PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KUTAI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
NUR IZZATIL HASANAH
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KUTAI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
NUR IZZATIL HASANAH
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN NUR IZZATIL HASANAH. E34061770. Perubahan Penutupan Lahan di Taman Nasional Kutai Provinsi Kalimantan Timur. Dibimbing oleh LILIK BUDI PRASETYO dan NANDI KOSMARYANDI. Taman Nasional Kutai (TNK) merupakan kawasan hutan hujan tropis dataran rendah yang memiliki potensi sumber daya alam hayati, namun memiliki potensi konflik yang besar. Keutuhan kawasan terancam akibat dari belum efektifnya pengelolaan TNK serta kegiatan penduduk dan perusahaan yang beraktifitas di dalamnya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perubahan penutupan lahan dari tahun 2006 hingga tahun 2009, mengetahui laju deforestasi, dan mengidentifikasi penyebab perubahan penutupan lahan di TNK. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data spasial yaitu citra satelit landsat TM path/row 116/60 tahun 2006 dan 2009 dan data atribut yaitu data penunjang yang berupa tulisan maupun dalam angka-angka, diantaranya data kependudukan, data sosial ekonomi masyarakat sekitar dan dalam kawasan TNK, data perambahan kawasan, dan data penunjang lainnya. Kawasan Taman Nasional Kutai diklasifikasikan ke dalam tujuh tipe penutupan lahan, yaitu hutan, lahan terbuka, pemukiman, lahan pertanian, badan air, semak belukar, dan tak ada data. Dalam kurun waktu 2006-2009 telah terjadi perubahan penutupan lahan dalam kawasan TNK. Tipe penutupan lahan yang mengalami penurunan luas wilayahnya pada periode tersebut adalah lahan hutan sebesar 8.094,6 ha ( 6,46%), sehingga laju deforestasi TNK adalah 2.698,2 ha atau 2,15% tiap tahunnya, sedangkan yang mengalami peningkatan adalah lahan pemukiman dan lahan pertanian. Faktor yang mempengaruhi perubahan penutupan lahan adalah perambahan lahan hutan yang dipicu oleh adanya pemukiman dalam kawasan dan jalan poros yang membelah kawasan TNK. Untuk memonitor terjadinya penurunan penutupan lahan hutan yang lebih besar perlu dilakukan analisis perubahan penutupan lahan secara periodik agar perubahan yang terjadi dapat diantisipasi dan dikelola dengan baik. Kata kunci : penutupan lahan, taman nasional, sistem informasi geografis
SUMMARY NUR IZZATIL HASANAH. E34061770. Land cover changes in Kutai National Park, East Kalimantan Province. Under supervision of LILIK BUDI PRASETYO and NANDI KOSMARYANDI. Kutai National Park (KNP) is situated in lowland tropical rain forest that has great potential of natural resources while, however, there are significant potential of land conflict. The integrity of the park area are at risk from activities of community and companies within the park. The purpose of this research was to know the changes in land cover from 2006 to 2009, estimate the rate of deforestation, and identify the causes of land cover change in the park. The data required in the study in the form of spatial data such as satellite imagery Landsat TM path / row 116/60 in 2006 and 2009 and attribute data, namely report, demographic data, socioeconomic data of community within and in the surrounding communities KNP area, encroachment area data, and other supporting data. Land cover of Kutai National Park area were classified into seven land cover types, namely forest, open land, residential, farmland, water bodies, shrubs/ bush, and no data. In the period 2006-2009, there were changes in land cover. Land cover types decreased total area in the period was 8094.6 ha of forest land or by 6.46%, therefore the annual rate of deforestation, was 2698.2 ha or 2.15% . Meanwhile, settlement and agricultural land were increase. Factors that contributed to the land cover changes in land was forest encroachment and illegal logging that caused by residential area and the street in Kutai National Park. To monitor forest decline, periodical land cover change analys was needed , and therefore huge forest conversion can be anticipated and proper action can be anticipated Key words: land cover, national parks, geographic information system
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perubahan Penutupan Lahan di Taman Nasional Kutai Provinsi Kalimantan Timur adalah benar – benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, 24 Mei 2011
Nur Izzatil Hasanah NRP E34061770
Judul Skripsi
: Perubahan Penutupan Lahan di Taman Nasional Kutai Provinsi Kalimantan Timur
Nama Mahasiswa
: Nur Izzatil Hasanah
NIM
: E34061770
Menyetujui, Pembimbing I,
Pembimbing II,
Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc
Ir. Nandi Kosmaryandi, M.Sc.F.
NIP. 19620316 198803 1 002
NIP. 19660628 199802 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB
Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS NIP. 19580915 198403 1 003
Tanggal Pengesahan :
i
KATA PENGANTAR
Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih sayang – Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Topik yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan AgustusDesember 2010 adalah analisis spasial lingkungan dengan judul Perubahan Penutupan Lahan di Taman Nasional Kutai Provinsi Kalimantan Timur. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M. Sc. dan Ir. Nandi Kosmaryandi, M. Sc. F. selaku pembimbing. Selain itu, penghargaan penulis sampaikan pula kepada pihak Balai Taman Nasional Kutai yang telah mengizinkan dilakukannya penelitian di kawasan tersebut. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, kakak dan adik tercinta, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga skripsi ini nantinya dapat bermanfaat.
Bogor, 24 Mei 2011
Penulis
ii
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan karuniaNya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
Hal ini tidak terlepas dari
dukungan, bantuan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Abah, Mama, a’Iyan, Nana’, Udin, Atun, k’Ari, adek Awi atas segala motivasi dan cinta kalian yang tak putus-putusnya 2. Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M. Sc. dan Ir. Nandi Kosmaryandi, M. Sc.F. sebagai dosen pembimbing dalam kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi 3. Ir. Edje Djamhuri dari Departemen Silvikultur sebagai dosen penguji dan Dr. Ir. Jarwadi Budi Hernowo, M. Sc sebagai ketua sidang dalam ujian komprehensif 4. Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara atas semua dukungan moriil dan materil sehingga penulis bisa menyelesaikan perkuliahan di IPB 5. Kepala Balai TNK yang telah memberikan dukungan dan bimbingan selama pelaksanaan kegiatan penelitian di TNK 6. Seluruh staf dan karyawan BTNK
yang telah berbagi keakraban,
kekeluargaan dan pengalaman selama pelaksanaan penelitian di TNK (Pakde Djumadi, Pak Dede, Pak Sugeng, Bu Rahmah, Bu Rara, Pak Amberi) 7. Masyarakat sekitar kawasan TNK atas semua kerja sama dan bantuannya selama melakukan kegiatan penelitian 8. Crew SDAF (Muis, Ebhay, Chacha, Nano, Arga, Riki, H’ray, Amri, Gamma, Age, Pande) atas semua semangat dan bantuannya 9. Vamdiers atas semua kekeluargaan yang luar biasa, doa, dan dukungannya (Berjuang bersama Ira dan Wince^^) 10. Keluarga besar DKM ‘Ibaadurrahmaan (Hafizh, Adrian, Dinul, Bayu, Macik, Dhani, Ria) atas ukhuwah ini, semoga Allah mempertemukan kita di surgaNya 11. Keluarga Besar KSHE 43 (Fitri, Adit, Ati) atas semua dukungan dan kebersamaannya, penulis sangat bersyukur menjadi bagian dari kalian.
iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis Tenggarong
dilahirkan Seberang
di
Desa
Kabupaten
Perjiwa Kutai
Kecamatan Kartanegara,
Kalimantan Timur pada tanggal 23 November 1989 sebagai anak keempat dari tujuh bersaudara pasangan H. Kasful Anwar dan Hj. Mariya Hulpah. Penulis mendapat pendidikan formal pada tahun 1994 di SDN 052 Desa Perjiwa dan lulus pada tahun 2000. Penulis melanjutkan pendidikan ke MTs PPKP Ribathul Khail Timbau Tenggarong dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 1 Tenggarong, lulus pada tahun 2006. Pendidikan perguruan tinggi ditempuh penulis di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) tahun 2006. Setelah mengikuti Tingkat Persiapan Bersama (TPB) selama satu tahun penulis diterima di Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan. Selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Kehutanan, penulis melakukan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan tahun 2009 di Suaka Margasatwa Gunung Sawal dan Cagar Alam Pangandaran di Ciamis, Jawa Barat. Pada tahun 2010, penulis mengikuti Praktik Pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) IPB setelah sebelumnya mengikuti Praktik Kerja Lapang Profesi di Taman Nasional Gunung Ciremai, Jawa Barat. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam organisasi mahasiswa yaitu Ikatan Keluarga Muslim TPB (IKMT), DKM AlHurriyyah, DKM ’Ibaadurrahmaan, Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA), dan mengikuti berbagai kepanitiaan di IPB. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis melakukan penelitian dan menyusun karya ilmiah dengan judul Perubahan Penutupan Lahan di Taman Nasional Kutai Provinsi Kalimantan Timur di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc. Dan Ir. Nandi Kosmaryandi, M.Sc.F.
iv
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR .............................................................................................. i DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv DAFTAR TABEL .................................................................................................. vi DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vii DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................................viii I. PENDAHULUAN ................................................................................................ 1 1.1.
Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2.
Tujuan ....................................................................................................... 2
1.3.
Manfaat ..................................................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 3 2.1.
Sistem Informasi Geografis ....................................................................... 3
2.2.
Penginderaan Jauh ..................................................................................... 4
2.2.1.
Definisi............................................................................................... 4
2.2.2.
Citra Landsat ...................................................................................... 4
2.3.
Global Positioning System ......................................................................... 5
III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN..................................................... 10 3.1.
Letak, Luas, dan Status Kawasan ............................................................. 10
3.2.
Kondisi Fisik ........................................................................................... 12
3.2.1.
Geologi dan Tanah ........................................................................... 12
3.2.2.
Topografi, Iklim, dan Hidrologi ........................................................ 12
3.3.
Kondisi Sosial, Ekonomi dan Budaya Masyarakat dsalam Kawasan ........ 13
IV. METODE PENELITIAN ................................................................................. 15 4.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................... 15
4.2.
Alat dan Bahan ........................................................................................ 16
4.3.
Jenis Data ................................................................................................ 16
4.4.
Analisis Data ........................................................................................... 18
4.4.1.
Pengolahan citra ............................................................................... 12
4.4.2.
Analisis data spasial.......................................................................... 12
4.4.3.
Analisis data atribut .......................................................................... 12
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................... 21 5.1.
Penutupan Lahan SPTN I TNK ................................................................ 20
5.1.1.
Penutupan lahan SPTN I TNK tahun 2006 ........................................ 23
5.1.2.
Penutupan lahan SPTN I TNK tahun 2009 ........................................ 24
v 5.2.
Perubahan Penutupan Lahan .................................................................... 15
5.2.1.
Deforestasi di SPTN I TNK .............................................................. 29
5.2.2.
Faktor Penyebab Perubahan Penutupan Lahan .................................. 32
5.2.3.
Faktor-faktor yang Memicu Perambahan .......................................... 34
5.2.4.
Hubungan antara Jumlah Penduduk dan Deforestasi ......................... 40
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 45 6.1.
Kesimpulan ............................................................................................. 44
6.2.
Saran ....................................................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 46 LAMPIRAN .......................................................................................................... 49
vi
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1.
Aplikasi prinsip dan saluran spektral Thematic Mapper..................................... 5
2.
Sejarah pengelolaan Taman Nasional Kutai....................................................... 5
3.
Jenis tanah Taman Nasional Kutai................................................................... 12
4.
Tipe penutupan lahan dalam kawasan SPTN I TNK ........................................ 23
5.
Penutupan lahan SPTN I TNK tahun 2006 ...................................................... 25
6.
Penutupan lahan SPTN I TNK tahun 2009 ...................................................... 26
7.
Perubahan penutupan lahan pada tahun 2006 dan tahun 2009 .......................... 27
8.
Perubahan tipe penutupan lahan dalam kawasan TNK..................................... 28
9.
Perubahan penutupan lahan hutan menjadi penutupan lahan lain ..................... 30
10. Pertumbuhan jumlah penduduk di desa dalam kawasan TNK .......................... 39 11. Pertumbuhan penduduk dan perubahan penutupan lahan hutan ....................... 40 12. Kerapatan hutan dan kepadatan penduduk per desa ......................................... 40 13. Sumber utama penghasilan penduduk desa dalam kawasan. ............................ 43
vii
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman
1.
Uraian subsistem SIG........................................ Error! Bookmark not defined.
2.
Lokasi penelitian di Taman Nasional Kutai. .................................................... 15
3.
Citra satelit landsat path/row 116/60 tahun 2006 dan 2009 .............................. 16
4.
Diagram proses pengolahan citra. .................................................................... 18
5.
Proses analisis data. .......................................... Error! Bookmark not defined.
6.
Peta perubahan penutupan lahan tahun 2006-2009. ......................................... 30
7.
Deforestasi SPTN I TNK tahun 2006-2009. .................................................... 32
8.
Illegal logging dan pengambilalihan kawasan oleh warga ............................... 34
9.
Luas perambahan oleh penduduk dalam kawasan TNK. .................................. 34
10. Jalan poros Bontang-Sangatta. ........................................................................ 37 11. Peta jaringan jalan dan lokasi desa dalam kawasan. ......................................... 38 12.
Diagram pencar antara kerapatan hutan dan kepadatan penduduk dalam kawasan TNK ............................................................................................... 42
13. Penggunaan lahan yang dibuka oleh perambah. ............................................... 43
viii
DAFTAR LAMPIRAN No. 1.
