Prosiding Pertemuan Ilmiah Nasional Tahunan VIII ISOI 2011 Hotel Sahid Jaya, Makassar, 25-27September 2011
Prosiding
Pertemuan Ilmiah Nasional Tahunan VIII ISOI 2011 Hotel Sahid Jaya Makassar 25 – 27 September 2011
Ketua Tim Editor: Bisman Nababan
Tim Editor: Agus Hartoko, Augy Syahailatua, Bambang Yulianto, Bisman Nababan, Dwi Djoko Setyono, Eddy A. Subroto, Eka Djunarsyah, Feliatra, Inneke Rumengan, Iskaq Iskandar, Iqbal Djawad, Johnson L. Gaol, John Pariwono, Joko Santoso, Mulia Purba, Munasik, Neviaty Putri Zamani, Sri Yudawati Cahyarini, Suhartati M. Natsir, Tri Prartono, Wahyu Pandoe
2012 Diterbikan oleh: Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia (ISOI) Sekretariat d/a. Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI Jl. Pasir Putih I, Ancol Timur, Jakarta 14430
Nababan et al. (Editor). 2012. Prosiding Pertemuan Ilmiah Nasional Tahunan VIII ISOI 2011, Hotel Sahid Jaya, Makassar 25-27 September 2011, 283hal.
Foto kulit muka: Pulau Samalona, SEAWIFS, Topografi perairan Indonesia, Kapal Riset, Kapal Selam Riset, Sampling, Anemon & Clown Fish, Keramba Jaring. Keterangan foto: Foto memperlihatkan sebagian dari bidang ilmu yang diseminarkan. Tata letak: Mukhammad Subkhan ISBN: 978-979-98802-8-4
Prosiding Pertemuan Ilmiah Nasional Tahunan VIII ISOI 2011 Hotel Sahid Jaya, Makassar, 25-27September 2011
KATA SAMBUTAN Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat-Nya sehingga Prosiding Pertemuan Ilmiah Nasional Tahunan VIII ISOI 2011, Makassar, 25-27 September 2011 dapat terbit. Pertemuan Ilmiah Nasional Tahunan VIII ISOI 2011 ini merupakan bagian dari salah satu kegiatan rutin tahunan ISOI dengan tema ”Laut untuk Kesejahteraan Rakyat”. Pertemuan Ilmiah Nasional Tahunan ini merupakan semi-international event mengingat pertemuan in dihadiri oleh beberapa pembicara kunci terkait pengembangan ilmu dan teknologi kelautan serta perikanan dari berbagai negara asing seperti Amerika Serikat, Jepang, China, dan Taiwan. Pertemuan Ilmiah Nasional Tahunan VIII ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan seperti instansi pemerintah, swasta, perguruan tinggi, pendidikan menengah, lembaga penelitian, lembaga swadaya masyarakat dan industri dari berbagai daerah Indonesia dan luar negeri. Makalah yang dipresentasikan dalam Pertemuan Ilmiah Nasional Tahunan VIII ini terdiri dari dua belas bidang yaitu Interaksi daratan, lautan, dan atmosfer, Sumberdaya hayati laut, Kebijakan kelautan (Ocean Policy), Mitigasi bencana kelautan dan perubahan iklim, Coral reef, Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, Marine pollution, Ekosistem laut Arafura dan laut Timor, Infrastruktur dan kelembagaan iptek kelautan nasional, Survei dan pemetaan kelautan, Geosains kelautan dan Hidro-oseanografi, dan Teknik pantai dan lepas pantai. Seperti tahun sebelumnya, saya sebagai Ketua Umum ISOI sangat senang dan bangga pada penerbitan Prosiding ini karena paper yang diterbitkan disini telah melalui seleksi peer review oleh Tim Editor yang telah bekerja keras disela-sela kesibukannya untuk mereview paper yang masuk. Ucapan terima kasih disampaikan secara khusus kepada Gubernur Sulawesi Selatan Bapak Dr. Syahrul Yasin Limpo, Walikota Makassar Bapak Ir. Ilham A. Sirajuddin, MM, Bupati Wakatobi Bapak Ir. Hugua, Bupati Bantaeng Bapak Prof. Dr. Ir. Nurdin Abdullah, Komda ISOI Makassar, Universitas Hasanuddin (UNHAS), dan Dinas Perikanan dan Kelautan, Sulawesi Selatan yang telah membantu pelaksanaan PIT ISOI VIII ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan yang telah menyediakan dana untuk penerbitan Prosiding ini. Penghargaan sebesar-besarnya juga saya sampaikan kepada Ketua and Anggota Tim Editor beserta staf pendukungnya yang telah bekerja keras untuk dapat menyelesaikan proses penerbitan Prosiding ini. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada instansi pemerintah dan swasta yang telah turut serta membantu dalam penyelenggaraan Pertemuan Ilmiah Nasional Tahunan VIII ini seperti Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (IPB), Kementerian Lingkungan Hidup, Bappenas, Ditjen Dikti-Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Badan Riset Kelautan dan Perikanan-Kementerian Kelautan dan Perikanan, BAKOSURTANAL, COREMAP IIKementerian Kelautan dan Perikanan, BPPT, LIPI, UNDIP, ITB, IOC, Yayasan KEHATI, Dishidros, Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral, dan SeaWorld Indonesia. Jakarta, January 2012
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc. Ketua Umum ISOI
Prosiding Pertemuan Ilmiah Nasional Tahunan VIII ISOI 2011 Hotel Sahid Jaya, Makassar, 25-27September 2011
