PERSEPSI KELUARGA PRIORITAS 3 (HIJAU) TENTANG RESPON TIME TRIASE DI IGD RSUD KABUPATEN KARANGANYAR
SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan
oleh :
Muhammad Noor Fauzie ST142042
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016 i
iii
KATA PENGANTAR Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang puji syukur kita haturkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan karuniaNya, penulis bisa menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Persepsi Keluarga Pasien
Prioritas 3 ( Hijau ) Tentang Respon Time Triase Di IGD RSUD Kabupaten Karanganyar” sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana keperawatan di STIKes Kusuma Husada Surakarta. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis haturkan kepada : 1. Wahyu Rima Agustin, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta. 2. Atiek Murharyati S.Kep, Ns, M.Kep selaku Ketua Progam Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta. 3. Ika Subekti Wulandari, S.Kep, Ns, M.Kep selaku pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktu dan begitu bijaksana dalam memberikan arahan, bimbingan serta motivasi dalam penyusunan penelitian ini. 4. Alfyana Nadya Rachmawati, S.Kep, Ns, M.Kep selaku pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu dan begitu bijaksana dalam memberikan arahan, bimbingan serta motivasi dalam penyusunan proposal penelitian ini.
5. Meri Oktariani S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu dan begitu bijaksana dalam memberikan arahan, bimbingan serta motivasi dalam penyusunan penelitian ini. 6. Isnaini Rahmawati, Ns, MAN selaku peguji yang telah menguji dan meloloskan penelitian ini. 7. Seluruh Dosen, Staf pengajar dan karyawan STIKes Kusuma Husada yang telah banyak memberikan wawasan dan segala bentuk bantuan kepada penulis. 8. Direktur RSUD Kabupaten Karanganyar yang telah bersedia memberikan ijin sebagai tempat penelitian. 9. Teman-teman S-1 Keperawatan yang telah memberikan motivasi dalam penyusunanpenelitian ini. 10. Para informan yang telah memberikan waktunya dan telah menyampaikan informasinya sehingga penyusunan penelitian ini dapat lancar. 11. Segenap pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini. Surakarta, 31 Agustus 2016
Penulis
v
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016 Muhammad Noor Fauzie PERSEPSI KELUARGA PRIORITAS 3 (HIJAU) TENTANG RESPON TIME TRIASE DI IGD RSUD KABUPATEN KARANGANYAR ABSTRAK Prioritas 3 (hijau) pada sistem triase adalah kondisi dimana pasien dengan cedera minor dan tingkat penyakit yang tidak membutuhkan pertolongan segera serta tidak mengancam nyawa dan tidak menimbulkan kecacatan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui persepsi keluarga prioritas 3 (hijau) tentang respon time di IGD RSUD Kabupaten Karanganyar. Metode penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan menggunakan pendekatan diskriptif fenomenology, tehnik analisa yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan metode collaizi. Tehnik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling, dengan kriteria informan keluarga pasien dengan kriteria prioritas 3 (hijau), bersedia menjadi informan. Sampel dihentikan setelah data tersaturasi dengan jumlah 3 informan. Kesimpulan berdasarkan analisis data tematik dihasilkan tema prioritas kegawatdaruratan pasien di IGD. Respon negatif terhadap sistem triase di IGD. Harapan keluarga prioritas 3 terhadap pelayanan pasien di IGD. Kesimpulan dari penelitian ini persepsi keluarga prioritas 3 (hijau) tentang respon time triase di IGD RSUD Kabupaten Karanganyar adalah perlu adanya penjelasan atau informasi dari petugas IGD yang bisa membuat masyarakat bisa memahami pentingnya sistem triase dalam pelayanan terhadap pasien yang datang ke IGD. Kata kunci : Pelayanan, Informasi, Harapan Daftar pustaka : 25 (2006 – 2015)
STUDY PROGRAM OF NURSING
STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016
PERCEPTION OF PRIORITY 3 (GREEN) ABOUT TIME TRIASE RESPOND IN EMERGENCY UNIT AT RSUD KARANGANYAR Muhammad Noor Fauzie
Abstract Priority 3 in the triase system is a condition in which patient with minor injury and disease that do not need quick aid, threat their life and cause physical defect. The aim of this research was to know perception of priority 3 families (green) about time triase respond in emergency unit on RSUD Karanganyar. Research method used was qualitative with descriptive phenomenology approach. Analysis technique employed was Collaizi. Sampling technique used was purposive sampling method with informant criteria should be families of priority 3 criteria (green) and ready to be informant. Sample was stopped after the data saturated with 3 informants. Conclusion based on thematic analysis showed theme priority of patient emergency in emergency unit (IGD). There was negative respond toward triase system in emergency unit and expectation of priority 3 families toward patients’ service in IGD. Conclusion from this research showed that perception of priority 3 families (green) about time triase respond in emergency unit on government hospital of Karanganyar regency was negative. It needed further explanation and information from IGD staffs which could make people understand about the important of triase system in emergency service to the patient in IGD. Key words Bibliography
: service, information, expectation : 21 (2005 – 2015)
vii
setiap pasien yang datang di IGD akan dilakukan pemeriksaan primer (mencari keadaan yang mengancam nyawa), sekunder ( pemeriksaan dari kepala sampai kaki) dan tersier (pemeriksaan ulang untuk evaluasi keadaan pasien). (Direktorat Bina Pelayanan dan Keteknisian Medik Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementrian RI, 2011).
