PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER (Kasus Mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Tahun Masuk 2006, Fakultas Ekologi Manusia)
ALWIN TAHER I34051845
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
ABSTRACT ALWIN TAHER. PERCEPTION OF COLLEGE STUDENT UPON GENDER CONSCIOUSNESS. Case Student of Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat on 2006 Years, Fakultas Ekologi Manusia. (Supervised by AIDA VITAYALA S. HUBEIS) The objective of this study is analyzing: 1) the perception of college student upon gender consciousness; 2) the relation between primary socialization (sex, religion, nation tribe, education level of parents, parents occupation, and salary level of parents),) with perception of college student upon gender consciousness; 3) the relation between secondary socialization (living area, organization activity, mass media interaction, relationship with friend, grade of gender and development lecture, and cumulative achievement indeks) with perception of college student upon gender consciousness. The samples of this study are collegian of Fakultas Ekologi Manusia, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. This study started on May until June 2009 which using total sample are 70 respondents. Data were analyzes by using SPSS 14 program. The result of the study indicates that: 1) The perception of college student upon gender consciousness are high (39 respondents) and the others (31 respondents) have medium perception level of college student upon gender consciousness; 2) The primary socialization that have significant relationship with perception of college student upon gender consciousness is only sex and the others don’t have significant relationship with perception of college student upon gender consciousness; 3) all secondary socialization (living area, organization activity, mass media interaction, relationship with friend, grade of gender and development lecture, and cumulative achievement indeks) don’t have significant relationship with perception of college student upon gender consciousness Key words: Perception, gender consciousness, primary socialization, secondary socialization, intellectual level
ii
RINGKASAN ALWIN TAHER. PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER. Kasus Mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Tahun Masuk 2006, Fakultas Ekologi Manusia. (Di bawah bimbingan AIDA VITAYALA S. HUBEIS). Persepsi mahasiswa peserta Mata Kuliah Gender dan Pembangunan terhadap kesadaran gender yaitu pandangan mahasiswa yang telah mengikuti Mata Kuliah Gender dan Pembangunan terhadap kesadaran gender, yang diukur melalui alokasi peranan, hak, kewajiban, tanggung jawab, dan harapan yang dilekatkan baik pada laki-laki maupun perempuan yang berlaku di masyarakat dan tidak mengandung unsur kesetaraan gender. Semakin banyak mahasiswa tersebut tidak setuju terhadap pernyataan yang disajikan maka persepsi terhadap kesadaran gender akan semakin tinggi dan sebaliknya semakin banyak mahasiswa tersebut setuju terhadap pernyataan yang disajikan maka persepsi terhadap kesadaran gendernya akan semakin rendah. Faktor-faktor mahasiswa terhadap
yang diduga berhubungan dengan persepsi
kesadaran gender adalah sosialisasi primer (jenis kelamin,
agama, suku bangsa, tingkat pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan tingkat penghasilan orang tua) dan sosialisasi sekunder (tempat tinggal, kegiatan organisasi, interaksi dengan media massa, hubungan dengan teman, indeks prestasi kumulatif dan nilai mutu Mata Kuliah Gender dan Pembangunan) Populasi dari penelitian ini adalah mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Responden yang dipilih adalah mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat dengan tahun masuk 2006 yang telah mengikuti Mata Kuliah Gender dan Pembangunan sejumlah 70 orang. Mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat tahun masuk 2006 dipilih sebagai
iii
sebagai responden dikarenakan mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat tahun masuk 2006 telah mendapatkan Mata Kuliah Gender dan Pembangunan dari departemennya sehingga dirasa sesuai dengan tujuan penelitian yaitu mengetahui persepsi mahasiswa peserta Mata Kuliah Gender dan Pembangunan terhadap kesadaran gender mahasiswa. Penelitian ini menggunakan metode survei dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif melalui pengisian kuesioner dan wawancara mendalam. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer. Data primer diperoleh melalui wawancara yang dilakukan pada saat pengisian kuesioner dan jawaban dari kuesioner yang terdiri dari pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan sosialisasi primer dan sekunder. Setelah data dikumpulkan, dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif dilakukan dengan melakukan uji hipotesis penelitian menggunakan alat uji statistik Chi-Square dan korelasi Spearman. Analisis kualitatif disajikan berupa kutipan wawancara atau penjelasan dalam bentuk paragraf. Departemen Sains KPM merupakan kelanjutan kesatuan dan kematangan dari beragam mayor yang mengasuh program-program pendidikan dan penelitian untuk ilmu-ilmu sosial di Institut Pertanian Bogor. Mayoritas mahasiswa Departemen Sains KPM yang menjadi responden sebanyak 49 orang (70 persen) berjenis kelamin perempuan dan sebanyak 21 orang (30 persen) berjenis kelamin laki-laki. Persepsi mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat tahun masuk 2006 yang telah mengikuti Mata Kuliah Gender dan Pembangunan terhadap kesadaran gender sebagian besar adalah tinggi yaitu sebanyak 39 responden (56 persen) dan sisanya memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang sedang yaitu sebanyak 31 responden (44 persen). Hal yang
iv
menarik adalah bahwa tidak ada satu pun mahasiswa yang memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang rendah. Sosialisasi primer yang memiliki hubungan signifikan dengan persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender adalah jenis kelamin. Sedangkan sosialisasi primer lainnya seperti agama, suku bangsa, tingkat pendidikan orang tua, jenis pekerjaan orang tua, dan tingkat penghasilan orang tua tidak memiliki hubungan secara signifikan dengan persepsi terhadap kesadaran gender. Sosialisasi sekunder seperti tempat tinggal, kegiatan organisasi, interaksi dengan media massa, nilai mutu mata kuliah gender dan indeks prestasi kumulatif tidak memiliki hubungan secara signifikan dengan persepsi terhadap kesadaran gender.
v
PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER (Kasus Mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Tahun Masuk 2006, Fakultas Ekologi Manusia)
Oleh ALWIN TAHER I34051845
SKRIPSI Sebagai Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
vi
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun: Nama NRP Judul
: Alwin Taher : I34051845 : Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender (Kasus Mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Tahun Masuk 2006, Fakultas Ekologi Manusia)
dapat diterima sebagai syarat menerima gelar sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Aida Vitayala S. Hubeis NIP. 19470928 197503 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen
Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS NIP. 19580827 198303 1 001
Tanggal Pengesahan: vii
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER (KASUS MAHASISWA
DEPARTEMEN
SAINS
KOMUNIKASI
DAN
PENGEMBANGAN MASYARAKAT TAHUN MASUK 2006, FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA)” BELUM DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. DEMIKIANLAH PERNYATAAN INI SAYA BUAT SESUNGGUHNYA DAN SAYA BERSEDIA MEMPERTANGGUNG-JAWABKAN PERNYATAAN INI.
Bogor, Agustus 2009
Alwin Taher I34051845
viii
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta 3 Mei 1985. Penulis adalah anak kedua dari pasangan suami isteri Abdul Lian Siregar dan Deliana Harahap. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri 02 Pesanggrahan Jakarta Selatan. Penulis melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 177 Jakarta Selatan, kemudian melanjutkan lagi ke Sekolah Menengah Umum 47 Jakarta Selatan. Pada tahun 2005, Penulis mendapatkan kesempatan untuk belajar di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Penulis memilih mayor Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Selama kuliah, penulis pernah aktif dalam organisasi kemahasiswaan di Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penulis pernah menjabat sebagai ketua komisi internal DPM periode 2006-2007 dan ketua masa perkenalan Fakultas Ekologi Manusia tahun 2006.
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul ”Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender (Kasus Mahasiswa Departemen Sains dan Komunikasi Pengembangan Masyarakat Tahun Masuk 2006, Fakultas Ekologi Manusia)”. Tujuan dari penyusunan skripsi ini untuk memahami dan menganalisis persepsi mahasiswa peserta Mata Kuliah Gender dan Pembangunan terhadap kesadaran gender, hubungan antara sosialisasi primer (jenis kelamin, agama, suku bangsa, tingkat pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan tingkat penghasilan orang tua) dan persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender serta hubungan antara sosialisasi sekunder (tempat tinggal, kegiatan organisasi, interaksi dengan media massa, hubungan dengan teman, nilai mutu Mata Kuliah Gender dan Pembangunan serta indeks prestasi kumulatif) dan persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender. Penulis menyadari bahwa dalam proses peyusunan skripsi ini masih banyak keterbatasan, kekurangan, dan kelemahan. Oleh karena itu, sangat diharapkan saran dan kritik yang membangun untuk membantu proses penyempurnaan skripsi ini. Bogor, Agustus 2009
Penulis
x
UCAPAN TERIMA KASIH Penulisan skripsi ini telah berhasil diselesaikan dan tidak lepas dari bantuan, bimbingan, petunjuk, saran, kritik dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih tidak luput diberikan kepada: 1. Ibu Prof. Dr. Ir. Aida Vitayala S. Hubeis. Selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pikiran serta kesabarannya untuk membimbing penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 2. Ibu Ir. Nuraini W. Prasodjo, MS selaku dosen penguji utama dan Ibu Ratri Virianita, S.sos, MSi. selaku dosen penguji departemen. Terima kasih atas saran dan kritik yang membangun. 3. Mama dan papa yang telah mendukung dan berdoa untuk penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih juga kepada Helen, Bang Kemal, Oki atas dukungannya. 4. Bang Iqbal serta seluruh mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat angkatan 43 yang telah membantu dan mendukung selama penelitian berlangsung. 5. Arnas, Novida, Eka WL, dan Wardina atas masukan dalam pengolahan data. 6. Saudara angkatan 42 atas kebersamaan kita selama ini, khususnya Dipa, Wahyu, Ikhwan, Laweh, Gina, dan Anindra. 7. Teman-teman KPM 42, terima kasih atas dukungan dan masukannya. 8. Penghuni Griya MBL dan kost Pondok Asad, khususnya Om Ratno, Faqih, Zuanda, Fredy dan Eko, atas saran, diskusi serta dukungannya.
xi
9. Sofa Marwa Minsarila, terima kasih atas pengorbanan, dukungan, kepercayaan, dan harapan sekaligus sudah menjadi “teman” bagi penulis selama penyelesaian skripsi ini. 10. Pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu dan berhubungan dengan penulisan skripsi ini hingga selesai.
xii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ............................................................................................
i
DAFTAR TABEL ....................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................
vii
I.
PENDAHULUAN ..............................................................................
1
1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1.2. Perumusan Masalah ..................................................................... 1.3. Tujuan Penelitian ......................................................................... 1.4. Kegunaan Penelitian ....................................................................
1 5 7 7
II. TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................
8
2.1 Gender .......................................................................................... 2.2 Peran Gender ................................................................................ 2.3 Persepsi Terhadap Kesadaran Gender ........................................... 2.4 Mahasiswa .................................................................................... 2.5 Mata Kuliah Gender dan Pembangunan ........................................ 2.6 Kerangka Pemikiran ..................................................................... 2.7 Hipotesis Penelitian ...................................................................... 2.8 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel .............................
8 10 14 16 17 17 21 22
III. METODE PENELITIAN...................................................................
27
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian......................................................... 3.2 Teknik Penentuan Responden ....................................................... 3.3 Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 3.4 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ...........................................
27 27 28 29
IV. GAMBARAN UMUM PENELITIAN ...............................................
30
4.1 Gambaran Umum Lokasi............................................................. 4.2 Gambaran Umum Mahasiswa ...................................................... 4.2.1 Sebaran Mahasiswa Berdasarkan Jenis Kelamin ................. 4.2.2 Sebaran Mahasiswa Berdasarkan Agama ............................ 4.2.3 Sebaran Mahasiswa Berdasarkan Suku Bangsa ................... 4.2.4 Sebaran Mahasiswa Berdasarkan Tempat Tinggal .............. 4.2.5 Sebaran Mahasiswa Berdasarkan Kegiatan Organisasi........ 4.2.6 Sebaran Mahasiswa Berdasarkan Interaksi dengan Media Massa ...................................................................... 4.2.7 Sebaran Mahasiswa Berdasarkan Tingkat Intelektual..........
30 32 32 33 33 34 34 35 37 i
4.2.8 Sebaran Mahasiswa Berdasarkan Hubungan dengan Teman .......................................................................... 4.2.9 Sebaran Mahasiswa Berdasarkan Tingkat Pendidikan Orang Tua .................................................................... 4.2.10 Sebaran Mahasiswa Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua. 4.2.11 Sebaran Mahasiswa Berdasarkan Tingkat Penghasilan Orang Tua .................................................................... V. PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER ........................................................................................... 5.1 Persepsi Mahasiswa Terhadap Alokasi Peranan ............................ 5.2 Persepsi Mahasiswa Terhadap Hak ............................................... 5.3 Persepsi Mahasiswa Terhadap Kewajiban ..................................... 5.4 Persepsi Mahasiswa Terhadap Tanggung Jawab ........................... 5.5 Persepsi Mahasiswa Terhadap Harapan ......................................... VI. HUBUNGAN ANTARA SOSIALISASI PRIMER DAN PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER ................................................................. 6.1 Hubungan Antara Jenis Kelamin dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender ....................... 6.2 Hubungan Antara Agama dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender ....................... 6.3 Hubungan Antara Suku Bangsa dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender ....................... 6.4 Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Ayah dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender ....................... 6.5 Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Ibu dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender ....................... 6.6 Hubungan Antara Pekerjaan Ayah dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender ....................... 6.7 Hubungan Antara Pekerjaan Ibu dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender ....................... 6.8 Hubungan Antara Tingkat Penghasilan Orang Tua dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender ....................... VII. HUBUNGAN ANTARA SOSIALISASI SEKUNDER DAN PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER ................................................................. 7.1 Hubungan Antara Tempat Tinggal dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender ....................... 7.2 Hubungan Antara Kegiatan Organisasi dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender ....................... 7.3 Hubungan Antara Interaksi dengan Media Massa dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender .......................
38 39 40 41
45 45 46 47 48 49
52 52 54 55 57 58 59 60 61
63 63 64 65
ii
7.4 Hubungan Antara Teman dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender ....................... 7.5 Hubungan Antara Nilai Mutu Mata Kuliah Gender dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender ....................... 7.6 Hubungan Antara Indeks Prestasi Kumulatif dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender .......................
66 68 69
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 8.1 Kesimpulan ................................................................................. 8.2 Saran ...........................................................................................
71 71 71
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................
72
LAMPIRAN .............................................................................................
75
iii
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Jumlah dan Persentase Mahasiswa Berdasarkan Jenis Kelamin .....
33
2. Jumlah dan Persentase Mahasiswa Berdasarkan Agama ................
33
3. Jumlah dan Persentase Mahasiswa Berdasarkan Suku Bangsa .......
33
4. Jumlah dan Persentase Mahasiswa Berdasarkan Tempat Tinggal ..
34
5. Jumlah dan Persentase Mahasiswa Berdasarkan Kegiatan Organisasi dan Jenis Kelamin ........................................
35
6. Jumlah dan Persentase Mahasiswa Berdasarkan Interaksi dengan Media Massa dan Jenis Kelamin ........................
36
7. Jumlah dan Persentase Mahasiswa Berdasarkan Tingkat Intelektual (Nilai Mutu Mata Kuliah Gender dan Pembangunan) dan Jenis Kelamin ........................................................................
37
8. Jumlah dan Persentase Mahasiswa Berdasarkan Tingkat Intelektual (Indeks Prestasi Kumulatif) dan Jenis Kelamin ...........
38
9. Jumlah dan Persentase Mahasiswa Berdasarkan Hubungan dengan Teman dan Jenis Kelamin ................................................
38
10. Jumlah dan Persentase Mahasiswa Berdasarkan Tingkat Pendidikan Ayah...........................................................................
40
11. Jumlah dan Persentase Mahasiswa Berdasarkan Tingkat Pendidikan Ibu ..............................................................................
40
12. Jumlah dan Persentase Mahasiswa Berdasarkan Pekerjaan Ayah ..
41
13. Jumlah dan Persentase Mahasiswa Berdasarkan Pekerjaan Ibu ......
41
14. Jumlah dan Persentase Mahasiswa Berdasarkan Penghasilan Orang Tua .................................................................
42
15. Hubungan Antara Jenis Kelamin dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender .........................................................................
52
16. Hubungan Antara Agama dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender .........................................................................
54
17. Hubungan Antara Suku Bangsa dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender .........................................................................
55
iv
18. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Ayah dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender .......................................
57
19. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Ibu dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender .......................................
59
20. Hubungan Antara Pekerjaan Ayah dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender .........................................................
59
21. Hubungan Antara Pekerjaan Ibu dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender .........................................................
60
22. Hubungan Antara Tingkat Penghasilan Orang Tua dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender .......................................
61
23. Hubungan Antara Tempat Tinggal dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender .........................................................
63
24. Hubungan Antara Kegiatan Organisasi dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender .........................................................
64
25. Hubungan Antara Interaksi dengan Media Massa dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender .......................................
66
26. Hubungan Antara Teman dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender .........................................................
67
27. Hubungan Antara Nilai Mutu Mata Kuliah Gender dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender .......................................
69
28. Hubungan Antara Indeks Prestasi Kumulatif dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender .......................................
70
v
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Kerangka Pemikiran Persepsi Mahasiswa Peserta Mata Kuliah Gender dan Pembangunan Terhadap Kesadaran Gender ................
21
2. Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender Berdasarkan Jenis Kelamin ...........................................................
44
3. Persepsi Mahasiswa Terhadap Alokasi Peranan Berdasarkan Jenis Kelamin ...........................................................
46
4. Persepsi Mahasiswa Terhadap Hak Berdasarkan Jenis Kelamin ...........................................................
47
5. Persepsi Mahasiswa Terhadap Kewajiban Berdasarkan Jenis Kelamin ...........................................................
48
6. Persepsi Mahasiswa Terhadap Tanggung Jawab Berdasarkan Jenis Kelamin ...........................................................
49
7. Persepsi Mahasiswa Terhadap Harapan Berdasarkan Jenis Kelamin ...........................................................
51
vi
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Kuesioner .....................................................................................
76
2. Panduan Wawancara .....................................................................
82
3. Struktur Organisasi Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat ...........................................................
84
4. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kesadaran Gender dan Jenis Kelamin .........................................................................
86
5. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kesadaran Gender dan Agama....................................................................................
87
6. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kesadaran Gender dan Suku Bangsa ..........................................................................
88
7. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kesadaran Gender dan Tempat Tinggal ......................................................................
89
8. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kesadaran Gender dan Pekerjaan Orang Tua ..............................................................
90
9. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kesadaran Gender dan Interaksi Media Massa ............................................................
92
10. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kesadaran Gender dan Nilai Mutu Mata Kuliah Gender dan Pembangunan ................
93
11. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kesadaran Gender dan Indeks Prestasi Kumulatif .......................................................
94
12. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kesadaran Gender dan Hubungan dengan Teman .......................................................
95
13. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kesadaran Gender dan Tingkat Pendidikan Orang Tua ...............................................
