PERTUMBUHAN EMBRIO AYAM BURAS UMUR 18 HARI HASIL INDUKSI ASAM AMINO L-ARGININ KEDALAM TELUR SELAMA MASA INKUBASI (IN OVO FEEDING)
SKRIPSI
OLEH:
NASRUN I111 12 909
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2016
i
PERTUMBUHAN EMBRIO AYAM BURAS UMUR 18 HARI HASIL INDUKSI ASAM AMINO L-ARGININ KEDALAM TELUR SELAMA MASA INKUBASI (IN OVO FEEDING)
SKRIPSI
Oleh
NASRUN I111 12 909
Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2016
i
PERNYATAAN KEASLIAN
1. Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
:
Nasrun
NIM
:
I111 12 909
menyatakan dengan sebenarnya bahwa: a. Karya Skripsi yang saya tulis adalah asli. b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya skripsi ini, terutama dalam Bab Hasil dan Pembahasan, tidak asli atau plagiasi maka bersedia dibatalkan dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku. 2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya.
Makassar,
Oktober 2016
Nasrun I111 12 909
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Skripsi
:
Pertumbuhan Embrio Ayam Buras Umur 18 Hari Hasil Induksi Asam Amino L-Arginin Kedalam Telur selama Masa Inkubasi (In Ovo Feeding)
Nama
:
Nasrun
NIM
:
I111 12 909
Program Studi
:
Peternakan
Makassar,
Oktober 2016
Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui oleh:
Prof. Dr. Ir. Djoni Prawira Rahardja, M. Sc. Pembimbing Utama
Prof. Dr. Ir. Abd. Latief Toleng, M.Sc. Pembimbing Anggota
Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M. Sc. Dekan Fakultas peternakan
Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka, M. Sc. Ketua Program Studi Peternakan
Tanggal Lulus :
2016
iii
ABSTRAK NASRUN. I111 12 909. Pertumbuhan Embrio Ayam Buras Umur 18 Hari Hasil Induksi Asam Amino L-Arginin Kedalam Telur selama Masa Inkubasi (In Ovo Feeding). (Dibawah bimbingan Djony Prawira Rahardja dan Abd. Latief Toleng). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari pemberian asam amino L-Arginin terhadap berat embrio, rasio berat embrio dan berat telur serta panjang bagian tubuh ayam buras. Injeksi dilakukan pada hari ke 10 masa inkubasi. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan yang diberikan terdiri dari P0 (Kontrol, tanpa injeksi), P1 (Injeksi NaCl fisiologis tanpa L-Arginin), dan injeksi L-Arginin sebanyak 0,5, 1 dan 1,5 gram/100 ml NaCl fisilogis 0,9% (P2, P3 dan P4). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan memberikan injeksi L-Arginin pada masa embrio dapat berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap panjang embrio dan panjang tungkai yang didapatkan. Namun, tidak mempengaruhi (P>0.05) berat embrio, rasio berat embrio dan berat telur, panjang sayap dan lingkar dada yang dihasilkan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa induksi In Ovo Feeding menggunakan asam amino L-Arginin pada hari ke 10 inkubasi dengan level 0,5 hingga 1% dapat berpengaruh meningkatkan panjang embrio dan berkorelasi positif sangat nyata dengan lingkar dada embrio umur 18 hari.
Kata Kunci: In Ovo Feeding, ayam buras, asam amino L-Arginin, embrio.
iv
ABSTRACT NASRUN. I111 12 909. The Effect of In Ovo Feeding with Amino Acids (L-Arginine) on Growth of Native Chicken Embryo Aged 18 Days. (Supervised by Djony Prawira Rahardja and Abd. Latief Toleng). The aim of this research was to determine the effect of In Ovo Feeding with amino acids (L-Arginine) on growth of native chicken embryo aged 18 days. The eggs of native chicken were injected with amino acids either on days 10 of incubation period. This research used a Completely Randomized Design (CRD) of 5 treatments with 3 eggs as replications. The treatments consisted of control (P0, without injection), P1 (Injection of NaCl physiological without L-Arginine) and injection of amino acid L-Arginine with 0,5 g, 1,0 g and 1,5g /100 ml NaC1 physiological for each treatments (P2, P3, and P4 respectively). The result indicated that the injection of amino acids (L-Arginine) significantly affected (P<0.05) of embryo length and leg length, but there were no significant effect (P>0.05) on embryo weight, embryo weight and egg weight ratio, wings length and chest circumference. Accordingly, it can be concluded that In Ovo Feeding on days 10 of incubation period with 0,5 until 1% of amino acids (L-Arginine) was effectively to increased the embryo’s lenght and correlate positively with the embryo’s chest circumference.
Keyword: In Ovo Feeding, native chicken, amino acid L-Arginin, embryo.
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil Alamin, segala puji penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian hingga menyusun skripsi yang berjudul “Pertumbuhan Embrio Ayam Buras Umur 18 Hari Hasil Induksi Asam Amino L-Arginin Kedalam Telur selama Masa Inkubasi (In Ovo Feeding) ”, sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Tak lupa pula shalawat serta salam kemuliaan bagi Rasulullah Muhammad SAW., nabi yang diutus kepermukaan bumi ini sebagai uswatun hasanah, sebagai suri tauladan yang baik untuk diteladani, serta nabi yang mengangkat derajat umat manusia dari tebing-tebing kehancuran menuju puncak-puncak kejayaan. Selama proses penulisan skripsi ini, penulis mengalami beberapa hambatan maupun kesulitan yang terkadang membuat penulis berada di titik terlemah dirinya. Namun adanya doa, restu, dan dorongan dari keluarga yang tak pernah putus menjadikan penulis bersemangat untuk melanjutkan penulisan skripsi ini. Untuk
itu
dengan
segala
bakti
penulis
memberikan
penghargaan
setinggi-tingginya dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada mereka, Ayahanda Dido dan Ibunda Jumaria yang telah mencurahkan segenap cinta dan kasih sayangnya serta memberikan perhatian moril maupun materil kepada penulis dan kepada adikku Nurmia terimakasih atas motivasi dan doa yang selalu diberikan. Selanjutnya
dengan
segala
kerendahan
hati
penulis
juga
ingin
menyampaikan terima kasih serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1.
Bapak Prof. Dr. Ir. Djoni Prawira Rahardja, M. Sc. selaku pembimbing utama dan Bapak Prof. Dr. Ir. Abd. Latief Toleng, M.Sc. sebagai pembimbing
vi
anggota yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan mulai dari awal penelitian hingga selesainya penulisan tugas akhir ini. 2.
Bapak Prof. Dr. Ir. H. Herry Sonjaya, DEA. DES., Bapak Dr. Ir. Wempie Pakiding, M.Sc. dan Bapak Dr. Muhammad Yusuf, S.Pt., sebagai pembahas yang telah memberikan masukan dalam proses perbaikan tugas akhir ini.
3.
Bapak Prof. Dr. Ir. Djoni Prawira Rahardja, M. Sc., Bapak Dr. Ir. Wempie Pakiding, M.Sc. yang telah memberikan bimbingan, nasihat berupa saran dan kritik selama pelaksanaan penelitian.
4.
Bapak Dr. Sutomo Syawal, S.Pt dan Ibu Ir., Anie Asriany, M.Si selaku penasehat akademik yang senantiasa memberikan arahan dan motivasi kepada penulis selama berada di bangku perkuliahan.
5.
Dekan, Wakil Dekan I, II dan III, Seluruh dosen, staf dan karyawan Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin yang telah menerima dan membantu penulis dalam proses akademik.
6.
Bapak Muhammad Rachman Hakim, S.Pt., M.P. d. Kakanda Dariyatmo, S.Pt., M. P. Dan Kakanda Urfiana Sara, S.Pt, M.Si yang telah banyak memberikan motivasi, bantuan, serta arahan yang sangat berarti kepada penulis.
7.
Kakanda Muhammad Azhar, S.Pt. M.Si dan Saudariku Rahmawati S.Pt selaku teman penelitian yang telah memberikan ide dan inspirasi serta memberikan banyak bantuan dan arahan selama proses penelitian hingga penulisan tugas akhir ini.
8.
Rekan-rekan ”Unggas Crew”: kak Tawa, kak Oyeng, kak Yusri, kak Syam, kak Rido, Uly, Tuti, Arisman, Makmur, Takim, Ikram, Tifa, Nurul, Nia, Hikmah, dan terkhusus untuk teman seangkatan dan sekelas Sulkifli atas segala bantuan, kerjasama, dan kebersamaan yang tak ternilai harganya.
9.
Teman-teman KKN Gel.93 Sajoanging Crew terutama Kelurahan Akkajeng , Wajo: Isman, Faride, Aksan, Ulfa, Aul, Mesyaroh, Uli, Uni atas segala dukungannya.
vii
10. Teman-teman HIMAPROTEK dan SEMA FAPET UH sebagai tempat belajar banyak hal. 11. Teman seperjuangan, partner terbaik, sekaligus wanita yang selalu mengisi bait pertama doa dalam sujudku Auliya Anggraeni Syam S.Pt, terima kasih atas segala dukungan, motivasi, bantuan yang sangat berkesan. 12. Teman-teman Tapak Suci Unhas, UKM Pencak Silat Unhas, LDF An-Nahl, Kopter atas segala kerjasama, dan kebersamaan yang tak ternilai harganya. 13. Rekan-rekan “Bornip Crew” Kak Tamrin, Kak Zul, Kak Anci, Kak Ucenk, Kak Cholis, Kak Rahmat, Kak Ippank, Kak Farid, Kak Asmar, Kak Dicky, Ipul, Taufik, Fahrul, Ical, Iccank, Fauzan atas segala bantuan dan kebersamaan yang kalian berikan kepada penulis selama perkuliahan. 14. Sahabat-sahabat “Desperada” Bambang, Nur, Fiqih, Erwin, Bang Faje’, Ippank, Asware, Ino, Prapto, Zuhal, Wangsa, Sulkarnain, Urya, Dayat atas segala kebersamaan selama ini. 15. Rekan-rekan mahasiswa Merpati 09, L10N 10, Solandeven 11, Flock Mentality 12 dan Larfa 2013. 16. Semua pihak yang telah membantu baik langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian tugas akhir ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan meski penulis telah berusaha melakukan yang terbaik. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran ataupun kritikan yang bersifat konstruktif dari pembaca demi penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan Rahmat-Nya kepada kita, dan Skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Makassar,
Oktober 2016
Nasrun
viii
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN SAMPUL ............................................................................... i HALAMAN JUDUL...................................................................................
ii
PERNYATAAN KEASLIAN ......................................................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN .....................................................................
iv
ABSTRAK ..................................................................................................
v
ABSTRACT ................................................................................................
vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................
vii
DAFTAR ISI ...............................................................................................
x
DAFTAR TABEL........................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
xiv
PENDAHULUAN ......................................................................................
1
TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Ayam Buras ..........................................................
4
Perkembangan Embrio.......................................................................
5
Asam Amino L-Arginine ....................................................................
9
In Ovo Feeding (IOF) ........................................................................
12
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat .............................................................................
15
Materi dan Metode Penelitian............................................................
15
Rancangan Penelitian.........................................................................
15
Prosedur Penelitian ............................................................................
16
Parameter yang Diukur ......................................................................
18
Analisis Data ......................................................................................
20
ix
HASIL DAN PEMBAHASAN Berat Telur, Berat Embrio dan Rasio Berat Embrio dan Berat Telur
22
Ukuran Tubuh Embrio .......................................................................
