sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Oseana, Volume XXVII, Nomor 3, 2002 : 1 -9
ISSN 0216-1877
PERLUKAH TERIPANG (HOLOTHURIANS) DILINDUNGI ? Oleh Prapto Darsono1 ABSTRACT Sea cucumbers (holothurians) have been harvested commercially for hundreds year. Lately, global annual volume of trade reach about 12000 metric ton of dried sea cucumber (120000 t live). Demand in Asian market worldwide has led to an increasing exploitation of sea cucumbers in producer countries. Sea cucumbers are sedentary animals that are especially susceptible to over exploitation because they are large, easily collected, and do not require sophisticated fishing techniques. Fishing causes a decline in the density and biomass of target species, and populations may be unable to rebound once they fall below a critical biomass. Holothurians are broadcast spawners and fertilization success is highly dependent on population density. Indonesia is one of the main exporting country which has long been history of sea cucumbers exploitation. Fishermen collected sea cucumber from all over Indonesia islands, but holothurians fishery mostly develop in eastern Indonesia. In the past time exploitation is limited to a certain species which have high value. Because of market demand, level of exploitation is increasing. Recently, species with low value are also collected. There is no reliable statistic of sea cucumbers production in Indonesia. The sea cucumber production may be inferred from statistic of imported countries. Ongoing observation show that the population trends indicate a decline in the number of individuals in the wild. Holothurians have been over exploited not only in Indonesia waters but also through out the world. Holothurians may be qualify for listing in CITES Appendix II.
PENDAHULUAN Dalam bulan Januari 2002 pihak the United State Department of the Interior Fish and Wildlife Service melayangkan surat kepada CITES Management Authority of Indonesia tentang kemungkinan takson teripang (sea cucumbers) masuk dalam daftar (listing) CITES
Oseana, Volume XXVII no. 3, 2002
Appendix II. Karena Indonesia termasuk negara yang merupakan daerah penyebaran dari takson teripang tersebut, maka Divisi Scientific Authority United State meminta bantuan dari CITES Management Authority dan CITES Scientific Authority Indonesia untuk memberikan tanggapan terhadap rencana usulan tersebut.
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Sehubungan dengan hal tersebut, LIPI
selaku CITES Scientific Authority sudah seharusnya memberikan tanggapannya. Apa tanggapan atau saran yang diberikan oleh LIPI penulis tidak tahu secara persis, namun pada saat itu penulis memberikan input pemikiran sebagai bahan. Dalamkesempatan ini pemikiran tersebut dicoba diuraikan lebih lanjut. Sudah diketahui umum bahwa teripang adalah komoditi perikanan yang diperdagangkan secara internasional, dan eksploitasinya telah berlangsung sejak ratusan tahun. Teripang selain berfungsi ekonomi sebagai komoditi perikanan/ perdagangan, di alam punya fungsi ekologi. Kepunahan teripang di habitat alaminya akan berpengaruh terhadap "sistem" alami yang ada. Berpijak pada pemikiran ini, dan mengacu pada referensi yang ada, penulis mencoba untuk membahas lebih lanjut. APA DAN KENAPA TERIPANG
Teripang (kelas Holothuroidea, Filum Echinodermata), termasuk kedalam invertebrata laut. beberapa jenisnya menjadi target perburuan untuk diperdagangkan. Teripang merupakan komoditi perikanan yang diperdagangkan secara internasional (AKAMINE2000;CONAND 1990,1997,1998, CONAND & SLOAN 1989). Teripang (sea cucumber) merupakan jenis bahan makanan tradisional di beberapa negara di Asia, khususnya China. Teripang olahan kering dikenal sebagai beche-de-mer atau trepang, merupakan komoditi perdagangan internasional. Teripang disukai karena kandungan zat-zat obat (medicinal properties), makanan ini berkhasiat penyembuhan (curative), dan mempunyai daya aphrodisiac (PRESTON 1993). Dari analisa proksimat daging teripang diperoleh komposisi protein 43%, lemak 2%, kadar air 17%, mineral 21% dankadar abu7 % (JAMES 1989). Karena rendahnya kandungan lemak,