96
14. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kesadaran Gender dan Tingkat Penghasilan Orang Tua ..............................................
97
vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Peran kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam menegakkan NKRI dipelopori oleh Raden Ajeng Kartini yang lebih menekankan pada faktor pendidikan, karena beliau berharap apabila perempuan Indonesia mempunyai pendidikan, akan terbuka peluang bagi mereka untuk menjadi lebih bermartabat dan sejahtera. Setelah Indonesia merdeka, kaum perempuan tidak pernah berhenti berjuang bersama kaum laki-laki dalam mengisi kemerdekaan. Disadari bahwa keberhasilan pembangunan nasional di Indonesia, baik yang dilaksanakan oleh pemerintah atau swasta maupun masyarakat, sangat tergantung dari peran lakilaki dan perempuan. Menurut Dzuhayatin (1997) dalam Nauly (2002), pada kenyataannya, perempuan di Indonesia telah diberi peluang yang sama dengan laki-laki di bidang pendidikan, namun persepsi masyarakat terhadap perempuan tidak mengalami perubahan yang berarti. Lebih lanjut Dzuhayatin (1997) dalam Nauly (2002) menjelaskan, masih kuatnya anggapan bahwa pendidikan pada perempuan tujuannya adalah agar ia lebih mampu mendidik anak-anaknya. Perempuan tetap saja dianggap sebagai the second sex. Perempuan direndahkan ketika ia hanya di rumah dan dieksploitasi ketika mereka berada di tempat kerja. Persepsi demikian tidak hanya dianut oleh kalangan awam, tetapi juga oleh para cendekiawan. Hal yang lebih memprihatinkan lagi yaitu pemerintah juga membenarkan persepsi tersebut dalam
1
kebijakan pembangunan yang diungkapkan dalam panca tugas perempuan: sebagai istri dan pendamping suami, sebagai pendidik dan pembina generasi muda, sebagai pekerja yang menambah penghasilan negara dan sebagai anggota organisasi masyarakat, khususnya organisasi perempuan dan organisasi sosial (Dzuhayatin 1997 dalam Nauly 2002). Transformasi dan partisipasi perempuan dituntut lebih aktif sejak kebijakan pemerintah yang dikeluarkan melalu Instruksi Presiden No.9/2000 tentang Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender (PUG). Dengan terbitnya Inpres ini, pemerintah diharuskan mereformulasi kebijakan yang bias gender menjadi responsif gender dan ini tercermin dalam program/proyek/kegiatan di berbagai bidang pembangunan. Berdasarkan Inpres No.9/2000 disebutkan bahwa gender merupakan konsep yang mengacu pada peran-peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh keadaan sosial dan budaya masyarakat. Sedangkan kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial-budaya, pertahanan juga keamanan nasional, dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. Dengan definisi tersebut maka perempuan, selain juga laki-laki, diharapkan dapat ikut serta secara aktif berkiprah dalam pembangunan sesuai dengan kemampuannya, jadi bukan berarti memberikan pengecualian ataupun kuota, khususnya pada perempuan. Strategi yang harus ditempuh agar kebijakan pembangunan nasional responsif gender adalah melalui pengarusutamaan gender. Oleh karena itu, melalui Inpres No. 9 tahun 2000, ditegaskan bahwa strategi pengarusutamaan gender adalah sebagai salah satu strategi pembangunan nasional.
2
Van Gliken (2004) dalam Effendi (2005) menyatakan bahwa pendidikan mempunyai 3 tugas pokok, yakni menciptakan, mentransfer dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya. Pendidikan juga sangat vital peranannya dalam mentransfer nilai-nilai dan jati diri bangsa (van Glinken 2004 dalam Effendi 2005). Maka bisa dipahami jika dalam sejarah pergerakan nasional Indonesia, pendidikan dalam arti proses maupun kelembagaannya dicatat sebagai motor penggerak sekaligus sumber inspirasi dari pergerakannya. Dalam hal ini tokoh-tokoh pergerakan nasional berkeyakinan, bahwa untuk menuju Indonesia merdeka dan mewujudkan cita-cita kemerdekaannya sebagaimana yang diabadikan dalam Pembukaan UUD. 1945, haruslah didukung oleh warga negaranya yang berpendidikan. Bahkan sejarah pergerakan nasional pun telah mencatat bahwa gerakan kebangkitan nasional bukanlah digerakkan oleh gegap gempitanya massa, melainkan oleh sekelompok pemuda, pelajar dan mahasiswa (Fajar 2008). Menurut Karsidi (2000), perguruan tinggi memiliki peranan makro, yaitu: 1. Perguruan tinggi memiliki peranan yang sangat penting dalam mempengaruhi perubahan-perubahan suatu masyarakat. Peran dan fungsi perguruan tinggi dapat diwujudkan dalam bentuk membangun gerakan pembelajaran masyarakat untuk mendorong segera terciptanya transformasi sosial. 2. Kini, masih saja terjadi jarak yang lebar antara perguruan tinggi dengan basisbasis perubahan masyarakat yang ada. Tidaklah berlebihan sekiranya perguruan tinggi diharapkan dapat berperan lebih progresif dalam mempengaruhi perubahan masyarakat secara lebih sistematis dan berdampak luas di masa-masa mendatang. Untuk itu, kedekatan perguruan tinggi dan masyarakat harus diusahakan melalui program kemitraan kelompok-kelompok masyarakat dengan perguruan tinggi.
3
3. Perguruan tinggi dituntut untuk menentukan dan memilih kebijakan yang benarbenar strategis bagi perubahan-perubahan masyarakat yang lebih baik dan bagi penyelesaian masalah-masalah mendasar bangsa saat ini, baik di tingkat nasional maupun lokal. Namun demikian, kemajuan yang telah dicapai masih menyisakan permasalahan yang memprihatinkan, yaitu peranserta kaum perempuan belum dioptimalkan. Berbagai pembedaan peran, fungsi, tugas dan tanggung jawab, serta kedudukan antara laki-laki dan perempuan, baik secara langsung maupun tidak langsung, serta dampak dari peraturan perundang-undangan dan kebijakan telah menimbulkan berbagai ketidakadilan. Salah satu penyebabnya adalah telah berakarnya pembedaan peran antara laki-laki dan perempuan dari sisi adat, norma ataupun struktur masyarakatnya. Gender masih diartikan oleh masyarakat sebagai perbedaan jenis kelamin. Masyarakat belum memahami bahwa gender adalah suatu konstruksi budaya tentang peran, fungsi dan tanggung jawab sosial antara laki-laki dan perempuan. Kondisi masyarakat yang belum sadar gender mengakibatkan kesenjangan peran sosial dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan sehingga terjadi diskriminasi terhadap laki-laki dan perempuan (BPS, 2006). Peran mahasiswa sangat penting dan strategis pada semua fungsi pendidikan. Dalam rangka mempersiapkan diri menuju kehidupan yang demokratis, yang di dalamnya antara lain ditandai oleh nilai-nilai kehidupan yang egalitarian, peran mahasiswa sangat penting sebagai agen sosialisasi gender. Mahasiswa diharapkan dapat mengaplikasikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperolehnya dari perkuliahan di Perguruan Tinggi.
4
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat merupakan salah satu departemen yang mengadakan Mata Kuliah Gender dan Pembangunan yang diharapkan berperan serta dalam membentuk mahasiswa yang dapat menjelaskan konsep dan perspektif gender, menemukan isu gender dalam pembangunan, serta memilih metode yang efektif untuk penelitian berorientasi gender. Sejauh ini masih belum banyak diketahui bagaimana persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender dan faktor-faktor apa saja yang dapat membentuk atau mempengaruhi persepsi mahasiswa tersebut. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti tingkat persepsi mahasiswa peserta Mata Kuliah Gender dan Pembangunan terhadap kesadaran gender.
1.2 Perumusan Masalah Sejauh ini persoalan gender lebih didominasi oleh perspektif perempuan, sementara dari perspektif laki-laki sendiri belum begitu banyak dibahas. Dominannya perspektif perempuan sering mengakibatkan jalan buntu dalam mencari solusi yang
diharapkan, karena akhirnya berujung pada persoalan yang bersumber
dari kaum lelaki. Apabila kita ingin melihat persoalan gender secara lebih berimbang, tentu saja, kita perlu mengkaji apa sesungguhnya yang ada di "kepala" laki-laki dan perempuan tentang soal yang klasik ini. Dengan perkataan lain semestinya diperlukan perhatian yang lebih serius tentang isu-isu gender pada laki-laki, bukan melulu mendekati dari sisi perempuan.
5
Terkait
permasalahan gender di Indonesia, sampai sekarang hegemoni
pandangan mengenai perempuan sebagai ibu rumah tangga masih teramat kuat, sehingga baik pemerintah maupun media massa terus-menerus berbicara tentang peran ganda. Menurut Budiman (1985) dalam Nauly (2002) jika perempuan masih harus membagi hidupnya menjadi dua, satu di sektor domestik dan satu lagi di sektor publik, maka laki-laki yang mencurahkan perhatian sepenuhnya pada sektor publik akan selalu memenangkan persaingan di pasaran tenaga kerja. Tampaknya mustahil untuk mengatasi permasalahan gender ini hanya dari sudut pandang perempuan, atau dengan perkataan lain hanya dengan berusaha merubah perempuan sebagai individu, dan juga masalah tidak akan selesai hanya dengan menyalahkan laki-laki. Namun, penting untuk memahami laki-laki secara empatik, apa permasalahannya, bagaimana kaitannya dengan struktur patriarki masyarakat, yang tentunya terkait dengan budaya dari suatu masyarakatnya. Mahasiswa diharapkan dapat berubah dalam hal pengetahuan, sikap, dan keterampilannya dalam peran gender, yaitu menjadi mahasiswa yang sadar gender. Berkaitan dengan kesadaran gender, mahasiswa sebagai praktisi akademis dirasa perlu untuk diukur persepsi terhadap kesadaran gendernya. Berkaitan dengan hal tersebut maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana persepsi mahasiswa peserta Mata Kuliah Gender dan Pembangunan terhadap kesadaran gender? 2. Bagaimana hubungan antara sosialisasi primer mahasiswa (jenis kelamin, agama, suku bangsa, tingkat pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan tingkat penghasilan orang tua) dan persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender?
6
3. Bagaimana hubungan antara sosialisasi sekunder mahasiswa (tempat tinggal, kegiatan organisasi, interaksi dengan media massa, hubungan dengan teman, nilai mutu gender, dan indeks prestasi kumulatif) dan persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami dan menganalisis: 1. Persepsi mahasiswa peserta Mata Kuliah Gender dan Pembangunan terhadap kesadaran gender. 2. Hubungan antara sosialisasi primer mahasiswa (jenis kelamin, agama, suku bangsa, tingkat pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan tingkat penghasilan orang tua) dan persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender. 3. Hubungan antara sosialisasi sekunder mahasiswa (tempat tinggal, kegiatan organisasi, interaksi dengan media massa, hubungan dengan teman, nilai mutu gender, dan indeks prestasi kumulatif) dan persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender.
1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini adalah diperolehnya informasi tentang persepsi mahasiswa peserta Mata Kuliah Gender dan Pembangunan terhadap kesadaran gender mahasiswa, sehingga diharapkan dapat mendukung studi lain yang terkait dengan masalah gender.
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gender Gender adalah kodrat perempuan yang secara perlahan-lahan tersosialisaiskan secara evolusional dan mempengaruhi biologis masing-masing jenis kelamin merupakan konsep yang kurang tepat. Mansour Fakih (1996) dalam bukunya menyebutkan bahwa konsep gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum lakilaki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Misalnya, bahwa perempuan itu dikenal lemah-lembut, cantik, emosional atau keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, perkasa. Ciri dari sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Artinya ada laki-laki yang emosional, lemah lembut, keibuan sementara juga ada perempuan yang kuat, rasional, perkasa. Perubahan ciri dari sifat-sifat itu dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari satu tempat ke tempat yang lain. Lebih lanjut Mansour Fakih (1996) menjelaskan bahwa pada zaman dahulu kala di suatu suku tertentu perempuan lebih kuat dari laki-laki tetapi pada zaman yang lain dan di tempat yang berbeda laki-laki yang lebih kuat. Juga, perubahan bisa terjadi dari kelas ke kelas masyarakat yang berbeda. Di suku tertentu, perempuan kelas bawah di pedesaan lebih kuat dibandingkan kaum laki-laki. Semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat perempuan dan laki-laki, yang bisa berubah dari waktu ke waktu serta berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya, maupun berbeda dari suatu kelas ke kelas yang lain, itulah yang dikenal dengan konsep gender.
8
Senada dengan Mansour Fakih, Wiliam-de fries (2006) dalam bukunya yang berjudul Gender Bukan Tabu (Catatan Perjalanan Fasilitasi Kelompok Perempuan di Jambi) mengemukakan Gender sama sekali berbeda dengan pengertian jenis kelamin. Gender bukan jenis kelamin. Gender bukanlah perempuan ataupun lakilaki. Gender hanya memuat perbedaan fungsi dan peran sosial laki-laki dan perempuan, yang terbentuk oleh lingkungan tempat kita berada. Gender tercipta melalui proses sosial budaya yang panjang dalam suatu lingkup masyarakat tertentu, sehingga dapat berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya. Misalnya, laki-laki yang memakai tato di badan dianggap hebat oleh masyarakat dayak, tetapi di lingkungan komunitas lain seperti Yahudi misalnya, hal tersebut merupakan hal yang tidak dapat diterima. Wiliam-de fries (2006) juga menambahkan bahwa gender juga berubah dari waktu ke waktu sehingga bisa berlainan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Contohnya, di masa lalu perempuan yang memakai celana panjang dianggap tidak pantas sedangkan saat ini dianggap hal yang baik untuk perempuan aktif. Pertanyaannya sekarang, apakah Gender melanggar kodrat? Jawaban dari pertanyaan tersebut bisa kita analisa dari rangkaian pertanyaan berikut: 1. Apakah Gender berkaitan dengan ciri-ciri biologis manusia? 2. Apakah Gender bersifat tetap dari waktu ke waktu? 3. Apakah fungai Gender tidak boleh berbeda dari satu tempat dengan tempat lainnya? 4. Apakah fungsi Gender tidak bisa dipertukarkan? Jika jawaban dari semua pertanyaan tersebut adalah TIDAK, maka jelas bahwa Gender tidak melawan kodrat. Peran Gender tidak akan mengubah kodrat manusia, 9
tidak mengubah jenis kelamin, tidak mengubah fungsi-fungsi biologis dalam diri perempuan menjadi laki-laki dan tidak juga dimaksudkan untuk mendorong perempuan mengubah dirinya menjadi seorang laki-laki, ataupun sebaliknya. Pengertian yang lebih kongkrit dan lebih operasional dikemukakan oleh Nasarudin Umar (1999) dalam bukunya yang berjudul Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur-an, yang mengemukakan bahwa gender adalah konsep kultural yang digunakan untuk memberi identifikasi perbedaan dalam hal peran, perilaku dan lain-lain antara laki-laki dan perempuan yang berkembang di dalam masyarakat yang didasarkan pada rekayasa sosial. Lebih lanjut Nasarudin Umar (1999) menjelaskan bahwa penentuan peran gender dalam berbagai sistem masyarakat, kebanyakan merujuk kepada tinjauan biologis atau jenis kelamin. Masyarakat selalu berlandaskan pada diferensiasi spesies antara laki-laki dan perempuan. Organ tubuh yang dimiliki oleh perempuan sangat berperan pada pertumbuhan kematangan emosional dan berpikirnya. Perempuan cenderung tingkat emosionalnya agak lambat. Sementara laki-laki yang mampu memproduksi dalam dirinya hormon testosterone membuat ia lebih agresif dan lebih obyektif.
2.2 Peran Gender Peran gender menurut Myers (1996) dalam Nauly (2002) merupakan suatu set perilaku yang diharapkan (norma-norma) untuk laki-laki dan perempuan. Bervariasinya peran gender di antara berbagai budaya serta jangka waktu menunjukkan bahwa budaya memang membentuk peran gender kita. Berdasarkan pemahaman itu, maka peran gender dapat berbeda di antara satu masyarakat dengan
10
masyarakat lainnya sesuai dengan norma sosial dan nilai sosial budaya yang dianut oleh masyarakat yang bersangkutan, dapat berubah dan diubah dari masa ke masa sesuai dengan kemajuan pendidikan, teknologi, ekonomi dan sebagainya, dan dapat ditukarkan antara laki-laki dengan perempuan. Hal ini berarti, peran gender bersifat dinamis. Berkaitan dengan hal tersebut, dikenal ada tiga jenis peran gender sebagai berikut: (1) Peran produktif (peran di sektor publik) adalah peran yang dilakukan oleh seseorang, laki-laki atau perempuan, menyangkut pekerjaan yang menghasilkan barang dan jasa, baik untuk dikonsumsi maupun untuk diperdagangkan. (2) Peran reproduktif (peran di sektor domestik), adalah peran yang dilakukan oleh seseorang, laki-laki atau perempuan, untuk kegiatan yang berkaitan dengan pemeliharaan sumber daya manusia dan pekerjaan urusan rumah tangga, seperti mengasuh anak, membantu anak belajar, berbelanja untuk kebutuhan sehari-hari, membersihkan rumah, mencuci alat-alat rumah tangga, mencuci pakaian dan lainnya. (3) Peran sosial adalah peran yang dijalankan oleh seseorang, laki-laki atau perempuan, untuk berpartisipasi di dalam kegiatan kemasyarakatan, seperti gotong royong dalam menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan
yang
menyangkut
kepentingan
bersama
(Sudarta, 2004). Menurut Vitayala (1995) dalam Hastuti (2004), dalam era globalisasi yang diiringi dengan daya saing ekonomi yang semakin rumit,kesulitan mencari pekerjaan, dampak rekayasa dan desiminasi inovasi alat kontrasepsi, bentuk-bentuk keluarga akan menjadi sangat kecil. Maka prospek dan pengembangan citra peran perempuan dalam abad XXI, akan berbentuk menjadi beberapa peran yaitu:
11
1. Peran tradisi, yang menempatkan perempuan dalam fungsi reproduksi. Hidupnya 100 persen untuk keluarga. Pembagian kerja jelas perempuan di rumah, laki-laki di luar rumah. 2. Peran transisi, mempolakan peran tradisi lebih utama dari yang lain. Pembagian tugas menuruti aspirasi gender, gender tetap eksis mempertahankan keharmonisan dan urusan rumah tangga tetap tanggung jawab perempuan. 3. Dwiperan, memposisikan perempuan dalam kehidupan dua dunia; peran domestikpublik sama penting. Dukungan moral suami pemicu ketegaran atau keresahan. 4. Peran egalitarian, menyita waktu dan perhatian perempuan untuk kegiatan di luar. Dukungan moral dan tingkat kepedulian laki-laki sangat hakiki untuk menghindari konflik kepentingan 5. Peran kontemporer, adalah dampak pilihan perempuan untuk mandiri dalam kesendirian. Meskipun jumlahnya belum banyak, tetapi benturan demi benturan dari dominasi laki-laki yang belum terlalu peduli pada kepentingan perempuan akan meningkatkan populasinya. Menurut Frieze (1978) dalam Nauly
(2002), peran budaya pada
perkembangan peran gender yang dimulai dengan peran yang mendikte pengkategorisasian dan penggeneralisasian dalam proses kognitif seorang anak. Selanjutnya melalui berbagai alternatif, model budaya juga menyediakan suatu daya dorong dalam perubahan skema kognitif seseorang. Peran budaya ini dimulai dari keluarga, dimana anak mengamati adanya perbedaan perilaku pada keluarga ke dalam sistem kategorinya. Pada skala yang lebih besar, struktur dan organisasi sosial, misalnya struktur keluarga dalam suatu masyarakat merupakan sumber data dimana seorang anak mempergunakannya untuk
12
membentuk stereotip peran gender. Jadi aspek-aspek budaya dari suatu masyarakat mendikte perilaku seseorang melalui model peran anak yang pertama. Selain itu budaya juga mendikte perilaku dari model-model peran yang diproyeksikan dalam setiap kenyataan pada jaringan media. Karakter TV, memerankan stereotip budaya. Media massa menunjukkan konsekuensi dari pelanggaran norma-norma gender, menggambarkan hadiah bagi yang conform (menyesuaikan diri) dengan norma gender dan hukuman bagi yang melakukan penyimpangan. Teman-teman sebaya anak juga menyingkapkan informasi budaya yang sama, budaya mempengaruhi perilaku dari model teman-teman sebaya. Budaya juga mempengaruhi responsrespons orang lain terhadap anak. Dimana kemudian respons masyarakat secara luas juga memberikan masukan sebagai dasar dari stereotip anak (Frieze 1978 dalam Nauly 2002). Kesimpulannya menurut Frieze (1978) dalam Nauly (2002) bila anak berhadapan dengan pola-pola stimulus sosial, ia akan membentuk suatu stereotip gender yang conform dengan stereotip yang ada pada masyarakat tersebut. Namun, bila terdapat model yang tidak sesuai dengan pola stereotip yang ada pada masyarakat tersebut, anak akan memiliki alasan untuk bertanya tentang kebenaran stereotip dan menyesuaikan skema peran peran gender yang dimilikinya. Jadi dalam hal ini budaya berinteraksi dengan perkembangan kognitif dalam perolehan peran gender. Melalui perilaku model-model dan melalui respon-respon terhadap anak, budaya memberikan masukan sensoris yang menyajikan dasar dari stereotip gender pada anak.
