SeminarNasional Peternakan dan Veteriner 1998
PERSPEKTIF PENGEMBANGAN AGRIBISNIS SAPI PERAH DI KAWASAN LAHAN KRITIS (STUDI KASUS PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA) ELANMASBULAN I , T.D . SOEDJANA',
dan1 .
SAMEKTOZ
Balai Penelitian Ternak, P.O . Box 221, Bogor 16002 2 PT Kepunin Pawana Indonesia, Yogyakarta
ABSTRAK Penelitian dilakukan untuk memperoleh landasan konsepsi pengembangan agribisnis sapi perah di kawasan lahan kritis, sebagai unit produsen terkecil khususnya untuk ; (1) mengetahui penampilan sistem usaha sapi perah pada pola petani dan pola kemitraan, (2) kelayakan harga susu di tingkat petani, dan (3) analisa usaha dan pembinaan agribisnis sapi perah . Hasil kajian menunjukkan bahwa penampilan usaha sapi perah dengan pola kemitraan nanipak lebih baik dengan pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 1 .745.000,-/tahun/peternak, sedangkan pendapatan atas biaya tunai pada pola petani hanya sebesar Rp 372 .760,-/tahuit/peteriiak . Walatlpun demikian, secara agregat para peternak masih belum menikinati insentif harga susu yang niemadai dengan harga susu yang layak semestinya Rp 990,57,-/liter . Dengan demikian harga susu aktual yang diterima peternak, yaitu Rp 850,-/liter terlihat masih rendah di bawah perkiraan harga yang layak secara finansial dengan terpaut 16,53% . Sebagai implikasi, mengisyaratkan adanya beberapa ikhtiar yang harus ditindaklanjuti . Sebagai langkah kongkrit untuk tneningkatkan efisiensi usaha sapi perah, koperasi peternakan diharapkan dapat membawa aspirasi anggotanya tenitania dalam peningkatan harga susu, sehingga peternak dapat menikinati keuntungan yang layak . Mengingat agribisnis sapi perah ini memerlukan investasi yang tinggi, pembinaan yang lebili intensif dari berbagai pihak yang terkait mutlak diperlukan. Hal-hal yang perlu diiklitiarkan, antara lain : (1) pembinaan pengurus koperasi perlu difokuskan pada peningkatan kemampuan untuk tnelakukan prediksi kapabilitas calon dan peserta program pengembangan agribisnis sapi perah, sementara bagi peserta pembinaan perlu diarahkan pada peningkatan kemampuan alokasi suniberdaya untuk keperluan pengembangan usaha sapinya, (2) kopercsi sebagai peniasok pakan konsentrat dan sarana produksi lainnya serta penanggungjawab program diharapkan dapat menyesuaikan penetapan pasok pakan bagi keperluan anggotanya, dan (3) menyelenggarakan pelatilian agribisnis sapi perah yang berkesinambungan dengan tujuan untuk inempercepat adopsi teknologi sapi perah yang harus dikuasai peternak dan memberi motivasi yang lebili bestir dalani benisalia sapi perah . Kata kunci : Sapi perah, agribisnis, kemitraan PENDAHULUAN Program pengembangan agribisnis sapi perah yang telah dirintis pemerintah nienipakan refleksi ke arah pendistribusian pendapatan, klnisusnya untuk petani/peternak kecil melalui kebijaksanaan penyaluran paket kredit sapi perah yang mekanisnie kelenibagaannya terkait langsung dengan koperasi. Kelangsungan program tersebut diharapkan dapat nteniberikan kesempatan bagi peternak untuk melakukan usaha (investasi) bagi peningkatan ekonomi keluarga petani . Sungguhpun demikian pengembangan agribisnis sapi perah diliadapkan pada bcbcrapa kendala, antara lain ketergantungan usaha sapi perah yang mengandalkan dukungan lalian (land 643
SeminarNasional Peternakan dan Veteriner 1998
base livestock production) akan menghadapi saingan yang cukup besar akibat semaki
meningkatnya persaingan penguunaan lahan dengan sektor lain seperti usaha pertanian tanam2 semusim maupun tahunan, industri, dan perumahan. Oleh karena itu upaya pengembang, diarahkan di daerah yang sumberdaya pakannya mencukupi. Kawasan lahan kritis dalam strategi pengelolaannya mengharuskan adanya upaya konserva lahan melalui penanaman tanaman serbaguna dan nimput unggul sebagai penguat teras d, reklamasi lahan. Kondisi ini memiliki potensi terhadap penyediaan sumberdaya pakan hijauan dh sekaligus keterkaitannya dapat saling mengisi dengan kepentingan konservasi lah, (komplementer) . Pengembangan agribisnis sapi perah dan penanaman hijauan pakan (rump unggul dan tanaman serbaguna) mempunyai pengaruh timbal balik. Dalam usahatani lahan kriti semakin intensif pengusahaan ternak sapi perah, semakin besar minat petani untuk menana tanaman konservasi (LUBIS at al., 1991). Berdasarkan hal tersebut, pengembangan usaha sa perah di kawasan lahan kritis mempunyai peranan penting dan cukup strategis unti pengembangan Sistem Usaha Pertanian . Untuk kelestarian kegiatan tersebut serta memotivasi ag senantiasa aktif dalam pengelolaannya, perlu pendekatan "agribisnis", di mana akan membd sumber-sumber pertumbuhan baru .
