PERUBAHAN ORIENTASI PERJUANGAN RAKYAT PALESTINA PADA TAHUN 1979-1993: PALESTINE LIBERATION ORGANIZATION (PLO) MASA KEPEMIMPINAN YASSER ARAFAT Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum.)
oleh Muhammad Aqibun Najih NIM : 1112022000035
JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017 M/ 1438 H
LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 31 Mei 2017
Muhammad Aqibun Najih
i
PERUBAHAN ORIENTASI PERJUANGAN RAKYAT PALESTINA PADA TAHUN 1979-1993: PALESTINE LIBERATION ORGANIZATION (PLO) MASA KEPEMIMPINAN YASSER ARAFAT Skripsi Diajukan kepada Fakultas Adab Dan Humaniora untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum.)
Oleh Muhammad Aqibun Najih NIM. 1112022000035
Pembimbing
Prof. Dr. Didin Saepudin, M.A NIP. 19611025 199403 1 001
JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017 M/ 1438 H ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul “Perubahan Orientasi Perjuangan Rakyat Palestina Pada Tahun 1979-1993: Palestine Liberation Organization (PLO) Masa Kepemimpinan Yasser Arafat” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 31 Mei 2017. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Humaniora (S.Hum) pada program studi Sejarah dan Peradaban Islam. Jakarta, 31 Mei 2017
Tim Penguji Penguji I,
Penguji II,
Prof. Dr. Budi Sulistiono, M.Hum NIP: 19541010 198803 1 001
Dr. Awalia Rahma, MA NIP: 19710621 200112 2001
Pembimbing
Prof. Dr. Didin Saepudin, M.A NIP. 19611025 199403 1 001
Mengetahui Ketua Prog. Studi,
Sekretaris Prog. Studi,
H. Nurhasan, M.A NIP: 19690724 199703 1 001
Sholikatus Sa’diyah, M.Pd NIP: 19750417 200501 2 007
iii
KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW. Skripsi dengan judul “Perubahan Orientasi Perjuangan Rakyat Palestina Pada Tahun 1979-1993: Palestine Liberation Organization (PLO) Masa Kepemimpinan Yasser Arafat” ini dapat diselesaikan oleh penulis berkat dukungan dari berbagai pihak, baik dukungan secara moril, spiritual, maupun material. Oleh karena itu, sudah sepatutnya penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah berjasa dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Rasa terima kasih yang tulus penulis haturkan kepada: 1. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A. selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Prof. Dr. Sukron Kamil, M.A. selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora. 3. Nurhasan, MA. selaku Ketua Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam. 4. Solikatus Sa’diyah, M.Pd. selaku Sekretaris Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam yang telah dengan sabar mengurusi semua administrasi yang penulis butuhkan. 5. Prof. Dr. Didin Saepudin, M.A. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah memberikan banyak perhatian, nasihat, masukan dan arahan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini. 6. Prof. Budi Sulistiono, M.Hum. selaku Penguji Skripsi I dan sekaligus menjadi dosen PA (Pembimbing Akademik) yang telah mengajari dan membimbing penulis selama duduk di bangku kuliah. Terima kasih banyak atas masukan, saran dan kritik yang membangun sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan standar skripsi-skripsi pada umumnya.
iv
7. Dr. Awalia Rahma, MA. selaku Penguji II, penulis sebelumnya meminta maaf atas kekurangan-kekurangan yang ada pada skripsi ini dan terima kasih dengan saran, kritikan, masukan dan nasihat yang ibu berikan akhirnya penulis dapat memperbaiki kekurangan tersebut sehingga skripsi ini menjadi lebih baik. 8. Bapak Aly Ikhwan dan Ibu Siti A’isyah selaku orang tua penulis. Terima kasih telah memberikan kasih sayang, dukungan, motivasi, serta doa yang selalu bapak dan ibu panjatkan sangat membantu dan mempermudah segala urusan dalam penyusunan skripsi ini. 9. Alvin Azkiya selaku adik kandung penulis yang selalu menginspirasi penulis untuk lebih giat dalam menuntut ilmu, karena penulis merasa harus menjadi kakak yang baik untuknya. Terima kasih telah menjadi penyemangat dan penghibur dalam hari-hari yang sulit. 10. Seluruh Dosen Sejarah dan Peradaban Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah bersabar dalam mengajar dan memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulisan skripsi ini. 11. Nur Silam, Fitri Masullah, Fathzry Ardillah, Restu Dinianti, Musviroh, Fitriana, Titi Maria Ulfa, Aris Budiman, Hamdani Wahid, Dwi Septiani, Mustaqim, Syauqi Hazami, Yusuf Achada, dan seluruh teman-teman Sejarah dan Peradaban Islam angkatan 2012 yang tidak bisa penulis sebut satu persatu namanya. Terima kasih telah membuat hari-hari di kampus menjadi menyenangkan. Penulis pasti akan rindu sekali jika harus berpisah. Namun penulis yakin, kita akan bertemu kembali di lain kesempatan. 12. Muclishon, Iqbal Fahmi, Wiwit Tri Gusnawan, Jazuli Wafa, Cecep Saefullah, Ulil Albab, M. Ridwan, Tasya Nailul Fikria, Amimah Azmi, Ibrahim Hasan, Lukmanul Hakim, Istika Merdeka, Taufiqul Hakim, Ana Hasanah, dan beberapa nama lainnya yang belum tersebut. Terima kasih atas canda tawa dan keramaian yang kalian buat di basecamp Keluarga Mathali’ul Falah Jakarta yang hampir tiap hari menemani penulis. 13. Maftuhatin Ni’mah, Faqih Nur Sofyan, Puput Wijayanti, Abdul Kholiq, Ainut Taufiq, Sulistiawati, Rina Safrianti, Nizar Fuadi dan teman-teman Pati lainnya yang tergabung dalam organisisasi SIMPATI (Silaturrahmi Mahasiswa Pati) di v
Jakarta. Terima kasih saat berkumpul dengan kalian penulis merasakan suasana kampung halaman Pati ada di Jakarta. 14. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis tujukan kepada Laznas BSM (Lembaga Amil Zakat Nasional Bank Syariah Mandiri) yang telah memberikan bantuan dana beasiswa sampai akhir jenjang semester perkuliahan. Atas bantuan dan kerjasamanya, penulis haturkan jazakumullah khoiron katsiron. Dan semoga Allah melipatgandakan pahala kepada kalian semua. Amin.
Jakarta, 31 Mei 2017
Muhammad Aqibun Najih NIM. 1112022000035
vi
Nama : Muhammad Aqibun Najih Prog. Studi : Sejarah dan Peradaban Islam Judul : Perubahan Orientasi Perjuangan Rakyat Palestina Pada Tahun 979-1993: Palestine Liberation Organization (PLO) Masa Kepemimpinan Yasser Arafat
ABSTRAK
Rakyat Palestina sampai saat ini masih berkonflik melawan kependudukan Israel, berbagai perjuangan perlawanan fisik telah terjadi sejak Mandat Inggris 1920-1948. Kemudian pada tahun 1979 dengan organisasi PLO, Palestina mengubah bentuk perjuangannya yaitu ke diplomasi. Dengan begitu pada penelitian ini yang akan menjadi fokus pembahasan adalah tentang perjuangan rakyat Palestina dengan aksiaksi perjuangan fisik yang kemudian berubah ke diplomasi di bawah kepemimpinan Yasser Arafat di PLO. Penelitian ini juga membahas tentang penyebab perubahan perjuangan serta dampak dan hasil dari diplomasi Palestina-Israel: Konferensi Madrid 1991 dan Perjanjian Oslo 1993.
Kata kunci: Yasser Arafat, PLO, Palestina.
vii
DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................... i PENGESAHAN PANITIA UJIAN ..................................................................... iii KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv ABSTRAK ........................................................................................................... vii DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ................................................ x DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... xi DAFTAR KRONOLOGI KONFLIK PALESTINA-ISRAEL ....................... xii DAFTAR TOKOH PENTING KONFLIK PALESTINA-ISRAEL ............. xvii DAFTAR PENINGKATAN STATUS PALESTINA.................................... xviii BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah ................................................................................. 1 B. Identifikasi Masalah ...................................................................................... 19 C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................................... 19 D. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 20 E. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 21 F. Tinjauan Pustaka ........................................................................................... 21 G. Kerangka Teori ............................................................................................. 24 H. Metode Penelitian ......................................................................................... 28 I. Sistematika Penulisan .................................................................................... 32 BAB II PALESTINE LIBERATION ORGANIZATION (PLO)....................... 33 A. Sejarah Berdirinya PLO................................................................................ 33 B. Faksi-Faksi di dalam PLO ............................................................................ 37 C. Kepemimpinan Yasser Arafat di PLO .......................................................... 39 BAB III PERUBAHAN PERJUANGAN RAKYAT PALESTINA ................ 49 A. Perlawanan Fisik dan Penyebab Perubahan ................................................. 49 B. Kelompok Penentang Diplomasi .................................................................. 53 BAB IV DIPLOMASI PLO-ISRAEL ............................................................... 58 A. Konferensi Madrid 1991............................................................................... 58 B. Perjanjian Oslo 1993..................................................................................... 61 viii
C. Dampak dari Perjuangan Diplomasi ............................................................. 66 BAB V PENUTUP ............................................................................................... 77 A. Kesimpulan ................................................................................................... 77 B. Saran-Saran ................................................................................................... 79 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 80 DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... 86 Teks Deklarasi Balfour ...................................................................................... 86 Resolution 181 (II) ............................................................................................. 87 Resolution 242 ................................................................................................... 89 Resolution 338 ................................................................................................... 91 Question of Palestine 43/177 ............................................................................ 92 Question of Palestine 3236 (XXIX) ................................................................. 94 Observer status for the Palestine Liberation Organization 3237 (XXIX) ....... 96 UN General Assembly Resolutions: Resolution 67/19 ...................................... 97 Declaration of Principles ................................................................................ 101 Pidato Pembukaan KTT LB OKI ke-5 ............................................................ 112 UN Partition Plan (1947) ................................................................................ 114 Territories Occupied By Israel Since June 1967 ............................................. 115 United Nations Special Committee on Palestine (UNSCOP) ......................... 116
ix
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN Dalam skripsi ini, sebagian data ditransliterasikan kedalam huruf latin. Transliterasi ini berdasarkan pedoman transliterasi Arab-Latin dalam buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah” Panduan Akademik Program Strata 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2012/2013.1 Berikut adalah daftar aksara Arab dan padananya dalam aksara latin. Huruf Arab Huruf Latin Keterangan Tidak dilambangkan ا b Be ب t Te ت ts Te dan es ث j Je ج h h dengan garis bawah ح kh Ka dan ha خ d De د dz de dan zet ذ r er ر z zet ز s es س sy Es dan ye ش s Es dengan garis di bawah ص d de dengan garis di bawah ض t Te dengan garis di bawah ط z Zet dengan garis di bawah ظ ‘ Koma terbalik di atas hadap kanan ع gh Ge dan ha غ f ef ف q ki ق k ka ك l el ل m em م n en ن w we و h ha ه , apostrof ء y ye ي 1
Tim Penyusun, Pedoman Akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Pedoman Akademik Program Strata 1 2012/2013 (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2012), h. 381-383.
x
DAFTAR SINGKATAN Singkatan ALF
ANM DOP Fatah GUPS Hamas IM LBB OKI ONP PBB PDFLP PFL PFLP PFLP-GC PLF PLO PNC UNRWA UNSCOP
Keterangan Arab Liberation Front / Jaysh al-Inqadh al-Arabi
جيش اإلنقاذ العربي Arab National Movement atau Harakat al-Quamiyyun
حركة القوميين Declaration of Principles إعالن المبادئ Harakat Al-Tahrir Al-Filistini/ Palestine Nasional Liberation Movement )حركة التحرير الوطني الفلسطيني (فتح General Union of the Palestine Students
اإلتحاد العام لطلبة فلسطين Harakah Muqawamah Al-Islamiyyah
حركة المقاومة االسالمية Ikhwanul Muslimin االخوان المسلمون Liga Bangsa-Bangsa عصبة األمم Organisasi Konferensi Islam/ Organisasi Kerjasama Islam منظمة التعاون اإلسالمي Otoritas Nasional Palestina السلطة الوطنية الفلسطينية Perserikatan Bangsa-Bangsa علم األمم المتحدة Popular Democratic Front for the Liberation of Palestine Palestinian Popular Struggle Front Popular Front for the Liberation of Palestine
الجبهة الشعبية لتحرير فلسطين Popular Front for the Liberation of Palestine-General Command Palestine Liberation Front Palestine Liberation Organization منظمة تحرير فلسطينية Palestine National Council المجلس الوطني الفلسطيني UN Relife and Works Agency United Nation Special Comitee On Palestine
xi
DAFTAR KRONOLOGI KONFLIK PALESTINA-ISRAEL Tahun
1916
Peristiwa Janji MacMahon Sykes-Picot Agreement
1917
Deklarasi Balfour
1920
Mandat
1922 1929
1936
19361939
Pengangkatan Mufti Kerusuhan di Tembok Ratapan Didirikannya Komite Arab Tertinggi Civil Disobedience
(UNSCOP) 1947 Resolusi 181
1948
Berdirinya Negara Israel
1949
Negara Israel Menjadi Anggota PBB
Deskripsi Perjanjian rahasia antara Sir Henry MacMahon (pejabat tinggi Inggris di Kairo) dengan Sharif Hussein Ibn Ali (Amir Hijaz) yang menimbulkan revolusi Arab 10 Juni 1916. Perjanjian Inggris dan Perancis yang dilakukan pada bulan Mei 1916 unuk membagi wilayah Turki Usmani. 2 November 1917 Negosiasi Inggris-Zionis menghasilkan perjanjian untuk pendirian negara Yahudi di Palestina. Pada tanggal 24 April 1920 di San Remo, ditetapkannya “Mandat” sesuai dengan pembagian wilayah Sykes-Pycot, Inggris pun mendapatkan wilayah Palestina oleh LBB. Hajj Amin al-Hussayni, orang yang diangkat sebagai Mufti Yerusalem oleh Inggris. Pada 15 Agustus 1929, sejumlah imigran Yahudi di bawah kepemimpinan Jeremia Halpern memasuki kota Yerusalem dan mengakibatkan konflik. Pada tanggal 20 April 1936, sejumlah elit Palestina mendirikan Komite Arab Tertinggi (Al Lajnah al Arabiyah al-Uliya) di kota Nablus. Pemberontakan Arab Palestina tahun 1936-1939, dilakukan oleh para petani dan pejuang revolusioner di Palestina untuk menyerang mandat Inggris dan Yahudi. Panitia 11 orang yang melakukan penyelidikan mengenai masalah Palestina di bawah naugan PBB yang merekomendasikan pembagian wilayah Palestina antara Arab dan Yahudi. Serta Mandat Inggris harus segera diakhiri. Pada tanggal 29 November 1947, PBB mengeluarkan Resolusi no.181. Resolusi tersebut memutuskan bahwa wilayah Mandat Inggris di Palestina dibagi menjadi dua, satu bagian untuk bangsa Yahudi dan satu bagian lainnya diberikan kepada bangsa Arab. Pada tanggal 14 Mei, Inggris meninggalkan Palestina, David ben Gurion memanfaatkan peluang ini untuk mendeklarasikan Kemerdekaan Israel. Presiden Amerika saat itu, Harry Truman langsung memberikan pengakuan de-facto kepada Negara Israel yang baru berdiri Diterimanya Israel sebagai anggota PBB pada 1949 di latar belakangi dari kekalahan koalisi dari negaranegara Arab (Syria, Yordania, Lebanon dan Irak) menyerang Israel. Jamal al-Hussayni, sebagai xii
19491956
Munculnya Perjuangan yang Tidak Teratur
Gagasan Penyatuan Koordinasi 1959
Fatah
1964
Berdirinya PLO
Six-Day War 1967 Ketua PLO Ke-2
perwakilan komite Arab tertinggi di pengasingan sebelumnya mengirimkan surat kepada perwakilan PBB bahwa pasukan yang dikirimkan oleh para anggota Liga Arab bertujuan untuk membela hak rakyat Palestina sebagai mayoritas melawan kolonisasi dari pihak Zionis-Yahudi. Namun, setelah perang selama lebih dari satu tahun (Mei 1948-Juli 1949), pihak Arab mengalami kekalahan. o Dari Mesir - Yasser Arafat; orang Palestina yang sedang menempuh pendidikan di Kairo, membentuk Persatuan Mahasiswa Palestina (GUPS). o Pergerakan Ikhwanul Muslimin dengan gerakan jihad Islam nasional. o Ketergantungan rakyat Palestina yang berada di Mesir terhadap kepemimpinan Jamal Abdul Nasser. o Yordania mengeklaim sebagian wilayah Palestina sebagai wilayahnya. Akibat berbagai aktifitas bermunculan yang tidak teratur, Liga Arab pada tahun 1959, Mufti Hajj Amin al-Husseini mencoba membentuk Palestine National Council (Dewan Nasional Palestina) untuk membuat satu ketentuan yang mengajak penataan ulang tentang koordinasi rakyat Palestina dalam satu wadah. Namun pada saat itu gagal, karena tidak ada rancangan yang baik yang dapat disepakati. Pada 1959, Arafat membentuk organisasi baru yang disebut Fatah, yang nantinya akan menjadi faksi terbesar di PLO. Organisasi ini memiliki sayap militer yang diberi nama Ashifah. Setelah wakil Palestina di Liga Arab dijabat oleh Ahmad Syaqiri (September 1963), ia aktif mengumumkan ke negara-negara Arab untuk adanya satu wadah perjuangan Palestina. Kemudian terselenggara sidang PNC pada 2 Juni 1964. Keputusan sidang tersebut ditetapkan berdirinya Palestine Liberation Organization (PLO). Ketua Eksekutif PLO pertama diduduki oleh Ahmad Syaqiri (1964-1967). Israel menyerang Mesir, Yordania, dan Syiria selama 6 hari, Israel berhasil merebut Sinai dan Jalur Gaza (Mesir), Dataran Tinggi Golan (Syria), Tepi Barat dan Yerusalem (Yordania). Ahmad Syaqiri, pada tahun 1967 setelah kekalahan bangsa Arab pada Perang Enam Hari, ia mengundurkan diri dan digantikan oleh Yahya Hamuda yang menjabat ketua PLO dari 1967 s.d 1969.
xiii
Fatah begabung dgn PLO 1969
Yasser Arafat Menjadi Ketua PLO Pengakuan dari OKI
1970
Pembajakan Pesawat
1972
Black September
1973
Yom Kippur War
1974
PLO Mendapat Pengakuan dari PBB
19771979
Kunjungan Anwar Sadat ke Israel
Pasca Perang Enam Hari, Fatah muncul sebagai kekuatan yang dominan dalam dunia politik di Palestina. Maka setelah Fatah resmi bergabung dengan PLO pada akhir 1960-an, Fatah menjadi faksi terbesar di antara faksi-faksi lain yang tidak kurang dari 15 faksi yang ada di dalam tubuh PLO. Ketika Fatah bergabung dengan PLO, Fatah yang dipimpin oleh Yasser Arafat mampu menjadikan ia sebagai ketua PLO (1969-2004). PLO mendapat pengakuan sebagai perwakilan resmi bangsa Palestina dari Organisasi Konferensi Islam (OKI) pada 21 Agustus 1969, bersamaan dengan didirikanya OKI. Pada bulan September 1970 Fatah membajak tiga pesawat; satu pesawat Swiss dan dua pesawat Amerika. Ketiga pesawat tersebut diledakkan; dua diledakan di Yordania dan satu di Kairo. Tuntutan yang diajukan para pembajak adalah agar teman-teman mereka yang ada di penjara Israel dibebaskan. Akibat dari kejadian tersebut, PLO diusir oleh raja Yordania dengan suatu perang saudara selama 10 hari, dan mengakibatkan jatuhnya banyak korban. Setelah rakyat Palestina terusir dari Yordania, dan berpindah ke Lebanon, aksi-aksi perlawanan fisik belum berhenti. Justru mereka membentuk suatu nama “Black September”. Dengan melanjutkan aksi-aksi pembajakan pesawat, yang justru menimbulkan kecaman dari “dunia internasional” sebagai serangan teroris. Dalam perang ini, bangsa Arab berhasil membalas kekalahannya dari Israel. Meski serbuan bangsa Arab tidak membuat Israel kalah secara telak, namun perang ini berhasil memaksa Israel untuk mengembalikan wilayah Semenanjung Sinai dan Gaza kepada Mesir. Pada 13 November, Yasser Arafat tampil dalam sidang Majlis Umum PBB, dengan pidatonya pada sidang tersebut yang menyerukan perjuangan Palestina dengan jalan diplomasi, membuat PLO memperoleh dukungan dan status sebagai entitas pengamat nonanggota di PBB. Pada bulan November 1977, Mesir dibawah kepemimpinan Anwar Sadat, ia mengunjungi entitas Zionis. Selanjutnya pada tahun 1979, melalui sebuah perjanjian perdamaian yang disepakati antara Presiden Mesir Anwar Sadat dan Perdana Menteri Israel Menachem Begin serta disaksikan Presiden AS Jimmy Carter di Camp David berhasil memasukkan Mesir dalam kondisi damai dengan Israel.
xiv
1979
Sidang PNC
1981
Terbunuhnya Presiden Anwar Sadat
19871993
Intifadah
1987
Berdirinya Organisasi Hamas
1988
Didirikannya Negara Palestina
1991
Konferensi Madrid
Pada tahun 1979 dalam sidang PNC diputuskan kebijakan yang memberikan mandat kepada Arafat untuk melakukan perjuangan melalui cara-cara diplomasi dan Piagam Nasional Palestina resmi dirubah dari perjuangan bersenjata menjadi perjuangan diplomasi untuk membebaskan kemerdekaan Palestina dari Israel. Presiden Mesir Anwar Sadat terbunuh pada 6 Oktober 1981, perjanjian damai dengan Israel adalah alasan bahwa sang presiden harus dihabisi. Pelakunya adalah anggota organisasi Jihad Islam yang menolak Perjanjian Camp David 1979 antara Israel dengan Mesir. Intifadah adalah nama untuk perjuangan yang dilakukan oleh sekelompok orang Palestina yang bersenjatakan batu melawan tentara Israel yang memiliki perlengkapan mutahir. menurut sensus yang dihitung oleh PLO jumlah korban dari pihak Palestina tidak kurang dari 1540 korban yang meninggal, 130.000 yang cedera, dan sekitar 116.000 yang ditangkap oleh Israel. Sedangkan jumlah korban dari pihak Israel 179 korbar yang meninggal. Hamas (Harakat Al-Muqawwamat Al-Islamiyyah atau Gerakan Perlawanan Islam) didirikan pada 14 Desember 1987 oleh Syaikh Ahmad Yassin, dan menjadi saingan PLO dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina. Ideologi Hamas adadah berhaluan keagamaan, sedangkan PLO lebih mengedepankan nasionalisme dan semangat kebangsaan. Setelah terbentuknya tatanan baru pada tubuh PLO untuk berjuang secara diplomasi, beberapa pemimpin Palestina memproklamasikan berdirinya negara Palestina pada tanggal 15 November 1988, untuk mempermudah segala urusan perjuangan. Berdirinya negara Palestina diumumkan di Aljir, ibukota Aljazair, dengan bentuk negara Republik Parlementer. Ditetapkan bahwa Yerusalem Timur dijadikan sebagai ibukota negara, dengan Presiden pertamanya Yasser Arafat. Eksistensi negara ini rapuh karena selain tidak diakui sebagian negara anggota Dewan Keamanan PBB, juga akibat wilayah geografi yang belum jelas. Konfrensi Madrid ini merupakan usaha pertama masyarakat Internasional untuk memulai perundingan yang melibatkan Israel dan Palestina serta negaranegara Arab, termasuk Syria, Lebanon, dan Yordania. Tujuan dari konferensi ini lebih untuk membuka sebuah forum perundingan, baik lewat jalur bilateral
xv
1993
Perjanjian Oslo 1993
2012
Meningkatnya Status Palestina
maupun multilateral yang juga melibatkan komunitas internasional. Perjanjian Oslo 1993; diselenggarakan di Norwegia pada tanggal 20 Agustus, selanjutnya diresmikan dalam sebuah upacara di Washington DC pada tanggal 13 September 1993, dengan disepakatinya Declaration of Principles (DOP) yang mengatur perdamaian antar kedua negara berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB 242 yang menjadi dasar pembentukan Otoritas Nasional Palestina (ONP) 5 Juli 1994, yaitu Palestina baru di wilayah Jalur Gaza dan Jericho (Tepi Barat) dan dilaksanakannya pemilu tahun 1996, dengan dilantiknya Yasser Arafat sebagai dewan legislatif sekaligus menetapkannya sebagai ketua ONP atau Presiden pertama Palestina. Dampak dari perjuangan diplomasi adalah dengan meningkatnya status Palestina di PBB dari “entitas” menjadi “negara” pengamat non anggota pada 29 November 2012. Namun kedaulatannya masih menjadi permasalahan yang belum terselesaikan karena ketidak jelasan wilayah yang diklaimnya.
xvi
DAFTAR TOKOH PENTING KONFLIK PALESTINA-ISRAEL Nama Amin Al- Husayni
Ahmad Syaqiri Yahya Hamuda Yasser Arafat
Mahmoud Abbas
Ahmad Yassin
Abdul Nasser
Anwar Sadat
Hussein
David Ben-Gurion
Menachem Begin
Yitzhak Rabin
Ezer Weizman
Shimon Perez
Jimmy Carter
Bill Clinton
Keterangan Lahir : 1895 Meninggal : 4 Juli 1974 Mufti Yerusalem : 1921–1948 Ketua PLO Pertama (1964 s.d 1967) Ketua PLO Kedua (1967 s.d 1969) Lahir : 4 Agustus 1929 Meninggal : 11 November 2004 Ketua PLO : 4 Februari 1969 – Meninggal Lahir : 26 Maret 1935 Meninggal : Ketua PLO : 29 Oktober 2004 Lahir : 1 Januari 1929 Meninggal : 22 Maret 2004 Pemimpin Hamas : 14 Desember 1987 – Meninggal Lahir : 15 Januari 1918 Meninggal : 8 September 1970 Presiden Mesir : 23 Juni 1956 – Meninggal Lahir : 25 Desember 1918 Meninggal : 6 Oktober 1981 Presiden Mesir : 20 Oktober 1970 – Meninggal Lahir : 14 November 1935 Meninggal : 7 Februari 1999 Raja Yordania : 11 Agustus 1952 – Meninggal Lahir : 16 Oktober 1886 Meninggal : 1 Desember 1973 Perdana Menteri Israel : 17 Mei 1948 - 26 Juni 1963 Lahir : 16 Agustus 1913 Meninggal : 9 Maret 1992 Perdana Menteri Israel : 21 Juni 1977 – 10 Oktober 1983 Lahir : 1 Maret 1922 Meninggal : 4 November 1995 Perdana Menteri Israel : 3 Juni 1974 - Meninggal Lahir : 15 Juni 1924 Meninggal : 18 April 2005 Presiden Israel : 13 Mei 1993 – 13 Juli 2000 Lahir : 2 Agustus 1923 Meninggal : 28 September 2016 Perdana Menteri Israel : 4 November 1995 - 18 Juni 1996 Presiden Israel : 15 Juli 2007 – 24 Juli 2014 Lahir : 1 Oktober 1924 Meninggal : Presiden AS : 20 Januari 1977 – 20 Januari 1981 Lahir : 19 Agustus 1946 Meninggal : Presiden AS : 20 Januari 1993 – 20 Januari 2001
xvii
DAFTAR PENINGKATAN STATUS PALESTINA Tahun 1969
1974
1988
2011
2012
Status
Keterangan PLO yang mewakili Palestina menjadi anggota Pengakuan OKI OKI (Organisasi Konferensi Islam atau Organisasi Kerjasama Islam) pada 21 Agustus 1969. PLO mendapat pengakuan sebagai entitas Pengakuan PBB perwakilan rakyat Palestina pada 22 November 1974 oleh The United Nations General Assembly. Berdirinya “Bahwa pemerintahan di Palestina itu eksis” Negara (Resolusi Sidang Umum no. 43/177) Palestina “Hak-hak dan privilege tambahan” (Resolusi di Aljir Sidang Umum no. 52/250). Palestina juga diterima sebagai anggota UNESCO UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) pada November 2011 “entitas pengamat non-anggota” menjadi “negara Entitas menjadi pengamat non-anggota” pada tanggal 29 Negara November 2012.
xviii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pokok persoalan tentang konflik Palestina-Israel yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah adanya perubahan perjuangan rakyat Palestina pada masa kepemimpinan Yasser Arafat di منظمة تحرير فلسطينيةPLO (Palestine Liberation Organization) tahun 1979. Pada tanggal 22 November 1974 keberadaan PLO diakui The United Nations General Assembly (Majlis Umum PBB).2 PLO merupakan representasi rakyak Palestina yang telah dibentuk oleh Liga Arab pada tahun 1964 untuk memperjuangkan hak tanah air rakyat Palestina yang telah dirampas oleh Israel. Perlu diketahui sebelum berdirinya negara Israel di bumi Palestina (pada masa Mandat Inggris) rakyat Palestina telah melakukan perjuangan dengan menggunakan
aksi-aksi
perlawanan fisik untuk menghapus sepenuhnya
kependudukan bangsa Yahudi di Palestina. Sebelum adanya negara Israel, sebutan Palestina adalah nama untuk wilayah barat daya negeri Syam, yaitu wilayah yang terletak di bagian barat Asia dan bagian timur Laut Tengah.3 Palestina dikuasai oleh Turki Usmani sejak tahun 1517 hingga 1917. Ketika perang dunia pertama dalam situasi kekuasaan yang lemah, Turki Utsmani pada 22 Juli 1914 mengajukan tawaran aliansi kepada Jerman, Wilhelm II menerima tawaran itu pada tanggal 2 Agustus 1914. Dengan begitu Turki resmi bergabung dengan Jerman,4 namun aliansi mereka berakhir dengan kekalahan. Kekalahan Turki Usmani bukan saja disebabkan oleh Inggris dan Prancis, namun adanya pemberontakan bangsa Arab terhadap Imperium Ottoman yang di latar belakangi dari sebuah perjanjian rahasia antara Sir Henry MacMahon (pejabat Ita Mutiara Dewi dkk, “Gerakan Rakyat Palestina Dari Deklarasi Negara Israel Sampai Terbentuknya Negara Palestina”, Laporan Penelitian Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi Univ. Negeri Yogyakarta, (2008), h. 18. 3 Muhsin M.S, Palestina Sejarah Perkembangan dan Konspirasi, (Jakarta: Gema Insani, 2002), h. 13. 4 Hanafi Wibowo, “Mandat Liga Bangsa-Bangsa: Kegagalan Palestina menjadi Negara Merdeka (1920-1848),” Al-Turas Vol. 20, No. 2, (Juli 2014), h. 54. 2
1
2
tinggi Inggris di Kairo) dengan Sharif Hussein Ibn Ali (Amir Hijaz) untuk membentuk sebuah pemerintahan Arab yang independen.5 Palestina tidak disebutkan secara eksplisit dalam perjanjian tersebut. Janji MacMahon bukanlah perjanjian yang diratifikasi secara formal, tetapi punya kekuatan sebagai perjanjian, khususnya ketika Hussein memutuskan untuk bertindak berdasarkan perjanjian itu sehingga menyulut pergolakan bangsa Arab melawan kekuasaan Turki Usmani 1916.6 Meskipun orang-orang Arab sepakat untuk menentang kerjasama dengan orang kafir, namun karena kekecewaan yang melemahkan kredibilitas Islam di bawah Khalifah Ottoman, ditambah adanya tindakan Ottoman, Jamal Pasha alSagheer yang melaksanakan hukuman mati kepada beberapa orang Arab Syria membuat pemimpin Arab marah dan geram, sehingga pada 10 Juni 1916 Syarif Hussein mengisyaratkan revolusi Arab untuk menentang kerajaan Ottoman.7 Namun pada bulan Mei 1916, Inggris juga melakukan perundingan rahasia dengan Prancis dan Rusia yang menandatangani suatu perjanjian yang dikenal sebagai Sykes-Picot Agreement, untuk membagi wilayah Turki Usmani. Dalam perjanjian tersebut, Inggris mendapatkan sebagian besar wilayah-wilayah Irak timur Jordan dan daerah Haifa di Palestina. Sementara Prancis mendapatkan Lebanon dan Syria,8 dan untuk Rusia akan menduduki wilayah Istambul.9 Kemudian, Inggris juga melakukan negosiasi dengan Organisasi Zionis Internasional tentang masa depan Palestina. Tawaran ini dikemukakan karena Inggris membutuhkan lobi Zionis di Amerika, agar AS bersedia untuk terlibat secara langsung bahu-membahu dengan Inggris dan Sekutunya. Kemudian
5
Aguk Irawan MN, Rahasia Dendam Israel; Jejak Berdarah Israel di Palestina dan Dunia Arab, (Jakarta: Kinza Books, 2009), Cetak I, h. 93. 6 Karen Armstrong, Jerusalem Satu Kota Tiga Iman, (Surabaya: Risalah Gusti, 2009), h. 505. 7 Zainur Rashid, dkk, Palestin Meniti Rentetan Sejarah, (Selangor: Taawun Medi Resources, 2004), h. 51. 8 Muhsin M.S, Palestina Sejarah Perkembangan…, h. 42. 9 Rahmatullah, “Peran Amerika Serikat dalam Menciptakan Perdamaian dan Penyelesaian Konflik Israel dan Palestina”, Jurnal Ilmiah WIDYA, Vol. 3, No. 1, (Januari–April 2015), h. 2.
