PERKEMBANGAN PERMUKIMAN DAN TIPOLOGI RUMAH-TINGGAL PADA PERUMAHAN KARYAWAN PABRIK GULA PESANTREN BARU-KEDIRI Dian Wicaksono, Antariksa, Harini Subekti Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jl. Mayjen Haryono 167, Malang 65145 e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Pengaruh kolonialisme di setiap wilayah Nusantara sangat luas, hal ini disebabkan masa penjajahan Belanda sangat lama. Salah satu hasil pengaruh kolonial yang masih terlihat jejaknya sampai sekarang, yaitu pabrik gula, meskipun secara umum ada persamaan. Namun, masing-masing mempunyai bentuk perkembangan arsitektur yang khas, berbeda satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, dalam mengkaji arsitektur kolonial Belanda di suatu wilayah, dilakukan dengan jalan mengkaji kasus per kasus. Metode penelitian ini adalah studi kasus, dengan pendekatan sejarah menyangkut perkembangan kawasan dengan sudut pandang arsitektur, menyangkut perkembangan tata permukiman dan tipologi rumah-tinggal. Kasus penelitian adalah perumahan karyawan Pabrik Gula Pesantren Baru, Kediri. Perpindahan lokasi pabrik dan kantor merupakan ciri yang menonjol dari pabrik gula ini, sehingga berbeda dengan kondisi pabrik gula sejenis yang ada di seluruh Indonesia. Kecenderungan gaya arsitektur kolonial di dalam kompleks pabrik diwarnai dengan gaya arsitektur lain yang membuat wajah perumahan karyawan ini mempunyai ciri arsitektur yang beragam.Hasil penelitian ini, yaitu perkembangan tata lingkungan di permukiman Pabrik Gula Pesantren Baru, yang dibagi menjadi tiga zonasi ruang, yaitu Zona Privat, Zona Semi Publik, dan Zona Publik (semakin bertambah luas areanya). Ditinjau dari hasil pembagian periodesasi ternyata mempunyai pengaruh terhadap tipologi rumah-tinggal. Salah satu faktor penyebabnya, yaitu masa pemerintahan yang berbeda, yaitu tahun 1890 (pemerintahan kolonial Belanda), tahun 1958 (pemerintahan Orde Lama) dan tahun 1979 (pemerintahan Orde Baru). Ditinjau dari tipologi geometri, fungsi dan zonasi ruang, yaitu kolonial dan pasca kolonial. Kata kunci: perkembangan permukiman, tipologi rumah-tinggal, pabrik gula
ABSTRACT The colonialism power in every region archipelago is extremely wide; this reason caused of a long time colonization period of the Dutch. One of the colonial influence records it can be seen awaiting to the recent day, that is the sugar industry, in spite of in generally is similar. Nevertheless, in that order contain a figure of architecture development characteristic dissimilar with the others. Because of in the Dutch colonial architectural studies in an area carry out with case by case. Research methods used in this study is case study, with historical approach relate to development area accompanying to the architecture point of view, included the development of settlement arrangement and housing typology. The research object is employee housing of Pesantren Baru sugar industry in Kediri. The removal area of industry and office comprise a characteristic that shown from this sugar industry, in anticipation of dissimilar with the condition of sugar industry variety which be existent in the entire of Indonesia. The tendency of colonial architecture style in industrial compound with other a variety of architecture style that create a face of employee housing contain a variety of arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 1, Maret 2008
49
architecture characteristic.The result of this study is the arrangement development of housing area. The sugar industry Pesantren Baru devides into three zone spaces that is private zone, semi private zone and public zone (increasingly widespread area). The observation result from devide into period it appears contain an influence relating to housing tipology. The one factors is a various government periods, in 1890 (the Dutch colonial government), in 1958 (Orde Lama Government) and 1979 (Orde Baru government). Observe from geometric tipology, function and space zone that is colonial and pasca colonial. Key words: settlement development, housing typology, sugar industry Pendahuluan Kota Kediri semula adalah sebuah daerah di pedalaman Jawa yang tidak diketahui, lalu berkembang menjadi nama Kerajaan Panjalu yang besar dan sejarahnya terkenal hingga sekarang. Menurut penelitian dari para ahli lembaga Javanologi, Soekarton Kartoadmodjo, Kediri lahir pada Maret 804 Masehi. Sekitar tahun itulah, Kediri mulai disebut-sebut sebagai nama tempat maupun negara (http://www.sejarah kediri.ac.id) Diketahui bahwa Kediri mempunyai bentuk pemerintahan sendiri, yaitu Residen mulai tahun 1908, namun latar belakang berdirinya Kediri sudah dimulai sebelum kedatangan kaum kolonial dan adanya pengaruh kekuasaan jaman kerajaan, sehingga perencanaan tata kotanya sudah terbentuk ketika Kediri masih berbentuk kerajaan (http://www.sejarah kediri.ac.id). Kota kediri mempunyai latar belakang historis sendiri, sehingga perencana dari pemerintah kolonial sangat membatasi pembangunan fasilitasfasilitas pemerintahan dan fasilitas lainnya, Namun, mereka mendirikan pusat perindustrian dan perdagangan di tiga wilayah kecamatan Kediri untuk memantapkan kekuasaannya, yaitu wilayah Kecamatan Ngadirejo (PG. Ngadirejo), Kecamatan Meritjan (PG. Meritjan), dan Kecamatan Pesantren (PG. Pesantren Baru), sehingga meskipun secara latar historis wilayah kota Kediri merupakan pusat pemerintahan kerajaan, kaum kolonial mengikis sedikit demi sedikit pengaruh sistem pemerintahan kerajaan dengan pembangunan fasilitas industri yang mempunyai corak pemerintahan yang berbeda dengan mengadopsi sistem pemerintahan Eropa. Tidak dipungkiri lagi bahwa pabrik gula merupakan elemen penting dalam perekonomian bagi pemerintahan jaman kolonial Belanda, sehingga pertumbuhannya sangat pesat dengan berdirinya sejumlah pabrik di seluruh Pulau Jawa dan luar Jawa. Pabrik gula merupakan salah satu urat nadi perekonomian yang penting di daerahdaerah. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya pabrik-pabrik gula yang berproduksi khususnya di Pulau Jawa. Selain itu, banyaknya tenaga kerja dari penduduk sekitar dan bahan baku tebu yang diambil dari lahan perkebunan penduduk sekitar pabrik dapat membantu meningkatkan taraf hidup masyarakat serta mendorong majunya perekonomian di daerah tersebut. Namun, dampak langsung dari pendirian pabrik tersebut kebutuhan akan persediaan kayu yang cukup besar, sehingga menyebabkan hutan lenyap, lahan yang sedianya subur dan dipergunakan untuk menghasilkan beras, ditanami tebu dan banyak buruh yang diambil dari penduduk sekitar dipekerjakan secara paksa (Kano et al. 1996:50-51) Pada awal pembangunan pabrik, perumahan karyawan juga dibangun pada awal abad ke-19, letaknya berdekatan dengan kompleks pabrik kecuali rumah-tinggal administratur yang bersambungan langsung dengan kantor TUK dan administrasi di dalam kompleks pabrik, Dalam perkembangannya setelah kemerdekaan pihak pabrik membangun lagi perumahan karyawan di sebelah selatan kompleks pabrik berdekatan dengan gudang gula, bernama Kampung Baru. Tahun 1979 Pabrik Gula Pesantren lama sudah tidak dapat beroperasi lagi. Hal ini disebabkan karena sudah tidak layaknya jumlah produksi yang dihasilkannya akibat dari kondisi mesin-mesin produksi yang sudah tua dan rusak, Sebagai gantinya disebelah selatan pabrik gula lama dibangun 50
arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 1, Maret 2008
lagi Pabrik Gula Pesantren Baru yang lebih modern. Mesin-mesin produksi yang lebih maju dengan kapasitas produksi yang lebih banyak, sedangkan lokasi pabrik lama yang sudah tidak dipergunakan lagi dialihfungsikan sebagai emplasement1. Bersamaan dengan pemindahan dan pembangunan pabrik baru, pabrik juga membangun lagi perumahan karyawan di sebelah barat kompleks pabrik gula lama, bernama Perumahan Magersari dan di sebelah selatan pabrik gula baru, bernama Kampung Sawah. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikemukakan beberapa masalah utama, yaitu sebagai berikut: 1. Perkembangan permukiman Dengan adanya perpindahan lokasi pabrik menyebabkan timbulnya tatanan permukiman baru yang terbentuk di kawasan makro pabrik, hal ini yang sangat menarik untuk diketahui, bagaimana perkembangan permukiman baru pasca perpindahan lokasi pabrik gula tersebut. 2. Perkembangan tipologi bangunan Dengan melihat adanya perkembangan yang terjadi pada lingkungan hunian rumah-tinggal, yaitu beragamnya tipe rumah dan ciri khas arsitektur yang ada di lingkungan perumahan karyawan. Maka, hal ini yang sangat menarik untuk diketahui, bagaimana perkembangan tipologi rumah-tinggal pasca perpindahan lokasi pabrik gula tersebut. Untuk mengetahui seberapa besar permasalahan tersebut perlu dilakukan pengkhususan pada areal lingkungan pabrik gula, dengan fokus penelitian pada tatanan lingkungan permukiman yang terbentuk ketika awal berdirinya Pabrik Gula Pesantren sampai sekarang. Elemen-elemen dari tatanan lingkungan permukiman yang dijadikan variabel yang akan diamati, meliputi pengolahan lansekap/elemen-elemen ruang luar, struktur lingkungan, jenis dan guna lahan, sedangkan mengenai perkembangan tipologi dan historis di perumahan karyawan Pabrik Gula Pesantren Baru ini dikhususkan pada sejumlah rumah-tinggal di kawasan Pabrik Gula Pesantren lama yang dibangun pada masa pemerintahan kolonial Belanda (zona perumahan kolonial) dan rumah-tinggal yang dibangun pada masa pasca kolonial (zona pasca kemerdekaan dan zona perumahan baru). Elemen-elemen tipologi rumah-tinggal yang dijadikan variabel yang akan diamati, meliputi: ruang, bentuk gubahan massa, gaya arsitektur, material penyelesaian, tekstur permukaan, pengolahan lansekap juga mencakup status, jenis dan usia bangunan. Berdasarkan permasalahan di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini sebagai berikut: Bagaimana perkembangan permukiman yang ada di Pabrik Gula Pesantren Baru? Bagaimana tipologi rumah-tinggal karyawan di Pabrik Gula Pesantren Baru? Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: Untuk menganalisa dan mendapatkan suatu gambaran awal tentang kondisi secara umum mengenai perkembangan pemukiman karyawan Pabrik Gula Pesantren Baru pasca perpindahan lokasi pabrik, dengan mengidentifikasi hirarki tatanan lingkungan. Untuk menganalisa dan mendapatkan suatu gambaran awal tentang kondisi tipologi rumahtinggal karyawan di Pabrik Gula Pesantren Baru.