Halaman Ringkasan Sejarah Pemukiman dalam Kawasan Taman Nasional Kutai…..….48
2. Classification accuracy assessment report 2006. .............................................. 52 3. Classification accuracy assessment report 2009. .............................................. 53
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Taman Nasional Kutai (TNK) merupakan kawasan hutan hujan tropis
dataran rendah yang memiliki potensi sumber daya alam hayati namun memiliki potensi konflik yang cukup besar. Keutuhan kawasan terancam akibat dari belum efektifnya pengelolaan TNK serta kegiatan penduduk dan perusahaan yang beraktifitas di dalamnya. Kegiatan pemukiman, perladangan, penebangan, penambakan, perburuan sampai pada peristiwa kebakaran hebat yang melanda pada tahun 1997 dan 1998 lalu memberikan kesadaran bahwa upaya mempertahankan keberadaan TNK harus menjadi gerakan bersama semua pihak (stakeholders). Taman Nasional Kutai (TNK) ditetapkan pada tanggal 29 Juni 1995 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 325/Kpts-II/1995 dengan luas 198.629 ha. Taman Nasional Kutai mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan sumberdaya alam hayati dan pemanfaatan sumberdaya alam secara lestari. Sebagai taman nasional yang memiliki kawasan yang sangat luas, TNK sangat rentan terhadap gangguan sejak sebelum ditetapkan hingga setelah ditetapkan sebagai taman nasional sekalipun karena aktivitas penduduk yang ada dalam kawasan taman nasional. Fadli (2010) menyatakan sejak ditetapkan sebagai suaka margasatwa dan kemudian sebagai Taman nasional, keutuhan kawasan banyak terkikis baik itu oleh perambahan maupun pinjam pakai kawasan untuk berbagai keperluan di luar keperluan konservasi. Selain itu, perkembangan pengelolaan kawasan TNK diikuti dengan berbagai permasalahan perubahan sistem pemerintahan dalam bentuk desentralisasi atau disebut otonomi membawa dampak pada persepsi penentuan dan pemanfaatan kawasan Taman Nasional oleh masyarakat lokal dan pemerintah daerah. Meski kewenangan pengelolaan TNK masih berada di Pusat, dalam hal ini Kementerian Kehutanan, yang dilaksanakan Balai TNK, tidak serta merta bisa menyelesaikan persoalan yang muncul seperti; terbentuknya desa-desa definif oleh Pemerintah Daerah, semakin hari terjepit dengan kawasan pengusahaan hutan (HPH, HTI) dan perusahaan tambang, pembukaan jalan,
2 pinjam pakai kawasan, dan penataan tata batas akibat banyaknya izin yang dikeluarkan di sekitar dan di dalam kawasan TNK. Masih berhubungan dengan permasalahan hukum, adalah keberadaan masyarakat yang ada sebelum adanya status hukum TNK ditetapkan, juga telah masuk pendatang pendatang baru yang berasal dari luar kawasan dan berusaha dalam kawasan TNK, serta kelompok masyarakat adat yang memiliki konsep gilir balik, kembali ke kawasan tersebut sebagai bagian pola gilir balik mereka. Berhubungan dengan permasalahan di atas, maka perlu diadakan kegiatan untuk mengetahui bagaimana perubahan penutupan lahan di kawasan TNK. Penelitian ini dilakukan dengan mengkaji beberapa aspek penyebab perubahan penutupan lahan dan bagaimana perubahan penutupan setelah ditetapkan menjadi taman nasional dengan menggunakan aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG).
1.2.
Tujuan Tujuan penelitian di TNK yaitu :
1) Mengetahui perubahan penutupan lahan di kawasan TNK pada tahun 2006 dan tahun 2009. 2) Mengetahui laju deforestasi dalam kawasan TNK. 3) Mengetahui penyebab perubahan penutupan lahan di TNK.
1.3.
Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai rujukan dan bahan
pertimbangan dalam pengambilan keputusan bagi pengelolaan Taman Nasional Kutai.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Sistem Informasi Geografis Menurut Prahasta (2001) sistem yang menangani masalah informasi yang
bereferensi geografis dalam berbagai cara dan bentuk, secara umum disebut sistem informasi geografis. Masalah informasi tersebut mencakup tiga hal, yaitu: 1. Pengorganisasian data dan informasi. 2. Penempatan informasi pada lokasi tertentu. 3. Melakukan komputasi, memberikan ilustrasi keterhubungan antara satu dengan lainnya, serta analisa spasial lainnya. Prahasta juga menyebutkan bahwa dalam beberapa literatur, SIG dinilai sebagai hasil penggabungan dua sistem, yaitu antara sistem komputer untuk bidang Kartografi (CAC) atau sistem komputer untuk bidang perancangan (CAD) dengan teknologi basisdata (database). Berdasarkan definisi mengenai SIG yang telah disebutkan di atas, Prahasta menguraikan SIG dalam beberapa subsistem yaitu data input, data output, data management, serta Data Manipulation and Analysis. Uraian mengenai jenis masukan, proses, dan jenis keluaran dari subsistem SIG dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Uraian subsistem SIG (Prahasta 2001).
4 2.2.
Penginderaan Jauh
2.2.1. Definisi Lillesand dan Kiefer (1990) mendefinisi pengindraan jauh sebagai ilmu dan seni untuk memperoleh informasi mengenai suatu obyek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa adanya kontak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji. Penginderaan jauh memberikan kemampuan kepada manusia untuk melihat sesuatu yang tidak tampak mata. Definisi lain mengenai pengindraan jauh juga diuraikan oleh Lo (1996), dimana pengindraan jauh merupakan suatu teknik untuk mengumpulkan informasi mengenai objek dan lingkungannya dari jarak jauh tanpa adanya sentuhan fisik. Teknik ini akan menghasilkan bentuk citra yang selanjutnya perlu diproses dan diinterpretasi untuk menghasilkan data yang bermanfaat misalnya dalam aplikasi di bidang pertanian, arkeologi, kehutanan, geografi, perencanaan, dan lainnya.
2.2.2. Citra Landsat Lillesand dan Kiefer (1990) menjelaskan bahwa satelit Landsat yang digunakan sebagai satelit pengindraan jauh merupakan hasil perubahan nama program ERTS (Earth Resources Technology Satellite/Satelit Teknologi Sumberdaya Bumi) menjadi program Landsat secara resmi pada tanggal 22 Januari 1975. Landsat banyak digunakan sebagai alat pemetaan planimetrik di beberapa daerah tertentu di dunia. Lo (1996) menjelaskan bahwa terdapat sensor pada satelit Landsat yang berfungsi sebagai sistem pencitraan, diantaranya adalah kamera return beam vidicon (RBV), multispectral scanner (MSS), dan Thematic Mapper (TM). TM merupakan suatu sensor optik penyiaman yang beroperasi pada saluran tampak, inframerah, dan saluran spektral yang secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1.
5 Tabel 1 Aplikasi prinsip dan saluran spektral Thematic Mapper
1
Panjang Gelombang (µm) 0,45 – 0,52
2
0,52 – 0,69
3
0,63 – 0,69
4
0,76 – 0,90
Saluran (Band)
5
Panjang Gelombang (µm) 1,55 – 1,75
6
10,40 – 12,50
7
2,08 – 2,35
Saluran (Band)
Potensi Pemanfaatan Dirancang untuk penetrasi badan air, sehingga bermanfaat untuk pemetaan perairan pantai. Berguna juga untuk membedakan antara tanah dengan vegetasi, tumbuhan berdaun lebar dan konifer. Dirancang untuk mengukur puncak pantulan hijau saluran tampak bagi vegetasi guna penilaian ketahanan, Saluran absorpsi klorofil yang penting untuk diskriminasi vegetasi. Bermanfaat untuk menentukan kandungan biomassa dan untuk dilineasi badan air.
Potensi Pemanfaatan Menunjukan kandungan kelembapan vegetasi dan kelembapan tanah. Juga bermanfaat untuk membedakan salju dan awan. Saluran inframerah termal yang penggunaannya untuk analisis pemetaan vegetasi, diskriminasi kelembapan tanah, dan pemetaan termal. Saluran yang diseleksi karena potensinya untuk membedakan tipe batuan dan untuk pemetaan hidrotermal.
Sumber : Lo (1996)
2.3.
Global Positioning System Global Positioning System (Sistem Pencari Posisi Global) atau yang biasa
disingkat GPS merupakan suatu jaringan satelit yang memancarkan sinyal radio dengan frekuensi yang sangat rendah secara terus menerus (Puntodewo et al. 2003). Satelit GPS bekerja pada referensi waktu yang sangat teliti dan akan memancarkan data untuk menunjukan lokasi dan waktu pada saat itu. Sinyal radio tersebut akan diterima oleh alat penerima GPS secara pasif dengan syarat tak ada halangan apapun di langit (pandangan terbuka). Data GPS merupakan salah satu bentuk sumber data spasial SIG. Puntodewo et al. (2003) menyebutkan bahwa teknologi GPS meberikan terobosan yang sangat penting dalam menyediakan data untuk SIG karena keakuratan data yang diberikan oleh data GPS sangat tinggi. Data GPS biasanya dipresentasikan dalam bentuk vektor.
6 2.4.
Aplikasi SIG dan Penginderaan Jauh untuk Studi Perubahan Penutupan Lahan Sistem informasi geografis adalah suatu sistem informasi tentang
pengumpulan dan pengolahan data serta penyampaian informasi dalam koordinat ruang, baik secara manual maupun digital. Data yang diperlukan merupakan data yang mengacu pada lokasi geografis, yang terdiri dari dua kelompok, yaitu data grafis dan data atribut. Data grafis tersusun dalam bentuk titik, garis, dan poligon. Sedangkan data atribut dapat berupa data kualitatif atau kuantitatif yang mempunyai hubungan satu-satu dengan data grafisnya (Barus et al. 2000). Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lilesand & Kiefer 1990). Dengan kemampuan Sistem Informasi Geografi untuk meng-overlay peta dalam studi perubahan penutupan lahan bisa diketahui bagaimana perubahan penutupan lahan dalam periode waktu tertentu. Teknologi ini jika dikombinasikan dengan penginderaan jauh maka kemampuan tersebut bisa dilakukan tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji agar lebih efektif.
2.5.
Faktor Penyebab Perubahan Penutupan Lahan
2.5.1. Sosial Ekonomi Masyarakat Darmawan (2002) menyatakan bahwa faktor sosial ekonomi yang diduga berpengaruh terhadap penggunaan lahan yaitu tingkat pendapatan, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan, lama menetap, jumlah jenis penggunaan lahan, jarak antara lahan dan tempat tinggal. Dari keenam faktor tersebut yang berpengaruh nyata adalah pendapatan dan jenis penggunaan lahan. Suheri (2003) menyatakan tinggi rendahnya tingkat kepadatan penduduk dapat mempengaruhi luas penutupan lahan. Hubungan antara kepadatan penduduk dengan luasan hutan menunjukkan adanya korelasi yang negatif, sedangkan hubungan dengan korelasi yang positif terjadi pada hubungan antara
7 kepadatan penduduk dengan luas ladang dan sawah. Sedangkan Harris (2005) menyatakan hubungan antara kepadatan penduduk dengan luas penutupan lahan, ladang, dan perkebunan menunjukkan bahwa presentase luas penutupan hutan, ladang, dan perkebunan menurun seiring dengan bertambahnya kepadatan penduduk. Namun sebaliknya presentase luas sawah meningkat dengan meningkatnya kepadatan penduduk. Rusydi (2007) menyatakan perubahan penutupan lahan dipengaruhi oleh faktor-faktor penyebab antara lain perubahan kepadatan penduduk dan jumlah petani. Peningkatan kepadatan penduduk dan jumlah petani mengakibatkan penurunan luas penutupan lahan di Taman Nasional Kerinci Seblat. Berdasarkan analisis sosial ekonomi dengan metode Uji Pengaruh (ChiQuadrat) dengan taraf nyata 0,05 yang berpengaruh nyata terhadap penguasaan lahan di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat Kabupaten Kerinci adalah tingkat penghasilan keluarga artinya bahwa semakin besar tingkat penghasilan keluarga responden maka tingkat penguasaan lahan semakin tinggi pula (Adnan, 2004) Menurut Hamidy (2003) terdapat dua faktor penyebab perubahan yang terjadi di Suaka Margasatwa Cikepuh yaitu alami dan non alami. Penyebab alami adalah perkembangan tegakan hutan (suksesi), sedangkan non alami adalah kebakaran hutan, penebangan liar, dan pembukaan hutan untuk areal pertanian. Wijaya (2005) juga menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penutupan lahan di Kabupaten Cianjur secara umum dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu faktor alam dan faktor manusia. Faktor alam yaitu bencana alam maupun mekanisme alamiah lainnya, sedangkan faktor manusia yaitu pertumbuhan penduduk, mata pencaharian, aksesibilitas dan fasilitas pendukung kehidupan, serta kebijakan pemerintah. Pada umumnya penyebab perubahan penutupan lahan pada kawasan konservasi adalah pertumbuhan penduduk. Seperti penelitian Khalil (2009) menyatakan faktor yang mempengaruhi perubahan penutupan lahan di hutan adat kasepuhan Citorek TNGHS yaitu pertumbuhan penduduk, tingkat pendidikan, dan mata pencaharian.
