PERUBAHAN HUBUNGAN SOSIAL DUAN DAN LOLAT DI OLILIT TANIMBAR-MTB DALAM KURUN WAKTU 1995-2004
RINGKASAN DISERTASI
Paulus Koritelu 890341004Y
UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN SOSIOLOGI PROGRAM PASCA SARJANA DEPOK JANUARI 2009
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
PERUBAHAN HUBUNGAN SOSIAL DUAN DAN LOLAT DI OLILIT TANIMBAR-MTB DALAM KURUN WAKTU 1995-2004
DISERTASI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk memperolah Gelar Doktor
PAULUS KORITELU NPM: 890341004Y
UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI SOSIOLOGI KEKHUSUSAN SOSIOLOGI DEPOK JANUARI 2009 Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
i
ABSTRAK Nama : Paulus Koritelu Program Studi : Sosiologi Judul : Perubahan Hubungan Sosial Duan Dan Lolat di Olilit Tanimbar MTB Dalam Kurun Waktu 1995-2004. Fokus utama penelitian ini untuk melihat perubahan hubungan sosial duan dan lolat di Olilit dalam kurun waktu 1995-2004. Temuan sebelumnya: Hubungan sosial duan dan lolat; baik Drabbe, Renwarin maupun McKinnon menemukan bahwa: hubungan sosial duan dan lolat merupakan bagian dari struktur sosial yang di dalamnya terdapat status dan peranan sebagai duan dan lolat. Status yang dimaksudkan berhubungan dengan posisi sebagai pemberi anak dara dan posisi sebagai penerima anak dara. Sedang peranan: dalam hal memilih dan menentukan jodoh, membayar harta adat serta peranan dan fungsi sebagai pelindung dalam sistem Arin serta peranan dalam pembuatan tais sebagai simbol pengikat hubungan sosial duan dan lolat. Ketiga peneliti di Tanimbar juga menemukan adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hubungan sosial duan dan lolat antara lain faktor konflik, faktor birokrasi formal dan faktor agama. Dengan data tersebut, maka penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan teori tindakan sosial dan struktur sosial dari Weber yang menekankan pentingnya memahami arti subyektif dari satu tindakan sosial serta dasar rasionalitas obyektif dalam setiap tindakan sosial. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan menggunakan 3 teknik perolehan data yakni: 1. Observasi. 2. Diskusi kelompok terfokus (FGD) dan 3. Indept Interview. Ketiga teknik ini digunakan untuk saling melengkapi, apalagi waktu penelitian yang singkat serta secara substansial berusaha melakukan cross-check data dari informan yang sama pada ketiga kesempatan yang berbeda. Konsistensi data penelitian dari ketiga teknik tersebut dapat dikontrol melalui instrumen yang digunakan dalam penelitian. Karena itu kontrol atas hal itu dapat dilakukan ke informan baik pada waktu diskusi, diwawancara secara mendalam maupun ketika diobservasi. Karena substansi observasinya dalam kurun waktu yang lalu, maka observasi dibantu dengan teknik recall interview dari sumber-sumber yang representative. Penelitian difokuskan pada 54 informan, 40 orang diajak diskusi dalam 5 kelompok yang berbeda, 22 orang diwawancarai, diantaranya berasal dari 8 peserta diskusi. Temuan studi ini memperlihatkan: ada terjadi perubahan hubungan sosial duan dan lolat saling berbeda dalam kurun waktu 1995-1999 dan 2000-2004, yaitu sebagai berikut: • Status adat dalam 2 kurun waktu tersebut tetap ada dan tidak tergantikan dengan status yang lain, walaupun dalam perannya mengalami pergeseran dari satu orang ke orang lainnya. • Terjadi perubahan dalam peran adat dalam hubungan sosial duan maupun lolat (peran untuk memilih atau menentukan jodoh; sedikit bergeser/berubah dalam tahun 19951999), peran membayar harta adat; tidak berubah dalam tahun 1995-1999). Sedang peran sebagai pelindung dalam sistem arin maupun pembuatan tais juga mengalami pergeseran/perubahan dalam kurun waktu 1995-1999. • Sedang semua peran adat duan dan lolat mengalami perubahan yang sangat kelihatan “perubahan besar/banyak” dalam kurun waktu 2000-2004, baik memilih jodoh, membayar harta adat, maupun peran dalam sistem Arin dan pembuatan tais pengikat hubungan sosial duan dan lolat. • Dalam tahun 1995-1999 faktor konflik dan perang tidak berpengaruh, sedang faktor agama dan aturan birokrasi formal membuat sedikit perubahan/pergeseran dalam hubungan sosial duan dan lolat. Sedang dalam tahun 2000-2004, faktor aturan birokrasi formal sangat berperan banyak/besar terhadap perubahan hubungan sosial duan dan Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
ii
lolat, demikian halnya dengan konflik internal antara duan dan lolat. Berbeda dengan agama yang sebenarnya tidak berpengaruh. Temuan tentang status adat duan dan lolat di Olilit yakni: Ompakain, udanain, dan empuain adalah hal baru yang tidak ditemukan dalam penelitian sebelumnya. Perubahan hubungan sosial duan dan lolat terjadi dalam tingkatan perubahan yang berbeda dalam dua kurun waktu tersebut, dan hal itu berlaku untuk semua dimensi hubungan sosial duan dan lolat. Hal inilah yang tidak dijelaskan dalam teori atau temuan sebelumnya. Termasuk kehadiran kota kabupaten di Olilit merupakan sebuah temuan yang berbeda dengan temuan-temuan sebelumnya. Bahwa dinamika dari situasi tersebut menjadi salah satu stimulus yang memberi penjelasan atas perubahan hubungan sosial duan dan lolat dalam dua kurun waktu tersebut. Satu masukan yang bisa disampaikan: diperlukan satu upaya duduk bersama antara birokrat atau pemda, agama dan orang Olilit untuk membuat kebijakan praktis atas proses perubahan hubungan sosial yang sedang terjadi sampai saat ini. Kehadiran kota kabupaten menjadi sebuah fenomena yang amat relevan untuk menerapkan teori Weber tentang Rasionalitas tindakan sosial berdasarkan Otoritas Legal Formal dalam birokrasi, ternyata membawa pengaruh besar dalam perubahan hubungan sosial duan dan lolat, di samping faktor Teknologi dan sedikit juga pengaruh dari faktor Agama. Kata Kunci: Duan, Lolat, Perubahan hubungan sosial
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
ABSTRACT
Name Study Program Title
: Paulus Koritelu : Sociology : Change Of Social relationship Duan And Lolat in Olilit Tanimbar MTB In Range Of Time 1995-2004.
This research principal focus for seeing change of social relationship duan and lolat in Olilit in range of time of 1995-2004. Finding before all: Social relationship duan and lolat; good Drabbe Renwarin and also McKinnon find that: social relationship duan and lolat is part of social structure which in it there are status and role as duan and lolat. Status which meant relating to position as giver of child of virgin and position of as receiver child of virgin. Medium of role: in the case of choosing and determine couple, pay for custom estae and also function and role as protector in system Arin and also role of making of tais as fastener symbol the relation of social duan and lolat. Third researcher in Tanimbar also find existence of factor having an effect on to social relationship duan and lolat for example conflict factor, formal bureaucracy factor and religion factor. With the data, hence this research will be done by using social action theory and social structure from Emphasizing weber important thinks comprehend meaning of subjective out of an social action and also objective rationality base in every social action. Research method which applied is qualitative by using 3 technique in data acquisition namely: 1. observation. 2. Discussion group of focused (FGD) and 3. Indept Interview. Third this technique applied for complementary, more than anything else brief research time and also in substansial make an attempt on cross check data from same informan at third of different opportunity. Research data consistency from the technical is third can be controlled through instrument which applied in research. In consequence control to that thing can be done to informan either at discussion time, interviewed exhaustively and also when observation. Because the observation substance in last range of time, hence observation assisted with technique in recall interview from source of source of which representative. Research is focussed at 54 informan, 40 people invited by discussion at 5 different group, 22 held an interview people, between the come out of 8 discussants. This study finding show: there is happened change of social relationship duan and lolat is each other differing in range of time of 1995-1999 and 2000-2004, that is as follows: • Status custom in 2 the range of time is irreplaceable and immanent with other status, although in the role experience friction out of one people to other people. • Has been a change in role of custom in social relationship duan and also lolat (role for choosing or determine couple; a few change/friction in year 1995-1999), role of paying custom estae don't change in year 1995-1999). Medium role of as protector in system arin and also making of tais also experience change/friction in range of time of 1995-1999.
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
•
Is medium all role of custom duan and lolat experience change which hardly looked to be "Big changing / a lot" in range of time of 2000-2004, good choose couple, pay for custom estae, and also role of in system Arin and making of tais fastener the relation of social duan and lolat. • In year 1995-1999 war and conflict factor don't have an effect, medium of formal bureaucracy order and religion factor make a few change/friction in socials relationships duan and lolat. Medium in year 2000-2004, formal bureaucracy order factor so central large/many to change of social relationship duan and lolat, that way the things of internal conflict between duan and lolat. Differ from religion which actually don't have an effect. Finding concerning custom status duan and lolat in Olilit namely: Ompakain, udanain, and empuain is new things which be not found in research before all. Change of social relationship duan and lolat tedadi in different change level in two the range of time, and that thing valid for all dimensions the relation of socials duan and lolat. This things is not explained in finding or theory before all. Included attendance of sub-province town in Olilit is a different finding with finding finding before all. That dynamics from the situation becoming one of stimulus giving explanation of to change of social relationship duan and lolat in two the range of time. An input which can be submitted: required an sessile effort with between local government or bureaucrats, religion and people Olilit for making practical policy to process change of social relationship being happened till now. Attendance of sub-province town become a very phenomenon relevant to apply Weber theory concerning Social action rationality based on Formal legal Authority in bureaucracy, temyata bring major effect in change of social relationship duan and lolat, beside Technological factor and a few also influences from Religions factors. Keyword: Duan, Lolat, Change of social relationship
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yesus Kristus karena atas perkenaannya, penelitian dapat diselesaikan bahkan dalam himpitan waktu yang terbatas disertasi ini dapat penulis selesaikan. Sungguh hal tersebut bukan karena penulis bisa dan mampu melakukan semuanya, tetapi sekali lagi atas perkenaan Dia yang memberikan kekuatan, kesehatan maupun semangat untuk menyelesaikan semua yang menjadi bagian dari tanggungjawab penulis. Di samping itu dengan penuh kerendahan hati disertai rasa terima kasih yang sebesar-besarnya saya berikan kepada: 1. Prof. DR Kamanto Soenarto, SH, Ph.D sebagai promotor yang sangat teliti, dan sungguh-sungguh membimbing dan mengarahkan penulis agar secara maksimal dapat menyelesaikan penelitian maupun penulisan disertasi ini. 2. DR Hanneman Sammuel, Ph.D dan DR Iwan Gardono Sujatmiko, Ph.D sebagai ko-promotor yang selalu bersemangat dan tidak kenal lelah membimbing mengarahkan penulis untuk terus berusaha membuat sebuah karya akademis dalam bentuk disertasi yang benar-benar sesuai dengan standard kompetensi kelulusan yang ada. 3. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam untuk DR John Haba, Ph.D maupun Prof. DR R.Z. Leirissa sebagai penguji eksternal dan internal UI yang secara teliti menguji dan memberikan saran masukan yang sangat berguna dalam perbaikan penulisan disertasi ini. 4. Rasa terimakasih dan penghargaan yang sama penulis juga sampaikan kepada DR Francisia SSE Seda, Ph.D baik sebagai Dosen, Penguji maupun sebagai Pengelola PPS sosiologi yang setiap saat terus memantau dan memberikan motivasi, teguran baik lisan maupun tulisan kepada penulis, agar dapat sesegera mungkin menyelesaikan studi. Demikian juga rasa terimakasih penulis sampaikan kepada mba Daisy Indira Yasmine, M.Soc.S.ci, yang sampai pada detik-detik
terakhir
tetap
memotivasi
penulis
untuk
terus
berusaha
menyelesaikan apa yang menjadi tanggungjawab akademis penulis.
iii
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Universitas Indonesia
iv
5. Para Penguji Internal lain seperti Prof. DR Paulus Wirutomo, Prof. DR Maswadi Rauf, DR Linda Damayanti Ibrahim, dengan segala sumbang saran yang sangat bermanaaf bagi perbaikan/peningkatan kualitas disertasi yang penulis hasilkan. 6. Rasa terimakasih juga penulis sampaikan untuk mas Santoso, mas Agus dan teman-teman di bagian administrasi PPS sosiologi, atas semua bantuannya selama ini. 7. Teman-teman seangkatan, Bpk. Fu xie, bu. Erna, bu. Angraini, bu. Rukmina, mas Bambang serta mas Sastro atas semua yang sudah diberikan melalui literature, kesempatan belajar dan diskusi bersama, yang ternyata sangat besar manfaatnya bagi penulis. 8. Rasa terimakasih yang dalam juga penulis berikan kepada Bpk. Bupati MTB dan para bawahannya, yang sangat membantu penulis dalam kelancaran pengumpulan data di lapangan serta semua partisipasi yang sudah diberikan kepada penulis selama kegiatan pengumpulan data dilaksanakan. 9. Rasa terimakasih yang dalam juga penulis tujukan kepada para sahabat dekat seperti bung Edi, bp Son, bung Gerry yang terus menemani memberikan kemudahan terutama dalam upaya mencari dan menemukan informan yang dibutuhkan. 10. Para informan baik dalam penelitian pertama pada bulan November 2005 sampai April 2006, penelitian kedua pada 5 hingga 14 Juni 2008 di Ambon, serta para informan yang meluangkan waktu, tenaga serta informasinya kepada penulis selama penelitian ke-3 mulai tanggal 1 hingga 30 November 2008 di Olilit. 11. Para asisten peneliti Bpk. Soni Loblobly maupun Ibu Intje Rumahlewang yang terlibat dalam penelitian yang sudah penulis lakukan baik pada tahap pertama maupun tahap ketiga. Terimakasih untuk semua bantuan dan kerja kerasnya. 12. Semua saudara anggota keluarga besar yang terus membantu melalui dana serta dukungan motivasi dan semangat yang terus diberikan selama studi (teori) sampai dengan saat ini. 13. Semua teman-teman MDC terutama teman-teman di Selgrup yang terus memberikan semangat dan tetap setia mendokan agar penulis tetap
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Universitas Indonesia
v
bersemangat menyelesaikan semua tanggungjawab akademis yang ada. Terimakasih untuk segalanya. 14. Penghargaan khusus penulis berikan bagi keluargaku: Intje-istri yang selalu setia menemani dalam keadaan apapun. Semua dorongan semangat juga motivasi yang lebih berharga dari apapun. Serta kedua anak tersayang Cilia dan Mei yang juga selalu ceria dan ikut menyemangati penulis selama mengikuti studi di PPS Sosiologi UI. Sebagai manusia penulis mempunyai keterbatasan yang sangat banyak untuk dapat membalas semua kebaikan bapak, Ibu dan saudara-saudara semua. Tapi dengan iman penulis percaya kebaikan bapak, ibu, saudara-saudara semua akan diberkati Tuhan. Harapan penulis semoga disertasi ini menjadi sebuah karya akademis yang bermanfaat bagi para pembaca. Sekian dan terimakasih
Depok, 22 Desember 2008 Hormat saya
Penulis
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
HALAMAN PENGESAHAN
Disertasi ini diajukan oleh
:
Nama NPM Program Studi Judul Disertasi
: Paulus Koritelu : 890341004Y : Sosiologi : Perubahan Hubungan Sosial Duan Dan Lolat Di Olilit Tanimbar-MTB Dalam Kurun Waktu 1995-2004
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Promotor
: Prof. Kamanto Sunarto, SH., Ph.D (
)
Kopromotor
: Hanneman Samuel, Ph.D
(
)
: Iwan Gardono Sujatmiko, Ph.D
(
)
: Prof. Dr. Maswadi Rauf
(Ketua)
(
)
: Francisia SSE Seda, Ph.D
(Anggota)
(
)
: Prof. Dr. R.Z. Leirisa
(Anggota)
(
)
: Dr. Linda Darmajanti, MT
(Anggota)
(
)
: Jhon Haba, Ph.D
(Anggota)
(
)
Tim Penguji
Ditetapkan di : Depok Tanggal : 6 Januari 2009
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Universitas Indonesia
v
DAFTAR ISI HAL
HALAMAN JUDUL………………………………………………………….. LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………… KATA PENGANTAR………………………………………………………… LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH……………….. ABSTRAK…………………………………………………………………….. DAFTAR ISI …………………………………………………………………. DAFTAR TABEL ……………………………………………………………. DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………….. BAB. 1. PENDAHULUAN……………..…………………………… … 1.1. Latar Belakang ..…………………………………………… 1.2. Pertanyaan Penelitian …………………………………….. 1.3. Tujuan Penelitian …………………………………….…… 1.4. Beberapa Temuan Tentang Hubungan Sosial Duan ………. Dan Lolat Di Tanimbar Konsep Perubahan Hubungan Sosial ………………….…. 1.4.1. Status ……………………………….………………. 1.4.2. Peranan ……………………………………………… 1.4.3.Faktor-Faktor Yang Berpengaruh……………………. Terhadap Perubahan Hubungan Sosial Duan Lolat Di Olilit 1.5. Kerangka Teori…………………………………………….. 1.6. Operasionalisasi Konsep ..…………………………………. 1.7. Metodologi Penelitian ……………………………………… 1.6.1. Metode Penelitian…………………………………… 1.6.2. Teknik Pengumpulan Data.…………………………. 1.6.3. Analisa Data……………………………………….... 1.6.4. Waktu, Tempat Dan Informan Penelitian………........
i ii iii vii viii ix x xi 1 1 4 4 5
BAB.
34 34 48
BAB.
2.
3.
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ……………… 2.1. Sejarah Hubungan Sosial Orang Olilit …… ………………. 2.2. Sistem Mata Pencaharian Dan Sistem Perkawinan Orang…. Olilit 2.3. Keadaan Penduduk Desa Olilit …………………………….. 2.4. Aksesibilitas ………………………………………………... 2.5. Pemekaran Kabupaten MTB Sebagai Respons Terhadap….. Kebutuhan Pembangunan
5 5 8 11
14 21 22 22 23 29 31
54 59 61
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN PERUBAHAN……….. 70 HUBUNGAN SOSIAL DUAN DAN LOLAT DI OLILIT DALAM KURUN WAKTU 1995-2004 3.1. Pengantar …………………………………………………… 70 3.2. Perubahan Hubungan Sosial Duan-Lolat Dalam Kurun...….. 71 Waktu 1995-1999
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Universitas Indonesia
vi
3.2.1. Status Dan Kedudukan Dalam Hubungan Sosial….. 71 Duan Lolat (Realitas, Budaya dan Sosio-Geografis) 3.2.2. Fungsi Dan Peranan Dalam Hubungan Sosial …....... 76 Duan Dan Lolat 1. Perubahan Hubungan Sosial Dalam Pemilihan… 76 Dan Penentuan Jodoh (Perubahan tindakan sosial yang bersumber dari otoritas karismatik) 2. Fungsi Dan peranan pembayaran harta adat……... 78 (Tindakan sosial dalam status sosial yang berdimensi Budaya) 3. Fungsi Dan Peran duan sebagai pelindung………. 81 Bagi Lolat Dalam Kehidupan sehari-hari 3.2.3. Faktor-faktor Yang berpengaruh Dalam Perubahan… 85 Hubungan Sosial Duan Dan Lolat Dalam Kurun Waktu 1995-1999 1. Faktor konflik dan perang ……………………….. 85 2. Faktor aturan birokrasi formal pada tingkat…….. 86 Kabupaten di Tual dan kecamatan di Saumlaki 3. Faktor Agama Dalam Perubahan Hubungan……. 90 Sosial Duan dan Lolat 3.3. Perubahan Hubungan Sosial Duan Lolat Dalam Kurun…… 93 Waktu 2000-2004. 3.3.1. Perubahan Dan Pergeseran Status Ke dalam………. 93 Dimensi Ekonomi Politik 3.3.2. Peranan Dan Fungsi Dalam Hubungan Sosial …...... 96 Duan Dan Lolat Tahun 2000-2004 1. Perubahan Peran Menentukan Jodoh, Perubahan. 96 Tindakan Sosial “Tradisional” Dalam Struktur Sosial 2. Membayar harta adat…………………………….. 98 3. Peranan sebagai pelindung………………………. 101 3.3.3. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap ………. 108 Hubungan Sosial Duan Dan Lolat Dalam Kurun Waktu 2000- 2004 1. Konflik Internal Duan dan Lolat (Solusi Dari…… 108 Otoritas Tradisional ke Otoritas Legal Formal 2. Faktor Organisasi Birokrasi Formal Dan Pergeseran.. 111 Fungsi-Fungsi Otoritas Tradisional Di Olilit MTB 3. Faktor Kegiatan Politik Praktis (Perubahan Pola….. 118 Rekrutmen Adat Ke pencapaian Tujuan Politik) Di Olilit dalam kurun waktu 2000-2004 4. Kehadiran Kabupaten, Perkembangan Teknologi,…. 122 Meningkatnya Hubungan Dengan Daerah Lain Dan Perubahan Hubungan sosial Duan Dan Lolat Dalam Kurun Waktu 2000-2004 5. Faktor Agama Dan Perubahan Hubungan Sosial….. 128 Duan Dan Lolat Dalam Kurun Waktu 2000-2004
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Universitas Indonesia
viii
DAFTAR TABEL
HAL
Tabel. Tabel Tabel Tabel Tabel
1.1. 2.1. 1.2. 2.2. 3.2.
Tabel 4.2. Tabel 5.2. Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel
6.2. 7.2. 8.2. 1.3. 2.3.
Tabel 3.3. Tabel 4.3.
Tabel 5.3. Tabel. 6.3. Tabel 7.3. Tabel 8.3 Tabel 1.4. Tabel 1.5.
Jumlah Penduduk Desa Olilit Menurut Kelompok Umur Dan …… Jumlah Informan Yang Diteliti……………………………………. Hubungan “Pela” Antara Olilit Dan Kampung Lain di Tanimbar… Kelompok Kerabat Dalam Garis Suan-Marga-Das Matan ……….. Jumlah Penduduk Kecamatan Tanimbar Selatan Tahun 2005…….. Menurut Desa Dan Jenis Kelamin Penduduk desa Olilit Tahun 2005 Menurut Jenis Kelamin Dan…... Kelompok Umur Jumlah Penduduk Kecamatan Tanimbar Selatan Menurut ……….. Jenis Kelamin Dan Desa Jumlah Tempat Hiburan (Karaoke, Bilyard dan Salon) Di Olilit…. Potensi Pertanian Kabupaten MTB………………………………... Objek Pariwisata Di Kabupaten MTB…………………………….. Dimensi Perubahan Pada Pembuatan Tais………………...….…… Perubahan Hubungan Sosial Duan Lolat Di Olilit Tahun…………. 1995-1999 Jumlah Penduduk dan Jenis Pekerjaan Orang Olilit ……………... Dalam Kurun Waktu 1995-1999 dan 2000-2004 Rata-Rata Penjualan Tenun Ikat Pada Kelompok Ifaryane……….. Di Olilit Saumlaki MTB Antara Tahun 2000-2004 Dalam Berbagai Jenis Jumlah Pemasaran Tenun Ikat Kelompok Tenun Ifaryane………... Olilit Antara Tahun 1995-1999 Transportasi Dari dan Ke Olilit Saumlaki Tanimbar MTB……….. Jumlah Bangunan Rumah Dan Jumlah KK Dan Teknologi……... Yang Dimiliki Masyarakat Desa Olilit Perubahan hubungan Sosial Duan dan Lolat di Olilit Tahun …….. 2000 - 2004 Perbandingan Teori Dan Temuan Lapangan……………………. . Dimensi Hubungan Sosial Duan Dan Lolat serta Tingkatan……… Perubahan Dalam Kurun Waktu Penelitian
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
32 32 43 45 55 56 57 64 67 67 84 92 102 105
105 123 126 133 141 145
Universitas Indonesia
vii
BAB.
BAB.
4.
5.
DISKUSI TEORI .…………………………………………….... 4.1. Implikasi Teori…….……………………………………….. 4.1.1. Status Dalam Struktur Sosial Masyarakat …….……. 4.1.2. Peranan Dan Fungsi Dalam Hubungan Sosial………. Duan Dan Lolat 4.1.3. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Dalam Perubahan.. Hubungan Sosial Duan Dan Lolat 4.2. Implikasi Kebijakan…………………………………………
135 135 135 136 138 141
PENUTUP………………………………………………………. 144 5.1. Kesimpulan…….………………………………….………… 144 5.2. Saran-Saran……………………..…………………………... 146
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………..
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
148
Universitas Indonesia
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8
: Peta Maluku, Peta Tanimbar dan Peta Desa Olilit : Daftar Pertanyaan FGD, Indept Interview & Pedoman Observasi : Jadwal Penelitian : Informan Yang Diteliti : Foto-Foto Penelitian : Tempat-Tempat Hiburan : Keputusan Latupati : Keputusan Bupati MTB
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Universitas Indonesia
1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah rasionalitas dalam hubungan sosial merupakan sebuah fenomena yang tidak sederhana untuk dilihat. Karena rasionalitas dan tindakan sosial setiap orang bisa saling berbeda dengan terutama bagi setiap orang yang melihatnya. Masalah ini menjadi akan semakin rumit apabila kita memilih bentuk pendekatan yang salah. Karena sekalipun dalam konteks masayarakat adat yang dinggap kolot dan sangat tradisionalpun mereka tetap memiliki dasar atas rasionalitasnya sendiri. Karena itu ada sesuatu yang keliru ketika orang secara sederhana mengatakan bahwa: tindakan seseorang yang pada akhirnya menyusahkan orang lain dianggap tidak atau kurang rasional, padahal masalah rasionalitas selalu ada dalam kehidupan manusia, tergantung dalam bentuk rasionalitas seperti apa yang mendorong orang melakukan tindakan sosialnya. Masyarakat desa Olilit adalah masyarakat yang belum banyak dikenal orang, terutama oleh masyarakat di luar Tanimbar. Sekalipun demikian ada beberapa penelitian dari ilmuan sosial yang pernah dilakukan di pulau Yamdena, pulau di mana desa Olilit berada (lihat peta terlampir). Beberapa tahun belakangan orang Olilit menjadi sebuah komunitas masyarakat yang cukup dikenal setidaknya di kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB1). Pengenalan orang MTB terhadap orang Olilit ini tentu saja menimbulkan berbagai pertanyaan yang dapat saja dijawab dengan berbagai jawaban yang beragam. Salah satu hal yang paling dikenal dari orang Olilit adalah hubungan sosial yang terjalin diantara orang sekampung desa Olilit. Sama seperti orang lain yang tinggal di pulau Yamdena maupun desa atau pulau lain di kepulauan Tanimbar umumnya kehidupan sosial mereka, khususnya hubungan sosial diantara mereka dipengaruhi oleh struktur sosial yang menjadi identitas bersama yang disebut Duan Lolat. Dan sebagaimana diketahui duan lolat ini bukannya sebuah istilah yang benar-benar tidak 1
MTB adalah akronim atau singkatan dari kebpaten Maluku Tenggara Barat. Selanjutnya penyebutan nama Kabupaten Maluku Tenggara Barat akan ditulis/disebut dengan MTB saja. 1
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Universitas Indonesia
2
tersentuh oleh adanya penelitian yang pernah dilakukan. Setidaknya ada beberapa orang pernah meneliti dan menulis
tentang kehidupan orang
Tanimbar. Ada 3 orang diantaranya2 secara khusus melihat tentang duan lolat yang menjadi struktur sosial orang di Tanimbar, di samping ada juga peneliti atau penulis baik dalam dan luar negri yang pernah meneliti tentang Tanimbar. Dari hasil penelitian dan tulisan ketiganya (Drabbe,1944, PR Renwarin 1987 dan Mc Kinnon,1991 maka dapatlah disimpulkan bahwa duan lolat merupakan struktur sosial yang mengatur hubungan sosial orang Tanimbar secara keseluruhan. Hubungan sosial mereka selalu didasarkan pada ikatan perkawinan yang terjadi diantara mereka. Dalam konteks perkawinan tersebut: pihak keluarga yang memberi anak dara, dialah yang kemudian menjadi duan dan pihak yang menerima anak dara yang selalnjutnya menjadi lolat. Dalam ketiga sumber yang disebutkan diatas, baik duan maupun lolat adalah merupakan bagian dari status sosial yang ada dalam struktur sosial tersebut, sehingga masing-masing pihak berpegang teguh atas berbagai hak dan kewajiban yang dimiliki. Status yang kemudian menimbulkan peran tersebut dipegang teguh dalam dinamika kehidupan masyarakat di Tanimbar pada umumnya, termasuk di Olilit (PR. Renwarin, 1987). Hubungan duan dan lolat terjalin melalui satu mekanisme yang disepakati bersama pada waktu membicarakan bagaimana harta harta anak dara harus dibayar, apa saja hak dan kewajiban pihak pemberi anak dara dan sebaliknya apa saja hak dan kewajiban pihak penerima anak dara. Masingmasing diantara mereka menghormati hak dan kewajiban yang sudah mereka sepakati. Ketika proses pembayaran itu terjadi, pihak duan dari anak laki-laki yakni: saudara laki-laki dari ibunya yang membayarnya, sementara pihak laklaki yang harta istrinya dibayar, secara sungguh-sungguh melayani semua kebutuhan dalam rangka memperlancar jalannya acara pembayaran tersebut. Misalnya bertugas menyediakan makanan bila waktunya makan, menyediakan 2
Penjelasan rinci tentang duan lolat dapat diketahui melalui beberapa penelitian ilmiah yang pernah dilakukan oleh 1). McKinnon, Susan. From a shatteret sun: hierarchy, gender and alliance in the Tanimbar island. Wisconsin: The University Press. 1991, 2). Renwarin P.R. 1987. Life in Saryamrene an Antropological Exploration Of the Yamdena, in the Tanimbar Archipelago, Maluku Indonesia. Leiden: ICA Publication, 3) Drabbe, P. 1944. Ethnografische Studie Over Het Tanembareesche Volk (diterjemahan Karel Mouw 1989). Leiden: E.J. Brill.
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Universitas Indonesia
3
minuman termasuk tuak yang biasanya diminum pada waktu menyelesaikan pembayaran harta, bahkan dia harus bersedia menakar setiap orang dengan gelas berisi minuman yang kurang lebih sama takarannya. Dan secara rutin mengamati gerak-gerik duan-duannya manakala mereka terlihat harus dilayani maka dirinya tidak segan-segan untuk melayani mereka. Dalam hal-hal lain hubungan ini terlihat juga. Misalnya dalam hal pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Seorang lolat yang baru saja pulang melaut dan membawa ikannya, kemudian bertemu dengan duan atau lolatnya, maka tanpa dimintapun maka yang membawa ikan itu sudah harus tahu bahwa orang yang ditemuinya tadi pasti membutuhkan ikan untuk dimakan, maka secara spontan dia akan memberikannya pada waktu itu, atau bila tidak mungkin maka dia akan mengantarkan ke rumahnya. Hubungan ini sejak duluh tidak pernah mengenal proses jual beli diantara sesama mereka sebagai upaya pemenuhan kebutuhan hidup bersama. Bahkan hubungan ini tidak hanya terjadi antar sesama duan dan lolat dalam satu das matan (mata rumah) atau dalam satu kelompok kerabat dalam satu kampung saja, tetapi hal ini bisa terjadi juga di antara sesama mereka yang berbeda kampung bahkan pulau-pulau dalam kepulauan Tnimbar. Misalnya antara lolat di Fordata atau di pulau Larat dengan duan yang ada di Seira (Mc Kinnon, 1991). Jadi Interelationship juga terjadi antar kampung yang satu dengan kampung yang lain di Tanimbar (Renwarin, 1987). Menjadi menarik kemudian untuk diteliti bagaimana hubungan sosial duan dan lolat di Olilit Tanimbar MTB dalam kurun waktu 1995-2004. Mengapa penentuan periodesasi diperlukan untuk melihat perubahan hubungan sosial duan lolat ditentukan pada kurun waktu tersebut? Dengan asumsi bahwa sebuah perubahan sosial yang terjadi senantiasa berhubungan dengan kurun waktu dan tempat tertentu (Moore, Wilbert.E, 1974:2). Maka secara singkat dapat dijelaskan bahwa: periodesasi itu ditentukan dengan menjadikan momentum pemekaran kabupaten MTB di awal tahun 2000 sebagai penanda yang memudahkan penentuan waktu tersebut, hal ini berarti jika kemudian kehadiran kabupaten menjadi sebuah faktor yang tidak berpengaruh atau sebaliknya berpengaruh terhadap perubahan hubungan sosial duan dan lolat di
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Universitas Indonesia
4
Olilit, maka hal merupakan sebuah kemungkinan yang bisa saja terjadi dalam penelitian tersebut. Alasan tersebut lebih diperkuat lagi oleh satu kenyataan yang penulis dapatkan dalam observasi awal, ternyata kota kabupaten MTB terletak di Saumlaki yang juga merupakan wilayah petuanan desa Olilit. Sehingga hal ini memudahkan penulis untuk menentukan periodesasi waktu dalam penelitian tersebut. Tentu saja hubungan sosial duan dan lolat menjadi sebuah perangkat nilai yang secara langsung ataupun tidak akan berhadapan dengan berbagai nilai baru yang ditemui dalam kehidupan masyarakat di Olilit. Bagaimana dinamika dalam kehidupan kota kabupaten MTB di Saumlaki, yang mungkin saja dapat memberi pengaruh atas hubungan sosial tersebut. Dan bila hasil penelitian ketiga peneliti sebelumnya menunjukkan bahwa sebagai struktur sosial, duan lolat menjadi kekuatan pengikat dan pengatur kehidupan masyarakat secara keseluruhan maka yang kemudian menimbulkan kecurigaan penulis untuk ditelusuri lebih jauh adalah bagaimana kondisi hubungan sosial duan dan lolat dalam kurun waktu tersebut? Apakah tetap seperti sedia kala atau sudah mengalami perubahan? Jika hubungan sosial duan dan lolat sudah mengalami perubahan, mengapa perubahan itu bisa terjadi, bagaimana perubahan itu terjadi? dan apa faktor penyebabnya? Dan jika sebaliknya tidak berubah mengapa demikian? 1.2. Pertanyaan Penelitian Untuk selanjutnya masalah yang akan diteliti dan dijawab melalui penelitian ini adalah dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana perubahan hubungan sosial Duan dan Lolat di Olilit Tanimbar MTB Dalam Kurun Waktu 1995-2004? 2. Apa saja faktor penyebab perubahan hubungan sosial Duan Dan Lolat Di Olilit Dalam Kurun Waktu 1995-2004?. 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian tentang perubahan hubungan sosial duan dan lolat
di Olilit Tanimbar MTB dalam kurun waktu 1995-2004, adalah:
1. Mengetahui bagaimana perubahan hubungan sosial duan dan lolat di Olilit dalam kurun waktu 1995-2004.
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Universitas Indonesia
5
2. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang berpengaruh dalam perubahan hubungan sosial tersebut. 3. Memberikan rekomendasi kepada pihak pemda MTB maupun masyarakat di Olilit-Tanimbar MTB tentang perubahan hubungan sosial duan lolat yang sudah terjadi dalam kurun waktu 1995-2004.
1.4. Beberapa Temuan Tentang Hubungan Sosial Duan Dan Lolat di Tanimbar: (hasil penelitian, Drabbe, 1989, P.R. Renwarin, 1987 dan Susan Mc Kinnon 1991). 1.4. Status Berbicara tentang status hubungan sosial duan lolat di Tanimbar secara umum, baik di pulau Seira, Larat, Fordata maupun Yamdena diatur berdasarkan the flow of blood (Mc Kinnon, 1991:107-133). Dalam praktek hubungan sosial duan lolat sebagaimana ditemukan Mc Kinnon, semua lolat dalam konteks status adatnya merupakan stranger (tamu yang baru) bagi pihak keluarga dan kerabat yang disebutnya sebagai Rahan dua ”master of house” dalam struktur hubungan itu. Dalam konteks demikian yang menjadi posisi tamu atau dalam istilah di Tanimbar: Tamu adalah pihak lolat, sedang yang menempati master of house atau rahan dua tadi adalah duan. Dasar untuk menentukan hubungan tersebut diperoleh melalui satu hubungan perkawinan yang kemudian menimbulkan kelompok kerabat dalam keluarga besar. Dalam konteks ini dimana posisi duan dan dimana posisi lolat? Baik Drabbe (1989 diterjemahan dari buku tahun 1940), Renwarin (1987) maupun Mc Kinnon (1991) menjelaskan bahwa: baik Duan maupun Lolat merupakan bagian dari kesatuan keluarga besar yang masing-masingnya mempunyai hak dan kewajiban tertentu. Ketiganya menemukan bahwa sebenarnya: siapa yang menjadi duan dan siapa yang menjadi lolat, ditentukan berdasarkan status pemberian anak dara dalam proses perkawinan itu. Sehingga ketiganya tiba pada kesimpulan bahwa yang disebut duan adalah pihak pemberi anak dara dan sebaliknya lolat adalah pihak penerima anak dara. Seperti dikatakan: ”The
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Universitas Indonesia
6
relationship between duan and lolat is estabileshed through marriage...” (P.R. Renwarin, 1989:55). Dimana perkawinan merupakan cara untuk melihat hubungan sosial duan dan lolat. Dengan demikian terdapat satu kesimpulan bahwa duan dan lolat diperoleh karena ditentukan oleh faktor perkawinan. Kemudian yang patut dipertanyakan lebih jauh adalah: mengapa justru anak dara atau perempuan menjadi penentu atas status duan maupun lolat? Drabbe (1989:283-284) menjelaskan bahwa: ada satu status yang melekat pada seorang perempuan yang disebut: Limditi atau Limriti yaitu sebuah kehormatan
yang
dimiliki
dan
orang-orang
disekitarnya
harus
menghargainya dengan sepenuh hati. Itulah sebabnya dalam praktek hubungan duan dan lolat, ada duan yang bisa menghajar lolatnya bila tidak menghargai Limditi ini. Seperti dikatakan: ”...di Tanimbar limditi dipakai sebagai satu rasa hormat secara ksatria kepada kaum wanita...sehingga bukan satu hal yang luar biasa bila seorang laki-laki memilih untuk berkelahi mati-matian dari pada kehormatan ibunya, saudara perempuannya, istrinya atau saudara permpuan dari keturunan pada umumnya dibiarkan dirusak...cara lain untuk menunjukkan kehormatan limditi ini terbukti dalam hal perkawinan, walaupun wali-wali anak tanggungan (lolat) saling bertengkar, tetapi mereka tidak bisa menolak kehadirannya..” (Drabbe, 1989:283). Jadi status yang disandang limditi ini mempunyai dua bagian kehormatan yang diberikan baik oleh keluarga asalnya maupun oleh keluarga suaminya. Status yang terhormat bagi limditi karena merekalah yang mengkontribusikan status duan bagi setiap keluarga dan setiap orang. Hal ini merupakan hasil dari konstruksi sosial orang Tanimbar (P.R. Renwarin, 1987) Bagi keluarga asal limditi, statusnya kemudian menjadi duan dan bagi keluarga suaminya, mereka secara adat diterima dalam struktur keluarga besar duan yang juga dilengkapi dengan hak-hak tertentu sesuai kebiasaan yang ada dalam masyarakat di Tanimbar. Hal inilah yang secara umum menunjukkan hubungan sosial duan dan lolat di Tanimbar.
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Universitas Indonesia
7
VAVUMASA Rumsalut
FATRUAN Kamatubun
KUWAY Weratan
MELATUNAN Rumnyaan (Fordata)
VATEAN Rumnyaan
Ongirwalu Serlavlovi Rumnyaan Rumnyaan Metanfanuan Rumnyaan
MASELA Sofyanin/watidal
LUTLUTUR Kelaan
TITIRLABLOBY Keliobar
LOKRA Watidal
JABAR Watidal
Abad ralan Maswear boi Watidal Ubun ubun Yanan Yanan Keterangan: Arah anak panah melambangkan pemberi anak dara. Salah satu contoh Proses Hubungan Sosial Berdasarkan Aliran Darah (Pemberi dan Penerima anak dara) yang menentukan hubungan sosial. Lihat: Mc Kinnon 1991:130.
Apa yang hendak dijelaskan melalui gambar di atas ialah: bahwa status yang dimiliki tiap marga, mulai dari Vavumasa di Rumsalut pulau Seira sampai kemudian
Melatunan di Rumnyaan (Romean), turun ke Vatean
Ongirwalu-Serlavlovi-Metanfanuan
di
Romean
kemudian
Lutlutur di Kelaan, Titirloblobi di Keliobar adalah memiliki status lolat langsung bagi marga Vatean yang ada di Romean. Vatean menjadi Lolat langsung bagi Melatunan di Romean. Sebaliknya Melatunan adalah lolat dari Masela di Watidal, sedang Lokra di watidal menjadi lolat bagi masela di Watidal. Jabar di Watidal juga menjadi lolat bagi Lokra di Watidal. Dalam konteks hubungan sosial tersebut, masing-masing keluarga dalam marga tersebut saling menghormati dan menghargai keluarga pemberi anak dara (duan), demikian sebaliknya duan juga menghargai dan melindungi lolat sebagai bagian dari anak tanggungannya. Dan masingmasing anggota keluarga yang hendak menikah harus tetap dalam garis keturunan tersebut. Komitmen tersebut merupakan bagian dari cara untuk menghargai limditi tersebut. Melalui simbol-simbol adat seperti: tuak (sopi)
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Universitas Indonesia
8
serta tais (tenun ikat), menunjukkan betapa hubungan sosial duan dan lolat menyerupai sebuah kesepakatan yang sudah lama ada dan dilakukan dalam kelompok masyarakat itu. Hubungan tersebut juga merupakan salah satu cara untuk menjelaskan bagaimana hubungan sosial antar desa bahkan antar pulau yang ada di Tanimbar. Seperti tampak dalam gambar di atas, marga Fatruan, Kuway dan Vavumasa terdapat di
pulau Seira, Melatunan, Vatean, Ongirwalu dan
beberapa marga lain berada di kampung Romean di pulau Fordata, sedang Kelaan, Keliobar dan Watidal di pulau Larat. Kesemuaannya ini menunjukkan satu sistem hubungan sosial diantara mereka semua sebagai satu kesatuan. Apa yang dijelaskan di atas terjadi turun-temurun, sampai pada anak dan cucu. Jaringan hubungan sosial tersebut tetap berlaku antar keluarga atau marga yang sudah saling terikat karena posisi status dan kedudukan mereka sebagai duan maupun lolat.
1.4.2. Peranan. Dalam proses hubungan sosial di Tanimbar pada umumnya baik duan dan lolat mempunyai peranan dan fungsi masing-masing. Peranan dalam hal ini, adalah peranan sebagai duan dan peranan sebagai lolat. Peranan disini secara
sosiologis
dapat
didefenisikan
sebagai
norma-norma
yang
distrukturkan oleh institusi-institusi dan organisasi-organisasi yang ada dalam masyarakat, sehingga peranan yang ada pada tiap orang mengorganisir fungsi-fungsi3 yang harus dijalankan tiap orang atau tiap kelompok (Castells, 1997:6-7)4.
3
Menurut ketiga professor dari Oxfort University yakni: Fredd Egan, Radcliffe-Brown, EvansPrichard, Struktur dan Fungsi Dalam Masyarakat Primitif, Kualumpur: Dewan Bahasa dan PustakaKementrian Pelajaran Malasia 1980 hal. 209, mereka menjelaskan bahwa: fungsi selalu berasal dari struktur sosial yang terdiri dari rangkain hubungan di antara unit dalam proses kehidupan. Teori dan penjelasan mereka tersebut secara epistimologi berasal dari teori Durkhaim tentang struktur sosial dengan menganalogikan fungsi-fungsi setiap sel dalam satu organisme. Bahwa kedudukan atau status setiap sel melembagakan peranan dan fungsi mereka masing-masing. 4 Manuael Castells, dalam The Power Of Identity. Tidak menjelaskan mengenai hubungan kekerabatan atau sistem perkawinan dsb, tetapi konsepnya tentang kuasa dan dentitas serta membahas juga bagaimana peranan-peranan yang ada dapat mengorganisasikan fungsi-fungsi bagi tiap individu berdasarkan identitas yang dimiliki dalam masyarakat.
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Universitas Indonesia
9
Dalam penelitian yang dilakukan pada beberapa suku di Afrika, menemukan bagaimana peranan yang ada pada tiap garis keturunan mengorganisasikan fungsi-fungsi sosial dalam masyarakat itu. Dalam temuan mereka: anak laki-laki dari saudara perempuan diperbolehkan bermesraan dengan anak perempuan dari saudara laki-laki ibunya (Fredd Egan, Radcliffe-Brown, Evans-Prichard, 1980:xxiii). Kisah singkat ini mempunyai persamaan dan sekaligus perbedaan dengan hasil temuan baik Drabbbe, 1989, P.R.Renwarin, 1987 maupun Mc Kinnon, 1991 tentang fungsi-fungsi sosial dalam hal memilih jodoh serta peranan yang melembagakan fungsi dan tanggung jawab pembayaran harta sesuai pola hubungan sosial berdasarkan sistem perkawinan di Tanimbar. Persamaannya adalah: Peranan yang menstrukturkan fungsi sosial dari hubungan sosial dalam hal menentukan Jalur jodoh seorang anak laki-laki berdasarkan garis keturunan mama (anak perempuan dari saudara laki-laki mama ”paman”). Peran dan tanggung jawab pembayaran harta juga sama, yakni harta anak-anak diselesaikan (”dibayar”) oleh pihak keluarga mama, yakni oleh ”paman” (saudara laki-laki mama). Bila dengan mengambil contoh dalam penelitian ini untuk menjelaskan hal itu, diambil dari gambar di atas dengan menjelaskan tanggung jawab membayar harta dari Titirloblobi di Keliaobar: maka jalannya sopi5 dari Titirloblobi di Keliobar kepada Vatean di Romean (Fordata), Kemudian Fatean akan menjalankan sopi itu lagi ke Melatunan (Romean), dan Melatunan harus menjalankan sopi itu ke Vavumasa di Seira. Sampai pada tahap ini maka Vavumasa boleh turun tangan untuk menyelesaikan tanggung jawab membayar harta Titirlablobi di Keliobar. Tetapi bila benda adat yang harus digunakan untuk melunasi harta tersebut misalnya gading gajah tidak juga berada di tangan Vavumasa maka sopi itu masih harus dijalankan lagi ke duan di atasnya yakni ke Fatruan atau Kuway dan seterusnya sampai ketemu dengan benda itu. 5
Sopi ini adalah jenis minuman pengikat dari lolat kepada duannya. Takarannya biasanya dihitung dengan botol atau pada masa lalu dalam tulisan drabbe dipakai takaran kuri (sejenis botol yang terbuat dari bambu). Sopi adalah sebutan untuk tuak atau arak atau alkohol yang biasanya dalam hal fungsi dan peranan dalam hubungan sosial maka tanggung jawab untuk menyediakan maupun menghidangkannya ada pada pihak lolat. Jadi bila lolat membawakan sopi kepada duannya maka pasti ada maksud yang berhubungan denga tanggung jawab yang harus ditanggulangi oleh duan kepada lolatnya.