3
perjanjian tersebut dikenal sebagai deklarasi Balfour 2 November 1917, dengan komitmen Inggris, untuk mendirikan negara nasional Yahudi di Palestina.10 Kedua perjanjian rahasia Sykes Picot dan Deklarasi Balfour dibedah oleh Rusia yang telah mengundurkan diri dari peperangan dunia pertama dengan kejatuhan pemerintah Tsar (Kaisar) Nicholas II pada bulan Oktober 1917. Kabar perjanjian tersebut kemudian disebar oleh para tokoh Mesir. Penghianatan Inggris ini mengejutkan dunia Arab dan mereka enggan menyertai tentara sekutu sampai Inggris memberi penjelasan. Pada bulan Januari 1918 Inggris pun segera mengirimkan Hogarth, wakil Inggris untuk menemui Syarif Hussein dengan jaminan bahwa pendatang Yahudi di Palestina tidak akan mempengaruhi atau mendapatkan kepentingan politik dan ekonomi bagi rakyat Palestina. Dengan itu, Inggris lagi-lagi berhasil memperdaya pemimpin Arab.11 Sebagai dampak langsung dari Perang Dunia I, pada tanggal 24 April 1920, pihak sekutu sebagai pemenang mengadakan pertemuan di San Remo, Italia. Liga Bangsa-Bangsa (LBB) memutuskan bahwa wilayah-wilayah pendudukan belum siap untuk diberi kemerdekaan, maka harus diurus oleh administrasi sipil yang disebut “Mandat”. Setiap mandat dikuasai oleh Inggris atau Perancis “sampai saat mereka mampu berdiri sendiri”. Sesuai dengan yang telah disepakati sebelumnya dalam Perjanjian Sykes-Pycot tahun 1916, Inggris mendapat mandat atas wilayah Palestina.12 Komisaris tinggi sipil pertama yang ditunjuk untuk Palestina pada tahun 1920 adalah Sir Herbert Samuel, dia sendiri adalah seorang Yahudi. Penunjukan ini tampaknya merupakan tanda yang menjanjikan harapan bagi Zionis dan ancaman bagi bangsa Arab. Samuel punya komitmen pada Deklarasi Balfour, tetapi sepanjang masa jabatannya selama lima tahun dia berusaha untuk meyakinkan orang-orang Arab.13 Pada masa kepemimpinannya, Samuel jelas berusaha bersikap kooperatif terhadap aspirasi masyarakat Arab Palestina. Dengan Samuel Muhsin M.S, Palestina Sejarah Perkembangan…, h. 42. Zainur Rashid, dkk, Palestin Meniti Rentetan…, h. 54. 12 Hanafi Wibowo, “Mandat Liga Bangsa-Bangsa: Kegagalan…, 54. 13 Karen Armstrong, Jerusalem Satu Kota Tiga Iman…, h. 509. 10 11
4
memberikan amnesti kepada Amin Al- Husayni yang saat itu sedang mendekam di penjara”. Setelah bebas, Al- Husayni dilantik oleh Herbert Samuel menjadi Mufti Agung Palestina (Mufti Filastin al-Akbar). Selain itu, Herbert Samuel mendirikan Dewan Tinggi Muslim (Supreme Moslem Council) yang bertugas mengatur dan menjaga lembaga-lembaga dan komunitas Islam di Palestina. Dalam lembaga ini, Amin al-Husayni diangkat menjadi pimpinan utama. Atas sikap Samuel tersebut, ia mendapat kecaman dari penduduk Yahudi.14 Tugas yang diberikan LBB kepada Inggris untuk mengelola wilayah Palestina sampai mereka bisa memerintah secara otonom, ternyata menimbulkan banyak friksi di antara warga di wilayah Palestina, khususnya antara Arab dan Yahudi. Kedua bangsa tersebut telah dijanjikan oleh Inggris untuk bisa membentuk pemerintahan berdaulat yang berdiri sendiri, sehingga menimbulkan banyaknya gesekan terutama klaim mengenai siapa yang paling berhak untuk berada di wilayah Palestina. Dalam kurun waktu hampir 30 tahun selama pemerintahan Mandat Inggris, telah terjadi beberapa bentrokan di antara bangsa Arab dan Yahudi.15 Pada 4 April 1920 bertepatan dengan perayaan Nabi Musa. Prosesi Nabi Musa selalu dianggap sebagai simbolis untuk perebutan kepemilikan Kota Suci, bahkan pada tahun ini massa Muslim berpencar dan menyerbu kompleks pemukiman Yahudi. Peristiwa ini menjadi tanda perlawanan fisik yang pertama bangsa Arab Palestina di bawah Mandat Inggris melawan bangsa Yahudi yang dikenal dengan Palestine Riots 1920. Pada peristiwa ini Polisi Arab berpihak kepada perusuh (Rakyat Palestina), pasukan Inggris tidak keluar untuk menghentikan pertikaian, dan setelah itu orang-orang Yahudi dilarang untuk mengorganisir pertahanan mereka sendiri. Sebagian korban adalah Yahudi (sembilan orang terbunuh dan 244 orang cedera). Kerusuhan itu menciptakan keretakan antara Yahudi dan Inggris yang sebelumnya bangsa Yahudi sangat percaya kepada Mandat Inggris akan selalu memihak terhadap apa yang telah disepakati dalam perjanjian Balfour yaitu untuk mendirikan negara nasional Yahudi
14 15
Hanafi Wibowo, “Mandat Liga Bangsa-Bangsa: Kegagalan…, h. 55. Aguk Irawan MN, Rahasia Dendam Israel; Jejak…, h. 94.
5
di Palestina. Zionis menyalahkan administrasi Mandat Inggris atas penyerangan berdasarkan prasangka rasial ini, mereka (Inggris) menunjukkan keberpihakan kepada bangsa Arab. Sejak itu, bangsa Yahudi maupun Arab menuduh Inggris mendukung “pihak lain”. Sebenarnya, ada kontradiksi yang nyata dalam kebijakan Inggris atas konflik tersebut, Inggris menjadi kekuatan pemegang Mandat di Palestina. Pasal 22 dari perjanjian Liga Bangsa-Bangsa berisi bahwa Inggris harus menerapkan “prinsip kesejahteraan dan pembangunan (bagi rakyat Palestina) yang menjadi amanat suci peradaban”. Tetapi Inggris juga terikat pengimplementasian Deklarasi Balfour dan pelapangan jalan bagi pendirian National Home (tanah air) Yahudi di Palestina. Itulah yang membuat Inggris tidak mampu melakukan apa-apa pada kerusuhan tahun 1920 di Palestina.16 Kemudian pada tahun 1929, konflik antara bangsa Arab Palestina dengan Yahudi terjadi di Yerusalem, sebuah kota yang menjadi simbol aspirasi terdalam dari kedua pihak.17 Bagi umat Yahudi, Tembok Barat, atau yang lebih dikenal dengan Tembok Ratapan, merupakan satu-satunya bagian yang tersisa dari Haikal Solomon yang dihancurkan oleh Imperium Romawi pada tahun 70 Masehi. Bangunan tersebut merupakan peninggalan Israel kuno yang sangat penting dan religius bagi umat Yahudi.18 Bagi umat Islam tembok tersebut merupakan tempat di mana peristiwa Isra’ Mi’raj terjadi, perjalanan spiritual Nabi Muhammad dari Makkah ke Yerusalem, lalu dari Yerusalem ke Sidratul Muntaha, serta terdapatnya Masjid al-Aqsa, masjid tersuci ketiga bagi umat Islam.19 Pada tanggal 15 Agustus 1929, sejumlah imigran Yahudi di bawah kepemimpinan Jeremia Halpern berbaris menuju Tembok Ratapan sambil mengibarkan bendera Zionis dan menyanyikan Hatikvah (Hymne Yahudi).20
Karen Armstrong, Jerusalem Satu Kota Tiga Iman…, h. 508-509. Karen Armstrong, Jerusalem Satu Kota Tiga Iman…, h. 515. 18 Hanafi Wibowo, “Mandat Liga Bangsa-Bangsa: Kegagalan…, h. 55. 19 Trias Kuncahyono, Yerusalem 33 Imperium Romanium, Kota Para Nabi, Dan Tragedi di Tanah Suci, (Jakarta: Kompas, 2011), h. 314. 20 Hanafi Wibowo, “Mandat Liga Bangsa-Bangsa: Kegagalan…, h. 56. 16 17
6
Mereka bersumpah akan mempertahankan tembok itu sampai mati. Dengan begitu kedua belah pihak pun mencoba untuk saling mempertahankan tempat tersebut dan ketegangan pun merebak. Pada hari berikutnya, ketika orang-orang Arab mulai berkumpul di Haram untuk shalat Jum’at, sebagian dari mereka menyerbu tempat ibadah Yahudi. Kali ini, polisi Inggris berhasil menghentikan kerusuhan tersebut. Belakangan, pada tanggal 22 dan 23 Agustus, dari massa petani Palestina di Yerusalem, mereka membawa pentungan dan pisau, bahkan sebagian ada yang membawa senjata api. Pada khotbah jumat, Mufti pun tidak mengatakan apa yang bisa ditafsirkan (secara implisit) sebagai dukungan dan penghasutan, tetapi setelah itu massa berbondong-bondong dari Haram dan mulai menyerang setiap orang Yahudi yang mereka jumpai. Lagi, Inggris menolak mengizinkan orang-orang Yahudi untuk melakukan pembalasan, dan Polisi Inggris yang telah dikurangi jumlahnya oleh Lord Plumer, tidak dapat menangani krisis ini secara memadai. Kekerasan pun pecah di seluruh Palestina, mengakibatkan 133 orang Yahudi terbunuh dan 339 orang cedera. Polisi Inggris telah menewaskan 110 orang Arab, dan enam orang lagi mati dalam serangan Yahudi di dekat Tel Aviv.21 Kemudian Mufti Hajj Amin al-Husaini mengatakan kepada pemerintahan Mandat Inggris; Tembok Ratapan adalah bagian dari Thalith al-Haramain dan harta wakaf Islam. Orang-orang Yahudi tidak boleh memperlakukan tempat suci seolaholah itu adalah milik mereka, dengan membawa masuk perabotan dan meniupkan shofar sedemikian rupa sehingga mengganggu shalat orang Islam di sana. Mereka berada di sana semata-mata ditolelir oleh kami (meskipun dengan berat hati). Inggris pun membenarkan dan mendukung hal tersebut, untuk pihak Yahudi agar tidak berlebih-lebihan lagi dalam melaksanakan kegiatan keagamaannya.22 Meski dampak kerusakan yang dilakukan orang-orang Arab cukup parah, tapi Pemerintah Mandat Inggris menuding bahwa perbuatan para Imigran Yahudi pada tanggal 15 Agustus merupakan pemicu utama konflik. Setelah peristiwa tersebut, Pemerintah Mandat Inggris mempublikasikan peraturan Order in Council 21 22
Karen Armstrong, Jerusalem Satu Kota Tiga Iman…, h. 516-517. Hanafi Wibowo, “Mandat Liga Bangsa-Bangsa: Kegagalan…, h. 56.
7
1929 yang menetapkan bahwa umat Islam Palestina memiliki hak tunggal atas kepemilikan Tembok Ratapan dan area sekitarnya dan kaum Yahudi dilarang membunyikan Shofar di sana.23 Tetapi ini merupakan kemenangan yang semu, ketika kelompok Zionisme yang mulai berdatangan dari Jerman dan Polandia ke Palestina dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan sebelumnya. Mereka mengungsi dan akhirnya menetap di Palestina karena adanya pemimpin radikal Hitler yang berkuasa di wilayah mereka sebelumnya. Orang-orang Arab Palestina sangat waspada terhadap meningkatnya Imigran Yahudi selama tahun 1930-an. Mereka menuduh Zionis mengekploitasi bahaya Jerman untuk membela kepentingan mereka.24 Bagi masyarakat Yahudi, kerusuhan tahun 1929 membuat mereka memutuskan untuk memperkuat organisasi Paramiliter Yahudi yang disebut Haganah, yang akan menjadi cikal bakal dari Israeli Defense Force (IDF). Haganah juga akan terpecah menjadi organisasi paramiliter yang lebih radikal yaitu Irgun Zvai Leumi. Dengan kata lain, rakyat Arab Palestina “sukses” menggali kuburannya sendiri dengan memperkuat musuh yang akan mengancam masa depannya kelak.25 Kesadaran Bangsa Arab akan bahaya meningkatnya Imigran Yahudi yang datang ke Palestina dari Jerman sekitar tahun 1930-1935 beramai-ramai yang berjumlah 152.000 orang. Ini menjadikan jumlah penduduk Yahudi meningkat dua kali lipat yang awalnya jumlah mereka sebanyak 156.000 orang26 yang hanya meliputi 18,9% dari jumlah penduduk. Menjelang tahun 1936, presentase tersebut meningkat menjadi 27,7%.27 Melihat hal tersebut, bangsa Arab-Palestina mengirimkan delegasinya bernama Musa Kazim al-Husaini ke London untuk mendapatkan simpati dari kerajaan Inggris, memang dalam kesepakatan delegasi tersebut berhasil. Namun pihak berkuasa setempat (pemerintahan Mandat Inggris)
Hanafi Wibowo, “Mandat Liga Bangsa-Bangsa: Kegagalan…, h. 56. Karen Armstrong, Jerusalem Satu Kota Tiga Iman…, h. 518. 25 Hanafi Wibowo, “Mandat Liga Bangsa-Bangsa: Kegagalan…, h. 56. 26 Zainur Rashid, dkk, Palestin Meniti Rentetan…, h. 63. 27 Karen Armstrong, Jerusalem Satu Kota Tiga Iman…, h. 519. 23 24
8
yang ada di Palestina gagal untuk menghalang atau menghentikan pembangunan rumah-rumah Yahudi. Meski telah diperingatkan oleh J. H. Simpson penasihat kerajaan Inggris, yang dikirim ke Palestina untuk menyampaikan bahwa pemberian tanah kepada Yahudi perlu dihentikan. Begitu juga imigran bangsa Yahudi ke Palestina perlu dikurangi. Kegagalan Mandat Inggris atas masalah tersebut, membuat bangsa Arab Palestina sentimen dan menimbulkan masalah anti-Inggris.28 Sehingga mengakibatkan faksi-faksi yang lebih radikal mulai bermunculan seperti kamp-kamp Arab dan sebagian dari orang-orang Palestina mulai bergabung dengan organisasi-organisasi gerilya untuk melawan Inggris dan Zionis.29 Faktor utama lainya, penyebab terjadinya revolusi ini adalah munculnya seorang ulama karismatik asal Syria bernama Izzudin al-Qassam yang menganjurkan bagi rakyat Palestina agar melakukan konfrontasi terhadap kelompok Zionis dan Pemerintah Mandat Inggris. Motivasi Izzudin al-Qassam menawarkan solusi alternatif yang radikal karena ia menilai Dewan Tinggi Muslim yang dipimpin Amin al- Hussayni tak serius dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina. Ia menyalahkan Dewan Tinggi Muslim yang kurang memperhatikan pembelian senjata untuk perjuangan rakyat Palestina. Pada tanggal 20 November 1935, Izzudin al Qassam menghimpun 800 anggota Brigade Tangan Hitam untuk menyerang pelabuhan Haifa yang notabennya adalah pusat perekonomian Inggris karena adanya jaringan pipa minyak di wilayah itu. Sayangnya Izzudin al-Qassam tewas dalam baku tembak bersama dengan tiga anak buahnya, sedangkan beberapa anggota Tangan Hitam yang masih hidup ditangkap oleh Polisi Inggris. Kematian Izzudin al-Qassam dianggap tragis, membuat seluruh lapisan rakyat Palestina berkabung, sehingga penguburan jenazahnya diselenggarakan layaknya upacara resmi kenegaraan. Kemudian pada tanggal 20 April 1936, sejumlah elit Palestina mendirikan Komite Arab Tertinggi (Al Lajnah al Arabiyah al-Uliya) di kota Nablus, yang mendeklarasikan perlawanan rakyat Arab Palestina terhadap pemerintah Mandat 28 29
Zainur Rashid, dkk, Palestin Meniti Rentetan…, h. 65. Karen Armstrong, Jerusalem Satu Kota Tiga Iman…, h. 519.
9
Inggris. Pada tanggal 7 Mei 1936, Komite Arab tersebut, menghimbau agar semua rakyat Arab Palestina yang bekerja di kantor-kantor pemerintah maupun perusahaan-perusahaan di seluruh wilayah Palestina melakukan mogok kerja, serta tidak perlu lagi membayar pajak kepada pemerintah Mandat Inggris. Dengan ini, dimulailah “Pemogokan Umum di Palestina” (Palestine General Strike). Pemerintah Mandat
Inggris
segera memberlakukan Hukum Darurat Militer.
Orang-orang yang dicurigai terlibat dalam pemogokan ditangkap, Pemerintah juga mengenakan denda pada desa-desa yang warganya terlibat dalam aksi pemogokan itu.30 Ketika permasalahan ini terjadi akibat tuntutan rakyat Arab Palestina yang tidak dapat dipenuhi oleh pemerintahan Mandat, selanjutnya pemerintah Inggris berusaha untuk menemukan solusi atas persoalan ini.31 Pada tahun 1937, Peel Committee32 merekomendasikan agar sebaiknya wilayah Mandat Inggris di Palestina dibagi menjadi dua. Satu bagian untuk bangsa Yahudi dan satu bagian lainnya diberikan kepada bangsa Arab. Dalam pembagiannya wilayah untuk Yahudi, meliputi kawasan pantai, Lembah Jezreel, Beit She’an, dan Galilea, sementara Negara Arab akan meliputi Transjordan, Yudea, Samaria, Lembah Sungai Jordan dan Gurun Negev.33 Setelah melalui perdebatan yang sengit, Zionis menerima rencana Peel.34 Namun, Komite Arab Tertinggi yang dipimpin Amin al-Hussayni terangterangan menolak rekomendasi Komisi Peel dan menganggap Komisi Peel melanggar janji. Mereka mengeluarkan memorandum yang menyatakan bahwa Palestina adalah bagian integral dari dunia Arab. Sehingga usulan untuk
Hanafi Wibowo, “Mandat Liga Bangsa-Bangsa: Kegagalan…, h. 58. Karen Armstrong, Jerusalem Satu Kota Tiga Iman…, h. 521. 32 Sebuah Komisi Kerajaan yang dipimpin oleh William Peel. Tugas utama dari Komisi Peel adalah menemukan penyebab pemberontakan ini. Komisi Peel kemudian menyimpulkan bahwa pemberontakan tahun 1936 disebabkan karena bangkitnya nasionalisme Palestina, ketakutan terhadap rencana pihak Yahudi mewujudkan “Jewish National Homeland”, dan ketidakpercayaan masyarakat Arab Palestina terhadap niat baik Pemerintah Mandat Inggris (Lihat: Hanafi Wibowo, “Mandat Liga Bangsa-Bangsa: Kegagalan…, h. 58) 33 Hanafi Wibowo, “Mandat Liga Bangsa-Bangsa: Kegagalan…, h. 58. 34 Karen Armstrong, Jerusalem Satu Kota Tiga Iman…, h. 521. 30 31
10
memberikan sebagian wilayah Palestina kepada Imigran Yahudi bukanlah hal yang dapat diterima. Pada bulan Juni 1937, kerusuhan terulang kembali. Sejumlah milisi Arab membunuh Kepala Distrik Galilea, Lewis Andrews dan Pejabat Inggris bernama P. R. McEwen di luar gereja Anglikan di kota Nazareth. Pemerintah Mandat Inggris menyalahkan Komite Arab yang dipimpin Amin al-Hussayni atas kerusuhan dan pembunuhan sejumlah Pejabat Pemerintah. Komisaris Besar Mandat Inggris, Sir Arthur Grenfell Wauchope mengambil tindakan tegas dengan mengklasifikasikan Komite Arab tersebut sebagai organisasi terlarang. Amin al-Hussayni selaku pemimpin organisasi, melarikan diri ke Lebanon, sedangkan para pemimpin militer lainnya banyak yang ikut melarikan diri, atau terbunuh. Dengan hilangnya para pemimpin, gerakan nasionalisme Palestina pun menjadi lemah karena absennya figur pemimpin. Pemberontakan Arab Palestina tahun 1936-1939 adalah sekumpulan kerusuhan sporadis yang dilakukan para petani dan pejuang revolusioner di Palestina. Pemberontakan ini awalnya menggunakan metode ‘ketidaktaatan sipil’ (Civil Disobedience) namun berevolusi menjadi perlawanan bersenjata yang terdiri atas sekumpulan kecil pengerusakan tanpa mengincar satu target spesifik, melainkan antara lain, orang Yahudi dan pemerintahan Mandat Inggris, namun berakhir dengan kegagalan. Pemberontakan ini menghasilkan dampak yang sangat krusial bagi masyarakat Arab Palestina secara keseluruhan. Pemberontakan ini menghabiskan semua energi dan sumber daya yang sangat dibutuhkan, karena bertempur melawan musuh yang masih kuat. Maka pihak Zionis mendapat keuntungan karena mempertahankan sikap kooperatif dengan Pemerintah Inggris dan akhirnya mereka dapat mengambil peluang dari momen melemahnya Inggris pada tahun 1947-1948. Sementara bangsa Arab Palestina yang masih belum pulih akibat kekalahan dalam pemberontakan ini, di kemudian hari kehilangan momentum yang berharga tersebut.35
35
Hanafi Wibowo, “Mandat Liga Bangsa-Bangsa: Kegagalan…, h. 56-59.
11
Kekuatan Inggris yang melemah akibat Perang Dunia II, tidak dapat melanjutkan kendalinya atas Palestina.36 Eskalasi konflik dari pihak Arab maupun Yahudi terus saja terjadi, Inggis berusaha menolak 100.000 pengungsi orang-orang Yahudi yang selamat dari kamp Nazi untuk masuk ke Palestina. Sebagai respons ditolaknya orang-orang Yahudi ke Palestina, Irgun (tentara Zionis) meledakkan sayap Hotel King David, di mana satu lantainya digunakan sebagai markas angkatan bersenjata Inggris. Sembilan puluh satu orang terbunuh dan empat puluh lima lainnya luka-luka. Pada tahun terakhir ini, Inggris tampaknya kehilangan kendali. Pejabat-pejabat Inggris di Palestina mulai kehilangan semangat, gusar, dan frustrasi,
dikarenakan
pengimplementasian
kebijakan-kebijakan
untuk
mendamaikan kedua kelompok bangsa Arab Palestina dan Yahudi yang mereka jalankan berakhir dengan hasil mustahil. Inggris pun berasumsi apabila mereka masih tetap tinggal di wilayah tersebut maka yang mereka dapatkan hanyalah akan membahayakan negeri itu dan mereka memutuskan untuk pergi dari wilayah Mandatnya tersebut.37 Pada tanggal 7 Februari 1947, sekretaris luar negeri Inggris, Ernst Bevin, mengumumkan di hadapan kabinetnya, bahwa kerajaan Inggris tidak dapat lagi meneruskan Mandat yang pernah diberikan oleh Liga Bangsa-Bangsa atas wilayah Palestina. Dengan demikian, masalah Palestina harus diserahkan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) selaku penerus Liga Bangsa-Bangsa. Pada tanggal 28 April 1947 dalam Sidang Umum PBB diputuskan untuk membentuk sebuah Pantia Khusus yang disebut United Nation Special Comitee On Palestine (UNSCOP) yang beranggotakan 11 orang untuk melakukan penyelidikan mengenai masalah Palestina. Kemudian UNSCOP mengajukan rekomendasi yaitu: Pembentukan Palestina merdeka untuk etnis Arab dan Yahudi, dan Mandat Inggris atas Palestina harus segera diakhiri. Pada tanggal 29 November 1947, PBB mengeluarkan Resolusi no.181. Resolusi tersebut memutuskan bahwa wilayah Mandat Inggris di Palestina dibagi
36 37
Hanafi Wibowo, “Mandat Liga Bangsa-Bangsa: Kegagalan…, h. 59 Karen Armstrong, Jerusalem Satu Kota Tiga Iman…, h. 522.
12
menjadi dua, satu bagian untuk bangsa Yahudi dan satu bagian lainnya diberikan pada bangsa Arab. Wilayah Yahudi meliputi Jaffa sampai Galilea, serta daerah pelabuhan Haifa sampai selatan Jaffa dan Gurun Negev. Sementara untuk wilayah Arab meliputi Lembah Esdraelon sampai Beersheba, wilayah barat Galilea serta Jalur Gaza sampai ke perbatasan Mesir. Khusus untuk Yerusalem, tidak diberikan pada Israel atau Arab karena Yerusalem merupakan kota suci untuk 3 agama (Yahudi, Kristen, dan Islam) jadi diberikan status Corpus Separatum.38 Zionis menerimanya dengan pragmatisme, mereka selalu menyetujui langkah-langkah pembagian wilayah,39 terus-menerus menerima dan mengabaikannya (pemikiran David Ben-Gurion pemimpin politik komunitas Yahudi).40 Namun, para anggota Komite Arab di pengasingan dan Liga Arab, sebagai pihak yang mewakili Palestina sama-sama menolak Resolusi PBB no.181, mereka menilai alokasi tanah tersebut tidak adil. Amin al-Hussayni yang ketika itu berada di Mesir, mengeluarkan Deklarasi, menyerukan kepada seluruh masyarakat Arab di Timur Tengah untuk bergerak ke wilayah Mandat Inggris dan melakukan intervensi atas sikap organisasi paramiliter Yahudi yang bertekad mendukung resolusi PBB no.181 demi mencegah implementasinya resolusi tersebut. Pada akhir Desember 1947, Pemerintah Mandat Inggris terkejut ketika Abdul Qadir al-Hussayni, keponakan Amin al-Hussayni memimpin pasukan Jihad al-Muqaddas bersama sejumlah sukarelawan dari Syria dan Lebanon berbaris memasuki batas wilayah Mandat Inggris. Disusul pada bulan Januari–Februari 1948 oleh tentara Arab Liberation Army (Jaysh al-Inqadh al-Arabi).41 Bangsa Arab berhasil mengepung pinggiran kota Yahudi di Yerusalem Barat, tentara Israel Haganah berhasil membuka jalan - pertempuran pun terjadi di Palestina, suatu kerumunan warga Arab bergerak melewati Gerbang Yaffa dan menjarah pusat perdagangan Yahudi di Jalan Ben Yehuda. Irgun membalas dengan cara menyerang pinggiran kota yang
Corpus Separatum adalah Bahasa Latin yang artinya ‘tubuh terpisah’. Maksudnya, kota Yerusalem tak akan dikuasai oleh orang Arab maupun Yahudi, melainkan menjadi Kota International. (Lihat: Hanafi Wibowo, “Mandat Liga Bangsa-Bangsa: Kegagalan…, h.61) 39 Karen Armstrong, Jerusalem Satu Kota Tiga Iman…, h. 523. 40 Ilan Pape, Pembersihan Etnis Palestina, (Jakarta: Kompas Gramedia, 2009), h. 54. 41 Hanafi Wibowo, Mandat Liga Bangsa-Bangsa: Kegagalan…, h. 61. 38
13
ditempati warga Arab di Katamon dan wilayah Jarrah. Tercatat 70 orang Yahudi dan 230 orang Arab terbunuh dalam pertempuran di sekitar Yerusalem pada bulan Maret 1948 tersebut. Pada 10 April, perang memasuki fase baru ketika Irgun menyerang perkampungan Arab di Deir Yassin, 250 laki-laki, perempuan, dan anak-anak dibantai, untuk beberapa tubuh mereka ada yang di mutilasi. Pada 13 April, orang-orang Arab membalas dengan menyerang sebuah konvoi yang membawa para teroris Irgun yang terluka dari Deir Yassin ke Klinik Pusat Scopus, di sana orang-orang Arab membunuh 40 staf medis Yahudi.42 Namun peristiwa mutilasi yang dilakukan oleh Irgun lebih menakutkan dibenak para warga Arab Palestina. Sebelum hengkangnya Inggris, Irgun membalas menyerang Yaffa, akibat adanya kesan yang menghantui dari peristiwa di Deir Yassin menyebabkan tujuh puluh ribu penduduk Arab Palestina di kota melarikan diri. Peristiwa ini menandai permulaan dari eksodus orang-orang Palestina dari negeri mereka. Situasi ini dimanfaatkan David ben Gurion untuk mempersiapkan kemerdekaan Israel, dengan melihat fakta bahwa Mandat Inggris akan segera berakhir. Pemerintahan sementara pun dibentuk melalui Dewan Nasional yang merupakan penghubung antara Jewish Agency dan Komite Nasional (Ha’Vaad Ha’Leumi). Sehari sebelum berakhirnya Mandat Inggris, tepatnya pada tanggal 14 Mei 1948, Sir Alan Cunningham dan para pejabat pemerintahan Mandat Inggris meninggalkan Palestina dengan menaiki kapal dari pelabuhan Haifa jam 8 pagi. David ben Gurion memanfaatkan peluang ini dengan mengundang Komite Persiapan Urusan Kemerdekaan (Minhelet Ha’Am) untuk menandatangani naskah Deklarasi Kemerdekaan Israel, yang akan ia bacakan pada jam 4 sore di Museum Tel Aviv. Setelah pembacaan Deklarasi Kemerdekaan, Chaim Weizmann dilantik sebagai Presiden Israel pertama dengan David ben Gurion sebagai Perdana Menteri. Presiden Amerika saat itu, Harry Truman langsung memberikan pengakuan defacto kepada Negara Israel yang baru berdiri.43
42 43
Karen Armstrong, Jerusalem Satu Kota Tiga Iman…, h. 523. Hanafi Wibowo, “Mandat Liga Bangsa-Bangsa: Kegagalan…, h. 59-63.
14
Pejuangan perlawanan fisik ataupun milter yang dilakukan bangsa Arab Palestina semua berakhir dengan kegagalan dengan keberhasilan bangsa Yahudi mendirikan Negara Israel tahun 1948. Namun pada tahun 1979 Yasser Arafat
mencoba merubah bentuk perjuangan rakyat Palestina tesebut dengan cara diplomasi, dan berharap akan mendatangkan hasil yang lebih baik untuk Palestina.44 Ia juga telah meyakinkan rekan-rekannya untuk secara implisit mengakui eksistensi negara Israel.45 Maka perjuangan rakyat Palestina berubah menjadi perjuangan diplomasi pada masa kepemimpinan Yasser Arafat di PLO. (Selanjutnya nama “Yasser Arafat” penulis sebut atau disingkat dengan “Arafat”) Arafat melakukan perjuangan untuk Palestina sudah cukup lama, yaitu sejak ia menempuh pendidikan di Kairo, Mesir di Universitas Faud (Sekarang Universitas Kairo). Ia salah satu dari pendiri organisasi Fatah, sebutan lain untuk Fatah adalah Harakat at-Tahrir al-Wathani al-Filasthini ) حركة التحرير الوطني الفلسطيني (فتحyang didirikan pada tahun 1958. Organisasi ini pasca Perang Enam Hari 1967 muncul sebagai kekuatan yang dominan dalam dunia politik di Palestina. Maka setelah Fatah resmi bergabung dengan PLO pada akhir 1960-an, Fatah menjadi faksi terbesar di antara faksi-faksi lain yang tidak kurang dari 15 faksi yang ada di dalam tubuh PLO.46 Dengan begitu Fatah yang dipimpin oleh Arafat telah menjadikan ia Ketua PLO dari 1969 sampai ia meninggal tahun 2004.47 PLO (Palestine Liberation Organization) merupakan badan organisasi perjuangan rakyat Palestina yang berdiri pada tanggal 2 Juni 1964 dalam sidang pertama Dewan Nasional Palestina ( المجلس الوطني الفلسطينيPalestine National Council / PNC) di Hotel Ambassador Yerusalem Timur.48 Dengan berdirinya PLO, nasib Palestina diserahkan ke pundak bangsa Arab-Palestina sendiri, dan tidak lagi menjadi urusan umat Islam, yang artinya persoalan Palestina direduksi menjadi
44
Alan Hart, Arafat Teroris atau Pendamai?, Penerjemah: Hasan Basari (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti 1989), h. 458. 45 Abrar, “Dibalik Perubahan Sikap Organisasi Pembebasan Palestina Tahun 1988”, Lontar, Vol. 8, No. 1, (Juni 2011), h. 41. 46 Ita Mutiara Dewi dkk, “Gerakan Rakyat Palestina Dari…, h. 20. 47 Alan Hart, Arafat Teroris atau Pendamai…, h. 292. 48 Abrar, “Dibalik Perubahan Sikap Organisasi..., h. 42.
