PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN AIR MINUM DEPOT ISI ULANG “TOCA” DI WILAYAH PESANGGRAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh: Chairunisa NIM: 1111048000036 KONSENTRASI HUKUM BISNIS PROGRAM STUDI I L M U HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2015 M
ABSTRAK
Chairunisa. NIM 1111048000036. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Depot Air Minum Isi Ulang “TOCA” di Wilayah Pesanggrahan. Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H/2015 M. ix + 65 halaman. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap konsumen depot air minum isi ulang. Latar belakang skripsi ini adalah perlindungan konsumen terhadap konsumen depot air minum dalam kaitannya dengan higiene sanitasi dengan berdasarkan Undang-undang perlindungan konsumen dan Peraturan Menteri Nomor 43 Tahun 2014 tentang Higiene Sanitasi Depot Air Minum. Penerapan perlindungan hukum terhadap konsumen depot air minum isi ulang pelaksanaannya tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan yang tercantum dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999 sehingga menimbulkan masalah apabila ditelaah lebih lanjut. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian library research, yang mengkaji berbagai dokumen terkait dengan penelitian. Metode yang digunakan penulis adalah metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach) serta penelitian hukum empirik dengan melakukan penelitian lapangan di YLKI dan depot air minum isi ulang “TOCA”. Selanjutnya ada tiga bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini, yakni bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non-hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlindungan hukum terhadap konsumen depot air minum isi ulang dalam proses mengetahui higiene sanitasi air minum tidak sepenuhnya sesuai dilihat berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 43 Tahun 2014 tentang Higiene Sanitasi Depot Air Minum.
Kata Kunci
: Perlindungan Konsumen, Depot Air Minum.
Pembimbing
: Dr. Djawahir Hejazziey, SH., MA., MH.
Daftar Pustaka
: Tahun 1983 s.d. Tahun 2015
iv
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya yang tak terkira, terucap dengan tulus dan iklas Alahmdulillahi Rabbil „alamin tiada henti karena dapat terselesaikannya skripsi ini. Shalawat seiring salam semoga selalu tercurah limpahkan atas insan pilihan Tuhan khatamul anbiya,i walmursalin Muhammad SAW. Dengan setulus hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Namun demikian, skripsi ini hasil usaha dan upaya yang maksimal dari penulis. Tidak sedikit hambatan, cobaan dan kesulitan yang ditemui. Banyak hal yang tidak dapat dihadirkan oleh penulis didalamnya karena keterbatasan pengetahuan dan waktu. Namun patut disyukuri karena banyak pengalaman yang didapat dalam penulisan skripsi ini. Penulis menyadari tanpa dorongan dari pembimbing dan semua pihak yang mendukung penelitian ini hingga selesai, pada kesempatan ini, izinkanlah penulis untuk menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum, serta para wakil Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Dr. Djawahir Hejazziey, S.H. MA, selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum dan Sekretaris Arip Purkon, MA selaku sekretaris Program Studi Ilmu Hukum. 3. Dr. Djawahir Hejazziey, S.H. MA selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia menjadi pembimbing dalam penulisan skripsi ini dengan penuh
v
kesabaran, perhatian, dan ketelitian memberikan masukan serta meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan kepada penulis hingga skripsi ini selesai. 4. Bapak Deddy Nursyamsi S.H. M.Hum. selaku dosen pembimbing akademik dari semester satu hingga akhir perkuliahan. 5. Keluarga besar dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya dosen program studi ilmu hukum yang telah memberikan ilmu pengetahuan dengan tulus ikhlas, semoga ilmu pengetahuan yang diajarkan dapat bermanfaat dan menjadi keberkahan bagi penulis dan semoga Allah SWT senantiasa membalas jasa-jasa beliau serta menjadikan semua kebaikan ini sebagai amal jariyah untuk beliau semua. 6. Orangtua tercinta ayah Afrizal Ramli dan ibu Sita Mardiana serta adik penulis Januarizal berkat doa, motivasi, mendukung dan melimpahkan kasih sayang dengan tulus sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan pada jenjang Perguruan Tinggi Negeri. 7. Sepupu- sepupu tercinta Cici Masri, Elvina Masri, Selly, Nadya yang selalu memberi doa untuk kelancaran skripsi. 8. Segenap staf Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan guna menyelesaikan skripsi ini. 9. Khusus kepada sahabat Dhurifah Nur Utami yang selalu sabar dengan penulis, memberikan dukungan dengan caranya sendiri.
vi
Seluruh keluarga besar Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis 2011,
10.
untuk Endang Putri Nurhayati yang juga memberikan dukungan dan juga para perempuan cantik yang selalu hadir menemani Kiya, Fitriana, Ida, Shinta, Tami, Hilda, Fanny, Ummu, Novita, Sri dan lainnya yang tidak bisa disebutkan telah memberikan segala dukungan dan hiburan kepada penulis. 11.
Sahabat Penulis
Annisa Meisara, Ka Della, Rani, Agung Putra Tri
Wibowo, Lastri, Inas, Citra, Yunita, Satryo Senopati, dan lainnya yang tidak bisa disebutkan. Pelaku Usaha Depot Air Minum “TOCA” Om Tom Rhollick dan Murry
12.
yang dengan senang hati mempersilahkan penulis melakukan wawancara. Untuk semua keluarga maupun kerabat penulis yang memberi doa dan
13.
dukungan yang tidak bisa disebutkan Akhirnya, atas jasa dan bantuan semua pihak berupa moril dan materiil sampai detik ini penulis panjatkan doa, semoga Allah memberikan balasan yang berlipat dan menjadikannya amal jariyah yang tidak pernah berhenti mengalir hingga yaumul al-akhir. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya. Semoga Allah senantiasa memberikan kemudahan bagi kita semua dalam menjalani hari esok. Amin. Jakarta, April 2015
Chairunisa
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING......................................................i LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN....................................................ii LEMBAR PERNYATAAN…………………………………………….............iii ABSTRAK………………………….....................................................................iv KATA PENGANTAR…………………………………………….…..................v DAFTAR ISI………………………………………………..................................vi BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah…………............………………..............1
B.
Pembatasan dan Rumusan Masalah……………………….............6
C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………………............7
D.
Tinjauan (Review) Studi Terdahulu.................................................8
E.
Kerangka Konseptual...................................…................................9
F.
Metode Penelitian......................................………………….........11
G.
Sistematika Penulisan............................……………….................14
BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN KONSUMEN TERKAIT USAHA DEPOT AIR MINUM ISI ULANG A.
Hukum Perlindungan konsumen.......................………….............16
B.
Sejarah perkembangan Hukum Perlindungan Konsumen..............17
C.
Ruang Lingkup Hukum Perlindungan Konsumen.........................20
D.
Definisi Perlindungan Konsumen..................................................20
E.
Pihak-pihak yang terkait hukum perlindungan konsumen.............21 viii
F.
Kondisi Perlindungan Hukum Konsumen di Indonesia................36
G.
Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen...................................36
H.
Tinjauan Umum Usaha Depot Air Minum Isi Ulang....................37
I.
Pokok-pokok konsep pengaturan Air Minum Depot Isi Ulang....38
BAB III PROFIL USAHA DEPOT AIR MINUM ISI ULANG “TOCA” A. Sejarah Singkat Usaha Depot Air Minum Isi Ulang “TOCA”.......41 B. Perkembangan Usaha Depot Air Minum Isi Ulang “TOCA”........41 C. Visi dan Misi Usaha Depot Air Minum Isi Ulang “TOCA”..........43 D. Struktur Kepengurusan Usaha Depot Air Minum Isi Ulang “TOCA”..........................................................................................43 E. Aktifitas Usaha Depot Air Minum Isi Ulang “TOCA”..................44 BAB IV ANALISIS HASIL DAN TEMUAN DI LAPANGAN TERHADAP USAHA AIR MINUM DEPOT ISI ULANG A. Permasalahan Yang Dihadapi Konsumen Terhadap Munculnya Usaha DAM isi ulang.....................................................................45 B. Perlindungan hukum terhadap konsumen Air minum depot isi ulang “TOCA” diwilayah pesanggrahan........................................48 C. Faktor-fakor
yang
mempengaruhi
masyarakat
diwilayah
Pesanggrahan terhadap pemilihan air minum isi depot isi ulang “TOCA”...................................................….....……...........….......53 D. Penyelesaian Sengketa dalam Usaha Depot Air Minum Isi Ulang..............................................................................................55 ix
E.
Analisis Penulis..............................................................................58
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan…………………………………………..……......................62 B. Saran………………………………………………...………...................63 DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................65 LAMPIRAN Surat Keterangan Domisili Usaha Hasil Pemeriksaan Laboratorium Hasil wawancara dengan Pelaku Usaha dan Konsumen Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Higiene sanitasi Depot Air Minum
x
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam bidang konsumsi, Islam tidak menganjurkan pemenuhan keinginan yang tak terbatas. Dalam pemenuhan kebutuhan manusia, Islam menyarankan agar manusia dapat bertindak ditengah-tengah dan sederhana. Namun pesatnya perkembangan telah menghasilkan berbagai jenis barang dan jasa yang ditawarkan oleh pasar. Kondisi ini memberikan kemudahan dan kebebasan bagi konsumen untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang yang sesuai dengan keinginan dan kemampuannya. Namun sering kali konsumen dijadikan objek aktivitas bisnis oleh pelaku usaha untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Hal itu dilakukan melalui promosi, metode penjualan maupun pemberian informasi yang tidak benar oleh pelaku usaha sehingga dapat menimbulkan kesalahan persepsi bagi konsumen. Minimnya pengetahuan konsumen sering dimanfaatkan oleh pelaku usaha sebagai celah untuk mengelabui konsumen. Kondisi demikian menyebabkan posisi konsumen berada dalam kondisi yang lemah secara hukum, dimana pelaku usaha dapat sesuka hati melakukan promosinya dan konsumen hanya menerima informasi satu arah yang diberikan oleh pelaku usaha.
1
2
Bagi pemerintah Indonesia, upaya perlindungan terhadap konsumen antara lain dimaksudkan untuk meletakkan prinsip-prinsip bahwa: 1). Konsumen pada dasarnya adalah pemakai, pengguna atau pemanfaat barang dan atau jasa yang perlu diberikan perlindungan hukum; 2). Konsumen merupakan pihak yang sangat menentukan kelangsungan dan pertumbuhan usaha; 3). Konsumen perlu diberdayakan potensinya, mengingat selama ini pada umumnya kurang mengerti atau kurang waspada sehingga mudah tergiur oleh upaya pemasaran yang menarik tanpa atau kurang memahami mutu hasil produk yang ditawarkan.1 Nasution menyebutkan bahwa hukum perlindungan konsumen tersebar dalam bentuk peraturan perundang-undangan dan berbagai cabang hukum perdata, hukum dagang, hukum pidana, dan hukum yang tercampur aduk sehingga memerlukan penafsiran, atau yang hanya sekedar sampiran dari suatu peraturan.2 Dalam Qs. Al-Anbiya ayat 30 menjelaskan kepada kita bahwa segala sesuatu yang hidup di dunia ini bahan baku penciptaannya berasal dari air:
ِ وجعْلن ِامن الْم ﴾ )۰۳(٢۱ : آء ُك َّل َش ْي ٍء َح ٍّي اَفَالَ يُ ْؤِمنُ ْو َن﴿األنبيَاء َ َ َ ََ َ 1
Harianto Dedy, perlindungan hukum bagi konsumen terhadap iklan yang menyesatkan, (Bogor:Ghalia Indonesia, 2010)h. 10-11 2
Az. Nasution, “sekilas hukum perlindungan konsumen”, Hukum dan Pembangun (desember 1968), h. 568-581
3
Artinya: “Dan kami jadikan dari air segala sesuatu yang hidup, apakah mereka beriman? Di dalam hadits juga dijelaskan tentang kehidupan manusia punya hubungan dan erat dan langsung dengan air:
ِ ِ ِ ِ ِ ث ُ اس ٍة ََْت ُد َ َول ْلبَ ْي َهق ِّي الْ َماءُ طَ ُه ْوٌر إالَّ إ َّن تَغَيَّ َر ِرْْيُهُ أ َْوطَ ْع ُمهُ أ َْولَ ْونُهُ بن َ َّج فِْي ِه Hadits yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi: “Air itu suci dan mensucikan kecuali jika ia berubah baunya, rasanya atau warnanya dengan suatu najis yang masuk dalamnya.” Kebutuhan masyarakat akan air minum layak dan aman untuk dikonsumsi setiap hari semakin meningkat. Di sisi lain penggunaan air minum melalui sumber air dalam tanah semakin menipis. Selain itu resiko terhadap pencemaran juga semakin tinggi. Pasal 33 UUD 1945 merupakan pasal yang mengatur tentang kebijakan pengelolaan SDA atau mengatur tentang kebijakan pengelolaan perekonomian Indonesia. Dalam pasal 33 UUD 1945 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua dibawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. kemakmuran masyarakat-lah yang diutamakan, bukan kemakmuran seseorang saja, banyak pembenahan dalam Pasal
4
33 UUD 1945 karena pada kenyataannya sekarang sistem ekonomi yang diterapkan bersikap mendua. Karena ternyata hak menguasai oleh Negara itu dapat dijadikan ke sektor-sektor swasta besar atau Badan Usaha Milik Negara buatan pemerintah sendiri. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. usaha air minum dalam kemasan dan usaha air minum depot isi ulang terkait dengan pasal 33 UUD 1945 karena menjual sumber daya alam yang seharusnya digunakan masyarakat untuk kemakmurannya. Sementara PT. PAM sebagai perusahaan air minum belum menyediakan air bersih bagi masyarakat karena masih banyak mengalami kendala-kendala. Dengan keadaan itu, masuknya produk AMDK merupakan sebuah alternatif bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan akan air bersih yang layak dan aman untuk dikonsumsi setiap hari. Kini hampir sebagian besar masyarakat Indonesia sudah tidak asing dengan AMDK dan telah mengkonsumsinya untuk kebutuhan sehari-hari sebagai air minum. Dari mulai kemasan 240ml, botol 600ml, dan 1,5 liter hingga galonan dikonsumsi masyarakat luas, khususnya di kota-kota besar. Walaupun harga AMDK cukup mahal namun masyarakat rela untuk mengeluarkan uangnya demi memenuhi kebutuhannya akan air minum. Hal ini sangat wajar karena selain praktis dan efisien, produk AMDK terjaga kebersihan dan keamanannya dengan memiliki kualitas Standard Nasional Indonesia (SNI). Dengan tercantumnya label
5
SNI, maka AMDK merupakan produk yang aman untuk dikonsumsi dan telah sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK). Namun setelah terjadinya krisis ekonomi di Indonesia, maka harga AMDK pun semakin mahal dan tidak terjangkau bagi sebagian konsumen. Hal ini memberikan peluag baru bagi pelaku usaha untuk membangun bisnis baru yaitu air minum depot isi ulang. Pertumbuhan Depot Air Minum (DAM) isi ulang selama masa krisis ekonomi ini semakin menjamur dan menjadi alternatif lain bagi konsumen yang selama ini semakin mengkonsumsi AMDK. Dengan harga yang jauh lebih murah bila dibandingkan dengan AMDK, maka air minum depot isi ulang berkembang dengan pesat. Seiring dengan semakin menjamurnya usaha DAM isi ulang, maka timbul beberapa permasalahan mengenai DAM isi ulang. Banyak media cetak yang mengangkat masalah mengenai kualitas air minum depot isi ulang yang dianggap tidak layak untuk dikonsumsi. Permasalahan mengenai DAM isi ulang ini terkait erat dengan perlindungan konsumen karena masyarakat sebagai kosnumen merupakan pihak yang harus diperhatikan oleh pelaku usaha. Keselamatan dan keamanan dalam mengkonsumsi air minum depot isi ulang adalah permasalahan yang harus diperhatikan dalam upaya perlindungan konsumen. Dilihat dari Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 maka terdapat beberapa pasal yang mengatur mengenai perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha, kewajiban pelaku usaha, serta hak-hak yang dimiliki oleh konsumen.