8 Selain itu, ketidakpastian kepemilikan pemerintah terhadap sumber daya alam di kawasan TNGHS dan adanya aktivitas pemanfaatan sumber daya alam yang dilakukan oleh masyarakat adalah penyebab utama terjadinya perubahan penggunaan dan penutupan lahan di kawasan TNGHS. Peubah sosial ekonomi yang berpengaruh dominan terhadap perubahan penggunaan dan penutupan lahan di kawasan TNGHS adalah kepadatan penduduk, laju pertumbuhan penduduk, luas kepemilikan lahan, perluasan pemukiman, dan perluasan lahan pertanian (Yatap, 2008). Faktor penyebab perubahan penutupan lahan di Pulau Jawa umumnya adalah sama, yaitu kepadatan penduduk, laju pertumbuhan penduduk, luas kepemilikan lahan, perluasan pemukiman, perluasan lahan pertanian, dan faktor lainnya yang berhubungan langsung dengan aktivitas manusia. Kawasan di luar Jawa khususnya Pulau Kalimantan memiliki faktor penyebab perubahan penutupan lahan lainnya seperti pertambangan, HTI, HPH, dan aktivitas ilegal lainnya. Sehingga perlu diketahui secara pasti bagaimana pengaruh faktor tersebut terhadap perubahan penutupan lahan di kawasan Taman Nasional Kutai khususnya di Kabupaten Kutai Timur.
2.5.2. Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Alam Suatu kebijakan direncanakan dan dilaksanakan untuk menjamin bahwa suatu aksi atau kegiatan akan memberikan kontribusi untuk hasil tertentu, tujuan, atau sasaran yang diharapkan oleh masyarakat. Kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan merupakan salah satu bagian atau proses dari kebijakan publik. Karakteristik sumberdaya alam berupa barang publik (public goods) memerlukan intervensi pemerintah untuk mengatur dan mengarahkannya. Kebijakan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan bersifat spesifik yang dibedakan atas perbedaan tipe ekosistem, potensi sumberdaya alam, tujuan pengelolaan, sistem birokrasi, kemampuan komunikasi lokal, dan sebagainya (Ramdan, 2003). Dalam pengelolaan TNK, Pemerintah Pusat berwenang menunjuk dan menetapkan status kawasan hutan, sedangkan mengenai pengelolaan taman nasional, diserahkan kepada lembaga pengelola, yang disebut Balai Taman
9 Nasional, namun seiring dengan berlakunya UU No. 22 Tahun 1999, adanya daerah-daerah otonom yang juga memiliki kewenangan untuk mengelola kawasan yang ada dalam wilayah administratifnya, membawa pengaruh pada pengelolaan
TNK,
dimana
muncul
inisiatif-inisiatif
untuk
melakukan
pengelolaan. Dengan berlakunya UU No. 32 tahun 2004 dan PP No. 38 tahun 2007, daerah otonom memiliki kewenangan yang meliputi kewenangan teknis pengelolaan SDA dalam bentuk izin untuk penyediaan, peruntukan, penggunaan dan pengusahaan SDA di daerah dan kewenangan mengatur dan mengurus SDA yang merupakan satu kesatuan yang utuh baik pengelolaan yang meliputi perencanaan, pemanfaatan/pengelolaan, pemulihannya. Untuk bidang kehutanan, termasuk ke dalam kelompok kewenangan pilihan. Pemerintah Daerah dapat mengeluarkan produk hukum daerah seperti Peraturan Daerah, Peraturan Bupati dan atau Surat Keputusan Bupati untuk mendukung kegiatan konservasi dan pengelolaan konservasi bersama Balai Taman Nasional. Pemberlakukan ini, ditujukan untuk melakukan reorganisasi hubungan Pemerintah Pusat Daerah pasca UU No. 22 Tahun 1999, yang menghasilkan rangkaian permasalahan kewenangan, tumpang tindih peraturan dan penyelenggaran pemerintahan sebagai daerah otonom.
10
III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
3.1.
Letak, Luas, dan Status Kawasan Menurut Dirjen PHKA (2004), kawasan TNK memiliki luas ±198.629
hektar dan secara geografis berada pada koordinat 00° 08' - 00° 34' LU dan 116° 58' - 117° 36' BT. Berdasarkan wilayah administratif pemerintahan kawasan TNK terletak di Provinsi Kalimantan Timur dan termasuk pada 2 kabupaten dan satu kotamadya yaitu Kabupaten Kutai Timur (80%) (meliputi Kecamatan Bontang Utara, Bontang Selatan, Marang Kayu, dan Muara Badak), Kabupaten Kutai Kartanegara (17,48%), dan Kota Bontang (2,52%). Kawasan Taman Nasional Kutai (TNK) merupakan bentang alam yang memiliki ekosistem relatif masih utuh dan unik. Kawasan ini memiliki berbagai tipe vegetasi utama yaitu vegetasi hutan pantai/mangrove, hutan rawa air tawar, hutan kerangas, hutan rawa dataran rendah, dan hutan Dipterocarpaceae campuran. Taman nasional ini merupakan perwakilan hutan ulin yang paling luas di Indonesia. Kawasan TNK membentang di sepanjang garis khatulistiwa dari pantai Selat Makasar ke arah daratan (ke barat) sepanjang kurang lebih 65 km, dengan batas-batas kawasan yaitu sebelah Timur dibatasi oleh Selat Makasar, di sebelah Utara dibatasi oleh Sungai Sangatta, di sebelah Selatan dibatasi oleh Hutan Lindung Bontang dan HPH PT. Surya Hutani Jaya, dan di sebelah Barat dibatasi oleh HPH PT. Kiani Lestari. Penunjukan kawasan ini sebagai Taman Nasional berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 325/Kpts-II/1995 tanggal 29 Juni 1995 setelah adanya pernyataan Menteri Pertanian, SK No. 736/Mentan/X/1982 dengan luas 200.000 ha. Pada awalnya Pemerintah Belanda menunjuk kawasan ini untuk Hutan Persediaan dengan luas 2.000.000 ha, yang kemudian oleh Pemerintah Kerajaan Kutai ditetapkan menjadi Suaka Margasatwa Kutai dengan luas 306.000 ha. Tanggal 29 Juni 1995, Menteri Kehutanan menunjuk dengan merubah fungsi Suaka Margasatwa Kutai seluas ± 198.629 hektar menjadi Taman Nasional Kutai.
11 Sejak keberadaannya TNK memang tidak pernah lepas dari konflik kepentingan. Berdasarkan data yang ada, dalam kurun waktu 63 tahun terakhir terhitung sejak tahun 1934 sampai tahun 1997 kawasan ini terus mengalami pengurangan luas secara drastis seperti tersaji dalam Tabel 2.
Tabel 2 Sejarah pengelolaan Taman Nasional Kutai Institusi
Keputusan
Status
Pemerintah Hindia Belanda Pemerintah Kerajaan Kutai Menteri Pertanian
SK (GB) No. 3843/Z/1934 SK (ZB) No. 80/22B/1936 SK No. 110/UN/ 1957, tanggal 14 Juni 1957 SK No. 30/Kpts/ Um/6/1971, tanggal 23 Juli 1971
Hutan Persediaan Suaka Margasatwa Suaka Margasatwa Kutai Suaka Margasatwa Kutai
Menteri Pertanian
Luas (ha) 2.000.000 306.000
Ditetapkan menjadi Suaka Margasatwa
306.000
200.000
Menteri Pertanian
SK. No. Calon 736/Mentan/X/1982 Taman Nasional Kutai
200.000
Menteri Kehutanan
SK. No.435/Kpts/XX/19 91
198.629
Menteri Kehutanan
SK Menhut No.325/KptsII/1995
Calon Taman Nasional Kutai Taman Nasional Kutai
Menteri Kehutanan
Surat No.997/MenhutVII/1997
Taman Nasional Kutai
198.629
Sumber : Ditjen PHKA (2004)
Keterangan
198.629
Dilepas 106.000 ha, 60.000 ha yang masih asli untuk HPH PT Kayu Mas dan sisanya untuk perluasan Industri pupuk dan gas alam. 100.000 ha yang dikelola oleh HPH pada tahun 1969 kemudian dikembalikan ke SMK Dideklarasikan pada Kongres Taman Nasional III Sedunia di Bali sebagai satu dari 11 calon TN Luasnya dikurangi 1.371 ha untuk perluasan Bontang dan PT Pupuk Kaltim Perubahan fungsi dan penunjukan SMK menjadi Taman Nasional Kutai Izin prinsip pelepasan kawasan TN Kutai seluas 25 ha untuk keperluan pengembangan fasilitas pemerintah daerah Bontang
12 3.2.
Kondisi Fisik
3.2.1. Geologi dan Tanah Berdasarkan peta geologi Kalimantan Timur, formasi geologi kawasan ini sebagian besar meliputi tiga bagian, yaitu: 1. Bagian pantai terdiri dari batuan sedimen alluvial induk dan terumbu karang. 2. Bagian tengah terdiri dari batuan miosen atas. 3. Bagian barat terdiri dari batuan sedimen bawah. Menurut pembagian tanah Kalimantan Timur, jenis tanah yag terdapat pada kawasan ini tersaji dalam Tabel 3.
Tabel 3 Jenis Tanah TNK No. Jenis Tanah 1. Alluvial 2. Podsolik merah kuning 3. 4.
Podsolik, latosol dan litosol Organosol gleihumus
Bahan Induk Batuan alluvial Batuan beku dan endapan Batuan beku metamorf Batuan alluvial
Fisiografi
Daratan Bukit dan pegunungan lipatan endapan Pegunungan patahan Daratan
Sumber : Ditjen PHKA (2004)
3.2.2. Topografi, Iklim, dan Hidrologi Secara umum Kawasan TNK merupakan dataran rendah dengan ketinggian 0-400 m dpl, kawasan ini memiliki topografi yang berbukit (bergelombang ringan, sedang sampai berat) yang terdapat di bagian Barat dan Utara, dengan ketinggian mencapai 70-200 m dpl. Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson, TNK beriklim tipe B dengan nilai Q berkisar antara 14,3 % - 33, 3 %. Curah hujan rata-rata setahun 1543,6 mm dengan rata-rata hari hujan setahun 66,4 hari atau rata-rata bulanan 5,5 hari. Suhu rata-rata adalah 26oC (berkisar antara 27-33 derajat Celcius) dengan kelembaban relatif 67% - 9% dan kecepatan angin normal rata-rata 2 – 4 knot/jam (Site Plan Kepariwisataan TNK, 1995). Sungai-sungai yang mengalir di dalam dan sekitar TNK antara lain: Sungai Sangatta, Sungai Banu Muda, Sungai Sesayap, Sungai Sangkima, Sungai Kandolo, Sungai Selimpus, Sungai Teluk Pandan, Sungai Palakan, Sungai
13 Menamang Kanan, Sungai Menamang Kiri, Sungai Tawan, Sungai Melawan dan Sungai Santan
3.3.
Kondisi Sosial, Ekonomi dan Budaya Masyarakat Dalam Kawasan SPTN wilayah 1 Sangatta terbagi ke dalam tiga wilayah resort, yaitu
Resort Sangatta, Sangkima dan Teluk Pandan. Pendataan masyarakat desa yang terdapat dalam kawasan TNK diketahui hasil sebagai berikut : 1) Resort Sangatta Terdapat dua desa yang berada dalam kawasan, yaitu Desa Sangatta Selatan dengan KK sejumlah 1.768 dan Desa Singa Geweh sejumlah 1.193 KK. Luas Desa Sangatta Selatan adalah 9.118 ha dan Desa Singa Geweh 3.781,25 ha. Sebagian besar penduduk di kedua desa tersebut berasal dari Suku Bugis dan mayoritas beragama Islam. Penduduk di kedua desa tersebut menanam berbagai jenis tanaman pertanian, baik tanaman semusim maupun tanaman tahunan. Namun jenis yang paling banyak ditanam adalah padi seluas 110 ha, kemudian kacang panjang 66,5 ha, karet 64,5 ha, pisang 21 ha dan jeruk 18,5 ha. Hewan ternak yang paling banyak dipelihara masyarakat adalah ayam sebanyak 13.050 ekor, kemudian selanjutnya bebek 1.250 ekor, sapi 227 ekor, kambing 177 ekor, babi 100 ekor dan kerbau sebanyak empat ekor. Kegiatan di sektor perikanan yang ada adalah sebuah keramba, 12 tambak, sembilan kolam dan 22 empang. Jenis usaha di luar pertanian yang banyak dilakukan adalah usaha warung kelontong sebanyak 143 unit. Adapun jenis usaha yang lain adalah peternakan 132 unit, toko 83 unit, rentenir 40 orang, jualan keliling 30 orang dan beberapa jenis usaha lainnya, seperti warung makan, pembuatan batako, angkutan, ojek, pedagang pasar, budidaya rumput laut, industri mebel, dan lain-lain.
2) Resort Sangkima Dalam Resort Sangkima terdapat dua desa yang masuk ke dalam wilayah Resort Sangkima, yaitu Desa Sangkima yang mempunyai 744 KK dan Desa Sangkima Lama 552 KK. Masyarakat Desa Sangkima mayoritas berasal dari Sulawesi yaitu Suku Bugis, Mamuju dan Mandar serta mayoritas beragama
14 Islam, sedangkan masyarakat Desa Sangkima Lama mayoritas berasal dari Suku Dayak dan beragama Kristen. Jenis Tanaman yang mayoritas ditanam adalah karet seluas 899 Ha. Berikutnya adalah tanaman padi seluas 775 ha, sawit 166,25 ha, pisang 101,75 ha dan ubi kayu seluas 65,75 ha. Kegiatan di sektor kelautan yang paling banyak digeluti masyarakat adalah budidaya rumput laut, sebanyak 52 unit. Hewan ternak yang paling banyak dipelihara adalah 11.940 ekor, berikutnya adalah sapi 232 ekor, kambing tiga ekor dan kerbau tiga ekor. Jenis usaha di luar pertanian yang dilakukan adalah usaha warung kelontong sebanyak 104 unit sarang walet satu unit.
