BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Perpustakaan Perguruan Tinggi Perpustakaan perguruan tinggi dibentuk untuk memenuhi kebutuhan informasi akademika yang bersangkutan untuk menunjang terwujudnya Tri Dharma Perguruan Tinggi. Menurut Reitz yang disitir oleh Hasugian (2011, 79) sebagai berikut: A library or library system estabilished, administreted, and funded by a university to meet the information, research, and curriculum needs of its student, faculty, and staff. Definisi ini menyatakan bahwa perpustakaan perguruan tinggi adalah sebuah perpustakaan atau sistem perpustakaan yang dibangun, diadministrasikan dan didanai oleh sebuah universitas untuk memenuhi kebutuhan informasi, penelitian, dan kurikulum mahasiswa, fakultas dan staffnya. Ada pendapat lain menurut Sutarno (2006. 35-36) yang mengatakan bahwa: Perpustakaan perguruan tinggi yang mencakup universitas, sekolah tinggi, institusi akademi, dan lain sebagainya. Perpustakaan tersebut berada dilingkungan kampus. Pemakainya adalah sivitas akademi perguruan tinggi tersebut, tugas dan fungsi yang utama menunjang proses pendidikan, penelitian, dan pengabdian terhadap masyarakat (Tri Dharma Perguruan Tinggi). Dari uraian sebelumnya dapat diketahui bahwa perpustakaan perguruan
tinggi
merupakan
sebuah
perpustakaan
atau
sistem
perpustakaan yang dibentuk untuk menunjang proses pendidikan, penelitian dan tujuan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang didanai oleh universitas bersangkutan guna memenuhi kebutuan informasi lingkungan civitas akademik perguruan tinggi bersangkutan seperti mahasiswa, dosen, dan staff pegawai.
6
2.2 Layanan Referensi Layanan referensi merupakan salah satu layanan jasa informasi perpustakaan yang disediakan dalam pemenuhan kebutuhan informasi pemustaka. Layanan referensi memiliki ruangan terpisah dari layanan sirkulasi dan jasa layanan perpustakaan lainnya. Layanan referensi memiliki koleksi yang berbeda dengan koleksi yang tersedia pada layanan sirkulasi karena koleksi pada layanan referensi tidak bisa dipinjam dan dibawa pulang hanya dipergunakan ditempat. 2.2.1
Pengertian Referensi Istilah referensi berasal dari bahasa Inggris to refer yang artinya
menunjuk. Dalam ilmu perpustakaan istilah referensi berarti menunjuk kepada suatu koleksi yang dapat menjawab pertanyaan yang diajukan oleh pemustaka (Nining 2013, 2). Namun kata referensi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008, 1183) adalah sumber, acuan, rujukan atau petunjuk. Menurut Puwono (2008, 93) kata referensi bermula dari referensia berasal dari kata kerja “refer” yang berarti mencari pertolongan atau informasi. Sumber-sumber yang dapat memberikan keterangan tentang suatu pertanyaan seseorang disebut buku-buku referensi. Sedangkan menurut Lasa (1990, 70) kata referensi juga berasal dari kata kerja to refer menjadi kata kerja reference dalam bahasa Inggris yang berarti menunjuk kepada, atau menyebut. Reference sering diartikan acuan, rujukan disebabkan jenis koleksi referensi sengaja dipersiapkan untuk memberikan informasi, penjelasan dalam berbagai pertanyaan atau hal-hal tertentu.
7
Dari uraian sebelumnya dapat dikatakan bahwa referensi adalah sumber, acuan, rujukan ataupun petunjuk untuk mencari pertolongan akan informasi dan memberikan keterangan ataupun penjelasan dari berbagai petanyaan ataupun hal-hal tertentu. 2.2.2
Pengertian Layanan Referensi Layanan referensi adalah suatu jasa layanan yang memberikan bantuan
ataupun bimbingan secara perseorangan atau personal yang bersifat langsung, lengkap dalam penelusuran sumber informasi yang diminta oleh pemustaka (Soepomo 1994, 7). Definisi tersebut juga didukung oleh Widyawan (2012, 2) bahwa layanan referensi merupakan bantuan yang diberikan kepada pemustaka secara perorangan ketika mereka mencari informasi. Bantuan tersebut dilakukan oleh pustakawan terlatih guna untuk memenuhi kebutuhan informasi pemustaka baik secara langsung bertatap muka, melalui telepon, ataupun secara elektronik. Soeatminah (1992, 152) juga menyatakan bahwa layanan referensi merupakan kegiatan kerja yang memberikan bantuan kepada pemustaka dalam menemukan informasi. Dari beberapa definisi diatas dapat dinyatakan bahwa layanan referensi merupakan jasa layanan yang memberikan bahtuan kepada pemustaka yang mencari informasi baik secara langsung bertatap muka, melalui via telepon, ataupun secara elektronik guna untuk memenuhi kebutuhan informasi pemustaka tersebut.
8
2.2.3
Tujuan Layanan Referensi Tujuan layanan referensi adalah untuk membantu pemustaka dalam
pencarian sumber informasi. Widyawan (2012, 5) mengatakan bahwa tujuan layanan referensi untuk memenuhi kebutuhan pemustaka mencakup mencari informasi, menggunakan sumber informasi yang ada di perpustakaan dan memberikan layanan secara adil tidak memihak serta mempromosikan nilai informasi untuk pemecahan masalah kesenjangan informasi. Nining (2013, 3) berpendapat bahwa tujuan layanan referensi yaitu: (a) membantu pemustaka menemukan informasi dengan cepat dan tepat; (b) membantu pemustaka menelusur informasi dengan pilihan yang lebih luas; dan (c) membantu pemustaka menggunakan koleksi rujukan dengan lebih tepat guna. Ada lima lagi tujuan layanan referensi menurut Lasa (1994, 34) yaitu. (a) membimbing pemustaka agar memanfaatkan semaksimal mungkin koleksi yang dimiliki perpustakaan sehingga pemustaka mandiri menggunakan sumber informasi tersebut; (b) memilihkan sumber rujukan yang lebih tepat untuk menjawab pertanyaan dalam bidang tertentu; (c) memberikan pengarahan kepada pemustaka untuk memperluas wawasannya; (d) mendayagunakan sumber rujukan semaksimalnya untuk pengembangan ilmu pengetahuan; dan (e) tercapainya efisiensi tenaga, biaya, dan waktu. Dari uraian sebelumnya dapat dinyatakan bahwa tujuan layanan referensi adalah untuk membantu pemustaka dalam menelusur sumber informasi, membimbing pemustaka dalam menggunakan ataupun memilih sumber informasi yang tepat dan cepat guna untuk memenuhi kebutuhan informasi mereka dan menanggulangi kesenjangan informasi yang terjadi.