15
persoalan nasional bangsa Palestina sendiri.49 Dalam pembentukan PLO itu, terpilih untuk pertama kalinya sebagai Ketua Komite Eksekutif PLO adalah Ahmad Syaqiri yang menjabat dari tahun 1964 s.d 1967, digantikan oleh Yahya Hamuda sampai tahun 1969, kemudian pada tahun 1969 Ketua PLO dijabat oleh Yasser Arafat sampai ia meninggal pada tahun 2004.50 Piagam Nasional Palestina, dalam tubuh PLO yang diresmikan oleh PNC, menegaskan perjuangan bersenjata untuk memerdekakan Palestina serta tidak akan mundur sejengkal pun dari tanahnya membuat hubungan Israel-Arab memanas. Pada tanggal 5 Juni 1967 pecahlah peperangan yang dikenal dengan Six-Days War, pada pagi hari itu tentara angkatan udara Israel berhasil menghancurkan pesawatpesawat tempur Mesir, Yordania, dan Syria yang masih terparkir di bandara masing-masing.51 Dalam rentang waktu enam hari saja, Israel berhasil merebut Sinai dan Jalur Gaza (Mesir), Dataran Tinggi Golan (Syria), Tepi Barat dan Yerusalem (Yordania).52 Persenjataan angkatan udara Mesir, Syria, dan Yordania hancur berantakan, lebih dari 80% persenjataan dan perlengkapan perang hancur. Korban yang meninggal dari pihak Arab; sekitar 10 ribu tentara Mesir, 6.094 tentara Yordania, 1.000 tentara Syria, dan belum lagi dengan mereka yang cedera.53 Akibat kejadian tersebut muncul tanggapan dari Mesir. Nasser berpendapat bahwa perjuangan dengan cara-cara militerisme untuk pembebasan Palestina harus ditinggalkan dan melanjutkan perjuangan dengan cara-cara politik. Persepsi yang hampir sama juga datang dari Yordania, Raja Hussein meyakini bahwa dengan diplomasi akan membawa hasil yang lebih baik dengan menerima Resolusi 242.54 Persamaan harapan Hussein dan Nasser untuk Palestina adalah bahwa ia dan Nasser, entah dengan cara apa, akan dapat membujuk Amerika menggunakan Aguk Irawan MN, Rahasia Dendam Israel; Jejak…, h 80. Abrar, “Dibalik Perubahan Sikap Organisasi..., h. 43. 51 Muhsin M.S, Palestina Sejarah Perkembangan…, h. 86-87. 52 Aguk Irawan MN, Rahasia Dendam Israel; Jejak…, h. 80. 53 Muhsin M.S, Palestina Sejarah Perkembangan…, h. 87. 54 Resolusi 242 adalah resolusi yang menuntut Israel untuk segera menarik mundur pasukannya dari seluruh wilayah yang didudukinya dalam Perang Enam Hari tahun 1967 dan penghentian semua klaim oleh negara-negara yang berperang serta menghormati, mengakui kedaulatan, integritas tritorial, kemerdekaan politik dari setiap negara di wilayah itu. (Lihat: Abrar, “Dibalik Perubahan Sikap Organisasi..., h. 47). 49 50
16
pengaruhnya guna memaksa Israel menarik diri dari wilayah Arab yang didudukinya. Pandangan Hussein pada waktu itu, membujuk Amerika untuk melakukan apa yang harus dilakukannya, mestinya bukan sesuatu yang mustahil oleh Amerika bersama-sama dengan negara lainnya dalam komunitas internasional yang sudah terikat oleh Resolusi 242 PBB tahun 1967.55 Kemudian pada bulan November 1977, Mesir di bawah kepemimpinan Anwar Sadat mengunjungi entitas Zionis untuk melakukan perundingan bilateral. Kemudian ia menandatangani Perjanjian Camp David pada bulan Desember 1978 di hadapan Presiden AS yang memasukkan Mesir dalam kondisi damai dengan Israel. Konflik antara keduanya diberhentikan, Sinai dan Jalur Gaza dikembalikan. Dengan demikian, Palestina telah kehilangan pihak yang paling dominan dalam perjalanan konflik melawan bangsa Yahudi. Hal ini akan menjadi pertimbangan tersendiri untuk perjuangan Palestina dengan perlawanan militer terhadap Israel.56 Piagam Nasional Palestina, yang terkandung dalam Pasal 9 berbunyi sebagai berikut: “Perjuangan bersenjata merupakan satu-satunya cara untuk membebaskan Palestina”. Pada Pasal 21 berisi: “Rakyat Arab Palestina, yang menyatakan diri dengan revolusi bersenjata, menolak semua pemecahan yang merupakan subtitut bagi pembebasan Palestina secara total”. Selain itu, Pasal 28 menjelaskan: “Rakyat Arab Palestina menyatakan kemurnian dan kemandirian revolusi nasional mereka dan menolak semua bentuk intervensi, perwakilan, dan subordinasi”57 Namun, pada akhirnya Fatah mampu mengamandemen Piagam tersebut, karena Fatah merupakan organisasi paling besar, paling kuat, dan jauh paling populer di antara berbagai organisasi dan front pembebasan. Maka tak ada yang dapat menghentikan Arafat dan rekan-rekannya untuk menempuh kebijakankebijakan yang lain dari apa yang ada di Piagam itu.58 Hal tersebut terbukti pada tahun 1979 dalam sidang PNC diputuskan kebijakan yang memberikan mandat
Alan Hart, Arafat Teroris atau Pendamai…, h.275. Zainur Rashid, dkk, Palestin Meniti Rentetan…, h. 96. 57 Alan Hart, Arafat Teroris atau Pendamai…, h.282-283. 58 Alan Hart, Arafat Teroris atau Pendamai…, h. 292. 55 56
17
kepada Arafat untuk melakukan perjuangan melalui cara-cara diplomasi.59 Dengan begitu perjuangan rakyat Palestina yang awalnya berjuang menggunakan perlawanan fisik kini berubah ke cara-cara diplomasi di bawah kepemimpinan Arafat di PLO. Pada tahun 1969, PLO mendapat pengakuan sebagai perwakilan resmi bangsa Palestina dari Organisasi Konferensi Islam (OKI) منظمة التعاون اإلسالمي. Kemudian pada bulan Oktober 1974, PLO telah diakui sebagai perwakilan resmi dari Liga Arab. Selanjutnya pada 22 November 1974 keberadaan PLO diakui The United Nations General Assembly (Majlis Umum PBB)60 setelah Arafat tampil dalam sidang sebelumnya (13 November 1974). Ia berpidato yang menyuarakan aspirasi rakyat Palestina dan memperoleh dukungan dari PBB untuk mendapatkan kemerdekaan dengan jalan damai.61 Perjuangan Yasser Arafat dari tahun 1974 sampai dengan menjelang 1979 telah berhasil meyakinkan rekan-rekannya untuk mencapai sesuatu yang konkret melalui cara-cara politik, guna membuktikan bahwa kompromi itu dapat mendatangkan hasil. Dengan mau menerima kenyataan yakni eksistensi Israel, dan berdamai dengan Yahudi yang telah menguasai tujuh puluh persen dari tanah air mereka, kurang-lebih dalam wilayah dengan batasan-batasannya sebelum tahun 1967. Setelah dilakukan sidang PNC 1979, Arafat diberi mandat bebas untuk berunding secara terang-terangan dengan Israel. Dengan begitu, kredibilitas Arafat di kalangan rakyat Palestina bergantung kepada kemampuannya.62 Setelah terbentuknya tatanan baru dalam perjuangan politik perdamaian. Beberapa pemimpin Palestina memproklamasikan berdirinya Negara Palestina pada tanggal 15 November 1988, untuk mempermudah segala urusan perjuangan. Berdirinya Negara Palestina diumumkan di Aljir, ibukota Aljazair. Dengan bentuk negara Republik Parlementer. Ditetapkan bahwa Yerusalem Timur dijadikan
Alan Hart, Arafat Teroris atau Pendamai…, h. 458. Ita Mutiara Dewi dkk, “Gerakan Rakyat Palestina Dari…, h. 18. 61 Abrar, “Dibalik Perubahan Sikap Organisasi..., h. 45. 62 Alan Hart, Arafat Teroris atau Pendamai…, h. 458. 59 60
18
sebagai ibukota negara, dengan Presiden pertamanya Yasser Arafat.63 Adapun wilayah yang diklaim sebagai wilayah negara Palestina adalah Tepi Barat Sungai Yordania dan Jalur Gaza dengan ibukota Yerusalem. Eksistensi negara ini rapuh karena selain tidak diakui sebagian negara anggota Dewan Keamanan PBB, juga akibat wilayah geografi yang belum begitu jelas. Meski Negara Palestina telah dideklarasikan, PLO tetap menjadi representasi Palestina untuk berjuang di forum internasional, karena status Palestina sebagai negara belum diakui. Melihat PLO berjuang dengan menjunjung tinggi nilai perdamaian, sejumlah konferensi perdamaian antara Palestina dan Israel mulai marak dilakukan oleh negara-negara besar, seperti AS, Rusia dan Uni Soviet. Konferensi perdamaian paling awal adalah Madrid Confrence yang dilaksanakan pada tahun 1991 dan dilanjutkan dengan kesepakatan Perjanjian Oslo pada tahun 1993.64 Sebagai dampak dari perjuangan diplomasi, Presiden Palestina Mahmoud Abbas, pengganti Yasser Arafat, berpidato di Majlis Umum PBB, ia menyatakan kalau Israel terus melakukan pelanggaran, Palestina tidak lagi terikat dengan Perjanjian Oslo tahun 1993 yang dibuat sebagai persyaratan inti dalam proses perdamaian.
Meskipun
bernada dramatis, pidato itu secara efektif menjadi
kebijakan Palestina sejak 2011 ketika Abbas mengajukan banding yang pertama ke PBB untuk mengubah status Palestina di luar kerangka bilateral Perjanjian Oslo. Kebijakan Abbas sejak saat itu telah membuat Palestina mendapatkan serangkaian kemenangan simbolis. Pada bulan November 2012, Majelis Umum PBB memberikan Palestina status sebagai negara pengamat non-anggota, langkah yang ditentang keras oleh Israel dan Amerika Serikat. Pada pertengahan September 2015, pemungutan suara di Majelis Umum PBB memutuskan agar bendera Palestina dikibarkan di markas besar PBB walaupun statusnya masih pengamat.65
Aguk Irawan MN, Rahasia Dendam Israel; Jejak…, h. 83. Aguk Irawan MN, Rahasia Dendam Israel; Jejak…, h. 100-101. 65 Simela Victor Muhamad, Konflik Israil-Palestina dan Prospek Perdamaiannya (Jakarta: Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi, 2009), h. 7. 63 64
19
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, terdapat perubahan perjuangan rakyat Palestina pada masa kepemimpinan Yasser Arafat di PLO, dari yang awalnya berjuang secara perlawanan fisik berubah ke perjuangan diplomasi. Yasser Arafat juga telah diberi mandat bebas untuk berunding secara terang-terangan dengan Israel pada Sidang PNC 1979. Penulis berhasil mengidentifikasi masalah yang berpotensi untuk dijadikan kajian terkait perubahan perjuangan rakyat Palestina pada masa kepemimpinan Yasser Arafat di PLO sebagai berikut: 1. Perjuangan rakyat Palestina dengan perlawanan fisik di bawah Mandat Inggris, untuk mencegah pengimplementasian Deklarasi Balfour dan pelapangan jalan bagi pendirian National Home (tanah air) Yahudi di Palestina, berakhir dengan kegagalan dengan berdirinya Negara Israel 1948. 2. Terdapat perubahan perjuangan rakyat Palestina dari perjuangan bersenjata berubah menjadi perjuangan diplomasi di bawah kepemimpinan Yasser Arafat di PLO yang diresmikan pada sidang PNC tahun 1979. 3. Perjuangan PLO dengan diplomasi menghasilkan sejumlah konferensi perundingan yaitu Konferensi Madrid 1991 dan Perjanjian Oslo 1993.
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah Dari tiga permasalahan yang berhasil penulis identifikasi, akhirnya penulis membatasi permasalahan dalam skripsi ini pada seputar perubahan orientasi perjuangan rakyat Palestina dari perjuangan perlawanan fisik berubah menjadi perjuangan diplomasi di bawah kepemimpinan Yasser Arafat di PLO. Batas tahun yang penulis gunakan untuk melihat titik perubahan perjuangan adalah pada tahun 1979 sampai dengan 1993. Karena pada tahun 1979 pada sidang PNC Piagam Nasional Palestina resmi dirubah dari perjuangan bersenjata menjadi perjuangan diplomasi untuk membebaskan kemerdekaan Palestina. Sedangkan batasan waktu yaitu sampai dengan tahun 1993 (Perjanjian Oslo), karena dalam isi perjanjian
20
tersebut terdapat kesepakatan yang mengatur perdamaian antara Israel-Palestina dan penarikan mundur tentara Israel dari wilayah yang ditetapakan oleh Resolusi Dewan Keamanan PBB yaitu wilayah sebelum tahun 1976, dan juga menjadi dasar pembentukan Otoritas Nasional Palestina (ONP), yaitu Palestina baru di wilayah Jalur Gaza dan Jericho (Tepi Barat). Penulis juga akan menelusuri lebih jauh mengenai penyebab dan dampak yang dihasilkan dari perubahan perjuangan rakyat Palestina dengan organisasi PLO. Ruang lingkup pembahasan yang akan penulis jelaskan ialah dengan menggambarkan adanya perubahan perjuangan rakyat Palestina di bawah kepemimpinan Yasser Arafat, kemudian adanya perundingan-perundingan damai Israel-PLO; Konferensi Madrid 1991 dan Perjanjian Oslo 1993 serta hasilnya yang dapat memberikan dampak terhadap kemajuan status Palestina di PBB. Berdasarkan pemaparan permasalahan tersebut, maka rumusan pertanyaan dalam penelitian ini di antaranya: 1. Bagaimana perubahan perjuangan yang dilakukan rakyat Palestina dari perjuangan perlawan fisik ke perjuangan diplomasi dan apa penyebab perubahan perjuangan tersebut? 2. Apa yang dihasilkan dari diplomasi PLO-Israel dan bagaimana dampaknya bagi Palestina?
D. Tujuan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran ide untuk para peneliti lainnya dalam menganalisa lebih jauh mengenai fenomena perubahan perjuangan rakyat Palestina dengan organisasi PLO pada masa kepemimpinan Yasser Arafat dan diharapkan dapat memicu para sejarawan untuk meneliti lebih dalam mengenai masalah yang diuraikan dalam penelitian ini yang belum tuntas. Tujuan dari penelitian ini adalah:
21
1. Menjelaskan sejarah berdirinya PLO sebagai representasi perjuangan rakyak Palestina. 2. Menjelaskan masalah yang dihadapi rakyat Palestina pada masa kepemimpinan Yasser Arafat di PLO. 3. Menjelaskan penyebab perubahan perjuangan dari perjuangan perlawanan fisik menjadi perjuangan diplomasi. 4. Menjelaskan hasil dan dampak dari diplomasi Israel-PLO bagi Palestina.
E. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini diharapkan: 1. Memberikan gambaran mengenai perubahan perjuangan rakyat Palestina dengan adanya organisasi PLO di bawah kepemimpinan Yasser Arafat. 2. Menjelaskan tentang adanya perbedaan perjuangan yang dilakukan oleh kelompok masyarakat (Hamas) dengan PLO di Palestina. 3. Menjawab permasalahan sejarah perjuangan rakyat Palestina yang selama ini telah mendapatkan perhatian dunia internasional akibat konflik berkepanjangan antara Palestina dengan Israel yang belum mendapatkan titik temu perdamaian. 4. Menambah khasanah keilmuan yang dapat diambil dari dinamika konflik Israel-Palestina.
F. Tinjauan Pustaka Penulis mencari beberapa literatur terkait perjuangan rakyat Palestina dalam memperjuangkan hak-haknya atas kependudukan Israel di tanah Palestina dan adanya organisasi pembebasan Palestina (PLO) di bawah kepemimpinan Yasser Arafat, khususnya dalam perubahan perjuangan yang penulis konsentrasikan dari arah perjuangan secara perlawanan fisik ke arah perjuangan diplomasi. Sepanjang yang penulis ketahui tidak banyak sumber yang secara detail dapat menjelaskan
22
permasalahan yang menjadi kajian ini. Sedangkan dalam skripsi-skripsi yang telah ada baik di Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora maupun Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta belum penulis temukan judul yang sama. Penulis juga mencoba untuk mencari judul buku, majalah, jurnal, tesis, dan artikelartikel di internet, dan belum penulis temukan judul yang benar-benar sama dengan judul skrisi ini. Maka dari itu, penelitian ini diharapkan dapat melengkapi dari halhal yang belum dibahas dari skripsi-skripsi sebelumnya, terutama di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Berikut beberapa literatur yang dijadikan tinjauan pustaka: 1. Arafat Teroris atau Pendamai?,66 Alan Hart; penerjemah Hasan Basari, Buku ini mengkaji lebih jauh mengenai Yasser Arafat. Buku ini menjelaskan secara rinci tentang adanya dialog langsung antara si penulis buku dengan Yasser Arafat dan melibatkan orang-orang yang ada di sekitar Yasser Arafat untuk ikut mengomentari serta memberikan pendapat tentang apa yang diketahuinya. Dari isi pembahasannya, buku ini mengupas tuntas permasalahan yang dihadapi Yasser Arafat dan cukup lengkap dalam membahas PLO. Namun yang menjadi pembeda antara kajian skripsi ini dengan buku tersebut adalah dari pendekatan ilmu, arah pemikiran, dan fokusnya. Karena dalam skripsi ini yang akan peneliti sajikan adalah tentang perubahan perjuangan rakyat Palestina pada masa kepemimpinan Yasser Arafat di PLO yang penulis fokuskan pada tahun 1979 sampai tahun 1993, dengan adanya perubahan perjuangan dari perjuangan perlawanan fisik menjadi perjuangan diplomasi. Selanjutnya yang menjadi pembeda adalah dari segi waktu. Buku ini di terbitkan pada tahun 1989, tentunya buku ini belum membahas tuntas terhadap hasil dan dampak perubahan perjuangan diplomasi yang dilakukan Yasser Arafat, sedangkan dalam skripsi ini akan membahas masalah tersebut sampai pada tahun 1993.
66
Alan Hart, Dari judul asli ARAFAT: Terrorist or Peacemaker?, (London: Sidgwick & Jackson, 1987).
23
2. Palestine Liberation Organization (PLO) Masa Kepemimpinan Yasser Arafat (1969-1976),67 karya Abdurrachman dari Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini membahas mengenai Yasser Arafat pada kepemimpinannya di PLO dalam menentukan kebijakan dalam negeri, kebijakan luar negeri, keberhasilan kebijakan, dan kegagalan kebijakan. Batasan waktu yang digunakan dari tahun 1969 sampai dengan tahun 1976. Perbedaan skripsi tersebut dengan skripsi yang akan penulis kaji adalah dari penekanan tahun, penulis mengambil tahun 1979 sampai dengan 1993. Fokus penelitian yang akan penulis teliti adalah tentang perubahan perjuangan rakyat Palestina dengan PLO di bawah kepemimpinan Yasser Arafat dari perjuangan perlawanan fisik berubah ke perjuangan diplomasi. Dengan permasalahan yang ingin penulis jawab adalah tentang penyebab perubahan perjuangan tersebut serta dampak dan hasil dari diplomasi yang telah dilakukan Yasser Arafat. 3. Dibalik Perubahan Sikap Organisasi Pembebasan Palestina Tahun 1988,68 karya Abrar, Dosen Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta, Jurnal LONTAR, yang diterbitkan pada bulan Juni 2011. Jurnal ini membahas tentang penyebab perubahan perjuangan PLO pada tahun 1988, serta menjelaskan perjuangan PLO dengan aksi-aksi teror yang membuat kesan buruk terhadap perjuangan rakyat Palestina di dunia internasional. Jurnal ini sangat membantu dalam skripsi yang penulis kaji, karena mampu menjelaskan kronologi perubahan perjuangan PLO dengan sangat baik. Perbedaan dengan skripsi penulis adalah tentang penekanan dampak keberhasilan dari perjuangan diplomasi, karena dalam jurnal karya Abrar tidak disinggung sedikitpun tentang langkah-langkah diplomasi yang 67 Abdurrachman, “Palestine Liberation Organization (PLO) Masa Kepemimpinan Yasser Arafat (1969-1976)”, Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (2014). 68 Abrar, “Dibalik Perubahan Sikap Organisasi Pembebasan Palestina Tahun 1988”, Lontar Vol. 8, No. 1, (Juni 2011).
24
dilakukan oleh Yasser Arafat. Ia hanya menjelaskan aksi-aksi teror yang dilakukan Yasser Arafat dalam kepemimpinannya di PLO yang mengakibatkan citra buruk bagi Palestina di dunia internasional sehingga Yasser Arafat mendapatkan banyak tekanan politik baik dari dalam maupun luar negeri.
G. Kerangka Teori Perjuangan rakyat Palestina dalam memperjuangkan hak-haknya atas kependudukan bangsa Yahudi di bumi Palestina telah banyak melakukan perjuangan dengan aksi-aksi perlawanan fisik namun berakhir dengan kegagalan terbukti dengan berdirinya negara Israel 1948. Kemudian pada tahun 1979 perjuangan rakyat Palestina yang diwakili oleh organisasi PLO merubah arah perjuangan tersebut ke diplomasi dan menghasilkan Konferensi Madrid 1991 dan Perjanjian Oslo 1993. Demikian terdapat persamaan tujuan dari kedua perjuangan tersebut, yaitu sama-sama memperjuangkan hak rakyat Palestina untuk mendapatkan kedaulatan negaranya, namun dengan cara yang berbeda; yang satu menggunakan perjuangan perlawanan fisik dan yang satunya berjuang dengan menggunakan diplomasi. Menurut Dudung Abdurrahman, dalam bukunya Metode Penelitian Sejarah, ia menyatakan tentang karya-karya sejarah konvensional bahwa: sejarah adalah identik dengan politik. Alasannya karena melalui karya-karya seperti itu lebih banyak diperoleh pengetahuan tentang jalannya sejarah yang ditentukan oleh kejadian politik, perang, diplomasi, dan tindakan tokoh-tokoh politik.69 Begitupun perjuangan rakyat Palestina dengan organisasi PLO yang merubah arah perjuang dari perlawanan fisik berubah ke perjuangan diplomasi pada kepemimpinan Yasser Arafat 1979.
69
Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), cetak. II, h.17.
25
Konsep sejarah dalam ilmu politik,70 konflik yang dimaksud dalam skripsi ini merujuk pada Israel-Palestina yang merebutkan pembebasan tanah dan hak-hak rakyatnya khususnya Palestina. Pada kepemimpinan yang dimaksud adalah pada masa kepemimpinan Yasser Arafat di PLO. Sedangkan integrasi kekuasaan yang menjadi permasalahan adalah adanya konsep dua negara antara Israel dan Palestina. Hans, J. Morgenthau, dalam bukunya Politik Antar Bangsa menyatakan bahwa: Politik luar negeri yang berhasil dan bersifat damai tidak mungkin ada tanpa menaati peraturan ini. Tidak ada negara yang dapat melaksanakan politik kompromi dengan militer yang menentukan tujuan-tujuan dan sarana-sarana politik luar negeri. Angkatan bersenjata merupakan perlengkapan perang; politik luar negeri adalah alat perdamaian. Memang benar bahwa tujuan-tujuan akhir dari pelaksanaan perang dan politik luar negeri itu sama: kedua-duanya melayani kepentingan nasional. Akan tetapi, kedua hal ini berbeda secara mendasar dalam tujuan langsung mereka, dalam sarana-sarana yang dipakainya, dan dalam dasar-dasar pikiran yang dikaitkan dengan masing-masing tugas kedua hal tersebut. Tujuan perang atau militer: Untuk mematahkan keinginan musuh. Metodemetodenya: Pimpinan militer harus berpikir dalam istilah-istilah yang pasti. Satusatunya persoalan baginya adalah bagaimana memperoleh kemenangan dan bagaimana menghindari kekalahan. Tujuan politik atau diplomasi: Untuk membelokkan, tidak untuk mematahkan, keinginan pihak yang lain sejauh diperlukan, agar dapat diselamatkannya kepentingan-kepentingan utamanya sendiri tanpa melukai perasaan pihak-pihak lainnya. Metode-metodenya: Jangan melangkah maju dengan menghancurkan hambatan-hambatan yang ada di hadapan kita, tetapi mundurlah dan elakkan hambatan-hambatan, adakan gerakan-gerakan menghindar di
70 Konsep Sejarah secara definitif diartikan sebagai “suatu abstraksi mengenai suatu gejala atau realitas” Konsep berarti pula kata benda umum, dalam ilmu politik umpamanya ada konsepkonsep kekuasaan, kewibawaan, kepemimpinan, konflik, dan integrasi. (Lihat: Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah…, h. 28).
26
sekitarnya secara perlahan-lahan perlunak dan cairkan hambatan melalui persuasi, negosiasi, dan tekanan. Karena itu, pikiran diplomat itu rumit dan halus.71 Kerangka teori ini sesuai dengan bentuk perubahan perjuangan rakyat Palestina dari perjuangan secara militer berubah ke diplomasi di bawah kepemimpinan Yasser Arafat di PLO 1979. Rakyat Palestina yang sebelumnya berjuang dengan perjuangan militer, mereka mencoba untuk mengalahkan Israel dan merebut tanah Palestina secara keseluruhan, Namun langkah tersebut berakhir dengan kegagalan. Selanjutnya perjuangan Yasser Arafat dengan diplomasi berusaha mengalah dan secara implisit mengakui eksistensi negara Israel. Namun ia berusaha memenangkan perjuangan dengan jalan diplomasi yang rumit dan halus. Perbedaan persepsi kegagalan dan keberhasilan dalam diplomasi sangatlah wajar, bagi yang melihat dari sisi yang mengalah pasti berdampak kerugian atau kegagalan, tanpa mereka peduli dengan hasil yang selangkah lebih baik. Ini yang dilakukan oleh kelompok ekstrim dari kedua negara. Dari Palestina, Hamas yang menjadi saingan untuk PLO, Hamas merupakan gerakan anti-Israel yang memilih untuk bergerak secara gerilya (bawah tanah), Hamas (Harakah Muqawamah AlIslamiyyah) حركة المقاومة االسالميةpimpinan Syaikh Ahmad Yassin adalah bentukan dari sayap militer Ikhwanul Muslimin (IM) االخوان المسلمونpada tahun 1987. IM pada mulanya, bergabung dengan PLO melalui Fatah. Sebab, Fatah sendiri sebenarnya dibuat oleh kelompok IM di Jalur Gaza, namun IM kecewa karena pada perjuangan Fatah yang dipimpin oleh Arafat pada akhirnya berideologi nasionalis, yang tidak lagi mementingkan agama sebagai dasar gerakannya. Maka Hamas bentukan IM tersebut menolak untuk bergabung dengan PLO.72 Sedangkan dari pihak Israel, terbukti pada terbunuhnya Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin yang menjadi pelaku sejarah kesepakatan Oslo. Ia dibunuh oleh Yigar Amir, seorang Yahudi fanatik pada tahun 1995.73 71
Hans J. Morgenthau dkk, Politik antar Bangsa, Penerjemah S. Maimoen dkk, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia 2010), h. 649-650. 72 Tiar Anwar Bahtiar, Hamas Kenapa Dibenci Israel, (Jakarta: Mizan, 2008), h. 32. 73 Aguk Irawan MN, Rahasia Dendam Israel; Jejak…, h. 85.
27
Perbedaan perjuangan yang terjadi pada kelompok masyarakat di Palestina (PLO dengan Hamas) diakibatkan dari tingginya eskalasi konfik (Palestina-Israel), di mana masing-masing kelompok memiliki keyakinan bahwa perjuangan yang ia lakukan adalah yang lebih baik jika dibandingkan dengan perjuangan dari kelompok lainnya. Meski memiliki tujuan yang sama yaitu untuk kemerdekaan Palestina namun efek spiral kerugian dan posisi delematis yang dialami masyarakat juga menjadi salah satu penyebab terjadinya pertentangan antar kelompok. Selanjutnya hasil perubahan perjuangan dari perlawanan fisik ke diplomasi yang dilakukan PLO di bawah kepemimpinan Yasser Arafat yang mengakui eksistensi Negara Israel juga dapat menimbulkan kekecewaan; dari sebagian kelompok yang kecewa (Hamas) - sebagiannya juga ada yang mendukung.74 Dukungan untuk PLO setelah merubah perjuangannya ke politik diplomasi, PLO mendapat respons dari Organisasi Konferensi/ Kerjasama Islam (OKI) منظمة التعاون اإلسالميatau Organization of Islamic Cooperation (OIC). Perlu diketahui, PLO mendapat pengakuan sebagai perwakilan resmi bangsa Palestina dari OKI sejak tahun 1969.75 Organisasi Kerjasama Islam (OKI) merupakan organisasi internasional yang menghimpun 57 negara-negara Islam dan yang berpenduduk Islam di seluruh belahan dunia. Sejarah berdirinya OKI tidak bisa dilepaskan dari isu konflik Israel-Palestina, khususnya menyangkut permasalahan Yerusalem dan Masjid Al-Aqsa. Ketika kelompok radikal Israel membakar Masjid al-Aqsa pada 21 Agustus 1969, membuat kesadaran umat Islam bangkit. Lantas mereka mengadakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) pertama di Rabat Maroko. Saat itulah, pada tanggal 25 September 1969, Organisasi Konferensi Islam (OKI) resmi berdiri.76 Sedangkan pada KTT OKI kedua di Lahore, Pakistan, Februari 1974, menegaskan bahwa Yerusalem adalah simbol pertemuan Hendra Kurniawan, “Stabilitas Kawasan Timur Tengah dan Peluang Kerjasama Dalam Frame TPS-OIC” Makalah ini dipresentasikan pada Seminar “Upaya Meningkatkan Investasi dan Kerjasama antara Indonesia dan Timur Tengah dan OKI”, yang diselenggarakan oleh Kantor Utusan Presiden Republik Indonesia untuk Timur Tengah & OKI, 5 Desember 2016 di Hotel Millenium Jakarta Pusat. h. 5-10. 75 Ita Mutiara Dewi dkk, “Gerakan Rakyat Palestina Dari…, h.18 76 Qobidl ‘Ainul Arif, “Kemandulan Rezim Organisasi Kerjasama Islam Dalam Perlindungan Terhadap Al-Aqsa”, Jurnal Review Politik, Vol. 05, No. 01, (2015), h. 47. 74
28
Islam secara damai dengan agama samawi lainnya. Israel harus mundur dari Kota Suci Yerusalem sebagai syarat terciptanya perdamaian yang abadi di Timur Tengah, karena selama ini Israel telah membawa kerusakan tatanan antar umat beragama. Ini menegaskan bahwa OKI sangat mendukung langkah-langkah perdamaian dengan jalur diplomasi di mana OKI tidak serta merta menghapus eksistensi Israel.77 Kemudian ketika Yasser Arafat merubah bentuk perjuangan rakyat Palestina dengan organisasi PLO pada tahun 1979 ke perundingan damai atau diplomasi, OKI merespons baik perubahan perjuangan tersebut. Karena OKI melakukan peran sebagai sebuah organisasi agama Islam yang cinta perdamaian; yang pertama, mengedepankan langkah-langkah perundingan atau diplomasi yaitu pertemuan para Menteri Luar Negeri untuk membangun solidaritas antar negara. Kedua, OKI juga melakukan pendekatan terhadap Negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim guna mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk melakukan penindak lanjutan terhadap permasalahan kedaulatan Palestina. Yang ketiga, OKI melakukan berbagai konferensi untuk permasalahan Palestina - dalam setiap Konferensi yang berlangsung diharapkan menemukan titik terang bagi Palestina, sehingga Palestina bisa diakui
kemerdekaanya dalam
dunia
internasional.78
H. Metode Penelitian Karya sejarah dalam pengerjaannya dapat dikelompokkan menjadi narrative history dan analitical history. Sedangkan penelitian skripsi ini
Qobidl ‘Ainul Arif, “Kemandulan Rezim Organisasi..., h. 48. Ridho Fathoni, “Peran Organisasi Konferensi Islam Terhadap Upaya Kemerdekaan Negara Palestina (2008-2014), Skripsi, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Prodi Ilmu Hubungan Internasional https://text-id.123dok.com/document/ 9yno5e0q-peran-organisasi-konferensi-islam-terhadap-upaya-kemerdekaan-negara-palestinatahun-2008-2014.html akses: 13 Juni 2017. 77 78
29
menggunakan analitical history.79 Sehingga secara teoretis langkah-langkah dalam penelitian yang penulis ambil dari perkataan T. Ibrahim Alfian tersusun sebagai berikut: Heuristik (pengumpulan bukti-bukti), Kritik (menguji, menilai buktibukti), Auffasung (memahami makna), dan Desterllung (penulisan cerita sejarah).80 Peroses Heuristik dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian sejarah melalui kajian kepustakaan (Library Reseach), yaitu penelitian yang berdasarkan pada sumber tulisan, seperti buku, dokumen, jurnal dan sumbersumber lain yang memberi informasi mengenai objek yang diteliti. Penulis telah menghimpun sumber-sumber yang bersifat sekunder yang nantinya akan penulis lengkapi dengan sumber-sumber primer. Sebagai langkah awal, penulis mencari data-data di beberapa tempat, Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Nasional, dan kebeberapa perpustakaan Perguruan Tinggi untuk mencari sumber-sumber yang terkait dengan yang penulis kaji. Dalam pengumpulan data sumber, penulis telah mendapatkan sumber primer yang penulis ambil dari website atau situs resmi di antaranya:
“Teks Deklarasi Balfour dan peta UN Partition Plan 1947” penulis ambil dari website Jewish Virtual Library, www.jewishvirtuallibrary.org
“Resolusi 181, 242, 338, 67/19, UNSCOP, dan Question of Palestine 47/177, 3236, 3237 serta peta Territories Occupied By Israel Since June 1967” penulis ambil dari website United Nations, www.un.org
“Bukti Palestina telah bergabung dengan OKI dan bentuk dukungan OKI terhadap Palestina” penulis ambil dari website Organisation of Islamic Cooperation (OIC) atau Organisasi Kerjasama/ Konferensi Islam (OKI), www.oic-oci.org
79 Analitical History adalah Pengerjaan karya sejarah yang memanfaatkan teori dan metodologi. Lihat: Suhartono W. Pranoto, Teory dan Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010) Cetak. I, h. 9. 80 Basri MS., Metodologi Penelitian Sejarah, (Jakarta: Restu Agung, 2006) h. 46.
30
“Pidato Pembukaan KTT LB OKI ke-5 Presiden Joko Widodo” penulis ambil
dari
website
Sekretariat
Negara
Republik
Indonesia,
www.setneg.go.id Sumber primer diatas penulis gunakan sebagai bukti untuk memperkuat sumbersumber data yang menjadi rujukan penulisan. Kemudian pada sumber sekunder penulis dapatkan dari berberapa buku dan Jurnal yang mendekati dengan pokok pembahasan penelitian yang akan penulis kaji dalam menyusun skripsi ini di antaranya:
Arafat Teroris atau Pendamai? / Alan Hart; penerjemah Hasan Basari. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1989.
Rahasia dan
Dendam
Dunia
Arab,
Israel; /
Jejak
Aguk
Berdarah
Irawan
MN,
Israel
di
cet.
ke-1,
Palestina Jakarta:
Kinza Books, 2009.
Palestina Sejarah Perkembangan dan Konspirasi, / Muhsin M.S, Jakarta: Gema Insani, 2002.
Jerusalem Satu Kota Tiga Iman, / Karen Armstrong, Surabaya: Risalah Gusti, 2009.
“PLO: Its Background and Activities”, / Gulshan Dhanani, Social Scientist, Vol. 10, No. 9 (1982), pp. 52-59, Accessed: 31-12-2015 04:31 UTC.
“What is the PLO”, / Rashid Hamid, Journal of Palestine Studies, Vol. 4, No. 4 (1975), pp. 90-109, Accessed: 31-12-2015 03:48 UTC.
“Mandat Liga Bangsa-Bangsa: Kegagalan Palestina menjadi Negara Merdeka (1920-1848)”, / Hanafi Wibowo, Al-Turas, Vol. XX, No. 2, (2014).