13
2.3 Persepsi Terhadap Kesadaran Gender Persepsi adalah inti dari komunikasi. Sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi yang identik dengan penyandian-balik (decoding) dalam proses komunikasi. Hal ini jelas tampak menurut Cohen (1994) dalam Mulyana (2001) bahwa persepsi didefinisikan sebagai interpretasi bermakna atas sensasi sebagai representatif objek eksternal serta pengetahuan yang tampak mengenai apa yang ada di luar sana. Ahli komunikasi lain (De vito, 1997) mendefinisikan persepsi sebagai proses dengan mana seseorang menjadi sadar akan banyaknya stimulus yang mempengaruhi indranya. Persepsi mempengaruhi rangsangan (stimulus) atau pesan apa yang diserap dan apa makna yang diberikan kepada seseorang ketika orang tersebut mencapai kesadaran. Louisser dan Poulos (1997) dalam Mugniesyah (2005) mengemukakan lima tipe jenis/bias yang mempengaruhi persepsi, dan dua diantaranya adalah stereotip dan harapan. Stereotip diartikan sebagai suatu proses penyederhanaan dan generalisasi perilaku individu-individu dari anggota kelompok tertentu (etnis, agama, suku bangsa, jenis kelamin, gender, pekerjaan, dan lain sebagainya). Stereotip digunakan pada saat kita sedang menilai seseorang, juga digunakan oleh individu dalam berkomunikasi dengan maksud untuk humor, perlakuan diskriminatif bahkan pelecehan, yang seluruhnya akan menghasilkan pengaruh negatif terhadap hubungan antar manusia (komunikasi interpersonal). Faktor-faktor internal bukan saja mempengaruhi atensi sebagai salah satu aspek persepsi, tetapi juga mempengaruhi persepsi diri seseorang secara keseluruhan, terutama penafsiran atas suatu rangsangan. Menurut Mulyana (2001) adalah agama,
14
ideologi, tingkat intelektual, tingkat ekonomi, pekerjaan dan cita rasa sebagai faktorfaktor internal yang jelas mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu realitas. Subakti (1994) dalam Munandar (1994) mengartikan kesadaran gender sebagai kesadaran akan konstruksi sosial gender yang mengatur alokasi peranan, hak, kewajiban, tanggung jawab, dan harapan yang diletakkan baik pada laki-laki maupun perempuan. Jang Mutalib (1994) dalam Munandar (1994) juga menekankan bahwa kesadaran gender tidak hanya berfokus pada peranan perempuan saja, tapi juga pada peranan laki-laki, dan selalu melihat bagaimana keduanya saling terkait dan saling mengisi. Kesadaran gender yang tinggi menurutnya menunjukkan kemampuan analisis mengidentifikasi masalah-masalah ketimpangan gender yang tidak begitu jelas dari permukaan, sehingga memerlukan pengkajian dan analisis untuk mengungkapkan pola ketimpangan dan diskriminasi gender. Kesadaran gender mengisyaratkan tingkat penyadaran gender yang tinggi dalam melihat masalah-masalah perempuan dalam pembangunan yang menyangkut kesadaran bahwa hambatan yang dihadapi perempuan bukan terutama yang disebabkan oleh kekurangan diri mereka melainkan karena sistem sosial yang mendiskriminasikan mereka. Diskriminasi itu tidak dilakukan secara sadar oleh lakilaki terhadap perempuan tetapi merupakan dampak dari sosio-kultural yang membentuk pola perilaku dalam masyarakat sehingga dianggap sebagai sesuatu yang wajar. Gender sebagai kesadaran sosial adalah perbedaan sifat dan peran posisi lakilaki dan perempuan yang merupakan konstruksi sosial dan bukan takdir tuhan (Mufidah, 2002). Menurut Agusni (2005) perlu disadari kesadaran gender (gender awareness) tidak dapat sekaligus dimengerti dan dilaksanakan oleh masyarakat. Penyadaran
15
gender perlu waktu untuk terjadinya perubahan pola pikir dan tingkah laku, sehingga diperlukan kesabaran dan ketekunan untuk mengubah nilai dan kebiasaan masyarakat. Senada dengan hal tersebut, Vitayala (1995) dalam Hastuti (2004) menyatakan bahwa kesadaran gender berarti laki-laki dan perempuan bekerja bersama dalam suatu keharmonisan cara, memiliki kesamaan dalam hak, tugas, posisi, peran dan kesempatan, dan menaruh perhatian terhadap kebutuhan-kebutuhan spesifik yang saling memperkuat dan melengkapi.
2.4 Mahasiswa Susantoro (2003) dalam Rahmawati (2006) mengatakan bahwa mahasiswa adalah kalangan muda yang berumur antara 19-28 tahun yang memang dalam usia tersebut mengalami suatu peralihan dari tahap remaja ke tahap dewasa. Susantoro(2003) dalam Rahmawati (2006) menjelaskan bahwa sosok mahasiswa juga kental dengan nuansa kedinamisan dan sikap keilmuannya yang dalam melihat sesuatu berdasarkan kenyataan obyektif, sistematis, dan rasional. Lebih lanjut Kartono (1985) dalam Rahmawati (2006) menjelaskan bahwa mahasiswa merupakan anggota masyarakat yang mempunyai ciri-ciri tertentu, antara lain: 1. Mempunyai kemampuan dan kesempatan untuk belajar di perguruan tinggi sehingga dapat digolongkan sebagai kaum intelegensia. 2. Yang karena kesempatan di atas diharapkan nantinya dapat bertindak sebagai pemimpin yang mampu dan terampil, baik sebagai pemimpin masyarakat ataupun dalam dunia kerja.
16
3. Diharapkan dapat menjadi “daya penggerak yang dinamis bagi proses modernisasi”. 4. Diharapkan dapat memasuki dunia kerja sebagai tenaga yang berkualitas dan profesional.
2.5 Mata Kuliah Gender dan Pembangunan Kuliah merupakan kegiatan yang membedakan pendidikan formal dan non formal (Suwardjono, 2005). Sedangkan Mata Kuliah Gender dan Pembangunan adalah mata kuliah elektif yang diasuh oleh Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat yang menjelaskan konsep gender, perkembangan kajian gender dan pembangunan, isu-isu gender dalam pembangunan, penelitian berorientasi gender, serta gender dan perubahan sosial (IPB, 2008).
2.6 Kerangka Pemikiran Mengacu pada tinjauan teoritis, persepsi terhadap kesadaran gender adalah pandangan terhadap kesadaran akan konstruksi sosial gender yang mengatur alokasi peranan, hak, kewajiban, tanggung jawab, dan harapan yang diletakkan baik pada laki-laki maupun perempuan. Mahasiswa adalah seorang individu yang telah mengalami sosialisasi individu. Menurut Berger & Luckmann (1990), sosialisasi primer adalah sosialisasi yang pertama yang dialami individu dalam masa kanak-kanak, yang dengan itu ia menjadi anggota masyarakat. Proses sosialisasi primer yang dialami mahasiswa terjadi dalam lingkungan keluarga dan mengalami proses internalisasi akan norma
17
dan nilai sosial. Internalisasi dalah pemahaman atau penafsiran yang langsung dari suatu peristiwa obyektif sebagai pengungkapan suatu makna; artinya, sebagai suatu manifestasi dari proses-proses subyektif orang lain yang dengan demikian menjadi bermakna secara subyektif bagi diri individu itu sendiri (Berger & Luckmann 1990). Mahasiswa mengalami internalisasi nilai dan norma sosial melalui ajaran orang tuanya lewat peran dan fungsi dirinya di dalam keluarga. Sebagai contoh proses internalisasi, mahasiswa laki-laki yang di rumahnya tidak pernah disuruh oleh orang tuanya melakukan kegiatan mengepel, memasak, dan mencuci akan menjadi individu yang memahami bahwa laki-laki tidak boleh mengepel, mencuci, memasak. Hal tersebut selanjutnya akan melekat kuat di dalam pikiran mahasiswa laki-laki bahwa tugas mengepel, memasak, dan mencuci merupakan tugas untuk perempuan karena di dalam keluarganya yang biasa melakukan kegiatan tersebut adalah pihak perempuan. Peran orang tua dalam menginternalisasi pemahaman mahasiswa sangatlah kuat sehingga tingkat pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan tingkat penghasilan orang tua sebagai sosialisasi primer menjadi faktor-faktor yang dianggap berhubungan dengan pembentukan persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender. Tiap individu dilahirkan ke dalam suatu struktur sosial yang obyektif dimana ia
menjumpai
orang-orang
yang
berpengaruh
dan
yang
bertugas
mensosialisasikannya (Berger & Luckmann 1990). Mahasiswa dilahirkan dari suatu struktur sosial yang obyektif yaitu dilahirkan dengan memeluk suatu agama, memiliki suku bangsa, dan memiliki jenis kelamin yang semuanya itu dapat mempengaruhi dan mensosialisasikan pemahaman mereka. Sebagai contoh, mahasiswa yang lahir dari suku batak akan mengalami proses sosialisasi yang kuat
18
bahwa laki-laki sangat berperan penting di dalam setiap kehidupan. Hal tersebut selanjutnya akan membentuk suatu pemahaman mahasiswa bahwa laki-laki merupakan pihak yang lebih penting atau hebat dibandingkan pihak perempuan. Pemahaman mahasiswa tersebut tidak terlepas dari lingkungan keluarga yang selalu menginternalisasi kuat di pikirannya mengenai nilai-nilai akan suku bangsa yang harus dipatuhi dan dikerjakan. Oleh karena itu, baik suku bangsa, jenis kelamin, dan agama merupakan faktor yang terjadi dalam sosialisasi primer khususnya dalam lingkungan keluarga yang turut juga berhubungan atau mempengaruhi persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender. Sosialisasi sekunder adalah setiap proses berikutnya yang mengimbas individu yang sudah disosialisasikan ke dalam sektor-sektor baru dunia obyektif masyarakatnya (Berger & Luckmann 1990). Mahasiswa setelah mendapat sosialisasi primer melalui keluarganya juga mendapat proses sosialisasi berikutnya (sekunder) melalui hubungan pertemanan, kegiatan organsisasi yang pernah diikutinya, dan juga interaksi dengan media massa. Melalui sosialisasi sekunder, mahasiswa memperoleh pengetahuan khusus sesuai dengan peranannya. Sebagai contoh, mahasiswa laki-laki yang mengikuti kegiatan organsisasi yang dipimpin oleh seorang perempuan akan memperoleh pengetahuan baru bahwa perempuan dapat juga menjadi pemimpin atau ketua organisasi. Mahasiswa mendapatkan banyak pengetahuan baru yang dapat mengubah pemahaman atau pemikirannya. Oleh karena itu, sosialiasi sekunder yang dalam hal ini kegiatan organsiasi, hubungan dengan teman, dan interaksi dengan media massa merupakan faktor yang berhubungan dengan persepsi mahasiswa teehadap kesadaran gender.
19
Dalam sosialisasi sekunder, keterbatasan biologis semakin kurang penting bagi tahap-tahap belajar, yang sekarang ditentukan menurut sifat-sifat intrinsik dari pengetahuan yang hendak diperoleh (Berger & Luckmann 1990). Sebagai contoh, untuk dapat memahami kesadaran gender, mahasiswa harus terlebih dahulu mengetahui konsep gender dan kesadaran gender yang salah satunya didapatkannya melalui mengikuti mata kuliah gender. Nilai mata kuliah gender dan indeks prestasi kumlatif adalah salah satu bagian dari mengikuti mata kuliah gender yang merupakan suatu tahap belajar dalam sosialisasi sekunder. Intelektual mahasiswa yang telah mengikuti Mata Kuliah Gender dan Pembangunan akan mempengaruhi persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender. Hal tersebut berdasarkan pada ungkapan Mulyana (2001) menyatakan bahwa agama, ideologi, tingkat intelektual, tingkat ekonomi, pekerjaan dan cita rasa sebagai faktorfaktor internal yang jelas mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu realitas. Mata Kuliah Gender dan Pembangunan merupakan sebuah sosialisasi sekunder yaitu suatu proses yang memberikan pengetahuan baru kepada mahasiswa yang mengikuti mata kuliah tersebut mengenai konsep gender. Hasil dari mengikuti Mata Kuliah Gender dan Pembangunan adalah nilai mutu dan indeks prestasi kumlatif. Oleh karena itu, nilai mutu dan indeks prestasi kumlatif merupakan faktor yang berhubungan dengan persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender Mengacu pada hasil sintesis konsep dan teori yang telah dikemukakan di atas maka persepsi peserta Mata Kuliah Gender dan Pembangunan terhadap kesadaran gender diduga berhubungan dengan sosialisasi primer (jenis kelamin, agama, suku bangsa, tingkat pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan tingkat penghasilan orang tua) dan sosialisasi sekunder (tempat tinggal, kegiatan organisasi, interaksi
20
dengan media massa, hubungan dengan teman, nilai mutu gender, dan indeks prestasi kumulatif)
Dengan demikian, faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi
mahasiswa terhadap kesadaran gender adalah sosialisasi primer dan sekunder yang dialami oleh mahasiswa. Berdasarkan pada penjelasan tersebut di atas, hubungan antar variabel dalam penelitian ini dituangkan ke dalam suatu diagram sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 1.
Faktor Sosial 1. Sosialisasi Primer Jenis Kelamin Agama Suku Bangsa Tingkat Pendidikan Orang tua Pekerjaan Orang Tua Tingkat Penghasilan Orang Tua
Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender ( Alokasi Peranan, Hak, Kewajiban, Tanggung Jawab, dan
2. Sosialisasi Sekunder Kegiatan Organisasi Interaksi dengan Media Massa Hubungan dengan Teman Tempat Tinggal Nilai Mutu Gender Indeks Prestasi Kumulatif
Harapan)
: Berhubungan Gambar 1. Kerangka Pemikiran Persepsi Mahasiswa Peserta Mata Kuliah Gender dan Pembangunan Terhadap Kesadaran Gender.
2.7 Hipotesis Penelitian Agar penelitian lebih terarah sehingga dapat menjawab pertanyaan penelitian dan mencapai tujuan penelitian maka dirumuskan hipotesis penelitian.
21
1. Terdapat hubungan yang signifikan antara sosialisasi primer mahasiswa (jenis kelamin, agama, suku bangsa, tingkat pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan tingkat penghasilan orang tua) dan persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender. 2. Terdapat hubungan yang signifikan antara sosialisasi sekunder mahasiswa (tempat tinggal, kegiatan organisasi, interaksi dengan media massa, hubungan dengan teman, nilai mutu gender, dan indeks prestasi kumulatif) dan persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender.
2.8 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 1. Jenis Kelamin yaitu identitas biologis mahasiswa yang terbagi atas dua kategori, yaitu perempuan dan laki-laki. 2. Agama adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut. Agama terbagi atas lima kategori, yaitu Agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha. 3. Suku bangsa adalah preferensi etnik mahasiswa yang ”diwarisi” dari etnik salah satu atau kedua orang tuanya, dibedakan ke dalam kategori: Batak, Minangkabau, Jawa, Sunda, Tionghoa, dan etnik lainnya. 4. Tempat tinggal adalah tempat mahasiswa tinggal selama mengikuti mata kuliah yang terbagi atas dua kategori yaitu tinggal di kost/kontrakan dan tinggal di rumah orang tua/kerabat.
