PERSEPSI PETANI TERHADAP KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM UPAYA PENGEMBANGAN AGRIBISNIS SAYURAN (Kasus Petani Sayuran Peserta Program Pengembangan Kawasan Agropolitan Desa Sindang Jaya Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur)
AWALUDIN SOFWANTO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
1
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul : Persepsi Petani Terhadap Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Upaya Pengembangan Agribisnis Sayuran (Kasus Petani Sayuran Peserta Program Pengembangan Kawasan Agropolitan Desa Sindang Jaya Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur) Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jela s dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor ,
Januari 2006
Yang menyatakan
Awaludin Sofwanto NRP : P 051030051
2
ABSTRAK AWALUDIN SOFWANTO. Persepsi Petani Terhadap Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Upaya Pengembangan Agribisnis Sayuran ( Kasus Petani Sayuran Peserta Program Pengembangan Kawasan Agropolitan Desa Sindang Jaya Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur ). Dibimbing oleh BASITA GINTING SUGIHEN dan DJOKO SUSANTO. Kebijakan pemerintah daerah dalam upaya pengembangan agribisnis sayuran melalui program pengembangan kawasan agropolitan. Adanya program pengembangan kawasan agropolitan yang telah dan sedang dilaksanakan perlu adanya penelitian untuk mengetahui apakah program pengembangan kawasan agropolitan dapat mendukung dan meningkatkan sistem dan usaha agribisnis sayuran di wilayah tersebut. Tujuan penelitian ini : (1) Mengkaji persepsi petani sayuran terhadap kebijakan pemerintah daerah dalam upaya pengembangan agribisnis di kawasan agropolitan, (2) Menjelaskan upaya petani meningkatkan agribisnis sayuran berkaitan dengan program pengembangan kawasan agropolitan, (3) Mengukur keeratan antara faktor internal dan eksternal petani dengan persepsi petani terhadap kebijakan pemerintah daerah dalam upaya pengembangan kawasan agropolitan, (4) Mengukur keeratan hubungan persepsi petani terhadap kebijakan pemerintah daerah dalam upaya pengembangan kawasan agropolitan dengan upaya petani meningkatkan agribisnis sayuran, dan (5) Mengkaji sistem dan usaha agribisnis petani sayuran dalam meningkatkan pendapatan petani dan upaya pembangunan pertanian yang berorientasi agribisnis. Metode penelitian ini adalah deskriptif korelasi yang mengumpulkan informasi tentang keadaan nyata sekarang serta menganalisis hubungan antara beberapa peubah terpilih dari karakteristik individu dengan persepsi petani terhadap upaya petani meningkatkan agribisnis sayuran. Beberapa hasil penelitian ini yang penting adalah: (1) Persepsi petani terhadap kebijakan pemerintah daerah dalam upaya pengembangan kawasan agropolitan tergolong tinggi dalam upaya meningkatkan agribisnis sayuran petani, (2) Tingkat upaya petani meningkatkan agribisnis sayuran tinggi, terutama peningkatan kemitraan petani dengan pengusaha, (3) Faktor internal petani dan eksternal petani yang berhubungan nya ta positif dengan persepsi petani terhadap kebijakan pemerintah daerah dalam upaya pengembangan kawasan agropolitan adalah jumlah tanggungan keluarga, pengalaman berusahatani, penguasaan lahan, motivasi intrinsik, kekosmopolitan dan akses terhadap sumber informasi lain, interaksi petani dengan penyuluh pertanian, dan informasi pasar, (4) Tingkat upaya petani meningkatkan agribisnis sayuran berhubungan nyata positif dengan faktor internal pada kekosmopolitan, penguasaan lahan, dan motivasi intrinsik serta berhubungan nyata negatif dengan umur petani. Tingkat upaya petani meningkatkan agribisnis sayuran yang mempunyai hubungan nyata dengan faktor eksternal adalah informasi pasar dan akses terhadap sumber informasi lain, dan (5) Sistem dan usaha agribisnis petani sayuran lebih baik setelah masuknya program dibandingkan sebelum masuknya program pengembangan kawasan agropolitan di Desa Sindang Jaya. Sub sistem jasa pendukung perlu ditingkatkan yaitu : lembaga keuangan mikro, pendidikan dan pelatihan pertanian, penyuluhan pertanian, fasilitasi oleh pemerintah daerah melalui pembelian tempat usaha sayuran di pasar induk Jakarta. 3
PERSEPSI PETANI TERHADAP KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM UPAYA PENGEMBANGAN AGRIBISNIS SAYURAN (Kasus Petani Sayuran Peserta Program Pengembangan Kawasan Agropolitan Desa Sindang Jaya Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur)
AWALUDIN SOFWANTO
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
4
Judul Tesis
: Persepsi Petani Terhadap Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Upaya Pengembangan Agribisnis Sayuran (Kasus Petani Sayuran Peserta Program Pengembangan Kawasan Agropolitan Desa Sindang Jaya Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur)
Nama
: Awaludin Sofwanto
NRP
: P 051030051
Program Studi
: Ilmu Penyuluhan Pembangunan
Menyetujui Komisi Pembimbing
Dr.Ir.Basita Ginting Sugihen, MA Ketua
Prof. Dr. Djoko Susanto, SKM. APU Anggota
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan
Dr. Ir. Amri Jahi, M.Sc
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc
Tanggal Ujian : 13 Oktober 2005
Tanggal Lulus :
5
PRAKATA
Alhamdulillah puji syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya sehingga karya ilmiah dengan judul “Persepsi Petani Terhadap Kabijakan Pemerintah Daerah Dalam Upaya Pengembangan Agrisbisnis Sayuran (Kasus Petani sayuran Peserta Program Pengembangan Kawasan Agropolitan Desa Sindang Jaya Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur)“ ini dapat diselesaikan. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr.Ir. Basita Ginting Sugihen, MA dan Prof. Dr. Djoko Susanto, SKM.APU selaku pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan saran dalam penulisan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr.Ir. Soenarmo Hatmodjo Soewito selaku dosen penguji luar komisi dan Ketua Program Studi serta seluruh Dosen Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan. Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih kepada orang tua, istri dan seorang putri yang dengan caranya masingmasing telah membantu kelancaran studi maupun penulisan tesis ini serta rekanrekan mahasiswa yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini. Akhirnya penulis berharap semoga penelitian ini bermanfaat dan dapat dimaknai secara positif oleh para pembaca.
Bogor,
Januari 2006
Penulis
6
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jambi pada tanggal 17 April 1969 sebagai anak sulung dari tujuh bersaudara pasangan Bapak Drs.H. Imam Sofwan dan Ibu Hj. Fatimah. Pendidikan SDN ditempuh di Bangko, SMPN di Arjawinangun Cirebon dan SMAN 4 di Jambi. Pendidikan Sarjana ditempuh di Universitas Jambi Jkurusan Budidaya Pertanian lulus tahun 1994. Pada tahun 1999 penulis menikah dengan Susi Marleni.SP dan dikarunia seorang putri Zulfa Khoiriyah ( 5,5 tahun ). Penulis mulai bekerja pada tahun 2000 di Dinas Pertanian Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi. Tahun 2003 penulis mendapatkan izin belajar dari Pemerintah Kabupaten Batanghari untuk melanjutkan pendidikan ke Program Magister Sains pada program studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan Sekolah Pascasarjana Istitut Pertanian Bogor.
7
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .......................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
xi
PENDAHULUAN .........................................................................................
1
Latar Belakang ....................................................................................
1
Masalah Penelitian ............................................................................
4
Tujuan Penelitian ..............................................................................
6
Kegunaan Penelitian ..........................................................................
6
DEFINISI ISTILAH ...................................................................................
8
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 14 Petani ................................................................................................. 14 Karakteristik Petani .......................................................................... 14 Pengertian Persepsi ........................................................................... 21 Pembentukan Persepsi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi ....... 23 Pengertian Agribisnis ........................................................................ 24 Perilaku Agribisnis ............................................................................ 28 Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Pembangunan Pertanian ........ 29 Program Pengembangan Kawasan Agropolitan ............................... 31 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN ................ 35 Kerangka Berpikir ............................................................................. 35 Hipotesis Penelitian ........................................................................... 38 METODE PENELITIAN .......................................................................... 39 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................. 39 Populasi dan Sampel ......................................................................... 39 Rancangan Penelitian
....................................................................... 40
Data dan Instrumentasi
..................................................................... 41
Data .......................................................................................... 41 Instrumen ................................................................................. 46
8
Validitas ....................................................................... 46 Reliabilitas ................................................................... 47 Analisa Data ...................................................................................... 48 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 49 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................. 49 Sejarah Singkat dan Gambaran Umum Program Pengembangan Kawasan Agropolitan ........................................................................ 53 Faktor Internal Responden ................................................................ 56 Faktor Eksternal Responden .............................................................. 61 Persepsi Petani Terhadap Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Upaya Pengembangan Kawasan Agropolitan ................................... 64 Upaya Petani Meningkatkan Agribisnis Sayuran
............................. 66
Hubungan Faktor Internal Petani dengan Persepsi Petani ................ 69 Hubungan Faktor Eksternal Petani dengan Persepsi Petani
............. 73
Hubungan Faktor Internal Petani dengan Upaya Petani Meningkatkan Agribisnis Sayuran .................................................... 76 Hubungan Faktor Eksternal Petani dengan Upaya Petani Meningkatkan Agribisnis Sayuran .................................................... 79 Hubungan Persepsi Petani dengan Upaya Petani Meningkatkan Agribisnis Sayuran ............................................................................ 83 SIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 86 Simpulan ........................................................................................... 86 Saran ................................................................................................... 87 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 88 LAMPIRAN .................................................................................................. 93
9
DAFTAR TABEL Halaman 1. Jumlah penduduk desa Sindang Jaya menurut umur tahun 2004
............
50
2. Jumlah penduduk desa Sindang Jaya menurut tingkat pendidikan ..........
51
3. Jumlah penduduk desa Sindang Jaya menurut mata pencaharain ............
52
4. Sebaran faktor internal responden ............................................................
56
5. Sebaran faktor eksternal responden
.........................................................
62
6. Sebaran persepsi responden .....................................................................
64
7. Sebaran upaya petani untuk meningkatkan agribisnis sayuran .................
66
8. Nilai korelasi faktor internal dengan persepsi petani terhadap kebijakan pemerintah daerah dalam upaya pengembangan kawasan agropolitan ................................................................................................
69
9. Nilai korelasi faktor eksternal dengan persepsi petani terhadap kebijakan pemerintah daerah dalam upaya pengembangan kawasan agropolitan ...............................................................................................
73
10.Nilai korelasi faktor internal petani dengan upaya petani meningkatkan agribisnis sayuran ....................................................................................
77
11.Nilai korelasi faktor eksternal petani dengan upaya petani meningkatkan agribisnis sayuran ....................................................................................
80
12.Nilai korelasi persepsi petani terhadap kebijakan pemerintah daerah dalam upaya pengembangan kawasan agropolitan dengan upaya petani meningkatkan agribisnis sayuran .............................................................
83
13.Matrik hubungan beberapa variabel hasil penelitian ................................
85
10
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka berpikir hubungan antara faktor- faktor internal dan eksternal dengan persepsi petani terhadap kebijakan pemerintah daerah .................
37
11
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Peta Lokasi Penelitian ..............................................................................
