PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS PADI RAWA ADAPTIF PADA LAHAN BANJIR DAN RENDAMAN Priatna Sasmita1) dan Q. Dadang Ernawanto2) Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi 2) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur
1)
ABSTRAK Evaluasi pertumbuhan dan hasil beberapa varietas padi rawa pada lahan sawah terkendala banjir dan tergenang, bertujuan untuk mendapatkan informasi pertumbuhan dan produksi varietas padi rawa (Inpara) beradaptasi baik dan berproduksi tinggi pada lahan sawah terkendala banjir dan rendaman. Penelitian dilakukan pada musim penghujan 2010-2011 pada lahan milik petani di pesisir pantai utara Jawa Barat,di Kabupaten Subang. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok tiga ulangan dengan perlakuan 7 varietas padi sawah terdiri atas 6 varietas padi rawa dan 1 varietas padi sawah irigasi (sebagai pembanding). Keenam varietas padi rawa yang digunakan adalah; Inpara-2, Inpara-3, Inpara-4, Inpara-5, Siak Raya, dan Dendang, sedangkan varietas padi sawah irigasi yang digunakan adalah Ciherang. Selama percobaan teramati terjadi banjir sebanyak tiga kali yang mengakibatkan semua pertanaman fase vegetatif terendam antara 5-8 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Inpara3, Inpara-4 dan Inpara-5 mampu melakukan recovery pasca terjadinya rendaman dan memberikan hasil lebih tinggi dibandingkan dengan varietas lainnya. Hasil rata-rata ketiga varietas tersebut adalah 4,51-5,87 t ha-1. Ketiga varietas tersebut direkomendasi dapat ditanam pada lahan-lahan sawah irigasi yang sering terkena banjir dan rendaman sekitar satu minggu fase vegetatif. Kata kunci: padi rawa, rendaman, produksi tinggi PENDAHULUAN Dampak perubahan iklim global di Indonesia yang akhir-akhir telah dirasakan antara lain adalah tingginya curah hujan di beberapa tempat dan naiknya permukaan air laut yang mengakibatkan terjadinya banjir dan rendaman. Kondisi tersebut menjadi ancaman serius bagi usaha tani padi khususnya di daerah pesisir, seperti di bagian barat Sumatera, Selatan dan utara Jawa, dan timur Papua. Di Indonesia diperkirakan setiap tahunnya terdapat 300 ribu ha lahan sawah yang mengalami kerusakan akibat banjir dan terendam, dan 60 ribu ha diantaranya gagal panen (Manikmas, 2008). Kondisi banjir dan rendaman yang melanda pertanaman padi bervariasi mulai banjir dan rendaman dangkal dalam waktu singkat (banjir seketika) hingga banjir dan rendaman dalam waktu lama atau bulanan (Puslitbang Tanaman Pangan, 2009). Banjir yang waktunya singkat (flash flooding atau submergence) dapat terjadi kapan saja selama musim tanam (Lafitte et al., 2006). Kondisi tersebut lamanya bervariasi 1-2 minggu. Keadaan tersebut menjadi serius bila banjir terjadi pada awal pertumbuhan tanaman. Hal ini sering dijumpai di daerah pantai utara Jawa seperti di Karawang, Indramayu, dan Subang.
