PERSEPSI PENYULUH PERTANIAN LAPANG TENTANG PERANNYA DALAM PENYULUHAN PERTANIAN PADI DI PROVINSI BANTEN
NARSO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan yang sebenarnya bahwa disertasi dengan judul: PERSEPSI PENYULUH PERTANIAN LAPANG TENTANG PERANNYA DALAM PENYULUHAN PERTANIAN PADI DI PROVINSI BANTEN, adalah benar merupakan karya saya dan saya buat sesuai petunjuk, arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Semua sumber informasi yang dikutip telah dicantumkan dalam daftar pustaka pada bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Januari 2012
NARSO NIM: I361070061
ii
ABSTRACT NARSO. 2012. Perception of Agricultural Extension Agents about Their Role in Agricultural Extension activity in Banten Province. Supervised by Amiruddin Saleh (chair person), Pang S. Asngari, and Pudji Muljono (members). The success of agricultural extension one of which determined by the ability of extension workers perform duties and functions. In carrying out its functions, it is important to understand the roles undertaken in an effort to help farmers solve problems and develop farming. By understanding the roles, the agricultural extension agent can make the right decision in giving good service to farmers. The Research was conducted from April to August 2011 in four districts of Banten Province, namely Lebak, Pandeglang, Serang regency, and Tangerang Regency. Data analysis used Spearman rank correlation analysis, to determine the priority development of the role of agricultural extension strategy used SWOT analysis and AHP analysis. Result of research indicated that as a whole extension agents perception about their roles be at the score 2,7, scale 1 till 4 (perceptions: fair). Perception of extension agent about their role owning highest score successively was role in chosening and applying counselling method, role as asssociate, and role as fasilitator with the score each 2,90, 2,83, and 2,81 (perceptions: fair). While three role which perception with the low score successively was role as educator, role as motivator, and role as agriculture technician with the score each 2,48, 2,59, and 2,60. Factors which correlate with the perception were (1) characteristic of extension agent, (2) physical environment, (3) social economics environment, and (4) motivation. Extension to the area of cognitive behavior or knowledge at an average of 3.0, attitudes extension of rice agricultural in the average is quite good, it is seen with an average score of 3.14 achieved with a scale of 1 to 4. Some indicators of the perception that shows significant correlation with the extension of knowledge is the perception of its role as a communicator, planner, analyzer, evaluation activities and results counseling, an expert in selecting and applying methods of extension services, agricultural engineers, and expert facilitator. Perception indicators that show significant correlation with attitude is the perception of their role as a educator, communicator, consultant, motivator, facilitator, planner, analyzer, an expert in selecting and applying methods of extension services, agricultural engineers, expert analysis of business/entrepreneurship, and facilitators. Priorities of development strategy in enhancing the role the agriculture extension agent in Banten were: (1) improving the quality of human resources of extension agent by education and practice from other institution to get the ability, knowledge, and skill; (2) improving of quality of counselling and cooperation with the relevant institution by the existence of fundamental duty clarity and function; (3) product marketing competitive agriculture by maximizing role of group of farmer; (4) optimalization of agriculture development with the guarantee of invitation regulation; and (5) exploiting technology to support the agriculture extension program. Keywords: perception, role, extension agent
iii
RINGKASAN NARSO. 2012. Persepsi Penyuluh Pertanian Lapang tentang Perannya dalam Penyuluhan Pertanian Padi di Provinsi Banten. Di bawah bimbingan Amiruddin Saleh, Pang S. Asngari, dan Pudji Muljono. Undang-Undang No 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan menyebutkan bahwa penyuluhan merupakan bagian dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum dan pemerintah berkewajiban untuk menyelenggarakannya (Tunggal, 2007). Penyuluh merupakan salah satu unsur yang memegang peranan penting dalam upaya mewujudkan cita-cita dalam Undang-Undang tersebut. Salah satu aspek pembangunan pertanian yang memiliki andil sangat besar adalah masalah pangan dalam hal ini padi. Penyuluhan memegang peranan penting dalam upaya mengembangkan usahatani padi. Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengkaji persepsi Penyuluh Pertanian Lapang (PPL) tentang perannya dalam menjalankan aktivitas penyuluhan di Provinsi Banten, (2) Mendeskripsikan faktor-faktor yang berkorelasi dengan persepsi PPL tentang perannya dalam menjalankan aktivitas penyuluhan di Provinsi Banten, (3) Menganalisis korelasi faktor-faktor tersebut dengan persepsi PPL tentang perannya dalam aktivitas penyuluhan di Provinsi Banten, (4) Mengkaji perilaku PPL dalam budidaya padi sawah, (5) Menganalisis korelasi perilaku dengan persepsi PPL dalam penyuluhan pertanian padi di Provinsi Banten, dan (6) Merumuskan prioritas strategi pengembangan peran PPL dalam menjalankan aktivitas penyuluhan di Provinsi Banten. Penelitian ini dirancang dengan metode survei deskriptif-korelasional. Penelitian dilaksanakan pada Bulan April hingga Agustus 2011 di empat kabupaten Provinsi Banten, yaitu Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang, dan Kabupaten Tangerang. Lokasi penelitian dipilih mengingat Provinsi Banten merupakan daerah pemekaran baru yang memiliki potensi pertanian yang cukup baik. Analisis data menggunakan statistik deskriptif dan analisis statistik inferensial. Untuk analisis statistik deskriptif menggunakan frekuensi, persentase, rataan skor, total rataan skor dan tabulasi silang, kemudian dilakukan analisis statistika inferensial yang digunakan untuk melihat hubungan antar peubah terikat dengan peubah bebas adalah dengan menggunakan analisis korelasi rank Spearman. Selain itu, untuk menentukan prioritas strategi pengembangan peran penyuluh pertanian digunakan analisis SWOT dan analisis AHP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan persepsi penyuluh pertanian lapang tentang perannya adalah tinggi (skor 2,70 pada rentang skor 1 hingga 4). Persepsi PPL tentang perannya yang memiliki skor tertinggi berturut-turut adalah peran dalam memilih dan menerapkan metode penyuluhan, peran sebagai pendamping, dan peran sebagai fasilitator dengan skor masingiv
masing 2,90, 2,83, dan 2,81; kesemuanya adalah berpersepsi tinggi. Peran yang dipersepsikan rendah adalah peran penyuluh sebagai pendidik (skor 2,48 pada rentang skor 1 – 4). Beberapa peubah yang berkorelasi sangat nyata (p < 0,01) dengan persepsi penyuluh tentang perannya dalam penyuluhan pertanian padi yaitu karakteristik, meliputi umur, pendidikan formal, dan masa kerja; lingkungan fisik yaitu kelembagaan, makna pekerjaan, pembinaan dan supervisi, dan pengembangan karir; lingkungan sosial ekonomi, yakni lingkungan kerja, peluang kemitraan, dan akses terhadap sumberdaya ekonomi; dan motivasi, meliputi motivasi berprestasi, motivasi afiliasi, dan motivasi kekuasaan. Perilaku penyuluh untuk area kognitif atau pengetahuan mencapai rata-rata skor 3,0 (paham). Sikap penyuluh tentang budidaya padi sawah termasuk dalam kategori setuju dengan rataan skor 3,14. Beberapa indikator persepsi yang menunjukkan korelasi nyata dan sangat nyata dengan pengetahuan adalah persepsi penyuluh tentang perannya sebagai komunikator, perencana, analisator, evaluasi kegiatan dan hasil penyuluhan, ahli dalam memilih dan menerapkan metode penyuluhan, ahli teknik pertanian, dan ahli fasilitator. Indikator persepsi yang menunjukkan korelasi nyata atau sangat nyata dengan sikap adalah persepsi penyuluh tentang perannya sebagai pendidik, komunikator, konsultan, motivator/pendorong, pendamping, perencana, analisator, ahli dalam memilih dan menerapkan metode penyuluhan, ahli teknik pertanian, ahli analisis bisnis/kewirausahaan, dan fasilitator. Prioritas strategi pengembangan peran PPL di Provinsi Banten adalah: (1) Peningkatan kualitas SDM penyuluh dengan mengikuti diklat dari instansi lain untuk menambah kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan; (2) Peningkatan kualitas penyuluhan dan sinergitas antar instansi terkait dengan adanya kejelasan tugas pokok dan fungsi; (3) Pemasaran produk pertanian yang berdaya saing dengan memaksimalkan peran kelompok tani binaan; (4) Optimalisasi pembangunan pertanian dengan jaminan peraturan perundangan; dan (5) Pemanfaatan teknologi yang mendukung dan memperlancar pelaksanaan program penyuluhan.
v
© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012 Hak cipta dilindungi undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor. 2. Dilarang menggunakan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor.
vi
PERSEPSI PENYULUH PERTANIAN LAPANG TENTANG PERANNYA DALAM PENYULUHAN PERTANIAN PADI DI PROVINSI BANTEN
NARSO
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 vii
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup (27 Desember 2011): 1. Prof. Dr. Darwis S. Gani, MA (Guru Besar PPN, SPs-IPB) 2. Dr. Ir. Basita G. Sugihen, MA (Dosen pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat FEMA-IPB)
Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka (17 Januari 2012): 1. Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, MSi (Wakil Koordinator Mayor/Prodi PPN-IPB) 2. Dr. Ir. Momon Rusmono (Kepala Pusat Penyuluhan Pertanian, Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kementerian Pertanian)
viii
Judul Disertasi
: Persepsi Penyuluh Pertanian Lapang tentang Perannya dalam Penyuluhan Pertanian Padi di Provinsi Banten
Nama NIP Program Studi
: Narso : I361070061 : Ilmu Penyuluhan Pembangunan
Disetujui, Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Amiruddin Saleh, MS Ketua
Prof. Dr. Pang S. Asngari Anggota
Dr. Ir. Pudji Muljono, MSi Anggota
Mengetahui: Ketua Program Studi/ Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan (PPN)
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr
Tanggal Ujian: 17 Januari 2012
Tanggal Lulus:
ix
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rakhmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini sesuai dengan waktu dan prosedur yang direncanakan. Judul disertasi ini adalah “Persepsi Penyuluh Pertanian Lapang tentang Perannya dalam Penyuluhan Pertanian Padi di Provinsi Banten,” merupakan penelitian yang berguna untuk pengembangan sumberdaya manusia penyuluh pertanian lapang (PPL) dalam melaksanakan aktivitas penyuluhan pertanian, dan diharapkan dapat memberikan masukan bagi pengembangan karier PPL yang sesuai dengan kebijakan pemerintah daerah Provinsi Banten. Terima kasih penulis ucapkan kepada komisi pembimbing Bapak Dr. Ir. Amiruddin Saleh, MS selaku ketua, Bapak Prof. Dr. Pang S Asngari, dan Bapak Dr. Ir. Pudji Muljono, MSi, masing-masing selaku anggota komisi pembimbing yang telah mengarahkan sehingga disertasi ini dapat diselesaikan. Kepada penguji, baik penguji pada ujian tertutup (Prof. Dr. Darwis S Gani, MA dan Dr. Ir. Basita G. Sugihen, MA) maupun pada ujian terbuka (Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, MSi, dan Dr. Ir. Momon Rusmono), penulis ucapkan terima kasih Ucapan terima kasih pula penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Ir. Siti Amanah, MSc selaku koordinator Program Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam proses perkuliahan. Para PPL, di antaranya Bapak Kartono dan Bapak Tana yang telah memberikan informasi, penulis sampaikan terima kasih. Kepada pegawai sekretariat Program Studi Penyuluhan Pembangunan (PPN) Ibu Desi, Pak Kodir, dan teman-teman mahasiswa Program S3 Ilmu Penyuluhan Pembangunan angkatan tahun 2007, Pak Ramli, Sapar, Yumi, Yunita, Adi Rianto yang telah memberikan dorongan kepada penulis dalam penyelesaian disertasi ini, penulis sampaikan terima kasih. Secara khusus ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Istri (Maryatin) dan anak-anak, Eko, Yudi, Tri Setyo dan saudara-saudara penulis atas segala dukungan dan do’a serta kasih sayangnya selama ini. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu diucapkan terima kasih atas bantuannya selama penulis menempuh pendidikan S3 Ilmu Penyuluhan Pembangunan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Semoga disertasi ini bermanfaat. Bogor, 17 Januari 2012
Penulis x
RIWAYAT HIDUP Narso lahir di Purwokerto pada 11 September 1955, sebagai anak keenam dari enam bersaudara, pasangan Bapak Tirtameja (almarhum) dan Ibu Payem (almarhumah). Jenjang pendidikan yang penulis ikuti, SD Negeri di Purwokerto, lulus Tahun 1969, SMP Negeri di Wangon, lulus Tahun 1972, dan melanjutkan pendidikan SMA Negeri di Purwokerto, lulus Tahun 1975, kemudian pada Tahun 1978 melanjutkan pendidikan Program Sarjana di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Ibnu Chaldun Jakarta, lulus Tahun 1984. Tahun 2004 penulis mendapat kesempatan mengikuti pendidikan magister (S2) pada Program Studi KMP IPB, lulus Tahun 2007, dan pada Tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan Doktor (S3) di Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan IPB. Tahun 1990 penulis mulai bekerja sebagai asisten dosen, dan pada Tahun 1996 diangkat sebagai Dosen Tetap Yayasan pada Universitas Ibnu Chaldun Jakarta dengan pangkat Asisten Dosen untuk mata kuliah Pengantar Humas pada Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Ibnu Chaldun Jakarta, kemudian pada Tahun 1998 diangkat dalam jabatan Fungsional Dosen Lektor Muda, setelah tiga tahun kemudian tepatnya Tahun 2001 diangkat dalam jabatan fungsional Dosen menjadi Lektor Madya. Penulis pada Tahun 1998 mendapat promosi jabatan struktural sebagai Pembantu Dekan III pada FIKOM UIC Jakarta, kemudian pada Tahun 2001 diangkat dalam jabatan Pembantu Dekan II FIKOM UIC Jakarta. Pada Tahun 2004 dipromosikan menjadi Pembantu Dekan I FIKOM UIC Jakarta sampai dengan Tahun 2007. Pada Tahun 2011, diangkat dalam jabatan Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Ibnu Chaldun Jakarta sampai sekarang.
xi
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR .................................................................................
xiii
RIWAYAT HIDUP .....................................................................................
xiv
DAFTAR TABEL .......................................................................................
xviii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
xx
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
xxi
PENDAHULUAN ....................................................................................... Latar Belakang Penelitian .................................................................. Masalah Penelitian ............................................................................. Tujuan Penelitian ............................................................................... Novelty dan Kegunaan Penelitian ...................................................... Definisi Istilah ....................................................................................
1 1 5 6 7 8
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. Persepsi .............................................................................................. Pengertian Persepsi ..................................................................... Prinsip Persepsi ........................................................................... Pembentukkan Persepsi............................................................... Peran Penyuluh Pertanian .................................................................. Tugas Pokok dan Fungsi Penyuluh .................................................... Peran Penyuluh sebagai Pendidik ...................................................... Peran dalam Mengelola Pembelajaran ........................................ Peran dalam Mengelola Pelatihan ............................................... Peran dalam Menyusun Materi Penyuluhan ............................... Peran Penyuluh sebagai Komunikator ............................................... Peran dalam Mengelola Momunikasi Inovasi ............................. Peran dalam Memandu Sistem Jaringan ..................................... Peran dalam Memanfaatkan Media Komunikasi ........................ Peran dalam Komunikasi Tatap Muka ........................................ Peran dalam Membangun Kemitraan.......................................... Peran Penyuluh sebagai Konsultan .................................................... Peran Penyuluh sebagai Motivator..................................................... Peran Penyuluh sebagai Pendamping................................................. Peran Penyuluh sebagai Perencana .................................................... Peran Penyuluh sebagai Analisator .................................................... Peran Penyuluh sebagai Ahli Evaluasi Kegiatan dan Hasil Penyuluhan ........................................................................ Peran Penyuluh sebagai Ahli Memilih dan Menerapkan Metode Penyuluhan .................................................................................. Peran Penyuluh sebagai Ahli Teknik Pertanian ................................. Peran Penyuluh sebagai Ahli Analisis Bisnis/Kewirausahaan .......... Peran Penyuluh sebagai Fasilitator .................................................... Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Persepsi Penyuluh ........... Karakteristik Penyuluh ................................................................
9 9 9 13 15 17 20 24 24 25 26 27 27 28 31 33 35 36 39 43 44 45
xii
45 46 47 48 49 50 51
Lingkungan Fisik ........................................................................ Lingkungan Sosial Ekonomi ...................................................... Motivasi ...................................................................................... Perilaku Penyuluh .............................................................................. Pengetahuan ................................................................................ Sikap ........................................................................................... Budidaya Padi Sawah ........................................................................ Syarat Tumbuh ........................................................................... Persemaian .................................................................................. Pengolahan Tanah....................................................................... Penanaman .................................................................................. Pemupukan ................................................................................. Pemeliharaan .............................................................................. Pengendalian Hama dan Penyakit .............................................. Panen ..........................................................................................
53 57 59 62 63 63 64 64 65 66 67 67 68 68 68
KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS ............................................ Kerangka Berpikir ............................................................................. Hipotesis Penelitian ...........................................................................
71 71 73
METODE PENELITIAN ............................................................................ Desain Penelitian ............................................................................... Waktu dan Tempat Penelitian............................................................ Populasi dan Sampel .......................................................................... Data dan Instrumentasi ...................................................................... Data............................................................................................. Pengukuran Persepsi ................................................................... Instrumentasi .............................................................................. Validitas dan Reliabilitas Instrumen.................................................. Validitas Instrumen..................................................................... Reliabilitas Instrumen ................................................................. Pengumpulan Data ............................................................................. Analisis Data......................................................................................
74 74 74 75 75 75 79 79 79 79 81 82 83
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... Gambaran Umum Wilayah ................................................................ Persepsi Penyuluh tentang Perannya ................................................. Peran Penyuluh Sebagai Pendidik .............................................. Peran Penyuluh Sebagai Komunikator ....................................... Peran Penyuluh sebagai Konsultan............................................. Peran Penyuluh Sebagai Pendamping ........................................ Peran Penyuluh sebagai Motivator/Pendorong........................... Peran Penyuluh sebagai Perencana............................................. Peran Penyuluh sebagai Analisator ............................................ Peran Penyuluh sebagai Ahli Evaluasi Kegiatan dan Hasil Penyuluhan ............................................................ Peran Penyuluh sebagai Ahli dalam Memilih dan Menerapkan Metode Penyuluhan.................................... Peran Penyuluh sebagai Ahli Teknik Pertanian ......................... Peran Penyuluh sebagai Ahli Analisis Bisnis/Kewirausahaan ...
84 84 88 89 90 93 95 95 97 98
xiii
99 100 101 102
Peran Penyuluh sebagai Fasilitator ............................................. Karakteristik Penyuluh ....................................................................... Lingkungan Fisik ............................................................................... Lingkungan Sosial Ekonomi .............................................................. Motivasi.............................................................................................. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Persepsi Penyuluh tentang Perannya ......................................................................... Karakteristik Penyuluh ................................................................ Lingkungan Fisik ........................................................................ Lingkungan Sosial Ekonomi ....................................................... Motivasi ...................................................................................... Perilaku Penyuluh .............................................................................. Hubungan Persepsi dengan Perilaku Penyuluh .................................. Strategi Pengembangan Peran Penyuluh ............................................ Matrik Analisis Internal .............................................................. Matrik Analisis Eksternal............................................................ Prioritas Strategi Pengembangan Peran Penyuluh .............................
103 106 108 110 111
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... Kesimpulan ........................................................................................ Saran...................................................................................................
132 132 133
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
134
LAMPIRAN ................................................................................................
140
xiv
113 113 115 117 119 121 121 123 123 124 128
DAFTAR TABEL Halaman 1. Tugas penyuluh menurut beberapa sumber...........................................
22
2. Data sampel penelitian ..........................................................................
75
3. Sumber data dan teknik pengumpulan data penelitian..........................
82
4. Persepsi penyuluh terhadap perannya sebagai Pendidik .......................
89
5. Persepsi penyuluh terhadap perannya sebagai komunikator.................
91
6. Persepsi penyuluh terhadap perannya sebagai konsultan......................
94
7. Persepsi penyuluh terhadap perannya sebagai pendamping .................
95
8. Persepsi penyuluh terhadap perannya sebagai motivator/pendorong ...
96
9. Persepsi penyuluh tentang perannya sebagai perencana .......................
97
10. Persepsi penyuluh terhadap perannya sebagai analisator......................
98
11. Persepsi penyuluh terhadap perannya sebagai ahli evaluasi kegiatan dan hasil penyuluhan .............................................................
99
12. Persepsi penyuluh terhadap perannya sebagai ahli dalam memilih dan menerapkan metode penyuluhan ...................
100
13. Persepsi penyuluh terhadap perannya sebagai ahli teknik pertanian ....
101
14. Persepsi penyuluh terhadap perannya sebagai ahli analisis bisnis/kewirausahaan ..........................................
103
15. Persepsi penyuluh terhadap perannya sebagai fasilitator ......................
104
16. Persepsi penyuluh tentang perannya .....................................................
105
17. Distribusi skor responden berdasarkan karakteristik penyuluh ............
106
18. Rataan skor responden berdasarkan lingkungan fisik ...........................
108
19. Rataan skor responden berdasarkan lingkungan sosial ekonomi ..........
110
20. Rataan skor responden berdasarkan motivasi .......................................
112
21. Hubungan karakteristik dengan persepsi penyuluh tentang perannya ..
113
22. Hubungan lingkungan fisik dengan persepsi penyuluh tentang perannya
115
23. Hubungan lingkungan sosial ekonomi dengan persepsi penyuluh tentang perannya .....................................................
118
24. Hubungan motivasi dengan persepsi penyuluh tentang perannya ........
119
25. Perilaku penyuluh dalam budidaya padi sawah ....................................
121
26. Hubungan Persepsi dengan Perilaku Penyuluh .....................................
122
27. Analisis internal peran penyuluh pertanian di Provinsi Banten ............
124
xv
28. Analisis eksternal peran penyuluh pertanian di Provinsi Banten ..........
125
29. Rumusan strategi pengembangan peran penyuluh di Provinsi Banten..
127
30. Analisis prioritas faktor-faktor penentu strategi ....................................
128
31. Analisis nilai prioritas strategi berdasarkan faktor penentu ..................
129
xvi
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Pembentukkan persepsi menurut Litterer (Asngari, 1984) .....................
16
2. Alur kerangka berpikir penelitian ...........................................................
72
3. Diagram Analisis SWOT ........................................................................
126
4. Diagram final proses analisis berjenjang ................................................
130
xvii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Peta lokasi penelitian ...............................................................................
141
2. Kuesioner penelitian ................................................................................
142
3. Hasil analisis validitas dan reliabilitas.....................................................
157
3. Foto-Foto kegiatan penelitian ..................................................................
167
xviii
PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Undang-Undang No 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan menyebutkan bahwa penyuluhan merupakan bagian dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum dan
pemerintah berkewajiban untuk menyelenggarakannya (Tunggal, 2007).
Petugas penyuluhan merupakan salah satu unsur yang memegang peranan penting dalam upaya mewujudkan cita-cita dalam Undang-Undang tersebut. Penyuluhan sebagai proses pendidikan nonformal, bertujuan mengarahkan perubahan ke arah perubahan yang terencana. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan sumberdaya yang memadai termasuk tenaga penyuluhan, tidak saja dalam jumlah yang mencukupi tetapi juga memiliki kemampuan yang handal. Salah satu aspek pembangunan pertanian yang memiliki andil sangat besar adalah masalah pangan dalam hal ini padi. Penyuluhan memegang peranan penting dalam upaya mengembangkan usahatani padi. Penyuluh Pertanian Lapang (PPL) merupakan ujung tombak yang bersentuhan langsung dengan masyarakat khususnya petani. Kedudukan tersebut sudah seharusnya penyuluh memiliki berbagai kemampuan yang dapat menunjang tugas dan fungsinya dalam memajukan petani. Hal tersebut terutama karena masalah yang dihadapi di lapangan tidak saja menyangkut persoalan usahatani semata, melainkan berbagai persoalan, baik masalah sosial, budaya, tingkat pengetahuan, maupun kepercayaan masyarakat petani. Oleh karena itu, penyuluh dituntut untuk menggunakan pendekatan yang beragam dalam membantu menyelesaikan persoalan petani. Melalui penyuluhan pertanian, masyarakat petani dibekali dengan ilmu, pengetahuan, keterampilan, pengenalan paket teknologi dan inovasi di bidang pertanian, penanaman nilai-nilai atau prinsip agribisnis, mengkreasi sumber daya manusia dengan konsep dasar filosofi rajin, kooperatif, inovatif, kreatif dan sebagainya. Hal yang lebih penting lagi adalah mengubah sikap dan perilaku masyarakat petani agar mereka tahu dan mau menerapkan informasi anjuran yang dibawa dan disampaikan oleh penyuluh pertanian.
1
2
Tujuan penyuluhan pertanian adalah dalam rangka menghasilkan SDM pelaku pembangunan pertanian yang kompeten sehingga mampu mengembangkan usaha pertanian yang tangguh, bertani lebih baik (better farming), berusahatani lebih menguntungkan (better business), hidup lebih sejahtera (better living), dan lingkungan lebih sehat. Penyuluhan pertanian dituntut agar mampu menggerakkan masyarakat, memberdayakan petani-nelayan, pengusaha pertanian dan pedagang pertanian, serta mendampingi petani untuk membantu menganalisis situasi-situasi yang sedang mereka hadapi dan melakukan perkiraan ke depan, membantu mereka
menemukan
masalah,
membantu
mereka
memperoleh
pengetahuan/informasi guna memecahkan masalah, membantu mereka mengambil keputusan, dan membantu mereka menghitung besarnya risiko atas keputusan yang diambilnya serta peran lain yang berhubungan langsung dengan kegiatan petani secara umum. Pembangunan pertanian dewasa ini telah diarahkan menuju industrialisasi di bidang pertanian melalui pengembangan agribisnis yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Hal ini akan bisa diwujudkan dengan lebih dahulu menciptakan sumberdaya manusia yang berkualitas, terutama masyarakat pertanian, sehingga kesinambungan dan ketangguhan petani dalam pembangunan pertanian bukan saja diukur dari kemampuan petani dalam memanage usahanya sendiri, tetapi juga ketangguhan dan kemampuan petani dalam mengelola sumberdaya alam secara rasional dan efisien, berpengetahuan, terampil, cakap dalam membaca peluang pasar dan mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan dunia khususnya perubahan dalam pembangunan pertanian. Di sinilah pentingnya penyuluhan pertanian untuk membangun dan menghasilkan SDM yang berkualitas. Oleh karena itu, sudah selayaknya peran penyuluhan pertanian ditempatkan pada posisi yang strategis dalam sebuah kelembagaan yang didukung oleh kebijakan pemerintah, sehingga penyelenggaraan penyuluhan pertanian betul-betul bisa berjalan efektif dan efisien. Pembangunan pertanian merupakan bagian terpenting dari pembangunan sebagian besar daerah di Indonesia dan untuk membangunnya perlu ditunjang dengan SDM yang berkualitas.
3
Provinsi Banten memiliki potensi pengembangan komoditas padi yang cukup baik. Hal ini terlihat dari data Kementerian Pertanian (2010) di mana luas panen dan produksi budidaya padi dari 338.666 ha dan 1.468.765 ton atau dengan tingkat produksi per hektar mencapai 4,34 ton/ha pada tahun 2002 telah berkembang menjadi 364.721 ha dan 1.812.495 ton atau dengan tingkat produksi per hektar mencapai 4,97 ton/ha hingga tahun 2005. Bila mengacu pada pola perkembangannya, pada tahun 2005 dan 2006 tingkat produksi per hektar diperkirakan tetap meningkat meskipun dengan kecenderungan melambat. Praktek budidaya selama kurun waktu 2002-2004 semakin membaik (intensif). Produksi padi di Provinsi Banten sekitar 10,7 persen yakni dari produksi 1.849.008 ton pada tahun 2009 meningkat menjadi 2.048.047 ton pada tahun 2010. Meskipun rata-rata laju pertumbuhan kinerja produksi per luas panen untuk seluruh jenis tanaman palawija yang diusahakan meningkat, namun pola dan praktek produksi palawija relatif belum bertumbuh kembang, di mana dengan laju pertumbuhan rata-rata luas panen yang cukup baik (2,48% per tahun) namun peningkatan laju pertumbuhan rata-rata produksi hanya sebesar 4,08% per tahun, atau dengan rasio yang hanya mencapai 1,64. Di antara berbagai jenis tanaman palawija yang diusahakan, hanya ubi kayu dan kacang kedelai yang memiliki rasio laju pertumbuhan produksi rata-rata berbanding laju pertumbuhan luas panen rata-rata di atas angka 1 (masing-masing 1,41 dan 6,75). Untuk mengembangkan potensi tersebut dibutuhkan tenaga penyuluh yang kompeten dalam menjalankan perannya. Hal tersebut dapat dilakukan apabila penyuluh sendiri memiliki persepsi yang baik akan peran tersebut. Meskipun pada dasarnya penyuluh telah dibekali kemampuan yang baik, menerima pelatihan yang sama, namun penafsiran dan penerimaan mereka dapat berbeda, sehingga tugas dan fungsi yang dilakukan dapat menghasilkan sesuatu yang berbeda pula, oleh karena perbedaan persepsi dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Dengan demikian adalah penting bagi penyuluh untuk memiliki persepsi yang baik terhadap peran mereka dalam pengembangan petani. Persepsi pada dasarnya adalah proses pemahaman ataupun pemberian makna terhadap suatu obyek, selanjutnya persepsi akan mempengaruhi perilaku individu yang bersangkutan. Persepsi memang sangat subyektif, yaitu tergantung
4
pada subyek yang mengalami persepsi itu sendiri. Penyuluh pertanian yang memiliki persepsi yang baik tentang perannya adalah penyuluh yang mampu mengamati, mengenali, memahami, dan menginterpretasikan perannya dengan baik. Dengan persepsi yang baik itu, penyuluh dapat melaksanakan tugas dan perannya sesuai dengan tupoksi (tugas pokok dan fungsi) mereka dengan baik. Proses persepsi merupakan suatu proses kognitif yang dipengaruhi oleh berbagai faktor di antaranya pengalaman, cakrawala, dan pengetahuan individu. Pengalaman dan proses belajar akan memberikan bentuk dan struktur bagi obyek yang ditangkap oleh panca indera, sedangkan pengetahuan dan cakrawala akan memberikan arti terhadap obyek yang ditangkap individu, dan akhirnya komponen individu akan berperan dalam menentukan tersedianya jawaban yang berupa sikap dan tingkah laku individu terhadap obyek yang ada. Selain itu, persepsi pada umumnya terjadi karena dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berasal dari dalam diri individu, misalnya sikap, kebiasaan, dan kemauan, sedangkan faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar individu yang meliputi stimulus itu sendiri, baik sosial maupun fisik. Setiap individu akan memberikan arti kepada stimulus dengan cara yang berbeda meskipun obyeknya sama. Hal ini terutama karena persepsi bersifat individual, meskipun stimulus yang diterimanya sama, tetapi karena setiap orang memiliki pengalaman yang berbeda, kemampuan berpikir yang berbeda, maka hal tersebut sangat memungkinkan terjadinya perbedaan persepsi pada setiap individu. Kondisi yang sama dapat terjadi pada penyuluh pertanian. Tingginya keragaman yang ada pada masing-masing individu dapat menyebabkan beragamnya tingkat persepsi penyuluh pertanian. Berdasarkan uraian di atas, diperlukan kajian mendalam untuk memahami cara penyuluh pertanian mempersepsikan peran yang mereka jalankan dalam pengembangan petani. Selain itu, juga diperlukan analisis yang dalam tentang faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi tersebut. Masalah persepsi menjadi penting mengingat perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh persepsinya terhadap suatu obyek, sehingga cara penyuluh mempersepsikan perannya akan berdampak pada implementasi kegiatan ketika mereka melaksanakan tugas penyuluhan.
5
Masalah Penelitian Keberhasilan penyuluhan salah satunya ditentukan oleh kemampuan penyuluh menjalankan tugas dan fungsinya. Dalam menjalankan fungsinya, penting bagi penyuluh untuk mengetahui dan memahami peran-peran yang dijalankan
dalam
upaya
membantu
petani
memecahkan
masalah
dan
mengembangkan usahataninya. Dengan memahami peran tersebut, penyuluh dapat membuat keputusan yang tepat dalam memberikan pelayanan yang baik kepada petani.
Selain itu, penyuluh yang mengerti dengan benar tentang
perannya, dapat memanfaatkan sumberdaya yang terbatas guna menunjang tugasnya, karena dengan pengertian akan perannya tersebut, penyuluh mengetahui hal-hal yang harus dilakukan. Pemahaman
tersebut
merupakan
refleksi
dari
cara
penyuluh
mempersepsikan peran-peran tersebut. Dalam hal ini, masalah utama penelitian adalah mengkaji secara mendalam cara penyuluh menjalankan perannya dan persepsi mereka terhadap peran tersebut. Secara khusus, masalah penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Bagaimana persepsi penyuluh pertanian tentang perannya dalam penyuluhan pertanian padi di Provinsi Banten? (2) Faktor-Faktor apa yang mempengaruhi persepsi penyuluh pertanian tentang perannya dalam penyuluhan pertanian padi di Provinsi Banten? (3) Sejauh mana faktor-faktor tersebut berkorelasi dengan persepsi penyuluh pertanian tentang perannya dalam penyuluhan pertanian padi di Provinsi Banten? (4) Bagaimana perilaku penyuluh dalam budidaya padi sawah di Provinsi Banten? (5) Bagaimana korelasi persepsi dengan perilaku penyuluh dalam penyuluhan pertanian padi di Provinsi Banten? (6) Bagaimana prioritas strategi pengembangan peran penyuluh pertanian dalam menjalankan aktivitas penyuluhan di Provinsi Banten?
6
Tujuan Penelitian Penyuluh Pertanian Lapang (PPL) merupakan ujung tombak bagi upaya pembangunan pertanian, khususnya bagi pengembangan sumberdaya petani yang mandiri. Hal ini bukanlah tugas yang ringan, oleh karena para penyuluh tersebut berhubungan dengan petani yang memiliki latar belakang yang sangat beragam, baik pendidikan, pengetahuan, agama, suku, budaya, status sosial dan lain sebagainya, sehingga seorang penyuluh dituntut untuk memiliki kemampuan yang memadai, baik kemampuan teknis maupun kemampuan menerapkan ilmu penyuluhan. Selain itu, penyuluh harus mampu menjalankan peran-peran mereka dalam melaksanakan tugas penyuluhan. Untuk memahami peran-peran tersebut, penyuluh harus memiliki persepsi yang baik terhadap peran dimaksud, sehingga kemampuan memahami peran itu memunculkan pemahaman yang baik dan memberikan dampak terhadap kinerja penyuluhan yang baik pula. Persepsi penyuluh pertanian terhadap perannya sebagai edukator, komunikator dan berbagai peran penyuluh lainnya dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, baik internal maupun eksternal. Hal ini menyebabkan persepsi penyuluh pertanian tentang perannya tersebut akan sangat beragam. Oleh karena itu penelitian ini diarahkan untuk lebih mendalami persepsi penyuluh terhadap peran mereka dalam membina petani. Secara spesifik, tujuan penelitian ini adalah: (1) Mengkaji persepsi penyuluh pertanian tentang perannya dalam menjalankan aktivitas penyuluhan di Provinsi Banten. (2) Mendeskripsikan faktor-faktor yang berkorelasi dengan persepsi penyuluh pertanian tentang perannya dalam menjalankan aktivitas penyuluhan di Provinsi Banten. (3) Menganalisis derajat faktor-faktor yang berkorelasi dengan persepsi penyuluh pertanian tentang perannya dalam aktivitas penyuluhan di Provinsi Banten. (4) Mengkaji perilaku penyuluh pertanian lapang dalam budidaya padi sawah. (5) Menganalisis korelasi persepsi dengan perilaku penyuluh pertanian lapang dalam penyuluhan pertanian padi di Provinsi Banten. (6) Merumuskan prioritas strategi pengembangan peran penyuluh pertanian dalam menjalankan aktivitas penyuluhan di Provinsi Banten.
7
Novelty dan Kegunaan Penelitian Hasil penelitian tentang persepsi penyuluh dapat disebarluaskan kepada seluruh masyarakat, khususnya penyuluh pertanian. Oleh karena itu hasil penelitian ini nantinya dapat mempengaruhi para pengambil kebijakan untuk dapat dijadikan salah satu alternatif pengembangan sumberdaya manusia penyuluh ke depan. Penyuluh pertanian di masa yang akan datang diharapkan mampu menyesuaikan diri terhadap perkembangan arus informasi dan teknologi yang semakin pesat. Novelty dari penelitian ini adalah kajian secara spesifik peran-peran yang dijalankan oleh Penyuluh Pertanian Lapang (PPL) di Provinsi Banten dan persepsi penyuluh tentang perannya tersebut. Selain itu, kajian mendalam terhadap faktorfaktor yang mempengaruhi persepsi PPL tentang perannya sehingga dapat dirumuskan prioritas strategi yang dapat dilakukan untuk pengembangan peran PPL khususnya di Provinsi Banten. Ditemukannya informasi berupa faktor-faktor yang berkorelasi dengan persepsi penyuluh tentang perannya dalam penyuluhan pertanian yang diharapkan berguna untuk menentukan kebijakan dalam membina dan meningkatkan kompetensi penyuluh. Dengan menemukan profil penyuluh yang memiliki kompetensi baik, dapat dijadikan pedoman atau petunjuk dalam meningkatkan kompetensi penyuluh pertanian dalam menjalankan fungsi perannya. Dengan demikian secara rinci kegunaan penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut: (1) Memberikan informasi kepada penyuluh tentang peran yang perlu dijalankan dalam kegiatan penyuluhan pertanian di Provinsi Banten. (2) Memberikan gambaran bagi pengambilan kebijakan dalam pengembangan peran penyuluh pertanian dalam menjalankan aktivitas penyuluhan. (3) Memberikan bahan penyempurnaan kebijakan dalam pembinaan dan pengembangan karier penyuluh pertanian yang sesuai dengan kebijakan pemerintah daerah setempat, dan lingkungan kerjanya dalam upaya meningkatkan peran penyuluh pertanian.
8
(4) Memperluas dan memperbanyak khazanah ilmiah keilmuan penyuluhan pertanian yang dapat dijadikan acuan dalam pengembangan kebijakan pengembangan sumberdaya manusia. (5) Menjadikan pendorong bagi studi lebih lanjut untuk mengembangkan model peningkatan kompetensi penyuluh pertanian dalam cakupan yang lebih luas. Definisi Istilah Definisi istilah merupakan penjelasan atas peubah-peubah penelitian dengan maksud untuk membatasi lingkup makna peubah ke arah obyek penggunaan sehingga memiliki prespektif yang sama. Beberapa istilah yang menjadi peubah penelitian adalah sebagai berikut: (1) Faktor internal penyuluh adalah hal-hal yang berhubungan dengan karakteristik personal penyuluh yaitu: umur, pendidikan, masa kerja, pelatihan, dan pendapatan. (2) Lingkungan fisik adalah situasi institusi tempat penyuluh bertugas, meliputi: kelembagaan, makna pekerjaan,
jumlah wilayah binaan, jumlah petani
binaan, pembinaan/supervisi, dan pengembangan karir. (3) Lingkungan sosial ekonomi adalah situasi sosial ekonomi tempat penyuluh bertugas, meliputi: lingkungan kerja, akses terhadap sumberdaya ekonomi, peluang kemitraan, dan akses terhadap media. (4) Motivasi adalah dorongan yang dimiliki penyuluh dalam melaksanakan perannya sebagai penyuluh pertanian, meliputi: motivasi berprestasi, motivasi berafiliasi, dan motivasi kekuasaan. (5) Persepsi penyuluh tentang peran mereka dalam kegiatan penyuluhan adalah pengertian Penyuluh Pertanian Lapang tentang berbagai peran yang dilakukannya dalam kegiatan penyuluhan, meliputi: peran sebagai pendidik, komunikator, konsultan,
motivator/pendorong,
pendamping,
perencana,
analisator, ahli evaluasi kegiatan dan hasil penyuluhan, ahli dalam memilih dan menggunakan metode penyuluhan, ahli teknik pertanian, ahli analisis bisnis/kewirausahaan, dan fasilitator. (6) Penyuluhan adalah sistem pendidikan nonformal yang dilakukan oleh penyuluh terhadap petani.
TINJAUAN PUSTAKA Persepsi Pengertian Persepsi Beberapa ahli seperti dikutip oleh Asngari (1984) mendefinisikan persepsi dengan cara yang beragam. Forgus maupun Forgus dan Melamed mendefinisikan persepsi sebagai “the process of information extraxtion,” Harris dan Levey dalam The New Columbia Encyclopedia mendefinisikan persepsi sebagai “mental organization and interpretation of sensory information,” Menurut Litterer, persepsi adalah “the understanding or view people have of things in the world around them,” sedangkan Hillgard menyebutkan bahwa “perception is the process of becoming aware of objects.” Combs, Avila dan Purkey mendefinisikan persepsi sebagai berikut: “perception is the interpretation by individuals of how things seem to them especially in reference to how individual view the solves is solution to the world in wich they are involved;” Allport menyebutkan bahwa: “perception has something to do with awareness of content upon the impression these object make upon our senses. It is the way things look to us, or the way they sound, feel, taste or smell. But perception also involves, to some degree, and understanding awareness, a meaning or a recognition of these objects.” Menurut Rakhmat (2007), persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi sebagaimana didefinisikan dalam kamus besar bahasa Indonesia (Balai Pustaka, 2002) adalah tanggapan atau penerimaan langsung dari sesuatu; proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui pancainderanya. van den Ban dan Hawkins (1999) mengemukakan bahwa persepsi adalah proses menerima informasi atau stimuli dari lingkungan dan mengubahnya ke dalam kesadaran psikologis. Beberapa ahli seperti dikutip oleh Mulyana (2010) mendefinisikan persepsi secara beragam: Brian Fellow memberikan definisi persepsi sebagai proses yang memungkinkan suatu organisme menerima dan menganalisis informasi; Kennet K. Sereno dan Edward M. Bodekan menyatakan bahwa persepsi adalah sarana yang memungkinkan kita memperoleh kesadaran akan sekeliling dan lingkungan kita; Philip Goodacre dan Jennifer Follers, persepsi adalah proses mental yang menjadikan kita sadar akan
9
10
banyaknya stimulus yang mempengaruhi indra kita; dan DeVito (2002) menyatakan bahwa persepsi adalah proses yang menjadikan kita sadar akan banyaknya stimulus yang mempengaruhi indera kita, dan persepsi adalah upaya pemberian makna pada stimuli inderawi. Menurut Mulyana (2010), persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi, yang identik dengan penyandian balik (decoding) dalam proses komunikasi. Persepsi disebut inti komunikasi, karena jika persepsi kita tidak akurat, tidak mungkin kita berkomunikasi dengan efektif. Persepsilah yang menentukan kita memilih suatu pesan dan mengabaikan yang lain. Semakin tinggi derajat kesamaan persepsi antar individu, semakin mudah dan semakin sering mereka berkomunikasi, dan sebagai konsekuensinya semakin cenderung membentuk kelompok budaya atau kelompok identitas. Kotler (2000) menjelaskan bahwa persepsi adalah proses seseorang menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan gambaran keseluruhan yang berarti. Persepsi adalah suatu proses pemberian arti atau makna terhadap lingkungan. Dalam hal ini persepsi mencakup penafsiran obyek, penerimaan stimulus (input), pengorganisasian stimulus, dan penafsiran terhadap stimulus yang telah diorganisasikan dengan cara mempengaruhi perilaku dan pembentukan sikap. Robbins (1994) mendeskripsikan persepsi dalam kaitannya dengan lingkungan, yaitu sebagai proses individuindividu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka. Walgito (2003) mengemukakan bahwa persepsi seseorang merupakan proses aktif yang memegang peranan, bukan hanya stimulus yang mengenainya tetapi juga individu sebagai satu kesatuan dengan pengalaman-pengalamannya, motivasi serta sikapnya yang relevan dalam menanggapi stimulus. Individu dalam hubungannya dengan dunia luar selalu melakukan pengamatan untuk dapat mengartikan rangsangan yang diterima dan alat indera dipergunakan sebagai penghubungan antara individu dengan dunia luar. Agar proses pengamatan itu terjadi, maka diperlukan obyek yang diamati alat indera yang cukup baik dan perhatian merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam mengadakan pengamatan. Persepsi dalam arti umum adalah pengertian seseorang terhadap
11
sesuatu yang akan membuat respons cara dan dengan sesuatu seseorang akan bertindak. Leavitt (Rosyadi, 2001) membedakan persepsi menjadi dua pandangan, yaitu pandangan secara sempit dan luas. Pandangan yang sempit mengartikan persepsi sebagai penglihatan, cara seseorang melihat sesuatu. Pandangan yang luas mengartikannya sebagai cara seseorang memandang atau mengartikan sesuatu. Sebagian besar dari individu menyadari bahwa dunia yang dilihat tidak selalu sama dengan kenyataan. Berbeda dengan pendekatan sempit, tidak hanya sekedar melihat sesuatu tetapi lebih pada pengertiannya terhadap sesuatu tersebut. Persepsi adalah cara mengintegrasikan penerapan kita terhadap hal-hal di sekeliling individu dengan kesan-kesan atau konsep yang sudah ada, dan selanjutnya mengenali benda tersebut. Untuk memahami hal ini, akan diberikan contoh sebagai berikut: individu baru pertama kali menjumpai buah yang sebelumnya tidak kita kenali, dan kemudian ada orang yang memberitahu kita bahwa buah itu namanya mangga. Individu kemudian mengamati serta menelaah bentuk, rasa, dan lain sebagainya, dari buah itu secara saksama. Lalu timbul konsep mengenai mangga dalam benak (memori) individu. Pada kesempatan lainnya, saat menjumpai buah yang sama, maka individu akan menggunakan kesan-kesan dan konsep yang telah dimiliki untuk mengenali bahwa yang kita lihat itu adalah mangga. Dari definisi persepsi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa persepsi merupakan suatu proses cara seseorang menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi dan pengalaman-pengalaman yang ada dan kemudian menafsirkannya untuk menciptakan keseluruhan gambaran yang berarti. Menurut Siagian (1996), secara umum terdapat dua faktor yang mempengaruhi terjadinya persepsi seseorang yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal merupakan persepsi yang terjadi karena adanya rangsangan yang datang dari luar individu yang meliputi obyek dan faktor situasi. Obyek ini akan menjadi sasaran dari persepsi yang dapat berupa orang, benda atau peristiwa, dan obyek yang sudah dikenali tersebut akan menjadi sebuah stimulus. Faktor situasi merupakan keadaan yang dapat menimbulkan sebuah persepsi. Faktor internal yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsangan yang berasal dalam diri
12
individu. Di antara faktor internal tersebut adalah: (a) Motif: motif adalah semua penggerak, alasan-alasan atau dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan seseorang berbuat sesuatu; (b) Minat: minat adalah perhatian terhadap sesuatu stimulus atau obyek yang menarik kemudian akan disampaikan melalui panca indera; (c) Harapan: harapan merupakan perhatian seseorang terhadap stimulus atau obyek mengenai hal yang disukai dan diharapkan; (d) Sikap: sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau obyek, sikap dapat menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap obyek. Sikap juga dapat membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau obyek lain; (e) Pengetahuan: pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu; dan (f) Pengalaman: pengalaman merupakan peristiwa yang dialami seseorang dan ingin membuktikan sendiri secara langsung dalam rangka membentuk pendapatnya sendiri. Hal ini berarti pengalaman yang dialami sendiri oleh seseorang akan lebih kuat dan sulit dilupakan dibandingkan dengan melihat pengalaman orang lain. Persepsi mengacu pada cara kita mencoba untuk memahami dunia di sekitar kita. Kita mengumpulkan informasi melalui lima organ yang kita miliki, tetapi persepsi menambahkan arti dari hal-hal yang diserap oleh indra tersebut. Persepsi merupakan proses kita mengorganisasi dan menginterpretasikan kesan berhubungan dengan perasaan kita dalam rangka memberi arti kepada lingkungan. Dengan demikian persepsi adalah suatu proses seorang individu menyadari dan menginterpretasikan informasi dari lingkungannya (Management Consulting Courses, 2010). Persepsi adalah proses organisme menafsirkan dan mengatur sensasi untuk menghasilkan pengalaman yang berarti dari lingkungannya. Walaupun begitu, menafsirkan makna informasi inderawi tersebut tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi, ekspektasi dan memori (Rakhmat, 2007; DeVito 2002). Sensasi biasanya mengacu pada stimulasi reseptor sensorik organ indra seperti mata, telinga, hidung, lidah atau kulit. Persepsi, di sisi lain, lebih menggambarkan pengalaman akhir dan biasanya melibatkan pengolahan lebih lanjut input sensorik. Dalam prakteknya, sensasi dan persepsi hampir mustahil untuk terpisah,
13
karena mereka adalah bagian dari satu proses berkesinambungan. Dengan demikian, persepsi pada manusia menggambarkan proses saat rangsangan indra diterjemahkan ke dalam pengalaman terorganisasi.