3) Resort Teluk Pandan Terdapat tiga desa yang masuk ke dalam wilayah Resort Teluk Pandan, yaitu Desa Kandolo, Martadinata dan Teluk Pandan. Mayoritas masyarakat di ketiga desa tersebut berasal dari Suku Bugis, dan mayoritas beragama Islam. Jenis tanaman yang paling banyak ditanam adalah padi seluas ± 383,5 ha, sawit seluas ± 307,25 ha, pisang seluas ± 237,5 ha, jagung ± 117 ha dan kakao ± 111,5 ha. Hewan ternak yang paling banyak dipelihara masyarakat adalah ayam sebanyak ± 84.419 ekor. Ternak lain yang dipelihara adalah sapi sebanyak sekitar 337 ekor, kambing 131 ekor, bebek 40 ekor, kerbau 34 ekor. Kegiatan sektor kelautan yang paling banyak adalah usaha tambak laut sebanyak 51 unit. Jenis usaha di luar sektor pertanian, yang paling banyak dilakukan masyarakat adalah warung kelontong sebanyak 88 unit.
IV. METODE PENELITIAN
4.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Seksi Pengelolaan Taman Nasional
Wilayah I Taman Nasional Kutai (TNK) yang termasuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Kutai Timur dan Kotamadya Bontang, Kalimantan Timur untuk mendapatkan data lapangan dan data atribut lainnya. Kemudian pengolahan data dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan dan Pemodelan Spasial Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB. Penelitian ini dilakukan selama ± 5 bulan mulai Agustus-Desember 2010. Taman Nasional Kutai merupakan salah satu kawasan konservasi yang berada di Kalimantan Timur. Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah 1 Sangatta (SPTN I Sangatta) adalah salah satu dari dua Seksi Pengelolaan Taman Nasional yang terdapat dalam organisasi Balai Taman Nasional Kutai yang terbentuk berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.03/Menhut-II/2007 tanggal 1 Februari 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional. Kawasan SPTN I TNK memiliki luas kawasan sebesar 125.340,69 ha atau 60% dari luas seluruh kawasan sebesar 198.629 ha. Pada kawasan seksi ini terdapat potensi keanekaragaman hayati dan potensi wisata yang cukup tinggi, namun memiliki potensi gangguan yang cukup tinggi pula karena terdapat akses jalan yang menghubungkan antara Kota Sengata dan Kota Bontang yang membelah kawasan. Penelitian hanya dilaksanakan di SPTN I Sangatta karena kesulitan akses menuju kawasan SPTN II yang berada di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara, bahkan dari pihak pengelola TNK sendiri belum pernah melakukan inventarisasi dan pengecekan lapang ke kawasan hutan yang berada di kawasan tersebut. Hal ini akan menyulitkan ketika dilakukan klasifikasi penutupan lahan karena tidak bisa dilakukan pengecekan lapang (ground truth). Selain itu penutupan awan dan bayangan awan di wilayah SPTN II sangat besar yang akan mengakibatkan biasnya pengolahan data. Masyarakat yang tinggal dalam kawasan juga hanya terdapat di kawasan SPTN I TNK, sedangkan di kawasan SPTN II tidak dihuni oleh masyarakat setempat.
16
Gambar 2 Lokasi penelitian di SPTN I Taman Nasional Kutai.
4.2.
Alat dan Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Citra Satelit Landsat-
TM tahun 2006 dan tahun 2009, serta data sosial ekonomi masyarakat dengan melakukan wawancara. Data lainnya yang digunakan adalah peta rupa bumi digital kawasan Kutai dengan skala 1 : 25.000, peta administrasi dan peta penggunaan lahan, monografi desa sekitar kawasan TNK, peta pertambangan, peta perkebunan, peta HPH, dan peta HTI. Alat yang digunakan adalah satu paket Sistem Informasi Gegrafis (Hardware dan Software), termasuk Personal Computer (PC Desktop), Software ERDAS Imagine versi 9.1, Software ArcView versi 3.3, Global Positioning System (GPS), kamera, alat hitung, dan alat tulis.
4.3.
Jenis Data Data yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu
data spasial dan data atribut.
17
a. Data spasial Data spasial adalah data yang berbentuk peta yaitu citra satelit landsat TM, peta kawasan TNK, peta administrasi, peta penggunaan lahan, dan lain-lain. Datadata tersebut diperoleh dari BIOTROP, Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) IPB, dan Balai TNK. Citra landsat yang digunakan yaitu citra landsat TM path/row 116/60 tanggal akuisisi 16 Mei 2006 dan 8 Mei 2009 (Gambar 3).
(a)
(b)
Gambar 3 Citra satelit landsat path/row 116/60 tahun 2006 (a) dan 2009 (b). Citra landsat yang digunakan mengalami kerusakan berupa striping atau garis-garis yang mengakibatkan banyak areal yang kehilangan data (no data). Hal ini diakibatkan oleh kerusakan satelit sejak tahun 2003 yaitu SLC off sehingga proses scanning ketika dilakukan pengambilan citra tidak sempurna. Kerusakan ini bisa diperbaiki dengan melakukan overlay atau penumpukan dengan citra lainnya pada scene dan tahun yang sama. Namun hal tersebut tidak dapat dilakukan pada saat pengolahan citra karena citra lainnya yang tersedia memiliki tutupan awan yang sangat banyak yang mengakibatkan banyaknya areal yang tidak memiliki data. Data spasial lainnya yang diambil yaitu data Ground Control Points (GCPs), yaitu data yang menyatakan posisi keberadaan sesuatu di permukaan bumi dalam bentuk titik koordinat. Data tersebut diperoleh dengan melakukan survei langsung ke lapangan, dan data GCP ini digunakan sebagai salah satu bahan dalam interpretasi citra satelit landsat dengan klasifikasi terbimbing (supervised classification).
18
b. Data atribut Data atribut adalah data penunjang yang berupa tulisan maupun dalam angka-angka, diantaranya data kependudukan, data sosial ekonomi masyarakat sekitar dan dalam kawasan TNK, data perambahan kawasan, dan data penunjang lainnya. Data-data ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sangatta, Balai TNK, dan wawancara masyarakat.
4.4.
Analisis Data
4.4.1. Pengolahan Citra Data landsat TM diolah dengan menggunakan software ERDAS Imagine versi 9.1. Langkah pertama yang dilakukan untuk menganalisis citra landsat TM adalah dengan melakukan koreksi dari citra tersebut dengan menggunakan acuan peta rupa bumi yang telah ada. Penentuan lokasi penelitian dilakukan pada areal yang diduga terjadi perubahan penutupan lahan di dalam kawasan TNK. Tahap selanjutnya adalah dengan melakukan klasifikasi secara digital dengan menggunakan Klasifikasi Tak Terbimbing
(Unsupervised
Classification)
dan
Klasifikasi
Terbimbing
(Supervised Classification) berdasarkan kunci interpretasi penutupan lahan tingkat I (Lillesand dan Kiefer, 1990) yang telah dimodifikasi. Kunci klasifikasi penutupan lahan tersebut adalah hutan, pemukiman, lahan pertanian, badan air, semak belukar, lahan terbuka, dan tak ada data. Klasifikasi tak terbimbing dilakukan sebelum kegiatan cek lapangan (ground truth) dilaksanakan, dan hasil klasifikasi tersebut selanjutnya digunakan sebagai pedoman untuk melakukan pengecekan lapangan. Klasifikasi terbimbing dilakukan setelah kegiatan cek lapangan dengan bantuan beberapa data pendukung dari lapangan seperti data hasil wawancara dengan pengelola taman nasional dan masyarakat setempat. Proses pengolahan data citra dapat dilihat pada Gambar 4.
19
Peta Rupa Bumi
Citra Landsat TM
Koreksi Geometrik
Penentuan Lokasi Penelitian (Subset Area) Klasifikasi Tak Terbimbing (Unsupervised Classification)
Citra Hasil Klasifikasi Peta Areal Penutupan Lahan
Klasifikasi Terbimbing (Supervised Classification)
Cek Lapangan (Ground Truth)
Gambar 4 Diagram proses pengolahan citra.
4.4.2. Analisis Data Spasial Citra yang telah diolah ditampilkan berdasarkan waktu penyiaman untuk menghasilkan tampilan areal perubahan penutupan lahan kawasan TNK tahun 2006 dan 2009. Analisis perubahan penutupan lahan dilakukan dengan membandingkan peta penutupan lahan tahun 2006 dan 2009 dengan cara mengoverlay kedua peta tersebut, sehingga akan terlihat penutupan lahan yang mengalami perubahan selama kurun waktu 2006-2009. Perubahan-perubahan yang terjadi selama kurun waktu tersebut selanjutnya dibuat ke dalam bentuk tabel dan grafik untuk memudahkan dalam melihat perubahan penutupan lahan yang terjadi pada kawasan TNK.
4.4.3. Analisis Data Atribut Pengolahan data atribut dilakukan untuk memudahkan analisis faktorfaktor penyebab perubahan penutupan lahan. Data atribut pada tahun 2006 dan 2009 yang telah diolah kemudian dibandingkan untuk mengetahui perubahan demografi yang terjadi selama kurun waktu tersebut. Perubahan-perubahan
20
demografi yang terjadi kemudian dapat dijadikan sebagai acuan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penutupan lahan pada kawasan TNK. Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah dengan membuat model hubungan antara variabel terpengaruh (penutupan lahan) dan variabel pengaruh (faktor potensi desa sekitar kawasan) sebagai berikut : y = f (x) = a + bx Bahwa luas perubahan penutupan lahan (y) dalam kawasan TNK berkaitan dengan faktor pertumbuhan penduduk (x) dalam kawasan TNK. Peta Penutupan Lahan tahun 2006
Peta Penutupan Lahan tahun 2009
Data jumlah penduduk tahun 2006
Data jumlah penduduk tahun 2009
Hasil Overlay Penutupan Lahan 2006 dan 2009
Data jumlah penduduk dalam kawasan TNK
Perubahan Penutupan Lahan TN Kutai
Data pertumbuhan penduduk dalam kawasan TNK
Perubahan Penutupan Lahan per desa
Data pertumbuhan penduduk per desa
Analisis Kualitatif dan Kuantitatif terhadap Perubahan Penutupan Lahan
Gambar 5 Proses analisis data.
Pengolahan citra tidak hanya dilakukan terhadap citra tahun 2006 dan tahun 2009, namun juga dilakukan pengolahan citra tahun 2010 untuk membandingkan dengan kondisi penutupan lahan pada saat dilakukan pengecekan lapang. Sehingga tidak terjadi perbedaan yang sangat jauh antara citra pada tahun 2009 dan pengecekan lapang yang dilakukan pada tahun 2010.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.
Penutupan Lahan SPTN I Taman Nasional Kutai Penutupan lahan merupakan jenis kenampakan yang ada di atas
permukaan bumi (Lillesand dan Kiefer, 1990). Kawasan Taman Nasional Kutai diklasifikasikan ke dalam tujuh tipe penutupan lahan, yaitu hutan, lahan terbuka, pemukiman, lahan pertanian, badan air, semak belukar, dan tak ada data. Klasifikasi ini disesuaikan dengan kondisi kawasan Taman Nasional Kutai secara umum ketika dilakukan pengecekan lapang. Hutan merupakan tipe penutupan lahan yang didominasi oleh berbagai jenis tumbuhan hutan yang masih relatif alami dan belum banyak campur tangan manusia, serta memiliki strata tajuk yang relatif rapat. Penutupan lahan hutan di kawasan SPTN I TNK adalah penutupan hutan yang seharusnya mendominasi dalam kawasan. Namun karena aktifitas masyarakat yang berada di dalamnya penutupan lahan hutan pada masa sekarang ini mengalami pengurangan yang sangat cepat. Lahan terbuka adalah jenis lahan yang tidak memiliki penutupan berupa vegetasi ataupun lahan yang belum dimanfaatkan masyarakat sebagai lahan pertanian. Lahan ini biasanya terjadi akibat adanya perambahan dan penebangan hutan secara tidak terkendali sehingga mengakibatkan terbukanya lahan hutan menjadi tanah lapang yang belum dimanfaatkan oleh masyarakat setempat. Lahan pemukiman merupakan daerah yang digunakan secara intensif dan didominasi oleh lahan yang tertutup oleh struktur bangunan. Lahan pemukiman yang terdapat dalam kawasan TNK yaitu perumahan penduduk, kompleks industri dan perusahaan tambang, jalan raya, serta sarana dan prasarana publik. Lahan pertanian adalah lahan yang digunakan untuk menghasilkan tanaman pangan. Lahan pertanian pada umumnya terbagi dua, yaitu lahan pertanian basah dan kering. Lahan pertanian basah seperti sawah, sedangkan lahan pertanian kering seperti ladang dan kebun. Dalam kawasan TNK terdapat kedua jenis lahan pertanian tersebut sehingga semua lahan yang menghasilkan tanaman pangan dimasukkan ke dalam tipe penutupan lahan pertanian.
22
Penutupan lahan berupa badan air yang terdapat dalam kawasan TNK adalah penutupan lahan seperti sungai, teluk, muara, dan tambak. Penutupan lahan berupa semak belukar adalah lahan yang didominasi oleh tanaman perdu dan keberadaannya tidak dikelola oleh masyarakat. Lahan pertanian yang tidak lagi dimanfaatkan oleh masyarakat dalam waktu yang cukup lama biasanya akan berubah menjadi semak belukar, begitu pula dengan lahan terbuka. Tipe penutupan lahan, penampakan citra masing-masing tipe, dan gambar yang diambil dalam kawasan Taman Nasional Kutai dapat dilihat dalam Tabel 4.