KATA PENGANTAR Prosiding Pertemuan Ilmiah Nasional Tahunan VIII ISOI 2011 ini merupakan salah satu hasil dari Pertemuan Ilmiah Nasioanl Tahunan VIII ISOI 2011 yang diselenggarakan di Makassar, tanggal 25-27 September 2011. Pertemuan Ilmiah Nasional Tahunan VIII ISOI 2011 bertema ”Laut untuk Kesejahteraan Rakyat” dan dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan baik dari pihak swasta maupun dari pemerintah. Panitia pelaksana seminar menerima sebanyak 192 abstrak yang semuanya dipresentasikan secara oral dalam pertemuan ini. Dari 192 abstrak yang dipresentasikan, sebanyak 80 makalah lengkap diterima oleh Tim Editor sampai batas waktu yang ditentukan. Melalui peer group review, makalah tersebut di review dan diseleksi untuk dapat diterbitkan dalam Prosiding maupun Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. Setelah melalui proses review dan seleksi, dari 80 makalah lengkap yang direview oleh Tim Editor maka makalah yang layak diterbitkan melalui perbaikan dan saran dari para reviewer untuk Prosiding sebanyak 48 judul dan untuk Jurnal sebanyak 22 judul. Dari sejumlah 48 judul untuk Prosiding, sejumlah 21 judul tidak memasukkan perbaikan sampai batas waktu yang ditentukan. Selaku Ketua Tim Editor, saya mengucapkan terima kasih banyak dan penghargaan sebesar-besarnya kepada anggota Tim Editor yang sudah bekerja keras untuk mereview makalah dibidangnya dan memberikan masukan atau komentar untuk perbaikan paper yang layak maupun tidak layak untuk diterbitkan. Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada panitia seminar yang telah membantu dan bekerja keras dalam proses pengumpulan makalah, proses editing, sampai proses penerbitan Prosiding PIT VIII ISOI ini khususnya kepada Jafar Elly, Muhammad Subhan, Ratih Deswati, dan Sahat Tampubolon. Semoga Prosiding Pertemuan Tahunan ISOI VIII 2011 ini dapat menambah, melengkapi, dan memajukan ilmu dan teknologi di bidang perikanan dan kelautan.
Bogor, January 2012
Bisman Nababan, Ph.D. Ketua Tim Editor
Prosiding Pertemuan Ilmiah Nasional Tahunan VIII ISOI 2011 Hotel Sahid Jaya, Makassar, 25-27September 2011
DAFTAR ISI Kata Sambutan .............................................................................................................
iii
Kata Pengantar .............................................................................................................
iv
Daftar Isi ......................................................................................................................
v
SUMBERDAYA HAYATI, EKOSISTEM LAUT, DAN CORAL REEF Aktivitas Antibakteri Dan Identifikasi Kandungan Metabolit Sekunder Ekstrak Metanol Beberapa Jenis Teripang. Abdullah Rasyid .................................................
1
Asosiasi Makroalga pada Berbagai Jenis Lamun di Kepulauan Spermonde, Sulawesi Selatan. Rohani Ambo-Rappe ....................................................................
8
Kajian Komunitas Foraminifera Bentik Sebagai Indikator Kalayakan Lingkungan Untuk Pertumbuhan Terumbu Karang Di Kepulauan. Suhartati M. Natsir, M. Subkhan, dan Ricoh M. Siringoringo ......................................................................
17
Daya Grazing Dan Preferensi Makanan Bulu Babi Terhadap Berbagai Jenis Lamun Di Perairan Pulau Barrang Lompo, Makassa. Andi Haerul, Inayah Yasir, dan Supriadi ...............................................................................................................
26
Struktur Komunitas Makrobentos Di Ekosistem Pantai Berbatu Dan Ekosistem Lamun, Pantai Bama, Taman Nasional Baluran. Idham Sumarto Pratama, Puteri Hapsan, dan Septi Reza Fahlewi ..................................................................
37
Hubungan Diversitas Dan Kerapatan Mangrove Dengan Kelimpahan Dan Komposisi Jenis Gastropoda Di Estuari Perancak, Bali. Nita Rukminasari, Syamsu Alam, dan Susiana .......................................................................................
45
Pengamatan pertumbuhan kerang darah (Anadara granosa) dan siput gonggong (Strombus turturella) di luar habitat aslinya. Safar Dody ...........................................
61
Monitoring Dan Status Terkini Terumbu Karang Di Perairan Kecamatan Selat Nasik Kabupaten Belitung. Yatin Suwarno, Suzi Mardia Syarif, dan Yoniar Hufan Ramadhani .....................................................................................................
69
Pengembangan Valuasi Ekonomi Terumbu Karang Spasial Dengan Sistem Informasi Geografi Dan Metode Benefit Transfer (Studi Kasus Terumbu Karang di Kepulauan Karimunjawa, Jawa Tengah). Irmadi Nahib, Yatin Suwarno, M. Khifni Soleman, dan Syahrul Arief .........................................................................
81
SURVEI DAN PEMETAAN KELAUTAN Kajian Kondisi Lamun Dan Biota Asosiasinya Dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografi Di Kepulauan Kei, Tual-Maluku Tenggara. Indarto Happy Supriyadi ....................................................................................................................
