PROSPEK PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KACANG TANAH DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Nur Hidayat Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta Jl. Stadion Maguwoharjo, Karangsari, Werdomartani, Ngemplak, Sleman, Yogyakart E-mai : nurhid
[email protected]
ABSTRAK Kacang tanah merupakan tanaman pangan sumber protein nabati yang banyak dibudidayakan di Yogyakarta baik pada lahan sawah maupun lahan kering. Agribisnis kacang tanah di Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai prospek untuk dikembangkan mengingat sumberdaya lahan yang tersedia cukup luas, kondisi iklim yang cocok, teknologi budidaya kacang tanah cukup tersedia, sumberdaya manusia cukup terampil dalam usahatani serta pasar masih terbuka lebar bagi komoditas kacang tanah. Dalam upaya pengembangan agribisnis kacang tanah di Daerah Istimewa Yogyakarta perlu tiga strategi yang harus dilaksanakan yaitu: (1) pemanfaatan potensi lahan; (2) perbaikan harga jual; dan (3) perbaikan proses produksi. Tulisan ini merupakan hasil review dari beberapa literatur yang berkaitan dengan pokok bahasan. Kata kunci : prospek, agribisnis, kacang tanah.
ABSTRACT Agribusiness development on groundnut in special region of Yogyakarta. Groundnut is a food crop and source of protein cultivated in wet and dry land in Yogyakarta agribusiness of groundnut in Yogyakarta has a prospect to be for developed remembering that land resource available is quite extensive, climatic condition is suitable, technology of groundnut cultivation is available skill of human resource in the farm is sufficient, and market is still widely opened for groundnut in developing agribusiness of groundnut in Yogyakarta, three strategies are needed, i.e: (1) the utilization of land potency, (2) improvement of selling price, and (3) improvement of production process. This paper is the result of a review from some literature related to the subject. Keywords: prospect, agribusiness, groundnut.
PENDAHULUAN Kebutuhan akan kacang tanah terus meningkat rata-rata setiap tahun berkisar 900.000 ton dengan produksi rata-rata setiap tahun 783.110 ton (87,01%). Volume impor rata-rata setiap tahun sekitar 168.000 ton. Areal panen kacang tanah di Indonesia pada tahun 2011 seluas 539.459 ha dan produksi yang dicapai sebesar 691.289 ton dengan produktivitas rata-rata 12,81 kw/ha. Sedangkan berdasarkan ARAM II 2012 BPS, terjadi peningkatan luas panen dan produksi sedangkan produktivitas kacang tanah menurun. Sasaran tahun 2012 luas panen seluas 651.500 ha dengan produktivitas 12,57 kw/ha dan produksi kacang tanah nasional 780.000 ton. (Ditjentan Pangan 2012). Impor kacang tanah pada tahun 1984 mencapai 21.307 ton dan pada tahun 1993 menjadi 08.097 ton atau meningkat 17,6%/tahun. Produksi kacang tanah pada tahun 2000 mencapai 814.000 ton dan permintaan dalam negeri sebesar 1.018.100 ton sehingga terjadi defisit 214.120 ton (Erwidodo dan Saptana 1996; Gaybita 1996). Berdasarkan data BPS produktivitas nasional kacang tanah 13,04 ton per ha dengan luas panen 539.459 ha dan produksi 691.289 ton (BPS, 2012).