4
2. Nonparametric Correlations ...................................................................... 95 3. Gambar Korelasi antara Variabel Penelitian ............................................. 96
12
PENDAHULUAN
Latar Belakang Tujuan pembangunan hortikultura khususnya komoditas tanaman sayuran antara lain adalah meningkatkan produksi, meningkatkan volume dan nilai ekspor, mengurangi ketergantungan impor dan meningkatkan kesejahteraan petani. Di samping itu pemerintah juga memperhatikan komoditas hortikultura sayuran mengingat permintaan produksi sayuran terus meningkat akibat jumlah penduduk yang semakin bertambah dan adanya kesadaran gizi. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2003, luas panen tanaman sayuran secara nasional tanaman sayuran yang meliputi bawang merah, bawang daun, kentang, kubis, petsai,dan wortel mencapai 304,6 ribu hektar pada tahun 2002. Pada tahun 2003 luas panen tanaman sayuran diperkirakan sebesar 316,7 ribu hektar atau meningkat sekitar 3,99 persen dibandingkan tahun 2002. Pada umumnya luas panen tanaman sayuran mengalami kenaikan kecuali luas panen bawang daun yang menurun sekitar 5,45 persen. Selanjutnya dilaporkan bahwa produksi tanaman sayuran tersebut pada tahun 2002 mencapai 3,9 juta ton. Produksi sayuran tertinggi didominasi oleh tanaman kubis sebesar 1,2 juta ton diikuti oleh kentang sebesar 0,9 juta ton. Sementara produksi sayuran yang sama pada tahun 2003 diperkirakan mencapai 3,8 juta ton atau menurun sekitar 3,46 persen. Penurunan produksi ini terutama terjadi pada sayuran petsai dan bawang daun masing- masing sebesar 16,40 persen dan 13,79 persen. Penurunan produksi kedua sayuran ini akibat dari menurunnya produktivitas. Produktivitas petsai menurun dari 10,1 ton per hektar (2002) menjadi
13
8,3 ton per hektar (2003), sedangkan bawang daun menurun dari 7,6 ton per hektar (2002) menjadi 6,9 ton per hektar (2003). Provinsi Jawa Barat memiliki luas panen komoditas sayuran seperti bawang merah, bawang daun, kentang, kubis, petsai, dan wortel dengan total luas panen 80.266 ha (2002) meningkat 4,75 persen menjadi 84.081 ha (2003). Sedangkan total produksi tanaman sayuran tersebut 1,375 juta ton (2002) menurun 4,57 persen menjadi 1,32 juta ton (2003). Penurun produksi ini terjadi sama dengan penurunan produksi sayuran Indonesia yaitu terjadi terutama pada tanaman sayuran petsai dan bawang daun yang masing- masing sebesar 16,40 persen dan 13,79 persen. Produktivitas sayuran tersebut di Provinsi Jawa Barat lebih tinggi dibandingkan produktivitas sayuran secara nasional di Indonesia terdapat pada sayuran bawang daun, kentang, kubis, petsai, dan wortel, hanya lebih rendah produktivitas pada bawang merah. Hal ini disebabkan produktivitas bawang merah tinggi pada penanaman di daerah dataran rendah. Fenomena peningkatan dan penurunan baik luas panen maupun produksi sayuran tersebut dari tahun 2002 sampai dengan 2003 antara Provinsi Jawa Barat dengan Indonesia adalah sama. Hal ini disebabkan persentase luas panen Provinsi Jawa Barat terhadap luas panen secara nasional kontribusi sebesar 26,35 persen (2002) dan 26,55 persen (2003). Adapun persentase produksi Provinsi Jawa Barat terhadap produksi secara nasional kontribusi sebesar 34,81 persen (2002) dan 34,41 persen (2003). Dari persentase tersebut dapat digambarkan bahwa kontribusi luas panen sayuran dari Provinsi Jawa Barat lebih dari seperempat luas panen sayuran Indonesia. Begitu juga produksi bahwa kontribusi produksi sayuran dari Provinsi
14
Jawa Barat lebih dari sepertiga total produksi sayuran di Indonesia. Sehingga dapat diduga bahwa penurunan luas panen dan produksi enam komoditas sayuran Provinsi Jawa Barat sangat berpengaruh terhadap total luas panen dan produksi sayuran di Indonesia. Kabupaten Cianjur berdasarkan data Dinas Pertanian (2004) menghasilkan sebanyak 19 jenis sayuran dengan total produksi 303.131 ton (2003) meningkat 36,5 persen menjadi 413.842 ton (2004). Khusus untuk enam komoditas sayuran yang meliputi bawang merah, bawang daun, kentang, kubis, petsai, dan wortel dapat dijelaskan bahwa luas panen sebesar 6.603 ha (2003) dengan produksi sebesar 169.434 ton (2003). Untuk produktivitas enam komoditas tersebut di Kabupaten Cianjur produktivitasnya lebih tinggi baik untuk Provinsi Jawa Barat maupun secara nasional. Namun demikian kontribusi enam komoditas sayuran dari Kabupaten Cianjur tersebut sangat kecil baik terhadap Provinsi Jawa Barat maupun Indonesia. Terhadap Provinsi Jawa Barat kontribusi luas panen dan produksi masing- masing hanya 7,85 persen dan 12,91 persen. Sedangkan secara nasional kontribusi luas panen dan produksi sayuran Kabupaten Cianjur masing- masing hanya sebesar 2,08 persen dan 4,44 persen. Angka tersebut menunjukkan bahwa Kabupaten Cianjur belum menjadi penghasil yang memberi kontribusi utama di Provinsi Jawa Barat, sehingga perlu upaya peningkatan produksi baik secara intensifikasi maupun ekstensifikasi. Rendahnya produksi enam komoditas sayuran ini
disebabkan
beralih fungsinya penggunaan lahan pertanian menjadi lahan pemukiman, industri, hotel dan lain- lain.
15
Pemerintah Kabupaten Cianjur melakukan upaya peningkatan produksi sayuran melalui visinya yaitu : Terwujudnya Kabupaten Cianjur Sebagai Salah Satu Pusat Agribisnis dan Pariwisata Andalan Jawa Barat di Era Otonomi Daerah. Hal ini telah ditindaklanjuti melalui visi Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur yaitu : Terwujudnya
Pembangunan
Pertanian
yang
berorientasi
Agribisnis
dan
Agrowisata. Pelaksanaan kebijakan tersebut tercermin dari Program Pengembangan Kawasan Agropolitan berbasis hortikultura sayuran yang dirintis sejak tahun 2002 sampai saat ini. Agropolitan yang dimaksud adalah kota pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis serta mampu melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya (BPSDM Pertanian, 2002)
Masalah Penelitian Agribisnis adalah sebagai salah satu pendekatan pembangunan pertanian di Indonesia yang mampu berperan untuk : (1) meningkatkan pendapatan petani, (2) meningkatkan penyerapan tenaga kerja , (3) meningkatkan ekspor, (4) meningkatkan tumbuhnya industri yang lain, dan (5) meningkatkan nilai tambah (Soekartawi 1994). Program penge mbangan kawasan agropolitan merupakan salah satu kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Cianjur dimana salah satu Desa di Kecamatan Cipanas yaitu Desa Sindang Jaya dijadikan sebagai Desa Pusat Pertumbuhan (DPP) kawasan agropolitan.
16
Adanya program yang tela h dan sedang dilaksanakan perlu adanya penelitian untuk mengetahui apakah program pengembangan kawasan agropolitan dapat mendukung dan meningkatkan sistem dan usaha agribisnis yang meliputi sub sistem off farm hulu, sub sistem on farm, dan sub sistem off farm hilir para petani yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani sayuran di wilayah tersebut. Berdasarkan uraian di atas beberapa masalah yang perlu diketahui untuk pengembangan Agropolitan tersebut adalah : (1) Bagaimana persepsi petani sayuran terhadap kebijakan pemerintah daerah dalam upaya pengembangan agribisnis di kawasan agropolitan. (2) Bagaimana upaya petani meningkatkan agribisnis sayuran berkaitan dengan program pengembangan kawasan agropolitan. (3) Bagaimana hubungan antara faktor internal dan eksternal petani dengan persepsi petani terhadap kebijakan pemerintah daerah dalam upaya pengembangan kawasan agropolitan. (4) Bagaimana hubungan persepsi petani terhadap kebijakan pemerintah daerah dalam upaya pengembangan kawasan agropolitan dengan upaya petani meningkatkan agribisnis sayuran. (5) Bagaimana sistem dan usaha agribisnis petani sayuran dalam meningkatkan pendapatan petani dan upaya dalam pembangunan pertanian yang berorientasi agribisnis.
17
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : (1) Mengkaji persepsi petani sayuran terhadap kebijakan pemerintah daerah dalam upaya pengembangan agribisnis di kawasan agropolitan. (2) Menjelaskan upaya petani meningkatkan agribisnis sayuran berkaitan dengan program pengembangan kawasan agropolitan. (3) Mengukur keeratan hubungan antara faktor internal dan eksternal petani dengan persepsi petani terhadap kebijakan pemerintah daerah dalan upaya pengembangan kawasan agropolitan. (4) Mengukur keeratan hubungan persepsi petani terhadap kebijakan pemerintah daerah dalam upaya pengembangan kawasan agropolitan dengan upaya petani meningkatkan agribisnis sayuran. (5)
Mengkaji sistem dan usaha agribisnis petani sayuran dalam meningkatkan pendapatan petani dan upaya pembangunan pertanian yang berorientasi agribisnis.
Kegunaan Penelitian Hasil temuan yang diperoleh dari penelitian ini mempunyai kegunaan : (1)
Secara akademik : diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dengan menambah khasanah keilmuan di bidang penyuluhan pembangunan tentang pentingnya kebijakan pembangunan pertanian bagi petani.
(2) Secara praktis : diharapkan akan menjadi masukan yang sangat berarti bagi ilmuwan, pemerintah, penyuluh, dan pihak-pihak terkait lainnya, dalam upaya untuk lebih meningkatkan pengembangan sistem agribisnis sayuran.
18
(3) Khusus bagi penyuluhan pembangunan berguna dalam : (a) Diketahuinya upaya- upaya yang dilakukan petani dalam beragribisnis sayuran tersebut, menjadi masukan bagi penyuluh dalam merencanakan penyuluhan guna meningkatkan kemampuan petani dalam beragribisnis sayuran. (b) Diketahuinya hubungan antara faktor- faktor internal dan eksternal dengan persepsi
petani
terhadap
kebijakan
pemerintah
daerah
dalam
beragribisnis sayuran, menjadi pertimbangan penyuluh dan petani di dalam meningkatkan keberhasilan agribisnis sayuran.
19
Definisi Istilah Petani Petani dalam penelitian ini adalah petani sayuran yang mengikuti program pengembangan kawasan agropolitan yang berada di desa Sindang Jaya Cipanas Kabupaten Cianjur, dalam pengambilan data sebagai responden yaitu kepala keluarga.
Agribisnis Agribisnis meliputi keseluruhan kegiatan manajemen bisnis pertanian mulai dari perusahaan yang menghasilkan sarana produksi untuk usahatani, proses produksi pertanian, serta perusahaan yang menangani pengolahan, pengangkutan, penyebaran, penjualan secara borongan maupun penjualan eceran produk kepada konsumen akhir.
Agropolitan Agropolitan adalah kota pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis serta mampu melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya
Faktor Internal Petani Faktor internal petani adalah ciri-ciri pribadi, status sosial dan ekonomi petani (usahataninya) dalam periode waktu tertentu. Dalam penelitian ini ciri pribadi dan sosial ekonomi petani yang diperhatikan antara lain adalah : (1) umur, (2) pendidikan formal, (3) jumlah tanggungan keluarga, (4) pengalaman
20
berusahatani sayuran, (5) penguasaan lahan, (6) motivasi intrinsik, (7) kekosmopolitan, dan (8) pendapatan.
Umur Umur adalah lamanya usia petani sayuran ( responden) pada saat survei atau interview dilakukan oleh pewawancara, dalam hal ini dibagi atas tiga kategori yaitu : (1) muda (X- 32,1 tahun), (2) sedang (32,1 tahun < X < 50,3 tahun), dan (3) tua (X > 50,3 tahun).
Pendidikan formal Pendidikan formal adalah lamanya responden duduk di bangku sekolah formal yang pernah dicapai oleh petani, dalam hal ini dibagi atas tiga kategori yaitu : (1) rendah (X < 4,5 tahun), (2) sedang (4,5 tahun < X < 9,3 tahun), dan (3) tinggi (X > 9,3 tahun).