A. PENDAHULUHAN Pelayanan kesehatan kegawatdaruratan merupakan hak asasi sekaligus kewajiban yang harus diberikan oleh setiap orang. Pemerintah dan segenap masyarakat bertanggung jawab dalam pemeliharaan dan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan kegawatdaruratan sebagai bagian utama dari pembangunan kesehatan sehingga pelaksanaannya tidak sporadik dan memiliki sistem pelayanan yang terstruktur (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009).
Kemampuan suatu fasilitas kesehatan secara keseluruhan dalam kualitas dan kesiapan peranya sebagai pusat rujukan penderita dari pra rumah sakit tercermin dari kemampuan Instalasi Gawat Darurat (Hardianti, 2008). Rumah sakit khususnya IGD mempunyai tujuan agar tercapainya pelayanan kesehatan yang optimal pada pasien secara cepat dan tepat serta terpadu dalam penanganan tingkat kegawatdaruratan sehingga mampu mencegah resiko kecacatan dan kematian (to save life and limb) dengan respon time selama 5 menit dan waktu definitif 2 jam (Basoeki dkk, 2008). Dalam hal ini diperlukan sistem atau proses khusus memilah dan memilih pasien berdasarkan beratnya penyakit menentukan prioritas perawatan gawat medik serta prioritas transportasi. Artinya memilih berdasarkan prioritas dan penyebab ancaman hidup.
Salah satu bagian di rumah sakit yang memberikan pelayanan adalah Instalasi Gawat Darurat, yang merupakan gerbang utama jalan masuknya penderita gawat darurat. IGD adalah suatu instalasi bagian rumah sakit yang melakukan tindakan berdasarkan triase terhadap pasien (Musliha, 2010). Kasus yang paling sering ditemukan di IGD seperti trauma, stroke, jantung, anak dan korban masal, menuntut petugas IGD harus mampu menanggulangi semua kasus gawat darurat. Keadaan gawat darurat merupakan suatu keadaan klinis dimana pasien membutuhkan tindakan medis guna menyelamatkan nyawa dan kecacatan lebih lanjut. Petugas IGD sedapat mungkin berupaya menyelamatkan pasien sebanyakbanyaknya dalam waktu sesingkatsingkatnya. Kecepatan dan ketepatan pertolongan yang diberikan pada pasien yang datang di IGD memerlukan standar sesuai dengan kompetensi dan kemampuannya untuk penatalaksanaan pasien baru yang datang di IGD, dimana untuk 1
Triase merupakan cara pemilihan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber daya yang tersedia. Terapi didasarkan pada ABC( Airway dengan cervical spine control, Breathing dan Circulation dengan control perdarahan ) (Musliha, 2010). Triase adalah suatu proses yang mana pasien digolongkan menurut tipe 1
Tipe Traffic Director or Non Nurse (dilakukan oleh petugas yang tidak berijasah), Tipe Cek Triase Cepat (pengkajian cepat dengan melihat), Tipe Comprehensive Triase (dilakukan oleh perawat dengan pendidikan yang sesuai dengan pengalaman). (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007). Australasian Triage Scale (ATS) merupakan panduan triase yang didesain di ruang emergency rumah sakit di New Zeealand Australia pada tahun 1993. Katagori dalam ATS didasarkan pada lamanya waktu pasien menerima tindakan. Dimana skalanya dibagi menjadi 5 yaitu ATS 1 harus segera ditangani (prosentase prioritas 100%). ATS 2 maksimal waktu tunggu 10 menit (prosentase prioritas 80%). ATS 3 maksimal waktu tunggu 30 menit (prosentase prioritas 75%). ATS 4 maksimal waktu tunggu 60 menit (prosentase prioritas 70%). ATS 5 maksimal waktu tunggu 120 menit (prosentase prioritas 70%). Waktu tunggu yang melebihi 2 jam menunjukan terjadinya kegagalan akses dan kualitas pelayanan. Tata ruang dan peralatan dalan ATS harus memenuhi standar precaution (tempat cuci tangan dan sarung tangan), pengukur waktu, alat komunikasi yang memadai seperti telepon atau intercom dan fasilitas pendokumentasian triase (Australaian College for Emergency Medicine, 2002). Klasifikasi dalam triase didasarkan pada hasil data pengkajian dan situasi yang berlangsung. Penilaian dan penggolongan triase dibagi menjadi 4 yaitu : Prioritas merah pada penderita
