TIDAK RAHASIA
PERMOHONAN PENYELIDIKAN INTERIM REVIEW ANTI-DUMPING ATAS POLYESTER STAPLE FIBER YANG DIIMPOR DARI REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK
Untuk dan Atas Nama Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia (APSYFI)
TIDAK RAHASIA
DAFTAR ISI
BAGIAN A: Umum 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Latar Belakang Data Pemohon Pemohon Merupakan Bagian dari Industri Dalam Negeri Indonesia Barang yang Diduga Dumping Negara dan Produsen/Eksportir Pengekspor Importir yang Diketahui Total Impor PSF yang Diduga Dumping
BAGIAN B: Perhitungan Normal Value, Harga Ekspor, dan Marjin Dumping RRT BAGIAN C: Analisa Kerugian Material 1. Kerugian 2. Data Impor Negara yang Diduga Melakukan Dumping 3. Perkembangan Indikator Kerugian Pemohon 4. Dampak Volume 5. Dampak Harga 5.1. Price Undercutting 5.2. Price Depression 5.3. Price Suppresion 6. Hubungan Kausal antara Dumping dan Kerugian 7. Faktor Lain Penyebab Kerugian pada Pemohon 7.1. Efisiensi dari Pemohon 7.2. Teknologi 7.3. Impor dari Negara Lain 7.4. Ekspor 8. Prospek dan Pandangan Kedepan
TIDAK RAHASIA
Daftar Tabel dan Grafik
Tabel A3-1
: Prosentase Produksi Pemohon Terhadap Produksi Nasional
Tabel A4-1
: BMAD yang Masih Diberlakukan
Tabel A7-1
: Impor PSF yang Diduga Dumping
Tabel C2-1
: Total Impor PSF HS 5503.20.00.00
Tabel C3-1
: Perkembangan Indikator Kerugian Pemohon
Tabel C4-1
: Dampak Volume Relatif Terhadap Konsumsi Nasional
Tabel C4-2
: Dampak Volume Absolut
Tabel C5-1.1 : Price Undercutting dengan Pemberlakuan BMAD Saat Ini Tabel C5-1.2 : Price Undercutting Apabila BMAD Tidak Dikenakan Tabel C5-2 : Price Depression Tabel C5-3
: Price Suppression
Grafik A7-1 : Impor PSF yang Diduga Dumping Juli 2011- Juni 2014 Grafik A7-2 : Impor PSF yang Diduga Dumping Juli 2004- Juni 2014 Grafik C5-1.2 : Price Undercutting Apabila BMAD tidak dikenakan
TIDAK RAHASIA
BAGIAN A Umum 1.
Latar Belakang Permohonan ini diajukan dengan tujuan agar pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (“BMAD”) terhadap Polyester Staple Fiber (“PSF”) yang diimpor dari negara Republik Rakyat Tiongkok (“RRT”) dapat diubah. Pengenaan BMAD ini telah diputuskan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.011/2010 tentang Pengenaan Bea Masuk Anti-Dumping Terhadap Impor Polyester Staple Fiber dari Negara India, Republik Rakyat Tiongkok, dan Taiwan, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.011/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.011/2010 tentang Pengenaan Bea Masuk AntiDumping Terhadap Impor Polyester Staple Fiber dari Negara India, Republik Rakyat Tiongkok, dan Taiwan (“PMK Anti-Dumping PSF”). Pada faktanya, setelah PMK Anti-Dumping PSF diberlakukan, industri dalam negeri masih mengalami kerugian material, sebagaimana akan dijelaskan secara lebih terperinci dalam Permohonan ini. Impor PSF secara tidak adil dengan harga dumping tetap terjadi berulang kali dan masih mempengaruhi keuntungan dan perkembangan industri PSF dalam negeri Indonesia. Pengaruh atau akibat buruk pada pertumbuhan atau kinerja keuangan industri PSF dalam negeri Indonesia secara jelas semata-mata disebabkan oleh kompetisi yang tidak adil dan hilangnya pangsa pasar di dalam negeri Indonesia sebagai akibat dari berkelanjutannya impor dengan harga dumping PSF tersebut. Perlu dicatat pula bahwa industri PSF dalam negeri Indonesia adalah sangat efisien sesuai dengan kapasitas produksi terpasang dan mampu memenuhi seluruh kebutuhan di dalam negeri. Industri PSF dalam negeri Indonesia menyadari bahwa dalam dunia perdagangan global ini, mereka harus mampu berkompetisi dengan barangbarang impor. Namun demikian, berkompetisi dengan barang-barang impor tersebut harus dilakukan secara adil dan Permohonan ini bertujuan agar dapat diubahnya BMAD terhadap PSF sebagai kompensasi atas dilakukannya impor dengan harga dumping dari RRT.
2.