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
431
Sampai dengan tahun 2011 peranan sektor pertanian di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam menyumbang produksi pangan nasional masih rendah yaitu sekitar 1,24% untuk padi, 1,99% untuk jagung dan 4,29% untuk kedelai (Statistik Pertanian DIY, 2012). Akan tetapi bila dilihat secara khusus di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, pertanian mempunyai peranan yang sangat penting, dimana hasilnya mampu menyumbang sekitar 15,20% produk domestik regional bruto (PDRB) atas dasar harga yang berlaku tahun 2011. Berdasarkan data dari BPS DIY tahun 2012, menunjukkan di Daerah Istimewa Yogyakarta hanya tersedia lahan seluas 318.580 ha yang terdiri atas lahan sawah 56.491 ha dan lahan bukan sawah 169.397, bahkan dari tahun ke tahun terjadi peralihan fungsi lahan dari pertanian ke bukan pertanian. Pada tahun 2011 luas panen kacang tanah di Daerah Istimewa Yogyakarta 59.533 ha dengan produksi kacang tanah 64.084 ton dan produktivitas sebesar 10.76 ton/ha(BPS DIY, 2012). Review ini bertujuan untuk membahas tentang prospek pengembangan agribisnis kacang tanah khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Perkembangan Produksi dan Impor Kacang Tanah Kebutuhan kacang tanah nasional sampai saat ini sebagian masih dipenuhi dari impor karena produksi di dalam negeri belum mencukupi. Produksi kacang tanah tahun 2012 meningkat dibandingkan tahun 2011 yaitu sebesar 7,59% dan selebihnya dipenuhi dari impor sebesar 125.636 ton. Perkembangan impor kacang tanah dari tahun 2002 – 2012 mengalami peningkatan sebesar 1,25% sedangkan produksi kacang tanah mengalami peningkatan hanya sebesar 0,48%. Perkembangan produksi dan impor 10 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Produksi dan impor kacang tanah tahun 2002 – 2012. Tahun 2001 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Produksi (ton) 718.071 785.526 837.495 836.295 838.096 789.089 770.054 777.888 779.228 691.289 743.754
Impor (ton) 179.521 126.720 158.774 131.050 137.467 175.001 206.855 142.392 181.808 251.748 125.636*)
Keterangan : *) Keadaan sampai dengan bulan juni
Perkembangan Konsumsi Kacang Tanah Nilai konsumsi kacang tanah berfluktuasi dengan rata-rata 3,27 kg/kapita/tahun, nilai konsumsi tertinggi terjadi pada tahun 2006 (3,38 kg/kapita/thn) dan terendah tahun 2002 (3,06 kg/kapita/thn). Perkembangan nilai konsumsi kacang tanah berdasarkan pola perhitungan Neraca Bahan Makanan/NBM sejak tahun 2001 terlihat pada Tabel 2.
432
Hidayat: Prospek pengembangan agribisnis kacang tanah di DI Yogyakarta
Tabel 2. Perkembangan konsumsi kacang tanah tahun 2001 –2011. Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Rerata
Konsumsi(Kg/Kap/Thn) *) 3,28 3,06 3,20 3,29 3,30 3,38 3,30 3,33 3,25 3,22 3,24 3,27
*) Neraca Bahan Makanan, 2011; Sumber: Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian
Potensi Sumberdaya Lahan dan air merupakan faktor produksi utama dalam melakukan budidaya tanaman, dengan berkembangnya pembanguan diluar sektor pertanian seperti disektor pariwisata, sektor perindustrian, sektor pendidikan, sektor kesehatan seperti berkembangnya rumah sakit dan bertambahnya penduduk setiap tahunnya maka luas lahan untuk pertanian semakin berkurang. Di lain pihak, ketersediaan lahan tetap bahkan untuk ketersediaan lahan semakin berkurang karena pengelolaan lingkungan yang kurang maka pengelolaan lahan untuk memenuhi kegiatan pertanian dituntut untuk lebih efisien dan bijak sehingga penggunaannya harus benar-benar dapat memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi kehidupan manusia terutama dalam menyediakan bahan pangan. Dalam upaya mengembangkan agribisnis kacang tanah dukungan sumberdaya alam, yang meliputi sumberdaya lahan dan air, serta sumberdaya manusia dalam jumlah maupun kualitas yang memadai sangat dibutuhkan. Sumberdaya lahan yang dimanfaatkan sebagai areal pengembangan agribisnis kedelai tercermin dari luas panen. Untuk Daerah Istimewa Yogyakarta luas panen kedelai per kabupaten disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Luas panen kacang tanah per kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2011. Kabupaten Kulonprogo Bantul Gunungkidul Sleman Kota
Luas panen(ha) 1.097 3.205 49.619 5.611 1
Sumber: BPS Provinsi DIY, 2012
Dari Tabel 3 terlihat bahwa Kabupaten Gunungkidul mempunyai luas panen terbesar yaitu 49.619 ha sedang luas panen terkecil di Kotamadya Yogyakarta sebesar 1 ha. Per-
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
433
kembangan luas panen, produktivitas dan produksi kedelai dari tahun 2007–2011 disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Luas panen, produktivitas dan produksi kacang tanah di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2007–2011. No. 1. 2. 3.
