TTIIN NJJA AU UA AN N PPU USSTTA AK KA A
KONSELING PASIEN PEMAKAIAN OBAT DI APOTEK OLEH PETUGAS APOTEK, PERLUKAH? Masniah Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan R.I Medan Jl. Air Langga No.20 Medan
ABSTRACT Patient counseling, particularly for those patients prescription in drug usage is very required in achieving the maximum recovery. Drug related-problem, drug-related morbidity and drug related mortality are very important because they are due it the problem of long term drug usage. Patient know absolutely nothing about drug usage regulation is also the problem that could places drug as the dangerous element, which is need to be monitored and evaluated every time. Therefore, the action of patient counseling, indeed, is very effective to prevent from such dangerous matters. Keywords: Patient counseling, Drug use, Drug related problem, Drug related Morbidity, Drug related mortality PENDAHULUAN Dalam era globalisasi dengan tingkat kompetisi yang semakin tinggi di segala bidang kehidupan, termasuk kehidupan dunia profesi, demikian juga dengan profesi kesehatan, lebih khusus lagi profesi kefarmasian atau apoteker, tentunya menuntut masyarakat profesi untuk meningkat citra profesi dan harapan masyarakat dengan layanan profesional yang unggul dan handal. Interaksi seseorang yang memerlukan layanan kesehatan merupakan proses yang dimulai dengan pemahaman tentang kebutuhan layanan kesehatan dan diakhiri dengan hasil berupa penyelesaian yang baik. Pengobatan memainkan peran yang amat penting dalam pelayanan kesehatan dan dalam kehidupan sebagian besar masyarakat. Pangsa pasar farmasi merupakan suatu pangsa yang amat dinamik, akibat adanya pengembangan obat baru di samping terjadinya kompetisi yang amat tinggi di antara obat-obat tersebut. Dewasa ini setiap farmasis atau petugas apotek harus memahami proses penggunaan obat dengan baik, karena penggunaan obat selalu berkaitan dengan permasalahan medik,
64
sosial, ekonomi dan hukum. Peranan petugas apotek bukan hanya pada penyediaan produk obat tetapi juga menjamin terapi obat aman dan manjur dan tepat pada setiap tindakan terapi yang dilakukan pasien, baik oleh pasien dengan resep (sebelumnya berkonsultasi) dokter ataupun pasien tanpa resep dokter. Dewasa ini peran petugas apotek (farmasis) telah diberi kewenangan dalam “drug product selection” yaitu kewenangan untuk menyeleksi obat yang diresepkan tidak sesuai dengan kondisi pasien, dengan pertimbangan karakteristik, peraturan perundangan dan pertimbangan substitusi terapik. Juga dalam penetapan OTC dan “self medication”, petugas apotek haruslah dapat menegakkan “responsible self-medication”, yaitu menyeleksi dan menyarankan dengan menggunakan “non preseciption medicines” untuk pengobatan penyakit yang sifatnya umum atau pengobatan kondisi tertentu yang dapat disembuhkan sendiri “self-assessed”, di mana kondisi tersebut seringkali “self limiting” atau kondisi yang memerlukan diagnosis awal oleh dokter yang diikuti dengan “sel-medication”.
