BAB V PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER
Persepsi mahasiswa peserta Mata Kuliah Gender dan Pembangunan terhadap kesadaran gender yaitu pandangan mahasiswa yang telah mengikuti Mata Kuliah Gender dan Pembangunan terhadap kesadaran gender, yang diukur melalui alokasi peranan, hak, kewajiban, tanggung jawab, dan harapan yang dilekatkan baik pada laki-laki maupun perempuan yang berlaku di masyarakat dan tidak mengandung unsur kesetaraan gender. Semakin banyak mahasiswa tersebut tidak setuju terhadap pernyataan yang disajikan maka persepsi terhadap kesadaran gender akan semakin tinggi dan sebaliknya semakin banyak mahasiswa tersebut setuju terhadap pernyataan yang disajikan maka persepsi terhadap kesadaran gendernya akan semakin rendah. Penilaian skor dilakukan dengan menggunakan skala Likert, dengan range dengan nilai antara 1 sampai dengan 5. Sangat setuju memiliki bobot nilai 1, setuju memiliki bobot nilai 2, netral memiliki bobot nilai 3, tidak setuju memiliki bobot nilai 4, dan sangat tidak setuju memiliki bobot nilai 5. Penggolongan skor mahasiswa kategori rendah untuk indikator alokasi peranan adalah skor dengan nilai antara 7 sampai dengan 16 dan untuk indikator lainnya (hak, kewajiban, tanggung jawab, dan harapan) adalah skor dengan nilai antara 4 sampai dengan 9. Skor mahasiswa kategori sedang untuk indikator alokasi peranan adalah skor dengan nilai antara 17 sampai dengan 26 dan untuk indikator lainnya (hak, kewajiban, tanggung jawab, dan harapan) adalah skor dengan nilai antara 10 sampai dengan 15. Sedangkan skor mahasiswa kategori rendah untuk indikator alokasi peranan adalah skor dengan nilai
43
antara 27 sampai dengan 35 dan untuk indikator lainnya (hak, kewajiban, tanggung jawab, dan harapan) adalah skor dengan nilai antara 16 sampai dengan 20. Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa secara keseluruhan sebagian besar mahasiswa memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang tinggi dan sisanya memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang sedang. Hal yang menarik adalah bahwa tidak ada satu pun mahasiswa yang memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang rendah. Salah satu alasannya bahwa hampir seluruh mahasiswa mengerti mengenai konsep kesadaran gender, seperti yang diungkapkan oleh salah satu responden berikut ini: “ Kalau menurut saya, konsep kesadaran gender itu kita paham sama keseteraan atau keadilan antara cewe dan cowo baik dalam hak maupun kewajiban, pokoknya di seluruh bidang kehidupan cewe dan cowo ga dibeda-bedakan” (Cam). 40 35 30 25 20 Perempuan
15
Laki-laki
10 5 0 Tinggi
Sedang
Rendah
Persepsi Terhadap Kesadaran Gender
Gambar 2. Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender Berdasarkan Jenis Kelamin, Bogor 2009
44
5.1 Persepsi Mahasiswa Terhadap Alokasi Peranan Persepsi mahasiswa terhadap alokasi peranan adalah pandangan mahasiswa terhadap pembentukan karakter tertentu yang biasanya ditujukan kepada jenis kelamin tertentu. Gambar 3 memperlihatkan bahwa jumlah terbesar persepsi mahasiswa terhadap alokasi peranan terdapat pada kategori tinggi baik mahasiswa laki-laki maupun perempuan. Bahkan jumlah persepsi mahasiswa laki-laki lebih besar dibandingkan mahasiswa perempuan. Hal ini menunjukkan mahasiswa lakilaki lebih banyak menyetujui tentang kesadaran gender khususnya dalam bidang alokasi peranan dibandingkan dengan mahasiswa perempuan. Mahasiswa laki-laki lebih banyak setuju terhadap kesadaran gender karena mereka ingin mengubah pandangan negatif terhadap mereka yang terkesan selalu menindas kaum perempuan terutama dalam bidang alokasi peranan, mereka menyetujui apabila mahasiswa perempuan menajadi pemimpin organisasi. Berikut ungkapan salah satu mahasiswa laki-laki yang memiliki persepsi tinggi terhadap kesadaran gender dalam bidang alokasi peranan: “ Pada dasarnya sih, saya setuju-setuju aja kalau yang jadi pemimpin itu perempuan selama dia mempunyai kompetensi yang cukup dan dapat diandalkan, daripada memilih laki-laki yang tidak punya kompetensi (Cam)”.