Uraian Luas(ha) Produktivitas(ton/ha) Produksi(ton)
Tahun 2007 66.527 8,52 56.667
2008 64.087 9,87 63.240
2009 62.539 10,54 65.893
2010 58.780 10,02 58.918
2011 59.533 10,76 34.670
Sumber: BPS Provinsi DIY 2012.
Dari Tabel 4 dapat dijelaskan bahwa perkembangan produksi kacang tanah di Daerah Istimewa Yogyakarta selama kurun waktu 5 tahun (2007–2011) mengalami penurunan, hal tersebut disebabkan oleh penurunan luas panen dan juga kemungkinan karena rendahnya insentif/nilai tambah yang diperoleh dibandingkan dengan komoditas tanaman lainnya.
Kendala pengembangan agribisnis kacang tanah Kendala produksi kacang tanah secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi kendala biofisik, teknis, sosial, ekonomi, dan kebijakan. Kendala biofisik berkaitan dengan masalah lahan atau jenis tanah, pola tanam, dan gangguan organism pengganggu tanaman (OPT). Jenis tanah yang beragam menunjukkan variasi karakteristik tanah yang sekaligus mencerminkan kendala dan tingkat produktivitas kacang tanah. Keragaman jenis lahan atau agroekologi mencerminkan dinamika gangguan OPT serta pola tanam. Pola tanam lebih ditentukan oleh neraca air musiman atau secara umum oleh iklim suatu wilayah. Secara teknis, permasalahan pada system produksi tanaman meliputi: (1) penyiapan lahan dan kesuburan tanah; (2) pengairan; (3) teknik budi daya; (4) penggunaan varietas unggul; (5) pengendalian OPT; dan (6) pascapanen. Penyiapan lahan dan pengelolaan kesuburan tanah meliputi berbagai tindakan, yaitu: (1) pengolahan tanah; (2) perbaikan kesuburan tanah, baik secara fisik, kimia maupun hayati; (3) pengendalian erosi tanah; (4) perbaikan kekahatan dan ketimpangan hara; (5) pengendaliankeracunan hara atau logam lain;(6) netralisasi kegaraman; (7) mengatasi krisis bahan organik tanah; (8) pengendalian panen hara yang berlebihan; dan (9) pengaturan pola tanam dan pergiliran tanaman. Secara sosial, proses produksi tanaman palawija melibatkan jutaan petani gurem dengan luas lahan yang relatif sempit dan kemampuan terbatas. Penyebaran sentra produksi palawija yang tidak merata menyulitkan dalam distribusi dan pengendalian harga (Rasahan 1999). Luas kepemilikan lahan yang sempit dengan ragam keinginan tanam yang tinggi menyebabkan konsolidasi lahan (hamparan) menjadi satu unit sistem produksi berskala komersial sulit diwujudkan. Tempat tinggal atau domisili petani pemilik lahan yang terpencar menyebabkan konsolidasi kelompok petani untuk tujuan pembinaan sulit dilakukan. Kualitas sumber daya petani yang beragam dalam penguasaan iptek juga menghambat proses alih teknologi sehingga kualitas produk yang dihasilkan beragam dan menyulitkan pemasaran. Nilai ekonomi komoditas palawija kurang menarik petani untuk melakukan intensifikasi budi daya. Pemberdayaan lahan pada sektor nonpertanian yang menjanjikan imbalan nilai ekonomi lebih tinggi telah mendorong alih fungsi lahan. Alih fungsi lahan pertanian di Jawa untuk pemukiman dan industri pada tahun 1994–1999 mencapai 81.176 ha, yaitu untuk pemukiman 33.429 ha dan industri 47.747 ha (Husodo 434
Hidayat: Prospek pengembangan agribisnis kacang tanah di DI Yogyakarta
2003). Alih fungsi lahan paling luas terjadi di Jawa Barat (79,41%), Jawa Timur (17,01%), Jawa Tengah (2,69%), dan Daerah Istimewa Yogyakarta (0,89%).
