Phronesis, Jurnal Ilmiah Psikologi Industri dan Organisasi 2006, Vol. 8, No. 2, 110-124
Persepsi terhadap Kemasan dan Intensi Membeli Wildyana & P. Tommy Y. S. Suyasa Universitas Tarumanagara
The purpose of this research is to know the contribution of consumer packaging’s perception toward purchase intention of X cosmetic’s products. Subject of this research consists of 145 persons which include male and female at age 18-22 years old. The data is being correlated using regression analysis method with support of SPSS 12.0 for windows. The result of this research is that purchase intention of X cosmetic products can be explained by packaging perception at range 23, 9% to 32,3%. The more packaging is being perceived as something that attractive, good quality, and convincing, the more subject is going to have the intention to purchase the products of the X cosmetic. Keywords: perception, packaging, cosmetic, purchase intention
Manusia tidak dapat dipisahkan oleh produk-produk kosmetik, contohnya adalah produk pembersih tubuh, produk perawatan tubuh, dan produk kecantikan lainnya. Produk-produk tersebut digunakan oleh konsumen dari bayi hingga dewasa, baik laki-laki maupun perempuan. Oleh karena itu, kosmetik saat ini menjadi sama seperti kebutuhan primer lainnya, sebagai barang penting dalam hidup konsumen yang sehari-hari dibutuhkan dan digunakan oleh segala usia dan jenis kelamin (Yuswohady, 2004). Sebuah sumber mengungkapkan data bahwa pembelanjaan kosmetik oleh konsumen di Indonesia sebesar 1 triliun rupiah per bulan (Republika, 2001). Wildyana adalah alumni Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara, Jakarta. P. Tommy Y. S. Suyasa adalah dosen Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara, Jakarta. Korespondensi artikel ini dialamatkan ke P. Tommy Y. S. Suyasa e-mail: sumatera.suyasa @gmail.com
110
Produk-produk kosmetik yang hadir di pasaran terdiri atas berbagai macam jenis kosmetik. Tetapi secara sederhana produkproduk kosmetik tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu kosmetika untuk memelihara dan merawat kulit, kosmetika untuk rias wajah (dekoratif) serta kosmetika wewangian. Kosmetika untuk memelihara dan merawat kulit seperti sabun mandi, shampoo, bedak untuk badan, pelembab kulit (body lotion). Kosmetika untuk rias wajah lebih beragam macamnya seperti alas bedak, perona bibir (lipstick), perona pipi, perona mata, pewarna bulumata, dan masih banyak lagi. Kosmetika wewangian terdiri dari empat macam yang dibedakan berdasarkan kadar alkoholnya, yaitu parfum, cologne, powder, dan sachet. Kosmetika wewangian, khususnya parfum, sekarang ini tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari baik lakilaki maupun perempuan. Banyak orang memakai kosmetika parfum dalam setiap kesempatan, misalnya di tempat kerja, arisan, pesta, berbagai acara bahkan di rumah.
PERSEPSI KEMASAN DAN INTENSI MEMBELI
Alasan seseorang untuk membeli parfum beragam, ada yang membelinya untuk meningkatkan rasa percaya diri, ingin mengekspresikan kehadiran mereka, serta dapat memberikan kesegaran pada pikiran dan tubuh kita. Namun tidak sedikit pula seseorang membeli parfum berdasarkan bentuk dan jenis wanginya untuk dijadikan koleksi (Sriwijaya Post, 2003). Kemewahan dan kemajuan menandai perkembangan parfum di abad ke-20. Secara bertahap, persepsi terhadap parfum telah berubah. Selain keharuman yang dimilikinya, unsur-unsur lainnya seperti bentuk botol, kemasan, dan cara pengiklanan pun ikut berperan (Sekawan Cosmetics, 2004). Dalam industri kosmetika wewangian khususnya parfum, kemasan adalah segalanya. Kemasan bagi parfum dapat membedakan karakter dari aroma yang diwakilinya. Kemasan luar, botol, dan nama produk seringkali merupakan satu-satunya alat untuk menunjukkan kepada konsumen janji yang tidak tampak di dalam botol. Lemahnya faktor kemasan dan buruknya komunikasi pada konsumen dapat menyebabkan kegagalan parfum di pasaran (Gobé, 2005). Pada awalnya, kemasan merupakan suatu konsep fungsional sebatas untuk melindungi barang atau mempermudah barang untuk didistribusikan dan masih terkesan seadanya. Tetapi seiring dengan perkembangan zaman, semakin maju dan semakin kompleks, barulah terjadi penambahan nilai pada kemasan. Kemasan (packaging) tidak hanya dituntut untuk dapat memberikan aspek fungsional bagi konsumen tetapi saat ini packaging juga memiliki nilai komersial yang tinggi serta berperan penting dalam proses pemasaran dan memberikan identitas kepada suatu produk (Hanggoro, 2005; Danger, 1992).
Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Brander (2006) yang menyatakan bahwa ketika konsumen membeli atau memilih suatu produk untuk dibeli, sekitar 38% konsumen yang memilih produk dikarenakan packaging, 45% konsumen yang memilih produk dikarenakan harga, dan sisanya 17% konsumen yang memilih produk dikarenakan promosi yang sedang berlangsung saat itu. Penelitian di Eropa menunjukkan bahwa sebesar 74% pembelian produk terjadi karena kemasannya (Kodar, 2004). Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa kemasan berperan penting dalam mempengaruhi keputusan konsumen untuk membeli suatu produk dan juga dapat membuat produk tersebut mudah dikenali oleh konsumen (Brander, 2006; Retnawati, 2003). Pemilihan dan perancangan konsep desain suatu kemasan produk dilakukan secara seksama dimulai dari penentuan proses pengemasan, warna, bentuk, logo dan lambang-lambang yang akan digunakan, mengingat pentingnya pemahaman akan daya tarik kemasan suatu produk dapat mempengaruhi keputusan konsumen untuk membeli (Nugroho, 2005). Oleh karena itu dapat dikatakan daya tarik suatu produk tidak dapat dilepaskan dari kemasannnya (PT. Global Trimitra Mandiri, 2001). Secara keseluruhan, tampilan produk sangat berpengaruh dalam menarik konsumen dan membentuk persepsi yang baik sehingga dapat menimbulkan suatu niat pada konsumen untuk membeli (Sutojo & Kleinsteuber, 2002). Hasil persepsi konsumen terhadap kemasan suatu produk meliputi evaluasi individu melalui atribut-atribut pada kemasan yaitu bentuk, warna, logo, fungsi dan lambang/simbol lain yang mewakili produk.