25
PENUTUP Kesimpulan ........................................................................................
29
Saran ..................................................................................................
29
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
30
LAMPIRAN ................................................................................................
34
RIWAYAT HIDUP ......................................................................................
51
x
DAFTAR TABEL
No.
Halaman
1.
Teks Tahap Perkembangan Embrio Ayam ..............................................................
2.
Berat telur, berat embrio dan rasio berat embrio dan telur ayam kampung
7
hasil In Ovo Feeding asam amino L-Arginin ................................................. 3.
22
Ukuran panjang bagian tubuh ayam kampung hasil In Ovo Feeding asam amino L-Arginin .............................................................................................
26
xi
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman
1.
Teks Pengukuran Panjang Embrio ..............................................................
18
2.
Pengukuran Panjang Tungkai.............................................................
19
3.
Pengukuran Panjang Sayap ................................................................
19
4.
Pengukuran Lingkar Dada .................................................................
20
xii
DAFTAR LAMPIRAN
No. 1.
Halaman Teks Hasil Sidik Ragam Berat Telur, Berat Embrio dan Rasio Berat Embrio dan Berat Telur ......................................................................
34
2.
Hasil Sidik Ragam Panjang Bagian Tubuh Embrio ...........................
40
3.
Hasil Sidik Ragam Regresi antara Ukuran Panjang Embrio dengan
4.
Lingkar Dada......................................................................................
48
Dokumentasi Penelitian .....................................................................
49
xiii
PENDAHULUAN
Ayam buras merupakan salah satu jenis ternak dengan kebutuhannya yang semakin meningkat tidak hanya karena kebutuhan protein dari hewani tetapi juga disebabkan ayam buras merupakan ayam lokal dengan pola adaptasi lingkungan yang cukup baik. Namun, peningkatan kebutuhan ayam buras ini tidak diimbangi oleh peningkatan jumlah populasi disebabkan kurangnya perhatian dari masyarakat maupun industri-industri perunggasan yang ada diindonesia. Dibandingkan dengan ayam boiler, produktivitas ayam buras jauh tertinggal, tetapi disatu sisi ayam buras memiliki banyak kelebihan tidak hanya pemeliharaannya yang sederhana tetapi juga daya tahan tubuh yang tinggi terhadap penyakit serta memiliki segment pasar (daging dan telur) yang besar.. Selera konsumen terhadap ayam kampung pun cukup tinggi. Hal ini terlihat dari peningkatan produksi ayam kampung dari tahun ke tahun, dimana pada tahun 2001 – 2005 terjadi peningkatan sebanyak 4,5 % dan pada tahun 2005 – 2009 konsumsi ayam kampung dari 1,49 juta ton meningkat menjadi 1,52 juta ton (Aman, 2011). Mempertimbangkan potensi itu, perlu diupayakan jalan keluar untuk meningkatkan populasi dan produktivitasnya (Suryana dan Rohaeni, 2006). Beberapa usaha yang telah dilakukan untuk meningkatkan efisiensi produksi namun masih kurang maksimal, mulai dari persilangan yang terbentur pada masalah berubahnya struktur awal ayam buras yang rendah terhadap resistensi penyakit, perbaikan pakan dengan menggunakan pakan komersil namun produktivitas belum maksimal(Zakaria, 2004), pemberian asam amino kedalam pakan induk kurang efisien, perubahan pola pemeliharaan free range menjadi intensif pun telah dilakukan namun tujuan untuk peningkatan produktifitas belum
1
maksimal (Ohta et al., 2001). Salah satu hal yang dapat diperhatikan dan dapat diupayakan untuk mendapatkan produktivitas yang baik adalah memperbaiki manajemen penetasan atau memperhatikan ternak ketika masih berbentuk embrio didalam telur. Belakangan ini berkembang kajian tentang peningkatan ekspresi gen (epigenetic) dengan tujuan peningkatan performa ternak. Salah satu bentuk dari epigenetic yang banyak dikaji yakni hiperplasi berganda dengan tujuan peningkatan jumlah sel. Sel yang berkembang pada masa embrio akan berpengaruh pada laju pertumbuhan setelah menetas. Perubahan jumlah sel otot unggas hanya terjadi selama periode inkubasi (Gou-song dkk., 2012). Jumlah sel yang terbentuk pada masa embrio tidak akan bertambah dan akan mengalami perkembangan setelah menetas sehingga modifikasi jumlah sel otot hanya dapat dilakukan ketika ternak masih berbentuk embrio yang sangat tergantung pada kemampuan hiperplasia sel. Salah satu teknik yang dapat dilakukan untuk penambahan ataupun pemberian nutrisi kedalam telur pada periode inkubasi ialah In Ovo Feeding yang dilaporkan dapat meningkatkan performa ayam setelah menetas (Chen dkk., 2013). , In Ovo Feeding berfungsi untuk mengatasi kendala pada pertumbuhan awal selama fase embrio dan pertumbuhan pasca menetas pada unggas (Uni dan Ferket, 2003). Protein dilaporkan sebagai nutrisi yang paling tepat untuk memaksimalkan pertumbuhan dan perkembangan ayam selama maupun setelah periode inkubasi (Foye., dkk 2014). L-Arginin merupakan asam amino esensial untuk unggas. L-Arginin yang diklasifikasikan sebagai asam amino yang penting memiliki
2
banyak fungsi fisiologis yang penting yaitu untuk meningkatkan sekresi hormon pertumbuhan dan perkembangan otot pada periode inkubasi. Jika dibandingkan dengan ayam broiler, laju pertumbuhan pada ayam buras lebih lambat (Asmawaty et al., 2014). Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya karena pertumbuhan sel selama masa embrio sangat terbatas. Oleh karena itu perlu diketahui sejauh mana pengaruh pemberian asam amino L-Arginin terhadap pertumbuhan embrio ayam buras umur 18 hari.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Ayam Buras Ayam buras merupakan plasma nutfah Indonesia mempunyai potensi untuk dikembangkan karena memiliki daya adaptasi tinggi dalam lingkungan pedesaan maupun perkotaan. Ayam buras merupakan salah satu jenis unggas lokal yang berpotensi sebagai penghasil telur dan daging. Di Indonesia, populasi ayam buras tersebar di seluruh wilayah dengan pola pemeliharaan yang umumnya bersifat ekstensif-tradisional. Produktivitas ayam buras umumnya rendah karena sistem pemeliharaan secara ekstensif, pemberian pakan yang belum memperhatikan kualitas dan kuantitas nutriennya, tingkat mortalitas tinggi terutama pada Day Old Chicken (DOC), serta keragaman individu yang cukup besar (Suryana dan Rohaeni, 2006). Selain itu Muryanto, et al. (1996) menjelaskan bahwa rendahnya produktivitas ayam buras juga diduga karena ketidakseimbangan kebutuhan asam amino esensial dalam tubuh ayam tersebut. Untuk meningkatkan populasi, produksi, produktivitas, dan efisiensi usaha ayam buras, pemeliharaannya perlu ditingkatkan dari tradisional ke arah agribisnis (Zakaria, 2004). Pengembangan ayam buras secara semiintensif dan intensif dengan pemberian pakan yang berkualitas serta pencegahan dan pengendalian penyakit, terutama tetelo (ND), cacingan, dan kutu, cukup menguntungkan (Usman, 2007). Perbaikan tata laksana pemeliharaan dari tradisional ke intensif dapat meningkatkan daya tetas sampai 80%, frekuensi bertelur menjadi 7 kali/tahun, dan menurunkan kematian hingga 19% (Sartika, 2005).
4
Ayam kampung dinilai memiliki beberapa keunggulan dibanding ayam Broiler antara lain; mampu bertahan dan berkembang biak dengan kualitas pakan yang rendah, serta lebih tahan terhadap penyakit dan perubahan cuaca (Abidin, 2002). Ayam Kampung yang dilepas bebas biasanya memiliki daya tahan tubuh yang tinggi dan menghemat biaya pakan. Umumnya ayam cukup diberi makan pagi hari saat akan dilepas, selebihnya ayam dapat mencari makan sendiri (Muryanto, 2004). Perkembangan Embrio Proses perkembangan embrio ayam dimulai setelah terjadi fertilisasi yang membentuk zigot. Perkembangan awal adalah terjadinya pembelahan segmentasi (cleavage),
kemudian
morulasi,
blastulasi,
gastrulasi,
neurulasi,
dan
organogenesis. Fase gastrula terbentuk tiga lapisan dasar embrio yang menentukan perkembangan embrio selanjutnya, yaitu endoderm, mesoderm dan ektoderm (Huettner, 1961). Periode pertumbuhan awal sejak zigot mengalami pembelahan berulang kali sama saat embrio memiliki bentuk primitif ialah bentuk dan susunan tubuh embrio yang masih sederhana dan kasar. Bentuk dan susunan tubuh embrio itu umum terdapat pada jenis hewan vertebrata. Periode ini terdiri atas empat tingkat yaitu tingkat pembelahan, tingkat blastula, tingkat gastrula, dan tingkat tubulasi (Yatim,1982). Perkembangan embrio ayam terjadi di luar tubuh induknya. Selama berkembang, embrio memperoleh makanan dan perlindungan yang dari telur berupa kuning telur, albumen, dan kerabang telur. Dalam perkembangannya, embrio dibantu oleh kantung kuning telur, amnion, dan alantois. Kantung kuning
5
telur yang dindingnya dapat menghasilkan enzim. Enzim ini mengubah isi kuning telur sehingga mudah diserap embrio. Amnion berfungsi sebagai bantal, sedangkan alantois berfungsi pembawa sebagai ke oksigen embrio, menyerap zat asam dari embrio, mengambil yang sisa-sisa pencernaan yang terdapat dalam ginjal dan menyimpannya dalam alantois, serta membantu alantois, serta membantu mencerna albumen (Surjono, 2001). Menurut Patten (1971), faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan embrio ayam adalah suhu, keberhasilan gastrulasi dan kondisi lingkungan. Semakin tinggi suhu maka semakin cepat proses perkembangan embrio ayam berlangsung. Namun, perkembangan embrio ayam juga memiliki suhu optimal inkubasi. Apabila suhu telalu tinggi maka akan merusak embrio tersebut. Keberhasilan perkembangan embrio selanjutnya karena gastrulasi merupakan proses yang paling menentukan dalam perkembangan embrio. Kondisi lingkungan yang buruk mengganggu perkembangan embrio ayam. Embrio di dalam telur, mengembangkan mekanisme khusus untuk memobilisasi vitamin dan mineral yang sebelumnya disimpan dengan cara transport protein. Kekurangan sedikit dapat secara signifikan mempengaruhi beberapa ayam dalam kawanan menyebabkan angka kematian embrio lebih tinggi pada akhir inkubasi. Tingkat kematian tinggi terjadi pada minggu kedua inkubasi embrio ayam menunjukkan kekurangan nutrisi pada ayam, sebagai tingkat kematian normal dalam periode ini sangat rendah. Kelebihan serta kekurangan dapat mempengaruhi perkembangan embrio dan dapat mengganggu produksi telur ayam. Kekurangan nutrisi atau kelebihan memberi efek terhadap perkembangan embrio (Vieira, 2007).
6
Tabel 1. Tahap Perkembangan Embrio Ayam No.
