PERNIKAHAN DINI DI KECAMATAN LIMO DEPOK Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk memenuhi Salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
SARI EKA LESTARI PUTRI 107044102579
KONSENTRASIPERADILAN AG AMA PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSIYAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432H/2011
PERNIKAHAN DINI DI KECAMATAN LIMO DEPOK Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk memenuhi Salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh SARI EKA LESTARI PUTRI 107044102579
Dibawah Bimbingan
Drs. H. A. Basiq Djalil. SH., MA NIP. 195003061976031001
KONSENTRASIPERADILAN AG AMA PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSIYAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432H/2011
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul PERNIKAHAN DINI DI KECAMATAN LIMO DEPOK telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 17 Juni 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Strata Satu (S1) pada Program Studi Ahwal Syakhshiyyah Konsentrasi Peradilan Agama. Jakarta, 22 Juni 2011 Mengesahkan, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Prof. DR. H. M. Amin Suma, SH, MA, MM NIP 195505051982031012
PANITIA UJIAN 1. Ketua
:
Drs. H.A. Basiq Djalil, SH., MA NIP. 195003061976031001
(........................)
2. Sekretaris
:
Hj. Rosdiana, MA NIP. 196906102003122001
(........................)
3. Pembimbing
:
Drs. H.A. Basiq Djalil, SH., MA NIP. 195003061976031001
(........................)
4. Penguji I
:
Dr. Syahrul A'dam M.Ag NIP. 197305042000312002
(.......................)
5. Penguji II
:
Dr. Djawahir Hejazziey SH.MA NIP. 195510151979031002
(.......................)
KATA PENGANTAR
Segala puji, dan syukur diucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufik, hidayah dan rahmatnya dan shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah pada junjungan Nabi SAW, keluarga dan para sahabatnya serta orang-orang Islam yang selalu mengikuti hingga akhir zaman. Selanjutnya, penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan karena mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu sebagai ungkapan rasa hormat yang dalam, penulis menyampaikan terimakasih kepada bapak: 1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH. MM. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dengan kewenangan yang dimiliki telah memberikan kepercayaan kepada penulis untuk menyusun skripsi ini. 2. Drs. H.A. Basiq Djalil, S.H., MA., selaku ketua Jurusan Prodi SAS sekaligus Dosen Pembimbing skripsi, dan Hj. Rosdiana, MA, selaku sekretaris Jurusan SAS yang telah banyak memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Seluruh dosen-dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tidak lupa juga kepada staf perpustakaan, karyawan penulisan skripsi ini.
i
4. Teristimewa kepada Ayahanda Moh. Sobari dan Ibunda Niar Susanti, serta seluruh keluarga yang sangat saya cintai dan sayangi. Terima kasih banyak atas bantuan kalian terutama dari segi keuangan, dan dukungan kalian yang tidak terlupakan. Terima kasih juga atas doa dan pengorbanan kalian yang tidak terhingga serta senantiasa memberi semangat tanpa jemu sehingga penulis menyelesaikan belajar disini dengan selamat dan sempurna. Semoga Allah SWT menempatkan kalian ditempat orang-orang yang sholeh dan mulia. Tidak ada yang dapat dipersembahkan sebagai balasan, melainkan sebuah kejayaan. 5. Keluarga tercinta yang senantiasa memberi motivasi dan dukungan kepada penulis Nenek Tercinta dan Teh Linda, yang tulus telah mendukung penulis dalam menyelesaikan penulisan ini, Seluruh sepupu ku yang telah menghibur dengan senyuman manis dan canda tawanya. 6. Sahabat-sahabat penulis, Yossi Febrina, Nurul Hikmah, Andini Hafidzotun Nida, Ade Uswatul Jamiliyah, segenap teman-teman penulis yang selalu membantu dan memberikan motivasi. 7. Teman-teman Peradilan Agama angkatan 2007 khususnya kelas A Akhir kata semoga penulisan skripsi ini dapat memberikan masukan yang positif kepada para pembaca. Semoga bantuan yang diberikan kepada penulis akan mendapat imbalan dari Allah SWT. Penulis amat menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak kekurangan, kekhilafan, dan kesalahan. Maka kritik dan saran yang
ii
bersifat konstruktif sangat diharapkan dalam rangka perbaikan, dan kesempurnaan tulisan ini. Kepada Allah SWT penulis memohon dan mendoakan semoga jasa baik yang telah kalian sumbangkan menjadi ladang amal sholeh dan mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Amin
Ciputat, 25 Mei 2011
Sari Eka Lestari Putri
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................
i
DAFTAR ISI....................................................................................................... iv BAB I
PENDAHULUAN ............................................................................ 1 A. Latar Belakang Masalah............................................................... 1 B. Pembatasan Masalah dan Perumusan........................................... 11 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................... 12 D. Metode Penelitian......................................................................... 13
BAB II
PERNIKAHAN DALAM ISLAM.................................................. 17 A. Pengertian dan Dasar Hukum Pernikahan, Rukun&Syarat Pernikahan, Hukum dan Tujuan Mahar, dan Larangan Pernikahan.................................................................................... 17 B. Pengertian Pernikahan Dini.......................................................... 35 C. Hokum menikahkan Gadis di Bawah umur ................................. 35 D. Batas Usia Menurut Fiqh.............................................................. 37 E. Batas Usia Pernikahan dalam Peraturan Perundang-undangan.... 41
BAB III
GAMBARAN LAPANGAN PENELITIAN.................................. 50 A. Letak Geografi.............................................................................. 46 B. Demografi..................................................................................... 47 C. Kondisi Sosial Keagamaan........................................................... 48
BAB IV
LATAR BELAKANG DAN DAMPAK PERNIKAHAN DINI... 50 A. Latar belakang Pernikahan Dini Di Kecamatan Limo ................. 50
iv
B. Dampak Pernikahan Dini di Kecamatan Limo ............................ 53 BAB V
PENUTUP......................................................................................... 56 A. Kesimpulan ................................................................................. 56 B. Saran .......................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 58 LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................ 60 1. Wawancara. 2. Surat dari Kelurahan
v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Allah SWT menciptakan Laki-laki dan Perempuan untuk saling mengenal dan berpasang-pasangan agar mereka cenderung satu sama lain saling menyayangi dan mencintai. Bagi umat Islam terdapat aturan untuk hidup bersama yang seperti dijelaskan dalam Undang-undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 bahwa perkawinan adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa.1 Keinginan terbesar bagi kalangan pemuda-pemudi setelah mereka merasa sudah menginjak dewasa adalah menikah. Dengan adanya perkawinan itu mereka merasa memperoleh kebebasan dan mendapatkan pasangan yang didambakan dan dapat dipercaya. Al-Qur’an
menggunakan
kata
“nikah”
yang
mempunyai
makna
“perkawinan, disamping secara majazi (metaphoric) diartikan dengan ‘hubungan seks”. Selain itu juga menggunakan kata yang bersala dari kata “pasangan” untuk memaknai. Hal ini di karenakan pernikahan menjadikan seseorang memiliki Pasangan.2 Ada beberapa definisi nikah yang dikemukakan para ahli Fiqh, namun
1
Undang-undang No.1 Tahun 1974, Departemen Agama Republik Indonesia, 2004
2
M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudhui atas Peibagai Persoalan umat, (Bandung:Mizan, 1997), cet ke 6, hal 191.
1
2
pada prinsipnya tidak ada perbedaan yang berarti kecuali pada redaksinya saja. Dalam pengertian lain, secara etimologi pengertian nikah adalah:3 1. Menurut ulama Hanafiyah nikah adalah: Nikah adalah akad yang disengaja dengan tujuan mendapatkan kesenangan. 2. Menurut
ulama
Syafi‘iyah,
nikah
adalah: Nikah
adalah
akad
yang
mengandung maksud untuk memiliki kesenangan (wathi’) disertai lafadz nikah, kawin atau yang semakna. 3. Menurut ulama Malikiyah, nikah adalah: Nikah adalah akad yang semata-mata untuk mendapatkan kesenangan dengan sesama manusia. 4. Menurut ulama Hanabilah, nikah adalah: Nikah adalah akad dengan lafadz nikah atau kawin untuk mendapatkan manfaat bersenang-senang. Dari beberapa pengertian di atas, yang tampak adalah kebolehan hukum antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk melakukan pergaulan yang semula dilarang (yakni bersenggama). Dewasa ini, sejalan dengan perkembangan zaman dan tingkat pemikiran manusia, pengertiannikah (perkawinan) telah memasukkan unsur lain yang berhubungan dengan nikah maupun yang timbul akibat dari adanya perkawinan tersebut.4 Perkawinan juga merupakan jalan untuk menyaluran naluri manusia untuk memenuhi nafsu syahwatnya yang telah mendesak agar terjaga kemaluan dan
3
‘Abd ar-Rahman Al-Jaziri, Kitab al-Fiqh ‘ala al-Mazahib al-’Arba‘ah, (Beirut: Dar al Fikr, 2002), Cet. I. h. 3. 4
Abdul Basit Mutawally, Muhadarah fi al-Fiqh al-Muqaran, (Mesir: t.p.,t.t), h. 120.
3
kehormatannya, jadi perkawinan adalah kebutuhan fitrah manusia yang harus dilakukan oleh setiap manusia. Begitu pentingnya perkawinan dalam Islam, Rasulullah pun sangat menekankan perkawinan terhadap umatnya untuk melaksanakan perkawinan. Yang ditekankan disini adalah seseorang berbuka agar mampu melaksanakan puasa, seseorang tidur agar dapat bangun malam untuk melaksanakan shalat malam, dan menikah untuk menjaga pandangan dan kemaluannya. Sehingga orang yang tidak mengikuti sunnah Nabi, bukan termasuk golongan agama Nabi karena keyakinan yang berlebihan (melebihi Nabi) dapat menimbulkan kekafiran.5 Perkawinan menurut Islam adalah aqad antara calon suami dan Istri untuk membolehkan keduanya bergaul sebagai suami istri.6 pendapat lain tentang pengertian pernikahan, adalah proses saling menerima pengaruh, saling campur bercampur, mengikat jasmani dan rohani, dan mengumpulkan dua individu (pria dan wanita) agar menjadi pasangan.7 Islam adalah agama yang menjungjung tinggi kemuliaan. Allah telah memposisikan manusia sebagai makhluknya yang istimewa. Untuk menjaga kemulian itu, Allah dan Rosul-Nya telah mensyariatkan pernikahan sebagai cara 5
Muhammad ibn Isma’il as-San’any, Subul as-Salam syarh-Bulug al-Maram, (Beirut: Dar alFikr, 1991), cet - III: h. 213-214. 6
Mahmud yunus, Hukum Perkawinan dalam Islam (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1983), cet.ke-10, hal 1 7
Lembaga Darut Tauhid, kiprah Muslimah dalam keluarga, (Bandung: Mizan, 1990), hal.81
4
yang mulia dan terhormat untuk menjaga kemuliaan umat manusia. Dengan Pernikahan, garis nasab (keturunan) mereka akan jelas sehingga status kemuliaannya sebagai manusia tetap terpelihara.8 Untuk membentuk sebuah keluarga yang bahagia diperlukan tujuan yang sama antara suami dan istri agar tercapai tujuan pernikahan yang membawa kebahagian yang sesuai dengan ajaran agama. Tujuan yang memerintahkan kepada orang-orang yang beriman untuk membina dan melindungi keluarga serta keturunannya dari api neraka.9 Suatu hal yang nyata bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk yang memiliki banyak ragam adat istiadat dan budaya yang berbedabeda pula, sebab Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa. Negara Indonesia adalah Negara yang banyak memiliki ragam budaya dan masing-masing memiliki karakter sendiri sendiri, sebagai suatu kekayaan budaya yang tak ternilai harganya. Yang salah satunya dapat kita lihat dalam tradisi pernikahan dini di desa limo kecamatan Limo kota Depok yang sampai saat ini menjadi kebiasaan bagi masyarakat tersebut. Nikah di usia muda akan menjadi solusi praktis jarang yang bersangkutan telah terjerumus kedalam pergaulan bebas yang akhirnya masuk ke dunia sex bebas, maka tidak ada jalan lain selain nikah dini, kenapa demikian, karena kalau 8
Munawar Zaman, manajemen Cinta Pranikah menuju Nikah Penuh Berkah”Jangan Takut Married (Bandung : 2007, hal.196) 9
Syaikh Abdul Azis dan Khalid, perkawinan dan Masalahnya, (Jakarta : Pustaka Al-kautsar, 1995), hal 34
5
tidak, akan mencoreng nama baik keluarga mereka masing-masing terkhusus keluarga si wanita, yang kelihatan jelas perubahan yang terjadi pada anaknya. Namun jika kiranya biasa menjauhi pergaulan bebas dan bisa menahan pandangan dan syahwatnya maka nikah dini bukan satu-satunya solusi untuk dilakukan karena nikah bukan memerlukan persiapan yang benar-benar matang, baik materi maupun kedewasaan dan anak yang masih belia jarang sekali yang mempunyai persiapan itu, alangkah baiknya kalau nikah dipersiapkan sedemikian rupa, dan sekiranya belum siap untuk nikah jangan terburu-buru. Pernikahan dini merupakan hal yang positif dan bagus kalau kita sudah siap mental dan kepribadian, bahkan justru bisa menjadi motivasi untuk meraih puncak prestasi yang lebih cemerlang (seperti tertera sederet nama orang sukses yang melakukan pernikahan dini). Untuk membentuk keturunan yang shaleh dan shalehah, bersyukur kepada Allah, dan berkualitas adalah merupakan tanggung jawab kedua Orang tua. Oleh karena itu, dalam undang-undang perkawinan Indonesia dijelaskan bahwa apabila seseorang akan melaksanakan pernikahan harus lebih masak jiwa raganya. Kemasakan jiwa raganya ditentukan oleh umur seseorang, dimana keadaan fisik/jasmani sudah mencapai taraf kematangan.10