“Dibalik Perubahan Sikap Organisasi Pembebasan Palestina Tahun 1988”, / Abrar, Lontar, Vol. 8, No. 1, (2011).
“The PLO in Inter-Arab Politics”, / Alan R. Taylor, Journal of Palestine Studies, Vol. 11, No. 2 (1982), pp. 70-81, Accessed: 31-12-2015 04:38 UTC.
31
Tahap berikutnya ialah kritik sumber atau verifikasi. Setelah sumber yang berhubungan dengan topik ini terkumpul, langkah peneliti selanjutnya melakukan pemilah-milahan sumber dengan memperhatikan hal-hal terpenting yang dapat penulis jadikan sumber atau tidak. Khusus sumber yang berasal dari internet hanya akan penulis gunakan apabila berasal dari artikel yang menggunakan referensi yang dapat dipertanggung jawabkan. Tahap selanjutnya yakni penulis melakukan interpretasi atau penafsiran terhadap sumber-sumber yang telah penulis himpun untuk memperoleh fakta-fakta terkait permasalahan yang menjadi fokus kajian penulis. Dalam tahap ini penulis menggunakan metode analisis dan sintesis. Dalam proses analisis atau penguraian, penulis memperoleh beberapa fakta dari sumber-sumber yang telah penulis baca tentang perjuangan rakyat Palestina dalam memperjuangkan hak-haknya atas tanah yang diduduki Israel yaitu; pada tahun 1968, faksi kedua terbesar di PLO bercorak komunis The Popular Front for the Liberation of Palestine (PFLP) membajak pesawat Israel yang terbang dari Roma ke Tel Aviv dan memblokade penerbangan. Setelah selama sebulan dibajak, pembajak membebaskan penumpang dan kru pesawat. Sebagai imbalannya Israel akhirnya membebaskan 16 gerilyawan Palestina. Kemudian setelah dilakukan sidang PNC 1979, Yasser Arafat telah diberi mandat bebas untuk berunding secara terang-terangan dengan Israel untuk memperjuangkan
kemerdekaan
Palestina
dengan
diplomasi,
dengan
terselenggaranya Konferensi Madrid 1991 dan Perjanjian Oslo 1993. Fakta-fakta hasil analisis tersebut maka sintesisnya adalah telah terjadi perubahan perjuangan rakyat Palestina dengan organisasi PLO pada kepemimpinan Yasser Arafat dari perjuangan perlawanan fisik berubah ke perjuangan diplomasi. Tahap terakhir yakni Desterllung atau Historiografi, dalam tahap ini penulis menguraikan fakta-fakta yang sudah didapat ke dalam penulisan sejarah, dan kemudian menarik kesimpulan yang merupakan jawaban dari permasalahan pokok yang menjadi kajian utama dalam penelitian ini.
32
I. Sistematika Penulisan Secara keseluruhan skripsi ini terbagi menjadi lima bab, adapun susunan skripsi ini adalah sebagai berikut: Bab I
Memuat Pendahuluan yang terdiri atas penjelasan singkat permasalahan yang menjadi fokus kajian, identifikasi masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, dan sistematika penulisan.
Bab II Membahas mengenai sejarah berdirinya PLO, faksi-faksi di dalam PLO, dan kepemimpinan Yasser Arafat di PLO Bab III Membahas tentang penyebab perubahan perjuangan rakyat Palestina dari perjuangan perlawanan fisik berubah menjadi diplomasi dan munculnya kelompok penentang diplomasi. Bab IV Membahas
mengenai
diplomasi
Israel-PLO
yang
menginisiasi
terselenggaranya Konferensi Madrid 1991 dan Perjanjian Oslo 1993 serta dampak dan hasilnya bagi Palestina. Bab V Berisi penutup yang terdiri atas kesimpulan yang merupakan jawaban dari permasalahan yang menjadi motif awal kajian penelitian, dan saran-saran yang menjadi masukan untuk perbaikan penelitian berikutnya.
BAB II PALESTINE LIBERATION ORGANIZATION (PLO) A. Sejarah Berdirinya PLO Kelahiran negara Israel pada 14 Mei 1948 telah menginisiasi konflik berkepanjangan antara Arab dan Israel. Konflik bersenjata pertama antara Arab dan Israel terjadi beberapa hari sesudah diproklamasikannya kemerdekaan Israel.81 Tentara koalisi dari negara-negara Arab (Syria, Yordania, Lebanon dan Irak) menyerang Israel. Jamal al-Hussayni, sebagai perwakilan komite Arab tertinggi di pengasingan mengirimkan surat kepada perwakilan PBB bahwa pasukan yang dikirimkan oleh para anggota Liga Arab bertujuan untuk membela hak rakyat Palestina sebagai mayoritas melawan kolonisasi dari pihak Zionis-Yahudi.82 Setelah perang selama lebih dari satu tahun (Mei 1948-Juli 1949), pihak Arab mengalami kekalahan. Kemenangan Israel membuat mereka menguasai sebagian besar tanah atau wilayah Mandat Inggris di Palestina. Kemudian eksistensi Israel sebagai negara pun ditegaskan dengan diterimanya Israel sebagai anggota PBB pada 1949.83 Dampak dari peperangan tersebut, yang terjadi di Palestina adalah terusirnya bangsa Arab-Palestina dari tempat tinggal mereka. Dapat diperkirakan sekitar 700.000 orang dari mereka; kisaran 80.000 pergi ke Lebanon, 100.000 ke Yordania, 70.000 ke Syria, 120.000 ke Gaza, dan sisanya tersebar ke beberapa wilayah Arab lainya, dan yang masih menetap di tanah Palestina pada kisaran 120.000.84 Namun beberapa bulan setelah kehancuran ini, yang paling penting adalah semangat dan ide nasionalisme Palestina yang mereka miliki tidak ikut hancur dan bahkan muncul lebih kuat dari sebelumnya. Orang-orang Arab-Palestina di
Aguk Irawan MN, Rahasia Dendam Israel; Jejak…, h. 97. Hanafi Wibowo, “Mandat Liga Bangsa-Bangsa: Kegagalan…, h. 63. 83 Aguk Irawan MN, Rahasia Dendam Israel; Jejak…, h. 97. 84 Gulshan Dhanani, “PLO: Its Background and Activities”, Social Scientist, Vol. 10, No. 9, (1982), pp. 52-59, Accessed: 31-12-2015 04:31 UTC, h. 53. 81 82
33
34
pengungsian mulai membangun komunitas-komunitas mereka;85 Dari Mesir Yasser Arafat; orang Palestina yang sedang menempuh pendidikan di Kairo, membentuk Persatuan Mahasiswa Palestina اإلتحاد العام لطلبة فلسطينGeneral Union of the Palestine Students (GUPS). Dalam semangatnya ia berkonsultasi dengan Hajj Amin al-Hussayni dan mendapat dukungan pula dari Hasan al-Banna pimpinan Ikhwanul Muslimin (IM). Sekitar waktu yang sama pada 1950-an, di Lebanon George Habash dan Hawatmeh bersama orang-orang Palestina yang mengungsi di sana, mendirikan Arab National Movement (ANM) atau حركة القوميينHarakat alQuamiyyun yang berkomitmen untuk membebaskan Palestina.86 Pada 1949-1956 adanya pergerakan IM dengan gerakan jihad Islam nasional, di mana masyarakat Palestina dapat menikmati kebebasan yang relatif di Mesir dan Yordania. Namun arus ini, dikhawatirkan oleh kaum nasionalis dan kekirian Mesir akan membentuk aksi politis dan akan mendirikan kekhilafahan Islam. Kekhawatiran itu terjawab dengan langkah Abdul Nasser yang memukul gerakan IM dan membuat bangsa Palestina di sana beralih menggantungkan aspirasinya kepada pemerintahan Mesir dengan kepemimpinan Jamal Abdul Nasser 1956.87 Pada periode ini, pemerintahan di Liga Arab merasakan adanya gelombang bermunculannya berbagai aktivitas, pergerakan, dan organisasi rahasia, di tengah kancah perjuangan Palestina yang tidak teratur.88 Seperti halnya di Yordania, para pengungsi Palestina dibuat resah, ketika Israel dan Yordania menandatangani sebuah perjanjian formal 16 Maret 1949, untuk sebuah perbatasan wilayah yang sah antara kedua negara.89 Pemerintah Yordania secara konstitusional telah dapat menguasai wilayah yang tersisa dari Palestina (5.878 KM2 atau 21,77% dari seluruh wilayah Palestina).90 Pada 15 November, Raja Abdullah dari Yordania dilantik Cheryl A. Rubenberg, “The Civilian Infrastructure of the Palestine Liberation Organization: An Analysis of the PLO in, Lebanon Until June 1982”, Journal of Palestine Studies, Vol. 12, No. 3, (1983), pp. 54-78 Accessed: 31-12-2015 03:49 UTC, h. 55. 86 Gulshan Dhanani, “PLO: Its Background and Activities…, h. 53. 87 Muhsin M.S, Palestina Sejarah Perkembangan…, h. 76-85. 88 Muhsin M.S, Palestina Sejarah Perkembangan…, h. 85. 89 Karen Armstrong, Jerusalem Satu Kota Tiga Iman…, h. 526. 90 Muhsin M.S, Palestina Sejarah Perkembangan…, h. 76-85 85
35
menjadi Raja Yerusalem di Kota Lama oleh uskup Koptik; Yerusalem Timur dan Tepi Barat, dinyatakan sebagai wilayah Yordania. Negara-negara Arab tetangga memprotes keras atas pendudukan Yordania dari tanah Palestina tersebut. Di Mesir, Mufti Hajj Amin al-Husseini membentuk Palestine National Council (Dewan Nasional Palestina) untuk mengurus sebuah pemerintahan di pengasingan (salah satunya tentang Yordania). Raja Abdullah berusaha untuk mencari dukungan keluarga-keluarga Arab yang berpengaruh, yang secara tradisional menentang Mufti. Hubungan Mufti dengan pemerintah Yordania tidak membaik sampai pada April 1951 raja Abdullah dibunuh di pintu masuk Masjid al-Aqsa oleh agen-agen Mufti. 91 Akibat berbagai aktifitas bermunculan yang tidak teratur, Liga Arab pada tahun 1959, memutuskan untuk membuat satu ketentuan yang mengajak penataan ulang tentang koordinasi rakyat Palestina dalam satu wadah.92 Namun pada saat itu gagal, karena tidak ada rancangan yang baik yang dapat disepakati. Kemudian setelah wakil Palestina di Liga Arab dijabat oleh Ahmad Syaqiri (September 1963) yang menggantikan Hilmi Abd Al Baqi, gerakan Palestina semakin proaktif.93 Ia melakukan tour ke negara-negara Arab, mengumumkan bahwa Dewan Nasional Palestina atau PNC diundang di Yerusalem94 untuk mempersatukan federasi dari berbagai organisasi perjuangan Palestina95 yang disatukan dengan wadah Palestine Liberation Organization (PLO) منظمة تحرير فلسطينيةdan nasib Palestina akan secara resmi diserahkan ke pundak bangsa Arab-Palestina sendiri dan tidak lagi menjadi urusan umat Islam.96 Sidang pertama Dewan Nasional Palestina ( المجلس الوطني الفلسطيني/Palestine Nasional Council) atau PNC di Hotel Ambassador Yerusalem Timur dilaksanakan pada tanggal 2 Juni 1964 dan ditetapkan sebagai berdirinya organisasi PLO.97 Pada Karen Armstrong, Jerusalem Satu Kota Tiga Iman…, h. 524-528. Muhsin M.S, Palestina Sejarah Perkembangan…, h. 76-85 93 Zainur Rashid, dkk, Palestin Meniti Rentetan…, h. 90. 94 Rashid Hamid, “What is the PLO”, Journal of Palestine Studies, Vol. 4, No. 4 (1975), pp. 90-109 Accessed: 31-12-2015 03:48 UTC, h. 94. 95 Abrar, “Dibalik Perubahan Sikap Organisasi..., h. 42. 96 Aguk Irawan MN, Rahasia Dendam Israel; Jejak…, h. 80. 97 Abrar, “Dibalik Perubahan Sikap Organisasi..., h. 42. 91 92
36
sidang tersebut dengan bantuan dan dukungan Abdul Naser dari Mesir, Ahmad asySyaqiri yang sebelumnya menjabat sebagai representasi Palestina di Liga Arab terpilih sebagai Ketua Komite Eksekutif PLO yang pertama (1964-1967).98 Komite Eksekutif PLO merupakan semacam kabinet yang anggotanya dipilih oleh PNC. Komite Eksekutif bertanggungjawab pada PNC secara kolektif maupun individu.99 Kemudian akibat terjadinya perang enam hari 1967, Syaqiri mendapatkan kesulitan untuk mengendalikan organisasi PLO yang membuat ia memutuskan untuk mengundurkan diri sebagai ketua pada tanggal 24 Desember 1967.100 Pada hari yang sama, ia digantikan oleh Yahya Hamuda. Sebagai ketua yang baru, Hamuda mengeluarkan pernyataan akan membawa PLO lebih dekat dengan organisasi aktivis dan gerilya. Ini menekankan perlunya eskalasi dalam penyatuan perjuangan bersenjata melawan Israel dan untuk memobilisasi semua kekuatan nasional Palestina. Ia juga membentuk suatu dewan nasional khusus untuk mengembangkan kelembagaan PLO dengan lebih luas. Pada massa jabatannya Yahya Hamuda (1967-1969) terlalu sibuk dengan persiapan dan pembentukan bagan organisasinya.101 Kemudian pada sidang PNC ke lima, tanggal 4 Februari 1969, jabatannya dicopot dan digantikan oleh Yasser Arafat.102 Organisasi PLO yang didirikan sebagai entitas politik yang akan mewakili kepentingan Palestina yang berfungsi secara independen dari pemerintah Arab, awalnya sebuah organisasi yang bergerak dengan perjuangan fisik.103 Namun pada masa kepemimpinan Yasser Arafat (1969-2004), PLO telah mengalami perubahan perjuangan ke diplomasi. Tepatnya pada tahun 1979 dalam sidang PNC; Arafat telah diberi mandat bebas untuk berunding secara terang-terangan dengan Israel. Dengan begitu, muncul beberapa perundingan antara lain Konferensi Madrid 1991
Muhsin M.S, Palestina Sejarah Perkembangan…, h. 86. Abrar, “Dibalik Perubahan Sikap Organisasi..., h. 43. 100 Alan R. Taylor, “The PLO in Inter-Arab Politics”, Journal of Palestine Studies, Vol. 11, No. 2 (1982), pp. 70-81 Accessed: 31-12-2015 04:38 UTC, h. 73. 101 Rashid Hamid, “What is the PLO…, h. 100. 102 “The PNC: Historical Background”, Journal of Palestine Studies, Vol. 16, No. 4 (1987), pp. 149-152 h. 150. 103 Cheryl A. Rubenberg, “The Civilian Infrastructure…, h. 56. 98 99
37
dan Perjanjian Oslo 1993. Dan kredibilitas Arafat di kalangan rakyat Palestina tergantung kepada kemampuannya.104
B. Faksi-Faksi di dalam PLO PLO (Palestine Liberation Organization) adalah organisasi gabungan dari beberapa faksi perjuangan rakyak Palestina. Organisasi ini didirikan tahun 1964 melalui Muktamar Umum Rakyat Palestina atau PNC pada 28 Mei – 2 Juni 1964 di Kota Al-Quds (Yerusalem) dengan dihadiri oleh 422 representasi Palestina. Pada muktamar itu, Ahmad al-Syaqiri terpilih sebagai Ketua PLO yang pertama 1964 s.d 1967,105 digantikan oleh Yahya Hamuda sampai tahun 1969, kemudian pada tahun 1969 Ketua PLO dijabat oleh Yasser Arafat sampai ia meninggal pada tahun 2004.106 Rakyat Palestina menyambut baik dengan adanya PLO sebagai representasi dari entitas Palestina dan identitas nasionalnya, itu terbukti dengan bergabungnya beberapa faksi yang ada di dalam PLO, antara lain; 1. Fatah (Harakat Al-Tahrir Al-Filistini/ Palestine Nasional Liberation Movement), berdiri pada 1957 dan merupakan faksi terbesar dalam PLO. Fatah didirikan oleh Yasser Arafat ikut dalam tubuh PLO pada tahun 1969, memiliki nama lain dalam aksi militer yaitu Assifa.107 Pada awal perjuangannya berorientasi pada Islam yang banyak dipengaruhi dari pemikiran Ikhwanul Muslimin. Namun, karena suasana politik dan kekuasaan, garis perjuangannya berubah haluan yang secara ideologi menjadi nasionalis-sekular.108 2. PFLP (Popular Front for the Liberation of Palestine), didirikan oleh George Habash pada 1967 dan berhaluan komunis radikal. PFLP merupakan faksi terbesar kedua di PLO setelah Fatah.
Alan Hart, Arafat Teroris atau Pendamai…, h. 458. Bawono Kumoro, Hamas Ikon Perlawanan Islam Terhadap Zionisme Israel, (Bandung: Mizan, 2009), Cetak I, h. 66. 106 Abrar, “Dibalik Perubahan Sikap Organisasi..., h. 43. 107 Bawono Kumoro, Hamas Ikon Perlawanan Islam..., 67. 108 Ita Mutiara Dewi dkk, “Gerakan Rakyat Palestina Dari.., h. 19. 104
105
38
3. PDFLP (Popular Democratic Front for the Liberation of Palestine) الجبهة
الشعبية لتحرير فلسطين, didirikan oleh Nayif Hawatmeh pada 1969. PDFLP merupakan pecahan dari PFLP. 4. ALF (Arab Liberation Front) جيش اإلنقاذ العربي, didirikan oleh Abdel Rahim Ahmad pada 1969. AFL merupakan faksi kecil berhaluan sosialis yang berada di bawah kontrol Partai Ba’ats Irak. 5. Palestine Communist Party, didirikan oleh Suleiman Najjab pada 1984. Palestine Communist Party berhaluan komunis, tapi tidak militan dan radikal. 6. PFL (Palestinian Popular Struggle Front), didirikan oleh Samir Ghosheh pada 1976. 7. Al-Sa’iqa (Vanguards of the Popular Liberation War), didirikan pada 1968 oleh Issam Al-Qadi. Al-Sa’iqa merupakan faksi kecil yang dikontrol oleh Partai Ba’ats Suriah. 8. PFLP-GC (Popular Front for the Liberation of Palestine-General Command), didirikan oleh Ahmad Jibril pada 1968. Seperti halnya PDFLP, PFLP-GC juga merupakan pecahan dari PFLP.109 9. PLF (Palestine Liberation Front), organisasi intel untuk Suriah, didirikan 1961. PLF kemudian bergabung dengan PFLP tahun 1967.110 10. Palestine Liberation Army, merupakan sayap militer resmi PLO. Sebenarnya, masih ada beberapa faksi yang belum dipaparkan, karena ketika PLO berdiri sebagai lembaga resmi yang berjuang mewujudkan negara Palestina merdeka, mereka tidak bersedia untuk menjadi bagian dari PLO. Selain karena ketidaksetujuan mereka pada kebijakan-kebijakan yang mengarah pada sikap-sikap kooperatif terhadap Israel, keberadaan faksi-faksi nasionalis-sekular, sosialis, dan komunis yang mendominasi PLO membuat mereka merasa tidak nyaman. Di antara kelompok yang melakukan gerakan di luar kebijakan PLO adalah Islamic jihad of Palestine (Jihad Islam) pimpinan Ibrahim Sibil111 dan Fatah 109
Bawono Kumoro, Hamas Ikon Perlawanan Islam..., 66-68. Alan Hart, Arafat Teroris atau Pendamai…, h. 542. 111 Bawono Kumoro, Hamas Ikon Perlawanan Islam..., 68-69. 110
39
Uprising atau Faksi Abu Musa.112 Selain itu terdapat kelompok perjuangan rakyat Palestina yang menjadi saingan dan penentang PLO yaitu Hamas pimpinan Syaikh Ahmad Yassin.113
C. Kepemimpinan Yasser Arafat di PLO Sejak tahun 1969 ketua PLO dijabat oleh Yasser Arafat sampai ia meninggal dunia tahun 2004. Pada masa kepemimpinannya, PLO memiliki peran utama dalam perjuangan rakyat Palestina. Munculnya beberapa organisasi perjuangan tidak membuat Arafat dengan PLOnya kehilangan dukungan dari rakyat Palestina. PLO bahkan menjadi payung bagi beragam kelompok perjuangan tersebut. 114 Berikut adalah biografi singkat pemimpin karismatik yang selalu mengenakan busana tradisional khasnya keffiyeh. “Dia adalah seorang revolusioner dan orator yang hebat. Dia dilahirkan untuk melakukan tindakan dan komunikasi”. Kata Karim Bitar, analis politik dari Institute for International and strategic Relations.115 1. Biografi Singkat Yasser Arafat Mohammed Abdel-Raouf Arafat bin Qudwa al-Hussaeini yang populer dengan nama panggilan Yasser Arafat lahir 24 Agustus 1929 di Kairo, Mesir.116 Ia merupakan anak keenam dari tujuh bersaudara dari perkawinan pertama ayahnya yang bernama Abder Rauf Arafat.117 Ibunya bernama Zahwa yang berasal dari keluarga Abu Saud di Yerusalem. Keluarganya pun memiliki hubungan kekerabatan dengan Hajj Amin al-Hussayni, yaitu orang yang diangkat sebagai Mufti Yerusalem oleh Inggris tahun 1922. Ibunya meninggal saat Arafat berumur
Ita Mutiara Dewi dkk, Gerakan Rakyat Palestina Dari…, h. 19. Bawono Kumoro, Hamas Ikon Perlawanan Islam..., 69. 114 Ita Mutiara Dewi dkk, Gerakan Rakyat Palestina Dari…, h. 18. 115 Rana Setiawan, “Yasser Arafat Simbol Persatuan Palestina”, MINA-Mi’raj Islamic News Agency, (November, 2014), http://mirajnews.com/2014/11/yasser-arafat-simbolpersatuan-palestina.html akses: 7 Juni 2017. 116 Damar Saloka Anggoro, “Biografi Yasser Arafat Pemimpin Palestina”, Biografi (Juli, 2014) http://www.biografi.id/2014/07/biografi-yasser-arafat-pemimpin.html akses: 7 Juni 2017. 117 Alan Hart, Arafat Teroris atau Pendamai…, h. 59. 112 113
40
lima tahun, kemudian ia tinggal bersama paman dari pihak ibunya di Kota Al-Quds, ibukota Mandat Inggris di Palestina. Setelah empat tahun di Kota Al-Quds, Arafat dibawa kembali oleh ayahnya ke Kairo. Ayahnya seorang warga Palestina keturunan Mesir, yang memiliki usaha tekstil dan berdagang bahan pangan
118
Di Mesir usaha Ayahnya semakin
berkembang dengan pabrik keju yang hasilnya dapat didistribusikan ke penjuru wilayah Arab. Namun, masa kecil Arafat tidaklah bahagia, sepeninggal ibunya pada tahun 1933, ayahnya menikah lagi, dan ibu tiri Arafat memperlakukan dia dengan kejam dan keras. Kemudian, menanggapi perotes dari anak-anaknya, Raouf, ayah Arafat, menceraikan istrinya yang kedua itu, hanya beberapa bulan setelah mereka menikah. Tidak lama kemudian ayahnya menikah lagi, untuk membatasi pertengkaran-pertengkaran antara istri dan anak-anaknya peraturan-peraturan dalam rumah tangga pun diperketat. Dari sini, Arafat belajar tentang peratuaranperaturan dan tekanan dari orang tuanya. Sejak usia sepuluh tahun Arafat memperlihatkan bakatnya sebagai seorang pemimpin yang disiplin. Dalam bermain Arafat sering mengumpulkan temantemanya di halaman, ia kemudian membagi-baginya dalam kelompok-kelompok dan berlatih baris berbaris, ia juga sering menirukan aksi-aksi demonstrasi yang dilakukan oleh orang-orang Mesir. Kemudian ketika ia berusia 17 tahun tepatnya pada tahun 1946 sudah menjadi seorang tokoh penting dalam suatu operasi penyelundupan senjata api dan amunisi dari Mesir ke Palestina. Arafat berusaha menyediakan senjata apabila para pejuang palestina membutuhkannya. Ketika persediaan senjata mulai berkurang, pekerjaan mencari senjata itu menjadi berbahaya, untuk sampai ke tempat pemasok senjata, ia harus menghindari banditbandi dan pencuri bahkan saat tertangkap oleh tentara Israel dapat berakibat fatal. Namun, Arafat sendiri yang bersedia untuk melakukan misi-misi yang berbahaya tersebut. Dan keberhasilan Arafat sebagai penyelundup senjata api, menyebabkan
118
Rana Setiawan, “Yasser Arafat Simbol Persatuan…,
41
calon pemimpin PLO itu, secara dini memperoleh reputasi sebagai pahlawan yang berani.119 Setelah pasukan Arab kalah untuk memperjuangkan wilayah Palestina tahun 1948 dan menjadi kemerdekaan Negara Israel, Arafat mencoba untuk lebih aktif menjadi mahasiswa. Ia dan beberapa warga Palestina yang menempuh pendidikan di Universitas Faud (Sekarang Universitas Kairo), pada tahun 1958 ia membentuk organisasi General Union of the Palestine Students (GUPS) bersama teman-temanya dan selanjutnya berhasil mendirikan sebuah organisasi yang disebut Fatah, bermakna "penaklukan" disebut pula Harakat at-Tahrir al-Wathani alFilasthini, yang nantinya menjadi faksi terbesar di tubuh PLO.120 Selesai dengan studinya, pada 1964 Arafat meninggalkan Mesir menuju Yordania, untuk menjadi seorang revolusioner dan mengorganisir serangan Fatah ke Israel dari Yordania.121 Fatah pada awal rekrutmennya, terkonsentrasi pada IM dan banyak orang-orang yang berposisi di IM ikut berpartisipasi seperti Said alMuzayyin, Ghalib al-Wazir, Salim az-Za’nun, Shalah Khalaf, As’ad ash-Shafthawi, Muhammad Yusuf an-Najjar, Kamal Udwan, Rafi’ an-Nathasya, Abdul Fatah Hamud, dan Yusuf Umairah. Namun pada tahun 1963, Fatah lebih terbuka bagi aliran lain. Dari sini pergerakan Fatah mengidentifikasi diri dengan identitas nasional yang sekuler dan mendirikan devisi militernya dengan sebutan “alAshifah” yang melancarkan serangan militernya pada awal tahun 1965 sampai dengan tahun 1967, sudah terjadi 200 operasi serangan ke kependudukan Israel di Palestina.122 Gerakan serangan tersebut benar-benar gerakan bawah tanah. Serangan-serangan sabotase yang dilakukan Fatah selama tiga bulan pada tahun 1965 saja, mereka telah melancarkan sepuluh serangan sabotase – tujuh dari Yordania dan tiga dari Jalur Gaza. Serangan tersebut merupakan balasan dari serangan Israel sebelumnya pada 14-15 Oktober 1953 dan 28 Februari 1955 yang
Alan Hart, Arafat Teroris atau Pendamai…, h. 64. Ita Mutiara Dewi dkk, “Gerakan Rakyat Palestina Dari…, h. 28. 121 Rana Setiawan, “Yasser Arafat Simbol Persatuan…, 122 Muhsin M.S, Palestina Sejarah Perkembangan…, h. 84. 119 120
42
dikenal dengan pembunuhan Qibya, dua serangan Israel tersebut menewaskan 106 orang-orang Mesir dan Palestina yang terjadi di wilayah Semenanjung Gaza.123 Meski Fatah telah melakukan aksinya, mereka tidak memperoleh publisitas dari para redaktur dan penulis majalah dan koran-koran Arab. Karena mereka dilarang oleh rezim-rezim Arab untuk tidak memuat tulisan gerakan Ashifah tersebut. Tanpa publisitas bagi organisasi Fatah mengalami kesulitan. Mereka tidak dapat
menarik
perhatian
masyarakat
Arab
untuk
berpartisipasi
dalam
perjuangannya.124 Namun keuntungannya adalah pihak lawan kesulitan untuk mengidentifikasi serangan yang dilancarkan Ashifah. Pasca perang Enam Hari 1967 yang dilakukan oleh Israel menyerang negara-negara Arab tetangga, beberapa wilayah Arab jatuh ke tangan Israel; Sinai dan Jalur Gaza (Mesir), Tepi Barat dan Yerusalem (Yordania), dan Dataran Tinggi Golan (Syria). Ini membuat keresahan bagi Fatah sebagai organisasi perjuangan Palestina. Kemudian pada bulan Februari 1969 Fatah bergabung dengan PLO. Atas bantuan Nasser dalam sidang Dewan Nasional Palestina (PNC) yang kelima di Kairo, dari semua kursi yang jumlahnya 105, untuk 57 kursinya diberikan kepada organisasi-organisasi gerilya, dan 33 dari 57 kursi itu diberikan kepada Fatah. Dengan begitu Fatah menjadikan Arafat sebagai ketua Komite Eksekutif PLO mengantikan Yahya Hamuda.125 Dan ketua PLO dijabat oleh Arafat dari 1969 sampai ia meninggal pada tahun 2004.126
2. Kontribusi Arafat dalam kepemimpinannya di PLO Pada masa kepemimpinan Yasser Arafat di PLO (4 Februari 1969 - 11 November 2004) terdapat beberapa kontribusi yang telah diberikan:
123
Zainur Rashid, dkk, Palestin Meniti Rentetan h. 88. Alan Hart, Arafat Teroris atau Pendamai…, h. 179-181. 125 Alan Hart, Arafat Teroris atau Pendamai…, h. 292. 126 Abrar, “Dibalik Perubahan Sikap Organisasi..., h. 43. 124
43
Pertama, Yasser Arafat dan Raja Hussein dari Yordania menandatangani perjanjian damai pada 27 September 1970. Perjanjian ditandatangani pada pertemuan darurat di ibu kota Mesir, Kairo. Dalam perjanjian tersebut dituliskan, gencatan senjata dan penarikan pasukan harus dilakukan di setiap kota di Yordania. Selain pemimpin Yordania dan Palestina, Presiden Mesir Gamel Abdel Nasser juga ikut terlibat dalam upaya perjanjian damai ini.127 Pemerintah Yordania dan gerilyawan PLO telah berselisih paham akibat terjadinya peledakan dua pesawat Amerika di wilayahnya yang dilakukan oleh Fatah pada 15 September 1970. Peledakan pesawat di Yordania tersebut membuat Raja Hussein mengumumkan hukum darurat perang untuk meminta Yasser Arafat dan teman-temannya keluar dari Yordania. Hal itu dilakukan Hussein karena Yordania dikucilkan dunia internasional, termasuk dari Amerika Serikat yang menjadi tulang punggung ekonomi Yordania.128 Pada pertemuan tersebut dijelaskan, penyebab perang saudara PalestinaYordania, bukanlah antara gerakan pembebasan Palestina yang monolitik dan homogen, dengan rezim di Yordania. Dan Arafat mengakui telah kehilangan kontrol atas peristiwa-peristiwa di pihaknya, karena dia belum lama menjadi Ketua PLO 1969. Ditengah konflik Israel-Palestina Arafat dan Hussein sedang berusaha sekuat tenaga untuk menghindarkan suatu konfrontasi habis-habisan, yang sedang dipancing oleh ekstremis-ekstremis dari kelompok tertentu. Dan keduanya menyadari pula, bahwa agen-agen Amerika dan Israel sedang memanaskan situasi, dan berusaha keras agar suatu krisis dalam barisan gerakan pembebasan akan menjadi suatu malapetaka bagi rakyat Palestina.129 Kedua, PLO mendapat pengakuan sebagai perwakilan resmi bangsa Palestina dari Organisasi Konferensi Islam atau Organisasi Kerjasama Islam (OKI)
Fira Nursya'bani, “Sejarah Hari Ini: Yordania-Palestina Sepakati Perjanjian Damai Perang Saudara”,http://internasional.republika.co.id/berita/internasional/selarung-waktu/16/09/26oe492p366-sejarah-hari-ini-yordaniapalestina-sepakati-perjanjian-damai-perang-saudara akses: 7 Juni 2017. 128 Abrar, “Dibalik Perubahan Sikap Organisasi..., h. 43. 129 Alan Hart, Arafat Teroris atau Pendamai…, h. 289-290. 127
44
pada 21 Agustus 1969.130 Pada hari yang sama OKI juga baru didirikan, karena para pemimpin negara Islam berkumpul untuk membahas masalah pembakaran satu bagian dari Masjid al-Aqsa yang dilakukan oleh Israel. Pertemuan tersebut diselenggarakan di Rabat, Maroko. Tujuan dibentuknya OKI adalah untuk meningkatkan solidaritas Islam di antara negara anggota, mengoordinasikan kerjasama, mendukung perdamaian dan keamanan internasional, serta melindungi tempat suci Islam dan membantu perjuangan pembentukan negara Palestina yang merdeka dan berdaulat. Sebanyak 57 negara tergabung di dalam OKI, baik yang merupakan negara Islam maupun negara dengan populasi Muslim besar. Ini membuat OKI di masa awal menaruh perhatian besar pada masalah politik, terutama masalah Palestina.131 Selanjutnya hasil perubahan perjuangan dari perlawanan fisik ke diplomasi yang dilakukan PLO di bawah kepemimpinan Yasser Arafat yang mengakui eksistensi Negara Israel juga dapat menimbulkan kekecewaan; dari sebagian kelompok; yang kecewa (Hamas) - sebagiannya juga ada yang mendukung.132 Dukungan untuk PLO setelah merubah perjuangannya ke politik diplomasi, PLO mendapat respons baik dari OKI. Karena OKI melakukan peran sebagai sebuah organisasi agama Islam yang cinta perdamaian; yang pertama, mengedepankan langkah-langkah perundingan atau diplomasi yaitu pertemuan para Menteri Luar Negeri untuk membangun solidaritas antar negara. Kedua, OKI juga melakukan pendekatan terhadap Negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim guna mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk melakukan penindak lanjutan terhadap permasalahan kedaulatan Palestina. Yang ketiga, OKI melakukan berbagai konferensi untuk permasalahan Palestina - dalam setiap Konferensi yang Saibatul Aslamiah, “Diplomasi Indonesia Dalam Mendukung Palestina Menjadi Negara Peninjau di PBB Tahun 2012”, Jom FISIP, Vol. 2, No. 2, (Oktober 2015), h. 2. 131 Ike Agestu, “OKI dan Cita-cita Kemerdekaan Palestina”, CNN Indonesia, (6 Maret 2016),http://www.cnnindonesia.com/internasional/20160303184215-106-115202/oki-dan-citacita-kemerdekaan-palestina/ akses: 7 Juni 2017. 132 Hendra Kurniawan, “Stabilitas Kawasan Timur Tengah dan Peluang Kerjasama Dalam Frame TPS-OIC” Makalah ini dipresentasikan pada Seminar “Upaya Meningkatkan Investasi dan Kerjasama antara Indonesia dan Timur Tengah dan OKI”, yang diselenggarakan oleh Kantor Utusan Presiden Republik Indonesia untuk Timur Tengah & OKI, 5 Desember 2016 di Hotel Millenium Jakarta Pusat. h. 5-10. 130
45
berlangsung diharapkan menemukan titik terang bagi Palestina, sehingga Palestina bisa diakui kemerdekaanya dalam dunia internasional.133 Namun dalam perjalanannya, organisasi ini (OKI) menjadi wadah kerjasama di berbagai bidang baik politik, ekonomi, sosial, budaya, dan ilmu pengetahuan antar negara Muslim di seluruh dunia.134 Ketiga, Palestine Liberation Organization (PLO) memang telah dibentuk pada tahun 1964 oleh Liga Arab, tetapi statusnya sebagai representasi masyarakat Palestina baru ditegaskan pada tahun 1974,135 ketika Arafat tampil pada sidang Majlis Umum PBB tanggal 13 November 1974, berkat pidatonya yang menyuarakan aspirasi rakyatnya untuk memerdekakan Palestina dengan jalan damai.136 Maka selanjutnya pada 22 November 1974 keberadaan PLO diakui The United Nations General Assembly (Majlis Umum PBB).137 Kecemerlangan pidato Arafat itu, terletak pada caranya menghubungkan dua gagasan khusus: Pertama, ia berbicara mengenai impian rakyat Palestina tentang lahirnya Negara Demokratik Palestina, sebagai ganti Negara Israel yang bersifat eksklusif. Ia berkata: “Apabila kami berbicara tentang harapan kami, bersama bagi Palestina esok hari, kami ingin memasukkan ke dalam perspektif kami dan disebarkan pula ke semua orang Yahudi yang sekarang ada di Palestina, yang bersedia untuk hidup bersama kami di sana dalam damai dan tanpa diskriminasi”. Kedua, ia menyampaikan hasrat PLO untuk menegakkan suatu “Otoritas Nasional di wilayah manapun di Tepi Barat dan Gaza yang darinya Israel dapat dibujuk untuk mundur dari wilayah tersebut”. Gagasan pertama-kedua, Arafat hubungkan dengan pernyataan: “Tidakkah saya berhak untuk bermimpi?- Ya, saya berhak untuk bermimpi. Kita semua berhak untuk bermimpi… tetapi sebagai orang
Ridho Fathoni, “Peran Organisasi Konferensi Islam Terhadap Upaya Kemerdekaan Negara Palestina (2008-2014), Skripsi, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Prodi Ilmu Hubungan Internasional https://text-id.123dok.com/document/ 9yno5e0q-peran-organisasi-konferensi-islam-terhadap-upaya-kemerdekaan-negara-palestinatahun-2008-2014.html akses: 13 Juni 2017. 134 Ike Agestu, “OKI dan Cita-cita Kemerdekaan..., 135 Aguk Irawan MN, Rahasia Dendam Israel; Jejak…, h. 99. 136 Abrar, “Dibalik Perubahan Sikap Organisasi..., h. 45. 137 Ita Mutiara Dewi dkk, “Gerakan Rakyat Palestina Dari…, h. 18. 133
46
yang praktis yang bersedia menghadapi realitas eksistensi Israel, saya mengakui dan menerima bahwa mimpi tidak selamanya terwujud… dan itulah sebabnya kami berbicara tentang otoritas nasional kami – itulah yang kami – bersedia menerimanya sebagai penyelesaian, sebuah tanah air yang kecil bagi kami sendiri, agar kami bisa berdamai dengan Israel, sampai tiba saatnya nanti di mana orang-orang Israel memutuskan, dengan kemauan sendiri, untuk bersama-sama kami mendirikan Negara Demokratik yang kami impikan.” Akhir pidatonya, ia menyampaikan “Saya datang ke sini dengan membawa ranting pohon zaitun dan senapan pejuang kemerdekaan. Jangan biarkan ranting itu lepas dari tanganku.” Pada tanggal 22 November 1974, komunitas internasional, kecuali Israel dan Amerika, mengakui bahwa “rakyat Palestina mempunyai hakhak untuk menentukan nasib, kemerdekaan nasional dan kedaulatannya sendiri,”138 dijelaskan pada Resolusi PBB 3236 dengan judul resolusi hak-hak bangsa Palestina.139 Dan “Status Pengamat” dijelaskan pada Resolusi 3237. Tanggapan Israel di PBB, atas pidato Arafat itu, disampaikan oleh Duta Besar- Tekoah, ia mengecam negara-negara Arab sebagai “pelopor serangan fanatik terhadap bangsa Yahudi”. Dan ia mengecam PBB karena telah mengundang Arafat untuk berpidato di hadapan badan dunia itu. PLO, katanya, hanyalah sebuah “organisasi pembunuh”, dan PBB telah “menyerah” kepadanya. Israel, katanya, “tidak akan membiarkan pembentukan otoritas PLO di bagian Palestina yang mana pun dan kami tidak akan menerima perdamaian dengannya”.140 Namun hal tersebut hanyalah emosi sesaat yang disampaikan Tekoah, karena pada kenyataannya pada tahun 1993 ditandatanganinya Declaration of Principles (DOP) oleh Menteri Luar Negeri Israel Shimon Peres dan disaksikan PM Israel Yitzhak Rabin yang membahas dan menetapkan Otoritas Nasional Palestina (ONP) di Gaza - Jericho.141
Alan Hart, Arafat Teroris atau Pendamai…, h.423-424 Misri A. Muchsin, “Palestina Dan Israel: Sejarah, Konflik dan Masa Depan”, MIQOT, Vol. XXXIX, No. 2, (2015), h. 404. 140 Alan Hart, Arafat Teroris atau Pendamai…, h. 423-424. 141 Trias Kuncahyono, Jalur Gaza, Tanah Terjanji…, h. 169. 138 139
47
Keempat, Perjuangan Yasser Arafat dari tahun 1974 sampai dengan 1979 telah berhasil meyakinkan rekan-rekannya untuk mencapai sesuatu yang konkret melalui cara-cara diplomasi, guna membuktikan bahwa kompromi itu dapat mendatangkan hasil yang lebih baik. Dengan mau menerima kenyataan yakni eksistensi Israel, dan berdamai dengan Yahudi yang telah menguasai tujuh puluh persen dari tanah air mereka, agar ia bersedia mundur kurang-lebih dalam wilayah dengan batasan-batasannya sebelum tahun 1967.142 Arafat dengan organisasi Fatahnya juga mampu mengamandemen Piagam Nasional Palestina, yang menegaskan perjuangan bersenjata untuk kemerdekakan Palestina serta tidak akan mundur sejengkal pun dari tanahnya.143 Karena Fatah merupakan organisasi paling besar, paling kuat, dan jauh paling populer di antara berbagai organisasi dan front pembebasan yang ada di dalam tubuh PLO. 144 Maka terbukti pada tahun 1979 dalam sidang PNC diputuskan kebijakan yang memberikan mandat kepada Arafat untuk melakukan perjuangan melalui cara-cara diplomasi dengan mengakui eksistensi Negara Israel.145 Kelima, Terpilihnya Yasser Arafat sebagai Presiden pertama di Palestina, ia membentuk tatanan baru dalam perjuangan diplomasi, dengan diproklamasikannya Negara Palestina pada tanggal 15 November 1988, yang bertujuan untuk mempermudah segala urusan perundingan antara PLO-Israel. Berdirinya Negara Palestina ini diumumkan di Aljir, ibukota Aljazair. Dengan bentuk negara Republik Parlementer.146 Adapun wilayah yang diklaim sebagai wilayah negara Palestina adalah Tepi Barat Sungai Yordania dan Jalur Gaza dengan ibukota Yerusalem. Meski Negara Palestina telah dideklarasikan, PLO tetap menjadi representasi Palestina untuk berjuang di forum internasional, karena status Palestina sebagai negara belum diakui sebagian negara anggota Dewan Keamanan PBB, eksistensi negara ini rapuh akibat wilayah geografi yang belum begitu jelas. Melihat
Alan Hart, Arafat Teroris atau Pendamai…, h. 458. Muhsin M.S, Palestina Sejarah Perkembangan…, h. 86-87 144 Alan Hart, Arafat Teroris atau Pendamai…, h. 292. 145 Alan Hart, Arafat Teroris atau Pendamai…, h. 458. 146 Aguk Irawan MN, Rahasia Dendam Israel; Jejak…, h. 83. 142 143
48
PLO berjuang dengan menjunjung tinggi nilai perdamaian, sejumlah konferensi perdamaian antara Palestina dan Israel mulai marak dilakukan oleh negara-negara besar, seperti AS, Rusia dan Uni Soviet. Konferensi perdamaian paling awal adalah Madrid Confrence yang dilaksanakan pada tahun 1991 dan dilanjutkan dengan kesepakatan Perjanjian Oslo pada tahun 1993.147
147
Aguk Irawan MN, Rahasia Dendam Israel; Jejak…, h. 100-101.