6
Peraturan Menteri Nomor 43 Tahun 2014 tentang Higiene Sanitasi Depot Air Minum juga terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan tentang kualitas Air minum dan higiene sanitasi depot air minum bagi kesehatan Konsumen. Keterbukaan dan kemudahan untuk mendapatkan akses informasi produk, masalah label dan pencantuman komposisi serta tanggal kadaluarsa merupakan hal penting untuk diperhatikan oleh pelaku usaha DAM isi ulang. Permasalahan
yang
telah
diketahui
adalah
masih
rendahnya
pengetahuan konsumen tentang hak-haknya untuk mendapatkan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai barang dan/atau jasa yang dikonsumsinya. Selain itu terjadi kesalahan presepsi oleh konsumen mengenai pengertian “isi ulang” dalam AMDK dan air minum depot isi ulang. Namun belum diketahui mengapa hak-hak konsumen masih diabaikan oleh pelaku usaha setelah lahirnya UndangUndang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Menteri Nomor 43 Tahun 2014 tentang Higiene Sanitasi Depot Air Minum, lalu apakah usaha AMD isi ulang telah sesuai atau melanggar ketentuan UndangUndang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Menteri Nomor 43 Tahun 2014 tentang Higiene Sanitasi Depot Air Minum, serta peranan pemerintah dalam rangka pengawasan. Berdasarkan latar belakang diatas itulah sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam skripsi dengan judul: “Perlindungan Hukum terhadap Konsumen Air Minum Depot Isi Ulang Pesanggarahan”
“TOCA” di Wilayah
7
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Dalam hal permasalahan, Bambang Sunggono menyebutkan bahwa : “Permasalahan merupakan kesenjangan antara apa yang seharusnya dengan apa yang sebenarnya, antara apa yang diperlukan dengan apa yang tersedia, antara harapan dengan capaian atau singkatnya antara das sollen dengan das sein.”3 Berkenaan dengan definisi tersebut, dan mengingat luasnya cakupan masalah maka penelitian dibatasi pada bentuk Perlindungan Hukum terhadap Konsumen dalam Mengkonsumsi
Air
Minum Depot Isi Ulang. 2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen air minum depot isi ulang “TOCA” di wilayah Pesanggrahan? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi masyarakat terhadap pemilihan air minum depot isi ulang “TOCA” di wilayah Pesanggrahan? 3. Bagaimana cara penyelesaian sengketa dalam usaha air minum depot isi ulang? 3
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2005), h. 103
8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap konsumen air minum isi depot isi ulang “TOCA” di wilayah Pesanggrahan di tinjau dari Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan kriteria air isi ulang yang memenuhi syarat kesehatan menurut Peraturan Menteri Nomor 43 Tahun 2014 tentang Higiene Sanitasi Depot Air Minum kaitannya dengan Usaha Air minum depot isi ulang. b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi alasan masyarakat lebih memilih air minum isi depot isi ulang “TOCA” di wilayah Pesanggrahan dibandingkan air minum dalam kemasan. c. Untuk mengetahui cara penyelesaian sengketa dalam usaha depot air minum isi ulang. 2. Manfaat Penelitian a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada seluruh kalangan akademisi bagi perkembangan ilmu hukum terutama perlindungan konsumen. b. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan menjadi proses dan hasil pengetahuan hukum perlindungan konsumen yang berguna dan menjadi aset pustaka untuk dilanjutkan pada penelitian yang sejenis khususnya mahasiswa hukum.
9
D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu Dalam menjaga keaslian judul penulis ajukan, dalam skripsi ini perlu kiranya penulis lampirkan beberapa rujukan yang menjadi bahan pertimbangan, beberapa diantaranya: Skripsi Theo Kharismajaya mahasiswa Universitas Jendral Soedirman pada tahun 2013 dengan judul “ Pengawasan Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten Banyumas Terhadap Kualitas Air Minum Usaha Depot Air Minum Isi Ulang (Tinjauan Yuridis Pasal 10 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 736/MENKES/VI/2010) Yang mengambil titik fokus terhadap Pengawasan Kualitas air minum Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas. Penelitian selanjutnya yang dijadikan tinjauan review studi terdahulu adalah skripsi dengan judul “Penerapan Standard Mutu Air Minum Isi Ulang Dalam Kaitannya dengan Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Kota Padang” yang disusun oleh Fatimah Indra, Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang, yang mengambil titik fokus tentang penerapan standar mutu pada air isi ulang serta upaya dinas kesehatan di kota Padang. E. Kerangka Konseptual Dalam pembahasan kerangka konseptual, akan diuraikan beberapa konsep-konsep terkait terhadap beberapa istilah yang akan sering digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
10
1. Perlindungan Konsumen Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) merumuskan bahwa konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.4 1 angka 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) merumuskan Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.5 2. Konsumen Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.6 Hal ini sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalamPasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999. 3. Air
4
Yusuf shofie, Pelaku Usaha, konsumen dan Tindak pidana Korporasi (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002) h. 14 5
Ahmadi Miru, dan Sutarman Yodo, HukumPerlindungan konsumen,(Jakarta: PT Raja Grafindo, 2004) h. 1 6
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta:PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2006)h. 2
11
Air merupakan senyawa kimia (H2O) yang selalu harus ada dan sangat dibutuhkan oleh semua makhluk hidup di dunia untuk melangsungkan kehidupannya. 4. Air Minum Isi Ulang Air Minum Isi Ulang merupakan Home Industri dengan proses pengolahan air bersih menjadi air minum secara sederhana. Produk isi ulang berasal dari sumber air tanah yang kemudian dimuat dalam dalam sebuah penampungan (reservoir). Air tersebut kemudian disaring dan mengalami proses pengolahan yang disebut desinfeksi dengan cara ozonisasi (disterlisasi dengan gas O3 atau ozon) atau dengan pemaparan radiasi dengan sinar ultraviolet. Setelah menjalani proses yang berguna untuk membunuh bakteri-bakteri pantogen seperti bakter E. Coli, air minum tersebut baru di bawa ke depot-depot isi ulang. F. Metode Penelitian 1. Tipe Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah yuridis normatif. Penelitian yang didasarkan pada suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuwan hukum dari sisi normatifnya. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai bangunan sistem norma.7 Andras Albertus dan 7
Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Yogyajakarta: Pustaka Pelajar, 2010) h. 34
12
Andi Prajitno mengutip Hans Kelsen dalam bukunya Teori Hukum Murni (2006), ilmu hukum berupaya memahami objeknya secara hukum, yakni dari sudut pandang hukum. Sedangkan memahami sesuatu secara hukum berarti memahami hukum, sebagai norma hukum atau sebagai muatan dari norma hukum, sebagaimana ditetapkan oleh norma hukum. Sedangkan penelitian empiriknya disini yaitu meneliti beberapa Air Minum Depot Isi Ulang di Bintaro. 2. Pendekatan Masalah Pendekatan dalam penelitian hukum ini menggunakan pendekatan perundang-undang (statute Approach) dan pendekatan konseptual (Conseptual Approach). Pendekatan perundang-undangan
(Statute
Approach) , adalah menelaah semua undang-undang dan regulasi yang berkaitan dengan perumusan masalah yang sedang ditangani. Adapun Undang-Undang yang digunakan penulis yaitu : 1) Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), 2) Peraturan Menteri Nomor 43 Tahun 2014 tentang Higiene Sanitasi Depot Air Minum. 3. Bahan Hukum Bahan hukum penelitian terdiri atas bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan perincian sebagai berikut: a. Bahan Hukum Primer terdiri atas Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Peraturan Menteri Nomor 43 Tahun 2014 tentang Higiene Sanitasi Depot Air Minum. Yang bertujuan untuk
13
melengkapi dan mendukung data-data ini, agar penelitian menjadi lebih sempurna. b. Bahan Hukum Sekunder diperoleh dengan melakukan penelitian kepustakaan (library research) yang diperoleh dari berbagai literatur yang terdiri dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku, dan hasil penelitian yang mempunyai hubungan erat terhadap permasalahan yang diteliti. c. Bahan Hukum Tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk dan juga penjelasan terhadap data primer dan data sekunder yang berupa kamus, ensiklopedia, majalah, surat kabar dan jurnal-jurnal, serta laporanlaporan ilmiah yang akan dianalisis dengan tujuan untuk lebih memahami dalam penelitian ini. 4. Analisis bahan hukum Adapun analisis bahan hukum yang diperoleh bersifat perspektif memberi petunjuk atau bergantung pada ketentuan yang berlaku, dihubungkan sedemikian rupa, sehingga disajikan dalam penulisan yang lebih sistematis guna menjawab permasalahan yang telah dirumuskan sesuai dengan batasan yang telah dibuat. Cara pengolahan bahan hukum dianalisis untuk melihat seberapa besar dan jauhnya perlindungan hukum terhadap konsumen dalam Mengkonsumsi Air Minum Depot Isi Ulang. 5. Metode penulisan Dalam penyusunan penelitian ini penulis menggunakan metode penulisan sesuai dengan sistematika penulisan yang ada pada Buku Pedoman
14
Penulisan Skripsi, Fakultas Syari’ah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2012.
G. Sistematika Penulisan Dalam penulisan penelitian ini, penulis menyajikan dalam 5 (lima) bab, dengan harapan dengan adanya sistematika ini dapat membantu dan memudahkan untuk mengetahui dan memahaminya. Adapun sistematika yang dimaksud adalah sebagai berikut. Bab pertama, pendahuluan yang meliputi Latar Belakang Masalah, Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan manfaat Penelitian, Kerangka Konseptual, Review Kajian Terdahulu, Metode Penelitian serta Sistematika Penulisan. Bab kedua, berisi tentang uraian kerangka teori mengenai Pengertian Perlindungan Konsumen, ruang lingkup hak-hak konsumen, tujuan dan pelaku usaha. Juga dibahas mengenai kewajiban dan tanggung jawab pelaku usaha. Bab ketiga, penulis akan menguraikan Profil usaha depot air minum isi ulang “TOCA”, sejarah Sejarah Singkat Usaha Depot Air Minum Isi Ulang “TOCA”, Lokasi Depot Air Minum Isi Ulang “TOCA”, Struktur Kepengurusan Usaha Depot Air Minum Isi Ulang.
15
Bab keempat, penulis akan menganalisis tentang perlindungan hukum terhadap konsumen air minum isi depot isi ulang “TOCA” di wilayah Pesanggrahan, faktor-faktor
yang mempengaruhi masyarakat di wilayah
Pesanggrahan terhadap pemilihan air minum isi depot isi ulang “TOCA”, serta penyelesaian sengketa dalam usaha air minum depot isi ulang. Bab kelima, Bab ini merupakan penutup yang berisikan kesimpulan dan Saran.
16
BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN KONSUMEN TERKAIT USAHA DEPOT AIR MINUM ISI ULANG A. Hukum Perlindungan Konsumen Setiap manusia pada dasarnya membutuhkan barang dan/atau jasa untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan manusia sangat beraneka ragam dan dapat dibedakan atas berbagai macam kebutuhan. Jika dilihat dari tingkatannya, maka kebutuhan konsumen dapat terbagi menjadi tiga yaitu kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Selain itu, kebutuhan manusia juga dapat dibagi menjadi kebutuhan jasmani dan rohani. Dengan adanya bermacam-macam dan berbagai jenis kebutuhan tersebut maka setiap manusia akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik berupa barang maupun jasa. Berbagai kebutuhan tersebut ditawarkan oleh pelaku usaha sehingga tercipta hubungan timbal balik antara konsumen dan pelaku usaha serta saling membutuhkan satu dengan yang lainnya. Aneka ragam barang dan/atau jasa yang ditawarkan oleh para pelaku usaha kepada konsumen sebagai sebuah hubungan timbal balik.1 Terdapat saling ketergantungan dan membutuhkan antara konsumen dan pelaku usaha, sehingga sudah seharusnya kedudukan konsumen dan pelaku usaha berada pada posisi yang seimbang. Konsumen seringkali berada 1
Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Sendi-Sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1989)h. 43
16
17
pada posisi yang seimbang. Namun dalam kenyataannya, kedudukan konsumen dan pelaku usaha tidaklah seimbang. Konsumen seringkali berada pada posisi atau kedudukan yang lemah bila dibandingkan dengan kedudukan pelaku usaha.2 Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa kedudukan konsumen berada pada posisi yang lebih lemah bila dibandingkan dengan kedudukan pelaku usaha. Ketidakseimbangan kedudukan antara konsumen dan pelaku usaha inilah yang menyebabkan pentingnya suatu perlindungan konsumen ditegakkan dan dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku, yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sehingga konsumen berada pada posisi yang seimbang dengan kedudukan pelaku usaha. B. Sejarah perkembangan Hukum Perlindungan Konsumen Sejarah historis perlindungan konsumen diawali dengan adanya gerakan-gerakan konsumen pada diakhir abad ke-19 yaitu saat terbentuknya liga konsumen untuk pertama kalinya di New York pada tahun 1891. 3 Dalam perkembangannya gerakan konsumen yang bangkit, tidak hanya dinegara maju saja tetapi juga menyebar sampai ke negara dunia ketiga. Organisasiorganisasi konsumen bersama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) juga 2
Zumrotin K Susilo, Penyambung Lidah Konsumen (Jakarta, Puspa Suara, 1996)h.
11-14 3
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003)h. 12
18
semakin
diperhitungkan
keadannya.
Mereka
ikut
dilibatan
dalam
perundiingan organisasi perdagangan dunia (WTO). Kebijakan konsumen dan proteksi kesehatan konsumen saat ini sudah terintegrasi di banyak negara, termasuk negara dunia ketiga. Dalam perkembangan hukum perlindungan konsumen, telah diatur dalam resolusi PBB Nomor 39/248 tahun 1985. Dalam resolusi ini kepentingan konsumen yang harus dilindungi meliputi:4 a. Perlindungan konsumen dari bahaya-bahaya terhadap kesahatan dan keamanan. b. Promosi dan perlindungan kepentingan sosial ekonomi konsumen. c. Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk memberikan kemampuan mereka dalam melakukan pilihan yang tepat sesuai dengan kehemdak dan kebutuhan produk. d. Pendidikan konsumen. e. Tersedianya upaya ganti rugi yang efektif f. Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen. Sebelum lahirnya Undang-undang tentang perlindungan konsumen, terdapat beberapa aturan yang berhubungan dengan konsumen namun masih dalam pengertian konsumen secara luas, seperti Undang-Undang Nomor 10 tahun 1961 tentang barang, Undang-undang Nomor 9 tahun 1960 tentang 4
Yusuf Shofie, Percakapan Tentang Pendidikan Konsumen Dalam Kurikulum Fakultas (Jakarta:YLKI, 1998)h. 3
19
Pokok-pokok kesehatan, Undang-undang Nomor 2 tahun 1996 tentang hygiene, dan lain-lain. Peraturan-peraturan tersebut secara tidak langsung memberi perlindungan kepada masyarakat termasuk pengertian konsumen tetapi belum mengatur secara khusus dinyatakan dalam fungsinya sebagai konsumen.5 Konsumen yang keberadaannya sangat tidak terbatas dengan strata yang sangat bervariasi menyebabkan produsen melakukan kegiatan pemasaran dan distribusi produk barang atau jasa dengan cara seefektif mungkin agar dapat mencapai konsumen yang sangat majemuk tersebut. untuk itu semua cara pendekatan diupayakan sehingga mungkin menimbulkan berbagai dampak, termasuk keadaan yang menjurus pada tindakan yang bersifat negatif bahkan tidak terpuji yang berawal dari itikad buruk. Dampak yang lazim terjadi, antara lain menyangkut kualitas, atau mutu barang, informasi yang tidak jelas bahkan menyesatkan pemalsuan dan sebagainya.6 Masalah perlindungan konsumen baru mulai terdengar pada tahun 1970-an di Indonesia yang ditandai dengan lahirnya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pada Mei 1973.7 Sejak saat itu suara untuk
5
Badan pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman (BPHN), Simposium Aspek-Aspek Hukum Masalah Perlindungan Konsumen (Jakarta: Binacipta, 1986)h.23 6
Celina Tri Siwi Kritiyanti, Hukum Perlindungan konsumen, (Malang: Sinar Grafik,
7
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum perlindungan Konsumen... ... ...h.15
2011)h. 5-6
20
melindungi konsumen dan mewujudkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen makin gencar dilakukan C. Ruang Lingkup Hukum Perlindungan Konsumen Ruang lingkup hukum perlindungan konsumen sulit dibatasi hanya dengan menampungnya dalam satu jenis undang-undang, seperti Undangundang tentang Perlindungan konsumen selalu berhubungan dan berinteraksi dengan berbagai bidang dan cabang hukum lain, karena pada tiap bidang dan cabang hukum senantiasa terdapat pihak yang berpredikat “konsumen”.8 Konsumen diartikan tidak hanya individu (orang), tetapi juga suatu perusahaan yang menjadi pembeli atau pemakai terakhir. Adapun yang menarik disini, konsumen tidak harus terikat dalam hubungan jual beli sehingga dengan sendirinya konsumen tidak identik dengan pembeli.9 D. Definisi Perlindungan Konsumen Dalam ketetapan MPR tahun 1993 terdapat arahan mengenai perlindungan konsumen yaitu melindungi kepentingan produsen dan konsumen. Berdasarkan arahan tersebut maka terdapat dua hal yang perlu mendapat perhatian yaitu adanya kelompok masyarakat produsen serta kelompok perlu untuk dilindungi.10 Arahan ketetapan MPR tersebut terdapat
2006)h. 1
8
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta:PT. Grasindo,
9
Ibid.,h. 4
10
Media, 2006), h.34
Az Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta: Diadit
21
pengertian mengenai hukum konsumen yaitu keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur
hubungan dan masalah penyediaan dan
penggunaan produk (barang dan/atau jasa) antara penyedia dan penggunanya, dalam kehidupan bermasyarakat.11 Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UUPK disebutkan bahwa Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Kepastian hukum untuk melindungi konsumen yang diperkuat oleh UUPK memberi harapan agar para pelaku usaha tidak lagi bertindak sewenang-wenang sehingga dapat merugikan hak-hak konsumen. Selain itu dengan adanya UUPK dan peraturan perundang-undangan
yang mengatur tentang perlindungan konsumen
memiliki posisi berimbang. E. Pihak-pihak dan istilah yang terkait dengan Hukum Perlindungan Konsumen 1. Konsumen Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika) atau consument/konsument (Belanda). Secara harfiah arti kata consumer adalah “(lawan dari produsen) setiap orang yang menggunakan barang”.