23
Tabel 4 Tipe penutupan lahan dalam kawasan SPTN I TNK No.
Tipe Penutupan Lahan
1.
Hutan
2.
Lahan terbuka
3.
Pemukiman
4.
Ladang/lahan pertanian
Penampakan Citra
Foto
24
Tabel 4 (lanjutan)
5.
Badan air/sungai
6.
Semak belukar
7.
Tidak ada data/ awan/ bayangan awan
5.1.1. Penutupan Lahan SPTN I TNK Tahun 2006 Data penutupan lahan SPTN I TNK tahun 2006 diperoleh dari pengolahan citra landsat path/row 116/60 tanggal akuisisi 16 Mei 2006. Dari hasil klasifikasi citra landsat diperoleh data mengenai luas wilayah berbagai tipe penutupan lahan di Taman Nasional (Tabel 5). Menurut Purwadhi (1996) penelitian menggunakan data dan metode tertentu perlu dilakukan uji ketelitian atau uji akurasi, karena hasil uji ketelitian sangat mempengaruhi kepercayaan pengguna terhadap setiap jenis data maupun metode analisisnya. Uji akurasi dari klasifikasi penutupan lahan ini dilakukan dengan pengecekan lapangan serta pengambilan beberapa titik yang dipilih dari setiap tipe penutupan lahan. Dari klasifikasi citra landsat tahun 2006 diperoleh nilai uji akurasi (Overall classification accuracy) sebesar 92,92%.
25
Tabel 5 Penutupan lahan SPTN I TNK tahun 2006 No.
Penutupan Lahan
1 2 3 4 5 6 7
Hutan Semak belukar Badan air Pemukiman Lahan terbuka Ladang Tidak ada data Jumlah
Tahun 2006 Luas (ha) Persentase (%) 27.801,18 42,19 8.626,59 6,89 118,08 0,09 1.148,85 0,92 1.452,06 1,16 556,92 0,44 56.423,07 45,02 125.340,69 100,00
Berdasarkan data penutupan lahan tersebut tipe penutupan lahan yang paling luas adalah penutupan lahan hutan dengan luas 27.801,18 ha atau 22,19% dari seluruh kawasan, sedangkan penutupan lahan yang paling sedikit adalah badan air seluas 118,08 ha atau 0,09% dari seluruh kawasan. Pada tahun 2006 luas semak belukar mencapai 8.626,59 ha atau 6,89% dari luas seluruh kawasan. Penutupan lahan ini terjadi akibat banyaknya perambahan yang dilakukan oleh penduduk setempat yang kemudian ditinggalkan dan tidak dikelola oleh penduduk. Luas pemukiman yaitu sebesar 1.148,85 ha atau 0,92% dari luas seluruh kawasan, luas lahan terbuka sebesar 1.452,06 ha atau 1,16% dari luas seluruh kawasan, dan ladang sebesar 556,92 ha atau 0,44% dari luas seluruh kawasan. Keempat penutupan lahan tersebut merupakan penutupan lahan yang berhubungan langsung dengan aktivitas masyarakat dalam kawasan taman nasional.
5.1.2. Penutupan Lahan SPTN I TNK Tahun 2009 Data penutupan lahan SPTN I TNK tahun 2009 diperoleh dari pengolahan citra landsat tahun penyiaman 2009. Dari hasil klasifikasi citra landsat diperoleh data mengenai luas wilayah berbagai tipe penutupan lahan di Taman Nasional (Tabel 6). Dari klasifikasi citra landsat tahun 2009 diperoleh nilai uji akurasi (Overall classification accuracy) sebesar 86,25%. Hal ini menunjukkan data hasil klasifikasi citra landsat tersebut bisa digunakan karena nilai uji akurasinya lebih dari 85%.
26
Tabel 6 Penutupan lahan SPTN I TNK tahun 2009 No. 1 2 3 4 5 6 7
Penutupan Lahan Hutan Semak belukar Badan air Pemukiman Lahan terbuka Ladang Tidak ada data Jumlah
Tahun 2009 Luas (ha) Persentase 19.706,58 35,72 12.065,13 9,63 183,69 0,15 1.887,30 1,51 4.295,34 3,43 542,16 0,43 56.423,07 45,02 125.340,69 100,00
Berdasarkan data penutupan lahan tersebut tipe penutupan lahan yang memiliki luas paling besar adalah penutupan lahan hutan sebesar 19.706,58 ha atau 15,72% dari luas seluruh kawasan. Sedangkan luasan hutan yang paling kecil yaitu penutupan lahan badan air sebesar 183,69 ha atau 0,15% dari luas kawasan. Pada tahun 2009 luas semak belukar mencapai 12.065,13 ha atau 9,63% dari luas seluruh kawasan. Luas pemukiman yaitu sebesar 1.887,3 ha atau 1,51% dari luas seluruh kawasan, luas lahan terbuka sebesar 4.295,34 ha atau 3,43% dari luas seluruh kawasan, dan luas ladang sebesar 542,16 ha atau 0,43% dari luas seluruh kawasan.
5.2.
Perubahan Penutupan Lahan Berdasarkan hasil klasifikasi citra satelit landsat tahun 2006 dan 2009,
wilayah SPTN I TNK mengalami perubahan penutupan lahan pada setiap tipe penutupan lahannya. Dalam kurun waktu 2006-2009 telah terjadi peningkatan dan penurunan luas wilayah penutupan lahan yang terdapat dalam kawasan. Perubahan tersebut dapat dilihat dalam Tabel 7.
27
Tabel 7 Perubahan penutupan lahan antara tahun 2006 dan tahun 2009 2006
Perubahan Penutupan Lahan
2009
No.
Penutupan Lahan
1 2 3 4 5 6 7
Hutan Semak belukar Badan air Pemukiman Lahan terbuka Ladang Tidak ada data
Luas (ha) 27.801,18 8.626,59 118,08 1.148,85 1.452,06 556,92 56.423,07
% 42,19 6,89 0,09 0,92 1,16 0,44 45,02
Luas (ha) 19.706,58 12.065,13 183,69 1.887,30 4.295,34 542,16 56.423,07
% 35,72 9,63 0,15 1,51 3,43 0,43 45,02
Jumlah
125.340,69
100,00
125.340,69
100,00
Luas (ha) -8.094,60 3.438,54 65,61 738,45 2.843,28 -14,76 0,00
% -6,46 2,74 0,05 0,59 2,27 -0,01 0,00
Perubahan penutupan lahan terbesar dalam kurun waktu 2006-2009 terjadi pada tipe penutupan lahan hutan. Perubahan yang terjadi pada lahan hutan adalah berupa penurunan luas lahan hutan sebesar 8.094,6 ha atau berkurang sebesar 6,46% dari tutupan lahan hutan pada tahun 2006. Penurunan luas lahan hutan tersebut terjadi karena adanya peningkatan luas tipe penutupan lahan lainnya, yaitu semak belukar, pemukiman, dan lahan terbuka. Jika dihitung laju penurunan luas lahan hutan maka diperoleh laju deforestasi dalam kawasan SPTN I TNK sebesar 2,16% setiap tahunnya. Dengan demikian hutan dalam kawasan SPTN I TNK bisa habis dalam kurun waktu sekitar 46,5 tahun jika pengelolaannya tidak mengalami perbaikan di masa yang akan datang. Pada tahun 2009 tipe penutupan lahan lainnya yang mengalami penurunan luas adalah ladang. Penurunan luas lahan ladang sebesar 14,76 ha atau berkurang sebesar 0,01% dari tutupan lahan ladang pada tahun 2006. Hal tersebut terjadi karena kondisi lahan pertanian dalam kawasan yang tidak terlalu subur sehingga tidak meningkatkan minat masyarakat untuk berladang di lahan dalam kawasan. Tipe penutupan lahan yang mengalami peningkatan luasan yaitu semak belukar, badan air, pemukiman, dan lahan terbuka. Keempat tipe penutupan lahan tersebut merupakan tipe penutupan lahan yang berhubungan langsung dengan aktivitas masyarakat dalam kawasan. Tipe tutupan badan air mengalami peningkatan sebesar 65,61 ha atau sebesar 0,05% dari tahun 2006. Hal ini disebabkan banyaknya peningkatan luas tambak yang terdapat dalam kawasan. Tambak tersebut dikelola oleh masyarakat di sekitar muara sungai untuk
28
meningkatkan perekonomian masyarakat. Selain itu, peningkatan tersebut terjadi sangat signifikan karena kurangnya minat masyarakat untuk berladang dengan kondisi lahan yang kurang subur. Tipe penutupan lahan semak belukar, pemukiman, dan lahan terbuka mengalami peningkatan luas sebesar 3.438,54 ha; 738,45 ha; dan 2.843,28 ha atau sebesar 2,74%; 0,59%; dan 2,27%. Peningkatan tersebut terjadi karena peningkatan jumlah penduduk dalam kawasan yang mengakibatkan terjadinya perambahan dan pengambilalihan lahan oleh masyarakat dalam kawasan. Tipe penutupan lahan yang mengalami peningkatan terbesar yaitu semak belukar dan lahan terbuka. Hal ini menunjukkan adanya penebangan dan perambahan kawasan hutan yang mengakibatkan berubahnya penutupan lahan hutan menjadi semak belukar dan lahan terbuka. Tipe penutupan lahan semak belukar dan lahan terbuka menunjukkan bahwa areal yang dirambah tersebut tidak dikelola atau dibiarkan saja oleh perambah sehingga ditumbuhi oleh semak belukar dan menjadi lahan terbuka tanpa vegetasi. Tipe penutupan lahan yang tidak ada data mempunyai luasan yang sama pada tahun 2006 dan 2009 karena sebelum dilakukan klasifikasi penutupan lahan yang tidak ada data pada peta tahun citra landsat tahun 2006 dan tahun 2009 disamakan. Hal ini dilakukan dengan cara menggabungkan tidak ada data pada kedua peta sehingga bias pada hasil perubahan penutupan lahan yang didapatkan tidak terlalu besar. Perubahan penutupan lahan dalam kawasan SPTN I TNK terjadi dengan berubahnya semua tipe penutupan lahan menjadi tipe penutupan lahan lainnya. Banyak terjadi perubahan baik peningkatan maupun pengurangan luasan dari tiaptiap tipe penutupan lahan. Dari hasil summary peta penutupan lahan tahun 2006 dan tahun 2009 diperoleh data perubahan antar tipe penutupan lahan seperti tersaji dalam Tabel 8.
29
Tabel 8 Perubahan tipe penutupan lahan dalam kawasan SPTN I TNK Tahun 2009 (ha) No
Tahun 2006
Semak belukar
Hutan 1
Hutan
2
4
Semak belukar Tidak ada data Badan air
5 6
3
7
Tak ada data
Badan air
Pemukiman
Lahan terbuka
Ladang
13.580,88
5.821,57
0
25,02
636,65
1.743,13
100,08
1.932,36
3.667,16
0
5,18
314,01
1.036,05
164,77
0
0
100
0
0
0
0
11,25
6,12
0
30,87
34,64
11,7
0,63
Pemukiman
210,93
146,25
0
25,85
258,61
150,15
25,16
Lahan terbuka Ladang
200,97
311,61
0
1,31
108,9
396,99
126,18
86,16
65,05
0
22,83
75,35
136,28
41,05
Jumlah
19.706,58
12.065,13
56423,07
183,69
1.887,3
4.295,34
542,16
Perubahan tipe penutupan lahan hutan menjadi semak belukar sebesar 5.821,57 ha, menjadi badan air sebesar 25,02 ha, menjadi pemukiman sebesar 636,65 ha, menjadi lahan terbuka sebesar 1.743,13 ha, dan menjadi lading sebesar 100,08 ha. Hal ini menunjukkan bahwa hutan mengalami perubahan tipe penutupan lahan menjadi tipe penutupan lahan lainnya dengan perubahan terbesar menjadi semak belukar. Perubahan tipe penutupan lahan semak belukar, badan air, pemukiman, lahan terbuka, dan ladang menjadi tipe penutupan lahan hutan merupakan kesalahan dalam melakukan interpretasi citra landsat. Perubahan tipe penutupan lahan tersebut menjadi hutan memerlukan waktu yang lebih lama, sedangkan pengolahan citra hanya dilakukan dalam kurun waktu tiga tahun. Hal ini disebabkan oleh adanya striping yang diakibatkan oleh kerusakan citra yang diklasifikasikan, sehingga penafsiran terhadap citra tersebut kurang teliti. Perubahan tipe penutupan lahan menjadi ladang menunjukkan bahwa banyaknya ladang baru yang dibuka oleh warga, walaupun secara keseluruhan luas areal ladang mengalami penurunan. Hal ini berarti bahwa banyaknya ladang yang ditinggalkan oleh warga karena kondisi tanah yang kurang subur sehingga masyarakat membuka ladang baru.
30
Gambar 6 Peta perubahan penutupan lahan SPTN I TNK tahun 2006-2009.
31
5.2.1. Deforestasi di SPTN I Taman Nasional Kutai Data perubahan penutupan lahan SPTN I Taman Nasional Kutai menunjukkan adanya penurunan penutupan lahan hutan menjadi penutupan lahan bukan hutan. Hal ini menunjukkan terdapat deforestasi dalam kawasan SPTN I TNK akibat adanya aktivitas masyarakat dalam kawasan. Deforestasi yang terjadi dalam kawasan SPTN I TNK penyebab utamanya adalah pembukaan lahan hutan menjadi lahan pemukiman penduduk. Lahan pemukiman yang dibuka tidak hanya dari penutupan lahan hutan, tetapi juga dengan mengubah penutupan lahan bukan hutan lainnya. Data deforestasi dalam kawasan SPTN I TNK disajikan dalam Tabel 9.