92
Prosiding Pertemuan Ilmiah Nasional Tahunan VIII ISOI 2011 Hotel Sahid Jaya, Makassar, 25-27September 2011
GEOSAINS KELAUTAN DAN HIDRO-OSEANOGRAFI Perbandingan Suhu Permukaan Laut Dari Beberapa Metode Pengukuran Di Teluk Cederawasih, Papua. Gandi Y.S. Purba, Thomas Pattiassina, Amelius Mansawan, Mark Erdmann, Cristovel Rotinsulu, dan Marwoto .........................
107
Kandungan Nutrien Di Perairan Selat Makassar. Marojahan Simanjuntak .............
117
Dinoflagellata Toksik Penyebab Ciguatera Fish Poisoning Di Perairan Kepulauan Seribu, Jakarta Utara: Studi Awal Mengenai Distribusi. Riani Widiarti .................
130
Kondisi Biologi dan Oseanografi Perairan Leti-Maluku Tenggara Berdasarkan Hasil Ekspedisi Widya Nusantara (Ewin). Muswery Muchtar .................................
140
PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL Analisis Kesesuaian Dan Pengembangan Ekowisata Penyu Di Desa Runduma, Taman Nasional Wakatobi. Amran Saru, Andi Iqbal Burhanuddin, dan La Ode Maaruf ................................................................................................................
153
Penilaian Kerentanan Pesisir Terhadap Sea Level Rise Dengan Menggunakan Indek Kerentanan Komposit Di Wilayah Pesisir Semarang. Ifan Ridho Suhelmi ...
165
Pengelolaan Wilayah Pesisir Pulau Senoa Sebagai Pulau Terdepan Wilayah Nkri Melalui Data Lingkungan Geologi Kelautan. Yani Permanawati dan Nineu Yayu Geurhaneu ........................................................................................................
177
MARINE POLLUTION DAN KONSERVASI Studi Perubahan Morfologi Dasar Laut Dan Kandungan Endapan Logam Berat Dalam Sedimen, Di Teluk Buyat, Sulawesi Utara. Delyuzar Ilahude .....................
186
Distribusi Konsentrasi Total Minyak Dalam Air Laut Dan Sedimen Di Perairan Kepulauan Leti. Khozanah .........................................................................................
197
Distribusi dan Geokimia Logam Berat dalam Sedimen di Perairan Pesisir Semarang, Jawa Tengah. Lestari ................................................................................
204
Distribusi dan Geokimia Logam Berat dalam Sedimen di Perairan Pesisir Semarang, Jawa Tengah. Lestari dan Rachma Puspitasari ......................................
218
TEKNIK PANTAI DAN LEPAS PANTAI Karakteristik Pantai Pulau Senoa (Salah Satu Pulau Terdepan NKRI). Nineu Yayu Geurhaneu., Kris Budiono, dan Purnomo Raharjo .....................................
228
Aplikasi Teknologi Eksplorasi Laut Dalam: Pembelajaran Dari Index Satal 2010. Penny Dyah Kusumaningrum dan Luh Putu Ayu Savitri Chitra Kusuma .........
238
BIOTEKNOLOGI DAN PERIKANAN LAUT Peran Hormon Lhrh Dalam Pemijahan Induk Kerapu Macan (Epinephelus fuscogutatus). Ketut Suwirya, Agus Prijono, dan Bejo Slamet .............................
251
Pemantauan Kinerja Proses Produksi Ikan Konsumsi Dengan Pendekatan Sistem Management Dashboard Berdasarkan Key Performance Indicator (KPI). Muhammad Jafar Eli dan Ester Lumadi ................................................................
257
Prosiding Pertemuan Ilmiah Nasional Tahunan VIII ISOI 2011 Hotel Sahid Jaya, Makassar, 25-27September 2011
Kepadatan dan Laju Pertumbuhan Spesifik Nannochloropsis Sp. pada Kultivasi Heterotropik Menggunakan Media Hidrolisat Singkong. Mujizat Kawaroe, Tri Prartono, dan Ganjar Saefurahman .............................................................................
269
Pengaruh Kadar Protein Dan Rasio Pemberian Pakan Terhadap Pertumbuhan Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus). Muslimin .............................................
276
Prosiding Pertemuan Ilmiah Nasional Tahunan VIII ISOI 2011 Hotel Sahid Jaya, Makassar, 25-27 September 2011
SUMBERDAYA HAYATI, EKOSISTEM LAUT, DAN CORAL REEF
Asosiasi Makroalga Epifit Pada Berbagai Jenis Lamun...
