PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP PELANGGARAN RINGAN
Disusun Oleh Ricky
Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia
1
Makalah PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP PELANGGARAN RINGAN oleh Ricky Diterbitkan 11 September 2004 Hak Cipta (c) 2004 oleh Ricky
Silakan menyalin, mengedarkan, dan/atau, memodifikasi bagian dari makalah Persepsi Mahasiswa Terhadap Pelanggaran Ringan yang disusun oleh Ricky, sesuai dengan ketentuan "GNU Free Documentation License versi 1.1" ; tanpa bagian "Invariant", tanpa teks "Front-Cover", dan tanpa teks "Back-Cover". Salinan lengkap dari lisensi ini dapat dilihat di http://www.gnu.org/copyleft/fdl.html.
2
DAFTAR ISI
BAGIAN I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang
..4
2. Ruang Lingkup
.4
3. Tujuan
...5
BAGIAN II ISI 1. Definisi Pelanggaran Ringan
.6
a. Apa itu Pelanggaran Ringan dan Mengapa Itu Bisa Terjadi?
6
b. Batas Antara Pelanggaran Ringan dan Pelanggaran Berat
9
c. Kesadaran Masyarakat Indonesia Terhadap Pelanggaran Ringan. 2. Ruang Lingkup Pelanggaran Ringan dan Jenis-Jenisnya.
...11 12
a. Pelanggaran Ringan di Lingkungan Keluarga
..12
b. Pelanggaran Ringan di Lingkungan Umum
..14
c. Pelanggaran Ringan di Tempat Kerja
...15
d. Pelanggaran Ringan di Sekolah dan Kampus
...16
3. Pelanggaran Ringan Dalam Sudut Pandang Mahasiswa
..17
4. Akibat-Akibat dari Pelanggaran Ringan
...18
5. Konsekuensi Terhadap Pelaku Pelanggaran Ringan a. Hukum Yang Mengatur Tindakan Pelanggaran Ringan
.21 ...21
b. Konsekuensi Yang Patut Diberikan Kepada Pelaku Pelanggaran Ringan
BAGIAN III PENUTUP DAFTAR PUSTAKA
.22
...24 ..25
3
BAGIAN I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Dewasa ini, banyak orang yang telah melakukan pelanggaran ringan baik itu sengaja maupun tidak sengaja telah menjadikan hal itu sebagai suatu kebiasaan. Karena mereka memandangnya sebagai sesuatu yang tindakan yang tidak perlu diberi perhatian khusus, beberapa orang telah menjadi korban akibat tindakan tersebut. Peraturan-peraturan khusus dibuat untuk menindak mereka yang telah melakukan pelanggaran. Meskipun demikian, konsekuensi yang diberikan kadang kala tidak pada tempatnya. Oleh karena itu, dalam makalah ini, penulis mencoba menjelaskan apa sebenarnya yang dimaksud dengan pelanggaran ringan, mengapa itu bisa dilakukan oleh seseorang, apa faktor-faktor yang membuat seseorang melakukan tindakan kriminal, akibat-akibat apa yang dapat ditimbulkan oleh pelanggaran ringan, dan apa konsekuensi yang patut untuk seorang pelanggar ringan. 2. Ruang Lingkup Makalah ini pertama-tama akan memberikan penjelasan beserta definisi-definisi dari pelanggaran ringan. Selain itu, dijelaskan pula mengenai penyebab serta faktor-faktor yang dapat menyebabkan seseorang dapat melakukan suatu tindakan pelanggaran. Kemudian, pembahasan difokuskan hanya kepada pelanggaran ringan dengan membandingkan pelanggaran ringan terhadap pelanggaran berat beserta batasan-batasan yang terlibat didalamnya. Di bagian selanjutnya, diperlihatkan bagaimana contoh-contoh dari pelanggaran ringan sering terjadi di dalam berbagai aspek kehidupan seseorang, entah itu di dalam keluarga, di tempat kerja, di lingkungan tetangga, dan di lingkungan sekolah maupun kampus. Contoh-contoh ini hanyalah sebagian kecil pelanggaran ringan yang penulis telah amati dan cenderung dilakukan baik secara sadar maupun tidak sadar oleh seseorang. Pada prinsipnya bentuk-bentuk dari pelanggaran ringan masih dapat dilakukan dalam berbagai cara. Lalu, pada bab selanjutnya akan disajikan ulasan utama dari makalah ini yaitu wawancara dan interview langsung dengan beberapa mahasiswa sehubungan dengan persepsi mereka terhadap pelanggaran ringan. Kemudian, pembahasan berlanjut pada akibat-akibat yang dapat ditimbulkan oleh pelanggaran-pelanggaran ringan, baik itu akibat langsung maupun tidak langsung, akibat yang diterima diri sendiri dan orang lain, dan lain sebagainya. Makalah ini diakhiri dengan membahas konsekuensi yang harus diterima oleh seorang pelaku pelanggaran ringan. Tentu saja konsekuensi pun harus ditetapkan dahulu di dalam peraturan-peraturan yang telah disepakati bersama sehingga pelaku pelanggaran ringan mendapatkan konsekuensi yang sepatutnya. Hukum-hukum dan peraturanperaturan yang mengatur konsekuensi pelanggaran ringan akan dibahas dalam bagian terakhir. 4
3. Tujuan Tujuan ditulisnya makalah ini adalah agar pembaca dapat lebih mengerti dan memahami berbagai jenis pelanggaran ringan baik yang kita sadari maupun tidak sadari sehingga kita akan lebih berhati-hati dalam bertindak agar tidak sampai melanggar peraturan-peraturan yang telah ditetapkan.
5
BAGIAN II ISI 1. Definisi Pelanggaran Ringan a. Apa Itu Pelanggaran Ringan dan Mengapa Itu Bisa Terjadi? Sebuah sekolah swasta di Indonesia menetapkan dalam peraturan sekolahnya bahwa siswa yang didapati menyontek akan dianggap sama dengan melakukan korupsi yang dinyatakan haram. Oleh karena itu, barangsiapa yang melakukan tindakan tersebut, akan dikeluarkan dari sekolah tanpa surat peringatan terlebih dahulu. Beberapa universitas lainnya menetapkan bahwa mahasiswa yang meminjam alat-alat tulis selama ujian berlangsung akan dikenakan sanksi mulai dari pembatalan ujian mahasiswa yang bersangkutan, nilai E untuk mata kuliah yang bersangkutan, atau bahkan dicutikan untuk semester berikutnya. Pada seleksi penerimaan mahasiswa baru Perguruan Tinggi Negeri, siswa yang diketahui atau didapati membawa barang-barang elektronik akan dinyatakan tidak lulus dalam mengikuti seleksi penerimaan mahasiswa baru tersebut. Dari contoh-contoh peraturan tata tertib baik sekolah maupun universitas di atas, kita memahami bahwa tindakan pelanggaran perlu mendapatkan perhatian yang lebih dari kita. Setiap pelanggaran memiliki sanksi yang harus dikenakan terhadap si pelanggar, entah itu pelanggaran sangat ringan, pelanggaran ringan, pelanggaran berat maupun pelanggaran yang sangat berat. Akan tetapi, banyak pihak memiliki pandangan yang bervariasi terhadap suatu pelanggaran, sehingga hal ini juga akan mempengaruhi peraturan dan sanksi yang dibuat dan diberlakukan terhadap pelanggaran tersebut. Dalam makalah ini, penulis hanya memfokuskan permasalahan pada pelanggaran ringan dalam skala : pelanggaran ringan-sedang-berat. Pada dasarnya, pelanggaran adalah tindakan yang tidak sesuai atau tidak sejalan dengan norma-norma atau peraturan-peraturan yang ditetapkan dalam suatu lingkungan tertentu baik tertulis maupun tidak tertulis, disengaja maupun tidak disengaja. Seorang mahasiswa dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia kemudian mendefinisikan pelanggaran ringan sebagai suatu tindakan yang melanggar aturan yang telah ditetapkan, hanya saja kesalahan yang dilakukan masih dalam batas kewajaran dan biasanya terjadi tanpa ada maksud atau direncanakan dari sang pelaku kesalahan dan dampak atau akibat dari tindakan ini tidak membubarkan tujuan utama dari suatu kegiatan. Maka, dari konsep ini kita dapat menyimpulkan bahwa pelanggaran ringan secara garis besar adalah tindakan menyalahi peraturan atau norma yang oleh lingkungan setempat dianggap masih dapat diterima atau ditolerir karena masih berada dalam batas kewajaran meskipun tetap harus mendapatkan konsekuensi yang mungkin hanya berupa teguran. Pelanggaran ringan juga dapat dikatakan sebagai pelanggaran yang sifatnya tidak terlalu merugikan orang lain atau diri sendiri. Mengapa
6