87
Banjir yang menimbulkan genangan pada pertanaman padi dalam waktu lama bahkan dalam satu musim tanam dengan ketinggian air sekitar 60 cm disebut sebagai banjir stagnan (stagnant partial flooding). Kondisi ini menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat hingga gagal panen. Banjir stagnan banyak ditemukan di daerah lebak dangkal dan tengahan seperti di Sumatera dan Kalimantan. Rendaman akibat banjir kedalamannya bisa mencapai lebih tinggi dari tanaman padi dan durasinya bisa bulanan yang disebut sebagai rendaman banjir dalam (deepwater flooding). Pada kondisi ini tanaman memerlukan kemampuan melakukan pemanjangan batang untuk penyesuaian (adaptasi) dengan tingginya air. Kondisi ini dapat ditemukan di daerah lebak dalam seperti di Sumatera dan Kalimantan. Varietas-varietas padi yang ditanam oleh petani di daerah banjir dan rendaman seperti Ciherang, IR 42, IR64, Mekongga, Cigeulis, dan varietas lainnya tidak ada yang mampu bertahan jika pada fase vegetative terendam banjir 1-2 minggu. Untuk mengatasi kendala tersebut diperlukan inovasi teknologi antara lain varietas padi adaptif dan teknologi budidaya. Beberapa varietas padi untuk daerah rendaman ekosistem rawa telah tersedia seperti Siak Raya, Dendang, Lambur, Inpara-1, Inpara 2 dan varietas lainnya. Khusus untuk lahan sawah irigasi yang sering terkendala banjir dan rendaman saat ini telah dikembangkan galur-galur introduksi yang membawa gen ketahanan terhadap rendaman yaitu gen Sub1 (Fukao et al., 2006; Xu et al., 2006; Septiningsih et al., 2008). Tiga galur di antaranya telah dilepas di Indonesia sebagai varietas inbrida padi rawa (Inpara) toleran rendaman dengan nama berturut-turut Inpara 3, Inpara, 4 dan Inpara 5. Varietas padi Inpara 3, toleran banjir dan rendaman selama satu minggu, sedangkan Inpara 4, dan Inpara 5 toleran hingga dua minggu fase vegetatif. Inpara 4 dan 5 cocok juga ditanam di sawah irigasi. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi dan verifikasi pertumbuhan serta hasil beberapa padi rawa pada lahan sawah terkendala banjir dan rendaman sebagai bahan rekomendasi. METODOLOGI Penelitian dilakukan pada musim penghujan 2010-2011 di lahan milik petani di pesisir pantai utara Kabupaten Subang, Jawa barat. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok tiga ulangan dengan perlakuan 7 varietas padi sawah terdiri atas 6 varietas padi rawa dan 1 varietas padi sawah irigasi (sebagai pembanding). Keenam varietas padi rawa yang digunakan adalah Inpara-2, Inpara-3, Inpara-4, Inpara-5, Siak Raya, dan Dendang, sedangkan varietas padi sawah irigasi yang digunakan adalah Ciherang. Benih dari setiap varietas disemai hingga bibit berumur 25 hari. Selanjutnya bibit setiap varietas masing-masing ditanam dua bibit perlubang pada petak percobaan berukuran 4 m x 5 m dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm. Selama masa pertumbuhan tanaman, dilakukan aplikasi pupuk Urea, SP36, dan KCL masing-masing dengan dosis sesuai anjuran pemupukan spesifik lokasi menurut Permentan No. 40 Tahun 2007. Dosis pupuk yang diberikan di lokasi ini adalah Urea (222 kg ha-1), SP18 (166 kg ha-1), dan KCl (57 kg ha-1). Pelaksanaan 88
pemupukan dilakukan 3 tahap yaitu, pemupukan dasar pada 7 hari setelah tanam dengan 1/3 dosis urea, seluruh dosis SP18, dan 2/3 dosis KCl. Pemupukan susulan pertama pada saat tanaman mencapai stadia anakan maksimum dengan 1/3 dosis urea. Pemupukan dilakukan pada kondisi tidak dalam keadaan terendam dan diusahakan segera setelah air surut (keadaan air di lapang kurang dari 15 cm). Pemupukan susulan ke dua pada saat tanaman mencapai fase pertumbuhan premordia bunga dengan 1/3 dosis urea dan 1/3 dosis KCl. Pengendalian OPT, Hama dan penyakit dilakukan secar