ASOSIASI MAKROALGA EPIFIT PADA BERBAGAI JENIS LAMUN DI KEPULAUAN SPERMONDE, SULAWESI SELATAN ASSOCIATION OF EPIPHYTIC MACROALGAE ON DIFFERENT SEAGRASS SPECIES IN SPERMONDE ARCHIPELAGO, SOUTH SULAWESI Rohani Ambo-Rappe Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar 90245 E-mail:
[email protected] Abstract Seagrasses are a major functioning element which maintains the high productivities of marine regions. The epiphytic macroalgae of seagrasses are important primary producers in seagrass ecosystems and make a significant contribution to the food webs. However, the contribution of the epiphytic macroalgae to the primary production of seagrass bed might be determined by the seagrass species which compose one bed and environmental conditions where the seagrass bed is located. In this study, eight locations/islands in Spermonde Archipelago, South Sulawesi, were selected. The aim of this study was to investigate epiphytic macroalgae associated with different seagrass species, and to analyze whether the associated macroalgae at certain seagrass species would be different if the seagrass are located in different locations. Ten seagrass leaves for each species were collected from each study site. The leaf was selected based on the high epiphytic coverage. Epiphytic macroalgae were then removed from the leaf surface, preserved in alcohol solution 70%, and identified to the species level. Overall, it was found 31 epiphytic macroalgae taxa associated with seagrass leaves. Similarity level of associated macroalgal epiphytes at different seagrass species was very low (< 40%), as well as the level of similarity on the macroalgae on certain seagrass species located at different locations (< 15%). Keywords: seagrass, macroalgal epiphytes, Spermonde Archipelago Abstrak Padang lamun adalah elemen yang penting dalam mempertahankan tingkat produktivitas laut yang tinggi. Makroalga yang hidup sebagai epifit pada daun lamun adalah produser primer yang berperanan penting dalam rantai makanan pada ekosistem padang lamun. Akan tetapi, kontribusi makroalga tersebut sangat ditentukan oleh jenis lamun yang menyusun suatu padang lamun dan kondisi lingkungan dimana padang lamun tersebut berada. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan pada daerah padang lamun di delapan pulau pada Kepulauan Spermonde, Sulawesi Selatan. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui jenis-jenis makroalga epifit yang berasosiasi pada berbagai jenis lamun serta mengevaluasi apakah asosiasi makrolga pada suatu jenis lamun akan berbeda jika lamun tersebut berada pada lokasi yang berbeda. Sepuluh helai daun lamun untuk setiap jenis dikumpulkan dari setiap lokasi penelitian. Daun yang dipilih adalah yang banyak dilekati oleh epifit. Makroalga epifit kemudian diserut dari permukaan daun lamun, diawetkan dengan larutan alkohol 70%, kemudian diidentifikasi sampai tingkatan species. Hasil penelitian secara keseluruhan menemukan 31 species makroalga epifit yang berasosiasi pada daun lamun. Tingkat kemiripan jenis makroalga epifit yang melekat pada jenis lamun yang berbeda sangat rendah (< 40%), demikian pula tingkat kemiripan jenis epifit yang berasosiasi pada jenis lamun yang sama akan tetapi menghuni lokasi perairan yang berbeda (< 15%). Kata Kunci: padang lamun, makroalga epifit, Kepulauan Spermonde
8
Ambo-Rappe
I. PENDAHULUAN Epifit pada lamun merujuk pada semua organisme autotropik yang secara permanen melekat pada rhizoma, akar, dan daun lamun (Russel, 1990). Epifit merupakan produsen primer yang penting dalam ekosistem padang lamun dan memberikan konstribusi yang signifikan dalam rantai makanan. Konstribusi epifit bisa mencapai lebih dari 50% dalam rantai makanan di padang lamun (Borowitzka & Lethbridge, 1989; Kendrik & Lavery, 2001). Keberadaan ikan di padang lamun sangat ditentukan pula oleh kelimpahan epifit sebagai sumber makanannya (Ambo Rappe, 2010). Klumpp et al. (1992) menunjukkan bahwa organisme epifit memberikan kontribusi nilai nutrisi yang lebih utama dari pada lamun. Epifit yang paling dominan pada lamun dalam hal jumlah dan keragaman adalah alga. Mikroepifitik alga dapat berupa diatom uniseluler dan dinoflagellata, sedangkan makroepifitik alga yang umum ditemukan pada tumbuhan lamun seperti Laurencia spp., Metagoniolithon stelliferum, dan Hypnea (Borowitzka et al., 2006). Setiap jenis lamun memiliki bentuk morfologi yang berbeda, mulai dari bentuk daun silindris pada Syringodium, sampai pada daun-daun berbentuk pita pada Enhalus, Cymodocea, Posidonia, Thalassia, dan Zostera. Perbedaan bentuk morfologi pada tumbuhan lamun, dapat memberikan efek yang berbeda pula bagi komunitas epifit penyusunnya, hal ini terkait dengan luas permukaan yang berbeda yang disediakan oleh masing-masing tumbuhan lamun tersebut bagi perlekatan organisme epifit. Borowitzka et al. (2006) menemukan komunitas epifit yang berbeda antara dua jenis lamun Posidonia sinuosa dan P. australis. Morfologi kedua lamun ini hampir serupa, yakni sama-sama berbentuk pita, namun terdapat cekungan dangkal pada daun P. Sinuosa yang membedakannya dengan P. australis yang daunnya lebih lebar dan rata (tidak terdapat cekungan pada permukaan daun). Keragaman jenis dan biomassa epifit lebih besar pada P. australis yang daunnya lebih rata. Berdasarkan morfologi umum dari lamun, Borowitzka & Lethbridge (1989) membagi lamun dalam lima kelompok berdasarkan kemampuan menyediakan lingkungan bagi organisme epifit dan epifauna, yaitu sebagai berikut: (a) spesies dengan panjang 5-200 cm lebar 2-18 mm daun berbentuk pita sering membentuk kanopi atas, contohnya Enhalus acoroides, Cymodocea rotundata, C. serrulata, Thalassia hemprichii, (b) spesies dengan panjang 10-75 cm bagian atas batang berkayu (mengandung lignin) dengan daun yang terpasang secara distichous dan membentuk kanopi rapat pada padang lamun monospesifik, contohnya Thalassodendron ciliatum, (c) spesies dengan panjang daun 1035 cm daun subulate, contohnya Syringodium isoetifolium, (d) spesies dengan lebar 1-3 mm, terkadang panjang 10-18 cm, daun linier, contohnya Halodule pinifolia, H. uninervis, (e) spesies dengan bentuk daun pendek elips, lanceolatus oval atau linier, sering membentuk understore pada asosiasi campuran, contohnya Halophila ovalis, H. ovata, H. spinulosa, H. decipiens. Selain morfologi lamun, masa hidup suatu jenis lamun juga mempengaruhi kelimpahan dan keragaman epifit yang melekat pada lamun tersebut, hal ini tekait dengan lamanya periode waktu yang dibutuhkan untuk epifit dapat tinggal pada suatu jenis lamun. Butler & Jernakoff (1999) menguraikan lama hidup berbagai jenis lamun dengan urutan sebagai berikut: Halophila < Halodule < Ruppia < Zostera/Heterozostera < Phyllospadix < Cymodocea < Syringodium < Amphibolis < Thalassodendron < Thalassia < Enhalus < Posidonia. Distribusi alga epifit juga ditemukan dapat terbatas atau terspesifikasi pada bagianbagian tertentu pada lamun. Pada Amphibolis misalnya, umumnya hanya sedikit spesies 9
Asosiasi Makroalga Epifit Pada Berbagai Jenis Lamun...