111
WILDYANA DAN SUYASA
Konsumen membuat pilihan pembelian berdasarkan persepsi mereka dimulai dari daya tarik tampilan visual dan nilai yang melekat pada produk atau jasa tersebut (Sutojo & Kleinsteuber, 2002). Daya tarik kemasan tersebut dapat mempengaruhi keputusan membeli karena ketika konsumen melihat kemasan suatu produk maka segala atribut pada kemasan akan ditangkap secara visual kemudian dipersepsikan oleh konsumen. Persepsi dipengaruhi oleh objek yang dipersepsi itu sendiri, kecenderungan syaraf dan otak, dan pengalaman pribadi individu serta faktorfaktor lainnya dalam menginterpretasikan stimulus tersebut (Kotler & Amstrong, 2004). Proses persepsi seseorang berawal dari penerimaan stimulus sampai pada pemaknaan stimulus tersebut. Proses persepsi mulai dilakukan jika terdapat suatu stimulus atau rangsangan dari luar individu yang dapat diterima melalui panca indera individu (Schiffman & Kanuk, 2004). Rangsangan dari suatu produk secara visual melalui indera penglihatan diberikan oleh atribut-atribut kemasan produk (warna, ukuran, logo, bentuk, dan sebagainya) kemudian dilanjutkan ke otak untuk diinterpretasikan. Hal tersebut berarti bahwa dalam waktu yang cukup singkat, kemasan produk harus dapat menyampaikan pesannya dan sasaran yang ingin dituju kepada konsumen secara jelas agar konsumen dapat membentuk interpretasi yang baik terhadap produk tersebut sehingga menimbulkan suatu keinginan untuk membeli (Sutojo & Kleinsteuber, 2002). Intensi merupakan niat, kehendak, atau kemauan untuk melakukan sesuatu (Boena dalam Prijonggo, 1999). Keinginan membeli pada konsumen dapat diprediksikan dengan menggunakan teori perilaku te-
112
rencana (Theory of Planned Behavior) dari Ajzen dan Fishbein (dikutip oleh Ajzen, 1988). Teori tersebut mengemukakan bahwa intensi berperilaku merupakan suatu tahap sebelum akhirnya individu memunculkan suatu perilaku secara nyata jika tersedianya kesempatan dan sumber yang diperlukan. Teori berperilaku terencana mempunyai 3 komponen yang digunakan untuk memprediksi intensi berperilaku spesifik yaitu sikap seseorang terhadap tingkah laku tertentu, norma subjektif, dan kontrol tingkah laku yang dihayati. Ketiga komponen tersebut berinteraksi dan menjadi determinan bagi intensi yang pada gilirannya akan menentukan apakah perilaku yang bersangkutan akan dilakukan atau tidak. Oleh karena itu, intensi membeli atau niat/keinginan untuk membeli merupakan salah satu faktor penting dalam memprediksi apakah konsumen akan memunculkan suatu perilaku pembelian atau tidak. Semakin tinggi intensi membeli konsumen terhadap suatu produk, semakin besar kemungkinan konsumen membeli produk tersebut (Prijonggo, 1999). Besarnya intensi membeli konsumen terhadap suatu produk tergantung pada sejauh mana proses evaluasi yang dilakukan untuk menghasilkan interpretasi yang positif pada produk tersebut. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dikatakan bahwa persepsi konsumen terhadap kemasan suatu produk melalui proses psikologis tertentu akan mempengaruhi dan mengantarkan konsumen pada tinggi rendahnya intensi untuk membeli suatu produk. Peneliti tertarik dengan fenomena ini karena saat ini di pasaran banyak produk parfum yang dikemas dalam berbagai bentuk yang menarik dan unik, sehingga peneliti ingin mengetahui apakah persepsi kemasan mempunyai kontribusi terhadap intensi untuk membeli. Pada penelitian ini,
PERSEPSI KEMASAN DAN INTENSI MEMBELI
peneliti menggunakan sampel produk dari produk kosmetik merek X. Kosmetik X saat ini adalah perusahaan kosmetik dengan perkembangan tercepat di dunia. Kosmetik X memiliki kantor penjualan di 54 negara dan merupakan pemimpin pasar pada lebih dari 30 negara. Jaringan penjualan yang terdiri dari 1,4 juta konsultan mandiri yang memasarkan rangkaian lengkap perawatan kulit, wewangian dan kosmetik berkualitas tinggi (X, 2006).
Persepsi Terhadap Kemasan Persepsi adalah suatu aktivitas indera yang berfungsi menginterpretasi serta memberikan penilaian terhadap objek-objek fisik maupun sosial. Proses persepsi dimulai pada waktu stimulus mengenai indera. Stimulus tersebut kemudian diteruskan oleh saraf sensoris ke pusat susunan saraf, yaitu otak. Di dalam otak kemudian terjadi proses pemberian makna pada stimulus sehingga stimulus tersebut mempunyai makna bagi individu tersebut (Walgito, 1981). Persepsi individu mengenai suatu objek sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat atau karakteristik yang ditampilkan oleh objek tersebut, karakteristik individu dan karakteristik situasi. Objek tersebut dalam penelitian ini yang merupakan stimulus bagi individu adalah kemasan produk kosmetik. Kemasan kosmetika merupakan suatu stimulus visual pada indera penglihatan konsumen. Daya tarik visual suatu kemasan kosmetik mempunyai pengaruh terhadap interpretasi proses persepsi konsumen. Masing-masing konsumen sebagai individu mempunyai persepsi yang berbeda-beda mengenai suatu kemasan produk. Penggunaan warna, teks, logo, bentuk ataupun bahan kemasan, dan lain sebagai-
nya yang termasuk dalam kategori materi kemasan dapat mempengaruhi persepsi konsumen dalam pemilihan produk (Sutojo & Kleinsteuber, 2002). Misalkan warnawarna pastel dipersepsikan sebagai sesuatu yang lembut. Logo bisa melekat dalam ingatan dan dapat dipersepsikan begitu banyak arti yang berbeda. Logo suatu produk bisa berfungsi sebagai steno visual dari makna yang melekat padanya dan dengan demikian memungkinkan konsumen untuk menerima pesan yang disampaikan produk dengan lebih mudah. Bentuk-bentuk kemasan produk yang unik dan menarik biasanya digunakan pada kemasan produk minyak wangi karena mewakili aroma yang dimiliki produk minyak wangi tersebut (Gobé, 2005).
