PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP BENDA CAGAR BUDAYA DI KOTA MALANG
Andrea Angelina Cipta Wijaya Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya Jalan MT. Haryono No. 169, Malang 65145, Indonesia Email :
[email protected]
ABSTRAKSI
ANDREA ANGELINA CIPTA WIJAYA, Hukum Administrasi Negara, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Januari 2014, Perlindungan Hukum Terhadap Benda Cagar Budaya di Kota Malang, Prof. Dr. Soedarsono, SH, MS ; Dr. Istislam SH, M.Hum.
Dalam penulisan skripsi ini penulis membahas mengenai perlindungan hukum terhadap benda cagar budaya di Kota Malang. Hal ini dilatarbelakangi dengan banyaknya benda cagar budaya yang rusak dan hilang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang bagaimana perlindungan hukum, hambatan serta upaya yang di lakukan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang terhadap benda cagar budaya yang ada di Kota Malang. Dalam upaya mengetahui perlindungan hukum, hambatan dan upaya terhadap benda cagar budaya maka metode pendekatan yang dipakai adalah yuridis empiris, mengkaji dan menganalisa permasalahan yang ditetapkan secara yuridis dengan melihat fakta empiris secara obyektif. Kemudian, seluruh data yang ada di analisa secara deskriptif analisis. Berdasarkan hasil penelitian, penulis memperoleh jawaban atas permasalahan yang ada, bahwa kurangnya perlindungan hukum terhadap benda cagar budaya adalah karena banyak benda cagar budaya yang rusak dan hilang. Menyikapi fakta-fakta tersebut diatas maka penegakan perlindungan hukum terhadap benda cagar budaya harus lebih di tingkatkan lagi di Kota Malang.
1
2
ABSTRACT
In writing this thesis the author discusses the legal protection of objects of cultural heritage in the city of Malang. This is motivated by the many objects of cultural heritage damaged and lost. This study aims to find out about how the legal protection, barriers and efforts undertaken by the Department of Culture and Tourism of Malang to preserve cultural objects that exist in the city of Malang. In an effort to determine the legal protection, barriers and efforts to preserve cultural objects the method used approach is empirical jurisdiction, examine and analyze the problems which are legally defined by looking at the empirical facts objectively. Then, all data were analyzed by descriptive analysis. Based on the results of the study, the authors obtained answers to existing problems, that the lack of legal protection of cultural heritage objects is because many objects of cultural heritage damaged and lost. Responding to the facts mentioned above, the enforcement of legal protection of objects of cultural heritage should be improved further in Malang.
Kata kunci: perlindungan hukum, benda cagar budaya.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah Kebudayaan
merupakan
keseluruhan
aspek
kehidupan
yang
mencakup
pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat, kemampuan dan kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan diwujudkan dalam bentuk tata hidup yang merupakan kegiatan manusia yang mencerminkan nilai budaya yang dikandungnya. Pada dasarnya tata kehidupan dalam masyarakat tertentu merupakan pencerminan yang konkrit dari nilai budaya yang bersifat abstrak.1
1
R.Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 1, Kanisius, Jakarta, 1990.
3
Dari sekian banyak budaya nasional yang perlu mendapat perhatian adalah bendabenda cagar budaya. Benda-benda cagar budaya ini merupakan kekayaan budaya bangsa yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan, sehingga perlu dilindungi dan dilestarikan demi pemupukan kesadaran jati diri bangsa dan kepentingan nasional. Perlindungan hukum merupakan hal yang penting dalam upaya melindungi dan menjaga keutuhan benda-benda cagar budaya dari kepunahan dan kerusakan. Perlindungan hukum adalah perlindungan yang didasarkan pada aturan-aturan atau normanorma hukum,terutama yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan. Dengan adanya peraturan perundang-undangan yang jelas, akan memberikan kepastian hukum dan arah tindakan yang tepat tentang hal-hal apa dan bagaimana yang harus dilakukan dalam menangani dan menyelesaikan berbagai persoalan yang ditemui secara kongkrit di lapangan. Salah satu upaya untuk memelihara dan merawat benda-benda bersejarah atau purbakala adalah dengan menempatkannya di museum, baik yang dikelola oleh pemerintah maupun pihak swasta.2
Perlindungan hukum yang berkaitan dengan benda cagar budaya terdapat pada ketentuan dalam Pasal 95 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya (Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 130 Tahun 2010) bahwa: “Pemerintah dan atau Pemerintah Daerah mempunyai tugas melakukan Pelindungan, Pengembangan, dan Pemanfaatan Cagar Budaya.” Berkaitan dengan hal tersebut, maka pemerintah daerah mempunyai tugas dan kepentingan di bidang arkeologi juga harus berwawasan pelindungan terhadap cagar budaya, agar kelestarian sumber daya arkeologi tersebut selalu terjaga dan dapat diwariskan kepada generasi mendatang. Visi pelestarian cagar budaya saat ini harus berdaya guna pada aspek pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan, serta mampu memberdayakan masyarakat dalam rangka mendukung penguatan jati diri dan karakter bangsa.
