (21) hingga menengah (type 60). Demikian pula halnya dengan Perumahan BS, membangun rumah dari type 27 hingga type 60. Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang disediakan oleh masing-masing perumahan pun berbeda. Perumahan TPS memberikan KPR dari 5 hingga 15 talmn. TKS hanya memberikan 5 hingga 10 tahun. PKA memberikan KPR antara 10 hingga 15 tahun. Dari type rumah yang dibangun serta KPR yang disediakan tersebut, maka dapat terlihat bahwa perumahan PKA dan BS, diperuntukkan bagi masyarakat berpendapatan rendah hingga menengah. Perum&han TPS, diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah hingga tinggi dan perumahan TKA untuk masyarakat berpenghasilan menengah hingga tinggi.
150
Berdasarkan tabel tersebut pula, maka Gapat terlihat bahwa harga-harga rumah di perumahan sampel, relatif lebih rendah dari perumahan lain, khususnya perumahan Tembalang Pesona Asri dan Bukit Diponegoro. Hampir semua type rumah di perumahan sampel, kecuali type 21 di perumahan TPS dan type 45 di peru mahan TKA, memiliki harga rumah yang lebih rendah dari perumahan TP A dan BD. Hal ini dapat menjadi penyebab penghuni lebih memilih perumahan sampel daripada TPA dan BD. 3. Peran Pengembang dalam Pembangunan Perumahan di Kawasan Rawan Bencana Tanah Longsor Pengembang yang akan membangun perumahan di Kota Semarang, dapat digolongkan pada 2 kelompok besar : a. Pengembang yang membangun di atas lahannya sendiri. Pengembang ini memulai proses dari pembelian (pembebasan) tanah hingga ke pembangunan perumahan dan pemasarannya. Pengembang yang memilih dan menentukan dimana·tokasi perumahannya akan dibangun. b. Pengembang yang membangun di atas lahan bukan milik sendiri. Pengembang ini tidak memilih dan menentukan dimana lokasi perumahannya akan dibangun, namun berdasarkan keinginan pemilik lahan. Pengembang hanya mengurus mulai surat perij!nan hingga ke pembangunan perumahan dan pemasarannya. Kepemilikan lahan tetap pada pemilik lama dan tidak berpindah ke pengembang.
! :; l
Pada umumnya terdapat banyak faktor yang menyebabkan pengembang memilih suatu lokasi perumahan. Lebih lengkapnya, dapat dilihat pada tabel 13. berikut ini.
NO. l 2 3 4 5 6 7 8 9
Tabel 13. Alasan Pemilihan Lokasi Perumahan oleh Pengembang PERUMAHAN KRITERIA TKA PKA TS TPS BMP Kesepakatan Calon Pembeli Perkembangan Kota Potensi Masa Dcpan Dekat Kota Dekat Pendidikan Dekat Obyek Wisata Harga tanah Lingkungan Alarn Lingkungan Sosial
-
v
-
v
v
-
-
v
v v
-
BS
-
-
v
-
,.-
\'
v
v
v
-
v v
v v
v
v
\'
\'
\'
-
v
-
,. -
v v
-
v
Sumbcr : Hasil Analisa
Berdasarkan tabel tersebut di atas, ternyata banyak faktor yang menentukan pemilihan lokasi perumahan. Dari 6 perumahan yang dijadikan sampel, ternyata 2 perumahan diantaranya telah merniliki Calon Pernbeli Potensial yang berasal dari instansi pemerintah. Dengan demikian, dalam pemilihan lokasinya pun banyak ditentukan pada kesepakatan antara calon pembeli dan pengembang. Pengembang lainnya, kecuali pengembang Bukit Manyaran Permai, menentukan sendiri lokasi perumahannya. Faktor harga tanah dan lingktmgan alan1, telUyata menjadi pilihan semua pengembang dalam menentukan lokasinya. Daerah perbukitan yang rnasih jarang terbangun, harga tanahnya jauh lebih murah dibandingkan daerah dataran di Pusat Kota yang sudah sangat padat dengan fasilitas yang lengkap. Daerah yang tinggi,
152
menyebabkan adanya view (pemandangan) seperti suasana Kota Bawah di waktu malam, Laut Jawa dengan lampu-lampu kapalnya, serta pemandangan pesawat udara terbang dan mendarat di Lapangan Udara Ahmad Yani yang indah.
Dae~ah
tersebut
juga memiliki udara yang lebih sejuk dan tenang, jauh dari kebisingan dan keramaian kota. Perkembangan Kota., termasuk didalamnya perencanaan tata ruang di masa mendatang, menjadi faktor yang cukup menentukan. Selain Perumahan BMP dan TS, semua perumahan mempertimbangkannya. Pengembang dengan melihat pada rencana Tata Ruang Kota, dapat mengetahui, memperkirakan dan mengantisipasi perkembangan kota. Walaupun pada saat sekarang ini, daerah tersebut fasilitasnya belum selengkap di Kota Bawah, namun pengembang yakin bahwa pada perkembangannya daerah tersebut akan lebih lengkap fasilitasnya. Dengan demikian faktor cukup potensial menarik konsumen perumahannya nya di masa depan. Faktor lokasi, berupa kedekatan dengan berbagai fasilitas umum dan fasilitas sosial, cukup menentukan. Lokasi kecamatan Gunungpati relatif dekat dengan pusat sarana pendidikan terutama perguruan tinggi swasta, sarana wisata goa alam serta tidak terlalu jauh dari pusat kota. Proses pembangunan perumahan oleh pengembang dilakukan sesuai peraturan yang berlaku yang terlihat dengan diperolehnya Surat Keputusan ljin Lokasi, sebagai persyaratan dasar untuk membangun perumahan. Walau demikiaan, ada beberapa pengembang yang sedikit menyisihkan dana lebih untuk mcmpercepat proses
153
pengurusan perijinan dimaksud. Pengembang bersedia menanggung biaya rapat dan peninjauan lokasi serta memberi dana lebih dalam pengurusan perijinannya. Hal ini dimaksudkan agar ijinnya lebih cepat terbit sehingga proses pembangunan dan pemasaran pemmahan dapat segera dilakukan. De!llikian pula ada pengembang yang menyisihkan dana tak terduga untuk menanggung biaya peninjauan dan pengawasan lapangan guna mencegah pengawas untuk menemukan pelanggaran yang dibuat. Secara umum, proses perijinan dan dana tak terduga ini dapat mencapai 3%- 4% dari biaya operasional. Tanggung jawab pengembang ada yang hanya sebatas membahgun, dimana setelah penyerahan kunci rumah kepada konsumen/penghuni, maka tanggung jawabnya berakhir. Namun ada pula pengembang yang bertanggung jawab terhadap kerusakan rumah dan lingkungannya. lni biasanya terdapat pada perumahan yang masih dalam tahap pembangunan menengah, artinya sementara perumahan masih dibangun namun telah dipasarkan dan ada rumah yang telah dihuni. Namun demikian, pengeinbang kesulitan untuk mencegah penghuni mengembangkan rumah yang sudah dihuninya sehingga akhirnya rumah yang baru sudah tidak memenuhi persyaratan KDB atau KLB sesuai ketentuan perijinannya. Hal ini sebenarnya akan menambah beban bagi laban perumahan itu sendiri, yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap tekanan lahan sehingga dapat mempengaruhi kekuatan penahan lahannya. Apabila ini diteruskan, dapat menyebabkan tekanan lahan yang lebih besar dari kekuatan penahannya, yang berakibat terjadinya kelongsoran.
15-l
Terhadap kerawanan lokasi perumahannya, developer menganggap kerawanan tersebut dapat diredam dengan menggunakan teknologi tinggi. Penggunaan talud, tiang pancang, pengaturan drainase dan penyerapan air, serta pengaturan kawasan, dianggap cukup untuk meredam kerawanan dan menghindari terjadinya tanah longsor. Walaupun upaya tersebut membutuhkan teknologi dan biaya yang tinggi, namun harga rumah diharapkan dapat menutup pengeluaran akibat pemakaian teknologi tersebut serta memberi keuntungan kepada pengembang. Pengembang diharapkan membantu pemerintah dengan menyediakan dan membangun rumah sederhana (rumah kecil). Namun pembangunan perumahan tipe kecil menuntut biaya pengolahan lahan yang sama dengan pembangunan rumah tipe besar. Sehingga untuk menutup biaya operasional, pengembang harus membangun rumah dengan jumlah besar. Disisi lain, pembangunan rumah dalam jumlah banyak akan meningkatkan tekanan terhadap lahan, yang membutuhkan biaya operasional yang lebih besar pula. Padahal harga jual rumah sederhana relatif rendah, sehingga cenderung
tidak
menguntungkan
menggunakan sistem
secara
ekonomis.
Akhirnya,
pengembang
subsidi, yaitu tetap membangun rumah sederhana, dan
memanfaatkan sebagian lahannya untuk membangun rumah menengah dan mewah dengan harga jual dan potensi yang lebih baik. Dengan demikian diharapkan, hasil penjualan rumah menengah da.n mewah ini akan dapat menutup biaya operasional pembangunan rumah sederhana.
155
D. PERAN PENGHUNI PERUMAHAN
Pemitihan tokasi perumahan sebagai tempat tinggat sangat dipengaruhi oteh kemampuan seseorang secara finansiat, persepsinya terhadap perumahan tersebut serta seberapa besar kebutuhannya akan rumah. Persepsi atau cara pandang seseorang terhadap perumahan, sangat tergantung pada pendidikan serta pengetahuannya tentang perumahan itu sendiri. Oteh karena itu, sebetum mengetahui atasan pemitihan rumah, akan diuraikan terlebih dahulu profil penghuni terutama menyangkut jenjang pendidikan, kemampuan finansial (tingkat pendapatanlpengetuaran), kepemilikan rumah serta pengetahuan tentang perumahannya. 1. Profit Penghuni a. Pendidikan Penghuni Profit penghuni berdasarkanjenjang pendidikan, ditihat pada tabet 14. Tabet 14. Profit Penghuni berdasarkan Jenjang Pendidikan
PENDIDIKAN SD SLTP SLTA DIPLOMA SARJANA
JUMLAH
BMP
TPS
TS
KPA
BS
TKA
Jumlah
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2 2 10
7 5 4
1 2
3
0 l 9
0 28 23
7
0 6 4 7
40
28
17
14
16
6
10
91
12 9
Sranber : Hasil Per~elitia11
Tabel di atas memperlihatkan bahwa sebagian besar penghuni berpendidikan sarjana. Tidak ada penghuni yang berpendidikan SO atau SLTP, sedangkan penghuni yang lulus SLT A hampir sama dengan penghuni lulusan Diploma. Penghuni yang sarjana, kebanyakan berada di perumahan TS
1)(,
mencapai lebih dari 70% dan TKA yang mencapai 90%. Lulu san SLT A terbanyak di peru mahan BMP dan KP A masing-masing sekitar 45%. Lulu san Diploma hampir berimbang di semua perumahan, kecuali peru mahan KP A, hanya 10%. b. Pengeluaran Per bulan Penggunaan pendekatan pengeluaran untuk menganalisa penghasilan dilak:ukan dengan asumsi bahwa jumlah pengeluaran merupakan cerminan penghasilan yang diperoleh. Artinya, jumlah yang dikeluarkan merupakan sebagian atau seluruh penghasilan. Namun pendekatan ini belum begitu dimengerti oleh sebagian responden dan bahkan ada sebagian yang menganggap hal tersebut sebagai suatu masalah privasi, sehingga cenderung dirahasiakan. Tabel 15. menjelaskan pengeluaran penghuni per bulannya.
Tabel 15. Profit Penghuni berdasarkan Pengeluaran Perbulan PENGELUARAN
BMP
TPS
TS
KPA
BS
TKA
Jumlah
-500 501- 1000 1001- 1500 1501-2000 2001 - 2500 2501-
1 8 7 6 1 3
1 3 4 4 4 1
0 3 2 2 2 2
0 3 6 3 1 2
0 0 3 1 0
0 1 0 2 1 4
2 19 19 20 10 12
JUMLAH
26
17
11
15
5
8
82
(Rp. 000)
I
Sumber: Hasil Penelitian
Pengeluaran per bulan penghuni didominasi secara bersama antara oleh penghuni yang memilikiki pengeluaran Rp.501.000 hingga Rp.2.000.000,-. Hanya sedikit yang berpengeluaran dibawah Rp.500.000 (2%). Penghuni perumahan
157
TKA, didominasi oleh penghuni yang berpengeluaran per bulannya mencapat Rp.2.501.000 atau lebih. Dengan asumsi bahwa mereka yang berpengeluaran dibawah Rp.l.OOO.OOO termasuk golongan masyarakat berpenghasilan rendah, antara Rp.l.OOl.OOO hingga Rp.2.500.000 termasuk menengah dan diatas Rp.2.501.000 digolongkan berpenghasilan tinggi, maka dapat dikatakan bahwa hampir 25% penghuni berpenghasilan rendah, 60% menengah dan 15% berpenghasilan tinggi. Dari kelima sampel perumahan., maka penghuni perumahan TKA tergolong berpenghasilan tinggi, sedangkan perumahan lainnya seimbang antara penghasilan rendah dan menengahnya. c. Kepemilikan Rumah Sebelumnya Tabel 16. menguraikan profit penghuni berdasarkan kepemilikan rumah sebelumnya.
Tabcl 16. Profil Penghuni berdasarkan Kepemilikan Rumah Sebelumnya KEPEMILIKAN
BMP
TPS
TS
KPA
BS
TKA
Jumlah
Belwn
24 1 0 3
13 0 1 3
13 1 0 0
l3 1 2 0
5
Di 1uar kota Disewakan/dijual Ditempati
I 0 0
6 2 2 0
74 6
JUMLAH
28
17
14
16
6
10
91
5 6
S11mber: Hasil Penelitian
Tabel tersebut memperlihatkan bahwa sebagian besar penghuni (80%) tidak memiliki rumah sebelumnya. Artinya, sebelum membeli rumah di perumahaan yang sekarang mereka tempati, kebutuhan akan rumah menjadi
ISS
prioritas utama dan relatif mendesak. Hal ini menunjukkan bahwa perumahan tersebut merupakan tempat pertama penghuni menentukan pemilihan lokasi perumahannya. Penghuni di perumahan TKA, 40% nya telah memiliki rumah baik diluar kota maupun disewakan. Ini dapat menunjukkan pemilihan rumah sebagai altematif investasi. d. Pemahaman terhadap Kawasan Rawan Bencana Pemahaman
penghuni
terhadap
Kawasan
rawan
bencana
pada
perumahan yang dihuninya, sangat ditentukan oleh pengetahuan dan inforrnasi tentang perumahannya serta pengetahuannya tentang kawasan rawan bencana. Pengetahuan tentang perumahan, dirnaksudkan untuk rnengetahui sejauh mana penghuni mencari informasi tentang perurnahan yang akan dipilih.