Hari
Keterangan
Ke-1
Tahap blastodermal. Bentuk awal embrio pada hari pertama belum jelas terlihat Nampakada rongga segmentasi yang berada di bawah area pelucida, terdapat pada cincin yang berwarna lebih gelap dari sekitarnya.
Ke-2
Adanya jalur pertama pada pusat blastoderm. Diantara extraembrionic annexis nampak membran vitelin yang memiliki peranan utama dalam nutrisi embrio.
Ke-3
Embrio berada di sisi kiri, dikelilingi oleh sistem peredaran darah, membram viteline menyebar di atas permukaan kuning telur. Kepala dan badan dapat dibedakan, demikian juga otak. Nampak juga struktur jantung yang mulai berdenyut.
4.
Ke-4
Perkembangan rongga amniotik, yang akan mengelilingi embrio,yang berisi cairan amniotik, berfungsi untuk melindungi embriodan membolehkan embrio bergerak. Nampak gelembung alantois yang berperan utama dalam penyerapan kalsium, pernapasan dan tempat penyimpanan sisa-sisa.
5.
Ke-5
Peningkatan ukuran embrio, embrio membentuk huruf C, kepala bergerak mendekati ekor. Terjadi perkembangan sayap.
Ke-6
Membram vetiline terus berkembang dan mengelilingi lebih separuh kuning telur. Fissura ada diantara jari kesatu, kedua ketiga dari anggota badan bagian atas dan antara jari kedua ketiga anggota badan bagian bawah. Jari kedua lebih panjang jari lain.
Ke-7
Cairan yang makin mengencer di bagian leher. Nampak jelas memisahkan kepala dengan badannya. Terjadi pembentukan paruh. Otak nampak ada di daerah kepala, yang lebih kecil ukurannya dibanding dengan embrio.
8.
Ke-8
Membram vetillin menyelimuti (menutupi) hampir seluruh kuning telur. Pigmentasi pada mata mulai nampak. Bagian paruh atas dan bawah mulai terpisah, demikian juga dengan sayap dan kaki. Leher merenggang dan otak telah berada di dalam rongga kepala. Terjadi pembukaan indra pendengar bagian luar.
9.
Ke-9
Kuku mulai nampak, mulai tumbuh folikel bulu pertama. Alantois mulai berkembang dan meningkatnya pembuluh darah pada vitellus.
Ke-10
Lubang hidung masih sempit. Terjadi pertumbuhan kelopak mata, perluasan bagian distal anggota badan. Membran viteline mengelilingi kuning telur dengan sempurna. Folikel bulu mulai menutup bagian bawah anggota badan. Patuk paruh mulai nampak.
1.
2.
3.
6.
7.
10.
7
dari dan dan dari
Lubang palpebral memiliki bentuk elips yang cenderung menjadi encer. Alantois mencapai ukuran maksimal, sedangkan vitellus makin menyusut. Embrio sudah nampak seperti anak ayam.
11.
Ke-11
12.
Ke-12
13.
Ke-13
14.
Ke-14
Bulu-bulu halus hampir menutupi seluruh tubuh dan berkembang dengan cepat.
15.
Ke-15 Ke-16
Beberapa morfologi embrio berubah : anak ayam dan bulu halus terus berkembang. Vitellus menyusut cepat, putih telur mulai menghilang. Kepala bergerak ke arah kerabang telur (posisi pipping) di bawah sayap kanan.
Ke-17
Sistem ginjal dari embrio mulai memproduksi urates (garam dari asam urat). Paruh yang berada di bagian bawah sayap kanan, menuju rongga udara (yang ada di dalam telur). Putih telur telah terserap semua.
Ke-18
Permulaan internalisasi vitellin. Terjadi pengurangan cairan amniotik. Pada umur ini dilakukan transfer dari mesin setter (inkubtor)
Ke-19
Penyerapan vitellin secara cepat. Paruh mulai mematuk selaput/membran kerabang bagian dalam dan siap untuk menembusnya.
Ke-20
Vitelus terserap semua, menutup pusar (umbilicus). Anak ayam menembus selaput kerabang telur bagian dalam dan bernafas pada rongga udara. Pertukaran gas terjadi melalui kerabang telur. Anak ayam siap menetas dan mulai memecah kerabang telur.
16.
17.
18.
19.
Folikel bulu mengelilingi bagian luar indera pendengar meatus dan menutupi kelopak mata bagian atas. Kelopak mata bagian bawah menutupi 2/3 atau bahkan ¼ bagian kornea. Alantois menyusut menjadi membran Chorioalantois. Kuku dan kali mulai nampak jelas.
Anak ayam menggunakan sayap sebagai pemandu dan kakinya memutar balik, paruh memecah kerabang dengan cara sirkular. Anak 20. Ke 21 ayam mulai melepaskan diri dari kerabang telur dalam waktu 12 – 18 jam dan membiarkan bulunya menjadi kering. Sumber : Anonim (2007) Seperti yang terlihat pada Tabel 1, perkembangan embrio ayam buras sama dengan ayam pada umumnya. Pada hari ke 18 embrio sudah tampak jelas seperti ayam akan mempersiapkan diri akan menetas. Jari kaki, sayap, dan bulunya berkembang dengan baik (Anonim, 2007). Oleh karena itu, pada umur sekian sudah dapat dilakukan pengukuran embrio.
8
Perkembangan embrio ayam buras maupun ayam ras tidak berbeda, selama 21 hari ayam mengalami perkembangan dan pertumbuhan didalam telur. Namun, beberapa penilitian menunjukkan walaupun perkembangan dan pertumbuhan yang relatif sama, bobot tetas yang dihasilkan agak berbeda. Pada ayam buras rataan bobot ayam setelah lahir berkisar 25-35 gram (Asmawaty et. al, 2014) dan ayam broiler berkisar 30-40 gram (Anonim, 2007). Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal salah satunya adalah genetik. Asam Amino L-Arginin Asam amino adalah unit dasar dari struktur protein. Semua asam amino mempunyai sekurang-kurangnya satu gugusan amino (-NH2) pada posisi alfa dari rantai karbon dan satu gugusan karboksil (-COOH). Kecuali Glisin, semua asam amino mempunyai atom karbon yang asimetrik, sehingga dapat terjadi beberapa isomer. Kebanyakan asam amino dalam alam adalah konfigurasi L, tetapi dalam bakteria ada konfigurasi D. Sifat asam amino mempunyai gugus nitrogen dasar, umumnya gugus amino (-NH2) dan sebuah unit karboksil (-COOH) dan kebanyakan gugus amino terikat pada karbon dengan posisi alfa; prolin mempunyai suatu pengecualian yaitu mempunyai gugus amino (-NH) dan bukannya amino (-NH2) (D’Mello et al., 1970). Fungsi asam amino sebagai komponen sruktur tubuh dapat merupakan bagian dari enzyme sebagai precursor regulasi metabolit dan berperan dalam proses fisiologis. Fungsi biokimia ini merupakan titik utama penelitian ilmu nutrisi (Corzo dan Hoehler, 2003). Ketidakseimbangan asam amino dapat mengakibatkan berkurangnya konsumsi pakan sehingga menurunkan kinerja karena asam amino dalam plasma. Lisin, Methionin dan L-Arginin merupakan beberapa contoh dari
9
asam amino. L-Arginin merupakan asam amino dasar dan diklasifikasikan sebagai asam amino yang cukup penting. Salah satu fungsi utama dari L-Arginin adalah berperan dalam sintesis protein. L-Arginin terlibat dalam sejumlah kegiatan metabolik lainnya didalam tubuh, seperti potensinya yang dapat dikonversi menjadi glukosa (sehingga klasifikasinya sebagai A-Glucogenic Acid) dan kemampuannya dalam katabolisme untuk menghasilkan energi (Kirk et al., 1993). L-Arginin merupakan asam amino esensial untuk unggas. L-Arginin yang diklasifikasikan sebagai asam amino yang penting memiliki banyak fungsi fisiologis yang penting yaitu untuk meningkatkan sekresi hormon pertumbuhan dan untuk meningkatkan Nitrogen Oksida (NO). L-Arginin juga berperan dalam kegiatan metabolisme yang menghasilkan berbagai senyawa biologis aktif seperti nitric oxide, creatine, agmatine, glutamate, polyamines, ornithine and citrulline (Wu & Morris, 1998). L-Arginin juga menjadi asam amino utama yang penting untuk sistem kekebalan dan pertumbuhan ternak (Lee et. al., 2002). L-Arginin juga terlibat dalam penyembuhan luka (Evron et al., 1998) dan meningkatkan kekebalan terhadap beberapa parasit (Allen dan Fetterer, 2000). Studi lain menunjukkan bahwa penambahan L-Arginin akan mendukung sistem kekebalan dengan meningkatkan pelepasan oksida nitrat (NO) dari makrofag (Webel et al., 1998). Ada beberapa studi tentang persyaratan jumlah penggunaan L-Arginin untuk ternak unggas. Burton dan Waldroup (1979) melaporkan jumlah penggunaan L-Arginin untuk ayam yang berumur 1 hingga 28 hari yaitu berkisar 0,6 - 1,5% dari konsumsi pakan. Selain itu, Cuca dan Jensen (1990) melaporkan bahwa
10
penggunaan L-Arginin untuk membantu pertumbuhan ayam yaitu berkisar 1,10-1,28%
dari
konsumsi
pakan.
Sedangkan
Dewan
Riset
Nasional
memperkirakan jumlah penggunaan untuk ternak unggas yaitu 1,25% untuk ayam yang berumur 3 minggu, 1,10% untuk ayam berumur 3-6 minggu, dan 1,00% untuk ayam yang berumur 6-8 minggu (NRC, 1994). Rendahnya produktivitas yang dihasilkan ternak unggas seperti ayam buras diduga karena ketidakseimbangan kebutuhan asam amino esensial terutama asam amino lisin, metionin ataupun L-Arginin. Asmawaty, et al., (2014) menyatakan bahwa defisiensi protein, asam amino atau ketidakseimbangannya menyebabkan abnormalitas embrio dan mortalitas. Defisiensi asam amino seperti L-Arginin akan mempengaruhi kelangsungan hidup embrio. Untuk perkembangan embrio yang normal perlu suplay zat-zat makanan sesuai dengan kebutuhannya pada telur, karena perkembangan embrio selama inkubasi sudah tidak ada hubungan dengan nutrisi yang dikonsumsi induk. Penggunaan asam amino L-Arginin pada ternak terkhusus unggas sudah banyak dilakukan. Abdukalykova dan Ciro (2006) melakukan penelitian dengan menambahkan L-Arginin dalam pakan ayam broiler dan dengan penggunaan L-Arginin tersebut didapatkan pertumbuhan bobot badan dan status imunitas yang lebih baik daripada kontrol. Selain itu, Al-Daraji, et al. (2012) juga melakukan penelitian dengan penambahan L-Arginin melalui metode In Ovo Feeding dan hasilnya menunjukkan bahwa dengan penambahan L-Arginin, daya tetas, berat badan awal dan akhir, konsumsi pakan lebih tinggi dari kontrol atau tanpa L-Arginin.