epifit yang ditemukan pada daun, dengan kebanyakan epifit terdapat pada batang. Umumnya keanekaragaman dan biomassa epifit ditemukan paling tinggi pada daun lamun, terutama pada bagian daun yang paling tua yakni bagian pangkal daun dan sekitarnya. Hal ini umumnya didapati pada lamun dengan daun yang berbentuk seperti pita, contohnya Zostera marina, Posidonia sinulosa, P. australis, P. oceanica, Cymodocea rotundata, Thalassodendron ciliatum, Thalassia hemprichii, dan Syringodium isoetifolium. Hal ini berbeda dengan Amphibolis, dimana mayoritas alga epifit penyusunnya ditemukan pada batang, dengan biomassa epifit yang rendah pada daun. Jika dibandingkan pada daun lamun, keberadaan epifit pada rhizoma umumnya sedikit. Jenis lamun yang pernah ditemukan memiliki tingkat keragaman dan biomassa lamun yang tinggi pada rhizoma hanya pada Posidonia oceanica. Rendahnya kelimpahan epifit pada rhizoma kemungkinan berkaitan dengan fakta bahwa hampir semua rhizoma lamun terkubur didalam substrat (Borowitzka et al., 2006). Penelitian mengenai asosiasi makroalgae epifit pada lamun di Indonesia masih sangat terbatas. Informasi yang berhasil didapatkan adalah hasil penelitian makroalga epifit yang berasosiasi pada berbagai habitat padang lamun di perairan Sulawesi Selatan yang dilakukan oleh Verheij & Erftemeijer (1993). Peneliti tersebut melaporkan 18 jenis makroalga epifit yang berasosiasi pada daun dan rhizoma lamun. Akan tetapi, penelitian tersebut tidak secara spesifik membedakan asosiasi makroalga dan jenis lamun yang dilekatinya, demikian pula tidak didapatkan informasi mengenai perbedaan lingkungan tempat hidup lamun yang dapat mempengaruhi asosiasi makroalga epifit pada lamun tersebut. Hal ini dianggap penting karena beberapa hasil penelitian terdahulu menunjukkan adanya perbedaan jenis epifit yang beasosiasi pada suatu jenis lamun jika lamun tersebut hidup pada lokasi yang berbeda (Lavery & Vanderklift, 2002; Saunders et al., 2003). Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui jenisjenis makroalga yang hidup melekat sebagai epifit pada berbagai jenis lamun, dan mengelaborasi lebih lanjut apakah makroalga epifit yang berasosiasi pada jenis lamun tertentu akan sama jika lamun tersebut mendiami perairan yang berbeda. II. METODE PENELITIAN 2.1. Waktu dan lokasi penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan mulai dari bulan April sampai Agustus 2010. Lokasi penelitian bertempat pada delapan pulau di Kepulauan Spermonde, Sulawesi Selatan. Pulau-pulau tersebut adalah Gusung Tallang, Lae-Lae, Kodingareng Lompo, Bone Tambung, Barrang Caddi, Barrang Lompo, Bone Batang, dan Kapopposang (Gambar 1). Padang lamun pada Pulau Gusung Tallang dan Pulau Lae-Lae tergolong monospesific yaitu tersusun oleh satu jenis lamun yaitu Enhalus acoroides, sedangkan padang lamun pada pulau-pulau lainnya tergolong multispesific yaitu tersusun oleh lebih dari satu jenis lamun. 2.2. Pengambilan sampel lamun Pengambilan sampel lamun dilakukan dengan mengumpulkan sebanyak mungkin jenis lamun yang berbeda pada setiap pulau. Helaian daun lamun yang dipilih adalah yang telah dilekati epifit. Sebanyak sepuluh helaian daun diambil untuk tiap jenis lamun. Helaian daun lamun diambil dengan cara menggunting tiap pangkal daun lamun. Guntingan tersebut disimpan dalam kantong sampel dan selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk diamati. 10
Ambo-Rappe
2.3. Pengambilan dan identifikasi sampel makroalga Sampel daun yang disimpan dalam kantong sampel dikeluarkan. Panjang dan lebar daun lamun kemudian diukur dengan menggunakan penggaris. Makroalgal epifit yang terdapat di permukaan daun lamun diambil dengan cara diserut permukaan daunnya dengan menggunakan pisau. Makroalga yang telah diserut difiksasi didalam botol berisi alkohol 70%. Pengamatan sampel makroalgal epifit dilakukan menggunakan stereo-microscope untuk mengamati sampel makroalgal epifit yang berukuran makroskopik dan compoundmicroscope untuk mengamati sampel makroalgal epifit yang berukuran mikroskopik. Identifikasi makroalgal epifit dilakukan dengan menggunakan buku identifikasi algae (Cribb, 1983; Jha et al., 2009; Verheij and Erftemejer, 1993; Cerpenter and Niem, 1998). Jumlah jenis yang didapatkan dari hasil pengamatan untuk setiap helaian daun dicatat. 2.4. Analisis Data Keterkaitan jenis makroalgal epifit dengan stasiun dan jenis lamun dianalisis menggunakan analisis kemiripan (similarity analysis). Analisis ini merupakan metode statistik deskriptif yang dipresentasikan dalam bentuk grafik yang memuat informasi maksimum dari suatu struktur data.