Tabel 17. Profit Penghuni berdasarkan Pernahamannya tentang Perurnahannya KRITERIA
Info yang lebih Lengkap Info dari Pemerintah Tabu Daerab Rawan
BMP Ya Tdk
TPS
Ya
Tdk
Ya
TS Tdk
KPA Ya Tdk
Ya
BS Tdk
TKA Ya Tdk
Total Ya Tdk
8
19
7
9
10
4
12
4
6
0
8
2
51
38
0
28
0
17
1
13
I
II
2
4
I
9
5
82
4
25
5
12
8
6
6
10
4
2
7
3
34
58
Sumber: Has II Peneltttan
Sebagiar: besar penghuni merasa mengetahui inforrnasi yang lengkap tentang perumahan mereka. Namun informasi itu kebanyakan diperoleh dari penduduk setempat dan pengembang sendiri, sehingga rnemungkinkan teijadinya pembiasan. Dalam arti penghuni merasa sudah lengkap informasi
!59
yang didapat, padahal informasi terebut "hanya" menguntungkan pengembang. Sangat sedikit penghuni mencari informasi lanjutan ke pemerintah untuk melengkapi data tentang perumahan yang akan dihuni. Sebagian besar penghuni, terutama di perumahan BMP dan TPS, tidak mengetahui bahwa perumahan tersebut terletak di lokasi rawan bencana tanah longsor. Demikian pula di perumahan PKA. Sedangkan perumahan TS, BS dan TKA, penghuni yang mengetahui relatif seimbang dengan penghuni yang tidak mengetahui perumahannya termasuk kawasan rawan bencana tanah longsor. e. Alasan Memilih Lokasi Perumahan Terdapat banyak alasan mengapa penghuni memilih suatu perumahan. Tabel 18 menjelaskannya.
Tabel 18. Alasan Pemilihan Lokasi Perumahan oleh Penghuni ALAS AN
BMP
TPS
TS
KPA
Kredit Lingkungan Fasilitas Lokasi Murah Dekatjalan Dekat Kota Dekat tempat kerja Dekat sekolah Sulit cari tanah Tidak repot
18 19 9 8 16 3 8 6 2 1 9
10
4
12 7
0
1
7 7 9 1i 6 3 2 7
11 11 6 7 10 7 2 1
2 10 10 1
JUMLAH RESP.
29
17
14
Sumber: Hasil Penelilian
BS
TKA
Jumlah
13
1
4
5 0
56 46 13 48
3
4
2 7 1 9 3 7 7
3
4
6
1
3
0 3
0 1
3 0 2
35 19 5 23
16
6
10
92
3
3
5
50 31
40
160
Faktor harga dan cara pembayaran, lokasi, serta lingkungan menjadi beberapa prioritas utama penghuni dalam membeli dan memilih perumahan. Faktor Harga rumah dan cara pembayaran bagi beberapa penghuni di perumahan BMP, TS dan PKA menjadi salah satu penentu utama, sedangkan di BS dan TKA kurang menentukan. Faktor lokasi menjadi faktor yang sangat menentukan dalam pemilihan rumah. Kedekatan dengan kota, jalan raya dan tempat kerja menjadi pilihan. Faktor lingkungan menjadi pilihan kedua. Kesulitan mencari tanah serta kerepotan membangun rumah, kurang menjadi penentu pemilihan lokasi perumahan. f Perasaan setelah Mengetahui kawasan rawan bencana Tanah Longsor.
Perasaan penghuni, walau bukan merupakan faktor dalam memilih lokasi perumahan, namun dapat mengindikasikan pemahaman terhadap perumahannya. Selangkapnya dapat dilihat pada tabel 19 berikut ini. Tabel 19. Perasaan Penghuni setelah mengetahui Kerawanan Perumahan PERASAAN
BMP
TPS
TS
KPA
BS
TKA
Jumlah
Negatif Positif Biasa T dk menjawab
21 3 2 3
11 0 3 3
8 0
1 2 3 0
4 2
49
2
4 4 1 7
JUMLAH RESP.
29
17
14
16
6
4
4
lI 17
0
15
10
92
St•mher: Hasil Penelitian
Sebagian besar penghuni perumahan, khususnya di BMP, TPS dan TS, memiliki perasaan negatif seperti pasrah, kecewa, marah, kesal, was-was setelah melihat, merasakan dan mengetahui bahwa perumahan yang mereka huni
161
berada di kawasan rawan longsor. Hal ini dirasakan terutama oleh penghuni yang rumahnya berada di pinggir tebing/talud. Kalaupun ada sebagian penghuni yang berperasaan positif seperti tenang dan biasa, adalah penghuni yang berada di tengah-tengah perumahan dan berjarak relatif jauh dari tebing. Penghunipenghuni yang memiliki perasaan negatif tersebut, pada umumnya merasa ditipu oleh pengembang, yang tidak menjelaskan keadaan kawasan sebenarnya. Selain itu, penghuni juga merasa heran mengapa pemerintah memberi izin pembangunan perumahannya. Perumahan yang lain, yaitu KP A, BS dan TKA relatif penghuninya berpikiran positif, yaitu tenang dan biasa ketika mengetahui kawasan perumahannya termasuk kawasan rawan bencana tanah longsor. Bahkan ada beberapa penghuni yang tidak yakin akan kebenaran sinyalemen itu. Hanya sedikit yang merasa cemas, khawatir dan waspada. 2. Faktor Pengaruh Pemilihan Lokasi Perumahan Sebagaimana diuraikan di atas, banyak faktor yang mempengaruhi seseorang untuk memilih rumah atau perumahan sebagai tempat tinggalnya. Secara umum, faktor-faktor tersebut adalah: 1. Kemampuan finansial, yang ditunjukkan dengan pengeluaran per bulan 2. Persepsi, yang ditunjukkan dengan jenjang pendidikan dan pengetahuan tentang perumahan itu sendiri serta 3. Prioritas kebutuhan, yang ditunjukkan dengan kepemilikan rumah sebelum memiliki rumah di perumahan tersebut. Setiap perumahan memiliki karakteristik yang berbeda dan khas. Lokasi, fasilitas di dalamnya, lingkungan serta harga dan cara pembayaran merupakan
162
beberapa faktor yang membedakannya. Untuk itu, akan dibahas keterkatan antara kedua faktor, yaitu pemilihan lokasi perumahan oleh penghuni dan karakteristik serta kekhasan peru mahan itu sendiri. 1. Pengeluaran per bulan sebagai faktor penentu.
Tabel 20. Hubungan Antara Pengeluaran Perbulan dengan Alasan Pemilihan Lokasi. PENGELUARANPERBULAN
;z:
< 00 < ..,;j <
Kredit Lingkungan Fasilitas Lokasi Murah Dekat jalan Dekat Kota Dekat tcmpat ketja Dekat sekolah Sulit cari tanah Tidak repot
.. Sumber: Hasil Penebtwn
-500 1 0 0 0 I I 1 0 0 0 0
(000)
501- 1000 1001-1500 1501-2000 2001-2500 12 4 12 14 5 7 8 13 .., .) 0 5 I 8 IO 5 8 iO II I5 5 -t6 5 4 7 5 10 5 7 5 6 4 I 3 3 5 0 2 2 0 .., .., .) 5 9 "-
25015 6 3 9 4 5 5 8 2 I 2
Dari tabel tersebut, terlihat bahwa faktor harga dan cara pembayaran yang dapat dilakukan dengan kredit serta faktor lokasi, menjadi faktor utama pemilihan perumahan oleh penghuni yang berpenghasilan rendah. Barn diikuti oleh faktor lingkungan. Bagi golongan penghuni berpendapatan menengah, walaupun faktor harga dan cara pembayaran serta faktor lokasi masih menjadi pilihan utama, namun perbedaannya dengan faktor lingkungan sudah tidak terlalu besar. Bahkan pada golongan tersebut namun yang berpengeluaran antara Rp.2.001.000,- hingga Rp.2.500.000,- maka terdapat keseimbangan prioritas pemilihan antara ketiga faktor tersebut. Hal yang berbeda ditunjukkan
163
oleh penghuni yang berpenghasilan tinggi. Penghuni tersebut melihat lokasi sebagai faktor utama pemilihan perumahan, yang kemudian diikuti oleh faktor lingkungan. Faktor harga dan cara pembayaran menjadi faktor yang tidak terlalu menentukan. Hal ini ternyata sesuai dengan pendapat Turner, sebagaimana dijelaskan Panudju (1998), bahwa masyarakat yang berpenghasilan rendah akan memilih perumahan cenderung kepada lokasi dan harga yang teijangkau. Sedangkan lingkungan dan fasilitas, apabila sudah memenuhi fungsi dasarnya, sudah cukup. Sedangkan bagi masyarakat berpenghasilan tinggi, maka faktor lingkungan dan lokasi menjadi utama dan harga tidak terlalu menentukan. 2. Jenjang Pendidikan Tabel 21 menjelaskan hubungan antara JenJang pendidikan dengan faktor kekhasan perumahan.
rabel 21. Hubungan antara Jenjang Pendidikan dengan Pemilihan Lokasi JENJANG PENDIDIKAN
Kredit Lingkungan Fasilitas Lokasi ?. ~ Murah 00 4f' .... Dekatjalan ..J < Dekat Kota Dekat tempat keija Dekat sekolah Sulit cari tanah Tidak repot Sumher: Hasil Penelirwn
SLTA 21
DIPLOMA 17
SARJANA
9
13 3
23
10 13 6
12
26
15
22 19
11
8
9
4
2 l 6
2 1 7
5
5
5 4
21 22 15
3 10
Kebanyakan penghuni yang berpendidikan SLT A, memilih cara pembayaran dan harga sebagai faktor utama pemilihan perumahan. Diikuti kemudian dengan faktor lokasi dan lingkungan yang hampir seimbang. Hal yang sama dilakukan oleh penghuni yang berpendidikan Diploma. Faktor Lokasi dan lingkungan, temyata menjadi penentu utama bagi penghuni yang sarjana, dan kemudian diikuti dengan harga dan cara pembayaran. Hal ini relatif sejalan dengan faktor pengeluaran per bulan atau penghasilan penghuni sebagaimana diuraikan diatas. Kemungkinan yang dapat diduga, adalah bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan seseomg, maka penghasilan atau pengeluaran perbualannya relatif semakin besar pula. 3. Pengetahuan tentang peru mahan.
Tabel 22. Hubungan antara Pencarian Informasi yang Lengkap dengan Pemilihan Lokasi.
z
< 00 <, <
-
Kredit Lingkungan Fasilitas Lokasi Murah Dekatjalan Dekat Kota Dekat tempat kerja Dekat sekolah Sulit cari tanah Tidak repot ..
Sumher: Hasll Penelttwn
PENCARIAN INFORMASI YANG LENGK;\P YA TIDAK 29 25 25 21 7 6 35 13 28 22 21 10 24 16 23 12 15 4 3 2 14 9
Faktor lokasi, menjadi pilihan utama sebagian besar penghuni yang mencari informasi secara lebih lengkap tentang perumahannya. Faktor ini kemudian diikuti oleh faktor harga serta cara pembayaran dan faktor lingkungan. Informasi yang diperoleh pada awalnya dari pengembang, dan kemudian dicari secara lebih lengkap di lokasi perumahannya. Penghuni ini memilih kedekatan dengan berbagai sarana umum dan sosial, seperti jalan, sekolah, tempat ketja dan kota sebagai faktor penentu. Hal ini tentu dapat diketahui setalah penghuni datang sendiri ke lokasi perumahan sebelum membeli rumahnya. Hal sebaliknya tetjadi pada penghuni yang tidak mencari informasi yang lebih lengkap. Penghuni ini memilih perumahan berdasarkan harga dan cara pembayaran, baru kemudian melihat lokasi dan lingkungannya. Faktor lingkungan tidak menjadi fokus perhatian dari penghuni dalam memilih lokasi perumahannya. Ini dapat terlihat dengan ditempatkannya faktor ini sebagai faktor terakhir dalam pemilihan perumahan. Informasi yang didapat, baik dari pengembang maupun masyarakat sekitar, cenderung untuk melihat kedekatan lokasi perumahan dengan fasilitas umum lainnya. Sangat kurang penghuni yang mencari informasi lebih lengkap mengenai lingkangan perumahannya.
166
Tabel 23. Hubungan Antara Pencarian lnformasi dari Pemerintah dengan Pemilihan Lokasi
PENCARIAN INFORMASI DARI PEMERINTAH
z < riJ < .,;;j <
Kredit Lingkungan Fasilitas Lokasi Murah Dekatjalan Dekat Kota Dekat tempat kerja Dekat sekolah Sulit cari tanah Tidak repot
YA 2 3 0 4 3 3 4 1
2 0 1
TIDAK 52 42 13 44 47
28 36 34 17 5 22
Sumher: Hasil Penelitian
Pemerintah ternyata tidak menjadi sumber informasi bagi penghuni. Sangat sedikit yang mencari informasi dari pemerintah. Dari penghuni yang sedikit ini, fak:tor penentu pemilihan lokasi perumahan dapat dikatakan seimbang, antara fak:tor harga dan cara pembayaran, lokasi dan lingk:ungan. Bagi penghuni yang tidak mencari informasi dari pemerintah, fak:tor penentu pemilihan perumahan secara umum sama, yaitu dimulai dari harga dan cara pembayaran, lokasi serta lingkungan. Hal ini dapat terlihat paada tabel Pemerintah sebagai sumber informasi yang dapat dipercaya, ternyata tidak menjadi sumber informasi pilihan penghuni. Sedikitnya penghuni mencari informasi dari pemerintah, dapat menandakan kurangnya perhatian penghuni
terhadap pemerintah serta penghuni telah rnerasa cukup rnengetahui inforrnasi dari pengernbang dan penduduk sekitar. Tabel24. Hubungan Antara Pengetahuan Kawasan Rawan Bencana dengan Pernilihan Lokasi
z
~ 00.