11
Ibid., h.37
22
Sedangkan menurut kamus Inggris-Indonesia consumer adalah “pemakai atau konsumen”12 Pasal
1 angka (2)
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999
mendefinisikan konsumen sebagai berikut: Setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Bila dilihat dari pengertian di atas, maka terdapat 4 (empat) unsur utama yang membentuk pengertian konsumen, yaitu: 1. Setiap orang Yang dimaksud dengan setiap orang yaitu perorangan bukan badan hukum atau pribadi hukum. 2. Pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat Barang dan/atau jasa yaitu dapat diperoleh ditempat umum, misalnya pasar, supermarket dan toko. 3. Untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain atau makhluk hidup lain. Barang dan/atau jasa yang digunakan, dipakai, dimanfaatkan untuk kepentingan konsumen dan keluarga konsumen, orang lain (teman) dan makhluk hidup (binatang peliharaan).
12
1986)h.124
John M Echols dan Hasan Sadily, Kamus Inggris-Indonesia (Jakarta:Gramedia
23
4. Tidak untuk diperdagangkan Barang dan/atau jasa digunakan, dimanfaatkan tidak untuk tujuan komersil. Pengertian konsumen sesungguhnya dapat terbagi dalam tiga bagian, terdiri atas: a. Konsumen dalam arti umum, yaitu pemakai, pengguna dan/atau jasa pemanfaat barang dan/atau jasa untuk tujuan tertentu. b. Konsumen antara, yaitu pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat barang dan /atau jasa untuk diproduksi (produsen) menjadi barang dan/atau jasa lain atau untuk memperdagangkan (distributor), dengan tujuan komersil. c. Konsumen akhir, yaitu pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat barang dan/atau jasa konsumen untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri, keluarga atau rumah tangganya dan tidak untuk diperdagangkan kembali. Selanjutnya istilah konsumen yang digunakan dalam bab ini dan bab-bab selanjutnya adalah konsumen dalam pengertian konsumen akhir. a) Hak dan Tanggung Jawab Konsumen 1.
Hak-Hak Konsumen Hak-hak konsumen dalam praktek sehari-hari sering diabaikan dan tidak ditetapkan sebagaimana mestinya. Hal ini disebabkan
24
karena
ketidaktahuan
atau
keengganan
konsumen
untuk
memanfaatkannya. Di lain pihak, masih banyak produsen yang bertindak
semerta-merta
dibalik
ketidakberdayaan
dan
ketidaktahuan konsumen tersebut. Menurut kamus bahasa Indonesia, hak adalah kekuasaan untuk berbuat sesuatu karena telah ditentukan oleh Undang-undang atau kekuasaan yang benar atas sesuatu atau menuntut sesuatu. Sedangkan Soerjono Soekanto, dan Purnadi Purwacaraka, dalam bukunya “sendi-sendi ilmu hukum dan tata hukum”, hak adalah peranan atau rule yang bersifat fakultatif karena boleh tidak dilaksanakan.13 Hak-hak yang dapat melindungi konsumen tersebut diperjuangkan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), dikenal dengan nama Panca Hak Konsumen yang terdiri atas:14 a. Hak konsumen mendapatkan keamanan Konsumen memiliki hak untuk memperoleh perlindungan atas keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi suatu barang dan/atau jasa tertentu apabila terjadi suatu hal yang dapat
13
Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Sendi-Sendi Ilmu Hukum dan Tata
Hukum... ... ...h. 41 14
Celina Tri Siwi Kritiyanti, Hukum Perlindungan konsumen,... .... ...h. 33-40
25
membahayakan kesehatan dan keamanan tubuh, serta keselamatan jiwanya. b. Hak untuk mendapatkan informasi yang benar Konsumen memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang benar, jujur serta lengkap dari suatu produk barang dan/atau jasa. Hak ini merupakan perlindungan bagi konsumen terhadap informasi yang mengetahui, menyesatkan, dan menipu. c. Hak untuk memilih Konsumen memiliki hak untuk memilih barang atau jasa sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya, namun konsumen tetapp mendapatkan jaminan mutu dan pelayanan yang memuaskan. Dengan pemenuhan hak ini diharapkan konsumen terhindar dari kerugian. d. Hak untuk didengar Konsumen berhak untuk menyampaikan pendapat dan masalahnya secara pribadi atau bersama-sama, baik mengenai hal-hal yang merugikan mereka maupun hal-hal yang dianggap dapat menimbulkan kerugian bagi diri mereka. e. Hak untuk mendapatkan produk barang dan/atau jasa sesuai dengan nilai tukar yang diberikan Dengan hak ini berarti konsumen harus dilindungi dari permainan harga yang tidak wajar. Dengan kata lain, kuantitas dan kualitas
26
barang dan/atau jasa yang dikonsumsi harus sesuai dengan nilai uang yang dibayar sebagai penggantinya. f. Hak untuk mendapatkan ganti kerugian Jika konsumen merasakan kuantitas dan kualitas barang dan/atau jasa yang dikonsumsinya tidak sesuai dengan nilai tukar yang diberikannya, ia berhak mendapatkan ganti kerugian yang pantas. g. Hak untuk mendapatkan penyelesaian hukum Hak untuk mendapatkan penyelesaian hukum ini sebenarnya meliputi juga hak untuk mendapatkan ganti kerugian, tetapi kedua hak tersebut tidak berarti identik. Untuk memperoleh ganti kerugian, konsumen tidak selalu harus menempuh upaya hukum terlebih dahulu. h. Hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat Hak konsumen atas lingkungan yang baik dan sehat merupakan hak yang diterima sebagai salah satu hak dasar konsumen oleh berbagai organisasi konsumen di dunia. Lingkungan hidup yang baik dan sehat berarti sangat luas, dan setiap makhluk hidup adalah konsumen atas lingkungan hidupnya. Lingkungan hidup meliputi lingkungan dalam arti fisik dan lingkungan nonfisik i. Hak untuk dilindungi dari akibat negatif persaingan curang Persaingan curang atau dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 disebut dengan “persaingan usaha tidak sehat” dapat terjadi
27
jika seorang pengusaha berusaha menarik langganan atau klien pengusaha lain untuk memajukan usahanya atau memperluas penjualan atau pemasarannya dengan menggunkan alat atau sarana yang bertentangan dengan itikad baik dan kejujuran dalam pergaulan ekonomi j.
Hak untuk mendapatkan pendidikan konsumen
Masalah perlindungan konsumen di Indonesia termasuk masalah yang baru. Oleh karena itu, wajar bila masih banyak konsumen yang belum menyadari hak-haknya. Kesadaran akan hak tidak dapat memungkiri sejalan dengan kesadaran hkum. Makin tinggi tingkat
kesadaran
hukum
masyarakat,
makin
tinggi
penghormatannya pada hak-hak dirinya dan orang lain. 2.
Tanggung jawab Konsumen Selain memiliki hak, selagi subjek hukum konsumen juga memiliki tanggung jawab yang harus dilaksanakannya. Dalam melaksanakan
tanggung
jawabnya,
terkandung
pemenuhan
kewajiban bagi konsumen yang harus dilaksanakannya sebelum menuntut hak-hak sebagai konsumen. Kewajiban konsumen yaitu membayar harga barang dan/atau jasa yang telah dibelinya dalam setiap transaksi sesuai dengan kesepakatan antara konsumen dengan produsen atau pengusaha. 5
28
(lima) hal yang merupakan tanggung jawab konsumen sebagai ikhtiar tercapainya perlindungan konsumen adalah:15 a. Bersikap kritis Sikap kritis dalam berkonsumsi merupakan suatu sikap hidup yang baik untuk menghindarkan kerugian serta penyesalan yang mungkin timbul di kemudian hari. Konsumen sangat diharapkan dapat bertanggung jawab untuk bertindak lebih waspada dan kritis, baik terhadap harga maupun mutu barang dan/atau jasa yang digunakan, serta akibat lain yang mungkin ditimbulkan. b. Berani bertindak Keberanian konsumen bertindak atas dasar kesadaran diri sendiri, bertujuan untuk memperkuat posisi konsumen agar konsumen diperlakukan secara adil oleh produsen atau pengusaha, serta mendapat perhatian lebih dari pemerintah. c. Memiliki kepedulian sosial Perilaku berkonsumsi konsumen hendaknya tidak berlebihan agar tidak menimbulkan kecemburuan sosial.
Konsumen perlu
mempertimbangkan dan memperhitungkan pula dampaknya terhadap lingkungan hidup.
15
Imam Baehaqie Abdullah, et al, menggugat Hak-Panduan Konsumen Bila Dirugikan, (Jakarta:YLKI,1990)h. 12
29
d. Tanggung jawab terhadap lingkungan hidup Dalam mengkonsumsi sesuatu barang dan/atau jasa, khususnya yang mempunyai akses bagi pencemaran alam sekitar. Hendaknya konsumen
mempertimbangkan
pula
dampaknya
terhadap
lingkungan hidup. e. Memiliki rasa setia kawan Rasa setia kawan diperlukan dalam rangka menggalang kekuatan guna
mempengaruhi
dan
memperjuangkan
kepentingn-
kepentingan konsumen. Tujuannya agar produsen atau pedagang tidak lagi dapat berbuat seenaknya terhadap konsumen, sehingga diharapkan hak-hak konsumen dapat lebih terlindungi dan kerugian konsumen dapat diminimalisasi. Selain itu, mengenai kewajiban konsumen juga diatur dalam pasal
5
Undang-undang
Perlindungan
Konsumen,
Nomor
8
antara
lain
tahun
1999
mengikuti
tentang petunjuk
pemakaian barang dan/atau jasa, beritikad baik dalam melakukan transaksi,
membayar sesuai nilai tukar yang disepakati serta
mengikuti upaya penyelesaian sengketa secara patut. 2. Pelaku Usaha Istilah pelaku usaha umumnya dikenal dengan sebutan pengusaha. Pengusaha adalah setiap orang atau badan usaha yang menjalankan usaha memproduksi, menawarkan, menyampaikan atau mendistribusikan suatu
30
produk kepada masyarakat luas selaku konsumen. Pengusaha memiliki arti yang luas, tidak semata-mata membicarakan produsen, tetapi juga pedagang perantara atau pengusaha.16 Sedangkan pengertian pelaku usaha menurut Pasal 1 angka (3) Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen adalah: Setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Bila dilihat dari pengertian diatas, maka terdapat (empat) unsur yang terkandung dalam pengertian pelaku usaha, yaitu: a. Setiap orang perseorangan atau badan usaha Yang termasuk badan usaha menurut pengertian ini adalah badan usaha yang berbentuk badan hukum dan tidak berbadan hukum. b. Secara sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian Beberapa macam pelaku usaha, yaitu: 1. Orang perorangan
16
Kertas
Kerja
Mariam Darus, Perlindungan Konsumen dilihat dari perjanjian baku (standar)
pada
(Jakarta:1980)h. 57
simposium
Aspek-Aspek
Hukum
Masalah
Perlindungan
Konsumen,
31
2. Badan usaha 3. Orang perseorangan dengan orang perseorangan lain 4. Orang perseorangan dengan badan usaha 5. Badan usaha dengan badan usaha Yang termasuk kegiatan usaha melalui perjanjian adalah huruf C sampai dengan E c. Menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi terdapat batasan yang membedakan antara pelaku usaha dengan pelaku usaha kegiatan lain, yaitu yang dimaksud dengan pelaku usaha adalah mereka yang menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. d. Didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Repulik Indonesia. Maksutnya adalah orang perseorangan atau badan hukum tersebut berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia. Khusus badan usaha, tidak harus didirikan dan berkedudukan di wilayah Republik Indonesia. Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) menyebutkan tiga kelompok pengusaha (pelaku usaha, baik privat maupun publik). Tiga kelompok pelaku usaha tersebut terdiri dari:
32
a. Investor, yaitu pelaku usaha penyedia dana untuk membiayai berbagai kepentingan usaha. Seperti perbankan, penyediaan dana dan lain sebagainya. b. Produsen, yaitu pelaku usaha yang membuat, memproduksi barang dan/atau jasa dari barang dan/atau jasa-jasa lain (bahan baku, bahan tambahan atau bahan-bahan lainnya). Seperti badan usaha/perorangan yang berkaitan dengan pangan, sandang, obatobatan dan lain sebagainya. c. Distributor, yaitu pelaku usaha yang mendistribusikan atau memperdagangkan
barang
dan/atau
jasa
tersebut
kepada
masyarakat, seperti pedagang retail, toko, supermarket, pedagang kaki lima dan lain sebagainya. Pelaku usaha dan konsumen merupakan para pihak yang saling membutuhkan satu dengan yang lainnya. Pelaku usaha menyadari bahwa kelangsungan hidup usahanya tergantung pada konsumen. Demikian juga halnya konsumen yang tergantung pada pelaku usaha dalam pemenuhan kebutuhannya. Oleh karena itu, keseimbangan dalam berbagai segi menyangkut kepentingan kedua belah pihak merupakan hal yang ideal.
