PREVALENSI EXERGISE-INDUCED ASTHMA PADA PENDERITA ASMA RINGAN DAN SEDANG YANG MELAKUKAN SENAM ASMA INDONESIA I
lndra Wahyu Ali*, Faisal Yunus*", dan Sadoso Sumosardjuno***
* * *
l I
Program Studi Kedokteran Olahraga FKUI, Jakarta Bagian Pulmonologi FKUI/SMF Paru RSUP Persahabatan, Jakarta Dokter Kesehatan Olahraga, Jakarta
ABSTRACT Asthma is a chronic airways disease that characteriied by bronchiat hyperreactivity to various stimuli. Asthma that provocated by exercise is called exercise-induced asthma. This study vtas aimed to see the prevalency of EIA after doing Senam Asma Indonesia (SAl) with lung function testings. .Lung function testings were done by assessing Peak Expiratory Flow (PEF) with a Mini Wrigth Peak Flowmeter. This study used From this study it appears that the frequency of EIA is 35%. There was also a significant difference between the group doing exercises for were thas l2 months in causing ElA. Also a significant difference between the group who were doing exercises at the intensity ot 70% - 80% maximal heart rate and the group who were exercising at the intensity d 60% - 69% of the maximal heart rate,
ABSTRAK Asma adalah penyakit kronik saluran napas yang ditandai oleh kepekaan bronkus terhadap berbagai rangsangan. Asma yang timbul setelah melakukan latihan fisik dikenal dengan nama exercise-induced asthma. Penelitian ini bertujuan untuk melihat angka kekerapan terjadinya Exercise-lnduced Asthma (ElA) pada penderita asma ringan dan sedang setelah melakukan senam asma lndonesia dengan melakukan pemeriksaan uji faal paru. Pemeriksaan uji faal paru dilakukan dengan pengukuran Arus Puncak Ekspirasi (APE) menggunakan alat Mini Wright Peak Flowmeter. Penelltian ini menggunakan disain cross sectional pada 40 orang peseita senam asma lndonesia yang telah mengikuti senam asma lndonesia paling kurang setama 3 bulan. Pengukuran APE dilakukan sebelum dan sesudah melakukan senam. Penurunan nilai APE pascalatihan Iebih besar atau sama dengan 10% dibandingkan dengan nilai APE pralatihan dinyatakan sebagai ElA. Dari penelitian ini didapatkan angka kekerapan terjadinya EIA adalah 35%. Terdapat perbedaan bermakna antara kelompok yang melakukan senam kurang atau sama dari 12 bulan dengan kelompok yang melakukan senam lebih dari 12 bulan terhadap timbulnya ElA. Demikian pula terdapat perbedaan bermakna terhadap timbulnya EIA antara kelompok yang melakukan senam dengan intensitas denyut nadi 70o/o - 80% perkiraan nadi maksimal dengan kelompok yang melakukan senam dengan intensitas denyut nadi 60% - 69% perkiraan nadi maksimal.
PENDAHULUAN Dalam rangka menciptakan sumber daya manusia
oleh karena sesuatu dan lain hal menderita suatu kelainan
atau penyakit tertentu.