< < ....J
Kredit Lingkungan Fasilitas Lokasi Murah Dekatjalan Dekat Kota Dekat ternpat kerja Dekat sekolah Sulit cari tanah Tidak repot
MENGETAHUI KAWASAN RAW AN TIDAK YA 16 38 21 25 9 4 24 24 35 15 15
16
17
23
16
19
10
9 .) " 13
2 10
Sumher : Hasil Penelitian
Penghuni yang mengetahui perumahannya sebagai kawasan rawan bencana, mempertimbangkan faktor kedekatan dan lingkungan sebagai penentu pilihannya,
sedangkan
faktor
harga
dan
cara
pembayaran
kurang
dipertimbangkan. Sedangkan bagi penghuni yang tidak mengetahui kawasan perumahannya merupakan kawasan rawan bencana, tetap menjadikan faktor harga dan cara pembayaran sebagai pilihan utama, diikuti faktor lokasi dan lingkungan. Lebih lanjut dapat dilihat pada tabel Penghuni yang mengetahui perumahannya berada di kawasan rawan bencana, tetap memilih perumahan tersebut dikarenakan kekhasan dan
keuntungan lokasi dan lingkungannya. Disamping itu, ada keyakinan bahwa bencana tidak akan terjadi. Hal yang sebaliknya tetjadi pada penghuni yang tidak mengetahui perumahannya berada di kawasan rawan bencana tanah longsor. c. Kepemilikan rumah sebelumnya. Tabel 25 menjelaskan keterkaitan antara kepemilikan rumaah sebelumnya dengan faktor kekhasan perumahan.
Tabel25. Hubungan Antara Kepemilikan Rumah dengan Pemilihan Lokasi
I
I
I Kredit Lingkungan Fasilitas Lokasi z Murah < 00 < Dekatjalan ....J < Dekat Kota Dekat tempat ketja Dekat sekolah Sulit cari tanah Tidak repot
~-
-
KEPEMILIKAN RUMAH SEBELUMNYA Belum 48 37 11
36 43 25 32 26 16 5 19
Di
lu~r
0 4 1 ~
.)
1 2 ~
.)
2 1 0 1
kota Disewakan ~
.)
2 1 5 1 3 1
Ditempati 2 2 0 ....
.)
4 1 ....
1
.)
4 2 0 1
2 0 0 1
Sumber : f!asil Penelitian
Kebutuhan akan rumah pertama, menj adi prioritas bagi penghuni dalam memilih rumahnya. Sebagian besar penghuni ternyata belum memiliki rumah,
I
169
sehingga rumah yang ditempati saat ini merupakan rumah pertamanya. Hal ini menyebabkan faktor harus segera memiliki rumah, yang sesuai dengan keinginan dan kemampuannya menjadi sangat penting. Hal ini terlihat dari tabel di atas, bahwa faktor cara pembayaran dan harga menjadi pilihan utama, sedangkan faktor lingkungan dan lokasi menjadi pilihan berikutnya. Ini dapat dipahami, mengingat mendesaknya kebutuhan akan rumah, sehingga begitu ada rumah yang sesuai dengan kemampuan finansialnya, maka akan segera dibeli untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Kondisi ini sesuai
•
dengan apa yang disebutkan oleh Turner dalam Panudju ( 1998), bahwa faktor kemampuan finansial menjadi faktor penentu pemilihan lokasi perumahan .. 3. Peran Penghuni dalam Pembangunan Peru mahan di Kawasan Rawan Bencana Tanah Longsor Penghuni perumahan kurang berperan di dalam pembangunan perumahan. Hal ini disebabkan, kebanyakan penghuni tidak terlibat dalam perencanaan, penentuan lokasi hingga pembangunannya. Kalaupun ada perumahan yang memperhatikan keinginan penghuni, pada dasarnya merupakan kerja sama dengan instansi tertentu. Kerja sama inipun bukan melalui instansi secara struktural, namun melalui unit/bagian di dalam instansi tersebut, yang pada umumnya adalah koperasi pegawai. Sifat kerja sama ini adalah bebas. Artinya, koperasi bekerja sama dengan pengembang membangun perumahan, namun pegawai dimaksud tidak harus membeli perumahan yang dibangun atas pesanan koperasinya. Sebagaimana terjadi pada perumahan Taman Puri Sartika (TPS) dan Kandri
170
Pesona Asri (KP A) yang masing-masing bekerja sama dengan Kanwil Depkes dan Kandep. Agama. Koperasi memperkirakan kebutuhan perumahan bagi anggotanya dan menawarkan pengadaannya kepada pengembang. Koperasi dan pengembang kemudian
memilih
dan
menentukan
lokasi
perumahannya.
Pada
perkembangannya, tidak semua pegawai mau dan mampu membeli perumahan yang telah dibangun, sehingga pengembang harus mtmcari pembeli di luar anggota koperasi tersebut ( di jual kepada masyarakat umum). Selain peran penghuni melalui koperasi tersebut, maka penghuni hanya berperan sebagai pembeli (konsumen) yang membeli rumah saat perumahan telah dibangun pada lokasi yang rawan bencana tanah longsor. Penghuni dalam memilih lokasi rumahnya, khususnya rumah pertama, saugat disesuaikan dengan kemampuan finansial penghuni itu sendiri. Dari hasil pengamatan dan analisa data penghuni, maka dapat terlihat bahwa : a. Penghuni perumahan BMP, TPS, TS dan PKA merupakan masyarakat golongan menengah ke bawah. Hal ini ditandai dengan lulusan pendidikan, status ekonomi serta pemilihan harga rumah dan cara pembayaran melalui sistem kredit sebagai salah satu faktor penentu pemilihan rumah. Sebagian besar penghuninya tidak mengetahui bahwa perumahannya berada di kawsan rawan bencana, sehingga menyebabkan timbulnya perasaan negatif saat mengetahuinya. b. Penghuni perumahan BS dan TKA, merupakan masyarakat golongan menengah ke atas, dengan indikasi bahwa harga rumah tidak menjadi faktor penentu,
171
narnun lingkungan dan lokasi. Dernikian pula pernilikan kendaraan yang harnpir setiap penghuni rnerniliki mobil (khusus perurnahan TKA), rnernperkuat indikasi ini. Sebagian besar sudah rnenyadari perurnahan berada di kawasan rawan bencana, narnun ada keyakinan bahwa perurnahan tidak akan rnengalarni kelongsoran. Pada awalnya, berdasarkan wawancara dengan beberapa penghuni, pernilihan lokasi perurnahan di daerah perbukitan, adalah untuk rnenghindari banjir yang sering terjadi di Kota Bawah. Pada saat itu, rnernang sering terjadi banjir dan intrusi air !aut (rob), sehingga banyak penduduk rnenghindarinya dengan membangun atau rnernbeli rurnah di daerah Kota Atas yang tidak rnungkin terkena banjir. Kenyataan bahwa daerah pilihannya temyata rnengandung kerawanan yang lain yaitu tanah longsor terjadi di luar dugaan dan perkiraan penghuni. Penghuni rnerasa tertipu dengan prornosi pengernbang yang hanya rnenyatakan daerah bebas banjir (yang paca kenyataan dernikian) tanpa rnenyinggung rnasalah kerawanan tanah longsor. Narnun disadari bahwa pengernbang sangat sulit untuk rnenyatakan kelernahan perumahannya karena akan berpengaruh pada pernasaran perurnahan itu sendiri. Penghuni sebelurn rnernbeli perurnahan, sangat percaya pada inforrnasi yang diperoleh dari pengernbang. lnformasi ini dirasa sangat lengkap dan cukup rneyakinkan penghuni untuk membeli kapling di perumahan itu. Tidak disadari bahwa inforrnasi tersebut
hanya akan
rnenguntungkan
pengernbang dan
!72
pengembang menyembunyikan fakta yang sebenamya. Hal ini dapat terlihat pada Gambar 30 ..
~----,
D Yaffahu lllil Tidak
43%
57%
Gambar 30. Grafik Pencarian h1formasi Pcnghm1i tcrhadap Pcnm1ahrumya
Kelengkapan informasi yang dianggap cukup oleh penghuni temyata diperoleh secara informal, yaitu tidak melalui sumber-sumber resmi pemerintah. Informasi tersebut diperoleh selain dari pengembang sendiri, yang tentunya menguntungkan pengembang, juga dari masyarakat asli atau penduduk sekitar. Penduduk asli menginformasikan bahwa mereka telah tinggal lama di lokasi tersebut, tapi tidak pemah mengalami kelongsoran. Sangat sedikit penghuni yang mencari informasi dan kejelasan dari aparat pemerintah yang mengetahui permasalahan perumahac. di kawasan rawan longsor. Penghuni merasa yakin bahwa pembangunan perumahan yang dilakukan, pasti telah memiliki izin dan pemerintah saat memberikan izin pasti telah memperhitungkan kerawanan laban yang dapat mengancam keselamatan penghuni. Hal ini terlihat pada Gambar 31.
173
6%
r
DYaffahu
94% lliTidak
Gambar 31 _Grafik. Pencarian Informasi mengenai Perwnahan dari Pemerintah
Informasi yang diperoleh penghuni,
sebagaimana dijelaskan diatas,
kebanyakan diperoleh dari pengembang itu sendiri 'dan dari penduduk asli, bukan dari pemerintah. Informasi yang diperolehpun, kebanyakan mengenai perumahan dan fasilitas serta keadaan internal (ke dalam) dari perumahan itu. Sangat sedikit yang mencari informasi mengenai keadaan ekstemal (di luar) perumahan. Hal ini dapat diketahui dari banyaknya penghuni yang tidak mengetahui bahwa perumahannya berada di kawasan rawan bencana. Sebagaimana terlihat pada gambar Perasaan penghuni sangat beragam, namun terutama diliputi perasaan negatif seperti rasa was-was dan khawatir setelah mengetahui bahwa kawasan perumahannya termasuk rawan bencana tanah longsor. (Gambar 32). Hal ini dialami terutama pada perumahan yang pemah mengalami kelongsoran, yaitu
174
BMP dan TPS. Pada umumnya penghuni merasa heran mengapa pemerintah mengizinkan membangun di kawasan tersebut. Kepada pengembang perumahan, penghuni merasa kecewa karena terlihat pengembang hanya mengutamakan faktor ekonomi tanpa memperhatikan keselamatan penghuni.
I
fiiYal l
~
Gambar 32. Grafik Pengetahuan Penghuni mengenai Kawasan Rawan Bencana
16%
IiJ Negatif LJPositif
18%
54° EJBiasa 12%
0 Tdk menjawab
Gambar 33. Grafik Perasaan Penghuni Setelah Mengetahui Kawasan Rawan Bencana Tanah Longsor
17:'
Keterkaitan antar faktor dengan pemilihan lokasi perumahan, menunjukkan hal yang berbeda. Apabila keterkaitan tersebut di sarikan, maka dapat di lihat pada tabel berikut ini.
Tabel 26. Skala RelatifPrioritas Pemilihan Lokasi
;J
f-1
z~ z~
~
~
0
E-<
~
< ~
SLTA Pendidikan Diploma Sarjana Rendah Penghasilan Menengah Tinggi Bel urn Kepemilikan rumah Sudah Informasi yang Ya lengkap Tidak Informasi dari Ya Pemerintah Tidak Mengetahui Ya Kawasan Rawan Tidak
ALASAN PEMILIHAN LOKASI Harga dan Lingkungan Lokasi Cara Bayar 3 2 I 2 3 I 2 3 1 ... ..) 2 I 2 3 1 2 1 3 2 3 I 2 3 1 ....) 1 2 3 2 1 2 3 l ....) 1 2 2 3 1 2 1 3
..
Sumber: Hasrl Penelrtran
Berdasarkan tabel diatas, maka terlihat bahwa harga dan cara pembayaran serta lokasi menjadi prioritas utama dalam menentukan pemilihan lokas perumahan. Sedangkan faktor lingkungan tidak pemah menjadi prioritas utama. Hal yang menarik terlihat bahwa : a. penghuni yang mempriorotaskan pemilihan lokasi perumahannya pada harga dan cara pembayarannya,
merupakan penghuni
yang
dapat
dikatakan
176
berpenghasilan dan berpcndidikan rendah, belum punya rumah, serta tidak terlalu mengetahui kondi!.i perumahannya (tidak mengetahui dan mencari informsi yang lengkap tentang perumahaannya). b. penghuni yang mempriorotaskan pemilihan lokasi perumahannya pada lokasi, merupakan penghuni yang dapat dikatakan berpenghasilan dan berpendidikan tinggi, sudah punya rumah, serta lebih mengetahui kondisi perumahannya. Kedua hal tersebut, dimana mereka yang berpenghasilan rendah lebih memilih faktor harga dan cara pembayaran, serta mereka yang berpenghasilan tinggi lebih rnemilih faktor lokasi, apabila dikaitkan dengan teori Maslow dan Turner, menunjukkan kesesuaian terhadap teori Maslow dan penyimpangan terhadap teori Turner. Kesesuaian dengan teori Maslow, dapat terlihat pada dipilihnya harga dan cara pembayaran oleh mereka yang belum memiliki rumah. Artinya, ketika ada perumahan menawarkan rumah dengan harga dan cara pembayaran yang terjangkau; tanpa melihat kepada lokasi dan lingkungan serta terdorong oleh desakan keinginan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, maka penghuni memilih pemmahan tersebut. Pada akhirnya mereka memenu.hi kebutuhan dasarnya, walau kemudian ada rasa negatif setelah mengetahui perumahan yang dipilihnya berada dikawasan rawan bencana. Penyimpangan dari teori Turner, dapat terlihat bahwa mereka yang berpenghasilan rendah memilih harga dan cara pembayaran sebagai prioritas (Turner menyatakan lokasi). Sedangkan bagi masyarakat berpenghasilan tinggi,
177
rnernilih lokasi sebagai prioritas (Turner rnenyatakan lingkungan). Hal ini dirnungkinkan karena harga rumah yang ditawarkan sangat beragam, dimana semakin dekat tempat kerja, maka harga rumah semakin tinggi yang tidak terjangkau
oleh
masyarakat
berpenghasilan
rendah.