Petugas Apotek Apoteker Menurut UU No. 6 tahun 1963 (tentang tenaga kesehatan), maka apoteker adalah tenaga kesehatan kesarjanaan. Apoteker adalah mereka yang berdasarkan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia. Semua apoteker harus menyelesaikan program sarjana muda farmasi (paling sedikit), yang disahkan oleh departemen kesehatan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 244/MenKes/SK/V/1990, apoteker berkewajiban menyediakan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin. Kewenangan Apoteker yaitu: 1. Melakukan pembuatan, pengubahan bentuk, pencampuran, peracikan obat dan bahan untuk pelayanan resep dokter, dokter gigi dan dokter hewan. 2. Melakukan pembuatan, pengubahan bentuk, pencampuran, peracikan obat dan bahan obat untuk pelayanan langsung tanpa resep khusus obat bebas dan obat bebas terbatas. 3. Melakukan pembuatan, pengubahan bentuk, pencampuran, peracikan obat dan bahan obat untuk pelayanan lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Mengenai kaitan antara apoteker dengan resep terdapat kewajiban, antara lain: 1. Tanggung jawab atas obat dengan resep. Apoteker harus mampu menjelaskan tentang obatnya pada pasien, sebab: a. Dia tahu bagaimana obat tersebut diminum. b. Dia tahu efek samping obat yang mungkin ada. c. Dia tahu stabilitasnya obat dalam bermacam-macam kondisi. d. Dia tahu efek toksik obat dan dosisnya. e. Dia tahu tentang cara dan rute pemakaian obat. 2. Bertanggung jawab untuk memberi informasi pada rakyat dalam menggunakan obat bebas dan bebas terbatas. Apoteker mempunyai tanggung jawab penuh dalam menghadapi kasus self diagnosis dan mengobati sendiri. Apoteker yang menentukan apakah self diagnosis, self medication dari penderita dapat dibenarkan
dan diberi obatnya atan disuruk periksa dulu ke dokter atau tidak perlu. Beberapa pengertian yang berkaitan dengan tugas apoteker diatur oleh perundang-undangan, antara lain Peraturan Menteri Kesehatan yang di atas yaitu: a. Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah apoteker yang telah diberi surat izin apotek (SIA). b. Apoteker Pendamping adalah apoteker yang bekerja di apotek di samping apoteker pengelola apotek dan/atau menggantikannya pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek. c. Apoteker Pengganti adalah apoteker yang manggantikan apoteker pengelola apotek selama apoteker pengelola apotek tersebut tidak berada di tempat lebih dari 3 bulan secara terus-terusan, telah memiliki surat izin kerja dan tidak bertindak sebagai apoteker pengelola apotek di apotek lain. Asisten Apoteker Bagi asisten apoteker berlaku peraturan spesifik. Ia merupakan figure tersendiri, yang memperoleh kewenangan menyelenggarakan peracikan obat dari UU tahun 1978. Asisten apoteker biasanya tamatan sekolah menengah farmasi (SMF/SAA) dan DIII Farmasi. Asisten apoteker kepala bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas pengelolaan di bidang kefarmasian dengan pembatasan tertentu, kecuali: 1. Pembuatan obat parenteral atau obat steril lainnya. 2. Penandatanganan pemesanan narkotika, obat dan bahan obat. 3. Penyerahan racun tanpa resep. 4. Asisten apoteker melakukan pekerjaan kefarmasian di apotek di bawah pengawasan apoteker pengelola apotek. Personil Kerani dan Sekretariat Dapat membantu kegiatan dan layanan apotek seperti penerimaan, penarikan rekening, kesekretariatan, dan transportasi fisik dari seluruh institusi. Informasi Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi merupakan juga pengelolaan apotek. Pelayanan informasi tersebut merupakan:
Konseling Pasien Pemakaian Obat di Apotek oleh Petugas Apotek, Perlukah? (65‐70) Masniah
65
a. Pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi lainnya yang diberikan baik kepada dokter dan tenaga kesehatan lainnya maupun kepada masyarakat. b. Pengamatan informasi mengenai khasiat, kemasan, dan/atau mutu obat dan perbekalan farmasi lainnya. Obat Obat ialah suatu zat yang digunakan untuk diagnosis, pengobatan, melunakkan, penyembuhan atau pencegahan penyakit pada manusia atau pada hewan. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 193/Kab/B.VII/71. Obat ialah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badan dan rohani pada manusia atau hewan dan untuk memperoleh atau memperindah badan atau bagian badan manusia. Interaksi Obat Interaksi antara obat dan tubuh dibagi menjadi 2 golongan: 1. Farmakodinamika adalah ilmu yang mempelajari efek obat terhadap biokimia, fisiologi dan mekanisme kerja obat. Ada 3 hal penting yang perlu diperhatikan dan farmakodinamika obat yaitu: a. Mekanisme kerja obat. Pada umumnya efek obat timbul bila terjadi interaksi antara obat dengan komponen makromolekul fungsional dari organisme. b. Hubungan struktur dan aktivitas. Kerja sesuatu obat berhubungan erat dengan struktur kimia. Hubungan ini biasanya spesifik di mana suatu perubahan yang kecil dari molekul obat dapat mengakibatkan perubahan farmakologi yang besar. c. Hubungan antara dosis obat denga respons penderita. Individu-individu mungkin sangat berbera dalam kemampuan mereka merespons suatu obat. 2. Farmakokinetik Proses mulai dari masuknya obat ke dalam tubuh sampai dikeluarkan kembali.