Produk Kosmetik merek “X” Kosmetik X adalah perusahaan kosmetika yang menawarkan produk kosmetik dan perawatan kulit alami berkualitas tinggi. Kosmetik X memfokuskan dirinya pada produk kecantikan alami yang berkualitas tinggi dan menawarkan perpaduan terbaik dari alam dan ilmu pengetahuan. Penjualan produk-produk kosmetik X melalui jaringan penjual mandiri (independent sales force) yang berbeda dengan sistem retail pada umumnya. Seiring dengan perkembangan jumlah konsultan kosmetik X, kini kosmetik X mempunyai beberapa cabang yang tersebar di seluruh Indonesia. Dengan lebih dari 80.000 lebih tenaga penjual aktif (konsultan aktif) di Indonesia, kosmetik X Indonesia merupakan perusahaan direct selling kosmetika dengan penjualan terbesar di Indonesia. Selain itu, kosmetik X Indonesia menduduki peringkat nomor satu terbesar di seluruh Asia di-
113
WILDYANA DAN SUYASA
bandingkan dengan negara-negara lainnya di Asia. Kosmetik X juga memiliki kantor penjualan di 54 negara dan merupakan pemimpin pasar di lebih dari 30 negara. Jaringan penjualan yang terdiri dari 1,4 juta konsultan mandiri yang memasarkan rangkaian lengkap perawatan kulit, wewangian dan kosmetik berkualitas tinggi (X, 2006). Alasan digunakannya produk kosmetik X karena produk kosmetik X mempunyai lingkup pasar yang luas.
Intensi Membeli Menurut Chaplin (1995), intensi (bermaksud, pamrih, tujuan) dapat didefinisikan sebagai suatu perjuangan guna mencapai satu tujuan atau ciri-ciri yang dapat dibedakan dari proses-proses psikologis yang mencakup referensi atau kaitannya dengan satu objek. Boena (dikutip oleh Prijonggo, 1999) menyatakan bahwa intensi merupakan niat, kehendak, atau kemauan untuk melakukan sesuatu. Sejalan dengan pernyataan di atas, Santoso (dikutip oleh Brotoharsojo, 2001) menyatakan bahwa besarnya kemungkinan terjadinya suatu perilaku dapat diprediksikan berdasarkan intensi seseorang untuk melakukan perilaku tersebut, atau dengan kata lain perilaku individu ditentukan oleh seberapa besar niat atau intensi individu. Intensi diasumsikan menggambarkan faktor-faktor motivasional yang mempunyai dampak terhadap perilakunya, intensi menunjukkan seberapa kuat seseorang bersedia untuk mencoba, seberapa jauh seseorang akan merencanakan untuk melakukannya. Intensi ini tetap merupakan disposisi perilaku sampai tiba saat dan situasi yang tepat akan ada perubahan intensi menjadi aksi. Jika suatu perilaku berada
114
dibawah kendali kemauan (volition), usaha orang yang bersangkutan akan terwujud sebagai aksi. Hal ini berarti bahwa disposisi yang paling dekat berhubungan dengan kecenderungan untuk berperilaku secara khusus adalah intensi untuk menampilkan perilaku yang dimaksud (Ajzen, 1988). Pada dasarnya, intensi didefinisikan sebagai suatu proposisi yang menghubungkan diri sendiri dan aksi yang akan datang. Intensi dapat juga dikatakan sebagai suatu perencanaan untuk memunculkan satu perilaku yang spesifik dalam meraih tujuan (Peter & Olson, 2003). Banyak pustaka yang menyangkut berbagai segi kehidupan menunjukkan bahwa intensi berkorelasi tinggi dengan perilaku yang dilandasi kemauan (volitional behaviour). Namun ini tidak berarti bahwa pengukuran intensi akan selalu berkorelasi tinggi dengan perilaku. Jika segala sesuatu seperti yang diperkirakan oleh individu, baik dalam dirinya maupun keadaan di luar dirinya, intensi tersebut akan dilaksanakan menjadi aksi nyata (Ajzen, 1988). Berdasarkan beberapa definisi yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa intensi adalah suatu keinginan, kehendak, kemauan dan niat untuk melakukan perilaku tertentu, dalam hal ini perilaku membeli.
Metode Subjek Subjek pada penelitian ini berjumlah 145 orang, berusia 18-22 tahun, dengan rata-rata usia 19,52 tahun (SD= 1,313 tahun). Kelompok ini dianggap mempunyai orientasi konsumtif yang paling besar. Pada masa remaja akhir (usia 18-22 tahun), konsumen lebih peduli akan penampilan fisiknya. Di Indonesia, hal ini di-
PERSEPSI KEMASAN DAN INTENSI MEMBELI
dukung dengan kenyataan pada usia 18 tahun, seseorang sudah lulus SMU dan memasuki perkuliahan. Saat masih di bangku sekolah, penampilan yang menarik tidak terlalu menjadi prioritas utama, namun setelah memasuki dunia perkuliahan, di mana diperkenankan mengenakan pakaian bebas, keinginan berpenampilan menarik cenderung lebih diperhatikan (Sjabadhyni & Alfarani, 2001). Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik nonprobability sampling dengan metode convenience. Subjek laki-laki dalam penelitian ini adalah sebanyak 18 orang (12,4%) dan subjek perempuan sebanyak 127 orang (87,6%). Pengeluaran subjek untuk pembelian kosmetik minimum sebesar Rp. 10.000,00 dan maksimum sebesar Rp. 750.000,00, dengan rata-rata Rp. 179.379,31 (SD=Rp. 139.086,66). Subjek dalam penelitian ini menggunakan berbagai macam merek kosmetik. Secara umum, terdapat 52 orang subjek yang menggunakan produk kosmetik X (35,9%) dan 93 orang subjek yang tidak menggunakan produk kosmetik X (64,1%).