yang tangguh dan berkualitas pemerintah telah
Asma bronkial adalah penyakit dengan karekteristik
mencanangkan gerakan memasyarakatkan olatraga dan mengolahragakan masyarakat. Untuk mencukseskan pro-
berupa peningkatan hiperaktivitas trakea dan bronkus
gram pemerintah ini, maka perlu suatu upaya untuk
penyempitan bronkus yang luas dan menyeluruh dengan derajat yang dapat berubah baik karena pengobatan atau secara spontan (l). Banyak faktor yang berperan dalam
memberikan informasi kepada masyarakat secara lebih luas dan menyeluruh. Dengan demikian setiap kelompok dan lapisan masyarakat dapat melakukan olahraga dengan baik
dan bdnar sesuai dengan tujuan masing-masing. Dalam hal ini tidak terkecuali adalah kelompok masyarakat yang
l6
terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi
mekanisme terjadinya asma bronkial, seperti faktor biokimia, imunologi, infeksi, endokin, dan psikis. Faktor lain adalah udara dingin latihan atau olatrag4 asap rokok,
a
it J Respir lndo Vol 18, No. 1, 1998
asap industri, alergi dan inhalasi larutan hipertonis dapaf
berperan sebagai pencetus serangan asma (2-5). Asma yang timbul setelah melakukan aktivitas jasmani yang
berlebihan dikenal sebagai Exercise-Induced Asthma @IA). Bagi mereka yang aktif terutama mereka yang masih duduk di bangku sekolah dan anak rcmaja,ElA ini sering menimbulkan masalah, karena latihan atau olahraga dapat berperan sebagai pencetus serangan asma (5.6). Akan
tetapi meskipun olahraga dapat menimbulkan serangan asma, hal ini tidak boleh menjadi penghalang bagi penderita asma untuk tetap berolahraga. Olahraga merupakan salah satu cara bagi setiap orang untuk mencapai suatu derajat kesehatan yang optimal, tidak terkecuali buat para penderita asma. Bahkan olahraga prestasi sekalipun dapat dilakukan oleh penderita asma.
Di
tengah masyarakat selama
ini
ada suatu
anggapan bahwa orang yang menderita penyakit asma mempunyai kendala yang besar untuk dapat melakukan
olahraga dengan baik apalagi untuk mencapai prestasi puncak. Sering terdengar bahwa banyak sekali orang tua
yang khawatir jika anaknya yang menderita asma melakukan olahraga. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan sekarang ini, sudah ditemukan cara-cara terbaik dengan obat-obat tertentu untuk mengatasi timbulnya EIA (7.g).
Komite Olimpiade .lnternational (IOC) pun telah mengizinkan pemakaian obat tertentu pada atlet penderita asma sehingga tidak jarang kita mendengar bahwa atlet penderita asma dapat mencapai prestasi puncak olahraga pada tingkat olimpiade sekalipun (9, 10, I I ). Selain dengan
mengenai batasan yang dibolehkan bagi seseorang penderita asma untuk melakukan senam aerobik sehingga tidak menimbulkan EIA.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui angka kekerapan terjadinya
EIA sesudah melakukan olahraga
Senam Asma Indonesia pada penderita asma ringan dan sedang di Rumah Sakit Umum persahabatan Jakarta.
BAHAN DAN GARA KERJA Disain penelitian ini adalah Cross Sectional populasi adalah penderita asma derajat ringan dan sedang yang
berusia antara2}-5}tahun yangmelakukan senam pada klub senam asma Yayasan Asma Indonesia Rumah Sakit Umum Persahabatan Jakart4 dengan syarat-syarat
a. b. c.
Pemeriksaan fisik dalam keadaan sehat.
Tida ada eksaserbasi akut dalam 4 minggu terakhir.
Tidak melakukan latihan fisik yang berlebihan semenjak I hari sebelum pemeriksaan.
Nilai arus puncak ekspirasi (ApE) pralatihan> 6Oyo
nilai ramal yang ditentukan berdasarkan tabel fungsi paru orang Indonesia yang dikeluarkan berdasarkan hasil penelitian Tim pneumobile project Indonesia 1992.
Tidak diketemukan penyakit penyerta lainnya yang merupakan kontra indikasi untuk melakukan latihan
obat-obatan tertentu, EIA dapat dicegah dengan memilih
seperti penyakitjantung dan penyakit paru lainnya.
dan melakukan olahraga tertentu dengan intensitas tertentu, sehingga yang bersangkutan tidak perlu khawatir mengalami serangan EIA. Bahkan dengan melakukan olahraga dengan jenis dan intensit?s yang
Jumlah sampel yang diikutkan dalam penelitian ini adalah 40 orang. Alat yang dipakai adalah Mini Wrigth Peak Flowmeler untuk pengukuran
APE dilakukan 2 kali, yaitu
ApE.
pemeriksaan
;
sesuai akan dapat meningkatkan toleransi risiko terjadinya EI,A.