Bagi
masyarakat
berpenghasilan tinggi, maka lokasi yang menawarkan potensi keindahan, kesejukan dan perkembangan kota lebih menjadi prioritas, sehingga harga tidak menjadi permasalahan. Status tanah dan rumah, sebagimana diutarakan oleh Turner, tidak menjadi permasalahan bagi penghuni perumahan. Karena dengan dibangun oleh suatu pengembang yang telah memiliki ijin dari pemerintah, maka statusnya menjadi jelas. Dalam arti, aman dan tidak ada rasa takut untuk digusur. Dengan demikian status tanah dan rumah tidak menjadi prioritas penghuni untuk memilih lokasi perumahan. E. KETERKAITAN ANTAR PELAKU DALAM PEMBANGUNAN PERUMAHAN DI KAWASAN RAW AN BENCANA TANAH LONGSOR Pada umumnya, perumahan dibangun pada kawasan yang stabil dan jauh dari kawasan yang rawan bencana. Hal ini menyangkut pada keamanan dan keselamatan penghuninya, disarnping resiko dan potensi rnasa depan yang dihadapi pengernbang. Dengan demikian, perurnahan di kawasan rawan bencana lanah longsor, merupakan fenornena yang tidak seharusnya terjadi. Terjaciinya fenornena ini, diperkirakan diakibatkan adanya perlakuan dan alasan khusus ketiga aktor pernbangunan perumahan tersebut, yaitu pemerintah, pengernbang dan masyarakat sebagai penghuni. Alasan selengkapnya ketiga aktor tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.
178
Tabel27 . Alasan Pemilihan Lokasi Perumahan di Kawasan ....................... . ..... RawanB.encanaTanahLongsor. ........................ . NO.
KRITERIA BMP ················· -- .. ·············· ..... . PEMERINTAH Kcsesuaian Rencam
TPS
PERUMAHAN TS PKA
v
v
BS
TKA
v
v
KETERANGAN
Sesuai rencana peruntukannya, harus di
.................................................................. ············· ~~~.ijin··························· .... : ................................................................................................................................................................................ ---:
PEN GEM BANG -1 ....
....
- ---- ····--······· .......................................................................................................... v
J(""<:l.'ai<":taJ1.C:":Io[) J:>ciilocli
_2 ..... P.<:~Clllb~.J(ota .... ... .. . .. . . ........... . 3 Pote(lli :¥a~a. J)epan .. 4 Delcat Kota 5 Dckat Pendi:lican 6 Dekat Obyek Wsata v
v
v
2
L~wgan
v
3
Fasiltas Lokaoi Murah loekat jalan DekatKota
v
5 6
8 .... 9 I0 ... ············· 11 ....
v
v
v
v
v
T eknolcgi yang dim.iliki dan di!erapkan mampu
meredam kerawanan
v
v
v
v
v
v
v v
PENGHUNl Kred.t
4
v
v
v
LifW<wgan A lam Lir{!kwgan Sosial
·--· -·····-······· ...
v
·If~.~-········
8 9
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
,.
v v v
v
,.
\"
v
\"
v
v
v
v
Tidak tahu Kerawanan
Lahann}"
])_e~att.,~p~t_k.,rja . .
Oekat sekolah
v
Sulil cari tamh v v v .................................................................... ············· ...................................... . ~idak _rep()t
v
v
v
v
v
v
·······-siimber.._:·HaiirPeneliiiaii··················· ··········································································································
Perilaku aktor yang terkait dengan Pembangunan perumahan di Kawasan Rawan Bencana Tanah Longsor, ternyata tidak terdapat perbedaan khusus dengan pembangunan perumahan pada kawasan lainnya. Alasan pemilihan lokasi perumahan, baik oleh pemerintah, pengembang maupun penghuni, tidaklah berbeda dengan ala san pemilihan lokasi pada umumnya. Yang menjadi perbedaan, adalah adanya tanggapan setelah pembangunan rumah selesai dan telah dihuni oleh penghuni. Pemahaman mengenai Kawasan Rawan Bencana yang dimiliki oleh pemerintah dan pengembang, ternyata tidak mempengaruhi dalam pengambilan keputusan untuk
179
membangun perumahan di kawasan tersebut. Kebalikannya pada penghuni, yang tidak mengatahui informasi kerawanan tersebut. Proses pembangunan perumahan di Kota Semarang, diawali dengan adanya kebutuhan rumah yang harus dipenuhi oleh pemerintah. Kebutuhan ini besarnya sejalan dengan pertumbuhan penduduk. Pada awalnya, pemenuhan kebutuhan ini diharapkan dapat dipenuhi oleh pemerintah. Namun sejalan dengan semakin besar pertumbuhan penduduk, sehingga semakin besar pula kebutuhan rumahnya, menyebabkan pemerintah kesulitan memenuhinya. Akibatnya, terjadi kebutuhan dan permintaan akan rumah yang besar. Adanya kebutuhan dan permintaan ini (Faktor Demand) merupakan peluang ekonomi bagi swasta untuk membangun perumahan (Faktor Supply), dikarenakan pemerintah tidak mampu untuk memenuhi keseluruhan kebutuhan. Namun demikian, swasta sendiri tidak dapat melepaskan diri dari perrierintah dalam membangun perumahan, karena membutuhkan pengaturan dan mekanisme sendiri. Dengan demikian, proses pembangunan perumahan di Kota Semarang, melibatkan tiga pelaku. Peran ketiga pelaku terhadap pembangunan perumahan di kawasan rawan bencana tanah longsor di Kota Semarang, dapat disarikan sebagai berikut : 1. Pemerintah, berperan murni sebagai enabler (fasilitator), dengan menentukan perencanaan, peraturan serta ketentuan untuk membangun perumahan. Pemerintah tidak memiliki program atau proyek untuk pengadaan perumahan di kawasan tersebut.
ISO
2. Masyarakat, berperan sebagai user (pemakai). Artinya, penghuni tidak memiliki peran aktif dalam pengadaan perumahan. Penghuni hanya berperan sebagai pemakai, setelah perumahan disediakan oleh sponsor. 3. Pengembang atau swasta berperan sebagai sponsor yang merencanakan dan menyediakan rumah. Pengembang bersifat komersial dan mencari keuntungan. Pengembang
melaksanakan
semua
kegiatan
pengadaan
perumahan,
dari
merencanakan hingga pembangunan. Apabila mengacu pada hubungan antar pelaku menurut Turner, maka dalam pembangunan perumahan di kawasaan rawan bencana, terjadi hubungan Sponsor
Decide /:j'ponsor Provide. Artinya, Sponsor yang menentukan perencanaan dan sponsor pula yang melaksanakan pembangunan hingga rumah siap dibeli atau disewa user. Pada akhirnya, rumah yang dibangun kurang memenuhi keinginan user, sehingga banyak timbul perasaan negatf setelah membeli rumah yang disediakan sponsor. Keterkaitan peran ketiga aktor pelaku pembangunan perumahan juga memperlihatkan bahwa peran pemerintah dan peran swasta lebih dominan daripada peran masyarakat. Di antara pemerintah dan swasta sendiri, terdapat suatu hubungan yang bersifat "perencana dan pengatur" dengan "pelaksana". Sedang antara swast
181
pengembang. Dengan menggunakan instrumen dokumen perencanaan dan perijinan, pemerintah melakukan fungsinya dalam mengawasi pembangunan yang dilakukan oleh pengembang. Pengawasan dilakukan supaya pembangunan perumahan berjalan sesuai perijinan yang telah dikeluarkan, sehingga diharapkan dapat meredam bahaya yang dapat timbul. Permasalahan yang dihadapi pemerintah dalam hubungannya dengan pengembang adalah bahwa antar instansi pemerintah yang berwenang sendiri masih sering kurang koordinasi. Selain itu, masalah data lahan ·yang ada masih manual dan belum terintegrasi dalam satu sistem. Hal ini akan mempersulit pengembang dalam menentukan kepastian suatu peraturan dan lokasi. Dalam hal pengawasan, pemerintah masih mengalami hambatan terutama kekurangan SDM sehingga tidak
dapat
mengawasi
secara
langsung
dan
berkesinambungan.
Pengawasan dilakukan secara mendadak dan tidak terjadwal. Hal ini memungkinkan pengembang untuk melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap perijinan. Dalam hubungannya dengan masyarakat, pemerintah tidak memiliki keterkaitan menyangkut pembangunan perumahan. Keterkaitan yang ada, adalah secara tidak langsung, yaitu kekurangmampuan pemerintah dalam menyediakan perumahan bagi warganya. Artinya, pemerintah menyadari kewajibannya untuk memenuhi kebutuhan warga akan perumahan, namun dikarenakan keterbatasan terutama dana, maka pemerintah mendelegasikan kepada pihak ketiga (pengembang) untuk memenuhinya. Pemerintah hanya mampu menghimbau dan berusaha mengetatkan peraturan pada pengembang,
agar
memperhatikan
keamanan
dan
keselamatan
konsumen
(masyarakat). Pemerintah juga mengeluarkan peraturan-peraturan yang ketat
182
sehingga diharapkan dapat menJamm keamanan dan keselamatan masyarakat. Pemerintah juga telah mengatur perencanaan tata ruang dan bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sebagai wujud keterlibatan masyarakat, menetapkannya dalam bentuk Peraturan Daerah. Penetapan ini diharapkan dapat menjelaskan pada masyarakat
mengenai
kebijakan
pemerintah
mengenai
perumahan,
terutama
menyangkut lokasi di mana perumahan dapat dibangun. Dengan penetapan ini, pemerintah menganggap bahwa masyarakat telah mengetahui adanya daerah-daerah yang rawan untuk perumahan, Pada akhimya, pemerintah lebih banyak berhubungan dengan pengembang yang menyediakan perumahan dibandingkan dengan masyarakat yang akan menggunakan perumahan tersebut. Pengembang memandang pembangunan perumahan merupakan suatu peluang ekonomi. Banyaknya keluarga yang belum memiliki rumah, akan menunjukkan besarnya permintaan rumah, merupakan potensi pasar yang sangat menarik. Namun untuk melaksanakan pembangunan perumahan bagi masyarakat, pengembang diharuskan mengikuti pengaturan tata ruang yang ditentukan oleh pemerintah. Dalam proses pembangunannya, pengembang harus mematuhi ditetapkan dan
peratu~an
membangun dengan berdasarkan perijinan yang
yang telah ditentukan
pemerintah. Pengembang sendhi membutuhkan perijinan tersebut sebagai bukti legalitas perumahannya.
Dengan terbitnya perijinan yang ditentukan,
maka
pembangunan perumahan yang dilakukan berarti telah sesua1 dengan peraturan, sehingga
pen~:embang
dapat menghindari gugatan di masa depan.
Kendala yang
dihadapi pengembang adalah lambannya birokrasi di pemerintahan. Pengurusan
183
penJmannya, mulai dari Ijin Lokasi hingga terbitnya ljin Mendirikan Bangunan, memakan waaktu yang cukup lama. Disisi lain, pengembang diperhadapkan dengan komitmen yang dibuat bersama konsumen, bahwa rumah harus segera dibangun. Hal ini menyebabkan pengembang berbuat "nakal", yaitu mempercepat prosedur perijinan dengan menambah biaya pengurusan atau dengan membangun perumahan sebelum dan selama pengurusan ijin. Pengembang terpaksa mengeluarkan biaya tidak terduga di luar anggaran yang ada, untuk usaha-usaha tersebut. Namun terdapat beberapa kasus khusus, dimana pengembang mendekati pimpinan wilayah untuk kelancaran pembangunan perumahannya. Hal ini dapat terjadi karena pada masa .Pembangunan perumahan tersebut, pengaruh pimpinan wilayah sangat besar serta masih maraknya praktek Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN). Pengembang dalam membangun perumahannya, dilaksanakan secara bertahap. Pada umumnya, yang dibangun dan dipasarkan terlebih dahulu adalah yang berada di sebelah dalam atau belakang (jauh dari pintu masuk perumahan) barn kemudian membangun semakin ke depan. Pengembang juga membangun beberapa tipe rumah, mulai dari yang sederhana, menengah hingga mewah. Perumahan sederhana, diposisikan di bagian dalam (belakang). Pengembang pada tahap awal hanya membangun rumah saja, dan pada tahap selanjutnya barn membangun fasilitas umum dan fasilitas sosial sesuai kesepakatan dengan konsumen. Pada sebagian perumahan, fasilitas yang dijanjikan tidak dapat dibangun, karena pengembang telah mengalami kerugian akibat longsomya beberapa kapling rumah. Pengembang tidak merasa mempu konsumen dengan membangun rumah di kawasan rawan bencana tanah
18~
Jongsor, Hat ini disebabkan pengembang merasa telah mengolah tanah dan mengupayakan supaya tidak terjadi kelongsoran. Pengembang juga tidak merasa perlu menginformasikan kepada konsumennya, bahwa pemmahan yang dibangun berada di kawasan rawan. Apabila diinformasikan, maka tentu saja akan mengurangi minat konsumen untuk membelinya. Masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya terhadap mmah dapat dilakukan dengan memhangun sendiri atau membeli mmah yang telah jadi. Apabila dilakukan sendiri, maka masyarakat hams berhubungan dengan pemerintah menyangkut perijinan dan ketentuan peraturan yang mengikat lokasi mmah yang akan dibangun. Masyarakat hams mengums perijinan pembangunan yang bila tidak sesuai dengan peraturan yang ada, temtama perencanaan sesuai RTRW, maka perij in an tersebut tidak dapat diterbitkan. Akhirnya, masyarakat tidak dapat membangun. Namun apabila masyarakat membeli yang sudah jadi, khususnya melalui pengembang pemmahan, maka penghuni sudah tidak perlu mengurus berbagi perijinan yang menyangkut pembangunan pemmahan. Pengumsan tersebut sudah didelegasikan kepada pengembang pemmahan. Dengan demikian, hubungan antara penghuni dengan pemerintah, seolah diwakili oleh pengembang. Penghuni memandang bahwa bila pemerintah telah memberi ijin kepada pengembang, maka berarti pemmahan tersebut telah memenuhi semua persyaratan yang telah ditentukan. Penghuni merasa mmahnya berada di kawasan yang aman, karena telah diijinkan pemerintah, karena pemerintah dianggap selalu memperhatikan keamanan dan keselamatan warganya. Dengan demikian, penghuni merasa heran dan kecewa, ·menghadapi kenyataan bahwa
185
pemerintah memberi ijin pembangunan rumah mereka yang ternyata berada di daerah rawan bencana tanah longsor. Penghuni tidak mengetahui kawasan perumahan merupakan kawasan rawan tanah longsor, selain karena tidak adanya informasinya dari pengembang, juga dikarenakan tidak adanya informasi dari pemerintah. Penghuni memilih suatu perumahan dengan berdasarkan berbagai informasi yang diterimanya. Namun informasi tersebut pada umumnya bersifat non formal, yaitu bukan melalui instansi resmi yang berwenang memberi informasi. Kebanyakan informasi diterima sepihak dari pengembang, yang pada umumnya hanya mengenai fasilitas yang ada di perumahan tersebut. Sebagaimana dijelaskan di muka, informasi tersebut hanya akan meraguntungkan pengembang. Infonnasi lainnya diterima penghuni berasal dari penduduk setempat, yang telah tinggal lama di lokasi tersebut namun tidak mengalami kelongsoran. Penghuni membeli rumah dapat langsung di saat promosi perumahan melalui pameran, maupun melihat langsung di lokasi. Adakalanya pengembang belum melengkapi site plan perumahannya, namun telah memasarkan perumahannya. Sebagian konsumen merasa tertipu oleh pengembang, karena pada saat pembelian rumah, site plan belurn lengkap. Perasaan yang sama juga dikarenakan kelengkapan fasilitas yang dijanjikan belum dibangun saat penghuni menempati rumahnya. Penghuni merasa bahwa pengembang hanya memperhatikan keuntungan ekonomi tanpa memperhatikan kepentingan konsumcn. Anggapan ini muncul karena kurang lengkapnya fasilitas yang disediakan pengembang, sehingga penghuni harus mengusahakannya sendiri.
