Juni EfEktif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
Cahya Purnomo
43
Vol. I, No. 1, Juni 2010, 43 - 53
PERSEPSI WISATAWAN MANCANEGARA TERHADAP MUTU PRODUK WISATA DI KABUPATEN BANTUL Cahya Purnomo Akademi Maritim Yogyakarta
ABSTRACT This research is a type of hypothesis testing, aimed to study the perception of foreign tourists for the quality of tourism products in Bantul District to meet their expectations based on individual characteristics. Sample is drawn by accidental sampling method as many as 250 informen, consist of 83 informen in Parangtritis Beach and 167 informen in the Tomb of the Kings in Imogiri.. Data collection instrument is a semi-opened questionnaire. Hypothesis testing is using chi square, contingency and correlation coefficient Pearson’s product moment. The results indicates significant differences in perceptions of product quality based on gender and education level. But it is not proven that there is a difference of perception of tourism experience and original country of foreign tourists. Besides that there are differences in the level of satisfaction with the product based on the level of education. Another finding is that a lot of tourism experiences tend to influence to give a negative perception of product quality. Foreign tourists in this area have high tourism awareness, critical and selective attitudes on tourism products offered. High expectations, good perceptions and the optimum of tourism satisfaction have a strong link with the characteristics of foreign tourists. Key Word : perception, product quality
PENDAHULUAN Pembangunan sektor pariwisata dimaksudkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan rakyat, menghapus kemiskinan, dan mengatasi pengangguran. Pembangunan pariwisata yang bermuara kepada tujuan tersebut, pada dasarnya tidak terlepas dari peran serta masyarakat, pemerintah daerah sebagai regulator dan wisatawan sebagai konsumen produk wisata. Peran tersebut dapat diimplementasikan ke dalam berbagai bentuk usaha-pelayanan jasa pariwisata yang berorientasi pasar. Kontribusi industri pariwisata bagi produk domestik bruto (PDB) Indonesia cukup signifikan, yakni 11,03 persen. Pencapaian devisa dari sektor ini pada 2007 sebesar 5.345,98 juta US$ (http://www.budpar.go.id, diunduh 5 Juli *)
Cahya Purnomo, Lecturer of Yogyakarta Maritime Academy
2009). Menurut Pitana dan Gayatri (2005), pariwisata sebagai industri terbesar kedua di dunia setelah migas mampu menjadi primadona penghasil devisa negara. Oleh karenanya pemerintah sewajarnya mulai menggalakkan program pembangunan pariwisata di berbagai daerah sekaligus menempatkannya sebagai pendekatan pembangunan alternatif. Kabupaten Bantul yang memiliki potensi obyek wisata alam dan budaya yang beragam perlu dikemas dan dipasarkan dengan efektif. Pemasaran dengan peningkatan daya tarik dan informasi wisata, sosialisasi program, promosi ke luar daerah, pelestarian keunikan-kekhasan, delivery of service, kenyamanan dan kecepatan pelayanan. Semua usaha itu pada hakikatnya akan bermuara untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan wisatawan (kepuasan konsumen), yang
44
EfEktif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
merupakan salah satu sendi pemasaran pariwisata berkelanjutan. Sekarang ini tiap daerah dituntut untuk bisa mengembangkan produk wisata yang bervariasi dan unik. Telah banyak contoh daerah lain yang memiliki obyek wisata yang semula menarik kemudian ditinggalkan wisatawannya karena tidak mampu membaca harapan wisatawan sebagai konsumennya yang dinamis. Produk wisata yang dimiliki tidak mampu lagi memberikan kepuasan wisatawan. Kondisi ini akan diperparah oleh kurangnya inovasi pelayanan yang berimplikasi daya tarik semakin rendah. Mutu produk wisata akan berpengaruh terhadap kepuasan yang diberikan. Di Kabupaten Bantul data tentang penilaian terhadap produk wisata berdasarkan karakteristik sosial, demografi, ekonomi wisatawan mancanegara (wisman) belum tersedia secara lengkap. Informasi tersebut menjadi dasar kebijakan pemasaran agar dapat memuaskan wisatawan. Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mengkaji persepsi wisman tentang mutu produk wisata Kabupaten Bantul. Sedangkan tujuan khusus adalah: (1) menganalisis keragaman serta perbedaan persepsi wisman tentang mutu produk wisata berdasarkan karakteristik individunya dan (2) menganalisis pemenuhan ekspektasi wisman setelah mengunjungi obyek wisata di sini. Berangkat dari latar belakang di atas maka permasalahannya adalah : (1) Bagaimana persepsi wisman tentang kualitas produk wisata di Kabupaten Bantul? (2) Apakah persepsi wisman tentang mutu produk berbeda menurut karakteristik jenis kelamin dan tingkat pendidikan? (3) Apakah produk-produk wisata Kabupaten Bantul sesuai dengan ekspektasi pasar wisman?