Jadi pengalaman atau
persepsi, adalah produk bersama dari rangsangan dan proses itu sendiri. Persepsi bertautan dengan cara mendapatkan pengetahuan khusus tentang kejadian pada saat tertentu, sehingga persepsi terjadi kapan saja saat stimulus menggerakkan alat indera (Mulyana, 2010), dalam hal ini persepsi diartikan sebagai proses menafsirkan atau mengenali peran PPL dalam kegiatan penyuluhan. Prinsip Persepsi Menurut Mulyana (2010), setiap orang memiliki gambaran berbeda mengenai realitas di sekelilingnya. Beberapa prinsip penting mengenai persepsi sosial yang menjadi pembenaran atas perbedaan persepsi sosial tersebut adalah: (1) Persepsi berdasarkan pengalaman Persepsi manusia terhadap seseorang, obyek, atau kejadian dan reaksi mereka terhadap hal-hal itu berdasarkan pengalaman (dan pembelajaran) masa lalu mereka berkaitan dengan orang, obyek atau kejadian serupa. Ketiadaan pengalaman terdahulu dalam menghadapi suatu obyek akan membuat seseorang menafsirkan obyek tersebut berdasarkan dugaan semata, atau pengalaman yang mirip. (2) Persepsi bersifat selektif Menurut van den Ban dan Hawkins (1999), persepsi kita sangat selektif. Panca indera menerima stimuli dari sekelilingnya dengan melihat obyek, mendengar suara, mencium bau, dan sebagainya. Oleh karena kapasitas memproses informasi terbatas, tidak semua stimuli dapat ditangkap, tergantung pada faktor fisik dan psikologis seseorang. Berdasarkan faktorfaktor tersebut, seorang komunikator hanya akan mengarahkan pesannya ke bagian-bagian yang perlu, atau melakukan pengulangan dan mengurangi informasi yang tidak diperlukan. Mulyana (2010) mengemukakan bahwa setiap saat individu diberondong oleh jutaan rangsangan inderawi, oleh karena itu, manusia hanya akan menafsirkan rangsangan tersebut sedikit saja. Dalam hal ini, atensi merupakan faktor utama yang menentukan selektivitas individu atas rangsangan tadi.
14
(3) Persepsi bersifat dugaan Oleh karena data yang kita peroleh mengenai obyek lewat penginderaan tidak pernah lengkap, persepsi merupakan loncatan langsung pada kesimpulan. Seperti proses seleksi, langkah ini dianggap perlu karena kita tidak mungkin memperoleh seperangkat rincian yang lengkap lewat kelima indra kita. Proses persepsi yang bersifat dugaan itu memungkinkan kita menafsirkan suatu obyek dengan makna yang lebih lengkap dari suatu sudut pandang manapun. Oleh karena informasi yang lengkap tidak pernah tersedia, dugaan diperlukan untuk membuat kesimpulan berdasarkan informasi yang tidak lengkap lewat penginderaan
itu.
Dengan
demikian,
persepsi
juga
adalah
proses
mengorganisasikan informasi yang tersedia, menempatkan rincian yang kita ketahui dalam skema organisasional tertentu yang memungkinkan kita memperoleh makna lebih umum. (4) Persepsi bersifat evaluatif Persepsi merupakan proses kognitif psikologis dalam diri individu yang mencerminkan sikap, kepercayaan, nilai dan pengharapan untuk memaknai obyek persepsi. (5) Persepsi bersifat kontekstual Rangsangan dari luar harus diorganisasikan. Dari semua pengaruh dalam persepsi kita, konteks merupakan salah satu pengaruh paling kuat. Apabila prinsip ini diterapkan dalam komunikasi, maka tidak ada interpretasi atas suatu pesan, baik verbal ataupun nonverbal, dan tidak ada makna dari suatu hubungan yang dapat diperoleh tanpa menempatkannya dalam suatu konteks dan mengkonstruksi suatu pola interaksi. Ketiadaan pola berarti ketiadaan makna atau berarti kebingungan karena terlalu banyak makna. Interpretasi makna dalam konteksnya adalah faktor penting dalam memahami komunikasi dan hubungan sosial. Terkait prinsip persepsi, van den Ban dan Hawkins (1999) menambahkan beberapa prinsip umum persepsi yang lebih menekankan dalam merancang suatu pesan bagi kegiatan penyuluhan pertanian yaitu:
15
(1) Relativitas Persepsi kita bersifat relatif, walaupun suatu obyek tidak dapat kita perkirakan dengan tepat tetapi setidaknya kita dapat mengatakan yang satu melebihi yang lainnya. Dengan demikian, perlu diperhatikan bahwa dalam membuat pesan, persepsi orang lain terhadap bagian-bagian dari pesan tersebut sangat ditentukan oleh bagian yang mendahului pesan itu. (2) Organisasi Persepsi kita terorganisasi. Kita cenderung untuk menyusun pengalaman kita dalam bentuk yang memberi arti, dengan mengubah yang berserakan dan menyajikannya dalam bentuk yang bermakna, antara lain berupa gambar dan latar belakang. Dalam sekejap panca indera melakukan seleksi dan sosok yang menarik mungkin akan menciptakan semua pesan. (3) Arah Melalui pengamatan, seseorang dapat memilih dan mengatur serta menafsirkan pesan. Penataan sangat penting bagi pembuat pesan untuk mengurangi tafsiran yang diberikan oleh stimulus. (4) Perbedaan kognitif Persepsi seseorang bisa berlainan satu sama lain dalam situasi yang sama karena adanya perbedaan kognitif. Setiap proses mental individu bekerja menurut caranya sendiri tergantung pada faktor-faktor kepribadian, seperti toleransi terhadap kemenduaan (ambiguitas), tingkat keterbukaan atau ketertutupan pikiran, sikap otoriter, dan sebagainya. Tidak mungkin untuk merancang pesan dengan menggabungkan semua gaya kognitif tersebut. Harus ditentukan suatu strategi yang dapat mewakili suatu gagasan yang mengacu pada sebagian besar gaya kognitif, yang demikian ini disebut sebagai redudancy (pengulangan pesan). Pembentukkan Persepsi Menurut Litterer (Asngari, 1984), ada keinginan atas kebutuhan manusia untuk mengetahui dan mengerti dunia tempat ia hidup, dan mengetahui makna dari informasi yang diterimanya. Orang bertindak sebagian dilandasi oleh pendapat mereka pada suatu situasi. Menurut Niven (2002), proses terjadinya persepsi dimulai dari: (a) Tahap penerimaan rangsangan yang ditentukan oleh
16
faktor dari dalam dan faktor dari luar manusia itu sendiri yang meliputi: (1) Faktor lingkungan yaitu ekonomi dan sosial politik, (2) Faktor konsepsi yaitu pendapat dari teori seseorang tentang manusia dengan segala tindakannya, (3) Faktor yang berkaitan dengan dorongan dan tujuan seseorang untuk menafsirkan suatu rangsangan, (4) Faktor pengalaman masa lalu atau latar belakang kehidupan, akan menentukan kepribadian seseorang; (b) Proses seleksi dilakukan karena keterbatasan manusia dalam menerima rangsangan; dan (c) Proses penutupan. Proses ini terjadi karena keterbatasan tingkat kemampuan seseorang dalam menerima
rangsangan
kemudian
kekurangan
informasi
ditutupi
dengan
pengalamannya sendiri. Terdapat tiga mekanisme pembentukan persepsi, menurut Litterer (Asngari, 1984), yaitu: selectivity, closure, and interpretation. Secara skematis pembentukkan persepsi tersebut ditunjukkan dalam Gambar 1. Pembentukkan Persepsi
Mekanisme Pembentukkan Persepsi
Informasi sampai ke Individu
Pengalaman masa silam
Interpretation
Persepsi Selectivity Perilaku
Closure
Gambar 1. Pembentukkan persepsi menurut Litterer (Asngari, 1984) Peran Penyuluh Pertanian
Menurut information processing for consumer decision making model Litterer (Pusparini, 2005), proses persepsi berjalan melalui tiga tahap mencakup:
17
(a) Exposure Terjadi saat stimuli datang dalam jumlah yang biasa diterima oleh suatu sensori penerima kita. Biasanya kita mencari informasi yang kita anggap dapat membantu dalam mencapai tujuan kita. (b) Attention Terjadi saat stimuli mengaktifkan sensori penerima dan sensasi yang dihasilkan diteruskan ke otak untuk diproses. Perhatian dipengaruhi oleh stimuli, individu itu sendiri dan situasi. (c) Interpretation Interpretasi adalah proses pemaknaan terhadap sensasi. Proses ini terdiri dari: - Cognitive interpretation: Proses stimuli dikumpulkan pada kategori makna. - Affective interpretation: Respons emosi yang muncul karena adanya stimuli. Model keputusan seseorang terhadap informasi yang menerpanya akan melahirkan penafsiran tentang sesuatu informasi tersebut. Persepsi yang terbentuk tersebut berkorelasi dengan perilaku, termasuk keputusan seseorang tentang sesuatu, baik yang berkaitan dengan aspek kognitif maupun aspek afektif. Dalam penelitian ini yang digunakan adalah konsep Litterer yaitu persepsi Penyuluh Pertanian Lapang (PPL) tentang perannya dalam penyuluhan pertanian. Peran Penyuluh Pertanian Menurut Yayasan Pengembangan Sinar Tani (2001), sepanjang sejarah penyuluhan, peran penyuluh pertanian berubah-ubah sesuai dengan kebijakan, pendekatan dan strategi penyuluhan yang ditetapkan oleh pemerintah.
Sejak
didirikannya penyuluhan dengan nama Landbouw Voorlichting Dienst (LVD) pada jaman penjajahan Belanda tahun 1910, penyuluh sudah berperan sebagai tenaga teknis penyuluhan. Mardikanto (2009) mengemukakan bahwa tujuan penyuluhan
dengan mengggunakan metode “olivlek” hanya ditujukan pada
beberapa petani yang memiliki sumberdaya untuk meningkatkan produksi saja, seperti para kontak tani dan petani-petani demonstrator pada daerah terbatas. Penyuluh yang mampu dan terlatih juga semakin diperlukan sejak penyuluhan mendapat tempat terdepan dalam pembangunan pertanian pada tahun
18
1964, melalui metoda Demonstrasi Massal (DEMAS) yaitu percontohan teknik bercocok tanam dengan penerapan panca usahatani, hingga berkembang menjadi sistem Bimbingan Massal (BIMAS) dan Intensifikasi Massal (INMAS). Pola bimbingan dan pembinaan petani terus meningkat
melalui pola Intensifikasi
Khusus (INSUS) dan yang terakhir menjadi pola Supra Insus. Sebagai hasilnya produktivitas pertanian terutama beras semakin meningkat (YPST, 2001). Legalitas jabatan dan kedudukan penyuluh pertanian ditetapkan dalam Undang-undang No 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan. Disebutkan bahwa penyuluh adalah perorangan warga Negara Indonesia yang melakukan penyuluhan, sedangkan penyuluh pegawai negeri sipil (PNS) adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang pada satuan organisasi lingkup pertanian, perikanan, atau kehutanan untuk melakukan penyuluhan (Tunggal, 2007). Menurut SK Menpan Nomor: 19/KEP/MK WASPAN/5/1999 jabatan penyuluh pertanian terdiri dari Penyuluh Pertanian Terampil dan Penyuluh Pertanian Ahli. Penyuluh Pertanian Terampil adalah jabatan fungsional penyuluh pertanian terampil yang dalam pelaksanaan pekerjaannya mempergunakan prosedur dan teknik kerja tertentu, sedangkan Penyuluh Pertanian Ahli adalah jabatan fungsional yang dalam pelaksanaan pekerjaannya didasarkan atas disiplin ilmu pengetahuan, metode dan teknik analisis tertentu. Jenjang jabatan penyuluh pertanian dari yang tertinggi sampai yang terendah yaitu: (a) Penyuluh Pertanian Terampil: (1) Penyuluh Pertanian Pelaksana, (2) Penyuluh Pertanian Pelaksana Lanjutan, dan (3) Penyuluh Pertanian Penyelia. (b) Penyuluh pertanian ahli: (1) Penyuluh pertanian pertama, (2) Penyuluh Pertanian Muda, (3) Penyuluh Pertanian Madya, dan (4) Penyuluh Pertanian Utama. Seiring dengan perubahan paradigma pembangunan pertanian yang lebih mengutamakan pembangunan manusianya, maka peran penyuluh pertanian dalam menyukseskan terjadinya perubahan pola perilaku petani menjadi semakin penting. Menurut Padmowihardjo (2004), tujuan penyuluhan pertanian adalah menghasilkan manusia pembelajar, manusia penemu ilmu dan teknologi, manusia
19
pengusaha agribisnis yang unggul, manusia pemimpin di masyarakatnya, manusia guru bagi petani lain, yang bersifat mandiri dan interdependensi, karena itu penyuluhan adalah proses pembelajaran dan proses pemberdayaan. Penyuluh pertanian adalah orang yang mengemban tugas memberikan dorongan kepada para petani agar mau mengubah cara berpikir, cara kerja dan cara hidupnya yang lama dengan cara-cara baru yang lebih sesuai dengan perkembangan zaman dan perkembangan teknologi pertanian yang lebih maju (Kartasapoetra, 1994). Padmowihardjo (1994) menjelaskan bahwa penyuluh pertanian adalah “pemandu” yang memandu petani, pengusaha dan pedagang untuk menemukan ilmu dan teknologi yang mereka butuhkan untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi. Dalam proses kepemanduan, petani, pengusaha dan pedagang pertanian bukan sebagai “murid” tetapi “mitra belajar” yang melakukan proses belajar. Hasilnya adalah petani, pengusaha dan pedagang pertanian yang berkualifikasi penyelenggara
sebagai
manusia
agribisnis,
pembelajar,
manusia
manusia
pemimpin,
dan
peneliti, manusia
manusia pemandu
petani/pengusaha/pedagang lainnya. Petani dirangsang untuk belajar agar menjadi berdaya untuk memecahkan masalahnya sendiri. Menurut Rogers (2003), penyuluh adalah seseorang yang atas nama pemerintah atau lembaga penyuluhan berkewajiban untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sasaran penyuluhan untuk mengadopsi
inovasi.
Berdasarkan
definisi
tersebut,
Mardikanto
(2009)
mengatakan bahwa peran penyuluh tidak hanya terbatas menyampaikan inovasi dan mempengaruhi proses pengambilan keputusan oleh sasaran penyuluhan, akan tetapi seorang penyuluh harus mampu menjadi jembatan penghubung antara pemerintah atau lembaga penyuluhan yang diwakilinya dengan masyarakat sasaran, baik dalam hal menyampaikan inovasi atau kebijakan-kebijakan yang harus diterima dan dilaksanakan oleh masyarakat sasaran, maupun untuk menyampaikan umpan balik atau tanggapan masyarakat kepada pemerintah atau lembaga penyuluhan yang bersangkutan. Menurut Mosher (1987), setiap penyuluh pertanian harus mampu melaksanakan peran sebagai: (a) guru: untuk mengubah perilaku masyarakat sasarannya; (b) penganalisis: dengan melakukan pengamatan terhadap keadaan
20
dan masalah-masalah serta kebutuhan masyarakat sasaran yang dilanjutkan dengan analisis tentang alternatif pemecahan masalahnya; (c) penasehat: dengan memberikan pertimbangan kepada masyarakat sasaran dalam memilih alternatif yang tepat; dan (d) organisator: mampu menjalin hubungan baik dengan segenap lapisan masyarakat, mampu menumbuhkan kesadaran dan menggerakkan partisipasi masyarakat, mampu berinisiatif bagi terciptanya perubahan-perubahan serta dapat memobilisasi sumberdaya, mengarahkan dan membina kegiatankegiatan maupun mengembangkan kelembagaan yang efektif. Menurut Kurt Lewin
(Mardikanto, 2009), terdapat tiga macam peran
penyuluh yang terdiri atas kegiatan-kegiatan: (1) pencairan diri dengan masyarakat sasaran, (2) menggerakkan masyarakat untuk melakukan perubahanperubahan, dan (3) pemantapan hubungan dengan masyarakat sasaran. Agar lebih profesional maka seorang penyuluh harus berperan sebagai: pembawa informasi, pendengar yang baik, motivator, fasilitator proses, agen penghubung, pembentuk kemampuan, guru keterampilan, work helper, pengelola program, pekerja kelompok, penjaga batas, promoter, pemimpin lokal, konsultan, protektor dan pembentuk lembaga (Lionberger & Gwin, 1982). Menurut Lippitt et al. (1958), peranan agen pembaruan yang akan memberikan kontribusi terhadap proses perubahan adalah: (a) menjembatani dan merangsang relasi baru dalam sistem klien, (b) menceriterakan pengalamannya dalam menyampaikan teknik-teknik baru, (c) menimbulkan kekuatan dari dalam, (d) menciptakan lingkungan yang khusus, dan (e) memberikan dukungan selama proses perubahan berlangsung. Tugas Pokok dan Fungsi Penyuluh Menurut Undang-Undang No 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, penyuluh bertugas untuk (Tunggal, 2007): (1) Menyusun programa penyuluhan. (2) Melaksanakan penyuluhan di desa/kelurahan. (3) Menginventarisasi permasalahan dan upaya pemecahannya. (4) Melaksanakan proses pembelajaran melalui percontohan dan pengembangan model usahatani bagi pelaku utama dan pelaku usaha.
21
(5) Menumbuhkembangkan kepemimpinan, kewirausahaan, serta kelembagaan pelaku utama dan pelaku usaha. (6) Melaksanakan kegiatan rembuk, pertemuan teknis, temu lapang, dan metode penyuluhan lain bagi pelaku utama dan pelaku usaha. (7) Memfasilitasi layanan informasi, konsultasi, pendidikan, serta pelatihan bagi pelaku utama dan pelaku usaha. (8) Memfasilitasi forum penyuluhan pedesaan. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 19/Kep/MK.Waspan/5/1999, uraian tugas penyuluh pertanian dibedakan antara penyuluh pertanian terampil dan penyuluh pertanian ahli dijelaskan bahwa tugas pokok penyuluh pertanian adalah menyiapkan, melaksanakan, mengembangkan, mengevaluasi,
dan
melaporkan
kegiatan
penyuluhan.
Beberapa
sumber
menguraikan tugas penyuluh pertanian seperti disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Tugas penyuluh menurut beberapa sumber Daftar Informasi
Uraian tugas
Menteri Negara (1) Persiapan penyuluhan pertanian : (a) identifikasi potensi Koordinator Bidang wilayah dan agroekosistem serta kebutuhan teknologi Pengawasan pertanian; (b) penyusunan program penyuluhan pertanian, Pembangunan dan (c) penyusunan rencana kerja penyuluhan pertanian Pendayagunaan (2) Pelaksanaan penyuluhan pertanian: (a) penyusunan materi Aparatur Negara penyuluhan pertanian; (b) penerapan metode penyuluhan;(c) (1999). pengembangan swadaya dan swakarsa (3) Evaluasi dan pelaporan: (a) kegiatan evaluasi pelaporan hasil pelaksanaan penyuluhan pertanian, (b) evaluasi dampak (4) Pengembangan penyuluhan pertanian: (a) penyusunan pedoman/petunjuk pelaksanaan penyuluhan pertanian, (b) pengembangan metode/sistem kerja penyuluhan pertanian, (5) Pengembangan profesi: (a) kegiatan karya tulis/ilmiah di bidang penyuluhan, (b) penerjemaham/penyaduran buku dan bahan-bahan lain di bidang penyuluhan, (c) bimbingan bagi penyuluh pertanian di bawahnya, (6) Kegiatan penunjang penyuluhan pertanian: (a) seminar, lokakarya di bidang pertanian, (b) keanggotaan tim penilai jabatan fungsional, (c) penghargaan, pengajaran/pelatihan. Rennekamp et al. (1999)
(1) Penetapan program (program determination): (a) menganalisis situasi dan menetapkan prioritas; (b) pengembangan hubungan dengan publik secara formal/informal; (c) inventarisasi kebutuhan dan aset; (d) mengidentifikasi peluang program; (e) membuat prioritas; (f) programa penyuluhan wilayah, menumbuhkan komitmen
22
Tabel 1 (Lanjutan)
(2)
(3)
University of Arkansas (1) Division of Agriculture (2006).
(2)
(3)
(4)
(5)
(6) University of Arizona (1) (2005).
(2)
masyarakat, mengidentifikasi kolaborasi, (g) menyusun situasi wilayah kerja. Penyusunan rencana kerja tahunan: (a) menetapkan hasil atau outcomes yang diharapkan, (b) kriteria kesuksesan; (c) mengidentifikasi pengalaman belajar yang direkomendasikan oleh penelitian dan pengalaman. Evaluasi dan akuntabilitas. (a) pengumpulan data tentang hitungan input yang digunakan, aktivitas yang dilakukan, catatan kehadiran peserta dan karakteristik peserta (partisipasi), reaksi atau perasaan peserta terhadap program; (b) mengukur efektivitas program dalam memproduksi outcome yang diharapkan. Outcome adalah benefit bagi orang lain seperti pengetahuan baru, perubahan perilaku. Perencanaan dan pengembangan program: (a) keterlibatan badan penyuluhan di daerah dalam perencanaan, (b) kegiatan yang affirmative, (c) perencanaan berdasarkan kebutuhan lokal, (d) rencana kerja individu, (e) kolaborasi/ keikutsertaan masyarakat; Pelaksanaan program: (a) metoda pendidikan, (b) program pendidikan, dan (c) pengembangan kepemimpinan dengan; (1) Evaluasi program dan evaluasi dampak: (a) metoda evaluasi, (b) dampak; (2) Respons terhadap klien; Ketrampilan interpersonal: (a) tim kerja dan penggunaan sumberdaya, (b) people skills, (c) kebiasaan kerja, (d) pemeliharaan kantor; Pemasaran dan promosi program penyuluhan: (a) pemasaran penyuluhan dan interpretasi program, (b) keikutsertaan masyarakat dan proyeksi cara pandang, (c) penggunaan media masa dalam promosi program; Pengembangan individu dan profesionalisme (a) membangun kapasitas individu, (b) keikutsertaan dalam perkumpulan profesi, (c) keikutsertaan dalam kepanitiaan nilai maksimal; Dukungan finansial untuk kegiatan penyuluhan. Pengembangan program: (a) pengembangan outreach program untuk tanaman pangan di wilayah lahan kering sesuai dengan kondisi lokal, sumberdaya, isu dan kebutuhan industri; (b) analisis data nasional, data setempat dan informasi sejarah untuk mengidentifikasi aset masyarakat, kebutuhan program, peluang belajar; (c) bekerjasama dengan kelompok komoditas, kepala wilayah, koordinator penyuluh, peneliti menyusun rencana kerja tahunan; (d) mengembangkan affirmative program; (e) rencana kerjasama program pendidikan, pengkajian, beasiswa kerja. Implementasi program: (a) program pendidikan sesuai kebutuhan klien; (b) membantu dalam pemecahan
23
Tabel 1 (Lanjutan) masalah dan penggunaan teknologi melalui penelitian terapan; (c) menyediakan informasi dan program pendidikan untuk meningkatkan kemampuan bisnis; (d) promosi kerjasama dan interaksi antar kelompok komoditas di semua tingkatan wilayah; (e) menjadi pelatih, katalisator, penghubung dalam program penyuluhan; (f) melaksanakan temu lapang, tour, pertemuan dan kegiatan pendidikan lainnya sesuai kebutuhan; (g) membuat leaflet, brosur hasil pengkajian dan informasi yang relevan. (3) Hasil-hasil program: (a) evaluasi efektivitas metodologi program; (b) dokumentasi hasil-hasil yang diharapkan dan kenyataan dampak; (c) konsultasi dengan koordinator penyuluh; (d) laporan, buletin penyuluhan, artikel populer, untuk pendidikan operasional dan administrasi: (e) menyusun laporan tahunan. (4) Kinerja: (a) menerima akuntabilitas; (b) partisipasi aktif sebagai tim wilayah kerja; (c) mengelola alokasi dana wilayah kerja; (d) memberikan service. Kinerja dan perjalanan; (e) menerima akuntabilitas; (f) partisipasi aktif sebagai tim wilayah kerja; (g) mengelola alokasi dana wilayah kerja; (h) memberikan service. (5) Profesionalisme: (a) mengelola kompetensi profesional melalui pendidikan, kegiatan profesional dan penerapan pengetahuan dan keterampilan pekerjaan; (b) memelihara kode etik dan loyalitas; (c) mempromosikan pemahaman masyarakat dan dukungan; (d) bertindak sebagai anggota dari tim penyuluhan universitas.
Menurut University of Georgia (2004), tanggung jawab utama penyuluh adalah dalam (1) Pengembangan program yaitu promosi program, membangun kerjasama tim dalam mengidentifikasi dan menganalisis kebutuhan ‘klien’ dan potensi, menyusun tujuan yang terukur dan realistis, rencana kerja desa yang adil dan merata, mengembangkan program interdisiplin, menunjukkan semangat wirausaha; (2) Pelaksanaan program meliputi pelaksanaan rencana kerja tahunan, menumbuhkembangkan sukarelawan, menargetkan klien kelompok marjinal/ spesifik; (3) pelaporan dan akuntabilitas; (4) Pengembangan profesionalisme meliputi penetapan tujuan peningkatan kompetensi, penggunaan sumber-sumber informasi, kerjasama tim dalam organisasi, penulisan, mendemonstrasikan sikap profesional dalam kontak personal dan kebiasaan kerja. Peran penyuluh pertanian yang dikaji dalam penelitian ini adalah: (1) Peran sebagai pendidik, (2) Peran sebagai komunikator, (3) Peran sebagai
24
konsultan, (4) Peran sebagai motivator, (5) Peran sebagai pendamping, (6) Peran sebagai perencana, (7) Peran sebagai analisator, (8) Peran sebagai ahli evaluasi kegiatan dan hasil penyuluhan, (9) Peran sebagai ahli dalam memilih dan menerapkan metode penyuluhan, (10) Ahli teknik pertanian, (11) Peran sebagai ahli analisis bisnis/kewirausahaan, dan (12) Peran sebagai ahli fasilitasi/fasilitator. Peran Penyuluh sebagai Pendidik Peran dalam Mengelola Pembelajaran Menurut van den Ban dan Hawkins (1999), cara terbaik untuk meningkatkan efisiensi usahatani dan meningkatkan produksi pertanian adalah dengan mendidik petani yakni menolong petani memecahkan masalahnya. Petani dapat dididik dengan dua cara yang berbeda yaitu: mengajari mereka tentang cara memecahkan masalah yang spesifik atau mengajari mereka dalam proses memecahkan masalah. Menurut Yayasan Pengembangan Sinar Tani (2001), proses pembelajaran dalam penyuluhan pertanian dapat digambarkan berupa model sistematis dari perencanaan pembelajaran yang biasa digunakan dalam dunia pendidikan. Pusat perhatian dari model perencanaan adalah keluarga tani dan nelayan. Kebutuhan keluarga tani-nelayan, kemampuannya, pelatihan dan motifnya dan kebiasaan belajarnya secara keseluruhan akan menentukan pilihan pengalaman belajar yang harus disiapkan. Perlu digarisbawahi pula bahwa model ini memberi kesempatan kepada keluarga tani-nelayan untuk secara berkelanjutan memberi saran perbaikan dalam setiap tahapan perencanaan. Petani dapat belajar melalui berbagai media, belajar dengan alam, bahkan belajar sambil bekerja (principle of learning by doing) (Dahama & Bhatnagar, 1985). Petani bisa juga belajar dengan sesama petani atau sumber-sumber belajar lain baik yang didesain (by design) khusus ataupun yang bisa dimanfaatkan (by utilization) untuk pembelajaran. Menurut van den Ban dan Hawkins (1999), petani banyak belajar dari pengalaman di lapangan. Oleh karena itu salah satu tugas penyuluh adalah mendorong dan memudahkan proses belajar
untuk
mengubah perilaku petani ke arah yang lebih baik melalui berbagai media belajar. Alasan lain perlunya penyuluh mengelola pembelajaran, bahwa di era informasi ini tidak mungkin penyuluh akan bisa memuaskan informasi dan
25
kebutuhan belajar kepada petani. Anggapan penyuluh yang merasa lebih hebat dari petani (klien) sudah harus ditinggalkan. Seorang penyuluh pertanian dikatakan mandiri apabila penyuluh tersebut mampu menciptakan situasi belajar yang kondusif bagi pengembangan kualitas perilaku petani dalam meningkatkan taraf kehidupannya (Sumardjo, 1999). Di sinilah perlunya menanamkan perilaku belajar kepada setiap petani agar mereka bisa eksis hidup di era yang persaingannya makin ketat. Dalam UU No.16 Tahun 2006 Pasal 4 dijelaskan bahwa salah satu fungsi sistem penyuluhan adalah memfasilitasi proses pembelajaran pelaku utama dan pelaku usaha. Kompetensi pengelolaan pembelajaran dalam penelitian ini diartikan sebagai kemampuan penyuluh dalam menciptakan kondisi bagi petani untuk dapat menciptakan proses belajar agar petani menguasai dan menerapkan inovasi melalui berbagai sumber yang ada di sekitar lingkungannya. Untuk mampu melaksanakan
itu
penyuluh
dituntut
memiliki
kemampuan
dalam: (1)
memfasilitasi interaksi sesama petani untuk belajar, (2) memanfaatkan berbagai sumber belajar yang tersedia untuk pembelajaran petani, dan (3) menumbuhkan kebiasaan belajar dari pengalamannya. Peran dalam Mengelola Pelatihan Pelatihan
merupakan
aspek
penting
yang
berhubungan
dengan
peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Upaya pengembangan sumberdaya manusia (SDM) meliputi empat aspek: Pertama adalah aspek kuantitatif atau jumlah yang dibutuhkan menurut jenjang pendidikan/latihan dan bidang keahlian. Kedua adalah aspek kualitatif atau materi pendidikan/latihan dan kemampuan orang untuk melaksanakan tugas tertentu. Ketiga adalah aspek pemanfaatan personalia, atau faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan personalia secara efektif dan kemampuan personalia untuk melaksanakan tugas yang dibebankan kepada mereka. Kualitas SDM yang diperlukan ditentukan oleh atau mengacu kepada maksud dan tujuan yang direncanakan, hasil yang ingin diraih, dan oleh sifat serta jenis kegiatan. Kualitas SDM yang ingin dikembangkan oleh bermacam kelembagaan dengan sistem pendidikan/latihannya. Aspek pemanfaatan SDM dengan demikian dapat dilakukan melalui tindakan-tindakan sebagai berikut: (1) memperjelas, mempertajam program, rencana kerja sehingga dimengerti dan
26
dihayati; (2) memperbaiki metode pembelajaran dan/atau menyesuaikan kurikulum pendidikan/latihan sehingga lebih cocok; dan (3) memperbaiki peraturan dan pengolahan kegiatan dan atau memperbaiki tingkat kesejahteraan personalia sehingga menimbulkan kegairahan kerja (YPST, 2001). Penyuluhan
adalah
kegiatan
mendidik,
sehingga
penyuluh
perlu
memahami ilmu mendidik (Asngari, 2001). Menurut Padmanagara (1993), salah satu tugas sebagai edukator adalah penyuluh mengajarkan pengetahuan, ketrampilan, dan kecakapan sesuai bidang penyuluhan. Realisasi dari proses mendidik dan mengajarkan berbagai hal kemampuan tersebut adalah melalui kegiatan pelatihan atau kursus tani. Dalam pelaksanaan pelatihan seringkali dihadapkan pada berbagai permasalahan. Menurut Rothwell (1994), ada empat permasalahan dalam pendekatan pelatihan yaitu: (1) kegiatan pelatihan seringkali tidak fokus terutama berkaitan dengan materi yang diberikan, (2) lemahnya dukungan manajemen, (3) pelatihan kadang tidak direncanakan dan diselenggarakan secara sistematis, dan (4) materi pelatihan tidak sesuai dengan kebutuhan organisasi. Proses pelatihan hakekatnya adalah proses belajar. Dalam proses belajar terdapat sub sistem pembelajaran yang saling terkait untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut. Menurut Wentling (1993), ada tiga tahapan dalam proses pelatihan yaitu, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelatihan. Secara lebih rinci Russel (1993) menjelaskan tiga aktivitas dalam program pelatihan yaitu: penilaian kebutuhan (need assessment), pengembangan program pelatihan (development) yang bertujuan untuk merancang lingkungan pelatihan dan metodemetode yang dibutuhkan guna mencapai tujuan pelatihan, dan evaluasi program pelatihan (evaluation). Ini berarti pelatihan yang dilakukan penyuluh terhadap petani harus didasarkan pada: hasil analisis kebutuhan petani, direncanakan secara cermat dan melibatkan petani, dilaksanakan dengan metode evaluasi sesuai dengan rencana, serta ada kegiatan tindak lanjut yang sesuai dengan tujuan pelatihan tersebut.
27
Peran dalam Menyusun Materi Penyuluhan Materi penyuluhan merupakan segala pesan yang ingin dikomunikasikan oleh penyuluh kepada masyarakat sasarannya. Havelock (1971) mengemukakan empat tipe pesan yang saling berhubungan, yaitu: pengetahuan dasar atau ilmuilmu dasar sebagai hasil dari penelitian dasar, hasil riset-terapan dan pengembangannya, pengetahuan praktis sebagai hasil dari pengalaman dan pesan dari pengguna atau masyarakat luas. Menurut Mardikanto (2009), dalam proses penyuluhan perlu dirinci ragam pokok bahasan yang akan disuluhkan dengan memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan upaya perbaikan kesejahteraan. Ragam pokok bahasan dalam kegiatan penyuluhan
mencakup: (1) budidaya beserta materi yang berkaitan
dengan teknologi pasca panen; (2) ekonomi pertanian yang terdiri dari pengelolaan usahatani, ekonomi produksi, pemasaran hasil, pembiayaan, perencanaan, akuntansi dan kewirausahaan; (3) pengelolaan rumahtangga petani, terdiri dari pengenalan tentang makna hubungan usahatani dengan ekonomi rumahtangga dan pengelolaan sumberdaya dan evaluasi pengelolaan ekonomi rumahtangga; (4) pelembagaan petani; dan (5) politik pembangunan pertanian. Peran Penyuluh sebagai Komunikator Peran dalam Mengelola Komunikasi Inovasi Inovasi, menurut Rogers dan Shoemaker (1995), adalah suatu gagasan, teknik atau benda yang disadari dan diterima oleh seseorang atau kelompok untuk diadopsi. Ini berarti inovasi dapat diartikan gagasan, praktek, atau obyek tertentu yang dianggap baru (dipersepsikan) oleh sasaran adopsi (individu dan organisasi). Menurut Gonzalez (Jahi, 1988), inovasi ialah suatu ide, cara mengerjakan sesuatu, ataupun benda-benda nyata, yang dianggap baru oleh calon pengapdosi. Inti dari sebuah inovasi adalah adanya perubahan. Namun tidak selalu perubahan disebut sebagai inovasi. Inovasi memiliki karakteristik antara lain: inovasi sebagai proses kreatif, adanya perubahan, menuju pembaharuan, dan memiliki kegunaan serta nilai tambah. Agar inovasi tersebut dapat diadopsi dengan baik oleh sasaran, komunikator penyuluh sebagai agen pembaharu yang berhadapan langsung dengan klien (petani) dituntut memiliki kemampuan pengelolaan komunikasi dan
28
inovasi. Dalam UU.No.16 Tahun 2006 Pasal 4 dijelaskan bahwa salah satu fungsi sistem penyuluhan adalah mengupayakan kemudahan akses pelaku utama dan pelaku usaha ke sumber informasi, teknologi, dan sumberdaya lainnya agar mereka dapat mengembangkan usahanya. Menurut Berlo (Littlejhon dan Foss, 2008), secara umum komunikasi sering diartikan sebagai suatu proses penyampaian pesan dari komunikator (sumber) kepada komunikan (penerima). Dalam prakteknya, proses komunikasi tidak sederhana itu. Antara pengirim dan penerima pesan terjadi saling berganti peran (interaktif). Oleh karena itu proses komunikasi oleh Schramm (Littlejhon dan Foss, 1996) didefinisikan sebagai proses penggunaan pesan oleh dua orang atau lebih, dimana semua pihak saling berganti peran sebagai pengirim dan penerima pesan, sampai ada saling memahami atas pesan yang disampaikan oleh semua pihak. Tujuan komunikasi adalah tercapainya suatu pemahaman bersama (mutual understanding) antara dua atau lebih partisipan komunikasi terhadap suatu pesan (dalam hal ini adalah ide baru) melalui saluran komunikasi tertentu. Dalam proses difusi inovasi, komunikasi memiliki peranan penting menuju perubahan sosial sesua yang dikehendaki. Rogers dan Shoemaker (1995) menegaskan bahwa difusi merupakan tipe komunikasi khusus, yaitu mengkomunikasikan inovasi. Difusi inovasi terkait komunikasi massa dan komunikasi interpersonal. Dalam hal ini penekanannya adalah efek komunikasi yaitu kemampuan pesan media dan opinion leader untuk menciptakan pengetahuan, ide dan penemuan baru dan membujuk sasaran untuk mengadopsi inovasi tersebut. Dalam komunikasi inovasi, proses komunikasi antara komunikator penyuluh dan petani tidak hanya berhenti jika komunikator telah menyampaikan inovasi atau jika sasaran telah menerima pesan tentang inovasi yang disampaikan komunikator penyuluh. Namun seringkali atau seharusnya komunikasi baru berhenti jika sasaran (petani) telah memberikan tanggapan seperti yang dikehendaki penyuluh yaitu berupa menerima atau menolak inovasi tersebut.
29
Peran dalam Memandu Sistem Jaringan Menurut Slamet (2003), perlu dibangun pemaduan sistem melalui pengembangan sistem penyuluhan yang komprehensif. Secara lebih rinci Slamet menjelaskan sub sistem dalam konsep sistem penyuluhan komprehensif adalah: (1) Institusi atau lembaga yang mengatur dan merencanakan seluruh fungsi yang mendukung dan melaksanakan penyuluhan dengan membuat dan menetapkan kebijakan-kebijakan yang relevan. (2) Lembaga yang menyusun rencana strategis yang menjamin adanya dan kelangsungan penyuluh pertanian secara berkelanjutan. (3) Lembaga pendidikan dan pelatihan yang menyiapkan SDM yang profesional yang akan mengawali semua sub sistem penyuluhan. (4) Lembaga penelitian yang menghasilkan berbagai informasi dan teknologi yang diperlukan oleh para penyuluh guna disampaikan kepada dan diadopsi oleh para petani yang diperlukan untuk pembangunan pertanian. (5) Institusi yang memfokuskan fungsinya mengamati dan menganalisis situasi di lapangan yang mencakup aspek-aspek teknik pertanian, lahan, petani, masalah sosial, ekonomi, global supply and demand, distribusi. (6) Lembaga
yang
mengumpulkan,
menterjemahkan,
mengemas,
dan
menggandakan materi informasi yang diperlukan oleh para penyuluh dan petani secara berkelanjutan. Penjelasan tersebut menunjukkan perlunya integrasi kelembagaan dalam operasionalisasi kegiatan penyuluhan pertanian. Hal ini dipertegas oleh Tjitropranoto (1994) tentang perlunya interface antar berbagai kepentingan di tingkat komunitas petani maupun di tingkat operasionalisasi pengelolaan lembaga penyuluhan. Menurut hasil penelitian Sumardjo (1999), bahwa lemahnya interface antar lembaga (lembaga bisnis, lembaga ilmiah, lembaga pendidikan tinggi, lembaga pemerintah, dan lembaga penyuluhan) telah menyebabkan lemahnya pengembangan kedinamisan penyuluh dan pada gilirannya terbukti melemahkan kualitas penyuluhan dan berimplikasi lemahnya kemandirian petani. Oleh karena itu menurut Sumardjo (1999), perlu diperjelas komitmen peran masing-masing pihak antara lain:
30
(1) Kesempatan petani menyampaikan informasi tentang kebutuhan dan permasalahan di tingkat usaha pertanian, agar pihak lain dapat memberi respons yang tepat dan sinergis. (2) Kesempatan lembaga bisnis menyampaikan informasi dan konsultasi tentang kualitas dan kuantitas input dan output serta jaminan harga pasar yang layak. (3) Kesempatan Lembaga penelitian menyampaikan hasil penelitiannya yang didasarkan pada hasil identifikasi masalah yang disampaikan oleh petani dan kualitas produk oleh lembaga bisnis pertanian. (4) Kesempatan lembaga perguruan tinggi menyampaikan hal yang sama seperti lembaga penelitian plus potensi kesiapan tenaga pendampingan mahasiswa dan dosennya. (5) Kesempatan
lembaga
pengatur
menyampaikan
kontrol
sosial
atas
implementasi kebijakan pembangunan pertanian dan rencana pembangunan tingkat daerah yang didasarkan pada potensi usaha pertanian dan sistem agribisnis, serta sistem sosial pedesaan pertanian. (6) Kesempatan lembaga penyuluhan mengkoordinasikan sistem informasi dan jaringan komunikasi efektif tentang inovasi yang komunikatif bagi proses belajar petani menjadi petani mandiri. Kegiatan penyuluhan pertanian ditujukan pada pembangunan pertanian berorientasi agribisnis. Menurut Slamet (2003), dalam pembangunan pertanian berorientasi agribisnis, penyuluh pertanian perlu untuk merekonstruksi dirinya ke arah agribisnis. Dalam hal ini penyuluh perlu menciptakan kerjasama atau jaringan dengan lembaga yang menangani produk-produk pengolahan dan pemasaran hasil serta pihak-pihak penyedia modal. Membangun jaringan tidak hanya dengan pihak luar petani, akan tetapi dalam intern petani penting dilakukan melalui kelompok tani. Menurut Mosher (1987), salah satu syarat keberhasilan dalam pembangunan pertanian adalah adanya kegiatan kerjasama kelompok tani. Kelompok tani merupakan wahana kerjasama, pembelajaran, dan memudahkan koordinasi antar petani dan juga dengan pihak lain termasuk penyuluh. Konsep sistem jaringan kerjasama erat kaitannya dengan konsep kemitraan. Menurut Hafsah (2003), kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih
31
keuntungan. Dalam kemitraan ini ada konsep kesejajaran yang didasarkan atas saling membutuhkan, komunikasi yang terbuka, serta yang lebih penting adalah trush, membangun kepercayaan di antara mereka. Membangun jaringan kerjasama menurut penelitian Luthans (1989) menunjukkan bahwa dibandingkan dengan manajer yang kurang sukses, manajer yang sukses menghabiskan lebih dari 70 persen waktunya dalam aktivitas networking dan 10 persen untuk aktivitas komunikasi rutin lainnya. Di Indonesia hasil penelitian yang sama dilakukan oleh Kristyanto (2008) menunjukkan bahwa manajer yang menjadi anggota suatu klik sosial dan membangun koneksi yang luas akan memiliki sponsor karier yang baik dalam arti memiliki dukungan karier, pemberian tugas, yang menantang, proteksi karier, nasehat karier, bimbingan atau saran teknis, bimbingan politik kantor, dan bimbingan spritual yang baik. Ini berarti penyuluh juga perlu memiliki kemampuan dalam melakukan hubungan kerjasama yang sinergis antar pihak terkait. Oleh karena itu salah satu kompetensi penyuluh yang diperlukan adalah pemandu sistem jaringan. Pemandu sistem jaringan adalah kemampuan penyuluh dalam melakukan hubungan kerjasama yang sinergis antar pihak terkait. Dalam hal ini penyuluh harus memiliki kemampuan : (1) memfasilitasi petani dengan lembaga penelitian atau perguruan tinggi dalam menyampaikan permasalahan petani serta mengakses informasi untuk keperluan penyuluhan, (2) negosiasi/koordinasi dengan lembaga terkait, (3) membentuk/ mengembangkan kelompok tani dan kerjasama dalam tim. (4) memfasilitasi kemudahan informasi tentang kualitas dan kuantitas produksi pertanian dan harga pasar, dan (5) mengembangkan kerjasama kemitraan dengan dunia usaha. Peran dalam Memanfaatkan Media Komunikasi Pemanfaatan media seperti membaca koran dan buku, mendengar radio atau melihat televisi dan internet merupakan pendidikan nonformal yang dapat mempengaruhi aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan tertentu kepada khalayak
yang
mengkonsumsinya.
Jahi
(1988)
mengemukakan
bahwa
persuratkabaran pedesaan yang mapan, berdampak luas dan sangat membantu
32
dalam
mendidik, memotivasi,
dan
mengembangkan
opini
publik
bagi
pembangunan. Kata media berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari kata medium, secara harfiah diartikan sebagai perantara atau pengantar.