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Universitas Indonesia
10
Fungsi perlindungan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Yang digunakan khusus dalam penelitian ini adalah: sistem Arin (membuka kebun atau ladang baru). Baik P.R. Renwarin, 1987 yang juga mengutip dari Drabbe 1940 menjelaskan bahwa: tanggungjawab ini adalah bagian dari fungsi perlindungan dari duan kepada lolat. ”... orang-orang laki mulai bebas menebang/membuka ladang untuk bagiannya sendiri untuk mereka (untuk istrinya) ... tetapi untuk laki-laki yang belum kawin dia juga harus menebang atau membuka ladang bagi saudara perempuan atau saudara sepupunya (”kepada lolat-lolatnya”) sesuai dengan jalur famili yang sudah ditentukan ... umumnya orang membicarakan kebun istri ini dan kebun istri itu, dan jarang orang membicarakan kebun laki-laki itu...(Drabbe, 1989:304-305). Sedang pihak perempuan atau lolat yang mendapatkan bagian ladang itu, mempunyai fungsi untuk melayani dan memberi makan-minum selama kegiatan itu berlangsung. Demikian seterusnya bentuk peranan dan fungsi sosial ini dalam hubungan sosial duan dan lolat. Sedang perbedaan yang amat prinsip antara temuan ketiga Profesor asal Oxfort university: Fredd Eggan, Radcliffe-Brown, Evans-Prichard, 1980 pada beberapa suku di Afrika dengan ketiga peneliti di Tanimbar masingmasing Drabbe, 1940, P.R.Renwarin, 1987 dan Susan Mc Kinnon 1991 adalah dalam hal penghargaan terhadap seorang perempuan dalam konteks hubungan sosial. Bila dalam temuan Drabbe, Renwarin maupun Mc Kinnon, yang disebut Limditi (perempuan) sangat dihormati dan dihargai karena status sosial dia memberikan status duan bagi keluarga asalnya, sehingga dalam kehidupan sehari-hari harus selalu dijaga dan diperhatikan agar jangan sampai martabatnya direndahkan. Seorang laki-laki yang berani berduaan dengan seorang gadis remaja atau pemudi, memberi tanda bahwa sebenarnya laki-laki beserta kelompok kerabatnya termasuk duan-duannya sudah siap membayar harta kawin perempuan tersebut. Karena Limditi merupakan simbol kehormatan di Tanimbar maka perbuatan tersebut harus dihormati dengan cara mengangkat derajadnya kembali yakni dengan membayar hartanya.
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Universitas Indonesia
11
Dalam temuan ketiga profesor asal Oxfort University pada beberapa suku di Afrika, menyatakan bahwa: ”... seorang anak lelaki saudara perempuan diperbolehkan bertingkah laku dan bermesaraan secara istimewa dengan anak perempuan dari saudara laki-laki ibunya...” (Fredd Eggan, RadcliffeBrown, Evans-Prichard, 1980:xxiii). Tidak dijelaskan dimana mereka boleh bermesraan, tetapi sekalipun jalur hubungan mereka sudah benar menurut status mereka masing-masing dalam sistem kekerabatan, tetapi di Tanimbar bila hal itu terjadi maka sama dengan merendahkan derajat Limditi. Sehingga dalam konsep peranan yang kemudian menstrukturkan fungsi tertentu dalam hubungan sosial duan dan lolat khususnya di Olilit Tanimbar akan dilihat dalam 3 bentuk: (1). Peranan dan Fungsi Pemilihan jodoh sesuai jalur hubungan sosial yang ada. (2). Peranan dan fungsi pembayaran harta adat dalam masyarakat di Tanimbar dan (3). Peranan dan fungsi perlindungan sesuai jalur hubungan sosial di Tanimbar. Terhadap ketiga bentuk fungsi dan peranan tersebut, sebagaimana dijelaskan dalam temuan mereka bahwa: semua orang atau keluarga baik dari pihak mama maupun bapa, secara intensif terlibat dan berpartisipasi secara aktif dalam menyelesaikan ketiga macam peranan dan fungsi tersebut sesuai dengan porsi mereka yang sudah diatur dalam struktur hubungan sosial tersebut. Jadi perubahan dalam hubungan sosial duan dan lolat ini juga berhubungan dengan adanya transformasi yang terjadi pada institusi duan dan lolat. Berbicara tentang transformasi tersebut, alangkah baiknya diartikan sebagai satu produk dari perubahan.
Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa transformasi adalah akibat dari perubahan atau proses transformasi tersebut (Masinambow, 1991 : 1)6. Jadi perubahan dalam hubungan sosial duan dan lolat juga setara dengan transformasi yang terjadi dalam struktur sosial tersebut. 1.4.3.
Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Perubahan Hubungan Sosial Duan dan Lolat di Olilit. Hasil temuan yang dilakukan khusus tentang perubahan hubungan sosial antara duan dan lolat baik oleh Drabbe maupun Renwarin dapat
6
Masinamboe, E.K.M, dkk, Masyarakat Dani dan Pola-Pola Perubahannya, Jakarta : LIPI, 1992
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Universitas Indonesia
12
dijelaskan sebagai berikut: Drabbe menemukan bahwa perubahan hubungan sosial ini disebabkan oleh adanya: Perang yang terjadi antar kampung yang ada di Tanimbar. Beberapa kasus perang besar yang diangkat oleh Drabbe tidak akan penulis kutip lagi, hanya kasus yang berhubungan dengan Olilit saja yang akan penulis kutip. a. Faktor Konflik atau Perang antara Olilit dengan kampung yang lain (Drabbe, 1989:340- 342). Sejak tahun 1896, perang besar yang terjadi di Yamdena atau yang disebut ”Udan Yamrene”7 antara desa Olilit melawan desa Lauran, Kebyarat, Ilngei, Lorulung dan beberapa desa lain menciptakan perubahan dalam hubungan sosial mereka pada waktu itu. Akibat Udan Yamrene yang berlangsung sampai tahun 1897, yang melibatkan pihak Olilit serta 14 kampung lain di sepanjang pesisir pulau Yamdena akhirnya kemenangan berada pada pihak Olilit. Akibat perang yang menumpahkan banyak darah itu, maka hubungan sosial duan dan lolat diantara kampung-kampung itu terpaksa berhenti karena ancaman kematian selalu ada ketika mereka saling berhubungan (Drabbe, 1989:340). b.
Pengaruh birokrasi pemerintahan formal, khususnya kota kabupaten di Tual dan kota kecamatan di Saumlaki. Perubahan hubungan sosial duan dan lolat dapat terjadi berkat hubungan yang terjadi antar desa. Ada satu faktor dalam temuan P.R. Renwarin (1987: 106-109) yang menunjukkan bahwa faktor ini menjadi penyebab berubah hubungan sosial duan dan lolat yakni: The administrative intervillage relationships (hal.106) dimana pengaruh modernitas melalui administrasi pemerintahan formal pada tingkat kota
7
Udan Yemrene adalah perang besar yang hampir melibatkan seluruh kampung di sepanjang pesisir pantai Yamdena. Diantara seluruh kampung yang terlibat perang, Olilit menjadi salah satu kampung yang paling banyak mempunyai musuh dengan kampung lain. Dan untuk menumpas musuh atau sebaliknya mempertahankan diri maka kampung Olilit harus meminta bantuan dari kampung lain misalnya dalam menghadapi udan yamrene tersebut Olilit mendapat bantuan dari hampir seluruh kampung di pulau Selaru seperti Namtabung, Adaut, Fursui, Lingat, Kandar maupun yang lain. Bahkan dalam kisah sejarah desa ini yang penulis peroleh dalam penelitian pada tahun 2005 yang lalu, untuk menghadapi perang besar ini, orang Olilit meminta bantuan peralatan perang dari kampung Watidal yang banyak mempunyai pandai besi.
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Universitas Indonesia
13
kabupaten di Tual serta pada tingkat kecamatan di kota Saumlaki sejak awal tahun 1960 memberi pengaruh atas hubungan sosial duan dan lolat di Olilit. Banyak masalah ketidak-adilan termasuk masalah pembunuhan dan masalah batas tanah yang sebelumnya hanya diselesaikan melalui mekanisme duan dan lolat, sedikit mulai diputuskan melalui institusi birokrasi formal seperti kehakiman ”jaksa” dan polisi yang setiap saat bertugas
dalam
masyarakat.
Hal
ini
menyebabkan
tingkat
ketergantungan diantara duan dan lolat mulai berubah kepada institusi birokrasi formal yang ada dalam masyarakat. Keadaan ini secara umum dimungkinkan karena ada semacam kecenderungan sentralisme yang kuat dalam pemerintahan pada waktu itu. Hal ini semakin jelas dalam penerapan UU no 5 tahun 1979, seperti semua kasus yang ditemukan di daerah lain di kepulauan Maluku8 (Roem Topattimasang, dkk, 1993:107). c. Pengaruh agama. Masuknya agama Katholik ke Olilit maupun Yamdena pada umumnya tidak dapat menghilangkan tradisi, tetapi agama mengalami proses institusionalisasi dalam kehidupan masyarakat tersebut (Renwarin, 1987:117). Hal yang sama juga terlihat dalam pengakuan adanya Tuhan, dimana di Yamdena Tanimbar dikenal satu istilah ”Mang-Faluruk” yaitu: satu kegiatan untuk mempersembahkan korban bagi para leluhur atau roh-roh orang yang sudah mati dengan membawa 1 ekor ayam putih oleh seorang limditi yang dianggap suci (Drabbe, 1989:643). Mereka memuja Tuhan Pencipta bumi bersamaan dengan roh nenek moyang. Berbeda dengan dengan temuan kajian Tomatipasang dkk, 1993, ternyata secara umum di Maluku, agama membawa perubahan besar dalam tradisi maupun struktur sosial masyarakat lokal di Maluku. Dimana dengan masuknya agama, secara bertahap semua hasil buatan masyarakat adat 8
Ini adalah satu penelitian yang dilakukan sebuah tim yang terdiri dari 9 orang pada tahun 1993, berjudul Potret orang-orang Kalah (kasus penyingkiran orang-orang asli di kepulauan Maluku). Penelitian ini hampir dilakukan di semua pulau di Maluku kecuali Tanimbar yang tidak mereka teliti. Dalam temuannya mereka menjelaskan bahwa ada kecenderungan yang sama di mana pengaruh pemerintahan birokrasi formal yang cenderung sentralistik kian mengubah berbagai tatanan adat tradisional yang berkembang dalam masyarakat di kepulauan Maluku pada umumnya.
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Universitas Indonesia
14
misalnya patung-patung, atau karya budaya yang lain dianggap sebagai berhala. Akibatnya sangat sulit menjalankan ritus-ritus termasuk pemujaan terhadap roh nenek moyang tetap dianggap sebagai berhala. Hal ini juga mereka temukan di kawasan Tenggara Jauh baik yang Protestan maupun Katholik (Tomatipassang, dkk, 1993:108).
1.5. Kerangka Tori Dalam masyarakat sedang berkembang, perubahan merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari, tetapi perubahan tersebut selalu mempunyai keterkaitan dengan tempat dan waktu (Anke M Hoogvelt, 1985:3-4, Giddens, 2001). Perubahan tersebut dapat terjadi dalam skala yang kecil maupun besar perubahan dalam dinamika yang cepat maupun lambat dan sebagainya. Sebagaimana sudah dijelaskan di atas bahwa penelitian ini akan difokuskan pada perubahan hubungan sosial antara duan dan lolat, maka berbagai teori yang digunakan dimaksudkan sebagai ”kaca mata” untuk melihat realitas yang ada di lapangan. Karena itu pemetaan teori dalam bab ini dibagi dalam 2 bagian: pertama secara sosiologi akan penulis jelaskan posisi teoritis penulis dalam mencermati fenomena ini. Dalam hal ini penulis menggunakan teori Max Weber tentang Tindakan sosial dan Struktur sosial untuk melihat perubahan hubungan sosial duan dan lolat di Olilit dalam kurun waktu 19952004. Kedua: Sekalipun dengan menggunakan Weber sebagai the tools of analysis utama, tetapi penulispun tidak mengabaikan begitu saja berbagai temuan melalui hasil penelitian yang pernah dilakukan tentang duan lolat di Tanimbar. Pilihan ini kemudian menemukan sebuah posisi akademis yang tidak gampang untuk dipadukan dalam disertasi ini, karena tentu saja, bagaimana penggunakan metode serta acuan teori yang digunakan para peneliti sebelumnya tentang hubungan sosial duan lolat di Tanimbar yang umumnya menggunakan pendekatan Antropologi. Itulah sebabnya posisi teoritis penulis tetap sebagai seorang sosiolog yang menggunakan berbagai konsep dan teori sosiologi, sedang hasil temuan peneliti sebelumnya tentang duan lolat di Tanimbar menjadi bagian dari literature review. Adanya data tentang hubungan sosial duan lolat memberikan penjelasan awal tentang satu ”hutan
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Universitas Indonesia
15
rimba” yang akan saya masuki sehingga bantuan tersebut akan membuat penulis tidak tersesat terlalu jauh dari tujuan awal penelitian ini dilakukan.
Konsep Tindakan Sosial Dan Struktur Sosial. Weber mengemukakan beberapa tipe tindakan sosial yang biasanya adalah dalam satu konteks hubungan sosial. Semua tipe tindakan sosial tersebut merupakan kerangka tindakan dipengaruhi oleh adanya rasionalitas, di samping nanti akan didigunakan juga model analisis Weber tentang analisis struktural dan fungsional yang cukup luas jangkauannya yang akan dibahas pula dalam bagian berikutnya. Tipe-tipe tindakan sosial yang kemudian ada dalam satu hubungan sosial selalu didasarkan pada arti subyektif yang terkandung dalam tindakan tersebut. Sekalipun tindakan itu mempunyai arti subyektif tetapi, tetapi konsepnya tentang rasionalitas tetap digunakan untuk menjelaskan berbagai arti subyektif yang ada dibalik satu tindakan sosial itu. Itu berarti dalam konteks ini Weber membedakan antara tindakan rasional dan non rasional, sehingga dalam kategorisasi tipe tindakan ini, Weber mengemukakan 4 tipe tindakan sosial 1. Rasionalitas Instrumental, ini adalah satu pilihan yang sadar bahkan sangat rasional dan berhubungan dengan tujuan dari tindakan tersebut serta alat yang digunakan untuk mencapai tindakan tersebut. Karena itu dalam analisanya Weber mengatakan bahwa: sebenarnya model rasionalitas ini sangat cocok dalam praktek birokrasi formal. 2. Rasinalitas Berorientasi Nilai. Dalam tipe tindakan sosial ini, alat-alat hanya merupakan obyek pertimbangan dan perhitungan yang sadar, tetapi tujuan-tujuannya sudah ada dalam hubungannya dengan nilai-nilai individu yang bersifat absolut atau merupakan nilai akhir baginya. Misalnya saja dalam tindakan religius adalah bentuk dasar dari rasionalitas yang berorientasi nilai. Artinya ada nilai tertentu yang sekalipun tidak kelihatan, tetapi nilai itu yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan sosial. 3. Tindakan Tradisional, dalam pandangan Weber merupakan tipe tindakan sosial yang bersifat nonrasional. Apa yang dimaksudkan disini adalah:
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Universitas Indonesia
16
bahwa berbagai tindakan sosial dalam konteks hubungan sosial didasarkan pada tradisi-tradisi yang sudah ada dalam masyarakat itu. ”...inilah cara yang sudah dilaksanakan oleh nenek moyang kami, demikian juga nenek moyang mereka sebelumnya, ini adalah cara yang sudah begini dan akan selalu begini...” (Weber dalam Johnson-I, di Indonesiakan oleh RZ Lawang, 1994:221). Weber melihat perubahan tindakan ini akan hilang seiring meningkatnya rasionalitas instrumental. Karena itu akan sangat relevan bila kemudian melihat bagaimana perubahan hubungan sosial dalam konteks penelitian ini sebagai sesuatu yang bersumber dari perubahan tindakan tradisional ini. 4. Tindakan Afektif. Tipe tindakan ini selalu didorong oleh perasaan atau emosi tanpa suatu refleksi intelektual atau perencanaan yang sadar. Jadi seseorang melakukan sebuah tindakan sosial tanpa memikirkan secara matang apa yang dilakukannya, sehingga tipe tindakan ini dikategorikan dalam tindakan sosial yang tidak rasional. Seseorang penduduk desa pedalaman yang tiba-tiba baru saja datang ke Jakarta secara spontan akan memberikan uang kepada pengemis yang baru pertama kali ditemuinya di jalan. Hal ini tentu saja berbeda dengan seorang pedagang asongan yang sudah terbiasa melihat pengemis. Si pedagang akan mempertimbangkan dengan baik apakah dia harus memberikan uang kepada pengemis atau tidak? Berbeda dengan dengan seorang dari desa pedalaman yang hanya memberikan uang kepada pengemis berdasarkan luapan emosi ”rasa kasihan” kepada sang pengemis. Dalam hal inilah tindakan seorang ari kampung tersebut masuk dalam kategori tindakan afektif. Di samping tipe tindakan sosial yang sudah penulis jelaskan di atas, dalam berbagai karyanya Weber meletakan basis argumentasinya pada pentingnya memahami makna subyektif dibalik sebuah tindakan sosial. Itulah sebabnya rasionalitas merupakan sebuah cara untuk memahami arti subyektif dibalik tindakan sosial individu (Weber, 1947:117). Seorang peneliti yang gagal memahami arti subyektif serta orientasinya dari satu tindakan individu dapat menyebabkan peneliti dapat saja memasukan perspektif dan nilainya sendiri, dan hasil dari itu semua dapat merupakan satu imajinasi peneliti dan
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Universitas Indonesia
17
intepretasi keliru mengenai prilaku manusia, dan hal itu bukanlah bagian dari sosiologi ilmiah yang didasarkan pada data empirik. Sekalipun demikian Weber tidak sekedar membatasi dirinya pada arti subyektif dan pola-pola motivasional saja, tetapi yang relevan dengan disertasi penulis ini adalah: suatu analisa struktural dan fungsional yang luas jangkauannya, hal tersebut dapat dilihat misalnya model stratifikasi sosial, studinya tentang dominasi birokratik dan pengaruhnya dalam masyarakat moderen, serta konsekwensi-konsekwensi jangka panjang yang bakal terjadi sebagai akibat dari pengaruh etika protestan. Sehingga konsep tindakan sosial tiap orang tersebut merupakan satu bagian dari pengaruh struktur sosial yang mempengaruhi orang itu dalam melakukan tindakan sosialnya. Disinilah Weber meletakan pandangannya tentang struktur sosial. Baginya struktur sosial adalah: penempatan orang-orang secara hirarkis dalam satu sistem stratifikasi sosial. Hal ini merupakan satu bentuk keteraturan sosial, sehingga satu keteraturan sosial yang dianggap benar atau absah didasarkan pada kemungkinan bahwa seperangkat hubungan sosial social relationship akan diarahkan kepada suatu kepercayaan akan kebenaran dari keteraturan itu (Weber, 1947:124). Dan struktur sosial tersebut dapat dijelaskan dalam beberapa aspek antara lain: 1. Stratifikasi Sosial. Bagi Weber stratifikasi sosial merupakan pengaturan orang-orang secara hirarchis dalam struktur sosial Weber menekankan 3 dimensi utama dalam membahas masalah stratifikasi sosial. Dimensi Ekonomi, Dimensi budaya dan dimensi politik Dimensi Ekonomi. Stratifikasi dalam bidang ekonomi merupakan dasar penting baginya untuk menentukan kelas sosial. Karena pandangannya tentang kelas baru menemukan keberadaannya ketika semua orang dalam satu masyarakat memiliki kesempatan hidup yang sama dalam bidang ekonomi. Jadi dimensi ekonomi yang berbasis pada kepemilikan benda dan kesempatan-kesempatan untuk mendapatkannya (Weber, 1947:124). Persolannya kemudian bagi Weber apakah ada kesadaran kelas ada atau tidak ada, sebab posisi kelas ini ditentukan oleh: adanya kriteria obyektif
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Universitas Indonesia
18
yang berhubungan dengan kesempatan-kesempatan hidup dalam dunia ekonomi. Hal ini tentunya membutuhkan penggolongan orang dalam kepemilikan harta kekayaan merupakan akibat dari adanya kesempatan tiap orang untuk memiliki kekayaan ekonomi atau bahkan kesempatan untuk meningkatkan pendapatannya. Dimensi Budaya, merupakan orang-orang yangdigolongkan berdasarkan kehormatan ”prestise” yang dinyatakan dalam gaya hidup bersama. Hasil dari bentuk stratifikasi budaya ini menurut Weber adalah pembagian status dalam masyarakat. Bila pada stratifikasi berdasarkan dimensi ekonomi didapati adanya kriteria obyektif (kesempatan yang sama) dalam penentuan status, maka dalam dimensi budaya tersebut, kelompok-kelompok status ditentukan berdasarkan ikatan subyektif para anggotanya, yang terikat dalam gaya hidup yang sama, nilai serta kebiasaan yang sama dan bahkan karena ikatan perkawinan dalam kelompok masyarakat itu. Dalam dimensi ini ada aspek berbeda dimensi ekonomi yakni: dalam kebiasaan kelompok masyarakat yang mendapatkan status itu berdasarkan prestise, justru belum tentu menerima uang sebagai ukuran dalam kelompok masyarakat itu. Karenanya mereka yang terus ada kelompok status yang di bawah harus terus menjalankan perannya dengan menghormati dan mematuhi mereka yang berada pada status di atasnya, karena mereka merasa terikat di dalam perasaan bersama. Aspek sejarah dan asal usul sangat penting dalam pengelompokan status sosial. Dimensi Politik. Selain dua dimensi sebelumnya, Weber menganggap adanya kekuasaan politik merupakan dasar yang menentukan stratifikasi sosial. Secara obyektif dalam anggapan Weber, kekuasaan ialah: kemampuan untuk memaksakan ”mempengaruhi” orang lain walaupun mendapat tantangan dari orang lain. Jadi orang berjuang untuk mendapatkan kekuasaan karena kekuasaan dapat dijadikan cara untuk meningkatkan posisi ekonomi dan statusnya. Dalam konteks inilah partai politik merupakan cara yang tepat untuk bagaimana menjelaskan kekuasaan dan bagaimana kekuasaan dimanfaatkan sebagai cara untuk
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Universitas Indonesia
19
mendapatkan berbagai tujuan, termasuk tujuan ekonomi maupun mendapatkan status sosial. 2. Tipe Otoritas Dan Bentuk Organisasi Sosial. Dalam hubungan dengan topik ini Weber menyatakan sejumlah distingsi tipologis yang bergerak dari tingkatan hubungan sosial ke keteraturan ekonomi dan sosial politik. Karena itu dibutuhkan keteraturan dalam setiap institusi ekonomi atau institusi politik maupun agama. Stabilitas keteraturan tersebut tidak semata-mata tergantung pada kebiasaan saja atau kepentingan diri individu yang terlibat tetapi atas dasar penerimaan individu akan norma dan peraturan yang mendasari keteraturan itu sebagai sesuatu yang dapat diterima. Karena itu Weber kmengemukakan 4 dasar legitimasi yang sebenarnya mencerminkan tipe tindakan sosial yang sudah dijelaskan di atas. Sumber legitimasi tersebut: a. Otoritas Tradisional yang didasarkan Tradisi. Dimana status secara adat ”tradisi” membuat mereka mendorong mereka dapat menggunakan peranan mereka dalam masyarakat. Masyarakat itu masih mengakui kalau hal itu masih ada dalam kehidupan mereka. b. Otoritas Karismatik, sumber keteraturan sosial yang melegitimasikan tindakan sosial dalam hubungan sosial masyarakat itu didasarkan pada seorang pribadi yang biasanya memiliki karisma tertentu yang membedakannya dengan orang lain. Pembedaan itu karena yang bersangkutan mendapatkan anugrah dari Tuhan. Inilah cara Weber memberikan gambaran atas pengaruh tokoh agama dalam masyarakat. c. Otoritas Legal-rasional, yakni otoritas yang bersumber pada peraturan resmi yang diundangkan. Tipe ini erat kaitannya dengan rasionalitas instrumental. 3. Bentuk Organisasi Birokrastis9. Yang hendak penulis maksudkan dalam bagian ini ialah: ketika Weber mengatakan bahwa sebenarnya otoritas legal – formal diwujudkan dalam 9
Bahasan tentang birokrasi dari Weber pada hakekatnya menunjukan bahwa: bentuk oragnisasi paling rasional dan modern adalah birokrasi. Karena tindakan sosial selalu didasarkan pada aspek rasionalitas, makasa wujud rasionalitas tertinggi sebenarnya didasarkan pada birokrasi, lihat: Anderski Standislav, Max Weber on Capitalism, Bereucracy and Relegion, edisi terjemahan tahun 1989. Yogyakarta: PT. Tira Wacana.
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Universitas Indonesia
20
satu organisasi birokrasi.
Organisasi birokrasi ini kemudian berbeda
dengan berbagai bentuk administrasi tradisional yang hanya didasarkan pada keluarga besar, hubungan pribadi, sebab birokrasi moderen merupakan wujud dari organisasi sosial yang sangat rasional. 4. Tipe Otoritas Campuran Tipe otoritas ini dimaksudkan Weber untuk menunjukkan bahwa sebenarnya yang namanya pola hubungan sosial dalam 3 tipe tipe ideal di atas tidak selalu nampak dalam bentuknya yang ideal atau murni. Karena dalam kenyataannya bisa saja cenderung menunjukkan tingkat-tingkat yang berbeda dari ketiga tipe otoritas tersebut. Dalam konteks inilah masing-masing sumber otoritas akan menampakan pengaruhnya dalam hubungan sosial yang ada dalam masyarakat, mungkin tokoh agama dan pengaruhnya, mungkin tokoh adat atau tokoh masyarakat dan pengaruhna atau jjuga aturan birokrasi formal termasuk hukum positif dalam mengatur hubungan sosial dalam masyarakat itu. Jadi baik masing-masing tipe otoritas maupun tipe otoritas campuran masing-masing menjadi sumber yang dapat mengatur hubungan sosial dalam masyarakat untuk mencapai satu bentuk keteraturan sosial. 5. Faktor Agama: Selain faktor birokrasi, faktor status budaya, status berdasarkan dimensi ekonomi maupun politik, maka sebenarnya ada satu faktor lagi yang disebut Weber sangat berpengaruh tidak hanya dalam perubahan dan perkembangan dalam bidang ekonomi, adalah hubungan antara etika protestantisme (agama) dan perkembangan ekonomi kapitalis (Weber, 1958). Dalam karya tersebut dia mengakui betapa pentingnya kondisi material dalam dimensi ekonomi yang dapat mempengaruhi kepercayaan, nilai dan bahkan prilaku manusia dalam hubungan sosial. Bagian ini akan digunakan penulis untuk melihat seberapa besar pengaruh agama tepai bukan dalam pertumbuhan ekonomi pada masyarakat di Olilit tetapi secara umum bagaimana pengaruh faktor agama dalam perubahan hubungan sosial duan dan lolat di Olilit Tanimbar MTB dalam kurun waktu 1995-
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Universitas Indonesia
21
2004. Apakah agama berperan dalam perubahan hubungan sosial duan dan lolat ataukah sebaliknya perubahan itu disebabkan oleh faktor lainnya. Dalam konteks ini, kemungkinan terjadi konflik dalam hubungan sosial tersebut bisa saja. Karena praktek hubungan sosial itu tidak hanya didasarkan pada satu dimensi saja, tetapi terhadap masing-masing dimensi dalam hal pengaruh struktur sosial misalnya bisa saja terjadi konflik antara anggota masyarakat yang masih berpegang teguh pada otoritas tradisional dengan mengedepankan pretise dan status sosial yang mereka dapatkan menurut dimensi budaya dalam hubungan sosial, ada juga juga kelompok masyarakat yang sudah bergeser pada sumber-sumber otoritas yang lain misalnya legal formal, sehingga menganggap bahwa keberhasilan dalam bidang ekonomi menjadi prasarat untuk menunjukkan keberadaan mereka dalam konteks hubungan sosial itu. Atau juga dimensi-dimensi lainnya. Yang terpenting ialah, yang hendak penulis jelaskan tentang model konflik tersebut dengan menggunakan analisis konflik dari Lweis Coser10 sebagai alat bantu untuk atau mungkin media partai politik dapat dipakai untuk memanfaatkan berbagai potensi dudaya dalam struktur sosial untuk mencapai berbagai tujuan politiknya. Bila demikian kenyataannya maka sebenarnya, pola konflik yang terjadi bisa secara eksternal antara kelompok masyarakat dengan pemerintah daerah atau bisa juga konflik yang terjadi adalah secara internal antara sesama kelompok dalam konteks hubungan sosial.
1.5. Operasionalisasi Konsep Beberapa konsep yang selanjutnya akan dioperasionasasikan dalam penelitian tersebut antara lain: 1. Status, 2. Peranan atau Fungsi berdasarkan status. Peranan dan Fungsi yang dimaksud dioperasionalisasikan melalui:
10
Dalam bukunya: The functions of social conflict, (en examination of the concept of social conflict and its use in empirical sociological research), New York: Free Press, 1956. Cozer mengatakan bahwa: konflik bisa fungsional atau berguna bagi kelompok internal dalam hal ini penguatan solidaritas internal kalau itu adalah bentuk konflik yang terjadi dengan pihak luar, tetapi sebaliknya konflik bisa juga tidak fungsional terhadap peningkatan solidaritas Internal kalau terjadi diantara sesama kelompok internal sendiri.
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Universitas Indonesia
22
(a). Peranan dan Fungsi Pemilihan jodoh sesuai jalur hubungan sosial yang ada. (b). Peranan dan fungsi pembayaran harta adat dalam masyarakat di Olilit dan (c). Peranan dan fungsi perlindungan sesuai jalur hubungan sosial Duan dan Lolat, yang dibatasi hanya pada: •
Fungsi perlindungan Dalam sistem Arin (yakni peranan Duan dalam menebang pohon dan mempersiapkan ladang/kebun bagi lolat-lolat).
•
Fungsi Duan sebagai Pembuat Tais sebagai simbol pengikat hubungan sosial duan dan lolat..
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hubungan sosial Duan dan Lolat dalam kurun waktu 1995-2009, dibatasi hanya untuk 3 faktor yang dioperasionalisasikan melalui: (1). Faktor Konflik atau Perang, (2). Pengaruh Aturan Birokrasi Formal. (3). Pengaruh agama. Untuk selanjutnya berdasarkan konsep rasionalitas tindakan sosial dari Weber akan digunakan untuk menganalisis temuan lapangan ini secara keseluruhan. Konsep rasinalitas yang dimasudkan tersebut adalah rasionalitas tindakan yang dibedakan atas 2 yakni tindakan yang non rasional dan tindakan sosial yang rasional. Tindakan sosial yang Non rasional meliputi: rasionalitas Tradisional dan Afektif. Sedang tindakan sosial yang Rasional meliputi: Rasionalitas Instrumental dan rasionalitas yang berorientasi Nilai.
1.6. Metodologi Penelitian 1.6.1. Metode Penelitian: Untuk meneliti masalah hubungan sosial antara duan dan lolat, penulis gunakan metode penelitian kualitatif. Beberapa Alasan yang digunakan sebagai pertimbangan antara lain: 1. Karena penelitian ini membutuhkan kedalaman analisis data yang membutuhkan pendekatan yang jauh lebih mendalam, melalui teknik-teknik perolehan data kualitatif.
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Universitas Indonesia
23
2. Konstruksi tentang hubungan sosial duan dan lolat termasuk melihat aspek perubahannya dalam kurun waktu 1995-2004, perlu didalami secara mendalam karena hal tersebut juga berhubungan dengan konstruksi setiap orang tentang meaning yang ia maksudkan dengan perubahan itu. 1.6.2. Teknik Pengumpulan Data. Menggunakan teori tindakan sosial dan struktur sosial dari Weber berarti mempunyai implikasi metodologi yang sangat dalam. Jika menggunakan pendekatan verstehen untuk memahami arti subyektif dibalik tindakan sosial, maka pendekatan ini tidak dapat begitu saja penulis abaikan, sehingga melalui ke tiga teknik tersebut baik observasi, FGD maupun wawancara mendalam penulis dapat memamahami apa yang dimaksudkan informan dengan setiap makna yang ada dalam kehidupan orang Olilit khususnya: perubahan hubungan sosial duan dan lolat. Pemahaman tersebut dimaksudkan untuk melihat bagaimana perubahan hubungan sosial duan dan lolat itu terjadi. Misalnya bila lolat tidak lagi menghendaki duannya untuk menyelesaikan masalahnya, maka hal itu perlu dipahami untuk dapat menganalisis gejalah tersebut. Apa yang menyebabkannya dan dalam konteks itu tipe tindakan sosial mana yang dipakai lolat tersebut. Ada 3 cara atau teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam meneliti hubungan sosial duan dan lolat di Olilit dalam kurun waktu 1995-2004 antara lain: 1. Observasi. Kegiatan observasi perlu dilakukan karena alasan yang sangat pokok yakni: pertama: Apa yang dapat diamati panca indra peneliti akan sangat membantu dalam proses analisas data untuk menjawab permasalahan penelitian maupun mencapai tujuan penelitian yang dikehendaki, yakni yang berhubungan dengan perubahan hubungan sosial duan dan lolat di Olilit dalam kurun waktu 1995-2004. Kedua: periodesasi waktu penelitian ini sudah lewat, sehingga baik lingkungan sosial maupun lingkungan fisik dari komunitas Olilit
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Universitas Indonesia
24
yang diteliti. Ketiga atas dasar peluang teknik observasi untuk mendapatkan data tersebut maka teknik observasi ini tidak sekedar sebagai cara pelengkap, tetapi menjadi salah satu cara untuk menangkap substansi perubahan hubungan sosial antara duan dan lolat, baik dalam hubungan dengan status dan peranan yang kemudian menstrukturkan fungsi, baik dalam hal pemilihan jodoh, pembayaran harta maupun fungsi, peranan serta tanggung jawab membayar harta adat. Termasuk juga penulis akan mengobservasi kegiatan sehari-hari yang berhubungan dengan Agama, Praktek birokrasi formal, serta faktor konflik atau perang yang dalam beberapa temuan sebelumnya dianggap sebagai faktor penyebab perubahan hubungan sosial di Tenggara Jauh. Intinya apa yang dapat diobservasi kini, menjadi bahan untuk penulis lakukan semacam recall interview dengan pihak yang berkompeten untuk mengetahui dan memastikan keadaan dalam kurun waktu penelitian yang dikehendaki dalam penelitian tersebut. Tipe observasi yang digunakan adalah: adalah observasi terstruktur, yakni melakukan observasi dengan menggunakan pedoman observasi yang sudah dipersiapkan sebelumnya (Sugiono, Prof DR, 2007:67). Keuntungan dengan menggunakan tipe observasi ini adalah: kejelasan tentang apa yang hendak diamati sudah lebih duluh diketahui dan dipersiapkan sebelumnya. Keuntungan yang lain ialah: di samping pedoman yang sudah ada, peneliti dapat secara langsung melibatkan diri dalam kehidupan masyarakat di Olilit, sehingga secara langsung dapat melihat dan memahami gejala-gejala yang ada sesuai dengan makna yang dipahami oleh informan ”masyarakat” (Webber dalam Parsudi Suparlan, 1994:25). Karena penelitian ini sebenarnya merupakan sebuah penelitian lanjutan sehingga dalam tahapan ini waktu yang penulis butuhkan hanya sekitar 1 bulan saja, sehingga dengan tersedianya waktu yang amat singkat maka bentuk observasi yang dibutuhkan adalah
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Universitas Indonesia
25
non partisipant observer, jadi berdasarkan pengetahuan awal serta sebuah daftar berisi pedoman yang secara jelas memberi arah tentang apa yang hendak diobservasi dalam kurun waktu yang singkat tersebut (Singleton Roy Jr-Cs, 1988:300-302). Hal-hal yang hendak diobservasi dalam penelitian ini antara lain: berhasil dokumen/foto yang memperlihatkan berbagai kegiatan yang ada kaitan dengan hubungan sosial duan dan lolat dalam kurun waktu tersebut, apakah status dan peran duan dan lolat dalam membayar harta adat yang dibuktikan dengan benda-benda adat, apakah masih ada atau sudah tidak ditemukan lagi dalam periode tersebut. Kemudian yang diamati juga adalah bagaimana situasi sosial sekarang berupa: kegiatan sehari-hari apakah masih memperlihatkan hubungan sosial duan dan lolat, misalnya dalam hal status dan peran serta tanggung jawab masing-masing, apakah masih nampak ”dipraktekkan” status dan peran duan dan lolat tersebut dalam hal: pemilihan jodoh, membayar harta adat dan fungsi dan peran duan dan lolat sebagai pelindung dan pelayan dalam berbagai acara yang diadakan. Jika masih terlihat atau sebaliknya tidak, maka hal itu dapat menjadi bahan bagi penulis untuk melakukan recall interview. Apa saja yang diobservasi secara jelas (terlampir) 2. Diskusi Kelompok Terfokus (FGD). Dalam penelitian yang dilakukan kemarin (1 bulan), sebanyak 5 kali penulis melakukan FGD terhadap 40 orang peserta yang berbeda sesuai kategori masing-masing. Dalam menerapkan teknik tersebut, pemilihan moderatornyapun diserahkan kepada peserta yang dari segi substansi menguasai materi maupun secara kualitas dianggap layak. Serta yang bersangkutan sudah mempunyai pengalaman dalam melakukan pendekatan tersebut. Pemilihan moderator dari pihak informan mempunyai 1 tujuan yang utama yakni agar seluruh peserta lebih terbuka dan tidak menganggap diskusi ini sebagai satu upaya untuk menginterogasi mereka. Akibatnya pada waktu memberikan
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Universitas Indonesia
26
data, informan terlihat jauh lebih santai, lebih terbuka dan suasana diskusi yang ada jauh menyerupai sebuah diskusi seperti lasim mereka lakukan dalam acara adat biasa, misalnya acara adat untuk membicarakan harta atau membayar harta adat. Ada juga kekurangan yang penulis jumpai dalam penerapan FGD misalnya dalam hal peserta yang hadir, beberapa orang peserta seperti Bupati atau beberapa pejabat yang diharapkan hadir ternyata tidak bisa, karena hal ini berhubungan dengan status mereka dalam adat maupun juga kegiatan dan kesibukan rutin tiap hari yang harus mereka kerjakan. Mungkin juga keengganan untuk hadir dalam diskusi juga berhubungan dengan kegiatan politik yang sudah berakhir dan tugastugas rutin birokrasi yang secara langsung berhubungan dengan masyarakat. Sehingga sekalipun secara pribadi beberapa pejabat itu termasuk Bupati mau di wawancara secara mendalam tetapi mereka enggan untuk hadir pada saat diskusi sedang berlangsung. Padahal yang penulis harapkan ialah: mereka yang diajak diskusi dapat juga diwawancarai secara mendalam. Hal itu memang dapat dilakukan, tetapi tidak untuk semua peserta diskusi. Diskusi pertama dilakukan terhadap tokoh adat dan tokoh masyarakat, kedua dan ketiga dilakukan terhadap para penenun dan ke 4 terhadap beberapa kepala dinas/badan11 serta ketua latupati atau mel mang putuh, serta diskusi kelima penulis lakukan terhadap beberapa orang pelajar SMK, untuk mengecek pengetahuan dan pengalaman mereka dalam kaitannya dengan hubungan sosial duan dan lolat. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana proses hubungan sosial duan dan lolat itu
11
Maksud pelaksanaan diskusi khusus terhadap para kepala badan/dinas termasuk juga bupati yang diharapkan bisa hadir, diamksudkan untuk mendapatkan data dari mereka sebagai peserta diskusi, mengingat ketika diundang untuk hadir dalam diskusi bersama bersama tokoh adat, mereka enggan hadir dengan berbagai alasan. Dalam diskusi inipun Bupati tidak dapat hadir.. Perlu penulis jelaskan bahwa: seorang bupati MTB yang sedang berkuasa sekarang adalah lolat bagi keluarga besar di Olilit, karena neneknya yang berasal dari das matan Kuway (Olilit), hal ini secara adat sangat berpengaruh, sedang secara birokratis, ada diantara para bawahannya yang ketika dilihat secara adat merupakan duan bagi sang bupati. Karena itulah dengan menggunakan logika sederhana saja, tidak mungkin sang bupati akan hadir. Apalagi lagi dalam diskusi nantia ada contoh-contoh kasus yang dapat dijelaskan peserta tentang bagaimana merekrut dukungan suara politik melalui hubungan sosial duan dan lolat.
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Universitas Indonesia
27
berlangsung dalam masyarakat, apakah melalui pemilihan jodoh, tanggung jawab pembayaran harta adat maupun fungsi perlindungan pihak duan terhadap lolat dan fungsi pelayanan lolat terhadap duan. Bila ternyata hal ini sering terjadi maka secara relatif para siswa SMK yang rata-rata berusia 15-18 tahun akan mengetahui hal itu, karena lingkungan desa Olilit bukanlah sebuah lingkungan yang terlalu kompleks dan rumit untuk orang saling memahami dan mengetahui berbagai aktifitas yang terjadi dalam desa. Keuntungan lain dalam menerapkan teknik ini adalah: karena waktu penelitian yang amat singkat, sehingga teknik ini sangat membantu dalam rangka mempercepat perolehan data. Bandingkan: bila semua peserta diindept interview, dan rata-rata waktu yang butuhkan adalah 1, 5 jam per orang. Padahal dalam kurun waktu 1,5 jam, sudah mendapatkan data serupa (walaupun tidak sama persis12) dari 6-10 orang peserta. 3. Wawancara Mendalam: Dari 54 informan yang diteliti, 22 peserta diwawancarai secara mendalam. 8 orang informan yang diwawancarai secara mendalam adalah peserta diskusi (FGD). •
Idealnya semua informan yang diindept interview adalah mereka yang juga terlibat sebagai peserta diskusi. Tetapi harapan itu tidak dapat semuanya menjadi kenyataan, karena ada informan tertentu yang hanya mau diwawancarai secara mendalam tetapi tidak mau hadir sebagai peserta diskusi. Hal ini berhubungan dengan munculnya status ganda dan peran ganda mereka dalam masyarakat. Misalnya dari aspek pekerjaan posisinya sebagai
12
Pernyataan itu tersebut lebih didasarkan pada fakta bahwa: tidak semua orang yang menyatakan sesuatu di hadapan orang lain (public) akan sama ketika orang itu mengatakan hal yang sama secara pribadi. Fokus penelitian ini adalah tentang hubungan sosial duan dan lolat, yang meliputi juga status dan peranan masing-masing pihak. Informan yang diteliti adalah bagian dari mereka-mereka yang menempati status dan melaksanakan peran-peran tersebut, sehingga bila seorang lolat kecewa dengan peran adat yang dilakukan duannya, tidak akan mungkin menyatakan kekecewaannya itu secara terbuka di hadapan duannya pada waktu diskusi berlangsung. Sehingga kemudian penggalian informasi dapat dilakukandengan cara lain untuk menutup keterbatasan tersebut, misalnya melalui wawancara mendalam.
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Universitas Indonesia
28
bupati atau pejabat tinggi di daerah membuat terdapat jarak sosial dengan tokoh-tokoh adat yang mungkin hanya petani yang tidak tamat SMP. Tetapi di sisi lain dalam kaitan dengan substansi penelitian ini, posisinya sebagai duan, sedang sang pejabat ada diantaranya yang hanya berposisi sebagai lolat, maka dalam diskusi tersebut lolat tetap harus melayani duannya, termasuk dalam tema atau materi tertentu ketika duan duan berbicara, lolat harus mendengarkan, memperhatikan dan mengiyakan apa yang dikatakan oleh duannya, bila yang dikatakannya itu adalah sebuah kebenaran adat. •
Dalam pengalaman melakukan wawancara mendalam ini, beberapa pengaturan waktu dengan informan yang sudah disepakati ternyata ditunda atau dibatalkan karena kondisi informan sendiri yang tidak mempunyai waktu, di samping ada juga yang beralasan bahwa mereka sudah cukup jujur memberikan keterangan pada saat diskusi sehingga tidak perlu lagi diwawancara mendalam.
•
Jenis data utama yang penulis ingin dapatkan dari teknik ini ialah: tidak sekedar pengetahuan mereka tentang hubungan sosial duan dan lolat, tetapi termasuk pengalaman informan dalam konteks hubungan
tersebut.
Karena
itu
penentuan
siapa
yang
diwawancarai secara mendalam juga dilakukan secara sengaja (purposive sampling) dengan memperhitungkan aspek-aspek yang sudah dijelaskan di atas, disesuaikan dengan target perolehan data yang akan diperoleh pada saat wawancara mendalam. •
Dalam pengalaman penerapan teknik tersebut, ada informan yang sekalipun bukan orang Olilit dapat saja penulis wawancarai secara mendalam. Misalnya: Tokoh agama yang bukan orang Olilit tetapi cukup lama bertugas di Olilit. Hal ini sengaja penulis tentukan untuk melihat bagaimana pengaruh faktor agama terhadap perubahan hubungan sosial duan dan lolat, atau juga RS
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Universitas Indonesia
29
yang juga orang dari kampung Wowonda 69 tahun, tetapi posisinya yang pernah menjabat sebagai ketua mel mang putuh ”latupati” Tanimbar selatan sejak 1989-2006, juga penulis kejar untuk diwawancarai secara mendalam. Hal ini berhubungan dengan proses pemilihan secara purposive dilihat dari kualitas pengetahuan dan pengalaman informan tentang hubungan sosial duan dan lolat baik dalam aspek status dan kedudukan, peranan dan fungsi serta faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan sosial duan dan lolat.
1.6.3. Analisa Data Dengan melakukan proses pengkodean data di lapangan, baik terhadap data hasil FGD, indept interview maupun terhadap hasil observasi, maka hal itu akan memudahkan penulis melakukan analisa data secara tepat dan cepat. Argumentasi tersebut didasarkan pada asumsi bahwa: ”... the process of data analysis is electic; there is no “right way…” (Tesch dalam Creswell, 1994:153). Jadi proses menganalisa data dapat bersifat pilih-pilih dan tidak ada cara yang benar. Itulah sebabnya ada kecenderungan peneliti berorientasi untuk mengumpulkan data sebanyak-banyaknya yang pada akhirnya tidak dimanfaatkan semuanya. Rencana analisa data ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data ke dalam kategori-kategori yang sesuai dengan konsep teori yang digunakan, kemudian proses analisa dan penyusunan laporan penelitian di lakukan.
