Prevalens Asma Berdasarkan Kuesioner ISAAC dan Hubungan dengan Faktor yang Mempengaruhi Asma Pada Siswa SLTP di Daerah Padat Penduduk Jakarta Barat Tahun 2008 & Wiwien Heru Wiyono Departement of Pulmonology and Respiratory Medicine, Faculty of Medicine University of Indonesia/ Persahabatan Hospital Jakarta / *+. !0 ) 1) * ) ! - 2334 Abstract Introduction: Asthma prevalence is increasing in all part of the world including Indonesia. This research to know asthma prevalence of 13–14 years old children in West Jakarta in 2008. To know relationship between asthma prevalence and wheeze, night cough, asthma in the last 12 months, physical exercise, atopy (rhinitis and eczema), history of breastfeeding in early life, and familial history of asthma. Methods: Cross Sectional Study were doing by reviewed 2080 subject 13–14 years old in West Jakarta using ISAAC questionnaires. The results was analyzed with Pearson Chi Square test using SPSS 16.0. Results: The asthma prevalence in 13–14 years old children in West Jakarta 2008 was 13.1%. Prevalence of rhinitis and `` _ &$; +$$ ` ` ` { { $} ` `` { _ ` ` $ ` `` { _ ` $ Conclusion: The asthma prevalence among 13–14 years old children in West Jakarta in 2008 was 13.1%. There is ` ` ` { _ ` { ` ` { $ Keywords: asthma prevalence, ISAAC questionnaires, familial history of asthma, breastfeeding.
Abstrak Pendahuluan: Prevalens asma meningkat di setiap bagian dunia termasuk Indonesia. Penelitian ini untuk mengetahui prevalens asma pada anak-anak 13-14 tahun di Jakarta Barat pada tahun 2008. Untuk mengetahui hubungan antara _ ' { menyusui pada awal kehidupan, dan riwayat keluarga asma. Metode: Studi potong lintang dilakukan dengan mengumpulkan 2080 subjek usia 13-14 tahun di Jakarta Barat menggunakan kuesioner ISAAC. Hasil dianalisis dengan Pearson uji Chi Square dengan bantuan SPSS 16,0. Hasil: Prevalens asma pada anak 13-14 tahun di Jakarta Barat 2008 adalah 13,1%. Prevalens rinitis dan eksim masing &; +$ ` $ ] { _ $V _ { { $ Kesimpulan: Prevalens asma di kalangan anak-anak 13-14 tahun di Jakarta Barat pada tahun 2008 adalah 13,1%. Ada _ { secara statistik dengan riwayat menyusui di awal kehidupan. Kata kunci: asma prevalens, kuesioner ISAAC, riwayat keluarga asma, menyusui.
J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011
181
LATAR BELAKANG Penyakit asma terbanyak pada anak dan berpotensi mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. Asma merupakan penyakit kronik yang mempunyai dampak serius pada anak. Pada beberapa anak penyakit ini dapat menyebabkan keterbatasan aktiviti. Penelitian terhadap anak sekolah menunjukkan peningkatan kekerapan asma, peningkatan kekerapan rinitis dan eksim. Penelitian epidemologi mengungkapkan bahwa faktor atopi mempunyai kaitan erat dengan perkembangan dan angka kekerapan asma.1,2,3 Bebagai penelitian menunjukkan bahwa terjadinya asma merupakan interaksi dua faktor yaitu faktor genetik dan lingkungan. Risiko untuk terjadinya asma pada anggota keluarga generasi pertama dari individu yang menyandang asma adalah 2 sampai 6 kali lebih tinggi dibandingkan dengan individu pada populasi normal.4 Beberapa penelitian melaporkan bahwa lamanya pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara bermakna menurunkan risiko kejadian asma dan penyakit alergi lain pada anak. Peningkatan pemberian Pengganti Air Susu Ibu (PASI) dalam hal ini susu formula yang berbasis susu sapi atau protein asing lain dari makanan padat yang diperkenalkan pada bulan pertama kehidupan dapat meningkatkan kejadian atopi atau asma.5 Beberapa penelitian prevalens asma anak yang telah dilakukan di Indonesia didapatkan angka yang bervariasi antara 2,1% hingga 22,2%. Indonesia sebagai negara berkembang perhatian yang diberikan terhadap penyandang asma masih sangat sedikit. secara epidemiologi masih belum ada. Penelitian epidemiologi asma terdapat perbedaan tentang persepsi asma, metode dan data penelitian pada masing-masing peneliti sehingga hasilnya belum dapat dipakai sebagai standar.2,6,7 Penelitian prevalens asma pada anak umumnya menggunakan kuesioner International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC).