2
H. Oka Yoeti, Pariwisata Budaya: Masalah dan Solusinya, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 2006.
4
Permasalahan yang muncul berkaitan dengan perlindungan terhadap benda bersejarah diatas adalah masalah penegakan hukum terhadap barang-barang peninggalan pra sejarah, sejarah dan benda budaya nasional lainnya terutama yang ada di Kota Malang. Banyak barang-barang peninggalan sejarah yang ada di Kota Malang yang di temukan dan di musiumkan dengan keadaaan yang tidak lengkap, seperti tidak berkepala maupun dengan kondisi terpecah-pecah. Sampai saat ini evakuasi masih terus di lakukan oleh pihak Dinas Kebudayaan Kota Malang untuk menambah dan menyimpan sisa-sisa peninggalan pra sejarah walaupun mungkin bentuknya sudah tidak lengkap lagi. Pihak Balai Penyelamat Benda Purbakala Mpu Purwa menegaskan bahwa tidak lengkapnya benda-benda bersejarah tersebut dikarenakan adanya orang yang menemukan benda tersebut lalu menjualnya di lain tempat ataupun dengan sengaja membuang identitas benda bersejarah tersebut agar benda bersejarah itu rusak. Hal itulah yang menyebabkan beberapa benda prasasti, batu maupun arca di Balai Penyelamat Benda Purbakala Mpu Purwa tidak memiliki kepala atau bisa dikatakan rusak.3
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hal tersebut dengan judul: “ Perlindungan HukumTerhadap Benda Cagar Budaya di Kota Malang “ Rumusan Masalah 1.
Bagaimana pelaksanaan perlindungan hukum terhadap benda cagar budaya berdasarkan Pasal 95 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya di Kotta Malang?
2.
Apa hambatan dan upaya Dinas Kebudayaan dalam melaksanakan perlindungan hukum terhadap benda cagar budaya di Kota Malang?
3
Hasil Wawancara dengan mbak Mimin penjaga di Balai Penyelamat Benda Purbakala di Balai Penyelamat Benda Purbakala Mpu Purwa (09 september 2013).
5
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian empiris. Penelitian empiris dalam hal ini mengkaji persoalan hukum yang di lakukan dengan cara langsung mengunjungi lokasi penelitian. Dalam konteks penelitian ini maka penelitian empiris adalah penelitian terhadap pelaksanaan aturan perundang-undangan. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Pendekatan Yuridis Sosiologis. Metode Pendekatan Yuridis Sosiologis digunakan untuk mengkaji pelaksanaan dari Pasal 95 ayat (1) UndangUndang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya terkait dengan adanya perlindungan hukum benda cagar budaya oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang.
Lokasi Penelitian Penulis melakukan penelitian di Kota Malang terkait dengan perlindungan hukum terhadap benda cagar budaya. Penulis mengambil lokasi di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang sebagai instansi yang berwenang dalam perlindungan hukum benda cagar budaya dan di Balai Penyelamat Benda Purbakala Mpu Purwa sebagai salah satu museum tempat penyelamatan dan penyimpanan benda cagar budaya yang telah di evakuasi.
Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian dibedakan dalam jenis data dan sumber data. Jenis data penelitian yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dengan cara wawancara dengan perangkat hukum yang berkompeten dalam menangani pengelolaan cagar budaya, yaitu: 1. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwiwsata Kota Malang. 2. Kepala Balai Penyealamat Benda Purbakala Mpu Purwa.