Dalam kenyataan yang ditemui kadang kala ketika
berhadapan dengan begitu banyak data baik dari hasil catatan maupun dari hasil rekaman, maka langkah yang harus dilakukan untuk analisas data ialah: Berusaha memahami seluruh data yang ada, proeses analisa juga dapat dilakukan dengan memilih salah satu topik atau hasil wawancara yang dianggap baik dan menarik. Setelah itu dokumen hasil wawancara atau hasil diskusi tersebut kemudian diteliti untuk kemudian dimasukan ke dalam kategori-kategori sesuai teori yang digunakan lalu
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Universitas Indonesia
30
proses analisa dilakukan sambil penelitian tetap berjalan untuk informan yang lain (Creswell, 1994:155). Kecenderungan kegiatan analisa yang penulis lakukan adalah: melakukan kategorisasi data berasarkan tema utama yakni perubahan hubungan sosial duan dan lolat di Olilit dalam kurun waktu 1995-2004. Karena itu pola yang ditempuh dibagi dalam 2 kelompok data untuk dianalisa. 1. Data yang berhubungan dengan hubungan sosial duan dan lolat baik itu mengenai: Status, peranan (termasuk tanggung jawab dan fungsi sosial) serta hasil identifikasi faktor-faktor yang mungkin saja berpengaruh, dikumpulkan sesuai tahun kejadiannya. Hal ini dimaksudkan untuk melihat apakah ada perubahan hubungan sosial duan dan lolat dalam dua kurun waktu yang berbeda tersebut. Bagaimana kondisi status, peranan (hak, kewajiban maupun fungsi sosial), apa saja faktor yang berpengaruh terhadap hubungan sosial duan dan lolat baik dalam 5 tahun sebelum ada kabupaten maupun 5 tahun setelah ada kabupaten). 2. Proses ini dilakukan dengan cukup hati-hati mengingat teori yang sudah dijelaskan di depan termasuk defenisi operasional konsepnya harus dapat diterapkan tidak hanya pada waktu kegiatan analisa data dan penulisan disertasi, tetapi dalam tahapan pengumpulan datapun, target perolehan jenis datanya disesuaikan dengan acuan teori yang sudah digunakan. 3. Secara kritis juga penulis melihat apakah hasil temuan yang didapatkan di lapangan benar-benar sesuai dengan teori dan konsep yang digunakan. Jika tidak, mungkin saja teori yang digunakan memiliki keterbatasan dalam menelaah realitas yang ada, karena masalah waktu yang berbeda atau dinamika sosial masyarakat yang diteliti juga berbeda. Bila ternyata ada keterbatasan teori dalam meneropong realitas perubahan hubungan sosial duan dan lolat di Olilit
dalam
kurun
waktu
1995-2004,
maka
dimana
letak
kekuarangan atau keterbatasan itu, atau mungkin juga ada realitas
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Universitas Indonesia
31
berbeda yang menjadi hasil temuan penulis, hal ini akan sangat baik sebagai masukan untuk mengembangkan teori yang ada. 4. Bahwa konsep utama dari hubungan sosial duan dan lolat adalah menyangkut status, peranan (termasuk hak, kewajiban dan tanggung jawab baik sebagai duan ataupun sebagai lolat) serta faktor-faktor apa saja yang berpengaruh dalam perubahan hubungan tersebut, dibahas dengan menggunakan 3 hasil temuan utama yang substansi studinya juga tentang hubungan sosial duan dan lolat. Hal ini menjadi sebuah proses penelitian yang hanya dibedakan dengan waktu pelaksanaan yang berbeda pula. Hasil penelitian yang penulis dapatkan akan sangat menarik untuk dielaborasi dalam bab diskusi teori.
1.6.4. Waktu, Tempat dan Informan Penelitian: 1. Waktu pelaksanaan penelitian ini dilakukan selama kurang lebih 1 bulan, yakni sejak tanggal 1-30 November 2008. 2. Penelitian ini dilakukan di desa Olilit kecamatan Tanimbar Selatan Kabupaten MTB, Propinsi Maluku (lihat peta terlampir). 3. Informan yang diteliti (di FGD, diwawancarai secara mendalam dan termasuk pelaksanaan kegiatan observasi berjumlah 54 orang). Oleh karena ini adalah jenis penelitian kualitatif, maka tidak selalu penentuan banyaknya informan ditentukan berdasarkan jumlah penduduk atau total populasi yang ada di Olilit, sebab tujuan utamanya adalah mendapatkan data yang dibutuhkan melalui penelitian tersebut. Itulah sebabnya bila kemudian data yang dibutuhkan sudah diperoleh, dalam posisi dimana jumlah informan belum mencukupi aspek representatifness, berarti penelitian sudah dapat dihentikan (Singleton, Royce Jr, 1988). Namun demikian sesuai hasil penelitian sebelumnya maka jumlah seluruh penduduk desa Olilit sebagai berikut:
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Universitas Indonesia
32
Tabel.1.1. Jumlah Penduduk Desa Olilit Menurut Kelompok Umur Dan Jenis Kelamin NO
KEL. UMUR
LAKI-LAKI
PEREMPUAN
JUMLAH
1
0 – 5 Tahun
189
192
381
2
6 – 10 Tahun
211
212
423
3
11 – 15 Tahun
200
201
401
4
16 – 20 Tahun
140
142
282
5
21 – 25 Tahun
138
141
279
6
26 – 30 Tahun
160
164
324
7
31 – 35 Tahun
157
160
317
8
36 – 40 Tahun
138
140
278
9
41 - 45 Tahun
136
138
274
10
46 – 50 Tahun
150
151
301
11
51 – 55 Tahun
127
129
256
12
56 – 60 Tahun
142
143
285
13
61 (+) Tahun
120
123
243
Jumlah
2.008
2.036
4.044
Sumber: Monografi Desa Olilit Tahun 2009. MTB Dalam Angka Tahun 2005 hal. 9.
Dari jumlah penduduk desa Olilit tersebut penulis menentukan Informan yang hendak diteliti sebagai berikut:. Tabel.2.1. Jumlah Informan Yang Diteliti No
KATEGORI INFORMAN
JUMLAH
1
PENENUN
12
2 3
TOKOH ADAT TOKOH AGAMA
10 2
4 5 6 7
BIROKRAT / PNS / GURU PEMUDA SISWA ANGGOTA MASYARAKAT
10 3 7 6
8
PENGUSAHA / PENSIUNAN
4
JUMLAH
54
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Universitas Indonesia
33
Penentuan
informan
dilakukan
secara
sengaja
dengan
mempertimbangkan juga: apakah informan tersebut dapat ditemui atau tidak? Idealnya semua informan yang pernah diteliti pada bulan November 2005 – April 2006 dapat diteliti kembali. Karena itu penulis juga akan berusaha untuk semaksimal mungkin, tetapi jika tidak maka aspek pertimbangan akan kemudahan menemui dan mewawancarai informan (kesediaan informan) serta kapasitas pengetahuan informan atas data yang dibutuhkan menjadi sangat penting untuk dipikirkan dan diupayakan. Logika penarikan sampel tersebut sebenarnya tidak didasarkan atas kategori-kategori yang khusus, hanya satu pertimbangannya yakni: yang diajak diskusi, diwawancarai dan mungkin juga diobservasi dapat memberikan data yang penulis inginkan. Secara umum sebenarnya orang Tanimbar Tahu tentang hubungan sosial duan dan lolat, karena itu menjadi jauh lebih muda untuk menentukan siapa saja yang layak diteliti sampel untuk. Dalam menentukan besaran informan tersebut, aspek representatifness tidak menjadi pertimbangan utama dari jumlah yang harus diteliti. Sebab yang menjadi pertimbangan adalah bagaimana data yang diperoleh bisa menjawab permasalahan serta tujuan penelitian tersebut.
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Universitas Indonesia
34
BAB 2 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 2.1. Sejarah Hubungan Sosial Orang Olilit. Desa Olilit merupakan desa yang sebelumnya berasal dari 2 nama kampung lama (Oho mnanat) yaitu: Fanumbi dan Lakateru, yang ternyata adalah bapa dan anak. Sebelum masuknya orang Olilit dari kisah perjalanan mereka yang jauh karena mengelilingi pulau Yamdena maupun beberapa pulau lain di sekitarnya, Fanumbi dan Lakateru sudah lebih duluh ada pada posisi desa Olilit sekarang (khusus bahagian timur atau yang dikenal juga dengan nama Olilit Lama). Ada satu kebiasaan yang sejak duluh mereka miliki, yakni menjalin hubungan baik dengan hampir semua kampung yang ada di sekitar mereka, baik yang ada di pulau Yamdena, pulau Selaru, pulau Larat, pulau Fordata, pulau Molo-Maru dan sebagainya. Jalinan hubungan ini merupakan satu kesatuan masyarakat yang diikat oleh adanya nilai dan norma yang sudah lebih duluh melembaga dalam kehidupan mereka. Nilai dan norma tersebut sudah sejak lama menjadi bagian dari kebiasaan mereka dan sekaligus berperan untuk mengatur hubungan sosial yang ada diantara mereka. Sehingga sekalipun mereka saling menjauh dan tidak saling mengenal tetapi ada semacam komitmen dan kesepakatan untuk saling melindungi, saling menolong dan sama-sama mencari solusi bila ada masalah yang menimpa saudara mereka di kampung yang lain. Ikatan hubungan tersebut biasanya disebut duan dan lolat. “… ketong dari doloh bahkan sudari ketong pung tete nene moyang lai; duan lolat ini akan su ada… yang beta tahu duan lolat ini bisa ada karena perkawinan, tapi bisa juga laeng deng laeng angka sumpah untuk baku jaga … begini, bet seng talalu tahu tapi bet dengar dari bapa “Sanabuki” yang antua perna jadi orang kai itu: doloh itu semua oho mnanat itu akan biasa ada di atas batu-batu supaya akan kelihatan tinggi, jadi kalo orang laen dari jauh su dapa lia dong… maksutnya apa? Karena waktu itu hampir tiap hari orang baku prang-kalau su ketemu deng seng baku kenal, pasti su baku hantam. Jadi kalo kampung di atas batu-batu itu supaya orang susah par serang… Antua bilang hampir semua kampung di
Universitas Indonesia Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
35
Tanimbar ini awalnya begitu semua. Jadi supaya damai dong datang maso minta lalu kaweng deng anakah, saudara perempuan satu supaya nanti seng bisa prang lai karena suada ikatan duan deng lolat to? Akang begitu… Jadi duan lolat ini bikin orang stop baku prang, sampe nanti orang Portogis, orang Belanda datang baru orang mulai baku prang kembali lai, abis tar tau deng dong itu …dong datang bawah agama tapi bisa bikin orang suka baku prang lai…”(salah satu hasil wawancara dengan SS 74 tahun pada bulan januari tahun 2006 di Saumlaki). (Keterangan SS ini diterjemahkan sebagai berikut: “…Sudah sejak duluh, bahkan sejak nenek moyang kami; duan lolat ini sudah ada… yang saya tahu duan lolat ini ada karena perkawinan, tetapi bisa juga mereka yang akhirnya berhubungan (duan dan lolat) mengikrar sumpah untuk saling melindungi…begini, saya juga tidak banyak tahu, tetapi dari cerita bapak saya “Sanabuki” yang pernah menjadi kades: duluh semua kampung lama adanya di atas batu di tepi pantai, agar bila ada musuh dari jauh sudah terlihat…maksudnya apa? Karena hampir setiap waktu bila bertemu dan tidak saling mengenal, perang pasti terjadi diantara mereka… kata beliau hampir semua desa di Tanimbar ini seperti itu awalnya. Jadi supaya aman, mereka melamar seorang gadis untuk menikah supaya ada ikatan duan lolat kan? Akan begitu… jadi duan dan lolat ini juga bisa menghentikan perang, sampai kedatangan orang Portugis dan Belanda, kemudian perang dimulai kembali, saya kurang tahu… mereka datang membawah agama tetapi bisa menimbulkan perang juga…” Itulah sebabnya dalam kurun waktu yang cukup lama1 sebelum kedatangan orang Portugis dan Belanda, hubungan sosial duan dan lolat ini menjadi bagian penting dari kehidupan orang Tanimbar secara umum termasuk di desa Olilit. Orang Tanimbar sudah mengenal budaya tolong-menolong ini sejak duluh, salah satunya adalah Arin2. Dimana duan membuka dan
1
Penulis tidak berhasil mendapatkan keterangan yang pasti mengenai berapa lama waktu antara kehidupan orang Tanimbar dan duan lolatnya dengan masuknya orang Portogis dan Belanda di Tanimbar yang dimulai sejak awal tahun 1800-an. Dalam dalam tulisan Gerar Fried Riedel seorang Antropolog asal Jerman, dalam hasil studi kelayakan Universitas Fried Ridel Saumlaki MTB tahun 2001 bahwa: sejarah penginjilan di Timor Lao (sebutan untuk kawasan Maluku Tenggara dan Tenggara Jauh) sudah dimulai sejak akhir tahun 1600-an memasuki tahun 1700-an 2 Arin adalah kegiatan buka kebun baru. Konsep arin dalam penjelasan HR 46 tahun merupakan wujud dari satu kesatuan hubungan duan dan lolat. Sebab yang disebut arin adalah sistem buka kebun baru dari duan untuk lolatnya. Bagi setiap perempuan tidak mungkin bisa menebang pohon besar, karena itu saudaranya yang laki-laki berkewajiban untuk mempersiapkan itu semua baginya. Hal ini tidak hanya terjadi di Olilit atau di Yamdena saja, tetapi hampir semua kampung di Tanimbar mengenal sistem Arin ini.
Universitas Indonesia Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
36
mempersiapkan lahan untuk ditanami bagi lolat-lolatnya. “…Lolat yang perempuan tidak mungkin bisa tebang pohon besar, karena itu adalah kewajiban setiap saudara laki-laki untuk menebang pohon besar dan mempersiapkan lahan bagi saudaranya…ini salah satu yang dibilang hubungan sosial duan dengan lolat itu…” (pernyataan HR 46 tahun dalam diskusi bersama di ruang kerja kepala dinas Budaya dan Pariwisata pada tanggal 11 november 2008 di Saumlaki). Penjelasan tersebut menyiratkan satu makna yang lain bahwa: konsep hubungan sosial duan dan lolat tidak saja dalam satu hubungan perkawinan, yakni hubungan sosial duan dan lolat terjadi antar keluarga yang berbeda, tetapi dalam satu keluargapun hubungan duan lolat ada di dalamnya. Oleh karena itu bila demikian konstruksinya maka sebenarnya hubungan sosial duan dan lolat menjadi sebuah sistem nilai yang mengatur hubungan sosial baik dalam satu keluarga maupun antar keluarga bahkan antar kampung. Sejak duluh menurut cerita para tua adat, setiap kali ada kelahiran, orang selalu bertanya: duan te lolat? Duan atau lolat? Bila dijawab lolat berarti laki-laki, artinya dia akan menikah dengan perempuan lain dan menjadi lolat bagi keluarga perempuan itu. Sebaliknya jika dijawab duan berarti anak yang baru lahir itu adalah perempuan yang kelak memberikan status duan bagi keluarganya. Sehingga setiap keluarga yang hanya mempunyai anak laki-laki dan tidak memiliki anak perempuan berarti keluarga itu hanya menjadi lolat (untuk generasi itu). Itulah sebabnya seseorang yang baru saja lahirpun sudah merupakan bagian dari struktur keluarga besar atau struktur kekerabatan yang biasanya disebut duan dan lolat. Itulah sebabnya ada kebiasaan dalam struktur duan lolat ini untuk secara langsung menjodohkan seorang anak pada saat pertama lahir ke duania. Orang Tanimbar umumnya mengenal istilah tampa kawin “Fatlima”. Artinya bila kita mengambil contoh dari gambar 1.1. untuk menjelaskan hal ini, maka penulis dapat menjelaskan hal itu melalui: hubungan duan dan lolat yang kemudian menghasilkan Fatlima antara das matan:
Universitas Indonesia Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
37
Melatunan dan Vavumasa (anak laki-laki dari melatunan mempunyai fatlima (tampa kawin terhadap anak perempuan dari keluarga Vavumasa). Tetapi anak laki-laki dari Melatunan yang dimaksud tersebut adalah anak laki-laki dari ibu yang berasal dari das matan Vavumasa. Itu sebabnya sejak duluh orang Olilit sangat menghargai hubungan sosial duan lolat ini, karena setiap duan harus tahu bahwa saudaranya yang perempuan memberikan status itu baginya. Demikian sebaliknya setiap lolat di Olilit sejak duluh sangat menghargai duannya, sebab mereka tahu bahwa yang menjadi duan mereka adalah saudaranya yang laki-laki, yang biasanya melindungi mereka dalam kesulitan, ekonomi dan sebagainya, termasuk menjaga martabat mereka sebagai orang yang sangat dihormati karena melekat baginya status terhormat atau yang disebut Limditi atau Limriti (satu hasil rangkuman wawancara dengan FS 59 tahun pada tanggal 3 november 2008 di Olilit). Jadi sudah sejak duluh kala hubungan sosial duan lolat ini berjalan dengan baik sampai akhirnya tiba satu masa yang disebut masa sulit. “…Ketong orang Olilit kasi nama masa waktu Belanda deng Portogis datang pertama itu sebagai masa sulit… akan begini, waktu mereka sampe pasti seng langsung singgah di semua kampung, trus trang saja di Tanimbar ini dong singgah kamuka di Olilit baru ke tampa lain…dengan begitu kampung lain curiga, wah ini Olilit sumakan enak sudah, lalu sulupa duan deng lolat yang ada di kampung lain…makanya karena curiga itu yang bikin perang terus…jadi masa itu ketong anggap akan sebagai masa sulit…” (hasil wawancara dengan AK 70 tahun di pada bulan Desember 2005 di Saumlaki) (Keterangan AK dapat ditermahkan sebagai berikut: “…kami di Olilit menamai masa awal kedatangan Belanda dan Portugis sebagai masa sulit…karena ketika mereka (Portugis dan Belanda) tiba di Tanimbar tidak langsung ke semua desa, jujur saja mereka lebih duluh mampir ke Olilit baru kemudian berpindah ke tempat lain…dengan begitu ada kecurigaan dari duan dan lolat yang ada di kampung lain bahwa: orang Olilit sudah makan enak dan melupakan mereka…akibat kecurigaan demikian maka perang terus terjadi…jadi kami menganggap masa itu sebagai masa sulit…”) Oleh karena situasi yang sulit ketika itu terjadi perang di mana-mana, maka kemudian Fanumbi dan Lakateru (Olilit) tetap waspada, menyiapkan diri,
Universitas Indonesia Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
38
bergabung menjadi satu untuk menghadapi “Udan Yamrene”3. Dengan tempat tinggal yang ada dan tetap dijadikan sebagai basis pertahanan, mereka berlayar ke hampir seluruh kawasan sekitarnya untuk memperlengkapi diri. Kadang dalam perjalanan itu mereka langsung berperang ada kalanya pula mereka justru bisa mengikat perjanjian dengan kampung itu agar saling melindungi. Contohnya antara katong di Olilit-Yamdena dan kampung Watidal di pulau Larat waktu dong ketemu pertama langsung bikin janji, angka sumpah untuk baku jaga. Itu bisa terjadi karena orang Olilit kasi Mas Kawin ke orang Watidal, dan orang Watidal kasih alat par baku prang (hasil wawancara dengan FS, 69 tahun di Olilit januari 2006). (Keterangan FS ini penulis terjemahkan sebagai berikut: contohnya antara kami di Olilit-Yamdena dengan orang Watidal di pulau Larat, pada saat pertama kali bertemu langsung bersepakat membuat perjanjian untuk saling melindungi. Hal itu terjadi karena orang Olilit memberikan mas kawin kepada orang Watidal dan orang Watidal memberikan peralatan perang kepada orang Olilit). Dari hasil penelitian yang ada ternyata Udan Yamrene, itu sangat berhubungan dengan kebiasaan barbarian orang Olilit maupun Tanimbar pada umumnya. Bahwa konsep tentang damai dan sahabat baru bisa dikonstruksikan ketika sebelumnya ada sebuah perang yang terjadi diantara mereka. Menurut kisah yang diceritakan ada dua hal yang menjadi penyebab peperangan: pertama mas kawin yakni gading gajah yang sangat sulit atau bahkan tidak pernah ditemukan di Tanimbar. Dan kedua: perang untuk mempertahankan kehormatan Limditi. Bila ada seorang Limditi yang menikah di kampung lain dan oleh keluarga suaminya diperlakukan seenaknya (tidak adil dan sebagainya) kemudian dibiarkan saja seperti itu, maka pihak keluarga asal bisa menghajar suami dan keluarganya. Dengan cara demikian secara kesatria mereka menunjukkan fungsi perlindungan mereka terhadap Limditi yang telah memberi 3
Udan Yamrene adalah sebuah peristiwa perang terbesar dalam sejarah kehidupan orang Yamdena. Peristiwa perang ini, umumnya diketahui oleh semua masyarakat Yamdena, termasuk juga orang olilit, walaupun masing-masing mereka memiliki pengetahuan yang berbeda, baik secara kualitas maupun kuantitas. Apabila ditanyakan kepada mereka, apakah pernah mendengar atau tahu tentang apa itu udan yamrene, maka spontan akan dijawab: waktu .itu adalah sebuah perang besar yang pernah terjadi di Yamdena sebagai pulau terbesar di Maluku Tenggara Barat maupun di kepulauan Tanimbar.
Universitas Indonesia Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
39
status duan bagi mereka. Peperangan besar akan terjadi manakala pihak keluarga suami tidak menjelaskan secara baik peristiwa itu kepada saudara laki-laki mamanya. Mas kawin berupa gading gajah menjadi rebutan karena dalam persepsi mereka, “siapa yang memiliki mas kawin, dia dipandang oleh orang lain di luar kelompok kerabatnya”. Dari beberapa sumber yang penulis dapatkan ketika melakukan wawancara, gading gajah dipilih karena gading gajah diartikan sebagai simbol keperkasaan “alat kemaluan laki-laki”. Hal itu berhubungan dengan tanggung-jawab. Di samping itu dengan dipilihnya benda yang sulit sebagai mas kawin, berarti perkawinan itu akan dijaga dengan sebaik-baiknya, dan bila menceraikan anak orang berarti harus memiliki benda itu. Itulah sebabnya sekalipun dalam kebiasaan masa lalu ada yang namanya harta cerai, tetapi dengan ditetapkannya benda itu sebagai harta cerai, berarti menghimbau agar perceraian jangan sampai terjadi karena akan sangat sulit mencari mas kawinnya. Hubungan sosial orang Tanimbar juga bisa dikenal melalui hubungan pela (istilah yang umum dipakai di pulau Ambon maupun Maluku Tengah), dalam bahasa adat disebut: “Manwiyak manetal”4 Hal ini juga menggambarkan hubungan sosial di
dalam lingkup yang jauh lebih luas, yakni melibatkan
hubungan antar kampung. Kisah manetal pertama dituturkan seorang informan sebagai berikut: “… tuangana… katong skarang ini jang main-main deng manwiyak manetal ini, dolo itu sekitar taon 1700 ka-apa? Antua resirenan kasih dia pung badan la keliobar deng lamdesar Timur bagi akan karena dong seng pernah barenti prang. Jadi antua bikin bagitu supaya dong barenti lalu bikin janji supaya lain jaga lain” (keterangan SS, 74 tahun di Saumlaki 21 pebruari 2006). Keterangan SS penulis terjemahkan: “Ya 4
Manwiyak-manetal ini berasal dari bahasa Fordata, Tanimbar yang diakui sebagai bahasa pengantar adat resmi di Tanimbar. Manwiyak manetal dianggap sangat sakral, karena berhubungan dengan pengorbanan suci seorang nenek yang bernama Resirenan, sekitar tahun 1702. Sang nenek bersedia membelah tubuhnya menjadi dua bagian dan sebagian dikuburkan di kampung Keliobar dan sebagian lagi dikuburkan di kampung Lamdesar Timur, sebagai satu bukti perjanjian bahwa dua kampung ini berhenti berperang dan mengangkat sumpah untuk saling melindungi dan memberi bantuan manakala dibutuhkan. Kesimpulan ini penulis konstruksikan setelah melakukan wawancara dengan 5 orang tokoh adat di desa Olilit, pada awal tahun 2006.
Universitas Indonesia Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
40
Tuhan…kita saat ini jangan main-main (tidak dapat melanggar) manwiyak manetal ini. Duluh, mungkin sekitar tahun 1700, nenek resirenan merelakan tubuhnya untuk dibelah dua, sebagian untuk Keliobar dan sebagian lagi untuk Lamdesar Timur, supaya mereka tidak lagi perang dan bahkan membuat perjanjian saling melindungi”. Olilit merupakan sebuah desa yang cukup dikenal di kepulauan Tanimbar maupun di MTB. Khusus dalam perkembangan yang terjadi di kepulauan Tanimbar, desa Olilit lebih dikenal karena banyak terlibat dalam berbagai event sejarah yang berhubungan dengan konflik atau bahkan perang antar kampung di masa lalu,
sehingga desa ini dikenal sebagai desa yang paling banyak
mempunyai ikatan perjanjian damai yang disebut manwiyak manetal atau “Pela” bila dibandingkan dengan desa lain di Tanimbar. Sebagaimana dijelaskan di atas konsep Pela ini dalam terminologi di Tanimbar secara umum pada awalnya dinamakan: “manwiyak-manetal”, tetapi sampai saat penelitian ini dilakukan orang Olilit lebih banyak menyebut peristiwa ini sebagai pela ketimbang, bahasa asli Tanimbar sendiri. Alasannya karena dalam pengalaman hidup selama ini, pengaruh bahasa Melayu Ambon cukup kuat bagi orang-orang di Olilit maupun Tanimbar umumnya. Hal ini bisa dibuktikan dari bahasa Indonesia yang mereka pakai untuk berkomunikasi, termasuk bahasa Indonesia yang dipakai ketika berkomunikasi dengan penulis. Maka pengaruh dialek melayu Ambon sangat kental dalam tutur bahasa Indonesia yang mereka gunakan. Hal ini bisa dimaklumi karena sejak Indonesia merdeka terutama pada jaman Orde Baru dengan sistem pemerintahan yang sangat sentralistik, hampir semua urusan harus diselesaikan melalui Ambon, sebagai pusat pemerintahan, birokrasi, politik maupun pembangunan ekonomi di wilayah propinsi Maluku. Karena itu manwiyak-manetal atau “pela” yang penulis gunakan untuk memberi defenisi atas hubungan ikat janji untuk hidup berdampingan secara damai antar kampung dalam satu pulau atau antar kampung pada pulau yang berbeda, secara objektif berhubungan dengan sebuah kajian sejarah yang juga membahas tentang hal yang sama sebagai berikut:
Universitas Indonesia Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
41
The main ideas underlying Pela are that (1) villages is a Pela relationship assist each other in time of crisis (natural disasters, war, etc); (2) if requested, one partner village has to assist the other in the undertaking of larger community projects; (3) when visiting one’s Pela village, food, and particularly agricultural products, cannot de denied for the visitor; (4) all members of villages in a Pela relationship are considered incest. Any transgressions against Pela rules are severely punished by the ancestors (Dieter Bartels, 1977:29) . Berdasarkan pandangan Barthels di atas, maka desa Olilit membentuk pela atau mengangkat sumpah dengan kampung lain di sekitarnya, karena secara umum disebabkan oleh masalah peperangan yang terjadi antara mereka. Karena itu bentuk Manwiyak Manetal “pela” yang kebanyakan terjadi adalah dalam bentuk perjanjian sebagai sesama saudara atau yang disebut pela adik-kakak atau ikatan pela antara orang tua dan anak yakni: pela bapak anak. Intinya adalah agar baik antara kakak beradik maupun antara orang tua dan anak tidak boleh saling menyerang dan menyakiti, sehingga dasar berpikir tentang keluarga yang harus selalu hidup rukun dan damai menjadi satu gagasan untuk menghentikan perang dan menciptakan perdamaian antar kampung. Bahkan ada sesuatu yang mungkin unik dan khas dari hubungan konflik sampai pada peperangan dan kekerasan yang akhirnya membentuk pela di Tanimbar. Keunikan tersebut sebagaimana dikatakan seorang informan: “… katong pung manwiyak manetal “pela” di sini seng Cuma dalam bentuk hubungan: anak-orang tua atau adik-kaka, tapi ada juga dalam hubungan duan deng lolat. … pokonya dolo itu sapa jadi duan ka sapa yang lolat, baru dapa tau dari hasil akhir perang. Yang kalah ya, jadi lolat trung yang menang ya jadi duan…tapi par orang Olilit pela dalam bentuk duan dan lolat seng pernah katong bikin. Sebab katong punya orang tuatua dolo sujanji kalau duan lolat itu cuma dalam perkawinan saja” (keterangan RS, 67 tahun di Saumlaki, 15 desember 2005). Keterangan RS penulis terjemahkan sebagai berikut: “Manwiyak manetal “pela” milik kami di sini tidak saja terjadi dalam hubungan anak-orang tua dan kakakberadik saja, tetapi ada juga dalam hubungan duan dan lolat…duluh: siapa duan atau siapa lolat ditentukan melalui hasil akhir perang. Yang menang menjadi duan dan yang kalah menjadi lolat…tetapi bagi orang olilit, pela dalam bentuk duan lolat tidak pernah dilakukan, sebab pesan para leluhur kami bahwa duan dan lolat hanya boleh terjadi dalam hal perkawinan saja”
Universitas Indonesia Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
42
Dalam kenyataannya kebanyakan akhir dari setiap peristiwa peperangan (rihii), jarang berujung pada hubungan pela dalam bentuk duan lolat tetapi kebanyakan dalam bentuk adik kakak atau anak dan orang tua. Tetapi apabila penyebab peperangan itu adalah masalah perkawinan, maka akhir dari peperangan itu akan menentukan siapa yang duan dan siapa yang lolat. Berbagai peperangan atau benturan antar kampung sejak duluh paling sering dialami orang Olilit. Ada sebuah pertanyaan dalam hubungan dengan situasi seperti itu, yakni: mengapa sejak duluh orang Olilit lebih sering diperhadapkan dengan peperangan ketimbang desa-desa lainnya? “…katong pung tete nene moyang dari doloh memang suka keliling akan Tanimbar ini par cari mas kawin “lele/lela”. Dari Yamdena ke Selaru, Seira, Larat deng Fordata … ” (Keterangan AF, 45 tahun, Desember 2005). Keterangan: AF penulis terjemahkan sebagai berikut: nenek moyang kami sejak duluh biasanya suka mengelilingi Tanimbar untuk mencari mas kawin “lele/lela”. Dari Yamdena ke Selaru, Seira, Larat dan Fordata…” Orang Olilit5 mempunyai kebiasaan berlayar keliling yang relativf lebih dari kampung lain di sekitarnya. Mungkin karena itulah desa ini kemudian dinamakan Olilit. Olilit secara etimologi berasal dari dua suku kata yakni: Oho artinya kampung dan Lilit yang artinya keliling. Dari konteks hubungan perjanjian damai (tidak saling menyerang) atau “pela” sebagaimana dijelaskan di atas, Olilit mempunyai hubungan pela yang cukup banyak dengan kampung lain di Tanimbar.
5
Olilit secara etimologi, berasal dari 2 suku kata dalam bahasa Fordata: yakni Oho yang artinya kampung dan Lilit yang artinya keliling atau berputar. Itulah sebabnya sejak awal desa ini terdiri dari 2 kelompok orang yakni: Fanumbi dan Lakateru kemudian dinamakan Olilit, ketika mereka bersatu dan menetap di Olilit Timur atau Olilit lama yang sekarang, kemudian membangun pertahanan untuk menghadapi udan yamrene, bahkan mereka juga bersatu padu sambil berkeliling mencari dan menjalin hubungan dengan kampung yang lain..
Universitas Indonesia Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
43
Tabel. 1.2. Hubungan “Pela” antara Olilit dan Kampung Lain di Tanimbar No Nama Desa 1 Tumbur 2 Wowonda 3 Aruy 4 Sangliat 5 Tutukembong 6 Watmuri 7 Arma 8 Meyano 9 Alusy 10 Namtabung 11 Lingat 12 Latdalam 13 Adaut 14 Batu Putih 15 Seira 16 Watidal 17 Keliobar Sumber: Hasil Penelitian Lapangan
Status Adik Adik Adik Adik Adik Adik Adik Adik Adik Kakak Adik Adik Adik Adik Bapak Adik Adik
Penyebab Pela Peristiwa“Udan Yamrene” Sda Sda Sda Sda Sda Sda Sda Sda Bantuan dlm Perang Selaru Perang Perang Selaru Perang selaru Perang Selaru Perang Barter Mas Kawin dgn alat perang Perang
Kebiasaan orang Olilit yang suka berlayar keliling membuat banyak perubahan terjadi dalam kehidupan mereka. Salah satu hal yang dapat membuktikan tentang hal itu ialah: bagaimana mereka semakin menaruh rasa hormat atas setiap saudara aupun kerabatan mereka yang ada di tempat lain. Rasa hormat tersebut lebih merupakan satu usaha untuk memperbaiki kenyataan pahit yang pernah mereka alami akibat kenyataan perang yang terjadi dengan orang-orang di kampung lainnya. Padahal bila ditecermati mereka yang saling berperang itu adalah sesama mereka yang masih mempunyai ikatan duan dan lolat. Hubungan sosial duan dan lolat ini terus berjalan dengan ada kesungguhan untuk memenuhi apa yang dikehendaki dalam pelaksanaan hubungan tersebut. Kewajiban maupun hak, termasuk peranan-peranan yang harus dimainkan karena status duan atau lolat dalam konteks hubungan tersebut dilakukan dengan sebaik-baiknya. Bila secara eksternal orang Olilit melakukan berbagai hal untuk memelihara agar hubungan sosial duan dan lolat dengan kampung lainnya berjalan dengan baik, maka secara internalpun kehidupan hubungan sosial yang sejak semula dimulai dalam kelompok, juga ditata dengan baik. Sebagai orang-
Universitas Indonesia Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
44
orang sekampung, mereka hidup dalam kesatuan yang saling mengikat. Ikatanikatan tersebut ada dalam aturan adat yang dipahami oleh warganya dan dijadikan
patokan
dalam
melakukan
tindakan
sosialnya,
termasuk
mengkonstruksikan sesuatu tentang kebenaran. Kebiasaan umum yang terjadi di desa Olilit kekuatan solidaritas kelompok terkenal sangat kuat diberlakukan dalam kehidupan mereka. Kekuatan solidaritas tersebut juga dirasakan dampaknya tidak hanya ketika solidaritas itu dibutuhkan untuk memperkuat basis kebersamaan antara sesama orang sekampung yakni dalam urusan internal di desa dimana makin terasa adanya rasa solidaritas sosial dalam menanggung berbagai masalah-masalah mereka. Bentuk hubungan yang dilandasi oleh solidaritas sosial ini terjadi dalam berbagai bidang kehidupan. Perbedaan yang nyata dalam praktek hubungan sosial di Olilit ialah: apabila hubungan itu melibatkan kelompok kerabat maka keterlibatan itu akan melibatkan 2 bentuk kelompok kerabat yakni: pertama adalah: Kelompok (Soa-marga dan mata rumah) dan kedua: kelompok hubungan duan dan lolat. Sistem hubungan sosial yang berdasarkan kedua kelompok ini terjadi hampir dalam semua bidang kehidupan orang Olilit. Tetapi dalam prakteknya kelompok pertama, lebih banyak meliputi praktek hubungan yang hanya terjadi dalam hal-hal yang khusus saja, misalnya dalam konteks yang berhubungan dengan politik, misalnya: pemilihan kepala desa, kepala soa, kerja bakti sosial serta mobilisasi dan koordinasi untuk sebuah peristiwa perang dan sebagainya. Sedang praktek hubungan duan lolat diberlakukan untuk halhal yang orientasinya lebih kepada kebutuhan individu dan kelompok keluarga dalam hubungan sosial yang cukup luas. Misalnya kegiatan perkawinan yang berhubungan dengan penentuan jodoh dan pembayaran harta adat serta tugas dan fungsi untuk menyediakan atau membuka lahan baru bagi kegiatan bercocok tanam (Arin) semuanya diselesaikan melalui hubungan sosial. Demikian juga dengan tanggung jawab membuat tenun ikat sebagai salah satu simbol pengikat hubungan duan dan lolat, Dan masalah hak milik atas tanah
Universitas Indonesia Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
45
juga diselesaikan dalam fungsi dan peranan berdasarkan status sosial dalam hubungan sosial duan dan lolat. Hanya saja dalam prakteknya kebanyakan yang terjadi dalam konteks pembagian tanah ini untuk konteks masyarakat Olilit lebih banyak ditentukan oleh sistem kepemilikan tanah yang didasarkan atas kelompok Suan-Marga dan das matan (itulah sebabnya dalam penelitian ini tidak terlalu didalami) karena hal tersebut bukan menjadi fokus utama dari penelitian tersebut. Sebagai tambahan informasi berikut akan penulis petakan sistem kelompok kerabat berdasarkan kelompok suan-marga dan das matan (mata rumah). Tabel.2.2. Kelompok kerabat dalam garis Suan-Marga-Das Matan (mata rumah): NO
NAMA SUAN
NAMA MARGA
DAS MATAN (MATA RUMAH)
1. 2.
(1)Ralanmale, (2)Ndrity, (3)Saikmat, (4)Ngilamele, (5)Syerawain, (6)Tenyapwain, (7)Ewarlely, (8)Kempirmase, (9)Fadir Syayr, (10)Uwuratu, (11)Lyampyompar (12)Klise (1)Matakus, (2)Romrome, (3)Passe, (4)Batggran, (5)Utukaman, (6)Sarpumpwayn (7)Oratmangun, (8)Madasa (9)Londar (10)Kuwai (11)Ranbalak (12)Uritimur (1)Boina, (2)Malayat, (3)Pausnuly, (4)Luturmale (5)Kelitubun (6)Batmamolin Sainaran (7)Umdaimetan (1)Samangun, (2)Batlayery, (3)Luturmas, (4)Teftutul (5)Layan (6)Melsasail (7)Watunglawar (8)Dasfamudi (9)Lartutul (10)Malisngoran (11)Samponu (1)Somarwain, (2)Sarbunan, (3)Metantomidate (1)Batfutu, (2)Tormyar, (3)Boin, (4)Malirmasela, (5)Songupwain (1)Batsira, (2)Belai (3)Ibyaru, (4)Yampormase, (5)Karyain (1)Batmomolin-Umrayat (1)Belai-Maselar (1)Samponu, (2)Ranan mase (1)Batmomolin-Lakateru
1
Waran masalembun
Nivangilyau Mwaran Tameru
2
Futwembun
Iya Taborat
3
Futunanembun
Uru Kou
4
Ivakdalam
Ngrias
5
Fanumbi
1.
Nifmasa
2. 3.
Batmese Ibyaru
4. 5. 6. 7.
Umrayat Maselar Owerar Lakateru
Sumber: Data hasil penelitian
Universitas Indonesia Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
46
Diakui bahwa sejak awal memang hanya 7 Marga dalam soa fanumbi beserta semua mata rumahnya yang pertama menempati Desa Olilit yang sekarang, namun sebagaimana dijelaskan di atas, ketika mereka sepakat untuk bergabung dengan orang-orang Lakateru, maka mereka bisa bertambah jumlahnya dan menjadi satu kekuatan yang sangat diperhitungkan di seluruh Yamdena maupun Tanimbar. Hubungan duan lolat yang terjadi sejak semuala di Olilit, yakni hubungan duan lolat yang harus terjadi antar soa. Misalnya antara Fanumbi dan Futwembun atau antara Waran masalembun dan Ivakdalam demikian seterusnya. Tetapi aturan adat ini diakui hanya bertahan pada beberapa generasi saja. Sebab untuk selanjutnya masih dalam satu soa saja sudah terjadi beberapa hubungan duan lolat karena proses perkawinan yang terjadi. Bahkan dalam kenyataan sekarang, dalam satu margapun hubungan duan lolat bisa terjadi karena faktor perkawinan tersebut. Penelitian ini menemukan bahwa dari berbagai aspek yang ada, faktor perkawinan diakui sebagai faktor yang paling menentukan hubungan sosial. Ketegangan dan konflik yang terjadi dalam hubungan sosial kemasyarakatan, kebanyakan menemukan solusinya melalui hubungan duan lolat yang terjadi melalui faktor perkawinan. Bahkan untuk menyelesaikan masalah perkelahian yang terjadi antar kampung, sebagai contoh akibat pertandingan sepak bola, perdamaian itu baru bisa terselesaikan melalui kaitan hubungan duan lolat, atau masalah perkwinan yang mungkin saja terjadi di antara 2 desa tersebut. Berbagai kegiatan yang terjadi di Olilit, termasuk syukuran, hajatan atau acara yang berhubungan dengan gereja, biasanya tetap tertanggulangi dalam hubungan duan lolat. Komunikasi antar duan dan lolat atau antar sesama lolat merupakan sebuah kekuatan yang sangat potensial untuk menyelesaikan berbagai masalah ataupun tanggung jawab yang tidak mungkin dapat ditanggulngi sendiri oleh keluarga yang mengadakan hajatan tersebut. Kemudahan itu disebabkan karena masing-masing orang sadar akan status dan kewajibannya sebagai duan dan sebagai lolat yang sudah dan akan terus
Universitas Indonesia Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
47
melekat dalam diri mereka dalam praktek hubungan sosial tersebut. Komunikasi diantara duan dan lolat sangat penting untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Misalnya dalam menyelesaikan masalah adat yang berhubungan dengan tanggung jawab pembayaran harta anak menantunya (istri dari anak lakilakinya). Maka dengan statusnya yang demikian dia sudah mesti tahu bahwa secara adat dia (“sebagai lolat”) akan mendatangi duannya. Dan mendatangi duannyapun tidak sembarangan, dia juga sudah harus tahu bahwa langkahnya secara adat berdasarkan status yang dia miliki dalam konteks hubungan sosial duan dan lolat hanya sampai pada tahapan duan “Ompakain” untuk menyelesaikan tanggung jawab membayar harta besar yakni Lele dalam bentuk gading Gadjah. Sedang untuk Lelbutir dan Masa dia harus mengatakan maksudnya kepada udanain melalui Ompakain, dan selalnjutnya melalui Udanain maksudnya itu akan sampai pada Empuain sebagai Tutap Matan dalam proses hubungan sosial yang berhubungan dengan tanggung jawab pembayaran harta adat tersebut. Sebaliknya juga bila pesan adat melalui aliran harta kawin tadi mengalami hambatan atau tersendat pada duan-duan tertentu setelah menerima pesan, itu berarti ada sesuatu ganjalan hubungan antara yang membawa pesan dengan yang menerima pesan, atau ada ganjalan dalam hubungan antara yang menerima pesan itu dengan dengan duan di atasnya yang hendak menerima lanjutan pesan itu. Bila ganjalannya ada antara yang membawa pesan dengan yang menerima pesan, maka dapat dipastikan bahwa yang menerima pesan tidak akan memberi sebuah simbol adat atas pertemuan mereka itu. Dan jika demikian orang lain (public) mengerti bahwa ada sesuatu yang mengganjal dalam proses tersebut. Keadaan ini mendorong setiap orang untuk selalu menjaga hubungan baiknya dengan duan ataupun lolat-lolatnya.
Universitas Indonesia Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
48
2.2. Sistem Mata Pencaharian Dan Sistem Perkawinan Orang Olilit. Seperti orang kampung lain yang umumnya ada di Tanimbar sebagaimana dijelaskan Drabbe, 1989, orang Olilit sejak duluh selalu menjalani pekerjaan pokok sebagai petani dengan cara berladang yang berpindah-pindah. Satu areal ladang baru akan ditinggalkan oleh pemiliknya ketika pada areal ladang tersebut sudah ditanami dengan tanaman umur panjang, seperti kelapa, mangga atau pohon kemiri. Keberadaan tanaman umur panjang seperti itu tidak sekedar menunjukan bahwa mereka pernah berkebun di tempat itu, tetapi lebih dari itu dimaksudkan sebagai tanda bahwa: lahan atau areal itu sudah ada pemiliknya. Yang menjadi fokus penjelasan penulis pada bagian ini ialah: bagaimana proses membuka kebun baru yang menjadi ciri dan kebiasaan orang Olilit sejak duluh. Berkebun atau berladang bagi orang Olilit bukan sebuah pekerjaan yang berorientasi hanya untuk mencari nafkah bagi keluarga, tetapi lebih dari itu, membuka kebun baru yang disebut “Arin” adalah sebuah gambaran atas sistem hubungan sosial duan dan lolat yang menjadi struktur sosial orang Olilit. Hutan di pulau Yamdena diakui paling luas lebih dari semua hutan atau daratan lain yang ada di MTB yakni sekitar 252.500.ha6. Luasnya hutan ini memungkinkan siapa saja boleh mengolahnya untuk kepentingan diri dan keluarganya. Dalam sistem Arin tersebut, inisiatif selalu berada pada pihak duan untuk membuat rencana dan melaksanakannya bersama anak-anak tanggungannya (lolat-lolatnya). Sejak duluh setiap duan yang membuka lahan baru sudah memperhitungkan berapa banyak lolatnya yang harus ada dalam tanggungannya.
Sistem
tanggungan
tersebut
mempunyai
mekanisme
perhitungan sendiri. Artinya tidak semua yang namanya lolat ditanggung oleh 6
Bappeda Tkt II MTB tahun 2004 bekerja sama dengan Yayasan Pemberdaan Masyarakat Desa (YPMD) dan SIL melakukan survey untuk inventarisasi seluruh pulau yang ada di kepulauan Tanimbar. Berdasarkan data yang ada luas seluruh daratan pulau yamdena mencapai 252.500.ha, atau hampir 50% dari luas seluruh daratan Kepulauan Tanimbar yang mencapai 593.936.ha. Data yang ada menunjukan bahwa jumlah seluruh pulau di kepualauan Tanimbar mencapai: 85 buah pulau, 57 buah yang sudah didiami dan 28 sisanya belum atau tidak didiami.
Universitas Indonesia Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
49
yang namanya duan. Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan masing-masing dengan FS 59 tahun tanggal 3 November, HB 44 tahun tanggal 7 November 2008, serta berdasarkan data-data yang sudah diperoleh sebelumnya dapat penulis jelaskan sebagai berikut:
III. Buarlely
II.Batmamolin Fase Dasfamudi
I. Somar
Belai
Kuway Fanumbi
Saikmat
Batlajery
Sumber: Data Hasil Penelitian.
Keterangan dan penjelasan gambar: ¾ Anak panah melambangkan pemberian anak dara, sekaligus distribusi kewajiban dan hak yang harus dilakukan dan diterima. I.
Das matan Kuway, Somar dan Fanumbi merupakan Ompakain dari das matan Belai, Saikmat dan Mitakda.