Jumlah tanggungan keluarga Jumlah tanggungan keluarga adalah banyak orang baik keluarga maupun tidak yang tinggal serumah dan menjadi tanggung jawabnya, dalam hal ini dibagi atas tiga kategori yaitu : (1) kecil (X < 3,1 orang), (2) sedang (3,1 orang < X < 6,4 orang), dan (3) besar (X > 6,4 orang). Pengalaman berusahatani sayuran Pengalaman berusahatani sayuran adalah lamanya petani melakukan kegiatan usahatani sayuran, dalam hal ini dibagi atas tiga kategori yaitu : (1) kurang ( X < 7,7 tahun), (2) cukup (7,7 tahun) < X < 27,5 tahun), dan (3) banyak ( X > 27,5 tahun).
21
Penguasaan lahan Penguasaan lahan adalah luasan tanah sawah atau tegalan milik petani sendiri ataupun milik orang lain yang dapat dikelola atau dimanfaatkan untuk usahatani oleh petani sayuran, dalam hal ini dibagi atas tiga kategori yaitu : (1) sempit ( X < 392,3 m2 ), (2) sedang (392,3 m2 ) < X < 8283,3 m2 ), dan (3) luas (X > 8283,3 m2 ).
Motivasi intrinsik Motivasi intrinsik adalah tekanan dari dalam diri petani yang menimbulkan dorongan bagi petani, untuk upaya beragribisnis sayuran, dalam hal ini dibagi atas tiga kategori yaitu : :(1) kurang ( X < skor 2,7), (2) cukup (skor 2,7 < X < skor 3,5), dan (3) baik (X > skor 3,5).
Kekosmopolitan Kekosmopolitan merupakan sifat petani yang selalu berusaha mencari informasi yang dibutuhkan berkaitan dengan agribisnis sayuran, dalam hal ini dibagi atas tiga kategori yaitu : (1) kurang ( X < skor 2,0), (2) cukup (skor 2,0 < X < skor 2,9), dan (3) baik ( X > skor 2,9).
Pendapatan Pendapatan adalah jumlah penghasilan dalam rupiah yang diperoleh dari petani, yang berasal dari: bapak, ibu dan anak dalam masa satu bulan atau satu tahun sela ma masa mengikuti program agropolitan, dalam hal ini dibagi atas tiga kategori yaitu : (1) menurun, (2) tetap, dan (3) meningkat.
22
Faktor Eksternal Petani Faktor eksternal petani adalah ciri-ciri selain dari diri pribadi petani, status sosial dan ekonomi petani (usahataninya) dalam periode waktu tertentu. Dalam penelitian ini faktor eksternal yang diperhatikan antara lain adalah : (1) interaksi dengan penyuluh pertanian, (2) akses terhadap sumber informasi lain, (3) informasi pasar.
Interaksi dengan penyuluh pertanian Interaksi dengan penyuluh pertanian adalah frekwensi (seringnya) responden berinteraksi dengan penyuluh pertanian selama satu tahu masa program agropolitan, dalam hal ini dibagi atas tiga kategori yaitu : (1) kurang ( X < skor 1,9), (2) sedang (skor 1,9 < X < skor 3,0) , dan (3) banyak ( X > skor 3,0 )
Akses terhadap sumber informasi lain Akses terhadap informasi atau keterangan berita adalah frekwensi (berapa kali) responden atau anggota keluarganya memperoleh informasi tentang agribisnis sayuran melalui berbagai media, dalam hal ini dibagi atas tiga kategori yaitu: (1) kurang ( X < skor 2,9), (2) cukup (skor 2,9 < X < skor 3,6), dan (3) baik (X > 3,6 ).
Informasi Pasar Informasi Pasar adalah menunjukkan bagaimana petani sayuran mendapatkan berita harga pasar dan cara mendapatkannya,dalam hal ini dibagi atas tiga kategori yaitu : (1) kurang ( X < skor 2,5), (2) cukup (skor 2,5) < X < skor 3,4), dan (3) baik ( X > skor 3,4).
23
Persepsi Petani Terhadap Kebijakan Pemerintah Daerah dalam upaya Pengembangan Kawasan Agropolitan Persepsi Petani Terhadap Kebijakan Pemerintah Daerah dalam upaya pengembangan kawasan agropolitan adalah pandangan dan penilaian responden terhadap kebijakan pemerintah daerah dalam upaya pengembangan kawasan agropolitan yang meliputi: (1) dorongan petani untuk mengikuti program agropolitan, (2) manfaat positif program agropolitan bagi petani , dan (3) solusi jika hal negatif yang dihadapi oleh petani
Dorongan petani untuk mengikuti program agropolitan Dorongan Petani terhadap Program Agropolitan adalah menunjukkan seberapa besarnya petani sayuran program pengembangan kawasan agropolitan untuk mengikuti program agropolitan tersebut, dalam hal ini dibagi atas tiga kategori yaitu : (1) kurang ( X < skor 1,9 ), (2) cukup (skor 1,9 < X < skor 3,0), dan (3) baik ( X > skor 3.0).
Manfaat positif program agropolitan bagi petani Manfaat positif Program Agropolitan bagi Petani adalah menunjukkan seberapa besar kegunaan yang diperoleh petani dengan adanya program tersebut dibandingkan dengan belum adanya program pengembangan kawasan agropolitan di desa penelitian, dalam hal ini dibagi atas tiga kategori yaitu : (1) kurang (X <skor 2,9 ), (2) cukup (skor 2,9 < X < skor 3,6 ), dan (3) baik (X > skor 3,6). Solusi jika hal negatif yang dihadapi oleh petani Solusi jika negatif yang dihadapi oleh petani adalah bagaimana cara petani mengatasi adanya hal negatif setelah mengikuti program agropolitan, dalam
24
hal ini dibagi atas tiga kategori yaitu : (1) kurang berusaha( X < skor 2,9), (2) cukup berusaha (skor 2,9 < X < skor 4,1), dan (3) tinggi (X > skor 4,1).
Faktor Upaya Petani Meningkatkan agribisnis sayuran Upaya petani dalam beragribisnis sayuran adalah tindakan atau tingkah laku petani sehari-hari dalam melakukan kegiatan sistem agribisnis sayuran, yang terdiri atas : (1) manajemen usahatani , (2) manajemen pemasaran, dan (3) kemitraan dengan pengusaha. Manajemen usahatani Manajemen
usahatani
adalah
segala
aktivitas
merencanakan,
mengorganisasikan, melaksanakan dan mengontrol usahatani yamg meliputi benih/bibit,pupuk,pestisida, tenaga kerja, teknologi dan budidaya), dalam hal ini dibagi atas tiga kategori yaitu : (1) kurang ( X < skor 1,9), (2) cukup (skor 1,9 ) < X < skor 3,7 ), dan (3) baik ( X > skor 3,7). Manajemen pemasaran Manajemen
pemasaran
adalah
segala
aktivitas
ekonomi
guna
memasarkan dan mengolah komoditi primer yang dihasilkan oleh subsektor usahatani dan adanya posisi tawar bagi petani dalam memasarkan produk, dalam hal ini dibagi atas tiga kategori yaitu : (1) kurang ( X < skor 2,8), (2) cukup (skor 2,8 < X < skor 3,6), dan (3) baik ( X > skor 3,6 ). Kemitraan dengan pengusaha Kemitraan dengan pengusaha adalah upaya petani untuk mengadakan kerjasama saling menguntungkan yang berkelanjutan dengan pengusaha , dalam hal ini dibagi atas tiga kategori yaitu : (1) kurang ( X < skor 1,9), (2) cukup (skor 1,9 < X < skor 3,9), dan (3) baik ( X > skor 3,9). 25
TINJAUAN PUSTAKA
Petani Petani adalah orang yang mengubah tanam- tanaman dan hewan serta sifat-sifat tubuhtanah supaya lebih berguna baginya dan manusia lainnya (Mosher, 1965). Selanjutnya dijelaskan petani adalah lebih dari hanya seorang jurutani dan manager. Ia adalah seorang manusia dan menjadi anggota dari dua kelompok manusia yang penting baginya. Ia anggota suatu keluarga dan iapun anggota suatu masyarakat setempat atau rukun tetangga.
Karakteristik Petani Karakteristik petani menentukan pemahaman petani terhadap informasi pertanian. Karakteristik petani yang dimaksud dalam penelitian ini terbagi dua yaitu faktor internal adalah umur, pendidikan formal, jumlah tanggungan keluarga pengalaman berusahatani sayuran, penguasaan lahan, motivasi intrinsik, kekosmopolitan dan pendapatan dan faktor eksternal adalah interaksi dengan penyuluh pertanian, akses terhadap sumber informasi lain dan informasi pasar.
Umur Salkind (1985) menyebutkan bahwa umur menurut kronologi dapat memberikan petunjuk untuk menentukan tingkat perkembangan individu, sebab umur menurut kronologi relatif lebih mudah dan akurat untuk ditentukan. Menurut Padmowihardjo (1994) umur bukan merupakan faktor psikologis, tetapi apa yang diakibatkan oleh umur adalah faktor psikologis. Disebutkan bahwa terdapat dua faktor yang menentukan kemampuan seseorang berhubungan dengan umur. Faktor pertama ialah mekanisme belajar dan kematangan otak, organ-organ sensual, dan otot organ-organ tertentu. Faktor kedua adalah akumulasi pengalaman dan bentukbentuk proses belajar yang lain. 26
Pendidikan Slamet
(2003)
mendefinisikan
pendidikan
sebagai
usaha
untuk
menghasilkan perubahan-perubahan pada perilaku manusia. Menurut Soeitoe (1982) pendidikan adalah suatu proses yang diorganisir dengan tujuan mencapai sesuatu hasil yang nampak sebagai perubahan dalam tingkah laku. Soekanto (2002) menyatakan pendidikan mengajarkan kepada individu aneka macam kemampuan.
Pendidikan memberikan nilai- nilai tertentu bagi
manusia, terutama dalam membuka pikiran serta menerima hal- hal baru dan juga bagaimana cara berpikir secara ilmiah.
Menurut Vaizey (1978) tujuan utama
pendidikan adalah mengembangkan kapasitas untuk dapat menikmati hidup yang biasa.
Sejalan dengan hal tersebut, Rusell (1993) mengemukakan bahwa
pendidikan senantiasa mempunyai dua sasaran, yaitu pengajaran dan pelatihan perilaku yang baik.
Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah tanggungan keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang ditanggung kehidupannya.
Menurut Soekartawi (1986) banyaknya tanggungan
keluarga akan berdampak pada pemenuhan kebutuhan keluarga. Jumlah keluarga yang semakin besar menyebabkan seseorang memerlukan tambahan pengeluaran atau kebutuhan penghasilan yang lebih tinggi untuk membiayai kehidupannya. Besarnya jumlah anggota keluarga yang akan menggunakan jumlah pendapatan yang sedikit akan berakibat pada rendahnya tingkat konsumsi. Hal ini berpengaruh terhadap produktivitas kerja, kecerdasan, dan menurunya kemampuan berinvestasi (Hernanto, 1993). 27
Pengalaman Usahatani Menurut Padmowihardjo (1994) pengalaman adalah suatu kepemilikan pengetahuan yang dialami seseorang dalam kurun waktu yang tidak ditentukan. Dalam otak manusia dapat digambarkan adanya pengaturan pengalaman yang dimiliki oleh seseorang sebagai hasil belajar selama hidupnya. Dalam proses belajar, seseorang akan berusaha menghubungkan hal yang dipelajari dengan pengalaman yang dimiliki.
Secara psikologis seluruh pemikiran manusia,
kepribadian dan temperamen ditentukan oleh pengalaman indera. Tohir (1983) menyatakan dalam mengelola usahataninya, petani masih banyak mempergunakan sendiri atau pengalaman orang lain dan perasaan (feeling).