Metode Penelitian • Langkah awal dalam penelitian ini adalah pengumpulan data primer dan sekunder, berupa Karakteristik sampel yang dipergunakan untuk mengidentifikasi jumlah yang akan diambil, yaitu dapat diuraikan sebagai berikut (Tabel 1): Langkah I: Populasi diklasifikasikan Langgam Kolonial Indische Empire Style 1
Emplasement ialah tempat berhentinya truk-truk pengangkut tebu yang akan masuk pabrik
arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 1, Maret 2008
51
Tahun 1930-an Langgam Pasca Kolonial Pasca kemerdekaan Pasca orde baru Langkah II: Hasil klasifikasi, jumlah rumah diambil 10 % 1. Indische Empire Style 1 rumah x 10% = 0,1 diambil 1 sampel. 2. Tahun 1930-an a. De Stilj 17 rumah x 10 % = 1,7 diambil 2 sampel b. Amsterdam School 9 rumah x 10 % = 0,9 diambil 2 sampel 3. Pasca kemerdekaan 16 rumah x 10 % = 1,6 diambil 2 sampel 4. Pasca orde baru 44 rumah x 10 % = 4,4 diambil 4 sampel Total Jumlah populasi Jumlah sampel
= 87 rumah-tinggal = 11 sampel rumah-tinggal
Tabel 1. Populasi dan Sampel Pengamatan di PG Pesantren Baru Jenis Subyek
Populasi
Variasi tipologis
Sampel
Objek Perumahan • Kolonial
27 rumah-tinggal
Ada 2 macam
5 sampel
•
60 rumah-tinggal
Ada 2 macam
6 sampel
Sungai, parit dan saluran air
Semua populasi
Semua populasi
Jalan aspal, makadam dan railban
Semua populasi
Semua populasi
Pasca Kolonial
Prasarana/Utilitas lingkungan • Jaringan air •
Jaringan jalan
Sumber : Hasil Survei
Dalam menentukan jumlah sampel ini, ditentukan dahulu jumlah perumahan karyawan dalam satu klasifikasi langgam kemudian oleh peneliti diambil sampel-sampel yang terpilih betul menurut ciri-ciri spesifik yang dimiliki oleh sampel tersebut. Pertimbangan pemilihan ini agar sampel memiliki ciri-ciri yang esensial dari populasi, sehingga dapat dianggap cukup reseprentatif, khusus untuk pemilihan sampel menggunakan metode Purposive sampling. Pemilihan sampel tidak melihat dari besarnya populasi pada masing-masing zona perumahan, namun lebih melihat sisi 52
arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 1, Maret 2008
kriteria arsitektur dan variasi langgam dalam satu zona perumahan, adapun kriteria rumah-tinggal yang akan dijadikan sampel, yaitu sebagai berikut: a. Pemilihan pada zona perumahan memperhatikan variasi tipologis arsitektur, baik fungsi maupun langgamnya dari semua populasi yang ada di perumahan tersebut, sehingga sampel benar-benar dapat mewakili ciri-ciri yang esensial dari populasi perumahan tersebut; b. Untuk sampel rumah-tinggal pada perumahan, pemilihan rumah-tinggal mengacu pada tata letak rumah-tinggal dalam satu blok massa, sehingga pemilihan dapat menggali kesemua unsur-unsur arsitektur rumah-tinggal yang berada di bagian tengah dan bagian samping dari blok massa; c. Khusus untuk sampel bangunan kolonial, dibatasi pada bangunan-bangunan kuno yang diperkirakan berusia minimal 50 tahun (mengacu pada UU. No. 5 tahun 1992, tentang Benda Cagar Budaya). Usia bangunan ini untuk memastikan bangunan tersebut didirikan pada masa kolonial Hindia Belanda; d. Masih terawat dan mempunyai penghuni; e. Diutamakan pada objek yang terletak di sepanjang koridor jalan-jalan utama dan pada pusat-pusat kegiatan pabrik
Landasan Teori Pengertian permukiman Menurut Sujarto (1991), unsur permukiman, yaitu terdiri dari Unsur Wisma (tempat tinggal); Karya (tempat berkarya); Suka (tempat rekreasi/bersantai/hiburan) dan Penyempurna (peribadatan, pendidikan, kesehatan, utilitas umum) atau berintregrasi di dalam suatu lingkungan dan hubungan satu sama lain oleh unsur Marga (jaringan jalan) Menurut Undang-undang Permukiman nomor 4 tahun 1992, perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Lingkup pengaturan menyangkut penataan perumahan meliputi kegiatan pembangunan baru, pemugaran, perbaikan, perluasan, pemeliharaan dan pemanfaatannya. Menurut Finch dalam Wayang (1980), menjelaskan bahwa permukiman merupakan tempat hidup manusia dan melakukan berbagai macam aktifitas, sedang pola permukiman dapat diartikan sebagai suatu tempat (ruang) atau suatu daerah tempat penduduk berkumpul dan hidup bersama, menggunakan lingkungan setempat untuk mempertahankan, melangsungkan dan mengembangkan hidupnya. Pengertian pola permukiman dan persebaran permukiman mempunyai hubungan erat. Persebaran permukiman membicarakan sebab-sebab pemencaran permukiman, sehingga pada daerah tertentu terdapat permukiman sedang di daerah lain tidak terdapat permukiman. Persebaran permukiman bervariasi sifatnya, dari sangat jarang sampai sangat padat, dapat mengelompok, dapat tidak teratur, atau teratur. Pertama permukiman lebih banyak terdapat pada tanah-tanah yang subur dengan relatif datar yang menguntungkan untuk pertanian, kedua persebaran yang mengelompok atau tidak teratur umumnya terdapat pada wilayah-wilayah yang topografinya tidak seragam.
Perkembangan Hunian Dalam mengamati perkembangan morfologi hunian menggunakan kerangka Zeizel (1981). Zeizel (1981) dalam Utomo (1990), membuat kerangka yang sangat jelas untuk mengamati morfologi lingkungan fisik. Metoda pencarian aspek-aspek fisiknya dapat digunakan untuk mengamati morfologi lingkungan. Ada dua hal yang dikenalkan Zeizel (1981: 89-136), yaitu bagaimana mencari hal-hal yang berkaitan dengan fisik dan aspek perilaku. Dua hal yang dikenalkan Zeizel (1981) dalam Utomo (1990), merupakan hal yang berkaitan. Keduanya menyangkut bagaimana dialog antara manusia dan arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 1, Maret 2008
53
lingkungannya. Bagaimana lingkungan dimanfaatkan manusia, bagaimana memanipulasi lingkungan untuk kepentingannya dan lain sebagainya dapat dilihat pada dua kerangka tadi. Hal ini diperkuat oleh Ruesch & Kees dalam Utomo (1991), yang menggunakan ekspresi, aktifitas dan fisik untuk mengetahui bagaimana manusia berdialog dengan lingkungannya. Menurut Zeizel (1981) dalam Utomo (1990), aspek-aspek fisik yang perlu dicari adalah: 1. By-product of use Ini merupakan pencarian jejak/sisa/hasil sampingan suatu kegunaan terhadap fisik lingkungan. Jejak-jejak tersebut merupakan pencerminan tentang apa yang telah mereka perbuat untuk kondisi semacam itu, dan yang termasuk kelompok ini adalah erotions dan leftover. 2. Adaptations for use Adaptasi ini menunjukkan perubahan-perubahan yang dilakukan oleh pemakai dengan membuat lingkungannya sedemikian rupa, sehingga sesuai dengan yang diinginkannya, dan yang termasuk adaptasi ini adalah: 3. Displays of self Ini membantu pihak luar untuk mengelompokkan ke dalam lingkungannya sesuai dengan identitasnya. Displays of self ini terdiri dari personalisasi (unsur fisik yang dipakai untuk menunjukkan keunikannya atau individualitasnya) dan identifikasi (unsur yang dipakai untuk memudahkan pengenalan, identifikasi). Displays of self ini merupakan simbolisasi untuk menunjukkan siapa dirinya kepada orang lain. 4. Public messages Hampir sama dengan display of self, perbedaannya bahwa sasaran yang dituju oleh public messages ini lebih luas dan lingkungannya lebih besar. Pesan-pesan atau simbol yang disampaikan lebih membawa nama kelompok daripada perseorangan.