Juni
TINJAUAN PUSTAKA 1.
Kebutuhan Manusia dan Kebutuhan Berwisata
Secara kodrati manusia mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhi untuk keberlanjutan hidupnya. Kotler (1993) berpendapat bahwa kebutuhan manusia adalah suatu keadaan dirasakannya ketiadaan kepuasan dasar tertentu, misalnya kebutuhan pangan dan sandang. Kebutuhan tersebut tidak diciptakan namun sudah melekat pada diri manusia. Sedangkan keinginan adalah kehendak yang kuat akan pemuas yang spesifik terhadap kebutuhan. Kemudian permintaan adalah keinginan akan produk yang spesifik yang didukung dengan kemampuan untuk membelinya. Kebutuhan dasar manusia merupakan unsurunsur yang dibutuhkan oleh manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis. Abraham Maslow membuat penjenjangan kebutuhan sebagai beikut : physiological, safety, belonging, esteem, self actualization (Mill and Morisson,1985). Kegiatan hidup manusia terbagi dalam tiga kegiatan utama, yaitu pertama, kegiatan bekerja untuk memperoleh pendapatan; kedua, kegiatan maintenance untuk pemulihan (misalnya makan, minum, tidur) dan; ketiga, adalah kegiatan leisure (Mill and Morison, 1985). Kegiatan leisure adalah kegiatan pemanfaatan waktu luang, yang dapat diwujudkan dalam bentuk berwisata. Berwisata pada prinsipnya adalah perpindahan tempat sementara atau perjalanan ke lain tempat dari tempat tinggalnya (Gartner,1996). Kebutuhan akan perjalanan ke lain tempat sudah dilakukan manusia sejak lama. Dengan demikian berwisata merupakan kebutuhan manusia yang penting sebagaimana kebutuhan lainnya. Terlebih pada jaman modern di mana tuntutan hidup semakin berat sehingga orang lebih mudah terkena depresi. Menurut Wahab (1992), pariwisata merupakan fenomena masyarakat modern. Di sisi
Juni
Cahya Purnomo
45
lain dengan peningkatan status sosial - ekonomi akan berpengaruh terhadap kebutuhan berwisata. Semakin tinggi kesejahteraan ekonomi seseorang, semakin banyak dan meningkat kebutuhan berwisatanya (Hermansyah, 2007).
tidak cukup hanya meliputi 3 A saja, namun lebih jauh lagi, siapa sebetulnya segmen pasarnya dan bagaimana perilakunya (Damanik, 2006),
2.
Bahwa sejak tahun 1990-an pasar wisatawan telah mengalami pergeseran, dari wisatawan masif ke wisatawan yang lebih individual. Dinamika perubahan dunia pada berbagai aspek kehidupan ternyata telah membawa perubahan terhadap selera dan pola konsumsi berwisata Damanik (2007). Aspek psikografi erat hubungannya dengan kepribadian wisatawan, yang menggambarkan motivasi wisman berwisata. Dengan mengetahui motivasinya akan diketahui tipe wisman tersebut. Selanjutnya motivasi ini akan mendasari persepsi wisman terhadap produk wisata yang dikonsumsinya. Motivasi berwisata seseorang digolongkan menjadi : physical motivation, cultural motivation, social motivation dan fantasy motivation (Pitana, 2005). Tentang motivasi wisatawan, Ross (1998), membahas pengalaman perjalanan orang yang berkepribadian allosentris dan psikosentris dapat digunakan untuk meramalkan pilihan tempat tujuan dan harapan perjalanannya. Wisatawan berkepribadian psikosentris allosentris akan menuntut pelayanan fasilitas produk wisata yang serba enak seperti di tempat asalnya, resiko kecil dalam perjalanann dan pengeluaran sedikit. Sedangkan wisatawan berkepribadian allosentris lebih nrimo dalam menerima pelayanan namun menuntut produk wisata yang otentik, orisinil dan alami, walaupun dengan pengeluaran lebih banyak (Plog, 1991). Kedua karakteristik wisatawan ini jelas berbeda dalam memberi persepsi terhadap produk wisata. Persepsi wisatawan terhadap obyek wisata akan dipengaruhi oleh psikografi wisatawan secara individual, latar belakang sosial, demografi, ekonomi, citra obyek tersebut serta
Pariwisata Sebagai Produk Jasa
Produk pariwisata dapat berupa jasa atau layanan. Konsumen akan mengkonsumsi produk ini dengan memperoleh pengalaman dari perjalanan yang dilakukannya. Sifat dasar produk pariwisata adalah intangibility, heterogenity, perishability, inseparability (Holloway and Robinson, 1995). Di samping itu produk wisata tak bisa dipisahkan satu dengan lainnya, tidak bisa distandardisir seperti barang, karena merupakan produk dari banyak elemen. Zeithaml dan Bitner (1996), memaknai produk jasa sebagai berikut : “mencakup semua aktivitas ekonomi yang produk dan konsumsinya dilakukan pada waktu yang sama, nilai tambah yang diberikannya dalam bentuk kenyamanan, liburan, kecepatan, kesehatan”. Menurut Fandeli (2002), produk pariwisata adalah sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar agar orang tertarik perhatiannya, ingin memiliki, memanfaatkan dan mengkonsumsi untuk memenuhi keinginan dan mendapatkan kepuasan. Produk pariwisata itu termasuk obyek fisik, pelayanan, tempat, organisasi (Pearce, 1981). Ada empat level yang melekat pada produk pariwisata : produk inti, fasilitas, penunjang serta produk tambahan. Sedangkan menurut Yoeti (1997), produk wisata terdiri dari unsur 3 A : Atraksi, Amenitas dan Aksesibilitas. Dari ketiga unsur itu yang dominan adalah atraksi, tanpa atraksi tidak ada kegiatan pariwisata. Atraksi harus ada syarat : (1) apa yang bisa dilihat (2) apa yang bisa dilakukan dan (3) apa yang bisa dibeli. Sebagai jasa, untuk dapat memasarkan pariwisata perlu didukung dengan fasilitas atau bukti fisik (Yazid, 1999). Pemasaran pariwisata
3.