6
Data sekunder dalam dalam penelitian ini mencakup: 1. Studi Kepustakaan. Penulis melakukan studi kepustakaan dengan cara mengumpulkan bahan-bahan di perpustakaan pusat Universitas Brawijaya dan Pusat Dokumentasi dan Ilmu Hukum. 2. Dokumentasi. Penulis mendapatkan dokumentasi dengan cara menyalin dokumen dan data dari Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang yang berhubungan langsung dengan permasalahan pada penelitian tentang benda cagar budaya. 3. Observasi. Teknik observasi di lakukan untuk mengumpulkan data dengan menggunakan pengamatan langsung terhadap obyek penelitian di Balai Penyelamat Benda Purbakala Mpu Purwa dan di tempat situs cagar budaya yang ada di Kota Malang yaitu situs Mbah Tugu, situs Beji, situs Candi Wareng, situs Watu Gong, makam Ki Ageng Gribig dan Archa Brahma.
Teknik Analisis Data Metode deskriptif analisis digunakan dalam menganalisa data yang telah didapat dalam penelitian ini. Deskriptif analisis bertujuan untuk menggambarkan hasil pengamatan dari persoalan-persoalan mengenai pelaksanaan dan perlindungan hukum benda cagar budaya di Kota Malang berdasarkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya untuk kemudian dideskripsikan mengenai kendala-kendala yang dihadapi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang selaku pelaksana dari keputusan Walikota tersebut, sehingga diharapkan hasil penelitian ini dapat menyajikan gambaran utuh mengenai obyek sentral penelitian ini.
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perlindungan Hukum Terhadap Benda Cagar Budaya Berdasarkan Pasal 95 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010
Pemerintah Kota Malang sebagai isntitusi pemerintahan memiliki wewenang untuk mengurus dan mengatur urusan rumah tangga dan pemerintahan Kota Malang memiliki tugas dan wewenang yang di gunakan untuk menunjang pelaksanaan kewajibanya. Tugas dan wewenang Pemerintah Kota Malang mengacu pada Pasal 95 dan Pasal 96 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Berdasarkan tugas dan wewenang Pemerintah yang terkait dengan perlindungan hukum terhadap benda cagar budaya, Pemerintah Kota Malang mempunyai kewajiban untuk melakukan perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan Cagar Budaya. Salah satu cara yang di lakukan oleh Pemerintah Kota Malang dalam melakanakan kewajibannya adalah dengan cara mendirikan museum untuk menyimpan benda-benda Cagar Budaya yang ada di Kota Malang yaitu di Balai Penyelamat Benda Purbakala Mpu Purwa. Benda Cagar Budaya tersebut di lestarikan berada dalam naungan Pemerintah Kota Malang melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.
Salah satu misi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang adalah melestarikan budaya lokal. Pelestarian budaya lokal di Kota Malang sampai saat ini bisa dikatakan belum dilaksanakan karena masih terdapat keterlambatan penyelamatan yang mulai dilakukan oleh pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata yang memindahkan beberapa benda cagar budaya di Balai Penyelamat Benda Purbakala Mpu Purwa Kota Malang. Pelestarian budaya lokal tersebut berkaitan erat dengan fungsi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang yang sesuai dengan fungsi sebagai pelaksanaan pengembangan dan promosi potensi wisata. Pelestarian benda cagar budaya bermanfaat dalam mendukung pelaksanaan pengembangan dan promosi potensi wisata khususnya di Kota Malang. Hal tersebut dapat membuat Kota Malang memiliki nilai wisata dan budaya yang
8
tinggi. Sejauh ini fungsi dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dapat dikatakan sudah dilaksanakan secara optimal,salah satunya dengan pembuatan fasilitas untuk benda cagar yaitu Balai Penyelamat Benda Purbakala Mpu Purwa. Adanya museum purbakala tersebutlah yang membuat Kota Malang memiliki nilai budaya yang tinggi dan dapat menarik pengunjung dari berbagai daerah khususnya sebagai salah satu obyek wisata.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya menegaskan bahwa Pemerintah atau Pemerintah Daerah mempunyai tugas melakukan Perlindungan, Pengembangan, dan Pemanfaatan Cagar Budaya. Namun pelaksaan perlindungan hukum terhadap benda cagar budaya yang di lakukan oleh Pemerintah Kota Malang hingga saat ini di rasa lemah, karena masih terdapat beberapa benda cagar budaya yang rusak dan mengalami perubahan struktur fisik.