Tipologi Arsitektur Hunian Dalam mengidentifikasikan tipologi arsitektur hunian digunakan parameter seperti yang ditawarkan oleh Habraken (1988:31-41) dalam Rusdi (1993), dengan pola analisis yang berkaitan dengan tipologinya Golgolen (t.t.:3-15) dalam Rusdi (1993), yang bertolak dari dasar perancangan arsitektur yang dipelopori oleh Vitruvius. Parameter tersebut adalah: a. Sistem spasial, Sistem spasial berhubungan dengan pola hubungan ruang, orientasi dan hirarkinya b. Sistem fisik, Sistem fisik dan kualitas figural berhubungan dengan wujud, pembatas ruang dan karakter bahannya c. Sistem stilistik, Sistem stilistik berhubungan dengan elemen atap, kolom, bukaan dan ragam hias.
Ciri-ciri Tipologi Arsitektur Kolonial Belanda Menurut Nix (1935) dalam pamungkas (2002: 17-20), tipe bangunan kolonial di Indonesia terdiri dari berbagai macam langgam lainnya, disesuaikan dengan waktu/periodesasi perkembangannya, seperti Voor 1900, NA 1900, Romantiek, gaya tahun 1915-an dan gaya tahun 1930-an. Untuk lebih lengkapnya mengenai ciri-ciri umum dari masing-masing corak arsitektur tersebut, yaitu sebagai berikut (Gambar1): a. Indische Empire-Stijl Adapun ciri-cirinya antara lain: mengarah ke ciri rumah tinggal Indis tidak bertingkat dengan atap perisai, berkesan monumental, halaman luas, umumnya massa bangunan terbagi atas bangunan pokok/induk dan bangunan pengapit/penunjang yang saling dihubungkan oleh serambi atau gerbang, denah simetris, serambi muka dan 54
arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 1, Maret 2008
belakang yang terbuka dengan pilar/tiang kolom batu yang tinggi bergaya Yunani (orde Korintis, Ionik, atau Dorik), antar serambi dihubungkan oleh koridor tengah yang sekaligus sebagai penghubung pula ruang tidur dan ruang-ruang lainnya, round-Roman arch pada gerbang masuk atau koridor pengikat antar massa bangunan, serta penggunaan lisplank-lisplank batu bermotif klasik di sekitar atap. b. Voor 1900 Corak arsitektur bangunan yang berkembang mulai pertengahan abad ke-19 ini pada dasarnya adalah Indische Empire-Stijl dengan beberapa perubahan, khususnya penggunaan bahan bangunan baru dari besi dan penambahan elemen-elemen yang bertujuan untuk lebih menyesuaikan dengan iklim tropis basah Indonesia. Ciri-ciri utama yang membedakan dengan corak sebelumnya adalah penambahan luifel-luifel/teritisteritis yang terbuat dari seng gelombang dengan sudut kemiringan atap yang lebih landai dan ditopang oleh konsol besi cor yang bermotif keriting, tiang-tiang kolom batu klasik diganti dengan kayu atau besi cor yang berdimensi lebih kecil/langsing, penambahan balustrade/pagar besi atau batu pada serambi, serta penambahan elemen-elemen ragam hias. c. NA 1900 Corak arsitektur bangunan ini mulai berkembang pada akhir abad ke-19 sampai awal tahun 1900-an dan mulai dipengaruhi oleh aliran-aliran romantis (gaya-gaya eklektik Neoklisikisme) Eropa. Ciri-ciri utamanya adalah tampak bangunan utama yang mulai asimetri, namun denah relatif masih simetris, serambi muka terbuka memanjang dengan tiang-tiang kolom sudah mulai menghilang/menyempit, diganti dengan penonjolan-penonjolan denah sampai bidang muka bangunan, tampilan fasade bangunan yang mulai menonjolkan elemen vernakular arsitektur (Belanda) berupa gevel/gable. d. Romantiek Corak arsitektur bangunan yang juga berkembang mulai awal abad ke-20 ini pada dasarnya adalah corak arsitektur NA 1900, namun dengan pengaruh aliran-aliran/gayagaya romantis Eropa yang semakin kuat. Ciri yang paling utama adalah penambahan atau penggunaan elemen-elemen detil dekoratif yang kaya pada hampir seluruh bagian bangunan dan elemen-elemen ruang luar (pagar, gerbang dan sebagainya). Sebagai contoh penambahan dentils, brackets, dan/atau modilions pada bagian bawah atap/lisplank, penambahan cresting, finial, weathervane, dan/atau balustrade pada bagian bubungan atap, serta penambahan pada bagian bangunan lainnya (pintu, jendela, dan sebagainya). Ciri-ciri utama lainnya adalah banyaknya penggunaan bentuk-bentuk lengkung, serta bentuk atap tinggi (sudut kemiringan besar, antara 45°60°) dengan bahan penutup dari genteng. e. Gaya tahun 1915-an Corak arsitektur bangunan ini pada dasarnya masih dipengaruhi oleh corak-corak arsitektur sebelumnya, terutama NA 1900 dan Romantiek, seperti adanya gevel pada fasade, serambi muka dan penggunaan elemen-elemen detil dekoratif. Ciri-ciri utama yang membedakan adalah mulai digunakannya atap plat beton datar pada teritis-teritis (sebagai pengganti teritis-teritis seng gelombang) dan pada koridor-koridor penghubung antar massa bangunan, adanya bidang ventilasi/bouvenligh di antara garis atap utama dan badan bangunan). Penggunaan elemen-elemen yang terbuat dari bahan besi cor sudah banyak berkurang, bentuk lebih sederhana (penggunaan elemen-elemen detil dekoratif sudah banyak berkurang). Penggunaan variasi mahkota atap umumnya terbatas pada bagian ujung pertemuan bubungan dan jurai, atap tinggi berpenutup genteng, serta penambahan atau penggunaan elemen-elemen vernakular arsitektur (Belanda). f.