demikian? Ya, kita semua pasti setuju bahwa setiap peraturan yang dikeluarkan atau ditetapkan, tentu dilandaskan atas kepentingan dan kebutuhan bersama. Atau dengan kata lain, karena kehidupan bersamalah, manusia menciptakan peraturanperaturan. Kontras dengan jika manusia hidup sendiri di muka bumi, dia tidak memerlukan begitu banyaknya peraturan yang membatasi kehidupannya. Dia dapat berbuat sesuka hatinya terhadap lingkungan yang ditinggalinya. Akan tetapi, jika ia tinggal bersama dengan orang lain, ia harus menjaga tindakannya, perkataannya, bahkan pola pikirnya, dan demikian pula orang lain yang tinggal bersamanya. Maka dibangunlah peraturan-peraturan yang mengatur kehidupan bersama. Jika seseorang telah melakukan perbuatan yang menyalahi salah satu peraturan yang telah ditetapkan tetapi orang lain atau pihak lain yang merasa dirugikan masih dapat menerimanya, tindakan seperti itulah yang dapat disebut sebagai pelanggaran ringan. Lalu, mengapa pelanggaran-pelanggaran seperti yang telah disebutkan diatas dapat muncul? Sebenarnya, ada beberapa alasan yang dapat membuat seseorang atau sekelompok orang melakukan pelanggaran, baik itu ringan maupun berat. Seperti yang telah diuraikan di paragraf-paragraf sebelumnya, kita telah mengetahui bahwa peraturan-peraturan diciptakan dan dibuat demi kepentingan bersama agar masyarakat dapat hidup lebih tertib, teratur, aman dan tenteram. Tetapi, yang menjadi masalah adalah, ada banyak pihak yang berwenang untuk menciptakan suatu peraturan atau hukum, menyalahgunakan wewenang mereka untuk membuat hukum dan peraturan bagi kepentingan diri mereka sendiri. Meskipun hukum yang dibuat tersebut mungkin tampak berguna dimata masyarakat, tapi mereka menjadikan hal itu sebagai pemuasan kepentingan pribadi. Pada akhirnya, masyarakat akan mengetahui dan melihat sendiri bahwa peraturan tersebut telah menimbulkan banyak kerugian bagi mereka. Maka, muncullah berbagai bentuk pelanggaran terhadap hukum tersebut. Hal lainnya yang dapat membuat seseorang melakukan tindakan pelanggaran adalah karena peraturan yang dibuat tidak sesuai dengan kondisi yang sedang berlangsung di tengah masyarakat. Atau dengan kata lain, peraturan dibuat pada saat yang kurang tepat sehingga dapat membebani masyarakat. Sebagai contoh, di beberapa negeri, krisis ekonomi telah menyebabkan banyaknya pemutusan hubungan kerja atau PHK terhadap karyawan-karyawan yang sebagian besar menjadi tulang punggung keluarga mereka. Untuk terus dapat menghidupi keluarganya, mereka harus mencari pekerjaan lain yang dapat menunjang kebutuhan hidup keluarganya. Namun, pada saat masyarakat sedang dilanda krisis ekonomi seperti itu, pemerintah justru menaikkan biaya pajak bumi dan bangunan, pajak kekayaan, pajak barang mewah, dan pajak-pajak lainnya. Hal ini mendorong masyarakat untuk berlaku tidak jujur terhadap petugas pajak. Banyak alasan yang mereka buat, agar mereka tidak dikenai pajak yang terlalu berat. Seandainya pemerintah menetapkan peraturan tersebut pada saat keadaan ekonomi negara sudah membaik, mungkin masyarakat pun tidak akan melakukan pelanggaran semacam itu.
7
Pelanggaran juga erat kaitannya dengan kecenderungan manusia untuk hidup bebas atau merdeka. Di banyak negeri, kebebasan sangat dijunjung tinggi. Di Amerika sebagai contoh, kebebasan merupakan hak yang sangat dibanggakan. Masyarakat memiliki kebebasan berpendapat, kebebasan berpikir, kebebasan berbicara, dan lain sebagainya. Sifat dan kecenderungan manusia akan kebebasan ini sudah tertanam dalam hati seseorang sejak ia dilahirkan. Akan tetapi, kebebasan sendiri dapat menjadi suatu pemicu munculnya berbagai pelanggaran. Banyak anak yang sudah dikenal sebagai anak yang penurut dan setia pada orang tuanya, pada akhirnya pergi atau kabur dari rumahnya karena merasa kehidupannya selalu dikekang dan diatur oleh kedua orang tuanya. Anak-anak yang lain melampiaskan kekesalannya bahkan dengan tindakan yang tak berperikemanusiaan, membunuh orang tua mereka. Mereka merasa diri mereka sudah cukup besar untuk menjalani kehidupan mereka sendiri dan tidak perlu lagi bimbingan dari orang tua mereka. Ini sering kali terjadi di negara-negara yang menjunjung tinggi kebebasan. Karena mereka merasa bahwa kebebasan adalah hak setiap warga negara, mereka menyalahgunakan kebebasan tersebut untuk kepentingan pribadi mereka sendiri dan tidak memperdulikan kepentingan orang lain. Sebenarnya, kebebasan itu sendiri memang diperlukan untuk tujuan yang positif dan bermanfaat. Meskipun demikian, kebebasan tetap memerlukan suatu batasan-batasan agar tidak sampai terjadi pelanggaran-pelanggaran yang merugikan atau bahkan mencelakakan orang lain. Tindakan pelanggaran juga dapat terjadi karena adanya dua atau lebih peraturan dan hukum yang secara relatif menuntut tindakan yang berbeda. Jika seseorang dihadapkan pada kedua hukum ini, tentu saja ia hanya dapat mematuhi satu hukum dan dengan terpaksa, melanggar hukum yang lain. Meskipun bagi beberapa orang hal ini mungkin tidak pernah dialami, yang perlu ditekankan disini adalah bagaimana suatu peraturan, dalam beberapa segi tidak sejalan dengan peraturan yang lainnya, dan pada saat itu, seseorang harus dengan bijaksana memilih tindakan apa yang harus ia perbuat. Masih banyak lagi faktor yang dapat membuat seseorang melakukan tindakan pelanggaran ringan, seperti keadaan atau kesempatan yang memungkinkan, keadaan terpaksa, sifat egois, sifat ingin menonjol dalam suatu lingkungan, kelalaian, ketidaktahuan akan suatu peraturan, dan lain sebagainya. Sampai disini, kita telah memahami dengan jelas makna dasar dari pelanggaran ringan dan bagaimana tindakan tersebut dapat terjadi. Seiring dengan perkembangan peradaban manusia, kehidupan manusia pun menjadi semakin kompleks. Akibatnya, banyak orang mulai beradu pandangan atau berdebat tentang apakah tindakan mereka dikategorikan sebagai pelanggaran berat atau pelanggaran ringan. Peraturan-peraturan baru mucul, demikian pula dengan argumen-argumen manusia tentang tindakan yang telah diperbuatnya. Maka, muncullah pertanyaan, sampai batas mana tindakan seseorang masih dikategorikan sebagai pelanggaran ringan? Batasan apa yang dapat digunakan untuk menunjukkan bahwa tindakan yang dilakukan seseorang adalah
8
pelanggaran ringan? Judul kecil berikutnya akan mengulas pertanyaan-pertanyaan tersebut. b. Batasan Antara Pelanggaran Ringan dan Pelanggaran Berat Meskipun Joko tahu bahwa tindakan yang akan dilakukannya merupakan tindakan pelanggaran, Joko tetap melakukannya dengan berpikir bahwa tindakannya itu hanyalah pelanggaran kecil yang dapat diabaikan atau bahkan tidak diperhatikan sama sekali oleh orang lain. Contoh tersebut merupakan gambaran keadaan yang sering kali terjadi di kehidupan bermasyarakat dan dilakukan baik oleh orang berkekurangan maupun orang kaya, orang berpendidikan rendah ataupun tinggi, kalangan sipil maupun kalangan pemerintah, masyarakat desa ataupun perkotaan, dan masih banyak golongan masyarakat lagi. Mengapa pola pikir seperti ini sampai muncul dalam benak banyak orang? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, mungkin lebih baik jika kita meninjau faktor-faktor apa saja yang terkait sampai munculnya pola pikir diatas. Joko, yang disebutkan diatas, adalah seorang siswa kelas 2 SLTP yang tengah mengikuti suatu mata pelajaran di kelasnya. Ia duduk di bangku paling belakang bersama teman semejanya. Ketika pelajaran sedang berlangsung tiba-tiba telepon selulernya yang ditaruh di kantung celananya bergetar karena ada pesan singkat atau SMS yang masuk. Setelah memperhatikan bahwa guru yang sedang mengajar tidak sedang melihat ke arahnya, Joko segera membaca pesan singkat tersebut dan segera membalasnya. Mari kita lihat lebih rinci keadannya pada waktu itu. Salah satu peraturan di sekolah Joko melarang siswa-siswanya mengaktifkan telepon seluler yang mereka miliki selama jam pelajaran sedang berlangsung. Dan jika diketahui ada yang mengaktifkannya selama jam pelajaran, siswa yang bersangkutan akan dikenakan sanksi berupa penyitaan telepon selulernya sampai jam sekolah berakhir atau denda sebesar lima ribu rupiah. Bagi Joko, hal ini bukan merupakan masalah. Ia memiliki uang duapuluh ribu sebagai uang sakunya yang diberikan oleh orangtuanya. Joko berpikir, jika ketahuan, ia bayar saja dendanya. Atau jika tidak, toh telepon selulernya akan dikembalikan saat pulang sekolah. Tetapi, karena duduk dibarisan paling belakang, Joko berpikir bahwa gurunya tidak akan melihat dia membaca pesan singkat yang datang. Peraturan tersebut dapat dianggap sebagai angin lalu oleh Joko. Ya, betapa mudahnya untuk melakukan tindakan pelanggaran karena keadaannya pada waktu itu sangat memungkinkan seseorang untuk melakukan hal itu. Akan berbeda halnya jika Joko pada contoh diatas, duduk di barisan paling depan atau jika gurunya terus melihat ke arah siswa-siswanya. Mengapa pelanggaran yang dilakukan Joko dapat dikatakan sebagai pelanggaran ringan? Karena sanksi yang diberikan oleh peraturan sekolahnya dipandang sebagai