Keterbatasan dana pemerintah tentunya membawa konsekuensi terhadap pelaksana program yang belum menyentuh masyarakat peternak secara merata . Momentum seperti i mendorong PT. Kepurun Pawana Indonesia segera berikhtiar dan mengimplementasikan moc ventura dari beberapa BUMN untuk membantu petani dalam memenuhi modal kerja melal bentuk penyediaan modal dengan skim kredit berbunga lunak (7%/tahun) lewat Koper; Peternakan Sarono Makmur . Pelaksanaan program tersebut sesuai dengan amanat yang terau! dalam UU No . 9/1995 tenting usaha kecil, yaitu kebijakan pemerintah dalam pemberdayaan usa kecil dan koperasi (UKK) adalah mengembangkan iklim berusalia yang kondusif, yang melip aspek pengaturan mekanisme pasar, bantuan dalam manajemen, promosi dan pendanaan. Deng meningkatnya kebutuhan pendanaan UKK, maka sejak tihun 1989 BUMN diwajibkan unl membina UKK dengan menyisilikan 1-5% dari labanya (berdasarkan SK Menkeu r 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juii 1994). Dalam konteks pengembangan agribisnis sapi perah di kawasan lahan kritis D .I .Yogyaka telah dirintis strategi dan pendekatan kemitraan, di mana pemanfaatan modal ventura disalurit lewat koperasi peternakan dan sekaligus mernbuat pusat pelatihan agribisnis sapi perah ya diharapkan ada nilai manfaat yang secara langsung menyentuh masyarakat peternak secara mera Dalam konteks yang lebih luas, kehadiran usaha sapi perah secara nyata memberi pelua adanya peningkatan permintaan suatu sektor tertentu terhadap keluaran sektor lainnya atau den8 kata lain pengembangan usaha sapi perah secara langsung akan membawa penganih terhac penyediaan input produksi (konsentrat) yang memadai, sehingga hal ini akan terkait pada indui pakan yang juga diduga banyak memerlukan output pertanian sebagai bahan bakunya. Terji keterkaitan antara sektor ini pada akhirnya diharapkan dapat mewarnai pertumbul perekonomian di kawasan lahan kritis . Kajian ini bertujuan untuk mengetahui 1. 2. 3.
64 4
Penampilan sistem usaha sapi perah pada pola petani (koperasi) maupun pola kemitraan. Keiayakan harga susu di tingkat peternak . Aralisa usaha dan pembinaan sistem agribisnis sapi perah .
Seminar NasionalPeternakan dan Veteriner 1998
METODE PENELITIAN Kerangka pemikiran Pengembangan agribisnis sapi perah merupakan salah satu strategi pembangunan wilayah di kawasan lahan kritis, chin upaya ini dipandang cukup kondusif bila dikaitkan dengan program pengembangan agribisnis sapi perah dengan memperhatikan kendala sumberdaya dan alokasi dana yang terbatas . Dalam konteks mikro, pengembangan usaha sapi perah lebih diarahkan pada peningkatan produktivitas sumberdaya serta perbaikan tingkat kesejahteraan melalui penerapan efisiensi dalam sistem produksi . Sementara itu dalam konteks pengembangan kawasan lahan kritis yang berwawasan agribisnis sapi perah diharapkan pula memberikan kontribusi terhadap perekonomian wilayah baik terhadap pendapatan maupun kesempatan kerja, serta diharapkan terciptanya stabilitas usaha pertanian clan ekosistem pertanian . Oleh karena itu, peningkatan efisiensi merupakan kehanisan dari suatu sistem usaha. Unsurunsur faktor produksi, sistem kelembagaan yang terkait, serta kapasitas usaha hendaknya dibenahi secara simultan sehingga usaha kelangsungan program pengembangan agribisnis sapi perah dapat terwujud secara terarah . Dengan terciptanya iklim usaha yang kondusif tentunya dapat memberi peluang adanya peningkatan investasi dan perluasan usalia disamping pemenuhan kebutuhan keluarga. Metode pendekatan Struktur penerimaan dan pendapatan Dalam kajian ini bahasan stntktur penerimaan clan pendapatan usahaternak sapi perah disajikan secara absolut clan relatif yang dibedakan berdasarkan karakteristik pola usaha (kemitraan dan pola petani/koperasi), yaitu "dideskripsikan secara ringkas ". Sedangkan nilai pendapatannya disajikan atas dasar biaya total dan biaya tunai. Kelayakan harga susu Dalam menentukan harga susu yang layak di tingkat petani dilakukan pendekatan dengan formulasi sebagai berikut P* dimana p* =
c
X Z 1,2
=
= =
=
1,2
cX Z
harga susu yang layak secara finansial (Rp/liter) persentase penerimaan susu terhadap total penerimaan biaya produksi (Rp/ekor/tahun) produksi susu (liter/laktasi) memenuhi asumsi keuntungan peternak 20% dari biaya produksi
Analisis usaha dan pembinaan sistem agribisnis sapi perah Merupzkan perhitungan secara deskriptif yang dimodifikasi dari hasil solusi optimum (programasi linear), meliputi analisis penggunaan tenaga kerja, analisis kebutuhan input dan output selama proses pengembangan sapi perah optimal, serta sistem pendukung usaha sapi perah.