II. Das Matan Fase Dasmafudi dan Batmamolin merupakan Udanain dari das matan Belai, Mitakda dan dan Saikmat. III. Das matan Buarlely merupakan Empuain bagi das matan Belai, Mitakda dan Saikmat. Ompakain adalah: jalur duan dari saudara laki-laki mama (Paman / om). Mereka ini dalam sistem Arin mempunyai kewajiban untuk membuka dan
Universitas Indonesia Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
50
menyediakan lahan bagi lolat yang secara langsung ada di bawahnya. Jadi untuk gambar di atas, Kuway, Somar dan Fanumbi merupakan Ompakain yang menyediakan lahan bagi das matan Belai, Saikmat dan Batlajery. Demikian selanjutnya, Fase, Batmamolin dan Dasfamudi merupakan Ompakain bagi das matan Kuway, Somar dan Fanumbi, Demikian seterusnya. Udanain adalah jalur duan yang diperoleh dari bapa punya mama (nenek saya dari mamanya bapak saya) punya saudara laki-laki. Kakek dari jalur dari jalur nenek (mamanya bapa saya). Duan pada tingkat udanain tidak boleh menyediakan Arin bagi lolat yang berada 2 tingkat di bawahnya. Kecuali bila ada permintaan khusus dari lolat yang secara langsung ada dibawahnya. Contoh: Das matan Buarlely tidak boleh menyediakan Arin bagi Das matan Kuway kecuali atas permintaan Fase. Permintaan inipun tidak dibuat begitu saja, tetapi harus melalui satu pertimbangan yang matang. Karena jika Fase meletakan tanggung jawab tersebut kepada Buarlely, itu berarti Fase mengabaikan tanggung jawab tersebut, artinya ada bagian tertentu dari hak adat yang diterima dari kuway yang tidak boleh melibatkan atau melalui das matan Fase. Misalnya menerima harta dari anak-anak Kuway, mereka bisa langsung mengantarkannya pada Buarlely tanpa harus melalui Fase. Empuain adalah duan yang didapatkan dari jalur kakek dari mamanya bapa saya (nenek punya kakek). Jadi dalam gambar di atas: Yang merupakan Empuain dari Saikmat, belay dan batlajery adalah Buarlely. Bila jalur tengah yang penulis pilih untuk menjelaskan jalur duan dan Lolat tersebut maka: Ompakain dari Saikmat ialah: Kuway, sedang Udanain dari Saikmat adalah Fase dan Empuain dari Saikmat adalah Buarlely. Data yang diperoleh menggambarkan bahwa: untuk sistem Arin, adalah tugas dan kewajiban duan langsung (ompakain) yang menyediakan ladang atau lahan bagi lolatnya. Mengapa harus duan langsung di atasnya, karena masalah makanan adalah kebutuhan pokok yang tidak dapat ditunda. Tugas Ompakain dalam hal tersebut dapat diserahkan kepada Udanain atau Empuain manakala
Universitas Indonesia Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
51
ada sesuatu alasan yang memang tidak dapat ditolak. Misalnya pihak Ompakain dalam jalur itu sama sekali tidak ada karena meninggal dunia atau sedang berada di luar daerah, maka tugas tersebut dapat diambil alih agar lolat dibawahnya tidak sampai terlantar. Ada kesamaan antara jalur tanggung jawab penyediaan lahan dalam sistem Arin dengan tanggung jawab penentuan jodoh bagi anak-anak tanggungan. Yaitu Ompakain secara langsung menyediakan jodoh bagi lolat dibawahnya. Adalah satu kehormatan bila lolat mendapatkan perempuan yang berasal dari jalur yang sudah ditentukan secara adat (tampa kawin=jalur anak perempuan dari saudara laki-laki mama). Kehormatan tersebut diperoleh karena Limditi yang diberikan padanya adalah sesuai dengan jalur aliran harta, sehingga dalam kepercayaan mereka, para leluhurpun pasti memberikan restu atas perkawinan mereka. Hal ini berarti masa depan keluarganya baik. Jika dalam tanggungjawab yang umum dikenal dalam sistem Arin maupun tangggungjawab pemberian atau penentuan jodoh adalah sebagaimana dijelaskan di atas, maka dalam hal pembayaran harta di Olilit mengenal 2 konsep yang menjadi norma yang mengatur proses pembayaran harta adat, “…kalau tentang bayar harta ini ada tutap matan, ada tutap tabun...”(sebagian kutipan wawancara dengan JB 73 tahun pada tanggal 9 november 2008 di Olilit). 1. Tutap matan, artinya: posisi akhir (duan paling atas) yang harus menerima aliran harta adat kemudian mendistribusikannya kembali sebagai wujud tanggungjawab adatnya. Posisi tutap matan inilah yang dipegang oleh Empuain. 2. Tutap Tabun ialah: posisi duan yang ada di bawahnya, ada Udanain dan ada Ompakain. Keduanya ini dibedakan haknya dalam hal penerimaan harta adat. Berdasarkan kebiasaan di Olilit selama ini, substansi hubungan sosial duan dan lolat terletak pada posisi tersebut. Ompakain tidak boleh mengambil hak
Universitas Indonesia Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
52
ataupun kewajiban Udanain dan Empuain. Peran ketiganya secara jelas dapat dibedakan dalam hak dak kewajiban membayar maupun menerima harta adat. Dalam diskusi yang penulis lakukan dengan para informan pada tanggal 11 november di Saumlaki, penulis dapat mengidentifikasi jenis harta adat di Olilit yang sekaligus menunjukan hak dan kewajiban masing-masing duan sesuai tingkatannya. Jenis harta tersebut dapat dibagi dalam 3 kelompok: a). Lele atau yang disebut gading gajah, diterima oleh Ompakain baru kemudian menjalankannya sampai kepada Udanain dan Empuain. Setelah itu baru kemudian dia berhak menyimpannya sebagai harta yang akan melunasi kewajibannya sebagai duan untuk membayar harta lolat-lolatnya. Sebagai tambahan informasi: Lele itu adalah simbol dari kemaluan laki-laki, dan ini dianggap sebagai jenis harta besar yang harus diterima oleh pihak duan dari keluarga pemberi anak dara. b). Lel Butir atau Loran adalah jenis harta yang berhak diterima oleh Duan Udanain, kemudian dia menjalankannya ke Empuain lalu diserahkan kepadanya untuk disimpan sebagai milik yang akan digunakan kemudian untuk menbayar harta lolat-lolatnya. Sebagai tambahan Informasi: Lel butir adalah simbol dari kemaluan perempuan. c). Masa atau Emas adalah jenis harta yang berhak diterima dan dipegang oleh, tingkatan duan Empuain. Dia berhak menerima dan menyimpannya untuk kemudian digunakan sebagai alat untuk melunasi harta lolat-lolatnya. Dalam kondisi demikian harta tersebut sebenarnya tidak akan berhenti pada satu titik tertentu, apakah pada Empuain atau yang lainnya. Sebab dari jalur tertentu sekalipun dia empuain tetapi mungkin dari jalur lainnya dia adalah ompakain atau bahkan lolat dari duan yang lain. Itulah sebabnya masalah harta atau mas kawin di Olilit merupakan bentuk hubungan sosial yang mengikat seluruh komunitas itu. Jadi hubungan antara tutap tabun dan tutap matan dengan ketiga bentuk harta tersebut adalah: apabila proses hubungan sosial duan dan lolat tersebut berjalan
Universitas Indonesia Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
53
secara baik, maka masing-masing duan akan mendapatkan bagiannya dan secara teratur pula akan melunasi dan menjalankan fungsi adatnya dalam proses hubungan tersebut. Bila dalam kenyataannya ada duan tertentu yang tidak menjalankan kewajibannya untuk membayar harta adat atau tidak menjalankan kewajibannya untuk menjalankan harta adat sesuai jalurnya, pada hal dia sudah menerima haknya (sudah mendapatkan atau menerima harta adat), maka yang bersangkutan yang tadinya merupakan tutap tabun sudah mengangkat dirinya sendiri sebagai tutap matan. Itu berarti dia sudah siap menerima sanksi adat yang bisa berujung pada kematian keturunannya oleh karena kena kutuk adat. Keadaan ini bagi orang di Olilit merupakan sebuah struktur hubungan sosial yang sangat dihargai sejak masa lampau. Bila ada persungutan dari duan yang lebih berhak menerima bentuk dan jenis harta tersebut maka biasanya persungutannya itu diyakini sebagai bentuk sumpa adat untuk memindahkan kutuk adat kepada yang membuat pelanggaran. Hampir semua peserta diskusi baik pada kelompok pertama, kedua, ketiga dan ke empat serta para informan yang diwawancarai secara mendalam umumnya setuju dengan hal tersebut bahkan mereka juga mengungkapkan beberapa contoh kalimat tentang bentuk persungutan yang berujung pada kutuk adat tersebut antara lain: ¾ “…ya seng apa saja to, nanti tete nene moyang lia jua…” (ungkapan JB, 73 tahun dalam wawancara mendalam yang dilakukan pada tanggal 9 November 2008 di Olilit). Ini artinya dia menyerahkan hukuman atas pelanggaran itu kepada roh nenek moyang yang sudah mati untuk menyelesaikannya. ¾ “…kalau memang dia yang makan harta, biar beta makan manusia jua…” (pernyataan STL dalam diskusi tanggal 1 November 2008, pernyataan yang kurang lebih mirip juga disampaikan oleh FS 59 tahun dalam wawancara yang dilakukan tanggal 3 November maupun diskusi yang dilakukan tanggal
Universitas Indonesia Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
54
11 November 2008). Artinya Sekalipun dia memakan harta benda adatnya tetapi nyawa salah seorang anggota keluarganya dalam struktur hubungan sosial itu yang akan menjadi tumbal atau korban atas pelanggaran yang dilakukannya. Bagaimana kewajiban dan hak yang harus dilakukan atau diterima para lolat? Kewajiban utama mereka adalah menghormati hak-hak adat yang ada pada duannya, menopang dan melayani duannya dalam setiap acara yang melibatkan mereka. Karena itu, sebenarnya dalam pandangan secara umum orang berpikir bahwa semua duan mempunyai banyak uang atau bentuk materi yang lain. Ini sebuah anggapan yang keliru. Kesanggupan setiap duan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada sangat ditentukan oleh partisipasi lolat-lolatnya. “… duan lolat itu sebuah bentuk hubungan yang saling memberi dan saling menerima …bukan cuma anak dara saja tetapi akan punya menerima dan memberi yang lain juga, mo uang ka, mau barang adat ka, atau juga tanah dan yang lain-lain juga…” (Hasil wawancara dengan JB 73 tahun tanggal 7 November 2008 di Olilit). Duan dan lolat tersebut merupakan satu mata rantai yang berhubungan dengan hak dan kewajiban masing-masing pihak. Jadi berbicara tentang hubungan duan lolat itu adalah berbicara tentang bagaimana hidup ini. “…hidup ini jadi baik kalau duan deng lolat bisa selalu bersatu…”( sebagian pernyataan STL 59 tahun dalam wawancara yang dilakukan tanggal, 21 November 2008 di Saumlaki). Oleh karena itu hubungan sosial duan dan lolat merupakan sebuah kekuatan bersama dalam jaringan kelompok kerabat tersebut (sesuai jalur dan status masing-masing) dalam menghadapi berbagai kenyataan hidup ini. 2.3. Keadaan Penduduk Masalah kependudukan dalam konteks penelitian ini juga dipahami sebagai hal yang berhubungan dengan masalah hubungan sosial duan dan lolat. Oleh karena disamping pertambahan jumlah penduduk karena faktor perkawinan (duan-lolat), maka sebagaimana diketahui pertambahan jumlah
Universitas Indonesia Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
55
penduduk bisa disebabkan oleh faktor lain sebagai akibat dari adanya kota kabupaten sejak awal tahun 2000 yang lalu. Dalam hubungan itulah beberapa hal tentang penduduk terutama mengenai jumlah penduduk perlu diuaraikan hanya sebagai pelengkap dari penelitian lapangan yang sudah penulis lakukan. Jumlah penduduk kecamatan Tanimbar Selatan yang jauh berada di atas 8 kecamatan lain di kepulauan Tanimbar dapat dipahami sebagai konsekwensi dari letak kota kabupaten MTB yang berada dalam wilayah geografis kecamatan tersebut. Di samping itu jauh sebelum adanya pemekaran kabupaten MTB, Saumlaki merupakan sebuah kota kecamatan yang jauh lebih maju dari kecamatan-kecamatan lain yang ada dalam wilayah MTB. Tabel.3.2. Jumlah Penduduk Kecamatan Tanimbar Selatan Tahun 2005 Menurut Desa Dan Jenis Kelamin. NO
DESA/KELURAHAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Kelurahan Saumlaki Olilit Sifnana Lauran Kebyarat Ilngei Wowonda Bomaki Lermatang Latdalam Jumlah
L 2.696 2.008 847 804 750 626 752 690 460 1.237 10.870
TAHUN 2005 P JUMLAH 2.647 5.343 2.036 4.044 894 1.741 810 1.614 721 1.471 600 1.226 726 1.78 702 1.392 452 912 1.240 2.477 10.828 21.698
Sumber: Kantor Kecamatan Tanimbar Selatan, Desember 2005.
Data pada tabel. 3.2 di atas memperlihatkan bahwa: pada tahun 2005 kelurahan Saumlaki merupakan wilayah di kecamatan Tanimbar Selatan yang paling banyak penduduknya yakni 5.343, diikuti desa Olilit yang berjumlah 4.044. Sebagaimana di ketahui letak kedua desa Olilit maupun kelurahan Saumlaki sebagiannya terdapat di kota Saumlaki, sebagai ibu kota kabupaten yang tentu saja akan jauh lebih padat penduduknya. Karena sebagai pusat Universitas Indonesia Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
56
kabupaten Saumlaki tentu saja merupakan sebuah tempat cenderung memberikan banyak rangsangan bagi penduduk untuk dating dan menetap. Misalnya dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini menjadi sebuah kenyataan yang belum tentu didapatkan di kota atau desa lainnya di Tanimbar Selatan di luar desa Olilit maupun kelurahan Saumlaki. Tabel 4.2. Penduduk Desa Olilit Tahun 2005 Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
KELOMPOK UMUR 0 – 5 Tahun 6 -10 Tahun 11-15 Tahun 16-20 Tahun 21-25 Tahun 26-30 Tahun 31-35 Tahun 36-40 Tahun 41-45 Tahun 46-50 Tahun 51-55 Tahun 56-60 Tahun 61 (+) Tahun JUMLAH
LAKI 189 211 200 140 138 160 157 138 136 150 127 142 120 2.008
PEREMPUAN
192 212 201 142 141 164 160 140 138 151 129 143 123 2.036
JUMLAH 381 423 401 282 279 324 317 278 274 301 256 285 243 4.044
Sumber: Monografi Desa Olilit tahun 2005.
Jumlah penduduk desa Olilit berdasarkan jenis kelamin dan kelompok umur pada tahun 2005 sebagaimana terlihat dalam tabel. 4.2 di atas memperlihatkan bahwa: antara jumlah
penduduk laki-laki dan perempuan
hampir sama banyak. Jumlah laki-laki 2.008 orang sedang jumlah perempuan: 2.036 orang. Jumlah terbanyak penduduk desa Olilit berada pada kelompok umur: 6-10 tahun sebanyak: 423 orang diikuti kelompok umur 11-15 tahun sebanyak 401 orang. Jumlah penduduk desa Olilit sebagaimana terlihat dalam tabel. 4.2. di atas bukanlah sebuah fenomena tersendiri yang terpisah dari kehidupan sosial mereka secara umum. Sebab berdasarkan hasil observasi yang penulis lakukan selama penelitian ini berlangsung, setiap kehamilan atau kelahiran 1 orang bayi,
Universitas Indonesia Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
57
berhubungan dengan para duan yang selalu harus mendahului kelahiran calon bayi itu dengan mempersiapkan jodoh baginya. Hal ini tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin bayi tersebut. Baik laki atau perempuan, tetap saja sejak kelahiran pertamanya langsung disediakan baginya jodoh sesuai dengan jalur adat duan lolat yang berlaku di desa tersebut. Penentuan itu didasarkan atas garis keturunan ayah dan ibu dari bayi tersebut. Bila bayinya perempuan maka dia dijodohkan dengan salah satu anak laki-laki dari saudara perempuan bapaknya. Sebaliknya bila bayi itu laki-laki maka langsung dijodohkan dengan anak perempuan dari saudara laki-laki mamanya. Karena itu masalah pertambahan jumlah penduduk ini bukanlah sesuatu yang terlepas dari kehidupan sosial budaya masyarakat setempat, tetapi merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan. Sampai pada tahun 2008, jumlah penduduk desa Olilit sesuai data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten MTB sebagaimana diperlihatkan pada tabel. 5.2. berikut ini: Tabel. 5.2. Jumlah Penduduk Kecamatan Tanimbar Selatan menurut Jenis Kelamin dan desa No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Nama Desa Saumlaki Olilit Sifnana Lauran Kabyarat Ilngei Wowonda Lermatang Latdalam Jumlah
Laki-Laki 4.102 2.195 1.315 1.076 815 533 915 498 1.302
Perempuan 3.624 2.520 980 1.030 805 637 955 510 1.563
Jumlah 7.726 4.715 2.295 2.106 1.620 1.170 1.870 1.008 2.865
Sumber: Kecamatan Tanimbar Selatan Dalam Angka. Badan Pusat Statistik MTB 2008 hal. 9
Berdasarkan data pada tabel. 5.2 di atas, maka khusus untuk desa Olilit sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2008, terjadi peningkatan jumlah sebanyak 671 orang penduduk. Penambahan ini tidak hanya disebabkan oleh karena kelahiran bayi dalam setiap tahunnya, tetapi penambahan inipun Universitas Indonesia Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
58
disebabkan oleh karena beberapa faktor: datangnya penduduk dari kampung lain yang menetap di Olilit karena bekerja di Olilit atau di Saumlaki, karena faktor perkawinan juga. Terjadi perkawinan antara orang Olilit dan orang dari kampung lain di Tanimbar, dan mereka memilih tinggal di Olilit. Ada berbagai alasan mengapa mereka memilih tinggal di Olilit, tetapi salah satu yang sering diakui adalah karena mereka ingin lebih dekat dengan sektor-sektor pekerjaan informal yang ada di pusat kota kabupaten. Khusus tentang masalah perkawinan yang menjadi penyebab bertambahnya jumlah penduduk dalam kurun waktu 3 tahun belakangan (walaupun sampai penelitian ini selesai belum sempat diinfentarisir), berapa banyak pertambahan angka penduduk karena faktor perkawinan tersebut. Tetapi dari hasil observasi yang penulis lakukan, ada kurang lebih 3 sampai 4 keluarga yang menikah dalam kurun waktu tersebut, dan memilih tinggal di Olilit, walaupun posisi mereka sebagai anak mantu atau lolat. Persoalannya adalah: mereka adalah orang Tanimbar yang jarak kampungnya hanya sekitar 6 km, ada yang 12 km dari pusat kota Saumlaki. Mereka rata-rata mendapatkan fasilitas kendaraan (mobil) dari tempatnya bekerja. Bahkan beberapa pejabat yang di desa asalnya mempunyai pengaruh baik secara sosial kemasyarakatan maupun dalam konteks hubungan sosial duan dan lolat, tetapi mereka memilih tinggal di Olilit. Salah satu jawaban yang diperoleh: dari sumbernya (yang bersangkutan) dia mengatakan agar jarak tempat kerjanya lebih dekat. Tetapi sumber lain melalui tokoh masyarakat yang mempunyai pengaruh di Olilit menyebutkan bahwa: “…orang Olilit lebih suka kalau anamantu yang pejabat itu tinggal di sini (maksudnya: Olilit) karena akan bisa jadi sombar par katong…” (pernyataan FS 59 tahun dalam wawancara yang penulis adakan pada tanggal 25 November 2008 di Olilit Saumlaki). Secara sederhana apa yang dimaksudkan FS di atas dengan menjadi sombar artinya: memudahkan anak-anak Olilit lain untuk mendapatkan pekerjaan, atau juga membuka peluang-peluang kerja yang lain bagi anak desa Olilit yang sedang mencari kerja. Jadi secara rasional, ada
Universitas Indonesia Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
59
keinginan untuk menggunakan hubungan sosial duan dan lolat ini dalam memasuki ruang publik yang jauh lebih rasional.
2.4. Aksesibilitas Desa Olilit yang merupakan tempat paling strategis bagi kabupaten MTB maupun Kepulauan Tanimbar dapat dicapai dengan mudah baik melalui laut maupun udara. Secara umum dapat dijelaskan bahwa di kawasan kepulauan Tanimbar ini terdapat 3 lapangan terbang, yang pertama adanya di pulau Selaru, tepatnya di desa Lingat yang sudah dibangun sejak tahun 1942 oleh penjajah Jepang. Lapangan terbang Lingat ini kini 100% digunakan oleh TNI angkatan udara. Yang kedua adalah lapangan udara: Olilit yang terletak di kota Saumlaki. Dan yang ke tiga ialah Bandar udara Arin Bunga yang terletak di desa Watidal Tanimbar Utara. Lapangan udara ke dua dan ketiga digunakan untuk melayani kepentingan umum yakni jasa transportasi udara, sedang lapangan terbang yang pertama hanya digunakan sebagai pangkalan militer khususnya TNI angkatan udara, mengingat kabupaten tersebut merupakan katagori kabupaten perbatasan yang berbatasan langsung dengan dua wilayah negara lain yakni: Australia dan Timor Leste. Hanya terdapat dua maskapai penerbangan dari dan ke Tanimbar, baik dari Ambon maupun Tual dan Dobo. Dua maskapai tersebut ialah: Merpati Nusantara Airlines, untuk jenis pesawat kecil yang memuat sekitar 18 hingga 20 penumpang. Dan Maskapai Penerbangan Trigana (Trigana air), untuk jenis pesawat ukuran sedang yang memuat penumpang berkisar antara 40 hingga 50 orang. Di samping itu untuk pengembangan bisnis penerbangan maupun pembangunan transportasi secara keseluruhan, maka tepatnya di petuanan desa Ilngei pulau Yamdena Tanimbar Selatan telah dibangun sebuah Bandar udara bertaraf internasional. Di samping itu terdapat juga sarana transportasi laut dalam jumlah yang cukup memadai untuk saat ini. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa: di
Universitas Indonesia Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
60
kepulauan Tanimbar terdapat 2 pelabuhan laut yang parmanen yakni pelabuhan laut Saumlaki di kota Saumlaki dan Larat, yang masing-masing terletak di pusat kota kecamatan induk. Serta 3 buah pelabuhan laut darurat yang terletak pada 3 pusat kecamatan yakni: pelabuhan laut Adaut di kecamatan pulau Selaru, pelabuhan laut Abat di kecamatan Wuarlabobar dan pelabuhan laut Romean di kecamatan Yaru. Di samping itu di Tanimbar terdapat juga 2 pelabuhan feri yang masing-masing terdapat pada 2 kecamatan induk yakni, pelabuhan feri Saumlaki di kota Saumlaki dan pelabuhan feri Yawan di kota Larat. Biaya transportasi di Tanimbar dirasakan cukup mahal oleh masyarakat. Untuk tiket pesawat terbang dengan rute Saumlaki-Ambon berkisar antara 1 juta hingga 1,5 juta, bahkan kadang-kadang bisa mencapai 2 juta bahkan lebih yang ditempuh dalam jarak 2,5 hingga 3 jam. Sedang harga tiket pesawat Saumlaki-Larat adalah Rp.125.000 yang ditempuh dalam 20 menit. Harga tiket kapal laut untuk jenis pelayaran nusantara seperti KM Kelimutu dan KM Pangrango dengan rute Saumlaki-Ambon Rp.220.000 untuk ekonomi dan kelas 3 Rp.600.000, kelas 2 Rp.950.000 dan kelas 1 sebesar Rp.1.300.000. Dan jika rutenya terus menuju ke Makasar dan Surabaya, maka harga tiketnya masih terus bertambah. Sedang untuk jenis pelayaran perintis yang ke dan dari Tanimbar terdapat cukup banyak pilihan dan harga tiketnya masih terjangkau. Harga tiket jenis kapal Feri Saumlaki – Larat untuk kelas ekonomi Rp.60.000 dan untuk VIP (1 tempat tidur dihargai Rp.300.000). Sedang untuk jenis pelayaran perintis rute Saumlaki-Ambon harga tiket sekitar Rp.40.000 hingga Rp.50.000. Untuk jenis transportasi udara dengan pesawat terbang terdapat 4 kali penerbangan dalam seminggu (dari/ke Saumlaki). Dan hanya sekali penerbangan (setiap hari rabu) dari/ke Larat Tanimbar Utara. Untuk transportasi laut, Kapal Feri baik Larat maupun Saumlaki 2 kali dalam seminggu. Jenis pelayaran nusantara 1 kali dalam 1 minggu (hanya Saumlaki) dan untuk jenis
Universitas Indonesia Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
61
pelayaran perintis terutama untuk dari/ke Saumlaki sebagai kota kabupaten hampir setiap harinya ada jenis kapal perintis.
2.5. Pemekaran Kabupaten MTB Sebagai Respons Terhadap Kebutuhan Pembangunan Proses pemekaran kabupaten Maluku Tenggara Barat atau yang disingkat MTB merupakan sebuah respons atas berbagai kebutuhan pembangunan, khususnya sebagai bagian dari implementasi kebijakan otonomi daerah sebagai akibat dari tuntutan reformasi politik maupun reformasi pemerintahan yang dimulai dari Jakarta. Yang merupkan sebuah keunikan dari proses pemekaran MTB ini adalah situasi Politik Maluku yang sedang tidak kondusif akibat konflik berdarah yang terjadi di Ambon bahkan seluruh wilayah Maluku. Seorang Informan yang juga pejabat pemda MTB berujar: “salah satu alasan yang disampaikan kepada pemerintah dan DPR pusat dan hal itu bisa diterima sebagai dasar untuk usulan pemekaran di Maluku ialah: mempersempit dan mengurangi eskalasi konflik Maluku,… dan seperti yang adik tahu juga toh, bahwa setelah itu memang pemekaran terjadi dan kerusuhan lama kelamaan kan barenti” (Keterangan GL, 59 tahun di Oililit Saumlaki, 10 Nopember 2005). Dalam hubungan itulah, maka Kepulauan Tanimbar sebagai bagian dari kabupaten MTB, kemudian dimekakarkan pada tahun 2000. Pemekaran tersebut dilakukan berdasarkan UU No. 46 tahun 1999 tentang pembentukan Propinsi Maluku Utara, Kabupaten Pulau Buru dan Kabupaten Maluku Tenggara Barat dan disempurnakan lagi oleh UU No. 6 tahun 2000. Pemekaran MTB sebagai kabupaten ini kemudian diikuti pula oleh pemekaran kecamatan khususnya di wilayah Tanimbar dari 2 kecamatan induk yakni kecamatan Tanimbar Selatan dan Kecamatan Tanimbar Utara yang ibu kotanya di Larat. Pemekaran 7 kecamatan
tambahan
setelah
pemekaran
Kabupaten
MTB
dilakukan
berdasarkan Perda nomor: 01 tahun 2003 tentang pembentukan kecamatan: Yaru, kecamatan Nirunmas dan kecamatan Kormomolin. Dan Perda nomor: 2
Universitas Indonesia Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
62
tahun 2003 tentang pembentukan kecamatan Selaru, Kecamatan Wertamarin, kecamatan Wermaktian dan kecamatan Wuarlabobar. Setelah pemekaran ini terjadi banyak perubahan terus terjadi. Saumlaki yang tadinya menjadi kota kecamatan Tanimbar Selatan, dinaikkan statusnya menjadi kota Kabupaten. Di samping itu wilayah MTB yang merupakan wilayah
kepulauan
kemudian
disiasati
dengan
membangun
berbagai
infrastruktur transportasi seperti: Pelabuhan-pelabuhan laut pada setiap wilayah kecamatan, pembangunan Bandar udara di 2 kecamatn Induk di Tanimbar Yakni di Larat tepatnya di Watidal dan di Saumlaki tepatnya di Olilit. Pembangunan pada sektor ini pasca pemekaran ternyata membawa banyak sekali perubahan. Kondisi ini merangsang terjadinya perubahan pada sektorsektor lain, misalnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi serta transportasi yang akan dijelaskan pada bagian berikutnya. Dengan adanya kabupaten MTB yang berpusat di kota Saumlaki dan berdekatan dengan Olilit, ternyata membawah bayak pengaruh dalam kehidupan di OLilit. Masuknya berbagai hal baru yang sebelumnya tidak ditemukan membawah banyak akibat bagi kehidupan orang Olilit. Satu kasus kecil menarik yang hendak penulis ceritakan dalam bagian ini untuk menjelaskan bagaimana pengaruh kota kabupaten dalam kehidupan masyarakat di Olilit antara lain adalah: “hari itu rabu tanggal 10 November tepat di pantai Weluan Olilit, sekitar pukul 13:30 WIT, setelah melakukan wawancara mendalam kedua dengan bpk. GB, 42 tahun, maka penulis bersama asisten peneliti bermaksud bersantai sebentar di tempat itu, karena seperti di ketahui pantai Weluan ini merupakan sebuah tempat wisata bagi masyarakat Olilit maupun Saumlaki pada umumnya. Tiba-tiba kami disentak oleh seorang ibu sambil tergesa-gesa dan menunjukan selembar foto, seorang laki-laki kepada kami sambil bertanya: “…kamong lia antua ini kaseng? (apakah kalian melihat bapak ini atau tidak?). Secara spontan asisten peneliti menjawab, “…seng usi, barang mengapa la? (Tidak kaka (sebutan usi untuk kakak perempuan) , memangnya kenapa dengan bpk itu?. Perempuan itu dengan emosi menjawab, dia beta pung laki yang sudah 3 hari seng pulang rumah gara-gara baku kurung deng perempuan karoke…( dia adalah suami saya yang sudah 3 hari bersama
Universitas Indonesia Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
63
(nginap bersama/baku kurung) dengan seorang wanita karaoke (bekerja di karaoke). Dan kemudian dijawab oleh asisten peneliti katong seng tau, barang katong jua baru di sini (kami tidak tahu/tidak melihat sebab kami juga baru di sini)” Ini adalah sebuah kisah yang singkat, dan bisa dimaknai untuk berbagai hal dan kepentingan, bagi penulis kisah ini memberikan sebuah makna bahwa sebenarnya ancaman terhadap hubungan sosial duan dan lolat cukup terasa dalam kehidupan sehari-hari, karena penghargaan terhadap Limditi, terutama istri yang dikhianati merupakan sebuah kisah yang tentu saja sangat berbeda dengan bentuk penghargaan terhadap perempuan sebagai Limditi yang memberikan status duan kepada keluarga asal. Dan manakala perempuan itu melahirkan anak perempuan lagi, maka keluarga asalnyapun akan menjadi duan bagi keluarga laki-laki yang menikahinya. Konsekwensi dari pemekaran kabupaten sejak tahun 2000 yang lalu memang menimbulkan banyak dampak dalam kehidupan masyarakat di Olilit yang berdekatan atau bahkan wilayah petuanannya menjadi bagian dari kota kabupaten MTB. Peristiwa kecil ini kemudian menginspirasikan penulis untuk melakukan observasi dan mengidentifikasi berbagai hal baru yang dapat dianggap sebagai stimulus eksternal yang berpengaruh baik langsung atau tidak terhadap hubungan sosial duan dan lolat. Misalnya hasil identifikasi penulis terhadap jumlah tempat hiburan yang ada di Olilit, Saumlaki dan sekitarnya seperti salon dan karaoke dan bilyard sebagai tempat hiburan yang sebelum tahun 2000 tidak terlalu menjadi sebuah sorotan orang di Olilit maupun desadesa sekitarnya:
Universitas Indonesia Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
64
Tabel 6.2. Jumlah Tempat hiburan7 (Karaoke, Salon dan Bilayard) di Olilit, Saumlaki dan sekitarnya No
Tempat Hiburan
Jumlah
1.
Karaoke
14 buah
2.
Salon Dan jasa pijit (terselubung)
21 buah
3
Bilyard
13 buah
Sumber: data hasil penelitian (observasi)
Dari hasil
penelitian
ini
ditemukan bahwa kebanyakan
yang
mempunnyai tempat usaha tersebut adalah para anggota DPRD maupun beberapa pejabat pemda, sehingga aktifitasnya tetap berjalan lancar. Kondisi ini secara tidak langsung sebenarnya juga berhubungan dengan dengan hubungan sosial duan dan lolat terutama dalam temuan penulis akan tingginya kasus persinahan dan perselingkuhan di Olilit. Bahkan seorang mantan anggota DPRD MTB, bahkan menikahi seorang perempuan asal Banyuwangi dan menceraikan istrinya pada tahun 2004. Ini sebuah peristiwa yang sebelumnya jarang terjadi. Tingginya kasus perselingkuhan dan persinahan salah satunya disebabkan oleh hal ini, sehingga perubahan hubungan sosial duan dan lolat menjadi sesuatu yang tidak dapat dihindari.
2.6. Iklim Dan Potensi Wilayah Secara umum MTB mengalami iklim yang amat dipengaruhi oleh: Laut Banda, laut Arafura dan samudra Indonesia, juga dibayangi oleh pulau Irian di bagian timur dan benua Australia di bagian selatan, sehingga sewaktu-waktu terjadi perubahan. Keadaan musim berlangsung teratur. Musim timur (kemarau) berlangsung dari bulan April hingga Oktober dan musim barat yang berlangsung dari bulan Oktober hingga Pebruari. Musim hujan terjadi pada 7
Karaoke, Salon dan Bilyard dalam konteks ini penulis melihatnya sebagai tempat hiburan karena: semua pekerja ditempat-tempat tersebut kebanyakan adalah perempuan yang berasal dari luar Tanimbar dan bahkan luar Maluku, seperti Makasar, Menado, Surabaya (benayakan) dan dari beberapa kota lain di Jawa. Dalam usaha salon kecantikan mkisalnya dari pengakuan beberapa orang sebenarnya tempat ini juga menawarkan jasa pijit(+).
Universitas Indonesia Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
65
bulan Desember sampai Pebruari, dan paling deras terjadi pada bulan Desember dan Pebruari. Desa Olilit maupun kota Saumlaki serta MTB pada umumnya mempunyai suhu udara cukup panas, yakni : rata-ratanya 27,3 derajat celcius dengan suhu minimum absolute rata-rata 21,7 derajat celcius, serta suhu maksimum absolute rata-rata 32,8 derajat celcius. Sementara kelembaban udara rata-ratanya 80,2%, penyinaran matahari rata-rata 73,9% serta tekanan udara rata-rata 1.011,7 milibar (MTB Dalam Angka, 2004:5-7). Sementara itu potensi laut MTB berdasarkan Situs Resmi PEMDA MTB : Dengan tema: “Budaya Tumbur Desa Budaya Sangliat Dol Desa Budaya Olilit Lama Desa Budaya Kampung” menyebutkan bahwa: Potensi laut MTB terdapat segala ragam jenis ikan dan kekayaan alam lain yang tiada habisnya. Bagi Kabupaten MTB yang 88% wilayahnya adalah laut, merupakan harapan masa depan.
Karena itu
PEMDA MTB bersama para pemuka adat pada
tanggal 27 Agustus 2002 mendeklarasikan wilayahnya sebagai kabupaten Bahari Nusantara. Pada tahun 2001 total perekonomian Rp 367,6 miliar dengan 53,7 persen kontribusi sektor pertanian. Sumbangan perikanan Rp 83,9 miliar, 22,8 persen dari total perekonomian. Sebaliknya, hasil bumi kabupaten yang menjadi daerah otonom berdasarkan UU No.46 Tahun 1999 ini cenderung menurun. Kontribusi gabungan tanaman bahan pangan, perkebunan, peternakan, dan kehutanan tahun 1999 mencapai 34,3 persen, tahun berikutnya 32,5 persen, dan tahun 2001 turun lagi menjadi 30,9 persen. Hasil tangkapan ikan tahun 2001 baru 4.520 ton. Kalau dilihat dari luas wilayah lautan, hasil tangkapan tersebut jauh dari harapan, mengingat potensi perikanan di sana seperti ikan tuna, cakalang, tongkol, marlin, dan tenggiri 755.000 ton per tahun. Saat ini harga hasil tangkapan laut per kg seperti ikan tuna Rp 3.000-Rp 5.000, kerapu Rp 15.000, udang windu Rp 4.000-Rp 5.000. Kecilnya hasil tangkapan tersebut seimbang dengan kondisi peralatan, sumber daya manusia, dan cara penangkapan. Menurut data tersebut, terdapat 3.220 perahu tanpa motor, 230
Universitas Indonesia Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
66
motor tempel, dan 93 kapal motor. Nelayan yang jumlahnya sekitar 11.100 jiwa sebagian besar masih menangkap dan mengelolah hasil tangkapan secara tradisional. Sarana penangkap ikan yang digunakan masih berupa jaring, pancing, bubu, jala, dan alat pengumpul lainnya. Sentra penghasil ikan berada di Kecamatan Tanimbar Selatan dan Tanimbar Utara. Propinsi Maluku dengan luas wilayah terdiri dari sekitar 92,4 % wilayah memiliki potensi sumber daya kelautan dan pesisir yang sangat menunjang pembangunan daerah. Perairan Maluku memiliki produksi perikanan laut sebesar 453.380,6 ton/tahun pada tahun 2005. Jumlah produksi perikanan tersebut terjadi kenaikan pada semua jenis ikan. Jenis ikan yang tersebar di perairan Maluku adalah ikan Pelagis Besar yang terdiri dari ikan Tuna, Cakalang, Paruh Panjang, Tongkol, Tenggiri. Sedangkan ikan pelagis kecil yang terdiri dari ikan teri, kembung, layang selar dan julung. Ada juga ikan Demarsal, ikan karang, cumi-cumi, ikan hias dan jenis ikan lainnya. Hingga akhir tahun 2005, sarana penangkapan ikan baik yang bersifat tradisional maupun industri di Maluku berjumlah 76.361 unit. Dalam tahun 2005, terdapat 57 izin usaha perikanan yang diterbitkan oleh Pemerintah Propinsi Maluku. Jumlah perusahaan perikanan yang beroperasi di perairan Maluku berjumlah 189 perusahaan dengan jumlah kapal tangkap sebanyak 1.201 buah dan kapal pengumpul sebanyak 68 buah dengan ukuran diatas 30 GT sampai dengan 400 GT. Walaupun potensi laut terutama kandungan ikan di perairan MTB cukup potensial namun secara ekonomis usaha budidaya perikanan tambak dengan memanfaatkan lahan ini belum dilakukan (...www.mtbkab.go.id/?pilih=hal&id=33 - 24k, yang diakses tanggal 30 Juni 2008). Masih dari situs yang sama juga dijelaskan bahwa: baik potensi pertanian maupun perkebunan dan peternakan juga cukup menjanjikan untuk dikelolah secara maksimal seperti terlihat pada tabel. 6.2. di bawah ini:
Universitas Indonesia Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
67
Tabel. 7.2. Potensi Pertanian Kabupaten MTB PERTANIAN DI MALUKU TENGGARA BARAT Jenis Tanaman Pangan Produksi (Ton) Padi Ladang 3.280 Jagung 10.258 Ubi Kayu 9.648 Kacang Tanah 792 Sumber: ...www.mtbkab.go.id/?pilih=hal&id=33 - 24k Situs resmi Pemda MTB, diakses pada 30 Juni 2008.
Masih dari sumber yang sama, juga didapati bahwa potensi wisata di kabupaten ini cukup memiliki banyak peluang untuk pengembangan ke depan. Bahkan potensi wisata yang terdapat di kecamatan Tanimbar Selatan maupun MTB secara keseluruhan cukup banyak dan bervariasi dan masih bisa terus dikembangkan ke depan, sebagaimana terlihat dalam tabel: 7.2. Tabel 8.2. Objek Pariwisata Di Kabupaten M T B. OBJEK WISATA A. POTENSI ALAM Pantai Weluan Pantai Weibok/Tumbur Pantai Astubun Pantai Nusmomalin Tubun Pantai Kilaan, Nama Wetir Pantai Nukaha, Pantai Watititir Goa Air Ibang Taman Laut Matakus Taman Laut Nustabun Taman Laut Angwarmas Wisata Bahari Pulau Liran Wisata Bahari Pulau Reong Wisata Bahari Pulau Selu Wisata Bahari Pulau Nitu Wisata Bahari Pulau Nuskaha Wisata Bahri Hawai P.Romang Wisata Bahari Pulau Tepa Wisata Bahari Wolas Wisata Bahari Pulau Fordata Danau Tihu Hutan Alam Pulau Angwarmas Hutan Alam Nusyanat Hutan Alam Salir
LOKASI
SPESIFIKASI
Desa Weluan Desa Tumbur Desa Astubun Desa Astubun Desa Kilaan Desa Nuskaha Desa Nuskaha Desa Matakus Desa Nustabun Pulau Angwarmas Pulau Liran Pulau Reong Pulau Selu Pulau Nifu Pulau Nuskaha Pulau Romang Pulau Tepa Pulau Wolas Pulau Fordata Pulau Wetar Pulau Angwarmas Pulau Yanat Pulau Salir
Bahari Bahari Bahari Bahari Bahari Bahari Eko Wisata Bahari Bahari, Biota Laut Taman Laut Bahari Bahari Bahari Bahari Bahari Bahari Bahari Bahari Bahari Panorama Alam Cagar Alam Panorama Alam Panorama Alam
Universitas Indonesia Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
68
Hutan Alam Lorulung & Desa Maktian Panorama Alam Maktian Hutan Alam Pulau Babar Pulau Babar Panorama Alam Hutan Alam Pulau Moa Pulau Moa Panorama Alam Hutan Alam Wurjaroe Pulau Wurjaroe Panorama Alam Hutan Alam Pulau Nuswotar Pulau Nuswotar Cagar Alam Hutan Alam Pulau Labobar Pulau Labobar Panorama Alam Hutan Alam Lamdesar Barat Pulau Lamdesar Panorama Alam Hutan Alam Pulau Wolas Pulau Wolas Panorama Alam B. POTENSI BUDAYA DAN PENINGGALAN SEJARAH Desa Budaya Tumbur Desa Tumbur Budaya Desa Budaya Sangliat Dol Desa Sangliat Budaya Desa Budaya Olilit Lama Desa Olilit Budaya Desa Budaya Kampung Lauran Desa lauran Budaya Desa Budaya Lorulun Desa Lorulun Budaya Desa Budaya Aruibab Desa Aruibab Budaya Desa Budaya Pulau Babar Pulau babar Budaya Desa Budaya Pulau Kaisar Pulau Kaisar Budaya Desa Budaya Pulau Moa Pulau Moa Budaya Desa Budaya Pulau Likat Desa Likat Budaya Desa Budaya Adawet Desa Adawet Budaya Desa Budaya Pulau Molo Pulau Molo Budaya Desa Budaya Desa Wolas Desa Wolas Budaya Kawasan Wisata Rohani Olilit Desa Olilit Religius Sumber: ...www.mtbkab.go.id/?pilih=hal&id=33 - 24k Situs resmi Pemda MTB, diakses pada 30 Juni 2008.
Data yang dipaparkan dalam tabel 7.2 di atas menunjukkan bahwa: Masih banyak potensi pariwisata yang dapat terus dikembangkan. Namun sampai saat ini hal-hal tersebut belum sepenuhnya bisa dilakukan karena berbagai kendala yang dihadapi, sebagai kabupaten yang baru dimekarkan. Kendala utamanya berhubungan dengan masalah dana maupun masalah ketersediaan sumber daya manusia yang siap pakai dalam mengelolah berbagai potensi yang ada. Sebab sebagaimana diketahui kebutuhan dana untuk membangun wilayah kepulauan tentu saja berbeda dengan kebutuhan dana untuk membangun wilayah daratan. Apa yang sedang dilakukan pemda MTB dalam 2 tahun terakhir adalah: melakukan pembenahan secara menyeluruh dalam sektor birokrasi, terutama yang berhubungan dengan disiplin anggaran serta melakukan penataan untuk mencoba mengurangi keterlibatan peran-peran yang bersumber dari domain privat ke domain publik. Dalam satu kesempatan
Universitas Indonesia Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
69
yang penulis lakukan dengan pimpinan daerah (Bupati MTB) tanggal 12 November 2008: dapat penulis simpulkan bahwa ada pengakuan bahwa akan keinginan untuk memisahkan secara jelas apa yang menjadi bagian dari urusan dan wewenang publik dengan apa yang menjadi tanggungjawab yang bersumber dari hukum adat duan lolat. Hal ini disebabkan oleh keputusan pemimpin terdahulu yang meletakkan kerangka hubungan duan dan lolat sebagai bagian dari tugas kabupaten ini untuk melayani dan memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya.
Universitas Indonesia Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
70
BAB 3 PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
PERUBAHAN HUBUNGAN SOSIAL DUAN DAN LOLAT DI OLILIT DALAM KURUN WAKTU 1995-2004
3.1. Pengantar Kehidupan masyarakat di Olilit dalam kurun waktu 1995-2004 merupakan sebuah gambaran atas kenyataan yang dipengaruhi oleh struktur sosial orang Olilit Tanimbar MTB. Kedhidupan orang Olilit dalam kurun waktu tersebut dapat disebut dalam kategori masyarakat tradisional yang sedang berubah oleh karena berbagai pengaruh yang secara langsung atau tidak berhadapan dengan struktur sosial masyarakat di Olilit. Dalam praktek hidup masyarakat di Olilit, ada satu satu system yang merupakan milik bersama dan diakui keberadaannya oleh orang-orang di Olilit. Temuan sebelumnya tentang hubungan sosial di Tanimbar pada umumnya disebut Duan dan Lolat, yang salah satunya terbentuk melalui proses perkawinan. Dalam penelitian inipun penulis menemukan bahwa hubungan sosial yang disebut duan dan lolat sedang mengalami perubahan dalam berbegai aspeknya. Permasalahan pokok yang hendak dijelaskan melalui penelitian ini berhubungan dengan upaya penulis untuk mencari jawaban atas bagaimana perubahan hubungan sosial duan dan lolat, serta apa saja faktorfaktor yang mempengaruhi perubahan hubungan sosial duan dan lolat tersebut. Hendak dijawab dengan melakukan klasifikasi dan pemetaan atas semua dan informasi dalam 2 kurun waktu yang berbeda. Pembedaan waktu dimaksud adalah dari tahun 1995-1999 dan dari tahun 2000-2004. Pemisahan periodesasi waktu untuk melihat perubahan hubungan sosial ini dilakukan karena satu pertimbangan,
yakni bahwa di
Olilit
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
71
sebagai sebuah desa adalah menjadi bagian dari wilayah kecamatan Tanimbar Selatan dalam kurun waktu 1995-1999, dan dalam kurun waktu 2000-2004 telah menjadi bagian dari wilayah kota kabupaten MTB yang terletak di Saumlaki. Atas dasar pertimbangan itulah, maka secara sosiologis kehidupan masyarakat di Olilit khususnya dalam hubungan sosial duan dan lolat akan dilihat dalam konteks tersebut. Hal ini tidak berarti bahwa ada upaya mendalami kenyataan bahwa: hubungan sosial duan dan lolat dalam dua kurun waktu tersebut pasti berbeda, karena jawabannya bisa saja berbeda dan bisa juga tidak. Atau jika berbeda, bisa saja disebabkan oleh karena ada pengaruh kehadiran kota kabupaten dan bisa juga tidak ada pengaruhnya terhadap hubungan sosial duan dan lolat di Olilit Tanimbar MTB dalam kurun waktu tersebut.