"':::-::- :.z:::": ~ ::~~:·:~:~w::·:~ 1 ••••••••••••••••••••••••
• i'" ''' '' ' ''' ' '''"' ' ' ' ''' '' '""''' '"" ' '""1
i Kepercayaan
!
i memaham.i i i Rcncana Tata i '
I
!L............................................. Ruang i J
~···················~
I
PEMERmTAH
DKEWAJIBAN
r..................................................1 j Kepercayaan ! memperhatikan ! i keamanan dan 1 l.................................................. kP.~P.l~m~t::m .!
! \
t
KEBUTUHAN/ PERMINTAAN (DEMAND)
I
Perencanaan Perijinan Pengawasan Penegakan hukum
Kredit Lingkungan Fasi!itas Harga Lokasi Suli! Cari Tunuh Tiduk Repot
..... • Pembelian Rumah • Pemiharaan
1
~------------------------
• Kcpastian hukum • Kecepatan dan kepastian Pengurusan perijinan
II
PELUANG EKONOMI/ PASAR (SUPLAY)
• Penjualan Rumah • Penyediaan Fasilitas
------------------------~I
: • • • • • • •
• • • •
I
MASYARAKAT I PENGHUNI I
I
PENGEMBANG ·
I
-----------------------, • Calon pembeli • • • • • •
Perkembangan Kota Potensi Masa Depan Harga tanah Lokasi Lingkungan Alam Lingkungun Sosial
I
..
····~
.________ , r------ - ~
I
I
Keterkaitan Langsung Keterkaitan Tidak Langsung Pertimbangan ::.0
Gambar.
Ketcrkaitan Antar Aktor dalam Pembangunan Perumahan di Kota Semarang
""
-
-
-.::_._
IVlc:Tl g eu:an~-J"''Ii,;;a·wa::sn.•·r-J"''i::a.._-cu.,
,
•
-· - - -- ·-·-; - - --- - -- - - ----- - -- -- ·--- - - -J
~ -~ ·- - -~ -~ · - rrer;cana · -
~························
····················~
r--
-p~~~~~~- - -~
~WAJIBAN
,.............................................. ,
i Kesalahan i i konsrruksi oleh i pcngcmbang !
I
. . ., !L.................................................. memberi ijin ! ; r···i<~·~~~~··k~;~·~~
t
Sesuai dengan pcrencanaan dan peraturan
KEBUTUHAN/ PERMINTAAN (DEMAND)
PELUANG EKONOMI/ PASAR (SUPLA Y)
I
MASYARAKAT I PENGHUNI Sesuai dengan komitmen
r-----------------------~
: • Tidak Tahu Perumahan di
:
:
'
Knwasan rawan bencrul!l
Telah mcmcnuhi pcrsyaratan pcrijinan dan peraturan lai1mya
PENGEMBANG
I
-----------------------, • Mengetahui Kawasan mwan bencana • Telah melakukan pengujian
: • Tidak mencari infonnasi secant lcbih lcngkap
lokasi • Tertipu • Kecewa
.....
......_.... .,....
~-------:, ._
_______
Gambar
• Telah melakukan pematangan t!mah
Kclcrkaitan Langsung . · Kcterkaitan Tidak Langstmg Pemahaman
Tanggapan Antar Pelaku dalam Pembangunan Pcrumahan di Kota Scmarang
:;¢
-.1
1X8
F. TEMUAN-TEMUAN EMPIRIS Pengadaan perumahan termasuk perumahan di kawasan rawan bencana, melibatkan tiga pelaku, yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat sebagai penghuni. Pemerintah sebagai pengendali pembangunan, menentukan lokasi perumahan yang diminta ijin oleh pengembang tidak saja berdasarkan pada rencana dan peraturan yang ditentukan, namun juga tergantung pada pemahaman aparatumya tentang kondisi lahan suatu tempat serta kemampuan pemerintah sendiri, terutama menyangkut aparatur dan pendanaan. Pembangunan perumahan, sebagaimana di persyaratkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang, diarahkan pada lahan-lahan yang aman dari bencana. Namun pada kenyataannya, perumahan berkembang pada kawasan yang rawan bencana. Apabila kondisi ini disarikan, maka faktor-faktor yang mempengaruhinya dapat dilihat pada tabel berikut. .. dan E mpms yang mempengaru hi Pemerintah Tabel 28 Perband.m_g_an F aktor T eont1s Faktor Empiris Teoritis Kesesuaian dengan Tidak Sesuai Sesuai kebijaksanaan, rencana dan program Kesesuaian dengan Tidak Sesuai Sesuai peraturan dan ketentuan Pemahaman Tidak Paham Paham/mengetahui Kemampuan Tidak mampu Tidak mampu Sumber: llasil Penebtian
Berdasarkan tabel diatas, terdapat kesenjangan antara teori dan empms di lapangan. Pengadaan perumahan di kawasan rawan bencana, merupakan fenomena yang sebenamya tidak boleh terjadi, sehingga secara teoritis tidak dapat dibenarkan,
189
ternyata telah sesuai baik dengan rencana maupun peraturan dan ketentuan yang berlaku. Dengan demikian, pembangunan yang dilakukan oleh pengembang, adalah sah dan legal menurut hukum. Hal ini menunjukkan bahwa rencana Kota Semarang yang
dijadikan
dasar
penetapan
dan
penentuan
lokasi
perumahan,
tidak
mengakomodir kerawanan suatu lahan. Pemahaman aparatur terhadap kerawanan lahan, yang diperkirakan tidak paham sehingga mengijinkan pembangunan di kawasan tersebut, ternyata memahami masalah kerawanan. N amun pemahaman ini tidak dapat diterapkan, mengingat legalitas dari peraturan dan ketentuan yang mengatur kawasan perumahan telah ditetapkan. Ketidakmampuan aparat pemerintah, terutama dalam bidang pengawasan dan pengendalian, memungkinkan perumahan dibangun tidak sesuai dengan perijinan yang telah ditetapkan. Artinya, walau pengembang telah memenuhi semua perijinan yang berlaku, namun pemerintah tidak mampu mengawasi pengembang untuk melaksanakannya dilapangan. Hal ini memungkinkan terjadinya penyimpangan. Berdasarkan uraian diatas, Titik lemah pemerintah, sehingga pembangunan di kawasan rawan bencana dapat berlangsung adalah pada rencana dan peraturan mengenai perumahan itu sendiri, termasuk didalamnya proses penetapan rencana tersebut Demikian pula halnya dengan Kemampuan aparat dalam mengawasi dan mengendalikan pembangunan perumahan. Pengembang melihat ada peluang ekonomi dalam memenuhi kebutuhan perumahan bagi warga Kota Semarang. Kemampuan diri baik secara ekonomi maupun teknologi, serta harga tanah yang murah akan menekan biaya operasional.
190
Potensi lokasi yang menjanjikan kesejukan, kesegaran dan pemandangan, akan meningkatkan nilai lebih perumahan, sehingga akan menarik konsumen lebih banyak. Akhirnya akan mendatangkan keuntungan yang signifikan. Pengembang memahami bahwa perumahan tidak sesuai hila dibangun di kawasan rawan bencana, namun pengembang tidak mengetahui bahwa perumahannya berada di lokasi yang rawan bencana. Pada kenyataannya, pengembang tetap memilih lokasi yang memiliki topografi dan kemiringan yang tinggi. Lokasi tersebut secara teori cukup rawan terhadap bencana. Apabila kondisi ini disarikan, maka faktor-faktor yang mempengaruhinya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel29. Perbandingan Faktor Teoritis dan Empiris yang mempengaruhi p engembang Faktor Teoritis Kenyataan Kemampuan (dana dan Mampu Tidak mampu teknologi) Harga Tanah Murah Murah Lokasi Potensial Potensial Pemahaman Tidak Paham Paham/mengetahui Motivasi Mencari Keuntungan Mencari Keuntungan ..
Sumber: llas!l Penelman
Tabel diatas menggambarkan bahwa terdapat kesenjangan antara teori dan empiris, yaitu di faktor kemampuan serta pemahaman. Pengembang temyata mengetahui bahwa lokasi perumahannya berada di kawasan rawan bencana. Pengembang merasa bahwa kemampuan dana dan teknologi yang dimiliki, akan dapat meredam kerawanan tersebut, sehingga pengembang tetap melanjutkan pembangunannya. Keyakinan ini dipertegas dengan telah dilakukannya test terhadap
191
tanah dan rekomendasi dari hasil tes tersebut. Penerapan teknologi yang dilakukan seperti dengan sistem talud dan pematangan tanah, temyata tidak cukup untuk meredam kerawanan yang ada. Hal ini dibuktikan masih terjadinya kelongsoran pada lokasi perumahan tersebut. Teknologi yang diterapkan temyata tidak mampu untuk mencegah terjadinya kelongsoran. Berdasarkan uraian diatas, Titik lemah pengembang, sehingga pembangunan di kawasan rawan bencana dapat berlangsung adalah pada proses test terhadap tanah dan rekomendasinya. Titik lemah lainnya adalah penerapan aturan dan ketentuan perijinan dalam pembangunan perumahannya. Masyarakat/penghuni dalam proses pengadaan perumahan, termasuk pelaku yang dapat dikatakan pasif. Masyarakat sebagai user (pemakai) tidak dilibatkan dalam proses pengadaan perumahan. Keterlibatan masyarakat, hanya sebagai pembeli dan pengguna, yang tidak menentukan secara langsung pemilihan dan penetapan lokasi perumahan. Penentuan lokasi perumahan oleh penghuni, kebanyakan didasarkan pada kemampuan penghuni, khususnya kemampuan finansial. Ketidakmampuan secara finansial, mengakibatkan penghuni tidak dapat memiliki altematif pilihan. Dalam pemilihan rumah, penghuni memilih rumah yang murah dan terjangkau, yang sedapat mungkin berada pada lokasi yang dekat dengan fasilitas umum dan fasilitas sosial. Bagaimanapun juga, perumahan merupakan kebutuhan yang mendasar, sehingga ketika ada penawaran rumah yang murah dan terjangkau, penghuni langsung memilihnya. Penghuni tidak mengetahui bahwa perumahan berada di kawasan rawan
192
bencana. Tabel dibawah ini, menjelaskan perbandingan antara faktor-faktor teori dan empiris penghuni dalam memilih perumahannya. Tabel30. Perbandingan Faktor Teoritis dan Empiris yang mempengaruhi Penghuni Kenyataan Teoritis Faktor Tidak mampu Tidak mampu Kemampuan Murahltetjangkau Murahltetjangkau HargaRumah Potensial Potensial Lokasi Mendasar Mendasar Kebutuhan TidakPaham TidakPaham Pemahaman .. Sumber: Has1l Penellhan
Berdasarkan tabel diatas, tidak terdapat kesenjangan antara faktor teori dan empiris dari penghuni dalam menentukan perumahannya. Supriatna (2000) menjelaskan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku
adalah
perseps1
atau
pemahaman.
Faktor
m1
terdapat
di
masyarakat/penghuni, organisasi swasta/pengembang maupun pemerintah. Faktor inilah yang merupakan persamaan dan keterkaitan dari ketiga pelaku. Pemahaman ketiga pelaku tersebut dapat dijelaskan pada tabel berikut. .. dan E mpms .. Pemahaman P elaku T ab e131 P erb and"mgan Teontls
Pelaku Pemerintah Pengembang Penghuni ..