Gambar 1. Peta lokasi penelitian pada delapan pulau di Kepulauan Spermonde. III. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil identifikasi makroalgal epifit pada daun lamun yang dikumpulkan dari delapan perairan Kepulauan Spermonde menemukan 31 spesies yang berasal dari divisio Rhodophyta (8 famili) dan Chlorophyta (2 famili) (Tabel 1). Sebanyak 27 spesies yang ditemukan berasal dari divisio Rhodophyta dan hanya 4 spesies yang berasal dari divisio Chlorophyta. Banyaknya spesies dari divisio Rhodophyta yang ditemukan dalam penelitian ini semakin menguatkan pernyataan Cribb (1983) bahwa sebagian besar anggota dari 11
Asosiasi Makroalga Epifit Pada Berbagai Jenis Lamun...
Tabel 1. Jenis makroalgal epifit yang ditemukan pada daun lamun di perairan Kepulauan Spermonde, Sulawesi Selatan. Jenis Lamun Jenis Makroalga Acantophora muscoidea Amphiroa anastomosans Bodlea composita Caulacanthus indicus Centroceras clavulatum Centroceras sp.1 Centroceras sp.2 Centroceras sp.3 Ceramium clarionense Ceramium falccidum Ceramium mazatlanense Champia parvula Champia vieillardii Enteromorpha intestinalis Foliella sp. Gracilaria sp.1 Gracilaria sp.2 Herposiphonia sp. Herposiphonia tenella Hypnea pannosa Hypnea spinella Laurencia flexilis Laurencia humilis Laurencia intricata Laurencia ptychodes Laurencia sp.1 Laurencia sp.2 Polysiphonia aphaerocarpa Spyridia filamentosa Ulva retivulata Codium edule
Enhalus acoroides
Thalassia hemprichi i
Cymodocea rotundata
Halodule uninervis
Halodul e pinifolia
Halophila ovalis
Syringodiu m isoetifolium
+
+
+
+
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
+
+
-
+
+
+
+
-
+
-
-
-
+
+
+ +
-
-
+
+ -
-
-
+
+
-
+
-
-
+
+
-
-
-
+
+
-
+
+
+
+
-
+
+
+
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
+ + + +
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
+ + + +
+
-
-
+ +
+
+
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
+
-
-
+ +
+ +
+ +
+ -
-
+ -
+ +
+
-
+
-
-
+
-
+
-
+
-
-
-
+
+ +
+
+ -
+
+
-
-
Catatan: Tanda + = ada, - = tidak ada divisio ini hidup sebagai epifit. Rhodophyta juga merupakan penyusun komunitas makroalga epifit terbesar (83 %) pada padang lamun di Pulau Zanzibar, Tanzania (Leliaert et al., 2001). Jenis-jenis makroalga epifit yang ditemukan pada penelitian ini sebagian besar juga ditemukan pada penelitian sebelumnya di tempat yang sama oleh Verheij & Erftemeijer (1993). Ditemukan sebanyak 26 spesies makroalga pada daun lamun Enhalus acoroides, masing-masing 9 spesies pada Thalassia hemprichii dan Halodule pinifolia, 8 spesies pada 12
Ambo-Rappe
Syringodium isoetifolium, dan masing-masing 7 spesies pada Cymodocea rotundata, Halodule uninervis, dan Halophila ovalis. Adanya variasi jumlah spesies makroalga yang melekat pada daun dari berbagai jenis lamun disebabkan oleh perbedaan ukuran dan lama hidup dari jenis lamun tersebut. Hasil pengukuran panjang dan lebar daun lamun menunjukkan bahwa E. acoroides memiliki permukaan daun yang lebih luas dengan panjang daun berkisar antara 40 – 150 cm dengan lebar daun antara 1,2 – 1,5 cm. Sedangkan C. rotundata, H. uninervis, H. pinifolia, S. isoetifolium, dan Halophila ovalis memiliki luas permukaan daun yang lebih kecil yaitu panjang daun berkisar antara 6 – 20 cm dengan lebar daun antara 0,1 – 0,5 cm. Perbedaan luas permukaan daun memberikan perbedaan luas area yang dapat dilekati oleh makroalgal epifit, dimana semakin luas areal perlekatan maka akan semakin banyak pula makroalga yang