Motivasi Berwisata dan Persepsi Wisatawan
EfEktif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
46
pelayanan yang diterima. Pelayanan jasa yang relatif pendek durasinya (service ecounter), misalnya agen travel, bank, restoran cepat saji cenderung berdasarkan pada faktor-faktor intangible : reliability, responsiveness, assurance, dan empathy. Sedangkan faktor tangible seperti servicescape tidak begitu mempengaruhi persepsi terhadap kualitas pelayanan yang diterima (Wakefield & Blodgett, 1996). Lamanya wisatawan di lokasi merupakan salah satu tujuan pemasaran wisata. Implikasinya bahwa semakin lama wisatawan berada di lokasi maka servicescape akan memegang peran penting. Menurut Bitner (1992), respon positif wisatawan (berupa kepuasan) terhadap keseluruhan persepsi pada produk wisata akan menghasilkan perilaku seperti : atraksi, lama tinggal, membelanjakan uang dan kesediaan mengulang kunjungan. Lama tinggal akan berkorelasi dengan besar belanja (Wakefield & Blodgett, 1996). Oleh karenanya memelihara lingkungan yang memuaskan wisatawan agar dapat mempengaruhi lama tinggal merupakan tugas penting dalam pemasaran produk wisata. Persepsi akan terbentuk pada saat atau setelah wisatawan mengkonsumsi produk wisata. Munculnya persepsi kepuasan atau ketidakpuasan selanjutnya akan mempengaruhi perilaku wisatawan. Sikap puas akan mendukung perusahaan dan sebaliknya (Zeithaml and Bitner, 1996). Sikap itu dimanifestasikan pada loyalitas, berpindah produk, dan kesediaan konsumen untuk membayar lebih. 4.
Hipotesis
Hipotesis penelitian adalah : (1) Ada perbedaan persepsi atas mutu produk menurut jenis kelamin dan tingkat pendidikan wisman; (2) Ada perbedaan persepsi atas mutu produk menurut negara asal wisman; (3) Ada perbedaan tingkat kepuasan wisata menurut tingkat pendidikan wisman; (4) Semakin banyak
Juni
pengalaman wisata, semakin positif persepsi tentang mutu produk; (5) Semakin banyak informasi tentang produk yang dimiliki wisman di negara asal, semakin tinggi ekspektasinya pada mutu produk itu.
METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini adalah jenis pengujian hipotesis, menggunakan metode survai, bersifat deskriptif korelatif. Tujuannya untuk membuat deskripsi secara sistematis mengenai fakta-fakta serta hubungan antara fenomena yang diteliti (Natzir, 1983), dengan mengambil lokasi di beberapa obyek wisata Kabupaten Bantul. 1.
Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini berdasarkan jumlah wisman tahun 2008 yaitu sebanyak 900 orang, dengan rasio 1 : 2 antara yang berkunjung ke obyek wisata alam (diwakili obyek Pantai Parangtritis) dengan yang berkunjung ke wisata budaya (diwakili obyek Makam Raja-Raja Imogiri). Menurut Sugiyono (2004), jumlah populasi 900 orang dengan derajat kesalahan 5 % maka jumlah sampelnya adalah 250 orang. Penarikan sampel dengan metode accidental sampling. Sampel yang ditarik di obyek wisata Pantai Parangtritis sebanyak 83 orang dan di obyek wisata Makam Raja-Raja Imogiri sebanyak 167 orang. 2.