182
J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011
Kuesioner ISAAC telah diuji coba oleh 156 pusat asma di 56 negara di dunia. International study of asthma and allergies in childhood membuat suatu metode praktis agar peneliti di seluruh dunia dapat menggunakan metodologi yang sama untuk mengukur prevalens asma, rinitis alergi dan eksim di masyarakat. Kuesioner ini dapat digunakan pada $8 Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui prevalens asma anak usia 13-14 tahun di daerah padat penduduk Jakarta Barat tahun 2008. Tujuan khususnya adalah mengetahui prevalens asma secara kumulatif dan prevalens asma dihubungkan dengan gejala mengi, batuk malam hari serta latihan ' kuesioner ISAAC, mengetahui hubungan antara faktor atopi (rinitis dan eksim) dengan angka kejadian asma pada anak dan mengetahui hubungan antara faktor keturunan asma, pemberian ASI atau PASI pada awal kehidupan dengan angka kejadian asma pada anak. METODOLOGI PENELITIAN Rancangan penelitian ini dilakukan dengan uji cross sectional yaitu untuk mengetahui prevalens asma pada anak usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner ISAAC di Jakarta Barat. Penelitian dilakukan di SLTP terpilih di Jakarta Barat pada tahun 2008. Penyebaran kuesioner dilakukan pada bulan Januari hingga Mei tahun 2008. Populasi target penelitian ini adalah anak remaja atau pubertas di Indonesia. Populasi yang mudah terjangkau pada penelitian ini adalah siswa SLTP yang berumur 13-14 tahun di Jakarta Barat. Sampel penelitian diambil secara acak dari 71.737 murid yang bersekolah di 222 SLTP di Jakarta Barat. Pada penelitian ini terpilih 15 SLTP dari 5 kecamatan yang ada di Jakarta Barat dengan jumlah siswa sebanyak '**$ V { + $ Pemilihan sampel sekolah dilakukan secara acak terhadap seluruh SLTP yang berada di Jakarta
Barat. Pemilihan subyek penelitian dilakukan secara acak dengan menggunakan program komputer. Subyek yang terpilih dibagikan kuesioner ISAAC dan diisi sendiri. Bila ada hal-hal lain yang perlu ditanyakan pada orang tua, kuesioner dapat dibawa pulang dan dikembalikan keesokan harinya. Sebelum pengisian kuesioner seluruh subyek penelitian diberi penjelasan mengenai penyakit asma secara umum disertai gejala klinis asma yang harus dikenali seperti mengi, batuk, sesak, rinitis dan eksim. Kuesioner yang telah diisi oleh murid akan dijumpai 2 kelompok yaitu asma dalam 12 bulan terakhir dan yang bukan asma. Pengolahan data penelitian dan perhitungan statistik dilakukan dengan menggunakan program komputer SPSS 16.0. HASIL PENELITIAN Kuesioner Responden Sebanyak 2120 kuesioner disebarkan terhadap siswa SLTP yang berusia 13 – 14 tahun. Kuesioner yang dikembalikan berjumlah 2080 buah (98,1%) terdiri atas 988 siswa (47,5%) laki-laki dan 1092 siswa (52,5%) perempuan. Kelompok umur 13 tahun berjumlah 873 (42%) terdiri atas 396 (40,1%) laki-laki dan 477 (43,7%) perempuan sedangkan kelompok umur 14 tahun berjumlah 1207 (58%) terdiri atas 592 (59,9%) laki-laki dan 615 (56,3%) perempuan (tabel 1). Tabel 1. Distribusi kuesioner ISAAC yang diisi responden Kelompok Umur Siswa
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
13 tahun % kelompok umur 14 tahun % kelompok umur Total % kelompok umur
396 (40,1%) 592 (59,9%) 988 (47,5%)
477 (43,7%) 615 (56,3%) 1092 (52,5%)
serangan, 66 siswa (49,3%) pernah mengalami mengi 1-3 kali, 11 siswa (8,2%) mengalami serangan mengi 4 sampai 12 kali dan 7 siswa (5,2%) mengalami serangan mengi lebih dari 12 kali. Dalam hal gangguan tidur pada 134 siswa yang mengalami serangan mengi dijumpai 43 siswa (32,1%) tidurnya tidak terganggu, 68 siswa (50,7%) tidurnya terganggu karena mengi 1 kali dalam seminggu dan 23 siswa (17,2%) tidurnya terganggu karena mengi lebih 1 kali dalam seminggu. Dalam 12 bulan terakhir siswa yang pernah mengalami serangan hebat sebanyak 40 siswa (1,9%) yang terdiri atas 19 siswa (47,5%) laki-laki dan 21 siswa (52,5%) perempuan. Riwayat asma dijumpai pada 253 siswa (12,2%) terdiri atas 109 siswa (43%) laki-laki dan 144 siswa (57%) perempuan. Mengi setelah olah raga terdapat pada 74 siswa (3,6%) terdiri atas 36 siswa (48,6%) lakilaki dan 38 siswa (51,4%) perempuan. Batuk malam hari dijumpai 133 siswa (6,4%) terdiri atas 59 siswa (44,4%) laki-laki dan 74 siswa (55,6%) perempuan (tabel 2). Tabel 2. Distribusi Gejala No Gejala
Laki-laki
1. Riwayat mengi 2. Mengi 12 bln terakhir 3. Serangan mengi 12 bln terakhir: - Tidak pernah - 1-3 kali - 4-12 kali - > 12 kali 4. Tidur terganggu karena mengi: - Tidak pernah - 1 kali/minggu - > 1 kali/minggu 5. Serangan hebat 12 bln terakhir 6. Riwayat asma 7. Mengi setelah olah raga 8. Batuk malam hari
99 (53%) 88 (47%) 52 (38,8%) 82 (61,2%)
Perempuan Jumlah 187 134
11 (8,2%) 28 (21,0%) 8 (6,0%) 5 (3,7%)
39 (29,1%) 38 (28,3%) 3 (2,2%) 2 (1,5%)
50 (37,3%) 66 (49,3%) 11 (8,2%) 7 (5,2%)
19 (14,2%) 24 (17,9%) 9 (6,7%) 19 (47,5%) 109 (43%) 36 (48,6%) 59 (44,4%)
24 (17,9%) 44 (32,8%) 14 (10,5%) 21 (52,5%) 144 (57%) 38 (51,4%) 74 (55,6%)
43 (32,1%) 68 (50,7%) 23 (17,2%) 40 253 74 133
(%) 9,0 6,4
1,9 12,2 3,6 6,4
Jumlah % 873 (42%) 1207 (58%) 2080 (100%)
Pertanyaan Pernapasan Sebanyak 2080 kuesioner yang berhasil dikumpulkan terdapat 187 siswa (9%) yang mempunyai riwayat mengi terdiri atas 88 (47%) laki-laki dan 99 (53%) perempuan. Mengi 12 bulan terakhir dijumpai pada 134 siswa (6,4%) terdiri atas 52 (38,8%) laki-laki dan 82 (61,2%) perempuan. Dari 134 siswa yang pernah mengalami mengi 12 bulan terakhir, 50 siswa (37,3%) tidak pernah mengalami
Dari tabel tersebut di atas didapatkan siswa penyandang asma atau mengi 12 bulan terakhir 189 siswa (9,1%) yang terdiri atas 86 siswa (44,5%) laki-laki dan 103 siswa (54,5%) perempuan. Jumlah tersebut diperoleh dari gabungan jawaban pertanyaan pernapasan nomor 2 (mengi 12 bulan terakhir), pertanyaan nomor 7 (mengi setelah olah raga 12 bulan terakhir) dan pertanyaan nomor 8 (batuk malam hari 12 bulan terakhir). Mengi kumulatif yang merupakan gabungan pertanyaan no 1 (riwayat mengi), nomor 2, nomor 6, nomor 7 dan nomor 8 dijumpai pada 273 (13,1%) yang terdiri atas J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011
183
124 (45,4%) siswa laki-laki dan 149 (54,6%) siswa perempuan (Tabel 3). Tabel 3. Prevalens siswa yang menyandang asma 12 bulan terakhir dan asma kumulatif Jenis Kelamin L P
Gejala Asma 12 bulan terakhir Asma kumulatif
86 (45,5%) 124 (45,4%)
Jumlah
103 (54,5%) 149 (54,6%)
189 273
Persentase % 9,1 13,1
Pertanyaan Pilek Jawaban pertanyaan dari 2080 siswa, jumlah yang mempunyai riwayat rinitis adalah 342 siswa (16,4%) yang terdiri dari 163 siswa (47,7%) lakilaki dan 179 siswa (52,3%) perempuan, sedangkan responden yang menderita rinitis dalam 12 bulan terakhir ada 232 siswa (11,2%) terdiri dari 109 siswa (47%) laki-laki dan 123 siswa (53%) perempuan. Pertanyaan Eksim Siswa yang mempunyai riwayat eksim adalah 81 siswa (3,9%) terdiri dari 36 siswa (44,4%) laki-laki dan 45 siswa (55,6%) perempuan, sedangkan siswa yang menderita eksim 12 bulan terakhir adalah 54 siswa (2,6%) terdiri dari 24 siswa (44,4%) laki-laki dan 30 siswa (55,6%) perempuan. Seratus delapan tujuh (187) siswa mempunyai riwayat mengi terdapat 180 (96,2%) yang mempunyai riwayat atopi terdiri dari 172 siswa (92%) yang mempunyai riwayat rinitis dan 8 siswa (4,3%) yang mempunyai gejala eksim (Tabel 4). Secara statistik didapatkan hubungan bermakna antara gejala mengi dengan rinitis dan eksim. Risiko relatif mengi terhadap rinitis adalah 11,62 (6,70-20,15) dengan nilai p <0,001 sedangkan risiko relatif mengi terhadap eksim dijumpai 1,11 (0,52-2,34) dengan nilai p <0,05.