645
SeminarNasional Peternakan dan Veteriner 1998
Informasi ini diperlukan untuk menyiapkan berbagai sarana kebijaksanaan yang diperlukan dalan rangka membina agribisnis sapi perah secara keseluruhan. Lokasi penelitian dan pengambilan petani contoh Penelitian ini merupakan studi kasus di kawasan lahan kritis Daerah Istimewa Yogyakart; yang secara kebetulan terdapat program pengembangan sapi perah dengan sistem kemitraan usah ; dengan memanfaatkan modal ventura. Data yang digunakan merupakan survai lapangan (primer dan data sekunder. Jumlah sampel sebanyak 40 peternak . HASIL DAN PEMBAHASAN Penampilan sistem usaha sapi perah Wilayah kerja penelitian adalah di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman dengai kondisi wilayah datar sampai berbukit . Berdasarkan peta geologi lembar Yogyakarta (RUMmi dai RosIDI, 1977), wilayah ini termasuk dalam endapan vulkan, batu pasir, dan tiff, serta topografiny; berlereng. Tim SURVAI TANAH (1994) menemukan bahwa kawasan ini dapat dikategorikan lahal kritis dengan kesuburan sedang sampai subur, sehingga memiliki potensi cukup baik until pengembangan pertanian. Penggunaan lahan sebagian besar adalah untuk kebun campuran dengai tanaman yang berkembang adalah kopi, cengkeh, pisang, serta sayuran (buncis, sawi, dan cabe). Pengembangan wilayah di kawasan lahan kritis mengarah ke usaha sapi perah yanl diintegrasikan dengan penerapan teknologi sistem usahatani konservasi atau terpadu dengal komoditas usahatani lainnya dalam sistem usaha pertanian (SUP) . Data konteks ini sebenamy ; SUP yang dimaksud adalah SUP tanaman dan SUP ternak . Sistem budidaya yang dilakukan olel petani di kawasan lahan kritis adalah tumpangsari atau campuran yang merupakan pilihan yanl tepat clan rasional bagi petani . Sistem ini selain dimaksudkan untuk mengurangi resiko kegagalal dalam usahatani, serta merupakan kiat dalam keterbatasan sumberdaya dan keterbatasan ait Memang dalam sistem ini kalau meliliat tingkat hasil masing-masing jenis tanaiuan menjadi lebil rendah bila dibandingkan secara monokultur . Tetapi keuntungan (pendapatan bersilr) secara keseluruhan dari usahatani campuran jauh lebih tinggi . Sehingga dapat dikatakan bahw; pengembangan sistem usaha pertanian dengan basis agribisnis sapi perah menipakan teknolog integrasi, yang memiliki dimensi ekonomi, teknis, dan sekaligus dimensi ekologis . Di wilayah penelitian, sapi perah banyak dikembangkan oleh petani, karena berkaitan era dengan dukungan kondisi agroekosistenr, minat petani sendiri, juga adanya faktor eksternal yanl mendukung agribisnis persusuan. Pada awalnya Koperasi Peternakan Sarono Makluur yanl memiliki asset relatif kecil, mencoba berikhtiar untuk mengembangkan usaha sapi perah melalu pemberian kredit berupa bibit sapi perah dan sapronak (pakan konsentrat dan obat-obatan) . Sap perah tersebut tersebar di kelompok peternak . Kemudian setelah lima tahun terakhir, telal berkembang hampir kepada semua petani Desa Glagaharjo sebelah utara, dengan rataan pemilikal 1,24 sapi induk laktasi dan 1,87 ekor sapi non laktasi . Kondisi seperti ini cukup potensial untul pengembangan agribisnis sapi perah di masa depan . Namun hingga saat ini, kinerja baik produks maupun manajemen masih belum optimal . Melihat permasalahan ini PT . Kepurun Pawaru Indonesia berusaha untuk memanfaatkan dana ventura yang dialokasikan untuk pengembangal agribisnis sapi perah di kawasan lahan kritis yang sekaligus meningkatkan kinerja Koperas Peternakan Sarono Makmur . Dengan pola kemitraan, telah dikembangkan sebanyak 400 ekor sap perah dengan bibit diperoleh secara impor dari Australia, sedangkan rencana yang masilr belun
64 6
Seminar Nasional Peternakan don Veteriner 1998 direalisasi masih akan dikembangkan sebanyak 1000 ekor sapi perah dengan sumber bibit yang sama . Mengingat usaha sapi perah ini memerlukan investasi yang relatif tinggi, maka penulis dalam konteks ini berupaya untuk mengkaji performans usaha yang telah dikembangkan baik dengan pola kemitraan maupun pola petani yang telah dirintis pembinaannya bersama koperasi . Dalam konteks agribisnis sapi perah, dalam bahasan ini menampilkan struktur penerimaan dan pendapatan usaha sapi perah baik absolut maupun relatif yang dibedakan berdasarkan karakteristik pola usaha secara kemitraan maupun pola petani . Sementara itu nilai pendapatannya disajikan atas dasar biaya total dan biaya tunai yang ditampilkan secara berurut dalarn Tabel 1 . Tabel 1 .