Tabel 9 Perubahan penutupan lahan hutan menjadi tipe penutupan lahan lain Tahun 2006
Hutan
Tahun 2009 Penutupan Lahan Luas (ha) Hutan 13.580,88 Semak belukar 10.821,57 Badan air 25,02 Pemukiman 636,65 Lahan terbuka 1.743,13 Ladang 100,08 Tidak ada data 0,00 Jumlah 27.801,18
Persentase 48,85 40,93 0,09 2,29 6,27 0,36 0,00 100,00
Berdasarkan tabel tersebut ditunjukkan bahwa perubahan penutupan lahan hutan terbesar terbesar adalah menjadi penutupan lahan semak belukar sebesar 5.821,57 ha atau 20,93% dari seluruh luasan hutan yang ada pada tahun 2006. Kemudian selanjutnya menjadi lahan terbuka, pemukiman, dan ladang, sedangkan yang tetap merupakan penutupan lahan hutan hanya sebesar 13.580,88 ha atau 48,85% dari tahun 2006. Perubahan penutupan lahan hutan ini disebabkan adanya perambahan hutan oleh masyarakat menjadi ladang atau lahan pertanian, namun karena kondisi lahannya yang kurang subur maka akhirnya tidak semua lahannya diolah menjadi lahan pertanian. Lahan yang ditinggalkan oleh warga hanya menjadi lahan terbuka atau semak belukar.
32
Perubahan penutupan lahan hutan menjadi pemukiman terjadi sebesar 636,65 ha atau sebesar 2,29% dari tutupan lahan hutan. Deforestasi sebagian besar terjadi di wilayah Resort Sangkima karena pertumbuhan penduduk dalam resort tersebut sangat besar.
Gambar 7 Deforestasi SPTN I TNK tahun 2006-2009.
Deforestasi terjadi hampir di seluruh kawasan SPTN I TNK, terutama di kawasan bagian selatan. Deforestasi yang terbesar terjadi pada Desa Kandolo dengan pengurangan luas lahan hutan hingga 3.379,41 ha dari penutupan hutan tahun 2006. Deforestasi yang terjadi di desa lainnya sebesar 2.832,84 ha dalam Desa Martadinata, sebesar 1.842,93 ha dalam Desa Teluk Pandan, sebesar 964,08 ha dalam Desa Sangkima Lama, dan sebesar 60,03 ha dalam Desa Sangkima. Semakin ke utara deforestasi semakin berkurang, bahkan di Desa Sengatta Selatan dan Desa Singa Geweh mengalami peningkatan luas penutupan hutan sebesar 940,5 ha dan 475,38 ha. Hal ini disebabkan wilayah desa bagian utara semakin dekat dengan kantor SPTN I wilayah Sengatta, sehingga pengawasan para polisi hutan terhadap kawasan bisa dilakukan lebih intensif.
33
5.2.2. Faktor Penyebab Perubahan Penutupan Lahan Perubahan penutupan lahan hutan menjadi semak belukar dan lahan terbuka menunjukkan bahwa telah terjadi perambahan hutan menjadi tipe penutupan lahan lainnya. Pada tahun 1997-1998 telah terjadi kebakaran hampir di seluruh Kalimantan setelah musim kemarau panjang akibat El Nino. Berdasarkan data lapangan dari Integrated Forest Fire Management (GTZ-IFFM) saat itu, kebakaran hutan tersebut telah menghanguskan kurang lebih 90% kawasan TNK. Namun berdasarkan data BTNK luas kawasan yang mengalami kebakaran adalah 78.713,25 ha. Saat ini kawasan bekas kebakaran tersebut telah mengalami suksesi dengan baik di samping dilakukan proses reboisasi oleh pihak pengelola yang dibantu oleh para stakeholder TNK. Setelah bencana kebakaran berakhir perambahan makin gencar dilakukan oleh masyarakat dalam kawasan pada bagian timur kawasan yang terletak di sepanjang kiri-kanan jalan Bontang-Sangatta. Hal ini dilakukan karena telah terbukanya kawasan akibat kebakaran untuk dijadikan lahan pertanian dan pemukiman. Perambahan kawasan TNK dilakukan oleh masyarakat yang tinggal dalam kawasan TNK. Hal ini juga disebabkan oleh adanya kebijakan Pemerintah Daerah untuk melakukan pemekaran desa dalam kawasan yang sebelumnya hanya satu desa menjadi empat desa, kemudian menjadi tujuh desa pada tahun 2005. Pertumbuhan penduduk yang terus bertambah mengakibatkan kebutuhan lahan yang semakin meluas, selain itu masyarakat juga membuka lahan untuk keperluan pertanian dan perladangan. Penebangan liar di dalam kawasan TNK juga dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di dalam kawasan, pohon yang ditebang oleh warga dan pengambilalihan kawasan oleh warga bisa dilihat dalam Gambar 8. Menurut masyarakat setempat lahan dalam kawasan tidak terlalu subur, akan tetapi mereka tetap memanfaatkan lahan tersebut sebagai lahan pertanian karena tidak ada pilihan lain.
34
Gambar 8 Illegal logging dan pengambilalihan kawasan oleh warga.
Berdasarkan hasil pendataan pihak taman nasional terdapat aktivitas perambahan yang dilakukan oleh warga masyarakat di dalam kawasan. Dari data tersebut diketahui bahwa luas perambahan dari tahun 2000-2010 mencapai kurang dari 65 ha (Gambar 11). Jumlah ini sangat jauh jika dibandingkan dengan pengurangan penutupan lahan hutan menjadi semak belukar dan lahan terbuka lebih dari 8.000 ha akibat perambahan pada tahun 2006-2009. Dengan demikian diduga terdapat aktivitas lainnya yang menyebabkan terjadinya pengurangan penutupan lahan hutan di kawasan TNK.
Sumber : BTNK (2010)
Gambar 11 Luas perambahan oleh penduduk dalam kawasan TNK.
35
5.2.3. Faktor-faktor yang Memicu Perambahan Perambahan dalam kawasan SPTN I TNK mengalami peningkatan seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan penduduk di dalamnya. Perambahan yang terjadi dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang mempengaruhi penutupan lahan tersebut. Secara umum faktor-faktor yang memicu terjadinya perambahan dalam kawasan yaitu adanya aktivitas manusia yang berada dalam kawasan maupun sebagai pengelola kawasan. Keadaan masyarakat dalam kawasan yang semakin berkembang telah mendorong masyarakat untuk melakukan perubahan dalam kehidupannya, termasuk melakukan perubahan dalam pengelolaan sumber daya alam yang ada. Pengelolaan sumber daya alam yang dilakukan oleh penduduk ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan penutupan lahan pada lahan yang dikelolanya. Faktor manusia yang berpengaruh tidak hanya masyarakat yang tinggal dalam kawasan, tetapi juga pengelola dari pemerintah dan pengelola taman nasional sendiri. Pada tanggal 29 Juni 1995, berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 325/Kpts.II/95 status SMK berubah menjadi Taman Nasional Kutai dengan luas 198.629 Ha. Pasca penetapan sebagai taman nasional, ada beberapa kegiatan di dalam kawasan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan. Kebijakan yang kontradiktif terhadap pengelolaan kawasan taman nasional yang pada akhirnya dapat menjadi pemicu perambahan dalam kawasan, yaitu : a) Izin operasi dan eksploitasi Pertamina di dalam kawasan TNK Dalam hubungannya dengan kegiatan pertambangan umum atau pertambangan minyak dan gas bumi, analisis mengenai hal tersebut tidak bisa dilepaskan dari keberadaan PT. Pertamina dan PT. Tambang Damai. Pasca penetapan sebagai taman nasional, kegiatan PT. Pertamina di kawasan TNK dipayungi oleh: 1) Surat persetujuan Menhut No. 1238/Menhut-VI/1996 tanggal 12 September 1996 yang kemudian ditindaklanjuti dengan perjanjian pinjam pakai antara Pertamina Sangatta dan Kanwil Departemen Kehutanan Provinsi Kaltim. Masa pinjam pakai adalah lima tahun sedang lahan yang dipakai seluas 11.569,7 ha untuk empat sumur eksploitasi.
36
2) Perpanjangan pinjam pakai kawasan hutan No. 016/KWL/PTGH-3/1995 tanggal 16 Maret 1995 antara Pertamina Sangatta dan Kanwil Kehutanan Departemen Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur. Jika merujuk pada ketentuan yang terdapat dalam SKB Menteri Pertambangan dan Energi dan Menteri Kehutanan No. 969.K/05/M.PE/1989. 429/Kpts-II/1989 tentang Pedoman Pengaturan Pelaksanaan Usaha Pertambangan dan Energi dalam Kawasan Hutan, khususnya Pasal 2 ayat (3) maka seharusnya lokasi dimana terdapat kegiatan tersebut dikeluarkan dari penetapan Taman Nasional. Selain itu dalam Pasal 2 ayat (1) SKB Menteri Pertambangan dan Energi dan Menteri Kehutanan Nomor 969.K/05/M.PE/1989. 429/Kpts-II/1989 tentang Pedoman Pengaturan Pelaksanaan Usaha Pertambangan dan Energi dalam Kawasan Hutan secara tegas menyatakan bahwa kegiatan pertambangan umum atau pertambangan minyak dan gas bumi tidak dapat dilakukan di kawasan taman nasional. Dalam kasus Pertamina, apabila masa perjanjian pinjam pakai kawasan telah selesai, maka yang diberlakukan adalah ketentuan yang terdapat dalam Permenhut No. P.64/Menhut-II/2006 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan. Jika mengacu pada ketentuan yang terdapat dalam Pasal 6, maka perjanjian tersebut tidak dapat diperpanjang karena pada Pasal itu ditentukan bahwa kawasan hutan yang dapat diberikan izin pinjam pakai kawasan hutan adalah kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung. b) Adanya jaringan jalan yang membelah kawasan TNK Sesuai dengan SK. Menteri Kehutanan Nomor : 170/Menhut-VI/1990 tanggal 7 Februari 1990, Menteri Pekerjaan mendapat persetujuan prinsip rencana pembangunan jalan Bontang-Sangatta-Muara Lembak yang melintasi TNK dan sesuai dengan SK Menhut No. 19/Menhut-II/1991 tanggal 7 Januari 1991, penggunaan kawasan tersebut melalui perjanjian Pinjam Kawasan antara Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan dengan Kepala Kantor Wilayah Departemen Pekerjaan Umum Propinsi Kalimantan Timur. Dengan adanya jalan poros Bontang-Sangatta sepanjang 65 km tersebut maka akses masuk TNK semakin terbuka dan lancar yang mengakibatkan
37
semakin tingginya tekanan dan gangguan terhadap TNK seperti perambahan dan pencurian kayu.
Gambar 10 Jalan Bontang-Sangatta yang membelah TNK.
c) Penetapan desa definitif dalam kawasan oleh Pemerintah Daerah Sesuai dengan keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Timur Nomor : 140/SK.406.A/1996 tanggal 30 September 1996 dibentuk tiga desa persiapan dalam kawasan TNK, yaitu Desa Teluk Pandan, Sangkima, dan Sangatta Selatan. Kemudian dengan keluarnya keputusan Gubernur Nomor 06 tahun 1997 pada tanggal 30 April 1997 ketiga desa tersebut menjadi desa definitif. Selanjutnya dilakukan pemekaran Desa Sangatta Selatan menjadi Desa Sengatta Selatan dan Desa Singa Geweh. Desa Singa Geweh menjadi desa definitif dengan keluarnya SK Gubernur Nomor 410.44/K.452/1999. Hal ini tidak berhenti sampai di sini, keempat desa tersebut kemudian dimekarkan menjadi tujuh desa, dengan tambahan Desa Sangkima Lama, Kandolo, dan Martadinata pada tahun 2005.
38
Gambar 11 Jaringan jalan dan lokasi desa dalam kawasan.