66
Termasuk dalam proses farmakokinetik ialah absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat. Variabel-variabel farmakokinetik: a. Absorbsi yaitu jumlah obat yang masuk ke dalam tubuh tergantung pada kepatuhan pasien pada aturan obat yang diresepkan dan pada laju (rate) dan banyaknya obat yang dibawa dari tempat pemberian ke darah. b. Klirens yaitu ukuran kemampuan tubuh untuk mengeliminasi obat. c. Volume distribusi yaitu ukuran ruang di dalam tubuh yang tersedia untuk dimuati obat. Macam-Macam Efek 1. Efek sistemik ialah obat beredar ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Cara penggunaan obat yang memberi efek sistemik yaitu: a. Oral, yaitu penggunaan obat melalui mulut dan masuk perut. b. Sublingual, yaitu tablet diletakkan dibawah lidah. c. Bukal, yaitu tablet diletakkan di antara gusi dan pipi. d. Injeksi e. Implantasi Subkutan, yaitu tablet steril dimasukkan di bawah kulit dengan alat trokar. f. Rektal, yaitu tablet khusus atau suppositoria dimasukkan ke dalam dubur. 2. Efek Lokal ialah efek hanya setempat di mana obat digunakan. Cara penggunaan obat yang memberi efek local yaitu: a. Inhalasi, yaitu larutan obat disemprotkan ke dalam mulut atau hidung dengan suatu alat seperti inhaler. b. Penggunaan obat pada mukosa seperti mata, telinga, hidung dll. c. Penggunaan pada kulit denga salep, krim, lotion. Penggolongan Obat Penggolongan obat berdasarkan perundangundangan farmasi yaitu: 1. Obat bebas. 2. Obat bebas terbatas yaitu obat keras dengan batasan jumlah dan kadar isi khasiat dan
Konseling Pasien Pemakaian Obat di Apotek oleh Petugas Apotek, Perlukah? (65‐70) Masniah
harus ada tanda peringatan (P) boleh dijual bebas. Sesuai SK Menkes RI No. 680/E/SK/76. 3. Obat keras yaitu obat berkhasiat keras yang untuk memperolehnya harus dengan resep dokter. 4. Obat narkotika, untuk memperolehnya harus dengan resep dokter. Semua obat bebas dan obat bebas terbatas diwajibkan di dalam bungkusnya disertakan brosur yang menerangkan: a. cara pemakaian obat b. dosis, kontra indikasi c. kemungkinan adanya gangguan alergi terhadap obat serta gejala-gejalanya. Apabila tidak ada dalam obat tersebut dinyatakan sebagai abat keras yang tidak boleh dijual tanpa resep dokter. Efek Penggolongan Obat A. Efek Obat 1. Efek terapi ialah efek yang merupakan satu-satunya pada letak primer. Ada 3 macam pengobatan terapi: a. Terapi kausal yaitu obat yang meniadakan penyebab penyakit. b. Terapi sistomatik yaitu obat yang menghilangkan atau meringan-kan gejala penyakit. c. Terapi subsitusi yaitu obat yang menggantikan zat yang lazim dibuat oleh orang sakit. 2. Efek samping adalah suatu obat yang tidak termasuk kegunaan terapi. 3. Toksisitas adalah efek toksik (racun) yang ditimbuklan oleh obat. 4. Efek teratogenik adalah efek dari obat yang pada dosis terapi untuk ibu, mengakibatkan cacat pada janin. B. Efek yang mungkin timbul pada pengulangan obat atau perpanjangan penggunaan obat dapat terjadi: 1. Reaksi hipersensitif merupakan suatu reaksi alergi yaitu suatu respons abnormal terhadap obat atau zat di mana pasien telah menggunakan obat tersebut yang berkembang timbulnya antibodi. 2. Reaksi kumulasi adalah suatu fenomena pengumpulan obat dalam badan sebagai hasil pengulangan penggunaan obat, di mana obat diekskresikan lebih lambat dari absorpsinya.