Data Pemohon Permohonan ini diajukan oleh Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia (“APSYFI”) untuk dan atas nama industri PSF dalam negeri Indonesia. Anggota-anggota industri tersebut adalah: PT. Indonesia Toray Synthetics 1
TIDAK RAHASIA PT. Asia Pacific Fibers, Tbk. PT. Indo-Rama Synthetics, Tbk. PT. Tifico Fiber Indonesia, Tbk. PT. Susilia Indah Synthetic Fibers Industries PT. Panasia Indosyntec, Tbk. PT. Polychem Indonesia, Tbk. PT. Kahatex Bertindak selaku Pemohon adalah PT. Indonesia Toray Synthetics, PT. Asia Pacific Fibers, Tbk. dan PT. Indo-Rama Synthetics, Tbk. yang secara kolektif memproduksi lebih dari 25% dari seluruh produksi PSF dalam negeri dan didukung oleh industri PSF lainnya yang memproduksi lebih dari 25% dari seluruh produksi PSF dalam negeri Indonesia. Oleh karenanya, Pemohon telah memenuhi syarat dan memiliki kapasitas untuk mewakili industri dalam negeri. Mewakili APSYFI dan anggota-anggotanya adalah: Hanafiah Ponggawa & Partners | HPRP Lawyers Wisma 46 – Kota BNI, Lt. 41 dan 32 Jl. Jend. Sudirman Kav. 1 Jakarta 10220 Indonesia Telepon : +62-21-5701837 Faksimili : +62-21-5701835 U.P. :Harry T. Prabawa Joshua Satyagraha Timothy Joseph Inkiriwang Indria Prasastia Hapsari Arumdati Email :
[email protected] [email protected] [email protected] [email protected] [email protected] Alamat Pemohon: Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia Gedung Bank Exim Lantai 4 Jl. Tanjung Karang 3-4, Jakarta 10230 PT. Indonesia Toray Synthetics Summitmas Tower II Lantai 3 Jl. Jend. Sudirman Kav. 61-62, Jakarta 12190 PT. Asia Pacific Fibers, Tbk. The East, 35th Flr, Unit 5-6-7 Jalan Lingkar, Mega Kuningan, Block E3.2, Kav 1 Jakarta 12950, Indonesia
2
TIDAK RAHASIA PT. Indo-Rama Synthetics, Tbk. Graha Irama Lantai 17 Jl. HR. Rasuna Said Kav. XI No. 1-2, Jakarta 12950
3.
Pemohon Merupakan Bagian dari Industri Dalam Negeri Indonesia Tabel di bawah ini menjelaskan produksi PSF pada tahun 2011-2014. Hal mana secara jelas membuktikan bahwa Pemohon telah memenuhi ketentuan Pasal 5.4 WTO Anti-Dumping Agreement (Agreement on Implementation of Article VI of the General Agreement on Tariffs and Trade 1994) dan Pasal 6.1.a Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Anti-Dumping, Tindakan Imbalan dan Tindakan Pengamanan Perdagangan. Pemohon memiliki kapasitas dan memenuhi syarat sebagai bagian dari industri PSF dalam negeri Indonesia sehubungan dengan Permohonan ini. Tabel A3-1 Prosentase Produksi Pemohon Terhadap Produksi Nasional
Total Produksi
Sat
PT. Asia Pacific Fibers, Tbk. PT. Indonesia Toray Synthetics PT. Indo-Rama Synthetics, Tbk. Total Pemohon Seluruh IDN
MT
100
108
121
124
100
98
104
98
100
103
100
92
100
104
111
109
100
103
105
102
Prosentase
%
48%
48%
50%
51%
MT MT MT MT
Juli 2011Juni 2012
Kuantitas – MT Juli Juli 20122013Juni Juni 2013 2014
Juli 2010Juni 2011
Sumber: APSYFI
4.
Barang yang Diduga Dumping Barang yang diduga diimpor dengan harga dumping dalam Permohonan ini adalah Polyester Staple Fiber dengan nomor HS 5503.20.00.00 bea masuk PSF hingga saat ini adalah sebesar 5% (lima persen) secara umum, 0% (nol persen) untuk negara ASEAN, dan 0% (nol persen) untuk RRT. Berdasarkan PMK Anti-Dumping PSF, BMAD yang diberlakukan saat ini untuk negara tertuduh adalah sebagai berikut: Tabel A4-1 3
TIDAK RAHASIA BMAD yang Masih Diberlakukan No. 1.