10
M. Daud Ali dan Habibah Daud, lembaga-lembaga Islam di Indonesia, (Jakarta : Grafika Persada, 1995), hal 87.
6
Ada 6 Asas yang terdapat dalam Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan, yaitu :11 1. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu suami dan istri perlu saling membantu dan melengkapi agar masingmasing
dapat
mengembangkan
kepribadiannya
membantu
mencapai
kesejahteraan spritual dan material. 2. Dalam undang-undang ini ditegaskan bahwa suatu perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya, dan disamping itu tiap-tiap perkawinan “harus dicatat” menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Undang-undang ini menganut asas monogami, hanya apabila dikehendaki oleh yang bersangkutan, karena hukum dan agama dari yang bersangkutan mengizinkan seorang suami dapat beristri lebih dari satu. 4. Undang-undang perkawinan ini menganut prinsip bahwa calon suami istri harus telah masak jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan secara baik tanpa berfikir kepada perceraian dan mendapat keturuan yang baik dan sehat. 5. Karena tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia, kekal, dan sejahtera maka undang-undang ini mengandung prinsip untuk mempersulit terjadinya perceraian.
11
hal 57.
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2000), cet ke-4,
7
6. Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami, baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat, sehungga dengan demikian segala sesuatu dalam keluarga dapat dirundingkan dan dapat diputuskan bersama oleh suami istri. Perkawinan sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, sedangkan pernikahan dalam Kompilasi Hukum Islam dijelaskan yaitu akad yang sangat kuat. Perkawinan menurut syariat adalah akad yang menghalalkan seorang lelaki dengan seorang wanita untuk membina kehidupan berumah tangga. Tetapi jika tidak ada akad, maka akan menjadi haram.12 Perkawinan antara pria dan wanita yang masih belum baligh, atau antara pria yang sudah dewasa dengan wanita yang masih anak-anak atau sebaliknya masih berlaku pada lingkungan masyarakat adat. Karena itu banyak di beberapa daerah perkawinan anak-anak merupakan perbuatan yang tidak dilarang.13 Pernikahan akan mematangkan seseorang sekaligus memenuhi separuh dari kebutuhan–kebutuhan psikologis manusia, yang pada gilirannya akan menjadikan manusia yang mampu mencapai puncak pertumbuhan kepribadian yang mengesankan.maka kalau di tinjau dari kacamata psikologi, Pernikahan dini lebih dari sekedar alternatif dari sebuah musibah yang sedang mengancam kaum
12
13
Muhammad Zaid al-Abiyani, Al-Ahkam as-Syakhsiyyati. (Beirut: Baghdad), Jilid. I. h. 4.
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat, (Bandung: Citra Adya Bakti, 1997), cet.ke1, hal 91
8
remaja, tapi ia adalah motivator untuk melejitkan potensi diri dalam segala aspek positif. Namun kalau belum siap untuk nikah hendaknya diadakan persiapan yang matang terlebih dahulu dari pada malah menambah masalah setelah menikah. Sebenarnya pernikahan dini dalam persepsi kita itu berawal dari kekhawatiran dan kecemasan yang melanda remaja Indonesia khususnya dan remaja muslim pada umumnya dengan adanya pergaulan bebas yang diakhiri dengan sex bebas dan ini semua dinahkodai oleh peradaban barat yang begitu bebas masuk ke indonesia sehingga para remaja kita terkontaminasi oleh gaya hidup mereka, disamping itu juga pelajaran agama di sekolah sangat kurang padahal setidaknya itu harapan satu-satunya yang bisa dijadikan sebagai filter bagi para remaja. Maka nikah dini merupakan salah satu solusi yang dapat diandalkan untuk mengatasi masalah yang ada seperti yang disabdakan Nabi Muhammad SAW: Wahai para pemuda, barang siapa diantara kalian telah mencapai baah, maka nikahlah, karena sesungguhnya nikah lebih bisa menjaga pada pandangan mata dan lebih menjaga kemaluan. Bila tidak mampu melaksanakannya maka berpuasalah karena puasa baginya adalah kendali (dari gairah seksual) (HR. Imam yang Lima).14 Menikah hukum asalnya adalah sunnah (mandub) sesuai firman Allah SWT : Maka kawinilah wanita-wanita yang kamu senangi, dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berbuat adil, maka (kawinilah) 14
www. sidogiri.com/modules php ? Name?news & File : Article & Sid :113
9
seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. (QS An Nisaa` : 3) Perintah untuk menikah dalam ayat di atas merupakan tuntutan untukmelakukan nikah. Namun tuntutan tersebut tidak bersifat pasti/keharusan (ghairu jazim) karena adanya kebolehan memilih antara kawin dan pemilikan budak (milku al yamin). Maka tuntutan tersebut merupakan tuntutan yang tidak mengandung keharusan (thalab ghair jazim) atau berhukum sunnah, tidak wajib. Namun hukum asal sunnah ini dapat berubah menjadi hukum lain, misalnya wajib atau haram, tergantung keadaan orang yang melaksanakan hukum nikah. Jika seseorang tidak dapat menjaga kesucian (iffah) dan akhlaknya kecuali dengan menikah, maka menikah menjadi wajib baginya. Sebab, menjaga kesucian dan akhlak adalah wajib atas setiap muslim, dan jika ini tak dapat terwujud kecuali dengan menikah, maka menikah menjadi wajib baginya, sesuai kaidah syariat.15 Menurut penyelidikan para ahli sosiologi menyatakan bahwa kawin di bawah umur mendatangkan malapetaka. Anak gadis yang masih di bawah bimbingan orang tua, kini harus mengabdikan diri kepada seorang laki-laki yang tidak dikenalnya. Ia harus bergaul dengan suaminya, sanak keluarganya yang selama ini belum dikenalnya. Akibatnya timbulah kelainan jiwa pada anak gadis itu, membingungkan dan berat. Badan yang masih tumbuh dan membutuhkan perkembangan berikutnya, tidak diberi kesempatan untuk mempersiapkan diri, kini tiba-tiba harus mendapat beban yang berat pada jiwanya. 15
http ://www.gaulislam.com/Tinjauan-Fiqh-Pernikahan-Dini
10
Hamil dan melahirkan mungkin merupakan buah perkawinan itu. Maka calon ibu itu harus yang sudah kuat jasmani dan rohani. Bahkan bukan saja hanya mengandung, akan tetapi harus mengurus dan mendidik anak itu. Kawin di bawah umur mudah dihinggapi bahaya. Anaknya mungkin akan gugur dalam kandungan. Atau meninggal setelah beberapa menit bayi lahir ke dunia. Tidak dapat disangkal pula bahwa ibu muda itulah yang menjadi korban. Gadis yang masih muda dan penuh dengan cita-cita itu, bukan saja segala anggota tubuh yang masih muda, akan tetapi kandungan yang cukup matang, ia harus memelihara manusia baru dalam badannya. Keterlibatan secara emosional dan kepercayaan terhadap pengalaman pribadi sering meyakinkan kita bahwa pengetahuan mengenal sosiologi keluarga adalah sesuatu yang sudah jelas karena mengenal sesuatu yang telah kita ketahui. Tetapi, banyak hal yang jelas mengenal keluarga, ternyata secara faktual tidak berdasar. Ada juga setengah benar dan memerlukan penelitian yang lebih mendalam agar dapat di mengerti lebih baik. Salah satu contoh ialah kepercayaan anak-anak mempersatukan keluarga. Tetapi data terakhir yang dapat dipercaya menyatakan bahwa penyebabnya ialah : orang-orang yang tidak dapat menyesuaikan diri, yang banyak kemungkinan cenerung untuk bercerai, juga sedikit kemungkinan mempunyai anak. Untuk beralih dari unsur-unsur biologis budaya, perlu mencari sesuatu hubungan yang lewat mana keduanya itu dapat dipersatukan.
11
Hal itu mungkin dapat ditemukan pada ketergantungan khas sifat biologis pada hubungan peran yang ditekankan oleh kebudayaaan. Hasil penting proses sosialisassi ialah bahwa orang secara pribadi ingin melaksanakn kewajibankewajiban yang harus dilaksanakan jika masyarakat dan anggota-anggotanya ingin tetap hidup. Mereka dimotivasikan untuk memperoleh berbagai macam kepuasan pribadi dengan menjalankan kewajiban. Atas dasar permasalahan di atas permasalahan di atas, penulis merasa tertarik untuk meneliti terhadap masyarakat yang melakukan pernikahan dini di desa limo, kel limo, kota Depok. Dan bagaimana pengaruhnya pada keharmonisan berumah Tangga.
B. Pembatasan dan Perumusan 1. Pembatasan masalah Jika di lihat dari latar belakang masalah, ternyata permasalahan yang ada begitu luas. Agar dalam penelitian tidak terlalu melebar dan dapat terarah serta tersusun secara sistematis, maka penulis membatasi permasalahan Pernikahan Dini Di Kecamatan Limo, Kelurahan Limo, Kota Depok”. 2. Perumusan Masalah Rumusan Masalah Skripsi Ini adalah Sebagai Berikut "Pada dasarnya Undang-undang Positif Indonesia Sudah menetapkan Batas Usia untuk melangsungkan Pernikahan. Namun pada kenyataannya di kecamatan Limo banyak pemuda dan pemudi yang melangsungkan pernikahan di bawah Umur,
12
dan melanggar Undang-undang yang berlaku di Indonesia." Hasil perumusan masalah diatas yang penulis telusuri adalah skripsi pernikahan dini di kecamatan Limo. Rumusan tersebut penulis rinci dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut : a. Bagaimana Latar Belakang yang mempengaruhi pernikahan dini di Desa Limo, Kelurahan Limo, Kecamatan Limo, kota Depok b. Bagaimana dampak Pernikahan Dini di Desa Limo, Kelurahan Limo, Kecamatan Limo, Kota Depok
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkap realitas hukum yang ada di Desa Limo, Kecamatan limo, Kota Depok, khususnya dalam masalah Pernikahan Dini. Penelitian ini diharapkan dapat menemukan jawaban untuk hal-hal berikut : 1. Untuk mengetahui Latar Belakang yang mempengaruhi Tradisi Pernikahan Dini di Desa desa limo, kelurahan limo, kecamatan limo, kota Depok 2. Untuk mengetahui Dampak Pernikahan Dini di Desa Limo, Kelurahan Limo, Kecamatan Limo, Kota Depok 3. Untuk mendapatkan Gelar Sarjana Syari'ah (S.Sy)
13
D. Metode Penelitian Dalam Penelitian Skripsi ini Penulis melakukan dua Jenis Penelitian, yaitu Penelitian Lapangan (Field Research) Dan penelitian Pustaka (Library Research). 1. Jenis Penelitian Dalam Penelitian yang diterapkan adalah penelitian Kualitatif, yaitu memusatkan
perhatian
pada
prinsip-prinsip
umum
yang
mendasari
perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan manusia, dan mengkaji data-data & literatur yang berkaitan dengan judul. Strategi pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah Strategi Deskriptif analisis, yakni bertujuan untuk menggambarkan keadaan sementara dengan memaparkan hasil-hasil penelitian yang bersumber Wawancara dan dari data atau dokumen tertulis. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui Sikap, Perilaku, dan Persepsi Dari Pelaku Pernikahan Dini. 2. Sumber Penelitian Sumber data yang digunakan adalah sumber data yang bersifat primer & Sekunder, sumber data primer adalah wawancara dengan subjek penelitian. Sumber data primer adalah wawancara dengan subjek penelitian. Sedangkan sumber data sekunder antara lain : bahan-bahan yang mengikat. Dalam hal ini adalah Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam, BW, Serta Literatur-literatur yang terkait dengan materi.