BAB III PERUBAHAN PERJUANGAN RAKYAT PALESTINA A. Perlawanan Fisik dan Penyebab Perubahan Perjuangan rakyat Palestina dalam memperjuangkan hak-haknya atas kependudukan Israel, melalui perlawanan fisik yang selama ini dilakukan PLO dengan basisnya di Yordania, dari akibat kekalahan bangsa Arab pada perang SixDay War tahun 1967, serangan-serangan bersenjata yang selama ini dilakukan menghadapi tentara Israel mengalami perubahan. Sasaran serangan-serangan bersenjata beralih dan ditujukan terhadap warga sipil Israel. 148 Pada tahun 1968, faksi kedua terbesar di PLO bercorak komunis The Popular Front for the Liberation of Palestine (PFLP)149 membajak pesawat Israel yang terbang dari Roma ke Tel Aviv dan memblokade penerbangan. Setelah selama sebulan dibajak, pembajak membebaskan penumpang dan kru pesawat. Sebagai imbalannya Israel akhirnya membebaskan 16 gerilyawan Palestina. Kemudian pada bulan September 1970 Fatah membajak tiga pesawat; satu pesawat Swiss dan dua pesawat Amerika. Ketiga pesawat tersebut diledakkan; dua diledakan di Yordania dan satu di Kairo. Tuntutan yang diajukan para pembajak adalah agar teman-teman mereka yang ada di penjara Israel dibebaskan. Tapi sampai pesawat tersebut diledakkan tuntutan tersebut tidak dipenuhi Israel. Peledakan pesawat di Yordania tersebut membuat Raja Hussein mengumumkan hukum darurat perang untuk meminta Yasser Arafat dan teman-temannya keluar dari Yordania. Hal itu dilakukan Hussein karena Yordania dikucilkan dunia internasional, termasuk dari Amerika Serikat yang menjadi tulang punggung ekonomi Yordania. Ditambah dengan pernyataan Yasser Arafat kepada Hussein, yang menuntut suatu pemerintahan nasional. Hussein akhirnya mengirimkan pasukan sebanyak 55.000 orang dan 300 tank untuk mengusir Arafat dan pengungsi-pengungsi
148 149
Abrar, “Dibalik Perubahan Sikap Organisasi..., h. 43. Ita Mutiara Dewi dkk, “Gerakan Rakyat Palestina Dari…, h. 19.
49
50
Palestina yang selama ini ditampung di Yordania. Sekitar 3.500 orang gerilyawan dan warga sipil Palestina tewas dalam kejadian tersebut. Kejadian ini dikenal dengan nama Black September. Akibat dari kejadian tersebut PLO dan warga Palestina yang selama ini berada di Yordania akhirnya mengungsi ke wilayah Lebanon. Di Lebanon PLO membangun basis baru untuk berjuang melawan kependudukan Israel di Palestina. Di Lebanon para pejuang Palestina melanjutkan aksinya untuk melawan Israel. Aksi tersebut dilakukan tidak saja ke wilayah Israel, tetapi juga terhadap kepentingan Israel di Eropa maupun Timur Tengah. Pada bulan Mei 1972 aksi pejuang Palestina yang menamakan dirinya Black September membajak sebuah pesawat Sabana yang sedang terbang dari Brussel ke Israel dan mendarat di dekat Tel Aviv. Para pembajak menuntut pembebasan seratus tahanan Palestina di penjara Israel. Namun Israel menolak tuntutan tersebut. Moshe Dayan, Mentri Pertahanan Israel, memerintahkan untuk mengepung dan menyerang para pembajak. Dalam penyerangan itu dua orang gerilyawan tewas dan dua orang ditangkap. Serangan selanjutnya terjadi ketika berlangsungnya Olimpiade Munchen di Jerman tahun 1972. Kelompok Black September menyandera 11 orang atlet Israel. Mereka menuntut pembebasan 234 tawanan Palestina dari penjara Israel dan dua pemimpin kelompoknya yaitu Baader dan Meinhoff dari penjara Jerman. Tuntutan tersebut tidak dipenuhi oleh Perdana Menteri Israel Golda Meir, sementara Kanselir Jerman Willy Brant bersedia membebaskan kedua pemimpin kelompok tersebut. Namun dalam upaya pembebasan sandera pada waktu itu, terjadi kericuhan sehingga para atlet Israel dan penyandera pun tewas. Kemudian dari kejadian tersebut Israel menyerang dan menghancurkan basis PLO di Lebanon Selatan dan Beirut Utara. Aksi-Aksi sepeti itu telah terjadi sebanyak 1.252, yang dilancarkan ke bangsa Israel. Serangan terus berlangsung secara tetap terhadap warga sipil, termasuk ke sebuah sekolah menengah di Ma’alot pada bulan Mei 1974 yang mengakibatkan tewasnya 21 Murid. Aksi penyerangan seperti itu, jika dikaitkan dengan perjuangan rakyat Palestiana, maka dapat menimbulkan kecaman dari
51
“dunia internasional” sebagai serangan teroris. Perlu dipahami, aksi-aksi teror tetap saja tidak memecahkan masalah yang dihadapi rakyat Palestina. Tanah Palestina tetap saja dikuasai Israel. Oleh karena aksi teror dianggap tidak bisa memecahkan problem utama masalah Palestina, maka atas desakan sekutunya, Uni Soviet, Mesir, dan Arab Saudi, membuat Yasser Arafat pimpinan PLO harus bekerja keras untuk meyakinkan rekan-rekannya bahwa aksi-aksi yang pernah diperjuangkan dalam pembebasan Palestina harus dirubah dengan menempuh jalur diplomasi.150 Dukungan dari Arab Saudi untuk merubah arah perjuangan PLO. Mereka berjanji akan mendukung PLO; apabila dalam menempuh kebijakan-kebijakannya dapat dan tanpa merusak hubungan istimewa Saudi dengan Amerika, Arab Saudi akan melakukan apa saja dalam batas-batas kemampuannya untuk memajukan perjuangan Palestina dengan cara-cara diplomasi, dan akan terus berdiri di pihak PLO, tak peduli siapa yang berusaha menghancurkannya. Kata Khalad Hasan (Anggota Fatah).151 Dan Arafat tahu, “Kami tidak akan mampu bertahan tanpa dukungan diplomatik Arab Saudi”.152 Dukungan juga datang dari Uni Soviet yang menegaskan untuk mendukung dan mengusahakan suatu jalan perdamaian bagi Palestina. Jika tidak, ia akan menggagalkan segala bentuk inisiatif dengan sebaliknya. Karena Uni Soviet ingin mempertahankan pengaruhnya di kawasan Timur Tengah tanpa adanya ganguan masalah dari negara-negara eropa.153 Tanggapan dari Mesir, Nasser berpendapat bahwa perjuangan dengan caracara militerisme untuk pembebasan Palestina harus ditinggalkan dan melanjutkan perjuangan dengan cara-cara politik. Persepsi yang hampir sama juga datang dari Yordania, Raja Hussein meyakini bahwa perdamaian akan membawa hasil yang lebih baik dengan menerima Resolusi 242. Persamaan harapan Hussein dan Nasser untuk Palestina adalah bahwa ia dan Nasser, entah dengan cara apa, akan dapat membujuk Amerika menggunakan pengaruhnya guna memaksa Israel menarik diri dari wilayah Arab yang didudukinya. Dalam pandangan Hussein pada waktu itu, Abrar, “Dibalik Perubahan Sikap Organisasi..., h. 43-45 Alan Hart, Arafat Teroris atau Pendamai…, h. 301. 152 Alan Hart, Arafat Teroris atau Pendamai…, h. 464. 153 Alan Hart, Arafat Teroris atau Pendamai…, h. 465. 150 151
52
membujuk Amerika untuk melakukan apa yang harus dilakukannya mestinya bukan sesuatu yang mustahil oleh Amerika bersama-sama dengan negara lainnya dalam komunitas internasional yang sudah terikat oleh Resolusi 242 PBB tahun 1967.154 Resolusi 242 adalah resolusi yang menuntut Israel untuk segera menarik mundur pasukannya dari seluruh wilayah yang didudukinya dalam Perang Enam Hari 1967155 dan penghentian semua klaim oleh negara-negara yang berperang serta menghormati, mengakui kedaulatan, integritas tritorial, kemerdekaan politik dari setiap negara di wilayah itu.156 Kemudian Pada tahun 1973 terjadi peperangan yang dikenal dengan Yom Kippur War, tepat sebelum peringatan hari Yom Kippur oleh Yahudi. Dalam perang ini, bangsa Arab berhasil membalas kekalahanya dari Israel. Meski serbuan bangsa Arab tidak membuat Israel kalah secara telak, namun perang ini berhasil memaksa Israel untuk mengembalikan wilayah Semenanjung Sinai dan Gaza kepada Mesir. Pada bulan November 1977, Mesir dibawah kepemimpinan Anwar Sadat, ia mengunjungi entitas Zionis. Selanjutnya pada tahun 1979, melalui sebuah perjanjian perdamaian157 yang disepakati antara Presiden Mesir Anwar Sadat dan Perdana Menteri Israel Menachem Begin serta disaksikan Presiden AS Jimmy Carter di Camp David158 berhasil memasukkan Mesir dalam kondisi damai dengan Israel. Konflik antara keduanya diberhentikan, Sinai dan Jalur Gaza dikembalikan. Dengan demikian, persoalan Palestina telah kehilangan pihak yang paling dominan dalam perjalanan konflik melawan Zionis. Hal ini akan menjadi pertimbangan tersendiri untuk perjuangan Palestina dengan perlawanan militer terhadap Israel.159 Pada tahun 1964, PLO memang telah dibentuk oleh Liga Arab, tetapi statusnya sebagai representasi masyarakat Palestina baru ditegaskan pada tahun
Alan Hart, Arafat Teroris atau Pendamai…, h.275. Simela Victor Muhamad, Konflik Israil-Palestina dan Prospek…, h. 8. 156 Abrar, “Dibalik Perubahan Sikap Organisasi..., h. 47. 157 Aguk Irawan MN, Rahasia Dendam Israel; Jejak…, h. 98-99. 158 Irwan Ariefyanto, “Hari ini di 1978 Israel dan Mesir Sepakati Perjanjian Camp David”, Republika.co.id, (2017). http://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah13/09/17/mt8wvo-hari-ini-di-1978-israel-dan-mesir-sepakati-perjanjian-camp-david akses: 8 Juni 2017. 159 Zainur Rashid, dkk, Palestin Meniti Rentetan…, h. 96. 154 155
53
1974160 dengan keberadaan PLO yang diakui The United Nations General Assembly. PLO dibawah kepemimpinan Yasser Arafat tampil dalam sidang Majlis Umum PBB pada tanggal 13 November 1974. Dalam pidatonya pada sidang tersebut yang menyerukan perjuangan Palestina dengan jalan diplomasi, membuat PLO memperoleh dukungan dari PBB untuk mendapatkan kemerdekaan dengan jalan damai. Dukungan juga diberikan RRC (Republik Rakyat Cina) kepada PLO dengan diperbolehkannya membuka kantor kedutaan dan bendera PLO berkibar di Beijing. Pengakuan terhadap eksistensi PLO sebagai perwakilan resmi Palestina disetujui oleh 86 negara dibandingkan Israel yang hanya memperoleh dukungan dari 72 negara atas wilayah yang didudukinya.161 Perjuangan Yasser Arafat dari tahun 1974 sampai dengan 1979 telah berhasil meyakinkan rekan-rekannya untuk mencapai sesuatu yang konkret melalui cara-cara diplomasi, guna membuktikan bahwa kompromi itu dapat mendatangkan hasil. Dengan mau menerima kenyataan yakni eksistensi Israel, dan berdamai dengan Yahudi yang telah menguasai tujuh puluh persen dari tanah air mereka, agar ia bersedia mundur kurang-lebih dalam wilayah dengan batasan-batasannya sebelum tahun 1967. Setelah dilakukannya sidang PNC tahun 1979, Yasser Arafat diberi mandat bebas untuk berunding secara terang-terangan dengan Israel. Dan kredibilitas Arafat di kalangan rakyat Palestina tergantung pada kemampuannya.162
B. Kelompok Penentang Diplomasi Ketika PLO resmi berjuang dengan diplomatik damai untuk mewujudkan negara Palestina dan terdapat kebijakan yang mengarah pada sikap kooperatif terhadap Israel, beberapa organisasi penentang PLO mulai bermunculan seperti Islamic Jihad of Palestine (Jihad Islam). Jihad Islam didirikan pada 1980 oleh anakanak muda Palestina yang menimba ilmu di berbagai universitas di Mesir.
Aguk Irawan MN, Rahasia Dendam Israel; Jejak…, h. 99. Abrar, “Dibalik Perubahan Sikap Organisasi..., h. 45. 162 Alan Hart, Arafat Teroris atau Pendamai…, h. 458. 160 161
54
Kelompok anak muda ini dipimpin oleh Fathi Asy-Syaqaqi. Kemudian dalam perjalanannya, Jihad Islam pecah menjadi tiga kelompok, yaitu Jihad Islam pimpinan Fathi Asy-Syaqaqi sendiri, Jihad Islam Baitulmaqdis pimpinan Syaikh As’ad, dan Jihad Islam Batalion al-Aqsa pimpinan Ibrahim Sibril. Di antara ketiganya, Jihad Islam pimpinan Asy-Syaqaqi tetap menjadi kelompok yang memiliki pengikut paling banyak. Selain Jihad Islam, gerakan perlawanan lainnya yang juga muncul mengusung jalan perjuangan nonkooperatif adalah Hamas pimpinan Syaikh Ahmad Yassin.163 Hamas (Harakat Al-Muqawwamat Al-Islamiyyah حركة المقاومة االسالميةatau Gerakan Perlawanan Islam) didirikan pada 14 Desember 1987 oleh Syaikh Ahmad Yassin, Dr. Abdel Aziz al-Rantissi, Muhammad Taaha, Dr. Ibrahim al-Bazuri, Muhammad Syamah, Abdul Fatah Dakhon, Isa an-Nasyar, dan Shalah Syahadah. Hamas merupakan sayap atau bagian dari kelompok Ikhwanul Muslimin (IM).164 Pada akhir tahun 1970-an IM tidak lagi mempercayai Fatah karena gesekan ideologi. Fatah yang mendominasi PLO, lebih mengedepankan nasionalisme dan semangat kebangsaan, sedangkan IM, yang berideologi keagamaan memiliki citacita akan tegaknya pemerintahan Islam di tanah Palestina dan membebaskan Palestina dari cengkraman Israel. IM kemudian mendirikan sayap militer di Jalur Gaza yang bernama Mujahidun Palestina (Mujahidun Filisthiniyyun) dengan Syaikh Ahmad Yassin sebagai pemimpinnya tahun 1978. Setelah Mujahidun dibentuk, sayap militer ini mulai melakukan perlawanan-perlawanan terhadap sewenang-wenangan Israel, terutama sejak perang Lebanon tahun 1982 yang menewaskan 328 lebih warga Palestina. Namun belum sempat untuk membalas kekalahan dari Israel, Syaikh Ahmad Yassin ditahan di penjara Israel pada 1983,165 karena perjuangan Mujahidun dianggap terlalu keras dengan seringkali melakukan bom bunuh diri di tempat umum wilayah Israel.166 163
Bawono Kumoro, Hamas Ikon Perlawanan Islam..., h. 68-69. Nando Baskara, Gerilyawan-gerilyawan Militan Islam, (Yogyakarta: Narasi, 2009), Cetak I, h. 135. 165 Bawono Kumoro, Hamas Ikon Perlawanan Islam..., h.69-75. 166 Ulya Fuhaidah, “Analisis Peluang Kedaulatan Negara Palestina”, Jurnal Review Politik, Volume 02, No 01, (Jambi: Juni 2012), h. 124. 164
55
Pada 1985, Syaikh Ahmad Yassin dibebaskan dari penjara melalui sebuah program pertukaran tawanan antara Israel dan Front Rakyat untuk Pembebasan Palestina.167 Kebebasan Syaikh Yassin dari penjara Israel berhasil membangitkan semangat para pengikutnya, pada 17 November 1987 gerakan Islam di bawah kepemimpinannya mengeluarkan keputusan untuk menggerakkan masyarakat berjuang melawan entitas Israel melalui berbagai demonstrasi dan penyebaran pamflet kepada rakyat Palestina di daerah Gaza, maka pada 9 Desember 1987 meletus aksi Intifadah.168 Intifadah adalah nama untuk perjuangan yang dilakukan oleh sekelompok orang Palestina yang bersenjatakan batu melawan tentara Israel yang memiliki perlengkapan mutahir.169 Kemunculan Intifadah dipaparkan dalam berbagai macam dugaan: Pertama, ketidakpuasan masyarakat Palestina terhadap peran NegaraNegara Arab atas konflik Israel-Palestina. Kedua, berasal dari masalah internal, tewasnya empat orang Palestina oleh truk militer Israel pada tanggal 8 Desember 1987. Ketiga, Intifadah adalah strategi aktivis grassroots di Gaza, yang dengan cepat menggerakkan massa melakukan perlawanan setelah PLO terusir dari Lebanon pada tahun 1982, yang menunjukkan PLO sudah susah untuk diharapkan. Keempat, adalah strategi adari aktivis lokal Palestina yang menggunakan Intifadah untuk menangkap perhatian dunia internasional.170 Para pelaku Intifadah kebanyakan adalah pemuda yang dididik dan dibina oleh Syaihk Ahmad Yassin.171 Palestina pada tahun 1980-an dapat dikatakan sebagai kondisi bangkitnya kecenderungan agama (Islam) sebagai arah perjuangan terutama di kalangan kaum muda. Berikut adalah beberapa faktor yang mendorong kemunculannya: Petama, inisiatif-inisiatif Arab, Palestina, dan dunia internasional untuk mengakhiri kependudukan Israel di Tepi Barat (West Bank) dan Jalur Gaza (Gaza Strip) tidak membuahkan hasil. Perpecahan ideologi di dunia Arab dan PLO juga
167
Bawono Kumoro, Hamas Ikon Perlawanan Islam..., h. 76. Muhsin M.S, Palestina Sejarah Perkembangan…, h. 102. 169 Bawono Kumoro, Hamas Ikon Perlawanan Islam..., h. 76. 170 Dikry Feisal Rachman dkk, “Gerakan Intifadah Pertama Rakyat Palestina”, http://www.academia.edu/28584224 akses: Sabtu, 3 Juni 2017, h. 5. 171 Bawono Kumoro, Hamas Ikon Perlawanan Islam..., h. 78. 168
56
menjadi salah satu faktor. Dalam pandangan kaum muda, hanya kekuatan Islam yang mampu menawarkan jalan keluar bagi persoalan Palestina. Kedua, pembunuhan Presiden Anwar Sadat 6 Oktober 1981,172 perjanjian damai dengan Israel adalah alasan bahwa sang presiden harus dihabisi. Pelakunya adalah anggota organisasi Jihad Islam yang menolak Perjanjian Camp David antara Israel dengan Mesir pada 1979.173 Ketiga, gerakan Islam di Tepi Barat dan Jalur Gaza juga merupakan respon atas kebangkitan Partai Likud di Israel. Perdana Menteri Begin dan para pemimpin Likud lainnya mengangggap wilayah ini sebagai tanah Yahudi sehingga kaum Yahudi bebas menempati daerah tersebut. Keempat, perang Israel melawan PLO dan pembunuhan besar-besaran di kamp pengungsi Palestina di Sabra dan Shatila174 pada 1982 menewaskan 3283.500 orang,175memunculkan perasaan perjuangan yang lebih untuk Islam. Kelima, perkembangan politik di wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza telah memberikan kontribusi lebih jauh bagi pertumbuhan kecenderungan politik Islam. Gerakan Islam muncul sebagai reaksi tandingan terhadap meningkatnya aliran komunis di Tepi Barat dan Kelompok Marxis lainnya.176 Ada beberapa faktor yang membuat gerakan Intifadah begitu fenomenal, di antaranya adalah:
Keberanian mereka menentang pasukan Israel yang dilengkapi senjatasenjata mutahir, sementara senjata yang mereka gunakan hanya berupa batu dan ban-ban bekas.
Para pejuang Intifadah sebenarnya mencerminkan perlawanan agama (Islam) untuk melawan kaum Zionis sebagai bagian dari Jihad fi sabilillah.
Ulya Fuhaidah, Analisis Peluang Kedaulatan Negara…, h. 124. Elin Yunita K. “Presiden Mesir Anwar Sadat Diberondong Peluru 6-10-1981”, http://global.liputan6.com/read/2114381/6-10-1981-presiden-mesir-anwar-sadat-diberondongpeluru akses: Sabtu, 3 Juni 2017. 174 Ulya Fuhaidah, Analisis Peluang Kedaulatan Negara…, h. 124. 175 Bawono Kumoro, Hamas Ikon Perlawanan Islam..., h. 64. 176 Ulya Fuhaidah, Analisis Peluang Kedaulatan Negara… h. 125. 172 173
57
Para pejuang Intifadah berhasil menempatkan rezim Israel pada posisi dilematis. Semakin keras tindakan Israel untuk menumpas mereka, semakin keras pula perlawanan yang mereka hadapi dari kecaman para pembela hak-hak asasi (HAM). Sebaliknya, jika Israel melunakkan sikapnya, dengan sendirinya gerakan Intifadah akan semakin luas.
Pada umumnya, para pejuang Intifadah adalah para remaja yang baru berusia 15 sampai 20 tahun. Ini menggambarkan keberanian yang mereka tunjukan sebagai penderitaan dari kekejaman yang dilakukan rezim Zionis. Ini juga berdampak pada keredibilitas PLO yang dapat dianggap kurang berani menghadapi lawan karena berjuang dari luar.
Intifadah mampu membuat dunia internasional lebih bersimpati terhadap konflik Israel-Palestina dari yang sebelumnya.177
Kemauan bangsa Palestina untuk berkorban dengan perjuangan Intifadah mengekpresikan keaslian bangsa yang tertindas, menuntut tanah air Palestina secara keseluruhan yang berdaulat. Sebesar perlawanan yang timbul dari Intifadah sebesar itupula kemauannya untuk menggagalkan kesepakatan damai Israel dengan PLO.178 Melalui Hamas, gerakan militer makin menampakkan jati dirinya. Hamas menolak bergabung dengan PLO, ia lebih memilih berjuang secara gerilya. 179 Selama perjuangan Intifadah berlangsung dari bulan Desember 1987 sampai Desember 1993, menurut sensus yang dihitung oleh PLO jumlah korban dari pihak Palestina tidak kurang dari 1540 korban yang meninggal, 130.000 yang cedera, dan sekitar 116.000 yang ditangkap oleh Israel. Sedangkan jumlah korban dari pihak Israel 179 korbar yang meninggal.180
177
Bawono Kumoro, Hamas Ikon Perlawanan Islam..., h. 78. Muhsin M.S, Palestina Sejarah Perkembangan…, h. 101. 179 Bawono Kumoro, Hamas Ikon Perlawanan Islam..., h. 79. 180 Muhsin M.S, Palestina Sejarah Perkembangan…, h. 104. 178
BAB IV DIPLOMASI PLO-ISRAEL Setelah terbentuknya tatanan baru pada tubuh PLO untuk berjuang secara diplomasi, beberapa pemimpin Palestina memproklamasikan berdirinya negara Palestina pada tanggal 15 November 1988, untuk mempermudah segala urusan perjuangan. Berdirinya negara Palestina diumumkan di Aljir, ibukota Aljazair, dengan bentuk negara Republik Parlementer. Ditetapkan bahwa Yerusalem Timur dijadikan sebagai ibukota negara, dengan Presiden pertamanya Yasser Arafat.181 Adapun wilayah yang diklaim sebagai wilayah negara Palestina adalah Tepi Barat Sungai Yordania dan Jalur Gaza dengan ibukota Yerusalem. Eksistensi negara ini rapuh karena selain tidak diakui sebagian negara anggota Dewan Keamanan PBB, juga akibat wilayah geografi yang belum begitu jelas. Meski Negara Palestina telah dideklarasikan, PLO tetap menjadi representasi Palestina untuk berjuang di forum internasional, karena status Palestina sebagai negara belum diakui. Melihat PLO berjuang dengan menjunjung tinggi nilai perdamaian, sejumlah konferensi perdamaian antara Palestina dan Israel mulai marak dilakukan oleh negara-negara besar, seperti AS, Rusia dan Uni Soviet. Konferensi perdamaian paling awal adalah Madrid Conference yang dilaksanakan pada tahun 1991 dan dilanjutkan dengan kesepakatan Perjanjian Oslo tahun 1993.182
A. Konferensi Madrid 1991 Konferensi Madrid مؤتمر مدريدini merupakan usaha pertama masyarakat Internasional untuk memulai perundingan yang melibatkan Israel dan Palestina serta negara-negara Arab, termasuk Syria, Lebanon, dan Yordania. Tujuan dari konferensi ini lebih untuk membuka sebuah forum dialog dari semua yang hadir
181 182
Aguk Irawan MN, Rahasia Dendam Israel; Jejak…, h. 83. Aguk Irawan MN, Rahasia Dendam Israel; Jejak…, h. 100-101.