9
sanksi yang ringan oleh Joko. Di lain pihak, tindakan Joko itu tidak akan merugikan gurunya maupun sekolahnya. Yang merasa paling dirugikan mungkin hanyalah teman-teman Joko yang berada disampingnya. Tetapi, apakah temantemannya merasa dirugikan? Tidak. Sebaliknya, mereka pun tertarik untuk melihat apa yang sedang dilakukan Joko. Atau dengan kata lain, tidak akan ada yang merasa dirugikan dengan apa yang dilakukan oleh Joko. Pelanggaran tersebut benar-benar sangat ringan bagi Joko. Masih banyak lagi contoh-contoh kasus yang serupa dengan keadaan diatas. Sanksi yang ringan, serta keadaan yang memungkinkan, merupakan pemicu utama seseorang melakukan berbagai tindakan pelanggaran ringan. Tentu saja, sanksi yang dianggap ringan pun, bergantung dari cara bagaimana seseorang memandangnya dan status yang disandang orang tersebut. Lalu bagaimanakah suatu pelanggaran dikatakan atau dikategorikan sebagai pelanggaran berat? Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa suatu pelanggaran dapat dikategorikan ringan ataupun berat, bergantung pada bagaimana individu yang mendapatkan konsekuensi memandang konsekuensinya tersebut serta bagaimana reaksi pihak yang merasa dirugikan. Sebagai contoh, jika seseorang telah membunuh orang lain, konsekuensi yang pantas baginya adalah menjalani hukuman penjara selama bertahun-tahun atau bahkan dapat dikenakan hukuman mati. Atau, jika seorang pengusaha ataupun mereka yang memiliki jabatan tinggi melakukan tindakan korupsi dalam jumlah yang sangat besar, orang tersebut dapat membawa dirinya, tinggal dalam rumah tahanan selama beberapa tahun. Perbedaan kedua contoh tersebut dengan contoh sebelumnya sangat terlihat jelas. Tindakan pembunuhan tidak dapat diterima oleh kalangan keluarga korban, masyarakat sekitar, bahkan kita sendiri sang pembaca. Hal itu merupakan pelanggaran yang tidak dapat diterima oleh semua umat manusia. Lebih jauh, pembunuhan merupakan tindakan pelecehan manusia terhadap kehidupan yang diberikan oleh Sang Pencipta. Konsekuensi apa yang patut diterima oleh sang pembunuh? Di banyak negeri, pertanyaan ini mungkin dijawab dengan membawa sang pembunuh ke dalam penjara seumur hidupnya. Yang lain lagi menetapkan peraturan untuk menghukum mati sang pembunuh. Oleh karena itu, pembunuhan merupakan pelanggaran yang sangat berat dipandang dari segi manapun. Dewasa ini, memang sangat sulit untuk menentukan apakah suatu tindakan dikategorikan sebagai pelanggaran ringan atau berat. Ini disebabkan karena semakin kompleksnya kehidupan manusia sehingga faktor-faktor baru yang harus dipertimbangkan untuk memutuskan suatu pelanggaran termasuk ringan atau berat terus bertambah. Meskipun demikian, pada dasarnya, tindakan pelanggaran yang telah menyangkut hak-hak dasar atau azasi seseorang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran berat. Misalnya, pembunuhan, penganiyaan, pemerkosaan dan penghasutan adalah beberapa contoh pelanggaran berat. Selain itu, ringan dan beratnya suatu pelanggaran juga dapat dibedakan menurut kadar atau tingkat pelanggaran itu dilakukan. Misalnya, jika seorang anak kecil menipu temannya bahwa ayahnya adalah seorang direktur mungkin akan dianggap sesuatu yang
10
ringan dibandingkan dengan seorang pejabat yang melakukan penipuan uang sebesar satu milyar. Sanksi yang diberikan serta pihak yang mendapat sanksi juga dapat menjadi pengukur, apakah suatu tindakan dianggap sebagai pelanggaran ringan atau berat. Misalnya, jika seorang tukang jahit terlambat membayar iuran listrik pada bulan tertentu, ia harus membayar sanksinya sebesar seratus ribu rupiah. Baginya, hal itu merupakan sanksi yang sangat berat. Akan berbeda halnya jika seseorang yang sangat kaya terlambat membayar iuran listrik. Denda sebesar seratus ribu rupiah mungkin bukan masalah baginya. c. Kesadaran Masyarakat Indonesia Terhadap Pelanggaran Ringan. Kini, kita akan mencoba melihat bagaimana negara kita khususnya masyarakat Indonesia, memandang pelanggaran ringan beserta konsekuensinya. Dalam mata pelajaran moral dan kewarganegaraan yang diajarkan disekolahsekolah, seorang pengajar selalu menekankan bahwa negara kita adalah negara hukum, negara yang menjunjung tinggi hukum dan peraturan. Banyak dari segi kehidupan berbangsa dan bernegara kita diatur oleh hukum dan peraturan. Tentu saja hal ini sangat bermanfaat mengingat negara kita merupakan negara yang majemuk dan bervariasi. Bayangkan jika tidak ada hukum atau peraturan yang mengatur kemajemukan budaya dan adat istiadat dari berbagai macam suku dan ras di Indonesia. Tentu negara kita akan terpecah belah oleh sedikit perbedaan saja. Namun, meskipun banyak sekali peraturan dan hukum yang telah dibuat, hal ini tidak membuat seseorang langsung menjadi orang yang taat akan segala hukum begitu saja. Ingat, bahwa di dalam diri setiap manusia ada rasa ingin bebas dan merdeka. Mungkin pada awalnya, seseorang akan selalu mematuhi peraturan-peraturan yang telah ditetapkan. Tetapi seraya waktu terus berjalan, beberapa orang mulai merasa bahwa peraturan-peraturan tersebut terlalu membatasi gerak-gerik kehidupannya. Maka, secara perlahan tapi pasti, seseorang akan mulai melanggar hal-hal yang kecil, lalu beranjak terus ke pelanggaran yang serius. Contoh kasus berikut ini akan membantu menggambarkan kondisi yang sering terjadi di dalam masyarakat Indonesia. Di suatu kota, ada seorang warga yang bernama Budi yang ingin memperpanjang masa aktif Kartu Tanda Penduduk atau KTP nya di kelurahan setempat. Ketika sampai disana, ia mendapati bahwa ternyata tidak ada seorang petugas pun yang ada pada tempatnya bekerja. Hanya seorang tukang sapu yang terlihat olehnya sedang membersihkan lantai teras depan. Lalu, Budi bertanya pada tukang sapu tersebut, apakah kantor kelurahan ini sudah dapat menerima tamu atau belum. Si tukang sapu pun menjelaskan bahwa sebenarnya kantor sudah dibuka sejak jam 8 pagi tetapi biasanya petugas baru bertugas setelah jam 10. Karena masih harus menunggu, Budi pun mencari tempat untuk duduk dan menyejukkan mulut untuk mengusir rasa kesal karena ia masih harus menunggu sampai jam 10 lewat. Ketika ia sampai di sebuah warung, ia mendapati ada banyak sekali pegawai negeri yang sedang duduk bersantai sambil membicarakan hal-hal yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan mereka. Lalu, Budi pun mencoba bertanya dengan sinis apakah mereka tidak masuk kerja hari ini. Salah
11
seorang pegawai negeri menjawab bahwa hari ini mereka masuk tetapi hanya mengisi absen pada jam delapan. Baru setelah mengobrol dan minum-minum, mereka akan masuk sekitar jam 10 lewat. Pada kenyataannya, mungkin kejadian ini tidak sama persis dengan yang terjadi di tempat kita bekerja atau di tempat lain. Akan tetapi, prinsipnya tetap sama, yaitu bahwa kebanyakan orang menyadari tindakan mereka sebagai suatu pelanggaran, namun mereka tetap melakukannya. Yang lebih buruk, dengan melakukan hal itu orang lainlah yang harus menerima kerugiannya. Mungkin bagi beberapa orang, hanya kehilangan waktu sebanyak 30 menit sampai 1 jam sehari masih dapat ditolerir. Tapi bagaimana jika itu dilakukan setiap hari? Berapa jam, hari, dan tahun yang terbuang percuma? Dalam 1 jam, mungkin hanya dua orang warga yang merasa kesal karena menunggu. Tapi jika itu dilakukan tiap hari, berapa banyak orang yang akan merasa kesal? Dan, pendapatan negara pun akan banyak berkurang karena waktu yang terbuang percuma demikian.