22
5. Hubungan dengan teman yaitu kedekatan hubungan mahasiswa dengan teman-teman yang dimiliki oleh responden. Hubungan dengan teman diukur dari dua pertanyaan (Lampiran 1, No. 11 & 12) yang kemudian jawaban diberi skor dan dikategorikan menjadi: biasa saja (skor 1-2) dan dekat (skor 3-5). 6. Kegiatan organisasi adalah keikutsertaan mahasiswa dalam suatu kegiatan organisasi diluar kegiatan kuliah. Kegiatan organsasi diukur dari jumlah kegiatan yang diikuti responden yang dibagi menjadi dua kategori, yaitu: sedikit ( < 4 kegiatan) dan banyak ( ≥ 4 kegiatan). 7. Interaksi dengan media massa yaitu media massa yang sering digunakan oleh responden untuk memperoleh hiburan dan atau mencari informasi, baik media cetak seperti koran, tabloid, majalah, maupun media elektronik seperti televisi, radio, dan internet. Interaksi mahasiswa dengan media massa dikategorikan menjadi: rendah ( ≤ 2 media massa), sedang ( 3 sampai 4 media massa), dan tinggi ( ≥ 5 media massa). 8. Nilai mutu Mata Kuliah Gender dan Pembangunan adalah nilai yang didapat setelah mengikuti Mata Kuliah Gender dan Pembangunan. Nilai mutu dikategorikan menjadi: tinggi (A), sedang (B dan C), rendah ( D dan E). 9. Indeks prestasi kumulatif merupakan nilai bobot rata-rata perkredit dari sejumlah semester yang sudah diambil sampai pada suatu saat dan dihitung sebagai rata-rata dari jumlah semua perkalian nilai bobot suatu matakuliah dengan bobot kredit mata kuliah dibagi oleh jumlah
23
bobot kredit mata kuliah dari semua mata kuliah yang diambil seorang mahasiswa sampai pada saat tertentu. Indeks prestasi kumulatif dikategorikan menjadi: rendah (ipk < 2,75), sedang (ipk 2,75 – 3,50), tinggi (ipk > 3,50). 10. Tingkat pendidikan orang tua adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang telah ditempuh kedua orang tua mahasiswa baik ayah maupun ibunya; dibedakan ke dalam tiga kategori: tingkat pendidikan rendah (tidak sekolah dan SD), sedang (SLTP dan SMU), dan tinggi ( Diploma dan Sarjana). 11. Pekerjaan orang tua adalah mata pencaharian yang dimiliki oleh orangtua baik ayah maupun ibu mahasiswa. Dikategorikan sebagai berikut: 1. Tidak Bekerja
2. PNS
3. Guru/dosen
4. TNI/Polri
5. Buruh
6. Swasta
7. Pedagang
8. Lainnya
12. Tingkat penghasilan orang tua adalah jumlah uang dalam rupiah yang dihasilkan oleh orang tua mahasiswa setiap bulan. Penghasilan orang tua diukur berdasarkan penggabungan penghasilan ayah dan ibu responden setiap bulan, yang dikategorikan menjadi: rendah ( < Rp. 1.000.000), sedang ( Rp. 1.000.000 sampai Rp. 5.000.000), dan tinggi ( > Rp. 5.000.000) 13. Alokasi peranan adalah pembentukan karakter tertentu yang biasanya ditujukan kepada jenis kelamin tertentu dan skor alokasi peranan dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu:
24
1. Rendah
: 7 ≤ Skor ≤ 16
2. Sedang
: 17 ≤ Skor ≤ 26
3. Tinggi
: 27 ≤ Skor ≤ 35
14. Hak adalah kesempatan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengakses sesuatu dan skor hak dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu 1. Rendah
: 4 ≤ Skor ≤ 9
2. Sedang
: 10 ≤ Skor ≤ 15
3. Tinggi
: 16 ≤ Skor ≤ 20
15. Kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan oleh seseorang, berkaitan dengan peran yang dijalaninya dan skor kewajiban dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu: 1. Rendah
: 4 ≤ Skor ≤ 9
2. Sedang
: 10 ≤ Skor ≤ 15
3. Tinggi
: 16 ≤ Skor ≤ 20
16. Tanggung jawab adalah keadaan wajib yang harus ditanggung atas segala sesuatu/akibat yang berkaitan dengan peran/perbuatan yang dijalaninya, dan skor tanggung jawab dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu: 1. Rendah
: 4 ≤ Skor ≤ 9
2. Sedang
: 10 ≤ Skor ≤ 15
3. Tinggi
: 16 ≤ Skor ≤ 20
17. Harapan adalah keinginan yang ditujukan kepada jenis kelamin tertentu berkaitan dengan peran yang dijalaninya, dan skor harapan dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu:
25
1. Rendah
: 4 ≤ Skor ≤ 9
2. Sedang
: 10 ≤ Skor ≤ 15
3. Tinggi
: 16 ≤ Skor ≤ 20
18. Persepsi mahasiswa peserta Mata Kuliah Gender dan Pembangunan terhadap kesadaran gender yaitu pandangan mahasiswa yang telah mengikuti Mata Kuliah Gender dan Pembangunan terhadap kesadaran gender, yang diukur melalui alokasi peranan, hak, kewajiban, tanggung jawab, dan harapan yang dilekatkan baik pada laki-laki maupun perempuan yang berlaku di masyarakat dan tidak mengandung unsur kesetaraan gender. Semakin banyak mahasiswa tersebut tidak setuju terhadap pernyataan yang disajikan maka tingkat persepsi terhadap kesadaran gender akan semakin tinggi dan sebaliknya semakin banyak mahasiswa tersebut setuju terhadap pernyataan yang disajikan maka persepsi terhadap kesadaran gendernya akan semakin rendah. Skor persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender diperoleh dari penjumlahan beberapa skor sub variabel, yaitu: skor peranan, hak, kewajiban, tanggung jawab, dan harapan sehingga skor tingkat kesadaran gender dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: 1. Rendah
: 23 ≤ Skor ≤ 54
2. Sedang
: 55≤ Skor ≤ 86
3. Tinggi
: 87 ≤ Skor ≤ 11
26
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilakukan di Fakultas Ekologi Manusia Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Pemilihan lokasi adalah secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan efisiensi biaya, jarak, dan waktu dari peneliti. Selain itu, mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
dipilih sebagai sebagai responden dikarenakan
mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pernah mendapatkan Mata Kuliah Gender dan Pembangunan dari departemennya sehingga dirasa sesuai dengan tujuan penelitian yaitu mengetahui persepsi mahasiswa peserta Mata Kuliah Gender dan Pembangunan terhadap kesadaran gender mahasiswa. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan bulan Juni 2009. Pada bulan Mei dilakukan penyusunan masalah, penentuan tujuan penelitian, penentuan hipotesis penelitian, dan penentuan metode penelitian yang disajikan dalam proposal penelitian. Pada bulan Mei sampai dengan bulan Juni 2009 dilakukan pengambilan data melalui penyebaran kuesioner kepada mahasiswa yang sudah terpilih menjadi responden penelitian selanjutnya dilakukan input data, pengolahan data, interpretasi data, dan penyusunan laporan skripsi.
3.2 Teknik Penentuan Responden Populasi dari penelitian ini adalah mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut
27
Pertanian Bogor. Responden yang dipilih adalah mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat dengan tahun masuk 2006 yang telah mengikuti Mata Kuliah Gender dan Pembangunan sejumlah 70 mahasiswa (49 orang perempuan dan 21 orang laki-laki). Penelitian ini menggunakan metode survei dengan pendekatan kuantitatif melalui pengisian kuesioner dan kualitatif melalui wawancara mendalam. Penarikan responden dilakukan dengan Teknik Puposive Sampling atau dikenal juga dengan sampling pertimbangan yaitu teknik sampling yang digunakan peneliti jika peneliti mempunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu di dalam pengambilan sampelnya atau penentuan sampel untuk tujuan tertentu (Riduwan dan Akdon, 2005). Pemilihan responden berdasarkan pertimbangan bahwa responden telah mendapatkan nilai mutu dari Mata Kuliah Gender dan Pembangunan yang menjadi salah satu indikator dari intelektual mahasiswa yang mempengaruhi persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender. Alasan lainnya yaitu mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat dengan tahun masuk 2006 dapat dengan mudah ditemui secara langsung karena masih aktif mengikuti perkuliahan.
3.3 Teknik Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer. Data primer diperoleh melalui wawancara yang dilakukan pada saat pengisian kuesioner dan jawaban dari kuesioner yang terdiri dari pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan karakteristik mahasiswa, karakteristik keluarga, dan intelektual mahasiswa. Skala pengukuran yang digunakan di dalam mengukur persepsi mahasiswa peserta mata kuliah dan gender pembangunan terhadap tingkat kesadaran gender
28
adalah skala Likert. Dengan menggunakan skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi dimensi, dimensi dijabarkan menjadi sub variabel kemudian sub variabel dijabarkan lagi menjadi indikator-indikator yang dapat diukur (Riduwan dan Akdon, 2005).
3.4 Teknik Pengolahan dan Analisis Data Data diolah menggunakan program SPSS 14. Tabel frekuensi digunakan untuk mendapatkan deskripsi tentang sosialisasi primer dan sekunder. Tabel tabulasi silang akan dipergunakan untuk mendapatkan deskripsi tentang persepsi mahasiswa peserta Mata Kuliah Gender dan Pembangunan terhadap tingkat kesadaran gender berdasarkan sosialisasi primer dan sekunder. Uji Chi-Square digunakan untuk menganalisis hubungan antar variabel dengan data minimal nominal. Uji korelasi Spearman digunakan untuk menganalisis hubungan antar variabel dengan data minimal ordinal. Hasil wawancara mendalam disajikan untuk mendukung dan menguatkan hasil interpretasi data kuantitatif
29
BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Lokasi Departemen Sains Komuniaksi dan pengembangan Masyarakat (KPM) terletak di Wing 1 Level 5, Jalan Kamper, Kampus IPB Dramaga, Bogor. Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat berawal saat didirikannya Faculteit voor Landbouwwetenschappen (Fakultas untuk Ilmu-ilmu Pertanian) dengan dua jurusan yaitu jurusan pertanian dan kehutanan. Fakultas ini semula bernaung di bawah Universteit Van Indonesia. Benih ini mulai bertunas pada tahun 1960 yakni saat didirikannya Fakultas Pertanian Universitas Indonesia dengan tiga departemen, yakni Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian (Sosek), Departemen Pengetahuan Alam, dan Departemen Kehutanan. Pada tanggal 1 September 1963, Institut Pertanian Bogor berdiri, Departemen Sosek mulai berkembang secara mantap dan pasti. Pada tahun 2005, Departemen Sosek terbagi menjadi beberapa departemen seiring proses departemenisasi kebijakan IPB dan salah satunya adalah Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Berdasarkan Surat Keputusan Rektor Institut Pertanian Bogor Nomor: 001/K13/PP/2005 Tanggal 10 Januari 2005, mandat Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (KPM) Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) IPB yaitu
Pengembangan
Ilmu
Sosiologi,
Antropologi,
Psikologi,
Politik,
Kependudukan, Komunikasi, Ekologi Manusia, Pendidikan Penyuluhan, dan Pengembangan Masyarakat untuk Mendorong Pemberdayaan Masyarakat Pertanian, Peternakan, Kehutanan, serta Perikanan dan Pesisir.
30
Departemen Sains KPM merupakan kelanjutan, kesatuan, dan kematangan dari beragam mayor yang mengasuh program-program pendidikan dan penelitian untuk ilmu-ilmu sosial di Institut Pertanian Bogor. Kematangan Departemen Sains KPM ini tidak hanya untuk program S1, tetapi juga untuk program pasca sarjana, yaitu Program Mayor Sosiologi Perdesaan (S2 dan S3), Program Mayor Penyuluhan Pembangunan (S2 dan S3), Program Mayor Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Perdesaan (S2 dan S3) serta Program Magister Profesional Pengembangan Masyarakat (S2). Lulusan Departemen Sains KPM diharapkan mampu merancang dan menerapkan strategi, metode dan teknik-teknik komunikasi dan pengembangan masyarakat yang partisipatif dan berkelanjutan untuk mendorong pemberdayaan sosial, ekonomi, budaya, dan politik masyarakat. Fasilitas yang dimiliki oleh Departemen Sains KPM adalah teknologi perkuliahan berbasis multimedia, diktat kuliah, jurnal, buku teks terbaru, studio radio, teknologi informatika, teknologi pembuatan film, teknologi fotografi, dan studio multi media (dalam persiapan). Pendidikan di Departemen Sains KPM juga didukung dengan adanya kerjasama dengan masyarakat, pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan lembaga internasional. Staf pengajar Departemen Sains KPM berjumlah 41 orang, sebanyak 3 orang profesor, 19 orang bergelar doktor dan 19 orang bergelar master. Hubungan yang akrab dan hangat antara civitas akademika merupakan ciri khas Departemen Sains KPM. Suasana tersebut mendukung penyelenggaraan kegiatan akademik dan ekstrakurikuler. Dalam kegiatan akademik, mahasiswa diberi kebebasan melakukan penilaian kritis dan diskusi interaktif. Mahasiswa dilibatkan dalam riset dan kegiatan
31
lomba karya ilmiah mahasiswa. Secara ekstrakurikuler, mahasiswa terlibat dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM-I) Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FEMA, Himpunan Mahasiswa Peminat Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (HIMASIERA), serta kegiatan jurnalistik dan radio. Prestasi yang telah diraih oleh mahasiswa Departemen Sains KPM tahun 2007/2008 antara lain: 1. Pemikiran Kritis Mahasiswa, Pinmas Dikti 2007/2008. 2. PKM Bidang Kewirausahaan. 3. Debat Bahasa Mandarin. 4. PKM Bidang Penulisan Artikel Ilmiah. 5. PKM dalam Bidang Pengabdian Masyarakat. 6. Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI) 2007 Cabang Tenis Lapangan. 7. OMI Tradisional 2007. 8. Lomba Teater Monolog COOKIES (Pentas Seni seIPB) 2007. 9. Lomba Tulis Cerpen COOKIES 2007 Partisipan PKM di Bidang Seni.
4.2 Gambaran Umum Mahasiswa 4.2.1 Sebaran Mahasiswa Berdasarkan Jenis Kelamin Sebagian besar mahasiswa dalam penelitian ini adalah berjenis kelamin perempuan. Sebanyak 21 orang (30%) berjenis kelamin laki-laki dan 49 orang (70%) berjenis kelamin perempuan.
32
Tabel 1. Jumlah dan Persentase Mahasiswa Berdasarkan Jenis Kelamin, Bogor 2009 Jenis Kelamin Jumlah (n) Persentase (%) Laki-laki 21 30 Perempuan Total
49 70
70 100
4.2.2 Sebaran Mahasiswa Berdasarkan Agama Hampir seluruh mahasiswa dalam penelitian ini menganut agama Islam. Empat mahasiswa lainnya menganut agama Kristen Protestan sebanyak dua orang, Katolik sebanyak satu orang, dan Budha sebanyak satu orang. Tabel 2. Jumlah dan Persentase Mahasiswa Berdasarkan Agama, Bogor 2009 Agama Jumlah (n) Persentase (%) Islam 66 95 Protestan 2 3 Katolik 1 1 Budha 1 1 Total 70 100
4.2.3 Sebaran Mahasiswa Berdasarkan Suku Bangsa Mahasiswa digolongkan menjadi enam kategori suku bangsa yang terdiri dari suku Jawa, Sunda, Minangkabau, Batak, dan suku lainnya (suku Melayu, Palembang, Betawi, Gayo, Banten, Bugis, dan Tionghoa. Sebagian besar mahasiswa dalam penelitian ini adalah bersuku bangsa Jawa dan Sunda. Tabel 3. Jumlah dan Persentase Mahasiswa Berdasarkan Suku Bangsa, Bogor 2009 Suku Bangsa Jumlah (n) Persentase (n) Jawa 26 37 Sunda 19 27 Minangkabau 6 9 Batak 5 7 Lainnya 14 20 Total 70 100
33
4.2.4 Sebaran Mahasiswa Berdasarkan Tempat Tinggal Jadwal mata kuliah yang cukup padat dan banyaknya tugas mata kuliah membuat para mahasiswa memilih untuk bertempat tinggal di kost-kostan daripada tinggal bersama orang tua. Mahasiswa yang tinggal di kostan akan mendapatkan akses informasi yang lebih cepat yang akan memudahkan mereka mengerjakan tugas mata kuliah. Tabel 4. Jumlah dan Persentase Mahasiswa Berdasarkan Tempat Tinggal, Bogor 2009 Tempat Tinggal Jumlah (n) Persentase (%) Kost-kostan 59 84 Rumah orang tua 11 16 Total 70 100
4.2.5 Sebaran Mahasiswa Berdasarkan Kegiatan Organisasi Kegiatan organisasi merupakan kegiatan yang sedang atau telah diikuti selama atau sebelum menjadi mahasiswa. Kegiatan organisasi yang dimaksud adalah Osis, PMR/Dokter kecil, Pramuka, Organisasi Kerohanian, BEM/DPM, Himpunan Profesi, dan lain sebagainya. Kegiatan organisasi dibagi menjadi dua kategori; sedikit (kurang dari empat kegiatan dan banyak (lebih dari sama dengan empat kegiatan). Sebanyak 37 persen mahasiswa yang mempunyai banyak kegiatan, terdiri dari 12 orang laki-laki dan 14 orang perempuan. Sedangkan 63 persen lainnya memiliki sedikit kegiatan organisasi, terdiri dari 9 orang laki-laki dan 35 orang perempuan. Mengacu pada tabel 5, mahasiswa laki-laki lebih banyak mengikuti kegiatan organisasi dibandingkan mahasiswa perempuan dikarenakan mahasiswa laki-laki merasa dirinya perlu menambah kemampuan khususnya dalam bidang soft skill. Menurut mereka, kemampuan dalam bidang soft skill juga diperlukan dalam
34
kehidupan bermasyarakat. Berikut pernyataan yang diungkapkan oleh salah satu mahasiswa laki-laki berikut ini: ” Saya ikut kegiatan organisasi adalah untuk menambah pengalaman khususnya dalam bidang soft skill seperti kepemimpinan dan pengambilan keputusan sehingga dapat berguna dalam kehidupan dengan masyarakat nanti” (Cam).
Berbeda dengan mahasiswa laki-laki, mahasiswa perempuan mengikuti kegiatan organisasi karena ikut-ikutan saja atau sekedar diajak teman. Menurut mereka, mengikuti kegiatan organisasi akan menyita cukup banyak waktu yang seharusnya dapat dipergunakan untuk mengerjakan tugas. Berikut pernyataan yang diungkapkan oleh salah satu mahasiswa perempuan berikut ini: ” Saya mah cuma ikut-ikutan aja dan diajak teman dalam ikut kegiatan organisasi, lagipula ikut organisasi cukup banyak menyita waktu saya. Kan lebih baik waktunya dugunakan untuk ngerjain tugas” (Vt).