Negara
Nama Eksportir/Produsen
Asal RRT
BMAD (%)
a. Zhangjiagang Chengxin Chemical Fiber Co. 0 Ltd. b. Jiangyin Hailun Chemical Fiber Co. Ltd. 0 c. Huvis Sichuan Corporation
0
d. Jinjiang Kwan Lee Da Hesne-Bonded Fabric 0 Co. Ltd. e. Nanyang Textile Co. Ltd. 0 f. Eksportir/Produsen Lainnya
11,94
PSF adalah bahan baku utama yang digunakan oleh industri tekstil untuk memproduksi bahan baku spun yarn dan kain non-woven yang banyak digunakan untuk apparel dan household goods. PSF mempunyai kegunaan lain seperti sebagai filler dalam cushions, furniture dan carpet pile. PSF dibuat dari polimerisasi purified terepthalic acid (PTA) dan monoethylene glycol (MEG). Proses Produksi PSF adalah sebagaimana terlampir dalam Permohonan ini. PSF yang diproduksi oleh industri PSF dalam negeri adalah sejenis dengan yang diimpor dengan harga dumping dari RRT.
5.
Negara dan Produsen/Eksportir Pengekspor PSF diekspor ke Indonesia dengan harga dumping dari RRT. Eksportir/Produsen yang Diketahui antara lain adalah: RRT Produsen/Eksportir Alamat Jiangsu. Telepon Fax Produsen/Eksportir Alamat Telepon Fax
: Zhangjiagang Chengxin Chemical Fiber Co. Ltd. : Room 1504, Yum Cong Mansion, Zhang Jiagang City, : +86-512-82506389 : +86-512-58770913 : : : :
Jiangyin Hailun Chemical Fiber Co. Ltd. Changle Industrial Park, Zhoung Zhuang Town Jiangyin +86-135-84121996 +86-510-86229728
Produsen/Eksportir : Huvis Sichuan Corporation Alamat : No. 137, Xianxia Rd., Shanghai, China 200051, Xinmin Town, China, 643010 4
TIDAK RAHASIA Telepon
: +86-21-5206-7719
Produsen/Eksportir Alamat Telepon Fax
: : : :
Jinjiang Kwan Lee Da Hesne-Bonded Fabric Co. Ltd. Shaohui, Longhu, Fujian, China, 362241 +86-595-85253096 +86-595-85253097
Produsen/Eksportir : Nanyang Textile Co. Ltd. Alamat : Mazhen industrial Zone, Xiake Town, Jiangyin City, Jiangsu Province, China 214406 Telepon : +8615950134045
6.
Importir yang Diketahui Importir yang Diketahui antara lain adalah: Importir Alamat
Telepon Fax
: PT Bitratex Industries : Menara Kadin Indonesia 12th Floor Jalan H.R. Rasuna Said Blok X-5, Kav. 2&3 Jakarta 12950, Indonesia : +62-21-57903640 : +62-21-57903641
Importir Alamat Jakarta Telepon` Fax
: PT Apac Inti Corpora : Graha BIP Lantai 10, Jl. Jend Gatot Subroto Kav. 23,
Importir Alamat Telepon
: PT World Yamatex Spinning Mills : Jl. Padasuka No. 47 A, Bandung : +62-22-7205488
Importir Alamat Jawa Timur Telepon Fax
: PT Mitra Saruta Indonesia : Ds. Wringinanom km 33 Kec. Wringinanom, Gresik,
Importir Alamat 1556 Telepon
: PT Hilon Indonesia : Jl. Putra Utama No.9 K.I. Pasar Kemis, Tangerang
Importir Alamat
: PT Saehan Textiles : Gd. Surya Lt. 6, Jl. MH. Thamrin Kav. 9, Jakarta 10350
Importir
: PT Bina Duta Perkasa
: +62-21-5228888 : +62-21-5258300
: +62-31-8977777 : +62-31-8977842
: +62-21-590-3307
5
TIDAK RAHASIA
7.
Alamat Telepon Fax
: Jl. Pahlawan No. 364, Leuwinutug, Citeureup, Bogor : +62-21-87952825 : +62-21-87950875
Importir Alamat Telepon Fax
: : : :
PT Aurora World Indonesia Jl. Tlajung Udik No. 88, Gunung Putri, Bogor 16962 +62-21- 8670535 +62-21- 8676307
Total Impor PSF yang Diduga Dumping Tabel A7-1 Impor PSF yang Diduga Dumping Kuantitas – MT NEGARA Juli 2004Juni 2005
Juli 2005Juni 2006
Juli 2006Juni 2007
RRT 1.554 1.314 3.972 IMPOR DUMPING 1.554 1.314 3.972 IMPOR LAINNYA 61.412 32.480 22.468 TOTAL 62.966 33.794 26.440 IMPOR Sumber: Data Biro Pusat Statistik
Juli 2007Juni 2008
PERIODE Juli Juli 20082009Juni Juni 2009 2010
Juli 2010Juni 2011
Juli 2011Juni 2012
Juli 2012Juni 2013
Juli 2013Juni 2014
8.061
5.062
7.639
55.647
26.621
47.737
51.262
8.061
5.062
7.639
55.647
26.621
47.737
51.262
33.405
39.738
41.880
62.166
63.512
70.528
79.091
41.466
44.800
49.519
117.813
90.133
118.265
130.353
Volume impor PSF telah memenuhi syarat dan PSF tersebut adalah sama dan berkompetisi secara langsung dengan PSF yang diproduksi di Indonesia oleh Pemohon.