Oseana, Volume XXVII no. 3, 2002
direkomendasikan teripang baik untuk orangorang yang bermasalah dengan kholesterol. Di Jepang, Korea dan beberapa negara Pasifik Selatan, daging dan organ dalam (viscera) teripang dimakanmentah, dimasak, diasin atau dalam bentuk kering (SHELLEY 1985, YANAGISAWA 1996). Teripang juga digunakan sebagai pakan ternak, dan untuk dibuat tuba ikan maupun sebagai agen anti jamur (PRESTON 1993). Dari sekitar 1400 jenis teripang yang diketahui di dunia, hanya sekitar 20 jenis yang bernilai komersial (CONAND & BYRNE 1993, HOLLAND 1994, ROWE & GATES 1995). Sejak akhir 1990 pasar teripang bertambah dengan berkembangnya riset
produk alam (natural products) dan penggunaannya sebagai biota akuarium. SELINTAS SEJARAH PERIKANAN TERIPANG
Sejarah perikanan (eksploitasi) teripang di Indonesia sudah berlangsung lebih dari tiga abad (CAMBELL & WILSON 1993; STACEY 2000). Teripang sebagai komoditi perdagangan sudah dikenal sejak lama. Merunut kebelakang, perhatian tentang teripang dan perikananya di Indonesia diberikan oleh KONINGSBERGER (1904). Ulasan tentang perikanan teripang di Indonesia ditulis oleh SURJODINOTO (1954). Menurutnya "dahulu" teripang merupakan salah satu hasil laut yang penting disamping ikan dan mutiara, namun "sekarang" tidaklah demikian. Hasil teripang dari Indonesia diekspor ke Tiongkok (China), dimana teripang sangat digeman dan termasuk makanan mewah. Perikanan teripang diusahakan di seluruh Indonesia, namun Indonesia Timur adalah daerah perikanan teripang yang utama. Daerah-daerah yang menjadi tempat perburuan teripang yaitu di Kepulauan Seribu, Pulau Panaitan, Karimun Jawa, Pulau Kangean, Pulau Sapudi, Bali, Lombok, Timor, Maluku meliputi Pulau Banda, Bum, Seram, Kai, Aru, Tanimbar, Ternate, dan daerah Sulawesi, Irian, Kalimantan Timur
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
(Berau), Kalimantan Barat (Kepulauan Karimata), Riau (Pulau Bintan, Tujuh, Lingga), dan Bangka Belitung. Perburuan teripang juga sudah menjamah sampai daerah Australia. Mereka yang aktif berburu teripang yaitu orang-orang atau nelayan Madura, Bugis, Makasar, Bone, Bajo, Kai, Aru, Tanimbar, dan orang Sekah (Bangka Belitung). Tidak banyak catatan yang bisa dijadikan acuan tentang kegiatan perburuan teripang di Indonesia. Namun hal ini tidak berarti kegiatan perikanan teripang berhenti, kegiatan ini berlangsung terus bahkan mungkin meningkat intensitasnya (AZIZ 1987, CON AND & TUWO 1996, AM A 2001). Mensitir tulisan CAMBELL & WILSON (1993) dan STACEY (2000), sejarah perikanan teripang di Indonesia sudah berlangsung sejak lama. Ekspedisi pelayaran bangsa Belanda menuliskan pertemuannya dengan nelayan Makasar dan Bugis di perairan utara Australia untuk mencari teripang pada awal 1700 an. Teripang bahkan dianggap sebagai komoditi yang menjembatani antara pelayar Makasar dan bangsa Aborijin di pesisir pantai barat dan utara Australia. Pelayaran ini masih berlangsung sampai sekarang meskipun teripang tidak lagi merupakan tujuan utama dalam pelayaran. Perikanan teripang di Indonesia saat ini meskipun tidak berkembang tapi masih berlangsung terus. Dari segi lamanya eksploitasi ini berlangsung, bisa diperkirakan bagaimana kondisi populasi jenis-jenis teripang komersial. Saat ini depleting resources teripang sudah "dirasakan" terjadi, karena laju recruitment tidak sebanding dengan laju eksploitasinya. Pengumpulan teripang masih berlangsung terus, meskipun terjadi secara sporadis, dan permintaan makin meningkat. SUMBERDAYA TERIPANG