Alat Pengumpulan Data
Data penelitian dikumpulkan dengan kuesioner semi terbuka, untuk menjaring data tentang latar belakang sosial, demografi, ekonomi dan data tentang psikografi wisatawan. Kuesioner diberikan kepada wisman saat istirahat setelah kegiatan atau menurut kesediaannya. Untuk mengukur persepsi dan penilaian digunakan Skala Likert yang bergerak dari 1 (rendah), 2 (sedang), sampai 3 (tinggi).
Juni 3.
χ g x y N
Definisi Operasional
Untuk menilai variabel digunakan definisi operasional : (1) Mutu produk diukur dari keunikan, orisinalitas, keragaman, kenangan yang diberikan, keramahtamahan, keindahan, keamanan dan kebersihan, (2) Atraksi diukur dari pemandangan alam, pantai, arsitektur, pelayanan dan sovenir, (3) Akomodasi diukur dari penginapan dan makanan, (4) Aksesibilitas diukur dari prasarana dan sarana yang tersedia, (5) Pengalaman wisata diukur dari frekuensi melakukan perjalanan wisata, terutama ke luar negeri. 4.
47
Cahya Purnomo
Analisis Data
Tujuan analisis adalah menyederhanakan data ke dalam bentuk yang mudah dibaca dan diinterpretasikan. Analisis penelitian ini menguji hipotesis dengan statistik. Hipotesis 1 sampai 3 diuji dengan metode kai kwadrat (Singarimbun dan Effendi, 1982), dengan rumus: χ² = Σ(fo-fe)² : fe, di mana χ² = kai kwadrat; fo = frekuensi amatan; fe = frekuensi harapan. Keberartian hubungan antar variabel diuji dengan koefisien kontingensi: K=
X2 X 2 +N
di mana K = koefisien kontingensi; χ² = nilai kai kwadrat; N = sampel Tingkat kebermaknaan (signifikansi) ditetapkan sebesar 5 %. Sedangkan hipotesis 4 dan 5 diuji dengan korelasi Product Moment Pearson (rχg) : ( ∑ x )( ∑ y ) ∑ xy − N rxy = 2 ⎡ (∑ X ) ⎤ ⎡ (∑ Y ) 2 ⎤ 2 2 ⎢∑ X − ⎥ ⎢∑ Y − ⎥ N N ⎦⎥ ⎣⎢ ⎦⎥ ⎣⎢
= = = = =
variabel bebas; variabel terikat; rerata nilai variabel bebas; rerata nilai variabel terikat. besarnya sampel
HASIL DAN PEMBAHASAN 1.
Karakteristik Sosial Demografi
Rerata umur wisatawan cukup tinggi, yakni 47 tahun, umur terendah 21 tahun dan tertinggi 77 tahun. Kelompok lansia semakin banyak terlibat dalam kegiatan wisata, hal ini karena ketersediaan waktu luang semakin banyak seiring peningkatan umur. Sebagian besar atau 55,6 % wisman adalah perempuan, hal ini mengindikasikan bahwa perempuan Eropa mempunyai kebebasan tinggi sebagaimana pria. Lebih dari separuh (52,4%) wisatawan berpendidikan tinggi; 40,4% pendidikan menengah dan hanya 7,2% berpendidikan rendah. Dengan deskripsi ini mengindikasikan bahwa orang Eropa travel minded, berwisata merupakan kebutuhan lazim sebagaimana kebutuhan barang. 2.
Karakteristik Ekonomi
Karakteristik ekonomi bisa diketahui dari pekerjaan wisman, yang umumnya mempunyai pekerjaan mapan dengan penghasilan cukup. Dengan kondisi tersebut wisman mempunyai kemampuan untuk berwisata ke luar negeri. Separoh lebih (53,6%) responden memiliki pekerjaan mapan dan hanya 8,0% yang menganggur atau sedang mencari pekerjaan. Selengkapnya lihat tabel di bawah. Tabel 1. Status Pekerjaan Status Pekerjaan Bekerja Sedang cari kerja Pensiunan Mengurus rumahtangga Lainnya Total
Jumlah 134 20 71 7 18 250
Sumber : Data Primer 2009, diolah
Persen 53,6 8,0 28,4 2,8 7,2 100,0
EfEktif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
48 3.
Pengalaman Perjalanan
5.
Umumnya wisman (89%) pernah berwisata ke luar negeri. Selanjutnya 62,4% mengatakan frekuensi perjalanan wisata ke mancanegara lebih dari tiga kali (frekuensi tertinggi 7 kali). Rerata frekuensi berwisata ke luar negeri sebanyak 3,8 kali, artinya wisman memiliki pengalaman wisata yang cukup. Sekitar 90% responden memilih bentuk wisata kelompok dan lainnya merupakan wisata individual. 4.