45
40 35 30 25 20 Perempuan
15
Laki-laki
10 5 0 Tinggi
Sedang
Rendah
Persepsi Terhadap Alokasi Peranan
Gambar 3. Persepsi Mahasiswa Terhadap Alokasi Peranan Berdasarkan Jenis Kelamin, Bogor 2009
5.2 Persepsi Mahasiswa Terhadap Hak Persepsi mahasiswa terhadap alokasi hak adalah pandangan mahasiswa terhadap kesempatan yang dimiliki oleh sesorang untuk mengakses sesuatu. Gambar 4 memperlihatkan bahwa jumlah terbesar persepsi mahasiswa terhadap hak terdapat pada kategori tinggi baik mahasiswa laki-laki maupun perempuan. Bahkan jumlah persepsi mahasiswa perempuan lebih besar dibandingkan mahasiswa laki-laki. Hal ini menunjukkan mahasiswa perempuan lebih banyak menyetujui tentang kesadaran gender khususnya dalam bidang hak dibandingkan dengan mahasiswa laki-laki. Mahasiswa perempuan lebih banyak setuju terhadap kesadaran gender karena mereka ingin membuktikan diri mereka bisa setara dengan mahasiswa lakilaki terutama dalam bidang hak, seperti mereka menyetujui apabila perempuan memiliki hak yang sama dalam mengakses pendidikan. Berikut ungkapan salah satu mahasiswa perempuan yang memiliki persepsi tinggi terhadap kesadaran gender dalam bidang hak:
46
“Kita mahasiswa perempuan tuh sebenarnya setuju banget dengan adanya persamaaan hak dalam bidang pendidikan untuk membuktikan bahwa perempuan tuh tidak kalah pintar dengan laki-laki (An)”. 50 45 40
35 30 25 20
Perempuan
15
Laki-laki
10 5 0 Tinggi
Sedang
Rendah
Persepsi Terhadap Hak
Gambar 4. Persepsi Mahasiswa Terhadap Hak Berdasarkan Jenis Kelamin, Bogor 2009
5.3 Persepsi Mahasiswa Terhadap Alokasi Kewajiban Persepsi mahasiswa terhadap kewajiban adalah pandangan mahasiswa terhadap sesuatu yang harus dilakukan oleh seseorang berkaitan dengan peran yang dijalaninya. Gambar 5 memperlihatkan bahwa jumlah terbesar persepsi mahasiswa terhadap kewajiban terdapat pada kategori tinggi baik mahasiswa laki-laki maupun perempuan. Bahkan jumlah persepsi mahasiswa perempuan lebih besar dibandingkan mahasiswa laki-laki. Hal ini menunjukkan mahasiswa perempuan lebih banyak menyetujui tentang kesadaran gender khususnya dalam bidang kewajiban dibandingkan dengan mahasiswa laki-laki. Mahasiswa perempuan lebih banyak setuju terhadap kesadaran gender karena mereka ingin membuat persamaan dalam hal kewajiban antara laki-laki dan
47
perempuan tanpa ada pembedaan, seperti laki-laki dapat juga mengurus anak dan keperluan rumah tangga tidak harus selalu perempuan saja. Berikut ungkapan salah satu mahasiswa perempuan yang memiliki persepsi tinggi terhadap kesadaran gender dalam bidang kewajiban: “mengurus anak dan keperluan rumah tangga kan dapat juga dilakukan pihak laki-laki karena sekarang sudah berkembang teknologi modern, jadi bukan alasan lagi bagi laki-laki untuk tidak bisa mengurus anak (Vt)”. 50 45 40 35 30 25 Perempuan
20 15 10
Laki-laki
5 0 Tinggi
Sedang
Rendah
Persepsi Terhadap Kewajiban
Gambar 5. Persepsi Mahasiswa Terhadap Kewajiban Berdasarkan Jenis Kelamin, Bogor 2009
5.4 Persepsi Mahasiswa Terhadap Tanggung Jawab Persepsi
mahasiswa
terhadap tanggung
jawab adalah pandangan
mahasiswa terhadap sesuatu yang harus ditanggung atas segala sesuatu yang berkaitan dengan peran/perbuatan yang dijalaninya. Gambar 6 memperlihatkan bahwa jumlah terbesar persepsi mahasiswa terhadap tanggung jawab terdapat pada kategori tinggi baik mahasiswa laki-laki maupun perempuan. Bahkan jumlah persepsi mahasiswa perempuan lebih besar dibandingkan mahasiswa laki-laki. Hal
48