Teripang (holothurians) adalah kelompok hewan invertebrata laut dari kelas
Oseana, Volume XXVII no. 3, 2002
Holothuroidea (Filum Echinodermata), dibedakan dalam enam bangsa (ordo) yaitu Dendrochirotida, Aspidochirotida, Dactylochirotida, Apodida, Molpadida, dan Elasipoda. Kekayaan jenis teripang di Indonesia belum diketahui secara pasti, namun BAKUS (1973) menyebut jumlah lebih 1200 jenis dari perairan dangkal tropika. Semua jenis teripang komersial, khususnya dari daerah tropika, termasuk dalam bangsa Aspidochirotida dari suku (family) Holothuriidae dan Stichopodidae, yang meliputi
marga (genus) Holothuria, Actinopyga, Bohadschia, Thelenota dan Stichopus. Teripang bangsa Aspidochirotida terutama tersebar di perairan dangkal daerah tropika. Marga Holothuria sendiri paling sedikit terdiri dari 114 jenis (species) (ROWE 1969). Perikanan teripang di Indonesia bersifat multispecies, banyak jenis dipungut dijadikan produk teripang kering untuk diperdagangkan. Tidak kurang sekitar 25 jenis teripang potensial komersial diidentifikasikan dari perairan Indonesia (Tabel 1) (DARSONO 1995). Jenis teripang yang termasuk dalam kategori utama adalah teripang pasir atau teripang putih, Holothuria scabra, teripang susuan, H. nobilis dan H. fuscogilva, teripang nenas, Thelenota ananas. Jenis yang termasuk kedalam kategori sedang yaitu teripang dari marga Actinopyga, seperti teripang lotong (A. miliaris), teripang batu (A. echinites), teripang bilalo (A. lecanora dan A. mauritiana). Jenis-jenis lainnya termasuk dalam kategori rendah/ murah. EKSPLOITASI TERIPANG DI INDONESIA
Kegiatan eksploitasi teripang di Indonesia umumnya berskala kecil, bersifat artisanal. Para nelayan mengumpulkan teripang sedikit demi sedikit dan diproses dikeringkan kemudian dijual kepada "tengkulak". Data statistik yang reliable tentang ekspor teripang tidak jelas. Sumber formal data produksi teripang adalah statistik perikanan yang
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
diterbitkan oleh Direktorat Jendral Perikanan. Sebagai produk perikanan, teripang dikategorikan sebagai produk samping (miscellaneous) dalam statistik hasil perikanan tersebut. Akibat peng-kategorian ini perhatian terhadap komoditi teripang diduga tidak serius. Keadaan ini menyebabkan data produksi yang ada mungkin dipertanyakan. Data statistik perikanan sepuluh tahun terakhir berfluktuasi namun menunjukkan trend produksi teripang meningkat dari 1450 ton (1989) menjadi 3058
Oseana, Volume XXVII no. 3, 2002
ton (1998), sedikit menurun 2617 ton pada tahun 1999 (Tabel 2). Kenaikan jumlah produksi ini kemungkinan terjadi karena pemungutan teripang pada dekade terakhir ini beralih pada sembarang jenis, seperti dikemukakan oleh CONAND (1998) bahwa Indonesia merupakan produser teripang berkualitas rendah. Data impor teripang di Hong Kong (Tabel 3) dari Indonesia pada tahun 1993-1996 (FERDOUSE 1999) relatif tinggi dibanding angka produksi tersebut.
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Menurut lnfofish Trade News 11/96,17/ 6/ 96, Indonesia tercatat sebagai negara pemasok utama. Data import dari tempat tujuan (imported countries) seperti Singapura, Hongkong dan Taiwan, mungkin lebih meyakinkan untuk interpolasi produksi teripang di Indonesia. STATUS KONSERVASI
Teripang merupakan komoditi perikanan, eksploitasinya telah berlangsung sejak ratusan tahun. Dalam statistik perikanan, teripang digolongkan sebagai produk miscelaneous. Hal ini secara langsung memperlihatkan bahwa produk ini dianggap tidak penting, sehingga perhatian terhadap produk ini diduga sangat kurang dan cenderung tidak proposional. Meskipun "dirasakan" sumberdaya teripang telah menurun (depleting), tidak ada pengelolaan serius dilakukan. Sampai saat ini tidak ada larangan/ pengaturan eksploitasinya.