3.2. Perubahan Hubungan Sosial Duan Lolat Dalam Kurun Waktu 1995-1999. 3.2.1. Status7 Dan Kedudukan Dalam Hubungan Sosial Duan Lolat (Realitas, budaya dan Sosio-Geografis) Persoalan status dan kedudukan secara sosiologis bukanlah sesuatu yang terlepas dari kerangka budaya masyarakat setempat, tetapi konstruksi tentang status sosial kemudian dapat mengalami penyesuaian atau bahkan perubahan sesuai dinamika dan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat itu. Berdasarkan struktur sosial orang Olilit, status sosial juga berpengaruh dalam praktek hubungan sosial. Dalam penelitian ini hubungan sosial yang dimaksud adalah hubungan sosial duan dan lolat. Penelitian ini menemukan bahwa yang menjadi dasar untuk 7
Status yang dimaksudkan dalam hubungan sosial duan dan lolat, dapat dijelaskan bahwa: Setiap orang yang berstatus duan pasti juga berstatus lolat bagi orang lain. Jadi hak dan kewajuban maupun peranan yang ada dalam setiap duan maupun lolat adalah sama saja. Seseorang yang berstatus sebagai duan Ompakain adalah menjadi lolat bagi duan di atasnya (udanain), tetapi dalam posisi tersebut duan satu tingkat (satu generasi di atasnya) telah menjadi duan ompakain baginya. Lihat gambar tersebut pada Bab II hal 41.
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
72
menentukan status sosial duan dan lolat adalah melalui sebuah proses perkawinan. Dalam kurun waktu 1995-1999, orang-orang di Olilit pada umumnya mengenal bahwa dan mengerti bahwa yang disebut status sosial adalah berdasarkan konstruksi budaya “adat” masyarakat setempat yang disebut duan dan lolat. Status duan maupun lolat yang ada dalam masyarakat di Olilit dalam kurun waktu 1995-1999 dibagi dalam 3 tingkatan utama: 1. Status Duan “OMPAKAIN” Duan sebagai pemberi anak dara dalam tingkatan status ini merupakan pihak yang berkedudukan sebagai 1 generasi diatas lolat, sehingga yang disebut duan “ompakain” biasanya adalah Om atau Paman atau saudara laki-laki dari mama. Oleh karena itulah duan dalam tataran ini berbeda dengan “Besan” dalam istilah suku lain atau ipar/kunyadu dalam istilah Ambon. Di Olilit atau Tanimbar pada umumnya orang menyebut istilah besan atau ipar dan kunyadu tersebut sebagai: DAUK. Jadi posisi sesama dauk adalah sejajar, sedang kedudukan duan dan lolat adalah bertingkat atau hirarchis. Sebagai contoh: Anak-anak dari Joseph Fasse: Penina (perempuan) dan Baltasar (laki-laki). Kemudian anak-anak Yohanis Batlajery adalah: Gerry (laki-laki), Adrian (laki-laki) dan Naomi (perempuan). Anak perempuan Joseph Fasse berbana Penina menikah dengan Gerry anak dari Yohanis, maka: Gerry adalah lolat dari Joseph Fasse sebagai duan. Sedang anak laki-laki dari Penina dan Gerry adalah lolat dari Baltasar (saudara laki-laki Penina) sebagai duan. Jadi Baltasar adalah Ompakain dari anak-anak Gerry dan Penina. Selanjutnya antara Joseph Fasse dan Yohanis Batlajery dalam hubungan tersebut, kedudukan mereka sama dalam ikatan “Dauk” atau “Kunyadu” atau “Besanan”. Apakah dalam status yang sama tersebut tidak menimbulkan perbedaan-perbedaan dalam hal peran sosial? (nanti
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
73
dijelaskan kemudian). Tetapi singkatnya; sekalipun status dan kedudukan mereka sejajar dan saling menyapa dengan sebutan dauk. Tetapi tetap ada perbedaan dalam peran adat, karena hal itu berhubungan dengan status mereka sebagai pemberi atau penerima anak dara. Dalam hal ini Joseph Fasse adalah Dauk-Duan dan Yohanis Batlajery adalah Dauk-Lolat dalam hubungan tersebut. 2. Status Duan “UDANAIN”. Posisi dan status duan Udanain ini secara hirarchis berada 2 generasi di atas lolat. Artinya bila dijelaskan dengan contoh pada status duan yang 1 di atas, maka anak laki-laki dari Penina dan Gerry mempunyai duan udanain kepada kakak atau saudara laki-laki dari nenek mereka. Nenek mereka ini berasal dari jalur bapak mereka, yaitu saudara lakilaki dari mamanya Gerry 3. Status Duan “EMPUAIN” Untuk menggambarkan kedudkan tersebut, maka perlu dijelaskan bahwa: duan Empuain ini didapatkan melalui jalur kakek dari nenek saya. Nenek di sini adalah mama dari bapa saya. Jadi kakek dari nenek saya itulah duan Empuain saya. Dalam kurun waktu 19951999, status ini tidak berubah. Dia tetap diakui dan berjalan seperti biasanya. Apakah ini berarti tidak ada status yang lain selain itu status sosial tersebut? Sebenarnya dalam tahun tersebut, Olilit bukanlah sebuah desa yang sangat terisolir, karena sejak tahun 1953/1954, secara administrative pemerintahan, Olilit yang wilayah petuanannya meliputi Saumlaki, telah menjadi bagian dari satu dinamika kota kecamatan. Sekalipun diakui bahwa dinamika kecamatan yang ada di Saumlaki dalam kurun waktu penelitian ini 1995-1999, sangat jauh berbeda dengan sebuah kecamatan di pulau Ambon atau juga di dinamika kehidupan masyarakat dalam satu wilayah kecamatan di Depok. Perbedaan ini tentu saja sangat didukung oleh banyak faktor, salah satunya adalah masalah kondisi geografis
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
74
wilayah kepulauan di Maluku pada umumnya dan kususnya kabupaten Maluku Tenggara yang sejak tahun 1953 ibukotanya di Tual. Perbedaan dalam hal ketertinggalan itu makin nampak ketika dari aspek transportasi yang menghubungkan Olilit dengan kota atau pulau lainnya menjadi sebuah masalah tersendiri. Dalam kenyataannya, inilah problem terbesar dari dari hampir semua pulau yang ada dalam wilayah kepulauan Maluku Tenggara Barat. Tidak seringnya melakukan perjalanan atau kontak dengan dengan daerah atau kota lain di luar Tanimbar terutama Ambon sebagai pusat kota propinsi, akibat terbatasnya sarana transportasi, menyebabkan kontak dengan kota, pulau atau daerah lain semakin menambah bobot pembenaran atas masalah transportasi yang salah satunya menjadi sebab kawasan ini disebut sebagai kawasan yang terlupakan8. Dalam kondisi demikian, sekalipun ada sedikit perkembangan ekonomi pasar, melalui “orang-orang China” (sebutan orang Olilit bagi pada pedagang yang ada di pusat kota Saumlaki) yang ada di kota Saumlaki, tetapi pandangan masyarakat akan pentingnya status sosial berdasarkan duan lolat tersebut tetap lebih dominant dari kategori status sosial menurut ukuran-ukuran yang lain. Dalam bidang politikpun demikian, masalah pilkades lebih banyak ditentukan oleh sebuah keputusan politik yang bersifat aklamasi dari semua warga. Karena yang diangkat sudah sesuai dengan status sosial adat yang ada padanya. Pemilihan umum dalam kurun waktu itupun masih sangat didominasi oleh Golkar sebagai partainya pemerintah orde baru pada waktu itu, sehingga keikutsertaan masyarakat dalam pemilu bukanlah sebuah pesta yang begitu penting bagi mereka. Dalam anggapan mereka, keadaan mereka tetap sama saja siapapun yang
8
Van Dijk and de Jong. Forgotten Islands Of Indonesia, the art and culture of the Southeast Moluccas. Leiden: Periplus Edition. 1995. Selain Tanimbar Kawasan MTB yang lain seperti kepulauan Babar, Serwaru dan Kisar juga masuk dalam kategori kawasan yang terlupakan.
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
75
menang. Bahkan perhatian mereka akan hal-hal tersebut menjadi tidak terlalu penting. Oleh karena itulah kondisi ini yang menyebabkan hanya referensi status dan kedudukan berdasarkan dimensi budaya duan lolat tetap menjadi hal utama dalam hubungan sosial duan dan lolat. Dalam proses hubungan tersebut duan memperhatikan dan melindungi lolalat-lolatnya demikian sebaliknya lolat tetap bersikap hormat dan kapanpun siap membantu duannya. Seperti dikatakan beberapa informan: “…taon yang pertama tadi itu (1995-1999) oh duan lolat masih murni paskali…beda deng skarang to…” (penyataan STL 59 tahun, pada tanggal 1 Nopember 2008 di Olilit). “...Sebelum ada kabupaten ketong di Olilit ini bai-bai saja, tapi skarang, ado…akan suseng murni lai…” (YF 42 tahun di Olilit tanggal 1 Nopember 2008). “…Jadi sama deng tadi bapa bilang itu, waktu belum ada kabupaten, ada apa sadiki ketong pi di duan, atau duan yang datang di lolat, tapi skarang…masing-masing urus diri sendiri …” (pernyataan MS, 33 tahun dalam diskusi yang penulis lakukan dengan para penenun tanggal 2 Nopember 2008 di Olilit). Para informan mengakui bahwa sebenarnya, tanpa disadari dalam kurun waktu 1995-1999, bentuk tindakan tradisional jauh lebih dominant dalam kehidupan orang Olilit ketimbang yang lain. Dalam setiap kenyataan yang mereka hadapi, patokan nilai yang mereka pakai hanyalah hubungan sosial duan dan lolat. Sama seperti yang diakui di atas ”… apa-apa sadiki ketong lari ke duan atau duan ke lolat…” . Dan sebagaimana dijelaskan di atas, kenyataan ini juga tidak dimbangi dengan penyediaan jasa teknologi transportasi yang baik “tidak lancar”9 atau baik yang dapat menghubungkan setiap pulau yang ada di kepulauan Maluku Tenggara maupun sampai ke Ambon sebagai kota propinsi. 9
Dari dinas perhubungan MTB pada waktu penelitian ini dilakukan menyebutkan bahwa: dalam kurun waktu tersebut arus transportasi yang masuk dan keluar Tanimbar belum selancar sekarang ini. Dalam sebulan hanya 1 kali saja orang dapat datang dan kelauarr Tanimbar dengan menggunakan kapal perintis untuk berkunjung ke daerah, kota atau pulau yang lain.
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
76
Sehingga referensi orang Olilit lebih banyak dipengaruhi oleh proses hubungan sosial berdasarkan status adat duan dan lolat. Itulah sebabnya apa yang menjadi bagian dari konstruksi hubungan sosial berdasarkan status adat itulah yang diikuti oleh mereka. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam kurun waktu tersebut, dominasi tindakan tradisional berdasarkan legitimasi otoritas tradisional dan otoritas karismatik lebih mendominasi mereka dalam proses hubungan sosial. Dinamika yang terbangun menyerupai sebuah wajan besar yang seakan-akan hanya berputar-putar pada tempat yang sama.
Saling
ketergantungan
diantara
mereka
semakin
tinggi,
penghargaan atas status sosial berdasarkan dimensi budaya sangat dihormati.
3.2.2. Fungsi Dan Peranan Dalam Hubungan Sosial Duan Dan Lolat 1. Perubahan Hubungan Sosial Dalam Pemilihan Dan Penentuan Jodoh (Perubahan Tindakan Sosial Yang bersumber dari otoritas Karismatik): Dalam hubungan sosial orang di Olilit, Pemilihan jodoh merupakan tugas utama dari seorang ompakain. Jadi sejak kelahiran seorang bayi laki-laki adalah tanggungjawab seorang
ompakain
untuk memilih jodoh baginya. Asal ususl jodoh baginya berasal dari anak gadis ompakain. Khusus tentang hal ini, seluruh peserta diskusi maupun informan yang di indept interview mengakui bahwa dalam kurun waktu tersebut telah terjadi perubahan dalam hal peranan seorang ompakain dalam memilih jodoh bagi lolatnya. Ketika penulis dalami lebih jauh, alasan mereka pada umumnya adalah “Kawin darah” tidak diakui lagi dalam duan lolat. Hal ini menunjukkan satu perubahan cukup mendasar dalam hal peran dalam menentukan jodoh tersebut. Hasil observasi dan kegiatan crosscheck datapun kemudian dilakukan untuk mengetahui hal ini.
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
77
Ternyata ide perubahan ini dimulai sejak awal tahun 1985 melalui 2 alasan utama: Pertama: umumnya informan yang bukan asal desa Olilit berjumlah 19 orang, hanya 2 (HL 46 tahun dan RS 69 tahun) yang mengatakan bahwa Adat Duan Lolat tidak mengenal kawin darah, padahal 17 informan lainnya mengakui kalau kawin dalam jalur turunan adalah hakekat dari hubungan sosial duan lolat. Jadi sebenarnya perubahan sudah terjadi. Tanggungjawab penentuan jodoh diserahkan pada Empuain, yang berarti perkawinan dalam hubungan darah tidak dibenarkan pada tingkatan Ompakain (turunan langsung) anak paman dengan saya, tetap dalam jalur adat duan dan lolat yang benar sampai pada tingkatan ke-3. Berarti perubahan dalam kurun waktu tersebut, khusus dalam pemilihan jodoh beralih dari Ompakain ke Empuain. Kedua: Perubahan ini adalah sesuatu yang sebenarnya cukup mendasar karena mengubah sebauh jalur dalam system perkawinan yang dianut oleh orang Olilit. Bila dibandingkan dengan informan yang kebetulan berasal dari desa lain di Tanimbar dan beragama Kristen seperti STL 59 tahun atau MK 57 tahun, mereka mengakui bahwa sebenarnya jalur perkawinan yang benar adalah seorang lakilaki harus menikah dengan anak perempuan om (anak perempuan dari saudarah laki-laki mamanya). Berarti perubahan mendasar seperti ini tidak sembarangan dan terjadi dalam sebuah resiko yang besar. Setelah didalami lebih jauh ternyata perubahan tersebut merupakan bagian ide pastoral yang sebenarnya sudah dimulai sebelum periodesasi penelitian ini. Pesan itupun kemudian dilegitimasikan melalui sebuah otoritas karismatik, yang tidak sekedar melihat hubungan sosial antar manusia, tetapi berhubungan dengan kewibawaan seorang pemimpin yang sangat dihormati karena merupakan utusan Tuhan bagi umat di Olilit. Oleh
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
78
karena itu keputusan untuk melakukan tindakan sosial yang berhubungan
dengan
keputusan
memilih
jodoh
kemudian
dilegitimasikan dengan pemahaman yang secara teologis menjadi sebuah kebenaran, karena ada bentuk penerapan sanksi bagi setiap orang yang melanggarnya. Orang Olilit dalam kurun waktu tersebut sangat taat dan menghormati para para pemimpin agamanya sebagai seorang utusan Tuhan yang disertai dengan kemampuan-kemampuan yang khusus karena mempunyai hubungan yang khusus dengan Tuhan. Sehingga karisma inilah yang kemudian menyebabkan perubahan dapat terjadi, sekalipun yang harus diubah adalah hal-hal yang sangat mendasar. Tidak ada keraguan untuk mengubah hal itu, karena berhubungan dengan kepercayaan mereka akan kekuatan dan maksud Tuhan melalui utusanNya, dan diyakini oleh umat “orang Olilit” mempunyai karisma dan wibawa pastoral yang sangat dihargai dan dihormati. Oleh karena perubahan dalam hal ini merupakan sebuah perubahan dari tindakan sosial yang dilegitimasikan oleh otoritas tradisional ke perububahan tindakan sosial yang dilegitimasikan oleh otoritas karismatik.
2. Fungsi Dan Peranan Pembayaran Harta Adat, (tindakan sosial dalam status sosial yang berdimensi budaya). Dalam kurun waktu 1995-1999 fungsi pembayaran harta adat tetap dijalankan oleh ompakain, udanain maupun empuain. •
Ompakain. Membayar harta besar yakni Lele atau gading gajah, sekalipun dia tidak lagi menentukan jodoh dari turunan langsungnya. Dia tetap membayar harta itu, semata-mata disebabkan pada 2 hal: Pertama: Dia menghargai limditi (saudara perempuan) yang telah memberikan status duan baginya. Karena posisinya sebagai ompakain adalah membayar harta adat dari anak
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
79
laki-laki saudara perempuannya. Kedua: Dia tetap mempunyai kesanggupan untuk membayar hal tersebut, karena sejak saat itu jenis harta ini yakni gigi gajah sudah boleh diganti hanya dengan uang yang ukurannya didasarkan atas keputusan Mel Mang Putuh Tanimbar Utara, yang menetapkan besaran harta tersebut sebesar Rp.1.500.000-Rp.1.800.000. Sebagai duan, ompakain memanggil para lolatnya yang lain, serta dauk-dauknya dan memberikan mereka tanggungjawab tersebut. Dalam tahun tersebut tanggungjawab membayar harta mengalami perubahan hanya pada
bentuk harta, tetapi dalam hal
tanggungjawab tidak mengalami perubahan. •
Udanain. Membayar Lel butir sebagai harta kedua bagi lolatnya. Perubahan dalam bidang ini tidak berubah, tetap berjalan seperti biasa. Di samping karena hartanya masuk katagori ringan karena dibanding harta pertama, maka harta kedua ini lebih banyak dalam masyarakat. Sehingga sekalipun pihak penerima harta tidak menghendaki benda adat, tetapi ada diantara mereka yang menginginkan uang. maka jumlahnya tidak sebesar pada jenis harta pertama yang harus dibayar oleh ompakain. Besaran hitungan harta lel butir yang menjadi tanggungjawab udanain ini berkisar antara Rp.450.000-Rp.950.000. Informan mengakui bahwa tanggungjwab pembayaran harta dalam tingkatan udanain ini pada kurun waktu tersebut tidak mengalami perubahan.
•
Empuain. Tanggungjawab pembayaran harta dalam tingkatan duan ini tidak mengalami perubahan. Umumnya informan mengakui bahwa; kebanyakan pihak penerima harta umumnya mau menerima harta dalam bentuk uang, yang diakui dengan takaran emas per-gram, yang dalam kurun waktu tersebut berkisar 60 sampai dengan 110 ribu per-gramnya. Atau mereka cukup menerima harta dalam bentuk emas sekarang atau jenis emas lain
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
80
yang sudah pernah digunakan untuk membayar harta. Rata-rata untuk ukuran harta ini, informan umumnya tahu bahwa; ukuran cincin atau kalung dari emas sekarang yang dijadikan harta berkisar antara 3 sampai dengan 5 gram emas yang berlaku pada waktu itu. Bila secara rasional dicermati tanggung jawab membayar harta dari seorang ompakain tidak lagi dibarengi oleh hak-hak adat yang harus diterimanya secara langsung. Pada tingkat ini seorang yang disebut duan merupakan konstruksi sosial yang dilekatkan dengan status sosial yang bersumber dari dimensi budaya dalam struktur sosial orang Olilit. Seseorang yang mendapatkan legitimasi status
sosial
secara
budaya
cenderung
berinisyatif
untuk
mempertahankan status sosialnya sekalipun ada resiko yang harus dibayar karena usaha mempertahankan status tersebut. Faktor gengsi, rasa malu, harga diri dan lain sebagainya dijadikan sumber inspirasi yang
mendorong
duan
ompakain
untuk
tetap
melakukan
kewajibannya dengan membayar harta adat lolatnya. Apapun alasan yang ada dibalik tindakan sosial tersebut tetapi secara, sosiologis bentuk tindakan duan ompakain untuk tetap membayar tanggung jawabnya sekalipun dia kehilangan kesempatan untuk menerima secara langsung harta lolatnya adalah tipe tindakan tradisonal yang dilegitimasi oleh otoritas tradisional. Karena mereka selalu percaya bahwa setiap tanggung jawab adat yang diselesaikan secara benar selalu mendatangkan kesuksesan masa depan bagi anak cucunya. Mereka selalu percaya hal itu, dan sejak duluhpun hal itu sudah dilakukan oleh para pendahulunya, sehingga apa yang sudah diwariskan tetap dilaksanakan.
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
81
3. Fungsi Dan Peran Duan Sebagai Pelindung Bagi Lolat Dalam Kehidupan Sehari-hari a) “Arin” Tindakan sosial tradisional: Sebagaimana dijelaskan dalam Bab 1 maupun Bab 2, arin itu berhubungan dengan fungsi pemenuhan kebutuhan ekonomi dari duan kepada lolat. Duan dan Lolat yang dimaksudkan di sini berbeda secara hirarchis dalm fungsi dan peran dalam pembayaran harta adat. Kalau dalam harta adat maupun pemilihan jodoh ada tingkatan duan maupun lolat yang menentukan peranan tersebut. Sebaliknya fungsi dan peran dalam sistem Arin ini adalah antara duan dan lolat simetris atau sejajar. Seorang duan (pada tingkatan saudara laki-laki) akan membuka “menebang pohon” dan mempersiapkan ladang bagi saudara perempuannya yang belum menikah, itu berarti dia mempersiapkan bagi mamanya juga sebagai pihak yang mempunyai status limditi, karena saudara perempuan yang belum menikah masih dalam tanggungjawab orang tua. Dalam kurun waktu tersebut (1995-1999) fungsi dan peranan dalam sistem arin ini masih kelihatan walaupun intensitasnya sudah tidak sebanyak pada tahun 1960-an sampai dengan 1980-an. Salah satu penyebabnya
adalah
makin
gencarnya
upaya
pencegahan
penebangan hutan dan pencegahan terhadap sistem perladangan berpindah. Jadi sekalipun sudah berubah, tetapi orang Olilit (informan) mengakui bahwa sistem arin ini masih kelihatan dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan penjelasan di atas maka secara jelas dapat dilihat
bahwa
bentuk
tindakan
tersebut
adalah
tindakan
tradisional. Para duan percaya bahwa nilai tolong menolong atau upaya melindungi lolat dari bahaya kelparan merupakan cara terbaik untuk menunjukkan bahwa jika mereka dapat memenuhi
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
82
kewajibannya dengan baik hidup mereka dan anak cucu mereka, memiliki masa depan yang baik. Karena sejak duluh memang sudah demikian adanya. Dalam jarak tempuh sekitar 7 hingga 10 km mereka harus berjalan kaki melewati jalan-jalan sempit untuk mempersiapkan lading itu bagi lolatnya. Ada perasaan yang sangat senang apabila tugas ini dapat diselesaikan dengan baik. Dari pihak lolat sendiri juga merasakan kebahagiaan yang sama, dan sebagai simbol atas kebahagiaan tersebut dia akan mempersiapkan makanan yang lesat untuk selalu menjamu duannya. Adalah satu kebahagiaan baginya bila dia dapat secara maksimal melayani duannya, menghidangkan makanan yang least serta menjamunya dengan tuak yang bagus kaulitasnya. Tidak itu saja kewajibannya, diapun harus memperhatikan jangan sampai ada anak duan atau cucunya yang mempunyai masalah di sekolah karena tidak membayar uang pangkal, spp atau yang lainnya. Jika itu terjadi adalah kewajibannya untuk menyelesaikan semuanya. Bila dia juga punya keterbatasan, maka dia akan membawah tuak dan memberitahukan kesulitannya itu pada duan dari pihak suaminya. Saling timbal-balik untuk menolong dan saling memberi merupakan sebuah nilai yang tidak diukur dengan ukuran-ukuran untung rugi, yang menjadi patokan nilai adalah: agar lingkungan masyarakat sekitar tahu bahwa sebenarnya ada sebuah proses hubungan sosial yang mengangkat martabat lolat sebagai pihak yang sangat dihormati “Limditi” dan pada sisi lain arti subyektif dibalik tindakan itu umumnya dikonstruksikan masyarakat sebagai upaya duan untuk mendapatkan prestise sebagai pelindung yang bertanggung jawab atas anak tanggungannya. Inilah prestise yang sebenarnya melatarbelakangi tindakan sosial mereka dalam praktek hubungan sosial ketika itu.
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
83
Apalagi seorang duan yang dalam dimensi budaya mempunyai
status
yang dihormati
dalam
struktur
sosial
masyarakat setempat, maka dorongannya untuk melakukan tindakan sosial akan didorong oleh satu motivasi yang amat kuat, yakni supaya masyarakat tahu bahwa yang bersangkutan patut dijadikan teladan bagi mereka. Inilah sebenarnya bukti dari tindakan sosial yang dilegitimasi oleh otoritas tradisional yang terjadi dalam praktek hubungan sosial duan dan lolat di Olilit dalam kurun waktu 1995-1999.
b) Fungsi Dan Peranan Dalam Pembuatan Tais Sebagai Simbol Pengikat Antara Duan Dan Lolat. Tais atau Bakan atau Tenun Ikat merupakan satu simbol adat yang dimaknai sebagai ”...Rheyak teri boma dek nafla kicek..” (wawancara dengan UK, tgl.14 Nopember 2008 di Larat). Artinya “..Mengikat supaya tidak lari atau tidak terlepas..”. Fungsi pengikat tersebut hanya semata-mata dalam artian adat yang menunjukkan bahwa sebagai duan dia melindungi lolat-lolatnya. Perbedaannya dengan fungsi dan peranan yang lain adalah: pemberian simbol pengikat atau tais dari duan tidak dibatasi pada tingkatan duan yang mana. Semua duan dapat menghadiri acara syukuran atau slamatan lolat, biasanya membawa tais. Hal ini amat berarti bagi lolat. Dalam kurun waktu 1995-1999, semua informan mengakui bahwa perubahan sudah terjadi dalam proses pembuatan tais. Perubahan tersebut meliputi: -
Tujuan pembuatan tais
-
Siapa yang membuat
-
Dan untuk kepentingan apa
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
84
Tabel. 1.3. Dimensi Perubahan Pada Pembuatan Tais No 1.
2.
Dimensi Perubahan
Aspek Yang Berubah
Tujuan/Kepentingan
• Tidak hanya simbol pengikat adat
Pembutan Tais
• Dibuat untuk dijual
Siapa Yang Membuat
• Secara adat, duan yang membuat dan memberikannya pada lolat • Nyatanya; lolat maupun duan juga membuat untuk dijual
3.
Fungsi Pengikat
Tetap ada dari duan ke lolat
Sumber: Data hasil analisa
Berdasarkan tabel 1.3. diatas, maka dalam kurun waktu 1995-1999 fungsi dan peran duan lolat dalam pembuatan tais sebagai simbol pengikat tidak berubah. Seorang duan membuat tais dan menyerahkannya kepada kepada
lolat
merupakan
satu
tipe
tindakan
tradisional
yang
dilegitimasikan melalui otoritas tradisional pula. Dalam kurun waktu tersebut sebenarnya tipe tindakan sosial ini sudah mengalami perubahan dalam hubungan sosial duan dan lolat, sekalipun kualitas maupun kuantitas perubahan hubungan sosial tersebut belum sampai tergantikan oleh motivasi yang lain selain motiv adat sebagai konsekwensi status sosial berdasarkan dimensi budaya. “…waktu taon 1995 itu ketong su jual tais lai…tapi ketong tetap bikin tais juga untuk kasih lolat…jadi dua-dua jalan sama-sama…” (wawancara dengan NM, 77 tahun tanggal 22 Nopember di Olilit). Keterangan di atas dapat penulis terjemahkan sebagai berikut: “…sejak tahun 1995 kami sudah menjual tais…tetapi sebagai duan kami juga menenun dan memberikannya pada lolat…jadi dua-duanya (baca: adat dan kepentingan ekonomi) tetap berjalan bersama…” Yang terjadi dalam kurun waktu tersebut sudah mulai kelihatan ada sumber otoritas lain selain otoritas tradisional yang menjadi sumber legitimasi tindakan sosial dalam konteks hubungan sosial duan dan lolat dalam kurun waktu
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
85
tersebut. Rasionalitas sudah menjadi sebuah hal yang turut mempengaruhi tindakan sosial mereka dalam konteks hubungan sosial duan dan lolat. Karena itulah sumber otoritas legal formal yang biasanya diwujudkan dalam birokrasi (aturan-aturan obyektif termasuk hukum positif) mulai dilaksanakan, sekalipun pada sisi yang lain mereka tetap konsisten melakukan tugas dan tanggung jawab mereka dalam bentuk tindakan tradisional yang dilegitimasi oleh kekuatan otoritas tradisional dan otoritas karismatik.
3.2.3. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Dalam Perubahan Hubungan Sosial Duan Dan Lolat Dalam Kurun Waktu 1995-1999 1. Faktor Konflik Dan Perang. Dalam
kurun
waktu
1995-1999,
konflik
dan
perang
sebagaimana ditemukan sebelumnya (Drabbe, 1989 dan PR.Renwarin, 1987) tidak ditemukan dalam penelitian ini. bentuk konflik yang ditemukan dalam penelitian ini dalam periode tersebut adalah: potensi konflik laten yang belum terlalu nampak. Bentuk konflik laten tersebut adalah berhubungan dengan peran-peran dan fungsi adat yang dijalankan oleh duan maupun lolat. Tetap dalam kurun waktu tersebut, sumber otoritas tradisional maupun otoritas karismatik melalui tokoh agama menjadi bagian penting dari keberhasilan meredam konflik akibat pergeseran atau perubahan peran tertentu dalam hubungan sosial duan dan lolat. Informan mengakui bahwa pada waktu pemilihan jodoh mulai dialihkan, sebenarnya ada ketidakpuasan terutama pada mereka yang berperan untuk memutuskan hal itu, karena peran mereka yang secara adat dianggap terhormat karena ikut menentukan bagaimana keluarga itu dan masa depan mereka secara adat. Ketika penulis lakukan analisa ada hubungan yang erat dengan bentuk konflik laten yang sebenarnya sudah ada. Hal itu bisa dijelaskan bahwa: sebenarnya ada sedikit
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
86
masalah “kurang rela” ketika ompakain membayar harta besar berupa lele (gading gajah), karena dalam hubungan sosial duan dan lolat, memberi atau membayar biasanya harus dibarengi dengan menerima atau mendapatkan kembali (memberi dan menerima). Karena jodohnya bukan ditentukan oleh dirinya dari keturunan darahnya langsung, sehingga hal tersebut sangat mempengaruhi aliran masuk harta adat dalam pundit-pundi adatnya10. Inilah sebenarnya potensi konflik itu, tetapi sekali lagi berdasarkan hasil penelitian ini, faktor ini tidak ada pengaruhnya terhadap hubungan sosial duan lolat dalam kurun waktu tersebut. Salah satu alasan utamanya sebagaina disebutkan di atas karena sumber otoritas tradisional dan otoritas karismatik secara mendasar masih digunakan sebagai dasar dari setiap tindakan sosial termasuk dalam peran-peran adat yang harus dijalankan. Oleh karena itu, dari sudut pandang duan ompakaian yang lebih banyak keberatan dalam konteks perubahan fungsi pemilihan jodoh yang berimplikasi pada aliran harta masuk kepadanya, tetap konsisten melakukan tindakan sosialnya dengan dilegitimasikan oleh sumber otoritas campuran (gabungan antara otoritas tradisional dan otoritas karismatik).
2. Faktor Aturan Birokrasi Formal Pada Tingkat Kabupaten Di Tual Dan Kecamatan Di Saumlaki. •
Salah satu pengaruh yang secara umum terjadi di hampir seluruh daerah di Maluku, terutama yang berhubungan dengan sistim nilai adat-budayanya dimulai sejak pemberlakuan UU No.5 tahun 1979, tentang sistem pemerintahan desa (Topatimassang, at al thn.1993). kemudian kehadiran kabupaten Maluku Tenggara yang
10
Pundi-pundi adat yang dimaksudkan di sini berhubungan dengan koleksi benda adat yang dia miliki. Dalam kebiasaan orang di Olilit, siapa memiliki banyak harta adat, maka orang mengangapnya sebagai kelompok yang dihormati. Atau semacam kelompok orang kaya “ningrat” yang ada di desa yang bersangkutan.
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
87
beribukota di Tual sudah dimulai sejak tahun 1953-1954 (hasil diskusi, tgl.11 Nopember 2008 di Saumlaki) yang dilanjutkan dengan penempatan Saumlaki sebagai kota kecamatan pada tahun 1953 dalam temuan PR. Renwarin, 1987) memberi pengaruh dalam hubungan sosial duan lolat dalam cakupan “Intervillage Relationship”. Hubungan sosial antara duan dan lolat karena perkawinan antar desa mengalami perubahan, karena persoalan batas tanah, yang pada
masa sebelumnya hanya ditetapkan
berdasarkan cerita-cerita historis, yang diakui sebagai satusatunya kebenaran, tetapi kemudian mengalami perubahan dalam hal legitimasi hak kepemilikan melalui sertifikat. Hal ini yang menimbulkan ketegangan, termnasuk dalam hubungan sosial duan lolat antar kampung. Ketegangan ini bisa dijelaskan bahwa; hubungan sosial duan lolat dalam konteks ini berhadapan dengan segregasi batas-batas teritorial sebagai desa, dimana duan dan lolat antar desa berada pada desa masing-masing. Realitas ini tidak penulis temukan dalam hubungan sosial duan dan lolat di Olilit. Namun demikian penelitian ini menemukan bahwa: ada pengaruh tidak langsung antara faktor aturan birokrasi formal dengan hubungan sosial duan dan lolat di Olilit. Pengaruh tersebut terjadi melalui pembuatan keputusan Mel Mang Putuh “Latupati” yang membolehkan harta adat dibayar dengan uang. “…wah waktu itu orang rame-rame suka bilang bayar harta deng uang…” (salah satu pernyataan AK, 71 tahun di Saumlaki, Pebruari 2006) Artinya (ada kecenderungan orang beramai-ramai membayar harta adat dengan menggunakan uang): Mengapa keputusan ini berpengaruh:
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
88
Sebelum ada kecamatan, orang Olilit sangat hargai Mel Mang Putuh pada tingkat desa dan suaranya sebagai elit desa11, sangat dihargai dan ternyata sejak ada kecamatan, maka dibentuk pula dewan adat tingkat kecamatan yang disebut Latupati. Dalam prakteknya banyak pesan Camat disampaikan melalui Latupati, yang sudah tentu ada pesan perubahan dan dalam kurun waktu itu pengaruh pemerintah Orde Baru sangat dominan. Sehingga cara pemerintah Orde Baru menaklukan setiap desa, biasanya dilakukan melalui diangkatnya tokoh adat yang berpengaruh untuk terlibat dalam berbagai kegiatan atau proyek pemerintah, agar misi-misinya bisa berjalan mulus tanpa hambatan dari warga desa. Salah satu contohnya adalah ketika UU no 5 tahun 1979 tentang system pemerintahan desa hendak diterapkan, banyak tantangan juga datang dari masyaraka desa yang ada di Maluku, tetapi kemudian cara pemerintah memuluskan penerapan UU ini dalam kehidupan masyarakat desa di Maluku adalah dengan cara mengangkat ketua Latupati sebagai anggota atau bahkan ketua panitian
kegiatan
sosialisasi
UU
tersebut.
Ketika
peran
kepanitiaan ini dijalankan oleh ketua latupati maka apa yang sebenarnya menjadi target dan tujuan dari pemerintah pusat maupun Pemda dapat dicapai. Dan sebenarnya target dan tujuan program pemerintah ini dapat dicapai karena sebagai elit desa termasuk dalam tingkat kecamatan, ketua latupati atau mel mang putuh masih dihargai oleh warga desa.Karena sebenarnya secara sosiologis ada hubungan12 yang saling mempengaruhi antara hubungan sosial di desa dan keberadaan elit di desa, dimana elite di desa juga mempunyai pengaruh dalam proses hubungan sosial. 11
Konsep ini bersumber dari buku: Mansur Amin, et all.1988; Kelompok Elit dan hubungan sosial di pedesaan (pengantar Dr.Alfian). Jkt: Pustaka Grafika. 12 Lihat Amin, Mansur dkk. “Kelompok Elite dan Hubungan Sosial di Pedesaan (Kata pengantar: Dr. Alfian). Jakarta: Pustaka Grafika Kita. Tahun 1988.
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
89
Inilah salah satu bukti: adanya tokoh adat desa Olilit yang diberi kehormatan baik sebagai panitia maupun mewakili masyarakat adat dalam menyambut tamu asing (dari Australia) dalam acara lomba layar kota bersahabat antara Darwin dan Saumlaki pada tahun 2003. •
“Sebelum ada Latupati kan orang seng bayar harta pake uang…tapi waktu Latupati su ada buat keputusan, ya kita harus ikut saja karena mereka juga pemimpin adat kita…” (wawancara dengan FS. 59 thn, tgl. 25 nopember 2008 di Olilit). Artinya dengan adanya Latupati pada tingkat kecamatan, kemudian ada aturan baru untuk boleh pakai uang ternyata tidak semua orang bisa menerima pada awalnya bahwa: harga harta lolatnya sekian rupiah. Hal ini pada awalnya sedikit berpengaruh pada hubungan duan lolat, tetapi tidak terlalu besar. Seorang Informan mengatakan: “…waktu itu bet pung bapa juga pengurus latupati, tapi bet melawang saja…dan bet bilang par antua di muka-muka kalau itu salah karena seng hargai ketong pung ana-ana perempuan lain…” (kutipan wawancara dengan MK 57 tahun tanggal 25 Nopember 2008 di Olilit). Keterangan MK tersebut dapat diterjemahkan: “…Waktu itu ayah saya menjadi pengurus latupati juga, tetapi saya tetap melawan “menolak” atau “membantah” …dan di depan beliau saya katakana bahwa itu sebuah kesalahan karena tidak menghargai anak perempuan kita…”
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
90
3. Faktor Agama Dalam perubahan hubungan sosial Duan dan lolat Agama dan duan lolat di Yamdena “Olilit” adalah sesuatu yang Embedded13 (PR.Renwarin,1987). Adat duan lolat dalam hal ini hubungan sosial duan dan lolat merupakan satu elemen dasar yang lebih duluh ada sebelum masuknya agama ke Olilit Tanimbar. Ketika agama masuk, orang Olilit dalam praktek hubungan sosial duan dan lolat tetap berjalan seperti biasa. Sampai kemudian pada pertengahan tahun 1985, agama sebagai institusi sosial melakukan sosialisasi melalui ketua-ketua rukun bahwa: “perkawinan darah” itu dilarang, karena tidak baik secara medis. Tidak jelas apa yang dimaksudkan secara medis, tetapi informan umumnya tahu bahwa secara kesehatan perkawinan darah14 (maksudnya perkawinan duan lolat dalam satu generasi). Larangan ini berpengaruh terhadap tanggung jawab duan untuk menentukan jodoh bagi lolatnya, dimana sebelumnya anaknya langsung yang dijodohkan, kini tanggungjawab tersebut beralih pada duan empuain, karena agama dan adat saling manyatu, maka ada aspek tertentu dari adat yang makin mengalami proses penguatan-penguatan dalam kehidupan masyarakat. Contoh adalah: Kutuk adat yang biasanya ikut dilegitimasikan oleh agama dengan tujuan agar hidup umat manusia bisa benar sesuai norma dan nilai yang ada. Kuatnya legitimasi atas sumpah dan kutuk adat, membuat kedua institusi ini selalu berperan bersama dalam kehidupan masyarakat di Olilit dalam kurun waktu tersebut. Larangan “Kawin Darah” yang disertai dengan ancaman kematian, demikian halnya dengan larangan perselingkuhan atau perceraian membuat legitimasi agama dalam penguatan hubungan sosial duan lolat tidak berubah dalam aspek-aspek itu. Larangan tersebut menurut hubungan sosial duan dan lolat diterima sebagai upaya bersama untuk saling menghargai dan menjaga martabat limditi, di 13
Lihat dan bandingkan dengan konsep Embedded and Disembedded oleh Giddens, 1984 dan 2001, yang melihat adanya perubahan dari embedded ke disembedded ruang dan waktu sebagai satu dimensi utama dari perubahan dalam era globalisasi. 14 Kawin darah atau perkawinan darah itu adalah: perkawinan berdasarkan tampa kaweng langsung. Maksudnya menikah dengan anak perempuan dari saudara laki-laki kandung mama.
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
91
samping menghargai hubungan sosial duan dan lolat, sehingga agama secara serius menangkap hal ini sebagai upaya pembinaan mental umat dan dalam waktu bersamaan penerapan sanksi tegaspun dilakukan. Misalnya: -
Bila meninggal tidak akan dimakamkan di TPU Olilit Hal ini merupakan satu larangan yang tidak bersifat general dalam kebiasaan agama Katholik. “…sebenarnya apa yang dilakukan hanya bersifat lokal saja, dengan maksud supaya umat tidak berbuat doa…” (sebagian dari hasil wawancara dengan DL 48 tangal 13 Nopember 2008 di Larat).
-
Gereja tidak akan memberikan pelayanan kepada umat yang mau menikah lagi setelah bercerai.
Intinya dalam periode ini agama cukup berpengaruh terhadap hubungan sosial duan dan lolat. Terutama dalam hal mencega berbagai dosa (prilaku menyimpang “perselingkuhan-perceraian” dalam masyarakat). Peran lembaga agama tentu saja sangat berpengaruh dalam penguatan hubungan sosial duan dan lolat. Penguatan dalam artian nilai adat duan dan lolat makin ditopang oleh legitimasi peran agama dalam proses pembentukan moral umat. Salah satu buktinya adalah: dapat diliht pada bnyaknya angka perselingkuhan dan perceraian dalam kurun waktu hampir 10 tahun setelah diberlakukannya keputusan pembayaran harta adat dengan uang. Jumlah kasus perselingkuhan dan ada yang berujung pada perceraian sejak tahun 1990 – 1999 mencapai 10 kasus15. Jadi dengan makin bisa ditekannya jumlah kasus “dosa” yang kemungkinan dilakukan oleh umat (dibaca: orang Olilit), maka hal itu menunjukkan bahwa sebenarnya agama berpengaruh terhadap hubungan sosial duan dan lolat. Pada tingkat ini dapat penulis jelaskan bahwa: perubahan-perubahan yang terjadi dalam hubungan sosial duan dan lolat sebagai akibat dari 15
Sumber data tersebut diperoleh dari gereja walaupun secara tidak langsung. Melalui para ketua rukun unit-unit pelayanan umat yang menyerupai Rukun Tetangga (RT). Sebagaimana diketahui jumlah rukun di desa Olilit sebanyak 25 unit yang diketuai seseorang yang dipilih secara bersama oleh semua anggota rukun.
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
92
adanya pengaruh agama, meliputi hal-hal yang sangat prinsipil dalam tradisi duan lolat di Olilit. Karena itulah, mengubah sesuatu yang diyakini benar dalam tradisi bukanlah persoalan gampang. Sehingga kenyataan itu dapat dijelaskan bahwa sebenarnya, kehadiran gereja Katholik melalui kegiatan sosialisasi yang dilakukan dalam basis/unit pelayanan pada tingkat rukun merupakan sebuah pencerahan baru bagi orang Olilit. Upaya itu kemudian membuahkan hasil melalui tergsernya peran adat duan ompakain yang sebenarnya merupakan akibat tidak langsung dari kebijakan pastoral tersebut.
Dengan sumber otoritas karismatik tokoh agama dalam
menjalankan perannya, maka secara sosiologis berbenturan dengan tindakan sosial duan ompakain yang dilegitimasikan oleh otoritas tradisional. Hasilnya bukan siapa menang dan siapa yang kalah, yang jelas perubahan terjadi dalam sebuah konteks hubungan sosial yang tetap harmonis. Kekuatan dan kesakralan otoritas karismatik dalam nuansa teologis seacara langsung menyatu dalam tindakan sosial umat yang dilegitimasikan oleh sumber otoritas tradisional.
Tabel. 2.3. Perubahan Hubungan Sosial Duan Lolat di Olilit tahun 1995-1999 No 1.
2.
3.
Dimensi Hubungan Sosial Duan Lolat Status Adat: - Ompakain - Udanain - Empuain Peranan: - Menentukan Jodoh - Membayar Harta Adat - Sebagai Pelindung: . Sistem Arin . Pambuatan Tais Faktor-Faktor Yang Berpengaruh: - Konflik Dan Perang - Aturan Birokrasi Formal - Agama
Status Perubahan Tidak Sedikit Banyak 9 9 9
-
-
9
9 -
-
-
9 9
-
9 -
9 -
9
Sumber: Hasil Analisis dan Pemetaan Penulis
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
93
Dari tabel 2.3. di atas, dapat penulis simpulkan bahwa dalam kurun waktu 1995-1999, terjadi perubahan dalam hubungan sosial duan dan lolat tapi dalam skala yang terbatas “kecil sekali”. Artinya bila tidak adanya tanda check pada setiap kolom dalam tabel di atas, tidak berarti dimensi perubahan hubungan sosial tidak terjadi. Sebaliknya bila tanda check diletakan di kolom tersebut, itu berarti ada pengaruh agama terhadap perubahan hubungan sosial duan dan lolat di Olilit dalam kurun waktu tersebut. Jika Weber menekankan adanya nilai tertentu dalam agama yang dapat menyebabkan munculnya kapitalisme (termasuk pertumbuhan ekonomi), maka di Olilit dalam kurun waktu tersebut dalam praktek keagamaan lebih diarahkan untuk bagaimana membangun iman, memperbaiki kelakuan dan melakukan berbagai hal yang dapat menopang kehidupan rohani mereka. Sebaliknya urusan duniawi termasuk urusan ekonomi diserahkan pada mekanisme hubungan sosial duan dan lolat. Oleh karena itu pengaruh agama dalam kurun waktu tersebut penulis lihat sebagai sebuah cara untuk makin memberi kekuatan dan menambah rasa solidaritas yang jauh lebih intim dalam hubungan sosial duan dan lolat. Persoalan rasionalitas yang mendasari tindakan sosial tradisional adalah bersumber pada otoritas karismatik
3.3. Perubahan Hubungan Sosial Duan Lolat Dalam Kurun Waktu 2000- 2004 3.3.1. Perubahan Dan Pergeseran
Status ke dalam dimensi Ekonomi
Politik.
Status adat dalam struktur sosial di Olilit yang biasa dikenal melalui hubungan sosial duan dan lolat pada akhirnya melahirkan peran maupun fungsi-fungsi tertentu berdasarkan status dan kedudukan yang ada pada duan maupun lolat dalam kurun waktu tersebut, bila dilihat dari eksistensi adatnya dalam hubungan sosial duan dan lolat, secara umum tidak mengalami
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
94
perubahan apa-apa. Artinya status itu ada dan diketahui oleh masyarakat, baik sebagai duan maupun sebagai lolat. Rata-rata informan tetap mengetahui dan mengenali setiap lolatnya, karena ada hubungan darah yang mengikat mereka. Seorang Duan dalam status: •
Empuain
tetap
mengenali/mengetahui
lolat-lolatnya,
demikian
sebaliknya. Setiap Duan tahu bahwa jika terjadi masalah pada lolatnya maka sebenarnya yang memikul konsekwensi “rasa malu” bukan hanya yang bersangkutan saja, tetapi malah duan-duan yang lebih merasakan hal itu juga. •
Seorang Duan dalam status Udanain tetap mengetahui kalau setiap lolatnya membuat acara maka dia berkewajiban untuk menghadirinya bahkan harus menolongnya agar acara yang diadakannya memberikan sebuah arti secara adat bahwa hubungan sosial yang terjalin diantara mereka berjlan baik.