Desain Penelitian ini bersifat non eksperimental, karena tidak ada variabel yang dimanipulasi atau diberi perlakuan khusus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi persepsi kemasan dalam memprediksi intensi membeli produk kosmetik X pada remaja akhir. Jadi, dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang digunakan, yaitu persepsi kemasan dan intensi membeli produk kosmetik X. Variabel pertama dalam penelitian ini adalah persepsi kemasan. Persepsi kemasan
merupakan proses mengetahui atau mengenali objek dengan bantuan alat indera terhadap suatu daya tarik kemasan yang meliputi bentuk, fungsi, warna, tulisan, logo/gambar yang kemudian diinterpretasikan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman sebelumnya yang dimiliki individu. Variabel kedua dalam penelitian ini adalah intensi membeli produk kosmetik X. Intensi membeli merupakan niat atau kehendak individu untuk melakukan sesuatu atau untuk berperilaku tertentu guna mendapatkan satu tujuan yang berkaitan dengan memperoleh barang atau jasa dari orang lain, dan orang tersebut memperoleh pembayaran. Dalam penelitian ini dilakukan tiga kali studi. Studi pertama dilakukan pada produk X1, studi kedua dilakukan pada produk X2, studi ketiga dilakukan pada produk X3. Pada masing-masing studi, dilakukan pengukuran terhadap persepsi dan intensi membeli dari produk yang bersangkutan. Peneliti melakukan pengujian dengan tiga kali studi untuk meningkatkan keyakinan terhadap kebenaran hasil studi (cross validation). Keterangan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengujian dapat dilihat di bagian prosedur. Peneliti melakukan pengambilan data di salah satu universitas di Jakarta Barat. Pengambilan data dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner kepada subjek penelitian, yaitu mahasiswa laki-laki ataupun perempuan yang menggunakan kosmetik dan berusia 18-22 tahun. Peneliti mengadakan penelitian di tempat tersebut karena peneliti sudah cukup familiar dengan situasi dan kondisi tempat penelitian serta memberikan kemudahan bagi peneliti (convinience sampling). Pengambilan data dilakukan mulai tanggal 04
115
WILDYANA DAN SUYASA
September 2006 hingga tanggal 12 Sepember 2006 selama 7 hari.
Pengukuran Persepsi terhadap Kemasan Variabel pertama dalam penelitian ini adalah persepsi terhadap kemasan produk kosmetik X. Butir-butir yang digunakan untuk menentukan persepsi terhadap kemasan dalam penelitian ini diperoleh dari respon hasil elisitasi. Hasil respon elisitasi tersebut berupa pasangan pernyataan-pernyataan kata-kata sifat yang mewakili persepsi responden terhadap kemasan kosmetik X. Pengukuran variabel persepsi kemasan disusun berdasarkan skala Semantic Differential yang terdiri atas tujuh alternatif jawaban. Penilaian pada setiap item pasangan pernyataan kata sifat dilakukan dengan cara memberikan nilai 1 sampai dengan nilai 7. Nilai 1 diberikan pada kata sifat yang terletak di paling kiri pilihan item jawaban dan nilai tersebut bertambah secara berurutan ke kanan yang berakhir pada nilai 7 yang diberikan pada kata sifat yang terletak di paling kanan pilihan item jawaban. Skor persepsi menunjukkan kecenderungan objek (dalam hal ini kemasan produk kosmetik X) dipersepsikan seba-gai sesuatu yang tidak mudah terbuka, tidak mudah bocor, atau pecah, dapat diisi ulang, dan aman bagi konsumen, mem-punyai bentuk, bahan/material, warna, simbol/merek/logo, tipografi, image/ilustrasi, tekstur, dan bahasa gambar yang digunakan mudah menarik perhatian, mudah terlihat dan eye chatching bagi konsumen, dan sebagainya. Alat ukur persepsi terhadap kemasan produk X dapat dilihat pada lampiran 1.
116
Pengujian reliabilitas dilakukan dengan menggunakan metode test-retest reliability. Reliabilitas tes-retes menunjukkan konsistensi hasil dari sebuah pengukuran dari waktu ke waktu atau sejauhmana skor pada alat ukur dapat digeneralisasikan untuk berbagai kesempatan yang berbeda (Anastasi & Urbina, 1997/1998; Sukardi, 2003).
Intensi Membeli Pengukuran variabel intensi dilakukan dengan cara menjumlahkan skor dari kelima item/butir yang mengukur variabel inensi (skala 1-7). Butir-butir yang digunakan untuk menentukan intensi terhadap pembelian kosmetik X dalam penelitian ini dirancang oleh peneliti. Hasil rancangan butir-butir tersebut berupa pernyataan-pernyataan yang mewakili intensi subjek terhadap pembelian produk kosmetik X. Contoh pernyataan pada alat ukur variabel intensi: dalam beberapa hari ini, saya akan membeli produk kosmetik X yang ada di hadapan saya; saya ingin membeli produk kosmetik X yang ada di hadapan saya; saya memiliki rencana untuk membeli produk kosmetik X yang ada di hadapan saya. Total skor didapatkan dengan cara menjumlahkan skor setiap butir. Secara operasional, semakin tinggi skor yang dihasilkan semakin besar kemungkinan subjek menampilkan perilaku membeli produk X dalam waktu dekat. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah skor yang dihasilkan maka semakin kecil kemungkinan subjek berencana/berkeinginan untuk melakukan perilaku membeli produk X. Dari hasil pengujian, alat ukur intensi (pembelian terhadap Produk X1) memiliki reliabilitas internal sebesar 0,946. Alat ukur
PERSEPSI KEMASAN DAN INTENSI MEMBELI
intensi (pembelian terhadap Produk X2) memiliki reliabilitas internal sebesar 0,911 dan alat ukur intensi (pembelian terhadap Produk X3) memiliki reliabilitas internal sebesar 0,938.