terakhir dan 6 siswa (4,5%) yang mempunyai gejala eksim 12 bulan terakhir (Tabel 5). Secara statistik didapatkan hubungan yang bermakna antara mengi 12 bulan terakhir dengan rinitis 12 bulan maupun eksim 12 bulan terakhir. Risiko relatif mengi terhadap rinitis 12 bulan terakhir adalah 21,2 (4,37-31,34) nilai p <0,001. Risiko relatif mengi terhadap eksim 12 bulan terakhir adalah 1,85 (0,77-4,41) dengan nilai p <0,001. Tabel 5. Hubungan antara mengi 12 bulan terakhir dengan rinitis atau eksim 12 bulan terakhir Gejala Atopi
Mengi
OR
P
CI 95%
Eksim Rinitis
85 (63,4%) 6 (4,5%)
21,2 1,85
< 0,001 < 0,001
4,37-31,34 0,77-4,41
FAKTOR RISIKO ASMA Pertanyaan masalah asma dalam keluarga Dari 2080 kuesioner yang berhasil dikumpulkan pada pertanyaan mengenai penyandang asma dalam keluarga terdapat 158 siswa yang terdiri atas 81 siswa (51,3%) laki-laki dan 77 siswa (48,7%) perempuan. Dari jumlah tersebut didapatkan 43 siswa (2,0%) dengan ayah asma, 55 siswa (2,6%) ibu asma, 20 siswa (1,0%) saudara kandung asma, 9 siswa (0,4%) saudara kandung ayah asma, 18 siswa (0,9%) saudara kandung ibu asma, 5 siswa (0,2%) kakek atau nenek pihak ayah asma serta 8 siswa (0,4%) kakek atau nenek pihak ibu asma (Tabel 6). Tabel 6. Distribusi asma dalam keluarga Keluarga Asma
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
Jumlah %
Ayah Ibu Saudara Kandung Saudara ayah kandung Saudara ibu kandung Kakek/nenek pihak ayah Kakek/nenek pihak ibu
28 (65,1%) 30 (54,5%) 8 (4%) 2 (22,2%) 10 (55,5%) 1 (2%) 2 (25%)
15 (34,9%) 25 (45,5%) 12 (6%) 7 (77,8%) 8 (44,5%) 4 (8%) 6 (75%)
43 (2,0) 55 (2,6) 20 (1,0) 9 (0,4%) 18 (0,9%) 5 (0,2%) 8 (0,4%)
Total
81 (51,3%)
77 (48,7%)
158 (100%)
Tabel 4. Hubungan antara riwayat mengi dengan riwayat rinitis atau eksim Gejala Atopi
Mengi
OR
P
CI 95%
Eksim Rinitis
8 (4,3%) 172 (92%)
1,11 11,62
< 0,05 < 0,001
0,52-2,34 6,70-20,15
Pada 134 siswa yang mempunyai riwayat mengi 12 bulan terakhir, dijumpai 91 siswa (67,9%) yang mempunyai riwayat atopi terdiri dari 85 siswa (63,4%) yang mempunyai riwayat rinitis 12 bulan 184
J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011
Dari 189 siswa yang mempunyai riwayat asma 12 bulan terakhir, didapatkan 17 siswa (0,8%) mempunyai ayah asma dan 172 siswa (8,3%) mempunyai ayah tidak asma, 20 siswa (1%) mempunyai ibu menyandang asma dan 169 siswa (8,1%) mempunyai ibu tidak menyandang asma, 1 siswa (0,01%) mempunyai ayah-ibu menyandang
asma dan 188 siswa (9,1%) mempunyai ayahibu tidak menyandang asma, 1 siswa mempunyai saudara kandung menyandang asma dan 188 siswa (9,1%) mempunyai saudara kandung tidak menyandang asma, 5 siswa mempunyai saudara ayah kandung menyandang asma dan 184 siswa (8,9%) mempunyai saudara ayah kandung tidak menyandang asma, 6 siswa mempunyai saudara ibu kandung menyandang asma dan 183 siswa (8,8%) mempunyai saudara ibu kandung tidak menyandang asma, 2 siswa mempunyai kakek atau nenek dari pihak ayah menyandang asma dan 187 siswa (9,0%) mempunyai kakek atau nenek dari pihak ayah tidak menyandang asma dan 6 siswa mempunyai kakek atau nenek dari pihak ibu menyandang asma dan 183 siswa (8,8%) mempunyai kakek atau nenek dari pihak ibu tidak menyandang asma. Anak dari keluarga asma lebih berisiko untuk menyandang asma dibandingkan dengan anak yang tidak memiliki keluarga asma. Secara statistik didapatkan hubungan yang bermakna. Hasil lain dari penelitian ini dapat dilihat pada (Tabel 7). Tabel 7. Hubungan keluarga asma dengan anak asma Ayah Ibu Ayah-ibu Saudara Kandung Saudara ayah kandung Saudara ibu kandung Kakek/nenek pihak ayah Kakek/nenek pihak ibu
OR
IK
P
7,00 6,20 0,23 0,52 12,81 5,10 6,70 30,90
3,77 - 13,32 3,54 - 11,11 0,21 - 1,98 0,07 - 3,93 3,41 - 48,15 1,90 - 13,84 1,18 - 40,5 6,20 - 15,4
< 0,05 < 0,05 > 0,05 > 0,05 < 0,05 < 0,05 > 0,05 < 0,05
Pertanyaan pemberian ASI atau PASI pada awal kehidupan Dari 2080 kuesioner yang berhasil dikumpulkan pada pertanyaan mengenai pemberian awal ASI atau PASI didapatkan 1621 siswa (77,9%) mendapatkan ASI pada awal kehidupan yang terdiri dari 774 siswa (47,7%) laki-laki dan 847 siswa (52,3%) perempuan serta yang mendapat awal PASI berjumlah 459 siswa (22,1%) terdiri dari 214 siswa (46,6%) laki-laki dan 245 siswa (53,4%) perempuan (Tabel 8). Tabel 8. Distribusi pemberian awal ASI atau PASI Pemberian awal susu ASI PASI
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 774 (47,7%) 214 (46,6%)
847 (52,3%) 245 (53,4%)
Jumlah 1621 459
Persentase % 77,9 22,1