Sesuai dengan data pada Tabel A7-1 diatas, tren impor barang dumping pada periode investigasi pasca-diberlakukannya PMK Anti-Dumping PSF, yakni pada tahun Juli 2011/ Juni 2012, Juli 2012/ Juni 2013, dan Juli 2013/ Juni 2014 menunjukkan kenaikan signifikan impor dumping dari RRT sepanjang periode penyelidikan (Investigation Period/IP).
Pada dasarnya impor dumping dari RRT tersebut meningkat sangat signifikan dari Juli 2011 sampai dengan Juni 2014.
6
TIDAK RAHASIA
Lebih lanjut, sebagaimana nampak jelas pada Grafik A7-2 dibawah ini, apabila dibandingkan dengan data impor pada masa sebelum diberlakukannya PMK Anti-Dumping PSF, sebenarnya volume impor PSF pada IP-2, IP-1 dan IP menunjukkan peningkatan signifikan. Hal ini patut diperhatikan, karena menunjukkan bahwa walaupun setelah PMK AntiDumping diberlakukan, impor dumping terus meningkat dan berkelanjutan yang menyebabkan persaingan perdagangan di dalam negeri tetap tidak adil atau unfair serta kerugian industri dalam negeri masih terjadi.
Untuk memperjelas gambaran kenaikan impor dumping PSF tersebut, berikut kami sampaikan grafik dari volume impor PSF dari RRT pada tahun penyelidikan maupun data dari tahun sebelum penerapan BMAD.
Grafik A7-1 Impor PSF yang Diduga Dumping Juli 2011- Juni 2014
Grafik A7-2 Impor PSF yang Diduga Dumping Juli 2004- Juni 2014
7
TIDAK RAHASIA
Pada Grafik A7-2 di atas, garis merah putus-putus menunjukkan cut off antara periode sebelum dan sesudah pemberlakuan BMAD pada November 2010. Dalam grafik tersebut nampak bahwa pemberlakuan BMAD hanya mampu sedikit mengurangi impor PSF sampai dengan pertengahan 2011. Pada periode selanjutnya impor PSF kembali meningkat secara signifikan. BAGIAN B Perhitungan Normal Value, Harga Ekspor dan Marjin Dumping RRT a.
Harga Domestik Eks Pabrik (Normal Value) Normal Value diperoleh dari sumber yang terpercaya dan bersifat rahasia berupa data penjualan domestik (eks-pabrik) di negara yang dituduh dumping, yaitu sebesar USD XXXX/kg.
b.
Harga Ekspor Eks Pabrik Harga ekspor CIF asal RRT berdasarkan data dari sumber yang dapat dipercaya dan bersifat rahasia, yaitu: Harga ekspor CIF
USD XXXX/kg
Ocean Freight Insurance
USD XXXX/kg USD XXXX/kg
Inland Freight Harga Ekspor eks-pabrik c.
USD XXXX/kg USD XXXX/kg
Marjin dumping Harga Domestik eks-pabrik
USD XXXX/kg 8
TIDAK RAHASIA Harga Ekspor eks-pabrik
USD XXXX/kg
Marjin Dumping
USD XXXX/kg 34,36%
Perhitungan di atas menunjukan bahwa telah terjadi dumping dari RRT sebesar USD XXXX/kg atau sebesar 34,36%. Besaran dumping ini didapat dari selisih Harga Domestik eks-pabrik dikurangi dengan Harga Ekspor ekspabrik.
BAGIAN C Analisa Kerugian Material 1.
Kerugian Impor dengan harga dumping untuk PSF yang berasal dari negara RRT terus berlangsung di pasar dalam negeri Indonesia, walaupun BMAD telah diberlakukan dengan PMK Anti-Dumping PSF pada November 2010. Impor dengan harga dumping PSF yang berasal dari RRT telah menyebabkan kerugian material yang berkelanjutan bagi Pemohon. Data penting yang dapat menunjukkan kerugian yang dialami Pemohon adalah menurunnya tingkat profit Pemohon secara drastis, bahkan sampai terjadi loss atau kerugian pada periode IP-1. Kerugian ini tidak hanya disebabkan menurunnya volume dan nilai penjualan sebagaimana terjadi pada IP, namun juga diakibatkan oleh adanya penurunan tingkat harga jual (price depression) yang bahkan menurun lebih tajam daripada penurunan harga pokok produksi yang bisa dicapai (price suppression). Selanjutnya, data-data akan membuktikan bahwa sebagai akibat adanya impor dumping, Pemohon tidak dapat meningkatkan harga jual dalam negerinya secara wajar dan Pemohon mengalami “price suppression” yang berkelanjutan. Penyebab utama ketidakmampuan Pemohon meningkatkan penjualan maupun harga jual di dalam negerinya secara wajar adalah adanya tekanan dari impor PSF dari RRT dengan harga dumping yang sangat tidak wajar. 9
TIDAK RAHASIA
2.