2. Ruang Lingkup Pelanggaran Ringan dan Jenis-Jenisnya. Dewasa ini, pelanggaran ringan merupakan sesuatu yang umum dilakukan oleh seseorang. Sadar ataupun tidak sadar, mungkin kita sendiri telah melakukan suatu tindakan yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran ringan. Kadangkadang, kita pun merasa jenuh dengan begitu banyaknya peraturan yang mengatur segala segi kehidupan kita. Misalnya, jika kita bekerja sebagai seorang pegawai kantor, kita harus menaati semua peraturan-peraturan yang ada di kantor tempat kita bekerja. Atau jika kita masih duduk dibangku sekolah, kita harus mematuhi peraturan-peraturan sekolah. Dan di lingkungan tempat kita tinggal, kita juga harus mematuhi peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah daerah. Maka, dengan cara bagaimana kita dapat melakukan tindakan pelanggaran ringan di tempat kita berada? Mari, kita bahas satu persatu tindakan pelanggaran ringan di beberapa lingkungan yang mungkin kita pernah tempati. a. Pelanggaran Ringan di Lingkungan Keluarga. Keluarga merupakan unit terkecil dalam kehidupan bermasyarakat. Di sinilah tempat kita bertumbuh besar menjadi seseorang yang dikenal masyarakat, tempat kita beristirahat dari segala pekerjaan, tempat kita berbincang-bincang dengan saudara-saudara kita, dan masih banyak hal lain lagi yang kita lakukan di dalamnya. Sebuah keluarga mungkin terdiri dari seorang ayah, ibu, dan anakanak. Karena kehidupan di dalam sebuah keluarga adalah kehidupan bersama, maka dibutuhkan peraturan-peraturan yang menjaga ketertiban dan keteraturan di dalam sebuah keluarga. Sebagai seorang ayah yang juga berperan sebagai kepala rumah tangga, ialah yang menetapkan peraturan-peraturan di dalam sebuah keluarga. Namun, selain membuat dan menciptakan peraturan, seorang kepala
12
keluarga juga harus memberikan teladan dengan pertama kali menaati peraturan yang telah dibuatnya. Seorang kepala keluarga juga harus bertanggung jawab agar setiap peraturan yang dibuatnya tidak membuat anggota keluarganya merasa sangat terbebani. Sebaliknya, dengan peraturan-peraturan tersebut, semua anggota keluarga dapat merasakan peranan mereka yang berarti dalam keluarga tersebut. Seorang ibu, yang juga berperan sebagai seorang penasihat di dalam sebuah keluarga, dapat membantu kepala keluarga agar tidak membuat peraturanperaturan yang tidak perlu atau tidak bertujuan yang justru membuat anggota keluarga merasa terbebani. Seorang anak merupakan anggota keluarga yang mendapat manfaat dengan mematuhi peraturan-peraturan yang telah dibuat oleh kedua orang tua mereka. Lalu, pelanggaran-pelanggaran ringan apa saja yang dapat muncul dalam sebuah keluarga? Pertama, bagi seorang ayah dan sekaligus sebagai kepala rumah tangga, dapat dengan mudah berpikir bahwa peraturan yang dibuatnya tidak mutlak harus dituruti, atau dengan kata lain, peraturan tersebut tidak terikat pada dirinya. Sebagai contoh, jika telah disepakati bersama bahwa semua anggota keluarga sudah harus berada di dalam rumah paling lambat pukul delapan malam, maka seorang ayah mungkin dapat berpikir bahwa peraturan itu tidak wajib dipenuhinya, mengingat ia harus bekerja lembur untuk mencari nafkah bagi keluarganya. Dan ia pun tidak perlu menanggung konsekuensi dari peraturan yang dibuatnya sendiri. Contoh sederhana lainnya adalah jika ditetapkan bersama bahwa semua anggota harus mematikan lampu kamar kecil jika sudah selesai dipakai, maka seorang ayah dapat dengan mudah tidak melakukan hal itu dengan alasan masih banyak pekerjaan yang harus ia lakukan sehingga tidak memiliki waktu untuk melakukan hal kecil seperti itu. Selanjutnya, seorang ibu mungkin berpikir bahwa ialah yang telah mengatur dan menjaga rumah tempat kediaman keluarganya sementara sang kepala keluarga pergi bekerja. Sehingga, karena letihnya bekerja seharian untuk mengurus rumah tangga dan anak-anaknya, ia dengan tidak sengaja melupakan kewajibannya untuk mengunci pintu dan menutup jendela. Yang terakhir adalah para anak dalam sebuah keluarga. Seorang anak yang mungkin masih duduk dibangku sekolah, mungkin diharuskan untuk segera mengerjakan pekerjaan rumahnya setelah tiba di rumah. Namun, karena lelahnya bermain di rumah teman, ia harus tidur dan mengerjakan pekerjaan rumahnya pada malam hari. Contoh yang lain adalah, jika seorang anak diharuskan membantu ibunya membersihkan rumah pada sore hari, namun karena ada acara yang menarik di televisi, ia mengabaikan tugas dari ibunya tersebut. Masih banyak lagi tindakan-tindakan kecil yang dapat menjadi suatu pelanggaran ringan di dalam sebuah keluarga. Tindakan-tindakan seperti ini sebenarnya merupakan hal yang sangat sederhana. Namun, pengaruhnya terhadap anggota keluarga yang lain mungkin dapat berakibat fatal. Pengaruh yang terbesar mungkin akan diterima oleh anak-anak. Mereka akan menilai bahwa peraturan tidak selamanya harus dipatuhi. Bahkan mereka mungkin akan menganggap
13
peraturan hanya sebagai angin lalu yang tidak akan menimbulkan kerugian jika tidak dipatuhi. Lebih jauh lagi, hal ini akan membuat sang anak tidak memiliki penghargaan akan pentingnya sebuah peraturan di dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, sangatlah penting bagi para orang tua untuk menanamkan dalam diri sang anak bahwa mematuhi peraturan-peraturan sebenarnya demi manfaat dirinya sendiri dan orang lain. Ini tentu saja harus dimulai dari perbuatan dan tingkah laku para orang tua dalam mematuhi semua peraturan-peraturan yang ada, bahkan meskipun itu tampak sangat kecil dan sederhana. Namun, jika orang tua menyadari bahwa mereka telah melakukan suatu pelanggaran, mereka juga harus menanggung konsekuensi yang telah disepakati bersama. Ini akan membantu sang anak mengerti bahwa akan ada suatu akibat jika ia melakukan suatu pelanggaran.