Gaya tahun 1930-an
arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 1, Maret 2008
55
Corak arsitektur bangunan ini muncul seiring dengan pengaruh perkembangan aliran-aliran arsitektur modern di Belanda, khususnya Amsterdam school dan De Stijl, yang keduanya mempunyai konsepsi arsitektural yang saling berbeda. Amsterdam school lebih menitikberatkan pada orisinalitas dan alamiah, peranan arsitektur (vernakular) lokal masih cukup besar. Ciri-ciri umumnya adalah bangunan terbuat dari bahan dasar alam dan menghasilkan bentukan-bentukan yang bersifat masif dan benarbenar plastis (pengolahan bentuk berdasarkan atas garis-garis melengkung), ornamentasi skulptural dan perbedaan warna dari material-material yang beragam (bata, ubin dan kayu) mempunyai peran yang esensial dalam desain, serta bentuk atap lebih runcing/tinggi (sudut kemiringan antara 45°-60°). De Stilj lebih menitikberatkan pada fungsi. Ciri-ciri umumnya adalah, permainan volume bangunan berbentuk kubus, dimaksudkan untuk mengekspresikan keplastisan secara keseluruhan, menggunakan bahan-bahan dasar hasil pabrikasi (penggunaan blok-blok kubus datar dari batu bata atau beton, baik untuk atap, teritisan dan/ badan bangunan), gevel horisontal tanpa dekorasi serta lepas dari permainan warna (didominasi warna putih).
Gambar 2.1 Variasi bentuk corak/langgam arsitektur kolonial Belanda. Sumber: Nix (1935) dalam Pamungkas (2002: 20)
Pembahasan Sejarah Singkat PG. Pesantren Baru Pada awal berdiri, yaitu pada tahun 1849, Pabrik Gula Pesantren yang memproduksi gula merah adalah milik perseroan dari bangsa Indonesia keturunan Cina, kemudian pada tahun 1890, perusahaan itu diambil alih oleh Pemerintah Belanda, sedangkan pengelolaannya diserahkan kepada NV. JAVASCHE CULTURE MATSCHAPPIJ (JCM), di Indonesia diwakili oleh NV. NEDERLANDS INDISCHE LANDBOUW MAATSCHAPPIJ. Pabrik Gula Pesantren beberapa kali mengalami rehabilitasi yaitu, pada tahun 1911, 1928 dan 1932. Tiga tahun kemudian, yaitu pada tahun 1935 mengalami pembaharuan dalam produksi gula merah menjadi gula putih. Pada masa berkecamuknya Perang Dunia II, Jepang berhasil memenangkan Perang Asia Timur Raya, yaitu pada tahun 1942 dan mengambil alih Pabrik Gula Pesantren hingga tahun 1945. Pada tahun itu pula, pihak Sekutu memenangkan pertempuran. Pada tahun 1957 Pemerintah Sekutu yang diwakili oleh Belanda mengelola Pabrik Gula Pesantren 56
arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 1, Maret 2008
dengan mengambil tenaga kerja dari Bangsa Indonesia sendiri, dan kepengurusannya dipegang oleh Perusahaan Negara Perkebunan. Pada tahun 1957, Pemerintah Republik Indonesia mengembalikan Irian Barat ke wilayah Republik Indonesia, pemerintah telah mengambil alih semua perusahaan milik Belanda yang berada di Indonesia termasuk Pabrik Gula Pesantren. Setelah diambil alih pengelolaannya yang dilakukan oleh PPN atau Perusahaan Perkebunan Negara, pada tahun 1960 sesuai UU. No. 9 th. 1960 dibentuk BPU-PPN gula yang mengkoordinir pengelolaan pabrik-pabrik gula. Berdasarkan PP No. 116 tanggal 26 April 1961 Pabrik Gula Pesantren termasuk dalam Karesidenan Kediri bersama empat Pabrik Gula lainnya (PG. Lestari-Kertosono, PG. Meritjan-Kediri, PG. Ngadiredjo-Kediri dan PG. Modjopanggoong-Tulungagung), dan disusul dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 1 dan 2 tentang Badan Pimpinan Umum Perusahaan Perkebunan Negara (BPUPPN). Semua pabrik gula tersebut termasuk dalam Direksi Aneka Gula yang telah Berbadan Hukum sendiri dengan sistem BPUPPN. Pada tahun 1967 mulai diberlakukan INPRES No. 7 th. 1967 tentang Pengesahan Pengelolaan Perusahaan Negara, sehingga pada tahun 1968 BPUPPN dibubarkan, dan semua pabrik gula diseluruh Indonesia di bawah otoritas Departemen Pertanian dan dibentuk Perusahaan Negara Perkebunan (PNP) dimana Pabrik Gula Pesantren termasuk di dalam lingkup PNP. XXI. Dengan Peraturan Pemerintah No. 23 th. 1973 yang berlaku tanggal 1 Januari 1974, PNP. XXI menggabungkan diri dengan PNP XXII menjadi PT. Perkebunan XXIXXII (Persero). Pada tanggal 19 Juli 1978 oleh Menteri Pertanian Prof. Ir. Soedarsono Hadisaputro, pemakaian Pabrik Gula Pesantren Baru diresmikan, sedangkan Pabrik Gula Pesantren Lama diberhentikan pengoperasiannya setahun kemudian, yaitu tanggal 19 Juli 1979. Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 15 th. 1996 tanggal 14 Februari 1996 tentang Peleburan Perusahaan Perseroan (Persero) mulai tanggal 11 Maret 1996 : PTP XIX, XXI-XXII, XXVI melebur menjadi satu dengan nama Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Perkebunan Nusantara X (persero). Dilengkapi pula dengan akte notaris Harun Kamil, SH. No. 43 tanggal 11 Maret 1996 tentang pendirian Perusahaan (Persero) PT. Nusantara X. Analisis Perkembangan Permukiman Pabrik Gula Berdasarkan gambaran awal dan sejarah, maka tahapan analisis perkembangan permukiman Pabrik Gula Pesantren, dimulai dan diuraikan dari periode tahun 18901957, 1958-1978 dan berdasarkan variabel penelitian, maka hasil analisis yang dilakukan, yaitu sebagai berikut (Tabel 2, 3 dan 4):
