DAYA TETAS DAN BOBOT TETAS TELUR AYAM BURAS HASIL PENAMBAHAN ASAM AMINO GLUTAMIN SECARA IN OVO PADA PERIODE INKUBASI
SKRIPSI
KHATIFAH I111 13 371
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017 1
DAYA TETAS DAN BOBOT TETAS TELUR AYAM BURAS HASIL PENAMBAHAN ASAM AMINO GLUTAMIN SECARA IN OVO PADA PERIODE INKUBASI
SKRIPSI
Oleh: KHATIFAH I111 13 371
Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017 2
3
4
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkah, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah Hasil Penelitian yang berjudul “Daya Tetas dan Bobot Tetas Telur Ayam Buras Hasil Penambahan Asam Amino Glutamin Secara In Ovo pada Periode Inkubasi”, meskipun dengan segala kekurangan dan keterbatasan kemampuan penulis. Limpahkan rasa hormat, kasih sayang, cinta dan terima kasih tiada tara kepada Ayahanda Hamdan dan Ibunda Ratna yang telah melahirkan, mendidik dan membesarkan dengan penuh cinta dan kasih saying yang begitu tulus kepada penulis sampai saat ini dan senantiasa memanjatkan do’a dalam kehidupannya untuk keberhasilan penulis. Buat Kakak-kakakku tercinta Muh. Effendi, S.Ag, Hasbi, S.Pt., M.Si, Anita, S.Pi, Hasan dan Husain serta keluarga besarku yang selama ini banyak memberikan do’a, kasih sayang, semangat dan saran. Semoga Allah senantiasa mengumpulkan kita dalam kebaikan dan ketaatan kepada-Nya. Penulis mengucapkan dan mengirimkan rasa terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Djoni Prawira Rahardja, M.Sc selaku pembimbing utama dan M. Rachman Hakim, S.Pt., M.P selaku pembimbing anggota yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan kepada penulis dan menjadi orang tua kedua yang selalu menyemangati. Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis haturkan dengan segala keikhlasan dan kerendahan hati kepada: 1. Ibu Rektor UNHAS, Bapak Dekan, Pembantu Dekan I,II dan III dan seluruh Bapak Ibu Dosen yang telah melimpahkan ilmunya kepada penulis, dan Bapak Ibu Staf Pegawai Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. 5
2. Ibu drh. Farida Nur Yuliati, M.Si selaku Pembimbing Akademik. Bapak Dr. Ir. Wempie Pakiding, M.Sc selaku pembimbing Seminar pustaka sekaligus Pembimbing Praktek Kerja Lapang. 3. Bapak Prof. Dr. Ir. Djoni Prawira Rahardja, M.Sc yang telah memberi kesempatan dan kepercayaan ikut terlibat dalam kegiatan penelitian yang dilakukan. Bapak Dr. Ir.Wempie Pakiding. M.Sc Kepala Laboratorium Ilmu Ternak Unggas sekaligus penguji, M. Rachman Hakim, S.Pt., M.P selaku pembimbing kedua yang senantiasa mendampingi dalam proses penelitian dan penulisan, Ir. Mustakim Mattau, M.S selaku penguji, Prof. Dr. Ir. Ambo Ako, M.Sc selaku penguji, Zulkharnaim, S.Pt., M.Si selaku panitia seminar usulan penelitian dan Prof. Rr. Sri Rachma A.B., M.Sc., Ph.D selaku panitian seminar hasil. 4. Team PKL di Unit Pemeliharaan Ternak Unggas Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Teman-teman KKN gel. 93 UNHAS khususnya Kel. Biraeng Kec. Minasate’ne Kab. Pangkep. 5. Teman angkatan LARFA 013 terlebih khusus kelas D salam kompak selalu, teman para asisten Laboratorium Fisiologi Ternak, dan asisten laboratorium Ternak Unggas. 6. Team penelitian Muh. Danial, Arisman, Makmur, Ikram Muing, Fitri Fadilla Hadayani, Nurul Mutmainnah, Muslimin, kanda Sulkifli, Hikmayani Iskandar, dan Nur Astuti 7. Kakanda Daryatmo, S.Pt., M.P., Muhammad Azhar, S.Pt., M.Si., Urfiana Sara, S.Pt, M.Si, Rajma Fastawa, S.Pt, Yusri, S.Pt, Trianta Tahir, S.Pt, Samsul Bahri, S.Pt, Auliya Anggraeni, S.Pt, Tri Astuti, S.Pt, Nasrun, S.Pt dan Sulkifli yang
6
telah banyak membantu di laboratorium Ilmu Ternak Unggas hingga penelitian selesai. 8. Kakak sekaligus seseorang terspesial dihati Abdullah Syahid, yang telah meluangkan waktu dan memberikan semangat dalam penulisan skripsi. 9. Teman-teman di Pondok Alfamy Sahabat 4, yang telah memberikan dukungan dan motivasi dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi. Dengan sangat rendah hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik serta saran pembaca sangat diharapkan adanya oleh penulis demi perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan nantinya, terlebih khusus di bidang peternakan. Semoga makalah skripsi ini dapat memberi manfaat bagi para pembaca terutama bagi saya sendiri. AAMIIN YA ROBBAL AALAMIN.
Makassar, April 2017
Penulis
7
ABSTRAK
KHATIFAH. I111 13 371. Daya Tetas dan Bobot Tetas Telur Ayam Buras Hasil Penambahan Asam Amino Glutamin secara In Ovo pada Periode Inkubasi. (Dibawah bimbingan Djoni Prawira Rahardja dan M. Rachman Hakim). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan asam amino glutamin secara in ovo pada periode inkubasi terhadap daya tetas telur dan bobot tetas ayam buras. Ada 300 telur ayam buras fertil yang digunakan dalam penelitian, yang diinjeksi dengan glutamin pada hari ke 7 periode inkubasi. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan dan 3 kelompok. Perlakuan yang diberikan terdiri dari P0 (Kontrol, tanpa injeksi), P1 (Injeksi NaCl 0,9% tanpa glutamin), dan P2; P3; P4 (Injeksi glutamin sebanyak 0,5, 1,0 dan 1,5 gram/100 ml NaCl 0,9%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya tetas telur yang diberi in ovo dengan NaCl 0,9% dan glutamin 0,5% lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan lain, kematian embrio pada hari ke 17 dan setelah hari ke 17 lebih rendah dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan glutamin lainnya. Tidak ada pengaruh yang signifikan pada pemberian in ovo terhadap bobot tetas (gr dan %) dibandingkan dengan kontrol, begitu juga hubungan antara bobot telur dan bobot tetas.
Kata Kunci : In Ovo, ayam buras, asam amino glutamin, daya tetas, bobot tetas.
8
ABSTRACT
KHATIFAH. I111 13 371. Hatchability and Hatching Weight of Native Chicken Egg as the Result of In Ovo Injection of Glutamine during Incubation Period. (Supervised by Djoni Prawira Rahardja and M. Rachman Hakim). The aim of this research was to determine the effect of in ovo with glutamine of incubation period on hatchability and hatching weight of native chicken egg. There were 300 fertile eggs of native chicken used in the experiment, which the injected with glutamine at day 7 of incubation period. This research was arranged as a Completely Randomized Blok Design (CRBD) of 5 treatments and 3 blocks. The treatments consisted of P0 (Control, without injection), P1 (Injection of NaCl 0,9% without glutamine) and P2; P3; P4 (Injection of glutamine with 0,5 g, 1,0 g and 1,5 g /100 ml NaCl 0,9% respectively). The results indicated that hatchability of the eggs in ovo fed by NaCl 0,9% and glutamine 0,5% were higher compared to the control and the other treatments, the death embryos up to day 17 and after day 17 were lower compared to the control and the other treatments of glutamine. There were no significant effect of the in ovo feed on hatching weight (gr and %) compared to the control, it was a closed relation between egg weight and hatching weight.
Keywords: In Ovo, native chicken, glutamine, hatchability, hatching weight.
9
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN SAMPUL .........................................................................
i
HALAMAN JUDUL ............................................................................
ii
PERNYATAAN KEASLIAN
.............................................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................
iv
KATA PENGANTAR ...........................................................................
v
ABSTRAK .............................................................................................
viii
ABSTRACT .........................................................................................
ix
DAFTAR ISI .........................................................................................
x
DAFTAR TABEL ..................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................
xiv
PENDAHULUAN ..................................................................................
1
TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Ayam Buras .....................................................
3
Penambahan Nutrisi Secara In Ovo Pada Periode Inkubasi ...........
5
Metabolisme Asam Amino Glutamin ............................................
6
Perkembangan Embrio..................................................................
8
Daya Tetas Telur ..........................................................................
10
Bobot Tetas .................................................................................
11
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat .......................................................................
13
Materi Penelitian ..........................................................................
13
Rancangan Penelitian ...................................................................
13
Prosedur Penelitian .......................................................................
14
Parameter yang Diukur .................................................................
15 10
Analisis Data ................................................................................
16
HASIL DAN PEMBAHASAN Daya Tetas Telur dan Kematian Embrio .......................................
18
Bobot Telur dan Bobot Tetas ........................................................
21
KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................
26
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................
27
LAMPIRAN ...........................................................................................
32
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ..............................................................
49
11
DAFTAR TABEL No. 1. 2.
Halaman Teks Daya Tetas Telur dan Kematian Embrio ……………… ................. Bobot Telur dan Bobot Tetas …………… ......................................
18 22
12
DAFTAR GAMBAR No. 1. 2.
Halaman Teks Metabolisme L-glutamin……………… .......................................... Regresi Bobot Telur dan Bobot Tetas ……………… ......................
7 24
13
DAFTAR LAMPIRAN No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Halaman Teks Analisis Ragam Bobot Telur……………… ................................... Analisis Ragam Daya Tetas……………… ..................................... Analisis Ragam Kematian Embrio……………… ........................... Analisis Ragam Bobot Tetas……………… ................................... Analisis Ragam Persentase Bobot Tetas terhadap Bobot Telur…... Berat Embrio yang Mati setelah hari ke-17……………… .............. Uji Regresi Bobot Telur dan Bobot Tetas……………… ................ Dokumentasi ……………… .......................................................... Regresi Bobot Telur dan Bobot Tetas setiap Perlakuan ...................