Olahraga atau latihan
fisik bertujuan
untuk
meningkatkan kesegaran dan ketahanan fisik yang optimal (12), tidak terkecuali bagi orang yang menderita kelainan atau penyakit tertentu misalnya asma bronkial, khususnya asma ringan dan sedang. Selama ini masih terdapat keraguan dalam masyarakat mengenai olahraga
Pengukuran APE pralatihan dan pascalatihan Pengukuran APE pralatihan dilakukan 3 kali, nilai
tertinggi diambil sebagai ApE pralatihan. pengukuran APE pascalatihan dilakukan pada menit 1,3,5,1O,15,3O. Nilai terendah diambil sebagai nilai ApE pascalatihan.
bagi penderita asma, sehingga tidak sedikit para penderita asma yang memberi batasan yang ketat untuk melakukan
HASIL PENELITIAN
olahraga tertentu, bahkan
KARAKTERISTIK SUBYEK PEI{ELITIAN
untuk melakukan olahraga
senam sekalipun. Sampai saat
ini di Indonesia belum ada penelitian
Dari 40 subyek penelitian didapatkan hasil seperti di bawah ini : Persentase penurunan ApE pascalatihan.
t7
PREVALENSI EXERCISE.INDUGE DAN SEDANG YANG MEI.AKUKAN SENAM ASMA INDONESIA
Hanya 2,5% subjek penelitian yang mengalami penurunan APE pascalatihan sebesar antara20%o - 40yo, sedangkan sebagian besar (65%) mengatasi penurunan
APE pascalatihan hanya kurang dari l0%. Pada tabel I diperlihatkan gambaran penunrnan APE pascalatihan dari subjek penelitian. Tabel
1.
nadi maksimal latihan aerobik pada subjek yang mengalami EIA (87% dengan simpang baku 6) lebih tinggi dibandingkan nilai rata-rata subjek penelitian yang tidak mengalami EIA (82 dengan simpang baku 4). Besarnya perbedaan kedua nilai rata-ratz tersebut secara statistik 0,005). Sedangkan untuk variabel bermalcna (nilai p lainnya tidak didapatkan perbedaan bermakna (p > 0,05).
:
Distribusi persentase penurunan APE pascalatihan
Ibbel4. Hubungan
Penurunan APE
Jumlah
beberapa faktor risiko EIA
berdasarkan uji perbedaan nilai rata-rata
Persentase (7o)
pascalatihan
NonEIA Nilai p
Variabel
<|ff/o
x
65
lW/o-20%o
l3
3Zs
20%o- 40o/o
I
2,5
> 4U/o
0
0
Rah*datSD Rab{ab+SD Umur (tahun) ,dPE pralatihan
(l/menit) o/o
APE pralatihan % Nadi pascalatihan
37
+8 91
356 +
+9 87 +6
77
35 398
+9 +77
0579 0,115
',78+9
0J',17
82+5
0,005
Eercise-Induced Asthma
Apabila dipakai batasan penurunan APE > l0lo seb4gai ElA, maka dari tabel 2 terlihat darj subjek penelitian dinyatakan sebagai 35o/o bahwa pascalatihan
E[A.
DISKUSI Exerciselnduced Asthma (EIA) merupakan kejadian yang sering timbul, baik dalam aktivitas sehari-hari maupun
Tabel2. Distribusi frekuensi EIA subjek penelitian Persentase (7o)
EIA
t4
35
Non EIA
%
65
Total
100
NILAI RATA.RATA DAN SIMPANG BAKU VARIABEL PENELITIAN
dalam bidang olahraga. Oleh karena itu perlu diketahui angka kekerapan terjadinya EIA, khususnya dalam kegiatan yang berhubungan erat dengan olahraga. Penelitian ini untuk melihat angka kekerapan terjadinya EIA pada olahraga senam'asma Indonesia yang dilakukan pada klub senam asma Yayasan Asma Indonesia Rumatt Sakit Umum Persahabatan Jakarta.