14
3. Teknik Pengumpulan Data Dalam Penelitian ini, teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data berupa wawancara dengan menggunakan Instrumen pengumpul data, yaitu wawanvara. Wawancara disini dimaksudkan untuk memperoleh data primer dari pelaku Pernikahan Dini. 4. Analisa Data Teknis analisa adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca & Di interpretasikan atau mudah dipahami dan di Informasikan kepada Orang lain. 5. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian pada Skripsi Ini adalah Desa Limo, Kecamatan limo. Kota Depok. 6. Review Studi Terdahulu a. Judul Skripsi
: “Pernikahan Usia Dini Terhadap pembentukan
keluarga Sakinah” (Studi kasus kecamatan Rajeg, Kab Tenggerang) Oleh
: Ahmad Hidayat, SJAS 2008
Skripsi ini membahas tentang apakah pembentukan keluarga sakinah berpengaruh dengan adanya pernikahan di bawah umur.melalui study kasus di daerah kecamatan Rajeg, kab Tanggerang. b. Judul skripsi
:“Persepsi Tokoh Masyarakat Kecamatan Cibeureum
Kota Sukabumi Terhadap pernikahan Usia Dini”
15
Oleh
: Moh. Isnaeni, SJAS 2010
Skripsi ini membahas tentang persepsi tokoh masyarakat yang di kecamatan Cibereum kota suka bumi terhadap pernikahan di bawah umur. c. Judul skripsi
:Perspektif Hukum Islam tentang Pernikahan Dini
sebagai Alternatif menghindari seks bebas (Studi Pada Kecamatan Putri Hijau, Kabupaten Bengkulu Utara Propinsi Bengkulu) Oleh
: Yunihar
Skripsi ini membahas tentang Perspetif hukum Islam tentang pernikahan dini sebagai Alternatif menghindari seks bebas. Yang Penulis melakukan langsung study di kecamatan Putri Hijau, Kabupaten Bengkulu Utara Provinsi Bengkulu. Dari ketiga skripsi di atas pada dasarnya adalah membahas tentang pernikahan yang di lakukan pada usia dini, tetapi terbedaan nya adalah kita melakukan spenelitian di tempat yang berbeda.Sedangkan Isi dari skripsi saya membahas tentang latar belakang dan dampak yang terjadi dari pernikahan Usia Dibawah Umur di kecamatan limo kota Depok. 7. Sistematika Penulisan Skripsi ini disusun berdasarkan buku “Pedoman Penulisan Skripsi” Fakultas Syariah & Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Adapun sistematika Penulisan Skripsi ini terdiri dari Lima Bab, antara lain sebagai berikut :
16
Pertama Merupakan pendahuluan yang berisikan latarbelakang masalah, serta tujuan dan kegunaan penelitian, metode penelitian serta sistematika penulisan atau isi dari ringkasan bab dalam penulisan skripsi ini. Kedua Membahas tentang masalah pengertian perkawinan dalam hukum Islam, yaitu mulai dari pengertian, dasar hukum perkawinan, rukun dan syarat perkawinan, mahar, dan larangan-larangan perkawinan, Pernikahan Dini Menurut Fiqh dan Undang-undang. Ketiga Membahas tentang Gambaran Lapangan Tempat Penelitian. Keempat Latar belakang dan Dampak pernikahan Dini di kecamatan Limo, kecamatan Limo Kota Depok, Kelima Merupakan Penutup yang berisi Tentang kesimpulan dan Saran. Kesimpulan tersebut di peroleh setelah menganalisis data yang di peroleh dan merupakan jawaban pada rumusan masalah, sdangkan saran adalah harapan penulis terhadap jalan keluar pada pokok permasalahan ini.
BAB II PERNIKAHAN DALAM ISLAM
A. Pengertian dan Dasar Hukum Pernikahan, Rukun & Syarat Pernikahan, Hukum dan Tujuan Mahar, Larangan-larangan Pernikahan Nikah berasal dari kata nakaha, yankihu, nikahan yang berarti Mengumpulkan. Menurut bahasa, nikah berarti suatu ikatan (akad) perkawinan dengan ketentuan hukum dan ajaran agama.1 Nikah juga berarti penggabungan dan percampuran. dan bisa juga berarti kebersamaan, berkumpul, dan menjalin ikatan antara suami istri.2 Sedangkan menurut istilah syariat, nikah berarti akad antara pihak laki-laki dan wali perempuan yang karenanya hubunganya menjadi halal.3 Definisi nikah menurut syara’ yang dikemukakan oleh Mohammad Asmawi adalah, melakukan aqad (perjanjian) antara calon suami dan istri agar dihalalkan melakukan “Pergaulan” sebagaimana suami istri mengikuti Norma, nilai-nilai sosial dan etika agama. Aqad dalam sebuah pernikahan merupakan pengucapan ijab dari pihak wali perempuan atau wakilnya dan pengucapan qabul dari pihak calon suami bisa diwakilkan.
1
Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2000), hal. 179
2
Syaikh Abdul Aziz bin Abdurrahman Al-Musna Khalid bin Ali Al-Anbari.Penerjemah: Musifin As’ad dan H.Salim Basyarahil, Perkawinan dan Masalahnya. (Jakarta : Pustaka Al-kautsar), hal.17 3
Syaikh Hasan Ayyub, Penerjemah: M. Abdul Ghoffar, Fikih Keluarga, ( Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2005), cet ke 5, hal.3
17
18
Dalam kehidupan ini, semua makhluk hidup baik manusia, binatang atapun tumbuh tumbuhan tidak bisa lepas dari pernikahan atau perkawinan. Ini merupakan sunnatullah (hukum alam) untuk kelangsungan hidup umat manusia, berkembang biaknya binatang-binatang dan untuk melestarikan lingkungan alam semesta.4 Hal ini terdapat dalam Firman Allah SWT:
( : ) tβρã©.x‹s? ÷/ä3ª=yès9 È÷y`÷ρy— $oΨø)n=yz >óx« Èe≅à2 ÏΒuρ
Artinya: “Dan segala sesuatu Kami jadikan berjodoh-jodohan agar kamu sekalian mau berfikir.” (QS.Adzaariyaat (51) : 49 Juga terdapat dalam firman-Nya yang lain:
Ÿω $£ϑÏΒuρ óΟÎγÅ¡àΡr& ôÏΒuρ ÞÚö‘F{$# àMÎ7/Ψè? $£ϑÏΒ $yγ¯=à2 yl≡uρø—F{$# t,n=y{ “Ï%©!$# ≈ysö6ß™
( : ) t βθßϑn=ôètƒ
Artinya: “Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan segala, sesuatu berjodohjodohan, baik tumbuhan maupun diri mereka sendiri dan lain-lain yang tidak mereka ketahui.” (QS.Yaasiin (36): 36) Pernikahan bagi umat manusia adalah sesuatu yang sangat sakral dan mempunyai tujuan yang sakral pula, dan tidak terlepas dari ketentuan-ketentuan yang di tetapkan syariat agama. Orang yang melangsungkan sebuah pernikahan bukan semata-mata untuk memuaskan nafsu birahi yang bertengger dala tubuh dan jiwanya, melainkan untuk meraih ketenangan, ketentraman dan sikap saling mengayomi di antara suami istri dengan dilandasi cinta dan kasih sayang yang mendalam. 4
Mohammad Asmawi, Nikah, dalam perbincangan dan perbedaan, (Yogyakarta : Darrusalam, 2004), hal.18
19
Disamping itu, untuk menjalin tali persaudaraan diantara dua keluarga dari pihak suami dan pihak istri yang berlandaskan pada etika dan estetika yang bernuansa ukhuwah basyariyah dan islamiyah.5 Jadi tujuan yang hakiki dalam sebuah pernikahan adalah mewujudkan mahligai rumah tangga yang sakinah yang selalu dihiasi mawaddah dan rahmah. Tujuan pernikahan termaktub secara jelas dalam firman Allah SWT:
Ÿ≅yèy_uρ $yγøŠs9Î) (#þθãΖä3ó¡tFÏj9 %[`≡uρø—r& öΝä3Å¡àΡr& ôÏiΒ /ä3s9 t,n=y{ ÷βr& ÿϵÏG≈tƒ#u ôÏΒuρ ( : ) tβρã©3xtGtƒ 5Θöθs)Ïj9 ;M≈tƒUψ y7Ï9≡sŒ ’Îû ¨βÎ) 4 ºπyϑômu‘uρ Zο¨Šuθ¨Β Νà6uΖ÷$t/
Artinya: “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri dari jenismu sendiri, supaya kamu bisa hidup tenang bersamanyadan Dia jadikan rasa cinta dan kasih sayang sesame kamu. Sesungguhnya yang demikian itu menjadi tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar-ruum (30) : 21) Dasar Hukum Pernikahan Dalam perspektif Fikih, nikah disyariatkan dalam Islam berdasarkan alQur’an, as-Sunnah dan Ijma’. Ayat yang menunjukan nikah disyariatkan adalah firman Allah dalam QS.an-Nisa(3) :
4o_÷WtΒ Ï!$|¡ÏiΨ9$# zÏiΒ Νä3s9 z>$sÛ $tΒ (#θßsÅ3Ρ$$sù 4‘uΚ≈tGu‹ø9$# ’Îû (#θäÜÅ¡ø)è? ωr& ÷ΛäøÅz ÷βÎ)uρ ( : ) (…÷ yì≈t/â‘uρ y]≈n=èOuρ
Artinya: “…maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi, dua, tiga, empat.” 5
Mohammad Asmawi, Nikah, dalam perbincangan dan perbedaan, hal.19
20
Selanjutnya disebutkan dalam surah an-Nur (24) : 32
(#θçΡθä3tƒ βÎ) 4 öΝà6Í←!$tΒÎ)uρ ö/ä.ÏŠ$t6Ïã ôÏΒ tÅsÎ=≈¢Á9$#uρ óΟä3ΖÏΒ 4‘yϑ≈tƒF{$# (#θßsÅ3Ρr&uρ
( : ) ÒΟŠÎ=tæ ììÅ™≡uρ ª!$#uρ 3 Ï&Î#ôÒsù ÏΒ ª!$# ãΝÎγÏΨøóムu!#ts)èù
Artinya:“ Dan kawinlah orang-orang yang sendirian diantara kamu dan orangorang yang layak berkawin dari hamba sahayamu yang laki dan hamba sahayamu yang perempuan. (QS. An-Nur (24) : 32) Adapun dari hadits Nabi SAW yang menerangkan masalah ini adalah hadits riwayat Abdullah bin Mas’ud ra:
!"#$ %!&'( )$*+ ( , $-. -/( $0 (4%5( 63$7 23)
Artinya: “Wahai para pemuda, barang siapa yang mampu untuk menikah maka menikahlah, karena sesungguhnya menikah itu dapat menundukan pandangan dan menjaga kemaluan (dari perbuatan Zina) dan barang siapa yang tidak mampu maka hendaknya ia berpuasa, karena puasa itu adalah sebuah penawar.” (HR. al-Bukhari dan Muslim) Dari segi ijma’, para ulama sepakat mengatakan nikah itu disyariatkan. Hukum asal suatu pernikahan adalah mubah, namun bisa berubah menjadi Sunnah, wajib, makruh dan haram. Perinciannya sebagaimana dibawah ini. 1. Wajib hukumnya menurut jumhur ulama bagi orang yang mampu untuk menikah dan kuatir akan melakukan perbuatan zina. Alasannya, dia wajib menjaga dirinya agar terhindar dari perbuatan haram.