Cedera berat dan memerlukan penilaian cepat dan tindakan medik atau transport segera untuk menyelamatkan hidupnya. Misalnya penderita gagal nafas, henti jantung, luka bakar berat, pendarahan parah dan cedera kepala berat, pasien memiliki waktu tunggu 0 menit (nol). Prioritas kuning pada pasien yang memerlukan bantuan, namun dengan cedera yang kurang berat dan dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat, misalnya cedera abdomen tanpa shok, luka bakar ringan, fraktur atau patah tulang tanpa syok dan jenisjenis penyakit lain, pasien memiliki waktu tunggu 30 menit. Prioritas hijau pada pasien dengan cedera minor dan tingkat penyakit yang tidak membutuhkan pertolongan segera serta tidak mengancam nyawa dan tidak menimbulkan kecacatan. Prioritas hitam pada pasien meninggal atau cedera parah yang jelas tidak mungkin untuk diselamatkan, pengelompokan label triase kode internasional Hitam (Mosby, 2008). Menurut Brooker (2008) dalam prinsip triase diberlakukan sistem prioritas yaitu penentu atau penyeleksi mana yang harus didahulukan mengenai penanganan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul. Prioritas didasarkan pada ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit, dapat mematikan dalam hitungan jam, trauma ringan dan sudah meninggal. Keberhasilan waktu tanggap atau respon time sangat tergantung pada kecepatan yang tersedia serta kualitas pemberian pertolongan untuk menyelamatkan nyawa atau 2
Studi pendahuluhan dilakukan peneliti di IGD RSUD Kabupaten Karanganyar dengan metode wawancara langsung ke pasien dan keluarga pasien prioritas 3 pada tanggal 30 Januari 2016. Hasil wawancara dengan 10 orang yang datang di triase IGD RSUD Kabupaten Karanganyar, terdapat 3 keluarga pasien menyatakan kurang puas karena waktu dalam memberikan pelayanan seperti pelayanan tertunda karena ada korban kecelakaan yang datang, 3 keluarga pasien menyatakan kurang puas terhadap pelayanan dimana mereka menginginkan yang sakit untuk opname tetapi dari IGD menyarankan untuk rawat jalan, 4 keluarga pasien menyatakan puas dari interaksi atau perhatian antara perawat dengan pasien. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang presepsi keluarga pasien prioritas 3 terhadap respon time di IGD.
mencegah cacat di tempat kejadian, dalam perjalanan hingga pertolongan rumah sakit (Haryatun dan Sudaryanto, 2008). Respon time merupakan waktu antara dari pasien datang sampai mendapat penanganan dengan kata lain dapat disebut waktu tanggap. Waktu tanggap yang baik bagi pasien yaitu kurang dari atau sama dengan 5 menit (Menteri Kesehatan RI, 2009). Waktu tanggap dikatakan tepat waktu atau tidak terlambat apabila waktu yang diperlukan tidak melebihi waktu rata – rata standar yang ada (Haryatun dan Sudaryanto, 2008). Waktu tanggap pelayanan dapat dihitung dengan hitungan menit dan sangat dipengaruhi oleh berbagai hal baik mengenai jumlah tenaga maupun komponen-komponen lain yang mendukung seperti pelayanan laboratorium, radiologi, farmasi, dan administrasi. Dari beberapa penelitian sehubungan dengan respon time penangan gawat darurat di IGD di beberapa rumah sakit didapatkan respon time di IGD RS. Cipto Mangunkusumo ≤ 8 memit, di IGD RSUD Bantul didapatkan ≤ 10 menit. Pada prioritas 3 waktu tanggap yang diperlukan bisa lebih dari 60 menit, tentunya ini akan timbul masalah pada keluarga pasien yang belum tahu tentang pelayanan sistem triase di IGD, misal kurang puas terhadap pelayanan, marah dan mungkin memutuskan untuk pindah ke rumah sakit lainnya. Prioritas hijau terdapat pada pasien dengan cedera minor dan tingkat penyakit yang tidak membutuhkan pertolongan segera serta tidak mengancam nyawa dan tidak menimbulkan kecacatan. 3
B. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis (Saryono M, 2013). Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di IGD RSUD Kabupaten Karanganyar Waktu penelitian Penelitian dilakukan pada bulan April 2016 di IGD RSUD Kabupaten Karanganyar.