Tabel 5. Jumlah dan Persentase Mahasiswa Berdasarkan Kegiatan Organisasi dan Jenis Kelamin, Bogor 2009 Kegiatan Jenis Kelamin Total Organisasi Perempuan Laki-laki N % n % n % Banyak 14 29 12 57 26 37 Sedikit 35 71 9 43 44 63 Total 49 100 21 100 70 100
4.2.6 Sebaran Mahasiswa Berdasarkan Interaksi dengan Media Massa Banyaknya media massa yang hadir di tengah kehidupan saat ini baik media cetak seperti koran, majalah, dan tabloid maupun media elektronik seperti televisi, radio, dan internet serta kemudahan akses terhadap media-media tersebut membuat para mahasiswa tidak lepas dari interaksi dengan berbagai media massa. Hal ini dibuktikan dengan jumlah media massa yang digunakan mahasiswa untuk
35
berbagai keperluan, terutama informasi dan atau hiburan. Tidak ada seorang pun dari mahasiswa yang tidak pernah berinteraksi dengan media massa, sebagian besar mahasiswa memiliki interaksi sedang dengan media massa. Tabel 6. Jumlah dan Persentase Mahasiswa Berdasarkan Interaksi dengan Media Massa dan Jenis Kelamin, Bogor 2009 Interaksi Jenis Kelamin Total dengan Media Perempuan Laki-laki Massa n % n % n % Tinggi 11 22 8 38 19 27 Sedang 22 45 9 43 31 44 Rendah 16 33 4 19 20 29 Total 49 100 21 100 70 100
Mengacu pada tabel 6, baik pada mahasiswa laki-laki maupun perempuan ternyata persentase terbesar dari mereka adalah tergolong pada kategori sedang untuk interaksi dengan media massa. Bahkan persentase interaksi media massa untuk kategori sedang pada mahasiswa perempuan sedikit lebih besar dibandingkan dengan persentase mahasiswa laki-laki. Hal tersebut dikarenakan mereka hanya berinteraksi atau menggunakan media massa seperlunya saja yaitu untuk mengerjakan tugas serta mencari informasi mengenai berita-berita yang sedang marak di masyarakat dan mahasiswa perempuan sedikit lebih sering berinteraksi dengan media massa dikarenakan mereka juga ingin tahu mengenai berita-berita selebritis dibandingkan mahasiswa laki-laki yang tidak begitu peduli. Dalam hal ini media massa yang menurut mereka lebih cepat, akurat, dan murah dalam membantu mengerjakan tugas dan mencari informasi terkini adalah internet, televisi, dan radio saja. Berikut pernyataan yang diungkapkan oleh salah satu mahasiswa perempuan: ”Saya sih lebih banyak mengakses internet untuk mencari tugas kuliah. Untuk mengetahui berita-berita hangat biasanya saya menonton televisi terutama mengetahui gosipgosip selebritis, kalo radio paling saya gunakan untuk mendengar lagu-lagu terbaru aja buat hiburan aja (An)”.
36
4.2.7 Sebaran Mahasiswa Berdasarkan Tingkat Intelektual Intelektual mahasiswa diukur melalui nilai mutu Mata Kuliah Gender dan Pembangunan serta indeks prestasi kumulatif. Nilai mutu Mata Kuliah Gender dan Pembangunan digolongkan menjadi tiga kategori yaitu tinggi (nilai mutu A), sedang (nilai mutu B dan C), dan rendah (nilai mutu D dan E). Hampir sebagian besar mahasiswa memiliki nilai mutu pada kategori sedang (nilai mutu B dan C) dan sisanya memiliki nilai mutu pada kategori tinggi (nilai mutu A). Tabel 7. Jumlah dan Persentase Mahasiswa Berdasarkan Tingkat Intelektual (Nilai Mutu Mata Kuliah Gender dan Pembangunan) dan Jenis Kelamin, Bogor 2009 Tingkat Intelektual Jenis Kelamin Total Responden Perempuan Laki-laki (Nilai Mutu Mata Kuliah n % n % n % Gender dan Pembangunan) Tinggi 7 14 1 5 8 11 Sedang 42 86 20 95 62 89 Rendah 0 0 0 0 0 0 Total 49 100 21 100 70 100
Tingkat intelektual mahasiswa berdasarkan indeks prestasi kumulatif, digolongkan menjadi tiga kategori yaitu rendah (ipk kurang dari 2,75), sedang (ipk sama dengan 2,75 sampai dengan 3,5), dan tinggi (ipk lebih dari 3,5). Hampir seluruh mahasiswa memiliki indeks prestasi kumulatif pada kategori sedang dan sisanya memiliki indeks prestasi kumulatif pada kategori rendah dan tinggi (Tabel 8).
37
Tabel 8. Jumlah dan Persentase Mahasiswa Berdasarkan Tingkat Intelektual Mahasiswa (Indeks Prestasi Kumulatif) dan Jenis Kelamin, Bogor 2009 Tingkat Intelektual Jenis Kelamin Total Responden Perempuan Laki-laki (Nilai Mutu Mata Kuliah N % N % n % Gender dan Pembangunan) Tinggi 1 2 0 0 1 1 Sedang 46 94 18 86 64 92 Rendah 2 4 3 14 5 7 Total 49 100 21 100 70 100
4.2.8 Sebaran Mahasiswa Berdasarkan Hubungan dengan Teman Kurang lebih separuh dari waktu dalam sehari dihabiskan oleh mahasiswa untuk kuliah, mengerjakan tugas kuliah bersama, dan kegiatan organisasi lainnya membuat mereka mempunyai banyak waktu untuk berinteraksi dengan teman-teman. Hal ini berpengaruh pada kedekatan hubungan mahasiswa dengan teman mereka. Tabel 9. Jumlah dan Persentase Mahasiswa Berdasarkan Hubungan dengan Teman dan Jenis Kelamin, Bogor 2009 Hubungan dengan Teman Jenis Kelamin Total Perempuan Laki-laki n % n % n % Biasa 34 69 12 57 46 66 Dekat 15 31 9 43 24 34 Total 49 100 21 100 70 100
Berdasarkan Tabel 9, persentase kedekatan hubungan dengan teman lebih besar perempuan dibandingkan laki-laki. Hal tersebut dikarenakan
mahasiswa
perempuan lebih bersifat terbuka dan sangat percaya untuk menceritakan segala sesuatu yang dialaminya kepada teman dekat dibandingkan dengan mahasiswa lakilaki yang cukup selektif dalam menceritakan sesuatu hal kepada teman dekatnya. Hal-hal yang diceritakan oleh mahasiswa perempuan kepada teman dekatnya biasanya lebih banyak seputar masalah kehidupan pribadi seperti pacar dan keluarga dibandingkan dengan mahasiswa laki-laki yang lebih banyak berkisar seputar 38
kejadian yang dialami sehari-hari. Adapun baik mahasiswa perempuan dan laki-laki tidak memilih teman dekat berdasarkan jenis kelamin. Menurut mereka, baik lakilaki maupun perempuan itu sama saja tergantung pribadi dirinya masing-masing. Pertimbangan mereka untuk menjadi teman dekat mereka adalah pada sosok seseorang yang dapat menjaga rahasia, mendengarkan dengan baik segala keluhkesah mereka serta enak diajak bertukar pikiran. Berikut pernyataan yang diungkapkan oleh satu mahasiswa laki-laki dan perempuan yang memiliki kedekatan hubungan dengan temannya: ” Kalo saya sih lebih banyak curhat masalah pacar dan keluarga yang sering membuat saya stress. Dengan curhat kepada temen deket, dapat membuat hati saya menjadi lega. Temen deket saya itu cowo tapi itu bukan karena saya memilih berdasarkan jenis kelamin, kebetulan aja dia yang saya percaya, yang penting mulutnya ga comel (An)”. ” Temen deket saya tuh ada cewe dan cowo, tapi bukan masalah jenis kelaminnya, yang penting nyambung aja kalo diajak ngobrol dan bisa jaga rahasia. Biasanya sih saya lebih banyak ngomongin kehidupan sehari-hari ama teman dekat (Cam)”.
4.2.9 Sebaran Mahasiswa Berdasarkan Tingkat Pendidikan Orang tua Tingkat pendidikan ayah mahasiswa dikategorikan menjadi tiga, yaitu tinggi (menempuh pendidikan diploma/sarjana/pasca sarjana), sedang (menempuh pendidikan SLTP atau SMU), dan rendah (tidak sekolah atau hanya menempuh pendidikan SD). Dilihat dari tingkat pendidikannya, orang tua mahasiswa tampaknya berada pada kategori tinggi. Mayoritas tingkat pendidikan ayah mahasiswa adalah diploma dan sarjana.
39
Tabel 10. Jumlah dan Persentase Mahasiswa Berdasarkan Tingkat Pendidikan Ayah, Bogor 2009 Tingkat Pendidikan Ayah Jumlah (n) Persentase (%) Tinggi 38 54 Sedang 28 40 Rendah 4 6 Total 70 100
Senada dengan tingkat pendidikan ayah, tingkat pendidikan ibu juga dikategorikan
menjadi
tiga,
yaitu
tinggi
(menempuh
pendidikan
diploma/sarjana/pasca sarjana), sedang (menempuh pendidikan SLTP atau SMU), dan rendah (tidak sekolah atau hanya menempuh pendidikan SD). Mayoritas tingkat pendidikan ibu mahasiswa juga berada pada kategori tinggi yaitu diploma dan juga sarjana. Tabel 11. Jumlah dan Persentase Mahasiswa Berdasarkan Tingkat Pendidikan Ibu, Bogor 2009 Tingkat Pendidikan Jumlah (n) Persentase (%) Tinggi 27 39 Sedang 35 50 Rendah 8 11 Total 70 100
4.2.10 Sebaran Mahasiswa Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua Jumlah mahasiswa berdasarkan pekerjaan ayah digolongkan menjadi del sebanyak 2 orang (3 %), TNI/Polri, buruh, swasta, pedagang, dan wiraswasta. Berdasarkan kategori ini, sebaran mahasiswa menurut pekerjaan ayah dapat dilihat pada Tabel 12. Tampak pada tabel, mayoritas ayah mahasiswa bekerja sebagai PNS.
40
Tabel 12. Jumlah dan Persentase Mahasiswa Berdasarkan Pekerjaan Ayah, Bogor 2009 Pekerjaan Jumlah (n) Persentase (%) Tidak bekerja 6 9 PNS 23 33 Guru/dosen 2 3 TNI/Polri 4 6 Buruh 4 6 Swasta 22 31 Pedagang 3 4 Wiraswasta 6 9 Total 70 100
Berbeda dengan jumlah mahasiswa berdasarkan pekerjaan ayah, sebaran mahasiswa berdasarkan pekerjaan ibu hanya terdiri dari tujuh kategori, yaitu tidak bekerja, PNS, guru, buruh, swasta, pedagang, dan wiraswasta. Berdasarkan kategori ini, sebaran mahasiswa menurut pekerjaan ayah dapat dilihat pada Tabel 13. Tampak pada tabel, mayoritas ibu justru tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga. Tabel 13. Jumlah dan Persentase Mahasiswa Berdasarkan Pekerjaan Ibu, Bogor 2009 Pekerjaan Jumlah (n) Persentase (%) Tidak bekerja 38 54 PNS 13 19 Guru/dosen 6 9 Buruh 2 3 Swasta 5 7 Pedagang 4 6 Wiraswasta 2 3 Total 70 100
4.2.11 Sebaran Mahasiswa Berdasarkan Penghasilan Orang Tua Sebaran mahasiswa berdasarkan tingkat penghasilan orangtua dapat dilihat pada Tabel 14. Tampak pada tabel, sebagian besar mahasiswa dalam penelitian ini memiliki orang tua dengan tingkat penghasilan yang sedang (antara Rp. 1.000.000 sampai dengan Rp. 5.000.000).
41
Tabel 14. Jumlah dan Persentase Mahasiswa Berdasarkan Penghasilan Orang Tua, Bogor 2009 Tingkat Penghasilan Jumlah (n) Persentase (%) Orang Tua Tinggi 5 7 Sedang 58 83 Rendah 7 10 Total 70 100
42
BAB V PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER
Persepsi mahasiswa peserta Mata Kuliah Gender dan Pembangunan terhadap kesadaran gender yaitu pandangan mahasiswa yang telah mengikuti Mata Kuliah Gender dan Pembangunan terhadap kesadaran gender, yang diukur melalui alokasi peranan, hak, kewajiban, tanggung jawab, dan harapan yang dilekatkan baik pada laki-laki maupun perempuan yang berlaku di masyarakat dan tidak mengandung unsur kesetaraan gender. Semakin banyak mahasiswa tersebut tidak setuju terhadap pernyataan yang disajikan maka persepsi terhadap kesadaran gender akan semakin tinggi dan sebaliknya semakin banyak mahasiswa tersebut setuju terhadap pernyataan yang disajikan maka persepsi terhadap kesadaran gendernya akan semakin rendah. Penilaian skor dilakukan dengan menggunakan skala Likert, dengan range dengan nilai antara 1 sampai dengan 5. Sangat setuju memiliki bobot nilai 1, setuju memiliki bobot nilai 2, netral memiliki bobot nilai 3, tidak setuju memiliki bobot nilai 4, dan sangat tidak setuju memiliki bobot nilai 5. Penggolongan skor mahasiswa kategori rendah untuk indikator alokasi peranan adalah skor dengan nilai antara 7 sampai dengan 16 dan untuk indikator lainnya (hak, kewajiban, tanggung jawab, dan harapan) adalah skor dengan nilai antara 4 sampai dengan 9. Skor mahasiswa kategori sedang untuk indikator alokasi peranan adalah skor dengan nilai antara 17 sampai dengan 26 dan untuk indikator lainnya (hak, kewajiban, tanggung jawab, dan harapan) adalah skor dengan nilai antara 10 sampai dengan 15. Sedangkan skor mahasiswa kategori rendah untuk indikator alokasi peranan adalah skor dengan nilai
43
antara 27 sampai dengan 35 dan untuk indikator lainnya (hak, kewajiban, tanggung jawab, dan harapan) adalah skor dengan nilai antara 16 sampai dengan 20. Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa secara keseluruhan sebagian besar mahasiswa memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang tinggi dan sisanya memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang sedang. Hal yang menarik adalah bahwa tidak ada satu pun mahasiswa yang memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang rendah. Salah satu alasannya bahwa hampir seluruh mahasiswa mengerti mengenai konsep kesadaran gender, seperti yang diungkapkan oleh salah satu responden berikut ini: “ Kalau menurut saya, konsep kesadaran gender itu kita paham sama keseteraan atau keadilan antara cewe dan cowo baik dalam hak maupun kewajiban, pokoknya di seluruh bidang kehidupan cewe dan cowo ga dibeda-bedakan” (Cam). 40 35 30 25 20 Perempuan
15
Laki-laki
10 5 0 Tinggi
Sedang
Rendah
Persepsi Terhadap Kesadaran Gender
Gambar 2. Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender Berdasarkan Jenis Kelamin, Bogor 2009
44
5.1 Persepsi Mahasiswa Terhadap Alokasi Peranan Persepsi mahasiswa terhadap alokasi peranan adalah pandangan mahasiswa terhadap pembentukan karakter tertentu yang biasanya ditujukan kepada jenis kelamin tertentu. Gambar 3 memperlihatkan bahwa jumlah terbesar persepsi mahasiswa terhadap alokasi peranan terdapat pada kategori tinggi baik mahasiswa laki-laki maupun perempuan. Bahkan jumlah persepsi mahasiswa laki-laki lebih besar dibandingkan mahasiswa perempuan. Hal ini menunjukkan mahasiswa lakilaki lebih banyak menyetujui tentang kesadaran gender khususnya dalam bidang alokasi peranan dibandingkan dengan mahasiswa perempuan. Mahasiswa laki-laki lebih banyak setuju terhadap kesadaran gender karena mereka ingin mengubah pandangan negatif terhadap mereka yang terkesan selalu menindas kaum perempuan terutama dalam bidang alokasi peranan, mereka menyetujui apabila mahasiswa perempuan menajadi pemimpin organisasi. Berikut ungkapan salah satu mahasiswa laki-laki yang memiliki persepsi tinggi terhadap kesadaran gender dalam bidang alokasi peranan: “ Pada dasarnya sih, saya setuju-setuju aja kalau yang jadi pemimpin itu perempuan selama dia mempunyai kompetensi yang cukup dan dapat diandalkan, daripada memilih laki-laki yang tidak punya kompetensi (Cam)”.
45
40 35 30 25 20 Perempuan
15
Laki-laki
10 5 0 Tinggi
Sedang
Rendah
Persepsi Terhadap Alokasi Peranan
Gambar 3. Persepsi Mahasiswa Terhadap Alokasi Peranan Berdasarkan Jenis Kelamin, Bogor 2009
5.2 Persepsi Mahasiswa Terhadap Hak Persepsi mahasiswa terhadap alokasi hak adalah pandangan mahasiswa terhadap kesempatan yang dimiliki oleh sesorang untuk mengakses sesuatu. Gambar 4 memperlihatkan bahwa jumlah terbesar persepsi mahasiswa terhadap hak terdapat pada kategori tinggi baik mahasiswa laki-laki maupun perempuan. Bahkan jumlah persepsi mahasiswa perempuan lebih besar dibandingkan mahasiswa laki-laki. Hal ini menunjukkan mahasiswa perempuan lebih banyak menyetujui tentang kesadaran gender khususnya dalam bidang hak dibandingkan dengan mahasiswa laki-laki. Mahasiswa perempuan lebih banyak setuju terhadap kesadaran gender karena mereka ingin membuktikan diri mereka bisa setara dengan mahasiswa lakilaki terutama dalam bidang hak, seperti mereka menyetujui apabila perempuan memiliki hak yang sama dalam mengakses pendidikan. Berikut ungkapan salah satu mahasiswa perempuan yang memiliki persepsi tinggi terhadap kesadaran gender dalam bidang hak:
46
“Kita mahasiswa perempuan tuh sebenarnya setuju banget dengan adanya persamaaan hak dalam bidang pendidikan untuk membuktikan bahwa perempuan tuh tidak kalah pintar dengan laki-laki (An)”. 50 45 40
35 30 25 20
Perempuan
15
Laki-laki
10 5 0 Tinggi
Sedang
Rendah
Persepsi Terhadap Hak
Gambar 4. Persepsi Mahasiswa Terhadap Hak Berdasarkan Jenis Kelamin, Bogor 2009
5.3 Persepsi Mahasiswa Terhadap Alokasi Kewajiban Persepsi mahasiswa terhadap kewajiban adalah pandangan mahasiswa terhadap sesuatu yang harus dilakukan oleh seseorang berkaitan dengan peran yang dijalaninya. Gambar 5 memperlihatkan bahwa jumlah terbesar persepsi mahasiswa terhadap kewajiban terdapat pada kategori tinggi baik mahasiswa laki-laki maupun perempuan. Bahkan jumlah persepsi mahasiswa perempuan lebih besar dibandingkan mahasiswa laki-laki. Hal ini menunjukkan mahasiswa perempuan lebih banyak menyetujui tentang kesadaran gender khususnya dalam bidang kewajiban dibandingkan dengan mahasiswa laki-laki. Mahasiswa perempuan lebih banyak setuju terhadap kesadaran gender karena mereka ingin membuat persamaan dalam hal kewajiban antara laki-laki dan
47
perempuan tanpa ada pembedaan, seperti laki-laki dapat juga mengurus anak dan keperluan rumah tangga tidak harus selalu perempuan saja. Berikut ungkapan salah satu mahasiswa perempuan yang memiliki persepsi tinggi terhadap kesadaran gender dalam bidang kewajiban: “mengurus anak dan keperluan rumah tangga kan dapat juga dilakukan pihak laki-laki karena sekarang sudah berkembang teknologi modern, jadi bukan alasan lagi bagi laki-laki untuk tidak bisa mengurus anak (Vt)”. 50 45 40 35 30 25 Perempuan
20 15 10
Laki-laki
5 0 Tinggi
Sedang
Rendah
Persepsi Terhadap Kewajiban
Gambar 5. Persepsi Mahasiswa Terhadap Kewajiban Berdasarkan Jenis Kelamin, Bogor 2009
5.4 Persepsi Mahasiswa Terhadap Tanggung Jawab Persepsi
mahasiswa
terhadap tanggung
jawab adalah pandangan
mahasiswa terhadap sesuatu yang harus ditanggung atas segala sesuatu yang berkaitan dengan peran/perbuatan yang dijalaninya. Gambar 6 memperlihatkan bahwa jumlah terbesar persepsi mahasiswa terhadap tanggung jawab terdapat pada kategori tinggi baik mahasiswa laki-laki maupun perempuan. Bahkan jumlah persepsi mahasiswa perempuan lebih besar dibandingkan mahasiswa laki-laki. Hal
48
ini menunjukkan mahasiswa perempuan lebih banyak menyetujui tentang kesadaran gender khususnya dalam bidang tanggung jawab dibandingkan dengan mahasiswa laki-laki. Mahasiswa perempuan lebih banyak setuju terhadap kesadaran gender dalam tanggung jawab karena mereka dapat juga bertanggung jawab terhadap sesuatu yang sering dilakukan oleh perempuan, seperti menjaga kebersihan dan keindahan kelas. Berikut ungkapan salah satu mahasiswa perempuan yang memiliki persepsi tinggi terhadap kesadaran gender dalam bidang kewajiban: “Seharusnya laki-laki juga harus ikut bertanggung jawab menjaga kebersihan dan keindahan kelas kita, jangan perempuan melulu yang disuruh bertanggung jawab (Vt)”.