Prosedur Pengambilan data dengan penyebaran kuesioner dilakukan pada tanggal 04 – 12 September 2006. Peneliti memperkenalkan diri dan meminta kesediaan subjek untuk mengisi kuesioner secara lengkap serta menjawab sesuai dengan pernyataan yang mereka anggap paling sesuai dengan keadaan diri mereka. Sesudah memberikan instruksi, peneliti membagikan kuesioner kepada para subjek. Masing-masing subjek mendapat tiga set instrumen ukur. Masingmasing sampel produk berlaku untuk satu set instrumen ukur. Pengukuran dengan terhadap tiga sampel produk tersebut digunakan sebagai perbandingan preferensi subjek terhadap intensi membeli. Peneliti kemudian menjelaskan secara singkat petunjuk pengerjaan secara lisan. Setelah itu, peneliti memperlihatkan tiga sampel produk kosmetik X yang digunakan dalam penelitian ini pada subjek. Ketiga sampel produk tersebut diperlihatkan secara bergantian atau bergilir di antara subjek. Peneliti mengawasi proses pengisian alat ukur sampai selesai sehingga dapat memberikan kesempatan bagi para subjek untuk bertanya apabila ada yang mereka anggap kurang jelas. Setelah subjek selesai mengerjakan, peneliti memeriksa kembali hasil pengerjaan tersebut untuk memastikan subjek telah menjawab seluruh item yang tersedia. Dari hasil pengumpulan data, terkumpul 150 kuesioner yang telah diisi oleh subjek penelitian. Namun pada saat peneliti
mengolah data 150 subjek tersebut, didapatkan 5 subjek yang tidak sesuai dengan karakteristik subjek penelitian. Dua orang subjek yang berusia dibawah 18 tahun, seorang subjek yang berusia diatas 22 tahun, dan 2 orang subjek yang statusnya bukan pengguna kosmetik. Keseluruhan data yang diolah peneliti hanya berjumlah 145 subjek.
Hasil Gambaran Intensi untuk Membeli Produk Kosmetik X Titik terendah skor intensi Produk X1 bernilai 1,00 sedangkan titik tertinggi bernilai 6,40. Rata-rata skor intensi terhadap produk X1 adalah 2,869 (SD=1,507). Bila dibandingkan dengan titik tengah skor intensi alat ukur (skala 1-7), maka hasil rata-rata skor intensi terhadap produk X1 terbilang rendah. Artinya subjek dalam penelitian ini secara umum tidak memiliki keinginan untuk melakukan pembelian produk X1. Titik terendah skor intensi produk X2 bernilai 1,00 sedangkan titik tertinggi bernilai 5,40. Rata-rata skor intensi terhadap poduk X2 adalah 2,481 (SD=1,227). Bila dibandingkan dengan titik tengah skor intensi alat ukur (skala 1-7), maka hasil rata-rata skor intensi terhadap produk X2 terbilang rendah. Artinya subjek dalam penelitian ini secara umum tidak memiliki keinginan untuk melakukan pembelian produk X2. Titik terendah skor intensi Produk X3 bernilai 1,00 sedangkan titik tertinggi bernilai 6,80. Rata-rata skor intensi ter-hadap produk X3 adalah 2,926 (SD=1,424). Bila diban-dingkan dengan titik tengah alat ukur
117
WILDYANA DAN SUYASA
(skala 1-7), maka hasil rata-rata skor intensi terhadap produk (X3) terbilang rendah. Artinya subjek dalam penelitian ini secara umum tidak memiliki keinginan untuk melakukan pembelian produk kosmetik X (Produk X3). Gambaran intensi subjek secara keseluruhan pada ketiga produk kosmetik X terbilang rendah. Di antara ketiga pilihan pro-
duk kosmetik X tersebut yang tertinggi dipilih oleh subjek adalah Produk X3 sebesar 12,4%, subjek yang memilih Produk X1 sebesar 11%, dan yang terendah dipilih oleh subjek adalah Produk X2 sebesar 7,6%. Adapun subjek yang tidak memiliki pilihan di antara ketiga produk kosmetik X tersebut sebesar 69%. Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1 Gambaran Intensi untuk Membeli Produk Kosmetik X Intensi thd. Produk
Min.
Maks.
X1
1,00
6,40
X2
1,00
X3
1,00
SD
Persentase
2,87
1,508
11%
5,40
2,48
1,227
7,6%
6,80
2,93
1,424
12.4%
Gambaran Persepsi terhadap Kemasan Studi I: Gambaran Persepsi terhadap Kemasan (Produk X1) Gambaran persepsi terhadap ke-masan produk (X1), secara ringkas dapat dilihat dari tiga butir yang memiliki hasil rata-rata skor tertinggi dan tiga butir yang memiliki rata-rata skor terendah. Tiga butir dalam alat ukur persepsi yang memiliki hasil skor tertinggi adalah butir berharga – tidak berharga dengan skor 3,54 (SD=1,242), butir produk baru – produk lama dengan skor 3,78 (SD=1,660), dan butir mudah rusak – tahan lama dengan skor 4,46 (SD=1,302). Tiga butir dalam alat ukur persepsi yang memiliki hasil skor terendah adalah butir unik – tidak unik digunakan dengan skor 2,41 (SD=1,250), butir mudah digunakan – sulit digunakan dengan skor 2,53 (SD=1,259), dan butir mudah diingat – sulit diingat dengan skor 2,62 (SD=1,219). Secara singkat dapat digambarkan bahwa subjek cenderung
118
Rata-rata
mempersepsi kemasan produk X1 sebagai produk baru yang unik, mudah digunakan, mudah diingat, tahan lama, dan berharga.
Studi II: Gambaran Persepsi terhadap Kemasan (Produk X2) Dari gambaran persepsi terhadap kemasan produk X2, secara ringkas dapat dilihat dari tiga butir yang memiliki hasil rata-rata skor tertinggi dan tiga butir yang memiliki rata-rata skor terrendah. Tiga butir dalam alat ukur persepsi yang memiliki hasil skor tertinggi adalah butir feminin maskulin dengan skor 3,66 (SD=1,745), butir berkesan manis – berkesan tidak manis dengan skor 3,73 (SD=1,573), dan butir mudah rusak – tahan lama dengan skor 4,09 (SD=1,576). Tiga butir dalam alat ukur persepsi yang memiliki hasil skor terendah adalah butir unik – tidak unik digunakan dengan skor 2,26 (SD=1,348), butir warnanya bagus – warnanya tidak
PERSEPSI KEMASAN DAN INTENSI MEMBELI
bagus dengan skor 2,45 (SD=1,296), dan butir mudah digunakan – sulit digunakan dengan skor 2,46 (SD=1,213). Secara singkat dapat digambarkan bahwa subjek cenderung mem-persepsi kemasan produk X2 sebagai sesuatu yang feminin, unik, warnanya bagus, berkesan manis, mudah digunakan, dan tahan lama.