6
Imam Muhyiddin Annawawi, Shahih Muslim, (Beirut: Darul Ma'rifah, 2007), h. 176.
21
2. Haram hukumnya bagi orang yang yakin akan menzalimi dan membawa mudarat kepada istrinya karena ketidakmampuan dalam member nafkah lahir dan batin. 3. Sunnah hukumnya menurut jumhur ulama bagi yang apabila tidak menikah, sanggup menjaga diri untuk tidak melakukan perbuatan haram dan, apabila ia menikah ia yakin tidak akan mendzalimi dan membawa mudarat kepada isterinya. 4. Makruh hukumnya bagi orang yang kuatir kan berbuat nista dan membawa mudarat kepada isterinya dan tidak merasa yakin dapat menghindari hal itu jika ia menikah, misalnya merasa tidak yakin dapat menghindari hal itu jika ia menikah, memberi perlakuan tidak baik kepada isteri serta merasa tidak terlalu berminat terhadap perempuan.7
Rukun & Syarat Perkawinan Di dalam melaksanakan proses pernikahan terdapat syarat rukun yang harus di penuhi. Keduannya terdapat perbedaan. Rukun nikah adalah merupakan bagian dari hakikat akan kelangsungan perkawinan seperti laki-laki, perempuan, wali, saksi dan sebagainya. Tanpa ada hakikat dari pernikahan semisal laki-laki atau perempuantidak bisa dilaksanakan. Sedangkan syarat nikah adalah sesuatu yang pasti atau harus ada ketika pernikahan berlangsung, tetapi tidak termasuk
7
Asrorun Ni’am Sholeh, Fatwa-fatwa Masalah Pernilahan dan keluarga, (Jakarta : Graha Paramuda, 2008), hal.8
22
pada salah satu bagian dari hakikat pernikahan, misalnya syarat saksi harus lakilaki, dewasa (baligh), berakal, dan sebagainya.8 1. Calon Pengantin Laki-laki dan Perempuan Salah satu unsur penting dalam keabsahan nikah adalah pasangan calon suami istri. Namun untuk mengetahui layak atau tidak mereka melangsungkan pernikahan, dapat diketahui melalui kriteria berikut ini: a. Calon suami diharuskan memiliki kriteria berikut ini: 1) Keahlian bertindak. Artinya calon suami tersebut harus mampu melakukan sendiri akad itu, baik terhadap dirinya maupun terhadap lain. Dan disyaratkan sudah mumayyiz. 2) Dapat mendengar perkataan. Maksudnya setiap dari keduanya dapat mendengar perkataan satu sama lain atau yang serupa dengan itu, seperti menulis perihal akad jika si wanita tidak ditempat.9 b. Adapun calon istri disyaratkan memenuhi criteria sebagai berikut: 1) Benar-benar seorang wanita artinya di ketahui dengan jelas jenis kelaminnya. 2) Statusnya diketahui dengan pasti bahwa ia bukan wanita yang haram dinikahi. 10
8
Asmawi, Nikah, dalam perbincangan dan perbedaan, hal.50
9
Sholeh, Fatwa-fatwa Masalah Pernilahan dan keluarga, hal 28
10
Sholeh, Fatwa-fatwa Masalah Pernilahan dan keluarga, hal.29
23
2. Wali Wali memegang peranan penting terhadap kelangsungan suatu pernikahan. Menurut Maliki dan Syafi’i, bahwa keberadaan wali adalah termasuk salah satu rukun nikah. Sedangkan pendapat Hanafi dan Hanbali bahwa wali merupakan salah satu syarat-syarat nikah. Suatu pernikahan tanpa di hadiri oleh wali dari pihak perempuan adalah tidak sah atau batal. Adapun perbedaan dua pendapat di atas hanya tentang nama saja, beda dalam menyebutkan termasuk syarat atau rukun. Sedangkan akibatnya adalah sama, bahwa suatu pernikahan tanpa kehadiran wali dari pihak perempuan adalah batal atau tidak sah.11 Tidak sembarang orang bisa menjadi wali karena bertanggung jawab terhadap sahnya akad nikah yang dilangsungkan. Para ulama mazhab yang empat: Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hanbali sepakat bahwa syarat-syarat yang menjadi wali adalah Islam, baligh, berakal sehat. Syarat lainnya, menurut Maliki, Syafi’i, dan Hanbali, orang yang berhak menjadi Wali adalah harus laki-laki. Disamping itu seorang yang menjadi wali harus tertanam dalam jiwanya sikap adil, bukan orang yang termasuk katagori fasik. 3. Saksi Sahnya suatu pernikahan (akad nikah) harus dihadiri oleh dua orang saksi laki-laki. Ini pendapat mayoritas ulama, namun masih ada perbedaan
11
Asmawi, Nikah , dalam perbincangan dan perbedaan, hal.60
24
tentang keberadaan saksi-saksi yang berkaitan dengan identitasnya.12 Keberadaan dua orang saksi dalam pernikahan berlandaskan kepada hadits Nabi Muhammad SAW : “ Pernikahan tidak sah kecuali ada wali dan dua orang saksi yang adil.” (HR. Ahmad) Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang dua orang saksi yang harus menghadiri upacara pernikahan sehingga akad nikah yang di ucapkan itu benar-benar sah. Kesepakatan para ulama ini terutama kalangan ulama salaf, berdasarkan kepada keshahihan hadist di atas. Identitas dua orang saksi, menurut Maliki dan Syafi’i, adalah harus berkelamin laki-laki, muslim, adil, baligh, berakal, melihat, mendengar, dan mengerti tujuan akad nikah. Sedangkan pendapat Hanafi dan Hanbali bahwa dalam akad nikah di hadiri satu orang saksi laki-laki dan dua orang perempuan. Dua saksi dari jenis perempuan adalah sama kualitas kesaksiannya dengan seorang laki-laki.13 4. Shigat Salah satu rukun nikah adalah Shigat (adanya akad Nikah). Pengucapan akad Nikah (ijab), menurut syafi’i, harus terlebih dahulu oleh wali pihak perempuan atau wakilnya, kemudian dijawab (kabul) oleh pihak laki-laki (calon suami) atau wakilnya. Syarat ijab-kabul, menurut Syafi’i dan Hanbali,
12
13
Asmawi, Nikah , dalam perbincangan dan perbedaan, hal.61 Asmawi, Nikah , dalam perbincangan dan perbedaan, hal.62
25
harus menggunakan lafal yang bersumber dari al-Qur’an dan Hadits, yaitu lafal inkah dan tazwij atau menggunakan terjemahannya nikah dan kawin. 14 Sedangkan pendapat Hanafi, bahwa lafal ijab-kabul tidak harus menggunakan lafal yang termaktub dalam al-Qur’an dan Hadits. Bahkan dia membolehkan lafal hibah, sedekah, tamlik (member kepemilikan), dan sebagainya. Pendapat ini juga berpedoman pada salah satu riwayat yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah menggunakan lafal (Aku Milikkan dia kepadamu). Hanafi memberikan argumentasi bahwa lafal inkah (nikah) atau tazwij (kawin) adalah kata kiasan.15 Salah satu ke-sah-an Ijab Kabul dalam suatu pernikahan, menurut Syafi’i, Maliki dan Hanbali, harus berlangsung dalam satu majlis dan rentang waktu antara ijab dan Kabul harus tidak berselang lama, serta lafal yang diucapkan itu harus didengar oleh dua belah pihak, demikian juga harus didengar oleh minimal dua orang saksi. Sedangkan pendapat Hanafi, rentang waktu ucapan antara ijab dan Kabul boleh lama asalkan masih berada dalam satu majlis.16
Hukum dan Tujuan Mahar Mahar (maskawin) adalah bentuk pembayaran yang wajib diberikan oleh suami kepada istrinya ketika akad nikah dilangsungkan sebagai bukti adanya 14 15
16
Asmawi, Nikah, dalam Perbincangan dan Perbedaan, hal.52 Asmawi, Nikah, Perbincangan dan Perbedaan, hal.53 Asmawi, Nikah, dalam Perbincangan dan Perbedaan, hal.54
26
ikatan seorang perempuan terhadap seorang laki-laki yang berfungsi sebagai suaminya. Bentuk pembayaran yang dinamakan maskawin itu bisa berupa uang atau barang (harta benda). 17 Kewajiban maskawin ini kepada pihak suami berlandaskan pada firman Allah SWT dalam Al-Qur’an. (QS. An-nisa (4) : 4)
çνθè=ä3sù $T¡øtΡ çµ÷ΖÏiΒ &óx« tã öΝä3s9 t÷ÏÛ βÎ*sù 4 \'s#øtÏΥ £ÍκÉJ≈s%߉|¹ u!$|¡ÏiΨ9$# (#θè?#uuρ
( : ) $\↔ÿ‹ÏΖyδ$\↔ÿƒÍ4£∆
Artinya: “Berikanlah maskawin kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang wajib.” (QS. An-nisa(4) : 4) Imam Syafi’i mengatakan bahwa mahar adalah sesuatu yang wajib di berikan oleh seorang laki-laki kepada perempuan untuk dapat menguasai seluruh anggota badannya. Hal ini menunjukan bahwa Islam sangat menghargai dan memperhatikan fungsi dan kedudukan perempuan, dengan memberikan hak dalam menentukan sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan pribadinya. Maskawin itu merupakan hak mutlak perempuan yang akan dinikahi. Demikian juga dalam, menentukan besar atau kecilnya jumlah yang diinginkan. Dalam kitab shahih Bukhari diriwayatkan, dari Sahal bin Sa’ad, bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa sallam pernah berkata kepada seseorang.18
17
Asmawi, Nikah, dalam Perbincangan dan Perbedaan, hal.160
18
Asmawi, Nikah, dalam Perbincangan dan Perbedaan, hal.162
27
Karena mahar merupakan syarat sahnya pernikahan, bahkan Imam Malik mengatakannya sebagai rukun nikah, maka hukum memberikan mahar adalah wajib. Syarat-syarat Mahar Mahar yang diberikan kepada calon Istri harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1. Harta/Bendanya berharga. 2. Barangnya suci dan bisa diambil manfaat. 3. Barangnya bukan Ghasab. 4. Bukan baran yang tidak jelas keadaannya. 19
Dasar Hukum mahar Para ahli fiqih ada yang berpendapat bahwa mahar merupakan rukun akad nikah dan yang berpendapat bahwa mahar merupakan syarat sahnya pernikahan, karena itu tidak boleh ada persetujuan untuk meniadakannya.20 Sesuai dengan firman Allah : (QS. An-nisa :4 ) dan Firman Allah (QS. An-nisa ayat 25). Artinya: “…Karena itu kawinilah mereka dengan seizin keluarga dan berilah maskawinnya menurut yang patut…” (QS: An-nisa'(4) : 25)
19
Abdul Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat, (Jakarta : Kencana Media Group, 2008) cet ke
3, hal .87 20
Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum Islam tentang perkawinan, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1987) cet ke2, hal 82
28
Larangan-larangan Pernikahan Secara garis besar, larangan kawin antara seorang pria dan seorang wanita menurut Syara’ di bagi menjadi dua, yaitu halangan abadi dan halangan sementara. Di antara halangan-halangan abadi ada yang telah disepakati dan ada pula yang masih diperselisihkan.21 Yang telah disepakati ada tiga, yaitu: 1. Nasab (keturunan) 2. Pembesanan (karena pertalian kerabat semenda). 3. Sesusuan Sedangkan yang di perselisihkan ada dua, yaitu: 1. Zina 2. Li’an Halangan-halangan sementara ada Sembilan, yaitu: 1. Halangan bilangan. 2. Halangan mengumpulkan. 3. Halangan kehambaan. 4. Halangan kafir. 5. Halangan ihram. 6. Halangan sakit 7. Halangan ‘iddah (meski masih di perselisihkan segi kesemantaraannya). 8. Halangan perceraian tiga kali bagi suamiyang menceraikan.