45 40 35 30 25 20
Perempuan
15
Laki-laki
10 5 0 Tinggi
Sedang
Rendah
Persepsi Terhadap Tanggung Jawab
Gambar 6.
Persepsi Mahasiswa Terhadap Tanggung Jawab Berdasarkan Jenis Kelamin, Bogor 2009
5.5 Persepsi Mahasiswa Terhadap Harapan Persepsi mahasiswa terhadap harapan adalah pandangan mahasiswa terhadap keinginan yang ditujukan kepada jenis kelamin tertentu yang berkaitan
49
dengan peran yang dijalaninya. Gambar 7 memperlihatkan bahwa jumlah terbesar persepsi mahasiswa terhadap harapan terdapat pada kategori sedang baik mahasiswa laki-laki maupun perempuan. Bahkan jumlah persepsi mahasiswa perempuan lebih besar dibandingkan mahasiswa laki-laki. Hal ini menunjukkan mahasiswa perempuan lebih banyak menyetujui tentang kesadaran gender khususnya dalam bidang harapan dibandingkan dengan mahasiswa laki-laki walaupun hanya sampai kategori sedang. Mahasiswa perempuan lebih banyak setuju terhadap kesadaran gender dalam hal harapan karena mereka mempunyai suatu keinginan suatu saat nanti baik laki-laki maupun perempuan tidak perlu ada pembedaan ataupun diskriminasi, seperti laki-laki dan perempuan dapat menjadi pemimpin organsisasi tanpa kecuali. Berikut ungkapan salah satu mahasiswa perempuan yang memiliki persepsi tinggi terhadap kesadaran gender dalam bidang alokasi harapan: “Harapan saya sih suatu saat nanti kita kaum perempuan tidak ingin dibeda-bedakan dalam segala hal, pokoknya kita dapat melakukan segala sesuatu seperti menjadi pemimpin organisasi (An)”.
50
45 40 35 30 25 20
Perempuan
15
Laki-laki
10 5 0 Tinggi
Sedang
Rendah
Persepsi Terhadap Harapan
Gambar 7. Persepsi Mahasiswa Terhadap Harapan Berdasarkan Jenis Kelamin, Bogor 2009
\
51
BAB VI HUBUNGAN ANTARA SOSIALISASI PRIMER DAN PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER 6.1 Hubungan Antara Jenis Kelamin Mahasiswa dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender Jumlah mahasiswa perempuan yang memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang tinggi yaitu sebanyak 35 orang dan 14 orang memiliki persepsi yang sedang terhadap kesadaran gender. Sebaliknya, hanya 4 orang yang memiliki persepsi yang tinggi terhadap kesadaran gender dan 17 orang yang memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang sedang. Hal tersebut berarti mahasiswa perempuan rata-rata memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang tinggi, sedangkan mahasiswa laki-laki rata-rata memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang sedang. Tabel 15. Hubungan antara Jenis Kelamin dan Persepsi Mahsiswa Terhadap Kesadaran Gender, Bogor 2009 Jenis Kelamin Total Persepsi Perempuan Laki-laki N % N % N % Tinggi 4 71 35 19 39 56 Sedang 17 29 14 81 31 44 Total 21 100 49 100 70 100 0,001 P-value
Hasil uji statistik Chi-Square menunjukkan bahwa P-value sebesar 0,000. Jika nilai tersebut dibandingkan dengan taraf nyata (α) 5 persen, maka P-value < 0,05 mengindikasikan bahwa hipotesis penelitian diterima. Artinya, terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender.
52
Jenis kelamin yang dimiliki oleh mahasiswa mempengaruhi persepsi mereka terhadap kesadaran gender. Hampir sebagian besar mahasiswa perempuan memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang tinggi dibandingkan dengan mahasiswa laki-laki yang justru sebagian besar jumlahnya memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang sedang. Namun ini bukan berarti jenis kelamin menjadi penentu utama pandangan atau persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender. Perlu dipahami bahwa sebenarnya proses internalisasi yang dialami oleh mahasiswa itu sendiri yang menentukan persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender. Salah satu mahasiswa laki-laki menyatakan bahwa di dalam keluarganya selalu diajarkan bahwa yang pantas menjadi pemimpin adalah seorang laki-laki dan hal ini membuat dirinya berpikir bahwa seorang pemimpin itu haruslah laki-laki. Begitu juga dengan mahasiswa perempuan yang menjelaskan bahwa di dalam keluaraganya baik laki-laki maupun perempuan dapat mengerjakan segala pekerjaan. Pembagian tugas rumah tergantung diskusi yang dilakukan di dalam keluarganya dan hal tersebut membuat dirinya berpikir bahwa baik laki-laki dan perempuan adalah makhluk yang sama. Berikut kutipan wawancara dengan salah satu mahasiswa perempuan: “ Kalau menurut saya, cewe dan cowo itu ga perlu dibedabedakan. Cewe juga perlu dikasih kesempatan agar bisa setara dengan cowo.hak dan kewajiban cewe sama cowo itu setara, jadi ga boleh ada diskriminasi”.(Vt)
Mahasiswa laki-laki juga memberikan pernyataan yang cukup sama dengan mahasiswa perempuan namun hanya terdapat sedikit perbedaan mengenai kesadaran gender yaitu:
53
“Saya sih setuju-setuju aja cewe dan cowo setara namun tetap harus ada batasnya donk, cewe boleh jadi pemimpin juga tapi kalo masih ada cowo alangkah bagusnya cowo yang jadi pemimpin kecuali kalo udah ga ada cowo atau cowonya ga berkompeten, baru cewe yang jadi pemimpin”.(As)
6.2 Hubungan antara Agama dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender Mahasiswa yang menganut agama islam memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang tinggi sebanyak 37 orang dan sisanya sebesar 29 orang memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang sedang. Mahasiswa yang menganut agama kristen protestan yang berjumlah 2 orang, masing-masing memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang tinggi dan sedang. Sedangkan, agama katolik dan budha yang masing-masing berjumlah hanya 1 orang memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang sedang. Tabel 16. Hubungan Antara Agama dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Gender, Bogor 2009 Agama Persepsi Islam Protestan Katolik Budha Tinggi 37 2 0 0 Sedang 29 0 1 1 Total 66 2 1 1 P-value 0,25
Kesadaran Total 39 31 70
Hasil uji statistik Chi-Square menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara agama dengan persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender. Hal ini dibuktikan dengan nilai P-value (0,25) < α (0,05). Agama yang dianut oleh mahasiswa tidak mempengaruhi persepsi mereka terhadap kesadaran gender. Baik mahasiswa yang beragama Islam, Protestan, Katolik, dan Budha dapat memiliki persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender pada kategori tinggi ataupun sedang.
54
Menurut mahasiswa, berdasarkan agama yang dianut oleh mereka tidak membuat mereka membeda-bedakan peran dan posisi antara laki-laki dan perempuan. Semua jenis kelamin di dalam agama mereka diperlakukan secara adil. Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan mahasiswa dari tiap agama: “ Kalo yang gw dapat dari guru ngaji pas masih kecil, cowo itu harus jadi pemimpin dan cewe itu ga boleh jadi pemimpin, tapi menurut gw sih itu kan cuma dalam hal sholat doank, jadi kalo cewe jadi komti mah itu sah-sah aja selama cewenya mampu”.(An) “ Di protestan sih sama aja antara cewe dan cowo dan gw setuju cewe dan cowo boleh ngelakuin apa aja, jadi ga ada perbedaan antara cewe dan cowo”. (St) “ Kalo setahu saya sih di katolik itu ga ada pembedaan antara laki-laki dan perempuan, semuanya sama yaitu sama-sama makhluk tuhan”.(Par)
6.3
Hubungan antara Suku Bangsa dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender Suku bangsa diduga berhubungan dengan persepsi mahasiswa terhadap
kesadaran gender karena anggapan mengenai gender bisa berbeda dari suatu etnis dengan etnis lainnya. Oleh karena itu, perbedaan suku bangsa bisa menyebabkan perbedaan tingkat persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender.
Tabel 17. Hubungan antara Suku Bangsa dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender, Bogor 2009 Suku Bangsa Persepsi Total Batak Minang Jawa Sunda Tionghoa Lainnya Tinggi 2 4 14 9 0 10 39 Sedang 3 2 12 10 1 3 31 Total 5 6 26 19 1 13 70 0,417 P-value
55
Tabel 17 menunjukkan bahwa mahasiswa dengan suku Minang, Jawa, dan suku lainnya (Melayu, Bugis, Betawi, Gayo, Banten, dan Muna) sebagian besar memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang tinggi. Sedangkan mahasiswa suku Batak, Sunda dan Tionghoa sebagian besar memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang sedang. Secara keseluruhan hampir sebagian besar mahasiswa dari berbagai suku bangsa memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang tinggi. Hasil uji statistik Chi-Square diperoleh P-value sebesar 0,417. Nilai tersebut jauh lebih besar dibandingkan dengan taraf nyata (α) sebesar 0,05 (P-value > 0,05). Hal ini mengindikasikan bahwa hipotesis penelitian ditolak, yang artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara suku bangsa dengan persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender. Suku bangsa yang dimiliki oleh mahasiswa tidak mempengaruhi persepsi mereka terhadap kesadaran gender. Meskipun suku yang dimiliki mahasiswa adalah budaya patrilineal, menurut mahasiswa tidak membuat dirinya memiliki pemahaman bahwa laki-laki harus lebih baik dari perempuan. Hal tersebut dikarenakan menurut pengalaman mahasiswa bahwa semakin memudarnya internalisasi adat istiadat di dalam keluarga mereka bahkan hampir sebagian keluarga mahasiswa lebih mengutamakan
diskusi
dalam
mengambil
keputusan
atau
memecahkan
permasalahan. Hasil wawancara dengan salah satu mahasiswa yang menguatkan bahwa tidak ada hubungan antara suku dengan persepsi terhadap kesadaran gender yaitu: “ Emang bener kalau di keluarga saya tuh berasal dari budaya patrilineal, tapi kenyataannya yang diterapin di keluarga saya justru mengutamakan diskusi antara perempuan dan laki-laki dan hal ini membuat tugas laki-laki dan perempuan di keluarga
56
saya menjadi sama dan ga ada yang dibeda-bedakan. Jadi justru suku saya yang menganut budaya patrilineal tuh ga ngaruh banget”. (Par)
6.4 Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Ayah dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan nilai korelasi sebesar 0,155 dan P-value sebesar 0,2. Nilai tersebut mengindikasikan bahwa ada hubungan positif dan tidak signifikan (P-value > 0,05) antara tingkat pendidikan ayah dengan persepsi terhadap kesadaran gender atau hipotesis penelitian ditolak yang artinya semakin tinggi tingkat pendidikan ayah mahasiswa tidak diikuti dengan semakin tinggi persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender. Tabel 18. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Ayah dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender, Bogor 2009 Tingkat Pendidikan Ayah Persepsi Total Tinggi Sedang Rendah Tinggi 23 16 0 39 Sedang 15 12 4 31 Total 38 28 4 70 0,2 P-value
Tinggi atau rendahnya tingkat pendidikan ayah mahasiswa ternyata tidak berhubungan dengan persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender. Menurut pengakuan dari mahasiswa baik ayah yang lulusan sarjana ataupun lulusan SMU selalu mengajarkan kepada anak-anaknya bahwa laki-laki dan perempuan adalah sama. Hal tersebut dapat dilihat dari pembagian kerja di dalam masing-masing keluarga mahasiswa yang semuanya berdasarkan kesepakatan tanpa adanya diskriminasi jenis kelamin. Berikut hasil wawancara dengan salah satu mahasiswa yang ayahnya lulusan sarjana dan lulusan SMU:
57
“ Kalo bokap gw yang lulusan sarjana, selalu menekankan pentingnya mengahargai perempuan karena peran perempuan dalam keluarga sangatlah besar (Cam)”. “Pembagian kerja di keluarga aku tuh semuanya sama antara cowo dan cewe, ga ada yang dibedakan. Cowo bisa menyapu juga. Pokoknya tergantung kesepakatan pembagian kerja diantara anggota keluarga saya (Par)”.
6.5 Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Ibu dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender Nilai P-value sebesar 0,175 dari hasil uji korelasi Spearman dengan nilai koefisien relasi sebesar 0,164 mengindikasikan bahwa terdapat hubungan positif dan tidak signifikan (P-value > 0,05) antara tingkat pendidikan ibu mahasiswa dengan persepsi terhadap kesadaran gender atau hipotesis penelitian ditolak. Artinya semakin tinggi persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender tidak diikuti dengan semakin tinggi tingkat pendidikan ibu mahasiswa. Hampir serupa dengan ayah, tingkat pendidikan ibu juga tidak mempengaruhi persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender. Mahasiswa yang memiliki ibu yang pendidikannya lulusan sarjana maupun tidak sekolah, semuanya mengajarkan bahwa laki-laki dan perempuan berhak mendapatkan perlakuan yang sama di dalam keluarga. Apabila salah satu anggota keluarga ada yang bersalah melanggar peraturan keluarga maka harus mendapatkan hukuman tanpa memandang jenis kelamin. Hal tersebut diperkuat oleh hasil kutipan wawancara salah satu mahasiswa berikut ini: “ Di keluarga saya tuh, ada jam malam yaitu jam 10 malam yang mengikat pada anak laki-laki dan perempuan. Jadi, kalau ada anak yang pulang ke rumah melebihi jam 10 malam maka akan mendapat sanksi dikurangi uang saku perbulan. Sanksi tersebut berlaku untuk semua anak baik laki-laki maupun perempuan (And)”.
58
Tabel 19. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Ibu dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender, Bogor 2009 Tingkat Pendidikan Ibu Persepsi Total Tinggi Sedang Rendah Tinggi 16 22 1 39 Sedang 11 13 17 31 Total 27 35 8 70 0,175 P-value
6.6 Hubungan Antara Pekerjaan Ayah dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender Tabel 20 menunjukkan bahwa di setiap jenis pekerjaan ayah, rata-rata persepsi terhadap kesadaran gender mahasiswa adalah tinggi. Melalui uji statistik Chi-Square diperoleh nilai P-value sebesar 0,383. Jika dibandingkan dengan taraf nyata (α) 5 persen, maka P-value > 0,05 dan hipotesis penelitian ditolak. Hal ini berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan ayah responden dengan persepsi terhadap kesadaran gender. Tabel 20. Hubungan Antara Pekerjaan Ayah dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender, Bogor 2009 Pekerjaan Ayah Persepsi Tidak bekerja PNS Guru/Dosen TNI/Polri Buruh Swasta Pedagang Wiraswasta Tinggi 3 14 2 2 0 12 2 4 Sedang 3 9 0 2 4 10 1 2 Total 6 23 2 4 4 22 3 6 0,383 P-value
Hampir sebagian besar mahasiswa memiliki ayah yang bekerja sebagai PNS dan tidak mempengaruhi persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender. Internalisasi oleh ayah mahasiswa di dalam keluarga tidak berhubungan dengan pekerjaannya dan tidak terjadi diskriminasi gender. Sebagai contoh, menurut
59
pengakuan seorang mahasiswa bahwa ayahnya yang bekerja sebagai TNI/Polri justru mendidik anaknya dengan penuh kasih sayang baik kepada laki-laki maupun perempuan. Berikut hasil kutipan wawancara dengan salah seorang mahasiswa: “ walaupun papa aku kerjanya sebagai TNI tapi dia ga pernah mendidik keras ama aku sebagai anaknya. Aku sebagai laki-laki juga diperbolehkan menyapu lantai (Ahm)”.
6.7 Hubungan Antara Pekerjaan Ibu dan Persepsi Mahasiswa terhadap Kesadaran Gender Hasil uji statistik Chi-Square diperoleh P-value sebesar 0,056. Nilai tersebut lebih besar dari taraf nyata 0,050 yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan ibu mahasiswa dengan persepsi terhadap kesadaran gender. Hampir sebagian besar ibu mahasiswa tidak bekerja ataupun menjadi ibu rumah tangga. Dalam proses merawat dan mendidik anak-anaknya, baik ibu yang tidak bekerja ataupun ibu yang bekerja sebagai PNS sama-sama merawat atau mendidik anak-anaknya secara adil dan tidak membedakan. Tabel 21. Hubungan Antara Pekerjaan Ibu dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender, Bogor 2009 Pekerjaan Ibu Persepsi Total Tidak bekerja PNS Guru/Dosen Buruh Swasta Pedagang Wiraswasta Tinggi 17 10 5 0 2 4 1 39 Sedang 21 3 1 2 3 0 1 31 Total 37 13 6 2 5 4 2 70 P-value 0,056
Berikut salah satu hasil kutipan wawancara dari mahasiswa yang ibunya tidak bekerja: “ mama aku tuh walaupun ga kerja atau sebagai ibu rumah tangga tapi ga mengharuskan aku sebagai anak cewe kalau besar nanti menjadi ibu rumah tangga. Mama juga ga membedakan antara anak cowo dan cewe. Buktinya anak cowo di keluarga aku pernah juga disuruh mencuci baju (And)”. 60
6.8 Hubungan Antara Tingkat Penghasilan Orang tua Mahasiswa dan Tingkat Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender Hasil uji statistik Spearman yang diperoleh menunjukkan nilai koefisien korelasi yang positif (0,149) dan nilai P-value adalah sebesar 0,219. Hipotesis penelitian ditolak karena P-value > 0,05 Hal ini menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif tapi tidak signifikan antara tingkat penghasilan orang tua mahasiswa dengan persepsi terhadap kesadaran gender yang artinya semakin tinggi tingkat penghasilan orang tua mahasiswa tidak diikuti dengan semakin tinggi persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender. Tabel 22. Hubungan Antara Tingkat Penghasilan Orang Tua dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender, Bogor 2009 Tingkat Penghasilan Orang Tua Persepsi Total Tinggi Sedang Rendah Tinggi 3 34 2 39 Sedang 2 24 5 31 Total 5 58 7 70 0,219 P-value
Berdasarkan tabel 22, tingkat penghasilan orang tua tidak ada hubungannya dengan proses internalisasi yang dilakukan oleh orang tua dalam membentuk persepsi terhadap kesadaran gender. Justru menurut mahasiswa, salah satu proses internalisasi orang tua kepada anak-anaknya mengarah kepada kesadaran gender, yaitu dalam hal peluang yang sama bagi setiap anak baik laki-laki dan perempuan dalam menempuh pendidikan. Pengakuan dari mahasiswa yang orang tuanya berpenghasilan tinggi dan rendah adalah sama, bahwa orang tuanya akan menyekolahkan semua anak-anaknya sampai berhasil tanpa membedakan jenis kelamin.