melekat. Selain penyediaan tempat perlekatan yang berbeda berdasarkan ukuran daun lamun, Buttler and Jernakoff (1988) menemukan bahwa lama hidup suatu jenis lamun juga menentukan kelimpahan jenis makroalga yang melekat. Pada lamun yang berukuran kecil, umur daun juga singkat, contoh daun H.ovalis hanya dapat bertahan 1-3 bulan, sedangkan daun lamun yang berukuran besar seperti E acoroides dapat bertahan sampai 6 bulan. Daun lamun yang dapat bertahan lebih lama akan memberikan waktu yang cukup untuk perlekatan jenis makroalga yang lebih beragam. Hasil serupa juga ditemukan oleh Leliaert et al. (2001) dimana banyaknya jenis makroalga epifit yang berasosiasi ditentukan oleh ukuran dan lama hidup jenis lamun dengan urutan sebagai berikut: Halophila ovalis < Halodule uninervis < Cymodocea rotundata < Thalassia hemprichii < Enhalus acoroides < Thalassodendron ciliatum. Dalam penelitian ini, jenis makroalga epifit yang dominan ditemukan pada hampir semua jenis lamun yaitu Caulacanthus indicus, Ceramium mazatlanense dan Laurencia sp. (lihat Tabel 1). Jenis epifit ini ditemukan pada enam dari tujuh jenis lamun yang diteliti. Hal ini disebabkan area penelitian yang berada pada daerah intertidal dimana jenis makroalga ini dominan, hal yang sama ditemukan oleh Leliaert et al. (2001). Sedangkan yang paling jarang ditemukan yaitu Enteromorpha intestinalis dan Centroceras sp. Hal ini kemungkinan terkait dengan keberadaan kedua jenis makroalga ini yang hanya ditemukan pada Halodule pinifolia yang penyebarannya sangat terbatas, dimana dalam penelitian ini hanya ditemukan pada satu lokasi penelitian yaitu Pulau Kapopposang. Adapun tingkat kemiripan jenis makroalga yang terdapat pada berbagai jenis lamun sangat rendah (Gambar 2). Hal ini memperlihatkan bahwa setiap jenis lamun mempunyai asosiasi makroalgal epifit yang spesifik. Rendahnya kemiripan jenis-jenis makroalga epifit pada jenis lamun yang berbeda pada penelitian ini mendukung hasil penelitian terdahulu yang mendapatkan hasil yang sama (Borowitzka et al., 2006).. Pola kemiripan yang rendah juga didapatkan pada jenis makroalga yang berasosiasi pada jenis lamun yang sama (E. acoroides) di perairan yang berbeda (Gambar 3). Lavery & Vanderklift (2001) juga menemukan tingkat dissimilaritas yang semakin besar pada jenis-jenis makroalga epifit yang berasosiasi pada Amphibolis griffithii dan Posidonia coriacea antar lokasi dengan semakin jauhnya jarak lokasi-lokasi tersebut. Hasil ini menunjukkan bahwa perairan yang berbeda akan memiliki epifit yang khas yang tentu saja dipengaruhi oleh kondisi perairan setempat. Pulau Kapopposang adalah pulau terjauh dibandingkan lokasi lain pada penelitian ini, sehingga jarak yang sangat besar ditambah lagi dengan kondisi ligkungan perairan yang kemungkinan berbeda, membuat padang lamun di pulau ini memiliki asosiasi makroalga epifit dengan tingkat kemiripan paling rendah dibandingkan dengan pulaupulau yang lain. Asosiasi epifit pada lamun memang sudah mulai digunakan sebagai petunjuk (bioindikator) kualitas lingkungan perairan. Sebagai contoh, Piazzi et al. (2004) 13
Asosiasi Makroalga Epifit Pada Berbagai Jenis Lamun...
Similarity
12,82
41,88
70,94
100,00
s lu ha En
es oid or c a
sia as al h T
i hi ric p m he
Sy
um di go ir n
if et iso
m iu ol le du lo Ha
er in un
s vi ila ph lo a H
ov
s ali
C
a ce do o ym
ta da un t ro
le du lo Ha
lia if o pin
Jenis Lamun
Gambar 2. Kemiripan jenis epifit pada berbagai jenis lamun.