Istilah
komunikasi berarti proses penyampaian pernyataan oleh seseorang kepada orang lain atau dari Komunikator kepada komunikan dengan menggunakan saluran media (Mulyana, 2010). Media juga sering diartikan sebagai sarana komunikasi untuk mengantarkan pesan. Pengertian secara harfiah ini kata media digunakan dalam berbagai bidang keilmuan, misalnya dalam bidang pertanian, media sering digunakan untuk menjelaskan media tanaman yang berupa: tanah, air, humus, dan lainnya. Bidang pendidikan, media digunakan untuk membantu pemahaman peserta didik dalam mencapai tujuan pendidikan. Begitu pula dalam bidang penyuluhan, media digunakan untuk membantu klien dan komunikator dalam mencapai tujuan penyuluhan. Dalam perpektif pendidikan, banyak pakar yang mendefinisikan media dengan sudut pandang dan penekanan berbeda. Menurut Arsyad (2008), pengertian media dalam proses belajar mengajar diartikan sebagai alat-alat grafis, fotografis, atau elektronis untuk menangkap memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal. Briggs (Sadiman, 1986), mendefinisikan media sebagai segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar, misalnya buku, film, kaset, dan lain-lain. Gagne (Sadiman, 1986) menyatakan bahwa media berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Media adalah segala bentuk dan saluran komunikasi yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan/informasi. Pengertian ini lebih luas dan mengandung makna bahwa media merupakan wahana (wadah) pesan/informasi dari sumber pesan kepada penerima pesan tersebut. Tujuannya adalah untuk mengubah perilaku sasaran baik aspek pengetahuan, sikap, atau keterampilan. Secara lebih rinci Luhan (2008) membagi media ke dalam tiga katagori, yaitu: (1) presentation media adalah bentuk komunikasi yang sifatnya face to face seperti : pidato, ceramah, atau bentuk-bentuk komunikasi dengan lebih dari dua orang tetapi masih face to face; (2) representation media adalah media yang
33
pesan-pesannya diwujudkan dalam bentuk simbol yang dicetak, disampaikan melalui jarak jauh dan menggunakan teknologi untuk memproduksi pesanpesannya, misalnya: surat kabar, majalah, dan media lainnya; dan (3) electronic atau mechanical media adalah media yang penggunaannya hampir sama dengan representation media akan tetapi ada proses encoding dan decoding pesan pada saat penerimaan dan pengiriman pesan, misalnya: telepon, radio, televisi, dan media lainnya. Mengacu pada pendapat Gagne (Sadiman, 1986) dan Arsyad (2008) maka media tidak hanya terbatas pada media cetak dan elektronik saja. Kegiatan seperti ceramah, pelatihan, dan bentuk lainnya yang sifatnya tatap muka dapat digolongkan sebagai media. Media dapat bersifat tatap muka, media cetak, dan juga media elektronik. Berdasarkan tujuan pembuatannya, media belajar dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu: (1) Media belajar, yang memang dirancang secara khusus (by design) untuk kegiatan belajar, misalnya kegiatan pelatihan tatap muka, pelatihan jarak jauh; (2) Modul pembelajaran, kaset video/VCD pembelajaran, serta acara-acara radio, atau siaran TV yang dirancang untuk pembelajaran, misalnya media massa dan lain-lain (Sadiman, 1986). Dalam penelitian ini media yang dimaksudkan adalah media belajar. Media ini diartikan sebagai wahana yang dapat digunakan penyuluh baik yang dirancang khusus (by design) atau yang dimanfaatkan (by utilization) dalam proses belajar guna meningkatkan kemampuannya. Peran dalam Komunikasi Tatap Muka Menurut Berlo (1960) dan Saleh (2006) komunikasi pada hakekatnya adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan. Konsep komunikasi ini berasal dari bahasa latin, yaitu communicare yang secara harfiah berarti berpartisipasi atau memberitahukan; bisa juga berasal dari kata communis yang berarti milik bersama (kebersamaan). Komunikasi dianggap sebagai suatu proses berbagi informasi untuk mencapai saling pengertian atau kebersamaan (Rogers, 2003; Kincaid dan Schramm, 1987; Hybels dan Weaver, 1998). Saleh (2006), menambahkan bahwa komunikasi itu bukan saja proses orang-orang berbagi informasi, melainkan juga ide (gagasan) dan perasaan.
34
Rogers dan Shoemaker (1995) mengemukakan bahwa komunikasi adalah suatu proses dimana
para partisipan saling mengembangkan dan membagi
informasi antara satu dengan lainnya untuk mencapai suatu pemahaman bersama. Di sini tersirat pengertian bahwa antara satu partisipan dengan partisipan lainnya masing-masing menyadari kekurangannya atas informasi-informasi yang lengkap mengenai sesuatu isu. Untuk itu penting mengkomunikasikan pengetahuanpengetahuan antara satu dengan yang lain untuk membangun suatu pemahaman bersama yang sempurna. Effendy (2005) menambahkan bahwa komunikasi di sini merupakan proses penyampaian pikiran atau perasaan seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa berupa gagasan, informasi, opini dan lain sebagainya, yang muncul dari benaknya. Perasaan bisa merupakan keyakinan, kepastian, keragu-raguan dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati. Komunikasi mengacu pada tindakan oleh satu orang atau lebih yang mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan (noise), terjadi dalam suatu konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik (DeVito, 2002). Miller (1986), Hovland (Effendy, 2005), Mulyana (2010) dan Rakhmat (2007) melihat komunikasi sebagai proses mengubah perilaku seseorang. Kegiatan
komunikasi
tersebut berupa
proses penyampaian
pesan
oleh
komunikator kepada komunikan melalui saluran tertentu dengan efek tertentu (Effendy, 2005; Lasswell, 1976). Hal ini sejalan dengan pemikiran Slamet (2003) yang melihat kegiatan komunikasi pembangunan (development communication) sebagai aktivitas penyuluhan pertanian (agricultural extension education), karena pada dasarnya tiga istilah itu semua mengacu pada disiplin ilmu yang sama. Di sini beliau menyatakan bahwa tujuan penyuluhan pertanian yang sebenarnya adalah perubahan perilaku kelompok sasaran. Berkaitan kemampuan komunikator dalam kegiatan komunikasi tatap muka, bahwa channel/media tidak selalu diperlukan oleh komunikator. Artinya komunikasi dapat dilakukan secara langsung tanpa medium, di mana isi pesan komunikator sampai kepada komunikan tanpa melalui media dan feed back dari komunikan kepada komunikator juga tidak melalui media. Proses komunikasi
35
seperti disebut sebagai komunikasi langsung atau komunikasi tatap muka (face to face communication). Menurut Effendy (2005), ciri-ciri komunikasi tatap muka (face to face communication) yang menggunakan saluran antar pribadi yaitu: (1) arus pesan yang cenderung dua arah, (2) konteks komunikasinya tatap muka, (3) tingkat umpan balik yang terjadi tinggi, (4) kemampuan mengatasi tingkat selektivitas terutama selective exposure tinggi, (5) kecepatan jangkauan terhadap audience yang besar relatif lambat, dan (6) efek yang mungkin terjadi ialah perubahan sikap. Namun demikian, di era informasi saat ini, media komunikasi sebagai unsur yang sangat penting dalam menunjang kecepatan dan keakuratan penyampaian informasi, hendaknya dimanfaatkan secara optimal. Dalam komunikasi tatap muka seorang komunikator, sebelum mengirimkan pesannya, akan terlebih dahulu mengemasnya dalam bentuk yang dianggap sesuai dan dapat diterima serta dimengerti oleh komunikan. Pengemasan pesan ini disebut sebagai encoding. Encoding secara harfiah berarti memasukan dalam kode. Dengan encoding itu komunikator memasukan atau mengungkapkan perasaannya ke dalam kode atau lambang dalam bentuk kata-kata atau bukan kata, misalnya raut wajah, atau gerak gerik tubuh. Setelah pesan sampai pada komunikan, bila ada feedback, maka komunikan akan bertindak sebagai komunkator, yaitu memasukan kode yang disebut sebagai decoding untuk disampaikan kembali kepada komunikator. Komunikator, menurut Effendy (2005) adalah orang yang menyampaikan isi pernyataan kepada komunikan. Komunikator bisa perorangan, kelompok, atau organisasi pengirim berita. Sedangkan pelaksanaan komunikasi tatap muka dilaksanakan oleh komunikator perorangan yang langsung berhadapan muka dengan komunikan. Seorang komunikator memiliki tanggung jawab utama yaitu: (1) mengirim pesan dengan jelas, (2) memilih saluran/media yang cocok untuk mengirim pesan, dan (3) meminta kejelasan bahwa pesan telah diterima dengan baik. Berdasarkan uraian di atas tentang pengertian komunikasi, ciri-ciri komunikasi tatap muka, unsur, fungsi, dan tujuan komunikasi tatap muka, serta pemanfaatan saluran komunikasi tatap muka, berpengaruh untuk meningkatkan
36
kemampuan komunikator penyuluh dalam pelaksanaan kegiatan komunikasi tatap muka. Peran dalam Membangun Kemitraan Dalam era industrialisasi dan globalisasi, pembangunan pertanian dilihat dari dua sudut pandang, (1) keutuhan mata rantai sub-sub sistem agribisnis, yaitu sub sistem pengadaan sarana produksi, sub sistem produksi, sub sistem pengolahan dan sub sistem pemasaran dan (2) orientasi pengembangan masingmasing sub sistem yaitu rasional ekonomis atau sebagai usaha yang saling menguntungkan semua pihak.
Menurut Margono Slamet (2003) dan (YPST,
2001) dalam era seperti ini, diperlukan jaringan kerjasama antara lembaga penyuluhan pertanian dengan berbagai pihak lain seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM), koperasi, asosiasi petani maupun lembaga penelitian dan pengembangan serta perguruan tinggi. Peran Penyuluh sebagai Konsultan Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, 2002), yang dimaksud dengan konsultan adalah ahli yang tugasnya memberi petunjuk, pertimbangan, atau nasihat dalam suatu kegiatan (penelitian, dagang, dan sebagainya). Konsultan sebagai seorang tenaga profesional yang menyediakan jasa
nasihat
ahli
dalam
bidang
keahliannya,
misalnya
akuntansi,
lingkungan, biologi, hukum, dan lain-lain. Secara umum, konsultan melakukan pekerjaan seperti pitching, riset, analisis, dan report writing. (1) Pitching. Pitching adalah menjual dan menawarkan jasa. Kegiatan ini bisa berupa menyiapkan dokumen dan meriset klien yang prospektif, menulis proposal, atau melakukan presentasi (2) Research, yaitu menjalankan riset sekunder terhadap klien dan pihak terkait dengan menggunakan sumberdaya internal maupun sumber-sumber luar. Melakukan
interview
mengenai
kebutuhan
klien
dan
mendapatkan
pemahaman mengenai masalah klien. Memfasilitasi diskusi tentang isu yang dihadapi klien. (3) Analisis, yaitu membuat permodelan dalam bentuk struktur tertentu tentang konsep pemecahan masalah. Melakukan analisis dari data yang telah
37
diperoleh dan model yang telah disusun. Membantu menyusun rekomendasi yang diperlukan. (4) Report writing, yaitu menyiapkan keputusan final. Membantu klien dan menunjukkan temuan serta rekomendasi yang telah dibuat. Seorang organisator dapat mendorong orang bekerja karena dorongan dari dalam dirinya. Penyuluh sebaiknya memiliki kecakapan memimpin, artinya dapat
mempengaruhi,
mengarahkan,
membimbing,
memotivasi
petani.
Keberhasilan kegiatan penyuluhan bergantung pada kemampuan penyuluh memimpin dan mengorganisasikan pembelajaran sehingga dapat mewujudkan tujuan penyuluhan sesuai yang dikehendaki (Lindner, 1998). Kegiatan penyuluhan memerlukan dukungan suasana yang kondusif dan proses yang baik untuk mengembangkan pengalaman petani sehingga menjadi pengalaman yang produktif dalam interaksi sosial yang efektif. Penyuluh dalam proses ini berfungsi sebagai organisator. Dalam artikel The Teacher As An Organizer (Honolulu University, 2011), disebutkan bahwa pembelajaran yang efektif memerlukan dukungan yang baik dari berbagai komponen, di antaranya: (1) Kesiapan psikologis peserta belajar atau kelompok. (2) Suasana lingkungan yang mendukung peserta beraktivitas. (3) Fasilitas, tempat dan waktu pertemuan yang jelas dan bahan materi lain untuk pembelajaran. (4) Prosedur yang rapi dan dipahami bersama (rutin dan terjadwal, atau bervariasi) yang menunjang kegiatan pembelajaran. (5) Pentahapan yang jelas sehingga peserta belajar mengetahui bagaimana pembelajaran akan berlangsung dan apa target yang mereka hendak capai. (6) Seluruh bagian sumberdaya diintegrasikan untuk mendukung pencapaian yang optimal. Kegiatan pembelajaran dalam penyuluhan adalah mengorganisasikan orang-orang agar mengerahkan pikiran, perhatian, dan usaha sehingga mencapai tujuan yang diharapkan. Tugas seorang organisator adalah menggerakkan kelompok dan individu berperan efektif mengembangkan potensi dirinya dalam mencapai tujuan bersama, yang menyebabkan orang-orang mengembangkan potensi individunya dalam kerjasama kelompok.
38
Dalam hal ini peranan utama penyuluh sebagai organisator pembelajaran memiliki karakter sebagai berikut (Honolulu University, 2011): (1) Organisator yang baik bukanlah seorang otokrat. Penyuluh tidak membuat semua keputusan atau mencoba mengarahkan setiap peserta belajar secara detail mengenai apa yang harus dilakukan, bagaimana cara melakukan dan kapan melakukan sesuatu, tetapi dengan memberi petunjuk cara dan bagaimana melakukan sesuatu. (2) Organisator yang baik menunjukkan kematangan kepemimpinan (leadership) yang positif agar dapat berfungsi secara efektif dalam menjelaskan tujuan dan menggerakan pembelajar mencapai hasil yang telah ditargetkan. (3)
Organisator yang efektif memahami masalah atau kesulitan peserta dalam belajar sehingga dapat menentukan formula pemecahan masalah sesuai dengan kebutuhan belajar.
(4)
Organisator yang baik membantu kelompok dan individu untuk menemukan, memformulasikan, dan menjelaskan tujuan yang ingin mereka raih.
(5)
Organisator yang baik mendelegasikan dan mendistribusikan tanggung jawab seluas mungkin. Penyuluh mencoba mengajarkan bagaimana petani mengatur diri pada urusan mereka secara kolaboratif. Mengembangkan kolaborasi tim membutuhkan penyuluh yang berpengalaman sebagai organisator yang juga berfungsi sebagai pemimpin dan pengarah. Selagi petani belajar bagaimana bekerja secara tim, dan masing-masing individu belajar mengendalikan pelajaran mereka, maka fungsi organisator berangsur-angsur lebih ke arah pendamping.
(6)
Organisator yang baik mendorong dan menghargai inisiatif. Membiarkan inisiatif berkembang bebas sepanjang tidak melenceng dari jalur untuk mencapai tujuan. Inisiatif harus terkait dalam ruang lingkup pencapaian tujuan bersama.
(7)
Organisator yang baik lebih mengedepankan membangun kekuatan daripada mengidentifikasi kelemahan yang ada. Penyuluh sebaiknya berasumsi dan berprinsip bahwa setiap petani mampu memberikan prestasi dan kontribusi, walaupun prestasi tersebut sangat rendah. Oleh karena itu, pemimpin wajib menghargai kecepatan dan perubahan serendah apa pun.
39
(8)
Organisator yang baik mendorong kritik diri dan evaluasi diri di dalam kelompok. Sebagai seorang pemimpin, pengarah, dan pendamping, organisator harus dapat mengungkapkan gambaran pencapaian yang telah diraih dan di bagian apa mereka telah gagal. Namun demikian, organisator juga harus mengembangkan kemampuan bagi setiap anggota kelompok agar mereka dapat melihat dan menilai sendiri prestasi dan kegagalan yang telah mereka lalui.
(9)
Organisator yang baik memelihara kontrol , karena kontrol dan seorang pengontrol bekerja keras secara berkelanjutan untuk mengembangkan sistem kontrol diri sendiri demi mencapai tujuan bersama.
(10) Oganisator membangun tanggung jawab sehingga tiap orang berinisiatif untuk menjaga mutu melalui optimalisasi usaha dalam memenuhi kewajibannya. (11) Organisator mendelegasikan
kewenangan kepada
peserta
belajar,
memberikan ruang kepada peserta untuk menyelesaikan tugasnya melalui pengembangan
inisiatif
masing-masing
individu
sepanjang
dapat
menghasilkan produk yang terbaik. (12) Organisator yang baik memantau perkembangan proses belajar sehingga berdasarkan itu penyuluh melalukan perbaikan kegiatan penyuluhan secara bekelanjutan. Peran sebagai Motivator Seorang motivator harus bisa membangkitkan semangat dan mengubur kelemahan yang dimiliki anak didik walau bagaimanapun latar belakang keluarganya, bagaimanapun kelam masa lalunya dan bagaimanapun berat tantangannya. Menurut Hamalik (2008), memotivasi belajar penting artinya dalam proses belajar, karena berfungsi mendorong, menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan belajar. Oleh karenanya, prinsip-prinsip motivasi belajar sangat erat kaitannya dengan prinsip-prinsip belajar itu sendiri. Harvey (Niazda, 2011) menyebutkan bahwa seorang motivator memiliki sifat-sifat sebagai berikut: (a) Positif (b) Rasa berterima kasih kepada orang-orang terbaik yang bekerja bersama
40
(c) Menyadari pentingnya harga diri (d) Kecerdasan emosi Pada umumnya motivasi disampaikan lewat komunikasi lisan antar motivator dengan orang lain, yang mengharuskan motivator memiliki kecerdasan emosi yang baik karena kecerdasan emosi adalah dasar untuk berkomunikasi baik dengan diri sendiri maupun orang lain. Kecerdasan emosi mencakup pengelolaan emosi diri sendiri maupun orang lain. (e) Empati Empati adalah menempatkan diri seolah-olah menjadi seperti orang lain. Perlu disadari bahwa sesungguhnya motivasi hanya bekerja di luar, api motivasi sebenarnya berada di dalam diri masing-masing. Oleh karena itu dengan berusaha menempatkan diri menjadi orang lain, ide-ide untuk memotivasi orang akan menjadi lebih tajam karena kita melihat dengan kacamata orang tersebut bukan dengan kacamata kita sendiri. McGinnis (Niazda, 2011) memberikan 12 kunci prinsip yang merupakan rahasia pemotivasian yang perlu dipahami sebagai seorang motivator: (1) Harapkanlah yang terbaik dari orang yang anda pimpin. Seorang motivator harus membantu orang-orang untuk mencapai keberhasilan. Manajer harus senantiasa mendorong staf untuk menambah pengetahuan dan keterampilan supaya mereka dapat memberikan performans yang terbaik di pekerjaan mereka, dengan demikian tujuan bersama bisa tercapai. Selain meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, juga selalu mengingatkan bahwa mereka memiliki potensi tersembunyi dan keinginan untuk melihat mereka berhasil. (2) Pelajarilah secara mendalam hal-hal yang dibutuhkan orang. Prinsip ini merupakan prinsip pendahuluan di mana rencana motivasi yang baik haruslah dirancang dengan melihat keinginan mereka saat ini dan bukan berdasarkan rencana motivator itu sendiri. Jangan mengganggap bahwa orang lain memiliki kebutuhan yang sama dengan kita. (3) Menetapkan standar keunggulan yang tinggi. Menetapkan standar keunggulan yang tinggi berarti mendorong seseorang untuk mencapai target atau nilai tertentu, misalnya catatan waktu bagi
41
seorang atlet renang, volume sales untuk sales, dan lain sebagainya. Standar keunggulan juga merupakan budaya/kebiasaaan yang menjunjung tinggi prestasi tertentu, misalnya kualitas, rekor, inovasi, dan sebagainya. Memiliki keunggulan yang tinggi merupakan kebanggaan tersendiri bagi seseorang yang mampu meraihnya. (4) Ciptakan suasana bahwa kegagalan bukanlah sesuatu yang fatal. Motivator yang tulus akan selalu mengingatkan bahwa kegagalan bukan berarti akhir dari segalanya. Tidak ada manusia yang tidak pernah gagal tetapi hanya sedikit yang mampu bangkit dari kegagalannya dan merekalah yang mencapai keberhasilan. Kegagalan adalah pengalaman yang akan membentuk kesuksesan. Seorang motivator tidak akan mengumumkan kegagalan seseorang tetapi hanya keberhasilan yang dicapai. (5) Jika anda mengharapkan seseorang untuk melakukan apa yang anda inginkan, maka topanglah rencananya yang mengarah ke tujuan itu. Prinsip ini mengajarkan seorang motivator yang senantiasa mendukung orang lain untuk melakukan apa yang motivator tersebut inginkan. Prinsip ini cukup kontroversial karena seakan-akan kita memperalat seseorang, akan tetapi di baliknya tidaklah demikian. Sebagai contoh adalah seorang ayah yang menghendaki anaknya menjadi seorang petenis profesional, berjuang sejak anaknya masih kecil. Sang ayah sebagai motivator memancing minat dan menggali bakat tenis dari anaknya sendiri, menemaninya berlatih dan bertanding terus-menerus sampai anaknya
berhasil menjadi petenis
profesional. Tidak hanya itu, ia juga mendorong dan membesarkan hati anakanaknya dalam mengejar berbagai sasaran setingi mungkin, dan yang bisa melakukan motivasi sesuai dengan cita-cita anaknya, maka hal itu kemudian akan memberi arti yang sangat penting bagi kehidupan anak-anaknya. (6) Pakailah keteladanan untuk merangsang keberhasilan Untuk membujuk seseorang melakukan sesuatu, menuntut kita sendiri yang harus memberi contoh agar dia melakukannya. Cerita mengenai kerja keras dan keberhasilan dapat membuat seseorang menjadi yakin karena cerita-cerita tersebut langsung mengena ke hati yang menggetarkan perasaan dan mengubah sikap kita.
42
(7) Kenalilah dan berikan pujian atas prestasi Sebuah pujian adalah penguatan secara positif dalam psikologi. Berikanlah pujian secara langsung dan dapat diketahui juga oleh orang banyak. Carnegie sebagai seorang motivator manusia mengatakan manusia adalah makhluk yang haus akan pujian atas prestasi mereka. (8) Pergunakanlah perpaduan antara pergulatan yang positif dan pergulatan yang negatif. Pergulatan positif adalah pujian, penghargaan, kasih dan lain-lain sedangkan pergulatan negatif adalah teguran, hukuman, amarah, dan lain-lain. Kedua pergulatan ini adalah dua hal yang saling bertolak belakang tetapi sama-sama merupakan cara untuk memotivasi orang. Seorang motivator harus jeli melihat kapan menggunakan pergulatan negatif atau positif untuk memotivasi orang. Dalam situasi tertentu, motivator bisa saja bertindak keras, tetapi selalu bertindak adil sehingga seseorang bisa memahami nilai-nilai yang ingin ditanamkan dan tidak asal melihat hukumannya saja. Secara keseluruhan, McGinnis (Niazda, 2011) menganjurkan lebih banyak pujian dibandingkan hukuman. (9) Sesekali ciptakan hasrat untuk bersaing. Persaingan tidak terlalu efektif jika terus-menerus dilakukan karena bisa menciptakan perasaan dimanipulasi, saling menjegal yang menciptakan kompetisi yang tidak sehat. Gunakanlah persaingan untuk memberikan inspirasi dan memacu semangat, bukan hanya media untuk melemparkan kritik. (10) Upayakanlah kerjasama. Kerjasama di sini berarti melakukan sesuatu secara bersama-sama. Kebersamaan membangkitkan motivasi yang luar biasa karena semakin banyak yang ”menemani” maka semakin kuat tekad yang timbul. (11) Upayakan agar di dalam kelompok ada peluang untuk melawan. Sewaktu memimpin sebuah kelompok yang memiliki beberapa orang anggota dengan sifat melawan, seorang pemimpin sekaligus motivator tidak selalu mengganggap kehadiran seorang pemberontak akan mematikan niat sebagai motivator mereka. Sifat kontradiksi adalah alami dari manusia yang
43
ingin membatasi kekuasaan pimpinan yang menentukan nasib mereka. Hal seperti ini dapat membawa angin positif karena pemberontak dapat berkembang menjadi pemikir yang bebas, kritis dan kreatif, memiliki pendapat sendiri dan berkemampuan untuk memimpin orang-orang. Menghadapi para perusuh membutuhkan kiat-kiat tersendiri, misalnya berusahalah untuk selalu mencari tahu dan menerima tingkah laku mereka dalam batas wajar, mintalah pertolongan darinya, dan carilah sisi-sisi terbaik mereka. Tetapi jika menjadi sangat parah, sebaiknya menggeser atau memecat orang tersebut. Dengan demikian secara tidak langsung telah menciptakan pemimpin-pemimpin baru yang akan mengerjakan tugas-tugas di masa mendatang dan dapat meninggalkan kelompok tersebut untuk naik ke jenjang yang lebih tinggi lagi. (12) Usahakanlah agar motivasi anda tetap tinggi. Beberapa cara seorang motivator dapat memotivasi dirinya sendiri adalah: bergaul dengan orang-orang yang berhasil dan berpikiran positif, awasi gagasan-gagasan yang masuk, manfaatkan sumber informasi, tingkatkan kemampuan dan keterampilan dengan mengikuti kursus/seminar, dan tingkatkan spiritualitas. Peran Penyuluh sebagai Pendamping Menurut Ife (1995), peran pendamping umumnya mencakup empat peran utama, yaitu: fasilitator, pendidik, perwakilan masyarakat, dan peran-peran teknis bagi masyarakat miskin yang didampinginya; (1) Fasilitator merupakan peran yang berkaitan dengan pemberian motivasi, kesempatan, dan dukungan bagi masyarakat. Beberapa tugas yang berkaitan dengan peran ini antara lain menjadi model, melakukan mediasi dan negosiasi, memberi dukungan, membangun konsensus bersama, serta melakukan pengorganisasian dan pemanfaatan sumber; (2) Pendidik merupakan peran pendamping yang aktif sebagai agen yang memberi masukan positif dan direktif berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya serta bertukar gagasan dengan pengetahuan dan pengalaman masyarakat yang didampinginya. Membangkitkan kesadaran masyarakat, menyampaikan informasi, melakukan konfrontasi, menyelenggarakan pelatihan bagi masyarakat adalah beberapa tugas yang berkaitan dengan peran pendidik; (3) Perwakilan masyarakat
44
merupakan peran yang dilakukan dalam kaitannya dengan interaksi antara pendamping dengan lembaga-lembaga eksternal atas nama dan demi kepentingan masyarakat dampingannya. Penyuluh dapat bertugas mencari sumber-sumber, melakukan
pembelaan,
menggunakan
media,
meningkatkan
hubungan
masyarakat, dan membangun jaringan kerja; dan (4) peran-peran teknis merupakan peran pendamping yang mengacu pada aplikasi keterampilan yang bersifat praktis. Pendamping dituntut tidak hanya mampu menjadi manajer perubahan yang mengorganisasi kelompok, melainkan pula mampu melaksanakan tugas-tugas teknis sesuai dengan berbagai keterampilan dasar, seperti; melakukan analisis sosial, mengelola dinamika kelompok, menjalin relasi, bernegosiasi, berkomunikasi, memberi konsultasi, dan mencari serta mengatur sumber dana. Peran Penyuluh sebagai Perencana Menurut Departemen Pertanian (2003), perumusan rencana kegiatan penyuluhan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penyuluh pertanian. Rencana kegiatan tersebut merupakan pedoman kegiatan yang harus diselenggarakan oleh penyuluh pertanian. Menurut Mardikanto (2009) dalam perumusan rencana kegiatan, penyuluh pertanian harus menerapkan prinsip-prinsip pendidikan. Di samping itu, dalam rencana kegiatan harus memuat masalah khusus, tujuan kegiatan, metode, waktu, tempat, perlengkapan, pertugas, lokasi, dan biaya. Ada dua rencana yang harus disusun, yaitu: (1) Rencana kegiatan penyuluhan yang meliputi data dan informasi mengenai tujuan, masalah, sasaran, lokasi, metode/kegiatan, waktu, lokasi, biaya dan penanggungjawab serta pelaksana. Masalah dalam rencana kegiatan penyuluhan berupa masalah-masalah yang bersifat perilaku, yang antara lain bisa disidik (identifikasi) berdasarkan teknik faktor penentu dan (2) Rencana kegiatan untuk membantu mengikhtiarkan pelayanan dan pengaturan yang meliputi data dan informasi mengenai tujuan, sasaran, lokasi, jenis kegiatan, waktu, penanggungjawab serta pelaksana. Masalah petani yang bersifat non perilaku antara lain masalah-masalah yang berkaitan dengan kondisi sarana dan prasarana usahatani, pembiayaan, pengaturan, pelayanan dan kebijakan pemerintah/ iklim usaha yang kurang kondusif. Selain itu, rumusan rencana kegiatan harus menggambarkan berbagai kegiatan/metode penyuluhan yang dipandang tepat untuk mentransformasi
45
terjadinya perubahan pengetahuan, wawasan, sikap, dan perilaku pelaku utama dan pelaku usaha serta seluruh pemangku kepentingan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Kegiatan-kegiatan yang bersifat non perilaku, misalnya kegiatan-kegiatan untuk membantu/mengikhtiarkan kemudahan bagi pelaku utama, pelaku usaha, kelembagaan petani, yang berkaitan dengan aspek kebijakan, sarana/prasarana, pembiayaan, pengaturan dan pelayanan, dituangkan dalam bentuk matriks. Kegiatan-kegiatan tersebut selanjutnya diusulkan dalam forum musyawarah perencanaan pembangunan tahun yang berjalan di setiap tingkatan wilayah untuk mendapat dukungan dari dinas/instansi lingkup pertanian dan dinas/instansi terkait (YPST, 2001). Peran Penyuluh sebagai Analisator Undang-Undang No 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (Tunggal, 2007), menyebutkan bahwa seorang penyuluh harus membantu menganalisis dan memecahkan masalah serta merespons peluang dan tantangan yang dihadapi pelaku utama dan pelaku usaha dalam mengelola usaha. Menurut YPST (2001), penyuluh memiliki tugas dalam melakukan analisis keadaan dan masalah yang dihadapi oleh petani, selanjutnya dirumuskan dalam programa penyuluhan. Programa penyuluhan pertanian dikembangkan berdasarkan hasil analisis keadaan dan kebutuhan masyarakat. Analisis keadaan dimulai dengan pengumpulan data yang terdiri dari data primer maupun data sekunder, misalnya: monografi daerah, data penduduk/petani, data tanah, air dan curah hujan, data luas lahan, jenis tanaman dan produksi per ha serta data mengenai keadaan dan kegiatan usahatani petani. Untuk pengumpulan data ini diperlukan instrumen untuk pengumpulan data yang harus disiapkan oleh penyuluh. Peran sebagai Ahli Evaluasi Kegiatan dan Hasil Penyuluhan Menurut van den Ban dan Hawkins (1999), penyuluh melaksanakan evaluasi untuk menentukan apakah program penyuluhan telah mencapai sasaran? dan apakah sasaran tersebut dapat dicapai dengan menggunakan cara lain agar lebih efektif? Menurut Rennekamp et al. (1999), dalam penyuluhan dilakukan
46
evaluasi proses maupun evaluasi outcome. Tipe evaluasi proses mencakup pengumpulan data tentang hitungan input yang digunakan, aktivitas yang dilakukan, catatan kehadiran peserta dan karakteristik peserta (partisipasi), reaksi atau perasaan peserta terhadap program; sedangkan tipe evaluasi outcome merupakan bentuk evaluasi program yang mengukur tingkat efektivitas program dalam memproduksi outcome yang diharapkan. Outcome adalah benefit bagi orang lain seperti pengetahuan baru, perubahan perilaku, atau peningkatan status. Akuntabilitas berarti menyampaikan hasil evaluasi ke tangan orang yang memerlukannya untuk pengambilan keputusan, karena itu Rennekamp et al., (2001) mengemukakan bahwa semakin baik penyuluh dalam mendokumentasikan dampak dari program yang berfokus pada kebutuhan dan isu yang relevan, maka peran penyuluhan akan semakin diperhitungkan dalam pembangunan. Peran Penyuluh sebagai Ahli dalam Memilih dan Menerapkan Metode Penyuluhan Untuk mengembangkan keefektivan metode, pemilihan dan penggunaan metode harus didasarkan atas kondisi petani yaitu perhatian, minat, kepercayaan, hasrat, tindakan dan kepuasan. Metode untuk mengembangkan perhatian dilakukan
melalui demonstrasi atau pameran, sedangkan metode untuk
membangkitkan dan memelihara kepercayaan hal-hal seperti kunjungan rumah dan lapangan/usahatani dapat dilakukan. Selanjutnya untuk menumbuhkan hasrat sebagai hasil perkembangan dari minat dan kepercayaan metode dan kegiatan petani melihat obyek nyata misalnya melalui studi banding. Menurut Yayasan Pengembangan Sinar Tani (2001), penerapan metode penyuluhan harus memperhatikan upaya pengembangan kegiatan pembelajaran dan pengembangan keefektivan metode. Pengembangan kegiatan pembelajaran memerlukan (1) perumusan tujuan yang jelas, (2) mewujudkan perubahan perilaku yang berkaitan dengan materi yang dipelajari, (3) situasi belajar yang kondusif, (4) pengalaman belajar, (5) kombinasi metode, dan (6) evaluasi. Selain hal tersebut di atas berbagai macam metode penyuluhan pertanian dikelompokkan atas dasar teknik komunikasi, jumlah sasaran dan proses adopsi dan berdasarkan indera penerima. Berdasarkan teknik komunikasi, metode penyuluhan dibedakan antara metode langsung (face to face communication)
47
contohnya pembicaraan di saung meeting, kursus, anjangsana.
Metode tidak
langsung, contohnya melalui media cetak (brosur, majalah, leaflet dsb), media elektronik (radio, televisi, internet, dsb), media pertunjukkan atau sandiwara, dan melalui media lain. Menurut van den Ban dan Hawkins (1999), metode untuk mempengaruhi sangat beragam tergantung pada kepentingan dan tingkat keharmonisan yang mempengaruhi dan yang dipengaruhi. Petani dan penyuluh perlu menyadari adanya kepentingan bersama dalam penyuluhan. Di satu sisi petani lebih mudah memutuskan hubungan karena tidak terikat pada pertimbangan etis seperti penyuluh, namun di sisi lain penyuluh juga memiliki sumber kekuatan potensial lain yang dapat disalahgunakan. Kemampuan menguasai petani menjadi kuat karena adanya penggabungan antara kegiatan pemberian saran dengan supervisi kredit. Metode penyuluhan oleh van den Ban dan Hawkins (1999) digolongkan menjadi (1) kewajiban dan pemaksaan, dapat diterapkan dalam keadaan mendesak. Metode ini tidak sesuai untuk mengubah perilaku yang menghendaki prakarsa dari petani, karena mereka akan kembali kepada perilaku semula begitu paksaan dihentikan; (2) pertukaran, merupakan metode yang efisien untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan dari berbagai kelompok, pihak atau pribadi yang berbeda-beda. Misalnya pada perundingan antara pedagang dengan petani, pihak majikan dan buruh; (3) Saran, cara atau metode saran dapat digunakan dengan syarat bahwa petani dan penyuluh sudah setuju dan tahu masalah yang dihadapi, kompetensi penyuluh dipercaya petani, petani memiliki sarana dan kemampuan melaksanakan saran; (4) mempengaruhi pengetahuan dan sikap petani, merupakan metode pendidikan yang dapat mengubah perubahan sikap dalam jangka panjang; (5) manipulasi atau mempengaruhi tingkat pengetahuan dan sikap petani tanpa disadarinya; (6) penyediaan sarana, metode ini hanya merupakan tindakan sementara untuk mendorong petani mencoba suatu inovasi; (7) pemberian jasa; dan (8) mengubah struktur sosial ekonomi petani.
48
Peran Penyuluh sebagai Ahli Teknik Pertanian Penyuluh pertanian memiliki peran besar dalam membantu petani memajukan usahataninya, oleh karena itu penyuluh harus memiliki kemampuan teknis yang dibutuhkan terkait usahatani yang dikelola oleh petani. Pekerjaan seorang penyuluh pertanian tidak terbatas pada mengembangkan kemampuan, pengetahuan, sikap, dan keterampilan, tetapi juga memotivasi dan memberikan bimbingan masalah teknis pertanian (YPST, 2001). Menurut van den Ban dan Hawkins (1999), pemberian jasa merupakan salah satu metode penyuluhan yang dapat diberikan kepada petani yakni mencakup pengalihan beberapa tugas petani. Evaluasi pajak pendapatan, permintaan pinjaman dan subsidi, pengisian formulir untuk perhitungan statistik mengenai jumlah ternak dan produksi tanaman, dan bermacam-macam lagi lainnya merupakan pekerjaan yang menyita waktu dalam pertanian modern. Banyak petani menganggap sulit dan berbelit-belit untuk mengisi formulir demikian sehingga mereka mengharapkan bantuan dan saran dari penyuluh. Namun demikian peranan penyuluh hanya memberikan bantuan awal, atau melatih menyelesaikan tugasnya. Peran Penyuluh sebagai Ahli Analisis Bisnis/Kewirausahaan Filion (1995) menggambarkan wirausahawan sebagai orang yang imajinatif, yang ditandai dengan kemampuannya dalam menetapkan sasaran serta dapat mencapai sasaran-sasaran itu, juga memiliki kesadaran tinggi untuk menemukan peluang-peluang dan membuat keputusan. Kewirausahaan bukan sekedar membuka usaha, tetapi merupakan mentalitas dan pola pikir seseorang. Kata wirausaha (entrepreneur) merupakan gabungan kata wira (gagah berani, perkasa) dan usaha. Jadi wirausaha berarti orang yang gagah berani atau perkasa dalam usaha. Ini berarti inti dari wirausaha adalah keberanian seseorang untuk melakukan sesuatu kegiatan dengan mengerahkan tenaga dan pikiran untuk mencapai tujuannya. Menurut Syahyuti (2006), prinsip dasar yang ada dalam kewirausahaan itu adalah cara membangun karakter yang tangguh, kreatif, inovatif, cerdas, mandiri, produktif dan mampu memanfaatkan peluang atau sumberdaya yang ada. Dengan
49
demikian wirausaha adalah sikap mental individu yang memiliki karakteristik seperti: pekerja keras, percaya diri, berani mengambil resiko, berorientasi kepada tugas dan hasil, mandiri, dan inovatif. Dalam UU No. 16 Tahun 2006 Pasal 4 dijelaskan bahwa salah satu fungsi sistem penyuluhan adalah meningkatkan kemampuan kepemimpinan, manajerial, dan kewirausahaan pelaku utama dan pelaku usaha (Tunggal, 2007). Ini berarti penyuluh memiliki kemampuan dalam menumbuhkan kewirausahaan terhadap sasarannya. Kemampuan mengembangkan kewirausahaan dalam penelitian ini diartikan sebagai kemampuan penyuluh dalam: menanamkan sikap mental kepada petani untuk berani mengambil resiko, mencari peluang, cara pandang (visi) terhadap perubahan, dan inisiatif untuk berubah. Oleh karena itu penyuluh perlu memiliki kemampuan dalam hal: (1) mengembangkan cara pandang petani untuk mengikuti perubahan, (2) mengembangkan kemampuan mencari peluang usaha pertanian, (3) menanamkan sikap berani mengambil resiko terhadap perubahan, (4) mengembangkan sikap untuk berinisiatif dalam usaha pertanian sesuai tuntutan perubahan, dan (5) membangun kerjasama dalam kelompok usaha sesuai potensi yang dimiliki petani. Peran Penyuluh sebagai Fasilitator Fasilitator adalah orang yang memberikan bantuan dalam memperlancar proses komunikasi sekelompok orang, sehingga mereka dapat memahami atau memecahkan masalah bersama-sama. Fasilitator bukanlah seseorang yang bertugas hanya memberikan pelatihan, bimbingan nasihat atau pendapat. Fasilitator harus menjadi nara sumber yang baik untuk berbagai permasalahan (Indo SDM, 2011). Lebih lanjut disebutkan, tugas seorang fasilitator adalah: (1) Menata acara belajar, menyiapkan materi, dan penyajian materi sesuai dengan bidangnya. (2) Menata situasi proses belajar. (3) Mengintensifkan kerjasama dan komunikasi antar anggota kelompok. (4) Mengarahkan acara belajar dan menilai bahan belajar sesuai kebutuhan. (5) Mengadakan bimbingan pada diskusi kelompok, memberikan umpan balik/feedback kepada anggota kelompok.
50
(6) Apabila dalam diskusi terdapat pembicaraan yang keluar jalur, fasilitator juga bertugas
sebagai
mediator/penengah
untuk
mengembalikan
topik
pembicaraan ke jalur yang benar. (7) Merumuskan kegiatan dan hasil kegiatan peserta. (8) Mengadakan evaluasi terhadap peserta dan proses pelatihan. Kemampuan seorang Fasilitator: (a) Berkomunikasi dengan baik. Fasilitator harus mendengarkan pendapat setiap anggota kelompok, menyimpulkan pendapat mereka, menggali keterangan lebih lanjut dan membuat suasana akrab dengan peserta diskusi kelompok. (b) Menghormati sesama anggota kelompok. Fasilitator harus menghargai sikap, pendapat dan perasaan dari setiap anggota kelompok. (c) Berpengetahuan. Fasilitator harus mempunyai pengetahuan yang cukup terhadap setiap persoalan yang akan dibahas. Ia harus memiliki minat yang besar terhadap berbagai persoalan yang ada. (d) Memiliki Sifat Terbuka. Fasilitator harus dapat menerima pendapat atau sikap yang mungkin kurang sesuai yang disampaikan oleh anggota kelompok. Fasilitator harus menanggapi hal tersebut di atas dengan sikap terbuka, sambil tertawa atau bergurau. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Persepsi Penyuluh Studi yang dilakukan oleh Biever (Asngari, 1984) mengenai peranan penyuluh pertanian mendapatkan bahwa umur responden berpengaruh nyata pada persepsinya terhadap peranannya. Biever juga menemukan bahwa ada kaitan antara persepsi dan pendidikan. Demikian pula dengan penemuan Griffith (Asngari, 1984) menunjukkan adanya kaitan antara persepsi dan umur. Brunner dan Tagiuri (Asngari, 1984) menekankan bahwa melalui interaksi, seseorang memperoleh banyak informasi. Hal ini dapat meningkatkan ketepatan persepsinya. Dalam studinya di Caleta, Australia, Tully (Asngari, 1984) menemukan bahwa interaksi di antara anggota kelompok akan meluruskan persepsi dan pengertian yang salah terhadap informasi yang diterimanya. Interaksi yang didasari oleh persepsi yang realistik akan mendorong tercapainya kesepakatan, dan selanjutnya meningkatkan motivasi dan tindakan bersama yang
51
efektif. Sebaliknya interaksi yang didasari oleh persepsi yang salah terhadap sesuatu akan menimbulkan pertentangan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Tannenbaun (Asngari, 1984) yang menyebutkan, bahwa kemungkinan terjadinya pertentangan disebabkan oleh persepsi yang berbeda dari orang-orang dalam kelompok itu. Terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi persepsi seorang penyuluh terhadap perannya di antaranya: (1) Karakteristik penyuluh, terdiri atas: umur, pendidikan formal, pelatihan, masa kerja, dan pendapatan; (2) Lingkungan fisik, terdiri atas: kelembagaan, makna pekerjaan, luas wilayah binaan, jumlah petani binaan, pembinaan dan supervisi, dan pengembangan karir; (3) Lingkungan sosial ekonomi, terdiri atas: lingkungan kerja, peluang kemitraan, akses terhadap sumberdaya ekonomi, dan akses terhadap media; (4) Motivasi, terdiri atas: motivasi berprestasi, motivasi berafiliasi, dan motivasi kekuasaan (Robbins, 1994). Karakteristik Penyuluh Salkind (1985) menyebutkan bahwa umur menurut kronologi dapat memberikan petunjuk untuk menentukan tingkat perkembangan individu, sebab umur menurut kronologi relatif lebih mudah dan akurat untuk ditentukan. Menurut Padmowihardjo (1994) umur bukan merupakan faktor psikologis, tetapi apa yang diakibatkan oleh umur adalah faktor psikologis. Terdapat dua faktor yang menentukan kemampuan seseorang berhubungan dengan umur.
Faktor
pertama ialah mekanisme belajar dan kematangan otak, organ-organ sensual, dan otot organ-organ tertentu. Faktor kedua adalah akumulasi pengalaman dan bentukbentuk proses belajar yang lain. Terkait masalah umur, von Senden et al. (Havighurst, 1974) mengamati gejala yang menyatakan bahwa terdapat periode kritis dalam tahap perkembangan selama manusia secara maksimal menerima stimuli spesifik. Tahap seperti itu hadir dalam perkembangan proses sensor utama, seperti konsepsi tentang ukuran, bentuk, dan jarak, dan juga dalam pengembangan perilaku sosial. Usia merupakan ciri atau tanda dari perubahan perkembangan seseorang.
Menurut
(Salkind,
1985), dalam teori Gesell tentang kematangan dan teori Freud tentang model psikoanalitis, diyakini bahwa perkembangan merupakan suatu seri yang
52
berhubungan dengan perubahan umur; di mana umur didefinisikan sebagai waktu yang sudah dilewati secara kronologis (Salkind, 1985). Usia seseorang berhubungan dengan kemampuan dan kemauan belajar dan fleksibilitas. Banyak orang beranggapan bahwa usia tua berhubungan dengan kepikunan.
Hal ini berbeda pada masing-masing individu. Schermerhorn
berkesimpulan bahwa usia tidak ada hubungannya dengan kinerja seseorang dalam hal ini orang yang lebih tua tidak lebih unproduktif daripada orang muda, meskipun demikian orang yang sudah tua lebih banyak tidak dapat menghindari absen daripada orang yang lebih muda, sedangkan beberapa potensi untuk mempelajari keterampilan tertentu dipengaruhi oleh usia (Schemerhorn et al., 1997). Slamet
(2003)
mendefinisikan
pendidikan
sebagai
usaha
untuk
menghasilkan perubahan-perubahan pada perilaku manusia. Menurut Soeitoe (1982), pendidikan adalah suatu proses yang diorganisir dengan tujuan mencapai sesuatu hasil yang nampak sebagai perubahan dalam tingkah laku. Soekanto (2002) menyatakan pendidikan mengajarkan kepada individu aneka macam kemampuan.
Pendidikan memberikan nilai-nilai tertentu bagi
manusia, terutama dalam membuka pikiran serta menerima hal-hal baru dan juga bagaimana cara berpikir secara ilmiah.
Menurut Vaizey (1978), tujuan utama
pendidikan adalah mengembangkan kapasitas untuk dapat menikmati hidup yang biasa.
Sejalan dengan hal tersebut, Rusell (1993) mengemukakan bahwa
pendidikan senantiasa mempunyai dua sasaran, yaitu pengajaran dan pelatihan perilaku yang baik. Dalam dunia kerja, masa kerja dikenal dengan istilah senioritas. Beberapa hasil penelitian menunjukkan, ternyata tidak ada alasan untuk mempercayai bahwa orang yang lebih lama masa kerjanya atau lebih senior akan lebih produktif daripada mereka yang kurang senior, dengan demikian senioritas bukan variabel yang baik untuk menduga produktifitas kerja (Robbins, 1994). Hasil penelitian Terry dan Israel (2004) menunjukkan bahwa masa kerja penyuluh memberikan efek positif bagi penyuluh yang relatif masih baru, sementara kepada penyuluh yang sudah lebih lama bekerja menunjukkan tingkat kepuasan klien yang rendah.
53
Menurut
Manullang
(1996),
pelatihan
merupakan
usaha
untuk
mengembangkan kecakapan atau menambah keahlian dan efisiensi kerja seseorang.