Umur subjek penelitian yang diikutkan dalam ini berkisar antara 20 tahun - 50 tahun. Sebetulnya angka kekerapan timbulnya EIA lebih tinggi
penelitian
pada anak-anak dan dewasa mud4 karena kelompok usia
Dari beberapa variabel penelitian yang diperiksa,
inilah yang mempunyai aktivitas fisik yang lebih tinggi
dapat dilihat nilai rata-rata dan simpang baku sebagaimana yang tercantum pada tabel 3.
dibandingkan dengan kelompok usia lainnya (13). Akan tetapi karena sebagian besar peserta senam asma Indonesia berusia antara 20 tahm - 50 tahun, maka ditetapkan bahwa kelompok inilah yang diambil sebagai subjek penelitian. Berdasarkan perhitrmgaq didapatkan jumlah sampel minimal 40 orang. Telrtnnya akan lebih baik jika penelitian ini dilakukm dengan mengambil jumlah sampel
HUBUNGAN BEBERAPA FAKTOR RISIKO TERHADAP TERJADINYA EIA
Untuk melihat hubungan beberapa faktor risiko terhadap terjadinya EIA, dilakukan uji perbedaan nilai ratarata terhadap beberapa variabel. Dari tabel4 tampak bahwa
nilai rata-rata persentase nadi latihan terhadap perkiraan
l8
yang lebih besar. Akan tctapi lor€na keterbatasan waknr dan darrg maka dite@kan junlah sarrpel minimal sebagai zubjek penelitian.
E
J Respk lndo Vol 18, ]to. 't, 1908 I
i
l
Penentuan EIA dilakukan berdasarkan pemeriksaan qii faal paru dengan menilai penurunan nilai Arus Puncak Elspirasi (APE) atau Volume Ekspirasi Paksa detik pertama
(VEPI) setelah melakukan senam
asma Indonesia. Pada
penelitian ini penilaian penunman faal paru dilakukan dengan pemeriksaan APE, karena pemeriksaan APE dengan alat Mini Wright Peak Flowmeter merupakan cara pemeriksaanfaal paru yang mudah, sederhana dan praktis uatuk dilakukan (14.18). Bertagai penelitian yang pernah dilakukan, baik {i dalam maupun luar negeri memberikan batasan penurunan APE yang berbeda-beda
untuk mendefinisikan EIA. Rupp mengambil batasan penurunan APE pascalatihan > 10% sebagai ElA. Dengan batasan ini Rupp mendapatkan lebih dari 90% penderita asma bronkial pemah mengalanri EIA dalam perjalanan penyakihya, dan latihan merupakan faktor pencetus yang terbesar (13). Sementara itu Novernbre dlk. mengambil batasan penurunan APE pascalatihan > lsyo sebagai EIA (19). Sedangkan Yunus dlJ<. dengan pertimbangan untuk memastikan bahwa EIA yang terjadi bukanlah
karena kesalahan faktor kelelahan atau variabilitas pemeriksaan, menetapkan batasan penurunan APE pascalatihan > 2ff/o sebagai EIA (20). Pada penelifian ini
diambil batasan peilrrunan APE pascalatihan > l0o/o sebagai EIA. Ini sesuai dengan apa yang pernah dikemukakan oleh Anderson (21) bahwa untuk tujuan penelitian dipakai batasan penurunan APE pascalatihan > l0o/o. Dengan batasan ini didapatkan angka kekerapan tcrjadinya EIA adalah 35%. Dibandingkan dengan angka
kekerapan EIA pada penderita asma yetg pernah dilakukan di luarnegeri, angle kekerapan pada penilaian
ini jauh lebih kecil. Snoddy (10) mendapatkan angka EIA 8OYe9V/o pada penderita asmq sedangkan
kekerapan
Rupp (13) mendapatkan lebih dari 9Mo. Perbedaan yang cqkup mecolok ini, mungkin disebabkan oleh beberapa
faktor. Kemmgkinan pcrtsma disababakas oleh faktor kelembahan rdara, dimma tingkat kelembabon rdara
relrif
Jakarta (lndonesia) jauh lebih tinggi rata-rata dibandiagkaa dengan di Eropa,atau Amerika Utara