Luas Lahan Menurut Tjakrawiralaksana (1983) lahan merupakan manifestasi atau pencerminan dari faktor-faktor alam yang berada di atas dan di dalam permukaan bumi. Berfungsi sebagai (1) tempat diselenggarakan kegiatan produksi pertanian seperti bercocok tanam dan memelihara ternak atau ikan, (2) tempat pemukiman keluarga tani. Hernanto (1993) menyatakan luas lahan usahatani dapat digolongkan menjadi tiga bagian yaitu (1) sempit dengan luas lahan < 0,5 ha, (2) sedang dengan luas lahan antara 0,5 sampai 2 ha, dan (3) luas dengan luas lahan > 2 ha. Tohir (1983) mengemukakan luas lahan yang sangat sempit dengan pengelolaan cara tradisional dapat menimbulkan: (1) kemiskinan, (2) kurang mampunya memprodusir bahan makanan pokok khususnya beras, ketimpangan
dalam
penggunaan
teknologi,
(4)
bertambahnya
(3) jumlah
28
pengangguran, (5) ketimpangan dalam penggunaan sumber daya alam. Perubahan petani subsisten dari cara-cara berusahatani tradisional ke modern dianggap sebagai kunci untuk meringankan kesulitan sumber daya alam, kurangnya modal, kurangnya input langsung, keterbelakangan teknologi dan kurang berkembangnya keterampilan menusia (Penny, 1990).
Motivasi Intrinsik Menurut Suparno (2001) motivasi merupakan keadaan internal seseorang yang mendorong orang tersebut untuk melakukan sesuatu. Motivasi dijelaskan pula sebagai suatu dorongan untuk tumbuh dan berkembang. Motivasi berkaitan dengan keseimbangan atau equilibrium yaitu upaya untuk dapat membuat dirinya memadai dalam menjalani hidup ini.
Dengan eqiulibrium dimaksud seseorang
dapat mengatur dirinya sendiri relatif lebih bebas dari dorongan orang lain untuk menjadi lebih kompeten. Padmowihardjo (1994) mengemukakan motivasi berarti usaha yang dilakukan manusia untuk menimbulkan dorongan untuk berbuat atau melakukan tindakan.
Sejalan dengan hal tersebut, Callahan dan Clark (Mulyasa, 2003)
mengemukakan bahwa motivasi adalah tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya tingkah laku kearah suatu tujuan tertentu. Menurut (Sudjana, 1991) motivasi belajar adalah motivasi insentif. Motivasi
tersebut
menggambarkan
kecenderungan
asli
manusia
untuk
menggerakkan, mendominasi dan menguasai lingkungan sekelilingnya. Suparno (2000) mengemukakan bahwa seseorang akan melakukan sesuatu kalau ia mengharapkan akan melihat hasil memiliki nilai (value) atau manfaat. Perasaan 29
berhasil atau the experience of success akan menimbulkan motivasi seseorang untuk mempelajari sesuatu. Selain itu, seseorang akan termotivasi untuk belajar jika yang dipelajari mendatangkan keuntungan.
Keuntungan dimaksud dapat
berupa nilai ekonomi maupun sosial. Menurut Morgan (Tasmin, 2002) dalam teori insentif, seseorang berperilaku tertentu untuk mendapatkan sesuatu. Sesuatu ini disebut sebagai insentif dan berada di luar diri orang tersebut. Insentif biasanya berupa hal- hal yang menarik dan menyenangkan, sehingga seseorang yang belajar akan tertarik mendapatkannya. Insentif bisa juga berupa sesuatu yang tidak menyenangkan, maka orang berperilaku tertentu untuk menghindar mendapatkan insentif yang tidak menyenangkan ini.
Seseorang berperilaku tertentu untuk mendapatkan
insentif menyenangkan, dan menghindar dari insentif tidak menyenangkan.
Kekosmopolitan Menurut Dixon ( Mardikato, 1993) kekosmopolitan dicirikan oleh frekuensi dan jarak perjalanan yang dilakukan, serta pemanfaatan media masa. Selanjutnya dijelaskan bagi warga masyarakat yang relatif lebih kosmopolit, adopsi inovasi dapat berlangsung lebih cepat. Tetapi bagi yang lokalit (tertutup, terkungkung di dalam sistem sosialnya sendiri proses adopsi inovasi akan berlangsung sangat lamban karena tidak adanya keinginan-keinginan baru untuk hidup lebih “baik” seperti yang telah dapat dinikmati oleh orang-orang lain di luar sistem sosialnya sendiri
30
Pendapatan Menurut Penny (1990) pendapatan seseorang merupakan keseluruhan dari apa yang ia peroleh dari cara pemanfaatan tenaga kerja, tanah dan modal lainnya. Lebih lanjut dikatakan pendapatan merupakan suatu indikator daya, status, dan pengaruhnya, tidak terdapat batas atas bagi pendapatan, meskipun terdapat batas bawah secara praktis. Batas bawah yang praktis adalah tingkat dimana orang berada dalam keadaan terombang-ambing di antara hidup dan mati, atau pada tingkat kelaparan. Tohir (1983) menyatakan
pendapatan adalah penghasilan petani yang
diperoleh dari upah keluarga, keuntungan usaha, dan bunga harta sendiri. Soekartawi (1986) menyatakan bahwa pendapatan merupakan cermin kehidupan petani. Pendapatan petani yang rendah merupakan ciri petani kecil dan masuk dalam golongan petani miskin. Menurut FAO dan World Bank (2001) secara umum terdapat lima strategi untuk meningkatkan pendapatan usahatani, yaitu: (1) pola intensifikasi untuk ketersediaan produksi, (2) penganekaragaman pengolahan dan produksi, (3) perluasan lahan, (4) meningkatkan pendapatan off farm untuk sektor pertanian, dan (5) meningkatkan pendapatan off farm untuk sektor non pertanian.
Faktor Ekstrenal Petani Menurut Sampson (Rakhmat, 1998) faktor eksternal individu merupakan ciri-ciri yang dapat menekan seseorang yang berasal dari luar dirinya. Faktor eksternal individu merupakan salah satu faktor yang penting untuk diketahui dalam rangka mengetahui upaya seseorang untuk melakukan usaha. Faktor eksternal
31
tersebut adalah : Interaksi dengan penyuluh pertanian, akses terhadap sumber informasi lain, dan informasi pasar.
Interaksi dengan Penyuluh Pertanian Interaksi dengan penyuluh diartikan sebagai terjadinya hubungan antara petani dengan penyuluh. Menurut Soekanto (2002) hubungan yang terjadi antara seseorang dengan orang lain dapat bersifat primer dan sekunder. Hubungan yang bersifat primer terjadi apabila seseorang mengadakan hubungan langsung dengan bertemu dan berhadapan muka. Hubungan yang bersifat sekunder terjadi melalui perantara baik orang lain maupun alat-alat seperti telepon, radio dan sebagainya. Wiriaatmadja (1990) menyatakan bahwa dalam kegiatan penyuluhan, seorang penyuluh harus mengadakan hubungan dengan petani, hubungan tersebut dapat menimbulkan komunikasi. Komunikasi yang baik akan berjalan timbal balik atau terjadinya feedback.
Hal ini penting bagi penyuluh, yaitu untuk dapat
mengambil tindakan-tindakan selanjutnya, dengan demikian maka komunikasi tersebut dapat dilanjutkan dan dipelihara dengan baik.
Dalam suatu proses
komunikasi (Suparno, 2001) terjadi interaksi antara sumber dengan penerima. Interaksi ini berarti ada pengiriman dan penerimaan pesan-pesan secara interaktif dan terus- menerus. Menurut FAO (1998) jasa penyuluhan memegang peranan penting dalam gerakan program diseminasi (implementasi) terhadap uji peningkatan usahatani (on- farm). Asian Productivity Organization (APO) (1994) menyatakan bahwa petani diharapkan bisa mencapai hasil dengan bantuan pekerja penyuluhan: (1) Pengetahuan dan ketrampilan yang baik akan memperkuat peran mereka dalam 32
ekonomi pertanian, (2) Efisiensi manajemen pada bisnis pertanian mereka, (3) Mekanisme kerja yang akan mendorong partisipasi aktif petani.
Akses terhadap Sumber Informasi Lain Golongan masyarakat yang aktif mencari informasi dan ide- ide baru, biasanya lebih inovatif dibandingkan dengan orang-orang pasif apalagi yang selalu skeptis (tidak percaya) terhadap sesuatu yang baru (Lionberger, 1960).
Informasi Pasar Menurut Lionberger (1960), golongan ya ng inovatif, biasanya banyak memanfaatkan beragam sumber informasi, seperti lembaga pendidikan/perguruan tinggi, lembaga penelitian, dinas-dinas yang terkait, media masa, tokoh masyarakat, sesama petani, maupun dari lembaga- lembaga komersial (pedagang). Be rbeda dengan golongan yang inovatif, golongan masyarakat yang kurang inovatif umumnya hanya memanfaatkan informasi dari media masa.
Pengertian Persepsi Persepsi menurut Rakhmat (1998), adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Menurut Ruch (1967), persepsi adalah suatu proses tentang petunjukpetunjuk inderawi (sensory) dan pengalaman masa lampau yang relevan diorganisasikan untuk memberikan kepada kita gambaran yang terstruktur dan bermakna pada suatu situasi tertentu. Senada dengan hal tersebut Atkinson dan Hilgard (1991) mengemukakan bahwa persepsi adalah proses dimana kita
33
menafsirkan dan mengorganisasikan pola stimulus local dalam lingkungan. Gibson dan Done ly (Budi, 2005) menjelaskan bahwa persepsi adalah proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh seorang individu. Dikarenakan persepsi bertautan dengan cara mendapatkan pengetahuan khusus tentang kejadian pada saat tertentu, maka persepsi terjadi kapan saja stimulus menggerakkan indera. Dalam hal ini persepsi diartikansebagai proses mengetahui atau mengenali obyek dan kejadian obyektif dengan bantuan indera (Chaplin, 1989). Sebagai cara pandang, persepsi timbul karena adanya respon terhadap stimulus. Stimulus yang diterima seseorang sangat komplek, stimulus masuk ke dalam otak, kemudian diartikan, ditafsirkan serta diberi makna melalui proses yang rumit baru kemudian dihasilkan persepsi ( Atkinson dan Hilgard, 1991). Dalam hal ini, persepsi mencakup penerimaan stimulus (inputs), pengorganisasian stimulus dan penerjemahan atau penafsiran stimulus yang telah diorganisasi dengan cara yang dapat mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap, sehingga orang dapat cenderung menafsirkan perilaku orang lain sesuai denga n keadaannya sendiri (Gibson, 1986).
Pembentukan Persepsi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses pembentukan persepsi dijelaskan oleh Feigi (Budi, 2005) sebagai pemaknaan hasil pengamatan yang diawali dengan adanya stimuli. Setelah mendapat stimuli, pada tahap selanjutnya terjadi seleksi yang berinteraksi dengan ” interpretation” begitu juga berinteraksi dengan ” closure ”. Proses seleksi terjadi pada saat seseorang memperoleh informasi, maka akan berlangsung proses
34
penyeleksian pesan tentang mana pesan yang dianggap penting dan tidak penting. Proses closure terjadi ketika hasil seleksi tersebut akan disusun menjadi satu kesatuan yang berurutan dan bermakna, sedangkan interpretasi berlangsung ketika yang bersangkutan memberi tafsiran atau makna terhadap informasi tersebut secara menyeluruh. Menurut Asngari (1984) pada fase interpretasi ini, pengalaman masa silam atau dahulu memegang peranan yang penting. Faktor-faktor fungsional yang menentukan persepsi seseorang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain termasuk yang kita sebut sebagai faktor- faktor personal (Rakhmat, 1998). Selanjutnya Rakhmat menjelaskan yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberi respon terhadap stimuli. Persepsi meliputi juga kognisi (pengetahuan), yang mencakup penafsiran obyek, tanda dan orang dari sudut pengalaman yang bersangkutan (Gibson, 1986). Selaras dengan pernyataan tersebut Krech, dkk (Sri Tjahjorini Sugiharto, 2001) mengemukakan bahwa persepsi seseorang ditentukan oleh dua faktor utama, yakni pengalaman masa lalu dan faktor pribadi. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan faktor pribadi adalah faktor internal petani sayuran kawasan agropolitan.