Sebanyak 189 siswa yang mempunyai riwayat asma 12 bulan terakhir, didapatkan 154 siswa (7,4%) dengan pemberian awal ASI, sedangkan yang mempunyai riwayat pemberian awal PASI sebanyak 35 (1,7%) siswa. Sebanyak 1621 (77,9%) siswa yang mendapatkan ASI kurang dari 6 bulan terdiri dari 670 siswa (32,2%) dengan rincian 331 siswa (49,4%) laki-laki dan 339 siswa (50,6%) perempuan sedangkan yang mendapatkan ASI lebih dari 6 bulan adalah 951 siswa (45,7%) yang terdiri dari 443 siswa (46,6%) laki-laki dan 508 siswa (53,4%) perempuan. Siswa yang mempunyai riwayat asma 12 bulan terakhir, didapatkan 69 (4,3%) siswa dengan awal pemberian ASI kurang dari 6 bulan dan 85(5,2%) { { {! & bulan. Sebanyak 459 siswa (22,1%) yang mendapatkan PASI kurang dari 6 bulan terdiri dari 78 siswa (3,8%) dengan rincian 34 siswa (43,6%) laki-laki dan 44 siswa (56,4%) perempuan sedangkan yang mendapatkan PASI lebih dari 6 bulan adalah 381 siswa (18,3%) yang terdiri dari 180 siswa (47,2%) laki-laki dan 201 siswa (52,8%) perempuan. Dari siswa yang mempunyai riwayat asma 12 bulan terakhir, didapatkan 2 siswa dengan awal pemberian PASI kurang dari 6 bulan dan 33 siswa (7,2%) mempunyai riwayat pemberian awal PASI > 6 bulan. Pada penelitian ini secara statistik anak penyandang asma tidak didapatkan hubungan bermakna pada awal kehidupan mendapat ASI atau PASI serta lamanya mendapat ASI atau PASI (Tabel 9). Tabel 9. Hubungan anak asma dengan pemberian ASI atau PASI ASI PASI ASI > 6 bulan dan > 6 bulan PASI > 6 bulan dan > 6 bulan
OR
IK
P
1,27 0,7 1,1 0,28
0,86 - 1,86 0,53 - 1,15 0,83 - 1,83 0,06 - 1,19
> 0,05 > 0,05 > 0,05 > 0,05
PEMBAHASAN Asma merupakan interaksi dua faktor yaitu faktor pejamu dan lingkungan. Faktor pejamu mempunyai peranan penting terjadinya asma tetapi tidak dapat menerangkan kenaikan prevalens J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011
185
asma dibanyak negara dalam waktu relatif singkat. Berbagai faktor telah diselidiki yang merupakan faktor risiko terjadinya asma baik yang berasal dari individu yang bersangkutan seperti gen, atopi, etnis atau ras, jenis kelamin, hiperresponsif bronkus serta dari lingkungan antara lain alergen, jumlah keluarga, polusi udara, asap rokok, infeksi saluran napas, infeksi parasit, makanan, obat, obesiti dan lain-lain. Penelitian ini dilakukan secara cross sectional di Jakarta Barat. Desain ini dipilih karena dapat dipakai untuk meneliti banyak variabel sekaligus, relatif mudah dilakukan, murah, hasilnya cepat diperoleh dan juga tidak terancam droup out. Desain penelitian tersebut tidak menggunakan kontrol sebagai pembanding, tetapi perbandingan hanya dilakukan intern antara responden sendiri yaitu kelompok faktor risiko dibanding kelompok tanpa faktor risiko. Desain ini dapat digunakan untuk penelitian analitik dengan menentukan peran faktor risiko dalam terjadinya penyakit, terutama untuk penyakit yang mempunyai onset lama serta lama sakit yang panjang. Desain tersebut dapat digunakan untuk mencari hubungan antara gejala pada saluran napas, faktor risiko dan prevalens asma. Besarnya peran faktor risiko dapat diperkirakan dengan melakukan analisis hubungan statistik antara variabel tergantung dan variabel bebas maupun faktor perancu.dikutip dari 6 Kuesioner Pemilihan kuesioner ISAAC dalam survei ini bertujuan agar pengisian dapat dilakukan secara mudah dengan bahasa yang mudah dipahami dan menggunakan istilah medis yang mudah dimengerti. Penggunaan kuesioner yang berisi gejala asma menjadi tulang punggung penelitian epidemiologi untuk mencari prevalens asma. Cara ini memungkinkan memperoleh sampel penelitian yang besar, biaya yang relatif murah dan waktu singkat. Kebanyakan penelitian epidemiologi untuk prevalens asma berdasarkan kriteria subyektif yang diperoleh dari responden. Kelemahannya adalah tidak dapat mendeteksi obstruksi saluran napas yang tidak memberikan gejala tetapi hal ini bukan
186
J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011
masalah yang penting karena tujuan penelitian adalah membandingkan prevalens asma di antara kelompok masyarakat dan bukan diagnosis asma pada individu. Selain itu kuesioner ISAAC dirancang untuk menghindari cara pengisian yang salah atau penyangkalan responden dalam pengisisan kuesioner. Kuesioner ISAAC yang telah diterjemahkan ke ! tambahan pertanyaan faktor risiko keluarga asma, riwayat awal pemberian ASI atau PASI. Kuesioner ini telah dilakukan uji validasi oleh Yunus F dkk.6 dengan _ * + positif (NPP) 68,12% dan nilai prediksi negatif (NPN) 95,73%. Angka prevalens asma pada siswa SLTP negeri dan swasta di Jakarta Pusat tahun 1996 !" & !" _ &' $ ini juga telah diuji di 56 negara di 156 pusat asma yang mempunyai lingkungan dan bahasa yang berbeda. Dalam penelitian ini subjek penelitian diberi penjelasan singkat mengenai gambaran dan pengertian penyakit asma serta cara pengisian kuesioner untuk mempermudah responden dalam menjawab kuesioner. Untuk meningkatkan ketepatan jawaban, pengisian kuesioner boleh dibawa pulang oleh responden dan diserahkan keesokan hari melalui guru sekolah. Diagnosis asma pada penelitian epidemiologi ditetapkan bila terdapat riwayat mengi, mengi yang diprovokasi oleh stimulus tertentu, pernyataan menyandang asma dan riwayat pernah menyandang $ > yang digunakan pada penelitian ini adalah mengi atau asma dalam 12 bulan terakhir. Menggunakan mengi 12 bulan terakhir sebagai kriteria asma maka penelitian ini dapat dibandingkan dengan penelitian di manapun yang menggunakan kuesioner ISAAC. Dalam kuesioner ISAAC pertanyaan yang digunakan adalah pertanyaan nomor 2 yaitu mengi atau asma dalam 12 bulan terakhir merupakan pertanyaan utama untuk menetapkan diagnosis asma 12 bulan