ini menunjukkan mahasiswa perempuan lebih banyak menyetujui tentang kesadaran gender khususnya dalam bidang tanggung jawab dibandingkan dengan mahasiswa laki-laki. Mahasiswa perempuan lebih banyak setuju terhadap kesadaran gender dalam tanggung jawab karena mereka dapat juga bertanggung jawab terhadap sesuatu yang sering dilakukan oleh perempuan, seperti menjaga kebersihan dan keindahan kelas. Berikut ungkapan salah satu mahasiswa perempuan yang memiliki persepsi tinggi terhadap kesadaran gender dalam bidang kewajiban: “Seharusnya laki-laki juga harus ikut bertanggung jawab menjaga kebersihan dan keindahan kelas kita, jangan perempuan melulu yang disuruh bertanggung jawab (Vt)”.
45 40 35 30 25 20
Perempuan
15
Laki-laki
10 5 0 Tinggi
Sedang
Rendah
Persepsi Terhadap Tanggung Jawab
Gambar 6.
Persepsi Mahasiswa Terhadap Tanggung Jawab Berdasarkan Jenis Kelamin, Bogor 2009
5.5 Persepsi Mahasiswa Terhadap Harapan Persepsi mahasiswa terhadap harapan adalah pandangan mahasiswa terhadap keinginan yang ditujukan kepada jenis kelamin tertentu yang berkaitan
49
dengan peran yang dijalaninya. Gambar 7 memperlihatkan bahwa jumlah terbesar persepsi mahasiswa terhadap harapan terdapat pada kategori sedang baik mahasiswa laki-laki maupun perempuan. Bahkan jumlah persepsi mahasiswa perempuan lebih besar dibandingkan mahasiswa laki-laki. Hal ini menunjukkan mahasiswa perempuan lebih banyak menyetujui tentang kesadaran gender khususnya dalam bidang harapan dibandingkan dengan mahasiswa laki-laki walaupun hanya sampai kategori sedang. Mahasiswa perempuan lebih banyak setuju terhadap kesadaran gender dalam hal harapan karena mereka mempunyai suatu keinginan suatu saat nanti baik laki-laki maupun perempuan tidak perlu ada pembedaan ataupun diskriminasi, seperti laki-laki dan perempuan dapat menjadi pemimpin organsisasi tanpa kecuali. Berikut ungkapan salah satu mahasiswa perempuan yang memiliki persepsi tinggi terhadap kesadaran gender dalam bidang alokasi harapan: “Harapan saya sih suatu saat nanti kita kaum perempuan tidak ingin dibeda-bedakan dalam segala hal, pokoknya kita dapat melakukan segala sesuatu seperti menjadi pemimpin organisasi (An)”.
50
45 40 35 30 25 20
Perempuan
15
Laki-laki
10 5 0 Tinggi
Sedang
Rendah
Persepsi Terhadap Harapan
Gambar 7. Persepsi Mahasiswa Terhadap Harapan Berdasarkan Jenis Kelamin, Bogor 2009
\
51
BAB VI HUBUNGAN ANTARA SOSIALISASI PRIMER DAN PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER 6.1 Hubungan Antara Jenis Kelamin Mahasiswa dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender Jumlah mahasiswa perempuan yang memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang tinggi yaitu sebanyak 35 orang dan 14 orang memiliki persepsi yang sedang terhadap kesadaran gender. Sebaliknya, hanya 4 orang yang memiliki persepsi yang tinggi terhadap kesadaran gender dan 17 orang yang memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang sedang. Hal tersebut berarti mahasiswa perempuan rata-rata memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang tinggi, sedangkan mahasiswa laki-laki rata-rata memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang sedang. Tabel 15. Hubungan antara Jenis Kelamin dan Persepsi Mahsiswa Terhadap Kesadaran Gender, Bogor 2009 Jenis Kelamin Total Persepsi Perempuan Laki-laki N % N % N % Tinggi 4 71 35 19 39 56 Sedang 17 29 14 81 31 44 Total 21 100 49 100 70 100 0,001 P-value
Hasil uji statistik Chi-Square menunjukkan bahwa P-value sebesar 0,000. Jika nilai tersebut dibandingkan dengan taraf nyata (α) 5 persen, maka P-value < 0,05 mengindikasikan bahwa hipotesis penelitian diterima. Artinya, terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender.