Pengertian Agribisnis Agribisnis pertama kali dikenal di Amerika Serikat pada tahun 1955, ketika Davis (Suparta, 2001) menggunakan istilah agribisnis dalam makalahnya yang disampaikan pada Boston Conference on Distribution. Kemudian Davis dan Golberg
menulis buku untuk memasyarakatkan agribisnis dengan judul A
Conception of Agribussiness pada tahun 1957 di Harvard University, dan memberikan pengertian agribisnis sebagai berikut : …Agribusiness is the sum total 35
of all operation involved in the manufacture and distribution of farm supplies, production on the farm, and the storage, processing, and distributions of farm commodities and items made from them “. Downey dan Erickson (1992) juga memberikan batasan agribisnis sebagai berikut : “ Agribisnis meliputi keseluruhan kegiatan manajemen bisnis mulai dari perusahaan yang menghasilkan sarana produksi untuk usahatani, proses produksi pertanian, serta perusahaan yang menangani pengolahan, pengangkutan, penyebaran, penjualan secara borongan maupun penjualan eceran produk kepada konsumen akhir “.
Kedua batasan agrib isnis yang telah dikemukakan, memberikan gambaran bahwa agribisnis merupakan suatu sistem. Sebagai konsep, sistem merupakan suatu “ entitas “ tersusun dari sekumpulan yang bergerak bersama-sama untuk mencapai tujuan bersama (Amirin, 1996). Konsep agribisnis sebagaimana dikemukakan oleh John H. Davis dan Ray Golberg (Suparta, 2001) bahwa agribisnis meliputi keseluruhan kegiatan manajemen bisnis mulai dari perusahaan yang menghasilkan sarana produksi untuk usahatani, proses produksi pertanian, serta perusahaan yang menangani pengolahan, pengangkutan, penyebaran, penjualan secara borongan maupun penjualan eceran produk kepada konsumen akhir. Konsep agribisnis tersebut sejalan dengan konsep sistem agribisnis (Sutjipta, dkk 1995; Simatupang, 1995; Saragih, 1998; dan Badan Agribisnis, 1995), yakni sekumpulan subsistem yang bergerak bersama-sama dan saling tergantung untuk mencapai tujuan bersama.
36
Agribisnis adalah kegiatan usaha dibidang pertanian yang berwatak bisnis, pelakunya secara konsisten berupaya untuk meraih nilai tambah komersial dan finansial yang berkesinambungan untuk menghasilkan produk yang dibutuhkan pasar Adjid (1995). Pengertian tersebut menggambarkan agribisnis sebagai suatu perusahaan ( perusahaan agribisnis ). Menurut Arsyad (Soekartawi, 1994) yang dimaksudkan dengan agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas. Yang dimaksud dengan “ ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas “ adalah kegiatan usaha yang menunjang kegiatan pertanian. Konsep perusahaan dan sistem agribisnis dimunculkan untuk mengubah paradigma petani bahwa petani bukanlah hanya sebagai petani, buruh tani, atau pengusaha tani, tetapi pengelola atau
manajer perusahaan agribisnis , yang
berkedudukan setara dengan perusahaan agribisnis lainnya yang berada di subsistem agribisnis hulu maupun di subsistem agribisnis hilir. Petani seharusnya senantiasa berorientasi kepada kebutuhan pasar, bersama-sama perusahaan agribisnis lainnya berusaha bersinergi untuk dapat memenuhi kebutuhan pasarnya. Kebersamaan dan saling ketergantungan antar perusahaan agribisnis dalam menghasilkan produk yang berkualitas sesuai permintaan pasar itula h yang disebut dengan sistem agribisnis (Suparta, 2003). Jika kita menyebut agribisnis maka kita tidak lagi melihat pertanian yang subsistem yang hanya dikerjakan oleh petani sendiri untuk memenuhi kebutuhan mereka dan dikerjakan dengan alat dan manajemen yang sederhana. Agribisnis
37
merupakan cara pandang baru kita untuk melihat pertanian baik tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan sebagai suatu sector bisnis yang sifatnya terpadu. Dengan cara pandang ini kita akan menempatkan petani sebagai salah satu pelaku bisnis lainnya (Departemen Pertanian, 2001). Agribisnis sebagai suatu sistem memiliki tiga subsistem utama yaitu : (1) subsistem off farm hulu atau penyediaan sarana produksi, (2) subsistem on farm atau budidaya, dan (3) subsistem off farm hilir atau agroindustri dan pemasaran. Disamping itu untuk dapat beroperasinya ketiga susbsistem utama tersebut diperlukan adanya satu subsistem jasa pendukung. Keempat subsistem ini akan menjadi bagian yang integral dari satu sistem agribisnis secara utuh (Departemen pertanian, 2001). Subsistem agribisnis hulu merupakan keseluruhan kegiatan ekonomi untuk memproduksi dan mendistribusikan sarana produksi yang akan dibutuhkan dalam proses produksi usahatani (up-stream agribusiness). Misalnya : industri agro-kimia pupuk dan pestisida dan mesin- mesin pertanian, industri pembibitan dan pembenihan (Departemen Pertanian, 2001). Subsistem on farm merupakan subsektor usahatani merupakan kegiatan pertanian primer yaitu kegiatan yang menggunakan sarana produksi yang disediakan oleh subsektor agribisnis hulu untuk menghasilkan komoditas pertanian primer (on farm agribusiness) (Departemen pertanian, 2001). Subsistem agribisnis hilir merupakan kegiatan ekonomi yang memasarkan dan mengolah komoditas primer yang dihasilkan oleh subsektor usahatani (downstream agribusiness). Produk olahan tersebut dapat berbentuk produk antara (intermediate product) maupun produk akhir (finished product). Termasuk ke
38
dalam subsektor ini juga kegiatan perdagangan dan pendistribus ian produk olahan tersebut (Departemen Pertanian, 2001). Subsistem jasa pendukung merupakan kegiatan untuk mendukung operasional ketiga subsistem utama tersebut di atas (supporting system). Termasuk ke dalam subsektor ini adalah industri keuangan, infrastruktur, penelitian dan pengembangan, pendidikan pertanian,pelatihan pertanian, penyuluhan pertanian, konsultasi agribisnis, kebijaksanaan pemerintah yang meliputi : kebijaksanaan mikro, regional, makro, perdagangan internasional (Departemen Pertanian, 2001). Keempat subsistem tersebut akan dapat menjalankan fungsi dan perananya apabila berada dalam lingkungan yang menyediakan berbagai sarana dan prasarana, yakni: prasarana jalan, transportasi, pengairan, pengendalian, pengamanan, dan konservasi yang menjadi syarat bagi lancarnya proses transformasi produktif yang diselenggarakan dunia usaha dan masyarakat pedesaan (Badan Agribisnis, 1995). Selain faktor prasarana diperlukan juga iklim sosial politik, sosial ekonomi, dan sosial budaya yang kondusif bagi bekerjanya dunia usaha (Departemen Pertanian, 2001).
Perilaku Agribisnis Dalam penerapan agribisnis, petani diharapkan mampu memiliki wawasan agribisnis, yakni cara pandang terhadap pertanian sebagai lapangan usaha dan lapangan kerja yang menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi permintaan pasar, dengan tujuan untuk memperoleh nilai tambah yang maksimal secara kompetitif (Adjid, 1995). Ditinjau dari sudut perilaku, wawasan agribisnis
39
tersebut diharapkan mampu menimbulkan sikap dan motivasi petani di era industrialisasi dan globalisasi yang semakin gencar (Departemen Pertanian, 1995). Perilaku petani agribisnis yang diharapkan terbentuk adalah mampu merencanakan dan mengelola usaha sehingga dapat memenuhi permintaan pasar, selalu mengacu kepada efisiensi, mempergunakan teknologi akrab lingkungan, berperilaku wirausaha, mampu melakukan kerjasama sesama petani maupun dengan pengusaha subsistem agribisnis lainnya (Harun, 1995). Paradigma pembangunan pertanian pada dasarnya berorientasi pada manusia, yang meletakkan petani sebagai subjek dan sekaligus objek pembangunan guna mempercepat upaya pemberdayaan ekonomi petani. Upaya-upaya tersebut dilakukan untuk mempersiapkan masyarakt petani menjadi mandiri, dimana pemerintah hanya sebagai stimulator, fasilitator dan dinamisator. Kemandirian merupakan perwujudan dari kemampuan seseorang untuk memanfaatkan potensi dirinya sendiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, yang dicirikan oleh kemampuan dan kebebasan menentukan pilihannya yang terbaik (Hubeis, 1996). Kemandirian tidak berarti anti terhadap kerjasama atau menolak saling keterkaitan dan keterikatan, tetapi justru menekankan perlunya kerjasama yang disertai tumbuh dan berkembangnya tingkat aspirasi, kreativitas, keberanian mengambil resiko, dan prakarsa dalam kebersamaan. Kemandirian merupakan sikap dan perilaku yang dapat mengantarkan manusia menjadi sukses dalam menjalani hidup dan kehidupan (Nawawi dan Martini, 1994). Petani mandiri lebih bersandar kepada kemampuan mengambil keputusan sendiri secara tepat dengan kekuatan sendiri yang didorong oleh motivasinya untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
40
Sikap kemandirian petani akan tercermin dalam menentukan komoditas yang diusahakan, teknologi yang diterapkan, dan sumber informasi yang dihubungi ( Departemen Pertanian, 1999).
Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Pembangunan Pertanian Kebijakan adalah pernyataan-pernyataan atau pengertian-pengertian umum yang memberikan bimbingan berpikir dalam menentukan keputusan. Fungsinya adalah menandai lingkungan di sekitar yang dibuat, sehingga memberikan jaminan bahwa keputusan-keputusan itu akan sesuai dengan dan akan menyokong tercapainya arah atau tujuan ( Harold Koontz dalam Hasibuan, 2001). Disebutkan bahwa kebijakan adalah suatu pedoman yang menyeluruh baik lisan maupun tulisan yang memberikan suatu batas umum dan arah tempat managerial action akan dilakukan ( Terry dalam Hasibuan, 2001). Selanjutnya menurut Hasibuan (2001) bahwa kebijakan adalah suatu jenis rencana yang memberikan bimbingan berpikir dan arah dalam pengambilan keputusan. Karena dengan kebijakan ini maka rencana akan semakin baik dan menjuruskan daya pikir dari pengambil keputusan ke arah tujuan yang diinginkan. Kebijakan adalah suatu pedoman umum dalam pengambilan keputusan (Stoner, 1991). Dalam praktek pengertian kebijakan sering ditafsirkan salah, karena banyak yang menafsirkan, bahwa kebijakan diartikan penyimpangan dari ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Padahal pengertian kebijakan itu adalah suatu batas dalam pengambilan keputusan yang diperbolehkan.