Teoritis Tidak paham Tidak Paham Tidak Paham
Kenyataan Paham Paham Tidak Paham
Sumber: /lasli PPnehtwn
Merujuk kepada hubungan Sponsor dan User sebagaimana diuraikan Turner dalam Panudju (1999), pembangunan perumahan di kawasan rawan bencana tanah longsor, merupakan tipe hubungan sponsor decide sponsor provide. Artinya sponsor, dalam hal ini pemerintah dan pengembang, yang menentukan dan menyediakan rumah, sedangkan user (penghuni) hanya memakai atau menyewanya. Dijelaskan
193
pula bahwa hal ini pada umumnya akan membuat rumah atau perumahan yang sesuai dengan keinginan sponsor namun seringkali tiak sesuai dengan keinginan pemakai_ Akhirnya dapat menimbulkan kekecawaan bagi pemakai. Pemahaman terhadap kerawanan lahan bagi pemerintah berbeda terhadap pengembang_ Pemerintah memahami bahwa lokasi perumahaan yang diminta ijinnya adalah kawasan rawan bencana. Namun pemerintah tidak memiliki dasar untuk tidak mengijinkannya, mengingat permohonan ijin telah sesuai dengan rencana serta peraturan yang berlaku. Pemerintah hanya mempergunakan pemahaman tersebut dengan dengan pengaturan yang ketat mengenai kawasan yang boleh dan tidak boleh dibangun serta mengatur masalah bangunan, seperti ketentuan KDB, KLB dan GSB maksimaL Pemerintah menganggap pengembang dan penghuni telah memahami kerawanan yang ada, karena kawasan tersebut telah dinyatakan dalam Peraturan Daerah yang telah di syahkan. Pengembang memahami lokasi tersebut merupakan kawasan rawan bencana_ Namun pemahaman ini dikesampingkan dengan keyakinan bahwa teknologi yang diterapkan dapat meredam kerawanan tersebut Terlebih hasil test terhadap tanah merekomendasikan
kelayakan
mengesampingkan pemahaman pembangunannya_
lahan mt,
untuk
perumahan_
Pengembang
JUga
karena pemerintah ternyata memberi ijin
19-+
Masyarakat yang tidak memahami kerawanan perumahan, menjadi kecewa saat mengetahui perumahannya berada di kawasan tersebut. Ketidakpahaman ini disebabkan kurangnya penghuni mencari informasi lengkap tentang perumahannya terutama informasi dari pemerintah. Penghuni hanya meyakini pemerintah tidak akan memberi ijin bila pembangunan tersebut akan membahayakan masyarakat. Penghuni merasa kecewa terhadap pemerintah yang telah memberi ijin serta pengembang yang membangun tanpa memikirkan keselamatan penghuninya.
BAB VI KESil"IPULAN DAN SARAN REKO!VIENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan ura1an yang telah dikemukakan dimuka, maka dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu : 1. Pembangunan perumahan di kawasan rawan bencana tanah longsor, telah sesuai dengan rencana peruntukan lahannya sehingga pemerintah tidak memiliki alasan untuk tidak mengizinkan pembangunannya. Pe1i1erintah Lelah . meminimalisir kerawanan longsor dengan menerapkan peraturan yang ketat seperti pengaturan KDB, KLB, GSB, pengaturan pematangan tanah secara khusus serta kewajiban untuk menghijaukan kawasan perumahan.
Pemerintah mengharapkan dapat
· menyaring pengembang, sehingga hanya pengembang yang mampu mengelola lahan dengan baik yang boleh dan dapat membangun. Namun pematangan laban dan struktur bangunan yang khusus, menyebabkan harga rum.ah akan semakin rnahal dan sulit dijangkau masyarakat bawah yang lebih banyak memerlukan perumahan yang disediakan oleh pengembang dan pemerintah. 2. Pengembang perumahan memiliki. banyak faktor untuk menentukan lokasi perumahannya. Faktor harr,a tanah menjadi salah satu penentu. Penentu yang lain adalah view dan kesegaran dari lokasi tersebut. Namun yang tidak kalah pentingnya adalah faktl'r arah perkembangan kota yang direncanakan dalam dokumen perencanaan kota. Dokumen perencanaan kota yang dipergunakan adalah dokumen RlK Kota Semarang 1975 - 2000, yang tidak menyebutkan
195
196
tentang kawasan rawan bahaya. Sebagian pengembang membangun di kawasan yang dipilih oleh calon pembeli utama
(ins~ansi
pemerintah) namun tetap
melakukan uji terhadap kelayakan tanah untuk pembangunan perumahan. Pengembang mengetahui bahwa kawasan yang dibangun adalah kawasan rawan bencana tanah longsor, namun keyakinan bahwa tim ahli yang dimiliki se11a teknologi yang ada dapat meredam kerawanan tersebut. 3. Penghuni perumahan pada awalnya memandang perumahan di perbukitan sebagai jawaban atas kondisi rawan banjir di Kota Bawah, tanpa menyadari bahwa perumahan tersebut mengandung potensi kerawanan lain, yaitu rawan tanah longsor. Mayoritas penghuni tidak mengetahui bahwa kawasan perumahan tersebut dibangun dikawasan rawan longsor, dan meyakini keamanan kawasan karena pemerintah Lelah memberi izin serta pengembang pasti Lelah mengadakan uji terhadap lahan terlebih dahulu. Sebagian besar penghuni, merasa tertipu oleh pengembang dan pemerintah Sebagian besar penghuni belum pernah memiliki rumah sebelumnya. Faktor harga rumah dan sistem kredit menjadi faktor utama penentu pemilihan rumah untuk kalangan masyarakat menengah ke bawah. Sedangkan bagi masyarakat menengah ke alas, maka faktor lokasi dan lingkungan menjadi faktor utama.
197
B. KESULITAN DAN KENDALA PENELITIAN. Perumahan di kawasan rawan bencana tanah longsor, merupakan fenomena yang seharusnya tidak terjadi. Permasalahan ini relatif sensitif, karena akan mengungkapkan mengapa dan apa yang sebenarnya te1jadi. Dengan kata lain, seolah akan menyalahkan suatu pihak. Mengingat kondisi tersebut, maka Lerdapat beberapa kesulitan dan kendala dalam melakukan penelitian ini, antara lain : · a. Kesulitan memperoleh data perkembangan perumahan dari tahun ke tahun. Pendataan yang dilakukan aparat pemerintaha, tidaklah lengkap dan hanya menyangkut perumahan tahun-tahun terakhir saja (tahun 2000 ke atas). Padahal perumahan mulai dibangun sejak tahun 1974. Real Estate Indonesia (REI) juga . tidak mendatanya. Apabila ingin mendatangi satu persatu perumahan yang ada, akan memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit, mengingat jumlahnya yang ban yak. b. Aparat pemerintah, sebagai perencana, pengendali dan pelaksana pembangunan relatif tertutup memberikan data dan keterangan. Data dan keterangan yang diberikan hanya secara umum dan normatif. c. Pengembang/developer tidak memberi data secara lengkap dan mendalam, hanya secara umum saja. Terdapat kekhawatiran bahwa apabila hal ini diketahui umum, maka akan mempersulit pemasaran dan menghambat proses pembangunan selanjutnya. Ada kecurigaan pengembang bahwa penelitian bermaksud mencaricari kesalahan, sehingga mereka hanya memberikan keterangan yang tidak
merugikan saja. Ada pula pengembang yang tidak mengijinkan perumahannya di jadikan lokasi penelitian serta tidak mengijinkan peneliti bertemu langsung dengan penghuninya untuk menyebar kuesioner. d. Penghuni merasa khawatir bahwa keterangan yang diberikan akan menyulitkan dirinya dikemudian hari se1ia dugaan bahwa penelitian ini dilah•.kan oleh aparat pemerintah, sehingga ada sebagian penghuni perumahan yai1g menolak untuk dijadikan responden. Selain itu, sebagian besar responden bekerja di pagi hingga sore hari, sehingga penyebaran kuesioner dan wawancara hanya dapat dilakukan sore dan malam hari. Hal ini selain mengakibatkan terbatasnya waktu penyebaran kuesioner juga mengingat responden yang relatif sudah Ielah, terdapat responden yang hanya berkenan mengisi kuesioner tanpa bersedia diwawancani.. Dalam pengisiannya, terdapat responden yang tidak mengisi secara lengkap serta ada pula yang menolak mengisi salah satu item petianyaan. Selain itu, permasalahan ini pernah diteliti oleh berbagai instansi (misalnya Universitas Negeri Semarang I UNNES), dan sering tidak ada hasil yang dirasakan oleh penghuni. Hal ini menambah kecurigaan terhadap penelitian ini.
l99
C. SARAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan dimuka serta dengan memperhatikan Kesulitan dan Kendala penelitian, maka disarankan beberapa saran Jan rekomendasi, yaitu : a. Pembangunan perumahan di kawasan perbukitan yang rawan bencana tanah longsor, mengandung resiko lingkungan yang sangat tinggi. Kestabilan kawasan perbukitan sangat tergantung pada keseimbangan kekuatan antara penahan dari bawah dan beban dari atas. Di masa mendatang, beban terhadap tanah dari kawasan sebelah atas akan semakin besar sejalan dengan
pembangunan
infrastruktur di kawasan atas lainnya. Behan ini akan merubah keseimbangan yang membahayakan kondisi lahan di bawahnya. Apabila kekuatan penahan dari bawah tidak mampu menahan beban tersebut, maka akan terjadi tanah longsor. Untuk itu, sebaiknya perumahan di kawasan rawan bencana tanah longsor tidak dibangun lagi. b. Pemerintah perlu meninjau ulang dokumen perencanaan di kawasan tersebut dan merevisinya. Untuk kawasan yang telah terbangun, pemerintah pcrlu mengawasi dengan ketat
supaya pembangunannya tidak menyalahi peraturan yang telah
ditetapkan dan tidak membahayakan baik bangunan di atasnya maupun kawasan di bawahnya. Pemerintah perlu dan diharapkan dapat menyebar luaskan informasi mengenai kerawanan kawasan di wilayahnya kepada masyarakat. Penyelidikan lahan terutama geologinya, perlu terus dilakukan.
. 200
c. Pengembang perlu memiliki kesadaran bahwa teknologi tidak selamanya dapat mengatasi faktor alam. Kalaupun tetap membangun, maka pengembang perlu menerapkan kekuatan pematangan lebih seksama dan bahkan lebih !mat dari peraturan .untuk mencegah kerawanan di masa depan. Selain itu, transparansi pengembang sangat diperlukan agar penghuni tidak merasa tertipu. d. Caton penghuni perlu mencari informasi yang lebih lengkap mengenai perumahan yang akan dihuninya, supaya tidak merasa tertipu nantinya.
Inforn~asi
yang lebih
lengkap dari pemerintah sangat penting untuk dimiliki. e. Penelitian ini masih mengandung sangat banyak kelemahan dan kekurangan. Kesimpulan yang diambilpun lebih bersifat lokal. Untuk itu, diperlukan adanya suatu penelitian lanjutan, mengenai : 1. Permasalahan yang sama di tempat dan lokasi yang lain dengan data yang lebih
luas dan lengkap. 2. Permasalahan
khusus
mengena1
perumahan
yang
sedang
dibangun
(pengembang sedang melakukan pematangan tanah). 3. Pennasalahan
kebijakan
mengena1
khususnya pembangunan perumahan.
penyusunan
dokumen
perencanaan
DAFT AR PUST AKA BKTRN, 1994, Kriteria dan Pola Pengelolaan Kawasan, Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional, Jakarta BPS Kota Semarang, 1997, Kota dalam Angka, BPS Kota Semarang, Semarang BPS Kota Semarang, 1998, Kota dalam Angka, BPS Kota Semarang, Semarang BPS Kota Semarang, 1999, Kota dalam Angka, BPS Kota Semarang, Semarang BPS Kota Semarang, 2000, Kota dalam Angka, BPS Kota Semarang, Semarang BPS Kota Semarang, 2001, Kota dalam Angka, BPS Kota Semarang, Semarang Bappeda Kota Semarang, 1997, Data Profil Perumahan Kotamadya Dati II Semarang, Bappeda Kota Semarang, Semarang Budihardjo, E., 1998, Sejumlah Masalah Permukiman Kota, Alumni, Bandung Bryant, C., dan White, L.G., 1987, Manajemen Pembangunan : Untuk Negara Berkembang, LP3ES, Jakarta Daldjoeni, N., 1997, Geografi Barn, Organisasi Keruangan dalam Teori dan Praktik, Alumni, Bandung Daldjoeni, N., 1998, Geografi Kota dan Desa : untuk Mahasiswa dan Guru, Alumni, Bandung Dasra, 1995,
Studi Kebutuhan dan Penentuan Lokasi J.>erumahan Kotamadya Jambi, Tesis, MPKD-UGM, Yogyakarta
Departeman PU, 1987, Jakarta.