61
Berikut kutipan wawancara dengan salah satu mahasiswa yang orang tuanya berpenghasilan rendah: “ di keluarga saya, semua anak harus sekolah baik cewe dan cowo. Walaupun pengasilan orang tua pas-pasan tapi orang tua selalu mengusahakan mencari biaya agar anak-anaknya bisa sekolah (Ahm)”.
62
BAB VII HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SEKUNDER DAN PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER 7.1 Hubungan Antara Tempat Tinggal dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender Berdasarkan tempat tinggal hampir sebagian besar mahasiswa yang kost sejumlah 33 orang memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang tinggi dan hampir sebagian besar juga mahasiswa yang tinggal di rumah orang tua yaitu 6 orang memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang tinggi. Tabel 23. Hubungan Antara Tempat Tinggal dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender, Bogor 2009 Tempat Tinggal Persepsi Total Kost Rumah Orang tua Tinggi 33 6 39 Sedang 26 5 31 Total 59 11 70 0,932 P- value
Uji statistik dengan menggunakan Chi-Square menunjukkan tidak terdapat hubungan antara tempat tinggal dengan tingkat persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender. Hal ini dubuktikan dengan nilai P-value sebesar 0,932 > 0,005. Baik mahasiswa yang tinggal di kost ataupun yang tinggal bersama orang tua, semuanya tidak mempengaruhi pemahaman mereka terhadap kesadaran gender. Menurut pengakuan mahasiswa, bahkan di tempat kostnya terdapat peraturan untuk menghormati tamu perempuan dan laki-laki. Hal tersebut membentuk persepsi atau pemikiran mahasiswa yang tinggal di kost bahwa antara laki-laki dan perempuan harus diperlakukan sama. Berikut pengakuan mahasiswa yang tinggal di kost:
63
“ dengan adanya peratuatan di kost gw yang harus menghormati tamu cewe dan cowo, makin membuat gw lebih yakin bahwa cewe dan cowo harus diperlakukan sama (Cam)”.
7.2 Hubungan Antara Kegiatan Organisasi dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender Kegiatan organisasi yang sedang atau pernah diikuti oleh mahasiswa diduga berhubungan terhadap persepsi terhadap kesadaran gender. Semakin banyak mahasiswa berinteraksi dengan berbagai kegiatan organisasi akan semakin banyak berinteraksi dengan orang lain dan memungkinkan mahasiswa mendapatkan lebih banyak informasi mengenai persepsi terhadap kesadaran gender. Tabel 24. Hubungan Antara Kegiatan Organisasi dan Persepsi Mahasiswa Kesadaran Gender, Bogor 2009 Kegiatan Organisasi Persepsi Banyak Sedikit Tinggi 13 26 Sedang 13 18 Total 26 44 0,467 P value
Terhadap Total 39 31 70
Merujuk pada Tabel 24, sebagian mahasiswa (13 orang) yang mempunyai banyak kegiatan organisasi tergolong memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang tinggi dan sebagian mahasiswa lainnya memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang sedang (13 orang). Berbeda dengan mahasiswa yang mempunyai sedikit kegiatan organisasi, hampir sebagian besar mahasiswa (26 orang) tergolong memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang tinggi dan sisanya (18 orang) memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang sedang. Hipotesis penelitian ditolak karena nilai P-value hasil uji korelasi Spearman adalah 0,467 > 0,05 dan nilai koefisien korelasi adalah negatif yaitu -0,088
64
yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara kegiatan organisasi dengan persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender dan menunjukkan hubungan yang negatif, artinya semakin tinggi persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender tidak diikuti dengan semakin sedikitnya kegiatan organisasi yang diikuti mahasiswa. Pernyataan dari salah seorang mahasiswa juga menguatkan bahwa tidak ada hubungan antara kegiatan organisasi yang diikuti dengan persepsi terhadap kesadaran gender: “ Di organisasi yang pernah saya ikuti emang ketuanya kebanyakan cowo tapi ketua divisi juga banyak yang cewe kok, jadi menurut saya ga membuat anggapan saya kalo cowo itu harus jadi pemimpin. cewe juga bisa jadi pemimpin dan itu mah tergantung kompetensi cewe dan cowo itu sendiri”.
7.3 Hubungan Antara Interaksi Media Massa dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender Media massa sangat akrab dengan aktivitas mahasiswa sehari-hari, sehingga media massa diduga berhubungan dengan persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender. Media massa yang digunakan oleh mahasiswa antara lain televisi, radio, koran, internet, majalah, dan tabloid. Sebagian besar jumlah mahasiswa yang berinteraksi tinggi dengan media massa massa (11 orang) memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang sedang dan sisanya (8 orang) memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang sedang. Sebaliknya, sebagian hampir sebagian besar mahasiswa yang berinteraksi sedang (18 orang) dan rendah (13 orang) dengan media massa memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang tinggi.
65
Tabel 25. Hubungan Antara Interaksi dengan Media Massa dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender, Bogor 2009 Interaksi Media Massa Persepsi Total Tinggi Sedang Rendah Tinggi 8 18 13 39 Sedang 11 13 7 31 Total 19 31 20 70 0,157 P-value Hasil uji korelasi Spearman, dimana P-value sebesar 0,157 dan nilai koefisien relasi sebesar -0,171. Nilai-nilai tersebut menunjukkan tidak adanya hubungan dan berkorelasi negatif antara interaksi media massa dengan persepsi terhadap kesadaran gender, artinya semakin tinggi persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender tidak diikuti dengan semakin rendah interaksi mahasiswa dengan media massa. Menurut mahasiswa, banyak berita yang dilihat baik di internet ataupun televisi yang menjelaskan kasus penindasan terhadap perempuan justru membuat mahasiwa yang menontonnya tidak menyukai kasus tersebut. Hal tersebut menandakan bahwa di dalam pikiran mahasiswa sudah semakin mengerti akan kesadaran gender yang dalam hal ini tidak setuju akan adanya ketimpangan gender. Hasil kutipan wawancara dengan mahasiswa yang pernah menonton berita kekerasan terhadap perempuan di televisi: “ saya mah ga setuju banget terhadap berita-berita yang saya tonton di tv mengenai kekerasan terhadap cewe. Itu sama aja mau menang sendiri. Kan cowo ama cewe diciptakan tuhan tuh sama aja (And)”. 7.4 Hubungan Antara Teman dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender Hubungan mahasiswa dengan teman diduga berhubungan dengan persepsi terhadap kesadaran gender, karena semakin dekat hubungan dengan teman maka
66
akan lebih banyak informasi yang dipertukarkan. Sebanyak 28 mahasiswa yang memiliki hubungan dekat dengan teman tergolong memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang tinggi dibandingkan 18 mahasiswa lainnya yang juga memiliki hubungan dekat dengan teman tergolong memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang sedang. Sedangkan, mahasiswa yang memiliki hubungan biasa dengan teman justru sebagian besar (13 orang) memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang sedang dan sisanya yaitu sebanyak 11 mahasiswa memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang tinggi. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan nilai koefisien sebesar 0,144 dan P-value sebesar 0,235. Nilai tersebut mengindikasikan bahwa terdapat hubungan yang positif dan tidak signifikan (P-value > 0,05) antara variabel hubungan dengan teman dengan persepsi terhadap kesadaran gender, maka hipotesis penelitian ditolak. Hubungan positif dan signifikan artinya adalah semakin tinggi persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender tidak diikuti semakin dekat hubungan dengan teman. Tabel 26. Hubungan Antara Teman dan Tingkat Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender, Bogor 2009 Hubungan dengan Teman Persepsi Total Dekat Biasa Tinggi 28 11 39 Sedang 18 13 31 Total 46 24 70 0,235 P-value
Hubungan dengan teman baik dekat maupun biasa memang tidak berpengaruh terhadap persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender. Hal tersebut dapat terlihat dari teman dekat yang dimiliki oleh sebagian mahasiswa. Mahasiswa perempuan ada mempunyai teman dekat yang berjenis kelamin laki-laki dan juga
67
mahasiswa laki-laki ada yang mempunyai teman dekat perempuan. Berikut hasil wawancara salah satu mahasiswa perempuan yang mempunyai teman dekat laki-laki: “ temen deket gw jg ada yang cowo. Menurut gw cewe dan cowo itu sama aja. Mereka kan juga punya hati, bahkan cowo kadang pernah curhat ke gw ampe nangis. Itu kan menandakan cowo jg boleh dan bisa nangis (Ann)”. 7.5
Hubungan Antara Nilai Mutu Mata Kuliah Gender dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender Jumlah mahasiswa yang mendapat nilai mutu Mata Kuliah Gender dan
Pembangunan tinggi sebanyak 8 orang, hampir sebagian besar mahasiswa tersebut (5 orang) tergolong memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang tinggi dan sisanya yaitu sebanyak 3 orang memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang sedang. Begitu juga responden yang mendapat nilai mutu Mata Kuliah Gender dan Pembangunan sedang, hampir sebagian besar mahasiswa (34 orang) tergolong memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang tinggi dan selebihnya yaitu sebanyak 28 orang memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang sedang. Hasil uji korelasi Spearman yang diperoleh menunjukkan nilai keoefisien korelasi yang positif, yakni sebesar 0,049 dan nilai P-value > sebesar 0,05 yakni sebesar 0,687. Nilai tersebut menyatakan meskipun ada korelasi positif antara nilai mutu Mata Kuliah Gender dan Pembangunan dengan persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender, tapi tidak signifikan dan hipotesis penelitian ditolak yang artinya semakin tinggi persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender tidak diikuti dengan semakin tingginya nilai mutu Mata Kuliah Gender dan Pembangunan.
68
Tabel 27. Hubungan Antara Nilai Mutu Mata Kuliah Gender dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender, Bogor 2009 Nilai Mutu Gender Persepsi Total Tinggi Sedang Tinggi 5 34 39 Sedang 3 28 31 Total 8 62 70 0,687 P-value
Menurut sebagian besar mahasiswa, nilai Mata Kuliah Gender dan Pembangunan tidak harus menjadi indikator tinggi rendahnya persepsi terhadap kesadaran gender. Bahkan mahasiswa yang mendapatkan nilai mutu gender kategori sedang, mengaku dapat memahami dan setuju terhadap konsep kesadaran gender. Menurut mereka, dengan mengikuti Mata Kuliah Gender dan Pembangunan membuat persepsi terhadap gender lebih jelas yaitu tidak hanya berkisar pada jenis kelamin saja. Adanya hubungan yang tidak signifikan antara nilai mutu Mata Kuliah Gender dan Pembangunan dengan persepsi terhadap kesadaran gender dikuatkan juga dengan pernyataan salah seorang responden yaitu: “ Iya, nilai kan ga menjadikan suatu ukuran bahwa orang yang nilai gender tinggi pasti dia bakal tahu banget tentang gender, bisa saja nilainya itu ga murni alias dapat dari hasil nyontek. Justru saya yang mendapat nilai gender bukan A juga paham tenatnag konsep gender yaitu peran dan perilaku baik pada laki-laki dan perempuan yang dapat dipertukarkan yang dikonstruksi secara sosial. Saya juga ga setuju sama perilaku yang merenahkan perempuan”. (St) 7.6 Hubungan Antara Indeks Prestasi Kumulatif dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender Sebaran mahasiswa yang mempunyai indeks prestasi tinggi sebanyak 1 orang, indeks prestasi kumulatif sedang sebanyak 64 orang, dan indeks prestasi kumulatif rendah sebanyak 5 orang. Secara keseluruhan jumlah mahasiswa berdasarkan indeks prestasi kumulatif yang tergolong memiliki persepsi terhadap
69
kesadaran gender yang tinggi sebanyak 39 orang. Hal tersebut berarti hampir sebagian besar mahasiswa memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang tinggi. Sedangkan 31 mahasiswa lainnya yang terdiri dari 29 orang dengan indeks prestasi kumulatif sedang dan 2 orang dengan indeks prestasi kumulatif rendah memiliki persepsi terhadap kesadaran gender sedang. Tabel 28. Hubungan Antara Indeks Prestasi Kumulatif dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender Indeks Prestasi Kumulatif Persepsi Total Tinggi Sedang Rendah Tinggi 1 35 3 39 Sedang 0 29 2 31 Total 1 64 5 70 0,866 P-value
Nilai P-value sebesar 0,866 dari hasil uji korelasi Spearman (P-value > 0,05) dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,021. Hal tersebut mengindikasikan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara indeks prestasi kumulatif dengan tingkat persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender. Senada dengan nilai mutu gender, ipk mahasiswa juga tidak berpengaruh terhadap persepsi mahasiswa khususnya mengenai kesadaran gender. Indeks prestasi kumulatif yang diperoleh mahasiswa merupakan hasil ujian yang telah dilakukan. Justru menurut mahasiswa, di dalam proses pembelajaran yang penting tidak hanya sebuah hasil dalam bentuk nilai tetapi proses pemahaman terhadap suatu materi kuliah juga sangat penting. Berikut hasil wawancara dengan mahasiswa yang memiliki ipk pada kategori sedang: “ipk saya emang biasa aja, tapi saya cukup paham pentingnya keadilan baik bagi laki-laki maupun perempuan. Saya juga ga setuju kalau perempuan tidak boleh sekolah, itu kan hak mereka kenapa kita larang (Yn)”.
70
BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan Persepsi mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat tahun masuk 2006 yang telah mengikuti Mata Kuliah Gender dan Pembangunan sebagian besar adalah tinggi. Sosialisasi
primer
yang
memiliki
hubungan signifikan dengan tingkat persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender hanya jenis kelamin. Sedangkan sosialisasi primer lainnya seperti agama, suku bangsa, tingkat pendidikan orang tua, jenis pekerjaan orang tua, dan tingkat penghasilan orang tua tidak memiliki hubungan secara signifikan dengan persepsi terhadap kesadaran gender. Begitu pula dengan sosialisasi sekunder yang dialami mahasiswa baik tempat tinggal, kegiatan organsisasi, interaksi dengan media massa, hubungan dengan teman, nilai mutu gender dan indeks prestasi kumulatif tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan persepsi terhadap kesadaran gender.
8.2 Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengukur perbedaan persepsi mahasiswa sebelum dan sesudah mengikuti Mata Kuliah Gender dan Pembangunan untuk mengetahui secara jelas perbedaan dan manfaat mengikuti Mata Kuliah Gender dan Pembangunan bagi persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender.
71
DAFTAR PUSTAKA
Agusni, Sulikanti. 2005. Kekuatan Koperasi dalam Pemberdayaan Perempuan. http://www.smecda.com/deputi7/file_Infokop/VOL15_01/Kekuatan_Koperasi_ Dlm_Pemberdayaan_1.pdf. Diakses 18 April 13.00 Berger & Luckmann. 1990. Tafsir Sosial atas Kenyataan: sebuah risalah tentang sosiologi pengetahuan/; penerjemah, Hasan Basari; Pengantar, Frans M. Parera. Jakarta: LP3ES BPS. 2006. Profil Gender Kota Sibolga 2006. http://sumut.bps.go.id/sibolga/PUBLIKASI/GENDER06/BAB%201.pdf DeVito, Joseph A. 1997. Komunikasi Antar Manusia. Professional Books. Jakarta Effendi, Sofian. 2005. Strategi Menghadapi Liberalisasi Pendidikan Tinggi. http://72.14.235.132/search?q=cache:CQ8sc4zIu6kJ:sofian.staff.ugm.ac.id/arti kel/Strategi-Menghadapi-Liberalisasi-PendidikanTinggi.pdf+pendidikan+%22pdf%22&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=fir efox-a Diakses 4 mei 2009 12:50 Fajar, A. Malik. 2008. Peran Pendidikan Dalam Demokratisasi. http://72.14.235.132/search?q=cache:tLuQuuG4oHkJ:puslitjaknov.org/data/mi sc/Makalah_Utama_Pleno_MalikFadjar_Peran_Pendidikan_Dalam_Demokrati sasi.1.pdf+peran+pendidikan&cd=10&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a Diakses 4 mei 2009 12:50 Hastuti, Endang Lestari. 2004. Hambatan Sosial Budaya dalam Pengarusutamaan Gender di Indonesia. http://72.14.235.132/search?q=cache:fuftwSO1PmMJ:ejournal.unud.ac.id/abstr
72
ak/(8)%2520soca-endanghambatan%2520sosbud(1).pdf+hak+gender&cd=14&hl=id&ct=clnk&gl=id&cl ient=firefox-a Diakses 18 April 2009 13.00 IPB. 2008. Panduan Program Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Karsidi. 2000. Otonomi Daerah Dan Peran Perguruan Tinggi. http://72.14.235.132/search?q=cache:97vRvlrC1BsJ:www.uns.ac.id/data/0017. pdf+peran+perguruan+tinggi&cd=6&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a Diakses 18 April 2009 13.00 Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan. 2000. Instruksi Presiden RI No. 9 tahun 2009 tentang “ Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional”. Republik Indonesia Mufidah. 2002. Konsep Gender. http://www.batukota.go.id/slibmedia/Arsip%20Pembangunan/314901%20KONSEP%20GENDER.pdf. Diakses 18 April 2009 13.00 Mugniesyah, Siti Sugiah M. 2005. Komunikasi Gender. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Mulyanna, Deddy. 2001. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Munandar, S.C. Utami. 1994. Hakikat Gender: Suatu Tinjauan Psikologis. Makalah Seminar Sehari Kesadaran Gender dan Pembangunan Pendidikan. Mansour, Fakih. 1996. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: INSISTPress. Nauly, Meutia. 2002. Konflik Peran Gender pada Laki-laki : Teori dan Pendekatan Empirik.