Pemukiman yang terdapat dalam kawasan TNK berawal dari datangnya masyarakat Bugis yang berasal dari Bone Sulawesi Selatan untuk menghindari kesulitan ekonomi. Sebagian besar para pendatang tersebut datang ke Kutai karena mendapat kabar adanya kesempatan untuk hidup lebih baik di sana, seperti adanya lahan pertanian yang lebih luas, perkembangan industri di Kota Bontang, dan banyaknya pertambangan di sekitar kawasan. Namun ternyata kualitas tanah di kawasan tersebut tidak subur, sehingga sebagian berpindah ke tempat lain, sedangkan sebagian tetap bertahan dengan mengambil kayu dari dalam hutan. Selain itu, tidak semua pendatang mendapatkan pekerjaan di industri dan pertambangan karena banyaknya persaingan dalam mencari kerja. Para pendatang tersebut tidak ingin kembali lagi ke daerah asalnya sehingga pada akhirnya terbentuklah beberapa desa dalam kawasan. SPTN wilayah 1 Sangatta terbagi ke dalam tiga wilayah resort, yaitu Resort Sangatta, Sangkima dan Teluk Pandan. Pendataan masyarakat desa yang terdapat dalam kawasan TNK diketahui hasil sebagai berikut :
39
a) Resort Sangatta Terdapat dua desa yang berada dalam kawasan, yaitu Desa Sangatta Selatan dengan KK sejumlah 1.768 dan Desa Singa Geweh sejumlah 1.193 KK. Luas Desa Sangatta Selatan adalah 9.118 ha dan Desa Singa Geweh 3.781,25 ha. Sebagian besar penduduk di kedua desa tersebut berasal dari Suku Bugis dan mayoritas beragama Islam. Penduduk di kedua desa tersebut menanam berbagai jenis tanaman pertanian, baik tanaman semusim maupun tanaman tahunan. Namun jenis yang paling banyak ditanam adalah padi seluas 110 ha, kemudian kacang panjang 66,5 ha, karet 64,5 ha, pisang 21 Ha dan jeruk 18,5 ha.
b) Resort Sangkima Dalam Resort Sangkima terdapat dua desa yang masuk ke dalam wilayah Resort Sangkima, yaitu Desa Sangkima yang mempunyai 744 KK dan Desa Sangkima Lama 552 KK. Luas Desa Sangkima adalah 10.473 ha, masyarakatnya berasal dari Sulawesi yaitu Suku Bugis, Mamuju dan Mandar dan mayoritas beragama Islam,. Sedangkan masyarakat Desa Sangkima Lama mayoritas berasal dari Suku Dayak dan mayoritas beragama Kristen. Jenis Tanaman yang mayoritas ditanam adalah karet seluas 899 ha. Berikutnya adalah tanaman padi seluas 775 ha, sawit 166,25 ha, pisang 101,75 ha dan ubi kayu seluas 65,75 ha. Kegiatan di sector kelautan yang paling banyak digeluti masyarakat adalah budidaya rumput laut, sebanyak 52 unit.
c) Resort Teluk Pandan Terdapat tiga desa yang masuk ke dalam wilayah Resort Teluk Pandan, yaitu Desa Kandolo, Martadinata dan Teluk Pandan. Luas Desa Kandolo adalah 5.200 ha, luas Desa Martadinata adalah 9.660 ha, sedangkan luas Desa Teluk Pandan adalah 5.000 ha. Mayoritas masyarakat di ketiga desa tersebut berasal dari Suku Bugis, dan mayoritas beragama Islam. Jenis tanaman yang paling banyak ditanam adalah padi seluas ± 383,5 ha, sawit seluas ± 307,25 ha, pisang seluas ± 237,5 ha, jagung ± 117 ha dan kakao ± 111,5 ha. Pada tahun 1970an industri perkayuan, pertambangan batubara, minyak bumi, gas alam, dan pupuk di sekitar dan dalam kawasan TNK mulai beroperasi.
40
Hal ini telah menjadikan Kota Bontang dan Sangatta menjadi kota tujuan masyarakat pendatang, sehingga keberadaan masyarakat pendatang ke dalam kawasan TNK tidak bisa dihindari. Pertumbuhan penduduk dalam kawasan SPTN I TNK sangat pesat. Hal ini terlihat dari hasil perbandingan jumlah penduduk antara tahun 2006 dan tahun 2009 di seluruh desa yang terdapat dalam kawasan. Pertumbuhan penduduk dalam tujuh desa tersebut tersaji dalam Tabel 10.
Tabel 10 Pertumbuhan jumlah penduduk di desa dalam kawasan SPTN I TNK
No. 1 2 3 4 5 6 7
Nama Desa Sangata Selatan Sangkima Teluk Pandan Singa Geweh Martadinata Kandolo Sangkima Lama
Luas Desa (ha)
Jumlah Penduduk (jiwa)
Pertambahan Penduduk
Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)
4.750 1.967 803 2.049,3 745 745 1.967
2006 5.825 3.072 3.695 4.835 1.689 799 979
2009 6.918 9.866 4.539 5.327 2.013 913 978
Jumlah 1.093 6.794 844 492 324 114 -1
% 18,76 221,16 22,84 10,18 19,18 14,27 -0,10
2006 1,23 1,56 4,60 2,36 2,27 1,07 0,50
2009 1,46 5,02 5,65 2,60 2,70 1,23 0,50
13.026,3
20.894
30.554
9.660
46.23
1,60
2.346
Pertambahan Kepadatan Penduduk (jiwa/km2) 0,23 3,45 1,05 0,24 0,44 0,15 0,00 0,74
Sumber : BPS dan BTNK tahun 2006 dan 2009
Pertumbuhan penduduk dalam kawasan SPTN I TNK mencapai 46,23% hanya dalam kurun waktu 3 tahun. Pertumbuhan yang terbesar terjadi pada Desa Sangkima dengan pertambahan penduduk sebesar 221,16 % atau lebih dari 3 kali lipat jumlah penduduk pada tahun 2006. Pertambahan penduduk terjadi pada seluruh desa dalam kawasan kecuali Desa Sangkima Lama, tetapi penurunan jumlah penduduknya tidak signifikan. Pertambahan penduduk tersebut diakibatkan oleh perpindahan penduduk ke dalam kawasan yang sebagian besar besar berasal dari luar daerah untuk mengunjungi keluarga mereka yang telah menetap disana. Hal ini menyebabkan tidak terdeteksinya pendatang baru di dalam kawasan. Proses perpindahan penduduk ke dalam kawasan biasanya dilakukan oleh warga pendatang yang pada awalnya tinggal di rumah keluarganya dalam kawasan. Setelah beberapa waktu para pendatang tersebut membeli tanah kavling yang dijual oleh para spekulan
41
tanah daerah setempat dengan bermodalkan surat-surat tanah yang tidak resmi. Hal ini juga tidak terdeteksi oleh para pengelola kawasan karena patroli yang dilakukan oleh polisi hutan (polhut) sangat jarang dilakukan karena SDM yang sangat terbatas. Berdasarkan hasil wawancara patroli dilaksanakan 2 bulan sekali dengan jumlah polisi hutan sebanyak 13 orang yang mengelola dan mengawasi tiga resort dalam kawasan SPTN I TNK. 5.2.3. Hubungan antara jumlah penduduk dan deforestasi Pertumbuhan penduduk dalam kawasan SPTN I TNK diikuti oleh berkurangnya penutupan lahan hutan pada beberapa desa. Perubahan tersebut dapat dilihat dalam Tabel 11. Tabel 11 Pertumbuhan penduduk dan perubahan penutupan lahan hutan Nama Desa
Jumlah penduduk (jiwa) 2006
2009
Luas hutan (ha) 2006
2009
Perubahan (ha)*
Sangatta Selatan
5.825
6.918
352,71
715,14
362,43
Sangkima
3.072
9.866
3.558,78
3.482,91
-75,87
Teluk Pandan
3.695
4.539
3.885,57
2.046,06
-1.839,51
Singa Geweh
4.835
5.327
1.516,95
1.978,11
461,16
Martadinata
1.689
2.013
4.000,32
2.021,94
-1.978,38
Kandolo
799
913
3.942,45
2.467,08
-1.475,37
Sangkima Lama
979
978
3.776,22
2.845,08
-931,14
*Tanda minus (-) menunjukkan pengurangan penutupan lahan hutan
Tabel 12 Kerapatan hutan dan kepadatan penduduk per desa No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Nama Desa Sangatta Selatan Sangkima Teluk Pandan Singa Geweh Martadinata Kandolo Sangkima Lama Jumlah
Kerapatan Hutan 2006 2009 Perubahan
Kepadatan Penduduk 2006 2009 Pertambahan
120,81
0,07
0,15
0,08
1,23
1,46
0,23
-25,29 -613,17 153,72 -659,46 -491,79
1,81 4,84 0,74 5,37 5,29
1,77 2,55 0,97 2,71 3,31
-0,04 -2,29 0,23 -2,66 -1,98
1,56 4,60 2,36 2,27 1,07
5,02 5,65 2,60 2,70 1,23
3,45 1,05 0,24 0,44 0,15
-310,38
1,92
1,45
-0,47
0,50
0,50
0,00
1,60
2.346
0,74
Laju Deforestasi/tahun
Sumber : BPS dan citra landsat TM (data telah diolah)
Berdasarkan hasil uji korelasi statistik tidak ditemukan adanya korelasi antara kepadatan penduduk dengan kerapatan hutan per desa dalam kawasan TNK. Hal ini dapat dilihat dalam Gambar 8 yang menunjukkan diagram pencar
42
antara kepadatan penduduk dan kerapatan hutan dalam kawasan TNK. Diagram tersebut jika dibuat ke dalam bentuk persamaan sebagai berikut: Y = 0,155 + 0,589 X Keterangan: Y = Kerapatan hutan X = Kepadatan penduduk. Diagram Pencar antara Kerapatan Hutan (Y) dan Kepadatan Penduduk (X) Taman Nasional Kutai 6
Kerapatan Hutan (Y)
5 4 3 2 1 0 -1 -2 -3 0
1
2 3 4 Kepadatan Penduduk (X)
5
6
Gambar 12 Diagram pencar antara kerapatan hutan dan kepadatan penduduk dalam kawasan TNK.
Berdasarkan hasil analisis korelasi Pearson, nilai P-value = 0,05 (terima H0), dengan R2 sebesar 18,7%. Dari hasil tersebut maka sudah cukup bukti untuk mengatakan bahwa data tidak berkorelasi antara kedua peubah X dan Y pada alpha 5%. Tidak adanya korelasi tersebut mengindikasikan adanya faktor lain yang menjadi faktor penyebab perubahan penutupan lahan di dalam kawasan TNK, khususnya tipe penutupan lahan hutan. Dari hasil wawancara dengan kepala desa diperoleh informasi bahwa sebagian besar penduduk dalam desa dalam kawasan memiliki mata pencaharian utama sebagai petani atau buruh tani. Data tersebut dapat dilihat dalam Tabel 13.
43
Tabel 13 Sumber utama penghasilan penduduk desa dalam kawasan No.
Nama Desa
Jumlah penduduk
Jumlah KK
Persentase Keluarga Pertanian (%)
Sumber Utama Penghasilan Penduduk
Sumber sub sektor pertanian
Tanaman Pangan
Padi palawija Minyak bumi
Tanaman Pangan Tanaman Pangan
Pisang
Tanaman Pangan Perikanan Laut
Pisang
1.
Sangata selatan
5825
1511
54
Pertanian
2.
Sangkima
3072
789
30
3.
Teluk pandan
3695
749
80
Pertambangan dan Penggalian Pertanian
4.
Singa geweh
4835
835
60
Pertanian
5.
Martadinata
1689
363
40
6.
Kandolo
799
194
90
Lainnya (Angkutan, Komunikasi dan Lainnya) Pertanian
7.
Sangkima Lama
979
210
75
Pertanian
Komoditi/ produk unggulan
Padi palawija
Ikan
Sumber : BPS Kab. Kutai Timur 2006
Berdasarkan tabel tersebut ditunjukkan bahwa sumber utama penghasilan penduduk sebagian besar adalah pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan lahan untuk dijadikan ladang dan lahan pertanian sangat penting bagi masyarakat desa dalam kawasan. Perambahan yang dilakukan oleh penduduk dalam kawasan SPTN I TNK digunakan untuk pembukaan ladang baru atau dipersiapkan untuk lahan pertanian campuran. Data penggunaan lahan yang dirambah penduduk dapat dilihat seprti pada Gambar 13.
Gambar 13 Penggunaan lahan yang dibuka oleh perambah.
44
Pemukiman dalam kawasan serta adanya pembangunan dalam kawasan TNK menyebabkan wacana berpikir baik bagi pemerintah daerah maupun masyarakat setempat bahwa kawasan TNK juga bisa dialihfungsikan untuk kepentingan yang lain, tidak hanya kepentingan konservasi. Dari hasil wawancara dengan para kepala desa dalam kawasan juga menunjukkan bahwa masyarakat beranggapan bahwa adanya desa dan pembangunan infrastruktur desa dalam kawasan mengindikasikan kawasan yang mereka huni tersebut akan dilepaskan dari kawasan taman nasional. Penunjukan Kawasan TNK berdasarkan fungsi pokok untuk melindungi dan melestarikan hutan hujan tropis dataran rendah, keanekaragaman hayati, margasatwa langka, plasma nutfah, persediaan air, menjaga kesuburan tanah dan keseimbangan ekosistem juga berfungsi sebagai sarana penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan, rekreasi dan pariwisata. Kawasan ini menjadi salah satu tempat penelitian yang produktif di daerah khatulistiwa, terutama untuk penelitian primata. Sehingga dengan terjadinya penurunan penutupan lahan hutan yang sangat drastis dalam kawasan TNK bisa menyebabkan terganggunya ekosistem hutan dan hilangnya fungsi TNK sebagai pelindung dan pelestarian salah satu ekosistem hutan hujan tropis dataran rendah di Kalimantan Timur.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1.
Kesimpulan Kawasan Taman Nasional Kutai diklasifikasikan ke dalam 7 (tujuh) tipe
penutupan lahan, yaitu hutan, lahan terbuka, pemukiman, lahan pertanian, badan air, semak belukar, dan tak ada data. Dalam kurun waktu 2006-2009 telah terjadi perubahan penutupan lahan dalam kawasan TNK. Tipe penutupan lahan yang mengalami penurunan luas wilayahnya pada periode tersebut adalah lahan hutan sebesar 8.094,6 ha (6,46%), sehingga laju deforestasi TNK adalah 2.698,2 ha atau 2,15% tiap tahunnya, sedangkan yang mengalami peningkatan luasan adalah tipe penutupan lahan semak belukar dan lahan terbuka. Faktor yang mempengaruhi perubahan penutupan lahan dalam kawasan TNK adalah perambahan kawasan yang dipicu oleh adanya jalan yang membelah kawasan TNK yang mengakibatkan akses ke dalam kawasan TNK semakin terbuka serta mata pencaharian masyarakat sebagai petani yang mengakibatkan pembukaan lahan dalam kawasan untuk berladang.
6.2.