Struktur penerimaan, pengeluaran, dan pendapatan pada usaha sapi perah menunit kategori pola kemitraan clan pola petani di Cangkringan, Yogyakarta, 1998 (Rp/taliun)
Uraian 1 . Penerimcan Susu Pedet Pupuk kandang Penerimaan Total 1 .Pengeluaran a . Pckan Konsentrat Pakan tambaltan b . Asurcnsi c . hiseminasi Buatan d . Kesehatan hewan e . Cicilan kredit f Penyusutan Peralatan Kandang g. Upch tenaga kerja Luar keluarga Keluarga 2 .1 . Jumlah biaya tunai*) 2 .2 . Bicya total 1 .Pendapatan a. Atcs biaya tunai**) b . Atcs biaya total
Pola kemitraan
Pola petani
7 .259 .000 ; (81,03) 1 .500 .000,- (16,74) 200 .000,- (2,23) 8 .959 .000,- (100,00)
2 .571 .760,- (74,94) 650 .000,- (18,94) 210 .000,- (6,12) 3 .431 .760 ; (100,00)
2 .555 .000,- (37,10) 365 .000 ; (5,30) 350 .000,- (5,08) 40 .000 ; (0,58) 30 .000,- (0,43) 1 .728 .000 ; (25,10)
1 .460 .000,- (36,27)
26 .000 ; (0,37) 35 .000,- (0,51)
26 .000,- (0,65) 28 .000,- (0,69)
385 .000 ; (5,60) 1 .373 .000,- (19,93) 5 .514 .000,6 .887 .000,- (100,00)
1 .826 .000,- (45,37) 2 .199 .000,4 .025 .000,- (100,00)
1 .745 .000,2 .072 .000,-
372 .760,0 -593,240
30 .000,- (0,75) 15 .000,- (0,37) 640 .000,- (15,90)
Keterangan : *) biaya tenaga kerja keluarga tidak tennasuk di dalamnya **) penerimaan dari pedet dan pupuk kandang tidak tennasuk di dalanuiya ( ) adalah persentase dari penerimaan total atau persentase dari biaya total
Struktur penerimaan usaha sapi perah umumnya terdiri atas penjualan susu, pedet, serta produk ikutannya (pupuk kandang) . Struktur pengeluaran meliputi 7 (tujult) komponen, yaitu pakan, asuransi, inseminasi buatan, kesehatan hewan, cicilan kredit (bibit), penyusutan, dan upah tenaga kerja . Dari Tabel 1, terlihat secara absolut unsur pakan menipakan biaya terbesar dari total biaya produksi, kemudian diikuti dengan biaya pembelian bibit yang direfleksikan oleh besarnya cicilan kredit dan kenyataan ini berlaku untuk kedua pola usaha . Berbeda halnya untuk nilai pendapatan atas biaya tunai dan biaya total yang dirinci menurut pola usaha yang menampilkan keragaman . Kltttsusnya pada pola petani, dari sudut biaya tunai
64 7
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1998
maupun biaya total masih belum memperoleh keuntungan yang memadai, balikan atas biaya tol merugi sebesar Rp. 593 .240,- per tahun . Hal ini disebabkan oleh rendahnya produksi susu tingkat petani. Dari rataan sapi yang laktasi 1,24 ST hanya 3025,E liter/laktasi atau 24, liter/ekor/laktasi . Rendahnya produksi tersebut lebih banyak disebabkan oleh faktor ekstern; antara lain rendahnya pemberian pakan, baik hijauan maupun konsentrat, yaitu hanya 25-30 1 hijauan/ekor/hari serta 2-3 kg konsentrat/ekor/hari. Disamping itu disebabkan pula oleh rendahn manajemen pemerahan . Untuk memperoleh hasil susu yang banyak, seharusnya pemerah dilakukan lebih dari dua kali. Pemerahan secara sempurna sampai susu habis betul (apuh) har dilakukan karena susu yang diperah lebih akhir akan memberikan kadar lemak yang lebih banya Pemerahan juga berpengaruh terhadap hasil susu, karena pemerah yang belum dikenal ak; menghasilkan susu yang lebih sedikit . Disamping itu, sebagian besar peternak belu memperhatikan periode kering pada sapi yang sedang produksi . Lamanya periode kering (ma tidak diperah) akan berpengaruh terhadap hasil susu. Makin lama masa keringnya akan mak besar pula hasil susu pada periode laktasi berikutnya. Masa kering diperlukan agar sapi bi memperbaiki kondisi badannya (HLrrJEN et aL,1978). Sedangkan performa pada pola kemitraan cenderung memberi kesan prospektif terhad; agribisnis sapi perch. Pendapatan atas biaya tunai mencapai Rp 1.745.000,- per talmn dan at biaya total mencapai Rp 2.072.000,- per tahun . Besarnya pendapatan atas biaya total lebih beg dibandingkan atas biaya tunai disebabkan nilai pedet dan nilai pupuk kandang termasuk dalamnya . Padahal kedua penerimaan ini sebenarnya tidak dijual, melainkan hanya dinilai d; sumberdaya ini akan digunakan sebagai bakalan serta untuk pupuk kandang pada umumn, digunakan untuk memenuhi kebutuhan usahataninya . Selanjutnya bahasan berikut mengungkap secara relatif dari struktur penerimaan d; pengeluaran yang secara lengkap disajikan pada Tabel 1. Dcri kedua pola usaha yang dikq bahwa produksi susu memberikan kontribusi terbesar terhadap total penerimaan, yaitu 81,03% d; 74,94% masing-masing pada pola kemitraan dan pola petani, dan sisanya terdiri atas pup; kandang dan pedet. Bahasan struktur penerimaan akan semakin informatif bila dipadukan dengan strukt biayanya. Sejalan dengan ungkapan sebelumnya bahwa pada pola kemitraan pakan merupak; komponen terbesar dalam usaha sapi perch, dengan persentase 42,40% dari biaya total. Sedangk ; pada pola petani komponen terbesar adalah biaya tenaga kerja, yaitu 45,37%, sedangk ; komponen biaya pakan dengan proporsi 36,27%. Kemudian diikuti dengan biaya bibit (cicil ; kredit) yang mengambil porsi sebesar 25,10% dan 15,90% pada pola kemitraan dan pola petal Hal ini mengisyaratkan bahwa komponen pakan dan bibit menipakan bagian terpenting dala pembentukan biaya, sedangkan biaya tenaga kerja walaupun proporsinya terhadap biaya tol besar, namun pengeluaran ini tidak secara tunai, karena didominasi oleh tenaga kerja keluarl yang tidak dibayar secara tunai. Pola alokasi terhadap komponen biaya sekaligus dapat mencerminkan performa dari po usahanya, keadaan ini terlihat jelas dari besarnya biaya yang dialokasikan pada kompom utamanya . Pada pola kemitraan cenderung mengalokasikan biaya untuk pakan relatif lebih ting dibanding pada pola petani. Tingginya curahan waktu tenaga kerja keluarga (45,37%) diserl rendahnya alokasi biaya untuk pakan agaknya memberikan gambaran akan keterbatasan mod yang dimiliki, kondisi ini mengakibatkan rendahnya produktivitas susu yang dicapai oleh petern, pada pola petani . Hal serupa pernah dikatakan oleh RACHMAN (1998), bahwa pada pola kredit yat dicirikan oleh rataan pemilikan sapi yang rendah, umumnya tenaga kerja keluarga inempuny 648