•
Demikian pula seorang duan dalam status Ompakain tetap mengetahui dan mengenali lolat-lolatnya, demikian sebaliknya lolat-lolat terhadap duannya. Bila pada periode tahun sebelumnya masing-masing duan atau lolat selalu berusaha mengambil peran dalam setiap acara dalam bentuk materi maupun tenaga, tetapi dalam kurun waktu tersebut, parisipasi yang mereka lakukan tidak ada bedanya dengan orang lain yang bukan menjadi bagian dari hubungan sosial duan dan lolat tersebut. Sebut saja “orang Ambon” orang Sulawesi” atau yang lain yang kebetulan tinggal di Saumlaki, dan karena sebagai seorang teman diundang juga datang menghadiri acara tersebut. Kedatangan mereka ini biasanya disertai dengan membawah kado atau amplop. Itu berarti bila orang Olilit juga berpartisipasi atau terlibat dalam setiap kegiatan dan menjalankan peran sama dengan orang yang lain, maka sebenarnya telah terjadi perubahan dalam hubungan sosial duan dan lolat. Mengapa demikian? Hubungan sosial duan dan lolat selalu diukur dengan sesuatu yang kelihatan,
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
95
misalnya benda materi atau bentuk tindakan sosial tertentu yang harus dilihat oleh orang lain dalam komunitas tersebut. Karena itu ketika sebuah acara atau kegiatan atau hajatan diadakan, kemudian masingmasing duan atau lolat sesuai statusnya tidak menjalankan perannya sesuai jalur adat yang sebenarnya maka orang di Olilit tahu bahwa sebenarnya hubungan sosial diantara mereka kurang atau tidak berjalan baik. Kurang atau tidak berjalan secara baik dalam konstruksi masyarakat di Olilit inilah yang menunjukkan bahwa sebenarnya ada sesuatu yang telah berubah dalam hubungan sosial duan dan lolat di Olilit dalam periode tersebut. Jadi sebagaimana sering diungkapkan informan, antara lain “…duan lolat seng berubah mo, akan tetap ada…duan tetap tau di pung lolat-lolat, ya lolat juga tetap tau dia pung duan-duan…” Pernyataan informan tersebut sebenarnya menunjukkan bahwa status sebagai duan dan status sebagai lolat tetap ada dalam masyarakat di Olilit. Umumnya orang Olilit tahu bahwa mereka tetap tahu kalau harus berpartisipasi dalam setiap acara yang menurut status adat mengharuskan mereka terlibat, apakah karena status mereka sebagai lolat atau sebagai duan. Tetap mereka akui bahwa berpartisipasi atau tidak bukanlah hal utama yang harus mereka pikirkan. Pengetahuan bahkan sapaan-sapaan seperti: Ipar, Dauk dan sebagainya tetap terdengar dalam kehidupan mereka setiap hari. Ini berarti status adat tetap ada dan diakui keberadaannya, tetapi untuk menjalankan berbagai fungsi dan peran sesuai konsekwensi yang ada di balik status tersebut, yang kemudian patut dianalisis lebih dalam lagi. Karena ternyata memasuki tahun 2000 perubahan struktur birokrasi dan pemerintahan merupakan sebuah fenomena yang secara tiba-tiba terjadi dalam kehidupan mereka. Kegiatan perdagangan makin meningkat, kebutuhan akan konsumsi informasi makin meningkat. Arah berpikir mereka tidak lagi hanya sebatas warisan tradisi yang sudah mereka ketahui selama
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
96
ini. Kegiatan pemilihan kepala desa, pemilihan Bupati menjadi sesuatu kegiatan yang hampir menyita perhatian mereka setiap saat. Tanpa mereka sadari muncul juga kesempatan bagi mereka untuk memperebutkan berbagai sumber ekonomi produksi, walaupun hanya sebatas sector informal yang ada di kota. Perubahan kemudian terjadi pada lefel ini, sebab ukuran-ukuran yang digunakan untuk menentukan status sosial tidak lagi hanya sebatas dimensi budaya yang sudah mereka ketahui selama ini, tetapi telah bergeser juga dalam ukuranukuran ekonomi, maupun ukuran-ukuran politik. Otoritas tradisional dan otoritas karismatik yang pada waktu sebelumnya menjadi sumber legitimasi atas tindakan sosial mereka kemudian berubah menjadi bentuk tindakan sosial yang jauh lebih selektif karena dibarengi dengan perhitungan-perhitungan yang mempertimbangkan aspek untung rugi.
3.3.2. Peranan Dan Fungsi Dalam Hubungan Sosial Duan Lolat Tahun 2000-2004. 1. Perubahan Peran Menentukan Jodoh, Perubahan tindakan sosial “tradisional” dalam struktur sosial. Dalam kurun waktu 2000-2004, banyak perubahan yang terjadi dalam peran ini. Peran yang pada waktu-waktu sebelumnya lebih banyak ditentukan oleh Duan “OMPAKAIN”, mengalami perubahan cukup besar. Setiap orang tua atau bahkan anak sendiri kebanyakan mengambil keputusan untuk memilih jodohnya sendiri. Sementara pihak Duan “ompakain” yang mempunyai tugas pokok untuk itu, juga enggan menentukan/memilih jodoh bagi lolatnya. Hal ini terkait dengan 2 alasan pokok yaitu: Pertama; jika dia memilih, maka itu berarti adalah kewajiban dia juga untuk membayar hartanya, walaupun dia sadar bahwa dia hanya membayar dan akan menerima, karena keturunan (anak-anak dari lolatnya) akan menjalankan harta sesuai jalur istrinya yang bukan
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
97
anak “ompakain”, sehingga hak-haknya tidak akan ia dapatkan. Kedua; Umumnya ada semacam rasa malu yang dikonstruksikan secara adat bahwa: jika lolat mengambil keputusan untuk tidak menikahi anak duan, karena dia tahu bahwa duan tidak akan sanggup membayar hartanya. Jadi ketidaktepatan atau bahkan terputusnya peran dan fungsi ini bukan karena ulah dan kehendak satu pihak saja, tetapi hal itu bersumber dari dua belah pihak. Dari pihak lolat sendiri, penghargaan dan rasa hormat akan duannya dalam hubungan dengan peran tersebut kian sulit terlihat dalam proses hubungan sosial duan dan lolat. Contoh: seorang lolat dapat seenaknya menggandeng pacarnya yang menurut jalur adat bukan merupakan tempat kawinnya. Satu pemandangan yang pada masa sebelumnya akan menimbulkan amarah besar bagi sang duan. Kejadian seperti ini memberikan sebuah makna bahwa penghargaan terhadap “limditi” serta penghargaan terhadap duan menjadi berkurang wibawa adatnya. Lolat berani melakukan itu karena sebenarnya ada sesuatu yang sudah berubah dalam konteks hubungan sosial di antara mereka, yakni tanggungjawab atau peranan memilih jodoh tidak lagi atas dasar hubungan sosial duan dan lolat. Yang hendak menikah akan memilih jodoh sesuai dengan pilihannya sendiri, dan tidak lagi merasa terpaksa menerima apapun yang merupakan bagian dari kehendak duannya. Orintasi mereka berubah pada pilihan-pilihan pribadi sebagai cara terbaik dalam memenuhi kebutuhan pribadinya. Sesama saudara sudah tidak sesibuk sebelumnya, karena banyak hal yang sudah mereka temui dalam dinamika kehidupan kota. Hal ini mencerminkan adanya praktek tindakan sosial yang sudah bergeser dari tindakan tradisional ke bentuk tindakan berdasrkan rasionalitas instrumental. Dalam urusan
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
98
tersebut seorang pemuda tidak akan terlalu menghargai omnya sama seperti masa sebelumnya, karena di tahu bahwa besaran harta adat yang biasanya ditanggulangi melalui satu proses adat yang ketat dengan
melibatkan
pihak
ompakain
sebagai
yang
paling
bertanggung jawab, kini berubah pada kemampuan diri dengan sejumlah uang untuk menyelesaikan jumlah harta istrinya. Mengapa karena masalah penentuan jodoh tidak lagi menjadi bagian dari urusan omnya saja, tetapi telah bergeser baik pada udanain maupun dirinya sendiri.
2. Membayar Harta Adat: Fungsi dan peranan membayar harta adat, baik lele, lel-butir ataupun masa yang secara adat adalah tanggungjawab ompakain, udanain dan empuain dalam kurun waktu tersebut mengalami banyak
perubahan. Yang sering terjadi
berdasarkan
hasil:
Observasi, FGD maupun Indept Interview yang penulis lakukan menunjukkan bahwa: kebanyakan lolat sendiri yang membayar hartanya. Ada hubungan yang logis atas kemungkinan lebih pada lolat untuk mengambil alih tanggungjawab tersebut, karena bentuk harta adat sudah berubah dari benda adat ke uang, sehingga tidak hanya duan yang memiliki uang tapi lolat juga memiliki uang. Kebutuhan akan uang menjadi salah satu penyebab hal itu. Awalnya pihak penerima harta juga mempertanyakan hal tersebut, tetapi hanya dengan alasan makin langkanya benda adat seperti lele, membuat uang kemudian menjadi alternatif yang tepat, apalagi melalui legitimasi keputusan Mel Mang Putuh “latupati” sejak tahun 1989. Kondisi ini mengakibatkan secara adat hubungan sosial duan dan lolat dalam hal distribusi tanggungjawab membayar harta adat terputus. Karena itu bila dicermati, dengan semakin seringnya pembayaran
harta
dilakukan
dengan
uang,
maka
tingkat
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
99
ketergantungan lolat terhadap duannya dalam hal tersebut menjadi berkurang bahkan hilang sama sekali. Ketakutan mereka akan kena sumpah adat akibat putusnya hubungan sosial dalam hal peranan dan fungsi membayar harta adat semakin berkurang, karena secara spesifik bagian larangan yang di legitimasi oleh gereja adalah larangan untuk tidak melakukan “kawin darah”. Kondisi ini semakin membuat jarak terus melebar, bahkan hubungan ini terputus karena bila duan ompakain membayar harta berdasarkan jodoh yang disediakan oleh sang ompakain, maka pilihan jodoh itulah yang dilarang oleh gereja. Dalam tahun 2008 saja ada 2 kasus kematian berantai yang diyakini informan akibat melanggar aturan ini (data yang diperoleh melalui diskusi dengan kelompok 2 tgl.2 Nopember 2008 dan hasil wawancara dengan HB, 40 thn. Tgl.7 Nopember 2008 di Olilit). Terputusnya peranan dalam pembayaran harta adat ini membawa konsekwensi pula pada semakin sering terjadinya “Tutap Tabun”. Harta yang seharusnya diterima oleh status dan kedudukan duan tertentu, terputus dan tidak mengalir kepada yang berhak secara adat. Kebanyakan yang menerima harta tersebut adalah orang tua dan saudara-saudara kandung limditi sendiri dan setelah itu mereka tidak meneruskannya kepada ompakain, udanain atau empuain. Bahkan fenomena yang sedang aktual saat ini ialah besaran harta adat ditentukan sendiri oleh pihak keluarga linditi. Pihak keluarga Limditi sudah tidak menyerahkan urusan tersebut kepada duan.
Lolat mengambil alih tanggungjawab, termasuk
dalam hal menentukan besaran harta adat. Padahal dalam kurun waktu sebelumnya duan sudah banyak berkorban untuk membayar harta-harta sebelumnya. Dalam
diskusi
kelompok
yang
dilakukan
tanggal.11
Nopember 2008, terungkap ke permukaan kasus-kasus besaran harta
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
100
adat (dalam rupiah) yang ditentukan oleh pihak penerima sendiri. Angkanya tidak main-main mencapai Rp. 50 juta rupiah. Ada juga yang meminta besaran harta adat dalam kisaran Rp.10-25 jutaan. Sehubungan dengan hal itu, Mel mang putuh Tanimbar Selatan yang diwawancarai sebanyak 2x mengatakan bahwa sekalipun belum tertulis, tetapi keputusan besaran harta adat di wilayah Tanimbar Selatan sebesar Rp.10 juta mulai diberlakukan sejak tahun 2000. Sedangkan dalam periode sebelumnya yakni sejak tahun 1990 berkisar mulai Rp.3 juta sampai Rp.5 juta. Yang patut dikritisi adalah: apakah meningkatnya harta adat itu karena dimensi budaya (Cultural meaningnya) atau karena nilai ekonomis dari besaran harta tersebut. Dari hasil observasi penulis, termasuk dalam hubungan dengan perkembangan kehidupan sosial ekonomi orang Olilit, maka dengan mudah dapat dinyatakan bahwa ada dimensi nilai ekonomi di balik tingginya harta adat limditi di Olilit dalam kurun waktu 2000-2004. Pertambahan nilai harta adat yang tidak lagi dibayar oleh ompakain secara rasional menjadi bukti bahwa sebenarnya ada dimensi lain yang menjadi tujuan utama dalam proses pembayaran harta adat tersebut. Jika “duluh” bentuk hartanya jelas benda apa? Siapa yang membayarnya? Maka sekarang yang terjadi adalah berapa rupiah nilai harta yang akan merek terima, dan prosesnya jauh lebih cepat. Karena pihak lakilaki tidak mau berlama-lama menunda urusan tersebut. Mereka khawatir akan makin meningkat nilai harta adatnya. Tindakan tradisonal dalam hal bayar harta adat yang sebelumnya dilakukan dengan legitimasi otoritas tradisional kini berubah menjadi tindakan sosial yang dilegitimasikan oleh otoritas legal formal. Beberapa ketidak-cocokan dalam proses ini malah diselesaikan di kator polisi. Inilah pertanda hubungan sosial duan dan lolat mengalami perubahan dalam kurun waktu tersebut.
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
101
3. Peranan Sebagai Pelindung. a) Sistem ARIN (Aspek Rasionalitas Dalam Peralihan Sektor Lapangan Kerja) Semenjak ada kota kabupaten MTB di Saumlaki, ada kecendrungan orang Olilit mengalihkan mata pencaharian utama mereka dari bertani dan nelayan kepada sektor-sektor informal di kota. Jenis pekerjaaan sebagai buruh pelabuhan, tukang ojek, penyewa kios dan tempat jualan di lokasi pasar, terminal angkutan darat dan daerah pelabuhan, hampir semuanya dikuasai orang Olilit. Hanya ada beberapa orang diantara mereka yang tetap berkebun untuk kebutuhan konsumsi yang terbatas. Bila pada kurun waktu sebelumnya (1995-1999) duan biasanya menyediakan atau menebang pohon dan membuka areal baru untuk berladang dan berkebun tidak hanya untuk dirinya, tetapi untuk lolat-lolatnya, maka dalam kurun waktu tersebut sistem arin ini sudah tidak kelihatan lagi. Ketika penulis lakukan observasi di daerah pelabuhan, ternyata ada kurang lebih 4 kelompok buruh yang dikoordinir oleh 4 orang koordinator. Tadinya penulis curiga jangan-jangan ada peralihan dari sistem arin di hutan/lading ke sektor informal di kota, tetapi ternyata hubungan koordinator dengan yang dikoordinir bukanlah duan dan lolat. Atau jika adapun itu merupakan satu kebetulan saja. Salah seorang koordinator yang juga ketua pemuda kampung Olilit mengaku kalau dia jadi koordinator karena dia ketua pemuda serta karena dia banyak kenal dengan para pengusaha “orang-orang Cina” yang ada di Saumlaki. Jadi hubungan antara sesama anggota buruh atau pekerja pada sektor informal lain adalah hubungan sosial duan dan lolat. Hubungan dalam sistem Arin untuk menggarap sektor peretanian tidak
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
102
kelihatan lagi dalam bidang pekerjaan sektor informal yang mereka tekuni. Perubahan sosial hubungan duan dan lolat tersebut disebabkan karena obyek yang digarap juga berbeda, sehingga mekanisme pengelolaan tradisional tidak relevan. Berikut penulis tampilkan jenis pekerjaan Orang Olilit pada Tahun 2000-2004. Tabel.3.3. Jumlah Penduduk dan Jenis pekerjaan Orang Olilit dalam kurun waktu 2000-2004. NO 1 2 3 4 5 6 7 8
Jenis Pekerjaan Petani/Nelayan PNS/Swasta Penenun /Pengrajin Pedagang Anggota DPRD Buruh Pelabuhan/Sektor Jasa Lainnya
Tidak / Belum Bekerja Jumlah
Jumlah 2.001(49,48%) 214 (5,29%) 56(1,38%) 550(13,60%) 2 (0,05%) 361(8,93%) 860(21,27%) 4.044
Sumber: Monografi desa Olili tahun 2005
Tabel. 3.3. dapat dijelaskan bahwa: ada kecenderungan terjadi
peralihan
lapangan
kerja
dari
sektor
pertanian
(bertani/berladang) dan nelayan ke sektor penyediaan jasa tenaga kerja pada berbagai sektor informal pada tempat-tempat tertentu di kota Kabupaten seperti di pelabuhan sebagai buruh, di pasar Saumlaki, di terminal, sebagai tukang ojek dsb. Orang Olilit pada umumnya (terutama) yang bukan PNS dan bukan TNI/POLRI, sebelum adanya kebaupaten mereka lebih banyak menggarap ladang dengan sistem pengelolaan tradisional “Arin”. Tetapi setelah ada peluang kerja yang lain dengan melihat peluang pada sektor yang lain maka sebenarnya ada kecenderungan mereka beralih pada sektor-sektor informal lainnya. Alasan utamanya sebenarnya adalah: ada perubahan dalam cara mereka memaknai hubungan sosial duan dan lolat yang selama ini ada dalam kehidupan mereka. Bila sebelum adanya kabupaten MTB, lolat
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
103
dan duan tidak hanya terikat secara budaya tetapi mereka terikat juga secara ekonomi. Ada ketergantungan duan terhadap lolat demikian
sebaliknya.
Sistem
“rbeher
tanggung
jawab”
merupakan sebuah konstruksi yang dilembagakan dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam bidang pendidikan misalnya: seorang lolat atau juga duan yang berpotensi untuk melanjutkan studi namun terkendala dengan masalah dana, maka baik lolat dan duan orang itu akan bersama-sama menanggung bebannya. Hal ini tidak lagi terlihat semenjak tahun 2000 – 2004. Orientasi orang Olilit mulai diperhadapkan dengan realitas yang lain selain realitas adat budaya yang sudah lebih duluh ada. Kenyataan-kenyataan itu antara lain: adanya struktur birokrasi pemerintahan yang cukup kompleks jika dibandingkan dengan kondisi yang sama pada lefel kota kecamatan dalam periode sebelumnya. Dengan terbukanya lapangan kerja baru sebagai PNS, maupun sektor-sektor informal lain sebagai akibat dari adanya kota kabupaten di
Saumlaki,
orang Olilit mulai mengalihkan pandangannya kepada hal-hal tersebut ketimbang hanya menggantungkan harapannya kepada hubungan sosial duan dan lolat. Itulah sebabnya dalam satu kesempatan wawancara yang penulis lakukan dengan seorang informan yang adalah pegawai di Dispenda MTB menyatakan bahwa: “…kalau doloh bole duan dengan lolat bagus, sekarang ini…biar duan ka lolat lai… begitu su ada jabatan, lewat dengan oto lai sondor stop lai…” (wawancara dengan AK, 47 tahun di Olilit Saumlaki) Pernyataan AK dapat penulis terjemahkan sebagai berikut: “…kalau duluh duan lolat bagus, sekarang ini…sekalipun duan atau lolat…jika mendapatkan jabatan, lewat dengan mobil, tetapi sudah tidak berhenti lagi…”. Apa yang digambarkan ibu AK 47 tahun tersebut menyiratkan bahwa sebenarnya status dan peran duan dan lolat dalam konteks
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
104
hubungan sosial orang Olilit mulai tergantikan oleh status dan peran yang lain, yang dalam konteks cerita ibu AK adalah pejabat daerah. Itulah sebabnya persoalan rasionalitas kemudian menjadi pilihan atas tindakan sosial seseorang. Bagi sang pejabat, bila dalam satu acara duduk bersama dalam adat tidak ada masalah baginya untuk menyapa lolat atau duannya, tetapi dalam konteks cerita di atas ada pilihan tindakan sosial baginya untuk tidak menyetop kendaraannya walaupun dia tahu bahwa yang dia lihat adalah duan atau lolatnya. Dengan demikian pilihan tindakan si pejabat untuk tidak menyetop kendaraannya merupakan satu pertimbangan rasional. Realitas ini dalam kurun waktu 1995-1999 tidak dijumpai di Olilit.
b). Peranan Dan Fungsi Pembuatan Tais Sebagai Simbol Pengikat Duan Dan Lolat “perubahan nilai adat ke nilai ekonomis). Kegiatan menenun yang ada di Olilit dalam kurun waktu tersebut cenderung meningkat bila dibandingkan dengan tahun 1995-1999. Setidaknya hal itu dilihat dari jumlah produk yang dihasilkan dalam kurun waktu tersebut. Data yang diperoleh dari salah satu kelompok tenun di Olilit setidaknya dapat menjadi acuan untuk menjelaskan hal tersebut. Berikut ditampilkan jumlah produksi dan penjualan dari kelompok tenun Ifaryane dalam 2 kurun waktu tersebut.
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
105
Tabel.4.3. Rata-rata Penjualan Tenun Ikat Pada Kelompok Ifaryane di Olilit Saumlaki MTB antara Tahun 2000-2004 Dalam Berbagai jenis N o 1 2 3 4
Jenis Barang Yang Terjual 2000 Setelan Jas, Kebaya Dansa 300 Kain Sarung 579 Selendang (Syal) 6200 Hiasan Dinding, Penutup Meja, 120 Pembungkus Bantal Kursi,dll Jumlah 7199
Banyaknya Barang / Tahun 2001 2002 2003 2004 350 389 369 402 684 600 650 675 5900 5600 8000 9800 100 200 250 187 7034
6789
9269
11064
Jlh 1810 3188 33500 857 41355
Sumber: Data Pejualan kelompok Tenun Ifaryane tahun 2005
Tabel 5.3. Jumlah Pemasaran Tenun Ikat kelompok Tenun Ifaryane Olilit antara tahun 1995-1999 sebagai berikut: N o 1 2 3 4
Jenis Barang Yang Terjual 1995 47 Setelan Jas, Kebaya Dansa 178 Kain Sarung 279 Selendang (Syal) Hiasan Dinding, Penutup Meja, 29 Pembungkus Bantal Kursi,dll Jumlah 533
Banyaknya Barang / Tahun 1996 1997 1998 97 88 98 211 200 159 270 250 300 39 25 32
1999 152 425 5780 50
482 1173 6879 175
589
6407
8709
563
617
Jlh
Sumber: Data di peroleh di kelompok tenun Ifaryane 2005 dari Bpk Wens Boina dan Ibu Sunta Boina.
Berdasarkan data tersebut, maka apakah peningkatan jumlah produk tersebut dapat dijadikan ukuran untuk menjelaskan bahwa fungsi pembuatan Tais sebagai pengikat hubungan sosial duan dan lolat ada atau bahkan meningkat? Hasil
observasi,
diskusi
maupun
indept
interview
menunjukkan bahwa peningkatan jumlah produksi tais dalam kurun waktu 2000-2004 bukan karena implementasi peran dan fungsi pembuatan tais sebagai pengikat hubungan sosial duan dan lolat, tetapi peningkatan itu disebabkan karena orang Olilit terutama para penenun meningkatkan pembuatan tais demi kepentingan penjualan “demi uang” dan sebaliknya bukan karena fungsi pengikat hubungan sosial duan dan lolat.
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
106
Satu hal yang memungkinkan kondisi itu terjadi adalah karena sejak tahun 2000 bersamaan dengan adanya kota kabupaten di Olilit Saumlaki, maka Pemda MTB juga mengkondisikan produk tersebut. Bahkan pasar produksi dari Tais ini diupayakan oleh Pemda MTB16 dan penenun sendiri. Semuanya itu menunjukkan bahwa sekalipun terjadi peningkatan dalam produksi dan pemasarannya, namun hal itu bukan karena pelaksanaan peran dan fungsi dari duan untuk menghasilkan tais sebagai simbol pengikat hubungan sosial duan dan lolat, tetapi peningkatan itu semata-mata karena adanya usaha untuk menambah penghasilan keluarga. Hal tersebut menunjukkan sebuah perubahan nilai yang cukup mendasar dalam hubungan sosial duan dan lolat, yakni perubahan dari dilai adat yang menjadi simbol atas eratnya hubungan duan dan lolat, kemudian bergeser pada orientasi nilai ekonomi yang mengedepankan prinsip mencari untung. Perubahan tidak hanya pada fungsi tais sebagai simbol pengikat, tetapi tujuan dan arti subyektif dibalik keputusan untuk mencari untung merupakan sebuah bentuk perubahan tindakan sosial yang juga diarahkan untuk mengejar berbagai status-status yang baru berupa prestasi ekonomi akibat adanya kesempatan untuk mengembangkan usaha dalam bidang tersebut. Kebanyakan diantara mereka menyadari bahwa kemapanan dalam bidang budaya “status budaya” berhadapan dengan makna ekonomi uang yang sangat dibutuhkan dalam suasana hidup yang makin kompleks. Oleh karena itu orang Olilit mulai dibiasakan dengan sebuah struktur sosial yang baru dengan pola-pola stratifikasi berdasarkan dimensi ekonomi yang 16
Beberapa usaha yang dilakukan pemda untuk peningkatan produk ini sebagai produk andalan khas MTB al: Membuat peraturan bupati yang mewajibkan para pegawai dan siswa/I menggunakan pakaian dari bahan dasar tais, mengadakan kerjasama dengan kota Darwin dalam bentuk lomba layar kota bersahabat yang diadakan 1x dalam setahun sebagai ajang promosi dan penjualan produk tais, membangun sebuah pusat bisnis (Bisnis Centre) yang khusus menjual produk tais dan patung-patung serta anyaman khas MTB. Bahkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa di thn 2009 nanti akan dimulai kegiatan eksport produk tersebut ke Jepang walau dalam jumlah terbatas.
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
107
harus diperjuangkan dalam ketika ada kesempatan untuk hal tersebut. Jika memang mereka harus hadir apakah sebagai duan atau sebagai lolat dalam satu acara atau kegiatan adat, atau syukuran atau apapun maka mereka merasa tidak lagi mewajibkan dirinya untuk
membawah
serta
dalam
kehadiran
mereka
segala
perlengkapan adat seperti tais dan tuak atau loran yang duluhnya merupakan sebuah keharusasn dalam system otoritas tradisional dalam praktek hubungan sosial duan dan lolat. Sebagai gantinya mereka sekedar datang membawah amplop berisi uang, atau kado yang di dalamnya dibungkus kain batik atau malah handuk. Pilihan tindakan itu kemudian ditentukan oleh subyektif meaning yang menjadi motivasi rasional di balik tindakan sosialnya. Berbeda dengan masa-masa sebelumnya. Inilah sebetulnya kondisi orang Olilit dalam kurun waktu 2000-2004. Atas dasar itu perubahan dari “tais adat” ke “tais kubang” menjadi sebuah simbol yang dimaknai sebagai perubahan hubungan sosial duan lolat dalam konteks nilai-nilai tradisi yang menimbulkan tindakan tradisional ke nilai-nilai ekonomis rasional berdasarkan otoritas legal formal. Otoritas legal formal yang diwujudkan dalam bentuk organisasi birokrasi ikut menjadi stimulus yang mempengaruhi hal itu. Himbauan maupun keputusan Bupati MTB (lihat lampiran) yang mengharuskan pemakaian busana dinas resmi yang terbuat tais, tidak direspons lagi dengan tindakan tradisional, dimana duan harus memberikannya kepada lolat, sebab yang terjadi ialah: siapapun yang membutuhkan tais untuk kepentingan tersebut, berarti harus membuatnya sendiri atau membelinya dari orang lain. Struktur dan fungsi dalam masyarakat desa di Olilit yang tadinya berjalan sesuai otoritas tradisional berubah dan dipengaruhi oleh
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
108
otoritas legal formal yang dilembagakan dalam peraturan formal melalui organisasi birokrasi. Hubungan sosial duan dan lolat dalam memberi dan menerima tais, sudah berubah dari hubungan yang bersifat adat “pelindung” pengikat” pada hubungan antara pembeli dan penjual. Sekalipun begitu dalam observasi yang dilakukan masih ditemukan ada satu atau beberapa kasus dimana duan dan lolat masih tetap berhubungan termasuk dalam hubungan sosial adat, walaupun tidak sebanyak perubahan yang sudah terjadi.
3.3.3. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Hubungan Sosial Duan Dan Lolat Dalam Kurun Waktu 2000-2004. 1. Konflik Internal Duan Dan Lolat (solusi dari otoritas tradisional ke otoritas legal formal). Dalam kurun waktu 2000-2004 ketidakpuasan atas peranperan adat terutama yang berhubungan dengan penghargaan terhadap nilai “Limditi” membuat hubungan sosial antara duan dan lolat terus menegang. Konflik diantara mereka mewujud dalam bentuk konflik internal yang berujung pada perubahan hubungan sosial “kerenggangan” dan cenderung kurang harmonis. Pola kekerabatan yang sebelumnya terjalin baik dan saling membantu dalam menghadapi dan menanggulangi masalah masing-masing, makin tidak kelihatan akibat konflik tersebut. Fokus perhatian yang sebelumnya hanya tertuju pada hubungan sosial berdasarkan kepentingan adat kini bergeser pada begitu banyak persoalan dan urusan yang kian rumit. Peran-peran adat melalui bayar harta ataupun memilih jodoh berubah menjadi urusan masing-masing. Ketersinggungan seorang saudara laki-laki karena saudara perempuannya dikhianati oleh suaminya dengan menjalin hubungan intim dengan perempuan lain, kian menambah
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
109
maraknya masalah yang kemudian membuat konflik internal idak terelakan dalam hubungan sosial duan dan lolat. Yang kemudian menjadi penting untuk penulis maknai dalam analisis dalam bagian tersebut adalah keberadaan kabupaten MTB dalam bentuknya yang khusus sebagai kabupaten kepulauan berdampak pada munculnya nilai-nilai baru dalam hubungan sosial duan dan lolat. Nilai kecantikan yang sebelumnya hanya diukur dengan lilitan tais, kebaya sederhana serta adanya sandal atau slop bagi seorang limditi pada waktu ke gereja atau ke pesta, kini bergeser dan semakin bervariasi pada bentuk-bentuk penampilan yang lain. Busana baju kaos dan celana yang ketat, celana jeans sepatu hak tinggi bermunculan dalam tenggang waktu yang singkat. Sepertinya ada sebuah ketidakpuasan yang mungkin sudah lama mereka pendam karena ketatnya penerapan bentuk tindakan tradisional atas dasar tradisi, membuat ketika peluang itu ada, mereka tidak sekedar ada dalam dinamika tersebut, tetapi mereka semua ikut terlibat dalam dan larut dalam kebiasaan yang masih baru bagi mereka. Upaya menyelesaikan konflikpun gagal ditempuh dengan cara-cara lama yang diatur dalam hubungan sosial duan dan lolat. Bila pada periode sebelumnya, jika ada suatu masalah yang didengar oleh seorang duan ataupun lolat, maka tanpa diundangpun dia secara aktif akan mengecek dan berupaya agar masalah itu dapat diselesaikan, tetapi dalam kurun waktu setelah tahun 2000, ada lolat atau duan yang bahkan tidak hadir sekalipun ada undangan lisan untuknya. Beberapa masalah atau kasus yang cukup banyak didengar dan diketahui oleh orang Olilit, misalnya sepasang kekasih yang secara adat tidak boleh menikah, kemudian memaksakan untuk menikah dan kena kutuk adat, kemudian menimbulkan keheboan dalam kampung Olilit, membuat malu
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
110
keluarga besar. Pihak keluarga yang meninggal bermaksud melibatkan sesama kelompok kerabat baik duan maupun lolat untuk menyelesaikannya agar menjadi peringatan yang positif, bagi yang lainpun tidak secara serius ditanggapi oleh yang lain. Dalam pengakuan informan HB 44 tahun tanggal 7 Nopember 2008 yang kebetulan adalah saudara dekat korban mengatakan, “…mau bilang apa lai, dunia skarang su seng sama doloh lai mo…ya suka datang, suka seng… duan maupun lolat sama saja…” (apa yang dapat dikatakan, keadaan sekarang sudah tidah seperti waktu duluh, terserah masing-masing, ingin hadir atau tidak…duan maupun lolat sama saja…”). Bahkan dalam diskusi yang dilakukan tanggal 2 Nopember dengan para penenun kelompok 2, terungkap bahwa: ada suara-suara yang mengatakan lebih baik lapor polisi dan menyelesaikan kalau ada yang tidak beres dalam kematian mereka berdua, Ini satu hal yang jarang terjadi dalam kurun waktu sebelumnya. Dalam kenyataannya banyak masalah-masalah konflik yang terjadi dalam hubungan sosial duan dan lolat kemudian diselesaikan dengan melibatkan polisi. Bahkan ada kasus bayar harta yang dilakukan di depan polisi sebagai penengah. Karena ada ketidakcocokan dalam hal besaran harta yang diminta pihak keluarga penerima. Hasil penelitian ini mendapati bahwa masingmasing keluarga anak dara meminta besaran jumlah harta adat “dengan uang” sesuai dengan ketetapan mereka sendiri yang jauh di atas ketetapan mel mang putuh atau latupati untuk besaran harta (perhatikan lampiran keputusan Latupati tahun 2002, tentang besaran nilai harta). Konflik yang terjadi karena masalah bayar harta yang tidak menemukan kesepakatan dalam jumlah uang sebagai pengganti benda adat, masalah ketersinggungan akibat kasus
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
111
perselingkuhan ataupun masalah batas tanah membuat konflik internal sepertinya menjadi pemandangan biasa yang hampir ditemukan terus-menerus di Olilit dalam kurun waktu tersebut. Ini sebuah bukti perubahan besar dalam hubungan sosial duan dan lolat. Orientasi dari tindakan tradisional berdasarkan nilai adat dan tradisi dalam otoritas tradisional kemudian bergeser pada bentuk tindakan rasional yang dilegitimasikan oleh otoritas legal formal. Pilihan menggunakan hukum positif untuk menyelesaikan konflik dalam hubungan sosial duan dan lolat merupakan sebuah argumentasi yang bisa menjelaskan hal tersebut. Dari konflik karena harta adat sampai pada masalah batas tanah dan penyelesaian kasus perselingkuhan sudah tidak menemukan solusi penyelesaiannya melalui jalur otoritas tradisional, tetapi beralih pada kekuatan-kekuatan otoritas legal formal yang diperankan oleh polisi dan lembaga peradilan. Fungsi mel mang putuh lebih sekedar sebagai jembatan untuk membawa penyelesaian tersebut ke polisi dan pengadilan.
2. Faktor Organisasi Birokrasi Formal Dan Pergeseran Fungsifungsi otoritas Tradisional di Olilit-MTB. Dugaan para pemikir dan perintis kabupaten MTB dengan menamainya sebagai kabupaten duan lolat, dengan tujuan agar semangat persaudaraan yang menjamin keamanan dan keteraturan dalam menyelesaikan berbagai masalah dalam masyarakat, bisa menghinggapi Pemerintah MTB dalam tahap awal untuk menyelesaikan berbagai masalah di kabupaten MTB tidak selalu menjadi kenyataan. Harapan agar strategi penanggulangan masalah dengan mengedepankan otoritas tradisional sesuai spirit dalam hubungan sosial duan dan lolat yang damai dan selalu harmonis sama seperti kehidupan masyarakat di kampung-
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
112
kampung di Tanimbar ketika menyelesaikan masalah seperti waktu sebelumnya, merupakan sebuah harapan yang menjadi inspirasi mereka “perintis dan pemikir” pada waktu itu sehingga tanpa ragu mereka namai gelaran kabupaten ini sebagai kabupaten duan lolat “bumi duan lolat”. Asumsi mereka agar dengan diposisikannya pemda sebagai pengayom dan pelindung masyarakat sama seperti fungsi duan terhadap lolat-lolatnya dalam praktek hubungan sosial duan dan lolat ternyata tidak mudaH dilakukan, bahkan dari hasil penelitian ini, pemda seperti menjebak dirinya sendiri dalam satu perangkap dilema yang sama sulitnya untuk dipilih. Posisi dilema tersebut adalah: di satu sisi pemda harus konsisten menerapkan prinsip-prinsip birokrasi formal yang selalu mengedepankan aspek rasionalitas-obyektif sebagai dasar dalam membuat berbagai kebijakan yang pemberlakuannya tidak pandang bulu. Dan pada sisi lainnya, aparat pemda sendiri memiliki jarak sosial yang sangat dekat dan menjadi bagian dari komunitas adat. Hal ini membuat mereka agak sulit menerapakan secara obyektif berbagai produk kebijakan yang sudah dibuatnya sendiri. Kesulitan tersebut terutama terhadap hubungan sosial duan dan lolat yang sangat dekat “dauk” atau juga “duan Ompakaian” yang disebut duan lalean leher atau leal bakan ralan isa atau yang diartikan sebagai sebagai duan kandung, terasa sulit untuk dapat secara obyektif menerapkan semua kebijakan secara obyektif
“umum” tanpa
pandang buluh. Kenyataan yang terjadi adalah: dalam bidang tertentu kebijakan-kebijakan yang diterapkan melalui tindakan sosial pejabat sudah mengandung arti subyektif yang dinuansai oleh tindakan tradisiosional berdasarkan otoritas tradisional. Salah satu contoh yang dapat dikemukakan di sini adalah:
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
113
•
Kebijakan perekrutan CPNS berdasarkan hubungan sosial duan lolat “KKN” yang secara langsung menyebabkan kecemburuan pada duan atau lolat lain yang kebetulan anak atau cucunya tidak lulus tes. Akibatnya secara internal orang Olilit yang secara umum diikat oleh ikatan hubungan sosial duan lolat, terjadi perasaan rasa iri atau tidak enak diantara mereka sendiri. Karena pejabat-pejabat birokrat yang orang Olilit dianggap pilih kasih terhadap sesama orang Olilit yang mengikuti tes CPNS. Kondisi ini menunjukkan bahwa bahwa sebenarnya ada arti subyektif dibalik tindakan sosial sang aparat yang secara tidak langsung ikut mengokohkan hubungan sosial duan lolat dalam praktek birokrasi, tetapi kemudian tidak berdampak secara langsung terhadap makin solitnya hubungan sosial duan dan lolat di Olilit. Mengapa? Karena bila secara rasional diperhitungkan maka jumlah yang mengikuti test akan lebih banyak dari jatah yang diterima, sehingga yang terjadi adalah: yang tidak lulus akan lebih banyak jumlahnya dari jumlah yang diterima/lulus. Dalam konteks inilah kebanyakan orang yang tidak lulus akan mengambil sikap kritis terhadap hal itu. Berbagai hal bisa dilakukan, misalnya dari bentuk pernyataan yang bernada protes
sampai
pembakaran
gedung-gedung
pemerintah
dilakukan oleh mereka. Dimanakah duan lolat dalam fungsinya sebagai perekat, pendamai bahkan problem solver dalam masalah tersebut? Jawabannya adalah: justru sebuah perpaduan yang tidak semestinya antara hukum adat “sebagai sumber otoritas tradisional” dengan organisasi birokrasi sebagai “sumber otoritas legal formal” yang coba dijalankan walaupun “salah kaprah”17. Bagaimanapun juga masalah 17
Konsep salah kaprah ini adalah kritik pemimpin daerah ini terhadap kebijakan pendahulunya yang
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
114
birokrasi adalah masalah yang rasional yang pendekatannya harus didasarkan pada aspek kapasitas18 dan kemampuan masing-masing orang sesuai posisi yang cocok dengan kapasitas pribadinya. Tetapi akibat potensi konflik sebenarnya muncul antara birokrat dengan masyarakat kemudian berubah arah ke konflik yang terjadi antara kelompok masyarakat sendiri, yang terikat dalam hubungan sosial duan dan lolat. Hubunganhubungan harmonis yang duluh menjadi modal untuk menyelesaikan masalah bersama, kini berubah menjadi kelompok-kelompok kecil yang masing-masingnya menjaga jarak sosial dengan sejumlah perasaan curiga diantara sesama mereka.”…kalau om su bawah berkas pasti lulus saja…tes Cuma formalitas saja…” (pernyataan, MS 33 tahun dalam diskusi tanggal 2 Nopember di Olilit). Ternyata jarak sosial yang dibangun merupakan bentuk strategi yang baru untuk mencapai berbagai tujuan dalam kesempatan yang terbuka bagi mereka. Mereka mengamati jangan-jangan ada pegawai yang menerima berkas/nomor test atau mereka juga melihat jangan sampai ada kontraktor yang bertamu ke rumah pejabat yang ada di Olilit. Apa dasar kecurigaan tersebut? Tentu saja karena faktor kepentingan dalam perebutan status sosial yang secara tidak profesional mengadopsi prinsip-prinsip duan lolat dengan tidak menempatkannya secara benar. Wawancara dilakukan tanggal 12 November 2008. 18 Hal ini tentu saja akan sangat berbeda dengan masalah pemerintahan adat yang tidak memperhitungkan hal itu sebagai syarat yang utama. Tetapi yang diperlukan adalah posisi dan status yang diwariskan secara adat dengan mengutamakan otoritas karismatik sebagai legitimasi atas tindakan sosial setiap pemimpin. Dalam kurun waktu 2000-2004 beberapa kasus “orang kai” kepala desa menunjukan bahwa: sebenarnya terjadi perubahan dalam berbagai pertimbangan yang harus dilakukan untuk menjadi kepala desa. Jika sebelumnya hanya dengan memperhitungkan status adat dalam dimensi budaya, maka tahun 2006 kemarin untuk kasus desa Olilit memperhitungkan beberapa aspek antara lain: kecakapan intelektual, kapasitas ekonomi sebagai alasan agar tidak korupsi selama menjadi kades, serta relasi sosial yang baik dengan pihak pemda kabupaten, sebagai sarana untuk menyuarakan berbagai kepentingan desa Olilit. Dengan persyaratan itu semua maka Bpk.Frans Salembun, BA pensiunan Guru, pengusaha dan dekat dengan bupati berkuasa pada waktu itu terpilih sebagai kades. Satu posisi yang sebenarnya secara adat masih harus melalui das matan Fanumbi maupun Batlajery.
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
115
tidak lagi bersumber dari dimensi budaya semata-mata tetapi telah bergeser pada dimensi-dimensi yang lain seperti: ekonomi maupun politik. Hal yang kedua yang bisa dimaknai dari itu semua adalah: ternyata kecurigaan diantara mereka menjadi sebuah perangkat pengawasan yang dalam sistem birokrasi formal dapat disebut “pengawasan melekat”. Hal ini tanpa disadari hilangnya kepercayaan dan digantikan dengan saling kecurigaan diantara mereka membuktikan bahwa: struktur sosial masyarakat yang bersumber pada otoritas tradisional maupun otoritas karismatik telah bergeser pada tipe tindakan sosial yang bersumber pada otoritas legal formal yang nampak dalam organisasi birokrasi. Perubahan hubungan sosial duan dan lolat di Olilit menjadi satu realitas yang langsung terjadi sebagai akibat dari pergeseran struktur sosial tersebut. Apabila kemudian pemda memanfaatkan tokoh-tokoh adat di desa “Olilit”, maka hal itu hanya sebagai sebuah strategi untuk memberhasilkan kegiatan mereka. Sebab bisa saja ada kemungkinan munculnya resistensi dari masyarakat. •
Kebijakan untuk membentuk panitia penyambutan duan terhadap lolat-lolat yang tersebar-mengungsi di daerah lain sebagai korban kerusuhan Ambon Maluku yang terjadi sejak awal tahun 1999. Akibat kebijakan tersebut, terutama kebijakan yang kedua di
atas,
sekalipun orang Olilit menjadi Bupati pertama sejak ada
kabupaten, tetapi dalam beberapa kasus rekrutmen CPNS, ada kantor-kantor pemda yang dibakar masa dan sebagian masa itu berasal dari Olilit. Temuan ini berbeda dengan temuan Renwarin maupun Drabbe yang lebih menekankan pada hubungan eksternal dengan duan atau lolat yang ada pada kampung lainnya. Jadi
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
116
sebanrnya secara politik kalau tokoh adat dilibatkan dalam berbegai kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pemda, maka hal itu lebih bertujuan agar legitimasi peran dan kuasa adat yang dimiliki tokoh adat akan menjadi garansi untuk aman dan suksesnya kegiatan tersebut. Dan itu kebutuhan pemda. Di samping itu secara politik para tokoh politik ataupun para birokrat tetap mempunyai tujuan agar mereka mendapatkan dukungan politik dalam berbagai event politik misalnya pada waktu pilkada dan sebagainya. Dikatakan demikian karena penelitian menemukan bahwa salah satu strategi rekrutmen suara politik pada waktu pilkada adalam melalui duan dan lolat
Tampak dalam gambar seorang tokoh adat desa Olilit dipakai Pemda untuk menyambut tamu dari Darwin Australia pada waktu pelksanaan lomba layar kota bersahabat antara Darwin dan Saumlaki tahun 2003 di Saumlaki (Sumber foto: Dinas Budaya dan Pariwisata MTB)
Argumentasi berikutnya: sebagaimana dijelaskan dalam periode sebelumnya: bahwa keputusan latupati atau mel mang putuh juga sangat dipengaruhi oleh adanya pengaruh camat atau birokrat, maka dalam periode tersebut, salah satu bukti kuatnya pengaruh aturan birokrasi formal terhadap hubungan sosial duan dan lolat adalah karena: masalah-masalah kemasyarakatan yang tadinya diselesaikan melalui mekanisme hubungan sosial duan dan lolat kini mulai bergeser ke arah penggunaan hukum positif dalam proses
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
117
penyelesaiannya. Polisi menjadi lebih sibuk menangani masalahmasalah kamtibmas ketimbang pada periode sebelumnya. Oleh karena itu dalam diskusi tanggal 1 Nopember beberapa informan seakan mengungkapkan kekecewanaannya terhadap pemda dengan mengatakan: “…yang jadi polisi di sini lebe bai orang Tanimbar saja supaya bisa mengarti duan dan lolat…” (pernyataan JF 42 tahun). Ada juga informan yang mengaku bahwa: sejak ada kabupaten karena semua sudah terlalu banyak perubahan maka desa ambil satu keputusan atau himbauan agar duan atau lolat tidak boleh menyelesaikan masalah perselingkuhan atau perceraian. Maksud himbauan itu agar supaya tidak mengurangi tingginya angka perselingkuhan, tetapi kenyataan lain yang dihadapi adalah: hampir semua korbannya memilih jalur hukum positif untuk menyelesaikan masalah tersebut.Terkait dengan berbagai kebijakan birokrasi ini maka dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa sebenarnya: pengaruh birokrasi dalam kehidupan orang Olilit khususnya dalam hubungan sosial duan dan lolat semakin terasa perubahannya. Berbagai aturan hukum positif yang dalam kurun waktu sebelumnya tidak terlalu nyata diberlakukan dalam kehidupan mereka kini secara langsung bahkan setiap kali mereka harus berhubungan dengan lembaga peradilan seperti polisi. Masalah perselingkuhan: bila tidak ada kesepakatan biasanya diselesaikan di kantor polisi. Masalah batas tanah, masalah perselingkuhan, bahkan masalah criminal yang lain seperti amuk masa, tauran antar pemuda atau remaja juga diselesaikan di kepolisian. Keadaan ini sebelumnya jarang ditemukan, kecuali menyangkut masalah besar yang sudah menjadi konsumsi public. Tetapi lebih banyak masalah biasanya diselesaikan melalui hubungan sosial duan dan lolat.