32 34 36 40 42 44 45 46 47
14
PENDAHULUAN
Peranan ayam buras dalam penyediaan daging dan telur cukup tinggi dikalangan masyarakat pedesaan. Namun demikian produktivitas ayam buras masih rendah. Menurut Asmawati et al. (2014), defisiensi protein atau ketidakseimbangan asam amino menyebabkan abnormalitas dan mortalitas embrio. Perkembangan embrio yang normal perlu suplai zat-zat makanan sesuai dengan kebutuhannya pada telur, karena perkembangan embrio selama inkubasi sudah tidak ada hubungan dengan nutrisi yang dikonsumsi induk. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk meningkatkan produktivitas ayam buras seperti persilangan dengan ayam jenis lainnya dilaporkan dapat mengubah struktur genetik ayam buras, pemberian pakan komersial (Zakaria, 2004), penambahan asam amino kedalam pakan induk, dan perubahan manajemen pemeliharaan (Ohta et al., 2001), namun hasil peneliti tersebut belum optimal dalam upaya meningkatkan produktivitas ayam buras. Penelitian yang dilakukan oleh Asmawati et al. (2014) menunjukkan adanya peningkatan performa pada ayam buras setelah dilakukan penambahan asam amino lisin dan metionin secara in ovo pada hari ke 7 atau hari ke 14 inkubasi. Pada penelitian tersebut, pertumbuhan embrio meningkat dan berdampak pada bobot tetas yang lebih tinggi 14% dibanding dengan tanpa injeksi asam amino (kontrol). Selain itu, penelitian Azhar (2016) menunjukkan bahwa penambahan L-Arginin secara in ovo pada hari ke 10 inkubasi dapat meningkatkan berat embrio, bobot tetas, pertambahan berat badan dan laju pertumbuhan serta menurunkan konversi pakan, tapi tidak berpengaruh terhadap daya tetas dan konsumsi pakan ayam buras. 15
Penambahan asam amino glutamin (Gln) secara in ovo berperan sebagai sumber energi bagi pembelahan sel dan beberapa jalur metabolisme. Asam amino glutamin dapat memenuhi kebutuhan fisiologis embrio, terutama pada tahap akhir periode inkubasi (Shafey et al., 2013). Terdapat laporan yang bervariasi terhadap efektivitas penggunaan glutamin. Penelitian Pedroso et al. (2006) menyatakan bahwa penambahan glutamin secara in ovo tidak mempengaruhi bobot tetas broiler, tetapi mengoptimalkan waktu inkubasi. Namun, Travassoli et al. (2011) melaporkan bahwa penambahan glutamin secara in ovo meningkatkan bobot tetas broiler. Belum terdapat laporan tentang penggunaan asam amino glutamin pada embrio ayam buras yang di tujukan untuk meningkatkan kualitas anak ayam yang dihasilkan. Berdasarkan uraian tersebut, maka perlu dilakukan penambahan asam amino glutamin secara in ovo pada periode inkubasi yang kemungkinan dapat membantu perkembangan embrio, terutama dalam proses pembelahan sel, pembentukan organ, mengoptimalkan perkembangan otot, dan memenuhi sumber energi maka daya tetas, bobot tetas, persentase bobot tetas terhadap bobot telur ayam buras akan meningkat dan menurunkan kematian embrio. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan asam amino glutamin secara in ovo pada periode inkubasi terhadap daya tetas, kematian embrio, bobot tetas dan persentase bobot tetas terhadap bobot telur ayam buras. Kegunaan penelitian ini yaitu sebagai sumber informasi bagi mahasiswa dan masyarakat umum mengenai pengaruh penambahan asam amino glutamin secara in ovo pada periode inkubasi terhadap daya tetas, kematian embrio, bobot tetas dan persentase bobot tetas terhadap bobot telur ayam buras.
16
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Ayam Buras Ayam buras merupakan ayam asli Indonesia yang telah lama dipelihara dan dikembangkan oleh masyarakat, terutama yang tinggal di pelosok-pelosok pedesaan. Ayam-ayam tersebut telah beradaptasi dengan kondisi lingkungan pemeliharaan yang sederhana (Suprijatna et al., 2005). Ayam buras yang dipelihara secara ekstensif umumnya mencapai dewasa kelamin pada umur 6−7 bulan, bobot badan dewasa 1.400−1.600 g/ekor, produksi telur 40−45 butir/ekor/tahun, bobot telur 40 g, persentase karkas 75%, mortalitas anak (DOC) 31%, daya tetas 86,65%, dan lama mengeram 21 hari (Biyatmoko, 2003). Ciri-ciri kuantitatif ayam buras antara lain bobot badan rata-rata jantan umur 5 bulan 1.222 g, betina 916 g, bertelur pertama pada umur 6,37 bulan, bobot telur 41,60 g, dan daya tetas telur 84,60% (Septiwan, 2007). Potensi ayam kampung perlu dikembangkan untuk meningkatkan gizi masyarakat. Untuk meningkatkan populasi ayam kampung perlu dilakukan kegiatan antara lain penetasan. Penetasan merupakan suatu proses yang memerlukan penanganan yang baik, agar diperoleh efisiensi daya tetas yang berkualitas prima (Dudung, 1990). Penetasan telur ayam kampung oleh induk ayam kampung sendiri menyebabkan menurunnya proses produksi telur karena sifat mengeram induk ini sangat merugikan. Sebaliknya, penetasan menggunakan mesin tetas kelebihannya yaitu jumlah telur yang ditetaskan lebih banyak (Riyanto, 2001). Usaha untuk menunjang perkembangan peternakan ayam kampung, selain pakan dan tata laksana (manajemen), penyediaan bibit yang baik merupakan hal 17
penting untuk mendapatkan produksi yang maksimal dan kelangsungan usaha peternakan ayam kampung. Menurut Nugroho (2003) menyatakan bahwa bobot telur merupakan ukuran yang sering digunakan dalam memilih telur tetas karena bobot telur adalah salah satu faktor yang berpengaruh terhadap fertilitas, daya tetas, dan bobot tetas sehingga nantinya akan menentukan kualitas pertumbuhan selanjutnya. Penelitian tentang suplementasi lisin dan metionin dalam pakan telah banyak dilakukan seperti yang dilakukan Freiji dan Daghir (1982), pakan yang mengandung protein rendah 12 %, tetapi diimbangi dengan suplementasi asam amino lisin dan metionin, ternyata dapat memberikan produksi normal, tetapi bobot telur lebih kecil. Selanjutnya Zainuddin dan Jannah (2001), secara kuantitas, nilai rataan bobot telur ayam kampung yang diberi suplementasi lisin atau metionin terjadi peningkatan bobot telur. Penelitian Ohta et al. (2001) tentang injeksi asam amino diperoleh, daya tetas 90,9% dibanding kontrol 84,4%, hal ini berarti dapat meningkatkan daya tetas 6,5%, bobot tetas 53,9±3,1 g dan kontrol 52,0±4,2 g. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tetas dan bobot tetas ialah dengan pemberian nutrisi secara in ovo selama periode inkubasi. Pemberian nutrisi tambahan yang lebih awal memiliki beberapa kelebihan seperti bobot lahir yang lebih tinggi, pertumbuhan yang cepat (Ohta et al., 1999). Penamabahan nutrisi secara in ovo dapat meningkatkan daya tetas telur, kelangsungan hidup dan bobot tetas, pertumbuhan dan perkembangan usus, dan efisiensi pakan (Shafey et al., 2012).
18
Penambahan Nutrisi Secara In Ovo Pada Periode Inkubasi Dewasa ini telah banyak dilakukan penelitian mengenai penambahan nutrisi secara in ovo pada periode inkubasi. Penambahan nutrisi secara in ovo merupakan pemberian nutrisi tambahan dari luar ke dalam embrio ayam sebelum menetas. Tujuan dari metode ini adalah untuk menyediakan nutrisi yang cukup bagi perkembangan embrio selama periode inkubasi. Metode ini dapat dilakukan pada periode prainkubasi, awal, pertengahan dan akhir inkubasi. Lokasi penyuntikan ada beberapa bagian yaitu di albumen, yolk sac, amnion dan kantong udara. Waktu injeksi asam amino dapat dilakukan pada hari ke 7 maupun hari ke 14 inkubasi pada bagian albumen, karena rentan waktu tersebut penyerapan albumen sangat optimal (Asmawati et al., 2014). Penelitian Ohta et al. (2001) melaporkan bahwa lokasi penyuntikan asam amino dibagian yolk sac dan kantong udara pada hari ke 7 inkubasi dapat meningkatkan pemanfaatan asam amino oleh embrio dan akibatnya meningkatkan bobot tetas. Selanjutnya Pedroso et al. (2006), lokasi penyuntikan asam amino dibagian cairan amnion pada hari ke 16 inkubasi dapat mengoptimalkan waktu inkubasi. Studi Smirnov et al. (2006) menunjukkan bahwa faktor penting dalam meningkatkan bobot tetas ayam adalah merangsang perkembangan embrio ayam. Embrio mengkonsumsi cairan yang ada didalam telur selama perkembangannya. Al-Murrani (1982) menunjukkan bahwa penambahan asam amino secara in ovo dalam telur angsa pada hari ke 7 inkubasi meningkatkan bobot tetas angsa. Pada embrio ayam broiler terjadi pada umur 17-18 hari inkubasi dan pada kalkun saat umur 22-25 hari inkubasi dapat meningkatkan bobot tetas (Foye et al., 2006).