41
Kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Cianjur dalam pembangunan pertanian adalah suatu konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pembangunan pertanian yang telah ditetapkan pimpinan sebagai pembuat kebijakan agar cita-cita dan tujua nnya tercapai. Cita-cita dan tujuan kebijakan pemerintah daerah dalam pembangunan pertanian tercakup dalam : (1) Visi, Misi dan Tujuan dan (2) Pengembangan komoditas prioritas Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur. Visi Dinas Pertanian yaitu “ Terwujudnya Pembangunan Pertanian yang Berorientasi Agribisnis dan Agrowisata “. Misi Dinas Pertanian yaitu : (1) Meningkatkan produksi baik kualitas maupun kuantitas berbagai komoditas unggulan yang memiliki daya saing dan nilai ekonomis tinggi, (2) Mendorong kemandirian dan pemberdayaan peran petani, kelembagaan tani dan pengusaha pertanian dalam pembangunan pertanian, (3) Optimalisasi sumber daya alam secara selektif dan berwawasan lingkungan, dan (4) Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan sumber daya manusia secara optimal. Sedangkan Tujuannya adalah : (1) Meningkatkan tersedianya pangan yang bermutu dalam jumlah yang cukup tersedia dan terjangkau daya beli masyarakat, (2) Meningkatkan produksi dan produktivitas pertanian, (3) Meningkatkan kemitraan, kelembagaan tani dan pengusaha, (4) Memberdayakan asosiasi komoditi agar lebih berperan, (5) Memanfaatkan sumber daya alam secara bijaksana, (6) Meningkatkan pendapatan petani, (7) Memperluas kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, (8) Meningkatkan devisa negara, dan (9) Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petugas dan petani ( Dinas Pertanian, 2004).
42
Komoditas prioritas untuk sayur-sayuran di Kabupaten Cianjur untuk menunjang pembangunan pertanian tanaman hortikultura yaitu : bawang daun, cabe, seledri, tomat, kubis, dan wortel. Selanjutnya ciri-ciri komoditas prioritas adalah : (1) sesuai agroekosistem dan agroklimat di wilayah tersebut, (2) memiliki peluang pasar, (3) melibatkan masyarakat tani, (4) dikembangkan oleh petani kecil dalam kelompok tani, (5) memiliki prospek nilai tambah dalam skala usaha komersial, dan (6) bernilai ekonomis ( Dinas Pertanian, 2004).
Program Pengembangan Kawasan Agropolitan Program adalah suatu rencana yang pada dasarnya telah menggambarkan rencana yang konkret. Rencana ini konkret karena dalam program sudah tercantum baik sasaran, kebijakan, prosedur, waktu maupun anggrannya. Jadi program juga merupakan usa-usaha untuk mengefektifkan rangkaian tindakan yang harus dilaksanakan menurut bidangnya masing- masing. Basis pembangunan adalah pembangunan pedesaan. Oleh karena itu pembangunan pedesaan pada daerah-daerah pemasok hasil produksi pertanian (daerah, sentra produksi) melalui pengembangan Daerah Pusat Pertumbuhan (DPP) perlu lebih dimantapkan agar memiliki ketahanan yang lebih kuat, mengingat fungsi daerah pedesaan sangat penting, terutama dalam hal : (a) Penyedia bahan pangan untuk penduduk(termasuk untuk penduduk daerah perkotaan), (b) Penyedia tenaga kerja untuk pembangunan, (c) Penyedia bahan baku untuk industri, dan (d) Penghasil komoditi untuk dieksport ke luar negeri (Anonim, 2002). Selanjutnya disebutkan dalam mempercepat pembangunan pedesaan dan pertanian diperlukan komitmen dan tanggung jawab moral pembangunan dari segenap aparatur pemerintah, masyarakat maupun swasta, sehingga pembangunan 43
pertanian dapat dilakukan secara efektif, efisien, terintegrasi dan sinkron dengan pembangunan sektor lainnya dan berwawasan lingkungan. Menyikapi berbagai tantangan dan ancaman dalam pengembangan agribisnis dan pedesaan, maka diperlukan terobosan program, yang melibatkan berbagai pihak yang perlu dilakukan secara terarah dan terkoordinasi. Salah satu program keterpaduan tersebut adalah Pengembangan Kawasan Agropolitan yang dilakukan pada daerah pemasok hasil produksi pertanian melalui pengembangan Daerah Pusat Pertumbuhan yang diharapkan dapat mendorong, menarik menghela kegiatan pembangunan agribisnis di desa-desa hinterland dan desa-desa sekitarnya. Kota Pertanian (agropolitan) berada dalam kawasan pemasok hasil pertanian (sentra produksi pertanian) yang mana kawasan tersebut memberikan kontribusi yang besar terhadap mata pencaharian dan kesejahteraan masyarakatnya. Selanjutnya kawasan pertanian tersebut (termasuk kotanya) disebut dengan kawasan agropolitan (Anonim, 2002). Tujuan pengembangan kawasan agropolitan adalah meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat melalui percepatan pengembangan wilayah dan peningkatan keterkaitan desa dan kota dengan mendorong dan berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan (tidak merusak lingkungan) dan terdesentralisasi (wewenang berada di Pemerintah Daerah dan Masyarakat ) di kawasan agropolitan. Dengan berkembangnya sistem dan usaha agribisnis maka di kawasan agropolitan tersebut tidak saja membangun usaha budidaya (on farm) saja tetapi juga off farm nya yaitu usaha agribisnis hulu (pengadaan sarana pertanian), agribisnis hilir
44
(pengolahan hasil pertanian dan pemasaran) dan jasa penunjangnya, sehingga akan mengurangi kesenjangan kesejahteraan antar wilayah, kesenjangan antara kota dan desa dan kesenjangan pendapatan antar masyarakat, mengurangi kemiskinan dan mencegah terjadinya urbanisasi tenaga produktif, serta akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (Anonim, 2002) Program pembangunan pertanian Kabupaten Cianjur pada tahun 2004 di atas salah satunya adalah pengembangan agribisnis komoditan unggulan. Salah satu kegiatan yang mendukung program pengembangan agribisnis komoditas unggulan Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur adalah Pengembangan Kawasan Agropolitan yang dirintis sejak Tahun 2002 sampai saat ini. Adapun sasaran dari kegiatan ini adalah : (1) Meningkatkan kemampuan dan peran serta masyarakat dalam
pelaksanaan
pembangunan,
(2)
Membuat
master
plan
kawasan
pengembangan agropolitan, (3) Membangun dan memelihara sarana dan prasarana guna menunjang kegiatan usaha agribisnis, (4) Membangun dan menguatkan kelembagaan pendukung, dan (5) Membangun sistem monitoring dan evaluasi ( Dinas Pertanian, 2004). Agropolitan adalah kota pertanian yang tumbuh dan berkembang karena erjalannya sistem dan usaha agribisnis serta mampu melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya ( BPSDM Pertanian, 2002 ). Dari tujuan kegiatan pengembangan kawasan agropolitan di Kabupaten Cianjur dapat dijelaskan persepsi petani sayuran terhadap kebijakan pemerintah dalam upaya pengembangan kawasan agropolitan. Persepsi petani sayuran tersebut adalah : (1) Dorongan petani untuk mengikuti program agropolitan,
45
(2) Manfaat positif program agropolitan bagi petani, dan (3) Solusi jika hal negatif yang dihadapi oleh petani .
46
KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS
Kerangka Berpikir Tujuan pembangunan hortikultura khususnya komoditas tanaman sayuran antara lain adalah meningkatkan produksi, meningkatkan volume dan nilai eksport, mengurangi ketergantungan impor dan meningkatkan kesejahteraan petani. Di samping itu pemerintah juga memperhatikan komoditas hortikultura sayuran mengingat permintaan produksi sayuran terus meningkat akibat jumlah penduduk yang semakin bertambah dan adanya kesadaran gizi. Pelaksanaan kebijakan pembangunan pertanian di Kabupaten Cianjur salah satunya tercermin dari program pengembangan kawasan agropolitan berbasis hortikultura sayuran yang dirintis sejak tahun 2002 sampai saat ini. Program pengembangan kawasan agropolitan merupakan salah satu kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Cianjur dimana salah satu Desa di Kecamatan Cipanas yaitu Desa Sindang Jaya dijadikan sebagai Desa Pusat Pertumbuhan (DPP) kawasan agropolitan. Adanya program yang telah dan sedang dilaksanakan perlu adanya penelitian untuk mengetahui apakah program pengembangan kawasan agropolitan dapat mendukung dan meningkatkan sistem dan usaha agribisnis yang meliputi sub sistem off farm hulu, sub sistem on farm, dan sub sistem off farm hilir para petani yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani sayuran di wilayah tersebut. Berangkat dari pemikiran tersebut penelitian ini mengkaji upaya petani meningkatkan agribisnis sayuran. Upaya-upaya yang dilakukan petani dalam beragribisnis sayuran berhubungan dengan faktor internal dan eksternal petani serta 47
persepsi petani terhadap kebijakan pemerintah daerah dalam upaya pengembangan kawasan agropolitan. Faktor internal petani terdiri atas : (1) umur, (2) pendidikan formal, (3) jumlah tanggungan keluarga, (4) pengalaman berusahatani, (5) penguasaan lahan, (6) motivasi intrinsik, (7) kekosmopolitan, dan (8) pendapatan . Faktor eksternal petani terdiri dari : (1) interaksi dengan penyuluh pertanian, (2) akses terhadap sumber informasi lain, (3) informasi pasar. Persepsi petani sayuran terhadap kebijakan pemerintah daerah dalam upaya pengembangan kawasan agropolitan meliputi : (1) dorongan petani untuk mengikuti program agropolitan, (2) manfaat positif program agropolitan bagi petani, dan (3) solusi jika hal negatif yang dihadapi oleh petani. Sedangkan faktor yang berhubungan dengan upaya petani dalam meningkatkan agribisnis sayuran terdiri atas : (1) manajemen usahatani , (2) manajemen pemasaran, dan (3) kemitraan dengan pengusaha. Dari uraian di atas, dapat digambarkan kerangka berfikir penelitian ini seperti terlihat dalam Gambar. 1
48
Faktor –Faktor Internal Petani (X1 ) : X1.1 Umur X1.2 Pendidikan formal X1.3 Jumlah tanggungan keluarga X1.4 Pengalaman berusahatani sayuran X1.5 Penguasaan lahan X1.6 Motivasi instrinsik X1.7 Kekosmopolitan X1.8 Pendapatan
Faktor –Faktor Eksternal Petani (X2 ) : X2.1 Interaksi dengan Penyuluh Pertanian X2.2 Akses terhadap sumber informasi lain X2.3 Informasi pasar
Persepsi Petani Terhadap Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Upaya Pengembangan Kawasan Agropolitan (X3 ) : X3.1 Dorongan petani untuk mengikuti program agropolitan X3.2 Manfaat positif program agropolitan bagi petani X3.3 Solusi jika hal negatif yang dihadapi oleh petani
Upaya Petani Meningkatkan Agribisnis Sayuran (Y): Y1 Manajemen usahatani Y2 Manajemen emasaran Y3 Kemitraan dengan pengusaha
Peningkatan Pendapatan Petani
Gambar.1 Kerangka berpikir hubungan antara faktor- faktor internal dan eksternal dengan persepsi petani terhadap kebijakan pemerintah daerah
49
Hipotesis (1) Terdapat hubungan nyata antara faktor internal petani
dengan persepsi
petani terhadap kebijakan pemerintah daerah dalam upaya pengembangan kawasan agropolitan. (2) Terdapat hubungan nyata antara faktor eksternal petani dengan persepsi petani terhadap kebijakan pemerintah daerah dalam upaya pengembangan kawasan agropolitan. (3) Terdapat hubungan nyata antara persepsi petani terhadap kebijakan pemerintah daerah dalam upaya pengembangan kawasan agropolitan dengan upaya petani meningkatkan agribisnis sayuran . (4) Terdapat hubungan nyata antara faktor internal petani dengan upaya petani meningkatkan agribisnis sayuran. (5) Terdapat hubungan nyata antara faktor eksternal petani dengan upaya petani meningkatkan agribisnis sayuran.
50
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sindang Jaya Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat. Desa Sindang Jaya merupakan salah satu dari dua desa yang merupakan desa pusat pertumbuhan kawasan agropolitan Penelitian dilakukan selama tiga bulan yaitu bulan Juni – Agustus 2005.
