Pertemuan X & XI Contoh Kasus candi-candi Periode Jawa Timur
Universitas Gadjah Mada
1
X dan XI. Contoh Kasus Candi Periode Jawa Timur Candi Kidal Candi Kidal terletak di desa Rejokidul, Kecamatan Tumpang, kabupaten Malang, Propinsi Jawa Timur, tidak jauh di sebelah timur jalan antara Tajiman dan Tumpang. Dalam sejarahnya candi ini dianggap sebagai pendharmaan raja Anusapati, yaitu raja kedua dari masa kerajaan Singosari yang meninggal tahun 1248 Masehi. Soekmono berpendapat Candi Kidal adalah yang rnengawal perkembangan seni bangunan candi rnenjadi candi Jawa Timur: Penampilannya yang kokoh dan perkasa kiranya merupakan unsur-unsur klasik tua,
sedangkan kerampingannya menandai berawalnya unsur klasik muda.
Relief yang tampak dari Candi Kidal adalah cerita Garudeya. Cerita ini mengisahkan perjuangan garuda dalam usahanya membebaskan ibunya (winata) dari perbudakan. Cerita tersebut dimuat dalam parwa pertama dari Mahabarata Adiparwa). Sisis tmur melukiskan garuda membawa guci yang berisi air anerta (kamandalu). Sisi selatan melukaskan garuda dengan tiga ekor naga.
Candi Singosari Ada beberapa pendapat yang berkaitan dengan masa pendirian candi Singosari. Brandes menyebutkan masa pendirian candi Singosari lebih muda dari candi jago. Tepatnya berdasarkan seni hiasnya candi ini masuk dalam gaga seni Singosari. Adapun Bernet kempers memerkirakan pembangunan candi Singosari pada tahun 1300 masehi. Menurut Poerbatjaraka, candi Singosari merupakan pendharmaan raja Kertanehgara, namun adanya beberapa candi di kompleks candi Singosari sehingga sulit menunjukkan lokasi pendharmaan yang dimaksud. Yang menarik dari candi Singosari adalah bangunan candi ini berdiri di atas sebuah batur yang cukup tinggi. Di atas batur inilah candi berdiri, dan bilik candi berada pada bagian kaki candi. Masing-masing sisis terdapat penampil, dan penampil memiliki atap tersendiri yang terpisah dengan badan candi. Atap pada penampil kaki candi memberi kesan seolaholah mengelilingi atap pusat yang lebih tinggi. Yang menarik lainnya dari bangunan ini adalah adanya saluran pada lantainya, dialirkan ke luar pada sisi utara, seolaholah candi itu sendiri sebagai lingga yang terdiri di atas yoni. Di dalam ruangan pusat candi terdapat pada sebuah yoni. Adapun di relung-relung candi terdapat arca Durga, ganesha yang pada tahun 1804 dipindahkan dari rerunuhannya dan tahun 1819 dibawa ke negeri Belanda. Berdasarkan identifikasi arca tersebut, candi Singosari berlatar belakang agama Siwa. Namun demikian Stuterheim berpendapat bahw candi Singosari berlatar belakang, agama Buddha berdasarkan keyakinannya adanya arca pantheon Buddha pada relung tubuh candi. Pendapat ini masih diragukan mengingat arcaarca tersebut belum ditemukan. Universitas Gadjah Mada
2
Candi Sumberawan Lokasi candi sumberawan relatif dekat dengan candi Singosari, yang marik dari banguna ini adalah bentuk stupa dengan ukurab tinggi bangunan kurang lebih 5 meter. Bernet kempers (1959) menduga bahwa tempat ini dahulu bernama kasurangganan, sebuah nama yang diambil dari Negarakertagana. Nama tersebut adalah tempat yang dipilih Hayam Wuruk untuk beristirahat dalam perjalanannya mengelilingi Jawa Timur. Masa pendirian bangunan ini ada yang memperkirakan anatra abad XI-XV Masehi berdasarkan angkaangka tahun yang tertulis pada batur dan pada dagoba. Namun demikian ada pula yang berpendapat ditinjau dari sudur langgamnya dan tanpa hiasan diperkrakan bangunan ini didirikan kira—kira abad XIV-XV Masehi. Bentuk bangunan terdiri dari batur stupa yang terdiri dari batur empat persegi dan kaki yang juga persegi. Di atas bangunan ini terdapat stupa yang terdiri dari sebuah lapik bujur sangkar. Kaki segi delapan dengan bantalan padma dan tubuh yang lebih menyerupai sebuah genta. Biasanya di atas stupa terdapat catra, namun di candi Sumerawan Benda tersebut tidak ditemukan, dan diperkirakan sudah hilang. Tidak ada hiasan pada banguinansuci ini. Di samping itu juga tidak ada tanda yang menunjukkan adanya tangga naik pada ke empat sisis bangunannya. Fungsi bangunan candi Sumberawan masih merupakan perdebatan, apakah tempat pendhermaan, apakah juga tersimpan benda-benda relik dari tokoh agama Buddha ataukah sekedar tempat pemujaan. Ada pula yan mengkaitkan dengan lingkungannya yan tenang dekat dengan sebuah telaga maka tempat ini dipandang sebagai sebuah punden.