b. Pelanggaran Ringan di Lingkungan Umum Setelah membahas beberapa contoh dari pelanggaran ringan di dalam sebuah keluarga, kini kita mencoba untuk melihat lebih jauh bagaimana pelanggaran ringan dapat dilakukan oleh seorang warga di daerah tempat ia tinggal. Di negeri kita, sistem pemerintahan yang paling kecil adalah RT atau Rukun Tetangga dimana kita tinggal bersama dengan para tetangga kita dari berbagai latar belakang suku, agama, ras, ekonomi dan sosial. Mengingat perbedaan-perbedaan ini, hukum dan peraturan setempat diberlakukan dengan tidak memihak kepada satu pihak atau suatu golongan masyarakat tertentu. Peraturan-peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis harus dipatuhi dan ditaati oleh semua warga. Maka, dengan cara apa saja seorang warga dapat melakukan tindakan pelanggaran ringan di tempat ia tinggal? Contoh yang sederhana adalah kehidupan antara satu warga dengan tetangga di sebelah rumahnya. Khususnya di Jakarta ini, kita mengetahui bahwa jarak antara satu rumah dengan rumah yang lain sangatlah kecil. Akan tetapi, meskipun menyadari hal ini, beberapa warga bersikap tidak toleran terhadap tetangga di sebelah rumahnya dengan menaikkan volume suara radio sampai terdengar keras oleh tetangga di sebelahnya pada jam-jam istirahat. Hal ini tentu sangat menggangu sang tetangga yang mungkin sedang beristirahat pada jam-jam tersebut. Dalam hal ini, warga tersebut telah melakukan suatu pelanggaran ringan terhadap peraturan yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat, yaitu untuk tidak menggangu kenyamanan warga yang lainnya. Contoh lainnya adalah warga yang memiliki hewan-hewan peliharaan seperti anjing, kucing, kelinci, dan lain sebagainya. Mereka mungkin tanpa sadar telah membuat warga yang lain menjadi kesal karena hewan peliharaan mereka tidak dijaga dengan baik sehingga membuang kotoran di depan rumah warga yang lain atau mengacak-acak timbunan sampah yang ada di dalam tempat sampah atau merusak tanaman-tanaman yang ada di depan rumah warga sekitarnya.
14
Lebih jauh lagi, banyak warga di tempat mereka tinggal tidak membayar iuran keamanan dan kebersihan dengan berbagai cara, meskipun iuran yang ditetapkan tidaklah terlalu besar dan membebani. Misalnya, seorang warga meminta agar pembantunya mengatakan kepada petugas yang datang bahwa pemilik rumahnya sedang tidak ada di rumah. Yang lain lagi tidak membuka pintu dan jendela saat sang petugas iuran datang. Padahal, iuran ini sangat penting artinya untuk menjaga linkungan tetap aman dan bersih. Contoh yang terakhir adalah bagaimana sebuah keluarga yang memiliki anak yang masih kecil membiarkan anaknya bermain sepeda di trotoar atau di tempat yang sering dilalui oleh para pejalan kaki, sehingga mengganggu para pejalan kaki yang sedang melintasi jalan tersebut. Meskipun mungkin tidak ada peraturan-peraturan tertulis yang mengatur hal-hal seperti itu, orang tua perlu menyadari bahwa hal itu dapat mengganggu kenyamanan warga sekitarnya. Contoh-contoh di atas sekali lagi merupakan contoh-contoh yang sangat sederhana yang menggambarkan bagaimana pelanggaran ringan dapat terjadi di dalam lingkungan bermasyarakat dan tentu saja harus dihindari sedapat mungkin oleh semua warga. Masih banyak lagi contoh-contoh lain yang terjadi di sekitar lingkungan kita yang dapat dikategorikan sebagai suatu pelanggaran ringan, misalnya, membuang sampah secara sembarangan atau tidak pada tempatnya, membuang ludah di jalan, memarkir kendaraan dengan sembarangan, bermain bola di jalan, dan sebagainya.
c. Pelanggaran Ringan di Tempat Kerja Setelah membahas berbagai pelanggaran ringan baik di dalam keluarga maupun di lingkungan bermasyarakat, kini kita mencoba beralih ke segi lingkungan lain dimana pelanggaran-pelanggaran ringan bisa saja terjadi, yaitu di tempat kita bekerja. Meskipun tempat seseorang bekerja sangat beragam, pada prinsipnya pelanggaran ringan bisa saja dilakukan oleh seorang pekerja terhadap peraturan yang telah ditetapkan oleh pihak yang menyediakan pekerjaan. Maka, dengan cara bagaimana seorang pekerja dapat dengan sengaja maupun tidak sengaja melakukan suatu pelanggaran ringan? Mari kita lihat suatu contoh yang dapat terjadi di dalam sebuah kantor. Seorang pegawai atau karyawan suatu perusahaan mungkin menganggap bahwa berbicara atau mengobrol panjang lebar dengan rekan sekerja yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan pada saat jam kerja merupakan hal yang biasa. Namun, sebenarnya hal itu sudah merupakan suatu pelanggaran karena ia tidak menggunakan jam kerja untuk bekerja. Mungkin jika hal ini dilakukan hanya sekali atau dua kali tidak akan menjadi masalah. Tapi, bayangkan jika ini dilakukan setiap hari pada jam-jam kerja. Berapa waktu yang akan terbuang percuma yang sebenarnya dapat digunakan untuk meningkatkan produktivitas pekerjaan? Tentu saja, hal ini akan sangat merugikan pihak perusahaan. Contoh yang serupa adalah pandangan para pekerja terhadap jam masuk kerja. Tidak sedikit pekerja yang tidak masuk kerja pada waktu yang telah ditentukan. Hal ini mungkin pertama kali dilakukan karena
15
memang adanya suatu halangan sehingga menyebabkan seorang pekerja terlambat masuk kerja. Namun, karena tidak ada konsekuensi atau tanggapan dari pihak kantor yang serius terhadap karyawan yang masuk telat, seorang pekerja bisa saja menganggap bahwa tidak apa-apa jika ia telat masuk kerja di hari berikutnya. Kemudian, hal ini akan menjadi suatu kebiasaan di masa-masa mendatang. Maka, kurangnya disiplin akan waktu atau jam kerja dari seorang pekerja sebenarnya juga sudah menjadi sebuah pelanggaran ringan. d. Pelanggaran Ringan di Sekolah dan Kampus Kini, kita coba beralih ke tempat lain yang mungkin pernah kita lalui sepanjang kehidupan kita. Di antara kita mungkin pernah mengenyam pendidikan mulai dari bangku TK, SD, SLTP, SLTA atau yang sederajat sampai ke tingkat Perguruan Tinggi. Baik di sekolah maupun di perguruan tinggi, kita pasti selalu diajarkan dan dianjurkan untuk selalu mematuhi semua peraturan yang telah ditetapkan oleh pihak pengajar, pihak sekolah, maupun perguruan tinggi, dan bahwa akan ada konsekuensi yang harus diterima jika kita tidak mematuhi peraturan yang telah ditetapkan. Meskipun demikian, berbagai jenis pelanggaran terhadap peraturan tertulis maupun tidak tertulis tetap saja dilanggar oleh siswa bahkan oleh mahasiswa. Kurangnya kesadaran akan ketaatan terhadap peraturan di sekolah maupun kampus dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Misalnya, karena kebiasaan yang sudah berurat berakar di sekolah atau kampus, atau karena mengikuti cara dari teman-teman yang lain, atau mungkin juga karena sikap dan tindakan dari para pengajar yang kurang tegas akan suatu pelanggaran sehingga siswa maupun mahasiswa terbiasa untuk melakukan pelanggaran tersebut. Selain itu, pelanggaran yang dilakukan oleh siswa maupun mahasiswa bisa juga disebabkan oleh kondisi dan keadaan yang kurang memungkinkan untuk mematuhi peraturan-peraturan tersebut. Seperti misalnya, siswa yang bersangkutan menderita sakit perut saat akan berangkat sekolah, sehingga ia terlambat untuk masuk sekolah atau mungkin karena matinya listrik selama satu hari penuh sehingga siswa tidak dapat mengerjakan pekerjaan rumahnya. Contoh lain dari pelanggaran ringan yang mungkin terjadi di dalam sekolah atau di dalam kampus misalnya, mengobrol atau berbicara dengan teman yang lain pada waktu guru atau dosen sedang mengajar, membuang bungkus makanan kecil sembarangan, mengotori tembok atau dinding sekolah, menyontek hasil pekerjaan rumah teman, mengaktifkan telepon seluler saat jam pelajaran sedang berlangsung, terlambat masuk sekolah atau kampus, saling mengejek dan mengolok-olok teman, dan masih banyak lagi. Hal ini tentu sangat memprihatinkan mengingat bahwa mereka, yaitu siswa-siswa maupun para mahasiswa, adalah generasi penerus yang diharapkan dapat membuat bangsa dan negara kita menjadi lebih baik. Namun, jika di dalam sekolah atau kampus saja mereka tidak dapat mendisiplin diri terhadap peraturan-peraturan yang relatif ringan untuk dipatuhi, mungkin kelak di masa depan mereka menjadi orang-orang yang membuat negeri kita lebih terpuruk. Meskipun demikian, seperti yang telah disebutkan di atas, kita juga harus mempertimbangkan alasan dibalik perbuatan
16
siswa tersebut yang mungkin tidak bisa dihindari oleh mereka sehingga kita tidak membebani mereka dengan konsekuensi yang tidak bertimbang rasa.