Saran Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disarankan hal-hal berikut:
1. Analisis perubahan penutupan lahan dalam kawasan TNK perlu dilakukan secara periodik agar perubahan yang terjadi dapat diantisipasi dan dikelola dengan baik. 2. Perlu adanya kebijakan pemerintah daerah yang mampu menekan terjadinya peningkatan jumlah penduduk dalam kawasan TNK dan mendukung seluruh program pelestarian TNK. 3. Perbaikan kordinasi dan komunikasi antara pengelola TNK dengan pihak pemerintah daerah agar terdapat sinergisitas dalam pelestarian TNK.
46
DAFTAR PUSTAKA
Adnan, A. 2004. Perubahan Penutupan Lahan TNKS dan Faktor yang Mempengaruhi di Kabupaten Kerinci, Jambi. Skripsi. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Barus B, Wiradisastra U. S. 2000. Sistem Informasi Geografi – Sarana Manajemen Sumberdaya. Bogor : Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Darmawan, A. 2002. Perubahan Penutupan Lahan di Cagar Alam Rawa Danau. Skripsi. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen PHKA). 2004. Lima Puluh Taman Nasional di Indonesia. Bogor : Pusat Informasi Konservasi Alam Hamidy, Z. 2003. Perubahan Penutupan Lahan, Komposisi, dan Keanekaragaman Jenis di Suaka Margasatwa Cikepuh pada Periode Tahun 1989-2001. Skripsi. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Harris, H. 2005. Analisis Perubahan Penutupan Lahan di Kawasan Lindung (Studi Kasus di Wilayah Perum Perhutani Unit I KPH Kedu Utara Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah). Skripsi. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Jaya INS. 2002. Aplikasi Sistem Informasi Geofgrafis Untuk Kehutanan, Panduan Praktis Menggunakan ArcInfo dan ArcView. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB. Khalil, B. 2009. Analisis Perubahan Penutupan Lahan di Hutan Adat Kesepuhan Citorek, TNGHS. Skripsi. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Lillesand TM, Kiefer RW. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra.Dulbahri, Suharsono P, Hartono, Suharyadi, penerjemah; Sutanto, editor. Yogyakarta:
47
Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Remote Sensing and Image Interpretation. Lo CP. 1995. Pengindraan Jauh Terapan. Purbowaseso B, penerjemah. Jakarta: UIPress. Terjemahan dari: Applied Remote Sensing. Prahasta E. 2001. Konsep-konsep Dasar: Sistem Informasi Geografis. Bandung: Informatika Bandung. Puntodewo A, Dewi S, Tarigan, J. 2003. Sistem Informasi Geografis: Untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam. Bogor: [CIFOR] Center For International Forestry Research. Purwadhi, F. S. Hardiyanti. 2001. Interpretasi Citra Digital. Jakarta : PT. Grasindo Ramdan, H. et al. 2003. Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Otonomi Daerah : Perspektif Kebijakan dan Valuasi Ekonomi. Bandung : Alqaprint Rusydi, H. 2007. Perubahan Penutupan Lahan di TNKS Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumatera Barat. Skripsi. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Suheri. 2003. Studi Perubahan Penutupan Lahan di Daerah Penyangga TNGGP Menggunakan SIG. Skripsi. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Wijaya, C. I. 2005. Analisis Perubahan Penutupan Lahan Kabupaten Cianjur Jawa Barat Menggunakan SIG. Skripsi. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Yatap, H. 2008. Pengaruh Peubah Sosial Ekonomi terhadap Perubahan Penggunaan dan Penutupan Lahan di TNGHS. Tesis. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
48
LAMPIRAN
49
Lampiran 1 Ringkasan Sejarah Pemukiman Dalam Kawasan Taman Nasional Kutai (Sumber : Pemukim Suku Bugis di Taman Nasional Kutai, Kalimantan Timur. Vayda, AP & Ahmad Sahur, Cifor. 1996)
a. Pemukiman Teluk Pandan Orang Bugis yang pertama kali datang di Teluk Pandan pada medio 60-an adalah masyarakat Bugis yang berasal dari Bone Sulawesi Selatan yang pindah ke Bontang pada tahun 50-an dan awal 60-an untuk menghindari kesulitan ekonomi dan kekacauan militer akibat pemberontakan Kahar Muzakar serta mengikuti saran keluarga atau teman mereka yang memberitahu adanya suatu lokasi yang kawasan hutannya dapat diubah menjadi lahan pertanian. Ada sekitar sebelas pasangan beserta anaknya, yang merupakan pemukim Bugis angkatan pertama di Teluk Pandan. Pemukiman mereka yang pertama dimulai di Bontang tahun 1956 di Sikattub dan setelah bertani serta mencari ikan selama 11 tahun dan ditemani oleh 15 pasangan lainnya (berasal dari Bone juga), mereka pindah ke Teluk Pandan karena adanya konflik dengan pemukim lain yang datang lebih awal dari mereka yang kemudian menjadi kepala dusun. Pada saat itu dua industri besar yang pertama kali dibangun di Bontang tahun 1970-an di Teluk Pandan, menempati lahan dataran subur untuk sawah. Daerah itu sudah dihuni oleh kelompok masyarakat petani dan nelayan yang sudah menetap dan berkembang dengan baik dalam kawasan yang dulu dikenal sebagai Suaka Margasatwa Kutai. Pada kenyataannya peningkatan populasi pemukim berasal dari perkembangan populasi dari kelompok pendatang pertama dan pendatang berikutnya yang merupakan kerabat pendatang pertama dan bukannya pendatang yang datang untuk mencari pekerjaan pada sektor industri di Bontang. Sebagai pabrik pupuk, PT Pupuk Kaltim yang didirikan pada akhir 70-an, terus meningkatkan produksinya sehingga memerlukan tanah yang lebih luas lagi. Dalam tiga tahun yang terpisah, yaitu tahun 1978, 1984 dan 1990, perusahaan tersebut telah membayar ganti rugi tanah yang diambil alih di Sikattub dan Teluk Pandan atas klaim mereka sebagai pendatang perintis yang membuka hutan menjadi lahan pertanian.
50
Sebelum tahun 1990, pendapatan utama para pemukim tersebut berasal dari hasil penjualan beras pada para pedagang di Bontang. Diperkirakan waktu itu luas sawah di Teluk Pandan sekitar 200 ha. Selain itu pohon kelapa dan nanas juga dibudidayakan secara bersamaan. Pada tahun 1990, sebagian dari sawah dialihfungsikan untuk penanaman jeruk mandarin sebagai antisipasi pembuatan jalan tembus Bontang – Sangatta. Pengalaman dari kompensasi yang diberikan oleh PT. PKT yang memberikan nilai lebih untuk tanah dengan tanaman produksi dibanding dengan sawah menjadikan sebuah motivasi tersendiri. Dalam kasus pembuatan jalan tersebut, mereka akan menerima kompensasi yang lebih baik untuk tanah dengan tanaman buah dan tanaman tahunan lainnya dibanding hanya tanaman padi saja. Pada tahun 1996, padi yang dihasilkan di Teluk Pandan hanya dikonsumsi sendiri atau dijual di Teluk Pandan pada konsumen lokal.
b. Pemukiman Selimpus/Kandolo Pemukiman ini terletak kurang dari 10 km dari Teluk Pandan melalui jalan darat.
Kondisi tanahnya lebih buruk, miskin unsur hara dan berpasir sehingga tidak
cocok untuk tanaman. Pada 1974, tempat ini dihuni oleh 3 keluarga dari Muara Badak (20 km sebelah utara muara S. Mahakam) dan 4 orang laki-laki dari Kabupaten Bone (Kecamatan Awampone) yang mendengar adanya kesempatan di kota Bontang. Setelah membersihkan hutan mereka menanami lahan dengan padi untuk keperluan sehari-hari, kemudian pisang dan kelapa dan akhirnya coklat yang ditanam di bawah pohon yang ditanam sebelumnya. Pada tahun 1977, seorang pemuda dari Awampone mendapat informasi mengenai Selimpus/Kandolo dari orang-orang Teluk Pandan yang datang ke Bone, membawa dan mengorganisir 80 pemuda untuk bermigrasi ke Selimpus dengan maksud membuka lahan untuk berkebun coklat. Setelah membersihkan hutan, masing-masing mendapat bagian seluas 2 ha. Padi ditanam pertama kali kemudian kelapa, pisang, sukun, singkong dan coklat. Pada tahun 1978 saudara pemimpin rombongan yang pertama datang bersama 67 laki-laki dari Awampone. Empat puluh orang dari mereka membuka 80 ha hutan dan 27 orang yang lain membersihkan hutan untuk mereka sendiri. Beberapa orang dari pendatang pertama tersebut pergi karena kualitas tanah yang buruk dan lebih dari separonya pergi karena kemarau dan kebakaran yang terjadi
51
tahun 1982-1983. Mereka pergi untuk mencari kerja di tempat lain dan hanya mereka yang tidak menemukan pekerjaan di tempat lain kembali ke tempat semula pada tahun 1985. Kebanyakan pendapatan mereka lebih banyak diperoleh dari hasil penjualan kayu yang mereka olah dari hutan, daripada dengan menjual menjual coklat ataupun hasil dari tanaman tahunan yang lain. Pada akhir tahun 1990, penebang kayu mengatakan mereka mengambil kayu dalam skala kecil dan hanya untuk dipakai sendiri. Tidak ada para pemukim pertama yang mengklaim tanah yang ada di Sikattub dan menerima kompensasi dari PT. Pupuk Kaltim.
c. Sangkima Pemukim Bugis pertama kali di Sangkima terdiri dari kelompok yang tak lebih dari 10 orang yang datang pada tahun 1924 dari kecamatan Segeri Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan. Pada waktu itu, lokasi yang sekarang menjadi Sangkimah masih berupa hutan primer tapi dihuni oleh para peladang berpindah di sekitarnya. Beberapa perkawinan antara para peladang berpindah dengan perintis Bugis terjadi dan hal ini membantu orang-orang Bugis untuk mendapatkan tanah yang dulu dibuka oleh para peladang berpindah. Untuk beberapa tahun kemudian perintis Bugis tersebut ikut juga terlibat dalam peladangan berpindah. Antara tahun 1954 dan 1960, sebagai akibat dari kesulitan ekonomi dan kekacauan militer akibat pemberontakan Kahar Muzakar, banyak pendatang baru yang berasal dari Segeri dan mengambil alih tanah yang ditinggalkan oleh para peladang berpindah. Kemudian pemukim lama dan pendatang baru bersamasama menanami lahan tersebut dengan tanaman kopi, kelapa, nangka dan pisang untuk mengamankan kepemilikan tanah mereka. Sawah untuk menanam padi juga mereka buat. Akhirnya, gelombang besar migrasi terjadi ketika 30 keluarga orang Bugis datang dari Segeri pada tahun 1960. Pada tahun 1996, jalan menuju Sangkimah sangat buruk, terutama pada musim hujan. Kondisi ini membuat sangat sedikitnya kesempatan-kesempatan ekonomi dan masyarakat kelihatan sangat miskin. Walaupun daerah di sekitar aliran sungai digambarkan sama kesuburannya dengan Teluk Pandan, namun kondisi jalan yang buruk telah menghalangi truk untuk mengangkut hasil bumi ke kota. Antara tahun 1987 sampai 1996, hanya sekitar 25% penduduk di Sangkimah yang meninggalkan dusun secara permanen atau sementara waktu untuk bekerja di tempat lain.
52
Pada tahun 1995-1996, hutan mangrove di TNK dibersihkan dan dijadikan tambak ikan seluas 9 ha. Kegiatan tersebut disponsori oleh 3 orang pengusaha Bugis. Mereka menyadari bahwa tanah dan tenaga kerja di Sangkimah akan mengantarkan mereka menjadi pemilik tambak di sana dengan harga yang jauh lebih murah daripada di Bontang.
53
Lampiran 2
CLASSIFICATION ACCURACY ASSESSMENT REPORT ----------------------------------------Image File : d:/2006/super_recode.img User Name : Windows XP Date : Wed Dec 08 11:28:22 2010
ACCURACY TOTALS ---------------Class Reference Classified Number Name Totals Totals Correct ---------- ---------- ---------- ------Unclass 210 210 210 Hutan 153 155 148 Pemukiman 15 8 8 Lahan terbuka 33 25 25 Ladang 22 10 10 Semak belukar 17 17 17 Hutan mangrove 2 2 2 Awan 0 19 0 Bayangan awan 0 6 0 Air 0 0 0 Totals
452
452
Overall Classification Accuracy =
420 92.92%
----- End of Accuracy Totals -----
Producers Accuracy ----------96.73% 53.33% 75.76% 45.45% 100.00% 100.00% -------
Users Accuracy ------95.48% 100.00% 100.00% 100.00% 100.00% 100.00% -------
54
Lampiran 3 CLASSIFICATION ACCURACY ASSESSMENT REPORT ----------------------------------------Image File : d:/kutai2009/super_recode.img User Name : Windows XP Date : Wed Dec 08 11:28:22 2010
ACCURACY TOTALS ---------------Class Reference Classified Number Name Totals Totals Correct ---------- ---------- ---------- ------Unclass 210 210 210 Hutan 153 155 148 Pemukiman 15 8 8 Lahan terbuka 33 25 25 Ladang 22 10 10 Semak belukar 17 17 17 Hutan mangrove 2 2 2 Awan 0 19 0 Bayangan awan 0 6 0 Air 0 0 0 Totals
452
452
Overall Classification Accuracy =
420 86.25%
----- End of Accuracy Totals -----
Producers Accuracy ----------96.73% 53.33% 75.76% 45.45% 100.00% 100.00% -------
Users Accuracy ------95.48% 100.00% 100.00% 100.00% 100.00% 100.00% -------