terakhir. Pertanyaan nomor 7 dan 8 mengenai mengi setelah olah raga 12 bulan terakhir serta batuk pada < 12 bulan terakhir. Asma kumulatif adalah gabungan antara semua pertanyaan nomor 1, 2, 6, 7 dan 8. Merupakan gabungan antara semua responden yang mempunyai riwayat asma dan yang menyandang asma dalam 12 bulan terakhir. Penentuan sampel Populasi target penelitian adalah 2080 siswa SLTP di Jakarta Barat dengan rasio perbandingan 988 (47,5%) siswa laki-laki dan 1092 (52,5%) siswa perempuan. Agar subyek penelitian dapat dianggap mewakili seluruh populasi target maka pengambilan sampel penelitian ini dilakukan secara acak. Sekolah lanjutan tingkat pertama yang dipilih dilakukan secara acak pada daerah yang padat penduduk. Daerah padat penduduk di sini didapatkan dari data BPS yang menyatakan bahwa daerah padat penduduk adalah yang memiliki rasio kepadatan penduduk lebih dari 15.000 jiwa per kilometer persegi. Di Jakarta Barat rasio kepadatan penduduknya adalah lebih dari 15.000 jiwa dan terpusat di kecamatan Tambora, Taman Sari dan Palmerah. Umur siswa pada populasi target dan subyek penelitian ditentukan pada usia pubertas, tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan siswa mengenai asma relatif sama. Prevalens Asma Prevalens asma antar negara sulit dibandingkan karena masing-masing penelitian menggunakan kuesioner dan cara penelitian yang berbeda serta banyaknya perbedaan parameter yang digunakan. Indonesia sebagai negara yang mempunyai prevalens asma rendah juga mendapatkan hasil yang berbeda-beda. Pada umumnya peneliti asma menetapkan diagnosis asma berdasarkan gejala asma 12 bulan terakhir. Penelitian ini dilakukan dengan penyebaran kusioner ISAAC terhadap 2080 siswa SLTP di Jakarta Barat. Pada penelitian ini didapatkan prevalens asma 12 bulan terakhir 9,1% dan prevalens asma kumulatif didapatkan 13,1%.
Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya dari berbagai daerah di luar Jakarta, prevalens asma di Jakarta Barat tergolong tinggi tetapi jika dibandingkan dengan penelitian yang juga dilakukan di Jakarta dari beberapa peneliti didapatkan hasil yang hampir sama. Yunus F dkk.3 di Jakarta Timur tahun 2001 prevalens asma 12 bulan terakhir yaitu 8,9%, Rahajoe dkk.1 di Jakarta tahun 2002 yaitu 6,7%, demikian juga bila dibandingkan dengan penelitian anak usia 13-14 tahun di Bandung tahun 2002 oleh Kartasasmita yang juga menggunakan kuesioner ISAAC yaitu 5,2%. Sedangkan Sundaru dkk.2 di Jakarta Pusat tahun 2004 mendapatkan prevalens asma 12 bulan terakhir 12,5%. Beberapa faktor dapat mempengaruhi tingginya prevalens asma di kota besar antara lain lingkungan, gaya ] dalam rumah maupun di luar rumah. Meningkatnya jumlah kendaraan bermotor merupakan kontributor utama polusi udara jalan raya yang emisinya terdiri dari bermacam-macam gas seperti sulfur dioksida, nitrogen dioksida, ozon yang dapat mengganggu kesehatan dan tingginya kadar polusi udara di Jakarta mempengaruhi tingginya prevalens asma pada anak. Menurut Badan Pengelolaan Kadar Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) tahun 2006 DKI menunjukkan nilai rata-rata harian seluruh polutan masih di bawah nilai ambang batas (NAB), tetapi untuk daerah konsentrasi pada semua titik pengamatan sudah di atas NAB seperti karbon monoksida 19,7 mcg (NAB 9 mcg), PM10 atau debu 496,22 mcg (150 mcg) sulfur dioksida 403,65 mcg (NAB 260 mcg). Suatu penelitian yang membedakan daerah yang lalu lintas padat dengan yang kurang padat. Pada daerah padat didapatkan lebih banyak penyakit saluran napas seperti sesak atau mengi dan terjadi penurunan fungsi paru.2,9 Prevalens asma anak perempuan sedikit lebih tinggi dibanding anak laki-laki. Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian luar negeri yang menyatakan prevalens anak laki-laki lebih tinggi dibanding anak perempuan dengan rasio 2:1, saat pubertas rasio tersebut akan menurun dan menjadi terbalik
J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011
187
setelah usia 15 tahun. Hasil yang sama dengan peneliti didapatkan pada penelitian Sundaru yang membandingkan perbandingan asma pada daerah rural dan urban didapatkan jumlah kasus asma lebih banyak pada anak perempuan dibanding laki-laki pada daerah urban yang diwakili Jakarta, sedangkan pada daerah rural yang diwakili Subang didapatkan jumlah kasus asma lebih banyak pada anak laki-laki dibanding anak perempuan. Hal ini kemungkinan karena jumlah populasi target pada penelitian ini, terutama pada anak perempuan lebih banyak yang berumur 14 tahun menjelang 15 tahun dan kecenderungan usia pubertas yang makin dini. Remisi menjelang pubertas lebih sering dijumpai pada anak laki-laki dibanding perempuan dan asma akan lebih banyak pada perempuan. Hal ini karena meningkatnya ukuran saluran napas secara cepat pada anak laki-laki menjelang pubertas dibanding perempuan.2,10