Data Impor Negara yang Diduga melakukan Dumping
Negara
RRT Impor lainnya Total Impor
Tabel C2-1 Total Impor – PSF HS 5503.20.00.00 Import/MT Juli 2011Juli 2012-Juni Juli 2013-Juni Juni2012 (IP-2) 2013 (IP-1) 2014 (IP) MT % MT % MT % 26.621
30
47.737
40
51.262
39
63.512
70
70.528
52
79.091
61
118.26 5
90.133
130.35 3
Sumber: Data Biro Pusat Statistik (BPS)
Berdasarkan Tabel C2-1 di atas, terlihat jelas bahwa impor PSF selama periode penyelidikan mengalami kenaikan yang signifikan. Total impor dari RRT telah hampir manyamai total impor dari negara lainnya, yang berdasarkan data BPS terdiri dari 25 negara. Hal ini menunjukkan bahwa importasi dari negara yang dituduh dumping tersebut akan sangat mempengaruhi kondisi persaingan penjualan PSF di pasar dalam negeri Indonesia. 3.
Perkembangan Indikator Kerugian Pemohon Melihat fakta kerugian material bagi Pemohon di bawah ini maka Pemohon bersama ini memohon agar besaran marjin BMAD terhadap PSF yang diimpor dari RRT dapat diubah sesuai ketentuan Interim Review di Pasal 32 ayat (1) dari Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan. Tabel C3-1 Perkembangan Indikator Kerugian Pemohon Satuan Deskripsi
Penjualan Dalam Negeri Nilai Penjualan Dalam Negeri Tenaga Kerja Produksi Utilisasi Harga Jual Dalam Negeri Profitabilitas
MT
IP-2 Juli 2011- Juni 2012 100
IP-1 Juli 2012- Juni 2013 107
IP Juli 2013-Juni 2014 104
100
100
92
100 100 100 100
104 107 96 94
101 105 99 89
100
-103
25
USD Orang MT % USD per MT %
10
TIDAK RAHASIA Persediaan MT Kapasitas MT Terpasang MT/orang Produktifitas Return on % Investment Kemampuan Meningkatkan % Modal % Pertumbuhan USD Investasi Keuntungan USD (Kerugian) USD Upah Arus Kas USD Sumber: Data Keuangan Pemohon
100 100
128 111
108 107
100 100
103 -145
104 25
100
-103
25
negatif 100 100
negatif 72 (104)
negatif 93 23
100
130
100
121
134 114
Berdasarkan Tabel C3-1 tersebut di atas, dampak negatif masuknya barang impor dumping dapat terlihat dari menurunnya penjualan Pemohon baik secara kuantitas maupun nilainya. Profitabilitas Pemohon juga terlihat sangat terpengaruh sehingga terlihat terus menurun, meskipun dalam kondisi pemanfaatan kapasitas yang optimal, mencapai XXX% bahkan lebih, dan produktifitas tenaga kerja yang meningkat. Penurunan profitabilitas dengan sendirinya menyebabkan penurunan pada ability to raise capital, dan pada akhirnya menurunkan tingkat investasi pemohon. Hal ini terjadi karena profit merupakan salah satu bagian dari sumber permodalan (capital) dan merupakan unsur penting untuk menunjang investasi. Profit merupakan sumber modal yang murah, karena tidak membebani perusahaan dengan bunga dan kewajiban kepada pihak ketiga. Selain itu, profit juga merupakan daya tarik bagi calon investor untuk ikut menanamkan modal pada perusahaan yang bersangkutan, karena dari adanya profit inilah maka investor berharap akan mendapatkan profit sharing atau deviden. Oleh karena itu, perolehan profit yang terus menurun bahkan mencapai loss atau kerugian merupakan kerugian serius atau injury yang harus segera diberikan penanganan memadai untuk memulihkannya. Secara umum dapat dikatakan bahwa menurunnya profit, ability to raise capital dan investasi Pemohon pada akhirnya akan menghambat laju pertumbuhan atau growth perusahaan. Apabila kondisi ini berlanjut terus, maka dikhawatirkan akan menjadikan perusahaan tidak dapat bertahan hidup dan mengakibatkan efek yang lebih besar secara makro, yaitu pengurangan jumlah karyawan dan menambah angka pengangguran secara nasional yang akhirnya mengganggu perputaran roda perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Oleh karena itu, dalam hal ini Pemohon memohon dengan sangat peran serta dari pihak pemerintah dalam hal ini KADI, untuk menjalankan fungsinya melindungi kepentingan industri nasional dengan menanggulangi praktik importasi yang tidak sehat berupa praktek impor dengan harga dumping.