58
59
dalam konferensi. Namun sangat disayangkan pada akhirnya, tidak mendapatkan solusi-solusi dan kesepakatan. Dengan kata lain konferensi ini hanya menjadi semacam peresmian perundingan, baik lewat jalur bilateral maupun multilateral yang juga melibatkan komunitas internasional.183 Jalan diplomasi seperti ini yang sebelumnya (Perjanjian Camp David 1978) dapat dilihat telah sukses mendamaikan Mesir dan Israel. Presiden Mesir Anwar Sadat melakukan diplomasi dengan alasan pertimbangan ekonomi (perang telah menghabiskan kas Negara). Ia pergi ke Israel tanpa konsultasi dengan Liga Arab. Mesir mengakui eksistensi Israel, melalui sebuah perjanjian yang diprakarsai AS di Camp David tahun 1978.184 Sebagai imbalannya PM Israel Menachem Begin mengembalikan semenanjung Sinai dan Gaza kepada Mesir.185 Maka langkah selanjutnya adalah mengajak negara-negara Arab lainnya untuk mengikuti jejak Mesir, yaitu berdamai dengan Israel. Untuk tujuan damai di antara negara-negara Arab dengan Israel, maka AS dan Uni Soviet menjadi sponsor Konferensi Madrid 1991.186 Tuan rumah konferensi internasional tentang Timur Tengah ini adalah Spanyol. Konferensi dilaksanakan pada tanggal 30 Oktober 1991 dan berlangsung selama tiga hari.187 Pada konferensi ini, AS berjanji untuk bersikap adil dan mempromosikan penyelesaian yang akan memberikan keamanan bagi Israel dan keadilan untuk rakyat Palestina. Negosiasi itu seharusnya membahas hal-hal yang berdasarkan resolusi PBB 242 November 1967 dan prinsip tanah Palestina untuk perdamaian. Namun dalam kenyataannya tidak.188
183
Trias Kuncahyono, Jalur Gaza, Tanah Terjanji, Intifada, dan Pembersihan Etnis, (Jakarta: Kompas, 2009), h. 169. 184 Aguk Irawan MN, Rahasia Dendam Israel; Jejak…, h. 82. 185 Karen Armstrong, Jerusalem Satu Kota Tiga Iman…, h. 560. 186 Erfan Hardoko, Konferensi Madrid dan Perdamaian Israel-Jordania, Kompas.com, Selasa, 15 Juli 2014 akses: Rabu, 1 Februari 2017. 187 Trias Kuncahyono, Jalur Gaza, Tanah Terjanji…, h. 169. 188 Avi Shlaim, “The Rise and Fall of the Oslo Peace Process”, http://users.ox.ac.uk/~ssfc0005/The_Rise_and_Fall_of_the_Oslo_Peace_Process.html akses: Kamis, 2 Februari 2017, h. 242.
60
Pada pertemuan ini Palestina juga terlibat namun hanya dalam pembicaraan,189 karena delegasi Palestina di wakili oleh Yordania (terdiri dari warga Tepi Barat dan Jalur Gaza) bukan sebagai delegasi independen dari pemimpin Palestina Yasser Arafat,190 karena Israel menolak kehadiran organisasi (PLO). Konferensi ini kemudian diikuti dengan negosiasi bilateral antara Israel dan delegasi gabungan Yordania-Palestina. Pertemuan ini kemudian dilanjutkan dengan pertemuan-pertemuan bilateral di Washington DC pada Desember 1991. Lalu pada Januari 1992 pertemuan dilanjutkan lagi di Moskwa, tetapi tanpa kehadiran delegasi Syria dan Lebanon, karena mereka menolak dan tak setuju berdamai dengan Israel. Salah satu hasil dari rangkaian perundingan dari hubungan bilateral adalah perjanjian damai Israel-Yordania yang ditandatangani pada 26 Oktober 1994 di Lembah Areva, Israel, dekat perbatasan Israel-Yordania. Perjanjian itu ditandatangani PM Israel Yitzak Rabin dan PM Yordania Abdelsalam al-Majali. Sementara itu, Presiden Israel Ezer Weizman dan Raja Yordania Hussein bersalaman dengan hangat. Perjanjian damai kedua negara itu disaksikan Presiden AS Bill Clinton dan Menlu Warren Christopher. Dan Mesir pun menyambut baik perjanjian tersebut. Berikut perjanjian yang dibahas oleh Yordania-Israel; (1) Membangun hubungan diplomatik dan bekerjasama dalam bidang ekonomi. (2) Bersepakat untuk menghormati kedaulatan dan batas wilayah masing-masing negara serta tidak akan melintasi perbatasan tanpa izin. (3) Israel juga sepakat untuk memberi 50 juta meter kubik air tiap tahun dan memberikan 75% kepemilikan air Sungai Yarmuk. Kedua negara juga sepakat membangun bendungan dan saling membantu pada saat kemarau. (4) Soal pengungsi Palesina, Yordania dan Israel sepakat untuk bekerja sama membantu para pengungsi, termasuk membentuk komite empat negara
189 Erfan Hardoko, “Konferensi Madrid dan Perdamaian Israel-Jordania”, Kompas.com, (2014), akses pada Rabu, 1 Februari 2017. 190 Avi Shlaim, “The Rise and Fall of the Oslo Peace…, h. 243.
61
(Israel, Yordania, Mesir, dan Palestina) agar para pengungsi mendapatkan kelayakan sebagai rakyat pada umumnya di negara-negara tersebut.191 Konferensi Madrid ini dapat dikatakan sebagai pintu terbukanya hubungan bilateral dan multirateral perdamaian antara negara-negara Arab dengan Israel. Meski sangat disayangkan tidak ada keputusan bersama pada Konferensi Madrid di Spanyol itu. Namun tidak bisa dipungkiri, ini sedikit banyak telah membuahkan hasil yang menguntungkan bagi pihak Palestina atas terjalinnya hubungan bilateral dan telah disepakatinya perjanjian yang dibuat oleh Yordania-Israel tersebut.
B. Perjanjian Oslo 1993 Kesepakatan Oslo اتفاقية أوسلوatau yang sering disebut sebagai Declaration of Principles (DOP) إعالن المبادئdiselenggarakan di Oslo, Norwegia pada tanggal 20 Agustus 1993. Dan menjadi peristiwa penting dalam sejarah Timur Tengah.192 Yang merupakan susulan dari perundingan sebelumnya, dan kali ini melibatkan Palestina secara langsung.193 Perjanjian ini diresmikan dalam sebuah upacara di Washington DC pada tanggal 13 September 1993 yang ditandatangani oleh Mahmoud Abbas yang mewakili Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dengan Menteri Luar Negeri Israel - Shimon Peres, serta Menteri Luar Negeri AS - Warren Chistopher, dan Menteri Luar Negeri Rusia – Andrei Kozyrev. Penandatanganan DOP itu disaksikan langsung oleh Pemimpin PLO Yasser Arafat, PM Israel Yitzhak Rabin, dan Presiden AS Bill Clinton.194 Berikut isi dari kesepakatan yang telah ditandatangani pada perjanjian Declaration of Principles (DOP):
Erfan Hardoko, “Konferensi Madrid dan Perdamaian Israel-Jordania”, Kompas.com…, Trias Kuncahyono, Jalur Gaza, Tanah Terjanji…, h. 169. 193 Mohd Roslan, dkk, “Perjanjian Oslo: Kajian terhadap Proses Damai Konflik ArabIsrael”, al-Tamaddun Bil, Vol. 10, No. 1, (2015). h. 1. 194 Trias Kuncahyono, Jalur Gaza, Tanah Terjanji…, h. 169. 191 192
62
Menegaskan keinginan mereka untuk mencapai penyelesaian yang adil, komprehensif, serta melakukan rekonsiliasi hubungan dalam proses politik yang damai.
Mengakui bahwa proses perdamaian yang baru telah dibuat, hubungan yang baru juga telah dibentuk dan tidak dapat dibatalkan, untuk saling mempertahankan dan melanjutkan proses perdamaian.
Mengakui bahwa tujuan negosiasi proses perdamaian Timur Tengah adalah untuk
membangun
Palestina
Interim
Self-Government
Authority
(Pemerintahan sementara yang mandiri) di Jalur Gaza dan Jericho, berdasarkan wilayah yang ditetapkan oleh Resolusi Dewan Keamanan 242 dan 338.195
Menegaskan pengaturan rakyat agar tidak bertindak anarkis menentang kesepakatan yang telah diatur pemerintah.196 Inti dari perjanjian itu adalah; mereka bertekat untuk mengakhiri
konfrontasi serta konsisten dalam mendukung langkah perdamaian, saling menghargai dan menjaga keamanan, untuk mengakui hak hukum dan politik bersama. Kesepakatan itu juga menjadi dasar pembentukan Otoritas Nasional Palestina (ONP) yang bertanggung jawab atas pemerintahan di wilayahnya, karena disebutkan adanya penarikan pasukan Israel dari wilayah Jalur Gaza dan Tepi Barat. PLO secara resmi mengakui eksistensi Negara Israel, sementara Israel secara resmi mengakui PLO sebagai wakil Palestina, dengan mengakuinya sebagai negara tanpa kedaulatannya. Selanjutnya atas perjanjian ini, Israel mendapatkan pengakuan dan diterima oleh dunia Arab;197 Mesir, Saudi Arabia, Emirat, dan Yordania, mereka menyambut baik perjanjian itu. Dengan adanya “fatwa” dari Mufti Mesir dan Saudi untuk mendukung perdamaian kedua negara tersebut.
195
Resolusi 242 tahun 1967 adalah resolusi yang menuntut Israel untuk segera menarik mundur pasukannya dari seluruh wilayah yang didudukinya dalam Perang Enam Hari tahun 1967. Dan Resolusi 338 tahun 1973 yang menegaskan kepada para pihak yang bersengketa untuk menghentikan perang dan mematuhi Resolusi 242. (Lihat: Simela Victor Muhamad, Konflik IsrailPalestina dan Prospek…, h. 8) 196 Baruch Kimmerling, The Palestinian People, (London: Harvard University Press, 2003), h.331-332. 197 Trias Kuncahyono, Jalur Gaza, Tanah Terjanji…, h. 170.
63
Setelah kekuasaan di wilayah pendudukan (Israel) dialihkan ke PLO, maka sesuai perjanjian, PLO harus mengatasi segala aksi-aksi anti Israel.198 Akibatnya keamanan pun diperketat, orang-orang Palestina yang ingin bepergian meninggalkan Gaza untuk menuju ke wilayah Israel di mana tempat mereka bekerja sebelumnya, mereka harus terlebih dahulu meminta izin kepada petugas keamanan Israel. Mereka juga tidak di izinkan untuk bekerja di tempat kerja pada malam hari. Karena begitu ketatnya peraturan, menjadikan jumlah pengangguran di Gaza meningkat, dan juga turunnya penghasilan serta semakin banyaknya orang yang hidup bergantung pada jatah makanan yang diberikan oleh lembaga-lembaga bantuan internasional. Sebagai contoh UNRWA (UN Relife and Works Agency), yang pada tahun 1980-an hanya memberikan bantuan pangan tak lebih dari 8.000 keluarga, namun pada pertengahan 1990-an harus memberikan bantuan pangan sebanyak 120.000 keluarga Palestina di Gaza ketika proses kesepakatan Oslo mencapai puncaknya.199 Perjanjian Oslo ini, memang menjadi tahapan penting dalam kronik perdamaian Palestina-Israel, karena memuat rencana-rencana pembentukan negara Palestina.200 Pasti ada pro dan kontra untuk penerimaannya dari rakyat (kedua belah pihak). Akibat dari kesepakatan Oslo ini, nampak bahwa rakyat Israel juga belum sepenuhnya mau berdamai dengan Palestina. Hal itu di buktikan dengan tragedi terbunuhnya Yitzhak Rabin yang menjadi pelaku sejarah kesepakatan Oslo,201 ia dibunuh oleh Yigar Amir, seorang Yahudi fanatik pada tahun 1995.202 Dari pihak PLO, juga terdapat kelompok yang kontra atau menentang terhadap Perjanjian Oslo ini. Mereka datang dari kelompok nasionalis radikal yang menuduh Arafat telah meninggalkan prinsip-prinsip kemerdekaan Palestina, mereka termasuk PFLP (The Popular Front for the Liberation of Palestine) yang dipimpin oleh George Habash dan PDF (Popular Democratic Front) yang dipimpin Aguk Irawan MN, Rahasia Dendam Israel; Jejak…, h. 85. Trias Kuncahyono, Jalur Gaza, Tanah Terjanji…, h. 174. 200 Aguk Irawan MN, Rahasia Dendam Israel; Jejak…, h. 100. 201 Agus Trilaksana, “Aspek Historis Peranan PBB dalam Penyelesaian Konflik PalestinaIsrael 1967-1995”, AVATARA, Vol. 4, No. 3, (2016), h. 909. 202 Aguk Irawan MN, Rahasia Dendam Israel; Jejak…, h. 85. 198 199
64
oleh Nayef Hawatmeh. Namun pada akhirnya, Arafat berhasil mengatasi permasalahan internalnya di tubuh PLO tersebut, dengan mengerahkan anggota kelompok lainnya untuk mendukung kesepakatan dan keputusan Komite Eksekutif yang dipimpinnya.203 Kemudian tantangan eksternal PLO datang dari militan Hamas. Mereka menolak penyelesaian diplomasi dari Perjanjian Madrid dan Oslo. Hamas berpandangan bahwa proyek normalisasi yang paling berbahaya adalah proyek kesepakatan “Gaza–Jericho” atau perjanjian Oslo yang ditandatangani di Washington 13 September 1993 antara Israel dengan pimpinan PLO. Tanggapan Hamas terkait kesepakatan perjanjian Oslo adalah; (1) Kesepakatan perjanjian tersebut akan mengakibatkan terhalangnya rakyat Palestina untuk hidup di atas bumi dan tanah airnya sendiri. (2) Menuntut pimpinan pelaksana di PLO agar mundur dari perundingan dengan Israel, mengundurkan diri dari Perjanjian “Gaza – Jericho”, karena perjanjian tersebut mengancam eksistensi bangsa kami di Palestina dan di luar Palestina. (3) Kami akan menghubungi negaranegara Arab dan Islam yang terkait, dan menuntut mereka agar menarik diri dari perundingan dan tidak menuruti konspirasi normalisasi hubungan dengan Israel, dan berdiri bersama kami (rakyat Palestina), dalam menghadapi musuh dan proyek Zionisme Israel.204 Pertentangan dari rakyat atau kelompok masyarakat kepada Palestina ataupun Israel membuat peluang solusi damai dua negara semakin sulit terwujud. Seruan PBB kepada kedua belah pihak terhadap rakyatnya untuk dapat meredakan ketegangan dan menghindari aksi kekerasan serta tidak melakukan provokasi, ditanggapi oleh banyak pihak sebagai imbauan yang bijak tetapi amat sulit diwujudkan.205 Namun petentangan kelompok Hamas terhadap kebijakan PLO merupakan hal yang wajar. Karena yang selama ini mendominasi politik Palestina adalah PLO. Mereka bersaing untuk merebutkan hati rakyat Palestina. Hamas
Avi Shlaim, “The Rise and Fall of the Oslo Peace…, h. 249. Aguk Irawan MN, Rahasia Dendam Israel; Jejak…, h. 116. 205 Simela Victor Muhamad, Konflik Israil-Palestina dan Prospek…, h. 7. 203 204
65
merupakan kelompok yang mendukung perjuangan dengan perlawanan fisik seperti dalam Intifadhah.206 Sedangkan organisasi PLO berjuangan dengan diplomasi. Tujuan perang fisik atau militer (Hamas): Untuk mematahkan keinginan musuh. Metode-metodenya: Pimpinan militer harus berpikir dalam istilah-istilah yang pasti. Satu-satunya persoalan baginya adalah bagaimana memperoleh kemenangan dan bagaimana menghindari kekalahan. Sedangkan tujuan politik atau diplomasi (PLO): Untuk membelokkan, tidak untuk mematahkan keinginan pihak yang lain sejauh diperlukan, agar dapat diselamatkannya kepentingan-kepentingan utamanya sendiri tanpa melukai perasaan pihak-pihak lainnya. Metode-metodenya: Jangan melangkah maju dengan menghancurkan hambatan-hambatan yang ada di hadapan kita, tetapi mundurlah elakkan hambatan-hambatan dan adakan gerakangerakan menghindar di sekitarnya, secara perlahan-lahan perlunak dan cairkan melalui persuasi, negosiasi, dan sedikit tekanan.207 Maka dapat dipahami, kesulitan yang dihadapi rakyat Palestina dan permasalahan kelompok Hamas di atas merupakan akibat dari langkah teori politik PLO yaitu sedikit mengalah seperti kalah dan merugi dengan mengakui eksistensi negara Israel.208 Tetapi akan mendapatkan hasil yang lebih baik dengan tujuan politik yang telah direncanakan. Hasilnya adalah pada 5 Juli 1994 ONP (Otoritas Nasional Palestina) السلطة الوطنية الفلسطينية
diresmikan, yaitu Palestina baru di
wilayah Jalur Gaza dan Jericho (Tepi Barat) dan dilaksanakannya pemilu tahun 1996, dengan dilantiknya Yasser Arafat sebagai dewan legislatif sekaligus menetapkannya sebagai ketua ONP atau presiden pertama Palestina.209Namun sangat disayangkan Israel belakangan merubah sikap dan tidak menghargai apa yang tersirat di perjanjian Oslo dan tidak mempedulikan resolusi-resolusi yang dikeluarkan oleh Majlis Umum maupun Dewan Keamanan PBB. Sikap Israel itu
Abrar, “Dibalik Perubahan Sikap Organisasi..., h. 50. Hans J. Morgenthau dkk, Politik antar Bangsa…, h.649-650. 208 Zainur Rashid, dkk, Palestin Meniti Rentetan…, h. 114. 209 Faisal Assegaf, “Tumbal demokrasi Palestina”, AlBALAD.cohttp://albalad.co/buku/2015A2904/tumbal-demokrasi-palestina/ akses: Senin, 6 Maret 2017. 206 207
,
66
mendapat dukungan dari Amerika Serikat sebagai negara super power yang mempunyai hak veto di PBB.210
C. Dampak dari Perjuangan Diplomasi Perlu diketahui pada tanggal 22 November 1974 PLO secara resmi diakui PBB sebagai satu-satunya wakil rakyat Palestina. Beberapa bulan yang lalu yaitu pada bulan September 1974, Majlis Umum PBB menyetujui tanpa pemungutan suara untuk memasukkan permasalahan Palestina – (untuk pertama kali sejak terbentuknya Negara Israel) – sebagai tema tersendiri dalam agendanya, dan kemudian mengundang Yasser Arafat Ketua PLO untuk ikut ambil bagian dalam diskusi. Pada tanggal 13 November 1974, Yasser Arafat datang dan berpidato yang menyerukan jalan diplomasi atau politik perdamaian sebagai agenda penyelesaian masalah Israel-Palestina211 yang membuat PLO memperoleh dukungan dari PBB sebagai entitas perjuangan rakyat Palestina dan diakuinya Palestina sebagai entitas pengamat non-anggota yang diresmikan PBB pada 22 November 1974 (Resolusi Sidang Umum no. 3237). Tambahan peningkatan status Palestina di PBB setelah tahun 1974, terjadi pada tahun 1988 setelah PLO memproklamasikan berdirinya Negara Palestina di Aljir, ibukota Aljazair dengan bentuk negara Republik Parlementer, pengakuan de facto yang diberikan berdasarkan fakta “bahwa pemerintahan di Palestina itu eksis”, diyatakan oleh PBB melalui (Resolusi Sidang Umum no. 43/177).212 Kemudian status Palestina ditingkatkan lagi dengan (Resolusi Sidang Umum no. 52/250) diberikannya Palestina hak-hak dan privilege tambahan, termasuk hak untuk ikut serta dalam perdebatan umum yang diadakan pada permulaan setiap sesi Sidang Umum, hak untuk menjawab, hak untuk ikut mensponsori resolusi dan hak untuk Abrar, “Dibalik Perubahan Sikap Organisasi..., h. 50. Riza Sihbudi, “Palestina dalam Pandangan Imam Khomeini”, cetak. I, (Jakarta: Pustaka Zahra, 2004), h. 21. 212 Anna Yulia Hartati, “Makna Pengakuan Palestina”, Suara Merdeka.com, http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/12/06/207751/10/Makna-Pengakuan -Palestina akses: 8 Juni 2017 210 211
67
mengajukan keberatan atau pertanyaan yang berkaitan dengan pembicaraan dalam rapat (points of order) khususnya menyangkut masalah-masalah Palestina dan Timur Tengah.213 Kemudian sebagai dampak dari perjuangan diplomasi PLO yang diperjuangkan oleh Mahmoud Abbas (pengganti Yasser Arafat sejak 2004) di PBB tentang status Palestina: 1. Status Palestina di PBB Meningkatnya status Palestina di PBB yang semula berstatus “entitas pengamat non-anggota” kini menjadi “negara pengamat non-anggota” pada kepemimpinan Mahmoud Abbas di PLO yaitu pada tanggal 29 November 2012 melalui Sidang Majelis Umum PBB di New York AS.214 Dalam pidato resminya ia mengajukkan permohonan tentang "negara pengamat non-anggota" untuk Palestina.215 Dalam sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa tersebut sebanyak 138 negara memberikan dukungan untuk Palestina, 9 menolak, dan 41 abstain. Para pionir pendukung rancangan resolusi itu ada 70 negara. Mereka antara lain; Cina, Aljazair, Angola, Brasil, Kuba, Yordania, Kenya, Nigeria, Pakistan, Peru, Qatar, Senegal, Afrika Selatan, Tajikistan, Vene zuela, dan Zimbabwe. Peta kekuatan itu setidaknya menggambarkan keberhasilan diplomasi yang dipimpin oleh pimpinan PLO Mahmoud Abbas.216 Dengan demikian, Palestina memiliki status pengamat di PBB seperti Vatikan. Status ini menunjukkan bahwa masyarakat internasional mengakui dan menyetujui PLO sebagai wakil keeksistensian negara Palestina di PBB. Namun kedaulatan Palestina masih menjadi permasalahan yang belum terselesaikan karena ketidak jelasan wilayah yang diklaimnya.217
Mawla Robbi, “Secercah Harapan di Negeri Palestina”, http://news.okezone.com/amp/ 2012/12/08/367/729275/secercah-harapan-di-negeri-palestina akses: 10 Juni 2017. 214 Anna Yulia Hartati, “Makna Pengakuan Palestina…, 215 Hafidz Muftisany, “Abbas Surati Obama Minta Solusi Dua Negara”, http://internasional.republika.co.id/berita/internasional/palestina-israel/12/10/18/mc2iec-abbassurati-obama-minta-solusi-dua-negara akses: 9 Juni 2017. 216 Dadan Kristanto, “Diplomasi Palestina Menjadi Negara Pengamat non-Anggota di Perserikatan Bangsa-Bangsa Tahun 2012” Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, h. 11-12. 217 Anna Yulia Hartati, “Makna Pengakuan Palestina…, 213
68
Keberhasilan Presiden Mahmoud Abbas dalam meningkatkan status Palestina ini tak terlepas dari keseriusannya membangun lobi (diplomasi). Abbas melakukan diplomasi ke negara-negara Eropa, di negara Eropa ia berpidato di markas Uni Eropa di Strasbourg 2011 dan berkunjung ke negara-negara Eropa lainnya untuk memperoleh dukungan. Dan hasil dari diplomasi yang dilakukan Abas (Palestina pada Sidang Majlis Umum PBB 2012) berhasil didukung oleh 138 negara, perjuangan belum berakhir sampai Palestina diakui sebagai anggota penuh PBB dan berdirinya sebuah negara yang berdaulat. Namun ini adalah langkah maju: untuk Palestina yang meliputi Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Yerusalem timur, sebuah wilayah yang dikooptasi Israel dalam Perang 1967.218
2. Pengakuan negara-negara internasional terhadap Palestina Upaya Palestina menjadi anggota penuh PBB adalah sebuah perjuangan untuk kemerdekaan Palestina sebagai negara yang berdaulat. Berbagai perundingan telah digelar baik antara Palestina dan Israel maupun melalui mediasi pihak ketiga. Namun tampaknya belum memberikan hasil yang signifikan. Sehingga, pada tahun 2011 Palestina mengajukan proposal untuk diterima menjadi anggota penuh PBB dengan tujuan meningkatkan posisi tawarnya dalam perundingan dengan Israel sekaligus pengakuan de jure atas Palestina sebagai negara yang merdeka sesuai batas teritorial yang di usung PBB 242. Namun pada 11 November 2011 diplomasi palestina gagal untuk mendapatkan 9 (sembilan) suara anggota Dewan Keamanan PBB sebagai syarat dukungan minimal diterimanya Palestina sebagai anggota penuh PBB.219 Kegagalan karena kurangnya mendapat dukungan dari negara-negara internasional di PBB pada proposal pengajuan anggota tetap 2011, membuat Abbas mengintensifkan perjuangan diplomasi ke negara-negara Eropa, karena terdapat 5 Dadan Kristanto, “Diplomasi Palestina Menjadi Negara…, h. 9. Demeiati Nur Kusumaningrum, “Diplomasi Palestina Untuk Merdeka dan Menjadi Anggota Penuh PBB Tahun 2011”. https://www.slideshare.net/demeiati_n_kusumaningrum/ diplomasi-palestina-untuk-merdeka-dan-menjadi-anggota-penuh-pbb-tahun-2011 akses: 8 Juni 2017. 218 219
69
negara Eropa yang pada 2011 menyatakan “abstain” kelima negara itu adalah Italia, Denmark, Swiss, Portugal, dan Georgia. Setelah dilakukan diplomasi, pada tahun 2012 dalam sidang Majlis Umum PBB kelima negara tersebut menyatakan dukungan terhadap Palestina sebagai negara pengamat non anggota. Sementara itu, ada tiga negara yang semula menyatakan “tidak” menjadi abstain, ketiga negara itu adalah Jerman, Belanda, dan Lithuania. Satu negara Eropa yang bergeser secara drastis adalah Swedia. Swedia pada 2011 tidak mendukung pengakuan terhadap Palestina sebagai anggota PBB tapi pada tahun 2012 Swedia berubah total dengan menyatakan “ya” saat Palestina mengajukan sebagai negara pengamat non anggota. Peta itu menandakan keberhasilan diplomasi yang dilakukan Abbas di negaranegara Eropa yang memberikan dukungan yang lebih besar pada upayanya untuk Palestina diakui sebagai negara pengamat non-anggota di PBB. Diplomasi juga dilakukan ke negara Timur Tengah di mana terjadi perubahan peta politik di timur tengah yang semula menjadi sekutu Israel. Sikap Turki yang mendukung penuh perjuangan Palestina menuju Negara berdaulat juga menjadi point penting dan sangat menentukan. Mengingat Turki bersama Mesir dan Yordania sebelumnya merupakan sekutu utama Israel di Timur Tengah. Namun belakangan, ketiga negara tersebut mulai tidak suka dengan watak arogan Israel. Namun Turki (yang baru) secara serius membangun dukungan untuk kemerdekaan Palestina. Kemenangan Mursi menjadi presiden Mesir juga membawa perubahan positif dalam perjuangan Palestina dengan dibukanya pintu perbatasan Raffah. Diplomasi terhadap negara-negara tersebut dan membangun konsensus serta melakukan konsolidasi dengan negara-negara di Timur Tengah terutama dengan tiga negara tersebut diatas yang notabene memiliki peran strategis dalam percaturan politik di Timur Tengah. Langkah ini sangat penting, karena ketika negara-negara di Timur Tengah sudah terkonsolidasi secara baik dalam mendukung kemerdekaan Palestina, maka akan mempermudah jalur diplomasi di level internasional. Karena perkembangan konflik Palestina-Israel di dunia internasional sudah mengalami pergeseran. Di mana banyak negara yang sebelumnya tak mendukung, sekarang sudah mengubah persepsinya dan mendukung perjuangan Palestina
70
menuju negara berdaulat. Bahkan negara-negara raksasa di Eropa yang sebelumnya banyak mendukung invasi Israel, sekarang mulai simpatik dan mendukung perjuangan Palestina. Semua ini terjadi berkat gencarnya Palestina (PLO-Abbas) dalam mendukung langkah diplomasi atau perundingan. Sementara peta dukungan internasional untuk Israel kian menipis, bahkan hanya sekutu abadinya saja (AS) yang masih setia mendukung Isreal saat ini. Ini merupakan penanda bahwa perjuangan Palestina menuju merdeka direstui oleh mayoritas negara anggota PBB. Tinggal bagaimana Palestina memanfaatkan momentum ini untuk mengintensifkan diplomasi di tingkat internasional guna menekan Israel dan Amerika menyetujui batas wilyah Palestina yang diajukan oleh PLO.220
3. Dukungan Organisasi Internasional bagi Palestina Pengakuan negara-negara tersebut terhadap Palestina, menjadikan Palestina dapat melakukan hubungan kerjasama dalam berbagai aspek kehidupan demi memenuhi kebutuhan dalam bernegara. Palestina telah bergabung dengan Organisasi Kerjasama/ Konferensi Islam (OKI) atau منظمة التعاون اإلسالمي /Organization of Islamic Cooperation (OIC) sejak 1969 setelah terjadi serangan
pembakaran di Masjidilharam al-Aqsa pada tanggal 21 Agustus 1969. OKI ini didirikan, untuk mewujudkan suatu kelembagaan yang menegaskan visi dan misi dunia Islam mengenai apa yang dapat ditawarkan - di Negara-negara Islam - dengan tujuan untuk menjaga kepentingan Palestina dan Al-Quds Al-Sharif القدس الشريف yang berfokus pada tujuan berikut:
Mengerahkan segala upaya untuk mengakhiri pendudukan Israel atas wilayah Palestina yang diduduki sejak 1967, dan memperluas dukungan aktif untuk hak rakyat Palestina atas penentuan nasib sendiri dan untuk berdirinya negara merdeka dengan Al-Quds Al-Sharif sebagai ibukotanya.
220
Dadan Kristanto, “Diplomasi Palestina Menjadi Negara…, h. 9-10.
71
Menjaga kesatuan Islam, mendukung solusi yang adil dan komprehensif untuk masalah Palestina sesuai dengan resolusi OKI dan keputusan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan legitimasi internasional.
Menegaskan bahwa Al-Quds merupakan karakter dari umat Islam, untuk menegakkan hak-hak Islam di Palestina, memberikan perlindungan bagi warisan dan kesucian Al-Quds, dan mempertahankan identitas ArabIslamnya.
Memberdayakan rakyat Palestina, mengkonsolidasikan perlawanan mereka dan membela semua hak fundamental mereka: politik, sosial, sipil, ekonomi dan budaya.
Bekerja dengan masyarakat internasional untuk memaksa Israel mengakhiri usaha permukimannya dan membongkar permukiman di dalam wilayah Palestina. OKI untuk mencapai hal-hal yang sudah dijelas di atas, menggunakan
beberapa strategi sebagai berikut: I. Pelestarian kota Al-Quds Al-Sharif / Yerusalem sebagai isu penting bagi OKI dan Umat Islam di forum internasional, melalui:
Koordinasi terhadap negara-negara Anggota untuk terus mendukung kebijakan-kebijakan
terhadap
Al-Quds
sebagai
isu
sentral,
dan
mengaktifkan resolusi konferensi yang berkaitan dengannya;
Menegakkan legitimasi internasional, keputusan dan perannya dalam kerangka politik, hak asasi manusia, dan hukum dalam setiap proses tindakan di tingkat internasional mengenai Yerusalem. II. Memberikan dukungan terhadap perkara Palestina dan Al-Quds Al Sharif,
dan membela mereka melalui:
Mengutuk, mengekspos dan mempublikasikan perbuatan buruk Israel.
Mempertahankan perkara Palestina dan Al-Quds, melakukan tekanan pada forum internasional dan regional untuk mendukung perkara Al-Quds dan mempertahankannya agar tetap menjadi perhatian utama.
72
Bekerjasama dan berkoordinasi dengan institusi internasional terkait dengan perkara Palestina.
Dukungan politik untuk kepentingan Palestina melalui pengesahan dan implementasi resolusi Konferensi Islam.
Berkontribusi pada pelestarian karakter historis dan religius dari bangunan dan lokasi yang ditargetkan, di Al-Quds. III.
Memberdayakan
warga
Palestina
di
Kota
Al-Quds
dan
mengkonsolidasikan perlawanan mereka melalui:
Mendukung rencana pembangunan multi-sektoral Palestina di Al-Quds AlSharif.
Mempromosikan pembangunan dan terbentuknya organisasi-organisasi perjuangan yang (bersifat tidak mengutamakan pemerolehan keuntungan) berkelanjutan di Al-Quds Al-Sharif.
Meningkatkan peluang ekonomi dan sosial bagi warga Palestina.
Mengembangkan dan mendukung layanan kesehatan yang diberikan kepada orang-orang Yerusalem dan menanggapi kebutuhan mereka.
Mempromosikan untuk mendapatkan kesempatan akses pendidikan berkualitas bagi orang-orang Palestina di Al-Quds.
Memperluas sarana dan prasarana perumahan di Al-Quds.
Meningkatkan kesadaran, lokal dan internasional, tentang pelanggaran Israel di Palestina dan Al-Quds.
Mempublikasikan karakter budaya Al-Qauds Al-Sharif dengan dimensi historis, religius dan peradabannya. IV. Tugas dan Tanggung Jawab: Departemen “Palestine and Al-Quds
Affairs” di dalam OKI ini memiliki tanggung jawab harian yang dapat disimpulkan sebagai berikut:
Tindak lanjut pengaturan dan persiapan resolusi, laporan dan dokumen lainnya untuk pertemuan dan konferensi OKI di tingkat menteri dan perwakilan, agar tetap mengenai Palestina dan memantau pelaksanaannya.
73
Koordinasi antar lembaga negara-negara anggota OKI mengenai kegiatan yang berkaitan dengan Palestina.