dengan rinitis antara lain reaksi alergi pada mukosa hidung mencetuskan gejala asma, asma dan rinitis mempunyai predisposisi genetik yang sama, asma dan rinitis mempunyai mukosa saluran napas yang < patogenesis asma dan rinitis, pengobatan yang efektif terhadap rinitis juga akan memperbaiki gejala asma. Dilaporkan gejala asma pada penderita rinitis antara 19 hingga 38%, sebaliknya gejala rinitis pada penyandang asma antara 28 hingga 78%. Dikatakan bahwa pada pusat penelitian dengan prevalens eksim yang rendah pada umumnya mempunyai prevalens asma dan gejala rinitis yang rendah. Penelitian epidemiologi mengungkapkan bahwa faktor atopi mempunyai kaitan yang erat dengan angka kekerapan penyakit asma. Penelitian lain terhadap anak sekolah menunjukkan peningkatan kekerapan asma, rinitis dan eksim sebesar dua kali lipat dalam selang waktu dua puluh lima tahun.11,12
Atopi Pada penelitian ini prevalens rinitis pada siswa SLTP di Jakarta Barat dijumpai cukup tinggi 16,4%, sebaliknya yang terjadi pada eksim hanya 3,9%. Penelitian ISAAC di 56 negara didapatkan prevalens rinitis alergi bervariasi antara 1,4 sampai 39,7% dan pevalens eksim antara 0,3 sampai 20,5%. Semua responden yang mempunyai riwayat mengi, 172 (92%) siswa mempunyai riwayat rinitis dan 8 (4,3%) siswa mempunyai riwayat eksim. Dengan menggunakan uji statistik Chi-Square didapatkan hubungan yang bermakna antara mengi dengan gejala rinitis dan eksim dengan nilai odds ratio (OR) mengi terhadap rinitis adalah 11,62 (6,720,15) dengan nilai p< 0,001, sedangkan OR mengi terhadap eksim dijumpai 1,11(0,52-2,34) dengan nilai p< 0,05. Rinitis alergi dan asma merupakan
Genetik Asma Penelitian yang dilakukan pada tahun 1997 sampai tahun 2000 terhadap saudara kembar yaitu Harris dkk. tahun 1997, Panhuysen dkk. tahun1998, Koppelman dkk. tahun 1999 dan Räsänen dkk. tahun 2000 mendukung peran dari bentuk penurunan sifatsifat untuk terjadinya mekanisme asma. Risiko untuk terjadinya asma pada anggota keluarga generasi pertama dari individu yang menyandang asma adalah 2-6 kali lebih tinggi dibandingkan dengan individu pada populasi normal.13 Pada penelitian ini
penyakit kronik yang dapat terjadi bersama-sama dan yang paling sering terjadi pada anak. Dalam penjelasan perjalanan alamiah penyakit alergi, dimulai dengan dermatitis atopi pada masa bayi, kemudian timbul rinitis atau asma pada masa kanakkanak. Beberapa faktor yang berkaitan antara asma
188
J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011
dari dari 189 siswa yang mempunyai riwayat asma 12 bulan terakhir didapatkan 17 siswa mempunyai ayah asma secara statistik analitik didapatkan hubungan bermakna. Siswa dengan ayah asma berisiko menyandang asma 12 bulan terakhir sebesar 7 kali lebih tinggi dari siswa yang tidak memiliki ayah asma dengan nilai OR: 7,0 (3,77-13,32).p < 0,05. Duapuluh siswa mempunyai ibu menyandang asma, secara statistik didapatkan hubungan bermakna. Siswa dengan ibu asma berisiko menyandang asma 12 bulan terakhir sebesar 6,2 kali lebih tinggi dari siswa yang tidak memiliki ibu asma dengan nilai
OR: 6,2 (3,54-11,11).p < 0,05. Hubungan saudara ayah kandung asma dengan asma 12 bulan terakhir terdapat 5 siswa secara statistik didapatkan hubungan bermakna. Siswa dengan saudara ayah kandung asma berisiko menyandang asma 12 bulan terakhir sebesar 12,81 kali lebih tinggi dari siswa yang tidak memiliki saudara ayah kandung asma dengan nilai OR: 12,81 (3,41-48,15).p < 0,05. Hubungan saudara ibu kandung asma dengan asma 12 bulan terakhir terdapat 6 siswa secara statistik didapatkan hubungan bermakna. Siswa dengan saudara ibu kandung asma berisiko menyandang asma 12 bulan terakhir sebesar 5,1 kali lebih tinggi dari siswa yang tidak memiliki saudara ibu kandung asma dengan nilai OR: 5,1 (1,90- 13,84).p < 0,05. Hubungan kakek/nenek pihak ibu asma dengan asma 12 bulan terakhir terdapat 6 siswa didapatkan hubungan bermakna. Siswa dengan kakek/nenek pihak ibu asma berisiko menyandang asma 12 bulan terakhir sebesar 30,9 kali lebih tinggi dari siswa yang tidak memiliki saudara ibu kandung asma dengan nilai OR: 30,9 (6,20-15,4).p < 0,05. Sedangkan hubungan saudara kandung asma dengan riwayat asma pada anak serta hubungan kakek/nenek pihak ayah dengan riwayat asma pada anak tidak didapatkan hubungan bermakna. Pada penelitian ini anak asma dengan keturunanan keluarga asma lebih berisiko menyandang asma dari pada anak tanpa memiliki keturunan keluarga asma. Penelitian tersebut tidak berbeda dengan penelitian kohort oleh Alford dkk.14 yang menilai pola penyandang asma pada orang tua dan risiko menyandang asma pada anak mendapatkan hubungan yang bermakna antara riwayat asma pada ayah dengan risiko menyandang asma pada anak dibandingkan dengan riwayat asma pada ibu. Pada penelitian terhadap 344 keluarga Amerika, didapatkan hasil sebagai berikut bila kedua orangtuanya tidak asma, sekitar 6,5% anaknya mempunyai risiko untuk menjadi asma, bila satu orang tuanya asma, maka risiko anak menyandang asma sekitar 19,7% dan bila kedua orangtuanya menyandang asma, maka risiko anak menjadi asma