9
2.2.4 Jenis Layanan Referensi Layanan referensi memiliki jenis jasa layanan yang diberikan kepada pemustaka. Layanan referensi memiliki berbagai jenis layanan seperti yang dikemukakan oleh Soepomo (1994, 8) yaitu. 1. Layanan jasa dasar dimana seorang pustakawan memberi informasi, membantu, dan membimbing pemustaka dalam pencarian, penelusuran informasi, ataupun penggunaan koleksi referensi. 2. Layanan jasa yang lazim dilakukan seperti silang layan dengan pusat jaringan informasi untuk mengatasi keterbatasan informasi yang dimiliki oleh perpustakaan, pendidikan pemakai guna untuk memperkenalkan cara penggunaan koleksi-koleksi referensi, dan penyelenggaraan pameran dengan tema tertentu ataupun pameran tentang buku-buku baru yang dimiliki perpustakaan. 3. Layanan jasa yang jarang dilakukan seperti jasa terjemahan dan biasanya jarang dilakukan karena tugas harus menguasai bahasa asing. Seorang ahli bahasa biasanya lebih memilih bekerja diswasta. Pendapat lain tentang jenis layanan referensi menurut Bopp yang disitir oleh Wulandari (2007, 25-26) terdiri atas tiga juga diantaranya. 1. Layanan informasi yang diberikan meliputi layanan; pertama ready reference questions dimana pustakawan mampu menjawab secara cepat pertanyaan pemustaka dengan melakukan konsultasi atau menggunakan 1 atau 2 alat bantu. Kedua, research questions dimana layanan referensi juga menerima pertanyaan yang kompleks untuk keperluan penelitian. Ketiga, interlibrary loan dimana perpustakaan mampu menyediakan informasi yang dibutuhkan pemustaka dan perlu melakukan peminjaman koleksi serta bekerja sama dengan perpustakaan lain. Keempat, information and referall service dimana pustakawan mampu mengidentifikasi sumber-sumber informasi yang ada guna memenuhi kebutuhan informasi pemustaka secara rill. Kelima, cooperative reference service bentuk layanan informasi yang mengadakan hubungan kerjasama dengan perpustakaan atau pusat informasi lain dalam memenuhi kebutuhan informasi pemustaka. Keenam, selective dissemination of information menyediakan layanan informasi terpilih yang diolah dan disajikan kepada pemustaka sesuai dengan bidang ilmu atau minat mereka. Ketujuh, database searches dimana layanan informasi tersebut mencakup layanan database, bain yang tersedia dalam bentuk CD-ROM maupun online. Terakhir, kemas ulang informasi ini mengingat keterbatasan waktu oleh pemustaka sehingga pustakawan mampu hendaknya menyediakan
10
layanan paket informasi yang telah diolah atau dikemas sesuai dengan kebutuhan pemesanan pemustaka. 2. Layanan pembelajaran dimana pustakawan mampu memberikan pembelajaran atau pengajaran akan menyeleksi/mengevaluasi informasi yang terlalu melimpah dan mudah di akses. Pustakawan juga mampu memberikan pembelajaran kepada pemustaka tentang materi-materi untuk menjadi masyarakat melek informasi agar informasi yang digunakan masyarakat adalah informasi terpecaya yang dapat membantu mereka. Pembelajaran tersebut bisa dilakukan pustakawan melalui perorangan ataupun berkelompok. 3. Layanan bimbingan sebenarnya tak jauh beda dengan pembelajaran. Namun layanan bimbingan ini lebih kepada memberikan petunjuk secara langsung dan melakukan pendampingan kepada yang dibimbing. Berbeda dengan pembelajaran yang lebih mengutamakan proses belajar, dan mengajarkan ilmu atau sistem. Selanjutnya menurut Raharjo (1996, 2-4) pelayanan referensi dibedakan menjadi dua kategori yaitu layanan langsung dan layanan tidak langsung. 1. Layanan langsung meliputi: (a) layanan informasi yang memberikan bantuan bagi pemustaka dalam menemukan informasi yang merupakan jawaban dari pertanyaan mereka baik sumber informasi dalam bentuk tercetak ataupun non cetak. Layanan ini dapat dilakukan secara langsung ataupun melalui media telepon dan tertulis dengan menggunakan internet, (b) Layanan bimbingan penggunaan perpustakaan merupakan kegiatan orientasi ataupun tur perpustakaan untuk memperkenalkan lokasi dan pelayanan yang dimiliki oleh perpustakaan. 2. Layanan tidak langsung meliputi: (a) pemilihan materi dilakukan pemilihan bahan pustaka cetak maupun non cetak yang mendukung layanan referensi, (b) administrasi mengatur tata kerja dan prosedur dalam menangani layanan referensi, (c) silang layan merupakan kerjasama dengan perpustakaan lain atau pusat informasi guna memenuhi kebutuhan informasi pemustaka, dan (d) evaluasi dimaksudkan bukan hanya untuk layanan referensi saja namun juga bagaimana seorang pustakawan mampu mengevaluasi sumber-sumber informasi. Dari uraian sebelumnya jenis layanan referensi tersebut meliputi layanan informasi, layanan pembelajaran, dan layanan pembimbingan. Layanan informasi yang diberikan tersebut menuntut pustakawan mampu menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh pemustaka, memberikan informasi yang
11
dibutuhkan
pemusaka,
mengidentifikasi
sumber-sumber
informasi,
berkerjasama dengan pusat-pusat informasi untuk memenuhi kebutuhan pemustaka, dan mengalih mediakan informasi sesuai permintaan pemustaka. Layanan pembelajaran yang diberikan menuntut pustakawan mampu menjadi seorang pengajar kepada pemustaka yang berkunjung baik secara personal atau berkelompok. Layanan bimbingan yang diberikan tersebut pustakawan membimbing secara langsung ataupun mendampingi pemustaka dan memberikan petunjuk yang mereka tidak ketahui. 2.2.5 Unsur-unsur Layanan Referensi Kelangsungan layanan referensi sebagai penyedia informasi untuk kebutuhan pemustaka akan bergantung pada unsur-unsur layanannya. Menurut Muchdlor (2012, 2-4) unsur-unsur layanan referensi terdiri dari. (a) tata ruang referensi dipisahkan dari ruang layanan lain, pintuk masuk tersendiri untuk menjaga keamanan koleksi, dan dekat pintu masuk tersedia meja pustakawan referensi secara langsung bias memberi bantuan pada pemustaka dalam penelusuran; (b) koleksi yang berada di ruangan referensi dan ruangan layanan lainnya bisa digunakan pustakawan referensi guna memenuhi kebutuha pemustaka; dan (c) pustakawan referensi merupakan perantara ataupun penghubung koleksi dengan pemustaka maka pustakawan harus memenuhi standar kompetensi pustakawan referensi. Ada pendapat lain yang dikatakan oleh Pamuntjak (2000, 108-112) tiga unsur layanan referensi yaitu. 1. Pertanyaan yang diajukan, maksudnya seorang pustakawan layanan referensi harus sabar dan bersikap sopan dalam menanyakan kembali pertanyaan pemustaka yang masih kabur sehingga pertanyaan tersebut jelas dan dimengerti oleh pustakawan. Pustakawan perlu mencatat setiap pertanyaan agar bias dijadikan rujukan untuk layanan selanjutnya. 2. Bantuan dalam penelusuran, maksudnya seorang pustakawan mengembangkan teknik untuk mewawancarai pemustaka, lalu
12
menganalisa maksud pertanyaan pemustaka, dan selanjutnya melakukan penelusuran didekat pemustaka. Jika hasil penelusuran belum memenuhi kebutuhan informasi pemustaka maka pustakawan mencarikan informasi pada pusat-pusat informasi. 3. Bahan pustaka sebagai sumber informasi, maksudnya buku-buku referensi yang dijadikan sebagai alat konsultasi untuk mendapatkan informasi tertentu. Berdasarkan cakupan isi dan jenis pertanyaan pemustaka akan dijawab berdasarka jenis jenis koleksi referensi seperti ensiklopedia, kamus, sumber biografi, direktori, buku tahunan dan almanak, buku pedoman, bibliografi, indeks dan abstrak, dan terbitan resmi pemerintah. Pendapat lain diajukan oleh Eilen Abel yang disitir Widyawan (2012, 1316) unsur-unsur layanan referensi sebagai berikut. 1. Pemustaka merupakan unsur layanan yang perlu diperhatikan perkembangannya mulai dari golongan umur, latar belakang yang beragam, dan pemustaka generasi digital native. Interaksi yang bisa dilakukan oleh pemustaka 24 jam dengan adanya tersedia fasilitas interaktif, para pemustaka tidak hanya berperan sebagai pengguna informasi melainkan telah berperan aktif sebagai pencipta informasi. 2. Sumber informasi merupakan unsur yang tidak kalah penting untuk diikuti perkembangannya pada era informasi yang melimpah-limpah pada saat ini. Banyak vendor yang menyediakan situs web dan pangkalan data utuh (full text) yang bisa diakses gratis sehingga perkembangan sumber informasi semakin bervariasi seperti hypertext dan hypermedia. 3. Teknologi merupakan unsur yang mesti diikuti oleh perpustakaan untuk meningkatkan mutu pelayanan. Kecanggihan teknologi telah banyak dirasa oleh semua jasa pelayanan informasi seperti penggunaan jasa internet untuk kelangsungan layanannya. Pada saat ini telah banyak perpustakaan yang menyediakan fasilitas teknologi nirkabel sehingga mendorong pemustaka untuk berkunjung dengan adanya kemudahaan akses internet. 4. Perpustakaan merupakan unsur penyimpanan, pengolahan, dan pelestarian sumber-sumber informasi atau koleksi baik dalam bentuk cetak/non cetak. Perkembangan informasi dan sumber-sumber informasi yang semakin pesat yang sulit untuk diatasi jumlahnya maka perpustakaan harus mampu menghadapi masalah ruangan penyimpanan koleksi tercetak dan perubahan bentuk penyimpanan koleksi karena perkembangan teknologi. 5. Pustakawan merupakan unsur intermediary atau perantara antara sumber-sumber informasi dengan pemustaka. Pustakawan haruslah luwes dan selalu siaga dalam menghadapi perubahan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pustakawan referensi: (a) pemanfaat Web 2.0
13
untuk membuat revitalasasi layanan jarak jauh; (b) skenario information commons untuk medapatkan energi dan pandangan untuk memandu strategi; (c) menjadi mitra para pengembang e-learning dan memberi bantuan dalam perkuliahan; (d) keikutsertaan dalam pembentukan tim atau kelompok pengembangan intranets guna menggambarkan kebutuhan informasi masing-masing kelompok; dan (e) berperan dalam memberikan pelatihan keterampilan keberaksaraan informasi sehingga menyadarkan para pemustaka akan hak cipta dan menyajikan informasi secara beretika. Sehubungan dengan unsur-unsur layanan referensi menurut Katz yang disitir oleh Widyawan (2012, 21) terdiri dari tiga yaitu. (a) informasi dimaksudkan bahan yang disimpan dan dirujuk sebagai sarana pemahaman serta menciptakan informasi baru; (b) pemustaka merupakan para penanya yang akan mengajukan pertanyaan kepada pustakawan; dan (c) pustakawan referensi merupakan tokoh penting yang menengarai bahan tepat untuk menjawab pertanyaan pemustaka. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa unsur-unsur layanan referensi meliputi: pemustaka, perpustakaan, bantuan telusur, sumber informasi, bahan pustaka, informasi, teknologi, dan pustakawan referensi. Unsur-unsur layanan referensi itu sangat penting ada ataupun tersedia guna terciptanya layanan informasi yang bermutu. Jika salah satu dari unsur layanan itu tidak ada akan mengurangi
kualitas
layanan
untuk
memenuhi
kebutuhan
informasi
pemustakanya. 2.2.6
Fungsi Pustakawan Referensi Pustakawan layanan referensi merupakan intermediary atau perantara
sumber informasi dengan pemustaka. Hal demikian ada dijelaskan pada fungsi-fungsi pustakawan referensi yaitu. 1. Membimbing pemustaka dalam memahami pengaturan perpustakaan, membantu pemustaka yang berkaitan dengan permintaannya, memilih sumber informasi yang baik, dan mempromosikan perpustakaan.