52
Jenis kelamin yang dimiliki oleh mahasiswa mempengaruhi persepsi mereka terhadap kesadaran gender. Hampir sebagian besar mahasiswa perempuan memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang tinggi dibandingkan dengan mahasiswa laki-laki yang justru sebagian besar jumlahnya memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang sedang. Namun ini bukan berarti jenis kelamin menjadi penentu utama pandangan atau persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender. Perlu dipahami bahwa sebenarnya proses internalisasi yang dialami oleh mahasiswa itu sendiri yang menentukan persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender. Salah satu mahasiswa laki-laki menyatakan bahwa di dalam keluarganya selalu diajarkan bahwa yang pantas menjadi pemimpin adalah seorang laki-laki dan hal ini membuat dirinya berpikir bahwa seorang pemimpin itu haruslah laki-laki. Begitu juga dengan mahasiswa perempuan yang menjelaskan bahwa di dalam keluaraganya baik laki-laki maupun perempuan dapat mengerjakan segala pekerjaan. Pembagian tugas rumah tergantung diskusi yang dilakukan di dalam keluarganya dan hal tersebut membuat dirinya berpikir bahwa baik laki-laki dan perempuan adalah makhluk yang sama. Berikut kutipan wawancara dengan salah satu mahasiswa perempuan: “ Kalau menurut saya, cewe dan cowo itu ga perlu dibedabedakan. Cewe juga perlu dikasih kesempatan agar bisa setara dengan cowo.hak dan kewajiban cewe sama cowo itu setara, jadi ga boleh ada diskriminasi”.(Vt)
Mahasiswa laki-laki juga memberikan pernyataan yang cukup sama dengan mahasiswa perempuan namun hanya terdapat sedikit perbedaan mengenai kesadaran gender yaitu:
53
“Saya sih setuju-setuju aja cewe dan cowo setara namun tetap harus ada batasnya donk, cewe boleh jadi pemimpin juga tapi kalo masih ada cowo alangkah bagusnya cowo yang jadi pemimpin kecuali kalo udah ga ada cowo atau cowonya ga berkompeten, baru cewe yang jadi pemimpin”.(As)
6.2 Hubungan antara Agama dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender Mahasiswa yang menganut agama islam memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang tinggi sebanyak 37 orang dan sisanya sebesar 29 orang memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang sedang. Mahasiswa yang menganut agama kristen protestan yang berjumlah 2 orang, masing-masing memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang tinggi dan sedang. Sedangkan, agama katolik dan budha yang masing-masing berjumlah hanya 1 orang memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang sedang. Tabel 16. Hubungan Antara Agama dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Gender, Bogor 2009 Agama Persepsi Islam Protestan Katolik Budha Tinggi 37 2 0 0 Sedang 29 0 1 1 Total 66 2 1 1 P-value 0,25
Kesadaran Total 39 31 70
Hasil uji statistik Chi-Square menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara agama dengan persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender. Hal ini dibuktikan dengan nilai P-value (0,25) < α (0,05). Agama yang dianut oleh mahasiswa tidak mempengaruhi persepsi mereka terhadap kesadaran gender. Baik mahasiswa yang beragama Islam, Protestan, Katolik, dan Budha dapat memiliki persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender pada kategori tinggi ataupun sedang.