intensif dengan memperhatikan kaidah-kaidah Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Pengamatan dilakukan terhadap jumlah kejadian banjir dan rendaman serta lamanya rendaman untuk setiap kejadian. Keragaan tanaman dievaluasi berdasarkan peubah-peubah: tinggi tanaman, anakan produktif, dan hasil. Data yang terkumpul dianalisis varians selanjutnya jika ada perbedaan nyata dilanjutkan dengan uji DMRT5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan tanaman Selama fase pertumbuhan vegetatif dilokasi percobaan curah hujan cukup tinggi, tercatat sebanyak tiga kali hujan lebat yang mengakibatkan banjir dan diikuti rendaman antara 5-8 hari. Banjir dan rendaman terjadi pada saat tanaman berumur 3 minggu, 5 minggu dan 6 minggu setelah tanam. Rendaman terlama terjadi saat tanaman berumur 5 minggu setelah tanam yaitu selama 8 hari dari mulai terendam total hingga surut pada hari kedelapan. Kondisi tersebut mengakibatkan beberapa tananam mati, dan pertumbuhan anakan terhambat namun secara umum masih mampu melakukan recovery. Secara umum pertumbuhan tinggi tanaman keenam varietas padi rawa di lokasi percobaan yang terkendala banjir relative sama dengan Ciherang. Terdapat dua varietas yang menunjukkan tinggi tanaman relative tinggi yaitu Inpara-2 dan Siak Raya dengan tinggi tanaman berturut-turut 112,8 dan 116,0 cm (Tabel 1). Jumlah anakan produktif, keenam varietas padi rawa yang dievaluasi menunjukkan bervariasi. Jumlah anakan paling sedikit ditunjukkan oleh Siak Raya yaitu 13,5 batang/rumpun, sedangkan jumlah anakan terbanyak ditunjukkan oleh Inpara-5 yaitu 18,2 batang/rumpun. Variasi tersebut diduga berkaitan dengan kemampuan adaptasinya terhadap cekaman banjir dan rendaman selama pertumbuhannya. Berdasarkan umurnya keenam varietas padi rawa yang diuji dapat dibedakan menjadi dua kelompok; pertama yang umurnya kurang dari 120 HSS yaitu Inpara-5, Siak Raya, Dendang, serta pembanding Ciherang; dan yang berumur lebih dari 120 HSS yaitu Inpara-2, Inpara-3, dan Inpara-4. Komponen hasil dan hasil Pengaruh cekaman banjir diikuti rendaman yang diakibatkan oleh curah hujan yang tinggi terhadap padi rawa yang diuji dapat diamati dari karakter komponen hasil dan hasilnya (Tabel 2). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata jumlah gabah isi dan gabah hampa per malai. Jumlah
89
gabah isi permalai tertinggi ditunjukkan oleh Inpara-2, Inpara-3, Inpara-4, dan Inpara-5 yaitu berkisar antara 127,8-131,0 butir/malai. Dua varietas padi rawa lainnya yaitu Siak Raya dan Dendang menghasilkan jumlah gabah isi/malai lebih sedikit tidak berbeda nyata dibandingkan dengan Ciherang (Tabel 2). Tabel 1. Tinggi tanaman, jumlah anakan produktif dan umur panen beberapa varietas padi di lahan banjir dan rendaman Varietas Inpara-2 Inpara-3 Inpara-4 Inpara-5 Siak Raya Dendang Ciherang
Tinggi tanaman (cm) 112.8 109.0 96.8 98.8 116.0 96.2 107.8
Anakan produktif 15.0 17.0 17.4 18.2 13.5 15.4 15.2
Umur panen (HSS) 121.6 124.4 129.4 116.2 118.8 117.0 116.0
Tingginya kemampuan menghasilkan gabah isi per malai dari Inpara-2, Inpara-3, Inpara-4, dan Inpara-5 ditunjukkan pula dengan sedikitnya gabah hampa yang dihasilkan (Tabel 2). Keempat varietas tersebut menghasilkan gabah isi/malai berkisar antara 27,5-33,6 butir/malai berbeda nyata lebih sedikit dibandingkan dengan Dendang, Siak raya dan pembanding Ciherang. Jumlah gabah hampa yang dihasilkan Ciherang adalah sebanyak 51,2 butir/malai. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa cekaman banjir dan rendaman berpengaruh nyata terhadap kemampuan varietas melakukan pengisian gabah yang optimal. Hal ini ditunjukkan pula oleh bobot 1000 butir gabah/malai. Tiga dari empat varietas tersebut di atas yaitu Inpara-2, Inpara-3, dan Inpara-5 memiliki bobot 1000 butir nyata lebih tinggi dibandingkan Ciherang. Bobot 1000 butir ketiga varietas tersebut mencapai sekitar 25 g, sedangkan Ciherang sebanyak 23,8 g. Pada penelitian ini tercatat tiga kali banjir dan menyebabkan rendaman penuh di lokasi percobaan. Kondisi tersebut selain menjadikan kendala pertumbuhan diduga pula berakibat hilangnya sebagian supley hara (pemupukan awal) yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Pada penelitian ini setelah terjadi banjir pertama dan kedua tidak dilakukan analisis hara dan aplikasi pupuk. Aplikasi pupuk dilakukan setalah terjadi banjir dan rendaman yang ketiga yaitu enam minggu setelah tanam yang diberikan sebagai aplikasi pupuk susulan kedua berupa 1/3 dosis urea. Tabel 2. Komponen hasil dan hasil beberapa varietas padi di lahan banjir dan rendaman Gabah Bobot 1000 butir hampa/malai gabah isi (g) Inpara-2 128,7 a 27.5 c 25,7 a Inpara-3 130.9 a 29.9 c 25,7 a Inpara-4 131.0 a 30.6 c 19,5 b Inpara-5 127,8 a 33,6 c 25,2 a Siak Raya 105.4 b 44.7 ab 24.3 a Dendang 106,5 b 39.9 b 22.4 b Ciherang 97.4 b 51.2 a 23.8 ab Keterangan: Angka-angka sekolom diikuti huruf sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT5% Varietas
90
Gabah isi/malai
Hasil penelitian ini menguatkan hasil-hasil pengujian sebelumnya bahwa varietas Inpara terutama Inpara-3, Inpara-4, dan Inpara-5 memiliki kemampuan beradaptasi lebih tinggi pada kondisi cekaman banjir dan rendaman disbandingkan varietas unggul padi sawah irigasi lainnya (Yudhistira et al., 2011). Kemampuan tersebut diduga berkaitan dengan ekspresi gen ketahanan terhadap rendaman (gen Sub1) yang dimiliki oleh ketiga varietas tersebut (Hossain and Abidin, 2004). Gen Sub1 adalah ethylene-response factor semacam gen yang memberi sifat toleran rendaman pada padi. Mekanisme kerjanya adalah dengan mengurangi sensitivitas tanaman padi terhadap ethylene. Ethylene merupakan hormon tanaman yang mendorong proses pemanjangan tanaman, pelepasan energi yang disimpan, dan penggunaan khlorofil. Kemampuan adaptasi ketiga Inpara di atas dapat dilihat pula dengan hasil yang dicapai lebih tinggi dari Ciherang (Gambar 1). 5,87
Hasil (t/ha)
6 5
5,2
4,98
4,51
4
3,47
3,26
3,55
3 2 1 0 Inpara-2
Inpara-3
Inpara-4
Inpara-5
Siak Raya
Dendang
Ciherang
Gambar 1. Hasil rata-rata padi rawa pada lahan sawah irigasi terkendala banjir dan rendaman Berdasarkan Gambar 1, Inpara-2 menunjukkan hasil panennya (4,515,87 t/ha) tidak berbeda nyata dengan Inpara-3, Inpara-4, Inpara-5. Dengan demikian Inpara-2 sebagai salah satu varietas padi rawa dapat dipertimbangkan pula untuk ditanam di daerah-daerah sawah irigasi rawan banjir dan rendaman 58 hari. Varietas Inpara-3 dan Inpara-4 memiliki rasa nasi pera, namun Inpara-5 memiliki rasa nasi pulen, telah dicoba pula dapat berproduksi tinggi pada kondisi lahan sawah irigasi normal atau tidak terkendala banjir dan rendaman (Tabel 3), sehingga baik pula ditanam petani pada kondisi lahan sawah normal. Penurunan hasil Swarna-Sub1 (varietas Inpara-4), dan IR64-Sub1, (varietas Inpara-5) pada kondisi terendam berturut-turut hanya 26 dan 16%, sedangkan penurunan varietas IR64 dan IR42 pada kondisi yang sama mencapai 39 dan 44%. Dua varietas padi rawa lainnya yaitu Siak Raya dan Dendang kurang cocok untuk daerah rawan banjir dan rendaman seperti yang ditunjukkan oleh Ciherang di lahan sawah irigasi. Dua varietas tersebut diduga kurang dapat beradaptasi terhadap kondisi banjir dan rendaman karena tidak memiliki gen ketahanan (Sub1). Di lokasi pengujian ini sebagian besar petani menanam Ciherang yang hasilnya rata-rata kurang dari 3,0 t ha-1 bahkan tidak sedikit yang gagal total ketika terjadi banjir dan rendaman lebih dari satu minggu di lahan tersebut.