14
2. Menjawab pertanyaan pemustaka dengan bantuan sumber-sumber referensi yang tersedia dan bersikap ramah pada pemustaka. 3. Menelusuri sumber-sumber informasi yang relevan sesuai dengan kebutuhan informasi pemustaka baik dalam bentuk cetak maupun elektronik (Widyawan 2012, 21-22). Ada pendapat lain sehubungan dengan fungsi pustakawan referensi menurut Green yang disitir oleh Budi (2014, 34) empat fungsi pustakawan referensi yaitu. 1. 2. 3.
4.
Menginstruksikan kepada pemustaka bagaimana menggunakan perpustakaan. Menjawab permintaan atau pertanyaan pemustaka. Membantu pemustaka memilih sumber-sumber informasi. Fungsi ini lebih kepada pustakawan sebagai perantara sumber informasi dan pemustaka. Mempromosikan perpustakaan kepada komunitas pemustakanya.
Dari uraian sebelumnya dapat diketahui bahwa fungsi pustakawan referensi
adalah
membimbing
pemustaka
bagaimana
menggunakan
perpustakaan, membantu pemustaka memilih sumber-sumber informasi, menjawab pertanyaan atau permintaan pemustaka, menelusuri sumber-sumber informasi relevan untuk memenuhi kebutuhan informasi pemustaka, dan mempromosikan perpustakaan kepada komunitas pemustakanya. 2.2.7
Pengertian Layanan Referensi Virtual Definisi layanan referensi virtual oleh lembaga Reference and User
Services Association yang disingkat RUSA (2004, 1) dinyatakan bahwa: Virtual reference is reference service initiated electronically where patrons employ computers or other technology to communicate with public services staff without being physically present. Communication channels used frequently invirtual reference include chat, videoconferencing, Voice-over-IP, co-browsing, e-mail, and instant messaging.
15
Maksud RUSA layanan referensi virtual merupakan layanan referensi yang diprakarsai elektronik di mana pemustaka menggunakan komputer atau teknologi lainnya untuk berkomunikasi dengan pustakawan tanpa hadir secara fisik. Saluran komunikasi yang sering digunakan dalam referensi maya termasuk chatting, video conference, Voice-over-IP, co-browsing, e-mail, dan instant messaging. Definisi tersebut juga didukung oleh Bakker (2002, 124) yang menyatakan bahwa “Virtual reference - a service that allows librarians and patrons to communicate with each other in real time through the Internet by email, chat or instant messaging - is currently a hot topic in libraries”. Maksud Bakker layanan referensi virtual merupakan layanan yang memungkinkan pustakawan dan pemustaka untuk berkomunikasi dengan satu sama lain secara real time melalui internet dengan menggunakan e-mail, chatting atau instant message. Ada juga pendapat lain menurut Gunawan (2000, 1) yang mengatakan bahwa: Layanan virtual didefinisikan sebagai layanan pusat informasi yang mengumpulkan informasi ataupun koleksi dalam bentuk digital. Dari arti kata secara langsung layanan virtual dapat diartikan sebagai layanan maya dimana secara fisik fasilitas perpustakaan yang di maksud tidak ada tetapi perpustakaan tersebut bisa menampung ataupun menyajikan fasilitas-fasilitas yang biasa disediakan oleh perpustakaan yang konvensional. Dari beberapa definisi sebelumnya dapat diketahui bahwa layanan referensi virtual merupakan layanan yang memungkinkan pustakawan dan pemustaka untuk tidak bertemu secara fisik tetapi mereka berkomunikasi
16
dengan menggunakan komputer atau teknologi lainnya seperti chatting, video conference, Voice-over-IP, co-browsing, e-mail, dan instant messaging. 2.2.8
Mempersiapkan Layanan Referensi Virtual Perkembangan zaman saat ini layanan referensi berintegrasi dari layanan
referensi konvensional menuju layanan referensi maya yang sering disebut layanan referensi virtual. Dalam menghadapi bentuk integrasi layanan maya referensi tersebut tentu perpustakaan harus memiliki persiapan dalam menghadapi kebutuhan pemustaka yang dilayaninya. Menurut RUSA (2004, 2-3) ada beberapa hal yang dipersiapkan layanan referensi virtual sebagai berikut: 1. Integration with traditional reference (Integrasi dengan layanan referensi tradisional) “Treat virtual reference services as a long-term commitment to the targeted community. Do not consider virtual reference an ad hoc or finge service, even during thr initial planning or pilot phases. Integrate virtual reference services so that they become a natural part of the institution’s reference services.”Maksudnya perpustakaan perlu mengintegrasikan layanan referensi virtual kepada pemustaka sehingga mereka menjadi bagian yang menggunakan layanan referensi virtual yang telah disediakan. Layanan referensi virtual diperlakukan sebagai layanan jangka panjang untuk pemustaka yang menjadi target layanan.