3
Populasi dan Sampel Populasi pada penelitian ini adalah pasien kriteria prioritas 3 yang berobat di IGD RSUD Kabupaten Karanganyar. Peneliti mendapatkan data pasien prioritas 3 (hijau) yang berobat di IGD RSUD Kabupaten Karanganyar sebanyak 347 pasien pada bulan maret 2016. Tehnik pengambilan sampel digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Adapun kriteria sampel antara lain : 1) Kriteria inklusi a) Keluarga atau penanggung jawab pasien yang sakit ringan tidak mengancam jiwa (Prioritas 3) dan dapat berkomunkasi dengan baik. b) Mereka yang bersedia mengikuti proses penelitian dari awal sampai selesai. c) Keluarga atau penanggung jawab pasien yang tidak punya hubungan sosial dengan peneliti. 2) Kriteria eksklusi Keluarga pasien dengan prioritas merah, kuning dan hitam Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data Alat pengumpulan data dapat diambil dari peneliti itu sendiri dan adapun instrumen atau alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, pedoman wawancara atau semi stuktur interview dan dokumentasi atau status pasien. Tehnik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini
adalah wawancara mendalam (in dept interview). Wawancara dapat dilakukan secara semi terstuktur maupun tak terstuktur, Dalam hal ini peneliti menggunakan wawancara semi terstuktur dan melalui tatap muka (face to face) (Sugiono, 2015).. Dalam pengumpulan data peneliti melakukan wawancara dengan keluarga pasien prioritas 3 selama kurang lebih 20 menit Keabsahan data pada penelitian kualitatif meliputi kredibility, tranferability, dependebility dan confirmability. Etika Penelitian Setelah mendapatkan ijin terlebih dahulu dari RSUD Kabupaten Karanganyar kemudian membuat lembar persetujuan yang diberikan dan dijelaskan kepada informan maksud dan tujuan serta manfaat dari penelitian. (inform consent). Untuk menjaga kerahasiaan nama informan tidak dicantumkan., (anonimity dan confidentiatlity). C. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Persepsi keluarga prioritas 3 tentang pelayanan Hasil penelitian untuk mengetahui persepsi keluarga prioritas 3 tentang respon time didapatkan 1 tema yaitu prioritas kegawatdaruratan di IGD dengan katagori pelayanan cepat, dapat ditemukan dalam ungkapan informan: dan sudah pun…..”(I01)
“….sudah ditangani diobati nggih
4
Informan 1 mengungkapkan bahwa pasien yang datang untuk periksa di IGD telah mendapatkan pelayanan sesuai dengan harapannya.
dan mau memberikan penjelasan tentang penyakit yang diderita pasien kepada pihak keluarga. Hal ini sesuai dengan Djemari (2011) bahwa kegiatan kedua yang menjadi tangung jawab Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah menyelenggarakan pelayanan penyaringan untuk kasus-kasus yang membutuhkan pelayanan intensif.
“…pelayanan di rumah sakit itu yang baik cepat dan mau menjelaskan ….”(I02) Informan 2 mengungkapkan bahwa pelayanan di rumah sakit harus cepat dan mau memberikan penjelasan tentang penyakit yang diderita pasien kepada pihak keluarga.
Hasil wawancara dengan informan 3 keluarga pasien meminta anggota keluarganya yang sakit untuk dijadikan prioritas yang pertama tidak memandang sakitnya apa. Hal ini tidak sesuai dengan standar II pelayanan keperawatan gawat darurat di rumah sakit menurut Direktorat Bina Pelayanan dan Keteknisian Medik Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementrian RI tahun 2011 yaitu Pengorganisasian Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat dan juga tidak sesuai dengan penyataan Brooker (2008) dalam prinsip triase diberlakukan sistem prioritas yaitu penentu atau penyeleksi mana yang harus didahulukan mengenai penanganan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul dengan pasien berdasarkan : Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit, dapat mematikan dalam hitungan jam, trauma ringan dan sudah meninggal.
“.. kita maunya itu dilayani paling utama ..”.(I03) Informan 3 mengungkapkan bahwa keluarga pasien meminta anggota keluarganya yang sakit untuk dijadikan prioritas yang pertama tidak memandang sakitnya apa. Hasil wawancara dari informan 1 mengungkapkan bahwa pasien yang datang untuk periksa di IGD telah mendapatkan pelayanan sesuai dengan harapannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Djemari (2011) bahwa kegiatan pertama yang menjadi tanggung jawab Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah menyelenggarakan pelayanan gawat darurat. Pelayanan gawat darurat sebenarnya bertujuan untuk menyelamatkan kehidupan penderita (life saving) sering dimanfatkan hanya untuk memperoleh pelayanan pertolongan pertama (first aid) dan bahkan pelayanan rawat jalan (ambulatory care).
Dalam hal ini peneliti berpendapat bahwa pelayanan terhadap pasien yang datang ke IGD memang harus dilayani apapun penyakitnya, tetapi harus sesuai dengan sistem triase yang berlaku sesuai dengan peraturan KEMENKES RI,(2011) Standar III
Hasil wawancara dengan informan 2 mengungkapkan bahwa pelayanan di rumah sakit harus cepat 5
5
Pelaksanaan Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat yang mengatakan bantuan yang diberikan pada pasien gawat darurat bertujuan untuk penyelamatan nyawa dan mencegah kecacatan menggunakan pendekatan proses keperawatan di IGD rumah sakit. Menurut Brooker (2008) dalam prinsip triase diberlakukan sistem prioritas yaitu penentu atau penyeleksi mana yang harus didahulukan mengenai penanganan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul dengan pasien berdasarkan : Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit, dapat mematikan dalam hitungan jam, trauma ringan dan sudah meninggal. Triase adalah suatu proses yang mana pasien digolongkan menurut tipe dan tingkat kegawatan kondisinya. (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2011) penilaian dan penggolongan triase adalah sebagai berikut: 1) Prioritas I(warna merah) Penderita Cedera berat dan memerlukan penilaian cepat dan tindakan medik atau transport segera untuk menyelamatkan hidupnya. Misalnya penderita gagal nafas, henti jantung, luka bakar berat, pendarahan parah dan cedera kepala berat. 2) Prioritas II (warna kuning) Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera dan tingkat yang kurang berat dan dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat. misalnya cedera abdomen tanpa shok, luka bakar ringan, fraktur atau patah tulang tanpa shok dan jenis-jenis penyakit lain.