Oseana, Volume XXVII no. 3, 2002
Permintaan pasar cenderung meningkat, hal ini mendorong peningkatan usaha eksploitasinya. Keadaan saat ini sudah sulit mengumpulkan/ menemukan jenis-jenis teripang target yang mempunyai nilai harga relatif mahal. Oleh keadaan ini, pengumpulan teripang jenis-jenis yang murah menjadi lebih intensif. Dengan kata lain, kalau dulu (dua dekade kebelakang) pengumpulan teripang "hanya" dilakukan terhadap jenis-jenis tetentu (mahal), maka waktu ini dilakukan terhadap "sembarang" jenis. Keadaan ini telah menyebabkan akselerasi penurunan populasi (depleting resources) teripang dipercepat, dan jenis-jenis mahal menjadi makin "langka". Paling sedikit ada 21 jenis teripang telah diidentifikasikan dari hasil tangkapan perburuan para nelayan (DARSONO 2002). Ancaman utama terhadap keberadaan teripang adalah terjadinya tangkap lebih (overexploitation) akibat peningkatan permintaan pasar, juga penggunaan teripang sebagai biota akuarium maupun sebagai bahan riset biomedis. Hal lain yang juga mengancam
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
populasi teripang adalah degradasi dan hilangnya habitat tempat hidupnya. Teripang berkelamin terpisah, memijah didalam air (laut) dan fertilisasi terjadi dalam kolom air. Teripang mempunyai karakter mobilitas rendah dan kemungkinan ruang hidupnya sempit (small home range). Oleh karena itu untuk suksesnya fertilisasi, populasi teripang harus dalam jumlah tertentu. Jarak keberadaan antara jantan dan betina yang terlalu jauh sangat mungkin tidak akan terjadi fertilisasi. Sekali kepadatan populasi teripang turun dibawah jumlah kritis, maka sangat sulit populasi akan pulih kembali (recover). Belum ada pengelolaan teripang dilakukan di Indonesia. Berapapun nilai kontnbusi teripang bagi pendapatan sektor perikanan, perlu dikembangkan pola pengelolaan (management) yang melindungi sumberdaya dan usaha eksploitasinya. Pengelolaan tersebut meliputi antara lain daerah perburuan, kuota, sistem perijinan, musim panen, jumlah panenan, dan Iain-lain, yang kesemuanya bertujuan untuk mencegah terjadinya tangkap lebih. PERLUKAH TAKSON TERIPANG DIMASUKKAN DALAM DAFTAR CITES Teripang punya fungsi ekologi disamping fungsi ekonomi sebagai komoditi perikanan/ perdagangan. Secara ekolpgis teripang berfungsi membantu proses dekomposisi zat organik yang ada dalam sedimen, dan melepaskan/ menghasilkan nutrisi kedalam rantai makanan. Kepunahan teripang di habitat alaminya akan merubah "sistem" alami yang ada. Setiap perubahan akan membawa dampak, cenderung negatif, sering tidak terduga oleh pemikiran manusia. Oleh karenanya "kelestarian" merupakan kata kunci yang harus diupayakan. Kelestarian sumberdaya teripang menpunyai dua aspek, melindungi keberadaan sumberdaya itu sendiri, dan menjaga keberlanjutan kegiatan perikanannya atau produksi teripang.
Oseana, Volume XXVII no. 3, 2002
Teripang (holothurians) adalah hewan bentik yang lambat geraknya, hidup pada dasar/ substrat pasir, lumpur maupun dalam lingkungan terumbu. Teripang merupakan komponen penting dalam rantai makanan (food chain) di daerah terumbu karang dengan asosiasi ekosistemnya pada berbagai tingkat trofik (trophic levels), berperan penting sebagai pemakan deposit (deposit feeder) dan pemakan suspensi (suspensifeeder). Individu teripang bisa memproses sedimen sebanyak 80 gram berat kering per hari. Penurunan populasi secara cepat menimbulkan konsekwensi serius bagi kehidupan jenis-jenis lain yang merupakan bagian dalam lingkar pangan (food web) yang sama. Seperti diketahui telur-telur, larva dan juwana teripang merupakan sumber pangan yang penting bagi beberapa jenis biota laut seperti udang- udangan (crustaceans), ikan, dan moluska. Teripang mencerna sejumlah besar sedimen, terjadilah pengadukan lapisan atas sedimen di goba, terumbu maupun habitat lain yang memungkinkan terjadi oksigenisasi lapisan sedimen, mirip seperti yang dilakukan cacing tanah di darat. Proses ini mencegah terjadinya penumpukan busukan benda organik dan sangat mungkin membantu mengontrol populasi hama dan organisma patogen termasuk bakteri tertentu maupun cyanobacteria mats. Tangkap