54
Menurut mahasiswa, berdasarkan agama yang dianut oleh mereka tidak membuat mereka membeda-bedakan peran dan posisi antara laki-laki dan perempuan. Semua jenis kelamin di dalam agama mereka diperlakukan secara adil. Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan mahasiswa dari tiap agama: “ Kalo yang gw dapat dari guru ngaji pas masih kecil, cowo itu harus jadi pemimpin dan cewe itu ga boleh jadi pemimpin, tapi menurut gw sih itu kan cuma dalam hal sholat doank, jadi kalo cewe jadi komti mah itu sah-sah aja selama cewenya mampu”.(An) “ Di protestan sih sama aja antara cewe dan cowo dan gw setuju cewe dan cowo boleh ngelakuin apa aja, jadi ga ada perbedaan antara cewe dan cowo”. (St) “ Kalo setahu saya sih di katolik itu ga ada pembedaan antara laki-laki dan perempuan, semuanya sama yaitu sama-sama makhluk tuhan”.(Par)
6.3
Hubungan antara Suku Bangsa dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender Suku bangsa diduga berhubungan dengan persepsi mahasiswa terhadap
kesadaran gender karena anggapan mengenai gender bisa berbeda dari suatu etnis dengan etnis lainnya. Oleh karena itu, perbedaan suku bangsa bisa menyebabkan perbedaan tingkat persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender.
Tabel 17. Hubungan antara Suku Bangsa dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender, Bogor 2009 Suku Bangsa Persepsi Total Batak Minang Jawa Sunda Tionghoa Lainnya Tinggi 2 4 14 9 0 10 39 Sedang 3 2 12 10 1 3 31 Total 5 6 26 19 1 13 70 0,417 P-value
55
Tabel 17 menunjukkan bahwa mahasiswa dengan suku Minang, Jawa, dan suku lainnya (Melayu, Bugis, Betawi, Gayo, Banten, dan Muna) sebagian besar memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang tinggi. Sedangkan mahasiswa suku Batak, Sunda dan Tionghoa sebagian besar memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang sedang. Secara keseluruhan hampir sebagian besar mahasiswa dari berbagai suku bangsa memiliki persepsi terhadap kesadaran gender yang tinggi. Hasil uji statistik Chi-Square diperoleh P-value sebesar 0,417. Nilai tersebut jauh lebih besar dibandingkan dengan taraf nyata (α) sebesar 0,05 (P-value > 0,05). Hal ini mengindikasikan bahwa hipotesis penelitian ditolak, yang artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara suku bangsa dengan persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender. Suku bangsa yang dimiliki oleh mahasiswa tidak mempengaruhi persepsi mereka terhadap kesadaran gender. Meskipun suku yang dimiliki mahasiswa adalah budaya patrilineal, menurut mahasiswa tidak membuat dirinya memiliki pemahaman bahwa laki-laki harus lebih baik dari perempuan. Hal tersebut dikarenakan menurut pengalaman mahasiswa bahwa semakin memudarnya internalisasi adat istiadat di dalam keluarga mereka bahkan hampir sebagian keluarga mahasiswa lebih mengutamakan
diskusi
dalam
mengambil
keputusan
atau
memecahkan
permasalahan. Hasil wawancara dengan salah satu mahasiswa yang menguatkan bahwa tidak ada hubungan antara suku dengan persepsi terhadap kesadaran gender yaitu: “ Emang bener kalau di keluarga saya tuh berasal dari budaya patrilineal, tapi kenyataannya yang diterapin di keluarga saya justru mengutamakan diskusi antara perempuan dan laki-laki dan hal ini membuat tugas laki-laki dan perempuan di keluarga
56
saya menjadi sama dan ga ada yang dibeda-bedakan. Jadi justru suku saya yang menganut budaya patrilineal tuh ga ngaruh banget”. (Par)
6.4 Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Ayah dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan nilai korelasi sebesar 0,155 dan P-value sebesar 0,2. Nilai tersebut mengindikasikan bahwa ada hubungan positif dan tidak signifikan (P-value > 0,05) antara tingkat pendidikan ayah dengan persepsi terhadap kesadaran gender atau hipotesis penelitian ditolak yang artinya semakin tinggi tingkat pendidikan ayah mahasiswa tidak diikuti dengan semakin tinggi persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender. Tabel 18. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Ayah dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender, Bogor 2009 Tingkat Pendidikan Ayah Persepsi Total Tinggi Sedang Rendah Tinggi 23 16 0 39 Sedang 15 12 4 31 Total 38 28 4 70 0,2 P-value
Tinggi atau rendahnya tingkat pendidikan ayah mahasiswa ternyata tidak berhubungan dengan persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender. Menurut pengakuan dari mahasiswa baik ayah yang lulusan sarjana ataupun lulusan SMU selalu mengajarkan kepada anak-anaknya bahwa laki-laki dan perempuan adalah sama. Hal tersebut dapat dilihat dari pembagian kerja di dalam masing-masing keluarga mahasiswa yang semuanya berdasarkan kesepakatan tanpa adanya diskriminasi jenis kelamin. Berikut hasil wawancara dengan salah satu mahasiswa yang ayahnya lulusan sarjana dan lulusan SMU:
57
“ Kalo bokap gw yang lulusan sarjana, selalu menekankan pentingnya mengahargai perempuan karena peran perempuan dalam keluarga sangatlah besar (Cam)”. “Pembagian kerja di keluarga aku tuh semuanya sama antara cowo dan cewe, ga ada yang dibedakan. Cowo bisa menyapu juga. Pokoknya tergantung kesepakatan pembagian kerja diantara anggota keluarga saya (Par)”.