Candi. Jawi Candi
jawi
berada
di
Prigen-malang
di kaki Gunung Welirang.
Menurut
Nrgarakertagama candi Jawi disebut Jajawa atauJawa-jawa, dan di dalam pupuh 56;1 disebutkan candi ini didirikan oleh raja Kertagama. Berdasarkan keterangan tersebut disimpulkan bahwa Candi Jawi didirikan pada akhir periode kerejaan Singosari. Selain itu disebutkan pula di dalam Negarakertagama (pupuh 57;40 bahwa Candi Jawi pernah disambar petir pada tahun 1253 Caka. Peristiwa itu menyebabkan runtuhnya bagian atap candi. Pada saat dilakukan penelitian tahun 1938 ditemukan batu candi yang berangka tahun 154 Caka. Angka tersebut diyakini sebagai peringatan dibangunnya kembali candi Jawai, ditandai dengan jenis batu yang berlainan antara kaki candi dan atap candi dari batu hitam (andesit). Ada perbedaan bahan tersebut dikaitkan dengan perbedaan masa pembangunan. Pada tahun 1938-1941 mulai dilakukan pemugaran. Basil rekonstruksi dan sususnan percobaab hampr berhasil menunjukkan perkiraan bentuk bangunan candi, Universitas Gadjah Mada
3
namun tampaknya tidak mudah mengingat ada satu lapis batu yang hilang sehingga sulit memperkirakan bentuk yang sebenarnya dari bangunan tersebut. Adanya indikasi bekasbekas bangunan di halaman candi, diperkirakan ada bangunan lain selain bangunan utama. Secara keseluruhan bangunan candi tinggi dan ramping. Stuterheim berpendapat bentuk bagian bangunan candi seperti yang terdapat pada salah satu bangunan yang ada di relief pada kaki candi. Krom betpendapat bahwa atap candi Jawi bertingkat. Di bagian kaki candi terdapat relief cerita, namun sampai sekarang suli mengindentidfikasi. cerita tersebut. Di samping itu kondisi reliefnya yang sudah mulai our karena cara pemahatannya yang tipis sehingga menambah kesulitan dalam menafsirkan cerita tersebut. Pada tubuh candi terdapat relung-relung dengan hiasan kala pada ambang atasnya. Atap candi terdiri dari tiga tingkatan, pucaknya berbentuk dagoba. Prapanca menerngkan bahwa candi jawi memunyai dua sifat keagamaan yaitu bagian bahwa bersifat Siwa sedangkan bagian atasnya bersifat Buddha. Percampuran dua agama antara Siwa dan Buddha pada abad XII-XV relatif menonjol dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya, lebih-lebih pada masa pemerintahan Kertagama. Dalam prasasti Gajah Mada 1351 Masehi disebutkan adanya gelar Kertagama yaitu Bhatara sang Lumah ri Ciwabuddha. Dua sifat keagamaan pada bangunan candi ini ditandai oleh adanya arca pantheon Siva dan Buddha. Arca-arca yan ditemukan di candi Jawi yang berasal dari panteon Hindu adalah nandiswara, Durga, Brahma, Ganesa, Nandi. Arca dari panteon agama Buddha yaitu Aksobya, namun sampai sekarang belum ditemukan.
Candi Jago Candi jago berada di Desa jago di dekat Tumpangmalang (Jawa Timur). Berdasarkan Negarakertagama candi jago berhubungan dengan raja Wisnuwardhana dan diresmikan sekitar tahun 1268 Masehi. Namun ada yang berpendapat bahwa jago yang sekarang adalah merupakan basil pembangunan kembali yang dilakukan tahun 1343 Masehi oleh Adityawarman. Soekmono (1994) dalam tulisannya menyebutkan bahwa raja Adityawarman tahun 1343 Masehi mempersembahkan kepada raja Majapahit sebuah patung Manjusri untuk ditempatkan di Jinalaya (diinterpretasikan sebagai candi jago di Pulau Jawa dan sekaligus menuruh mendirikan bangunan suci di Jinalaya. Kesimpulan lebih lanjut ialah bahwa candi jago yang ada sekarang adalah basil permbakan atau pembangunan barn dari candi tempat pendharmaan raja Wisnuwardhana. Silang pendapat seperti itu sering terjadi mengingat adanya kebiasaan dari raja-raja pada waktu itu yang sering melakukan pembaharuan terhadap candi-candi yang didirikan oleh raja-raja sebelumnya. Berdasarkan data tersebut yang sering menimbulkan perbedaan pendapat mengenai masa pendirian suatu bangunan candi. Universitas Gadjah Mada
4