21
Ghazali, Fiqh Munakahat, hal.103
29
9. Halangan peristrian.22
Larangan kawin karena pertalian Nasab Larangan kawin tersebut didasarkan pada firman Allah dalam surat AnNisa’ ayat 23 :
ßN$oΨt/uρ öΝä3çG≈n=≈yzuρ öΝä3çG≈£ϑtãuρ öΝà6è?≡uθyzr&uρ öΝä3è?$oΨt/uρ öΝä3çG≈yγ¨Βé& öΝà6ø‹n=tã ôMtΒÌhãm
( : )... Νà6è?≡uθyzr&uρ öΝä3oΨ÷è|Êö‘r& ûÉL≈©9$# ãΝà6çF≈yγ¨Βé&uρ ÏM÷zW{$# ßN$oΨt/uρ ˈF{$#
Artinya: “ Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan, saudara-saudara ibu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki dan anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan…”( QS. An-Nisa’(4): 23 ) Berdasarkan ayat diatas, wanita-wanita yang haram dinikahi untuk selamalamanya (halangan abadi) kerena pertalian nasab adalah : 1. Ibu. 2. Anak perempuan 3. Saudara perempuan, baik seayah seibu, seayah saja, atay seibu saja. 4. Bibi: yaitu saudara perempuan ayah atau ibu, baik saudara sekandung ayah atau seibu dan seterusnya keatas.
22
Ghazali, Fiqh Munakahat, hal.105
30
Terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam pasala 39 Ayat 1 yaitu: Karena Pertalian Nasab: 1. Dengan seorang wanita melahirkan atau menurunkannya atau keturunannya. 2. Dengan seorang wanita keturunan ayah 3. Dengan seorang wanita saudara yang melahirkannya. Larangan Kawin karena Hubungan Sesusuan. Larangan kawin karena hubungan sesusuan berdasarkan pada lanjutan surat An- Nisa’ ayat 23 di atas: Artinya
:“(Diharamkan
atas
kamu
mengawini)
ibu-ibumu
yang
menyusukan kamu, dan saudara-saudara perempuan sepersusuan…” (QS. AnNisa(4): 23) Terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 39 ayat 3 yaitu : Karena Pertalian Sesusuan 1. Dengan wanita yang menyusuinya dan seterusnya menurut garis
lurus ke
atas. 2. Dengan seorang wanita sesusuan dan seterusnya menurut garis lurus kebawah. 3. Dengan seorang wanita saudara sesusuan, kemenakan sesusuan kebawah. 4. Dengan seorang wanita bibi sesusuan dan nenek bibi sesusuan ke atas. 5. Dengan anak yang disusui oleh istrinya dan keturunannya.
Wanita yang Haram Dinikahi karena Hubungan Mushaharah (Pertalian kerabat semenda)
31
Keharaman ini disebutkan dalam lanjutan ayat 23 Surat An-Nisa :
ÉL≈©9$# ãΝä3Í←!$|¡ÎpΣ ÏiΒ Νà2Í‘θàfãm ’Îû ÉL≈©9$# ãΝà6ç6Íׯ≈t/u‘uρ öΝä3Í←!$|¡ÎΣ ßN$oΨt/ àM≈yγ¨Βé&uρ
ã≅Íׯ≈n=ymuρ öΝà6ø‹n=tæ yy$oΨã_ Ÿξsù ∅ÎγÎ/ ΟçFù=yzyŠ (#θçΡθä3s? öΝ©9 βÎ*sù £ÎγÎ/ ΟçFù=yzyŠ ( : ) öΝà6Î7≈n=ô¹r& ôÏΒ tÉ‹©9$# ãΝà6Í←!$oΨö/r&
Artinya: “Dan (diharamkan) ibu-ibu istrimu, anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istrimu yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan) maka tidak berdosa kamu mengawininya, dan istri-istri anak kandungmu…."( QS. An-Nisa'(4) :23) Jika di perinci adalah sebagai berikut: Mertua perempuan, nenek perempuan istri dan seterusnya keatas, baik garis ibu atau ayah. 1. Anak Tiri, dengan syarat kalau telah terjadi hubungan kelamin antara suami dengan ibu anak tersebut. 2. Menantu, yakni istri anak, istri cucu, dan seterusnya kebawah. 3. Ibu tiri, yakni bekas istri ayah, untuk ini tidak di syaratkan harus adanya hubungan seksual antara ibu dan ayah.23 Yang menjadi persoalan dalam hubungan mushaharah ini adalah, apakah keharaman itu disebabkan karena semata-mata akad (perkawinan) yang sah, atau dapat juga karena perzinaan. Imam syafi’i berpendapat bahwa larangan perkawinan karena mushaharah hanya disebabkan karena semata-mata akad saja, 23
Ghazali, Fiqh Munakahat, hal.108
32
tidak bisa karena perzinaan yang dicela itu disamakan dengan hubungan mushaharah. Sebaliknya Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa larangan perkawinan karena mushaharah, disamping disebabkan akad yang sah, bisa juga disebabkan karena perzinaan. Perselisihan pendapat ini karena berbeda dalam menafsirkan firman Allah surat An-Nisa ayat 22 yang berbunyi:
( ٢٢ : ) ... Νà2äτ!$t/#u yxs3tΡ $tΒ (#θßsÅ3Ζs? Ÿωuρ
Artinya: “Janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oeh ayahayahmu..”( QS. An-Nisa'(4) : 22) Terdapat dalam kompilasi hukum Islam pasal 39 ayat 2, Karena Pertalian kerabat semenda: a.
Dengan seorang wanita yang melahirkan istrinya atau bekas istrinya.
b.
Dengan seorang wanita bekas istri orang yang menurunkannya.
c.
Dengan seorang wanita keturunan istri atau bekas istrinya kecuali putusnya hubungan perkawinan itu qabla al-dukhul.
d.
Dengan seorang wanita bekas istri keturunannya.
Wanita yang Dinikahi karena Sumpah Li’an Seorang suami yang menuduh istrinya berbuat Zina tanpa mendatangkan empat orang saksi. Maka Suami diharuskan bersumpah 4 kali dan yang kelima kali dilanjutkan dengan menyatakan bersedia menerima laknat Allah apabila tindakannya itu dusta. Istri yang mendapat tuduhan itu bebas dari hukuman zina kalau mau bersumpah seperti sumpah suami di atas 4 kali dan yang kelima kalinya
33
diteruskan bersedia mendapat laknat bila tuduhan suami itu benar. Sumpah demikian disebut sumpah li’an. Apabila terjadi li’an antara suami istri maka putuslah hubungan perkawinan keduanya untuk selama-lamanya24. Keharaman ini didasarkan pada firman Allah dalam Surat an-Nur ayat 6-9:
ßìt/ö‘r& óΟÏδωtnr& äοy‰≈yγt±sù öΝßγÝ¡àΡr& HωÎ) â!#y‰pκà− öΝçλ°; ä3tƒ óΟs9uρ öΝßγy_≡uρø—r& tβθãΒötƒ tÏ%©!$#uρ
tβ%x. βÎ) ϵø‹n=tã «!$# |MuΖ÷ès9 ¨βr& .èπ|¡Ïϑ≈sƒø:$#uρ ·Ï%ω≈¢Á9$# zÏϑs9 …絯ΡÎ) «!$$Î/ ¤N≡y‰≈uηx©
( : ) tÎ/É‹≈s3ø9$# zÏΒ
Artinya: “ Dan orang-orang yang menuduh istrinya, (berzina) padahal mereka tidak mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar. Dan (sumpah) yang kelima bahwa laknat Allah atasnya jika ia termasuk orang-orang yang dusta. Istrinya dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah sesungguhnya suaminya itu benar-benar termasuk orang-orang yang dusta. Dan sumpah yang kelima laknat Allah atasnya jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar.” (QS An-Nur: 6-9) Terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 43: 1. Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang Pria: a. Dengan seorang wanita bekas Istri yang di Thalaq 3 b. Dengan seorang wanita bekas istrinya yang di Li’an 2. Larangan tersebut pada ayat 1 huruf a gugur, kalau bekas istri tadi telah kawin dengan pria lain, kemudian perkawinan tersebut putus ba’da dukhul dan habis masa ‘iddahnya. 24
Ghazali, Fiqh Munakahat, hal.109
34
Wanita Yang Haram Dinikahi Sementara Wanita-wanita yang haram dinikahi tidak untuk selamanya (bersifat sementara) adalah sebagai berikut:25 1. Dua Perempuan bersaudara haram dikawini oleh seorang laki-laki dalam waktu yang bersamaan, maksudnya mereka haram dimadu dalam waktu bersamaan. Keharaman megumpulkan dua wanita dalam satu perkawinan, ini juga diberlakukan terhadap dua orang yang mempunyai hubungan keluarga bibi dan kemenakan. 2. Wanita yang terikat perkawinan dengan Laki-laki lain, haram dinikah oleh seorang laki-laki. 3. Wanita yang sedang dalam ‘iddah, baik ‘iddah cerai maupun ‘iddah ditinggal mati berdasarkan firman Allah surat Al-Baqarah ayat 228 dan 232. 4. Wanita yang dithalaq tiga, haram bagi dengan bekas suami. Kecuali kalau sudah kawin lagi dengan orang lain dan telah berhubungan kelamin serta di cerai oleh suami terakhir itu dan telah habis masa ‘iddahnya berdasarkan firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 229-230. 5. Wanita yang sedang melakukan ihram, baik ihram umrah maupun ihram haji, todak boleh dikawini. 6. Wanita Musyrik, haram dinikahi. Yang dimaksud wanita musyrik ialah yang menyembah selain Allah. Ketentuan ini berdasarkan firman Allah dalamsurat
25
Ghazali, Fiqh Munakahat, hal 112
35
Al-Baqarah ayat 24. Adapun wanita ahli kitab, yakni wanita Batas Usia Menurut Fiqh 7. Nasrani dan wanita Yahudi boleh dinikah, berdasarkan firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 5.26 B. Pengertian Pernikahan Dini Pernikahan Dini atau sering disebut dengan Pernikahan Di Bawah Umur adalah Pernikahan yang dilakukan antara Pria dan Wanita yang masih Belum mencukupi Umur yang sudah di tetapkan Oleh Undang-undang. Pada dasarnya Istilah di Bawah Umur Lahir karena Adanya pembatasan Usia Minimal seseorang diizinkan untuk melakukan Pernikahan.27
C. Hukum menikahkan Gadis di bawah Umur Hukum menikah dengan gadis di bawah umur menurut para ulama mazhab, adalah boleh meskipun tanpa minta izin kepada anak yang bersangkutan. Namun, orang yang boleh menikahkan adalah orang yang berkedudukan sebagai wali mujbir, sedangkan wali-wali yang lain tidak di perkenankan.28 Berbeda pendapat dengan Ibnu Hazm dari kalangan ulama ahli Zhahir dan Ibnu Syubrumah yang menyatakan bahwa seorang ayah tidak boleh menikahkan anak perempuannya yang masih kecil dan berusia muda. Tetapi kalau 26 27
28
Ghazali, Fiqh Munakahat, hal 112 Asmawi, Nikah, dalam Perbincangan dan Perbedaan, hal. 87 Asmawi, Nikah, dalam Perbincangan dan Perbedaan, hal. 87
36
anak perempuannya itu sudah baligh maka seorang ayah di bolehkan menikahkannya dengan syarat harus minta persetujuan terlebih dahulu kepada anak yang bersangkutan.29 Kelompok ini mengajukan argumentasi bahwa hadist yang menjelaskan pernikahan Siti Aisyah ra dengan Rasulullah Saw itu terjadi ketika beliau dan Siti Aisyah ra masih di mekkah, belum hijrah ke Madinah dan Negara Islam belum berdiri. Di samping itu, belum ada kebijakan atau perintah dari Nabi sendiri yang berkaitan dengan permintaan izin terlebih dahulu kepada anak perempuan yang bersangkutan jika ingin di nikahkan oleh walinya. Atau hal ini (pernikahan Nabi Muhammad Saw dengan Aisyah ra) termasuk katagori khususiyah (tertentu) bagi Rasulullah Saw sendiri dan tidak bisa dijadikan dalil untuk umum, sebagaimana Nabi Saw di bolehkan beristri lebih dari empat perempuan. Karena itu umatnya tidak boleh mengikuti Nabi Saw yang berkaitan dengan khususiyah itu,30 dan hal ini juga berlandaskan pada kaidah usul fiqh “Menghimpun (beberapa dalil) jika ada kemungkinan.” Kalau kita amati dan mengadakan suatu pertimbangan dan kajian bahwa pendapat dari Ibnu Hazm dan Ibnu syubramah lebih adaptasi dan sesuai dengan para dokter yang melarang pernikahan usia muda, karena kehamilan Ibu muda sangat membahayakan kondisi dirinya dan jabang bayinya.31
29 30
31
Asmawi, Nikah, dalam Perbincangan dan Perbedaan, hal. 87 Asmawi, Nikah, dalam Perbincangan dan Perbedaan, hal. 88 Asmawi, Nikah, dalam Perbincangan dan Perbedaan, hal. 88
37
Di tinjau dari perspektif ilmu psikologi pernikahan di usia muda sangat tidak menguntungkan dari segi kematangan mental dalam memasuki kehidupan dunia yang luas untuk berintegrasi sosial dengan masyarakat sekitarnya.