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
118
Hal ini menunjukan bahwa secara mendasar ada perubahan dalam hubungan sosial duan dan lolat, fungsi institusi tradisional seperti duan lolat tergantikan oleh fungsi-fungsi organisasi moderen seperti aturan birokrasi.
3. Faktor Kegiatan Politik Praktis. (Perubahan pola rekrutmen adat ke pencapaian tujuan Politik) di Olilit Dalam Kurun Waktu 2000-2004. Kasus Pemilihan Bupati MTB tahun 2001: (kasus ini hampir diketahui semua orang dewasa yang ada di Saumlaki pada waktu itu): Dalam kurun waktu tersebut ada satu kegiatan politik besar yang dialami oleh orang Olilit maupun Tanimbar dan MTB umumnya, yakni pemilihan Bupati kepala daerah kabupaten MTB di akhir tahun 2001. Hasil wawancara dengan beberapa informan, serta diskusi-diskusi yang penulis adakan dengan para informan didapati keterangan bahwa: pemilihan Bupati pertama MTB pada akhirnya, mempertemukan dua pasang calon yang saling bersaing. Yang pertama adalah pasangan Drs. SJ. Oratmangun (asal Olilit)Lukas Uwuratu (asal Adaut pulau Selaru) dan pasangan kedua adalah: Bito Temar (asal Namtabung pulau Selaru dan Max Jultuwu asal Maluku Barat Daya). Sistem pemilihan Bupati pada waktu itu, dilakukan melalui representasi suara rakyat di DPRD tingkat II MTB yang terdiri dari 25 orang (25 kursi). Sebagai partai pemenang pemilu 1997, PDIP yang mengusung Bito-Max berhasil mendapatkan 12 kursi di DPRD MTB, sedang partai Golkar sebagai pemenang pemilu no 2 berhasil meraih 5 kursi di DPRD-II MTB, dan sisa 8 kursi dibagi-bagi oleh partai-partai kecil, seperti: Partai Katholik Demokrat, Krisna, PDI (Budi Harjono), PDKB, Partai Republik, dan 3 kursi lainnya ditempati oleh TIN/POLRI, Banyak perkiraan yang menjagokan pasangan Bito – Jaltuwu karena fraksi PDIP hanya sisa mencari satu suara tambahan agar menjadi 13 kursi dan secara otomatis menjadi
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
119
pemenang. Sebaliknya Golkar harus bisa meraih 8 kursi tambahan agar jumlah suaranya menjai 13. Mengejar angka 1 dan mengejar angka 8 merupakan sebuah persaingan politik yang menarik. Pasangan Bito-Jaltuwu yang relatif memiliki beban yang jauh lebih ringan memilih menggunakan pola berpolitik yang dewasa, jujur dan obyektif.
Sebaliknya
pasangan
Oratmangun-Uwuratuw
yang
hanya
bermodal 5 kursi menggunakan berbagai cara, karena merasa sebagai underdog. Dari hasil recol interview yang penulis lakukan untuk mengingat kembali peristiwa itu menunjukkan bahwa: pasangan OratmangunUwuratuw lebih menggunakan pendekatan adat duan lolat untuk mencapai tujuan politiknya, Di samping mereka juga menggunakan money politic’s. Dalam menentukan kemenangan politik melalui hubungan sosial duan lolat inilah yang membuat segala prediksi politik kemudian menjadi tidak terbukti. Bila dibuat perbandingan perolehan suara berdasarkan kalkulasi politik yang logis, maka pasangan Bito-Max Jaltuwu (12 kursi) jauh melebihi perolehan kursi yang didapatkan Oratmangun-Uwuratuw yang hanya memperoleh 5 kursi. Tetapi bila perebutan kursi melalui hubungan sosial duan dan lolat pasangan Oratmangun-Uwuratu yang rasanya lebih unggul karena masing-masing dari keduanya mempunyai hubungan sosial duan dan lolat, sedang pada pasangan yang lain hanya Bito yang memiliki hubungan duan lolat sedang Jaltuwu tidak memiliki hubungan tersebut karena dia berasal dari Maluku Barat Daya. Dalam kalkulasi tersebut semua suara dari MBD sudah direbut habis oleh PDIP dan Golkar, sedang 8 kursi yang direbut partai-partai kecil; 7 orang berasal dari Tanimbar yang sangat dominan dengan hubungan sosial duan dan lolatnya, serta sala satu dari fraksi TNI/POLRI berasal dari Ambon yakni bpk. Patiwael.. Realitas politik saat itu menunjukkan bahwa: strategi perebutan kursi yang digunakan oleh Oratmangun dan Uwuratuw secara murni didasarkan pada pendekatan adat duan dan lolat. 8 orang (8 kursi) yang hendak direbut diundang secara resmi dalam beberapa kali pertemuan, dan dalam pertemuan
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
120
yang terakhir mereka secara bersama mengikrarkan janji dan sumpah adat yang ditandai dengan acara minum sopi (tuak) lolat, kemudian ke 8 orang itupun diikat dengan tais atau bakan duan. Sebelum sopi adat diminum dan sebelum tais duan mengikat mereka semua, mereka melakukan ritual untuk memanggil para leluhur menyaksikan dan menjadi saksi atas sumpah yang sudah mereka yang sudah mereka ikrarkan bersama. Peristiwa yang dianggap bersejarah oleh kubuh OratmangunUwuratuw ini, berlangsung di tepai pantai Weluan (bagian dari petuanan desa Olilit), berjarak kira-kira 2,5 km dari bagian selatan desa Olilit. Setelah peristiwa itu, semua orang di Olilit maupun Saumlaki pada umumnya lebih yakin kalau pasangan Oratmangun-Uwuratuw yang akan memenangkan pilkada Bupati-I MTB tersebut, sekalipun realitas politik dari sisi perolehan kursi legislatif yang akan memberikan suaranya tidak seperti itu. Dan sampai pada hari pemilihan pada saat itu ternyata pasangan Bito-Jaltuwu, tetap mendapatkan 12 suara (ini adalah perolehan kursi PDIP dalam pemilu 1999), sedang pasangan Oratmangun Uwuratuw mendapatkan 13 suara; yang berarti 8 suara sisa dari partai-partai kecil yang diduduki oleh orang-orang Tanimbar yang lain, semuanya beralih ke pasangan ini. Ada dua jenis pandangan yang berbeda dari orang tentang fenomena ini: yakni ketika penulis bertanya: dalam konteks tersebut: apakah Politik yang mengatur duan lolat atau sebaliknya duan lolat yang mengatur dan mengendalikan politik untuk mencapai tujuan politiknya? Umumnya informan berusia muda (dibawah 50 tahun) dan berpendidikan lebih baik (minimal tamat SLTA) mengatakan bahwa: Para politisi yang mempolitisasi duan lolat untuk kepentingan politiknya. Sedang informan kelompok tua umumnya berpendapat bahwa: duan lolat yang mengendalikan sistem politik secara keseluruhan. Hal utama yang dapat penulis analisis dari semua peristiwa di atas adalah: bahwa keberadaan partai politik tidak sekedar menjadi sebuah rutinitas yang ada pada setiap kali pemilihan umum, tetapi pengaruhnya
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
121
semakin memberikan dampak besar bagi kehidupan orang Olilit. Parpol dalam hal ini menjadi organisasi rasional bagi orang Olilit untuk mencapai berbagai tujuan politik maupun tujuan hidup mereka. Parpol yang duluhnya tidak begitu penting dalam kehidupan mereka menjelma menjadi sesuatu yang amat penting bahkan mengubah cara mereka berpikir maupun praktek tindakan sosial mereka. Bila pada masa sebelumnya hubungan antara duan dan lolat menjadi sarana untuk menyelesaikan berbagai masalah termasuk upaya memenuhi berbagai kebutuhan hidup maka sejak tahun 2000 seiring dengan kehadiran Partai politik dan DPRD di kota kabupaten maka orang kampung yang dalam waktu sebelumnya lebih banyak pasif dan menunggu setiap kebijakan diberlakukan dalam kehidupan mereka, maka dalam kurun waktu setelah tahun 2000, orang kampung dapat secara langsung melakukan lobi ke partai politik yang ada untuk memperjuangkan berbagai kepentingan mereka melalui DPR. Usulan proyek jalan setapak masuk ke Olilit tidak lagi diatur dengan cara-cara lama, tetapi masing-masing yang orang yang sudah mempunyai koneksi politik dapat langsung melakukan lobi untuk mencapai berbagai kepentingan tersebut. Rasionalisasi tindakan yang dibarengi dengan pemilihan sarana atau alat yang tepat untuk mencapai tujuan, itulah babakan baru yang dilalui orang olilit semenjak tahun 2000-2004 bahkan sampai sekarang. Pertanyaannya kemudian? Dimanakah peran duan dan lolat dalam konteks ini? Seperti yang dijelaskan di atas mereka lebih banyak berfungsi pada waktu proses rekrutmen suara politik. Bahkan peran merekapun sudah tidak sekedar membawah tuak saja, tapi yang mempunyai kepentingan juga harus membuat pesta membunuh babi atau sapi untuk makan bersama dan juga memberikan uang operasional bagi duan maupun lolat. Itulah yang menjadi akibat dari kegiatan politik praktis, setelah MTB yang ibukotanya di Saumlaki resmi menjadi kabupaten sejak tahun 2000.
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
122
4. Kehadiran Kabupaten, Perkembangan Teknologi, Meningkatnya Hubungan Dengan Daerah Lain Dan Perubahan Hubungan Sosial Duan Dan Lolat Dalam Kurun Waktu 2000-2004. Hasil observasi yang penulis lakukan menunjukkan bahwa sejak konflik Maluku merebak dan diikuti dengan pemekaran kabupaten MTB terpisah dari kabupaten Maluku Tenggaran banyak perubahan yang telah terjadi. Salah satu faktor utama penyebab itu ialah perkembangan teknologi informasi, komunikasi dan transportasi yang terjadi. Awalnya perkembangan teknologi ini dimulai dengan penambahan/peningkatan jumlah armada kapal laut yang melayari wilayah MTB (termasuk Tanimbar). Kapal-kapal perintis seperti: KM Maloli, KM Sukaria, KM Wetar, Cantika, KM Yamdena Permai, KM Isabela, KM. Iweri dan beberapa kapal lain semuanya melayari Maluku Tenggara dan MTB. Peningkatan ini terasa cukup mencolok, dimulai sejak konflik Maluku. Hal ini disebabkan karena sebelum konflik Maluku merebak hanya 2 kapal perintis yang melewati Tanimbar-MTB yakni KM. Cantika dan KM. Maloli. Peningkatan armada kapal perintis sampai ke Kupang memang lebih banyak ditujukan kepada penduduk beragama Kristen dari Ambon yang hendak bepergian ke pulau Jawa dengan melalui Kupang dan Bali. Karena arah perjalanan kapal laut (jenis pelayaran nusantara) kebanyakan melewati Bau-Bau/Buton dan Makasar yang ternyata kurang aman bagi penumpang beragama Kristen. Puncaknya peningkatan arus transportasi ke MTB dan Tanimbar terjadi ketika pemerintah daerah Kabupaten MTB kemudian membangun 2 Lapangan udara di MTB pada tahap awal pemerintahan Bupati MTB pertama. Peningkatan arus penduduk yang masuk dan keluar Tanimbar kian meningkat, karena pada tahap awal terdapat 2 buah pesawat Merpati ukuran kecil dan memiliki rute Saumlaki-Ambon (2 sampai 3x seminggu) dan Ambon-Saumlaki-Larat (1x seminggu). Jadi sekalipun wilayah Maluku pada umumnya mengalami begitu banyak masalah pada waktu konflik sejak awal 1999, tetapi bagi MTB, diakui
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
123
bahwa kebutuhan masyarakat akan jasa transportasi bisa terpenuhi secara baik, bahkan dianggap mengalami peningkatan yang cukup berarti dibandingkan dengan beberapa tahun sebelum konflik dan kekerasan Maluku terjadi. Bahkan sampai situasi dan kondisi keamanan di Maluku secara umum mulai terkendali dan normal sejak pertengahan hingga akhir 2002, kualitas maupun kuantitas pelayanan transportasi laut di MTB dirasakan lebih baik dan relatif stabil. Inilah satu jalan keluar yang secara langsung dirasakan orang Olilit maupun MTB umumnya dalam menghadapi kerumitan yang terjadi di wilayah geografis kepulauan. Kendala yang selama ini dihadapi kemudian mulai teratasi dan manfaatnya dirasakan secara langsung oleh mereka. Data yang didapatkan sehubungan hal itu dipaparkan dalam Tabel.6.3. Tabel. 6.3. Transportasi dari dan ke Olilit-Saumlaki Tanimbar – MTB NO 1
2
3
JENIS TRANSPORTASI Pesawat Udara • Merpati
FREKWENSI 3 X 1 minggu
• Trigana Air Kapal Laut (Pel. Nsantara) • KM.Kelimutu
2 X 1 bulan
• KM.Tatamailau
2 X 1 bulan
• KM. Pangorango
2 X 1 bulan
Pelayaran Perintis • KM Maloli
2 X 1 bulan
• KM Cantika
2 X 1 bulan
• Banda Neira
2 X 1 bulan
3 X 1 minggu
RUTE • Amb-Smlki (pp), • Amb-Smlki-Larat (pp), • Amb-Smlki-Kisar (pp)
• Mksr-Amb-Tual-Smlki (pp)
• Sby-Kalabai-LarantukaKupang-Smlki-Tual-AmbWanci-Bau-Bau-MksrBalikpapan (pp) • Sby-Bali-Bima-LarantukaKupang-Smlki-TualDobo-Sorong (pp) • Amb-Tual-Larat-SlakiKupang-Amb-NamleaKopisonta-Geser (pp) • Amb-Tual-Larat-SlakiTepa-Damer-KisarKupang (pp) • Amb-Tual-Larat-SmlakiTepa-Damer-Kisar (pp) • Amb-Banda-GeserGorom-Tual-Dobo-LaratSmlki (pp)
1 X 1 bulan
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
124
• KM Wetar • KM Tanimbar Permai • KM Yamdena • KM Tanimbar Bahari
1 X 1 bulan 1 X 1 bulan 1 X 1 bulan 1 X 1 bulan
• KM Sejahtera Abadi 4
Feri
4 X 1 bulan
• Sby-Kalabai-KupangKisar-Damer-Tepa-Smlki (pp) • Sby-Kupang-Smlki (pp) • Sby-Sumbawa-LarantukaKupang-Smlki (pp) • Sby-Kupang-KisarDamer-Tepa-Smlki (pp) Sby-Kupang-Smlki-TualAmb (pp) Tual-Larat-Slaki (pp) Tual – Dobo (pp)
Sumber: Dinas Perhubungan MTB.
Data pada Tabel. 6.3 memperlihatkan bahwa terdapat banyak pilihan untuk melakukan perjalanan dari dan ke Tanimbar, tetapi tentu saja waktunya harus disesuaikan dengan waktu dan kesibukan calon penumpang. Dan sebagaimana hasil observasi yang penulis lakukan selama penelitian, biasanya seluruh kapal itu jarang masuk dan merapat ke dermaga Saumlaki dan Larat secara bersamaan. Khusus untuk jenis pelayaran nusantara (kapal PELNI) ketika akan merapat ke dermaga Saumlaki atau Larat, biasanya dermaga atau pelabuhan sama sekali harus dikosongkan. Penulis ingat persis waktu penelitian ini sedang berlangsung, ada seorang bapak yang mau ke Surabaya dengan KM Tatamailau, dan waktu itu kapal akan merapat ke dermaga Saumlaki pada jam 2 pagi hari senin dan pagi itu ada sebuah kapal yang sedang membongkar muatannya harus berhenti dan menyingkir dulu. Sedang untuk kapal perintis kadang kala bisa 2 kapal boleh merapat sekaligus di dermaga. Khusus untuk beberapa jenis kapal perintis yang memulai rutenya dari Surabaya seperti: KM Wetar, KM Tanimbar Permai, KM Yamdena, KM Tanimbar Bahari dan KM Sejatrah Abadi, kebanyakan kebanyakan hanya memuat barang dagangan. Kapal – kapal ini dimiliki oleh beberapa pengusaha yang memiliki usaha baik di Tanimbar MTB maupun di Surabaya. Data yang ada menunjukkan bahwa: “kebanyakan semua barang itu orang kirim melalui ekspedisi…di Surabaya; kantor-kantor ekspedisi akan sejajar di satu kompleks ruko
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
125
dekat Perak. Sedang kalo dari Saumlaki ke kota laen ada yang juga melalui ekspedisi resmi kalo muatan yang banyak, tapi kalo sadiki dong maen titip-titip saja, nanti orang yang dong kirim itu ambe saja di pelabuhan ...” (Keterangan salah seorang Informan pada penelitian penulis pada desember 2005-april 2006 di Olilit). Data di atas dapat dijelaskan bahwa: dengan meningkatnya arus transportasi, ikut memberi rangsangan bagi perkembangan/perubahan masyarakat di Tanimbar. Sejak kembalinya orang Tanimbar ke Tanimbar akibat konflik dan kekerasan yang terjadi sejak awal 1999, mereka datang dari: Ambon, Ternate, Tual serta Namlea dan sebagainya, atau orang lain yang terpaksa mengungsi ke Tanimbar karena keselamatan mereka yang terancam akibat kekerasan yang terjadi. Selain perkembangan teknologi transportasi di atas maka sejak akhir tahun 2001 Telkomsel secara resmi memperluas jaringannya sampai ke Saumlaki MTB. Bahkan sejak saat penggunaan Handphone, beberapa kalangan tertentu sudah dapat menggunakan internet melalui jenis hp tertentu. Kemudian sejak pertengahan tahun 2002, masyarakat luas bisa menikmati jasa internet melalui sebuah Warnet yang resmi ada di Saumlaki, di samping beberapa instansi pemerintah yang sudah juga sudah menggunakan internet. Perubahan-perubahan dalam dinamika masyarakat sebagai akibat dari masuknya teknologi tersebut tentu saja tidak hanya terbatas di situ, tetapi dalam hubungan-hubungan sosialpun bisa mengalami perubahan dan penyesuaian baru.
Hasil observasi
yang penulis lakukan
menunjukkan bahwa bahwa jika pada periode 1995-1999, orang masih cenderung menyampaikan pesan dengan cara bertemu
face to face
bertegur sapa secara langsung, sedang sekarang dimulai sejak adanya handphone, kebanyakan pesan-pesan tersebut disampaikan melalui sms atau telepon secara langsung. Di samping itu dengan informasi yang cukup memadai tentang harga barang tersebut di Surabaya serta mudahnya mendapatkan barang
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
126
tersebut menyebabkan masyarakat tidak kesulitan untuk membeli dan memiliki berbagai teknologi yang sedang menjadi tren dan seakan-akan dalam pandangan mereka sudah menjadi bagian dari kelengkapan hidup sehari-hari. Pada Tabel. 7.3. berikut akan penulis paparkan data tentang masyarakat di lokasi penelitian yang
memiliki berbagai perangkat
teknologi sebagai berikut: Tabel. 7.3. Jumlah bangunan rumah dan jumlah KK dan teknologi yang dimiliki masyarakat desa Olilit NO
BARANG/TEKNOLOGI
JUMLAH
1 2 3 4 5 6 7 8
Bangunan Rumah Jumlah Kk Jumlah Parabola Jumlah TV/Radio Jumlah HP yang dimiliki Kendaraan Roda 4 Sepeda Motor Langganan Koran/Majalah
521 692 426 579 1721 71 354 42
Sumber: data Primer
Berdasarkan data hasil observasi serta infentarisasi yang diperlihatkan pada Tabel.7.3, nampaknya kehadiran teknologi telah dirasakan sebagai sebuah kebutuhan oleh sebahagian masyarakat, walaupun ada juga diantaranya yang sekedar menggunakan teknologi sebagai bahagian dari gaya hidup. Pola penggunaan teknologi tidak selalu untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat produktif, sebab ada diantaranya yang hanya sekedar menggunakan teknologi sebatas kebutuhan konsumtif belaka. Hanya sekedar gengsi, gaya hidup dan sebagainya. Apa yang dikonstruksikan di atas menunjukkan bahwa orang di Olilit maupun MTB umumnya tidak lagi dipisahkan dari dinamika perkembangan
informasi
dan
komunikasi,
seperti
pada
masa
sebelumnya. Bahkan ada seorang informan yang mengaku dirinya bukan pejabat dan bukan pegawai negri sipil, tetapi dia turut mendapatkan keuntungan akibat kemajuan teknologi terutama kemajuan teknologi Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
127
transportasi dan perhubungan. Lebih lanjut dikatakan bahwa: “…Beta sakarang paling sering bolak-balik Tual. Dalam 1 bulan beta bisa 1 sampe 3x… bukan untuk jalan-jalan tapi jual hasil kabong …biasa ada yang suka titip par bet bawah lai…” (keterangan ibu Nona Suarliak 56 tahun seorang pedagang di pasar yang terletak persis dekat pelabuhan kapal dan feri di Olilit Saumlaki, 16 Nopember 2008) Keterangan di atas menunjukkan sebuah sisi positif dari kemajuan teknologi terhadap kemajuan yang bisa diambil oleh masyarakat di Tanimbar khususnya di desa Olilit. Khusus hubungannya dengan kota Tual yang sudah tergolong maju infra strukturnya, bila dibandingkan dengan Saumlaki yang baru saja dimekakarkan awal tahun 2000. Kota Tual bagi masyarakat Tanimbar merupakan kota yang paling banyak membawa berkat terutama untuk para petani, karena dengan kondisi struktur tanah di Tual yang tidak cocok untuk bercocok tanam maka kebanyakan petani lokal Tanimbar biasa menjadikan kota Tual sebagai pasar hasil kebun yang amat potensial. Jadi teknologi seperti Transportasi bagi masyarakat di Olilit maupun Tanimbar umumnya dirasakan sangat penting, sebab di samping untuk kepentingan pendapatan ekonomi keluarga, secara umum hubungan antar orang di Tanimbar dengan yang ada di kota lain jadi lebih lancar. Akses dan hubungan antar kota dan pulau yang selama ini terputus dan jarang serta sulit dijangkau, kini dirasakan semakin mudah dan lancar. Apa dan bagaimana hubungannya dengan Perubahan hubungan sosial duan dan lolat? Ada satu dimensi penting yang bisa dijadikan semacam kejelasan untuk menjawab pertanyaan di atas yakni; Cara orang Olilit memandang uang sebagai alat pemuas kebutuhan menjadi berbeda. Jika sebelumnya uang sekedar menjadi semacam alat tukar biasa dalam transaksi ekonomi pasar, kini manfaat uang makin terasa penting dan ikut menentukan status sosial seseorang. Itulah sebabnya dalam diskusi-diskusi yang penulis lakukan didapatkan jawaban bahwa
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
128
karena pandangan bahwa uang makin penting dalam kehidupan orang Olilit, maka apapun yang dapat dijadikan uang pasti bisa dijual. Dua diantara semuanya itu adalah Tanah dan tais/bakan.
5. Faktor Agama Dan Perubahan Hubungan Sosial Duan Dan Dalam Kurun Waktu 2000-2004
Lolat
Tentang jawaban para informan khusus peran tokoh agama dalam perubahan hubungan sosial duan dan lolat (B.1, no.6) dan pertanyaan tentang peran organisasi agama dalam perubahan hubungan sosial duan dan lolat (B.2. no. 12.a) para informan mengemukakan pendapatnya sebagai berikut: “…tokoh agama terbatas pada pada acara yang sifatnya formal saja, tapi dalam hal kehidupan sehari-hari tidak nampak,…doa adat dalam peluncuran KM Terun Narnitu, doa adat dalam peletakan batu pertama gedung pemerintah sampai sekarang masih ada…secara theologies doa adat itu mungkin tidak nyatu dengan agama secara iman…” (kutipan wawancara denga DM, 43 tahun (kepala BKD MTB) 10 Nopember 2008 di Saumlaki). “…kalau doloh agama larang paling keras, tapi sekarang sulebih bebas, subisa dari katholik kawin dengan yang lain…kalau waktu 95 itu harus sama agama deng sesuai dengan jalur adat baru bisa…” (wawancara dengan bpk. GB, 42 tahun tanggal 11 Nopember 2008 di Olilit). “…dalam masalah adat, agama seng boleh campur-campur masalah adat, kalau seng boleh secara adat ya seng boleh, maka dong akan cari jalan sendiri…” (keterangan MM 76 tahun, salah seorang pensiunan yang mulai mengkoordinir kelompok tenun manut mela. Pernyataan disampaikan dalam diskusi dengan kelompok tenun bintang timur pada tanggal 2 Nopember di Olilit). “…untuk masalah perkawinan secara adat, pastor hanya bisa kasih arahan melalui orang tua yang su isi formulir…pernah ada usul dari rukun agar adat disesuaikan dengan perkembangan, tapi pastor paroki seng bisa bikin apa-apa…” (keterangan MS penenun 33 tahun dalam diskusi dengan kelompok tenun Ivaryane tanggal 2 Nopember di Olilit). “peran tokoh agama dalam merubah duan lolat seng ada, tapi hilangkan kekuatan magic iyo,…tahun 1910 ke Jawa hanya 1 menit dari Tanimbar…
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
129
nah yang ini boleh agama su kasi ilang akan…” (keterangan FS, 59 Tahun di kediamannya tanggal 3 Nopember 2008 di Olilit). Khsus pernyataan FS 59 ini, setelah didalami lebih jauh, ternyata menunjukan bahwa sebenarnya pengaruh agama sudah ada sejak 1985 terutama yang berhubungan dengan laranga “kawin darah” dan sejak itu kegiatan sosialisai melalui ketua-ketua tukunpun sering dilakukan. Akibatnya sampai pada awal 1990 larangan ini benar-benar diikuti oleh orang Olilit, setelah melihat beberapa kejadian serupa yang pada akhirnya mengalami akibat “mendapatkan kutuk” yang berhubungan langsung dengan kematian. “…agama kan sama saja deng adat…pada waktu sudah nikah gereja berarti adat sudah oke,…kalau tidak ada keberatan dari masyarakat berarti gereja akan laksanakan pernikahan…” (kutipan wawancara dengan ibu LIR 51 tahun, camat Tansel di ruang kerjanya, tanggal 6 Nopember 2008 di OlilitSaumlaki). “…dalam katholik, kawin dan cere maka tidak akan dikawinkan (dinikahkan 2X karena harus dapat rekomendasi dari pastor paroki Olilit Fabianus Buarlely…menurut agama, kawin harus sudah turunan ke empat, sedang dalam adat, turunan langsung boleh…nyatanya yang melanggar larangan agama jadi korban…pastor Silvanus Futunanembun, MSc, dia nikahkan karena adik kandungnya, akhirnya mati tiga-tiganya (pastor juga mati)…” (kutipan wawancara dengan HB, tokoh pemuda, 44 tahun tanggal 7 Nopember 2008 di Olilit). “…Gereja tidak terlalu mapan menyelesaikan masalah kematian karena adat,…apabila duan benar/bersih maka wibawa adatnya tetap…Tuhan tetap dengar setiap doa duan yang baik…” (kutipan hasil wawancara dengan MK, 57 tahun tanggal 25 Nopember 2008 di olilit). “…tidak punya peranan,…orang lebe takut duan dari takut agama…wibawa duan lebe kuat…”19 (wawancara dengan ibu AK 47, tanggal 26 Nopember 2008 di Olilit).
19
Artinya ketika penulis analisis, hal ini merupakan pandangan pribadi informan yang memilih untuk tetap menghargai hubungan sosial duan dan lolat. Dalam pernyataan lainpun informan tersebut mengakui bahwa: kalau duluh om (duan) tanggung atau atur semua-semua kalau lolat penya acara tetapi jika sekarang sudah tidak demikian lagi, artinya sebenarnya hubungan sosial duan dan lolat sudah terjadi dalam kurun waktu tersebut.
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
130
“…ada paralelisme antara agama dan adat duan lolat…kasih dalam Kristen dan kasih yang melembaga dalam masyarakat…” (kutipan wawancara dengan BST, 52 tahun, tanggal 12 Nopember di Olilit Saumlaki). Keseluruhan pendapat informan di atas menunjukkan bahwa: dalam kurun waktu 2000-2004, tidak ada pengaruh berarti yang dapat dilakukan tokoh agama (institusi agama) sendiri dalam proses perubahan hubungan sosial duan dan lolat. Artinya penulis ingin mengatakan bahwa sebenarnya Faktor agama tidak berperang dalam proses perubahan hubungan sosial duan dan lolat. Hal ini tidak berarti bahwa: tidak terjadi perubahan pada hubungan sosial duan dan lolat. Perubahan dalam hubungan sosial duan dan lolat itu terjadi dalam kurun waktu 2000-2004, tetapi bukan disebabkan karena faktor agama melainkan oleh faktor yang lain, misalnya Pengaruh Birokrasi Formal terhadap hubungan sosial duan dan lolat. Agama yang mengajarkan moral, sampai sejauh ini tetap melakukan tugasnya sebagai gereja yang memberikan penerangan bagi umat dengan tujuan agar umat tahu bahwa: “…agama masuk untuk menyadarkan bahwa ada kekuatan lebih yang harus disadari dalam hubungan vertikal yang lebih baik…” (kutipan wawancara dengan pastor Damy Layan di Larat tanggal 13 Nopember 2008). Pengakuan informan bahwa dalam kurun waktu ini agama kurang berperan bisa jadi karena makin kelihatan tindakan asusila yang terjadi dalam masyarakat, walaupun ketika dicermati penyebabnya tidak saja karena peran gereja dan tokoh agama yang menurut informan (MK 57 tahun) bahwa: “…gereja tidak terlalu mapan menyelesaikan masalah kematian karena kutuk adat…” tetapi karena pengaruh faktor lain seperti teknologi atau secara keseluruhan karena kehadiran kota kabupaten membawa banyak konsekwensi yang terjadi dalam perubahan hubungan sosial duan dan lolat. Salah satu bukti data yang ditemukn dalam penelitian tersebut khususnya yang berhubungan dengan makin kurangnya penghargaan terhadap
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
131
Limditi, menunjukkan bahwa sebenarnya pengaruh faktor agama mulai berkurang dalam dalam hubungan sosial duan dan lolat, sekalipun di pada sisi yang lain ada perubahan pada hubungan sosial duan dan lolat. Mengapa? Yang Limditi atau perempuan yang mendapatkan status terhormat dalam hubungan sosial duan dan lolat sudah tidak lagi dihargai, sehingga orang tega melakukan perbuatan seperti itu bersama Limditi. Hal ini berarti rasa hormat terhadap hubungan sosial duan dan lolat makin berubah (“regres”). Artinya hubungan sosial duan dan lolat memang mengalami perubahan tetapi bukan karena faktor agama, tetapi faktor yang lain. Dengan demikian perubahan hubungan sosial duan dan lolat dalam kurun waktu 2000-2004 dapat penulis rangkum dalam tabel 8.3.
Gambar ini diambil pada bulan desember 2005, pada waktu peresmian pentakhtahan Kristus Raja di Olilit Saumlaki MTB. Seorang anggota panitia Anton Fenanlambir mengaku mereka sangat bangga dengan peristiwa tersebut, karena di dunia ini hanya ada 3 bentuk patung serupa yaitu: di Rio Dejenero Brasilia, Dili Timor Leste dan Olilit Saumlaki MTB Indonesia. Hadir dalam acara tersebut selain semua pastor paroki di MTB dan Maluku, maka Uskup Amboina serta duta besar Vatikan untuk Indonesia juga hadir dalam acara tersebut. Jadi apa yang dimaksudkan informan bahwa mereka lebih takut duan dari pada takut agama sebenarnya hanya ingin mengatakan bahwa mereka kecewa terhadap agama atas perannya yang tidak dapat mencegah atau bahkan mengurangi kasus-kasus moral seperti diperlihatkan pada tingginya angka
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
132
perselingkuhan percerian dalam tahun 2000 hingga 2004 dan bahkan sampai sekarang. Ini berarti sebenarnya hubungan sosial duan dan lolat mengalami perubahan. Bila Informan menganggap bahwa orang Olilit lebih takut pada duan, maka sebenarnya tingkat perceraian dan perselingkuhan tidak akan mencapai angka seperti itu. Hal ini sebenarnya menimbulkan satu temuan baru yang sangat kontradiktif dengan hal-hal mendasar dalam hubungan sosial duan dan lolat. Atas dasar fenomen tersebut maka dapat penulis jelaskan bahwa: sebab utama munculnya perubahan sosial duan lolat, yang secara langsung juga menimbulkan sebuah kecenderungan pandangan bahwa nilai-nilai keagamaan sekan-akan mengalami penurunan peran dalam kehidupan orang Olilit dalam kurun waktu 2000-2004 dapat dijelaskan bahwa: yang menjadi persoalan kunci di situ adalah: masalah perubahan cara berpikir yang kemudian berujung pada masalah rasionalitas yang ada dibalik tindakan sosial. Artinya jika pada kurun waktu sebelum tahun 2000, tingkat ketaatan orang terhadap agama selalu berhubungan dengan tipe tindakan afektif yang dilegitimasikan oleh otoritas karismatik seorang tokoh agama, atau juga dengan selalu harmonisnya hubungan duan dan lolat semakin didasarkan pada pilihan tipe tindakan sosial individu dalam konteks hubungan sosial tersebut lebih disebabkan karena kuatnya pengaruh otoritas tradisional dalam kehidupan mereka sehingga, tipe tindakan sosial yang dilakukan adalah tindakan sosial tradisional. Kenyataan ini kemudian berbeda dalam kurun waktu 2000-2004, di mana pilihan atas berbagai tindakan sosial lebih banyak didominasi oleh tipe tindakan sosial yang berbasis pada rasionalitas instrumental, sehingga sumber legitimasinya tidak lagi berdasarkan otoritas tradisional atau otoritas karismatik para tokoh agama, tetapi sudah bergeser pada pengaruh otoritas birokratis sebagai dsar dari tindakan sosial yang akan dilakukannya. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa melalui pengaruh teknologi informasi, melalui kehadiran parabola, VCD dengan berbagai tayangan film-film yang sebelumnya tabuh untuk ditonton “bule film” karena memang tidak beredar di sana, masuknya internet ke Saumlaki di tahun 2002, menjadi faktor-faktor yang cukup dominant
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
133
memberikan rangsangan baru bagi individu sebelum melakukan tindakan sosialnya. Arti subyektif dari satu tindakan sosial yang sebelumnya hanya mereferensikan tradisi berubah kea rah pilihan-pilihan yang jauh lebih banyak. Akibatnya secara langsung agamapun diperhadapkan dengan realitas seperti itu. Dan konsistensi agama sebagai lembaga pengawal moral umat kemudian mengalami perubahan seiring dengan berubahnya hubungan sosial duan dan lolat di Olilit. Tabel. 8.3. Perubahan Hubungan Sosial Duan Lolat di Olilit tahun 2000-2004 Dimensi Hubungan Sosial Duan Lolat No 1.
Tingkat Perubahan Tidak
Status Adat: - Ompakain - Udanain - Empuain
Peranan: - Menentukan Jodoh - Membayar Harta Adat - Sebagai Pelindung: . Sistem Arin . Pambuatan Tais 3. Faktor Yang Berpengaruh: - Konflik Dan Perang - Aturan Birokrasi Formal - Agama - Faktor praktek Politik (parpol/Kab) -Faktor Teknologi/Kab Sumber: Hasil Analisis dan Pemetaan Penulis
Sedikit
Banyak
9 9 9
-
-
-
-
9 9 9 9
-
9 9 -
9 9 9
2.
Berdasarkan tabel 8.3. di atas, maka dapat dikatakan bahwa: selama kurun waktu 2000-2004 terjadi perubahan hubungan sosial duan lolat, kecuali status dan kedudukan adat yang tidak berubah. Sekalipun status yang lama tidak berubah tetapi dengan kehadiran kota kabupaten yang semakin memberi peluang
bagi
perkembangan
teknologi
transportasi,
informasi
dan
komunikasi, termasuk perkembangan ekonomi masyarakat kota, makin tingginya persaingan politik pada lefel birokrasi maupun proses politik praktis memungkinkan adanya peluang-peluang yang baru bagi masyarakat untuk mencapai status sosial yang baru. Misalnya dalam dimensi ekonomi
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
134
atau dimensi politik yang dalam periode sebelumnya tidak kelihatan/tidak ditemukan. Orang Olilit mulai termotivasi untuk mencapai posisi dan status sosial tertentu tidak saja karena faktor budaya dan tradisi, tetapi mereka juga termotifasi untuk merebut posisi dan status tertentu baik dalam bidang ekonomi dan politik ketika ada kesempatan secara bersama bagi mereka untuk melakukan itu semua. Yang menjadi persoalan kunci pada tingkat itu adalah bagaimana rasionalitas tindakan sosial itu dilakukan? Jawabannya tentu saja diletakan pada perubahan hubungan sosial yang sebelumnya dipenuhi dengan seperangkat tindakan sosial yang umumnya dilegitimasi oleh otoritas tradisional dan otoritas karismatik, kini mengalami perubahan kea rah tipe tindakan sosial yang lebih banyak dilegitimasi oleh otoritas legal formal dalam organisasi birokratis. Rasionalitas tradisional dan rasionalitas afektif yang sebelumnya menjadi dasar dari tindakan sosial individu bergeser pada rasionalitas instrumental yang mengedepankan alat untuk mencapai satu tujuan. Karena itulah hubungan sosial duan dan lolat yang sebelumnya hanya dipelihara dalam ikatan-ikatan budaya yang afektif dan tradisional, bergeser dan berubah pada orientasi tindakan sosial yang lebih dilegitimasikan oleh oleh oleh otoritas legal formal dalam organisasi birokrasi. Itulah sebabnya bila masalah status yang secara sosiologis merupakan bagian dari aspek yang statis juga diperhadapkan dengan adanya dimensi status yang lain, maka peranan sosial berdasarkan status adatpun mengalami perubahan. Oleh karena itulah secara keseluruhan hubungan sosial duan dan lolat mengalami perubahan di Olilit dalam kurun waktu 2000-2004.
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
135
BAB 4 DISKUSI TEORI 4.1. Implikasi Teori:
4.1.1. Status Dalam Struktur Sosial Masyarakat Dalam proses hubungan sosial secara umum status sosial merupakan sesuatu yang sangat penting, tergantung pada dimensi apa masyarakat itu meletakan ukuran status sosialnya. Secara sosiologis status sosial merupakan satu bentuk pengelompokan orang-orang ke dalam lapisan-lapisan berdasarkan dimensi budaya, ekonomi dan dimensi politik (Weber 1947). Ada temuan yang sebelumnya sudah pernah diteliti di Tanimbar tentang masalah status sosial tersebut. Hasil penelitian itu menunjukan bahwa dimensi budaya adalah yang paling dominant dalam penentuan status sosial jika dibandingkan dengan dimensi-dimensi lainnya. Karena itu dalam temuan (Renwarin 1987 dan Drabbe, 1989) menunjukan bahwa: dimensi budaya menjadi paling dominant dalam menentukan status sosial di Tanimbar. Dan dari hasil temuan mereka berdua ada 2 macam status di Tanimbar yaitu: sebagai duan atau pemberi anak dara dan lolat sebagai penerima anak dara. Sedangkan (Mc Kinnon 1991) menemukan bahwa: status di Tanimbar dijelaskan dalam 3 bentuk yaitu: Mela ulu (depan) mela fruan (tengah) dan mela Muri (belakang). Status sosial di Tanimbar dalam temuan sebelumnya ini menjadi sangat penting sebab sangat menentukan hak dan kewajiban setiap orang dalam masyarakat tersebut. Sedang dalam temuan penelitian tersebut penulis bagi dalam 2 periodesasi waktu: 1. Tahun 1995-1999: ditemukan bahwa sebenarnya status sosial di Olilit MTB itu dibagi atas 3 bagian yakni: ompakain, udanain dan empuanin. Ketiga macam status ini didasarkan pada dimensi budaya yang ditentukan berdasarkan jalur perkawinan. Dan dalam kurun waktu 1995-1999, ketiga macam status ini berjalan seperti pada keadaan sebelumnya. Dimana hubungan sosial duan dan lolat didasarkan pada status tersebut. 2. Dalam kurun waktu 2000-2004: Masa ini ditandai dengan adanya stimulus eksternal yang baru yang pada masa sebelumnya jarang ditemukan. Pengaruh
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Universitas Indonesia
136
tersebut berasal dari berbagai faktor diantaranya dari faktor ekonomi dan faktor birokrasi politik yang ada di Olilit-Saumlaki MTB. Dimana masyarakat secara langsung dapat mengakses pengaruh yang ada tanpa mendapatkan hambatan seperti pada masa sebelumnya. Proses perubahan mulai terjadi dalam hubungan sosial duan dan lolat, karena dasar penentuan status sosial tidak lagi didasarkan pada dimensi budaya semata-mata. Ukuran-ukuran status sosial yang sudah ada sebelumnya hanya berdasarkan ukuran budaya mulai bergeser pada dimensi ekonomi dan birokrasi politik. Hal ini membuat hubungan sosial duan dan lolat mulai berubah karena prestise dan previles adat mulai tersaingi dan tergantikan menurut ukuranukuran ekonomi dan birokrasi politik. Kondisi ini menjadi relevan dengan teorinya Weber tentang tindakan sosial dan struktur sosial, dimana pada tahun 1995-1999 seluruh pandangan, cara berpikir maupun tindakan sosial yang dilakukan sehubungan dengan status ini didasarkan pada rasionalitas tradisional berdasarkan legitimasi otoritas tradisional. Sedang dalam kurun waktu 2000-2004, keberadaan kabupaten di Olilit Saumlaki MTB dengan faktor birorasi, ekonomi dan politik membuat ada perubahan dalam cara masyarakat menilai maupun hidup didalam dinamika status tersebut. Ukuran-ukuran status menurut budaya kemudian bergeser pada ukuran-ukuran berdasarkan pada ekonomi, politik maupun birokrasi. Hubungan sosial duan dan lolat dalam kurun waktu tersebut (2000-2004) kemudian mengalami perubahan di Olilit.
4.1.2. Peranan Dan Fungsi dalam hubungan sosial duan dan lolat. Peranan atau role secara sosiologis merupakan aspek dinamis dari status. Weber (1947) menekankan pentingnya: pentingnya otoritas sebagai sumber legitimasi dari tindakan sosial sebagai konsekwensi dari upaya menjalankan peran tersebut. Dan tindakan sosial itu mempunyai tipe-tipe yang berbedabeda sesuai otoritas sebagai sebagai sumber legitimasi atas tindkan sosial tersebut.. Legitimasi tersebut berupa kepercayaan akan kemampuan untuk melaksanakan peran tersebut akibat status sosial yang dimiliki. (Renwarin 1987, Drabbe 1989 dan Mc Kinnon 1991): menemukan bahwa di Tanimbar
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Universitas Indonesia
137
terdapat 3 bentuk peranan yakni: Peran untuk memilih/menentukan jodoh, peran untuk membayar harta adat, dan peran sebagai pelindung dalam system Arin maupun pembuatan tais pengikat. Dalam temuan penulis ada perbedaan dalam ketiga peranan ini dalam kurun waktu penelitian ini: 1. Dalam kurun waktu 1995-1999: ada pergeseran dalam peran sebagai penentu jodoh bagi lolat oleh duan ompakain ke duan udanain. Peran sebagai pembayar harta adat tetap dan tidak berubah. Peran dan fungsi sebagai pelindung yakni dalam system arin dimana duan berperan menyediakan lahan sebagai ladang bagi lolatnya, dan sebaliknya lolat saat itu juga melayani duannya dengan sebaik-baiknya. Dengan makanan dan minuman terbaik yang ada padanya saat itu juga. Hal tetap berjalan walaupun mulai terhambat oleh adanya himbauan pemerintah untuk menghentikan system perladangan berpindah. Sedeang peran sebagai pembuat tais pengikat duan ke lolat dalam kurun waktu tersebut sudah mengalami perubahan dalam hal tujuan dan makna pembuatannya. Ditemukan bahwa dalam kurun waktu tersebut tais sudah dijual secara bebas walaupun belum seperti yang terlihat sekarang ini. 2. Sedang dalam kurun waktu: 2000-2004: Terjadi perubahan dalam pelaksanaan peranan tersebut. Peranan penentuan Jodoh yang tadinya menjadi urusan Duan Ompakain, peran membayar harta yang menjadi urusan ompakain (lele), udanain (lelbutir) dan Empuain (masa) mengalami perubahan. Legitimasi tradisi adat duan lolat yang mengatur hal tersebut kemudian mengalami perubahan dan diambil alih oleh masing-masing orang yang mempunyai urusan tersebut. Bila seseorang menikah maka dia dan keluarganya sendiri yang membayar hartanya. Pada tingkat inilah perubahan itu menyentuh menunjukan adanya sebuah perubahan dalam tindakan sosial yang sbelumnya sering memberlakukan tindakan
tradisional
dengan
otoritas
tradisonal
sebagai
sumber
legitimasinya bergeser pada tindakan rasionalitas instrumental yang dilegitimasikan oleh otoritas legal formal dalam organisasi birokrasi. Karena bentuk harta adat berupa lele, lel butir maupun masa kemudian
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Universitas Indonesia
138
dikalkulasi dalam sejumlah rupiah. Sehingga dalam kondisi dimana status adat juga mengalami pergeseran maka duan yang tadinya berkewajiban membayar harta mempunyai alasan untuk menolak kewajiban tersebut lantaran terdapat semacam pemangkasan atas hak-hak adatnya. Ukuran harta adat yang biasanya dibayarkan dalam sebuah motivasi tindakan yang afektif berdasarkan perasaan kini bergeser pada pada ukuran-ukuran yang jauh lebih rasional berdasarkan perhitungan untung dan rugi. Demikian juga perubahan terjadi dalam fungsi sebagai pembuat tais pengikat hubungan duan dan lolat. Jika pada masa sebelumnya, yang harus membuat tais ialah duan dan memberikannya kepada lolat, maka dalam kurun waktu tersebut baik duan maupun lolat dapat saja membuat sesukanya tetapi tidak lagi digunakan untuk kepentingan adat tetapi untuk dijual. Pola organisasi secara adat yang mengkoordinir pembuatan tais untuk kepentingan adat sudah berubah menjadi satu mata rantai jual beli yang dilakukan secara bebas. Ini menjadi satu temuan yang menunjukan bahwa: sebenarnya hubungan sosial duan lolat yang sebelumnya berjalan sesuai otoritas tradisional berubahan didalam tindakan sosial rasionalitas instrumental melalui legitimasi otoritas legal formal.