Strategi Pengembangan Agribisnis Kacang Tanah DI Yogyakarta Produktivitas kacang tanah di provinsi DIY pada tingkat petani masih relatif rendah berkisar antara 8–10 ton/ha sementara produktivitas kacang tanah ditingkat nasional 12,8 ton/ha. Peluang peningkatan produksi kacang tanah di DIY masih memungkinkan melalui peningkatan produktivitas di tingkat petani. Untuk peningkatan produksi dan produktivitas kacang tanah di Provinsi DIY memerlukan beberapa strategi antara lain yaitu (1) pemanfaatan potensi lahan; (2) perbaikan harga jual; dan (3) perbaikan proses produksi.
Pemanfaatan Potensi Lahan Pemanfaatan potensi lahan yang tersedia untuk mendukung peningkatan produksi kacang tanah antara lain dapat dilakukan dengan penanaman kacang tanah sebagai tanaman utama ataupun sebagai tanaman sela, di antaranya penanaman kacang tanah secara tumpang sari dengan ubikayu, kelapa sawit, kelapa, atau tanaman tua lainnya.
Perbaikan Harga Jual Salah satu faktor pendorong agar petani berminat untuk membudidayakan kacang tanah adalah harga jual. Harga jual yang rendah di tingkat petani menyebabkan petani enggan untuk mengusahakan kacang tanah. Untuk itu pemerintah hendaknya mengusahakan agar harga jual kacang tanah dapat diperbaiki dengan harga menguntungkan petani.
Perbaikan Proses Produksi Proses produksi yang mampu memberikan produktivitas tinggi, efisien, dan berkelanjutan yakni melalui pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Menurut Balitkabi (2008), PTT adalah salah satu pendekatan dalam usahatani yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani serta melestarikan lingkungan produksi. Dalam implementasinya, PTT mengintegrasikan komponen teknologi pengelolaan lahan, air, tanaman, dan organisme pengganggu tanaman (LATO) secara terpadu.
KESIMPULAN Agribisnis kacang tanah di Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai peluang untuk dikembangkan mengingat sumberdaya lahan yang tersedia cukup luas, kondisi iklim yang cocok, teknologi budidaya kacang tanah cukup tersedia, sumberdaya manusia cukup terampil dalam usahatani serta pasar masih terbuka lebar bagi komoditas kacang tanah. Dalam upaya pengembangan agribisnis kacang tanah di Daerah Istimewa Yogyakarta perlu 4 strategi yang harus dilaksanakan yaitu: (1) pemanfaatan potensi lahan (2) perbaikan harga jual; dan (3) perbaikan proses produksi.
DAFTAR PUSTAKA Biro Pusat Statistik DIY, 2012. Statistik Pertanian Tanaman Pangan DIY Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2012. Road Map Peningkatan Produksi Kacang Tanah
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
435
dan Kacang Hijau Tahun 2010–2014). Husodo, S.Y. 2003. Membangun kemandirian di bidang pangan. Suatu kebutuhan bagi Indonesia. Artikel Tahun II No. 6. Himpunan Kerukunan Tani Indonesia, Jakarta. 15 hlm. Erwidodo dan Saptana. 1996. Prospek harga dan pemasaran kacang tanah di Indonesia. hlm. 21–40. Dalam N. Saleh,K.Hartojo H., Heriyanto, A. Kasno, A.G.Manshuri, dan A. Winarto (Ed.). Risalah Seminar Nasional Prospek Pengembangan Agribisnis Kacang tanah di Indonesia. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian,Malang. Rasahan, C.A. 1999. Kebijakan pembangunan pertanian untuk mencapai ketahanan pangan berkelanjutan. hlm. 1-11. Dalam A.K. Makarim, S. Kartaatmadja, J. Soejitno, S. Partohardjono,dan Suwarno (Ed.). Tonggak Kemajuan Teknologi Produksi Tanaman Pangan. Konsep dan Strategi Peningkatan Produksi Pangan. Simposium Penelitian Tanaman Pangan IV, 22-24 November 1999. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. Subandi. 2007. Lima strategi pengembangan kedelai. Koran Sinar Tani Edisi 30 Mei–5Juni 2007.Kamis, 27 Juli 2006.
436
Hidayat: Prospek pengembangan agribisnis kacang tanah di DI Yogyakarta