Pemerintah Daerah Kota Malang sudah cukup maksimal dalam melindungi benda-benda cagar budaya di Kota Malang, hanya saja masih terdapat beberapa faktor yang menjadikan tidak efektifnya upaya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang dalam melindungi benda Cagar Budaya di Kota Malang. Secara umum penulis menganalisa faktor-faktor penyebab tidak efektifnya upaya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang berdasarkan Teori Efektifitas Hukum.4 Faktor tersebut adalah sebagai berikut: 1. Faktor Hukumnya Sendiri. Berlakunya ketentuan Undang-undang Cagar Budaya Nomor 11 Tahun 2010 yang berlaku di Kota Malang cukup baik. Meskipun belum adanya Peraturan Daerah baru yang mengatur secara khusus tentang perlindungan benda cagar budaya di Kota Malang, namun UndangUndang Cagar Budaya dirasa sudah cukup dalam melakukan perlindungan terhadap benda cagar budaya yang ada di Kota Malang. Memang pada saat ini Pemerintah Daerah Kota Malang juga sedang melakukan proses pembuatan
4
Soerjono Soekanto, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali Press, Jakarta, 2008.
9
perda yang secara khusus mengatur tentang benda cagar budaya di Kota Malang.5 2.
Faktor Penegak Hukum. Keberadaan benda-benda cagar budaya yang ada di Balai Penyelamat Benda Purbakala Mpu Purwa, di atur dalam UndangUndang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Jika dalam upaya melindungi benda cagar budaya tersebut mengalami hambatan yang di sebabkan oleh suatu pihak, maka Pemerintah sebagai aparat hukum wajib bertanggung jawab atas terjadinya pelanggaran tersebut dan harus melakukan tindakan. Hingga saat ini upaya perlindungan benda cagar budaya masih belum optimal, maka dapat dikatakan bahwa aparat hukum tidak konsisten dalam menjalankan tugasnya. Terbukti dengan adanya beberapa hilangnya benda cagar budaya dan keterlambatan penyelamatan benda cagar budaya di Kota Malang seperti situs Candi Wareng.6
3. Faktor Sarana Dan Fasilitas. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang juga mengalami hambatan dalam hal sarana dan fasilitas. Sarana dan fasilitas tersebut antara lain mencakup tenaga manusia, organisasi pemerintahan yang baik, peralatan yang memadai dan keuangan yang cukup. 7 Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang merasa bahwa sarana dan fasilitas yang diberikan oleh Pemerintah Kota seperti yang disebutkan masih kurang memadai. Karena Pemerintah masih melakukan pelebaran kawasan di Kota Malang, dimana daerah penemuan cagar budaya kini, menjadi daerah pemukiman penduduk. Seperti yang terdapat dalam gambar 1.1 di bawah ini.
5
Hasil wawancara dengan Pak Tatang Satya WibowoStaff Subbag Penyusunan Program di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang (09 september 2013). 6 Ibid. 7 Ibid.
10
Gambar 1 Kondisi Situs Mbah Tugu di pemukiman penduduk
Sumber: Foto diambil penulis di Jalan Jaksa Agung Suprapto di pemukiman penduduk
4. Faktor Masyarakat. Masyarakat adalah pihak yang paling berpengaruh terhadap kesuksesan upaya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang dalam melindungi benda cagar budaya di Kota Malang. Yang terjadi saat ini, masyarakat kurang peduli dengan adanya benda cagar budaya yang ada di Kota Malang. Hal tersebut di karenakan sebagian besar masyarakat belum mempunyai pengetahuan dan kesadaran tinggi dengan adanya benda cagar budaya di Kota Malang.8 5. Faktor Kebudayaan. Kebudayaan atau sistem hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik sehingga dianut dan apa yang dianggap buruk sehingga dihindari. Setelah penulis melakukan penelitian di berbagai tempat banyak narasumber yang mengatakan bahwa masyarakat merasa terusik dengan keberadaan benda cagar budaya di Kota Malang, adalah karena peninggalan-peninggalan bersejarah tersebut merupakan lambang dari agama Hindu.9
8 9
Ibid. Hasil wawancara dengan Pak Rokim warga jalan Ranu Grati (1 November 2013).