33
1. Hak-hak pelaku usaha Dalam menjalankan usahanya, pelaku usaha memiliki hak untuk memproduksi suatu arang dan/atau jasa sesuai dengan keahlian dan kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat selaku konsumen. Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999, dalam Pasal 6 diatur mengenai hak-hakk pelaku usaha, antara lain hak untuk menerima pembayaran sesuai dengan kesepakatan, mendapatkan perlindungan hukum, melakukan pembelaan diri dan rehabilitasi nama baik serta hak-hak lainnya yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. 2. Tanggung Jawab Pelaku Usaha Dalam memproduksi barang dan/atau jasa, pelaku usaha tidak hanya semata-mata mencari keuntungan yang sebesar-besarnya tapi juga harus memperhatikan kepentingan konsumen. Oleh karena itu, selain memiliki hak, pelaku usaha juga dituntut akan tanggung jawabnya. Pelaku usaha bertanggung jawab atas hasil produksinya baik berupa barang maupun jasa. Dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 pasal 7 menjelaskan mengenai kewajiban pelaku usaha. Antara lain adalah beritikad baik dalam menjalankan usahanya, memberi informasi yang benar, jelas dan jujur kepada konsumen, melayani konsumen tanpa
34
diskriminasi, menjamin mutu barang dan/atau jasa produksinya, memberi jaminan garansi serta memberi kompensasi atau ganti rugi kepada konsumen yang dirugikan. 3. Pemerintah Pemerintah memiliki peranan penting dalam upaya melindungi konsumen. Dalam hal ini, peranan pemerintah dapat berupa pembentukan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan usaha untuk melindungi kepentingan konsumen dan juga melakukan fungsi pembinaan dan pengawasan. Kepastian hukum itu meliputi segala upaya berdasarkan hukum untuk memberdayakan konsumen memperoleh atau menentukan pilihannya atas barang dan/atau jasa kebutuhannya serta mempertahankan atau membela hak-haknya apabila dirugikan oleh perilaku pelaku usaha penyedia kebutuhan konsumen tersebut. sedangkan pemberdayaan konsumen itu adalah dengan meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandiriannya melindungi diri sendiri sehingga mampu mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan menghindari berbagai ekses negatif pemakaian, penggunaan dan pemanfaatan barang dan/atau jasa kebutuhannya.17 4. Barang dan/atau Jasa Istilah barang dan/atau jasa merupakan pengganti dari kata produk. Sedangkan kata produk itu sendiri berasal dari bahasa Inggris yaitu 17
Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar... ... ...h.4
35
“product” Menurut Philip Kotler, yang dimaksud dengan produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke dalam pasar untuk diperhatikan, dimiliki, dipakai atau dikonsumsi sehingga dapat memuaskan suatu keinginan atau suatu kebutuhan.18 Menurut Pasal 1 angka 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang dimaksud dengan barang adalah: Setiap benda baik berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan,
dipakai,
dipergunakan,
atau
dimanfaatkan
oleh
konsumen. Sedangkan menurut Pasal 1 angka 5 yang dimaksud dengan jasa adalah: Setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen. Dalam penulisan ini, istilah yang akan digunakan adalah barang dan/atau jasa sebagai pengganti kata produk, yaitu seperti yang digunakan dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
18
Philip Kotler, Manajemen Pemasaran, Analisis, Perencanaan Implementasi, dan Pengendalian (Marketing Management, Analysis, Planning, Implementation, and Control), diterjemahkan oleh Adi Zakaria, vol. II (Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI, 1993), h. 194
36
F. Kondisi Perlindungan Hukum Konsumen di Indonesia Sebelum lahirnya Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, kepentingan konsumen seringkali terabaikan karena posisinya yang lemah bila dibandingkan dengan pelaku usaha. Setelah lahirnya Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, maka kepentingan konsumen mulai dapat terlindungi dengan jaminan kepastian hukum. Posisi konsumen di Indonesia masih sangat lemah apabilaq dibandingkan dengan pelaku usaha. Alasan utamanya adalah karena belum adanya hukum yang memadai untuk melindungi konsumen. Walaupun pemerintah telah mengeluarkan Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, namun didalam pasal tersebut masih memiliki beberapa kelemahan sehingga kepentingan konsumen belum dapat terlindungi sepenuhnya. G. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen Asas mengandung arti dasar, dasar cita-cita atau hukum dasar. Sedangkan tujuan berarti arah, haluan atau maksud.19 Lima asas yang terkandung dalam perlindungan konsumen, yaitu:
19
Tim penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan pengembangan bahasa, kamus besar bahasa indonesia, cet IV, (Jakarta:Balai pustaka, 1990)h. 52 dan 965.
37
1. Asas Manfaat Untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan dan pelaku usaha secara keseluruhan. 2. Asas keadilan Agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil. 3. Asas keseimbangan Untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual. 4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen Untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan. H. Tinjauan Umum depot Air minum isi ulang Untuk memberikan definisi DAM isi ulang, kita harus mengetahui terlebih dahulu pengertian air sebagai bahan dasar dalam usaha DAM isi ulang. Pengertian air yang dimaksud yaitu air bersih dan air minum. Menurut Pasal 1 ayat (2) Peraturan Menteri Nomor 43 Tahun 2014 tentang Higiene Sanitasi Depot Air Minum, bahwa yang dimaksud air minum
38
adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Dalam Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Nomor 43 Tahun 2014 tentang Higiene Sanitasi Depot Air Minum pengertian Depot Air Minum yang selanjutnya disingkat DAM adalah usaha yang melakukan proses pengolahan air baku menjadi air minum dalam bentuk curah dan menjual langsung kepada konsumen. I. Pokok-pokok konsep pengaturan Air Minum Depot Isi Ulang Dalam usaha AMD isi ulang terdapat beberapa pokok-pokok konsep pengaturan sehingga produk air minum yang dihasilkan oleh pengusaha AMD isi ulang, dapat memenuhi standar serta persyaratan kualitas air minum yang layak dan aman untuk dikonsumsi. 1. Persyaratan dan Lokasi usaha AMD isi Ulang a. AMD isi ulang wajib memiliki: 1). Izin usaha industri atau tanda daftar industri dan surat izin usaha perdagangan (SIUP), 2). Surat izin pengambilan air atau surat jaminan pasokan air baku dari PAM atau perusahaan lain yang memiliki izin pengambilan air dari instansi yang berwenang, 3). Sertifikat hasil uji produk air minum yang dihasilkan dari laboratorium yang telah terakreditasi atau ditunjuk oleh menteri. b. AMD isi ulang harus berada di lokasi yang diizinkan oleh pemerintah daerah kabupaten atau kota.
39
2. Air baku, proses pengolahan dan mesin atau peralatan Air baku adalah air bersih yang telah memenuhi persyaratan kualitas air bersih. Sebagai asal bahan baku AMD isi ulang, setidaknya ada 3 sumber yaitu berasal dari mata air pegunungan atau mata air PAM yang siap minum, air tanah dan air PAM kategori sebagai air bersih.20 Produksi AMD isi ulang yang dilakukan sendiri secara home industri,biasanya menggunakan peralatan yang sederhana, yaitu: a). Air baku yang digunakan AMD isi ulang harus memenuhi standar mutu sesuai peraturan menteri kesehatan, b). Pada dasarnya proses pengolahan AMD isi ulang meliputi penampungan air baku, penyaringan (filterisasi), deinfeksi (sinar ultra violet dan ozon guna sterilisasi) untuk pemanasan dan pengisian, c). AMD isi ulang wajib memenuhi ketentuan teknis pedoman cara berproduksi yang baik. 3. Mutu air minum Produk AMD isi ulang harus memiliki kualitas dan mutu air yang sehat yaitu jernih, tidak berbau, tidak bewarna dan bebas dari semua jenis bakteri berbahaya.
20
Sularsi, “mewaspadai Depot Air Minum Isi Ulang” (Agustus:2002)h. 31
40
4. Wadah Menurut kamus Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan wadah adalah tempat untuk menaruh atau menyimpan sesuatu.21 Untuk menyimpan air yang dibeli dari depot air minum maka diperlukan wadah yang bersih. Pembeli dapat membawa wadah untuk menampung atau menyimpan air yang dibeli dari depot air minum. Selain itu, pelaku usaha AMD isi ulang juga dapat menyediakan wadah. Namun, dalam usaha AMD isi ulang, produk air minumnya tidak boleh diisi dalam wadah terlebih dahulu (dikemas) dan kemudian baru diperdagangkan, melainkan AMD isi ulang baru diisi atau dimasukkan ke dalam kemasan pada saat konsumen membeli produk AMD isi ulang. 5. Pemasaran Dalam pemasarannya, produk AMD isi ulang berbeda dengan produk AMDK. AMD isi ulang hanya dapat dipasarkan lokal didaerah setempat sedangkan produk AMDK dapat dipasarkan secara nasional.
21
Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, Edisi 2 Cet. 4, (Jakarta:Balai Pustaka,1995)
41
BAB III PROFIL USAHA DEPOT AIR MINUM ISI ULANG “TOCA” A. Sejarah Singkat Usaha Depot Air Minum Isi Ulang “TOCA” Depot Air Minum “TOCA” pertama kali di dirikan pada tanggal 24 September 2004 oleh Bapak Tom Rollick (Pelaku Usaha). Depot air minum isi ulang “TOCA” beralamat di Jl. Damai No. 76 RT. 011/ RW. 002 Kelurahan Petukangan Selatan Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan.1 Awalnya Bapak Tom Rollick sempat bekerja beberapa tahun sebagai karyawan di salah satu perusahaan swasta Vendor Telkom, setelah lama bekerja Bapak Tom Rollick memiliki ide untuk membuka usaha, beberapa kali mencoba buka usaha setelah beliau berhenti bekerja mulailah Bapak Tom Rollick memiliki keinginan untuk membuka usaha depot air minum isi ulang, alasan utama pelaku usaha dalam mendirikan usaha AMD isi ulang ini karena menurut beliau “tidak ada seorang pun yang tidak membutuhkan air, dan air selalu menjadi hal yang paling utama dalam kehidupan sehari-hari”. B. Perkembangan Usaha Depot Air Minum Isi Ulang “TOCA” Membangun usaha AMD isi ulang tidak semudah yang dibayangkan karena dari pengurusan surat izin usaha perdagangan dari pemerintah setempat, sampai melalui uji laboratorium oleh Departemen Kesehatan untuk standart kualitas air minum sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) dan (2) Peraturan 1
Sebagaimana dijelaskan Bpk. Tom Rhollick selaku Pelaku Usaha dalam wawancara pribadi di Depot Air “TOCA” pesanggrahan, Jakarta pada Kamis, 23 April 2015.
41
42
Menteri Nomor 43 Tahun 2014 tentang Higiene Sanitasi Depot Air Minum. Serta mengenai persyaratan hiegene sanitasi yang harus sesuai dengan pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Nomor 43 Tahun 2014 tentang Higiene Sanitasi Depot Air Minum. Namun semua itu dilalui dengan baik hingga bertahan sampai sekarang. persaingan usaha depot air minum isi ulang pun tidak menjadikan masalah serius menurut pelaku usaha. usaha yang berdiri sejak tahun 2003 ini sudah banyak memiliki banyak pelanggan dan dan sistem pemasaran yang baik dilakukan dalam menjalankan usahanya, menambahkan adanya promosi-promosi hadiah juga dilakukan oleh bapak Tom Rollick untuk tetap menjaga kenyamanan pelanggan, berkat semua usahanya Bapak Tom Rollick mendapatkan penghasilan yang cukup banyak sehari, pelaku usaha bisa menjual 125 galon air minum seharga Rp. 4000/galon dengan menghasilkan sebesar Rp. 500.000/hari. Pasokan air minum yang digunakan oleh pelaku usaha adalah pasokan air yang dikirim langsung dari Sukabumi “Fadil Water Mineral” yang diyakini pelaku usaha teruji paling baik. Bapak Tom Rollick mengaku bahwa selama ini konsumen tidak ada keluhan mengenai air minum isi ulang yang di produksinya, hanya saja ada keluhan-keluhan mengenai fasilitas pesan antar yang agak lama, bukan permasalahan yang terlalu serius dalam menjalankan usaha ini, permasalahan ini terjadi dikarenakan pasokan air habis dan keterlambatan pasokan air masuk biasanya karena mobil pasokan air terkena
43
macet. Sesuai dengan perkembangan usahanya, bapak Tom Rollick memiliki 2 (dua) depot air minum isi ulang “TOCA”. C. Visi Dan Misi Depot Air Minum Isi Ulang “TOCA” Setiap pengusaha pasti memiliki visi dan misi dalam menjalankan usahanya, visi merupakan tonggak yang menjad awal terciptanya berbagai rencana-rencana yang akan dilakukan. Sementara misi adalah strategi yang ingin dicapai guna mewujudkan visi yang diimpikan. Adapun visi dan misi depot air minum isi ulang “TOCA” adalah sebagai berikut: 1. Visi a. Depot air minum isi ulang “TOCA” ingin menjadi depot air minum yang terdepan dan dapat menguasai pangsa pasar khususnya diwilayah pesanggrahan dan sekitarnya. b. Mengutamakan pelayanan yang berfokus pada kepuasan konsumen 2. Misi a. Menjadikan depot air minum isi ulang “TOCA” pilihan nomor 1 oleh konsumen khususnya di wilayah pesanggrahan dan sekitarnya. b. Memberikan air minum yang baik, berkualitas dan hiegenis dengan harga murah dan terjangkau D. Struktur Organisasi Usaha Depot Air Minum Isi Ulang “TOCA” Penyususan suatu struktur organisasi usaha depot air minum isi ulang “TOCA”, yaitu: 1. Pemilik depot : Bapak. Tom Rollick
44
2. Teknisi: Murry 3. Bagian Operasional 1: Wawan 4. Bagian operasional 2: Doni E. Aktifitas Depot Air Minum Isi Ulang “TOCA” Depot air minum isi ulang “TOCA” merupakan usaha yang bergerak dalam bidang penjualan air minum bersih. Depot air minum isi ulang dibuka pukul 08.00 s/d 20.00. depot air minum isi ulang “TOCA” memiliki 2 unit sepeda motor untuk fasilitas jasa pesan antar.
BAB IV ANALISIS HASIL DAN TEMUAN DI LAPANGAN TERHADAP USAHA DEPOT AIR MINUM ISI ULANG “TOCA” A. Permasalahan Yang Dihadapi Konsumen Terhadap Munculnya Usaha DAM isi ulang Usaha AMD isi ulang merupakan salah satu bidang usaha penyediaan air minum bagi masyarakat. Pelaku usaha AMD isi ulang dalam menyediakan produk air minum, melakukan proses pengolahan air bersih menjadi air minum dan menjualnya secara langsung kepada konsumen di lokasi pengolahan. Produk air minum yang di jual kepada konsumen tersebut harus layak dikonsumsi, yaitu harus memenuhi persyaratan air minum dan juga standar kesehatan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Permasalahan yang seringkali dihadapi oleh konsumen berkaitan dengan adanya AMD isi ulang yaitu mengenai standar kesehatan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Nomor 43 Tahun 2014 tentang Higiene Sanitasi Depot Air Minum. Namun demikian, seringkali produk DAM isi ulang tidak sesuai atau tidak memenuhi standar kesehatan yang telah ditetapkan. Pelanggaran mengenai standar kesehatan ini mengakibatkan produk DAM isi ulang yang dihasilkan tidak higienis dan menimbulkan masalah
45
46
kesehatan, seperti diare dan sakit perut. Selain itu, pelaku usaha DAM isi ulang juga memakai kemasan returnable milik AMDK. Hal ini tentu saja telah mengelabui konsumen dalam memberikan informasi yang benar mengenai produk DAM isi ulang tersebut. Dengan pemakaian botol galon yang masih berlabel milik AMDK maka informasi yang diperoleh konsumen mengenai produk tersebut adalah tidak sesuai antara isi dan label pada kemasannya. Permasalahan ini seringkali menimbulkan kesalahpahaman dan membingungkan konsumen dalam hal perbedaan antara produk AMD isi ulang dan AMDK. Dalam pemakaian kemasan returnable terdapat beberapa prinsip1, yaitu: a). Kemasan tidak dijual, 2). Kemasan dipinjamkan dengan atau tanpa jaminan, 3). Kemasan mengandung merek produsen, 4). Kemasan tidak boleh diiisi barang lain untuk diperdagangkan, 5). Secara hukum kemasan tetap milik produsen. Berdasarkan prinsip tersebut, maka seringkali pelaku usaha DAM isi ulang dalam menjual produknya telah melanggar prinsip returnlable tersebut. Pemakaian botol galon milik AMDK yang masih berlabel oleh pelaku usaha DAM isi ulang telah melanggar ketentuan Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dan Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1999 tentang label dan iklan pangan, karena isi tidak sesuai dengan ketentuan keterangan yang tertera pada label di botol galon. 1
Sularsi, “mewaspadai Depot Air Minum Isi Ulang” (Agustus:2002)h. 35
47
Permasalahan lain yang dihadapi konsumen berkaitan dengan produk DAM isi ulang yaitu mengenai informasi yang menyesatkan pada iklan produk sehingga konsumen menjadi korban penipuan atas informasi yang tidak benar pada iklan produk DAM isi ulang. Penggunaan tanda SNI (Standar Nasional Indonesia), ozon, UV, halal, standar Departemen kesehatan dan air baku yang tidak bertanggung jawab telah menyesatkan dan mengelabui konsumen. Sebagai pelaku usaha, seharusnya produsen DAM isi ulang memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur kepada konsumen mengenai produknya seperti yang dijelaskan oleh Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, sehingga tidak ada kesalahpaham yang dapat merugikan msyarakat sebagai konsumen. Berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, maka terrdapat beberapa pelanggaran yang telah dilakukan oleh pelaku usaha DAM isi ulang terhadap pemakaian botol galon AMDK, yang masih berlabel, juga mengenai hiegene sanitasi depot air minum.