di
Penelitiur-penelitian di luar nggprt unumtrya dilakur.ar-r pada kebmbaban udara Q,19,22,23') sodangkan
udam rdstif
relatf tda-rata di barrr& 50o/o, @ penelitian ini kelembaban
re-rda &bh
7 3o/v93o/o
(?4'). Faktor kedua
rcehnylsngleke&crapan )angmirykin Un @ poclitian ini aelah kesung$eCIl fui motivasi &ri su$ck ptuelitian tm* ffis@ rynsm affiq
fficqd dimd"
&ri
suQick penolitian yang int€nsitas dayts nodi Elfsid atal M&kati
$hingg. tidak'banyak
Meskipun didapatkan angka kekerapan EIA sebesar ini akan tetapi tidak ditemukan yang keluhan berani secara subjektif dari para peserta seftlm asma, bahkan sebagian besar subjek penelitian mengaku merasa lebih baik dan sehat dengan rnelakukan 35o/o dalarn penelitian
senam asma secara teratur. Keadaan ini dapat disebabkan
oleh sugesti dari subjek penelitian setelatr mengikuti senam asma yang secara tidak langsung dapat
mengurangi keluhan: Keadaan lain yang dapat menerangkan kejadian ini adalah karena penurunan APE pascalatihan > l0% memang tidak memberikan gejala fisik
yang mengganggu secara
klinis,
klinikus mengambil batasan
sehingga sebagian
penurunan APE
pascalatihan > 20yo sebagai EIA. Namun jika diambil batasan penurunan APE pascalatihan > 20Yo sebagai ElA, ternyata hanya ditemukan 2,5%o atgka kekerapan EIA pada penelitian ini.
Dari distibusi umur subjek penelitiarq tidak terdapat perbedaan bermakna antararata-rata umur subjek yang
mengalami
EIA dan yang tidak mengalami EIA.
Berdasarkan uji korelasi juga tidak terdapat hubungan linier yang bermakna antara umur deugan terjadinya ELA.
Hd ini diduga karena urlur subjek penelitian berkisar dari 20 hingga 50 tahun, sedangkan dari kepustakaan yang ada dikatakan bahwa angka kekerapan terjadinya ELA lebih besar pada anak-anak dan dewasa muda karena kelompok inilah yang sering melakukan aktivitas fsik yang adekuat untt* menimbulkan EIA (26). Jugatidak terdapat perbedaan bermakna APE pralatihan dari kelompok yang
EIA dan yang tidak melderita EIA. Hal iui berarti derajat berat ringannya asma seseorang tidak mompengaruhi risiko terjadinya EIA. Dari kepustakaan (27) dinyatakan bahwa besar kecilnya risiko seseorang mengalami EIA antara lain tergantung dari derajat berat ringannya asma. Namun hal tersebut tidak konsisten menderita
dengpn temuan dalam penelitian
ini yang menunjukkan
tidalc adahubungan benmakna antara derajat asma dengan
timbulnya EIA. Salatr satu penjelasan yang mungkin adalah karena jumlatr sarrpel penelitian yang kurang
uji parametric. Dengan uji nonparametric dalam penelitian ini, kekuatan uji statistik untuk mendeteksi kekuatan hubtmgan relatif menjadi lebih lemah dibandingkan jfta qrenggunakan uji para.metric.'Akau tetapi dengan mcnggunakan uji korelasi koefisen Pearso4 secara memadai. untuk menggunakan
digunakannya
sEtistik terdapat hubungan linier yang bennalcna antara APE pralatihan dengan terjadinya EIA, dan keadaan ini scsuai dengan kepustakaan yang pemah dikemukakan.
l9
PREVALENSI EXERCISE-INDUCED ASTHMA PAOA PENDERITA ASMA R]NGAN DAN SEDANG YANG MELAKUKAN SENA,II ASMA INDoNEsiA
Dari denyut nadi pascalatihan, terdapat perbedaan bermakna rata-ratapersentase nadi pascalatihan terhadap
analitik dengan menggunakan disain yang lain dan
sampel yang lebih banyak.