sekitar 63%. Hal tersebut berbeda dengan hasil penelitian ini yang menunjukkan anak dengan kedua orang tua asma secara statistik tidak didapatkan hubungan bermakna. Lebih kurang 2/3 dari seluruh anak dengan asma mempunyai dasar alergi. Bila kedua orangtuanya mempunyai riwayat alergi, sekitar 58% anaknya akan menyandang asma, bila salah satu orang tuanya menderita alergi, sekitar 20% anaknya akan menyandang asma dan bila kedua orangtuanya tidak mempunyai riwayat alergi yang menyandang asma hanya 6%. Sehubungan dengan kejadian asma, penelitian pertama yang dipublikasi oleh Edfors-Lubs dkk.3 tahun 1971 pada 6996 pasangan kembar penduduk Swedia menunjukkan hasil kecocokan asma pada 19% kembar monozigot dan 4,8% pada kembar dizigot. Pada penelitian yang dilakukan oleh Suryati pada 90 anak yang menyandang asma didapatkan 60,9% ada riwayat asma dalam keluarga. Penelitian genetik juga menunjukkan bahwa atopi dan hiperrespons bronkus mempunyai pola pewarisan yang berbeda yaitu kemampuan untuk menghasilkan ! IgE terutama dipengaruhi oleh lingkungan. Faktor lingkungan juga berpengaruh terhadap terjadinya asma, hal ini diketahui dengan ditemukannya kejadian asma hanya pada salah satu anggota keluarga yang kembar monozigot.3 Cookson dkk15 membuktikan bahwa atopi diturunkan sebagai karakteristik dominan otosomal 85% dari mereka yang membawa gen mempunyai gejala penyakit alergi dan 60% mengalami mengi. Pemberian ASI atau PASI Pada penelitian ini hasil pengisian kuesioner oleh siswa didapatkan siswa yang mendapat ASI pada awal kehidupan yaitu 77,9% dan yang mendapat PASI 22,1%. Siswa dengan lama pemberian ASI & +'' & ; V! & + & bulan 18,3%. Pada siswa asma dengan pemberian awal ASI didapatkan 7,4%, secara statistik tidak didapatkan hubungan bermakna pemberian awal
J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011
189
ASI terhadap kejadian asma pada anak (OR:1,27 IK: 0,86-1,86. p > 0,05). Siswa asma dengan pemberian awal PASI 1,7%, secara statistik tidak didapatkan hubungan bermakna pemberian awal PASI dengan kejadian asma pada anak (OR 0,7.IK: 0,53-1,15.p > 0,05). Siswa asma dengan lama pemberian ASI & ;+ !& 5,2% secara statistik tidak didapatkan hubungan bermakna (OR 1,7.IK 0,83-1,63.p > 0,05) sedangkan siswa asma dengan lama PASI < 6 bulan 0,4% dan V!& '` ] didapatkan hubungan bermakna (OR: 0,28 IK: 0,061,19.p > 0,05). Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Horwood dkk.16 tahun1985 membandingkan angka kejadian asma pada 3 kelompok bayi yaitu mereka yang diberi susu sapi saja, mereka yang diberi ASI dan susu sapi dan mereka yang diberi ASI saja, masing-masing sampai 4 bulan. Ternyata pada ketiga kelompok ini tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada angka kejadian asma. Demikian pula penelitian Halpern dkk.17 tahun1973 yang membandingkan bayi-bayi tanpa melihat latar belakang atopi keluarga mereka yang diberi ASI saja, ASI dengan susu kedelai dan ASI dengan susu sapi, ternyata tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada angka kejadian alergi atau asma pada ketiga kelompok bayi ini. Penelitian ini berbeda dengan beberapa penelitian di luar negeri yang memperlihatkan bahwa lamanya pemberian ASI (prolonged breast feeding ) secara bermakna menurunkan risiko kejadian asma dan penyakit alergi lain pada anak.5,18,19 Kull dkk.20 tahun 2002 dalam penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian ASI selama 4 bulan dapat menurunkan risiko asma dan mengi. Tampaknya masih kontroversi tentang efek protektif ASI terhadap angka kejadian asma atau pengaruhnya terhadap usia mula timbul asma, sehingga anjuran memberikan ASI sebagai suatu usaha untuk mencegah atau mengurangi angka kejadian asma pada anak, masih belum dapat disepakati. Pada penelitian Evijanti di Bandung tahun 2006 didapatkan pemberian awal ASI eksklusif menurunkan risiko kejadian atopi pada anak serta
190
J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011
!& ] atopi pada anak. Perdana dalam penelitiannya tahun 2006 di Bandung mendapatkan anak yang mendapat PASI pada usia < 6 bulan dan memiliki riwayat atopi dalam keluarga berisiko menjadi atopi 3,38 kali lebih besar dibanding anak yang mendapat PASI pada & $ { keluarga, maka anak yang mendapat PASI pada usia < 6 bulan memiliki risiko 6,08 kali lebih besar V! & bulan.7,21 Perbedaan dari hasil penelitian ini dapat disebabkan oleh perbedaan metodologi, jumlah subyek penelitian, besar sampel yang digunakan, perbedaan epidemiologi atau faktor lain yang belum diteliti seperti infeksi saluran napas atau infeksi virus pada awal kehidupan, diit ibu dengan kualiti ASI, jenis PASI yang diberikan dan lain-lain. Di Indonesia penyandang asma merupakan salah satu penyebab kesakitan terbanyak setelah infeksi artinya infeksi lebih tinggi di Indonesia. Tingginya insidens penyakit infeksi pada anak di Indonesia diduga merupakan salah satu faktor rendahnya prevalens asma dibanding dengan negara maju. Infeksi virus di masa kecil merupakan faktor predisposisi yang mengakibatkan menurunnya respons imun Th2 seseorang menjadi lebih rendah sehingga produksi IgE menjadi rendah. Teori hygiene hypothesis menyebutkan bahwa peningkatan atopi berhubungan dengan berkurangnya pajanan terhadap infeksi pada awal kehidupan. Penelitian lain menyebutkan bahwa pajanan endotoksin konsentrasi tinggi di awal usia kehidupan mampu memberikan proteksi terhadap berkembangnya atopi. Penelitian lain menyimpulkan bahwa anak yang lebih jarang menderita infeksi pada usia balita mempunyai risiko lebih besar untuk menderita asma pada usia sekolah. 22-24
KESIMPULAN 1.