3. Pelanggaran Ringan Dalam Sudut Pandang Mahasiswa Pelanggaran ringan merupakan suatu tindakan yang sangat umum dilakukan oleh banyak kaum remaja dewasa ini, khususnya mereka yang bahkan sedang menyandang gelar mahasiswa. Ada banyak alasan dan motivasi yang membuat mereka melakukan suatu tindakan pelanggaran ringan baik itu disengaja maupun tidak disengaja, terpaksa maupun karena sudah menjadi kebiasaan. Faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi mereka melakukan tindakan seperti itu adalah waktu, tempat, kondisi atau keadaan yang sedang terjadi di tempat kejadian, serta cara berpikir dan bertindak seorang mahasiswa terhadap suatu masalah. Untuk dapat lebih mengerti bagaimana sebenarnya cara pandang atau pemahaman mahasiswa terhadap suatu pelanggaran ringan juga terhadap konsekuensinya, penulis telah mencoba berbincang-bincang dengan beberapa orang mahasiswa Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia yang juga adalah teman seharihari dari penulis sendiri. Salah seorang mahasiswa yang penulis telah coba wawancarai, menceritakan sebelumnya bagaimana latar belakangnya serta kepribadiannya sebelum ia menginjak bangku mahasiswa. Ia mengatakan bahwa sebelum masuk ke fakultas Ilmu Komputer UI, ia merupakan tipe orang yang perfeksionis. Jika suatu tugas praktikum membutuhkan laporan yang harus dikumpulkan bersamaan dengan tugas tersebut, ia selalu berupaya memberi nilai tambah pada laporannya, misalnya dengan memberi warna-warna serta gambargambar pendukung yang membuat laporannya lebih enak untuk dibaca. Sedangkan tugas-tugas praktikumnya, baik yang dikerjakan di laboratorium sekolah maupun di rumah, dikerjakannya sampai selesai. Tugas-tugas yang lain pun tidak ada yang tidak dikerjakannya. Tetapi, kini ketika ia memasuki Fakultas Ilmu Komputer, ia menyatakan bahwa ia harus mengakhiri semuanya itu. Sangat sulit untuk mengerjakan suatu tugas secara sempurna. Bahkan, untuk memenuhi persyaratannya saja memerlukan suatu upaya yang sangat besar. Kemudian, ia mengakui bahwa di sinilah ia mengalami masa-masa kehancuran selama masa hidupnya. Sifat perfeksionismenya menyebabkan banyak sekali tugas yang tidak terselesaikan. Jika suatu tugas ia upayakan agar dapat memenuhi semua persyaratannya sekaligus menambahkan beberapa ide sebagai nilai tambah untuk tugas tersebut, kadang-kadang ia justru tidak dapat mencapainya. Bahkan, hal ini membuat tugas-tugas yang lain menjadi terbengkalai dan tidak terselesaikan. Akhirnya, ia hanya mengejar nilai agar dapat lulus, bahkan ada mata kuliah yang harus diulang. Selanjutnya, ia menambahkan, karena ketidakmampuan sifat perfeksionismenya menjangkau standar yang ada, dibutuhkanlah suatu kompromi agar ia tetap bisa bertahan. Misalnya, beberapa tugas yang diberikan oleh dosen pengajar terpaksa harus disalinnya dari teman yang lain atau mencari di internet untuk mendapatkan sedikit jawaban atau bahkan dengan melihat hasil jawaban tugas dari soal tahun-tahun sebelumnya. Meskipun rasa perfeksionisme itu sering kali muncul di pikiran dan hatinya, ia tetap harus melakukan hal-hal tersebut agar
17
dapat bertahan di masa-masa kuliahnya. Namun sebenarnya, apakah ia menyadari bahwa tindakan-tindakannya itu sudah termasuk dalam kategori pelanggaran yang ringan? Ia menjelaskan, bahwa memang hal-hal itu merupakan suatu pelanggaran yang bisa mendatangkan konsekuensi yang justru akan merugikan dirinya, misalnya, dengan menyalin pekerjaan teman yang lain akan menyebabkan pemahamannya akan suatu topik yang dibahas di dalam tugas tersebut berkurang. Namun, ia menambahkan, bahwa jika ia mengerjakan sendiri tugas tersebut, ini justru akan membuat lebih banyak lagi mata kuliah yang diulang. Di akhir wawancara, ia menyatakan bahwa meskipun pelanggaran kecil itu buruk, tapi itu membuatnya dapat bertahan di fakultas ini. Wawancara berikutnya dengan seorang mahasiswa yang juga berasal dari Fakultas Ilmu Komputer menyatakan pandangannya dengan cara yang sedikit berbeda dengan mahasiswa sebelumnya. Ia memandang bahwa pelanggaran ringan tidak selamanya mendatangkan akibat yang negatif. Seperti yang telah diulas sebelumnya, suatu pelanggaran erat kaitannya dengan peraturan. Jika peraturan yang diberlakukan oleh kalangan berwenang bukan merupakan kesepakatan bersama dan bahkan dibuat hanya demi mencari keuntungan pribadi dari sang pembuat peraturan, seseorang yang tidak menerima peraturan tersebut dapat saja melakukan pelanggaran terhadap peraturan tersebut untuk membela haknya dan hak orang lain. Sebagai contoh, mungkin kita pernah mendengar cerita tentang Robin Hood. Di zamannya, pemerintah menetapkan suatu peraturan yang mengharuskan semua rakyatnya untuk membayar pajak yang sangat besar, yang kebanyakan mustahil dibayar oleh rakyat kecil. Jika rakyat tidak mematuhi peraturan untuk membayar pajak, seluruh rumah beserta harta bendanya akan disita oleh negara. Peraturan ini sangatlah sulit untuk dijalankan. Maka, demi membela rakyat kecil yang hidup kesusahan, Robin bersama teman-temannya mengambil kembali dengan tanpa izin sebagian dari harta yang dimiliki oleh para bangsawan dan pejabat pemerintah dan kemudian, memberikan harta tersebut kepada rakyat kecil. Meskipun Robin telah melanggar peraturan yang telah ditetapkan pada waktu itu, menurut mahasiswa yang penulis sedang wawancarai, hal itu dapat dibenarkan. Hal ini sama saja dengan seseorang yang sedang dianiaya oleh seorang perampok, tapi kemudian, untuk membela dirinya, ia dengan sengaja membunuh perampok tersebut. Meskipun ia telah melakukan pelanggaran yang cukup berat, hal itu dilakukan untuk membela dirinya dan hidupnya. Pengadilan pun mungkin akan membebaskan dirinya. Dari contohcontoh di atas, ia menyimpulkan bahwa tidak selamanya suatu pelanggaran itu memiliki akibat yang negatif. Seseorang perlu melihat latar belakang dan motivasi yang membuat orang lain melakukan tindakan pelanggaran.