Sumber Informasi
Informasi memegang peran penting terhadap persepsi mutu produk. Sebanyak 40,8% responden mengatakan brosur sebagai sumber informasi utama untuk memilih Kabupaten Bantul sebagai tujuan wisata. Kemudian 20,8% sumber informasi wisatawan yang penting berasal dari teman atau kerabat. Dilihat dari intensitas informasi 44,8% wisatawan mengatakan informasi masih sedikit; 34,8% mengatakan informasi cukup dan sekitar 20% mengatakan mendapat informasi banyak. Sumber informasi selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Juni
Ekspektasi dan Pemenuhannya
Sebanyak 35,7% responden mengatakan ekspektasinya tinggi; 34,4% ekspektasi wisman tidak berharap; dan 30% ekspektasi wisman rendah. Ekspektasi tinggi muncul karena sebagian di antara responden baru pertama kali berkunjung dan biasanya mempunyai harapan yang tinggi. Kemudian 60% responden mengatakan ekspektasi wisata wisman terpenuhi secara maksimal; 30% responden yang tidak terpenuhi maksimal dan 10% responden sama sekali tidak terpenuhi. 6.
Kepuasan Wisata
Pernyataan terhadap kepuasan pada produk wisata di Kabupaten Bantul dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Tingkat Kepuasan Wisata Keterangan Tdk puas Lumayan Puas Total
Jumlah 18 51 181 250
Persen 7,2 20,4 72,4 100,0
Sumber : Data primer 2009, diolah
Tabel 2. Sumber Informasi Sumber Informasi Utama Brosur TV Internet Teman/kerabat Biro Perjalanan Pengalaman sebelumnya Lainnya Total Sumber : Data Primer 2009, diolah
Jumlah 102 3 27 52 41 11 14
Persen 40.8 1.2 10.8 20.8 16.4 4.4 5.6
250
100.0
Secara umum wisman yang menyatakan puas (72,4%), namun angka ini perlu dirinci lebih lanjut dengan variabel-variabel pada pembahasan selanjutnya. 7.
Persepsi Wisman Terhadap Mutu Produk
1.
Persepsi Berdasarkan Mutu Produk Persepsi terhadap mutu produk didasarkan pada variabel : keunikan, keaslian, kenangan, keramahan, keindahan, keamanan dan kebersihan menampakkan peringkat persepsi : buruk, sedang, dan baik. Hasil selengkapnya adalah sebagai berikut:
Juni
49
Cahya Purnomo
Tabel 4. Persepsi terhadap Mutu Produk Ukuran Variabel Mutu Produk Keunikan Keaslian Kenangan Keramahan Keindahan Keamanan Kebersihan Sumber: Data Primer 2009, diolah
2.
Peringkat Persepsi Sedang 27,2% 38,4% 29,2% 16% 16,8% 40,8% 23,2%
Buruk 9,6% 10% 13,6% 18% 7,6% 14,4% 40,2%
Dari ketujuh variabel tersebut 6 variabel mempunyai persepsi baik yang tinggi, 1 variabel (kebersihan) mempunyai persepsi buruk yang tinggi. Persepsi baik tertinggi adalah variabel keindahan (75,6%), artinya bahwa variabel produk keindahan perlu dijaga agar tidak tersaingi dari produk dari daerah lain. Persepsi buruk tertinggi adalah variabel kebersihan (40,2%), artinya secara umum kebersihan obyek wisata di Kabupaten Bantul masih memprihatinkan. Persepsi Berdasarkan Variabel Atraksi Untuk mengetahui persepsi atas dasar variabel atraksi, yang meliputi: pemandangan alam, pantai, arsitektur, pelayanan dan souvenir secara umum menampakkan persepsi baik. Peringkat persepsi buruk, sedang, dan baik adalah sebagai berikut:
3.
4.
Persepsi Berdasarkan Variabel Akomodasi Persepsi atas dasar variabel akomodasi diukur dari penginapan hotel dan makanan. Hasilnya menunjukkan bahwa penginapan hotel dipersepsikan buruk (34,4%) kemudian dipersepsikan sedang (32,4%) dan dipersepsikan baik (33,2%). Sedangkan dari makanan dipersepsikan buruk (17,6%) kemudian yang dipersepsikan sedang (22,8%) dan dipersepsikan baik (59,6%). Hal ini berarti bahwa hotel secara umum dinilai masih buruk oleh wisatawan, namun makanan dipersepsikan baik. Persepsi Berdasarkan Variabel Aksesibilitas Dari variabel aksesibilitas yang meliputi prasarana dan sarana menampakkan hasil sebagaimana tabel berikut:
Tabel 5. Persepsi terhadap Atraksi Ukuran Variabel Atraksi Pemandangan Alam Pantai Arsitektur Pelayanan Sovenir
Tabel 6. Tabel Variabel Aksesibilitas
Peringkat Persepsi Buruk Sedang Baik 4,8% 3,2% 29,6% 5,2% 15,2%
Sumber: Data Primer 2009, diolah
7,6% 15,2% 33,2% 31,6% 24,8%
Baik 63,2% 61,6% 57,2% 66% 75,8% 44,8% 27,6%
77,6% 81,6% 37,2% 63,2% 60%
Persepsi Baik Sedang Buruk Persen
Variabel Aksesibilitas Bus Wisata Jalan Bandara 43,6 65,6 35,2 20,0 22,8 20,0 36,4 11,6 44,8 100
100
100
Sumber: Data Primer 2009, diolah
Dari tabel 6 menunjukkan bahwa sarana transportasi yang digunakan dari Kota Yogyakarta secara umum dinilai baik
EfEktif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
50
5.