11
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa asam amino L-Arginin merupakan substrat tempat biosintesisnya beberapa molekul seperti protein, creatine, proline, ornithine, polyamines, glutamate dan glutamine. Beberapa komponen tersebut dapat memicu perkembangan dan perbanyakan sel didalam tubuh ternak (Fouad, 2012). In Ovo Feeding (IOF) Menjelang tahap akhir penetasan, embrio yang sedang diinkubasi menggunakan cadangan energinya sebagai bahan bakar yang membantu proses penetasan (Christensen et al., 2001). Meskipun glukosa dapat disintesis dari lemak dan protein, tetapi glukosa juga dihasilkan dari protein melalui proses glukoneogenesis atau glikolisis mengingat cadangan glikogen menjadi sedikit karena oksigen terbatas selama kuartal terakhir inkubasi (John et al., 1987). Oleh karena itu salah satu solusi untuk membantu embrio selama proses inkubasi adalah memberikan nutrisi tambahan melalui metode In Ovo Feeding. In Ovo Feeding merupakan kegiatan menyuntikkan nutrisi tambahan ke dalam telur dengan sasarannya yaitu langsung ke embrio sehingga dapat meningkatkan kinerja pertumbuhan dengan meningkatkan sirkulasi IGF dan glikogen cadangan serta meningkatkan penyerapan nutrisi pada jejunum, meningkatkan aktivitas enzim usus, membantu dalam proses penetasan serta meningkatkan pertumbuhan (Foye et al., 2007). In Ovo Feeding juga merupakan pemberian nutrisi tambahan dari luar ke dalam amnion embrio ayam sebelum menetas. Karena embrio secara jelas mengkonsumsi cairan yang ada didalam telur (terutama air dan protein albumen) sehingga untuk membantu proses pipping nantinya, In Ovo Feeding bermaksud
12
untuk menambah nutrisi agar proses pipping yang sempurna dapat dicapai. Oleh karena itu, In Ovo Feeding berfungsi untuk mengatasi kendala pada pertumbuhan awal selama fase embrio dan pertumbuhan pasca menetas pada unggas (Uni dan Ferket, 2003). Pemberian nutrisi tambahan yang lebih awal melalui metode In Ovo Feeding memiliki beberapa kelebihan seperti bobot lahir yang lebih tinggi, pertumbuhan yang cepat (Ohta et al., 1999), respon imun lebih baik (Konashi et al., 2000), perkembangan usus yang lebih cepat (Uni dan Ferket, 2003) dan hasil daging yang lebih baik. Berbagai faktor memainkan peran penting dalam mempengaruhi daya tetas dan pertumbuhan embrio dan setelah menetas, seperti genetik , karakteristik telur dan lingkungan inkubasi (Abiola et al., 2008). Ohta et al. (1999) melaporkan bahwa In Ovo Feeding menggunakan asam amino ke dalam telur selama proses inkubasi dapat meningkatkan berat badan badan sejak pasca menetas hingga panen. Foye et al. (2006) juga melaporkan bahwa dengan melakukan penambahan asam amino ke dalam telur selama proses inkubasi dapat meningkatkan berat badan ayam kalkun. Asmawaty, et al. (2014) melaporkan bahwa peningkatan performa pada ayam kampung setelah dilakukan In Ovo Feeding menggunakan asam amino kemungkinan disebabkan oleh suplay asam amino melalui telur dapat memacu terjadinya hiperplasia dan hipertropi pada embrio sehingga terjadi peningkatan pertumbuhan embrio dan berdampak pada bobot tetas lebih tinggi. Bobot tetas yang diinjeksi asam amino lebih tinggi 14,00% dibanding dengan tanpa injeksi asam amino (kontrol).
13
Bhanja et al. (2012) melakukan In Ovo Feeding pada telur ayam broiler pada saat hari ke 14 inkubasi. Sedangkan Asmawaty, et al. (2014) menyatakan bahwa waktu injeksi In Ovo Feeding dapat dilakukan pada hari ke 7 maupun hari ke 14 inkubasi. Hal ini dilatarbelakangi oleh keadaan embrio dimana pada hari ke 7-10 hari, penyuntikan dapat dilakukan pada bagian albumen mengingat pada rentan waktu tersebut penyerapan albumen sangat optimal, sedangkan menurut Buletin Charoen Pokpan. (2007), penyuntikan dapat juga dilakukan pada hari ke 18 karena pada hari itu terjadi proses pemindahan telur dari mesin setter ke hatcher serta karena pada hari ke 18 terbentuk internalisasi vitellin, terjadi pengurangan cairan amniotik.
14
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April hingga Mei 2016, bertempat di Laboratorium Produksi Ternak Unggas Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar. Materi Penelitian Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah telur ayam kampung, asam amino L-Arginin, larutan saline, parafin, alkohol, kertas label dan formalin. Peralatan pendukung yang digunakan yaitu mesin tetas manual, alat bor telur (modifikasi), teropong telur, timbangan analitik, termometer, hidrometer, hand spray, automatic syringe, spoit, cawan petri, jangka sorong dan pita ukur. Rancangan Penelitian Penelitian ini dilakukan secara eksperimen menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan dimana dalam setiap ulangan terdiri dari 12 butir telur ayam kampung fertil. Rancangan penelitiannya sebagai berikut : P0 : Tanpa injeksi (kontrol negatif) P1 :Injeksi dengan larutan NaCl fisiologis 0,9% tanpa L-Arginin (kontrol positif) P2 : Injeksi L-Arginin 0,5 g/100 ml Nacl fisiologis 0,9% P3 : Injeksi L-Arginin 1,0 g/100 ml Nacl fisiologis 0,9% P4 : Injeksi L-Arginin 1,5 g/100 ml Nacl fisiologis 0,9%
15
Prosedur Penelitian 1.
Asal telur Telur yang digunakan berasal dari induk ayam kampung umur 30-40 minggu. Induk ayam dipelihara dengan sistem semi intensif menggunakan kandang terbuka yang dilengkapi dengan tempat makan, tempat minum, sarang untuk bertelur dan tempat bertengger. Telur yang digunakan sebagai sampel telah mengalami penyimpanan 2-5 hari sebelum memasuki periode inkubasi.
2.
Persiapan mesin tetas Mesin tetas utama yang digunakan merupakan mesin tetas semi otomatis kapasitas 200 butir untuk telur ayam kampung. Sebelum digunakan, mesin tetas terlebih dahulu dibersihkan dengan larutan formalin 5% dan dilanjutkan dengan larutan alkohol 70% menggunakan hand spray. Mesin tetas dinyalakan 24 jam sebelum sampel dimasukkan untuk menstabilkan temperatur dan kelembaban mesin tetas.
3.
Persiapan telur Telur yang disiapkan dari peternakan ayam buras berjumlah 200 butir. Sebelum dimasukkan kedalam mesin tetas, telur terlebih dahulu dibersihkan dengan kain halus yang telah dibasahi dengan air hangat. Telur yang telah dibersihkan selanjutnya ditimbang menggunakan timbangan analitik. Telur yang dijadikan sampel memiliki berat relatif 40-43 gram. 180 butir telur akan digunakan sebagai sampel.
16
4.
Manajemen inkubasi Selama periode inkubasi temperatur dipertahankan pada suhu 37-38oC dengan kelembaban + 65% (Piestun et al., 2009). Pada hari ke-7 periode inkubasi dilakukan peneropongan untuk mengetahui telur yang fertil. Sedangkan telur yang tidak fertil atau mengalami kematian embrio akan diganti dengan telur fertil lain yang telah disiapkan sebagai cadangan pada. Pada hari ke-4 sampai ke-18 dilakukan pemutaran telur 3 kali sehari (pukul 07.00, 15.00, dan 23.00).
5. In Ovo Feeding In Ovo Feeding dibagi menjadi 5 perlakuan. perlakuan pertama (P0) merupakan kontrol negatif (tanpa diberikan injeksi), Perlakuan ke-2 (P1) diinjeksi dengan larutan saline 0,9% (kontrol positif), perlakuan ke-3 (P2) diinjeksi dengan larutan yang memiliki konsentrasi 0,5 g L-Arginin per 100 ml larutan saline 0,9%, perlakuan ke-4 (P3) diinjeksi dengan larutan yang memiliki konsentrasi 1,0 g L-Arginin per 100 ml larutan saline 0,9%, dan perlakuan ke-5 (P4) diinjeksi dengan larutan yang memiliki konsentrasi 1,5 g per 100 ml larutan saline 0,9%. Jumlah larutan yang diinjeksikan pada setiap telur masing-masing perlakuan (P1, P2, P3, dan P4) yaitu sebanyak 0,5 ml. Injeksi perlakuan P1, P2, P3, dan P4 dilakukan pada hari ke-10 periode inkubasi. Sebelum diinjeksi, telur diletakkan dengan posisi tumpul dibagian atas. Kemudian dibor pada area runcing sampai menembus cangkang tanpa merusak selaput telur (bagian yang membatasi cangkang dengan albumin). Injeksi dilakukan menggunakan automatic syringe dengan
17
kedalaman 10 mm (jarum no 12). TL-Argininet injeksi pada teknik In Ovo Feeding yang dilakukan adalah area albumin. Selanjutnya tutupi area penyuntikan menggunakan paraffin lalu telur dimasukkan kembali kedalam mesin tetas (Al-Daraji et al., 2012). 6. Pengambilan Sampel pada Penetasan Hari ke-18 Pada hari ke 18, telur yang telah melewati masa inkubasi pada mesin setter dipecahkan lalu embrio yang ada didalamnya di letakkan pada cawan petri lalu pisahkan embrio dari albuminnya dan lakukan pengamatan selanjutnya (Asmawaty, 2014). Parameter yang diukur Parameter yang diukur pada penelitian ini adalah : 1. Berat dan Panjang Embrio Berat embrio diukur dengan menimbang embrio setelah dipisahkan dari albuminnya dan ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik, sedangkan panjang embrio diukur dengan menggunakan jangka sorong atau pita ukur yang diukur dari bagian ujung paruh hingga ke ujung ekor (Yuli, 2007).
Gambar 1. Pengukuran Panjang Embrio
18
2. Panjang Tungkai Pengukuran panjang tungkai atau alat gerak bagian bawah ini dilakukan dengan merentangkan bagian tungkai kemudian diukur dari pangkal paha atau bagian yang yang menutupi tulang femur sampai ujung jari kaki atau yang menutupi tulang phalanges dengan menggunakan benang yang kemudian dikonversikan ke jangka sorong atau pita ukur dalam satuan cm (Yuli, 2007).
Gambar 2. Pengukuran Panjang Tungkai 3. Panjang Sayap Pengukuran panjang sayap dilakukan dengan merentangkan bagian sayap, diukur dari pangkal sayap atau bagian yang menutupi tulang humerus sampai ujung bagian sayap atau yang menutupi tulang phalanges dengan menggunakan benang yang kemudian dikonversikan ke jangka sorong atau pita ukur dalam satuan cm (Yuli, 2007).
Gambar 3. Pengukuran Panjang Sayap
19
4. Lingkar Dada Pengukuran dilakukan melingkari bagian dada embrio ayam dengan menggunakan benang yang kemudian dikonversikan ke jangka sorong atau pita ukur, dalam satuan cm (Yuli, 2007).
Gambar 4. Pengukuran Lingkar Dada
5. Rasio Berat Embrio : Berat Telur Data ini diambil dengan membagi berat embrio yang didapatkan dengan berat telur sebelum ditetaskan (Asmawaty et al., 2014)
Analisis Data Data yang dperoleh diolah dengan menggunakan sidik ragam sesuai Rancangan Acak Lengkap (RAL) (Gasperz, 1991) dengan model matematika sebagai berikut: Yij = μ + τi + єj
i = 1, 2, 3, 4, 5 j = 1, 2, 3
20
Keterangan: Yij
= Hasil pengamatan dari peubah pada penyuntikan dengan metode In Ovo Feeding menggunkan L-Arginin ke-i dengan ulangan ke-j
μ
= Rata-rata pengamatan
τi
= Pengaruh perlakuan pemberian L-Arginin dengan metode In Ovo Feeding ke-i
є
= Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Apabila perlakuan nyata terhadap perubah yang diukur maka dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) (Gaspersz,1991).