Populasi dan Sampel Penelitian ini dilaksanakandi Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat.. Kabupaten Cianjur komoditas unggulan pertanian yang dikembangkan seperti : padi varitas pandan wangi, jagung, kedele, kacang tanah, rambutan, pisang, durian, mangga jambu boll, wortel, bawang daun, kubis, tomat dan cabe.untuk tanaman hias yaitu : sedap malam, mawar, chrisan, dan anyelir. Melalui kebijakan pemerintah daerah sejak tahun 2002 Kabupaten Cianjur melaksanakan program agropolitan berbasis hortikultura khususnya sayuran. Penentuan daerah penelitian juga mempertimbangkan bahwa agroekosistem dan agroklimat sangat mendukung agribisnis sayuran dataran tinggi sehingga dapat ditetapkan sebagai kawasan agropolitan berbasis hortikultura khusus sayuran. Populasi penelitian adalah seluruh petani sayuran yang berada di Desa Sindang Jaya Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian diambil secara purposive, yaitu dengan pertimbangan Desa Sindang Jaya Kecamatan Cipanas merupakan salah satu Desa yang ditetapkan sebagai Desa Pusat Pertumbuhan (DPP) Kawasan Agropolitan di Kabupaten Cianjur.
51
Sampel penelitian ini diambil secara purposive, dimana sampel ini merupakan petani sayuran peserta program pengembangan kawasan agropolitan yang berjumlah 50 petani sayuran yang semuanya dijadikan sampel (sensus). Dari jumlah 50 petani tersebut, sebanyak 45 orang petani yang layak dijadikan sampel penelitian yang dijadikan sebagai responden.
Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang keadaaan-keadaan nyata sekarang (sementara berlangsung). Tujuan utama dalam menggunakan metode ini adalah untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu (Sevilla et.al, 1993). Menurut Gay (Sevilla et.al, 1993), metode penelitian deskriptif sebagai kegiatan yang meliputi pengumpulan data dalam rangka menjawab pertanyaaan yang menyangkut keadaan pada waktu yang sedang berjalan dari pokok suatu penelitian. Penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian deskriptif korelasi (correlation study), yaitu penelitian yang dirancang untuk menentukan tingkat hubungan variabel- variabel yang berbeda dalam suatu populasi. Melalui penelitian ini, peneliti dapat memastikan seberapa besar yang disebabkan oleh satu variabel dalam hubungannya dengan variasi yang disebabkan oleh variabel lain. Penelitian ini terdiri dari dua peubah bebas yaitu (X1 ) adalah faktor internal petani, (X2 ) adalah faktor eksternal petani, dan (X3 ) adalah faktor antara yaitu persepsi petani sayuran terhadap kebijakan pemerintah daerah. Sedangkan
52
peubah tidak bebasnya (Y) adalah upaya petani dalam meningkatkan agribisnis sayuran. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif sebagai tumpuan analisis, yaitu denga n pengujian hipotesa. Untuk memberikan penjelasan atau arti hasil pengujian, didasarkan pada data kualitatif.
Data dan Instrumentasi Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas dua jenis data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer yang dikumpulkan adalah mengenai variabel utama yang diteliti berupa faktor internal responden, faktor internal responden, persepsi petani sayuran terhadap kebijakan pemerintah daerah, dan upaya petani dalam meningkatkan agribisnis sayuran. Data sekunder adalah data yang berkaitan dengan keadaan umum/potensi aktual mengenai kondisi geografis, demografis, dan data mengenai perkembangan kegiatan agribisnis petani sayuran. Cara pengumpulan data yang digunakan adalah : (1) wawancara dengan menggunakan kuesioner, (2) pencatatan, dan (3) pengamatan. Data yang dikumpulkan ditabulasi kemudian dianalisis dengan menggunakan statistik non-parametrik.
Data Data yang digunakan dalam penelitian ini, adalah jenis data ordinal dan interval. Adapun rincian dari masing- masing data tersebut adalah sebagai berikut: Faktor Internal Petani (X1 ) X1.1 Umur, termasuk dalam data skala ordinal. Umur adalah lamanya usia petani sayuran (responden) pada saat survei atau interview dilakukan oleh 53
pewawancara, dalam hal ini dibagi atas tiga kategori yaitu : (1) muda (X- 32,1 tahun), (2) sedang (32,1 tahun < X < 50,3 tahun), dan (3) tua (X > 50,3 tahun). X1.2 Pendidikan Formal, termasuk dalam skala ordinal. Pendidikan formal adalah lamanya responden duduk dibangku sekolah formal yang perna h dicapai oleh petani, dalam hal ini dibagi atas tiga kategori yaitu : (1) rendah (X < 4,5 tahun), (2) sedang (4,5 tahun < X < 9,3 tahun), dan (3) tinggi (X > 9,3 tahun). X1.3 Jumlah tanggungan keluarga, termasuk dalam data skala ordinal. Jumlah tanggunga n keluarga adalah banyak orang baik keluarga maupun tidak yang tinggal serumah dan menjadi tanggung jawabnya, dalam hal ini dibagi atas tiga kategori yaitu : : (1) kecil (X < 3,1 orang), (2) sedang (3,1 orang < X < 6,4 orang), dan (3) besar (X > 6,4 orang). X1.4 Pengalaman berusahatani sayuran, termasuk dalam data skala ordinal. Pengalaman berusahatani sayuran adalah lamanya petani melakukan kegiatan usahatani sayuran, dalam hal ini dibagi atas tiga kategori yaitu: :
(1) kurang
( X < 7,7 tahun), (2) cukup (7,7 tahun) < X < 27,5 tahun), dan (3) banyak ( X > 27,5 tahun). X1.5
Penguasaan lahan, termasuk dalam data skala ordinal. Penguasaan lahan adalah banyaknya tanah sawah atau tegalan milik petani sendiri ataupun milik orang lain yang dapat dikelola atau dimanfaatkan untuk usahatani oleh petani sayuran, dalam hal ini dibagi atas tiga kategori yaitu : (1) sempit ( X < 392,3 m2 ), (2) sedang (392,3 m2 ) < X < 8283,3 m2 ), dan (3) luas (X > 8283,3 m2 ).
54
X1.6
Motivasi Intrinsik, termasuk dalam data skala ordinal. Motivasi intrinsik adalah tekanan dari dalam diri petani yang menimbulkan dorongan bagi petani, untuk upaya beragribisnis sayuran, dalam hal ini dibagi atas tiga kategori yaitu : (1) kurang ( X < skor 2,7), (2) cukup (skor 2,7 < X < skor 3,5), dan (3) baik (X > skor 3,5).
X1.7 Kekosmopolitan, termasuk dalam data skala ordinal. Kekosmopolitan merupakan sifat petani yang selalu berusaha mencari informasi yang dibutuhkan berkaitan dengan agribisnis sayuran, dalam hal ini dibagi atas tiga kategori yaitu : (1) kurang ( X < skor 2,0), (2) cukup (skor 2,0 < X < skor 2,9), dan (3) baik ( X > skor 2,9). X1.8 Pendapatan, termasuk dalam data skala interval. Pendapatan adalah total pendapatan yang diperoleh dari petani yang berasal dari bapak, ibu dan anak dalam masa satubulan atau satu tahun selama masa mengikuti program agropolitan, dalam hal ini dibagi atas tiga kategori yaitu : (1) menurun, (2) tetap, dan (3) meningkat. Faktor Eksternal Petani (X2 ) X2.1
Interaksi dengan penyuluh pertanian, termasuk dalam data skala ordinal. Interaksi dengan penyuluh pertanian adalah frekwensi (seringnya) responden berinteraksi dengan penyuluh pertanian selama satu tahun masa program agropolitandalam hal ini dibagi atas tiga kategori yaitu : (1) kurang ( X < skor 1,9), (2) sedang (skor 1,9 < X < skor 3,0) , dan (3) banyak ( X > skor 3,0 )
X2.2 Akses terhadap sumber informasi lain, termasuk dalam data sakala ordinal. Akses terhadap sumber
informasi lain atau keterangan berita adalah
frekwensi (berapa kali) responden atau anggota keluarganya memperoleh
55
informasi tentang agribisnis sayuran melalui berbagai media, dalam hal ini dibagi atas tiga kategori yaitu : : (1) kurang ( X < skor 2,9), (2) cukup (skor 2,9 < X < skor 3,6), dan (3) baik (X > 3,6 ). X2.3 Informasi Pasar, termasuk dalam data skala ordinal. Informasi pasar adalah menunjukkan bagaimana petani sayuran mendapatkan informasi harga pasar dan cara mendapatkannya, dalam hal ini dibagi atas tiga kategori yaitu : (1) kurang ( X < skor 2,5), (2) cukup (skor 2,5) < X < skor 3,4), dan (3) baik ( X > skor 3,4). Persepsi
Petani
Terhadap
Kebijakan
Pemerintah
Daerah
dalam
upaya
pengembangan kawasan agropolitan (X3 ) X3.1 Dorongan Petani untuk mengikuti program agropolitan, termasuk dalam data ordinal. Dorongan petani untuk mengikuti program agropolitan adalah menunjukkan seberapa besarnya petani sayuran program pengembangan kawasan agropolitan untuk mengikti program agropolitan tersebut, dalam hal ini dibagi atas tiga kategori yaitu : (1) kurang ( X < skor 1,9 ), (2) cukup (skor 1,9 < X < skor 3,0), dan (3) baik ( X > skor 3.0). X3.2 Manfaat positif program agropolitan bagi petani , termasuk dalam data skala ordinal.Manfaat positif program agropolitan bagi petani adalah menunjukan seberapa besar manfaat yang diperoleh petani sayuran dengan adanya program
tersebut
dibandingkan
dengan
belum
adanya
program
pengembangan kawasan agropolitan di desa penelitian, dalam hal ini dibagi atas tiga kategori yaitu : (1) kurang (X <skor 2,9 ), (2) cukup (skor 2,9 < X < skor 3,6 ), dan (3) baik (X > skor 3,6).
56
X3.3 Solusi jika hal negatif yang dihadapi oleh petani, termasuk dalam data skala ordinal. Solusi jika manfaat negatif yang dihadapi
oleh petani adalah
bagaimana caranya petani mengatasi adanya manfaat negatif setelah mengikuti program , dalam hal ini dibagi atas tiga kategori yaitu : (1) kurang berusaha( X < skor 2,9), (2) cukup berusaha (skor 2,9 < X < skor 4,1), dan (3) tinggi (X > skor 4,1). Faktor Upaya Petani Meningkatkan agribisnis sayuran ( Y ) Y1
Manajemen usahatani. Termasuk dalam data skala ordinal. Manajemen usahatani
adalah
segala
aktivitas
merencanakan,
mengorganisasikan,melaksanakan dan mengontrol usahatani yang meliputi : benih/bibit, pupuk, pestisida, tenaga kerja, teknoligi dan budidaya, dalam hal ini dibagi atas tiga kategori yaitu : (1) kurang ( X < skor 1,9), (2) cukup (skor 1,9 ) < X < skor 3,7 ), dan (3) baik ( X > skor 3,7). Y2
Manajemen pemasaran, termasuk dalam data skala ordinal.
Manajemen
pemasaran adalah segala aktivitas ekonomi yang memasarkan dan mengolah komoditi primer yang dihasilkan oleh subsektor usahatani dan bergaining position bagi petani dalam memasarkan produk, dalam hal ini dibagi atas tiga kategori yaitu : (1) kurang ( X < skor 2,8), (2) cukup (skor 2,8 < X < skor 3,6), dan (3) baik ( X > skor 3,6 ).
Y3
Kemitraan dengan pengusaha, termasuk dalam data skala ordinal. Kemitraan dengan pengusaha adalah upaya petani untuk mengadakan kerjasama yang saling menguntungkan dan berkelanjutan dengan pengusaha, dalam hal ini
57
dibagi atas tiga kategori yaitu : (1) kurang ( X < skor 1,9), (2) cukup (skor 1,9 < X < skor 3,9), dan (3) baik ( X > skor 3,9).