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1998
peranan yang besar dalam pengelolaan usaha. Kondisi ini sangat mempengaruhi kelangsungan usahanya, meskipun secara finansial memperoleh pendapatan yang relatif kecil . Dari gambaran di atas secara umum pola kemitraan mempunyai kesan lebih balk dibanding pola petani dipandang dari segi penerimaan absolutnya. Kenyataan ini akan semakin jelas bila dikaitkan dengan pendapatannya, baik atas biaya tunai maupun biaya total . Analisis kelayakan harga susu - Upaya meningkatkan insentif harga . bagi petenak, pembenahan tidak hanya didasarkan pada aspek pemasaran semata melainkan juga kebijaksanaan harga yang diterapkan sangat mewarnai terhadap prospek pengembangannya . Kebijaksanaan harga jual di tingkat peternak seyogyanya mengacu pada berbagai faktor pembentuknya seperti komponen biaya produksi, kuantitas produksi, serta kontribusi susu terhadap total penerimaan peternak, sehingga dengan memperhatikan faktorfaktor tersebut diharapkan pertentuan harga susu yang layak secara ekonomi finansial dapat terwujud secara cermat . Melalui pendekatan perhitungan harga susu yang layk di tingkat peternak, maka didapatkan perkiraan harga yang layak seperti disajikan pada Tabel 2. Darl tabel tersebut tampak rataan harga susu segar agregat yang layak secara finansial di tingkat peternak untuk kedua pola usaha adalah sebesar Rp 990,57,- per liter. Dengan demikian harga susu aktual yang diterima peternak yaitu Rp 850,- per liter, terlihat masih di bawah perkiraan harga yang layak atau masih terpaut sekitar 16,53 persen . Tabel 2.
Rataan harga susu aktual dan perkiraan harga susu yang layak di tingkat peteriak di Sletnan, D .I. Yogyakarta, 1999 Uraian
Persentase penerimaan susu terhadap total penerimaan (%) Rataan biaya produksi (Rp/ekor/tahun) Rataan produksi susu (liter/ekor/tahun) Produksi susu BEP (liter/ekor/tahun)
Pola kemitraan 81,03 6 .887 .000,-
Pola petani 74,94 4 .025 .000;
Agregat 77,98 5 .456 .000,-
4270 4052
2440
3355
Rataan harga susu aktual (Rp/liter)
850
2368
3210
Harga susu BEP (Rp/liter)
850
850
653,2
997,7
825,45
Harga susu yang layak (Rp/liter)
783,86
1197,28
990,57
Perkiraan harga susu yang layak nanipak tnemberikan gambaran berbeda apabila ditelusuri menurut pola usaha . Pola kemitraan walauptin memiliki rataan biaya produksi yang tinggi, namun dapat diimbangi dengan rataan produksi susu yang relatif lebih tinggi . Sehingga jika ditinjau dari harga susu yang layak yang relatif lebih kecil dibanding harga susu aktual, maka memberi petunjuk bahwa peternak pada pola kemitraan nampaknya sudah dapat menikmati insentif harga yang memadai . Sementara itu, pada pola petani harga susu segar aktual di tingkat peternak lebilt kecil (Rp 850,- per liter) dibanding harga susu segar yang layak secara finansial (Rp 1l97,28,- per liter) . Indikasi ini cukup memberi petunjuk bahwa para peternak sapi peralt di kawasan lahan kritis Daerah Istimewa Yogyakarta masih belum menikmati insentif harga yang memadai . Untuk mewujudkan tingkat harga susu yang layak di tingkat peternak agaknya menuntut keinginan politik (polical wiln dari pemerintah yang mengacu pada upaya peningkatan pendapatan 649
SeminarNasional Peternakan dan Veteriner 1998
peternak disamping membuka peluang kesempatan kerja di pedesaan melalui pengembang, agribisnis sapi perah. Tidaklah berlebihan apabila insentif harga yang diperoleh peternak tidak lagi dap merangsang kegairahan beiernaknya, maka hal ini akan berpengaruh pada kurang responsifn; peternak terhadap perubahan harga produk . Dampak lebih jauh akan menyebabkan misaloka sumberdaya, sehingga pada gilirannya prinsip keunggulan komparatif dalam pola aloka sumberdaya wilayah bukan lagi dasar pertimbangan utama. Analisis usaha dan pembinaan agribisnis sapi perah Pengembangan agribisnis sapi perah akan berlangsung seperti yang diharapkan sesuai dala solusi optimasi (MASBULAN, 1998), hanya apabila mendapat dukungan sumberdaya manusia d sistem agribisnis yang menunjang. Sehubungan dengan rencana pengembangan d pendistribusian sapi perah sebanyak 1000 ekor sebagai kelanjutan dari pengembangan tah pertama (400 ekor), dipandang perlu untuk mengkaji serta menganalisis faktor-flktor penen pengembangan agribisnis sapi perah, antara lain analisis penggunaan tenaga kerja, anali kebutuhan input dan output selama proses pengembangan, serta sistem pendukung lainnya . Kaji ini diharapkan dapat menghasilkan berbagai informasi tentang