21
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berat Telur, Berat Embrio serta Rasio Berat Embrio Umur 18 Hari dan Berat Telur In Ovo Feeding merupakan kegiatan menyuntikkan nutrisi tambahan ke dalam telur dengan sasarannya yaitu langsung ke embrio sehingga dapat meningkatkan kinerja pertumbuhan dengan meningkatkan sirkulasi IGF dan glikogen cadangan serta meningkatkan penyerapan nutrisi pada jejunum, meningkatkan aktivitas enzim usus, membantu dalam proses penetasan serta meningkatkan pertumbuhan (Foye et al., 2007). Dengan memberikan nutrisi tambahan lebih awal pada masa inkubasi diharapkan dapat memberikan pengaruh terhadap komposisi tubuh dari ayam kampung. Tabel 2. Berat telur, berat embrio dan rasio berat embrio umur 18 hari dan telur ayam kampung hasil In Ovo Feeding asam amino L-Arginin Parameter Perlakuan Rasio Berat Embrio : Berat Telur (gram) Berat Embrio (gram) Berat Telur (%) 43.50 ± 0.80 32.68 ± 1.34 P0 14.21 ± 0.33 P1 P2 P3 P4
43.43 ± 0.77 43.70 ± 0.00 43.92 ± 1.34 42.33 ± 0.47
16.26 ± 1.03 19.57 ± 0.01 18.59 ± 2.50 17.63 ± 1.63
37.46 ± 3.01 44.77 ± 0.00 42.42 ± 6.98 41.62 ± 3.41
Ket: P0 (Kontrol , Tanpa injeksi), P1 (Injeksi dengan larutan NaCl fisiologis 0,9% tanpa L-Arginin), P2 (Injeksi L-Arginin 0,5 g/100 ml Nacl fisiologis 0,9%), P3 (Injeksi L-Arginin 1,0 g/100 ml Nacl fisiologis 0,9%), P4 (Injeksi L-Arginin 1,5 g/100 ml Nacl fisiologis 0,9%).
Pada data hasil sidik ragam, berat telur yang tercantum tersebut merupakan berat telur awal sebelum ditetaskan. Data ini digunakan untuk melihat bagaimana hasil yang didapatkan (berat embrio) dari pemberian asam amino tambahan di dalam telur. Seperti yang terlihat, rataan nilai berat telur relatif sama namun dapat
22
menghasilkan embrio dengan berat yang berbeda-beda. Dari data pada Tabel 2 dapat diketahui tidak adanya kecendrungan yang menunjukkan perbedaan pada berat embrio yang dihasilkan setelah dilakukan In Ovo Feeding pada masa inkubasi. Data tersebut memperlihatkan bahwa berat embrio ayam kampung yang diberi asam amino L-Arginin 0,5 g/100 ml (P2) lebih tinggi dibandingkan dengan berat embrio yang tidak diberi asam amino L-Arginin (P0) ataupun yang hanya diberi NaCl fisiologis (P1). Begitu pula pada embrio yang diberi asam amino L-Arginin 1g/100 ml (P3) dan 1,5 g/100 ml (P4), berat badan yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan kontrol (P0). Oleh karena itu, dapat diasumsikan bahwa dengan memberi asam Amino L-Arginin pada level 0,5-1 % dapat menghasilkan berat embrio yang lebih tinggi. Seperti diketahui juga bahwa peningkatan performa pada ayam kampung setelah dilakukan In Ovo Feeding menggunakan asam amino dapat memacu terjadinya hiperplasia dan hipertropi pada embrio sehingga terjadi peningkatan pertumbuhan embrio (Asmawaty et al, 2014). Memberikan tambahan nutrisi melalui In Ovo Feeding selama masa inkubasi memiliki beberapa kelebihan diantaranya asam amino L-Arginin dapat meningkatkan sekresi hormon pertumbuhan
yang
menyebabkan
meningkatnya
massa
organ
sehingga
menghasilkan berat embrio yang tinggi serta pertumbuhan yang cepat (Ohta et al., 1999). L-Arginin juga menjadi asam amino utama yang penting untuk sistem kekebalan dan pertumbuhan ternak (Konashi et al., 2000) sehingga memicu terjadinya hiperplasi dan hipertropi dengan baik sehingga menghasilkan berat embrio yang lebih tinggi, membantu sistem pencernaan dengan perkembangan
23
usus yang lebih cepat (Uni dan Ferket, 2003) dan menghasilkan daging yang lebih baik. Asmawaty et al. (2014) juga menjelaskan bahwa bobot tetas dari telur yang diinjeksi asam amino lebih tinggi 14,00% dibanding dengan tanpa injeksi asam amino. Meningkatnya berat embrio juga merupakan dampak dari adanya peningkatan massa otot karena pemberian L-Arginine. Otot merupakan salah satu komponen yang memberi kontribusi yang besar dalam berat embrio. Zhao et.al (2011) menyatakan bahwa L-Arginine merupakan salah satu asam amino yang terbanyak dalam massa otot. Sehingga dapat diasumsikan bahwa dengan meningkatkan level pemberian asam amino, maka akan menambah volume dari massa otot tersebut sehingga berpengaruh pada bobot embrio yang dihasilkan. Selain itu, In Ovo Feeding yang dilakukan adalah memberikan tambahan asam amino L-Arginin kedalam telur. Penambahan asam amino L-Arginin ini diduga dapat mempengaruhi perkembangan serta pertumbuhan embrio karena dengan hal ini dapat membuat kebutuhan asam amino dalam telur lebih tercukupi sehingga menghasilkan berat atau bobot embrio yang lebih tinggi. Al-Daraji et al.(2012) juga melakukan sebuah penelitian dengan menambahkan L-Arginin melalui metode In Ovo Feeding dan hasilnya menunjukkan bahwa dengan penambahan L-Arginin, daya tetas, berat badan awal dan akhir, konsumsi pakan lebih tinggi dari kontrol atau perlakuan tanpa penambahan L-Arginin. Untuk ternak unggas asam amino L-Arginin merupakan asam amino yang esensial. Asam amino L-Arginin ini diklasifikasikan sebagai asam amino yang penting dan memiliki banyak fungsi fisiologis salah satunya yaitu untuk meningkatkan sekresi hormon pertumbuhan (Wu & Morris, 1998). L-Arginin juga
24
menjadi asam amino utama yang penting untuk sistem kekebalan dan pertumbuhan ternak (Lee et al., 2002). Sedangkan untuk rasio berat embrio dan berat telur, dari data pada Tabel 2 dapat diketahui bahwa rasio berat embrio dan berat telur antara perlakuan tanpa In Ovo Feeding dan yang di In Ovo Feeding menggunakan asam amino L-Arginin memiliki kecenderungan yang menunjukkan perbedaan. Hal ini sejalan dengan meningkatnya berat embrio setelah diberi nutrisi tambahan selama masa inkubasi. Uni dan Ferket (2003) menyatakan bahwa dengan melakukan In Ovo Feeding selama
masa
inkubasi
dapat
memberi
pengaruh
yang baik
terhadap
perkembangan embrio. Ukuran Tubuh Embrio Ayam Umur 18 Hari Dalam perkembangannya, embrio dibantu oleh kantung kuning telur, amnion, dan alantois. Kantung kuning telur yang dindingnya dapat menghasilkan enzim. Enzim ini mengubah isi kuning telur sehingga mudah diserap embrio. Amnion berfungsi sebagai bantal, sedangkan alantois berfungsi pembawa sebagai ke oksigen embrio, menyerap zat asam dari embrio, mengambil yang sisa-sisa pencernaan yang terdapat dalam ginjal dan menyimpannya dalam alantois, serta membantu alantois, serta membantu mencerna albumen (Surjono, 2001). Periode pertumbuhan awal sejak zigot mengalami pembelahan berulang kali menghasilkan bentuk dan susunan tubuh embrio yang masih sederhana dan kasar. Bentuk dan susunan tubuh embrio itu umum terdapat pada jenis hewan vertebrata. Periode ini terdiri atas empat tingkat yaitu tingkat pembelahan, tingkat blastula, tingkat gastrula, dan tingkat tubulasi (Yatim,1982). Bentuk dan panjang susunan tubuh embrio tersebut terbentuk hingga hari ke 18 selama periode inkubasi.
25
Tabel 3. Ukuran panjang bagian tubuh embrio ayam kampung umur 18 hari hasil In Ovo Feeding asam amino L-Arginin Parameter Perlakuan Panjang Embrio Panjang Tungkai Panjang Sayap Lingkar Dada (cm) (cm) (cm) (cm) P0
7.18 ± 0.37a
6.20 ± 0.07b
3.26 ± 0.11
5.07 ± 0.32
P1 P2 P3
ab
7.68 ± 0.85 8.24 ± 0.21b 8.23 ± 0.39b
a
5.39 ± 0.27 5.62 ± 0.04a 5.49 ± 0.22a
2.95 ± 0.49 3.09 ± 0.50 2.80 ± 0.28
5.16 ± 0.18 5.65 ± 0.01 5.54 ± 0.09
P4
7.79 ± 1.20ab
5.23 ± 0.04a
3.05 ± 0.23
5.51 ± 0.05
* P0 (Kontrol , Tanpa injeksi), P1 (Injeksi dengan larutan NaCl fisiologis 0,9% tanpa L-Arginin), P2 (Injeksi L-Arginin 0,5 g/100 ml Nacl fisiologis 0,9%), P3 (Injeksi L-Arginin 1,0 g/100 ml Nacl fisiologis 0,9%), P4 (Injeksi L-Arginin 1,5 g/100 ml Nacl fisiologis 0,9%).