perkiraan nadi maksimal latihan antara kelompok y4ng 'menderita EIA dan yang tidak menderita EIA. Denyut nadi pascalatihan m.ruiakan salah satu indikator terhadap tingkat intensitas latihan yang dilalcukan, dimana makin
2.
tinlgi intensitas latihan dan beban latihan yang dilakukan maka makin tinggi pula'denyut nadi latihan hingga
Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan meningkatkan intensitas latihan sehingga mencapai atau mendekati intesitas maksimal latihan aerobik pada subjek penelitian.
3.
Dalarn melakukan program latihan senam asma
mencapai suatu ambang tertentu Q8,29). Keadaan yang
bukan hanya lama senamn yang perlu diperhatikan, akan tetapi keteraturan dalam melakukan senam j'rga
kepustakaan yang pernah dikemukanan bahwa beratnya
sangat perlu untuk mendapatkan manfaat yang diinginkan.
terjadi pada subjek penelitian ini sesuai dengan EIA antara lain dipengaruhi oleh tingkat intensitas latihan yang dilakukan (13,26).
DAFTAR PUSTAKA
Dalam penelitian ini didapat beberapa keterbatasan penelitian. Sebagaimana telah disebutkan di depan, pada
l.
penelitian ini terdapat bias misklasifikasi dalam menentukan besarnya efek lama latihan terhadap kemungkinan terjadinya EIA. Juga terdapat keterbatasan mengendalikan faklor perancu lerinnya yang tidak diukur dalam penelitian ini. Di samping itu dengan disain cross
2.
Woolcock AJ. Asthma In: Murray JF and Nadel JA (eds). Textbook of respiratory medicine. Philadelphia. WBSaunders Company, 1988; 1030 - 68.
sectional, kekuatan penelitian tidak sebaik disain analitik lainnya. Mengingat terdapatnya potensi-potensi bias dalam penelitian ini, maka upaya generalisai dari hasil penelitian ini pada populasi, waktu dan tempat yang berbeda harus dilakukan dengan sangat hati-hati.
American Thoracic Society. Chronio Bronchitis, Asthma, and Pulmonary Emphysema- A Statement for the committee on diagnostic standars for non tuberculous respiratory disease. Am Rev Respir Dis 1962;762 - 8.
3.
Kay AB, Lee TH., Durham SR, Nagakura I et al. Mediator of hypersensitivity and inflammatory cells in early and latephase asthmatic reactions. In: Kay AB (eds) Asthma. Physiology, Immunology and Treatment. London Academic
2ll - 27.
Press. 1984;
4.
of ElA. In : Kerebijn KF and Sluitter HJ (eds). Nocturnal Dyspnoe, Inflammation and Holgote ST. the Pathogenesis
Reactivity Nederland Astra Farmaceutic4 1985; t43
5.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
-
simpang baku 9 tahun
-
-
Pada penelitian
ini didapatkan perbedaan bermakna terhadap timbulnya EIA antara kelompok yang
in bronchial
asthma.
Am Rev Respir Dis 1987;
5.
Godfrey S. Bronchodilators in EIA. In : Clark TJH (ed) Bronchodilator therapy : The basis of asthma and chronic obstructive airways disease management. Auckland. ADIS Press Limited 1984; ll3 - 30.
7.
Benediotis R Terteri G, Bertotto A Brunnil, Vaccaro R. Comparison of the piotective effects of cromolyn sodium
&
nedooromil sodium
exercise
-
&
nedocromil sodium
induced istma
Immunology 1994; 94:684
lebih dari 12 bulan, dimana nilai p = 0.021 (<0,05).
8.
Didapatkan perbedaan.yang bermakna dari rata-rata
9. Fitch
-
in troatment of
in children. J. Allcrgy clin 8.
Godfrey S. Exercise - induced asthma in asthma. Oxford The medicine Publishing Farmation, 1984 : 56 - 77.