17
2. Commitment to Virtual Reference (Komitmen pada Layanan Referensi Virtual) “Secure a commitment from sufficient core of stakeholders at all levels of the institutions’s management and staff to support virtual reference
services
implementation
from
before
its
any
first project
planning is
stages
through
attempted”.Maksudnya
perpustakaan perlu menerapkan komitmen dan mengantisipasi hal-hal yang cukup menggangu kepentingan di semua tingkat manajemen perpustakaan dan staf untuk mendukung layanan referensi virtual dari tahap perencanaan pertama melalui implementasi sebelum setiap proyek dicoba. 3. Cost of virtual reference (Biaya Layanan Referensi Virtual) “Commit at the administrative level to long term provision of resources for virtual reference services. Outline star-up costs including any software, training, or staff support. Idenfity at the administrative level the impact to staffing and be prepared to make appropriate adjustment. Document a dear understanding of the on going maintenance cost associated with virtual reference and secure appropriate re occurring budget allocations. Identify and approve the cost related to marketing the virtual reference. Determine whether the service is to be free to the patron or fee based before the service begins and modify as needed”. Maksudnya persiapan biaya dengan ketentuan jangka panjang sumber daya untuk layanan referensi
18
virtual. Biaya utama yang mula dipersiapkan untuk perangkat lunak, pelatihan, atau kompensasi staff. Selanjutnya dilakukan perencanaan biaya untuk pemeliharaan terkait dengan layanan referensi virtual yang alokasi anggarannya tepat. Mengidentifikasi biaya juga perlu dilakukan yang berkaitan dengan pemasaran layanan referensi virtual. Terakhir menentukan apakah layanan tersebut bebas untuk dilayankan atau diberikan perlindungan sebelum dimulai implementasi layanan tersebut. 4. The planning team (Tim Perencanaan) “Involve representative members of the administration and public services staff in planning, training, implementation, and promotion of virtual reference services and the selection of virtual reference software. Involve respresentative members of the target audience in planning and promotion of virtual reference. Identify and bring additional areas and services which will be affected by the new virtual service into discussions an planning as appropriate”. Maksudnya perencanaan layanan referensi virtual perlu dilakukan pembentukan tim perencanaan. Perencanaan tersebut melibatkan anggota perwakilan dari perpustakaan dan pustakawan dalam pelatihan, implementasi, dan promosi layanan referensi virtual serta pemilihan software. Tidak hanya itu perpustakaan juga perlu melibatkan pemustaka yang menjadi target penggunaan layanan dalam perencanaan dan promosi. Selanjutnya mengidentifikasi
19
layanan yang akan berpengaruh terhadap layanan referensi virtual dalam diskusi tambahan dan perencanaan yang sesuai. 5. Selection of software (Seleksi Software) “Determine system compatibility in addition to the requitments and budgetary constraints, imposed on the selections of virtual reference software. Involve computing staff in the planning, software selection, and purchase decisions. Computing staff involvement will be critical for the smooth implementation and maintenance of the infrastructure needed for the virtual reference service and determination of its compatibility with existing library software and infrastructure”. Perlunya
melakukan
penentuan
sistem
kompatibilitas,
selain
persyaratan referensi dan keterbatasan anggaran terhadap pemilihan software pelayanan referensi virtual. Melibatkan staff terkait komputasi dalam perencanaan, pemilihan software dan pemeliharaan infrastruktur untuk layanan referensi virtual serta penentuan kompatibilitas
dengan
software
perpustakaan
yang
ada
pengembangan infrastruktur. 6. Collection development (Pengembangan Koleksi) “Consider enhancement of thr institution’s electronic reference library in collection development decisions. The availability of electronic reference sources significantly enhances the ability of the virtual reference librarian to identify or push out appropriate resources to the target audience. Explore special licesing issues that
20
might affect use of resources to serve off site patrons”. Maksudnya perlunya dilaksanakan kebijakan pengembangan koleksi merupakan pertimbangan untuk peningkatan perpustakaan referensi elektronik. Ketersediaan
sumber
referensi
elektronik
secara
signifikan
meningkatkan kemampuan pustakawan referensi virtual untuk mengindentifikasi atau mendorong keluar sumber daya untuk melayani off-site pemustaka. 7. Assessment (Penilaian) “facilitate regular assessment of the virtual reference program effectiveness by library staff and administration. Follow through with the commitment to implement adjustment as need when identified in the assessment process. Assess virtual reference services in a comparable way to the institution’s other reference services while acknowledging that virtual reference does have some unique features”. Maksunya perlu adanya fasilitasi program penilaian rutin efektifivitas layanan referensi virtual oleh staff dan administrasi perpustakaan. Selanjutnya mengikut dengan komitmen untuk menerapkan penyesuaian yang diperlukan ketika diidentifikasi dalam proses penilaian. Dalam menilai layanan referensi virtual dengan cara yang sebanding terhadap layanan referensi virtual lainnya. Ada lagi pendapat lain menurut Wicaksono (2013, 123) ada banyak elemen yang menjadi bahan diskusi dan perdebatan dalam mempersiapkan
21
layanan referensi yang adaptif dengan perkembangan zaman antara lain sebagai berikut: 1. Yang terkait dengan konsep fundamental layanan referensi: etika, jenis-jenis layanan informasi, membangun alat pencarian (utamanya berbasis web), promosi, evaluasi staf dan layanan, perubahan di eksternal dan internal perpustakaan yang mempengaruhi layanan referensi, teknik wawancara referensi melalui beragam media (seperti telepon, email, chat, instant messenger, sms), assessment dan akuntabilitas, RUSA (Reference and User Service Association) guidelines, memahami dan menghargai pendekatan budaya, teknik pencarian dasar, kategorisasi-visualisasi-ujicoba jawaban, dan lainlain. 2. Pengenalan dengan berbagai sumber referensi utama: buku, majalah, surat kabar, perpustakaan dan penerbitan, jaringan bibliografi, ensiklopedia, kamus, indeks dan basisdata fulltext, panduan dan sumber khusus (biasanya bidang kesehatan, bisnis dan hukum), atlas, gazetteer, peta, sistem informasi geografis, panduan perjalanan, biografi, sumber informasi pemerintah (grey literature), dan lain-lain. 3. Pengembangan dan manajemen koleksi dan layanan referensi: identifikasi-seleksi-evaluasi koleksi baru, manajemen anggaran, assessment koleksi, kebijakan pengembangan koleksi, dan lain-lain. 4. Topik-topik khusus dalam layanan referensi: menggunakan internet sebagai alat referensi, reader’s advisory (bimbingan pembaca), layanan referensi bagi anak-anak dan remaja, literasi informasi, membangun pathfinder/ subject guides, dan lain-lain. 5. Implementasi Teknologi informasi dalam layanan referensi. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa dalam mempersiapkan layanan referensi virtual perlu memperhatikan hal-hal sepeti integrasi layanan tradisional referensi menuju layanan referensi virtual. Perencanaan layanan referensi virtual, pembiayaan dalam implementasi layanan referensi virtual, tim yang ikut serta dalam perencanaan, seleksi perangkat lunak yang akan digunakan, kebijakan pengembangan koleksi referensi elektronik, dan program penilaian rutin efektivitas layanan referensi virtual.
22
2.3 Kompetensi Pustakawan Kompetensi pustakawan dalam memberikan jasa layanan kepada pemustaka sangat menentukan mutu pelayanan. Pustakawan yang memiliki kompetensi akan lebih mudah memahami kebutuhan pemustaka yang menjadi target layanan perpustakaan. Pustakawan dikatakan telah memiliki kompetensi yang memenuhi persyaratan jika sesuai dengan standar kompetensi yang ada. 2.3.1 Pengertian Kompetensi dan Kompetensi Pustakawan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008, 720) kata “kompetensi” bermakna kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan) sesuatu. Sedangkan kata “kompeten” bermaknakan (a) cakap (mengetahui); (b) berwenang, berkuasa (memutusakan, menentukan) sesuatu. Sedangkan menurut Bambang Supriyo Utomo yang disitir oleh Hermawan (2010, 174) bahwa “kompetensi adalah kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan, sikap, nilai, perilaku dan karakteristik seseorang yang diperlukan untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu dengan kesuksesan optimal”. Ada lagi pendapat lain menurut Richard E. Boyatzis yang disitir Sudarmono (2007, 46) bahwa kompetensi adalah karakteristik-karakteristik yang berhubungan dengan kinerja unggul atau efektif di dalam pekerjaan. Menurut hasil Diskusi Komisi II Rapat koodinasi pengembangan Jabatan Fungsional Pustakawan dengan Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota seluruh Indonesia yang diselenggarakan oleh Perpustakaan Nasional RI yang disitir (2010, 174), kompetensi adalah kemampuan, pengetahuan, keterampilan, sikap, nilai perilaku serta karekteristik pustakawan yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan secara optimal. Kompetensi pustakawan adalah