4.1.3. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam perubahan hubungan sosial duan dan lolat. Bahasan tentang faktor-faktor yang secara umum mempengaruhi jalannya perubahan hubungan sosial, bisa berbeda tergantung dari mana kita memandangnya dan ke mana penelitian itu diarahkan. Weber (1947, 1956) mengemukakan 4 faktor utama dalam perubahan hubungan sosial yakni: Faktor Ekonomi maupun faktor politik serta faktor agama, serta faktor birokrasi menjadi sebuah faktor yang paling rasional dalam menjelaskan tentang perubahan hubungan sosial sosial. Sedang temuan sebelumnya tentang Tanimbar melalui (Renwarin, 1987, Drabbe, 1989 dan Mc Kinnon, 1991) menemukan ada 3 faktor utama yang
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Universitas Indonesia
139
menyebabkan perubahan hubungan sosial duan lolat di Tanimbar yakni: faktor perang atau konflik antar kampung, faktor pengaruh birokrasi formal melalui kota Kabupaten di Tual kepulauan Kei dan kota kecamatan di Saumlaki, serta faktor agama. Dari ketiga faktor tersebut terutama Drabbe dan Renwarin memberi penekanan yang berbeda terhadap pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap perubahan hubungan sosial duan dan lolat. Dimana Renwarin
memberikan penekanan
terhadap faktor birokrasi dengan penentuan kota kabupaten di Tual pada tahun 1953/1954, yang menyebabkan terjadi konflik antar kampung karena persoalan batas tanah. Sedang Drabbe menemukan bahwa perang dan konflik dengan alasan apapun adalah bagian dari kebiasaan orang Tanimbar sejak duluh. Itulah sebabnya kedatangan Portugis dan Belanda di Tanimbar makin manambah konflik antar kampung karena berbagai alasan. Sedang faktor agama dalam temuan mereka merupakan faktor yang menyatu dengan adat duan lolat sehingga tidak banyak berpengaruh dalam perubahan hubungan sosial duan dan lolat. Sedang penelitian ini menemukan bahwa: bahwa ada kurang lebih terdapat 5 faktor utama yang berpengaruh terhadap perubahan hubungan sosial duan dan lolat di Olilit. Namun demikian pengaruh faktor-fektor tersebut terhadap perubahan hubungan duan dan lolat dalam kurun waktu tersebut berbeda satu dengan yang lainnya: 1. Dalam kurun waktu 1995-1999: Terdapat 3 faktor utama yakni: konflik atau perang yang terjadi.
Dalam kurun waktu tersebut
sekalipun sering terjadi konflik antar kampung mengenai masalah batas tanah, hasil pertandingan sepak bola dan sebagainya, tetapi hal ini tidak berpengaruh terhadap hubungan sosial duan dan lolat di Olilit karena, jenis konflik itu merupakan konflik eksternal sehingga, ada keuntungannya bagi penguatan solidaritas internal di dalam kampung Olilit sendiri. Sedang masalah birokrasi juga tidak banyak berpengaruh dalam kurun waktu tersebut. Sebaliknya faktor yang sangat berpengaruh adalah: Faktor agama melalui satu keputusan untuk melarang system kawin darah yang menjadi hakekat hubungan
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Universitas Indonesia
140
sosial duan dan lolat. Hal ini berpengaruh pada peran-peran adat yang dijalankan masing-masing pihak, sebagaimana dijelaskan di atas. Jadi dalam kurun waktu tersebut, hanya terdapat 3 faktor saja yang berpengaruh terhadap perubahan hubungan sosial duan dan lolat di Olilit 2. Sedang dalam kurun waktu 2000-2004: Faktor yang sangat kuat berpengaruh ialah: Faktor Birokrasi yang secara mendasar mengubah hubungan sosial duan dan lolat, termasuk beberapa kebijakan yang diambil misalnya tentang penerimaan CPNS menjadi sebab renggangnya hubungan sosial duan dan lolat. Faktor partai politik dan praktek politik sejak tahun 2000, membuat banyak perubahan terjadi tidak hanya dalam hubungan sosial, tetapi dalam cara berpikirpun mengalami perubahan. Faktor Teknologi baik informasi, transportasi maupun komunikasi, serta faktor agama dan faktor konflik internal di dalam Olilit banyak membawah perubahan dalam hubungan sosial duan dan lolat. Pengaruh
faktor-faktor
tersebut
menunjukan
bahwa:
praktek
hubungan sosial duan dan lolat diperhadapkan dengan begitu banyak pilihan bebas dan lebih memudahkan. Pilihan terhadap apakah seorang anak smu harus mendengarkan nasehat omnya untuk tinggal dan tetap belajar di rumah sejak pulang sekolah, atau dia harus mengambil keputusan untuk pergi ke internet dan mengakses berbagai informasi termasuk main game. Dalam kenyataannya hal yang kedua yang biasanya menjadi pertimabangan sang anak untuk melakukan tindakan sosialnya. Ini berarti praktek hubungan sosial duan dan lolat (antara om dan ponaan) tidak lagi dilakukan berdasarkan otoritas tradisional yang dilegitimasikan oleh otoritas tradisional, tetapi perubahan yang terjadi justru dalam tindakan sosial sang ponaan yang ketika memutuskan untuk pergi warnet menunjukan sebuah penurunan nilai penghargaan berdasarkan rasionalitas tradisional, tetapi disisi lain hal itu menunjukan adanya pola rasionalitas tindakan yang semakin berubah dari bentuk
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Universitas Indonesia
141
tradisional ke pilihan akan nilai dan alat untuk mencapai tujuan. Sebab akan sangat berbeda akibatnya jika saja ada internet di rumah sehingga si ponaan tidak akan ke mana mana.
Tabel. 1.4. Perbandingan Teori Dan Temuan Lapangan No
1
2
Weber Status Sosial Berdasarkan dimensi Budaya, Ekonomi dan Politik Rasionalitas merupakan dasar untuk menentukan tipe-tipe tindakan sosial: Non Rasional: 1. Tindakan Tradisional 2. Tindakan Afektif Tindakan rasional: 1. Rasionalitas Instrumental 2. Rasinalitas yang berorientasi nilai
Drabbe, Renwarin dan Mc Kinnon Status Sosial di Tanimbar a). Duan dan Lolat b). Mela Ulu, Mela Fruan, Dan Mela Muri Faktor yang berpengaruh dalam Perubahan hubungan sosial duan dan lolat di Tanimbar: 1. Faktor Perang dan konflik 2. Faktor Birokrasi melalui kota kabupaten di Tual tahun 1953/1954 3. Faktor Agama
Status Sosial di Olilit: 1. Ompakain 2. Udanain 3. Empuain Faktor yang berpengaruh dalam perubahan hubungan sosial duan dan lolat: 1. Konflik Internal di Olilit. 2. Kehadiran Pemekaran Kab MTB tahun 2000. 3. Faktor Agama 4. Faktor Politik (partai Politik dan praktek politik) 5. Faktor teknologi. Perubahan hubungan sosial duan dan lolat berbeda dalam 2 kurun waktu yang diteliti (pengaruh setiap faktor dalam 2 kurun waktu juga berbeda)
3
4.2.
Koritelu
Implikasi Kebijakan: Dari Tradisional Adat “Duan
dan Lolat” ke Rasionalitas Birokrasi
Moderen. Perubahan hubungan sosial duan dan lolat di Olilit dalam kurun waktu 1995-2004 menunjukkan betapa aspek-aspek tradisional yang dikemas melalui hubungan sosial duan dan lolat, masih memerlukan pembenahanpembenahan yang serius dari berbagai pihak. Tercatat ketika diberlakukan UU No.5 tahun 1979 tentang sistim pemerintahan, tidak cukup membawa pengaruh dalam mengubah cara berpikir orang olilit dalam berbagai tindakan sosialnya. Jauh sebelum itu, yakni sekitar pertengahan tahun 1950-an dengan ditetapkannya Tual sebagai
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Universitas Indonesia
142
kota kabupaten dan Saumlaki sebagai kota kecamatan, ternyata tidak cukup kuat membawa perubahan-perubahan kea rah keinginan-keinginan baik dalam cara berpikir maupun dampak pembangunan fisik yang secara langsung dapat dinikmati oleh masyarakat. Bahkan sampai pada awal tahun 1994 dengan dilakukan program IDT yang langsung dikoordinir dari pusat, ternyata tidak banyak membawa perubahan yang berarti progress dalam kehidupan orang Olilit. Atas dasar itu sejak diberlakukannya program otonomi daerah, maka secara serius pemerintah daerah Maluku bermaksud membenahi setiap pelosok wilayahnya dari ketertinggalan di berbagai bidang saat ini. Oleh karena itu sejak akhir tahun 1999, isu pemekaran beberapa daerah tingkat II di Maluku yang sedang mengalami konflik, semakin santer terdengar. Dengan dasar UU No.46 tahun 1999 tentang pembentukan propinsi Maluku Utara, kabupaten pulau Buru dan kabupaten MTB. Pemekaran kabupaten MTB disempurnakan lagi oleh UU No.6 tahun 2000, yang kemudian dilanjutkan dengan pemekaran kecamatan khususnya di wilayah Tanimbar. Dari 2 kecamatan menjadi 9 kecamatan. 7 kecamatan tambahan tersebut dimekarkan berdasarkan Perda No.01 tahun 2003 tentang pembentukan kecamatan Yaru, Nirunmas dan kecamatan Kormomolin serta berdasarkan Perda no. 3 tahun 2003 tentang pembentukan kecamatan Selaru, Wertamrian, Wermaktian dan kecamatan Wuarlabobar. Persoalannya hanya satu yakni: bagaimana merajut berbagai kebiasaan adat tradisional seperti duan dan lolat ke dalam satu perpaduan yang seimbang dengan rasionalitas moderen? Hasil penelitian ini menunjukan bahwa persoalan tersebut belum bisa terjawab hingga saat ini. Kendala terletak pada masalah kualitas SDM yang tidak mampu membuat terobosan untuk mengembangkan diri pribadinya. Berbagai kebijakan yang dilakukan Pemda MTB secara praktis, langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat “Olilit” ternyata
tidak
cukup kuat mengubah pola dan cara berpikir yang masih bertaut pada model tradisi masa lalu yang hingga kini masih dipertahankan di dalam kehidupan yang kian menuntut arah berpikir dan cara hidup yang rasional. Berbagai
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Universitas Indonesia
143
kebijakan yang dilakukan Pemda MTB tetap terasa kurang bagi mereka “Olilit”,
bahkan
yang
paling
sering
muncul
adalah:
pemaksaan
memberlakukan cara-cara tradisional di tengah mekanisme birokrasi yang rasional dan moderen. Satu persoalan kunci adalah bagaimana merajut Rasionalitas Birokrasi moderen agar menjadi representative dalam mengubah cara berpikir masyarakat Olilit yang saat ini tanpa disadari mulai membuka diri terhadap perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik, yakni dengan kelemahan-kelemahan
yang
terjadi
pada
kekompakkan
internal
(renggangnya) hubungan duan dan lolat perlu dimanfaatkan dengan baik untuk semua pihak yang
berkepentingan untuk memasukkan ide dan
kebijakan-kebijakan yang lebih progresif.
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Universitas Indonesia
144
BAB 5 PENUTUP
5.1. KESIMPULAN. Beberapa hal dari temuan studi ini dapat disimpulkan sebagai berikut: A. Status adat duan dan lolat dalam masyarakat di Olilit terdiri dari 3 yaitu: Ompakain, Udanain dan Empuain tetap ada dan diakui di Olilit. Ketiga status tersebut tidak mengalami perubahan baik dalam kurun waktu 19951999 maupun 2000-2004. Tidak berubahnya status tersebut dalam kurun waktu itu, karena secara sosiologis status itu adalah aspek yang statis dari struktur sosial masyarkat di Olilit. Namun demikian orang Olilit dalam kurun waktu 2000-2004 diperhadapkan dengan dimensi Politik, ekonomi dan birokrasi dalam memberikan penghargaan status yang baru sesuai dimensi-dimensi tersebut. Sehingga prestise adat bukan satu-satunya yang menjadi ukuran atas status sosial Duan dan lolat di Olilit. B. Penelitian ini menemukan bahwa: dalam kurun waktu 1995-1999 hanya terdapat 3 faktor yang berpengaruh dalam hubungan sosial duan dan lolat sekalipun pengaruhnya memiliki derajat yang berbeda-beda. Ketiga faktor tersebut adalah: faktor Konflik dan Perang, Faktor Birokrasi Formal dan Faktor Agama. Sedang dalam kurun waktu 2000-2004, selain ketiga faktor tersebut juga ditemukan ada pengaruh faktor Teknologi dan kegiatan Politik Praktis yang terjadi terutama dalam proses pemilihan kepala daerah. C. Keberadaan kabupaten MTB yang ibukotanya di Saumlaki juga memberikan pengaruh secara tidak langsung terhadap perubahan hubungan sosial duan dan lolat di Olilit terutama dalam kurun waktu 2000-2004. D. Telah terjadi perubahan dalam peran-peran adat berdasarkan status yang dimiliki baik oleh duan maupun lolat, peran dalam pemilihan jodoh, peran dalam hal pembayaran harta adat dan peran dalam fungsi perlindungan (sistem Arin dan Sistem pembuatan Tais sebagai simbol pengikat
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
145
hubungan sosial duan dan lolat). Ternyata dalam 2 kurun waktu tersebut ditemukan derajat perubahan yang berbeda pula. Dan hal itu juga berpengaruh terhadap hubungan sosial duan dan lolat di Olilit. Perhatikan tabel.1.5. berikut:
Tabel.1.5. Dimensi Hubungan Sosial Duan dan Lolat serta Tingkatan Perubahan Dalam Kurun Waktu penelitian Tingkat Perubahan No
Dimensi Hubungan Sosial Duan Dan Lolat
1995-1999 Tdk
1
2
3
Status Adat: - Ompakain - Udanain - Empuain Peranan: - Menentukan Jodoh - Membayar Harta Adat - Sebagai Pelindung: . Sistem Arin . Pambuatan Tais Faktor-Faktor Yang Berpengaruh: - Konflik Dan Perang - Aturan Birokrasi Formal - Agama - Faktor Praktek politik - Faktor Teknologi
Sedikit
Banyak
9 9 9
-
-
9
9 -
-
9 9
-
9 -
2000-2004
9 9
Tdk
Sedikit
Banyak
-
-
-
-
9 9
-
-
9 9
9 9 9
-
9
-
9
9 9 9
Sumber: Hasil analisis
•
Dimana 4 peran adat yang dimiliki duan dan lolat dalam kurun waktu 2000-2004 menunjukkan tingkatan perubahan yang besar dan menyeluruh dalam proses hubungan sosial duan dan lolat.
•
Perubahan peran adat dalam hubungan sosial duan lolat dalam hal pembayaran harta dapat dibuktikan oleh adanya tutap matan dan tutap tabun.
E. Dan berdasarkan tabel. 1.5. di atas memperlihatkan bahwa: ada 3 faktor utama yang berpengaruh dalam perubahan hubungan sosial duan dan lolat yakni:
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
146
•
Faktor Konflik dan Perang tidak berpengaruh dalam kurun waktu 1995-1999 dan ada “sedikit” pengaruh dalam kurun waktu 20002004.
•
Faktor Aturan Birokrasi Formal. Tahun 1995-1999 sedikit saja berpengaruh, karena sistem birokrasi pada tingkat kecamatan. Tahun 2000-2004, faktor ini menjadi salah satu faktor penting dan berpengaruh dalam perubahan hubungan sosial duan dan lolat.
•
Sedangkan Agama juga menjadi faktor yang turut berpengaruh dalam proses perubahan hubungan sosial duan dan lolat, walaupun perubahannya tidak sebesar faktor aturan birokrasi formal pada tahun 2000-2004.
•
Disamping faktor perkembangan teknologi baik teknologi transportasi
maupun
teknologi
komunikasi
serta
faktor
pelaksanaan praktek politik praktis juga berpengaruh dalam perubahan hubungan sosial duan dan lolat di Olilit MTB.
5.2. SARAN-SARAN. Beberapa saran atau rekomendasi dapat penulis rumuskan sebagai berikut: 1. Berbagai kebijakan pada tingkat lokal belum menyentuh substansi perubahan hubungan sosial duan dan lolat, sehingga perlu direncanakan satu kebijakan dan langkah kongkrit untuk mempraktekkan perananperanan adat pada propinsi yang tepat. Contoh: Kebijakan rekrutmen CPNS jangan menggunakan pendekatan”Hubungan Sosial Duan dan Lolat”, sebab hal itu lebih menyerupai bentuk KKN. Perlu dibedakan secara jelas mana urusan yang merupakan bagian dari domain public dan mana yang merupakan bagian dari domain privat. 2. Sebaliknya perlu di uji coba agar fungsi-fungsi koordinatif dalam hubungan sosial duan lolat dapat diterapkan dalam praktek kehidupan moderen sekarang. Misalnya; sistem ARIN dapat dialihkan fungsi koordinatifnya pada sector-sektor informal (seperti buruh pelabuhan atau
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
147
tukang-tukang ojek) agar wibawa adat yang tetap menghargai kedamaian dan ketenangan bisa tetap dirasakan. 3. Diperlukan pembinaan secara khusus bagi para penenun Tais, baik dalam aspek managerial maupun pembinaan dalam aspek teknik menenun serta bantuan modal usaha. 4. Sudah saatnya Pemda dan lembaga agama duduk bersama untuk merumuskan kebijakan-kebijakan praktis apa yang sesegra mungkin dapat menjawab tantangan perubahan hubungan sosial duan dan lolat di Olilit yang sampai sampai saat ini masih mencari bentuk kemana perubahan itu hendak diarahkan, sehingga pengaruh dari dua institusi tersebut (birokrasi formal dan agama) menjadi stimulus ke arah perubahan yang lebih progress.
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
148
DAFTAR PUSTAKA
Amitai
and Etzioni, Eva.(1964). Social
Change, Sources,
Patterns and
Consequences. New York, London: Basic Books Inc Publishers. Andreski, Stanislav. (1989). Max Weber On Capitalism, Berlancracy and religion (edisi terjemahan). Yogyakarta: Tira Wacana Arikunto, Suharsimi, Prof DR (1997). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktis (edisi revisi VI). Jakarta: PT. Rineka Cipta. Baby, Eral. (1979). The Practice Of Social Research, third edition. California: Inswing Company Wosworld, Inc. Badan Pusat Statistik Kabupaten Maluku Tenggara Barat. 2004 dan 2005. Maluku Tenggara Barat Dalam Angka. Badan Pusat Statistk Kabupaten Maluku Tenggara Barat. 2008. Tanimbar Selatan Dalam Angka. Bohannan Paul (1963) Social Antropology. New York: Holt, Rinehart and Winston. Bogardus, E (1949). Sociology. New York: McMillan. Babbie, B. Earl. (1979). The Practice of social research (second edition). Belmont, California: Wadsworth Publishing Company, Inc. Bartels, Dieter1. (1977). Guarding The Invisible Mountain: Inter village Alliances, Religious Syncretism and Ethnic Identity Among Ambonese Christians and Moslems in the Mollucas. New York: Cornel University. Blumer, Herbert. (1969). Simbolic interactionism: Perspective and method. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall, Inc. Burns,Tom R, Baumgartner, Thomas and Devilie Philippe. (1988). Man, Decision, Society. The theory of actor-system dynamics for social scientitst (edisi terjemahan: Manusia, Keputusan Masyarakat. Teori dinamika antara aktor dan sistem untuk ilmuan sosial). Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
149
Cassel, Philip. (1993). Anthony Giddens Reader. California: Stanford Universitty Press. Castel, Manuel. (1997). The Power Of Identity. Malden, Massechusetts: Blacwell Publishers Inc. Castel, Camoy, Cohen.s and Cardoso, FH. (1993). The new world economy in the information age. University Park PA. Chreswell, John. (1994). Research Design, Qualitative and Quantitative Approaches. Sage Publication INC. Coser, Lewis. (1956). The Functions Of Social Conflict, Research. New York: Free Press. David, Jarry and Julia, Jarry. (1991). Collins Dicttionarry of Sociology. Happer Collins Publisher. David, Held. and Anthony McGrew. (2001). The Global Transformation Reader, In introduction to the Globalization Debate. Cambridge: Polity Press. De Jonge, Nico and Toos Van Dijk. (1995). Forgotten Islands Of Indonesia, the art and culture of the Southeast Moluccas. Leiden: Periplus Edition. Denzin, K. Norman and Lincoln, S. Yvonna (eds). (1994). Handbook of qualitative research. London, New Delhi: Sage Publications. Drabbe, P. (1940). Ethnografische Studie Over Het Tanembareesche Volk (Terjemahan Karel Mouw 1989). Leiden: E.J. Brill. Duncan, D. Hugh. (1997). The establishment of money as a symbolic of community life; Money as a form of transendence (edisi terjemahan). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Evers, Hans Dieter and Heiko Schrader. (1994). The Moral Economy of Trade, Etnicity and Developing Markets. London and New York: Routladge. Faisal, Sanaphiah. (1999). Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta: Radjawali Press. Featherstone, Mike and Scott Lash. (1999). Spaces of Culture City Nation World. SAGE Publications Ltd.
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
150
________. (1995). Undoing Culture: Globalization, Posmodernity and Identity. London: Sage Publications Eggan Fredd, Radcliffe-Brown, Prichard-Evans. (1980). Struktur dan Fungsi Dalam Masyarakat Primitif. Kualumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka-Kementrian Pelajaran Malaysia. Barth Fredrik. (1988). Kelompok Etnik dan Batasannya. Jakarta. Universitas Indonesia George, Ritzer dan Douglas J Goodman. (2003). Teori Sosiologi Moderen (edisi keenam). Jakarta: Penerbit Kencana. Giddens, Anthony. (1982). Profile And critique In social theory. Berkeley: California Universitty Press. _______. (1984). The Contitution Of Society: the out line
of The Theory of
structuration. Cambridge: Polity Press. _______. (2001). Runaway World Bagaimana Globalisasi Merombak Kehidupan Kita. (Andry Kristiawan S dan Yustina Koen S: Penerjemah). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Goode, Jack. (1976). Production and Reproduction: a comparative study of the domestic domain. Cambridge University Press. Haris, Marvin, (1979). Cultural Materialism: the struggle for a science of culture. New York Random House. Hoogvelt, Annke MM (1976) The Sociology Of Developing Societies (edisi terjemahan). Jakarta: Rajawali Press. Huliselan, Mus, (1993). Kosmologi Orang Naulu-Seram Barat, sebuah hasil penelitian yang didanai Toyota Foundation. Hug, Dalsiel, Duncan, Sosiologi Uang. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. _______. (1997). The Establishment Of Money As A Symbolic Life; Money As A Form Of Transendence (edisi terjemahan). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Joseph, L.C. (1982). Mengenal Tenunan Tradisional Daerah Maluku. Proyek pengembangan permuseuman Maluku.
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
151
Kewilaa-Talik, H. (1992). Peristiwa Barsadi. Jakarta: Depdikbud. Koritelu, Paulus. (1988). Bakan Sebagai Salah Satu Industri Rumah Di Kotamadya Ambon, (Sebuah Karya Penelitian uang dipresentasikan dalam Final Lomba Penelitian Ilmiah Remeja ke-XII di Jakarta). Bandung: Indah Jaya. ______ (2002). Politisasi Agama Dalam Konflik Ambon (Thesis S2). Yogyakarta: Gajah Mada. ______ Dkk. (2002). Kajian Komunitas Adat Terpencil (KAT), kerjasama Dinas Sosial tingkat I dengan Lembaga Penelitian Univ.Pattimura Ambon. Koentjaraningrat. (1965). Pengantar Antropologi. Jakarta: Fakultas Ekonomi UI. ______ (1964). (ed) Masyarakat Desa Di Indonesia Masa Kini. Jakarta: Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi UI. Kuper Adam And Jessica, (2000). Ensiklopedi Ilmu-Ilmu Sosial (edisi 2). Jakarta: PT. Raja Grafindo. Lawang, Robert, Prof.DR, (1999). Konflik Tanah di Manggarai Flores Barat, pendekatan Sosiologik. Jakarta: UI Press. Leirissa, Z. Richard. (1975). Maluku Dalam Perjuangan Nasional Indonesia. Jakarta: Lembaga Sejarah Fakultas Sastra Universitas Indonesia. M. Mansyur Amin, Dkk. (1988). Kelompok Elit Dan Hubungan Sosial Di Pedesaan. Pengantar Dr. Alfian. Jakarta. Pt. Pustaka Grafika Kita Marshall, Catherine and Rossman, B. Gretchen. (1989). Designing qualitative research. London, New Neldi: Sage Publications. Masinambow, E.K.M, dkk. (1992). Masyarakat Dani dan Pola-Pola Perubahannya, Jakarta : LIPI. Mc Guigan, Jim. (1997). Cultural Methodologies. London Sage Publication Ltd. Mc Grew, Anthony and Held, David, (2001). The Global Transformations Reader; an Introduction To The Globalization Debate. Cambridge: Polity Press McKinnon, Susan. (1991). From a shatteret sun: hierarchy, gender and alliance in the Tanimbar island. Wisconsin: The University Press. Macionis, John. J. (1997). Sociology (sixth edition). Prentice-Hall International, Inc
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
152
Miels, B. Mathew dan Hubberman, A. Michael. (1992). Analisa Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang Metode-metode Baru. Jakarta: UI Press. Moore, Wilbert. E (1974) Social Change (second edition). Prentice-Hall Foundations Of Modern Sociology Series. Mudayat, A. Aris. (2001). Fenomena Sosial Dalam Ekonomi Global dan Informasional, Jurnal Terang (Globalisasi Tata Dunia Yang Curang). Mulyana Deddy. (2006). Metdologi Penenlitian Kualitatif (Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya). Bandung: PT. Roda Karya. Myrdal, Gunnar. (1981). Obyektifitas Penelitian Sosial. Jakarta: LP3ES. Nugroho, Heru. (2001). Uang, Rentenir dan Hutang Piutang di Jawa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ogburn, William F (1950) Social Change, With Respect to Culture and Original Nature. New York: Viking Ogburn, William F and Mayer F Nimmkoff (1964) Sociology. Boston: A Pfeffer And Simmons International University Edittion, Toughton Miffilin Company Patilima, Hamid. (2007). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Patton, M.Q. (1990). Qualitative Evaluation And Research Methods. Newbury Park: Sage Publications. Polanyi, Karl. (1944). The great transformation: the political and social origins of our time (edisi terjemahan). Boston: Press. Priyono, Hary, B. (2003). Anthony Giddens suatu pengantar. Yogyakarta, Jakarta: Universitas Sanata Dharma dan Kepustakaan Populer Gramedia. Renwarin, P.R. (1987). Life in Saryamrene an Antropological Exploration Of the Yamdena, in the Tanimbar Archipelago, Maluku Indonesia. Leiden: ICA Publication. Hinde, Robert A. (1983). Primate Social Relationships, an integrated approach. Oxfort: Blackwell Scientific publication. Lawang, Robert DR. (1999). Konflik Tanah Di Manggarai Flores Barat, pendekatan sosiologik, UI Press.
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
153
Lauer, Robert H (1989) The Perspectives Of Sociale Change (edisi terjemahan). Jakarta: Bina Aksara. Topatimasang, Roem at all. (1993). Potret Orang-Orang Kalah. Kumpulan kasus penyingkiran orang-orang asli kepulauan Maluku Soemardjan, Selo. (1982). Perubahan Sosial di Yogyakarta. Yogyakarta: Gadja Mada University Press. Soemardjan, Selo dan Soleman, Soemardi (ed) (1974) Setangkai Bunga Sosiologi. Jakarta: Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi UI Susanto, Astrid. S. (1985) Pengantar Sosiologi Dan Perubahan Sosial. Jakarta: Binacipta. Sanderson, Stephen, (1993). Makro Sosiologi (edisi dua). Sebuah Pendekatan Terhadap Realitas Sosial. Jakarta: Rajawali Grafindo Persada. Simmel, Georg. (1991).
The philosophy Of Money
(edited by David Frisby).
London: Rout Ladge. Singleton, Royce, Jr. Ad All. (1988). Aproach to Social Research. Oxfort: Universitty Press. Soekanto, Soerjono. (1983). Teori Sosiologi Tentang Perubahan Sosial. Jakarta: Ghalia Indonesia. Sugiyono, Prof DR. (2007). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Sumantri, Gumilar Rusliwa (2000). “The Village In Motion: A Case Study of SocioEconomic and Cultural Changes Among Rice Farmers in Indonesia”, dalam Rice in Asia Lives of Seven Farmers, APRELUDE Book under a Unitwin-Unesco Project Time Academic Press, Singapure, 2000. Sztompka, Piotr. (1993).
The Sociology of Social change (diterjemahkan oleh
Alimandan). Jakarta: Prenada Media. Tarling, Nicholas. 1992. The Cambridge History Of Southeast Asia (Volume Two, the nineteenth and twentieth centuries). Cambridge University Pres.
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
154
Tompson, John B. (1984/2003). Analisis Idiologi, Kritik Wacana idiologi-Idiologi Dunia. Yogyakarta: IRCisod. Turner, H. Jonathan. (1997). The Structure of Sociological theory (sixth Edition). Wadsworth Publishing Company. Van Vuuren, Marianne. (2001). Ikat Van From Tanimbar. Utrech: MRI Joab Design. Van den Berghe, (1979). Humman Family Systems: an Educationary View. New York Elsevier. Vreedenbregth, Yacob. (1992). Metoda dan teknik penelitian masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Wallerstain, Imanuel. (1966). Social change the colonial situation. New York, London, Sedney: Wiley & Sons, Inc. Weber, Max. (1947). The Theory Of Social And economic Organization, translated by Henderson an talcot Parsons ang edited with an introduction by Talcot Parsons, New York: Oxfort University Press. _______ (1958). The Protestand Ethic and The Spirit Of Capitalism, translated by Talcot Parsons. New York: Scribner. Widyanta, A.B. (2002). Problem modernitas dalam kerangka sosiologi kebudayaan Georg Simmel. Yogyakarta: Cinderelas Pustaka Rakyat Cerdas.
INTERNET / WEBSITE:
Evers Hans Dieter, (2001). Social relationships in South East Asia. Jaournal of Worl Systems research_,2001, vol..IX.no.3. http://www.jwsr.ucr.edu/issn. Data diakses tangal 27 November 2008 Dieterl Bartels (1977), Guarding The Invisible Mountain: Intervillage Alliances, Religious Sycretism and Ethnic Identity Among Ambonese Christians and Mosleims In The Moluccas. www.nunusaku.com/05-adat/02pela/primers/hubungan.html-23k-cached-similar pages. Diakses tanggal 22 Maret 2008
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
155
(http:/Id.wikipedia.org/wiki/Afrika Selatan.) “Afrika Selatan dan Perkawinan”, tanggal 10 Maret 2008. http:// satu dunia. One world.net/artide/view/148713/1/9272. “Belajar Dari Masyarakat Adat Yamdena” Firdaus Cahyadi, 1994. Diakses tanggal, 21 maret 2008. (http//www.FKM cpr.nl/../?page=1) “Dari Penggalangan dana Gereja Hingga Bisnis Tenun Ikat, Tulisan Aziz Tunni, tanggal 2 Agustus 2006”. Diakses tanggal 12 Agustus 2007. Baowollo, Robert B (2008). http://www.Perke.info/htm/ke-maluku.htm/”Maluku Tenggara Barat-Obsesi Sebuah Daerah Transito”, tgl. 10 April 2008. Mujid Imron, (2006). http://www.dpd.go.Id/Press_Release.php. “Hampir semua propinsi memiliki masalah tanah”. Data diakses tanggal, 23 Pebruari 2008. Chris Phillipson (2003), Globalization and future of ageing: developing a critical gerontology. Sociological research online, vol.8, no:4
. Published: 28/11/2003 Petter N. Piregrine (1996), Legitimation crises in premodern worlds. (petter [email protected]) Antropolgy departement Lawrence University, Apletton, WI 54911. Vol.2.no.6/1996. . Data diakses tanggal 27 Agustus 2007. Erich Weede. Future hegemonic rivalry between China and the West?. Jaournal of Worl Systems research_,(1995), vol.1.no.14. http://www.jwsr.ucr.edu/issn 1076-156X. Data diakses 13 April 2004. (Situs Resmi PEMDA MTB “Objek Pariwisata Di Kabupaten Maluku Tenggara Barat ... Desa Budaya Tumbur Desa Budaya Sangliat Dol Desa Budaya Olilit Lama Desa Budaya Kampung ...www.mtbkab.go.id/?pilih=hal&id=33 - 24k, informasi diakses tanggal 30 Juni 2008).
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
1
REVISI PEDOMAN OBSERVASI BERDASARKAN MASUKAN KO-PROMOTOR: Prinsip utama Observasi adalah: segala sesuatu yang diamati harus dapat ditangkap oleh panca indra peneliti, dan pengamatan harus dilakukan secara langsung. Oleh karena itu, untuk kejadian yang sudah terjadi pada tahun/waktu sebelumnya seperti dalam kasus penelitian ini, (periode 1995-2004) tidak dapat lagi dilakukan secara langsung. Tetapi observasi dapat dilakukan terhadap foto atau benda-benda lain yang berhubungan dengan kegiatan tenun, kegiatan yang berhubungan dengan perubahan dalam hubungan duan lolat di Olilit. Baru kemudian menggunakan analisis isi untuk menginteprtasikan makna yang ada pada benda tersebut. Selanjutnya kegiatan wawancara mendalam dan FGD juga sangat diperlukan untuk mendapatkan validitas data yang dibutuhkan, sebab hal tersebut akan sangat membantu proses analisis isi yang dilakukan terhadap foto atau berbagai benda yang ada sekitar periode 19952004. NO
OBYEK/TEMA YANG YA TDK NARASI/KOMENTAR DIOBSERVASI 1995-2004 1 • Foto-foto tentang berbagai hal yang berhubungan dengan kegiatan tenun 2 • Foto-foto tentang proses menenun, penjualan atau pameran 3 • Foto-foto tentang hasil tenun (Bakan/tais) dalam kurun waktu 4 tersebut • Foto atau gambar tentang pelaksanaan ritual adat/budaya atau pelaksanaan acara gerejawi atau acara sehari-hari 5 yang melibatkan duan dan lolat. • Foto-foto tentang adanya pelaksanaan ritual adat atau acara lain yang biasanya diadakan di Olilit - Adat dok-lean (pinangan, bayar harta kawin dll) - Buka kebun baru, dirikan rumah 6 baru dsb. • Benda-benda adat, berupa berbagai jenis harta yang biasanya digunakan dalam kurun waktu tersebut. - Loran, sislo, marumat, kmena, masa, bakan mnanat dll *) selanjutnya akan dilakukan check list atas item dan aspek-aspek yang diobservasi.
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
2
TEMA/OBYEK AMATAN DALAM TAHUN 2008 NO
OBYEK/TEMA YANG DIOBSERVASI 2008
1
Prilaku masyarakat sehari-hari (bgm agent of change: Tokoh adat, TOMA, TOGA, dll) Dalam dinamika sosial budaya setempat KEGIATAN DAN PRILAKU MASYARAKAT MELALUI RITUAL 1. RITUAL ADAT 2. RITUAL AGAMA 3. ACARA-ACARA LAIN YANG MELIBATKAN DUAN LOLAT ORGANISASI: 1. KELOMPOK TENUN 2. ORGANISASI ADAT (ULU, MURI, FRUAN) 3. ORGANISASI PEMUDA 4. ORG GEREJAWI KEGIATAN TENUN PADA KELOMPOK TENUN ATAU PRIBADI 1. BAHAN BAKU 2. WARNA 3. DISAIN 4. MOTIF/RAGAM HIAS 5. MEKANISME PENJUALAN (PASAR) KEGIATAN TOLONG-MENOLONG/PARTISIPASI DUAN DAN LOLAT DALAM ACARA-ACARA ATAU DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI TEMPAT-TEMPAT YANG MENJADI PUSAT KEGIATAN MASYARAKAT DI OLILIT 1. PASAR DAN PUSAT PERBELANJAAN 2. PELABUHAN LAUT 3. BANDAR UDARA 4. HOTEL/RESTORAN DLL (tempat-tempat tersebut dimaksudkan agar secara sosiologis bisa membantu proses analisis datanya, untuk memberi penekanan terhadap perubahan sosial tersebut termasuk direncanakan dan diinginkan atau sebaliknya)….Dan melalui tempat-tempat itu, maka akan memberi penjelasan bagaimana intensitas interaksi antara orang Olilit dengan masyarakat atau komunitas lain di luar Olilit atau Tanimbar, karena hal tersebut juga berpengaruh terhadap proses perubahan yang terjadi.
2
3
4
5
6
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
YA
TDK
TDK TERAMATI
Para informan yang diwawancarai di Ambon guna mendapatkan data tambahan. Pada Juni 2008.
Universitas Indonesia Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Universitas Indonesia Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Beberapa serifikat atau surat yang menunjukan bahwa para penenun juga mengikuti berbagai pelatihan dan kursus untuk meningkatkan kualitas produk mereka.
Universitas Indonesia Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
1
2.
1). Kondisi Pembangunan Kantor Bupati dan DPRD MTB pada tahun 2005. Gambar di ambil pada bulan desember 2005. 2). Kondisi Pembangunan Kantor Bupati dan DPRD MTB pada tahun 2008. Gambar diambil pada bulan November 2008.
Universitas Indonesia Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
(Kegiatan menenun dengan menggunakan bahan tradisional seperti yang dilakukan ibu di bagian kiri bawah, sudah sangat jarang ditemukan di Olilit).
Universitas Indonesia Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Universitas Indonesia Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Gambar-gambar di atas, adalah bagian dari satu event lomba layer kota bersahabat Darwin Saumlaki. Dalam setiap pelaksanaannya banyak memberi manfaat ekonomi bagi orang olilit, khususnya para penenun, yang setiap pelaksanaan event tersebut merupakan saat dimana banyak produk buatan mereka yang terjual.
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
1
2
3
1. Dari Kiri: Kantor DPRD dan kantor Bupati MTB yang mulai dibangun sejak tahun 2004. Gambar tersebut diambil pada bulan November 2008. Tahun 1995-1999, daerah perkantoran di Jalan poros Masih merupakan tempat yang penuh dengan pepohonan dan semak belukar. 2. Dari kiri: Dinas Kebudayaan dan Periwisata dan dinas kesehatan, juga terletak di Jalan Poros kota Saumlaki 3. Dari kiri: Kantor Pengadilan Negri Saumlaki MTB, juga terletak di jalan Poros Olilit Saumlaki MTB. Sejak tahun 2000-2004, seluruh badan dinas yang ada dalam lingkungan pemda MTB belum memiliki bangunan kantor sendiri. Pada umumnya mereka berkantor pada rumah atau gedung-gedung milik masyarakat yang dikontrak atau disewa.
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
1
2
1. Dari kiri: Bangunan baru yang dibangun menjadi tempat usaha kelompok tenun Ifaryani Olilit Saumlaki. Sedang Ibu Maria Belai, sejak sepeninggal Almarhum Bpk. Wens Boina sebagai ketua kel.Tenun tersebut, terus bersemangat untuk menjalankan usaha tersebut. 2. Dari Kiri: BRI Unit Saumlaki yang baru ada di Saumlaki sejak 1998. Sedang BPDM (Bank Pembangunan Daerah Maluku sudah ada di Saumlaki sejak tahun 1985.
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
LAMPIRAN FOTO-FOTO FGD DAN WAWANCARA MENDALAM
Diskusi dengan tokoh adat dan anggota masyarakat desa Olilit pada tanggal 1 November 2008, di Olilit, dengan Moderator Luther Wahilaitwan, SE
Diskusi dengan para 4 orang penenun dan seorang pembina yang berusia di atas 50 tahun, di Olilit pada hari Minggu tanggal 2 November. Dengan Moderator Drs. ST Lokra.
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Diskusi dengan kelompok tenun Ifaryane (para penenun berusia campuran). Diskusi dilakukan pada hari Minggu, tanggal 2 November 2008, jam 16:30 -17:50WIT di Olilit dengan Moderator Drs. ST LOkra.
Wawancara mendalam dengan bung HB, 44 tahun, tanggal 7 November 2008 di Olilit Yang bersangkutan adalah koordinator perekrutan suara bagi salah satu pasangan Bupati MTB dalam pemilihan Bupati MTB Akhir 2006 yang lalu dan bpk JF, 42 tahun di kediamannya yang baru di desa Olilit bagian Barat, pada tanggal 8 November 2008. Beliau adalah mantan anggota DPRD MTB yang pada waktu pemilihan Bupati MTB-I tahun 2001 turut mempunyai andil dalam memenangkan pasangan Oratmangun-Uwuratuw.
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Kegiatan Diskusi tentang perubahan hubungan sosial duan dan lolat di Olilit dalam kurun waktu 1995-2004 juga dilakukan dengan beberapa pejabat dan kepala dinas/Badan di Ruang kerja Kadis Kebudayaan dan Pariwisata, tangga 11 Novermber 2008. Gbr. kanan atas kadis BUDPAR bpk HR (46 tahun) sedang memberikan penjelasan.
Wawancara dilakukan dengan Bpk AL 39 tahun (sekcam Tanimbar Utara) di ruang kerjanya di Larat tanggal 13 November 2008. Dan dengan bpk. UK (69 tahun), seorang Tokoh adat yang menguasai seluruh bahasa yang ada di Tanimbar di Larat tanggal 14 November 2008.
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Wawancara mendalam dengan Bpk. GY 62 tahun. Orang yang pada tahun 1969, pertama kali mencetuskan ide untuk menggunakan uang sementara dalam membayar harta adat baru digunakan untuk membeli emas. Ide ini kemudian menjadi satu keputusan tetap 20 tahun kemudian. Wawancara dilakukan tanggal 16 november 2008 di Larat. Dan dengang ibu MS (33 tahun) salah seorang anggota kelompok tenun Ifaryane. Dia adalah salah satu diantara peserta FGD yang penulis lakukan tanggal 2 November 2008. Wawancara dengan beliau berlangsung di rumahnya, pada tanggal 17 November 2008
Wawancara dengan bpk. AF (46 tahun), ketua pemuda Olilit. Gelaran yang diberikan kpd beliau sebagai ketua pemuda adalah: Pengendali Perahu “Lebit Lokat Tumpan Rayat”. Perahu kebesaran Olilit yang biasanya digunakan untuk perang pada waktu duluh. Dan dengan bpk. RS (69 tahun). Beliau adalah mantan ketua Latupati (Mel Mang Putuh) sejak 1989 hingga 2006). Wawancara kedua org ini dilakukan tanggal 17 November 2008 di desa asalnya yakni Wowonda (12 km sebelah utara kota Saumlaki Tanimbar Selatan).
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Diskusi dengan kelompok tenun Ifaryane (para penenun berusia campuran). Diskusi dilakukan pada hari Minggu, tanggal 2 November 2008, jam 16:30 -17:50WIT di Olilit dengan Moderator Drs. ST LOkra.
Wawancara mendalam dengan bung HB, 44 tahun, tanggal 7 November 2008 di Olilit Yang bersangkutan adalah koordinator perekrutan suara bagi salah satu pasangan Bupati MTB dalam pemilihan Bupati MTB Akhir 2006 yang lalu dan bpk JF, 42 tahun di kediamannya yang baru di desa Olilit bagian Barat, pada tanggal 8 November 2008. Beliau adalah mantan anggota DPRD MTB yang pada waktu pemilihan Bupati MTB-I tahun 2001 turut mempunyai andil dalam memenangkan pasangan Oratmangun-Uwuratuw.
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Kegiatan Diskusi tentang perubahan hubungan sosial duan dan lolat di Olilit dalam kurun waktu 1995-2004 juga dilakukan dengan beberapa pejabat dan kepala dinas/Badan di Ruang kerja Kadis Kebudayaan dan Pariwisata, tangga 11 Novermber 2008. Gbr. kanan atas kadis BUDPAR bpk HR (46 tahun) sedang memberikan penjelasan.
Wawancara dilakukan dengan Bpk AL 39 tahun (sekcam Tanimbar Utara) di ruang kerjanya di Larat tanggal 13 November 2008. Dan dengan bpk. UK (69 tahun), seorang Tokoh adat yang menguasai seluruh bahasa yang ada di Tanimbar di Larat tanggal 14 November 2008.
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
Wawancara mendalam dengan Bpk. GY 62 tahun. Orang yang pada tahun 1969, pertama kali mencetuskan ide untuk menggunakan uang sementara dalam membayar harta adat baru digunakan untuk membeli emas. Ide ini kemudian menjadi satu keputusan tetap 20 tahun kemudian. Wawancara dilakukan tanggal 16 november 2008 di Larat. Dan dengang ibu MS (33 tahun) salah seorang anggota kelompok tenun Ifaryane. Dia adalah salah satu diantara peserta FGD yang penulis lakukan tanggal 2 November 2008. Wawancara dengan beliau berlangsung di rumahnya, pada tanggal 17 November 2008
Wawancara dengan bpk. AF (46 tahun), ketua pemuda Olilit. Gelaran yang diberikan kpd beliau sebagai ketua pemuda adalah: Pengendali Perahu “Lebit Lokat Tumpan Rayat”. Perahu kebesaran Olilit yang biasanya digunakan untuk perang pada waktu duluh. Dan dengan bpk. RS (69 tahun). Beliau adalah mantan ketua Latupati (Mel Mang Putuh) sejak 1989 hingga 2006). Wawancara kedua org ini dilakukan tanggal 17 November 2008 di desa asalnya yakni Wowonda (12 km sebelah utara kota Saumlaki Tanimbar Selatan).
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
(KM Pangrango yang 2 X dalam sebulan melewati pelabuhan Olilit Saumlaki)
(3 dari sekian banyak kapal perintis yang menyinggahi pelabuhan Olilit Saumlaki MTB. KM Tanimbar Permai dan Km Wetar misalnya bahkan mempunyai rute Saumlaki sampai ke Surabaya. Hal ini dijelaskan dalam tabel 1.4 tentang Transportasi dari dan ke Olilit Saumlaki Tanimbar MTB). Setelah pemekaran kabupaten di tahun 2000, 2-3 kali dalam setiap minggunya menyinggahi pelabuhan Olilit Saumlaki)
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.
A)
B)
A). Salah satu tempat penjualan tais/bakan yang terbuat dari bahan baku pabrik. Gambar diambil di wisma Ebsiha, kompleks BTN Olilit Saumlaki pada bulan pebruari 2006. B). Salah satu tempat yang khusus digunakan sebagai tempat penjualan tais/bakan yang terbuat dari bahan tradisional. Salah satu pemegang saham di HI Olilit Saumlaki bpk. Yan Dasmasela biasanya membeli dari para penenun di desa-desa sekitar baru menjualnya
Universitas Indonesia
Perubahan hubungan ..., Paulus Koritelu, FISIP UI., 2009.