48
B. Perlindungan Hukum terhadap Konsumen Air Minum Depot Air Isi Ulang “TOCA” di Wilayah Pesanggrahan Dari segi tujuannya, kaidah hukum atau norma hukum itu tertuju kepada cita kedamaian hidup antar pribadi (het recht wil de vrede). Tujuan kedamaian hidup bersama tersebut dikaitkan pula dengan perumusan kaidah hukum, yaitu mewujudkan kepastian, keadilan dan kebergunaan.2 Konsumen merupakan pihak yang lemah kedudukannya bila dibandingkan dengan pelaku usaha. Oleh karena itu diperlukan suatu aturan yang dapat melindungi kepentingan konsumen agar tidak dirugikan atau disalah gunakan oleh para pelaku usaha. Perlindungan konsumen dibutuhkan untuk menyelamatkan daya tawar konsumen terhadap pelaku usaha dan mendorong kegiatannya. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen menjamin adanya kepastian hukum terhadap segala kebutuhan konsumen seperti yang tercantum pada Pasal 1 butir (1). Undang-undang Perlindungan Konsumen memberikan perlindungan kepada setiap konsumen yang merasa dirugikan hak-haknya oleh pelaku usaha. Pada dasarnya pelaku usaha bertanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen atas produk yang dihasilkan atau diperdagangkan3.
2
Jimly Asshiddqie, Perihal Undang-undang, h. 3
3
Endang Purwaningsih, Hukum Bisnis, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2010)h. 80
49
Air minum tergolong kondisi beresiko tinggi karena dikonsumsi langsung tanpa diolah. Oleh karena itu dibutuhkan regulasi yang tegas dan pengawasan yang memadai agar air minum yang dikonsumsi masyarakat terjamin mutunya. Usaha Depot air minum isi ulang “TOCA” ini merupakan salah satu bidang usaha yang bergerak dalam hal penyediaan air minum untuk pemenuhan kebutuhan konsumen di wilayah Pesanggrahan. Oleh karena berhubungan dengan kepentingan konsumen, maka keberadaannya tidak terlepas dari Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum terhadap konsumen. Banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha DAM isi ulang terhadap ketentuan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen telah merugikan konsumen. Pemakaian botol galon milik AMDK yang masih berlabel oleh AMD isi ulang telah melanggar ketentuan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, dimana pelaku usaha DAM isi ulang telah memberikan keterangan yang tidak benar kepada konsumen serta Peraturan Menteri Nomor 43 Tahun 2014 tentang Higiene Sanitasi Depot Air Minum, dimana pelaku usaha kurang memperhatikan resiko terjadinya kontaminasi yang berasal dari tempat, peralatan dan penjamah terhadap air minum agar aman dikonsumsi. Perlindungan hukum terhadap konsumen Air minum depot isi ulang dapat dilihat dari beberapa pasal dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999
50
tentang Perlindungan Konsumen, antara lain Pasal 4 butir a dan c, Pasal 7 butir b dan d, serta Pasal 8. Pasal 4 butir a Undang-undang Perlindungan konsumen memberikan hak kepada setiap konsumen atas keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/jasa. Oleh karena itu, produk AMD isi ulang juga harus aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Sedangkan pasal 4 butir c memberikan hak kepada konsumen untuk mendapatkan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/jasa. Dalam mengkonsumsi AMD isi ulang, setiap konsumen berhak untuk mendapatkan keterangan yang benar dari pelaku AMD isi ulang terhadap produk yang dibelinya itu. Undang-undang Perlindungan konsumen juga memberikan jaminan hak tersebut. Pasal 7 butir b Undang-undang Perlindungan konsumen menyebutkan bahwa pelaku usaha wajib untuk memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi barang dan/atau jasa. Ketentuan pasal ini memberikan kewajiban kepada setiap pelaku usaha untuk memberikan informasi dan keterangan yang jujur mengenai barang dan/atau jasa yang diproduksinya. Begitu juga halnya pelaku usaha AMD isi ulang harus mematuhi ketentuan yang benar tentang produk air minum yang diproduksinya sesuai kenyataan dan tidak mengelabui konsumen. Sedangkan Pasal 7 butir d Undang-undang Perlindungan konsumen mewajibkan pelaku usaha untuk menjamin mutu barang dan/atau jasa yang
51
diproduksinya dan/atau jasa yang diperdagangkannya. Disini dapat dilihat bahwa aspek perlindungan hukum yang diberikan oleh Undang-undang Perlindungan konsumen yaitu membebankan kewajsiban kepada pelaku usaha AMD isi ulang agar produk yang diperdagangkannya terjamin mutunya, sehingga aman untuk dikonsumsi masyarakat. Terhadap munculnya usaha DAM isi ulang, terdapat beberapa pelanggaran ketentuan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2014 tentang Higiene Sanitasi Depot Air Minum yang telah dilakukan oleh pelaku usaha DAM isi ulang. Higiene sanitasi yang masih kurang dilakukan oleh pelaku usaha DAM isi ulang, Hal ini berarti telah membahayakan konsumen karena tidak sesuai dengan persyaratan higiene sanitasi. Apabila dikaitkan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2014 tentang Higiene Sanitasi Depot Air Minum, maka aspek perlindungan hukum terhadap munculnya usaha DAM isi ulang dapat dilihat pada beberapa pasal, diantaranya yaitu Pasal 2 ayat 1, Pasal 3 ayat 1, Pasal 4 ayat 1, Pasal 7 dan Pasal 15. Pasal 2 ayat 1 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 menyebutkan bahwa setiap DAM wajib: a). Menjamin air minum yang dihasilkan memenuhi standar baku mutu atau persyaratan kualitas air minum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, b). Memenuhi persyaratan higiene sanitasi dalam pengelolaan air minum, bila dilihat ketentuan pasal diatas,
52
maka aspek hukum perlindungan konsumen yang diberikan adalah setiap pelaku usaha dapat menjamin air minum yang dihasilkan sehingga tidak merugikan konsumen. Pada pasal 3 ayat 1 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 menyebutkan bahwa “Persyaratan Higiene sanitasi dalam pengelolaan air minum paling sedikit meliputi: 1). Tempat; 2). Peralatan; dan 3). Penjamah. Dalam penjelasan pasal 3 ayat 1 disebutkan bahwa tempat, peralatan dan penjamah menjadi persyaratan yang dapat dipertanggung jawabkan oleh pelaku usaha. Ketentuan pasal 3 ayat 1 bertujuan agar pelaku usaha dalam memilih lokasi berada didaerah yang bebas pencemaran lingkungan, bangunan yang layak, dan peralatan yang layak. Pasal 4 ayat 1 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 menyebutkan bahwa setiap DAM wajib memiliki izin usaha sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan pasal 4 ayat 1 bertujuan agar pelaku usaha memiliki bukti yang akurat yang dapat meyakinkan konsumen, dan tidak ada unsur yang dapat merugikan konsumen. Pasal 7 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 menyebutkan sertifikat laik higiene sanitasi harus dipasang di tempat yang terlihat dan mudah dibaca konsumen. Ketentuan pasal 7 bertujuan agar konsumen dengan mudah mengetahui informasi dan keabsahan dari DAM isi ulang tersebut. Pasal 15 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 menyebutkan bahwa setiap DAM wajib menyediakan informasi mengenai: 1). Alur pengolahan air
53
minum, 2). Masa kadaluarsa alat desinfeksi; 3). Waktu penggantian dan/atau pembersihan filter; dan 4). Sumber dan kualitas air baku. Ketentuan pasal 15 bertujuan memberikan keterangan mengenai produknya secara jelas sehingga tidak terjadi kesalahpahaman atau kekeliruan pada konsumen. Berdasarkan ketentuan pasal-pasal diatas maka terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha DAM isi ulang dapat diajukan gugatan ke pengadilan negeri. Penyelesaian sengketa yang diajukan melalui peradilan umum ini tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan konsumen yang diatur dalam Pasal 48 jo 45 jo 64, dimana berlaku asas lex spesialis derogat lex gemeralis. C. Faktor-fakor yang mempengaruhi masyarakat Pesanggrahan terhadap pemilihan air minum depot isi ulang “TOCA” Saat terjadi krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1999, usaha DAM mulai berkembang, penyebabnya adalah kebutuhan terhadap air minum semakin mahal. Masyarakat mulai mencari alternatif lain untuk memenuhi kebutuhan tersebut dengan biaya yang lebih murah. Sejak tahun 1997, usaha DAM mulai berkembang pesat, mulai dari 400 depot yang ada kembudia berkembang menjadii 6000 depot di tahun 2005 dan tersebar ke seluruh wilayah Indonesia. Saat ini penggunaan air minum depot isi ulang semakin populer digunakan oleh masyarakat. Ada beberapa faktor umum yang menjadi alasan mengapa masyarakat lebih memilih air minum depot isi ulang, yaitu: 1). Karena tingginya tingkat
54
pencemaran limbah pada air tanah sebagai sumber air; 2). PDAM tidak mampu melayani kebutuhan seluruh masyarakat akan air bersih dan air minum; 3). Sulitnya menemukan sumber air bersih saat musim kemarau terutama didaerah-daerah yang kekurangan air; 4). Karena harga Air Minum depot isi ulang yang ditawarkan lebih murah sepertiga AMDK yang bermerek; 5). Pengaruh gaya hidup masyarakat yang ingin mendapatkan sesuatu dengan cara yang praktis. Dari sekian banyak faktor yang
mempengaruhi masyarakat lebih
memilih air minum depot isi ulang, terdapat dua faktor yang selalu menjadi jawaban dari masyarakat dikawasan pesanggrahan,
faktor yang pertama
Karena harga Air Minum depot isi ulang yang ditawarkan lebih murah sepertiga AMDK yang bermerek, sedangkan faktor yang kedua Pengaruh gaya hidup masyarakat yang ingin mendapatkan sesuatu dengan cara yang praktis, menurut beberapa narasumber di sekitaran Pesanggrahan khususnya Jl. Damai menggunakan air minum depot isi ulang lebih mudah dibanding harus memasak air sendiri untuk dikonsumsi, serta para konsumen di pesanggrahan menyimpulkan harga yang terjangkau pada air minum depot isi ulang lebih hemat dibandingkan harus membeli Air minum dalam kemasan.4 Kepercayaan konsumen air minum depot isi ulang “TOCA” juga menjadi salah satu faktor, karena keramahan dari para pengantar airnya dan proses
4
Sebagaimana hasil wawancara pribadi dari beberapa masyarakat di daerah pesanggrahan, Jakarta pada Kamis, 23 April 2015.
55
pengantaran yang cepat. Memang masih ada kekhawatiran terkait kualitas air minumnya,menurut para konsumen di Pesanggrahan transparansi tentang kualitas air minumnya masih kurang, karena hanya ditujukan menggunakan uji lab saja, namun tidak mengurangi minat dalam menggunakan air minum depot isi ulang ini. D. Penyelesaian Sengketa dalam Usaha Depot Air Minum Isi Ulang Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 merupakan segala upaya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen seperti yang tercantum pada Pasal 1 butir (1). Air minum tergolong komoditi berisiko tinggi karena dikonsumsi langsung dan tanpa diolah. Apabila pelaku usaha AMD isi ulang melanggar pasal-pasal yang terdapat dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, maka setiap konsumen yang merasa dirugikan dan hak-haknya telah dilanggar oleh pelaku usaha dapat mengajukan gugatan sengketa konsumen melalui BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) atau melalui pengadilan negeri sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999, disebutkan bahwa tata cara penyelesaian sengketa konsumen dapat diajukan melakui dua cara, yaitu; 1). Penyelesaian sengketa diluar pengadilan yang dilaksanakan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen; 2). Penyelesaian sengketa melalui pengadilan yang mengacu pada ketentun peradilan umum.
56
Dengan demikian, bila terjadi sengketa konsumen maka konsumen dapat memilih untuk mengajukan gugatan melalui pengadilan atau diluar pengadilan. Apabila para pihak yang bersengketa (konsumen dan pelaku usaha) sepakat untuk menyelesaikan sengketa gugatan dapat diajukan, maka gugatan dapat diajukan ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) sesuai ketentuan Pasal 47. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan ini dapat dilakukan dengan cara mediasi, konsiliasi atau arbitrase sesuai ketentuan Pasal 52 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999. Namun, apabila gugatan sengketa konsumen tersebut diajukan melalui pengadilan maka didasarkan pada ketentuan Pasal 48 jo, 45 jo, 64 Undangundang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Pasal menyebutkan bahwa penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan umum yang berlaku. Ketentuan Pasal 48 ini juga harus memperhatikan ketentuan dalam Pasal 45 dimana setiap konsumen yang dirugikan dapat mengajukan gugatan di luar pengadilan maupun melalui pengadilan berdasarkan pilihan penyelesaian sukarela para pihak yang bersengketa. Jadi, pilihan penyelesaian segketa didasarkan pada kesepakatan para pihak secara sukarela. Apabila penyelesaian sengketa konsumen dilakukan melalui pengadilan, maka tata caranya berdasarkan hukum acara perdata. Namun demikian dalam penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan, berlaku asas lex
57
spesialis derogat lex generalist, yaitu berdasarkan ketentuan Pasal 64 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Konsumen dimana hukum yang dipakai adalah hukum secara perdata sepanjang
tidak
bertentangan
dengan
Undang-undang
Perlindungan
Konsumen. Dengan demikian, maka Undang-undang Perlindungan konsumen telah memberikan jaminan kepastian hukum bagi konsumen agar dapat menuntut hak-haknya apabila merasa dirugikan oleh pelaku usaha Depot air minum isi ulang. Dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau Burgelijk Wetboek (“BW”), dalam buku III BW, pada bagian “Tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan demi Undang-undang”, yang berbunyi: “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.” Terkait air minum sebagai sumber kehidupan sehari-hari maka tidak sedikit kemungkinan terjadinya pelanggaran terkait air minum depot isi ulang yang tidak sesuai dengan peraturan yang sudah ada terutama bagi konsumennya, pelanggaran seperti dampak bagi kesehatan konsumen sampai mengakibatkan kematian bisa saja terjadi, karena air minum dikonsumsi setiap hari, zat yang terkandung dalam air minum depot isi ulang tanpa pengawasan yang jelas dari pemerintah bisa saja memakan korban. Jika hal tersebut terjadi maka konsumen selaku korban selain dapat menuntut pihak
58
pelaku usaha yang bersangkutan mendapatkan hukuman yang semestinya, konsumen juga dapat menuntut kerugian materiil sesuai dengan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. E. Analisis Penulis Air minum yang dijual oleh pengusaha DAM isi ulang seharusnya ditujukan hanya untuk konsumen lokal. Maksudnya adalah produk DAM isi ulang yang diproduksi secara Home Industry tersebut, peredarannya terbatas hanya untuk dijual didaerah atau wilayahnya saja dan tidak dapat dipasarkan secara nasional. Ada dua standar nasional yang mengatur tentang kualitas air minum, yaitu Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Departemen perindustrian dan perdagangan, serta Keputusan Menteri Kesehatan. Intinya, air yang layak di minum harus melewati tiga persyaratan kelayakan, yaitu dari segi fisik, kimia, dan mikrobiologi. Dari segit fisik, air minum tidak boleh memiliki bau, rasa, dan warna (harus jernih). Dari segi kimia, air minum harus bebas dari kandungan zat kimia berbahaya, seperti logam berat, air raksa atau merkuri (Hg), timbal (Pb) dan alumunium (Au), besi serta klorida. Sedangkan dari segi mikrobiologi, air minum tidak boleh mengandung bakteri-bakteri patogen atau bakteri berbahaya karena bersifat racun sehingga dapat menimbulkan penyakit.