Studi III: Gambaran Persepsi terhadap Kemasan (Produk X3) Dari gambaran persepsi terhadap kemasan produk (X3), secara ringkas dapat dilihat dari tiga butir yang memiliki hasil rata-rata skor tertinggi dan tiga butir yang memiliki rata-rata skor terendah. Tiga butir dalam alat ukur persepsi yang memiliki hasil skor tertinggi adalah butir besar – kecil dengan skor 4,12 (SD=1,359), butir unik – tidak unik dengan skor 4,18 (SD=1,759), dan butir produk baru – produk lama dengan skor 4,36 (SD=1,690). Tiga butir dalam alat ukur persepsi yang memiliki hasil skor terendah adalah butir mudah digunakan – sulit digunakan dengan skor 2,26 (SD=1,124), butir warnanya bagus – warnanya tidak bagus dengan skor 2,59 (SD=1,346), dan butir simple – complex dengan skor 2,62 (SD=1,334). Secara singkat dapat digambarkan bahwa subjek cenderung mempersepsi kemasan produk (X3) sebagai produk lama yang kecil, mudah digunakan, warnanya bagus, simple, dan tidak unik.
Persepsi terhadap Kemasan Produk dan Intensi Studi I: Produk X1
Berdasarkan analisis data, terdapat empat butir persepsi yang signifikan dalam mengevaluasi variansi intensi untuk membeli produk X1. Analisis data ini menggunakan metode multiple regression analysis dengan total skor intensi untuk membeli produk X1 sebagai variabel dependen. Butir meyakinkan – meragukan, menarik – biasa saja, kualitasnya bagus – kualitasnya tidak bagus, dan energik – tidak energik dapat menjelaskan 32,3% dari variansi total skor intensi untuk membeli produk (X1), F(4,140)=16,673, p<0,01. Butir meyakinkan - meragukan dengan skor β= -0,264, t(139)= -2,640, p<0,01; butir menarik – biasa saja dengan skor β= 0,307, t(139)= -3,222, p<0,01; butir kualitasnya bagus – kualitasnya tidak bagus dengan skor β= -0,205, t(139)= -2,405, p<0,05; dan energik – tidak energik dengan skor β= 0,201, t(139)= 2,398, p<0,05 merupakan empat butir prediktor yang signifikan terhadap intensi untuk membeli produk (X1). Subjek yang mempersepsikan kemasan produk kosmetik X1 semakin meyakinkan, semakin menarik, semakin kualitasnya bagus, dan tidak energik, semakin berniat membeli produk kosmetik X1.
Studi II: Produk X2 Berdasarkan analisis data, terdapat tiga butir persepsi yang signifikan dalam mengevaluasi variansi intensi untuk membeli produk X2. Analisis data ini menggunakan metode multiple regression analysis dengan total skor intensi untuk membeli produk X2 sebagai variabel dependen. Butir meyakinkan – meragukan, mudah digunakan - sulit digunakan, dan halus – kasar dapat menjelaskan sebesar 23,9% dari variansi total
119
WILDYANA DAN SUYASA
skor intensi untuk membeli produk X2, F(3,141)=14,790, p<0,01. Butir meyakinkan – meragukan dengan skor β= -0,424, t(140)= -4,988, p<0,01; butir mudah digunakan – sulit digunakan dengan skor β= 0,204, t(140)= 2,568, p<0,05; dan butir halus – kasar dengan skor β= -0,181, t(140)= -2,203, p<0,05 merupakan tiga butir prediktor yang signifikan terhadap intensi untuk membeli produk X2. Subjek yang mempersepsikan kemasan produk kosmetik X2 semakin meyakinkan, semakin sulit digunakan, dan semakin halus, semakin berniat membeli produk kosmetik X2.
narik, dan semakin kualitasnya bagus, semakin berniat membeli produk X3. Hasil perhitungan pada berbagai produk/studi, memperlihatkan bahwa persepsi terhadap kemasan produk X3 dan X1 memiliki persamaan pada butir menarik – biasa saja dan butir kualitasnya bagus – kualitasnya tidak bagus. Kedua butir tersebut merupakan prediktor persepsi yang signifikan terhadap intensi membeli produk X3 & X1. Adapun pada kemasan produk X1 dan X2, kesamaan persepsi terletak pada butir meyakinkan – meragukan. Butir tersebut merupakan prediktor persepsi yang signifikan terhadap intensi membeli produk X1 dan X2.