19
Pemberian nutrisi tambahan seperti karbohidrat, protein, vitamin, asam amino, dan vaksin yang lebih awal melalui metode in ovo memiliki beberapa kelebihan yaitu dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan embrio, meningkatan status energi, mempercepat perkembangan usus, meningkatkan imunitas, serta mengurangi stress (Tako et al., 2005), bobot lahir yang lebih tinggi, pertumbuhan yang cepat (Ohta et al., 1999), respon imun lebih baik (Konashi et al., 2000), dan hasil daging yang lebih baik (Uni dan Ferket, 2003). Asmawati et al. (2014) melaporkan bahwa peningkatan performa pada ayam kampung setelah dilakukan penambahan nutrisi secara in ovo menggunakan asam amino kemungkinan disebabkan oleh suplai asam amino melalui telur dapat memacu terjadinya hyperplasia (pertambahan jumlah sel) dan hipertropi (penambahan ukuran sel) pada embrio sehingga terjadi peningkatan pertumbuhan embrio dan berdampak pada bobot tetas lebih tinggi. Bobot tetas yang diinjeksi asam amino lebih tinggi 14% dibanding dengan tanpa injeksi asam amino (kontrol). Metabolisme Asam Amino Glutamin Kandungan asam amino glutamin didalam telur ayam ras yaitu sebesar 1,05% (Heny, 2002). Penelitian yang dilakukan pedroso et al. (2006), injeksi asam amino glutamin dengan level 3% pada hari ke 16 inkubasi tidak mempengaruhi daya tetas dan bobot tetas, tetapi mengoptimalkan waktu inkubasi. sedangkan yang dilakukan Travassoli et al. (2011), injeksi asam amino glutamin dengan level 1% pada hari ke 16 inkubasi tidak mempengaruhi daya tetas, tetapi pada level 0,5% dapat meningkatkan bobot tetas.
20
L-Glutamin berperan penting sebagai prekursor untuk peptida dan sintesis protein, sintesis asam amino, purin dan primidin, asam nukleat dan sintesis nukleotida serta menyediakan sumber karbon untuk oksidasi dalam beberapa sel. Namun, produk langsung dari metabolisme glutamin pada sebagian besar sel adalah L-glutamat yang dihasilkan oleh aksi glutaminase (Gambar 1) (Newsholme, 2001).
Gambar 1. Metabolisme L-Glutamin (Newsholme, 2001). Glutamin adalah salah satu substrat non karbohidrat yang paling efisien karena dapat digunakan sebagai energi. Pada beberapa sel sekitar 30% dari degradasi glutamin dapat dikonversikan menjadi laktat dan karbondioksida, dan 2% lagi dapat digunakan untuk makromolekul. Laktat dapat di metabolisme pada siklus urea, jalur sintesis protein dan siklus krebs untuk menghasilkan ATP sebagai sumber energi (Antonio, 1999). Neuron dalam otak mengubah glutamin
21
menjadi bentuk glutamat. Glutamat digunakan untuk mensintesis glutathione dan niacin serta untuk proses pembentukan neurotransmitter. Neurotransmitter adalah sejenis senyawa kimia yang mengirimkan pesan ke sistem saraf pada otak serta memfasilitasi komunikasi antar sel otak (Aprilia, 2008). Glutamin
digunakan
sebagai
prekursor
untuk
sintesis
glukosa
(glukoneogenesis). Glukoneogenesis adalah memproduksi glukosa dari nutrisi non karbohidrat. Glukosa akan masuk ke siklus krebs untuk menghasilkan ATP sebagai sumber energi (Newsholme, 2001). Menurut John et al. (1987), glukosa dihasilkan oleh protein albumen dan otot melalui glukoneogenesis atau melalui glikolisis dari cadangan glikogen. Kurangnya jumlah glikogen dalam otot akan menghambat pertumbuhan embrio, pembentukan otot dan akan berdampak pada penurunan daya tetas dan berat tetas (Uni et al., 2005). Asam amino glutamin berperan sebagai sumber energi bagi pembelahan sel dan beberapa jalur metabolisme, mengatur metabolisme nutrisi, ekspresi gen dan sintesis protein dan merangsang respon imun (Shafey et al., 2013). Oleh karena itu, penting untuk memastikan jumlah asam amino ini cukup tersedia untuk memenuhi kebutuhan fisiologis embrio, terutama pada tahap akhir periode inkubasi. Perkembangan Embrio Perkembangan
embrional dimulai
setelah terjadi pembuahan atau
pembentukan zigot. Sekitar lima jam setelah ovulasi dan telur berada dalam isthmus, dan terjadi pembelahan sel pertama. Pembelahan selanjutnya terjadi sekitar 20 menit kemudian. Setelah itu, telur meninggakan isthmus satu jam kemudian dan berlangsung perkembangan embrional dengan membentuk 16 sel. 22
Setelah sekitar empat jam berada di uterus, telah terbentuk 256 sel sebagai blastoderm. Proses penetasan tidak terlepas dari perkembangan embrio yang tumbuh di dalam telur yang telah mengalami fertilisasi (Asmawati, 2013). Perkembangan embrio ayam terjadi di luar tubuh induknya. Selama berkembang, embrio memperoleh makanan dan perlindungan yang dari telur berupa kuning telur, albumen, dan kerabang telur. Dalam perkembangannya, embrio dibantu oleh kantung kuning telur, amnion, dan alantois. Kantung kuning telur yang dindingnya dapat menghasilkan enzim yang mengubah kandungan kuning telur menjadi suatu bahan makanan yang larut dan mudah diserap. Amnion berfungsi sebagai bantal, sedangkan alantois berfungsi pembawa sebagai ke oksigen embrio, menyerap zat asam dari embrio, mengambil yang sisa-sisa pencernaan yang terdapat dalam ginjal dan menyimpannya dalam alantois, serta membantu alantois, serta membantu mencerna albumen (Surjono, 2001). Perkembangan embrio pada hari ke 7 inkubasi sudah mulai terbentuk mata dan lidah, pembuluh darah untuk menyuplai nutrisi. Membran vitelin terus berkembang dan mengelilingi lebih dari separuh kuning telur dan alat tubuhnya mulai berkembang (Sukra, 1975). Tingkat kematian embrio tertinggi terjadi pada minggu kedua inkubasi, hal ini karena kekurangan nutrisi (Vieira, 2007). Penambahan glutamin secara in ovo pada hari ke 7 inkubasi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi embrio karena pada hari ke 7 terjadi penyerapan albumen yang optimal (Asmawati et al., 2014). Organogenesis adalah proses pembentukan organ dari bakal calon organ, kemudian menjadi calon organ, sampai akhirnya menjadi struktur dasar dan posisi
23
anatomiknya tetap. Organogenesis pada ayam terjadi pada hari ke 2-10 masa inkubasi. Pembentukan otot terjadi pada hari ke 5-8 inkubasi (Suroso et al., 2007). Daya Tetas Telur Daya tetas adalah persentase jumlah telur yang menetas dari sejumlah telur yang fertil (North and Bell, 1978). Daya tetas adalah hasil telur fertil sampai dapat menetas dan dihitung pada akhir penetasan dengan mengetahui persentase daya tetas (Zakaria, 2010). Menurut Rajab (2013), daya tetas merupakan nilai dari banyaknya anak ayam (DOC) yang menetas dari jumlah telur tetas yang bertunas (fertil) dihitung dalam bentuk persentase. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya tetas yaitu teknis pada waktu memilih telur tetas atau seleksi telur tetas (bentuk telur, bobot telur, keadaan kerabang, warna kerabang dan lama penyimpanan) dan teknis operasional dari petugas yang menjalankan mesin tetas (suhu, kelembapan, sirkulasi udara dan pemutaran telur) serta faktor yang terletak pada induk yang digunakan sebagai bibit (Djanah, 1984). Menurut Sutiyono dan Kismiati (2006), daya tetas telur dipengaruhi oleh penyimpanan telur, faktor genetik, umur induk, kebersihan telur, ukuran telur, nutrisi dan fertilitas telur. Mansjoer et al. (1993) melaporkan bahwa daya tetas telur ayam buras yang dipelihara terkurung (intensif) sebesar 84,6% melalui mesin tetas. Sedangkan Setiadi et al. (1995) melaporkan bahwa dengan pemeliharaan intensif pada ayam buras daya tetasnya berkisar antara 65–70% dengan menggunakan mesin tetas. Menjelang akhir inkubasi, embrio mengubah energi yang mereka simpan untuk memenuhi kebutuhan glukosa yang tinggi sebagai bahan bakar aktivitas menetas (Christensen et al. 2001). Walaupun glukosa dapat disintesa dari lemak 24
dan protein, glukosa terutama dihasilkan oleh protein albumin dan otot melalui glukoneogenesis atau melalui glikolisis dari cadangan glikogen karena ketersediaan oksigen pada periode akhir inkubasi sangat terbatas (John et al., 1987). Kurangnya jumlah glikogen dan albumin akan memaksa embrio untuk menggunakan protein otot dalam jumlah besar, hal ini akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan embrio pada periode akhir inkubasi dan anak ayam yang baru menetas (Uni et al. 2005). Pemberian glutamat secara in ovo pada embrio broiler meningkatkan jumlah cadangan glikogen pada hati embrio dan anak ayam yang baru menetas (Uni and Ferket, 2004). Bobot Tetas Nugroho (2003) menyatakan bahwa bobot telur merupakan ukuran yang sering digunakan dalam memilih telur tetas karena bobot telur adalah salah satu faktor yang berpengaruh terhadap fertilitas, daya tetas, dan bobot tetas sehingga nantinya akan menentukan kualitas pertumbuhan kalkun selanjutnya. Menurut Kurtini dan Riyanti (2003), telur dengan bobot rata-rata atau sedang akan menetas lebih baik daripada telur yang terlalu kecil dan terlalu besar. Telur yang kecil, rongga udaranya akan terlalu besar sehingga telur akan cepat (dini) menetas. Sebaliknya telur yang terlalu besar menyebabkan rongga udara relatif terlalu kecil, akibatnya telur akan terlambat menetas. Bobot telur berkorelasi positif dengan bobot tetas, artinya semakin besar bobot telur, semakin besar bobot tetasnya. Sudaryani dan Santoso (1994) menyatakan bahwa bobot telur tetas merupakan faktor utama yang memengaruhi bobot tetas, selanjutnya dinyatakan bobot tetas yang normal adalah 70% dari bobot telur dan apabila bobot tetas
25
kurang dari hasil perhitungan tersebut maka proses penetasan bisa dikatakan belum berhasil. Berat tetas normal ayam buras yaitu sekitar 30-40 g. Menurut Hasan (2005), bobot tetas berkorelasi positif dengan bobot telur tetas. Semakin besar bobot telur maka semakin besar pula bobot tetas yang dihasilkan. Perbedaan yang nyata ini diduga disebabkan oleh perbedaan jumlah kuning telur dan putih telur sebagai sumber nutrisi selama perkembangan embrio. Bobot telur tinggi mengandung jumlah kuning telur dan putih telur tinggi. Semakin banyak kuning telur dan putih telur maka ketersediaan nutrisi untuk perkembangan embrio semakin banyak, sehingga bobot tetas yang dihasilkan akan lebih besar. Hal ini selaras dengan pendapat Sudaryanti (1985) bahwa bobot telur memberikan perbedaan pertumbuhan embrio, baik dalam jumlah sel maupun ukuran selnya. Romanoff dan Romanoff (1975) mengungkapkan bahwa pada telur yang besar jumlah bagian-bagianya lebih besar pula. Salmanzadeh et al. (2016) melaporkan bahwa lambatnya perkembangan embrio tergantung proses glukoneogenesis dari asam amino, yang dapat mengakibatkan penurunan protein otot dan menurunkan berat tetas. Cara untuk mengurangi penurunan protein otot yaitu dengan penambahan glutamin secara in ovo ke dalam albumen sebelum menetas, yang akan memenuhi kebutuhan energi selama
penetasan
dengan
membatasi penggunaan otot
sehingga
dapat
meningkatkan bobot tetas.