73
http://72.14.235.132/search?q=cache:IcfwvgCheEJ:library.usu.ac.id/download/ fk/psikologiMeutia.pdf+peran+gender&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=fi refox-a Diakses 18 April 2009 13.00 Rahmawati,Ade. 2006. Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau Dari Pola Asuh. http://library.usu.ac.id/download/fk/06009830(1).pdf
Diakses 18 April 209
13.00 Riduwan dan Akdon.2006.Rumus dan Data dalam Aplikasi Statistika. Bandung: Alfabeta. Sudarta, Wayan. 2004. Peranan Perempuan dalam Pembangunan Berwawasan Gender. http://72.14.235.132/search?q=cache:D26tcbOOIsMJ:ejournal.unud.ac.id/abs trak/peran%2520perempuan.pdf+kewajiban+gender&cd=10&hl=id&ct=clnk &gl=id&client=firefox-a Diakses 18 April 2009 13.00 Suwardjono. 2005. Belajar-Mengajar di Perguruan Tinggi: Redefinisi Makna Kuliah. http://inparametric.com/bhinablog/download/Artikel1.pdf Diakses 18 April 2009 13.00 Umar, Nasarudin. 1999. Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur-an. Jakarta : Paramadina Wiliam, Dede dan De Vries. 2006. Gender Bukan Tabu (Catatan Perjalanan Fasilitasi Kelompok Perempuan di Jambi). Bogor, Indonesia: Center for International Forestry Research (CIFOR)
74
LAMPIRAN
75
Lampiran 1. Kuesioner KUESIONER Persepsi Mahasiswa Peserta Mata Kuliah Gender dan Pembangunan Terhadap Tingkat Kesadaran Gender
Petunjuk: Mohon saudara/i mengisi identitas pribadi Anda sesuai dengan informasi di bawah ini. Istilah dengan memberi jawaban tertulis untuk pertanyaan semi terbuka, dan isikan nomor pilihan jawaban untuk pertanyaan tertutup pada kolom jawaban yang tersedia. I. Identitas Mahasiswa
jawaban
1. Nama 2. NIM 2. Jenis kelamin
1. Laki-laki
2. Perempuan
3. Agama
1. Islam 2. Kristen 3. Katolik 4. Hindu 5. Budha
4. Suku Bangsa:
1. Batak 2. Minangkabau 3. Jawa 4. Sunda 5. Tionghoa 6. Lainnya, sebutkan
5. No. HP 6.Tempat Tinggal selama 1. Kost/Kontrakan kuliah
2. Rumah orang tua atau kerabat
7.Kegiatan Organisasi
1. Osis 2. PMR/Dokter kecil/sejenis
(yang
pernah
masih Anda ikuti)
atau 3. Pramuka 4. Organisasi kerohanian/sejenisnya
(Jawaban bisa lebih dari 5. BEM/DPM
76
satu)
6. Himpunan Profesi,sebutkan.... 7. Lainnya,sebutkan....
8. Media massa yang 1. Koran 2. Majalah 3. Televisi 4. Radio sering digunakan untuk 5. Internet 6. Tabloid hiburan dan informasi. (jawaban bisa lebih dari satu) 9.
Nilai
Kuliah
mutu
Mata 1. A 2. B 3. C 4. D 5.E
Gender
dan
Pembangunan 10.
Indeks
Prestasi
Kumulatif 11. Teman dekat
1. Punya 2. Tidak Punya (jika punya lanjut ke pertanyaan berikutnya)
12. Hal yang diceritakan 1. Tentang kejadian penting saja dengan teman dekat.
2. Tentang kehidupan pribadi seperti kekasih
(jawaban boleh lebih dari dan lainnya. satu)
3. Tentang kejadian yang dialami setiap hari 4. Tentang permasalahan kuliah 5. Tentang kesulitan ekonomi
II. Karakteristik Keluarga 1. Pendidikan Ayah
Jawaban 1. Tidak sekolah 2. SD 3. SLTP 4. SMU 5. Diploma 6. Sarjana
77
7. Lainnya,sebutkan..... 2. Pendidikan Ibu
1. Tidak sekolah 2. SD 3. SLTP 4. SMU 5. Diploma 6. Sarjana 7. Lainnya,sebutkan.....
3. Pekerjaan Ayah
1. Tidak Bekerja 2. PNS 3. Guru/dosen 4. TNI/Polri 5. Buruh 6. Swasta 7. Pedagang 8. Lainnya, sebutkan....
4. Pekerjaan Ibu
1. Tidak Bekerja 2. PNS 3. Guru/dosen 4. TNI/Polri 5. Buruh 6. Swasta
7. Pedagang 8. Lainnya, sebutkan.... 5. Penghasilan Orang tua
1. < Rp. 1.000.000 2. Rp. 1.000.000 – 5.000.000 3. > Rp. 5.000.000
Tandailah pernyataan di bawah ini, yang sesuai dan benar menurut Anda, dengan memberikan tanda ( ) pada setiap kolom!
Persepsi Mahasiswa peserta Mata Kuliah Gender dan Pembangunan Terhadap Tingkat Kesadaran Gender Keterangan :
78
SS
: Sangat Setuju
S
: Setuju
N
: Netral
TS
: Tidak Setuju
STS
: Sangat Tidak Setuju
No.
Pernyataan
Keterangan STS
TS
N
S
SS
Seputar Alokasi Peran 1.
Laki-laki hanya berperan sebagai pencari nafkah dalam keluarga.
2.
Perempuan hanya berperan sebagai pengurus kebutuhan anak dan rumah tangga.
3.
Komandan Tingkat (KOMTI) kelas adalah jabatan yang seharusnya diperankan oleh lakilaki.
4.
Ketua BEM adalah jabatan yang seharusnya diperankan oleh laki-laki.
5.
Ketua DPM adalah jabatan yang seharusnya diperankan oleh laki-laki.
6.
Ketua Himpunan Profesi adalah jabatan yang
79
seharusnya diperankan oleh laki-laki. 7.
Ketua kepanitian acara kampus adalah jabatan yang seharusnya diperankan oleh laki-laki.
Seputar Hak 1.
Laki-laki dan perempuan memiliki hak yang berbeda untuk mengakses pendidikan dalam kehidupan kampus.
2.
Laki-laki dan perempuan memiliki hak yang berbeda dalam mengemukakan pendapat dan membuat keputusan.
3.
Laki-laki dan perempuan memiliki hak yang berbeda untuk menjadi pemimpin dalam sebuah organisasi kampus
4.
Laki-laki dan perempuan memiliki hak yang berbeda
dalam
mendapatkan
pelayanan
akademik di kampus. Seputar Kewajiban 1.
Kewajiban laki-laki hanyalah sebagai pencari nafkah.
2.
Kewajiban perempuan hanyalah mengurus anak dan keperluan rumah tangga.
3.
Meningkatkan pendidikan dan pemberdayan perempuan hanyalah kewajiban perempuan.
4.
Memperjuangkan
emansipasi
dan
hak-hak
80
perempuan hanyalah kewajiban perempuan. Seputar Tanggung Jawab 1.
Laki-laki
hanya
bertanggung
jawab
atas
perekonomian keluarga. 2.
Perempuan hanya bertanggung jawab atas segala urusan anak dan rumah tangga seperti memasak, membereskan rumah, dan mengasuh anak.
3.
Kebersihan dan keindahan kelas kuliah adalah tanggung jawab perempuan.
4.
Tanggung
jawab
seseorang
dibedakan
berdasarkan jenis kelamin. Seputar Harapan 1.
Laki-laki diharapkan dapat menjadi pemimpin organisasi kampus.
2.
Hanya perempuan yang diharapkan selalu berdandan dan memperhatikan penampilan fisik untuk menyenangkan pasangan/lawan jenis.
3.
Laki-laki diharapkan memiliki sifat maskulin.
4.
Perempuan diharapkan memiliki sifat feminin.
81
Lampiran 2. Panduan Wawancara 1.
Apakah alasan anda memilih Mata Kuliah Gender dan Pembangunan?
2.
Apa yang anda ketahui tentang gender, kesadaran gender, dan kesetaraan gender?
3.
Bagaimana cara keluarga anda mendidik anak laki-laki dan perempuan?
4.
Apakah terjadi pembedaan perlakuan di dalam keluarga anda khususnya antara anak laki-laki dan anak perempuan dalam seputar alokasi peran, hak, kewajiban, tanggung jawab, dan harapan? Jelaskan!
5.
Bagaimana pengaruh ajaran agama anda dalam mengenalkan dan menanamkan kesadaran gender (seputar alokasi peran, hak, kewajiban, tanggung jawab, dan harapan)?
6.
Apakah budaya yang berlaku di suku anda membedakan perlakuan terhadap laki-laki dan perempuan? Setujukah anda apabila terjadi pembedaan antara lakilaki dan perempuan khususnya seputar alokasi peran, hak, kewajiban, tanggung jawab, dan harapan? Jelaskan!
7.
Menurut anda, bagaimana pengaruh media massa dalam membentuk kesadaran gender seseorang ?
8.
Menurut anda, bagaimana pengaruh teman dekat dalam membentuk kesadaran gender seseorang?
9.
Apakah di organisasi kampus yang anda ikuti terjadi pembedaan antara laki-laki dan perempuan khususnya seputar alokasi peran, hak, kewajiban, tanggung jawab, dan harapan? Setujukah anda apabila terjadi pembedaan antara laki-laki dan perempuan khususnya seputar alokasi peran, hak, kewajiban, tanggung jawab, dan harapan? Jelaskan!
82
10. Menurut anda, bagaimana pengaruh yang ditimbulkan dengan adanya Mata Kuliah Gender dan Pembangunan terhadap kesadaran gender mahasiswa?
83
Lampiran 3. Struktur Organisasi Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Ketua Departemen
: Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS
Sekretaris
: Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS
Staf pengajar Departemen Sains KPM berhimpun pada tiga bagian yaitu: Bagian Komunikasi dan Penyuluhan Kepala : Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS Sekretaris
: Dr. Ir. Siti Amanah, MSc
Bagian Kependudukan, Agraria, dan Ekologi Politik Kepala : Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS Sekretaris
: Dr. Ir. Arif Satria, MS
Bagian Sosiologi Pedesaan dan Pengembangan Masyarakat Kepala : Dr. Ir. M.T. Felix Sitorus, MS Sekretaris
: Ir. Nuraini W. Prasodjo, MS
Untuk pengelolaan kegiatan fungsional, Departemen Sains KPM didukung tiga komisi, yaitu: Komisi Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat, dan Publikasi Kepala
: Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, MSc
Sekretaris
: Ir. Rilus Kinseng, MA
Komisi Akademik Kepala
: Dr. Ir. Pudji Muljono, MS
Sekretaris
: Ir. Hadiyanto, MS
84
Komisi Kemahasiswaan Hubungan Alumni dan Promosi Kepala
: Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, MSi
Sekretaris
: Ir. Yatri Indah Kusumastuti, Msi
85
Lampiran 4. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kesadaran Gender dan Jenis Kelamin Crosstabs
[DataSet1]
Case Proces sing Sum m ary Cases Missing N Percent
Valid N tingkat persepsi terhadap kesadaran gender * jenis kelamin
Percent 70
83.3%
14
Total N
16.7%
Percent 84
100.0%
tingkat persepsi terhadap ke sadaran ge nder * jenis kelam in Crosstabulation Count
tingkat persepsi terhadap kesadaran gender
jenis kelamin laki-laki perempuan 4 35 17 14 21 49
tinggi sedang
Total
Total 39 31 70
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correction a Likelihood Ratio Fis her's Ex act Test Linear-by-Linear As sociation N of V alid Cases
Value 16.347b 14.293 17.044
16.113
1 1 1
As ymp. Sig. (2-sided) .000 .000 .000
1
.000
df
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
.000
.000
70
a. Computed only f or a 2x2 table b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9. 30.
86
Lampiran 5. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kesadaran Gender dan Agama Crosstabs
[DataSet1] Case Proces sing Summary Cases Missing N Percent
Valid N tingkat persepsi terhadap kesadaran gender * agama
Percent 70
83.3%
14
16.7%
Total N
Percent 84
100.0%
tingkat persepsi terhadap k esadaran gender * agam a Cros stabulation Count
tingkat persepsi terhadap kesadaran gender
islam 37 29 66
tinggi sedang
Total
agama protestan katolik 2 0 0 1 2 1
budha
Total 0 1 1
39 31 70
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear As sociation N of Valid Cases
Value 4.109a 5.601 1.144
3 3
As ymp. Sig. (2-sided) .250 .133
1
.285
df
70
a. 6 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .44.
87
Lampiran 6. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kesadaran Gender dan Suku Bangsa
Crosstabs
[DataSet1]
tingkat persepsi terhadap k esadaran gende r * s uku bangsa Cros stabulation Count batak tingkat persepsi terhadap kesadaran gender
tinggi sedang
2 3 5
Total
minangkabau 4 2 6
suku bangsa jaw a sunda 14 9 12 10 26 19
tionghoa 0 1 1
lainnya 10 3 13
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear As sociation N of V alid Cases
Value 4.993a 5.534 1.215
5 5
As ymp. Sig. (2-sided) .417 .354
1
.270
df
70
a. 6 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .44.
88
Total 39 31 70
Lampiran 7. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kesadaran Gender dan Tempat Tinggal
Crosstabs
[DataSet1]
Case Proces sing Sum m ary Cases Missing N Percent
Valid N tingkat persepsi * tempat tinggal
Percent 70
83.3%
14
Total N
16.7%
Percent 84
100.0%
tingkat persepsi * tem pat tinggal Crosstabulation Count
tingkat persepsi
tinggi sedang
Total
tempat tinggal rumah kost orang tua 33 6 26 5 59 11
Total 39 31 70
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correction a Likelihood Ratio Fis her's Ex act Test Linear-by-Linear As sociation N of V alid Cases
Value .007b .000 .007
.007
df 1 1 1
1
As ymp. Sig. (2-sided) .932 1.000 .932
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
1.000
.593
.933
70
a. Computed only f or a 2x2 table b. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4. 87.
89
Lampiran 8. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kesadaran Gender dan Pekerjaan Orang Tua
Crosstabs
[DataSet1]
Case Proce ssing Sum m ary Cases Missing N Percent
Valid N tingkat perseps i * pekerjaan ayah
Percent 70
83.3%
14
Total N
16.7%
Percent 84
100.0%
tingkat persepsi * pekerjaan ayah Cros stabulation Count
tingkat persepsi
tinggi sedang
Total
tidak bekerja 3 3 6
PNS 14 9 23
guru/dosen 2 0 2
pekerjaan ayah TNI/Polri buruh 2 0 2 4 4 4
sw asta 12 10 22
pedagang 2 1 3
w irasw asta 4 2 6
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear As sociation N of V alid Cases
Value 7.452a 9.699 .020
7 7
As ymp. Sig. (2-sided) .383 .206
1
.886
df
70
a. 12 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .89.
90
Total 39 31 70
Lanjutan
Crosstabs
Case Proces sing Sum m ary Cases Missing N Percent
Valid N tingkat persepsi * pekerjaan ibu
Percent 70
83,3%
14
Total N
16,7%
Percent 84
100,0%
tingkat persepsi * pe kerjaan ibu Crosstabulation Count
tingkat persepsi
tinggi sedang
Total
tidak bekerja 17 21 38
pns 10 3 13
guru/dosen 5 1 6
pekerjaan ibu buruh 0 2 2
sw asta 2 3 5
pedagang 4 0 4
w irasw asta 1 1 2
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear As sociation N of V alid Cases
Value 12,303a 14,912 ,741
6 6
As ymp. Sig. (2-sided) ,056 ,021
1
,389
df
70
a. 10 cells (71,4%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,89.
91
Total 39 31 70
Lampiran 9. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kesadaran Gender dan Interaksi Media Massa
Nonparametric Correlations
[DataSet1]
Correlations
Spearman's rho
kegiatan organisas i
tingkat persepsi
Correlation Coef f icient Sig. (2-tailed) N Correlation Coef f icient Sig. (2-tailed) N
kegiatan organis asi 1.000 . 70 -.088 .467 70
tingkat persepsi -.088 .467 70 1.000 . 70
Nonparametric Correlations
[DataSet1]
Correlations
Spearman's rho
tingkat persepsi
interaksi dengan media massa
Correlation Coef f icient Sig. (2-tailed) N Correlation Coef f icient Sig. (2-tailed) N
tingkat persepsi 1.000 . 70 -.171 .157 70
interaksi dengan media massa -.171 .157 70 1.000 . 70
92
Lampiran 10. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kesadaran Gender dan Nilai Mutu Mata Kuliah Gender dan Pembangunan
Nonparametric Correlations
[DataSet1]
Correlations
Spearman's rho
tingkat persepsi
nilai mutu gender
Correlation Coef f icient Sig. (2-tailed) N Correlation Coef f icient Sig. (2-tailed) N
tingkat persepsi 1.000 . 70 .049 .687 70
nilai mutu gender .049 .687 70 1.000 . 70
93
Lampiran 11. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kesadaran Gender dan Indeks Prestasi Kumulatif
Nonparametric Correlations
[DataSet1] E:\LAST PROJECT\data1.sav
Correlations
Spearman's rho
tingkat persepsi
indeks prestasi kumulatif
Correlation Coef f icient Sig. (2-tailed) N Correlation Coef f icient Sig. (2-tailed) N
tingkat persepsi 1,000 . 70 ,021 ,866 70
indeks prestasi kumulatif ,021 ,866 70 1,000 . 70
94
Lampiran 12.
Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kesadaran Gender dan Hubungan dengan Teman
Nonparametric Correlations
[DataSet1]
Correlations
Spearman's rho
tingkat persepsi
hubungan dengan teman dekat
Correlation Coef f icient Sig. (2-tailed) N Correlation Coef f icient Sig. (2-tailed) N
tingkat persepsi 1.000 . 70 .144 .235 70
hubungan dengan teman dekat .144 .235 70 1.000 . 70
95
Lampiran 13. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kesadaran Gender dan Tingkat Pendidikan Orang Tua
Nonparametric Correlations
[DataSet1]
Correlations
Spearman's rho
tingkat persepsi
pendidikan ayah
Correlation Coef f icient Sig. (2-tailed) N Correlation Coef f icient Sig. (2-tailed) N
tingkat persepsi 1.000 . 70 .155 .200 70
pendidikan ayah .155 .200 70 1.000 . 70
tingkat persepsi 1.000 . 70 .164 .175 70
pendidikan ibu .164 .175 70 1.000 . 70
Nonparametric Correlations
[DataSet1]
Corre lations
Spearman's rho
tingkat persepsi
pendidikan ibu
Correlation Coef f icient Sig. (2-tailed) N Correlation Coef f icient Sig. (2-tailed) N
96
Lampiran 14. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kesadaran Gender dan Tingkat Penghasilan Orang Tua
Nonparametric Correlations
[DataSet1]
Correlations
Spearman's rho
tingkat persepsi
penghas ilan orang tua
Correlation Coef f icient Sig. (2-tailed) N Correlation Coef f icient Sig. (2-tailed) N
tingkat persepsi 1.000 . 70 .149 .219 70
penghas ilan orang tua .149 .219 70 1.000 . 70
97