perkiraan kecenderunga kecenderungan yang akan terjadi di dalam proses pengembangan sapi perah. Informasi i diperlukan untuk menyiapkan berbagai sarana kebijaksanaan yang diperlukan di dalam rang membina agribisnis sapi perah secara keseluruhan . Analisis penggunaan tenaga kerja Dalam usaha sapi perah, penggunaan flktor tenaga kerja yang memadai berperanan penti dalam suatu proses produksi dalam upaya mendukung produktivitas yang tinggi. Pemanfaat tenaga kerja ini dapat bersumber dari dalam keluarga maupun dari luar keluarga . Pada ha optimasi yang telah dilakukan, nampaknya berpengaruh nyata terhadap produksi . Pola pengguna tenaga kerja dari tahun ke tahun berkaitan erat dengan skala usaha sapi perah atau skala usa tani. Dalam konteks ini tidak dikaji fluktuasi bulanannya, melainkan hanya penggumaan per tab kegiatan . Fluktuasi bulanannya lebih ditentukan di lapangan di dalam kaitannya dengan budida tanaman . Sedangkan penggunaan tenaga kerja pada kegiatan sapi perah lebih bersifat rutin. Adanya penyertaan modal pada pola kemitraan kepada usaha sapi perah di tingkat pep akan mendorong peningkatan penggunaan tenaga kerja, yang jumlahnya dari tahun ke tab semakin tinggi sejalan dengan skala usaha sapi perah yang cenderung pula semakin meningk Semakin tingginya kebutuhan tenaga kerja, maka akan mendorong petarii untuk menyewa tena kerja. Tinjauan terhadap harga bayangan (shadow price) pada hasil optimasi (MASBULAN, 199 ternyata nilai dual price dari tenaga kerja sama dengan upah yang berlaku ini berarti bahwa tenfi kerja di kawasan lahan kritis bukan merupakan barang yang langka, dan pada umumnya tena kerja yang disewa untuk kegiatan usaha sapi perah masih mempunyai tingkat keterampilan ya rendah . Dalam perencanaannya model kemitraan akan mengembangkan sebanyak 1400 ekor S perah kepada para petani di kawasan lahan kritis Yogyakarta . Tentunya apabila kondisii berkembang sesuai dengan hasil solusi optimasi yang sedang dikaji, maka setiap tahunnya al
650
Seminar Nasional Peternakan dan Vetenner 1998
dapat menyerap tenaga kerja sebesar 581 orang/pekerja (tahun 1) hingga pada tahun 8 penyerapan sebesar 2936 orang kerja (Tabel 3). Tabel 3.
Analisis penggunaan tenaga kerja pada pola kemitraan
Uraian
Tahun kegiatan 1
- Pemelihara sapi (ST)
2
3
4
5
6
2
2
4
4,5
9
840
840
840
840
1143
1143
1629
- TK sewa
303
303
789
-Penyerapan TK 1
581
581
1513
- TK tersedia - TK dibutuhkan
7
8
840
9
9
9
840
840
840
1459
2371
2371
2371
2371
619 1188
1531
1531
1531
1531
2936
2936
2936
2936
Keterangan : ' Dihitung dan TK sewa x 700 petani dibagi satu tahun (365 hari) Sumber : Data merupakan modifikasi dari MASBULAN (1998)
Kebijaksanaan penyerapan kesempatan kerja di pedesaan, pada hakekatlnya sedemikian pentingnya, terutama pada masa-masa sulit mencari pekerjaan di perkotaan atau luar sektor usahatani . Pada pengembangan SUP berbasis sapi perah, walaupun petani tidak menikmati penyertaan modal dari investor, nampaknya dengan solusi optimal dengan pola koperasi masih dapat memperkuat ketahanan ekonomi keluarga di kawasan lahan kritis dan tetap marnpu bertahan untuk tidak meninggalkan lahannya, yang pada akhirnya dapat mendukung program konservasi lahan . Pada pengembangan lainnya, jika petani mampu untuk menerapkan model pola penyertaan modal dari investor, maka disamping produktivitas sistem usaha pertaniannva lneningkat dan meninggalkan penyerapan tenaga kerja keluarga, juga dapat melnberi nafkah kepada masyarakat desa lainnya melalui sewa tenaga upaltan secara rutin. Analisis kebutuhan input output pada pola kemitraan agribisnis sapi perah optimal Secara normatif, jika solusi optimal dalam suatu perencanaan Sistem Agribisnis sapi perah dapat dioperasionalkan, maka akan berimplikasi terhadap meningkatnya kebutuhan baik faktor produksi, maupun sarana pendukung lainnya berupa sarana penanganan output dan pemasarannya . Kebutuhan hijauan makanan ternak (HMT), merupakan faktor produksi yang mutlak harus dipenuhi . Pada tahapan pengembangannya faktor produksi ini dapat diupayakan oleh keluarga petani dengan mengelola lahan kritis secara optimal, Integrasi sapi perah ke dalam Sistem usaha pertanian (SUP) tanaman akan menciptzkan struktur usaha yang bersifat komplementer atau supplementer, biaya korbanan akan menjadi lebih ringan/kecil. Dalam struktur biaya penggunaan pakan konsentrat adalah paling tinggi . Penggunaan faktor produksi ini sangat menentukan produktivitas usaha sapi perah, sehingga yang menjadi perhatian dalam pelestarian usaha sapi perah dalam solusi ini adalah disamping volumenya dapat memenuhi, kestabilan serta keberlanjutan pengadaannya perlu direalisasi . Jika pasokan konsentrat terlambat, maka pemberian pakan terhadap sapi perah tidak sesuai dengan standar, sehingga dapat menurunkan hasil susu, bahkan sering terjadi stagnasi produksi susu . Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa dari ketiga pola solusi optimum, kebutuhan pakan kosentrat cukup tinggi, setiap petani yang memiliki 2 ekor sapi induk laktasi pada awal pemeliharaan ternyata membutuhkan konsentrat sebesar 5,10 ton/th, sedangkan mulai tahun kelima di mana skala usaha sapi perah dipertahankan menjadi 9 ST, maka kebutuhan konsentrat mencapai 23,00 ton/th/petani.