26
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan November hingga Desember 2016, bertempat di Laboratorium Produksi Ternak Unggas Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar. Materi Penelitian Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah telur ayam buras, asam amino glutamin, larutan saline (Nacl 0,9%), alkohol, isolatip, cat kuku, tissu, desinfektan dan kertas label. Alat yang digunakan dua mesin tetas otomatis, gunting bedah, teropong telur, timbangan analitik, termometer, higrometer, hand spray, automatic syringe, gelas ukur, rak telur, stirrer dan kalkulator. Rancangan Penelitian Penelitian dilakukan secara eksperimen menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan dan 3 kelompok (mesin tetas sebagai kelompok penetasan) dalam setiap kelompok terdiri dari 20 butir, total sampel 300 butir telur ayam buras fertil. Rancangan penelitiannya sebagai berikut : P0 : Tanpa injeksi (kontrol negatif) P1 : Injeksi 0,5 ml larutan NaCl fisiologis tanpa glutamin (kontrol positif) P2 : Injeksi 0,5 ml glutamin 0,5% dalam NaCl fisiologis P3 : Injeksi 0,5 ml glutamin 1,0% dalam NaCl fisiologis P4 : Injeksi 0,5 ml glutamin 1,5% dalam NaCl fisiologis
27
Prosedur Penelitian 1. Asal telur Telur yang digunakan berasal dari peternakan rakyat. Telur yang digunakan sebagai sampel telah mengalami penyimpanan 2-5 hari sebelum memasuki periode inkubasi. 2. Persiapan mesin tetas Mesin tetas utama yang digunakan merupakan mesin tetas otomatis. Sebelum digunakan, mesin tetas terlebih dahulu dibersihkan dengan desinfektan menggunakan hand spray. Mesin tetas dinyalakan 24 jam sebelum
sampel
dimasukkan
untuk
menstabilkan
temperatur
dan
kelembaban mesin tetas. 3. Persiapan telur Telur yang disiapkan dari peternakan ayam buras berjumlah 358 butir. Sebelum dimasukkan kedalam mesin tetas, telur terlebih dahulu dibersihkan dengan kain halus yang telah dibasahi dengan air hangat. Telur yang telah dibersihkan selanjutnya ditimbang menggunakan timbangan analitik. Telur yang dijadikan sampel memiliki berat ± 44,88 gram. 300 butir telur fertil akan digunakan sebagai sampel. 4. Manajemen inkubasi Inkubasi dilakukan selama (21 hari). Selama periode tersebut temperatur dipertahankan pada suhu 37-38oC dengan kelembaban + 65% (Piestun et al., 2009). Pada hari ke-6 periode inkubasi dilakukan peneropongan untuk mengetahui telur yang fertil. Pada hari ke-4 sampai ke18 dilakukan pemutaran telur setiap 3 jam sekali secara otomatis.
28
5. Penambahan Asam Amino Secara In Ovo Perlakuan penambahan asam amino glutamin secara in ovo dilakukan dengan cara mencampurkan glutamin kedalam 100 ml larutan NaCl 0,9% sesuai dengan level perlakuan yaitu 0,5 g (0,5%), 1,0 g (1,0%), dan 1,5 g (1,5%). Hasil campuran kemudian dihomogenkan menggunakan stirrer. Telur dari masing-masing perlakuan diinjeksi sebanyak 0,5 ml pada hari ke-7 inkubasi. Jenis larutan yang diinjeksikan masing-masing yaitu P0 (kontrol negatif; tidak diinjeksi), P1 (kontrol positif; larutan NaCl 0,9%), P2 (0,5% glutamin), P3 (1,0% glutamin), dan P4 (1,5% glutamin). Telur diletakkan dengan posisi tumpul dibagian atas lalu melapisi isolatip pada bagian runcing kemudian membuat lubang pada area tersebut dengan menggunkan gunting bedah sampai menembus cangkang tanpa merusak selaput telur. Injeksi dilakukan menggunakan automatic syringe dengan kedalaman 10 mm (jarum no. 12). Target injeksi pada teknik in ovo yang dilakukan adalah area albumen. Selanjutnya, tempat injeksi dibersihkan dengan menggunakan alkohol dan menutupi menggunakan cat kuku dan telur dimasukkan kembali keedalam mesin tetas. Parameter yang Diukur Parameter yang diukur pada penelitian ini adalah : 1. Daya Tetas Telur Daya tetas adalah persentase jumlah telur yang menetas dari sejumlah telur yang fertil (North and Bell, 1978).
29
2. Bobot Tetas Bobot tetas diperoleh setelah telur ayam menetas. Pengamatan waktu penetasan dimulai pada hari ke-19 sampai 22 periode inkubasi. Selanjutnya, 3 jam setelah menetas dilakukan penimbangan pada anak ayam tersebut (Shafey et al., 2014). 3. Persentase Bobot Tetas terhadap Bobot Telur Perbandingan persentase bobot tetas dengan bobot telur sebelum ditetaskan (Shafey et al, 2014). 4. Kematian Embrio Kematian embrio di amati melalui proses candling pada hari ke-17 (kematian sebelum hari ke-17) dan pemecahan telur yang tidak menetas di akhir periode inkubasi (kematian setelah hari ke-17). Disajikan dalam bentuk persentase (%) dari jumlah telur yang fertil. Analisis Data Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan sidik ragam berdasarkan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan model matematika sebagai berikut : Yij = + Rj +i + ɛij Keterangan : Yij = Nilai pengamatan = Nilai tengah Rj = Pengaruh kelompok ke i ( i = 1,2,3) i = Pengaruh perlakuan ke j (j=1,2,3,4,5) ɛij = Galat percobaan akibat perlakuan ke i dan ulangan ke j
30
Untuk mengetahui hubungan antara bobot telur dan bobot tetas, dilakukan uji Regresi dengan model matematika sebagai berikut : Y = a + bX Keterangan : Y = Variabel dependen X = Variabel independen a = Konstanta (nilai Y apabila X = 0) b = Koefisien regresi (nilai peningkatan ataupun penurunan) Apabila perlakuan memperlihatkan pengaruh yang nyata maka dilanjutkan dengan uji Duncan (Gaspersz, 1991).
31
HASIL DAN PEMBAHASAN
Daya Tetas Telur dan Kematian Embrio Penambahan nutrisi secara in ovo merupakan pemberian nutrisi tambahan dari luar ke dalam embrio ayam sebelum menetas. Memberikan nutrisi tambahan lebih awal pada masa inkubasi diharapkan dapat menyediakan sumber energi yang membantu proses menetas. Namun, metode penambahan ini memiliki kekurangan yaitu dapat menyebabkan kematian embrio. Kematian embrio terjadi akibat rusaknya kantung embrio yang terjadi karena proses injeksi (Lilburn dan Loeffler, 2015), dan tidak termanfaatkannya senyawa yang diinjeksikan sehingga dapat menjadi toksik untuk embrio serta adanya infeksi mikroba (Chen et al., 2013). Tabel 1. Daya Tetas Telur dan Kematian Embrio Ayam Buras Hasil Penambahan Asam Amino Glutamin secara In Ovo pada Periode Inkubasi Parameter Perlakuan Daya Tetas Telur Kematian Embrio Kematian Embrio (%) Sebelum Hari ke-17 (%) Setelah Hari ke-17 (%) ab a 34.86 ± 4.57 19.67 ± 0.57 P0 46.00 ± 1.73b P1
60.00 ± 5.00c
20.00 ± 8.66a
20.00 ± 5.00a
P2
45.00 ± 18.02bc
36.67 ± 11.54ab
18.33 ± 2.88a
P3
18.33 ± 14.43a
41.67 ± 17.55b
40.00 ± 5.00c
P4
23.33 ± 15.27
48.33 ± 5.77b
28.33 ± 2.88
ab
b
Ket : * a,b,c Superskrip yang berbeda diantara perlakuan menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05). *P0 (Kontrol, Tanpa injeksi), P1 (Injeksi dengan larutan NaCl fisiologis 0,9% tanpa glutamin), P2 (Injeksi glutamin 0,5% + NaCl 0,9%), P3 (Injeksi glutamin 1,0% + NaCl 0,9%), P4 (Injeksi glutamin 1,5% + NaCl 0,9%).