23
kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan, sikap, nilai, perilaku serta karakteristik pustakawan untuk melaksanakan pekerjaan memberikan layanan kepada pemustaka dalam menjamin terwujudnya layanan yang bermutu. Jadi dapat dikatakan kompetensi pustakawan merupakan keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan, sikap, nilai, perilaku serta karakteristik pustakawan untuk melaksanakan pekerjaannya dalam memberikan layanan kepada pemustaka dan pustakawan dapat hendaknya menjamin terwujudnya layanan yang bermutu serta meningkatkan kompetensi dalam melaksanakan tugas sebagai seorang pustakawan. 2.3.2 Pengertian Standart Kompetensi Pustakawan Seorang pustakawan dalam menjalankan tugasnya mampu hendaknya memenuhi kriteria kompetensi seorang pustakawan dan kompetensi yang dimiliki oleh pustakawan sebaiknya sesuai dengan standart kompetensi pustakawan. Menurut Hermawan (2010, 179) standart kompetensi pustakawan adalah kriteria minimal yang dikeluarkan oleh organisasi profesi yang berisikan norma-norma, teknis kemampuan dan pembakuan dalam upaya peningkatan kualitas layanan. Ada lagi definisi lain bahwa standart kompetensi pustakawan merupakan tolok ukur yang digunakan untuk acuan penilaian kualitas pustakawan dalam bentuk formulasi dan komitmen atau janji pustakawan kepada masyarakat ataupun dokumen yang berisikan jaminan kulitas pustakawan sebagai pelayan informasi dalam berbagai bentuk jenis baha pustaka (Hermawan 2006, 180). Dari definisi sebelumnya dapat dikatakan bahwa standar kompetensi pustakawan merupkan acuan untuk dijadikan tolok ukur jaminan mutu
24
kualitas pustakawan sebagai pelayan informasi dalam berbagai bentuk sumber-sumber informasi. 2.3.3 Kompetensi Pustakawan Berdasarkan standar kompetensi yang dikehendaki oleh organisasi profesi pustakawan di Amerika Serikat yaitu The US Special Libraries Association (US-SLA) yang disitir oleh Supriyanto (2009, 24) membagi kompetensi menjadi dua jenis yaitu. 1. Kompetensi professional yaitu pustakawan memiliki latar belakang pendidikan perpustakaan, gemar membaca, terampil, kreatif, cerdas, tanggap, berwawasan luas, berorientasi ke depan, mampu menyerap ilmu lain, objektif, generalisasi di satu sisi namun tetap pada disiplin ilmu tertentu pada pihak lain, berwawasan lingkungan, taat pada etika profesi, motivasi tinggi, berkarya pada bidang kepustakawanan dan mampu melaksanakan penelitian dan penyuluhan. 2. Kompetensi individu yaitu pustakawan memiliki moral dan tanggung jawab sosial, kesetiakawanan, etos kerja tinggi, mandiri, loyalitas yang tinggi terhadap profesi, luwes, komunikasi dan sikap suka melayani, ramah dan simpatik, tanggap terhadap kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, disiplin tinggi dan menjunjung tinggi etika pustakawan. Kompetensi pustakawan yang tercantum dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Standar Nasional Perpustakaan tahun 2009 Bab 5 pasal 22 menyebutkan bahwa: (1) Pustakawan harus memilki kompetensi professional dan kompetensi personal. (2) Kompetensi professional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup aspek pengetahuan, keahlian, dan sikap kerja. (3) Kompetensi personal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup aspek kepribadian dan interaksi sosial. Menurut Kismiyati (2011, 22) kompetensi pustakawan mencakup (a) penguasaan dan pemahaman pengetahuan dasar tentang sistem komputer, jaringan komputer, dan perancangan web; (b) penguasaan keterampilan angka
25
yang terkait tugas administrasi dan pengetahuan tentang program pengolahan data, mengolah data serta struktur data; (c) penguasaan penelusuran informasi, sumber informasi baik dalam bentuk digital atau cetak dan alih media koleksi dalam bentuk digital. Berbeda dengan Sulaiman dan Foo yang disunting oleh Purwono (2011, 6-11) mengatakan bahwa kompetensi yang harus dimiliki pustakawan yaitu. (a) keterampilan menguasai perkembangan teknologi dan informasi; (b) keterampilan berkomunikasi dan interaksi sosial; (c) kerampilan dalam manajemen kepemimpinan dan berfikir strategis serta analistis; (d) keterampilan berperilaku dan bersikap personal yang ramah. Dari uraian di atas kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang pustakawan sesuai dengan standar yang telah ada seperti kompetensi profesional dan kompetensi personal. Kompetensi profesional seorang pustakwan itu meliputi jenjang pendidikan, pengetahuan yang luwes, ahli dan terampil dalam melaksanakan pekerjaan. Kompetensi personal seorang pustakawan meliputi sikap kepribadian pustakawan dalam berinteraksi dan memberikan layanan kepada pemustaka. 2.3.4 Kompetensi Pustakawan Layanan Referensi Kompetensi pustakawan layanan referensi sangat menentukan kualitas ataupun mutu dari layanan informasi yang diberikan kepada pemustaka. Kompetensi pustakawan layanan referensi tidak hanya sebagai intermediary ataupun perantara sumber informasi oleh pemustaka tetapi pustakawan referensi mampu dalam memenuhi kebutuhan informasi pemustaka. Tidak hanya sekedar pemenuhan kebutuhan, pustakawan harus memiliki kompetensi
26
profesional dalam menghadapi laju dan perkembangan teknologi informasi yang berkaitan dengan kebutuhan pemustaka. Seorang pustakawan referensi harus tanggap terhadap kebutuhan informasi pemustaka. Latar belakang pendidikan pustakawan referensi punya kualifikasi sarjana ilmu perpustakaan yang terakreditasi dan pengalaman dalam pekerjaan kepustakawanan. Oleh karena itu pustakawan referensi harus memiliki kompetensi profesional untuk memberikan layanan bermutu. Menurut Widyawan (2012, 29-31) kompetensi pustakawan layanan referensi sebagai berikut. 1. Akses Pustakawan referensi mampu menganalisis dan menaggapi kebutuhan pelayanan informasi dan mampu merancang dan mengolah pelayanan referensi. Fokus utama aspek akses ini tentang pemahaman pustakawan terhadap kebutuhan dan perilaku pemustaka, sehingga pustakawan perlu mengembangkan keterampilan untuk memenuhi kebutuhan informasi secara efektif. Kemampuan akses ini termasuk mengatasi banyaknya informasi pemustaka dan mengelola waktu yang ada agar pemustaka nyaman dan menghilangkan kendala-kendala pelayanan. Akses juga menyangkut kemampuan untuk menengarai dokumen melalui kepiawaian bibliografi dan pengindeksan serta memberi solusi yang mengurangi hambatan fisik maupun kognitif terhadap akses, juga kemampuan pemustaka untuk mengakses informasi. 2. Basis pengetahuan Pustakawan hendaknya sadar akan penerapan dan konsep baru dalam lingkungan perpustakaan. Pengetahuan penting bagi pustakawan referensi dan pelayanan pemustaka meliputi (a) struktur sumber informasi bidang utama pengguna; (b) pengetahuan tentang sarana informasi dasar seperti katalog berkomputer, system pencarian, pangkalan data, situs web, jurnal dan monograf (baik dalam bentuk tercetak maupun elektronik), serta video dan rekaman suara; (c) pola penelusuran informasi dan perilaku pemustaka; (d) prinsip-prinsip komunikasi interaksi; (e) mengerti pengaruh teknologi bagi struktur informasi; (f) hak cipta dan kekayaan intelektual; dan (g) standart kompetensi informasi. Di samping itu, pustakawan perlu keterampilan teknik penilaian, metode belajar berkelanjutan, menerapkan pengetahuan dalam
27