11
TIDAK RAHASIA 4.
Dampak Volume Dampak dari peningkatan volume impor dapat dilihat dalam tabel-tabel sebagai berikut: Tabel C4-1 Dampak Volume Relatif Terhadap Konsumsi Nasional Juli 2011 - Juni 2012 (IP-2) MT %
NEGARA RRT
Juli 2012 - Juni 2013 (IP-1) MT %
Juli 2013 - Juni 2014 (IP) MT %
100
6
179
9
193
10
IMPOR LAINNYA TOTAL IMPOR
100 100
13
111 131
13
125 145
15
PENJUALAN PEMOHON PENJUALAN IDN LAINNYA KONSUMSI NASIONAL
100
50
107
48
104
47
100 100
110 113
103 111
Tabel C4-1 tersebut di atas menunjukkan adanya konsumsi nasional yang meningkat pada IP-1, meskipun kemudian sedikit menurun pada IP. Namun patut dicermati bahwa meskipun terjadi penurunan pada IP, namun secara absolut tetap lebih tinggi daripada konsumsi nasional pada awal periode atau IP-2. Secara relatif terhadap konsumsi nasional, impor dari ketiga negara yang dituduh dumping bergerak naik dari 8,4% pada IP-2 menjadi 13% pada IP. Sedangkan Pemohon mengalami penurunan dari 50% pada IP-2 menjadi 47% pada IP. Total impor dari negara lainnya terlihat juga mengalami kenaikan prosentase, dari 10% pada IP-2 menjadi 12% pada IP. Namun perlu dicatat bahwa impor dari negara lainnya merupakan kumulasi dari 25 negara, sehingga tidak dapat dikatakan sebagai telah memberi dampak serius bagi industri nasional. Oleh sebab itu, Pemohon menyimpulkan bahwa kenaikan impor dari ketiga negara yang dituduh dumping telah merebut konsumsi nasional secara tidak fair karena dilakukan dengan harga dumping sebagaimana akan kami jelaskan pada bagian lain Permohonan ini. Tabel C4-2 Dampak Volume Absolut NEGARA
Juli 2011- Juni 2012 MT %
12
Juli 2012- Juni 2013 MT %
Juli 2013- Juni 2014 MT %
TIDAK RAHASIA
RRT
26.621
30
47.737
40
51.262
39
IMPOR LAINNYA
63.512
70
70.528
60
79.091
61
TOTAL IMPOR
90.133
118.265
130.353
Berdasarkan tabel C4-2 di atas dapat terlihat bahwa impor dumping dari RRT mengalami kenaikan yang signifikan, yaitu dari prosentase 30% pada IP-2 menjadi 39% pada IP. Secara umum dapat dikatakan bahwa volume impor dari RRT mengalami kenaikan yang signifikan. Perlu dicatat bahwa kenaikan sebagaimana disebutkan sebelumnya adalah dalam kondisi pemberlakuan BMAD sejak bulan November 2010. Artinya, jika BMAD tidak dikenakan atau tidak dilanjutkan, sangat mungkin volume impor dumping RRT akan segera melonjak. Oleh sebab itu sangat wajar apabila Pemohon mengharapkan adanya perhatian dari pemerintah dalam hal ini KADI, untuk dapat mengatasi hal tersebut dengan mengubah BMAD menjadi lebih besar untuk periode yang akan datang. 5.