Di dalam Negarakertagarna disebutkan bahwa winsuwardhana wafat tahun 1268 masehi, yang kemudian didharmakan di dua tempat yaitu di waleri sebagai Siwa dan di Jajagu sebagai Buddha. Jajagu adalah nama tempat yang tidak lain adalah candi jago, sedangkan waleri diperkirakan suatu bangunan candi. Dari keterangan tersebut dapat diketahui bahwa raja Wisnuwardhana menganut agama Siva dan Buddha. Denah bangunan candi empat persegi panjang. Bentuk bangunan candi jago memiliki keistimewaan yaitu didirikan di atas batur yang terdiri dari tiga teras yang makin ke atas semakin kecil sehingga memungkinkan adanya selasar untuk mengelilingi candi. Teras yang tertinggi letaknya bergeser agak ke belakang dan tempat ini merupakan tempaat yang paling penting. Sususnan bangunan yangberteras tersebut mengingatkan pada bentuk punden berundak pada masa prsejarah. Pada masa klasik khususnyaklasik muda (abad XII-XV) sususnan bentuk berteras tidak hanya pada bangunannya saja tetepai juga pada susunan halamannya. Candi jago merupakan contoh bentuk bangunan yang berteras. Namun demikian kesamaan bentuk bangunan atau benuk halaman yang berundaj antara masa Prasejarah dan Klasik yang ddikaitkan dengan kesamaan fungsi masih memerlukan data yang lebih lengkap. Saat ini masih ampak dari bangunan candi jago adalah bagian kaki candi dan sebagian dari badan candi. Adapun atap candi sukit diketahui bentuknya karena tidak ada komponen batu yang berkaitan dengan atap candi. Berdasarkan data ini diperkirakan ataaaaap candi jago seperti halnya Candi Panataran yaitu beratap Meru. Relief di Candi Jago seperti halnya relief candicandi masa klasik muda lainnya yaitu digambarkan secara simbolis dalam bentuk wayang kulit. Seperti disebutkan dalam sumber tertulis adanya dua sifat agama di candi jago, maka di dalam penggambaranya relief juga dapat dibedakan : 1. Relief yang menunjukkan sifat Buddhis : a.
relief cerita tantri (pancatantra)
b.
relief cerita Kunjakarna
2. Relief cerita yang ersifat Hinduistis: a.
relief ceita partayajna dan Arjunawiwaha
b.
relief cerita tentang Kresna
Di candi jago terdapat sejumlah arca yang berlatar belakang agama Buddha. Dari bukti arkeologis, dierkirakan adanya lima arcadalam bilik candi, yaitu tokoh amogapaca, sudhanakumara, Cyamantara, hayagriya dan Brekuti. Amogapasca digambarkan bertangan delapan, dua tangannya dalam sikap waramudera dan abhayamudra, tangan yang lain memegang
aksamala,
paca,
pustaka,
trinanda,
padma,
dan
kamandalu.
Dalam
penggambarannya tokoh ini dikelilingi oleh 13 dewa, Dhyani Buddha dan tara. Arca Sudhanakumara ditandai dengan atribut pustaka pada tangan dan arca ini sekarang Universitas Gadjah Mada
5
tersimpan di museum Pusat jakarta. Adapun arca Cyamantara sering disebut dengan Tara Hijau, sedangkan Bhrekuti biasanya digambarkan sebagai raksasa yang bertangan empat, dua diantaranya memegang akasmala dan kamandalu. Arca hayagriwa di dalam ikonografi biasanya digambarkan berkepala kuda.
Candi Panataran Candi Panataran merupakan kompleks percandian periode Jawa Timur, yang cukup besar yang terdiri dari tiga bagian, depan-tengah- dan halaman yang paling sakral. Dilihat tata letak bangunan menunjukkan bahwa bangunan tersebut tidak dibangun dalam satu generasi. Di halaman depan terdapat enam bangunan yang saat ini tinggal fondasinya. Fondasi-fondasi tersebut atau pendapa tersebut sebagian menyisakan adanya umpakumpak bangunan. Untuk itu diperkirakan bangunan ini memiliki bangunan bertiang dari kayu. Di halaman kedua terdapat tujuh bangunan yang juga tinggal fondasinya saja. Untuk memasuki halaman ketiga terdapat pintu gerbang yang dijaga oleh Dwarapala. Bangunan candi Induk terdapat di halaman ketiga. Bangunan candi Induk juga diperkirakan ada bangunan dari kayu. Pada candi Induk ini terdapat relief cerita ramayana dan kresnayana, tetapi
tidak
selengkap pada Candi Prambanan. Di kompleks bangunan candi Panataran terdapat prasasti baik yang panjang maupun yang pendek. Angka thun yang tertua adalah 1119 Caka dan yang termuda 1337 caka. Dalam Prasasti 1119 Caka ini dikenal nama candi Palah. Rentang yang cukup panjang inilah yang memperkuat dugaan para ahli bahwa bangunanbangunan ini mengalami penambahan, dan kompleks ini berfungsi sebagai tempat ritual cukup lama.
Universitas Gadjah Mada
6