praktik, serta merencanakan dan menerapkan pelayanan prima kepada pengguna. Pengetahuan ini diperlukan sebagai bagian dari pendidikan professional dasar. Namun demikian pengetahuan harus diperbarui terus. 3. Pemasaran Perencanaa pemasaran merupakan aspek dari perencanaa strategis yakni mekanisme promosi dimana tujuan, sasaran, dan strategi yang dapat diukur secara kuantitatif. Untuk mengidentifikasikan dan meningkatkan pelayanan kepada pemustaka, membuat perencanaan itu penting. Perencanaan strategis operasi menyediakan kerangka sasaran yang formal. Pustakawan juga perlu memberikan peta fungsi pelayanan dan metode penyajian pelayanan informasi. Misalnya orang yang memberikan pelayanan referensi, pelayanan apa saja yang diberikan, dan efektivitas pelayanan merupakan isu penting. 4. Kolaborasi Memelihara hubungan baik dengan pemustaka dan sejawat, baik di dalam maupun di luar perpustakaan sangat penting bagi seorang pustakawan. Kamus Webster mendefinisikan kolaborasi sebagai berkerja bersama orang lain, atau bersama-sama terutama dalam upaya intelektual. Sementara Oxford English Dictionaryn menggambarkan bahwa kolaborasi adalah bekerja bersama dengan orang lain. Namun demikian, kolaborasi penting di tengah suburnya pertumbuhan informasi, pengetahuan baru, dan teknologi canggih, yang semuanya itu terjadi dalam waktu relative singkat. Karena perkembangan informasi dan meningkatnya ragam dari cara mengakses informasi, pustakawan harus bekerja dengan sejawat, organisasi profesi, dan kelompok lain untuk memastikan bahwa pemustaka menerima pelayanan paling tepat. Pustakawan perlu mengenali dan menghormati peran yang dimainkan pemustaka dalam interaksi informasi. 5. Evaluasi dan penilaian sumber daya dan pelayanan Penilaian yang konsisten terhadap sumber dalam konteks kebutuhan pemustaka penting dalam menjaga agar pelayanan informasi tetap relevan. Upaya yang secara bersama dilakukan dalam penyediaan pelayanan informasi berkualitas. Banyaknya pelayanan informasi yang disediakan untuk pemustaka melalui berbagai media pelayanan. Ada koleksi tercetak yang dilihat di tempat, bahan tercetak yang bisa dibawa pulang, koleksi elektronik melalui internet, pelayanan tatap muka, hubungan telepon, faks, surel, dan situs web. Semuanya dimaksudkan untuk membuat sumber yang ada di perpustakaan tersedia bagi pemustaka. Penggunaan ukuran-ukuran evaluasi untuk kinerja staf merupakan tantangan. Banyak unsur interaksi pelayanan informasi berupa tak benda dan sulit dikukur secara objektif. Namun demikian, tujuan untuk menilai dan mengevaluasi kinerja tetap diperlukan. Pustakawan referensi dan pelayanan pemustaka dituntut untuk mempunyai
28
kompetensi dalam bentuk metode evaluasi formal maupun informal. Metode evaluasi dari penggunaan pertanyaan tertutup yang efektif dalam interaksi referensi formulir umpan balik dari dokumen silang layan dan tentang survey terstruktur dan kajian dengan menggunakan observasi. Penggunaan ukuran dan evaluasi serta penilaian akan bervariasi penerapannya sesuai dengan perkembangan waktu dan kebutuhan lembaga, tetapi kompetensi yang diperlukan untuk melaksanakannya akan bertahan terus. Sehubungan dengan kompetensi pustakawan referensi ada pendapat yang sama oleh Whilatch, Jo Bell, Nancy E. Bodner, Muzzette Z. Diefenthal, Nancy Huling, dan Kathlen M Kluegel (2003) mengatakan bahwa untuk mencapai tujuan layanan referensi yang bermutu pustakawan harus memiliki kompetensi sebagai berikut. 1. Access (akses) merupakan kompetensi untuk mengatasi informasi pemustaka yang berlebihan, memperhatikan waktu pemustaka untuk kenyamanan, mengidentifikasi dokumen, memberikan solusi yang meminimalkan hambatan kognitif dan akses informasi. 2. Knowledge Base (pengetahuan dasar) merupakan pengetahuan yang perlu dimiliki oleh pustakawan seperti teknik penilaian pemahaman, metode pembelajaran yang berkelanjutan, bagaimana menerapkan pengetahuan untuk berlatih, dan bagaimana merencanakan dan melaksanakan layanan ditingkatkan untuk pemustaka. Pengetahuan inti diperoleh sebagai bagian dari pendidikan profesional dasar yang meliputi (a) struktur informasi bidang; (b) pengetahuan tentang informasi dasar; (c) pola penelusuran informasi dan perilaku pemustaka; (d) prinsip-prinsip komunikasi interaksi; (e) mengerti
29
pengaruh teknologi bagi struktur informasi; (f) hak cipta dan kekayaan intelektuan; dan (g) standart kompetensi informasi. 3. Marketing/Awareness/Informing (Pemasaran/Kesiagaan/Menginformasikan) merupakan proses perencanaan yang dilakukan pustakawan untuk mengidentifikasi dan mempromosikan layanan kepada pemustaka. Sebuah kerangka kerja yang dioperasikan secara strategis untuk tujuan dan sasaran yang diinformasikan secara tepat. Pustakawan bisa sebelumya melakukan survei diluar gedung perpustakaan untuk siaga terhadap kebutuhan pemustaka. 4. Collaboration (Kolaborasi) merupakan kemampuan pustakawan untuk bekerja sama dengan orang lain terutama dalam upaya intelektual.
Kolaborasi
diasumsikan penting untuk
mengikuti
pertumbuhan informasi, pengetahuan baru, dan teknologi yang berkembang dengan waktu relatif singkat. Berkembang pesatnya informasi dan berbagai cara bisa dilakukan untuk mengakses informasi maka pustakwan perlu melakukan kolaborasi dan bekerja dengan organisasi profesi dan kelompok-kelompok lainnya. 5. Evaluation and Assessment of Resources and Services (Evaluasi dan Penilaian Sumber Daya dan Jasa) merupakan bentuk penilaian terhadap sumber daya dan jasa untuk menjaga layanan informasi tetap relevan. Layanan informasi yang disediakan melalui perorangan, telepon, fax, email, dan sesi maya berbasis web. Dalam semua
30
layanan ini, tujuannya adalah untuk membuat sumber daya perpustakaan yang tersedia untuk pemustaka dengan cara dan format yang memenuhi kebutuhannya. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa pustakawan referensi harus memiliki kompetensi yang meliputi (a) kompetensi akses informasi; (b) kompetensi pengetahuan dasar; (c) kompetensi pemasaran, kesiagaan yang menginformasi terhadap kebutuhan informasi pemustaka; (d) kompetensi untuk bekerja sama, dan (e) kompetensi untuk mengevaluasi sumber informasi yang relevan dan layanan informasi yang disajikan. 2.4 Kebutuhan Informasi Informasi telah menjadi hal yang penting dalam mendukung aktivitas setiap orang, sebab informasi telah menjadi kebutuhan utama setiap individu, terutama dalam bidang pendidikan dan penelitian serta berada di lingkungan sivitas akademi perguruan tinggi. Dalam bidang pendidikan dan penelitian yang berada di lingkungan sivitas perguruan tinggi membutuhkan informasi yang berkaitan dengan riset yang dilakukan ataupun informasi yang berkaitan dengan kegiatan sivitas akademik perguruan tinggi dan menunjang Tri Dharma Perguruan Tinggi. Kebutuhan informasi setiap pemustaka tentunya berbeda-beda dan mereka memiliki latar belakang ilmu yang tidak sama. Menurut Tan yang disitir oleh Yusup (2010, 82-83) kebutuhan informasi seorang individu sesuai dengan latar belakang informasi apa yang mereka cari, maka dapat dikemukakan kebutuhan informasi sebagai berikut. 1. Kebutuhan kognitif, ini berkaitan dengan kebutuhan untuk memperkuat atau menambah informasi, pengetahuan dan pengalaman
31
2.
3.
4.
5.
seseorang akan lingkungannya dan cenderung menguasai lingkungannya. Kebutuhan afektif, ini berkaitan dengan penguatan estetis atau hal yang dapat menyenangkan dan pengalaman-pengalaman emosional serta lebih mengejar kesenangan dan hiburan. Kebutuhan integrasi personal, ini sering dikaitkan dengan kredibilitas, kepercayaan, stabilitas, dan status individu serta hasrat seseorang mencari jati diri. Kebutuhan integrasi sosial, dikaitkan dengan hubungan penguatan dengan keluarga, teman, dan orang lain di dunia serta hasrat seseorang untuk bergabung dengan kelompok. Kebutuhan berkhayal, ini berkaitan dengan kebutuhan seseorang untuk melarikan diri, melepaskan ketegangan, dan mencari hiburan atau pengalihan.
Menurut Krech yang disitir oleh Yusup (2010, 82) mengatakan bahwa kebutuhan informasi seseorang timbul karena dipengaruhi oleh kondisi fisiologis, situasi, dan kognisinya. Seorang individu yang berfikir bagaimana cara meningkatkan pengetahuan yang telah dimilikinya, maka ia akan mulai mencari informasi untuk mencapai tujuannya tersebut dengan cara membaca dan menelusur berbagai macam bahan bacaan. Sedangkan menurut Voight yang disitir oleh Lestari (2009, 20) bahwa seorang individu membutuhkan informasi pada saat: (a) membutuhkan informasi baru untuk bidang yang berkaitan dengan kegiatannya; (b) kegiatan sehari-hari individu yang membutuhkan informasi faktual; dan (c) kegiatan individu yang sedang dihadapkan masalah atau proyek. Sehubungan dengan kebutuhan informasi ada lagi pendapat lain oleh Prawati (2003, 27) bahwa kebutuhan individu akan informasi tentu berbeda-beda dengan latar belakang pencarian informasi seperti peningkatan pengetahuan yang dimiliki individu, mengikuti perkembangan terbaru, mendukung dan merencanakan penelitian, pengajaran, manajemen, serta sitasi bibliografi untuk karya tulis.