(43,6%), demikian juga jalan yang menuju ke obyek wisata dinilai baik (65,6%). Sedangkan Bandara Adisucipto dipersepsikan buruk (44,8 %). Perbedaan Persepsi Mutu Produk Berdasarkan Jenis Kelamin Berdasarkan jenis kelamin ternyata perempuan memberi persepsi berbeda dengan laki-laki, selengkapnya lihat tabel berikut: Tabel 7. Perbedaan Persepsi Mutu Produk Berdasarkan Jenis Kelamin Persepsi
Jenis Kelamin
Total
Laki-laki
Perempuan
Buruk
21,8%
42,9%
62,4%
Sedang
5045,0%
9266,2%
14256,8%
Baik
5953,2%
4330,9%
10240,8%
Total
111100,0%
139100,0%
250100,0%
6.
Perbedaan Persepsi Mutu Produk Berdasarkan Negara Asal Negara asal wisman secara umum memberikan persepsi sama, yaitu mutu sedang, sebagaimana tabel berikut: Tabel 8. Perbedaan Persepsi Mutu Produk Berdasarkan Negara Asal
Persepsi
Negara Asal Asean
Eropa
Total Lainnya
Buruk
23,0%
32,1%
12,6%
62,4%
Sedang
4161,2%
8457,9%
1744,7%
14256,8%
5840,0%
2052,6%
10240,8%
Baik
2435,8%
Total
67100,0%
145100,0% 38100,0% 250100,0%
Sumber: Data Primer 2009, diolah
Sumber : Data Primer 2009, diolah
Dari hasil analisis menunjukkan hasil bahwa χ² hitung 15,740 > χ² tabel 5,990, dengan derajat kebebasan 2, taraf signifikansi 0,001 berarti hipotesis 1 diterima. Hal ini berarti wanita pada umumnya suka keindahan, termasuk dalam memandang produk wisata. Ini dapat ditunjukkan dari persepsi baik untuk wisman perempuan hanya 30,9% sementara untuk wisman laki-laki mencapai 53,2%. Artinya menurut jenis kelamin, produk wisata umumnya hanya bermutu sedang saja (laki-laki 45 % dan perempuan 66,2%). Jika dilihat dari jenis aktivitas liburan, perempuan lebih banyak mengikuti aktivitas budaya, sedangkan laki-laki rekreasi di luar gedung seperti bermain dan olahraga (Sukarsa, 1999). Implikasinya adalah bahwa jumlah pengunjung destinasi ini lebih banyak didominasi pengunjung perempuan, yang mayoritas menilai produk pada kategori sedang.
Juni
7.
Dari hasil analisis data menunjukkan hasil χ² hitung 3,138 < χ² tabel 9,490, derajat kebebasan 4; signifikan pada taraf 0,535. Berarti tidak ada perbedaan persepsi responden terhadap mutu produk menurut asal wisman. Dengan demikian hipotesis 2 ditolak. Wisman asal Asean maupun asal Eropa mayoritas memberi persepsi sedang dengan angka yang signifikan, masingmasing 61,2% dan 57,9%. Walaupun wisman asal negara lainnya memberi persepsi baik 52,6%, namun karena jumlahnya sedikit dibanding wisman asal Asean dan Eropa maka secara total tidak menentukan, hal ini terlihat dari hasil persepsi sedang 56,8%. Wisman asal lainnya (terutama Cina) memberi persepsi baik 52,6%, hal ini karena pengalaman berwisatanya masih relatif sedikit dibanding wisman asal Eropa. Semakin banyak pengalaman berwisata maka akan semakin rendah memberi persepsi terhadap suatu produk wisata. Perbedaan Persepsi Mutu Produk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan wisman ternyata berpengaruh terhadap persepsi mutu produk, hal ini nampak sebagaimana tabel berikut.