Dampak Harga 5.1 Price Undercutting Tabel C5-1.1 Price Undercutting dengan Pemberlakuan BMAD Saat Ini NO
SATUAN
Juli 2011 - Juni 2012
Periode Juli 2012 - Juni 2013
Juli 2013 - Juni 2014
XXXX
XXXX
XXXX XXXX XXXX -2%
XXXX XXXX XXXX N/A
K HARGA e USD/KG XXXX PEMOHON t e XXXX 1.r RRT USD/KG 1) XXXX a HARGA EKSPOR n XXXX UNDERCUTTING g % -8% a n: Terkait dengan perhitungan harga ekspor RRT, Bea Masuk sebagai berikut: Bea Masuk ACFTA adalah sebesar 0% THC + Inland Freight adalah sebesar USDXXXX/KG Keuntungan (Profit) dihitung sebesar X%
yang berlaku adalah
Perhitungan undercutting pada Tabel C5.1.1 di atas telah memasukkan faktor BMAD yang pada saat ini masih berlaku. Besaran THC dan inland freight serta profit merupakan besaran yang pada umumnya berlaku, berdasarkan informasi dari pelaku bisnis anggota APSYFI. Informasi tentang THC dan inland freight ini sifatnya adalah informasi umum yang 13
TIDAK RAHASIA mungkin sekali tidak sama persis dengan kondisi pada masing-masing eksporter atau negara. Namun demikian, Pemohon menganggap bahwa informasi ini valid karena diperoleh dari pelaku bisnis dalam komoditi yang sama. Fakta mengenai berapa sebenarnya besaran THC dan inland freight nantinya kami harapkan dapat diperoleh oleh KADI setelah melakukan proses investigasi pada masing-masing eksporter/negara yang dituduh. Sehubungan dengan akan berakhirnya masa pengenaan BMAD barang impor PSF tersebut, berikut ini kami sajikan perhitungan price undercutting dalam hal BMAD tersebut tidak diperpanjang pengenaannya dan tidak diubah menjadi lebih besar. Tabel C5-1.2 Price Undercutting Apabila BMAD Tidak Dikenakan
SATUAN HARGA PEMOHON RRT
Juli 2011Juni 2012
Periode Juli 2012Juni 2013
Juli 2013Juni 2014
USD/KG
XXXX
XXXX
XXXX
USD/KG HARGA EKSPOR UNDERCUTTING %
XXXX XXXX XXXX -18%
XXXX XXXX XXXX -12%
XXXX XXXX XXXX -9%
Keterangan: Terkait dengan perhitungan harga ekspor RRT, Bea Masuk yang berlaku adalah sebagai berikut: Bea Masuk ACFTA adalah sebesar 0% THC + Inland Freight adalah sebesar USDXXXX/KG Keuntungan (Profit) dihitung sebesar X%
Tabel di atas menunjukkan telah terjadi price undercutting terjadi akibat impor PSF dari RRT sebesar 9% . Grafik berikut menunjukkan gambaran price undercutting tersebut:
Grafik C5-1.2 Price Undercutting Apabila BMAD Tidak Dikenakan
14
TIDAK RAHASIA
Grafik di atas menunjukkan selama periode penyelidikan, telah terjadi price undercutting yang signifikan terhadap harga jual Pemohon oleh impor dumping dari RRT sebesar 9% apabila BMAD tidak dikenakan dan tidak diubah menjadi lebih besar. 5.2 Price Depression Tabel C5-2 Price Depression SATUAN
USD/KG Indeks
Juli 2011Juni 2012 100 100
Harga Pemohon Juli 2012Juni 2013 94 94
Juli 2013Juni 2014 89 89
Berdasarkan Tabel C5-2 di atas, terlihat jelas bahwa harga jual Pemohon terdepresi secara signifikan hingga 6 poin indeks pada IP-1 jika dibandingkan dengan harga pada IP-2 dan kembali terdepresi sebesar 5 poin indeks pada IP. Grafik berikut menunjukkan gambaran price depression tersebut:
Grafik C5-2 15
TIDAK RAHASIA Price Depression
5.3
Price Suppression Tabel C5-3 Price Suppression Juli 2011Juni 2012 Harga Jual USD/KG Harga Pokok Penjualan (HPP) Profit USD/KG
Juli 2012-Juni Juli 2013-Juni 2013 2014
100
94
89
100
92
98
N/A
N/A
XX
Perhitungan price suppression pada Tabel C5-3 di atas tidak menggunakan Harga Pokok Produksi sebagai acuan, namun menggunakan Harga Pokok Penjualan. Hal ini menjadikan besaran price suppression kongruen dengan besaran profit/loss yang diperoleh Pemohon. Tabel C5-3 menunjukkan bahwa Pemohon mengalami price suppression yang sangat serius. Dalam kasus ini, meskipun HPP mengalami penurunan dari IP-2 ke IP, namun harga jual justru menurun lebih tajam dibandingkan penurunan HPP tersebut. Grafik berikut menunjukkan gambaran price suppression tersebut:
16
TIDAK RAHASIA
Grafik C5-3 Price Suppression
6.
Hubungan Kausal antara Dumping dan Kerugian Volume impor dengan harga dumping meningkat dalam jumlah yang sangat signifikan dan terus berlangsung dari pertengahan tahun 2011 hingga pertengahan tahun 2014. Pangsa pasar PSF dengan harga dumping asal RRT meningkat terus di Indonesia dan telah menyebabkan penurunan pangsa pasar Pemohon. Impor dari RRT baik dengan berlakunya BMAD maupun tidak telah secara jelas memotong (undercut) harga jual dalam negeri Pemohon. Pemohon mengalami penurunan harga jual yang signifikan (price depression) dan mengalami tekanan harga akibat masuknya barang impor dengan harga dumping (price suppression). Pemohon telah dipaksa oleh adanya impor dengan harga dumping untuk mengambil kebijakan yang tidak menguntungkan yaitu menurunkan harga jual (price depression). Jika kebijakan price depression ini tidak dilakukan, sudah tentu Pemohon akan semakin banyak kehilangan pangsa pasar dan semakin besar kerugian yang terjadi. Pemohon juga telah dipaksa oleh adanya impor dengan harga dumping untuk memperkecil profit marjin bahkan hingga terjadi loss atau kerugian, artinya menjual dengan harga dibawah harga pokoknya. Kebijakan merugikan ini diambil dalam rangka menghindari kerugian yang lebih besar lagi berupa pengurangan penjualan secara besar-besaran atau bahkan terhentinya penjualan. Jika hal demikian terjadi maka stok barang jadi akan menumpuk digudang dan pada kondisi terburuk adalah penghentian produksi.