Siagian (1996) mengungkapkan pelatihan merupakan usaha untuk
meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan produktivitas kerja seseorang. Selain itu, pelatihan dapat bersifat pengembangan kemampuan yang bersangkutan untuk mempersiapkannya memikul tanggung jawab yang lebih besar dikemudian hari. Pelatihan adalah proses memperoleh keterampilan spesifik untuk melaksanakan suatu pekerjaan secara lebih baik. Pelatihan membantu seseorang untuk menjadi terampil dan berkualitas dalam melakukan pekerjaan (Dahama & Bhatnagar, 1985). Pelatihan digambarkan sebagai proses pengajaran, memberi tahu, atau mendidik orang-orang sehingga memiliki kualitas dalam melaksanakan perkejaan, dan memiliki kualitas untuk melaksanakan tanggung jawab dan kesulitan yang lebih besar (Halim & Ali, 1997). Pelatihan merupakan bentuk kegiatan pendidikan nonformal yang bertujuan untuk menambah kecakapan petani. Suriatna (1987) mengemukakan bahwa pendidikan kepada petani tidak cukup hanya dengan memberi tambahan pengetahuan saja. Betapapun pengetahuannya bertambah, jika sikapnya masih tidak percaya diri, masih tertutup terhadap suatu inovasi, maka tidak akan terjadi perubahan perilaku. Menurut Penny (1990), pendapatan seseorang merupakan keseluruhan dari apa yang ia peroleh dari cara pemanfaatan tenaga kerja, tanah dan modal lainnya. Pendapatan dikatakan lebih lanjut merupakan suatu indikator daya, status, dan pengaruhnya, tidak terdapat batas atas bagi pendapatan, meskipun terdapat batas bawah secara praktis. Batas bawah yang praktis adalah tingkat orang berada dalam keadaan atau pada tingkat kelaparan. Lingkungan Fisik Kelembagaan Menurut Winardi (2003), kelembagaan/organisasi secara efektif dapat menghasilkan manfaat/keuntungan: (1) Kejelasan tentang ekspektasi-ekspektasi kinerja individual dan tugas-tugas yang terspesialisasi; (2) Pembagian kerja, yang menghindari timbulnya duplikasi, konflik, dan penyalahgunaan sumber-sumber
54
daya, baik sumberdaya material maupun sumberdaya manusia; (3) Terbentuknya suatu arus aktivitas kerja yang logikal, yang dapat dilaksanakan dengan baik oleh individu-individu atau sebagian kelompok-kelompok; (4) Saluran-saluran komunikasi yang mapan, yang membantu pengambilan keputusan dan pengawasan;
(5)
Mekanisme-mekanisme
yang
mengkoordinasi,
yang
memungkinkan tercapainya harmoni antara para anggota organisasi, yang terlibat dalam aneka macam kegiatan; (6) Upaya-upaya yang difokuskan yang berkaitan dengan sasaran-sasaran logikal dan efisien; (7) Struktur-struktur otoriter tepat, yang memungkinkan kelancaran perencanaan dan pengawasan pada seluruh organisasi yang bersangkutan. Penyuluh pertanian dalam melaksanakan tugasnya perlu mendapatkan dukungan dari lembaga atau institusi tempatnya bernaung, Dukungan tidak hanya dari segi kebijakan, tetapi juga dari segi fasilitas dan operasional di lapangan. Menurut undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2006
tentang
sistem penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan (Tunggal, 2007), dalam menetapkan
kebijakan
penyuluhan
pemerintah
dan
pemerintah
daerah
memperhatikan ketentuan sebagai berikut: (1) Penyuluhan
diselenggarakan
secara
terintegrasi
dengan
subsistem
pembangunan pertanian, perikanan, dan kehutanan. (2) Penyelenggaraan penyuluhan dapat dilaksanakan oleh pelaku utama dan/atau warga masyarakat lainnya sebagai mitra pemerintah dan pemerintah daerah, baik secara sendiri-sendiri maupun bekerjasama, yang dilaksanakan secara terintegrasi
dengan
programa
pada
tiap-tiap
tingkat
administrasi
pemerintahan. (3) Memberikan kepastian hukum bagi terselenggaranya penyuluhan yang produktif, efektif, efisien, terdesentralisasi, partisipatif, terbuka, berswadaya, bermitra
sejajar,
kesetaraan
gender,
berwawasan
lingkungan,
dan
bertanggung gugat yang dapat menjamin terlaksananya pembangunan pertanian, perikanan, dan kehutanan. (4) Memberikan perlindungan, keadilan, dan kepastian hukum bagi pelaku utama dan pelaku usaha untuk mendapatkan pelayanan penyuluhan serta bagi penyuluh dalam melaksanakan penyuluhan.
55
(5) Mengembangkan sumberdaya manusia yang maju dan sejahtera. Lebih lanjut, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006
tentang sistem
penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan menyebutkan kelembagaan penyuluhan bertugas sebagai: (a) Menyusun programa penyuluhan pada tingkat kecamatan sejalan dengan programa penyuluhan kabupaten/kota. (b) Melaksanakan penyuluhan berdasarkan programa Penyuluhan. (c) Menyediakan dan menyebarkan informasi teknologi, sarana produksi, pembiayaan, dan pasar. (d) Memfasilitasi pengembangan kelembagaan dan kemitraan pelaku utama dan pelaku usaha. (e) Memfasilitasi peningkatan kapasitas penyuluh PNS, penyuluh swadaya, dan penyuluh swasta melalui proses pembelajaran secara berkelanjutan. (f) Melaksanakan proses pembelajaran melalui percontohan dan pengembangan model usaha tani bagi pelaku utama dan pelaku usaha. Menurut Herzberg (Daniel, 2004) administrasi dan kebijakan organisasi mencakup efektivitas management organisasi termasuk di dalamnya komunikasi, organisasi kerja, kebijakan, dan prosedur kerja lainnya. Makna Pekerjaan Menurut Hackman dan Oldham (Armansyah, 2002), terdapat tiga karakteristik pekerjaan yang dihipotesiskan mempengaruhi persepsi seseorang terhadap pekerjaannya yaitu (1) variasi keterampilan, (2) identitas tugas, dan (3) signifikansi tugas. Derajat variasi kegiatan dalam suatu pekerjaan menentukan pemaknaan seseorang terhadap pekerjaannya. Bila suatu tugas mempersyaratkan seseorang
untuk
menggunakan
aktivitas-aktivitas
yang
menantang atau
menggunakan seluruh keahlian dan keterampilannya, maka mereka cenderung memiliki persepsi pekerjaan tersebut penuh makna. Dubin dan Goldman (1972) menunjukkan bahwa pekerjaan yang membutuhkan lebih banyak keahlian yang menantang dan lebih beragam menempati kepentingan atau kebutuhan hidup yang lebih sentral bagi individu daripada pekerjaan yang tuntutan keahliannya rendah dan bersifat rutin. Kepentingan atau semangat kerja yang nampak secara psikologis dalam penelitian
56
tersebut menggambarkan bahwa orang tersebut terus bekerja seolah-olah bukan karena pertimbangan ekonomi saja melainkan pertimbangan non-ekonomi juga. Hal ini dibuktikan melalui riset terhadap para calon pensiunan yang tidak mau berhenti bekerja karena takut merasa tidak berguna dan kekhawatiran bahwa pengangguran mempercepat kematian. Pandangan ini juga dapat ditemukan dalam tulisan atau buku-buku yang membahas tentang orang-orang yang kehilangan pekerjaan. Secara keseluruhan, bukti yang ada menunjukkan bahwa kerja memberikan arti psikologis bagi setiap orang. Luas Wilayah Binaan Wilayah kerja penyuluh pertanian (WKPP) adalah satu kesatuan wilayah pertanian yang meliputi satu sampai lima wilayah kecamatan yang secara efektif dapat dilayani seorang penyuluh pertanian, sedangkan wilayah kerja balai penyuluhan pertanian (WKBPP) merupakan satu kesatuan wilayah pertanian yang meliputi 1–3 kecamatan dalam satu wilayah kabupaten/kotamadya daerah Tingkat II, yang secara efektif dapat dilayani oleh BPP dan tersusun atas kurang lebih 10 WKPP (Departemen Pertanian, 1988). Jumlah Petani Binaan Banyaknya petani binaan akan berdampak pada intensitas interaksi antara penyuluh dengan petani. Menurut Wiriaatmadja (1990), dalam kegiatan penyuluhan, seorang penyuluh harus mengadakan hubungan dengan petani, hubungan tersebut dapat menimbulkan komunikasi. Komunikasi yang baik akan berjalan timbal balik atau terjadinya feedback. Hal ini penting bagi penyuluh, yaitu untuk dapat mengambil tindakan-tindakan selanjutnya, dengan demikian maka komunikasi tersebut dapat dilanjutkan dan dipelihara dengan baik. Dalam suatu proses komunikasi (Suparno, 2000) terjadi interaksi antara sumber dengan penerima. Interaksi ini berarti ada pengiriman dan penerimaan pesan-pesan secara interaktif dan terus-menerus. Pembinaan dan Supervisi Pengawasan atau supervisi mencakup teknik pengawasan (supervisi) yaitu efektivitas pengawas, keahlian manajemennya, pengetahuan,
kesuksesan dan
kemampuan dalam memecahkan masalah; dan hubungan dengan pengawas
57
(Relationship with supervisor).
Menurut Herzberg (Daniel, 2004), seseorang
dapat memiliki kemampuan hubungan yang menyenangkan dengan pengawasnya yakni orang tersebut dapat belajar dari pengawasnya tersebut, bagaimana pengawas mendukungnya dan pengawas tersebut secara jujur berkeinginan untuk mendengarkan berbagai saran dan memberikan penghargaan untuk suatu hasil bekerja yang baik. Dua fungsi utama dari supervisi adalah orientasi tugas dan pertimbangan bagi petugas atau pegawai, karena itu arah dan aktivitas organisasi, motivasi pegawai dan manajemen dari kelompok kerja merupakan hal penting bagi supervisor (Vijayaragavan & Sing, 1998). Pengembangan Karir Menurut Departemen Pertanian (2003), penyuluh pertanian mendapat kesempatan pengembangan karir ke tingkat jabatan fungsional yang lebih tinggi jika dapat mencukupi persyaratan jumlah angka kredit kumulatif minimal. Promosi merupakan bentuk pengembangan karir yaitu peningkatan jabatan seseorang ke tingkat yang lebih tinggi gajinya, tanggungjawab, dan level organisasinya, biasanya diberikan sebagai penghargaan terhadap kinerjanya. Menurut Swinyard dan Bond (Werther dan Davis, 1989), umumnya promosi diberikan sebagai penghargaan terhadap nilai kesuksesan kinerja (merit-based promotions) dan terhadap senioritas (seniority-based promotion). Lingkungan Sosial Ekonomi Lingkungan Kerja Menurut Herzberg (Daniel, 2004), lingkungan kerja mencakup kondisi fisik lingkungan kerja, jumlah pekerjaan, suasana kerja dan fasilitas tempat kerja. Termasuk juga pencahayaan di ruang kerja, ventilasi, sarana, ruangan dan berbagai faktor lingkungan lainnya. Selain hal tersebut dalam penyuluhan kondisi kerja yang dimaksud juga mencakup luas wilayah kerja penyuluh dan jumlah kepala keluarga petani. Wilayah kerja penyuluhan pertanian (WKPP) adalah satu kesatuan wilayah pertanian yang meliputi 1–5 wilayah kecamatan yang secara efektif dapat dilayani seorang penyuluh pertanian, sedangkan wilayah kerja balai penyuluhan pertanian (WKBPP) merupakan satu kesatuan wilayah pertanian yang meliputi 1–3 kecamatan dalam satu wilayah kabupaten/kotamadya daerah tingkat
58
II, yang secara efektif dapat dilayani oleh BPP dan tersusun atas kurang lebih 10 WKPP (Departemen Pertanian, 1988). Peluang Kemitraan Era industrialisasi dan globalisasi, pembangunan pertanian dilihat dari dua sudut pandang, (1) keutuhan mata rantai sub-sub sistem agribisnis, yaitu sub sistem pengadaan sarana produksi, sub sistem produksi, sub sistem pengolahan dan sub sistem pemasaran dan (2) orientasi pengembangan masing-masing sub sistem yaitu rasional ekonomis atau sebagai usaha yang saling menguntungkan semua pihak. Era seperti ini, diperlukan jaringan kerjasama antara lembaga penyuluhan pertanian dengan berbagai pihak lain seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM), koperasi, Asosiasi petani maupun lembaga penelitian dan pengembangan serta perguruan tinggi (YPST, 2001). Akses terhadap Sumberdaya Ekonomi Akses ekonomi merupakan kesempatan yang mendukung penyuluh untuk membantu petani memecahkan masalah-masalah ekonomi usahataninya, baik secara individu maupun kelompok dari pihak luar. Menurut Sukirno (1981), masalah-masalah pokok dalam ekonomi adalah: (1) apakah jenis barang-barang dan jasa-jasa yang harus diproduksi? (2) bagaimanakah teknik dan gabungan faktor-faktor produksi yang harus digunakan untuk menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa tersebut? (3) bagaimana pendapatan didistribusikan di antara faktorfaktor produksi? dan bagaimana distribusi itu harus diperbaiki untuk kesejahteraan dan taraf hidup yang maksimal? (4) apakah penggunaan faktor-faktor produksi sudah mencapai efisiensi yang tinggi? (5) bagaimana mengatasi kenaikan harga? dan (6) bagaimana usaha dijalankan agar faktor produksi selalu efisien? Faktor-faktor ekonomi yang dapat berpengaruh terhadap produksi usahatani antara lain adalah: cabang usaha, faktor produksi khususnya modal dan sumber modal yang diperoleh. Dalam upaya mengatasi faktor atau masalah usahatani, terdapat keputusan yang harus berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi yaitu: (1) menentukan kegiatan apa saja yang sebaiknya dilaksanakan di dalam perusahaan, (2) menentukan jumlah berbagai faktor produksi yang harus dipakai setiap tahun, (3) menentukan jumlah modal yang diperlukan, (4) memilih sumber
59
modal yang baik, (5) menentukan jumlah modal yang sebaiknya diambil dari setiap sumber yang dipilih (Hernanto, 1993). Akses terhadap Media Media massa merupakan salah satu sarana yang dapat digunakan oleh penyuluh untuk memperoleh informasi khususnya untuk menambah pengetahuan dan wawasan terkait tugas sebagai penyuluh pertanian. Menurut van den Ban dan Hawkins (1999), surat kabar, majalah, radio, dan televisi merupakan media yang paling murah untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat. Media massa dapat digunakan untuk mengubah pola perilaku, terutama yang kecil dan kurang penting, atau perubahan untuk memenuhi keinginan yang ada. Sejalan dengan hal tersebut Suseno (2003), menyatakan bahwa beberapa media yang dapat digunakan untuk menyampaikan informasi antara lain: surat, telepon, surat kabar, majalah, radio, televisi, internet, dan yang sejenisnya. Media tersebut selain untuk menyampaikan informasi, juga untuk menyampaikan gagasan, pendapat dan perasaan kepada orang lain. Asngari (2001) menyebutkan bahwa dalam penyuluhan, informasi yang tepat disajikan adalah informasi yang dibutuhkan dan diinginkan masyarakat, yakni informasi yang bermakna: (1) informasi tersebut menguntungkan, (2) secara teknis memungkinkan untuk dilaksanakan, (3) secara sosial-psikologis dapat diterima sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat, dan (4) sesuai atau sejalan dengan kebijakan pemerintah. Menurut van den Ban dan Hawkins (1999) surat kabar, radio, majalah, dan televisi merupakan media yang paling murah untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat. Media massa dapat digunakan untuk mengubah pola perilaku, terutama yang kecil dan kurang penting, atau perubahan untuk memenuhi keinginan yang ada. Media tersebut selain untuk menyampaikan informasi, juga untuk menyampaikan gagasan, pendapat dan perasaan kepada orang lain. Jahi (1988), menyatakan media siaran yang memiliki potensi besar untuk mendukung pembangunan pedesaan di dunia ketiga adalah radio dan televisi, karena kedua media tersebut dapat dengan mudah menjangkau massa khalayak yang berada ditempat terpencil. Demikian juga dengan persuratkabaran pedesaan
60
yang mapan dan memiliki khalayak yang luas dapat sangat membantu dalam mendidik, memotivasi, dan mengembangkan opini publik bagi pembangunan. Motivasi Menurut Lindner (1998), motivasi didefinisikan sebagai proses psikologis yang menentukan kegunaan dan arah perilaku, suatu kecenderungan untuk bertindak dalam mencapai kebutuhan tertentu yang belum terpenuhi: suatu dorongan internal untuk memuaskan kebutuhan yang belum terpenuhi dan kemauan untuk mencapainya Menurut Daniel (2004), motivasi merupakan suatu dorongan mental untuk mendorong seseorang melakukan suatu tindakan. Adanya kebutuhan yang tidak terpuaskan memotivasi keadaan tersebut. Selanjutnya dituliskan bahwa kebutuhan manusia pada tingkatan yang paling dasar seperti makanan, tempat tinggal dan daya juang merupakan motivasi yang terkuat. Pada level kejiwaan (psikologi) manusia membutuhkan untuk dimengerti, ditegaskan, dikoreksi dan dihargai. Motivasi pada level bisnis berlangsung pada saat masyarakat mengetahui adanya alasan yang jelas untuk memperoleh transfer pengetahuan atau praktek. Menurut Suparno (2000), motivasi merupakan keadaan internal seseorang yang mendorong orang tersebut untuk melakukan sesuatu. Motivasi dijelaskan pula sebagai suatu dorongan untuk tumbuh dan berkembang. Motivasi berkaitan dengan keseimbangan atau equilibrium yaitu upaya untuk dapat membuat dirinya memadai dalam menjalani hidup ini. Seseorang dapat mengatur dirinya sendiri relatif lebih bebas dari dorongan orang lain untuk menjadi lebih kompeten dengan eqiulibrium dimaksud. Menurut Sudjana (1991), motivasi belajar adalah motivasi insentif. Motivasi
tersebut
menggambarkan
kecenderungan
asli
manusia
untuk
menggerakkan, mendominasi dan menguasai lingkungan sekelilingnya. Suparno (2000) mengemukakan bahwa seseorang akan melakukan sesuatu kalau mengharapkan akan melihat hasil, memiliki nilai (value) atau manfaat. Perasaan berhasil atau the experience of success akan menimbulkan motivasi seseorang untuk mempelajari sesuatu. Selain itu, seseorang akan termotivasi untuk belajar jika yang dipelajari mendatangkan keuntungan. berupa nilai ekonomi maupun sosial.
Keuntungan dimaksud dapat
61
McClelland mengemukakan teorinya yaitu McClelland Achievement Motivation Theory atau Teori Motivasi Berprestasi McClelland (Robbins, 1994). Teori ini berpendapat bahwa karyawan mempunyai cadangan energi potensial, bagaimana energi dilepaskan dan digunakan tergantung pada kekuatan dorongan motivasi seseorang dan situasi serta peluang yang tersedia. Hal-hal yang memotivasi seseorang adalah: (1) Kebutuhan akan prestasi (need for achievement = nAch), merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat bekerja seseorang. Karena itu, nAch akan
mendorong
seseorang
untuk
mengembangkan
kreativitas
dan
mengarahkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja yang maksimal. Karyawan akan antusias untuk berprestasi tinggi, asalkan kemungkinan untuk itu diberi kesempatan. Seseorang menyadari bahwa hanya dengan mencapai prestasi kerja yang tinggi akan dapat memperoleh pendapatan yang besar. Dengan pendapatan yang besar akhirnya memiliki serta memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. (2) Kebutuhan akan afiliasi (need for Affiliation = nAff), menjadi daya penggerak yang akan memotivasi semangat bekerja seseorang. Oleh karena itu, nAff ini merangsang gairah bekerja karyawan karena setiap orang menginginkan halhal: kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain di lingkungan ia tinggal dan bekerja (sense of belonging), kebutuhan akan perasaan dihormati, karena setiap manusia merasa dirinya penting (sense of importance), kebutuhan akan perasaan maju dan tidak gagal (sense of achievement), dan kebutuhan akan perasaan ikut serta (sense of patcipation). Seseorang karena kebutuhan nAff
akan memotivasi dan mengembangkan dirinya serta
memanfaatkan semua energinya untuk menyelesaikan tugas-tugasnya. (3) Kebutuhan akan kekuasaan (need for Power = nPow), merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja karyawan. nPow akan merangsang dan memotivasi gairah kerja karyawan serta mengarahkan semua kemampuannya demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang terbaik. Ego manusia ingin lebih berkuasa dari manusia lainnya akan menimbulkan persaingan. Persaingan ditumbuhkan secara sehat oleh manajer dalam memotivasi bawahannya, supaya mereka termotivasi untuk bekerja giat.
62
Jadi teori McClelland menyatakan bahwa ada tiga tipe dasar kebutuhan motivasi yaitu kebutuhan untuk berprestasi (need for achievement), kebutuhan akan afiliasi (need for affiliaton), dan kebutuhan akan kekuasaan (need for power). Teori X dan Y yang dikembangkan oleh Douglas Mc Gregor berpendapat bahwa manusia dilihat dari dua perspektif, berdasar pandangan negatif yang ditandai sebagai teori X, dan berdasarkan pandangan positif ditandai dengan teori Y. Bila dicontohkan pada seorang karyawan, maka teori X mencerminkan seseorang yang tidak menyukai kerja, malas, tidak menyukai tanggung jawab, dan harus dipaksa agar berprestasi, sedangkan teori Y adalah kebalikan dari teori X yaitu bahwa pada dasarnya seseorang menyukai kerja, rajin, menyukai tanggung jawab, dan senang berprestasi (Robbins, 1994). Teori ERG oleh Clyton Alderfer (Robbins, 1994) menekankan pada tiga kebutuhan karyawan, yakni eksistensi, keterhubungan dan pertumbuhan. Teori evaluasi kognitif membagi ganjaran-ganjaran ekstrinsik (upah) untuk perilaku sebelumnya cenderung mengurangi tingkat motivasi keseluruhan. Teori penentuan tujuan menganggap bahwa tujuan yang khusus dan spesifik cenderung sulit mencapai kinerja yang lebih tinggi. Teori penguatan berpandangan bahwa perilaku merupakan fungsi dari kosekuensi-konsekuensinya. Teori keadilan menganggap bahwa individu-individu membandingkan masukan dan keluaran pekerjaan mereka dengan masukan atau keluaran orang lain untuk membuat respon tertentu. Teori keadilan menekankan bahwa individu tidak hanya peduli akan ganjaran mutlak yang diterima, tetapi juga menghubungkan dengan yang diterima orang lain. Perilaku Penyuluh Adapun peubah perilaku dalam penelitian ini diturunkan dari Gambar 1 (halaman 16) yang menyebutkan bahwa persepsi berhubungan dengan perilaku. Perilaku dalam hal ini adalah perilaku penyuluh yang berkaitan dengan aspek kognitif (pengetahuan) dan aspek afektif (sikap) penyuluh pertanian lapang dalam memberikan penyuluhan budidaya padi.
63
Pengetahuan Pengetahuan merupakan hirarki paling bawah dalam taksonomi kognitif Bloom, didasarkan pada kegiatan-kegiatan untuk mengingat berbagai informasi yang pernah diketahui, tentang fakta, metode atau tehnik maupun mengingat halhal yang bersifat aturan, prinsip-prinsip atau generalisasi
Proses memusatkan
perhatian kepada hal-hal yang akan dipelajari, belajar mengingat-ingat dan berpikir, oleh Brunner disebut sebagai cognitive strategy, suatu proses untuk memecahkan masalah baru (Suparno, 2000). Menurut Brunner (Suparno, 2000), pengetahuan selalu dapat diperbaharui, dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan perkembangan kematangan intelektual individu. Pengetahuan bukan produk, melainkan suatu proses. Proses tersebut menurut Brunner melibatkan tiga aspek: (1) proses mendapatkan informasi baru yakni seringkali informasi baru ini merupakan pengganti pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya atau merupakan penyempurnaan informasi sebelumnya; (2) proses transformasi, yaitu proses memanipulasi pengetahuan agar sesuai dengan tugas-tugas baru; dan (3) proses mengevaluasi, yaitu mengecek apakah cara mengolah informasi telah memadai. Sikap Menurut van den Ban dan Hawkins (1999), sikap adalah perasaan, pikiran, dan kecenderungan seseorang yang kurang lebih bersifat permanen mengenai aspek-aspek tertentu dalam lingkungannya. Sikap merupakan kecondongan evaluatif terhadap suatu obyek atau subyek yang memiliki konsekuensi yakni cara seseorang berhadapan dengan obyek sikap. Meyers (Sarwono, 2002) menyatakan bahwa sikap adalah suatu reaksi evaluasi yang menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap sesuatu atau seseorang, yang ditujukan dalam kepercayaan, perasaan atau perilaku seseorang. Sikap
didefinisikan
sebagai
keadaan
internal
seseorang
yang
mempengaruhi pilihan-pilihan atas tindakan-tindakan pribadi yang dilakukannya (Suparno, 2000). Beberapa ahli (Sarwono, 2002; Ajzen, 1988) mendefinisikan sikap sebagai:
64
“a favourable or unfavourable evaluative reaction to ward something or someone, exhibited in one’s belief, feelings or intended behavior (Meyers). An attitude is a disposition to serpond favourably or unfavourably to an object, person, institution or event.” Terdapat perbedaan dalam definisi tersebut, namun semuanya sependapat bahwa ciri khas sikap adalah (1) mempunyai obyek tertentu (orang, perilaku, konsep, situasi, benda), dan (2) mengandung penilaian (setuju - tidak setuju, suka – tidak suka). Menurut Suparno (2000), sikap mempunyai tiga karakteristik yaitu: (1) Intensitas yakni kekuatan perasaan terhadap obyek, (2) Arah terhadap obyek, apakah positif – negatif ataupun netral, dan (3) Target yakni sasaran sikap, terhadap apa sikap ditujukan. Sikap dipandang mempunyai komponen afektif atau emosional, aspek konatif dan berakibat pada tingkah laku atau behavioral consequences (Suparno, 2000). Selanjutnya dijelaskan penekanan pada efek sikap terhadap pilihan-pilihan tingkah laku individu. Keadaan internal yang mempengaruhi pilihan-pillihan ini mempunyai aspek intelektual maupun aspek emosional. Hal tersebut diperoleh individu sepanjang hidupnya melalui pergaulannya baik di rumah, di sekolah maupun di lingkungan ketiga. Perbuatan yang dipilih seseorang dipengaruhi kejadian-kejadian khusus pada waktu itu, tetapi kecenderungan-kecenderungan yang bersifat tetap mengakibatkan tingkah laku yang konsisten dalam situasi tertentu dan itulah yang dimaksud sikap. Menurut Sarwono (2002), sikap terbentuk dari pengalaman, melalui proses belajar. Pandangan ini mempunyai dampak terapan, yaitu bahwa berdasarkan pandagan ini dapat disusun berbagai upaya (penerangan, pendidikan, pelatihan, komunikasi, dan sebagainya) untuk mengubah sikap seseorang. Budidaya Padi Sawah Syarat Tumbuh Tanaman padi dapat hidup baik di daerah yang berhawa panas dan banyak mengandung uap air. Curah hujan yang baik rata-rata 200 mm per bulan atau lebih, dengan distribusi selama 4 bulan, curah hujan yang dikehendaki per tahun sekitar 1500 – 2000 mm. Suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi 23 °C. Tinggi tempat yang cocok untuk tanaman padi berkisar antara 0 – 1500 m dpl.
65
Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah tanah sawah yang kandungan fraksi pasir, debu dan lempung dalam perbandingan tertentu dengan diperlukan air dalam jurnlah yang cukup. Padi dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang ketebalan lapisan atasnya antara 18 – 22 cm dengan pH antara 4 – 7 (Aak, 1990). Persemaian Persemaian dilakukan 25 hari sebelum masa tanam, persemaian dilakukan pada lahan yang sama atau berdekatan dengan petakan sawah yang akan ditanami, hal ini dilakukan agar bibit yang sudah siap dipindah, waktu dicabut dan akan ditanam mudah diangkut dan tetap segar. Bila lokasi jauh maka bibit yang diangkut dapat stres bahkan jika terlalu lama menunggu akan mati (Damardjati, 1979). Benih yang dibutuhkan untuk ditanam pada lahan seluas 1 ha sebanyak 20 Kg. Benih yang hendak disemai sebelumnya harus direndam terlebih dahulu secara sempurna sekitar 2 x 24 jam, dalam ember atau wadah lainnya. Hal ini dilakukan
agar
benih
dapat
mengisap
air
yang
dibutuhkan
untuk
2
perkecambahannya. Bedengan persemaian dibuat seluas 100 m /20 Kg. lahan untuk persemaian ini sebelumnya harus diolah terlebih dahulu, pengolahan lahan untuk persemaian ini dilakukan dengan cara pencangkulan hingga tanah menjadi lumpur dan tidak lagi terdapat bongkahan tanah. Lahan yang sudah halus lumpurnya ini kemudian dibuat petak-petak dan antara petak-petak tersebut dibuat parit untuk mempernudah pengaturan air (Aak, 1990) Benih yang sudah direndam selama 2 x 24 jam dan sudah berkecambah ditebar di persemaian secara hati-hati dan merata, hal ini didimaksudkan agar benih yang tumbuh tidak saling bertumpukan. Selain itu benih juga tidak harus terbenam kedalam tanah karena dapat menyebabkan kecambah terinfeksi patogen (penyebab penyakit tanaman) yang dapat menyebabkan busuknya kecambah. Pemupukan lahan persemaian dilakukan kira-kira pada umur satu minggu benih setelah ditanam (tabur). Kebutuhan pupuk yang digunakan yaitu, 2,5 Kg Urea, 2,5 Kg SP36 dan 1 Kg KCl (Aak, 1990).
66
Pengolahan Tanah Menurut Aak (1990) pengolahan tanah bertujuan untuk mengubah sifat fisik tanah agar lapisan yang semula keras menjadi datar dan melumpur. Dengan begitu gulma akan mati dan membusuk menjadi humus, aerasi tanah menjadi lebih baik, lapisan bawah tanah menjadi jenuh air sehingga dapat menghemat air. Pada pengolahan tanah sawah ini, dilakukan juga perbaikan dan pengaturan pematang sawah serta selokan. Pematang (galengan) sawah diupayakan agar tetap baik untuk mempermudah pengaturan irigasi sehingga tidak boros air dan mempermudah perawatan tanaman. Tahapan pengolahan tanah sawah pada prinsipnya mencakup kegiatan–kegiatan sebagai berikut: (a) Pembersihan Galengan sawah dibersihkan dari rerumputan, diperbaiki, dan dibuat agak tinggi. Fungsi utama galengan disaat awal untuk menahan air selama pengolahan tanah agar tidak mengalir ke luar petakan. Fungsi selanjutnya berkaitan erat dengan pengaturan kebutuhan air selama ada tanaman padi (Damardjati, 1979). Saluran atau parit diperbaiki dan dibersihkan dari rerumputan. Kegiatan tersebut bertujuan agar dapat memperlancar arus air serta menekan jumlah biji gulma yang terbawa masuk ke dalam petakan. Sisa jerami dan sisa tanaman pada bidang olah dibersihkan sebelum tanah diolah (Aak, 1990). Jerami tersebut dapat dibakar atau diangkut ke tempat lain untuk pakan ternak, kompos, atau bahan bakar. Pembersihan sisa–sisa tanaman dapat dikerjakan dengan tangan dan cangkul (Damardjati, 1979). (b) Pencangkulan Setelah dilakukan perbaikan galengan dan saluran, tahap berikutnya adalah pencangkulan. Sudut–sudut petakan dicangkul untuk memperlancar pekerjaan bajak atau traktor. Pekerjaan tersebut dilaksanakan bersamaan dengan saat pengolahan tanah (Aak, 1990). (c) Pembajakan Pembajakan dan penggaruan merupakan kegiatan yang berkaitan. Kedua kegiatan tersebut bertujuan agar tanah sawah melumpur dan siap ditanami padi. Pengolahan tanah dilakukan dengan dengan menggunakan mesin traktor. Sebelum dibajak, tanah sawah digenangi air agar gembur. Lama
67
penggenangan sawah dipengaruhi oleh kondisi tanah dan persiapan tanam. Pembajakan biasanya dilakukan dua kali. Dengan pembajakan ini diharapkan gumpalan–gumpalan tanah terpecah menjadi kecil–kecil. Gumpalan tanah tersebut kemudian dihancurkan dengan garu sehingga menjadi lumpur halus yang rata. Keuntungan tanah yang telah diolah tersebut yaitu air irigasi dapat merata. Pada petakan sawah yang lebar, perlu dibuatkan bedengan–bedengan. Antara bedengan satu dengan bedeng lainnya berupa saluran kecil. Ujung saluran bertemu dengan parit kecil di tepi galengan yang berguna untuk memperlancar air irigasi (Aak, 1990). Penanaman Setelah persiapan lahan beres maka bibit pun siap ditanam. Bibit biasanya dipindah saat umur 20–25 hari. Ciri bibit yang siap dipindah ialah berdaun 5-6 helai, tinggi 22-25 cm, batang bawah besar dan keras, bebas dari hama dan penyakit sehingga pertumbuhannya seragam. Bibit ditanam dengan cara dipindah dari bedengan persemaian ke petakan sawah, dengan cara bibit dicabut dari bedengan persemaian dengan menjaga agar bagian akarnya terbawa semua dan tidak rusak. Setelah itu bibit dikumpulkan dalam ikatan-ikatan lalu ditaruh di sawah dengan sebagian akar terbenam ke air. Bibit ditanam dengan posisi tegak dan dalam satu lubang ditanam 2-3 bibit, dengan kedalaman tanam cukup 2 cm, karena jika kurang dari 2 cm bibit akan gampang hanyut. Jarak tanam padi biasanya 20 x 20 cm (Junandar, 2011). Pemupukan Tanah yang dibudidayakan cenderung kekurangan unsur hara bagi tanaman, oleh karena itu diperlukan penambahan unsur hara yang berasal dari pupuk organik maupun pupuk anorganik. Dosis pupuk tanaman padi sawah sangat dipengaruhi oleh jenis dan tingkat kesuburan tanah, sejarah pemupukan yang diberikan dan jenis padi yang ditanam (Junandar, 2011). Penggunaan dosis pupuk untuk padi sawah untuk lahan satu hektar adalah sebagai berikut Urea 200 Kg, SP36 200 Kg, dan KCl 100 Kg. Pemupukan dilakukan dua kali dalam satu kali budidaya (produksi) padi sawah. Pemupukan pertama dilakukan pada saat tanaman berumur 12 hari dengan dosis pupuk sepertiga dari kebutuhan pupuk
68
keseluruhan, sedangkan sisa pupuk diberikan pada tahap kedua yaitu kira-kira pada waktu tanaman berumur 40 hari (Aak, 1990).
Pemeliharaan Perawatan dan pemeliharaan tanaman sangat penting dalam pelaksanaan budidaya padi sawah. Hal-hal yang sering dilakukan oleh para petani adalah penyiangan (pengendalian gulma). Gulma merupakan tumbuhan pengganggu yang hidup bersama tanaman yang dibudidayakan. Penyiangan dilakukan 2 tahap, tahap pertama penyiangan dilakukan pada saat umur tanaman kurang lebih 15 hari dan tahap kedua pada saat umur tanaman berumur 30 – 35 hari. Penyiangan yang dilakukan adalah dengan cara mencabut gulma dan dimatikan dengan atau tanpa menggunakan alat, biasanya penyiangan ini dilakukan bersamaan dengan kegiatan penyulaman (Junandar, 2011). Pengendalian Hama dan Penyakit Hama yang sering ditemukan menyerang tanaman padi sawah adalah penggerek batang padi, walang sangit, wereng dan belalang. Pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan para petani adalah dengan menggunakan pestisida untuk lahan seluas satu hektar petani hanya membutuhkan dua orang tenaga kerja dan dalam waktu satu hari penyemprotan tersebut dapat diselesaikan (Junandar, 2011). Panen Umur Panen. Ada beberapa cara untuk menentukan umur panen padi, yaitu berdasarkan: (1) Umur tanaman menurut diskripsi varietas, (2) Kadar air gabah, (3) Metode optimalisasi yaitu hari setelah berbunga rata, dan (4) Kenampakan malai. Waktu (umur) panen berdasarkan umur tanaman sesuai dengan diskripsi varietas dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya varietas, iklim, dan tinggi tempat, sehingga umur panennya berbeda berkisar antara 5-10 hari. Berdasarkan kadar air, padi yang dipanen pada kadar air 21-26 persen memberikan hasil produksi optimum dan menghasilkan beras bermutu baik (Damardjati,1979). Cara lain dalam penentuan umur panen yang cukup mudah dilaksanakan adalah metode optimalisasi. Dengan metode optimalisasi, padi dipanen pada saat
69
malai berumur 30 – 35 hari setelah berbunga rata (HSB) sehingga dihasilkan gabah dan beras bermutu tinggi (Rumiati & Soemadi,1982) Penentuan saat panen yang umum dilaksanakan petani adalah didasarkan kenampakan malai, yaitu 90 – 95 persen gabah dari malai tampak kuning (Rumiati, 1982). Cara panen. Cara panen berbeda-beda tergantung kebiasan serta tingkat adopsi teknologi petani. Panen dapat dilakukan dengan cara memotong batang berikut malainya. Batang padi dipotong pada bagian bawah, tengah, atau atas dengan menggunakan sabit (arit). Gabah hasil panen kemudian dirontokan di sawah. Keterlambatan perontokan dapat menunda kegiatan pengeringan dan dimungkinkan gabah berbutir kuning. Cara perontokan yang dipakai para petani dengan cara dihempaskan. Setahap demi setahap batang padi yang telah dipotong dihempas pada kayu atau kotak gebug agar gabah terlepas dari malai dan terkumpul di alas. Hempasan diulang 2–3 kali sehingga tidak ada gabah yang tertinggal di malai. Jerami kemudian ditumpuk di tempat yang lain (Junandar, 2011). Alat Panen dan Cara Panen. Alat panen yang sering digunakan dalam pemanenan padi, adalah (1) Ani –ani, (2) Sabit biasa dan (3) Sabit bergerigi. Dengan diintroduksikannya varietas –varietas unggul baru padi yang memiliki potensi hasil tinggi dan berpostur pendek, maka terjadi perubahan penggunaan alat panen dari ani-ani ke penggunaan sabit biasa/sabit bergerigi. Dalam pemanenan padi tersebut menyebabkan kehilangan hasil rendah (Damardjati, 1979; Nugraha dkk, 1990). Penanganan Pascapanen.
Masalah
yang
sering
muncul
dalam
penanganan pascapanen adalah serangan hama tikus di penyimpanan. Cara pengendalian kimiawi dilakukan dengan menggunakan rodentisida, misalnya Ramortal, Dora, Klerat, Racumin, belerang, dan lainnya. Rodentisida yang dianjurkan sekarang adalah golongan anti koagulan yang bekerja lambat (tikus mati 2-14 hari setelah makan umpan beracun). Umumnya pelaksanaan pengendalian dengan memberikan umpan beracun kepada tikus. Namun sebelum dipasang umpan, perlu pemantauan tikus apakah populasinya tinggi atau belum. Tiap petakan sawah diberi sekitar 10 umpan, biasanya disediakan dulu umpan
70
yang tidak beracun guna mengelabuhi tikus untuk tetap memakan umpan, setelah beberapa lama, umpan beracun dipasang di sawah (Aak, 1990). Hasil padi yang berkualitas tidak hanya diperoleh dari penanganan budi daya yang baik saja, tetapi juga didukung oleh penanganan panennya. Waktu panen padi yang tepat yaitu jika gabah telah tua atau matang. Waktu panen tersebut berpengaruh terhadap jumlah produksi, mutu gabah, dan mutu beras yang akan dihasilkan. Keterlambatan panen menyebabkan produksi menurun karena gabah banyak yang rontok. Waktu panen yang terlalu awal menyebabkan mutu gabah rendah, banyak beras yang pecah saat digiling, berbutir hijau, serta berbutir kapur (Aak, 1990). Panen padi untuk konsumsi biasanya dilakukan pada saat masak optimal. Adapun panen padi untuk benih memerlukan tambahan waktu agar pembentukan embrio gabah sempurna. Saat panen di lapangan dipengaruhi oleh berbagai hal, seperti tinggi tempat, musim tanam, pemeliharaan, pemupukan, dan varietas. Pada musim kemarau, tanaman biasanya dapat dipanen lebih awal. Jika dipupuk dengan nitrogen dosis tinggi, tanaman cenderung dapat dipanen lebih lama dari biasa. Panen yang baik dilakukan pada saat cuaca terang. Secara umum, padi dapat dipanen pada umur antara 110 – 115 hari setelah tanam. Kriteria tanaman padi yang siap dipanen adalah sebagai berikut: (1) Umur tanaman tersebut telah mencapai umur yang tertera pada deskripsi varietas tersebut; (2) Daun bendera dan 90 persen bulir padi telah menguning; (3) Malai padi menunduk karena menopang bulir-bulir yang bernas; (4) Butir gabah terasa keras bila ditekan. Apabila dikupas, tampak isi butir gabah berwarna putih dan keras bila digigit. Biasanya gabah tersebut memiliki kadar air 22 – 25 persen.
KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Peran penyuluh pertanian sangat penting untuk keberhasilan pembangunan pertanian secara umum dan kesejahteraan petani secara khusus. Penyuluh pertanian dapat memiliki peran yang optimal apabila mereka memiliki persepsi yang baik terhadap peran yang dijalankan. Persepsi penyuluh terhadap perannya dapat berkorelasi dengan karakteristik penyuluh (umur, pendidikan, masa kerja, pelatihan, dan pendapatan); lingkungan fisik (kelembagaan, makna pekerjaan, luas wilayah binaan, jumlah petani binaan, pembinaan dan supervisi, dan pengembangan karir); lingkungan sosial ekonomi (lingkungan kerja, peluang kemitraan, akses terhadap sumberdaya ekonomi, dan akses terhadap media); dan motivasi (motivasi berprestasi, motivasi berafiliasi, motivasi kekuasaan); Beberapa faktor internal dan eksternal tersebut dapat berkorelasi dengan persepsi penyuluh terhadap perannya dengan derajat yang bervariasi, tergantung intensitas dan kualitas faktor tersebut melekat pada diri penyuluh, selanjutnya dapat berpengaruh pada petani sebagai sasaran penyuluhan. Jika persepsi penyuluh kurang baik, dapat berdampak pada tingkat partisipasi petani dalam mengikuti penyuluhan maupun dalam kegiatan usahataninya. Demikian pula sebaliknya jika persepsi penyuluh baik terhadap perannya, dapat berdampak baik bagi tingkat partisipasi petani dalam mengikuti penyuluhan maupun kegiatan usahataninya. Peran penyuluh dalam hal ini adalah peran sebagai pendidik, peran sebagai komunikator, dan peran-peran lainnya. Persepsi penyuluh terhadap peran-peran tersebut diduga berkorelasi dengan faktor internal dan faktor eksternal yang selanjutnya dapat berkorelasi terhadap perilaku, yakni pengetahuan dan sikap penyuluh. Oleh karenanya, pengujian secara ilmiah perlu dilakukan agar diketahui faktor yang berhubungan paling besar dengan persepsi penyuluh akan perannya. Informasi tersebut selanjutnya dapat dirumuskan untuk memperoleh gambaran prioritas strategi pengembangan peran penyuluh yang lebih baik guna menunjang kualitas pelaksanaan kegiatan penyuluhan pertanian padi di Provinsi Banten khususnya dan di Indonesia umumnya. Model keterkaitan antar beberapa peubah dalam penelitian ini disajikan dalam Gambar 2. 71
X1. Karakteristik Penyuluh: 1. Umur 2. Pendidikan formal 3. Masa kerja 4. Pelatihan 5. Pendapatan
1. 2. 3. 4. 5. 6.
X2. Lingkungan Fisik: Kelembagaan Makna pekerjaan Luas wilayah binaan Jumlah petani binaan Pembinaan dan supervisi Pengembangan karir
H1
X4. Motivasi: 1. Motivasi berprestasi 2. Motivasi afiliasi 3. Motivasi kekuasaan H3
1. 2. 3. 4.
X3. Lingkungan Sosial Ekonomi: Lingkungan kerja Peluang kemitraan Akses terhadap sumberdaya ekonomi Akses terhadap media
H4
H4
Y1. Persepsi Penyuluh tentang Perannya: 1. Pendidik 2. Komunikator 3. Konsultan 4. Motivator/pendorong 5. Pendamping 6. Perencana 7. Analisator 8. Ahli evaluasi kegiatan dan hasil penyuluhan 9. Ahli dalam memilih dan menerapkan metode penyuluhan 10. Ahli teknik pertanian 11. Ahli analisis bisnis/ kewirausahaan 12. Fasilitator
72
Gambar 2. Alur kerangka berpikir penelitian
H5
Y2. Perilaku Penyuluh: 1. Pengetahuan 2. Sikap
73
Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, dapat dirumuskan hipotesis kerja penelitian sebagai berikut: (1) Terdapat hubungan nyata antara karakteristik penyuluh (umur, pendidikan formal, masa kerja, pelatihan dan pendapatan) dengan persepsi penyuluh tentang perannya dalam penyuluhan pertanian padi di Provinsi Banten. (2) Terdapat hubungan nyata antara lingkungan fisik (kelembagaan, makna pekerjaan, luas wilayah binaan, jumlah petani binaan, pembinaan dan supervisi dan pengembangan karir) dengan persepsi penyuluh tentang perannya dalam penyuluhan pertanian padi di Provinsi Banten. (3) Terdapat hubungan nyata antara lingkungan sosial ekonomi (lingkungan kerja, peluang kemitraan, akses terhadap sumberdaya ekonomi dan akses terhadap media) dengan persepsi penyuluh tentang perannya dalam penyuluhan pertanian padi di Provinsi Banten. (4) Terdapat hubungan nyata antara motivasi (motivasi berprestasi, motivasi berafiliasi dan motivasi kekuasaan) dengan persepsi penyuluh tentang perannya dalam penyuluhan pertanian padi di Provinsi Banten. (5) Terdapat hubungan nyata antara persepsi penyuluh tentang perannya dalam penyuluhan
pertanian
dengan
penyuluhan budidaya padi.
perilaku
mereka
dalam
memberikan
METODE PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian ini dirancang dengan metode survei deskriptif-korelasional. Menurut Kerlinger dan Lee (2000), penelitian survei mengkaji populasi (universe) yang besar dengan menyeleksi serta mengkaji sampel yang dipilih dari populasi tersebut.
Salah
satu
keuntungan
utama
dari
penelitian
survei
adalah
memungkinkannya pembuatan generalisasi untuk populasi yang besar. Wallace (Singarimbun & Effendi, 2006), menggambarkan penelitian survei sebagai suatu proses untuk mentransformasikan lima komponen ilmiah dengan menggunakan enam kontrol metodologis, komponen-komponen informasi ilmiah tersebut adalah: (1) teori, (2) hipotesa, (3) observasi, (4) generalisasi empiris, dan (5) penerimaan/penolakan hipotesis. Kontrol metodologis adalah: (1) deduksi logika, (2) interpretasi, penyusunan instrumen, penyusunan skala dan penentuan sampel, (3) pengukuran penyederhanaan data, dan perkiraan parameter, (4) pengujian hipotesis, inferensi logika, (5) formulasi konsep, dan (6) formulasi proposisi dan penataan proposisi. Menurut Whitney (Nazir, 1983), metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Dalam penelitian ini diidentifikasi dan dianalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi penyuluh dalam menjalankan perannya sebagai penyuluh pertanian. Konsep persepsi yang digunakan adalah konsep Litterer yakni pengertian tentang peran PPL dalam penyuluhan pertanian. Hasilnya diharapkan akan memberikan gambaran keberadaan faktor-faktor tersebut serta peran-peran yang dipersepsikan oleh penyuluh pertanian dalam menjalankan tugasnya. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Bulan April hingga Agustus 2011 di empat kabupaten Provinsi Banten, yaitu Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang, dan Kabupaten Tangerang. Lokasi penelitian dipilih mengingat Provinsi Banten merupakan daerah pemekaran baru yang memiliki potensi pertanian yang cukup baik.