Ket: a,b Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menandakan perbedaan signifikansi (P<0.05)
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian asam amino L-Arginin melalui metode In Ovo Feeding dapat memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap panjang embrio dan memberikan kecenderungan berpengaruh yang nyata pada ukuran lingkar dada embrio. Hal ini dapat dilihat pada nilai atau ukuran embrio yang lebih panjang pada perlakuan pemberian L-Arginin sebanyak 0,5g/100ml NaCl fisiologis 0,9% (P2). Ukuran ini lebih panjang dari perlakuan tanpa injeksi (P0), namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan P3 (Injeksi L-Arginin 1,0g/100ml NaCl fisiologis 0,9%) ataupun P4 (Injeksi L-Arginin 1,5g/ml NaCl fisiologis 0,9%). Begitu pula untuk ukuran lingkar dada, walaupun terjadi kecenderungan tetapi ukuran lingkar dada yang lebih besar terdapat pada perlakuan P2 (pemberian L-Arginin sebanyak 0,5g/100ml NaCl fisiologis). Ukuran ini lebih besar biladibandingkan dengan perlakuan tanpa injeksi (P0) namun tidak jauh berbeda dengan perlakuan P3 (Injeksi L-Arginin 1,0g/100ml NaCl fisiologis 0,9%) ataupun P4 (Injeksi L-Arginin 1,5g/ml NaCl fisiologis 0,9%). 26
Hal ini menunjukkan bahwa dengan memberikan nutrisi tambahan selama masa inkubasi dapat meningkatkan perkembangan struktur tubuh embrio karena asam amino L-Arginin memiliki kelebihan untuk meningkatkan volume embrio didalam telur. Kita et al. (2002) melaporkan bahwa penambahan protein tinggi seperti arginin, metionin ataupun sistein dapat meningkatkan plasma IGF-I sehingga mampu meningkatkan bobot komposisi tubuh anak ayam. IGF-I ini berperan penting dalam proses pertumbuhan, metabolisme, perkembangan pada unggas serta meningkatkan pertumbuhan deposisi otot (King and Scanes, 1986). IGF-I juga bertindak sebagai pro-insulin atau presekutor insulin dalam faktor pertumbuhan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pro-insulin mampu merangsang pertumbuhan fibroblast anak ayam selama pengembangan embrio (Nissley et al., 1976) sehingga dapat mempengaruhi ukuran tubuh seperti panjang embrio dan lingkar dada dari anak ayam yang dihasilkan. Kim et al., (2004) juga menambahkan bahwa dengan memberikan L-Arginin kepada ternak maka dapat meningkatkan konsentrasi plasma insulin secara signifikan dan meningkatkan hormon pertumbuhan harian pada ternak yang dipelihara sebanyak rata-rata 24 hingga 27%. Namun dari Tabel 3 juga terlihat bahwa In Ovo Feeding menggunakan asam amino L-Arginin tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) pada bagian sayap dari embrio yang dihasilkan. Pada panjang tungkai terlihat bahwa pemberian asam amino L-Arginin justru memperlihatkan terjadinya penurunan yang berpengaruh nyata namun tidak secara konstan. Hal ini dapat dikarenakan asam amino L-Arginin tidak memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan tulang karena L-Argininberperan meningkatkan plasma IGF-I dalam proses pertumbuhan otot,
27
dan juga semasa embrio bagian ini bukan merupakan bagian tempat pembentukan massa otot yang cukup besar seperti pada bagian dada. Bagian ini juga merupakan bagian yang akan digunakan sebagai alat gerak ayam nantinya. Sehingga untuk ukuran panjang yang didapatkan masih relatif sama. Dilain pihak tampak adanya kecenderungan yang nyata antara ukuran panjang embrio dan lingkar dada. Interpretasi ini dinyatakan dalam alur regresi yang menunjukkan hubungan positif nyata antara panjang embrio dan lingkar dada. Hal ini mengikuti persamaa regresi (y=a+bx) dan menghasilkan y= 1,994 + 1,091x dengan r= 0,418**. Sehingga dapat diasumsuikan bahwa peningkatan yang terjadi pada ukuran panjang embrio sejalan dengan peningkatan ukuran lingkar dada yang terbentuk. In Ovo Feeding menggunakan asam amino L-Arginin diperkirakan mampu meningkatkan bobot embrio umur 18 hari. Namun, dalam bobot ini sebagian besar dikuasai oleh bobot bagian dada, punggung hingga abdomen ayam dikarenakan adanya organ didalam bagian tersebut seperti organ pencernaan, pernafasan dan lain sebagainya. Hal ini sejalan dengan pendapat Foye et al., (2007) yang melakukan penelitian dan hasilnya menunjukkan bahwa asam amino L-Arginin dapat meningkatkan pertumbuhan dan pengembangan saluran pencernaan seperti usus, sehingga dapat memberikan nutrisi dan energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan yang lebih cepat. Sehingga pertumbuhan dan perkembangan pada bagian sayap ataupun tungkai tidak cukup tinggi atau relatif sama.
28
PENUTUP
Kesimpulan Dari hasil dan pembahasan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa induksi In Ovo Feeding menggunakan asam amino L-Arginin pada hari ke 10 inkubasi dengan level 0,5 hingga 1% berpengaruh meningkatkan panjang embrio yang berkorelasi positif sangat nyata dengan lingkar dada embrio umur 18 hari.
Saran Diharapkan adanya penelitian lebih lanjut mengenai pemberian asam amino L-Arginin melalui metode In Ovo Feeding terkait dengan metabolism asam amino L-Arginin selama fase embrional.
29
DAFTAR PUSTAKA
Abdukalykova S. and Ciro A. Ruiz-Feria. 2006. L-Arginine and Vitamin E Improve the Cellular and Humoral ImmuneResponse of Broiler Chickens. Inter. Journ. of Poult. Sci. 5 (2): 121-127. Abidin, Z. 2002. Meningkatkan Produktivitas Ayam Kampung Petelur. Agromedia Pustaka.Jakarta. Abiola, S.S., Meshioye, O.O., Oyerinde, B.O. & Bamgbose, M.A., 2008. Effect of egg size on hatchability of broiler chicks. Arch. Zootech. 57, 83-86. Al-Daraji H.J, A.A. Al-Mashadani, W.K. Al-Hayani, A.S. Al-Hassani and H.A. Mirza. 2012. Effect of in ovo injection with L-L-Arginine on productive and physiological traits of Japanese quail. South African Journal of Anim. Sci. 42 (No. 2). Allen, N. K., D. H. Baker, H. M. Scott, and H. W. Norton, 1972. Quantitative effect of excess lysine on the ability of L-Arginine to promote chick weight gain. J. Nutr. 102:171–180. Aman, Y. 2011. Ayam Kampung Unggul. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta. Anonim. 2007. Buletin CP: Perkembangan Embrio dari Hari ke Hari. Pokhpand.No.87/Thn. VIIII. Asmawaty, Herry S., Asmuddin N., Wempie P., dan Herlina F. 2014. The effect of in ovo feeding on hatching weight and small intestinal tissue development of native chicken. Disertasi Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin. Makassar. Azma, I.A.A and Azahan, E.A.E 2011. Dressed yield and edible parts of crossbred village (kampung) chicken as affected by restrictions in feed. Malaysian Journal Animal Science 14:57-60 Bhanja S.K., Asit B.M., Sushil K.A., and Samir M. 2012. Modulation of post hatch-growth and immunocompetence through in ovo injection of limiting amino acids in broiler chickens.Indian Journal of Anim. Sci. 82 (9): 993–998 Burton, E. M., and P. W. Waldroup, 1979. L-Arginine and lysineneeds of young broiler chicks. Nutr. Rep. Int. 19:607–614. Chen, R., W. Wang, S. Liu, J. Pan, T. Li, and Y. Yin. 2013. Dietary arginine supplementation altered exspression of IGFs and IGF receptors in weaning piglets. Academic Journals 7 (4) : 44-50.
30
Christensen, V. L., M. J. Wineland, G. M. Fasenko, and W. E. Donaldson. 2001. Egg storage effects on plasma glucose and supply and demand tissue glycogen concentrations of broiler embryos. Poult. Sci. 80:1729–1735. Corzo, A., E.T. Moran Jr. and D. Hoehler, 2003. L-Arginine need of heavy broiler males: applying the ideal protein concept. Poult. Sci., 82: 402-407. Cuca,M., and L. S. Jensen, 1990. L-Arginine requirement of starting broiler chicks. Poultry Sci. 69:1377–1382. D’Mello, J.P.F., and D. Lewis, 1970. Amino acid interactions in chick nutrition. 3. Interdependence in amino acid requirements. Br. Poult. Sci. 11:367–385. Efron, D.T. and A. Barbul, 1998. Modulation of inflammation and immunity by L-Arginine supplements. Curr. Opin. Clin. Nutr. Metab. Care, 1: 531-538. Fouad A.M. , H.K. El-Senousey, X.J. Yang and J.H. Yao. 2012. Role of Dietary L-L-Arginine in Poultry Production. Poult. Sci.11 (11): 718-729. Foye, O.T., Uni, Z. and Ferket, P.R., 2006. Effect of in ovo feeding egg white protein, -hydroxyl- - methylbutyrate, and carbohydrates on glycogen status and neonatal growth of turkeys. Poult. Sci. 85,1185-1192. Foye, O.T., Ferket, P.R. and Uni, Z., 2007. The effects of in ovo feeding L-Arginine -hydroxyl- -methylbutyrate, and protein on jejunal digestive and absorptive activity in embryonic and neonatal turkey poults. Poult. Sci. 86, 2343-2349. Gaspersz, 1991. Teknik analisis dalam penelitian percobaan. Tarsito: Bandung. 43. Gou-song, W., L. He-he, L. Lin-seng, and W. Ji-wen. 2012. Influence of ovo injection igf-1 on weights of embryo, heart and liver of duck during hatching stages. International journal of Poultry Science 11(12): 756-760. Huettner, A.F. 1961. Fundamentals of Comparative Embryology of The Vertebrates. The Mc Millan Company, New York. John, T. M., J. C. George, and E. T. Moran, Jr. 1987. Pre- and posthatch ultrastructural and metabolic changes in the hatching muscle of turkey embryos from antibiotic and glucose treated eggs. Cytobios 49:197–210. Kim, S. W., R. L. Mc. Pherson, and G. Wu. 2004. Dietary Arginine supplementation enhances the growth of milk-fed young pigs. Journal of Nutrition. 134:625-630 King D. B, C. G. Scanes. 1986. Effect of mammalian growth hormone and prolactin on the growth of hypophysectomized chickens. Proc Soc Exp Biol Med.182(2):201-7.