Juni Tabel 9. Perbedaan Persepsi Mutu Produk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Persepsi
Pendidikan Di bawah
Total
SMU
PT
Tabel 10. Perbedaan Tingkat Kepuasan Wisata Menurut Tingkat Pendidikan Tkt. Kepuasan Wisata
SMU Buruk
-
33,0%
32,3%
62,4%
Sedang
316,7%
5554,5%
8464,1%
14256,8%
Baik
1583,3%
4342,6%
4433,6%
10240,8%
Total
18100,0%
101100,0% 131100,0% 250100,0%
Total
SMU
> SMU
Tdk puas
-
8
10
18
7,9%
7,6%
17,2%
Ragu-ragu
8
11
32
51
44,4%
10,9%
24,4%
20,4%
10
82
89
181
55,6%
81,2%
67,9%
72,4%
18
101
131
250
100,0%
100,0%
100,0%
100,0%
Puas Total
Hasil analisis menunjukkan hasil χ² 16,743 > χ² 9,490; df = 4; signifikan pada taraf 0,002 sehingga hipotesis 3 terbukti secara statistik, namun keeratan hubungan ini rendah (0,251). Jadi hubungan antara pendidikan dan persepsi tadi tergolong rendah. Orang yang berpendidikan lebih tinggi mempunyai pemahaman lebih baik dan kritis terhadap mutu produk wisata (Mill and Morrison,1985). Hal ini dapat dilihat dari hasil penilaian responden yang mempersepsikan baik, dimana semakin tinggi pendidikan frekuensinya semakin kecil, yaitu dari 83,3% untuk pendidikan di bawah SMU, 42,6% untuk pendidikan SMU dan 33,6% untuk pendidikan PT. Artinya bahwa mutu produk wisata Kabupaten Bantul tergolong sedang, dimana frekuensinya yang semakin besar seiring kenaikan tingkat pendidikan. Perbedaan Tingkat Kepuasan Wisata Menurut Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan ternyata secara signifikan berpengaruh terhadap penilaian kepuasan, selengkapnya lihat tabel di bawah.
Pendidikan < SMU
Sumber : Data Primer 2009, diolah
8.
51
Cahya Purnomo
Sumber : Data Primer 2009, diolah.
9.
Hasil analisis menampakkan χ² = 14,165 > χ² tabel 9,490; derajat kebebasan 4; signifikansi 0,00. Dengan demikian hipotesis 3 tentang perbedaan tingkat kepuasan wisata berdasarkan tingkat pendidikan dapat diterima, walaupun keeratan hubungan kedua variabel relatif rendah, yaitu 0,232. Tingkat pendidikan seseorang cenderung berpengaruh terhadap pemilihan jenis produk wisata. Tinggi-rendah pendidikan yang dicapai akan mempengaruhi aktivitas waktu kerja dan menikmati produk wisata secara bersama-sama, terutama dilihat dari luas wawasan minat seseorang dan kadar kenikmatan yang dirasakan (Sukarsa, 1999). Korelasi Pengalaman Berwisata dengan Persepsi atas Mutu Produk Hasil perhitungan menunjukkan koefisien korelasi Pearson (r) = 0,09; taraf signifikansi 0,05, artinya bahwa semakin banyak pengalaman wisata maka persepsi terhadap mutu produk wisata cenderung semakin buruk. Oleh sebab itu hipotesis 4 tidak terbukti. Pengalaman perjalanan seseorang akan memperkaya daya kritis untuk menilai suatu produk wisata. Ini artinya bagi wisman yang sering berwisata ke luar negeri menilai mutu produk wisata Kabupaten Bantul cenderung tidak bermutu, dan berlaku sebaliknya.
EfEktif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
52
10. Korelasi Informasi dengan Harapan pada Mutu Produk Wisata Informasi tentang suatu produk wisata akan berperan terhadap harapan yang diinginkan terhadap produk wisata tersebut. Hasil perhitungan menunjukkan koefisien korelasi Pearson (r) = 0,531; taraf signifikansi 0,01, artinya bahwa semakin banyak informasi yang diterima tentang produk wisata semakin tinggi pula harapan terhadap mutu produk wisata tersebut. Jadi, hipotesis 5 secara empirik terbukti. Citra produk salah satunya memang dibentuk oleh informasi pada produk itu. Sebanyak 35,7% wisman mengatakan ekspektasinya tinggi, hal ini dikarenakan informasi yang diterima juga tinggi (40,8%), yang media informasi utama adalah brosur dan rekomendasi teman.
SIMPULAN DAN SARAN 1.
Kesimpulan
1.