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian asam amino glutamin melalui metode in ovo dapat memberikan pengaruh yang nyata (P <0,05) terhadap daya tetas telur dan kematian embrio. Hal ini dapat dilihat pada nilai daya tetas yang lebih tinggi pada pemberian NaCl fisiologis sebanyak 0,5 ml tanpa glutamin (P1) dibandingkan pemberian sebanyak 1,0% glutamin (P3), P4 (1,5% glutamin)
32
dan P0 (tanpa injeksi), namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan P2 (0,5% glutamin). Kemudian nilai kematian embrio sebelum hari ke-17 lebih tinggi pada pemberian sebanyak 1,5% glutamin (P4), P3 (1,0% glutamin) dan P0 (tanpa injeksi) dibandingkan dengan pemberian NaCl 0,9% tanpa glutamin (P1), namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan P2 (0,5% glutamin). Sedangkan nilai kematian embrio setelah hari ke-17 lebih tinggi pada pemberian sebanyak 1,0% glutamin (P3), dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Data pada Tabel 1 memperlihatkan bahwa nilai daya tetas telur dan kematian embrio cenderung tidak berbeda pada perlakuan injeksi dengan tanpa injeksi (kontrol). Hal ini berarti metode in ovo tidak mempengaruhi rendahnya daya tetas dan tingginya kematian embrio. Namun, pada perlakuan P1 diperoleh daya tetas yang lebih tinggi dan kematian embrio yang lebih rendah. Hal ini diasumsikan karena perubahan osmolaritas dan pH larutan. Apabila asam amino glutamin dicampurkan ke dalam NaCl fisiologis, keadaan ini dapat diindikasikan dengan rendahnya daya tetas pada perlakuan pemberian asam amino glutamin di bandingkan dengan NaCl fisiologis tanpa glutamin (P1). Konsentrasi larutan yang diinjeksikan pada telur menjadi salah satu penentu keberhasilan metode in ovo. Larutan yang digunakan harus memiliki osmolaritas dan pH yang sesuai dengan lingkungan embrio. Nilai osmolaritas yang optimal bagi embrio yaitu <800 mOsm, jika diatas dari nilai tersebut dapat menyebabkan kematian embrio. Keralapurath et al. (2010) menunjukkan bahwa injeksi larutan dengan osmolaritas 380,3-696,0 mOsm memberi hasil lebih baik dibandingkan yang lain.
33
Seperti diketahui juga bahwa larutan NaCl 0,9% bersifat isotonis (netral) sehingga tidak mengganggu osmolaritas embrio. Sedangkan larutan asam amino glutamin yang digunakan memiliki osmolaritas sebesar 280 mOsm/l (Lely, 2007), nilai ini mendekati osmolaritas cairan ekstraseluler (280-300 mOsm/l). Diduga semakin mendekati nilai 280, semakin besar kemungkinan larutan tersebut membahayakan embrio. Menurut Ferket and Uni (2006), osmolaritas yang tinggi (>300 mOsm/l) dapat membunuh embrio. Walaupun demikian, perlu dilakukan penelitian lanjutan mengingat hal ini merupakan sesuatu yang di luar dugaan. Persentase daya tetas tertinggi diperoleh oleh telur yang diinjeksi dengan larutan NaCl 0,9%. Diduga hal ini disebabkan karena NaCl memiliki peranan dalam proses metabolisme embrio yaitu dapat mempertahankan tekanan osmosis cairan sel. Larutan NaCl terdiri dari ion Na + dan Cl-. Dimana ion Na+ didalam tubuh berfungsi untuk memelihara tekanan osmosis, menjaga keseimbangan asam-basa, mengatur masuknya zat makanan ke dalam sel dan mengatur metabolisme air. Sedangkan Cl- berfungsi dalam mengatur tekanan osmosis dan menjaga keseimbangan asam-basa tubuh (Joseph, 1996). Larutan fisiologis yang biasa digunakan sebagai media bagi telur yaitu NaCl 0,9%, hal ini tidak terlepas dari fungsi ion-ion Na+ dan Cl- yang dapat mempertahankan tekanan osmosis cairan sel (Stoss, 1983). Sedangkan untuk parameter kematian embrio, selain pengaruh osmolaritas larutan terdapat beberapa asumsi lain. Kematian embrio sebelum hari ke-17 inkubasi disebabkan karena ketidakmampuan mengabsorbsi kuning telur. Hal ini sesuai dengan pendapat Woodard et al. (1973), kematian embrio umumnya disebabkan oleh karena embrio tidak mampu membentuk organ-organ penting
34
atau organ-organ tersebut tidak berfungsi dengan baik. Kematian embrio terjadi akibat ketidakmampuan menyerap albumen yang tersisa dan mengabsorbsi kantong yolk (kuning telur). Dan kematian embrio setelah hari ke-17 inkubasi, kemungkinan terjadi karena embrio terlalu besar. Telur yang dipecahkan dan diamati rata-rata embrionya sudah terbentuk sempurna namun embrio lemah dan terlalu besar sehingga tidak mampu pipping, malposisi dan juga beberapa terdapat jamur atau bakteri dalam telur. Berat embrio rata-rata perlakuan injeksi yaitu 69,0% dari berat telur sedangkan perlakuan kontrol 66,0% dari berat telur (Lampiran 6), ini berarti berat embrio perlakuan injeksi lebih besar dibandingkan dengan kontrol. Besarnya ukuran embrio disebabkan karena adanya pemberian asam amino glutamin. Menurut Newsholme (2001), asam amino glutamin berfungsi sebagai prekursor asam amino lainnya yang penting dalam perkembangan embrio. Pendapat ini sejalan dengan Asmawaty et al. (2014), suplai asam amino dapat memacu terjadinya hiperplasia (pertambahan jumlah sel) dan hipertropi (penambahan ukuran sel) pada embrio sehingga terjadi peningkatan bobot embrio. Bobot Telur, Bobot Tetas dan Persentase Bobot Tetas terhadap Bobot Telur Penambahan asam amino secara in ovo pada awal periode inkubasi dapat menyediakan nutrisi bagi pembelahan sel diawal pertumbuhan embrio dan mengoptimalkan perkembangan otot yang dapat mengurangi penggunaan protein otot sehingga dapat meningkatkan bobot tetas serta memberikan korelasi positif.
35
Tabel 2. Bobot Telur, Bobot Tetas dan Persentase Bobot Tetas terhadap Bobot telur Ayam Buras Hasil Penambahan Asam Amino Glutamin secara In Ovo pada Periode Inkubasi Parameter Perlakuan Persentase Bobot Tetas Bobot Telur (gram) Bobot Tetas (gram) terhadap Bobot Telur (%) 44.47 ± 2.26 72.33 ± 0.05 P0 32.34 ± 1.23 P1
45.26 ± 1.57
33.62 ± 1.36
74.00 ± 0.01
P2
45.05 ± 1.10
33.81 ± 0.35
74.67 ± 0.01
P3
45.14 ± 0.90
33.18 ± 0.79
73.00 ± 0.02
P4
45.71 ± 0.80
34.28 ± 0.67
74.33 ± 0.01
Ket : P0 (Kontrol, Tanpa injeksi), P1 (Injeksi dengan larutan NaCl fisiologis 0,9% tanpa glutamin), P2 (Injeksi glutamin 0,5% + NaCl 0,9%), P3 (Injeksi glutamin 1,0% + NaCl 0,9%), P4 (Injeksi glutamin 1,5% + NaCl 0,9%).
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian asam amino glutamin melalui metode In Ovo pada hari ke-7 inkubasi tidak memberikan pengaruh yang nyata (P <0,05) terhadap bobot tetas dan persentase bobot tetas terhadap bobot telur ayam buras yang dihasilkan. Data pada Tabel 2 dapat diketahui rataan nilai bobot tetas dan persentase bobot tetas terhadap bobot telur setiap perlakuan cenderung sama. Walaupun nilai bobot tetas dan nilai persentase bobot tetas terhadap bobot telur cenderung sama antara perlakuan, namun nilai bobot tetas pada perlakuan P4 (1,5% glutamin) cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Sedangkan nilai persentase bobot tetas terhadap bobot telur pada perlakuan P0 (kontrol negatif) cenderung lebih rendah dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini kemungkinan disebabkan suplai glutamin melalui telur dapat memacu terjadinya hyperplasia dan hipertropi embrio, meningkatnya pertumbuhan embrio berdampak pada bobot tetas lebih tinggi.
36
Menurut Asmawaty et al (2014), seperti diketahui juga bahwa peningkatan performa pada ayam kampung setelah dilakukan In Ovo Feeding menggunakan asam amino dapat memacu terjadinya hiperplasia dan hipertropi pada embrio sehingga terjadi peningkatan pertumbuhan embrio dan berdampak pada bobot tetas. Bobot tetas normal ayam buras yaitu sekitar 30-40 g (Sudaryani dan Santoso, 1994). Glutamin
digunakan
sebagai
prekursor
untuk
sintesis
glukosa
(glukoneogenesis). Glukoneogenesis adalah memproduksi glukosa dari nutrisi non karbohidrat. Glukosa akan masuk ke siklus krebs untuk menghasilkan ATP sebagai sumber energi (Newsholme, 2001). Menurut John et al. (1987), glukosa dihasilkan oleh protein albumen dan otot melalui glukoneogenesis atau melalui glikolisis dari cadangan glikogen. Kurangnya jumlah glikogen dalam otot akan menghambat pertumbuhan embrio, pembentukan otot dan akan berdampak pada penurunan daya tetas dan bobot tetas (Uni et al., 2005). Selain itu, penambahan asam amino
glutamin ini diduga dapat
mempengaruhi perkembangan embrio dengan menyediakan glukosa yang cukup sehingga mengurangi penggunaan protein otot. Salmanzadeh et al. (2016) melaporkan bahwa
lambatnya
perkembangan embrio
tergantung proses
glukoneogenesis dari asam amino, yang dapat mengakibatkan penurunan protein otot dan menurunkan bobot tetas. Bagi ternak unggas asam amino glutamin merupakan asam amino non esensial. Asam amino glutamin penting untuk memenuhi kebutuhan fisiologis embrio oleh karena itu jumlah asam amino ini harus cukup tersedia. Menurut Shafey et al. (2013), Asam amino glutamin berperan sebagai sumber energi bagi
37
pembelahan sel dan beberapa jalur metabolisme, mengatur metabolisme nutrisi, ekspresi gen dan sintesis protein dan merangsang respon imun. Sedangkan untuk persentase bobot tetas terhadap bobot telur, dari data pada Tabel 2 dapat diketahui bahwa nilai persentase yang dihasilkan dari setiap perlakuan berkisar antara 72-75%. Berdasarkan nilai tersebut dapat diketahui bahwa proses penetasan yang dilakukan sudah maksimal karena lebih tinggi dari rasio yang normal yaitu 70%. Menurut Sudaryani dan Santoso (1994) menyatakan bahwa bobot telur merupakan faktor utama yang memengaruhi bobot tetas, selanjutnya dinyatakan bobot tetas yang normal adalah 70% dari bobot telur dan apabila bobot tetas kurang dari hasil perhitungan tersebut maka proses penetasan bisa dikatakan belum maksimal. Semakin tinggi nilai rasio bobot tetas terhadap bobot telur maka semakin tinggi laju pertumbuhan embrio, meskipun berasal dari telur dengan ukuran yang lebih kecil (Azhar, 2016). Regresi bobot telur dengan bobot tetas yang digunakan pada penelitian ini
Bobot Tetas (gram)
dapat dilihat pada Gambar 2.