lebih terhadap teripang bisa mengakibatkan terjadinya pengerasan dasar laut, dan berakibat ketidak cocokan habitat bagi bentos lain dan organisma meliang (infaunal organism). Data kuantitatif tentang penurunan populasi (depleting resources) teripang di Indonesia sangat kurang. Namun observasi visual di lapangan diperoleh indikasi terjadinya hal tersebut. Indikasi tersebut antara lain adalah sulitnya menemukan jenis-jenis teripang komersial, baik yang mahal, sedang maupun murah harganya, di habitat alaminya. Karena sulit ditemukan, berarti keberadaannya sudah jarang, bahkan beberapa jenis mahal terkesan "langka". Melihat hal ini dari segi kelestarian
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
sumberdaya, maka perlu segera diambil langkah perlindungan bagi teripang dari upaya perburuannya. Perlindungan tersebut berupa pengaturan dan pengelolaan eksploitasi atau perburuan teripang. Disisi lain perlindungan ini mungkin sangat tidak populer bagi nelayan pengumpul teripang. Hal ini bisa dilematis, karena bagi nelayan hanyalah sekedar mencari "sesuap nasi" dan sudah mereka lakukan turun temurun sejak ratusan tahun. Penulis tidak tahu persis konsep CITES (Convention on International Trade of Endanger Species of Flora and Fauna), tapi punya persepsi bahwa CITES bertujuan untuk mengatur perdagangan agar terjaga kelestrian sumberdaya alaminya. Berpijak pada persepsi ini dan melihat laju eksloitasi yang terjadi waktu ini untuk memenuhi permintaan pasar internasional, maka dalam jangka pendek diperlukan pengawasan ketat terhadap perdagangan teripang. Pengawasan dalam arti bahwa eksploitasi teripang harus tercatat (recorded) dalam statistik perikanan secara lugas dan riel berapa jumlah tangkapan, dimana, dan jenis-jenisnya. Dengan kata lain statistik perikanan teripang agar ditingkatkan keseriusannya, sehingga data yang ada bisa diandalkan untuk pengambilan kebijaksanaan. Perdagangan teripang harus lewat "pintu" formal agar tercatat secara resmi. BSfFORMASITAMBAHAN
Dari uraian dimuka dapat digaris bawahi bahwa teripang merupakan komoditi perikanan yang memberikan pendapatan yang nyata bagi nelayan. Dalam perjalanan waktu, eksploitasi teripang telah terjadi pungut lebih (over exploitation) yang mengancam kelestarian sumberdaya teripang. Dengan azas manfaat dan lestari, maka eksploitasi teripang seharusnya berjalan terus dengan pengelolaan semestinya (ADAMS 1993). Pendataan hasil produksi perlu ditingkatkan dan ditata kembali disamping regulasi atau peraturan perundangan tentang usaha eksploitasi segera disiapkan.
Oseana, Volume XXVII no. 3, 2002
Produksi teripang tidak bisa mengandalkan secara terus-menerus dari populasi alami. Untuk menjaga kelangsungan produksi teripang, maka produksi teripang harus berbasis budidaya. Upaya budidaya teripang telah dilakukan di Indonesia (DARSONO 1999). Dalam dekade terakhir ini Puslit Oseanografi - LIPI, bekerjasama dengan Balai Budidaya Laut (BBL) Lampung - DKP, telah melakukan penelitian dalam upaya rekayasa pembenihan teripang. Secara teknis pembenihan teripang sudah bisa dilakukan di panti benih (hatchery). Saat ini sedang di upayakan untuk bisa memproduksi benih secara masal, yaitu menghasilkan sejumlah stok benih yang bisa diandalkan untuk mensuplai kebutuhan usaha budidaya teipang. Upaya pembenihan teripang telah berlangsung di berbagai negara seperti Jepang, India, Cina, Vietnam, Solomon, Fiji dll. DAFTAR PUSTAKA
ADAMS,T. 1993. Management of Bechede-mer (sea cucumber) fisheries. Beche-de-mer, Info. Bull 5:13-16. AKAMINE, J. 2000. Sea cucumbers from the coral reef to the world market. In Bisayan knowledge, movement and identity. VMAS III 1996-1999 (I. Ushijima & C. N. Zayas eds.). Quezon city, University of the Philippines. AMA, K.K. 2001. Martinus Kafiar, Bapak teripang Irja. Kompas 19 September 2001. AZIZ, A. 1987. Beberapa catatan tentang perikanan teripang di Indonesia dan kawasanlndo-PasifikBarat. Oseana 12 (2): 68-78. BAKUS,G.J. 1973. The biology and ecology of tropical holothurians. In: Biology and Geology of Coral Reef (O. A. Jones & R. Endean, eds.), vol. 2 (Biol. 1). Academic Press, New York: 325 - 367.