D. Batas Usia Menurut Fiqh Pernikahan di Bawah Umur atau Pernikahan Dini dalam perspektif fikih adalah Pernikahan laki-laki atau perempuan yang belum baligh. Apabila batasan baligh itu ditentukan dengan hitungan tahun, maka perkawinan di bawah umur adalah perkawinan dibawah usia 15 Tahun menurut mayoritas ahli Fiqh, dan di bawah usia 17 Tahun atau 18 tahun menurut Abu Hanifah.32 Adapun Hukum melakukan Pernikahan dibawah umur, menurut mayoritas besar ulama fiqh-Ibnu Mundzir menyatakan sebagai Ijma’ (konsensus) ulama Fiqh dan Mengesahkan perkawinan dibawah Umur. Menurut mereka, untuk masalah
perkawinan,
criteria
baligh
dan
Berakal
bukan
merupakan
persyaratanbagi keabsahannya, beberapa argumen yag dikemukakan antara lain adalah sebagai Berikut:33 1. Al-Qur’an, Surah at-Thalaq (65) ayat 4 :
32
Imam Alaudin Al-kasani Abu Bakar Bin Mas’ud, Badai’al shanai’, (kairo: Dar al hadits, 1426/2005 M, juz III) 33
Muhammad Husein, Fiqh Perempuan:Refleksi Kyai atas wacana Agama dan Gender, (Yogyakarta:LKIS, 2001), cet ke 1, hal.68
38
‘Ï↔¯≈©9$#uρ 9ßγô©r& èπsW≈n=rO £åκèE£‰Ïèsù óΟçFö;s?ö‘$# ÈβÎ) ö/ä3Í←!$|¡ÎpΣ ÏΒ ÇÙŠÅsyϑ9$# zÏΒ zó¡Í≥tƒ ‘Ï↔¯≈©9$#uρ
(٤: )ا ق4 zôÒÏts† óΟs9
Artinya: ”Bagi mereka perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (menaupose) diantara perempuan-perempuan jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa Iddah mereka adalah tiga bulan, dan begitu pula perempuan-perempuan yang belum haid.” (QS. At-Thalaq (65) : 4) Ayat ini berbicara mengenai masa Iddah (masa Menunggu) bagi perempuan-perempuan yang sudah menopause dan bagi wanita yang belu haid. Masa Iddah bagi kedua kelompok perempuan ini adalah tiga bulan. Secara tidak lansung ayat ini juga mengandung pengertian bahwa perkawinan bisa dilaksanakan pada perempuan pada usia belia atau remaja, karena Iddah hanya bisa dikenakan kepada orang-orang yang sudah menikah dan bercerai.34 (٣٢: ) ... 4‘yϑ≈tƒF{$# (#θßsÅ3Ρr&uρ
Ayat lain adalah dalam surat an-Nur (24) : 32 berikut:
Artinya: “dan nikahkanlah mereka yang belum punya suami.(QS. An-Nur (24): 32) Kata “al-ayama” didalamnya meliputi pengertian perempuan dewasa dan perempuan muda atau belia. Ayat ini secara eksplisit memperkenankan atau bahkan menganjurkan kepada wali untuk mengawinkan mereka.
34
Muhammad Husein, Fiqh Perempuan:Refleksi Kyai atas wacana Agama dan Gender, (Yogyakarta:LKIS, 2001), cet ke 1, hal.69
39
2. Perkawinan Nabi Muhammad SAW dengan ‘Aisyah yang masih belia. Dalam hadits disebutkan: ”Sesungguhnya Nabi Mengawini (‘Aisyah) pada saat usianya 6 tahun dan menggaulinya pada saat usianya 9 tahun dan hidup bersama
selama
9
tahun.”
Riwayat
Al-Khamsah.
Imam
Muslim
menambahkan “pada saat nabi meninggal usia Aisyah saat itu adalah 18 tahun.35 3. Diantara para sahabat Nabi SAW, ada yang mengawinkan putera-puterinya atau keponakannya yang dianggap belia. Seperti Abu Bakar mengawinkan anak perempuanya yang bernama Ummi Kultsum dengan Umar Bin Khattab. Ummi Kultsum ketika itu juga masih belia.36 Urwah bin Zubair juga mengawinkan anak perempuan saudaranya dengan anak Laki-laki saudaranya yang lain, kedua keponakan itu sama-sama masih dibawah umur.37 Adapun syarat dan rukun perkawinan di bawah umur tidak berbeda dengan perkawinan pada umumnya, yaitu seperti yang telah dijelaskan pada bagian terdahulu. Namun demikian, menurut penulis perlu di kemukakan bahwa dalam mazhab syafi’i, Maliki, dan Hanbali di kenal istilah hak ijbar bagi wali Mujbir.
35
Mansur ‘Ali Nasif, Al-Taj Al-Jami’Al Ushul Fi Ahadits Al-Rasul, (Beirut: Dar-al-Kutub al‘Arabiyah), jilid II, hal.259 36 Ibnu Qudamah, Abu Muhammad Abdullah bin Ahmad bin Muhammad, Al-Mughni, (Beirut: Dar-al Fikr, 1405H), Juz VI, hal.487 37
Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuhu, ( Beirut: Dar Al Maktabah), Juz IX, hal.6683
40
Adapun wali mujbir adalah orang tua perempuan yang dalam mazhab Syafi’i adalah ayah, atau kalau tidak ada ayah ada ayah-kakek. Hak ijbar adalah hak ayah atau kakek untuk mengawinkan anak perempuannya baik yang sudah dewasa maupun masih berupa belia, tanpa harus mendapat persetujuan atau izin dari anak perempuan tersebut, asal dia bukan berstatus janda.38 Berbeda dengan pendapat ini adalah pandangan Mazhab Hanafi, menurut pandangan ini, jak ijbar ini hanya diberlkukan terhadap anak perempuan dibawah umur dan tidak terhadap perempuan yang sudah dewasa (balighah). Tegasnya berdasarkan ketentuan ini, para wali memiliki hak untuk mengawinkan anak0anaknya yang masih dibawah umur baligh, meski tanpa persetujuan yang bersangkutan. Kaitannya dengan peran wali dan persetujuan wanita (calon Isteri) Abu Hanifah berpendapat, adalah bahwa persetujuan wanita gadis (balighah) atau janda harus ada dalam perkawinan. Sebaliknya jika mereka menolak, maka akad nikah tidak boleh dilaksanakan, meskipun oleh bapak.39 Walaupun demikian, hak ijbar ayah atau kakek tidak dengan serta merta dapat dilaksanakan dengan sekehendaknya saja. Mazhab As-Syafi’iyyah mengatakan bahwa untuk bisa mengawinkan anak laki-laki di bawah umur di
38
Husein Muhammad, Fiqh Perempuan…, hal.70 Khoiruddin Nasution, Status Wanita di Asia Tenggara: Studi Terhadap Perundanganundangan Malaysia, hal.171 39
41
isyaratkan adanya kemaslahatan. Sedangkan untuk perempuan di perlukan beberapa syarat, antara lain: 1. Tidak adanya permusuhan yang nyata antra dia (perempuan) dengan walinya, yaitu ayah atau kakek. 2. Tidak ada permusuhan (kebencian) yang nyata antara dia dengan calon suaminya. 3. Calon suami harus Sekufu’ (sesuai/setara) 4. Calon suami mampu memberikan maskawin yang pantas.40 5. Tidak dinikahkan dengan laki-laki yang menjadikannya menderita dalam pergaulannya, seperi dengan laki-laki tuna netra, tua renta, dan sebagainya.
E. Batas Usia Perkawinan dalam Peraturan Perundang-undangan Batas Usia yang telah ditetapkan oleh Pemerintah melalui Undang-undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 dan Kompilasi hukum Islam. Adapun menurut Undang-undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 dalam pasal 7 menyebutkan bahwa: 1. Perkawinan hanya di izinkan jika para pihak pria sudah mencapai umur 19 (Sembilan belas) tahun dan pihak Wanita sudah mencapai 16 (enam belas) tahun. Kemudian di pertegas lagi dalam pasal 15 ayat (1) KHI (Kompilasi Hukum Islam) dengan rumusan Sebagai Berikut :
40
Husen Muhammad, Fiqh perempuan, hal 70-71
42
a. Untuk kemaslahatan keluarga dan rumah Tangga, perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang ditetapkan dalam pasal 7 Undang-undang No.1 Tahun 1974, yakni calon suaminya sekurang-kurangnya berumur 19 Tahun dan Calon Istri sekurangkurangnya berumur 16 Tahun. Selain dua Pasal di atas, ada pasal lain dalam Undang-undang Perkawinan yang mengatur Masalah batasan Usia Perkawinan calon mempelai, yaitu pada Bab II pasal 6 ayat (2) yang menegaskan Bahwa: b. Untuk melangsungkan Perkawinan seorang yang belum Mencapai umur 21 tahun harus mendapat Izin dari Orang Tua. Selain batasan Umur yang telah disebutkan dalam Undang-undang, ada pendapat lain yang mengemukakan tentang usia ideal kedewasaan seseorang, di antara pendapat tersebut adalah : 1. Marc Hendry mengemukakan bahwa perkawinan sebaiknya dilakukan antara usia 20 sampai 25 tahun bagi wanita dan 25 sampai 30 tahun bagi Pria. Tinjauan ini didasarkan atas pertimbangan kesehatan para calon mempelai.41 2. Sarlito Wirawan Sarwono, melihat usia kedewasaan untuk siapnya seseorang memasuki hidup berumah Tangga harus di Perpanjang menjadi 20 tahun untuk wanita dan 25 tahun untuk pria. Hal ini diperlukan karena zaman modern
41
Bakri Hasbullah, Kumpulan Lengkap Undang-undang Perkawinan Di Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), hal.6
43
menuntut untuk mewujudkan kemaslahatan dan menghindari kerusakan, baik dari segi kesehatan maupun tanggung jawab sosial.42 Berapapun usia seseorang melangsungkan perkawinan, pada dasarnya harus memiliki kematangan fisik dan psikis sebelum mengarungi Bahtera rumah tangga, karena didalam rumah tangga pasti akan ada cobaan yang nantinya akan menguras emosi dan keegoaan dari masing-masing pasangan. Untuk itu, tanpa kematangan dan kedewasaan makarumah tangga yang sakinah, mawaddah wa rahmah tampaknya akan sulit terwujud. Setelah itu terdapat Asas-asas dalam Undang-undang perkawinan yang mengharuskan setiap pasangan yang akan melangsungkan Perkawinan harus adanya kematangan dari Calon Mempelai, sesuai dengan Asas-asas dalam Undang-undang Perkawinan yaitu : a) Asas sukarela, b) Asas Partisipasi keluarga, c) Asas Perceraian di persulit, d) Asas Poligami dibatasi dengan ketat, e) Asas Kematangan Calon Mempelai, f) Asas Memperbaiki Derajat Kaum Wanita, g) Asas Legalitas, h) Asas (prinsip) selektivitas.43
42
Sarlito Wirawan Sarwono, Membina Perkawinan yang Berbahagia, Bintang, 1983), hal.10
(Jakarta: Bulan
44
Dan apabila di sederhanakan, asas perkawinan itu mengandung pengertian Bahwa : a. Tujuan Perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. b. Sahnya Perkawinan sangat Tergantung pada ketentuan hokum agama dan kepercayaan masing-masing. c. Asas Monogami. d. Calon suami dan Isteri harus dewasa jiwa raganya. e. Mempersulit perceraian f. Hak dan kedudukan suami Isteri adalam seimbang.44 Dalam hal ini, masalah usia perkawinan berkaitan erat dengan asas pada point yang keempat yakni “Calon Suami dan Isteri harus matang jiwa dan raganya”. Penjelasannya adalah bahwa calon suami isteri harus matang jiwa dan raganya adalah untuk melangsungkan perkawinan yang mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir dengan perceraian.45 Kematangan yang dimaksud adalah kematangan umur perkawian, kematangan berfikir dan bertindak. Prinsip tersebut pun erat kaitannya dengan masalah kependudukan. Karena dengan adanya pembatasan umur pernikahan bagi wanita maka diharapkan laju 43
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group), cet ke 2, hal 6 44
Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, (Jakarta : Rajawali Press,2004), hal
173 45
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Antara Fikih Munakahat dan Undang-undang Perkawinan, (Jakarta: Prenada Media Kencana, Agustus 2007), cet ke-2, hal.26
45
kelahiran dapat ditekan semaksimal mungkin. Ternyata bahwa batas usia yang rendah bagi wanita untuk menikah mengakibatkan laju kelahiran yang lebih tinggi. Dengan demikian program keluarga Berencana dapat berjalan seiring dengan undang-undang perkawinan ini.46 Sehubungan dengan kedua hal tersebut, maka perkawinan di bawah umur dilarang keras dan harus di cegah pelaksanaannya. Adapun nikah dibawah umur sesuai dengan Intruksi Mendagri No.27 Tahun 1983 tentang Usia Perkawinan Dalam Rangka Mendukung Program Kependudukan dan keluarga Berencana, menjelaskan definisi tentang : Perkawinan di bawah umur adalah perkawinan yang dilakukan pada usia di bawah usia 16 tahun bagi wanita dan ddibawah 19 tahun untuk Pria. Penyimpangan dari batas umur minimal perkawinan ini harus mendapat dispensasi terlebih dahulu dari pengadilan. Pengajuan dispensasi dapat diajukan oleh orang tua wali dari calon mempelai yang belum batas minimal sebagaimana tersebut di atas. Antara kedua calon mempelai harus ada kerelaan yang mutlak untuk melangsungkan perkawinan yang mereka harapkan. Mereka harus mempunyai suatu kesadaran dan keinginan bersama secara ikhlas untuk mengadakan akad sesuai dengan hukum agama dan kepercayaannya.47
46
DEPAG, Pedoman Konselor Keluarga Sakinah, (DEPAG: Dirjen BIMAS Islam & Penyelenggaraan Haji, Proyek Peningkatan Kehidupan Keluarga Sakinah, 2001), hal.3 47 Abdul Manan, Aneka masalah Hukum Perdata Islam, hal 7
46
Dalam hal ini, pihak-pihak berkepentingan tidak dibenarkan membantu melaksanakan perkawinan dibawah umur, pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku dapat dikenakan sanksi dengan peraturan yang berlaku. Tujuan Perkawinan adalah untuk mewujudkan rumah tangga yang bahagia dan sejahtera denga mewujudkan suasana rukun dan damai dalam rumah tangga yang selalu mendapat hidayah dan taufik dari Allah SWT. Oleh karena itu agar tujuan yang diharapkan dapat terlaksana, maka kematangan calon mempelai sangat di harapkan. Kematangan dimaksud adalah kematangan umur perkawinan, kematangan dalam berfikir dan bertindak sehingga tujuan perkawinan dapat terlaksana dengan baik.