Petunjuk Perencanaan Kawasan Perumahan Kota,
Dewi, S., 2001, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Lokasi Perumahan di Kabupaten Sleman, Tesis, MPKD-UGM, Yogyakarta Doxiadis, C.A., 1971, Ekistic : An Introduction to the Science of Human Settlement, Hutchinson, London Hudioro, 2000, Faktor-faktor Pemilihan Lokasi Perumahan di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantu! dari Sudut Pandang Penghuni dan Pengembang Perumahan, Tesis, MPKD-UGM, Yogyakarta
Karnawati, D., 1997, Survey Pemetaan Daerah Rawan Bencana Longsor, Materi 12 dalam Pelatihan Pelatih Pemetaan Daerah Rawan Bencana SATKORLAK PB Tingkat Nasional, Departemen Sosial BAKORNAS PB dan Pusat Studi Bencana (PSB-UGM), Yogyakarta Karnawati,
D.,
2003, Untuk Antisipasi Longsoran Susulan, Internet http://www.geocitied.com/longsor/, Update 29 April 2003
Kepres, 1990, Keputusan Presiden Republik Indonesia, Nomor 32 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Komaruddin,
Kompas,
1997, Menelusuri Pembangunan Perumahan dan Permukiman, Yayasan Realestat Indonesia - Rakasindo, Jakarta
2002,
27
Lokasi
di
Kota
Semarang
Rawan
Longsor, htto://\v\vw.komoas.comlkompas%2Dcetak/0209/26/Jateng/loka26.htm update : 15 Maret 2003
Kompas, 2002, Tim Investigasi Mulai Teliti Permukiman Rawan Longsor, http://w,,-w.komoas.com/kompas%2Dcetak/0203/22/Jatcngltimi25.htm online : 15 Maret 2003 Kompas, 2002, Gombel dan "Hantu-hantu" Longsoran, http://www.kompas.comlkompascetak/0202/24/iptek/gombl5.htm online : 15 Maret 2003 Lusht, K.M., 1997, Real Estate Valuation, Principles Aplication, USA Moleong, Lexy. J., 1993, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung Muhadjir,
Noeng, 1992, Metodologi Yogyakarta
Penelitian
Kualitatif,
Rake
Sarasin,
PSB-UGM, 2002, Panduan Mitigasi Bencana Alam Tanah Longsor, Badan Koordinasi Survei da!'l Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL) dan Pusat Studi Bencana (PSB-UGM), Yogyakarta Panudju, B., 1999, Pengadaan Perumahan Kota dengan Peran Serta Masyarakat Berpenghasilan Rendah, Alumni, Bandung
Parman, S., 2002, Penerapan Teknologi Sistem Informasi Geografik untuk Menentukan Penentuan Kawasan Rawan Bencana Longsorlahan di Wilayah Pengembangan (WP) IV Kota Semarang, Laporan Penelitian, FIS - Universitas Negerai Semarang, Semarang Pemerintah Kota Semarang, 1981, Perda No. 5 : Rencana Induk Kota Semarang tahun 1975 - 2000, Pemerintah Kota Semarang, Semarang Pemerintah Kota Semarang, 1990, Perda No. 2 : Perubahan Pertama Rencana Induk Kota Semarang tahun 1975 - 2000, Pemerintah Kota Semarang, Semarang Pemerintah Kota Semarang, 1998, Perda No. 14 : Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta, Pemerintah Kota Semarang, Semarang Retribusi Ijin Mendirikan Pemerintah Kota Semarang, 1998, Perda No. 17 Bangunan, Pemerintah Kota Semarang, Semarang Pemerintah Kota Semarang, 1999, Perda No. 1 : Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang tahun 1995 - 2005, Pemerintah Kota Semarang, Semarang Pemerintah Kota Semarang, 1999, Perda No. 9 : Rencana Detail Tata Ruang Kota Bagian Wilayah Kota VIII Gunungpati tahun 1995 - 2005, Pemerintah Kota Semarang, Semarang Setyowati, DL., dan Suharini, E., 2002, Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk Mitigasi Rawan Bencana pada Wilayah Pengembangan Permukiman di Kota Semarang, Laporan Penelitian, FIS Universitas Negerai Semarang, Semarang Singarimbun, M. dan EffendiS., 1989, Metode Penelitian Survai, LP3ES, Jakarta Suara
Merdeka,
2001,
Warga
Tuntut
Sungai
Kreo http://wv.w.suaramerdcka.com/harian/O 105/ll/kot l.htm online 2003
diluruskan 15 Maret
Sugiyono, 1997, Statistik untuk Penelitian, Alfabeta, Bandung. Sunggono, 1982, Mekanika Tanah, Nova, Bandung . Supriatna, T., 2000, Strategi Pembangunan dan Kemiskinan, Rineka Cipta, Jakarta
Tjojudo, S., 1994, Teknik Penentuan Bidang Longsoran, Makalah Penunjang dalam Simposium Nasional Mitigasi Bencana Alam, Fakultas Geografi UGM dan Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (BAKORNAS PB), Yogyakarta Undang-Undang, 1982, U ndang-U ndang Permukiman
No. 4 tentang Perumahan dan
Woro, S., 1997, Survey Pemetaan Daerah Rawan Bencana Longsor, Materi II dalam Pelatihan Pelatih Pemetaan Daerah Rawan Bencana SATKORLAK PB Tingkat Nasional, Departemen Sosial BAKORNAS PB dan Pusat Studi Bencana (PSB-UGM), Yogyakarta
LAMPIRAN
Kcp<.~da
Yth
Bapak/lbu/Sdr di
l~espon(kn
Dcngan honnat, Dalam rangka pcm:litian untuk Tcsis. yang mcrupakan syarat utama untuk rncraih gclar Magister Tcknik Prognun Pascasarjana lJ( iM, di Program Magister Pcrcncan:wn Kola dan
Dacrah, Program
Pascasa~jana
Universitas Gadjah
Mada,
Yogyak
mengharapkan kcscdiaan Bapak/lbu/Sdr unluk dapat mcngisi kucsroncr rni guna mcndukung pcnelitian sebagai bahan penyusunan tcsis saya. Kucsioncr ini disusun agar saya dapat mcmpcrolch gambaran rncngcnar alasan Bapak/lbu/Sdr mcmilih pcrumahan yang dihuni sckarang scrta mcndapal garnlmran pemahamarT terhadap kaw·asan ra\van longsor scbagaimana
tc~jadi
di bcberapa pcrumahan
lahun yang lalu. Saya mcnyadari hahwa \vaktu dan kescrnpat:111 13apak/lbu/Sdr sangat tcrbalas dan bcrharga. Untuk itu, pada kcscmpatan ini saya bcrharap Bapak/lbu/Sdr sudi mcluangkan scdikit waktu untuk dapat mcngisi
~an
menjawab kucsioncr ini. llarapan kami.
Uapak/lbu/Sdr rncnj:rwah scmua pcrtanyaan dcngan
~cjujurny:t.
J;m:aban atau
pcndapal atas kucsioncr ini, hanya akan digunakan untuk kcpcnting:m ak:Hicmis. /\las bantuan dan kcsediaan Bapak/lbu/Sdr, saya ucapkan terirna kasih.
Yogyakart~1,
.Juni 2003 llormal Saya,
VEI>YA KUNCOitO
N II\ I. H!JOS/PS/i\11' K l>/0 I
BH2ian I ldcnlilas Hrsponden
Nomor l{cspondcn 2.
N;una Pcrumahan
}.
Nama
<1.
t Jmm
5.
Suku
6.
Alamat
7.
Jcnis Kclamin
B~12ian
tahun
: Pria I Wanita
II. llmum
l'eltmfuk f1<'f1J.:I.I·iun :
13crilah tandn (-/ ) pad a jawaban yang paling scsuai untuk sctiap pcrtanyaan di hawah ini : I.
Pcndidikan formal tcrtinggi Bapakllbu/Sdr:
l SIJ
l IJ I
JSI.TI'
IS I I S2 I S.:l
I SI.TA 2.
)_
*
*core! ynng tidnk pcrlu
Pckcrjaan Bapak/lbu/Sdr :
l Pclajar I
iVIahnsiswa
I \Viraswasta
I Pc~awai
Ncgcri
I lhu
I Pcgawai
Swasta
l
nrmah tangga
Lain-lain ........... .
Bcrapa rata-rata pcngduaran Bapakllbu/Sdr pcrhulan untuk: a. Bahan Pangan
Rp ........................ .
b. Bahan Sandang.
Rp ........................ .
c. Pcrumahan
Rp ........................ .
d. Pcndidikan
Rp .. .
c. Kcschatan
Rp ........................ .
f. Rckrcasi
Rp ....................... ..
g. Smal kaharlkoran/majalah
Rp .................... ..
h. 1.
(l;~ji
pcmbantu dan uang saku
Tahungan
j. Lain-lain . . . . . .. . . . .. . . .. .. . . .. . 4.
*
I ()2 I ()J
Rp. Rp ....................... .. Rp ....................... ..
Sudah hcrapa lama lhpak/lbuiSdr hcrtcmpat tin!!gal di komplck·pcnrmahan ini
I <. I .>
~
tahun
I f1
5 tahun
I khih
7
- X tal11m
dari <J lahun
5
BagarrnatJa status rumah yang ditcrnpati sckarang ini '1
I 1'v1ilik
I Rumah
scndiri
I Rumah dinas/pcnrsahaan
I Scwa I kontrak (,_
Kalau milik scndiri. bagaimana cara mcmiliki rumah ini '7
I Mcmhcli
I Warisan orang tua
langsung cfari developer
I 1\·tcmbangun scndiri
I Mcngganti /mcmhcli dari pcmilik 7.
warisan
.lika pcrumahan ini milik scndiri bagaimana cant pcrnhayarannya?
I Kontan I Kredit. dcngan jangka waktu ............ tahun
8.
Bcrapa type rumah yang ditempati ?
I Type 70 I Lain-lain
I Type }6
l Type 45 9.
Bagaimana cara rncngctahui tcntang kcbcradaan penrrnah:tn ini ? ] Dari iklan
koranltm~jalah/tclevisi/papan
rcklamc
IDari pamcr;m pcrumahan ] l'v1engdalwi langsung (scndiri)
] Dari Ieman I famili
I 0. Mcngnpa Bapak/lbu/Sdr mcmilih/mcmbcli pcrumahan ini ? (holch lcbih dari I jawahan)
I Sistcm pcmhayarannya di I Scn:mg dcnf!_an
kredit
ling.kunf!_an komplck pcrumahan
I Fasilitas pcrumahan
lcngkap
I Lokasi mudah dijangkau
I Murah
harganya
I Dckat akscs kc kola
I Tidak jauh
dari pusat kota
I Dckat dcngan tcmpal kcrja
I l.okasinya dckat dcngan
I Sui iI
sckolah/pcrguruan tinggi
mcncari tanah unt u k di ban gun rumah
I Tidak
ingin rcpotmcmhangun nrmah scndiri
II. Pcrnahkah mcmiliki rumah schclumnya dan bag
I Belum
I Sudah.
tapi discwakan
I Sudah. lapi di luar kota
I Sudah.
dan rnasih diiclllpati
I 2. Kcndaraan apa yang Bapak/lhu/Sdr punyai
I Tidak punya I Sepeda
kcndaraan
'7
(holcl1 lehih dari I jawaban)
I .Sepeda motor
I Mobil
I J. h1silitas apa yang ada di pcnunahan ini
?
(bolch lcbih dari I jm..·almn)
I t'-l:lsjid
I Tcmpat
I Gcreja
I Taman
I Pos
I Pasar
pcnjagaan
olah raga
I Sckolah I Wartcl I Lain-lain
I Pcrtokoan/wanmg I Gcdung pcrlcnwan
I Puskcsmas
................. .
14. lnrrastmktur apa saja yang ada di dalam pcrumahan ini? (bolch lcbih dari I jawaban)
I Jaringan
listrik
I Jaringan
gns clpiji
I .laringan
telcpon
1Jaringan
air bersih PAM
I Jaringan air minum
!Lain-lain ................. .
I 5. J>rasarana umum yang hcrdckatan dcngan pcrumahan ini adalah (holch lchih dari I jawaban):
I Pcrkantoran I J>crtokoan
I Pcrguruan Tinggi J
Rumah Saki!
I Scknlahan (SD, I Jalan
1 Pasar I Lain-lain
SMTI', Si'v1TA)
Bcsar
................ .
llaginn Iff Khusus II I.A. Putirn hangan Pemilihan Lok:1si Perum:than l'etwyuk pengisian : Bcrikut ini tcrdapat scjumlah pct1anyaan yang hcrkaitan dcngan pcndapat Bapak/lhu/Sdr mengcnai alasan/pertimbangan l3apakllbu/Sdr memilih tinggal di pcrumahan ini. Tinp pcrnyatnan memiliki kcmungkinan jawaban yang terdiri dari :
!\. Mcnjadi hahan pcrtimbangan yang sangat pcntir1g. B. Cukup mcnjadi bahan pcrtimbangan
C. Tidak mcnjadi bahan pcrtimbangan sama sckali Sudilah Bapak/lbu/Sdr untuk mcmberi pcndapat pada sctiap pcrnyataan dcng.cm mcmhcrikan Ianda
I ./ I p;~da
kolom yang paling scsuai dcngan pcndapat Bapak/llm/Sdr.
Contoh :
I)alanl pcm iIi han peru _Jl_H.:rupakan Artiny:1
•.
IT:<~~-;~tl- ·:,:--~;~~~~~-~~~-~;~1;;~·: pcru.IT~all~l---·;cn:a::--1 cJTlp:tt ---k~l-J
pcrti_~nbanganJ3apak/lt~u/~~h
B
'(. ___ _
: Jarak pcrumah:m tcrhadnp tcmpal kcrja tidak mcnjndi bah:m pcrtimhang.an hagi Bapak/lhu/Sdr dalam mcmilih pcrumahan ini.
T AlB
A. h1ktot· Alam
I.
;\pakah kcs...:garan/kcscjukan udar:t di sckitar linl!-kungan pcrunwlwn mcnjadi hakm pcrt.imhang.an_ pcmi\ihan Bapak/lhu/Sdr .,
2
Apakah
kondisi
topografi/kcmiring mi
tanah
mcnjadi
b:than
pcrtirnhanl!-an
____ -~~;ll~a-~!_ll)_~S_<~- ,, ___ . _____ . . __ . __ _ __ ____________ . ~.
•1.
5 (,_
/\pakah ting.kat crosi tanah mcnjadi bah an pert imhang.an Bapak/1 bu/Sd r dalam pcmilihan pc~·~mtall~\1\ ini ., /\pakah kondisi hatuan (ting.kat kclapukan hatuan) yang ada di sckitar lingkung.an _ __ saudara mcnjadi h_~~l<mp_cr\inlbang
__ J~~rt.in1\)a~1ga1~ ~~\ '!!~'-1~~mitil1~1~J~~l?.~\{~~~\lfS~!:__?_ __ ....... ____________ _ /\pakah \i ngkungan pcdcsaan di scki tar Iingkungan peru mahan mcn_iad i hahan pcrtim~)angan r__!al ~-n~ p~11_1i Ii~'i'!' J3ap~~/.!l~~!~~\!·.·' H. /\pakah ling,kung,an pcrsawahan di sckitar pcrumahan mcnjadi bahan pcrtimhang,an d~lan1 pc1~1il~!~m' £.~~1)a~!_l\~~~Su~ ':1 _ . . ________ .
7.
B
B. Fal;.tor M:musia -
-
...
(H.:rlimhmtt~
bagi
I.