3) Prioritas III (warna hijau) Pasien dengan cedera minor dan tingkat penyakit yang tidak membutuhkan pertolongan segera serta tidak mengancam nyawa dan tidak menimbulkan kecacatan. 4) Prioritas IV (warna hitam) Pasien meninggal atau cedera parah yang jelas tidak mungkin untuk diselamatkan. pengelompokan label triase kode internasional hitam
2. Respon psikologi Hasil penelitian untuk mengetahui persepsi keluarga prioritas 3 tentang respon psikologis keluarga prioritas 3 didapatkan 1 tema yaitu respon negatif terhadap sistem triase di IGD dengan katagori kecemasan keluarga, dapat ditemukan dalam ungkapan informan: ‘’…saya juga ndak seneng mungkin juga akan marah bila keluarga saya yang sakit parah trus di tinggal …”(I01) Informan 1 mengungkapkan bahwa keluarga merasa tidak senang dan mungkin juga akan marah apabila ada anggota keluarganya yang sakit parah kemudian dari petugas IGD meninggalkannya untuk menangani pasien lain. “…saya betul-betul khawatir dengan kondisi anak saya…”(I02) Informan 2 mengungkapkan bahwa keluarga benar-benar khawatir akan kondisi kesehatan anaknya dan ingin anaknya dirawat di rumah sakit tetapi dari petugas IGD mengatakan bahwa kondisi si 6
anak masih stabil dan dianjurkan untuk rawat jalan.
ketiga yang menjadi tanggung jawab Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah menyelenggarakan informasi medis darurat dalam bentuk menampung serta menjawab semua pertanyaan anggota masyarakat yang ada hubungannya dengan keadaan medis darurat (emergency medical questions).
Saya takutnya nanti di rumah kambuh lagi …”(I03) Informan 3 mengungkapkan bahwa keluarga takut apabila nanti setelah sampai di rumah pasien kambuh sakitnya dan kembali lagi ke rumah sakit, mereka tidak mau bolak-balik ke rumah sakit dan ingin si penderita langsung dirawat di rumah sakit.
Dalam hal ini peneliti berpendapat bahwa pelayanan terhadap pasien di IGD harus ada penjelasan yang detail sehingga pasien dan keluarga pasien khususnya keluarga prioritas 3 dapat mengerti dan memahami akan kondisi penyakit keluarganya yang tergolong dalam katagori prioritas 3 (hijau). Rasa khawatir, takut, marah dan ragu akan hilang setelah ada penjelasan yang mendetail dari petugas IGD baik penjelasan akan penyakit si pasien maupun penjelasan akan sistem triase yang berlaku di rumah sakit. Seperti pada studi pendahuluan yang peneliti lakukan di IGD RSUD Kabupaten Karanganyar pada bulan Januari 2016 ditemukan data ketidakpuasan akan pelayanan yang tertunda karena melayani atau mendahulukan pasien yang lebih gawat dan tidak puas karena menginginkan penderita untuk dirawat di rumah sakit tapi dianjurkan untuk rawat jalan. Menurut Djemari (2011) menyatakan bahwa Kegiatan ketiga yang menjadi tanggung jawab Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah menyelenggarakan informasi medis darurat dalam bentuk menampung serta menjawab semua pertanyaan anggota masyarakat yang ada hubungannya dengan keadaan medis
Hasil wawancara dari informan 1 mengungkapkan bahwa keluarga merasa tidak senang dan mungkin juga akan marah apabila ada anggota keluarganya yang sakit parah kemudian dari petugas IGD meninggalkannya untuk menangani pasien lain. Hal ini sesuai dengan Soetrisno (2013) yang menyatakan pelayanan pasien gawat darurat adalah pelayanan yang memerlukan pelayanan segera yaitu cepat, tepat dan cermat untuk mencegah kematian dan kecacatan. Hasil wawancara dari informan 2 mengungkapkan bahwa keluarga benar-benar khawatir akan kondisi kesehatan anaknya dan ingin anaknya dirawat di rumah sakit tetapi dari petugas IGD mengatakan bahwa kondisi si anak masih stabil dan dianjurkan untuk rawat jalan dan informan 3 mengungkapkan bahwa keluarga takut apabila nanti setelah sampai di rumah pasien kambuh sakitnya dan kembali lagi ke rumah sakit, mereka tidak mau bolak-balik ke rumah sakit dan ingin si penderita langsung dirawat di rumah sakit . Hal ini berkaitan dengan pernyataan Djemari (2011) bahwa kegiatan 7
7
darurat (emergency questions).