4. Akibat-Akibat dari Pelanggaran Ringan. Kita telah banyak membahas tentang apa itu pelanggaran ringan, mengapa itu bisa terjadi, contoh-contoh dari pelanggaran ringan, dan bagaimana pandangan mahasiswa terhadap pelanggaran ringan baik di kampus maupun dalam kehidupan
18
sehari-hari. Maka, sekarang bagaimana dengan akibat-akibat yang ditimbulkan oleh pelanggaran ringan? Meskipun topik ini sebenarnya sudah banyak disinggung dan dibahas di bagian-bagian sebelumnya, tapi mungkin ada baiknya jika kita mencoba untuk membahas lebih dalam akibat-akibat yang dapat ditimbulkan karena suatu pelanggaran ringan. Secara umum, tindakan yang merupakan pelanggaran ringan dapat dibedakan menjadi tiga jenis berdasarkan pihak yang mendapat akibat dari tindakan tersebut, yaitu pelanggaran ringan yang hanya mendatangkan konsekuensi pada si pelaku, pelanggaran ringan yang mendatangkan konsekuensi baik pada si pelaku maupun pada pihak yang menjadi korban tindakan pelanggaran, dan terakhir, pelanggaran ringan yang mendatangkan akibat hanya terhadap korban pelanggaran ringan. Selain itu, pelanggaran ringan juga dapat dibagi menjadi 2 jenis pelanggaran berdasarkan akibat yang timbul, yaitu pelanggaran ringan yang mendatangkan akibat langsung terhadap pihak pelanggar maupun korban, dan yang kedua yaitu, pelanggaran ringan yang mendatangkan akibat tidak langsung terhadap si pelaku maupun korban. Meskipun demikian, adakalanya suatu pelanggaran tidak membawa seseorang ke dalam suatu akibat yang serius, beberapa bahkan membawa dampak yang relatif positif. Oleh karena itu, mari kita cermati bagaimana suatu pelanggaran ringan dapat membawa dampak yang negatif maupun positif terhadap semua pihak yang terlibat. Di antara pihak yang terlibat dalam suatu pelanggaran ringan, mungkin sang pelaku pelanggaran lah yang mendapat akibat dan konsekuensi paling dominan. Akibat yang muncul karena suatu pelanggaran ringan bisa secara langsung dialami oleh si pelanggar atau bisa juga setelah beberapa selang waktu sejak pelanggaran dilakukan. Akibatnya pun bisa dialami dalam beberapa segi, yaitu dari segi moral, fisik, maupun mental. Salah satu faktor yang menyebabkan seseorang melakukan suatu tindakan pelanggaran ringan adalah karena ia melihat bahwa akibat yang ditimbulkannya tidak terlalu mengkhawatirkan atau membahayakan. Yang lain lagi bahkan tidak melihat atau tidak menyadari adanya bahaya yang dapat ditimbulkan karena suatu pelanggaran ringan. Sebagai contoh, kita semua pasti tahu bahwa membuang sampah tidak pada tempatnya dapat mengakibatkan selokan dan aliran pembuangan air terhambat sehingga bahaya akan bencana banjir dan penyakit dapat terjadi. Meskipun demikian, pada kenyataannya kita sering kali melupakan dan tidak menyadari hal itu. Akibat yang ditimbulkannya pun tidak secara langsung kita terima. Sehingga, ini membuat kita terbiasa untuk membuang sampah dengan sembarangan. Pada waktunya, akibat itu mungkin akan kita terima dalam bentuk penyakit ataupun banjir yang melanda daerah rumah kita dan sekitarnya. Dengan demikian, bukan hanya si pelaku pelanggaran ringan saja yang telah menuai akibatnya, tetapi juga orang lain yang berada di sekitarnya. Memang, sering kali pelanggaran ringan mendatangkan dampak yang negatif terhadap diri sendiri, juga orang lain. Akan tetapi, adakalanya suatu tindakan yang kita anggap sebagai pelanggaran ringan justru menghasilkan dampak yang relatif
19
positif. Beberapa contoh sudah sedikit banyak dijelaskan di dalam bagian sebelumnya. Contoh yang lain yang menggambarkan bagaimana suatu pelanggaran dapat membawa hasil yang positif misalnya adalah peraturan untuk selalu mengikuti nasihat dan perintah kedua orang tua. Hukum dan peraturan ini selalu ditanamkan dalam diri seorang anak, baik itu di sekolah maupun di dalam keluarga. Namun, jika seorang ayah yang adalah seorang pencopet dan penodong memerintahkan agar anaknya mengikuti cara dia mencari uang, apakah sang anak akan dinyatakan telah melakukan pelanggaran jika ia tidak mengikuti perintah ayahnya? Di lihat dari sudut pandang hukum di atas, anak tersebut memang telah melakukan suatu pelanggaran. Namun, pelanggaran ini membawa hasil yang positif karena anak tersebut tidak melakukan tindakan pelanggaran yang lebih berat yaitu mencopet atau menodong. Anak tersebut juga akan dipandang sebagai anak yang bersih dari tindakan kriminal meskipun ayahnya adalah seorang pencopet. Hal ini pun kadang kala menjadi penyebab mengapa seseorang harus melakukan suatu pelanggaran disaat adanya dua peraturan yang secara relatif saling bertentangan satu sama lain, sehingga seseorang harus memutuskan untuk menaati suatu peraturan dan melanggar peraturan yang lain. Contoh serupa dapat terjadi, misalnya, pada seorang pekerja yang harus masuk kerja tepat pada waktunya. Pada saat ia menunggu bis di sebuah halte, ia mendapati bahwa bis-bis selalu berhenti tidak pada halte yang telah ditentukan. Sebaliknya, bis-bis tersebut selalu saja berhenti jauh di depan halte tersebut. Karena karyawan tadi tidak ingin terlambat masuk kerja, ia pun terpaksa menunggu bis di tempat bis-bis biasanya berhenti. Sebenarnya, tidak ada niat di dalam hatinya untuk melakukan pelanggaran tersebut. Namun, jika ia tidak melanggar peraturan yang menyatakan bahwa seseorang harus menunggu bis pada halte bis, tentu saja ia akan terlambat masuk kerja. Hal ini pun merupakan suatu pelanggaran. Tidak ada pilihan baginya selain melanggar peraturan lalu lintas tersebut. Meskipun demikian, banyak orang yang tidak melakukan pelanggaran ringan bukan karena ia menyadari dan memahami akan peraturan yang ditetapkan berkenaan hal itu, melainkan semata-mata karena ia takut jika ia harus membayar denda atau sanksi karena melanggar peraturan yang telah tertulis. Hal ini sebenarnya juga telah digunakan di beberapa negeri dengan memberikan sanksi yang sangat berat untuk membuat seseorang jera karena telah melakukan pelanggaran ataupun berpikir dua kali sebelum melanggar sebuah peraturan, bahkan peraturan yang dianggap sepele. Di sebuah sekolah swasta di Jawa Timur, ditetapkan sebuah sistem peraturan yang mengatur berbagai jenis pelanggaran dan membaginya menjadi 10 kategori pelanggaran. Tiap kategori pelanggaran mulai dari yang terkecil sampai yang terbesar diberi nilai hukuman satu (1) sampai sepuluh (10). Kemudian, penghargaan juga diberikan kepada wali kelas dalam bentuk kontribusi yang diberikan setiap semester. Khusus bagi siswa-siswa yang melakukan pelanggaran, jenis-jenis perbuatannya dibagi atas sangat ringan, ringan, sedang, berat, dan sangat berat dengan point satu sampai sepuluh. Apabila seorang siswa sudah mengumpulkan point pelanggaran sampai 100 poin, maka anak yang
20
bersangkutan akan dikembalikan kepada orang tua atau dikeluarkan. Sedangkan pelanggaran seperti mencontek, narkoba, dan memulai perkelahian, tanpa kompromi lagi sang anak akan langsung dikeluarkan. Pelanggaran yang dilakukan oleh siswa juga akan berpengaruh langsung kepada wali kelas yang akan dihitung oleh kepala sekolah setiap semester. Apabila nilai prestasi siswasiswa dalam kelas lebih besar dibandingkan dengan pelanggaran, maka wali kelas berhak mendapat penghargaan. Namun, apabila siswa-siswa di kelas tersebut ternyata pelanggarannya jauh lebih besar daripada prestasinya, maka wali kelas akan mendapat sanksi. Dengan sistem seperti ini, seorang siswa akan berpikir dua kali jika ia akan melakukan suatu pelanggaran serius dan wali kelas pun akan lebih memperhatikan murid-murid didiknya, karena apa yang diperbuat oleh murid-muridnya, akan ditanggung juga olehnya. Sistem yang mengatur pelanggaran di luar negeri pun tidak jauh berbeda dengan yang diterapkan di negeri kita. Seorang teman penulis yang melanjutkan kuliahnya di Jerman, menceritakan bahwa mahasiswa yang didapati mencontek pada waktu ujian sedang berlangsung akan segera diminta meninggalkan ruang ujian dan dinyatakan tidak lulus pada mata kuliah yang bersangkutan. Meskipun demikian, pelanggaran-pelanggaran ringan seperti terlambat masuk kuliah, tidak mendapatkan konsekuensi yang serius tetapi hanya berupa pertanyaan singkat yang diajukan oleh dosen pengajar sehubungan dengan keterlambatannya dalam mengikuti mata kuliah tersebut. Sedangkan mahasiswa yang dengan tidak sengaja tertidur di ruang kuliah akan dibawa ke ruangan dosen pembimbing untuk dimintai keterangan pelanggarannya itu. Lalu, bagaimana seandainya tidak ada peraturan tertulis yang mengatur suatu tindakan yang merugikan orang lain maupun lingkungan setempat? Apakah para pelaku pelanggaran akan terbebas dari konsekuensi pelanggaran tersebut karena tidak ada peraturan tertulis yang mengatur hal itu? Judul kecil berikutnya akan mencoba membahas pertanyaan-pertanyaan ini lebih jauh.