45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
y = 3.432 + 0.662x r = 0.764*
30
35
40
45 50 Bobot Telur (gram)
55
60
Ket : * Superskrip yang menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05).
Gambar 2. Korelasi Berat Telur dengan Bobot Tetas.
38
Data pada Gambar 2 memperlihatkan bahwa regresi antara bobot telur dan bobot tetas yaitu dengan nilai r = 0,764*. Artinya bobot telur dan bobot tetas memiliki korelasi positif yang kuat. Hal ini juga menunjukkan bahwa bobot telur berpengaruh nyata terhadap bobot tetas yang diperoleh. Regresi untuk setiap perlakuan dapat dilihat pada (lampiran 9). Hal ini sejalan dengan pendapat Hasan
(2005), bobot tetas berkorelasi positif dengan bobot telur. Semakin besar bobot telur maka semakin besar pula bobot tetas yang dihasilkan. Hal ini diduga disebabkan oleh perbedaan jumlah kuning telur dan putih telur sebagai sumber nutrisi selama perkembangan embrio. Bobot telur tinggi mengandung jumlah kuning telur dan putih telur tinggi.
39
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan ini dapat disimpulkan bahwa pemberian asam amino glutamin secara in ovo pada hari ke-7 inkubasi menghasilkan daya tetas yang lebih tinggi pada pemberian NaCl fisiologis tanpa glutamin dan bobot tetas cenderung lebih tinggi pada level 1,5%. Saran Diharapkan adanya penelitian lebih lanjut mengenai pemberian asam amino glutamin secara in ovo dengan level yang lebih beragam dan waktu injeksi yang lebih beragam pula agar dapat diketahui manfaat dari asam amino ini terhadap performa ayam buras.
40
DAFTAR PUSTAKA
Al-Daraji H. J., A. A. Al-Mashadani, W. K. Al-Hayani, A. S. Al-Hassani and H.A. Mirza. 2012. Effect of in ovo injection with L-arginine on productive and physiological traits of Japanese quail. S. Afr. J. Anim. Sci., 42: 139146. Al-Murrani, W. K. 1982. Effect of injecting amino acids into the egg on embryonic and subsequent growth in the domestic fowl. Br. Poult. Sci., 23: 171-174. Antonio, J. S. C. 1999. Glutamine: a potentially useful supplement for athletes. Can J Appl Physiol., 24(1): 1-14. Aprilia, T. 2008. Aplikasi Pengkayaan Rotifera dengan Asam Amino Bebas untuk Larva Kerapu Bebek Cromileptes altivelis. Skripsi. Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Asmawati. 2013. The Effect of In Ovo Feeding on Hatching Weight and Small Intestinal Tissue Development of Native Chicken. Disertasi. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar. Asmawati, H. Sonjaya., A. Natsir., W. Pakiding dan H. Fachruddin. 2014. The effect of in ovo feeding on hatching weight and small intestinal tissue development of native chicken. Asian. J. Microbiol. Biotech. and Envirom. Sci., 17: 69-74 Azhar, M. 2016. Performa Ayam Kampung Pra- dan Pasca-tetas Hasil In Ovo Feeding L-arginine. Thesis. Fakultas Ilmu dan Teknologi Peternakan Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin, Makassar. Biyatmoko, D. 2003. Permodelan usaha pengembangan ayam buras dan upaya perbaikannya di pedesaan. Makalah disampaikan pada Temu Aplikasi Paket Teknologi Pertanian Subsektor Peternakan. Banjarbaru, 8−9 Desember 2003. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan, Banjarbaru. hlm. 1−10. Chen, W., Y. T. Lv, H. X. Zhang, D. Ruan, S. Wang, and Y. C. Lin. 2013. Review: Developmental specificity in skeletal muscle of late-term avian embryos and its potential manipulation. Poult. Sci., 92: 2754-2764. Christensen, V.L., M.J. Wineland., G.M. Fasenko and W.E. Donaldson. 2001. Egg storage effects on plasma glucose and supply and demand tissue glycogen concentrations of broiler embryos. Poult. Sci., 80: 1729-1735. Djanah, D. 1984. Beternak Ayam dan Itik. Cetakan Kesebelas. C.V Yasaguna, Jakarta. 41
Dudung, A. M. 1990. Memelihara Ayam Kampung. Sistem Batterai. Kanisius. Yogyakarta. Ferket PR, Uni Z. 2006. Early Feeding – In ovo feeding enhances of early gut development and digestive capacity of poultry. XII European Poultry Conference. Italia. World’s Poultry Science Association. Freiji, T. S. and N. J. Daghir. 1982. Low protein, amino acid suplemented diet for laying hens. Poult. Sci., 61: 1468-1492. Foye, O. T., Z. Uni and P. R. Ferket. 2006. Effect of in ovo feeding egg white protein, hydroxyl-methylbutyrate, and carbohydrates on glycogen status and neonatal growth of turkeys. Poult. Sci., 85: 1185-1192. Gaspersz. 1991. Teknik analisis dalam penelitian percobaan. Tarsito, Bandung. Hasan, S. M. 2005. Physiology, endocrinology, and reproduction: egg storage period and weight effect on hatchability. J. Poult. Sci., 84: 1908-1912. Heny. 2002. Perbandingan Kadar Asam Amino dalam Telur Ayam Ras dan Telur Bebek dengan High Speed Amino Acid Analyzer. Thesis. Fakultas Farmasi UBAYA, Surabaya. Joseph, G. 1996. Status Asam-Basa dun Metabolisme Mineral pada Ternak Kerbau Lumpur yang diberi Pakan Jerami Padi dun Konsentrat dengan Penambahan Natrium. Disertasi. Program Pasca Sarjana Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. John, T. M., J. C. George and E. T. Moran. 1987. Pre- and posthatch ultrastructural and metabolic changes in the hatching muscle of turkey embryos from antibiotic and glucose treated eggs. Cytobios., 49: 197–210. Keralapurath, M. M., R. W. Keirs, A. Corzo, L. W. Bennett, R. Pulikanti, and E. D. Peebles. 2010. Effects of in ovo injection of l-carnitine on subsequent broiler chick tissue nutrient profiles. Poult. Sci. 89:335–341. Konashi,S., K. Takahashi and Y. Akiba. 2000. Effects of dietary essential amino acid deficiencies on immunological variables in broiler chickens. Br. J. Nutr., 83: 449-456. Kurtini, T dan Rr. Riyanti. 2003. Teknologi Penetasan. Buku Ajar. Universitas Lampung, Lampung. Lely, D. S. 2007. Pemberian Glutamin, Dextrin dan Kombinasinya Secara In Ovo Terhadap Daya Tetas, Berat Tetas, Performa dan Pemanfaatan Energi Ayam Broiler Jantan Umur 15 Hari. Thesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
42
Lilburn, M. S. and S. Loeffler. 2015. Early intestinal growth and development in poultry. Poult. Sci., 00: 1-8. Mansjoer, S. S., S. H. S. Sikar., B. Juminan., R. H. Mulyono., A. G. Murwanto dan S. Darwati. 1993. Studi genetik respon kekebalan terhadap penyakit tetelo pada ayam lokal Indonesia. Proc. Seminar Nasional. Pengembangan Ternak Ayam Buras melalui Wadah Koperasi Menyongsong PJPT II. Tema: Peningkatan Gizi dan Pendapatan Mayarakat sebagai Alternatif Mengentaskan Kemiskinan. Kerjasama Universitas Pajajaran. Dirjen Peternakan. Dirjen Bina Usaha Koperasi Pedesaan Pemda Tk. I Jawa Barat, Bandung. Newsholme P. 2001. Why is L-glutamine metabolism important to cells of the immune system in health, post-injury, surgery or infection?. J. Nutr., 131: 25155 - 25225. North, N. O. and D. B. Donald. 1978. Commercial Chicken Production Manual. 2nd Ed. Avi Publishing Co. Inc, Connecticut. Nugroho. 2003. Pengaruh Bobot Telur Tetas Kalkun Lokal terhadap Fertilitas, Daya Tetas, dan Bobot Tetas. Universitas Lampung, Bandar Lampung. Ohta, Y., N. Tsushima., K. Koide., M. T. Kidd and T. Ishibashi. 1999. Effect of amino acid injection in broiler breeder eggs on embryonic growth and hatchability of chicks. Poult. Sci., 78: 1493-1498. Ohta, Y., M. T. Kidd and T. Ishibashi. 2001. Embrio growth in amino acid concentration profiles of broiler eggs, embryos, and chick after in ovo administration of amino acid. Poult. Sci., 80: 1430-1436. Pedroso, A. A., L.S. Chaves., K. L. A. M. Lopes., N. S. M. Leandro., M. B. Café and J. H. Stringhini. 2006. Nutrient inoculation in eggs from heavy breeders. Rev. Bras. Zootec., 5: 2018-2026. Rajab. 2013. Hubungan bobot telur dengan fertilitas, daya tetas, dan bobot anak kampung. Jurnal Ilmu ternak dan Tanaman. Universitas Pattimura, Ambon. Riyanto. 2001. Sukseskan Menetaskan Telur Ayam. Penebar Andromedia Pustaka, Jakarta. Romanoff, A. L. and A. J. Romanoff. 1975. The Avian Egg. 2nd Ed. John Wiley and Sons, Inc., New York. Salmanzadeh, M., Y. Ebrahimnezhad., H. A. Shahryar and J. G. Kandi. 2016. The effects of in ovo feeding of glutamine in broiler breeder eggs on hatchability, development of the gastrointestinal tract, growth performance and carcaa characteristics of broiler chickens. Arch. Anim. Breed., 59: 235242.