74
75
Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penyuluh pertanian PNS yang ada di Provinsi Banten. Menurut data dari Kementerian Pertanian 2011, jumlah penyuluh PNS yang ada di Provinsi Banten adalah 345 orang yang tersebar di empat kabupaten, yaitu Kabupaten Lebak 70 orang, Kabupaten Pandeglang 105 orang, Kabupaten Serang 92 orang, dan Kabupaten Tangerang 78 orang. Penarikan sampel menggunakan teknik simple random sampling yang diproporsikan sesuai jumlah penyuluh di masing-masing lokasi. Besarnya sampel ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin (Sevilla, 1993), yaitu: N n = ------------------------1 +N Keterangan: n = besarnya sampel N = besar populasi e = batas eror (8%) Batas eror yang digunakan adalah delapan persen, sehingga dengan menggunakan rumus di atas, jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 110 orang. Data jumlah sampel berdasarkan proporsi populasi di masing-masing kabupaten disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Data sampel penelitian No 1
Lokasi Penelitian Kabupaten Lebak
Populasi (orang) 70
Sampel (orang) 22
2
Kabupaten Pandeglang
105
33
3
Kabupaten Serang
92
30
4
Kabupaten Tangerang
78
25
Jumlah
345
110
Data dan Instrumentasi Data Data yang dihimpun dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung dari responden melalui wawancara dan pengisian kuesioner, sedangkan data sekunder merupakan data
76
yang diperoleh dari sumber-sumber terkait yang mendukung dan melengkapi data primer. Data primer yang dikumpulkan dalam penelitian dijelaskan secara rinci sebagai berikut: (I) Karakteristik penyuluh: (1) Umur
adalah
usia penyuluh
hingga
penelitian
dilakukan, diukur
menggunakan skala rasio dalam satuan tahun, yang dibulatkan ke tahun di tanggal ulang tahun terdekat. (2) Pendidikan adalah jumlah tahun yang ditempuh penyuluh dalam menyelesaikan proses belajar di sekolah formal, diukur menggunakan skala rasio dalam satuan tahun. (3) Masa kerja adalah jumlah tahun yang sudah dialami oleh penyuluh untuk melaksanakan tugas dan perannya sebagai penyuluh pertanian, diukur menggunakan skala rasio dalam satuan tahun. (4) Pelatihan adalah proses belajar yang pernah diikuti penyuluh berupa pelatihan yang relevan dengan pekerjaan sebagai penyuluh pertanian dinyatakan dalam jumlah kumulatif hari efektif pelatihan, dengan skala rasio dalam satuan hari. (5) Pendapatan adalah jumlah rupiah yang diperoleh penyuluh dalam satu bulan terakhir saat penelitian dilakukan, diukur menggunakan skala rasio dan dinyatakan dalam satuan rupiah. (II)Lingkungan fisik: (1) Kelembagaan adalah dukungan lembaga terhadap tugas dan peran yang dijalankan oleh penyuluh. Diukur menggunakan
skala ordinal dengan
kategori sangat buruk, buruk, baik, dan sangat baik. (2) Makna pekerjaan adalah penilaian penyuluh terhadap pekerjaan sebagai penyuluh dan dampaknya terhadap masyarakat. Diukur menggunakan skala ordinal dengan kategori sangat buruk, buruk, baik, dan sangat baik. (3) Luas wilayah binaan adalah jumlah wilayah yang menjadi binaan penyuluh dalam melaksanakan perannya sebagai penyuluh. Diukur menggunakan skala rasio, kemudian dikelompokkan dengan kategori sangat rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi.
77
(4) Jumlah petani binaan adalah banyaknya petani yang menjadi binaan penyuluh dalam melaksanakan perannya sebagai penyuluh pertanian. Diukur menggunakan skala rasio, kemudian dikelompokkan dengan kategori sangat rendah, rendah, tinggi, dan sangat tinggi. (5) Pembinaan/supervisi adalah penilaian penyuluh terhadap efektivitas pembina
(keahlian
manajemennya,
pengetahuan,
kesuksesan
dan
kemampuan dalam memecahkan masalah) dan hubungan interpersonal yaitu baik-buruknya hubungan dengan pengawasnya misalnya, dapat belajar dari pengawas tersebut, bagaimana pengawas mendukungnya dan pengawas tersebut secara jujur berkeinginan untuk mendengarkan berbagai saran dan memberikan penghargaan untuk suatu
hasil bekerja yang baik. Diukur
menggunakan skala ordinal dengan kategori, yakni: sangat buruk, buruk, baik, dan sangat baik. (6) Pengembangan karir adalah penilaian penyuluh terhadap kesempatan pengembangan karir seperti pelatihan, pendidikan, seminar dan kegiatan pengembangan diri lainnya serta kesempatan untuk promosi atau naik pangkat. Diukur menggunakan skala ordinal dengan kategori, yakni: sangat buruk, buruk, baik, dan sangat baik. (III) Lingkungan sosial ekonomi; (1) Lingkungan kerja adalah penilaian penyuluh terhadap kondisi lingkungan kerja termasuk kecukupan dan kemudahan akses terhadap sarana prasarana kerja. Diukur dalam skala ordinal dengan kategori, yakni: sangat buruk, buruk, baik, dan sangat baik.. (2) Peluang kemitraan adalah potensi yang tersedia bagi penyuluh untuk membangun kemitraan dengan pelaku usaha yang berhubungan dengan pertanian seperti pelaku usaha sarana produksi usahatani. Diukur menggunakan skala ordinal dengan kategori, yakni: sangat buruk, buruk, baik, dan sangat baik. (3) Akses terhadap sumberdaya ekonomi adalah keterjangkauan sumberdaya perekonomian yang berhubungan dengan usahatani padi seperti modal dan pemasaran. Diukur menggunakan
skala ordinal dengan kategori, yakni:
sangat buruk, buruk, baik, dan sangat baik.
78
(4) Akses terhadap media adalah kemampuan penyuluh mendapatkan informasi usahatani padi yang dibutuhkan terkait tugas dan perannya sebagai penyuluh pertanian. Diukur menggunakan
skala ordinal dengan kategori, yakni:
sangat buruk, buruk, baik, dan sangat baik. (IV) Motivasi: (1) Motivasi berprestasi adalah dorongan yang dimiliki penyuluh untuk meningkatkan prestasi kerjanya dalam penyuluhan pertanian padi. Diukur menggunakan skala ordinal dengan kategori, yakni: sangat buruk, buruk, baik, dan sangat baik. (2) Motivasi berafiliasi adalah dorongan yang dimiliki penyuluh untuk terus mengembangkan diri, dorongan untuk selalu ikut serta dalam setiap kesempatan untuk maju, keinginan untuk diterima oleh orang lain dalam lingkungan kerja, dan keinginan untuk dihormati dalam lingkungan kerjanya. Diukur menggunakan
skala ordinal dengan kategori, yakni:
sangat buruk, buruk, baik, dan sangat baik. (3) Motivasi kekuasaan adalah dorongan yang dimiliki oleh penyuluh untuk mendapatkan kedudukan dan kekuasaan dalam lingkungan kerjanya. Diukur menggunakan skala ordinal dengan kategori, yakni: sangat buruk, buruk, baik, dan sangat baik. (V) Persepsi penyuluh pertanian lapang (PPL) tentang perannya dalam penyuluhan pertanian padi, diukur menggunakan skala Likert dengan kategori: 1, 2, 3, dan 4. Peran-peran tersebut adalah: (1) Pendidik (2) Komunikator (3) Konsultan (4) Motivator/pendorong (5) Pendamping (6) Perencana (7) Analisator (8) Ahli evaluasi kegiatan dan hasil penyuluhan (9) Ahli dalam memilih dan menerapkan metode penyuluhan (10) Ahli teknik pertanian
79
(11) Ahli analisis bisnis/kewirausahaan (12) Fasilitator/ahli fasilitasi. (VI)
Perilaku penyuluh pertanian lapang tentang budidaya padi sawah: (1) Pengetahuan adalah kemampuan kognitif penyuluh pertanian lapang tentang budidaya padi sawah. Diukur menggunakan skala ordinal dengan kategori sangat rendah, rendah, tinggi, dan sangat tinggi. (2) Sikap adalah penilaian penyuluh pertanian lapang tentang budidaya padi sawah. Diukur menggunakan skala ordinal, dengan kategori: sangat tidak setuju, tidak setuju, setuju, dan sangat setuju.
Instrumentasi Instrumen diperlukan untuk mendapatkan data yang akurat dari responden sehingga diperoleh gambaran yang tepat tentang keseluruhan populasi. Instrumen penelitian yang dibangun terdiri atas enam bagian. Bagian pertama berisi tentang karakteristik penyuluh pertanian lapang (PPL), bagian kedua tentang penggalian data lingkungan fisik, bagian ketiga tentang lingkungan sosial ekonomi, bagian keempat tentang motivasi, bagian kelima tentang persepsi PPL mengenai perannya, dan bagian keenam tentang penggalian data perilaku PPL mengenai budidaya padi sawah. Instrumentasi bagian I diukur menggunakan skala pengukuran rasio, sebagian lainnya menggunakan skala ordinal, berupa pengukuran persepsi. Teknik pengukuran persepsi dalam penelitian ini menggunakan skala Likert dengan tingkatan skor 1 (sangat tidak setuju), 2 (tidak setuju), 3 (setuju), dan 4 (sangat
setuju).
Penggunaan
empat
tingkatan
skala
bertujuan
untuk
menghilangkan peluang responden untuk memilih nilai netral, sehingga dengan tingkatan skala tersebut dapat diperoleh data persepsi yang lebih akurat. Selain itu, kuesioner persepsi dibuat dengan menggunakan pernyataan positif dan pernyataan negatif. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Validitas Instrumen Kesahihan atau validitas instrumen dapat diperoleh jika pertanyaanpertanyaan pada kuesioner tersebut mampu mengungkapkan apa yang ingin diukur. Upaya untuk memperoleh instrumen yang valid dilakukan dengan uji
80
validitas. Validitas yang diuji adalah validitas kerangka (construct validity). Validitas kerangka diperoleh dengan menetapkan kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian, kemudian atas dasar konsep-konsep itulah disusun tolok ukur operasionalnya. Menurut Singarimbun dan Effendi (2006), langkahlangkah pengujian validitas konstrak adalah sebagai berikut: (1) Mendefinisikan secara operasional konsep yang diukur. Suatu konsep selalu memiliki konstrak. Konstrak tersebut harus dicari dengan berbagai cara berikut ini: (a) Mencari definisi dan rumusan tentang konsep yang diukur, yang telah ditulis para ahli dalam literatur. Jika sekiranya telah ada rumusan yang cukup operasional untuk digunakan sebagai alat pengukur, maka rumusan tersebut dapat langsung dipakai. Bila rumusan belum operasional, maka tugas peneliti merumuskannya seoperasional mungkin. (b) Kalau sekiranya di dalam literatur tidak dapat diperoleh definisi atau rumusan konsep yang diukur, maka tugas penelitilah untuk membuat definisi dan rumusan konsep tersebut. Untuk lebih mematangkan definisi dan rumusan tersebut, peneliti harus mendiskusikannya dengan para ahli lain. Pendapat para ahli lain ini kemudian disarikan ke dalam bentuk rumusan yang operasional. (c) Menanyakan langsung kepada calon responden penelitian mengenai aspek-aspek konsep yang akan diukur. Dari jawaban yang diperoleh, peneliti dapat membuat kerangka konsep dan kemudian menyusun pertanyaan yang operasional. (2) Melakukan uji coba skala pengukur tersebut pada sejumlah responden. (3) Menghitung korelasi antara masing-masing pernyataan dengan skor total menggunakan rumus teknik korelasi product moment Pearson, yang rumusnya sebagai berikut: N(∑XY) – (∑X ∑Y) r = ----------------------------------------------√ [N∑X2 – (∑X)2] [N∑Y2 – (∑Y)2] Keterangan: r = koefisien korelasi product momentPearson N = Jumlah pengamatan dari masing-masing variabel X = mean dari variabel X Y = mean dari variabel Y
81
Untuk memudahkan penghitungan, digunakan program SPSS versi 18. Hasil uji validitas tersaji pada Lampiran 2, yang menunjukkan instrumen penelitian dinyatakan valid dengan nilai koefisien validitas di atas 0,60. Reliabilitas Instrumen Reliabilitas instrumen adalah indeks yang menunjukkan
sejauh mana
suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Alat ukur bila dipakai dua kali untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukuran yang diperoleh relatif konsisten, maka alat ukur tersebut reliabel.
Reliabilitas menunjukkan
konsistensi suatu alat ukur dalam mengukur gejala yang sama (Singarimbun dan Effendi, 2006). Teknik yang digunakan untuk mengukur reliabilitas instrumen dalam penelitian ini adalah dengan koefisien reliabilitas Alpha Cronbach (Marzuki et al., 2000) dengan formula: Σσi2
k r =
(1 k–1
) σ
2
Keterangan: r = Koefisien reliabilitas yang dicari k = Jumlah butir pertanyaan (soal) σi2 = Varians butir pertanyaan (soal) σ2 = Varians skor tes Tingkat reliabilitas instrumen ditentukan berdasarkan skala Alpha Cronbach 0 – 1 (Azwar, 2003). Adapun nilai hasil uji reliabilitas dikelompokkan sebagai berikut: (1) Kurang reliabel, nilai Alpha Cronbach 0,00 – 0, 20 (2) Agak reliabel, nilai Alpha Cronbach 0,21 – 0,40 (3) Cukup reliabel, nilai Alpha Cronbach 0,41 – 0,60 (4) Reliabel, nilai Alpha Cronbach 0,61 – 0,80 (5) Sangat reliabel, nilai Alpha Cronbach 0,81 – 1,00 Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa reliabilitas instrumen penelitian secara keseluruhan berada pada alpha = 0,976. Dengan demikian instrumen
82
penelitian dinyatakan sangat reliabel. Data hasil analisis reliabilitas terlampir pada Lampiran 2. Pengumpulan Data Penelitian dilakukan dengan teknik wawancara terstruktur menggunakan kuesioner sebagai alat untuk memperoleh data. Selain itu, dilakukan wawancara mendalam kepada beberapa informan untuk mendapatkan data pendukung. Kegiatan pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dibantu tenaga enumerator. Adapun proses pengumpulan data, sumber data, dan teknik pengumpulan data disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3. Sumber data dan teknik pengumpulan data penelitian No 1 2
Data dan Informasi yang Ingin Diperoleh Demografi wilayah
3
Data penyuluh pertanian lapang Karakteristik penyuluh
4
Kelembagaan
5
Makna pekerjaan
6
Luas wilayah binaan
7
Jumlah petani binaan
8
Pembinaan dan supervisi
9
Pengembangan karir
10
Lingkungan kerja
11
Peluang kemitraan
12 13
Akses terhadap sumberdaya ekonomi Akses terhadap media
14
Motivasi
15
Persepsi penyuluh tentang perannya
Sumber Data/Informasi Pemprov Banten, Pemda Kabupaten Pemprov Banten, Pemda Kabupaten Penyuluh pertanian lapang (PPL) Penyuluh pertanian lapang (PPL) Penyuluh pertanian lapang (PPL) Penyuluh pertanian lapang (PPL) Penyuluh pertanian lapang (PPL) Penyuluh pertanian lapang (PPL) Penyuluh pertanian lapang (PPL) Penyuluh pertanian lapang (PPL) Penyuluh pertanian lapang (PPL) Penyuluh pertanian lapang (PPL) Penyuluh pertanian lapang (PPL) Penyuluh pertanian lapang (PPL) Penyuluh pertanian lapang (PPL)
Teknik Pengumpulan Data Studi dokumentasi Studi dokumentasi Wawancara dan pengisian kuesioner Wawancara dan pengisian kuesioner Wawancara dan pengisian kuesioner Wawancara dan pengisian kuesioner Wawancara dan pengisian kuesioner Wawancara dan pengisian kuesioner Wawancara dan pengisian kuesioner Wawancara dan pengisian kuesioner Wawancara dan pengisian kuesioner Wawancara dan pengisian kuesioner Wawancara dan pengisian kuesioner Wawancara dan pengisian kuesioner Wawancara, pengisian kuesioner
83
Analisis Data Analisis data yang terkumpul menggunakan analisis statistik deskriptif dan analisis statistik inferensial. Untuk analisis statistik deskriptif menggunakan frekuensi, persentase, rataan skor, total rataan skor dan tabulasi silang, kemudian dilakukan analisis statistika inferensial untuk melihat hubungan antar variabel terikat dengan variabel bebas adalah dengan menggunakan analisis korelasi rank Spearman (Siegel, 1994). Untuk memudahkan pengolahan data digunakan program SPSS versi 18. Selain itu, untuk menentukan prioritas strategi pengembangan peran penyuluh pertanian digunakan analisis SWOT dan analisis AHP. Menurut Rangkuti (2008), analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi korporasi. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strenghts) dan peluang (opportunities),
namun secara
bersamaan
dapat
meminimalkan
kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Proses penyusunan rencana strategis melalui tiga tahap analisis, yaitu: (1) pengumpulan data, (2) analisis data, dan (3) pengambilan keputusan. Pengumpulan data dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak terkait seperti penyuluh, LSM, ketua kelompok tani, dan pemerintah setempat. Analisis berjenjang (analytic hierarchy process/AHP) bertujuan untuk menentukan skala prioritas atas alternatif pilihan berdasarkan suatu proses analisis secara berjenjang dan terstruktur atas variabel keputusan (Dermawan, 2009).
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Wilayah Melalui UU No. 23 Tahun 2000 tentang status karesidenan Banten Provinsi Jawa Barat berubah menjadi Provinsi Banten. Visi Banten “Rakyat Banten Sehat berlandaskan iman dan taqwa“ yang berarti pada saat itu masyarakat Banten ada dalam kondisi sehat. Wilayah Provinsi Banten memiliki luas wilayah 8.800, 83 km2. Wilayah Provinsi Banten terletak pada batas astronomis 1050 1’11’’-1060 7’12’’BT dan 500 7’50’’-700 1’1’’ LS, mempunyai posisi strategis pada lintas perdagangan internasional dan nasional. Temperatur di daerah pantai dan perbukitan berkisar antara 220C dan 320C, sedangkan suhu di pegunungan dengan ketinggian
antara
400-1.350
m
dapat
mencapai
antara
180-290C.
Adapun wilayah perbatasan Provinsi Banten adalah sebagai berikut: Sebelah utara berbatasan dengan laut Jawa. Sebelah timur berbatasan dengan DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Barat. Sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Hindia. Sebelah barat berbatasan dengan Selat Sunda. Wilayah laut Banten merupakan salah satu jalur laut potensial, Selat Sunda merupakan salah satu jalur yang dapat dilalui kapal besar yang menghubungkan Australia, Selandia Baru, dengan kawasan Asia Tenggara misalnya Thailand, Malaysia
dan
Singapura.
Di
samping
itu
Banten
merupakan
jalur
perlintasan/penghubung dua pulau besar di Indonesia, yaitu Jawa dan Sumatera. Bila dikaitkan posisi geografis dan pemerintahan maka wilayah Banten terutama Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang merupakan wilayah penyangga bagi Ibukota Negara. Secara ekonomi wilayah Banten mempunyai banyak industri. Wilayah Provinsi Banten juga memiliki beberapa pelabuhan laut yang dikembangkan sebagai antisipasi untuk menampung kelebihan kapasitas dari pelabuhan laut di Jakarta dan sangat mungkin menjadi pelabuhan alternatif dari Singapura. Topografi Topografi wilayah Provinsi Banten berkisar pada ketinggian 0 – 1.000 m di atas permukaan laut (dpl). Secara umum kondisi topografi wilayah Provinsi Banten merupakan dataran rendah yang berkisar antara 0 – 200 m dpl yang
84
85
terletak di daerah Kota Cilegon, Kota Tangerang, Kabupaten Pandeglang, dan sebagian besar Kabupaten Serang. Adapun daerah Lebak Tengah dan sebagian kecil Kabupaten Pandeglang memiliki ketinggian berkisar 201 – 2.000 m dpl, dan daerah Lebak Timur memiliki ketinggian 501 – 2.000 m dpl yang terdapat di Puncak Gunung Sanggabuana dan Gunung Halimun. Kondisi topografi suatu wilayah berkaitan dengan bentuk raut permukaan wilayah atau morfologi. Morfologi wilayah Banten secara umum terbagi menjadi tiga kelompok yaitu morfologi dataran, perbukitan landai-sedang (bergelombang rendah-sedang) dan perbukitan terjal. Morfologi dataran rendah umumnya terdapat di daerah bagian utara dan sebagian selatan. Wilayah dataran merupakan wilayah yang mempunyai ketinggian kurang dari 50 meter dpl sampai wilayah pantai yang mempunyai ketinggian 0 – 1 m dpl. Morfologi perbukitan bergelombang rendah - sedang sebagian besar menempati daerah bagian tengah wilayah studi. Wilayah perbukitan terletak pada wilayah yang mempunyai ketinggian minimum 50 m dpl. Di bagian utara Kota Cilegon terdapat wilayah puncak Gunung Gede yang memiliki ketinggian maksimum 553 m dpl, sedangkan perbukitan di Kabupaten Serang terdapat wilayah selatan Kecamatan Mancak dan Waringin Kurung dan di Kabupaten Pandeglang wilayah perbukitan berada di selatan. Di Kabupaten Lebak terdapat perbukitan di timur berbatasan dengan Bogor dan Sukabumi dengan karakteristik sedimen tua yang terintrusi oleh batuan beku dalam seperti batuan beku granit, granodiorit, diorit dan andesit. Biasanya pada daerah sekitar terobosan batuan beku tersebut terjadi suatu proses remineralisasi yang mengandung nilai sangat ekonomis seperti cebakan bijih timah dan tembaga. Kondisi kemiringan lahan di Provinsi Banten terbagi menjadi tiga kondisi yang ekstrim yaitu: (1)Dataran yang sebagian besar terdapat di daerah utara Provinsi Banten yang memiliki tingkat kemiringan lahan antara 0 – 15%, sehingga menjadi lahan yang sangat potensial untuk pengembangan seluruh jenis fungsi kegiatan. Dengan nilai kemiringan ini tidak diperlukan banyak perlakuan khusus terhadap lahan yang akan dibangun untuk proses prakonstruksi. Lahan dengan kemiringan ini biasanya tersebar di sepanjang pesisir utara Laut Jawa,
86
sebagian wilayah Serang, sebagian Kabupaten Tangerang bagian utara, wilayah selatan yaitu di sebagian pesisir selatan dari Pandeglang hingga Kabupaten Lebak. (2)Perbukitan landai-sedang (kemiringan < 15% dengan tekstur bergelombang rendah-sedang) yang sebagian besar dataran landai terdapat di bagian utara meliputi Kabupaten Serang, Kota Cilegon, Kabupaten Tangerang, dan Kota Tangerang, dan bagian utara Kabupaten Pandeglang. (3)Daerah perbukitan terjal (kemiringan < 25%) terdapat di Kabupaten Lebak, sebagian kecil Kabupaten Pandeglang bagian selatan dan Kabupaten Serang. Perbedaan kondisi alamiah ini turut berpengaruh terhadap timbulnya ketimpangan pembangunan yang semakin tajam, yaitu wilayah sebelah utara memiliki peluang berkembang relatif lebih besar daripada wilayah sebelah Selatan. Hidrologi dan Klimatologi Potensi sumberdaya air wilayah Provinsi Banten banyak ditemui di Kabupaten Lebak, sebab sebagian besar wilayahnya merupakan kawasan hutan lindung dan hutan produksi terbatas. Berdasarkan pembagian Daerah Aliran Sungai (DAS), Provinsi Banten dibagi menjadi enam DAS, yaitu: (1)DAS Ujung Kulon, meliputi wilayah bagian barat Kabupaten Pandeglang (Taman Nasional Ujung Kulon dan sekitarnya); (2)DAS Cibaliung-Cibareno, meliputi bagian selatan wilayah Kabupaten Pandeglang dan bagian selatan wilayah Kabupaten Lebak; (3)DAS Ciujung-Cidurian, meliputi bagian barat wilayah Kabupaten Pandeglang; (4)DAS Rawadano, meliputi sebagian besar wilayah Kabupaten Serang dan Kabupaten Pandeglang; (5)DAS Teluklada, meliputi bagian barat wilayah Kabupaten Serang dan Kota Cilegon; (6)DAS Cisadane-Ciliwung, meliputi bagian timur wilayah Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang. Tata air permukaan untuk wilayah Provinsi Banten sangat tergantung pada sumberdaya air khususnya sumberdaya air bawah tanah. Terdapat 5 (lima) satuan Cekungan Air Bawah Tanah (CABT) yang telah diidentifikasi, yang bersifat lintas
87
kabupaten maupun kota, antara lain CABT Labuan, CABT Rawadano dan CABT Malingping dan lintas provinsi, meliputi CABT Serang – Tangerang dan CABT Jakarta. Sumberdaya Lahan Sumberdaya tanah wilayah Provinsi Banten secara geografis terbagi dua tipe tanah yaitu: (a) kelompok tipe tanah sisa atau residu dan (b) kelompok tipe tanah hasil angkutan. Secara umum distribusi dari masing-masing tipe tanah ini di wilayah Provinsi Banten, terdapat di Kabupaten Serang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang dan Kota Cilegon. Masing-masing tipe tanah yang terdapat di wilayah tersebut antara lain: (1) aluvial pantai dan sungai, (2) latosol, (3) podsolik merah kuning, (4) regosol, (5) andosol, (6) brown forest, dan (7) glei. Struktur geologi daerah Banten terdiri dari formasi batuan dengan tingkat ketebalan dari tiap-tiap formasi berkisar antara 200 – 800 meter dan tebal keseluruhan diperkirakan melebihi 3.500 meter. Formasi Bojongmanik merupakan satuan tertua berusia Miosen akhir, batuannya terdiri dari perselingan antara batu pasir dan lempung pasiran, batu gamping, batu pasir tufaan, konglomerat dan breksi andesit, umurnya diduga Pliosen awal. Berikutnya adalah Formasi Cipacar yang terdiri dari tuf batu apung berselingan dengan lempung tufaan, konglomerat dan napal glaukonitan, umurnya diiperkirakan Pliosen akhir. Di atas formasi ini adalah Formasi Bojong yang terdiri dari napal pasiran, lempung pasiran, batu gamping kokina dan tuf. Banten bagian selatan terdiri atas batuan sedimen, batuan gunung api, batuan terobosan dan Alluvium yang berumur mulai Miosen awal hingga Resen, satuan tertua daerah ini adalah Formasi Bayah yang berumur Eosen. Formasi Bayah terdiri dari tiga anggota yaitu Anggota Konglomerat, Batu Lempung dan Batu Gamping. Selanjutnya adalah Formasi Cicaruruep, Formasi Cijengkol, Formasi Citarate, Formasi Cimapang, Formasi Sareweh, Formasi Badui, Formasi Cimancuri dan Formasi Cikotok. Sumberdaya Pertanian Provinsi Banten sebagian besar wilayahnya merupakan daerah pertanian. Luas lahan pertanian mencapai seluas 871.943 ha yang terdiri atas lahan sawah 196.589 ha (22,55%) dan lahan kering seluas 675.354 ha (77,45%). Jumlah
88
penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani adalah sebanyak 25% dari jumlah penduduk sebesar 9.083.144 jiwa. Komoditas pertanian di Banten masih didominasi oleh padi dan palawija seperti kacang, jagung, kedelai, cabe, bawang, dan lain – lain yang saat ini masih diproduksi untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk konsumsi daerah sekitarnya. Sektor pertanian merupakan salah satu kegiatan basis bagi sebagian besar penduduk Provinsi Banten. Dalam struktur perekonomian maupun komposisi penduduk menurut mata pencaharian terlihat bahwa sektor pertanian merupakan salahsatu sektor yang masih dominan. Hal ini berarti bahwa salah satu motor penggerak pertumbuhan wilayah yang utama masih mengandalkan sektor pertanian. Potensi sektor pertanian terdiri atas sektor pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan serta kehutanan. Provinsi Banten yang memiliki empat daerah kabupaten dan dua kota, yaitu Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang, Kabupaten Tangerang, Kota Cilegon dan Kota Tangerang memperlihatkan suatu spesifikasi atau keunggulan dari masing-masing daerah/kota, yang menyebabkan terjadinya hubungan keterkaitan (interaction) dan juga hubungan ketergantungan (interdependency) akan kebutuhan komoditas. Misalnya apabila dilihat dari hasil produksi, komoditas pertanian unggulan yang dimiliki oleh setiap daerah atau wilayah di Banten berbeda-beda. Perbedaan potensi dan masalah komoditas pertanian unggulan di setiap wilayah mengakibatkan terbentuknya pola aliran komoditas (commodity flows) yang memperlihatkan adanya hubungan keterkaitan antar wilayah. Dalam hal ini hubungan koleksi dan distribusi komoditas pertanian unggulan, di suatu wilayah ada yang menjadi daerah pemasaran dan sekaligus juga sebagai daerah produksi, ataupun salah satu di antaranya (Kementan, 2011). Persepsi Penyuluh tentang Perannya Persepsi penyuluh tentang peran mereka dalam kegiatan penyuluhan yang diamati dalam penelitian ini
adalah pengertian Penyuluh Pertanian Lapang
tentang berbagai peran yang dilakukannya dalam kegiatan penyuluhan, meliputi: peran
sebagai
motivator/pendorong,
pendidik,
komunikator,
konsultan,
pendamping,
perencana, analisator, ahli evaluasi kegiatan dan hasil
89
penyuluhan, ahli dalam memilih dan menggunakan metode penyuluhan,
ahli
teknik pertanian, ahli analisis bisnis/kewirausahaan, dan fasilitator. Peran Penyuluh sebagai Pendidik Hasil penelitian tentang peran penyuluh sebagai pendidik disajikan dalam Tabel 4. Tabel 4. Persepsi penyuluh terhadap perannya sebagai Pendidik
Pernyataan
Tingkat Persepsi STS TS S SS Penyuluh tentang (1) (2) (3) (4) Perannya sebagai Pendidik*
Penyuluhan perlu rencana pemblajarn yang baik untuk memperoleh hasil efektif 42 35 17 16 Perlu merumuskan kurikulum untuk kegiatan penyuluhan karena penyuluhan sebagai pendidikan nonformal 3 17 57 33 Kebutuhan pembelajaran penting dalam merumuskan rencana penyuluhan 25 60 21 4 Penyuluhan memerlukan evaluasi pembelajaran 5 17 57 31 Tingkat Persepsi Penyuluh tentang Perannya dalam Mengelola Pembelajaran Penyuluh juga bertindak sebagai pelatih petani 12 61 36 1 Penyusunan rencana pelatihan penting dalam penyuluhan 0 13 80 17 Out put pelatihan sesuai dengan harapan penyuluh perlu menentukan peserta pelatihan berdasarkan bidang pelatihan dan kualifikasi keahlian. 17 62 27 4 Rumusan tujuan pelatihan tidak dapat meningkatkan efektivitas pelaksanaan pelatihan 2 12 86 10 Tingkat Perspsi Penyuluh tentang Perannya dalam Mengelola Pelatihan Perlu menyusun materi sesuai tujuan sebelum penyuluhan 41 40 20 9 Perlu menemukan materi sesuai dengan kebutuhan petani, dana dan menemukan sendiri materi belajarnya 0 39 63 8 Perlu menyesuaikan materi pembelajaran dengan tingkat pendidikan petani agar mudah dipahami 23 58 23 6 Materi penyuluhan harus sesuai tujuan pembelajaran dan situasi di lahan petani 1 37 62 10 Lingkungan sekitar dapat dijadikan sebagai sumber belajar oleh petani dan penyuluh 30 48 23 9 Peserta belajar adalah sumber belajar yang baik dalam kegiatan penyuluhan 12 63 31 4
2,06
3,09 2,04 3,04 2,56 2,24 3,04
2,16
2,95 2,60 1,97
2,72
2,11 2,74 2,10 2,25
90 Tabel 4 (lanjutan) Tingkat Persepsi STS TS S SS Penyuluh tentang (1) (2) (3) (4) Perannya sebagai Pendidik*
Pernyataan
Kegiatan penyuluhan dapat menggunakan media cetak sebagai sumber belajar 1 6 97 6 2,98 Media elektronik dapat dijadikan sebagai sumber belajar bagi petani dalam kegiatan penyuluhan 7 77 26 0 2,17 Tingkat Persepsi Penyuluh tentang Perannya dalam Menyusun Materi Penyuluhan 2,38 Tingkat Persepsi Penyuluh tentang Perannya sebagai Pendidik 2,48 Keterangan: STS= Sangat tidak setuju; TS= Tidak setuju; S= Setuju; SS= Sangat setuju * Interval Skor 1,00 – 1,74 = Sangat rendah; 1,75 – 2,49 = Rendah 2,50 – 3,24 = Tinggi; 3,25 – 4,00 = Sangat tinggi
Persepsi penyuluh sebagai pendidik sebagaimana ditampilkan dalam Tabel 5 terdiri atas tiga indikator yaitu peran dalam mengelola pembelajaran, peran dalam mengelola pelatihan, dan peran dalam menyusun materi penyuluhan, dengan skor masing-masing berturut-turut 2,56, 2,60, dan 2,38. Skor tertinggi adalah peran dalam mengelola pelatihan. Berdasarkan hasil wawancara mendalam, kegiatan pelatihan merupakan salah satu teknik penyuluhan yang banyak digunakan oleh penyuluh dalam mengajarkan petani tentang berbagai hal seperti penerapan teknologi budidaya dan aplikasi peralatan pertanian terbaru. Peran-peran tersebut lebih banyak dilakukan oleh penyuluh dibandingkan penyuluhan dengan memberikan materi tertentu kepada petani. Menurut Padmanagara (1993), salah satu tugas sebagai edukator adalah penyuluh mengajarkan
pengetahuan,
keterampilan,
dan
kecakapan
sesuai
bidang
penyuluhan. Realisasi dari proses mendidik dan mengajarkan berbagai hal kemampuan tersebut adalah melalui kegiatan pelatihan atau kursus tani. Peran Penyuluh sebagai Komunikator Hasil penelitian tentang persepsi PPL terhadap perannya sebagai komunikator disajikan pada Tabel 5. Terdapat lima indikator yang menjelaskan persepsi penyuluh terhadap perannya sebagai komunikator yaitu peran dalam mengelola komunikasi inovasi (skor 2,74), peran dalam memandu sistem jaringan (skor 2,72), peran dalam memanfaatkan media komunikasi (skor 2,63), peran dalam komunikasi tatap muka (skor 2,63), dan peran dalam membangun kemitraan.
91
Tabel 5. Persepsi penyuluh terhadap perannya sebagai komunikator Pernyataan
STS (1)
TS (2)
S (3)
Tingkat Persepsi SS Penyuluh tentang (4) Perannya sebagai Komunikator*
Penyuluh harus dapat menyampaikan inovasi pada petani agar dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan usahataninya 0 3 59 48 Penguasaan inovasi merupakan bagian dari peran petugas dalam penyuluhan 16 67 25 2 Teknik komunikasi dapat memberikan efek yang optimal dalam kegiatan 1 3 73 33 penyuluhan Perlu menguasai sistem difusi inovasi untuk membantu memecahkan masalah petani 11 70 28 1 Tingkat Persepsi Penyuluh tentang Perannya dalam mengelola komunikasi inovasi Perlu membentuk jaringan komunikasi petani untuk memudahkan pelaksanaan penyuluhan 5 5 70 30 Menguasai teknologi jaringan komunikasi dapat menghasilkan out put yang baik dalam kegiatan penyuluhan 11 65 25 9 Membangun jaringan komunikasi dengan pihak luar merupakan hal penting dalam proses membantu petani membangun usahataninya 0 2 74 34 Penyuluh dapat memanfaatkan jaringan komunikasi untuk kegiatan penyuluhan 19 63 21 7 Tingkat Persepsi Penyuluh tentang Perannya dalam memandu sistem jaringan Menggunakan media cetak sebagai media komunikasi merupakan salah satu cara untuk mendaptkan hasil panyuluhan yang efektif 2 7 96 5 Perlu menggunakan media elektronik sebagai media komunikasi dalam kegiatan penyuluhan 9 62 35 4 Media terproyeksi dapat digunakan sebagai media komunikasi dalam kegiatan penyuluhan 4 5 94 7 Menggunakan media tradisional sebagai media komunikasi dapat meningkatkan partisipasi petani dalam mengikuti penyuluhan 6 63 40 1 Tingkat Persepsi Penyuluh tentang Perannya dalam memanfaatkan media komunikasi Penyuluh memiliki potensi yang baik sebagai narasumber bagi petani dalam proses pemecahan masalah usahatani 3 2 79 26
3,41 2,12
3,25
2,17 2,74
3,14
2,29
3,29 2,15 2,72
2,95
2,31
2,95
2,33 2,63
3,16
92 Tabel 5 (lanjutan)
Pernyataan
STS (1)
TS (2)
Dalam kegiatan penyuluhan, penyuluh harus dapat mendengarkan masalah petani 30 47 Harus menyesuaikan model komunikasi dengan khalayak yang dihadapi dalam setiap kegiatan penyuluhan 3 0 Perlu berkomunikasi secara efektif ketika melaksanakan kegiatan penyuluhan 30 57 Menjaga kepercayaan petani merupakan hal penting yang harus diperhatikan penyuluh 2 0 Hubungan baik dengan petani dapat memberikan efek yang baik dalam kegiatan penyuluhan 20 55 Menjunjung tinggi nilai kebenaran dan kejujuran dalam berkomunikasi merupakan prinsip yang baik dalam kegiatan penyuluhan 1 1 Perlu meyakinkan petani dalam setiap kegiatan penyuluhan 23 55 Penyuluh yang baik harus berusaha mengetahui keinginnan khalayak agar penyuluhan mendapatkan hasil yang optimal 1 3 Pengetahuan atas potensi khalayak dapat memberikan efek yang baik bagi penyuluhan 13 68 Penyuluh harus berusaha mengembangkan potensi khalayak dalam kegiatan penyuluhan 3 1 Untuk perbaikan kemampuan, penyuluh memerlukan sarana dan belajar melalui bacaan yang ada 20 63 Perlu mengenali khalayak aktual dlm proses penyampaian inovasi kpd petani 3 7 Khalayak potensial adalah hal penting bagi penyuluh dalam penyampaian inovasi kepada petani 9 64 Dalam menyampaikan inovasi kepada petani, penyuluh perlu mengenali segmentasi khalayak 2 7 Jaringan komunikasi yang dibangun dalam kegiatan penyuluhan perlu sesuai segmentasi khalayak 7 73 Tingkat Persepsi Penyuluh tentang Perannya dalam komunikasi tatap muka Harus membantu petani membangun kemitraan dengan lembaga keuangan 0 8
S (3)
Tingkat Persepsi SS Penyuluh tentang (4) Perannya sebagai Komunikator*
22
11
2,13
78
29
3,21
13
10
2,03
58
50
3,42
21
14
2,26
52
56
3,48
26
6
2,14
77
29
3,22
27
2
2,16
87
19
3,11
20
7
2,13
77
23
3,09
27
10
2,35
86
15
3,04
28
2
2,23 2,63
74
28
3,18
93 Tabel 5 (lanjutan)
Pernyataan
STS (1)
TS (2)
S (3)
Tingkat Persepsi SS Penyuluh tentang (4) Perannya sebagai Komunikator*
Membantu petani membangun kemitraan dengan penyedia sarana dan prasarana 8 71 27 4 2,25 Bagian penting dalam upaya mengembangkan kemitraan petani adalah membangun kemitraan dengan petani dan pelaku usaha lain 0 6 87 17 3,10 Membantu petani membangun kemitraan dengan pemerintah adalah bagian dari peran penyuluh dalam pengembangan kemitraan 15 67 23 5 2,16 Tingkat Persepsi Penyuluh tentang Perannya dalam membangun kemitraan 2,70 Tingkat Persepsi Penyuluh tentang Perannya sebagai Komunikator 2,69 Keterangan: STS= Sangat tidak setuju; TS= Tidak setuju; S= Setuju; SS= Sangat setuju * Interval Skor 1,00 – 1,74 = Sangat rendah; 1,75 – 2,49 = Rendah 2,50 – 3,24 = Tinggi; 3,25 – 4,00 = Sangat tinggi
Persepsi penyuluh terhadap perannya dalam mengelola komunikasi inovasi memiliki skor tertinggi dibandingkan indikator lainnya. Hal ini disebabkan oleh karena kebanyakan kegiatan penyuluhan yang dilakukan penyuluh berkaitan dengan penyebaran inovasi kepada petani. Pengamatan di lokasi penelitian menunjukkan bahwa petani lebih tertarik jika penyuluh memberikan sesuatu yang sifatnya masih baru, baik tentang teknik budidaya maupun menyangkut peralatan dan sarana produksi pertanian. Menurut Gonzalez (Jahi, 1988), inti dari sebuah inovasi adalah adanya perubahan. Namun tidak selalu perubahan disebut sebagai inovasi. Inovasi memiliki karakteristik antara lain: inovasi sebagai proses kreatif, adanya perubahan, menuju pembaharuan, dan memiliki kegunaan serta nilai tambah. Agar inovasi tersebut dapat diadopsi dengan baik oleh sasaran, komunikator/penyuluh sebagai agen pembaharu yang berhadapan langsung dengan klien (petani) dituntut memiliki kemampuan pengelolaan komunikasi dan inovasi. Peran Penyuluh sebagai Konsultan Hasil penelitian tentang persepsi penyuluh terhadap perannya sebagai konsultan disajikan dalam Tabel 6.
94
Tabel 6. Persepsi penyuluh terhadap perannya sebagai konsultan Pernyataan
Tingkat Persepsi STS TS S SS Penyuluh tentang (1) (2) (3) (4) Perannya sebagai Konsultan*
Penyuluh yang baik selalu terbuka terhadap hal-hal yang terjadi di lingkungan sekitarnya, termasuk membuka diri untuk memahami masalah petani 0 2 81 27 3,23 Penyuluhan merupakan proses pendidikan, sehingga penyuluh perlu terlibat dalam kegiatan usahatani petani 13 64 28 5 2,23 Dalam hubungannya dengan upaya menerapkan teknologi dalam usahatani, penyuluh selalu memberikan pertimbangan tentang teknologi yang tepat untuk digunakan 0 7 80 23 3,15 Dalam kegiatan usahatani terdapat banyak alternatif pilihan yang dapat digunakan petani untuk memajukan usahanya, penyuluh perlu terlibat dalam memberikan pertimbangan kepada petani di antara beberapa alternatif pemecahan masalah yang akan diambil 4 69 26 11 2,40 Tingkat Persepsi Penyuluh tentang Perannya sebagai Konsultan 2,75 Keterangan: STS= Sangat tidak setuju; TS= Tidak setuju; S= Setuju; SS= Sangat setuju * Interval Skor 1,00 – 1,74 = Sangat rendah; 1,75 – 2,49 = Rendah 2,50 – 3,24 = Tinggi; 3,25 – 4,00 = Sangat tinggi
Tabel 6 menunjukkan bahwa rata-rata skor persepsi penyuluh terhadap perannya sebagai konsultan adalah 2,75 termasuk dalam kategori tinggi. Skor tersebut diperoleh dari rataan skor keempat indikatornya. Dua indikator tertinggi yaitu keterbukaan petani dalam memahami masalah petani (skor 3,23) dan peran penyuluh dalam memberikan pertimbangan kepada petani terhadap pilihan penggunaan teknologi usahataninya (skor 3,15). Dua indikator lainnya adalah peran penyuluh dalam melibatkan diri dalam kegiatan usahatani petani (skor 2,23) dan keterlibatan petani dalam memecahkan masalah yang dihadapi petani (skor 2,40). Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, 2002), yang dimaksud dengan konsultan adalah ahli yang tugasnya memberi petunjuk, pertimbangan, atau nasihat dalam suatu kegiatan (penelitian, dagang, dan sebagainya). Berdasarkan hal tersebut, peran penyuluh sebagai konsultan memberikan kontribusi yang baik bagi kegiatan penyuluhan terutama upaya penyuluh memahami dan memberikan solusi bagi petani, baik menyangkut teknik budidaya maupun pemasaran hasil pertanian.
95
Peran Penyuluh sebagai Pendamping Hasil penelitian tentang persepsi penyuluh terhadap perannya sebagai pendamping disajikan dalam Tabel 7. Tabel 7. Persepsi penyuluh terhadap perannya sebagai pendamping Pernyataan
Tingkat Persepsi STS TS S SS Penyuluh tentang (1) (2) (3) (4) Perannya sebagai Pendamping*
Untuk mendapatkan hasil penyuluhan yang optimal, penyuluh perlu mendampingi petani dalam mengelola usahataninya 1 3 84 22 3,15 Perlu memberikan petunjuk untuk kegiatan usahatani petani 6 76 25 3 2,23 Penerapan inovasi dapat berhasil dengan baik jika penyuluh mendampingi petani dalam menggunakan inovasi tersebut 1 5 89 15 3,07 Penyuluhan pada dasarnya merupakan kegiatan partisipatif, oleh karena itu, petani didampingi penyuluh dapat merencanakan usahataninya 0 28 69 13 2,86 Tingkat Persepsi Penyuluh tentang Perannya sebagai Pendamping 2,83 Keterangan: STS= Sangat tidak setuju; TS= Tidak setuju; S= Setuju; SS= Sangat setuju * Interval Skor 1,00 – 1,74 = Sangat rendah; 1,75 – 2,49 = Rendah 2,50 – 3,24 = Tinggi; 3,25 – 4,00 = Sangat tinggi
Tabel 7 menunjukkan bahwa persepsi penyuluh terhadap perannya sebagai pendamping termasuk dalam kategori tinggi dengan rataan skor 2,83. Peran yang dilakukan oleh penyuluh sebagai pendamping adalah mendampingi petani dalam melakukan kegiatan usahataninya (skor 3,15), memberikan petunjuk teknis bagi setiap kegiatan yang dilakukan petani (skor 2,23), mendampingi petani dalam penerapan inovasi pertanian (skor 3,07), dan mendampingi petani dalam melakukan perencanaan usahataninya (skor 2,86). Pendampingan yang selalu dilakukan menurut hasil wawancara dengan penyuluh adalah pendampingan terkait perencanaan usahatani dan penerapan inovasi pertanian. Hal-hal yang bersifat teknik budidaya kurang dilakukan, karena petani telah mengetahui caracara yang perlu dilakukan terkait teknik budidaya pertanian. Peran Penyuluh sebagai Motivator/Pendorong Hasil penelitian tentang peran penyuluh sebagai meotivator/pendorong disajikan dalam Tabel 8.