Wisman di obyek wisata Kabupaten Bantul termasuk kelompok wisatawan mapan dari sisi umur, pendidikan, pekerjaan, dan pengalaman wisata. Mutu produk dari aspek keunikan, keaslian, keindahan, keamanan, kenyamanan, kenangan, atraksi, akses jalan, transportasi dipersepsikan dengan baik. Sedangkan dari aspek akomodasi hotel, makanan dan Bandara Adisucipto dipersepsikan buruk. Ada perbedaan persepsi terhadap mutu produk berdasarkan jenis kelamin dan tingkat pendidikan, namun tidak terbukti ada perbedaan persepsi pengalaman wisata dan negara asal wisman. Ada perbedaan tingkat kepuasan mengkonsumsi produk wisata berdasarkan tingkat pendidikan. Temuan lain adalah bahwa pengalaman wisata yang banyak cenderung mempengaruhi wisman untuk memberikan persepsi negatif terhadap mutu produk.
2.
3.
4.
5.
Juni
6.
Wisman di Kabupaten Bantul mempunyai kesadaran wisata tinggi, kritis dan selektif atas produk-produk wisata yang ditawarkan. 7. Harapan yang tinggi, persepsi yang baik dan kepuasan wisata yang optimal mempunyai kaitan erat dan fungsional pada diri wisman. 5.2. Saran 1. Kebersihan di setiap obyek wisata sebaiknya perlu diperhatikan, mengingat mayoritas wisman menilai buruk. 2. Mengingat masih ada perbedaan persepsi atas mutu produk atau kepuasan mengkonsumsi berdasarkan jenis kelamin dan tingkat pendidikan, maka sebaiknya ada usaha peningkatan mutu melalui penggalian unsur-unsur yang unik dan otentik agar betulbetul berbeda dengan produk wisata dari daerah atau negara lain. 3. Sebaiknya ada penelitian lanjutan dengan variabel yang lebih luas sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih lengkap terhadap mutu produk wisata Kabupaten Bantul.
DAFTAR PUSTAKA Bitner, Mary J., 1992, Servicecape : The Impact of Physical Surrounding on Customer and Employee, Journal of Marketing, Vol. 56 (April) Damanik, J., 2007, Strategi Promosi Menghadapi Krisis Pariwisata dan Pergeseran Psikografi Wisatawan, Jurnal Pariwisata, Bandung, STIEPAR YAPARI – AKTRIPA,Vol. 8, No.1 Damanik, J., 2006, Perencanaan Ekowisata-dari Teori ke Aplikasi, Yogyakarta, Puspar UGM - Penerbit Andi. Fandeli, Chafid, 2002, Perencanaan Kepariwisataan Alam, Fak. Kehutanan UGM. Gartner, W.C., 1996, Tourism Development-Prin-
Juni
Cahya Purnomo
53
ciples, Procesess and Policies, New York, Van Nostrand Reinhold
Ross, G.F., 1994, The Psychology of Tourism, Melbourne, Hospitality Press
Hermansyah, 2007, Analisis Psikografi Wisatawan Dalam Keputusan Memilih Obyek dan Daya Tarik Wisata Gunung Dempo di Kota Pagar Alam,Yogyakarta, Prodi Kajian Pariwisata Sekolah Pasca Sarjana UGM
Singarimbun, M. dan Effendi, S., 1982, Metode Penelitian Survai, Jakarta, LP3ES
Holloway, JC and Robinson, C, 1995, Marketing for Tourism, Longman Group Limited Kotler, Philip, 1993, Manajemen Pemasaran, Analisis Perencanaan Implementasi dan Pengendalian, Jakarta, Penerbit Erlangga Mill, R.C., Morrison, A.M., 1985, The Tourism System an Introductory Text, New Jersey, Prentice-Hall Inc Natzir, M, 1983, Metodologi Penelitian, Jakarta, Ghalia Indonesia Pearce, D.G., 1981, Tourist Development, London, Longman. Pitana, I.G., dan Gayatri, P.G., 2005, Sosiologi Pariwisata, Yogyakarta, Andi. Plog, S.C., 1991, Leisure Travel: Making it a Gwowth Market Again, Canada, JohnWiley & Sons, Inc
Sugiyono, 2003, Metodologi Penelitian Administrasi, Bandung, Alfabeta Sukarsa, I.M., 1999, Pengantar Pariwisata, Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Dirjen Dikti Depdikbud Wahab, S., 1992, Pemasaran Pariwisata, Jakarta, Pradnya Paramita. Wakefield, KL., Blodgett, JG., 1996, The Effect of The Servicescape on Customers Behavioral Intention in Leisure Service Setting, Journal of Services Marketing, Vol.10, No. 6 Yazid, 1999, Pemasaran Jasa-Konsep dan Implementasi, Yogyakarta, Jurnal Ekonisia, Fakultas Ekonomi UII. Yoeti, O.A., 1997, Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata, Jakarta, PT. Pradnya Paramita. Zeitaml, VA., Bitner, MJ., 1996, Services Marketing, McGraw-Hill. Internet: http://www.budpar.go.id, dalam Visitor Arrivals to Indonesia 2001-2008, diunduh 5 Juli 2009