59
Karena telah mendapatkan proses sterilisasi, seharusnya AMD isi ulang dapat langsung dikonsumsi oleh
masyarakat dan aman dari segi
kesehatan.5 Sesuai dengan penjelasan diatas dapat dipahami bahwa setiap usaha depot air minum isi ulang harus mengutamakan kesehatan konsumen, dan tidak bersifat merugikan. Kejujuran dan transparansi para pelaku usaha pun menjadi salah satu faktor yang dapat dijadikan tanggung jawab pelaku usaha agar terciptanya kepercayaan para konsumen. Kejujuran sangat berkaitan dengan amanah seperti yang dijelaskan Surat Al-Ahzab ayat 72:
ِا ِ السمو ِْ ض و ِ َّ ْي أَن ََْي ِمْلنَ َها َر اْل و ت ى ل ع ة ن ا م نااْل ض ر اع ن َ ْ ْ َ َّ َ َ ْ َ َ َ ْ َاْلبَا ِل فَأَ ب َ َ ْ َ ََ َ ِْ َوأَ ْش َف ْق َن ِمْن َها َو ََحَلَ َها :)۳۳( اْلحزاب اْل َ ﴿ ًنس ُن إِنَّهُ َكا َن ظَلُو ًما َج ُه ْوال َ ﴾٢٧ Artinya: Sesungguhnya kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung: tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanat itu oleh manusia. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat bodoh. Setiap konsumen harus dilindungi dari hal-hal yang tidak diinginkan berkaitan dengan air minum DAM isi ulang, pelaku usaha harus bersikap adil
5
Suprihatin dan Hening Darpito, “Air Minum Isi Ulang Layakkah Dikonsumsi”,
Femina (Maret 2004)h. 83
60
terhadap para konsumen, sehingga konsumen mendapatkan keuntungan yang sesuai dengan yang mereka inginkan. Seperti yang dijelaskan didalam surat An-Nisa ayat 58:
ِ ِ ِ ْي الن َّاس أَن َ ْ َتٶَ ُّد ْوااْلَ َمنَت إِ ََل أ َْهل َها َوإِ َذا َح َك ْمتُ ْم ب ُ إِ َّن اهللَ يَأْ ُمُر ُك ْم أَ ْن ِ ََْت ُكموا بِا لْع ْد ِل إِ َّن اهلل نِعِ َّما يعِظُ ُكم بِِه إِ َّن اهلل َكا َن ََِسي عا ب صْي ًرا ﴿ ِّالن َساء َ ُْ َ َ َ َْ ْ َ ﴾٥۸ :)٤( Artinya:sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat. Sehingga penulis dapat menyimpulkan bahwa selain dari tanggung jawab pelaku usaha sebagai produsen air minum depot isi ulang, kesadaran konsumen untuk memperoleh air minum yang memenuhi syarat kesehatan harus selalu ditingkatkan. Dalam hal ini konsumen harus lebih teliti dan lebih pintar dengan mengikuti penyuluhan-penyuluhan yang diadakan pemerintah kepada masyarakat. konsumen harus tahu bagaimana memilih air minum depot isi ulang yang memenuhi syarat, misalnya membeli air minum di DAM isi ulang yang bersih, produknya memenuhi syarat seperti ditunjukkan oleh sertifikat analisis air yang mutakhir, instalasinya jauh dari tempat yang kotor
61
dan kumuh, dan informasi penting lainnya yang harus diketahui oleh konsumen. Konsumen juga harus mengetahui bahwa kontaminasi botol galon untuk air minum harus selalu bersih dan dibersihkan di DAM dengan seksama dan dibilas dengan air minum pula. Hal ini bertujuan agar konsumen dapat memilih DAM isi ulang yang memenuhi syarat dan terjamin hiegene sanitasinya sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2014 tentang Higiene Sanitasi Depot Air Minum.
62
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya, dalam bab ini penulis menarik kesimpulan, bahwa: 1. Dibalik dampak positif pasti ada hal negatif yang ditimbulkan mengenai usaha Depot air minum isi ulang. Depot air minum isi ulang “TOCA” salah menjadi salah satunya, meskipun sudah memenuhi standar perizinan dan prosedur yang ditentukan namun masih banyak yang harus diperhatikan dengan menyesuaikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Higiene Sanitasi Depot Air Minum bahwa pada setiap usaha Depot air minum isi ulang, harus menjamin air minum yang dihasilkan memenuhi standar baku mutu atau persyaratan kualitas air minum sesuai ketentuan peraturan perundangundangan, Memenuhi persyaratan higiene sanitasi dalam pengelolaan air minum. 2. Terdapat dua faktor yang selalu menjadi jawaban dari masyarakat dikawasan pesanggrahan, faktor yang pertama karena harga Air Minum depot isi ulang yang ditawarkan lebih murah sepertiga AMDK yang bermerek, sedangkan faktor yang kedua Pengaruh gaya hidup masyarakat yang ingin mendapatkan sesuatu dengan cara yang praktis, 62
63
menurut beberapa narasumber di sekitaran Pesanggrahan khususnya Jl. Damai menggunakan air minum depot isi ulang lebih mudah dibanding harus memasak air sendiri untuk dikonsumsi, serta para konsumen di pesanggrahan menyimpulkan harga yang terjangkau pada air minum depot isi ulang lebih hemat dibandingkan harus membeli Air minum dalam kemasan 3. Hukum perlindungan konsumen terhadap usaha DAM isi ulang ditinjau dari Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dikaitkan dengan peraturan menteri kesehatan Nomor 43 Tahun 2014 tentang hiegene sanitasi depot air minum isi ulang dapat dilihat beberapa pasal yang mengatur tentang keberadaan pelaku usaha DAM isi ulang, antara lain tentang Persyaratan Higiene sanitasi dalam pengelolaan air. B. SARAN 1. Munculnya DAM isi ulang merupakan alternatif pilihan konsumen dengan harga yang lebih murah, oleh karena itu keberadaannya harus diatur dan diberi pengawasan oleh pemerintah, agar standar keamanan produk dapat dipenuhi oleh pelaku usaha DAM isi ulang. 2. Instansi pemerintah wajib melakukan pemeriksaan rutin, dan hasilnya harus diumumkan kepada publik, baik mengenai keamanan produk maupun produk usahanya.
64
3. Bagi setiap pelaku usaha yang ingin membuka usaha DAM isi ulang harus melalui perizinan yang ketat mengenai apa yang harus dipenuhi depot berkaitan dengan prosedur dan izin usahanya serta mutu dan kualitas produk yang dihasilkan. 4. Bagi konsumen yang memakai produk air minum depot isi ulang, harus lebih cermat
dan perlu diberi pengetahuan bagaimana memilih air
minum depot isi ulang yang memenuhi kesehatan melalui penyuluhanpenyuluhan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan setempat.
64
DAFTAR PUSTAKA Buku: Asshiddiqie, Jimly, Perihal Undang-undang. Badan pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman (BPHN), Simposium Aspek-Aspek Hukum Masalah Perlindungan Konsumen Jakarta: Binacipta, 1986 Baehaqie Abdullah, Imam et al, menggugat Hak-Panduan Konsumen Bila Dirugikan, Jakarta:YLKI,1990 Darus, Mariam, Perlindungan Konsumen dilihat dari perjanjian baku (standar) Kertas Kerja pada simposium Aspek-Aspek Hukum Masalah Perlindungan Konsumen, Jakarta:1980 Dedy, Harianto perlindungan hukum bagi konsumen terhadap iklan yang menyesatkan, Bogor:Ghalia Indonesia, 2010 Fajar ND, Mukti dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Yogyajakarta: Pustaka Pelajar, 2010 K Susilo, Zumrotin, Penyambung Lidah Konsumen Jakarta, Puspa Suara, 1996 Kumpulan Beberapa Artikel, Keadilan Sosial, Jakarta, Kompas, 2004. Kotler, Philip, manajemen Pemasaran, Analisis, perencanaan Implementasi, dan pengendalian (Marketing Management, Analysis, Planning, Implementation, and Control), diterjemahkan oleh Adi Zakaria, vol. II Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI, 1993 M Echols, John dan Hasan Sadily, Kamus Inggris-Indonesia Jakarta:Gradia 1986 M. Hanafi, Muchlis , Kerja dan Ketenagakerjaan, Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran, 2010. Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo, HukumPerlindungan konsumen,Jakarta: PT Raja Grafindo, 2004 Nasution, Az, “sekilas hukum perlindungan konsumen”, Hukum dan Pembangun Desember 1968 Nasution, Az, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Jakarta: Diadit Media, 2006 Nuruddin, Amiur, Keadilan dalam AL-Quran, Jakarta: Haji Pustaka Utama, 2008. 64
65
Purwaningsih, Endang, Hukum Bisnis, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2010. Purbacaraka, Purnadi dan Soerjono Soekanto, Sendi-Sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum Bandung: Citra Aditya Bakti, 1989 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta:PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2006 Shofie, Yusuf Pelaku Usaha, konsumen dan Tindak pidana Korporasi Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002 Shofie, Yusuf Percakapan Tentang Pendidikan KurikulumFakultas Jakarta:YLKI, 1998
Konsumen
Dalam
Sularsi, “mewaspadai Depot Air Minum Isi Ulang” Agustus:2002. Suprihatin dan Hening Darpito, “Air Minum Isi Ulang Layakkah Dikonsumsi”, Femina, Maret 2004 Sunggono, Bambang Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2005 Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, Edisi 2 Cet. 4, Jakarta:Balai Pustaka,1995. Tim penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan pengembangan bahasa, kamus besar bahasa indonesia, cet IV, Jakarta:Balai pustaka, 1990 Tri Siwi Kritiyanti, Celina Hukum Perlindungan konsumen, Malang: Sinar Grafik, 2011 Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003 Perundang-Undangan: Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Peraturan Menteri Nomor 43 Tahun 2014 tentang Higiene Sanitasi Depot Air Minum.
Lampiran hasil wawancara Narasumber
: Tom Rollick
Jabatan
: Pemilik Depot Air Minum “TOCA”
Hari/tanggal
: kamis, 23 April 2015
Waktu
: 12:30 s/d 15:00
Tempat
: Depot Air Minum “TOCA”
1. Sejarah awal mengapa memilih usaha depot air minum isi ulang? Jawaban: Pemikiran saya bahwa setiap orang memerlukan air, dan usaha air seperti ini tidak akan mati, semua orang butuh air. 2. Sudah berapa lama usaha depot air minum isi ulang? Jawaban: Sejak 2003, udah lama banget. 12 tahunan 3. Kesulitan apa saja yang didapatkan saat membuka usaha depot air minum isi ulang? Jawaban: Ya, paling soal lokasi sih sama modal juga nyari yang bisa balikin modal awal aja. Paling izin sama pemerintah setempat aja yang ribet. 4. Apa sajakah syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk membuka usaha depot air minum isi ulang? Jawaban: Harus ada uji lab dari depkes, surat izin usaha perdagangan (SIUP) dari RT RW.
Lampiran hasil wawancara
Wawancara dilakukan dengan 3 (tiga) orang warga disekitaran depot air minum “TOCA”, mereka adalah pelanggan yang biasa mengkonsumsi air minum depot isi ulang, penulis tidak menyebutkan identitas warga tersebut.
Ny. A, sebagai narasumber pertama, Ny. B sebagai narasumber kedua, dan Ny. C sebagai narasumber ketiga. Hari: Rabu Waktu: 09:00 s/d 12:15 Tempat: wawancara dilakukan di masing-masing rumah narasumber
Pertanyaan: 1. Untuk minum sehari-hari menggunakan air produk mana? Ny. A : saya memakai air minum isi ulang mbak Ny. B : saya memakai air minum isi ulang dek Ny. C :saya memakai aiir minum isi ulang untuk memasak, aqua untuk minum sehari-hari
2. Mengapa lebih memilih air minum depot isi ulang dibanding AMDK? Ny. A : lebih hemat, kalo diibandingin sama aqua kan jauh banget mbak, lagian rasanya sama aja Ny. B :cepet, dan lebih hemat dek karna langsung diantar kan, kalo kaya aqua beli diwarung kadang suka abis. Perbedaan harganya juga lumayan. Ny. C : iya kalo masak saya pake air isi ulang , soalnya kalo buat minum kadang rasanya kurang enak gitu
3. Apa anda yakin dengan kualitas depot air minum yang anda gunakan sekarang? Ny. A : yakin kan udah ada uji labnya mbak Ny. B :yakin saya kan juga liat dulu sebelum membeli dek ada uji labnya lagian juga engga ada masalah apa-apa Ny. C : kalo saya make masak mah yakin mbak kan airnya saya masak lagi, kaya buat masak indomie, ngerebus sayur juga saya pake air isi ulang.
4. Biasanya air minum depot isi ulang anda memakainya untuk apa selain untuk minum? Ny. A : minum, paling masak indomie biasa anak-anak mbak Ny. B : minum sih mbak, kalo masak mah saya pake air saya sendiri Ny. C :masak doang paling. Minum mah jarang paling kalo aqua abis saya pake minum.
5. Menghabiskan berapa galon perminggu? Ny. A : kalo saya seminggu 2 galon sih mbak Ny. B : 2 galon sih itu juga kadang suka lewat seminggu. Ny. C : seminggu 3 galon mbak karena dipake buat masak, lagian air saya ngga bisa dipake buat masak kurang bagus.
6. Selama memakai air minum depot isi ulang adakah keluha yang dirasakan? Ny. A :alhamdulillah enggak ada Ny. B :alhamdulillah engga sih Ny. C :nggak ada sih mbak untungnya
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2014 TENTANG HIGIENE SANITASI DEPOT AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
a. bahwa masyarakat perlu dilindungi dari risiko penyakit bawaan air akibat mengkonsumsi air minum yang berasal dari depot air minum yang tidak memenuhi standar baku mutu dan persyaratan higiene sanitasi; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Higiene Sanitasi Depot Air Minum;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3273); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
4. Undang-Undang …
-24. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3447); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4424); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Bersih; 10. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 651/MPP/Kep/10/2004 tentang Persyaratan Teknis Depot Air Minum dan Perdagangannya;
11. Peraturan …
-311. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 356/Menkes/Per/IV/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2348/Menkes/Per/XI/2011 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 877); 12. Peraturan Menteri 492/Menkes/Per/IV/2010 Kualitas Air Minum;
Kesehatan Nomor tentang Persyaratan
13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 736/Menkes/Per/VI/2010 tentang Tata Laksana Pengawasan Kualitas Air Minum; 14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 585) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2013 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 741); 15. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2013 tentang Kejadian Luar Biasa Keracunan Pangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 127);
MEMUTUSKAN : Menetapkan:
PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG HIGIENE SANITASI DEPOT AIR MINUM.
BAB I …
-4BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Depot Air Minum yang selanjutnya disingkat DAM adalah usaha yang melakukan proses pengolahan air baku menjadi air minum dalam bentuk curah dan menjual langsung kepada konsumen. 2. Air Minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. 3. Higiene Sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan faktor risiko terjadinya kontaminasi yang berasal dari tempat, peralatan dan penjamah terhadap Air Minum agar aman dikonsumsi. 4. Sertifikat Laik Higiene Sanitasi adalah bukti tertulis yang dikeluarkan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota atau Kantor Kesehatan Pelabuhan yang menerangkan bahwa DAM telah memenuhi standar baku mutu atau persyaratan kualitas air minum dan persyaratan Higiene Sanitasi. 5. Penjamah adalah orang yang secara langsung menangani proses pengelolaan Air Minum pada DAM untuk melayani konsumen. 6. Tim Pemeriksa adalah tim yang dibentuk oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan yang bertugas untuk melakukan penilaian pemenuhan persyaratan teknis usaha DAM sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini. 7. Inspeksi Sanitasi adalah pemeriksaan dan pengamatan secara langsung terhadap fisik sarana dan kualitas Air Minum. 8. Kantor Kesehatan Pelabuhan yang selanjutnya disingkat KKP adalah unit pelaksana teknis Kementerian Kesehatan di wilayah pelabuhan, bandar udara dan pos lintas batas darat. 9. Menteri adalah Menteri yang pemerintahan di bidang kesehatan.
menyelenggarakan
urusan
Pasal 2 …
-5Pasal 2 (1)
Setiap DAM wajib: a. menjamin Air Minum yang dihasilkan memenuhi standar baku mutu atau persyaratan kualitas Air Minum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; dan b. memenuhi persyaratan Higiene Sanitasi dalam pengelolaan Air Minum.