3. Toleransi adalah fenomena berkurang besarnya respons terhadap dosis yang sama dari obat. Dosis yang harus diberikan harus diperbesar agar terjadi respons yang besarnya sama. 4. Takifilatis adalah suatu fenimena berkurangnya kecepatan respons terhadap aksi obat pada pengulangan penggunaan obat dalam dosis yang sama. Respons mula-mula tidak berkurang meskipun dengan dosis yang lebih besar. 5. Habituasi adalah gejala ketergantungan psikologik terhadap suatu obat. WHO memberi ciri-ciri habituasi sebagai berikut: a. Keinginan untuk selalu menggunakan suatu obat tertentu. b. Sedikit atau tidak ada kecenderungan menaikkan dosis. c. Menimbulkan beberapa ketergantungan psikis. d. Memberi efek yang merugikan terutama pada sesuatu individu. 6. Adiksi adalah suatu gejala ketergantungan psikologik dan fisik terhadap obat. Ciri-ciri menurut WHO: a. Ada dorongan untuk selalu menggunakan suatu obat tertentu. b. Ada kecenderungan untuk menaikkan dosis. c. Menimbulkan ketergantungan fisik dan biasanya diikuti ketergantungan fisik. d. Merugikan terhadap individu dan masyarakat. C. Efek penggunaan obat campuran 1. Adiksi, terjadi bila campuran obat atau beberapa obat yang diberikan bersamasama menimbulkan efek yang merupakan jumlah dari efek masingmasing obat secara terpisah pada pasien. 2. Sinergis, terjadi bila campuran obat atau beberapa obat yang diberikan bersamasama dengan aksi proksimat yang sama menimbulkan efek yang lebih besar dari jumlah efek masing-masing obat secara terpisah pada pasien. 3. Potensiasi, terjadi bila campuran obat atau beberapa obat yang diberikan pada pasien, menimbulkan efek lebih besar
Konseling Pasien Pemakaian Obat di Apotek oleh Petugas Apotek, Perlukah? (65‐70) Masniah
67
dari pada jumlah efek mesing-masing secara terpisah pada pasien. 4. Antagonis, terjadi bila campuran obat atau beberapa obat yang diberikan bersama-sama pada pasien menimbulkan efek yang berlawanan, aksi dari salah satu obat mengurangai efek obat yang lain. 5. Interaksi obat, adalah suatu fenomena yang terjadi bila efek suatu obat dimodifikasi oleh obat lain yang tidak sama atau sama efeknya, diberikan sebelum atau bersama-sama.
(SIA) diberikan oleh menteri kesehatan kepada apoteker atau apoteker bekerjasama dengan pemilik sarana apotek (PSA) untuk mendirikan apotek di suatu tempat tertentu. Persyaratan Apotek: 1. Harus siap dengan tempat dan perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan lainnya milik sendiri atau pihak lain. 2. Pada apotek dapat dilakukan kegiatan pelayanan komoditas lainnya di luar sediaan farmasi. 3. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditas lain di luar sediaan farmasi.
APOTEK Apotek adalah suatu tempat tertentu, di mana dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran obat kepada masyarakat. Tugas dan fungsi apotek adalah: - Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah profesi. - Sarana farmasi yang malaksanakan pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran dan penyerahan obat dan bahan obat. - Sarana penyaluran perbekalan kesehatan di bidang farmasi yang meliputi: obat, bahan obat, obat asli Indonesia, kosmetik, alat-alat kesehatan dan sebagainya yang harus menyebarkannya secara meluas dan merata. Ada dua macam apotek yaitu : 1. Apotek Rumah Sakit yaitu apotek yang hanya melayani resep-resep dokter rumah sakit yang bersangkutan. Kertas resep rumah sakit harus dengan jelas mencantumkan nama rumah sakit serta bagian pelayanan fungsional serta atas nama dokter yang menuliskan resep. Kertas resep pribadi dokter tidak dapat dilayani di apotek rumah sakit. 2. Apotek Umum yaitu apotek swasta yang dapat melayani tidak saja resep pribadi tetapi semua resep dokter, kalau perlu juga melayani kertas resep rumah sakit bila apotek rumah sakit kebetulan tidak memiliki obat yang diminta. Apotek umum juga dapat melayani penjualan “obat bebas” dan “obat bebas terbatas” yang untuk mendapatkannya tidak memerlukan resep dokter. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 922/Menkes/Per/1993, surat izin apotek