/\pakah :rdanya ruatt!,!. tcrhuka (Iaman. lapaogan) mcnjadi bahan 13apak/lbul~
2.
/\pakah kctcnangan dari kcbisingan kota/kcndaraan nwnjadi bahan pcrtirnhangan
Bap_a~/! btt~~<~•:-~!al:~t_!_l .P~!~!-~! i)!~lt!._p_~~'!!lal~~~i!_1_i__ L. ·- -······ __ -· ·-·--..... _.. Ap:tkah vicw/pcmandangm1 lingkungan di sckilar pcrumahan mcnj;-~di hahan pcrl iml1angar~ [~ap_a~/ lb_u(Sd!· ~I_(!I<J_t!l P~!!'jlil.!.an_ pcnrnt_ahan ? 4. Apakah kcindahan dan kcbcrsihan lingkungan pcrumahan rncnjadi pertimbangan 13 apak/1 bul?<~r_(!a l~_m 111~11_ i!i_l_l_l?~!.:_u_r_n~h a_1_1}_______ _ 5. i\pakah kcamanan Jingkungan mcnjadi bahan pertimbangan Bapak/lhu/ Sdr dalam -·-· __ l!l~~~~i_I ~hp_~!-l_!!_!_l~h
per_t_in~IJ:~r~g~!!1_!_3apa_~lii?_~I(Sdr ~~I :~r-~t p~r2til_iJ~t_t~- pcruttt:~~1<1!1_? .
Apakah tingkal status sosial Bapak/lbu/Sdr mempengaruhi dalam pcmilihan p~nrnw ha11. i n_i '7 8. /\pakah lingkung.an budaya atau ada! istiadat sclcmpat mcmpt:ll)!<mthi _ 13apa~/lbu~S9r dalar_n pc~nili!wn penrma_hait'7_ . 9. Apakah rasa i ng.in hcrsatuihcrdckatan dcng.an tcmanlsaudaraikcra bat mcnpd i bah an pcrtimbangan 13apak!lbu/Sdr dalam rnctroilihpcrurnaha n ini 'l 7.
I I l
I I I
('
--A 1.
.
-~~--·----~--·---------~---·-
~-·
-
...
I uIc
·-
Apakah struklur un1u1 yaug lrampir sama dengan tctangga sckitar mcnjadi hahan
pcr1imhangan ~apaJ..:li_!J_l!!Sd_!"_~_
Apakah lingkal pcndidikan yang hampir sarna dcngan tclangga sckilar mcnjadi hah;w p~~~i mlwngan 13.£11'~-~k~!!J~~/~t_l_r_c~_c!!_<_I!_I~!.!ICI_"-i_li I~JJ_c_nl~rr_~~-'-~l_!l_i_r~i.? . _ Apakah lingkat sosial ekonomi mcnjadi hahan pcrtimhangan Bapak/llm/Sdr dalam
_______ pc_~~-iJi''-~-~~J?-~!~~~-nah~~~~!~LL___________________ _ ________ ------------·- ____________ . ________ _ 4. Apakah kepadalan lingkungan pcrumahan mcujatli hahan perlirnhangatl
___ _ !}apak/lbo/~~-~lr _dal_a_r_n_ -~~~-t:rt_l_i_l_i)l pc~··!'.~~·~l_,_a_r!_i_rl_i_? 5. Apakah kcbiasaan/pola kchidupan masyarakat sckilar mcn_iadi hahan pct1imhang.an ___ ]_3_<1~C~~~/~I~~~~-~~~-n mcn~~jJCrtll~~~~han_ir~!_? ·- .. ___________________________ _ ()_ Apakah mata pcncaharian/pekcrjaan Bapak/lbu/Sdr mcnjadi salnh satu bahan ... _ l~~~~~}~~~!~g(_l!t_dn_lam_~!.!IJJ~~!.l_J~~ru~l~~~~-~1_1_!_?____ ________ ___ ___ _______ ____ __. 7. Apakah kcmudahan pcmbayaran perumahan mcnjadi bah an pcrtimhangan
R <)
1()
····I -~::~:~~; ~·:.~:;•';::·~~:;;;;;~";;;'~~~;:fti~ ,;~;,;,;;(;~;,;,;~,- ilaP;0Tt;,;iSd; . J,j;,;n I ~~;;:L',tar;~{;~{u:::-~'~;;~n~~rum~i~;~~~~nj;fi·h;h~p~rti~~hangan Ra)~;~T!I;~JSrlr- -----1- --l- --1
--~~~;~:;t~~i~~;'H~~i~*~~-:~~:,::~;~!i~~~:;~i-k~1cmilik;;~--l;-~~~~~lah~;, -cim- kcJ1~<;li~n mcnjadi hahan pcrtimb~ngan 11apakill]_U~S~r dalam pcmilihan pcrumaha11
,---·--·--------------- ·----
',>
Ban~unnn
_l_~a_sili_t~~_l~~r·u_n_~_nh!ut
Huntnh dan
_ _ ... __ _ _ _ _____ . ,_ _ _ ______ ___ _ I. /\pakah bcntuk .b.angw.wn d.:.rn k.·ualrtas b..a.ngunan men.radr bahan pcrl1111hangan . _l?apttlv'lbu/~~r dalam p~n~il_ilHI_n_rtlnl:lh_ i~!i ? __ .
I
12-- ~~~~~~-~11~ 1~;::lill~'l')'~,~~-'~';~l_l~:;~J..b.a~l-g_t:n_~~~ mcn_jadi J.
4.
I
__ __ _____ p~ll~i_li}_l~l_r_lp~l~l!l_ll
__
_ ___ _
6. .1\pak~1h fasilitas rekrcasi rnen_jadi bnhan pl'rlimbangan Bapak/lhu/Sdr dalam _ ___ l~eJ_nil~ha~l_IJ•~IIJ!ll~tharlL_ _________________ __ _ 7. Apakah kcmudah<m ang.kutan umum menjadi ha:l(lll pcrlimbang.an Bapak/lhu/Sdr __________ _ _t!al_~'nJl~-~~0/il!
clI
AlB I
.I
!
hahan pcrlimbanga1:. Bapak/lbu/Sdr
1\pakah ju11daJr 1uaug rnenjafJi lJ<~lrau pertirnbang.an 1-3afH1k/fbu/Sdr dahun ntt:rniJif, . ___ ···-· _ pt:r~lfl_lah_:ll_l_L Apakah kualitas hahan tmngunan rnenjadi bahan pt:rlilllllangan Bapak/lhu/Sdr dalan1
_____ y~ru_r11ahan}__
I
... --- ·---·-·· - - - - - - · - · - - - - - - - - - · - - - --·-···---- ··---·----·-·· ·-·------
D. Li;;gkm:g:;;, P.uata;; ;\,anmi<\:
.
hukum
I
-1-
I
.I
-1--
-1
I
i
I I I I I , I !
l
I
I
Ii
I
E. LinJ!kttng:m \luatan M:mtt~i~ : -'~ringan lnfr·,uln•l.iur dan- Tata ( .ctall Peru mahan ------------------------- ---· ------. ---· --' l. .\pakah kctcr5cdiaan jaringan air bcrsih (P:\l\\) mct~jadi hahan pcttimbangan _l}_:~p~/_1~~~~(5_?:._~!~~~~1~ pcm iIi han pcrun~ah~!' 'I 2. Apakah kctel"5cdiaan jaringan lislrik menjadi bahan pcttimbangan Bapa\...1 lbu 1Sdr dalam pcmilihan pcnnnahan 'I 1. Apakah kctcrscdiaan jaringan tckknmunikast mct~jadi bahan pcrtimhattgan
-~~3'E~~\!!l~~?_dr_~<~an~.e_cmiliha~_Q~nn~~~~!"m •1. 5.
Apakah
kctcrscdiaan
pcmhuangan
r B
·1_____ -----··-----··- -··- ·----·-·--·. __ -·--··-··-
saluran
air
kotor/limbah
mct~jadi
hahan
. Pl?r~i!'.'~t_I'&-~'!~~~~'E~~~_!_~~t/~~!:..~~~lan.!_p~~~0 i h
_____ J~~p~~~(l_!~~-~~~~-t\:~!~~l_j)_~~~~i!~!~~!'J~c~~~~~~<\!~~~~~-L__ _ __ _ __ ___ _____ ____ _ __ _ (>. Apakah lokasi-'lala lctnk pcnunah:lll mcr~jadi hahan pcrtimhr•flt!;iil l t.pal-..'llw/Sdr ,
--·-· ___d;\\;~'!'.1'~"~~!!!~~1\J?C~-~~~n~~!~~!'~] __ -·----·--··--········-·-- _
__. _________
. [_
III.B. Pcrmthamnn :\-lcngcnai Pcnunahnn yang dihuni
l'etlllyuk eengisian : Bcrikut ini tcrdapat scjurnlah pcrtanyaan ynn~ hcrkaitan dcng.an pcnd,1pat IJnpni.Jihu/Sdr sctclah linggal di pemmahan ini. temlarna peudapat yang hcrkailan deng<m tcrjndinpt tnnnh lon~~or di heber;tpa perurmthnn tahun }"Jll1~ l.alu.
Tiap pcmyataan memiliki kcnumgkinan _iawahan Yn alau
Tidak. yang akan diikuti dcngan pcrlanyaan mcngcnai pcnycbab/alnsannra. I.
Apakah
Bapak/lbu/Sdr
mencan
informasi
yang
lcngkap
mcngcnm
mcrnbclinya '>
pcrumahan
1111
scbclum
Ya
.Tidak
Ya
Tidak
I.a. Hila ya, darinwna asal informasi tcrscbut ? .. _.... l.h. /\pakah Bapak/lhu/Sdr mcncari inf(mnasi juga di pcrm-rintah . ? 2.
I
Apakah Bapak/lbu/Sdr mcngctalwi infonnasi ball\\·a lokasi pcrumalwn ini rncrupakan kaw<1s:w raw«n
1 l'vlcngclahui I
hcncana tanah longsor? 2.a. f3ila ya. darimana asal infonnasi tcrscbut ? .. _. _............... .
2.h. Mcngapa Bapak/lbu/Sdr tctap .1.
ling~al di pcwmah:m ini '.1
Bagaiman:r pcrasaan Bapak:/lbu/Sdr sa.11 inr sclclah lllCII[!Cialwi ini(Hmasi b:rlma loLrsr pcn11n;1han ini mcrupakan ka~vasan r;m·an hcncana tanah longsor ·,'
J .a Tcrhad:1p Pcmeri ntah ........... . J.h. Tcrhadap Developer .... _... _.............. .
4.
1\pabila Pcmcrintah mcnycdiakan pcrumahan pcngganti dengan f;tsilitas yang sarna. hctscdiakan 13apak/lbu/Sdr pindah dan lcmpat ini
I Bcrscdia
7
Tidak
4.a. Bila berscdia. apa harapan 13apak!lbu/Sdr tcrhadap pcnunahan lcrschut ., ...
4 .b. Bila tidak, rncngapa 5.
7 ................................. .
Apahila Pcmcrintah rncnycdiakan perurnahan pcngganli dcugan
f~tsilitas
lcbih
llllllllll.
nar11111t
didacrah yang tidak rawan tanah longsor. bcrscdiakan Bapak/lbu/Sdr pindah dari lcmpal ini '.'
I Bcrscdin 5.a. Bila bcrsedia. apa harapan 13apak/lbu/.Sdr lcrhadap pcrumahan tcrscbut
Tidak ·.> ..... .
5.b. Hila tidak. mcrrgapa? ................................ .. 6.
i\pabila Pcmcrintah tidak rncnycdiakan pcrurnahan pcngganti. hcrscdiakan Bapak/lbu/Sdr pind;th dan
I lkrscdia
lcmpat ini ? o.a. Bila bcrscdia.. apa (>.h.
har~1pan
Tidak
Bapak/lbu/Sdr tcrhadap pcrurnahan tcrscbut ':'
Bila tidak. rncngapa '? ................................. .
Bagian lV fletwyuk pengisian :
Pada bagian ini 8apak/lhu/Sdr diherikan kcbchasan untuk rncrnhcrikan pcndapal. llal ini bcrtujuan untuk mcngctahui hal-hal yang mungkin bclum tcrrnual dalarn pcrtanyaan-pcrtanyaan di alas. 1. Mcnurut pcndapat Bapak/lbu/Sdr, fakror apa sa_ra yang rncnjadi bahan pcrtimlmngan Bapak/lbu/Sdr dalam pcmilihan lokasi pcrumahan?
2.
Menurut pcndapat Bapak/fbu/Sdr dari pcrnyataan di alas,
f~tldor
apa sap yang paling
dominan dalam mcm1x;ngaruhi pilihan Bapak/lbu/Sdr '.l
3. Mcnurut pendapat Bapakl!bu/Sdr, kondisi lingkungan pcrurnahr.n yang bagaimann. yang
scsuai dcngan keinginan dari f3apak/lbu/Sdr
7
4.
Mcnurut pcndapat Bapak/lbu/Sdr, bagaimana prospck pcrumahan ini
5.
Komentar-komcntar
'J
Atas bantuan Bapak/lhu/Sdr saya ucapkan tcrirna kasih (Jangan lupa unluk mcnjawab scmua pcrtanyaan)
PETA SITE PlAN
PERUMAHAN KANDRI PESONA ASRI Ke Pusat Kota Semarang
Ke Pusal Ke c;;malan
LEGEND A: Kepling Jele n Jalan Besar Se~mon Air Taman
N
+
Tanpa Skala
PETA SITE PLAN PERUMAHAN BUKIT SUKOREJO
Peru mahan
Trangkil Sejahlera
!.e UNNES I Pusat J<ecamatan
LEGEND A:
D
B D
Kiiplin g Torb•ngun Kapling Tidak Tarbang.m S.atur;~ n Air Taman BiltisWitoy.oh
N
+
Tanpa Skala
PETA SITE PLAN
PERUMAHAN TAMAN KRADENAN ASRI
Ke Pusat Kola Semarang
Ke UNNESI Pus~ I
K e c ~m~t11n
I.£ GENOA: C]Kapllng Jatan Ungkungan Jalan Besar Taman
0
N
+
fanpa Skala