BAB III GAMBARAN LAPANGAN PENELITIAN
A. Letak Geografis Kota Depok mempunyai beberapa kecamatan yang Salah satunya adalah Kecamatan Limo. Letak Geografis kota Depok terletak pada Koordinat 6º 19'00"6º28'00" Lintang Selatan dan 106º43'00" - 106º55'33" Bujur Timur. Saat ini Kecamatan Limo mempunyai Empat Kelurahan yaitu: Kelurahan Meruyung, Kelurahan Grogol, Kelurahan Krukut dan Kelurahan Limo. Kecamatan Limo mempunyai 21.224 Rumah Tangga, 219 Rukun Tetangga, dan 45 Rukun Warga. Yang terdiri dari : 2.882 Rumah Tangga, 38 Rukun Tetangga, 11 Rukun Warga Tinggal di Kelurahan Meruyung. 4.472 Rumah Tangga, 64 Rukun Tetangga, 11 Rukun Warga di Tinggal Kelurahan Grogol. 3.262 Rumah Tangga, 34 Rukun Tetangga, 8 Rukun Warga Tinggal di Kecamatan Krukut, dan 10.608 Rumah Tangga, 83 Rukun Tetangga, 15 Rukun Warga Tinggal di Kecamatan Limo. Kecamatan Limo mengalami peningkatan Penduduk setiap Tahunnya. Sehingga yang dahulu hanya tempat untuk peristirahatan namun sekarang menjadi tempat kediaman. Di karena kan kota Depok mengalami peningkatan baik dari Segi Ekonomi, Pendidikan, Sosial dan Budaya. Jumlah pendduk di Kecamatan Limo sebanyak 62.051 Jiwa, dengan Luas Wilayah 1.529 Km² dan 167 jumlah kepadatan yang terdiri dari: 11.911 Jiwa,
46
47
dengan Luas 288 Km², 41 Kepadatan di Kelurahan Meruyung. 16.247 Jiwa, dengan luas 450 Km², 36 Kepadatan di Kelurahan Grogol, 13.419 Jiwa, dengan Luas 265 Km², 51 kepadatan di kelurahan Krukut, dan 20.474 Jiwa, dengan luas 526 Km², 39 Jumlah kepadatan di Kecamatan Limo. Kota Depok selain sebagai kota otonom yang berbatasan Langsung dengan Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta merupakan Wilayah Penyangga Ibu Kota Negara yang di arahkan Untuk Kota Pemukiman, Pendidikan, Pusat Pelayanan Perdagangan dan Jasa, Pariwisata dan Kota Resapan air. Kota Depok dahulu terkenal dengan Kota yang Kotor, namun Sekarang Kota Depok mendapatkan Penghargaan karena menjadi Kota Bersih.
B. Demografi Kecamatan Limo salah satu kecamtan yang ada di Kota Depok. Kota Depok sebagai kota perbatasan Langsung dengan Ibu Kota Negara, kota Depok menghadapi Berbagai Permasalahan Perkotaan, termasuk masalah kepedudukan. Sebagai daerah penyangga Kota Jakarta, kota Depok mendapat tekanan migrasi penduduk yang cukup tinggi sebagai akibat dari meningkatnya jumlah kawasan Pemukiman, Pendidikan, Perdagangan dan Jasa. Oleh karena itu kota Depok Mengalami Peningkatan penduduk yang Pesat. Wilayah Depok termasuk dalam daerah beriklim Tropis dengan perbedaan curah Hujan yang cukup yang cukup kecil dan di pengaruhi oleh iklim musim.
48
Secara umum musim kemarau antara bulan April- September, dan musim hujan antara Bulan Oktober- Maret. Jumlah Penduduk di Kecamatan Limo adalah 62.063 Jiwa, dengan Mayoritas penduduk Beragama muslim dengan jumlah 55.628 Jiwa, katolik berjumlah 2.441 Jiwa, Protestan 1.091 Jiwa, Hindu 1.012 Jiwa, Budha 708 Jiwa dan sisanya 373 Jiwa menganut agama lain. Adanya kondisi ekonomi dan sumber daya alam Kota Depok termasuk Kecamatan Limo saat ini yang sudah mengerucut pada struktur ekonomi tertentu, yaitu struktur ekonomi modern yang bertumpu pada sektor tersier dan didukung sektor sekunder, untuk pengembangan sektor tersier ini juga merupakan masalah yang sudah harus ditangani dari saat ini, yaitu mengembangkan aktivitas usaha perdagangan dan jasa yang mempunyai nilai tambah yang lebuh tinggi karena selama ini di dominasi pertumbuhan ekonomi di sektor tersier ini adalah perdagangan bidang retail dalam skala usaha kecil secara ekonomi.
C. Kondisi Sosial dan Keagamaan Mayoritas penduduk Di kecamatan Limo adalah Islam, Agama Lain yang ada di kecamatan Limo adalah Kristen Katolik, Kristen Protestan, Kong Hucu, Budha, dan Hindu. Kehidupan beragama di kecamatan limo Kota Depok berjalan harmonis Belum Pernah di laporkan adanya kerusuhan antar Agama, Suku Bangsa maupun Golongan. Kondisi Sosial masyarakat ini berjalan dengan Baik.
49
Dengan adanya berbagai pemeluk agama maka banyak kegiatan keagamaan yang sering dilakukan secara Terbuka. Bahkan hal ini mejadi daya tarik tersendiri. Misalnya, acara Maulid Nabi, Barongsay, Marawis, dan kegiatankegiatan Lainnya. Di kecamatan Limo ini jarang ditemui adanya pengajian Bapak-bapak, maupun Remajanya. Namun untuk pengajian tingat TPA maupun SD dan Pengajian Ibu-ibu masih terlihat aktif di Kecamatan Limo. Hal tersebut yang menyebabkan banyak kaum remaja Putra maupun Putri yang dapat melakukan Pergaulan tanpa adanya Rem dari dalam dirinya. Karena kurangnya pemahaman keagamaan dalam diri mereka, di tambah lagi kurangnya perhatian orang tua dan mudahnya membuka situs-situs porno akbibat dari internet tidak sehat. Kondisi remaja di kecamatan Limo memang perlu di perhatikan. Perlu adanya kegiatan-kegiatan yang positif agar dapat menambah pemahaman mereka. Setelah melakukan penelitian dengan cara wawancara, dapat di ketahui bahwa yang melakukan Pernikahan Dini di Kecamatan limo dari Empat kelurahan yaitu, dari kelurahan Meruyung ada 6 Orang, dari kelurahan Grogol 10 Orang, dari Kelurahan Krukut 7 orang dan dari kelurahan Limo ada sekitar 12 Orang sehingga jika di jumlahkan ada 35 Orang. Yang penyebab terjadinya di karenakan beberapa faktor. Yaitu Ekonomi, Sosial, Pendidikan, Pergaulan yang tidak Sehat, kurangnya perhatian Orang Tua, dan mudahnya membuka Situs-situs porno.
BAB IV LATAR BELAKANG DAN DAMPAK PERNIKAHAN DINI
A. Latar belakang Pernikahan Dini Di Kecamatan Limo Latar belakang Pernikahan Dini di kecamatan Limo, di sebabkan oleh beberapa hal, jika dilihat dari kasus Pertama yaitu Ibu a, Seorang Ibu Rumah Tangga yang berusia 21 tahun yang pendidikannya hanya Sampai SD, memiliki Seorang Anak laki-laki yang berusia 3 tahun. Menikah di Bogor tahun 2006 Atas dasar kehendak orang Tua. Pekerjaan suaminya adalah soerang Pedagang. Ibu ini tidak mengetahui Undang-undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, tetapi mengetahui bahwa salah satu dari pasalnya adalah tentang batas usia Pernikahan. Rumah tangga yang mereka jalani sekarang kurang harmonis karena permasalan ekonomi. Berbeda dengan kasus kedua, yaitu Ibu b, Seorang ibu muda yang berusia 17 Tahun. Pendidikan terakhirnya sudah sampai tingkat SMP. Sudah memiliki seorang anak yang berusia satu Tahun. Menikah didepok Tahun 2010 karena terpaksa sudah hamil terlebih dahulu. Pekerjaan Suaminya masih seorang Pelajar. Ibu muda ini tidak mengetahui sama sekali tentang Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Kehidupan rumah ibu muda ini sangat tragis karena rumah tangga mereka sedang di ujung perpisahan karena suami tidak member nafkah baik lahir maupun batin.