31
Kirk, S.J., M. Hurson, M.C. Regan, D.R. Holt, H.L. Wasserkrug and A. Barbul, 1993. L-Arginine stimulates wound healing and immune function in elderly human beings. Surgery, 114: 155-159. Kita, K., K. Nagao, N. Taneda, Y. Inagaki, K. Hirano, T. Shibata, M.A. Yaman, M.A. Conlon and J. Okumura, 2002. Insulin-like growth factor binding protein-2 gene expression can be regulated by diet manipulation in several tissues of young chickens. J. Nutr., 132: 145-51. Konashi S, Takahashi K, Akiba Y. 2000. Effects of dietary essential amino acid deficiencies on immunological variables in broiler chickens. Br J Nutr 83: 449-456. Lee, J.E., R.E. Austic, S.A. Naqi, K.A. Golemboski and R.R. Dietert, 2002. Dietary L-Arginine intake alters avian leukocyte population distribution during infectious bronchitis challenge. Poult. Sci., 81: 793-798. Muryanto. 2004. Evaluasi Hasil-Hasil Pene;itian dan Pengembangan pada Ayam Buras. Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah. Muryanto, Subiharta dan D.M. Yuwono. 1996. Pembibitan ayam buras. Prosiding aplikasi teknologi pada ayam buras. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Ungaran. National Research Council, 1994. Nutrient Requirements of Poultry. 9th rev. ed. National Academy of Sciences, Washington, DC. Nissley, S. P., M. M. Rechler, A. C. Moses, P. A. Short, and J. M. Podskalny.1976. Proinsulin binds to a growth peptide receptor and stimulates DNA synthesis in chick embryo fibroblasts. Endocrinology. 101:708-716 Ohta, Y., Tsushima, N., Koide, K., Kidd, M.T. & Ishibashi, T., 1999. Effect of amino acid injection in broiler breeder eggs on embryonic growth and hatchability of chicks. Poult. Sci. 78, 1493-1498. Ohta, Y., Kidd M.T., and Ishibashi T. 2001. Embrio growth in Amino Acid Concentration profiles of broiler eggs, embryos, and chick after in ovo administration of amino acid. Poult. Sci. 80: 1430-1436. Patten, B.M. 1971. Early Embriology of Chick. Mc Graw-Hill Publishing Company, New York. Sartika. T. 2005. Peningkatan Mutu Bibit Ayam Kampung melalui Seleksi dan Pengkajian Penggunaan Penanda Genetik Promotor Prolaktin dalam MAS/Marker Assiated Selection untuk Mempercepat Proses Seleksi. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Surjono. 2001. Proses perkembangan embrio. Jakarta: UniversitasTerbuka
32
Suryana dan E.S. Rohaeni. 2006. Upaya perbaikan sistem usaha tani ayam buras dengan teknologi inseminasi buatan di lahan kering (Desa Rumintin, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan). hlm. 65−70. Prosiding Seminar Nasional Lahan Kering. BPTP Kalimantan Selatan bekerjasama dengan Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Bogor. Uni, Z., and P. R. Ferket. 2003. Enhancement of development of oviparous species by in ovo feeding. US Patent 6,592,878. North Carolina State University, Raleigh, NC; and Yissum Research Development Company of the Hebrew University of Jerusalem, Jerusalem (Israel), assignees. Usman. 2007. Potensi ampas tahu sebagai pakan ternak pada usaha pembesaran ayam buras berorientasi agribisnis. hlm. 253−261. Prosiding Seminar Nasional dan Ekspose. Percepatan Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi Mendukung Kemandirian Masyarakat Kampung di Papua. Jayapura, 5−6 Juni 2007. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua bekerja sama dengan Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Vieira SL., 2007. Chicken embryo utilization of egg micronutrients. Braz. Journ. of Poult.Sci. Vol 9 (1): 01 – 08. Webel DM, Johnson RW, Baker DH. 1998. Lipopolysaccharide-induced reductions in body weight gain and feed intake do not reduce the efficiency of L-Arginine utilization for whole-body protein accretion in the chick. Poult Sci 77: 1893-1898. Wu G. and Morris SM. 1998. L-Arginine metabolism: nitric oxide and beyond. Biochem. J. 336:1-17. Yatim,W. 1982. Embriologi dan Reproduksi. Tarsito. Bandung. Yuli V.C. 2007. Studi Ukuran dan Bentuk Tubuh Ayam Kampung, Ayam Sentul dan Ayam Wareng Tangerang melalui Analisis Komponen Utama. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Zhao, G.P., H.X. Chui, R.R. Liu, M.Q. Zheng, J.L. Chen, and J. When. 2011. Comparison of breastmuscle meat quality in 2 broiler breeds. Poult. Sci. 90:2355-2359. Zakaria, S. 2004. Pengaruh luas kandang terhadap produksi dan kualitas telur ayam buras yang dipelihara dengan sistem litter. Bulletin Nutrisi dan Makanan Ternak 5(1): 1−11.
33
LAMPIRAN
Lampiran 1.Hasil Sidik Ragam Berat Telur, Berat Embrio dan Rasio Berat Embrio dan Berat Telur Berat Embrio Descriptive Statistics Dependent Variable:Berat.Embrio Sampel
Mean
Std. Deviation
N
P0
14.2100
.32527
2
P1
16.2550
1.02530
2
dimensio P2
19.5650
.00707
2
n1 P3
18.5850
2.49609
2
P4
17.6250
1.63342
2
Total
17.2480
2.23813
10
Tabel ANOVA Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Berat.Embrio Source
Type III Sum of Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
35.027a
4
8.757
4.354
.069
2974.935
1
2974.935
1479.243
.000
Sampel
35.027
4
8.757
4.354
.069
Error
10.056
5
2.011
Total
3020.018
10
45.083
9
Corrected Model Intercept
Corrected Total
a. R Squared = .777 (Adjusted R Squared = .599)
Uji LSD Multiple Comparisons Dependent Variable:Berat.Embrio (I) Sampel
(J) Sampel
(I-J) LSD
95% Confidence Interval
Mean Difference Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
dim P0
dime P1
-2.0450
1.41814
.209
-5.6904
1.6004
ensi
nsion P2
-5.3550*
1.41814
.013
-9.0004
-1.7096
34
on2
3 P3
-4.3750*
1.41814
.027
-8.0204
-.7296
P4
-3.4150
1.41814
.061
-7.0604
.2304
P0
2.0450
1.41814
.209
-1.6004
5.6904
P2
-3.3100
1.41814
.067
-6.9554
.3354
P3
-2.3300
1.41814
.161
-5.9754
1.3154
P4
-1.3700
1.41814
.378
-5.0154
2.2754
P0
5.3550*
1.41814
.013
1.7096
9.0004
P1
3.3100
1.41814
.067
-.3354
6.9554
P3
.9800
1.41814
.520
-2.6654
4.6254
P4
1.9400
1.41814
.230
-1.7054
5.5854
P0
4.3750*
1.41814
.027
.7296
8.0204
P1
2.3300
1.41814
.161
-1.3154
5.9754
P2
-.9800
1.41814
.520
-4.6254
2.6654
P4
.9600
1.41814
.528
-2.6854
4.6054
P0
3.4150
1.41814
.061
-.2304
7.0604
P1
1.3700
1.41814
.378
-2.2754
5.0154
P2
-1.9400
1.41814
.230
-5.5854
1.7054
P3
-.9600
1.41814
.528
-4.6054
2.6854
P1 dime nsion 3
P2 dime nsion 3
P3 dime nsion 3
P4 dime nsion 3
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 2.011. *. The mean difference is significant at the .05 level.
Uji Duncan Berat.Embrio Sampel
Subset N
Duncana,b
1
2
P0
2
14.2100
P1
2
16.2550
16.2550
dimension P4
2
17.6250
17.6250
1 P3
2
18.5850
P2
2
19.5650
Sig.
.067
.075
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 2.011. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b. Alpha = .05.
35
Berat Telur Descriptive Statistics Dependent Variable:Berat.Telur Sampel
Mean
Std. Deviation
N
P0
43.5050
.79903
2
P1
43.4350
.77075
2
dimensio P2
43.7000
.00000
2
n1 P3
43.9200
1.34350
2
P4
42.3300
.46669
2
Total
43.3780
.83570
10
Tabel ANOVA Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Berat.Telur Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
3.030a
4
.758
1.164
.426
18816.509
1
18816.509
28901.344
.000
Sampel
3.030
4
.758
1.164
.426
Error
3.255
5
.651
Total
18822.794
10
6.286
9
Corrected Model Intercept
Corrected Total
a. R Squared = .482 (Adjusted R Squared = .068)
Uji LSD Multiple Comparisons Dependent Variable:Berat.Telur (I) Sampel
(J) Sampel
Difference (I-J) LSD
P0
95% Confidence Interval
Mean Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
P1
.0700
.80688
.934
-2.0042
2.1442
P2
-.1950
.80688
.819
-2.2692
1.8792
P3
-.4150
.80688
.629
-2.4892
1.6592
P4
1.1750
.80688
.205
-.8992
3.2492
dim P0
-.0700
.80688
.934
-2.1442
2.0042
ensi P2
-.2650
.80688
.756
-2.3392
1.8092
on3 P3
-.4850
.80688
.574
-2.5592
1.5892
dim dim
ensi
ens
on3
ion 2
P1
36
P2 dim
P4
1.1050
.80688
.229
-.9692
3.1792
P0
.1950
.80688
.819
-1.8792
2.2692
P1
.2650
.80688
.756
-1.8092
2.3392
P3
-.2200
.80688
.796
-2.2942
1.8542
P4
1.3700
.80688
.150
-.7042
3.4442
P0
.4150
.80688
.629
-1.6592
2.4892
P1
.4850
.80688
.574
-1.5892
2.5592
P2
.2200
.80688
.796
-1.8542
2.2942
P4
1.5900
.80688
.106
-.4842
3.6642
P0
-1.1750
.80688
.205
-3.2492
.8992
P1
-1.1050
.80688
.229
-3.1792
.9692
P2
-1.3700
.80688
.150
-3.4442
.7042
P3
-1.5900
.80688
.106
-3.6642
.4842
ensi on3
P3 dim ensi on3
P4 dim ensi on3
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .651.
Uji Duncan Berat.Telur Sampel
Subset N
Duncana,b
1
P4
2
42.3300
P1
2
43.4350
dimensi P0
2
43.5050
on1 P2
2
43.7000
P3
2
43.9200
Sig.
.117
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .651. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b. Alpha = .05.
37
Rasio berat embrio dan berat telur Descriptive Statistics Dependent Variable:Rasio.Berat.Embrio.dan.Berat.Telur Sampel
Mean
Std. Deviation
N
P0
32.6800
1.34350
2
P1
37.4600
3.01227
2
P2
44.7700
.00000
2
P3
42.4250
6.97914
2
P4
41.6200
3.40825
2
Total
39.7910
5.30566
10
dimension1
Tabel ANOVA Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Rasio.Berat.Embrio.dan.Berat.Telur Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
182.147a
4
45.537
3.198
.117
15833.237
1
15833.237
1111.831
.000
182.147
4
45.537
3.198
.117
Error
71.203
5
14.241
Total
16086.587
10
253.350
9
Corrected Model Intercept Sampel
Corrected Total
a. R Squared = .719 (Adjusted R Squared = .494)
Uji LSD Multiple Comparisons Dependent Variable:Rasio.Berat.Embrio.dan.Berat.Telur (I) Sampel
(J) Sampel
Difference (I-J) LSD
P0
95% Confidence Interval
Mean Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
P1
-4.7800
3.77368
.261
-14.4806
4.9206
P2
-12.0900*
3.77368
.024
-21.7906
-2.3894
P3
-9.7450*
3.77368
.049
-19.4456
-.0444
P4
-8.9400
3.77368
.064
-18.6406
.7606
dim P0
4.7800
3.77368
.261
-4.9206
14.4806
ensi P2
-7.3100
3.77368
.110
-17.0106
2.3906
on3 P3
-4.9650
3.77368
.245
-14.6656
4.7356
dim dim
ensi
ens
on3
ion 2
P1
38
P2 dim
P4
-4.1600
3.77368
.321
-13.8606
5.5406
P0
12.0900*
3.77368
.024
2.3894
21.7906
P1
7.3100
3.77368
.110
-2.3906
17.0106
P3
2.3450
3.77368
.562
-7.3556
12.0456
P4
3.1500
3.77368
.442
-6.5506
12.8506
P0
9.7450*
3.77368
.049
.0444
19.4456
P1
4.9650
3.77368
.245
-4.7356
14.6656
P2
-2.3450
3.77368
.562
-12.0456
7.3556
P4
.8050
3.77368
.840
-8.8956
10.5056
P0
8.9400
3.77368
.064
-.7606
18.6406
P1
4.1600
3.77368
.321
-5.5406
13.8606
P2
-3.1500
3.77368
.442
-12.8506
6.5506
P3
-.8050
3.77368
.840
-10.5056
8.8956
ensi on3
P3 dim ensi on3
P4 dim ensi on3
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 14.241. *. The mean difference is significant at the .05 level.
Uji Duncan Rasio.Berat.Embrio.dan.Berat.Telur Sampel
Subset N
Duncana,b
1
2
P0
2
32.6800
P1
2
37.4600
37.4600
P4
2
41.6200
41.6200
P3
2
42.4250
42.4250
P2
2
dimension1
Sig.
44.7700 .056
.121
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 14.241. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b. Alpha = .05.