96
Tabel 8. Persepsi penyuluh terhadap perannya sebagai motivator/pendorong Pernyataan
Tingkat Persepsi STS TS S SS Penyuluh tentang (1) (2) (3) (4) Perannya sebagai Motivator*
Dalam proses penyuluhan, petani perlu mendapat dorongan untuk memajukan usahataninya 0 1 96 13 3,11 Petani perlu dimotivasi untuk membentuk kelompok agar dapat mengembangkan potensinya 30 54 19 7 2,03 Penyuluh harus mendorong petani untuk mencipatakan sendiri teknologi usahatani 0 3 102 5 3,02 Mendorong petani untuk berwirausaha adalah bagian dari peran penyuluh 8 74 27 1 2,19 Tingkat Persepsi Penyuluh tentang Perannya sebagai Motivator 2,59 Keterangan: STS= Sangat tidak setuju; TS= Tidak setuju; S= Setuju; SS= Sangat setuju * Interval Skor 1,00 – 1,74 = Sangat rendah; 1,75 – 2,49 = Rendah 2,50 – 3,24 = Tinggi; 3,25 – 4,00 = Sangat tinggi
Tabel 8 menunjukkan bahwa rataan skor persepsi penyuluh terhadap perannya sebagai motivator/pendorong termasuk kategori tinggi, yakni 2,59. Halhal yang dilakukan penyuluh terkait perannya sebagai pendorong atau motivator adalah memberikan motivasi atau dorongan kepada petani untuk selalu memajukan usahataninya (skor 3,11), mendorong petani untuk mengembangkan potensi yang dimiliki dengan membentuk kelompok tani (skor 2,03), mendorong petani untuk menciptakan sendiri teknologi usahatani atau berinovasi (skor 3,02), dan mendorong petani untuk berwirausaha (skor 2,19). Indikator yang menunjukkan tertinggi dalam peran penyuluh sebagai motivator adalah peran dalam mendorong petani untuk maju dan mendorong petani untuk menciptakan inovasi pertanian. Menurut Hamalik (2008), motivator harus bisa membangkitkan semangat dan mengubur kelemahan yang dimiliki anak didik walau bagaimanapun latar belakang keluarganya, bagaimanapun kelam masa lalunya dan bagaimanapun berat tantangannya. Memotivasi belajar penting artinya dalam proses belajar, karena berfungsi mendorong, menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan belajar. Oleh karenanya, prinsip-prinsip motivasi belajar sangat erat kaitannya dengan prinsip-prinsip belajar itu sendiri. Menurut penyuluh, hal-hal yang bersifat inovasi lebih disenangi petani, sehingga dalam
97
melakukan peran sebagai motivator, selalu berkaitan dengan inovasi dan teknik pertanian terbaru. Peran Penyuluh sebagai Perencana Hasil penelitian tentang peran penyuluh sebagai perencana disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9. Persepsi penyuluh tentang perannya sebagai perencana Pernyataan
Tingkat Persepsi STS TS S SS Penyuluh tentang (1) (2) (3) (4) Perannya sebagai Perencana*
Dalam melaksanakan kegiatan penyuluhan, penyuluh perlu membuat perencanaan programa penyuluhan 0 2 60 48 3,42 Perlu membuat rencana pertemuan dengan petani untuk melakukan kegiatan penyuluhan 29 57 19 5 2,00 Petani dapat memberikan informasi yang baik terkait situasi dan masalah yang mereka hadapi dalam usahatani, sehingga penyuluh harus membantu petani membuat perencanaan usahataninya 0 13 82 15 3,02 Penyuluh perlu melakukan perencanaan pemasaran bersama petani untuk memasarkan hasil usahataninya 2 79 28 1 2,25 Tingkat Persepsi Penyuluh tentang Perannya sebagai Perencana 2,67 Keterangan: STS= Sangat tidak setuju; TS= Tidak setuju; S= Setuju; SS= Sangat setuju * Interval Skor 1,00 – 1,74 = Sangat rendah; 1,75 – 2,49 = Rendah 2,50 – 3,24 = Tinggi; 3,25 – 4,00 = Sangat tinggi
Sebagaimana Tabel 9, peran penyuluh sebagai perencana termasuk dalam kategori tinggi dengan skor 2,67. Indikator yang menunjukkan skor tertinggi di antara empat indikator peran sebagai perencana adalah membuat rencana program penyuluhan (skor 3,42) dan
membantu petani membuat rencana usaha (skor
3,02). Indikator lainnya memiliki rataan skor lebih rendah yaitu membuat perencanaa kegiatan penyuluhan (skor 2,00), dan membantu petani membuat rencana pemasaran hasil pertanian (2,25). Indikator peran sebagai perencana dengan skor tinggi menurut penyuluh merupakan kegiatan rutin yang telah dilakukan oleh penyuluh karena merupakan tugas yang telah ditetapkan. Menurut Departemen Pertanian (2003), perumusan rencana kegiatan penyuluhan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penyuluh pertanian. Rencana kegiatan
98
tersebut merupakan pedoman kegiatan yang harus diselenggarakan oleh penyuluh pertanian. Peran Penyuluh sebagai Analisator Hasil penelitian tentang peran penyuluh sebagai analisator disajikan dalam Tabel 10. Tabel 10. Persepsi penyuluh terhadap perannya sebagai analisator Pernyataan
Tingkat Persepsi STS TS S SS Penyuluh tentang (1) (2) (3) (4) Perannya sebagai Analisator*
Analisis situasi dilakukan penyuluh untuk memperoleh gambaran dalam merumuskan masalah dan tujuan penyuluhan 0 4 90 16 3,11 Penyuluh perlu terlibat membantu petani melakukan analisis usahatani 3 82 23 2 2,22 Dalam menyusun programa penyuluhan, penyuluh melakukan analisis atas masalah petani 0 1 79 30 3,26 Perlu melakukan analisis kelembagaan petani 6 75 26 3 2,24 Tingkat Persepsi Penyuluh tentang Perannya sebagai Analisator 2,71 Keterangan: STS= Sangat tidak setuju; TS= Tidak setuju; S= Setuju; SS= Sangat setuju * Interval Skor 1,00 – 1,74 = Sangat rendah; 1,75 – 2,49 = Rendah 2,50 – 3,24 = Tinggi; 3,25 – 4,00 = Sangat tinggi
Tabel 10 menunjukkan bahwa persepsi penyuluh terhadap perannya sebagai analisator termasuk dalam kategori tinggi dengan skor 2,71. Hal-hal yang dilakukan penyuluh terkait perannya sebagai analisator adalah melakukan analisis situasi dan masalah untuk menyusun perencanaan program penyuluhan (skor 3,11), membantu petani melakukan analisis usahatani (skor 2,22), melakukan analisis masalah yang dihadapi petani terkait usahataninya (skor 3,26), dan melakukan analisis kelembagaan petani (2,24). Beberapa indikator peran penyuluh sebagai analisator yang menunjukkan skor tinggi (3,11 dan 3,26) menurut keterangan hasil wawancara dengan penyuluh, merupakan kagiatan rutin yang telah menjadi tugasnya selama ini, sedangkan dua indikator peran sebagai analisator memiliki skor lebih rendah, hal ini karena hal tersebut tidak manjadi bagian dari kegiatan penyuluhan selama ini. Undang-Undang No 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (Tunggal, 2007), menyebutkan bahwa seorang
99
penyuluh harus membantu menganalisis dan memecahkan masalah serta merespons peluang dan tantangan yang dihadapi pelaku utama dan pelaku usaha dalam mengelola usaha. Peran Penyuluh sebagai Ahli Evaluasi Kegiatan dan Hasil Penyuluhan Hasil penelitian tentang peran penyuluh sebagai ahli evaluasi dan hasil penyuluhan disajikan dalam Tabel 11. Tabel 11. Persepsi penyuluh terhadap perannya sebagai ahli evaluasi kegiatan dan hasil penyuluhan
Pernyataan
STS TS S SS (1) (2) (3) (4)
Tingkat Persepsi Penyuluh tentang Perannya sebagai Ahli Evaluasi Kegiatan dan Hasil Penyuluhan*
Setiap kegiatan penyuluhan harus dilakukan evaluasi atas hasil yang diperoleh 8 1 69 32 3,14 Perlu membuat pemetaan hasil yang telah dicapai dengan yang belum dicapai sesuai hasil evaluasi penyuluhan 9 69 27 5 2,25 Agar diperoleh hasil evaluasi yang akurat, penyuluh harus menguasai teknik evaluasi yang benar 0 3 73 34 3,28 Evaluasi dilakukan dengan menggunakan data yang telah dikumpulkan 37 42 22 9 2,03 Tingkat Persepsi Penyuluh tentang Perannya sebagai Ahli Evaluasi Kegiatan dan Hasil Penyuluhan 2,68 Keterangan: STS= Sangat tidak setuju; TS= Tidak setuju; S= Setuju; SS= Sangat setuju * Interval Skor 1,00 – 1,74 = Sangat rendah; 1,75 – 2,49 = Rendah 2,50 – 3,24 = Tinggi; 3,25 – 4,00 = Sangat tinggi
Tabel 11 menunjukkan bahwa persepsi penyuluh terhadap perannya sebagai ahli evaluasi kegiatan dan hasil penyuluhan termasuk kategori tinggi dengan rataan skor 2,68. Indikator persepsi penyuluh terhadap perannya sebagai ahli evaluasi kegiatan dan hasil penyuluhan yang memiliki skor paling tinggi adalah peran penyuluh dalam melakukan evaluasi hasil penyuluhan (skor 3,14) dan peran penyuluh dalam menguasai teknik evaluasi penyuluhan (skor 3,28). Indikator lainnya yang memiliki skor lebih rendah adalah peran penyuluh dalam melakukan pemetaan hasil evaluasi untuk kegiatan penyuluhan selanjutnya (skor 2,25) dan peran penyuluh dalam menguasai teknik pengumpulan data untuk kegiatan evaluasi penyuluhan (skor 2,03).
100
Menurut van den Ban dan Hawkins (1999), penyuluh melaksanakan evaluasi untuk menentukan apakah program penyuluhan telah mencapai sasaran? Apakah sasaran tersebut dapat dicapai dengan menggunakan cara lain agar lebih efektif? Evaluasi kegiatan dan hasil penyuluhan
merupakan bagian dari
rancangan programa penyuluhan yang disusun dan dikerjakan oleh penyuluh setiap tahunnya. Peran Penyuluh sebagai Ahli dalam Memilih dan Menerapkan Metode Penyuluhan Hasil penelitian tentang persepsi penyuluh terhadap perannya sebagai ahli dalam memilih dan menerapkan metode penyuluhan disajikan dalam Tabel 12. Tabel 12. Persepsi penyuluh terhadap perannya sebagai ahli dalam memilih dan menerapkan metode penyuluhan
Pernyataan
Tingkat Persepsi Penyuluh tentang Perannya sebagai STS TS S SS Ahli dlm Memilih dan (1) (2) (3) (4) Menerapkan Metode Penyuluhan*
Untuk memperoleh hasil penyuluhan yang optimal, penyuluh perlu menguasai berbagai metode penyuluhan 0 3 65 42 3,35 Penyuluhan yang baik harus menerapkan beberapa metode penyuluhan 10 46 48 6 2,45 Dalam kegiatan penyuluhan, penyuluh dapat memilih metode yang tepat sesuai kondisi petani 0 2 60 48 3,42 Perlu menggunakan metode bervariasi dalam penyuluhan 3 67 38 2 2,35 Tingkat Persepsi Penyuluh tentang Perannya sebagai Ahli dalam Memilih dan Menerapkan Metode Penyuluhan 2,90 Keterangan: STS= Sangat tidak setuju; TS= Tidak setuju; S= Setuju; SS= Sangat setuju * Interval Skor 1,00 – 1,74 = Sangat rendah; 1,75 – 2,49 = Rendah 2,50 – 3,24 = Tinggi; 3,25 – 4,00 = Sangat tinggi
Persepsi penyuluh terhadap perannya sebagai ahli dalam memilih dan menerapkan metode penyuluhan termasuk kategori tinggi dengan rataan skor 2,90. Dua indikator yang menunjukkan skor tinggi adalah menguasai berbagai metode penyuluhan (skor 3,35) dan ahli dalam memilih metode penyuluhan yang tepat sesuai kondisi petani (3,42). Indikator lainnya yang memiliki skor rendah adalah
101
menerapkan metode penyuluhan dengan baik (skor 2,45) dan mengkombinasikan berbagai metode dalam kegiatan penyuluhan (skor 2,35). Menurut van den Ban dan Hawkins (1999), metode untuk mempengaruhi sangat beragam tergantung pada kepentingan dan tingkat keharmonisan yang mempengaruhi dan yang dipengaruhi. Petani dan penyuluh perlu menyadari adanya kepentingan bersama dalam penyuluhan. Berdasarkan pengamatan di lokasi penelitian, dalam hal penguasaan metode penyuluhan, penyuluh tidak mengalami masalah karena hal tersebut merupakan inti dari kegiatan penyuluh. Setiap penyuluh harus dapat memahami dan menerapkan metode penyuluhan, baik diperoleh melalui pendidikan maupun pelatihan ketika sudah menjadi penyuluh. Oleh karena itu, penguasaan metode penyuluhan menjadi prioritas utama bagi penyuluh yang kompeten. Peran Penyuluh sebagai Ahli Teknik Pertanian Hasil penelitian tentang persepsi penyuluh terhadap perannya sebagai ahli teknik pertanian disajikan dalam Tabel 13. Tabel 13. Persepsi penyuluh terhadap perannya sebagai ahli teknik pertanian
Pernyataan
Tingkat Persepsi Penyuluh tentang STS TS S SS Perannya sebagai (1) (2) (3) (4) Ahli Teknik Pertanian*
Penyuluh pertanian sebaiknya menguasai teknik budidaya pertanian tanaman pangan agar lebih mudah dalam membantu petani 0 5 82 23 3,16 Perlu menguasai teknologi pertanian karena dalam penyuluhan, petani harus diberikan petunjuk dan pemahaman 41 42 22 5 1,92 Penyuluh pertanian dituntut untuk menguasai teknik pemupukan dan aplikasi pestisida karena masalah petani sangat kompleks 0 6 81 23 3,15 Teknik budidaya pertanian hortikultura perlu dikuasai oleh penyuluh karena termasuk dalam tugas penyuluhan 21 55 29 5 2,16 Tingkat Persepsi Penyuluh tentang Perannya sebagai Ahli Teknik Pertanian 2,60 Keterangan: STS= Sangat tidak setuju; TS= Tidak setuju; S= Setuju; SS= Sangat setuju * Interval Skor 1,00 – 1,74 = Sangat rendah; 1,75 – 2,49 = Rendah 2,50 – 3,24 = Tinggi; 3,25 – 4,00 = Sangat tinggi
Penyuluh pertanian memiliki peran besar dalam membantu petani memajukan usahataninya, oleh karena itu penyuluh harus memiliki kemampuan
102
teknis yang dibutuhkan terkait usahatani yang dikelola oleh petani. Pekerjaan seorang penyuluh pertanian tidak terbatas pada mengembangkan kemampuan, pengetahuan, sikap, dan keterampilan, tetapi juga memotivasi dan memberikan bimbingan masalah teknis pertanian (YPST, 2001). Persepsi penyuluh terhadap perannya sebagai ahli teknik pertanian termasuk kategori tinggi dengan rataan skor 2,60.
Indikator peran penyuluh
sebagai ahli teknik pertanian adalah menguasai teknik pertanian tanaman pangan (skor 3,16), menguasai teknologi pertanian (skor 1,92), menguasai teknik pemupukan dan aplikasi pestisida (skor 3,15), dan menguasai teknik budidaya pertanian hortikultura (skor 2,16). Kebanyakan penyuluh menilai bahwa menguasai teknologi pertanian bukan menjadi bagian dari peran penyuluh dalam melaksanakan kegiatan penyuluhan, oleh karena itu indikator tersebut memiliki nilai rendah. Lain halnya dengan indikator peran penyuluh dalam menguasai teknik budidaya pertanian dan teknik pemupukan dan aplikasi pestisida, penyuluh menilai peran tersebut merupakan peran yang harus dimiliki sehingga memiliki nilai skor tinggi. Peran Penyuluh sebagai Ahli Analisis Bisnis/Kewirausahaan Hasil penelitian tentang persepsi penyuluh terhadap perannya sebagai ahli analisis bisnis/kewirausahaan disajikan dalam Tabel 14. Persepsi
penyuluh
terhadap
perannya
sebagai
ahli
analisis
bisnis/kewirausahaan termasuk kategori tinggi dengan rataan skor 2,73. Beberapa indikator peran penyuluh sebagai ahli analisis bisnis/kewirausahaan adalah peran sebagai ahli analisis usahatani (skor 3,25), peran sebagai ahli analisis pembiayaan usahatani (skor 2,31) peran sebagai ahli analisis pemasaran hasil pertanian (skor 3,05), dan peran sebagai ahli analisis bisnis pertanian (skor 2,31). Sebagai ahli analisis bisnis/kewirausahaan, penyuluh dituntut untuk memahami berbagai hal yang berhubungan dengan kewirausahaan, termasuk pemasaran hasil pertanian, sehingga peran sebagai ahli analisis bisnis/kewirausahaan dapat dijalankan dengan baik. Dalam UU No. 16 Tahun 2006 Pasal 4 dijelaskan bahwa salah satu fungsi sistem penyuluhan adalah meningkatkan kemampuan kepemimpinan, manajerial, dan kewirausahaan pelaku utama dan pelaku usaha (Tunggal, 2007). Ini berarti
103
penyuluh memiliki kemampuan dalam menumbuhkan kewirausahaan terhadap sasarannya. Tabel 14. Persepsi penyuluh terhadap perannya sebagai ahli analisis bisnis/kewirausahaan
Pernyataan
Tingkat Persepsi Penyuluh tentang STS TS S SS Perannya sebagai Ahli (1) (2) (3) (4) Analisis Bisnis/ Kewirausahaan*
Dalam kegiatan penyuluhan, penyuluh harus ahli dalam menganalisis usahatani 0 6 71 33 3,25 Petani dapat melakukan analisis pembiayaan usaha bersama penyuluh 2 73 34 1 2,31 Masalah pemasaran merupakan hal yang rumit bagi petani, oleh karena itu penyuluh harus ahli dalam analisis pemasaran 1 12 78 19 3,05 Penyuluh perlu membantu petani melakukan analisis rencana bisnis 9 64 31 6 2,31 Tingkat Persepsi Penyuluh tentang Perannya sebagai Ahli Analisis Bisnis/Kewirausahaan 2,73 Keterangan: STS= Sangat tidak setuju; TS= Tidak setuju; S= Setuju; SS= Sangat setuju * Interval Skor 1,00 – 1,74 = Sangat rendah; 1,75 – 2,49 = Rendah 2,50 – 3,24 = Tinggi; 3,25 – 4,00 = Sangat tinggi
Peran Penyuluh sebagai Fasilitator Hasil penelitian tentang persepsi penyuluh terhadap perannya sebagai fasilitator disajikan dalam Tabel 15. Persepsi penyuluh terhadap perannya sebagai fasilitator termasuk dalam kategori tinggi dengan skor 2,81. Beberapa indikator peran penyuluh sebagai fasilitator adalah peran penyuluh dalam memfasilitasi petani membentuk kelompok tani (skor 3,38), peran dalam memfasilitasi petani menemukan mitra usaha (skor 2,30), memfasilitasi petani membuat rencana usahataninya (skor 3,10), dan memfasilitasi petani mengelola bisnis pertanian (skor 2,45). Kegiatan penyuluhan sangat berkaitan dengan kegiatan fasilitasi, terutama dalam memfasilitasi petani terhadap hal-hal yang berhubungan dengan usahatani yang ditekuni.
104
Tabel 15. Persepsi penyuluh terhadap perannya sebagai fasilitator Pernyataan
Tingkat Persepsi STS TS S SS Penyuluh tentang (1) (2) (3) (4) Perannya sebagai Fasilitator*
Kegiatan berkelompok dapat menumbuhkan motivasi yang tinggi bagi petani oleh karena 0 1 66 43 itu penyuluh harus menfasilitasi petani dalam membetuk kelompok tani 3,38 Perlu menfasilitasi petani menemukan mitra 6 66 37 1 usahataninya 2,30 Menfasilitasi petani dalam menyusun jadwal tanam merupakan bagian yang menjadi tugas 0 2 95 13 penyuluhan 3,10 Penyuluh harus membantu petani menghitung 11 48 41 10 modal usahataninya 2,45 Tingkat Persepsi Penyuluh tentang Perannya sebagai Fasilitator 2,81 Keterangan: STS= Sangat tidak setuju; TS= Tidak setuju; S= Setuju; SS= Sangat setuju * Interval Skor 1,00 – 1,74 = Sangat rendah; 1,75 – 2,49 = Rendah 2,50 – 3,24 = Tinggi; 3,25 – 4,00 = Sangat tinggi
Fasilitator adalah orang yang memberikan bantuan dalam memperlancar proses komunikasi sekelompok orang, sehingga mereka dapat memahami atau memecahkan masalah bersama-sama. Fasilitator bukanlah seseorang yang bertugas hanya memberikan pelatihan, bimbingan, nasihat atau pendapat. Fasilitator harus menjadi nara sumber yang baik untuk berbagai permasalahan (Indo SDM, 2011). Berdasarkan hasil wawancara, penyuluh telah terbiasa memfasilitasi petani, terutama dalam pengelolaan kelompok tani dan perencanaan usahatani, sehingga peran-peran tersebut dapat dilakukan dengan baik. Hasil penelitian mengenai persepsi penyuluh tentang perannya secara keseluruhan disajikan dalam Tabel 16. Tabel 16 menunjukkan bahwa secara keseluruhan persepsi penyuluh pertanian lapang tentang perannya berada pada skor 2,70 (persepsi tinggi) dengan rentang skor 1 hingga 4. Skor persepsi yang tertinggi adalah tentang peran dalam memilih dan menerapkan metode penyuluhan dengan skor 2,90 (persepsi tinggi) pada rentang skor 1 hingga 4. Sebagai penyuluh pertanian lapang yang berhubungan langsung dengan petani, penyuluh dituntut untuk menguasai berbagai metode penyuluhan, dapat menerapkannya dengan baik, dan mampu memadukan berbagai jenis metode dalam setiap pertemuan dengan petani.
105
Tabel 16. Persepsi penyuluh tentang perannya Persepsi Penyuluh tentang Perannya* Pendidik 2,48 Komunikator 2,69 Konsultan 2,75 Motivator/pendorong 2,59 Pendamping 2,83 Perencana 2,67 Analisator 2,71 Ahli evaluasi kegiatan dan hasil penyuluhan 2,68 Ahli dalam memilih dan menerapkan metode penyuluhan 2,90 Ahli teknik pertanian 2,60 Ahli analisis bisnis/ kewirausahaan 2,73 Fasilitator 2,81 Persepsi Penyuluh tentang Perannya 2,70 Keterangan: * Interval Skor 1,00 – 1,74 = Sangat rendah; 1,75 – 2,49 = Rendah 2,50 – 3,24 = Tinggi; 3,25 – 4,00 = Sangat tinggi Peran penyuluh
Persepsi penyuluh dengan skor tinggi adalah peran sebagai pendamping dan sebagai fasilitator, dengan skor 2,83 dan 2,81 (rentang skor 1-4). Berdasarkan pengamatan di lapangan, beberapa peran yang dilakukan penyuluh sebagai pendamping
meliputi
pendampingan
terhadap
petani
terutama
dalam
menggunakan teknologi atau inovasi pertanian di mana petani baru pertama kali diperkenalkan dengan teknologi tepat guna. Selain itu, beberapa hal penting yang memerlukan pendampingan adalah perencanaan usahatani seperti penanaman, pemupukan, aplikasi pestisida, panen, dan pasca panen. Hal-hal tersebut merupakan kegiatan rutin yang sudah biasa dilakukan oleh penyuluh. Peran yang dilakukan penyuluh sehubungan dengan fasilitator meliputi fasilitasi dalam pembentukan kelompok tani, pembukuan usahatani, penentuan modal dan fasilitasi dalam melakukan peminjaman modal usaha. Peran sebagai motivator memiliki skor persepsi tinggi (2,59) pada rentang skor 1 sampai 4. Peran sebagai seorang motivator yang seharusnya dilakukan oleh penyuluh adalah memotivasi petani untuk selalu semangat dalam menjalankan usahataninya, mendorong mereka untuk aktif dalam organisasi seperti kelompok tani atau gabungan kelompok tani. Selain itu, dorongan kepada petani untuk selalu mencoba bahkan menciptakan sendiri inovasi yang berhubungan dengan bidang usahatani padi yang digeluti, juga mendorong mereka untuk menciptakan kewirausahaan.
106
Peran penyuluh yang memiliki skor persepsi rendah adalah peran penyuluh sebagai pendidik dengan skor 2,48 (rentang skor 1-4). Peran yang dilakukan penyuluh sebagai pendidik meliputi peran dalam mengelola pembelajaran seperti merencanakan, melaksanakan dan melakukan evaluasi. Selain itu, penyuluh juga berperan dalam mengelola pelatihan seperti merumuskan tujuan pelatihan, membuat materi pelatihan dan melakukan evaluasi pelatihan. Peran-peran tersebut kurang mendapatkan perhatian serius dari penyuluh, padahal peran sebagai pendidik adalah peran utama seorang penyuluh, yang mana mereka dituntut tidak hanya sekedar menyampaikan informasi kepada petani, tetapi juga mendidik mereka sehingga memiliki kemampuan dan keterampilan agar dapat berusahatani dengan baik dan meningkatkan taraf hidupnya. Karakteristik Penyuluh Karakteristik penyuluh yang diamati dalam penelitian ini adalah umur, pendidikan formal, masa kerja, pelatihan, dan pendapatan. Hasil penelitian tentang karakteristik penyuluh disajikan dalam Tabel 17. Tabel 17. Distribusi skor responden berdasarkan karakteristik penyuluh Karakteristik Penyuluh Umur
Pendidikan
Masa Kerja
Pelatihan
Pendapatan (Rp/bln)
Frekuensi (orang)
Persentase (%)
Muda (22 – 41 tahun)
36
32,7
Sedang (42 – 51 tahun)
35
31,8
Tua (52 – 59 tahun) SMU Diploma S1 S2 Baru (1 – 10 tahun)
39 23 16 64 7
35,5 20,9 14,5 58,2 6,4
37
33,6
Sedang (11 – 27 tahun)
35
31,8
Lama (28 – 37 tahun)
38 29 54 27
34,6 26,4 49,1 24,5
34
30,9
37
33,6
39
35,5
Kategori
Belum Pernah 1 sampai 14 hari Di atas 14 hari Rendah (1 – 2,2 juta) Sedang (2,3 – 3,1 juta) Tinggi (3,2 – 4,5 juta)
Keterangan: n =110 Tabel 17 menunjukkan bahwa sebanyak 36 orang (32,7%) responden berumur muda, 35 orang (31,8%) berumur sedang, dan 39 orang (35,5%) berumur
107
tua. Secara keseluruhan, rata-rata responden berumur 44 tahun. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kebanyakan penyuluh pertanian lapang di Provinsi Banten didominasi oleh penyuluh dengan kategori umur tua, hal ini menunjukkan bahwa diperlukan pola kaderisasi agar penyuluh muda dapat lebih berkiprah. Pendidikan penyuluh di Provinsi Banten termasuk baik, hal ini terlihat dari jenjang pendidikan penyuluh sebanyak 64 orang (58,2%) berpendidikan sarjana dan 7 orang (6,4%) berpendidikan magister. Penyuluh yang berpendidikan SMU sebanyak 23 orang (20,9%) dan 16 orang (14,5%) berpendidikan diploma. Kondisi demikian menunjukkan kualitas sumberdaya penyuluh di Provinsi Banten adalah tergolong baik dilihat dari jenjang pendidikan. Hal ini diharapkan dapat menjamin kemampuan penyuluh untuk meningkatkan kualitas kerja dalam melaksanakan kegiatan penyuluhan kepada masyarakat, khususnya petani. Secara umum, penyuluh pertanian lapang di Provinsi Banten telah bekerja sebagai penyuluh dalam waktu yang cukup lama. Hal ini terlihat dari rata-rata masa kerja penyuluh yang telah mencapai 19 tahun. Sebanyak 33,6 persen penyuluh telah bekerja selama 1 hingga 10 tahun, sebanyak 31,8 persen telah bekerja selama 11 sampai 27 tahun, dan 34,5 persen telah bekerja selama 28 hingga 37 tahun. Pengalaman kerja yang cukup lama tersebut merupakan modal yang baik bagi penyuluh di Provinsi Banten dalam melakukan pendekatan pembangunan pertanian khususnya petani, karena dengan masa kerja yang cukup lama tersebut memungkinkan penyuluh lebih mengenal wilayah kerja dan petani binaannya, baik karakter, potensi maupun peluang para petani untuk memajukan usahataninya. Sebanyak 26,4 persen responden PPL di Provinsi Banten belum pernah mengikuti pelatihan. Sebagian besar (49,1%) telah mengikuti pelatihan sebanyak satu hingga empat belas hari. Sebagian lainnya (24,5%) telah mengikuti pelatihan di atas empat belas hari. Kebanyakan jenis pelatihan yang diikuti adalah hal-hal yang bersifat teknis seperti SL-PTT, TOT, Pelatihan PUAP, teknik budidaya padi, dan sayuran. Pendapatan per bulan penyuluh pertanian lapang di Provinsi Banten termasuk cukup baik, hal ini berdasarkan data yang disajikan dalam Tabel 17, bahwa sebanyak 35,5 persen responden memiliki pendapatan 3,2 juta hingga 4,5
108
juta rupiah. Sebanyak 33,6 persen memiliki pendapatan 2,3 juta hingga 3,1 juta rupiah dan sebanyak 30,9 persen responden berpendapatan antara 1 juta hingga 2,2 juta rupiah per bulannya. Pendapatan tersebut adalah gaji yang diterima penyuluh sebagai pegawai negeri, di mana mereka yang memiliki masa kerja dan tingkat pendidikan lebih tinggi cenderung memiliki penghasilan yang lebih besar dibandingkan dengan penyuluh lain yang memiliki masa kerja belum lama dan tingkat pendidikan setara SLTA. Lingkungan Fisik Lingkungan fisik yang diamati dalam penelitian ini adalah situasi institusi tempat penyuluh bertugas, meliputi kelembagaan, makna pekerjaan, pembinaan dan supervisi, pengembangan karir, jumlah petani binaan dan jumlah wilayah binaan. Hasil penelitian mengenai lingkungan fisik penyuluh disajikan pada Tabel 18. Tabel 18. Rataan skor responden berdasarkan lingkungan fisik Lingkungan Fisik Kelembagaan Makna pekerjaan Pembinaan dan supervisi Pengembangan karir Jumlah petani binaan Jumlah wilayah binaan
Rataan Skor* 2,5 2,8 2,9 2,7 3,2 3,0
Keterangan: *Interval skor 1,00 – 1,74 = Sangat buruk/rendah; 1,75 – 2,49 = Buruk/rendah; 2,50 – 3,24 = Baik/tinggi; 3,25 – 4,00 = Sangat baik/tinggi
Kelembagaan merupakan dukungan lembaga terhadap tugas dan peran yang dilakukan oleh penyuluh. Tabel 18 menunjukkan bahwa dukungan kelembagaan berada dalam kategori baik dengan rataan skor 2,5. Kondisi di lapangan menunjukkan dukungan kelembagaan yang sangat penting diberikan penyuluh berupa sarana transportasi mengingat lokasi wilayah dan petani binaan yang cukup jauh, sehingga untuk menjangkau lokasi tersebut penyuluh sangat memerlukan sarana transportasi. Lingkungan fisik lainnya adalah makna pekerjaan yaitu penilaian penyuluh terhadap pekerjaannya sebagai penyuluh dan dampaknya terhadap masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian, makna pekerjaan termasuk dalam kategori baik dengan rataan skor 2,8. Penilaian responden di antaranya didasarkan
109
pada kejelasan tugas yang diberikan, ragam keterampilan yang dibutuhkan saat melaksanakan tugas di lapangan, dan tingkat kemudahan yang dirasakan sehubungan dengan uraian tugas yang akan dilaksanakan serta dampak positif yang ditimbulkan dari hasil pekerjaan mereka sebagai penyuluh. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa mayoritas penyuluh dapat melaksanakan tugas dengan baik tanpa adanya kesulitan. Pembinaan dan supervisi merupakan penilaian penyuluh terhadap efektivitas pembina (keahlian manajemennya, pengetahuan, kesuksesan dan kemampuan dalam memecahkan masalah) dan hubungan interpersonal yaitu baikburuknya hubungan dengan pengawasnya. Misalnya, PPL dapat belajar dengan dan atau dari pengawasnya tersebut, bagaimana pengawas mendukungnya, dan pengawas tersebut secara jujur berkeinginan untuk mendengarkan berbagai saran dan memberikan penghargaan untuk suatu
hasil bekerja yang baik. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pembinaan dan supervisi termasuk dalam kategori baik dengan rataan skor 2,9. Pembinaan dan supervisi tersebut merupakan rangkaian kegiatan manajemen kelembagaan penyuluh yang bertujuan untuk menjaga dan terus meningkatkan kinerja penyuluh dalam melaksanakan tugas dan peran penyuluh. Hasil penelitian tentang pengembangan karir diperoleh rataan skor 2,7 dengan kategori baik. Menurut Departemen Pertanian (2003), penyuluh pertanian mendapat kesempatan pengembangan karir ke tingkat jabatan fungsional yang lebih tinggi jika dapat mencukupi persyaratan jumlah angka kredit kumulatif minimal. Promosi merupakan bentuk pengembangan karir yaitu peningkatan jabatan seseorang ke tingkat yang lebih tinggi, peningkatan gaji, tanggungjawab, dan level organisasinya, biasanya diberikan sebagai penghargaan terhadap kinerjanya. Berdasarkan pengamatan di lokasi penelitian, penyuluh dapat segera memperoleh kenaikan jabatan jika sudah memenuhi ketentuan yang diatur pemerintah. Kebanyakan penyuluh memperoleh kesempatan yang dapat menunjang karirnya melalui keikutsertaan dalam pelatihan atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Indikator lain dari lingkungan fisik adalah jumlah petani binaan yaitu banyaknya petani yang menjadi binaan penyuluh dalam melaksanakan perannya
110
sebagai penyuluh pertanian. Berdasarkan hasil penelitian, jumlah petani binaan penyuluh termasuk dalam kategori tinggi dengan rataan skor 3,2. Selanjutnya adalah luas wilayah binaan yaitu jumlah wilayah yang menjadi binaan penyuluh dalam melaksanakan perannya sebagai penyuluh. Wilayah binaan tersebut dihitung berdasarkan jumlah desa yang menjadi tanggung jawab pembinaan satu orang tenaga penyuluh. Hasil penelitian menunjukkan, jumlah wilayah binaan penyuluh termasuk dalam kategori tinggi dengan rataan skor 3,0. Luas wilayah binaan penyuluh berkaitan dengan jumlah petani binaan. Tingginya jumlah petani binaan dapat mempengaruhi intensitas komunikasi antara penyuluh dengan petani. Menurut Wiriaatmadja (1990), dalam kegiatan penyuluhan, seorang penyuluh harus mengadakan
hubungan
dengan
petani,
hubungan
tersebut
dapat
menimbulkan komunikasi. Komunikasi yang baik akan berjalan timbal balik atau terjadinya feedback. Hal ini penting bagi penyuluh, yaitu untuk dapat mengambil tindakan-tindakan selanjutnya, dengan demikian maka komunikasi tersebut dapat dilanjutkan dan dipelihara dengan baik. Lingkungan Sosial Ekonomi Lingkungan sosial ekonomi adalah situasi sosial ekonomi tempat penyuluh bertugas, meliputi: lingkungan kerja, peluang kemitraan, akses terhadap sumberdaya ekonomi, dan akses terhadap media. Hasil penelitian tentang lingkungan sosial ekonomi penyuluh disajikan pada Tabel 19. Tabel 19. Rataan skor responden berdasarkan lingkungan sosial ekonomi Lingkungan Sosial Ekonomi Lingkungan kerja Peluang kemitraan Akses terhadap sumberdaya ekonomi Akses terhadap media
Rataan Skor* 2,9 2,4 2,5 2,4
Keterangan: *Interval skor 1,00 – 1,74 = Sangat buruk; 1,75 – 2,49 = Buruk 2,50 – 3,24 = Baik; 3,25 – 4,00 = Sangat baik
Lingkungan kerja adalah kondisi sosial ekonomi yang menjadi wilayah binaan penyuluh. Berdasarkan hasil penelitian, lingkungan kerja termasuk dalam kategori baik dengan rataan skor 2,9. Lingkungan kerja penyuluh pertanian lapang di Provinsi Banten berdasarkan pengamatan cukup baik hal ini terlihat dengan
111
adanya dukungan kelembagaan yang baik dan respons masyarakat terhadap tugas dan peran yang dijalankan oleh penyuluh di wilayah binaannya. Peluang kemitraan adalah potensi yang tersedia bagi penyuluh untuk membangun kemitraan dengan pelaku usaha yang berhubungan dengan pertanian seperti pelaku usaha sarana produksi usahatani. Berdasarkan hasil penelitian, peluang kemitraan termasuk dalam kategori buruk dengan rataan skor 2,4. Penilaian responden didasarkan pada ketersediaan mitra usaha, kemudahan melakukan kerjasama kemitraan, dan komunikasi dengan mitra. Kebanyakan petani di lokasi penelitian tidak memiliki mitra usaha seperti penyedia sarana produksi maupun pemasaran hasil. Rata-rata petani mengatur sendiri input produksi dan pemasaran hasil usahataninya. Jika panen tiba, mereka kebanyakan menjual hasil kepada pengepul yang sudah menjadi langganannya, namun demikian hal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai sebuah bentuk kemitraan. Akses terhadap sumberdaya ekonomi adalah keterjangkauan sumberdaya perekonomian yang berhubungan dengan usahatani padi seperti modal dan pemasaran. Berdasarkan hasil penelitian, akses terhadap sumberdaya ekonomi termasuk dalam kategori baik dengan rataan skor 2,5. Penilaian atas akses terhadap sumberdaya ekonomi didasarkan kepada ketersediaan lembaga ekonomi, ketersediaan fasilitas ekonomi, dan kemudahan memperoleh modal usaha. Akses terhadap media merupakan kemampuan penyuluh mendapatkan informasi usahatani padi yang dibutuhkan terkait tugas dan perannya sebagai penyuluh pertanian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akses terhadap media termasuk dalam kategori buruk dengan rataan skor 2,4. Secara umum, tidak ada kesulitas bagi penyuluh untuk mendapatkan akses terhadap media massa seperti televisi, radio, koran dan majalah, namun demikian, media massa yang memuat informasi tentang usahatani padi sulit diketemukan, kecuali leaflet dan internet. Media massa tersebut menyediakan informasi tentang usahatani padi namun untuk mengaksesnya tidak begitu mudah. Hal ini karena keterbatasan perangkat/ peralatan yang dimiliki oleh penyuluh di lapangan. Motivasi Motivasi adalah dorongan bagi penyuluh dalam melaksanakan perannya sebagai penyuluh pertanian, meliputi: motivasi berprestasi, motivasi berafiliasi,
112
dan motivasi kekuasaan. Hasil penelitian terhadap motivasi penyuluh pertanian lapang di Provinsi Banten disajikan dalam Tabel 20. Tabel 20. Rataan skor responden berdasarkan motivasi Motivasi Motivasi berprestasi Motivasi afiliasi Motivasi kekuasaan
Rataan Skor* 2,3 2,7 2,6
Keterangan: *Interval skor 1,00 – 1,74 = Sangat buruk; 1,75 – 2,49 = Buruk; 2,50 – 3,24 = Baik; 3,25 – 4,00 = Sangat baik
Berdasarkan Tabel 20, motivasi berprestasi penyuluh termasuk dalam kategori buruk dengan rataan skor 2,3. Motivasi berprestasi merupakan dorongan yang dimiliki penyuluh untuk meningkatkan prestasi kerjanya dalam penyuluhan pertanian padi. Kurangnya perhatian bagi penyuluh, baik penghargaan bagi yang berkinerja baik, maupun insentif lain, menyebabkan turunnya motivasi untuk meningkatkan prestasi. Menurut McClelland (Robbins, 1994), karyawan akan antusias untuk berprestasi tinggi, asalkan kemungkinan untuk itu diberi kesempatan. Seseorang menyadari bahwa hanya dengan mencapai prestasi kerja yang tinggi akan dapat memperoleh pendapatan yang besar. Dengan pendapatan yang besar akhirnya memiliki serta memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Motivasi afiliasi adalah dorongan yang dimiliki penyuluh untuk terus mengembangkan diri, dorongan untuk selalu ikut serta dalam setiap kesempatan untuk maju, keinginan untuk diterima oleh orang lain dalam lingkungan kerja, dan keinginan untuk dihormati dalam lingkungan kerjanya. Berdasarkan hasil penelitian, motivasi afiliasi termasuk dalam kategori baik dengan rataan skor 2,7. Berdasarkan pengamatan di lapangan, penyuluh secara umum dapat melakukan kegiatan dengan memiliki hubungan yang baik dengan masyarakat binaan. Selain itu, mereka dapat diterima dengan baik oleh masyarakat. Tabel 20 menunjukkan bahwa motivasi kekuasaan termasuk dalam kategori baik dengan rataan skor 2,6. Motivasi kekuasaan merupakan dorongan yang dimiliki oleh penyuluh untuk mendapatkan kedudukan dan kekuasaan dalam lingkungan kerjanya. Motivasi kekuasaan juga ditentukan berdasarkan keinginan penyuluh untuk mendapatkan pengaruh di lingkungan kerjanya serta keinginan
113
penyuluh untuk memperoleh kekuasaan atau menduduki jabatan penting dalam organisasinya. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Persepsi Penyuluh tentang Perannya Pengukuran untuk menentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi penyuluh tentang perannya dilakukan terhadap beberapa faktor seperti karakteristik penyuluh, lingkungan fisik, lingkungan sosial ekonomi, dan motivasi kerja. Karakteristik Penyuluh Analisis yang digunakan untuk menentukan hubungan karakteristik penyuluh terhadap persepsi penyuluh tentang perannya adalah korelasi rank Spearman. Hasil penelitian tentang hubungan karakteristik penyuluh dengan persepsi penyuluh tentang perannya disajikan dalam Tabel 21. Tabel 21. Hubungan karakteristik dengan persepsi penyuluh tentang perannya Karakteristik Penyuluh Umur Pendidikan formal Masa Kerja Pelatihan Pendapatan
Persepsi Penyuluh tentang Perannya (r s ) 0,705** 0,747** 0,864** 0,134 0,106
Keterangan: ** Berkorelasi sangat nyata pada α = 0,01 r s = Koefisien korelasi rank spearman Tabel 21 menunjukkan bahwa dari lima indikator karakteristik yang dianalisis, terdapat tiga indikator yang menghasilkan korelasi sangat nyata pada taraf kepercayaan 99 persen, yaitu umur, pendidikan formal, dan masa kerja; Sedangkan dua indikator karakteristik penyuluh lainnya, yaitu pelatihan dan pendapatan tidak menunjukkan adanya korelasi yang nyata dengan persepsi penyuluh tentang perannya. Umur merupakan usia penyuluh yang diukur menurut satuan tahun. Hasil analisis menunjukkan koefisien korelasi rank Spearman antara umur dengan persepsi adalah 0,705 dengan taraf kepercayaan 99 persen atau sangat nyata. Hal ini berarti semakin tinggi umur semakin baik persepsi penyuluh tentang perannya. Menurut Padmowihardjo (1994) umur bukan merupakan faktor psikologis, tetapi
114
apa yang diakibatkan oleh umur adalah faktor psikologis. Terdapat dua faktor yang menentukan kemampuan seseorang berhubungan dengan umur.
Faktor
pertama ialah mekanisme belajar dan kematangan otak, organ-organ sensual, dan otot organ-organ tertentu. Faktor kedua adalah akumulasi pengalaman dan bentukbentuk proses belajar yang lain. Berdasarkan hal tersebut, akumulasi pengalaman penyuluh merupakan hal penting yang membentuk persespi terkait peran yang merupakan tugas pokok penyuluh pertanian lapang. Pendidikan formal menunjukkan hubungan sangat nyata terhadap persepsi penyuluh tentang perannya, berdasarkan hasil analisis rank Spearman dengan nilai koefisien korelasi 0,747 pada taraf kepercayaan 99 persen. Pendidikan formal penyuluh diukur berdasarkan jumlah tahun penyuluh menempuh pendidikan formal. Pendidikan formal dapat menimbulkan perubahan-perubahan pada individu, baik perubahan secara intelektual maupun emosional dan keterampilan. Menurut Soeitoe (1982), pendidikan adalah suatu proses yang diorganisir dengan tujuan mencapai sesuatu hasil yang nampak sebagai perubahan dalam tingkah laku. Pendidikan memberikan nilai-nilai tertentu bagi manusia, terutama dalam membuka pikiran serta menerima hal-hal baru dan juga bagaimana cara berpikir secara ilmiah. Penyuluh pertanian lapang di Provinsi Banten memiliki tingkat pendidikan yang cukup tinggi, yaitu rata-rata sarjana strata satu, bahkan beberapa strata dua. Faktor pendidikan memegang peranan penting dalam membentuk perilaku dan persepsi seorang penyuluh dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Berdasarkan hasil analisis korelasi rank Spearman, masa kerja menunjukkan korelasi sangat nyata dengan persepsi penyuluh terhadap perannya dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,864 pada taraf kepercayaan 99 persen. Masa kerja diukur berdasarkan jumlah tahun penyuluh bekerja sebagai penyuluh pertanian. Hal ini berarti bahwa semakin lama penyuluh bekerja semakin baik persepsinya
terhadap
memungkinkan
peran
penyuluh
yang
memiliki
dijalankan.