medical
3. Mekanisme koping pasien prioritas 3
keluarga
Hasil penelitian untuk mengetahui persepsi keluarga prioritas 3 tentang mekanisme koping keluarga pasien prioritas 3 tentang respon time pelayanan di IGD, didapatkan 1 tema yaitu harapan keluarga prioritas 3 terhadap pelayanan pasien di IGD dengan 3 yaitu katagori 1) Kebutuhan informasi 2) Sarana dan prasarana 3) Peningkatan SDM, dapat ditemukan dalam ungkapan informan: 1)
Kebutuhan informasi
“...di depan itu di kasih papan informasi...”(I01) Informan 1 mengungkapkan bahwa sebaiknya didepan pintu masuk IGD diberi papan informasi yang menyatakan pelayanan terhadap pasien berdasakan sistem triase, seperti yang pernah dilihatnya di salah satu rumah sakit swasta di Jakarta. “...kalau tidak dijelaskan seperti ini kan saya tidak tahu....”(I02) Informan 2 mengungkapakan bahwa perlunya penjelasan yang detail untuk sistem layanan triase di IGD, sehingga dapat mengerti dan memahami. “...pihak keluarga minta mondok apa ndak boleh to mas, kita juga bayar....”(I03) Informan 3 mengungkapkan bahwa apakah pihak keluarga tidak boleh
meminta anggota keluarganya yang sakit untuk dirawat di rumah sakit karena mereka merasa bisa untuk memunuhi kewajiban membayar biaya di rumah sakit. Hasil wawancara dengan informan 1 mengungkapkan bahwa sebaiknya didepan pintu masuk IGD diberi papan informasi yang menyatakan pelayanan terhadap pasien berdasakan sistem triase, seperti yang pernah dilihatnya di salah satu rumah sakit swasta di Jakarta dan informan 2 yang mengungkapkan bahwa perlunya penjelasan yang detail untuk sistem layanan triase di IGD, sehingga dapat mengerti dan memahami dan juga informan 3 yang mengungkapkan bahwa apakah pihak keluarga tidak boleh meminta anggota keluarganya yang sakit untuk dirawat di rumah sakit karena mereka merasa bisa untuk memunuhi kewajiban membayar biaya di rumah sakit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Djemari (2011) bahwa kegiatan ketiga yang menjadi tanggung jawab Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah menyelenggarakan informasi medis darurat dalam bentuk menampung serta menjawab semua pertanyaan anggota masyarakat yang ada hubungannya dengan keadaan medis darurat (emergency medical questions). Peneliti berpendapat bahwa memang sebaiknya di depan pintu masuk IGD ada papan informasi yang menyatakan pelayanan pasien berdasarkan sistem triase sehingga masyarakat bisa memahami akan perlunya penanganan mana yang didahulukan dan mana yang masuk dalam kriteria dirawat di rumah sakit 8
yang sakit walaupun tidak ada kriteria dirawat di rumah sakit.
apalagi pada saat ini untuk peserta BPJS memang ada peraturan yang membatasi untuk pelayanan di IGD rumah sakit. Menurut BPJS tidak semua penyakit dapat dilayani di IGD, ada yang bisa dilayani pada PPK 1 dan apabila pihak PPK 1 tidak dapat menangani baru dirujuk ke rumah sakit, tetapi sampai saat ini masih banyak masyarakat yang beranggapan bahwa dengan menjadi peserta BPJS itu bisa berobat kemana saja. Di RSUD Kabupaten Karanganyar sedang pada tahap pengembangan dan pembangunan sarana dan prasarana yang menunjang pelayanan terhadap pasien baik yang di IGD maupun yang sudah dirawat di bangsal rumah sakit. 2)
Hasil wawancara dengan informan 1 dan 3 mengungkapkan bahwa untuk pelayanan di IGD sebaiknya semua yang menunjang pemeriksaan jadi satu di IGD. Tidak terlalu jauh letaknya sehingga pelayanan bisa jadi lebih cepat. Hal ini sesuai dengan standar pelayanan keperawatan gawat darurat di rumah sakit menurut Direktorat Bina Pelayanan dan Keteknisian Medik Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementrian RI tahun (2011) yaitu Standar I : Perencanaan Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat di Rumah Sakit tentang Sarana, Prasarana dan Peralatan IGD di Rumah Sakit yang menyatakan sarana, prasarana dan peralatan merupakan bagian yang akan memfasilitasi dan mendukung semua kegiatan pelayanan keperawatan gawat darurat di rumah sakit sehingga dapat menjamin terlaksananya kegiatan dengan lancar dan terstandar. Sedangkan pengelolaan sarana, prasarana, peralatan kesehatan dan logistik yang tepat dan cepat, mendukung terwujudnya pelayanan keperawatan gawat darurat di rumah sakit yang berkualitas.
Sarana dan prasarana
“...pemeriksaan laboratnya kok tempatnya terlalu jauh mbok ya kalo bisa dekat kan enak....”(I01) “...pelayanan yang seperti tadi, ....pelayanan apotik juga dekat ndak antri banyak, ndak kesana kesini....”(I03) Informan 1 dan 3 mengungkapkan bahwa untuk pelayanan di IGD sebaiknya semua yang menunjang pemeriksaan jadi satu di IGD. Tidak terlalu jauh letaknya sehingga pelayanan bisa jadi lebih cepat.