68
Pelayanan Obat di Apotek Apotek wajib malayani resep dokter, dokter gigi dan dokter hewan. Pelayanan resep tersebut sepenuhnya atas tanggung jawab apoteker pengelola apotek. Pengelolaan apotek adalah pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat. Selanjutnya pengelolaan apotek juga mencakup pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya. Teori Komunikasi Komunikasi merupakan suatu proses di mana yang terlibat menciptakan berbagai informasi satu sama lain untuk mencapai saling pengertian (Everet M. Roger). Komponen pokok komunikasi terdiri: a. Komunikator, orang yang menyampaikan informasi atau pesan kepada orang lain. b. Komunikan, adalah orang yang menerima pesan atau informasi. c. Pesan, adalah gagasan, pendapat, fakta, dan sebagainya yang sudah dirumuskan dalan suatu bentuk, dan disampaikan kepada komunikan melalui lambing. Proses komunikasi adalah komuni-kator menyampaikan pesan kepada komunikan, selanjutnya komunikan menjadi komunikator, menyampaikan umpan balik kepada komunikator yang sekarang menjadi komunikan. Demikian seterusnya, sehingga kegiatan komunikasi dapat berlangsung. Hambatan-hambatan dalam komunikasi: 1. Keterbatasan waktu, komunikasi yang tergesa-gesa yang tentunya tidak bisa
Konseling Pasien Pemakaian Obat di Apotek oleh Petugas Apotek, Perlukah? (65‐70) Masniah
memenuhi persyaratan-persyaratan komunikasi. 2. Jarak psikologis, biasanya akibat adanya perbedaan status yaitu status sosial maupun dalam pekerjaan, sehingga ada yang hanya ingin mendengar informasi yang dia senangi saja, sedangkan informasi lainnya tidak. 3. Adanya evaluasi terlalu dini, artinya sudah menarik suatu kesimpulan sebelum menerima keseluruhan informasi atau pesan. Hal ini jelas akan menghambat komunikasi yang baik. 4. Lingkungan yang tidak mendukung. 5. Keadaan si komunikator 6. Keadaan si penerima (komunikan) Beberapa dasar atau prinsip komunikasi adalah : 1. Intention (niat) Apa yang akan disampaikan, siapa sasarannya, apa yang akan dicapai dan waktu akan disampaikan dalam menyampaikan pesan. 2. Attention Apa yang kita komunikasikan haruslah menarik minat atau perhatian orang yang dapat diajak berkomunikasi. 3. Pandangan (Reception) Makna dari informasi yang disampaikan kepada sasaran, tergantung pada sasaran. Bagaimana sasaran menafsirkan informasi yang diterima tergantung pada pendidikan, pekerjaan, pengalaman dan kerangka pikir daripada sasaran. 4. Lekat Sebagai komunikator, kita sangat mengharapkan agar sasaran dapat menyimpan informasi yang diterima, mengingat dan menggunakannya bila diperlukan.
5. Libat Libat atau partisipasi ini harus diusahakan pada setiap tahap dari proses komunikasi. PENUTUP 1. Setiap petugas apotek harus menyiapkan diri sebagai sumber informasi (konselor) bagi masyarakat dan keahlian kompetensinya dan harus diberikan secara bijaksa dengan memperhatikan persepsi, jenis kebutuhan dan dampak psikologis informasi. 2. Koseling pasien bagi penderita sakit tentang obat/racikan obat yang diserahkan akan menjamin ketaatan penggunanya sehingga tercapai efek farmakologi yang optimal. DAFTAR PUSTAKA Joenes-Nanizar Zaman, 1995. Resep yang Rasional, Airlangga University Press, Surabaya. Moh. Arief, 1991. Apa yang Perlu Diketahui Tentang Obat, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Soekidjo. Notoadmojo, 1993. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Periaku Kesehatan, Yogyakarta. Moh. Anief, 2000. Pemasaran Umum dan Farmasi, Gadjah Mada University Press Yogyakarta. Panitia Pelaksana Kongres Nasional ISFI ke XVI dan Kongres Ilmiah ISFI ke XIII, 2000. “Menuju Paradigma Baru Pelayanan Kefarmasian”, CV. Tarsar Jaya, Jakarta. Wolper, F., Lawrence, 2001. Administrasi Layanan Kesehatan, EGC, Jakarta.
Konseling Pasien Pemakaian Obat di Apotek oleh Petugas Apotek, Perlukah? (65‐70) Masniah
69