6.5 Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Ibu dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender Nilai P-value sebesar 0,175 dari hasil uji korelasi Spearman dengan nilai koefisien relasi sebesar 0,164 mengindikasikan bahwa terdapat hubungan positif dan tidak signifikan (P-value > 0,05) antara tingkat pendidikan ibu mahasiswa dengan persepsi terhadap kesadaran gender atau hipotesis penelitian ditolak. Artinya semakin tinggi persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender tidak diikuti dengan semakin tinggi tingkat pendidikan ibu mahasiswa. Hampir serupa dengan ayah, tingkat pendidikan ibu juga tidak mempengaruhi persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender. Mahasiswa yang memiliki ibu yang pendidikannya lulusan sarjana maupun tidak sekolah, semuanya mengajarkan bahwa laki-laki dan perempuan berhak mendapatkan perlakuan yang sama di dalam keluarga. Apabila salah satu anggota keluarga ada yang bersalah melanggar peraturan keluarga maka harus mendapatkan hukuman tanpa memandang jenis kelamin. Hal tersebut diperkuat oleh hasil kutipan wawancara salah satu mahasiswa berikut ini: “ Di keluarga saya tuh, ada jam malam yaitu jam 10 malam yang mengikat pada anak laki-laki dan perempuan. Jadi, kalau ada anak yang pulang ke rumah melebihi jam 10 malam maka akan mendapat sanksi dikurangi uang saku perbulan. Sanksi tersebut berlaku untuk semua anak baik laki-laki maupun perempuan (And)”.
58
Tabel 19. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Ibu dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender, Bogor 2009 Tingkat Pendidikan Ibu Persepsi Total Tinggi Sedang Rendah Tinggi 16 22 1 39 Sedang 11 13 17 31 Total 27 35 8 70 0,175 P-value
6.6 Hubungan Antara Pekerjaan Ayah dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender Tabel 20 menunjukkan bahwa di setiap jenis pekerjaan ayah, rata-rata persepsi terhadap kesadaran gender mahasiswa adalah tinggi. Melalui uji statistik Chi-Square diperoleh nilai P-value sebesar 0,383. Jika dibandingkan dengan taraf nyata (α) 5 persen, maka P-value > 0,05 dan hipotesis penelitian ditolak. Hal ini berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan ayah responden dengan persepsi terhadap kesadaran gender. Tabel 20. Hubungan Antara Pekerjaan Ayah dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender, Bogor 2009 Pekerjaan Ayah Persepsi Tidak bekerja PNS Guru/Dosen TNI/Polri Buruh Swasta Pedagang Wiraswasta Tinggi 3 14 2 2 0 12 2 4 Sedang 3 9 0 2 4 10 1 2 Total 6 23 2 4 4 22 3 6 0,383 P-value
Hampir sebagian besar mahasiswa memiliki ayah yang bekerja sebagai PNS dan tidak mempengaruhi persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender. Internalisasi oleh ayah mahasiswa di dalam keluarga tidak berhubungan dengan pekerjaannya dan tidak terjadi diskriminasi gender. Sebagai contoh, menurut
59
pengakuan seorang mahasiswa bahwa ayahnya yang bekerja sebagai TNI/Polri justru mendidik anaknya dengan penuh kasih sayang baik kepada laki-laki maupun perempuan. Berikut hasil kutipan wawancara dengan salah seorang mahasiswa: “ walaupun papa aku kerjanya sebagai TNI tapi dia ga pernah mendidik keras ama aku sebagai anaknya. Aku sebagai laki-laki juga diperbolehkan menyapu lantai (Ahm)”.