Studi III: Produk X3
Diskusi Berdasarkan hasil analisis, terdapat tiga butir persepsi yang signifikan dalam mengevaluasi variansi produk dan intensi untuk membeli produk X3. Analisis ini menggunakan metode multiple regression analysis dengan total skor intensi untuk membeli produk X3 sebagai variabel dependen. Butir lembut – keras, menarik – biasa saja, dan kualitasnya bagus – kualitasnya tidak bagus, dapat menjelaskan sebesar 28% dari variansi total skor intensi untuk membeli produk X3, F(3,141)=18,243, p<0,01. Butir lembut – keras dengan skor β= 0,226, t(140)= -2,613, p<0,05; butir menarik – biasa saja dengan skor β= 0,227, t(140)= -2,662, p<0,01; dan butir kualitasnya bagus – kualitasnya tidak bagus dengan skor β= -0,213, t(140)= 2,602, p<0,05 merupakan tiga butir prediktor yang signifikan terhadap intensi untuk membeli produk X3. Subjek yang mempersepsikan kemasan produk kosmetik X3 semakin lembut, semakin me-
120
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi kemasan mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap intensi membeli produk kosmetik X. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan dari Sutojo dan Kleinsteuber (2002) yang menyatakan bahwa kemasan dengan segala atributnya dapat mempengaruhi persepsi konsumen dalam pemilihan produk. Kemasan juga memainkan peranan penting dalam keseluruhan proses penjualan (Danger, 1992). Berdasarkan hasil pengolahan data didapatkan beberapa persepsi subjek terhadap kemasan produk kosmetik X. Hal tersebut senada dengan pernyataan yang dikemukan oleh Danger (1992) bahwa kemasan suatu produk harus memiliki faktor-faktor penting antara lain faktor komunikasi, ergonomi, dan faktor estetika. Kemasan produk harus dapat menyampaikan pesan-pesan dari produk pada konsumen, kemasan dapat dipakai secara efektif, aman, efisien, dan nyaman oleh
PERSEPSI KEMASAN DAN INTENSI MEMBELI
konsumen, dan dapat memberikan kenyamanan dari aspek visualisasi bagi konsumen. Ketika subjek diperlihatkan suatu objek persepsi yaitu kemasan produk X, maka subjek akan menangkap stimulus tersebut melalui inderanya dan mengevaluasi atribut-atribut yang ada pada kemasan tersebut untuk diberikan pemaknaan. Pada saat proses pemaknaan itu, subjek dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kebutuhan saat itu, suasana hati, pengalaman masa lalu, harapan-harapan dan faktor lainnya yang kemudian akan menentukan apakah objek persepsi tersebut sesuai dengan faktorfaktor dalam diri individu. Jika faktorfaktor dalam diri individu mempunyai pengaruh yang positif terhadap objek persepsi, maka hasil persepsi tersebut secara tidak langsung akan membangun suatu sikap yang positif terhadap objek persepsi dan menjadi salah satu faktor pendorong intensi subjek untuk melakukan pembelian. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa besaran kontribusi yang didapatkan terbilang rendah/lemah. Hal tersebut terjadi karena adanya faktor-faktor lain selain faktor persepsi terhadap kemasan yang mempengaruhi seseorang berniat untuk membeli produk kosmetik X. Faktor-faktor tersebut mungkin dapat berupa scent atau wangi yang dimiliki dari ketiga produk kosmetik X. Sesuai dengan fungsi utama produk parfum itu sendiri sebagai pengharum/pewangi tubuh, sehingga setiap konsumen yang ingin membeli produk kosmetika parfum, selain kemasannya yang menarik, mereka juga akan memilih scent atau wangi yang disukainya. Faktor lain yang mungkin mempengaruhi adalah adanya loyalitas subjek terhadap suatu produk parfum tertentu. Kemungkinan lain dapat dikarenakan merek produk kosmetik yang
digunakan dalam penelitian kurang digemari oleh subjek, serta kemungkinan lain dikeranakan bentuk kemasan produk yang dijadikan sampel kurang menarik/unik.
Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pengolah data, diperoleh hasil bahwa persepsi terhadap kemasan memiliki kontribusi dalam memprediksi intensi untuk membeli produk kosmetik X. Subjek yang berniat membeli produk kosmetik X3, cenderung mempersepsikan kemasan produk sebagai sesuatu yang lembut, menarik, dan kualitasnya bagus. Pada produk kosmetik X1, subjek yang berniat membeli produk tersebut cenderung mempersepsikan kemasan produk sebagai sesuatu yang meyakinkan, menarik, dan kualitasnya bagus. Sedangkan subjek yang berniat membeli produk kosmetik X2, cenderung mempersepsikan kemasan produk sebagai sesuatu yang meyakinkan, dan halus. Pada produk X3, ketiga butir persepsi tersebut dapat menjelaskan varians intensi membeli sebesar 28%. Pada produk X1, keempat butir persepsi tersebut dapat menjelaskan varians intensi membeli sebesar 32,3%. Dan pada produk X2, ketiga butir persepsi tersebut dapat menjelaskan varians intensi membeli sebesar 23,9%. Secara keseluruhan kontribusi persepsi terhadap kemasan dalam intensi membeli pada ketiga produk kosmetik X tersebut terbilang lemah. Artinya ada kemungkinan faktorfaktor lain selain faktor persepsi kemasan yang mendorong subjek untuk berniat membeli produk kosmetik X. Elemen-elemen persepsi terhadap kemasan yang berkontribusi terhadap intensi untuk membeli produk kosmetik X adalah
121
WILDYANA DAN SUYASA
meyakinkan, menarik, dan kualitasnya bagus. Semakin kemasan produk kosmetik X dipersepsikan sebagai sesuatu yang meyakinkan, menarik, dan kualitasnya bagus maka semakin subjek berniat untuk membeli produk kosmetik X.
Saran Peneliti menyarankan bagi para peneliti selanjutnya untuk mengadakan penelitian lanjutan dari penelitian ini guna mencari faktor-faktor lain dari suatu produk yang mempengaruhi seseorang untuk membeli produk kosmetik. Peneliti juga menyarankan untuk melakukan penelitian tambahan secara kualitatif untuk menggali apa yang dimaksud dengan menarik, berkualitas bagus, dan meyakinkan menurut konsumen. Peneliti menyarankan bagi seluruh produsen produk kosmetik untuk lebih memperhatikan konsep kemasan yang akan digunakan karena saat ini dengan semakin ketatnya persaingan, kemasan dapat digunakan sebagai strategi pemasaran produk yang efektif. Sebelum produsen meluncurkan produknya ke pasaran, sebaiknya produsen melakukan penelitian kecil seperti wawancara langsung dengan konsumen untuk menggali lebih lanjut sejauh mana kemasan produk yang diluncurkan pihak produsen dipersepsikan sebagai sesuatu yang menarik, berkualitas bagus, dan meyakinkan. Setelah itu melakukan uji coba produk di pasaran sebelum diluncurkan secara resmi. Konsep kemasan yang akan digunakan sebaiknya juga didesain sesuai dengan sasaran konsumen yang dituju dan sesuai dengan karakteristik produk agar kemasan tersebut benar-benar mencerminkan image produk itu sendiri dan secara visual dapat menciptakan kesan yang
122
positif (menarik, berkualitas bagus, dan meyakinkan) pada konsumen sehingga konsumen tertarik untuk membeli.