11
Hambatan
dan
Upaya
Dinas
Kebudayaan
dan
Pariwisata
dalam
Melaksanakan Perlindungan Hukum terhadap Benda Cagar Budaya di Kota Malang
Hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang dalam upaya melindungi benda cagar budaya di Kota Malang yaitu sebagai berikut:10 1. Adanya masyarakat yang belum memiliki kesadaran dan pengetahuan akan
pentingnya nilai-nilai kebudayaan, dan benda cagar budaya di Kota Malang. 2. Hambatan yang paling besar disini adalah banyak benda cagar budaya yang
menjadi milik perorangan. Disini yang dimaksudkan benda cagar budaya yang menjadi milik perorangan adalah Kawasan Cagar Budaya yang berupa bangunan-bangunan tua. Sebagian besar benda-benda cagar budaya itu berada di lokasi yang dimiliki warga secara perseorangan, sehingga kewenangan Pemkot Malang untuk menjaga dan melestarikannya sangat terbatas.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang pada saat inimelakukan upaya yang bertujuan untuk memecahkan hambatan yang terjadi dalam upayanya melindungi benda cagar budaya yang ada di Balai Penyelamat Benda Purbakala Mpu Purwa Kota Malang. Hambatan yang di temukan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang masih bisa ditemukan solusinya. Dan upaya yang dilakukan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang dapat di tempuh dengan cara: 11 1. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata berupaya secepat mungkin menyelamatkan
benda-benda cagar budaya yang ada di daerah pemukiman penduduk daerah Kota Malang. 2. Untuk
mengatasi
kurangnya
pengetahuan
masyarakat
dalam
upaya
melindungi benda cagar budaya yang ada di Kota Malang, maka Dinas Kebudayaan dan Pariwisata berupaya melakukan banyak sosialisasi dengan masyarakat, komunitas, dan sekolah yang dapat dilakukan dalam bentuk 10
Hasil wawancara dengan Pak Budi Kepala Seksi Bidang Promosi Wisata di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang ( 7 November 2013). 11 Ibid.
12
seminar, rapat, lomba, maupun kampanye dengan kegiatan yang bertemakan kebudayaan. 3. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata berupaya untuk mendorong Pemerintah
agar menciptakan atau membuat regulasi tentang cagar budaya di Kota Malang. Hal ini sangat diperlukan demi menjamin adanya kepastian hukum terhadap benda-benda cagar budaya, bangunan-bangunan cagar budaya, dan kawasan benda cagar budaya di Kota Malang.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dan uraian hasil penelitian yang telah di jabarkan dalam bab diatas, maka dalam bab ini penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut. 1. Pelaksanaan perlindungan hukum terhadap benda cagar budaya berdasarkan Pasal 95 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, Pemerintah Kota Malang melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang masih terlalu sedikit dalam melakukan upayanya untuk melindungi benda cagar budaya yang ada di Kota Malang. Hal ini sebabkan karena Pemerintah Kota Malang melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang terlambat dalam upayanya menyelamatkan benda cagar budaya. Upaya perlindungan yang dilakukan terhadap benda cagar budaya masih kurang optimal. 2. Hambatan yang dihadapi oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang antara lain adalah karena masyarakat yang belum memiliki kesadaran akan pentingnya nilai-nilai kebudayaan dari benda-benda cagar budaya, dan hambatan yang paling besar adalah banyaknya benda cagar budaya yang masih menjadi milik perorangan.
Upaya yang telah di lakukan untuk melindungi benda cagar budaya pada saat ini sudah di maksimalkan dengan melakukan penyelamatan-penyelamatan benda cagar budaya yang ada di daerah pemukiman penduduk. Selain itu Dinas
13
Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang berupaya semaksimal mungkin mendorong Pemerintah untuk membuat regulasi tentang benda cagar budaya. Upaya lain di wujudkan yaitu dengan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya melindungi benda-benda cagar budaya yang ada di Kota Malang dengan membuat festival kebudayaan maupun acara seminar dan sosialisasi bertemakan kebudayaan.