(2)
Untuk menjamin Air Minum memenuhi standar baku mutu atau persyaratan kualitas Air Minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, DAM wajib melaksanakan tata laksana pengawasan kualitas Air Minum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB II PERSYARATAN HIGIENE SANITASI Pasal 3
(1)
Persyaratan Higiene Sanitasi dalam pengelolaan Air Minum paling sedikit meliputi aspek: a. tempat; b. peralatan; dan c. Penjamah.
(2)
Aspek tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling sedikit meliputi: a. lokasi berada di daerah yang bebas dari pencemaran lingkungan dan penularan penyakit; b. bangunan kuat, aman, mudah dibersihkan, dan mudah pemeliharaannya; c. lantai kedap air, permukaan rata, halus, tidak licin, tidak retak, tidak menyerap debu, dan mudah dibersihkan, serta kemiringan cukup landai untuk memudahkan pembersihan dan tidak terjadi genangan air; d. dinding kedap air, permukaan rata, halus, tidak licin, tidak retak, tidak menyerap debu, dan mudah dibersihkan, serta warna yang terang dan cerah; e. atap …
-6e. atap dan langit-langit harus kuat, anti tikus, mudah dibersihkan, tidak menyerap debu, permukaan rata, dan berwarna terang, serta mempunyai ketinggian yang memungkinkan adanya pertukaran udara yang cukup atau lebih tinggi dari ukuran tandon air; f. memiliki pintu dari bahan yang kuat dan tahan lama, berwarna terang, mudah dibersihkan, dan berfungsi dengan baik; g. pencahayaan cukup terang untuk bekerja, tidak menyilaukan dan tersebar secara merata; h. ventilasi harus dapat memberikan ruang pertukaran/peredaran udara dengan baik; i. kelembaban udara dapat mendukung kenyamanan dalam melakukan pekerjaan/aktivitas; j. memiliki akses fasilitas sanitasi dasar, seperti jamban, saluran pembuangan air limbah yang alirannya lancar dan tertutup, tempat sampah yang tertutup serta tempat cuci tangan yang dilengkapi air mengalir dan sabun; dan k. bebas dari vektor dan binatang pembawa penyakit seperti lalat, tikus dan kecoa. (3)
Aspek peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit meliputi: a. peralatan dan perlengkapan yang digunakan antara lain pipa pengisian air baku, tandon air baku, pompa penghisap dan penyedot, filter, mikrofilter, wadah/galon air baku atau Air Minum, kran pengisian Air Minum, kran pencucian/pembilasan wadah/galon, kran penghubung, dan peralatan desinfeksi harus terbuat dari bahan tara pangan (food grade) atau tidak menimbulkan racun, tidak menyerap bau dan rasa, tahan karat, tahan pencucian dan tahan disinfeksi ulang. b. mikrofilter dan desinfektor tidak kadaluarsa; c. tandon air baku harus tertutup dan terlindung; d. wadah/galon untuk air baku atau Air Minum sebelum dilakukan pengisian harus dibersihkan dengan cara dibilas terlebih dahulu dengan air produksi paling sedikit selama 10 (sepuluh) detik dan setelah pengisian diberi tutup yang bersih; dan e. wadah/galon yang telah diisi Air Minum harus langsung diberikan kepada konsumen dan tidak boleh disimpan pada DAM lebih dari 1x24 jam.
(4) Aspek …
-7(4)
Aspek Penjamah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c paling sedikit meliputi: a. sehat dan bebas dari penyakit menular serta tidak menjadi pembawa kuman patogen (carrier); dan b. berperilaku higienis dan saniter setiap melayani konsumen, antara lain selalu mencuci tangan dengan sabun dan air yang mengalir setiap melayani konsumen, menggunakan pakaian kerja yang bersih dan rapi, dan tidak merokok setiap melayani konsumen.
BAB III SERTIFIKAT LAIK HIGIENE SANITASI Bagian Kesatu Umum Pasal 4 (1)
Setiap DAM wajib memiliki izin usaha sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)
Untuk menerbitkan izin usaha DAM sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah daerah kabupaten/kota harus mempersyaratkan adanya Sertifikat Laik Higiene Sanitasi. Pasal 5
(1)
Sertifikat Laik Higiene Sanitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
(2)
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Sertifikat Laik Higiene Sanitasi untuk DAM yang berada di wilayah pelabuhan, bandar udara, atau pos lintas batas darat dikeluarkan oleh Kepala KKP. Pasal 6
Sertifikat Laik Higiene Sanitasi berlaku untuk 1 (satu) tempat usaha DAM.
Pasal 7 …
-8Pasal 7 Sertifikat Laik Higiene Sanitasi harus dipasang di tempat yang terlihat dan mudah dibaca oleh konsumen.
Bagian Kedua Persyaratan dan Tata Cara Memperoleh Sertifikat Laik Higiene Sanitasi Pasal 8 (1)
Sertifikat Laik Higiene Sanitasi dikeluarkan setelah usaha DAM memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis.
(2)
Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. b. c. d. e.
(3)
fotokopi KTP pemohon yang masih berlaku; pas foto terbaru; surat keterangan domisili usaha; denah lokasi dan bangunan tempat usaha; dan fotokopi sertifikat pelatihan/kursus Higiene Sanitasi DAM bagi pemilik DAM dan Penjamah.
Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa standar baku mutu atau persyaratan kualitas Air Minum dan persyaratan Higiene Sanitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). Pasal 9
(1)
Untuk memperoleh Sertifikat Laik Higiene Sanitasi, pengusaha DAM harus mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala KKP dengan menggunakan contoh Formulir 1 terlampir yang disertai dengan kelengkapan persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2).
(2)
Paling lama dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya permohonan dan dinyatakan telah memenuhi kelengkapan persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala KKP menugaskan Tim Pemeriksa untuk melakukan penilaian terhadap pemenuhan persyaratan teknis. (3) Penilaian …
-9(3)
Penilaian terhadap pemenuhan persyaratan teknis sebagaiamana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui Inspeksi Sanitasi dengan menggunakan contoh Formulir 2 terlampir dan pengujian contoh Air Minum.
(4)
Pengujian contoh Air Minum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan di laboratorium yang terakreditasi atau laboratorium yang ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5)
Paling lama dalam waktu 25 (dua puluh lima) hari kerja, Tim Pemeriksa harus memberikan rekomendasi hasil penilaian yang dilengkapi berita acara pemeriksaan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala KKP dengan menggunakan contoh Formulir 3 dan Formulir 4 terlampir.
(6)
Paling lama dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya rekomendasi hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala KKP harus menerbitkan atau menolak menerbitkan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi dengan menggunakan contoh Formulir 5 atau Formulir 6 terlampir.
(7)
Dalam hal Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau kepala KKP menolak permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) harus disertai dengan alasan yang jelas. Pasal 10
Dalam hal setelah melebihi tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala KKP tidak menerbitkan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi berdasarkan rekomendasi hasil penilaian yang memenuhi persyaratan, maka pemohon berhak atas rekomendasi tersebut sebagai pengganti Sertifikat Laik Higiene Sanitasi yang dapat diajukan sebagai persyaratan memperoleh izin usaha. Pasal 11 (1)
Tim Pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) terdiri atas sanitarian/petugas kesehatan lingkungan dan/atau tenaga kesehatan lain. (2) Sanitarian/petugas …
- 10 (2)
Sanitarian/petugas kesehatan lingkungan dan tenaga kesehatan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus telah mendapatkan pelatihan di bidang Higiene Sanitasi DAM.
(3)
Tim Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjumlah paling sedikit 3 (tiga) orang atau berjumlah ganjil. Pasal 12
DAM dinyatakan memenuhi persyaratan teknis oleh Tim Pemeriksa apabila hasil penilaian Inspeksi Sanitasi menunjukan: a. nilai persyaratan Higiene Sanitasi paling kecil 70 (tujuh puluh); dan b. nilai pengujian contoh Air Minum memenuhi standar baku mutu atau persyaratan kualitas Air Minum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Ketiga Masa Berlaku Pasal 13 (1)
Sertifikat Laik Higiene Sanitasi berlaku selama 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan.
(2)
Ketentuan perpanjangan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9. Pasal 14
Sertifikat Laik Higiene Sanitasi tidak berlaku atau menjadi batal apabila: a. terjadi pergantian pemilik; b. pindah lokasi/alamat; c. terjadi pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 2 yang menyebabkan terjadinya Kejadian Luar Biasa Keracunan Pangan; BAB IV PENYELENGGARAAN Pasal 15 Setiap DAM wajib menyediakan informasi mengenai: a. alur pengolahan Air Minum; b. masa …
- 11 b. masa kadaluarsa alat desinfeksi; c. waktu penggantian dan/atau pembersihan filter; dan d. sumber dan kualitas air baku. Pasal 16 Setiap DAM harus melakukan pemeriksaan kesehatan Penjamah paling sedikit 1 (satu) kali dalam setahun. Pasal 17 Setiap pemilik DAM wajib melakukan pengawasan terhadap pemenuhan persyaratan Higiene Sanitasi secara terus menerus. Pasal 18 (1)
Setiap DAM harus memiliki tenaga teknis sebagai konsultan di bidang Higiene Sanitasi.
(2)
Tenaga teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus terdaftar di organisasi profesi bidang kesehatan lingkungan yang akuntabel dan diakui Pemerintah pada kabupaten/kota setempat.
(3)
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat menunjuk tenaga teknis yang berasal dari organisasi profesi bidang kesehatan lingkungan untuk DAM yang belum memiliki tenaga teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). Pasal 19
(1)
Dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan keterampilan Higiene Sanitasi pemilik dan Penjamah DAM wajib mengikuti pelatihan/kursus Higiene Sanitasi.
(2)
Pelatihan/kursus Higiene Sanitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, KKP atau lembaga/institusi lain sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
(3)
Peserta pelatihan/kursus yang telah lulus dapat diberikan sertifikat yang ditandatangani oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala KKP dan penyelenggara pelatihan/kursus. (4) Materi …
- 12 (4)
Materi pelatihan/kursus mengacu kepada kurikulum dan modul pelatihan yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan.
BAB V PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 20 (1)
Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri ini dilakukan secara berjenjang oleh Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala KKP.
(2)
Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksd pada ayat (1) diarahkan untuk: a. mencegah dan mengurangi timbulnya risiko kesehatan dari Air Minum yang dihasilkan DAM; dan b. memelihara dan/atau mempertahankan kualitas Air Minum yang dihasilkan DAM sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
(3)
Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendayagunakan tenaga sanitarían yang telah memiliki sertifikat sebagai tenaga pengawas Higiene Sanitasi pangan.
(4)
Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui asistensi, bimbingan teknis, uji petik, monitoring dan evaluasi.
(5)
Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan organisasi profesi dan/atau asosiasi DAM.
melibatkan
Pasal 21 Dalam rangka pembinaan, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala KKP dapat mempublikasikan setiap DAM yang telah mendapat Sertifikat Laik Higiene Sanitasi.
Pasal 22 …
- 13 Pasal 22 (1)
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala KKP melakukan pengawasan melalui Inspeksi Sanitasi terhadap pemenuhan persyaratan Higiene Sanitasi DAM paling sedikit 2 (dua) kali setahun dengan menggunakan Formulir Inspeksi Sanitasi DAM.
(2)
Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan tembusan Menteri.
(3)
Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Kepala KKP harus dilaporkan kepada Menteri. Pasal 23
(1)
Dalam rangka pengawasan, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala KKP dapat memberikan sanksi administratif kepada DAM yang melanggar ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Menteri ini.
(2)
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. teguran lisan; b. teguran tertulis; dan c. pencabutan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi.
(3)
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala KKP dapat memberikan rekomendasi pencabutan izin usaha kepada pejabat yang berwenang mengeluarkan izin usaha.
BAB VI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 24 (1)
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, setiap DAM yang telah memiliki izin usaha atau sudah beroperasi, harus menyesuaikan ketentuan Peraturan Menteri ini paling lama dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri ini diundangkan. (2) Sertifikat …
- 14 (2)
Sertifikat Laik Higiene Sanitasi yang diterbitkan sebelum ditetapkannya Peraturan Menteri ini, tetap berlaku sampai habis masa berlakunya.
BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 25 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 25 Juli 2014 MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, ttd NAFSIAH MBOI
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 12 Agustus 2014 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd AMIR SYAMSUDIN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 1111
Formulir 1
PERMOHONAN SERTIFIKAT LAIK HIGIENE SANITASI DEPOT AIR MINUM Kepada Yth : Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota/KKP......................... di .......................................................... Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: ..............................................................
Umur
: .................... tahun
Nomor KTP : .............................................................. Alamat
: ..............................................................
Nama DAM
: ..............................................................
Alamat
: ..............................................................
Mengajukan permohonan untuk mendapatkan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi DAM. Sebagai dasar pertimbangan kami lampirkan : 1. Fotokopi KTP 2. Foto terbaru 3. Surat keterangan domisili usaha 4. Denah lokasi dan bangunan tempat usaha 5. Fotokopi sertifikat pelatihan/kursus Higiene Sanitasi DAM bagi pemilik dan Penjamah Demikian permohonan ini kami sampaikan, atas perhatiannya diucapkan terima kasih. ……………………., ………………..20 Pemohon
(..............................................) (nama lengkap)
Formulir 2
INSPEKSI SANITASI DEPOT AIR MINUM (DAM)
1. Nama DAM
:………………………………………
2. Nama Pemilik/Penanggung jawab
:………………………………………
3. Alamat DAM
:……………………………………...
4. Tanggal/Bulan/Tahun mulai beroperasi
: ………………………………….….
5. Lokasi/tempat sumber air baku
:………………………………………
6. Jarak dari sumber air baku
:………………..Km
7. Luas bangunan
:………………..m2
Objek I.
Tanda ()
Nilai
Tempat
U R A I AN
Lokasi bebas dari pencemaran dan penularan penyakit Bangunan kuat, aman, mudah dibersihkan dan mudah pemeliharaannya Lantai kedap air, permukaan rata, halus, tidak licin, tidak retak, tidak menyerap debu, dan mudah dibersihkan, serta kemiringan cukup landai Dinding kedap air, permukaan rata, halus, tidak licin, tidak retak, tidak menyerap debu, dan mudah dibersihkan, serta warna yang terang dan cerah Atap dan langit-langit harus kuat, anti tikus, mudah dibersihkan, tidak menyerap debu, permukaan rata, dan berwarna terang, serta mempunyai ketinggian cukup Tata ruang terdiri atas ruang proses pengolahan, penyimpanan, pembagian/penyediaan, dan ruang tunggu pengunjung/konsumen
1
2
2
2
3
2
4
2
5
2
6
2
7
2
Pencahayaan cukup terang untuk bekerja, tidak menyilaukan dan tersebar secara merata
8
2
Ventilasi menjamin udara dengan baik
9
2
Kelembaban udara dapat memberikan mendukung kenyamanan dalam melakukan pekerjaan/aktivitas
10
2
Memiliki akses kamar mandi dan jamban
11
2
Terdapat saluran pembuangan air limbah yang alirannya lancar dan tertutup
peredaraan/pertukaran
Objek
Tanda ()
Nilai
U R A I AN
12
2
Terdapat tempat sampah yang tertutup
13
2
Terdapat tempat cuci tangan yang dilengkapi air mengalir dan sabun
14
2
Bebas dari tikus, lalat dan kecoa
II.
Peralatan Peralatan yang digunakan terbuat dari bahan tara pangan Mikrofilter dan peralatan desinfeksi masih dalam masa pakai/tidak kadaluarsa
15
3
16
3
17
2
18
2
19
2
20
3
21
3
22
5
23
2
24
2
25
2
Tersedia tutup botol baru yang bersih
26
3
Sehat dan bebas dari penyakit menular
27
3
Tidak menjadi pembawa kuman penyakit
28
2
29
2
30
2
31
3
32
3
III.
IV.