Permukiman
Tabel 2. Tabel Tatanan Hirarki Periode Kolonial
PG. PESANTREN I
Zona Privat
Zona Semi-
Zona Publik
Publik
Areal
Area bangunan Area Poliklinik pabrik dan lapangan Rumah dinas tenis administratur Area garasi dan Rumah-tinggal di bengkel timur pabrik, Area sebelah
Perkebunan dan lahan di luar area peumahan dan Pabrik gula Pesantren
arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 1, Maret 2008
57
Rumah-tinggal barat PG kampung pesantren lama cemara Gudang gula 3 Rumah-tinggal dan area di selatan pabrik sebelah selatan PG. Pesantren lama Letak
Letak pabrik dan Area poliklinik rumah-tinggal dan lapangan dikelilingi oleh tennis terletak jalan sekunder di dalam Kediri-Pare dan komplek Kediri-Wates Kampung Area Kampung Cemara Cemara terletak Area garasi dan di sebelah timur bengkel pabrik & jalur terletak di sirkulasi sebelah Utara merupakan rumah Adm. cabang dari Letak gudang jalan sekunder berada di Kediri-Pare. sebelah selatan Pabrik
Area sebelah timur dan selatan Kampung Cemara Area sebelah selatan gudang gula
Sumber: Hasil analisa
Permukiman
Tabel 3. Tabel Tatanan Hirarki Periode Pasca Kemerdekaan
PG. PESANTREN
Zona Privat
Zona Semi-
Zona Publik
Publik Areal
Letak
58
Area bangunan Area Poliklinik Permukiman pabrik dan lapangan penduduk, Rumah dinas tenis perkebunan & lahan administratur Area garasi dan di luar area Rumah-tinggal di bengkel peumahan dan timur & barat Area sebelah Pabrik gula pabrik barat PG Pesantren Rumah-tinggal pesantren lama kampung Gudang gula cemara dan area 3 Rumah-tinggal sebelah di selatan pabrik selatan PG. Rumah-tinggal Pesantren Kampung Baru lama Letak pabrik dan Area poliklinik Area sebelah selatan rumah-tinggal dan lapangan dan utara pabrik
arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 1, Maret 2008
dikelilingi oleh tennis terletak Area sebelah selatan jalan sekunder di dalam gudang gula Kediri-Pare dan komplek Kediri-Wates Kampung Area Kampung Cemara Baru terletak di Area garasi dan sebelah selatan bengkel pabrik & jalur terletak di sirkulasi sebelah Utara merupakan rumah Adm. cabang dari Letak gudang jalan sekunder berada di Kediri-Wates. sebelah selatan Pabrik
Sumber: Hasil analisa
Tabel 4. Tatanan Hirarki Periode Pasca Orde Baru
PG. PESANTREN
Permukiman
LAM A
PG. PESANTREN BARU
Zona Privat Areal Area bangunan pabrik Rumah dinas administratur Rumah-tinggal di timur & barat pabrik Rumah-tinggal kampung cemara 3 Rumah-tinggal di selatan pabrik Rumah-tinggal Kampung Baru Rumah-tinggal Magersari & Kampung Sawah Letak Letak pabrik dan rumah-tinggal dikelilingi oleh jalan sekunder Kediri-Pare dan Kediri-Wates Area Kampung Baru terletak di sebelah selatan pabrik & jalur sirkulasi merupakan cabang dari jalan sekunder Kediri-Wates. Area perumahan Magersari terletak di sebelah barat pabrik lama, rumah-tinggal Kampung Sawah terletak di sebelah Selatan pabrik baru
Zona Semi-Publik
Zona Publik
Area Poliklinik dan Permukiman penduduk lapangan tenis perkebunan & lahan di luar Area garasi dan area peumahan dan Pabrik bengkel gula Pesantren Area sebelah barat Emplasement pabrik gula PG pesantren lama Gudang gula dan area sebelah selatan PG. Pesantren lama Area poliklinik dan Area sebelah selatan dan lapangan tennis utara pabrik terletak di dalam Area sebelah selatan komplek Kampung gudang gula Cemara Emplasement terletak di Area garasi dan lokasi Pabrik gula lama bengkel terletak di sebelah Utara rumah Adm. Letak gudang berada di sebelah selatan Pabrik
Sumber: Hasil analisa
Analisis Perkembangan Tipologi Rumah-Tinggal Karyawan Pabrik Gula
arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 1, Maret 2008
59
Hasil analisis dari rumah-tinggal kolonial yang diambil sebagai sampel penelitian, yaitu sebagai berikut (Tabel 5): Tabel 5. Sampel Perkembangan Tipologi Rumah-Tinggal Rumah-tinggal
Gambar
Rumah-tinggal
no 1
No 29c
(kolonial Belanda)
Kampung Baru (pasca kolonial)
no 6a
no 81
(kolonial Belanda)
Magersari (pasca kolonial)
no 22c
no 67
(kolonial Belanda)
Magersari (pasca kolonial)
no 10a
no 80
(kolonial Belanda)
Magersari (pasca kolonial)
no 10a
no 1
(kolonial Belanda)
Kampung Sawah (pasca kolonial)
Gambar
no 27c Kampung Baru (pasca kolonial)
a. Sampel no 1 Berdasarkan hasil survey lapangan di lingkungan perumahan karyawan, didapatkan data bahwa rumah-tinggal ini merupakan tempat tinggal kepala pabrik/administratur, mempunyai gaya arsitektur Indische Empire-Stijl, mulai dibangun antara tahun 1911-1932, bersamaan dengan rehabilitasi komplek Pabrik Gula Pesantren. b. Sampel no 2 Berdasarkan hasil survey lapangan di lingkungan perumahan karyawan, didapatkan data bahwa rumah-tinggal ini mulai dibangun antara tahun 1911-1932, bersamaan dengan rehabilitasi komplek Pabrik Gula Pesantren. Dengan awal permbangunan berada di daerah timur kompleks pabrik, rumah tinggal no 6c termasuk dalam rencana pembangunan perumahan karyawan. Rumah-tinggal ini merupakan salah satu rumah yang mepunyai gaya arsitektur tahun 1930-an aliran De Stilj.