Memfasilitasi dan mendukung pembangunan berkelanjutan di semua sektor politik, ekonomi, sosial, pendidikan, budaya dan perawatan kesehatan di wilayah Palestina.
Menjaga kontak diplomatik antar lembaga, pemimpin dunia dan tokohtokoh yang berpengaruh secara internasional mengenai perkara Palestina.
Bekerjasama dengan organisasi regional dan internasional untuk menggelar acara bersama di Palestina dan Al-Quds Al-Sharif.
Mengintensifkan upaya politik yang mendukung tribun nasional Palestina dengan hak yang tidak dapat dicabut.
Meningkatkan kesadaran melalui media tentang perkara Palestina dan mengekspos pelanggaran Israel di dalam wilayah Palestina, khususnya di Al-Quds.
Mewakili Organisasi Kerjasama Islam dalam semua pertemuan dan forum regional dan internasional.221 Dukungan OKI terhadap Palestina ditegaskan pada KTT LB (Konferensi
Tingkat Tinggi Luar Biasa) OKI ke-5 di Jakarta, 6-7 Maret 2016. Presiden Indonesia Joko Widodo menjelaskan bahwa negara-negara Islam harus bersatu untuk melawan aktivitas dan kebijakan ilegal Israel di wilayah pendudukan, "Indonesia dan dunia Islam siap melakukan langkah-langkah konkret untuk terus mendesak Israel mengakhiri penjajahannya atas Palestina, dan menghentikan kesewenang-wenangan di Al-Quds Al-Sharif. Jokowi mengajak seluruh negara peserta OKI untuk menjadi bagian dari solusi, bukan bagian dari masalah. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Menteri Luar Negeri Mesir, Sameh Shoukry, menurutnya Israel telah merusak perdamaian yang ada di Palestina, “Mesir mengutuk segala kegiatan yang dilakukan oleh Israel di teritorialnya dan juga di West Bank”. Ia juga menambahkan agar negara-negara 221
Organisation of Islamic Cooperation (OIC), http://www.oic-oci.org/home/?lan=en akses: 13 Juni 2017.
74
Timur Tengah, “Meskipun ada kompleksitas terkait dengan isu Palestina, tetapi isu ini harus menjadi isu yang terdepan bagi negara-negara Arab untuk mendapatkan solusi yang adil bagi Palestina”. Data terbaru yang diperlihatkan pada KTT LB OKI ke-5 di Jakarta tentang keadaan rakyat Palestina yaitu empat juta pengungsi Palestina ada di luar wilayahnya. Jumlah penduduk Palestina di Yerusalem terus berkurang. Saat ini, hanya sekitar 36,8% penduduk Yerusalem yang merupakan warga Palestina. Keadaan mereka pun tidak bias dibilang baik, 75% penduduk Palestina hidup di bawah garis kemiskinan, hanya 41% anak-anak Palestina bersekolah, dan 36% yang kesulitan memperoleh akses air bersih. Kemudian pada akhir Konferensi ini disampaikan “Resolusi untuk mendukung Palestina adalah tugas yang harus diselesaikan, maka perlu melakukan upaya untuk terus bekerja bagi Palestina dan saudara-saudara Islam yang ada di sana”. Presiden Mahmoud Abbas mengungkapkan penghargaan yang tinggi atas upaya OKI menyeleggarakan KTT ini. Rakyat Palestina selama tujuh dekade berada di bawah pendudukan Israel, dan ini merupakan pendudukan paling lama dari manusia modern di dunia. Masyarakat Palestina membutuhkan dukungan dari seluruh dunia, karena warga Palestina berhak menjalankan kehidupan yang damai seperti warga dunia lainnya.222 Selain itu, Palestina juga diterima sebagai anggota UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) pada November 2011. Tujuan Abbas bagi Palestina untuk ikut dalam organisasi ini adalah untuk mendapatkan pengakuan dan dukungan dunia internasional terhadap status Palestina di PBB. Palestina didukung oleh 107 negara dari 173 negara yang ikut pemungutan suara, Prancis masuk dalam daftar negara yang setuju (Palestina masuk jadi anggota UNESCO), berdampingan dengan negara-negara Arab, Afrika, Amerika Latin, dan Asia. Israel, Amerika Serikat, Jerman, dan Kanada masuk dalam daftar 14 negara yang menentang. Adapun Jepang dan Inggris masuk dalam
222 Humas Kemensetneg, “Negara Islam Perlu Bersatu Kedepankan Isu Palestina”, Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, akses: Selasa, 6 Juni 2017 http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=10984&Itemid=55
75
54 negara yang tidak memberi suara alias abstain. Diakuinya Palestina menjadi anggota UNESCO merupakan keberhasilan langkah taktis yang dijalankan Otoritas Palestina untuk mendapat pengakuan dunia internasional. Langkah diplomasi selanjutnya adalah Palestina berusaha meningkatkan statusnya dari “entitas pengamat” di PBB menjadi “negara pengamat" non anggota. Hal itu (diplomasi) terbukti, efektif dengan diterimanya status negara pengamat non anggota bagi palestina pada tahun 2012. Kemudian, Abbas mengeluarkan instruksi kepada Kedutaan, Administrasi, dan negara-negara di luar Palestina di seluruh dunia untuk menggunakan nama “Negara” dalam pergaulan diplomatik bukan lagi “Otoritas” seperti yang biasa digunakan selama ini sejak perjanjian Oslo tahun 1993.223 Peningkatan status Palestina lainya yaitu dengan dikibarkannya bendera Palestina di markas besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Organisasi dunia itu mengizinkan, melalui voting di Sidang Majelis PBB, di mana mayoritas negaranegara anggotanya mendukung Palestina. "Dari resolusi yang diajukan Palestina pada 9 September 2015 waktu setempat, didapati perolehan 119 negara anggota PBB yang setuju, 8 lainnya menolak - termasuk Israel dan Amerika Serikat. Kemudian 45 negara tak menentukan pilihan alias abstain - termasuk Inggris, Jerman, Austria, Finlandia, Belanda, dan seterusnya" Pengibaran bendera Palestina tidak hanya di satu tempat di markas besar PBB di New York saja melainkan markas PBB di negara lain termasuk di Jenewa, Swiss, Wina, dan Austria.224 Sekali lagi, diplomasi akan kurang memiliki daya dorong psikologisnya, ketika Hamas masih berjalan sendiri tanpa mendukung langkah PLO. Untuk itu, rekonsiliasi merupakan langkah mutlak dan rasional untuk dilakukan. Ditengah polarisasi yang tajam atara Hamas dan PLO, Mahmoud Abbas dengan PLO telah sukses melakukan diplomasi di level internasional, apalagi kalau kedua kubu utama ini bersinergi. Keberhasilan Palestina menjadi negara pengamat non-anggota di PBB adalah babak baru yang malapangkan jalan Palestina menuju negara berdaulat. Dadan Kristanto, “Diplomasi Palestina Menjadi Negara…, h. 16. Tanti Yulianingsih, “Bendera Palestina Kini Berkibar di Markas PBB” Liputan 6, (2015) http://global.liputan6.com/read/2315015/bendera-palestina-kini-berkibar-di-markas-pbb akses: 10 Juni 2017. 223 224
76
Untuk itu, kerja mendesak dari semua faksi perjuangan di Palestina saat ini adalah berjuang untuk membangun rekonsiliasi dan konsolidasi dikalangan internal Palestina sendiri yang harus segera diperbaiki.225
225
Dadan Kristanto, “Diplomasi Palestina Menjadi Negara…, h. 10.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah peneliti melakukan telaah terhadap konflik Israel-Palestina dan perubahan perjuangan rakyatnya dengan organisasi PLO, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Pertama, perjuangan Palestina dengan diplomasi telah mendatangkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan perlawanan fisik. Proses perubahan perjuangan tersebut dilakukan pada masa kepemimpinan Yasser Arafat di PLO, yang telah berhasil mengamandemen Piagam Nasional Palestina pada sidang PNC tahun 1979, di mana ia diberi mandat untuk melakukan perjuangan dengan caracara diplomasi dan berunding secara terang-terangan dengan Israel. Sedangkan penyebab perubahan perjuangan di latar belakangi oleh gagalnya aksi-aksi perlawanan fisik yang pernah diperjuangkan dan mengakibatkan jatuhnya banyak korban dengan balasan yang lebih ofensif dari Israel. Serta adanya kecaman dunia internasional, karena sasaran serangan bersenjata beralih dan ditujukan kepada masyarakat sipil. Selain itu juga disebabkan adanya desakan dari beberapa negara; Uni Soviet, Mesir, Yordania dan Arab Saudi yang mendukung langkah-langkah diplomasi Palestina-Israel. Ke dua, hasil dari kebijakan Arafat melakukan perjuangan diplomasi yaitu terselenggaranya;
Konferensi Madrid 1991; konferensi ini merupakan usaha pertama masyarakat Internasional untuk memulai perundingan yang melibatkan Israel dan Palestina serta negara-negara Arab, termasuk Syria, Lebanon, dan Yordania. Tujuan dari konferensi ini lebih untuk membuka sebuah forum dialog dari semua yang hadir dalam konferensi untuk menciptakan suatu hubungan diplomatik. Kemudian salah satu dari hasil rangkaian perundingan adalah terjadinya hubungan bilateral antara Israel dengan Yordania, yang ditandatangani pada 26 Oktober 1994 di Lembah Areva oleh 77
78
PM Israel Yitzak Rabin dan PM Yordania Abdelsalam al-Majali. Isi dalam perjanjian itu antara lain adalah Yordania dan Israel sepakat untuk bekerjasama membantu para pengungsi, termasuk membentuk komite empat negara (Israel, Yordania, Mesir, dan Palestina) agar para pengungsi mendapatkan kelayakan sebagai rakyat pada umumnya di negara-negara tersebut.
Perjanjian Oslo 1993; diselenggarakan di Norwegia pada tanggal 20 Agustus, selanjutnya diresmikan dalam sebuah upacara di Washington DC pada tanggal 13 September 1993. Dengan disepakatinya Declaration of Principles (DOP) yang mengatur perdamaian antar kedua negara berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB 242, yaitu resolusi yang menuntut Israel untuk segera menarik mundur pasukannya dari seluruh wilayah yang didudukinya dalam Perang Enam Hari 1967. Dan Resolusi 338 yang menegaskan kepada para pihak yang bersengketa untuk menghentikan peperangan serta akan segera dimulainya negosiasi-negosiasi untuk menegakkan perdamaian. Perjanjian ini ditandatangani oleh Mahmoud Abbas yang mewakili Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dengan Menteri Luar Negeri Israel - Shimon Peres, serta Menteri Luar Negeri AS - Warren Chistopher, dan Menteri Luar Negeri Rusia – Andrei Kozyrev. Dan disaksikan langsung oleh Pemimpin PLO Yasser Arafat, Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin, dan Presiden AS Bill Clinton. Kesepakatan itu juga menjadi dasar pembentukan Otoritas Nasional Palestina (ONP) 5 Juli 1994, yaitu Palestina baru di wilayah Jalur Gaza dan Jericho (Tepi Barat) dan dilaksanakannya pemilu tahun 1996, dengan dilantiknya
Yasser
Arafat
sebagai
dewan
legislatif
sekaligus
menetapkannya sebagai ketua ONP atau Presiden pertama Palestina. Kemudian dampak dari perjuangan diplomasi adalah yang utama, meningkatnya status Palestina di PBB dari “entitas” menjadi “negara” pengamat non anggota dengan diakuinya Palestina sebagai negara oleh 138 negara anggota Majlis Umum PBB pada 29 November 2012, Namun kedaulatannya masih menjadi
79
permasalahan yang belum terselesaikan karena ketidak jelasan wilayah yang diklaimnya. Dan juga mendapatkan dukungan dari organissasi internasional seperti OKI dan UNESCO, serta dikibarkannya bendera Palestina di marka besar PBB pada September 2015. B. Saran-Saran Perjuangan PLO yang menjunjung tinggi nilai perdamaian membuat sejumlah masyarakat internasional, khususnya Indonesia harus terus mendorong proses perdamaian tersebut, baik melalui jalur diplomasi pemerintah atau dengan kekuatan organisasi internasional. Usaha yang dilakukan Presiden Joko Widodo pada Konferensi Tingkat Tinggi LB OKI ke-5 di Jakarta untuk membahas masalahmasalah yang di hadapi rakyat Palestina perlu dilanjutkan. Selanjutnya Saran-saran yang perlu penulis paparkan terkait dengan kajian yang telah penulis selesaikan ini, besar harapan dapat menambah khasanah keilmuan, khususnya tentang politik Timur Tengah (Palestina-Israel). Catatan yang lain yaitu: 1. Penulisan ini diharapkan dapat menjadi acuan, bagi penulis selanjutnya, yang berkenaan dengan perkembangan Timur-Tengah, khususnya masalah Israel-Palestina. 2. Penelitian berikutnya disarankan untuk lebih spesifik dengan mengambil bidang tertentu sehingga fokus kajian dapat lebih mendalam. 3. Literatur untuk kajian Timur-Tengah yang tersedia di Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas masih sangat terbatas, khususnya yang membahas Palestine Liberation Organization (PLO). Ada baiknya jika dapat ditambahkan beberapa literatur, sehingga memudahkan Mahasiswa/ Mahasiswinya untuk mengkaji dengan lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Abrar. “Dibalik Perubahan Sikap Organisasi Pembebasan Palestina Tahun 1988”, Lontar, Vol. 8, No. 1, (2011). Abdurrahman, Dudung. Metode Penelitian Sejarah, cet. ke-II, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999. Agestu, Ike. “OKI dan Cita-cita Kemerdekaan Palestina”, CNN Indonesia, (6 Maret 016),http://www.cnnindonesia.com/internasional/20160303184215106-115202/oki-dan-cita-cita-kemerdekaan-palestina/ akses: 7 Juni 2017. Ainul Arif, Qobidl. “Kemandulan Rezim Organisasi Kerjasama Islam Dalam Perlindungan Terhadap Al-Aqsa”, Jurnal Review Politik, Vol. 05, No. 01, (2015). Anggoro, S. Damar. “Biografi Yasser Arafat Pemimpin Palestina”, Biografi (Juli, 2014) http://www.biografi.id/2014/07/biografi-yasser-arafatpemimpin.html akses: 7 Juni 2017. Anna, Yulia Hartati, “Makna Pengakuan Palestina”, Suara Merdeka.com, http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/12/06/20775 1/10/Makna-Pengakuan-Palestina akses: 8 Juni 2017. Armstrong, Karen. Jerusalem Satu Kota Tiga Iman, Surabaya: Risalah Gusti, 2009. Assegaf, Faisal. “Tumbal demokrasi Palestina”, ALBALAD.co-, http://albalad.co/buku/2015A2904/tumbal-demokrasi-palestina/ akses: Senin, 6 Maret 2017, Bahtiar, A. Tiar. Hamas Kenapa Dibenci Israel, Jakarta: Mizan, 2008. Baskara, Nando. Gerilyawan-gerilyawan Militan Islam, cet. ke-I, Yogyakarta: Narasi, 2009. Basri, MS. Metodologi Penelitian Sejarah, Jakarta: Restu Agung, 2006. Cassese, Antonio. “The Israel-PLO Agreement and Self-Determination”, Department of Law, European University Institute, Florence, www.ejil.org/pdfs/4/1/1219.pdf akses: 8 Juni 2017. Dhanani, Gulshan. “PLO: Its Background and Activities”, Social Scientist, Vol. 10, No. 9, (1982), pp. 52-59, Accessed: 31-12-2015 04:31 UTC.
80
81
Fathoni, Ridho. “Peran Organisasi Konferensi Islam Terhadap Upaya Kemerdekaan Negara Palestina (2008-2014), Skripsi, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Prodi Ilmu Hubungan Internasional https://text-id.123dok.com/document/9yno5e0qperan-organisasi-konferensi-islam-terhadap-upaya-kemerdekaan-negarapalestina-tahun-2008-2014.html akses: 13 Juni 2017. Fuhaidah, Ulya. “Analisis Peluang Kedaulatan Negara Palestina”, Jurnal Review Politik, Vol. 02, No. 01, (2012). Hamid, Rashid. “What is the PLO”, Journal of Palestine Studies, Vol. 4, No. 4, (1975), pp. 90-109 Accessed: 31-12-2015 03:48 UTC. Hardoko, Erfan. “Konferensi Madrid dan Perdamaian Israel-Jordania”, Kompas.com, Selasa, 15 Juli 2014 akses: Rabu, 1 Februari 2017. Hart, Alan. Arafat Teroris atau Pendamai, Penerjemah: Hasan Basari Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1989. Husein, Machnun. Prospek Perdamaian di Timur Tengah, cet. ke-I, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Mei 1995, Diterjemah dari: Prospects for Peace in the Middle East: An Israeli-Palestinian Dialogue, New York: United Nations, 1991. Irwan Ariefyanto. “Hari ini di 1978 Israel dan Mesir Sepakati Perjanjian Camp David”, Republika.co.id, (2017). http://www.republika.co.id/berita/ internasional/timur-tengah-13/09/17/mt8wvo-hari-ini-di-1978-israel-danmesir-sepakati-perjanjian-camp-david akses: 8 Juni 2017. Irawan MN, Aguk. Rahasia Dendam Israel; Jejak Berdarah Israel di Palestina dan Dunia Arab, cet. ke-I Jakarta: Kinza Books, 2009. Jewish Virtual Library http://www.jewishvirtuallibrary.org/text-of-the-balfour -declaration akses: 8 Juni 2017. Jewish Virtual Library, http://www.jewishvirtuallibrary.org/un-generalassembly-resolution-67-19-november-2012 akses: 13 Juni 2017. Jewish Virtual Library http://www.mfa.gov.il/mfa/aboutisrael/maps/pages /1947%20un %20partition%20plan.aspx akses: 13 Juni 2017. Jmcc (Jerusalem Media & Communication Center), http://www.jmcc.org/ Documentsandmaps.aspx?id=392 akses: 13 Juni 2017. Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia “Negara Islam Perlu Bersatu Kedepankan Isu Palestina”, http://www.setneg.go.id/index.php?
82
option=com_content&task=view&id=10984&Itemid=55 akses: Selasa, 6 Juni 2017. Kimmerling, Baruch. The Palestinian People, London: Harvard University Press, 2003. Kristanto, Dadan. “Diplomasi Palestina Menjadi Negara Pengamat nonAnggota di Perserikatan Bangsa-Bangsa Tahun 2012” Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Kumoro, Bawono. Hamas Ikon Perlawanan Islam Terhadap Zionisme Israel, cet. ke-I, Bandung: Mizan, 2009. Kuncahyono, Trias. Jalur Gaza, Tanah Terjanji, Intifada, dan Pembersihan Etnis, Jakarta: Kompas, 2009. Kuncahyono, Trias. Yerusalem 33 Imperium Romanium, Kota Para Nabi, Dan Tragedi di Tanah Suci, Jakarta: Kompas, 2011. Kurniawan, Hendra. “Stabilitas Kawasan Timur Tengah dan Peluang Kerjasama Dalam Frame TPS-OIC” Makalah ini dipresentasikan pada Seminar “Upaya Meningkatkan Investasi dan Kerjasama antara Indonesia dan Timur Tengah dan OKI”, yang diselenggarakan oleh Kantor Utusan Presiden Republik Indonesia untuk Timur Tengah & OKI, 5 Desember 2016 di Hotel Millenium Jakarta Pusat. Kusumaningrum, N. Demeiati. “Diplomasi Palestina Untuk Merdeka dan Menjadi Anggota Penuh PBB Tahun 2011”. https://www.slideshare.net/demeiati_n_kusumaningrum/diplomasipalestina-untuk-merdeka-dan-menjadi-anggota-penuh-pbb-tahun-2011 akses: 8 Juni 2017. M.S, Muhsin. Palestina Sejarah Perkembangan dan Konspirasi, Jakarta: Gema Insani, 2002. Morgenthau, J. Hans. Morgenthau dkk, Politik antar Bangsa, Penerjemah S. Maimoen dkk, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia 2010. Muchsin, A. Misri. “Palestina Dan Israel: Sejarah, Konflik dan Masa Depan”, MIQOT, Vol. XXXIX, No. 2, (2015). Muftisany, Hafidz. “Abbas Surati Obama Minta Solusi Dua Negara”, http://internasional.republika.co.id/berita/internasional/palestinaisrael/12/10/18/mc2iec-abbas-surati-obama-minta-solusi-dua-negara akses: 9 Juni 2017.
83
Mutiara Dewi Ita, dkk. “Gerakan Rakyat Palestina Dari Deklarasi Negara Israel Sampai Terbentuknya Negara Palestina”, Laporan Penelitian Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi Univ. Negeri Yogyakarta 2008. Nursya'bani, Fira. “Sejarah Hari Ini: Yordania-Palestina Sepakati Perjanjian Damai Perang Saudara”, http://internasional.republika.co.id/berita/ internasional/selarung-waktu/16/09/26-oe492p366-sejarah-hari-iniyordaniapalestina-sepakati-perjanjian-damai-perang-saudara akses: 7 Juni 2017. Organisation of Islamic Cooperation /home/?lan=en akses: 13 Juni 2017.
(OIC),
http://www.oic-oci.org
Pape, Ilan. Pembersihan Etnis Palestina, Jakarta: Kompas Gramedia, 2009. Pranoto, W. Suhartono. Teory dan Metodologi Sejarah, cet. ke-I Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010. Rachman, F. Dikry, dkk. Gerakan Intifadah Pertama Rakyat Palestina, http://www.academia.edu/28584224 akses: Sabtu, 3 Juni 2017. Rahmatullah, “Peran Amerika Serikat dalam Menciptakan Perdamaian dan Penyelesaian Konflik Israel dan Palestina”, WIDYA, Vol. 3, No. 1, (2015). Rashid, Zainur, dkk. Palestin Meniti Rentetan Sejarah, Selangor: Taawun Medi Resources, 2004. Robbi, Mawla. “Secercah Harapan di Negeri Palestina”, http://news.okezone.com/amp/2012/12/08/367/729275/secercah-harapandi-negeri-palestina akses: 10 Juni 2017. Rodriguez, Fernando. “The 1991 Madrid Peace Conference: U.S. Efforts Towards Lasting Peace in the Middle East Between Israel and its Neighbors”, University of New Orleans, (2011), http://scholarworks.uno.edu/td h. 36-44. Roslan, Mohd, dkk. “Perjanjian Oslo: Kajian terhadap Proses Damai Konflik Arab-Israel”, al-Tamaddun Bil, Vol. 10 No.1, (2015). Rubenberg, A. Cheryl, “The Civilian Infrastructure of the Palestine Liberation Organization: An Analysis of the PLO in, Lebanon Until June 1982”, Journal of Palestine Studies, Vol. 12, No. 3 (1983), pp. 54-78 Accessed: 3112-2015 03:49 UTC. Sekretariat Negara Republik Indonesia, “Negara Islam Perlu Bersatu Kedepankan Isu Palestina” http://www.setneg.go.id akses: 7 Juni 2017.
84
Setiawan, Rana. “Yasser Arafat Simbol Persatuan Palestina”, MINA-Mi’raj Islamic News Agency, (November, 2014), http://mirajnews.com/ 2014/11/yasser-arafat-simbol-persatuan-palestina.html akses: 7 Juni 2017. Shlaim, Avi. The Rise and Fall of the Oslo Peace Process, http://users.ox.ac.uk/~ssfc0005/The_Rise_and_Fall_of_the_Oslo_Peace_h tml akses: Kamis, 2 Februari 2017. Sihbudi, Riza. “Palestina dalam Pandangan Imam Khomeini”, cetak. I, Jakarta: Pustaka Zahra, 2004. Taylor, R. Alan. “The PLO in Inter-Arab Politics”, Journal of Palestine Studies, Vol. 11, No. 2 (1982), pp. 70-81 Accessed: 31-12-2015 04:38 UTC. “The PNC: Historical Background”, Journal of Palestine Studies, Vol. 16, No. 4, (1987), pp. 149-152, Accessed: 31-12-2015 04:38 UTC. Trilaksana, “Aspek Historis Peranan PBB dalam Penyelesaian Konflik Palestina-Israel 1967-1995”, AVATARA, Vol. 4, No. 3, (2016). Victor, Simela Muhamad. “Konflik Israil-Palestina dan Prospek Perdamaiannya”, Jakarta: Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi, 2009. Wibowo, Hanafi. “Mandat Liga Bangsa-Bangsa: Kegagalan Palestina menjadi Negara Merdeka (1920-1848),” Al-Turas, Vol. 20, No. 2, (2014). Yulianingsih, Tanti. “Bendera Palestina Kini Berkibar di Markas PBB” Liputan 6, (2015) http://global.liputan6.com/read/2315015/bendera-palestina-kiniberkibar-di-markas-pbb akses: 10 Juni 2017. Yunita, K. Elin. “Presiden Mesir Anwar Sadat Diberondong Peluru 6-10-1981”, http://global.liputan6.com/read/2114381/6-10-1981-presiden-mesir-anwarsadat-diberondong-peluru akses: Sabtu, 3 Juni 2017. United Nation, https://unispal.un.org/DPA/DPR/unispal.nsf/0/7F0AF2BD8 97689B7852 56C330061D253 akses: 13 Juni 2017. ________, https://unispal.un.org/DPA/DPR/unispal.nsf/0/7D35E1F729DF49 1C85256EE700686136 akses: 13 Juni 2017. ________, https://unispal.un.org/DPA/DPR/unispal.nsf/0/7FB7C26FCBE80 A31852560C50065F878 akses: 13 Juni 2017.
85
________, https://unispal.un.org/DPA/DPR/unispal.nsf/0/146E6838D505833 F852560D600471E25 akses: 13 Juni 2017. ________, https://unispal.un.org/DPA/DPR/unispal.nsf/0/025974039ACFB17 1852560DE00548BBE akses: 13 Juni 2017. ________, https://unispal.un.org/DPA/DPR/unispal.nsf/0/512BAA69B5A327 94852560DE0054B9B2 akses: 13 Juni 2017. ________, https://unispal.un.org/DPA/DPR/UNISPAL.NSF/cf02d057b04d35 6385256ddb006dc02f/b08a2e4d1fde5cec85256b98006e752f?OpenDocum ent akses: 13 Juni 2017. ________, https://archives.un.org/sites/archives.un.org/files/files/Finding%20 Aids/2015Finding_Aids/AG-057.pdf akses: 13 Juni 2017.
DAFTAR LAMPIRAN
Teks Deklarasi Balfour * 226
Foreign Office November 2nd, 1917 Dear Lord Rothschild, I have much pleasure in conveying to you. on behalf of His Majesty's Government, the following declaration of sympathy with Jewish Zionist aspirations which has been submitted to, and approved by, the Cabinet His Majesty's Government view with favour the establishment in Palestine of a national home for the Jewish people, and will use their best endeavors to facilitate the achievement of this object, it being clearly understood that nothing shall be done which may prejudice the civil and religious rights of existing non-Jewish communities in Palestine or the rights and political status enjoyed by Jews in any other country. I should be grateful if you would bring this declaration to the knowledge of the Zionist Federation. Yours, Arthur James Balfour
Jewish Virtual Library http://www.jewishvirtuallibrary.org/text-of-the-balfourdeclaration akses: 8 Juni 2017.
86
87
Resolution 181 (II) * A/RES/181(II) 29 November 1947 227
A The General Assembly, Having met in special session at the request of the mandatory Power to constitute and instruct a special committee to prepare for the consideration of the question of the future government of Palestine at the second regular session; Having constituted a Special Committee and instructed it to investigate all questions and issues relevant to the problem of Palestine, and to prepare proposals for the solution of the problem, and Having received and examined the report of the Special Committee (document A/364) including a number of unanimous recommendations and a plan of partition with economic union approved by the majority of the Special Committee, Considers that the present situation in Palestine is one which is likely to impair the general welfare and friendly relations among nations; Takes note of the declaration by the mandatory Power that it plans to complete its evacuation of Palestine by 1 August 1948; Recommends to the United Kingdom, as the mandatory Power for Palestine, and to all other Members of the United Nations the adoption and implementation, with regard to the future government of Palestine, of the Plan of Partition with Economic Union set out below; Requests that (a) The Security Council take the necessary measures as provided for in the plan for its implementation; (b) The Security Council consider, if circumstances during the transitional period require such consideration, whether the situation in Palestine constitutes a threat to
United Nation https://unispal.un.org/DPA/DPR/unispal.nsf/0/7F0AF2BD897689B7852 56C330061D253 akses: 13 Juni 2017.
88
the peace. If it decides that such a threat exists, and in order to maintain international peace and security, the Security Council should supplement the authorization of the General Assembly by taking measures, under Articles 39 and 41 of the Charter, to empower the United Nations Commission, as provided in this resolution, to exercise in Palestine the functions which are assigned to it by this resolution; (c) The Security Council determine as a threat to the peace, breach of the peace or act of aggression, in accordance with Article 39 of the Charter, any attempt to alter by force the settlement envisaged by this resolution; (d) The Trusteeship Council be informed of the responsibilities envisaged for it in this plan; Calls upon the inhabitants of Palestine to take such steps as may be necessary on their part to put this plan into effect; Appeals to all Governments and all peoples to refrain from taking action which might hamper or delay the carrying out of these recommendations, and Authorizes the Secretary-General to reimburse travel and subsistence expenses of the members of the Commission referred to in Part I, Section B, paragraph 1 below, on such basis and in such form as he may determine most appropriate in the circumstances, and to provide the Commission with the necessary staff to assist in carrying out the functions assigned to the Commission by the General Assembly.
B The General Assembly Authorizes the Secretary-General to draw from the Working Capital Fund a sum not to exceed $2,000,000 for the purposes set forth in the last paragraph of the resolution on the future government of Palestine. Hundred and twenty-eighth plenary meeting 29 November 1947 [At its hundred and twenty-eighth plenary meeting on 29 November 1947 the General Assembly, in accordance with the terms of the above resolution [181 A], elected the following members of the United Nations Commission on Palestine: Bolivia, Czechoslovakia, Denmark, Panama and Philippines.
89
* Resolution 242 of 22 November 1967 S/RES/242 (1967) 228
The Security Council, Expressing its continuing concern with the grave situation in the Middle East, Emphasizing the inadmissibility of the acquisition of territory by war and the need to work for a just and lasting peace in which every State in the area can live in security, Emphasizing further that all Member States in their acceptance of the Charter of the United Nations have undertaken a commitment to act in accordance with Article 2 of the Charter, 1. Affirms that the fulfilment of Charter principles requires the establishment of a just and lasting peace in the Middle East which should include the application of both the following principles: i. Withdrawal of Israel armed forces from territories occupied in the recent conflict; ii. Termination of all claims or states of belligerency and respect for and acknowledgment of the sovereignty, territorial integrity and political independence of every State in the area and their right to live in peace within secure and recognized boundaries free from threats or acts of force; 2. Affirms further the necessity a) For guaranteeing freedom of navigation through international waterways in the area; b) For achieving a just settlement of the refugee problem; c) For guaranteeing the territorial inviolability and political independence of every State in the area, through measures including the establishment of demilitarized zones;
United Nation, https://unispal.un.org/DPA/DPR/unispal.nsf/0/7D35E1F729DF4 91C85256EE700686136 akses: 13 Juni 2017
90
3. Requests the Secretary-General to designate a Special Representative to proceed to the Middle East to establish and maintain contacts with the States concerned in order to promote agreement and assist efforts to achieve a peaceful and accepted settlement in accordance with the provisions and principles in this resolution; 4. Requests the Secretary-General to report to the Security Council on the progress of the efforts of the Special Representative as soon as possible. Adopted unanimously at the 1382nd meeting.
91
Resolution 338* of 22 October 1973 The Security Council 1. Calls upon all parties to the present fighting to cease all firing and terminate all military activity immediately, no later than 12 hours after the moment of the adoption of this decision, in the positions they now occupy; 2. Calls upon the parties concerned to start immediately after the cease-fire the implementation of Security Council resolution 242 (1967) in all of its parts; 3. Decides that, immediately and concurrently with the cease-fire, negotiations shall start between the parties concerned under appropriate auspices aimed at establishing a just and durable peace in the Middle East.
Adopted at the 1747th meeting by 14 votes to none.
United Nation, https://unispal.un.org/DPA/DPR/unispal.nsf/0/7FB7C26FCBE80A3 1852560C50065F878 akses: 13 Juni 2017.
92
Question of Palestine 43/177*
The General Assembly, Having considered the item entitled "Question of Palestine", Recalling its resolution 181 (II) of 29 November 1947, in which, inter alia, it called for the establishment of an Arab State and a Jewish State in Palestine, Mindful of the special responsibility of the United Nations to achieve a just solution to the question of Palestine, Aware of the proclamation of the State of Palestine by the Palestine National Council in line with General Assembly resolution 181 (II) and in exercise of the inalienable rights of the Palestinian people, Affirming the urgent need to achieve a just and comprehensive settlement in the Middle East which, inter alia, provides for peaceful coexistence for all States in the region, Recalling its resolution 3237 (XXIX) of 22 November 1974 on the observer status for the Palestine Liberation Organization and subsequent relevant resolutions, 1. Acknowledges the proclamation of the State of Palestine by the Palestine National Council on 15 November 1988; 2. Affirms the need to enable the Palestinian people to exercise their sovereignty over their territory occupied since 1967; 3. Decides that, effective as of 15 December 1988, the designation "Palestine" should be used in place of the designation "Palestine Liberation Organization" in the United Nations system, without prejudice to the observer status and functions of the Palestine Liberation Organization within the United Nations system, in conformity with relevant United Nations resolutions and practice; 4. Requests the Secretary-General to take the necessary action to implement the present resolution.
United Nation, https://unispal.un.org/DPA/DPR/unispal.nsf/0/146E6838D505833F8 52560D600471E25 akses: 13 Juni 2017.