:
KD., Godfrey S: Asthma and athletic pcrformancc JAMA 1976; 236:152 - 7.
percentase nadi pascalatihan terhddap perkiraan nadi
maksimal latihan aerobik antara kelompok penderita
-
6.
EIA35%
melakukan senam asma kurarg atau sama dengan 12 bulan dan kelompok yang melakukan senam asma
-
135: 822
Pada penelitian ini didapatkan
angka kekerapan timbulnya
8.
Belcher NG, Rees J. Clark TJII, L€e TII. A Comparison of the reftactory periods induced by hypertonic airway chalange and exercise
Umur subjek penelitian berkisar antara 20 tahun hingga 50 tatrun dengan umur rata-rata 39 tahun dan
-
10. Snoddy R.
EIA dan bukan ELA. I
. l.
Exercised
- induced
Book. Wilkins, 1995:159
-
asthma
in Sports Medicine
61.
Lindguist CG, Achmad M. Exercise-induced asthma In: Frazier
CA (ed). Occupational Asthma. New York: Van Nostrand Reinhold Co, 1980;
Saran
l. 20
Perlu dilakukan penelitiap lanjutan yang lebih
12.
I - 13.
Yunus F. Pengaruh Olahraga terhadap Pernapasan. MDK
1990;9:43 -
4.
i t I
I
I J Respir lndoVol 18, No. {,1998
13. Rupp NT. Diagnosis & management of exercise asthma. The Physician and Sport Medicine 1996;
-
Speelberg B, Panis E, Bijl D., Herwaarden C, Bmynzeel P Late asthmatic responses after exercise challenge are
induced
24 : 77 -
repridiable, J. Allergy Clin Immunol l99l;87:1.128-37.
87.
R. Asthma; to run or not run. Dis 1992: 145 : 739 - 40.
14. Schwartsztein
Respir
Am
Rev
D, Eisman S, Rawdel J, Ferguson P. Schwartz L. of mast cell-derived mediators in exercise-induced asthma. Am Rev Respir Dis 1990;
23. Broide
Wasserman S. Airway level
15. Silverman M, Anderson SD. Standardization of exercise test in asthma children. Arch Dischildwood 1972:' 47 : 882-9. 16.
Nastiti: Asma pada anak 2
-
24. 7
18.
mandiri. Paru
1995;
83.
Eggleston P.
Methode of exerciser chalenge.
Immunol 1984:'73:666
-
J
Allegy Clin
9.
19. Novembre E, Frongi4 Lombardi E, Veneruso G, Vierucci A. The preventive effect of nedocromil or furosemide alone orin combination on exercise - induced asthma in children. J Allergy Clin Immunol 1994; 94:201 - 6.
20. Yunus F, Rasyid
A,
Mangunnegoro
H
dan Manuhutu EJ.
uji inhalasi histamin dan uji
2t.
Badan Meteorologi
&
Geofisika Republik Indonesia. di Jakartq Juli 1996.
Kelembaban udara rata:rata
17. Pradjnaparamita. Pengelolaan asma
l5:77 -
l4 l:353-8.
25. Nawas A, Mangunnegoro H. Olahraga dan asma, dalam: Kumpulan makalah simposium "Hidup Mandiri Dengan Asma" Jakarta 1993. 26. Nicherson B. Asthmatic patients and those with exerciseinduced bronchospasm in Exercise in Modem Medicine. Williams & Williams. Baltimore 1989l. 192-202. 27
Wrjodiarjo W. Latihan jasmani untuk anak asma dan permasalahannya. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Jakarta
tahun l-5.
provokasi beban Perbandingan kerja pada pendcrita exercise-i4duced asthrna. MKI 1990; 40: 577 - 83.
28. Fox E., Bower R. Foss M. Cardiorespiratory control in: The physiological basis of physical education and athletics. Standards College Publishing. Philadelphia 1988; 265-83.
in exercise induced asthma. J Allergy clin Immunol 1985; 76:736.
29_ Janssen l 993.
Anderson S. Issues
P Latihan Laktat Denyut Nadi. Grafiti.
Jakarta"
2l
, ,!a