6.7 Hubungan Antara Pekerjaan Ibu dan Persepsi Mahasiswa terhadap Kesadaran Gender Hasil uji statistik Chi-Square diperoleh P-value sebesar 0,056. Nilai tersebut lebih besar dari taraf nyata 0,050 yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan ibu mahasiswa dengan persepsi terhadap kesadaran gender. Hampir sebagian besar ibu mahasiswa tidak bekerja ataupun menjadi ibu rumah tangga. Dalam proses merawat dan mendidik anak-anaknya, baik ibu yang tidak bekerja ataupun ibu yang bekerja sebagai PNS sama-sama merawat atau mendidik anak-anaknya secara adil dan tidak membedakan. Tabel 21. Hubungan Antara Pekerjaan Ibu dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender, Bogor 2009 Pekerjaan Ibu Persepsi Total Tidak bekerja PNS Guru/Dosen Buruh Swasta Pedagang Wiraswasta Tinggi 17 10 5 0 2 4 1 39 Sedang 21 3 1 2 3 0 1 31 Total 37 13 6 2 5 4 2 70 P-value 0,056
Berikut salah satu hasil kutipan wawancara dari mahasiswa yang ibunya tidak bekerja: “ mama aku tuh walaupun ga kerja atau sebagai ibu rumah tangga tapi ga mengharuskan aku sebagai anak cewe kalau besar nanti menjadi ibu rumah tangga. Mama juga ga membedakan antara anak cowo dan cewe. Buktinya anak cowo di keluarga aku pernah juga disuruh mencuci baju (And)”. 60
6.8 Hubungan Antara Tingkat Penghasilan Orang tua Mahasiswa dan Tingkat Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender Hasil uji statistik Spearman yang diperoleh menunjukkan nilai koefisien korelasi yang positif (0,149) dan nilai P-value adalah sebesar 0,219. Hipotesis penelitian ditolak karena P-value > 0,05 Hal ini menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif tapi tidak signifikan antara tingkat penghasilan orang tua mahasiswa dengan persepsi terhadap kesadaran gender yang artinya semakin tinggi tingkat penghasilan orang tua mahasiswa tidak diikuti dengan semakin tinggi persepsi mahasiswa terhadap kesadaran gender. Tabel 22. Hubungan Antara Tingkat Penghasilan Orang Tua dan Persepsi Mahasiswa Terhadap Kesadaran Gender, Bogor 2009 Tingkat Penghasilan Orang Tua Persepsi Total Tinggi Sedang Rendah Tinggi 3 34 2 39 Sedang 2 24 5 31 Total 5 58 7 70 0,219 P-value
Berdasarkan tabel 22, tingkat penghasilan orang tua tidak ada hubungannya dengan proses internalisasi yang dilakukan oleh orang tua dalam membentuk persepsi terhadap kesadaran gender. Justru menurut mahasiswa, salah satu proses internalisasi orang tua kepada anak-anaknya mengarah kepada kesadaran gender, yaitu dalam hal peluang yang sama bagi setiap anak baik laki-laki dan perempuan dalam menempuh pendidikan. Pengakuan dari mahasiswa yang orang tuanya berpenghasilan tinggi dan rendah adalah sama, bahwa orang tuanya akan menyekolahkan semua anak-anaknya sampai berhasil tanpa membedakan jenis kelamin.
61
Berikut kutipan wawancara dengan salah satu mahasiswa yang orang tuanya berpenghasilan rendah: “ di keluarga saya, semua anak harus sekolah baik cewe dan cowo. Walaupun pengasilan orang tua pas-pasan tapi orang tua selalu mengusahakan mencari biaya agar anak-anaknya bisa sekolah (Ahm)”.
62