17
TIDAK RAHASIA Berdasarkan hal-hal tersebut di atas dan merujuk kepada Pasal 3.2 WTO AntiDumping Agreement dan keputusan Panel WTO yang mensyaratkan salah satu dari efek harga perlu terjadi maka dapat kami sampaikan bahwa telah nyata terjadi “price effects” akibat adanya impor dumping dari ketiga negara yang dituduh.
7.
Faktor Lain Penyebab Kerugian pada Pemohon Faktor lain yang mungkin dapat menyebabkan kerugian telah dipelajari dengan seksama.
7.1
Efisiensi dari Pemohon Berdasarkan analisis faktor injury dapat kita lihat bahwa capacity utilization selama 3 tahun penyelidikan adalah sangat baik yaitu, 100 poin indeks pada periode Juli 2011-Juni 2012, 111 poin indeks pada periode Juli 2012-Juni 2013 dan 107 poin indeks pada periode Juli 2013Juni 2014. Selain itu, produktivitas tenaga kerja juga meningkat dari 100 poin indeks pada periode Juli 2011-Juni 2012, menjadi 103 poin indeks pada periode Juli 2012-Juni 2013 dan menjadi 103 poin indeks pada periode Juli 2013-Juni 2014. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa Pemohon telah bekerja secara efisien dalam proses produksinya.
7.2
Teknologi Teknologi yang dimiliki Pemohon dalam proses produksinya telah terbukti dapat memproduksi produk PSF dengan kualitas yang dapat diterima dengan baik oleh para konsumen di dalam maupun di luar negeri.
7.3
Impor dari Negara Lain Terhadap impor dari negara lain, Pemohon meyakini bahwa impor dari beberapa negara lain tersebut tidak terindikasi dilakukan secara dumping.
7.4
Ekspor Pasar ekspor bukan merupakan tujuan Pemohon didirikan di Indonesia. Ekspor yang dilakukan oleh Pemohon tidak signifikan dan dilakukan semata-mata karena tidak sehatnya kondisi pasar dalam negeri sebagai akibat dari masuknya produk impor dumping asal RRT.
Oleh karena itu, dapat dilihat bahwa tidak ada faktor lain yang menyebabkan kerugian bagi Pemohon. Penyebab kerugian material Pemohon adalah sematamata karena impor PSF yang terus dilakukan dengan harga dumping dari RRT.
18
TIDAK RAHASIA 8.
Prospek dan Pandangan ke Depan Industri PSF Pemohon di Indonesia adalah bermodal besar dengan tenaga kerja dalam jumlah yang sangat banyak dan Indonesia termasuk sebagai produsen utama PSF di dunia dengan presentase sebesar XXX% dibandingkan dengan produksi seluruh negara produsen PSF. Sebagai pertimbangan, produksi PSF RRT meningkat dari 10 juta MT di tahun 2005 menjadi 16 juta MT di tahun 2014 dan diperkirakan akan meningkat menjadi 18 juta MT di tahun 2015 hingga 22 juta MT di tahun 20201. Fakta ini menunjukan bahwa RRT adalah produsen terbesar PSF di dunia dan apabila BMAD terhadap RRT tidak diteruskan keberlakuannya maka sudah dipastikan industri dalam negeri PSF Indonesia akan berhenti total dan tutup sebagai akibat praktik dagang yang dilakukan secara curang / unfair oleh eksportireksportir assal RRT. Industri dalam negeri PSF Indonesia sanggup bersaing dengan PSF asal RRT sepanjang mereka juga bersaing secara adil / fair dalam ekspornya ke pasar dalam negeri Indonesia. Selanjutnya, negara-negara seperti Amerika Serikat, Pakistan, Uni Eropa secara bergantian pernah memberlakukan pula BMAD bagi PSF asal RRT. Halmana membuktikan bahwa eksportir-eksportir PSF asal RRT telah melakukan praktik curang dalam kegiatan ekspornya. Investasi Pemohon dalam industri PSF bersifat jangka panjang. Apabila terhadap dumping ini tidak dilakukan perubahan besaran marjin bea masuk anti-dumping dan terhadap industri tidak diberikan kesempatan bersaing dengan adil dan wajar dengan impor maka keberadaan dan kelangsungan industri PSF di Indonesia akan sangat terancam.
1
Publikasi Petrokimia Internasional terpercaya
19