43
Septiwan, R. 2007. Respons Produktivitas dan Reproduktivitas Ayam Kampung dengan Umur Induk yang Berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Setiadi, P., P. Sitepu., A. P. Sumirat., U. Kusnadi dan M. Sabrani. 1995. Perbandingan berbagai metoda penetasan telur ayam Kedu hitam di daerah pengembangan Kalimantan Selatan. Proc. Seminar Nasional. Sains dan Teknologi Peternakan. Shafey, T. M., M. A. Alodan., I. M. Al-Ruqaie and M. A. Abouheif. 2012. In ovo feeding of carbohydrates and incubated at a high incubation temperature on hatchability and glycogen status of chicks. S. Afr. J. Anim. Sci., 42: 210220. Shafey, T. M., A. S. Sami and M. A. Abouheif. 2013. Effects of in ovo feeding of L-glutamine on hatchability performance and hatching time of meat-type breeder eggs. J. Anim. Vet. Adv., 12(1): 135-139. Shafey, T. M., A. H. Mahmoud., A. A. Alsobayel and M. A. Abouheif. 2014. Effects of in ovo administration of amino acids on hatchability and performance of meat chickens. S. Afr. J. Anim. Sci., 44: 123-130. Stoss, J. 1983. Fish Gamete Preservation and Spermatozoan Physiology. In : W. S. Hoar, D. J. Randall, and E. M. Donaldson (Editors). Fish Physiology. Academic Press. Orlando, San Diego. 9B: 476p. Smirnov, A., E. Tako., P. R. Ferket and Z. Uni. 2006. Mucin gene expression and mucin content in the chicken intestinal goblet cells are affected by in ovo feeding of carbohydrates, J. Poult. Sci., 85: 669–673. Sudaryanti. 1985. Pentingnya mempertahankan berat telur tetas ayam kampung pada pemeliharaan semi intensif. Prosedings seminar peternakan dan forum peternak unggas dan aneka ternak. Pusat penelitian dan pengembangan pertanian. Departemen Pertanian. Hal 164-168. Sudaryani dan Santoso. 1994. Pembibitan Ayam Buras. Penebar Swadaya, Jakarta. Sukra, Y. 1975. Pengantar Kuliah Embriologi I. Proyek Peningkatan Mutu Perguruan Tinggi Institut Pertanian Bogor, Bogor. Suprijatna, E., U. Atmomarsono dan R. Kartasudjana. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Cetakan ke-2. Penebar Swadaya, Jakarta. Surjono. 2001. Proses Perkembangan Embrio. Universitas Terbuka, Jakarta. Suroso, W., W. Sudhiana., J. Joeng., R. Widarko., J. Hendryjanto and H. Ludi. 2007. Perkembangan embrio dari hari ke hari. Bulletin CP, Indonesia.
44
Sutiyono. S. R. dan S. Kismiati. 2006. Fertilitas, Daya Tetas Telur Dari Ayam Petelur Hasil Inseminasi Buatan Menggunakan Semen Ayam Kampung Yang Diencerkan Dengan Berbeda. Skripsi. Fak. Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang. Tako, E., P. R. Ferket and Z. Uni. 2005. Chance in chicken intestinal zinc exporter mRNA expression anf small intestinal functional following intra-amniotic zinc-methionine administration, J. Nutr. Biochem., 16: 339-346. Tavassoli, M., S. N. Mousavi and M. R. Abedini. 2011. Effects of in ovo feeding of glutamine on performance, small intestine morphology and immune response of broiler chicks, J. Anim. Environ., 3: 1-6. Uni, Z., and P. R. Ferket. 2003. Enhancement of Development of Oviparous species by In Ovo Feeding. U. S. Regular Patent., 6: 592-878. Uni, Z., and P. R. Ferket. 2004. Methods for early nutrition and their potential. World’s Poult. Sci. J., 60: 101-111. Uni, Z., P. R. Ferket., E. Tako and O. Kedar. 2005. In ovo feeding improves energy status of late-term chicken embryos. Poult. Sci., 84: 764-770. Vieira, S.L. 2007. Chicken embryo utilization of egg micronutrients. Braz. J. Poult. Sci., 9(1): 01-08. Woodard, A.E., H. Abplanalp, W.O. Wilson and P.Vohra. 1973. Japanese Quail Husbandry in Laboratory. Departement Of Avian Science University Of California. Zainuddin, D., dan I.R. Jannah. 2001. Suplementasi asam amino lisin dalam ransum basal untuk ayam kampung petelur twerhadap bobot telur, indeks telur, daya tunas dan daya tetas serta korelasinya. Lokakarya Nasional Teknologi Pengembangan Ayam Lokal. Zakaria, S. 2004. Pengaruh luas kandang terhadap produksi dan kualitas telur ayam buras yang dipelihara dengan sistem litter. Bulletin Nutrisi dan Makanan Ternak., 5(1): 1−11. Zakaria, M. A. S. 2010. Pengaruh lama penyimpanan telur ayam buras terhadap fertilitas, daya tetas telur dan berat tetas. Jurnal Agrisistem. Program Pasca Sarjana Ilmu dan Teknologi Peternakan UNHAS., 6(2): 97-103.
45
Lampiran 1. Hasil Sidik Ragam Bobot Telur yang Digunakan pada Hasil Penambahan Asam Amino Glutamin secara In Ovo pada Periode Inkubasi Descriptive Statistics Dependent Variable: bobot telur perlak ulanga uan n P0
P1
P2
P3
P4
Mean
Std. Deviation
N
I
45.7100
.
1
II
41.8600
.
1
III
45.8400
.
1
Total
44.4700
2.26126
3
I
46.1700
.
1
II
43.4500
.
1
III
46.1700
.
1
Total
45.2633
1.57039
3
I
45.8800
.
1
II
43.8000
.
1
III
45.4700
.
1
Total
45.0500
1.10177
3
I
44.1600
.
1
II
45.9300
.
1
III
45.3400
.
1
Total
45.1433
.90124
3
I
46.0300
.
1
II
44.8000
.
1
III
46.3200
.
1
Total
45.7167
.80699
3
45.5900
.81753
5
II
43.9680
1.52331
5
III
45.8280
.42588
5
Total
45.1287
1.27968
15
Total I
46
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:bobot telur Type III Sum of Squares
Source Corrected Model
df
Mean Square
F
Sig.
12.658a
6
30548.948
1
2.412
4
.603
.470
.757
ulangan
10.245
2
5.123
3.991
.063
Error
10.268
8
1.284
Total
30571.874
15
22.926
14
Intercept perlakuan
Corrected Total
2.110
1.644
.252
30548.948 2.380E4
.000
a. R Squared = .552 (Adjusted R Squared = .216)
Bobot telur perlak uan
Subset N
1
Duncana P0
3 44.4700
P2
3 45.0500
P3
3 45.1433
P1
3 45.2633
P4
3 45.7167
Sig.
.244
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 1.284. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
47
Lampiran 2. Hasil Sidik Ragam Daya Tetas Hasil Penambahan Asam Amino Glutamin secara In Ovo pada Periode Inkubasi Descriptive Statistics Dependent Variable:daya_tetas perlak ulanga uan n P0
P1
P2
P3
P4
Mean
Std. Deviation
N
I
40.0000
.
1
II
33.3300
.
1
III
31.2500
.
1
Total
34.8600
4.57125
3
I
65.0000
.
1
II
60.0000
.
1
III
55.0000
.
1
Total
60.0000
5.00000
3
I
50.0000
.
1
II
60.0000
.
1
III
25.0000
.
1
Total
45.0000
18.02776
3
I
10.0000
.
1
II
35.0000
.
1
III
10.0000
.
1
Total
18.3333
14.43376
3
I
40.0000
.
1
II
10.0000
.
1
III
20.0000
.
1
Total
23.3333
15.27525
3
41.0000
20.12461
5
II
39.6660
21.02933
5
III
28.2500
16.85415
5
Total
36.3053
18.92899
15
Total I
48
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:daya_tetas Type III Sum of Squares
Source
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
3882.279a
6
Intercept
19771.158
1
perlakuan
3391.167
4
847.792
5.981
.016
491.112
2
245.556
1.732
.237
Error
1134.014
8
141.752
Total
24787.451
15
5016.293
14
ulangan
Corrected Total
647.046
4.565
.026
19771.158 139.477
.000
a. R Squared = .774 (Adjusted R Squared = .604)
daya_tetas perlak uan Duncana P3
Subset N
1
2
3
3 18.3333
P4
3 23.3333 23.3333
P0
3 34.8600 34.8600
P2
3
45.0000 45.0000
P1
3
60.0000
Sig.
.142
.065
.161
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 141.752. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
49
Lampiran 3. Hasil Sidik Ragam Kematian Embrio Hasil Penambahan Asam Amino Glutamin secara In Ovo pada Periode Inkubasi Descriptive Statistics Dependent Variable:sebelum_ke17 perlak ulanga uan n P0
P1
P2
P3
P4
Mean
Std. Deviation
N
I
47.0000
.