91
Tabel 3. Hasil gabah galur Swarna-Sub1, IR64-Sub1 dan varietas pembanding IR64 dan IR42 pada kondisi normal dan terendam penuh selama 10 hari fase vegetative, Sukamandi MT 2008/2009 Varietas Swarna-Sub1 IR64-Sub1 IR64 IR42
Hasil GKG (t ha-1) Kondisi Normal Kondisi terendam 7,6 5,7 4,9 4,1 4,9 3,0 4,7 2,7
Penurunan hasil (%) 26 16 39 44
Keterangan: Swarna-Sub1 dan IR64-Sub1 dilepas sebagai Inpara-4 dan Inpara-5
KESIMPULAN DAN SARAN Varietas Inpara-3, Inpara-4, dan Inpara-5 beradaptasi baik pada lahan sawah irigasi yang terkendala banjir dan rendaman selama 5-8 hari pada fase pertumbuhan vegetatif berumur lebih dari 3 minggu setelah tanam. Produktivitas ketiga varietas berkisar antara 4,98-5,87 t ha-1, sedangkan Ciherang sebanyak 3,55 t ha-1. Ketiga varietas tersebut direkomendasi untuk ditanam oleh petani di lahan-lahan sawah irigasi terkendala banjir dan rendaman. Dalam pengelolaan pemupukan pada lahan banjir dan rendaman disarankan aplikasi pupuk diulang sesuai keperluan apabila selama fase pertumbuhan vegetatif tanaman terjadi banjir dan rendaman. DAFTAR PUSTAKA Fukao T, Xu K., Ronald PC, Serres JB. 2006. A variable cluster of ethylene response factor–like genesregulates metabolic and developmental acclimation responses to submergence in rice. The Plant Cell 18: 2021–2034. Hossain, M. and Abidin MZ. 2004 Rice research and development in the flood-prone ecosystem: an overview. In: Bhuiyan SI, Abedin MZ, Singh VP, Hardy B, editors. 2004. Rice research and development in the flood-prone ecosystem. Proceedings of the international workshop on flood-prone rice systems held in Gazipur, Bangladesh, 9-11 January 2001. Los Baños (Philippines): International Rice Research Institute. 283 p Lafitte,H.R. A. Ismail, and J. Bennett. 2006. Abiotic stress tolerance in rice for Asia: progress and the future. "New directions for a diverse planet". Proceedings of the 4th International Crop Science Congress, 26 Sep – 1 Oct 2004, Brisbane, Australia Manikmas, M.O. 2008. Developing submergence-tolerant rice varieties in Indonesia. Sub1 News. 2(3):4-5. Puslitbang Tanaman Pangan. 2009. Padi Toleran Rendaman. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. Septiningsih EM, Pamplona AM, Sanchez DL, Neeraja CN, Vergara GV, Heuer S, Ismail AM, Mackill DJ. 2008. Development of submergence tolerant rice cultivars: The SUB1 locus and beyond. Ann Bot: doi:10.1093/aob/mcn206 Xu K., Xu X, Fukao T, Canlas P, Maghirang-Rodriguez, Heuer S, Ismail AM, Serres JB, Ronald PC, Mackill DJ. 2006. SUB1A is an ethylene-response-factor-like gene that confers submergence tolerance to rice. Nature 442 : 705-708 Yudhistira Nugraha, Priatna Sasmita and Abdelbagi MI. 2011. Performance of sub1 NILs nedium deep stagnant conditions. Makalah Seminar Pemuliaan Berbasis Potensi Kearifal Lokal Menghadapi Tantangan Globalisasi, PERIPI Komda Banyumas, UNSOED Purwokerto, 8-9 Juli 2011. 92