Saran Untuk mengakhiri penulisan skripsi ini, maka penulis memberikan saran yang bertujuan memberikan informasi kepada para pihak yang terkait dengan perlindungan hukum terhadap benda cagar budaya di Kota Malang. 1. Untuk Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang harus tetap mendorong pemerintah untuk segera membuat regulasi tentang benda cagar budaya di Kota Malang. Upaya ini sangat penting agar kepastian hukum terhadap perlindungan benda cagar budaya yang ada di Kota Malang lebih terjamin keberadaannya. Dan diharapkan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata untuk terus melakukan evakuasi maupun penyelamatan terhadap benda-benda cagar budaya yang ada di Kota Malang. 2. Untuk Masyarakat. Keberadaan benda cagar budaya yang ada di Kota Malang memiliki nilai sejarah yang berdampak positif bagi seluruh masyarakat yang ada di Kota Malang. Untuk itu diharapkan masyarakat lebih sadar dan mengerti pentingnya benda cagar budaya di Kota Malang dengan cara melindungi, menjaga dan tidak memberikan ancaman negatif mengenai keberadaan benda cagar budaya yang ada di Kota Malang.
14
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Herimanto, M.Pd., M.Si. dan Winarno, S.Pd., M.Si., Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2010. H. Oka Yoeti, Pariwisata Budaya: Masalah dan Solusinya, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 2006. Muladi, Metode Riset, Yogyakarta, BPFE, 2001. R.Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 1, Kanisius, Jakarta, 1990. Ronny Hanitojo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurnimetri, Ghalia Indonesia, Semarang, 2004. Satjipto Rahardjo, Sisi-sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Kompas, Jakarta, 2003 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2008. Soenandar, Perlindungan Hak Milik Intelektual di Negara-Negara Asean 2007. Sinar Grafika, Jakarta, 2007. S.F. Marbun, Peradilan Administrasi dan Upaya Administrasi di Indonesia, Yogyakarta, UII Press, 2003. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Tata Cara Perlindungan Terhadap Korban Dan Saksi Dalam Pelanggaran Hak Manusia Yang Berat. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya Peraturan Walikota Malang Nomor 47 Tahun 2012 Tantang Uraian Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Anonim, Beberapa Pengertian Peninggalan Sejarah dan Purbakala,(online), http://www.purbakalayogya.com/?page=bppp.html, (6 Oktober 2013).
15
Anonim, Implementasi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun
2010,(online),http://joemarbun.wordpress.com/2012/01/03
/implementasi-undang-undang-ri-nomor-11-tahun-2010-tentang-cagarbudaya/, (7 oktober 2013). Anonim, Pengertian Kebudayaan menurut para ahli,(online), http://senseleaf. blogspot.com/2012/03-pengertian-kebudayaan-menurut-para-ahli.html, (13 September 2013). Diskominfo,Iklim,(online),http://www.malangkota.go.id/mlg_halaman.php?id=16 06076ixzz2hTNbaZkO,(12 Oktober 2013). Diskominfo, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang, (online), http:// www. malangkota.go.id/, (12 oktober 2013). Diskominfo, Fungsi, (online),http://www.malangkota.go.id/, (12 oktober 2013) Endang Sukarelawati, Cagar Budaya Kota Malang Banyak Dimiliki Perorangan, (online), http://www.antarajatim.com/ lihat/berita/ 103673/cagar-budaya-kota-malang-banyak-dimiliki-perorangan, (10 Desember 2013). Endang Sukarelawati, Bangunan Bersejarah di Malang Diverifikasi, (online), http://www.antarajatim.com/lihat/berita/118542/bangunan-bersejarah-dimalang diverifikasi, (10 Desember 2013). Gunadi Kasnowiharjo, Pengelolaan Benda dan Kawasan Cagar Budaya, (online), http://www.walhiorg,( 12 Oktober 2013). Hadjon, Status Hukum Perlindungan Hukum, (online), http:// statushukum .com/perlindungan-hukum.html, ( 9 Oktober 2013). Ikatan Arkeologi Indonesia, Perlindungan Warisan Budaya Daerah, (online) http://iaaipusat.files.wordpress.com/2012/03/otg.jpg (19 Oktober 2013). Junus Satrio A, Perlindungan Warisan Budaya Daerah Menurut Undangundang Cagar Budaya, (online) ,http://iaaipusat.wordpress.com/ 2012/ 03/17/perlindungan-warisan-budaya-daerah-menurut-undang-undangcagar-budaya/ ( 30 Oktober 2013 ).
16
Rahayu, Pengangkutan Orang, (online), http:// etd.eprints.ums.ac.id, (5 oktober 2013). Tya Adhitya, Teori Efektivitas, (online),http://sitihadiyanti. blogspot.com/ 2012/05/ aku-dan-adik-ku.html,(18 Oktober 2013).