Daftar Pustaka Ajzen, I. (1988). Attitude, personality and behaviour. UK: Open University Press. Anastasi, A. & Urbina, S. (1998). Tes psikologi edisi Bahasa Indonesia dari psychological testing. (7th ed.) (R. H. S. Imam, Penerj.). Jakarta: Prehalindo. (Karya asli diterbitkan tahun 1997). Brander, C. (21 Augstus 2006). Packaging industry review. Dikutip tanggal 10 Desember 2005 dari http://branderxcentric.blog spot.com. Chaplin, J. P. (1995). Kamus lengkap psikologi (K. Kartono, Penerj.). Jakarta: Grafindo Persada. (Karya asli diterbitkan tahun 1981). Danger, E. P. (1992). Memilih warna kemasan. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo. Gobé, M. (2005). Emotional branding: Paradigma baru untuk menghubungkan merek dengan pelanggan (B. Mahendra, Penerj.). Jakarta: Erlangga. (Karya asli diterbitkan tahun 2001). Golu, W. (2002). Metodologi penelitian. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia (Grasindo). Hanggoro, R. (29 Juli 2005). Desain kemasan produk sebagai desain industri. Dikutip tanggal 15 September 2005 dari http://www. dgip.go.id/forum/ message/341/ Kodar, S. (2004). Mendesak dibenahi, kemasan produk agro Indonesia. Dikutip tanggal 20 Agustus 2005 dari
PERSEPSI KEMASAN DAN INTENSI MEMBELI
http//www.pikiranrakyat.com/cetak/10 04/04/ lapsus3.htm. Kotler, P., & Amstrong, G. (2004). Principles of marketing. New Jersey: Prentice Hall. Nugroho, B. T. (29 Juli 2005). Menambah daya tarik melalui keindahan. Dikutip tanggal 30 Juni 2005 dari http:// 66.102.7.104/ search?q=cache:JSJ1GC NI_LMJ:mipa.uns.ac.id/~scienta/tutori al.doc+pengemasan+produk&hl=en. Peter, J. P., & Olson, J. C. (2003). Consumer behavior and marketing strategy (6th ed.). New York: McGraw-Hill. Prijonggo, W. (1999). Pengaruh diskrepansi antara persepsi ideal dan aktual pada surat kabar surya terhadap intensi membeli. Anima indonesian psychological journal, 14, 139-159. PT. Global Trimitra Mandiri. (2001). Interkemas flexipack: Pelopor kemasan fleksibel di Indonesia. Dikutip tanggal 28 Desember 2006 dari http://www.globaltechnology.co. id/library/advertorials/manufacturing/f lexipeck001.htm. Republika online. (19 Mei 2001). Kosmetika halal tak sekedar ’alat’ cantik. Dikutip tanggal 28 Desember 2006 dari http://www. Republika.co. id/koran_detail.asp?id=28680&kat_id =105&kat_id1=&kat_id2. Retnawati, B. B. (2003). Brand management: Strategi penguatan dari revitalisasi merek menuju pengelolaan merek jangka panjang. Usahawan, 7, 1-7. Sampurno, H. (2003). Keputusan kepala badan pengawas obat dan makanan republik Indonesia. Dikutip tanggal 20 Maret 2006 dari http://www.pom.go
.id/public/hukum_perundanan/pdf/kos metik.pdf. Schiffman, L. G., & Kanuk, L. L. (2004). Perilaku konsumen (7th ed.) (Z. Kasip, Penerj.). Jakarta: INDEKS Kelompok Gramedia. (Karya asli diterbitkan tahun 2000). Sekawan Cosmetics. (24 Oktober 2004). Dari istana julius caesar: Butik gianni versace. Dikutip tanggal 28 Desember 2006 dari http://www.skw.co.id/ newslama.php?id=39. Sjabadhyni, B. & Alfarani, D. (2001). Sikap wanita terhadap kosmetik dan kaitannya dengan diskrepansi konsep diri dan citra produk. Pengembangan kualitas SDM dari perspektif PIO, 531-558. Sriwijaya Post. (18 Maret 2003). Memakai parfum setiap saat, bagus. Dikutip tanggal 28 Desember 2006 dari http:// www.indomedia.com/sripo/2003/03/1 8/ 1803gay2.htm. Supramono & Sugiarto. (1993). Statistika. Yogyakarta: Andi Offset. Sutojo, S. & Kleinsteuber, F. (2002). Strategi manajemen pemasaran. Jakarta: Damar Mulia Pustaka. Walgito, B. (1981). Pengantar psikologi umum. Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM. X. (2006). Sekilas X. Dikutip tanggal 05 Juni 2005 dari http://www.X.co.id/ aboutX/contents/CompanyOverview.jh tml;jsessionid=DABVIO0GIOKFYC WEBATBI2A. Yuswohady. (15 desember 2004). Pasar metroseksual. Dikutip tanggal 15 September 2005 dari http://www. pikiranrakyat.com/cetak/0504/09/0304. htm.
123
WILDYANA DAN SUYASA
Lampiran 1 Kisi-kisi Alat Ukur Persepsi Terhadap Kemasan Menurut Anda, kemasan produk X… (kemasan produk X sambil diperlihatkan kepada subjek penelitian) 1. Baru Lama 2. Inovatif Konservatif 3. Import Local 4. Kualitasnya bagus Kualitasnya tidak bagus 5. Keren Tidak keren 6. Praktis Tidak praktis 7. Warnanya bagus Warnanya tidak bagus 8. High class Low class 9. Trendy Tidak trendy 10. Berkesan mahal Berkesan murah 11. Lucu Tidak lucu 12. Unik Tidak unik 13. Feminim Maskulin 14. Modern Klasik 15. Energik Tidak energik 16. Halus Kasar 17. Ekspresif Tidak ekspresif 18. Eksklusif Tidak eksklusif 19. Segar Tidak segar 20. Berkesan manis Berkesan tidak manis 21. Simple Complex 22. Jernih Tidak jernih/membingungkan 23. Berharga Tidak berharga 24. Bersih Kotor 25. Ringkas Tidak ringkas/rumit 26. Mudah digunakan Sulit digunakan 27. Meyakinkan Meragukan 28. Fleksibel Kaku 29. Besar Kecil 30. Bagus Jelek 31. Eye catching Tidak eye catching/biasa saja 32. Mudah diingat Sulit diingat 33. Warnanya lembut Warnanya kontras 34. Mudah rusak Tahan lama 35. Menarik Biasa saja 36. Lembut Keras
124