32
Dari uraian sebelumnya dapat diketahui bahwa seorang pustakawan referensi memegang peranan penting sebagai perantara sumber informasi terhadap pemustaka guna untuk memenuhi kebutuhan informasinya. Kebutuhan informasi pemustaka secara riil merupakan hal yang perlu diketahui oleh seorang pustakawan referensi agar pelayanan yang diberikan tepat sasaran terhadap kebutuhan yang diinginkan pemustaka. 2.4.1
Jenis Informasi Informasi memiliki jenis yang beraneka ragam. Dengan keanekaragaman
informasi memberikan kemudahan seseorang untuk memperoleh informasi yang dibutuhkannya. Menurut Purwono (2010, 25) mengatakan ada 4 (empat) jenis informasi yaitu. 1. Informasi ilmiah berasal dari hasil penelitian oleh peneliti. 2. Informasi professional berasal dari pendidikan yang dilakukan, instruksi pimpinan, dan penyajian seminar ahli bidang. 3. Informasi komunitas berasal dari tokoh masyarakat dan media massa. 4. Informasi individu berasal dari seorang individu untuk kepentingan individu lain untuk kepentingan perubahan individu. Sedangkan Kosasih (2006, 5) mengatakan bahwa jenis informasi layanan referensi terdapat pada buku-buku referensi. Jenis informasi yang diberikan pustakawan referensi berupa kamus, ensiklopedia, bibliografi, indeks, abstrak, eksiklopedi daerah/wilayah, bibliografi tentang cakupan suatu Negara, eksiklopedia bidang ilmu tertentu, buku tahunan/almanak, direktori, biografi tokoh, dan lain sebagainya. Sedangkan menurut Nining (2013, 5) jenis informasi layanan referensi dikategorikan menjadi 3 (tiga) yaitu. 1. Informasi primer berupa monograf, disertasi, manuskrip, dan laporan hasil seminar/lokakarya. 2. Informasi sekunder berupa ensiklopedia, kamus, handbook, direktori, buku tahunan, biografi, abstrak, indeks, dan sumber geografi.
33
3. Informasi tersier berupa bahan terapan dari informasi primer dalam bentuk buku teks. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa jenis informasi layanan referensi itu terdiri dari koleksi-koleksi referensi itu sendiri. Jenis informasi tersebut mencakup informasi primer, informasi sekunder, informasi tersier, informasi, ilmiah, informasi profesional, informasi komunitas, dan informasi individu. Berbagai jenis informasi yang ada tersebut harus diketahui dan dikuasai oleh pustakawan mengenai cara menggunakan dan menelusurnya. 2.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Informasi Ada beberapa faktor yang bisa mempengaruhi kebutuhan informasi seorang individu, salah satu diantaranya adalah jenis pekerjaan. Menurut Pannen yang disitir oleh Ishak (2006, 93) bahwa “kebutuhan informasi yang paling berpengaruh adalah pekerjaan, termasuk kegiatan profesi, disiplin ilmu yang diminati, kebiasaan dan lingkungan pekerjaan”. Hal yang sama juga dijelaskan Nicholas yang dikutip oleh Ishak (2006, 93) ada lima faktor yang mempengaruhi kebutuhan informasi yaitu: a) Jenis pekerjaan. b) Personalitas yang merupakan aspek psikologi dari pencari informasi, meliputi ketepatan, ketekunan mencari informasi, pencarian secara sistematis, motivasi dan kemauan menerima informasi dari teman sejawat, kolega, dan atasan. c) Akses dalam penelusuran informasi secara internal. Sumber daya teknologi yang digunakan untuk mencari informasi. Selanjutnya menurut Katz, Gurevitch, dan Haas yang dikutip Tan dalam Yusup (2010, 84) juga mengemukakan dalam penelitiannya bahwa “orang yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi lebih banyak mempunyai kebutuhan-kebutuhannya dibandingkan dengan orang yang berperndidikan
34
rendah”. Ada lagi pendapat lain menurut Wilson yang disitir oleh Ishak (2006, 93) bahwa “kebutuhan informasi berkaitan erat dengan permasalahan yang dihadapi, dan kesenjangan informasi ataupun tidak mampu seorang individu dalam memperoleh informasi”. Hal demikian akan memberi pengaruh terhadap diri individu akan kebutuhan informasi. Individu akan lebih dominan mencari ataupun menelusuri informasi yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang dihadapinya. Sehubungan dengan faktor yang mempengaruhi kebutuhan informasi seseorang menurut Devadason yang disitir Ishak (2015, 89) sebagai berikut: a) b) c) d) e) f) g) h) i) j)
Work activity Discipline/ field / area of interest Availability of facilities Hierarchical position of individuals Motivatioan factor for information needs Need to take a decision Need to seek new ideas Need to validate the correct ones Need to make professional contributions Need to establish priority for discovery
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan informasi pada umumnya adalah jenis pekerjaan, disiplin ilmu yang diminati, masalah yang sedang dihadapi, kegiatan rutinitas, kebiasaan, dan lingkungan diri individu bersangkutan. 2.4.3
Sumber-sumber Informasi Perpustakaan merupakan salah satu tempat penyajian dan penyimpanan
sumber informasi untuk pemustaka. Menurut Yusup (2010, 13) “perpustakaan sebagai pusat sumber informasi dapat dikelompokkan ke dalam beberapa jenis yang mempunyai ciri-ciri dan penekanan fungsi yang berbeda”. Selanjutnya
35
Yusup (2010, 143-205) mengemukakan pendapatnya sehubungan dengan sumber-sumber informasi yang disajikan perpustakaan yaitu. 1. Sumber-sumber informasi tercetak Sumber informasi tercetak merupakan informasi yang telah dikemas dalam bentuk tercetak. Sumber informasi tercetak tersebut mencakup buku-buku fiksi, buku teks, dan buku-buku referensi mencakup kamus, ensiklopedia, buku tahunan, buku pedoman, direktori, almanak, bibliografi, katalog, indeks, abstrak, atlas, dokumen pemerintah. 2. Sumber-sumber informasi elektronik atau digital Sumber informasi elektronik atau digital merupakan informasi yang telah dikemas dalam bentuk elektronik atau digital. Sumber informasi elektronik atau digital tersebut mencakup yaitu. (a) Koleksi media elektronik seperti mikrofis, mikrorider, audiorecord, microform, videorecord, dan picture. (b) Komputer merupakan alat penunjang untuk kelancaran layanan dengan menggunakan jaringan informasi antar- perpustakaan. Informasi yang disimpan tersebut berupa program pengolah kata (word processor) seperti Ms Word for Windows, Word Perfect for Windows dan program pengolahan data (database) seperti OPAC, ISIS, WINISIS, Ms Access, FoxPro dan FoxBase. (c) Koleksi media internet dan beberapa mesin cari/penelusuran informasi merupakan bentuk penyajian informasi yang dilakukan perpustakaan dengan menggunakan media internet dengan menggunakan mesin cari penelusuran informasi seperti e-book, ejurnal, abstrak, artikel ilmiah full teks, hasil penelitian full teks, kamus, ensiklopedia, dan indeks situs. Sedangkan
menurut
Widyawan
(2012,
132-137)
sumber-sumber
informasi yang terdapat pada layanan referensi terdiri dari dua yaitu. 1. Sumber informasi tercetak Sumber tercetak telah menjadi format standar selama pustakawan referensi menggunakannya. Manfaat buku-buku referensi mempermudah pustakawan untuk mengakses sebagai alat bantu. Buku-buku referensi banyak memuat informasi bermanfaat. 2. Sumber informasi elektronik Sumber-sumber elektronik mudah ditransfer, digandakan, dan dimanipulasi, sehingga masalah-masalah hak cipta sering terjadi pelanggaran. Sumber-sumber informasi elektronik yang secara garis besar digolongkan menjadi berikut. (a) Pangkalan data komersial
36