5. Konsekuensi Terhadap Pelaku Pelanggaran Ringan a. Hukum yang mengatur tindakan Pelanggaran Ringan Di dalam kehidupan bermasyarakat, kita mengenal adanya hukum tertulis dan hukum yang tidak tertulis atau yang lebih dikenal sebagai norma-norma atau nilai-nilai. Berbeda dengan hukum tertulis, hukum yang tidak tertulis biasanya sudah ada karena dibawa terus menerus dari generasi ke generasi. Hukum tidak tertulis juga biasanya telah ditanamkan dalam diri seseorang semenjak ia kecil. Dan, di dalam hati seseorang pun ada suatu peraturan yang mengatur setiap tindakan dasar seseorang yang lebih dikenal dengan hati nurani. Norma-norma atau nilai-nilai yang ada di masyarakat misalnya adalah norma susila, norma sopan santun, norma adat, norma agama, dan sebagainya. Norma-
21
norma atau nilai-nilai ini, meskipun tidak tertulis, tetapi menjadi suatu peraturan yang harus dipatuhi oleh semua orang yang tinggal di dalam lingkungan tersebut. Misalnya, kita pasti setuju bahwa kita tidak boleh berbicara dengan orang yang ada di depan kita dengan teriak-teriak, atau berbicara dengan tidak sopan di depan orang yang lebih tua, atau berdahak di depan orang banyak. Kita juga pasti telah diajarkan sejak kecil bahwa kita harus mengucapkan terima kasih jika menerima suatu pemberian dari orang lain atau mengucapkan maaf jika telah melakukan suatu kesalahan terhadap orang lain. Itu semua adalah peraturan-peraturan yang tidak tertulis yang tidak diatur dalam undang-undang manapun di negara kita. Meskipun demikian kita tetap perlu mematuhi peraturan-peraturan tersebut sebagai bagian dari lingkungan masyarakat setempat. Tidak ada konsekuensi yang jelas dan pasti yang harus diterima oleh seseorang jika ia telah melakukan suatu pelanggaran ringan. Itu bergantung dari bagaimana kondisi, kebiasaan, dan adat di lingkungan setempat dan apa motivasi si pelaku sampai melakukan tindakan tersebut. Selanjutnya, hukum tertulis merupakan hukum yang sudah tertera jelas dalam undang-undang negara maupun dalam undang-undang daerah setempat. Konsekuensi terhadap para pelaku pelanggaran ringan pun relatif sudah ditetapkan. Misalnya, bergantung pada keadaan setempat, membuang sampah secara sembarangan akan dikenakan sanksi berupa uang sejumlah satu juta rupiah. Jika seseorang mengotori fasilitas umum seperti tembok, telepon umum, halte bus, dan sebagainya, orang tersebut akan dikenakan sanksi berupa pemenjaraan maksimal 2 bulan atau denda sebesar lima juta rupiah.
b. Konsekuensi Yang Patut Diberikan Kepada Pelaku Pelanggaran Ringan Dari pembahasan sebelumnya, kita sudah melihat bahwa seringan apapun suatu pelanggaran, tindakan tersebut tetap akan mendatangkan konsekuensi terhadap si pelaku pelanggaran, baik itu pelanggaran terhadap hukum tertulis maupun hukum yang tidak tertulis. Meskipun demikian, beberapa pihak yang berwenang telah menjatuhkan konsekuensi atau hukuman yang tidak sebanding dengan pelanggaran yang telah diperbuat oleh si pelanggar hukum. Adakalanya bahkan pihak lainlah yang menjatuhkan hukuman terhadap si pelanggar hukum. Dan hal ini terbukti sering terjadi di negeri kita. Misalnya, kita sering mendengar istilah main hakim sendiri di beberapa surat kabar. Seorang warga yang didapati mencuri seekor ayam telah ditemukan tewas karena dihajar dan dipukuli oleh serombongan massa. Bukankah perbuatannya yang hanya melibatkan seekor ayam tidak sebanding dengan hukuman yang harus diterimanya, yaitu kehilangan nyawanya? Apakah tindakan pelanggarannya jauh lebih parah dibandingkan dengan seorang pejabat yang telah melakukan korupsi sebesar jutaan rupiah yang hanya mendiami penjara selama lima sampai sepuluh tahun? Ya, hal ini sungguh merupakan kontradiksi. Hal lain lagi yang patut dipertimbangkan seseorang ketika menghukum orang lain yang bersalah padanya, adalah bahwa konsekuensi yang diberikan hendaknya bertujuan untuk membuat jera tetapi sekaligus membuatnya
22
mengerti akan kesalahan yang telah ia perbuat. Misalnya, banyak orang tua yang menghukum anaknya dengan melarang anaknya bermain karena telah menumpahkan segelas air. Bukankah akan lebih baik jika orang tua tersebut menyuruh anaknya membersihkan sendiri air yang ditumpahkannya itu, baru ia bisa kembali bermain? Hal ini akan membuat sang anak mengerti apa kesalahannya dan apa konsekuensi yang harus ditanggungnya jika melakukan hal itu lagi. Demikian pula dengan banyaknya tindakan-tindakan pelanggaran yang sering terjadi di sekitar kita. Kesimpulannya, pelanggaran ringan perlu mendapatkan konsekuensi, tetapi itu harus diberikan dengan pantas dan bertujuan.
23
BAGIAN III PENUTUP
Pelanggaran ringan sangat sering kita jumpai dalam kehidupan kita sehari-hari. Namun, pada kenyataannya, kesadaran kita akan adanya pelanggaran ringan sangatlah kurang. Kita sering kali mengabaikan suatu pelanggaran ringan bahkan tidak menyadari bahwa kita sendiri telah melakukan suatu tindakan pelanggaran ringan. Pada dasarnya, pelanggaran ringan adalah suatu tindakan yang tidak sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku namun masih dapat ditolerir atau dimaklumi oleh orang lain karena masih dalam batas kewajaran. Biasanya seseorang melakukan tindakan pelanggaran ringan karena ketidaktahuan atau kurangnya informasi akan peraturan-peraturan yang berlaku atau karena hal itu tampak sangat sepele sehingga tidak perlu ada yang memperhatikannya. Oleh karena itu, sebelum sang pelanggar mendapatkan hukuman atau konsekuensi berdasarkan hukum yang berlaku, ada baiknya kita mengetahui motif yang seseorang miliki sehingga ia harus melakukan tindakan tersebut. Ada banyak faktor yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan pelanggaran ringan, misalnya karena kesempatan dan kondisi yang memungkinkan, keadaan yang terpaksa, sanksi yang kurang tegas, peraturan-peraturan yang tidak sejalan satu sama lain, peraturan yang dibuat demi kepentingan beberapa pihak sehingga pihak lain terpaksa harus melanggarnya, dan masih banyak lagi alasan-alasan dan faktor-faktor yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan pelanggaran ringan. Suatu pelanggaran dapat dikategorikan sebagai pelanggaran ringan atau pelanggaran berat bergantung pada beberapa faktor, yaitu apakah pelanggaran tersebut telah menyangkut hak azasi seseorang, apakah pelanggaran tersebut dilakukan dalam skala yang sangat besar, dan apakah konsekuensi terhadap pelanggaran tersebut dipandang ringan oleh pelanggarnya. Seperti yang telah dikemukakan diatas bahwa pelanggaran ringan sering kali kita jumpai dalam kehidupan bermasyarakat. Ini menandakan bahwa kesadaran masyarakat akan tindakan pelanggaran ringan belumlah tinggi. Tindakan pelanggaran ringan dapat membawa dampak yang negatif maupun dampak yang relatif positif tergantung dari bagaimana seseorang memandangnya. Dampak atau akibat yang ditimbulkannya pun dapat dialami secara langsung maupun tidak secara langsung. Meskipun tidak semua pelanggaran dicatat dalam undang-undang negara maupun daerah setempat, ada peraturan-peraturan lain yang tidak tertulis yang mengatur pelanggaran-pelanggaran ringan lainnya, yang dikenal sebagai norma-norma atau nilai-nilai masyarakat, agama, moral dan susila. Dengan memberikan konsekuensi yang sepatutnya, seorang pelanggar hukum akan dibantu untuk mengerti bahwa tindakannya itu dapat membawa dampak yang merugikan diri sendiri maupun orang lain.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Pikiran Rakyat : Nyontek Setara dengan Korupsi. [Web Page] 20 Maret 2004; http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0304/20/1105.htm. [Accessed 23 Agustus 2004]. 2. Universitas Atmajaya : Tata Tertib Ujian Tertulis. [Web Page] 2004; http://www.atmajaya.ac.id/content.asp?f=1&id=194. [Accessed 23 Agustus 2004]. 3. Ningrum, B.K, Apriliana. Personal interview oleh Ricky. 13 Agustus 2004. 4. Cahyadi, Oscar. Wawancara melalui email oleh Ricky. 18 - 20 Agustus 2004. 5. Pragantha, V.A. Personal interview oleh Ricky. 24 Agustus 2004. 6. N.I, Jaka. Personal interview oleh Ricky. 24 Agustus 2004.
25