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
CONAND, C. 1990. The fishery resources of Pacific Island countries. Part 2, Holothurians. FAO Fishery Technical paper 272.2:7-10,27-41,95-100 CONAND, C. 1997. Are holothurian fisheries for export sustainable?. Proc.Eightlnt. Coral Reef Symp., Panama 1996,2:2021 - 2026. CONAND, C. 1998. Overexploitation in the present world sea cucumber fisheries and perspectives in Mariculture. Echinoderm (Mooi & Tellord eds.), Balkema, Rotterdam: 449-454. CONAND, C. and BYRNE, M. 1993. A review of recent developments in the world sea cucumber fisheries. Mar. Fish. Rev. 55: 1- 13. CONAND, C. and SLOAN, N. 1989. World fisheries for echinoderms. In : Marine Invertebrate Fisheries (ed. J. Caddy). Wiley & Sons, New York: 647-663. CONAND, C. and A. TUWO 1996. Commercial holothurians in South Sulawesi, Indonesia: fisheries and mariculture. SPC Beche-de-mer, Information Bulletin, 8: 17-21.
FERDOUSE,F. 1999. Beche-de-mer markets and utilisation. Beche-de-mer\ Inform. Bull 1 1 : 3 - 9 . HOLLAND, A. 1994. The status of global beche-de-mer fisheries with special reference to the Solomon Islands and the potensials of holothurians culture. M.Sc. Thesis, Departement of Marine Sciences and Coastal Management, University of Newcastle upon Tyne. JAMES, D.B. 1989. Beche-de-mer : Its Resources, Fishery and Industry. Marine Fisheries Information Service, Indian Council of Agricultural Reseach, special issue no. 92 : 30 pp KONINGSBERGER, J.C. 1904. Tripang en tripangvissecherij en Netherlandsch Indie. Medeel. Slands Plantentuin 71 : 72 pp. PRESTON, G.L. 1993. Beche-de-mer. In : Nearshore Marine Resources of the South Pacific : Information for Fisheries Development and Management (A. Wright & L. Hill, eds.). Forum Fisheries Agency, Honiara, Solomon Islands: 371 -407
CAMPBELL,B.C.andBUV.E. WILSON, 1993. The politic of exclusion: Indonesian fishing in the Australian Fishing Zone. Indian Ocean Centre for Peace Studies, CurtinUniv.:221pp.
ROWE,F.W.E. 1969. A review of the family Holothuriidae (Holothurioidea, Aspidochirotida). Bull. Brit. Mus. (Nat. His), (Zoology) 18:119- 170.
DARSONO, P. 1995. Sumberdaya teripang komersil di Indonesia. Prosid. Sem. Kelautan Nas., Jakarta 15-16 Nopember 1995. BabII.7:l-10.
ROWE, F.W.E. and GATES, J. 1995. Echinodermata. In : Zoological Catalogue of Australia (A. Wells, ed.), Vol. 33. CSIRO Australia, Melbourne.
DARSONO, P. 1999. Perkembangan pembenihan teripang pasir, Holothuria scabra Jaeger, di Indonesia. Oseana XXTV(3):35-45.
SHELLEY, C. 1985. Growth of Actinoyga
DARSONO, P. 2002. Sumberdaya terippangdi Pulau-pulau Derawan, Kalimantan Timur. Oseana XXVII(1): 9-18.
Oseana, Volume XXVII no. 3, 2002
echinites and Holothuria scabra (Holothuroidea : Echinodermata) and their fisheries potential (as beche-demer) in Papua New Guinea. Proc. 5th Int. Coral Reef Symp., Tahiti, 5 : 297 302.
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
STACEY, N.E. 2000. Boats to burn: Bajo fish- YANAGISAWA, T. 1996. Sea-cucumber ranch ing activity in the Australian Fishing ing in Japan and some suggestions for Zone.Ph.D Thesis, Faculty of Law, the South Pacific. In : Present and FuBussiness and Arts, Northern Territory ture of Aquaculture Research and DeUniversity, Australia: 361 pp. velopment in the Pacific Island Countries. Proceed. Int. Workshop, 20 -24 SURJODINOTO, R. 1954. Teripang dan November 1995, Tonga : 387-411. kedudukannya dalam perikanan laut. ° Berita Perikanan 6 (7): 100- 106.
Oseana, Volume XXVII no. 3, 2002