60
arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 1, Maret 2008
c. Sampel no 3 Berdasarkan hasil survey lapangan di lingkungan perumahan karyawan, didapatkan data bahwa rumah-tinggal ini merupakan tempat tinggal Kepala Bagian Instalasi, mempunyai gaya arsitektur tahun 1930-an aliran De Stilj, mulai dibangun antara tahun 1911-1932, bersamaan dengan rehabilitasi komplek pabrik gula. d. Sampel no 4 Berdasarkan hasil survey lapangan di lingkungan perumahan karyawan, didapatkan data bahwa rumah-tinggal ini mempunyai gaya arsitektur tahun 1930-an aliran Amsterdam School, mulai dibangun antara tahun 1911-1932, bersamaan dengan rehabilitasi komplek pabrik gula. e. Sampel no 5 Berdasarkan hasil survey lapangan di lingkungan perumahan karyawan, didapatkan data bahwa rumah-tinggal ini mempunyai gaya arsitektur tahun 1930-an aliran Amsterdam School, mulai dibangun antara tahun 1911-1932, bersamaan dengan rehabilitasi komplek pabrik gula. f.
Sampel no 6 Rumah-tinggal ini merupakan salah satu rumah-tinggal karyawan di perumahan Kampung Baru, dibangun untuk memenuhi perumahan pada masa setelah kemerdekaan, dengan dinasionalisasikan Pabrik Gula Pesantren lama. Rumah tinggal ini mempunyai gaya arsitektur pasca kemerdekaan. g. Sampel no 7 Rumah tinggal ini mulai direncanakan dan dibangun sekitar tanggal 21 januari 1954 (sesuai dengan gambar ini dibuat). Waktu pembangunan bersamaan dengan rumah tinggal no 15c1, sehingga mempunyai bentuk rumah yang mirip. Rumah tinggal ini mempunyai gaya arsitektur pasca kemerdekaan. h. Sampel no 8 Rumah tinggal ini mulai dibangun antara tahun 1977-1978 dan dibangun untuk memenuhi kebutuhan rumah tinggal bagi kalangan pekerja. Antara tahun 1984-1993 rumah tinggal direnovasi, sehingga terdapat perubahan ruang. Rumah tinggal ini mempunyai gaya arsitektur pasca orde baru. i.
Sampel no 9 Rumah tinggal ini termasuk dalam zona perumahan Magersari yang mulai dib angun untuk memenuhi kebutuhan rumah tinggal bagi para pekerja. Antara tahun 19841993 rumah tinggal direnovasi, sehingga terdapat perubahan ruang. Rumah tinggal ini mempunyai gaya arsitektur pasca orde baru. j.
Sampel no 10 Rumah tinggal ini mulai dibangun antara tahun 1977-1978 dan dibangun untuk memenuhi kebutuhan rumah tinggal bagi kalangan pekerja. Antara tahun 1984-1993 rumah tinggal direnovasi, sehingga terdapat perubahan ruang. Rumah tinggal ini mempunyai gaya arsitektur pasca orde baru. k. Sampel no 11
Rumah-tinggal ini terletak di perumahan Kampung sawah dan mulai dibangun tahun 1993, dibangun untuk memenuhi kebutuhan rumah-tinggal bagi kalangan staf pabrik dan letaknya berdekatan dengan lokasi Pabrik gula Pesantren Baru. Rumah tinggal ini mempunyai gaya arsitektur pasca orde baru.
arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 1, Maret 2008
61
Kesimpulan dan Saran Kesimpulan • Perkembangan permukiman Aspek penting perkembangan di lingkungan permukiman Pabrik Gula Pesantren Baru, yaitu berpindahnya lokasi pabrik gula. Perkembangan tata lingkungan di permukiman Pabrik Gula Pesantren Baru, dapat dijelaskan dengan zonasi ruang, yaitu sebagai berikut: a. Zona Privat Area privat ini dari periode ke periode, semakin bertambah luas areanya. Dari periode tahun 1890-1957 tata lingkungan terdiri dari kompleks Pabrik lama, rumahtinggal Administratur, 21 rumah-tinggal karyawan, 1 wisma tamu, 1 gedung pertemuan. Periode berikutnya tahun 1958-1978, terdapat pertambahan fasilitas hunian, yaitu Kampung Baru. Periode tahun 1979-2005, zona privat di kompleks pabrik lama berkurang karena lahan digunakan sebagai emplasement, rumah-tinggal Administratur, 21 rumah-tinggal karyawan, 1 wisma tamu, 1 gedung pertemuan, Kampung Baru dan pertambahan kompleks pabrik baru dan fasilitas hunian, yaitu perumahan Magersari dan Kampung Sawah. b. Zona Semi Publik Berbeda dari zona privat, area semi-publik ini dari periode ke periode, semakin berkurang luas areanya. Dari periode tahun 1890-1957 tata lingkungan hanya terdiri dari emplasement lori, garasi dinas, gudang gula, lapangan tennis, lahan terbuka dan poliklinik. Periode berikutnya tahun 1958-1978, lahan emplasement lori sebagian dialihfungsikan menjadi fasilitas hunian, yaitu Kampung Baru. Periode berikutnya tahun 1979-2005, dengan berpindahnya pabrik emplasement lori di pabrik lama sudah tidak dipergunakan lagi, diganti dengan truk pengangkut tebu. c. Zona publik Area publik ini dari periode ke periode, semakin bertambah luas areanya. Dari periode tahun 1890-1957 tata lingkungan hanya terdiri dari permukiman penduduk dan perkebunan tebu. Periode berikutnya tahun 1958-1978, permukiman penduduk semakin bertambah di sekitar area pabrik, dengan adanya nasionalisasi pabrik yang membutuhkan banyak tenaga kerja. Periode berikutnya tahun 1979-2005, lahan pabrik lama sebagian dialihfungsikan sebagai emplacement (parkir truk tebu). • Tipologi rumah tinggal a. Kolonial Segi tipologi langgam mempunyai dua type langgam, yaitu Indische Empire-Stijl dan Periode Tahun 1930-an (De Stilj dan Amsterdam School. Tatanan ruang periode kolonial mempunyai serambi, koridor & ruang servis (bangunan penujang) yang terpisah, perletakan dapur & kamar mandi di area servis selain aman dari bahaya kebakaran juga sirkulasi udara & cahaya untuk KM menjadi lebih lancar. Tampak bangunan pada rumah-tinggal periode kolonial kental dengan nuansa kebesaran dan monumental, pemanfaatan tapak pada periode kolonial dilakukan dengan tidak menghabiskan seluruh tapak untuk bangunan b. Pasca kolonial Segi tipologi langgam mempunyai dua type langgam, yaitu langgam pasca kemerdekaan dan langgam pasca orde baru. Tatanan ruang pasca kolonial hanya terdiri dari massa induk tanpa serambi/koridor, perletakan dapur & kamar mandi dalam satu area rumah induk rentan dari bahaya kebakaran. Tampak bangunan pada rumah-tinggal periode pasca kolonial di dominasi bentuk tampilan yang sederhana dan simpel. Pemanfaatan tapak pada periode pasca kolonial dilakukan dengan menghabiskan hampir seluruh tapak untuk bangunan.
62
arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 1, Maret 2008
Saran • Penelitian ini terbatas lebih pada masalah fisik-deskriptif (ditinjau dari segi arsitektur lingkungan dan bangunan), sehingga perlu dikembangkan lebih lanjut untuk melihat dari sisi yang lain. Pada masalah fisikpun, masih diperlukan penelitian lanjutan yang bersifat lebih detil dan spesifik, baik pada skala masing-masing unit bangunan (dapat berupa pergeseran-pergeseran fisik tatanan ruang dalam, konstruksi dan sebagainya) maupun elemen-elemen lingkungan (sirkulasi, akibat perpindahan pabrik secara sosio-kultural dan sebagainya). • Penelitian ini tidak mencakup kondisi fisik secara detil dan spesifik, namun hanya menyoroti tinjauan umum mengenai adanya perbedaan permukiman dan tipologi hunian berdasarkan periodesasi, sehingga perlu dikembangkan lagi penelitian berkelanjutan pergeseran-pergeseran akibat perpindahan pabrik ditinjau dari permukiman (sirkulasi, tata bangunan dan fasilitasnya), serta tipologi (tatanan ruang luar dan dalam, lay out plan, konstruksi dan fasade). • Penelitian ini tidak mencakup kondisi sosial-kultural kemasyarakatan di lingkungan pabrik gula, sehingga perlu dikembangkan lebih lanjut untuk melihat kondisi tersebut, hal ini dirasa penting karena tidak diketahui oleh peneliti, adakah dampak yang ditimbulkan akibat perpindahan pabrik yang berpengaruh terhadap perubahan tipologi hunian. Kesemuanya ini dimaksudkan agar hasil penelitian secara berkelanjutan dapat lebih lengkap, berbobot dan komprehensif
Daftar Pustaka Handinoto. 1996. Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Surabaya 18701940. Diterbitkan atas Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas PETRA Surabaya dan Penerbit Andi Yogyakarta. Handinoto & Soehargo, P. H. 1996. Perkembangan kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Malang. Diterbitkan atas Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas PETRA Surabaya dan Penerbit Andi Yogyakarta. Kano, H., Husken, F. & Surjo, D. 1996. Di Bawah Asap Pabrik Gula. Bandung: Akatiga dan Gadjah Mada University Press. Pamungkas, S. T. & Tjahjono, R. 2002. Tipologi-Topologi-Morfologi Arsitektur Kolonial Belanda Di Kompleks PG. Kebon Agung Malang. Malang: Fakultas Teknik Universitas Brawijaya (tidak dipublikasikan). Pamungkas, S. T., Damayanti & Kusdiwanggo, S. 2001. Tipologi-Topologi-Morfologi Arsitektur Kolonial Belanda Di Kompleks PG. Djatiroto, Jatiroto, Lumajang. Malang: Fakultas Teknik Universitas Brawijaya (tidak dipublikasikan). Sasangko, I. 2002. Trasformasi Struktur Ruang pada Permukiman Sasak. Kasus: Permukiman Tradisional Desa Puyung. Jurnal ASPI Vol. 1, No. 2. April 2002. hlm. 117-125. Slamet, B. U. 1990. Kajian Fenomena dan Karakteristik Pecinan di Semarang: Suatu Telaah Morfologi Identitas Arsitektural. Tesis tidak Diterbitkan. Bandung: Institut Teknologi Bandung, 1990. Sumalyo, Y. 1995. Arsitektur Kolonial Belanda Di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sumalyo, Y. 1997. Arsitektur Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sumalyo, Y. 2001. Arsitektur Kolonial Belanda Di Kota Lama Semarang. Jurnal Teknik Teknik. Volume VIII, No. 3.Desember 2001. hlm 40-48. Tjahjono, R. 1993. Implikasi Perubahan Rona Lingkungan Pada Tipologi Arsitektur Hunian Masyarakat Madura Medalungan Di Pedalaman Jawa Timur. Jurnal Fakultas Teknik Unibraw Volume I, No. 3. April 1993. hlm 37-46.
Copyright © 2008 by antariksa arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 1, Maret 2008
63