2.
3.
Prevalens asma pada siswa SLTP yang berusia 13-14 tahun di Jakarta Barat tahun 2008 adalah 9,1% sedangkan prevalens asma kumulatif yaitu 13,1%. Prevalens siswa yang pernah menderita rinitis dan eksim yaitu 16,4% dan 3,9%, sedangkan prevalens rinitis 12 bulan terakhir 11,2% dan prevalens eksim 12 bulan terakhir 2,6% . Terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat mengi dan atopi. Terdapat hubungan bermakna antara riwayat asma pada keluarga dengan riwayat asma pada anak dan tidak terdapat hubungan bermakna antara riwayat asma pada anak dengan pemberian ASI atau PASI pada awal kehidupan serta lamanya pemberian ASI atau PASI.
DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
3.
4.
UKK Pulmonologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia. Dalam: Rahajoe N, Supriyatno B, Setyanto DB. Eds. Pedoman nasional asma anak. Jakarta: Balai pustaka FKUI. 2005. p.111. Sundaru H. Perbandingan prevalens dan derajat berat asma antara daerah urban dan rural pada siswa sekolah usia 13-14 tahun (disertasi). Jakarta: Program Studi Doktor Ilmu Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2005. Yunus F, Ratnawati, Rasmin M, Mangunegoro H, Jusuf A, Bachtiar A. Asthma prevalence among High School Student in East Jakarta 2001 based on ISAAC questionaire. Med J Univ Indonesia. Jakarta 2003; 12:133-9. Ghosh B, Sharma S, Nagarkatti R. Genetics of asthma : current research paving the way for development of personalized drugs. Molecular immunogenetics laboratory, institute of genomic & integrative biology, Delhi, India. Indian J Med Res 2003; 117:185-97.
5.
6.
7.
$
9.
10.
11.
12.
13.
Wright AL, Holberg CJ, Taussig LM, Martinez [>$ [` < ` feeding to asthma and recurrent wheeze in childhood. Thorax. 2001; 56:192-7. Ghazali MV, Sastroasmoro S, Soejarwo SR, Soelaryo T, Pramulyo HS, Study cross sectional. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S, eds. Dasar metodologi penelitian klinis. Jakarta: Sagung Seto; 2002. p.97-106. Evijanti RN. Hubungan antara pemberian ASI eksklusif serta lama pemberian ASI dalam 2 tahun pertama kehidupan dan kejadian atopi pada anak dengan atau yanpa riwayat penyakit atopi dalam keluarga (Tesis) Bandung: Ilmu Kesehatan Anak fakultas kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung; 2006. _ $ > overview. National Institute of Health. National 2006. p.2-8. Badan Pengelolaan Kadar Lingkungan Hidup Daerah/DKI/JakBar (cited on 2008 October 15). Available from http://sarpedal.barat.jakarta. go.id/ling.php. Hertzen L, Haahtela T. Signs of reversing trends in prevalence of asthma. Allergy 2005;60:68392. The International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) Steeering Committee. Worldwide variations in the prevalence of asthma symptoms: the International Study of Asthma and Allergies in childhood. Eur Respir J 1998; 12:315-35. Akib AAP. Perjalanan ilmiah penyakit alergi dan upaya pencegahannya. Dalam: Akib AAP, Tumbeleka AR, Matondang CS, eds. Pendekatan imunologis berbagai penyakit alergi dan infeksi. Naskah lengkap PKB Ilmu Kesehatan Anak XLIV. Jakarta: BP FKUI; 2001. p.117-27. Bottcher MF, Jenmalm MC, Garofalo RP. Cytokines in breast milk from allergic and nonallergic mother. Pediatric research. 2000; 47:157-162.
J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011
191
14. Alford SH, Zoratti E, Peterson EL, Maliarik M, Johnson CC. Parental history of atopic disease: Disease pattern and risk of pediatric atopy in offspring. J Allergy Clin Immunol 2004; 114:1046-50. 15. Cookson WOC, Miriam FM. Genetics of asthma and allergy disease. Human molecular genetics 2000; 9:2359-64. 16. Galli SJ. Complexity and redundancy in the pathogenesis of asthma : reassessing the roles of mast cells and T cells. Department of pathology, Beth Israel deaconess medical center and Harvard medical school, Boston, Massachusetts. J. Exp. Med 1997; 186:343-7. 17. Kelley CF, ManninoDM, Homa DM, Brown AS, Holguin F. Asthma phenotypes, risks factors and measures of severity in national sample of US children. Pediatrics. 2005; 115:726-31. 18. Oddy WH, Holt PG, Read AW, Stanley FJ, Burton PR. Association between breast feeding and asthma in 6 year old children: Finding of prospective birth cohort study. British Med J. 1999; 319:815-19.
192
J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011
19. Saarinem UM, Kojasaari M. Breast feeding as ` Q V` _ follow up study until 17 years old. Lancet.1995; 364:1065-69. 20. Kull l, Wickman M, Litja G, Nordvall S, Reshagen G. Breast feeding and allergy diseases in infants-a prospective birt cohort study. Archives of disease in children. 2002; 87:478-81. 21. Perdana NS. Hubungan antara waktu pemberian PASI dan kejadian atopi pada anak dengan atau tanpa riwayat penyakit atopi dalam keluarga (Tesis) Bandung: Ilmu Kesehatan Anak fakultas kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung; 2006. 22. Depkes RI. Kebijakan pemberian MP ASI lokal tahun 2006. Direktorat bina gizi masyarakat. Jakarta: Depkes RI; 2006. 23. Zeiger RS. Food allergen avoidance in the prevention of food allergy in infants and children. Pediatrics 2003; 111:1662-71. 24. Strachan DP. Family size, infection and atopy: ` $ Allergy Clin Immunol. 1999; 104:554-8.