Hasil wawancara dengan informan 2 mengungkapkan bahwa perlunya ditambah lagi kapasitas ruangan atau bangsal perawatan sehingga dapat menampung semua yang sakit walaupun tidak ada kriteria dirawat di rumah sakit. Hal ini juga sesuai dengan standar pelayanan keperawatan gawat darurat di rumah sakit menurut Direktorat Bina Pelayanan dan
“...apa ditambah bangsalnya supaya siapa saja yang sakit bisa mondok...”(I02) Informan perlunya ruangan sehingga 9
2 mengungkapkan bahwa ditambah lagi kapasitas atau bangsal perawatan dapat menampung semua 9
Keteknisian Medik Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementrian RI tahun (2011) yaitu Standar I : Perencanaan Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat di Rumah Sakit tentang Sarana, Prasarana dan Peralatan IGD di Rumah Sakit yang menyatakan sarana, prasarana dan peralatan merupakan bagian yang akan memfasilitasi dan mendukung semua kegiatan pelayanan keperawatan gawat darurat di rumah sakit sehingga dapat menjamin terlaksananya kegiatan dengan lancar dan terstandar. Sedangkan pengelolaan sarana, prasarana, peralatan kesehatan dan logistik yang tepat dan cepat, mendukung terwujudnya pelayanan keperawatan gawat darurat di rumah sakit yang berkualitas. Peneliti berpendapat bahwa dalam pelayanan pasien di IGD seharusnya seluruh fasilitas yang menunjang baik apotik, radiologi, laboratorium dan penunjang lainnya tidak terlalu jauh letaknya dari IGD, sehingga pelayanan dapat dilakukan dengan cepat. Di RSUD Kabupaten Karanganyar memang baru dalam tahap pembangunan sehingga ada kendala untuk ruang laboratoriumnya masih ada di tengah atau jauh dari IGD. Dan juga untuk bangsal perawatan masih dalam tahap pembangunan penambahan ruangan untuk rawat inapnya. 3)
Peningkatan SDM
“...dipisahkan perawat yang nangani yang gawat dan ada perawat yang nangani yang ndak gawat...”(I01)
Informan 1 mengungkapkan bahwa perlunya pembagian antara perawat di IGD untuk pangangan pasien gawat darurat dan pasien yang tidak gawat darurat, agar semua pelayanan terhadap pasien tidak lagi tertunda baik untuk yang gawat maupun yang tidak gawat. “..semoga pelayanan di rumah sakit ini bisa lebih baik....”(I02) Informan 2 mengungkapkan bahwa harapan dari masyarakat untuk pelayanan di IGD bisa lebih baik lagi. Tidak lagi ada pasien yang tertunda pelayanannya. “...kita berharap tenaga yang ada itu di tambah lagi saja...”(I03) Informan 3 mengungkapkan bahwa perlunya penambahan personil IGD dengan harapan semua pasien yang berobat di IGD dapat terlayani semua tanpa membedakan status kegawatanya. Hasil wawancara dengan informan 1 mengungkapkan bahwa perlunya pembagian antara perawat di IGD untuk pangangan pasien gawat darurat dan pasien yang tidak gawat darurat, agar semua pelayanan terhadap pasien tidak lagi tertunda baik untuk yang gawat maupun yang tidak gawat dan informan 3 mengungkapkan bahwa perlunya penambahan personil IGD dengan harapan semua pasien yang berobat di IGD dapat terlayani semua tanpa membedakan status kegawatanya. Hal ini berkaitan dengan standar pelayanan keperawatan gawat darurat di rumah sakit menurut Direktorat Bina Pelayanan dan Keteknisian Medik Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan 10
tentang ketenagaan yang menyatakan perencanaan ketenagaan perawat gawat darurat mencakup kebutuhan tenaga, peran dan fungsi tenaga perawat gawat darurat serta kualifikasi tenaga perawat berdasarkan kompetensi yang telah ditentukan.
Kementrian RI tahun (2011) yaitu Standar I : Perencanaan Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat di Rumah Sakit tentang ketenagaan yang menyatakan perencanaan ketenagaan perawat gawat darurat mencakup kebutuhan tenaga, peran dan fungsi tenaga perawat gawat darurat serta kualifikasi tenaga perawat berdasarkan kompetensi yang telah ditentukan.
D. Kesimpulan 1. Persepsi keluarga mendapatkan tema prioritas kegawatdaruratan pasien di IGD dengan pelayanan yang cepat.
Hasil wawancara dengan informan 2 mengungkapkan bahwa mengungkapkan bahwa harapan dari masyarakat untuk pelayanan di IGD bisa lebih baik lagi. Tidak lagi ada pasien yang tertunda pelayanannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Djemari (2011) yang menyatakan kegiatan yang menjadi tanggung jawab Instalasi Gawat Darurat (IGD) banyak macamnya antara lain menyelenggarakan pelayanan gawat darurat, menyelenggarakan pelayanan penyaringan untuk kasuskasus yang membutuhkan pelayanan rawat inap intensif dan menyelenggarakan pelayanan informasi medis darurat.