Tandon air baku harus tertutup dan terlindung Wadah/botol galon sebelum pengisian dilakukan pembersihan Wadah/galon yang telah diisi air minum harus langsung diberikan kepada konsumen dan tidak boleh disimpan pada DAM lebih dari 1x24 jam Melakukan sistem pencucian terbalik (back washing) secara berkala mengganti tabung macro filter. Terdapat lebih dari satu mikro filter (µ) dengan ukuran berjenjang Terdapat peralatan sterilisasi, berupa ultra violet dan atau ozonisasi dan atau peralatan disinfeksi lainnya yang berfungsi dan digunakan secara benar Ada fasilitas pencucian dan pembilasan botol (galon) Ada fasilitas pengisian botol (galon) dalam ruangan tertutup
Penjamah
Berperilaku higiene dan sanitasi setiap melayani konsumen Selalui mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir setiap melayani konsumen Menggunakan pakaian kerja yang bersih dan rapi Melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala minimal 1 (satu) kali dalam setahun Operator/penanggung jawab/pemilik memiliki sertifikat telah mengikuti kursus higiene sanitasi depot air minum
Air Baku dan Air Minum
33
5
34
2
Bahan baku memenuhi persyaratan fisik, mikrobiologi dan kimia standar Pengangkutan air baku memiliki surat jaminan pasok air baku
Objek
Tanda ()
Nilai
U R A I AN
35
3
Kendaraan tangki air terbuat dari bahan yang tidak dapat melepaskan zat-zat beracun ke dalam air/harus tara pangan
36
2
Ada bukti tertulis/sertifikat sumber air
37
3
38
10
Pengangkutan air baku paling lama 12 jam sampai ke depot air minum dan selama perjalanan dilakukan desinfeksi Kualitas Air minum yang dihasilkan memenuhi persyaratan fisik, mikrobiologi dan kimia standar yang sesuai standar baku mutu atau persyaratan kualitas air minum
100 Petunjuk Pengisian : I.
CARA PENGISIAN : Obyek yang memenuhi syarat diberikan tanda () pada kolom ”Tanda” yang tersedia. Untuk obyek yang tidak memenuhi persyaratan, kolom tersebut dikosongkan.
II. CARA PENILAIAN
1. 2.
3.
: Penilaian adalah merupakan jumlah obyek yang memenuhi syarat yaitu dengan cara menjumlahkan nilai yang bertanda ().
Jika nilai pemeriksaan mencapai 70 atau lebih, maka dinyatakan memenuhi persyaratan kelaikan fisik. Jika nilai pemeriksaan di bawah 70 maka dinyatakan belum memenuhi persyaratan kelaikan fisik, dan kepada pengusaha diminta segera memperbaiki obyek yang bermasalah. Jika nilai telah mencapai 70 atau lebih, tetapi pada objek nomor 38 tidak memenuhi syarat, berarti DAM yang bersangkutan tidak memenuhi syarat kesehatan.
III. URAIAN DETAIL TIAP OBYEK PENGAWASAN 1.
Lokasi berada di daerah yang bebas pencemaran lingkungan misalnya dekat dengan tempat pembuangan sampah sementara
2.
Bangunan terbuat dari bahan yang kuat, aman, mudah dibersihkan dan mudah pemeliharaannya seperti terbuat dari batu bata/batako yang diplester
3.
Lantai kedap air, permukaan rata, halus, tidak licin, tidak retak, tidak menyerap debu, dan mudah dibersihkan, serta kemiringan cukup landai untuk memudahkan pembersihan dan tidak terjadi genangan air
4.
Dinding kedap air, permukaan rata, halus, tidak licin, tidak retak, tidak menyerap debu, dan mudah dibersihkan, serta warna yang terang dan cerah agar tidak menjadi sumber kontaminasi
5.
Atap dan langit-langit harus kuat, anti tikus, mudah dibersihkan, tidak menyerap debu, permukaan rata, dan berwarna terang, serta mempunyai ketinggian yang cukup memungkinkan adanya pertukaran udara yang cukup dan lebih tinggi dari ukuran tandon air
6.
tata ruang terdiri atas ruang proses pengolahan, penyimpanan, pembagian/penyediaan, dan ruang tunggu pengunjung/konsumen agar ruangan depot tertata rapih dan terhindar dari penempatan barang yang tidak diperlukan
7.
Pengukuran cahaya dilakukan dengan menggunakan lightmeter dengan cara sebagai berikut : a. Jumlah titik pengukuran minimal 10% dari luas ruangan b. Waktu pengukuran dilakukan siang hari c. Cara pengukuran dilakukan sesuai instruksi/petunjuk penggunaan sebelum alat dioperasikan d. Pengoperasian alat : (1) Letakan alat ada tempat kegiatan pengelolaan DAM dilaksanakan (2) Pengukuran dilakukan sampai menunjukkan angka yang stabil e. Pembacaan hasil pengukuran dilakukan secara langsung, bila satuan alat dalam food candle, maka perlu dikonversi pada lux dimana 1 lux = 10 FC
8. Ventilasi harus dapat memberikan ruang pertukaran udara dengan baik sehingga suhu dalam ruang sama dengan suhu diluar ruang 9. Pengukuran kelembaban dilakukan dengan hygrometer dengan cara sebagai berikut : a. Jumlah titik pengukuran minimal10% dari luas ruangan b. Waktu pengukuran dilakukan pada siang hari c. Cara pengukuran dilakukan sesuai instruksi/petunjuk penggunaan sebelum alat dioperasikan d. Pengoperasian alat : (1) Letakkan alat pada dinding ruang atau dapat menggunakan tripot (2) Pengukuran dilakukan sampai menunjukkan angka yang stabil e. Pembacaan hasil pengukuran dilakukan secara langsung 10. Akses terhadap fasilitas sanitasi adalah walaupun depot air minum tidak memiliki sarana sanitasi seperti kamar mandi dan jamban, tetapi dilingkungan tersebut ada sarana sanitasi yang dapat digunakan, baik milik umum ataupun pribadi. 11. Saluran pembuangan air limbah yang alirannya lancar/tidak tersumbat dan tertutup dengan baik 12. Tempat sampah dilengkapi tutup agar tidak menjadi sumber pencemar 13. Tempat cuci tangan dilengkapi air mengalir dan sabun dengan jumlah yang mencukupi 14. Depot air minum harus bebas dari tikus, lalat dan kecoa, karena dapat mengotori dan merusak peralatan 15. Peralatan yang digunakan terbuat dari bahan tara pangan antara lain pipa pengisian air baku, tandon air baku, pompa penghisap dan penyedot, filter, mikrofilter, kran pengisian air minum, kran pencucian/pembilasan galon, kran penghubung, dan peralatan desinfeksi, seperti Tandon air sebaiknya terbuat dari bahan tara pangan (food grade), seperti stainless steel atau polyvinyl-carbonate dan dilakukan pembersihan dalam tendon secara berkala dan tidak mengandung unsur logam berbahaya antara lain timah hitam (Pb), tembaga (Cu), seng (Zn), dan kadmium (Cd) 16. Masa pakai adalah umur (life time) dari mikro filter, masa pakai ini biasanya sudah ditentukan oleh produsen (pabrik yang membuat) mikro filter 17. Tandon penyimpanan air baku tidak terkena sinar matahari secara langsung
18. Wadah/botol galon sebelum dilakukan pengisian harus dibersihkan dengan cara dibilas terlebih dahulu dengan air produksi minimal selama 10 (sepuluh) detik dan setelah pengisian diberi tutup yang bersih 19. Wadah/galon yang telah diisi air minum harus langsung diberikan kepada konsumen dan tidak boleh disimpan pada DAM lebih dari 1x24 jam untuk menghindari kemungkinan tercemar 20. Sistem pencucian terbalik (back washing) adalah cara pembersihan tabung filter dengan cara mengalirkan air tekanan tinggi secara terbalik sehingga kotoran atau residu yang selama ini tersaring dapat terbuang keluar. Untuk DAM yang tidak menggunakan sistem back washing maka harus memiliki jadual penggantian tabung mikro filter secara rutin 21. Mikro filter terdapat lebih dari satu buah dengan ukuran berjenjang dari besar ke kecil. Contoh 10 µ, 5 µ, 1µ, 0,4 µ (µ = mikron) agar penyaringan kotoran/bakteri dalam air baku dapat berjalan dengan baik. 22. Peralatan sterilisasi/disinfeksi harus ada pada sebuah depot air minum, dapat berupa Ultra Violet atau Ozonisasi atau peralatan disinfeksi lainnya atau bisa lebih dari satu alat sterilisasi/desinfeksi yang berfungsi dan digunakan secara benar, contohnya jika kemampuan peralatan tersebut 8 GPM (gallon per minute) berarti kran pengisian depot digunakan untuk mengisi maksimal 1,5 botol galon per menit nya. 23. Fasilitas pencucian botol (galon) adalah sarana pencucian botol untuk membersihkan botol yang terdapat pada depot, dengan cara memutarkan botol/galon secara bersamaan dengan menyemprotkan air produk selama 15 detik. Sebelum dilakukan pencucian penjamah memeriksa kondisi fisik luar botol/galon, apakah ada kebocoran, apakah umur botol/galon masih dalam batas aman, dan lain lain. Umur botol/galon dapat dibaca pada bagian bawah, yang menunjukkan bulan dan tahun pembuatan. Apabila lebih dari 5 tahun, maka dapat disarankan untuk mengganti botol/galon tersebut dengan yang baru. Penjamah juga wajib memeriksa botol/galon terhadap bau apapun, apabila didapati bahwa botol/galon berbau, maka segera disarankan ke pelanggan untuk menggati dengan yang tidak berbau dan apabila ditemukan indikasi adanya kotoran, maka botol/galon dapat disikat terlebih dahulu dengan mesin sikat yang dilengkapi dengan pembilasan menggunakan air produk. Penggunaan mesin sikat ini harus berhati-hati dan hanya sekitar 30detik. Hal ini untuk menghindari tergoresnya bagian dalam botol/galon Fasilitas pembilasan Botol (galon) adalah sarana pembilasan botol untuk membilas bagian dalam botol. Air yang digunakan untuk membilas adalah air minum (air produk depot) dengan penyemprotan air produk selama 10 detik 24. Fasilitas pengisian adalah sarana pengisian produk air minum ke dalam botol (galon) yang terdapat dalam ruangan tertutup. 25. Setiap botol galon yang telah diisi langsung diberi tutup yang baru dan bersih, tetapi bukan dengan metoda memasang segel (wrapping) dan dilakukan pengelapan/pembersihan wadah dari luar dengan menggunakan kain/lap bersih. 26. Penjamah DAM sehat dan bebas dari penyakit menular seperti penyakit bawaan air seperti diare dll 27. Penjamah DAM tidak menjadi pembawa kuman penyakit yaitu carrier terhadap penyakit air seperti hepatitis dan dibuktikan dengan pemeriksaan rectal swab 28. Penjamah DAM bersikap higiene santasi dalam melayani konsumen seperti tidak merokok dan menggaruk bagian tubuh. 29. Selalui mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir setiap melayani konsumen untuk mencegah pencemaran
30. Menggunakan pakaian kerja yang bersih dan rapi untuk mencegah pencemaran dan estetika 31. Melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala minimal 2 (dua) kali dalam setahun sebagai screening dari penyakit bawaan air 32. Operator/penanggung jawab/pemilik harus memiliki surat keterangan telah mengikuti kursus higiene sanitasi depot air minum sebagai syarat permohonan pengajuan sertifikat laik sehat DAM. Surat keterangan telah mengikuti kursus hygiene sanitasi depot air minum bisa didapat dari penyelenggara atau instansi yang melaksanakan kursus hygiene sanitasi depot air minum, seperti Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Propinsi, Kab/Kota atau asosiasi depot air minum. 33. Bahan baku yang dipakai sebagai bahan produksi air minum harus memenuhi persyaratan kualitas air bersih sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat-syarat Kesehatan dan Pengawasan Kualitas Air Bersih 34. Izin pengangkutan air mobil tanki dikeluarkan oleh instansi terkait, misalnya Dinas Pertambangan atau dinas lainnya/jaminan pasok air baku. Perusahaan pengangkutan air harus memberikan hasil uji lab air baku ke pada DAM setiap 3 bulan sekali. 35. Kendaraan tangki air terbuat dari bahan yang tidak dapat melepaskan zat-zat beracun ke dalam air/harus tara pangan untuk mencegah pencemaran air oleh bahan kimia seperti Zn (seng), Pb (timbal), Cu (tembaga) atau zat lainnya yang dapat membahayakan kesehatan. 36. Bukti tertulis bisa berupa nota pembelian air baku dari perusahaan pengangkutan air/sertifikat sumber air 37. Pengangkutan yang melebihi waktu 12 jam memungkinkan berkembangnya mikoorganisma yang membahayakan kesehatan, apabila diperiksa air dalam tangki harus mengandung sisa klor sesuai peraturan perundang-undangan 38. Kualitas air minum yang dihasilkan harus sesuai dengan standar baku mutu atau persyaratan kualitas air minum sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum
Formulir 3 BERITA ACARA PEMERIKSAAN Pada hari ini ………………. tanggal …………bulan ……………tahun ………telah dilakukan pemeriksaan : 1. Inspeksi Sanitasi DAM 2. Uji Laboratorium 3. Analisis hasil inspeksi sanitasi dan uji laboratorium terhadap : Nama Depot Air Minum
: .............................................
Nama Pemilik/Penanggung jawab : …………………………………….. Alamat
: ……………………………………...
dengan nilai hasil pemeriksaan : ………………. Demikian berita acara ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya. ……….,……….. 20… Pemilik DAM
Tim Pemeriksa 1. …………………… 2. ……………………
………..……
3. ……………………
Formulir 4
REKOMENDASI Kepada Yth : Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota/KKP......................... di .......................................................... Pada
hari
ini
……………….
tanggal
…………bulan
……………tahun
………berdasarkan berita acara pemeriksaan terhadap : Nama Depot Air Minum
: .............................................
Nama Pemilik/Penanggung jawab : …………………………………….. Alamat
: ……………………………………...
Dengan ini dinyatakan sudah/belum)* memenuhi Standar Baku Mutu dan Persyaratan Higiene Sanitasi DAM sehingga dapat/tidak dapat)* memperoleh sertifikat Laik Higiene Sanitasi DAM Demikian rekomendasi ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya. ……….,……….. 20… Tim Pemeriksa 1. ………………………… 2. ……………………...… 3. …………………………. Catatan :
*) coret yang tidak perlu
Formulir 5
LOGO INSTANSI SERTIFIKAT LAIK HIGIENE SANITASI DEPOT AIR MINUM Nomor : Berdasarkan pertimbangan: a. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor. …….tanggal……..tentang Higiene Sanitasi Depot Air Minum. b. Peraturan Daerah No……………………. tanggal…………………tentang Pengawasan Depot Air Minum . c. Pemenuhan kelengkapan persyaratan administratif dan persyaratan teknis. Diberikan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi Depot Air Minum (DAM) kepada : Nama Depot Air Minum
: .............................................
Nama Pemilik/Penanggung jawab : …………………………………….. Alamat
: ……………………………………...
Ketentuan : Sertifikat Laik Higiene Sanitasi Depot Air Minum berlaku selama 3 (tiga) tahun sejak tanggal dikeluarkan. Dikeluarkan Pada tanggal Pas Photo
:……………… :………………
Dikeluarkan Kepala Dinas:……………… Kesehatan PadaKabupaten/Kota/KKP……………. tanggal :……………… Kepala Dinas Kesehatan Stempel instansi Kabupaten/Kota/KKP……………. (nama lengkap)
Stempel instansi (nama lengkap)
FORM DAM 7
Formulir 6 SURAT PENOLAKAN Kepada Yth : (Nama Pemohon) di .......................................................... Sehubungan dengan permohonan Saudara Nomor ...... tanggal ....., maka berdasarkan rekomendasi Tim Pemeriksa yang disertai dengan Berita Acara Pemeriksaan, bahwa: Nama Depot Air Minum
: .............................................
Nama Pemilik/Penanggung jawab : …………………………………….. Alamat
Dengan
: ……………………………………...
ini
dinyatakan
belum
memenuhi
Standar
Baku
Mutu
dan
Persyaratan Higiene Sanitasi DAM sehingga tidak dapat diterbitkan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi DAM, dengan alasan sebagai berikut: 1....................... 2........................ Demikian surat ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya. ……….,……….. 20… Dikeluarkan :……………… Pada tanggal :……………… Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota/KKP……………. Stempel instansi (Nama lengkap)