Instrumen Instrumen atau alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner yang berisi daftar pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan peubah-peubah yang akan dikaji dalam penelitian ini. Uji Kesahihan (Validity Test ). Menurut Kerlinger (2000), validitas instrumen menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur itu telah mengukur apa yang akan diukur. Titik berat dari uji coba validitas instrumen adalah pada validitas isi, yang dapat dilihat dari : (1) apakah instrumen tersebut telah mampu mengukur apa yang akan diukur, dan (2) apakah informasi yang dikumpulkan telah sesuai dengan konsep yang telah digunakan. Kuesioner dapat mempunyai validitas tinggi, dengan menyusun daftar pertanyaan dengan cara: (1) mempertimbangkan teori- teori dan kenyataan yang telah diungkapkan pada berbagai pustaka empiris, (2) menyesuaikan isi pertanyaan dengan kondisi responden, (3) memperhatikan masukan para pakar. Agar valid maka butir-butir pertanyaan di dalam kuesioner dianalisis menggunakan korelasi produck moment (Arikunto, 1998). Adapun rumus tersebut adalah : Keterangan : r xy =
{N ∑
∑
N X
2
−
XY
(∑
− X
(∑ X )(∑ )}{N ∑ Y
2
Y 2
−
)
(∑
Y
2
)}
rxy = koefisien korelasi produck moment Y
= Total butir soal dalam kuesioner 58
X
= Butir soal ke- x
N
= jumlah responde Nilai rxy yang diperoleh dibandingkan dengan nilai koefisien r-produck
moment dari tabel korelasi. Valid bila rxy > dari tabel rtabel , sedangkan bila lebih kecil maka perlu ada perbaikan atau butir tersebut dikeluarkan dari daftar pertanyaan. Uji Keterandalan (Reliability Test). Reabilitas instrumen adalah suatu istilah yang dipakai untuk menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulangi untuk kedua kalinya atau lebih (Ancok, 1995). Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Dengan kata lain, realibilitas menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur di dalam mengukur gejala yang sama (Singarimbun dan Effendi, 1989). Uji reliabilitas instrument dilakukan di Desa Sukatani Kecamatan Cipanas, dimana Desa Sukatani juga merupakan Desa Pusat Pertumbuhan pengembangan kawasan agropolitan. Pengambilan sampel pada uji ini sebanyak 5 orang di luar sampel penelitian.
Uji reliabilitas menggunakan
metode teknik belah dua. Metode teknik belah dua ( split – half ) yaitu dengan membagi belahan skor menjadi dua belahan. Belahan pertama adalah item- item jawaban pertanyaan pada kuesioner yang bernomor ganjil, sedangkan belahan kedua adalah item- item jawaban pertanyaan pada kuesioner bernomor genap. Dari hasil perhitungan terhadap item pertanyaan diperoleh koefisien reliabilitas 0,89. Hasil ini menunjukkan reliabilitas alat ukur layak digunakan.
59
Analisis Data Data faktor individu dianalisis dengan menggunakan distribusi frekuensi dan nilai tengah. Persepsi petani terhadap kebijakan pemerintah daerah dan upaya petani meningkatkan agribisnis sayuran dianalisis dengan skala berjenjang. Untuk mengetahui hubungan antar peubah dilakukan analisis hubungan dengan koefisien korelasi Spearman, sebagai uji korelasi bagi data non-parametrik, kerena data yang diperoleh dari hasil kuesioner merupakan data berskala ordinal dan ratio, maka dengan korelasi ini didapat hasil yang mendekati kenyataannya (Siegel, 1994). Taraf pengukuran dapat dipandang sebagai pembentukan suatu hirarki. Dari yang kurang kuantitatif sampai yang paling kuantitatif, ketiganya dapat diurutkan atas nominal, ordinal, dan interval. Peneliti dapat berpindah turun di dalam hirarkhi itu. Dengan kata lain, suatu peubah yang diukur pada taraf pengukuran dapat diperlukan seolah-olah ia bertaraf ordinal atau nominal (Agresti dan Finlay, 1997). Pengolahan data untuk mencari hubungan antar variabel penelitian diolah menggunakan komputer dengan program SPSS versi 10.
60
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa sindang Jaya merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Cipanas. Kecamatan Cipanas merupakan pemekaran dari Kecamatan Pacet pada tahun 2004. Jarak dari ibukota kecamatan sekitar 2 km., jarak dari pusat kota administrative sekitar 2 km.Sedangkan dari ibukota kabupaten berjarak sekitar 22 km. Jarak yang relatif dekat dengan ib ukota kecamatan dan tersedianya jalan aspal untuk menuju ibukota kecamatan memungkinkan informasi pembangunan mudah diperoleh penduduk desa ini. Secara geografis Desa Sindang Jaya memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut : • Sebelah Utara
: Desa Palasari
• Sebelas selatan
: Desa Cipanas dan Sukatani, Kecamatan Pacet
• Sebelah Barat
: Desa Cimacan
• Sebelah Timur
: Desa Sukanagalih, Kecamatan Sukaresmi
Ketinggian Desa Sindang Jaya sebagai lokasi penelitian yaitu 900 – 1400 m , dengan curah hujan rata-rata pertahun 2.967,84 mm, dengan suhu antara 12 – 30 ° C dengan kelembaban 71 %. Type curah hujan menurut Schmidt dan Fergusen bahwa curah hujan di Kecamatan Cipanas/Pacet termasuk Type B. Topografi wilayah Desa Sindang Jaya berupa dataran tinggi. Luas Desa Sindang Jaya adalah 414,2 Ha terdiri dari ladang 219 Ha, hutan lindung seluas 78 Ha, kolam seluas 2,2 Ha, perumahan 20 Ha dan lain- lainnya 95 Ha.
61
Pada umumnya penduduk Desa Sindang Jaya mengusahakan tanaman sayuran dataran tinggi seperti : wortel, Bawang Daun, Brukoli, Sawi, Tomat, Buncis, dan Cabe. Jumlah penduduk Desa Sindang Jaya adalah sebanyak 11.311 jiwa atau 2.753
kk , terdiri dari penduduk laki- laki adalah sebanyak 5.888 jiwa dan
penduduk perempuan sebanyak 5.423 jiwa. Secara lebih rinci, keadaan penduduk menurut umur disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Jumlah penduduk Desa Sindang Jaya menurut umur tahun 2004 No. 1 2 3 4 5 6 7
Umur (Tahun) 0 - 5 6 - 12 13 - 20 21 - 45 46 - 55 56 - 70 > 70 Jumlah
Jumlah (Jiwa) 1454 1808 1628 3863 1475 1034 49 11.311
Persentase (%) 12,86 15,98 14,39 34,15 13,04 9,14 0,44
Sumber : Profil Desa Sindang Jaya, 2004 Penduduk Desa Sindang Jaya merupakan umur yang termasuk dalam umur produkstif untuk bekerja sebesar 47,19 %. Hal ini menunjukkan bahwa hampir setengah jumlah penduduknya dalam masa umur produktif, sehingga dengan besarnya jumlah penduduk yang produktif akan menunjang dalam kehidupan masyarakat desa tersebut dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti : pangan, sandang dan papan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya kepala keluarga yang mencari pencahariannya dari bidang pertanian yaitu sebanyak 1927 atau 69,99 % seperti terlihat pada Tabel 3. dibawah
62
Sebagian besar penduduk Desa Sindang Jaya memiliki tingkat pendidikan yaitu : tidak tamat SD 2658 orang, tamat SD sebanyak 5995 orang, sebanyak 1663 orang berpendidikan SLTP, sebanyak 939 orang berpendidikan SLTA, dan 56 orang berpendidikan perguruan tinggi. Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Jumlah penduduk Desa Sindang Jaya menurut Tingkat Pendidikan. No 1 2 3 4 5
Tingkat Pendidikan Tidak tamat SD Tamat SD SLTP SLTA PT Jumlah
Jumlah Jiwa 2658 5995 1663 939 56 11.311
% 23,49 53,00 14,70 8,30 0,01
Sumber : Profil Desa Sindang Jaya, 2004 Penduduk Desa Sindang Jaya pada umumnya menamatkan pendidikannya pada tingkatan Sekolah Dasar yaitu sebanyak 5995 orang atau 53 %. Tingkat pendidikan yang pada umumnya termasuk dalam kategori pendidikan dasar atau rendah juga mempengaruhi dalam pengelolaan sistem dan usaha agribisnis masyarakat tersebut. Keadaan inilah yang mendorong pemerintah untuk lebih meningkatkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan para petani melalui program pengembangan kawasan agropolitan di Desa Sindang Jaya. Mata pencaharian penduduk Desa Sindang Jaya yang dominan adalah petani yaitu 1927 orang atau 69,99 %, mata pencaharisn yang cukup dominan adalah pedagang sebanyak 511 orang atau 18,56 %. Tabel 3. berikut secara rinci menyajikan jumlah penduduk menurut mata pencaharian.
63
Tabel 3. Jumlah penduduk Desa Sindang Jaya menurut mata pencaharian. No. 1 2 3 4 5 6
Jenis Mata Pencaharian Pertanian PNS / ABRI Pensiunan Swasta Pedagang Lainnya Jumlah
Jumlah 1927 55 22 220 511 18 2753
% 69,99 1,99 0,01 7,99 18,56 0,01
Sumber : Profil Desa Sindang Jaya, 2004 Penduduk Desa Sindang Jaya sangat dominan sekali dalam usaha pertanian sebagai mata pencaharian. Hal ini terlihat bahwa sebanyak 1927 kepala keluarga atau 69,99 % bermata pencaharian sebagai petani. Kondisi tersebut di atas seperti besarnya usia produktif, rendahnya tingkat pendidikan maupun banyaknya penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani mendorong Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur untuk lebih meningkatkan dan memberdayakan petani dalam usaha agribisnis sayuran di wilayah tersebut, sehingga Desa Sindang Jaya yang merupakan salah satu desa yang dominan mengusahakan budidaya sayuran akan lebih baik lagi dalam pendapatan dan kesejahteraannya yang diupayakan melalui pengembangan kawasan agropolitan di Desa Sindang Jaya.
64
Sejarah Singkat dan Gambaran Umum Program Pengembangan Kawasan Agropolitan Sejarah singkat terbentuknya pengembangan kawasan agropolitan di Kabupaten Cianjur tidak terlepas dari adanya visi Kabupaten Cianjur yaitu : Terwujudnya Kabupaten Cianjur sebagai salah satu Pusat Agribisnis dan Pariwisata Andalan Jawa Barat di Era Otonomi Daerah serta visi Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur yaitu : Terwujudnya Pembangunan Pertanian yang Berorientasi Agribisnis dan Agrowisata. Desa Sindang Jaya merupakan desa yang memiliki potensi sumber daya alam yang mendukung dalam usaha budidaya khususnya tanaman sayuran dataran tinggi. Besarnya potensi usaha pertanian sayuran menjadikan desa ini sebagai salah satu dari dua desa yangt dijadikan sebagai desa pusat pertumbuhan pengembangan kawasan agropolitan baik di Kabupaten Cianjur maupun Provinsi Jawa Barat. Program pengembangan kawasan agropolitan sampai pada perkembangan sekarang ini perlu ditelaah untuk melihat sejauh mana keberhasilan dan manfaat bagi petani peserta program pengembangan kawasan agropolitan khususnya dan masyarakat di wilayah kawasan agropolitan pada umumnya. Pengembangan kawasan agropolitan merupakan salah satu upaya mempercepat pembangunan perdesaan dan pertanian, dimana kota sebagai pusat kawasan dengan ketersediaan sumberdayanya, tumbuh dan berkembang dengan mengakses, melayani, mendorong dan menghela usaha agribisnis di desa-desa kawasan ( hinterland ) dan desa-desa di sekitarnya. Keterkaitan dalam
actor dan
usaha agribisnis antara kota dan desa tersebut juga dimaksudkan untuk mempercepat pembangunan ekonomi daerah dan mengurangi kesenjangan pendapatan antar masyarakat di kawasan agropolitan. Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut diperlukan langkah terobosan berupa program pengembangan 65