65 1
Seminar Nasionol Peternakan dan Vetenner 1998
Tabel 4.
Kebutuhan input dan output selama proses pengernbangan Agribisnis sapi perah di kawasan lahan kritis D.I Yogyakarta Tahun
5
6
7
8
1 Jumlah sapi, ST
2
2
4
4,5
9
9
9
9
Konsentrat,ton
5,11
5,11
10,22
11,5
23
23
23
23
HMT, ton
29,2
29,2
58,4
65,7
131,4
131,4
131,4
131,4
4
4
8
8
8
8
8
8
Arit, bush
4
4
6
6
6
6
6
6
Milk can, buah
2
2
4
4
4
4
4
4
Hasilsusu,liter
10239
11459
22280
26770
51832
51832
51832
51832
14,5
14,5
16,2
-
-
-
-
-
Pola Kemitraan:
Semen beku, str
Beli ppkd, ton
3
4
2
Sumber : dikembangkan dari MASBULAN (1998)
Kebutuhan pupuk kandang untuk mengelola kegiatan usaha tani dengan luas antara 1,36 h 1,5 ha (pada tahun 1-3), nampaknya masih harus merrbeli . Semakin tinggi Skala usaha sapi pera maka kegiatan membeli pupuk semakin kurang . Pada pola kemitraan aktivitas beli pupuk kanda hanya dilakukan sampai tahun ketiga, sedangkan tahun berikutnya kebutuhan pupuk kanda sudah dapat terpenuhi apabila petani memelihara sapi perah 4 ST. Dari Tabel 4 diperoleh informasi bahwa jumlah pemilikan induk sapi perah sebagai suml produksi susu segar setiap tahunnya cenderung meningkat, tentunya akan berimplikasi terhad peningkatan hasil susu di tingkat petani . Dari pola kemitraan optimal, dengan model kemitra produksi susu segar meningkat dari 10239 liter pada tahun awal hingga mencapai 543 liter/tahun/petani . Ini berarti apabila penyandang dana ini akan mengembangkan 1400 ekor, ma kontribusi produksi susu pada skenario yang dikembangkan akan memberikan sumbangan bat baku susu terhadap kelangsungan industri pengolah susu di daerah tersebut . Sistem pendukung pengembangan agribisnis sapi perah
Pengembangan usaha sapi perah di masa yang akan datang, selalu menglladapi berba tantangan dan peluang, terdapat tiga hal yang sangat penting . Pertama, pemantapan i pendayagunaan organisasi koperasi. Belajar dari pengalaman yang lalu di bidang persusu ternyata peran dan fungsi koperasi terlihat secara nyata dan mampu mengatasi masalah mengembangkan usaha anggota . Kedua, perlu langkah kongkrit untuk meningkatkan efisio dengan partisipasi aktif petani anggota koperasi dalam agribisnis sapi perah . Ketiga, kemitr harus lebih dimantapkan dalam satu kondisi yang saling menguntungkan, saling memperkuat, saling mengisi .
1
Berkenaan dengan ketiga hal tersebut, di Daerah Istimewa Yogyakarta telah dikembang agribisnis sapi perah melalui pendekatan kemitraan dengan dana ventura dari PT. PLN PERTAMINA melalui PT. Kepurun Pawana Indonesia yang bekerjasama dengan Kope Peternakan Sarono Makmur. Misi utama dari kemitraan tersebut adalah "mewujudkan peterns sapi perah rakyat yang tangguh dan berwawasan agribisnis, melalui sistem pembinaan pelatihan yang terencana dan berkesinambungan" .
65 2
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1998
Langkah kongkrit yang harus ditindaklanjuti dalam mendukung usaha sapi perah tersebut, meliputi 1.
2.
3.
4.
Pemenuhan fasilitas kebutuhan sarana produksi, terutama pakan konsentrat. Jika dalam solusi optimum skala usaha setiap petani mencapai 9 ST, maka kebutuhan pakan konsentrat setiap petani 63 kg/hari atau 23 ton/tahun . Apabila di kawasan lahan kritis akan dikembangkan kepada 700 petani, maka kebutuhan konsentrat mencapai 16100 ton/tahun atau 44,1 ton/hari. Ini berarti perlu dibangun 2 buah pabrik yang berkapasitas 20- 25 ton/hari. Selama ini, pakan konsentrat di DIY dipenuhi dari Surabaya 6 perusahaan dan dari Semarang 2 perusahaan. Untuk itu perlu dibuat pabrik pakan yang produksinya dikhususkan untuk memenuhi anggota koperasi. Untuk meningkatkan dan memantapkan teknologi produksi, yang mencakup aspek manajemen usaha, nutrisi, reproduksi, penanganan pasca panen, kesehatan ternak, serta evaluasi usaha , perlu dibuat pusat pelatihan agribisnis sapi perah, dengan maksud sebagai pola magang baik untuk para petani khususnya maupun pengurus koperasi, instansi pemerintah yang terkait, juga perguruan tinggi. Pembibitan, sesuai solusi optimal, jika induk laktasi setiap petani sekurang-kurangnya 9 ekor/tahun, maka setiap tahunnya dibutuhkan semen belu sebanyak 25200 straw . Dalam pengadaannya harus dilakukan kerjasama dengan GKSI, mengingat bahwa GKSI diheri kesempatan oleh Direktorat Jenderal Peternakan untuk menjadi distributor tunggal untuk pendapaan semen beku sapi perah.yang diproduksi oleh Balai Inseminasi Buatan Lembang dan Singosari . Disamping itu perl4 dirintis program perbaikan mutu genetik sapi perah melalui penerapan teknologi transfer embrio . Untuk mempertahan kandungan kualitas susu, perlu fasilitas penampungan (milk culling) dalam kapasitas yang besar di setiap lokasi penampungan . Hal 'ini perlu dilakukan karena kualitas susu sangat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya harga yang diterima oleh petani . Disamping itu diperlukan dukungan sarana transportasi, baik jalan yang menuju, ke sentra produksi, maupun sarana angkutan yang memadai . KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENGEMBANGAN Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
1. 2. 3.