39
Lampiran 2. Hasil Sidik Ragam Panjang Bagian Tubuh Embrio Panjang Embrio Descriptive Statistics Dependent Variable:Panjang.Embrio Sampel
Mean
Std. Deviation
N
P0
7.1750
.34648
2
P1
7.6800
.08485
2
dimensio P2
8.2350
.02121
2
n1 P3
8.2250
.38891
2
P4
7.7900
.19799
2
Total
7.8210
.45506
10
Tabel ANOVA Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Panjang.Embrio Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
1.546a
4
.386
6.072
.037
611.680
1
611.680
9613.082
.000
1.546
4
.386
6.072
.037
Error
.318
5
.064
Total
613.544
10
1.864
9
Corrected Model Intercept Sampel
Corrected Total
a. R Squared = .829 (Adjusted R Squared = .693)
Uji LSD Multiple Comparisons Dependent Variable:Panjang.Embrio (I) Sampel
(J) Sampel
Difference (I-J) LSD
P0
ens ion 2 P1
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
P1
-.5050
.25225
.102
-1.1534
.1434
P2
-1.0600*
.25225
.008
-1.7084
-.4116
P3
-1.0500*
.25225
.009
-1.6984
-.4016
P4
-.6150
.25225
.059
-1.2634
.0334
dim P0
.5050
.25225
.102
-.1434
1.1534
ensi P2
-.5550
.25225
.079
-1.2034
.0934
dim dim
95% Confidence Interval
Mean
ensi on3
40
on3 P3
-.5450
.25225
.083
-1.1934
.1034
P4
-.1100
.25225
.681
-.7584
.5384
P0
1.0600*
.25225
.008
.4116
1.7084
P1
.5550
.25225
.079
-.0934
1.2034
P3
.0100
.25225
.970
-.6384
.6584
P4
.4450
.25225
.138
-.2034
1.0934
P0
1.0500*
.25225
.009
.4016
1.6984
P1
.5450
.25225
.083
-.1034
1.1934
P2
-.0100
.25225
.970
-.6584
.6384
P4
.4350
.25225
.145
-.2134
1.0834
P0
.6150
.25225
.059
-.0334
1.2634
P1
.1100
.25225
.681
-.5384
.7584
P2
-.4450
.25225
.138
-1.0934
.2034
P3
-.4350
.25225
.145
-1.0834
.2134
P2 dim ensi on3
P3 dim ensi on3
P4 dim ensi on3
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .064. *. The mean difference is significant at the .05 level.
Uji Duncan Panjang.Embrio Sampel
Subset N
Duncana,b
1
2
P0
2
7.1750
P1
2
7.6800
7.6800
dimen P4
2
7.7900
7.7900
sion1 P3
2
8.2250
P2
2
8.2350
Sig.
.064
.088
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .064. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b. Alpha = .05.
41
Panjang Tungkai Descriptive Statistics Dependent Variable:Panjang.Tungkai Sampel
Mean
Std. Deviation
N
P0
6.2000
.07071
2
P1
5.3900
.26870
2
dimensio P2
5.6200
.04243
2
n1 P3
5.4850
.21920
2
P4
5.2250
.03536
2
Total
5.5840
.37155
10
Tabel ANOVA Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Panjang.Tungkai Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
1.114a
4
.279
10.855
.011
311.811
1
311.811
12151.620
.000
1.114
4
.279
10.855
.011
Error
.128
5
.026
Total
313.053
10
1.242
9
Corrected Model Intercept Sampel
Corrected Total
a. R Squared = .897 (Adjusted R Squared = .814)
Uji LSD Multiple Comparisons Dependent Variable:Panjang.Tungkai (I) Sampel
(J) Sampel
Difference (I-J) LSD
95% Confidence Interval
Mean Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
P1
.8100*
.16019
.004
.3982
1.2218
P2
.5800*
.16019
.015
.1682
.9918
P3
.7150*
.16019
.007
.3032
1.1268
P4
.9750*
.16019
.002
.5632
1.3868
dim P0
-.8100*
.16019
.004
-1.2218
-.3982
ensi P2
-.2300
.16019
.211
-.6418
.1818
on3 P3
-.0950
.16019
.579
-.5068
.3168
P0 dim dim
ensi
ens
on3
ion 2
P1
42
P2 dim
P4
.1650
.16019
.350
-.2468
.5768
P0
-.5800*
.16019
.015
-.9918
-.1682
P1
.2300
.16019
.211
-.1818
.6418
P3
.1350
.16019
.438
-.2768
.5468
P4
.3950
.16019
.057
-.0168
.8068
P0
-.7150*
.16019
.007
-1.1268
-.3032
P1
.0950
.16019
.579
-.3168
.5068
P2
-.1350
.16019
.438
-.5468
.2768
P4
.2600
.16019
.165
-.1518
.6718
P0
-.9750*
.16019
.002
-1.3868
-.5632
P1
-.1650
.16019
.350
-.5768
.2468
P2
-.3950
.16019
.057
-.8068
.0168
P3
-.2600
.16019
.165
-.6718
.1518
ensi on3
P3 dim ensi on3
P4 dim ensi on3
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .026. *. The mean difference is significant at the .05 level.
Uji Duncan Panjang.Tungkai Sampel
Subset N
Duncana,b
1
2
P4
2
5.2250
P1
2
5.3900
dimensi P3
2
5.4850
on1 P2
2
5.6200
P0
2
Sig.
6.2000 .064
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .026. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b. Alpha = .05.
43
Panjang Sayap Descriptive Statistics Dependent Variable:Panjang.Sayap Sampel
Mean
Std. Deviation
N
P0
3.2550
.10607
2
P1
2.9450
.48790
2
dimensi P2
3.0850
.04950
2
on1 P3
2.8050
.27577
2
P4
3.0500
.22627
2
Total
3.0280
.25879
10
Tabel ANOVA Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Panjang.Sayap Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
.224a
4
.056
.738
.604
91.688
1
91.688
1209.602
.000
Sampel
.224
4
.056
.738
.604
Error
.379
5
.076
Total
92.291
10
.603
9
Corrected Model Intercept
Corrected Total
a. R Squared = .371 (Adjusted R Squared = -.132)
Uji LSD Multiple Comparisons Dependent Variable:Panjang.Sayap (I) Sampel
(J) Sampel
Difference (I-J) LSD
P0 dim
95% Confidence Interval
Mean Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
P1
.3100
.27532
.311
-.3977
1.0177
P2
.1700
.27532
.564
-.5377
.8777
P3
.4500
.27532
.163
-.2577
1.1577
P4
.2050
.27532
.490
-.5027
.9127
P0
-.3100
.27532
.311
-1.0177
.3977
P2
-.1400
.27532
.633
-.8477
.5677
P3
.1400
.27532
.633
-.5677
.8477
P4
-.1050
.27532
.719
-.8127
.6027
ensi dim
on3
ens ion P1 2
dim ensi on3
44
P2 dim
P0
-.1700
.27532
.564
-.8777
.5377
P1
.1400
.27532
.633
-.5677
.8477
P3
.2800
.27532
.356
-.4277
.9877
P4
.0350
.27532
.904
-.6727
.7427
P0
-.4500
.27532
.163
-1.1577
.2577
P1
-.1400
.27532
.633
-.8477
.5677
P2
-.2800
.27532
.356
-.9877
.4277
P4
-.2450
.27532
.414
-.9527
.4627
P0
-.2050
.27532
.490
-.9127
.5027
P1
.1050
.27532
.719
-.6027
.8127
P2
-.0350
.27532
.904
-.7427
.6727
P3
.2450
.27532
.414
-.4627
.9527
ensi on3
P3 dim ensi on3
P4 dim ensi on3
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .076.
Uji Duncan Panjang.Sayap Sampel
Subset N
Duncana,b
1
P3
2
2.8050
P1
2
2.9450
dimensi P4
2
3.0500
on1 P2
2
3.0850
P0
2
3.2550
Sig.
.175
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .076. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b. Alpha = .05.
45
Lingkar Dada Descriptive Statistics Dependent Variable:Lingkar.Dada Sampel
Mean
Std. Deviation
N
P0
5.0750
.31820
2
P1
5.1600
.18385
2
dimensio P2
5.6450
.00707
2
n1 P3
5.5350
.09192
2
P4
5.5150
.04950
2
Total
5.3860
.26945
10
Tabel ANOVA Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Lingkar.Dada Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
.507a
4
.127
4.345
.069
290.090
1
290.090
9934.588
.000
Sampel
.507
4
.127
4.345
.069
Error
.146
5
.029
Total
290.743
10
.653
9
Corrected Model Intercept
Corrected Total
a. R Squared = .777 (Adjusted R Squared = .598)
Uji LSD Multiple Comparisons Dependent Variable:Lingkar.Dada (I) Sampel
(J) Sampel
Difference (I-J) LSD
P0
95% Confidence Interval
Mean Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
P1
-.0850
.17088
.640
-.5243
.3543
P2
-.5700*
.17088
.021
-1.0093
-.1307
P3
-.4600*
.17088
.043
-.8993
-.0207
P4
-.4400*
.17088
.050
-.8793
-.0007
dim P0
.0850
.17088
.640
-.3543
.5243
ensi P2
-.4850*
.17088
.036
-.9243
-.0457
on3 P3
-.3750
.17088
.080
-.8143
.0643
dim dim
ensi
ens
on3
ion 2
P1
46
P2 dim
P4
-.3550
.17088
.092
-.7943
.0843
P0
.5700*
.17088
.021
.1307
1.0093
P1
.4850*
.17088
.036
.0457
.9243
P3
.1100
.17088
.548
-.3293
.5493
P4
.1300
.17088
.481
-.3093
.5693
P0
.4600*
.17088
.043
.0207
.8993
P1
.3750
.17088
.080
-.0643
.8143
P2
-.1100
.17088
.548
-.5493
.3293
P4
.0200
.17088
.911
-.4193
.4593
P0
.4400*
.17088
.050
.0007
.8793
P1
.3550
.17088
.092
-.0843
.7943
P2
-.1300
.17088
.481
-.5693
.3093
P3
-.0200
.17088
.911
-.4593
.4193
ensi on3
P3 dim ensi on3
P4 dim ensi on3
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .029. *. The mean difference is significant at the .05 level.
Uji Duncan Lingkar.Dada Sampel
Subset N
Duncana,b
1
2
3
P0
2
5.0750
P1
2
5.1600
5.1600
dimensio P4
2
5.5150
5.5150
5.5150
n1 P3
2
5.5350
5.5350
P2
2
Sig.
5.6450 .055
.086
.491
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .029. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b. Alpha = .05.
47
Lampiran 3.
48
Lampiran 4. Dokumentasi Penelitian
49
Dokumentasi Penelitian
50
RIWAYAT HIDUP
Nasrun, lahir pada tanggal 12 April 1993 di Bantaeng, Sulawesi Selatan. Penulis adalah anak pertama dari 2 bersaudara oleh pasangan Bapak Dido dan Ibu Jumaria. Jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah SD Inpres Morowa dan lulus pada tahun 2005. Kemudian penulis melanjutkan sekolah di SMP Darul Ulum Panaikang Bantaeng dan lulus pada tahun 2008. Setelah itu, penulis masuk ke MA. Muhammadiyah Panaikang Bantaeng dan selesai pada tahun 2011. Setelah menyelesaikan SMA, penulis diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) melalui jalur Prestasi Olahraga Seni dan Keilmuan (POSK) di Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar pada tahun 2012. Selama kuliah penulis aktif sebagai asisten Laboratorium IlmuTernakUnggas. Penulis juga aktif sebagai pengurus di Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak Universitas Hasanuddin (HIMAPROTEK-UH) dan SENAT Mahasiswa Fakultas Peternakan.
51