Sumber informasi ini merupakan sejumlah informasi yang diformat dalam struktur yang mudah dilakukan pencarian dengan perintah logika sehingga menghasilkan informasi yang tepat dan efektif. Pangkalan data komersial yang banyak digunakan perpustakaan mencakup LEXIS-NEXIS yang menyediakan informasi online dengan subjek hukum dan bisnis seperti majalah, surat kabar, laporan penelitian, dan newsletter. Ada pula pangkalan data dialog, knowledge index versi dial up, dan pelayanan online milik ProQuest. (b) Sumber internet Sumber informasi pada internet dapat diberikan langsung kepada pemustaka sebab akses internet yang tersedia perpustakaan bias melayani pemustaka untuk mencari atau menelusur informasi 24 jam dan seminggu. Sumber informasi yang dilayankan melalui website mencakup MARS Best of Free Reference Website, The Best of the Best Buisness Web Site, dan Great Web Sites for Kids. Sumber-sumber informasi tambahan seperti internet public library, librarians index to the internet, refdesk, dan Wikipedia. Sehubungan dengan sumber-sumber informasi Ishak (2015, 13-14) mengemukakan bahwa sumber literatur dibedakan sebagai berikut: 1. Sumber literatur primer Sumber literatur primer adalah sumber yang melaporkan adanya literatue tersebut misalnya suatu penemuan baru. Contoh sumber informasi primer ini adalah: a) Paten dan standar b) Makalah pertemuan dan laporan c) Tesis dan disertasi d) Karangan asli atau artikel ilmiah e) Majalah atau jurnal ilmiah dan surat kabar 2. Sumber literatur sekunder Sumber literatur sekunder merupakan daftar atau pencatatan dari sumber literature primer. Contoh: a) Daftar buku b) Katalog c) Bibliografi d) Majalah indeks dan majalah abstrak Sedangkan berdasarkan waktu terbitnya, literatur dapat dikelompokkan menjadi: a) Monograf, seperti buku, brosur, selebaran, pamphlet. b) Berkala atau majalah/jurnal. Majalah ini ada yang terbitnya secara teratur misalnya seperti mingguan, bulanan, tiga bulanan, tahunan dsb., dan ada pula yang terbitnya tidak teratur tetapi terbit secara
37
terus menerus dengan judul yang sama dan mempunyai nomor urut teratur. Adanya kemajuan di bidang teknologi informasi dan komunikasi, jarak, ruang, waktu menjadi hampir tidak ada batasan. Hal ini pun telah mengubah pola perilaku pengguna perpustakaan dalam mencari informasi. Pengguna menginginkan informasi terkini, tidak peduli informasi tersebut berasal dari mana, yang penting ada dan bisa diperoleh dengan cara yang cepat. Sumber literatur online dapat dikategorikan sebagai berikut: a) News sources b) Company website c) Blogs d) Search engines e) Wikis f) Discussion group g) Social bookmaking sites h) Social networks Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa sumber informasi dalam pelayanan perpustakaan sebagai penyedia, penyaji, dan penyimpan sumber informasi terdiri dari sumber informasi tercetak dan sumber informasi elektronik atau digital. Sumber informasi tercetak meliputi buku teks, bukubuku fiksi dan buku-buku referensi. Sumber informasi elektronik atau digital meliputi koleksi media elektronik, pangkalan data dan sumber internet. 2.4.4 Strategi Penelusuran Sumber Informasi Dalam penelusuran informasi diperlukan skill yang baik agar sumber informasi yang ditemukan relevan dan sesuai dengan kebutuhan seorang individu. Pustakawan dituntut cepat dan tepat dalam penelusuran sumber informasi yang ditanyakan oleh pemustaka, maka pustakawan harus mengetahui apa saja strategi dalam penelusuran sumber informasi. Menurut Widyawan (2012, 88-92) penelusuran sumber informasi secara efektif dapat dilakukan dengan beberapa langkah sebagai berikut:
38
1. Memahami topik Seyogianya paham benar pokok bahasan yang akan ditulis. Perlu menyimak lagi soal atau pertanyaan yang dipilih atau dapatkan dari pemustaka. Apakah terminologi yang dikenal atau dipahami benar? Jika ada kata, nama, tempat, dan lain sebagainya yang tidak diketahui, maka carilah di kamus atau ensiklopedia. Atau jika memungkinkan, diskusikan dengan mereka yang ahli dalam bidang itu. 2. Mengidentifikasi kata kunci dan frasa Jika sudah paham betul arti pertanyaan atau spesifikasi tugas atau proyek, salah satu langkah penting adalah mengerjakan kata atau frasa penting denga kata kunci yang benar-benar menggambarkan pertanyaan. Menyediakan terminologi awal untuk mendapatkan informasi untuk memeriksa dengan benar, karena menggunakan kata kunci salah berarti akan mendapatkan informasi salah. Ketika menengarai kata kunci, carilah konsep umum, tetapi bukan lain, katakata tambahan yang digunakan dalam pertanyaan atau topik asli, misalnya “amatilah”, “disebabkan oleh”, atau “bandingkan”, dan lain sebaginya. 3. Mengidentifikasi sinonim dan istilah terkait Menengarai konsep-konsep penting adalah awal jitu, namun tidak menjamin bahwa pangkalan data akan mengindeks dengan menggunakan tengara, walaupun berkaitan dengan topik yang diajukan. Namun setidaknya hal ini untuk memastikan kan mendapatkan topik yang dicari, untuk masing-masing konsep perlu menengarai sebanyak mungkin kata dan frasa lain yang memungkinkan digunakan untuk menggambarkan topik. Dalam hal ini diperkirakan istilah yang lebih luas (broader term) yang akan membantu untuk menemukan informasi yang lebih umum, sementara istilah yang lebih sempit membantu untuk informasi yang lebih spesifik. Sementara sinonim atau istilah terkait untuk memastikan tidak ada melewatkan informasi dengan mengabaikan kata-kata yang sama artinya atau sesuatu yang terkait. Ketika menggunakan pangkalan data, bisa digunakan untuk bantuan seperti melihat thesaurus, kosakata terkendali (controlled vocabulary) atau kata kunci yang digunakan dalam artikel dan sebagainya. Jika ada kata kunci terlalu umum, informasi yang dapatkan mungkin terlalu banyak, informasi yang perlu berminggu-minggu untuk membacanya dan mungkin banyak yang tidak relevan. Untuk mempersempit dan memperoleh hasil yang lebih relevan, mengarahkan penelusuran dengan istilah yang sempit, agar mendapatkan informasi lebih sedikit dan fokus. Menggunakan tabel terstruktur mungkin seperti “peta pikiran”. Kemudian menentukan istilah mana yang akan digunakan. 4. Membuat pernyataan penelusuran Apabila ingin mencari dalam bentuk jamak dari kata dasar atau untuk perbedaan penulisan dalam kata, bisa menggunakan truncation (#) dan
39
wildcard dalam pernyataan penelusuran. Sebelum itu harus memastikan dengan sumber masing-masing sebagai simbol, implementasi dan ketersediannya akan bervariasi. Namun demikian pada umumnya menggunakan * untuk menandai beberapa huruf dan “?” untuk menunjukkan huruf tunggal. Sebagai contoh, penelusuran dengan menggunakan kata comput* akan mengkasilkan semua bentuk dengan comput termasuk comput, computer, computable, computers, computing, dan computation. Penelusuran untuk organization dapat menggunakan kata organization maupun organization. Jika ingin mengelompokkan kata sebaiknya menggunakan tanda kurung (….), misalnya (kingship atau monarchical power) AND Shakespeare. Ini berarti akan mendapatkan artikel yang menggunakan kata kingship AND Shakespeare, juga monarchical power AND Shakespeare. Ada baiknya mencatat setiap kata kunci yang digunakan atau ditemukan. Sehubungan dengan strategi dalam penelusuran sumber informasi menurut Ishak (2015, 68) mengatakan bahwa ada dua tahapan sebagai berikut: 1. Memperkecil jumlah hasil temuan dengan mempersempit penelusuran dengan harapan semakin sedikit temuan yang tidak relevan ikut terambil tanpa membuang terlalu banyak temuan yang relevan. 2. Memperbesar jumlah hasil temuan dengan memperluas istilah penelusuran dengan harapan semakin banyak temuan relevan terambil tanpa mengikutsertakan terlalu banyak temuan yang tidak relevan. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa strategi dalam penelusuran sumber informasi itu terdiri dari bagaimana pustakawan memahami topik pertanyaan dari pemustaka, mengidentifikasi kata kunci dan frasa dari pertanyaan tersebut, mengidentifikasi sinonim dan istilah lain dari kata kunci yang telah ditemukan, membuat pernyataan penelusuran, memperkecil jumlah hasil temuan, dan memperbesar jumlah temuan dengan memperluas istilah penelusuran.
40