1
II
47.0000
.
1
III
44.0000
.
1
Total
46.0000
1.73205
3
I
15.0000
.
1
II
15.0000
.
1
III
30.0000
.
1
Total
20.0000
8.66025
3
I
30.0000
.
1
II
30.0000
.
1
III
50.0000
.
1
Total
36.6667
11.54701
3
I
25.0000
.
1
II
40.0000
.
1
III
60.0000
.
1
Total
41.6667
17.55942
3
I
45.0000
.
1
II
55.0000
.
1
III
45.0000
.
1
Total
48.3333
5.77350
3
32.4000
13.55729
5
II
37.4000
15.53383
5
III
45.8000
10.87198
5
Total
38.5333
13.71061
15
Total I
50
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:sebelum_ke17 Type III Sum of Squares
Source
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
1984.267a
6
Intercept
22272.267
1
perlakuan
1525.733
4
381.433
4.713
.030
ulangan
458.533
2
229.267
2.833
.117
Error
647.467
8
80.933
Total
24904.000
15
2631.733
14
Corrected Total
330.711
4.086
.036
22272.267 275.193
.000
a. R Squared = .754 (Adjusted R Squared = .569)
sebelum_ke17 perlak uan Duncana P1
Subset N
1
2
3 20.0000
P2
3 36.6667 36.6667
P3
3
41.6667
P0
3
46.0000
P4
3
48.3333
Sig.
.053
.174
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 80.933. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
51
Descriptive Statistics Dependent Variable:setelah_ke17 perlak ulanga uan n P0
P1
P2
P3
P4
Mean
Std. Deviation
N
I
20.0000
.
1
II
20.0000
.
1
III
19.0000
.
1
Total
19.6667
.57735
3
I
20.0000
.
1
II
25.0000
.
1
III
15.0000
.
1
Total
20.0000
5.00000
3
I
20.0000
.
1
II
20.0000
.
1
III
15.0000
.
1
Total
18.3333
2.88675
3
I
35.0000
.
1
II
40.0000
.
1
III
45.0000
.
1
Total
40.0000
5.00000
3
I
30.0000
.
1
II
25.0000
.
1
III
30.0000
.
1
Total
28.3333
2.88675
3
25.0000
7.07107
5
II
26.0000
8.21584
5
III
24.8000
12.85302
5
Total
25.2667
9.00370
15
Total I
52
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:setelah_ke17 Type III Sum of Squares
Source
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
1005.067a
6
Intercept
9576.067
1
perlakuan
1000.933
4
250.233
15.415
.001
4.133
2
2.067
.127
.882
Error
129.867
8
16.233
Total
10711.000
15
1134.933
14
ulangan
Corrected Total
167.511
10.319
.002
9576.067 589.901
.000
a. R Squared = .886 (Adjusted R Squared = .800)
setelah_ke17 perlak uan
Subset N
1
Duncana P2
3 18.3333
P0
3 19.6667
P1
3 20.0000
P4
3
P3
3
Sig.
2
3
28.3333 40.0000 .640
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 16.233. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
53
Lampiran 4. Hasil Sidik Ragam Bobot Tetas Hasil Penambahan Asam Amino Glutamin secara In Ovo pada Periode Inkubasi Descriptive Statistics Dependent Variable:bobot_tetas perlak ulanga uan n P0
P1
P2
P3
P4
Mean
Std. Deviation
N
I
30.9300
.
1
II
32.8300
.
1
III
33.2500
.
1
Total
32.3367
1.23618
3
I
34.6300
.
1
II
32.0700
.
1
III
34.1700
.
1
Total
33.6233
1.36475
3
I
34.0500
.
1
II
33.4100
.
1
III
33.9900
.
1
Total
33.8167
.35346
3
I
33.5000
.
1
II
33.7800
.
1
III
32.2800
.
1
Total
33.1867
.79758
3
I
33.8100
.
1
II
33.9900
.
1
III
35.0500
.
1
Total
34.2833
.67002
3
33.3840
1.43293
5
II
33.2160
.77735
5
III
33.7480
1.04102
5
Total
33.4493
1.05913
15
Total I
54
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:bobot_tetas Type III Sum of Squares
Source Corrected Model
df
Mean Square
F
Sig.
7.243a
6
16782.869
1
6.503
4
1.626
1.537
.280
.740
2
.370
.350
.715
Error
8.462
8
1.058
Total
16798.573
15
15.705
14
Intercept perlakuan ulangan
Corrected Total
1.207
1.141
.419
16782.869 1.587E4
.000
a. R Squared = .461 (Adjusted R Squared = .057)
bobot_tetas perlak uan
Subset N
1
Duncana P0
3 32.3367
P3
3 33.1867
P1
3 33.6233
P2
3 33.8167
P4
3 34.2833
Sig.
.064
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 1.058.
55
Lampiran 5. Hasil Sidik Ragam Persentase Bobot Tetas terhadap Bobot Telur Hasil Penambahan Asam Amino Glutamin secara In Ovo pada Periode Inkubasi Descriptive Statistics Dependent Variable:Persentase perlak ulanga uan n P0
P1
P2
P3
P4
Mean
Std. Deviation
N
I
.6700
.
1
II
.7800
.
1
III
.7200
.
1
Total
.7233
.05508
3
I
.7500
.
1
II
.7300
.
1
III
.7400
.
1
Total
.7400
.01000
3
I
.7400
.
1
II
.7600
.
1
III
.7400
.
1
Total
.7467
.01155
3
I
.7500
.
1
II
.7300
.
1
III
.7100
.
1
Total
.7300
.02000
3
I
.7300
.
1
II
.7500
.
1
III
.7500
.
1
Total
.7433
.01155
3
.7280
.03347
5
II
.7500
.02121
5
III
.7320
.01643
5
Total
.7367
.02498
15
Total I
56
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Persentase Type III Sum of Squares
Source
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
.003a
6
Intercept
8.140
1
perlakuan
.001
4
.000
.364
.828
ulangan
.001
2
.001
.882
.451
Error
.006
8
.001
Total
8.149
15
.009
14
Corrected Total
.000
.537
.768
8.140 1.046E4
.000
a. R Squared = .287 (Adjusted R Squared = -.248)
Persentase perlak uan
Subset N
1
Duncana P0
3
.7233
P3
3
.7300
P1
3
.7400
P4
3
.7433
P2
3
.7467
Sig.
.365
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .001. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
57
Lampiran 6. Berat embrio yang mati setelah umur ke-17 hari inkubasi Pengamatan ΣTelur Mati (Butir) Rata-rata Berat Embrio (Gram) Rasio Berat embrio dan berat telur (%) Rasio Kontrol dan Injeksi
P0 9 25,3 66,0
P1 12 31,9 70,3
66,0%
69,0%
P2 11 28,7 64,7
P3 24 32,7 73,0
P4 17 30,0 67,3
58
Lampiran 7. Hasil Uji Regresi Bobot Telur dan Bobot Tetas Hasil Penambahan Asam Amino Glutamin secara In Ovo pada Periode Inkubasi
Variables Entered/Removedb Variables Entered
Model 1
Variables Removed
Method
Xa
. Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Y Model Summaryb Model
R
1
.764a
Adjusted R Square
R Square .583
Std. Error of the Estimate
.579
1.92497
a. Predictors: (Constant), X b. Dependent Variable: Y ANOVAb Sum of Squares
Model 1
df
Mean Square
Regression
508.584
1
Residual
363.140
98
Total
871.724
99
F
Sig.
508.584 137.251
.000a
3.706
a. Predictors: (Constant), X b. Dependent Variable: Y Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant) X
Standardized Coefficients
Std. Error 3.432
2.547
.662
.056
Beta
t
.764
Sig.
1.347
.181
11.715
.000
a. Dependent Variable: Y
59
60
Lampiran 9. Regresi Bobot Telur dengan Bobot Tetas Setiap Perlakuan 1. Regresi Kontrol negatif
Y0 40 35 Bobot Tetas
30 25
y = 0,6844x + 2,1481 R² = 0,7379
20
Y0
15
Linear (Y0)
10 5 0 0
10
20
30
40
50
60
Bobot Telur
2. Regresi Injeksi NaCl fisiologi tanpa glutamin (kontrol positif)
Bobot Tetas
Y2 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
y = 0,739x - 0,1377 R² = 0,5047
Y2 Linear (Y2)
0
10
20
30
40
50
60
Bobot Telur
61
3. Regresi injeksi glutamin (0,5%, 1,0% dan 1,5%) dalam NaCl fisiologis
Y3 40 35 Bobot Tetas
30 25
y = 0,567x + 7,8497 R² = 0,4381
20
Y3
15
Linear (Y3)
10 5
0 0
10
20
30
40
50
60
Bobot Telur
62
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Khatifah lahir pada tanggal 21 Mei 1994. Anak bungsu dari enam bersaudara, dari pasangan Hamdan dan Ratna. Memulai pendidikan tingkat dasar pada Sekolah Dasar Negeri 044 Buttu Lamba dan lulus tahun 2006 setelah di bangku Sekolah Dasar kemudian melanjutkan pendidikan lanjutan pertama pada SMP Negeri 1 Matakali lulus pada tahun 2009, kemudian melanjutkan pendidikan menengah pada SMA Negeri 1 Polewali Mandar lulus pada tahun 2012 dan sekarang kuliah pada salah satu Perguruan Tinggi Negeri pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin dengan program Strata Satu (S1) 2013-sekarang, melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Pengalaman organisasi yang telah ditempuh oleh penulis adalah: sebagai Bendahara Osis SMP Negeri 1 Matakali Kabupaten Polewali Mandar periode 2007-2008; Penulis aktif di Osis SMA Negeri 1 Polewali Mandar 2009 - 2011. Penulis aktif sebagai Asisten Laboratorium Fisiologi Ternak Unggas Universitas Hasanuddin, Makassar periode 2015-2017; Penulis aktif sebagai Asisten Laboratorium Ilmu Ternak Unggas Universitas Hasanuddin, Makassar periode 2016-2017.
63