2. Respon psikologis keluarga pasien mendapatkan tema respon negatif terhadap sistem triase di IGD dengan kecemasan keluarga. 3. Mekanisme koping mendapatkan tema harapan keluarga prioritas 3 terhadap pelayanan pasien di IGD dengan yaitu kebutuhan informasi, sarana dan prasarana dan peningkatan SDM. Kesimpulan dari penelitian ini respon keluarga prioritas 3 (hijau) tentang respon time triase di IGD RSUD Kabupaten Karanganyar yaitu perlu adanya penjelasan atau informasi dari petugas IGD yang bisa membuat masyarakat bisa memahami pentingnya sistem triase dalam pelayanan terhadap pasien yang datang ke IGD.
Peneliti berpendapat bahwa untuk peningkatan sumber daya manusia harus ditingkatkan lagi dengan pelatihan terencana, simposium, seminar dan sebagainya khususnya bagi tenaga yang di IGD dan umumnya bagi tenaga yang ada di rumah sakit. Dengan demikian para petugas IGD akan mampu memberikan pelayanan yang optimal terhadap pasien. Tentang penambahan petugas di IGD telah ada standarnya menurut KEMENKES RI,(2011) Standar I : Perencanaan Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat di Rumah Sakit 11
11
E. Saran Masyarakat pada umumnya dan khususnya keluarga pasien dapat memahami bahwa mendapatkan pelayanan kesehatan itu hak semua orang tetapi dengan prioritas gawat darurat. Dan dapat memberikan respon positif terhadap pelayanan kesehatan dengan sistem triase.Dapat memberikan pelayanan kesehatan yang cepat dan tepat terhadap semua pasien yang masuk berobat di IGD sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien. Dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan sebagai landasan atau bahan pertimbangan dan memberikan gambaran tentang mutu pelayanan kesehatan yang sesuai dengan harapan masyarakat. Untuk menjadi acuan dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan persepsi keluarga prioritas 3 (hijau) tentang respon time di IGD, sehingga didapatkan respon positif dari pihak keluarga pasien. Untuk mengembangkan wawasan dan menambah ilmu pengetahuan sehingga dalam memberikan pelayanan kesehatan terhadap pasien bisa lebih baik sesuai dengan standar SOP yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA Apriyani. (2008). PMK No 129 Tahun 2008 Tentang SPM RS Lengkap Australasian Colleg Emergency Medecine: Australian Triage
for The Scale.
http//www.acom.org.au/open/docume nt/triage.htm diunduh 04 Maret 2016 Basoeki, dkk. (2008). Penanggulangan penderita gawat darurat anestesiologi & reanimasi. Surabaya: FK. Unair. Brooker. C (Editor). (2008). Ensiklopedia Keperawatan (Churchill Living Stone’s) Departemen Kesehatan RI. (2006). Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT). Jakarta : Departemen Kesehatan Djemari. (2011). Pelayanan Gawat Darurat (Emergency Care ) UGD Haryatun, N & Sudaryanto, A. (2008). Perbedaan waktu tanggap tindakan keperawatan pasien cidera kepala katagori I –V di IGD RSUD Dr. Moewardi. Berita Ilmu Keperawatan, ISSN 1979 -2697, vol. 1 No 2, Juni 2008 Hal. 69 – 74 Jakarta Medical Service 119. (2014). Basic Trauma Cardiac Life Support. Jakarta Kemenkes RI No 856. (2009). Standar IGD Rumah Sakit. Jakarta, Menteri Kesehatan Kemenkes RI. (2011). Standar Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat Di Rumah Sakit Levina. (2009). Saredimensi Mutu Pelayanan pada Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Karel Sadsuitubun Langgur Kabupaten Maluku Tenggara tahun 2013. Moleong, Lexy J. (2007). Metologi Penelitian Kualitatif, 12
Penerbit PT Remaja Rosdakarya offset, Bandung. Musliha. (2010). Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta :Nuha Medika Oman, Chathleen Jane, Kozial M & Linda JS. (2008). Panduan Belajar Keperawatan Emergensi. Penerbit Buku Kedokteran EGC Saryono. M (2013). Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, Yogyakarta: Nuha Medika Siahaan. (2013). Setiap Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Harus Memiliki “Respon Time” yang Cepat dan Tepat. Diakses 10 Maret 2016, dari http://kesehatan.kompasiana.com/me dis/2013/02/11/setiap-unit-gawatdarurat-rumah-sakit-harus-memilikirespon-time-yang-cepat-dan-tepat527515.html Sugihartono dkk. (2007). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta:UNY PRESS Sugiyono. (2010). Metodologi Penelitian Pendekatan: Pendekatan Kuantitatif , Pendekatan Kualitatif dan RND. Bandung Alfabeta Sutrisno , Edy. (2010). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta Wijaya. (2010). Konsep Dasar Keperawatan Gawat Darurat. Denpasar:PSIK FK UNPAD Wilde, E.T. (2009). Do Emergency Medical Sistem Respon Time Matter fo Healthoutcomes ? columbian University : New York 13
13