Masa
pengalaman
kerja
lebih
yang
banyak
lama dalam
mengimplementasikan perannya dan lebih banyak melakukan interaksi dengan petani. Proses interaksi yang terjadi dapat memantapkan persepsi sebagaimana dikemukakan oleh Brunner dan Tagiuri (Asngari, 1984) bahwa melalui interaksi, seseorang memperoleh banyak informasi. Hal ini dapat meningkatkan ketepatan
115
persepsinya. Dalam studinya di Caleta, Australia, Tully (Asngari, 1984) menemukan bahwa interaksi di antara anggota kelompok akan meluruskan persepsi dan pengertian yang salah terhadap informasi yang diterimanya. Interaksi yang didasari oleh persepsi yang realistik akan mendorong tercapainya kesepakatan, dan selanjutnya meningkatkan motivasi dan tindakan bersama yang efektif. Sebaliknya interaksi yang didasari oleh persepsi yang salah terhadap sesuatu akan menimbulkan pertentangan. Uraian di atas mengindikasikan bahwa hipotesis satu yang menyatakan bahwa ”terdapat hubungan nyata antara karakteristik penyuluh dengan persepsi penyuluh tentang perannya dalam penyuluhan pertanian padi di Provinsi Banten,” diterima, pada indikator umur, pendidikan formal, dan masa kerja. Lingkungan Fisik Hasil penelitian tentang hubungan lingkungan fisik dengan persepsi penyuluh tentang perannya disajikan dalam Tabel 22. Tabel 22. Hubungan lingkungan fisik dengan persepsi penyuluh tentang perannya Lingkungan Fisik Kelembagaan Makna pekerjaan Luas wilayah binaan Jumlah petani binaan Pembinaan dan supervisi Pengembangan karir
Persepsi Penyuluh tentang Perannya (r s ) 0,881** 0,904** 0,130 0,116 0,685** 0,666**
Keterangan: ** Berkorelasi sangat nyata pada α = 0,01 r s = Koefisien korelasi rank Spearman Tabel 22 menunjukkan bahwa beberapa indikator lingkungan fisik seperti kelembagaan, makna pekerjaan, pembinaan dan supervisi, dan pengembangan karir menunjukkan hubungan sangat nyata dengan persepsi penyuluh tentang perannya. Adapun indikator lainnya seperti luas
wilayah binaan dan jumlah
petani binaan tidak menunjukkan hubungan nyata dengan persepsi penyuluh tentang perannya. Kelembagaan penyuluh dinyatakan sebagai bentuk dukungan yang diberikan kelembagaan terkait tugas dan peran yang harus dijalankan oleh penyuluh. Hasil analisis korelasi rank Spearman menunjukkan hubungan sangat nyata dengan koefisien 0,881 pada taraf kepercayaan 99%. Hal ini berarti semakin
116
baik dukungan kelembagaan semakin baik pula persepsi penyuluh tentang perannya. Penyuluh pertanian dalam melaksanakan tugasnya perlu mendapatkan dukungan dari lembaga atau institusi tempatnya bernaung, dukungan tidak hanya dari segi kebijakan, tetapi juga dari segi fasilitas dan operasional di lapangan. Menurut
Winardi
(2003),
kelembagaan/organisasi
secara
efektif
dapat
menghasilkan manfaat/keuntungan di antaranya: Kejelasan tentang ekspektasiekspektasi kinerja individual dan tugas-tugas yang terspesialisasi; Pembagian kerja, yang menghindari timbulnya duplikasi, konflik, dan penyalahgunaan sumberdaya-sumberdaya, baik sumberdaya material maupun sumberdaya manusia. Hasil analisis rank Spearman antara makna pekerjaan dengan persepsi penyuluh tentang perannya menunjukkan hubungan yang sangat nyata dengan koefisien korelasi sebesar 0,904 pada taraf kepercayaan 99%. Artinya, semakin baik makna pekerjaan semakin baik pula persepsi penyuluh tentang perannya. Menurut Hackman dan Oldham (Armansyah, 2002), terdapat tiga karakteristik pekerjaan yang dihipotesiskan mempengaruhi persepsi seseorang terhadap pekerjaannya yaitu (1) variasi keterampilan, (2) identitas tugas, dan (3) signifikansi tugas. Derajat variasi kegiatan dalam suatu pekerjaan menentukan pemaknaan seseorang terhadap pekerjaannya. Bila suatu tugas mempersyaratkan seseorang
untuk
menggunakan
aktivitas-aktivitas
yang
menantang atau
menggunakan seluruh keahlian dan keterampilannya, maka mereka cenderung memiliki persepsi pekerjaan tersebut penuh makna. Penyuluh pertanian lapang di Provinsi Banten dapat menjalankan tugas dan perannya dengan baik, hal ini tidak terlepas dari adanya kejelasan uraian tugas yang diberikan, selain itu, para penyuluh memiliki pengetahuan dan keterampilan yang baik dalam melaksanakan tugas dan peran-peran tersebut. Pembinaan dan supervisi menunjukkan hubungan sangat nyata dengan persepsi penyuluh tentang perannya. Hal ini terlihat dari hasil analisis rank Spearman yang menghasilkan koefisien korelasi sebesar 0,685 pada taraf kepercayaan 99 persen. Berarti, semakin baik pembinaan dan supervisi semakin baik pula persepsi penyuluh tentang tugas dan perannya. Pengawasan atau supervisi mencakup teknik pengawasan (supervisi) yaitu efektivitas pengawas,
117
keahlian manajemennya, pengetahuan, kesuksesan dan kemampuan dalam memecahkan masalah; dan hubungan dengan pengawas (relationship with supervisor). Menurut Vijayaragavan dan Sing (1998), dua fungsi utama supervisi adalah orientasi tugas dan pertimbangan bagi petugas atau pegawai, karena itu arah dan aktivitas organisasi, motivasi pegawai dan manajemen dari kelompok kerja merupakan hal penting bagi supervisor. Hasil analisis rank Spearman antara pengembangan karir dengan persepsi penyuluh tentang perannya menunjukkan hubungan yang sangat nyata dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,666 pada taraf kepercayaan 99 persepsi. Hal ini berarti bahwa semakin baik pengembangan karir semakin baik pula persepsi penyuluh tentang perannya. Penyuluh pertanian lapang di Provinsi Banten sesuai dengan ketentuan dari Kementerian Pertanian dapat mengembangkan karir ke tingkat jabatan fungsional yang lebih tinggi jika dapat mencukupi persyaratan jumlah
angka
kredit
kumulatif
minimal.
Promosi
merupakan
bentuk
pengembangan karir yaitu peningkatan jabatan seseorang ke tingkat yang lebih tinggi gajinya, tanggungjawab, dan level organisasinya, biasanya diberikan sebagai penghargaan terhadap kinerjanya. Menurut Swinyard dan Bond (Werther & Davis, 1989), umumnya promosi diberikan sebagai penghargaan terhadap nilai kesuksesan kinerja (merit-based promotions) dan terhadap senioritas (senioritybased promotion). Uraian di atas, mengindikasikan bahwa hipotesis dua yang menyatakan: “terdapat hubungan nyata antara lingkungan fisik dengan persepsi penyuluh tentang perannya,” diterima pada indikator kelembagaan, makna pekerjaan, pembinaan dan supervisi, dan pengembangan karir. Lingkungan Sosial Ekonomi Hasil penelitian tentang hubungan lingkungan sosial ekonomi dengan persepsi penyuluh tentang perannya disajikan dalam Tabel 23. Tabel 23 menunjukkan bahwa terdapat tiga indikator lingkungan sosial ekonomi yang berhubungan sangat nyata dengan persepsi penyuluh tentang perannya, yakni lingkungan kerja, peluang kemitraan, dan akses terhadap sumberdaya ekonomi.
118
Tabel 23. Hubungan lingkungan sosial ekonomi dengan persepsi penyuluh tentang perannya Lingkungan Sosial Ekonomi Lingkungan kerja Peluang kemitraan Akses terhadap sumberdaya ekonomi Akses terhadap media
Persepsi Penyuluh tentang Perannya (r s ) 0,611** 0,875** 0,878** 0,051
Keterangan: ** Berkorelasi sangat nyata pada α = 0,01 r s = Koefisien korelasi rank Spearman
Hasil analisis rank Spearman terhadap lingkungan kerja dengan persepsi penyuluh tentang perannya menunjukkan hubungan yang sangat nyata dengan nilai koefisien korelasi 0,611 pada taraf kepercayaan 99 persen. Menurut Herzberg (Daniel, 2004), lingkungan kerja mencakup kondisi fisik lingkungan kerja, jumlah pekerjaan, suasana kerja dan fasilitas tempat kerja. Termasuk juga pencahayaan di ruang kerja, ventilasi, sarana, ruangan dan berbagai faktor lingkungan lainnya. Selain hal tersebut dalam penyuluhan kondisi kerja yang dimaksud juga mencakup luas wilayah kerja penyuluh dan jumlah kepala keluarga petani. Hubungan sangat nyata juga ditunjukkan dari hasil analisis korelasi antara peluang kemitraan dengan persepsi penyuluh tentang perannya dengan koefisien korelasi sebesar 0,875 pada taraf kepercayaan 99 persen. Hal ini berarti semakin baik peluang kemitraan semakin baik persepsi penyuluh tentang perannya. Adanya kemitraan dari pihak luar dapat membantu penyuluh dalam usaha membantu petani meningkatkan produksi usahanya sekaligus meningkatkan pendapatan dan taraf hidupnya. Akses terhadap sumberdaya ekonomi menunjukkan hubungan yang sangat nyata dengan persepsi penyuluh tentang perannya. Nilai koefisien korelasi yang dihasilkan adalah 0,878 pada taraf kepercayaan 99 persen. Semakin baik akses terhadap sumberdaya ekonomi maka semakin baik pula persepsi penyuluh tentang perannya. Akses ekonomi merupakan kesempatan yang mendukung penyuluh untuk membantu petani memecahkan masalah-masalah ekonomi usahataninya, baik secara individu maupun kelompok dari pihak luar. Menurut Hernanto (1993), faktor-faktor ekonomi yang dapat berpengaruh terhadap produksi usahatani antara lain adalah: cabang usaha, faktor produksi khususnya modal dan sumber modal
119
yang diperoleh. Dalam upaya mengatasi faktor atau masalah usahatani, terdapat keputusan yang harus berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi yaitu: (1) menentukan kegiatan apa saja yang sebaiknya dilaksanakan di dalam perusahaan, (2) menentukan jumlah berbagai faktor produksi yang harus dipakai setiap tahun, (3) menentukan jumlah modal yang diperlukan, (4) memilih sumber modal yang baik, (5) menentukan jumlah modal yang sebaiknya diambil dari setiap sumber yang dipilih. Berdasarkan uraian di atas, dapat dikemukakan bahwa hipotesis tiga yang menyatakan: “terdapat hubungan nyata antara lingkungan sosial ekonomi dengan persepsi penyuluh tentang perannya,” diterima pada indikator lingkungan kerja, peluang kemitraan, dan akses terhadap sumberdaya ekonomi. Motivasi Hasil penelitian tentang hubungan motivasi dengan persepsi penyuluh tentang perannya disajikan dalam Tabel 24. Tabel 24. Hubungan motivasi dengan persepsi penyuluh tentang perannya Motivasi Motivasi berprestasi Motivasi berafiliasi Motivasi kekuasaan
Persepsi Penyuluh tentang Perannya (r s ) 0,668** 0,899** 0,616**
Keterangan: ** = Berkorelasi sangat nyata pada α = 0,01 r s = Koefisien korelasi rank Spearman
Tabel 24 menunjukkan bahwa semua indikator motivasi menunjukkan hubungan yang sangat nyata dengan persepsi penyuluh tentang perannya, yaitu motivasi berprestasi, motivasi berafiliasi, dan motivasi kekuasaan. Hasil analisis korelasi antara motivasi berprestasi dengan persepsi penyuluh tentang perannya menunjukkan hubungan yang sangat nyata dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,668 pada taraf kepercayaan 99 persen. Hal ini berarti bahwa tingginya motivasi berprestasi akan meningkatkan nilai persepsi penyuluh tentang perannya. Kebutuhan akan prestasi merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat bekerja seseorang. Karena itu, hal tersebut akan mendorong seseorang untuk mengembangkan kreativitas dan mengarahkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja yang maksimal. Menurut Robbins (1994), karyawan akan antusias untuk berprestasi
120
tinggi, asalkan kemungkinan untuk itu diberi kesempatan. Seseorang menyadari bahwa hanya dengan mencapai prestasi kerja yang tinggi akan dapat memperoleh pendapatan yang besar. Dengan pendapatan yang besar akhirnya memiliki serta memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Motivasi berafiliasi menunjukkan hubungan yang sangat nyata dengan persepsi penyuluh tentang perannya. Hal ini terlihat dari hasil analisis rank Spearman dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,899 pada taraf kepercayaan 99 persen. Artinya, adanya motivasi berafiliasi dapat meningkatkan nilai persepsi penyuluh tentang perannya. Kebutuhan akan afiliasi menjadi daya penggerak yang akan memotivasi semangat bekerja seseorang. Oleh karena itu, kebutuhan ini merangsang gairah bekerja karyawan karena setiap orang menginginkan hal-hal: kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain di lingkungan ia tinggal dan bekerja (sense of belonging), kebutuhan akan perasaan dihormati, karena setiap manusia merasa dirinya penting (sense of importance), kebutuhan akan perasaan maju dan tidak gagal (sense of achievement), dan kebutuhan akan perasaan ikut serta (sense of participation) (Robbins, 1994). Hasil analisis korelasi rank Spearman antara motivasi kekuasaan dengan persepsi penyuluh tentang perannya menunjukkan hubungan sangat nyata dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,616 pada taraf kepercayaan 99 persen. Motivasi kekuasaan dapat meningkatkan nilai persepsi penyuluh tentang perannya. Kebutuhan akan kekuasaan merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja karyawan. Kebutuhan tersebut akan merangsang dan memotivasi gairah kerja karyawan serta mengarahkan semua kemampuannya demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang terbaik. Ego manusia ingin lebih berkuasa dari manusia lainnya akan menimbulkan persaingan. Persaingan ditumbuhkan secara sehat oleh manajer dalam memotivasi bawahannya, supaya mereka termotivasi untuk bekerja giat (Robbins, 1994). Uraian di atas, mengindikasikan bahwa hipotesis empat yang menyatakan: “terdapat hubungan nyata antara motivasi dengan persepsi penyuluh tentang perannya,” diterima pada semua indikator yaitu motivasi berprestasi, motivasi berafiliasi, dan motivasi kekuasaan.
121
Perilaku Penyuluh Perilaku penyuluh yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan kondisi kognitif dan afeksi penyuluh yang berkaitan dengan budidaya padi sawah. Hasil penelitian tentang perilaku penyuluh disajikan dalam Tabel 25. Tabel 25. Perilaku penyuluh dalam budidaya padi sawah Perilaku Penyuluh Pengetahuan Sikap
Rataan Skor* 3,00 3,14
Keterangan:*Interval skor 1,00–1,74 = sangat tidak paham/setuju; 1,75 – 2,49 = tidak paham/ setuju; 2,50 – 3,24 = paham/setuju; 3,25 – 4 = sangat paham/setuju
Tabel 25 menunjukkan bahwa bahwa perilaku penyuluh untuk area kognitif atau pengetahuan mencapai rata-rata skor 3,0 (paham). Hal ini berarti bahwa responden penyuluh merasa paham tentang materi budidaya padi yang mereka suluhkan, yakni yang berkaitan dengan pengetahuan mengenai persiapan tanam, pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan, panen, dan penanganan pascapanen. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat dikatakan bahwa pengetahuan penyuluh tentang budidaya padi sawah berada dalam kategori sedang. Namun demikian, untuk menjalankan perannya secara optimal, pengetahuan tersebut perlu ditingkatkan lagi agar petani dapat memperoleh pengetahuan yang lebih baik tentang budidaya padi sawah, atau dengan kata lain, pengetahuan tersebut perlu ditingkatkan agar mencapai kategori sangat paham. Sikap penyuluh tentang budidaya padi sawah termasuk dalam kategori setuju dengan rataan skor 3,14 pada skala 1 sampai 4. Meskipun kebanyakan responden menyatakan setuju dengan teknik budidaya yang dijalankan, namun berdasarkan hal tersebut, penyuluh mesti memperbaharui teknik budidaya yang harus dijalankan agar peningkatan produksi dan pendapatan petani dapat diperbaiki. Hubungan Persepsi dengan Perilaku Penyuluh Hasil analisis korelasi antara persepsi penyuluh tentang perannya dengan perilaku penyuluh disajikan dalam Tabel 26. Tabel 26 menunjukkan bahwa indikator perilaku yang dikorelasikan dengan persepsi adalah pengetahuan dan sikap tentang teknik budidaya padi sawah. Beberapa indikator persepsi yang menunjukkan korelasi nyata atau sangat
122
nyata dengan pengetahuan adalah persepsi penyuluh tentang perannya sebagai komunikator, perencana, analisator, evaluasi kegiatan dan hasil penyuluhan, ahli dalam memilih dan menerapkan metode penyuluhan, ahli teknik pertanian, dan ahli fasilitator. Tabel 26. Hubungan persepsi dengan perilaku penyuluh Persepsi penyuluh tentang perannya Pendidik Komunikator Konsultan Motivator/pendorong Pendamping Perencana Analisator Ahli evaluasi kegiatan dan hasil penyuluhan Ahli dalam memilih dan menerapkan metode penyuluhan Ahli teknik pertanian Ahli analisis bisnis/ kewirausahaan Fasilitator
Keterangan: * Berkorelasi nyata pada α = 0,05 ** Berkorelasi sangat nyata pada α = 0,01 r s = Koefisien korelasi rank Spearman
Perilaku penyuluh (r s ) Pengetahuan Sikap 0,050 0,216* 0,257** 0,503** 0,024 0,299** 0,084 0,326** 0,124 0,242** 0,305** 0,309** 0,196* 0,429** 0,342* 0,105 0,228* 0,270** 0,350** 0,544** 0,187 0,483** 0,474** 0,519**
Berdasarkan Tabel 26, beberapa indikator persepsi tersebut dapat dikatakan memberikan kontribusi nyata bagi pengetahuan penyuluh tentang teknik budidaya padai sawah. Menurut Brunner (Suparno, 2000), pengetahuan selalu dapat diperbaharui, dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan perkembangan kematangan intelektual individu. Pengetahuan bukan produk, melainkan suatu proses.
Proses tersebut
menurut Brunner melibatkan tiga aspek: (1) proses mendapatkan informasi baru yakni seringkali informasi baru ini merupakan pengganti pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya atau merupakan penyempurnaan informasi sebelumnya; (2) proses transformasi, yaitu proses memanipulasi pengetahuan agar sesuai dengan tugas-tugas baru; dan (3) proses mengevaluasi, yaitu mengecek apakah cara mengolah informasi telah memadai. Sedangkan indikator persepsi tentang peran penyuluh yang menunjukkan korelasi nyata atau sangat nyata dengan sikap adalah persepsi penyuluh tentang perannya sebagai pendidik, komunikator, konsultan, motivator/pendorong,
123
pendamping, perencana, analisator, ahli dalam memilih dan menerapkan metode penyuluhan, ahli teknik pertanian, ahli analisis bisnis/kewirausahaan, dan fasilitator. Berdasarkan hasil analisis di atas, hampir semua indikator persepsi menunjukkan hubungan nyata dengan sikap penyuluh tentang teknik budidaya padi sawah. Hal ini berarti bahwa persepsi memberikan kontribusi bagi sikap penyuluh tentang teknik budidaya padi sawah. Menurut Sarwono (2002), sikap terbentuk dari pengalaman, melalui proses belajar. Pandangan ini mempunyai dampak terapan, yaitu bahwa berdasarkan pandangan ini dapat disusun berbagai upaya (penerangan, pendidikan, pelatihan, komunikasi, dan sebagainya) untuk mengubah sikap seseorang. Uraian di atas, mengindikasikan bahwa hipotesis lima yang menyatakan: “terdapat hubungan nyata antara persepsi penyuluh tentang perannya dengan perilaku mereka dalam memberikan penyuluhan padi,” diterima pada indikator persepsi penyuluh sebagai komunikator, perencana, analisator, ahli evaluasi kegiatan dan hasil penyuluhan, ahli dalam memilih dan menerapkan metode penyuluhan, ahli teknik pertanian, dan fasilitator terhadap indikator pengetahuan. Demikian pula pada indikator persepsi penyuluh sebagai pendidik, komunikator, konsultan, motivator/pendorong, pendamping, perencana, analisator, ahli dalam memilih dan menerapkan metode penyuluhan, ahli teknik pertanian, ahli analisa bisnis/kewirausahaan, dan fasilitator terhadap indikator sikap. Strategi Pengembangan Peran Penyuluh Analisis SWOT digunakan untuk menentukan strategi pengembangan peran penyuluh pertanian dalam menjalankan aktivitas penyuluhan di Provinsi Banten. Analisis SWOT dilakukan atas dasar logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Matriks Analisis Internal Faktor-faktor internal meliputi kekuatan dan kelemahan yang telah diidentifikasi, disusun dalam suatu matriks IFAS (internal strategic factor analysis summary). Hasil analisis internal strategi pengembangan peran penyuluh pertanian di Provinsi Banten disajikan dalam Tabel 27.
124
Tabel 27. Analisis internal peran penyuluh pertanian di Provinsi Banten No Kekuatan (S) 1 Memiliki program penyuluhan yang jelas 2 Setiap PPL memiliki petani binaan 3 Adanya UU No. 16/2006 tentang tugas pokok penyuluh 4 Penyuluh memiliki pengetahuan, kemampuan dan keterampilan 5 Penyuluh memiliki tugas pokok dan fungsi yang jelas Total S Kelemahan (W) 1 Kurangnya tenaga penyuluh 2 Kurangnya dana penyuluh 3 Kurangnya sarana dan prasarana penyuluhan 4 Kurangnya pengakuan tenaga fungsional penyuluh 5 Kurangnya koordinasi dengan unit terkait 6 Adanya penggabungan organisasi penyuluh dengan pemberdayaan 7 Kurang harmonis dengan unit kerja internal Total W Total Internal Selisih Internal (S – W)
Rating Bobot 4,00 0,100 3,50 0,100
Bobot Skor 0,40 0,35
3,25
0,100
0,33
3,75
0,100
0,38
4,00
0,100 0,500
0,40 1,85
4,00 3,00 3,25 3,00 2,25
0,072 0,071 0,072 0,072 0,071
0,29 0,21 0,23 0,21 0,16
2,50 2,25
0,071 0,071 0,500 1,000
0,18 0,16 1,45 3,30 0,40
Hasil analisis internal sebagaimana ditampilkan dalam Tabel 27 menunjukkan bobot skor kekuatan adalah 1,85 dan bobot skor kelemahan adalah 1,45. Berdasarkan hasil tersebut diperoleh selisih internal (kekuatan dan kelemahan) adalah 0,40. Hal ini berarti bahwa secara internal, kondisi penyuluh pertanian lapang di Provinsi Banten memiliki kekuatan yang lebih dominan dibanding kelemahan, atau dengan kata lain bahwa secara internal penyuluh memiliki potensi yang lebih baik dalam upaya untuk meningkatkan peran mereka dalam aktivitas penyuluhan. Matriks Analisis Eksternal Faktor-faktor enternal meliputi peluang dan ancama yang telah diidentifikasi, disusun dalam suatu matriks EFAS (eksternal strategic factor analysis summary). Hasil analisis eksternal strategi pengembangan peran penyuluh pertanian di Provinsi Banten disajikan dalam Tabel 28.
125
Tabel 28. Analisis eksternal peran penyuluh pertanian di Provinsi Banten No 1 2 3 4 5 No 1 2 3 4 5 6 7 8
Peluang (O) Adanya kerjasama antar instansi terkait Adanya kesempatan mengikuti diklat di lain instansi untuk menambah wawasan Adanya pemasaran produk dari hasil pertanian Adanya perkembangan teknologi di bidang pertanian Adanya lahan persawahan yang memadai Total O Ancaman (T) Adanya kebijakan otonomi daerah Adanya PP No 41 th 2004 Pendistribusian pupuk kurang merata dari pemerintah Para pekerja tani beralih ke sektor produksi Kurangnya kerjasama antar instansi terkait Adanya perubahan iklim yang kurang menentu Adanya penyakit hama wereng Adanya persaingan produk lokal
Rating
Bobot
Skor
3,25
0,10
0,325
2,75 4,00 3,75 3,25
0,10 0,10 0,10 0,10 0,50
0,275 0,400 0,375 0,325 1,70
Rating
Bobot
Skor
3,25 3,00 2,75 2,5 2,75 3,75
0,063 0,063 0,062 0,060 0,063 0,063
0,20 0,19 0,17 0,16 0,17 0,23
3,00 2,75
Total T
0,063 0,063 0,50
0,19 0,17 1,48
Total Eksternal
1
3,18
Selisih Eksternal (O – T)
0,22
Hasil analisis eksternal sebagaimana ditampilkan dalam Tabel 28 menunjukkan bahwa faktor peluang memiliki bobot skor 1,7 sedangkan faktor ancaman memiliki bobot skor 1,48. Dengan demikian, hasil analisis ekternal yang menunjukkan selisih antara faktor peluang dan ancaman adalah sebesar 0,22. Hal tersebut berarti bahwa penyuluh pertanian lapang di Provinsi Banten memiliki peluang yang lebih baik dibanding ancaman dalam upaya meningkatkan perannya untuk menjalankan aktivitas penyuluhan. Berdasarkan hasil analisis di atas, dapat diidentifikasi posisi strategi pengembangan peran penyuluh dengan nilai internal sebesar 0,40 dan eksternal sebesar 0,22. Dengan demikian, posisi kedua faktor tersebut dapat digambarkan dalam diagram sebagaimana ditampilkan pada Gambar 3.
126
O
3: Mendukung Strategi Turn-around
1: Mendukung Strategi Agresif
0,40 ; 0,22
0,22 W S 0,40
4: Mendukung Strategi Defensif
2: Mendukung Strategi Diversifikasi T
Gambar 3. Diagram analisis SWOT Hasil analisis pada Gambar 3 menunjukkan bahwa posisi strategi peran penyuluh berada di kuadran 1 (S,O). Hal ini berarti bahwa penyuluh memiliki kekuatan dan peluang yang lebih menonjol dibandingkan kelemahan dan ancaman. Oleh karena itu, strategi pengembangan peran yang harus dilakukan adalah berupaya menggunakan kekuatan yang dimiliki dengan memanfaatkan peluang yang ada. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka strategi yang menggabungkan kekuatan dan peluang yang dimiliki dapat dirumuskan dalam Tabel 29. Berdasarkan Tabel 29, maka rumusan strategi pengembangan peran penyuluh pertanian dalam menjalankan aktivitasnya di Provinsi Banten adalah: (1) Peningkatan kualitas SDM penyuluh dengan mengikuti diklat dari instansi lain untuk menambah kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan. (2) Optimalisasi pembangunan pertanian dengan jaminan peraturan perundangan. (3) Pemanfaatan teknologi yang mendukung dan memperlancar pelaksanaan program penyuluhan. (4) Pemasaran produk pertanian yang berdaya saing dengan memaksimalkan peran kelompok tani binaan. (5) Peningkatan kualitas penyuluhan dan sinergitas antar instansi terkait dengan adanya kejelasan tugas pokok dan fungsi.
127
Tabel 29. Rumusan strategi pengembangan peran penyuluh di Provinsi Banten STRENGTHS (S):
Eksternal
1. Memiliki program penyuluhan yang jelas 2. Setiap PPL memiliki petani binaan Internal 3. Adanya UU No. 16/2006 tentang tugas pokok penyuluh 4. Penyuluh memiliki pengetahuan, kemampuan dan keterampilan 5. Penyuluh memiliki tugas pokok dan fungsi yang jelas
OPPORTUNITIES (O): 1. Adanya kerjasama antar instansi terkait 2. Adanya kesempatan mengikut i diklat di lain instansi untuk menambah wawasan 3. Adanya pemasaran produk dari hasil pertanian 4. Adanya perkembangan teknologi di bidang pertanian 5. Adanya lahan persawahan yang memadai
Strategi S-0: 1. Peningkatan kualitas SDM penyuluh dengan mengikuti diklat dari instansi lain untuk menambah kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan (S4,O1, O2) 2. Optimalisasi pembangunan pertanian dengan jaminan peraturan perundangan (S3, O5) 3. Pemanfaatan teknologi yang mendukung dan memperlancar pelaksanaan program penyuluhan (S1, O4) 4. Pemasaran produk pertanian yang berdaya saing dengan memaksimalkan peran kelompok tani binaan (S2, O3) 5. Peningkatan kualitas penyuluhan dan sinergitas antar instansi terkait dengan adanya kejelasan tugas pokok dan fungsi (S5, O1)
WEAKNESSES (W): 1. Kurangnya tenaga penyuluh 2. Kurangnya dana penyuluh 3. Kurangnya sarana dan prasarana penyuluhan 4. Kurangnya pengakuan tenaga fungsional penyuluh 5. Kurangnya koordinasi dengan unit terkait 6. Adanya penggabungan organisasi penyuluh dengan pemberdayaan 7. Kurang harmonis dengan unit kerja internal Strategi W-O: 1. Kerjasama dengan instansi terkait baik dalam pendanaan, sarana prasarana, maupun SDM untuk mengoptimalkan peran tenaga penyuluh yang ada (W1,W2,W3, W4, O1, O2) 2. Meningkatkan koordinasi antar unit kerja internal agar peran penyuluh lebih optimal dalam melakukan penyuluhan (W5, W7, O3, O5) 3. Revitalisasi kelembagaan penyuluh agar lebih sesuai dengan perkembangan situasi dan permasalahan yang ada di masyarakat petani (W6, O4)
Threats (T): Strategi S-T: Strategi W-T: 1. Adanya kebijakan 1. Sinkronisasi UU no 16/2006 1. Meningkatkan peran penyuluh otonomi daerah dengan kebijakan pemerintah swadaya dan petani inovator 2. Adanya UU No 41 th daerah dan UU No. 41 th (W1, T1, T2) 2009 2009 (O3, T1, T2, T5) 2. Mendorong pemerintah daerah 3. Pendistribusian pupuk 2. Optimalisasi peran penyuluh agar lebih proporsional dalam kurang merata dari sesuai tugas pokok dan menunjang kinerja aparat pemerintah fingsinya dalam memberikan khususnya penyuluh pertanian 4. Para pekerja tani penyuluhan kepada petani agar dapat melaksanakan beralih ke sektor (O1, O5, T3, T8) perannya dengan optimal (W2, produksi 3. Meningkatkan pembinaan W3, W4, T1). 5. Kurangnya kerjasama kepada petani terutama dalam 3. Menciptakan harmonisasi antar antar instansi terkait mengatasi berbagai persoalan unit organisasi khususnya 6. Adanya perubahan teknik pertanian (O2, O4, T4, penyuluhan dan pemberdayaan iklim yang kurang T6, T7) agar dapat memberikan menentu penyuluhan yang baik kepada 7. Adanya penyakit hama petani (W5, W6, W7, T3, T4, wereng T5, T6, T7, T8) 8. Adanya persaingan produk lokal
128
Prioritas Strategi Pengembangan Peran Penyuluh Teknik analisis yang digunakan untuk menentukan prioritas strategi pengembangan peran penyuluh di Provinsi Banten adalah teknik proses analisis berjenjang atau analytic hierarchy process (AHP). Ciri khas model ini adalah penentuan skala prioritas atas alternatif pilihan berdasarkan suatu proses analitis secara berjenjang, terstruktur atas variabel keputusan. Implementasi operasional strategi pengembangan peran penyuluh tidak dapat dilakukan secara parsial, oleh karena itu, perlu ditetapkan faktor-faktor atau kriteria-kriteria yang akan mendukung pelaksanaan strategi tersebut. Berdasarkan hal tersebut, terdapat empat faktor yang perlu dipertimbangkan untuk implementasi strategi pengembangan peran penyuluh yaitu: (1) Dana (2) Kebijakan (3) Sumberdaya manusia (SDM) (4) Sarana-prasarana. Untuk menentukan strategi prioritas yang akan digunakan, perlu dilakukan analisis terhadap nilai prioritas dari faktor-faktor tersebut di atas. Hasil analisis terhadap faktor-faktor dimaksud disajikan dalam Tabel 30. Tabel 30. Analisis prioritas faktor-faktor penentu strategi Total Priority Value 0,98 1,02 1,07 0,93
Faktor Dana Kebijakan SDM Sarana-prasarana
Berdasarkan Tabel 30, diperoleh nilai prioritas dari masing-masing faktor mulai dari yang tertinggi yaitu: (1) Sumberdaya manusia (SDM)
: 1,07
(2) Kebijakan
: 1,02
(3) Dana
: 0,98
(4) Sarana-prasarana
: 0,93
129
Sumberdaya manusia (SDM) merupakan faktor yang memiliki preferensi tertinggi dalam upaya implementasi kelima strategi yang telah dirumuskan di atas, diikuti berturut-turut kebijakan, dana, dan sarana-prasarana. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa untuk implementasi kebijakan di atas, faktor sumberdaya manusia merupakan hal paling penting yang perlu mendapat perhatian. Selanjutnya untuk menentukan nilai prioritas terhadap kelima strategi berdasarkan pertimbangan empat faktor di atas, dilakukan analisis nilai prioritas sebagaimana disajikan dalam Tabel 31. Tabel 31. Analisis nilai prioritas strategi berdasarkan faktor penentu Faktor-Faktor Penentu Strategi No
Strategi
1
Peningkatan kualitas SDM penyuluh dengan mengikuti diklat dari instansi lain untuk menambah kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan Optimalisasi pembangunan pertanian dengan jaminan peraturan perundangan Pemanfaatan teknologi yang mendukung dan memperlancar pelaksanaan program penyuluhan Pemasaran produk pertanian yang berdaya saing dengan memaksimalkan peran kelompok tani binaan Peningkatan kualitas penyuluhan dan sinergitas antar instansi terkait dengan adanya kejelasan tugas pokok dan fungsi
2
3
4
5
Dana
Kebijakan
SDM
Sarana
Final Priority Value
1,138
1,154
1,161
1,132
4,584
0,853
1,003
1,060
1,073
3,989
0,901
0,953
1,009
1,024
3,887
1,043
1,003
1,009
1,073
4,129
0,948
1,003
1,110
1,073
4,135
Tabel 31 menunjukkan bahwa berdasarkan pertimbangan beberapa faktor, maka diperoleh nilai skala prioritas strategi tertinggi yaitu berturut-turut strategi 1 dengan nilai 4,584, strategi 5 dengan nilai 4,135, strategi 4 dengan nilai 4,129, strategi 2 dengan nilai 3,989, dan strategi 3 dengan nilai 3,887. Dari
hasil analisis terhadap
nilai prioritas stategi
beradasarkan
pertimbangan faktor-faktor penentu dapat digambarkan dalam diagram hirarki sebagaimana ditampilkan pada Gambar 4.
130
Strategi Prioritas
Tingkat 1: Tujuan Dana (0,98)
Tingkat 2: Faktor
Kebijakan (1,02)
SDM (1,07)
Sarana (0,93)
Tingkat 3: Pilihan
Strategi 1 (4,584)
Strategi 2 (3,989)
Strategi 3 (3,887)
Strategi 4 (4,129)
Strategi 5 (4,135)
Prioritas:
I
IV
V
III
II
Gambar 4. Diagram final proses analisis berjenjang Berdasarkan hal tersebut, maka skala prioritas dari kelima strategi yang dapat digunakan untuk mengembangkan peran penyuluh di Provinsi Banten adalah: (1) Peningkatan kualitas SDM penyuluh dengan mengikuti diklat dari instansi lain untuk menambah kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan (Strategi 1). (2) Peningkatan kualitas penyuluhan dan sinergitas antar instansi terkait dengan adanya kejelasan tugas pokok dan fungsi (Strategi 5). (3) Pemasaran produk pertanian yang berdaya saing dengan memaksimalkan peran kelompok tani binaan (Strategi 4). (4) Optimalisasi pembangunan pertanian dengan jaminan peraturan perundangan (Strategi 2). (5) Pemanfaatan teknologi yang mendukung dan memperlancar pelaksanaan program penyuluhan (Strategi 3). Secara keseluruhan, prioritas utama dari rumusan strategi pengembangan peran penyuluh di Provinsi Banten menitikberatkan pada peningkatan SDM penyuluh dengan menekankan pada sinergitas dari beberbagai instansi terkait. Hal ini merupakan hal penting mengingat peran yang harus dijalankan oleh penyuluh sangat beragam. Menurut Mardikanto (2009), peran penyuluh tidak hanya terbatas menyampaikan inovasi dan mempengaruhi proses pengambilan keputusan oleh
131
sasaran penyuluhan, akan tetapi seorang penyuluh harus mampu menjadi jembatan penghubung antara pemerintah atau lembaga penyuluhan yang diwakilinya dengan masyarakat sasaran, baik dalam hal menyampaikan inovasi atau kebijakan-kebijakan yang harus diterima dan dilaksanakan oleh masyarakat sasaran, maupun untuk menyampaikan umpan balik atau tanggapan masyarakat kepada pemerintah atau lembaga penyuluhan yang bersangkutan. Selain itu, beragam peran yang harus dilakukan oleh adalah bahwa setiap penyuluh pertanian harus mampu melaksanakan peran sebagai: (a) guru: untuk mengubah perilaku masyarakat sasarannya; (b) penganalisis: dengan melakukan pengamatan terhadap keadaan dan masalah-masalah serta kebutuhan masyarakat sasaran yang dilanjutkan dengan analisis tentang alternatif
pemecahan
masalahnya; (c) penasehat: dengan memberikan pertimbangan kepada masyarakat sasaran dalam memilih alternatif yang tepat; dan (d) organisator: mampu menjalin hubungan baik dengan segenap lapisan masyarakat, mampu menumbuhkan kesadaran dan menggerakkan partisipasi masyarakat, mampu berinisiatif bagi terciptanya mengarahkan
perubahan-perubahan, dan
membina
kelembagaan yang efektif.
serta
dapat
kegiatan-kegiatan
memobilisasi maupun
sumberdaya,
mengembangkan
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan sebagaimana dikemukakan di atas, dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut: (1) Secara keseluruhan persepsi penyuluh pertanian lapang tentang perannya masuk kategori tinggi. Tiga skor tinggi berturut-turut adalah peran memilih dan menerapkan metode penyuluhan, peran sebagai pendamping, dan peran sebagai fasilitator; sedangkan peran yang dipersepsikan rendah adalah peran penyuluh sebagai pendidik. (2) Faktor karakteristik penyuluh menunjukkan kisaran usia adalah antara 22 – 59 tahun dan didominasi PPL berumur tua; berpendidikan tergolong baik umumnya lulusan perguruan tinggi; berpengalaman kerja cukup lama, sebagian besar penyuluh telah mengikuti pelatihan (teknik pertanian); dan berpenghasilan sedang. Faktor lingkungan fisik penyuluh untuk semua indikator adalah tergolong baik. Faktor lingkungan sosial ekonomi adalah tergolong baik untuk indikator lingkungan kerja dan akses terhadap sumber daya ekonomi, sedangkan indikator peluang kemitraan dan akses terhadap media masih kategori buruk. Faktor motivasi adalah tergolong baik kecuali indikator motivasi berprestasi berkategori buruk. (3) Faktor yang berhubungan sangat nyata dengan persepsi penyuluh tentang perannya, untuk (a) karakteristik adalah umur, pendidikan formal, dan masa kerja; (b) lingkungan fisik yaitu kelembagaan, makna pekerjaan, pembinaan dan supervisi, dan pengembangan karir; (c) lingkungan sosial ekonomi, yakni lingkungan kerja, peluang kemitraan, dan akses terhadap sumberdaya ekonomi; dan (d) motivasi, meliputi motivasi berprestasi, afiliasi, dan kekuasaan (4) Perilaku penyuluh untuk pengetahuan tentang budidaya padi berkategori tinggi, dan sikapnya tentang teknik budidaya padi yang dijalankan juga berkategori tinggi. (5) Peran penyuluh yang berhubungan nyata dengan pengetahuan adalah komunikator, perencana, analisator, evaluasi kegiatan/hasil penyuluhan, ahli dalam memilih/menerapkan metode penyuluhan, ahli teknik pertanian, dan ahli fasilitator; dengan sikap adalah perannya sebagai pendidik, komunikator,
132
133
konsultan,
motivator,
pendamping,
perencana,
analisator,
ahli
dalam
memilih/menerapkan metode penyuluhan, ahli teknik pertanian, ahli analisis bisnis/kewirausahaan, dan fasilitator. (6) Prioritas strategi pengembangan peran penyuluh pertanian lapang di Provinsi Banen adalah: (1) Peningkatan kualitas SDM penyuluh dengan mengikuti diklat dari instansi lain untuk menambah kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan di bidang-bidang lainnya; (2) Peningkatan kualitas penyuluhan dan sinergitas antar instansi terkait dengan adanya kejelasan tugas pokok dan fungsi; (3) Pemasaran produk pertanian yang berdaya saing dengan memaksimalkan peran kelompok tani binaan; (4) Optimalisasi pembangunan pertanian dengan jaminan peraturan perundangan; dan (5) Pemanfaatan teknologi yang mendukung dan memperlancar pelaksanaan program penyuluhan.
Saran Berdasarkan pembahasan dan rumusan kesimpulan, maka saran penelitian ini adalah: (1) Berdasarkan kajian lingkungan fisik dan lingkungan sosial ekonomi penyuluh, diperlukan pengkajian mengenai penumbuhan organisasi penyelenggara penyuluhan di tingkat wilayah pemerintahan lokal yang dapat berfungsi sebagai organisasi penyelenggara penyuluhan kemitraan antara penyuluh pemerintah, penyuluh swasta dan penyuluh swakarsa yang lebih mengarah pada keahlian penyuluh yang polivalen dari pada monovalen. (2) Perlu penumbuhan motivasi bagi penyuluh dalam melakukan aktivitas penyuluhan agar peran-peran yang dijalankan dapat lebih optimal. (3) Diperlukan
kesungguhan
dan
ketegasan
dalam
implementasi
strategi
pengembangan peran penyuluh agar dampaknya dapat dirasakan di level petani. (4) Diperlukan penelitian lebih mendalam untuk menemukan model penerapan strategi pengembangan peran penyuluh yang lebih komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA Aak. 1990. Budidaya Tanaman Padi. Yogyakarta: Kanisius. Ajzen, I. 1988. Attitudes, Personality, and Behavior. Chicago: Dorsey Press. Armansyah. 2002. “Growth Need Strength sebagai Moderator Hubungan antara Karakteristik Pekerjaan dan Kepuasan Kerja secara Umum.” Tesis. Depok: Universitas Indonesia. Arsyad, L. 2008. Ekonomi Manajerial. Edisi keempat. Yogyakarta: BPFE. Asngari, P. S. 2001. “Peranan Agen Pembaharuan/Penyuluh dalam Usaha Memberdayakan (Empowerment) Sumberdaya Manusia Pengelola Agrobisnis.” Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Sosial Ekonomi IPB, 15 September. Bogor: IPB. _______.1984. “Persepsi Direktur Penyuluhan Tingkat Karasidenan dan Kepala Penyuluh Pertanian terhadap Peran dan Fungsi Lembaga Penyuluhan Pertanian di Negara Bagian Texas Amerika Serikat. Jurnal Media Peternakan, Vol. 9, No, 2, 1984. Bogor: Fakultas Peternakan IPB. Azwar S. 2003. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Balai Pustaka. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Berlo, D. K. 1960. The Process of Communication. Introcuction to Theory and Practice. Holt Rinerhat and Woston, Inc. Dahama, O.P., Bhatnagar, O.P. 1985. Education and Communication for Development. New Delhi: Oxford & IBH Publishing Co. Damardjati, D.S. 1979. Pengaruh Tingkat Kematangan Padi (Oryza sativa L.) terhadap Sifat dan Mutu Beras. Tesis. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB. Daniel, D. 2004. “Does Pay Always Motivate? Debungking Four Myths about Money.” http://www.Piworldwide.com. [Diakses 2 Januari 2011]. Departemen Pertanian. 2003. Pedoman Umum Penyuluhan Pertanian dalam Bentuk Peraturan Perundangan tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Pertanian dan Angka Kreditnya. Jakarta: Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian Departemen Pertanian. _______. 1988. Pedoman Pengelolaan Balai Penyuluhan Pertanian. Jakarta: Departemen Pertanian. Dermawan, R. 2009. Model Kuantitatif Pengambilan Perencanaan Strategis. Bandung: Alfabeta.
Keputusan
dan
DeVito, J.A. 2002. Komunikasi Antar Manusia. Jakarta: Indonesia Professional Books. Dubin, R. S, Goldman D. R. 1972. “Central Life Interest of American Middle Manager and Specialists.” Journal of Vocasional Behavior, 2: 45- 51. Effendy, O.U. 2005. Komunikasi dan Modernisasi. Jakarta: Mandar Maju.
134
135
Filion, L. J. 1995. Enterpreneurship and Management: Differing but Complementary Process. Canada: John Willey & Sons, Inc. Hamalik. 2008. Proses belajar mengajar. Bandung: Bumi Aksara. Halim, A., Ali M. M.1997. “Training and professional development.” Dalam Improving Agricultural Extension: A Reference Manual. Diedit oleh: Burton E. Swanson, Robert P. Bentz, dan Andrew J. Sofranco. Rome: Food Agriculture Organization of the United Nations. Hafsah, M. J. 2003. Bisnis Gula di Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Havelock, R.G. Planning for Innovation: throught dissemination of knowledge. 2nd edition. Ann Arbor, Michigan: The University of Michigan. Havighurst, R. J. 1974. Developmental Tasks and Education. Third Edition. New York: David McKay Company, Inc. Hernanto, F. 1993. Ilmu usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya. Hersey, P., Blanchard K. H. 1977. Management of Organizational Behavior: Utilizing Human Resources. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall, Inc,. Honolulu University. 2011. “The Teacher as an Organizer.” http://honolulu. hawaii.edu/intranet/committees/FacDevCom/guidebk/teachtip/organize.htm [Diakses 12 Februari 2011]. Hybels, S., Weaver, R.L. 1998. Communicating Effectively. 5thEd. St. Louis, Missouri: McGraw Hill. Co. Ife, J. 1995. Community Development: Creating Community Alternatives, Vision, Analysis and Practice. Australia: Longman. Indo SDM. 2011. “Fasilitator: Peranan, Fungsi dan Teknik Komunikasi.” http://indosdm/Fasilitator.com.htm [Diakses 11 Februari 2011]. Jahi, A. 1988. Komunikasi Massa dan Pembangunan Pedesaan di Negara-Negara Dunia Ketiga. Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia. Junandar, U. 2011. “Analisis Padi Sawah di Kabupaten Pandeglang.” http://dispertanak.pandeglang.go.id/artikel_07.htm [Diakses 11 Februari 2011]. Kartasapoetra, AIG. 1994. Teknologi Penyuluhan Pertanian. Jakarta: Bumi Aksara. Kementerian Pertanian. 2010. “Potensi Umum Daerah.” http://www.deptan.go.id. [Diakses 5 September 2011]. Kerlinger, F. N., Lee, H.B. 2000. Foundations of Behavioral Research. 4th Edition. Syracase, Orlando USA: Harcourt College Publishers. Kincaid, D. L., Schramm, W. 1987. Asas-Asas Komunikasi Antar Manusia. Jakarta: LP 3 ES. Kotler, Philip. 2000. Marketing Managemen: Analysis, Planning, Implementation, and Control. 9th Edition. New Yersey: Prentice Hall International, Int.
136
Kristyanto, S. 2008. “Pengukuran Tingkat Produktivitas dengan Metode Obyective Matrix pada CV. Bima Jaya.” Tesis. Surakarta: Universitas Muhammadiyah. Lasswell, H.D. 1976. “The Structure and Function of Communication in Society.” In, Berelson, B., Janowitz, M. Reader in Reader in Public Opinion and Communication. 2nd Ed. New York: The Free Press. Lindner, J. R. 1998. “Understanding Employee Motivation.” Journal of Extension. 36 (3). http://www.joe.org/joe/1998 june/rb3.html [Diakses 2 januari 2011]. Lionberger, H.F., Gwin, P.H. 1982. Communication Strategies: A Guide for Agricultural Change Agents. Danville, Illinois: The Interstate Printers & Publishers, Inc. Lippitt, R., Watson, J., Westley, B. 1958. The Dynamics of Planned Change. New York: Harcourt, Brace & World, Inc. Littlejohn, S.W., Foss, K.A. 2008. Theories of Human Communication. 9th Edition. California: Thomson Wadsworth, Belmont. Luhan, Mc., Lewis, H. L. 2008. Understanding Media: the Extension of Man. London: Emerald Group Publishing. Luthans, F. 1989. Company.