4.
Pemberdayaan petani di kawasan lahan kritis DI Yogykarta melalui pengembangan agribisnis sapi perah dengan pola kemitraan yang memanfaatkan dana ventura dapat memperoleh manfaat cukup besar . Performa usaha sapi perah dengan pola kemitraan nampak lebih baik dengan memperoleh pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 1 .745 .000,-/tahun/peternak, sedangkan pendapatan atas biaya tunai pada pola petani hanya sebesar Rp 372.760,-/tahun/peternak . Walaupun demikian, secara agregat para peternak agaknya masih belum menikmati insentif harga susu yang memadai dengan harga susu yang layak semestinya Rp 990,57/liter. Dengan demikian harga susu aktual yang diterima peternak, yaitu Rp 850/liter terlihat masih di bawah perkiraan harga yang layak secara finansial, terpaut 16,53%. Adanya penyertaan modal pada pola kemitraan kepada usaha sapi perah di tingkat peternak akan mendorong peningkatan penggunaan tenaga kerja, yang pada akhirnya dapat menyerap tenaga kerja wilayah pengembangan .
653
SeminarNasionalPeternakan dan Peteriner 1998
5.
Secara normatif, jika solusi optimal dalam suatu perencanaan sistem agribisnis sapi peral dapat dioperasionalkan, maka akan berimplikasi terhadap meningkatnya kebutuhan, bail faktor produksi terutama pasokan pakan konsentrat, maupun sarana pendukung lainnya .
Implikasi pengembangan Sebagai implikasi, mengisyaratkan adanya beberapa ikhtiar yang harus ditindaklanjuti Sebagai langkah kongkrit untuk meningkatkan efisiensi usaha sapi perah, koperasi peternakai diharapkan dapat membawa aspirasi anggotanya terutama dalam peningkatan harga susu, sehingg, peternak dapat menikmati keuntungan yang layak . Mengingat agribisnis sapi perah in memerlukan investasi yang tinggi, pembinaan yang lebih intensif dari berbagai pihak yang terkai mutlak diperlukan . Hal-hal yang perlu diikhtiarkan, antara lain : (1) penbinaan pengurus koperas perlu difokuskan pada peningkatan kemampuan untuk melakukan prediksi kapabilitas calon dan peserta program pengembangan agribisnis sapi perah, sementara bagi peserta pembinaan perh diarahkan pada peningkatan kemampuan alokasi sumberdaya untuk keperluan pengembangni usaha sapinya, (2) koperasi sebagai pemasok pakan konsentrat dan sarana produksi lainnya sem penanggungjawab program diharapkan dapat menyesuaikan penetapan pasok pakan bagi keperluai anggotanya, dan (3) menyelenggarakan pelatihan agribisnis sapi perah yang berkesinambungai dengan tujuan untuk mempercepat adopsi teknologi sapi perah yang harus dikuasai peternak dan memberi motivasi yang lebih besar dalam berusaha sapi perah . DAFTAR PUSTAKA HUTJEN. 1978 . Nutritional Management of the Dry Cow . Extention Folder 437 . Agricultural Extentio Service . University of Minnesota . LuBis, D ., T . PRASETYo, E . MASBULAN, R . HARDiANTo, dan A . HERMAwAN. 1991 . Dampak usaliaternak dalan usahatani lalian kering DAS bagian hulu serta peluang pengembangannya . Dalam PRAWIRADIPUTRA e al., Sistem Usahatani Konservasi di DAS Jratunseluna dan DAS Brantas. P3HTA, Badan Litbaq Pertanian, Departemen Pertanian . MASBULAN, E . 1998 . Optimasi Sistem Usaha Pertanian (SUP) Berbasis Sapi Perah di Kawasan Lahan Kriti Daerah Istimewa Yogyakarta . Tesis Program Pascasarjana Universitas Gajalunada, Yogyakarta. RAcF9AAN, B . 1998 . Keunggulan Komparatif dan Analisis Sensitivitas Usaha Temak Sapi Perah Menuru Pola Pengusahaan di Jawa Barat. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 3(1) : 1-7. RumIDI, W.R . dan H .M .D . RosIDL 1977. Peta Geologi Lembar Yogyakarta. Jawa skala 1 : 100 .000 Direktorat Geologi, Departemen Pertambangan Bandmig. Tim SURVAi TANAH . 1994 . Survey dan Pemetaan Detil di Mikro DAS Galagaharjo, Kecamatan Cangkringar Sleman Stalittanak, Yogyakarta.