Epifit yang beasosiasi pada Enhalus acoroides
Similarity
15,48
43,66
71,83
100,00 ng su Gu
ng la Ta ne Bo
n bu m Ta
g
e La eLa
ng re ga n i d Ko
o mp Lo
ne Bo
ng ta Ba a rr Ba
ng
o mp Lo r Ba
ng ra
i dd Ca Ka
g an os p p po
Stasiun Penelitian
Gambar 3. Kemiripan jenis epifit yang berasosiasi pada daun lamun Enhalus acoroides yang didapatkan pada berbagai perairan di Kepulauan Spermonde. dan Martìnez-Crego et al. (2010) menemukan bahwa perubahan komposisi species epifit pada Posidonia oceanica menunjukkan adanya gangguan pada lingkungan perairan. Epifit yang berasosiasi pada lamun juga telah digunakan sebagai bioindikator pengayaan nutrien (eutrofikasi) pada perairan (Cambridge et al., 2007; Frankovich et al., 2009). IV. KESIMPULAN Jenis lamun dari spesies yang berbeda akan berbeda dalam hal ukuran dan lama hidup. Hal ini mempengaruhi keragaman makroalga yang melekat pada daunnya. Jenis 14
Ambo-Rappe
lamun yang berukuran besar dan berumur panjang seperti Enhalus acoroides dihuni oleh makroalga yang lebih beragam dibandingkan dengan jenis lamun yang berukuran kecil dan berumur lebih singkat seperti Halophila ovalis dan Halodule uninervis. Analisis kemiripan menunjukkan adanya perbedaan yang sangat jelas dalam hal asosiasi makroalga pada jenis lamun yang berbeda. Jenis makroalga yang berasosiasi pada lamun juga akan berbeda jika lamun tersebut hidup pada perairan yang berbeda. DAFTAR PUSTAKA Ambo-Rappe, R. 2010. Struktur komunitas ikan pada padang lamun yang berbeda di Pulau Barrang Lompo. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 2(2):62-73. Borowitzka M.A. and R.C. Lethbridge. 1989. Seagrass epiphytes. In: Seagrasses: with special reference to the Australian region. A.W.D. Larkum, A.J. McComb, and S.A. Shepherd (Eds.), Elsevier, Amsterdam. p 458-499. Borowitzka M. A., P.S. Lavery, M. van Keulen. 2006. Epiphytes of seagrasses. In: Seagrasses: biology, ecology, and conservation. A.W.D. Larkum, R.J. Orth, C.M. Duarte (Eds.), The Springer, Netherland. p 441-461. Butler, A. and P. Jernakoff. 1999. Seagrass in Australia. Strategic Review and Development of An R & D Plan. Cambridge, M.L., J.R. How, P.S. Lavery, M.A. Vanderklift. (2007) Retrospective analysis of epiphyte assemblages in relation to seagrass loss in a eutrophic coastal embayment. Mar. Ecol. Prog. Ser., 346: 97-107. Cerpenter, K.E. and V.H. Niem. 1998. FAO species identification guide for fishery purposes. The living marine resources of the Western Central Pacific. Volume 1, Seaweeds, corals, bivalves and gastropods. Food and Agriculture Organization of the United Nations. Rome. 686 p. Cribb, A.B. 1983. Marine algae of the Southern Great Barrier Reef. Part 1-Rhodophyta. Australian Coral Reef Society. Frankovich, T.A., A.R. Armitage, A.H. Wachnicka, E.E. Gaiser, J.W. Fourqurean. 2009. Nutrient effects on seagrass epiphyte community structure in Florida Bay. J. Phycol., 45: 1010-1020. Jha, B., C.R.K. Reddy, M.C. Thakur, M.U. Rao. 2009. Seaweeds of India. The diversity and distribution of seaweeds of the Gujarat Coast. Springer Dordrecht Heidelberg. London, 215 p. Kendrik, A. dan Lavery, 2001. Assessing biomass, assemblage structure and productivity of algal epiphytes on seagrass. In: Global seagrass research methods. F.T. Short & R.G. Coles (Eds). Elsevier, Amsterdam. p 199-222. Klumpp, DW., J.S. Salita-Espinosa, M.D. Fortes. 1992. The role of epiphytic periphyton and macroinvertebrate grazers in the trophic flux of a tropical seagrass community. Aquat. Bot., 43:327-349. Lavery, P.S. dan M.A. Vanderklift. 2002. A comparison of spatial and temporal patterns in epiphytic macroalgal assemblages of the seagrass Amphibolis griffithii and Posidonia coriacea. Mar. Ecol. Prog. Ser., 236: 99-132. Leliaert, F., W. Vanreusel, O. De Clerck, E. Coppejans. 2001. Epiphytes on the seagrasses of Zanzibar Island (Tanzania), floristic and ecological aspects. Belg. Journ. Bot., 134(1): 3-20.
15
Asosiasi Makroalga Epifit Pada Berbagai Jenis Lamun...
Martìnez-Crego, B., P. Prado, T. Alcoverro, J. Romero. 2010. Composition of epiphytic leaf community of Posidonia oceanica as a tool for environmental biomonitoring. Estuar. Coast. Shelf Sci., 88: 199-208. Piazzi, L., D. Balata, F. Cinelli, L. Benedetti-Cecchi. (2004) Patterns of spatial variability in epiphyte of Posidonia oceanica differences between a disturbed and two reference locations. Aquat. Bot., 79: 345-356. Russell, D.J. 1990. Epiphytes: biomass and abundance. In: Seagrass research methods. R.C. Phillips & C.P. McRoy (Eds.) Monographs on Oceanographic Methodology. UNESCO, Paris, p 113-114. Saunders, JE., M.J. Atrill, S.M. Shaw, A.A. Rowden. 2003. Spatial variability in the epiphytic algal assemblages of Zostera marina seagrass beds. Mar. Ecol. Prog. Ser., 249: 107-115. Verheij, E. dan P.L.A. Erftemeijer, 1993. Distribution of seagrass and associated macroalgae in South Sulawesi, Indonesia. In: Marine plants on the reefs of the Spermonde Archipelago, SW Sulawesi, Indonesia: Aspects of taxonomy, floristics, and ecology. E. Verheij (Ed.) Rikjherbarium-Hortus Botanicus, Lerden, Netherlands.
16