Organizational Behavior. Singapore: McGraw-Hill Book
Management Consulting Courses. 2010. “Perception and Person Perception.” http://managementconsultingcourses.com/Lesson33Perception&PersonPerc eption.pdf [Diakses 22 Desember 2010]. Manullang, M. 1996. Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta: Ghalia Indonesia. Mardikanto, T. 2009. Sistem Penyuluhan Pertanian. Edisi Pertama. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Marzuki, Gunawan, Burhan, N. 2000. Statistik Terapan untuk Penelitian IlmuIlmu Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Menteri Negara Koordinator Bidang Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara. 1999. “Surat Keputusan Nomor 19/KEP/MK.WASPAN/5/1999 tentang Jabatan Fungsional.” Jakarta: MK. WASPAN. Miller, D. C. 1986. Handbook of Research Design and Sosial Measurement. Fifth Edition. London: Sage Publication. Mosher, AT. 1987. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. Jakarta: Yasa Guna. Mulyana, D. 2010. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nazir, M. 1983. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Niazda. 2011. “Teori Maslow.” http://nubdzatunsaniyah-uin-pbind2b.blogspot.com/2008/04/teori-maslow.html [Diakses 11 Februari 2011].
137
Niven, N. 2002. Psikologi Kesehatan: Pengantar untuk Perawat Profesional. Jakarta: Erlangga. Nugraha, S., Setyono, A., Damardjati, D.S. 1990. Penerapan Teknologi Pemanenan dengan Sabit. Purwakarta: Balai Penelitian Tanaman Pangan Sukamandi. Padmanegara, S. 1993. Membina Penyuluhan Pertanian: 70 Tahun Penyuluhan Pertanian di Indonesia. Jakarta: Departemen Pertanian. Padmowihardjo, S. 2004. Menata Kembali Penyuluhan Pertanian di Era Pembangunan Agribisnis. Jakarta: Departemen Pertanian. _______. 1994. Psikologi Belajar Mengajar. Jakarta: Universitas Terbuka. Penny, D.H. 1990. Kemiskinan. Peranan Sistem Pasar. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Pusparini, D.A. 2005. “Hubungan Persepsi pada Iklan Susu untuk Pria dengan Pembentukan Brand Image.” Tesis. Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Rakhmat, J. 2007. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Rangkuti, F. 2008. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis: Reorientasi Konsep Perencanaan Strategis untuk Menghadapi Abad 21. Jakarta: Gramedia. Rennekamp, R. A. 1999. Planning for Performance: Developing Programs that Produce Results. Kentucky: Cooperative Extension service-University of Kentucky- College of Agriculture-Kentucky State University. _______, Warner, P. D., Nall, M. A., dan Jacobs C., Maurer R. C. 2001. “An Examination of Customer Satisfaction in The Kentucky Cooperative Extension Service.” Journal of Extension. http://www.joe.org/joe/ 2001april/ent.html [2 Februari 2011]. Robbins, S.P. 1994. Organizational Behavior: Application. New Jersey: Prentice Hall,Inc.
Concept-Controversies
Rogers, E.M. 2003. Diffusion of Innovations. 5th Ed. New York: Free Press. _______. Shoemaker, F.F. 1995. Communication of Innovations: A Cross Cultural Approach. Edisi Revisi. New York: The Free Press. Rosyadi, I. 2001. “Keunggulan Kompetitif Berkelanjutan melalui CapabilitiesBased Competition: Memikirkan Kembali tentang Persaingan Berbasis Kemampuan.” Jurnal BENEFIT vol. 5, No. 1, Juni 2001. Surakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Rothwell, R. 1994. “Towards The Fifth-Generation Innovation Process.” International Marketing Review Journal, Vol.11,No 1,1994, pp.7-31. Rumiati. 1982. “Cara Panen dan Perontokan Padi VUTW untuk Menentukan Jumlah Kehilangan.” Laporan Kemajuan Penelitian Seri Teknologi Lepas Panen. Karawang: Sub Balittan, Kementerian Pertanian.
138
Rumiati, Soemardi, 1982. “Evaluasi Hasil Penelitian Peningkatan Mutu Padi dan Palawija. Risalah Tanaman Pangan.” Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian. Rusell, B. 1993. Pendidikan dan Tatanan Sosial. Penerjemah: Abadi, S. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Sadiman, A. 1986. Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Saleh, A. 2006. “Tingkat Penggunaan Media Massa dan Peran Komunikasi Anggota Kelompok Peternak dalam Jaringan Komunikasi Penyuluhan.” disertasi. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB. Salkind, N. J. 1985. Theories of human development. Second Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc. Sarwono, S.W. 2002. Psikologi Sosial: Individu dan Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka. Schemerhorn, J. R., Hunt J. G., Osborn R. N. 1997. Managing Organizational Behavior. Canada: John Willey & Sons, Inc. Sevilla, C. G., Ochave, J. A., Punsalan, T. G., Regala, B.P., Uriarte, G. G. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: UI Press. Siagian, S.P. 1996. Manajemen Sumberdaya Manusia. Jakarta: Balai Pustaka. Siegel, S. 1994. Gramedia.
Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-Ilmu Sosial.
Jakarta:
Singarimbun, M., Effendi, S. 2006. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES. Slamet, M. 2003. Membentuk Pola Perilaku Pembangunan. Editor, Adjat Sudrajat dan Ida Yustina. Bogor: IPB Press. Soekanto, S. 2002. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Soeitoe, S. 1982. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Sudjana, N. 1991. Teori-Teori Belajar untuk Pengajaran. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Sukirno, S. 1981. Pengantar Teori Makroekonomi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Sumardjo. 1999. “Transformasi Penyuluhan Pertanian Menuju Kemandirian Petani: kasus di Provinsi Jawa Barat.” Desertasi: Institut Pertanian Bogor. Suparno, S. 2000. Membangun Kompetensi Belajar. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional. Suriatna, S. 1987. Metode Penyuluhan Pertanian. Jakarta: Melton Putra. Suseno, K. S. W. 2003. “Peranan Komunikasi dalam Proses Pengambilan Keputusan Bisnis.” Oryza : 96-97. Syah, M. 2002. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Wardan, A.S. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Editor:
139
Syahyuti. 2006. 30 Konsep dalam Pembangunan Pedesaan dan Pertanian. Jakarta: PT. Bina Rena Pariwara. Terry, B. D., Israel G. D. 2004. “Agent Performance and Customer Satisfaction.” Journal of Extension. http//www.joe.org/joe [Diakses 15 Desember 2010]. Tunggal, H.S. 2007. Undang-Undang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan. Jakarta: Harvarindo. University of Arkansas Division of Agriculture. 2006. “Personnel Annual Performance Evaluation County Extension Agents.” http://intranet.uaex.edu [Diakses 2 Februari 2011]. University of Arizona. 2005. “Cooperative Extension http://www.higheredjobs.com/faculty [Diakses 12 Februari 2011].
Service.”
University of Georgia. 2004. “County Extension Agent Job Description.” http://www.businessballs.com/ Herzberg.htm [Diakses 22 Januari 2011]. Vaizey, J. 1978. Pendidikan di Dunia Modern. Penerjemah; Murtini, L.P. Jakarta: Gunung Agung. van den Ban, A. W., Hawkins, H.S. 1999. Penyuluhan Pertanian. Penerjemah; Herdiasti, A.D. Yogyakarta: Kanisius. Vijayaragavan, K., Singh, Y. P. 1998. ”Managing Human Resources within Extension.” Dalam, Improving agricultural extension. Diedit, Burton E. Swanson, Robert P. Bentz, dan Andrew J. Sofranko. Rome: Food and Agriculture Organization of the United Nations. Walgito, B. 2003. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Offset. Wentling, T. 1993. Planning for Effective Training: A Guide to Curriculum Development. Roma: Food and Agriculture Organization of The United Nation. Werther, W. B., Davis, J. R. 1989. Human Resources and Personnel Management. 3th Ed. USA: McGraw-Hill, Inc. Winardi, J. 2003. Teori Organisasi dan Pengorganisasian. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Wiriaatmadja, S. Yasaguna.
1990.
Pokok-Pokok Penyuluhan Pertanian.
Jakarta:
[YPST] Yayasan Pengembangan Sinar Tani. 2001. Penyuluhan Pertanian. Jakarta: Yayasan Pengembangan Sinar Tani.
LAMPIRAN
141
Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian
Gambar Peta Provinsi Banten
142 Lampiran 2. Kuesioner penelitian
PERSEPSI PENYULUH PERTANIAN LAPANG TENTANG PERANNYA DALAM PENYULUHANPERTANIAN PADI DI PROVINSI BANTEN
Nama Responden
: ………………………………..
Jenis kelamin
: L / P
Alamat
: ………………………………..
Kab./Kota
: ………………………………..
No Tlp
: ………………………………..
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
143 PETUNJUK UMUM 1. 2. 3. 4.
Bacalah setiap pertanyaan dengan teliti, dan jawablah dengan cara sesuai petunjuk pada masing-masing bagian. Pada pertanyaan yang meminta jawaban tertulis, mohon diisi dengan singkat dan jelas Mohon diteliti kembali jawaban anda dan pastikan tidak ada jawaban yang kosong Selamat mengisi dan menjawab kuesioner dengan jujur dan apa adanya
Bagian I Karakteristik Penyuluh 1. Berapa umur Anda sekarang? Sebutkan! ___________tahun 2. Berapa lama pendidikan formal yang Anda selesaikan sampai dengan saat ini? Sebutkan!: SD:_________tahun Diploma (D1/D2/D3) _______tahun SMP: ________tahun Sarjana (S1) __________tahun SMA: _______tahun Magister (S2) _________tahun Perguruan tinggi: ________tahun Doktor (S3) _________tahun 3. Sudah berapa lama Anda bekerja sebagai penyuluh? Sebutkan!: ________tahun 4. Berapakah pendapatan anda dalam satu bulan? Sebutkan!: _________ 5. Apakah Anda telah mengikuti pelatihan dalam 2 tahun terakhir? Uraikan dalam tabel di bawah ini! Lamanya No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Nama Pelatihan
Tempat
Tahun
Hari
Jam
Pelaksana
144 Bagian II Lingkungan Fisik Berilah tanggapan seobyektif mungkin dengan memberikan tanda cek √) ( pada kolom yang tersedia dengan pilihan jawaban 1 (sangat buruk), 2 (buruk), 3 (baik), dan 4 (sangat baik). No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Pernyataan Ketersediaan sarana transportasi Ketersediaan bahan/materi pendukung pembelajaran Ketersediaan dana yang mencukupi dalam setiap kegiatan penyuluhan Ketersediaan akses media Kejelasan uraian tugas Dampak positif yang ditimbulkan Ragam keterampilan yang diperlukan Tingkat kemudahan yang dirasakan Resiko yang ditimbulkan Tingkat keahlian manajemen lembaga Tingkat kemampuan pengawas dalam melakukan pengawasan kegiatan penyuluhan Hubungan interpersonal dengan pengawas Dukungan pengawas atas masalah yang ada Efektivitas penyelesaian masalah Kesempatan mengikuti pelatihan Kesempatan mengikuti/melanjutkan pendidikan Kesempatan mengikuti seminar Kesempatan untuk promosi/naik pangkat
6. Berapakah jumlah wilayah binaan Anda? Sebutkan! : _________ 7. Berapakah jumlah petani binaan Anda? Sebutkan! : __________
Skor Jawaban 1 1 1
2 2 2
3 3 3
4 4 4
1 1 1 1 1 1 1 1
2 2 2 2 2 2 2 2
3 3 3 3 3 3 3 3
4 4 4 4 4 4 4 4
1 1 1 1 1 1 1
2 2 2 2 2 2 2
3 3 3 3 3 3 3
4 4 4 4 4 4 4
145 Bagian III Lingkungan Sosial Ekonomi Berilah tanggapan seobyektif mungkin dengan memberikan tanda cek √) ( pada kolom yang tersedia dengan pilihan jawaban 1 (sangat buruk), 2 (buruk), 3 (baik), dan 4 (sangat baik). No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Pernyataan Ketersedaan sarana penunjang penyuluhan Kemudahan mengakses fasilitas kantor Jalinan komunikasi dengan sesama penyuluh Jalinan komunikasi dengan atasan Jalinan komunikasi dengan staf kantor lainnya Jalinan komunikasi dengan petani binaan Jalinan komunikasi dengan masyarakat sekitar Jalinan komunikasi dengan aparat pemerintah yang menjadi wilayah binaan Tingkat ketersediaan mitra usaha Kemudahan melakukan kerjasama kemitraan Tingkat ketersediaan sarana kerjasama Tingkat kemudahan komunikasi dengan calon mitra Ketersediaan lembaga ekonomi Katersediaan fasilitas permodalan Kemudahan memperoleh pinjaman modal Ketersediaan pasar Kesesuaian harga Keterjangkauan pemasaran Akses terhadap media: Koran Majalah Buletin Jurnal Leaflet Televisi Radio Internet
Skor jawaban 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
1 1 1 1 1 1 1 1
2 2 2 2 2 2 2 2
3 3 3 3 3 3 3 3
4 4 4 4 4 4 4 4
146 Bagian IV Motivasi Jawablah seobyektif mungkin dengan memberikan tanda cek√)( pada kolom yang tersedia dengan pilihan jawaban 1 (sangat tidak setuju), 2 (tidak setuju), 3 (setuju), dan 4 (sangat setuju). No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Pernyataan Setiap orang selalu ingin berprestasi Prestasi dalam bidang tertentu tidak menjadi ukuran berkembangnya kemampuan kerja seseorang Semangat kerja seorang pegawai dapat terpacu setelah ia mencapai prestasi tertentu Kegiatan berkelompok bukan merupakan sarana yang baik untuk menumbuhkan semangat kerja Semangat kerja secara kolektif labih baik daripada semangat kerja individu Seorang pegawai dapat bekerja secara mandiri, sehingga kecenderungan untuk bekerjasama akan berkurang Kreativitas dapat tumbuh dari sebuah kompetisi Kompetisi tidak bermanfaat dalam bekerja Ketidaktergantungan terhadap gaji atau imbalan Tidak memiliki keinginan untuk diterima orang lain di lingkungan penyuluh tinggal dan bekerja Memiliki keinginan untuk dihormati Tidak memiliki keinginan untuk maju dan tidak gagal Keinginan untuk ikut serta atau berpartisipasi Tidak memiliki keinginan untuk menduduki jabatan penting Keinginan untuk bersaing dalam mendapatkan pengaruh Semangat kerja tidak dapat timbul jika ada keinginan untuk memperoleh kekuasaan tertentu
Skor jawaban 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1 1 1 1
2 2 2 2
3 3 3 3
4 4 4 4
1 1 1 1 1 1
2 2 2 2 2 2
3 3 3 3 3 3
4 4 4 4 4 4
147 Bagain V Persepsi Penyuluh tentang Perannya Bagian ini menanyakan hal-hal yang berhubungan persepsi penyuluh tentang perannya dalam kegiatan penyuluhan. Berilah tanggapan seobyektif mungkin dengan memberikan tanda cek√)( pada kolom yang tersedia dengan pilihan jawaban 1 (sangat tidak setuju), 2 (tidak setuju), 3 (setuju), dan 4 (sangat setuju). No
Pernyataan
(1) 1
(2) Kegiatan penyuluhan memerlukan rencana pembelajaran yang baik untuk memperoleh hasil yang efektif Seorang penyuluh tidak perlu merumuskan kurikulum untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan karena penyuluhan merupakan system pendidikan nonformal Menentukan kebutuhan pembelajaran merupakan bagian penting dalam merumuskan rencana kegiatan penyuluhan Suatu kegiatan penyuluhan tidak memerlukan evaluasi pembelajaran Dalam melaksanakan penyuluhan pertanian, seorang penyuluh juga bertindak sebagai pelatih petani Penyusunan rencana pelatihan bukanlah bagian penting dari rangkaian kegiatan pelatihan Untuk menghasilkan out put pelatihan sesuai dengan yang diharapkan penyuluh perlu menentukan peserta pelatihan yang sesuai dengan bidang pelatihan dan kualifikasi keahlian. Rummusan tujuan pelatihan tidak dapat meningkatkan efektivitas pelaksanaan pelatihan Penyuluh perlu menyusun materi penyuluhan sebelum kegiatan dilaksanakanagar proses pembelajaran dapat berlangsung sesuai tujuan yang diinginkan Penyuluh tidak perlu menemukan materi yang sesuai dengan kebutuhan petani tetapi petanilah yang menemukan sendiri materi belajarnya Penyuluh harus menyesuaikan materi pembelajaran dengan tingkat pendidikan petani agar mudah dipahami Materi penyuluhan tidak perlu sesuai tujuan pembelajaran karena situasi di lahan petani sangat dinamis Lingkungan sekitar dapat dijadikan sebagai sumber belajar oleh petani dan penyuluh
2
3 4 5 6 7
8 9
10
11 12 13
Skor jawaban 1
(3) 2 3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
148 (1) 14 15 16 17
18 19
20 21 22 23
24 25
26 27 28
29 30
31
(2) Peserta belajar bukanlah sebagai sumber belajar yang baik dalam kegiatan penyuluhan Kegiatan penyuluhan dapat dilakukan dengan menggunakan media cetak sebagai sumber belajar Media elektronik tidak dapat dijadikan sebagai sumber belajar bagi petani dalam kegiatan penyuluhan Penyuluh harus dapat menyampaikan inovasi kepada petani agar teknologi baru dapat dimanfaatkan petani untuk meningkatkan usahataninya Penguasaan teknologi terbaru bukan merupakan bagian dari peran penyuluh dalam melaksanakan kegiatan penyuluhan Menggunakan beberapa teknik komunikasi untuk menyampaikan komunikasi dapat memberikan efek yang optimal dalam kegiatan penyuluhan Penyuluh tidak perlu menguasai sistem difusi inovasi untuk membantu petani memecahkan masalahnya Penyuluh perlu membentuk jaringan komunikasi petani untuk memudahkan pelaksanaan penyuluhan Menguasai teknologi jaringan komunikasi tidak dapat menghasilkan out put yang baik dalam kegiatan penyuluhan Membangun jaringan komunikasi dengan pihak luar merupakan hal penting dalam proses membantu petani membangun usahataninya Penyuluh tidak dapat memanfaatkan jaringan komunikasi untuk kegiatan penyuluhan Menggunakan media cetak sebagai media komunikasi merupakan salah satu cara untuk mendaptkan hasil panyuluhan yang efektif Penyuluh tidak perlu menggunakan media elektronik sebagai media komunikasi dalam kegiatan penyuluhan Media terproyeksi dapat digunakan sebagai media komunikasi dalam kegiatan penyuluhan Menggunakan media tradisional sebagai media komunikasi dapat menurunkan partisipasi petani dalam mengikuti penyuluhan Penyuluh memiliki potensi yang baik sebagai narasumber bagi petani dalam proses pemecahan masalah usahatani Dalam kegiatan penyuluhan, penyuluh tidak dapat menjadi pendengar bagi petani, sebaliknya petani yang mendengarkan penyuluh Penyuluh harus menyesuaikan model komunikasi dengan khalayak yang dihadapi dalam setiap kegiatan penyuluhan
1
(3) 2 3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
149 (1) 32 33 34 35
36 37 38 39 40 41
42 43 44 45
46
47
48
(2) Penyuluh yang berpengalaman tidak perlu berkomunikasi secara efektif ketika melaksanakan kegiatan penyuluhan Menjaga kepercayaan petani merupakan hal penting yang harus diperhatikan penyuluh Hubungan baik dengan petani tidak dapat memberikan efek yang baik dalam kegiatan penyuluhan Menjunjung tinggi nilai kebenaran dan kejujuran dalam berkomunikasi merupakan prinsip yang baik dalam kegiatan penyuluhan Penyuluh tidak perlu meyakinkan petani dalam setiap kegiatan penyuluhan Penyuluh yang baik harus berusaha mengetahui keinginnan khalayak agar penyuluhan mendapatkan hasil yang optimal Pengetahuan atas potensi khalayak tidak dapat memberikan efek yang baik bagi penyuluhan Penyuluh harus berusaha mengembangkan potensi khalayak dalam kegiatan penyuluhan Untuk perbaikan kemampuan, penyuluh tidak memerlukan saran, tetapi cukup belajar melalui bacaan yang ada Dalam perannya sebagai komunikator, penyuluh perlu mengenali khalayak aktual dalam proses penyampaian inovasi kepada petani Khalayak potensial bukan hal penting bagi penyuluh dalam penyampaian inovasi kepada petani Dalam menyampaikan inovasi kepada petani, penyuluh perlu mengenali segmentasi khalayak Jaringan komunikasi yang dibangun dalam kegiatan penyuluhan tidak perlu sesuai segmentasi khalayak Untuk mengembangkan kemitraan petani, penyuluh harus membantu petani membangun kemitraan dengan lembaga keuangan Membangun kemitraan dengan penyedia sarana dan prasarana tidak perlu dilakukan oleh penyuluh karena hal tersebut merupakan hal yang dapat dilakukan oleh petani Bagian penting dalam upaya mengembangkan kemitraan petani adalah membangun kemitraan dengan petani dan pelaku usaha lain Membantu petani membangun kemitraan dengan pemerintah bukan bagian dari peran penyuluh dalam pengembangan kemitraan
1
(3) 2 3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
150 (1) 49
50 51
52
53
54
55 56
57 58
59 60 61 62
63
(2) Penyuluh yang baik selalu terbuka terhadap hal-hal yang terjadi di lingkungan sekitarnya, termasuk membuka diri untuk memahami masalah petani Penyuluhan merupakan proses pendidikan, sehingga penyuluh tidak perlu terlibat dalam kegiatan usahatani petani Dalam hubungannya dengan upaya menerapkan teknologi dalam usahatani, penyuluh selalu memberikan pertimbangan tentang teknologi yang tepat untuk digunakan Dalam kegiatan usahatani terdapat banyak alternatif pilihan yang dapat digunakan petani untuk memajukan usahanya, penyuluhtidak terlibat dalam memberikan pertimbangan kepada petani di antara beberapa alternatif pemecahan masalah yang akan diambil Untuk mendapatkan hasil penyuluhan yang optimal, penyuluh perlu mendampingi petani dalam mengelola usahataninya Petani merupakan pribadi yang memiliki kemampuan tersendiri, sehingga tidak perlu memberikan petunjuk untuk kegiatan usahataninya Penerapan inovasi dapat berhasil dengan baik jika penyuluh mendampingi petani dalam menggunakan inovasi tersebut Penyuluhan pada dasarnya merupakan kegiatan partisipatif, oleh karena itu, petani dapat merencanakan sendiri usahataninya Dalam proses penyuluhan, petani perlu mendapat dorongan untuk memajukan usahataninya Setiap petani memiliki potensi untuk dikembangkan, oleh karena itu petani tidakmemerlukan membentuk kelompok tani untuk berkembang Penyuluh harus mendorong petani untuk mencipatakan sendiri teknologi usahatani Mendorong petani untuk berwirausaha bukan bagian dari peran penyuluh Dalam melaksanakan kegiatan penyuluhan, penyuluh perlu membuat perencanaan programa penyuluhan Penyuluhan dapat berjalan secara partisipatif, oleh karena itu penyuluh tidak perlu membuat rencana pertemuan dengan petani untuk melakukan kegiatan penyuluhan Petani dapat memberikan informasi yang baik terkait situasi dan masalah yang mereka hadapi dalam usahatani, sehingga penyuluh harus membantu petani membuat perencanaan usahataninya
1
(3) 2 3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
151 (1) 64
65
66 67 68
69 70
71 72 73
74 75 76 77
78
79
80 81
(2) Penyuluh tidak melakukan perencanaan pemasaran karena hal tersebut merupakan pekerjaan yang mudah dilakukan oleh petani Analisis situasi dilakukan penyuluh untuk memperoleh gambaran dalam merumuskan masalah dan tujuan penyuluhan Petani dapat melakukan analisis usahatani sehingga penyuluh tidak terlibat dalam kegiatan tersebut Dalam menyusun programa penyuluhan, penyuluh melakukan analisis atas masalah petani Analisis kelembagaan petani tidak perlu dilakukan oleh penyuluh karena hal tersebut tidak termasuk dalam tugas penyuluhan Setiap kegiatan penyuluhan harus dilakukan evaluasi atas hasil yang diperoleh Penyuluh tidak perlu membuat pemetaan hasil yang telah dicapai dengan yang belum dicapai sesuai hasil evaluasi penyuluhan Agar diperoleh hasil evaluasi yang akurat, penyuluh harus menguasai teknik evaluasi yang benar Evaluasi dapat dilakukan tanpa mengumpulkan data Untuk memperoleh hasil dari kegiatan penyuluhan yang optimal, penyuluh perlu menguasai berbagai metode penyuluhan Penyuluhan yang baik harus menerapkan satu metode penyuluhan agar tidak membingungkan petani Dalam kegiatan penyuluhan, penyuluh dapat memilih metode yang tepat sesuai kondisi petani Sebaiknya penyuluh tidak menggunakan metode yang bervariasi dalam melaksanakan penyuluhan Penyuluh pertanian sebaiknya menguasai teknik budidaya pertanian tanaman pangan agar lebih mudah dalam membantu petani Penyuluh tidak perlu menguasai teknologi pertanian karena dalam penyuluhan, petani hanya diberikan petunjuk dan pemahaman Penyuluh pertanian dituntut untuk menguasai teknik pemupukan dan aplikasi pestisida karena masalah petani sangat kompleks Teknik budidaya pertanian hortikultura tidak perlu dikuasai oleh penyuluh karena termasuk dalam tugas penyuluhan Dalam kegiatan penyuluhan, penyuluh harus ahli dalam
1
(3) 2 3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1 1
2 2
3 3
4 4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
152 menganalisis usahatani (1) 82 83
84
85
86
87 88
(2) Petani dapat melakukan analisis pembiayaan usaha sehingga penyuluh tidak terlibat dalam kegiatan tersebut Masalah pemasaran merupakan hal yang rumit bagi petani, oleh karena itu penyuluh harus ahli dalam analisis pemasaran Penyuluh tidak perlu melakukan analisis rencana bisnis karena hal tersebut merupakan kewajiban petani menentukan sendiri bisnis yang sesuai kemampuannya Kegiatan berkelompok dapat menumbuhkan motivasi yang tinggi bagi petani oleh karena itu penyuluh harus menfasilitasi petani dalam membetuk kelompok tani Penyuluh tidak perlu menfasilitasi petani menemukan mitra usahataninya karena hal tersebut tergantung piihan bagi petani tersebut untuk menentukan mitra yang tepat Menfasilitasi petani dalam menyusun jadwal tanam merupakan bagian yang menjadi tugas penyuluhan Penyuluh harus membiarkan petani menghitung modal usaha sendiri agar mereka terbiasa dan mandiri dalam berusaha
1
(3) 2 3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
153
Bagian VI Perilaku Penyuluh Pengetahuan Penyuluh tentang Budidaya Padi Sawah
Petunjuk Umum: Pilihalah jawaban yang menurut Anda paling tepat pada pertanyaan di bawah dengan memberi tanda cek (√ ) pada satu di antara empat pilihan jawaban yang tersedia.
1. Suhu dan ketinggian yang cocok untuk tanaman padi adalah: a. Suhu23 °C dengan ketinggian berkisar antara 0 –1500 m dpl b. Suhu 24 °C dengan ketinggian berkisar antara 0 – 1000 m dpl c. Suhu 25 °C dengan ketinggian berkisar antara 0 –1200 m dpl d. Suhu 26 °C dengan ketinggian berkisar antara 0 –2000 m dpl 2. Tujuan pengolahan tanah pada lahan sawah adalah: a. Untuk memudahkan proses penyerapan air b. Untuk mengubah tingkah keasaman tanah c. Untuk mengubah sifat fisik tanah agar lapisan yang semula keras menjadi datar dan berlumpur d. Untuk memudahkan proses penanaman 3. Penggunaan dosis pupuk untuk padi sawah untuk lahan satu hektar adalah: a. Urea Urea 250 -300 kg, SP36 75 -100 kg, dan KCl50 -100kg. b. Urea 150 - 200kg, SP36 100 - 200 kg, dan KCl50 - 100kg. c. Urea 100 - 150 kg, SP36 200 – 250 kg, dan KCl 100 – 150 kg. d. Urea 100 - 200 kg, SP36 100 - 200 kg, dan KCl 100 - 150 Kg. 4. Pemupukan pertama dilakukan setelah tanaman padi berumur: a. 12 hari b. 15 hari c. 10 hari d. 20 hari 5. Hama yang sering ditemukan menyerang tanaman padi sawah adalah: a. Serangga, cendawan, dan tikus b. Penggerek buah, wereng, dan lalat buah c. Penggerek batang padi, walang sangit, wereng,belalang, dan tikus d. Wereng, tikus, dan cendawan 6. Pengendalian hama dan penyakit padi dengan menggunakan pestisida termasuk dalam jenis pengendalian: a. Biologi b. Fisika c. Kimia d. Pestisida
154
7. Padi yang dipanen sebaiknya dengan kandungan kadar air: a. 20 – 25% b. 21 – 26% c. 12 – 20% d. 10 – 15 % 8. Hasil padi yang berkualitas hanya diperoleh dari: a. Penanganan budidaya dan pemberian pupuk yang tepat b. Penanganan budidaya yang baik dan penanganan panennya c. Jenis varitas d. Umur panen 9. Pengendalian hama dan penyakit tanaman padi dengan menggunakan musuh alami disebut: a. Pengendalian secara fisik b. Pengendalian secara kimiawi c. Pengendalian secara biologi d. Pengendalian secara terpadu 10. Hal-hal yang mempengaruhi waktu panen yaitu: a. Umur tanaman, ketersediaan air, dan varitas b. Ketinggian tempat, musim tanam, dan varitas c. Ketersediaan air, cuaca, dan varitas. d. Tinggi tempat, musim tanam, pemeliharaan, pemupukan, dan varietas
155
Sikap Penyuluh tentang Budidaya Padi Sawah Pernyataan di bawah ini merupakan komponen yang berkaitan dengan budidaya tanaman padi sawah. Berilah tanggapan dengan memberi tanda cek √) pada ( kolom sebelah kanan terhadap pernyataan di kolom bagian kiri pada tabel di bawah dengan pilihan jawaban: Sangat Tidak Setuju (1), Tidak Setuju (2), Setuju (3), dan Sangat Setuju (4). No
Pernyataan
(1) (2) 1 Pengolahan tanah bertujuan untuk menggemburkan dan memperbaiki aerasi atau struktur tanah serta membuang gulmagulma 2 Pengolahan tanah sawah terdiri dari beberapa tahap: a. Pembersihan b. Pencangkulan c. Pembajakan d. Penggaruan 3 Dalam penanaman bibit padi, harus diperhatikan sebelumnya adalah: a. Persiapan lahan b. Umur bibit c. Tahap penanaman 4 Faktor yang ikut menentukan jarak tanam pada tanaman padi, tergantung pada: o Jenis tanaman o Kesuburan tanah o Ketinggian tempat / musim 5 Tujuan pemupukan adalah untuk mencukupi kebutuhan makanan yang berperan sangat penting bagi tanaman dalam proses pertumbuhan dan produksi 6 Dosis pupuk yang sering digunakan adalah: o Pupuk Urea sebanyak 250 -300 kg / ha o Pupuk SP36 sebanyak 75 -100 kg / ha o Pupuk KClsebanyak 50 -100 kg / ha 7 Pemupukan dilakukan dua kali dalam satu kali budidaya (produksi) padi sawah 8 Pupuk diberikan pada tahap kedua yaitu kira-kira pada waktu tanaman berumur 40 hari 9 Upaya pengamanan pertanaman dari serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) dilakukan dengan menerapkan pengendalian hama terpadu 10 Penggunaan pestisida dapat merusak lingkungan 11 Cara mengendalikan hama secara terpadu adalah dengan menggunakan semua teknik pengendalian hama dan penyakit 12 Serangan hama dapat ditekan dengan cara memutus siklus hidup
Skor jawaban (3) 1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1 1
2 2
3 3
4 4
1
2
3
4
156 hama (1) (2) 13 Penyakit padi sawah sulit diberantas dengan menggunakan metode pengendalian mekanik 14 Usahatani padi tidak akan menguntungkan atau tidak akan memberikan hasil yang optimal jika panen dilakukan pada umur yang tidak tepat dan cara yang kurang tepat 15 Tanaman padi harus dipanen pada masak biologis berdasarkan: a. Umur tanaman sesuai dengan diskripsi b. Kadar air gabah 20-26% c. Umur mulai 30-35 hari setelah berbunga rata d. Penampakan malai kuning/kematangan ( 95 % ) 16 Keterlambatan panen menyebabkan produksi menurun karena gabah banyak yang rontok 17 Waktu panen yang terlalu awal menyebabkan mutu gabah rendah, banyak beras yang pecah saat digiling, berbutir hijau, serta berbutir kapur
(3) 1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
157 Lampiran 3. Data Validitas dan Reliabilitas Instrumen VALIDITAS INSTRUMEN Kuesioner Bagian II Nomor Butir Pertanyaan Kuesioner Bagian II Pertanyaan 1 Pertanyaan 2 Pertanyaan 3 Pertanyaan 4 Pertanyaan 5 Pertanyaan 6 Pertanyaan 7 Pertanyaan 8 Pertanyaan 9 Pertanyaan 10 Pertanyaan 11 Pertanyaan 12 Pertanyaan 13 Pertanyaan 14 Pertanyaan 15 Pertanyaan 16 Pertanyaan 17 Pertanyaan 18
Koefisien Korelasi Pearson 0,580** 0,622** 0,648** 0,441* 0,450* 0,707** 0,669** 0,794** 0,449* 0,480* 0,646** 0,597** 0,689** 0,626** 0,743** 0,555* 0,716** 0,632**
Keterangan Validitas Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Kuesioner Bagian III Nomor Butir Pertanyaan Kuesioner Bagian III Pertanyaan 1 Pertanyaan 2 Pertanyaan 3 Pertanyaan 4 Pertanyaan 5 Pertanyaan 6 Pertanyaan 7 Pertanyaan 8 Pertanyaan 9 Pertanyaan 10 Pertanyaan 11 Pertanyaan 12 Pertanyaan 13 Pertanyaan 14 Pertanyaan 15 Pertanyaan 16 Pertanyaan 17 Pertanyaan 18 Pertanyaan 19 Pertanyaan 20 Pertanyaan 21
Koefisien Korelasi Pearson 0.719** 0.624** 0.591** 0.723** 0.869** 0.869** 0.572** 0.906** 0.561* 0.475* 0.713** 0.858** 0.763** 0.738** 0.717** 0.670** 0.759** 0.697** 0.572** 0.906** 0.513*
Keterangan Validitas Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
158
Nomor Butir Pertanyaan Kuesioner Bagian III Pertanyaan 22 Pertanyaan 23 Pertanyaan 24 Pertanyaan 25 Pertanyaan 26
Koefisien Korelasi Pearson 0.533* 0.456* 0.506* 0.560* 0.587**
Keterangan Validitas Valid Valid Valid Valid Valid
Kuesioner Bagian IV Nomor Butir Pertanyaan Kuesioner Bagian IV Pertanyaan 1 Pertanyaan 2 Pertanyaan 3 Pertanyaan 4 Pertanyaan 5 Pertanyaan 6 Pertanyaan 7 Pertanyaan 8 Pertanyaan 9 Pertanyaan 10 Pertanyaan 11 Pertanyaan 12 Pertanyaan 13 Pertanyaan 14 Pertanyaan 15 Pertanyaan 16
Koefisien Korelasi Pearson 0.819** 0.566** 0.793** 0.683** 0.848** 0.680** 0.521* 0.670** 0.587** 0.803** 0.616** 0.685** 0.821** 0.864** 0.601** 0.590**
Keterangan Validitas Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Kuesioner Bagian V Nomor Butir Pertanyaan Kuesioner Bagian V Pertanyaan 1 Pertanyaan 2 Pertanyaan 3 Pertanyaan 4 Pertanyaan 5 Pertanyaan 6 Pertanyaan 7 Pertanyaan 8 Pertanyaan 9 Pertanyaan 10 Pertanyaan 11 Pertanyaan 12 Pertanyaan 13 Pertanyaan 14
Koefisien Korelasi Pearson 0.718(**) 0.699(**) 0.706(**) 0.613(**) 0.699(**) 0.815(**) 0.759(**) 0.766(**) 0.780(**) 0.517(*) 0.600(**) 0.790(**) 0.837(**) 0.533(*)
Keterangan Validitas Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
159
Nomor Butir Pertanyaan Kuesioner Bagian V Pertanyaan 15 Pertanyaan 16 Pertanyaan 17 Pertanyaan 18 Pertanyaan 19 Pertanyaan 20 Pertanyaan 21 Pertanyaan 22 Pertanyaan 23 Pertanyaan 24 Pertanyaan 25 Pertanyaan 26 Pertanyaan 27 Pertanyaan 28 Pertanyaan 29 Pertanyaan 30 Pertanyaan 31 Pertanyaan 32 Pertanyaan 33 Pertanyaan 34 Pertanyaan 35 Pertanyaan 36 Pertanyaan 37 Pertanyaan 38 Pertanyaan 39 Pertanyaan 40 Pertanyaan 41 Pertanyaan 42 Pertanyaan 43 Pertanyaan 44 Pertanyaan 45 Pertanyaan 46 Pertanyaan 47 Pertanyaan 48 Pertanyaan 49 Pertanyaan 50 Pertanyaan 51 Pertanyaan 52 Pertanyaan 53 Pertanyaan 54 Pertanyaan 55 Pertanyaan 56 Pertanyaan 57 Pertanyaan 58 Pertanyaan 59 Pertanyaan 60 Pertanyaan 61 Pertanyaan 62 Pertanyaan 63
Koefisien Korelasi Pearson 0.760(**) 0.839(**) 0.780(**) 0.694(**) 0.835(**) 0.860(**) 0.919(**) 0.839(**) 0.750(**) 0.658(**) 0.524(*) 0.673(**) 0.866(**) 0.890** 0.788** 0.901** 0.743** 0.563** 0.701** 0.848** 0.831** 0.837** 0.756** 0.777** 0.788** 0.718** 0.835** 0.317 0.508* 0.920** 0.766** 0.749** 0.919** 0.579** 0.777** 0.607** 0.677** 0.627** 0.548* 0.575** 0.574** 0.833** 0.527* 0.815** 0.623** 0.766** 0.761** 0.762** 0.700**
Keterangan Validitas Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Tidak valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
160
Nomor Butir Pertanyaan Kuesioner Bagian V Pertanyaan 64 Pertanyaan 65 Pertanyaan 66 Pertanyaan 67 Pertanyaan 68 Pertanyaan 69 Pertanyaan 70 Pertanyaan 71 Pertanyaan 72 Pertanyaan 73 Pertanyaan 74 Pertanyaan 75 Pertanyaan 76 Pertanyaan 77 Pertanyaan 78 Pertanyaan 79 Pertanyaan 80 Pertanyaan 81 Pertanyaan 82 Pertanyaan 83 Pertanyaan 84 Pertanyaan 85 Pertanyaan 86 Pertanyaan 87 Pertanyaan 88
Koefisien Korelasi Pearson 0.705** 0.419 0.782** 0.678** 0.790** 0.803** 0.697** 0.678** 0.777** 0.454* 0.434 0.457* 0.770** 0.703** 0.910** 0.646** 0.705** 0.696** 0.777** 0.678** 0.502* 0.620** 0.803** 0.678** 0.474*
Keterangan Validitas Valid Tidak valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Tidak Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Kuesioner Bagian VI Nomor Butir Pertanyaan Kuesioner Bagian VI Pertanyaan 1 Pertanyaan 2 Pertanyaan 3 Pertanyaan 4 Pertanyaan 5 Pertanyaan 6 Pertanyaan 7 Pertanyaan 8 Pertanyaan 9 Pertanyaan 10 Pertanyaan 11 Pertanyaan 12 Pertanyaan 13 Pertanyaan 14 Pertanyaan 15 Pertanyaan 16 Pertanyaan 17 Pertanyaan 18
Koefisien Korelasi Pearson 0.548* 0.687** 0.578** 0.614** 0.816** 0.707** 0.497* 0.596** 0.735** 0.668** 0.486* 0.847** 0.627** 0.633** 0.695** 0.726** 0.852** 0.717**
Keterangan Validitas Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
161
Nomor Butir Pertanyaan Kuesioner Bagian VI Pertanyaan 19 Pertanyaan 20 Pertanyaan 21 Pertanyaan 22 Pertanyaan 23 Pertanyaan 24 Pertanyaan 25 Pertanyaan 26 Pertanyaan 27
Koefisien Korelasi Pearson 0.805** 0.707** 0.462* 0.621** 0.814** 0.561* 0.676** 0.822** 0.640**
Keterangan Validitas Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
RELIABILITAS INSTRUMEN Reliabilitas Keseluruhan Instrumen Reliability Statistics Cronbach's Alpha .976
N of Items 175
Keterangan: Alpha = 0,976 (sangat reliabel)
Reliabilitas Per Item Butir Soal Kuesioner Bagian II Nomor Butir Pertanyaan Kuesioner Bagian II Pertanyaan 1 Pertanyaan 2 Pertanyaan 3 Pertanyaan 4 Pertanyaan 5 Pertanyaan 6 Pertanyaan 7 Pertanyaan 8 Pertanyaan 9 Pertanyaan 10 Pertanyaan 11 Pertanyaan 12 Pertanyaan 13 Pertanyaan 14
Nilai Alpha 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.977 0.976 0.976 0.976 0.976
Keterangan Reliabilitas Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel
162
Nomor Butir Pertanyaan Kuesioner Bagian II Pertanyaan 15 Pertanyaan 16 Pertanyaan 17 Pertanyaan 18
Nilai Alpha 0.976 0.976 0.976 0.976
Keterangan Reliabilitas Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel
Kuesioner Bagian III Nomor Butir Pertanyaan Kuesioner Bagian III Pertanyaan 1 Pertanyaan 2 Pertanyaan 3 Pertanyaan 4 Pertanyaan 5 Pertanyaan 6 Pertanyaan 7 Pertanyaan 8 Pertanyaan 9 Pertanyaan 10 Pertanyaan 11 Pertanyaan 12 Pertanyaan 13 Pertanyaan 14 Pertanyaan 15 Pertanyaan 16 Pertanyaan 17 Pertanyaan 18 Pertanyaan 19 Pertanyaan 20 Pertanyaan 21 Pertanyaan 22 Pertanyaan 23 Pertanyaan 24 Pertanyaan 25 Pertanyaan 26
Nilai Alpha 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.977 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976
Keterangan Reliabilitas Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel
163
Kuesioner Bagian IV Nomor Butir Pertanyaan Kuesioner Bagian IV Pertanyaan 1 Pertanyaan 2 Pertanyaan 3 Pertanyaan 4 Pertanyaan 5 Pertanyaan 6 Pertanyaan 7 Pertanyaan 8 Pertanyaan 9 Pertanyaan 10 Pertanyaan 11 Pertanyaan 12 Pertanyaan 13 Pertanyaan 14 Pertanyaan 15 Pertanyaan 16
Nilai Alpha 0.976 0.977 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.977 0.976 0.976 0.976 0.977 0.976
Keterangan Reliabilitas Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel
Kuesioner Bagian V Nomor Butir Pertanyaan Kuesioner Bagian V Pertanyaan 1 Pertanyaan 2 Pertanyaan 3 Pertanyaan 4 Pertanyaan 5 Pertanyaan 6 Pertanyaan 7 Pertanyaan 8 Pertanyaan 9 Pertanyaan 10 Pertanyaan 11 Pertanyaan 12 Pertanyaan 13 Pertanyaan 14 Pertanyaan 15 Pertanyaan 16 Pertanyaan 17 Pertanyaan 18 Pertanyaan 19 Pertanyaan 20 Pertanyaan 21 Pertanyaan 22 Pertanyaan 23
Nilai Alpha 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976
Keterangan Reliabilitas Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel
164
Nomor Butir Pertanyaan Kuesioner Bagian V Pertanyaan 24 Pertanyaan 25 Pertanyaan 26 Pertanyaan 27 Pertanyaan 28 Pertanyaan 29 Pertanyaan 30 Pertanyaan 31 Pertanyaan 32 Pertanyaan 33 Pertanyaan 34 Pertanyaan 35 Pertanyaan 36 Pertanyaan 37 Pertanyaan 38 Pertanyaan 39 Pertanyaan 40 Pertanyaan 41 Pertanyaan 42 Pertanyaan 43 Pertanyaan 44 Pertanyaan 45 Pertanyaan 46 Pertanyaan 47 Pertanyaan 48 Pertanyaan 49 Pertanyaan 50 Pertanyaan 51 Pertanyaan 52 Pertanyaan 53 Pertanyaan 54 Pertanyaan 55 Pertanyaan 56 Pertanyaan 57 Pertanyaan 58 Pertanyaan 59 Pertanyaan 60 Pertanyaan 61 Pertanyaan 62 Pertanyaan 63 Pertanyaan 64 Pertanyaan 65 Pertanyaan 66 Pertanyaan 67 Pertanyaan 68 Pertanyaan 69
Nilai Alpha 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976
Keterangan Reliabilitas Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel
165
Nomor Butir Pertanyaan Kuesioner Bagian V Pertanyaan 70 Pertanyaan 71 Pertanyaan 72 Pertanyaan 73 Pertanyaan 74 Pertanyaan 75 Pertanyaan 76 Pertanyaan 77 Pertanyaan 78 Pertanyaan 79 Pertanyaan 80 Pertanyaan 81 Pertanyaan 82 Pertanyaan 83 Pertanyaan 84 Pertanyaan 85 Pertanyaan 86 Pertanyaan 87 Pertanyaan 88
Nilai Alpha 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976
Keterangan Reliabilitas Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel
Kuesioner Bagian VI Nomor Butir Pertanyaan Kuesioner Bagian VI Pertanyaan 1 Pertanyaan 2 Pertanyaan 3 Pertanyaan 4 Pertanyaan 5 Pertanyaan 6 Pertanyaan 7 Pertanyaan 8 Pertanyaan 9 Pertanyaan 10 Pertanyaan 11 Pertanyaan 12 Pertanyaan 13 Pertanyaan 14 Pertanyaan 15 Pertanyaan 16 Pertanyaan 17 Pertanyaan 18 Pertanyaan 19 Pertanyaan 20 Pertanyaan 21 Pertanyaan 22
Nilai Alpha 0.976 0.976 0.976 0.976 0.977 0.976 0.976 0.977 0.977 0.977 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976
Keterangan Reliabilitas Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel
166
Nomor Butir Pertanyaan Kuesioner Bagian VI Pertanyaan 23 Pertanyaan 24 Pertanyaan 25 Pertanyaan 26 Pertanyaan 27
Nilai Alpha 0.976 0.976 0.976 0.976 0.976
Keterangan Reliabilitas Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel Sangat reliabel
167
Lampiran 3. Foto-Foto Kegiatan Penelitian
Foto 1. Pertemuan Awal Pengambilan Data Penelitian
Foto 2. Suasana Diskusi dengan Penyuluh
168
Foto 3. Suasana Diskusi dengan Penyuluh
Foto 4. Diskusi Mendalam dengan Penyuluh
169
Foto 5. Tinjauan ke Wilayah Binaan Penyuluh
Foto 6. Suasana FGD
170
Foto 7. Tinjauan ke Wilayah Binaan Penyuluh
Foto 8. Suasana Diskusi dengan Penyuluh