50
51
Kasus yang ketiga yaitu ibu c, seorang ibu rumah tangga yang berusia 22 Tahun.pendidikan terakhirnya SMP, melangsungkan pernikahan di Jawa Timur Tahun 2007. Sudah memiliki seorang anak berusia 3 Tahun. Menikah atas dasar ingin membangun Rumah Tangga. Tidak mengetahui tentang Undang-undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Kehidupan Rumah Tangga nya juga kurang harmonis, karena ada kekerasan dalam Rumah Tangga. Kasus yang keempat yaitu ibu d, berusia 18 Tahun. Ini juga tergolong ibu muda yang sudah memiliki seorang anak. Ibu mudah ini melangsungkan Pernikahan di Depok Tahun 2009, menikah karena sudah hamil terlebih dahulu. Ibu muda ini juga tidak mengetahui tentang Undang –undang No.1 Tahun 1974. Rumah Tangga ibu muda ini juga tidak Harmonis karena akhir-akhir ini banyak masalah yang di hadapi. Dan kasus terakhir, yaitu ibu e. berusia 18 Tahun. Pendidikannya adalah SMP. Melangsungkan pernikahan di Cilangkap tahun 2010. Menikah karena sudah hamil terlebih dahulu, tetapi sayangnya baru mengalami keguguran, ibu ini juga tidak mengetahui isi dari Undang-undang No1. Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Keadaan Rumah Tangga nya juga kurang harmonis karena masalah ekonomi. Setelah melihat dari kasus-kasus diatas, Pernikahan Dini di kecamatan limo di sebabkan oleh beberapa Faktor yaitu Ekonomi, Sosial, Pendidikan, dan karena Akibat dari Pergaulalan Bebas yang dilakukan oleh para remajanya yang mengharuskan mereka melangsungkan Pernikahan Dini.
52
Mereka melaksanakan pernikahan di rumah mereka tanpa adanya Pejabat Pencatat Pernikahan. Meraka melaksanakan Pernikahan hanya dengan ustadz yang tinggal di daerah tersebut. Sebab sebab terjadinya MBA (Married By Accident) adalah karena kurangnya pengawasan atau perhatian orang tua. Rumah adalah contoh seseorang yang tinggal didalamnya. Ibu sebagai perpustakaan hidup bagi putra-putrinya. Dan ayah adalah sesosok yang harus penuh dengan kebijaksanaan dimata anakanaknya. Jika salah satunya tidak seimbang, maka ini akan berpengaruh bagi perkembangan mental dan jiwanya. Hingga sampai saat ini masih banyak orang tua yang tidak menyadarinya. Dampaknya anak akan mencari ketenangan atau kedamaina diluar rumah yang belum tentu baik. Yang kedua adalah Internet. Didunia internet semuanya serba mudah semakin terbuka dunia semakin maraknya orang–orang yang tidak bertanggung jawab dengan perbuatannya. Video porno gampang didapat, situs-situs yang kurang bermoralpun mudah diakses. Dan yang ketiga karena Pergaulan. Pergaulan yang tidak bernorma sudah barang tentu menjadi jalan baik untuk berbuat yang tidak seharusnya. Dalam pergaulan hal yang biasa menjadi sesuatu yang biasa. Tidakkah mereka berfikir akibatnya sebelum melakukan hal yang tidak boleh dilakukan sebelum adanya ikatan perkawinan yang sah. Bagaimana nasib anak yang kelak akan lahir nanti. Pergaulan bebas yang menyebabkan mereka melaksanakan hubungan suami Istri tanda adanya ikatan yang sah, yang menimbulkan akibat dan dampak yang negatif.
53
Mereka melakukan hubungan suami Istri dengan bebas tanpa ada perasaan berdosa, merasakan kenikmatan sesaat yang mengakibat penyesalan yang mendalam. Salah satu dari mereka mengakui dan menceritakan apa yang telah dilakukan oleh dia dan suaminya dulu tanpa rasa malu. Salah satu dari pernikahan dini juga menceritakan kisah hidup rumah tangganya yang saat ini sedang di ujung perpisahan. Akibat suami tidak memberikan nafkah lahir maupun batin. Berdasarkan Hasil dari wawancara menyatakan bahwa pergaulan bebas menyebabkan wanitanya mengandung diluar pernikahan atau yang di sebut married by accident ( MBA),
B. Dampak Pernikahan Dini di Kecamatan Limo Pengaruh Pernikahan Dini di Kecamatan Limo mempunyai dampak negatif. Dampak yang di timbulkan adalah dampak terhadap hukum, psikologis dan dampak biologis. Berbagai dampak pernikahan dini atau perkawinan dibawah umur dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Dampak terhadap Hukum Adanya pelanggaran terhadap 3 Undang-undang di negara kita yaitu: a. UU No. 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 7 (1) Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Pasal 6
54
(2) Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin kedua orang tua. b. UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 26 (1) Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk: 1) mengasuh, memelihara, mendidik dan melindungi anak 2) menumbuh kembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya dan 3) mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak. 2. Dampak biologis Anak secara biologis alat-alat reproduksinya masih dalam proses menuju kematangan sehingga belum siap untuk melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya, apalagi jika sampai hamil kemudian melahirkan. Jika dipaksakan justru akan terjadi trauma, perobekan yang luas dan infeksi yang akan membahayakan organ reproduksinya sampai membahayakan jiwa anak. Patut dipertanyakan apakah hubungan seks yang demikian atas dasar kesetaraan dalam hak reproduksi antara isteri dan suami atau adanya kekerasan seksual dan pemaksaan (penggagahan) terhadap seorang anak. 3. Dampak psikologis Secara psikis anak juga belum siap dan mengerti tentang hubungan seks, sehingga akan menimbulkan trauma psikis berkepanjangan dalam jiwa anak yang sulit disembuhkan. Anak akan murung dan menyesali hidupnya yang berakhir pada perkawinan yang dia sendiri tidak mengerti atas putusan
55
hidupnya. Selain itu, ikatan perkawinan akan menghilangkan hak anak untuk memperoleh pendidikan (Wajar 9 tahun), hak bermain dan menikmati waktu luangnya serta hak-hak lainnya yang melekat dalam diri anak.1 Jadi, Pengaruh pernikahan dini di kecamatan limo berdasarkan apa yang telah saya teliti adalah kebanyakan dari rumah tangga mereka berada di ujung perceraian, banyak penyabab dari retaknya rumah tangga mereka. Ada diakibatkan karena persoalan ekonomi, dan tidak jarang suami tidak memberikan nafkah lahir maupun batin,2 suami tidak melaksanakan kewajibannya dengan baik. Bahkan suami sering melakukan kekerasan dalam rumah tangga.3
1
Dampak Pernikahan Dini, Diakses dari http://Dampak Pernikahan Dini. Html , pada tanggal 12 April, 2011 2
Khoirunnisa, Pelaku Pernikahan Dini di Kecamatan Limo, Wawancara, (Depok, 23 April,
3
Siti Juleha, Pelaku Pernikahan Dini di Kecamatan Limo, Wawancara, (Depok, 24 April
2011)
2011)
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan Uraian Diatas, dapat diambil Kesimpulan sebagai berikut : 1. Latar belakang terjadinya pernikahan Dini di kecamatan Limo disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : Faktor Ekonomi, Faktor sosial, Faktor Pendidikan dan kurangnya perhatian dan pengawasan dari Orang Tua serta pergaulan bebas yang mengakibatkan terjadinya remaja putri yang hamil diluar perkawinan yang mengharuskan mereka harus melakukan pernikahan di bawah umur. 2. Dampak Pernikahan Dini di kecamatan Limo mempunyai Dampak yang negatif. Yaitu banyak perjalanan dari pernikahan mereka tidak harmonis, bahkan ada yang sampai di ujung perpisahan. Dikarenakan kurangnya kesiapan baik jiwa maupun raga dalam menghadapi persoalan Rumah Tangga, Karena dalam mengarungi bahtera Rumah Tangga pasti banyak persolanpersoalan yang akan di temui oleh pasangan suami Isteri tersebut.
B. Saran-saran 1. Walaupun dalam Al-Qur'an dan Hadist tidak menentukan batas usia pernikahan namun untuk kemaslahatn bersama warga Negara mentaati undang-undang yang telah di tetapkan oleh pemerintah untuk membangun keluarga yang Sakinah, Mawaddah, dan Warohmah.
56
57
2.
Manfaat dan mudharat dari pernikahan dini di sosialisasikan melalui khatib jum'at, pengajian, ceramah-ceramah subuh dan lain-lain.
3.
Yang berhubungan dengan Pernikahan dini kedalam kurikulum fiqh pada sekolah Aliyah, Tsanawiyah dan sederajat.
DAFTAR PUSTAKA
An-Nahwawi, Imam Muhidin. Shohih Muslim, Beirut: Darul Ma'rifah, 2007. Al-Anbari, Syaikh Abdul Aziz bin Abdurrahman Al-Musna Khalid bin Ali.. Pen erjemah: Musifin As’ad dan H.Salim Basyarahil, Jakarta : Pustaka Al-kautsar.
Perkawinan dan Masalahnya
Al-Bukhori, Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mugirah bin Bardizbah.Shahih al-Bukhari. Beirut: Dar al-Fikr. Jilid III, Juz 6, 1994. Asmawi, Mohammad Asmawi, Nikah , dalam perbincangan dan perbedaan, Yogyakarta : Darrusalam, 2004. Aziz, Abdul, dkk. Perkawinan dan Masalahnya. Jakarta: Pustaka Al-kautsar, 1995. Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuhu, ( Beirut: Dar Al Maktabah), Juz IX Bakri, Hasbullah. Kumpulan Lengkap Undang-undang Perkawinan Di Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang, 1978. Daud, ali muhamad & habibah Daud. Lembaga-lembaga Islam di Indonesia. Jakarta: grafindo persada, 2000, Cet. Ke-4. DEPAG, Pedoman Konselor Keluarga Sakinah, DEPAG: Dirjen BIMAS Islam & Penyelenggaraan Haji, Proyek Peningkatan Kehidupan Keluarga Sakinah, 2001. Hadikusuma, Hilman. Hukum Perkawinan Adat. Bandung : Citra adya Bakti 1997.cet ke-1. http://lusicaem.blogspot.com/2009/12/dampak-pernikahan-diniperkawinan.html www.gaulism.com/Tinjauan-Fiqh-PernikahanDini. Husein, Muhammad. Fiqh Perempuan:Refleksi Kyai atas wacana Agama dan Gender. Yogyakarta:LKIS, 2001. cet ke 1. Ibnu Qudamah, Abu Muhammad Abdullah bin Ahmad bin Muhammad, Al-Mughni, Beirut: Dar-al Fikr, 1405H), Juz VI. Isma’il, As-San’any, Muhammad ibn. Subul as-Salam syarh-Bulug al-Maram, Beirut: Dar al-Fikr, 1991. Cet. III.
58
59
Imam alaudin al-kasani abu bakar bin mas’ud, Badai’al shanai’, kairo: Dar al hadits, 1426/2005 M, juz III Jaziri, ‘Abd ar-Rahman Al-.Kitab al-Fiqh ‘ala al-Mazahib al-’Arba‘ah, Beirut: Dar al–Fikr, 2002. Cet. I. Lembaga Darut Tauhid. Kiprah Muslimah dalam Keluarga. Bandung: Mizan, 1990. Manssur ‘ali Nasif, al-Taj al-jami’al ushul fi Ahadits al-Rasul, Beirut: Dar-al-Kutub al-‘Arabiyah, jilid II. Muhammad, Zaid al-Abiyani. al-Ahkam as-Syakhsiyyati. Beirut: Baghdad. Jilid. I Munawar, Zaman. Manajemen Cinta Pranikah Menju Nikah Penuh Berkah “ Jangan Takut Married”. Bandung Mizan.2007. Mutawally, Abdul Basit. t.p. Muhadarah fi al-Fiqh al-Muqaran, Mesir: t.t. Nasution, Khoiruddin. Status Wanita di Asia Tenggara: Studi Terhadap Perundangan-undangan Malaysia. Undang-undang No.1 tahun 1974, Departemen Agama RI, 2004. Sarlito Wirawan Sarwono, Membina Perkawinan yang Berbahagia, Jakarta: Bulan Bintang, 1983. Sarwono, Sarlito Wirawan. Membina Perkawinan yang Berbahagia, Jakarta:Bulan Bintang, 1983. Sholeh, Asrorun Ni’am. Fatwa-fatwa Masalah Pernilahan dan keluarga, Jakarta : Graha Paramuda, 2008. Syaikh Hasan ayyub, Penerjemah: M. Abdul Ghoffar, Fikih Keluarga, ( Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2005 cet ke 5. Syarifuddin, Amir . Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Antara Fikih Munakahat dan Undang-undang Perkawinan, Jakarta: Prenada Media Kencana. 2007.cet ke-2. www. Sidogiri.com /modulesphp?name?news&file : artkel & sid:113. Yunus, mahmud. Hukum Perkawinan dalam Islam. Jakarta: PT. Hidakarya Karya Agung, 1983, Cet ke-1.