93
*** RECORDED VOTE ON RESOLUTION 43/177: 104-2-36 In favour: Afghanistan, Albania, Algeria, Angola, Argentina, Bahrain, Bangladesh, Benin, Bolivia, Botswana, Brazil, Brunei Darussalam, Bulgaria, Burkina Faso, Burma, Burundi, Byelorussia, Cape Verde, Chad, China, Colombia, Comoros, Cuba, Cyprus, Czechoslovakia, Democratic Kampuchea, Democratic Yemen, Djibouti, Ecuador, Egypt, Equatorial Guinea, Ethiopia, Gabon, Gambia, German Democratic Republic, Ghana, Guinea, Guinea-Bissau, Guyana, Haiti, Hungary, India, Indonesia, Iran, Iraq, Jordan, Kenya, Kuwait, Lao People's Democratic Republic, Lebanon, Libya, Madagascar, Malaysia, Maldives, Mali, Malta, Mauritania, Mauritius, Mexico, Mongolia, Morocco, Mozambique, Nicaragua, Niger, Nigeria, Oman, Pakistan, Panama, Papua New Guinea, Peru, Philippines, Poland, Qatar, Romania, Rwanda, Saint Lucia, Saint Vincent and the Grenadines, Samoa, Sao Tome and Principe, Saudi Arabia, Senegal, Seychelles, Sierra Leone, Singapore, Somalia, Sri Lanka, Sudan, Suriname, Swaziland, Syria, Thailand, Togo, Tunisia, Turkey, Uganda, Ukraine, USSR, United Arab Emirates, United Republic of Tanzania, Vanuatu, Viet Nam, Yemen, Yugoslavia, Zambia, Zimbabwe. Against: Israel, United States. Abstentions: Antigua and Barbuda, Australia, Austria, Bahamas, Barbados, Belgium, Bhutan, Canada, Central African Republic, Costa Rica, Côte d'Ivoire, Denmark, Finland, France, Federal Republic of Germany, Greece, Iceland, Ireland, Italy, Japan, Lesotho, Liberia, Luxembourg, Malawi, Nepal, Netherlands, New Zealand, Norway, Portugal, Spain, Sweden, Trinidad and Tobago, United Kingdom, Uruguay, Venezuela, Zaire. Absent: Belize, Cameroon, Chile, Congo, Dominica, Dominican Republic, El Salvador, Fiji, Grenada, Guatemala, Honduras, Jamaica, Paraguay, Saint Kitts and Nevis, Solomon Islands. IRAN ANNOUNCED THAT IT WAS NOT PARTICIPATING IN THE VOTE.
94
Question of Palestine 3236 (XXIX)
*
The General Assembly, Having considered the question of Palestine, Having heard the statement of the Palestine Liberation Organization, the representative of the Palestinian people, Having also heard other statements made during the debate, Deeply concerned that no just solution to the problem of Palestine has yet been achieved and recognizing that the problem of Palestine continues to endanger international peace and security, Recognizing that the Palestinian people is entitled to self-determination in accordance with the Charter of the United Nations, Expressing its grave concern that the Palestinian people has been prevented from enjoying its inalienable rights, in particular its right to self-determination, Guided by the purposes and principles of the Charter, Recalling its relevant resolutions which affirm the right of the Palestinian people to self-determination, 1. Reaffirms the inalienable rights of the Palestinian people in Palestine, including: (a) The right to self-determination without external interference; (b) The right to national independence and sovereignty; 2. Reaffirms also the inalienable right of the Palestinians to return to their homes and property from which they have been displaced and uprooted, and calls for their return; 3. Emphasizes that full respect for and the realization of these inalienable rights of the Palestinian people are indispensable for the solution of the question of Palestine; 4. Recognizes that the Palestinian people is a principal party in the establishment of a just and lasting peace in the Middle East;
United Nation, https://unispal.un.org/DPA/DPR/unispal.nsf/0/025974039ACFB17 1852560DE00548BBE akses: 13 Juni 2017.
95
5. Further recognizes the right of the Palestinian people to regain its rights by all means in accordance with the purposes and principles of the Charter of the United Nations; 6. Appeals to all States and international organizations to extend their support to the Palestinian people in its struggle to restore its rights, in accordance with the Charter; 7. Requests the Secretary-General to establish contacts with the Palestine Liberation Organization on all matters concerning the question of Palestine; 8. Requests the Secretary-General to report to the General Assembly at its thirtieth session on the implementation of the present resolution; 9. Decides to include the item entitled "Question of Palestine" in the provisional agenda of its thirtieth session.
96
Observer status for the Palestine Liberation Organization 3237 (XXIX)*
The General Assembly, Having considered the question of Palestine, Taking into consideration the universality of the United Nations prescribed in the Charter, Recalling its resolution 3102 (XXVIII) of 12 December 1973, Taking into account Economic and Social Council resolutions 1835 (LVI) of 14 May 1974 and 1840 (LVI) of 15 May 1974, Noting that the Diplomatic Conference on the Reaffirmation and Development of International Humanitarian Law Applicable in Armed Conflicts, the World Population Conference and the World Food Conference have in effect invited the Palestine Liberation Organization to participate in their respective deliberations, Noting also that the Third United Nations Conference on the Law of the Sea has invited the Palestine Liberation Organization to participate in its deliberations as an observer, 1. Invites the Palestine Liberation Organization to participate in the sessions and the work of the General Assembly in the capacity of observer; 2. Invites the Palestine Liberation Organization to participate in the sessions and the work of all international conferences convened under the auspices of the General Assembly in the capacity of observer; 3. Considers that the Palestine Liberation Organization is entitled to participate as an observer in the sessions and the work of all international conferences convened under the auspices of other organs of the United Nations; 4. Requests the Secretary-General to take the necessary steps for the implementation of the present resolution.
United Nation, https://unispal.un.org/DPA/DPR/unispal.nsf/0/512BAA69B5A327948 52560DE0054B9B2 akses: 13 Juni 2017.
97
UN General Assembly Resolutions: Resolution 67/19 (29 November 2012)
*
The General Assembly, Guided by the purposes and principles of the United Nations Charter, and stressing in this regard the principle of equal rights and self-determination of peoples, Recalling its resolution 2625 (XXV) of 24 October 1970, affirming, inter alia, the duty of every State to promote through joint and separate action realization of the principle of equal rights and self-determination of peoples; Stressing the importance of maintaining and strengthening international peace founded upon freedom, equality, justice and respect for fundamental human rights; Recalling its resolution 181 (II) of 29 November 1947; Reaffirming the Charter principle of the inadmissibility of the acquisition of territory by force; Reaffirming relevant Security Council resolutions, including, inter alia, resolutions 242 (1967), 338 (1973), 446 (1979), 478 (1980), 1397 (2002), 1515 (2003) and 1850 (2008); Reaffirming the applicability of the Geneva Convention relative to the Protection of Civilian Persons in Time of War, of 12 August 1949, to the Occupied Palestinian
Jewish Virtual Library, http://www.jewishvirtuallibrary.org/un-general-assemblyresolution-67-19-november-2012 akses: 13 Juni 2017.
98
Territory, including East Jerusalem, including, inter alia, with regard to the matter of prisoners; Reaffirming its resolution 3236 (XXIX) of 22 November 1974, and all relevant resolutions, including resolution 66/146 of 19 December 2011, reaffirming the right of the Palestinian people to self-determination, including the right to their independent State of Palestine; Reaffirming its resolution 43/176 of 15 December 1988, resolution 66/17 of 30 November 2011, and all relevant resolutions regarding the “Peaceful Settlement of the Question of Palestine”, which, inter alia, stress the need for (a) the withdrawal of Israel from the Palestinian territory occupied since 1967, including East Jerusalem; (b) the realization of the inalienable rights of the Palestinian people, primarily the right to self-determination and the right to their independent State; (c) a just resolution of the problem of the Palestine refugees in conformity with resolution 194 (III) of 11 December 1948; and (d) the complete cessation of all Israeli settlement activities in the Occupied Palestinian Territory, including East Jerusalem; Reaffirming also its resolution 66/18 of 30 November 2011 and all relevant resolutions regarding the status of Jerusalem, bearing in mind that the annexation of East Jerusalem is not recognized by the international community, and emphasizing the need for a way to be found through negotiations to resolve the status of Jerusalem as the capital of two States; Recalling the advisory opinion of the International Court of Justice of 9 July 2004; Reaffirming its resolution 58/292 of 6 May 2004, affirming, inter alia, that the status of the Palestinian territory occupied since 1967, including East Jerusalem, remains one of military occupation, and that in accordance with international law and relevant United Nations resolutions, the Palestinian people have the right to selfdetermination and to sovereignty over their territory; Recalling its resolutions 3210 (XXIX) of 14 October 1974 and 3237 (XXIX) of 22 November 1974, by which, respectively, the Palestine Liberation Organization was invited to participate in the deliberations of the General Assembly as the representative of the Palestinian people and was granted observer status; Recalling also its resolution 43/177 of 15 December 1988, by which it, inter alia, acknowledged the proclamation of the State of Palestine by the Palestine National Council on 15 November 1988, and decided that the designation “Palestine” should be used in place of the designation “Palestine Liberation Organization” in the United Nations system, without prejudice to the observer status and functions of the Palestine Liberation Organization within the United Nations system;
99
Taking into consideration that the Executive Committee of the Palestine Liberation Organization, in accordance with a decision by the Palestine National Council, is entrusted with the powers and responsibilities of the Provisional Government of the State of Palestine; Recalling its resolution 52/250 of 7 July 1998, by which additional rights and privileges were accorded toPalestine in its capacity as observer; Recalling the Arab Peace Initiative adopted in March 2002 by the League of Arab States; Reaffirming its commitment, in accordance with international law, to the two-State solution of an independent, sovereign, democratic, viable and contiguous State of Palestine living side by side with Israel in peace and security on the basis of the pre1967 borders; Bearing in mind the mutual recognition of 9 September 1993 between the Government of the State of Israel and the Palestine Liberation Organization, the representative of the Palestinian people; Affirming the right of all States in the region to live in peace within secure and internationally recognized borders; Commending the Palestinian National Authority’s 2009 plan for constructing the institutions of an independent Palestinian State within a two-year period, and welcoming the positive assessments in this regard about readiness for Statehood by the World Bank, the United Nations and the International Monetary Fund and as reflected in the Ad Hoc Liaison Committee Chair Conclusions of April 2011 and subsequent Chair Conclusions, which determined that the Palestinian Authority is above the threshold for a functioning State in key sectors studied; Recognizing that full membership is enjoyed by Palestine in the United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization, the Economic and Social Commission for Western Asia, and the Group of Asian States and is also a full member as in the League of Arab States, the Non-Aligned Movement, the Organization of Islamic Cooperation and the Group of 77 and China; Recognizing that, to date, 132 States Members of the United Nations have accorded recognition to the State of Palestine; Taking note of the 11 November 2011 report of the Security Council Committee on the Admission of New Members; Stressing the permanent responsibility of the United Nations towards the question of Palestine until it is satisfactorily resolved in all its aspects;
100
Reaffirming the principle of universality of membership of the United Nations; Reaffirms the right of the Palestinian people to self-determination and to independence in their State of Palestine on the Palestinian Territoryoccupied since 1967; Decides to accord to Palestine Non-member Observer State status in the United Nations, without prejudice to the acquired rights, privileges and role of the Palestine Liberation Organization in the United Nationsas the representative of the Palestinian people, in accordance with the relevant resolutions and practice; Expresses the hope that the Security Council will consider favorably the application submitted on 23 September 2011 by the State of Palestine for admission to full membership in the United Nations; Affirms its determination to contribute to the achievement of the inalienable rights of the Palestinian people and the attainment of a peaceful settlement in the Middle East that ends the occupation that began in 1967 and fulfills the vision of two States, an independent, sovereign, democratic, contiguous and viable State of Palestine, living side by side in peace and security with Israel, on the basis of the pre-1967 borders; Expresses the urgent need for the resumption and acceleration of negotiations within the Middle East peace process, based on the relevant United Nations resolutions, the Madrid terms of reference, including the principle of land for peace, the Arab Peace Initiative and the Quartet Roadmap, for the achievement of a just, lasting and comprehensive peace settlement between the Palestinian and Israeli sides that resolves all outstanding core issues, namely the Palestine refugees, Jerusalem, settlements, borders, security and water; Urges all States and the specialized agencies and organizations of the United Nations system to continue to support and assist the Palestinian people in the early realization of their right to self-determination, independence and freedom; Requests the Secretary-General to take the necessary measures to implement the present resolution and to report to the Assembly within three months on progress made in this regard.
101
Declaration of Principles* on Interim Self-Government Arrangements Washington DC, 13 September 1993 Contents * Declaration of Principles on Interim Self-Government Arrangements * Annex I: Protocol on the Mode and Conditions of Elections * Annex II: Protocol on Withdrawal of Israeli Forces from the Gaza Strip and Jericho Area * Annex III: Protocol on Israeli-Palestinian Cooperation in Economic and Development Programs * Annex IV: Protocol on Israeli-Palestinian Cooperation Concerning Regional Development Programs * Agreed Minutes to the Declaration of Principles on Interim SelfGovernment Arrangements * Exchanged Letters Declaration of Principles The Government of the State of Israel and the P.L.O. team (in the JordanianPalestinian delegation to the Middle East Peace Conference) (the "Palestinian Delegation"), representing the Palestinian people, agree that it is time to put an end to decades of confrontation and conflict, recognize their mutual legitimate and political rights, and strive to live in peaceful coexistence and mutual dignity and security and achieve a just, lasting and comprehensive peace settlement and historic reconciliation through the agreed political process. Accordingly, the two sides agree to the following principles: Article I: AIM OF THE NEGOTIATIONS The aim of the Israeli-Palestinian negotiations within the current Middle East peace process is, among other things, to establish a Palestinian Interim SelfGovernment Authority, the elected Council (the "Council"), for the Palestinian people in the West Bank and the Gaza Strip, for a transitional period not exceeding five years, leading to a permanent settlement based on Security Council Resolution 242 and 338. It is understood that the interim arrangements are an integral part of the whole peace process and that the negotiations on the permanent status will lead to the implementation of Security Council Resolutions 242 and 338.
Jmcc (Jerusalem Media & Communication Documentsandmaps.aspx?id=392 akses: 13 Juni 2017.
Center),
http://www.jmcc.org/
102
Article II: Framework for the Interim Period The agreed framework for the interim period is set forth in this Declaration of Principles. Article III: ELECTIONS 1. In order that the Palestinian people in the West Bank and Gaza Strip may govern themselves according to democratic principles, direct, free and general political elections will be held for the Council under agreed supervision and international observation, while the Palestinian police will ensure public order. 2. An agreement will be concluded on the exact mode and conditions of the elections in accordance with the protocol attached as Annex I, with the goal of holding the elections not later than nine months after the entry into force of this Declarations of Principles. 3. These elections will constitute a significant interim preparatory step toward the realization of the legitimate rights of the Palestinian people and their just requirements. Article IV: Jurisdiction Jurisdiction of the Council will cover West Bank and Gaza Strip territory, except for issues that will be negotiated in the permanent status negotiations. The two sides view the West Bank and the Gaza Strip as a single territorial unit, whose integrity will be preserved during the interim period. Article V: Transitional period and permanent status negotiations The five-year transitional period will begin upon the withdrawal from the Gaza Strip and Jericho area. 1. Permanent status negotiations will commence as soon as possible, but not later than the beginning of the third year of the interim period, between the Government of Israel and the Palestinian people representatives. 2. It is understood that these negotiations shall cover remaining issues, including: Jerusalem, refugees, settlements, security arrangements, borders, relations and cooperation with other neighbors, and other issues of common interest. 3. The two parties agree that the outcome of the permanent status negotiations should not be prejudiced or preempted by agreements reached for the interim period. Article VI: Preparatory transfer of powers and responsibilities
103
Upon the entry into force of this Declaration of Principles and the withdrawal from the Gaza Strip and the Jericho area, a transfer of authority from the Israeli military government and its Civil Administration to the authorized Palestinians for this task, as detailed herein, will commence. This transfer of authority will be of a preparatory nature until the inauguration of the Council. 1. Immediately after the entry into force of this Declaration of Principles and the withdrawal from the Gaza Strip and Jericho area, with the view to promoting economic development in the West Bank and Gaza Strip, authority will be transferred to the Palestinians on the following spheres: education and culture, health, Social welfare, direct taxation, and tourism. The Palestinian side will commence in building the Palestinian police force, as agreed upon. Pending the inauguration of the Council, the two parties may negotiate the transfer of additional powers and responsibilities, as agreed upon. Article VII: Interim Agreement The Israeli and Palestinian delegations will negotiate an agreement on the interim period (the "Interim Agreement"). 1. The Interim Agreement shall specify, among other things, the structure of the Council, the number of its members, and the transfer of powers and responsibilities from the Israeli military government and its Civil Administration to the Council. The Interim Agreement shall also specify the Council‘s executive authority, legislative authority in accordance with Article IX below, and the independent Palestinian judicial organs. 2. The Interim Agreement shall include arrangements, to be implemented upon the inauguration of the Council, for the assumption by the Council of all of the powers and responsibilities transferred previously in accordance with Article VI above. 3. In order to enable the Council to promote economic growth, upon its inauguration, the Council will establish, among other things, a Palestinian Electricity Authority, a Gaza Sea Port Authority, a Palestinian Development Bank, a Palestinian Export Promotion Board, a Palestinian Environmental Authority, a Palestinian Land Authority and a Palestinian Water Administration Authority, and any other Authorities agreed upon, in accordance with the Interim Agreement that will specify their powers and responsibilities. 5. After the inauguration of the Council, the Civil Administration will be dissolved, and the Israeli military government will be withdrawn. Article VIII: Public order and security
104
In order to guarantee public order and internal security for the Palestinians of the West Bank and the Gaza Strip, the Council will establish a strong police force, while Israel will continue to carry the responsibility for overall security of Israelis for the purpose of safeguarding their internal security and public order. Article IX: Laws and military orders The Council will be empowered to legislate, in accordance with the Interim Agreement, within all authorities transferred to it. 1. Both parties will review jointly laws and military orders presently in force in remaining spheres. Article X: Joint Israeli-Palestinian liaison committee In order to provide for a smooth implementation of this Declaration of Principles and any subsequent agreements pertaining to the interim period, upon the entry into force of this Declaration of Principles, a Joint Israeli-Palestinian Liaison Committee will be established in order to deal with issues requiring coordination, other issues of common interest, and disputes. Article XI: Israeli-Palestinian cooperation in economic fields Recognizing the mutual benefit of cooperation in promoting the development of the West Bank, the Gaza Strip and Israel, upon the entry into force of this Declaration of Principles, an Israeli-Palestinian Economic Cooperation Committee will be established in order to develop and implement in a cooperative manner the programs identified in the protocols attached as Annex III and Annex IV. Article XII: Liaison and cooperation with Jordan and Egypt The two parties will invite the Governments of Jordan and Egypt to participate in establishing further liaison and cooperation arrangements between the Government of Israel and the Palestinian representatives, on the one hand, and the Government of Jordan and Egypt, on the other hand, to promote cooperation between them. These arrangements will include the constitution of a Continuing Committee that will decide by agreement on the modalities of admission of persons displaced from the West Bank and Gaza Strip in 1967, together with necessary measures to prevent disruption and disorder. Other matters of common concern will be dealt with by this Committee. Article XIII: Redeployment of Israeli forces
105
1. After the entry into force of this Declaration of Principles, and not later than the eve of elections for the Council, a redeployment of Israeli military forces in the West Bank and the Gaza Strip will take place, in addition to withdrawal of Israeli forces carried out in accordance with Article XIV. 2. In redeploying its military forces, Israel will be guided by the principle that its military forces should be redeployed outside populated areas. 3. Further redeployments to specified locations will be gradually implemented commensurate with the assumption of responsibility for public order and internal security by the Palestinian police force pursuant to Article VIII above. Article XIV: Israeli withdrawal from the Gaza Strip and Jericho Area Israel will withdraw from the Gaza Strip and Jericho area, as detailed in the protocol attached as Annex II. Article XV: Resolution of disputes 1. Disputes arising out of the application or interpretation of this Declaration of Principles, or any subsequent agreement pertaining to the interim period, shall be resolved by negotiations through the Joint Liaison Committee to be established pursuant to Article X above. 2. Disputes which cannot be settled by negotiations may be resolved by a mechanism of conciliation to be agreed upon by the parties. 3. The parties may agree to submit to arbitration disputes relating to the interim period, which cannot be settled through conciliation. To this end, upon the agreement of both parties, the parties will establish an Arbitration Committee. Article XVI: Israeli-Palestinian cooperation concerning regional programs Both parties view the multilateral working groups as an appropriate instrument for promoting a "Marshal Plan," the regional programs and other programs, including special programs for the West Bank and Gaza Strip, as indicated in the protocol attached as Annex IV. Article XVII: Miscellaneous provisions 1. This Declaration of Principles will enter into force one month after its signing. 2. All protocols annexed to this Declaration of Principles and Agreed Minutes pertaining thereto shall be regarded as an integral part hereof. Done at Washington, D.C., this thirteenth day of September, 1993. For the Government of Israel: [Shimon Perez] For the P.L.O.: [Mahmoud Abbas] Witnessed by:
106
The United States of America: [Warren Christopher] The Russian Federation: [Andrei Kozyrev] Annex I Protocol on the mode and conditions of elections 1. Palestinians of Jerusalem who live there will have the right to participate in the election process, according to an agreement between the two sides. 2. In addition, the election agreement should cover, among other things, the following issues: * The system of elections; * the mode of the agreed supervision and international observation and their personal composition; and * rules and regulations regarding election campaign, including agreed arrangements for the organizing of mass media, and the possibility of licensing a broadcasting and TV station. 3. The future status of displaced Palestinians who were registered on 4th June 1967 will not be prejudiced because they are unable to participate in the election process due to practical reasons. Annex II Protocol on withdrawal of Israeli forces from the Gaza Strip and Jericho Area 1. The two sides will conclude and sign within two months from the date of entry into force of this Declaration of Principles, an agreement on the withdrawal of Israeli military forces form the Gaza Strip and Jericho area. This agreement will include comprehensive arrangements to apply in the Gaza Strip and the Jericho area subsequent to the Israeli withdrawal. 2. Israel will implement an accelerated and scheduled withdrawal of Israeli military forces from the Gaza Strip and Jericho area, beginning immediately with the signing of the agreement on the Gaza Strip and Jericho area and to be completed within period not exceeding four months after the signing of this agreement. 3. The above agreement will include, among other things: * Arrangements for a smooth and peaceful transfer of authority from the Israeli military government and its Civil Administration to the Palestinian representatives. * Structure, powers and responsibilities of the Palestinian authority in these areas, except: external security, settlements, Israelis, foreign relations, and other mutually agreed matters. * Arrangements for the assumption of internal security and public order by the Palestinian police force consisting of police officers recruited locally and
107
from abroad (holding Jordanian passports and Palestinian documents issued by Egypt). Those who will participate in the Palestinian police force coming from abroad should be trained as police and police officers. * A temporary international or foreign presence, as agreed upon. * Establishment of a joint Palestinian-Israeli Coordination and Cooperation Committee for mutual security purposes. * An economic development and stabilization program, including the establishment of an Emergency Fund, to encourage foreign investment, and financial and economic support. Both sides will coordinate and cooperate jointly and unilaterally with regional and international parties to support these aims. * Arrangements for a safe passage for persons and transportation between Gaza Strip and Jericho area. 1. The above agreement will include arrangements for coordination between both parties regarding passages: a. Gaza--Egypt; and b. Jericho--Jordan. 2. The offices responsible for carrying out the powers and responsibilities of the Palestinian authority under this Annex II and Article VI of the Declaration of Principles will be located in the Gaza Strip and in the Jericho area pending the inauguration of the Council. 3. Other than these agreed arrangements, the status of the Gaza Strip and Jericho area will continue to be an integral part of the West Bank and Gaza Strip, and will not be changed in the interim period. Annex III Protocol on Israeli-Palestinian Cooperation in economic and development programs The two sides agree to establish an Israeli-Palestinian Continuing Committee for Economic Cooperation, focusing, among other things, on the following: 1. Cooperation in the field of water, including a Water Development Program prepared by experts from both sides, which will also specify the mode of cooperation in the management of water resources in the West Bank and Gaza Strip, and will include proposals for studies and plans on water rights of each party, as well as on the equitable utilization of joint water resources for implementation in and beyond the interim period. 2. Cooperation in the field of electricity, including an Electricity Development Program, which will also specify the mode of cooperation for the production, maintenance, purchase and sale of electricity resources. 3. Cooperation in the field of energy, including an Energy Development Program, which will provide for the exploitation of oil and gas for industrial purposes, particularly in the Gaza Strip and in the Negev, and will encourage
108
further joint exploitation of other energy resources. This Program may also provide for the construction of a Petrochemical industrial complex in the Gaza Strip and the construction of oil and gas pipelines. 4. Cooperation in the field of finance, including a Financial Development and Action Program for the encouragement of international investment in the West Bank and the Gaza Strip, and in Israel, as well as the establishment of a Palestinian Development Bank. 5. Cooperation in the field of transport and communications, including a Program, which will define guidelines for the establishment of a Gaza Sea Port Area, and will provide for the establishing of transport and communications lines to and from the West Bank and the Gaza Strip to Israel and to other countries. In addition, this Program will provide for carrying out the necessary construction of roads, railways, communications lines, etc. 6. Cooperation in the field of trade, including studies, and Trade Promotion Programs,which will encourage local, regional and inter-regional trade, as well as a feasibility study of creating free trade zones in the Gaza Strip and in Israel, mutual access to these zones, and cooperation in other areas related to trade and commerce. 7. Cooperation in the field of industry, including Industrial Development Programs, which will provide for the establishment of joint Israeli-Palestinian Industrial Research and Development Centers, will promote Palestinian-Israeli joint ventures, and provide guidelines for cooperation in the textile, food, pharmaceutical, electronics, diamonds, computer and science-based industries. 8. A program for cooperation in, and regulation of, labor relations and cooperation in social welfare issues. 9. A Human Resources Development and Cooperation Plan, providing for joint Israeli-Palestinian workshops and seminars, and for the establishment of joint vocational training centers, research institutes and data banks. 10. An Environmental Protection Plan, providing for joint and/or coordinated measures in this sphere. 11. A program for developing coordination and cooperation in the field of communication and media. 12. Any other programs of mutual interest. Annex IV Protocol on Israeli-Palestinian cooperation concerning regional development programs 1. The two sides will cooperate in the context of the multilateral peace efforts in promoting a Development Program for the region, including the West Bank and the Gaza Strip, to be initiated by the G-7. The parties will request the G-7 to seek the participation in this program of other interested states, such as members of the Organization for Economic Cooperation and Development, regional Arab states and institutions, as well as members of the private sector.
109
2. The Development Program will consist of two elements: * An Economic Development Program for the West Bank and the Gaza Strip. * A Regional Economic Development Program. A. The Economic Development Program for the West Bank and the Gaza Strip will consist of the following elements: 1. A Social Rehabilitation Program, including a Housing and Construction Program. 2. A Small and Medium Business Development Plan. 3. An Infrastructure Development Program (water, electricity, transportation and communications, etc.). 4. A Human Resources Plan. 5. Other programs. B. The Regional Economic Development Program may consist of the following elements: 1. The establishment of a Middle East Development Fund, as a first step, and a Middle East Development Bank, as a second step. 2. The development of a joint Israeli-Palestinian-Jordanian Plan for coordinated exploitation of the Dead Sea area. 3. The Mediterranean Sea (Gaza) - Dead Sea Canal. 4. Regional Desalinization and other water development projects. 5. A regional plan for agriculture development, including a coordinated regional effort for the prevention of desertification. 6. Interconnection of electricity grids. 7. Regional cooperation for the transfer, distribution and industrial exploitation of gas, oil and other energy resources. 8. A regional Tourism, Transportation and Telecommunications Development Plan. 9. Regional cooperation in other spheres. 1. The two sides encourage the multilateral working groups, and will coordinate towards their success. The two parties will encourage intersession activities, as well as pre-feasibility and feasibility studies, within the various multilateral working groups. Agreed minutes to the declaration of principles on interim self-government arrangements A. General understandings and agreements Any powers and responsibilities transferred to the Palestinians pursuant to the Declaration of Principles prior to the inauguration of the Council will be subject
110
to the same principles pertaining to Article IV, as set out in these Agreed Minutes below. B. Specific understandings and agreements Article IV It is understood that: 1. Jurisdiction of the Council will cover West Bank and Gaza Strip territory, except for issues that will be negotiated in the permanent status negotiations: Jerusalem, settlements, military locations, and Israelis. 2. The Council‘s jurisdiction will apply with regard to the agreed powers, responsibilities, spheres and authorities transferred to it. Article VI(2) It is agreed that the transfer of authority will be as follows: 1. The Palestinian side will inform the Israeli side of the names of the authorized Palestinians who will assume the powers, authorities and responsibilities that will be transferred to the Palestinians according to the Declaration of Principles in the following fields: education and culture, health, social welfare, direct taxation, tourism, and any other authorities agreed upon. 2. It is understood that the rights and obligations of these offices will not be affected. 3. Each of the spheres described above will continue to enjoy existing budgetary allocations in accordance with arrangements to be mutually agreed upon. These arrangements also will provide for the necessary adjustments required in order to take into account the taxes collected by the direct taxation office. 4. Upon the execution of the Declaration of Principles, the Israeli and Palestinian delegations will immediately commence negotiations on a detailed plan for the transfer of authority on the above offices in accordance with the above understandings. Article VII(2) The Interim Agreement will also include arrangements for coordination and cooperation. Article VII(5) The withdrawal of the military government will not prevent Israel from exercising the powers and responsibilities not transferred to the Council.
111
Article VIII It is understood that the Interim Agreement will include arrangements for cooperation and coordination between the two parties in this regard. It is also agreed that the transfer of powers and responsibilities to the Palestinian police will be accomplished in a phased manner, as agreed in the Interim Agreement. Article X It is agreed that, upon the entry into force of the Declaration of Principles, the Israeli and Palestinian delegations will exchange the names of the individuals designated by them s members of the Joint Israeli-Palestinian Liaison Committee. It is further agreed that each side will have an equal number of members in the Joint Committee. The Joint Committee will reach decisions by agreements. The Joint Committee may add other technicians and experts, as necessary. The Joint Committee will decide on the frequency and place or places of its meetings. ANNEX II It is understood that, subsequent to the Israel withdrawal, Israel will continue to be responsible for external security, and for internal security and public order of settlements and Israelis. Israeli military forces and civilians may continue to use roads freely within the Gaza Strip and the Jericho area. Done at Washington, D.C., this thirteenth day of September, 1993. For the Government of Israel: [Shimon Perez] For the P.L.O: [Mahmoud Abbas] Witnessed by: The United States of America: [Warren Christopher] The Russian Federation: [Andrei Kozyrev]
112
Pidato Pembukaan KTT LB OKI ke-5 Presiden Joko Widodo*
Negara Islam Perlu Bersatu Kedepankan Isu Palestina Senin, 07 Maret 2016 Pada pidato pembukaan KTT LB OKI ke-5
Presiden Joko Widodo kembali menyerukan, bahwa negara-negara Islam harus bersatu untuk melawan aktivitas dan kebijakan ilegal Israel di wilayah pendudukan, "Indonesia dan dunia Islam siap melakukan langkah-langkah konkret untuk terus mendesak Israel mengakhiri penjajahannya atas Palestina, dan menghentikan kesewenang-wenangan di Al-Quds Al-Sharif". Jokowi mengajak seluruh negara peserta OKI untuk menjadi bagian dari solusi, bukan bagian dari masalah (7/3). A. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Menteri Luar Negeri Mesir, Sameh Shoukry, menurutnya Israel telah merusak perdamaian yang ada di Palestina, Mesir mengutuk segala kegiatan yang dilakukan oleh Israel di teritori tersebut dan juga di West Bank. Ia juga menambahkan agar Negara-negara Timur Tengah, meskipun ada kompleksitas terkait dengan isu Palestina, tetapi isu ini harus menjadi isu yang terdepan bagi Negara-negara Arab untuk mendapatkan solusi yang adil bagi Palestina. A. Saat ini empat juta pengungsi Palestina ada di luar wilayahnya. Jumlah penduduk Palestina di Yerusalem terus berkurang. Saat ini, terdata hanya sekitar 36,8% penduduk Yerusalem yang merupakan warga Palestina. Keadaan mereka pun tidak bias dibilang baik, 75% penduduk Palestina hidup dibawah garis kemiskinan, hanya 41% anak-anak Palestina bersekolah, dan 36% yang kesulitan memperoleh akses air bersih. A. Palestina Kini A. Presiden Palestina mengungkapkan penghargaan yang tinggi atas upaya OKI yang ingin menyeleggarakan KTT ini. Rakyat Palestina selama tujuh dekade berada di bawah pendudukan Israel, dan ini merupakan pendudukan paling lama dari manusia
Sekretariat Negara Republik Indonesia, “Negara Islam Perlu Bersatu Kedepankan Isu Palestina” http://www.setneg.go.id akses: 7 Juni 2017
113
modern di dunia. Masyarakat Palestina membutuhkan dukungan dari seluruh dunia, karena warga Palestina berhak menjalankan kehidupan yang damai seperti warga dunia lainnya. A. Situs suci baik situs Islam dan Kristen mengalami kerusakan yang parah, ada kebijakan destruktrif dan isolasi yang dilakukan Israel. Selain itu, Israel semakin memperburuk keadaan warga Palestina dengan memberlakukan pajak yang tinggi, tidak memperbolehkan kepemilikan gedung, dan menghancurkan rumah-rumah, dan Israel berusaha mengubah konflik ini menjadi konflik agama. A. Resolusi mendukung Al-Quds adalah tugas yang harus diselesaikan, maka perlu melakukan upaya untuk terus bekerja bagi Palestina dan saudara-saudara Islam yang ada di sana. (Humas Kemensetneg)
114
UN Partition Plan (1947)*
Jewish Virtual Library http://www.mfa.gov.il/mfa/aboutisrael/maps/pages/1947%20un %20partition%20plan.aspx akses: 13 Juni 2017
115
Territories Occupied By Israel Since June 1967*
United Nation, https://unispal.un.org/DPA/DPR/UNISPAL.NSF/cf02d057b04d35638525 6ddb006dc02f/b08a2e4d1fde5cec85256b98006e752f?OpenDocument akses: 13 Juni 2017
116
United Nations Special Committee on Palestine (UNSCOP)*
United Nations, https://archives.un.org/sites/archives.un.org/files/files/Finding%20 Aids/2015_Finding_Aids/AG-057.pdf akses: 13 Juni 2017.
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
136
137